departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas

advertisement
PRESENTASI KASUS
DISPEPSIA
Disusun Oleh :
Disusun oleh:
Calvin Kurnia Mulyadi
Elisa Noor
Joses Saputra
Ireska Tsaniya A.
William Cheng
Fiorella Andani S.
Eggi Respati
Narasumber:
dr Juferdy Kurniawan, Sp.PD
dr. Vivian Soetikno, SpFK, PhD
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
2013
SURAT PERNYATAAN
Kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa tugas “Presentasi Kasus
Diare dan Dispepsia” ini kami susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata kami melakukan tindakan plagiarisme, kami akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas
Indonesia kepada kami.
Jakarta, 25 Oktober 2013
Calvin Kurnia M.
Elisa Noor
William Cheng
Joses Saputra
Fiorella Andani S.
1
Ireska Tsaniya A.
Eggi Respati
BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
Nama Lengkap
: Tn. MA
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Karyawan optik
Pendidikan
: SMA
Status Perkawinan
: Belum menikah
Alamat
: Srengseh Sawah, Jakarta Selatan
Tanggal masuk
: 18 Oktober 2013 pukul 20:55 WIB
ANAMNESIS
(Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 23 Oktober 2013)
Keluhan Utama
Nyeri ulu hati yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh merasa nyeri di ulu hati sejak 2 minggu SMRS. Nyeri
dirasakan terus menerus, terasa seperti ditusuk-tusuk dan diremas-remas, menjalar
hingga ke punggung, VAS = 4, memberat setelah pasien makan terutama makanan
pedas, tidak dipengaruhi posisi maupun aktivitas. Nyeri ulu hati disertai mual, muntah,
perut kembung dan terasa cepat kenyang. Mual dan muntah dirasakan sekitar 10-15
menit setelah pasien makan. Muntah berisi cairan, tidak terdapat darah. Riwayat trauma
disangkal. Pasien sudah mengonsumsi obat warung promag selama 3 hari namun
keluhan tidak berkurang. Pasien juga merasakan demam, namun tidak pernah mengukur
suhu, berkurang dengan minum obat Sanmol yang dibeli sendiri. BAK tidak ada
keluhan (urin berwarna coklat atau bercampur darah disangkal), BAB tidak ada keluhan
(tinja encer, keras, berwarna kehitaman, berwarna putih maupun bercampur darah
disangkal). Pusing, sakit kepala, batuk, sesak disangkal. Riwayat kuning pada mata
2
maupun tubuh disangkal. Pasien memiliki riwayat sakit maag sejak lama (>1 tahun
lalu). Pasien menyangkal meminum obat-obatan antinyeri. Pasien sesekali minum jamu
untuk menghilangkan lelah, minimal 1 kali dalam 1 bulan.
Sejak 1 minggu SMRS, nyeri ulu hati beserta mual dan muntah dirasakan
semakin memberat. Karakteristik nyeri dirasakan sama, namun VAS meningkat menjadi
5. Mual dan muntah dirasakan setiap kali sehabis makan, berisi cairan dan makanan.
Demam masih dirasakan, suhu tubuh tidak diukur, berkurang dengan minum obat
Sanmol namun muncul kembali setelah beberapa jam. BAK tidak ada keluhan, BAB
konsistensi lunak hingga padat, berwarna kuning, namun 1 minggu SMRS BAB pernah
disertai warna kehitaman seperti oli yang terpisah dari tinja (hanya 1 kali). Pasien
mengeluh merasa lemas dan tidak bertenaga serta pusing saat berdiri, sehingga pasien
sulit beraktivitas dan hanya beristirahat di tempat tidur selama 1 minggu terakhir.
Satu hari SMRS, nyeri ulu hati dirasakan memberat, VAS = 7, nyeri terasa terus
menerus, seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke punggung dan menyebar sampai
ke pusat. Nyeri tidak berubah dengan perubahan posisi. Penjalaran ke lengan kiri dan
leher disangkal. Keringat dingin disangkal. Mual muntah dan demam masih ada.
Terdapat penurunan berat badan dalam 2 minggu terakhir, namun pasien tidak pernah
