tanggung jawab pelaku usaha jasa perhotelan terhadap konsumen

advertisement
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA PERHOTELAN TERHADAP
KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
(STUDI KASUS DI HOTEL SANTOSA TASIKMALAYA)
SKRIPSI
Oleh:
Dena Radiansyah
E1A005002
KEMENTERIAAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA PERHOTELAN TERHADAP
KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
(STUDI KASUS DI HOTEL SANTOSA TASIKMALAYA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Oleh:
Dena Radiansyah
E1A005002
KEMENTERIAAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA PERHOTELAN TERHADAP
KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS DI HOTEL SANTOSA
TASIKMALAYA)
Disusun Oleh :
Dena Radiansyah
E1A005002
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Diterima Dan Disahkan
Pada Tanggal Agustus 2012
Penguji I! Pembimbing I
Penguji II! Pembimbing II
Penguji III
Hj.Rochani Urip S., S.H. M.S.
NIP. 19520603 198003 2 001
I Ketut Karmi N., S.H. M.Hum
NIP. 19610520 198703 1 002
Mengeahui,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Suyadi,S.H.MHum.
NIP. 19611010 198703 1 001
Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S.
NIP. 19520603 198003 2 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya
:
Nama
: DENA RADIANSYAH
NIM
: E1A005002
Judul Skripsi : TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA PERHOTELAN
TERHADAP KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG –
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS DI HOTEL
SANTOSA TASIKMALAYA)
Menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri dan
tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain.
Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan Pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka
saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari Fakultas.
Purwokerto, Agustus 2012
DENA RADIANSYAH
E1 A005 002
PRAKATA
Alhamdulillah hirabbil’aalamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul: “ TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA PERHOTELAN
TERHADAP KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS DI HOTEL
SANTOSA TASIKMALAYA)”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)
Purwokerto.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa
adanya bimbingan, bantuan, dan dukungan, yang baik langsung maupun tidak langsung para
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto dan Selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberi arahan dan
bimbingan dan selaku Pembimbing skripsi yang pertama.
2. Bapak I Ketut Karni Nurjaya, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberi arahan dan bimbingan dan selaku Pembimbing skripsi yang kedua.
3. Bapak Suyadi., S.H.,M.Hum., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran
yang membangun...
4. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
5. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
6. Bapak Dedi Efendi. selaku Perwakilan pemilik Hotel Santosa.
7. Bapak Sugih selaku Pengurus Hotel Santosa.
8. Keluarga tercinta (Mamah Nani Maryani, yang ku sayang yang hanya tinggal satu) yang
selalu memberi kasih sayang dan do’a.
9. Lina Purnamasari (Nenk) yang selalu memberi inspirasi dan kasih sayangnya. Love u.
10. Seluruh teman-teman serta para pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis
di dalam penyusunan skripsi ini telah berusaha dengan sebaik-baiknya, tetapi penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kekurangan dan hal ini semata-
mata karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun
senantiasa penulis butuhkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang membantu dalam
penyusunan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Almamater maupun para
pihak yang membacanya.
Was salamu’alaikaum Wr. Wb
Purwokerto, Agustus 2012
Penulis,
(Dena Radiansyah)
ABSTRAK
Perlindungan konsumen merupakan hal yang selalu menarik untuk dibahas, karena dekat
dengan kehidupan manusia, seseorang suatu saat dapat menjadi konsumen dan dapat menjadi
pelaku usaha di saat lain. Namun baik konsumen maupun pelaku usaha banyak yang kurang
memahami hak, kewajiban serta tanggung jawabnya.
Hotel Santosa merupakan salah satu pelaku usaha yang bergerak dibidang jasa
perhotelan. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang diderita konsumen
dibebankan terhadap jasa yang dihasilkan berdasarkan kesalahan, kelalaian, cacat dan informasi
yang tidak benar kepada konsumen.
Hotel Santosa telah berusaha untuk melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan
ketentuan yang ada dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Kata Kunci : Konsumen, Pelaku Usaha, Tanggung Jawab, Kerugian.
ABSTRACT
Consumerism becomes a mainstream because of its identical with human and someone
can be a consumer or business sector in the other times. Nevertheless, both consumers and
business sectors less understand their rights, obligation and responsibility.
Santosa Hotel is one business sector running in hotel-service. The responsibility of
business sector toward consumers loss imposed to the service based on the mistakes, dereclition,
deformity and misinformation for consumer.
The hotel has run its responsibility as the statement in section 19 act number 8/1999
about consumerism.
Key Words : Consumer, Business sector, Responsibility, disadvantages.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. ii
PERNYATAAN ................................................................................................................... iii
PRAKATA ............................................................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................................ vi
ABSTRACT ............................................................................................................................vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... .. 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................................... .. 9
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... .. 9
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelaku Usaha
1 . P e n g e r t i a n
1 1
2 .
12
P e l a k u
U s a h a
Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen
3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Pa
ra Pihak Dalam Penitipan Barang ...........................................................................15
4 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
H
ak dan Kewajiban Para Pihak ................................................................................... 15
5 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
P
erbuatan Yang Dilarang Para Pihak ......................................................................... 18
6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
P
engertian Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen ..............................19
7. Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen ..................................................... ..23
8. Sumber Hukum Perlindungan Konsumen ........................................................... 25
9. Tujuan Perlindungan Konsumen .......................................................................... 30
B. Kerugian
C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha...................................................................................... 32
D. Perhotelan Di Indonesia
3
1
.
2
.
P
e
n
g
e
r
t
i
a
n
.
.
.
.
.
.
H
o
t
e
l
7
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
K
lasifikasi Usaha Hotel ........................................................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN
1.
Metode Pendekatan............................................................... ............................................ 47
2.
Spesifikasi Penelitian ..................................................... ............................................ 47
3.
Lokasi Penelitian................................................................... ............................................ 47
4.
Jenis Data ...................................................................... ............................................. 47
5.
Metode Pengumpulan Data............................................................................................... 48
6.
Metode Penyajian Data ..................................................................................................... 49
7.
Metode Analisis Data ........................................................................................................ 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ....................................................................................................... 50
B. Pembahasan ............................................................................................................. ...64
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................................. 74
B. Saran ....................................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara berkembang yang sedang melaksanakan program-program
pemerintah dalam upaya merealisasikan pembangunan nasional, Pembangunan nasional adalah
pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur berdasarkan peraturan yang ada di Indonesia yaitu Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.
Salah satu program pemerintah adalah pembangunan di bidang perhotelan yang
merupakan penunjang berkembangnya pembangunan pariwisata, bahwa kepariwisataan
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis,
terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung-jawab dengan tetap memberikan
perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan
mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah
Daerah. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang
dan Negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Didalam pasal 11 dan pasal 20
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 menyatakan:
Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan
penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.
Pembangunan kepariwisataan meliputi industri pariwisata dan destinasi pariwisata.
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap
wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas
manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif,
berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, kesatuan yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana
pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan
budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
Setiap wisatawan berhak memperoleh:
a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;
b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;
c. perlindungan hukum dan keamanan;
d. pelayanan kesehatan;
e. perlindungan hak pribadi; dan
f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko
tinggi.
Industri perhotelan perlu mendapatkan perhatian khusus sebagai peluang bisnis dalam
perekonomian Indonesia untuk mendongkrak perekonomian nasional yang terpuruk
akibat krisis moneter. Kesadaran akan perlunya penanganan yang lebih serius terhadap
industri ini telah melahirkan beberapa kebijakan sebagai langkah pengembangannya.
Hotel tidak dapat dipisahkan dengan industri pariwisata, karena industri pariwisata tanpa
sarana akomodasi atau hotel tidak mungkin berkembang dengan baik.Hotel pada awalnya
hanya merupakan sarana akomodasi tempat orang menginap yang terdiri dari kamarkamar, jadi salah satu aspek kepariwisataan dari unsur akomodasi, yakni yang
menyangkut perhotelan.Menurut Surachlan Dimyati, Akomodasi dalarn arti sempit
merupakan sarana penginapan yang biasanya digunakan untuk menginap yang terdiri dari
kamar-kamar. Seiring perkembangan zaman, istilah akomodasi dikenal orang bukan
hanya sekedar tempat untuk menginap, tetapi telah berkembang (dalam arti luas) sebagai
tempat seseorang dapat tidur, beristirahat, atau menginap sementara waktu selamadalam
perjalanannya, juga untuk mendapatkan makan-minum dan terpenuhi kebutuhan
lainnya.Akomodasi bukan hanya tempat untuk menginap saja tetapi dapat diguna-km
untuk makan, minum dan sebagai tempat untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan yang
sengaja dibangun dan didirikan dengan tujuan komersil, guna untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya mengalami perluasan makna dengan beralihnya istilah
akomodasi dengan istilah hotel.1
Hotel menurut Pasal 14 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
adalah salah satu bagian dari usaha pariwisata yang memberikan layanan berupa penyediaan
akomodasi beserta pelayanan makanan dan minuman kepada para wisatawan, sedangkan yang
dimaksud dengan usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata.
Surat Keputusan Menteri Perhubungan No.PM.10/PW.30l/Phb.77,tanggal 12 Desember
1977, menyatakan bahwa hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial,
disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan berikut makan dan
minum.
1
Aan Surachlan Dimyati,Pengetahuan Dasar Perhotelan, Jakarta : CV. Deviri Ganan 1992, halaman 17
Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM 34/HK
1 03/MPPT 1987 menyatakan bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan
sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makanan dan
minuman serta jasa lainnya untuk umum, yang dikelola secara komersial serta memenuhi
persyaratan yang ditetapkan di dalam keputusan pemerintah.
Menyadari bahwa hotel adalah salah satu penunjang perkembangan perekonomian negara
kita, maka dalam pelayanan pelaku usaha terhadap konsumen harus baik, karena ada kalanya
pelayanan yang diberikanmengecewakan baik dalam penyediaan fasilitas yang bersifat fisik
maupun non fisik, seperti pelayanan yang kurangramah.
Hotel santosa yaitu salah satu hotel yang berada di daerah Kota Tasikmalaya, letaknya
strategis disertai dengan berbagai fasilitas,antara lain berbagaitipekamar, restaurant, dan meeting
room.
Pengusaha hotel santosa selaku pelaku usaha harus memperhatikan kepentingan dari
konsumennya.Sehingga dapat menjaga kepercayaan yang diberikan olehkonsumennya, serta
dalam melaksanakan kegiatan usahanya hotel santosa harus bertanggung jawab terhadap segala
sesuatu yang dapat merugikan konsumennya baik fisik maupun non fisik.
Salah satu peristiwa yang terjadi di hotel santosa adalah tentang peristiwa ada seseorang
yang bermaksud menginap di hotel santosa, sebelum masuk hotel santosa ia menyimpan
mobilnya dan mengunci pintu mobilnya di tempat parkir hotel santosa. Ia pun bergegas daftar
untuk memesan kamar dan masuk kamar
untuk beristirahat. Keesokan hari ketika ia membuka kunci pintu mobilnya, ternyata radio tape
beserta audio speaker yang terpasang di mobilnya hilang, langsung ia mengadu ke pihak hotel,
tetapi penanganan keamanan dan ganti rugi dari pihak hotel kurang baik. Sehubungan dengan
kasus ini, pengusaha hotel santosa selaku pelaku usaha harus menunjukan tanggung jawabnya
demi menjaga kepercayaan pihak konsumen.
MenurutBambang Sujatno empat tipe yang dapat memunculkan keluhan tamu (guest
Complain), yaitu :
1.
Hal-hal yang bersifat mekanis
Yang termasuk dalam tipe ini adalah adanya kerusakan pada fasilitas hotel, misalnya :
AC, Penerangan, kunci kamar, pipa-pipa, TV, video, komputer, radio, Air.
2.
Hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan
Hal ini biasanya disebabkan oleh tamu harus menunggu lama, pelanggan kopor dan
bawaan lainnya, kamar yang kurang bersih, pelayanan telepon, fax, pelayanan di
bagian makanan dan minuman, pencucian pakaian, kurang perlengkapan di kamar, di
bar, dsb.
3.
4.
Sikap pegawai : kasar, kurang hati-hati, tidak ramah, kurang sopan, kurang peka dan kurang tanggap
terhadap keinginan tamu, membeda-bedakan tamu, malas, lamban.
