TAKE HOME REKAYASA GENETIKA Dosen Pengasuh : Dr. Darmawan Saptadi Mahasiswa : Ika Dyah Saraswati PRODI PEMULIAAN DAN BIOTEKNOLOGI TANAMAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 SOAL UJIAN MATA KULIAH REKAYASA GENETIKA TANAMAN DOSEN PENGASUH : Dr. DARMAWAN SAPTADI DIKUMPULKAN PALING LAMBAT : 2 JULI 2014 1. Ceritakan bagaimana Agrobacterium tumefaciens dapat digunakan sebagai “alat” untuk transformasi genetik! Menurut Gelvin (2003) dalam Brandenberg et al., (2011) Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri tanah yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel dan mentransfer sekuens dari DNA nya ke dalam sel tanaman dengan proses infeksi. Integrasi DNA bakteri ke dalam kromosom tanaman dapat terjadi secara langsung mensintesis protein dengan menggunakan sistem metabolisme tanaman. Akibat infeksi oleh Agrobacterium maka tanaman akan membentuk gall atau tumor baik pada akar ataupun batang bagian bawah. DNA kromosomal sel A.tumefaciens memiliki plasmid yang dikenal sebagai Ti-plasmid (Tumor inducing). Ti plasmid (200 kb) mengandung gen vir yang merupakan gen virulen yang menyebabkan bakteri ini dapat menginfeksi tanaman dan menginduksi DNA yang ada pada dirinya sebagai T-DNA atau DNA transfer yang umumnya sepanjang 20 kb ke dalam sel tanaman dengan melalui proses infeksi. Protein yang diinduksikan mengandung hormon tanaman yang menstimulasi pertumbuhan sel sehingga menyebabkan pembentukan gall. Agrobakterium hanya dapat menginfeksi tanaman melalui luka pada tanaman. Ketika akar atau batang tanaman luka maka luka tersebut akan memberikan sinyal pada gen virulen sehingga gen ini menjadi aktif dan memacu Agrobakterium untuk mentransfer T-DNA dari Ti-plasmid ke dalam sel tanaman melalui lukanya. Menurut Lacroix et al., (2006) dalam Brandenburg et al., (2011) untuk menjadikan Ti-plasmid sebagai vektor transgenik, maka bagian yang menyandikan induksi tumor dalam T-DNA harus dihilangan, sementara border TDNA dan gen vir tetap dipertahankan di dalamnya. Gen yang ingin disisipkan dimasukkan ke dalam T-DNA di antara border T-DNA dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan. Melalui cara infeksi maka T-DNA dapat tertransfer ke dalam sel tanaman dan terintegrasi dalam cromosom tanaman. Dalam pelaksanaan transformasi, sel Agrobacterium yang Ti-Plasmid dengan gen yang akan disisipkn dapat diinokulasikan pada tanaman melalui batang, daun dsb, untuk mengunduksi agar terjadi infeksi dan T-DNA tertransfer ke dalam sel tanaman. Infeksi Agrobacterium dapat juga dilakukan dengan melalui infeksi pada kultur jaringan menghasilkan sel yang telah tertransformasi yang ditumbuhkan menjadi tanaman. Gambar 1. Ti plasmid dalam Agrobacterium tumefaciens (Brandenberg et al., 2011) Gambar 2. Pembentukan Ti plasmid rekombinan dengan sisipan gen (McCullen et al, 2006) Gambar 3. Mekanisme perpindahan fragmen DNA dari plasmid ke DNA Tanaman (McCullen et al., 2006) Gambar 4. Mekanisme Infeksi A. tumefaciens secara in vitro ke kalus tanaman (McCullen et al., 2006) Ti-plasmid adalah plasmid berukuran besar yang terdapat di strain A.tumefaciens yang mengkodekan beberapa protein yang penting dalam pembentukan tumor. T-DNA atau DNA transfer adalah bagian dari Ti-plasmid dengan ukuran antara 23 bp dan ditranformasi ke dalam sel tanaman inang selama proses infeksi. T-DNA mengandung dua tipe gen yaitu gen yang menginduksi pembentukan hormon auxin dan sitokinin untuk membentuk tumor dan gen yang mensintesis opin yang merupakan kondensasi dari asam amino dan gula yang disintesisoleh sel tumor yang digunakan oleh Agrobakterium sebagai sumber