PROFESSIONAL CERTIFICATION : PERANAN DAN MANFAATNYA DALAM BERPROFESI MENUJU PROFESIONALISME ARSITEK Oleh: I Kadek Pranajaya,IAI Praktisi Arsitek, Ketua IAI Bali Email: [email protected] ABSTRAK Professional Certification atau sertifikasi keahlian menjadi modal dan syarat bagi arsitek untuk bisa masuk dalam persaingan globalisasi. Pada pasal 9 UUJK yang mewajibkan perencana arsitek harus memiliki Sertifikat Keahlian (SKA). adalah tanda bukti bahwa tenaga kerja telah mempunyai kompetensi dan kemampuan sebagai arsitek profesional. Mutual Recognition Agreement (MRA) juga telah mensyaratkan arsitek harus meningkatkan kemampuanya, baik kualitas maupun produktifitasnya agar mampu bersaing ditingkat global melalui pembinaan secara kontinu dan menyeluruh serta memiliki ketangguhan daya saing dan kualitas yang tinggi menuju profesionalisme arsitek. Para arsitek di tingkat nasional harus meningkatkan kemampuan, baik kualitas maupun produktifitasnya agar mampu bersaing ditingkat global serta perlu pembinaan secara kontinu dan menyeluruh. Berpraktek sebagai arsitek melibatkan tanggung jawab yang lebih besar dari pada sekedar menyiapkan rancangan serat berpegang kepada sikap profesionalisme, menjunjung tinggi kode etik profesinya dan dilengkapi dengan Professional Certification yang diperoleh secara benar, sesuai dengan tahapan dan prosedur yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip sikap profesionalisme ini telah disepakati Union Internationale des Architects (UIA) dalam berpraktek arsitek diseluruh dunia Kata Kunci: Professional Certification,Profesi, Profesional dan Profesionalisme 1.1. Latar Belakang Dengan ditandatanganinya perjanjian General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), World Trade Organization (WTO), Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) oleh Pemerintah Indonesia, merupakan peluang sekaligus tantangan bagi arsitek yang akan bebas masuk ke Indonesia dan turut bersaing dalam berbagai industri jasa konstruksi di Indonesia. Undang-undang no. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi UUJK bagi arsitek sendiri memiliki tujuan; (1) memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan bagi arsitek dalam mewujudkan jasa arsitek yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil karya yang berkualitas, (2) mewujudkan tertib penyelenggaraan jasa arsitek yang menjamin kesetaraan kedudukan arsitek dan masyarakat dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (3) mewujudkan peningkatan peran masyarakat dibidang jasa arsitek. Komitmen Indonesia untuk berpartisipasi dalam pasar bebas industri konstruksi 2020, pada akhirnya akan membuka pasar nasional bagi tenaga kerja asing dan sebaliknya membuka peluang kerja bagi tenaga kerja Indonesia untuk berperan di pasar regional dan Internasional, para arsitek asing tentunya bertambah banyak melakukan praktek di Indonesia, sehingga akan semakin banyak proyek arsitek yang dipercayakan untuk dikerjakan oleh arsitek asing. Mutual Recognition Agreement (MRA) juga mengarah kepada perdagangan bebas bagi arsitek, yang merupakan fasilitas atau bentuk akhir dari mata rantai/proses perdagangan internasional dimana tercapai suatu kesepakatan antar negara untuk saling mengakui dan saling bekerjasama dalam bidang-bidang yang telah disepakati, salah satu isinya adalah kelulusan program sertifikasi yang telah diakreditasi oleh ASEAN dan di satu negara hanya diakui satu asosiasi profesi, tentunya di Indonesia adalah Ikatan Arsitek indonesia (IAI). Profesionalisme-lah yang menjadi tolak ukur dalam ajang global sekarang ini. Arsitek Indonesia tentu saja tidak ingin kalah menghadapi dunia profesi internasional terutama di dalam negeri kita sendiri, untuk itu perlu para arsitek senior maupun calon arsitek yang 1 masih berada di jenjang pendidikan dapat dipersiapkan dengan baik melalui Pendidikan Profesi Arsitek (PPArs) oleh seluruh program studi yang mempunyai jurusan arsitektur serta dengan mengatur standar kompetensi melalui sertifikasi keahlian. Dewasa ini sertifikat keahlian (SKA) arsitek menjadi topik pembicaraan/diskusi dikalangan professional arsitek akibat perannya yang sangat penting dan strategis pada era globalisasi. Tenaga kerja bebas bekerja di negara manapun asalkan dapat memenuhi standar keterampilan/kompetensi yang telah ditetapkan, yang dapat dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat keterampilan/kompetensi tersebut. Dengan memiliki sertifikat adalah mendapatkan pengakuan yang resmi terhadap kompetensi dan professional yang dimiliki. Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) pun mewajibkan arsitek memiliki sertifikat keahlian (SKA) diharapkan dapat menjamin kompetensi arsitek Indonesia dan dapat bersaing ditingkat global. Dengan diwajibkannya para arsitek memiliki sertifikat keahlian dapat memberikan beberapa manfaat bagi arsitek, masyarakat dan pemilik modal/owner. Pasar konstruksi nasional dan pasar konstruksi global membutuhkan arsitek dengan berbagai tingkat kompetensi dalam jumlah yang tertentu. Untuk meningkatkan daya saing Industri jasa konstruksi khususnya arsitek, pemerintah mengamanatkan kewajiban bagi arsitek untuk memiliki sertifikat. Perkembangan secara global menunjukkan bahwa semakin dibutuhkannya keahlian profesional sesuai dengan kode etik yang telah disepakati bersama. