HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN GANGGUAN

advertisement
HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN
GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PABRIK DI
PT. SINTANG RAYA KABUPATEN KUBU RAYA
Urai Yuniarsih, Sunarsieh dan Salbiah
Jurusan Kesehatan lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak
E-mail: [email protected]
Abstrak: Hubungan Penggunaan APD Telinga dengan Gangguan Pendengaran
Pada Pekerja Pabrik di PT. Sintang Raya Kabupaten Kubu Raya. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross-sectional. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah APD dengan variabel terikat gangguan pendengaran dimana
umur, masa kerja dan jam kerja berperan sebagai variabel pengganggu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan gangguan pendengaran adalah
umur (p=0,000), lama kerja (p=0,000) dan penggunaan APD (p=0,02). Sementara
variabel yang tidak berhubungan adalah masa kerja (p=0,629). Peneliti menyarankan agar
pekerja pada saat melakukan pekerjaan menggunakan APD dengan baik khususnya alat
pelindung telinga agar pada waktu melakukan pekerjaan tidak terkena paparan intensitas
kebisingan sehingga tidak mengalami gangguan pendengaran.
Kata kunci: APD, Pendengaran, Kebisingan
Abstract: The Relations The Use of PPE Ear with Hearing Disorders in Factory
Worker at PT. Sintang Raya Kabupaten Kubu Raya. This study was an observational
study with cross-sectional approach. The independent variables in this study is the
dependent variable APD with hearing loss where age, length of service and hours of work
serves as a confounding variable. The results showed that the variables associated with
hearing loss is age (p = 0.000), duration of action (p = 0.000) and use of PPE (p = 0.02).
While unrelated variables are working period (p = 0.629). Researchers suggested that
workers using PPE when working properly, especially ear protection tool that does the
job at the time of exposure to noise intensity that does not have a hearing loss.
Keywords: PPE, Hearing, Noise
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Sumber
daya dibidang kesehatan adalah segala bentuk
dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan
farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas
pelayanan kesehatan dan teknologi yang
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan /atau masyarakat (UU
Kesehatan No.36 tahun 2009).
Keselamatan kerja adalah kondisi
keselamatan yang bebas dari risiko kecelakaan
dan kerusakan dari pekerjaan yang berkaitan
dengan kondisi bangunan, mesin, peralatan,
dan pekerja. Pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja ini bertujuan untuk
memberikan rasa aman, tentram, nyaman, dan
sehat bagi tenaga kerja dalam melaksanakan
pekerjaannya (Sapberiady, 2010).
Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan salah satu persyaratan untuk
meningkatkan efisiensi kerja karyawan,
disamping itu K3 adalah hak asasi setiap
tenaga kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja
juga menjadi salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi industri di Indonesia yang merupakan
pendekatan berupaya menserasikan alat dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan,
kebolehan dan keterbatasan tenaga kerja
sehingga tercipta kondisi kerja yang sehat,
342
Urai, dkk, Hubungan Penggunaan APD Telinga... 343
selamat, aman, nyaman dan efisiensi (Ramli,
2009).
Umumnya ada lima kategori hierarki
pengendalian kecelakaan kerja atau gangguan
akibat kerja yaitu eliminasi, substitusi,
pengendalian
teknis
(engineering),
pengendalian administratif dan penggunaan
alat pelindung diri (APD). Semua metode
pengendalian tersebut dapat dilakukan secara
bersamaan, karena tidak ada metode yang
dapat menurunkan bahaya dan risiko secara
keseluruhan, dengan demikian pekerja masih
besar kemungkinannya terpajan terhadap
bahaya di tempat kerja. Pertahanan dan
perlindungan terakhir bagi pekerja adalah
dengan menggunakan APD (Ramli, 2009).
Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang
mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang yang fungsinya mengisolasi
sebagian atau seluruh tubuh dari potensi
bahaya di tempat
kerja (Depnaker, 2010). Jenis-jenis APD
yang dipakai tenaga kerja tergantung potensi
bahaya lingkungan kerja yang dihadapi.
