AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI OLEH: IBROHIM,SE.,M.AK SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BINA BANGSA BANTEN Munculnya istilah Forensik dalam dunia akuntansi menakjubkan banyak pihak, karena memang keahlian ini sebelumnya banyak ditemukan pada dunia medis dan kedokteran yang dijadikan sebagai bahan (bukti) kesaksian saat terjadi sengketa di pengadilan. Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Pusat Bahasa mendefinisikan forensik secara terbatas yaitu 1. forensik merupakan berhubungan cabang ilmu kedokteran yang pemaparan fakta medis pada masalah hukum, 2. ilmu bedah yang bekaitan dengan penentuan identitas mayat seseorang yang ada kaitannya dengan kehakiman dan peradilan. Menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary forensik dalam bidang akuntansi diartikan sebagai penerapan disiplin akuntansi pada masalah hukum. Maka dengan definisi forensik sebagai penerapan akuntansi pada masalah hukum, hal ini yang merupakan akibat dari perkembangan pesat dalam dunia ekonomi dan bisnis, ruang lingkup perusahaan yang semakin tidak terbatas dan tidak terkendali yang diikuti tidak tindakan-tindakan yang merugikan perusahaan yang sampai kasusnya dibawa dalam ranah hukum. Sehubungan dengan masalah tersebut, karna bukti yang dibawa ke pengadilan juga bersifat keuangan yang merupakan produk dari akuntan maka munculah istilah akuntansi forensik sebagai kesaksian ahli dibidang akuntansi. AKUNTANSI FORENSIK? Tuanakotta (2010) mendefinisikan akuntansi forensik dengan penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan. Sedangkan menurut D. Larry Crumbey dalam Tuanakotta (2010) mengemukakan bahwa secara sederhana akuntansi forensik dapat dikatakan sebagai akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial, atau tinjauan administratif. Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran dari akuntansi forensik adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan, berbeda dari akuntansi yang sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles). Akuntansi forensik didefinisikan sebagai analisis akuntansi yang dapat mengungkap penipuan, yang mungkin sangat cocok untuk presentasi di pengadilan. Analisis semacam itu akan menjadi dasar untuk resolusi diskusi, perdebatan, dan perselisihan. Seorang akuntan forensik menggunakan pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum, investigasi dan kriminologi untuk mengungkap fraud, menemukan bukti dan selanjutnya bukti tersebut akan dibawa ke pengadilan jika dibutuhkan. Sehingga akuntansi forensik dapat diartikan sebagai penerapan disiplin ilmu akuntansi dalam penyelesaian masalah hukum baik di dalam dan di luar pengadilan. Istilah akuntansi forensik dalam definisi tersebut dapat digunakan dalam pengertian yang luas, termasuk audit. Hal yang membedakan akuntansi dan audit adalah akuntansi berkaitan dengan perhitungan sedangkan audit berkaitan dengan adanya penelusuran untuk memastikan kepastian atau kewajaran dari apa yang dilaporkan. Jadi, akuntansi forensik memayungi segala macam kegiatan akuntansi untuk kepentingan hukum. Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana antara akuntansi dan hukum (misalnya dalam pembagian harta gono-gini). Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan yaitu audit sehingga model akuntansi forensiknya di representasikan dalam tiga bidang. (Tuanakotta, 2010) Selain itu ada cara lain dalam melihat akuntansi forensik menurut Tuanakotta (2010) yaitu dengan menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik. SEGITIGA AKUNTANSI FORENSIK Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan kerugian. Pada sektor publik negara mengalami kerugian negara dan kerugian keuangan negara. Sementara itu pada sektor swasta kerugian juga terjadi akibat adanya ingkar janji dalam suatu perikatan. Titik pertama dalam segitiga adalah kerugian. Adapun perbuatan melawan hukum menjadi titik kedua. Tanpa adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian. Titik ketiganya adalah hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum. Hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum merupakan ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam menghitung besarnya kerugian dan mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi Forensik juga merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum, akuntansi dan auditing. RUANG LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif. 1. Praktik di Sektor Swasta Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam Tuanakotta (2010) menekankan beberapa istilah dalam perbendaharaan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation support merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik dimulai sesudah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan bagian awal dari akuntasi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau unsur perhitungan. Misalnya menghitung kerugian negara karena tindakan korupsi. dalam 