nitrogen dan karbon. Gen virulen terdapat dalam loki pada Ti-plasmid yang mengkodekan protein yang penting untuk dapat mengenali tanaman dan mentransfer T-DNA ke dalam sel inang. Selain mengandung gen virulen, Tiplasmid juga mengandung opin katabolisme yang dihasilkan oleh sel tumor. Gen virulen yang ada dalam Ti-plasmid yang berguna dalam proses transfer T-DNA ada 6 jenis operon esensial yaitu vir A, vir B, cir C, vir D, vir E dan vir G dan 2 operon non esensial yaitu vir F dan vir H. Proses tranfer gen dari Agrobacterium tumefaciens ke sel tanaman melalui beberapa tahap menurut Riva et al., (1998) adalah sebagai berikut: a. Bakteri membentuk koloni yang sangat penting pada tahap awal induksi tumor pada permukaan sel. Polisakarida dari permukaan sel bakteri berfungsi dalam proses pembentukan koloni. Penempelan bakteri dapat tersingkir saat lipopolisakarida (LPS) dari strain virulen dilepaskan ke jaringan tanaman sebelum interaksi dengan bakteri virulen. LPS adalah bagian integral dari membran dan termasuk lipid A bagian luar yang menghalangi adanya polisakarida, untuk mengatasi ini maka bakteri juga memiliki sistem untuk memecah lipid dan memiliki anionik yang kuat dan membentuk kapsul polisakarida yang dapat berasosiasi dengan sel. b. Induksi dengan sistem virulensi bakteri. Vir A adalah transmembran dengan protein sensor yang mendeteksi sinyal molekul seperti komponen fenol yang dilepaskan oleh tanaman yang luka. Sinyal tersebut dapat mengaktifkan pH asam, komponen fenol misalnya asetosiringon ataupun senyawa monosakarida lainnya yang dapat bekerja secara sinergis dengan senyawa fenol. c. Generasi transfer compleks T-DNA. Pengaktifan gen vir menghasilkan single stranded T-DNA. DNA yang dimasukkan antara T-DNA border akan ditransferkan ke dalam sel tanaman sebagai DNA strand tunggal dan terintegrasi ke dalam genom tnaman. Dalam proses ini gen vir D memiliki peran yang besar yaitu untuk mengenali sekuens border T-DNA. Setelah endonukleotida memotong ss strand, vir D menempel pada 5’-end dari Tstrand ss dan eksonukleotida menempel pada 5’ end dari ss T-strand untuk memisahkan 5’end strand sebagai pengarah untuk transfer kompleks TDNA. d. Transfer T-DNA dan Integrasi T-DAN ke dalam genom tanaman dilakukan dengan menggunakan media protein kompleks ssT-DNA. Translokasi harus berjalan dengan melalui membran yaitu dinding sel dan rongga sel. Dalam sel tanaman, ssT-DNA masuk ke dalam membran nukleus, untuk itu integrasi ini akan dibantu oleh dua gen yaitu virD2 dan virE2. VirE2 memiliki dua sinyal lokasi nkleus tanaman (NLS) dan virD2 memiliki satu. Hal ini menunjukkan bahwa protein yang dihasilkan dari virD2 dan virE2 memiliki peran penting dalam mengintegrasikan T-DNA ke dalam nukleus tanaman. Gambar 5. Proses infeksi hingga integrasi gen dalam genom tanaman (D.I.Pacurar et al., 2011) 2. Berikanlah satu contoh prosedur/protokol lengkap transformasi genetik menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Secara umum, ada empat tahap dalam transformasi genetik menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Tahap-tahapan transformasi yang dilakukan pada intinya adalah sama secara prinsip tetapi dapat berbeda dalam pelaksanaannya yaitu pada metode dan modifikasi yang dilakukan tergantung pada jenis tanaman dan organisme yang digunakan sebagai inang. Prosedur transformasi genetik dengan Agrobacterium ini didasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2004) dan Rakhmawati (2006): Persiapan Bahan tanaman dan eksplan. Bahan tanam bisa berasal dari bagian vegetatif tanaman atau dari embrio zigotik