AGAMA 2

advertisement
MASALAH KELUARGA DAN HARTA PUSAKA
Tujuan Instruksional Umum (T.I.U.) adalah agar Mahasiswa mengetahui, memahami, dan
menghayati, masalah keluarga mulai dari pembentukan keluarga (pernikahan) dan masalah harta
pusaka yang tercantum dalam komplikasi hukum Islam di Indonesia.
Tujuan Instruksional Khusus (T.I.K) adalah :
1.
Agar Mahasiswa dapat menjelaskan pentingnya hidup berkeluarga,.
2.
Agar Mahasiswa dapat menerangkan tentang Thalak (perceraian) dan segala akibat
hukumnya.
3.
Agar mahasiswa dapat menjelaskan masalah poligami.
4.
Agar Mahasiswa dapat menerangkan tentang harta pusaka dan pembagiannya.
5.
Agar Mahasiswa dapat menjelaskan hikmatnya tasyru’ tentang kehidupan keluarga dan
pembagian harta pusaka
A.
Pernikahan / Pembentukan Keluarga
Prinsip Islam dalam membentuk keluarga didasari dengan terbentuknya perkawinan yang
diwujudkan sebagai perpaduan suami isteri sesuai dengan firman Allah sebagai berikut: "Mereka
pakaianmu dan kamu pakaian mereka". Selain itu harus didasari bahwa dengan cinta kasih
sayang dari kedua belah pihak. Tujuan pernikahan adalah untuk menyambung keturunan (anak,
cucu) dengan wadah pembentukan rumah tangga. Dari sini lahir suatu keluarga yang merupakan
dasar penentu kualitas bangsa disuatu negara. Oleh sebab itu dalam suatu negara yang
62
masyarakatnya mengenal nilai hidup, pernikahan merupakan saka guru dalam pembentukan
suatu keluarga. Dalam wadah ini kehidupan yang harmonis berlangsung baik dalam hubungan
antar individu, bermasyarakat, berbangasa dan bernegara.Disamping itu perkawinan merupakan
suatu panggilan dari proses kejadian mahluk atau manu-sia atas kehendak alam. Perkawinan
merupakan wadah untuk menampung dan me-nyalurkan nafsu seksual yang mengalir dalam
tubuh manusia ataupun binatang. Penyaluran seksual pada binatang berlangsung secara liar,
bebas dan tidak teratur, sedangkan pada manusia diatur melalui pokok ajaran untuk menciptakan
kesopanan yang mengangkat jiwa manusia lebih tinggi dari jiwa binatang. Ajaran Islam
mewajibkan manusia agar mampu dan sanggup untuk hidup memikul tanggung jawab terhadap
tugas. Manusia sebetulnya berkeinginan untuk kekal selamanya, tetapi karena hidup kekal itu
tidak akan mungkin dicapai, maka untuk memenuhi keinginan tersebut diwujudkan melalui
proses pengembangan keturunan. Dengan keturunan mereka merasa dapat melanjutkan hidupnya
sepanjang zaman. Dari sebab itu penyaluran nafsu melalui perkawinan dapat mewujudkan citacita mereka, dan keinginan tersebut dapat terwujud melalui anak cucu dan keturunannya. Dalam
surat An Nahl ayat 72 disebutkan : Artinya : "Dan Allah menjadikan wanita-wanita dari bangsa
kamu sendiri untuk pasanganmu (isteri), dan dijadikanNya dari wanita-wanita itu anak dan
cucu, dan diberiNya kamu rezeki yang baik.
Dalam melanjutkan kekekalan hidupnya manusia
memerlukan kebebasan, kepuasan, ketentraman dan ketenangan hati atau jiwa yang menyertai
kehidupannya. Firman Allah dalam surat Ar Rum ayat 21 menyebutkan : Artinya :"Dan diantara
kebijaksanaan Allah diciptakanNya pasangan (isteri) dari bangsa kamu sendiri, supaya kamu
senang bersama-sama dengan dia dan dijadikanNya cinta kasih sayang diantara kamu".
Manusia yang dibekali dengan keistimewaan kekuatan akal dan tenaga berhak menerima dan
bertanggung jawab. Pernikahan merupakan arena untuk berolah krida yang disertai semangat
dalam menghadapi masalah keluarga yang meliputi kegiatan berpikir, menimbang, mengurus
dan memelihara. Kuwajiban tersebut difirmankan Allah pada surat An Nisa' ayat 1 sebagai
berikut :
63
Artinya : "Hai manusia. Bertaqwalah kepada Allah yang menjadikan kamu dari satu jenis dan
dijadikan isteri dari jenisnya sendiri. Diperkembang biakan dari laki-laki dan perempuan yang
banyak. Bertaqwalah kepada Allah dengan namaNya, kamu satu sama lain menuntut hak dan
menjaga pertalian kasih sayang diantaramu".
Dalam ajaran Islam pernikahan bukan hanya sekedar membentuk hidup perorangan, rumah
tangga dan bermasyarakat atau merupakan perjanjian (akad), melainkan merupakan mitsaqon
ghoidhon yaitu persetujuan yang mengikat dan meresap kedalam jiwa dan sanubari pada waktu
memelihara dan memenuhi pertanggungjawaban. Perkawinan merupakan suatu ikatan teguh dan
janji kuat yang sukar digagalkan.
Masa Menjelang Pernikahan
Untuk menciptakan suasana keluarga yang harmonis, kedua pelakunya calon suami isteri
hendaknya sudah saling mengenal satu dengan lainnya. Dalam hal ini Islam menganjurkan agar
memilih calon isteri (suami) yang beragama dan berbudi. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul :
"Siapa yang mengawini wanita karena kemuliannya , Allah akan menambah kehinaan itu. Siapa
yang mengawini wanita karena kekayaannya, Allah akan menambah kemiskinannya. Siapa
mengawini wanita karena kedudukannya, Allah akan menambah kerendahannya. Siapa yang
mengawini wanita dengan dasar yang bersangkutan berhasil memelihara kesopanan dan
kesuciannya, Allah akan memberi keberkatan, karena wanita itu akan dapat dibimbing oleh
suaminya".
Apabila kedua belah pihak sudah mencapai keserasian terutama didalam penilaian
kemurnian budi dan hubungan sudah semakin erat maka menurut Islam dihimbau untuk diadakan ikatan dengan jalan meminang. Tujuan pinangan untuk mempererat hubungan dengan
tujuan untuk mengenal sifat masing-masing individu dan untuk menambah keyakinan.
Syari'at Islam menegaskan bahwa wali agar supaya meminta persetujuan putrinya beserta ibunya
dalam menentukan teman hidup putrinya. Dalam hal ini wewenang wali (bapak) terhadap
putrinya dapat terpelihara secara manusiawi. Untuk menjamin keutuhan dalam pergaulan,
kerukunan hidup, penyesuaian paham serta saling pengertian , maka kedudukan suami dengan
64
isteri harus kafaah (sepadan). Hal ini dipandang perlu karena kedudukan yang sangat jauh
berbeda tingkatannya akan me-nimbulkan kekecewaan atau akan dipandang rendah oleh salah
satu pihak.
Apabila semua proses pendekatan berjalan lancar, maka sebagai penyataan dari hasil penilaian
calon suami terhadap isteri, serta tanda bahwa yang bersangkutan benar- benar berniat akan
mendirikan keluarga maka calon suami memberikan mahar (mas kawin) kepada calon isteri.
Pergaulan Suami Isteri.
Dalam Islam suami dan isteri dituntut agar saling berbuat baik dan sopan santun. Pergaulan baik
bukan sekedar dapat mencukupi makanan dan minuman serta pakaian kepada suami, tetapi
berupa kelembutan dalam menyiapkan kebutuhan tersebut oleh isteri. Pergaulan yang baik adalah
perasaan yang mengalir dari hati ke hati satu sama lain. Perasaan itu timbul dari rasa cinta dan
kasih sayang yang dilandasi oleh kepercayaan yang dijadikan dasar untuk memenuhi kepentingan
bersama dalam mendidik anak mengurus dan mengisi rumah tangga serta usaha dalam
memelihara kesenangan baik yang berupa harta benda, jasmani dan rohani.
Pergaulan baik merupakan tanggung jawab yang mengandung kesan bahwa beban hidup
bukanlah hanya dipikul bersama oleh suami isteri atas dasar haknya masing-masing. Untuk membuktikannya Allah memberikan persamaan hak dan derajat bagi kaum pria dan wanita dalam
mem-peroleh amal pahala. Surat An Nisa' yata 124 menyatakan sebagai berikut :
Artinya : "Barangsiapa mengerjakan perbuatan yang baik, baik pria atau wanita sedang dia
beriman, maka mereka masuk dalam surga dan mereka tidak dirugikan sedikitpun".
Sengketa Dalam Keluarga
65
Hati manusia seringkali berubah sehingga dapat menimbulkan hancurnya keharmonisan dalam
kehidupan atau menimbulkan penyelewengan kalbu yang dapat berakibat kasih sayang dan cinta
kasih berubah menjadi rasa benci. Untuk mencegah kejadian tersebut Allah memberikan perintah
dan larangan yang tersebut dalam surat An Nisa' ayat 19 antara lain :
Artinya : "Hai orang-orang beriman. Tidak diperbolehkan kamu mengambil wanita dengan
paksa, dan janganlah kamu mempersulit mereka, karena ingin mengambil kembali sebagian apa
yang telah kauberikan kepadanya, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji. Dan bergaulah
dengan isterimu dengan patut. Jika kamu tidak menyukainya bersabarlah, karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, pada hal Allah mengadakan kebaikan yang banyak di dalamnya".
