HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PABRIK DI PT. SINTANG RAYA KABUPATEN KUBU RAYA Urai Yuniarsih, Sunarsieh dan Salbiah Jurusan Kesehatan lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mail: [email protected] Abstrak: Hubungan Penggunaan APD Telinga dengan Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Pabrik di PT. Sintang Raya Kabupaten Kubu Raya. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross-sectional. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah APD dengan variabel terikat gangguan pendengaran dimana umur, masa kerja dan jam kerja berperan sebagai variabel pengganggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan gangguan pendengaran adalah umur (p=0,000), lama kerja (p=0,000) dan penggunaan APD (p=0,02). Sementara variabel yang tidak berhubungan adalah masa kerja (p=0,629). Peneliti menyarankan agar pekerja pada saat melakukan pekerjaan menggunakan APD dengan baik khususnya alat pelindung telinga agar pada waktu melakukan pekerjaan tidak terkena paparan intensitas kebisingan sehingga tidak mengalami gangguan pendengaran. Kata kunci: APD, Pendengaran, Kebisingan Abstract: The Relations The Use of PPE Ear with Hearing Disorders in Factory Worker at PT. Sintang Raya Kabupaten Kubu Raya. This study was an observational study with cross-sectional approach. The independent variables in this study is the dependent variable APD with hearing loss where age, length of service and hours of work serves as a confounding variable. The results showed that the variables associated with hearing loss is age (p = 0.000), duration of action (p = 0.000) and use of PPE (p = 0.02). While unrelated variables are working period (p = 0.629). Researchers suggested that workers using PPE when working properly, especially ear protection tool that does the job at the time of exposure to noise intensity that does not have a hearing loss. Keywords: PPE, Hearing, Noise Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sumber daya dibidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan /atau masyarakat (UU Kesehatan No.36 tahun 2009). Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari risiko kecelakaan dan kerusakan dari pekerjaan yang berkaitan dengan kondisi bangunan, mesin, peralatan, dan pekerja. Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja ini bertujuan untuk memberikan rasa aman, tentram, nyaman, dan sehat bagi tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya (Sapberiady, 2010). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu persyaratan untuk meningkatkan efisiensi kerja karyawan, disamping itu K3 adalah hak asasi setiap tenaga kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja juga menjadi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi industri di Indonesia yang merupakan pendekatan berupaya menserasikan alat dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan keterbatasan tenaga kerja sehingga tercipta kondisi kerja yang sehat, 342 Urai, dkk, Hubungan Penggunaan APD Telinga... 343 selamat, aman, nyaman dan efisiensi (Ramli, 2009). Umumnya ada lima kategori hierarki pengendalian kecelakaan kerja atau gangguan akibat kerja yaitu eliminasi, substitusi, pengendalian teknis (engineering), pengendalian administratif dan penggunaan alat pelindung diri (APD). Semua metode pengendalian tersebut dapat dilakukan secara bersamaan, karena tidak ada metode yang dapat menurunkan bahaya dan risiko secara keseluruhan, dengan demikian pekerja masih besar kemungkinannya terpajan terhadap bahaya di tempat kerja. Pertahanan dan perlindungan terakhir bagi pekerja adalah dengan menggunakan APD (Ramli, 2009). Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja (Depnaker, 2010). Jenis-jenis APD yang dipakai tenaga kerja tergantung potensi bahaya lingkungan kerja yang dihadapi. Salah satu potensi bahaya lingkungan kerja yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja adalah kebisingan. Kebisingan yang diperkenankan untuk lingkungan kerja adalah 85 dB waktu kerja 8 jam sehari (Tarwaka dkk, 2004). Hasil pengukuran kebisingan pada bagian fiber cyclon yaitu sebesar 94 dB, bagian boiler sebesar 95 dB, bagian turbin sebesar 98 dB, bagian perebusan sebesar 98 dB, serta bagian genset sebesar 100 dB (Desember, 2014). Berdasarkan hasil sumber kebisingan proses produksi pengolahan kelapa sawit memiliki potensi risiko yang cukup tinggi terkait dengan gangguan pendengaran apabila saat bekerja tidak menggunakan APD. Hasil observasi dilingkungan (Desember, 2014) ada tenaga kerja yang menggunakan APD dan ada yang tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat (Suma’mur, 2009) bahwa kebisingan yang >NAB dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan penggunaan APD telinga dengan gangguan pendengaran pada pekerja di PT Sintang Raya. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan pendekatan penelitian diskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional karena variabel sebab dan akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja yang bekerja di bagian Pabrik kelapa sawit yaitu sebanyak 70 orang. Sampel adalah total populasi, yaitu sebanyak 70 orang. Data hasil penelitian yang telah diolah akan dilakukan analisis univariat dan bivariat. HASIL Jenis Kelamin Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin PT Sintang Raya Tahun 2015diketahui bahwa sebagaian besar responden pekerja PT Sintang Raya berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 88,7 % dari 71 responden. Umur Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Umur Responden PT Sintang Raya Tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah terbanyak responden pekerja PT Sintang Raya berumur ≤ 30 tahun, yaitu sebesar 59,2 % dari 71 responden. Lama Kerja Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja PT Sintang Raya Tahun 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pekerja di PT Sintang Raya bekerja selama ≤ 8 jam sehari, yaitu sebesar 66,2 % dari 71 responden. Masa Kerja Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja PT Sintang Raya Tahun 2015 distribusi frekuensi masa kerja di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar responden pekerja di PT Sintang Raya telah bekerja selama <5 tahun, yaitu sebesar 93 % dari 71 responden. 344 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.342 - 348 Penggunaan APD Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggunaan APD Telinga Responden PT Sintang Raya Tahun 2015 sebagian besar responden pekerja di PT Sintang Raya masih masuk dalam kategori tidak baik dalam menggunakan APD telinga (ear muff atau ear plug). Gangguan Pendengaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gangguan Pendengaran Responden PT Sintang Raya Tahun 2015 sebagian besar responden di PT Sintang Raya tidak mengalami gangguan pendengaran, yaitu sebesar 70,4 %. Hubungan Umur dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT Sintang Raya Tabel 1. Hubungan Umur dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT Sintang Raya Tahun 2015 Gangguan Jumlah Pendengaran Kelompok No Ada Umur Normal Gangguan N % N % n % 1 > 30 tahun 10 34,5 19 65,5 29 100 2 ≤ 30 tahun 40 95,2 2 4,7 70,4 21 29,6 71 100 Jumlah 50 42 100 p = 0,000 Tabel 2. Hubungan Lama Kerja Kerja dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT Sintang Raya Tahun 2015 1 > 8 jam Gangguan Pendengaran Ada Normal gangguan N % N % 7 29,2 17 70,8 2 ≤ 8 jam 43 91,5 4 50 70,4 21 Lama No Kerja Jumlah p = 0,000 Hubungan Lama Kerja Kerja dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT Sintang Raya N % 24 100 47 100 29,6 71 100 OR = 29,107 (95% CI=6,763-100,779) Sumber: Data Primer, 2015 Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara lama kerja dengan gangguan pendengaran pada pekerja PT Sintang Raya Tahun 2015. Nilai OR=29,107 atau dapat dinyatakan bahwa kelompok pekerja dengan lama kerja>8 jam beresiko 29,107 kali menderita gangguan pendengaran di PT Sintang Raya (CI=6,763-100,779) dibandingkan pekerja dengan lama kerja ≤ 8 jam. Hubungan Masa Kerja Kerja dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT Sintang Raya Tabel 3. Hubungan Masa Kerja Kerja dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT Sintang Raya Tahun 2015 Sumber: Data Primer, 2015 Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur pekerja dengan gangguan pendengaran pada pekerja PT Sintang Raya Tahun 2015. 8,5 Jumlah No Masa Kerja 1 > 36 bulan Gangguan Pendengaran Ada Normal Gangguan N % N % 3 2 ≤ 36 bulan 47 Jumlah 50 p = 0,629 Jumlah N % 60 2 40 5 100 71,2 19 28,8 66 100 70,4 21 29,6 71 100 OR = 0,606 (95% CI=0,204-7,175) Sumber: Data Primer, 2015 Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0,629 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja Urai, dkk, Hubungan Penggunaan APD Telinga... 345 dengan gangguan pendengaran pada pekerja PT Sintang Raya Tahun 2015. Nilai OR=1,211 atau dapat dinyatakan bahwa kelompok pekerja dengan masa kerja <5 tahun beresiko lebih besar (0,606 kali) menderita gangguan pendengaran di PT Sintang Raya (CI=0,204-7,175) dibandingkan dengan pekerja dnegan masa kerja ≥5 tahun. Hubungan Penggunaan APD dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT Sintang Raya Tabel 4. Hubungan Penggunaan APD dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT Sintang Raya Tahun 2015 Gangguan Jumlah Pendengaran Penggunaan No Ada APD Normal Gangguan N % N % N % 1 Tidak baik 12 47,8 11 52,2 23 100 2 Baik 38 79,2 10 20,8 48 100 Jumlah 50 70,4 21 29,6 71 100 p = 0,02 OR = 3,483 (95% CI=0,157-1,267) Sumber: Data Primer, 2015 Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0,02 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penggunaan APD dengan gangguan pendengaran pada pekerja PT Sintang Raya Tahun 2015.Nilai OR=3,483 atau dapat dinyatakan bahwa kelompok pekerja yang menggunakan APD kurang baik beresiko 0,446 kali lebih besar menderita gangguan pendengaran di PT Sintang Raya (CI=0,204-7,175) dibandingkan pekerja dengan APD baik. PEMBAHASAN Hubungan Umur Pendengaran dengan Gangguan Menurut Notoadmodjo (2007), umur dalam pekerjaan sangat menunjang suatu hasil kerja dan umur juga merupakan suatu karakteristik yang dimiliki oleh setiap orang. Umur 18-50 tahun merupakan umur yang produktif untuk bekerja, sedangkan umur 50 tahun keatas merupakan usia yang kurang produktif lagi untuk bekerja. Berdasarkan hasil analisa tabel silang diketahui bahwa responden yang berada pada kelompok umur > 30 memiliki kecenderungan menderita gangguan pendengaran lebih tinggi(65,5%)dibandingkan dengan responden yang berada pada kelompok umur ≤ 30 tahun(4,7%). Hasil analisa uji statistik Chi Square pada hubungan antara umur dengan gangguan pendengaranmenunjukkan signifikansi p value= 0,000 yang berarti lebih kecil dari α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umurdengan gangguan pendengaran pada pekerja PT. Sintang Raya.Responden yang berada pada kelompok umur > 30 tahunmempunyai resiko 38,00 kali lebih besar mengalamigangguan pendengaran dibandingkan responden yangberada pada kelompok umur ≤ 30 tahun. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di PT. Sintang Raya, dari 29 responden yang berumur > 30 tahun terdapat 19 responden (65,5%) orang yang mengalami gangguan pendengaran, sementara pada 42 responden yang berumur ≤ 30 tahun terdapat 2 responden (4,7%) orang yang mengalami gangguan pendengaran. Menurut Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat, semakin lanjut usia pekerja maka semakin tinggi resiko terpapar kebisingan karena pada usia yang sudah lanjut proses pemulihan dari terpapar kebisingan sangat lama sehingga akan mudah sekali mengalami ketulian. Selain itu, pekerja yang sudah lama bekerja akan terpapar kebisingan lebih banyak akan mengalami gangguan pendengaran. Perbedaan tersebut terjadi karena masa kerja dari pekerja yang berumur produktif lebih sebentar dibandingkan pekerja yang berumur tidak produktif. Untuk menurunkan resiko pemaparan kebisingan sebaiknya pekerja di PT. Sintang Raya lama kerjanya dikurangi sehingga risiko penurunan pendengaran bisa dihindari. Selain itu, modifikasi mesin juga dapat dilakukan agar suara mesin di PT. Sintang Raya tidak menimbulkan kebisingan diatas NAB (nilai ambang batas) yang ditetapkan. Hubungan Lama Kerja dengan Gangguan Pendengaran Lama kerja atau jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat 346 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.342 - 348 dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat 1, Undang-Undang No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. (Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Pada sistem jam kerja tersebut diberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbul kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Berdasarkan hasil analisa tabel silang diketahui bahwa responden yang lama kerjanya > 8 jam memiliki kecenderungan menderita gangguan pendengaran lebih tinggi(70,8%)dibandingkan dengan responden yang lama kerjanya ≤ 8 jam(8,5%). Hasil analisa uji statistik Chi Square pada hubungan antaralama kerja dengan gangguan pendengaran menunjukkan signifikansi p value= 0,000 yang berarti lebih kecil dari α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lama kerjadengan gangguan pendengaran pada pekerja PT. Sintang Raya.Responden yang lama kerjanya > 8 jam mempunyai resiko 29,107 kali lebih besar mengalamigangguan pendengaran dibandingkan responden yanglama kerjanya ≤ 8 jam. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di PT. Sintang Raya, terdapat 24 responden (33,8%) dengan jam kerja > 8 jam. Hasil tersebut menunjukkan bahwa, responden dengan jam kerja > 8 jam memiliki risiko mengalami gangguan pendengaran lebih besar. Menurut Dian (2011), semakin lama seseorang terpajan bising setiap tahunnya, maka semakin besar kerusakan yang terjadi pada fungsi pendengarannya. Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian Andriana (2008) yang menjelaskan bahwa semakin lama paparan dan tingginya tingkat kebisingan maka akan semakin berisiko terjadinya gangguan pendengaran. Menurut Widodo (2008), jam kerja > 8 jam/hari dapat mempengaruhi gangguan pendengaran. Rentang waktu bekerja di tempat kerja adalah bila pekerja pada intensitas kebisingan 85 dB maka jam kerjanya adalah 40 jam/minggu. Penentuan jam kerja menurut Simanjuntak (2010), yaitu : (1) Shift pagi adalah jam 06.00 – 14.00 Wib dengan istirahat 30 menit. (2) Shift siang adalah 14.00 – 22.00 Wib dengan istirahat 30 menit, (3) Shift malam adalah jam kerja 22.00 – 08.00 Wib dengan istirahat 30 menit. Penentuan jam kerja tersebut dimaksudkan agar perusahaan melakukan pengendalian administratif guna mengurangi intensitas kebisingan pada pekerja sehingga tidak menimbulkan gangguan pendengaran. Untuk mengurangi gangguan pendengaran pada pekerja, sebaiknya PT. Sintang Raya melakukan pembagian shift pada pekerja dalam upaya pengendalian kebisingan di tempat kerja. Pengendalian administratif tersebut dilakukan agar perusahaan mengutamakan jam kerja yang telah ditetapkan yaitu tidak lebih dari 8 jam. Selain itu, disarankan kepada perusahaan untuk mengurangi intensitas kebisingan yang dihasilkan sehingga dengan lama kerja kurang/lebih dari 8 jam kecenderungan pekerja mengalami gangguan pendengaran dapat menurun. Hubungan Masa Kerja dengan Gangguan Pendengaran Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Pengaruh