Aplikasi Metoda Geolistrikuntuk Identifikasi Sesar Bawah

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 APLIKASI METODA GEOLISTRIK UNTUK IDENTIFIKASI
SESAR BAWAH PERMUKAAN DI WILAYAH DAS
JENEBERANG SULAWESI SELATAN
Muhammad Altin Massinai1) , Lantu 1), Virman 2), Syaeful Akbar1)
1)
Program Studi Geofisika Universitas Hasanuddin Makassar
2)
Program Studi Fisika Uncen Jayapura
email : [email protected]
ABSTRAK
DAS Jeneberang adalah wilayah yang rentan terhadap pergerakan tanah. Wilayah ini terdapat bendungan
Bilibili yang merupakan pemasok air bersih di Kota Makassar dan Sungguminasa, juga merupakan
sumber energi bagi PLTA Kampili Gowa. Pergerakan tanah di lokasi ini disebabkan struktur geologi
(sesar) yang tidak stabil. Metoda Geolistrik digunakan dalam mengidentifikasi sesar-sesar di bawah
permukaan sebagai data yang akan di rekomendasikan untuk pemeliharaan/ penyelamatan bendungan
Bilibili pada masa yang akan datang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Metode Geolistrik
Tahanan Jenis dengan Konfigurasi elektroda Wenner, sebanyak 2 lintasan dengan masing–masing
panjang lintasan 150 meter. Dari hasil pengukuran diperoleh harga resistivitasnya pada lintasan 1 berkisar
antara 5 - 2271 Ωm dan lintasan 2 berkisar antara 5 – 1460 Ωm.. Hasil penyelidikan menunjukkan adanya
struktur sesar minor yang telah tertimbun oleh produk-produk muda hasil longsoran Gunung Bawakareng.
Sesar minor tersebut dicirikan oleh adanya rekahan dan kekar-kekar di sekitar DAS Jeneberang dan
penyebaran batuan ubahan di sekitar lokasi penelitian.
KATA KUNCI : Geolistrik, Konfigurasi Wenner, DAS Jeneberang, Kekar, Sesar
PENDAHULUAN Kepulauan Indonesia terletak di antara dua
kontinen yaitu, kontinen Asia di bagian
baratlaut dan kontinen Australia di bagian
tenggara serta terletak antara dua samudera
yaitu, samudera Pasifik dan samudera
Indonesia. Indonesia ditinjau dari titik
pandang geodinamika kepulauan terletak
dalam zona konvergen antara tiga lempeng
yang saling bergerak satu terhadap lainnya,
yaitu lempeng Eurasia di bagian utara yang
relatif diam, lempeng Pasifik yang bergerak
ke arah barat dengan kecepatan 7 – 13 cm
pertahun, sedang di tenggara/selatan lempeng
Hindia-Australia bergerak ke utara dengan
kecepatan 6 – 10 cm pertahun (Hamilton,
1979; Katili, 1989).
Tatanan geologi Pulau Sulawesi yang berada
di tengah tiga lempeng besar tersebut
mempunyai keunikan tersendiri, mengingat
kawasan ini merupakan pusat pertemuan tiga
lempeng besar yang saling mengalami
pertumbukan. Sejak Perang Dunia II banyak
pakar geologi tertarik untuk menelitinya.
Kondisi tektonik lengan selatan Sulawesi
sangat mempengaruhi aktivitas kegempaan
dan gerakan tanah di daerah Sulawesi Selatan
(Massinai, 2009). Depresi Jeneberang yang
merupakan Wilayah DAS Jeneberang adalah
produk aktivitas tektonik di Lengan Selatan
Sulawesi. Aktivitas tektonik itu juga
menimbulkan beberapa sesar aktif. Sesarsesar yang bertebaran di lengan selatan
Sulawesi merupakan landmark geologis yang
menarik dan ekspresi geomorfologi yang
jelas dari aktivitas tektonik di Wilayah DAS
Jeneberang. Sesar-sesar ini adalah sesar
normal yang terjadi pada saat Gunungapi
Lompobattang masih aktif. Sesar aktif ini
apabila
mengalami
pergerakan
akan
menimbulkan getaran, sehingga tebing-tebing
Gunung Bawakaraeng di hulu Sungai
Jeneberang mengalami ketidakstabilan yang
dapat menyebabkan gerakan tanah.
