Pendidikan Agama Kristen Protestan

advertisement
Modul ke:
06
Pendidikan Agama
Kristen Protestan
GEREJA DI ABAD PERTENGAHAN
Fakultas
Psikologi
Program Studi
Psikologi
Drs. Sugeng Baskoro,M.M.
Keadaan gereja pada abad pertengahan diwarnai
berbagai masalah. Masalah-masalah tsb dapat
dilihat dari segi : Kebudayaan, Kehidupan
Rohani dan Politik.
1. Kebudayaan.
Dipengaruhi oleh Gerakan Renaisance ( abad 13 –
14))  Gerakan ini mendorong orang untuk
meminati kembali karya2 klasik budaya
Yunani, dari lingkungan kafir dan belakangan
dari lingkungan gereja mula2.
Ada juga gerakan humanisme  gerakan yg memp
kecenderungan untuk lebih memperhatikan
kedudukan mns. Minat orang untuk membaca
Alkitab tinggi. Dan juga banyak dicetak Alkitab
dalam bahasa sehari2.
2. Kebudayaan Rohani
Gereja di masa2 menjelang reformasi menghadapi
tantangan dari berbagai pihak yg menuntut
pembaruan.
Gerakan2 ini menyerang struktur gereja yg
hirarkhis dan legalistik . Mis : Muncul gerakan
Waldens yg dipimpn oleh Peter Waldo, kaum
Lollard (Inggris) yg dipengaruhi oleh John Wycliff.
Banyak penyelewengan yg dilakukan Paus dan
pemimpin gereja waktu itu.
Terjadi praktek ‘Simoni’, yaitu penjualan berkat2
rohani, sehingga siapapun bisa diselamatkn
dengan membeli ‘Surat Pembebasan Siksa Neraka’
(Indulgensia)
Menurut Paus Urbanus II, yg mengatakan
bahwa keikutsertaan dalam Perang Salib, akan
menjamin mrk segera masuk Surga.
Juga ada penjualan Indulgensi untuk membiayai
pembangunan gereja Santo Petrus di Vatikan.
Muncul juga pertanyaan besar siapa yg memiliki
kekuasaan tertinggi : Paus atau Sidang Konsili
(Persidangan Gereja). Paus disatu pihak terbiasa
menikmati kekuasaan besar, bahkan melebihi
kaisar, tidak kekuasaannya dibatasi. Di pihak lain
para pemimpin gereja mengatakan bahwa kalau
kekuasaan
tidak
dibatasi,
akan
muncul
kecenderungan
untuk
menyalahgunakan
kekuasaan tsb.
3. Politik
Dalam lingkup politik , muncul kesadaran baru
akan ras dan etnis bgs2 Eropa. Eropa yg tadinya
di bawah kekaisaran Roma Suci, kini terpecah2
diantara berbagai kepangeranan yg ingin
memisahkan diri sbg bgs sendiri, dg identitas
dan bhsnya sendiri pula.
Di ling Ekonomi, muncul ketidakpuasan diantara
kaum petani yg dieksploitasi. Berkembang pula
suatu kelas ekonomi yg baru yaitu kaum borjuis.
Mereka mempunyai tuntutan2 yg kian meningkat,
shg mengacaukan sistem ekonomi yg lama.
Berikut ini tokoh-tokoh gereja pada abad
pertengahan :
1. Peter Waldo
2. Thomas Aquinas
3. Gregorius I Benedictus
4. Anicius Manlius Severinus Boetius
5. John Wycliffe
6. Jan Hus (Yohanes Hus)
Renaisans dan Perubahan Menyeluruh
dalam Pola- Pikir
Sejak abad ke-14, landasan sebuah perubahan
menyeluruh telah terbentuk lewat beragam faktor.
Pertama, merebaknya nominalisme (kesejatian
penamaan) dan pengingkaran atas keberadaan
konseo-konsep universal di Inggris dan Perancis,
yang berperan efektif menjatuhkan dasar-dasar
filsafat.