Dalam Al Qur'an diterangkan kedudukan suami, yaitu sebagai pimpinan dari rumah tangga. Isteri
melaksanakan tugas kerumahtanggaan dengan penuh kesadaran, selalu legawa dalam menerima
petunjuk suami dan pandai memelihara rahasia keluarga. Bagi isteri yang tidak mau menerima
ketentuan tersebut,atau bertindak durhaka perlu diinsyafkan untuk kembali bertindak wajar. Jika
tidak dapat ditempuh dengan jalan demikian, apabila dipandang sangat perlu maka suami boleh
menggunakan hukum konkrit yang diajarkan Al Qur'an. Hukum yang dimaksud tersebut dalam
surat An Nisa ayat 34, sebagai berikut :
Artinya : "Untuk perempuan-perempuan yang kau khawatirkan durhaka, berilah pelajaran yang
baik, dan hukumlah dengan memisahkan tempat tidurnya dan kamu pukulah mereka. Tetapi jika
mereka telah menurut, jangan kamu cari jalan yang merugikannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi dan Besar".
Kehancuran rumah tangga merupakan tanggung jawab suami isteri, namun apabila timbul
masalah yang tidak dapat diselesaikan , maka kuwajiban mencarikan jalan keluar menjadi
tanggung jawab kaum Muslimin. Untuk keperluan tersebut dalam Al Qur'an digariskan, apabila
usaha penyelesaian sengketa yang telah memuncak semakin meruncing, sedangkan suami isteri
telah tidak berdaya mengatasinya, maka dapat mengacu pada surat An Nisa yat 35 sebagai
berikut : Artinya : "Dan jika kamu khawatir terjadi perceraian antara kedua suami isteri,
kirimlah seorang hakim dari keluarga suami dan seorang hakim dari keluarga isteri. Jika
66
keduanya ingin mendapatkan perdamaian, maka Allah akan menyatukan pemikiran keduanya.
Sesungguhnya Allah Maha Tahu dan Maha Mengerti".
Thalaq (Perceraian)
Apabila jalan terakhir yang telah ditempuh tidak dapat menyelesaikan sengketa rumah tangga,
maka dalam Islam diberikan jalan berupa thalaq atau perceraian. Thalaq merupakan pemberian
hak kepada isteri untuk membebaskan diri dari suami dengan memberikan sejumlah hartanya
kepada suami untuk menebus dirinya. Cara yang demikian dalam fiqhi dinamakan khulu.
Masalah khulu ditegaskan dalam surat Al Baqarah ayat 229 sebagai berikut :
Artinya :"Tidak halal bagimu mengambil sesuatau yang telah kau berikan kepada isterimu,
kecuali jika keduanya merasa khawatir tidak akan dapat menegakkan aturan Allah. Kalau kamu
khawatir terhadap itu tidak mengapa barang itu dibayar oleh perempuan itu untuk menebus
dirinya. Itulah aturan Allah, sebab itu janganlah kamu langgar".
Apabila pihak isteri tidak mempunyai harta untuk itu, dan suami tidak dapat menerimanya dan
tetap mempertahankan sebagai isteri, maka perkara tersebut dapat dibawa kepada qadhi (ha-kim
pengadilan) untuk dibuktikan di depan pengadilan segala penderitaan yang ditanggungnya. Qadhi
dapat men ceraikan perempuan tersebut atas dasar pertimbangan untuk dibebaskan dari siksaan
dan kekejaman suami.
Dalam agama Islam perceraian merupakan hal yang sangat dibenci, namun demikian jika
tindakan tersebut terpaksa dilakukan, setelah betul-betul tidak ada jalan lain atau dalam perhitungkan jalan penyembuhan kehidupan perkawinan tersebut mencapai keadaan yang kronis.
Oleh karena itu sebelum perceraian dilakukan upaya agar suami isteri agar mau meninjau
kembali peristiwa yang dikaitkan dengan dampak buruk yang akan menimpa anak-anak untuk
sekali lagi dipertimbangkan.
Thalaq yang diucapkan oleh suami kepada isteri bukan berarti keduanya terlarang untuk berkum
pul selamanya, sehingga tidak boleh ruju' kembali. Dalam perceraian masih diberikan kesempatan untuk meninjau kembali atau memperpanjang masa peninjauan kembali dengan penuh
67
pertimbangan untuk bersatu kembali. Apabila dalam percobaan ini tidak berhasil barulah thalaq
merupakan dinding pemisah dan mereka tidak boleh lagi hidup sebagai suami isteri. Kalau suami
enggan menjatuhkan thalaq ketiga, dan menghendaki ruju', maka isteri harus terlebih dahulu
dikawini pria lain, seperti yang tertera pada surat Al Baqarah ayat 230 : Artinya : "Tetapi jika
perempuan itu diceraikan sekali lagi (perceraian ketiga), tidak halal baginya sebelum ia kawin
dengan pria lain".
Poligami.
Peraturan beristeri lebih dari satu dalam agama Islam didasarkan atas hukum alam dan
perikemanusiaan, yang berkaitan dengan dapat diselamatkannya dari penyelewengan, penyimpangan yang diakibatkan dari sifat alam.
Poligami merupakan hasrat kuat dari seseorang pria dalam melakukan pergaulan sepanjang jaman
yang berjalan sampai masa Islam. Oleh karena itu dalam Islam poligami ditekankan :
1.
Dalam batas fitrah laki-laki yang tidak terpengaruh oleh pertumbuhan, dimana wanita
sudah tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai isteri.
2.
Diwajibkan laki-laki untuk berlaku adil dalam menghadapai kepentingan isteri-isterinya,
sehingga dapat menimbulkan kesenangan, ketentraman dan dijauhkan dari siksaan akibat
perlakuan yang menyimpang.
Ketegasan tersebut tertuang dalam surat An Nisa' ayat 3 dan 129 sebagai berikut :
Artinya :"Kawinilah perempuan-perempuan yang kamu sukai dua, tiga, dan empat, tetapi kalau
kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, hendaknya satu saja.
"Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri- isterimu biar kamu sangat ingin. Maka
janganlah kamu terlampau miring dari yang satu sehingga kamu biarkan dia tergantung".
Dari kedua ayat tersebut apabila diselami lebih mendalam dapat disimpulkan bahwa poligami
dibolehkan asal dilakukan secara adil. Adil adalah pekerjaan yang paling sukar, kalaupun dapat
68
dilakukan kesanggupan untuk adil itu ditafsirkan dari perlakuan yang sesuai dengan fitrah,
dimana yang mengetahui mutu dan bobotnya adalah pribadi pelakunya.
D.
Harta Pusaka.
Peninggalam harta pusaka menurut agama Islam dibagikan kepada ahli waris dengan ke-tentuan
sebagai berikut :
1.
Yang berhak menerima adalah orang-orang yang ada hubungan kerabat dan perkawinan.
Kerabat diakibatkan oleh faktor kelahiran (ada hubungan antara bapak, ibu, dan anak), atau
ada`hubungan darah (seibu sebapak, seibu saja, atau sebapak saja). Atau hubungan suami isteri.
2.
Tidak memandang jenis kelamin, umur (anak, orang dewasa, laki-laki, perempuan semua
berhak).
3.
Hubungan bapak dengan anak.
4.
Saudara laki-laki atau perempuan, tidak dapat menerima harta pusaka apabila bapak dan
ibunya masih hidup.
5.
Ahli waris pria mendapatkan dua kali lipat dari yang diterima ahli waris wanita.
Jumlah harta peninggalan yang dibagikan kepada ahli waris berupa kekayaan sesudah
dikurangi untuk pembayaran hutang dari orang yang meninggal dunia. Wasiat tidak boleh
diberikan kepada orang yang tidak memerlukan. Rasulullah memberikan batasan untuk wasiat
diperbolehkan paling banyak sepertiga dari harta peninggalan.
Dalam Al Qur'an petunjuk pembagian harta pusaka terdapat dalam surat An Nisa' ayat 11, 12,
dan 176 :
69
Artinya :"Allah telah menentukan kepada kamu tentang pembagian harta pusaka untuk anakanakmu, seorang laki-laki sama dengan dua bagian anak perempuan. Apabila semua anakanaknya perempuan dan lebih dari dua, mereka mendapatkan dua pertiga dari harta peninggalan. Kalau anak perempuan-nya hanya satu, maka ia mendapatkan seperdua. Untuk
bapak dan ibunya, masing-masing mendapat-kan seperenam dari harta peninggalan, kalau yang
meninggal itu anaknya yang mempunyai anak. Kalau yang meninggal tidak mempunyai anak
yang berhak menerimanya hanya bapak dan ibunya, maka masing-masing mendapat sepertiga.
Kalau yang meninggal mempunyai beberapa saudara maka ibunya mendapat seperenamnya.
Pembagian itu dilakukan setelah pembayaran wasiat atau hutang. Ibu dan bapakmu serta anakanakmu tidak dapat kau ketahui siapa yang lebih berjasa kepadamu. Itu ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Tahu dan Bijaksana.
"Dan kamu mendapat seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, kalau mereka
tidak mempunyai anak. Kalau mereka mempunyai anak, kamu mendapatkan seperempatnya,
sesudah dila-kukan untuk pembayaran wasiat atau hutang. Dan isteri-isteri mendapatkan
seperenam dari harta peninggalanmu, kalau tidak mempunyai anak. Kalau kamu punya anak,
maka isteri-isteri mendapatkan seperdelapan sesudah membayar wasiat dan hutang. Jika yang
meninggal seorang laki-laki atau perempuan yang tidak mempunyai bapak dan anak, dan
mempunyai saudara laki-laki atau saudara perempuan, maka masing-masing mendapatkan
seperenam, tetapi kalau mereka lebih dari seorang, mereka mendapatkan sepertiga untuk
bersama sesudah membayar wasiat atau hutang.Itu perintah Allah yang Maha Tahu dan
Penyantun ".
