penerapan prinsip pendudukan efektif dalam perolehan wila yah

advertisement
Pellerapall Prillsip Pendudukan E/ekfi/ da/am Pero/ehan Wi/ayah
15
PENERAPAN PRINSIP PENDUDUKAN EFEKTIF DALAM
PEROLEHAN WILA YAH:
PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
Dr. Adijaya YllSllf, S.H., LL.M *1
Pendahllillan
Kekalahan Indonesia atas Malaysia dalam kasus sengketa atas
pulau-pulau Sipadan dan Ligitan yang diputuskan oleh Mahkamah
Internasional di Den Haag akhir thaun 2002 yang lalu memunculkan
kembali kontroversi di kalangan para pemerhati hukum internasional
mengenai prinsip-prinsip perolehan kedaulatan atas wilayah negara,
khususnya 1l1engenal prinsip "pendudukan efektif" atau "effective
occupation n. Sebagaimana diuraikan lebih lanjut dalam beberapa contoh
kasus di bawah ini, prinsip perolehan wilayah dalam hukum internasional
pada umumnya didasarkan atas salah sam dari. atau kedua hal sebagai
berikut:
I.
Argumen atas dasar Perjanjian Internasional yang telah ada
sebelumnya (treaty-based argument). Dalam hal ini para pihak yang
bersengketa menggunakan dasar pijakan bagi hak berdaulatnya atas
dasar perjanjian di masa lalu yeng menyangkut wilayah sengketa
tersebuL Seringkali dalam hal seperti ini prinsip "c/win of rifle" atau
"hak berantai" dikemukakan oleh para pihak. dalam arti negara
terse but menerima haknya atas wilayah itu dari penguasa sebelumnya
( .. predecessor - successor chain of tirle relations").
Ada beberapa kelemahan dari argumen berdasarkan perjanjian ini.
Pertama, seringkali ada ketidak-jelasan mengenai hal-hal yang diatur
dalam perjanjian tersebut sehingga dapat menimbulkan interpretasi
ganda (multi-interpretation), baik mengenai: a. bunyi naskah tersebut
(wording), atau mengenai b. keadaan-keadaan di sekitar terbentuknya
naskah tersebut (relevant situation). Kedua, terjadinya perubahanperubahan atas keadaan (change of circumstances), baik dalam hal a.
adanya perubahan atas fisik wilayah sengketa, atau dalah hal b.
I
Staf Pengajal" Bagian Hukum Internasional FHUI.
NonWT I TalI/ill XXXIII
16
Hllkllm dall Pemballgllnall
perubahan kaidah hu ku m ya ng menyangkut status wilayah rersebut
atau menyangkut hak dan kewajiban para pihak.
2.
Argumen atas dasar praktek-praktek negara (Stale practices) ,
khusu snya ya ng d ilak'Ukan oleh negara yang bersengketa tersebut atas
wilayah sengketa yang pad a dasarnya untu k menunjukkan adanya
bukti penguasaan secara efektif. Hukum Internasional pada prinsipnya
mensyaratkan dua hal yang menjadi dasar bagi diajukannya argumen
praktek negara ini. Pertama , adanya pernyataan kehendak (exp ression
of inrelll) untuk menguasai dan memerintah wilayah tersebut , baik
yang dinyatakan secara formal maupun secm'a informal.
Kedua,
dil akuka nnya tindakan nyata (effeclive Gcriolls,) oleh negara itu atas
w ilayah lersebut. baik berupa tindakan pemerintahan eksesekut ifadminisl ratif. pembentukan hukum atau legislatif, maupun tindakan
penegakan hukum/polisional dan yudikatif.
Cara-cara Perolehan WiJayah
Se lain prinsip pendudukan wilayah seca ra efektif. hukum
internasional mengenal beberapa cara tradisional lainnya ya ng seca ra
umum diakui dalam rangka memperol eh kedaulatan wilayah. Cara-cara
tersebut secara langsung memihki analogi dengan metocle-metocle yang
terdapat pada hukum perdata mengena i cara perolehan pemilikan pribadi.
Kelima cara tersebut adalah sebagai berikut: '
l). Aneksasi
Aneksasi adalah sualU metode perolehan keda ulatan wi layah yang
dipaksakan. dengan dua bentuk keadaan:
a. apabila wilayah yang dianeksasi telah ditundukkan oleh negara yang
menganeksasi tanpa adanya pengumu man kehendak:
b. apabila wilayah yang dianeksasi dalam kedudukan yang benar-benar
berada di bawah negara yang menganeksasi pada waklU
diumumkannya kehendak aneksasi oleh negara tersebut.
Penaklukan wilayah sepe rti (a) tidak cukup untuk menimbulkan
dasar bagi perolehan hak. Sebagai ta mbahannya , maka harus ada
~ Lihat lchih lanjut : J.G. Sta rke: Introduction [() Intern<ltionai Law. London: Buuerwonh
& Co (Puhlishers). 1989.
lalll/ar; - Marer 2003
Pellerapall Prillsip Pendlldllkall Efektif dalam Perolehan Wilayah
17
pernyataan formal tentang kehendak untuk menganeksasi , yang lazimnya
dinyatakan dalam bentuk Nota yang disampaikan pada semua negara yang
berkepentingan. Jadi kedaulatan tidak diperoleh oleh negara penakluk
terhadap wilayah yang ditaklukkan apabila secara tegas mereka tidak
mengklaim kehendak untuk menganeksasinya. Suatu Aneksasi yang
merupakan hasil dari agresi kasar yang dilakukan oleh satu negara
terhadap negara lain atau yang dihasilkan dari penggunaan kekerasan yang
bertentangan dengan Piagam PBB , tidak boleh diakui ' oleh negara-negara
yang lain.
