Masuk Islam Karena Nikah, Orang Islam Tidak Shalat dan

advertisement
Masuk Islam Karena Nikah, Orang Islam Tidak Shalat dan Jenazah Bunuh Diri
ORANG MASUK ISLAM YANG TIDAK PERNAH MENJALANKAN SYARIAT ISLAM
DAN ORANG ISLAM YANG TIDAK PERNAH SHALAT ATAU MATI BUNUH DIRI,
PERLU DISHALATKAN ATAU TIDAK JENAZAHNYA?
Pertanyaan Dari:
Moh. Slamet, TU SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta
(Disidangkan pada hari Jum’at, 16 Ramadan 1428 H / 28 September 2007 M dan 22 Syawwal
1428 H / 2 November 2007 M)
Pertanyaan:
Assalaamu ’alaikum Wr. Wb.
Melalui Suara Muhammadiyah, dengan ini saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan,
yaitu:
1. Di kampung kami sering terjadi orang non muslim ingin diislamkan. Akan tetapi masuk Islam
orang tersebut hanya untuk menikah saja. Setelah menjadi seorang muslim, ia tidak pernah
menjalankan syari'at Islam, bahkan kembali melaksanakan ibadah agama semula. Berdosakah
orang yang membimbing dan menjadi saksi?
2. Orang Islam yang meninggal dunia tetapi semasa hidupnya tidak pernah menjalankan shalat,
apakah tetangga kanan-kirinya wajib menshalatkannya atau tidak?
3. Orang Islam yang meninggal dunia karena bunuh diri wajib dimandikan dan dishalatkan atau
tidak?
Atas jawaban yang diberikan saya ucapkan jazakumullah khairan katsira.
Wassalaamu ’alaikum Wr. Wb.
Jawaban:
1. Peristiwa yang saudara ceritakan tidak hanya terjadi di kampung saudara, melainkan terjadi juga
di kampung-kanpung lain. Hidayah itu hanya dari Allah SWT, kita semua tidak dapat
memberikan hidayah kepada siapa pun. Nabi Muhammad pun tidak dapat memberikan hidayah,
sebagaimana diungkap dalam surat al-Baqarah (2): 272:
Artinya: “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah
yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.”
Di kampung kami pun sering tejadi peristiwa, seperti yang saudara saksikan di kampung
saudara, yaitu orang non muslim minta dituntun syahadat, yang tujuannya untuk menikah dengan
orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Di antara mereka ada yang kembali lagi
kepada agama semula, dan ada pula yang tetap menganut agama Islam, bahkan lebih kuat
daripada orang yang menganut agama Islam karena turunan.
Maka tentu saja orang yang menuntun syahadat dan para saksinya harus niat dengan
ikhlas, dan tidak boleh ragu-ragu, sebab yang memberikan hidayah hanya Allah SWT.
Seandainya nanti di belakang hari orang tersebut kembali lagi kepada agama semula, tak lain
karena Allah belum memberikan hidayah kepadanya.
Menurut pendapat kami, baik orang yang menuntun syahadat maupun para saksinya tidak
berdosa, yang berdosa hanya orang yang murtad (kembali kepada agama semula). Apabila
seseorang diminta untuk menuntun syahadat, tetapi tidak mau menuntunnya, maka ia berdosa.
2. Pertanyaan tentang apakah orang Islam yang tidak pernah mengerjakan shalat, wajib dishalati
jenazahnya?
Pertanyaan tersebut muncul karena seorang muslim harus memenuhi lima rukun Islam,
sebagaimana ditegaskan dalam suatu hadits yang menyatakan sebagai berikut:
‫ي‬
‫َا َن و يِ ِّ اْلَيي ي‬
‫الصالَةي وإييتَ ياء َّ ي ي ي‬
‫يي‬
‫ي‬
ٍ َْ‫بُيِن اْ يإل ْسالَ ُم َعلَى َخ‬
]22 :61/22 :‫ [رواه َمسلم عن ابن عمر‬.ِ
َْ
َ َ ‫الزَكاة َوصيَام َرََم‬
َ َّ ‫س َش َه َادة أَ ْن الَ إلَ َه إالَّ اهللُ َوإقَام‬
َ
Artinya: “Islam dibangun di atas lima (rukun): Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang pantas
disembah kecuali Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadan, dan haji ke
Baitul-Haram.” [HR. Muslim dari Ibnu 'Umar, hadits no. 22/16: 32].