Mereka minta keputusan kepada engkau. Katakanlah :"Allah telah mengadakan keputusan
tentang orang yang tidak lagi mempunyai bapak dan tidak mempunyai turunan. Jika dia
meninggal dan tidak mempunyai anak, tetapi mempunyai seorang saudara perempuan maka
70
saudaranya itu mendapat seperdua dari harta peninggalannya. Saudara laki-laki juga mendapat
pusaka dari harta saudara perempuan jika saudara perempuan itu tidak mempunyai anak. Kalau
yang meninggal mempunyai saudara perempuan dua,keduanya mendapat dua pertiga harta
peninggalan. Kalau mereka terdiri beberapa orang laki-laki dan perempuan, maka seorang lakilaki mendapatkan dua kali bagian se-orang perempuan. Allah memberi penjelasan kepadamu
agar kamu tidak tersesat. Allah itu menge-tahui segala sesuatu ".
Kebijaksanaan yang telah ditentukan dalam ajaran Islam bertujuan sebagai berikut :
1.
Dalam kehidupan keluarga nafkah untuk anak-anak, biaya perkawinan dibebankan kepada
lelaki. Pembagian harta pusaka untuk laki-laki dua bagian perempuan dimaksudkan untuk
dijadikan sebagai persiapan untuk mendukung tugas dan kuwajiban laki-laki.
2.
Pembagian harta peninggalan kepada orang yang ada pertalian darah, dimaksudkan untuk
memperteguh tali persaudaraan dan memupuk keikhlasan antar mereka.
3.
Agar masyarakat terhindar dari bahaya sosial yang berupa :
a.
Penumpukan kekayaan oleh satu tangan .
b.
Hilangnya hak seluruh keluarga untuk dapat menggunakan jasa dari orang tuanya,
suami atau kerabatnya.
71
HARTA DAN PENGUNAANNYA
Tujuan Instruksional Umum (T.I.U) adalah agar Mahasiswa dapat mengetahui, memahami dan
menghayati masalah harta dan penggunaannya.
Tujuan Instruksional Khusus (T.I.K) adalah :
1.
Agar Mahasiswa dapat menjelaskan penggunaan (pemanfaatan) dan fungsi harta menu-
rut agama Islam.
2.
Agar Mahasiswa dapat menerangkan cara memperoleh harta yang diridhoi oleh Allah
SWT dan yang tidak diridhoi.
A.
Penggunaan Harta
Dalam ajaran Islam harta kekayaan digunakan untuk menunjang ibadah misalnya dalam
memfardukan zakat, dan urusan mu'amalah yaitu pemanfaatan yang digunakan untuk mendukung
keperluan rumah tangga.Oleh sebab itu fungsi harta yang menyangkut cara mendapatkannya,
memperkembangkan, mempergunakan, memelihara dan membelanjakannya perlu diatur agar
sesuai dengan apa yang diijinkan dan dianjurkan oleh Allah.
72
Islam memandang harta kekayaan mempunyai nilai yang tinggi dan kedudukan penting, karena
kesempurnaan hidup hampir seluruhya dapat diperoleh melalui harta kekayaan. Oleh sebab itu
penggunaan harta harus didasarkan dengan hukum yang sejalan dengan tuntutan rohani dan
jasmani dengan ukuran adil dan jujur. Dari sebab itu Islam menekankan untuk mendapatkan harta
dengan berbagai jalan yang menguntungkan, menimbulkan gairah kerja, memakmurkan
kehidupan masyarakat, yang diwujudkan dalam pergaulan, koordinasi, tolong menolong dan
pertukaran kebutuhan. Adapun cara mendapatkan harta kekayaan lazimnya meliputi :
1.
Perniagaan.
2.
Pertanian dan perkebunan.
3.
Perusahaan dan Industri.
Harta yang telah didapatkan perlu dipelihara dan dipergunakan dengan hemat tidak kikir tetapi
tidak boleh boros. Upaya dalam mendapatkan harta harus terhindar dari kegiatan yang bersifat
merusak, membinasakan antara lain :
1.
Riba, mencari keuntungan dengan menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
2.
Mencuri, merampok,
3.
Memperdagangkan barang yang merusak kesehatan rohani dan jasmani.
4.
Dilakukan dengan jalan berjudi, pelacuran dan kegiatan yang mengancam moral manusia
5.
Melakukan menyuapan, korupsi, kolosi, nepotisme.
mengemis, mengganggu keamanan dan kesejahteraan.
Hal ini ditegaskan dalam surat Al Baqarah ayat 188 :
Artinya :"Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang tidak halal, dan jangan
pula kamu bawa perkaranya ke muka hakim yang telah kamu beri suap, agar kamu mendapatkan
sebagian harta orang lain dengan jalan curang".
73
B.
Pertukaran Harta
Ditinjau dari fungsinya agar harta dapat dimanfaatkan secara optimal dan agar dapat memberi
kan kesejahteraan kepada sesama umat,dapat dibudidayakan dengan jalan pertukaran yang
biasanya berlangsung dalam :
1.
Jual beli dan sewa menyewa.
2.
Sistem perkembangan harta.
3.
Bursa.Serikat Dagang.
4.
Konsinasi.
5.
Pinjaman dan jaminan
Menurut agama Islam pertukaran harta dilakukan dalam kegiatan-kegiatan yang didasari
berhubungan dengan :
1.
Kontrak dan persetujuan.
2.
Kepercayaan dan kesetiaan dalam memenuhi kuwajiban.
3.
Niat tidak mengambil kekayaan dengan jalan batil (tidak syah).
C.
Jual Beli
Untuk memenuhi kehidupannya, manusia memerlukan kebutuhan yang bersifat materi dan
rohani. Untuk memenuhi kebutuhan materi diperlukan makanan, minuman serta pakaian, sedang
kebutuhan rohani berupa pendidikan membersihkan hati dan mendekatkan jiwa kepada Allah
dengan jalan ibadah dan patuh kepada perintahNya.
Manusia dalam berupaya untuk mendapatkan harta kekayaan yang bersifat materi pada umumnya disertai dorongan yang dapat membangkitkan pergolakan nafsu, persaingan, penyimpangan,
penumpukan harta yang semuanya akan mengotori jiwa yang dapat menjauhkan diri dari rahmat
74
dan ridho' Illahi. Untuk mencegah terjadinya pergolakan nafsu tersebut Islam mengatur tatacara
berniaga. Berniaga merupakan upaya manusia untuk mengumpulkan rezeki, dimana dalam agama
Islam diberikan petunjuk-petunjuk untuk menghindarkan diri dari penipuan, pemalsuan dan
segala tindakan yang mengotori kesucian rohani.
Penipuan akan menyuburkan sifat pendusta dan munafik pada diri seseorang. Penipuan dilakukan
dengan menunjukan atau memperagakan yang palsu dalam bentuk yang benar. Penipuan dalam
perdagangan dapat juga dilakukan dengan mengurangi timbangan menyajikan barang buruk
dikatakan baik. Penipuan tersebut akan mengurangi kepercayaan kepada yang bersangkutan
dalam pergaulan. Larangan penipuan diuraikan pada surat Al A'raaf ayat 85 : Artinya : "Dan
kepada penduduk Mad-yan (Kami utus) saudara nya Syu'ib. Dia mengatakan :" Hai kaumku
hendaklah kamu menyembah Allah. Kamu tidak mempunyai Tuhan selain Ia. Sesungguhnya
Tuhanmu telah mendatangkan budi yang terang, sebab itu sempurnakan takaran timbangan
dalam jual beli. Dan jangan kamu kurangi hak-hak manusia, dan jangan kamu membuat
bencana di muka bumi yang sudah dibangun Allah. Itulah petunjuk yang baik untukmu, jika
kamu betul-betul orang yang beriman'.
IMPLEMENTASI HUKUM ISLAM (WAKAF) DI INDONESIA
Tujuan Instruksional Umum (T.I.U) adalah agar Mahasiswa mengetahui, memahami dan meng
hayati pelaksanaan hukum Islam terutama yang berkaitan dengan masalah tanah wakaf di Indonesia.
Tujuan Instruksional Khusus (T.I.K) adalah :
75
1.
Agar Mahasiswa dapat menjelaskan hukum Wakaf.
2.
Agar Mahasiswa dapat menjelaskan syarat dan rukun Wakaf.
3.
Agar Mahasiswa dapat mejelaskan tatacara perwakafan menurut Peraturan
Pemerintah nomor : 28 Tahun 1977
Ajaran Islam digunakan sebagai pedoman hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara oleh
umat Islam di Indonesia. Oleh sebab itu negara menampung segala ajaran tersebut dalam suatu
wadah hukum yang berlaku di tanah air
Adapun masalah atau ketentuan yang berkaitan dengan hukum tertera dalam Kompilasi Hukum
Islam yang memuat :
1.
Hukum Perkawinan.
2.
Hukum Waris.
3.
Hukum wakaf.
Untuk hukum perkawinan dan waris telah diuraikan pada bab terdahulu.
Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari bahasa Arab "Waqf" yang berarti me nahan. Menurut istilah wakaf berarti
menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan
yang mubah, dengan maksud untuk mendapatkan keridloan Allah (Azhar Basyir, 1987).
