analisis-rangkaian-listrik-course-61 bagus

advertisement
Open Course
Selamat Belajar
Analisis Rangkaian Listrik
Di Kawasan Fasor - Course #6
Oleh : Sunubroto,ST.,MT.
Isi Kuliah #6
Analisis Daya
 Penyediaan Daya dan Perbaikan Faktor Daya
 Sistem Tiga Fasa Seimbang
Tujuan:
 Memahami daya nyata dan daya reaktif
 Memahami gejala alih daya
 Mampu menghitung alih daya maksimum
Tinjauan Daya di
Kawasan Waktu
Tinjauan Daya di Kawasan Waktu
Tegangan dan arus beban
merupakan fungsi waktu
vb  Vm cos(t  ) ; ib  I m cos t
pb  vi  Vm I m cos(t  ) cos t  Vm I m cos t cos   sin t sin  cos t
Vm I m
V I
V I
cos   m m cos  cos 2t  m m sin  sin 2t
2
2
2
V I

V I

  m m cos  1  cos 2t    m m sin  sin 2t
 2

 2


Nilai rata-rata
= VrmsIrmscos
Komponen ini
memberikan alih
energi netto; disebut
daya nyata: P
Nilai rata-rata
=0
pb
1
0
-1
t
15
Komponen ini tidak
memberikan alih energi
netto; disebut daya
reaktif: Q
Tinjauan Daya di Kawasan Fasor
Tegangan dan Arus dalam Fasor
V  Vrms0o
•
dan
I  I rms  
Daya Kompleks :
S  VI
Im
*
jQ
S  Vrms I rms
I*
S  P  jQ
P  S cos   V rms I rms cos 
Q  S sin   V rms I rms sin 
S = VI*
I

P
V
Re
Segitiga daya
Faktor Daya
cos  
P
S
Tinjauan Daya di Kawasan Fasor
• Faktor Daya dan segitiga daya:
P
f.d.  cos  
S
I*
Im
Im
V
I (leading)

V
I*
Re
Re
P
Faktor daya lagging
I (lagging)
Im
jQ

Re

S =VI*
Im
P

Re
 jQ
S =VI*
Faktor daya leading
Tinjauan Daya di Kawasan Fasor
Daya Kompleks dan Impedansi Beban
ZB 
V
I
atau
V  Z BI
S  P  jQ
2
2
 R B I rms
 jX B I rms
Tinjauan Daya di Kawasan Fasor
• CONTOH
I A
seksi
sumber
seksi
beban
B
VAB  480  75o V(rms)
dan
I  8,75  105o A(rms)
Alih Daya
Alih Daya
• Alih Daya
Dalam rangkaian linier dengan arus
bolak-balik keadaan mantap, jumlah
daya kompleks yang diberikan oleh
sumber bebas, sama dengan jumlah
daya kompleks yang diserap oleh
elemen-elemen dalam rangkaian
Alih Daya
CONTOH
A
V=1090oV
I2
I1 =
0,10o A
B
 
j50
Berapa daya yang
diberikan oleh
masing-masing
sumber dan berapa
diserap R = 50  ?
I5
I4
I3
j100
50
C
1
 1 
1
1 
o
VC  

  VA 
  0,10  0
 50 j100  j 50 
  j 50 
atau
VC 2  j1  VA  j 2  10 0 o
VA  V  10  90o  1090o V
VC 2  j1  2 10 (90 o  90 o )  10 0 o
 VC 
 30
 12  j 6 V
2  j1
S i  (VC  V A )I 1*   12  j 6  j10  0,10 o
 1,2  j 0,4 VA
I 3  I 2  I1
V A  VC 10 90 o  (12  j 6)
I2 

 j 50
 j 50
 0,08  j 0,24 A
 I 3  I 2  I 1  0,08  j 0,24  0.10 o
 0,18  j 0,24 A
S v  VI *3  10   90 o  (0,18  j 0,24 )
 2,4  j1,8 VA
S tot  S i  S v
 1,2  j 0,4  2,4  j1,8
 3,6  j1,4 VA
Alih Daya
• Alih Daya Maksimum
Dengan Cara Penyesuaian Impedansi
I 
A
+