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas kebutuhan keahlian profesional dan sikap profesional diharapkan berkembang sesuai dengan perkembangan dunia arsitektur dan keinginan dari masyarakat sehingga diperlukan sumber daya manusia yang memiliki ketangguhan daya saing dan kualitas yang tinggi menuju profesionalisme arsitek. Sertifikasi adalah pengakuan tingkat kompetensi seorang arsitek didalam menjalankan keahliannya, ditingkat nasional maupun internasional. Profesi arsitek mencakup bagaimana merancang sesuatu yang dapat digunakan dengan baik oleh manusia namun tetap indah dipandang secara visual. Hal tersebut di atas menandakan bahwa seorang arsitek harus mempelajari ranah yang cukup luas untuk menguasai berbagai macam kemampuan yang berkaitan dengan pemenuhan tuntutan terhadap dirinya dalam perjalanannya menuju profesi arsitektur, meski kemudian harus melintasi dan berdiri di atas batas antara ilmu seni dan ilmu sains. Di dunia yang semakin terbuka dan saling tergantung seperti saat ini, praktis profesi arsitek di Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh sistem atau tertib profesi negara-negara lain. Barangkali Indonesia termasuk negara terbelakang dalam hal tertib profesi arsitek salah satu penyebabnya adalah Undang-undang keprofesian arsitek belum kita miliki, dan sampai saat ini masih pembahasan dikalangan dewan. Pembahasan paper kali ini kita akan melihat manfaat dan perananannya Professional Certification dalam menciptakan profesi arsitek menuju profesionalismenya diera globalisasi sekarang ini. 1.2. Tinjauan Teori 1.2.1. Lisensi dan Sertifikasi Profesi Licensure yang biasa digunakan diluar negeri, yaitu”a mandatory process by which a governmental agency grants time-limited permission to an individual to engage in a given occupation after verifying that he or she has met predetermined and standardized critera’ (Mickie S. Rops, 2002). Proses licensure ini dilakukan sebagai salah satu alat untuk melindungi kepentingan masyarakat umum dan diberikan oleh pihak pemerintah. DI Indonesia, istilah Sertifikasi Profesi digunakan pada dua peraturan perundangan. Pada PP. No. 23/2004 tentang pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dinyatakan bahwa “BNSP merupakan badan independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, dengan tugas “ menyelenggarakan sertifikasi profesi melalui uji kompentesi”. Dan pada UU 18/199 tentang Jasa Konstruksi, dinyatakan bahwa “ Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada perencana/pengawas/pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan/keahlian kerja. Di Indonesia proses sertifikasi profesi adalah suatu hal yang wajib dilalui oleh seorang tenaga kerja agar dapat melakukan kegiatan profesinya dan proses ini dilaksanakan oleh suatu badan independen, bukan oleh pihak pemerintah. 2 Tujuan licensure adalah untuk menjamin bahwa pemegang licence memiliki tingkat kompetensi minimal yang dalam melakukan kegiatan profesinya dapat menjamin public helath, safety, and welfare well-protected. Untuk dapat melalui proses licensure ini, tenaga kerja harus memenuhi beberapa persyaratan seperti salah satunya usia pengalaman kerja dan harus lulus dari test dan proses penilaian. Lisensi juga mendorong orang/industri untuk berinvestasi dalam kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan kompetensi kerja yang spesifik, hal ini sejalan dengan pertimbangan bahwa investasi akan bermanfaat dalam jangka panjang karena hanya orang-orang yang berlisensilah yang dapat menyediakan layanan tersebut (Morris M Kleiner, 2006). Regulasi mengenai keperluan lisensi bagi berbagai jenis pekerjaan biasanya didasari pada konsep pemikiran bahwa proses lisensi dapat meminimalisasi ketidakpastian kualitas layanan kepada pihak konsumen dan proses lisensi juga dapat meningkatkan permintaan (demand) terhadap layanan jenis pekerjaan tersebut. Disamping itu, kualitas atau kinerja yang rendah dari pelayanan oleh beberapa jenis pekerjaan atau jabatan kerja sehingga regulasi mengenai syarat minimum kelayakan bekerja melalui proses lisensi menjadi sangat relevan. Prefessional Certification didefinisikan sebagai “ a voluntary process by which a non-govermental entity grants a time-limited recognition to an individual after verifying that he or she has met predetermined and standardized kriteria ‘ (Mickie S. Rops, 2002). Jadi, proses sertifikasi profesi adalah suatu hal yang bersifat sukarela yang dilalui oleh seorang tenaga kerja (ahli maupun trampil) dan proses dilaksanakan bukan oleh pihak pemerintah tetapi diatur oleh mekanisme pasar/industri. Dengan sertifikasi, para praktisi juga dituntut untuk memenuhi kompetensi minimum dengan melakukan mekanisme ujian atau persyaratan-persyaratan lainnya. Profesi adalah (1) pekerjaan penuh waktu (2) yang melalui pendidikan/pelatihan khusus (3) memiliki organisasi profesi (4) mempunyai komponen izin kerja (lisensi) dan pengakuan dari masyarakat (5) mempunyai kode etik dan hak pengelolaan mandiri (Dana Cuff, Architecture : The Story of Practice, 1992, p23) Sertifikasi adalah proses penilaian untuk mendapatkan pengakuan atas kompetensi dan kemampuan dari seseorang, untuk memenuhi persyaratan peraturan perundangan sebelum memperoleh SIBP/LISENSI. 