Wakaf adalah pemisahan suatu harta benda seseorang dengan jalan benda itu ditarik dari status
benda milik perseorangan secara syah. Tujuan penarikan tersebut agar pengunaannya dapat
dialihkan kearah jalan kebaikan yang diridhoi Allah SWT. Oleh karena benda-benda tersebut
tidak boleh untuk membayar hutang, dikurangi atau dilenyap kan ( Suhadi, 1981).
Rumusan Wakaf
76
Pelaksanaan wakaf tercermin dalam seluruh kehidupan ibadat yang meliputi per-ekonomian
sosial hukum Muslimin. Oleh sebab itu hukum wakaf merupakan cabang terpenting dari hukum
Islam.
Dasar pedoman yang digunakan dalam pelaksanaan wakaf menurut Abdulrrahman SH
(1977) didasari pendapat para Ulama antara lain :
1.
Abu Hanifah yang menyatakan bahwa : Wakaf adalah penahanan pokok suatu
harta pada tangan pemiliknya dan menggunakan hasilnya yang berupa comodate loan atau
ariah untuk amal sha- leh.
2.
Abu Yusuf dan Imam Muhammad menyatakan bahwa: Wakaf adalah penahanan
pokok suatu benda dibawah hukum Allah , sehingga kepemilikan berpindah kepada
Allah, dimana hasilnya dimanfaatkan untuk mahluk Nya.
Maula Muhammad Ali yang menyatakan bahwa : Menururt syara'wakaf berarti penetapan yang
bersifat abadi, dimana hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan kegiatan yang bersifat agama
Islam atau untuk tujuan amal.
Naziroeddin Rachmat yang menyatakan bahwa : Harta wakaf adalah barang yang asalnya
sementara tetap, selalu berbuah yang hasilnya dapat dipetik oleh pemiliknya. Kemudian barang
tersebut diserahkan kepada lembaga tertentu dimana hasilnya dipergunakan untuk keperluan amal
kebajikan yang diperintahkan syari'at.
A.
Dasar Amalan Wakaf
Dasar Umum
Menurut syari'ah Islam amalan mewakafkan harta benda nilai lebih tinggi dibandingkan dengan
bersedekah. Alasan tersebut disebabkan harta wakaf bersifat kekal dan terus menerus. Selama
harta tersebut masih menghasilkan atau masih produktif dan dapat dimanfaatkan ibadah maka
pahala tetap mengalir kepada si pemberi wakaf. Oleh karena itu dalam melaksanakan amalan
wakaf, kita harus menganut dasar-dasar ibadat yang ditetapkan dalam ajaran Islam antara lain :
77
Dasar-dasar umum berupa ayat-ayat Al Qur'an, yang memerintahkan umat agar berbuat kebaikan
antara lain:
1.
Surat Al-Hajj ayat 77 :
artinya : Berbuatlah kebaikan agar kamu bahagia.
2.
Surat Al-Baqarah ayat 267 :
artinya :"Wahai orang-orang yang beriman belanjakanlah sebagian hartamu dengan
sebaik- baiknya"
3.
Surat Ali-Imron ayat 92 :
artinya :" Kamu tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali kamu belanjakan sebagian
harta yang kamu senangi".
Dasar Khusus
Dasar khusus, amalan wakaf dapat diperoleh dari beberapa Hadits Nabi antara lain :
1.
Hadits Nabi riwayat Buchori Muslim dari Ibnu Umar R.A. yang menceriterakan
bahwa pada suatu hari sahabat Umar R.A. datang kepada Nabi S.A.W untuk minta
nasehat ten-tang kegunaan tanah yang diperolehnya di Khaibar. Ia mendapat pengarahan
dari Nabi, agar menahan pokok dan menyedekahkan hasilnya. Umar menurut nasihat
Nabi dan me-nyediakan tanahnya dengan ketentuan tidak boleh dijual pokoknya, tidak
boleh diwaris dan tidak boleh dihibahkan. Dari Hadits tersebut mendapat ketentuan
sebagai berikut :
a.
Harta wakaf tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, baik dengan cara
jual beli
waris atau hibah.
78
b.
Harta wakaf terlepas dari milik Wakif.
c.
Tujuan wakaf harus jelas
d.
Harta wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang ikut mengelola (nadzir)
tetapi tidak berlebihan
e.
Harta wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya yang tahan lama dan tidak
musnah seketika setelah digunakan
2.
Hadits riwayat An Nasai dan Ibnu Majah yang menceritakan pada suatu hari Umar
datang kepada Nabi lalu berkata : "Sesungguhnya saya mempunyai seratus saham di
Chaibar, belum pernah saya mempunyai harta yang lebih, saya ingin menyedahkannya".
Lalu Nabi menjawab: "Engkau tahan pokonya (asalnya) lalu sedekahkan buahnya".
3.
Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Hurairah. Nabi berkata :" Apabila
seseorang meninggal dunia semua pahala amalnya terhenti, kecuali tiga macam amalan
yaitu : shadaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang senantiasa
mendoakan orangn tuanya ". (Azhar Basyir , 1977).
B.
Penggolongan Dan Macam Wakaf
Wakaf sebagai harta yang kekal selalu menjadi sumber kekayaan untuk mendanai perbuatan amal
dalam kemasyarakatan sesuai dengan ajaran Islam. Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang,
kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian benda mi-liknya lalu
melembagakannya untuk selama-lamanya.
Tujuan perbuatan tersebut untuk mendukung kepentingan ibadat atau keperluan umum dalam
rangka melaksanakan ajaran Islam.
Susunan harta wakaf menurut Ameer Ali dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
79
1.
Wakaf dilaksanakan sebagai publik trust yang bersifat amal dan bertujuan untuk
kebaikan umum, tidak dibedakan kepentingan yang kaya dan yang miskin. Contohnya
untuk sekolah, rumah sakit untuk menampung semua golongan.
2.
Wakaf yang demikian dilakukan sebagai wakaf keluarga yang bertujuan untuk
kepentingan keluarga dan setelah itu baru untuk orang miskin.
3.
Untuk keperluan yang miskin yang diwujudkan pembentukan lembaga-lembaga
yang mem-bagikan sembako (bahan makanan), pakaian dan obat-obatan bagi orang-orang
yang tidak mampu.
Macam-macam wakaf meliputi :
1.
Wakaf khusus.
Wakaf khusus dinamakan juga wakaf ahli atau wakaf keluarga. Wakaf ditujukan kepada
orang-orang tertentu (perorangan atau kelompok). Misalnya seseorang mewakafkan
perpustakaan kepada keponakan, kemudian cucu dan seterusnya. Wakaf tersebut syah,
sedang yang berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk pada pernyataan
wakaf. Apabila anak keturunan wakif keadaannya tidak mampu mempergunakan, karena wakaf tidak dapat dibatasi oleh waktu penggunaan, maka harta tersebut tetap berkedudukan sebagai harta wakaf yang dipergunakan keluarga wakif lainnya atau dipergunakan
untuk umum. (Azhar Basyir, 1977). Pada kenyataannya wakaf semacam ini sering
mendapatkan kesulitan jika harta wakaf merupakan sebidang tanah pertanian. Jika telah
berlangsung ratusan tahun, maka anak cu-cu wakif telah berkembang biak dalam jumlah
banyak maka untuk membagi rata hasilnya akan menemui kesulitan, sehingga sering
timbul sengketa diantara mereka. Akibat ke-sulitan yang sejenis maka Negara-negara
Islam meninjau kembali ketentuan perundang-undangan wakaf khusus tersebut. Mesir
pada tahun 1962 telah menghapus ketentuan wa-kaf ahli ini.
2. Wakaf Umum.
80
Wakaf umum juga disebut wakaf choiri adalah wakaf yang dinyatakan untuk kepentingan
umum oleh wakif. Wakaf umum adalah sejalan dengan jiwa amalan wakaf yang digariskan dalam ajaran Islam. Pahalanya tetap mengalir kepada wakif selama harta wakaf
masih bermanfaat wakaf umu hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas dan merupakan sarana untuk mewujudkan kesejahteraan umat dan pembangunan masyarakat.
3.
Wakaf Untuk Diri Sendiri
Diantara para Ulama berpendapat wakaf untuk diri sendiri adalah syah. Hal ini sesuai
dengan ucapan Rasul yang artinya :Sesungguhnya aku mempunyai satu dinar. Maka kata
Rasullulah kepadanya : "Sedekahkanlah kepada dirimu sendiri".
Oleh sebab itu wakaf yang dimaksud untuk mendekatkan diri kepada Allah. Oleh
sebagian Ulama masalah wakaf untuk diri sendiri tidak diperbolehkan dengan dasar
ucapan Rasullulah artinya :"Dan berikanlah buahnya kepada orang lain". dengan
pengertian buah yang diserahkan kepada orang lain adalah menyerahkan kepemilikan.
C. Fungsi, Persayaratan Dan Rukun Wakaf
Fungsi Wakaf
Untuk dapat mempelajari permasalahan wakaf yang lebih mendalam, maka dipandang perlu
untuk mengetahui arti dari fungsi, persyaratan dan unsur dalam pelaksanaan wakaf.
Fungsi Wakaf : adalah untuk mengekalkan manfaat dari benda wakaf sesuai dengan tujuan dari
wakaf.
Persyaratan Wakaf
Menurut ajaran Islam persyaratan yang harus dipenuhi agar wakaf syah adalah :
1.
