judul maksimum tiga baris

advertisement
STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR
DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK
Muhammad Syukri
Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Syiah Kuala
[email protected]
ABSTRAK
Struktur bawah permukaan diperkirakan di sekitar zona sesar Sumatera (sesar Darusalam),
di kawasan Seulimum dan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar yang berarah utara-selatan.
Keberadaan sesar Darusalam ini bersama dengan sesar Darul Imarah membelah Kota
Banda Aceh dan Aceh Besar yang membentuk graben. Studi awal untuk pendugaan struktur
bawah permukaan ini dilakukan dengan metode Magnetotellurik (MT) dengan instrumen
MTU-5 pada range frekwensi 0.0012-320 Hz. Pengukuran dilakukan pada 6 titik sepanjang
±26 km memotong sesar dengan arah lintasan memotong sesar. Hasil penelitian dalam
profil 1-D menunjukkan hasil yang cukup signifikan, dimana secara umum menunjukkan
struktur bawah permukaan yang relatif homogen dengan nilai resistivitas dengan variasi
antara 0.3– 88.0 Ωm. Anomali resistivitas ditunjukkan pada titik 3, yaitu disebelah timur
sesar dengan nilai resistivitas sekitar 275-302 Ωm. Adanya anomali menunjukkan
keberadaan proses geologi dan dinamika interaksi antar lempeng yang terpusat di sepanjang
sesar Sumatera. Geologi Tersier dan Kuarter dari Pulau Sumatera saat ini merupakan
pencerminan yang wajar dari proses dan dinamika tersebut, sebagai bidang kontak antar
kedua zona tektonik.
Keywords: sesar, magnetotellurik, struktur geologi, tektonik.
PENDAHULUAN
Studi tentang struktur bawah permukaan dengan geofisika bertujuan untuk melihat
seberapa jauh metoda ini dapat memberi gambaran umum ataupun khusus tentang morfologi di
bawah permukaan, khususnya pada zona sesar. Hasil studi ini dapat dijadikan acuan sebagai
aplikasi untuk penelitian sejenis untuk bidang fisika kebumian. Ada beberapa metode geofisika
yang dapat digunakan untuk mengetahui lapisan atau struktur batuan berdasarkan parameter
kelistrikannya, yaitu metode GPR (Ground Penetrating Radar), Geolistrik, dan Magnetotellurik. Kelebihan Metode Magnetotellurik dibandingkan dua metode yang lainnya adalah daya
penetrasinya yang lebih dalam dan resolusinya lebih baik (Reynold, 1997).
Metode magnetotellurik adalah metode elektromagnetik yang sifatnya pasif, yaitu
memanfaatkan medan elektromagnetik alam sebagai sumbernya, interaksi medan magnet bumi
yang menginduksi arus listrik dibawah permukaan bumi yang kemudian direkam oleh sensor
berupa koil magnetik dan elektroda. Dari respon yang berupa tensor impedansi (fungsi transfer
antara medan magnet dan medan listrik) dapat dihitung nilai resistivitas semu sebagai properti
fisik dari tiap batuan dalam bumi. Metode ini banyak digunakan dalam memertakan lapisan
kerak bumi hingga lapisan upper mantel (Roy et al, 2004). Tujuannya dari penelitian untuk
memperkirakan struktur bawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan medium, ketebalan
lapisan atau formasi batuan bawah permukaan di zona sesar Darussalam. Gambar 1
menunjukkan lokasi penelitian dan titik pengamatan (sounding).
TEORI
Metode magnetotelluric (MT) merupakan salah satu metode elektromagnetik yang
meliputi juga penentuan sifat kelistrikan interior bumi (material bumi) dengan menganalisis
variasi medan magnetik alam dan medan telluric (listrik) di bagian permukaan (Rahardjo et al.,
2002). Medan elektromagnetik tersebut ditimbulkan oleh berbagai proses fisik yang cukup
kompleks sehingga spektrum frekuensinya sangat lebar (10-5 – 104 Hz) (Vozoff, 1991). Konsep
dasar dari teori elektromagnetik tergabung secara praktis dengan instrumen geofisika yang ada.
Gambar 1. Lokasi penelitian (Bennet, 1981).