menimbang berat badannya. Pasien mengatakan baju dan celananya menjadi terasa
longgar.
Riwayat Penyakit Dahulu
◊ Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, asma, flek paru, sakit
kuning, keganasan, alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
◊ Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, asma, flek paru, sakit
kuning, keganasan, alergi disangkal.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan
Pasien bekerja di Surabaya selama 1 tahun sebagai karyawan optik. Pasien
mengaku 2 bulan terakhir ini mengalami stress karena pekerjaannya. Sejak mulai
merasa sakit 2 minggu yang lalu, pasien mengundurkan diri dari pekerjaannya dan
3
kembali ke Jakarta.
Pasien memiliki pola makan tidak teratur dan senang makan makanan yang
mengandung kolesterol seperti soto dengan kikil dan daging kambing serta makanan
pedas. Pasien juga sering minum minuman soda. Pasien memiliki kebiasaan merokok
selama sekitar 10 tahun, rata-rata menghabiskan 1 bungkus per hari (12 batang), namun
pasien telah berhenti merokok sejak 6 bulan lalu. Pasien memiliki kebiasaan minum
kopi namun telah berhenti sejak 6 bulan lau. Pasien sesekali mengonsumsi alkohol,
sekitar 1 kali dalam 1-2 bulan. Konsumsi alkohol bukan merupakan hal yang rutin bagi
pasien dan hanya dalam jumlah sedikit. Penggunaan narkotika maupun promiskuitas
disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK (23 Oktober 2013)
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah
: 100/70mmHg
Nadi
: 100x/menit, regular, isi cukup
Pernafasan
: 20x/menit, regular, jenis torakoabdominal
Suhu
: 37,9°C
Keadaan gizi
: Kurang
Tinggi badan
: 168 cm
Berat badan
: 48 kg
IMT
: 17 kg/m2
Kulit
Berwarna sawo matang, kering, turgor baik
Kepala
Deformitas (-), nyeri tekan (-)
Rambut
Warna hitam, tidak mudah dicabut, persebaran merata
4
Mata
Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tak
langsung +/+
Telinga
Kedua liang telinga lapang, serumen -/-, sekret -/-, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan
mastoid -/Hidung
Deformitas (-), terpasang Nasogastric tube
Tenggorokan
Dinding faring posterior hiperemis (-), uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1T1
Gigi Dan Mulut
Oral hygiene cukup, karies dentis (+), ulkus (-)
Leher
JVP 5-2 cmH2O, tidak teraba pembesaran KGB dan pembesaran kelenjar tiroid, posisi
trakea ditengah
Jantung
I : Iktus Cordis tidak terlihat
P : Iktus Cordis teraba pada sela iga 5, 1 jari medial linea midklavikula sinistra
P : Batas jantung kanan pada linea sternalis dextra, batas jantung kiri pada 1 jari
medial linea midclavicularis sinistra, pinggang jantung pada sela iga 3 linea
parasternalis sinistra
A : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
I : Tidak tampak sesak, pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis,
5
venektasi (-), pelebaran sela iga (-)
P : Ekspansi dinding dada kanan = kiri, fremitus kanan = kiri
P : Sonor/Sonor, batas paru-hepar pada sela iga 6, peranjakan hepar 2 jari, batas
paru-lambung pada sela iga 8
A : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
I : Datar, venektasi (-), caput medusa (-)
P : Lemas, hati dan limpa sulit dinilai karena nyeri, nyeri tekan (+) pada daerah
epigastrium sampai umbilikus, teraba massa memanjang longitudinal dari ujung
processus xyphoideus hingga 1 jari di atas umbilicus, Murphy’s sign sulit dinilai
karena nyeri
P : Timpani, shiffting dullness (-)
A : Bising usus (+), normal
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2”, palmar eritema (-/-), clubbing finger (-/-), flapping
tremor (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (19/10/2013)