positif pada kinerja apabila semakin lama masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja (Suma’mur, 2009). Berdasarkan hasil analisa tabel silang diketahui bahwa responden yang masa kerjanya <5 tahunmemiliki kecenderungan menderita gangguan pendengaran lebih tinggi(19 orang)dibandingkan dengan responden yang lama kerjanya >5 tahun(2 orang). Hasil analisa uji statistik Chi Square pada hubungan antara masa kerja dengan gangguan pendengaran menunjukkan signifikansi p value= 0,629 yang berarti lebih besar dari α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerjadengan gangguan pendengaran pada pekerja PT. Sintang Raya. Urai, dkk, Hubungan Penggunaan APD Telinga... 347 Hasil tersebut berbeda dengan teori yang dikemukan oleh Haryuti (2010) yang menyebutkan bahwa gangguan pendengaran akibat kebisingan akan mudah dialami oleh pekerja yang bekerja dengan masa kerja lebih lama, karena semakin lama tenaga kerja bekerja pada lingkungan kerja dengan kebisingan tinggi maka resiko terpapar oleh kebisingan juga tinggi. Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-mesin produksi PT. Sintang Raya melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yang telah ditetapkan, sehingga pekerja baik yang masa kerjanya lama atau baru sama-sama mengalami pemaparan kebisingan yang tinggi dan menyebabkan penurunan atau gangguan pendengaran pada pekerja.Disarankan kepada pemilik/pengelola PT. Sintang Raya untuk memberikan waktu istirahat yang cukup dan rotasi (shift kerja) kepada pekerja yang terpapar kebisingan tinggi agar risiko mengalami gangguan pendengaran berkurang. Hubungan Penggunaan Gangguan Pendengaran APD dengan Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008). Alat Pelindung Diri (APD) ada berbagai macam yang berguna untuk melindungi seseorang dalam melakukan pekerjaan yang fungsinya untuk mengisolasi tubuh tenaga kerja dari potensi bahaya di tempat kerja. Berdasarkan fungsinya, ada beberapa macam APD yang digunakan oleh tenaga kerja, khusus untuk melindungi pekerja dari gangguan pendengaran adalah ear flug dan ear muff. Berdasarkan hasil analisa tabel silang diketahui bahwa responden yang penggunaan APDnya kurang baik memiliki kecenderungan menderita gangguan pendengaran lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang penggunaan APDnya baik. Hasil analisa uji statistik Chi Square pada hubungan antara penggunaan APD dengan gangguan pendengaran menunjukkan signifikansi p value= 0,02 yang berarti kurang dari α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan gangguan pendengaran pada pekerja PT. Sintang Raya.Responden yang menggunaan APD dengan tidak baikmempunyai resiko 3,483 kali lebih besar mengalamigangguan pendengaran dibandingkan responden yang menggunakan APD baik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di PT. Sintang Raya, dari 23 responden yang menggunakan APD dengan tidak baik terdapat 11 responden mengalami gangguan pendengaran, sementara pada 48 responden yang menggunakan APD dengan baik terdapat 10 respondenyang mengalami gangguan pendengaran. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulia (2005) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung telinga dengan gangguan pendengaran pada pekerja unit produksi PT Kurnia Jati Semarang yang bekerja lebih dari 8 jam sehari dengan tingkat intensitas kebisingan yang diterima lebih dari 85 dB. Penelitian ini cenderung menyatakan ada hubungan karena jam kerja dalam sehari pekerja unit produksi PT Kurnia Jati Semarang melebihi batas jam kerja yang telah ditetapkan yaitu lebih dari 8 jam dan pekerja unit produksi PT Kurnia Jati Semarang cenderung tidak menggunakan APD. UU No.1 tahun 1970 pasal 14 butir c menyatakan bahwa pengurus (penanggung jawab industri) diwajibkan untuk menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada pekerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang yang memasuki disertai petunjukpetunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja. Dalam banyak industri, terdapat mesinmesin yang bersuara keras sehingga mengganggu pendengaran, oleh karena itu telinga harus dilindungi. Ada dua jenis pelindung telinga yaitu sumbat telinga (ear plug) dan tutup telinga (ear muff). Dalam melakukan kegiatan industrinya, PT. Sintang Raya menggunakan mesin-mesin produksi yang akan menghasilkan tingkat kebisingan. Untuk mengantisipasi gangguaan pendengaran pada pekerja akibat kebisingan tersebut, diharapkan kepada pengelola/pemilik PT. Sintang Raya mewajibkan pekerjanya memakai APD telinga dan memberikan pengawasan yang baik serta memberikan 348 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.342 - 348 sanksi kepada pekerja yang tidak memakai APD. Bagi pekerja sendiri, sebaiknya pada saat melakukan pekerjaan menggunakan APD telinga dengan baik khususnya alat pelindung telinga agar pada waktu melakukan pekerjaan tidak terkena paparan intensitas kebisingan sehingga tidak mengalami gangguan pendengaran serta kecelakaan kerja lain yang dapat mempengaruhi pekerjaan yang menyebabkan produktifitas kerja menurun. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, maka penulis mengambil kesimpulam sebagai berikut :Ada hubungan yang signifikan antara umur dengan gangguan pendengaran pada pekerja pabrik PT. Sintang Raya Kabupaten Kubu Raya (P = 0.000< α = 0.05). Ada hubungan antara umur dengan gangguan pendengaran pada pekerja di PT Sintang Raya dimana nilai p=0,000. Ada hubungan antara lama kerja dengan gangguan pendengaran pada pekerja pabrik PT. Sintang Raya Kabupaten Kubu Rayadimana nilai p=0,000. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan gangguan pendengaran pada pekerja pabrik PT. Sintang Raya dimana nilai p= 0,629. Ada hubungan yang signifikan antara penggunaan APD telinga dengan gangguan pendengaran pada pekerja pabrik PT. Sintang Raya dimana nilai p = 0,02. Kepada pekerja sebaiknya pada saat melakukan pekerjaan menggunakan APD dengan baik khususnya alat pelindung telinga agar pada waktu melakukan pekerjaan tidak terkena paparan intensitas kebisingan sehingga tidak mengalami gangguan pendengaran. Kepada pemilik atau pengelola seharusnya mewajibkan pekerjanya memakai APD dan memberikan pengawasan yang baik serta memberikan sanksi kepada pekerja yang tidak memakai APD. Melakukan pengendalian intensitas kebisingan dengan cara modifikasi mesin juga dapat dilakukan agar suara mesin di PT. Sintang Raya tidak menimbulkan kebisingan diatas NAB (nilai ambang batas) yang ditetapkan.dan mengadakan rotasi bagi pekerja yang sudah lama bekerja. Melakukan pembagian shift pada pekerja dalam upaya pengendalian kebisingan di tempat kerja. Pengendalian administratif tersebut dilakukan agar perusahaan mengutamakan jam kerja yang telah ditetapkan yaitu tidak lebih dari 8 jam. DAFTAR PUSTAKA Depnaker, 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta. Permenaker No. 13 tahun 2011. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja: Jakarta. Ramli, S., 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sapberiady, 2010. Hubungan Antara Pendidikan Pengetahuan Lama Kerja dan Masa Kerja Dengan Penggunaan APD dan Gangguan Kesehatan Pada Pekerja PT. Shinam Jaya Abadi Desa Wajok Hulu Kabupaten Pontianak. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Pontianak: Poltekkes Pontianak. Sugiyono, 2012. Memahami Penelitian Kualitatif: Bandung. Suma’mur P.K., 2009. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Sagung Seto: Jakarta. Tarwaka., Solikhul., Bakri., Sudiajeng, 2004. Ergonomi K3 dan Produktivitas. Uniba Press: Surakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketentuan Jam Kerja. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.