Hadits tersebut menyatakan bahwa orang Islam (muslim) belum sempurna keislamannya
kalau belum memenuhi lima rukun tersebut. Sebagian ulama menyatakan bahwa seseorang
belum menjadi muslim sejati kalau belum memenuhi lima rukun tersebut.
Dengan kata lain, muslim itu ada beberapa tingkatan, dan yang paling rendah ialah
muslim yang baru mengucapkan syahadat. Sekalipun belum mengerjakan shalat, tetapi ia sudah
dapat digolongkan sebagai seorang muslim. Dalam suatu hadits dinyatakan sebagai berikut:
‫ي‬
‫ي‬
‫ي ب ين اْخلييا ير ع ين اْمليْق َد ياد ب ين اْأل ي‬
‫ال يا رس َ ي‬
‫ي ي‬
‫ي‬
َّ ‫َ إي ِْ َد يَ َد‬
َ َ ‫ِ َر ُجال ً يَم َن اْل ََُُّّا ير َي َقاَيلَيِن‬
ْ ‫َس َود أَنَّهُ أ‬
َ َ ْ ٍّ ‫َع ْن عََُييْد اهلل بْ ين َعد‬
ُ ْ‫ِ إي ْن لَقي‬
َ ْ‫ول اهلل أ ََرأَي‬
ْ
ْ
َ ‫ََر‬
ُ َ َ َ َ‫َخََيَرهُ أَنَّهُ ق‬
‫ال رس ُ ي‬
‫ال أَسلَمِ أََأَقْيتُيلُه يا رس َ ي‬
‫ي‬
‫السْي ي‬
‫ول‬
َ ‫ِ يَا َر ُس‬
َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْي يه َو َسلَّ َم الَ َي ْقتُيلْهُ ق‬
َّ ‫بي‬
ُ ْ‫ال َي ُقل‬
ُ ْ ْ َ ‫ف َي َقطَ َع َها ُُثَّ الَذَ َمِن بي َش َجَرةٍ َي َق‬
َ ‫ول اهلل‬
ُ َ َ َ‫ول اهلل بَي ْع َد أَ ْن قَا ََلَا ق‬
َُ َ ُ
‫اهللي إينَّه قَ ْد قَطَع ي َدي ُُثَّ قَ َ ي‬
‫َّك يَمَزْ يزلَتيهي‬
‫ال رس ُ ي‬
َ ‫ك قَيَْ َ أَ ْن َي ْقتُيلَهُ َوإين‬
َ ‫صلَّى اهللُ َعلَيْ يه َو َسلَّ َم الَ َي ْقتُيلْهُ َين ْن قَيتَي ْلتَهُ َيننَّهُ يَمَزْ يزلَتي‬
َ ‫ال ذَل‬
ُ
َ ‫ول اهلل‬
ُ َ َ َ‫ك بَي ْع َد أَ ْن قَطَ َع َها أََأَقيُلْتُهُ ق‬
ََ
‫ي‬
]16 :51/611 :‫ [رواه َمسلم‬.‫ال‬
َ َ‫ول َكل َمتَهُ الَّيِت ق‬
َ ‫قَيَْ َ أَ ْن يَي ُق‬
Artinya: “Diriwayatkan dari 'Ubaidillah ibn 'Adiy bin al-Khiyar, dari al-Miqdad bin al-Aswad,
bahwa dia menyampaikan berita kepada 'Ubaidillah, bahwa dia pernah bertanya kepada
Rasulullah: Hai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika saya bertemu dengan seorang laki-laki
dari golongan orang kafir, lalu dia menyerang saya, dia menyabet salah satu dari dua tanganku
dengan pedang hingga memutuskannya, lalu dia berlindung dengan sebuah pohon dari
seranganku, kemudian dia berkata: Saya telah masuk Islam. Bolehkah saya membunuhnya
sesudah dia menyatakan masuk Islam Hai Rasulullah? Rasulullah saw bersabda: Janganlah kau
membunuhnya. Dia berkata: Lalu saya berkata: Hai Rasulullah, ia telah memotong tangan saya.
