masalah seksual lanjut usia

advertisement
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
BAB XXXIV
MASALAH SEKSUAL PADA LANJUT USIA
TUJUAN BELAJAR
TUJUAN KOGNITIF
Setelah membaca bab ini dengan seksama, maka anda sudah akan dapat :
1. Mengetahui seks secara umum.
2. Mengetahui fisiologis reproduksi wanita dan pria.
2.1. Penurunan fungsi organ-organ seks pada lanjut usia.
3. Mengetahui proses menua dan permasalahan seks setelah lanjut usia.
Mengetahui proses menua normal.
Mengetahui gangguan seks setelah lanjut usia.
TUJUAN AFEKTIF
Setelah membaca ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda sudah
akan dapat:
1. Memberi pengertian tentang seks yang benar.
2. Dapat meningkatkan kualitas hidup pada lanjut usia.
3. Membantu agar lanjut usia dapat hidup sejahtera.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
674
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
I. PENDAHULUAN
Masalah seksual merupakan masalah yang dianggap pribadi bagi setiap individu,
karena seksualitas tidak hanya berarti adanya hubungan seks pada manusia secara
fisik tetapi juga merupakan perpaduan antara cinta, permainan, persahabatan, juga
hasrat antara dua orang individu yang berbeda. Kehidupan seksual merupakan bagian
dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan
kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat ialah hubungan seksual yang
dikehendaki, dapat dinikmati bersama dan tidak menimbulkan akibat buruk, baik fisik
maupun psikis.
Seksualitas dalam arti yang luas ialah semua aspek badaniah, psikologik, dan
kebudayaan yang berhubungan langsung dengan seks dan hubungan seks manusia.
Dalam arti sempit sebagai sarana untuk penciptaan keturunan (prokreasi) dimana
dalam seks terjadi suatu potensi alami yang mengarah pada persatuan pria dan
wanita, atau dengan kata lain suatu keterarahan alami antara pria dan wanita untuk
bersatu dan menghasilkan keturunan. Di dunia ini, manusia dan hewan akan lenyap
dari permukaan bumi apabila mereka oleh alam tidak dibekali dengan naluri untuk
berkembang biak (vita sexualis, sexual instinct) demi untuk meneruskan keturunan.
Dalam peradaban manusia, seks biasanya merupakan bagian dari suatu lembaga
perkawinan.
Lembaga perkawinan mencakup kedua segi seks yaitu segi unitif dan segi
prokeasi, dan di dalam lembaga inilah hubungan seks dianggap sah dan
diperbolehkan oleh norma-norma baik sosial maupun agama. Seks dalam perkawinan
dapat menghasilkan anak. Anak ini akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan
dari mulai fase pembuahan, janin, kemudian lahir sebagai bayi, tumbuh menjadi
anak-anak, remaja, dewasa hingga lanjut usia. Menjadi tua dan mengalami berbagai
penurunan fungsi tubuh tidak berarti setiap kaum lansia itu renta dan berpenyakitan,
sebaliknya para lansia diharapkan bisa tetap hidup sehat dan aktif berperan serta
dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam kehidupan seksualnya. beberapa hal
lain seperti produksi sperma atau air mani pada pria masih dapat berfungsi sampai
usia ± 80 tahun. Penurunan yang terjadi secara bertahap mulai usia sekitar 45 tahun.
Aktivitas seksual pada lansia umumnya berkurang sesuai dengan usia yang
tambah lanjut. Namun ternyata kemampuan lansia untuk mempertahankan seks yang
aktif tidak hanya mengacu pada pertambahan usia saja (fisik) melainkan bergantung
pada beberapa faktor yaitu kesehatan mental, dan eksistensi yang aktif serta pasangan
yang menarik
Penelitian Kinsey, Master Johnson serta Hite mengambil kesimpulan bahwa
terdapat pandangan yang bias terhadap seksualitas pada usia lanjut. Bias tersebut
tidak semata-mata terbatas pada segi seks itu sendiri tetapi juga meliputi segi sosioekonomi.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa :
 Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang
cukup lanjut dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan.
 Aktivitas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia yang sehat
berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
 Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang daripada
pria, seorang lansia wanita yang ditinggal mati oleh suaminya akan sulit untuk
menemukan pasangan hidup.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
675
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Ternyata faktor psikologik juga memegang peranan penting dalam penurunan
aktivitas seksual pada lansia seperti misalnya :
1.
2.
3.
4.
5.
Rasa tabu/malu bila mempertahankan kehidupan seksual sampai lansia.
Tradisi dan budaya yang kurang menunjang.
Lelah/bosan karena kehidupan yang monoton.
Pasangan hidup telah meninggal.
Perubahan hormonal atau masalah kesehatan seperti cemas,depresi,pikun dll.
Kehidupan seksual lansia memegang peranan penting dalam keseluruhan hidup
lansia itu sebagai seorang individu, oleh karena itu perawatan kesehatan seksual
termasuk keluhan disfungsi seksual harus menjadi perhatian bagi praktisi medis
secara umum.
II. DISFUNGSI SEKSUAL PADA LANSIA SECARA UMUM
Sebelum kita mengetahui definisi disfungsi seksual terlebih dulu kita mengerti
perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari
pembagian tahapan seksual menurut Kaplan.
Tabel 1. Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses menua berdasarkan
pembagian tahapan seksual menurut Kaplan.
Fase
Perubahan
tanggapan
seksual
Fase
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan
desire
kultural, kecemasan akan kemampuan seks.
Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring makin lanjutnya usia,
tetapi bias bervariasi.
Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat
serta testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun akan
mempengaruhi libido.
Fase
Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan
arousal
flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otototot; iritasi uretra dan kandung kemih.
Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu
kuat; penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan
testoteron; elevasi testis ke perineum lebih lambat.
Fase
Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit
orgasmik konstraksil kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
Fase
pasca
orgasmik
Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan
jumlah konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai
timbulnya fase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan berkurangnya respon erotis
terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
676
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Disfungsi seksual pada lanjut usia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik
saja, terdapat banyak penyebab lainnya seperti :
1. Penyebab iatrogenik. Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan
orang lain yang mungkin membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur
operasi terhadap fungsi seksual.
