Diffuse Axonal Injury Defenisi dan Etiologi Diffuse axonal injury adalah kerusakan otak yang difus karena akselerasi atau deselerasi. DAI terjadi karena akson mengalami tarikan atau robekan pada daerah perbatasan antara white matter dengan gray matter dari otak pada saat otak mengalami akselerasi, deselerasi, atau rotasi. Korteks serebri tersusun oleh lapisan-lapisan gray dan white matter, Lapisan ini memiliki kepadatan jaringan yang berbeda dan juga bermanifestasi secara berbeda pada saat terjadi trauma pada kepala. Perbatasan pada gray dan white matter ini biasanya menjadi tempat terjadinya injury sebab dua lapisan tersebut berakselerasi dan berdeselerasi secara berbeda tergantung dari kepadatan jaringan nya.1 Daerah otak yang mengalami lesi paling parah pada DAI biasanya pada daerah yang secara anatomis paling mendapat tarikan baik rotasi atau akselerasi deselerasi yang paling hebat, yaitu daerah midline dari otak. Bagian-bagian itu adalah:1 - Dorsolateral dari midbrain dan pons (paling sering) Posterior corpus callosum Parasagital dari white matter Periventricular region Kapsula interna (jarang) Diagnosa Manifestasi klinis dari DAI ini sangat bervariasi, tergantung dari tingkat keparahannya. Ada yang sampai terjadi kehilangan kesadaran, ada juga yang hanya mengalami kebingungan sesaat. Pada cedera kepala, kita dapat menetukan apakah ini merupakan DAI atau hanya konkusi otak. Salah satu caranya adalah dengan melihat kesadaran dari pasien.1 1 Apabila terjadi perubahan kesadaran (dapat berupa kebingungan atau kehilangan kesadaran) yang kurang dari 6 jam. Maka dapat disimpulkan yang terjadi adalah konkusi otak. Pada konkusi otak biasanya kesadaran berangsur pulih dengan cepat dapat dalam hitungan menit sampai jam.1 2 Apabila terjadi koma yang lebih dari 6 jam. Maka dapat disimpulkan yang terjadi adalah DAI.1 - Kehilangan kesadaran 6 – 24 jam : Mild DAI - Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam : Moderate / Severe DAI Pada kasus Severe DAI biasanya terdapat gejala berupa ekstensi abnormal dari ekstremitas dan disfungsi autonomik seperti bradikardi, hipertensi, hiperhidrosis, demam. Hal ini disebabkan karena adanya lesi pada daerah hipotalamus dan brain stem. Pada pasien DAI pemulihan kesadaran sangat bervariasi. Ada yang sampai berbulan-bulah atau bahkan dapat sampai bertahun-tahun. Pada saat sadar, pasien juga biasanya mengalami gangguan kognitif, terjadi spastisitas anggota gerak, dan ataksia. Secara makroskopis, pada gambaran CT kepala DAI terlihat sebagai lesi multiple yang hiperintense yang tersebar pada perbatasan antara gray dan white matter. Sedangkan pada MRI selain terlihat lesi hiperintens pada perbatasan antara hray dan white matter, dapat juga terlihat robekan jaringan. 2 Selain itu, seiringnya berjalan waktu degenerasi Wallerian dapat menyebabkan terjadinya atrofi. Dan atrofi itu kadang terlihat sebagai dilatasi ventrikel (ex vacuo hydrocephalus).3 Secara mikroskopis, biasanya akan terlihat axonal retraction bulb (ARB) pada white matter pada otak. ARB merupakan sebuah eosinophilic bulb yang terbentuk karena terjadinya retraksi pada akson.1 DAI juga dapat dikelompokan berdasarkan gambaran histologisnya.3 1 Pada grade 1, terlihat secara histologis kerusakan axon pada daerah white matter di hemisfer serebri, batang otak, atau serebelum. Walaupun tanpa adanya gambaran makroskopis atau histologis klasik dari DAI berupa perdarahan dan nekrosis pada korpus kalosum atau pada pedunkulus serebri superior. 2 Pada grade 2, terlihat kerusakan secara makroskopis atau mikroskopis pada korpus kalosum. 