Nama : Afiat Afianti NIM : 3401413085 Rombel :2 Analisis “BAB II MANUSIA DAN KEBUDAYAAN” Dalam bab yang berjudul Manusia dan Kebudayaan ini menjelaskan mengenai berbagai pembicaraan mengenai kebudayaan dan manusia dari beberapa tokoh dan berbagia perspektif yang berbeda. Di awal bab, dijelaskan mengenai keanekaragaman makhluk manusia dan kebudayaan. Dimulai dengan dijelaskannya beberapa pandangan para tokoh tentang masyarakat dan kebudayaan manusia, revolusi atau sejarah perkembangan kebudayaan dan manusia, dan pembicaraan mengenai keterkaitan antara kebudayaan dan manusia itu sendiri. Berbicara tentang pandangan para tokoh mengenai kebudayaan dan manusia, tidak akan pernah lepas dari pemikiran bahwa pada saat itu kebudayaan yang dianggap paling baik adalah kebudayaan milik orang Eropa. Sedangkan orang-orang di luar Eropa dianggap sebagai makhluk yang rendah dan memiliki kebudayaan lebih rendah pula dari orang-orang Eropa. Namun pemikiran itu hanya berlaku pada masa itu pula, ketika masa Renaissance yaitu masa kebangkitan kembali ilmu pengetahuan, pemikiran awal tadi mulai tergeserkan. Para cendekiawan mulai memandang bahwa masyarakat dan kebudayaan adalah sebagai suatu kesatuan yang saling terkait antara satu unsur dengan unsur lain yang ada di dalamnya. Dari pemikiran inilah kemudian muncul kembali konsep pemikiran bahwa suatu kebudayaan tidak dapat dinilai dengan mengguanakn kebudayaan lain, karena setiap kebudayaan memiliki ciri khas yang berbeda, atau yang dapat kita sebut sebagai konsep relativisme budaya. Bergeser dari pembicaraan itu semua, para ahli kemudian mulai pembicaraan baru yaitu tentang sejarah perkembangan manusia dan kebudayaan. Seperti halnya pembicaraan sebelumnya, dalam hal inipun ada beberapa para ahli yang melihat perkembangan manusia dan kebudayaan secara berbeda dengan perspektif mereka masing-masing. Namun dari semua pandangan tersebut, memunculkan suatu kesimpulan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang berkembang karena adanya manusia itu sendiri. Yang mana bahwa manusia adalah makhluk yang selalu hidup dari waktu ke waktu dan dari tempat satu ke tempat lainnya. Perpindahan inilah yang kemudian memunculkan adalanya perubahan atau perkembangan dari kebudayaan itu sendiri, baik itu mengurangai atau menambahkan dari yang telah ada. Bagian kedua yang dijelaskan dalam bab ini adalah mengenai konsep kebudayaan itu sendiri. Di dalamnya dijelsakna definisi mengenai kebudayaan dari beberapa tokoh, namun yang saya garis bawahi dan saya anggap penting dalah sebagai seorang antropolog kita tidak boleh melihat kebudayaan dari apa yang dapat kita lihat saja, namun terlepas dari hal itu kita harus mampu menjiwai suatu kebudayaan dari sudut pandang masyarakat pemiliki kebudayaan itu sendiri. Berikutnya adalah pembicaraan mengenai apa itu ekologi dan homeostatis. Manusia yang pada awalya hidup di alam dan memanfaatkan hasil-hasil yang ada di alam telah melakukan suatu proses adaptasi. Yaitu sikap penyesuaian diri terhadap lingkungannya untuk tetap dapat bertahan hidup. Dalam proses adaptasi tersebut agaknya terlibat adanya kebudayaan yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Yang mana kebudayaan dipandang suatu gagasan yang mempengaruhi pola berfikir dan berperilaku pada manusia sehingga mampu memunculkan perilaku adaptasi itu tadi. Dari adanya proses adaptasi