perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id POTRET MEGAMIND DALAM BINGKAI HEROISME FILM HOLLYWOOD (Analisis Semiologi Representasi Hero Dalam Film Megamind) TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Pendidikan Magister Ilmu Komunikasi Bidang Kajian Utama Manajemen Komunikasi Oleh: Muhammad Kukuh Adiguna S231108016 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2014 i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa : 1. Tesis yang berjudul: POTRET MEGAMIND DALAM BINGKAI HEROISME FILM HOLLYWOOD (Analisis Semiologi Representasi Hero Dalam Film Megamind) ini adalah karya penelitian saya sendiridan bebas plagiat , serta tidak terdapat karya ilrniah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk rnernperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagaim acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan (Permendiknas No 17, tahun 2010) 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Ilmu Komunikasi PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Ilmu Komunikasi PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 24 September 2014 commit to user Muhamad Kukuh Adiguna iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN MOTTO Keikhlasan adalah bukti kesabaran yg sejati. Ketika apa yang kamu inginkan belum tercapai, Tuhan sedang memberitahumu untuk berusaha lebih lagi! Kesuksesan bukanlah segalanya, kegagalan hanya proses semata, berbuat yang terbaik adalah yang terutama commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Segala karya manusia berada di bawah kuasa Tuhan Yang Maha Esa dan hanya oleh berkah dan anugerah-Nya pula segala proses penciptaan karya tulis ini dapat berlangsung. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas terlaksananya sebuah tanggung jawab akademik sebagai prasyarat dalam menunaikan pendidikan program pasaca sarjana (S2) dalam lingkup Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Seiring dengan langkah dan waktu serta tahapan yang telah ditempuh di bawah bimbingan Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, Ph.D dan Drs. Ahmad Adib, M. Hum, Ph.D, akhirnya karya ini telah sampai pada proses pelaporan akhir. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing atas pendampingan dan tuntunan yang telah diberikan. Selain itu masih banyak pihak lain yang sudah terlibat dalam membantu proses penyusunan karya ini, maka penulis mengucapkan terimakasih pula kepada ; 1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tesis ini. 2. Ketua Program Studi Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan izin serta persetujuan hingga penelitian ini bisa diuji. 3. Seluruh Dosen dan Staf Bagian Pengajaran Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu ketika commit to user Sebelas Maret. saya menempuh pendidikan di Universitas vi perpustakaan.uns.ac.id 4. digilib.uns.ac.id Kedua orangtua saya dan seluruh keluarga besar lainnya yang telah berjasa dalam memberikan dukungan moril dan doa sehingga memberikan semangat dalam menyelesaikan tesis ini. 5. Seluruh mahasiswa Pasaca Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2011 atas pertemanannya selama ini, serta saran-saran akademik yang sangat membantu dalam proses penelitian ini. 6. Serta semua sahabat, teman dan keluarga yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih telah berkontribusi dalam mendukung dan membantu ketika membuat tesis ini. Karya ini masih jauh dari tahap sempurna, penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam hal penulisan maupun penyajiannya. Semoga karya yang sederhana ini mampu menjadi setitik sinar yang berguna bagi penelitian-penelitian atau kajian semiotika di masa mendatang. Solo, 24 September 2014 Penulis Muhammad Kukuh Adiguna commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................i HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….…..ii HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................iii HALAMAN MOTTO ......................................................................................iv KATA PENGANTAR .....................................................................................v DAFTAR ISI ...................................................................................................vii ABSTRAK .......................................................................................................x ABSTRACT ......................................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................10 1.3. Tujuan Penelitian ………………………...........................................11 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis ............................................................................. 11 1.4.2. Manfaat Praktis .............................................................................. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Film Sebagai Media Komunikasi Massa……………………..….…..13 2.2 Representasi Sebagai Kontruksi Realitas Dalam Film……….……...15 2.3. Film Hollywood Sebagai Media Representasi Hero……………...…18 2.3.1. Representasi Hero Dalam Aspek Maskulinitas………..………22 2.3.2. Representasi Perilaku Seorang Hero……………………..……27 commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.3.3. Representasi Latar Belakang Sosial Seorang Hero...................34 2.4. Penelitian Terdahulu……………………………….…………….......41 2.5. Kerangka Pemikiran…………………………………….….……...…42 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian………………………………………….….………..44 3.2. Pengumpulan Data…………………………………….…….……….48 3.3. Analisis Data…………………………………………….….………..49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Obyek Penelitian 4.1.1. Sinopsis Film………………………………………….…..…...53 4.1.2. Data Film Megamind………………………………….….……57 4.1.3. Tokoh-Tokoh Dalam Film Megamind…………….…….…….60 4.1.4. Profil Produsen Film…………………………………..……....62 4.2. Hasil Penelitian 4.2.1. Representasi Megamind Berdasarkan Maskulinitas…….…....67 a. Nilai Maskulinitas Megamind…………………….……….........67 b. Heroisme Pria Dalam Bias Gender………………….…….........79 c. Analisis Mitos……………………………….…………………..87 4.2.2. Representasi Megamind Berdasarkan Perilaku Individual…...95 a. Perilaku Positif Megamind………………………….…….........95 b. Perilaku Negatif Megamind………………………….………...102 c. Proses Pembentukan Perilaku Megamind…………….….........114 commit to user d. Analisis Mitos………………………………………............….127 ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4.2.3. Representasi Megamind Berdasarkan Latar Belakang Sosial....140 a. Prasangka Sosial Terhadap Megamind………….….....………....141 b. Gaya Hidup Megamind…………………………………………...153 c. Analisis Mitos…………………………….………………………164 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .........................................................................................178 5.2. Implikasi……………………………………………………………...183 5.3 Saran ....................................................................................................184 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................186 LAMPIRAN commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK ABSTRAK Muhammad Kukuh Adiguna. S231108016. 2014. Potret Megamind Dalam Bingkai Heroisme Film Hollywood (Analisis Semiologi Representasi Hero Dalam Film Megamind). TESIS. Pembimbing I : Prof. Drs. Totok Sarsito, Su, Ma, Ph.D. Pembimbing II : Drs. Ahmad Adib, M. Hum, Ph.D. Program Studi Ilmu Komunikasi, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Pada dasarnya film laga merupakan film yang berorientasi mengenai seorang tokoh utama (hero) ketika menghadapi kejahatan, oleh karenanya film bergenre ini banyak memuat pesan tentang heroisme. Namun sebenarnya industri film Hollywood telah merekontruksi gagasan mengenai heroisme sehingga muncul berbagai streotipe mengenai seorang hero. Sedangkan dalam film Megamind seorang hero direpresentasikan oleh pembuat film secara unik sehingga berbeda dengan para hero pada umumnya. Oleh karena itu untuk mendeskripsikan keunikan pesan yang dibuat dalam film Megamind, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa representasi seorang hero didalam film ini. Penelitian ini termasuk studi deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisa semiologi model Roland Barthes. Semiologi Model Roland Barthes bekerja dengan menggunakan dua tahap signikasi, yaitu makna denotasi dan makna konotasi. Data dalam film ini diperoleh secara langsung dengan mengamati film Megamind serta mencari refrensi dari berbagai tulisan artikel, buku, internet dan lainnya. Sedangkan hasil data penelitian ini diperoleh berdasarkan pemilihan scene pada film yang berkaitan dengan nilai-nilai heroisme. Adapun nilai heroisme dalam film ini dikaji dengan merujuk pada unsur-unsur maskulinitas, perilaku, dan latar belakang yang direpresentasikan oleh seorang hero. Temuan penelitian yang diperoleh dari scene yang ada di dalam film Megamind menunjukkan beberapa konsep yang digunakan oleh pembuat film untuk merepesentasikan Megamind sebagai seorang hero. Konsep-konsep yang digunakan oleh pembuat film memperlihatkan bagaimana kompleksitas Megamind sebagai seorang hero jika dilihat berdasarkan unsur maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial. Meskipun tokoh utama dalam film ini direpresentasikan secara kompleks dan berbeda, akan tetapi ia masih memiliki sedikit persamaan dengan hero pada umumnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan jika karakter hero dalam film ini direpresentasikan secara berbeda namun masih mempertahankan beberapa esensi heroisme versi Hollywood. Kata Kunci: Heroisme, Latar Belakang Sosial, Maskulinitas, Perilaku, Representasi commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT Muhammad Kukuh Adiguna. S231108016. 2014. Images Megamind in Hollywood Movie Frames (Analysis Semiology of Hero Representation In Megamind Movie). THESIS. Academic Advisor I: Prof. Drs. Totok Sarsito, Su, Ma, Ph.D. Academic Advisor II: Drs. Ahmad Adib, M. Hum, Ph.D. Magisterial Program Study of Communication, Post-Graduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta. Basically the action movie is a film that is oriented about a main character (hero) when dealing with crime, so that genre contains many messages about heroism. But actually the Hollywood industry has reconstructed the idea of heroism that emerged various streotype about a hero. While a hero in the Megamind movie represented by filmmaker so uniquely different from the hero in general. Therefore, to describe the uniqueness of the message that is made in the Megamind movie, this research is intended to to analyze the representation of a hero in this movie. This study includes a qualitative descriptive study analysis approach models semiology of Roland Barthes. Roland Barthes semiology model works by using two stages of significance, namely the meaning of denotation and connotations. Data in this movis is obtained directly by observing the Megamind movie and seek references from various writing articles, books, internet and others. While the results of this research data obtained by the selection of scenes in the movie are related to the values of heroism. The value of heroism in this movie studied with reference to the elements of masculinity, behavioral, and background represented by a hero. Research results obtained from the scene in the movie Megamind demonstrate some of the concepts used by filmmakers to represent Megamind as a hero. The concepts used by the filmmakers show how the complexity of Megamind as a hero when viewed by the elements of masculinity, behavioral, and social background. Although the main character in this film represented a complex and different, but it still has little in common with the hero in general. Therefore it can be concluded if the hero character in the film is represented differently but still retain some essence of heroism Hollywood version. Key words: Heroism, Social Background, Masculinity, Behavior, Representation commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film merupakan salah satu jenis media massa yang bersifat kompleks karena terdiri dari beberapa unsur, misalnya seni dan teknologi. Karena terdiri dari unsur seni maka membuat sebuah film bukanlah perkara yang mudah, dibutuhkan kreatifitas dari pembuatnya. Tetapi perlu diingat bahwa dalam memproduksi film tidak hanya sekedar kreatifitas saja yang dibutuhkan, masih diperlukan lagi faktor modal sebagai penentunya. Dengan kebutuhan akan tenaga kerja kreatif dan modal besar muncullah Hollywood sebagai dominator dalam industi film. Hollywood sebenarnya adalah sebuah distrik di Amerika yang memiliki sejarah panjang dalam perfilman negeri Paman Sam, oleh karenanya tempat ini dijadikan simbol industri film Amerika. Satu hal yang pasti mengenai Hollywood adalah sepak terjangnya yang tidak perlu diragukan lagi dalam dunia perfilman. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat di seluruh penjuru dunia yang menantikan film produksi Hollywood. Fenomena kesuksesan Hollywood dapat dilihat dari sudut pandang Adi (2008:XV) yang menuturkan bahwa, “para pembuat film di Hollywood mengetahui apa yang ingin dilihat oleh penonton dalam karyanya itu, dengan tetap menjaga sisi artistik dan kualitas penggarapan. Hal ini mungkin dapat menjawab pertanyaan tentang mengapa film-film Amerika begitu disukai oleh penonton diseluruh dunia, termasuk Indonesia”. commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dominasi film Hollywood jelas terasa di Indonesia, hal ini telihat melalui kebiasaan masyarakat yang lebih memilih film Hollywood daripada film dari negeri sendiri. Berdasarkan survei oleh Direktorat Perfilman dan BPS, pada tahun 2011 menunjukkan jumlah penonton film di Indonesia lebih banyak menonton film impor (80,22%) dibandingkan film lokal (19,78%). Film impor yang paling digemari berasal dari Amerika/Eropa (69,03 %), China/Hong Kong (6,72%), India (2,43%), dan lainnya (2,04%). Sejalan dengan hal itu, film yang paling banyak diputar di bioskop tanah air adalah film impor (71%) dengan rincian, film Amerika/Eropa 56,20%, China/Hong Kong 4,23 %, India 0,48%, dan lainnya 0,10%. Sedangkan film Indonesia mendapatkan jumlah pemutaran sebanyak 28,99% dari seluruh bioskop di Indonesia. Menonton film Hollywood memang bukan suatu kesalahan, namun perlu diperhatikan bahwa film sejatinya adalah sebuah media massa yang memiliki efek-efek tertentu bagi penonton. Berdasarkan Nurudin (2010:228), efek media massa bisa berwujud tiga hal: efek kognitif (pengetahuan), afektif (emosional dan perasaan), dan behavioral (perubahan perilaku). Efek yang terjadi bagi tiap individu memang berbeda-beda, akan tetapi efek kognitif seringkali terjadi bagi individu yang menonton film. Pada dasarnya, perubahan efek kognitif terjadi melalui sebuah proses transfer pemikiran dari pembuat film terhadap penonton. Untuk menunjang proses tersebut, seorang sutradara menggunakan pesan-pesan verbal maupun non-verbal melalui tanda/simbol yang dituangkan dalam sebuah film. Hal ini sesuai dengan commit to user 2 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang dikemukan oleh Van Zoest yang dikutip oleh Sobur (2001:128) bahwa “film dibangun dengan tanda-tanda semata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.” Berbagai tanda bahasa yang saling berelasi kemudian akan membentuk teks (text). Istilah teks sendiri berasal dari Bahasa Latin texture yang berarti rajutan, sehingga teks dapat diartikan sebagai rajutan dari berbagai tanda bahasa yang melahirkan makna-makna. Makna inilah yang kemudian disebut representasi (Burton dalam Junaedi, 2007:64). Oleh sebab itu ketika membicarakan tanda/simbol maka kita tidak bisa mengesampingkan representasi, karena representasi merupakan bagian yang melekat dari simbol-simbol dalam suatu film. Dalam prakteknya, sineas-sineas Hollywood telah terbukti mampu memaksimalkan fungsi sebuah simbol dalam menyampaikan gagasannya, misalnya mengenai figur seorang hero. Saat ini sosok hero yang direpesentasikan Hollywood berada dalam posisi yang kuat dibenak penonton. Maka sebab itu tidak mengherankan jika film-film Hollywood sangat mempengaruhi pengetahuan para penonton di berbagai penjuru dunia mengenai figur seorang hero. Dalam kamus Webster’s New World, hero didefiniskan sebagai: (1) seseorang yang dikagumi karena kualitas atau pencapaiannya dan dianggap sebagai model; (2) orang yang dikagumi karena keberaniannya, kebaikannya, atau kekuatannya, khususnya dalam perang; (3) figur sentral dalam suatu peristiwa atau periode penting, dihormati karena kualitas yang luar biasa. Tiga hal tersebut dapat menjadi kriteria untuk seorang hero. Tetapi demi kepentingan-kepentingan commit to user 3 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tertentu Hollywood menambah kriteria-kriteria lain berdasarkan versi mereka untuk merepesentasikan hero. Secara spesifik Hollywood menggambarkan kriteria seorang hero melalui ciri-ciri tertentu misalnya warna kulit. Berdasarakan Jiyantoro (2010: 130), film-film produksi Hollywood lebih sering menampilkan sosok hero adalah berkulit putih Amerika sedangkan penjahat berkulit hitam, Asia, Arab, dan Latin. Jadi film Hollywood mempunyai kekuatan untuk membentuk realitas bahwa hero adalah orang kulit putih dan penjahat adalah kulit hitam, Asia, Arab dan Latin, sehingga ras kulit putih memiliki superioritas dalam melawan penjahat. Disamping warna kulit, Hollywood juga membentuk citra seorang hero lewat aspek maskulinitas. Sosok hero seringkali ditampilkan berupa laki-laki muda, tampan, dan bertubuh atletis. Tubuh atletis seorang hero digambarkan seperti tinggi, berotot, dan memiliki perut sixpack. Hal ini didukung pernyataan Adi (2008:104), bahwa simbol hero dalam film-film Hollywood direpresentasikan melalui tokoh protagonis sebagai sosok yang kuat dengan tubuh berotot, karena seorang hero harus melakukan tindakan-tindakan berani dan berbahaya untuk melindungi yang lemah. Wibowo (2004:171) menggambarkan bahwa akar ”keperkasaan” laki-laki dapat dipulangkan dengan menengok tradisi Yunani kuno yang kemudian dilanjutkan dengan tradisi Romawi untuk akhirnya diserap dalam budaya kapitalistik barat modern. Unsur maskulinas dalam budaya Yunani ini, dikembangkan melalui perwujudan dewa dan tokoh mitos mereka yang tampan, commit to user 4 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id gagah, “berotot kawat dan bertulang besi”. Sebuah perwujudan yang kemudian diterjemahkan oleh budaya Romawi melalui kegagahan kaisar Romawi yang memunculkan heroisme. Tak heran jika kemudian semangat heroisme ini juga dimunculkan dalam budaya kapitalistik modern, termasuk film. Pada era 1980-an, Hollywood semakin memperkuat mitos tokoh hero berotot yang ditandai dengan kehadiran Arnold Schwarzenegger, Sylvester Stalone, dan Jean Claude Van Damme. Kala itu, ketiganya tampil dominan dalam film box office Hollywood, dimana dalam setiap filmnya menampilkan bentuk tubuh bagian atas yang berotot dan berminyak. Sebagai pelengkap identitas maskulin, adegan-adegan dalam film dipenuhi aksi menantang maut, perkelahian, dan tembak menembak yang tiada henti dari awal hingga akhir film. Contoh menarik adalah ketika Sylvester Stalone membintangi film Rambo yang menceritakan seorang tentara Amerika yang sedang berperang. Berbeda dengan tentara dalam dunia nyata yang mengenakan seragam, Rambo hanya memakai kaos tipis sehingga tubuh berotot Stalone terlihat dengan jelas. Tidak sebatas itu saja Rambo juga digambarkan sebagai sosok pemberani yang memiliki kemampuan bertarung yang handal seperti berkelahi dan menembak, kombinasi ini membuat Rambo sangat percaya diri ketika menghadapi marabahaya dan mampu mengalahkan puluhan bahkan ratusan musuhnya. Kasus Rambo hanyalah satu diantara banyak kasus lainnya yang mempertegas bagaimana Hollywood membentuk citra maskulinitas hero pada periode 1980-an. Pada periode 1990-an sosok-sosok hero yang baru mulai commit to user 5 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bermunculan, akibatnya di penghujung tahun 1990-an nama-nama seperti Arnold, Sylvester Stalone, dan Van Damme mulai tergusur, begitu pula nasib hero yang berotot mulai tergantikan dengan sosok hero yang baru. Meskipun sosok Arnold dan Stalone mulai ditinggalkan, akan tetapi tahun 2000-an menjadi awal baru bagi kehadiran sosok hero berotot lainnya. Para sineas Hollywood kembali memutar otaknya agar sosok maskulin bisa kembali menjadi primadona, sebagai jawabannya mereka kemudian mengadaptasi sosok-sosok hero dari dunia komik Amerika (Disney Studio, Marvel Comics, dan DC Comic) kedalam film-filmnya. Jika melihat kebelakang, Hollywood sudah sering mengangkat cerita komik menjadi sebuah film, bahkan beberapa film terbilang sukses. Namun di periode 1990-an banyak film yang diadopsi dari cerita komik berakhir gagal seperti Spawn (1997) dan Batman and Robin (1997). Oleh karenanya di periode 2000-an Hollywood menggunakan berbagai cara agar strategi barunya sukses. Alhasil beberapa langkah diambil, misalnya penggunaan teknologi yang mukhtahir seperti CGI (Computer Integrated Imagery) dan penggarapan cerita yang lebih baik, hasilnya muncullah film X-Men di tahun 2000. Film X-Men tidak saja mengusung cerita dan teknologi baru, tetapi juga menandai babak baru bagi mitos hero maskulin. Dalam film X-Men digambarkan bahwa tokoh utama, Wolverine (Hugh Jackman) adalah hero berkekuatan super yang pemberani dan memiliki tubuh besar berotot. Dengan menampilkan karakter berkekuatan super unik dan aksi yang mendebarkan, X-Men kemudian menjadi commit to user 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id film yang menuai pujian dan mampu menarik banyak penonton. Keberhasilan XMen menunjukkan bahwa sekali lagi Hollywood berhasil membawa kemegahan maskulinitas seorang hero setelah era Stalone dan Arnold. Pasca X-Men, Hollywood kembali menghadirkan sosok hero berkekuatan super lewat film Spiderman (2002). Film ini mengisahkan seorang pemuda bernama Peter Parker (Tobby Marguire) yang tiba-tiba mendapatkan kekuatan super. Dengan kekuatannya itu tubuh Peter menjadi lebih berotot dan kuat, ia pun menjelma menjadi sosok yang pemberani dalam menghadapi siapa saja penjahat yang menghadangnya. Film Spiderman menjadi puncak ksesuksesan tokoh-tokoh hero yang diangkat dari cerita komik, hal ini lantas mendorong studio film Hollywood untuk terus memproduksi cerita-cerita komik ke layar lebar. Selanjutnya semakin banyak tokoh komik yang menghiasi bioskop sebut saja Batman, Superman, Thor, Captain America, Fantastic Four, Iron Man, dan lain-lain. Setiap tokoh hero memiliki ceritanya masing-masing, misalnya tentang mahkluk luar angkasa seperti Thor dan Super-Man, atau super hero yang lahir dari percobaan ilimiah seperti Captain America. Kekuatan dan keahlian yang dimiliki masing-masing hero juga semakin beragam, inilah yang menjadi kunci kesuksesan Hollywood agar mampu menarik lebih banyak penonton. Meskipun memiliki inti cerita yang berbeda-beda namun terdapat satu esensi yang sama dalam film-film seperti Spiderman dan X-Men, yaitu seorang hero haruslah bertubuh kekar, kuat dan percaya diri (pemberani). Fenomena commit to user 7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tersebut mengindikasikan bahwa sosok hero dari dunia komik tidak hanya berhasil membuat orang berbondong-bondong menonton bioskop, namun juga sukses membawa kembali hero maskulin berototnya menghiasai layar lebar. Ditengah kesuksesan sosok-sosok hero berotot, Hollywood mulai berinovasi dengan menampilkan seorang hero dengan nuansa yang berbeda lewat film Megamind. Megamind adalah film animasi 3 dimensi bergenre comedyaction yang distutradarai oleh Tom McGrath. Film ini diproduksi DreamWorks Animation dan didistribusikan oleh Paramount Pictures. Pendapatan kotor film Megamind mencapai $ 321 juta dari jumlah anggaran $ 130 juta dan berhasil menduduki peringkat puncak box office selama dua minggu (5-18 November 2010) sejak pemutaran perdananya. Terlepas dari keberhasilan finansialnya, film Megamind memiliki banyak sisi unik untuk dianalisa. Jika selama ini hero digambarkan sebagai laki-laki kuat dan berfisik menawan maka sosok Megamind sangat kontras. Megamind merupakan laki-laki lemah dengan tubuh sangat kurus, kulitnya biru pucat, dan memiliki ukuran kepala yang terlalu besar untuk tubuhnya. Selain bentuk fisiknya yang “tidak ideal”, kepribadian (personality) yang dimilikinya juga tidak mencerminkan seorang hero. Jika seorang hero ditampilkan sebagai orang bermental baja, pemberani, dan gemar menolong, maka Megamind justru sebaliknya, ia bersifat pengecut dan gemar berbuat onar. Tidak sebatas bentuk fisik dan kepribadiannya saja yang digambarkan tidak ideal, kehidupan sosial Megamind juga jauh dari gambaran seorang hero. commit to user 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind adalah seorang anak yang dibesarkan dari penjara oleh para narapidana. Tumbuh bersama narapidana yang identik sebagai „sampah masyarakat‟ membuat Megamind dikucilkan oleh orang-orang disekitarnya. Bahkan ketika bersekolah Megamind harus mengenakan baju narapidana lengkap dengan borgol yang mengikat kaki dan tangannya. Megamind sebenarnya sudah berusaha agar bisa diakui dan menarik perhatian orang disekitarnya dengan berbagai alat ciptaannya, namun malang baginya setiap alat buatannya justru berujung kekacauan. Kekacauan yang ditimbulkan Megamind sering membuat orang disekitarnya jengkel, akhirnya Megamind semakin dijauhi oleh teman dan gurunya ketika ia masih kecil. Hal yang dialami Megamind tentu jauh dari hingar bingar sosok hero seperti Spiderman dan Superman yang dipuja-puji oleh orang disekelilingnya. Nasib Megamind yang dibesarkan dalam penjara tentu berbeda dengan kebanyakan hero yang diceritakan sebagai masyarakat golongan atas, ambil contoh Batman (Bruce Wayne) dan Iron Man (Tony Stark) yang merupakan milyuner kaya raya. Kehidupan sosial Megamind tentu berlawanan dari kebanyakan hero seperti yang dikatakan Devereux (2003: 124) bahwa, pahlawanpahlawan dari Barat, biasanya berkulit putih dan berasal dari kelas menengah, selalu dikenal dalam peran seperti aktris, politisi atau bintang pop. Gambaran mengenai Megamind yang berbeda jika dibandingkan dengan hero pada umumnya sudah pasti menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Sedangkan dibidang ilmu komunikasi, keunikan Megamind tersebut dapat diamati commit to user 9 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id berdasarkan isi pesan dalam film itu. Isi pesan dalam film Megamind dapat ditinjau dari simbol-simbol yang digunakan oleh pembuat film, alasan mengapa simbol-simbol tersebut dipilih, serta makna-makna yang tersirat dari simbol tersebut berdasarkan latar belakang sosial-budaya masyarakat dimana film Megamind dibuat. 1.2. Rumusan Masalah Sejauh ini kita melihat seorang hero sebagai figur yang berperilaku lurus dan maskulin karena memiliki tubuh yang gagah, kuat dan berjiwa pemberani. Selain itu pada umumnya hero berasal dari kelas sosial yang bagus dan golongan kulit putih. Namun Megamind justru menampilkan sosok hero yang berbeda dari stereotipe hero yang terlihat selama ini. Megamind digambarkan memiliki banyak kekurangan, mulai dari perilakunya yang nakal, fisik tidak menawan dan lemah, hingga latar belakang sosial yang buruk dan bukan orang kulit putih. Sosok Megamind yang berbeda dari gambaran hero selama ini kemudian akan memunculkan tanda tanya. Pertanyaan itu terletak pada simbol-simbol apa yang digunakan oleh pembuat film supaya sosok Megamind yang berbeda tersebut dapat diterima sebagai hero. Oleh sebab itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui simbol-simbol apa saja yang digunakan oleh sutradara (pembuat film) untuk memberikan pembenaran agar Megamind dapat diterima sebagai representasi seorang hero. commit to user 10 perpustakaan.uns.ac.id 1.3. digilib.uns.ac.id Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian merupakan jawaban dari rumusan masalah pada penelitian ini. Oleh karena itu tujuan utama penelitian ini adalah mendeskripsikan simbol-simbol yang menjadi sumber pembenaran Megamind sebagai representasi seorang hero. Sedangkan secara lebih khusus tujuan penelitian meliputi beberapa hal sebagai berikut: a. Mendeskripsikan simbol-simbol pembenaran yang digunakan oleh sutradara untuk merepresentasikan maskulinitas Megamind sebagai seorang hero. b. Mendeskripsikan simbol-simbol pembenaran yang digunakan oleh sutradara untuk merepresentasikan perilaku Megamind sebagai seorang hero. c. Mendeskripsikan simbol-simbol pembenaran yang digunakan oleh sutradara untuk merepresentasikan latar belakang Megamind sebagai seorang hero. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini akan memperkaya kajian teori-teori komunikasi, khususnya di bidang media massa seperti film. Sebagai tambahan, penelitian ini bisa menjadi referensi untuk penelitian lain yang serupa. Penelitian ini juga diharapkan mampu membantu bagi akademisi di bidang komunikasi untuk menganalisa pendekatan-pendekatan yang commit to user 11 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dilakukan oleh industri Hollywood ketika membentuk suatu mitos kedalam film. 1.4.2. Manfaat Praktis Ditengah kesuksesan film-film Hollywod di Indonesia, maka penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada insan perfilman di Indonesia mengenai cara kerja film Hollywood dalam membentuk citra seorang hero. Secara tidak langsung, dengan mengamati film-film Hollywood dapat membantu para pelaku industri film Indonesia untuk memahami bagaimana realitas sosial masyarakat di Amerika Serikat dapat disukai oleh penonton di Indonesia. Selanjutnya diharapkan film-film Indonesia mampu mengadopsi berbagai gagasan-gagasan unik mengenai heroisme dalam film Hollywood. commit to user 12 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Film Sebagai Media Komunikasi Massa Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner dalam Ardianto & Kumala (2004:3), yakni pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang. Sedangkan, Joseph Devito, mengemukakan definisi komunikasi massa ke dalam dua item. Pertama adalah komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio atau visual (Ardianto & Kumala, 2004:6). Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan komunikasi melalu media massa perlu mengetahui bahwa terdapat karakteristik-karakteristik tertentu dalam komunikasi massa. Berdasarkan Ardianto & Kumala (2004:7-12) komunikasi massa diantaranya memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) Komunikator terlambangkan; (b) Pesan bersifat umum; (c) Komunikannya anonim dan heterogen; (d) Komunikasi massa menimbulkan keserempakan; (e) Komunikasi mengutamakan isi ketimbang himbauan; (f) Komunikasi massa bersifat satu arah; (g) Stimulasi alat indra terbatas; dan (h) Umpan balik tertunda (delayed). Adapun beberapa media komunikasi yang termasuk dalam media massa misalnya radio dan televisi (media elektronik), surat kabar dan majalah (media cetak), serta film. Sedangkan film yang termasuk kategori media komunikasi commit to user 13 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id massa adalah film bioskop. Film sendiri pada dasarnya merupakan salah satu media yang menggabungkan antara aspek audio dan visual, meskipun pada awal sejarahnya film tidak mengandung unsur audio (film bisu). Karena terdiri dari aspek audio visual, film sekilas terlihat sama seperti televisi, namun yang menjadi perbedaannya adalah televisi cenderung menyampaikan banyak pesan sekaligus kepada audiens, baik melalui program yang mereka sajikan maupun iklan yang mereka tayangkan. Sedangkan film lebih memfokuskan pesannya pada satu inti atau tema cerita yang mencerminkan realita sosial di sekitar tempat film itu diciptakan. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Pasal 1 tentang perfilman, film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Namun menurut Turner, dalam perkembangan teori film mulai ada upaya dari beberapa teoritisi untuk mencapai perspektif yang lebih mampu menangkap substansi film. Film tak lagi dimaknai sekedar sebagai karya seni (film as arts), tetapi lebih dimaknai sebagai praktik sosial (Irawanto, 1999:11). Dalam perspektif praktik sosial, film tidak dimaknai sebagai ekspresi seni pembuatnya, tetapi melibatkan interaksi yang kompleks dan dinamis dari elemenelemen pendukung proses produksi, distribusi maupun eksebisi. Bahkan lebih luas lagi perspektif ini mengansumsikan interaksi antara film dengan ideologi kebudayaan dimana film diproduksi dan dikonsumsi. Perspektif praktik sosial commit to user 14 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id melihat kompleksitas aspek-aspek film sebagai medium komunikasi massa yang beroperasi di dalam masyarakat (Irawantoro, 1999:11). Sementara menurut McQuail (1987:13), dalam lingkup komunikasi film berperan sebagai sebuah sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan, serta menyajikan berita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya yang mengandung informasi kepada mayarakat umum. Dengan perannya dalam menyebarkan informasi maka film bisa menjadi agen sosialisasi mengenai penggambaran budaya dalam masyarakat. Terkadang peran film sebagai agen sosialisasi mampu mendahului agenagen sosialisasi tradisional seperti keluarga, sekolah, atau kelompok-kelompok agama, hal ini dikarena film mampu membangun hubungan secara personal dengan individu. Karena bersifat personal, tiap individu akan menanggapi pesan film melalui rangkaian proses psikologi serta pengaruh pengalaman sosial dan budaya yang dimilikinya masing-masing. Selain itu tingkat kecerdasan dan pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu ikut berperan, sehingga tanggapan ataupun dampak yang dialami oleh masing-masing individu tidak harus sama persis terhadap sebuah film yang sama. 2.2. Representasi Sebagai Kontruksi Realitas Dalam Film Menurut Hall (1997:28), representasi yaitu tindakan menghadirkan sesuatu baik orang, peristiwa, maupun objek lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol. Representasi belum tentu bersifat nyata tetapi bisa juga menunjukan dunia khayalan, fantasi, dan ide abstrak. commit to user 15 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sebaliknya menurut Burton (2012), kata representasi merujuk kepada penggambaran. Namun demikian kata itu tidak hanya sekadar tentang penampilan di permukaan tapi juga menyangkut tentang makna yang dikonstruksi dibaliknya. Melalui media massa, terutama film, kita diberikan representasi tentang dunia dan bagaimana cara kita nantinya akan memahami dunia tersebut. Namun perlu diingat bahwa representasi dibuat dengan suatu tujuan tertentu oleh pembuatnya, sehingga tanpa disadari bentuk-bentuk representasi tersebut menjelma sebagai suatu „pembenaran‟. Untuk menggambarkan ekspresi hubungan antara teks media (film) dengan realitas, konsep representasi sering digunakan. Berdasarkan maknanya, representasi (to represent) bisa didefinisikan sebagai to stand for. Hal tersebut bisa menjadi sebuah tanda (a sign) untuk sesuatu atau seseorang, sebuah tanda tidak sama dengan realitas yang direpresentasikannya tapi dihubungkan dengan mendasarkan diri pada realitas yang menjadi referensinya (Noviani, 2002:61). Turner mengatakan bahwa makna film sebagai representasi dari realitas, berbeda dengan film sebagai refleksi dari realitas. Sebagai refleksi kenyataan, sebuah film hanya memindahkan kenyataan ke layar tanpa mengubah kenyataan tersebut, misalnya film dokumentasi, upacara kenegaraan atau film dokumentasi perang. Sedangkan sebagai representasi dari realitas, film membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaannya (Turner dalam Sobur, 2003:127-128). Jadi film sebagai repesentasi realitas masyarakat berarti film adalah perwujudan, commit to user kebutuhan, keinginan, dan pemikiran masyarakat dimana film itu dieksekusi. 16 perpustakaan.uns.ac.id Film digilib.uns.ac.id merangkum aspek-aspek realitas sosial. Tetapi ia tidak merepresentasikan aspek-aspek tersebut secara tidak jujur. Ia menjadi cermin yang mendistorsi bentuk-bentuk obyek yang direfleksikannnya tetapi juga menampilkan citra-citra dalam visinya. Film tidak berbohong tetapi juga tidak menyatakan yang sebenarnya (Ratna Noviani, 2002). Menurut Burton dalam Junaedi (2007:65), ada beberapa unsur dalam representasi yang lahir dari teks media massa yang meliputi: a. Stereotipe, adalah pelabelan terhadap sesuatu yang sering digambarkan secara negatif. b. Identitas, meliputi pemahaman kita terhadap kelompok yang direpresentasikan. Pemahaman ini menyangkut siapa mereka, nilai apa yang dianutnya dan bagaimana mereka dilihat oleh orang lain dari sudut pandang positif maupun negatif. c. Pembedaan (difference), yaitu mengenai pembedaan antar kelompok sosial, dimana satu kelompok diposisikan dengan kelompok yang lain. d. Naturalisasi (naturalization), adalah strategi representasi yang dirancang untuk mendesain dan menetapkan difference, serta untuk menjaganya agar kelihatan alami selamanya. e. Ideologi, representasi merupakan relasinya dengan ideologi dianggap sebagai kendaraan untuk mentransfer ideologi dalam rangka membangun dan memperluas relasi sosial. Selanjutnya dalam proses representasi seorang pembuat film telah menyeleksi pesan-pesan yang ingin disampaikannya kepada penonton. Alhasil menurut Burton (2012), “pembuat film telah mengkonstruksi berbagai representasi terhadap kelompok-kelompok sosial dengan membentuk berbagai tipe orang tertentu. Representasi-representasi terhadap orang-orang ini mengungkapkan banyak hal dengan budaya kita dan kepercayaan kita. Representasi-representasi ini dapat merepresentasikan nilai-nilai dan dapat memperkukuh nilai-nilai tersebut”. commit to user 17 perpustakaan.uns.ac.id 2.3. digilib.uns.ac.id Film Hollywood Sebagai Media Representasi Hero Setiap generasi dalam masyarakat pasti memiliki figur seorang hero (pahlawan) yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat tersebut. Masyarakat Yunani Kuno mengenal sosok hero legendaris seperti Herkules dan Alexander Agung. Sedangkan masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal sosok hero dalam diri Arjuna dan Gatot Kaca. Cerita mengenai para hero sudah sejak lama diceritakan secara tradisional, baik berupa mitos yang disampaikan dari mulut ke mulut hingga melalui catatan sejarah. Namun seiring majunya peradaban manusia, cara maupun media untuk menceritakan seorang hero semakin berkembang. Di era modern para hero hadir melalui berbagai produk budaya populer dalam bentuk cerita komik, sinetron, film, hingga video game. Walaupun sepak terjang hero muncul melalui berbagai media, namun faktanya menunjukkan bahwa cerita hero dalam film ternyata mampu menjangkau lebih banyak konsumen. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika tokoh hero menjadi lebih populer melalui film dibandingkan bentuk aslinya dalam komik maupun novel. Jadi diantara berbagai produk budaya populer, film, terutama film Hollywood menjadi yang paling berpengaruh dalam merepesentasikan hero. Melalui tangan sineas Hollywood, sosok hero hadir melalui berbagai macam genre film. Salah satu genre yang sangat identik dengan kata hero adalah film laga (action). Suatu film digolongkan sebagai film laga apabila mayoritas adegan yang ditampilkan adalah pertarungan atau perkelahian antara tokoh commit to user 18 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id protagonis yang mewakili kebenaran dengan antagonis yang mewakili kejahatan. Karena protagonis seringkali melakukan tindakan-tindakan heroik dalam membela kebenaran membuat mereka dianggap sebagai simbol pahlawan. Formula inilah yang kemudian membentuk paham heroisme, dan paham tersebut yang berpengaruh besar ketika merepesentasikan seorang hero dalam film Hollywood. Pada periode 1980 hingga 1990-an industri Hollywood sangat gencar dalam memproduksi film laga. Alhasil beberapa pemeran film laga menjadi ikon seorang hero, sebut saja beberapa nama seperti Sylvester Stallone, Arnold Schwarzenegger, Bruce Willis, dan Jean-Claude Van Damme. Namun diakhir periode 1990-an, nama-nama tersebut sedikit demi sedikit mulai tenggelam karena film-film yang mereka perankan dianggap monoton dan membuat penonton bosan. Hal ini kemudian mendorong produsen film Hollywood mengambil langkah-langkah lain, salah satunya adalah mengangkat cerita hero berkekuatan super yang diadaptasi dari komik ataupun novel. Film-film laga seperti ini biasa disebut sebagai American Superhero Film. Hollywood melalui American Superhero Film sukses memanfaatkan momentum di akhir tahun 1990-an dan awal 2000-an dengan meluncurkan film The Matrix (1999) dan X-Men (2000). Selanjutnya, Hollywod berhasil mengemas genre ini menjadi yang paling digemari penonton hingga sekarang, hal itu bisa dilihat dari popularitas dan pendapatan tinggi yang diraihnya dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2012, Hollywood memproduksi film The Avangers yang berhasil menduduki peringkat ketiga film dengan pendapatan tertinggi sepanjang commit to user 19 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id waktu, dibawah film Avatar dan Titanic. Sedangkan berikut ini adalah daftar pendapatan tertinggi American Superhero Films yang diproduksi Hollywood: Tabel 2.1 Highest-Grossing American Superhero Film No Film Penghasilan Tahun 1 The Avangers $1,511,757,910 2012 2 Iron Man 3 $1,179,951,000 2013 3 Transformers: Dark of the Moon $1,123,746,996 2011 4 The Dark Knight Rises $1,084,439,099 2012 5 The Dark Knight $1,004,558,444 2008 6 Spider-Man 3 $890,871,626 2007 7 Transformers: Revenge of the Fallen $836,303,693 2009 8 Spider-Man $821,708,551 2002 9 Spider-Man 2 $783,766,341 2008 10 The Amazing Spider-Man $752,216,557 2012 Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_highest-grossing_films Pada perkembangan saat ini, Hollywood melebarkan genre film laga hingga menyentuh ranah film animasi. Jika awalnya kebanyakan film animasi hanya mengangkat tema seperti; komedi, fantasi, dan petualangan, namun kini mulai bermunculan film-film animasi dengan format laga-komedi. Makin beragamnya tema yang diangkat dalam film animasi menunjukkan upaya Hollywood untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Jika dahulu film animasi difokuskan untuk kalangan anak-anak, tetapi saat ini film animasi mampu menjangkau kelompok-kelompok usia remaja hingga dewasa. Hal ini nampaknya telah berhasil bagi Hollywood yang mampu meraih keuntungan yang sangat besar dari film animasi. Berikut ini adalah tabel film animasi berpendapatan tertinggi: commit to user 20 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 2.2 Sepuluh Film Animasi Hollywood Berpendapatan Terbesar Rank Film Studio Penghasilan Tahun 1 Sherk 2 DreamWorks $919,838,758 2004 2 Ice Age: Dawn of the Dinosaurs BlueSky $878,701,244 2003 3 Finding Nemo Disney/Pixar $864,625,978 2003 4 Shrek The Third DreamWorks $798,958,162 2007 5 The Lion King Buena Vista/Walt Disney $783,841,776 1994 6 Up Disney/Pixar $683,807,981 2009 7 Ice Age: The Meltdown 20th Century Fox $655,388,158 2006 8 Ratatouille Disney/Pixar $643,707,397 2007 9 Kung Fu Panda DreamWorks SKG $631,736,484 2008 10 The Incredibles Disney/Pixar $631,442,092 2004 Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Animasi Dari tabel diatas terlihat bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, beberapa film animasi mampu meraih pendapatan kotor hingga diatas $500.000.000. Keuntungan besar dari film animasi tentunya turut berkontribusi besar dalam mempertebal kocek para pelaku bisnis Hollywood. Selain itu, tabel diatas juga menunjukkan bahwa film animasi dengan genre laga-komedi mulai disukai oleh penonton, hal ini terlihat melalui film Kung Fu Panda dan The Incredibles yang