3 Pada grade 3, terlihat secara makroskopis atau histologis lesi di daerah korpus kalosum dan dorsolateral dari brainstem. Patofisiologi Patogenesis dari DAI dikelompokan berdasarkan stadium keparahannya sebagai berikut: 1 Stage 1: axonal membran injury dan alterasi dari ion flux. Bagian yang paling lemah dari axon adalah nodus ranvier. Pada sebuah penelitian, tarikan kecil pada akson dapat menyebabkan perubahan ion flux yang menyebabkan kegagalan dari pembentukan dan penyebaran potensial aksi. Perubahan yang paling signifikan adalah peningkatan intraseluar Ca. Namun, gangguan ion flux ini dapat direstorasi dalam hitungan menit. Pada penelitian akhir-akhir ini, gangguan ion ini disebabkan oleh mechanoporation yaitu terjadinya celah atau pori-pori pada membran sel sehingga meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion, terutama Ca.4 2 Stage 2: reversible sitoskeletal damage Apabila tarikan pada axon lebih hebat lagi, maka selain terjadi gangguan ion flux dapat terjadi pembengkakan dari akson dan gangguan pada transport axon. Hal ini menyebabkan terjadinya axonal varicosities.4 3 Stage 3: secondary axotomy Pada tarikan akson yang hebat pada awalnya akan terjadi gangguan ion flux yang parah. Kemudian gangguan ini menyebabkan terjadinya gangguan struktural yang berujung pada axonotmesis. Axonotmesis merupakan gangguan pada axon dan selubung myelin dimana jaringan penunjang seperti endoneurium, perineurium, dan epineurium tetap intak. Pada axonotmesis biasanya terjadi degenerasi Wallerian pada bagian proximal neuron yang terkena.4 Mula-mula gangguan influx ion terutama Ca mengaktifkan protease (calpains) dan fosfolipase. Calpains merupakan protein yang bertanggung jawab dalam degradasi dari sitokeleton. Sehingga terjadi degradasi dari protein sitoskeletal seperti spectrin, neurofilamen dan microtubulus. Kemudia fosfolipase menyerng membran sel sehingga mengaktifkan berbagai mediator inflamasi. Akhirnya hal ini menyebabkan axonotmesis yang pada 24 sampai 72 jam yang akan datang berujung pada axotomy atau pemotongan axon.4 4 Stage 4: primary axotomy Prymary axotomy merupakan bentuk paling parah dari DAI. Axotomy ini terjadi karena tarikan mekanis yang berlebihan sehingga terjadi pemotongan pada akson.4 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa trauma tarikan dapat menyebabkan 3 tipe axonal injury yaitu: 1 Gangguan fungsional tanpa perubahan struktur seperti yang terjadi pada konkusi 2 3 Primary axotomy Delayed, atau secondary axotomy Proses terjadinya gangguan transport pada akson sebagai akibat dari gangguan transport akson. Tarikan pada akson akan menyebabkan terjadinya gangguan pada ion flux dan transport akson. Hal ini pada umumnya akan terjadi pada daerah nodus ranvier. Gangguan ini menyebabkan terjadinya akumulasi dari organel dan sitoskeletal sehingga muncul pembengkakan yang disebut dengan axonal varicosities. Pada proses ini, apabila terus berlanjut gangguan influx ion terutama Ca mengaktifkan protease (calpains) dan fosfolipase. Calpains merupakan protein yang bertanggung jawab dalam degradasi dari sitokeleton. Sehingga terjadi degradasi dari protein sitoskeletal seperti spectrin, neurofilamen dan microtubulus. Kemudian fosfolipase menyerang membran sel sehingga mengaktifkan berbagai mediator inflamasi.4 Akhirnya hal ini menyebabkan terjadinya axonotmesis. Axonotmesis merupakan gangguan pada axon dan selubung myelin dimana jaringan penunjang seperti endoneurium, perineurium, dan epineurium tetap intak. Setelah ini, maka pembengkakan akan bertambah dan transport akson terhenti total sehingga pada akhirnya membentuk axonal spheroid. Apabila hal ini terus berlanjut, maka akan terjadi axotomy. Dan terjadi degenerasi wallerian. Sedangkan sisa dari spheroid itu akan membentuk yang disebut