Hb
: 8,81

SGOT
: 29 U/L

Hematokrit
: 28,3%

SGPT
: 25 U/L

Leukosit
: 10200 L

Ur
: 17,4 mg/dL

Trombosit
: 371000/L

Cr
: 0,857 mg/dL

MCV
: 68 fL

APTT
: 42,1 (33,5)

MCH
: 21,2 g/dL

PT
: 12,3 (11,6)

GDS
: 76 mg/dL

Urinalisis:
o Protein
: +1
o Keton
: +3
o Glukosa
:+
o Hb
:-
6
o Bilirubin
:-
o Epitel
: +1
o Nitrit
:-
o Kristal amorf
:+
o Leukosit esterase : -
o Silinder
:-
o Eritrosit
: 0-2
o Bakteri
:-
o Leukosit
: 4-5
Laboratorium (20/10/2013)

Bilirubin total : 0,35 mg/dL

Bilirubin direk : 0,24 mg/dL

Bilirubin indirek: 0,11 mg/dL

Amilase pankreatik: 45 U/L

Lipase darah
: 48 U/L
Laboratorium (21/10/2013)

Hb
: 8,1 g/dl

Trigliserida
: 129 mg/dL

Hematokrit
: 26,4 %

HDL
: 11 mg/dL

Leukosit
: 8080/L

LDL
: 92 mg/dL

Trombosit
: 446.000 /L

Amilase pankreatik: 44 U/L

GDS
: 104 mg/dL

Lipase darah
: 40 U/L

AGD
: 7,493/31,9/83,9/

Ferritin
: 270 g/L
26,4/96,4

SI
: 14 g/dL
: 128 g/dL

Ur
: 12 mg/dl

TIBC

Cr
: 0,6 mg/dl

Retikulosit

SGOT
: 19 U/L
o Absolut : 42800

SGPT
: 17 U/L
o Relatif : 1,12%

Albumin
: 3,1 g/dL

Na
: 134 mmol/L

APTT
: 44,2 (32,3)

K
: 4,42 mmol/L

PT
: 11,9 (10,9)

Cl
: 103,3 mmol/L

D-Dimer
: 700 ng/mL

Ca
: 8,7 mmol/L

Fibrinogen
: 321,6 mg/dL

Mg
: 1,79 mmol/L

Kolesterol total : 144 mg/dL
7
Rontgen Thorax (19/10/2013)
Kesan: CTR < 50%, aorta dan mediastinum superior tidak melebar, trakea di tengah, kedua
hillus tidak menebal, corakan bronkovaskular kedua paru baik, kedua hemidiafragma licin,
kedua sinus kostofrenikus lancip. Terdapat infiltrat noduler di lapang tengah paru kanan dan
kalsifikasi di suprahilar paru kanan.
EKG (19/10/2013)
Kesan: Sinus rhythm, normoaxis, HR 100x/menit, PR interval <0,2”, QRS complex <0,12”,
tidak ada ST changes, T inverted, maupun BBB.
USG Abdomen (19/10/2013)
Kesan: Pembesaran difus pankreas dengan ekhogenitas hipoekhoik heterogen mengarah ke
gambaran pankreatitis akut. Pelebaran duktus biliaris intrahepatik ec batu duktus biliaris
intrahepatik.
DAFTAR MASALAH
1. Pankreatitis akut
2. CAP dd/ TB paru
3. Anemia mikrositik hipokromik
4. Sindrom dispepsia
5. Hipoalbuminemia
PENGKAJIAN
1. Pankreatitis akut
Atas dasar dari anamnesis ditemukan keluhan nyeri ulu hati yang menjalar
hingga punggung progresif dalam 2 minggu, disertai demam, mual dan muntah, dari
pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada daerah epigastrium dan umbilikus,
tidak mereda dengan antasida. Dari pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan di daerah
epigastrium hingga umbilikus serta teraba massa yang memanjang dari ujung
processus xyphoideus hingga 1 jari di atas umbilikus. Selain itu, dari pemeriksaan
USG abdomen ditemukan pembesaran difus pankreas yang mengarah ke gambaran
pankreatitis akut, serta terdapat pelebaran duktus biliaris intrahepatik yang disebabkan
oleh batu duktus biliaris intrahepatik. Dengan demikian, dipikirkan terdapat
pankreatitis akut ec. suspek kolelithiasis dd/ massa.
8

Rencana diagnosis: DPL, CT-scan abdomen

Rencana terapi:
-
Puasa
-
IVFD Triofusin E1000 500 cc per 12 jam
-
IVFD Aminofluid 500 cc per 12 jam
-
IVFD NaCl 0,9% 500 cc + Ketorolac 30 mg per 8 jam
-
Cefotaxime 3x1 g IV (hari ke-2)
-
Pemasangan NGT
-
Laxadine 1x3 C
2. CAP dd/ TB paru
Atas dasar dari anamnesis terdapat riwayat demam, dan dari pemeriksaan
rontgen thorax ditemukan infiltrat noduler di lapang tengah paru kanan dan kalsifikasi
di suprahilar paru kanan, sehingga dipikirkan terdapat pneumonia dd/ TB paru.
Riwayat penyakit paru sebelumnya disangkal. Dipikirkan pasien mengalami CAP
karena penurunan imun tubuh akibat intake yang kurang dan inaktivitas dalam 1
minggu terakhir.