2). Akresi
Accretion atau penambahan adalah hak ya ng didapatkan melalui
penambahan wilayah yang terjadi apabila ada wilayah baru yang
ditambahkan, terutama karena sebab-sebab alamiah, yang mungkin timbul
karena pergerakan sungai atau lainnya (misalnya tumpukan pasir karena
tiiupan anginl. terhadap wilayah yang telah ada yang berada di bawah
kedaulatan negara yang memperoleh hak tersebut. Tindakan atau
pernyataan formal tentang hak ini tidak diperlukan. Tidak penting untuk
mengetahui apakah proses penambahan wilayah itu terjadi secara bertahap
atau tidak terlihat. seperti pada kasus adanya endapan-endapan lumpur
(alluvial deposits), atau terbentuknya pulau·pulau lumpur, dengan
ketentuan penambahan itu melekat dan bukan terjadi dalam suatu peristiwa
yang dapat didentifikasikan berasal dari lokasi lain.
3). Penyerahall
Penyerahan merupakan suatu metode penting diperolehnya
kedaulatan wilayah. MelOde ini didasarkan atas prinsip bahwa hak
pengalihan wilayah kepada pihak lain adalah atribut fundamental dari
kedaulatan suatu negara.
Penyeraan suatu wilayah mungkin dilakukan secara sukarela atau
mungkin dilaksanakan dengan paksaan akibat peperangan yang
diselesaikan dengan sukses oleh negara yang menerima penyerahan
wilayah tersebut. Sesungguhnya. suatu penyerahan wilayah menyusul
kekalahan dalam perang lebih lazim terjadi dibandingkan dengan aneksasi.
4). Preskripsi
Hak yang diperoleh melalui preskripsi adalah hasil dari
pelaksanaan kedaulatan de facto secara damai untuk jangka waktu yang
sangat lama atas wilayah yang sebenarnya tunduk pada kedaulatan negara
Nomor J Tahull XXX/JI
18
Hukul1l dall Pemballgunan
lain. Preskripsi ini mungkin sebagai akibat dari pelaksanaan kedaulatan
yang sudah berjalan lama sekali, dan karena jangka waktu tersebUl relah
ll1enghilangkan kesan adanya kedaulatan oleh negara rerdahulu. Sejumlah
ahli hukum relah ll1enyangkal bahwa preskripsi akuisirif ini diakui oleh
hukum internasional. Tidak ada kepurusam dari pengadilan internasional
yang secara konklusif mendukung dokrrin ini , ll1eskipun rerhadap hal ini
diklaim bahwa purusan Island of Palmas Case merupakan preseden dari
dokrrin ini.
5). Oknpasi
Per definisi, Okupasi merupakan penegakan kedaularan aras
wilayah yang ridak berada di bawah penguasaan negara ll1anapun. ba ik
wilayah ya ng baru diremukan arapun wilayah yang diringgalkan oleh
negara yang sellluia menguasainya (namun untuk yang kedua
kell1ul)gkinan ridak pernah dilakukan).
Secara klasik, pokok permasalahan dari suatu Okupasi adalah
adanya suaru terra nuLLius. Wilayah yang didiami oleh suku-suku bangsa
aran rakyar-rakyar yang memiliki organisasi sosial dan polirik ridak dapar
dikarakan tennasuk dalam kualifikasi terra nullius. Apabila suaru wilayah
daratan didiami oleh suku-suku arau rakyar yang rerorganisir , Illaka
kedaulatan wilayah harus diperoleh dengan ll1ell1buar perjanjian-perjanjian
lokal dengan penguasa-penguasa arau wakil-wakil suku arau rakyat
terse but.
Dalalll menentukan apakah suaru Okupasi telah clilakukan sesuai
dengan hukum internasional arau tidak, maka prinsip keeffektifan
(effectiveness) harus diterapkan. Dalall1 Eastern Greenland Case,
Permanent Court of International Justice menetapkan bahwa Okupasi ,
agar dapar rerlaksana secara efektif. mensyaratkan dua unsur di pihak
negara yang melakukan , yairu :
(i) adanya suatu kehendak atau keinginan unruk bertindak sebagai pihak
yang berdaular ;
(ii) melaksanakan arau l11enunjukkan kedaularan secara panras.
Unsu r kehendak merupakan kesimpulan dari sel11ua fakta.
l11eskipun rerkadang kehendak rersebur dapar secara formal ditegaskan
dalal11
pengul11ul11an
resml
kepada
negara-negara
lain
yang
berkepentingan. Dalam hal ini harus rerbukri adanya suaru maksud untuk
relap rerus memegang kontrol atas wilayah rersebut. Suaru Okupasi yang
bersifar sel11entara wakru oleh negara yang dianggap melakukan tindakan
lalll/ar; - Maret 2003
Penerapall Prillsip Pendudukan EJekrif da/alll Pero/ehall Wi/ayah
19
Okupasi dengan send irinya tidak eukup memenuhi persyaratan ini. Juga
aktivitas-aktivitas individu seeara pribadi yang tidak terikat pad a suatu
institusi dan tidak memiliki otoritas , tidak berlaku untuk tujuan ini.
