Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume 11 No.4 Januari 2016 UJI AKTIFITAS ANTI BAKTERI FRAKSI AKTIF DAUN BETADINE (Jatropha muitifida Linn) TERHADAP BAKTERI Stapylococcus aureus ATCC 25923 SECARA INVITRO Yunita Liana 1), Putinah 2) Program Studi Ners , Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada email : [email protected] 2) Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada email : [email protected] 1) ABSTRAK Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pion. Penyebab utama adalah bakteri Staphylococcus aureus. Tumbuhan yang memiliki potensi untuk diteliti adalah tanaman betadine (Jatropha Muitifida Linn). Daun ini mampu membantu mengurangi masalah kulit berminyak dan menghentikan luka berdarah. Penelitian ini untuk menemukan fraksi aktif dari ekstrak daun betadine (Jatropha Muitifida Linn) dan mengetahui kemampuan anti bakteri tersebut terhadap bakteri Staphylococus aureus ATCC 25923. Penelitian eksperimental laboratories secara in vitro yang bersifat eksploratif analitik. Data penelitian dianalisis dengan program SPSS versi 16 menggunakan Uji T, Uji Anova dan dilanjutkan dengan uji T GamesHowell dan Uji Person Corelation. Hasil penelitian ini menunjukkan fraksi etil asetat dari ekstrak daun betadine mempunyai aktivitas terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923. KHM dari fraksi etil asetat daun betadine dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 adalah 1,25 mg/ml. Golongan senyawa antibakteri yang terdapat dalam fraksi etil asetat daun betadine adalah flavonoid dan tanin. 1,25 mg fraksi etil asetat setara dengan 1,862 µg Clindamycin. Clindamycin memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan dengan fraksi etil asetat dalam menghambat pertumbuhan Staphylococus aureus ATCC 25923. Kata kunci : Daun betadine, Jatropha Muitifida Linn, antibakteri ABSTRACT Pyoderma is a skin disease caused by bacteria forming a pawn. The main cause is the bacteria Staphylococcus aureus. Plants that have the potential to be investigated as the coral plant (Jatropha Muitifida Linn). This leaves can help reduce oily skin problems and wounds to stop hemorrhage. Aim was to find out the active fraction from exctract the leaves of coral plant (Jatropha Muitifida Linn) and determine the antibacterial ability of the bacterium Staphylococcus aureus ATCC 25923. An experimental research laboratories in vitro analytical explorative. Data were analyzed with SPSS version 16 by using T test, ANOVA and T test followed by Games-howell and Corellation Person Test. The result of research show ethyl acetate fraction from coral plant extract had activity to the Staphylococcus aureus ATCC 25923, Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of ethyl acetate fraction of the coral plant (Jatropha Muitifida Linn) inhibiting the growth of Staphylococcus aureus ATCC 25923 was 2,5 mg / ml. The family of antibacterial compounds presented in coral plant ethyl acetate fractions were flavonoids and phenols, 2,5 mg/ml ethyl acetate fraction equivalent to 1,862 µg Clindamycin. Clindamycin have potency more than ethyl acetate fraction inhibiting Staphylococcus aureus ATCC 25923. Keywords : Coral plant, Jatropha muitifida Linn, antibacterial Uji aktifitas antibakteri fraksi aktif daun betadine (Jatropha muitifida linn) terhadap bakteri staphylococcus auruesATCC 25923 secara Invitro_yunita liana dan putinah 1 Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume 11 No.4 Januari 2016 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka kejadian penyakit infeksi semakin meningkat dalam beberapa tahun terkahir, termasuk angka kejadian infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus adalah bakteri patogen pada manusia yang merupakan salah satu penyebab utama infeksi yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi superfisial berupa pustula, karbunkel, abses, impetigo dan konjungtivitis (Lestari dkk, 2009). Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pion. Salah satu penyebab pioderma adalah bakteri Staphylococcus aureus. Pengobatan yang dilakukan pada pioderma karena bakteri Staphylococcus aureus adalah dengan menggunakan antibiotic secara topikal, oral atau parenteral. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik (Caiserta dkk, 2011). Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotic (Permenkes No.2406, 2009), maka perlu dicari alternatif pengobatan untuk berbagai penyakit infeksi ini, salah satunya adalah dengan pencarian senyawa aktif antibakteri yang terdapat pada tumbuhan. Tanaman betadine (Jatropha multifida Linn) oleh banyak masyarakat Sumatera Selatan digunakan sebagai tanaman hias, sebagian masyarakat ada yang menggunakan sebagai tanaman untuk obat luka. Itulah sebabnya maka dikenal dengan tamanan betadine. Tumbuhan ini diduga memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai bahan antibakteri. Salah satu kandugan senyawa yang terdapat pada tanaman obat adalah senyawa flavonoid. Flavonoid bersifat antibakteri, terbukti efektif menghambat pertumbuhan bakteri Stapylococcus aureus strain A dan B, Stapylococcus albus, Pseudomonas sp, Proteus sp, Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Flavonoid menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sitoplasma bakteri (Tortora, 2010). Penelitian ini bertujan untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari fraksi aktif, menentukan golongan senyawa yang terdapat pada daun betadine dan uji kesetaraan dengan antibiotik Clindamycin pada fraksi daun betadine (Jatropha multifida Linn) 1.2. Tujuan Penelitian 1.2.1. Tujuan Umum Untuk menemukan fraksi aktif dari daun betadine (Jatropha multifida Linn) dan mengetahui kemampuan antibakteri fraksi tersebut terhadap bakteri Staphylococus aureus ATCC 25923. 1.2.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui fraksi yang aktif dari ekstrak daun betadine terhadap Staphylococcus aureus. 2. Mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari fraksi aktif daun betadine terhadap Staphylococcus aureus. 3. Mengetahui golongan senyawa antibakteri yang terdapat pada daun betadine. 4. Mengetahui kesetaraan fraksi aktif daun betadine dibandingkan dengan antibiotik Clindamycin. 1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman atau informasi kepada masyarakat umum mengenai manfaat daun betadine yang dapat digunakan sebagai antibakteri, sehingga daun betadine (Jatropha muitifida Linn) merupakan salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan alternatif pengobatan pioderma. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratories secara in vitro yang bersifat eksploratif analitik untuk menguji aktivitas antibakteri fraksi daun betadine terhadap bakteri Staphylococus aureus ATTC 25923. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Universitas Sriwijaya. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer, autoklaf, timbangan analitik, lampu bunsen, blender, oven, labu erlenmeyer, beker glass, botol flacon, incubator, cawan petri, erlenmeyer, jarum ose, tabung reaksi, mikropipet, pipet test, penangas Uji aktifitas antibakteri fraksi aktif daun betadine (Jatropha muitifida linn) terhadap bakteri staphylococcus auruesATCC 25923 secara Invitro_yunita liana dan putinah 1 Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume 11 No.4 Januari 2016 air, alat tulis, mistar. Bahan yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923, simplisia daun betadine Clindamycin, alkohol 70 %, nutrien agar, aquadest, kertas cakram, kertas label, kertas cakram, pelarut nheksan, etilasetat, metanol, DMSO (Dimetil Sulfoksida). Penentuan konsentrasi hambat minimum fraksi aktif dibuat dengan konsentrasi: 40 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2.5 mg/ml, 1.25 mg/ml, sedangkan Untuk menentukkan diameter hambatan Clindamycin dibuat larutan dengan konsentrasi 1 mg/l, 0.5 mg/ml, 0.1 mg/ml, 0.05 mg/ml, 0.01 mg/ml, 0.001 mg/ml. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum dilakukan dengan 4 pengulangan. Data-data yang didapat dari hasil penelitian dianalisis dengan Uji one way ANOVA, dilakukan uji lanjut untuk mengetahui perbandingan rata-rata diameter hambat antar konsentrasi. Uji regresi linier untuk melihat kekuatan hubungan antar konsentrasi. tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat dihindari. Proses yang terjadi selama ekstraksi adalah pemisahan senyawa-senyawa dalam simplisia keluar dari simplisia dan melarutnya kandungan senyawa kimia oleh pelarut keluar dari sel tanaman melalui proses difusi dengan 3 tahapan yaitu : penentrasi pelarut ke dalam sel tanaman sehingga terjadi pengembangan (swelling) sel tanaman, tahap kedua adalah proses disolusi yaitu melarutnya kandungan senyawa didalam pelarut, Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Tahap ketiga adalah difusi dari senyawa tanaman, keluar dari sel tanaman (simplisia), larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (Amborowati, 2007). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Simplisia Daun betadine Berdasarkan hasil ekstraksi simplisia daun betadine didapatkan berat ekstrak daun betadine seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 2 Hasil Fraksinasi Ekstrak Daun Betadine (Jatropha muitifida Linn) Pelarut Berat Fraksi Persen (gram) Berat (%) Tabel 1. Hasil Ekstraksi Simplisia Daun Betadine (Jatropha muitifida Linn) Berat Simplisia (gram) Berat Ekstrak (gram) Persen Berat Ekstrak (%) 100 31,05 31,05 Dari Tabel 1 dapat dilihat simplisia atau serbuk halus daun betadine sebanyak 100 gram setelah dilakukan ekstraksi maka diperoleh berat ekstrak sebanyak 31,05 gram (31,05 %). Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cara dingin (maserasi) yaitu maserasi merupakan proses pengekstraksian sederhana dengan cara merendam simplisia daun betadine dengan pelarut metanol sebanyak 1000 ml selama 24 jam sehingga sampel menjadi lunak dan larut. Menurut Harborne (1987), metode maserasi digunakan untuk mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak B. Fraksinasi Ekstrak Daun betadine Berdasarkan hasil fraksinasi cair-cair ekstrak daun betadine didapatkan berat fraksi yang dapat dilihat pada tabel 2. N-heksan 6,5 25,49 Etil asetat 3 11,76 Metanol 16 62,74 Dari Tabel 2 dapat dilihat hasil fraksinasi ekstrak daun betadine dengan pelarut N-heksan memiliki berat yang lebih besar yaitu 6,5 gram (25,49 %) dibandingkan dengan berat etil asetat 3 gram (11,76%) yaitu dan metanol sebesar 16 gram (62,74%). Berat fraksi yang didapatkan berbeda-beda tergantung dari pelarut yang digunakan, namun besar kecilnya kemampuan antibakteri suatu fraksi tidak dipengaruhi oleh berat fraksi.Metode fraksinasi ini melibatkan distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua pelarut yang tidak bercampur. Solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Pelarut yang digunakan pada fraksinasi adalah pelarut N-heksan, etil asetat dan metanol. Pelarut-pelarut ini mempunyai kemampuan untuk menarik senyawa yang terdapat dalam Uji aktifitas antibakteri fraksi aktif daun betadine (Jatropha muitifida linn) terhadap bakteri staphylococcus auruesATCC 25923 secara Invitro_yunita liana dan putinah 3 Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume 11 No.4 Januari 2016 ekstrak secara berbeda-beda. N-heksan adalah pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, etil asetat adalah pelarut semi polar akan melarutkan senyawa semi polar dan metanol adalah pelarut polar akan melarutkan senyawa polar. (Laksono, 2012). C. Uji Sensitivitas Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 Hasil uji sensitivitas Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Uji Sensitivitas Bakteri Jenis Bakteri Diameter Hambat (mm) Staphylococcus aureus 22 ATCC 25923 Pada tabel 3 dapat dilihat hasil uji sensitivitas bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan diameter hambat 22 mm. Menurut Waluyo (2008) hasil uji sensitivitas bakteri dibedakan menjadi 4 yaitu : peka (sensitive), apabila diameter daerah hambat terdapat di sekitar kertas cakram, setengah peka, apabila tidak ada diameter daerah hambat pada kertas cakram dengan konsentrasi larutan pengenceran antibiotik yang rendah, tetapi ada pada konsentrasi yang menengah dan tinggi, sedikit peka, apabila tidak ada diameter daerah hambat pada kertas cakram dengan konsentrasi antibiotika rendah dan menengah, tetapi ada pada konsentrasi yang tinggi, kebal (resistant), apabila tidak ada diameter daerah hambat yang dihasilkan pada semua kertas cakram dengan konsentrasi larutan pengenceran antibiotika yang rendah, menengah, maupun tinggi. D. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Nheksan, Etil asetat dan Metanol Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 Uji aktivitas antibakteri dari fraksi Nheksan, etil asetat dan metanol air dilakukan dengan metode difusi agar untuk mengetahui dalam fraksi mana senyawa aktif berada. Konsentrasi yang digunakan dari masingmasing fraksi adalah 40 mg/ml dengan pelarut Dimetilsulfoksida (DMSO). Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi daun betadine Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923 dapat terlihat pada table 4. Tabel 4. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi daun betadine Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923 Jenis Fraksi Konsentrasi Diameter (mg/ml) Hambat (mm) Fraksi N40 heksan Fraksi Etil 40 12 asetat Fraksi 40 Metanol Dari tabel 4 dapat terlihat bahwa hasil uji aktivitas antibakteri fraksi pada konsentrasi 40 mg/ml didapatkan fraksi etil asetat dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923 dengan diamater hambat sebesar 12 mm, sedangkan fraksi N-heksan dan metanol tidak memiliki diameter hambat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa komponen antibakteri yang terkandung dalam daun betadine bersifat semi polar sehingga pelarut dengan sifat kelarutan semi polar (etil asetat) efektif untuk memfraksinasi atau memisahkan senyawa-senyawa kimia atau komponen aktif tersebut. E. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi Etil Asetat Dalam penelitian ini fraksi etil asetat dilakukan pengujian pada konsentrasi 40 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml, 0,5 mg/ml, 2,5 mg/ml, 1,25 mg/ml dengan 4 kali pengulangan. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etil asetat daun betadine terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada beberapa konsentrasi yang dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5 Rerata Diameter Hambat (mm) Fraksi Etil asetat Pada Beberapa Konsentrasi Konsentrasi N Rerata + standar (mg/ml) deviasi diameter hambat fraksi etil asetat 40 4 11.90 + 0,11 20 4 10.46 + 0,47 10 4 8,31 + 0,47 5 4 7,87 + 0,14 2,5 4 7,12 + 0,25 1,25 4 0,00 + 0,00 Uji aktifitas antibakteri fraksi aktif daun betadine (Jatropha muitifida linn) terhadap bakteri staphylococcus auruesATCC 25923 secara Invitro_yunita liana dan putinah 4 Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume 11 No.4 Januari 2016 Dari tabel 5 terlihat bahwa rata-rata diameter hambat tertinggi fraksi etil asetat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 terdapat pada konsentrasi 40 mg/ml yaitu 11,90 + 0,11 sedangkan rata – rata diameter hambat terendah fraksi etil asetat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923 terdapat pada konsentrasi 2,5 mg/ml. Konsentrasi hambat Minimum (KHM) yaitu pada konsentrasi paling kecil dari fraksi etil asetat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923 terletak pada konsentrasi 2,5 mg/ml, dengan diameter hambat sebesar 7,12 mm. Besarnya rata-rata diameter hambat menurun seiring dengan menurunnya konsentrasi fraksi yang diberikan, artinya besarnya konsentrasi fraksi sebanding dengan besarnya diameter hambat yang terbentuk. Menurut Greenwood (1995) mengemukakan bahwa kekuatan antibakteri adalah: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, 10-20 mm berarti kuat, 5-10 mm berarti sedang, 5 mm atau kurang berarti lemah. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa diameter hambat fraksi etil asetat daun betadine Konsentrasi Hambat Minimum(KHM)nya terdapat pada konsentasi 2,5 mg/ml (250 µg/ml) yaitu sebesar 7 mm, termasuk ke dalam kategori cukup kuat. Menurut Holezt et al (2002) bahwa berdasarkan nilai Konsentrasi Hambat Minimum(KHM), maka senyawa antibakteri dibedakan menjadi 4 yaitu : senyawa aktif yang memiliki Konsentrasi Hambat Minimum(KHM) kurang dari 100 µg/ml digolongkan sebagai senyawa yang memiliki tingkat aktivitas antibakteri yang sangat kuat. Senyawa ini sangat baik untuk dijadikan obat. Senyawa aktif yang memiliki nilai Konsentrasi Hambat Minimum(KHM) antara 100-500 µg/ml digolongkan sebagai senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri yang cukup kuat, 500-1000 µg/ml digolongkan sebagai senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri yang lemah, 1000 µg/ml digolongkan sebagai senyawa yang tidak memiliki aktivitas antibakteri. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Konsentrasi Hambat Minimum(KHM) fraksi daun betadine terdapat pada konsentrasi 2,5 mg/ml atau 250 µg/ml berarti nilai KHMnya lebih dari 100-500 µg/ml dan digolongakan sebagai senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri cukup kuat. F. Uji Aktivitas Antibakteri Clindamycin Terhadap Staphylococcus Aureus ATCC 25923. Hasil uji aktivitas antibakteri Clindamycin terhadap Staphylococcus aureus ATTC 25923 dengan beberapa konsentrasi yang dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Rerata Diameter Hambat Clindamycin antar Konsentrasi Konsentrasi N Rerata + Standar (mg/ml) Deviasi diameter hambat Clindamycin 1 4 26,50 + 0,57 0,5 4 24,25 + 0,95 0,1 4 20,00 + 2,30 0,05 4 17,50 + 2,88 0,01 4 10,50 + 0,57 0,001 4 7.00 + 0,00 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata diameter hambat Clindamycin tertinggi terdapat pada konsentrasi 1mg/ml yaitu 26,50 + 0,57 sedangkan rata – rata diameter hambat Clindamycin terendah terdapat pada konsentrasi 0,001 mg/ml yaitu 7,00 + 0,00. Berikut ini adalah perbandingan Perbandingan rerata diameter hambat fraksi etil asetat pada masing-masing konsentrasi, yang dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Perbandingan rerata diameter hambat fraksi etil asetat. Konsentrasi Konsentrasi p value (mg/ml) (mg/ml) 40 20 0,035 10 0,002 5 0,000 2,5 0,000 1,25 0,000 20 10 5 2,5 1,25 5 2,5 1,25 0,005 0,005 0,001 0,000 0,567 0,050 0,000 5 2,5 1,25 0,025 0,000 2,5 1,25 0,000 10 Uji aktifitas antibakteri fraksi aktif daun betadine (Jatropha muitifida linn) terhadap bakteri staphylococcus auruesATCC 25923 secara Invitro_yunita liana dan putinah 5 Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume 11 No.4 Januari 2016 Berdasarkan Uji T Games-howell pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa rata-rata diameter hambat fraksi etil asetat daun betadine memiliki perbedaan yang bermakna pada masing-masing konsentrasi yaitu pada konsentrasi 40 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 10 mg/ml memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,002, pada konsentrasi 40 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 5 mg/ml , konsentrasi 2,5 mg/ml dan konsentrasi 1,25 mg/ml juga memiliki perbedaan yang bemakna dengan p value=0,000. Rata-rata diameter hambat fraksi etil asetat juga memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,049 yaitu pada konsentrasi 20 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 5 mg/ml. Pada konsentrasi 20 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 10 mg/ml dan 5 mg/ml, memiliki perbedaan yang bermakna yaitu dengan p value=0,005. Pada konsentrasi 20 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 2,5 mg/ml dan juga memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,001. Sedangkan Pada konsentrasi 20 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 1,25 mg/ml dan juga memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,000. Pada konsentrasi 10 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 