Sesuatu yang tidak biasa
Termasuk didalamnya : kurangnya kendaraan umum, cuaca yang kurang mendukung,
ada binatang masuk ke hotel, hal-hal lain yang terjadi di luar kemampuan hotel untuk
mencegahnya.2
Keluhan-keluhan yang disampaikan oleh konsumen, harus diselesaikan secara positif
oleh pelaku usaha, dimana pelaku usaha harus bertanggung jawab atas semua kerugian yang
diderita konsumen, namunsering terjadi juga konsumen kecewa karena keluhan-keluhan yang
disampaikannya tidak mendapat
2
Bambang Sujatno, Hotel Courtesy, Yogyakarta, Andi Yogyakarta, 2006, Halaman 118-119
penyelesaian yang positif, serta ada juga pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh konsumen akibat dari kesalahan pihak pelaku usaha itu sendiri, hal
ini merupakan masalah yang sering terjadi di dalam dunia perhotelan, sehingga posisi konsumen
yang rendah mengakibatkan kepentingan dan hak konsumen terabaikan,ditambah lagi peranan
pemerintah dalam mengawasi perilaku pelaku usaha yang lemah semakin membuat konsumen
tidak berdaya atas hak-haknya dalammengkonsumsi barang dan/atau jasa. Padahal konsumen
memiliki hak dasar dalam Guidelenes For Consumer Protection Of 1985 yang dikeluarkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang menyatakan:
Konsumen dimanapun mereka berada memiliki hak-hak dasar sosialnya. Yang
dimaksudHak dasar tersebut adalah Hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar
dan jujur, Hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, Hak untukmemilih, Hak
untuk didengar, Hak untuk mendapatkan ganti rugi dan Hak untuk
mendapatkankebutuhan hidup manusia.3
Salah satu hak dari pelaku usaha adalah menerima pembayaran sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Salah
satu kewajiban pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan,
dan pemeliharaan, sedangkan salah satu hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, selain itu kewajiban
3
Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen; suatu pengantar, Jakarta, CV. Tiagra Utama, 2002,
halaman 7.
konsumen adalah membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan. Tanggung jawab pelaku
usaha adalah memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen
akibatmengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Pertanggungjawaban hukum merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari
kerugian yang telah diderita oleh para pihak sebagai akibat (dalam huhungan konsumen dan
pelaku usaha) dari penggunaan, pemanfaatan serta pemakaian oleh konsumen atas barang
dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Perbuatan yang merugikan tersebut dapat lahir
karena tidak ditepatinya perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat (dikenal dengan istilah
wanprestasi) atau semata-mata lahir karena suatu perbuatan (dikenal dengan istilah perbuatan
melawan hukum). Tindakan yang merugikan ini memberikan hak kepada pihak yang dirugikan
untuk meminta pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat, beserta kompensasi atau segala
biaya, bunga, dan kerugian yang dialaminya.
Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menerbitkan kerugian kepada
konsumen merupakan pelanggaran atas prestasi pelaku usaha yang diperjanjikan sebelumnya
kepada konsumen, dalam hal ini konsumen berhak menuntut pembatalan perjanjian, meminta
penggantian atas segala biaya, dan kerugian aktual yang diderita konsumen, dalam hal demikian,
konsumen berkewajiban untuk secara langsung menyampaikan kerugian yang dideritanya
kepada pelaku usaha.
Tanggung jawab pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pada hakekatnya meliputi :
1.
Tanggung jawab ganti rugi atas kerusakan
2.
Tanggung jawab ganti rugi atas pencemaran
3.
Tanggung jawab ganti rugi atas kerugian konsumen
Berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha atas keamanan dan keselamatan tamu
hotel maka penulis melakukan survey pada salah satu hotel di Tasikmalaya yaitu Hotel Santosa
yang beralamat di jalan Gunung Sabeulah Tasikmalaya :
Dalam Penelitian Pendahuluan / survey tersebut diperoleh tentang peristiwa ada
seseorang yang bermaksud menginap di hotel santosa, sebelum masuk hotel santosa ia
menyimpan mobilnya dan mengunci pintu mobilnya di tempat parkir hotel santosa. Ia pun
bergegas daftar untuk memesan kamar dan masuk kamar untuk beristirahat. Keesokan hari ketika
ia membuka kunci pintu mobilnya, ternyata radio tape beserta audio speaker yang terpasang di
mobilnya hilang, langsung ia mengadu ke pihak hotel, tetapi penanganan keamanan dan ganti
rugi dari pihak hotel kurang baik.
Berdasarkan uraian masalah di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Perhotelan Terhadap Kerugian Yang Diderita Konsumen
Atas Hilangnya Perlengkapan Mobil Yang DiParkir Di
Lingkungan Hotel Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Di Hotel Santosa Tasikmalaya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan paparan dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan seperti di bawah ini :
Bagaimanakah Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Perhotelan Terhadap Kerugian Yang
Diderita Konsumen Atas Hilangnya Perlengkapan Mobil Yang DiParkir Di Lingkungan
Hotel Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Di Hotel Santosa Tasikmalaya?
C. Tujuan Peneitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Perhotelan Terhadap Kerugian
Yang Diderita Konsumen Atas Hilangnya Perlengkapan Mobil Yang Di Parkir Di
Lingkungan Hotel Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Di Hotel Santosa Tasikmalaya.
D. Kegunaan Peneitian
1.
Kegunaan teoritis adalah bahwa dari hasil penelitian diharapkan memberikan informasi dan masukan bagi
perkembangan ilmu Hukum dibidang Hukum Perlindungan Konsumen pada khususnya dan Hukum Perdata
pada umumnya.
2.
Kegunaan praktis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran untuk konsumen jasa
perhotelan di Indonesia terkait dengan tanggung jawab Hotel Santosa sebagai pelaku usaha jasa terhadap
konsumen.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Pelaku Usaha
1. Pengertian Pelaku Usaha
Pengertian pelaku usaha tercantum dalam Pasal 1 Nomor 3 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa :
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang diberikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi”.
Dalam penjelasan UUPK yang termasuk pelaku usaha yaitu perusahaan, korporasi,
BUMN, koprasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.Jadi pengertian pelaku usaha
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut luas sekali, karena pengertiannya tidak
dibatasi hanya pabrikan saja, melainkan juga para distributor (dan jaringannya), serta termasuk
para importir.Hubungan antara pelaku usaha dan orang yang menginap di dalam KUH Perdata
termasuk jenis perjanjian sewa, dimana para pemakai sewa tanah disebut penyewa.Dalam kontek
Hukum Perlindungan konsumen.
Hal ini berarti tidak hanya para produsen pabrikan yang menghasilkan barang dan/ atau
jasa yang tunduk pada undang-undang ini, melainkan juga para rekanan, termasuk para
agen, distributor, serta jaringan-jaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan
pemasaran barang dan/ atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai dan/ atau
pengguna barang dan/ atau jasa.4
Pelaku usaha yang dimaksud dalam UUPK sama dengan cakupan
4
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op Cit, hal.5
produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau
badan hukum. Dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah mencakup ekspotir
atau pelaku usaha di luar negeri, karena UUPK membatasi orang perseorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia.5
Pelaku usaha berdasar Pasal 1 ayat 3 UUPK terdiri dari:
1) Pelaku usaha sebagai pencipta atau pembuat barang yang menjadi sumber terwujudnya barang
yang aman dan tidak merugikan konsumen.
2) Pedagang sebagai pihak yang menyampaikan barang kepada konsumen.
3) Pengusaha jasa.
Pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga memberikan
pengertian pelaku usaha, yaitu Pengusaha adalah:
a) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan yang
bukan miliknya;
c) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dan (2) yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
2. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen
Berhubungan dengan masalah yang diteliti, hubungan hukum yang terjadi antara
pengusaha hotel dengan pihak tamu hotel yang pada dasarnya disebut konsumen adalah
hubungan hukum penitipan barang. Ada pendapat yang menjelaskan tentang pengertian
penitipan murni dan sekestrasi.
Abdul Hakim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoritisdan Perkembangan
Pemikiran,Bandung, Nusa media, 2008, halaman 35
5
menyatakan tentang penitipan murni dan sekestrasi.
Penitipan murni dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
menghendaki. Tujuan dari penitipan murni adalah untuk menjaga keselamatan barang itu dari
kehilangan , kemusnahan, kecurian dan sebagainya. barang yang dimaksud dari pernyataan
diatas adalah suatu yang berharga seperti uang, dokumen, surat berharga dan barang lain yang
berharga.
Sekestrasi Adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, ditangannya
seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk setelah perselisihan ini diputus,
mengembalikan barang itu kepada siapa akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya.
Penitipan ini ada terjadi dengan perjanjian dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim.
Sekestrasi terjadi dengan perjanjian, apabila barang yang menjadi sengketa diserahkan kepada
seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih secara sukarela.6
Berbicara mengenai penitipan barang dalam Kitab Undang- undang Hukum Perdata
dirumuskan.
Pasal 1694 KUHPERDATA menyatakan:
6
Penitipan barang, Wordpress, http://.wordpress.com, .www.google.com
Menurut Muhammad Syafi'I Antonio dalam buku “Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik”
Penitipan adalah terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan
syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.
Macam-macam penitipan barang menurut KUHPERDATA dirumuskan:
Pasal 1695 KUHPERDATA menyatakan:
Ada dua jenis penitipan barang yaitu; penitipan murni (sejati) dan Sekestrasi (penitipan dalam
perselisihan).
Pasal 1696 KUHPERDATA menyatakan:
Penitipan murni dianggap dilakukan dengan cuma-cuma bila tidak diperjanjikan sebaliknya.
Penitipan demikian hanya mengenai barang-barang bergerak.
Pasal 1701 KUHPERDATA menyatakan:
Penitipan barang dengan sukarela hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk
mengadakan perjanjian. Akan tetapi jika orang yang cakap untuk mengadakan perjanjian
menerima titipan barang dan seseorang yang ti dak cakap untuk itu, maka ia harus memenuhi
semua kewajiban seorang penerima titip murni.
Pasal 1730 KUHPERDATA menyatakan:
Sekestrasi ialah penitipan barang yang berada dalam persengketaan kepada orang lain yang
mengikatkan diri untuk mengembalikan barang itu dengan semua hasilnya kepada yang berhak
atasnya setelah perselisihan diputus oleh Pengadilan. Penitipan demikian terjadi karena
perjanjian atau karena perintah
Hakim.
3.
Para pihak dalam penitipan barang
Para pihak dalam penitipan barang menurut Pasal 1699 KUHPERDATA adalah pemberi
titipan dan penerima titipan.Penitipan demikian hanya mengenai barang-barang bergerak.Mobil
merupakan barang bergerak.
4. Hak dan kewajiban para pihak
Hak dan kewajiban yang satu dengan yang lain tidak boleh saling merugikan. Hak dan
kewajiban terjelma dalam tindakan perorangan atau kelompok.Salah satu tindakan tersebut
adalah tindakan antara pelaku usaha dengan konsumen dalam melakukan hubungan hukum.Demi
kelancaran hubungan hukum tersebut perlu diterapkan ketentuan-ketentuan yang berlaku agar
hukum tersebut dapat berjalan dengan tertib, lancar, dan teratur serta mempunyai kepastian
hukum.
Untuk menciptakan kenyamanan b erusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai
keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada pelaku usaha diberikan
hak sebagaimana diatur pada Pasal 6 UUPK.
Hak Pelaku Usaha adalah :
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. H ak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah disebutkan pada uraian terdahulu,
maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam
Pasal 7 UUPK.
Kewajiban pelaku usaha adalah :
1. Beritikad baik dalam melakukan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta tidak
diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standard mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5.
M
emberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/jasa jasa tertentu, serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/jasa penggantian apabila barang dan/ atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Berbicara mengenai Hak dan Kewajiban para pihak dalam penitipan barang menurut
Kitab Undang- undang Hukum Perdata antara lain.
Pasal 1706 KUHPERDATA menyatakan:
Penerima titipan wajib memelihara barang titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti memelihara
barang-barang kepunyaan sendiri.
Pasal 1707 KUHPERDATA menyatakan:
Ketentuan dalam pasal diatas ini wajib diterapkan secara lebih teliti:
1. jika penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan barang itu.
2. jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu.
3. jika penitipan itu terjadi terutama untuk kepentingan penerima titipan.
4. jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa penerima titipan bertanggungjawab atau semua
kelalaian dalam menyimpan barang titipan itu.
Pasal 1715 KUHPERDATA menyatakan:
Penerima titipan hanya wajib mengembalikan barangtitipan itu dalam keadaan
sebagaimana adanya pada saat pengembalian. Kekurangan yang timbul pada barang itu
diluar kesalahan penerim atitipan. Harus menjadi tanggungan pemberi titipan.
Dalam suatu masalah mengenai tanggung jawab haruslah diselesaikan dengan baik.
Penerima titipan wajib mengembalikan barang yang sama dengan yang diterimanya. Sampai kata
bahwa dari semula bagus dan nanti dikembalikan harus bagus juga.
5. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Para Pihak
Tujuan perlindungan konsumen dalam UUPK antara lain adalah untuk mengangkat harkat kehidupan
konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang membawa akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau
jasa harus dihindarkan dari aktivitas perdagangan pelaku usaha. Sebagai upaya untuk menghindarkan akibat negatif
pemakaian barang dan/atau jasa tersebut, maka Undang-Undang menentukan berbagai larangan yang tercantum
dalam Pasal 8 UUPK, yaitu :
1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang-barang
dan/atau jasa yang :
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan
pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label.
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,
tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau
dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau b ekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
le ngkap dan benar.
4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada Ayat (1) dan (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 UUPK tersebut dapat kita bagi
ke dalam dua larangan pokok, yaitu :
a. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk
dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen.
b. Larangan mengenai ketersedian informasi yang tidak benar, dan tidak akurat, yang menyesatkan
konsumen.
6. Pengertian Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsum en
Masyarakat Indonesia sebagai konsumen belum mengerti benar akan arti perlindungan
konsumen. Masyarakat sering tidak sadar apabila hak-haknya
dirugikan oleh pelaku usaha. Masalah perlindungan konsumen bukanlah masalah baru, samp ai
saat ini batasan hukum perlindungan konsumen masih beragam. Walaupun begitu, secara umum
para ahli sepakat bahwa hukum perlindungan konsumen ini bertujuan untuk melindungi
kepentingan konsumen dan menyeimbangkan kedudukan konsumen dan pelaku usaha. Kata
“perlindungan” di sini memiliki arti yang khas, sebab ia menunjuk pada suatu kondisi yang tidak
seimbang antara para pihak, sehingga hukum perlu memberikan perlindungan kepada pihak yang
kedudukannya lebih lemah.
Di Indonesia, keinginan mewujudkan upaya hukum perlindungan konsumen sudah ada
sejak Tahun 1980-an, tetapi upaya tersebut baru bisa terealisasi pada Tahun 1999 dengan
dikeluarkannya UUPK yang diundangkan pada tanggal 20 April 199 9 memberikan semangat
baru dalam pemberdayaan konsumen di Indonesia dan menempatkan perlindungan konsumen
kedalam tatanan sistem hukum nasional. Undang-Undang yang digolongkan baru tersebut pada
dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen.
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan
perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi
kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.7
Menurut Janus Sibalok, Perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha bukan
merupakan hal baru. Hal ini disebabkan oleh banyaknya transaksi yang dibuat di luar
peraturan yang ada, dalam perkembangannya konsumen semakin menyadari akan hakhaknya dan berjuang dalam hal : konsumen menerima prestasi yang tidak sesuai dengan
kontrak, barang yang dibeli kualitasnya tidak bagus atau ada cacat tersembunyi yang
merugikan konsumen dan adanya unsur penipuan atau paksaan dalam melakukan
transaksi. 8
7
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2006,
halaman 9.
8
Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan Konsumen,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), halaman 79.
Menurut Shidarta bahwa istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan
konsumen” sudah sangat sering didengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang
masuk ke dalam materi keduanya. Juga, apakah kedua “cabang” hukum itu identik.
Posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat,
sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada
masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen
adalah dua bidang yang sangat sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang
memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengan dung
sifat melindungi konsumen. 9
Menurut AZ Nasution, Hukum Konsumen merupakan keseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum dan masalah antara berbagai pihak satu
sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen didalam pergaulan hidup.10
Hukum konsumen memiliki skala yang lebih luas meliputi berbagai aspek hukum yang
didalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen, ini adalah aspek perlindungannya, misalnya
bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.
Pengertian dari istilah perlindungan konsumen itu sendiri dalam Pasal 1 angka 1 UUPK
adalah se gala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.
Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1
UUPK tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan
tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk
kepentingan konsumen.
Meskipun undang-undang ini disebut sebagai UUPK namun bukan berarti kepentingan
pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan
perekonomian nasional banyak ditentukan oleh para pelaku usaha.11
Pengertian tersebut diparalelkan dengan definisi konsumen didalam Pasal 1 angka 2
UUPK yaitu Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
Shidarta, Op. Cit, halaman 11.
AZ. Nasution, Op. Cit, halaman 37.
11
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op. Cit, halaman 1.
9
10
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup l ain dan tidak untuk diperdagangkan.
Kedudukan konsumen dapat digambarkan dalam hubungan hukum dengan pelaku
usaha, ada beberapa prinsip yang dikenal dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan
konsumen, yaitu :
a) Prinsip Let the buyer beware
Doktrin Let the buyer beware atau caveat emptor sebagai embrio dari lahirnya sengketa
dibidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi, pelaku usaha dan konsumen adalah
dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi
konsumen.
Konsumen dalam perkembangannya tidak mendapat akses informasi yang sama
terhadap barang atau jasa yang dikonsumsi, hal tersebut disebabkan karena
keterbatasan pengetahuan konsumen. Selain itu juga sikap tidak terbuka yang
ditunjukkan oleh pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya, akhirnya
konsumenlah mengalami kerugian.
Doktrin let the buyer beware ditentang oleh pendukung gerakan perlindungan
konsumen. Menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual beli, yang wajib berhati hati adalah pembeli. Menjadi kesalahan pembeli apabila sampai membeli dan
mengkonsumsi barang-barang yang tidak layak.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kecenderungan caveat emptor dapat mulai
diarahkan kepada caveat venditor (pelaku usaha yang perlu berhati-hati). The Due
b)Care Theory
Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban berhati-hati
dalam memasarkan produknya. Selama berhati-hati dengan produk yang dikeluarkan,
pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan. Secara a contrario, untuk dapat
mempersalahkan pelaku usaha, konsumen harus dapat membuktikan pelaku usaha
tersebut melanggar prinsip kehati-hatian.
Ditinjau dari beban pembuktian, tampak penggugat (konsumen) harus membuktikan
dan pelaku usaha cukup menunggu. Berdasarkan bukti penggugat (konsumen)
barulah pelaku usaha membela diri, atau dengan memberikan bukti-bukti kontra yang
menyatakan pelaku usaha tidak bersalah.
c) The Privity of Contract
Prinsip ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi
konsumen, tetapi hal tersebut baru dapat dilakukan jika diantara konsumen dan
pelaku usaha telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat
disalahkan atas hal-hal diluar yang diperjanjikan.
Hal tersebut berarti konsumen boleh menggugat berdasarkan wanprestasi (contractual
liability). Karena sangat sulit menggugat dengan dasar perbuatan melawan hukum
(tortious liability) ditengah minimnya peraturan perundang-undangan dibidang
konsumen.
Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen, seperti perjanjian standar, jelas hanya
hal-hal yang dianggap kesalahan prinsipil yang diperjanjikan. Kesalahan-kesalahan
kecil menurut pelaku usaha biasanya tidak disinggung secara khusus dalam
perjanjian. Akibatnya apabila konsumen menuntut pelaku usaha atas dasar kesalahan
kecil, maka jenis kesalahan seperti itu tidak tercakup dalam perjanjian.
d) Kontrak Bukan Syarat
Dengan semakin kompleksnya bentuk-bentuk transaksi konsumen, prinsip the privity
of contract tidak mungkin lagi dipertahankan secara mutlak untuk mengatur
hubungan antara pelaku usaha dan kons umen, sehingga kontrak bukan lagi
merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum.
Berdasarkan hal tersebut, ada pandangan yang menyatakan prinsip kontrak bukan
syarat hanya berlaku untuk obyek transaksi berupa barang, sekalipun demikian,
kontrak selalu dipersyaratkan untuk transaksi konsumen dibidang jasa. 12
7. Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen
Asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang
umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
ditemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut.
UUPK ini diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang re levan
dengan pembangunan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 UUPK, yaitu :
1. Asas Manfaat
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebe sarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas Keadilan
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi se luruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, p elaku usaha, dan pemerintah dalam materiil dan spirituil.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan konsumen
Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum
12
Shidarta, Op. Cit, halaman 61-64.
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Kelima asas yang disebutkan dalam Pasal tersebut bila diperhatikan substansinya, dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) asas yaitu:
a. Asas Kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan kesel amatan
konsumen
b. Asas Keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan
c. Asas Kepastian Hukum13
Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen yang dikelompokkan dalam 3 (tiga)
kelompok diatas yaitu asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam hukum
ekonomi keadilan disejajarkan dengan keseimbangan, kemanfaatan disejajarkan dengan
asas maksimalisasi, dan kepastian hukum disejajarkan dengan asas efisiensi. Asas
kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas efisiensi karena menurut Himawan,
bahwa ”Hukum yang berwibawa berarti hukum yang efisien, di bawah naungan mana
seseorang dapat melaksanakan kewajibanya hak-haknya tanpa ketakutan dan
melaksanakan kewajibannya tanpa penyimpangan”.14
8. Sumb er Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen juga dapat ditemukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan
yang berlaku UUPK berlaku sejak disahkannya (tanggal 20 April 2000). Dalam ketentuan Pasal 64 (Ketentuan
Peralihan) UUPK disebutkan:
“Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada
pada saat undang-undang ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus
dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.”
Pasal 64 UUPK ditujukan untuk menghindari kemungkinan adanya kekosongan hukum, dalam arti
ketentuan yang ada di luar UUPK tetap dijadikan dasar yang digunakan sebagai upaya memberikan perlindungan
kepada konsumen.
Beberapa peraturan yang dijadikan sumber hukum perlindungan konsumen diantaranya sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945
13
Amadi Miru & Sutarman Yodo, Op.cit, halaman 26.
14 Ibid, halaman 33.
1) Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi:
“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.”
Penjelasan dari Pasal ini bahwa ketentuan ini mengenai hak warga Negara yang
dinyatakan dalam penjelasan Pasal 27 ini adalah hak warga Negara yang menjamin agar
mereka dapat hidup sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya hak yang bersifat fisik, material,
tetapi hak bersifat psikis seperti hak mendapatkan pengetahuan yang benar tentang segala
barang dan jasa yang ditawarkan.
2) Pasal 28 UUD 1945, yang berbunyi:
“Kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
Penjelasan Pasal ini menyatakan bahwa, Pasal ini mengenai kedudukan penduduk. Pasal
ini juga memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun Negara yang bersifat demokratis
dan hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan. Berbagai hak yang
dimiliki konsumen telah masuk dalam kedua Pasal tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa
UUD 1945 merupakan suatu sumber hukum bagi perlindungan konsumen karena hak
konsumen terdapat didalamnya.
b. Ketetapan MPR
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak 1993 (Ketetapan MPR
No.II/MPR/1993) secara eksplisit dicantumkan kata “Perlindungan Konsumen”, sekalipun tidak
diuraikan lebih jauh mengenai pengertian dan substansinya. Sec ara implisit dapat ditemukan
berbagai hal yang berhubungan dengan kepentingan konsumen, seperti keharusan menghasilkan
atau meningkatkan:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
15
Barang yang bermutu
Kualitas dan pemerataan pendidikan
Kualitas pelayanan kesehatan
Kualitas hunian dan lingkungan hidup
Sistem transportasi yang tertib, lancar, aman, dan nyaman
Kompetisi yang sehat
Kesadaran hukum 15
Shidarta, op.cit., 2006, hal 92-93
c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Dalam Buku III tentang Perikatan antara lain:
1) Pasal 1238 KUHPerdata, berbunyi:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri,
ialah jika ia menetapkan, behwa si berutang harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukkan.”
Pasal ini menentukkan tentang waktu yang dinyatakan debitur lalai, yaitu
jika hingga lewatnya waktu yang ditetapkan, debitur belum melaksanakan
perikatan atau prestasi yang telah ditentukan.
2) Pasal 1267 KUHPerdata, berbunyi:
“Pihak terhadap siapa perikatan tidak terpenuhi, dapat memilih apakah
ia, jika hal tersebut masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain
untuk memenuhi perjanjian , ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian,
disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.”
Pasal ini memberikan pilihan kepada debitur untuk menunjuk pihak
debitur karena perbuatan wanprestasi yang dilakukan debitur, bahwa kepada
kreditur dapat memilih tuntutan sebagai berikut:
a. pemenuhan perjanjian;
b. pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
c. pembatalan perjanjian;
d. pembatalan disertai ganti rugi. 16
3) Pasal 1365 KUHPerdata, berbunyi:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang yang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Pasal ini mengatur tentang ganti rugi yang diakibatkan perbuatan melawan
hukum, maka Pasal ini juga dapat digunakan untuk melindungi hak
16
R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1991, hal 53
konsumen, apabila seseorang dalam hal ini konsumen merasa dirugikan oleh
pelaku usaha.
4) Pasal 1320 KUHPerdata, berbunyi:
a.
b.
c.
d.
Untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu:
ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian.
ada kecakapan pihak-pihak yang membuat perjanjian.
ada suatu hal tertentu.
ada suatu sebab yang halal.