2. Praktik di Sektor Pemerintahan Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan keuangan negara, lembaga pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group. Perbandingan akuntansi Forensik di Sektor Publik dan Swasta Dimensi Sektor publik Sektor Swasta Landasan Penugasan Amanat Undang-Undang Penugasan Tertulis Secara Spesifik Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan Biaya Hukum Pidana Umum dan Perdata, Arbitrase, khusus, hukum administratif aturan administrasi Negara intern perusahaan Ukuran Keberhasilan Memenangkan perkara Memulihkan kerugian pidana dan memulihkan kerugian Pembuktian Dapat melibatkan Bukti intern, dengan instansi lain di luar hasil bukti ekstern yang lembaga yg bersangkutan terbatas Teknik-Audit Investigatif Sangat bervariasi karena Relatif lebih sedikit kewenangan yang relatif dibandingkan di sektor besar publik. Kreativitas dalam pendekatan Akuntansi Tekanan pada kerugian Penilaian Bisnis negara dan kerugian keuangan negara PENGERTIAN FRAUD Fraud atau yang sering dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di Indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan atau kelompoknya (Sukanto, 2009)1[7]. Sementara Albrecht (2003) mendefinisikan fraud sebagai representasi tentang fakta material yang palsu dan sengaja atau ceroboh sehingga diyakini dan ditindaklanjuti oleh korban dan kerusakan korban. Dalam bahasa aslinya fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum. Bologna (1993) dalam Amrizal (2004)2[8] mendefinisikan kecurangan “Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial dari tindakannya tersebut. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/the act., (2) penyembunyian/the concealment dan (3) konversi/the conversion. Adapun menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah: Perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pibadi ataupun kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dengan demikian fraud adalah mencangkup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu atau menderita kerugian. KLASIFIKASI FRAUD The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “ The Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational Fraud Classification System. ACFE dalam Tuanakotta (2010)3[9] membagi fraud (kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan, yaitu: 1) Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Statement) Kecurangan Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial. 2) Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation) Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value). 3) Korupsi (Corruption) Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis penyalahgunaan mutualisme). wewenang/konflik Termasuk kepentingan didalamnya (conflict of adalah interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion). PENYEBAB TERJADINYA FRAUD Pemicu perbuatan fraud pada umumnya merupakan gabungan dari motivasi dan kesempatan. Motivasi dan kesempatan saling berhubungan. Semakin besar kebutuhan ekonomi seseorang yang bekerja di suatu organisasi yang pengendaliannya internnya lemah, maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang sering disebut teori G.O.N.E (Pusdiklatwas BPKP) yaitu sebagai berikut: 1) Greed (keserakahan) 2) Opportunity (kesempatan) 3) Need (kebutuhan) 4) Expossure (pengungkapan) Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan pelaku fraud atau disebut faktor individu. Adapun faktor opportunity dan exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban. a. Faktor Generic Faktor generik yang meliputi opportunity (kesempatan) dan exposure (pengungkapan) merupakan faktor yang berada pada pengendalian organisasi. Pada umumnya kesempatan melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan, hanya saja adanya kesempatan besar maupun kecil tergantung kedudukan pelaku menempati kedudukan pada manajemen atau pegawai biasa. b. Faktor Individu Faktor individu yang meliputi greed (keserakahan) dan need (kebutuhan) merupakan faktor yang ada pada diri masing-masing individu, dengan arti berada diluar pengendalian organisasi. Faktor ini terdiri atas dua unsur yaitu: (1) Greed factor, yaitu moral yang meliputi karakter, kejujuran dan integritas yang berhubungan dengan keserakahan. (2) Need factor, yaitu motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan seperti terlilit hutang atau bergaya hidup mewah. FRAUD EXAMINITION Cara pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara (Amrizal, 2004) yaitu sebagai berikut: a. Membangun struktur pengendalian yang baik Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup manajemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 4 (empat) komponen yang saling terkait yaitu: 1) Lingkungan pengendalian (control environment) 2) Penaksiran risiko (risk assessment) Standar Pengendalian (control activities) 3) Informasi dan komunikasi (information and communication) 4) Pemantauan (monitoring) b. Mengefektifkan aktivitas