dengan axonal retraction bulb (ARB).4 Mechanoporation, Ca influx, dan Gangguan Sitoskeletal pada DAI Meskipun fenomena pasti yang menyebabkan gangguan pada akson masih belum pasti. Beberapa hipotesis memfokuskan pada axolemma dan sitoskeletal sebagai fokus utama dari injury.3 Gangguan pada axolemma dikatakan pada berbagai jurnal sebagai abnormalitas yang menyebabkan terjadinya axotomy. Gangguan ini disebabkan oleh tarikan mekanis yang menyebabkan peningkatan permeabilitas membran (mechanoporation) terhadap ion Ca pada axon. Menigkatnya intraselular Ca mengaktivkan enzim proteolitik yang akhirnya seperti yang sudah disebutkan sebelumnya akan merusak sitoskeleton, mengganggu transport axon dan menyebabkan terjadinya secondary axotomy.3 Hipotesis lain mengatakan efek mekanis dari tarikan ini menyebabkan kerusakan pada sitoskeletal yang menyebabkan terjadinya gangguan transport akson. Gangguan transport inilah yang lama kelamaan menyebabkan terjadinya pembengkakan axon yang dapat berkembang menjadi axonotmesis. 3 Pada penelitian akhir-akhir ini, menunjukan bahwa perubahan permeabilitas ion pada axolemma selalu terjadi pada DAI. Pada beberapa penelitian juga mengatakan bahwa penumpukan Ca dapat menjadi penyebab terjadinya pembengkakan mitokondria pada sel saraf. Pembengkakan ini meyebabkan terjadinya kegagalan mitokondria dan gangguan transport energi pada axolemma. Kekurangan energi menyebabkan gangguan pada homeostasis ion pada axolemma yang akhirnya menyebabkan peningkatan influx Ca. Peningkatan ini akhirnya berujung pada secondary axotomy. Beberapa percobaan telah mengatakan bahwa proses ini dapat dihambat dengan pemberian obat seperti Cyclosporin A. 3 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebenarnya DAI bukan hanya disebabkan sematamata oleh lesi primer (primary axotomy) tapi juga dapat disebabkan oleh proses yang kompleks dan panjang sampai berujung pada axonotmesis, karena itu DAI juga bisa disebabkan oleh lesi sekunder (secondary axotomy). 3 Terapi 1 Magnesium Pada DAI biasanya terjadi penurunan konsentrasi Mg sampai 1 minggu setelah injury. Pada sebuah penelitian, didapatkan bahwa Mg dapat memberikan efek neuroproteksi pada injury dari akson. Pemberian Mg ini paling berpengaruh pada kurang dari 24 jam setelah terjadinya trauma. Mg memiliki fungsi untuk menghasilkan ATP dari fosforilasi, Mg juga memiliki kemampuan untuk mengaktivkan Na K ATP pump. Namun, disamping semua itu efek paling penting dari Mg adalah bloking pada channel NMDA.3 2 Hipotermia Hipotermia memiliki efek perbaikan sitoskeleton akson pada DAI. Hal ini dibuktikan pada sebuah penelitian yang mengatakan bahwa hipotermia sedang (32 derajat) dapat mengurangi kehilangan mikrotubule dan neurofilamen terutama pada 4 jam setelah injury.3 3 Cyclosporin A Influx Ca ke dalam mitokondria yang dapat menyebabkan terjadinya terjadinya kegagalan mitokondria yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya secondary axotomy. Cyclosporin ini berfungsi untuk menghambat influx Ca ke dalam mitokondria.3 Dafpus 1. Burst, John. 2008. Current Diagnosis and Treatment in Neurology. New York: McGrawHill 2. Wasserman, Jeffrey.2008 . Diffuse Axonal Injury Imaging. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/339912-overview. eMedicine. Diakses pada 30 April 2015 3. Sahuquillo, J. 2009.Curret Aspects of Pathophysiology and Cell Dysfunction after Severe Head Injury. Medline. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11562294. Diakses pada 30 April 2015 4. Werner, C, Engelhard, K. Pathophysiology of Traumatic Brain Injury. National Library of Medicine . Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17573392. Diakses pada 30 April 2015