Perjanjian tersebut menjadi bukti adanya hubungan atau transaksi antara
konsumen dan produsen sebagai dasar pemenuhan hak dan kewajiban diantara
mereka. Jika syarat 1 dan 2 tidak terpenuhi maka akibatnya adalah dapat
dibatalkan dan apabila syarat 3 dan 4 tidak terpenuhi maka akibatnya adalah
batal demi hukum.
d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Dalam B uku III tentang Pelanggaran antar lain Pasal 204, 205, 393 KUHP.
a. Berbagai peraturan perundang-undangan lain, diantaranya:
1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan.
2) Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
3) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan
4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten.
5) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Hak Merek.
6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
7) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
8) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
9) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
10) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Perlindungan konsumen kini telah secara khusus diatur dalam sebuah undang-undang yaitu
UUPK.
9. Tujuan Perlindungan Konsumen
Pasal 3 UUPK menyebutkan bahwa Perlindungan Konsumen bertujuan :
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan konsumen.
Tujuan perlindungan konsumen yang telah dituangkan dalam Pasal 3 UUPK tersebut
merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum
perlindungan konsumen. Adanya tujuan yang telah ditetapkan dalam UUPK, maka hal tersebut
dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah dan Lembaga Perlindungan
Konsumen untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen.
B. Kerugian
Menurut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, di dalam ilmu hukum, perbuatan yang merugikan dapat
lahir karena :
1. Tidak ditepatinya suatu perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat (wan prestasi).
2 Semata-mata lahir karena suatu perbuatan tersebut
(PMH). .
17
Menurut Abdulkadir Muhammad
wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam
perikatan. Untuk menentukan apakah seorang debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi
prestasi. Ada tiga keadaan, yaitu :
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.18
Menurut Abdulkadir Muhammad untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan “perbuatan melawan
hukum” (onrechtmatige daad), Pasal 1365 KUH Perdata menentukan sebagai berikut : “Tiap perbuatan
melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah
m nimbulkan
kerugian itu, mengganti kerugian”. Berdasarkan rumusan Pasal ini, dapat diketahui bahwa
e
suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut ini :
1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig)
2. Perbuatan itu menimbulkan kerugian
3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal
Salah satu saja dari unsur-unsur in i tidak terpenuhi, maka perbuatan itu tidak dapat dikatakan perbuatan
melawan hukum.19
Menurut J. Satrio dalam bukunya Hukum Perikatan pada umumnya Kerugian terdiri dari 2 macam :
1. Ke ru
gian yang benar-benar diderita, yang terdiri dari :
a) Kerugian prestasi yang diperjanjikan, jika debitur tidak berprestasi
b) Biaya
c) Kerugian keterlambatan
d) Kerugian yang diakibatkan karena prestasi debitur tidak baik
2. Keuntungan yang diharapkan
Kerugian yang benar-benar diderita merupakan kerugian yang telah nyata diderita oleh debitur,
yang masih dalam perhitungan.
20
sedangkan keuntungan yang diharapkan merupakan kerugian
Menurut Abdulkadir Muhammad di dalam buku Hukum Perikatan, ganti rugi itu terdiri dari 3 unsur
(Pasal 1246 KUH Perdata) yaitu :
1.
2.
3.
17
18
Ongkos-ongkos atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan (Cost)
Kerugian karena ker saka kehilangan atas barang kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur
u
n,
(damage). Kerugian disini adalah sungguh-sungguh diderita
Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest)
Ganti kerugian harus dihitung berdasarkan nilai uang, bukan berupa barang. Undang-undang
memberikan batasan-batasan mengenai besarnya ganti kerugian yang tercantum dalam Pasal 1247 dan
Pasal 1248 KUH Perdata.21
Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, op cit, halaman 62
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, halaman 203-
204.
Ibid, halaman 25 1-252.
J. Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, halaman 17
21
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1992,
19
20
halaman 39
C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung jawab pelaku usaha adalah tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban pelaku usaha sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Tanggung jawab tersebut adalah “minimal” artinya pelaku usaha
tidak sekedar yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen saja tetapi dapat
meliputi kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan sebagaimana mestinya sebagai
pelaku usaha, dapat berdasarkan Undang-Undang lain, ketentuan-ketentuan yang pada
akhirnya. Tanggung jawab ini akan berdampak positif kepada konsumen.22
Tanggung jawab dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya).23
Menurut Abdulkadir Muhammad yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah apabila pelaku us aha
tidak menyelenggarakan kegiatan usahanya sebagai mana mestinya, pelaku usaha harus bertanggung
jawab, artinya memikul semua akibat yang timb ul dari perbuatan penyelenggaraan
kegiatan usaha baik karena kesengajaan ataupun karena kelalaian pelaku usaha sendiri. Timbulnya
konsep tanggung jawab karena pelaku usaha memenuhi kewajiban tidak sebagaimana mestinya, atau
tidak baik, atau tidak jujur, atau tidak dipenuhi sama sekali.
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat ketentuan yang membatasi
tanggung jawab pihak-pihak. Apabila perjanjian dibuat secara tertulis, biasanya pembatasan itu
dituliskan secara tegas dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian. Tetapi apabila klausula dibuat
secara tidak tertulis (lisan), maka kebiasaan yang berintikan kelayakan atau keadilan memegang
peranan penting, disamping ketentuan Undang-Undang. Bagaimanapun pihak-pihak dilarang
menghapuskan sama sekali tanggung jawab. 24
Prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesal ahan ini menyatakan, seseorang baru dapat
dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.
Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai Pasal tentang perbuatan melawan hukum,
harus terpenuhinya 4 unsur pokok, yaitu :
a) Adanya perbuatan
b) Adanya unsur kesalahan
c) Adanya kerugian
d) Adanya hubungan causalitas
Secara common sense, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adil bagi orang yang berbuat
salah untuk mengganti kerugian.
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab
22
Suyadi, DiktatDasar – Dasar Hukum Perlindungan Konsumen, Purwokerto , Fakultas Hukum Unsoed,
2007, halaman 43.
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, 1976, halaman 1014
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara,Bandung, PT. Citra Adtya
Bakti, 1991, Halaman 22
23
24
Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab ini menyatakan, tergugat selalu dianggap
bertanggung jawab, sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah, jadi beban pembuktian ada
pada tergugat.
3. Prinsip praduga selalu tidak bertanggung jawab
Prinsip praduga selalu tidak bertanggung jawab ini merupakan kebalikan dari prinsip praduga
selalu bertangggung jawab. Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang
terbatas.
4. Prinsip tanggung jawab mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak ini sering diidentifikasikan dengan prinsip tanggung jawab absolut,
namun ada pihak ynag membedakan keduanya tanggung jawab absolut adalah tanggung jawab
tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya, sedangkan tanggung jawab mutlak menetapkan
kesalahan bukanlah sebagai faktor yang menentukan, namun ada pengecualiannya yang
memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab
5. Prinsip tanggung jawab pembatasan
Prinsip tanggung jawab pembatasan ini sangat disukai oleh pelaku usaha untuk dicantumkan
sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Prinsip ini biasanya
dikombinasikan dengan prinsip-prinsip tanggung jawab lainnya .
Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan sepihak oleh pelaku usaha.
Dalam UUPK yang baru, seharusnya pel aku usaha tidak boleh sepihak menentukan klausula yang
merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan,
mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.25
Pengusaha hotel santosa sebagai pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tanggung
jawab pelaku usaha tertera pada Pasal 19, yaitu :
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan .
2. Ganti rugi ebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi di laksanakan pada tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
25
Sidharta, op cit, halaman 72-80
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan ssebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesal ahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
Sehingga Tanggung jawab pelaku usaha meliputi :
1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan
2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran
3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen
Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan/jasa yang cacat bukan merupakan
satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku usaha.Hal ini berarti bahwa tanggung jawab
pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen. 26
Ketentuan Pasal 19 dikaitkan dengan Pasal 23 yang menyatakan : “Pelaku usaha yang
menolak dan/atau memberikan tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan
konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), dapat
digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan gugatan ke badan
peradilan di tempat kedudukan konsumen”.
Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen
sebagai akibat penggunaan produk, baik yang b erupa kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat
didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis besarnya hanya ada
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada,
2007, halaman 125.
26
2 kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian
yang berdasarkan perbuatan melawan hukum.27
D. Perhotelan Di Indonesia
1. Penge rtian Hotel
Secara a
h rfiah, kata Hotel dulunya berasal dari kata Hospitium (bahasa Latin), artinya
ruang tamu. Dalam jangka waktu lama kata hospitium mengalami proses perubahan
pengertian dan untuk membedakan antara Guest House dengan Mansion House (rumah
besar) yang berkembang pada saat itu, maka rumah-rumah besar disebut dengan
Hostel.28
Rumah-rumah besar atau hostel disewakan kepada masyarakat umum untuk menginap
dan beristirahat sementara waktu, yang selama menginap para penginap dikoordinir
oleh seorang host, dan semua tamu-tamu yang (selama) menginap harus tunduk kepada
peraturan yang dibuat atau ditentukan oleh host (Host Hotel). Sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan orang-orang yang ingin mendapatkan kepuasan, tidak suka
dengan aturan atau peraturan yang terlalu banyak sebagaimana dalam hostel, dan kata
hostel lambat laun mengalami perubahan. Huruf “s” pada kata hostel tersebut
menghilang atau dihilangkan orang, sehingga kemudian kata hostel berubah menjadi
Hotel seperti apa yang kita kenal sekarang.29
Pengertian hote l di dalam Columbia Encyclopedia adalah House of public
entertainment, dan dapat disimpulkan dengan istilah menjamu, dengan memberikan
kesenangan atau kepuasan berupa akomodasi, makanan, minuman, dan lain-lainnya.
Kepuasan para tamu tergantung daripada usaha yang baik dari pihak yang menjamu
atau tuan rumah. 30
Menurut Dirjen Pariwisata (Depparpostel) bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi
yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan, untuk menyediakan jasa penginapan,
makan dan minum, serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial.
Menurut Richard Sihite, Hotel adalah sejenis akomodasi, yang menyediakan fasilitas
Ibid, halaman 127.
28
Richard Sihite, Hotel Management (Pengelolaan Hotel), Penerbit SIC, halaman 44
29 Hot el , W or dpr ess, http://ba ttle m ywo
, diakses pada tanggal 5 Maret 2009.
rm.wordpress.com
30
Richard Sihite,Op. cit, halaman 45.
27
dan pelayanan penginapan, makan-minum, serta jasa-jasa lainnya untuk umum yang tinggal
untuk sementara waktu dan dikelola secara komersil.31
2. Klasifikasi Usaha Hotel
Klasifikasi hotel bintang adalah kriteria penggolongan hotel berdasarkan jumlah poin
yang didapatkan dari hasil penilai an. Penilaian itu berdasarkan :
1. Fisik atau bangunan
2. Manajemen atau operasional
3. Pelayanan atau service32
Penilaian ditentukan oleh Departemen Pariwisata dengan timnya dan Persatuan Hotel
dan Restoran Indonesi a (PHRI). Dalam unsur penilaian ada tiga bobot atau nilai, yaitu :
1. M berarti Mutlak
2. P berarti Penting
3. D berarti Disarankan33
Penilaian yang diberikan oleh tim penilai, maka hasil penilaian dari berbagai faktor harus
di jumlah, barulah disesuaikan dengan klasifika olongan h
sesuai stand nasional, hasil
si g
otel
ard
penilaian dapat dilihat dari contoh berikut:
Hotel
Hotel bintang 1
Hotel bintang 2
Hotel bintang 3
Hotel bintang 4
Hotel bintang 5
Jum
lah P
400
500
700
900
1000
oin
M
P
D
Mutlak
Penting
Disarankan
74
101
126
160
174
284
344
496
663
752
42
55
78
77
74
Ibid, halaman 53.
Richard Komar, Hotel Management, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006,halaman 135
33
Loc. cit
31
32
Unsur
-unsur persyaratan
pada saat menentukan kriteria klasifikasi hotel, diantaranya :
a. Fisik
1). Lo
kungan
kasi dan Ling
a) Lokasi hotel mudah dicapai kendaraan umum atau pribadi roda empat langsung ke area hotel.
b)H otel harus menghindarkan pencemaran yang diakibatkan gangguan luar yang berasal dari :
(1). Suara bising
(2). Ba u tida k en a k
(3). D e b u
(4). A s a p
(5). Serangga dan binatang pengerat
2). Taman
Hotel memiliki taman :
a) Terletak di dalam atau di luar bangunan.
b) Taman terpelihara, bersih dan rapih. Taman yang memiliki kolam hias harus berisi ikan.
3). T
parkir
empat
Tersedia temapt parkir kendaraan :
a) Kapasitas satu tempat parkir untuk setiap enam kamar hotel.
b) Tidak be cek atau tersedia saluran air.