Syarat kedua berkaitan dengan pelaksanaan suatu kedaulatan
negara. Hal ini dapat dipenuhi dengan menunjukkan bukti konkret
pemilikan at au kontrol sesuai dengan sifat kasusnya. Suatu asumsi fisik
dari kedaulatan dapat ditunjukkan dengan:
suatu tindakan yang jelas arau simbolis arau dengan langkah-Ia ngkah
legislatif dan eksekutif yang berlaku di wi layah yang diklaim,
amu melalui berbagai penjanjian dengan negara lain yang mengakui
kedaulatan negara yang mengajukan klaim terse but,
atau dengan penetapan bat as-bat as wilayah dan seterusnya.
Tingkat kekuasaan yang diperlukan unluk tujuan ini berbeda-beda
sesual dengan keadaannya masing-masing. Dengan demikian suaru wi lyah
yang relatif terbelakang memerlukan kontrol dan pemerintahan yang
belum tentu sama rincinya dengan wilayah yang lebih maju arau lebih
memiliki peradaban.
Kasu s Easrem Greenland memberikan gambaran mengenai soal
1111. Dalam kasus ini yang dipersengketakan ada lah hak atas Eastern
Greenland oleh Norwegia dan Denmark. Dalam kasus ini Denmark
lI1alllpu Illelllbuktikan keadaan-keadaan yang memperlihatkan adanya
kedua unsur tersebut. yakni adanya kehendak unluk menjadi pihak yang
berdaular rerhadap wilayah tersebut, dan kemudian melaksanakan
kedau laran rersebut seem'a pantas, sebagai bukti perwujudan kehendaknya.
Dalam Millquiers alld Ecilrecilas Case, yang berkaitan dengan
sengketa klailll antara Inggris dan Perancis terhadap pulau-pulau keeil
Challel, leJ Illenekankan penringnya pelaksanaan aktual dari " fungsifungsi negara". ya itu pemerintah lokal. yurisdiksi lokal dan tindakanrindakan kekuasaan legislatif, sebagaimana rerbukti dari dipertunjukkannya
kedaulatan terus menerus yang diperlukan untuk Illemperkuar hak . Karena
alasan inilah dengan bukti pelaksanaan fungsi-fungsi negara yang telah
berlangsung lama oleh penguasa inggris. Mahkal11ah Illengabulkan klaim
Inggris.
Tindakan yang hanya bersifat menemukan suaru wilayah
(discovery) semara-mata oleh suatu negara tanpa adanya usaha yang lebi h
daripada itu tidaklah dianggap cukup untuk lllel11berikan hak untuk
l11elaksanakan Okupasi. Dengan demikian pemilikan yang belul11 lengkap
Nomor J Tall/Ill XXXlll
20
HlIklll/l dall Pelllballgllll(lll
tersebut harus dilanjutkan dan mengarah kepada adanya suatu otoritas
nyata yang berlangsung terus menerus dan berlangsung secara damai.
Dalam beberapa kasus tententu diperlukan penentuan keluasan
wilayah yang tercakup oleh tindakan Okupasi. Beragam teori mengenai
masalah ini telah dikemukakan dalam sejarah hukum internasional. Dua
dari teori-teori tersebut dianggap memiliki arti penting dalam kaitannya
dengan klaim-klaim beberapa negara tertentu di daerah kutub, ya itu :
I.
Teori Konrinuiras (Continuity). Menurut teori ini suatu tindakan
Okupasi di suatu wilayah tertentu memperluas kedaulatan negara yang
melakukan Okupasi sejauh diperlukan untuk menjamin keamanan atau
pengembangan alam di wilayah terkait.
2.
Teori Konriguiras (Conriguity). Menurut teori ini kedaulatan negara
yang me1akukan Okupasi tersebut mencakup wilayah-wilayah yang
berbatasan yang secara geografis berhubungan dengan wi layah terkait.
Kedua teori tersebut sampai pada tingkat tertentu tercermin dalam
klaim-klaim yang diajukan oleh negara-negara terhadap wilayah kutub
berdasarkan prinsip sector (secfOr principles). Dengan klaim-klaim
berdasarkan prinsip ini, beberapa negara yang wilayahnya berbatasan
dengan kutub telah menyatakan suatu hak kedaulatan terhadap tanah atau
lam membeku di dalam suatu sektor yang dibatasi oleh garis pamai
wilayah ini dan oleh garis-garis bujur yang berpotongan di Kutub utara
atau kutub selatan
Klaim-klaim seperti ini telah dikemukakan baik di
Arctic (oleh Rusia dan Kanada khususnya) maupun di Antartika loleh
Argentina. Australia , [nggris , Chile , Perancis . New Zealand No rwegia).