muda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Armstrong et al., (1991) dalam Utomo (2004) menggunakan embrio muda dari benih jagung yang diambil embrionya sekitar 1,5-2,0 mm yang berasal dari genotipe HiII. Sebelum embrio diisolasi, tongkol yang telah dikupas disterilisasi permukaan dengan cara merendam atau kocok selama 20 menit pada larutan 20% Chlorox dan 2 tetes Tween 20 per liter. Tongkol muda kemudian dibilas tiga kali menggunakan air akuades steril. Embrio zigotik muda dipisahkan dari dasar biji menggunakan spatula. Menurut Hiei et al., (1994) dalam Rakhmawati (2006), hal yang penting dan menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan transformasi adalah genotip tanaman yang dipilih dan jaringan yang baik yang digunakan sebagai bahan transformasi. Jaringan yang baik adalah yang dapat memberikan respon terjadap kultur jaringan, misalkan ujung tunas, akar, skutelum, embrio yang belum masak, kalus, dan kultur suspensi sel. Persiapan organisme inang. Dalam jurnal Utomo (2004) bakteri yang digunakan untuk menginfeksi sel tanaman sebaiknya bakteri yang sedang tumbuh aktif (fase logaritmik). Bakteri Agrobacterium dikulturkan pada media cair LB 50 ml yang mengandung antibiotika yang sesuai selama 8-9 jam dalam inkubator 250 RPM, dalam suhu 28oC. Sel Agrobacterium disuspensi pada medium AB dengan oksigen terlarut minimal OD650 = 0,2 dan dibiarkan tumbuh selama 12-14 jam. Sel dipanen dan disuspensikan dalam medium inokulasi cair. Kepadatan populasi sel disesuaikan sehingga OD650 berkisar antara 0,6– 0,8. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, populasi bakteri lebih padat pada kalus sehingga menyulitkan saat pencucian kalus. Sementara dalam Rakhmawati (2006) dijelaskan bahwa untuk mengkulturkan Agrobacterium dilakukan dengan suspensi sebanyak 1 lup dari gliserol stok diremajakan pada media Luria Bertani Agar (LA) yang ditambahkan dengan antibiotik kanamisin 25 mg/L dan rifampisin 25 mg/L dan diinkubasi selama 18 jam pada suhu maksimum 28oC. Perbanyakan kultur dilakukan juga dengan media LB ditambah kanamisin 25 mg/L dan rifampisin 25 mg/L dalam inkubasi, pengocokan 150 rpm dan ruang gelap dengan suhu 25oC. Hasil perbanyakan diko-kultivasi dengan media cair dengan inkubasi 2-3 jam. Persiapan Media Transformasi Tanaman Menurut Rakhmawati (2006) media dasar yang umum digunakan untuk induksi kalus, ko-kultivasi, dan seleksi adalah N6 sedangkan untuk media regenerasi adalah media MS. Menurut Chu et al., (1975) dalam Utomo (2004), semua media baik media induksi kalus, ko-kultivasi dan seleksi mengandung garam-garam dan vitaminvitamin N6 yaitu: 1 mg/L 2,4-D, 25 mM prolin, 2% sukrosa, 100 mg/L asam kasamino, 1% glukosa, 20 mM MES, dan 200 μM asetosiringon, dengan pH 5,4; medium tunda mengandung 1,7 mg/L AgN03, 50 mg/L carbenicillin, and 3 mM MES dengan pH 5,8. Sementara medium seleksi dan medium tunda menurut Armstrong dan Green, (1985) dalam Utomo (2004) yang ditambahkan dengan 100 mg/l paramomisin. Penambahan 2,4-D pada medium tunda dan medium seleksi ditujukan untuk menginduksi kalus embrionik. Kalus embrionik yang tumbuh pada medium seleksi selama 4 x 14 hari dikatagorikan kalus transgenik putatif. Kalus embrionik hasil transgenik yang sudah diseleksi dapat ditumbuhkan dalam media perbanyakan untuk mendapatkan plantlet transgenik, kalus transgenik dikulturkan pada medium regenerasi untuk maturasi embrio dan pengecambahan. Medium pengecambahan merupakan medium MS tanpa zat pengatur tumbuh. Tahapan In vitro untuk Eksplan Eksplan embrio muda yang diisolasi dari tongkol dikumpulkan dalam cawan petri berisi medium inokulasi cair. Eksplan