1.2.2. Manfaat Memiliki Professional Certification Manfaat yang ditimbulkan memiliki Personal Enggineering License di Amerika Serikat menurut National Council of Examiners for Engineering and Surveying (www.ncess.com): (1) lisensi merupakan suatu jaminan perlindungan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pengguna jasa, (2) memenuhi standar, mutu, etika dam kemampuan yang telah diakui, (3) dapat digunakan dinegara bagian manpun dengan syarat terlebih dahulu melapor kepada pihak yang berwenag didaerah tersebut, (4) dapat menjalankan profesi tanpa pengawasan dari pihak lain, (5) membeirkan peluang besar dan pilihan yang banyak dalam berkarir seseaui lisensi yang kita miiki. Pendapat beberapa ahli di Amerika Serikat tentang manfaat memiliki Professional Certification atau yang mereka kenal dengan nama Personal Enggineering License adalah sebagai berikut: No 1 2 3 Manfaat Untuk menfokuskan perhatian kepada peningkatan kualitas sehingga menjadi seorang insinyur yang berkompeten Menandakan bahwa insinyur dapat bekerja dengan jujur, ber-etika dan transparan dan juga berarti bahwa insinyur yang memiliki professional Menunjukkan kemampuan seorang insinyur untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliinya dan menjadi sebuah kebangggaan dan gengsi bagi pemegangnya dan bermanfaat untuk meyakinkan para pengguna pemakai jasa Profesesional Enggineer Michael Griffin,PhD,PE (administrator of NASA and a member of the National Academy of Enggineering) Lila Abron,PhD, P.E (the founder and president of PEER Consultants, and Environmental and Civil Enggineering Firm headquartered in The Washington, D.C, area Stephen D. Bechtel Jr., P.E (Chairman retired and Director of Bechtel Group Inc., The Global Enggineering, Construction, and Project Management Company 3 4 Dapat meningkatkan karir, pengetahuan dan menjadi suatu kebanggaan, karena Professional Enggineering licensure menggambarkan seorang insinyur yang memiliki kemampuan yang teknis yang baik dan memiliki etika professional yang tinggi 5 Selain kemampuan teknis, pengguna jasa juga mencari konsultan yang mampu memecahkan masalah dan bertangung jawab. Tanggung jawab ini hanya dapat dicapai atau ditambah dengan cara memiliki Professional Enggineering Licensure Profesi keinsinyuran adalah sebuah kotak peralatan. Semua pelajaran yang didapatkan disekolah dan pengalaman kerja dilapangan adalah perkakas untuk kota peralatan tersebut dan Professional Enggineering Licensure akan menjadi salah satu perkakas yang paling utama 6 Based in San Francisco) Cameron H.G Wright, PhD. PE (an IEEE Senior Member, is Chair of The IEEE-USA Licensure and registration Commiteee and is on The Faculty of the University of Wyoming. Opinions Expressed are the Author’s N. Catherine Bazan-Arias, Phd. Enggieering Intern, Staff Enggieer-inTraining GAI Consultant,Inc Kathy Caldwell,P.E. President JEA Construction Enggineering Service. Sumber : www.ncees.com 1.3. Pembahasan 1.3.1. Sertifikasi dan Asosiasi Profesi Para praktisi sepakat bahwa sertifikasi adalah salah satu bentuk pengakuan kompetensi keprofesian terhadap wewenang yang dimiliki seorang Arsitek dalam melaksanakan tugas profesinya. Sertifikasi adalah proses penilaian untuk mendapatkan pengakuan atas kompetensi dan kemampuan dari seseorang, untuk memenuhi persyaratan peraturan perundangan sebelum memperoleh Surat Ijin (SIBP/IPTB/lisensi). Secara lebih konkrit yang dimaksud dengan sertifikasi adalah tanda bukti kewenangan/ lisensi berpraktek sesuai dengan peraturan perundangan UUJK No. 18 tahun 1999, dan PP No. 28, 29, dan 30 tahun 2000. Asosiasi profesi merupakan organisasi dan atau himpunan orang perseorangan yang terampil dan atau hal atas dasar kesamaan disiplin keilmuan dan atau profesi. Begitu juga dengan asosiasi profesi jasa konstruksi merupakan organiasai yang berisi himpunan orang-orang yang memiliki keahlian dibidang konstruksi. Asosiasi profesi jasa konstruksi pada dasarnya merupakan suatu badan hukum yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan keprofesian anggotanya secara berkelanjutan dengan menjunjung tinggi kode etik profesinya. Salah satu upaya asosiasi untuk meningkatkan keprofesiann angotanya dengan melakukan sertifikasi, yang seharusnya hanya untuk menunjukkan kualitas seorang arsitek dibidangnya yang bekerja secara professional. Seiring kebijakan pemerintah,banyak ditemukan kasus penyalahgunaan pengeluaran sertifikat keahlian. Tanpa diikuti standar kompetensi secara objektif, seorang mampu mendapatkan selembar sertifikat keahlian. Hal ini menjadikan sertifikat keahlian sebagai komoditas yang diperjualbelikan untuk mendapatkan keuntungan pribadi semata. Banyak muncul asosiasi profesi baru dan saling berlomba-lomba untuk menerbitkan sertifikat keahlian. Membanjiri permintaan sertifikat menjadi tugas berat dan tantangan bagi asosiasi profesi dan lembaga terkait dengan membludaknya permintaan sertifikat dan banyaknya asosiasi baru yang masih diragukan kredibilitasnya, sehingga sering terkesan pemberian sertifikat hanya sekedar pemberian label saja, sehingga disinyalir sebagai ajang baru manipulasi dan mendapatkan keuntungan tertentu bagi sekelompok orang atau asosiasi, padahal didalam kelayakan suatu asosiasi profesi harus: (1) mempunyai alamat organisasi yang tetap serta tempat untuk menyelenggarakan sertifikasi yang dilengkapi dengan perangkat kerja berbasis computer yang memadai untuk komunikasi, pengolahan dan penyimpanan data, (2) melaksanakan mekanisme organisasi yang demokratis berdasarkan AD/ART asosiasi dengan telah melakukan Musyawarah Nasional sekurang-kurangnya satu kali, (3) memiliki dan menjunjung tinggi Kode Etik profesi yang berlandasakan prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatuhan dan kejujuran intelektual dalam 4 menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum, (4) melakukan pembinaan untuk meningkatkan keprofesian anggota secara berkelanjutan,( mempunyai mekanisme peran stakeholder yang baku dalam pelaksanaan sertifikasi dengan cara menampung aspirasi stakeholder atau pengguna jasa lainnya, (6) membentuk Tim Bantuan Advokasi Anggota yang bertugas untuk membantu anggota dalam menghadapi permasalahan keprofesiannya (7) memiliki tim asesor daerah yang diakui sebagai professional dalam bidang keahlian atau keterampilan yang akan dinilai, mempunyai integritas tinggi dalam menjaga harkat dan martabat keprofesian, mempunyai dasar pendidikan yang relevan dan pengalaman 15 tahun dan dianggap tokoh dan