4). Olahraga dan Rekreasi
Hotel dianj urkan menyediakan salah satu sarana olahraga dan rekreasi lainnya yang merupakan pilihan
dari :
a) Kolam renang
b) Fitness centre
c) Sauna
d) Tenis
5). Bangunan
Ban
ang memenuhi persyaratan perizinan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku :
gunan hotel y
a) Kead
unan yang bersih dan terawat dengan baik
aan bang
b) Peng
hotelditaseuaidenganfungsinyasehinggamemudahkanarustamu,arus
aturan ruang
kary awan dan arus barang atau produk hotel.
c) Unsur dekorasi harus tercermin dalam : ruang lobi, restoran, kamar tidur dan tampak muka hotel.
d )Peralatan teknis b a n g u n a n t e r d i r i d a r i :
(1). Utilitas
(a). Air
(b).
L istrik
(c). Tata udara diatur dengan atau tanpa alat pengatur suhu
(d). Tersedia ruang mekanik
(2). Komunikasi
(a). Tersedia telepon satu saluran yang dapat digunakan untuk sambungan lokal, interlokal,
dan internasional. Untuk hotel yang lokasinya belum terjangkau oleh saluran telepon
diharuskan untuk menyediakan alat pengganti sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(b). Tersedia saluran telepon dalam (airp hone).
(c). Tersedia central radio dan music pengiring.
(3). P encegahan bahaya kebakaran
(a). alat deteksi dini, alat pencegah pemadam, alat control lokasi kebakaran.
(b). Tersedia petunj uk cara menyelamatkan diri di setiap koridor.
(4). Pembuangan limbah
(a). Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup, sebelum diangkut ke
tempat pembuangan.
(b). Tersedia saluran air kotor atau air yang berlaku.
6) Kamar Tamu
a)
Jumlah kamar minimal :
(1). Kamar standard 5 buah.
(2). Semua kamar dilengkapi kamar mandi dalam.
b) Luas minimal kamar standard 20 m2.
c) Tinggi kamar minimal 2,60 m.
d) Kamar tidur kedap suara, terhindar dari kebisingan yang disebabkan baik oleh suara dari luar
maupun dari dalam hotel itu sendiri.
e) Disarankan seluruh lantai dilapisi oleh karpet.
f) Jendela dengan tirai yang tidak tembus dari luar.
g) Tata udara diatur dengan atau tanpa pengatur suhu.
h) Interior kamar mencerminkan suasana Indonesia.
i) T ersedia sekurang-kurangnya satu stop kontak di tiap kamar dan satu di kamar mandi, khusus alat
cukur.
j) seluruh dinding kamar mandi harus dengan bahan kedap air.
k) Perlengkapan kamar tidur dan kamar mandi.
7) Ruang makan
8) Bar
9) Lobi
10) Telepon Umum
11) Toilet Umum
12) Koridor
13) Ruangan yang Disewakan
14) Hotel menyediakan ruangan yang disewakan untuk keperluan lain di luar kegiatan utama hotel sesuai
dengan definisi hotel minimal 1 ruangan :
(a). Drugstore
(b). Souvenir shop
(c). Butuk dan salon kecantikan
15). Dapur
16). Ar ea admn istr asi
Area administrasi terdiri dari : Front Office dan kantor pengelolaan hotel.
17
a
). Area Tata Grah
Area tata graha terdiri dari : Ruang lena dan ruang binatu.
18
n operasional
). Area dan ruanga
Area dan ruangan operasional yang terdiri dari : gudang dan ruangan karyawan.
b). Op erasional atau Manajemen
1 ). Or g an i s a s i
2 ). Tenaga Kerj a
3). Front Office
4). Housekeeping
5). Food and Baverage
6). Binatu dan cuci setrika
7). Ruangan karyawan
8). Keamanan
9). Olahraga dan rekreasi
c). Pelayanan
1). Keramahtamaan Indonesia
2). Kemahiran di bidangnya dan waktu operasional34
3. Unsur-Unsur Perhotelan
34
Ibid, halaman 136-156.
Usaha perhotelan merupakan usaha jasa yang sangat menguntungkan dengan
memberikan jasa berupa pelayanan kepada tamu apa yang mereka inginkan berupa service yang
memuaskan ditunjang dengan fasilitas yang memadai sehingga para tamu hotel akan merasa
nyaman dan senang. Tamu hotel merupakan setiap orang yang datang ke hotel baik untuk
menginap, makan, minum, atau untuk keperluan lainnya. Dalam bahasa inggris ada perbedaan
istilah, yaitu :
1. Guest, adalah tamu hotel yang datang untuk menggunakan kamar (menginap) atau
tamu yang datang walaupun tidak untuk menginap tetapi berminat untuk
menggunakan fasilitas atau pelayanan lain di dalam hotel.
2. Visitor atau pengunjung, adalah tamu hotel yang datang tidak untuk menginap tetapi
untuk keperluan lain seperti makan di restaurant atau coffe shop, minum di bar,
mengunjungi keluarga atau rekan kerjanya yang menginap di hotel.
Berdasarkan keterangan di atas, setiap orang yang datang untuk menginap dan/atau
menggunakan fasilitas serta pelayanan hotel adalah tamu hotel. Untuk memberikan pelayanan
istimewa kepada tamu, maka dikelompokan jenis-jenis tamu hotel sebagai berikut ;
a. Walk in Guest, adalah tamu yang datang ke hotel untuk menginap, tanpa pesan tempat (reservation)
terlebih dahulu.
b. Reguler Guest, adalah tamu hotel biasa. Artinya tamu tersebut bukan tamu penting, dan bukan tamu
yang telah berulang-ulang menginap di hotel tersebut dan juga bukan tamu yang menginap dalam
jangka waktu yang cukup lama.
c. VIP (Very Important Person) Guest adalah tamu yang dianggap sangat penting, karena jabatannya
dalam pemerintah atau perusahaan atau organisasi hotel, atau anggota dari suatu club tertentu.
d. Customer Guest, adalah tamu langganan yang bukan baru sekali saja datang dan menginap di hotel,
tetapi sudah berkali-kali atau berulang-ulang menggunakan fasilitas serta pelayanan hotel.
e. Long Staying Guest, adalah tamu yang menginap atau tinggal di hotel dalam waktu yang relatif lama.
f. Group Guest, adalah tamu yang datang menginap di hotel itu secara rombongan, biasanya dikoordinir
oleh travel agen atau biro perjalanan tertentu.
g. Individual Guest, adalah tamu yang datang menginap di hotel bukan dalam suatu kelompok. Datang ke
hotel secara pribadi bukan sebagai member dari suatu group tertentu.35
35
Richard, Sihite, Op.Cit, hal. 67.
Perbedaan istilah tamu seperti tersebut di atas bukanlah di maksudkan untuk membedakan perlakuan
terhadap tamu, namun dengan tujuan memberikan pelayanan kepada tamu dengan sebaik-baiknya atau semaksimal
mungki
n, mendekati apa ya
ng diharapkan.36
Produ k Industri Hotel yang dihasilkan terdiri dari 2 :
a. Produk nyata
Produk nyata adalah segala sesuatu yang dapat dilihat, disentuh, diukur dan
dihitung. Contohnya adalah : makanan, minuman, kamar tidur dan perlengkapanperlengkapannya. Secara umum komponen-komponen produk nyata terdiri dari :
1) Lokasi
Lokasi yang dibutuhkan oleh suatu hotel, adalah suatu lokasi yang strategis dan
memiliki nilai-nilai ekonomis yang tinggi. Yang dimaksud adalah lokasi hotel
dalam hubungannya dengan Bandar udara, stasiun kereta api, terminal bis,
pelabuhan laut, pusat perbelanjaan, lingkungan hotel yang menarik dan
sebagainya.
2) Fasilitas
Fasilitas adalah penyediaan perlengkapan-perlengkapan fisik untuk memberikan
kemudahan kepada para tamu dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya atau
kegiatan-kegiatannya, sehingga kebutuhan tamu dapat terpenuhi selama tinggal di
hotel.
Fasilitas-fasilitas tersebut dapat berupa :
a. Kamar tamu dengan segala perlengkapan yang terdapat di dalamnya.
b. Restoran dengan berbagai jenis produk makanan dan minuman serta fasilitas
fisik di restoran yang dapat mendukung pelayanan penyajian makanan dengan
baik.
c. Dobi
d. Ruang pertemuan
e. Sarana olahraga dan rekreasi seperti : kolam renang, tenis lapang.
f. Hiburan
g. Pertokoan
h. Peralatan pertemuan
i. Telepon
j. Fasilitas-fasilitas lain yang dapat dipergunakan oleh para tamu. Yang dimaksud
dengan fasilitas lain adalah kelompok produk selain kamar atau food and
baverage, yang secara terpisah disajikan kepada tamu untuk memperoleh
pendapatan tersendiri. Misalnya telekomunikasi, laundry and dry cleaning,
security service, steam bath, discotique, spo rt, rekreasi dan lain-lain.
b. Produk tidak nyata
Produk tidak nyata adalah produk hotel yang secara tidak nyata diterima dalam
wujud benda, akan tetapi sangat berpengaruh terhadap nilai atau mutu. Misalnya :
ketenangan, kehangatan, ketentraman, suasana lingkungan, kehangatan,
keramahtamaan, jaminan kesehatan dan kebersihan, dan lain-lain, yaitu produk yang
tidak secara langsung, tetapi para tamu dapat merasakannya dan untuk
memp erolehnya tamu harus membayar, seperti :
1. Pelayanan untuk para tamu
2.
eliharaan kebersihan dan kesehatan
Keamanan, pem
3. Keramahtamaan, kenyamanan dan sebagainya.
4. Sikap dan tingkah laku pelaksana (personalia atau karyawan)
Hot
n usaha dalam bidang jasa oleh karena itu pelayanan jasa harus
el merupaka
diberikan sesuai keinginan dan kehendak para konsumen sehingga memberikan
kepuasan terhadap konsumen. Untuk memberikan pelayanan baik terhadap
konsumen, maka karyawan hotel haruslah memenuhi beberapa persyaratan
um um, yaitu :
a). Mampu melayani tamu dengan perasaan tulus
b). Mempunyai pengetahuan, keterampilan dan prilaku sesuai dengan jabatan
pekerjaan.
c). Mempunyai rasa ikut mamiliki dan rasa tanggung jawab terhadap
pekerjaannya, serta memiliki kepribadian yang baik dan benar.
d). Harus menyadari bahwa untuk pengembangan karier bekerja di hotel
sangat bergantung dari banyak sedikitnya tamu yang menggunakan ja sa
pelayanan hotel tersebut, maka karyawan harus mampu berkomunikasi
dengan tamu serta memiliki relationship yang baik dan benar.
5). Harga yang kompetitif yang ditetapkan oleh manajemen, dan sesuai dengan
nilainya yang tidak selalu harus murah (manajemen sebagai decision maker
terhadap harga). Tujuan utama usaha perhotelan adalah mendapatkan
keuntungan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan suatu kerjasama
serta pembagian fungsi dan tugas sesuai dengan bidang kerjanya masingmasing. Bertitik tolak pada hal ini maka diadakanlah pembagian kerja menurut
kelompok dan unitnya yang terdiri dari beberapa departemen atau bagian. 37
Di dalam kegiatannya melayani tamu maka hotel dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Front Office Of The House dan Back Of The House. Yang satu menunjuk kepada bagian atau
departemen yang langsung berhubungan dengan tamu dan yang satunya lagi menunjuk pada
bagian atau departemen yang tidak secara langsung berhubungan dengan tamu. Meski ada
pembagian seperti itu, semua petugas hotel harus mampu berhubungan dan memberikan
pelayanan kepada tamu secara baik dan memuaskan.
a. Front Of The House
Bagian ini merupakan bagian yang secara langsung berhubungan dengan tamu,
yaitu :
(1). Front Office Departement
Front office department merupakan departemen yang menangani proses
penjualan kamar, dimulai dari pemesanan kamar, penyambutan tamu, re gistrasi
tamu yang akan menginap, memberikan kunci kamar, sampai menangani system
37
Sulastyono Agus, Manajemen Penyelenggaraan Hotel, Alfabeta, Bandung, halaman 28.
Loc Cit.
36
pembayarannya. Departemen ini juga berfungsi sebagai pusat informasi bagi para
tamu. Bagian inilah yang mempunyai kesempatan emas untuk menciptakan kesan
pertama, kesan kedua, dan seterusnya hingga kesan terakhir. Kesempatan pertama
adalah pada saat menyambut pemesanan dan kedatangan tamu (check- in).
kesempatan kedua adalah saat tamu menginap. Kesan yang terakhir adalah pada
saat melepaskan tamu yang akan meninggalkan hotel (check-out).