ZT = RT + jXT
VT
ZB = RB + jXB
VT
( RT  RB ) 2  ( X T  X B ) 2
VT
2
PB  I R B 
B
2
( RT  R B ) 2  ( X T  X B ) 2
Jika X T  -X B
Jika RT  RB  PB 
VT
RB
PB 
VT
(maksimum)
Jadi syarat untuk terjadinya alih daya maksimum adalah :
RT  R B
dan X B   X T
RB
( RT  R B ) 2
2
4 RB
2
Alih Daya
CONTOH
VT 
ZT 
A
+

 j50 (50  j100 )
 25  j 75 
 j 50  50  j100
j100
50
j50
100o
 j50
 j1
10 0 o 
10  5  j5 V
50  j100  j50
1  j1
Z B  25  j 75 
25 + j 75
V
PMAX 
B
IB 
VT
2
4RB

 5  j5
4  25
2
 0,5 W
VT
5  j5

 0,02   135 o A
ZT  Z B
50
10 0 o
Is 
 0,10 o A Ps  50 I s 2  25 I B 2
( j50 )( 25  j 75)
50  j100 
 50  (0,1) 2  25  ( 0,02 ) 2  1 W
 j50  25  j 75
Alih Daya
• Alih Daya Maksimum
Dengan Cara Sisipan Transformator
impedansi yang
terlihat di sisi primer
ZT
+

ZB
N 
Z B   1  Z B
 N2 
Z B  Z B cos   j Z B sin 
VT
N1 N2
VT Z B cos 
2
PB 
dPB
0
dZ B
2
RT  Z B cos 2  X T  Z B sin 2
Z B  RT  X T  Z T
2
2
N1

N2
ZT
ZB
Alih Daya
CONTOH
+

50
Dari contoh sebelumnya:
A
j100
25 + j 60
j50
100o V
B
ZT
N
a 1 
N2
PB 
R
T

Seandainya
diusahakan
Z T  25  j 75 
VT  5  j5 V
VT
 a 2 RB

ZB
2
25 2  75 2
25  60
2
a 2 RB
  X
2
T
 a2 X B

2
50  1,216  25
25  1,216  25 
2
  75  1,216  60 
Z B  (25  j 60) 
PB 
50  1,216  25
25  1,216  25 
2
 1,1028
2
  75  1,216  60 
2
 0,06 W
Tidak ada peningkatan alih daya ke beban.
2
 0,49 W
Rangkuman Mengenai Fasor
Rangkuman Mengenai Fasor
Fasor adalah pernyataan sinyal sinus yang fungsi waktu ke dalam
besaran kompleks, melalui relasi Euler.
Dengan menyatakan sinyal sinus tidak lagi sebagai fungsi waktu, maka
pernyataan elemen elemen rangkaian harus disesuaikan.
Dengan sinyal sinus sebagai fungsi t elemen-elemen rangkaian adalah
R, L, C.
Dengan sinyal sinus sebagai fasor elemen-elemen rangkaian menjadi
impedansi elemen R, jL, 1/jC.
Impedansi bukanlah besaran fisis melainkan suatu konsep dalam
analisis. Besaran fisisnya tetaplah R = l/A, dan C = A/d
Dengan menyatakan sinyal sinus dalam fasor dan elemen-elemen dalam
inpedansinya, maka hubungan arus-tegangan pada elemen menjadi
hubungan fasor arus - fasor tegangan pada impedansi elemen.
Hubungan fasor arus dan fasor tegangan pada impedansi elemen
merupakan hubungan linier.
Rangkuman Mengenai Fasor
Dengan menyatakan arus dan tegangan menjadi fasor arus dan fasor
tegangan yang merupakan besaran kompleks maka daya juga menjadi
daya kompleks yang didefinisikan sebagai S = V I*.
Besaran-besaran kompleks dapat digambarkan di bidang kompleks
sehingga kita mempunyai digram fasor untuk arus dan tegangan
serta segitiga daya untuk daya.
Hukum-hukum rangkaian, kaidah-kaidah rangkaian, serta metoda
analisis yang berlaku di kawasan waktu, dapat diterapkan pada
rangkaian impedansi yang tidak lain adalah transformasi rangkaian
ke kawasan fasor.
Sesuai dengan asal-muasal konsep fasor, maka analisis fasor dapat
diterapkan hanya untuk sinyal sinus keadaan mantap.
Tujuan:
 Memahami transformator dan diagram fasornya
 Mampu menghitung kebutuhan daya dan faktor daya beban
 Mampu menghitung penyediaan daya sumber dan tegangan
sumber untuk mencatu beban;
 Mampu menentukan keperluan perbaikan faktor daya.
Penyediaan Daya
Pemyediaan Daya
Transformator
Dalam penyaluran daya listrik banyak digunakan transformator
berkapasitas besar dan juga bertegangan tinggi.
Dengan transformator tegangan tinggi, penyaluran daya listrik dapat
dilakukan dalam jarak jauh dan susut daya pada jaringan dapat
ditekan.
Di jaringan distribusi listrik banyak digunakan transformator penurun
tegangan, dari tegangan menengah 20 kV menjadi 380 V untuk
distribusi ke rumah-rumah dan kantor-kantor pada tegangan 220 V.
Transformator daya tersebut pada umumnya merupakan transformator
tiga fasa; namun kita akan melihat transformator satu fasa lebih dulu
Pemyediaan Daya
Transformator Dua Belitan Tak Berbeban