2. Penyebab biologik dan kasus medis. Hampir semua kondisi kronis melemahkan
baik itu berhubungan langsung atau tidak dengan seks dan sistem reproduksi
mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik. Beberapa hal dapat
menyebabkan masalah kehidupan seksual, dan sebaiknya menjadi petunjuk untuk
mendiagnosa banding, pengobatan, rehabilitasi dan hasil akhir.
a. Infark miokard
mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien
segan untuk terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan
infark.
b. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena
pasien mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya
kapasitas, takut akan kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan
atau rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan
kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui
sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem
saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke, maka respon
seksual mungkin tidak terpengaruh. Libido biasanya tidak terpengaruh secara
langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent maka diperlukan penyesuaian
pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi
pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan
pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak
mengalami kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan
mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta”
alternatif. Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem
non-verbal untuk berkomunikasi.
c. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ
seksual. Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat
menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu
saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
d. Diabetes melitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan
neuropati autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan
disfungsi vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya
disfungsi seksual.
e. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau
kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai.
Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik
sebelum aktivitas seksual
f. Rokok dan alkohol
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
677
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual,
khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi
metabolisme testosteron. Merokok juga mungkin mengurangi vasokongesti
respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk mengalami
kenikmatan.
g. Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena
adanya kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual
mungkin dapat menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan
jiwa.
h. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual. Obatobatan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Obat-obat yang dapat mempengaruhi fungsi seksual lansia
Golongan obat
Contoh
Pengaruh pada
Anjuran obat
fase
pengganti
Anti hipertensi
Gol. Tiazid
Arousal
Ca antagonis
 diuretika
Klonidin,
Arousal
Ca antagonis
 sentral
metildopa
Desire,
arousal
Ca antagonis
 β blocker
Propanolol
Arousal
Ca antagonis
 ACE
Captopril
inhibitor
Anti psikotik
Torasin,
tiotiksen,
haloperidol
Desire, arousal,
priapismus,
ejakulasi retrograde
Anti anxietas
Diazepam
Desire, orgasme
Antikolinergik
Desire, arousal
Estrogen
Atropine,
hidroksisin
Premarin
Progestin
Provera
Desire
Antagonis
reseptor H2
Narkotik
Simetidin
Desire, arousal,
orgasme
Desire, arousal,
orgasme
Sedatif
Alcohol,
barbiturat
Digitalis
Lain-lain
Kodein
Arousal
Desire, arousal
Buspiron, turunkan
dosis bertahap
Lebih ditekankan pada
pemuasan
Estrogen oral
merupakan pilihan pada
yang tidak bisa peroral
Bila ada efek samping
berikan secara siklik
Alternatif bloker H2
Waktu pemberian
sangat penting
(berhubungan dengan
waktu aktivitas seksual)
Kenali dan obati adiksi
Obati kecemasan,
yakinkan ketakutan
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
678
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
akan serangan jantung
waktu aktivitas seksual
Antidepresan
trisiklik
Antidepresan lain
Imipramin,
amitriptilin
Trasodon,
inhibitor MAO
Desire, arousal
Prozac, zoloft
Priapismus,
arousal, orgasme
Prozac, Zoloft
III. LANSIA PRIA DAN PERMASALAHAN SEKSUAL
Pada lansia pria yang sehat waktu untuk dapat ereksi dan waktu yang diperlukan
sebelum mengalami ereksi berikutnya lebih panjang dibandingkan dengan tahuntahun yang telah berlalu dan hal ini bersifat fisiologis. Pria mulai usia 40 tahun
mengalami kesulitan untuk mendapatkan ereksi dari waktu ke waktu.
Beberapa studi menyatakan bahwa penurunan yang berkaitan dengan usia lebih
dirasakan efeknya pada potensi seksual dibandingkan dengan libido. Fenomena inilah
yang bertanggung jawab pada libido-potency gap yang sering kali menjadi pangkal
permasalahan pada lansia pria.
Proses penuaan biasanya menimbulkan efek pada potensi baik ereksi maupun
ejakulasi, biarpun perubahan ereksi sendiri secara klinis merupakan kata-kata keluhan
yang sangat penting. Respon ereksi pada pria usia 48-65 tahun enam kali lebih rendah
dibandingkan pada pria usia 19-30 tahun, hal ini diperoleh dari suatu penelitian
laboratorium yang menggunakan monitor untuk menilai perubahan bentuk penis.
A. Fisiologis reproduksi pria
Secara embrionis, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak di belakang
rongga abdomen. Pada bulan-bulan terakhir kehidupan janin, testis mulai perlahanlahan turun keluar rongga abdomen melintasi kanalis inguinalis ke dalam skrotum.
Testoteron dari testis janin merupakan penyebab dari turunnya testis ke dalam
skrotum.
Suhu dalam skrotum rata-rata beberapa derajat celcius lebih rendah daripada suhu
tubuh (inti) normal. Penurunan testis ke lingkungan yang lebih dingin ini sangat
penting karena spermatogenesis adalah proses yang peka terhadap suhu dan tidak
dapat berlangsung pada suhu tubuh normal.
Testis berfungsi dalam menghasilkan sperma dan mengeluarkan testoteron.
Sekitar 80% masa testis terdiri dari tubulus seminiferus yang berkelok-kelok yang
didalamnya berlangsung spermatogenesis. Testoteron setelah dihasilkan, sebagian
diekskresikan ke dalam darah untuk diangkut terutama terikat dengan protein plasma
ke jaringan sasaran. Dan sebagian lagi mengalir ke tubulus seminiferus, tempat
hormon ini berperan penting dalam spermatogenesis.