Dasar pembenaran utama untuk kl aim-klaim sektor te rsebut adalah
tidak dapat di terapkannya pr insip-prins ip normal asumsi fisik kontrol yang
tersirat dalam hukum internasional mengenai Okupasi terhadap wilayahwilayah kutub. yang tidak dapat dimasuki, dengan kondisi-kondisi iklim
dan kurangnya pemukiman. Se ktor-sektor ini sendiri sesuai dengan
pembagian yang adil dan pantas . Di lain pihak . kiranya tidak dapat
disangkal bahwa klaim-klaim sektor tersebut sebenarnya hanyalah sekedar
pengumuman mengenai kehendak di mas a mendatang untuk memegang
kontrol sepenuhnya, sesuatu yang hampir sama dengan keinginan untuk
menuqjukkan lingkungan pengaruh atau lingkungan kepentingan dalam
hubungan internasional. Yang penting. negara-negara sektor harus
berusaha untuk memperkuat hak mereka dengan cara-cara kOl1trol
administrasi. aktivitas negara, yang secara tradisional digunakan oleh
iallllari - Marel 200]
Penerapan Pril1sip Pendudukan Efektif dalam Perolehan Wilayah
21
negara-negara yang berkehendak mendapatkan hak melalui Okupasi.
Kritik lain at as klaim-klaim sektor secara tegas dan tepat ditujukan pada
sifat tidak tetapnya garis-garis sektor, terhadap fakta bahwa garis ini
merentang menyebrangi wilayah-wilayah laut bebas yang luas.
Prinsip Pendudnkan Efektif dalalll Kaslls PlIlall Miangas (Island of
Pallllas Case)" antara Belanda lllelawan Alllerika Serikat tahlln 1928
Untuk memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai Okupasi
efektif, maka kasus Island of Palmas merupakan contoh yang baik.
Sebagai dampak perang Spanyol-Amerika pada tahun 1889,
Spanyol menyerahkan Filipina kepada AS, berdasarkan Perjanjian Paris
1889. Pada tahun 1906, Pejabat negara AS mengunjungi Pulau Miangas.
la sangat meyakini bahwa pulau tersebut merupakan bag ian dari wilayah
yang diserahkan kepada AS. la sangat terkejut sewakru menemukan
bendera Nega ra Belanda berkibar di sana. Pulau Miangas terletak kirakira 50 Mil di sebelah tenggara Semenanjung San Agustin di atas pulau
Mindanao . Pulau Miangas memiliki panjang 2 mil dengan lebar kurang
dari 1 mil. Sebagai kelanjutan dari suatu perundingan yang gagal,
akhirnya Belanda dan AS mengajukan pertanyaan mengenai kedaulatan
atas pulau tersebut kepada arbitrase. Arbitrase ini dipimpin oleh seorang
Arbitor bernama Max huber
Beberapa Aspek Penting dari Keplltllsan Arbitor
Jika timbul sengketa yang menyangkut kedaulatan atas sejumlah
wilayah. maka sudah merupakan kebiasaan untuk menelaah negara-negara
mana saja yang mengklaim kedaulatan tersebut, yang memiliki alas hak
yang sah yang lebih tinggi (baik itu melalui penyerahan/cession,
penaklukan, maupun Okupasi) at as negara-negara lainnya yang juga
mengajukan klaim yang sama.
Meskipun demikian, jika perseteruan didasarkan pacta kenyataan
bahwa pihak lainnya juga telah menumumkan kedaulatan, maka hal itu
tidak cukup untuk membentuk alas hak, karena harus ditunjukkan pula
3 Penjabaran lIan putusan Kasus Puli.lu Paimas ( Miangas) lihat lebih lanjur DJ . Harris:
Cases and Materials
11I1
Imt:m,.L(ionai Law. London: Sweet and Maxwell. 1991 .
' - ' I Talum XXXIII
22
Hukum dOll Pembanglllltill
bahwa kedau latan atas wilayah tersebut juga telah berl angsung dan tetap
ada pada saat putusan untuk perselisihan itu ditetapkan.
Alas hak dari penyerahan kedau latan wilayah da lam hukum
internasional juga berdasarkan atas tindakan Okupasi efektif, dengan
mengasumsikan ball\va negara yang menerima memiliki kemampuan untuk
mengatur secara efektif wilayah yang diserahkan tersebut. Dalam cara
yang S3ma. penambahan wilayah secara alami dapat dianggap sebagai
suatu pen3mbahah atas bagian wi layah yang te lah ada kedaulatan yang
sesungguhnya. Oleh karena itu merupakan hal yang wajar apabila untuk
mewujudkan kedaulatan dibutuhkan suatu tindakan yang terus menerus
dan juga dilakukan secara damai.
Perkelllbangan hukum internasional yang Illarak pada abad 18
menuntut bahwa Okupasi ya ng seharusnya efektif akan tidak dianggap
sebagai suatu Okupasi efektif. jika efektifita s tersebut hanya dibutuhkan
pada saat tindakan pengambilalihan, namun tidak pad a saat pemeliharaan
daerah tersebut.
Perwujudan dari kedaulatan wilayah mengasu msikan bentukbentuk yang: berbeda berdasarkan kondisi waktu dan tempat. Meskipun
seea ra prinsipil kedaulatan tersebut dilakukan seca ra terus menerus. pada
kenyataannya kedaulata\l'· tidak dapat dilaksanakan pada setiap saat di
setiap titik wilayah yang bersa ngkutan .