Rencana diagnosis: Kultur sputum, BTA

Rencana terapi:
-
Paracetamol 3x500 mg PO prn
-
Fluimucyl 3x10 cc IV
-
Antibiotik (sama dengan terapi antibiotik no. 1)
3. Anemia mikrositik hipokromik
Atas dasar pada anamnesis terdapat keluhan lemas, dan dari pemeriksaan fisik
ditemukan konjungtiva kanan dan kiri tampak pucat, serta dari hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 8,1 / MCV 68 / MCH 21,2 / Serum Iron 14/ Ferritin 270
ug/L/ TIBC 128 ug/dL, sehingga dipikirkan pasien mengalami anemia mikrositik
hipokrom ec. penyakit kronik.

Rencana diagnosis: Evaluasi DPL, status besi, retikulosit, pemeriksaan feses
lengkap

Rencana terapi: transfusi darah PCR bertahap hingga Hb> 10
9
4. Sindrom dispepsia
Atas dasar: anamnesis terdapat keluhan nyeri ulu hati, mual, muntah kembung
dan terasa cepat kenyang. Dipikirkan sindrom dispepsia yang dialami pasien saat ini
disebabkan oleh pankreatitis akut. Namun, melihat riwayat penyakit pasien yang
menunjukkan adanya gejala dispepsia > 1 tahun dan diet pasien yang sering
mengonsumsi makanan pedas dan soda, penyebab dispepsia lain yang berhubungan
dengan gastroduodenal belum dapat disingkirkan.

Rencana diagnosis:-

Rencana terapi:
-
Omeprazol 1x40 mg IV
-
Ondansetron 3x8 mg IV
-
Inpepsa 4x15 mL PO
5. Hipoalbuminemia
Atas dasar anamnesis yang menunjukkan bahwa intake makanan pasien sangat
kurang (setiap makan pasien muntah) dan pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
albumin 3,1 g/dL.