senior dengan memberikan pertimbangan yang adil dan benar, (8) serta memiliki tim banding internal yang diakui sebagai professional dalam bidang keahlian atau keterampilan yang akan dinilai, mempunyai integritas tinggi dalam menjaga harkat dan martabat keprofesian, mempunyai dasar pendidikan yang relevan dan pengalaman 20 tahun dan dianggap tokoh dan senior dengan memberikan pertimbangan yang adil dan benar serta mentaati dan mematuhi kode etik. Untuk bisa melakukan sertifikasi tenaga kerja, asosiasi profesi yang telah diakreditasi wajib memiliki Badan Sertifikasi Asosiasi (BSA) Profesi, yang merupakan perangkat organisasi untuk penyelenggara sertifikasi yang dibentuk dengan Keputusan Pimpinan Asosiasi Profesi. IAI adalah salah satu asosiasi profesi yang telah melaksanakan sertifikasi khusus untuk bidang ahli arsitek. IAI didirikan secara resmi pada tanggal 17 September 1959 di Bandung. IAI aktif dalam kegiatan internasional melalui keanggotaannya di ARCASIA (Architects Regional Council of Asia) sejak tahun 1972 dan di UIA (Union Internationale des Architectes) sejak tahun 1974, serta AAPH (Asean Association Planning and Housing) di mana IAI merupakan salah satu pendirinya. IAI sebagai lembaga asosiasi profesi yang ditunjuk menjadi penyelenggara sertifikasi Arsitek, telah memperoleh akreditasi dari LPJK Nasional sejak 2 Mei 2002. Setiap anggota IAI yang telah memperoleh Sertifikat (SKA), dapat mengajukan polis asuransi untuk “Profesional indemnity Insurance”, sebagai satu persyaratan dalam mempertanggungjawabkan hasil karyanya sesuai ketentuan yang berlaku (UUJK no. 18 tahun 1999, PP no. 28, 29, 30 tahun 2000). Surat Ijin Pekerja Perencana (SIBP) yang selama ini dipakai di beberapa kota di Indonesia adalah sebagai lisensi/ suatu pengakuan hukum yang dikeluarkan oleh Instansi Pemerintah yang berwenang untuk seseorang berhak bekerja, berpraktek, dan mempertanggungjawabkan hasil karyanya kepada masyarakat. Sertifikasi ini ditujukan untuk menciptakan tertib membangun dengan penuh tanggungjawab, dan merupakan kelengkapan persyaratan (Sertifikat Keahlian/SKA dari IAI) untuk memperoleh SIBP/Lisensi. Sertifikasi tidak mengakibatkan pembatasan jumlah praktisi dan tidak mengakibatkan pembatasan pilihan penyedia jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat pengguna 1.3.2. Dampak Penerapan Kebijakan Sertifikasi Profesi Saat ini belum ada kesepakatan bahwa lisensi meningkatkan kesejahteraan konsumen. Karena sampai saat ini konsumen masih sangat mudah untuk dapat menggunakan jasa yang tidak memiliki lisensi. Masih banyaknya konsumen menggunakan penyedia jasa illegal dikarenakan banyaknya pilihan tariff dan mutu pekerjaan (Svorny, 1999). Dampak yang ditimbulkan terhadap sertifikat adalah : a. Dampak terhadap pengguna jasa konstruksi: terwujudnya perllindungan bagi masyarakat pengguna jasa atas keselamatan kerja dan mutu pekerjaan keinsinyuran karena hanya insinyur yang professional yang boleh menangani pekerjaan-pekerjaan keinsinyuran, Keyakinan untuk mendapatkan jasa pelaksanaan proyek konstruksi yang professional sehingga tercipta suatu hubungan professional antara pengguna dan penyedia jasa, tersedianya sumber informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir terhadap kompetensi arsitek yang dimiliki oleh kontraktor bagi pengguna jasa yang hendak melakukan memilih kontraktor yang akan digunakan. b. Dampak terhadap penyedia jasa konstruksi/owner: memenuhi persyaratan tender proyekproyek konstruksi, tersedianya sumber informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir bagi konsultan yang hendak melakukan rekrutmen arsitek, tersedianya iklim keprofesionalan dalam perusahaan jasa arsitek, yang akan mendorong arsitek 5 bersertifikat keahlian untuk semakin menekuni dan meningkatkan keahliannya, tersedianya instrumen untuk mengatur jenjang karier dan skala imbalan kerja yang lebih pasti, adil dan memadai sesuai dengan klasifikasi yang berdasarkan kualifikasi, sehingga lebih meningkatkan kesetiaan seseorang pada profesi, yang akan meningkatkan keprofesionalan orang tersebut, meningkatkan kinerja perusahaan akibat peningkatan motivasi dan produktifitas tenaga kerja. c. Dampak terhadap arsitek Konstruksi: adanya pengakuan yang resmi dan berlaku secara nasional terhadap kompetensi dan profesionalisme keinsinyuran dari seorang yang menyandang sertifikasi keahlian konstruksi, tersedianya kesempatan peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui pembinaan keprofesian yang berkelanjutan, terciptanya jalur profesi sebagai jalur jenjang karier, disamping jalur struktural dan manajemen, sehingga lebih meningkatkan keprofesionalan orang tersebut, terdapatnya kemudahan untuk turut-serta dalam proyek-proyek pembangunan konstruksi bila persyaratan keprofesionalan telah diberlakukan dari nasinal ke internasional, terbukanya akses pasar kepasaran tenaga kerja keinsinyuran karena data-data pribadi dan kualifikasi tercantum dalam data base yang online dilaksanakan, dan waktu yang diperlukan dalam pengumpulan data relative lebih singkat (bila dilakukan wawancara) 1.3.3. Profesi, Professional dan Profesionalisme Jika kita berbicara mengenai profesi, profesional dan profesionalisme maka kita tidak akan pernah lepas dari persoalan etika. Memperbincangkan profesi tanpa mengkaitkannya dengan persoalan etika berarti tanpa mengindahkan nilai etika kesantunan, norma adat istiadat serta ajaran agama yang telah mengatur kita sebelumnya. Segala macam bentuk pelanggaran serta penyimpangan terhadap tata-pergaulan tersebut dianggap sebagai tindakan tidak etis. Istilah etik dan moral keduanya memiliki menggambarkan perilaku yang menjunjung tinggi nilai etika dan moral bisa dinyatakan dalam pernyataan "do unto others as you would have them do unto you" Bennett, 1996 dalam Permana, 2006. Yang mengandung unsur nilai kejujuran (honesty), integritas dan konsern yang di dalam menilai dan mempertimbangkan persoalan etika profesi didalam proses pengambilan keputusan profesional. Kode etik profesi dapat dijadikan acuan dasar dan sekaligus alat kontrol internal bagi anggota profesi. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. berkenaan dengan pekerjaan profesional, Bahwa kaidah berprofesi adalah: mencari nafkah dengan mengabdikan keahlian sebagai pelayanan untuk,kepentingan masyarakat, tidak merugikan masyarakat dengan menghindari terjadinya pertentangan, kepentingan dan oleh karena itu memiliki pegangan kode etik dan kaidah tata laku profesi, bahwa pengertian professional adalah seorang yang mencari nafkah dengan berprofesi,yang berciri utama sebagai berikut : mandiri-independent, bekerja penuh, purna waktu, berorientasi pada pelayanan, mengabdi pada kepentingan umum, memiliki keahlian khusus yang berlatar belakang pendidikan tertentu, terus menerus mengembangkan ilmu dan keahliannya, profesional juga berarti cara kerja yang tertib, bertanggung jawab. Praktek berprofesi berarti melaksanakan janji komitmen secara profesional, untuk berkarya sebaik-baiknya sesuai dengan keahlian yang kita miliki tentunya didasarkan kepada landasan hukum untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat yang menggunakan jasa professional itu, serta arsitek yang bekerja secara profesional. Kata “profesional” berarti pencaharian atau orang yang mempunyai keahlian tertentu dan harus memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu: (1) memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas; memiliki pengetahuan umum yang luas, memiliki keahlian khusus yang mendalam, (2) merupakan karier yang dibina secara organisatoris; adanya keterikatan dalam suatu organisasi profesi, memiliki otonomi jabatan, memiliki kode etik jabatan, merupakan karya bakti seumur hidup, (3) diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional; memperoleh dukungan masyarakat, mendapat 6 pengesahan dan perlindungan hukum, memiliki prasyarat kerja yang sehat, memiliki jaminan hidup yang layak Arsitek profesional harus memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang kearsitekan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai arsitek dengan kemampuan maksimal, dan terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Sikap Profesional Arsitek yang harus dimiliki adalah: a. Arsitek adalah seorang ahli ; ia memiliki pengetahuan (a systematic body of knowledge), keahlian, keterampilan dan penguasaan teori berdasarkan pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang dijalanainya. Proses pendidikan dan pengalaman tersebut lazimnya tersebut demikian rupa sehingga masyarakat memperoleh keyakinan akan mendapatkan suguhan jasa (arsitek) secara professional. b. Otonomi dan Independen: seorang arsitek memberikan advice yang obyektif kepada pengguna jasa. Ia memperoleh honorarium untuk tanggung-jawabnya memegang teguh idealisme dan keputusan tanpa kompromi diatas berbagai motif dalam menghasilkan karya seni arsitektur. Arsitek juga diberi honor karena ia diharapkan selalu memegang semangat untuk mengikuti berbagai peraturan yang berkaitan dengan profesinya, dan selalu memperhatikan bahwa rancangan akan mempunyai dampak sosial dan lingkungan c. Komitmen: fokus dan konsentrasi kepada pekerjaan untuk menghasilkan karya yang terbaik untuk kepentingan pemberi tugas dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas (people as the ultimate client) d. Akuntabilitas; arsitek mempunyai tanggung jawab untuk bekerja secara mandiri dan kalau diperlukan, memberikan kritik kepada pemberi tugas apabila penugasannya bertentangan dengan kepentingan publik dan lingkungan hidup. Prinsip-prinsip sikap profesionalisme ini telah disepakati bersama arsitek dunia melalui kesepakan pada kogres Union Internationale des Architects (UIA) di Beijing 1999. Sikap-sikap tersebut akan menjadi ukuran yang berlaku pada praktek arsitek diseluruh dunia. Seorang arsitek harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kompetensi seorang arsitek sebagai tenaga profesional ditandai dengan serangkaian diagnosis, rediagnosis, dan penyesuaian yang terus menerus. Selain kecermatan dan ketelitian dalam menentukan langkah arsitek juga harus sabar, ulet, dan telaten serta tanggap terhadap situasi dan kondisi, sehingga diakhir pekerjaannya akan membuahkan hasil yang memuaskan. Kewajiban yang diharus dimiliki oleh arsitek sesuai dengan yang tercantum dalam kaidah kode etik yang ada di IAI adalah para arsitek menguasai pengetahuan dan teori mengenai seni-budaya, ilmu, cakupan kegiatan, dan keterampilan arsitektur, yang diperoleh dan dikembangkan baik melalui pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Proses pendidikan, pengalaman, dan peningkatan keterampilan yang membentuk kecakapan dan kepakaran itu dinilai melalui pengujian keprofesian di bidang arsitektur. Hal itu dapat memberikan penegasan kepada masyarakat, bahwa seseorang bersertifikat keprofesian arsitek dianggap telah memenuhi standar kemampuan memberikan pelayanan penugasan profesionalnya di bidang arsitektur dengan sebaik-baiknya. Secara umum, para arsitek memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk selalu menjunjung tinggi dan meningkatkan nilai-nilai budaya dan arsitektur, serta menghargai dan ikut berperan serta dalam mempertimbangkan segala aspek sosial dan lingkungan untuk setiap kegiatan profesionalnya, dan menolak hal-hal yang tidak profesional. Wujud professional seorang arsitek ditunjukkan