Salah satu potensi bahaya lingkungan
kerja yang dapat menyebabkan penyakit akibat
kerja dan kecelakaan kerja adalah kebisingan.
Kebisingan yang diperkenankan untuk
lingkungan kerja adalah 85 dB waktu kerja 8
jam sehari (Tarwaka dkk, 2004). Hasil
pengukuran kebisingan pada bagian fiber
cyclon yaitu sebesar 94 dB, bagian boiler
sebesar 95 dB, bagian turbin sebesar 98 dB,
bagian perebusan sebesar 98 dB, serta bagian
genset sebesar 100 dB (Desember, 2014).
Berdasarkan hasil sumber kebisingan proses
produksi pengolahan kelapa sawit memiliki
potensi risiko yang cukup tinggi terkait dengan
gangguan pendengaran apabila saat bekerja
tidak menggunakan APD. Hasil observasi
dilingkungan (Desember, 2014) ada tenaga
kerja yang menggunakan APD dan ada yang
tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Suma’mur, 2009) bahwa kebisingan yang
>NAB
dapat
menimbulkan
gangguan
pendengaran. Sehubungan dengan hal tersebut
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan penggunaan APD telinga
dengan gangguan pendengaran pada pekerja di
PT Sintang Raya.
METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan pendekatan
penelitian diskriptif analitik dengan desain
penelitian cross sectional karena variabel
sebab dan akibat yang terjadi pada objek
penelitian diukur atau dikumpulkan dalam
waktu yang
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh tenaga kerja yang bekerja di
bagian Pabrik kelapa sawit yaitu sebanyak 70
orang. Sampel adalah total populasi, yaitu
sebanyak 70 orang. Data hasil penelitian yang
telah diolah akan dilakukan analisis univariat
dan bivariat.
HASIL
Jenis Kelamin
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin PT Sintang Raya
Tahun 2015diketahui bahwa sebagaian besar
responden pekerja PT Sintang Raya berjenis
kelamin laki-laki, yaitu sebesar 88,7 % dari 71
responden.
Umur
Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan
Kelompok Umur Responden PT Sintang Raya
Tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah
terbanyak responden pekerja PT Sintang Raya
berumur ≤ 30 tahun, yaitu sebesar 59,2 % dari
71 responden.
Lama Kerja
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Lama Kerja PT Sintang Raya
Tahun 2015 menunjukkan bahwa sebagian
besar responden pekerja di PT Sintang Raya
bekerja selama ≤ 8 jam sehari, yaitu sebesar
66,2 % dari 71 responden.
Masa Kerja
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Masa Kerja PT Sintang Raya
Tahun 2015 distribusi frekuensi masa kerja di
atas, menunjukkan bahwa sebagian besar
responden pekerja di PT Sintang Raya telah
bekerja selama <5 tahun, yaitu sebesar 93 %
dari 71 responden.
344 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.342 - 348
Penggunaan APD
Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan
Penggunaan APD Telinga Responden PT
Sintang Raya Tahun 2015 sebagian besar
responden pekerja di PT Sintang Raya masih
masuk dalam kategori tidak baik dalam
menggunakan APD telinga (ear muff atau ear
plug).
Gangguan Pendengaran
Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan
Gangguan Pendengaran Responden PT Sintang
Raya Tahun 2015 sebagian besar responden di
PT Sintang Raya tidak mengalami gangguan
pendengaran, yaitu sebesar 70,4 %.