menempati urutan sembilan dan sepuluh dalam tabel. Kedua film ini kemudian diikuti jejaknya oleh film Megamind yang diproduksi Dream Works tahun 2010. Film animasi bergenre laga-komedi memang belum menjadi yang paling digemari oleh penonton, namun sama halnya dengan film laga umumnya, film ini juga menjadi media dalam merepesentasikan figur seorang hero. Oleh karenanya seorang pembuat film akan menggunakan cara-cara tertentu untuk commit to user 21 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id merepesentasikan gagasannya mengenai sosok seorang hero seperti dalam film Kung Fu Panda, The Incredibles, ataupun Megamind. Cara-cara pembuat film dalam merepesentasikan gagasannya bisa ditinjau dari pernyataan Eriyanto yang menyebutkan bahwa ada dua hal terkait dengan representasi. Pertama, apakah seseorang, kelompok atau gagasan ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, eksentuasi dan bantuan gambar macam apa seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan (Eriyanto, 2006:113). Berdasarkan pernyataan Eriyanto diatas, maka bisa diasumsikan bahwa masalah yang timbul ketika Hollywood merepresentasikan seorang hero mencakup dua hal. Pertama, adalah bagaimana mekanisme simbol/tanda yang digunakan oleh produsen film Hollywood dalam membentuk figur seorang hero. Sedangkan yang kedua yaitu apakah sosok hero yang ditampilkan oleh film-film Hollywood bersifat apa adanya sesuai dengan realita yang sesungguhnya, ataukah dikontruksikan menjadi lebih buruk atau lebih baik dari realita sebenarnya. Cara-cara para pembuat film dalam merepesentasikan figur seorang hero di dalam film laga dapat ditinjau dari tiga aspek, meliputi: 2.3.1. Representasi Hero Dalam Aspek Maskulinitas Meskipun Hollywood membagi film laga menjadi berbagai genre, namun mayoritas film tersebut umumnya memiliki persamaan, yaitu inti ceritanya commit to user berpusat pada aksi-aksi heroik dengan tujuan membela kebenaran. Namun dibalik 22 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id aksi-aksi heroik tersebut, para pembuat film sebenarnya menyelipkan gagasan maskulinitas melalui visualisasi tubuh yang gagah berotot. Jika dulu hero berotot sangat identik dengan Arnold dan Stalone, maka kini gambaran tersebut tampil melalui superhero yang mengenakan kostum ketat. Selanjutnya, produsen film Hollywood juga berusaha meningkatkan kesan maskulin melalui adegan-adegan perkelahian ataupun konfrontasi yang hanya mempertotonkan aspek kekuatan dan keberanian. Dampaknya citra hero dalam film Hollywood lebih ditekankan pada ukuran fisik, kekuatan, dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Berbicara mengenai representasi maskulin, kita bisa menyimak pernyataan Adi (2008:104) yang menyebutkan bahwa simbol hero dalam film Hollywood direpresentasikan melalui tokoh protagonis sebagai sosok yang kuat dengan tubuh berotot karena seorang hero harus melakukan tindakan-tindakan berani dan berbahaya untuk melindungi yang lemah. Pernyataan ini seakan-akan menegaskan bahwa kekuatan dan bentuk tubuh ideal merupakan persyaratan yang harus ditampilkan oleh setiap hero. Sedangkan kekuatan yang dimiliki seorang hero seringkali digunakan untuk melindungi yang lemah. Dalam konteks ini „orang-orang yang lemah‟ di dalam film cenderung mengarah pada golongan tertentu, salah satunya adalah kaum perempuan. Dalam film-film laga Hollywood, kebanyakan kaum perempuan diposisikan sebagai golongan yang lemah dan harus diselamatkan oleh pasangan prianya. commit to user 23 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Peran pria sebagai pahlawan dan perempuan sebagai korban adalah salah satu contoh stereotipe dalam citra laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminis). Secara tegas stereotype ini membentuk perbandingan yang jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan, hal tersebut dapat ditelusuri dalam tabel berikut ini: Tabel 2.3 Perbedaan Stereotipe Laki-Laki dan Perempuan No Men are (should be) Women are (should be) 1 Masculine Feminine 2 Dominant Submissive 3 Strong Weak 4 Aggressive Passive 5 Intelligent Intuitive 6 Rational Emotional 7 Active (do things) Communicative (talk about things) No Men like: Women Like: 1 Cars/technology Shopping/make up 2 Casual sex with many partners Committed relationship Sumber: Helen MacDonald dikutip oleh Novi Kurnia (2004:19) Dari tabel diatas dapat dipahami bahwa stereotype menjadi sumber pembenaran bahwa pria memang „diharuskan‟ menjadi pahlawan, karena ia dipandang lebih kuat, agresif, dan aktif. Sebaliknya perempuan ditempatkan dalam karakter yang lemah dan pasif sehingga wajib bagi para pria untuk menolongnya. Sebagai tambahan Priyo Soemandoyo (1999) menyebutkan bahwa pria digambarkan memiliki fisik besar, agresif, prestatif, dominan-superior, asertif dan dimitoskan sebagai pelindung.commit to user 24 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pada perkembangan saat ini sudut pandang mengenai maskulinitas semakin berkembang. Menurut Barker (2007:1), secara umum maskulinitas tradisional menilai tinggi nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan, dan kerja. Sedangkan yang dipandang rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal, kehidupan domestik, kelembutan, komunikasi, perempuan, dan anak-anak. Namun saat ini nilai-nilai yang dijunjung oleh laki-laki semakin berkembang sehingga tidak harus sama dengan nilai-nilai dalam maskulinitas tradisional. Salah satu sudut pandang maskulinitas modern adalah gagasan yang disampaikan oleh Media Azaareness NetWork. Dikutip oleh Novi Kurnia (2004:27-28), Media Azaareness NetWork membagi lima karakteristik maskulinitas modern sebagai berikut: a. Pertama, sikap yang berperilaku baik atau sportif. Elemen ini dimasukkan dalam pesan media yang berkaitan dengan sikap laki-Iaki yang menggunakan wewenang dalam melakukan dominasi yang ia punya. Kalaupun muncul kekerasan dalam penggunaan wewenang tersebut, kekerasan itu dianggap sebagai strategi yang digunakan lakilaki untuk mengatasi masalah. b. Kedua, mentalitas cave man. Hal ini terlihat dari penggunaan ikon hero dari sejarah populer yang mendemonstrasikan maskulinitas, seperti: pejuang, bajak laut, bahkan cowboy. Keagresifan dan kekerasan dikesankan wajar karena dianggap sesuai dengan sifat alami laki-laki. Ilustrasi yang sempurna didapatkan pada karakter jantan dan mandiri serta aktivitas yang menantang bahaya. Figur laki-laki dikonstruksikan sebagai lonely hero, dimana ia dibayangkan menyelesaikan semua permasalahan sendirian dan selalu menjadi pemain tunggal. c. Ketiga, pejuang baru. Dilambangkan dengan kemiliteran maupun olahraga yang dianggap menjadi nilai maskulinitas karena memberikan imajinasi petualangan dan kekuatan laki-laki. d. Keempat, otot dan 'laki-laki ideal'. Tubuh berotot mencitrakan tubuh ideal laki-laki, hal ini merupakan imbas dari budaya modern dimana commit to userdan peran tradisional pria sebagai mesin telah menggantikan kekuatan 25 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pencari nafkah dan pelindung. Oleh karenanya mengejar pembentukan otot menjadi salah satu cara untuk menunjukkan sisi maskulin pria. e. Kelima, maskulinitas pahlawan dan teknologi. Maskulinitas laki-laki dikaitkan dengan kekuatan teknologi sebagai alat bantu laki-laki perkasa dalam membela diri. Salah satu hal yang menarik dari kelima poin diatas yaitu anggapan bahwa maskulinitas dapat dilihat dari aspek teknologi. Masuknya teknologi sebagai kriteria maskulin tidak lepas dari peradaban manusia yang semakin berkembang, sehingga teknologi menjelma sebagai simbol gaya hidup yang maju. Hal ini kemudian memunculkan anggapan bahwa lelaki akan semakin maju dan maskulin jika mampu menggunakan teknologi. Untuk menjelaskan fenomena diatas, Judi Wajcman (2001:161-162) menyebutkan bahwa bisa juga dalam konsep maskulinitas masyarakat barat kontemporer, bentuk maskulinitas berhubungan erat dengan „kekuatan‟ akan penguasaan teknologi yang merupakan realisasi laki-laki yang secara sosial gagal mengkompensasikan kurangnya kekuatan „fisik‟ mereka. Contoh kasus disini adalah kaum hackers yang secara fisik tidak menarik dan patologis namun secara teknik mereka adalah potret „perkasa‟ dalam hubungannya dengan kelaki-lakian. Pada film Hollywood, implementasi maskulintas terhadap teknologi dapat dilihat dari pernyataan Dipaolo berikut “secara tradisonal cerita hero dipahami dengan cara melibatkan ikon manusia heroik, berpakaian warna-warni dan memiliki kemampuan luar biasa, cerdas, dan berkekuatan supranatural. Tetapi sebaliknya saat ini ada beberapa hero seperti Iron Man dan Green Latern yang commit to user 26 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id merupakan „manusia normal‟, tapi dapat menjadi sangat kuat dengan bantuan teknologi canggih (Dipaolo, 2011:2)”. Pernyataan Di Paolo diatas menandakan bahwa terdapat pergeseran sudut pandang bahwa „kekuatan‟ tidak lagi hanya mengenai persoalan fisik dan supranatural tetapi dapat berwujud teknologi. Jadi, saat ini maskulinitas melihat „kekuatan‟ laki-laki tidak harus selalu berarti fisik yang kuat dan badan yang kekar. Namun perlu diperhatikan bahwa meskipun laki-laki secara fisik tidak menonjol, tetapi ia diharuskan memiliki kemampuan yang lebih, sehingga membuat dirinya menonjol. 2.3.2. Representasi Perilaku Seorang Hero Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Sedangkan bagi masyarakat barat, hero atau pahlawan didefinisikan sebagai: a) a mythological or legendary figure often of descent endowed with great strength or ability; b) an ilustrios warrior; c) a man admired for his achievements and noble qualities (www.websterdictionary.com). Jika dilihat dari sejarahnya, definisi hero dalam masyarakat barat berakar dari istilah Yunani Kuno. Istilah ini menjadi populer melalui karya-karya sastra seperti wiracarita atau epos, yaitu sejenis karya sastra tradisional yang menceritakan kisah kepahlawanan (wira berarti pahlawan dan carita adalah kisah). Dalam era Yunani Kuno, wiracarita yang sangat berpengaruh diantaranya adalah Theogonia ciptaan Hesiodos, serta Illiad dan Odisseia karya Homeros. Baik commit to user 27 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Homeros dan Hesiodos dalam karyanya menceritakan para hero sebagai manusia setengah dewa atau demigod yang dikaruniakan kekuatan super, contohnya seperti Herakles (Hercules), Achilles, dan Perseus. Selain memiliki kekuatan super, tokoh hero dalam cerita Yunani Kuno juga digambarkan sebagai sosok petualang pemberani dan pembela kebenaran yang berperilaku lurus. Hal tersebut membuat mereka menjadi panutan bagi orang disekitarnya. Konsep hero seperti inilah yang kemudian mempengaruhi identitas pahlawan di Barat, khususnya dalam cerita komik, televisi, dan film. Alhasil ketika mendengar kata hero, tentunya kita akan hanyut dalam anggapan bahwa ia adalah seorang tokoh utama yang gagah, baik hati, pembela keadilan dan kebenaran, idola, dan lain sebagainya. Anggapan ini menuntun kita bahwa semua perilaku hero mencerminkan sisi positif dari manusia ideal. Namun adakalanya orang bosan dengan hero berperilaku lurus dan ingin melihat sosok hero dengan sifat yang berbeda. Ketika masyarakat mulai bosan, maka insan perfilman Hollywood dengan cermat memanfaatkan situasi tersebut dengan menghadirkan „pahlawan-pahlawan barunya‟ agar penonton tidak menjauh darinya. Sineas-sineas Hollywod lantas menampilkan hero baru yang berperilaku kasar, egois, bahkan tidak sedikit dari mereka yang masuk kategori penjahat. Fenomena ini nampak dalam beberapa karakter hero seperti Robin Longstride (Robin Hood), Captain Jack Sparrow (Pirates Of The Caribbean), Dominic Toretto (Fast and Furious), dan lain-lain. commit to user 28 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Secara garis besar gambaran hero yang berperilaku negatif sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sebelum industri Hollywood terlahir. Salah satu tokoh yang terkenal dalam menampilkan hero berkarakter negatif adalah George Gordon Byron (Lord Byron). Byron merupakan sastrawan Inggris yang karyanya pada abad ke-19 seperti Fragment of a Novel dianggap sangat berbeda, menarik, dan dilihat sebagai suatu nafas baru dalam kesusastraan Inggris. Karya-karya Byron kemudian diteruskan oleh kedua temannya, Mary Shelley dan John William Polidori. Mary Shelley menerapkan hero berkarakter negatif dalam novel Frankenstein, sementara Polidori menulisnya dalam cerita berjudul The Vampire. Kedua cerita dari Shelley dan Polidori kemudian sukses, dan untuk menghormati kontribusi Lord Byron sebagai inspirasi dalam karyakarya tersebut maka muncul aliran Byronic Hero untuk mendeskripsikan sosok hero dengan karakter negatif. Menurut Gross yang dikutip oleh Bima Pranachitra (2010:3), Byron kerap menggambarkan Byronic Hero dengan sosok gotik, melankolis, moody, misterius, sinis, sedikit arogan, pemberontak, serta dibayangi oleh masa lalu yang kelam. Namun di lain sisi ia terpelajar, baik hati, dan bersahaja. Ciri perwatakan Byronic Hero yang kompleks, yakni banyak mengalami perubahan suasana hati (mood) dan cenderung kontroversial menjadikannya sulit untuk ditentukan sebagai kategori tokoh protagonis atau antagonis. Byronic Hero difungsikan sebagai sindiran (satire) sekaligus perlambang terhadap perilaku masyarakat abad ke-18, yang mana diperbudak oleh teknologi, commit to user 29 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan berperilaku layaknya mesin (Thorslev Jr., 1962). Sehingga Byronic Hero merupakan gambaran hero yang manusiawi dimana ia tidak dapat ditebak secara matematis dan akurat karena memiliki perasaan dan suasana hati, meskipun ia tidak bias lepas dari keharusan bersikap rasional. Sementara Thorslev Jr. (1962:7) juga menyebutkan bahwa Byronic Hero sering juga disebut sebagai Villainous Hero atau pahlawan setengah jahat. Alasannya dikarenakan adanya manifestasi perilaku pendosa, atau disebut juga sebagai „algolagnia’, yakni perilaku yang berlawanan antara kegembiraan dan duka, rasa cinta dan rasa benci, kelembutan dan kekasaran yang bercampur menjadi satu. Mengomentari pernyataan tersebut, Bima dalam penelitiannya (2010:12) menyimpulkan bahwa perilaku pendosa seorang Byronic Hero adalah gejala neurosis yang dipicu oleh sikap depresi terhadap ketidakadilan sosial yang dialaminya di masa lalu. Inilah kemudian yang menggambarkan Byronic Hero sebagai tokoh yang banyak terlibat konflik batin dan ketidakstabilan mental. Berdasarkan Wikipedia, Byronic Hero biasanya menunjukkan beberapa ciriciri sebagai berikut: a. Sombong, licik dan mampu beradaptasi; b. Sinis dan seringkali emosinya bertentangan, bipolar, atau moody; c. Menghormati pangkat dan hak istimewa; d. Memiliki kebencian terhadap lembaga sosial dan normanorma; e. Memiliki masa lalu bermasalah atau menderita karena suatu kejahatan yang tidak disebutkan; f. Cerdas, perseptif, canggih dan berpendidikan; g. Misterius; h. Sifatnya senang merugikan diri sendiri; i. Berjuang dengan integritas; j. Diperlakukan dalam pengasingan, sebagai orang terbuang, atau commit to user sampah masyarakat (http://en.wikipedia.org/wiki/Byronic_hero). 