If
Vs
+

+
E1

N1
N2
+
E2

Belitan sekunder:
Belitan primer:
2 f N1
E1 
 m aks  4.44 f N1 m aks
2
I2 = 0
E2  4.44 f N 2  maks
E1
N
 1  a  rasio transformasi
E2 N 2
Pemyediaan Daya
Transformator Dua Belitan Tak Berbeban

If
+
E1

+

Vs
N1
   maks sin t
N2
+
E2

e1  N1
e2  N 2
d
 N1 makscos t
dt
d
 N 2 m aks cos t
dt
Fasor E1 sefasa dengan E2 karena
diinduksikan oleh fluksi yang sama.
Ic
I
E1=E2
If R1
If
V1

rasio transformasi a = 1,
resistansi belitan primer R1
Arus magnetisasi If dapat dipandang sebagai
terdiri dari dua komponen yaitu I (90o
dibelakang E1) yang menimbulkan  dan IC
(sefasa dengan E1) yang mengatasi rugi-rugi
inti. Resistansi belitan R1 dalam diagram fasor
ini muncul sebagai tegangan jatuh IfR1.
Penyediaan Daya
Fluksi Bocor Di Belitan Primer

If
V1
Ic
Vs

l1
E2
I

l
If
E1=E2
IfR1
jIfXl
Representasi fluksi
bocor di belitan primer
V1  E1  I f R1  El1  E1  I f R1  jI f X 1
Mengatasi rugi-rugi
inti
ada fluksi bocor di
belitan primer
Pemyediaan Daya
Transformator Berbeban

I1
V1

l1 l2
I2
V2 RB
E2  V2  I 2 R2  El 2
V1  E1  I1R1  El1
 V2  I 2 R2  jI 2 X 2
 E1  I1R1  jI1 X 1
V1
E2
I’2


If
I2
I1
jI2X2
E1
V2 I2R2
beban resistif , a > 1
I1R1
jI1X1
Pemyediaan Daya
Rangkaian Ekivalen Transformator
I2
I1

R1 jX1
V1
If
E1 R
c
Ic
R1 jX1
V1
E1
V1  E1  I1 R1  jI1 X 1
E1  aV2  I 2 R2  jI 2 X 2
I1  I f  I 2
jX2
R2
jX2
B
V2=aV2
B
V2=aV2
I2
I1

R2
I
jXc
Z
If
I2 , R2 , dan X2 adalah arus,
resistansi, dan reaktansi sekunder
yang dilihat dari sisi primer
Pemyediaan Daya
Rangkaian Ekivalen yang Disederhanakan
Arus magnetisasi hanya sekitar 2 sampai 5 persen dari arus beban penuh
Jika If diabaikan terhadap I1
kesalahan yang terjadi dapat
dianggap cukup kecil
I1=I2