1,25 mg/ml dan memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,000. Pada konsentrasi 5 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 1,25 mg/ml dan memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,000. Pada konsentrasi 2,5 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 1,25 mg/ml dan memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,000. Hasil dari uji Person Corellation menunjukkan p value=0,000 dengan kekuatan korelasi (r) 0,810 yang artinya terdapat korelasi yang sangat kuat (r = 0,8-0,1) yaitu antara besar konsentrasi fraksi etil asetat dengan diameter hambat fraksi yang terbentuk terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923. Nilai korelasi adalah positif (+), hal ini menunjukkan korelasi bersifat searah, yaitu semakin besar konsentrasi fraksi etil asetat daun betadine maka semakin besar pula diameter hambat yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya semakin kecil konsentrasi fraksi etil asetat maka semakin kecil pula diameter hambat yang dihasilkan. Tabel 9.Perbandingan rerata diameter hambat Clindamycin pada masing-masing konsentrasi. Konsentrasi Konsentrasi p value (mg/ml) 1 0,5 0,063 0,1 0,044 0,05 0,035 0,01 0,000 0,001 0,000 0,5 0,1 0,139 0,05 0,072 0,01 0,000 0,001 0,000 0,1 0,05 0,752 0,01 0,014 0,001 0,007 0,05 0,01 0,071 0,001 0,025 0,01 0,001 0,006 Berdasarkan Uji Post Hoc yaitu T Games-howell pada tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata diameter hambat Clindamycin memiliki perbedaan yang bermakna pada masing-masing konsentrasi yaitu pada konsentrasi 1 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 0,1 mg/ml memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,004, pada konsentrasi 1 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 0,05 mg/ml memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,035, Pada konsentrasi 1 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 0,01 mg/ml dan konsentrasi 0,001 mg/ml memiliki perbedaan yang bermakna dengan P value=0,000 , juga terlihat pada konsentrasi 0,5 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 0,01 mg/ml dan konsentrasi 0,001 mg/ml rata-rata diameter hambat clindamycin memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,000. Pada konsentrasi 0,1 mg/ml dibandingkan pada konsentrasi 0,01 mg/ml ratarata diameter hambat juga memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,014. Pada konsentrasi 0,1 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 0,001 mg/ml rata-rata diameter hambat Clindamycin juga memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value=0,007, pada konsentrasi 0,05 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 0,001 mg/ml rata-rata diameter hambat juga memiliki perbedaan yang bermakna dengan p value = 0,025 mg/ml dan pada konsentrasi 0,01 mg/ml dibandingkan dengan konsentrasi 0,001 mg/ml dengan p value = 0,006 mg/ml. Uji aktifitas antibakteri fraksi aktif daun betadine (Jatropha muitifida linn) terhadap bakteri staphylococcus auruesATCC 25923 secara Invitro_yunita liana dan putinah 6 Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume 11 No.4 Januari 2016 Hasil dari uji Person Corellation menunjukkan p value=0,000 dengan kekuatan korelasi (r) 0,790 yang artinya terdapat korelasi yang kuat antara besar konsentrasi Clindamycin dengan diameter hambat Clindamycin yang terbentuk terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATTC 2593. Nilai korelasi adalah positif (+), hal ini menunjukkan korelasi bersifat searah, yaitu semakin besar konsentrasi Clindamycin maka semakin besar pula diameter hambat yang dihasilkan, semakin kecil konsentrasi Clindamycin maka semakin kecil pula diameter hambat yang dihasilkan. G. Uji Bioautografi Golongan Senyawa dan Penentuan Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi aktif dari daun betadine adalah fraksi etil asetat, selanjutnya dilakukan uji bioautografi untuk mengetahui nilai Rf senyawa aktif antibakteri dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dari fraksi etil asetat dengan eluen N-heksan : etilasetat ( 8 : 2) dapat terlihat pada tabel 10. Tabel 10. Uji Bioautografi dan Penentuan Golongan Senyawa Aktif Daun betadine Terhadap Bakteri S. aureus ATTC 25923 Jenis Fraks i Etil asetat Eluen (pelarut) 8: 2 N-heksan : Etil asetat Rf Warna Senyawa Aktif 0 0,10 Coklat Kuning Tanin Flavonoid Dari tabel di atas 10 dapat dilihat bahwa fraksi etil asetat terlihat adanya coklat menunjukkan senyawa tanin dengan nilai Rf 0 dan bercak kuning menunjukkan senyawa flavonoid dengan nilai rf 0,10 Flavonoid menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sitoplasma bakteri (Salisbury and Rose, 1997). Akibat hidrolisa ini sintesa protein terhambat yang akan mengakibatkan terhambatnya pembentukkan protein-protein yang dibutuhkan oleh sel untuk pertumbuhannya, akibatnya metabolisme menjadi terganggu dan terjadilah kerusakan total pada sel (Pelczar & Chan, 1988). Staphylococcus aureus hanya mempunyai lapisan tunggal pada dinding selnya. Flavonoid bekerja merusak membran sitoplasma bakteri. Terjadinya kerusakan pada membran sel mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan biosintesis enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme. Kerusakan membran sel ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya sel, karena membran sel berfungsi memelihara integritas komponen-komponen seluler. Selain itu, tidak terjadi respirasi dengan rusaknya membran sel sehingga mengakibatkan tidak tercukupinya energi untuk transportasi aktif zat hara, sehingga sintesis dinding sel tidak dapat berlangsung dan akibatnya akan terjadi kematian pada bakteri tersebut (Jawet et al, 1991). Pada uji bioautografi juga terdapat bercak kuning tua, hal ini menunjukkan bahwa fraksi etil asetat mengandung senyawa fenol dengan nilai rf 0,10. Bakteri gram positif memiliki dinding sel dengan peptidoglikan lebih banyak, sedikit lipid dan dinding sel mengandung polisakarida. Ikatan peptidoglikan ini secara mekanis memberi kekuatan pada sel bakteri. Senyawa fenol mampu memutuskan ikatan peptidoglikan saat menerobos dinding sel (Dewi, 2010). Peptidoglikan merupakan lapisan esensial bagi keberlangsungan hidup bakteri pada lingkungan hipotonis. Kerusakan lapisan ini mengakibatkan kekakuan diding sel bakteri, sehingga menyebabkan kematian. Corn and Stumpf 1976 dalam Rahayu (2009) menyatakan bahwa dinding sel bakteri gram positif akan bermuatan negatif sebagai akibat dari ionisasi gugus fosfat dari polisakarida pada dinding struktur dinding selnya. Senyawa fenol pada pH rendah akan bermuatan positif, sehingga fenol tidak akan terionisasi. Perbedaaan muatan ini menyebabkan terjadinya tarik menarik antara fenol dengan dinding sel, sehingga fenol secara keseluruhan akan lebih melekat atau melewati dinding sel bakteri gram positif. G. Uji Kesetaraan Fraksi Etil Asetat Daun Betadine dengan Clindamycin. Uji kesetaraan digunakan untuk mengetahui berapa besar konsentrasi fraksi etil asetat dan konsentrasi Clindamycin yang diperlukan untuk menghasilkan ukuran diameter zona hambat yang sama. Tabel 16. Uji Kesetraaan Fraksi Etil Asetat Daun betadine dengan Clindamycin Terhadap bakteri S. aureus ATTC 25923 Konsentrasi Konsentrasi Fraksi Etil Asetat Clindamycin 250 µg (250 mg) 1,862 µg Uji aktifitas antibakteri fraksi aktif daun betadine (Jatropha muitifida linn) terhadap bakteri staphylococcus auruesATCC 25923 secara Invitro_yunita liana dan putinah 7 Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume 11 No.4 Januari 2016 Dari Tabel 16 dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi fraksi etil asetat 2,5 mg (250 µg) setara dengan 1,862 µg. Nilai kesetaraan fraksi etil asetat 250 µg setara dengan 1,862 µg Clindamycin. Hal ini menunjukkan bahwa Clindamycin memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan dengan fraksi etil asetat daun betadine dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923. Clindamycin efektif terhadap bakteri gram positif. Bakteri gram positif memiliki struktur dinding sel yang lebih sederhana, sehingga memudahkan senyawa antibakteri mudah masuk kedalam bakteri. Secara farmakodinamik. Clindamycin menghambat sintesa protein organisme dengan mengikat subunit ribosom 50 S yang mengakibatkan terhambatnya pembentukan ikatan peptida. 