Alas hak yang dikemukakan oleh para pihak
Alas Hak yang dikemukakan ol eh Allleri ka Serikal yang
meru paka n dasar klailll ad.alah pellrera/wlI . sepert i yang diluangkan clalalll
Perj anj ian Paris lahun 1898 tentang pengakhiran perang antara Allle rika
Serikat dengan Spanyol. Dalam perjanjian tersebut pellYem/wlI dari
Spanyo l ke Amer ika Seri kat lllelllberikan seluruh hak kedaulatan yang
dimiliki oleh Spanyol terdahulu. termasuk at as pulau Palmas atau
Miangas . Dengan demikian Amerika Serikat mendasarkan klaimnya
sebagai sllksesor dari Spanyol.
Diakui oleh kedua belah pihak bahwa Hukum Internasional
mengalami perubahan mendasar amara akhir dari Abad penengahan dan
akhir abad 19, berka itan dengan hak-hak penemuan dan akuisisi dari
daerah yang tidak didiami atau daerah yang didiami oleh orang-orang dari
suku terbelakang. Kedua pihak juga menyetujui bahwa fakta yuridis harus
disesuaikan dengan hukum yang lebih modern , dan bukan hukum ya ng
berlaku pada saat perselisihan tersebut mencuat untllk diselesaikan.
jOl1llOri -
Mare! 2003
Pellerapan Prillsip Pelldudukall E/ekri/ da/alll Perolehan Wi/ayah
Belanda medasarkan klaim kedaulatan mereka dengan cara
mendasarkan kepada alas hak pelaksanaan kewenangan negara yang damai
dan secara terlls menerllS. Hal ini berlaku sebagai bukti kedaulatan dalam
hukum internasional.
Dalam penilaian Arbitor , Belanda telah berhasi l dalall1
mewujudkan fakta-fakta berikut ini:
a. Pulau Miangas identik dengan pulau ya ng mell1iliki nama ya ng sama
atau serupa , yang telah ditemukan sejak tahun 1700. Salah satu
bagia n dari pulau tersebut bernall1a Sangi (Kepulauan Tau Latse).
b. Wilayah ini sejak tahun 1677 terus _bl'rhubungan dengan East Indian
COlllpallY dalam hal ini dengan Belanda , melalui perjanjian yang
dibuat berdasarkan kekuasaan raj a.
c. Undang-U ndang , ya ng menunjukkan adanya karakteristik otoritas
nega ra yang di laksanakan baik oleh wi layah yang diperintah maupun
negara penguasa berkaitan dengan Pulau Palmas, telah ditetapkan
antara periode tahun 1700-1 898 , begitu juga dengan periode tahun
1898 dan 1906.
Tindakan yang mengatur baik secara langsung mau pun tidak
langsu ng pelaksanaan kedaulatan Belanda di Pulau Palmas . khususnya di
abad 18 dan 19 tidaklah. banyak:
Banyak pertentangan yang harus
dipertimbangkan dalam bukti pelaksanaan kedaulatan secara terus
menerus. Namun harus pula pertill1bangan bahwa pelaksa naan kedaulatan
terhadap pulau yang keci l dan terpec il. yang dihuni hanya suku-suku asli.
bukanlah sesuatu yang mudah. untuk terlaksana secara terus menerus
dalam waktu ya ng sangat lama. Untuk membuktikan pihak mana saja ya ng
menga nggap dirinya telah memiliki kedaulatan di atas Pu lau Miangas
tersebut. cukuplah dengan ditunjukkannya kedaulata n pad a tahun 1898 ,
dan ya ng telah ada secara terus menerus dan damai sebelum waktu
terse but dengan j angka waktu Y<lng cukup lama.
Tidak ada nya konflik antara Spanyol dan Belanda menyangkut
Pulau Miangas selallla leb ih dari dua abad. merupakan bukti tidak
langsung dari dilaksanakannya kedaulatan eksklusif oleh Pemerintah
Belanda.
Dalalll penilaian Arbitor . tidak ada lag i bukti lain yang
menunjukkan pelaksanaan kedaulatan lebih dari yang ditall1pilkan oleh
Beland a. baik itu oleh Spanyol ll1aupun oleh negara lain.
Suatu tindakan Okupasi lebih sering didahului oleh tindakan
penellluan di dalam tahap awalnya. Hal ini tampak dari Island of Palll1as
Nomor I Tahllll XXXIII
24
Hukllm dan Pemballgul1QIl
Arb itratio n yang telah dikemukakan di atas. dimana suam tindakan yang
hanya be rsifat penemuan semata-mata oleh suatu negara tidak cukup untuk
memberikan hak melalui Okupasi. dan bahwa hak pemilikan yang tidak
lengkap tersebu t harus diperkua[ dengan adanya suam otoriras nyara yang
be rl angsung rerus menerus dan secara damai. Dalam arbirrasi ini
persaingan hak rerjadi antara Amerika Serikat . yang mengajukan klailll
sebagai pengganti Spanyol yang mengklaim relah menemukan pu lau yang
dipersengkerakan itu. dan Belanda yang menu rut bukti sejarah yang
dikemukakan ke muka arbirrasi ini telah eukup lama diakui [elah
melaksnakan kedaularannya aras pu lau tersebut. Arbitrato r alhirnya
Illenyerahkan pulau tersebut kepada Belanda, dan dalalll pertilllbangan
pumsannnya terutama menekankan pad a fakra bahwa pelaksanaan
kekuasaan efektif yang terus menerus dalam waktu lama dapat
memberikan hak menurut hukum internasional.