selanjutnya dikulturkan pada medium ko-kultivasi padat. Saat ini agrobakterium yang mengandung gen target diinfeksikan Eksplan kemudian dikulturkan pada medium tunda selama 7-14 hari, dan pada medium seleksi selama 4 x 14 hari. Plantlet dipindahkan ke medium regenerasi untuk maturasi dan pengecambahan. Planlet di-aklimatisasi dan ditanam di rumah kaca. Tahapan in vitro untuk Agrobacterium Bakteri Agrobacterium dikulturkan pada media cair LB 50 ml yang mengandung antibiotika yang sesuai selama 8-9 jam dalam inkubator 250 RPM, dalam suhu 28oC Sel Agrobacterium disuspensi pada medium AB dengan oksigen terlarut minimal OD650 = 0,2 dan dibiarkan tumbuh selama 12-14 jam. Sel dipanen dan disuspensikan dalam medium inokulasi cair. Pengamatan hasil transgenik Menurut penelitian Utomo (2004) gen yang disisipkan ke dalam genom tanaman harus dapat diekspresikan sehingga menghasilkan protein yang diinginkan serta harus stabil diwariskan ke generasi berikutnya. Variabel yang diamati adalah efisiensi transformasi berdasar: - Ekspresi trasgen GUS pada eksplan embrio zigotik muda. Ekspresi yang dapat langsung diamati pada eksplan secara penampilan dapat dievaluasi secara langsung. - Proporsi plantlet transgenik, yaitu jumlah plantlet transgenik dibagi jumlah eksplan yang diinokulasi. Pada penelitian Utomo (2004) plantlet transgenik ditumbuhkan pada medium seleksi yang mengandung zat paromomisin yang bereaksi positif dalam uji NPTII ELISA. - Analisis molekuler dengan mengguakan sistem blotting untuk mengetahui apakah gen yang diinsersikan sudah terintegrasi dalam genom tanaman. 3. Sebut dan beri penjelasan tahapan-tahapan dalam perakitan tanaman transgenik! Ekstraksi PCR dibandingkan dengan lapang Diketahui panjang basepair gen pada basepair diekstraksi disekuensing urutan basa nukleotida Tentukan vektor lalu direstriksi dan diligasi Perbanyakan atau kloning gen dengan PCR atau organisme inang Transformasi ke dalam jaringan tanaman dan screening dengan probe Regenerasi dengan plantlet evaluasi dengan uji DNA Akliatisasi dan lapang dilakukan evaluasi ekspresi DNA diekstraksi kemudian diuji DNA dan dibandingkan dengan hasil pengamatan di lapang untuk karakter terget sehingga dapat diketahui panjang basepair nukleotidanya dan diekstraksi kembali Nukleotida yang sudah diekstraksi kemudian disekuensing untuk mengetahui susunan basa nukleotidanya dan untuk menentukan enzim restriksi dan ligasnya berdasar vektor yang akan digunakan Setelah vektor rekombinan didapatkan maka dilanjutkan dengan kloning gen baik dengan menggunakan teknik PCR atau dengan menggunakan teknik in vitro pada organisme inang Hasil kloning gen tersebut discreening dengan menggunakan probe untuk perbanyakan dengan PCR dan menggunakan screening in vitro ex. Dengan LacZ untuk organisme inang Hasil screening yang sesuai lalu ditransformasikan ke jaringan tanaman, jaringan tanaman diregenerasikan hingga aklimatisasi sambil dilakukan evaluasi ekspresi dan pengujian DNA a. Tahap 1: Ekstraksi gen - Eksraksi DNA o Pengertian ekstraksi DNA Ekstraksi DNA adalah memisahkan DNA dari organel-organel sel lainnya, atau mengelurkan DNA dari nukleus sel sehingga DNA hasil ekstraksi dapat digunakan untuk keperluan bioteknologi. Ekstraksi DNA secara umum terdiri atas tiga langkah penting yaitu penghancuran dinding sel, memisahkan dari organelorganel sel dan membersihkan DNA dari kontaminan DNA sehingga didapatkan DNA murni. Prinsip dalam ekstraksi DNA ada 2 yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Sentrifungasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenisnya sehingga yang berat