persamaan Arrhenius

advertisement
LAPORAN
PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI
A. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi
2. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan
Arrhenius
B. Dasar Teori
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh
suatu reaksi kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki
simbol Ea dengan E menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe
menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi
kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung.Dalam
reaksi endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan
sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi eksoterm, yang
membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari
luarbuntuk mengaktifkan reaksi tersebut. (Atkins: 1999)
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap.
Diawali dengan tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan
bertumbukan, maka akan terjadi penyusunan ulang ikatan dalam
senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang berbeda (membentuk
senyawa produk ).Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan
dan pembentukan ikatan yang baru, yang membutuhkan sejumlah energi.
Ketika beberapa ikatan reaktan putus dan beberapa ikatan baru
terbentuk, tercapailah suatu keadaan dimana dalam sistem terdapat
sejumlah reaktan dan produk. Keadaan ini kita sebut sebagai transisi
kompleks. (Vogel: 1994)
Dalam keadaan transisi kompleks, memiliki campuran antara
produk dan reaktan yang cenderung kurang stabil, karena produk yang
terbentuk dapat membentuk reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi
yang cukup tinggi, karena sistem tidak stabil.Proses untuk mencapai
keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang disuplai dari luar
sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi. Pada reaksi
endoterm ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang
positif, karena keadaan transisi kompleks memiliki tingkat energi yang
lebih tinggi dari reaktan. (Vogel: 1994)
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan
empirik yang menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju
reaksi. Persamaan yang diusulkan adalah :
πΈπ‘Ž
𝐾 = 𝐴𝑒 𝑅𝑇
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
πΈπ‘Ž
ln 𝐾 = ln 𝐴 − ( )
𝑅𝑇
πΈπ‘Ž 1
ln 𝐾 = −
π‘₯ + ln 𝐴
𝑅𝑇 𝑇
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang
sering disimbolkan dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi
aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs
1/T dengan gradien –(Ea/RT) dan intersep ln A.Jika suatu reaksi memiliki
reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan pada konsentrasi pada
waktu t adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :
π‘Ž
π‘˜π‘‘ = ln(
)
π‘Ž−π‘₯
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
π‘˜=
1
1
ln(1−1/𝑛)
𝑑 1/𝑛
(Castellan:1982)
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai
berikut :
1. Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan
peningkatan suhu sebesar 10oC . hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat
ganda.
2. Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang
kecil. Perlu dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama
atau lebih dari energi aktivasi
3. Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi
aktivasi yang lebih rendah.
C.
Alat dan Bahan
1. Alat
a. Rak tabung reaksi 1 buah
b. Tabung reaksi 4 buah
c. Gelas piala 600 ml 1 buah
d. Pipet ukur 10 ml
e. Stopwatch
2. Bahan
a. Na2S2O8 atau H2O2 0,04 M
b. KI 0,1 M
c. Na2S2O3 0,001 M
d. Larutan amilum 1%
e. Es batu
D.
Cara Kerja
Tabung 1
Tabung2
Tabung 1
Tabung 2
5 ml H2O2+
10 ml KI + 1 ml
5 ml air
Na2S2O3+ 1 ml
amilum
Ulangi prosedur
tersebut dengan
variasi suhu 0 – 40 oC
Beker glass
Campuran air
dan es (sebagai
pendingin)
Campurkan setelah kedua
suhu sama dan hitung
waktu yang dibutuhkan
sampai larutan berubah
menjadi biru
No
Suhu awal
Suhu akhir
Rata-rata
Waktu
reaksi
.
Tabung 1
Tabung 2
Campuran campuran
suhu
1.
40oC
40oC
40oC
38oC
39oC
8 sekon
2.
35oC
35oC
35oC
35oC
35oC
12 sekon
3.
30oC
30oC
30oC
31oC
30,5oC
15 sekon
o
o
o
o
o
4.
25 C
25 C
25 C
28 C
26,5 C
19 sekon
5.
20oC
20oC
20oC
25oC
22,5oC
26 sekon
6.
15oC
15oC
15oC
20,5oC
17,75oC
30 sekon
E. Hasil percobaan
No.
