PRESENTASI KASUS DISPEPSIA Disusun Oleh : Disusun oleh: Calvin Kurnia Mulyadi Elisa Noor Joses Saputra Ireska Tsaniya A. William Cheng Fiorella Andani S. Eggi Respati Narasumber: dr Juferdy Kurniawan, Sp.PD dr. Vivian Soetikno, SpFK, PhD DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013 SURAT PERNYATAAN Kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa tugas “Presentasi Kasus Diare dan Dispepsia” ini kami susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian hari ternyata kami melakukan tindakan plagiarisme, kami akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada kami. Jakarta, 25 Oktober 2013 Calvin Kurnia M. Elisa Noor William Cheng Joses Saputra Fiorella Andani S. 1 Ireska Tsaniya A. Eggi Respati BAB I ILUSTRASI KASUS IDENTITAS Nama Lengkap : Tn. MA Umur : 30 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pekerjaan : Karyawan optik Pendidikan : SMA Status Perkawinan : Belum menikah Alamat : Srengseh Sawah, Jakarta Selatan Tanggal masuk : 18 Oktober 2013 pukul 20:55 WIB ANAMNESIS (Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 23 Oktober 2013) Keluhan Utama Nyeri ulu hati yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh merasa nyeri di ulu hati sejak 2 minggu SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus, terasa seperti ditusuk-tusuk dan diremas-remas, menjalar hingga ke punggung, VAS = 4, memberat setelah pasien makan terutama makanan pedas, tidak dipengaruhi posisi maupun aktivitas. Nyeri ulu hati disertai mual, muntah, perut kembung dan terasa cepat kenyang. Mual dan muntah dirasakan sekitar 10-15 menit setelah pasien makan. Muntah berisi cairan, tidak terdapat darah. Riwayat trauma disangkal. Pasien sudah mengonsumsi obat warung promag selama 3 hari namun keluhan tidak berkurang. Pasien juga merasakan demam, namun tidak pernah mengukur suhu, berkurang dengan minum obat Sanmol yang dibeli sendiri. BAK tidak ada keluhan (urin berwarna coklat atau bercampur darah disangkal), BAB tidak ada keluhan (tinja encer, keras, berwarna kehitaman, berwarna putih maupun bercampur darah disangkal). Pusing, sakit kepala, batuk, sesak disangkal. Riwayat kuning pada mata 2 maupun tubuh disangkal. Pasien memiliki riwayat sakit maag sejak lama (>1 tahun lalu). Pasien menyangkal meminum obat-obatan antinyeri. Pasien sesekali minum jamu untuk menghilangkan lelah, minimal 1 kali dalam 1 bulan. Sejak 1 minggu SMRS, nyeri ulu hati beserta mual dan muntah dirasakan semakin memberat. Karakteristik nyeri dirasakan sama, namun VAS meningkat menjadi 5. Mual dan muntah dirasakan setiap kali sehabis makan, berisi cairan dan makanan. Demam masih dirasakan, suhu tubuh tidak diukur, berkurang dengan minum obat Sanmol namun muncul kembali setelah beberapa jam. BAK tidak ada keluhan, BAB konsistensi lunak hingga padat, berwarna kuning, namun 1 minggu SMRS BAB pernah disertai warna kehitaman seperti oli yang terpisah dari tinja (hanya 1 kali). Pasien mengeluh merasa lemas dan tidak bertenaga serta pusing saat berdiri, sehingga pasien sulit beraktivitas dan hanya beristirahat di tempat tidur selama 1 minggu terakhir. Satu hari SMRS, nyeri ulu hati dirasakan memberat, VAS = 7, nyeri terasa terus menerus, seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke punggung dan menyebar sampai ke pusat. Nyeri tidak berubah dengan perubahan posisi. Penjalaran ke lengan kiri dan leher disangkal. Keringat dingin disangkal. Mual muntah dan demam masih ada. Terdapat penurunan berat badan dalam 2 minggu terakhir, namun pasien tidak pernah menimbang berat badannya. Pasien mengatakan baju dan celananya menjadi terasa longgar. Riwayat Penyakit Dahulu ◊ Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, asma, flek paru, sakit kuning, keganasan, alergi disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga ◊ Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, asma, flek paru, sakit kuning, keganasan, alergi disangkal. Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan Pasien bekerja di Surabaya selama 1 tahun sebagai karyawan optik. Pasien mengaku 2 bulan terakhir ini mengalami stress karena pekerjaannya. Sejak mulai merasa sakit 2 minggu yang lalu, pasien mengundurkan diri dari pekerjaannya dan 3 kembali ke Jakarta. Pasien memiliki pola makan tidak teratur dan senang makan makanan yang mengandung kolesterol seperti soto dengan kikil dan daging kambing serta makanan pedas. Pasien juga sering minum minuman soda. Pasien memiliki kebiasaan merokok selama sekitar 10 tahun, rata-rata menghabiskan 1 bungkus per hari (12 batang), namun pasien telah berhenti merokok sejak 6 bulan lalu. Pasien memiliki kebiasaan minum kopi namun telah berhenti sejak 6 bulan lau. Pasien sesekali mengonsumsi alkohol, sekitar 1 kali dalam 1-2 bulan. Konsumsi alkohol bukan merupakan hal yang rutin bagi pasien dan hanya dalam jumlah sedikit. Penggunaan narkotika maupun promiskuitas disangkal. PEMERIKSAAN FISIK (23 Oktober 2013) Kesadaran : Compos mentis Keadaan umum : Tampak sakit sedang Tekanan darah : 100/70mmHg Nadi : 100x/menit, regular, isi cukup Pernafasan : 20x/menit, regular, jenis torakoabdominal Suhu : 37,9°C Keadaan gizi : Kurang Tinggi badan : 168 cm Berat badan : 48 kg IMT : 17 kg/m2 Kulit Berwarna sawo matang, kering, turgor baik Kepala Deformitas (-), nyeri tekan (-) Rambut Warna hitam, tidak mudah dicabut, persebaran merata 4 Mata Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tak langsung +/+ Telinga Kedua liang telinga lapang, serumen -/-, sekret -/-, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/Hidung Deformitas (-), terpasang Nasogastric tube Tenggorokan Dinding faring posterior hiperemis (-), uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1T1 Gigi Dan Mulut Oral hygiene cukup, karies dentis (+), ulkus (-) Leher JVP 5-2 cmH2O, tidak teraba pembesaran KGB dan pembesaran kelenjar tiroid, posisi trakea ditengah Jantung I : Iktus Cordis tidak terlihat P : Iktus Cordis teraba pada sela iga 5, 1 jari medial linea midklavikula sinistra P : Batas jantung kanan pada linea sternalis dextra, batas jantung kiri pada 1 jari medial linea midclavicularis sinistra, pinggang jantung pada sela iga 3 linea parasternalis sinistra A : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-) Paru I : Tidak tampak sesak, pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, 5 venektasi (-), pelebaran sela iga (-) P : Ekspansi dinding dada kanan = kiri, fremitus kanan = kiri P : Sonor/Sonor, batas paru-hepar pada sela iga 6, peranjakan hepar 2 jari, batas paru-lambung pada sela iga 8 A : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-) Abdomen I : Datar, venektasi (-), caput medusa (-) P : Lemas, hati dan limpa sulit dinilai karena nyeri, nyeri tekan (+) pada daerah epigastrium sampai umbilikus, teraba massa memanjang longitudinal dari ujung processus xyphoideus hingga 1 jari di atas umbilicus, Murphy’s sign sulit dinilai karena nyeri P : Timpani, shiffting dullness (-) A : Bising usus (+), normal Ekstremitas Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2”, palmar eritema (-/-), clubbing finger (-/-), flapping tremor (-/-) PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (19/10/2013) Hb : 8,81 SGOT : 29 U/L Hematokrit : 28,3% SGPT : 25 U/L Leukosit : 10200 L Ur : 17,4 mg/dL Trombosit : 371000/L Cr : 0,857 mg/dL MCV : 