molekulnya lebih besar berada di bawah sedangkan yang ringan ada di bagian atas. Sementara presipitasi bertujuan untuk mengendapkan DNA. Metode ekstraksi DNA secara singkat adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama adalah melisis dinding sel dan membran sel dengan larutan pelisis, dilanjutkan dengan lisis inti sel 2. Prsipitasi protein dengan larutan presipitasi protein 3. Memurnikan DNA, DNA yang baik memiliki memiliki nilai absorbansi 260/280 dengan kemurnian DNA 1,8-2,0. - Menemukan gen o Cara untuk mencari gen Gambar 6. Mengetahui banding berdasarkan hasil PCR dan morofologi Setelah DNA diekstraksi selanjutnya dilakukan blotting dengan menggunakan primer yang sesuai untuk karakter dan dibandingkan dengan penampilan fenotip, jika ada banding yang selalu keluar bersamaan dengan karakter yang diinginkan maka dapat dikatakan bahwa band itu memiliki sekuens gen yang dijadikan target untuk isolasi gen (Santoso et al., 2013). b. Tahap 2: Desain gen - Sekuensing Hasil ekstraksi DNA kemudian dideteksi urutan basa nitrogennya sehingga dapat diketahui enzim restriksi yang dapat digunakan dalam pemotongan DNA dan enzim ligase untuk menyambung pada vektor. DNA sekuensing menggunakan metode PCR untuk menentukan urutan basa nukleotidanya. Menurut Buckhouse secara umum yang membedakan cycle sequencing dengan PCR biasa adalah: Primer yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak dua (sepasang) seperti PCR ddNTPs (dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi dari dNTPs dengan menghilangkan gugus 3′-OH pada ribosa. Gambar 7. Struktur molekul Dntp dan ddNTP Proses ekstensi dilakukan dengan bantuan enzim polimerase dan adanya dNTP yang sesuai templet DNA. Selain dNTP juga ditambahkan ddNTP yang menyebabkan polimerase berhenti karena ddNTP tidak memiliki gugus 3’OH untuk bereaksi dengan 5’pospat pada dNTP berikutnya. Pada akhir cycle sequencing, yang dihasilkan adalah fragmen-fragmen DNA dengan panjang bervariasi. Jika fragmen-fragmen tersebut dipisahkan dengan elektroforesis, maka akan terpisah-pisah dengan jarak antar fragmennya satu basa-satu basa. Gambar 8. Proses blocking pada dehidrasi gugus pospat DNA Gambar 9. Cycle sequencing atau metode klasik sanger (appliedbiosystems.com) Secara umum Rustam, Y.H., (2009) menjelaskan bahwa ada tiga metode yang dikenal yaitu: o Metode sanger atau klasik Reaksi cycle sequencing dilakukan pada empat tabung terpisah yang masing-masing berisi semua pereaksi yang dibutuhkan. Khusus untuk ddNTP, yang ditambahkan hanya 1 jenis untuk setiap tabung. Setiap tabung diberi tanda berbeda untuk ddATP, ddGTP, ddCTP dan ddTTP. Setelah reaksi cycle sequencing selesai, keempat hasil reaksi tersebut dielektroforesis pada gel electrophoresis sehingga fragmen-fragmen yang dihasilkan dapat terpisah. Urutan basa DNA dapat ditentukan dengan mengurutkan fragmen yang muncul dimulai dari yang ragmen yang paling pendek dengan posisi paling bawah. Fragmen DNA dapat divisualisasi karena primer yang digunakan dilabel dengan radioaktif atau fluorescent. Pada teknik lain, bukan primer yang dilabel melainkan dNTP. Gambar 9. Metode sekuensing klasik sanger o Metode dye primer label berbeda Metode ini dilakukan dalam 1 lajur saja, dengan menggunakan pelabelan fluorescent dengan 4 warna berbeda untuk setiap reaksi cycle sequencing. Gambar 10. Dye Primers dengan Label Berbeda Dengan teknik ini visualisasi dan penentuan urutan basa dapat dilakukan dengan lebih mudah karena keempat reaksi dipisahkan dalam satu lajur electrophoresis dengan 4 warna berbeda. Gambar 11. Hasil elektroforesis Dye Primers dengan Label Berbeda