Hubungan Umur dengan Gangguan
Pendengaran pada Pekerja PT Sintang
Raya
Tabel 1. Hubungan
Umur
dengan
Gangguan Pendengaran pada
Pekerja PT Sintang Raya Tahun
2015
Gangguan
Jumlah
Pendengaran
Kelompok
No
Ada
Umur
Normal
Gangguan N %
N
%
n
%
1
> 30 tahun 10
34,5
19
65,5 29 100
2
≤ 30 tahun 40
95,2
2
4,7
70,4
21
29,6 71 100
Jumlah
50
42 100
p = 0,000
Tabel 2. Hubungan Lama Kerja Kerja
dengan Gangguan Pendengaran
pada Pekerja PT Sintang Raya
Tahun 2015
1
> 8 jam
Gangguan
Pendengaran
Ada
Normal
gangguan
N
%
N
%
7 29,2 17 70,8
2
≤ 8 jam
43
91,5
4
50
70,4
21
Lama
No
Kerja
Jumlah
p = 0,000
Hubungan Lama Kerja Kerja dengan
Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT
Sintang Raya
N
%
24
100
47
100
29,6 71 100
OR = 29,107
(95% CI=6,763-100,779)
Sumber: Data Primer, 2015
Hasil penelitian menunjukkan nilai
p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara lama kerja dengan
gangguan pendengaran pada pekerja PT
Sintang Raya Tahun 2015. Nilai OR=29,107
atau dapat dinyatakan bahwa kelompok
pekerja dengan lama kerja>8 jam beresiko
29,107 kali menderita gangguan pendengaran
di PT Sintang Raya (CI=6,763-100,779)
dibandingkan pekerja dengan lama kerja ≤ 8
jam.
Hubungan Masa Kerja Kerja dengan
Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT
Sintang Raya
Tabel 3. Hubungan Masa Kerja Kerja
dengan Gangguan Pendengaran
pada Pekerja PT Sintang Raya
Tahun 2015
Sumber: Data Primer, 2015
Hasil penelitian menunjukkan nilai
p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara umur pekerja
dengan gangguan pendengaran pada pekerja
PT Sintang Raya Tahun 2015.
8,5
Jumlah
No
Masa
Kerja
1 > 36 bulan
Gangguan
Pendengaran
Ada
Normal
Gangguan
N
%
N
%
3
2 ≤ 36 bulan 47
Jumlah
50
p = 0,629
Jumlah
N
%
60
2
40
5
100
71,2
19
28,8
66
100
70,4
21
29,6
71
100
OR = 0,606
(95% CI=0,204-7,175)
Sumber: Data Primer, 2015
Hasil penelitian menunjukkan nilai
p=0,629 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja
Urai, dkk, Hubungan Penggunaan APD Telinga... 345
dengan gangguan pendengaran pada pekerja
PT Sintang Raya Tahun 2015.
Nilai OR=1,211 atau dapat dinyatakan
bahwa kelompok pekerja dengan masa kerja
<5 tahun beresiko lebih besar (0,606 kali)
menderita gangguan pendengaran di PT
Sintang Raya (CI=0,204-7,175) dibandingkan
dengan pekerja dnegan masa kerja ≥5 tahun.
Hubungan Penggunaan APD dengan
Gangguan Pendengaran pada Pekerja PT
Sintang Raya
Tabel 4. Hubungan
Penggunaan
APD
dengan Gangguan Pendengaran
pada Pekerja PT Sintang Raya
Tahun 2015
Gangguan
Jumlah
Pendengaran
Penggunaan
No
Ada
APD
Normal
Gangguan N %
N %
N
%
1
Tidak baik
12 47,8
11
52,2 23 100
2
Baik
38 79,2
10
20,8 48 100
Jumlah
50 70,4
21
29,6 71 100
p = 0,02
OR = 3,483
(95% CI=0,157-1,267)
Sumber: Data Primer, 2015
Hasil penelitian menunjukkan nilai
p=0,02 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara penggunaan APD
dengan gangguan pendengaran pada pekerja
PT Sintang Raya Tahun 2015.Nilai OR=3,483
atau dapat dinyatakan bahwa kelompok
pekerja yang menggunakan APD kurang baik
beresiko 0,446 kali lebih besar menderita
gangguan pendengaran di PT Sintang Raya
(CI=0,204-7,175)
dibandingkan
pekerja
dengan APD baik.
