analisa pengaruh kadar air terhadap fluoresensi klorofil daun

advertisement
ANALISA PENGARUH KADAR AIR TERHADAP FLUORESENSI
KLOROFIL DAUN BAYAM MENGGUNAKAN
METODE PENCITRAAN FLUORESENSI
(FLUORESCENCE IMAGING)
Fernika Ekayani, Minarni, Zulkarnain
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Kampus Binawidya Pekanbaru 28293, Indonesia
[email protected]
ABSTRACT
Fluorescence imaging is a method used to detect the early effects of environmental conditions on
plants before the greater damage on plants happen. A fluorescence imaging optical system was
built in this research consisted of two LEDs with different wavelength i.e. 450 nm and 680 nm, 3
MP CMOS camera and lens, and ND filters (neutral density filter). The intensities of LED light
were varied using three different ND filters which were represented by their optical power. The
samples were Amaranthus tricolor L. Spinach varitas. The plants were five different water volume
i.e. 75 ml, 100 ml, 125 ml, 150 ml,and 175 ml. The differences between chlorophyll fluorescence
intensity of the spinach leaves for all treatments were investigated. The images of leaves after
illuminated by the LED lights were recorded by the CMOS camera. The fluorescenced intensities
were found from RGB plot using ImageJ software. The research results show that the maximum
fluorescence intensity spinach which grow with water volume 75 ml and the minimum
fluorescence intensity spinach which grow with water volume 125 ml used LED with wavelength
450 nm and 680 nm. The difference of fluorescence intensity spinach which grow with water
volume 75 ml and 125 ml used LED at wavelength 680 nm was seen higher when LED intensity
was the lowest which was about 45,32 % difference.
Keywords : Amaranthus tricolor spinach, chlorophyll fluorescence, Image J, fluorescence
imaging, water volume variation.
ABSTRAK
Pencitraan fluoresensi (fluorescence imaging) merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mendeteksi dini pengaruh keadaan lingkungan terhadap tanaman sebelum terjadi kerusakan yang
lebih besar pada tanaman. Sebuah sistem optik pencitraan fluoresensi dibangun pada penelitian ini
terdiri dari LED dengan dua variasi panjang gelombang yaitu 450 nm dan 680 nm, kamera CMOS
3 MP dan lensa, dan filter ND (neutral density filter). Intensitas LED sebagai sumber cahaya
penginduksi divariasikan sebanyak tiga variasi yang diwakili dengan daya cahaya. Sampel yang
digunakan adalah bayam jenis Amaranthus tricolor yang mengalami lima perbedaan perlakuan
kadar air yaitu 75 ml, 100 ml, 125 ml, 150 ml, dan 175 ml. Intensitas matahari dan pupuk dikontrol
dengan ketat. Setiap perlakuan diambil lima sampel untuk dirata-ratakan pada setiap variasi
intensitas sumber cahaya penginduksi. Daun yang disinari LED direkam dengan menggunakan
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
1
kamera CMOS. Intensitas fluoresensi diperoleh ditampilkan dalam bentuk grafik RGB plot
menggunakan program ImageJ. Hasil penelitian menunjukkan intensitas fluoresensi maksimum
pada bayam yang tumbuh pada kadar air 75 ml dan intensitas fluoresensi minimum pada bayam
yang tumbuh dengan kadar air 125 ml dengan menggunakan LED pada panjang gelombang 450
nm dan 680 nm. Perbedaan intensitas fluoresensi pada bayam yang tumbuh dengan kadar air 75
ml dan 125 ml dengan menggunakan LED pada panjang gelombang 680 nm lebih besar ketika
intensitas sumber cahaya penginduksi lebih kecil yaitu 45,32 %.
Kata kunci : Bayam Amaranthus Tricolor, fluoresensi klorofil, Image J, pencitraan fluoresensi,
variasi kadar air.
PENDAHULUAN
Keadaan lingkungan sekitar tanaman
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman seperti kekurangan
air, kadar garam yang tinggi, suhu tinggi atau
rendah dan penyakit pada tanaman (Sankaran
et al. 2010). Keadaan lingkungan tersebut
akan sangat berpengaruh terhadap hasil
pertanian, sehingga diperlukan cara efektif
untuk mendeteksi dini pengaruh keadaan
lingkungan terhadap tanaman sebelum
kerusakan yang lebih besar terjadi pada
tanaman tersebut.