30 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dalam penerapannya, film Hollywood banyak menggambarakan Byronic Hero sebagai tokoh yang semula dianggap antagonis, antara lain: mahkluk supranatural (setan, vampir, dan monster), pelaku kriminal, buronan, orang buangan, ataupun tokoh kontroversial lainnya. Namun pada akhirnya diketahui bahwa tokoh-tokoh ini sebenarnya bermanifestasikan perilaku seorang hero yang melindungi orang-orang disekitarnya. Pada dasaranya manifestasi perilaku seorang hero bukanlah hal yang terbentuk secara mudah (instan) ataupun alamiah. Sulitnya memahami perilaku seorang hero juga dialami oleh tokoh-tokoh Byronic Hero. Seorang Byronic Hero tidak bisa secara tiba-tiba mengerti perilaku dan nilai-nilai kepahlwanan, namun mereka memerlukan waktu dan pengalaman yang terbentuk melalui proses belajar. Proses belajar inilah yang kemudian dapat diamati berdasarkan konsepkonsep ilimiah. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk mengkaji proses belajar seorang hero adalah teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang berpendapat bahwa pengetahuan (knowledge) merupakan hasil konstruksi (bentukan) dari orang yang sedang belajar, maksudnya setiap orang membentuk pengetahuannya sendiri. Dalam pandangan konstruktivisme pengetahuan bukanlah “sesuatu yang sudah ada di sana” dan tinggal mengambilnya tetapi merupakan suatu bentukan terus menerus dari orang yang belajar dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya pemahaman yang baru (Fosnot, 1996:14). commit to user 31 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Salah satu tokoh yang terkenal dalam aliran belajar konstruktivisme adalah seorang pakar psikolog dari Swiss bernama Jean Piaget. Piaget dalam Fosnot (1996:13-14), menyoroti bagaimana individu pelan-pelan membentuk skema pengetahuan, pengembangan skema dan mengubah skema. Ia menekankan bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Tampak bahwa Piaget menaruh gagasannya pada keaktifan individu dalam membentuk pengetahuan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan dibentuk oleh individu lewat asimilasi dan akomodasi dalam proses yang terus menerus dari anak-anak sampai dewasa. Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, nilai-nilai ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi bersifat individual dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan sehingga pemaham orang akan terus berkembang (Suparno, 1997:31). Dalam proses pembentukan pengetahuan dapat terjadi seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman baru dengan skema yang telah dipunyai. Dalam keadaan ini orang akan mengadakan akomodasi, yaitu (1) membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru, atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1997:32). commit to user 32 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Proses dalam akomodasi oleh kaum konstruktivis disebut sebagai perubahan konsep secara radikal. Konsep secara radikal terjadi karena adanya peristiwa anomali, yaitu peristiwa dimana individu tidak dapat mengasimilasikan pengetahuannya untuk memahami fenomena yang baru. Suparno (1997:50-51) mengatakan bahwa agar terjadi perubahan konsep secara radikal maka dibutuhkan keadaan dan syarat sebagai berikut: a. Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Individu mengubah konsepnya jika mereka yakin bahwa konsep mereka yang lama tidak dapat digunakan lagi untuk menelaah situasi, pengalaman, dan gejala yang baru. b. Konsep yang baru harus dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan persoalan atau fenomena yang baru. c. Konsep yang baru harus masuk akal, dapat memecahkan dan menjawab persoalan yang terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori atau pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. d. Konsep baru harus berdaya guna bagi perkembangan dan penemuan fenoma yang baru. Untuk mempersingkat konsep asimiliasi dan akomodasi, kita dapat menyimaknya melalui contoh sederhana dalm film Robin Hood. Mulanya Robin Hood mempunyai skema bahwa semua ksatria (pahlawan) harus menjunjung kebenaran dan taat pada hukum. Skema ini didapatkannya terhadap nilai-nilai yang pernah dijumpainya. Namun pada suatu hari terjadi peristiwa anomali dimana ia menyadari bahwa penegak hukum (bangsawan) yang dipandang sebagai ksatria justru berbuat korupsi. Melalui peristiwa tadi Robin Hood mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok dengan pengalaman yang baru, maka dia mengadakan akomodasi dengan membentuk skema baru. Dalam skema barunya, Robin Hood terdorong commit to user untuk mencuri harta para bangsawan korup dan dibagikan kepada orang miskin. 33 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sejatinya mencuri adalah pelanggaran hukum yang tidak mencerminkan sikap ksatria, namun bagi Robin Hood tindakannya tersebut justru merupakan sikap pahlawan yang sebenarnya. Kasus Robin Hood menunjukkan bahwa seorang hero terkadang dapat berbuat menyimpang karena melakukan pelanggaran hukum. Meskipun melanggar hukum akan tetapi Robin Hood masih dianggap sebagai seorang hero karena ia menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan. Intinya, meskipun Robin Hood adalah seorang pelaku kriminal namun di lain sisi ia memperlihatkan sikap penolong, yangmana sikap tersebut terbentuk melalui proses belajar. 2.3.3. Representasi Latar Belakang Sosial Seorang Hero Hero dalam film Hollywood direpesentasikan dalam latar belakang sosial yang terdapat ditengah-tengah masyarakat. Konteks latar belakang sosial seorang hero bisa dilihat dari beberapa sudut pandang misalnya dari stratifikasi sosial. Menurut Bungin (2006:49), stratifikasi atau strata sosial adalah struktur sosial yang berlapis-lapis di dalam masyarakat. Lapisan sosial menunjukkan bahwa masyarakat memiliki strata, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Lapisan soisal terjadi karena adanya pengelompokan yang didasarkan pada suatu simbol-simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai dalam suatu kelompok masyarakat. Berharga atau bernilai dalam hal ini didasarkan pada pandangan sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya maupun dimensi lainnya yang dipahami oleh masyarakat tersebut. Sedangkan secara umum strata sosial commit to user 34 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id melahirkan kelas sosial atau golongan sosial yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu atas (upper class), menengah (middle class), dan bawah (lower class). Sebagai representasi dari realitas, film Hollywood juga memperlihatkan kondisi pelapisan sosial yang terdapat di masyarakat, khususnya masyarakat Amerika. Berdasarkan Paul Horton (2007:6), pada masyarakat Amerika pelapisan sosial yang terjadi karena faktor ekonomi terbagi menjadi enam kelas yang terlihat pada gambar dibawah ini: Gambar 2.1 Gambar Pelapisan Sosial Masyarakat Amerika 1 Atas 2 3 Menengah 4 5 Bawah 6 1. Upper-upper class : Kelas keluarga-keluarga yang telah lama kaya. 2. Lower-upper class : Kelas masyarakat yang belum lama menjadi kaya. 3. Upper-middle class : Kelas dari kelompok pengusaha dan kaum professional. 4. Lower-middle class : Kelas yang terdiri dari pegawai pemerintah, kaum semi profesional, supervisor, dan pengrajin terkemuka. 5. Upper-lower class : Kelas dari kelompok pekerja tetap (golongan pekerja). 6. Lower-lower class : Kelas para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh to user musiman, commit orang yang bergantung. 35 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pembagian kelas sosial diatas juga nampak terjadi dalam film-film Hollywood. Seringkali tokoh hero dalam film Hollywood ditempatkan sebagai golongan sosial menengah keatas. Contoh-contoh hero dari golongan atas terlihat pada karakter Bruce Wayne (Batman), Tony Stark (Iron Man), Oliver Queen (Arrow), Sam Flynn (Tron Legacy), Britt Reid (The Green Hornet) dan lainnya. Tokoh-tokoh hero yang disebutkan tadi merupakan kelompok masyarakat kaya atau milyuner yang mewarisi kekayaan keluarganya secara turun-temurun. Sedangkan menurut Soekanto (1990:262) “salah satu ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah ukuran pekerjaan. Barang siapa yang memiliki pekerjaan kantoran, termasuk dalam lapisan teratas.” Oleh sebab itu produsenprodusen film Hollywood secara disadari maupun tidak, seringkali menampilkan seorang hero sebagai seseorang yang memiliki pekerjaan kantoran. Contoh hero yang bekerja kantoran bisa dilihat pada karakter-karakter seperti Clark Kent (Superman) dan Peter Parker (Spiderman) yang bekerja sebagai jurnalis atau Matt Murdock (Daredevil) yang berprofesi menjadi pengacara. Disamping faktor kekayaan dan pekerjaan, pelapisan sosial juga dapat diukur dari segi pakaian yang dikenakan seseorang. Soekanto (1990:263) menyebutkan bahwa salah satu kriteria yang dipakai untuk menggolonggolongkan masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah ukuran kekayaan. Kekayaan tersebut misalnya bisa dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, cara-cara mempergunakan pakaian, serta bahan pakaian yang digunakannya. commit to user 36 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Menurut Herman Jusuf (2001), “dalam kehidupan sehari-hari, manusia seringkali menangkap kesan pertama dari orang yang ditemuinya melalui pakaian yang dikenakannya. Pandangan sekilas saja terhadap penampilan seseorang akan mengkomunikasikan karakter, kedudukan, dan status orang tersebut di masyarakat. Sehingga setiap bentuk dan jenis pakaian apapun yang mereka kenakan baik secara gamblang maupun samar-samar akan menyampaikan penanda sosial (social signals) tentang si pemakainya.” Pakaian dan status sosial sangat berkaitan erat, sehingga seseorang berusaha menaikkan status mereka dengan mengenakan pakaian yang dikenakan oleh kalangan yang berstatus tinggi. Identitas sosial seorang hero terlihat dari jenis pakaian yang mereka kenakan dalam aktivitas sehari-hari, terutama ketika bekerja. Sedangkan jenis-jenis pakaian yang digunakan oleh seorang hero cenderung mengarah pada pakaian yang bagus dan relatif mahal, contohnya seperti setelan jas (tuxedo). Beberapa contoh hero yang sering mengenakan jas adalah kalangan eksekutif seperti Tony Strak (Iron Man) dan Bruce Wayne (Batman). Kemudian ada kelompok-kelompok detektif seperti Harry Callahan (Dirty Harry) dan Roger Murtaugh (Lethal Weapon) yang selalu memakai jas saat bekerja. Bahkan ada hero yang selalu identik dengan tuxedo yang elegan seperti agen mata-mata dalam film James Bond. Dengan banyaknya hero yang menggunakan jas dalam kesehariannya, mengisyaratkan bahwa ia diposisikan sebagai masyarakat yang berasal dari kelas sosial menengah keatas. commit to user 37 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Film Hollywood menampilkan status sosial seseorang tidak sebatas dari pakaian yang dikenakan oleh seorang hero semata, tetapi juga dari pakaian seorang villain (penjahat). Adi (2008:19) menyebutkan bahwa penjahat kulit hitam biasanya digambarkan mengenakan pakaian murahan dengan model dan warna yang mencolok. Jika berpakaian mahal, mereka tidak tahu bagaimana seharusnya mengenakannya. Memakai anting di telinga, di hidung atau di bibir, serta atribut-atribut anak jalanan lainnya. Sejatinya, latar belakang seorang hero tidak hanya ditunjukkan melalui status dan kelas sosial saja, tetapi juga dicerminkan dari golongan ras yang dimilikinya. Secara tidak langsung Hollywood telah mengkampanyekan isu-isu rasisme dalam berbagai filmnya, permasalahan ini tidak bisa lepas dari kebudayaan masyarakat Amerika yang sangat kental dengan isu rasisme. Rasisme berakar dari etnosentrisme yang tumbuh kuat dalam masyarakat Amerika dan direpresentasikan lewat penokohan karakter dalam film-film Hollywood. Menurut Jones yang dikutip Liliweri (2002:15), konsep etnosentrisme seringkali dipakai secara bersamaan dengan rasisime. Konsep ini mewakili suatu pengertian bahwa setiap kelompok etnik atau ras mempunyai semangat dan ideologi untuk menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada kelompok etknik atau ras lain. Sikap etnosentrisme dan rasisme itu berbentuk prasangka, stereotip, diskriminasi, dan jarak sosial terhadap kelompok lain Liliweri mengatakan bahwa prasangka adalah sikap positif atau negatif berdasarkan keyakinan kita tentang anggota dari kelompok tertentu. Seperti commit to user 38 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id halnya sikap, prasangka meliputi keyakninan untuk menggambarkan jenis pembedaan terhadap orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan. Prasangka yang berbasis ras disebut rasisme, sedangkan yang berdasarkan etnis disebut etnisisme. Menurut Liliweri (2005), bentuk-bentuk prasangka dibagi menjadi tiga yaitu: a. Stereotip. Stereotip adalah salah satu bentuk prasangka antar etnik/ras. Orang cenderung membuat kategori atas tampilan karakteristik perilaku orang lain berdasarkan kategori, ras, jenis kelamin, kebanggan, dan tampilan komunikasi verbal maupun non-verbal. b. Jarak sosial. Menurut Robert Park dan Ernst Burgess jarak sosial merupakan kecenderungan untuk mendekat atau menjauhkan diri pada suatu kelompok. Apabila jarak sosial sudah menjadi norma di dalam kelompok akan dapat menimbulkan orang berprasangka tanpa bergaul dulu dengan individu atau kelompok yang dikenai prasangka itu. Dalam hal ini, Allport berpendapat bahwa social distance (jarak sosial) dalam suatu masyarakat hanya terdapat pada masyarakat yang heterogen yang di dalamnya terdapat kelompok-kelompok yang memiliki fungsi dan ketertarikan yang berbeda-beda. c. Diskriminasi. Kalau prasangka masih meliputi sikap, keyakinan, atau predisposisi untuk bertindak, maka diskriminasi mengarah pada tindakan nyata. Dengan kata lain diskriminasi adalah aplikasi dari prasangka yang dimiliki. Dalam realisasinya, produsen-produsen film Hollywood secara nyata maupun samar-samar mewujudkan prasangka yang berwujud rasisme melalui gambaran tokoh di dalam film. Menurut Junaedi (2007:49), film Hollywood, khususnya