PEMBAHASAN
Hubungan Umur
Pendengaran
dengan
Gangguan
Menurut Notoadmodjo (2007), umur
dalam pekerjaan sangat menunjang suatu hasil
kerja dan umur juga merupakan suatu
karakteristik yang dimiliki oleh setiap orang.
Umur 18-50 tahun merupakan umur yang
produktif untuk bekerja, sedangkan umur 50
tahun keatas merupakan usia yang kurang
produktif lagi untuk bekerja.
Berdasarkan hasil analisa tabel silang
diketahui bahwa responden yang berada pada
kelompok umur > 30 memiliki kecenderungan
menderita gangguan pendengaran lebih
tinggi(65,5%)dibandingkan dengan responden
yang berada pada kelompok umur ≤ 30
tahun(4,7%).
Hasil analisa uji statistik Chi Square
pada hubungan antara umur dengan gangguan
pendengaranmenunjukkan
signifikansi
p
value= 0,000 yang berarti lebih kecil dari α
(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara umurdengan
gangguan pendengaran pada pekerja PT.
Sintang Raya.Responden yang berada pada
kelompok umur > 30 tahunmempunyai resiko
38,00 kali lebih besar mengalamigangguan
pendengaran
dibandingkan
responden
yangberada pada kelompok umur ≤ 30 tahun.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di PT. Sintang Raya, dari 29
responden yang berumur > 30 tahun terdapat
19 responden (65,5%) orang yang mengalami
gangguan pendengaran, sementara pada 42
responden yang berumur ≤ 30 tahun terdapat 2
responden (4,7%) orang yang mengalami
gangguan pendengaran. Menurut Dirjen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat, semakin
lanjut usia pekerja maka semakin tinggi resiko
terpapar kebisingan karena pada usia yang
sudah lanjut proses pemulihan dari terpapar
kebisingan sangat lama sehingga akan mudah
sekali mengalami ketulian. Selain itu, pekerja
yang sudah lama bekerja akan terpapar
kebisingan lebih banyak akan mengalami
gangguan pendengaran. Perbedaan tersebut
terjadi karena masa kerja dari pekerja yang
berumur produktif lebih sebentar dibandingkan
pekerja yang berumur tidak produktif.
Untuk menurunkan resiko pemaparan
kebisingan sebaiknya pekerja di PT. Sintang
Raya lama kerjanya dikurangi sehingga risiko
penurunan pendengaran bisa dihindari. Selain
itu, modifikasi mesin juga dapat dilakukan
agar suara mesin di PT. Sintang Raya tidak
menimbulkan kebisingan diatas NAB (nilai
ambang batas) yang ditetapkan.
Hubungan Lama Kerja dengan Gangguan
Pendengaran
Lama kerja atau jam kerja adalah waktu
untuk
melakukan
pekerjaan,
dapat
346 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.342 - 348
dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari.
Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta
diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya
pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat
1, Undang-Undang No.13/2003 mewajibkan
setiap pengusaha untuk melaksanakan
ketentuan jam kerja. (Undang-Undang No.13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Pada
sistem jam kerja tersebut diberikan batasan jam
kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1
(satu) minggu. Memperpanjang waktu kerja
lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak
disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya
terlihat
penurunan
produktivitas
serta
kecenderungan untuk timbul kelelahan,
penyakit dan kecelakaan.
Berdasarkan hasil analisa tabel silang
diketahui bahwa responden
yang lama
kerjanya > 8 jam memiliki kecenderungan
menderita gangguan pendengaran lebih
tinggi(70,8%)dibandingkan dengan responden
yang lama kerjanya ≤ 8 jam(8,5%).