Testoteron ini memiliki banyak efek diantaranya :

Maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna

Mendorong turunnya testis ke dalam skrotum

Mendorong pertumbuhan dan pematangan sistem reproduksi

Spermatogenesis

Memicu pola pertumbuhan rambut pada pria

Menyebabkan suara menjadi berat karena pita suara menjadi tebal

Mendorong pertumbuhan otot yang menyebabkan timbulnya konfigurasi
tubuh pria
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
679
Masalah Seksual Pada Lanjut usia



Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Memiliki efek anabolik protein
Mendorong pertumbuhan tulang pada pubertas dan kemudian menutup
epifisis
Mungkin memicu perilaku agresif
Gambar 2. Efek Testoteron
pada pria
B. Masalah seksual pada lansia pria
Master dan Jhonson mendeskripsikan efek penuaan pada ejakulasi dan orgasme.
Mereka melaporkan adanya penurunan kekuatan dan frekuensi kontraksi otot-otot
lurik pelvis mempunyai efek penurunan dalam kekuatan pengeluaran semen.
Beberapa perubahan yang terjadi pada lansia pria adalah :
 Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga
akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan. Testis menjadi lebih kecil dan kurang
produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan
menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi
tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum.
 Kelenjar prostat biasanya membesar, dimana hipertrofi prostate jinak terjadi
pada 50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan
hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut
dalam pembahasan sistem traktus urinarius.
 Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang
sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung
skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan
tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada sudut
dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat
kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan respon. Pendataran fase
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
680
Masalah Seksual Pada Lanjut usia




Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih lama sebelum mencapai
osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas
sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan
sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi
yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini
atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang
berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang
pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang
tidak biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada
umumnya 12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang
hanya membutuhkan beberapa menit saja.
Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini
tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh
karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran yang
dapat dipercaya tentang potensi seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey,
dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05 perminggu pada usia
31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu.
Gambar 3.Perbedaan sistem reproduksi pria muda dan pria lanjut usia
Para lanjut usia dapat mengalami berbagai masalah disfungsi seksual diantaranya
disfungsi ereksi dan andropause.
B.1. Disfungsi Ereksi (Impotensia)
Disfungsi ereksi (DE) atau impotensia adalah ketidakmampuan secara konsisten
untuk mencapai dan/atau mempertahankan ereksi sedemikian rupa sehingga
mencapai aktivitas seksual yang memuaskan. (Vinik, 1998). Secara umum impotensia
dibedakan menjadi impotensia coendi (ketidakmampuan untuk melakukan hubungan
seksual), impotensia erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi
(tidak mampu menghasilkan keturunan). Prevalensi DE sekitar 52% pada pria di
antara 40-70 tahun dan bahkan lebih besar pada pria yang lebih tua.
Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari
rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik (bau-bauan) dan
rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus,
limbik maupun talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan diteruskan ke
susunan saraf otonom (parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi korpus
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
681
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
kavernosa penis. Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu
terjadinya ejakulasi. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa proses ereksi
menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf, vascular, hormonal, psikologik dan
kimiawi.
Etiologi
Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut :
 DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin, neurogenik,
vaskuler (aterosklerosis atau fibrosis).
o DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM (Androgen Deficiency
in the Aging Male), yang merupakan hipogonadisme pada lansia. DE tipe ini
disebabkan oleh gangguan testikular baik primer maupun sekunder. Selain itu
juga dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan hiperprolaktinemia,
hipertiroid, hipotiroid dan Cushing’s disease.
o DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls terjadinya ereksi.
Lesi di lobus temporalis sebagai akibat trauma atau multiple scelrosis stroke,
gangguan atau rusaknya jalur asupan sensorik misalnya pada polineuropati
diabetik, tabes dorsalis atau penyakit ganglia radiks dorsalis medula spinalis, juga
pada gangguan nervus erigentes akibat pasca prostatektomi total atau operasi
rektosigmoid.
o DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang mungkin
berhubungan erat dengan prevalensi penyakit aterosklerosis yang tinggi pada
lansia. Gangguan aliran darah arteri ke korpus kavernosus seperti bekuan darah,
aterosklerosis, atau hilangnya kelenturan dinding pembuluh darah dapat
menyebabkan DE. Selain itu DE bisa terjadi pada penyakit Leriche, yaitu
obstruksi dipangkal bifurkasio a. iliaka di daerah a.abdominalis. Serta penyakit
Peyronie mengakibatkan pengisian darah tidak sempurna yang akan
menyebabkan DE.
 DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama DE,
namun menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab utama DE pada lansia
gangguan organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE jenis ini
yang berpotensi reversibel potensial biasanya yang disebabkan oleh kecemasan,
depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal
dalam hubungan seksual.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa impotensi merupakan akibat masturbasi
yang dahulu atau karena terlalu sering ejakulasi atau sebaliknya karena terlalu lama
menahan dan tidak disalurkan hasrat seks-nya itu. Namun penelitian membuktikan
bahwa ejakulasi atau tidak ejakulasi dalam waktu yang lama tidak langsung
mengganggu kesehatan. Masters dan Johnson mengatakan bahwa ereksi dan ejakulasi
tidak dapat dipelajari karena hal ini terjadi secara reflektoris.
Selain yang telah disebutkan diatas, sekitar 25 % DE disebabkan oleh obatobatan terutama obat antihipertensi (Reserpin, β blocker, guanethidin dan metildopa),
alkohol, simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium, hipnotik sedatif, dan hormonhormon seperti estrogen dan progesteron. Obat-obatan dan pengaruhnya terhadap
disfungsi seksual dapat dilihat pada tabel 2 (hal. 6)
Diagnosa
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
682
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Ada kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi akan mencari
pertolongan pada dokter, hal pertama yang perlu dilakukan dokter adalah
memberikan perasaan nyaman pada pasien dengan menjelaskan bahwa disfungsi
ereksi merupakan hal biasa yang dialami oleh para lansia pria dan berusaha
mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini akan menenangkan diri pasien. Setiap
pasien memiliki privasi, oleh karena itu perlu ditanyakan apakah pasien ingin
mendiskusikan hal ini dengan atau tanpa pasangannya, namun cara yang terbaik
adalah bersama pasangan. Karena pandangan serta dukungan dari pasangan seksual
mereka sangat berharga dan dapat mengembalikan kepercayaan diri pasien untuk
kembali memulai lagi fungsi seksualnya dan secara tidak langsung dapat membantu
mengatasi masalah disfungsi ereksi.