68 fL APTT : 42,1 (33,5) MCH : 21,2 g/dL PT : 12,3 (11,6) GDS : 76 mg/dL Urinalisis: o Protein : +1 o Keton : +3 o Glukosa :+ o Hb :- 6 o Bilirubin :- o Epitel : +1 o Nitrit :- o Kristal amorf :+ o Leukosit esterase : - o Silinder :- o Eritrosit : 0-2 o Bakteri :- o Leukosit : 4-5 Laboratorium (20/10/2013) Bilirubin total : 0,35 mg/dL Bilirubin direk : 0,24 mg/dL Bilirubin indirek: 0,11 mg/dL Amilase pankreatik: 45 U/L Lipase darah : 48 U/L Laboratorium (21/10/2013) Hb : 8,1 g/dl Trigliserida : 129 mg/dL Hematokrit : 26,4 % HDL : 11 mg/dL Leukosit : 8080/L LDL : 92 mg/dL Trombosit : 446.000 /L Amilase pankreatik: 44 U/L GDS : 104 mg/dL Lipase darah : 40 U/L AGD : 7,493/31,9/83,9/ Ferritin : 270 g/L 26,4/96,4 SI : 14 g/dL : 128 g/dL Ur : 12 mg/dl TIBC Cr : 0,6 mg/dl Retikulosit SGOT : 19 U/L o Absolut : 42800 SGPT : 17 U/L o Relatif : 1,12% Albumin : 3,1 g/dL Na : 134 mmol/L APTT : 44,2 (32,3) K : 4,42 mmol/L PT : 11,9 (10,9) Cl : 103,3 mmol/L D-Dimer : 700 ng/mL Ca : 8,7 mmol/L Fibrinogen : 321,6 mg/dL Mg : 1,79 mmol/L Kolesterol total : 144 mg/dL 7 Rontgen Thorax (19/10/2013) Kesan: CTR < 50%, aorta dan mediastinum superior tidak melebar, trakea di tengah, kedua hillus tidak menebal, corakan bronkovaskular kedua paru baik, kedua hemidiafragma licin, kedua sinus kostofrenikus lancip. Terdapat infiltrat noduler di lapang tengah paru kanan dan kalsifikasi di suprahilar paru kanan. EKG (19/10/2013) Kesan: Sinus rhythm, normoaxis, HR 100x/menit, PR interval <0,2”, QRS complex <0,12”, tidak ada ST changes, T inverted, maupun BBB. USG Abdomen (19/10/2013) Kesan: Pembesaran difus pankreas dengan ekhogenitas hipoekhoik heterogen mengarah ke gambaran pankreatitis akut. Pelebaran duktus biliaris intrahepatik ec batu duktus biliaris intrahepatik. DAFTAR MASALAH 1. Pankreatitis akut 2. CAP dd/ TB paru 3. Anemia mikrositik hipokromik 4. Sindrom dispepsia 5. Hipoalbuminemia PENGKAJIAN 1. Pankreatitis akut Atas dasar dari anamnesis ditemukan keluhan nyeri ulu hati yang menjalar hingga punggung progresif dalam 2 minggu, disertai demam, mual dan muntah, dari pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada daerah epigastrium dan umbilikus, tidak mereda dengan antasida. Dari pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan di daerah epigastrium hingga umbilikus serta teraba massa yang memanjang dari ujung processus xyphoideus hingga 1 jari di atas umbilikus. Selain itu, dari pemeriksaan USG abdomen ditemukan pembesaran difus pankreas yang mengarah ke gambaran pankreatitis akut, serta terdapat pelebaran duktus biliaris intrahepatik yang disebabkan oleh batu duktus biliaris intrahepatik. Dengan demikian, dipikirkan terdapat pankreatitis akut ec. suspek kolelithiasis dd/ massa. 8 Rencana diagnosis: DPL, CT-scan abdomen Rencana terapi: - Puasa - IVFD Triofusin E1000 500 cc per 12 jam - IVFD Aminofluid 500 cc per 12 jam - IVFD NaCl 0,9% 500 cc + Ketorolac 30 mg per 8 jam - Cefotaxime 3x1 g IV (hari ke-2) - Pemasangan NGT - Laxadine 1x3 C 2. CAP dd/ TB paru Atas dasar dari anamnesis terdapat riwayat demam, dan dari pemeriksaan rontgen thorax ditemukan infiltrat noduler di lapang tengah paru kanan dan kalsifikasi di suprahilar paru kanan, sehingga dipikirkan terdapat pneumonia dd/ TB paru. Riwayat penyakit paru sebelumnya disangkal. Dipikirkan pasien mengalami CAP karena penurunan imun tubuh akibat intake yang kurang dan inaktivitas dalam 1 minggu terakhir. Rencana diagnosis: Kultur sputum, BTA Rencana terapi: - Paracetamol 3x500 mg PO prn - Fluimucyl 3x10 cc IV - Antibiotik (sama dengan terapi antibiotik no. 1) 3. Anemia mikrositik hipokromik Atas dasar pada anamnesis terdapat