film laga banyak menciptakan tokoh hero dari ras kulit putih Amerika, White Anglo-Saxon Protestan (WASPs). Sebaliknya secara oposisi biner merepresentasikan kulit hitam, Asia, Arab dan Latin sebagai “yang lain” (the other) adalah jahat dan tidak berperadaban. Secara lebih detil, simbol-simbol yang merepesentasikan kelompok ras commit to user tertentu juga dikontruksi oleh Hollywood, contoh sederhananya adalah janggut 39 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id atau kumis. Bagi tokoh antagonis digambarkan berjanggut dan berkumis adalah ciri-ciri yang menjadi simbol seorang penjahat, apalagi jika ia berasal dari Timur Tengah dimana pria identik dengan janggut atau kumis. Namun sebaliknya jika kumis dan janggut dimiliki oleh seorang tokoh protagonis, terutama orang kulit putih, maka hal itu dikontruksi sebagai simbol keperkasaan seorang pria. Fiske (1999:9) juga mengatakan bahwa penjahat mempunyai gambaran seperti non-Amerika, logat, kelakuan, dan bicaranya seperti orang Inggris Raya, pada penampilan yang lain kelihatan ras Hispanik dan Asia Timur juga muncul. Tetapi pahlawan laki-laki atau perempuan secara jelas digambarkan dari kelas menengah, orang amerika yang berkulit putih (White Anglo-Saxon Protestan). Berdasarkan aspek latar belakang sosial, terlihat bahwa mayoritas produsen-produsen film Hollywood berusaha menanamkan gagasan bahwa seorang hero sewajarnya berasal dari masyarakat menegah keatas dan ras kulit putih. Hal ini tentunya tidak lepas dari anggapan bahwa masyarakat menegah keatas dan kulit putih memiliki status sosial yang lebih tinggi sehingga dipandang terhormat, bahkan bisa menjadi sosok idola yang ideal. Disamping itu tidak bisa dikesampingkan fakta bahwa masyarakat menegah keatas memiliki peranan dan pengaruh yang lebih kuat dari masyarakat bawah. Pada akhirnya, terlihat bahwa kebanyakan film Hollywood berusaha mengkontruksikan penilaian bahwa menjadi masyarakat menengah keatas adalah kehidupan yang pantas bagi seorang hero. Namun dalam beberapa kasus terlihat bahwa produsen-produsen Hollywood juga menampilkan masyarakat kelas bawah commit to user 40 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebagai seorang hero. Hal ini bisa terjadi karena adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat kelas bawah untuk ditampilkan sebagai seorang hero. 2.4. Penelitian Terdahulu Untuk meneliti film Megamind akan digunakan penelitian terdahulu sebagai rujukan dan perbandingan. Penelitian ini sendiri merupakan pengembangan atau bahkan upaya untuk menyempurnakan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki persamaan atau kemiripan dengan penelitian ini: a. Tesis oleh Bima Pranachitra dengan judul “Representasi Byronic Hero Dalam Novel Frankenstein Karya Mary Shelley”. Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan, tahun 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik analisis konten Hermeneutika. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa novel tersebut berusaha mengajak pembacanya melakukan rekonstruksi sosial dengan memberikan edukasi yang bersifat emansipatoris mengenai nilai-nilai manusiawi dalam sosok Byronic Hero. Perbedaan antara penelitian oleh Bima dan penelitian ini adalah pemilihan media yang digunakan, Bima memilih novel untuk menganalisa representasi hero sedangkan penelitian ini menggunakan film. Hal ini membuat analisa penelitian menjadi berbeda sebab dalam film terdapat unsur audio-visual. Perbedaan selanjutnya terletak pada aktualitas penelitian. Jika Bima memilih novel abad ke 19, akan tetapi commit to user penelitian ini menggunakan film Megamind yang dibuat di abad ke 21. 41 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sehingga isu yang diangkat menjadi lebih segar untuk menggambarkan fenomena heroisme dalam budaya populer saat ini. b. Skripsi oleh Yuliawati Sugianto berjudul “Film dan Kepahlawanan: Citra Superhero Dalam Film Superhero Spiderman”. Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Kristern Petra, Surabaya, tahun 2009. Jenis penelitian ini adalah kuantitaif dengan memakai metode analisis isi. Penelitian ini membagi citra Spiderman sebagai superhero dalam sisi manusiawi dan sisi sempurna. Hasil penelitian menunjukkan prosentase sebesar 9,61% citra pahlawan yang sempurna (didominasi penggunaan senjata atau kekuatan super dan memakai kostum) dan 1,53 % citra pahlawan manusiawi. Letak perbedaan penelitian oleh Yuliawati dan penelitian ini adalah metode penelitian. Disamping itu hasil penelitian Yuliawati juga menunjukkan bahwa citra hero sangat ditekankan oleh nilai maskulin seperi kekuatan (fisik), berbeda dengan penelitian ini yang mengkaji sosok Megamind yang mana sosoknya jauh dari kriteria maskulin. 2.5. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran digunakan untuk memfokuskan ide dalam penelitian, sehingga diharapkan mampu mempermudah dalam memahami penelitian ini. Secara singkat kerangka pemikiran ini dapat dideskripsikan sebagai berikut. Dalam menganalisa isi pesan dalam cerita film Megamind maka akan terlebih dahulu difokuskan representasi hero berdasarkan perspektif gender, perilaku, dan commit tomakna user dari representasi tersebut maka latar belakang sosial. Untuk membongkar 42 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id digunakan analisis semiologi Roland Barthes. Dalam semiologi Barthes terdapat konsep two order of signification, dimana proses pemaknaan terbagi dalam tatanan pertama (denotasi) dan tatanan kedua (konotasi). Melalui analisis semiologi Barthes inilah maka akan diuraikan makna representasi hero dalam film Megamind berdasarkan makna-makna denotasi, konotasi, dan mitos. commit to user 43 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI 3.1. Jenis Penelitian Film adalah media massa yang memuat banyak makna. Penelitian ini berusaha mencari dan menguraikan makna tersebut di dalam film Megamind. Untuk menemukan makna dalam film maka diperlukan analisis terhadap representasi tanda. Oleh karena menekankan pada representasi, penelitian ini tidak mendasarkan pada studi empiris (positivistik) tetapi lebih mengarah pada paradigma kualitiatif. Maka sebab itu jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kualitatif. Kualitatif adalah salah satu penelitian formatif yang menggunakan teknik tertentu untuk mendapatkan jawaban mendalam tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan khalayak. Sedangkan data yang ada dalam penelitian kualitatif adalah berupa kata-kata dan gambar, bukan berupa angka-angka. Pada dasarnya, dalam penelitian kualitatif dikenal tiga tingkatan penelitian yaitu: eksploratif, deskriptif, dan eksplanatif. Eksploratif merupakan tingkat penelitian awal sifatnya merupakan penelitian penjelajahan, peneliti harus benar-benar mempunyai sifat terbuka untuk menghadapi dan menerima segala yang ditemui dan bahkan tidak sama sekali menggunakan bekal teori atau kerangka pikir dalam menghadapi data di lapangan. Deskriptif merupakan pengembangan lanjut dari penelitian eksploratif, peneliti sudah mengetahui beragam variabel yang terlibat dalam sasaran penelitiannya, commit to user 44 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebagai lanjutannya peneliti sudah memprediksi variabel-variabel tersebut dalam kaitan hubungan pada tingkat koleratif. Ekslanatif merupakan kajian lanjut dari penelitian deskriptif yang mengarah pada studi sebab-akibat (hubungan kasual) sebagai prediksi lanjutan (Sutopo, 2002:110-111). Dalam penelitian ini akan dipilih tingkatan deskriptif untuk menjelaskan makna yang terkandung dalam film Megamind. Selanjutnya agar lebih mendetail penulis juga menggunakan sistem analisis semiotika untuk mempelajari representasi hero dalam film Megamind. Sobur (2003:145) menuturkan bahwa analisis dalam semiotika melihat data seperti teks (dialog), gambar, musik, dan simbol-simbol lain dalam film sebagai sebuah struktur keseluruhan. Isi dari film terdiri atas lebih dari sistem kode, bahasa, dan tanda. Ia mencari makna yang laten atau konotatif, ini berarti semiotika bersifat kualitatif sehingga tidak menggunakan data-data kuantitatif. Istilah semiotika secara etimologis berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbentuk sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Sobur, 2001:16). Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh kebudayaan sebagai tanda (Sobur, 2001:36). Semiotik juga diartikan sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Zoest, commit to user 45 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1991:15). Sedangkan menurut Materlart dalam Pawito (2008:155-156), analisis semiotika merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat pada suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk sistem lambang (sign) baik yang terdapat pada media massa maupun diluar media massa. Meskipun pada awalnya semiotika diterapkan kepada ilmu linguistik modern, tapi kini semiotika juga digunakan sebagai pendekatan untuk ilmu-ilmu sosial lainnya, terutama studi komunikasi. Dalam studi komunikasi, semiotika digunakan untuk menganalisa berbagai pesan-pesan dalam media massa yang sarat dengan tanda dan makna, diantaranya mencakup: film, iklan cetak dan elektronik, rubrik di majalah dan koran, hingga program televisi dan radio. Sebenarnya tiap metode pasti memiliki kelemahan tidak terkecuali pada metode semiotika. Metode semiotika sangat berorientasi pada pemaknaan dari sudut pandang individual, inilah yang menjadi kelemahan semiotika karena sangat bergantung pada kemampuan analisis seseorang. Akan tetapi salah satu keunggulan semiotika adalah analisanya yang mendalam terhadap makna-makna yang terdapat di dalam tanda, jadi metode ini mampu mengungkap permasalahan yang sulit dipecahkan melalui metode lain seperti kuantitaif. Semiotika bisa dijadikan metode yang tepat untuk mengkaji film, hal yang perlu diperhatikan adalah tanda-tanda dalam film terkadang bekerja secara bias atau tersembunyi. Pesan dalam film menjadi bias karena pengemasannya dibuat commit to user 46 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sedemikian rupa, sehingga fokus penonton tertuju pada jalan cerita bukan terhadap makna-makna yang tergambar dibalik simbol yang ditampilkan dalam film. Oleh sebab itu, semitoika sebagai studi yang mendalami tanda dianggap mampu membongkar makna-makna tersembunyi dibalik pesan sebuah film. Perlu ditambahkan juga bahwa film merupakan bidang yang amat relevan bagi analisis semiotik. Seperti dikemukakan Van Zoest dalam Sobur (2001:128) “film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imajinasi dan sistem penandaan. Pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Memang, ciri gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya”. Melalui penjelasan Van Zost, dapat dipahami bahwa semitoika dalam film berbeda dengan kajian semitoika dalam fotograpi. Meskipun terdiri dari aspek visual (gambar), film merupakan terminologi gambar yang bergerak, berbeda dengan fotografi yang berupa gambar statis. Sebagai gambar yang bergerak film bisa menghadirkan unsur dinamis dari obyek yang ditampilkan, kedinamisan ini membuat gambar pada film lebih sulit untuk ditafsirkan dibandingkan gambar dalam fotograpi. Selain itu film dibangun atas unsur audio visual, oleh karenanya film memiliki karakteristik yang berbeda dengan format tanda yang terdapat dalam iklan cetak (visual saja) atau siaran radio (audio saja). commit to user 47 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Berbicara mengenai semiotika tidak bisa lepas dari tokoh-tokoh seperti Charles Pierce dan Ferdinand de Saussure. Charles Pierce menyebut studinya sebagai semiotika, sebaliknya metode Ferdinand de Saussure disebut Semiologi. Pada perkembangan selanjutnya muncul Roland Barthes sebagai penerus de Saussure, oleh karenanya metode Barthes dapat dikategorikan sebagai semiologi. Semiologi Roland Barthes menekankan makna sebuah tanda dalam sistem konotasi dan denotasi. Melalui analisa dengan menggunakan model semiologi Roland Barthes, peneliti berusaha mempelajari representasi makna-makna hero (pahlawan) yang terkandung pada film Megamind. Makna tersebut bisa berujud secara jelas, tersembunyi, disadari, ataupun yang tidak disadari, bahkan oleh pembuat film (pengirim pesan) sendiri. 3.2. Pengumpulan Data Untuk melakukan pengumpulan data, dilakukan pembagian sebagai data primer dan data sekunder. Data primer untuk penelitian ini adalah data yang diperoleh dari sumber data atau tangan pertama di lapangan. Data primer untuk penelitian ini yaitu dokumentasi. Dokumentasi untuk penelitian ini berupa DVD film Megamind dan film-film lain yang mendukung dalam penelitian ini. Dengan menggunakan dokumentasi maka data diperoleh langsung dengan cara mengamati (observasi) film Megamind. Selain data primer, peneliti juga akan memanfaatkan data sekunder yang berasal dari sumber tertulis. Sumber tertulis yaitu data yang didapat dari bukubuku maupun internet. Sehingga untuk data sekunder penelitian ini meliputi: (1) commit to user 48 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Buku yang berhubungan dengan tema penelitian sebagai dasar teori dan, (2) Bahan dan dokumen dari website yang dapat mendukung data dalam penelitian. 