Wakaf harus bersifat kekal dan berkesinambungan dan tidak boleh dibatasi oleh waktu.
81
2.
Wakaf harus bersifat tunai berarti pemindahkan hak milik tidak boleh digantung dalam
hal syarat atau waktu penyerahan. Ketentuan ini didasari atas syarat bahwa wakaf ber-akibat
lepasnya hak milik seketika pada saat wakif selesai mengucapkan ikrar wakaf. Namun menurut
Azhar Basyir (1977) terdapat perkecualian terhadap wasiat. Hukum wasiat berlaku dimana wakaf
akan syah setelah wakif meninggal dunia, dan pelaksana-annya hanya sepertiga bagian dari harta
peninggalan. Jika memelebihi darai sepertiga bagian harus mendapatkan ijin dari ahli waris. Bila
sebagaian ahli waris ada yang setuju dan ada yang tidak, maka pelaksanaannya sebatas yang
mengijinkan saja. Oleh sebab itu wakaf disebutkan secara jelas dan lengkap meliputi jenis benda,
ukuran dan kepada siapa harta tersebut diwakafkan. Wakaf merupakan hal yang pasti tidak boleh
disertai persyaratan lain misalnya pembatalan atau perubahan lain-nya. Benda yang diwakafkan
berupa benda yang bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan mempunyai nilai dan
bukan merupakan benda habis pakai (sekali pakai).
Rukun Wakaf
Dalam melaksanakan wakaf menurut hukum Islam harus memenuhi rukun yaitu :
1.
Orang yang berwakaf (wakif).
Orang tersebut harus cakap melakukan "tabarru" yaitu melepaskan hak milik tanpa
Imbangan materiil. Orang tersebut harus telah baligh, berakal sehat dan tidak dipaksa.
Figh Islam menen-tukan bahwa orang berumur 15 tahun di pandang telah mempunyai
pertimbangan akal yang sem purna. Namun demikian dalam kehidupan sehari-hari sering
dijumpai pada anak berusia 15 ta-hun yang pada umumnya masih duduk si sekolah
kebanyakan belum mempunyai pertimbangan akal yang sempurna. Oleh karena itu
batasan tentang kemampuan cakap bertabarru pada usia 15 tahun tidaklah mutlak. Untuk
itu perlu diadakan perlu diadakan peninjauan kembali.Menurut Suhadi persyaratan agama
wakif tidaklah mutlak Islam, contohnya bila seorang Nasrani mewakafkan tanahnya untuk
rumah sakit adalah syah.
2.
Harta yang diwakafkan (mauquf).
82
Merupakan harta milik wakif yang bernilai tahan lama selain itu juga dapat berupa modal
uang yang diperdagangkan. Keamanan mauquf terhadap erosi (pengikisan) sehingga tidak
mudah habis merupakan hal yang dipersyaratkan, sehingga keuntungan yang dihasilkan
dapat diman-faatkan untuk memenuhi tujuan wakaf. Dalam menjalankan perkembangan
modal mauquf tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum Islam.
3.
Tujuan Wakaf (mauquf alaih)
Tujuan wakaf merupakan tempat dimana harta yang diwakafkan dapat dikelola dengan
jalan yang tidak bertentangan dengan nilai ibadah. Tujuan wakaf harus merupakan
sesuatu yang dapat memenuhi persayaratan ibadah, dimana tujuan yang berstatus mubah
merupakan persyaratan minimal. Di dalam pelaksanaan wakaf diperlukan pernyataan
kehendak dari wakif yang mewakafkan benda miliknya. kepada orang atau tempat
berwakaf yang dinamakan simauquf alaihi.
4.
Pernyataan wakaf (shighat)
Pernyataan wakaf dilakukan dengan lisan, tulisan atau isyarat yang memberi pengertian
tentang wakaf. Cara lisan atau tulisan dipergunakan untuk menyatakan wakaf oleh
siapapun, sedangkan isyarat dipergunakan bagi mereka yang tidak dapat menggunakan
lisan atau tulisan. Pernyataan diperlukan agar wakaf benar-benar didukung oleh data
hukum yang jelas untuk menghindari timbulnya persengketaan yang mungkin timbul
dibelakang hari. Berdasarkan amalan wakaf terjadi dengan adanya pernyataan wakif
(ijab), maka pernyataan menerima (kabul) dari mauquf alaih tidak diperlukan.
D.
Harta Wakaf
Macam harta wakaf berupa tanah milik, perabot yang dapatbdipindah tangankan. mushaf, kitab,
senjata dan binatang. Bagi binatang untuk mewakafkannya menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf
da-lam riwayat dari Malik berpendapat bahwa tidak sayah mewakafkan binatang.Setelah harta
tersebut diwakafkan akibatnya terjadi perindahan pemeliharaan dan pengelolaan.
Untuk
barang yang mu-dah rusak ketika dimanfaatkan seperti uang, lilin, makanan, minuman, aroma
83
tidak termasuk harta yang dapat diwakafkan. Begitu pula harta yang dijadikan tanggungan (borg),
anjing, babi dan binatang buas juga tidak dapat diwakafkan.
Harta Wakaf yang Masih Bermanfaat
Dikalangan Ulama Islam dalam menentukan status harta wakaf terdapat perbedaan. Tokoh Ulama
yang menyampaikan pendapat antara lain :
1.
Imam Syafii menyatakan bahwa wakaf merupakan suatu ibadat yang disyariatkan
ketika wakif menyatakan telah mewakafkannya walaupun tanpa diputuskan Hakim. Bila
harta telah diwa-kafkan, maka wakif tidak berhak atas harta tersebut, walaupun harta itu
masih berada ditangan-nya.
2.
Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa wakaf adalah merupakan sedekah selama
Hakim belum memutuskan atau harta tersebut oleh wakif disertai syarat diwakafkan
setelah ia meninggal. Dengan persyaratan tersebut setelah wakif meninggal barulah harta
tersebut berstatus harta wakaf.
Dari pernyataan tersebut diatas setelah harta diwakafkan, maka hak milik dari harta tersebut tidak
lagi pada orang yang mewakafkannya atau menjadi kepunyaan badan atau lembaga dimana harta
tersebut diwakafkan, melainkan menjadi kepunyaan Allah.
Jika sisa hasil harta wakaf setelah digunakan untuk tujuan amal dibelikan harta, maka harta
tersebut merupakan harta wakaf.
Harta Wakaf Yang Sudah Tidak Bermanfaat
Apabila pada suatu saat harta wakaf tidak lagi dapat bermanfaat, dan apabila terpaksa maka dapat
dijual asalkan hasilnya penjualan harta tersebut digunakan untk mengganti harta wakaf tersebut,
sehingga dapat dimanfaatkan lagi.
84
Sebaliknya harta wakaf yang tidak bermanfaat tidak boleh dijual jika hasil penjualannya tidak digunakan untuk mengganti harta tersebut.
Kriteria kemampuan harta wakaf untuk dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat tergan-tung
dengan tujuan wakaf, yaitu berupa nilai ibadah. Jika harta yang dimaksud hasilnya mengalami
pengurangan mutu atau kapasitas dalam fungsinya , sebaiknya diupayakan agar tetap meningkat.
Dalam memperlakukan dan pengelolaan harta wakaf yang dipegang teguh adalah prinsip
kemaslahatan, yang mengutamakan terhadap hal-hal yang bermanfaat bagi ibadah dan
menghindarkan hal yang merugikan. Ketentuan ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an
pada surat Al A'raf ayat 25 :
Artinya : "Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah dan berbuat kemaslahatan , maka tiada
pantas mereka merasa ta kut, merasa resah atau berkecil hati".
E. Pengelolaan Dan Pemeliharaan Wakaf
85
Pengelolaan
Untuk mempertahankan dan menjamin agar harta wakaf tetap berfungsi sesuai dengan tujuan
wakaf, maka diperlukan pengelolaan dan pemeliharaan yang baik oleh umat yang betul-betul
menjiwai dan menghayati ajaran Islam. Dalam hukum Islam pemeliharan meliputi pengurusan
terhadap benda wakaf dilakukan oleh Nadzir. Nadzir dapat berupa perorangan (yang ditunjuk)
atau berupa badan hukum atau organisasi. Nadzir berwenang melakukan
tindakan yang
mendatangkan kebaikan harta wakaf dan menimbulkan keuntungan bagi tujuan wakaf dengan
memperhatikan syarat yang mungkin telah ditentukan wakif.
Untuk Nadzir yang bersifat perorangan dibebani persyaratan sebagai berikut :
1.
Berakal sehat.
2.
Telah baligh (dewasa)
3.
Dapat dipercaya.
4. Mampu menyelenggarakan urusan harta wakaf.
Agar pelaksanaan tugas nadzir dapat berjalan lancar dan baik, maka untuk nadzir perorangan
dapat diberikan sekedar imbalan berupa sebagian dari hasil harta wakaf. Disamping itu nadzir
harus melakukan sesuatu yang dapat mendatangkan kebaikan, keuntungan bagi harta wakaf
dengan mem-perhatikan syarat yang telah ditetapkan dalam wakaf.
Hal yang perlu mendapat perhatian bahwa nadzir tidak boleh menggunakan harta wakaf untuk
jaminan hutang. Ketentuan tersebut untuk menghindari jika yang bersangkutan tidak dapat
melunasi hutangnya, maka harta wakaf yang dijadikan jaminan hutang tersebut akan merupakan
alat untuk melunasi hutang tersebut. Nadzir baik berupa perorangan atau badan usaha agar dalam
melaksanakan pengelolaan dapat memegang amanat dengan sebaik-baiknya, maka bagi mereka
tidak dibebani resiko kerusaklan yang diderita oleh harta wakaf, kecuali jika kerusakan tersebut
terjadi akibat kelalaian atau kesengajaan nadzir. Dalam menentukan hal tersebut diperlukan
keputusan pengadilan atau penguasa lain yang berwenang.