Re = R1+R2
jXe =j(X1+ X2)
B
V1
V1
V2
I2
I2Re
jI2Xe
V2
Pemyediaan Daya
Contoh
Penyediaan
Daya
10 kW
f.d. 0,8
lagging
380 V rms
8 kW
f.d. 0,75
lagging
Impedansi saluran diabaikan
S1  P1  jQ1  P1  j S1 sin 1  P1  j
S 2  P2  j | S 2 | sin  2  P2  j
P1
sin 1  10  j 7,5 kVA
cos1
P2
sin  2  8  j 7 kVA
cos  2
S12  S1  S 2  10  j 7,5  8  j 7  18  j14,5 kVA
cos 12 
18
18 2  14 ,5 2
 0.78
lagging
Faktor daya total
tidak cukup baik
Perbaikan Faktor Daya
Perbaikan Faktor Daya
Perbaikan faktor daya dilakukan pada beban induktif dengan
menambahkan kapasitor yang diparalel dengan beban, sehingga
daya reaktif yang harus diberikan oleh sumber menurun tetapi
daya rata-rata yang diperlukan beban tetap dipenuhi
Im
jQ kapasitor
kVA beban
tanpa
kapasitor
jQ beban (induktif)
Re
kapasitor
paralel dengan
beban
kVA beban
dengan
kapasitor
P beban
Daya yang harus diberikan oleh sumber
kepada beban turun dari |S| menjadi |S1|.
Perbaikan Faktor Daya
CONTOH
380 V rms
50 Hz
10 kW
f.d. 0,8
lagging
C
8 kW
f.d. 0,75
lagging
S1  10  j10 tan(arccos 0,8)  10  j 7,5 kVA
S 2  8  j8 tan(arccos 0,75)  8  j 7 kVA
S12  18  j14,5 kVA cos 12  0.78
Im
S12
S12C
P12
jQ12
cos 12C  0.95
diinginkan
lagging
lagging
S12C  18  j18 tan(arccos 0.95)  18  j5,9 kVA
-jQ12C
 jQ12C  j5,9  j14,5   j8,58 kVAR
Re
QC 
C
VC
2
XC
 VC
QC
  VC
2
2
 C 
C
8580
 190 F
2
100   380
Diagram Satu Garis
Diagram Satu Garis
| V | = 380 V rms
CONTOH
Vs
0,2 + j2 
beban 1
10 kW
cos  = 1
S1  10  j 0 kVA
I1 
S1
V1*

10000  j 0
387 ,6  6,4 o
 25,86,4
0,2 + j2 
o
beban 2
8 kW
cos  = 1
I 2* 
A
S2  8  j 0 kVA
8000  j 0
380 0
o
 210 o A  I 2  210 o A
2
S sal 2  (0,2  j 2)  I 2  (0,2  j 2)  I 2
I s  I1  I 2  25,86,4o  210o
2
 0,09  j 0,9 kVA
 46,64  j 2,88  46,733,5o A
Stot 2  S sal 2  S2  8,09  j 0,9 kVA
2
S sal1  (0,2  j 2)  I s  (0,2  j 2)  46,732
V1 
 0,44  j 4,37 kVA
Stot 2
I2
*

8090  j 900
 385,2  j 42,9 V
210o
 387,66,4o V
S s  S sal1  S1  S sal 2  S 2
 0,44  j 4,37  10  8,09  j 0,9
 18,53  j5,27 kVA
Vs 
Ss
I s*

18530  j 5270
46,73   3,5 o

19265 15,9 o
46,73   3,5 o
 412 19 ,4 o V
Tujuan
• Memahami hubungan sumber dan beban dalam sistem
tiga fasa seimbang.
• Memahami hubungan fasor-fasor arus dan tegangan pada
sistem tiga fasa seimbang
• Mampu menentukan hubungan fasor-fasor arus dan
tegangan pada sistem tiga fasa seimbang
• Mampu melakukan analisis daya pada sistem tiga fasa
Sumber
Satu Fasa dan Tiga Fasa
Sumber Satu Fasa dan Tiga Fasa
vs(t)
u
Vs
R

1/jC
jL
s
Sebuah kumparan dipengaruhi oleh
medan magnet yang berputar dengan
kecepatan perputaran konstan
Tegangan imbas yang muncul di kumparan
memberikan sumber tegangan bolak-balik,
sebesar Vs
C
vs(t)
u
N
s
vs(t)

VBN
vs(t)
Tiga kumparan dengan posisi yang berbeda
120o satu sama lain berada dalam medan
magnet yang berputar dengan kecepatan
perputaran konstan