keluhan lemas, dan dari pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva kanan dan kiri tampak pucat, serta dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,1 / MCV 68 / MCH 21,2 / Serum Iron 14/ Ferritin 270 ug/L/ TIBC 128 ug/dL, sehingga dipikirkan pasien mengalami anemia mikrositik hipokrom ec. penyakit kronik. Rencana diagnosis: Evaluasi DPL, status besi, retikulosit, pemeriksaan feses lengkap Rencana terapi: transfusi darah PCR bertahap hingga Hb> 10 9 4. Sindrom dispepsia Atas dasar: anamnesis terdapat keluhan nyeri ulu hati, mual, muntah kembung dan terasa cepat kenyang. Dipikirkan sindrom dispepsia yang dialami pasien saat ini disebabkan oleh pankreatitis akut. Namun, melihat riwayat penyakit pasien yang menunjukkan adanya gejala dispepsia > 1 tahun dan diet pasien yang sering mengonsumsi makanan pedas dan soda, penyebab dispepsia lain yang berhubungan dengan gastroduodenal belum dapat disingkirkan. Rencana diagnosis:- Rencana terapi: - Omeprazol 1x40 mg IV - Ondansetron 3x8 mg IV - Inpepsa 4x15 mL PO 5. Hipoalbuminemia Atas dasar anamnesis yang menunjukkan bahwa intake makanan pasien sangat kurang (setiap makan pasien muntah) dan pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar albumin 3,1 g/dL. Rencana diagnosis: Evaluasi kadar albumin Rencana terapi: - Perbaiki intake protein jika sudah lepas NGT PROGNOSIS : ◊ Ad vitam : dubia ad bonam ◊ Ad functionam : dubia ad bonam ◊ Ad sanactionam : dubia ad bonam 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pankreatitis akut Pankreatitis adalah proses peradangan pada pankreas. Secara klinis, pankreatitis ditandai dengan adanya nyeri perut akut disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan penyakitnya sangat bervariasi dari ringan (self limited) sampai berat (renjatan dengan gangguan ginjal dan paru-paru). Patofisiologi pankreatitis akut secara umum dibagi menjadi tiga fase. Fase I yaitu aktivasi tripsin prematur pada sel asinar pankreas yang menyebabkan autodigesti organ, diduga karena gangguan persinyalan kalsium di dalams sel asinar, pemecahan tripsinogen menjadi tripsin oleh cathepsin-B hidrolase lisosom, dan berkurangnya aktivitas penghambat ripsin pankreas intraselular. Ketika tripsin teraktivasi, akan terjadi aktivasi berbagai enzim pencernaan pankreas. Pada fase II terjadi inflamasi intrapankreas melalui beberapa mekanisme. Sedangkan, pada fase III terjadi inflamasi ekstrapankreas, termasuk sindrom respirasi akut. Pada fase II dan II, terdapat empat langkah penting yang dimediasi oleh sitokin dan mediator inflamasi yaitu: aktivasi sel inflamasi, kemoatraksi sel inflamasi yang teraktivasi dan mediator inflamasi lain, aktivasi molekul adhesi yang memungkinkan pengikatan sel inflamasi ke endotel, dan migrasi sel inflamasi yang teraktivasi ke dalam area yang mengalami inflamasi.1 11 Gambar 1. Patofisiologi pankreatitis akut2 Mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain refluks isi duodenum dan cairan empedu, aktivasi sistem komplemen, stimulasi dan sekresi enzim yang berlebihan. Pada mayoritas pasien, pankratitis akut bersifat ringan. Namun pada 10-20% pasien, berbagai jalur yang menyebabkan peningkatan inflamasi intrapankreas dan ekstreapankreas menyebabkan sindrom respons inflamasi sistemik (systematic inflammatory response syndrome, SIRS). SIRS merupakan faktor predisposisi untuk disfungsi organ multipel dan/atau nekrosis pankreas. Diagnosis Pasien dengan pankreatitis akut mengeluhkan nyeri abdomen di daerah epigastrium dan sebagian menjalar ke punggung yang timbul tiba-tiba, kebanyakan intens, terus menerus dan makin lama makin bertambah. Nyeri sering kali disertai dengan mual, muntah, dan demam. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan perlunakan pada abdomen atas. Diagnosis pankreatitis ditegakkan jika dua dari tiga berikut terpenuhi, yaitu: 1,2 1. Nyeri abdomen khas pankreatitis akut 12 2. Serum amilase dan/atau lipase meningkat > 3 kali dibandingkan nilai batas atas normal. 3. Gambaran pankreatitis akut pada CT scan atau ultrasonografi. Pada pemeriksaan laboratorium, kenaikan enzim amilase atau lipase serum hanya didapatkan pada 65% episode, leukositosis pada 39,6% episode, fungsi terganggu pada 70,8% episode, hiperglikemia pada 25% episode. Pemeriksaan laboratorium juga bertujuan untuk mengetahui berat ringan penyakit dan memantau perjalanan penyakit, memilih terapi, melacak penyulit, dan mengevaluasi fungsi sisa pankreas. Ultrasonografi dapat menunjukkan pembengkakan pankreas setempat atau difus dengan ektoparenkim yang berkurang dan pseudokista di dalam atau di luar pankreas. Ultrasonografi juga berguna untuk menilai saluran empedu. CT scan penting untuk mendeteksi adanya penyulit seperti nekrosis, pengumpulan cairan di dalam/luar pankreas, pseudokista, pembentukan flegmon, abses, dll. Spektrum klinis pankreatitis akut luas dan bervariasi dari ringan yang dapat sembuh sendiri fulminan hingga yang cepat menimbulkan kematian dan refrakter terhadap semua pengobatan. Oleh karena itu, untuk pendekatan terapi yang rasional diperlukan identifikasi dini pankreatitis akut dengan risiko tinggi. Ranson dan Imrie mengajukan kriteria prognostik untuk menentukan hal tersebut. 2 Gambar 2. Kriteria prognostik pankreatitis akut2 13 Bila terpenuhi 3 atau lebih kriteria pada kriteria Ransom, pasien dianggap menderita pankreatitis akut yang berat. Mortalitas yang tinggi pada pasien-pasien pankreatitis akut yang berat sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Pengobatan pankreatitis akut bertujuan untuk menghentikan proses peradangan dan autodigesti atau menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan untuk resolusi penyakit. Pada sebagian besar kasus (+ 90%), cara konservatif dapat memberikan hasil yang baik. Terapi yang diberikan terdiri dari pemberian analgesik kuat, pankreas diistirahatkan dengan cara dipuasakan, diberikan nutrisi parenteral total berupa cairan elektrolit, nutrisi, cairan protein plasma, dan penghisapan cairan lambung untuk kasus berat. Pemakaian antasida dan penghambat reseptor H2 atau penghambat pompa proton bermanfaat bila terdapat riwayat dispepsi sebelum menderita pankreatitis akut. Pada 10% kasus, terjadi pankreatitis berat terutama pankreatitis hemoragik dengan nekrosis subtotal atau total. Pada keadaan ini diperlukan tindakan bedah.2 Sindrom Dispepsia Dispepsia merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang terdiri atas nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, perasaan cepat kenyang, perut terasa penuh atau begah. Sindroma ini dapat didasari oleh berbagai penyakit pada berbagai organ antara lain esofago-gastro duodenal, hepato bilier, pankreas, sistemik atau akibat gangguan fungsional. Adanya alarm symptom berupa penurunan berat badan, anemia, melena, muntah yang prominen merupakan petunjuk awal kemungkinan adanya penyebab organik yang membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik yang lebih intensif. Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna yang menyebabkan dispepsia antara lain tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor, dan infeksi H. pylory. Penyakit pada hati, pankreas, dan sistem bilier yang menyebabkan terjadinya sindroma dispepsia yaitu hepatitis, kolesistitis, pankreatitis, dan keganasan. Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan sindroma dispepsia antara lain diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner. Selain itu, beberapa obat-obatan juga dapat menyebabkan sindrom dispepsia antara lain, obat anti inflamasi non-steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin, dan masih banyak lagi. Pada dispepsia fungsional tidak ditemukan adanya kelainan organik pada pasien. Untuk menentukan diagnosis sindrom dyspepsia, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang diagnostik untuk memastikan adanya gangguan organik atau biokimiawi.3 14 Anemia Anemia didefinisikan sebagai penurunan hemoglobin < 13 g/dL pada pria, <12 g/dL pada wanita tidak hamil, dan <11 g/dL pada wanita hamil. Tabel dibawah memperlihatkan rentang Hb/Ht normal sesuai usia dan kehamilan.4 Umumnya, anemia defisiensi besi dan anemia akibat penyakit kronis menyebabkan anemia mikrositik hipokrom. Untuk membedakannya dapat dilihat pada tabel berikut:4 Community Acquired Pneumonia Pneumonia merupakan suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), kecuali Mycobacterium tuberculosis. Pada pneumonia, peradangan yang terjadi dapat menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan 15 imunitas pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien, dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.5 Hipoalbuminemia Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati, dan kehilangan protein melalui urin. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kondisi hipoalbuminemia antara lain malnutrisi, malabsorbsi, gangguan ginjal (sindrom nefrotik), edema anasarka, dan lain-lain. Nilai albumin normal yaitu 3,4 – 4,8 g/dL.6 16 BAB III PEMBAHASAN Pasien laki-laki 30 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang memberat sejak 1 hari SMRS. Keluhan nyeri disertai dengan mual, muntah, dan perut kembung. Kumpulan gejala klinis tersebut dapat dikelompokkan sebagai sindrom dispepsia. Secara umum, terdapat beberapa penyebab sindrom dispepsia, khususnya keluhan nyeri ulu hati. Pertama, hal yang harus dipikirkan adalah sindrom koroner akut yang merupakan salah satu penyebab nyeri ulu hati. Diagnosis ini harus dipikirkan karena besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kondisi ini. Nyeri ulu hati pada pasien ini dirasakan menyebar ke punggung, terasa seperti tertusuk. Namun, tidak adanya penyebaran nyeri ke lengan kiri maupun leher, tidak ada sesak, dan tidak ada gejala autonom berupa keringat dingin yang merupakan beberapa karakteristik khas dari sindrom koroner akut yang mulai dapat menyingkirkan diagnosis ini. Setelah itu dilakukan pemeriksaan EKG yang menunjukkan hasil yang normal sehingga sindrom koroner akut pada pasien ini dapat disingkirkan. Dispepsia pada pasien ini disertai oleh alarm symptom antara lain penurunan berat badan, anemia, dan muntah yang prominen. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat penyakit organik yang mendasari dispepsia tersebut sehingga dispepsia fungsional sementara dapat disingkirkan. Salah satu penyebab sindrom dispepsia yang umum adalah gastritis, tukak gaster, atau tukak peptik. Pada anamnesis, pasien menyatakan memiliki riwayat maag dan sering makan makanan pedas dan bersoda, serta pasien telah mengonsumsi antasida namun gejala tidak berkurang. Dengan demikian, gejala yang muncul 2 minggu ini kemungkinan bukan disebabkan oleh gastritis, tukak gaster atau tukak peptic, namun ketiga penyakit tersebut belum dapat disingkirkan dan perlu dikonfirmasi dengan endoskopi untuk diagnosis pasti. Dispepsia akibat gangguan hepar sementara dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan kadar