Beberapa tahun terakhir beberapa
sistem telah dikembangkan untuk mendeteksi
keadaan fisiologis tanaman menggunakan
spektroskopi seperti spektoskopi mid –
infrared, spektroskopi visible – near infrared
dan spektroskopi fluoresensi. Spektroskopi
fluoresensi atau sering disebut fluorescence
imaging atau pencitraan fluoresensi karena
menggunakan kamera CCD sebagai detektor
telah
digunakan
untuk
mendeteksi
kekurangan air pada tanaman tebu dan
tanaman jarak pagar yang digunakan sebagai
tanaman biogas (Arthur et al. 2009). Dua
metode pada spektroskopi fluoresensi telah
dikembangkan untuk mendeteksi keadaan
fisiologis suatu tanaman yaitu metode secara
langsung yang diarahkan secara langsung ke
tanaman dan metode secara tidak langsung
dengan mengambil daun tanaman untuk
dibawa ke laboratorium untuk dideteksi
keadaan fisiologis tanaman tersebut.
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
Daun merupakan salah satu organ
tanaman yang dapat digunakan untuk
mengetahui atau mendeteksi keadaan
fisiologis tanaman tersebut. Daun terdiri dari
kloroplas yang mengandung klorofil.
Dwidjoseputro (1994) menyatakan klorofil
berfungsi untuk menyerap cahaya dengan
panjang gelombang tertentu dari cahaya
tampak (400 nm – 700 nm). Klorofil
menyerap cahaya matahari untuk proses
fotokimia, fotosintesis, dan panas, namun
tidak semua cahaya digunakan untuk proses
fotokimia. Cahaya akan diemisikan dalam
bentuk fluoresensi dan sebagian lagi akan
dibuang dalam bentuk panas.
Pada penelitian ini, sistem optik
pencitraan
fluoresensi
(fluorescence
imaging) dibangun yang terdiri dari LED
sebagai cahaya penginduksi, kamera CMOS
dan lensa dan filter ND (neutral density
filter). Sistem ini digunakan untuk
mendeteksi fluoresensi klorofil pada daun
bayam yang mengalami perlakuan yaitu
kadar air. Intensitas dari LED divariasikan
menggunakan filter ND. Hubungan antara
spektrum fluoresensi daun bayam terhadap
variasi kadar air dianalisa. Gambar daun
setelah disinari LED direkam menggunakan
kamera CMOS dan dianalisa menggunakan
program ImageJ untuk memperoleh nilai
RGB.
2
METODE PENELITIAN
gelombang 450 nm dan 680 nm sebagai
sumber cahaya penginduksi, filter ND
dengan tiga variasi intensitas, dan kamera
CMOS beserta lensa. Jarak kamera ke LED
yaitu 18 cm, jarak LED ke filter ND yaitu 8
cm, jarak filter ND ke sampel yaitu 13 cm,
jarak LED ke sampel 21 cm dan sudut yang
dibentuk antara LED, sampel dan kamera
adalah 300 seperti pada Gambar 2.
Gambar 1. Skema Penelitian (Lemboumba,
2006)
Gambar 1 menunjukkan LED dengan
dua variasi panjang gelombang yaitu 450 nm
(biru) dan 680 nm (merah). Daun bayam
yang digunakan sebagai sampel penelitian
telah mengalami perlakuan selama 10 hari
yaitu perbedaan kadar air berdasarkan
Rancangan Acak Lengkap dengan ukuran
yaitu 75 ml, 100 ml, 125 ml, 150 ml, dan 175
ml (Erasani, 2015). Cahaya yang dihasilkan
oleh LED langsung diarahkan ke filter ND
untuk memvariasikan intensitasnya yaitu
sebanyak tiga variasi intensitas. Cahaya yang
telah melewati filter ND diteruskan ke daun
bayam dan direkam oleh kamera CMOS yang
dihubungkan dengan komputer yang telah
dilengkapi dengan software Toupview.
Intensitas fluoresensi diolah dengan
menggunakan program ImageJ sebagai nilai
RGB dan posisi pixel dari daun yang disinari
oleh LED.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2. Sistem fluoresence imaging
Sistem
pencitraan
fluoresensi
dibangun didalam sebuah kotak hitam yang
bertujuan agar tidak ada cahaya dari sumber
lain yang dapat mengganggu penelitian.