Kedua, percekcokan seputar filsafat alam Aristoteles
di Universitas Paris.
Ketiga, gemerutu ketakselarasan filsafat dan dogmadogma Kristen, atau nalar dan agama.
Keempat,
mencoloknya
perseteruan
antara
penguasa-penguasa masa itu dan otoritas-otoritas
Gereja, dan antar-otoritas Gereja sendiri terjadi
perselisihan yang berbuntut pada kemunculan
Protestantisme.
Kelima, menggilanya humanisme dan tendensi untuk
berurusan dengan masalah-masalah kehidupan
manusia, sembari mencampakkan masalah-masalah
metafisika. Dan akhirnya,
Keenam, pada pertengahan abad ke-15, Kekaisaran
Bizantium runtuh, perubahan utuh (secara politik,
filosofis, kesusastraan, dan keagamaan) mencuat di
seluruh penjuru Eropa, dan lembaga-lembaga
kepausan diserang dari segala jurusan. Dalam keadaan
ini, filsafat skolastik yang lemah itu pun menemui
nasib akhirnya.
Pada abad ke-16, minat pada ilmu-ilmu alam dan
empiris meningkat pesat, dan temuan-temuan
Copernicus, Kepler, dan Galileo telah mengguncang
dasar-dasar astronomi Ptolemius dan filsafat alam
Aristoteles.
Singkatnya,
semua
aspek
perikemanusiaan di Eropa terganggu dan
terguncang.
Lembaga-lembaga kepausan berhasil menahan
gelombang-gelombang besar ini, dan para ilmuwan
dihadapkan pada Inkuisisi karena penolakan
mereka pada dogma-dogma agama, pandanganpandangan tentang filsafat alam, dan kosmologi
seperti yang diakui oleh Gereja berdasarkan
tafsiran Injil dan ajaran-ajaran agama.
Banyak ilmuwan yang kemudian dibakar hiduphidup dengan alasan fanatisme buta dan
kepentingan
otoritas-otoritas
Gereja.
Bagaimanapun, pada gilirannya Gereja dan
lembaga-lembaga kepausan dimundurkan dengan
hina.
Lembaga-lembaga kepausan berhasil menahan
gelombang-gelombang besar ini, dan para
ilmuwan dihadapkan pada Inkuisisi karena
penolakan mereka pada dogma-dogma agama,
pandangan-pandangan tentang filsafat alam, dan
kosmologi seperti yang diakui oleh Gereja
berdasarkan tafsiran Injil dan ajaran-ajaran
agama.
Banyak ilmuwan yang kemudian dibakar hiduphidup dengan alasan fanatisme buta dan
kepentingan
otoritas-otoritas
Gereja.
Bagaimanapun, pada gilirannya Gereja dan
lembaga-lembaga
kepausan
dimundurkan
dengan hina.
Perilaku fanatik dan beringas Gereja Katolik
berekor pada sikap negatif masyarakat terhadap
otoritas-otoritas Gereja, dan agama secara
umum, serta kejatuhan filsafat skolastik, yaitu
satu-satunya filsafat yang mengalir pada masa
itu.
Semua ini selanjutnya melahirkan kehampaan
intelektual
dan
filosofis,
dan
akhirnya
memunculkan skeptisisme modern.
Selama proses ini, satu-satunya yang mengalami
kemajuan adalah humanisme dan hasrat pada
ilmu alam dan empiris di medan budaya, serta
kegandrungan pada liberalisme dan demokrasi di
medan politik.
 Pemikiran
Politik
Pada
Masa
Abad
Pertengahan di Eropa (Medieval Political
Theory in Europe)
Zaman pertengahan yang dimaksud di sini dimulai
sejak abad ke-13 sampai awal abad ke-17 di
Eropa, dimana terdapat garis yang jelas antara
teori politik pada masa itu. Hubungan public
pada masa ini banyak dicampuri oleh gereja,
dalam hal ini pola hubungan antara kerajaan dan
gereja.