(2). Housekeeping Departement
Departmen ini merupakan bagian dari hotel yang menangani penyiapan kamar dan
lingkungannya, sesuai standar hotel tersebut, sehingga tamu merasa nyaman.
(3). Food and Beverage Departement
Bagian ini menangani pelayanan yang berkaitan dengan penyediaan dan penjualan
makanan dan minuman termasuk peralatannya serta acara-acara yang terkait
dengannya, seperti pertemuan, seminar, eksebisi, konferensi, pesta perkawinan,
maupun pertunjukan.
(4). Accounting Departement
Bagian ini ada yang langsung berhubungan dengan tamu dan ada pula yang tidak
langsung berhubungan dengan tamu. Pelayanan yang terkait dengan keuangan
menjadi tugas dari departemen ini.
b) Back Of The House
Bagian ini merupakan bagian yang tidak langsung berhubungan dengan tamu, antara
meliputi :
(1) Human Resources Departemen
Human Resources Departem ent merupakan bagian yang menangani sumber daya
manusia, mulai dari proses penyediaan, penempatan, pengembangan, hingga proses
pemberhentiannya atau pensiun.
(2) Store Departement
Bagian ini menangani bagian pergudangan untuk keperluan hotel tersebut.
Purchasing Departement
(3)
Bagian ini menangani masalah pengadaan barang kebutuhan hotel.
(4)Cost Control Departement
Departemen ini menangani hal-hal yang berkaitan dengan pengendalian biaya dan
saran-saran untuk itu.
(5)Engineering Departement
Bagian ini menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan kelancaran
operasional bangunan termasuk pemeliharaan dan perbaikan, baik yang menyangkut
masalah mekanikal maupun elektrikal serta energinya. Mereka bertanggung jawab
terhadap bangunan dan sistem pengoperasiannya, pemeliharaan bangunan,
pemeliharaan kamar dan fasilitasnya, termasuk furniture maupun fikturnya,
pemeliharaan alat sarana dan perbaikannya. Pemeliharaan itu juga menyangkut sisi
keama
ga bertugas untuk merenovasi,
nannya. Mereka ju
mengadakan penambahan maupun perbaikan bangunan, pengaturan dan
penggunaan air, serta penanggulangan bahaya kebakaran. 38
penanganan
38
Bambang Sujatno, Op.Cit, halaman 32-36.
BAB III
Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan
yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legal positif. Konsep ini
memandang hukum sebagai norma-norma yang tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh
lembaga atau pejabat yang berwenang dan konsep yang melihat hukum sebagai sistem
normatif yang otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan dan mengabaikan norma lain
selain norma hukum. 39
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang melukiskan,
memaparkan dan menuliskan suatu obyek atau peristiwa yang akan diteliti tanpa menarik
kesimpulan.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah (PII) Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman, Hotel Santosa Tasikmalaya dan Dinas Pariwisata Kota Tasikmalaya.
4. Jenis Data
a. Data Sekunder
Sumber data dari penelitian ini adalah data sekunder yang berupa peraturan perundangundangan, dokumen resmi, dan buku-buku literatur yang berhubungan dengan obyek
penelitian. Data sekunder meliputi :
a.
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat berupa
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer, meliputi hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan
hukum, buku-buku literatur, karya ilmiah dari para sarjana dan dokumen resmi yang
berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti.
c. Bahan Hukum T ertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, terdiri dari: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum dan Kamus Ilmiah Populer .
b. Data Primer
Data primer hanya digunakan sebagai data pendukung, berupa keterangan-keterangan dari
pihak-pihak atau staf yang bidang kerjanya berkaitan dengan masalah yang diteliti.
5. Metode Pengumpulan Data
a. Data sekunder Data Sekunder diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap peraturan
perundang-undangan, buku-buku, hasil penelitian sebelumnya dan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan permasalahan yang selanjutnya di pelajari sebagai pedoman untuk
penyusunan data.
b. Da ta Pr im er Data primer yang hanya digunakan sebagai data pendukung, diperoleh
dengan mengadakan penelitian lapangan langsung pada obyek yang dijadikan
masalah, dengan cara mengadakan wawancara dengan pihak atau staf di Hotel Santosa
Tasikmalaya dan Dinas Pariwisata Kota Tasikmalaya.
6. Metode Penyajian Data
Data yang berupa bahan-bahan hukum yang telah diperoleh kemudian disajikan dalam
bentuk teks naratif, uraian-uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dal am
39
13.
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Alumni, halaman
arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan
dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
7. Metode Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif.
Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan hukum yang ada sehingga merupakan
norma hukum positif. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif sehingga tidak menggunakan
rumus-rumus atau angka-angka.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Peneitian
1. Data Sekunder
Berdasarkan penelitian dengan cara studi pustaka yang penulis lakukan di Dinas
Pariwisata Daerah Kota Tasikmalaya, Hotel Santosa dan BPC PHRI, maka diperoleh data-data
sebagai berikut :
1.1. Pengerti an
1.1.1. Pengertian Hotel menurut Surat Keputusan Menteri Perhubungan No.
PM.10/PW.301/Phb.77,tanggal 12 Desember 1977, adalah suatu bentuk akomodasi
yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh
pelayanan penginapan berikut makan dan minum.
1.1.2. Pengertian Tamu dalam Buku Petunjuk Hotel Santosa adalah :
Setiap orang yang datang ke Hotel Santosa yang menghendaki pelayanan yang
disediakan oleh Hotel Santosa dengan membayar sejumlah uang untuk bisa
menikmati pelayanan tersebut disebut dengan Tamu.
1.2. Profil Hotel Santosa
1.12.1. Dasar Pendirian
Hotel Santosa berlokasi di jalan Gunung Sabeulah No. 41 Tasikmalaya, Melalui surat izin
usaha pariwisata No 556. 04/067. SIUK/BPPT/JU/VII yang disyahkan oleh Bupati Daerah Tingkat
II Tasikmalaya Hotel Santosa beroperasi. Awal berdiri Tahun 1949 dan direnovasi bangunan Tahun
1980.
1.12.2. Slogan Hotel Santosa
“Tempat Transaksi Bisnis Yang Paling Tepat”
Slogan merupakan visualisasi dari nilai-nilai ideal yang meliputi aspek visi dan misi ruang lingkup
serta budaya kerja suatu perusahaan dan berperan sebagai wajah suatu lembaga atau perusahaan,
dengan maksud agar lebih mudah diingat oleh konsumen serta agar dapat dijiwai oleh para
karyawannya dan pada akhirnya terbentuk suatu citra yang baik di masyarakat.
1.12.3. Logo Hotel Santosa
Sebuah nama perus ahaan merupakan salah satu identitas penting dari perusahaan. Identitas perusahaan
yang baik harus memiliki suatu keunikan dan kemampuan untuk mengangkat atau memberi kesan
yang baik ke dalam pikiran masyarakat.
Maka logo Hote l Santosa Mempunyai arti sebagai pelayanan yang baik.
1. 12.4. Visi Hotel Santosa
a. Sebagai langkah awal dalam membangun usaha di bidang jasa perhotelan.
b. Mengembangkan usaha menjadi sebuah hotel dengan fasilitas yang lebih lengkap di Priangan
Timur.
c. Turut membangun citra industri pariwisata di Tasimalaya.
1. 12.5. Misi Hotel Santosa
a. Menjadi sebuah hotel yang mampu memuaskan tamu yang berkunjung ke Ta sikmalaya.
b. Menjadi sebuah hotel yang mampu menyediakan fasilitas lengkap untuk keperluan meeting.
c. Menjadi sebuah hotel sebagai tempat pertemuan para busnessman.
d. Menjadi sebuah hotel yang mampu memberikan keuntungan bagi para pihak yang
berkepentingan serta mampu memberikan kesejahteraan bagi karyawannya.
1.13. Buku Petunjuk Hotel Santosa
1.13.1. Fasilitas Hotel Santosa
a. Makan Pagi
Makan pagi di coffee shop (Breakfast Buffet) mulai jam 06.00 sampai dengan jam 10.00 , apabila
tamu membutuhkan pesanan khusus, dapat menghubungi bagian Room Service.
b. Coffee Shop-Music Café
Tempat yang ideal untuk acara santai tengah hari, malam atau pada saat tertentu, Pelayanan cepat
mengutamakan hidangan Indonesia, tapi ada juga berbagai macam minuman hangat dan dingin
.Bangunan Terletak di bangunan belakang area parkir. Untuk jamuan dan pesta, dapat menghubungi
Food Coordinator Hotel Santosa.
c. Acara Hiburan Acara hiburan bisa diadakan di Music Café, dapat
menghubungi operator.
d. Meeting Room Terletak di belakang bangunan , dengan fasilitas sebagai tempat rapat, pesta,
pertemuan keluarga, dll. Kapasitas 50 orang. .
e. Pelayanan Makanan di Kamar
Untuk kenyamanan tamu, makanan dan minuman dapat dipesan dari kamar, pelayanan 24 jam,
f. Kebersihan Kamar Bila tamu memerlukan kelebihan tempat tidur, bantal dan sebagainya serta bila
menghendaki kamar dibersihkan segera, hubungi petugas kebersihan kamar.
g. Pencuci an Pakaian Bila tamu memerlukan pakaian di cuci,
hubungi binatu hotel.
h. Pelayanan taxi
Apabila tamu memerlukan taxi atau mobil carteran, dapat menghubungi car sevis.
i. Tennis
Untuk pemesanan waktu main tenis, hubungi.penjaga.
j. Drugsto re
Terletak di dalam restoran kami, untuk keperluan tamu seperti makanan kecil, rokok dan sebagainya.
k .
Pelayanan P
e n g o b a t a n
Bila tamu membutuhkan hubungi petugas palayanan.
l.
Tegan gan Listrik
220 volt, 50 kumparan, kecuali alat cukur listrik dan pengering rambut, alat-alat listrik lainnya tidak
dibenarkan.
m. P es a n - p es an Bila ada pesan atau surat untuk tamu, ada
di kantor depan.
dan akrab dalam suasana santai, diiringi alunan musik dari Hotel Santosa. Coffee Shop
n. Batas Tin ggal
Waktu pengosongan kamar pukul 12.00 siang, untuk perpanjangan tinggal, hubungi kantor depan.
o. Kehilangan dan Penemuan
Bila tamu menemukan atau kehilangan barang di dalam kamar, silahkan hubungi bagian pelayanan.
p. Tempat Penitipan
Hotel Santosa tidak bertanggung jawab atas hilangnya uang, perhiasan atau barang berharga lainnya
milik tamu di dalam kamar.
q. Keamanan
Ketenangan tamu dijaga oleh bagian keamanan Hotel Santosa.
r.
Ketenangan Tamu
Apabila tamu tidak ingin diganggu ketika berada di dalam kamar, gantungkan tanda “Harap Jangan
Diganggu” di pegangan p intu luar kamar dan beritahu operator untuk mencegah telepon masuk.
s.
K u n ci K a m ar
Tamu harus mengunci baik-baik kamar dan menitipkan kunci kamar di kantor depan. Harap kunci
jangan terbawa pulang atau ke luar hotel.
1.13.2. Keterlambatan Check Out
a. Check out antara pukul 12.05 sampai dengan pukul 14.00. dikenakan tambahan room charge
sebesar 25% dari harga kamar satu malam.
b. Check out antara pukul 14.05 sampai dengan pukul 18.00 dikenakan tambahan room charge
sebesar 50% dari harga kamar satu malam.
c. Check out antara pukul 18.05 dan seterusnya sampai dengan check out time hari atau tanggal
berikutnya dihitung satu malam room charge.
1.13.3.
Waktu Check In
a. Check in antara pukul 00.05 sampai dengan pukul 04.00 dihitung sama dengan menginap satu
malam dan ditambahkan dengan room charge untuk hari yang sama.
b. Check in antara pukul 04.05 sampai dengan pukul 06.00 dikenakan tambahan room charge
sebesar 50% dari harga kamar satu malam dan ditambahkan kepada room charge untuk hari
yang sama.
c. Check in antara pukul 06.05 sampai dengan check out time dikenakan tambahan room charge
sebesar 25% dari harga kamar satu malam.
1.13.4. Peraturan bagi tamu Hotel Santosa
a. Bagi para tamu yang terdaftar harap untuk tidak meminjamkan kamarnya kepada
orang lain.
b. Adalah suatu pelanggaran hukum apabila seseorang menempati kamar tanpa
mendaftarkan diri ke front office.
c.
Tidak dibenarkan berjudi di dalam kamar hotel dalam bentuk dan cara apapun.
d.
Apabila menjamu seseorang di dalam kamar diminta agar tidak menggganggu ketenangan tamutamu lain.
e.
Tamu pria apabila menjamu tamu wanita atau sebaliknya harap membiarkan pintu kamarnya
terbuka. Batas waktu kunjungan adalah jam 23.00 WIB.
f.