86
Pemeliharaan
Pemiliharan meliputi pengurusan terhadap benda wakaf dilakukan oleh Nadzir. Nadzir dapat
berupa perorangan (yang ditunjuk) atau berupa badan hukum atau organisasi. Nadzir berwenang
me-lakukan tindakan yang mendatangkan kebaikan harta wakaf dan menimbulkan keuntungan
bagi tujuan wakaf dengan memperhatikan syarat yang mungkin telah ditentukan wakif.
F..
Perkembangan Wakaf Di Indonesia
Dalam negara-negara Islam pelaksanaan wakaf diselenggarakan oleh instansi resmi yang
merupakan lembaga negara, karena peraturan perundang-undanagn yang berlaku di negara
tersebut berdasarkan atas hukum Islam.
Menurut Azhar Basyir (1977) harta wakaf tidak terbatas pada barang pakai tetapi juga barang
yang menghasilkan. Pembiayaan harta wakaf yang berupa barang pakai diperoleh dari sumber
tetap hasil harta wakaf.
Di Indonesia penduduknya menganut beberapa agama, sehingga wakaf tidak dikenal oleh
masyarakat yang beragama Islam saja. Oleh sebab itu harta yang menjadi objek perwakafan pada
umum-nya berupa benda yang tidak bergerak (tanah, bangunan) yang dimanfaatkan sebagai tanah
untuk mas-jid, madrasah, kuburan dll, sehingga perwakafan diatur dalam undang- undang agraria.
Sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Pemerintah masih mem-berlakukan pe
raturan wakaf pada masa jaman Kolonial Belanda. Hal ini ditegaskan pada pasal II Aturan
Peralihan Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa segala badan negara dan
peraturan yang ada ma-sih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang
Dasar tersebut (Abdurrahman, 1979).
Selanjutnya untuk menyesuaikan dengan alam kemerdekaan, maka Pemerintah mengeluarkan
beberapa petunjuk mengenai perwakafan. Petunjuk yang dikeluarkan Departemen Agama R.I
tanggal 22 Desember 1953. Selanjutnya pada tanggal 8 Oktober 1956 dikeluarkan Surat Edaran
nomer : 5/D/1956 tentang Prosedur Perwakafan Tanah (Saroso, 1984)
87
Peraturan-peraturan tersebut dikaitkan dengan perkembangan sosial budaya dirasakan mengandung banyak kelemahan, terutam yang menyangkut kepastian hukum terhadap tanah-tanah
wakaf. Oleh karena itudalam rangka melaksanakan penertiban dan pembaharuan sistem Hukum
Agraria, permasalahan wakaf cukup banyak mendapat perhatian. Oleh karena itu pada Undangundang nomer : 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) masalah
wakaf ditempatkan pada pasal 49 yang berbunyi :
1.
Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang masih
dipergunakan untuk usaha dalam bidangkeagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi .
Badan tersebut dijamin pula untuk memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan
usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
2.
Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud pada
pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan status hak
pakai.
3.
Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dari ketentuan yang dimuat pada pasal 49 ayat 3 masalah perwakafan Pemerintah wajib mengatur dengan ketentuan yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah. Namun demikian Peraturan
Pemerintah yang memuat aturan perwakafan yang terbit setelah Undand-undang nomer 5 tahun
1960 berupa Pereturan Pemerintah nomer 28 tahun 1977 yang jarak waktu terlambat selama 17
tahun.
Dasar Landasan Pelaksanaan Wakaf Di Indonesia.
88
Disamping mutlak menggunakan ketentuan perwakafan yang ditetapkan pada ajaran dan figh
Islam yang telah diuraikan dalam bab II, pelaksanaan wakaf di Indonesia dewasa ini menganut
pada Peraturan Pemerintah nomer 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Pertimbangan-pertimbangan yang diambil atas Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah
pernyataan sebagai berikut :
1.
Bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat di pergunakan sebagai
salah satu sarana guna pengembangkan kehidupan keagamaan, khususnya umat yang
beraga-ma Islam, dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan material menuju
masyara-kat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2.
Bahwa peraturan perundang-undangan yang ada akan mengatur perwakafan tanah
milik, selama belum memenuhi kebutuhan cara perwakafan yang membuka kemungkinan
tim-bulnya hal-hal yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh tidak adanya data tanah
yang diwakafkan tidak nyata dan tidak lengkap.
Sedangkan hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Pemerintah nomer 28 tahun 1977, akan
diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri sesuai dengan masing-masing
bidangnya.Sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1977, maka diekluarkan
beberapa pera-turan pelaksanaan perwakafan antara lain :
1.
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomer 6 tahun 1977 tentang Tata pendaftaran
Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik, yang memuat antara lain :
a.
Pendaftaran dan pencatatan perwakafan tanah milik.
b.
Biaya pendaftaran dan pencatatan dalam serifikat buku tanah.
2.
Peraturan Menteri Agama nomer 1 tahun 1978 tentang Pelaksanaan Peraturan
Peme-rintah omer 28 tahun 1977, memuat :
a.
Ikrar wakaf dan akta
89
b.
Pejabat Pembuatan Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
c.
Nadzir, kewajiban dan haknya.
d.
Perubahan perwakafan tanah milik
e.
Pengawasan dan bimbingan
f.
Tata cara pendaftaran wakaf yangn terjadi sebelum PP 28 tahun 1977.
g.
Penyelesaian perselisihan wakaf.
h.
Biaya.
3.
Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tanggal 23 Januari
1978 nomer: 1 tahun 1978, tentang Pelaksanaan Pereturan Pemerintah nomer : 28 tahun
1977.
Instruksi ditujuakan kepada para Gubernur agar penyelesaian perwakafan
didasarkan atas PP 28tahun 1997, Permendagri 6 tahun 1977 dan Permenag 1 tahun 1978.
4.
Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam nomer Kep/D/75/78 tanggal 19
April 1978 tentang Formulir dan Pedoman Pelaksanaan Peraturan-peraturan tentang Perwakafan
Tanah Milik, yang berisi :
a.
Tata cara perwakafan tanah milik.
b.
Surat-surat yang harus diserahkan wakif kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf
(PPAIW).
c.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.
d.
Nadzir, kuwajiban dan haknya.
e.
Biaya administrasi dan pencatatan tanah wakaf.
f.
Tata cara pendaftaran tanah wakaf yang terjadi sebelum PP 28 tahun 1977.
90
g.
Penyelesaian perselihan perwakafan.
Komponen Perwakafan
Untuk mendukung pelaksanaan perwakafan di Indonesia, perlu diulas tentang komponenyang
terkait didalamnya antara lain :
1.
Wakif
Wakif adalah
subjek yang menyerahkan wakaf dalam pasal 1 ayat (2) Pereturan
Pemerintah nomer 28 tahun 1977, wakaif ditentukan sebagai berikut :
a.
Sebagai perorangan.
b.
Kelompok perorangan.
c.
Badan Hukum.
d.
Persyaratan hukum bagi wakif peorangan yang dapat mewakafkan tanah miliknya
adalah :
1)
Telah dewasa.
2)
Sehat akalnya.
3)
Atas kehendak sendiri.
4)
Tidak terhalang oleh hukum
2.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Menurut ketentuan peraturan Menteri Agama nomer 1 tahun 1978, pasal 5 semua Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf..
Apabila dala suatu kecamatan tidak terdapat Kantor Urusan Agama, maka Kepala
91
Wilayah Departemen Agama menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama yang ada. Tugas
dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf adalah :
a.
Meneliti kehendak wakif, memeriksa kelengkapan surat surat yang diperlukan,
dan masalah yang dihadapi calon wakif dalam melepas hak milik tanahnya.
b.
Mengesahkan Nadzir, yang didasari atas hasil penelitian terhadap persyaratan
yang dimiliki calon nadzir serta kemungkinan terjadinya perubahan susunan nadzir
c.
Meneliti saksi-saksi
d.
Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf serta menandatangani formulir ikrar wakaf.
e.
Membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap 3 (tiga) dan salinannya rangkap (empat).
f.
Menyimpan lembar pertama Akta Ikrar Wakaf, melampirkan lembar kedua pada
permohonan pendaftaran tanah wakaf kepada Bupati/Walikotamadya
cq Kantor
Agraria
setempat, dan lembar ketiga untuk Pengadilan Agama yang berada diwilayah tersebut.
g.
Menyampaikan salinan Akta Ikrar Wakaf pertama kepada wakif, lembar kedua
kepada nadzir, dan lembar ketiga kepada Kantor Departemen Agama. Lembar ke empat kepada
Kepala Desa yang mewilayahi tanah wakaf tersebut.
h.
Menyampaikan Akta Ikrar Wakaf dan salinannya selambat-lambatnya satu bulan
sejak dibuatnya Akta IkrarWakaf.
i.
Menyimpan Akta dan data dengan baik.
j.
Mengajukan permohonan atas nama nadzir kepada Bupati/Walikotamadya cq
Kepala Kantor Agraria setempat selambat-lambatnya 3 bulan sejak dikeluarkan-nya Akta Ikrar
Wakaf.