3.3. Analisis Data Data dalam film Megamind akan dianalisa dengan menghubungkan nilai- nilai ideologis dan kultural yang terdapat pada masyarat, oleh karenanya akan lebih tepat jika memakai metode semiologi Roland Barthes yang identik dengan pemaknaan secara kultural. Dalam konsep semiologi Barthes terdapat signifikasi dua tahap (two order of signification) yang terbagi dalam konotasi dan denotasi. Signifikasi dua tahap Roland Barther akan dijelaskan melalui gambar berikut ini: Tabel 3.1 Tabel Peta Tanda Roland Barthes 1. Signifier (Penanda) 2. Signified (Petanda) 3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 4. Connotative Signifier 5. Connotative Signified (Penanda Konotatif) (Petanda Konotatif) 6. Connotative Sign (Tanda Konotatif) Sumber: Alex Sobur (2003: 69) Berdasarkan tabel diatas maka dapat dijelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara penanda dan petanda. Sedangkan pada signifikasi tahap kedua digunakan istilah konotasi. Sebuah pesan memiliki dua makna denotasi dan konotasi. Konotasi berasal dari kata latin, connotate, ialah tanda yang mengarah kepada makna-makna kultural yang terpisah, atau dengan perkataan lain berbeda dengan kata dan bentuk lain dari komunikasi. Kata-kata commit to user 49 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id konotasi melibatkan simbol-simbol, historis, dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional (Berger, 2000: 15). Konotasi mempunyai makna subyektif atau setidaknya intersubyektif (Fiske, 2004:118). Jadi dapat dikatakan bahwa makna konotasi bisa saja keluar dari arti kata yang sesungguhnya sesuai dengan subjektifitas pengguna tanda. Lain halnya dengan makna denotasi yang menunjukkan arti yang sebenarnya dari katakata. Benny Hoed (2008) juga menyebutkan bahwa konotasi adalah makna baru yang diberikan oleh pemakai tanda sesuai dengan keinginan, latar belakang pengetahuannya atau konvensi baru yang ada dalam masyarakat. Konotasi merupakan segi “ideologi” tanda. Konotasi sebagai tahap tahap kedua signifikasi berkaitan dengan mitos yang merupakan ideologi dominan dalam masyarakat. Dalam kerangka Barthes menyebutkan bahwa konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Sobur, 2003:71). Dengan memakai metode konotasi kita bisa melihat makna kultural pada mitos-mitos yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia sendiri makna konotasi dapat dilihat melalui simbol yang melekat pada pohon beringin. Makna konotasi sebuah pohon beringin bagi masyarakat di Indonesia diantaranya dapat ditelusuri dalam tabel berikut ini: commit to user 50 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 3.2 Tabel Makna Tanda Pohon Beringin 1. Pohon Beringin (Penanda) 2. Rindang dan Lebat (Petanda) 3. POHON BERINGIN (Tanda Denotatif) 4. Pohon Beringin (Penanda Konotatif) 5. Sarang Mahluk Halus (Petanda Konotatif) 6. MITOS POHON KERAMAT (Tanda Konotatif) Dari tabel diatas menunjukkan bahwa makna denotatif pohon beringin adalah pohon (tumbuhan) yang rindang dan lebat. Namun secara bersamaan masyarakat Indonesia menganggap bahwa pohon beringin merupakan tempat hunian atau sarang para makhluk halus. Karena anggapan masyarakat tersebut kemudian muncul mitos bahwa pohon beringin adalah simbol pohon yang “keramat” di Indonesia. Mitos pohon beringin tersebut menjadi makna konotasi yang secara kultural terbentuk ditengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini. Dalam prakteknya, media massa dapat dipandang memiliki andil besar dalam membentuk mitos, contohnya mitos seorang hero dalam film. Pada suatu film, terutama film Hollywood bergenre laga (action), cenderung menampilkan hero sebagai sosok yang maskulin, berkepribadian lurus, dan memiliki latar belakang sosial yang bagus. Hal ini kemudian menjadi gagasan dominan atau mitos yang membenarkan bahwa idealnya seorang hero haruslah perkasa, berprilaku lurus, dan berasal dari masyarakat golongan menengah atas. Namun ketika seorang hero digambarkan secara sebaliknya, seperti pada kasus Megamind dimana ia tidak perkasa, tidak lurus, dan bukan dari golongan commit to user 51 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menengah atas, maka akan muncul pembenaran-pembenaran oleh seorang pembuat film. Pembenaran-pembenaran dalam film Megamind ini dapat dilihat sebagai proses pembentukan kembali mitos mengenai seorang hero dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya masih baru bagi penonton. Secara singkat tahapan-tahapan analisis data dilakukan sebagai berikut. Langkah awal dalam analisis data adalah memilih adegan-adegan yang menandakan adanya representasi hero dalam film Megamind. Kemudian setelah dipilih, maka adegan-adegan akan disusun berdasarkan kategorisasi yang telah dibuat, yaitu representasi berdasarkan bias gender, perilaku, dan latar belakang sosial. Barulah setelahnya akan dianalisis menggunakan teknik semiologi Roland Barthes yang terdiri dari signifikasi tahap pertama (denotasi) dan signifikasi tahap kedua (konotasi) kemudian mitos. Hasil akhir analisis data yakni berupa bagaimana makna representasi hero yang terkandung dalam film Megamind jika dilihat berdasarkan bias gender, perilaku, dan latar belakang sosial. commit to user 52 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Obyek Penelitian 4.1.1. Sinopsis Film Film ini menceritakan tentang Megamind yaitu seorang penjahat yang beralih profesi menjadi pahlawan. Awal kisah dimulai ketika Megamind yang baru menginjak usia 4 hari mengalami kejadian tragis karena planet yang ditempatinya hancur. Beruntung orang tua Megamind berhasil mengungsikannya ke bumi. Untuk menemani sang bayi, orang tua Megamind menitipkannya ikan luar angkasa yang bernama Minion. Setelah planet asalnya hancur dan ditinggalkan kedua orang tuanya, nasib sial yang menimpa Megamind belum berhenti. Ia harus bersaing dengan mahkluk luar angkasa lainnya, yaitu Metro Man. Kehidupan Megamind dan Metro Man bagaikan yin dan yang. Jika Metro Man adalah anak yang bernasib beruntung, maka sebaliknya Megamind harus menjalani hidup penuh lika-liku. Perbedaan nasib yang dialami Megamind dan Metro Man dikarenakan keduanya besar dari lingkungan yang berbeda. Metro Man dibesarkan dalam lingkungan yang baik, sebaliknya Megamind harus tumbuh di tengah kehidupan penjara yang kelam. Beruntung Megamind memiliki sahabat sekaligus pendamping setianya, Minion, dalam menghadapi cobaan hidupnya. Pada masa kanak-kanak Metro Man selalu mendapat perhatian lebih commit to user karena kemampuan supernya yang bisa membuat orang senang, sedangkan 53 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind yang mencoba menarik perhatian dengan eksperimennnya justru membuatnya dijauhi oleh teman-teman dan gurunya. Semakin hari Megamind kecil makin sering dikucilkan oleh teman-temannya, ia pun tumbuh menjadi seorang penyendiri. Meskipun tidak memiliki teman namun Megamind memiliki Minion yang menjadi satu-satunya sahabat setia baginya. Bosan karena merasa tidak bisa menjadi orang baik seperti Metro Man, akhirnya Megamind kecil memutuskan untuk menjadi penjahat. Kejahatan Megamind dimulai dengan mengacau di sekolah dan penjara, dia pun mengikrarkan permusuhan dengan Metro Man. Sejak itulah keduanya memulai rivalitas yang diwarnai dengan pertarungan panjang. Megamind memang memilih berpihak di sisi penjahat, namun ia bukanlah sosok penjahat pada umumnya yang kejam atau psikopat. Megamind merupakan sosok penjahat nakal yang lucu dan ceroboh, ia juga sangat usil dan gemar berbuat onar. Perlaku-perilaku inilah yang kemudian membuat warga Metro City jengkel dan muak kepada Megamind. Sebaliknya Metro Man adalah sosok pahlawan karismatik yang sangat diidolakan warga Metro City. Disamping itu Metro Man juga memiliki kekuatan super yang tidak mungkin dijangkau oleh Megamind. Oleh karena itu Megamind memanfaatkan “kecerdasan supernya” untuk menciptakan berbagai mesin dan strategi yang membuatnya siap menghadapi Metro Man. Meski berbagai cara yang ditempuh mengalami kegagalan, namun commit melalui to user rencana yang matang Megamind Megamind pantang menyerah. Akhirnya 54 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id berhasil menghabisi Metro Man. Sesungguhnya Metro Man tidak tewas ditangan Megamind, ia hanya merekayasa kematiannya karena ingin memutuskan berhenti menjadi superhero. Rencana Metro Man berhasil dan ia sukses mengelabui Megamind dan semua warga Metro City dengan kematian palsunya. Pasca kepergian Metro Man, warga Metro City tidak lagi punya superhero yang akan melindungi mereka. Kemenangan ini awalnya menyebabkan kebahagiaan besar dan kebanggaan dalam dirinya, seiring ia terjerumus dalam keserakahan (mencuri uang dari bank dan lukisan Monalisa dari Louvre), perilaku sembrono (menghancurkan bangunan kota dan kendaraan), dan sifat menyombongkan diri yang berlebihan. Sebenarnya, setelah kepergian Metro Man, Megamind sedikit demi sedikit mengalami perubahan dalam hidupnya. Megamind mulai berubah menjadi baik hati, hal itu terjadi karena dia jatuh cinta kepada seorang reporter cantik yang bernama Roxanne Ritchie. Salah satu satu contoh perubahan Megamind terjadi ketika ia membersihkan jalan-jalan dikota dan taman. Disamping itu Megamind juga berusaha membereskan berbagai permasalahan lainnya di Metro City yang terjadi karena ulahnya. Meskipun suasana hatinya menjadi lebih baik dengan kehadiran Roxane namun Megamind tidak mampu menutupi kegalauan dalam dirinya. Megamind tetap bosan dan merasa kehilangan arah hidup setelah kepergian Metro Man. Megamind kemudian menjadi penjahat yang kesepian, karena setelah dia mengalahkan Metro Man, tidak ada lagi orang yang menghalanginya. Kemudian commit to user 55 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind beranggapan bahwa sia-sia menjadi penjahat jika tidak ada pahlawan yang menghentikannya. Megamind lalu memutuskan untuk menciptakan seorang superhero baru untuk berperang melawan dirinya. Melalui kejeniusannya ia mengekstrak kekuatan super Metro Man dan mencari seorang calon kandidat superhero. Ketika ingin mencari calon supehero Megamind secara tidak sengaja memberikan ekstraksi kekuatan super kepada seorang pemuda bernama Hall. Hall kemudian dilatih dan dididik Megamind menjadi superhero. Bahkan Megamind memberikannya nama panggilan Titan. Akan tetapi harapan Megamind untuk menjadikan Titan seorang superhero justru berubah menjadi bencana terburuk. Titan pahlawan yang diciptakan dan juga dilatih oleh Megamind malah menjadi penjahat yang bahkan lebih kejam darinya. Ditengah kebingungannya terhadap permasalahan Titan, Megamind justru menemukan jiwa pahlawan yang sebenarnya tersembunyi dalam dirinya. Megamind selanjutnya mengambil langkah untuk melawan Titan. Pertarungan sengit antara Megamind dan Titan akhirnya terjadi. Titan yang memiliki kekuatan super berada di atas angin dan berhadil mendesak Megamind. Namun dengan kecerdikannya Megamind berhasil mengalahkan Titan dengan aksi yang brilian. Akhir cerita Megamind berhasil menghentikan sepak terjang Titan dan menjebloskannya ke penjara, ia kemudian menjadi penyelamat Metro City. Setelah menjadi penyelamat kota Metro City wargapun mengadakan commit to user Film ini memberi kesan bahwa pesta untuk menyambut pahlawan baru mereka. 56 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind yang semula pecundang kemudian sanggup berubah menjadi pemenang, ia yang awalnya merupakan penjahat mampu menjadi pahlawan. 4.1.2. Data Film Megamind Megamind adalah film animasi 3D yang bertema komedi dan superhero. Film ini diproduksi oleh DreamWorks Animation dan Red Jam Productions, serta didistribusikan oleh Paramount Pictures. Di Indonesia, film ini dirilis pada tanggal 5 November 2010. Film Megamind disutradarai oleh Tom McGrath yang namanya terangkat setelah berhasil mengarahkan trilogy Madagascar. Sutradara satu ini memiliki jam terbang tinggi di dunia animasi karena telah berperan dalam berbagai posisi pada berbagai film animasi. Dalam pembuatan film Megamind, DreamWorks Animation masih mengusung formula yang biasa mereka gunakan, yaitu memanfaatkan bintang besar sebagai pengisi suara. Oleh karena itu dipilih nama-nama tenar dalam film ini, diantaranya; Will Ferrell, Tina Fey, Jonah Hill, David Cross, dan juga Brad Pitt. Karena keberadaan nama-nama bintang yang sudah dikenal luas oleh publik, film Megamind berhasil meraup pemasukan sebesar $321 juta dengan budjet $130 juta. Selain sukses mendulang keuntunga, film Megamind juga berhasil meraih penghargaan Top Box Office Films dalam ajang ASCAP Film and Television Music Awards. Penghargaan itu diberikan atas nama Hans Zimmer dan Lorne Balfe yang menjadi penata musik dalam film Megamind. Sekilas film Megamind mengingatkan pada film The Incredibles yang pernah dibuat oleh Pixar Studio ditahun 2004. Tapi kemiripan antara film commit to user 57 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id produksi Pixar Studio dan DreamWorks Animation bukanlah hal baru mengingat keduanya bersaing untuk menjadi studio animasi terbesar didunia. Film-film yang produksi oleh Pixar seperti A Bug's Life (1998), Monsters, Inc. (2001), dan Finding Nemo (2003) mempunyai kemiripan dengan film Antz (1998), Monsters vs Aliens (2009), dan Shark Tale (2004) yang dibuat oleh DreamWorks. Demikian pula dengan Chicken Run (2000) dan Madagascar (2005) milik DreamWork yang juga mirip dengan Chicken Little (2005) dan The Wild (2006) dari Disney, studio yang selama ini mengedarkan film-film Pixar. Walaupun mengangkat tema yang sama dengan film The Incredibles namun film Megamind menampilkan sisi yang berbeda. Jika The Incredibles merupakan film yang menampilkan superhero seperti pada umumnya, namun film Megamind justru menampilkan seorang hero secara berbeda. Keunikan film Megamind karena tokoh utama dalam film ini bukanlah seorang superhero yang baik hati namun seorang penjahat super. Memilih penjahat menjadi seorang pemeran utama menjadi keunikan film Megamind, oleh karena itu tagline dalam film ini adalah “The Superhero Movie Will Never be The Same”. Di tahun 2011, kemudian dirilis film kelanjutan dari Megamind, berjudul Megamind: The Button of Doom. Film pendek yang disutradarai oleh Simon J. Smith ini dirilis dalam format DVD/Blu-ray yang disertakan dalam film prosedornya pada tanggal 25 Februari 2011. Pengisi suara dalam ini kembali dipilih kepada Will Ferrell sebagai Megamind dan David Cross sebagai Minion. Film ini saat hari pertama Megamind dan sidekicknya Minion melakukan commit to user pekerjaannya sebagai pelindung di Metro City setelah mengalahkan Titan. 