pengendalian (a) Review kinerja (b) Pengolahan informasi (c) Pengendalian fisik (d) Pemisahan tugas c. Meningkatkan kultur organisasi Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Saifuddien Hasan (2000) dalam Amrizal (2004) mengemukakan GCG meliputi: (a) Keadilan (Fairness) (b) Transparansi (c) Akuntabilitas (Accountability) (d) Tanggung jawab (Responsibility) (e) Moralitas (f) Kehandalan (Reliability) (g) Komitmen d) Mengefektifkan fungsi internal audit SKANDAL KORPORASI DAN AKUNTAN Skandal akuntansi (accounting scandals) atau skandal akuntansi perusahaan (corporate accounting scandals) adalah skandal politik dan bisnis yang muncul dengan pengungkapan kelakuan buruk para eksekutif perusahaan publik. Kejahatan tersebut biasanya melibatkan metode yang kompleks untuk menyalah gunakan dana atau menyesatkan, melebih-lebihkan pendapatan, mengecilkan biaya, melebih-lebihkan nilai aset perusahaan atau mengurangi pelaporan terhadap besarnya kewajiban, terkadang mereka juga melakukan kerjasama dengan pejabat di perusahaan lain atau afiliasinya. Jika mengacu pada pengertian skandal akuntansi tersebut di atas maka kejahatan akuntansi cenderung lebih dekat dengan istilah fraudulent statement (fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan). Fraudulent statement atau financial statement fraud itu sendiri didefinisikan berbeda-beda. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan financial statement fraud sebagai “Salah saji atau pengabaian atas fakta-fakta yang material yang disengaja, atau data akuntansi yang menyesatkan, dan ketika mempertimbangkan dengan semua informasi yang tersedia, akan menyebabkan pembaca laporan mengganti atau mengubah penilaian atau keputusannya.” Sedangkan The Treadway Commission mendefiniskan sebagai “melakukan tindakan secara sengaja atau ceroboh, apakah (oleh) perbuatan atau kelalaian, yang menghasilkan materi laporan keuangan yang menyesatkan”. BENTUK KEJAHATAN AKUNTANSI Hakekatnya kejahatan akuntansi bermuara pada pelaporan keuangan yang menyesatkan bagi penggunanya, termasuk aktivitas yang tidak benar atau ilegal pada proses pengidentifikasian dan pengukuran transaksi-transaksi keuangan. Adapun beberapa bentuk kejahatan akuntansi, diantaranya adalah: 1. Manajemen Laba yang Tidak Sah (illegal earnings management) Manajemen Laba adalah suatu intervensi atas tujuan dalam proses pelaporan keuangan eksternal yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam penataan transaksi untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan, atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan (Healy dan Wahlen, 1999). Manajemen laba dapat dikategorikan sebagai kejahatan akuntansi jika laporan keuangan yang disajikan ditujukan untuk menyesatkan pengguna laporan keuangan dan mengabaikan atau melanggar PABU (Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum). 2. Pendapat (opini) Auditor Eksternal yang Tidak Benar Auditor eksternal diberi wewenang untuk melakukan audit keuangan pada perusahaan publik. Auditor dianggap melakukan kejahatan jika dalam menjalankan profesinya mengabaikan atau melanggar Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (SPAP). Salah satu contohnya adalah memberikan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan suatu perusahaan padahal auditor tersebut mengetahui dan menemukan adanya pelanggaran dan kesalahan yang material pada laporan keuangan yang diaudit tersebut. Hal ini terjadi jika terdapat persekongkolan jahat atau kolusi antara auditor dengan manajemen perusahaan. 3. Kejahatan Perbankan Kejahatan akuntansi di perbankan diantaranya dilakukan dengan mengambil dana nasabah tanpa sepengetahuan nasabah, memanipulasi data nasabah, memalsukan rekening nasabah dan pemalsuan tanda-tangan nasabah yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Kejahatan ini termasuk dalam kategori penggelapan. 4. Kejahatan Akuntansi di Pasar Modal Kejahatan akuntansi di pasar modal mencakup pelanggaran penyajian informasi yang tidak benar atau menyesatkan (missleading information). Hal ini terjadi jika emiten tidak menjalankan kewajiban pelaporan dan keterbukaan informasi dan isi laporan tersebut mengandung informasi yang tidak benar atau dapat menyesatkan bagi investor dalam mengambil keputusan ketika hendak menjual atau membeli saham emiten tersebut. Kejahatan akuntansi di pasar modal lainnya adalah manipulasi pasar. Manipulasi pasar ini merupakan modus kejahatan yang menggunakan teknik dan mekanisme pasar sebagai alat untuk menciptakan pembentukan harga. 5. Transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (Related-Party Transactions). Bentuk pelanggaran ini mencakup transaksi yang material atau dalam jumlah yang tidak biasa dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, yang meliputi: (1) penjualan fiktif pada pihak yang memiliki hubungan istimewa. (2) pinjaman kepada atau dari pihak yang memiliki hubungan istimewa dimana tingkat bunganya lebih rendah dibandingkan pasar. (3) transaksi lainnya dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan transaksi normal, dan (4) pengungkapan yang tidak memadai atas transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. PENGGOLONGAN KEJAHATAN AKUNTANSI DALAM KRIMINOLOGI Kejahatan akuntansi atau skandal akuntansi melibatkan kaum elit bisnis dan kaum profesional. Contoh kasus yang populer adalah kasus Enron dimana harga saham perusahaan tersebut anjlok karena ulah pendiri Enron, mantan CEO, eksekutif Enron lainnya serta Kantor Akuntan Publik Arthur Anderson yang bersekongkol memanipulasi laporan keuangan Enron. Kejahatan akuntansi di perbankan dan di pasar modal juga melibatkan kaum profesional. Dengan melihat pelakunya maka disimpulkan bahwa kejahatan akuntansi ini masuk dalam kategori kejahatan kerah putih. Hal ini sejalan dengan pendapat Edwin H. Sutherland yang menyatakan bahwa white collar crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat dan status sosial tinggi dalam kaitannya dengan okupasinya. Menurut Muladi, kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat ini biasanya dilakukan tanpa kekerasan tetapi selalu disertai dengan kecurangan, penyesatan, penyembunyian dari kenyataan, akal-akalan, manipulasi, atau pengelakan terhadap peraturan. Dalam kaitannya dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang yang terkait menyebutkan beberapa pasal yang terkait dengan kejahatan akuntansi, diantaranya adalah: Berkaitan dengan manajemen laba ilegal, dapat dikenakan pasal 390 KUHP yaitu “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang- barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”. Berkaitan dengan pemberian opini auditor yang menyesatkan, dapat dikenakan pasal 416 KUHP yaitu “Seorang pejabat atau orang lain yang diheri tugas menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja membuat secara palsu atau memalsukan buku-buku, daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Berkaitan dengan kejahatan perbankan yang merupakan kategori penggelapan, dapat dikenakan pasal 372 KUHP yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Berkaitan dengan kejahatan perbankan sehubungan pemalsuan rekening nasabah, dapat dikenakan pasal 49 ayat (1) huruf c UU Perbankan No 10 Tahun 1998 yaitu: “mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima Rp10.000.000.000,00 belas) tahun (sepuluh serta miliar denda rupiah) Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)”. sekurang-kurangnya dan paling banyak Berkaitan dengan kejahatan akuntansi di pasar modal yang berupa manipulasi pasar, dapat dikenakan pasal 91 Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yaitu: ”Setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar atau harga efek di Bursa Efek. Akuntansi forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi preventif, detektif dan persuasif melalui penerapan prosedur audit forensik dan audit investigatif yang bersifat litigation suport untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat membantu proses pengambilan putusan di pengadilan. Disamping itu dengan fraud examinition yang tidak terlepas dari akuntansi forensik akan menjadi bahan untuk profesi akuntansi khususnya untuk menelusuri adanya kemungkinan-kemungkinan kecurangan yang dilakukan. Keahlian Akuntansi Forensik James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensik yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu: 1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar. 2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta 3.Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur. 4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang berlaku. 5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia). 6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini. 7. Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini. 8. Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence). 9. Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi tertekan. Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus memiliki multitalenta. Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya. Selain itu, seorang akuntan forensik harus memiliki sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah jujur. Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah seorang detektif. Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan inspeksi dan pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli. MENJADI AKUNTAN FORENSIK Langkah pertama untuk menjadi Akuntan Forensik adalah mengikuti pelatihan atau Pendidikan Akuntan Forensik yang diselenggarakan oleh Lembaga Akuntan Forensik Indonesia (LAFI). Di sini Anda menyandang keahlian standar 4 tahun kuliah reguler di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi yang reguler, ditambah dengan Pendidikan Profesi Akuntan dan lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik. Dan terakhir Anda dilengkapi dengan Keahlian Khusus setelah lulus Akuntan Forensik. Total pendidikan normal 6 sd 8 tahun dapat Anda selesaikan dalam waktu 1 sd 3 Tahun. (INGAT !!! INI JELAS BUKAN STANDARD DEPDIKNAS, TETAPI STANDAR BAGI PROFESI YANG BARU BERTUMBUH). Ada dua program pendidikan Akuntan Forensik yang diselenggarakan oleh LAFI: 1. BAF = Bersertifikat Akuntan Forensik, ditempuh dalam waktu 2 sd 24 Minggu. 