Rerata suhu
1/T
waktu
K
1.
39oC
0,00320
8 sekon
0,01109
2.
35oC
0,00324
12 sekon
9,0809π‘₯ 10−3
3.
30,5oC
0,00329
15 sekon
7,135 π‘₯ 10−3
4.
26,5oC
0,00333
19 sekon
5,11 π‘₯10−3
5.
22,5oC
0,00338
26 sekon
4,218 π‘₯10−3
6.
17,75oC
0,00343
30 sekon
1,6595 π‘₯10−3
Grafik Hubungan ln K Vs 1/T
0
0.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034 0.00345
-1
ln K
-2
-3
Linear (Series1)
-4
-5
y = -8840.9x + 24.133
R² = 0.9762
-6
-7
1/T
Grafik 1.Hubunganln k dengan 1/T
F. Pembahasan
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat digunakan untuk
menghitung Energi aktivasi yaitu dengan mengolah data dari grafik
hubungan 1/T dan ln k berdasar persamaan Arrhenius. Percobaan
dilakukan secara berulang-ulang dengan variasi suhu sehingga ln K dapat
terukur. Reaksi yang diukur yaitu reaksi hidrogen peroksida dengan ion
iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida dicampurkan bersamaan
dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum.
Fungsi dari penambahan H2O2 yang mengubah I2 menjadi I-.
kemudian I- diikat oleh S2O32-. Setelah S2O32- habis maka I2 akan
dilepaskan kembali dan dapat berikatan dengan I- lagi membentuk
kompleks I3-. Bila ditambahkan amilum maka akan bereaksi dan
menghasilkan warna biru.
Waktu yang dibutuhkan akan semakin sedikit atau reaksi akan
semakin cepat jika pada temperatur yang tinggi. Karena pada temperatur
yang
lebih
tinggi,
ion-ion
pereaksi
akan
memiliki
energi
kinetikatauenergiaktivasi. Berdasarkan teori tumbukan, energi kinetik
yang lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel akan menjadi
lebih sering, sehingga memungkinkan energy aktivasi semakin besar
sehingga reaksi akan berlangsung cepat.
Pada percobaan ini penambahan energi kinetik partikel yang
dilakukan dengan menaikkan temperatur reaksi, ini merupakan energi
yang diberikan dari luar sistem untuk mencapai kondisi transisi seperti
yang dijelaskan teori. Energi tersebut akan diukur besarnya ( energi
aktivasi ).
Grafik Hubungan ln K Vs 1/T
0
-10.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034 0.00345
ln K
-2
Series1
-3
Linear (Series1)
-4
-5
y = -8840.9x + 24.133
R² = 0.9762
-6
-7
1/T
Grafik 1.Hubunganln k dengan 1/T
Dari hasil pengamatan, dapat diketahui pada suhu tinggi warna
biru lebih cepat terlihat daripada suhu rendah. Dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi suhunya maka reaksi akan berjalan semakin cepat. Maka
grafik yang terbentuk adalah garis linear. Percobaan ini untuk
menunjukkan hubungan laju reaksi terhadap temperatur, serta untuk
menentukan energy aktivasi (Ea) yang dibutuhkan untuk reaksi dengan
persamaan Arrhenius. Jika dilakukan pada suhu lebih dari 40oC tidak
mengikuti
hukum
Arrhenius
lagi,
akan
terjadi
penyimpangan-
penyimpangan. Dari data percobaan, didapatkan nilai Ea sebesar
73495.76 kJ/mol dan nilai ln A yaitu 24.13.
Kurva yang dihasilkan dalam percobaan tidak linear secara
sempurna karena masih banyak kesalahan-kesalahan dalam praktikum.
Diantaranya, Pembuatan larutan yang kurang tepat, kurang teliti dalam
pengamatan, kurang memahami cara kerja percobaan.
G. Simpulan dan Saran
-
Simpulan
1. Persamaan Arrhenius terbukti bahwa laju reaksi akan meningkat seiring
dengan meningkatnya temperatur larutan yang bereaksi.