Selain dari segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi ereksi yang terjadi
murni disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit atau kelainan lain yang
menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat penyakit atau kelainan yang
mendasari terjadinya disfungsi ereksi maka perlu ditangani penyakit dan kelainan
yang mendasarinya. Peninjauan terhadap obat-obatan yang selama ini dikonsumsi
oleh pasien juga perlu diperhatikan.
Selain dari anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik untuk
mengetahui ada tidaknya disfungsi ereksi :
 apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti arteri femoral dan perifer
berkurang atau terdengar bruit.
 Adakah perubahan kulit. Turgor menurun mengakibatkan kulit menjadi kurang
elsatis.
 Adakah perubahan neuropati otonom (simpatis dan parasimpatis) seperti adanya
reflek bulbo kavernosus dan kremaster.
 Adakah gejala hipotensi ortostatik.
 Adakah gejala neuropati perifer seperti DM, alkoholisme, kekurangan vitamin
B1, dan lain-lain.
 Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau dan plak pada peyronie’s disease.
Peyronie’s disease adalah keadaan dimana terjadi kelainan anatomis penis,
berupa tumbuhnya jaringan ikat atau plak yang tidak biasa pada jaringan penis
sehingga aliran darah dalam badan kavernosa penis terganggu untuk mencapai
ereksi.
 Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.
 Pemeriksaan laboratorium umum diperlukan untuk menentukan adanya kondisi
medis penyerta, faktor resiko vaskular atau endokrin yang abnormal.
 Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin.
Terapi
Phosphodiesterase-5 (PDE5) inhibitors merupakan terapi pilihan utama (DOC)
untuk disfungsi ereksi. PDE5 berada di jaringan kavernosa penis dan akan
mendegradasi cyclic 3' 5' guanosine monophosphate (cGMP) yang bila bekerja
bersama nitrat oksida akan menyebabkan relaksasi otot. Oleh karena itu dengan
menghambat PDE5, obat ini berpotensi untuk mendorong terjadinya ereksi. Namun
obat ini menjadi kontra indikasi pada pasien yang mendapatkan terapi nitrogliserin
atau golongan nitrat lainnya, karena efeknya dapat menyebabkan tekanan darah turun
drastis dan penurunan perfusi arteri koroner dan dapat menyebabkan miokard infark.
Pemakaian obat ini bersama obat-obatan alfa bloker.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
683
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Salah satu obat yang sangat populer di dunia untuk mengatasi DE adalah
sildenafil sitrat (Viagra ®). Obat ini bekerja dengan jalan mem-blok pemecahan GMP
siklik yang mempertahankan vasodilatasi korpora kavernosa, tetapi obat ini hanya
bisa diberikan bila keadaan vaskuler penis masih intak. Seperti PDE5 obat ini juga
menjadi kontraindikasi pada pemakaian obat-obatan golongan nitrat karena dapat
menyebabkan hipotensi bahkan syok (Vinik, 1998). Karena tidak menstimulasi
pembentukan cGMP, melainkan hanya memperkuat / memperpanjang daya kerjanya,
sildenafil tidak efektif jika belum / tidak terdapat stimulasi atau eksitasi seksual. Efek
samping Sildenafil umumnya bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang tersering
berupa sakit kepala, muka merah, gangguan penglihatan (buram sampai melihat
segala sesuatu kebiru-biruan), dan mual, yang kesemuanya berkaitan dengan blokade
PDE5 inhibitor yang terdapat di seluruh tubuh. Obat lain yang kini beredar antara lain
Alprostadil (Caverject ®, Muse ®), Vardenafil (Levitra ®), dan Tadalafil (Cialis ®).
Apomorfin (Uprima ®) adalah agonis dopamin dengan afinitas bagi reseptor-D1
dan -D2 di hipotalamus yang terkait antara lain pada regulasi ereksi. Daya
erektogennya berdasarkan efek terhadap afinitas lokal dari nitrogenmonoksida,
kemudian konversi guanyltriphosphate menjadi cGMP. Reaksi ini menimbulkan
relaksasi otot-otot licin dari corpus cavernosum, yang dapat terisi darah dan terjadilah
ereksi. Setelah penggunaan sublingual kadarnya dalam darah memuncak dalam 40-60
menit dan ereksi dapat terjadi setelah 20 menit. Efek samping yang tersering berupa
nausea, sakit kepala, dan pusing-pusing.
HRT (hormon replacement therapy) diindikasikan pada pria dengan hipogonadal.
Pengobatan yang aman dan efektif dengan injeksi intra muscular jangka panjang,
maupun transdermal testoteron gel. Testoteron oral sebaiknya dihindari karena
kemungkinan toksik hepatik pada penggunaan jangka lama. Pada pemakaian
testoterone-containing gel sebaiknya menunggu sekitar 10 -15 menit sampai gel
tersebut diabsorbsi dan kering sebelum melakukan aktivitas seksual. Semua pria yang
menggunakan terapi testoterone replacement perlu mendapatkan pemeriksaan rektal
digital dan PSA test sedikitnya 1 tahun sekali.
Pemberian testoteron dapat menyebabkan beberapa efek samping, antara lain :
 Pada laki-laki : testis mengecil, produksi sperma berkurang, ginekomastia,
pembesaran prostat
 Pada wanita : klitoris membesar, tumbuh rambut di daerah muka, volume suara
membesar
 Umum : hepatotoksik, peningkatan hematokrit darah, aterosklerosis, dan
hipertrofi jantung.
Ada beberapa cara lain selain dengan terapi testoteron. Misalnya alat vakum maupun
protesa. Alat vakum meningkatkan pembesaran penis dengan membuat keadaan vakum
yang menarik darah ke dalam penis. Saat terjadi ereksi, sebuah gelang karet atau cincin
konstriksi pasang pada pangkal penis dan alat vakum tersebut dilepas. Gelang tersebut
dapat memperlambat aliran balik vena dan membantu mempertahankan ereksi lebih dari
30 menit. Alat vakum ini dapat mengakibatkan petekhie dan membuat ujung penis lebih
dingin dari biasanya. Protesa pada penis mungkin membantu ketika cara lain tidak
berhasil. Pembedahan revaskularisasi penis relatif bersifat eksperimental dan belum ada
kesuksesan yang tinggi.