2. DAF = Diploma Akuntan Forensik, ditempuh dalam waktu 1 sd 3 tahun. Program ini dapat diikuti dengan salah satu Metode belajar mengajar: 1. Belajar jarak jauh melalui internet, online atau offline, anytime. Materi dikirimkan ke alamat email Anda setelah menyelesaikan tahapan-tahapan sebelumnya: pendaftaran, pembayaran biaya program, belajar mandiri, menjawab soal-soal ujian, mengerjakan tugas mandiri, mengerjakan tugas praktek, belajar mandiri, dan membuat laporan akhir, ujian akhir dan penyerahan tanda lulus: Sertifikat atau Diploma. Penyerahan tanda lulus dapat dilakukan pada saat atau setelah wisuda. 2. Belajar di kelas, diselenggarakan di Jakarta dan kota-kota lain setelah memenuhi persyaratan: jumlah peserta, belajar mengajar interaktif, tugas kelompok, magang, ujian periodek, laporan tugas akhir, ujian akhir, lulus dan wisuda. Masa Depan Akuntansi Forensik Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara maju–ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion– membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak. Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi forensik. Menurut The U.S. News and World Report (2002), akuntansi forensik berada di urutan teratas daftar karir dengan masa depan paling cerah. US News & World Report mengidentifikasi akuntansi forensik sebagai salah satu dari “20 trek pekerjaan panas di masa depan.” Dalam perkembangannya Akuntansi Forensik Indonesia sekarang ini hanya sedikit di minati di bandingkan dengan bagian cabang akuntansi yang lainnya seperti akuntansi biaya, akuntansi keuangan, akuntansi auditing dan sebagainya dan perkembangannya pun lebih sedikit terlambat dibandingkan dengan bagian ilmu akuntansi yang lainnya.Di Indonesia perkembangan ilmu ini masih jauh dari harapan, dari sekian banyak Kantor Akuntan Publik ( KAP ) Hanya sebagian Kecil saja yang menawarkan Jasa ini, alasannya apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim, secara ilmu ekonomi “ belum ada pasarnya”. Apalagi standar operasional dan ujian sertifikasi, konon belum begitu memadai, sangat jauh bila dibandingkan dengan negara tetangga Australia yang sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik. Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, namun belum serinci Standar Akuntansi Keuangan(SAK).Akuntansi forensik sebenernya sudah di praktekan di Indonesia. Praktek ini tumbuh dengan pesat tidak lama setelah krisis keuangan tahun 1997. Akhir-akhir ini ada dorongan yang kuat untuk perkembangannya praktek akuntansi forensik. Di sektor publik ( keuangan negara), khususnya di Indonesia, akuntansi forensik menjadi kebutuhan besar dalam upaya memerangi pemberantasan korupsi seperti yang sering kita alami pada msa pemerintahan jaman sekarang ini, bahwa semakin banyak terungkapnya kasus-kasus korupsi baik di tengah pemerintahan, perbankan dan sebagainnya. Perkembangan akuntansi forensik memang sedikit terlambat bila dibanding ranah akuntansi lainnya, akuntansi keuangan, audit, audit internal, dan sebagainya. Padahal di Amerika, ilmu ini sudah ada sejak kasus Al Capone terungkap pada 1931 silam oleh seorang akuntan forensik, Frank J. Wilson. Namun, organisasi profesinya baru terbentuk beberapa dekade belakangan. Association of Certified Fraud Examiners baru terbentuk pada 1988. Kampusnya, American College of Forensic Examiners juga baru berdiri pada 1992. Di Indonesia perkembangan ilmu ini masih jauh dari harapan, dari sekian banyak Kantor Akuntan Publik (KAP) hanya sebagian kecil saja yang menawarkan jasa ini, alasannya apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim, secara ilmu ekonomi “belum ada pasarnya”. Apalagi standar operasional dan ujian sertifikasi, konon belum begitu memadai, sangat jauh bila dibandingkan dengan negara tetangga Australia yang sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik. Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, namun belum serinci Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Belum adanya standar yang memadai, persoalan tambahan yang membuat ilmu ini kurang begitu populer adalah penguasaan ilmu yang cukup luas. Selain akuntansi dan audit, akuntan forensik juga harus menguasai bidang yang berkaitan dengan kejahatan keuangan (money laundering), hukum, psikologi, sosiologi, antropologi, viktimologi, kriminologi, dan lain-lain. Akuntan forensik harus memiliki kemampuan “multitalenta”. Kedepan, beberapa kalangan meramalkan perkembangan profesi ini akan lebih pesat. Selain makin banyak kantor bisnis dari negara asing yang masuk ke Indonesia., juga makin tingginya kesadaran perusahaan untuk melindungi asset mereka dari pola-pola tindakan kecurangan.