enzim hati, dan pada pasien tidak terdapat ikterus atau peningkatan bilirubin. Diagnosis lain yang dipikirkan adalah pankreatitis akut. Keluhan berupa rasa nyeri di epigastrium yang timbul tiba-tiba, terus menerus, dan semakin lama semakin bertambah, nyeri menyebar ke punggung dan hingga umbilikus, nyeri berlangsung selama beberapa hari, adanya mual, muntah demam mendukung adanya pankreatitis akut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada perut bagian atas hingga umbilikus serta teraba massa di epigastrium yang sesuai dengan pembesaran pankreas. Tanda dan gejala ini juga dapat timbul 17 pada tumor pankreas didukung dengan adanya penurunan berat badan yang cukup banyak pada pasien. Namun, berdasarkan hasil USG, didapatkan gambaran pembesaran difus pankreas dengan ekhogenitas hipoekhoik heterogen mengarah ke gambaran pankreatitis akut. Pelebaran duktus biliaris intrahepatik ec. batu duktus biliaris intrahepatik. Adanya nyeri perut bagian atas dan gambaran pankreatitis akut dari hasil USG dapat menegakkan diagnosis pankreatitis akut. Pada pasien ini, pankreatitis akut dapat disebabkan oleh adanya batu pada duktus biliaris. Untuk lebih memastikan, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu CT scan abdomen. Pemeriksaan amilase dan lipase serum pasien menunjukkan tidak adanya peningkatan. Hal ini dapat terjadi karena pada pankreatitis akut, amilase serum mencapai kadar maksimum dalam 24-36 jam, serta lipase serum meningkat selama 5-10 hari, sementara pasien ini masuk ke rumah sakit setelah 2 minggu nyeri muncul. Kembali normalnya kadar enzim tersebut menunjukkan tanda prognosis yang baik. Tatalaksana yang diberikan untuk pankreatitis akut pasien ini adalah terapi konservatif yaitu pemberian analgesik kuat (ketorolac), pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan pankreas, pemberian nutrisi parenteral berupa cairan elektrolit (NaCl 0,9%) dan aminofluid 500 cc dan TE 1000 500 cc serta pemasangan NGT untuk mengendalikan mual muntah, mencegah aspirasi, dan penghisapan cairan lambung untuk mengurangi rangasangan pada pankreas. Antibiotik cefotaxim diberikan karena pankreatitis akut pada pasien kemungkinan disebabkan oleh batu empedu. Selain penanganan pankreatitis akut, diberikan pula obat untuk tatalaksana sindrom dispepsia terutama mual dan tukak stress yaitu ondansetron, omeprazole, dan inpepsa (sukralfat). CAP pada pasien dipikirkan karena adanya demam yang persisten selama 2 minggu tanpa fokus infeksi yang diketahui serta adanya gambaran infiltrat noduler di lapang tengah paru kanan dan kalsifikasi di suprahilar paru kanan. Gambaran ini juga dapat menunjukkan tuberkulosis sehingga direncanakan pemeriksaan kultur sputum dan BTA. Keluhan batuk, sesak disangkal oleh pasien. CAP kemungkinan disebabkan oleh imun pasien yang menurun akibat intake makanan yang sangat kurang dan adanya inaktivitas selama sekitar 2 minggu. Pengobatan yang diberikan yaitu antibiotik (sama dengan antibiotik untuk pankreatitis), paracetamol jika demam, dan fluymucil untuk mukolitik. Anemia yang dialami oleh pasien adalah anemia mikrositik hipokromik. Berdasarkan nilai besi serum, feritin, dan TIBC, anemia tersebut merupakan anemia pada penyakit kronis, kemungkinan karena perdarahan occult yang terjadi pada pasien, ditandai dengan adanya peningkatan D-dimer. Selain itu, terdapat riwayat BAB dengan feses disertai warna 18 kehitaman seperti oli, yang dapat menandakan adanya perdarahan pada saluran pencernaan. Rencana diagnosis selanjutnya adalah pemeriksaan feses untuk melihat adanya perdarahan samar pada saluran pencernaan dan pemantauan Hb. Terapi yang diberikan yaitu