Di Indonesia, hingga akhir Juni 2005 tercatat 7.098 kasus HIV/AIDS (3.740 kasus HIV dan 3.358 kasus AIDS). Meskipun secara umum prevalensi HIV di Indonesia tergolong rendah (kurang dari 0,1%), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia telah dikatagorikan sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat kantung-kantung dengan prevalensi lebih dari 5% pada beberapa populasi tertentu. Contohnya, kasus HIV/AIDS pada pengguna narkoba suntikan sebesar 40%. Karena mayoritas pengguna narkoba suntikan yang terinfeksi HIV berusia reproduksi aktif, maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat di Indonesia. Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2003–2007 menegaskan bahwa pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program prioritas. Departemen Kesehatan RI dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional telah berkomitmen untuk meningkatkan cakupan program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi di Indonesia. Sebagai pedoman untuk menjalankan program tersebut bagi manajer program, aparat pemerintahan, petugas kesehatan, serta kelompok profesi dan kelompok seminat bidang kesehatan di Indonesia, perlu adanya kebijakan pemerintah tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Kebijakan ini mencakup hal-hal penting pada tiap-tiap langkah intervensi program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi di Indonesia. 2.1 INTEGRASI PROGRAM 2.1.1 Kebijakan umum pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi sejalan dengan kebijakan umum kesehatan ibu dan anak dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. 2.1.2 Layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi diintegrasikan dengan paket pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan. Semua perempuan yang datang ke pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan mendapatkan informasi pencegahan penularan HIV selama masa kehamilan dan menyusui. 2.2 PRONG 2.2.1 Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu: Prong 1: Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif; Prong 2: Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif; Prong 3: Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya; Prong 4: Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan Prong 1 dan Prong 2. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi, diimplementasikan semua prong. Ke-empat prong secara nasional dikoordinir dan dijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan institusi kesehatan swasta dan lembaga swadaya masyarakat. 2.3 KONSELING DAN TES HIV SUKARELA 2.3.1 Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan. Penatalaksanaan konseling dan tes HIV sukarela untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi mengikuti Pedoman Nasional Konseling dan Tes HIV Sukarela. Tes HIV dilakukan kepada semua ibu hamil (routine HIV testing) di seluruh rumah sakit rujukan Odha yang telah ditetapkan pemerintah. Ibu hamil menjalani konseling dan diberikan kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. Di daerah prevalensi HIV tinggi yang tidak terdapat layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, untuk menentukan faktor-faktor risiko ibu hamil digunakan beberapa kriteria, seperti memiliki penyakit menular seksual, berganti-ganti pasangan, pengguna narkoba, dll. Layanan tes HIV dipromosikan dan dimungkinkan bagi laki-laki dan perempuan yang merencanakan untuk memiliki bayi. Pada tiap jenjang pelayanan kesehatan yang memberikan konseling dan tes HIV sukarela dalam paket pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana, harus terdapat tenaga petugas yang mampu memberikan konseling sebelum dan sesudah tes HIV. Pada pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana yang memberikan layanan konseling dan tes HIV sukarela, konseling pasca tes (post-test counseling) bagi perempuan HIV negatif memberikan bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilan, menyusui, dan seterusnya. Pada tiap jenjang pelayanan kesehatan tersebut harus terjamin aspek kerahasiaan ibu hamil ketika mengikuti proses konseling sebelum dan sesudah tes HIV. Untuk program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, pemerintah memberikan bantuan biaya konseling dan tes HIV bagi ibu hamil di tiap jenjang layanan kesehatan. 2.4 PEMBERIAN OBAT ANTIRETROVIRAL 2.4.1 Protokol pemberian obat antiretroviral (ARV) untuk ibu hamil HIV positif mengikuti Pedoman Nasional Pengobatan ARV di Indonesia. 2.4.2 Pemerintah menyediakan ARV untuk ibu hamil HIV positif secara gratis untuk mengurangi risiko penularan HIV ke bayi. Pemerintah juga menyediakan ARV secara gratis untuk tujuan pengobatan jangka panjang jika ibu atau anaknya telah membutuhkan ARV untuk mempertahankan kualitas fisiknya. 2.5 PERSALINAN YANG AMAN 2.5.1 Ibu hamil HIV positif perlu mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menjalani persalinan secara operasi seksio sesarea ataupun persalinan normal. Pelaksanaan persalinan, baik secara operasi seksio sesarea maupun persalinan normal, harus memperhatikan kondisi fisik dari ibu hamil HIV positif. Tindakan menolong persalinan ibu hamil HIV positif, baik secara operasi seksio sesarea maupun persalinan normal, mengikuti standar kewaspadaan universal yang biasa berlaku untuk persalinan ibu hamil HIV negatif. Untuk program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, pemerintah memberikan bantuan layanan persalinan gratis kepada ibu hamil HIV positif. 2.6 PEMBERIAN MAKANAN BAYI 2.6.1 Ibu hamil HIV positif perlu mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menggunakan susu formula ataupun ASI eksklusif. 2.6.2 Untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui pemberian ASI, ibu HIV positif bisa memberikan susu formula kepada bayinya. 2.6.3 Pada daerah tertentu dimana pemberian susu formula tidak memenuhi persyaratan AFASS dari WHO (Acceptable = mudah diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga terjangkau, Sustainable = berkelanjutan, Safe = aman penggunaannya), maka ibu HIV positif dianjurkan memberikan ASI eksklusif hingga maksimal tiga bulan atau lebih pendek jika susu formula memenuhi AFASS sebelum tiga bulan. 2.6.4 Setelah usai pemberian ASI eksklusif, bayi hanya diberikan susu formula dan menghentikan pemberian ASI. 2.6.5 Sangat tidak direkomendasikan pemberian makanan campuran (mixed feeding) untuk bayi dari ibu HIV positif, yaitu ASI bersamaan dengan susu formula dan makanan/minuman lainnya. 2.6.6 Untuk program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, pemerintah menyediakan susu formula generik secara gratis kepada ibu hamil HIV positif jika susu formula memenuhi AFASS. 2.6.7 Susu formula generik tersebut disimpan di pusat, dan didistribusikan secara rutin sesuai dengan kebutuhan daerah. Depot di daerah difungsikan untuk menyimpan susu formula. Pengadaan susu formula harus terpusat untuk menjamin ketersediaan susu formula generik dan mencegah terjadinya promosi susu formula terhadap ibu yang HIV negatif.