Namun, pada abad ke-18 terjadi reformasi yang
cukup besar dimana kalangan aristokrat tidak
diperbolehkan mengontrol gereja sama seperti
mereka mengontrol militer dan kekuatan politik
masa itu.
 Hal di atas menujukkan sebuah revolusi kepausan dalam
sejarah Eropa dan menyebabkan krisis kekuasaan antara
gereja dengan kerajaan. Sepanjang abad ke-13, sering
sekali terjadi konflik yang melibatkan Paus Gregory VII
dengan Raja Henry IV, termasuk perubahan posisi antara
Paus Innocent IV dengan Raja Frederick II.
 Terjadi ketidak pahaman mengenai konstitusi pemilihan
Raja dan pangeran terpilih, dan persetujuan Paus, serta
mengenai hubungan antara kerajaan Inggris dengan
kerajaan Perancis dan Spanyol.
 Kedudukan Paus dalam gereja juga menjadi kontroversi
karena Paus memberikan dukungan terhadap ‘mendicant
orders’ dan hal itu semakin meruncingkan oposisi dari
uskup dan pendeta.
 Juga terjadi sengketa antara otoritas gereja peraturan
sekuler apakah pendeta dibebaskan dari pajak dan dari
pengadilan criminal umum, dan apakah uang yang
dikumpulkan oleh gereja lokal seharusnya digunakan
oleh kepausan untuk membiayai pasukan Perang Salib
melawan Saracens tapi juga kampanye militer di Eropa.
Persengketaan semacam ini semakin meruncing di
akhir abad ke-13 ketika studi mengenai hukum,
filosofi, dan teologi berada pada level yang tinggi.
Sampai pada abad ke-14, perdebatan yang rumit
dan panjang terjadi antara Paus Boniface VIII,
Raja Philip dari Perancis, Paus John XXII, Raja
Roma ‘Ludwig dari Bavaria’, orang-orang
Perancis, dan Universitas Perancis.
Hal ini terjadi karena pakar teologi menciptakan
banyak sekali perjanjian yang mengkhawatirkan
hubungan antara agama dan pemerintahan
sekular,
konstitusi
Gereja,
konstitusi
pemerintahan sekuler, yang pada akhirnya
berujung pada hukum dan filosofi pengikut
Aristoteles.
A.
Separation: The Spiritual dan Temporal
Powers
Dalam dunia klasik tidak terdapat pemisahan
kekuasaan antara agama dan politik. Namun, sejak
awal abad pertengahan, sudah ada usaha untuk
memisahkan antara ‘priesthood’ dan ‘kingship’ di
Eropa. Dua jenis kekuasaan ini menjadi tidak setara
dalam hal kedudukan, karena yang menjadi teratas
adalah kekuatan spiritual (gereja). Dari waktu ke
waktu raja bertindak untuk mensucikan gereja.
Ada satu hal yang menarik dalam hal penyucian bagi
gereja.
Dimana
secara
eksplisit,
gereja
memperbolehkan para pendeta melakukan bunuh
diri. Dengan kata lain, gereja membiarkan adanya
tindakan kekerasan dalam peraturan gereja. Pendeta
biasa saja dipenjara oleh uskup tanpa izin dari
pemerintah sekuler.
Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa dalam
prakteknya ada pemisahan yang sangat jelas
antara kekuasaan dan peraturan gereja dengan
kerajaan.
Kedua
elemen
inipun
tidak
bisa
saling
mengintervensi satu sama lain, walaupun dalam
prakteknya kekuasaan gereja sering melampaui
kekuasaan raja.
B.
Subjection
Dalam gagasan lain, Gratian menyebut bahwa paus
sebenarnya sangat menikmati plentitudo polestatis
atau kekuasaan penuh.