Prinsip pendudukan efektif dalam kaitan dengan Kasus Sipadall dan
Ligitall"
Kontlik Sipadan-Ligitan meneuat sejak tahun 1969. kerika
Malaysia dan Indones ia membahas mengenal Landas Kontinen.
Perselisihan berawal dari perbedaan penafsiran aras Perjanjian 1891 yang
dibuat dua ko lonialis . yakni Inggris-Belanda. untuk Illembagi Kalimantan.
Pada awalnya kedua pihak sepakat untu k [idak melakukan akriv iras
apapun di aras kedua pula yang seda ng dalalll sengkera . Namun Malays ia
bukan hanya mengamankan kedua pulau ini. me lainkan juga mcmbangun
resor pari wisata dan penangkaran penyu.
Dal am mengadili perkara ini. Mahkamah Intcrnasional ridak
mendasarkan diri pada Perjanj ian kedua belah pihak antara Inggris dan
Belanda. namun lebih kepada aktivitas okupasi seeara efektif dari
Malaysia.
Dalam mengad ili sengketa Pulau Sipadan Ligitan ini. Mahkamah
Internasional lebih menekankan pad a Okupasi efekti f dari sebuah
keciaularan. c1engan merujuk pada kasus Legal Sratlls oj Eastern Greellialld
(D elllllark vs Non vegia) rahu n 1933. yang c1ihasilkan oleh Permanent
Court of lmernarional J ustiee:
Lilla! lch ih lallJuL Ca!'c com:crnillg Sovereignty over Pu l;lU Si padan amI Pulau Ligitan
(Indonesia /Malays ia). internat ional Court of Justice. 17 D ~c(;! l1lhe r 2002 .
.j
Jm lllari -
Marer 2{)()3
Penerapan Prinsip Pendudllkan Efeklif dalam Perolehan Wilayah
25
"K/aim kedaulatall tidak berdasarkan atas lindakan lerlemll yang
dirllangkall da/am peljanjian penyerahan, tapi semala-lIIara
berdasarkan pelaksanaan kelVellangall, yang lIIe/ipliti dlla IlIlSllr
pellling yang Iwrus ada, yakni kehendak dan keingincuz Wllllk
bertindak sebagai pihak yallg berdaular, dan lindakan nyata aras
kelVenallgan rerseblll."
Lebih lanjut dikatakan:
"Merupakall hal ycu zg tidak lIIullgkin III/Ilik lIIelllbaca se/lImlz
cararan dari plIIllSal1-putusan lIIengenai kedall/atan lVilayah tanpa
lIIellgalllali bah IVa, da/alll berbagai kaslls, pellgadilall lIIerasa
lida/.; puas dellgall sedikilllya pelaksollaall hak-hak kedall/aran
vallg 11.1'010, sepa lljang lIegara /aill ridak dapm lIIengelll llkakall
k1ailll yallg /ebilz linggi lillgkatallnya. Ha/ 1I11 khllsllsllya da/alll
kaitall kaS/ls was kedall/aran lVi/ayah yallg sangar jarang
pendlldllknya. ,,5
Menyangkut efektifitas yang ditunjukkan oleh Indonesia.
Mahkamah Internasional memulai dengan menunjukkan bahwa tidak- ada
peraturan perundang-undangan satupun yang mengatur tentang Sipadan
dan Ligitan. Terlebih lagi . Mahkamah tidak dapat mengabaikan fakta
bahwa U U No.411960 yang menarik garis pangkal bagi wilayah
Indonesia. tidak memasukkan Sipadan dan Ligitan sebaga titik-titik garis
pangka!.
Menurut opini Mahkamah Internasiona!' tida k dapat ditarik
kesimpulan dari laporan clari komand an kapal patroli Belanda Lynx, atau
dari dokumen lain yang disajikan oleh Indonesia dalam kaitannya dengan
kegiatan pat roli laut Indonesia atau Belanda, bahwa olO ril as kelautan
lerkail melipuli Sipadan dan Ligilan dan perairan di sekitarnya di bawah
kedaulalan Belanda atau Indonesia .
Terakhir. Indones ia menyatakan bahwa perairan di sekitar Sipadan
dan Ligitan digunakan oleh Nelayan-nelayan Indones ia secara tradisional.
Nal1lun hal ini ticlak diterima oleh Mahkal1lah, dengan alasan bahwa
aklivitas oleh orang perseorangan tidak dapal dianggap sebagai
"eJfecliviles" jika ticlak di dasarkan pada pengaturan resl1li alau we we nang
pel1lerintah yang sail.
, P.C.I.1. Series AlB. No.53. rr.45-46
NOl1lor I Tallll11 XXXIII
26
Iillkllll1 dan Pemballgllll(J1l
Mahkamah Imernasional menganggap bahwa ti ndakan yang
dilakukan oleh Indo nesia bukanlah merupakan tindakan a titre de
souveraill yang mencerminkan kehendak dan keinginan untuk bertindak
dalam kapasitasnya.