nilah kemudian menghasilkan keseimbangan yang dinamis. Meskipun terjadi perubahan pada ekologis, secara langsung juga akan merubah gagasan manusia itu sendiri (kebudayaan) sehingga mampu melakukan adaptasi secara terus menerus. Alam yang dipandang sebagai suatu sistem dengan beberapa sub-sub sistem didalamnya terdapat keseimbangan atau homeostatis. Tetapi, meskipun manusia masuk kedalam sistem tersebut, tidak akan mempengaruhi hakekat dari homeostatis itu sendiri. Berbicara mengenai apakah kebudayaan yang memepengarhi lingkungan atau lingkunganlah yang mempengaruhi kebudayaan, kita lihat dulu bahwa ada dua konsep ekologi, yaitu ekologi biologis dan ekologi budaya. Ekologi biologis merupakan pandangan bahwa keanekaragaman kebudayaan yang muncul dalam masyarakat merupakan akibat dari perbedaan lingkungan alam sekitar mereka. Namun Roy A. Rappaport seorang ahli antropologi kontemporer mencoba menggabungkan antara pendekatan ekologi biologis dan ekologi budaya. Dari penggabungan kedua pendekatan tersebut kemudian memunculkan pemikiran bahwa diantara berbagai unsur kebudayaan ada yang menjadi unsur penentu dalam kehidupan manusia yang disebut sebagai inti kebudayaan. Melalui konsep inilah kemudian kita dapat membedakan penelitian yang merupakan kajian dari ekologi budaya dengan menggunakan inti kebudayaan sebagai dasar dalam peelitian. Namun yang perlu dicatat, inti kebudayaan itu sendiri bukanlah konsep yang bersifat mutlak. Karena inti kebudayaan itu sendiri adalah sesuatu yang harus kita temukan terlebih dahulu dalam masyarakat yang kita teliti, yaitu berupa unsur-unsur yang menjadi penentu dan mengakibatkan aktivitas utama dalam kehidupan masyarakat tersebut. Oleh karena itu, yang menjadi pusat dari ekologi budaya adalah sesuatu yang lebih didasarkan atas pengalaman empirik, terutama yang paling erat hubunngannya dengan pemanfaatan lingkungan. Kembali lagi pada penejlasan sebelumnya bahwa dulu sutdi tentang kebudayaan selalu ditekankan akan adanya keterkaitan perilaku manusia dengan lingkungannya. Yang mana melihat bahwa perilaku manusia adalah hasil bentukan dari alam itu sendiri. Namun semua konsep ini kemudia dibantah oleh kaum possibilis. Mereka berpendapat bahwa suatu lingkungan tertentu tidak dapat dipandang sebagai penyebab utama yang menyebabkan perbedaan suatu kebudayaan, melainkan hanya sebagai pembatas atau penyeleksi. Mereka beranggapan bahwa pada dasarnya faktor geografis tidak mungkin dapat membentuk suatu kebudayaan manusia. Hal ini bersebrangan dengan pemikiran para kaum atropologeografi. Mereka menggunakan pendekatan yang menenkankan mengenai sejauh mana dan bagaimanakah cara-cara kebudayaan manusia itu dibentuk oleh kondisi lingkungannya atau determinisme lingkungan. Pertanyaan : 1. Konsep ekologi dikaikan dengan budaya manusia memunculkan beberapa berpedaan pandangan. Jika kita akan mengkaji fenomena yang ada pada saat sekarang ini, pendekatan manakah yang paling relefan utntuk dijdikan sebagai pembantu analisis penelitian ? 2. Berbicara mengenai perbedaan pendapat dari beberapa tokoh diatas, sebenarnya tujuan dari antropologi ekologi itu sendiri sebenarnya apa ? dari beberapa perbedaan pemikiran itu, apakah masing-masing hanya ingin mempertahankan pemikirannya sendiri dengan data-data yang dimiliki atau mereka sebenarnya memiliki tujuan yang sama namun perspektifnya berbeda ?