melalui eksistensi dalam karyakaryanya serta dapat dipertangungjawabkan di hadapan masyarakat umum Selalu mengembangkan diri melalui karya-karyanya dan menambah ilmu di bidang arsitektur. Arsitek professional harus mampu terus berkarya dan tergabung dalam asosiasi arsitek dan dibatasi oleh kode etik dan kaidah tata laku profesi arsitek. serta dilengkapi sertifikat keahlian dari asosiasi arsitek. Seorang arsitek profesional jelas harus memiliki keahlian yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan dan penataran pengembangan keprofesian arsitek atau strata terdiri dari (strata 1) perencanaan dan perancangan yang berkaitan dengan pertanahan , (strata 2) perencanaan dan perancangan 7 yang berkaitan dengan tertib membangun dan peraturan bangunan, (strata 3) perencanaan dan perancangan yang berkaitan pertimbangan sosial dan psikologi, (strata 4) pandangan dan harapan pengguna jasa terhadap arsitek Indonesia), (strata 5) perencanaan dan perancangan proyek multi disiplin, (strata 6) manajemen biro konsultan, yang masing-masing mendapatkan nilai KUM yang berbeda. Seorang arsitek profesionalisme harus memiliki rasa pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja untuk umat manusia tanpa semata-mata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiilduniawi. Penataran pengembangan keprofesian Terdapat tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari seorang profesional, yaitu (a) harus dilandaskan itikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digelutinya (dalam artian tidak hanya mementingkan imbalan upah materiil semata); (b) harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat; (c) diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral, harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi. Berbicara profesi, profesional dan profesionalisme arsitek dituntut melakukan penerapan keahlian khusus (matematika, fisika dan pengetahuan ilmiah lainnya yang relevan) untuk melakukan perencanaan, perancangan (design), konstruksi, operasi dan perawatan dari produk, proses, maupun sistem kerja tertentu secara efektif-efisien serta meningkatkan profesioanlismenya melalui wadah organisasi profesi baik untuk lingkup nasional (negara) maupun internasional (global) seperti yang diutarakan oleh Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET, 1993) 1.3.4. Pendidikan Profesi Arsitek (PPars) menghasilkan calon arsitek Profesional Lembaga Pendidikan Profesi Arsitek merupakan suatu wadah untuk pelaksanaan program pendidikan tinggi lanjutan dalam bidang Arsitektur dalam rangka mempersiapkan para lulusan perguruan tinggi program studi Arsitektur menjadi seorang arsitek profesional. Smart architecture atau smart building tumbuh diantara kegalauan manusia pada kondisi krisis energi dan kerusakan lingkungan yang telah melanda dunia. Kekhawatiran akan anak cucu kita dapat menikmati apa yang sudah dan pernah dinikmati turut menjadi pemicu. UIA menetapkan kriteria lulusan pendidikan arsitektur (dalam hal ini setelah menempuh pendidikan profesi arsitek) dengan tiga jenjang pencapaian, yaitu kepekaan (awareness), pengertian (understanding), dan kemampuan (ability). Yang dalam taksonomi pendidikan dibagi tiga: (1) Ranah Kognitif (kesadaran/Kepekaan): perilaku manusia terhadap lingkungan, pluralitas dan multivalensi kemanusiaan beda tradisi yang non-Barat, ekonomi bangunan dan pengendalian biaya bangunan, konteks hukum dari praktek arsitek, organisasi praktek dan manajemen, perjanjian kerja dan dokumentasi,luas jangkauan peran arsitek, etika dan penilaian professional, (2) Ranah Afektif (Pengertian), tradisi nasional dan regional, tradisi barat,konservasi lingkungan, sistem penataan formal, sistem struktural, sistem umur bangunan dan sistem pengamanan, sistem bidang penutup luar bangunan, sistem lingkungan bangunan, sistem peralatan layan/servis bangunan, tanggung jawab dalam bidang hukum, pemenuhan syarat peraturan bangunan, bahan-bahan bangunan dan rakitan, pemagangan professional, persyaratan dimasa lalu dan kini untuk arsitektur, (3) Ranah Psikomotorik (Terampil/keterampilan/kemampuan):keterampilan pernyataan dengan kata, keterampilan pernyataan dengan gambar, keterampilan meneliti, keterampilan berpikir kritis, keterampilan desain dasar, keterampilan kerja sama, keterampilan programatik bersumber dari sejarah dan kejadian pendahuluk, keterampilan memberi fasilitas terhadap yang cacat fisik, keterampilan menanggapi tapak, keterampilan dalam integrasi berbagai sistem bangunan, keterampilan pengembangan rincian desain, keterampilan dokumentasi gambargambar, keterampilan desain sesuai program yang komprehensif, keterampilan mempersiapkan program) Union Internationale des Architects (UIA), persatuan arsitek-arsitek internasional, menuntut kemampuan profesional seorang arsitek dengan kriteria kinerja profesionalisme yang tinggi. Kriteria ini terdiri atas tiga tingkat kemampuan dengan tiga puluh tujuh butir materi. Butir-butir ini diberlakukan menimbang tugas dari seorang arsitek bukan hanya 8 sekedar mendesain bangunan, tetapi perlu diingat bahwa dimulai dari proses perancangan sampai konstruksi dan penyempurnaan tahap akhir, si arsitek sering diminta untuk terus terlibat. Secara sederhana makna kompeten dapat diartikan sebagai penguasaan seorang arsitek terhadap berbagai kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk berpraktek sebagai arsitek. Bakuan kompetensi ini merupakan kebutuhan dasar bagi seorang arsitek untuk dapat memperoleh sertifikat dan registrasi sebagai arsitek (professional). Kompetensi ini meliputi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seorang arsitek melalui pendidikan formal dan pelatihan/pemagangan/praktek