Selanjutnya interpretasi data magnetotellurik tidak terlepas dari kondisi kelistrikan dan kondisi
geologi daerah penelitian. Metode ini memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang
bersumber di ionosphere, dan sensitif terhadap distribusi konduktivitas di bawah permukaan
(Romo et al., 2005). Karena sifat udara yang resistif, gelombang tersebut langsung merambat ke
bumi yang konduktif secara tegak lurus. Gelombang ini dapat dimanfaatkan untuk
menginvestigasi struktur resistivitas bumi.
Kebergantungan fenomena listrik-magnet terhadap sifat kelistrikan terutama
konduktivitas medium (bumi) dapat dimanfaatkan dalam menggunakan metoda MT. Hal ini
dilakukan dengan mengukur secara simultan variasi medan listrik (E) dan medan magnet (H)
sebagai fungsi waktu. Jika suatu gelombang elektromagnetik bidang yang merambat dengan
frekuensi f (Hz) vertikal ke dalam tanah yang homogen dengan resistivitas (ρ) akan terdiri dari
komponen medan magnetik (Hy) dan medan listrik (Ex) yang tegak lurus satu sama lain pada
bidang horizontal. Hubungan antara amplitudo medan magnetik (Hy) dan medan listrik (Ex) di
berikan oleh:
2

T
Ex
2 H y
Dengan μ adalah permeabilitas magnetik, sehingga:
1
D
(5T )1 / 2 km
2
Jika dimasukkan μ= μ0 = permeabilitas ruang hampa = 4πx10-7 , maka
2
Ex
2
m atau   0.2T Z
  0.2T
2
Hy
dengan T=1/f adalah periode dalam detik, Ex dalam mV/km dan Hy dalam nano Tesla. Jika
tanah dianggap homogen, maka ρ akan menjadi ρa yaitu resistivitas semu (Telford, 1990,
Reynold, 1997).
METODE
Survei metode MT dilakukan dengan mengukur dua komponen tegak lurus horizontal
(x dan y) dari medan listrik (E) dan medan magnetik (H) serta satu komponen vertikal (z)
medan magnetik. Pengambilan data lapangan dengan menggunakan alat Magnetotelluric (MTU-
5A). Perencanaan (penentuan titik pengukuran dan griding) ditentukan dengan GPS, dimana
jarak elektroda dengan titik tengahnya adalah 25 m. Elektroda yang digunakan 5 buah, 4 pada
posisi saling berpotongan dan 1 elektroda ditanahkan (grounding) yang berdekatan dengan
MTU. Koil sensor MT ditanam pada titik yang telah ditentukan (minimal 10 m dari titik tengah)
dan 3 m untuk jarak antar koil. Sumbu Hx dan Hy pada koil sensor MT di tanam secara
horizontal, sumbu Hx mengarah ke U-S dan sumbu Hy mengarah ke T-B. Sedangkan untuk
sumbu Hz di tanam secara vertikal sampai sepertiga panjang koil tersebut. Skema pengukuran
dapat dilihat pada gambar dibawah.
X
Y
Ey
Ex
Coil
Hx
Hy
Coil
Z
Gambar 2. Skema pengukuran MT.
HASIL DAN DISKUSI
Pengukuruan yang dilakukan di kawasan Lam Teuba yaitu di Kecamatan Seulimum,
Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh yang terdiri dari 6 titik pengamatan. Pengolahan data MT
yang berupa hasil sounding yang memperlihatkan hubungan antara sinyal frekwensi dengan
resistivitas semu. Distribusi resistivitas bawah permukaan terlihat dalam model 1D yang
merupakan model berlapis (Helmuth et al., 2007). Gambar dibawah merupakan hasil
pengukuran dari sounding 1 dan 5 yang mewakili kedua sisi sesar.
Gambar dibawah menunjukkan model dari beberapa lapisan yang menunjukkan
informasi resistivitas tiap lapisan homogen. Berdasarkan hasil pemodelan inversi
berdasarkan data MT dari 6 sounding sepanjang ± 26 km menunjukkan pola resistivitas
yang relatif homogen pada bagian permukaan (< 1.0 km) dengan resistivitas < 50 Ωm,
Gambar 3. Model resistivitas 1D dari sounding 1.