VCN

A
VAN
B
Tegangan imbas di masing-masing kumparan
memberikan sumber tegangan bolak-balik.
Dengan hubungan tertentu dari tiga kumparan
tersebut diperoleh sumber tegangan tiga fasa
Sumber Tiga Fasa
Dalam pekerjaan analisis rangkaian kita memerlukan
referensi sinyal. Oleh karena itu tegangan bolak balik kita
gambarkan dengan tetap menyertakan referensi sinyal
Untuk sumber tiga fasa, referensi sinyal tegangan
adalah sebagai berikut
A, B, C : titik fasa
C
VAN , VBN ,VCN
besar tegangan fasa
ke netral
dituliskan pula
sebagai Vfn atau Vf
VBN
+ VCN

N +

VAN
+
besar tegangan antar
fasa adalah
A
dituliskan pula sebagai
B
N : titik netral
Simbol sumber tiga fasa:
VAB , VBC ,VCA

Vff
Sumber Tiga Fasa
Diagram fasor sumber tiga fasa
Im
VCN
C
VBN
Diagram fasor
tegangan
+ VCN

N +

VAN
+
120o
A
B
Sumber terhubung Y
Keadaan Seimbang
|VAN| = |VBN| = |VCN|
120o
VAN
VBN
VAN = |VAN|  0o
VBN = |VAN|  -120o
VCN = |VAN|  -240o
Re
Sumber Tiga Fasa
Sumber tiga fasa dan saluran menuju beban
C
Tegangan
fasa-netral
VBN
+ VCN

N

+
VBC
VCA
IC
+
A
VAN
IA
VAB
B
Sumber Tiga Fasa
Terhubung Y
Saluran ke beban
IB
Tegangan
fasa-fasa
Arus
saluran
Sumber Tiga Fasa
Hubungan fasor-fasor tegangan
Im
Tegangan fasa-fasa:
VCN
VCA
VBN
30o
30o
VAN
Tegangan
Fasa-netral
120o
VBN
30o
VAB
VAB  VAN  VNB  VAN  VBN
VBC  VBN  VNC  VBN  VCN
Re
VCA  VCN  VNA  VCN  VAN
VAB  V fn 330o
VBC  V fn 3  90o
VBC
VCA  V fn 3  210o
Dalam keadaan seimbang:
VAN  VBN  VCN  V fn : nilai tegangan fasa - netral
VAB  VBC  VCA  V ff  V fn 3 : nilai tegangan fasa - fasa
Sumber Tiga Fasa
Arus saluran dan arus fasa
Arus saluran
IC
C
+

VBN
N

+
IA
VCN
 +
C
Arus fasa
C
A
N
VAN
B
IB
A
B
B
Sumber
terhubung
Y
A
Beban
terhubung
Y
Arus di penghantar netral
dalam keadaan seimbang bernilai nol
Arus fasa
Beban
terhubung
Δ
Beban Tiga Fasa
Beban Tiga Fasa
Beban terhubung Y
IB
B
Z
IA
VBN   120 o
VBN
VBN
IB 


(120 o   )  I f (  120 o )
Z
Z 
Z
Z
N
A
IN
o
VAN
VAN VAN 0
IA 


   I f  
Z
Z 
Z
Z
C
IC
VCN   240 o
VCN
VCN
IC 


(240 o   )  I f (  240 o )
Z
Z 
Z
Im
Keadaan seimbang I A  I B  I C  0
VCN
IC

IB
VBN

S 3 f  VAN I *A  VBN I *B  VCN I *C
 V
AN
IA
Re
referensi
 3 VAN I A 
 V ff I f
3
Beban Tiga Fasa
Contoh
IB
B
Z
IA
IN
Z=4+j3
Z
VAN referensi
Z
IC

VBN
 220 V
3
VAN  2200 o V ( sebagai referensi)
VBN  220  120o V
VCN  220  240 o V
I C  44  276,8o A
Re

380
I B  44(36,8o  120o )  44  156,8o A
Im

IB
3

VAN 2200 o 2200o
o
IA 



44


3
6
,
8
A
o
Z
3  j4
536,8
C
IC
VCN
Vff = 380 V (rms)
N
A
V fn 
V ff
IA
VAN
I  44 A
S3 f  3  VAN I *A  3  2200o  4436,8o
 2936,8o kVA
P3 f  29 cos 36.8o  23,2 kW
Q3 f  29 sin 36.8o  17,4 kVAR
Beban Tiga Fasa
Beban terhubung Δ
IB
I AB 
IAB
IA
Z
A
Z
ICA
Z
IBC
VBC
I BC 
VBC
Z
;
I CA 
VCA
Z
o
V ff
VAB V ff 0