Sistem ini dirancang di meja datar agar sinar
LED yang dipancarkan tepat lurus dan sama
tingginya dengan posisi daun bayam.
Data intensitas fluoresensi pada daun
bayam merupakan nilai rata – rata dari lima
daun bayam pada setiap variasi kadar air.
Grafik intensitas fluoresensi maksimum
dengan menggunakan LED pada panjang
gelombang 450 nm dan 680 nm yang
dilewatkan dengan menggunakan filter ND 2
dapat dilihat pada Gambar 3.
Sistem optik pencitraan yang telah
dirancang menggunakan LED pada panjang
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
3
200
Intensitas Fluoresensi Maksimum (a.u.)
180
160
140
120
100
80
60
40
LED 450 nm
LED 680 nm
20
0
75 ml
100 ml
125 ml
150 ml
175 ml
Kadar air
Gambar 3.
Intensitas fluoresensi maksimum pada variasi kadar air dengan menggunakan
LED 450 nm dan 680 nm dengan filter ND 2
Gambar 2 menunjukkan bayam yang
tumbuh dengan kadar air 75 ml memiliki
intensitas fluoresensi tertinggi dan bayam
yang tumbuh dengan kadar air 125 ml
memiliki intensitas fluoresensi terendah
dengan menggunakan LED pada panjang
gelombang 450 nm dan 680 nm yang cahaya
dilewatkan dengan filter ND 2. Kadar air
yang diberikan selama pertumbuhan daun
bayam mempengaruhi kandungan klorofil.
Kandungan klorofil merupakan salah satu
pendekatan untuk mempelajari pengaruh
kekurangan air terhadap pertumbuhannya,
sehingga kadar air memiliki pengaruh
terhadap proses fotosintesis (Li et al, 2006).
Cahaya matahari yang diserap oleh klorofil
untuk proses fotosintesis menyebabkan
terjadi tiga proses yaitu fotokimia,
pemancaran energi dalam bentuk panas dan
fluoresensi.
Ketiga
proses
saling
berkompetisi, sehingga peningkatan disalah
satu proses menyebabkan penurunan pada
proses lainnya (Maxwell dan Johnson, 2000).
Penurunan
intensitas
fluoresensi
menyebabkan
peningkatan
proses
fotosintesis, sehingga bayam yang tumbuh
dengan kadar air 125 ml memiliki proses
fotosintesis yang baik dibandingkan dengan
bayam yang tumbuh dengan kadar air 75 ml
dan 150 ml. Kadar air yang dibutuhkan
bayam pada penelitian ini optimal pada kadar
air 125 ml. Kebutuhan air bagi tanaman
berbeda – beda, tergantung jenis tumbuhan
dan fase pertumbuhannya (Levit,1980).
Munandar,
Abdullah,
Mulyanto,
Soekodarmodjo M dan A.Maas (1995)
mengatakan tanaman dengan keadaan
kelebihan dan kekurangan air menyebabkan
tanaman berdampak negatif terhadap
pertumbuhannya karena mengganggu proses
fotosintesis.
Intensitas fluoresensi tidak hanya
dipengaruhi oleh kadar air pada bayam tetapi
dipengaruhi oleh panjang gelombang dan
intensitas sumber cahaya penginduksi. Grafik
intensitas fluoresensi terhadap kadar air
dengan LED pada panjang gelombang 450
nm dan 680 nm yang divariasikan dengan
menggunakan tiga filter ND dapat dilihat
pada Gambar 4 – Gambar 6.
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
4
240
Intensitas Fluoresensi Maksimum (a.u.)
220
- 75 ml
- 175 ml
- 150 ml
- 100 ml
- 125 ml
200
180
160
140
120
100
- 75 ml
- 175 ml
- 150 ml
- 100 ml
- 125 ml
80
60
40
LED 450 nm
Gambar 4.
LED 680 nm
Intensitas fluoresensi maksimum dengan menggunakan LED pada panjang
gelombang 450 nm dan 680 nm tanpa filter ND
220
Intensitas Fluoresensi Maksimum(a.u.)