kerja yaitu: (1) Kemampuan untuk menghasilkan rancangan arsitektur yang memenuhi ukuran estetika dan persyaratan teknis, dan yang bertujuan melestarikan (2) Pengetahuan yang memadai tentang sejarah dan teori arsitektur termasuk seni, teknologi dan ilmu-ilmu pengetahuan manusia, (3) Pengetahuan tentang seni dan pengaruhnya terhadap kualitas rancangan, (4) Pengetahuan yang memadai tentang perencanaan dan perancangan kota serta keterampilan yang dibutuhkan dalam proses perencanaan itu 5) Mengerti hubungan antara manusia dan bangunan, dan antara bangunan dan lingkungannya, serta menghubungkan bangunan-bangunan dengan ruang diantaranya untuk kepentingan manusia dan skalanya, (6) Pengetahuan yang memadai tentang cara mencapai perancangan yang dapat mendukung lingkungan yang berkelanjutan, (7) Mengerti makna profesi dan peran arsitek dalam masyarakat terutama pada hal-hal yang menyangkut kepentingan masalah sosial, (8) Mengerti persiapan untuk sebuah pekerjaan perancangan dan cara-cara pengumpulan data, (9) Mengerti masalah-masalah perancangan struktur, konstruksi dan enjinering yang berhubungan dengan rancangan bangunan,(10) Pengetahuan yang memadai tentang masalah fisika bangunan, teknologi dan fungsi bangunan dalam kaitannya dengan kenyamanan bangunan dan perlindungan terhadap iklim, (11) Memiliki keterampilan merancang yang memenuhi kebutuhan bangunan dalam batasbatas yang diberikan oleh anggaran biaya dan peraturan bangunan, (12) Pengetahuan yang memadai tentang industri, organisasi dan prosedur dalam penerjemahan konsep rancangan menjadi wujud bangunan serta menyatukan rencana kedalam suatu perencanaan menyeluruh), (13) Pengetahuan yang memadai mengenai pandangan manajemen proyek dan pengendalian biaya. Ke-37 butir kriteria di atas merupakan dasar untuk menyiapkan diri, melalui magang selama 2 (dua) tahun serta kemudian menempuh ujian (untuk memenuhi kualifikasi, lisensi/registrasi, sertifikasti menjadi arsitek professional. Sistem pendidikan di Indonesia untuk program strata di Indonesia adalah selama empat tahun, padahal tuntutan dari UIA adalah minimal lima tahun pendidikan universitas. Bila dibandingkan, dengan ketentuan 144160 sks selama menjalani program strata satu tentunya dianggap tidak memenuhi standar internasional. Kedepan perlu disesuaikan menjadi lima tahun seperti yang dituntut oleh UIA. Beberepa perguruan tinggi di Indonesia sudah melakukan hal tersebut, Kemudian setelah itu baru pendidikan lima tahun tersebut dilanjutkan dengan magang minimal dua tahun setelah lulus. Sistem penambahan satu tahun ini diserahkan kepada masing-masing institusi pendidikan oleh legitimasi yang dilakukan oleh IAI dan Departemen Pendidikan Tinggi. Setelah lulus program penambahan ini, seseorang akan memperoleh gelar Sarjana Arsitektur. Kemudian untuk mendapatkan lisensi profesi IAI, seorang sarjana arsitektur tadi harus mengikuti ujian yang dilakukan oleh Dewan Keprofesian Arsitek yang bisa diambil apabila telah menjalani proses pemagangan selama minimal dua tahun 1.3.5. Pemagangan, proses dan prosedur untuk menjadi Anggota Profesional IAI Pemagangan ialah bekerja pra-praktek yang diprogramkan pada satu proyek nyata bagi anggota IAI yang ingin menjadi arsitek profesional di bawah bimbingan arsitek profesional senior sebagai Mentor/pembimbing ialah Anggota Profesional IAI senior yang memenuhi syarat dalam memberikan bimbingan bagi Calon/Pemagang. Tujuan dan sasaran pemagangan adalah: mempersiapkan anggota IAI agar mendapatkan pengalaman praktek 9 professional secara nyata dan sesuai dengan standar hasil karya arsitek dengan mendapatkan bimbingan yang terarah, Mempersiapkan anggota IAI agar memahami dan menghayati kode etik dan kaidah tata laku profesi arsitek dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, Mempersiapkan anggota IAI agar menjadi mandiri dan berkemampuan lebih baik dalam, jenjang kariernya sebagai arsitek professional, Mempersiapkan anggota IAI agar memahami peraturan bangunan yang berlaku dan keselamatan umum serta penerapannya, Peranan dan fungsi pemagangan: merupakan system pembinaan keprofesian yang terarah bagi anggota IAI, merupakan upaya guna memperoleh kepercayaan masyarakat sebagai mitra pembangunan, merupakan langkah strategis profesi dalam mendapatkan pengakuan hukum, Kriteria mentor adalah: memegang Sertifikat Keahlian Arsitek Utama yang masih berlaku, pemegang Sertifikat Keahlian Arsitek Madya dan pernah atau sedang menangani 1 proyek sesuai kategori kelasnya selama memegang sertifikat madya tersebut, Dalam menangani program mentoring, Mentor maksimal membimbing 3 pemagang dalam waktu bersamaan, baik proyek yang sama maupun berbeda, Bagi pemegang Sertifikat Keahlian Arsitek Utama berkewajiban menjadi Mentor minimal 1 kali atau 1 pemagang selama periode berlakunya sertifikat, hal ini menjadi persyaratan dalam perpanjangan Sertifikat Keahlian. Kriteria pemagang adalah: telah menjadi anggota IAI, telah mengajukan permohonan dan disetujui oleh Pengurus Daerah/Cabang/Perwakilan. Kriteria/kategori: mengacu pada kategori proyek yang ditentukan dalam Pedoman Hubungan Kerja antara Arsitek dengan Pengguna Jasa, proyek yang disyaratkan sebagai tempat kegiatan magang adalah satu proyek perancangan yang multi disiplin, minimal melibatkan disiplin struktur dan MEP, struktur pengelolaan proyek jelas, paling tidak tercermin keberadaan secara terpisah pihakpihak yang terlibat. (bertindak sebagai pemilik, perencana/perancang, pengawas atau manajemen konstruksi, pelaksana beserta sub-pelaksananya / Pemasok), lingkup kerja proyeknya meliputi tahap perancangan sampai pelaksanaan fisik di lapangan, sayembara perancangan dapat dimasukkan kedalam kriteria ini selama