B.2 Male Hypogonadism
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
684
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Fungsi testis turun, baik produksi sel gamet (sperma) maupun hormone, atau
keduanya. Penyebab hypogonadism ini dibagi atas sejak lahir (congenital) dan
didapat (acquired). Hypogonadism pada laki-laki terdiri atas :
 Hypogonadisme primer. Terjadi kerusakan pada sel leydig hingga produksi
androgen dan testoteron turun atau kerusakan pada duktus seminiferus, sehingga
jumlah sperma yang keluar berkurang atau tidak sama sekali. Untuk
mengimbangi penurunan hormon ini, otak meningkatkan pengeluaran hormon
gonadotropin
 Hypogonadisme sekunder. Terjadi kerusakan di hipotalamus hingga hormon
gonadotropin yang dikeluarkan berkurang dan mengakibatkan kemandulan atau
impotent.
Produksi hormon androgen yang kurang, menyebabkan kesediaan hayati
testoteron (bioavaibilitas testoteron /BT) berkurang yang dapat mengakibatkan
hilangnya libido, penurunan masa otot dan kekakuan otot serta perubahan energi dan
kesehatan.
Gejala dan tanda
Tergantung pada beratnya kekurangan produksi hormon. Secara umum terlihat
perkembangan kurang baik, misalnya testis tidak turun, malahan kadang-kadang
bentuk alat kelaminnya tidak khas.
Bila hypogonadisme terjadi pada usia puber, akan terjadi pembesaran buah dada
pada laki-laki (gynecomastia), dan rambut kemaluan kurang lebat sampai tidak
tumbuh penis dan testis kecil, otot-otot kurang gempal.
Bila hypogonadisme terjadi setelah usia dewasa, akan mengakibatkan kurangnya
gairah seks, terganggu ereksi penis, otot-otot kendur tidak bertenaga, rambut rontok,
merasa tertekan dan berbagai gangguan emosi lainnya.
Hypogonadisme pada lansia umumnya hanya memiliki beberapa gejala yang nonspesifik atau tanda-tanda fisik. Gejala yang paling umum adalah penurunan
libido/gairah seksual yang berhubungan langsung dengan penurunan kadar testoteron,
gangguan libido yang berat dapat menyebabkan disfungsi ereksi. Hipogonadism pada
pria juga dapat menyebabkan rasa lelah, kehilangan energi, lemah otot dan
menurunkan perasaan sehat yang dapat mengarah pada depresi.
Masa otot yang menurun sejalannya dengan usia dapat berkaitan dengan
kelemahan, imobilitas, gangguan cara berjalan dan keseimbangan. Masa otot dan
keseimbangan berkaitan erat dengan testoteron bebas atau yang terikat. Hilangnya
jaringan tulang sering dihubungkan dengan hipogonadisme. Hal itu mungkin karena
rendahnya substrat testoteron untuk aromatisasi estrogen memegang peranan dalam
osteoporosis.
B.3. Andropause
Andropause berasal dari kata “Andro = kejantanan” dan “pause = istirahat”.
Andropause dapat diartikan sebagai perubahan akibat proses menua pada sistem
reproduksi pria mungkin didalamnya termasuk perubahan pada jaringan testis,
produksi sperma dan fungsi ereksi.
Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium laki-laki yang berarti
seorang laki-laki sedang berada pada tingkat kritis fase kehidupannya, di mana terjadi
perubahan fisik, hormon dan psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahanperubahan ini biasanya terjadi secara bertahap. Tingkah laku, stress psikologik,
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
685
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
alkohol, trauma, ataupun operasi, medikasi, kegemukan dan infeksi dapat
memberikan kontribusi pada onset terjadinya andropause ini.
Sebenarnya andropause bukanlah suatu fenomena baru, hal ini terjadi karena
kemampuan kita untuk mendiagnosa andropause ini sangat terbatas karena tidak ada
cara untuk menprediksi siapa yang akan mengalami gejala andropause. Test yang
sensitif untuk mengetahui bioavaibilitas testoteron baru tersedia akhir-akhir ini,
sehingga sebelum ada test ini andropause terlewatkan begitu saja tanpa terdiagnosa
dan tidak memperoleh penatalaksanaan.
Etiologi
Mulai sejak kira-kira usia 30 tahun, kadar testoteron dalam tubuh menurun
kurang lebih 10% setiap dekadenya. Pada saat yang sama Sex Binding Hormone
Globulin (SHBG) meningkat. SHBG ini akan menangkap banyak testoteron yang
bersirkulasi dan membuat testoteron tidak tersedia untuk digunakan pada jaringan
tubuh khususnya untuk terjadinya perilaku seksual yang normal dan terjadinya ereksi.
Faktor-faktor yang mempercepat andropause
Beberapa faktor yang dapat mempercepat proses penuaan dapat berasal dari luar
tubuh dan dari dalam tubuh itu sendiri, antara lain :
a. Faktor lingkungan dan psikis
 Pencemaran lingkungan baik polutan, kimia maupun suara bising.
 Kondisi lingkungan hidup kumuh serta kurangnya penyediaan air bersih
akan meningkatkan pemakaian energi tubuh untuk meningkatkan
kekebalan tubuh, sehingga sel-sel kekebalan akan cepat menua.
 Pemakaian obat-obat/ jamu yang tidak terkontrol menyebabkan turunnya
hormone tubuh secara langsung maupun tidak langsung melalui
mekanisme umpan balik.
 Sinar matahari dapat mempercepat penuaan kulit dengan hilangnya
elastisitas dan rusaknya kolagen kulit.
 Pola hidup dan diet.
 Stress fisik dan psikis.
b. Faktor genetik sangat dipengaruhi oleh genetik orang tuanya, namun dapat
berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat racun dalam
makanan/minuman/kulit yang diabsorbsi tubuh.
c. Faktor organik yang secara umum dapat ditemukan adalah:
 Rendahnya kebugaran.