Gambar 4. Model resistivitas 1D dari sounding 5.
kecuali pada sounding 5 yang mencapai 88 Ωm. Pada kedalaman hingga 2 km
menunjukkan kenaikan nilai resistivitas yang mencapai 120 Ωm. Sedangkan untuk kedalaman
yang lebih dalam (2-3 km), memperlihatkan perubahan nilai resistivitas yang relatif besar
mencapai 205 Ωm, terutama pada sounding 3. Perubahan ini juga ditandai dengan perubahan
nilai resistivitas yang besar pada setiap lapisan.
Pendugaan resistivitas sounding ini digunakan untuk memberikan gambaran struktur
bawah permukaan secara vertikal berdasarkan perbedaan nilai resistivitasnya. Berdasarkan
distribusi resistivitas tersebut, menjelaskan struktur bawah permukaan pada zona sesar
Darussalam dan sesar Darul imarah. Hal ini dapat di diartikan sebagai perubahan sifat fisis
batuan pada lapisan tersebut. Dengan perubahan ini menyebabkan terjadinya perbedaan pada
kandungan dan intrusi fluida pada pori batuan. Selain itu ketergantungan fenomena listrik dan
magnet pada konduktivitas medium yang dilaluinya akan mencirikan keadaan lapisan batuan
tersebut. Secara umum di bagian permukaan hingga kedalaman 2 km terdapat lapisan konduktif
dengan nilai resistivitas < 10 Ωm yang diperkirakan berupan batuan sedimen. Pada kedalaman
yang lebih dalam (> 3km) diperkirakan sebagai lapisan batuan sedimen dan endapan vulkanik
dengan nilai resistivitas > 50 Ωm. Jenis batuan ini terlihat lebih jelas pada kedalaman yang lebih
dangkal pada titik sounding 3, yaitu di sekitar zona sesar.
KESIMPULAN
Hasil pengukuran MT pada zona sesar Darussalam menghasilkan model resistivitas 1D
yang menggambarkan struktur bawah permukaan. Dari model tersebut terlihat bahwa di bagian
permukaan daerah studi (hingga kedalaman 2 km) dengan nilai resistivitas < 10 Ωm merupakan
lapisan konduktif yang diperkirakan berupan batuan sedimen. Pada lapisan yang lebih dalam (>
3km) terjadi kenaikan resistivitas hingga > 50 Ωm yang diperkirakan sebagai lapisan batuan
sedimen dan endapan vulkanik, yang jelas terlihat pada kedalaman yang lebih rendah di sekitar
zona sesar.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ingin mengucapkan terima kasih pada Sdr. Zul Fadhli, S.Si sebagai group
penelitian geofísika dan mahasiswa bimbingan penulis yang telah banyak membantu dalam
pengukuran lapangan dan pengolahan data. Selanjutnya juga di ucapkan terima kasih pada
mahasiswa KBM Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Unsyiah atas bantuan teknis yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bennet, J.D., 1981. Peta Geologi Lembar Banda Aceh, Sumatera. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Helmuth, T., Spiteri, R., dan Szmigielski, J., 2007, One-Dimensional Magnetotelluric Inversion
With Radiation Boundary Conditions, Canadian Applied Mathematics Quarterly, V. 15,
n. 4.
Raharjo, I., Wannamaker, P., Allis, R., dan Chapman, D., 2002, Magnetotelluric Interpretation
Of The Karaha Bodas Geothermal Field Indonesia, Proceedings, Twenty-Seventh
Workshop on Geothermal Reservoir Engineering Stanford University, Stanford,
California, January 28-30, 2002.
Reynolds, J. M., 1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. John Wiley
& Sons Ltd., UK.
Romo, J.M., Treviño, E.G., dan Carpio, R.G.A., 2005, New Magnetotelluric Response
Functions for Geothermal Applications, Proceedings World Geothermal Congress 2005,
Antalya, Turkey, 24-29 April 2005.
Roy, K.K., Dey, S., Srivastava, S., dan Biswas, S., 2004, What to trust in a magnetotelluric
model?, J. Ind. Geophys. Union, V.8, n.2., p. 157-171.
Telfort, W. M., L. P. Geldart dan Sheriff, R.E., 1990. Applied Geophysics, 2nd Ed., Cambridge
University Press, USA.
Vozoff, K., 1991. The Magnetotelluric Method, in Nabighian, M.N., Ed., Electromagnetic
methods in applied Geophysics: Soc. Expl. Geophys., 2B, 641-711.
Download