305 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 Salah satu metoda geofisika yang cukup baik
untuk memetakan kondisi bawah permukaan
pada DAS Jeneberang guna mengetahui
struktur perlapisan dan identifikasi sesar
adalah metoda geolistrik tahanan jenis. Hal
ini dimungkinkan karena lapisan tanah dan
batuan
dapat mengalirkan arus listrik
sehingga dapat dianalisis berdasarkan sifat
kelistrikannya. Penelitian ini dibatasi pada
penyelidikan struktur perlapisan bawah
permukaan dan identifikasi sesar di DAS
Jeneberang dengan menggunakan Metoda
Geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner.
Penelitian ini bertujuan menentukan struktur
perlapisan batuan dan mengidentifikasi sesar
di DAS Jeneberang.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : satu unit
Resistivitimeter hambatan jenis GL 4100, 4
gulungan kabel, kabel penghubung, 4 buah
elektroda, 2 buah meteran @ 100 meter, 1
buah GPS Garmin, 1 buah kompas geologi,
2 buah palu geologi, kamera foto digital, dan
alat tulis.
Pengambilan data dilakukan secara langsung
di lapangan dengan menggunakan konfigurasi
Wenner dengan langkah – langkah sebagai
berikut :
1. Menentukan arah bentangan dengan
menggunakan kompas;
2. Menentukan jarak lintasan;
3. Menentukan posisi atau lokasi titik amat
dengan menggunakan GPS;
4. Memasang elektroda arus dan potensial;
5. Menginjeksikan arus dan membaca
potensial pada jarak elektroda yang telah
ditentukan.
Pengumpulan data sekunder dimulai dengan
studi pustaka atau studi literatur terhadap
beberapa kepustakaan seperti mempelajari
buku-buku publikasi, publikasi melalui
internet, dan dokumen – dokumen yang
sehubungan dengan penelitian. selain itu
penulis
mengambil
peta
geologi,
geomorfologi dan peta rupa bumi yang telah
dikemukakan
oleh
peneliti
terdahulu
mengenai
daerah
penelitian
ataupun
kepustakaan lainnya yang dapat menunjang
kegiatan penelitian.
Pengolahan data hasil pengukuran di
lapangan dilakukan dengan cara :
1. Menghitung faktor geometri (K);
2. Menghitung resistivitas semu;
3. Analisis data dengan menggunakan
software Res2dinv;
4. Menginterpretasi
data
resistifitas
bawah permukaan;
5. Analisis sesar di bawah permukaan
pada daerah penelitian.
HASIL DAN DISKUSI
Akuisisi data resistivitas bumi pada survei
lintasan 1 dilakukan dengan mengambil
lintasan sepanjang 150 meter. Titik awal (titik
0 meter) berada pada koordinat 119°38’45,1”
BT dan 05°15’35,3” LS yang membentang
pada arah 92° NE pada daerah meander,
khususnya di daerah pematang sawah. Jarak
antar elektroda terkecil adalah 5 meter. Dari
hasil pengukuran diperoleh harga resistivitas
berkisar antara 5 - 2271 Ωm. Pengolahan data
dengan menggunakan Res2DInv untuk
lintasan 1 diperoleh penampang harga
resistivitas semu seperti pada Gambar 1A dan
B.
Hasil inversi lintasan 1 terlihat adanya
penyebaran lapisan yang memiliki nilai
resistivitas yang bervariasi. Lapisan yang
memiliki nilai resistivitas rendah dengan
harga resistivitas berkisar 5 - 100 Ωm dan
lapisan yang memiliki nilai resistivitas tinggi
dengan harga resistivitas berkisar 100 – 2271
Ωm. Dari gambar tersebut dapat di lihat pada
kedalaman 0 – 3.75 m yang berada pada jarak
15 – 70 m terdapat bongkahan batuan
sedimen yang memiliki nilai resistivitas yang
tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan karena
batuan tersebut merupakan longsoran Gunung
Bawakaraeng. Kemudian pada kedalaman
3.75 – 12.5 m yang berada pada setiap jarak
pada lintasan yang tersebar merupakan
alluvium. Sedangkan pada kedalaman 13 – 20
m yang berada pada jarak 30 – 90 m
merupakan batuan plutonik seperti gabro dan
andesit yang memiliki nilai resistivitas yang
tinggi.
306 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 A
B
Sesar C
Gambar 1 Penampang Harga Resistivitas Semu dari Hasil Inversi Lintasan (A dan B),
Posisi Patahan untuk Lintasan 1 (C) A
B
C
Gambar 2 Penampang Harga Resistivitas Semu dari Hasil Inversi Lintasan 2
307 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 Gambaran pendugaan posisi patahan sesar
dari hasil pengolahan data dengan
menggunakan software Res2DInv untuk
lintasan 1 di tunjukkan seperti Gambar 1C.