 Pola makanan kurang sehat.
 Penurunan growth hormone, insuline-like growth factor-1 yang akan
menyebabkan proses apoptosis di berbagai sel tubuh dan hal ini akan
menyebabkan proses penuaan berjalan lebih cepat.
 Penurunan testoteron yang diproduksi testis.
 Peningkatan prolaktin yang disekresi oleh kelenjar pituitary anterior.
Hormon ini meningkat sejalan dengan perubahan emosi dan stress.
Gejala dan efek yang ditimbulkan oleh andropause
Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang rendah. Setiap pria
mengalami kemunduran bioavaibilitas testoteron, namun berbeda kadarnya pada
setiap invididu.Ketika hal ini terjadi pria akan mengalami gejala andropause.
Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain:
 Depresi
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
686
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)









Kelelahan
Iritabilitas
Libido menurun
Sakit dan nyeri
Berkeringat dan flushing
Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
Sulit berkonsentrasi
Pelupa
Insomnia
Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan menimbulkan efek
tertentu, demikian juga andropause dalam jangka waktu yang panjang dapat
menyebabkan:
 Osteoporosis
 Obesitas
 Kehilangan masa otot
 Resiko menderita arteriosklerosis
 Resiko menderita kanker payudara
Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada andropause tidak jauh berbeda dengan terapi
yang diberikan pada disfungsi ereksi yaitu dengan testoterone replacement therapy
baik secara injeksi maupun oral.
Gambar 4. Pengaruh terapi hormon testoteron pada andropause
B.4. Somatopause
Somatopause adalah defisiensi Human Growth Hormone (HGH) dan Insuline
Like Growth Hormone (IGF-1). Somatopause adalah fase kemerosotan usia
pertengahan didalam hidup manusia dimana terjadi pengurangan HGH, menyebabkan
penurunan fungsi fisiologi yang jelas termasuk peningkatan lemak badan,
kemerosotan daya tahan, warna kulit yang berbeda daripada sebelumnya,
kemerosotan keinginan seksual, dan simptom-simptom lain yang lazim dikaitkan
denga usia lanjut.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
687
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Menjelang usia 70 hingga 80 tahun, pada asasnya seseorang itu akan kekurangan
hormon pertumbuhan, mengakibatkannya mengalami SDS (Sindrom Defisiensi
Somatotropin)
HGH biasanya dilepaskan semasa tidur dalam bentuk denyutan sebagai tindak
balas terhadap isyarat positif, seperti tindakan faktor pelepasan hormon pertumbuhan
GRF (Growth Releasing Hormone) dan isyarat negatif daripada hipotalamus. Apabila
pituitari melepaskan hormon tersebut, HGH bergerak dari pituitari ke dalam aliran
darah dan ia menduduki ruang penerima didalam setiap sel, khususnya sel hati, yang
sebenarnya akan menggunakan kimia ini. Apabila HGH mengaktifkan ruang
penerima di dalam hati, kimia yang dikenali IGF-1 dikeluarkan. HGH
memperkuatkan kesan anabolik diseluruh tubuh melalui penghantar bersama IGF-1,
membantu pertumbuhan jaringan, tulang rawan, dan otot-otot. Justru dengan
menentukan kepekatan IGF-1 di dalam darah, kita boleh mengukur kadar rembesan
HGH di dalam tubuh kita.
Gejala-gejala lain yang dapat dijumpai pada somatopause yaitu:
 Tampak menua dan kulit keriput
 Pikun
 Gairah seksual menurun
 Tekanan darah dan kadar kolesterol meningkat
 Penyembuhan luka amat lambat
 Organ mengecil (hati, ginjal, limpa)
 Tulang lemah
 Berat badan naik
 Sistem imunitas tubuh melemah
Pencegahan dan pengobatan Somatopause :
1. Senam. Dilakukan secara rutin adalah penting untuk melewatkan penuaan.
Untuk meningkatkan pelepasan HGH, program latihan ketat seperti angkat
berat dan senam aerobik diperlukan.
2. Pil oral. Obat yang lazim digunakan adalah Levadopa, Hydergine, clonidine,
dan dilantin yang bekerja untuk merangsang pelepasan HGH dan
meningkatkan feed back-nya. Walaupun obat-obatan ini diluluskan oleh FDA
yang mana keselamatan dan kegunaannya telah disahkan, nama tidak ada
satupun telah diluluskan untuk tujuan meningkatkan kadar HGH.
IV. LANSIA WANITA DAN PERMASALAHAN SEKSUAL
Sistem reproduksi pada wanita lebih kompleks dibandingkan pada pria.
Perbedaan yang sangat mencolok adalah pembentukan sperma pada pria berlangsung
terus-menerus dan sekresi testoteron yang relatif konstan, sedangkan pada wanita
biasanya berdasarkan suatu siklus menstruasi yang cukup panjang dan dari setiap
siklusnya hanya satu ovum yang dikeluarkan pada ovulasi yang siap untuk dibuahi
bila tidak terjadi pembuahan maka siklus akan berulang tetapi bila terjadi pembuahan
maka sistem reproduksi akan beradaptasi sedemikian rupa sehingga zigot yang
terbentuk akan tumbuh dan berkembang menjadi janin dan sampai saatnya janin
tersebut mampu hidup di luar uterus.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
688
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
A. Fisiologis reproduksi wanita
Gambar 5. Perbedaan sistem reproduksi wanita muda dan wanita usia lanjut
Jumlah ovum pada wanita tidaklah sebanyak sperma yang dapat dihasilkan oleh
pria sepanjang hidupnya. Seorang wanita saat dilahirkan mempunyai ovum hanya 2
juta dan hanya terdapat 300000-400000 ovum pada pubertas. Kemudian sepanjang
masa reproduktif dari seorang wanita antara umur 13 sampai 46 tahun, kira-kira 400
folikel ini akan berkembang sehingga cukup untuk dapat mengeluarkan ovum, satu
ovum setiap bulan, sisanya berdegenerasi (menjadi atresia). Pada akhir kapasitas
reproduksi, yaitu pada masa menopause hanya beberapa folikel premordial yang tetap
berada di dalam ovarium, dan bahkan folikel ini juga segera berdegenerasi
sesudahnya.