Lalu ia berkata lagi: Ia menyatakan masuk Islam sesudah memotong tangan saya, bolehkah ia
saya bunuh? Rasulullah bersabda: Janganlah kau membunuhnya. Jika engkau membunuhnya,
maka sesungguhnya ia sederajat dengan engkau sebelum engkau membunuhnya dan
sesungguhnya engkau (sesudah membunuhnya) sederajat dengan dia sebelum mengucapkan
kalimat yang dia ucapkan.” [HR. Muslim, no. 155/95: 61].
Hadits tersebut membeirkan pengertian bahwa orang yang telah menyatakan masuk
Islam, kedudukannya sama dengan orang Islam (muslim), dan mempunyai hak yang sama
dengan muslim lainnya termasuk dishalati jenazahnya. Maka teman atau tetangga kanan-kirinya
juga wajib menshalati jenazahnya.
3. Pertanyaan tentang orang Islam yang meninggal karena bunuh diri, apakah wajib dimandikan dan
dishalatkan.
Menurut sebagian ulama tidak wajib dishalatkan, dengan alasan-alasan sebagai berikut:
‫ي ي‬
‫ي‬
‫ي‬
.‫ص َعلَْي يه‬
َ َ‫َع ْن َجابي ير بْ ين ََسَُرَة ق‬
ُّ ‫ال أيُِتَ الزي‬
َ ُ‫ص َيلَ ْم ي‬
َ ‫َِّب‬
َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم بَر ُج ٍ قَيتَ َ نَي َّْ َسهُ َمَ َشاق‬
]020 :519/601 :‫[رواه َمسلم‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah, ia berkata: Didatangkan kepada Nabi saw
seorang laki-laki yang mati karena bunuh diri dengan sebilah pisau besar, tetapi beliau tidak
mau menshalatinya.” [HR. Muslim, no. 107/978: 430].
Ulama lainnya berpendapat sebagai berikut:
Al-Auzai dan sebagian besar ahli fikih berpendapat, wajib dishalati, tentu saja wajib
dimandikan dan dikafani. Mereka juga mengatakan bahwa para sahabat menshalatinya. Peristiwa
seperti ini sama dengan peristiwa orang meninggal yang mempunyai hutang. Rasulullah saw
tidak menshalatinya, tetapi beliau menyuruh para sahabat untuk menshalatinya.
Nabi Muhammad saw pernah bersabda:
‫ني وَمْزيع ٍيٍ قَ َ ي‬
‫ول اهللي ه لَ َ ي‬
‫عن جابي ٍر أ ََّن الطََُّّي بن عم ٍرو الد ي‬
‫ي‬
‫ص َين َكيا َن ليي َد ْو ٍ يِف‬
َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي يه َو َسلَّ َم َي َق‬
َّ ‫َّوس َّي أََى الزي‬
ْ ِ ‫يال‬
ْ ِ ‫ك يِف‬
َ َ َ ٍ ‫ص ٍن َِص‬
َ ‫َِّب‬
ْ
َْ َْ َ ْ
َ َْ
ْ َ َ ‫ال يَا َر ُس‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ْ يي‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ياجَر إيلَْييه الطََُّّْيي ُ بْ ُين َع ْمي ٍرو‬
َ ‫اْلَاهليٍَّ َأ َََب َذل‬
ُّ ‫ياجَر الزَّي‬
ُّ ‫ك الزي‬
َ ‫يِب‬
َ ْ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم للَّذي َذ َخَر اهللُ ل ْْلَن‬
َ ‫َِّب‬
َ ‫صيلَّى اهللُ َعلَْييه َو َسيلَّ َم إي ََل الْ َمديزَيٍ َه‬
َ ‫صا ير َيلَ َّما َه‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ي ي‬
‫ي يي‬
‫ياَ َي َيرُهُ الطََُّّْيي ُ بْ ُين َع ْمي ٍرو يِف ََمزَ ياَم ييه‬
ْ ََ‫ص لَهُ َي َقطَ َع ِبَا بَيَراِجَهُ َ َش َخ‬