Berdasarkan Gambar 1C dapat dilihat adanya
bidang lemah dengan harga resistivitas
rendah yang berkisar antara 128 – 288 Ωm.
Bidang ini memotong perlapisan batuan yang
ada di sekitarnya dengan harga resistivitas
yang lebih tinggi. Jadi pada lintasan tersebut
mungkin telah terjadi sesar pada sekitar titik
80 m. Pada titik tersebut juga dapat di lihat
adanya rekahan di atas permukaannya. Hal
ini membuktikan bahwa pada lintasan
tersebut mungkin terjadi patahan dangkal
atau sesar minor.
diatas, pada kedalaman 20 m kebawah
memiliki jenis batuan yang sama dan saling
berhubungan. Dari lintasan 1 dan lintasan 2,
berdasarkan tabel Telford maka dapat di
tentukan jenis mineral batuan berdasarkan
nilai resistivitas yang dimiliki oleh mineral
tersebut sehingga di jenis batuannya dapat
dilihat seperti pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1 Jenis batuan pada lintasan 1 dan
lintasan 2.
Kode
Lapisan
Akuisisi data resistivitas bumi pada survei
lintasan 2 dilakukan dengan mengambil
lintasan sepanjang 150 meter. Titik awal (titik
0 meter) berada pada koordinat 119°38’47,6”
BT dan 05°15’39,7” LS yang membentang
ke arah 95° NE di dengan variasi jarak antar
elektroda terkecil 5 meter. Dari hasil
pengukuran diperoleh harga resistivitasnya
berkisar antara 5 – 1460 Ωm. Pengolahan
data dengan menggunakan Res2DInv untuk
lintasan 2 diperoleh penampang harga
resistivitas semu seperti pada Gambar 2.
Hasil inversi lintasan 2 di atas terlihat adanya
penyebaran lapisan yang memiliki nilai
resistivitas yang bervariasi. Lapisan yang
memiliki nilai resistivitas rendah dengan
harga resistivitas berkisar 5 - 100 Ωm dan
lapisan yang memiliki nilai resistivitas tinggi
dengan harga resistivitas berkisar 100 – 1460
Ωm. Dari gambar di atas dapat di lihat pada
kedalaman 0 – 3.75 m yang berjarak 5 – 120
m terdapat penyebaran bongkahan batuan
sedimen yang memiliki nilai resistivitas yang
tinggi, hal ini mungkin dikarenakan karena
batuan tersebut merupakan longsoran Gunung
Bawakaraeng. Kemudian pada kedalaman
3.75 – 12.5 m merupakan batuan alluvium
yang tersebar pada jarak 20 – 120 m.
Sedangkan pada kedalaman 13 – 20 m
merupakan batuan plutonik seperti andesit
yang berada pada jarak 60 - 135 m yang
memiliki nilai resistivitas yang tinggi. Jika di
perhatikan pada lintasan 1 dan lintasan 2
Batuan
5.0 – 25
Clay
20 – 30
Pasir Kuarsa
57 – 126
Aluvium
140- 200
Sandstone
268 -350
Shale
400 – 640
Batugamping
649- 1460
Andesit
1460- 2271 Gabbro
Gambaran pendugaan bidang patahan dari
hasil pengolahan data dengan menggunakan
software Res2DInv untuk lintasan 2
ditunjukkan seperti Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat adanya
bidang lemah dengan harga resistivitas
rendah yang berkisar antara 128 - 288 Ωm.
Bidang ini memotong perlapisan batuan yang
ada di sekitarnya dengan harga resistivitas
yang lebih tinggi. Jadi pada lintasan tersebut
mungkin telah terjadi sesar yaitu pada titik
50 m. Pada titik tersebut juga dapat di lihat
adanya rekahan di atas permukaannya. Sama
halnya juga pada lintasan 1. Hal ini
membuktikan bahwa pada lintasan tersebut
mungkin terjadi patahan dangkal atau sesar
minor.
308 Hambatan
Jenis (Ohm
meter)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 Sesar Gambar 3 Posisi Patahan untuk Lintasan 2
Untuk lintasan 1, diidentifikasikan terdapat
sesar pada titik 80 m. Sedangkan untuk
lintasan 2, berada pada titik 50 m .Posisi
patahan ini relatif sesuai dengan posisi
rekahan yang terlihat di permukaan di lokasi
penelitian. Pendugaan dengan metode
geolistrik dapat digunakan untuk menentukan
posisi bidang patahan. Harga resistivitas
tanah / batuan pada patahan pada umumnya
lebih rendah dari tanah / batuan sekitarnya.