Malaysia memenangkan kasus ini. karena Mahkamah Internasional
menganggap bahwa Malaysia telah dapat menunjukkan pelaksanaan
Okupasi secara efektif terhadap kedua Pulau Sipadan dan Ligitan. dengan
bukti-bukti sebagai berikut:
Berkaitan dengan efektivitas terhadap kedua pulau Sipada Ligitan.
dalam Butir 132 Putusan IC] dikemukakan Malaysia menyatakan
bahwa negaranya telah mengatur pengurusan penyu dan pengumpulan
telur penyu. Malaysia menyatakan bahwa pengumpulan telur penyu di
kedua pulau ini merupakan keg iaran ekonomi yang pali ng peming
se lama hertahun-whun. Tahun 1914. Inggris Raya mengambil
langkah-Iangkah umuk mengatur dan mengendalikan pengaillbilan
relur penyu di kedua pulau lersebul . Malaysia juga mengandalkan
pembemukan usaha penangkaran burung pad a lahun 1933. Malaysia
juga menyebulkan British North Borneo Colollial (BNBC) Allthorities
relah membangun Mercusuar di aras kedua pulau rersebur pada lahun
I 960an. dan mercusuar tersebul masih lelap ael a sampai sekarang dan
dipelihara oleh Ororitas Malaysia. Terakhir . Malays ia lllcnyalakan
adanya Peraturan perundang-unelangan Peillerimah Malays ia mengenai
Pariwisala eli Sipadan . dan kenyalaan menyebulkan bahwa sejak 25
Seplember 1997. Sipadan dan Ligiran mcnjadi daerah ya ng dilindungi
dibawai Malaysia's Prolecled Areas.
Berkenaan dengan effecril'ites yang disandarkan oleh Malaysia.
maka Mahkamah Inrernas ional pertal11a mengamali bahwa sesuai dengan
Konvensi lahun 1930 AS melepaskan klaim bahwa AS memiliki
kedaularan di alas Pulau Sipadan dan Ligilan . dan lidak ada negara lain
yang mengemukakan kedaulalannya di alas kedua pulau tersebul pada saal
itu , alau merasa keberalan dengan pemerimahan ya ng berkelanjuran oleh
Slale of North Borneo. Lebih lanjul
Mahkamah mengamati bahwa
aktivilas-a kli vilas ya ng lerjadi sebelum dibua tnya Konvensi tidak dapal
dianggap sebaga rindakan "a titre de sOl/veraill". karena Inggris Raya
pad a saar itu lidak mengaj ukan klaim kedaulatan alas nama Slale of North
Borneo aras pulau-pu lau di luar baras 3 marille-Ieague
Karena
Mahkamah beranggapan bahwa BNBC mel11punyai hak untuk l11el11erimah
JOl/uori - Mare! 2003
Penerapall Prillsip Pendudukan Efektif dalam Perolehan Wilayah
27
kedua pulau terse but, posisi yang setelah tahun 1907 secara formal diakui
oleh AS, l11aka kegiatan-kegiatan administratif ini tidak dapat diabaikan
begitu saja.
Sebagai bukti administrasi efektif terhadap kedua pulau, Malaysia
menyatakan bahwa ukuran yang diambil oleh Otoritas North Borneo untuk
mengatur dan mengendalikan tindakan pengumpulan telur penyu eli
Sipadan dan Ligitan, l11erupakan sebuah aktivitas ekonomi yang nyata di
daerah tersebut pad a saat itu. Hal ini merujuk kepada Turlle Preservation
Ordinance J9 J 7, yang bertujuan untuk membatasi penangkapan penyu dan
pengumpulan telur penyu dalam wilayah State of North Borneo atau
perairan wilayahnya. Mahkamah juga mencatat bahwa Ordonansi dibuat
dalam kaitan sistem pemberian
lisensi dan untuk penciptaan native
reserves untuk pengumpulan telur penyu , da n Sipadan terdaftar diantara
pu lau-pulau ya ng termasuk dalam native reserves.
Malays ia mengemukakan bukti dokumen yang l11enunjukkan
bahwa Ordonansi Pelestarian Penyu 19 I 7 berlaku setidaknya sampai tahun
1950. Dalamk kaitan ini, Malaysia l11enyatakan bahwa izin yang
dikeluarkan pad a tanggal 28 April 1954 oleh Pejabat Distrik Tawau
memperkenankan penangkapan penyu yang sesuai dengan Bagian 2 dari
Ordonansi terse but. Mahkamah mengamati bahwa izin ini meliputi area
yang termasuk di dalamnya "pulau-pulau Sipadan, Ligitan. Kapalat,
Mabul, Dinawan dan Si-Amil".
Lebih lanjut Malaysia menyebutkan beberapa kasus tertentu
sebelum dan setelah tahun 1930 dimana ditunjukkan. bahwa otoritas
administratif
telah
berhasil
l11enyelesaikan
sengketa
l11engenal
pengumpulan telur penyu di Sipadan.
Malaysia merujuk kepada fakta bahwa tahun 1933 Sipadan.
berdasarkan Bagian 28 dari Ordonansi Tanah 1930, dinyatakan sebagai
suatu resen'e bagi tujuan penangkaran burung .