َ ‫ِ يَ َداهُ َِ َِّت ََم‬
َ ‫ض َ َج يز‬
َ ‫ع َأ‬
َ ‫اجتَي َوْوا الْ َمديزٍََ َ َم ير‬
ْ َ ‫اجَر ََم َعهُ َر ُج َ َم ْن قَي ْوَمه‬
َ ‫َخ َذ ََم َشاق‬
َ ‫َوَه‬
‫ي‬
‫ي‬
‫يي‬
‫ي‬
‫يال‬
َ َ‫ك ق‬
َ ‫صيلَّى اهللُ َعلَْييه َو َسيلَّ َم َي َق‬
َ ‫ك َي َق‬
َ ‫َيَرُهُ َوَهْيئَتُهُ َِ َسزٍََ َوَرُهُ َُمغَطي ًا يَ َديْه َي َق‬
َ ْ‫يال ََميا يِل أ ََر َاَ َُمغَطي ًيا يَ َيدي‬
َ ُّ‫ك َرب‬
َ ‫صزَ َع بي‬
َ ‫ال َغ َََّر يِل ِب ْج َيريِت إي ََل نََيييه‬
َ ‫ال لَهُ ََما‬
‫قيي يِل لَين نُ ي‬
‫يال رس ُ ي‬
‫ي‬
‫ي ي‬
.‫صيلَّى اهللُ َعلَْي ييه َو َسيلَّ َم اللَّ ُه َّيم َولييَ َديْ ييه َيا ْغ يَّ ْر‬
َّ ‫َ َي َق‬
َ ْ‫صيل ََ يَمز‬
َ ‫يك ََميا أََْ َسي ْد‬
ْ ْ َ
َ ‫يول اهلل‬
َ ‫ص َيها الطََُّّْيي ُ َعلَيى َر ُسيول اهلل‬
ُ َ َ ‫صيلَّى اهللُ َعلَْييه َو َسيلَّ َم َي َق‬
]‫[رواه َمسلم‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir ra., ia berkata: Thufail bin Amar ad-Dausi dating kepada
Nabi saw seraya berkata: Berkenankah anda tinggal di benteng kami yang kuat lagi tangguh,
yaitu benteng suku Dausi masa jahiliyah? Rasulullah saw tidak berkenan memenuhi permintaan
itu, karena beliau yakin terhadap ketangguhan yang telah ditanamkan Allah di hati kaum
Anshar. Ketika Rasulullah saw hijrah ke Madinah, Thufail bin Amar ikut pula hijrah. Dia
membawa serta seorang laki-laki warganya. Tetapi hawa Madinah tidak cocok bagi mereka,
sehingga teman Thufail sakit dan tak sabar menahan derita itu. Karena itu, diambilnya
senjatanya lalu dipotongnya tangannya sehingga darah mengucur dengan derasnya dan
menyebabkan kematiannya. Pada suatu malam Thufail bin Amar bermimpi melihat temannya itu
segar bugar, dengan tangan terbungkus. Thufail bertanya kepadanya: Apakah yang diperbuat
Tuhan terhadapmu? Jawabnya: Allah mengampuni dosa-dosaku, karena aku telah ikut hijrah
Nabi saw. Tanya Thufail: Kulihat tanganmu dibungkus, kenapa? Jawabnya: Dikatakan (Tuhan)
kepadaku: Kami tidak akan memperbaiki apa yang telah kamu rusakkan sendiri. Mimpi Thufail
itu diceritakannya kepada Nabi saw, lalu beliau berdoa: Ampunilah dia ya Allah karena dia
telah memotong tangannya.” [HR. Muslim]
Dalam syarahnya, an-Nawawi berkata: hadits ini menjadi dalil bagi ahlu sunnah bahwa
orang yang bunuh diri atau mengerjakan sesuatu maksiat, kemudian dia mati sebelum tobat lebih
dahulu, orang-orang itu tidak dihukumi kafir, hanya disiksa karena dosanya.
Berdasarkan beberapa keterangan tersebut, kami berpendapat bahwa orang Islam yang
meninggal dunia karena bunuh diri masih tetap memeluk agama Islam, artinya ia tetap sebagai
seorang muslim. Maka jenazahnya wajib diperlakukan sebagaimana orang muslim kebanyakan.
Wallaahu a’lam bish-shawab. *sd)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]
Download