Hasil analisa uji statistik Chi Square
pada hubungan antaralama kerja dengan
gangguan
pendengaran
menunjukkan
signifikansi p value= 0,000 yang berarti lebih
kecil dari α (0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara
lama kerjadengan gangguan pendengaran pada
pekerja PT. Sintang Raya.Responden yang
lama kerjanya > 8 jam mempunyai resiko
29,107 kali lebih besar mengalamigangguan
pendengaran
dibandingkan
responden
yanglama kerjanya ≤ 8 jam.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di PT. Sintang Raya, terdapat 24
responden (33,8%) dengan jam kerja > 8 jam.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa, responden
dengan jam kerja > 8 jam memiliki risiko
mengalami gangguan pendengaran lebih besar.
Menurut Dian (2011), semakin lama seseorang
terpajan bising setiap tahunnya, maka semakin
besar kerusakan yang terjadi pada fungsi
pendengarannya. Pernyataan tersebut juga
didukung oleh penelitian Andriana (2008)
yang menjelaskan bahwa semakin lama
paparan dan tingginya tingkat kebisingan maka
akan semakin berisiko terjadinya gangguan
pendengaran.
Menurut Widodo (2008), jam kerja > 8
jam/hari dapat mempengaruhi gangguan
pendengaran. Rentang waktu bekerja di tempat
kerja adalah bila pekerja pada intensitas
kebisingan 85 dB maka jam kerjanya adalah 40
jam/minggu. Penentuan jam kerja menurut
Simanjuntak (2010), yaitu : (1) Shift pagi
adalah jam 06.00 – 14.00 Wib dengan istirahat
30 menit. (2) Shift siang adalah 14.00 – 22.00
Wib dengan istirahat 30 menit, (3) Shift malam
adalah jam kerja 22.00 – 08.00 Wib dengan
istirahat 30 menit. Penentuan jam kerja
tersebut dimaksudkan agar perusahaan
melakukan pengendalian administratif guna
mengurangi intensitas kebisingan pada pekerja
sehingga tidak menimbulkan gangguan
pendengaran.
Untuk
mengurangi
gangguan
pendengaran pada pekerja, sebaiknya PT.
Sintang Raya melakukan pembagian shift pada
pekerja dalam upaya pengendalian kebisingan
di tempat kerja. Pengendalian administratif
tersebut
dilakukan
agar
perusahaan
mengutamakan jam kerja yang telah ditetapkan
yaitu tidak lebih dari 8 jam. Selain itu,
disarankan
kepada
perusahaan
untuk
mengurangi intensitas kebisingan yang
dihasilkan sehingga dengan lama kerja
kurang/lebih dari 8 jam kecenderungan pekerja
mengalami gangguan pendengaran dapat
menurun.
Hubungan Masa Kerja dengan Gangguan
Pendengaran
Masa kerja adalah suatu kurun waktu
atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu
tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi
kinerja baik positif maupun negatif. Pengaruh
positif pada kinerja apabila semakin lama masa
kerja personal semakin berpengalaman dalam
melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan
memberikan pengaruh negatif apabila semakin
lama masa kerja akan timbul kebiasaan pada
tenaga kerja (Suma’mur, 2009).
Berdasarkan hasil analisa tabel silang
diketahui bahwa responden
yang masa
kerjanya <5 tahunmemiliki kecenderungan
menderita gangguan pendengaran lebih
tinggi(19
orang)dibandingkan
dengan
responden yang lama kerjanya >5 tahun(2
orang).
Hasil analisa uji statistik Chi Square
pada hubungan antara masa kerja dengan
gangguan
pendengaran
menunjukkan
signifikansi p value= 0,629 yang berarti lebih
besar dari α (0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara masa kerjadengan gangguan
pendengaran pada pekerja PT. Sintang Raya.
Urai, dkk, Hubungan Penggunaan APD Telinga... 347
Hasil tersebut berbeda dengan teori yang
dikemukan oleh Haryuti (2010) yang
menyebutkan bahwa gangguan pendengaran
akibat kebisingan akan mudah dialami oleh
pekerja yang bekerja dengan masa kerja lebih
lama, karena semakin lama tenaga kerja
bekerja pada lingkungan kerja dengan
kebisingan tinggi maka resiko terpapar oleh
kebisingan juga tinggi.