Mahkamah berpendapat bahwa baik ukuran yang diambil untuk
l11engatur dan mengendalikan pengumpulan telur penyu ·dan usaha
penangkaran burung harus dilihat sebagai pernyataan tegas tentang
pengaturan dan pernyataan administratif dari otoritas terhadap wilayah
tersebut.
Malaysia kel11udian mengemukakan fakta bahwa otoritas koloni
North Borneo mel11bangun mercusuar di Sipadan pada tahun 1962 dan
yang lainnya di Ligitan tahun 1963, dimana mercusuar tersebut tetap ada
sampai kini dan bahwa mercusuar tersebut dipelihara oleh OlOriras
Malaysia
sejak
kemerdekaannya.
Malaysia
berargumen hahwa
NomDT J TalUIIl XXX/II
28
HI/kl/III dall Pelllballgllllall
pelllbangunan dan pellleliharaan dari Illercusuar sepeni ilu merupakan
"bagian dari pola pelaksanaan otorila s Pemerilliah yang tepal
Mahkamah megamati bahwa pembangunan dan pengoperas ian mercusuar
dan bailluan navigasi pada umumnya tidak berdasarkan perwujudan
otoritas Negara (Minquiers and Ecrchos, Judgelllenr, I. CI Report 1953,
p,7/). Namun, Mahkamah mengingatkan kembali bahwa dalam
putusannya di kasus yang menyangkut Maritillle Delilllitation and
Territorial Question between Qatar and Bahrain (Qatar vs Balirain). yang
dinyatakan sebagai berikut:
"Jenis-jenis kegiatan tertentu yaug dirillliJulkan oleh Bahraill
seperti lIIellgebor Slllllur artesian diallggap kOlltro versial sebagai
tindakall yang dilaksallakall a tilre de SOI/I 'eraill. Pelllballgllll({l1
alat iJalllu pelavarall, di pihak laill , secm'a IlIIkulII relevall dalalll
kasus-kaslls pulau-pulau kecil. Dalalll kasus sekarallg illi, dellgall
lIIelllperilifllllgkall ukllran Qit 'at Jaradah , kegiatall vallg
dilai;sallakall aleh Bahraill teriladap pulall tersebur harus
diallggap CllkliP IlI/liIk meudukulIg klailll Bahrain baillva Bahraill
memiJiki kedau/atan atas lilia/ayah tersebllf ." (Jlldglllelll, Mails,
/.CJ Reparts 2(}{)t. para 197)
Mahkamah berpandangan bahwa pertimbangan yang sama juga
berlaku dalam kasus saat ini.
Mahkamah memberikan catatan bahwa kegiatan yang dilakukan
oleh Malaysia baik itu atas namanya sendiri atau sebaga i suksesor Inggris
Raya memang sedikit jumlahnya. tetapi hal ini sangat beragam dalam
karakternya. tennasuk dalam tindakan-tinda kan leg islatif. admi nistratif dan
quasi-peradil an. Hal-hal te rsebut meliputi periode waktu ya ng panjang dan
menunjukkan pola penampakan kehendak untu k melaksa nakan fungs i
kenegaraan yang berkaitan dengan kedua pu lau tersebut dalam konteks
administrasi cia lam ling kup yang Iebih luas dari pulau-pulau tersebut.
Mahkamah terlebih tidak dapat mengabaikan fakta bahwa pada
saat itu ketika kegiatan-keg iata n ini di laksanakan. baik Indonesia maupun
pendahulunya. Belanda , tidak pernah menyatakan pertentangan atau
protes. Dalam hal ini. Mahkamah memberikan catalan bahwa pada tahun
1962 dan 1963 Pemerintah Belanda tidak pernah mengingatkan otoritas
Koloni North Borneo. atau Malaysia setelah kemerdekaannya. ballwa
pembangungan mercusuar pad a masa-masa itu berlangsung di wilayah
yang mereka anggap sebagai milik Indonesia.
Jalllwri - Marel 2003
Penerapal/ Pril/sip Pelldudukal/ Efektif dalalll Perolehan Wilayah
29
Berdasarlian fakta-fakta yang diberikan dalam kasus ini, dan
khususnya dalam hal bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak, maka
Mahkamah Internasional menyimpulkan bahwa Malaysia memiliki hak
terhadap Sipadan dan Ligitan berdasarakan effeClivites yang dirujllk di
atas .
Catatan Akhir
Dari pembahasan beberapa kaslls di mas. jelas terlihat bahwa
hukllm inrernas ional telah memberikan tempat ya ng paling penting bagi
berlakllnya pri nsip pcndudukan atau okupas i efektif bagi pcrolehan hak
atas suatu wilaY2.h . Klaim historis berdasarkan peljanjian internasional
ternyata dapar dikalahkan apabila tidak diiringi dengan pembuktian yang
nyata atas pelaksanaan kedaularan seca ra damai dan terus menerus.
Hikmah c1ari semua ini aclalah. bahwa kita sebagai bangs a harus
melakukan rindakan nyata dan strategis bagi pengembangan selurllh pulaupulau Indonesia seeara berkelanjllt an , lebih-Iebih lagi yang berba tasan
langsullg dengan negara lain atau yang berpotensi diduduki dan
dill1anfaatkan secaro terus menerllS oleh pihak-pihak lain.
NOlllor I Tall/Ill XXX/JI
Download