Hal ini dikarenakan pada patahan sesar terisi
oleh fluida atau mineral yang relatif lebih
kondusif dari batuan sekitarnya. Bidang
patahan sesar biasanya memiliki harga
resistivitas yang tinggi melebihi harga
resistivitas tanah / batuan yang ada di
sekitarnya jika pada patahan tersebut tidak
terisi apa-apa (hanya berisi udara). Hal ini
dikarenakan udara merupakan isolator
sehingga arus listrik sangat sulit untuk
melewatinya.
Kondisi
di
lapangan
memperlihatkan adanya rekahan - rekahan di
permukaan tapi tidak terlalu jelas dan semua
terisi oleh fluida atau materi lainnya. Oleh
sebab itu bidang patahan sesar
yang
terdeteksi adalah bidang yang memiliki
resistivitas rendah yang menerobos atau
memotong bidang-bidang perlapisan antar
batuan.
permukaan yang merupakan longsoran dari
Gunung Bawakaraeng, kemudian di dominasi
oleh alluvium yang tersebar di setiap lintasan
pengukuran. Pada kedalaman di bawah 15 m
ke bawah terdapat batuan andesit dan gabro.
Bidang patahan sesar untuk lintasan 1 berada
pada titik 80 m dan untuk lintasan 2 berada
pada titik 50 m. dimana pada kedua lintasan
dan titik tersebut juga dapat di lihat adanya
rekahan di atas permukaan. Hal ini
membuktikan bahwa pada lintasan tersebut
terdapat patahan dangkal atau sesar minor.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Azis, N.M., Abdullah, C.I. dan
Brahmantyo, B. Catatan Kuliah :
Geologi Fisik, Departemen Teknik
Geologi, Penerbit ITB.
[2]
Fahmi, M.C.. 2009. Pengelolaan DAS
Jeneberang Kota Makassar SulawesiSelatan.
http://staff.blog.ur.ac.id/tarsoen.waryon
o/files/2009/12/sungai_fahmi.pdf.
Diakses 1 Oktober 2010.
[3]
Hamilton, Warren. 1979. Tectonics of
the Indonesian Region. Washington:
Geological Survey Profesional Paper
1078.
KESIMPULAN
Pada lintasan 1 dan 2 terdapat penyebaran
batuan sedimen yang berada di atas
309 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 [4] Hendrajaya, L . 1990. Metode Geolistrik
Tahanan Jenis. ITB, Bandung.
[5]
Katili, J. A. Evolution of the Southeast
Asian Arc Complex. Jakarta: Geol.
Indon. V. 12, no 1. p.113 – 143.
[6]
Loke, M. H.. 2004. Geoelectrical
Imaging 2D & 3D,RES2DINV ver
3.3:Rapid 2D Resistivities & IP
Inversion using the least-square
method On Land, Underwater and
Cross-borehole
survey.,
Penang,
Malaysia.
[7]
Massinai, M.A., 2009. Pola Gerakan
Tanah Kota Makassar Ditinjau dari
Pendekatan Teori Tektonik Lempeng.
Prosiding PIT 34 HAGI, Jogjakarta.
[8] Massinai, Muh. Altin., Sudradjat, Adjat.,
Hirnawan, Febri., Syafri, Ildrem. 2010.
Gerakan Tanah pada Daerah Rawan
Longsor
di
DAS
Jeneberang,
Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
Bulletin of Environmental Geology,
Vol: 20 No: 2 Page: 93-102.
[9]
Massinai, Muh. Altin.,Syamsuddin,
Makharani. 2010. Model of Vertical
Resistivity Distribution of Rock Layers
in Jeneberang watershed. International
Journal of Basic & Applied Sciences
IJBAS-IJENS Vol: 10 No: 06 Pages:
151-161.
[10]
Massinai,
Muh.
Altin.
2012.
Morphotectonic of
Jeneberang
Watershead and Impact on Bilibili
Dam in Gowa Regency South Sulawesi.
Proceeding The 37th HAGI Annual
Convention,
Unconventional
&
Renewable Energy. Palembang
[11]
Simanjuntak, TO. 1992. An Outline of
Tectonic in Indonesia Region, IAGI
publication.
310 
Download