Ovarium mempunyai dua tugas yaitu menghasilkan ovum dan mengeluarkan
hormon-hormon seks wanita seperti estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini
berperan dalam mempersiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan.
Satu hal lagi yang menjadi perbedaan yang mencolok antara sistem reproduksi
wanita dan pria adalah pria mempunyai potensi reproduksi seumur hidup, sedangkan
wanita berhenti pada usia pertengahan saat terjadinya menopause.
B. Disfungsi Seksual Pada Lansia Wanita
Masalah seksual pada lansia wanita tidak secara luas dipahami dengan baik seperti
pada pria. Masalah pada lansia pria adalah tidak dapat mencapai dan atau
mempertahankan ereksi, tetapi begitu ereksi orgasme akan tercapai tanpa diikuti
kesulitan. Sedangkan pada wanita ada tiga tahap yang harus dilewati sebelum terjadi
orgasme yaitu desire (libido), excitement (arousal) and wetness (lubrication). Dan kita
akan membahasnya satu persatu.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
689
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
a. Tahap Desire (libido)
Dari survey yang dipublikasikan baru-baru ini menunjukkan bahwa “kurangnya
minat pada seks” merupakan masalah seks yang utama pada wanita lansia. Gangguan
tahap ini dapat berupa dorongan seksual hipoaktif, yaitu lenyapnya dorongan seksual
ataupun fantasi seksual sehingga tidak bergairah untuk melakukan aktivitas seksual.
Penyebab kelainan ini antara lain :
 Penyebab organik
Disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal yang sering dijumpai pada
operasi ovariektomi bilateral, ketegangan pre-haid, pasca persalinan, sindroma
pre-menopause dan kemoterapi. Obat-obatan yang juga dapat menjadi penyebab
termasuk androgen, antiestrogen (termasuk obat KB), sitotoksika dan
psikofarmaka.
 Penyebab psikis
Penyebab utama hipoaktif seksual nampaknya karena masalah relasi dimana
salah satu pasangan tidak merasa intim secara emosial atau dekat dengan
pasangan mereka. Insomnia yang menyebabkan kelelahan, serta pengalaman
trauma seksual, tabu seks juga dapat mempengaruhi kelainan ini.
b. Tahap arousal dan lubrication
Gangguan tahap ini merupakan masalah yang paling sering terjadi pada wanita
setelah mengalami menopause. Reaksi seksual yang seharusnya terjadi adalah
peningkatan aliran darah ke panggul, yang akan menyebabkan terjadinya bendungan
dan pembesaran pada jaringan dinding vagina. Klitoris akan mengalami ereksi mini
dan dinding vagina akan memproduksi cairan pelumas agar tidak sakit sewaktu
penetrasi.
Gangguan tahap ini bertambah buruk apabila disertai dengan diabetes, hipertensi,
radioterapi pada tumor pelvis, dan penggunaan anti-estrogen pada pengobatan kanker
payudara. Vagina yang kering dan hilangnya elastisitas tidak akan bertambah buruk
apalagi sering melakukan aktivitas seksual, dalam hal ini berlaku istilah “use it or
lose it”
Hal ini dapat diatasi dengan pemberian substitusi seperti vaselin, krem estrogen
atau testoteron, estrogen oral. Terkadang vitamin E suppositoria juga efektif.
c. Tahap orgasme
Tahap ini tidak akan terjadi bila terjadi gangguan pada tahap-tahap sebelumnya.
Pada beberapa wanita walau tahap-tahap sebelumnya telah dilalui secara lengkap
mereka tetap sulit memperoleh orgasme. Kegagalan ini tentu saja dapat memberikan
tekanan stres pada wanita tersebut. Selain itu dispareunia juga dapat menghambat
terjadinya orgasme.
Terapi seks menyarankan wanita yang mengalami gangguan orgasme agar mulai
berlatih aktif pada dirinya, misalnya dengan masturbasi dapat membantu mereka
untuk mengetahui tekanan atau ritme yang seperti apa sehingga dapat mencapai
orgasme, kemudian mereka dapat memberitahukannya pada pasangan seksual
mereka.
d. Gangguan rasa sakit
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
690
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Terdapat beberapa gangguan yang menimbulkan rasa sakit, antara lain :
 Dispareunia, yaitu timbulnya rasa sakit sewaktu bersenggama. Umumnya rasa
sakit ini terjadi di vulva dan 1/3 luar vagina, tetapi ada juga rasa sakit dalam
namun jarang terjadi kecuali ada penyakit ginekologi. Dispareunia bisa
disebabkan oleh :
o Lubrikasi vagina yang inadekuat
o Iritasi pada genitalia ekstena
o Kekeringan pada genitalia eksterna
o Vulva vaginitis
o Trauma lokal seperti episiotomi
o Uretritis
o Intromission (sudut penetrasi) yang kurang tepat
o Penyakit anorektal
o Anomali traktus genitalia wanita
 Vaginismus , yaitu vagina mengalami kontraksi bila ada benda yang masuk ke
vagina (misalnya penis, jari atau tampon). Biasanya terjadi karena dispareuni,
fobia terhadap penetrasi.
 Berbagai penyakit ginekologi dapat menyebabkan rasa sakit seperti kista
Bartholini, abses vagina, dan sebagainya.
Seksualitas pada menopause
Banyak penelitian berpendapat bahwa kualitas dan kuantitias aktivitas seksual pada
lansia bergantung pada kualitas dan kuantitas aktivitas seksual pada masa sebelum
menginjak usia lanjut. Walaupun gejala-gejala menopause secara tidak langsung
mempengaruhi responsitivitas seksual pada lansia namun bukan berarti menopause adalah
akhir dari kehidupan seksual.