Rencana diagnosis: Evaluasi kadar albumin

Rencana terapi:
-
Perbaiki intake protein jika sudah lepas NGT
PROGNOSIS :
◊ Ad vitam
: dubia ad bonam
◊ Ad functionam
: dubia ad bonam
◊ Ad sanactionam
: dubia ad bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pankreatitis akut
Pankreatitis adalah proses peradangan pada pankreas. Secara klinis, pankreatitis
ditandai dengan adanya nyeri perut akut disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan
urin. Perjalanan penyakitnya sangat bervariasi dari ringan (self limited) sampai berat (renjatan
dengan gangguan ginjal dan paru-paru).
Patofisiologi pankreatitis akut secara umum dibagi menjadi tiga fase. Fase I yaitu
aktivasi tripsin prematur pada sel asinar pankreas yang menyebabkan autodigesti organ,
diduga karena gangguan persinyalan kalsium di dalams sel asinar, pemecahan tripsinogen
menjadi tripsin oleh cathepsin-B hidrolase lisosom, dan berkurangnya aktivitas penghambat
ripsin pankreas intraselular. Ketika tripsin teraktivasi, akan terjadi aktivasi berbagai enzim
pencernaan pankreas. Pada fase II terjadi inflamasi intrapankreas melalui beberapa
mekanisme. Sedangkan, pada fase III terjadi inflamasi ekstrapankreas, termasuk sindrom
respirasi akut.
Pada fase II dan II, terdapat empat langkah penting yang dimediasi oleh sitokin dan
mediator inflamasi yaitu: aktivasi sel inflamasi, kemoatraksi sel inflamasi yang teraktivasi
dan mediator inflamasi lain, aktivasi molekul adhesi yang memungkinkan pengikatan sel
inflamasi ke endotel, dan migrasi sel inflamasi yang teraktivasi ke dalam area yang
mengalami inflamasi.1
11
Gambar 1. Patofisiologi pankreatitis akut2
Mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain refluks isi duodenum dan cairan
empedu, aktivasi sistem komplemen, stimulasi dan sekresi enzim yang berlebihan.
Pada mayoritas pasien, pankratitis akut bersifat ringan. Namun pada 10-20% pasien,
berbagai jalur yang menyebabkan peningkatan inflamasi intrapankreas dan ekstreapankreas
menyebabkan sindrom respons inflamasi sistemik (systematic inflammatory response
syndrome, SIRS). SIRS merupakan faktor predisposisi untuk disfungsi organ multipel
dan/atau nekrosis pankreas.
Diagnosis
Pasien dengan pankreatitis akut mengeluhkan nyeri abdomen di daerah epigastrium
dan sebagian menjalar ke punggung yang timbul tiba-tiba, kebanyakan intens, terus menerus
dan makin lama makin bertambah. Nyeri sering kali disertai dengan mual, muntah, dan
demam. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan perlunakan pada abdomen atas.
Diagnosis pankreatitis ditegakkan jika dua dari tiga berikut terpenuhi, yaitu: 1,2
1. Nyeri abdomen khas pankreatitis akut
12
2. Serum amilase dan/atau lipase meningkat > 3 kali dibandingkan nilai batas atas
normal.
3. Gambaran pankreatitis akut pada CT scan atau ultrasonografi.
Pada pemeriksaan laboratorium, kenaikan enzim amilase atau lipase serum hanya
didapatkan pada 65% episode, leukositosis pada 39,6% episode, fungsi terganggu pada
70,8% episode, hiperglikemia pada 25% episode. Pemeriksaan laboratorium juga bertujuan
untuk mengetahui berat ringan penyakit dan memantau perjalanan penyakit, memilih terapi,
melacak penyulit, dan mengevaluasi fungsi sisa pankreas.
Ultrasonografi dapat menunjukkan pembengkakan pankreas setempat atau difus
dengan ektoparenkim yang berkurang dan pseudokista di dalam atau di luar pankreas.
Ultrasonografi juga berguna untuk menilai saluran empedu.
CT scan penting untuk mendeteksi adanya penyulit seperti nekrosis, pengumpulan
cairan di dalam/luar pankreas, pseudokista, pembentukan flegmon, abses, dll.
Spektrum klinis pankreatitis akut luas dan bervariasi dari ringan yang dapat sembuh
sendiri fulminan hingga yang cepat menimbulkan kematian dan refrakter terhadap semua
pengobatan. Oleh karena itu, untuk pendekatan terapi yang rasional diperlukan identifikasi
dini pankreatitis akut dengan risiko tinggi. Ranson dan Imrie mengajukan kriteria prognostik
untuk menentukan hal tersebut. 2
Gambar 2. Kriteria prognostik pankreatitis akut2
13
Bila terpenuhi 3 atau lebih kriteria pada kriteria Ransom, pasien dianggap menderita
pankreatitis akut yang berat. Mortalitas yang tinggi pada pasien-pasien pankreatitis akut yang
berat sebagian besar disebabkan oleh infeksi.