o Metode dye terminator label berbeda Cara yang lebih simple akhirnya ditemukan juga. Para ilmuwan cerdas menemukan cara untuk melabel ddNTP dengan 4 label fluorescent yang berbedabeda untuk ddATP, ddCTP, ddGTP dan ddTTP. Dengan demikian, reaksi cycle sequencing dapat dilakukan dalam 1 tabung reaksi dan dirun pada satu lajur gel electrophoresis saja. Sangat simple dan cepat. Gambar 12. Dye-Terminators Sequencing Dengan ditemukannya mesin Automated Capillary Sequencer, proses pemisahan fragmen dan pembacaan urutan basa DNA dapat dilakukan dengan lebih simple, cepat dan terotomatisasi. Hasil pembacaan mesin sequencer disebut electropherogram, yaitu peak-peak berwarna yang menunjukkan urutan basa DNA-nya. Gambar 13. Hasil sekuensing Dye-Terminators Sequencing Teknik DNA Sequencing yang berbasis fragment analysis saat ini tidak hanya digunakan untuk menentukan urutan basa-basa DNA semata, tapi bisa dikembangkan untuk berbagai aplikasi, seperti penentuan SNP (Single Nucleotide Polymorphism), - Membuat kaset o Vektor Vektor adalah molekul DNA yang dapat mereplikasi pada organisme inang yang sesuai setelah disisipi oleh DNA asing. Banyak vektor digunakan dalam biologi molekuler misalkan plasmid bakteri dan bakteriofag. Vektor harus memiliki beberapa karakteristik di bawah ini: - Memiliki bagian ori yang menyebabkan vektor dapat mengganda secara mandiri dalam sel inang - Memiliki bagian yang dapat dipotong oleh enzim restriksi sehingga DNA asing dapat dimasukkan - Memiliki marker untuk mengidentifikasi bahwa DNA asing sudah terinsersi. Gambar 9. vektor Ada banyak macam vektor diantaranya adalah: - Plasmid yang merupakan DNA sirkular DNA ekstrakromosomal yang ada dalam bakteri yang dapat mereplikasi diri dalam sel. Kebanyakan plasmid memiliki MCS (multiple clonning site) untuk tempat pemotongan restriksi dan penempelan DNA asing, memiliki ukuran 1-250 kb, dan memiliki promotor ori. - Bakterofag atau fage adalah virus yang menginfeksi bakteri. Virus akan mengalami fase litik untuk menghancurkan bakteri dan mengeluarkan partikel genom dan mengintegrasikan genom ke dalam genom bakteri. Ukurannya 48,5 kb dan merupakan DNA utas ganda. - Cosmid merupakan vektor yang dikonstruksi dengan menggunakan kos dari DNA lamdha dengan plasmid. Kemampuannya untuk membawa fragmen DNA sepanjang 32 hingga 47 kb menjadikan kosmid lebih menguntungkan daripada fag λ dan plasmid. - YACs dibuat dengan menggabungkan DNA plasmid dan segmen dari DNA khamir. YACs dapat membawa DNA sepanjang lebih dari 1 Mb sehingga dapat digunakan untuk mengkloning gen utuh. o Enzim restriksi Enzim restriksi adalah enzim yang digunakan untuk memotong DNA pada bagian yang spesifik. Ada banyak sekali jenis enzim restriksi dan setiap enzim tersebut memiliki kemampuan untk memotong pada sekuens nukleotida yang berbada. Enzim restriksi biasanya dihasilkan oleh spesies bakteri tertentu. Contoh yang umum untuk enzim restriksi adalah enzim restriksi EcoRI dari Escherchia coli, enzim ini digunakan sebagai enzim restriksi karena secara alami memiliki kemampuan untuk memotong dan mengambil DNA asing dari spesies bakteri lain. Enzim restriksi penting dalam rekayasa genetika karena dapat mengisolasi gen yang diinginkan dari DNA target, sehingga kita bisa mendapatkan sekuens nukleotida yang menyandikan karakter yang kita inginkan. Ada dua jenis pemotongan oleh enzim restriksi yaitu pemotongan blunt end atau pemotongan tumpul dan sticky end pemotongan pada site berbeda. Contoh enzim restriksi blunt end adalah HaeIII dan enzim restriksi sticky end adalah EcoRI. Enzim restriksi ini digunakan untuk memotong