2. Energi aktivasi dari percobaan ini adalah 73495.76 kJ/mol
3. Untuk range suhu yang dipelajari, maka reaksi berbanding lurus dengan
temperature atau mengikuti Hukum Arrhenius.
-
Saran
Sebaiknya praktikan benar-benar mendalami materi praktikum
sehingga dapat melaksanakan praktikum dengan baik dan dapat
memahami proses dan hasil yang diperoleh.
H. Daftar Pustaka
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I,
penerjemah;Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga.
Terjemahan dari : Physichal Chemistry.
Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York :
General Graphic Services.
Tim Dosen Kimia Fisik. 2011. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik.
Semarang : Jurusan Kimia FMIPA UNNES
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Semarang, 23 Oktober 2012
Mengetahui,
DosenPengampu
Praktikan
Ir. Sri Wahyuni, M.Si
EnyAtminiati
NIM. 4301410007
LAMPIRAN
Analisis Data
1. Perhitungan
mgrek H2O2
= M . V . val
= 0,04 x 5 x 2 = 0,4 mgrek
mgrek KI
= M . V . val
= 0,1 x 10 x 1 = 1 mgrek
mgrek Na2S2O3
= M . V . val
= 0,001 x 1 x 1 = 0,001 mgrek (pereaksi pembatas)
Mgrek H2O2 yang bereaksi = mgrek Na2S2O3
𝑀π‘₯π‘šπ‘™
0,04 π‘₯ 5
=
= 0,0091
π‘‰π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™
22
0,04
[𝐻2 𝑂2 ]π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘˜π‘ π‘– =
= 9,09 π‘₯10−4 𝑀
2 π‘₯ 22
[𝐻2 𝑂2 ]π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™ =
2. Menghitung nilai k
π‘˜=
[𝐻2 𝑂2 ]π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘˜π‘ π‘–
[𝐻2 𝑂2 ]π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™π‘₯𝑑
a. t = 8s
π‘˜=
9,09 π‘₯10−4
= 0,0124
0,0091 π‘₯ 8
b. t = 12s
π‘˜=
9,09 π‘₯10−4
= 8,324 π‘₯ 10−3
0,0091 π‘₯ 12
π‘˜=
9,09 π‘₯10−4
= 6,659 π‘₯ 10−3
0,0091 π‘₯ 15
c. t = 15s
d. t = 19s
9,09 π‘₯10−4
π‘˜=
= 5,25 π‘₯10−3
0,0091 π‘₯19
e. t = 26 s
f.
π‘˜=
9,09 π‘₯10−4
= 3,842 π‘₯10−3
0,0091 π‘₯ 26
π‘˜=
9,09 π‘₯10−4
= 3,329 π‘₯10−3
0,0091 π‘₯ 30
t = 30 s
3. Menghitung nilai 1/T
a. T = 39oC
1
1
=
= 0,00320
𝑇
39,5 + 273
b. T = 35oC
1
1
=
= 0,00324
𝑇
35,5 + 273
c. T = 30oC
1
1
=
= 0,00329
𝑇
29,5 + 273
d. T = 26,5oC
1
1
=
= 0,00333
𝑇
25 + 273
e. T = 22,5oC
1
1
=
= 0,00338
𝑇
19,5 + 273
f.
T = 17,75oC
1
1
=
= 0,00343
𝑇
16 + 273
4.
Perhitungan Ea
Dari kurva diperoleh persamaan y = y = -8840x + 24.13
( y = mx + b )
m = -8840
R² = 0.976
ln 𝐾 = −
πΈπ‘Ž 1
π‘₯ + ln 𝐴
𝑅𝑇 𝑇
Maka m = - Ea/R
Ea = - ( m x R ) = - (-8840 x 8,314) = 73495.76J/mol =73.49576k J/mol
B = intercept = ln A
= 24.13
Jawaban Pertanyaan
Alasan yang mungkin menyebabkan terjadinya penyimpangan
apabila suhu diatas 40oC adalah hal ini dimungkinkan karena jika
suhunya lebih dari 40oC maka amilum yang ada pada larutan akan rusak
atau rusak sebagian , sehingga ion iodide yang terbentuk dari perubahan
yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik.
Download