Hal ini bukan berarti bahwa paus memiliki kekuasaan
tertinggi secara formal namun paus merupakan
sumber dari hukum gereja, memiliki otoritas untuk
mengintervensi secara langsung urusan apa saja dan
dimana saja yang berkaitan dengan gereja.
Gagasan yang menyatakan bahwa paus bisa
menjalankan kekuasaan yang telah diberikan oleh
Kristus tidak menyalahi prinsip pemisahan
kekuasaan antara spiritual dan kekuasaan duniawi,
selama gagasan tersebut diterima bahwa Kristus
tidak memberikan kekuasaan duniawi bagi gereja,
Paus
menganggap
bahwa
gereja
adalah
perpanjangan dari komunitas Kristen di dunia dan
paus sendiri adalah pemimpinnya di muka bumi.
Prinsip Dou Sunt, pemisahan kekuasaan tidak
begitu saja diabaikan. Para paus memperlihatkan
intervensi dalam urusan duniawi sebagai
pengecualian.
Namun, tidak pernah ditemukan ada intervensi
yang sangat mendasar selama abad pertengahan
yang dilakukan oleh kerajaaan terhadap eksistensi
gereja.
Hubungan antara kepausan dan kerajaan tidak
pernah terlepas satu sama lain. Terkadang mereka
berjalan beriringan dan kadang pula terlibat
konflik, namun satu hal yang pasti dalam
kehidupan masyarakat saat itu.
Rakyat tidak dapat berbicara menyatakan
aspirasinya, jika kerajaan atau kepausan
melakukan sesuatu yang salah seharusnya rakyat
harus berbicara dengan lantang.
Namun, jika ada rakyat yang berani bicara, maka
mereka akan dianggap menolak kerajaan, menolak
kehendak Tuhan, dan dengan kata lain mereka
adalah pemberontak.
Paus selalu berada dibalik semua hal ini dan bisa
dikatakan bahwa sebenarnya umat Kristen
mengalami masa ‘misleading’ di abad pertengahan
ini dan pengaruhnya masih banyak yang bertahan
sampai saat ini.
Namun, paus yang masih berada dalam kantor
kepausaan harus dipatuhi. Paus bisa menghakimi
semua namun tidak dihakimi oleh siapapun.
C.
The Debate on The Power of The Pope
Kekuasaan paus yang tidak terbatas menimbulkan
banyak sekali perdebatan sejak dulu sampai akhir
abad pertengahan.
Dua penulis yang cukup berkontribusi adalah
Thomas Aquinas dan Giles of Rome yang
menganggap bahwa kepausan berada di atas
kerajaan.
Sedangkan John of Paris, Marsilius of Padua, dan
William of Ockham, dengan tegas menantang hal
ini.
1. Thomas Aquinas
Thomas telah menelurkan beberapa tulisan
mengenai kekuasaan paus di Eropa. Tulisan
pertamanya yaitu Scriptum super libros
sentetiarum “ketika dua kekuasaan berkonflik,
yang mana yang harus kita patuhi?”.
Jawaban yang muncul adalah, jika yang otoritas
yang asli datang dari yang lain, maka ketaatan
yang semestinya adalah terhadap otoritas yang
asli.
Misalnya kekuasaan pendeta yang diberikan oleh
paus, maka yang harus dipatuhi adalah paus.
Sedangkan, jika yang berkonflik adalah dua
kekuasaan yang tertinggi yakni gereja dan
kerajaan, ketaatan harus diberikan terhadap
pemegang
kekuasaan
tertinggi
melihat
permasalahan itu apakah berkaitan dengan
spiritual atau duniawi.
Hal ini dikarenakan bahwa baik kekuasaan spiritual
maupun duniawi berasal dari Tuhan. Masyarakat
harus patuh pada paus dalam persoalan yang
menyangkut hal-hal yang telah ditentukan oleh
Tuhan atau dengan kata lain yang menyangkut
urusan keagamaan.
Di lain sisi, masyarakat harus patuh terhadap
kerajaan jika yang dipersengketakan adalah
permasalahan sipil.