200
180
160
- 75 ml
- 175 ml
- 150 ml
- 100 ml
- 125 ml
140
120
100
80
- 75 ml
- 175 ml
- 150 ml
- 100 ml
- 125 ml
60
40
20
LED 450 nm
LED 680 nm
Gambar 5. Intensitas fluoresensi maksimum dengan menggunakan LED pada panjang gelombang
450 nm dan 680 nm dengan filter ND 1
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
5
200
Intensitas Fluoresensi Maksimum (a.u.)
180
160
-
75 ml
175 ml
150 ml
100 ml
125 ml
140
120
100
80
60
40
-
20
0
LED 450 nm
Gambar 6.
75 ml
175 ml
150 ml
100 ml
125 ml
LED 680 nm
Intensitas fluoresensi maksimum dengan menggunakan LED pada panjang
gelombang 450 nm dan 680 nm dengan filter ND 2
Gambar 4 - 6 menunjukkan
perbandingan
intensitas
fluoresensi
maksimum antara LED dengan panjang
gelombang 450 nm dan LED dengan panjang
gelombang 680 nm dengan lima variasi kadar
air menggunakan tiga variasi filter ND. LED
dengan panjang gelombang 450 nm dengan
tiga variasi filter ND menunjukkan nilai
intensitas fluoresensi pada bayam yang
tumbuh dengan lima variasi kadar air lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai intensitas
fluoresensi menggunakan LED pada panjang
gelombang 680 nm. Persentase perbedaan
intensitas fluoresensi pada kadar air 75 ml
dan 125 ml dengan menggunakan LED pada
panjang gelombang 450 nm dan 680 nm
berturut – turut adalah 15,38 % dan 45,32 %.
Intensitas fluoresensi menurun seiring
dengan peningkatan panjang gelombang
eksitasi (Fitria, 2015). Pigmen – pigmen
klorofil lebih efektif menyerap cahaya pada
panjang gelombang 680 nm (Commons,
2008), sehingga intensitas fluoresensi pada
panjang gelombang 680 nm rendah .
Data intensitas fluoresensi pada daun
bayam merupakan nilai rata – rata yang
diperoleh dari lima daun bayam pada setiap
variasi kadar air. Grafik intensitas fluoresensi
maksimum terhadap kadar air dengan variasi
tiga filter ND dengan menggunakan LED
pada panjang gelombang 450 nm dan 680 nm
dapat dilihat pada Gambar 7 – Gambar 8.
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
6
Intensitas Fluoresensi Maksimum (a.u.)
220
210
200
190
180
170
Tanpa filter ND
Filter ND 1
Filter ND 2
160
150
75 ml
100 ml
125 ml
150 ml
175 ml
Kadar air
Gambar 7.
Intensitas fluoresensi maksimum dengan menggunakan LED pada panjang
gelombang 450 nm dengan variasi filter ND
80
Intensitas Fluoresensi Maksimum (a.u.)
70
60
50
40
30
20
Tanpa filter ND
Filter ND 1
Filter ND 2
10
0
75 ml
100 ml
125 ml
150 ml
175 ml
Kadar air
Gambar 8.
Intensitas fluoresensi maksimum dengan menggunakan LED pada panjang
gelombang 680 nm dengan variasi filter ND
Gambar
7
dan
Gambar
8
menunjukkan nilai intensitas fluoresensi
maksimum pada lima variasi kadar air daun
bayam dengan menggunakan LED pada
panjang gelombang 450 nm dan 680 nm
tanpa menggunakan filter ND memiliki nilai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
intensitas fluoresensi menggunakan filter ND
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
7
1 dan filter ND 2. Intensitas fluoresensi
maksimum dan minimum pada bayam yang
tumbuh dengan kadar air berturut – turut
yaitu 75 ml dan 125 ml. Persentase perbedaan
intensitas fluoresensi pada kadar air 75 ml
dan 125 ml menggunakan LED yang lebih
efektif yaitu pada panjang gelombang 680
nm dengaan variasi filter ND yaitu tanpa
filter ND, filter ND 1 dan filter ND 2 secara
berturut – turut adalah 25,54 % ; 25,86 % ;
dan 45,32 %. Perbedaan nilai intensitas
fluoresensi yang dihasilkan dipengaruhi oleh
intensitas sumber cahaya penginduksi yang
digunakan. Peningkatan intensitas cahaya
menyebabkan meningkatnya jumlah foton
dalam berkas cahaya yang memiliki
pengaruh terhadap jumlah cahaya yang
diserap dan difluoresensikan (Beiser,1992).