4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan 1. Fraksi etil asetat dari ekstrak daun betadine mempunyai aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, sedangkan fraksi n-heksan dan metanol air tidak aktif. 2. Konsentrasi Hambat Minimum dari fraksi etil asetat daun betadine dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 adalah 2,5 mg/ml dengan diameter hambat sebesar 7,12 ± 0,25 3. Golongan senyawa antibakteri yang terdapat dalam faksi etil asetat daun betadine adalah flavonoid dan fenol. 4. Nilai kesetaraan fraksi aktif etil asetat daun betadine 250 µg/ml fraksi etil asetat daun betadine setara dengan 1,862 µg/ml obat Clindamycin. 4.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap daun betadine. Penelitian yang disarankan adalah : 1. Penelitian terhadap bakteri, jamur, virus lain untuk mengetahui efek anti mikroba lain fraksi daun betadine (Jatropha muitifida Linn) . 2. Penelitian dengan metode isolasi yaitu pemurnian senyawa aktif antibakteri 3. (isolat) pada daun betadine (Jatropha muitifida Linn) . Penelitian secara in vivo pada hewan percobaan dan dilanjutkan dengan pengujian secara klinis. DAFTAR PUSTAKA 1. Caiserta Dea Prita, 2011. Pengaruh ekstrak Buah Nanas (Ananas Comosus) 100% Terhadap Bakteri Sthapylococcus aureus dari pioderma, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. 2. Dewi, F.K. 2001. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu Terhadap Pembusukan Bakteri Pembusuk Daging Segar, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 3. Harbone, J.B. 1994. Pytochemical Methode : Aguide to modern teqniques of plant analysis. chapman and Hall. New York. 4. Holezt, Barbieri,F.,G.L,Pessini, N.R.sanchnez, D,Cortez, G.,C.V. Nakamura., B.P.D.Fhilo. 2002. Screening of Plant Used In The Brazillian Folk Medicine for The Treatment of Infectious I. Journal of Bioline International. http//www.bionline-org.br/request?02229. 5. Jawetz, M. and Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta. 6. Laksono Bags Darahony, 2012. Fraksinasi ekstrak halmida sp dengan menggunakan pelarut metanola dan heksan, Universitas Padjajaran. 7. Lestari Sri Endang, Franzeska Anna,Dewi Mursita ,Widinartasari. 2009. Pengaruh faktor Demografi infeksi dan pola resistensi Sthapylococcus aureus pasien di RSUP Dr. Kariadi Semarang Priode 20082009, FK UNDIP. 8. Oxoid Agents & Main Distribution,1998. The Oxoid Manual. Eight Edition. Oxoid Limited Wade Road. Hampshire. England. 9. Pelczar. M.J.dan E.C.S.Chan.1998. DasarDasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI Press. Jakarta.Hal 106-113. 10. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. UI Press. Jakarta Hal 49-51. 11. Permenkes No 2406/Menkes/Per/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antobiotik.. 12. Rahayu, I. D. 2006. Aloe barbadensis Miller dan Aloe chinensis Baker sebagai Uji aktifitas antibakteri fraksi aktif daun betadine (Jatropha muitifida linn) terhadap bakteri staphylococcus auruesATCC 25923 secara Invitro_yunita liana dan putinah 8 Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume 11 No.4 Januari 2016 13. 14. 15. 16. Antibiotik dalam Pengobatan Etnoveteriner Unggas secara In Vitro. Jurnal Protein 13(1). Sampurno. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Salissbury,F.C.&Ross,C.W.1995. Fisiologi Tumbuhan II. Penerbit ITB. Bandung. Volk, W.A dan Wheeler, M.F. 1990. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hal 148-154. Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press: Malang. Uji aktifitas antibakteri fraksi aktif daun betadine (Jatropha muitifida linn) terhadap bakteri staphylococcus auruesATCC 25923 secara Invitro_yunita liana dan putinah 9