Untuk melaksanakan upaya hukum baik Islam atau negara di bentuk petugas pemerintah
yang diangkat berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Petugas yang dimaksud
92
dinamakan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yang diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri Agama Republik Indonesia. Tugas PPAIW berkewajiban menerima ikrar
dari wakif dan selanjutnya menyerahkannya kepada nadzir.Disamping itu juga bertugas
melakukan pengawasan untuk kelestarian perwakafan.
3.
Nadzir
Untuk menjamin agar tanah hak milik yang diwakafkan dapat berfungsi sesuai dengan
ujuan wakaf, maka diperlukan pengelola tanah tersebut. Pengelola bertugas mengurus dan
merawat tanah wakaf. Pengelola tersebut dinamakan Nadzir yang dituntut persyaratan
sebagai berikut :
a.
Apabila berbentuk perorangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
1)
Warga negara Indonesia..
2)
Agama Islam.
3)
Status Dewasa.
4)
Sehat jasmani dan rohani.
5)
Tidak berada dibawah pengampunan.
6)
Tinggal pada satu kecamatan dengan letak benda yang diwakafkan.
b.
Apabila berbentuk Badan Hukum harus memenuhi persyaratan sebgai berikut :
1)
Badan Hukum Indonesia yang berkedudukan di Indonesia.
2)
Mempunyai perwakilan yang terletak dalam satu kecamatan
dengan benda yang
diwakafkan.
93
c.
Nadzir harus didaftar di Kantor Urusan Agama Kecamatan tempat benda yang
diwakafkan setelah mendapatkan saran dari Camat dan majelis Ulama setempat untuk mendapat
pengesahan
d.
Sebelum melaksanakan tugas Nadzir harus mengucapkan sumpah dihadapan Ke-
pala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi.
e.
Untuk satu unit perwakafan dikelola oleh sekurang-kurangnya oleh 3
sampai 10 Nadzir yang diangkat oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran
Maje-lisUlama dan Camat setempat.
Disamping kuwajiban nadzir juga mempunyai hak-hak antara lain :
1)
Menerima hasil harta wakaf tidak boleh lebih dari 10% hasil bersih.
2)
Dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditetapkan
oleh Kepala Kandepag
f.
Ikrar Wakif
Yang dimaksud dengan ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk
mewakafkan tanah miliknya. Dalam melaksanakan wakaf lazimnya dilakukan
melalui proses sebagai berikut :
1)..
Calon Wakif (pihak yang hendak memwakafkan tanah miliknya
harus datang menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
untuk melaksanakan ikrar wakaf.Disamping itu calon wakif membawa
serta dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat .
(a).
Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah
lainnya
94
(b)
Surat Keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Camat se-
tempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah tanah serta tidak tersangkut dalam suatu
sengketa.
(c)
Surat keterangan pendaftaran tanah.
(d)
Ijin dari Bupati / Walikotamadya Kepala Daerah cq Kepala Kan-
tor Agraria setempat.
2)
Untuk
mewakafkan
tanah
miliknya
calon
wakif
harus
mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada Nadzir yang telah
disyahkan di hadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf dan di -hadiri
saksi-saksi serta me-nuangkannya dalam bentuk tulisan menurut bentuk
W1. Bagi mereka yang tidak mampu menyatakan kehendaknya secara
lisan dapat di-nyatakan dengan isyarat.
3)
Calon Wakif yang tidak dapat datang dihadapan PPAIW membuat
ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kandepag yang mewilayahi
tanah wakaf dan dibacakan kepada Nadzir dihadapan PPAIW yang
mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi-saksi.
4)
Tanah yang akan diwakafkan baik seluruhnya ataupun seharus
merupakan tanah hak milik atau tanah milik, dan harus bebas dari beban
ikatan, ja-minan, sitaan atau sengketa.
5)
Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah
dewasa, sehat akalnya dan oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan
perbuatan hukum.
Pelaksanaan wakaf
Dalam negara-negara Islam pelaksanaan wakaf diselenggarakan oleh instansi resmi yang
merupakan lembaga negara, karena peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara
95
tersebut berdasarkan atas hukum Islam.Di Indonesia penduduknya menganut beberapa agama,
sehingga wakaf tidak dikenal oleh masyarakat yang beragama Islam saja. Oleh sebab itu harta
yang menjadi objek per wakafan pada umumnya berupa benda yang tidak bergerak (tanah,
bangunan) yang dimanfaatkan sebagai tanah untuk masjid, madrasah, kuburan dll. Pelaksanaan
wakaf tanah milik yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia dilakukan melalui prosedur
antara lain :
1.
Pihak yang akan mewakafkan tanah miliknya melaksanaikrar wakaf dihadapan
PPAIW. Ikrar diucapkan kepada Nadzir yang telah disahkan secara lisan, jelas dan tegas
dengan dihadiri saksi-saksi. Ikrar tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk W1. Bagi
mereka yang tidak mampu melakukan secara lisan, dapat dinyatakan dengan isyarat
2.
Calon Wakif yang tidak dapat datang dihadapan PPAIW membuat pernyataan
tertulis dengan persetujuan Kandepag yang mewilayahi tanah wakaf tersebut dan
dibacakan kepada Nadzir dihadapan PPAIW dan diketahui saksi-saksi.
Tata cara Mewakafkan Tanah
Seperti telah diuraikan diatas tatacara mewakafkan tanah milik adalah sebagai berikut :
1.
Calon Wakif (pihak yang hendak memwakafkan tanah miliknya harus datang
menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar
wakaf.
2.
Pejabat Pembuat Akte Ikrar Wakaf diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama R.I.
3.
Untuk mewakafkan tanah miliknya calon wakif harus mengikrarkan secara lisan,
jelas dan tegas kepada Nadzir yang telah disyahkan di hadapan PPAIW yang mewilayahi
tanah weakaf dan dihadiri saksi-saksi serta menuangkannya dalam bentuk tulisan menurut
bentuk W 1. Bagi mereka yang tidak mampu menyatakan kehendaknya secara lisan
dapat dinyatakan dengan isyarat.
Pelaksanaan ikrar dianggap syah jika dihadiri dan di-
saksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi..
96
Isi bentuk Ikrar Wakaf, biaya yang
berekenaan dengan pembuatan akta ikrar wakaf dan untuk para saksi ditetapkan oleh
Menteri Agama.
4.
Calon Wakif yang tidak dapat datang dihadapan PPAIW membuat ikrar wakaf
secara tertulis dengan persetujuan Kandepag yang mewilayahi tanah wakaf dan dibacakan
kepada Nadzir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksisaksi.Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, sehat akalnya
dan oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum.
5.
Dalam melaksanakan ikrar pihak wakif harus menyerahkan kepada Pejabat
tersebut surat-surat :
a.
Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan lainnya.
b.
Surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Camat setempat
yang mene-rangkan kebenaran pemilikan tanah tanah serta tidak tersangkut dalam
suatu sengketa.
c.
Surat keterangan pendaftaran tanah
d.
Ijin dari Bupati / Walikotamadya Kepala Daerah cq Kepala Kantor
Agraria setempat.
Untuk melaksanakan upaya hukum baik Islam atau negara dibentuk petugas pemerintah yang
diang-kat berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Petugas yang dimaksud dinamakan
Pejabat Pem buat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Agama Republik Indonesia. Tugas PPAIW berkuwajiban menerima ikrar dari wakif dan selanjutnya menyerahkannya kepada nadzir. Disamping itu juga bertugas melakukan pengawasan
untuk kelestarian perwakafan.
Pendaftaran Tanah Wakaf
97
Pendaftaran tanah wakaf dilakukan setelah pelaksanaan ikrar selesai. Selanjutnya Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf mengatas namakan nadzir mengajukan permohonan kepada Bupati
/ Walikotamadya cq kepala Agraria setempat untuk mendaftarkan perwakafan tanah milik
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1961. Dalam Peraturan Pemerintah
nomer : 10 tahun 1961 ditetapakan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan
hak atas tanah memberi suatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang
dengan hak atas tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat
dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria. Dari ketentuan tersebut mewajibkan
kepada setiap orang yang melakukan perbuatan hukum atas tanah melaksanakannya didepan
PPAT (Pejabat Pembuat Akte Tanah).
Setelah dilakukan transakasi dilanjutkan dengan pendaftaran dari hak yang bersangkutan. Bupati
/ Walikotamadya cq Kepala Agraria setempat setelah menerima permohonan men-catat
perwakafan tanah milik tersebut pada buku tanah dan serifikat. Jika tanah yang diwa-kafkan
belum mempunyai sertifikat maka pencatatan dilakukan setelah tanah itu dibuatkan sertifikat.
Setelah dilakukan pencatatan perwakafan tanah milik dan serifikatnya, nadzir yang bersangkutan wajib lapor kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama.
Untuk tanah hak milik
yang diwakafkan dan belum terdaftar sertifikatnya, pendaftaran kepada Kepala Kantor Agraria
setempat perlu diselesaikan :
1.
Surat permohonan konversi / penegasan haknya
2.
Surat-surat bukti pemilikan tenah serta surat keterangan lain yang diperlukan untuk
permohonan konversi.
3.
Akta ikrar wakaf yang dibuat PPAIW setempat.
4.
Surat pengesyahan dari Kantor Urursan Agama Kecamatan setempat mengenai nadzir
yang bersangkutan
Dukungan Administrasi
98
Sebelum melakukan ikrar wakaf, wakif harus menyelesaikan urusan administrasi tanah milik
yang akan diwakafkan, meliputi :
1.
Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah (kitir tanah, petok, girik dsb).
2.
Surat keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh Camat setempat tentang
kebenaran pemilikan tanah dan tidak dalam sengketa.
3.