Semakin tinggi intensitas sumber cahaya
penginduksi maka semakin tinggi intensitas
fluoresensi yang dihasilkan pada daun bayam
(Iswanti,2015).
KESIMPULAN
Sistem optik pencitraan fluoresensis
ynag terdiri dari LED sebagai sumber cahaya,
filter ND dan kamera CMOS telah berhasil
dibangun dan digunakan untuk menganalisa
intensitas fluoresensi klorofil daun bayam
yang mengalami perlakuan variasi kadar air.
Bayam yang tumbuh dengan kadar air 75 ml
menghasilkan intensitas fluoresensi tertinggi,
sedangkan bayam yang tumbuh dengan kadar
air 125 ml menghasilkan intensitas
fluoresensi terendah. Intensitas fluoresensi
yang dihasilkan berbanding lurus dengan
intensitas sumber cahaya penginduksi,
namun perbedaan intensitas fluoresensi lebih
besar ketika menggunakan LED pada
panjang gelombang 680 nm dan intensitas
sumber cahaya penginduksinya lebih kecil.
Persentase perbedaan intensitas fluoresensi
pada kadar air 75 ml dan 125 ml dengan
menggunakan LED pada panjang gelombang
680 nm dengan variasi filter ND yaitu tanpa
filter ND, filter ND 1 dan filter ND 2 secara
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
berturut – turut adalah 25,54 % ; 25,86 % ;
dan 45,32 %.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur et al. 2009. Abiotic Stress Diagnosis
via Laser Induced Chlorophyll
Fluorescence Analysis in Plants
for Biofuel. Universidade Federal
Rural de Pernambuco. Brazil.
Beiser,A. 1992. Konsep Fisika Modern.
Erlangga. Jakarta
Commons, Wikimedia. 2008. Chlorophyll ab
Spectra.
http://commons.wikimedia.org/
wiki/File:Chlorophyll_ab_spectr
a2.PNG. Diakses tanggal 5
November 2014
Dwidjoseputro. 1994. Pengantar Fisiologi
Tanaman. Gramedia. Jakarta
Fitria,A. 2015. Analisa Pengaruh Panjang
Gelombang Sumber Cahaya
Penginduksi
Fluoresensi
Terhadap Fluoresensi Klorofil
Pada Daun Bayam yang
Dipengaruhi
Variasi
Sinar
Matahari . Universitas Riau,
Pekanbaru
Iswanti,S. 2015. Studi Awal Pengaruh
Intensitas
Sumber
Cahaya
Penginduksi
Fluoresensi
terhadap Intensitas Fluoresensi
Klorofil Pada Daun Bayam
Menggunakan
Metode
Fluorescence
Imaging.
Universitas Riau,Pekanbaru
Komunikasi
pribadi.
April.2015.Institut
Bogor
Erasani.
Pertanian
Lemboumba, Saturnun Ombinda. 2006.
Laser
Induced Chlorophyll
Fluorescence of Plant Material.
8
Thesis at the Univesity of
Stellenbosch
Levit, J. 1980. Responses of plant to
Environmental Stresses, Volume
II : Water, radiation,Salt and
other streses. New York :
Academic Press.
Li,R,P.
Guo,M.Baum,S.Grando and S.
Ceccarelli. 2006. Evaluation of
chlorophyll
contenst
and
fluorescence parameters as
indicators of drought tolerance in
barley. Agric. Dci.in China 5 (10)
: 751-757
Moenandar. D.E, S. Abdullah, D.Muljanto,
Soekodarmodjo M. dan A.Mass,
1995. Pengaruh Bahan Organik
dan Potensial Air Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kakao.
Pelita Perkebunan Vol.11 No.3
Jember.
Sankaran, S., A. Mishra, R. Ehsani, C. Davis.
2010. A Review of Advanced
Techniques for Detecting Plant
Diseases.
Computers
and
electronics in Agriculture 72 : 113.
Maxweel, K.,G.N.Johnson. 2000. Review
Article
:
Chlorophyll
Fluorescence – a Practical Guide.
Journal of Experiment Botany 51
: 659-668
JOM FMIPA Volume 2 No. 2 Oktober 2015
9
Download