Pengobatan pankreatitis akut bertujuan untuk menghentikan proses peradangan dan
autodigesti atau menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan untuk
resolusi penyakit. Pada sebagian besar kasus (+ 90%), cara konservatif dapat memberikan
hasil yang baik. Terapi yang diberikan terdiri dari pemberian analgesik kuat, pankreas
diistirahatkan dengan cara dipuasakan, diberikan nutrisi parenteral total berupa cairan
elektrolit, nutrisi, cairan protein plasma, dan penghisapan cairan lambung untuk kasus berat.
Pemakaian antasida dan penghambat reseptor H2 atau penghambat pompa proton bermanfaat
bila terdapat riwayat dispepsi sebelum menderita pankreatitis akut. Pada 10% kasus, terjadi
pankreatitis berat terutama pankreatitis hemoragik dengan nekrosis subtotal atau total. Pada
keadaan ini diperlukan tindakan bedah.2
Sindrom Dispepsia
Dispepsia merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang terdiri atas nyeri atau
rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, perasaan cepat kenyang,
perut terasa penuh atau begah. Sindroma ini dapat didasari oleh berbagai penyakit pada
berbagai organ antara lain esofago-gastro duodenal, hepato bilier, pankreas, sistemik atau
akibat gangguan fungsional. Adanya alarm symptom berupa penurunan berat badan, anemia,
melena, muntah yang prominen merupakan petunjuk awal kemungkinan adanya penyebab
organik yang membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik yang lebih intensif.
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna yang menyebabkan dispepsia
antara lain tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor, dan infeksi H. pylory. Penyakit pada hati,
pankreas, dan sistem bilier yang menyebabkan terjadinya sindroma dispepsia yaitu hepatitis,
kolesistitis, pankreatitis, dan keganasan. Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan
sindroma dispepsia antara lain diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
Selain itu, beberapa obat-obatan juga dapat menyebabkan sindrom dispepsia antara lain, obat
anti inflamasi non-steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin, dan
masih banyak lagi. Pada dispepsia fungsional tidak ditemukan adanya kelainan organik pada
pasien.
Untuk menentukan diagnosis sindrom dyspepsia, perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang diagnostik untuk memastikan adanya gangguan organik atau biokimiawi.3
14
Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan hemoglobin < 13 g/dL pada pria, <12 g/dL
pada wanita tidak hamil, dan <11 g/dL pada wanita hamil. Tabel dibawah memperlihatkan
rentang Hb/Ht normal sesuai usia dan kehamilan.4
Umumnya, anemia defisiensi besi dan anemia akibat penyakit kronis menyebabkan
anemia mikrositik hipokrom. Untuk membedakannya dapat dilihat pada tabel berikut:4
Community Acquired Pneumonia
Pneumonia merupakan suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit), kecuali Mycobacterium tuberculosis. Pada pneumonia,
peradangan yang terjadi dapat menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan
15
imunitas pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien, dan lingkungan yang berinteraksi
satu sama lain.5
Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati, dan
kehilangan protein melalui urin. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kondisi
hipoalbuminemia antara lain malnutrisi, malabsorbsi, gangguan ginjal (sindrom nefrotik),
edema anasarka, dan lain-lain. Nilai albumin normal yaitu 3,4 – 4,8 g/dL.6
16
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki 30 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang memberat sejak 1
hari SMRS. Keluhan nyeri disertai dengan mual, muntah, dan perut kembung. Kumpulan
gejala klinis tersebut dapat dikelompokkan sebagai sindrom dispepsia. Secara umum, terdapat
beberapa penyebab sindrom dispepsia, khususnya keluhan nyeri ulu hati. Pertama, hal yang
harus dipikirkan adalah sindrom koroner akut yang merupakan salah satu penyebab nyeri ulu
hati. Diagnosis ini harus dipikirkan karena besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kondisi
ini. Nyeri ulu hati pada pasien ini dirasakan menyebar ke punggung, terasa seperti tertusuk.
Namun, tidak adanya penyebaran nyeri ke lengan kiri maupun leher, tidak ada sesak, dan