Namun, Thomas menambahkan bahwa kekuasaan
spiritual dan duniawi dipegang hanya oleh satu orang,
paus, yang oleh Tuhan telah ditunjuk sebagai
perpanjangan tangannya di dunia untuk mengurusi
urusan spiritual dan duniawi.
Pada level yang rendah, memang kekuasaan spiritual dan
duniawi dipegang oleh dua orang berbeda. Namun
pada level yang lebih tinggi, kedua kekuasaan ini
dipegang oleh satu orang yaitu paus.
Tulisan keduanya, De regno, menyatakan bahwa Negara
(pemerintahan) bukanlah hal yang abadi alias akan
berakhir pada waktunya dan terdiri dari individu
dengan tujuan masing-masing.
Negara ada untuk menjamin keamanan rakyatnya,
keamanan yang dimaksud adalah keamanan yang
virtual yang nyata dan juga keamanan yang hakiki
yaitu surga.
Kepausan menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia
harus mencapai keamanan hakiki, maka dari itu
Tuhan membangun gereja di muka bumi agar
manusia bisa menerima bantuan khusus dari Tuhan
(God’s special help) berupa pengampunan.
Gereja adalah agensi manusia dari Tuhan yang sengaja
dibangun agar manusia bisa lebih mudah meminta
pengampunan dan melakukan pengorbanan sebagai
usaha penebusan dosa.
Disinilah
tugas
Negara
(pemerintah)
untuk
mengarahkan rakyatnya agar mau mengejar surga
yang dijanjikan.
Bahkan
gereja
juga
menginginkan
adanya
pengaplikasian hukum gereja dalam kehidupan
bermasyarakat seperti, bunuh diri bagi yang bersalah
dan pengorbanan untuk penebusan dosa.
Di era ini terdapat, hirarki antara gereja dan
pemerintah. Pemerintah hanya menginginkan
tujuan kesejahteraan secara virtual, fisik, dan
nyata.
Sedangkan tujuan akhir bukanlah itu melainkan
surga dan hanya bisa dicapai jika seseorang
benar-benar taat pada agamanya (Kristen) .
Sehingga, peraturan sekuler harus ditetapkan oleh
paus karena hanya dialah yang bisa menyediakan
jalan menuju tujuan akhir yang tingkatannya
lebih tinggi dibandingkan tujuan yang diberikan
oleh Negara.
2. Giles of Rome
Dalam tulisannya yang berjudul On Ecclesiastical
Power (1302), Giles of Rome menyatakan bahwa
kerajaan termasuk bangsawan pemilik property,
harus tunduk terhadap paus.
“Dia (paus) yang menjadi hakim atas segala hal
seharusnya menjadi tuan atas segala hal yang
dihakiminya, termasuk pemerintah.”
Giles berpandangan bahwa memang ada beberapa
hal yang ditinggalkan Tuhan untuk diurusi oleh
raja. Namun, Tuhan dapat mengintervensi hal itu
kapanpun Tuhan mau dengan mukjizat dan
keajaiban yang dimiliki-Nya.
Jadi, paus membiarkan raja bertindak di bawah
hukum virtual walaupun dia bisa mengintervensi
secara langsung dan nyata melalui “kekuasaan
utuh” yang dimilikinya.
Paus memiliki kekuasaan yang utuh yang bisa
mengintervensi apapun yang berkaitan dengan
gereja secara langsung, hal ini termasuk
pemerintahan sekuler karena argument di atas
memperlihatkan bahwa di luar gereja tidak ada
tuan.
Sehingga, dualisme yang dilakukan oleh paus
memang dikatakan murni sebagai tugas yang
diberikan oleh Tuhan secara langsung untuk
menjadi wakil-Nya di muka bumi dan paus bisa
melakukannya tanpa intervensi dari pihak
manapun.
3. John of Paris
ulisanSalah satu penulis yang dengan lantang menentang
kekuasaan paus yang tidak berbatas dan mutlak adalah
John of Paris dalam tnya On Royal and Papal Power
(1302).