Tidak diperkenankan membawa binatang apapun ke dalam kamar tamu.
g.
Tidak diperkenankan mempergunakan alat-alat listrik di dalam kamar kecuali alat cukur listrik.
h.
Kepada tamu-tamu yang terdaftar diharapkan mengindahkan peraturan tersebut di atas untuk
kepentingan bersama.
1.13.5. Unit Pengaduan Komplain
Hotel Santosa dalam menampung dan mengatasi setiap keluhan tamu atas
pelayanan jasa Hotel Santosa yang digunakan, pihak hotel telah menyediakan unit
pengaduan atau complain, dengan cara langsung menghubungi bagian Front Office,
sehingga permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan, namun apabila dalam
menanggapi pengaduan dan menyelesaikan sengketa terbukti adanya kesalahan
maka Hotel Santosa akan bertanggung jawab, namun apabila tidak dapat dibuktikan
maka Hotel Santosa tidak bertanggung jawab untuk melakukan ganti rugi.
Prosedur penyelesaian sengketa yang terjadi antara tamu hotel dengan pihak hotel Santosa, harus
melalui beberapa tahap yang terdiri dari :
a. Tahap permohonan penyelesaian yang dilakukan oleh tamu hotel.
b. Tahap penelitian atau pengidentifikasian yang dilakukan oleh pihak Hotel Santosa.
c. Tahap penyelesaian atas permasalah tersebut.
1.14. Brosur Hotel Santosa
Kenyamanan Hotel Santosa seperti di rumah sendiri yang terdiri dari beberapa kamar dengan fasilitas
lengkap : bed, lemari, air panas dan TV set dengan jaringan parabola serta pesawat, serta tersedia music café
dan coffee shop. Hotel Santosa menyediakan kamar:
a. Business
: Rp. 150.000,00
b. Standard
: Rp. 100.000,00
c.
: Rp. 75.000,00
Economy
Semua kelas kamar sudah termasuk sarapan untuk 2 orang tamu hotel setiap kamarnya.
2. Data Primer
2.1. Hotel Santosa
Berdasarkan penelitian di Hotel Santosa, diperoleh data primer yang berasal dari
wawancara dengan Bapak Sugih, selaku pengurus di Hotel Santosa, sebagai berikut :
Hotel Santosa menggunakan peraturan yang ada di dalam Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan kepariwisataan. Hotel Santosa
melakukan ganti rugi kepada tamu sebagai bukti tanggung jawab Hotel Santosa.
Kasus yang terjadi yaitu Tamu yang menginap di Hotel Santosa mengalami kehilangan
radio tape beserta audio speaker yang terpasang dalam mobil di tempat parkir Hotel Santosa,
maka tamu tersebut langsung melakukan complain ke pihak Hotel Santosa.
Pihak Hotel Santosa langsung menanggapi pengaduan tersebut dengan mengecek ke
tempat kejadian kehilangan radio tape beserta audio speaker yang terpasang dalam mobil,
1. 13.6. Prosedur Penyelesaian Sengketa
mengidentifikasi, melacak, memata-matai, melakukan penyelidikan baik yang sembunyisembunyi maupun yang terbuka diketahui oleh umum, mencari bukti, mengumpulkan karyawan
untuk mencari saksi.
Ternyata memang benar tamu itu mengalami kehilangan radio tape beserta audio speaker
yang terpasang dalam mobil di tempat parkir Hotel Santosa, maka Hotel Santosa mengganti
kerugian berupa barang berbentuk sama yang ditanggung oleh pihak hotel Santosa untuk
menjaga kepercayaan konsumen dan untuk menaati Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat yang
menjadi acuan peraturan yang digunakan oleh Hotel Santosa.
2.1.1. Hotel Santosa termasuk usaha pariwisata. Hotel Santosa merupakan usaha yang
menyediakan dan menjual jasa pelayanan kepada konsumen.
2.1.2. Hotel Santosa dalam mengembangkan usahanya bekerjasama dengan travel dari
Bandung, Bogor, Jakarta, Hotel Santosa juga bekerjasama dengan perusahaanperusahaan apabila perusahaan tersebut mengadakan meeting atau acara-acara
perusahaan lainnya, perusahaan yang sering bekerjasama yaitu PT. P almia, PT.
Unilever, PT. Djarum,dll. Selain itu Hotel Santosa juga bekerjasama dengan instansiinstansi seperti Pemda, Kejaksaan, Pengadilan, dll.
2.1.3. Persyaratan yang harus dipenuhi pada waktu tamu check in adalah:
a. menyerahkan kartu identitas untuk mengisi registrasi form, penyerahan kartu
identitas yang dilakukan tamu hotel dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan bagi pihak hotel untuk mengetahui identitas diri tamu hotel dan
sebagai tertib administrasi. Identitas yang diserahkan oleh tamu hotel terdiri
atas dua, yaitu : identitas diri yang harus diserahkan oleh tamu hotel yang
berkewarganegaraan Indonesia yang berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP),
dan identitas yang berupa paspor bagi tamu hotel yang berkewarganegaraan
asing. Khusus bagi tamu hotel yang berasal dari luar negeri, selain
menyerahkan paspor, mereka diharuskan mengisi formulir yang bernama
Form A, yang akan diserahkan pihak hotel kepada pihak kepolisian.
b. membayar harga kamar,
2.1.4. Prosedur tamu apabila akan check out adalah :
a.
Tamu harus menyelesaikan terlebih dahulu semua transaksi hotel.
b.
Pihak hotel (FO Cashier) memberikan bill kepada Tamu.
c.
Tamu menyerahkan kunci kepada pihak Hotel.
2.1.5. Pemesanan kamar di Hotel Santosa dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a.
Pemesanan kamar langsung yaitu pemesanan kamar yang dilakukan oleh tamu
hotel dengan langsung datang ke Hotel Santosa.
b.
Pemesanan kamar secara tidak langsung (Bocking) yaitu pemesanan yang
dilakukan oleh calon tamu hotel yang melakukan pemesanan tidak langsung
datang ke Hotel Santosa, tetapi melalui surat. Pemesanan kamar secara tidak
langsung ini terkait dengan kedudukan kosumen atau tamu hotel yang berada jauh
dari lokasi Hotel Santosa, dengan kata lain berada di luar kota. Pemesanan kamar
secara tidak langsung dilakukan 1 minggu sebelumnya.
2.1.6. Penanganan Keamanan di Hotel Santosa
Keamanan di Hotel Santosa sangat diutamakan karena untuk menjaga tamu tetap
mendapatkan kenyamanan, keamanan di Hotel Santosa dilakukan dengan 3 cara
yaitu :
a.
Keamanan Intern adalah terdiri dari 2 orang satpam yang bertugas menjaga
kendaraan tamu hotel, mengatur lalu lintas atau keluar masuk kendaraan
tamu hotel dan sebagai tempat wajib lapor bagi tamu hotel.
b.
Keamanan Ekstern : dilakukan oleh beberapa orang yang bertugas mengecek
daftar identitas tamu hotel yang terdapat di dalam buku tamu di front office,
yang tujuannya untuk menjaga hal-hal tertentu yang menyangkut keamanan
dan kenyamanan tamu hotel.
c.
Menjaga keamanan dan kenyamanan tamu hotel.
2.1.7. Hotel Santosa pernah mengalami beberapa kerugian, yang terjadi pada beberapa tahun
yang lalu, kerugian itu terjadi karena kasus :
Tamu yang datang menggunakan identitas (KTP) yang palsu, kasus yang terjadi
adalah tamu hotel ini setelah menginap beberapa hari di hotel meninggalkan
hotel tanpa membayar dan pada saat dihubungi ke alamat rumahnya, rumah
tersebut bukan miliknya dan dikirim surat peringatan surat tersebut malah
dikembalikan lagi oleh kantor POS. Akhirnya tidak ada penyelesaian dalam
kasus ini.
2.1.8. Hotel Santosa pernah juga melakukan ganti rugi kepada tamu sebagai bukti tanggung
jawab Hotel Santosa, kasus yang terjadi adalah :
Kasus yang terjadi di Hotel Santosa, yaitu hilangnya barang seorang tamu yang
menginap di Hotel Santosa, berupa radio tape beserta audio speaker yang
terpasang dalam mobil di tempat parkir hotel tersebut.
2.1.9. Untuk tamu yang belum puas terhadap penyelesaian sengketanya maka dapat
melakukan upaya penyelesaian hukum dengan mengajukan gugatan ke lembagalembaga yang berwenang, misalnya Pengadilan Negeri Tasikmalaya.
2.1.10. P ihak Hotel Santosa akan menanggung semua kerugian yang diderita oleh tamu
yang diakibatkan karena kecelakaan pada saat menggunakan fasilitas yang
disediakan Hotel Santos a, dengan kata lain kerugian yang dialami karena
kecelakaan tersebut menjadi tanggungan pihak Hotel Santosa.
2.1.11. Hotel Santosa memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan dalam jangka
waktu tertentu setelah terbukti apabila kesalahan ada pada pihak Hotel Santosa dan
memang setel ah di identifikasi Hotel Santosa harus bertanggung jawab.
2.2. Badan Pimpinan Cabang PHRI
Berdasarkan penelitian di Badan Pimpinan Cabang PHRI, diperoleh data primer yang
berasal dari wawancara dengan Bapak Ajat Setiawan, selaku Ketua PBC PHRI Tasikmalaya,
sebagai berikut :
2.2.1. Tugas PHRI :
a. Melaksanakan dan mengembangkan kebijakan dan/atau program-program Badan
Pimpinan Pusat dal am rangka memajukan organisasi dan pariwisata daerah.
b. Mewakili Badan Pimpinan Pusat (BPP) dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan
pariwisata di daerah maupun dalam menyelesaikan persolan intern anggota di
lingkungannya.
c. Mengeluarkan Kartu Tanda Anggota (KTA) bagi anggotanya yang telah
memenuhi syarat.
d. Membina dan mengembangkan badan-badan usaha yang bergerak di bidang
perhotelan, restoran atau rumah makan, jasa boga, dan jasa pangan.
e. Membantu dan membina para anggota, memberikan perlindungan, menerima
masukan, memberi bimbingan dan konsultasi serta pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatakan mutu anggota.
f. Turut serta mengembangkan potensi kepariwisataan nasional secara serasi,
seimbang, selaras antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.
g. Memajukan dan menumbuhkan semangat kepariwisataan dalam kehidupan
pribadi, masyarakat dan pada seluruh potensi bangsa.
2.2.2. Tujuan PHRI
a. Ikut serta mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud dalam jiwa dan semangat UUD
1945
b. Untuk pembinaan maka PHRI menempatkan diri sebagai satu-satunya wadah hotel dan restauran,
serta mitra pemerintah dalam pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan pariwisata
pada khususnya, sehingga mampu berperan serta baik skala nasional maupun international.
2.2.3. Tim Penilai
PHRI bekerjasama dengan pemerintah (Intansi yang terkait yaitu Kepala Dinas
Pariwisata dan Budaya).
2.2.4. Kedudukan PHRI
a.
P
HRI merupakan kelanjutan dari organisasi Indonesia Tourist Hotel Association disingkat ITHA
didirikan pada tanggal 9 Februari 1969.
b. PHRI didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya.
c. PHRI berpusat di Ibukota Negara Republik Indonesia
B. Pembahasan
Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menerbitkan kerugian kepada
konsumen merupakan pelanggaran atas prestasi pelaku usaha yang diperjanjikan sebelumnya
kepada konsumen, dalam hal ini konsumen berhak menuntut pembatalan perjanjian, meminta
penggantian atas segala biaya, dan kerugian aktual yang diderita konsumen, dalam hal demikian,
konsumen berkewajiban untuk secara langsung menyampaikan kerugian yang dideritanya
kepada pelaku usaha. Permasalahan yang timbul adalah Bagaimanakah Tanggung Jawab Pelaku
Usaha Jasa Perhotelan Terhadap Kerugian Yang Diderita Konsumen Atas Hilangnya
Perlengkapan Mobil Yang DiParkir Di Lingkungan Hotel Ditinjau Dari Undang – Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Hotel Santosa Tasikmalaya.
Istilah konsumen sebagai definisi yuridis formal ditemukan dalam UUPK.
Pasal 1 angka (2) UUPK menyatakan :
“Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.
A.Z Nasution memberikan rumusan pengertian konsumen sebagai berikut:
Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa digunakan untuk
tujuan tertentu. 40
Berdasarkan data data sekunder nomor 1.1.3 tentang pengertian tamu, apabila dikaitkan
dengan Pasal 1 angka 2 UUPK dan pendapat Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, maka dapat
dideskripsikan sebagai konsumen adalah Tamu, karena Tamu inilah yang memakai atau
menggunakan barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, khususnya barang dan/atau
jasa yang disediakan di Hotel Santosa.
Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen; Suatu Pengantar, Jakarta, CV.Tiagra Utama, 2002,
halaman, hal 29.
40
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UUPK, pelaku usaha diartikan sebagai berikut :
“Setiap orang perorangan yang berbentuk badan hukum maupun bukan b adan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam be rbagai kegiatan ekonomi”.
Menurut A.Z Nasution pelaku usaha terdiri dari:
a. Pelaku usaha sebagai pencipta atau pembuat barang yang menjadi sumber
terwujudnya barang yang aman dan tidak merugikan konsumen.
b. Pedagang sebagai pihak yang menyampaikan barang kepada konsumen.
c. Pengusaha jasa. (pelaku usaha yang memberi pelayanan dan/atau menjual
41
sebuah prestasi kepada konsumen).
Berdasarkan data sekunder nomor 1.1.18 tentang pengertian Pengusaha Pariwisata,
apabila dikaitkan dengan Pasal 1 angka 3 UUPK dan pendapat A.Z. Nasution maka yang
dimaksud pelaku usaha adalah Hotal Santosa yang merupakan badan usaha yang didirikan dan
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia.
Sebagaimana halnya konsumen, pelaku usaha juga mempunyai kewajiban sebagaimana
ditentukan pada Pasal 7 UUPK, apabila kewajiban yang tidak dilaksanakan sebagaimana
mestinya maka pelaku usaha bertanggung jawab. Dalam hal ini, Hotel Santosa bertanggung
jawab apabila terdapat kewajiban yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pasal 19 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan :
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
2. Ganti rugi ebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
Ibid , halaman 10
41
Santosa .
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan pada tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan ssebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
1). Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dih asilkan atau diperdagangkan.
Pasal 7 huruf f UUPK menyebutkan sebagai berikut :
“bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau jasa penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.”
Be rbicara mengenai pertanggungjawaban pelaku usaha, pasti berbicara tentang ada
tidaknya kerugian yang telah diderita konsumen sebagai akibat penggunaan, pemanfaatan, serta
pemakaian oleh konsumen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Dalam
hal ini, kerugian konsumen yang timbul dikarenakan kurangnya system keamanan di hotel
Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, tanggung jawab pelaku usaha meliputi
tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran dan atas kerugian konsumen,
maka berdasarkan hal tersebut produk barang dan/atau jas a yang cacat bukan dasar satusatunya pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal ini berarti tanggung jawab pelaku usaha
meliputi segala kerugian yang dialami konsumen. Dan ganti kerugian yang dimaksudkan
untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya
penggunaan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hal ini sangat
terkait dengan penggunaan jasa yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa
kerugian materi maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian)
konsumen. Untuk merealisasikannya tentu diselesaikan dengan cara damai (di luar
pengadilan) maupun diselesaikan melalui pengadilan. 42
Dalam permasalahan usaha perhotelan kerugian yang timbul akibat perbuatan melawan
hukum dapat meliputi pelaku usaha hotel melanggar hak-hak konsumen dan bertentangan
dengan kewajiban pelaku usaha. Dalam hal ini, kerugian yang timbul dikarenakan kurangnya
system keamanan di Hotel Santosa.
2). Ganti rugi sebagaimana pada ayat (1) dapat berupa :
(1). Pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara
nilainya;
(2). Perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo berpendapat bahwa pemberian ganti rugi dap at berupa
pengembalian uang atau penggantian barang yang setara nilainya dan/atau dapat
diberikan sekaligus kepada konsumen.43
Berkaitan dengan ganti rugi yang harus dibayarkan sebagaimana yang diatur pada Pasal
19 ayat (2), secara normatif di Hotel Santosa belum ada pengaturannya, namun dalam
kenyataannya ketentuan Pasal 19 ayat (2) telah dilaksanakan dengan memberikan ganti rugi
Santosa .
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2007 , halaman 39.
43
Ibid, halaman 126
42
berupa uang atau barang dan jasa terhadap segala kerugian yang terjadi, yang menimpa
konsumen.
3). Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal
transaksi.
Pasal 1946 dalam KUH Perdata menyatakan :
Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang.
Berkaitan dengan daluwarsanya pengajuan tuntutan ganti rugi di Hotel Santosa secara
normatif memang belum ada ketentuannya namun apabila mengacu kepada penyelesaiannya
yang telah dilakukan yaitu pihak konsumen langsung menghubungi pihak hotel Santosa.
Berdasarkan dengan hal tersebut diatas, maka dapat dideskripsikan bahwa Pasal 19 ayat (3) ini
sebenarnya sudah dilaksanakan dalam pemberian ganti rugi.
4). Pemberian ganti rugi sebagaimana tersebut di atas tidak menghapuskan kemungkinan
adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.
Unsur kesalahan sangat berpengaruh dalam proses penentuan ganti rugi yang harus
dibayarkan oleh pelaku usaha. Kesalahan itu sendiri mempunyai tiga unsur, yaitu : perbuatan
yang dilakukan dapat disesalkan, perbuatan tersebut dapat diduga akibatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Menurut Abdulkadir Barkatullah :
Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dapat dikenakan dan dijatuhkan oleh Pengadilan
atas tuntutan Jaksa Penuntut umum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku
usaha. UUPK memungkinkan dilakukannya penuntutan pidana terhadap pelaku usaha
dan/atau pengurusnya.44
Pasal 62 UUPK menjelaskan adanya sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a,b,c dan e dan
ayat (2) dan Pasal 18 UUPK dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda 2 milyar
rupiah. Kemudian pelanggaran oleh pelaku usaha terhadap Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1),
Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) dipidana paling banyak lima ratus juta rupiah. Hukuman
tambahan dikenakan antara lain perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim,
pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian bagi konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran atau pencabutan izin usaha.
Berdasarkan data sekunder nomor 1.13.1. huruf r dan s tentang kehilangan dan penemuan
barang serta tempat penitipan dan data primer 2.1.10 tentang kerugian yang akan ditanggung
oleh Hotel Santosa dan data nomor 2.1.8 tentang pemberian ganti rugi, apabila dihubungkan
dengan Pasal 62 UUPK dan pendapat menurut Abdulkadir Barakatullah, maka dapat
dideskripsikan sebagai berikut :
berdasarkan data nomor 1.13.1. huruf s tentang tempat penitipan barang dimana Hotel Santosa
tidak bertanggung jawab atas hilangnya barang tamu di kamar, data 1.13.1 dalam kenyataannya
sebagaimana telah dimuat dalam data primer nomor 2.1.10 yang menyatakan hotel memberikan
ganti rugi atas semua kerugian yang diderita oleh konsumen yang diakibatkan oleh penggunaan
fasilitas Hotel Santosa, alasan hotel memberikan ganti rugi berupa radio tape beserta audio
speaker merupakan bukti tanggung jawab sebagai pelaku usaha dan untuk mendapat kepercayaan
44
103.
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, PT. Nusa Media, 2008, halaman
dari konsumen. Adanya ganti rugi secara normatif tidak menghapus adanya tuntutan pidana
terhadap pihak yang melakukan pencurian karena dalam hal ini sebagaimana yang dinyatakan
dalam P asal 62 UUPK karena dalam hal ini pelaku usaha telah melanggar hak konsumen untuk
mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau
jasa sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf a UUPK.
Langkah - langkah yang dilakukan pihak hotel Santosa sebagai pembuktian terhadap ada
tidaknya kesalahan dalam gugatan ganti rugi yaitu melakukan penyelidikan, kasus tersebut
terjadi dikarenakan sistem keamanan hotel santosa yang kurang ketat sehingga pemberian ganti
rugi ditanggung oleh pihak hotel untuk menjaga kepercayaan konsumen.
Dari kasus yang diteliti memperoleh hasil bahwa pembahasan tentang kasus yang ada di
Hotel Santosa yaitu Hotel Santosa melakukan ganti rugi kepada tamu sebagai bukti tanggung
jawab Hotel Santosa, dengan kasus dan penyelesaian kasus yaitu semula dari tamu yang
menginap di Hotel Santosa mengalami kehilangan radio tape beserta audio speaker yang
terpasang dalam mobil di tempat parkir Hotel Santosa, maka tamu tersebut langsung melakukan
complain ke pihak Hotel Santosa. Pihak Hotel Santosa langsung menanggapi pengaduan tersebut
dengan mengecek ke tempat kejadian kehilangan radio tape beserta audio speaker yang terpasang
dalam mobil, mengidentifikasi, melacak, memata-matai, melakukan penyelidikan baik yang
sembunyi-sembunyi maupun yang terbuka diketahui oleh umum, mencari bukti, mengumpulkan
karyawan untuk mencari saksi, ternyata memang benar tamu itu mengalami kehilangan radio
tape beserta audio speaker yang terpasang dalam mobil di tempat parkir Hotel Santosa, maka
Hotel Santosa mengganti kerugian berupa barang berbentuk sama yang ditanggung oleh pihak
hotel Santosa untuk menjaga kepercayaan konsumen dan untuk menaati Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat yang menjadi acuan peraturan yang digunakan oleh Hotel Santosa.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap tanggung jawab hotel Santosa sebagai pelaku
usaha jasa perhotelan terhadap konsumen berdasarkan UUPK adalah pelaku usaha harus
bertanggung jawab atas jasa yang dijual. Bentuk tanggung jawab ini dapat berupa pemberian
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan atau jasa yang dihasilkannya atau diperdagangkan. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 19 UUPK.
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pada dasarnya Hotel Santosa dalam melaksanakan kegiatannya di bidang jasa perhotelan
secara normatif belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan yang diatur pada Pasal 19 ayat (1),
ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UUPK, namun pada pe laksanaannya Hotel Santosa memberikan
ganti rugi kepada konsumen yang menderita kerugian, hal ini dilakukan untuk menjaga
kepercayaan konsumen jasa perhotelan, me
skipun ganti
rugi yang diberikan tidak selalu sesuai
dengan besarnya kerugian yang diderita konsumen.
B. SARAN
Hotel Santosa hendaknya melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan
yang sudah diatur dalam Pasal 19 UUPK untuk menjaga kepercayaan konsumen dengan
menanggapi semua keluhan tamu, bertanggung jawab atas kerugian yang diderita tamu,
memberikan ganti rugi dalam jangka waktu yang ditentukan.
Tamu Hotel Santosa sebagai konsumen hendaknya bersikap kritis terhadap pelayanan
jasa hotel yang dilakukan dan konsumen berani menyampaikan pengaduan atas pelayanan yang
merugikan untuk mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Literatur :
Agus, Sulastyono, Manajemen Penyelenggaraan Hotel, Bandung : Alfabeta, 2007.
Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Pasar Global, Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
Halim
bdul, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan
Barkatullah, A
Pemikiran, Bandung: Nusa Media, 2008.
Komar, Richard, Hotel Management, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006.
Miru, Ahmad dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990.
__________________ , Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Dan Udara, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1991.
, Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992.
Nasution, Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Tiagra Utama,
2002.
Poerwadarmita, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, 1976.
Satrio, J.. Hukum Perikatan Pada Umumnya, Bandung : Alumni, 1990.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi 2006, Jakarta: Grasindo, 2006.
Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006.
Sihite, Richard, Hotel Management (Pengelolaan Hotel), Jakarta : SIC, 2002.
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Alumni, 1988.
Sri Wahyuni, Endang, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitan Dengan Perlindungan
Konsumen, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.
Subekti, R. Hukum Perjanjian, Jakarta : PT. Intermasa, 1991.
Sujatno, Bambang, Hotel Courtesy, Yogyakarta : Andi Yogyakarta, 2006.
Surachlan Dimyati, Aan, Pengetahuan Dasar Perhotelan, Jakarta : CV. Deviri Ganan, 1992.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen.
Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. SK.241/H/70 Tahun 1970 Tentang
Pariwisata.
Surat Keputusan Menteri Perhubungan R.I N0. PM 10/PW-301/Phb.77 Tentang
Kepariwisataan.
Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi KM 37/PW.340/MPPT-86
Tentang Us aha Wisata.
Keputusan Menteri Pariwisata , Seni dan Budaya Nomor Kep. 11 1/M.PSB/P III/1998, SK
Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. KM/1 994/HK. 1 03/MPPT- 1987 Tentang
Pariwisata.
Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KEP-012/MKP/IV/2001
Tentang Pedoman Umum Perizinan Usaha Pariwisata.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor : 8 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan.
Sumber lain:
Buku Petunjuk Hotel Santosa ( Hotel Directory )
Geocitis. 2006, Pengertian Tamu Hotel, http://www.geocities.co.id/. Diakses tanggal 7
Maret 2012
Hukumonline , 2005, Kasus Hotel, http://www.hukumonline.com/, Diakses tanggal 20
Februari 2012
Wordpress, 2008, Pengertian Hotel ,http ://battlemyworm.w ordpress .com/, Diakses
tanggal 5 Maret 2012
Download