Perbedaan ini kemungkinan terjadi
karena tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh
mesin-mesin produksi PT. Sintang Raya
melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yang
telah ditetapkan, sehingga pekerja baik yang
masa kerjanya lama atau baru sama-sama
mengalami pemaparan kebisingan yang tinggi
dan menyebabkan penurunan atau gangguan
pendengaran pada pekerja.Disarankan kepada
pemilik/pengelola PT. Sintang Raya untuk
memberikan waktu istirahat yang cukup dan
rotasi (shift kerja) kepada pekerja yang
terpapar kebisingan tinggi agar risiko
mengalami gangguan pendengaran berkurang.
Hubungan Penggunaan
Gangguan Pendengaran
APD
dengan
Alat Pelindung Diri (APD) adalah
seperangkat alat keselamatan yang digunakan
oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau
sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya
pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja
terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(Tarwaka, 2008). Alat Pelindung Diri (APD)
ada berbagai macam yang berguna untuk
melindungi seseorang dalam melakukan
pekerjaan yang fungsinya untuk mengisolasi
tubuh tenaga kerja dari potensi bahaya di
tempat kerja. Berdasarkan fungsinya, ada
beberapa macam APD yang digunakan oleh
tenaga kerja, khusus untuk melindungi pekerja
dari gangguan pendengaran adalah ear flug dan
ear muff.
Berdasarkan hasil analisa tabel silang
diketahui bahwa responden yang penggunaan
APDnya kurang baik memiliki kecenderungan
menderita gangguan pendengaran lebih tinggi
dibandingkan
dengan
responden
yang
penggunaan APDnya baik.
Hasil analisa uji statistik Chi Square
pada hubungan antara penggunaan APD
dengan gangguan pendengaran menunjukkan
signifikansi p value= 0,02 yang berarti kurang
dari α (0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan
APD
dengan
gangguan
pendengaran pada pekerja PT. Sintang
Raya.Responden yang menggunaan APD
dengan tidak baikmempunyai resiko 3,483 kali
lebih besar mengalamigangguan pendengaran
dibandingkan responden yang menggunakan
APD baik.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di PT. Sintang Raya, dari 23
responden yang menggunakan APD dengan
tidak baik terdapat 11 responden mengalami
gangguan pendengaran, sementara pada 48
responden yang menggunakan APD dengan
baik terdapat 10 respondenyang mengalami
gangguan pendengaran. Hal ini bertolak
belakang dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yulia (2005) yang menyatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara penggunaan
alat pelindung telinga dengan gangguan
pendengaran pada pekerja unit produksi PT
Kurnia Jati Semarang yang bekerja lebih dari 8
jam sehari dengan tingkat intensitas kebisingan
yang diterima lebih dari 85 dB. Penelitian ini
cenderung menyatakan ada hubungan karena
jam kerja dalam sehari pekerja unit produksi
PT Kurnia Jati Semarang melebihi batas jam
kerja yang telah ditetapkan yaitu lebih dari 8
jam dan pekerja unit produksi PT Kurnia Jati
Semarang cenderung tidak menggunakan
APD.
UU No.1 tahun 1970 pasal 14 butir c
menyatakan bahwa pengurus (penanggung
jawab industri) diwajibkan untuk menyediakan
secara cuma-cuma semua alat perlindungan
diri yang diwajibkan pada pekerja yang berada
di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi
setiap orang yang memasuki disertai petunjukpetunjuk yang diperlukan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan
kerja.
Dalam banyak industri, terdapat mesinmesin yang bersuara keras sehingga
mengganggu pendengaran, oleh karena itu
telinga harus dilindungi. Ada dua jenis
pelindung telinga yaitu sumbat telinga (ear
plug) dan tutup telinga (ear muff). Dalam
melakukan kegiatan industrinya, PT. Sintang
Raya menggunakan mesin-mesin produksi
yang akan menghasilkan tingkat kebisingan.