sayembara tersebut melibatkan IAI dan pemagang mendapatkan nominasi (pemenang/finalis/penghargaan), proyek pengabdian yang dikelola oleh Bidang Pengabdian Profesi IAI termasuk dalam kriteria yang dapat dipergunakan sebagai program pemagangan selama terdapat mentor yang terlibat. Prinsip utama pemagangan adalah bimbingan dari arsitek senior, karena itu yang menjadi acuan adalah keberadaan mentor. Tidak harus bekerja pada satu perusahaan atau biro arsitek, kegiatan pemagangan dapat dilakukan dimana saja selama proyeknya adalah nyata, Semua pihak baik pemagang maupun mentor harus terlibat dalam proyek yang dikerjakan, sehingga tercapai tujuan dalam menghayati dan menyelami kegiatan-kegiatan nyata dalam satu proyek, honorarium atau Imbalan Jasa pemagang akan ditentukan sesuai kesepakatan, Proyek yang dikerjakan bisa berasal dari mentor yang bersangkutan atau dapat juga dibawa oleh calon pemagang, selama sesuai dengan kategori proyek yang disyaratkan, nilai KUM yang diperoleh mengikuti aturan pemberian nilai KUM untuk proyek, sedang untuk mentor mendapat tambahan sebesar setengah (50%) dari nilai KUM pemagang dalam posisinya di proyek yang dikerjakan, Dalam proyek yang dikerjakan, posisi mentor sebaiknya sebagai penanggung jawab arsitektur, atau paling tidak sebagai penanggung jawab bagian proyek yang menjadi wewenangnya. (dalam proyek besar biasanya bisa terdiri dari beberapa arsitek yang menangani bagian-bagian tertentu). Kategori/kriteria penyerapan pengalaman (1) Manajemen Proyek dan Manajemen Pengelolaan Konsultan Arsitek meliputi: konsultasi dengan pemilik dan pihak lain yang terlibat, metoda presentasi / penjelasan hasil rancangan, penyerapan kebutuhan pemilik dan pengguna akhir rancangan, koordinasi dengan pihak-pihak lain yang terlibat, rapat lapangan, pengawasan berkala, Inisiasi proyek, project budgeting, (2) perencanaan dan perancangan meliputi : pencarian dan pengumpulan data, programming dan penyusunan design brief, tahap-tahap perancangan, aspek teknis perancangan, penerapan peraturan/standar/pedoman, pre estimasi biaya, (3) dokumentasi produk rancangan meliputi: standar gambar dan laporan, pengelolaan data rancangan (file management), dokumentasi hasil rancangan , dokumen persetujuan, dokumen koordinasi, dokumen for tender, for 10 construction, shop drawing, dll, standar pengiriman dan penerimaan dokumen, (4) administrasi proyek meliputi : korespondensi dengan klien dan pihak terkait lainnya, penyusunan dokumen kontrak, penawaran, dll, penyusunan laporan kerja. Prosedur untuk menjadi Anggota Profesional IAI sebagai arsitek profesional adalah sebagai berikut : Sumber: Bidang Keprofesian, 2010, Program Pemagangan Bidang Keprofesian Pengurus Nasional IAI 2008-2010, Jakarta 1.4. Simpulan dan Saran a) Arsitek profesional Indonesia harus selalu meningkatkan keprofesionalannya dengan mengembangkan diri dalam ilmu dan teknologi di bidang arsitektur terkait dengan persaingan di era pasar bebas sekarang ini. b) Kedepan perlu diupayakan oleh asosiasi profesi (IAI) Ikatan Arsitek Indonesia untuk bisa meningkatkan kesiapan dalam melakukan sertifikasi yang lebih baik lagi sesuai dengan pangsa pasar sekarang ini dan peningkatkan kualitas sumber daya manusia serta mencari regenerasi untuk menyiapkan SDM kedepan melalui pelatih/pembekalan c) Pendidikan Profesi Arsitek oleh perguruan tinggi negeri bekerjasama dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dapat mempersiapkan para lulusan perguruan tinggi program studi Arsitektur menjadi seorang arsitek profesional DAFTAR PUSTAKA (ABET) Accreditation Board for Engineering and Technology. 1993 Annual Report. New York, 1993. Budiharjo.E.1997,Arsitek dan Arsitektur Indonesia Menyongsong Masa Depan,Penerbit Andi,Yogjakarta. Budiharjo.E.1997,Jati Diri Arsitek Indonesia,Penerbit Alumni,Bandung. Badan Nasional Sertifikasi Profesi (www.bnsp.go.id). Bidang Keprofesian, 2010, Program Pemagangan Bidang Keprofesian Pengurus Nasional IAI 2008-2010, Jakarta 11 Dwiyanto, A. 2008. Arsitek Profesional dan Perannya dalam Dunia Kerja. Perancangan Kota dan Permukiman 7 no 1. Mickie S. Rops (2002), ‘Credentialing, Licensure, Certification, Accreditation,Certificates’ Morris M. Kleiner (2006),’ Licensing Occupations, Ensuring Quality or Restricting ompetition?’, W.E. Upjohn Institute for Employment Research,Kalamazoo, Michigan Permana, A. Y. 2006. Meniti Jalan Kearah profesionalisme Arsitek: Antara Proses dan Harapan. Malang: Seminar Nasional pendidikan Arsitektur ,Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Peraturan Pemerintah No. 28, 29, 30 Tahun 2000 tentang “Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi” Puri, E. R. 2008. Model Manajemen Kinerja Sertifikasi Tenaga Ahli Konstruksi dan Identifikasi Indikator Kinerja Pedoman Akreditasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Subijono.E. 2004, Penataran Keprofesian Ikatan Arsitek Indonesia tentang Kode Etik Arsitek, Kaidah Tata Laku dan Praktek Profesi, Ikatan Arsitek Indonesia, Jakarta Sianturi, M. R. 2007. Evaluasi Kesiapan Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi dalam Mensertifikasi Arsitek(Anggotanya). Bandung: Institut Teknologi Bandung. UIA, Accord on Recommended International Standars of Professionalism in Architectural Practice, 1997. Undang-undang No. 18 tahun 1999, “Undang Undang Jasa Konstruksi” Warman, Y. 2008. Kajian Evaluasi Penerapan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi Mengenai Kewajiban Sertifikasi Bagi Tenaga Ahli Konstruksi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. www.ncees.com www.gunadarma.ac.id, 2010, Profesionalisme Seorang Arsitek, Arsitek Indonesia Menghadapi Dunia Dalam Proses Pembangunan 12