transfusi PCR bertahap dengan target Hb > 10 g/dL. Hipoalbuminemia yang terjadi pada pasien dicurigai karena intake yang sangat kurang. Hal ini dibuktikan dengan nilai albumin 3,1 g/dL. Tatalaksana yang diberikan adalah memperbaiki intake makanan terutama protein setelah pasien selesai puasa. Potensi interaksi obat Pada pasien ini, berikan berberapa macam obat yaitu ketorolac 3x30mg IV, omeprazole 1x40 mg IV, sukralfat 4x15 ml, ondansetron 3x8 mg IV, cefotaxim 3x1 g, fluymucil 3x10 ml, dan paracetamol 3x500 mg. Ketorolac merupakan NSAID nonspesifik yang memiliki efek samping terhadap saluran gastrointestinal. Pasien memiliki sindrom dispepsia dan riwayat maag, oleh karena itu saat diberikan ketorolac perlu diberikan obat pelindung lambung. Pada pasien ini sudah diatasi dengan pemberian omeprazole dan sukralfat. Omeprazole merupakan penghambat pompa proton yang bekerja mengurangi sekresi asam lambung. Pada pasien ini diberikan agar keluhan kembung dan mual berkurang. Sukralfat diberikan untuk mencegah tukak stress. Sukralfat bekerja dengan membentuk kompleks dengan ulkus. Karena pemberian sukralfat dapat mengganggu absorbsi beberapa obat, sukralfat sebaiknya diberikan sebelum pemberian obat oral lain. Ondansetron merupakan agen antiemetik yang diberikan untuk mencegah mual dan muntah pada pasien. Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga, digunakan untuk mengatasi CAP. Cefotaxim akan meningkatkan meningkatkan kadar/efek ketorolac karena kompetisi untuk clearance melalui tubulus renalis, namun interaksi ini bersifat minor/tidak signifikan. Fluymucil merupakan N-asetilsistein yang berfungsi sebagai agen mukolitik, diberikan pada pasien ini karena ada CAP. Paracetamol merupakan asetaminofen, digunakan pada pasien sebagai antipiretik yang bekerja dengan mempengaruhi hipotalamus. Asetaminofen juga memiliki efek analgesic, namun umumnya digunakan untuk nyeri yang tidak berat karena efek analgesiknya tidak terlalu kuat.7,8 Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian obat pada pasien sudah tepat dan tidak ditemukan interaksi yang signifikan. 19 BAB IV PENUTUP Kesimpulan Laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang memberat sejak 1 hari SMRS. Dengan diagnosa saat ini pankreatitis akut, CAP dd TB paru, sindrom dispepsia, anemia mikrositik hipokrom, dan hipoalbuminemia. Selama perawatan keluhan sudah membaik dengan pemberian obat-obatan ketorolac 3x30mg IV, omeprazole 1x40 mg IV, inpepsa 4x15 ml, ondansetron 3x8 mg IV, cefotaxim 3x1 g, fluymucil 3x10 ml, dan paracetamol 3x500 mg. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam 20 DAFTAR PUSTAKA 1. Banks PA, Freeman ML. Practice guidelines in acute pancreatitis. Am J Gastroenterol 2006;101:2379–2400. 2. Nurman A. Pankreatitis akut. Sudoyo, Aru W, et al, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing. 2009. Hal 484-93. 3. Djojoningrat A. Dispepsia fungsional. Sudoyo, Aru W, et al, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing 2009. hal 529-31. 4. Murphy MF, Wainscoat JS, Pasi KJ. Haematological disease. Kumar P, Clark M, editors. In: Kumar & Clark’s clinical medicine. 8th ed. London: Saunders Elsevier; 2012. 5. Dahlan Z. Pneumonia. Sudoyo, Aru W, et al, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing 2009. hal 974-975. 6. Prodjosudjadi W. Sindrom nefrotik. Sudoyo, Aru W, et al, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing 2009. hal 558. 7. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Eysabth. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007. 8. Drugs in Medscape. Diunduh dari http://reference.medscape.com/drug/ pada tanggal 24 Oktober 2013. 21