tidak ada gejala autonom berupa keringat dingin yang merupakan beberapa karakteristik khas
dari sindrom koroner akut yang mulai dapat menyingkirkan diagnosis ini. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan EKG yang menunjukkan hasil yang normal sehingga sindrom koroner
akut pada pasien ini dapat disingkirkan.
Dispepsia pada pasien ini disertai oleh alarm symptom antara lain penurunan berat
badan, anemia, dan muntah yang prominen. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan
terdapat penyakit organik yang mendasari dispepsia tersebut sehingga dispepsia fungsional
sementara dapat disingkirkan. Salah satu penyebab sindrom dispepsia yang umum adalah
gastritis, tukak gaster, atau tukak peptik. Pada anamnesis, pasien menyatakan memiliki
riwayat maag dan sering makan makanan pedas dan bersoda, serta pasien telah mengonsumsi
antasida namun gejala tidak berkurang. Dengan demikian, gejala yang muncul 2 minggu ini
kemungkinan bukan disebabkan oleh gastritis, tukak gaster atau tukak peptic, namun ketiga
penyakit tersebut belum dapat disingkirkan dan perlu dikonfirmasi dengan endoskopi untuk
diagnosis pasti.
Dispepsia akibat gangguan hepar sementara dapat disingkirkan karena pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan kadar enzim hati, dan pada pasien
tidak terdapat ikterus atau peningkatan bilirubin.
Diagnosis lain yang dipikirkan adalah pankreatitis akut. Keluhan berupa rasa nyeri di
epigastrium yang timbul tiba-tiba, terus menerus, dan semakin lama semakin bertambah,
nyeri menyebar ke punggung dan hingga umbilikus, nyeri berlangsung selama beberapa hari,
adanya mual, muntah demam mendukung adanya pankreatitis akut. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan nyeri tekan pada perut bagian atas hingga umbilikus serta teraba massa di
epigastrium yang sesuai dengan pembesaran pankreas. Tanda dan gejala ini juga dapat timbul
17
pada tumor pankreas didukung dengan adanya penurunan berat badan yang cukup banyak
pada pasien. Namun, berdasarkan hasil USG, didapatkan gambaran pembesaran difus
pankreas dengan ekhogenitas hipoekhoik heterogen mengarah ke gambaran pankreatitis akut.
Pelebaran duktus biliaris intrahepatik ec. batu duktus biliaris intrahepatik. Adanya nyeri perut
bagian atas dan gambaran pankreatitis akut dari hasil USG dapat menegakkan diagnosis
pankreatitis akut. Pada pasien ini, pankreatitis akut dapat disebabkan oleh adanya batu pada
duktus biliaris. Untuk lebih memastikan, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu CT
scan abdomen. Pemeriksaan amilase dan lipase serum pasien menunjukkan tidak adanya
peningkatan. Hal ini dapat terjadi karena pada pankreatitis akut, amilase serum mencapai
kadar maksimum dalam 24-36 jam, serta lipase serum meningkat selama 5-10 hari, sementara
pasien ini masuk ke rumah sakit setelah 2 minggu nyeri muncul. Kembali normalnya kadar
enzim tersebut menunjukkan tanda prognosis yang baik.
Tatalaksana yang diberikan untuk pankreatitis akut pasien ini adalah terapi
konservatif yaitu pemberian analgesik kuat (ketorolac), pasien dipuasakan untuk
mengistirahatkan pankreas, pemberian nutrisi parenteral berupa cairan elektrolit (NaCl 0,9%)
dan aminofluid 500 cc dan TE 1000 500 cc serta pemasangan NGT untuk mengendalikan
mual muntah, mencegah aspirasi, dan penghisapan cairan lambung untuk mengurangi
rangasangan pada pankreas. Antibiotik cefotaxim diberikan karena pankreatitis akut pada
pasien kemungkinan disebabkan oleh batu empedu.
Selain penanganan pankreatitis akut, diberikan pula obat untuk tatalaksana sindrom
dispepsia terutama mual dan tukak stress yaitu ondansetron, omeprazole, dan inpepsa
(sukralfat).
CAP pada pasien dipikirkan karena adanya demam yang persisten selama 2 minggu
tanpa fokus infeksi yang diketahui serta adanya gambaran infiltrat noduler di lapang tengah
paru kanan dan kalsifikasi di suprahilar paru kanan. Gambaran ini juga dapat menunjukkan
tuberkulosis sehingga direncanakan pemeriksaan kultur sputum dan BTA. Keluhan batuk,
sesak disangkal oleh pasien. CAP kemungkinan disebabkan oleh imun pasien yang menurun
akibat intake makanan yang sangat kurang dan adanya inaktivitas selama sekitar 2 minggu.
Pengobatan yang diberikan yaitu antibiotik (sama dengan antibiotik untuk pankreatitis),
paracetamol jika demam, dan fluymucil untuk mukolitik.