 
Z
Z 
Z
I BC  I AB    120o ; I CA  I AB     240o
IBC
I A  I AB  I CA
C
IC
VCA
I AB
B
VAB
Z
I B  I BC  I AB ; I C  I CA  I BC
I A  I AB 3(  30 o )  I f
Im
3(  30 o )
ICA
I B  I BC 3(  150 o )  I f
3(  150 o )

I C  I CA 3(  270 o )  I f
3(  270 o )


IAB
ICA
IA
VAB
Re
S3 f  3  VAB I*AB  3  V ff 0o  I f   V ff I A 3
P3 f  V ff I A 3 cos   S 3 f cos 
Q3 f  V ff I A 3 sin   S 3 f sin 
Beban Tiga Fasa
Contoh
VAN 
IB
Z=4+j3
IA
Vff = 380 V (rms)
VAN referensi
IAB
IBC
Im
I AB
VAB
VCN
VBC  380  90o ; VCA  380  210o
C
ICA
3
0 o  220 0 o ; VBN  220   120 o ; VCN  220   240 o
VAB  VAN 3( AN  30 o )  380 30 o
B
A
IC
380
VAB 380 30 o 380 30 o



 76   6,8o A
o
Z
4  j3
536 ,8
I BC  76   6,8o  120 o  76   126 ,8o A
I CA  76   6,8o  240 o  76   246 ,8o A
ICA
I A  I AB 3(6,8o  30 o )  76 3  36,8o  131 .6  36,8o A
Re
IBC
IAB
VAN
I B  131 .6(36,8o  120 o )  131,6  156 ,8o A
I C  131 .6(36,8o  240 o )  131,6  276 .8o A
S3 f  3VABI *AB  3  38030o  76  6.8o
 86.6436.8o  69,3  j 52 kVA
VBN
P3 f  3  R  I AB  3  4  (76) 2  69,3 kW
2
Q3 f  3  X  I AB  3  3  (76) 2  52 kVAR
2
Analisis Daya Pada
Sistem Tiga Fasa
Analisis Daya Pada Sistem Tiga Fasa
Pada dasarnya analisis daya pada
sistem tiga fasa tidak berbeda
dengan sistem satu fasa
Analisis Daya Pada Sistem Tiga Fasa
Contoh
Is = ?
RB = ? XB = ?
S 3 f  3V fn I *f

50 kVA
f.d. 0,9
lagging
Y
VLL = 480 V
 3  V fn  v  I f    i  3 V fn I f ( v   i )
S3 f  3 V fn I f  V ff I f
3
Is  I f 
S3 f
V ff

3
50000
 60 A
480 3
P  S 3 f cos  50  0,9  45 kW ;
Q  S 3 f sin   50  0,436  21,8 kVAR
 S 3 f  45  j 21,8 kVA
 S per
Z
S per
If
fasa
2

(15  j 7,3) 1000
 4,16  j 2,03
(60 ) 2
fasa

S3 f
3
 15  j 7,3 kVA
 R  4,16  ; X  2,03 .
Analisis Daya Pada Sistem Tiga Fasa
Contoh
|Ssumber| = ?
IS

Z = 2 + j20 
IB
b
e
b
a
n
VB
VS
Vsumber= ?
100 kW
4800 V rms
cos = 0,8 lag
PB  100 kW  S B cos 
SB 
100
 125 kVA
0,8
QB  S B sin   125 0,6  75 kVAR
SB  100  j75 kVA
PB  VB I B cos  3
 IB 
100
 15 A
4800  0,8  3
S sal  3  (2  j 20) 152  1,35  j13,5 kVA
S Sumber  S B  S sal  101,35  j88,5 kVA
S Sumber  101,35 2  88,52  134 ,5 kVA
S Sumber  VS I S 3  VS I B 3
 VS 
SS
IB 3

134 ,5 1000
15 3
 5180 V rms
Courseware
Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Fasor
Course #6
Sudaryatno Sudirham
Download