Surat keterangan pendaftaran tanah .
4.
Ijin dari Bupati / Walikotamadya , Kepala Daerah cq Kepala Sub Direktorat
Agraria setempat.
Untuk tanah milik yang belum bersertifikat harus dilampiri sebagai berikut :
1.
Surat permohonan penegasan hak atas tanah.
2.
Surat-surat bukti pemilikan tanah serta surat keterangan lain yang diperlukan untuk
penegasan hak milik
3.
Akta Ikrar Wakaf (aseli lembar kedua)
4.
Surat pengesahan Nadzir.
Dasar pelaksanaan wakaf di Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor : 28 tahun
1977, tanggal 27 Mei 1977.
Biaya Wakaf
Segala biaya perwakafan tanah yang menyangkut administrasi perwakafan tanah hak milik
untuk Instansi-instansi Departemen Agama dibebaskan kecuali bea meterai. Sedangkan untuk
penyelesaian pendaftaran dan pencatatan perwakafan di Kantor Agraria tidak dikenakan biaya,
kecuali biaya pengukuran tanah dan meterai disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
99
Ketegasan tentang penetapan biaya tanah hak milik yang diwakafkan tersebut tertuang pada
Peraturan Menteri Agama nomor 1 tahun 1978 jo angka V Lampiran II Peraturan Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam nomer Kep/D/75/78.
Perubahan Status Tanah Wakaf
Pada waktu yang lampau menjelang berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia dan awal
Kemerdekaan status tanah yang diwakafkan dapat dilakukan begitu saja oleh nadzirnya tanpa
alasan yang meyakinkan. Kejadian tersebut sudah barang tentu akan menimbulkan reaksi dari
masyarakat terutama bagi mereka yang berkepentingan langsung dengan perwa-kafan tanah
tersebut.
Pada dasarnya perubahan status tanah wakaf tidak diperbolehkan, kecuali tanah tersebut sudah
tidak dapat lagi dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf. Untuk tanah wakaf yang kondisinya
demi-kian dapat diadakan perubahan baik peruntukannya atau statusnya. Dari ke-tentuan itu
banyak kemungkinan
untuk
diadakan
penyimpangan
oleh
sebagian oknum yang tidak
bertanggung jawab.
Perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan
yang dirubah penggunaannya harus
dilaporkan oleh nadzir kepada Bupati / Walikotamadya cq Kepala Agraria setempat untuk
mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.
Dalam Peraturan Menteri Agama nomer : 1 tahun 1978 ditentukan bahwa kemungkinan
peru-bahan yang dimaksud , nadzir berkuwajiban mengajukan permohonan kepada Kepala
Kantor Wilayah Departemen Agama cq Kepala KUA dan Kandepag dengan menguraikan
alasannya yang tepat se-cara terperinci. Selanjutnya Kepala KUA dan Kandepag meneruskan
permohonan kepada Kakanwil Depag untuk menadapatkan persetujuan atau penolakan secara
tertulis .
Kakanwil
Depag berkuwajiban meneruskannya kepada
Menteri Agama cq Direktorat
Bimbingan masyarakat Islam yang disertai beberapa pertimbangan. Direktorat ini diberi wewenang untuk memberi persetujuan dan menolak secara tertulis atas permohonan perubahan
status.
100
Perubahan status tanah wakaf dapat diijinkan jika diberikan pengganti yang senilai atau seimbang dengan kegunaannya sesuai dengan ikrar wakaf.
Peselisihan
Jika timbul atau terjadi perselisihan yang menyangkut perwakafan tanah, maka Pengadilan
Agama mempunyai wewenang untuk menyelasaikannya. Ketentuan tersebut ter-cantum pada
pasal 12 Peraturan Pemerintah nomer 28 tahun 1977. Penyelesaian yang tercantum pada pasal itu
termasuk yurisdiksi yang menyangkut syah tidaknya perbuatan mewakafkan tanah tersebut dan
masalah lain yang menyangkut masalah wakaf berdasarkan syari'at Islam. Sedangkan masalah
lain yang menyangkut Hukum Perdata dan Hukum Pidana diselesaikan melalui hukum acara
dalam Pengadilan.
Wewenang Pengadilan Agama tercantum pada pasal 17 Peraturan Menteri Agama nomer 1 tahun
1978, berbunyi :
1.
Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf berkuwajiban memeriksa dan
me-nyelesaikan perkara tentang perwakafan tanah menurut syareat Islam yang antara lain
mengenai :
a.
Wakif, Nadzir, Ikrar dan Saksi.
b.
Bayinah (alat bukti administrasi tanah wakaf)
c.
Pengelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf.
2.
Pengadilan Agama dalam melaksanakan ketentuan ayat (1) pasal ini berpedoman
pada tata cara penyelesaian perkara pada Pengadilan Agama.
Sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomer 28 tahun 1977peneyelesaian sengketa
tanah wakaf dikakukan oleh pengadilan umum dan bukan tugas dan wewenang Pengadilan
Agama.
Pengawasan
101
Pengawasan tanah wakaf pada umumnya berlangsung di daerah tingkat kecamatan. Untuk
memudahkan pengawasan diperlukan dukungan tertib administrasi mulai tingkat kecamatan,
kabupaten, propinsi serta pusat. Cara pengawasannya dilakukan melalui jalur timbal balik yang
tatacaranya ditetapkan oleh Departemen Agama.
Sebagai tindak lanjutnya ditentukan pengawasan dan bimbingan perwakafan tanah di-lakukan
oleh unit-unit
organisasi Departemen Agama secara hirarkis yang diatur dalam keputusan
Menteri Agama.
Pengawasan terhadap tanggung jawab dan tugas nadzir dilakukan oleh Kepala KUA Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama Yang mewilayahi secara bersamasama.
Sanksi Pelanggaran Perwakafan
Setiap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang suatu persoalan negara maka
sanksi dicantumkan pada
suatu
ketentuan
khusus.
Sanksi
biasanya
berbentuk pidana
dimaksudkan untuk menguatkan dan memberi jaminan agar peraturan yang dimaksud dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Perbuatan yang melanggar ketentuan seperti adanya penyimpangan terhadap pengikraran kepada
nadzir dihadapan PPAIW, penyimpangan syarat nadzir baik perorangan ataupun badan hukum,
ser ta pelanggaran dalam tatacara mewakafkan dan pendaftarannya atau penyimpangan dalam
perubahan pengawasan tanah perwakafan diancam dengan hukuman pidana.
Ketentuan sanksi hukuman ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomer 28 tahun 1977
pasal 14. Sedangkan hukuman bagi pelanggaranya adalah hukuman kurungan selama-lamanya 3
(tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
Apabila perbuatan pelanggaran dilakukan oleh atas nama badan hukum maka tuntutan pidana
serta tertib hukum dijatuhkan, baik terhadap badan hukum maupun terhadap mereka yang
102
memberi perintah melakukan perbuatan tersebut, atau bertindak sebagai pimpinan, penanggung
jawab dalam perbuatan atau kelalaian yang dilakukan.
Sanksi pelanggaran tersebut dituangkan pada pasal 15 Peraturan Pemerintah nomer 28 tahun
1977. Kedua pasal diatas ditentukan sebgai suatu tindakan pidana atas perbuatan orang yang
mewakafkan tanah. Dengan adanya ketentuan tersebut maka pelaksanaan perwakafan tanah
ditentukan secara pasti sehingga penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan yang
ditetapkan dapat dituntut pidana. Untuk masalah perwakawafan berbebda dengan ketentuan
pidana lainnya, dimana untuk menentukan sanksi selalu dibedakan unsur kejahatan dan unsur
pelanggaran. Tindak pidana perwa-kafan tanah milik tidak ditentukan apakah termasuk kejahatan
atau pelanggaran.
103
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an.
Abdurrahman, 1979. Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan dan Tanah Wakaf di
Negara Kita. Bandung : Alumni.
Azhar Basyir, 1987. Hukum Islam Tentang Wakaf Ijarah dan Syirkah, Bandung : PT Alma'arif.
------------, 1991. Kompilasi Hukum Islam, Yogyakarta : Fakultas Hukum UII.
Boedi Karsono, 1975. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta : Djambatan.
Hasbi Ashshiddiqi dkk, 1971, Al-Qur'an dan Terjemahnya,Medinah,:Al Haramain Asy Syarifain.
Imam Suhadi, 1983. Hukum Wakaf di Indonesia. Yogyakarta : Dua Dimensi.
Instruksi Presiden No : 1 Tahun 1991 Penyebaran Kompilasi Hukum Islam.
Mahmud Syaltut, Disalin Fachruddin, 1984, Akidah dan Syari'ah Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Masyhur Amin, 1995, Dinamika Islam, Yogyakarta,:Lembaga Kajian dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia.
Mukti Ali, 1990, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Bandung : Mizan.
Pembinaan Badan Peradilan Agama,1981.Kompilasi Perundang Undangan Badan Peradilan
104
Agama Jakarta : Depag.
Peraturan Pemerintah nomor : 28 Tahun 1977, Perwakafan Tanah milik.
Quraish Shihab, 1992, Membumikan Al- Qur’an, Bandung : Mizan.
Rasjidi H.M, 1974, Empat Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta : Pt Bulan
Bintang.
Saroso , 1984. Tinjauan Yuridis Tentang Perwakafan Tanah Milik. Yogyakarta : Liberty.
Suhadi, 1985, Hukum Wakaf di Indonesia. Yogyakarta : Dua Demensi.
Sunaryati Hartono , 1978. Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan Hukum Tanah. Bandung :
Alumni.
105
Download