Hal ini didukung oleh Master dan Johnson yang mengatakan bahwa kapabilitas
seksual wanita tidak menurun sampai usia tua (sesudah 60 tahun sampai 80 tahun),
namun diatas usia 60 tahun semakin sedikit wanita yang aktif seksual. Beberapa
penelitian pun menemukan bahwa menurunnya minat akan aktivitas seksual lebih
disebabkan karena faktor usia dan gejala vasomotor tidak berhubungan dengan aspek
fungsi seksual.
Diagnosa menopause
Seperti telah dikatakan diatas diagnosa dibuat apa bila telah terdapat amenorea
sekurang-kurangnya satu tahun dan harus dikonfirmasikan dengan peningkatan kadar
FSH dan kadar estradiol yang rendah. Dan dari anamnesa didapatkan berbagai gejala
seperti di atas.
Gambar 6. Resiko osteoporosis pada menopause dan HRT estrogen dapat
menguranginya
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
691
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Terapi
Terapi dengan pemberian hormon estrogen dan progestin dapat membantu mengatasi
gejala-gejala menopause yang ada dan juga dapat mengurangi resiko terjadinya
osteoporosis. Namun penelitian yang disebut Women's Health Initiative (WHI) yang
dilakukan the National Institutes of Health mengatakan bahwa terapi hormon estrogen
dan progesteron meningkatkan resiko terkena stroke, serangan jantung dan kanker
payudara pada wanita. Dan sampai saat ini masih menjadi kontroversial.
Tabel 3. Terapi Hormon pada menopause
Estrogen
Oral : Conjugated estrogens
Ethenyl estradiol
Parenteral : Transdermal estradiol
Vaginal conjugated
estrogen
Progestin : medroxy progesterone
norethindrone
Dosis
0,625 – 1,25 mg/hari
5 – 10 µg/hari
0,05 – 0,10 mg patch, 2x seminggu
0,2 – 0,525 mg, 2-7 x seminggu
2,5 – 5 mg sehari
5 mg sehari
Efek samping dari hormon estrogen :
 Hyperplasia endometrium
 Kanker payudara
 Kolelithiasis
 Hipertensi
 Penyakit trombo embolik
 Toleransi glukosa terganggu sehingga menyebabkan diabetes mellitus
Efek samping dari hormon progestin antara lain :
 Perdarahan abdominal
 Sakit kepala
 Perubahan suasana hati
 Jerawat
Penatalaksanaan disfungsi seksual
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
692
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
Pada dasarnya gangguan fungsi seksual dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis.
Gangguan fungsi dapat diatasi sesuai dengan penyebabnya. Akan tetapi hasilnya sangat
bergantung pada jenis, penyebab, lama terjadinya dan ada tidaknya penyulit.
Pada prinsipnya tata cara mengatasi gangguan fungsi adalah meliputi konseling
seksual, terapi obat/tindakan operatif, terapi nutrisi dan penggunaan alat bantu. Bisa
tunggal maupun kombinasi kembali kepada masalah dan keadaan individu.
V. KESIMPULAN
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas
kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan sekual yang sehat ialah
hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama dan tidak
menimbulkan akibat buruk, baik fisik maupun psikik.
Para lanjut usia umumnya mengalami penurunan aktivitas seksual, ini merupakan
proses yang alamiah,karena diakibatkan menurunnya fungsi-fungsi seluruh tubuh
akibat proses menua sehingga otomatis kemampuan organ-organ seksual juga
menurun. Selain itu faktor psikis lanjut usia juga memegang peranan penting yang
dapat menyebabkan menurunnya aktivitas seks, hal ini dapat mengenai lanjut usia
pria maupun wanita.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa banyak golongan lansia tetap
menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut
hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan. Tapi tidak semua lansia
dapat merasakan kehidupan seksual yang harmonis.
Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama,
komunikasi seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak
benar. Ketiga karena gangguan fungsi seksual pada salah satu maupun kedua pihak
bisa karena perubahan fisiologis maupun patologis.
Pada akhirnya,agar kualitas hidup tidak sampai terganggu karena masalah
seksual, maka setiap disfungsi seksual harus segera diatasi dengan cara yang benar
dan ilmiah. Yang perlu diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual ialah
pertama kita harus menentukan jenis disfungsi seksual dengan tepat, mencari
penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai penyebab dan untuk memperbaiki
fungsi seksual.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
693
Masalah Seksual Pada Lanjut usia
Menfri Layanto, S. Ked (406080025)
DAFTAR PUSTAKA
Adimoelja, Arif. 2003 Organo-physical and Psychogenic Influences in Male Sexual
Dysfunction. Buku kumpulan Makalah Kongres Nasinal Gerontologi “
Paradoxical Toward Active-Ageing” Jakarta : Perhimpunan Gerontologi
Aldridge,
Susan.
Sexual
functioning
among
middle-aged
men.
from
http://www.healthandage.com
Davidson, Julian.M. 1990. Sexuality and Ageing on Principle Of Geriatric Medicine and
Gerontology. USA
Elmer, Eddy M. Sexual dysfunction and aging: Multidimensional perspectives from
http://www.eddyelmer.com
Gendel, Evalyn. Sex on Lange Clinical Manual of Geriatrics
Hazzard, William R. 1990. Principle Of Geriatric Medicine and Gerontology. USA : Mc.
Grow-Hill.Inc
Kakialatu, Frits A. 200 Gender dan Aktivitas Seksual Pada Usia Pertengahan. Buku
kumpulan Makalah Kongres Nasinal Gerontologi “ Paradoxical Toward ActiveAgeing” Jakarta : Perhinpunan Gerontologi
Martono, H.Hadi. Aspek Seksualitas Pada Golongan Usia Lanjut. Buku Ajar Geriatri. FK
UI. Jakarta
Ontowirjo. 2003 Gangguan Fungsi Seksual Pada Wanita. Buku kumpulan Makalah
Kongres Nasinal Gerontologi “ Paradoxical Toward Active-Ageing” Jakarta :
Perhimpunan Gerontologi
Setiabudhi, Tony dkk. 1995. Menuju Lanjut Usia Sejahtera. Jakarta : Forum Komunikasi
Lansia.
Sherwood, Lauralle. 1996. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro,Hanifa dkk. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
http://www.niapublications.org/engagepages/sexuality.asp
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009
694
Download