Anemia yang dialami oleh pasien adalah anemia mikrositik hipokromik. Berdasarkan
nilai besi serum, feritin, dan TIBC, anemia tersebut merupakan anemia pada penyakit kronis,
kemungkinan karena perdarahan occult yang terjadi pada pasien, ditandai dengan adanya
peningkatan D-dimer. Selain itu, terdapat riwayat BAB dengan feses disertai warna
18
kehitaman seperti oli, yang dapat menandakan adanya perdarahan pada saluran pencernaan.
Rencana diagnosis selanjutnya adalah pemeriksaan feses untuk melihat adanya perdarahan
samar pada saluran pencernaan dan pemantauan Hb. Terapi yang diberikan yaitu transfusi
PCR bertahap dengan target Hb > 10 g/dL.
Hipoalbuminemia yang terjadi pada pasien dicurigai karena intake yang sangat
kurang. Hal ini dibuktikan dengan nilai albumin 3,1 g/dL. Tatalaksana yang diberikan adalah
memperbaiki intake makanan terutama protein setelah pasien selesai puasa.
Potensi interaksi obat
Pada pasien ini, berikan berberapa macam obat yaitu ketorolac 3x30mg IV,
omeprazole 1x40 mg IV, sukralfat 4x15 ml, ondansetron 3x8 mg IV, cefotaxim 3x1 g,
fluymucil 3x10 ml, dan paracetamol 3x500 mg. Ketorolac merupakan NSAID nonspesifik
yang memiliki efek samping terhadap saluran gastrointestinal. Pasien memiliki sindrom
dispepsia dan riwayat maag, oleh karena itu saat diberikan ketorolac perlu diberikan obat
pelindung lambung. Pada pasien ini sudah diatasi dengan pemberian omeprazole dan
sukralfat. Omeprazole merupakan penghambat pompa proton yang bekerja mengurangi
sekresi asam lambung. Pada pasien ini diberikan agar keluhan kembung dan mual berkurang.
Sukralfat diberikan untuk mencegah tukak stress. Sukralfat bekerja dengan membentuk
kompleks dengan ulkus. Karena pemberian sukralfat dapat mengganggu absorbsi beberapa
obat, sukralfat sebaiknya diberikan sebelum pemberian obat oral lain. Ondansetron
merupakan agen antiemetik yang diberikan untuk mencegah mual dan muntah pada pasien.
Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga, digunakan untuk
mengatasi CAP. Cefotaxim akan meningkatkan meningkatkan kadar/efek ketorolac karena
kompetisi untuk clearance melalui tubulus renalis, namun interaksi ini bersifat minor/tidak
signifikan. Fluymucil merupakan N-asetilsistein yang berfungsi sebagai agen mukolitik,
diberikan pada pasien ini karena ada CAP. Paracetamol merupakan asetaminofen, digunakan
pada pasien sebagai antipiretik yang bekerja dengan mempengaruhi hipotalamus.
Asetaminofen juga memiliki efek analgesic, namun umumnya digunakan untuk nyeri yang
tidak berat karena efek analgesiknya tidak terlalu kuat.7,8
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian obat pada pasien sudah
tepat dan tidak ditemukan interaksi yang signifikan.
19
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang memberat sejak 1 hari
SMRS. Dengan diagnosa saat ini pankreatitis akut, CAP dd TB paru, sindrom dispepsia,
anemia mikrositik hipokrom, dan hipoalbuminemia. Selama perawatan keluhan sudah
membaik dengan pemberian obat-obatan ketorolac 3x30mg IV, omeprazole 1x40 mg IV,
inpepsa 4x15 ml, ondansetron 3x8 mg IV, cefotaxim 3x1 g, fluymucil 3x10 ml, dan
paracetamol 3x500 mg.
Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Banks PA, Freeman ML. Practice guidelines in acute pancreatitis. Am J Gastroenterol
2006;101:2379–2400.
2. Nurman A. Pankreatitis akut. Sudoyo, Aru W, et al, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing. 2009. Hal 484-93.
3. Djojoningrat A. Dispepsia fungsional. Sudoyo, Aru W, et al, editor. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing 2009. hal 529-31.
4.
Murphy MF, Wainscoat JS, Pasi KJ. Haematological disease. Kumar P, Clark M, editors.
In: Kumar & Clark’s clinical medicine. 8th ed. London: Saunders Elsevier; 2012.
5. Dahlan Z. Pneumonia. Sudoyo, Aru W, et al, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing 2009. hal 974-975.
6. Prodjosudjadi W. Sindrom nefrotik. Sudoyo, Aru W, et al, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing 2009. hal 558.
7. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Eysabth. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Jakarta:Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007.
8. Drugs in Medscape. Diunduh dari http://reference.medscape.com/drug/ pada tanggal 24
Oktober 2013.
21
Download