DNA vektor maupun DNA target yang akan disisipkan, tujuannya adalah agar keduanya memiliki akhiran urutan basa yang sama sehingga dapat saling menempel yang kemudian disambungkan kembali. Memotong DNA dengan menggunakan enzim restriksi akan menghasilkan banyak fragmen DNA, namun hanya akan ada satu fragmen yang mengandung gen yang ingin diisolasi tersebut, sehingga seteahnya harus diikuti dengan screening. http://www.garlandscience.com/res/pdf/9780815341574_ch04.pdf o Enzim ligase Setelah DNA dan vektor dipotong dengan enzim restriksi maka selanjutnya harus disambungkan kembali dengan menggunakan enzim ligasi. Enzim ligasi akan membentuk vektor yang tadinya linier karena direstriksi maka akan menjadi sirkuler kembali. c. Tahap 3: Perbanyakan gen (Dale 21 - Teknik kloning PCR Selama proses PCR terjadi proses sintesis dan penggandaan DNA yang terdiri dari tiga tahap yaitu: Denaturation, Annealing dan Extension. Rincian dari masing-masing tahap tersebut adalah sebagai berikut : i. Pada tahap denaturation, reaksi PCR terjadi pada suhu tinggi (± 94oC) hal ini agar ikatan ganda DNA dapat memisah menjadi ikatan tunggal DNA atau disebut sebagai denaturasi. ii. Tahap annealing adalah tahap primer akan menempel pada sekuen yang komplementer dengan basa DNA utas tunggal sebagai cetakannya (DNA template). DNA disinteis akan berjalan dari arah 5’ ke 3’dan memanjang sampai basa terakhir pembacaan, pemanjangan ini harus didukung dengan adanya taq polimerase yang mengandung enzim DNA polimerase (Aryani dan Kusumawati, 2007) iii. Tahap elongasi, pada tahap ini suhu 72oC memungkinkan DNA untuk disintesis sampai penyusunan basa akan bertemu dengan primer reverse yang berjalan berlawanan sehingga akan terbentuk utas DNA baru d. Tahap 4: Transformasi gen Setelah konstruksi DNA rekombinan, maka DNA harus dimasukkan ke dalam sel inang untuk perbanyakan. Ada beberapa metode untuk menginduksikan vektor ke dalam sel inang, yaitu menurut Nair (2008) sebagai berikut: - Transformasi adalah proses sel mengambil DNA secara langsung dari lingkungan, tetapi untuk organisme tingkat tinggi tidak memiliki kemampuan ini. Sel yang akan menjadi sel inang diinkubasi dengan kalsium klorida untuk mendukung terjadinya transformasi. - Transfeksi adalah metode transformasi dengan kultur sel. Dalam metode ini DNA rekombinan diberi senyawa kimia sehingga dapat membantu dalam transformasi ke dalam sel inang - Elektroporasi dilakukan dengan elektroporasi menggunakan sengatan listrik untuk membuat pori-pori pada sel sehingga melalui pori itu DNA akan masuk ke dalam sel. - Mikroinjeksi dilakukan dengan menginjeksikan DNA secara langsung pada nukleus sehingga tidak memerlukan vektor spesifik - Metode biolistik dilakukan dengan memasukkan DNA ke dalam sel inang dengan menggunaan penembak partikel. Metode biolistik dengan kecepatan tertentu dapat membantu DNA untuk terintegrasi dalam sel inang. e. Tahap 5: Evaluasi gen DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan, maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu i. sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, ii. sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan iii. sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. iv. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi. Ada banyak cara untuk screening DNA rekombinan yaitu Hibridisasi probe dan screening dengan menggunakan antibodi. Bakteri inang yang membawa plasmid rekombinan (berisi gen yang diingingkan maupun potongan gen yang tidak diinginkan) harus diseleksi. Seleksi dilakukan dengan cara hibridisasi asam nukleat dengan menggunakan suatu penanda (probe). Probe asam nukleat diberi label radio isotop sehingga pada saat penelusurun dapat dilihat DNA klon yang komlementer dengan DNA probe yang berikatan hidrogen secara spesifik. Gambar 13. Mekanisme screening DNA rekombinan (http://biomol.wordpress.com/category/uncategorized/) Menurut Suhartono (2014), hibridisasi dengan probe asam nukleat komplementer untuk mendeteksi DNA spesifik dengan mencampurkan dengan molekul DNA. Misalkan, kumpulan koloni bakteri diskrining untuk mengidentifikasi plasmid yang terbawa oleh bakteri yang mengandung gene of interest. Sel dari semua koloni yang diketahui membawa plasmid rekombinan ditransfer ke dalam media agar dan ditumbuhkan menjadi koloni yang tampak (visible). Koloni dari sel yang mengandung gene of interest yang telah diidentifikasi dengan menggunakan hibridisasi asam nukleat. Sel dari koloni ditandai dengan probe yang dapat tumbuh pada media pertumbuhan cair. DNA yang mengandung gene of interest dapat diisolasi dalam jumlah banyak dari penanaman pada media cair. Dengan menggunakan probe dengan sekuen nukleotida berbeda, koleksi koloni bakteri dapat diskrining untuk gen yang berbeda. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai. Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan. Daftar Pustaka Anonymous, 2014. Genetic engineering and genomics. http://www.garlandscience.com/res/pdf/9780815341574_ch04.pdf Aryani dan Kusumawati, 2007. Prinsip-prinsip PCR dan aplikasinya. Kursus Singkat Isolasi dan amplifikasi DNA – 20 Juni 2007 Brandenberg, O., Z. Dhlamini, A. Sensi, K. Ghosh, A. Sonnino. 2011. Module Biosafety Resourch Book: an Introduction to Molecular Biology and Genetic Engineering. Food and Agriculture Organization of The United Nation. Roma Buckhouse, E. 2014. DNA sequencing methods. On-line D.I. P_acurar et al. 2011. Physiological and Molecular Plant Pathology 76 (2011):76-81 Dale, j.w., and M.V. Schantz. 2002. From Genes to Genomes: Concepts and Applications of DNA Technology. John Wiley & Sons, Ltd. McCullen, C.A., and A.N. Binns. 2006.Agrobacterium tumefaciens and plant Cell Interaction and Activities Required for Unterkongdom Macromolecular Transfer. Annu. Rev. Cell Dev. Biol. 2006. 22:101–27 Nair, A. J.2008. Introduction To Biotechnology And Genetic Engineering. Infinity Science Press Llc 11 Leavitt Street Hingham, Ma 02043 Pambudi, A., 2009. Teknik Transformasi Genetik Beberapa Tanaman Menggunakan Agrobacteriu tumefaciens. IPB. Bogor Rakhmawati, S., 2006. Status Perkembangan Perbaikan Sifat Genetik Padi Menggunakan Transformasi Agrobacterium. Jurnal AgroBiogen Vol.2(1): 36-44 Riva, G.A.D.I., F.G. Cabrera, R.V. Padron, and C.A. Pardo. 1998. Agrobacterium tumefaciens: a natural tool for plant transformation. EJB Electronic Journal of Biotechnology. Vol. 1(3): 1-16 Rustam, Y.H., 2009. Mengenal teknik DNA sekuensing. http://sciencebiotech.net/topics/biochemistry/ Santoso, S., K.R. Trijatmiko, dan T.T. Santoso. 2013. Deteksi Gen HptII dan keragaman agronomis pada populasi BC1F1 tanaman padi transgenik. Jurnal Agrobiogen Vol.9(3):117-124 Suhartono, 2014. Teknologi DNA rekombinan. Biotechnology in Food and Agriculture. Available at http://biomol.wordpress.com/category/ Susanto, A.H., 2014. BAB VIII Dasar-dasar Teknologi DNA Rekombinan _.htm. http://biomol.wordpress.com/category/uncategorized/ Utomo, S.D., 2004. Pengaruh Strain Agrobacterium terhadap Efisiensi Transformasi Genetik Jagung Genotip Hibrida Hill. Ilmu Pertanian Vol.11(2):1-10 Catatan: * jawaban dikumpulkan dalam bentuk hard copy dan soft copy. Soft copy dikirimkan ke alamat e-mail: [email protected]