Dia menolak anggapan bahwa sejak paus dinobatkan
sebagai pendeta wakil Tuhan, dimana Kristus adalah
Tuhan dan Tuhan adalah pemilik segalanya, maka
serta merta paus adalah pemilik dari segalanya.
Pernyataan ini menghancurkan dua poin penting.
Pertama, paus adalah wakil Tuhan dalam wujud manusia
(bukan sebagai Tuhan), dan Kristus sebagai manusia
bukanlah pemilik dari segalanya.
Kedua, walaupun Kristus dalam wujud manusia
merupakan pemilik dari segalanya, Kristus tidak
memberikan semua kekuasaannya kepada wakilnya.
Sehingga, tidak ada bukti nyata yang bisa mendukung
kekuasaan mutlaknya di muka bumi.
Tuhan adalah pemilik mutlak dari apa yang ada di
akhirat dan dunia. Namun di dunia, tidak manusia
yang menjadi wakil Tuhan di kedua alam tersebut.
Pemerintah merupakan wakil Tuhan di dunia dan paus
adalah wakil Tuhan di akhirat.
Mengenai anggapan bahwa ‘For he who judges a thing is
always lord of the thing he judged’, maka John
beranggapan bahwa paus memiliki juridiksi tersendiri
dalam hal keagamaan. Sedangkan untuk hal property,
paus sama sekali tidak memiliki yuridiksi walaupun itu
menyangkut property gereja.
Property merupakan milik pribadi, adapun komunitas
(gereja) yang memiliki property itu merupakan
penerima dari individu yang memberikan hak
propertinya kepada komunitas tersebut. Seharusnya,
gereja bisa menghargai pendonor bukan menjadi
pemilik atas hal itu. Kepala gereja hanyalah
administrator, bukan pemilik atas gereja tersebut.
 Menurut John, kekuasaan duniawi bukan datang
dari kekuasaan spiritual melainkan langsung dari
Tuhan. Sehingga, paus yang tugasnya mengurusi
urusan spiritual tidak berhak mencampuri urusan
duniawi yang dijalankan oleh kerajaan. Kekuasaan
spiritual tidak boleh berlaku superior di atas
kekuasaan duniawi melainkan setara dan seimbang
satu sama lain.
 Pertanyaan utama mengenai hubungan antara
kekuasaan spiritual dan duniawi, Thomas Aquinas
mendukung bahwa kepausan memiliki kekuasaan
yang mutlak, Giles menganggap bahwa semua
kekuasaan legitimasi di bumi dimiliki oleh paus, dan
Marsilius menyatakan bahwa kekuasaan koersif
dimiliki oleh pemerintahan. William menyatakan
bahwa paus memiliki kekuasaan mutlak dalam
urusan keagamaan dan bisa sewaktu-waktu
melakukan intervensi jika dianggap orang awam
tidak bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
Namun ada pembahasan yang cukup menarik
bahwa kekuasaan tidak boleh dimiliki oleh orang
yang tidak mempercayai Kristus. Baik itu raja
maupun pemerintahan di bawahnya harus
sepenuhnya taat dan tunduk terhadap Kristus.
Sehingga, satu-satunya agama yang diperbolehkan
ada pada masa itu adalah Kristen.
Perdebatan yang menarik mengenai kekuasaan
paus tidak berhenti pada abad pertengahan saja
namu terus berlanjut sampai zaman pencerahan
setelah gereja diturunkan kekuasaan yang
dimilikinya.
Pada masa tradisional, sebelum abad pertengahan,
fungsi pendeta hanya pada fungsi duniawi.
Beberapa penulis menginginkan pengembalian
fungsi pendeta dan paus. Namun di sisi lain,
pergeseran kekuasaan sangat dipengaruhi oleh
kondisi politik kerajaan yang dipenuhi skandal
serta pengkhianatan
GOD BLESS
FOR US
Download