Untuk mengantisipasi gangguaan pendengaran
pada pekerja akibat kebisingan tersebut,
diharapkan kepada pengelola/pemilik PT.
Sintang
Raya
mewajibkan
pekerjanya
memakai APD telinga dan memberikan
pengawasan yang baik serta memberikan
348 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.342 - 348
sanksi kepada pekerja yang tidak memakai
APD. Bagi pekerja sendiri, sebaiknya pada saat
melakukan pekerjaan menggunakan APD
telinga dengan baik khususnya alat pelindung
telinga agar pada waktu melakukan pekerjaan
tidak terkena paparan intensitas kebisingan
sehingga
tidak
mengalami
gangguan
pendengaran serta kecelakaan kerja lain yang
dapat
mempengaruhi
pekerjaan
yang
menyebabkan produktifitas kerja menurun.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan,
maka penulis mengambil kesimpulam sebagai
berikut :Ada hubungan yang signifikan antara
umur dengan gangguan pendengaran pada
pekerja pabrik PT. Sintang Raya Kabupaten
Kubu Raya (P = 0.000< α = 0.05).
Ada hubungan antara umur dengan
gangguan pendengaran pada pekerja di PT
Sintang Raya dimana nilai p=0,000.
Ada hubungan antara lama kerja dengan
gangguan pendengaran pada pekerja pabrik
PT. Sintang Raya Kabupaten Kubu
Rayadimana nilai p=0,000.
Tidak ada hubungan antara masa kerja
dengan gangguan pendengaran pada pekerja
pabrik PT. Sintang Raya dimana nilai p=
0,629.
Ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan APD telinga dengan gangguan
pendengaran pada pekerja pabrik PT. Sintang
Raya dimana nilai p = 0,02.
Kepada pekerja sebaiknya pada saat
melakukan pekerjaan menggunakan APD
dengan baik khususnya alat pelindung telinga
agar pada waktu melakukan pekerjaan tidak
terkena paparan intensitas kebisingan sehingga
tidak mengalami gangguan pendengaran.
Kepada
pemilik
atau
pengelola
seharusnya mewajibkan pekerjanya memakai
APD dan memberikan pengawasan yang baik
serta memberikan sanksi kepada pekerja yang
tidak memakai APD. Melakukan pengendalian
intensitas kebisingan dengan cara modifikasi
mesin juga dapat dilakukan agar suara mesin di
PT. Sintang Raya tidak menimbulkan
kebisingan diatas NAB (nilai ambang batas)
yang ditetapkan.dan mengadakan rotasi bagi
pekerja yang sudah lama bekerja. Melakukan
pembagian shift pada pekerja dalam upaya
pengendalian kebisingan di tempat kerja.
Pengendalian administratif tersebut dilakukan
agar perusahaan mengutamakan jam kerja
yang telah ditetapkan yaitu tidak lebih dari 8
jam.
DAFTAR PUSTAKA
Depnaker, 2010. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia
Nomor
PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat
Pelindung Diri.
Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
Permenaker No. 13 tahun 2011. Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia
di Tempat Kerja: Jakarta.
Ramli, S., 2009. Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sapberiady,
2010.
Hubungan
Antara
Pendidikan Pengetahuan Lama Kerja
dan Masa Kerja Dengan Penggunaan
APD dan Gangguan Kesehatan Pada
Pekerja PT. Shinam Jaya Abadi Desa
Wajok Hulu Kabupaten
Pontianak.
Jurusan
Kesehatan
Lingkungan,
Pontianak:
Poltekkes
Pontianak.
Sugiyono, 2012. Memahami Penelitian
Kualitatif: Bandung.
Suma’mur P.K., 2009. Higiene Perusahaan
dan Keselamatan Kerja. Sagung Seto:
Jakarta.
Tarwaka., Solikhul., Bakri., Sudiajeng, 2004.
Ergonomi K3 dan Produktivitas. Uniba
Press: Surakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
13 tahun 2003 Tentang Ketentuan Jam
Kerja.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
Download