58 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Berikut ini adalah data mengenai film Megamind yang diperoleh dari Imdb (Internet Movie Data Base) dan Wikipedia: 1. Genre : Action & Adventure, Animation, Comedy, Kids & Family 2. Sutradara : Tom McGrath 3. Produser : Lara Breay dan Denise Nolan Cascino 4. Executive Produser : Ben Stiller dan Stuart Cornfeld 5. Penulis : David Lindsay-Abaire dan Jeanine Tesori 6. Musik : Hans Zimmer dan Lorne Balfe 7. Sinematrografi : Phill “Captain 3D” McNally 8. Studio Film : DreamWorks Animation, Pacific Data Images, dan Red Hour Productions 9. Distributor 10. Pengisi Suara : Paramount Pictures : Will Ferrel (Megamind), Brad Pitt (Metro Man), Tina Fey (Roxanne Ritchie), Jonah Hill (Hal Stuart dan Titan), David Cross (Minion) dan Ben Stiller (Bernand) 11. Tanggal Keluar : 28 Oktober 2010 (Rusia) dan 5 November 2010 (USA) 12. Durasi : 96 menit 13. Bahasa : Inggris 14. Anggaran : $ 130 juta 15. Pendapatan Kotor : $ 321 juta commit to user 59 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4.1.3. Tokoh-Tokoh Dalam Film Megamind Megamind Tokoh utama dalam film ini yang merupakan alien dengan penampilan yang menyeramkan tetapi nyentrik dan lucu. Karakternya nakal dan gemar berbuat onar, namun sangat cerdas dan pantang menyerah. Dengan berbagai penemuannya membuat Megamind mampu menghadapi lawan-lawannya, walalupun terkadang alatalat ciptaannya justru merepotkan dirinya sendiri. Trauma yang dialaminya ketika kecil membuat Megamind memilih menjadi penjahat, meskipun begitu kehadiran Roxanne berhasil melunakkan hati Megamind dan membuatnya menjadi pahlawan. Komedian Will Ferell dipercaya mengisi suara Megamind dan berhasil membuat karakter ini semakin kocak. Minion Minion adalah ikan luar angkasa yang mampu berbicara. Ia menjadi sahabat setia Megamind yang selalu berada disamping Megamind. Wujud Miniom menyerupai ikan predator Piranha yang memiliki gigi-gigi tajam dan berwana gelap sehingga ia terlihat ganas. Akan tetapi Minion sesungguhnya berkarekter ceria, lucu dan polos. Minion seringkali menjadi kelinci percobaan untuk alat ciptaan Megamind. commit to user 60 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Roxane Ritchi Kekasih Megamind yang berprofesi sebagai wartawan (reporter) pada salah satu stasiun televisi di Metro City. Mulanya Roxane sangat membenci Megamind karena ulahnya yang senang membuat kekacauan. Akan tetapi setelah mengenal Megamind lebih dekat Roxane justru menjadi suka padanya. Selanjutnya Roxane menjadi sosok yang menginspirasi Megamind untuk menjadi pahlawan. Tokoh ini digambarkan sebagai perempuan cantik yang penuh rasa ingin tahu dan kritis. Artis Tina Fey dipilih untuk mengisi suara karakter satu ini. Metro Man Metroman merupakan rival Megamind sejak kecil. Meskipun saling bermusuhan akan tetapi Metro Man menjadi salah satu tokoh yang menuntun Megamind menjadi seorang pahlawan. Awalnya Metro Man merupakan superhero yang melindungi Metro City sehingga ia sangat dicintai oleh warganya. Suatu hari ia bosan karena terus menghadapi Megamind dan menjadi pahlawan, maka ia memutuskan “pensiun” menjadi superhero dan beralih profesi menjadi musisi dengan julukan Music Man. Pada saat menjadi superhero, Metro Man merupakan sosok yang karismatik, kuat, dan memiliki penampilan fisik yang menarik. Aktor papan atas Brad Pitt, berperan menjadi pengisi suara Metro Man. commit to user 61 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Titan Sebelumnya memiliki nama asli Stewart Hal. Di awal cerita ia menjadi juru kamera sekaligus rekan kerja Roxane. Hal adalah orang yang bodoh dan paranoid. Kisah hidupnya yang monoton berubah setelah alat ciptaan Megamind secara ”tidak sengaja” membuatnya memiliki kekuatan super. Setelah mendapatkan kekuatan super, Megamind mengharapkan agar Hal menjadi seorang superhero yang diberi nama julukan Titan (Tighten). Namun harapan Megamind musnah setelah Hall memilih menjadi penjahat. Dengan kekuatan supernya, Titan menjadi penjahat super (Super Villian) yang berhasil menduduki kota Metro City dan menebar teror di kota itu. Aktor komedian bertubuh tambun, Johan Hill, menjadi pengisi suara Stewart Hal danTitan. 4.1.4. Profil Produsen Film DreamWorks, LLC, juga dikenal sebagai DreamWorks Pictures, DreamWorks SKG, atau DreamWorks Studios, adalah perusahaan pembuat film utama di Amerika Serikat, yang membuat, menghasilkan dan memasarkan film-film, video permainan dan program-program televisi. Mereka telah menghasilkan ataupun memasarkan tidak kurang dari sepuluh buah film dengan pendapatan kotor dari film-film yang mencapai "box-office" sebesar US$ 100 juta per filmnya. Perusahaan ini mulai didirikan pada tahun 1994 sebagai wadah untuk commit to user menuangkan ide-ide terbaik dari pakar media, Steven Spielberg, Jeffrey 62 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Katzenberg, dan David Geffen(Inisial dari ketiga pendiri itu, yaitu S dari Spielberg, K dari Katzenberg dan G dari Geffen membentuk tulisan SKG yang tampak pada bagian bawah dari logo perusahaan ini) untuk membuat sebuah studio Hollywood yang baru. DreamWorks mempunyai logo bulan sabit yang terdapat gambar seorang anak sedang memancing dengan backgorund awan biru langit gelap. Pada DreamWorks perkembangannya setuju untuk di bulan Desember2005, menjualnya ke Viacom, ketiga perusahaan pendiri induk dariParamount Pictures. Proses penjualan ini dapat diselesaikan pada bulan Februari 2006. Salah satu bagian dari perusahaan ini yang membidangi animasi dipisahkan dari perusahaan induknya pada tahun 2004, menjadi DreamWorks Animation SKG. Film-filmnya diedarkan Paramount Pictures, namun bagian animasi tetap merupakan bagian yang terpisah baik dari Paramount Pictures maupun Viacom. Pada tahun 2008, DreamWorks memutus kemitraan dari Paramount dan membayar US$1.5 triliun untuk produksi film dari Reliance ADA Group, namun setahun kemudian bekerja sama lagi kepada Paramount. Pada tanggal 9 Februari 2009, DreamWorks dan Paramount memasuki 6 tahun, 30 produksi film oleh The Walt Disney Company, yang memegang DreamWorks sebanyak 50%. commit to user 63 perpustakaan.uns.ac.id 4.2. digilib.uns.ac.id Hasil Penelitian Analisis terhadap film Megamind yang menjadi obyek penelitian ini akan dilakukan dengan mengartikan tanda-tanda dalam film yang merepesentasikan figur seorang hero. Beberapa adegan yang diangap menunjukkan bagaimana konsep seorang hero akan dipilih berdasarkan unsur komunikasi verbal dan nonverbal. Adegan-adegan yang telah dipilih dalam film ini akan terbagi menjadi shoot-shoot gambar yang akan dianalisis menggunakan metode semiologi. Hasil data dari penelitian ini akan didasarkan melalui uraian-uraian adegan yang telah dianalisa berdasarkan semiologi model Roland Barthes. Penggunaan semiologi model Roland Barthes dipilih untuk melihat makna isi pesan dalam film Megamind berdasarkan pendekatan sosial-budaya. Dengan memakai semiologi model Barthes maka analisis data akan dilakukan melalui dua tahap signifikasi, yaitu denotasi dan konotasi kemudian mitos. Pada tahap pertama atau denotasi akan menggambarkan wujud paling nyata dari tanda. Sedangkan signifikasi tahap kedua atau konotasi adalah bagaimana tanda tersebut digambarkan. Pada signifikasi tahap kedua kemudian terdapat mitos, dimana tanda-tanda tersebut memiliki keterkaitan dengan sistem budaya dimana tanda tersebut dibuat. Oleh karena itu, langkah pertama untuk menganilisis data dalam penelitian ini adalah mengamati tiap-tiap adegan yang telah dipilih untuk diuraikan menjadi makna denotasi dan makna konotasi. Kemudian langkah kedua adalah menyusun analisis mitos terhadap semua adegan yang telah dianalisis berdasarkan makna denotasi dan makna konotasi. commit to user 64 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sebelum memulai pembahasan maka akan terlebih dahulu akan dianalisa bagaimana realitas hero dalam perspektif budaya masyarakat Barat. Menurut Sebastian, seseorang dianggap menjadi pahlawan karena mempunyai “kelebihan khusus” dan melakukan hal-hal yang jauh melampaui kemampuan orang-orang biasa. Kelebihan seorang pahlawan tersebut kemudian sangat menonjol dan membuat mereka mampu merubah kehidupan masyarakat luas bahkan merombak suatu peradaban. Dalam budaya Yunani Kuno simbol pahlawan hadir melalui sosok Aleksander Agung, yang mampu menaklukkan teritori yang sangat luas dari Yunani sampai India dan melingkupi 14.000 mil ke arah Timur Yunani. Karena kemampuannya itu, Alexander dianggap mampu melakukan pencapaian besar yang kemudian merubah masyarakat Eropa dan Asia pada saat itu. Pada era modern sosok-sosok pahlawan bagi masyarakat Barat hadir dalam berbagai tokoh-tokoh penting yang memiliki pencapaian luar biasa dibidang-bidang tertentu. Amerika misalnya melihat simbol pahlawan pada sosok penemu seperti Thomas Alfa Edison yang memajukan peradaban manusia melalui alat-alat ciptaannya. Selain itu masih banyak pahlawan dibidang lainnya seperti John F. Kennedy dan George Washington yang merupakan presiden sekaligus tokoh politikus penting di Amerika. Kemudian masih ada simbol-simbol pahlawan lainnya seperti Abraham Lincoln dan Marthin Luther King yang menjadi tokoh yang memperjuangkan persamaan hal sipil di Amerika Serikat. Meskipun tiap-tiap pahlawan bagi masyarakat Amerika memiliki bidang yang berbeda-beda namun mereka memiliki persamaan yaitu mereka melakukan commit to user 65 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pencapaian besar yang mampu merubah masyarakat di Amerika bahkan dunia. Oleh karena itu secara tidak langsung pencapaian merupakan simbol seorang pahlawan dalam realita masyarakat di Barat, khususnya di Amerika Serikat. Namun realitas hero dalam masyarakat Barat telah dikontruksi ketika dimasukkan kedalam produk-produk media massa, termasuk film. Alhasil tidak mengherankan jika nilai realita pahlawan didunia nyata dan didunia film belum tentu tepat. Menurut Fauzi Hermawan, hero merupakan gambaran yang diidealkan pengarang atau lazim disebut ideologisasi, dimana pengarang memimpikan sebuah bentuk keidealan akan sebuah realitas. Hero tidak lebih hanyalah sebuah bentuk konstruksi. Michael Foucault mengingatkan, dalam setiap teks yang muncul seringkali hadir sebuah peristiwa yang disebut sebagai “ironi heronisasi” (irony of heronization). Artinya hero pada akhirnya oleh semua orang secara bertubi-tubi dikonstruksi untuk menjadi sebuah simbol. Ia hadir sebagai cerminan hasrat akan keidealan. Apabila menganggap bahwa sosok hero sebagai refleksi kenyataan sosial yang melingkungi teks maka anggapa itu kuranglah tepat (www:catatanferryfauzi.blogspot.com/2013/04/). Jika ditinjau dari ideologi masyarakat Barat maka konsep pahlawan didalam film dapat dikategorikan berdasarkan aspek maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial. Oleh karena itu dalam membahas simbol-simbol dalam film Megamind yang menyakut isu heroisme akan mencakup tiga korpus, yaitu: (a). representasi hero berdasarkan maskulinitas, (b). representasi hero berdasarkan perilaku individual, dan (c). representasi hero berdasarkan latar belakang sosial. commit to user Berdasarkan ketiga unsur tersebut maka diperoleh data sebagai berikut: 66 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4.2.1. Representasi Megamind Berdasarkan Maskulinitas Febriyanti (2011) menuturkan bahwa sebelum membahas maskulinitas secara lebih mendalam, perlu dimengerti dahulu konsep gender. Karena maskulinitas berhubungan dengan gender. Sifat dan perilaku tentang perempuan dan laki-laki yang diatur gender, berkaitan dengan sifat-sifat maskulin dan feminin. Maskulin adalah sifat yang dilekatkan pada laki-laki sementara feminin adalah sifat yang dilekatkan pada perempuan. Maskulinitas merupakan seperangkat harapan, idealisasi tentang bagaimana seharusnya laki-laki berpikir, bertindak dan tampil dalam suatu kultur. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa maskulinitas merupakan sebuah konsep untuk menggambarkan pria ideal dan wanita ideal. Oleh karena itu dalam korpus ini akan dibahas mengenai figur Megamind jika dihubungkan dengan konsep lelaki ideal (maskulin). Untuk mempermudah analisa tersebut maka dalam korpus ini akan dibagi menjadi dua kategori, yaitu; a). Nilai Maskulinitas Megamind, dan b). Heroisme Pria Dalam Bias Gender. a. Nilai Maskulinitas Megamind Nilai Maskulinitas Megamind Dalam Adegan 8 Time Code: 03:03 - 03:13 Shoot 1 Shoot 2 commit to user 67 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Shoot 3 Shoot 4 Kode Verbal Dalam Adegan 8 Megamind : Di sisi lain Metro man memiliki kehidupan yang berlimpah, kekuatan terbang, kekebalan, dan rambut yang keren (On Screen - Voice Over). Megamind : Sementara aku punya sesuatu yang jauh, jauh lebih besar, yaitu pengetahuanku yang menakjubkan. Megamind : Bakat untuk menciptakan alat penghancur. Makna Denotasi Dalam Adegan 8 Adegan 8 dimulai ketika Megamind menceritakan kenangan di masa kecilnya. Dalam shoot 1 diperlihatkan bagaimana Metro Man kecil sedang terbang mengangkat ibunya. Selanjutnya ketika shoot 2, Megamind kecil tampak sedang memegang palu yang digunakan untuk pelat besi bekas. Dalam shoot 3 menampilkan Megamind yang mengolah pelat besi tersebut dengan menggunakan perlengkapan las untuk menciptakan sebuah benda. Shoot 4 memperlihatkan Megamind kecil gembira setelah berhasil menciptakan sebuah sepeda dengan senjata penghancur yang dibuatnya dari bahan-bahan besi bekas di penjara. commit to user 68 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Potongan adegan 8 menampilkan bagaimana citra antara Megamind dan rivalnya Metro Man, sedangkan dari dialog dan gambarnya terdapat makna mengenai perbedaan citra diantara kedua karakter tersebut. Metro Man diceritakan memiliki kemampuan untuk terbang, kekuatan super, dan rambut yang bagus. Sebaliknya Megamind menampilkan citra yang berseberangan dengan Metro Man, Megamind tidak memiliki kekuatan super, selain itu ia juga tidak memiliki rambut yang bagus karena botak. Meskipun tidak memiliki kekuatan super akan tetapi Megamind memiliki kecerdasan yang menjadi kelebihannya. Makna Konotasi Dalam Adegan 8 Makna kontasi dalam adegan 8 berhubungan dengan bagaimana seorang hero direpesentasikan berdasarkan nilai maskulinitas. Nilai maskulinitas sangat berkaitan erat dengan perkembangan peradaban manusia. Istilah ini semakin populer bagi masyarakat Barat di zaman Yunani kuno. Pada era Yunani Kuno dan Romawi, masyarakat Barat memiliki nilai tradisional yang memandang tinggi ide tentang lelaki ideal (maskulin) dimana laki-laki haruslah perkasa. Disamping itu laki-laki juga diwajibkan memiliki penampilan mempesona yang bisa dilihat dari bentuk tubuh yang berotot, wajah yang tampan, serta gaya potongan rambutnya. Gagasan mengenai pria ideal yang perkasa dan tampan terus dipertahankan hingga berabad-abad lamanya hingga berkembang menjadi mitos untuk merepesentasikan figur seorang hero. Namun dalam perkembangannya ide-ide mengenai maskulinitas mulai berubah-ubah, hal ini disebabkan oleh masyarakat saat ini yang memiliki beragam persepsi mengenai konsep pria ideal. Oleh karena commit to user 69 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id itu wajar saja jika muncul kecenderungan untuk merepesentasikan figur seorang hero dari sudut pandang yang berbeda. Judi Wajcman (2001:163) menyebutkan bahwa dewasa ini kehidupan masyarakat barat tidak dapat lepas dari teknologi. Kemajuan teknologi saat ini merupakan aspek dominan yang berpengaruh terhadap kebudayaan, sehingga muncul wacana bahwa polaritas antara ilmu pengetahuan dan sensualitas, barang dan manusia menggambarkan sistem simbol dan metafora dimana stereotype lakilaki lebih dekat dengan teknologi karena cenderung mengandalkan logika dan rasio. Sehingga Wajcman menyimpulkan bahwa dalam dunia yang dipenuhi dengan teknologi dan industri dimana ilmu pengetahuan dan rasionalitas sangat dihargai menyebabkan perempuan semakin terperosok dalam konstruksi bahwa mereka adalah inferior sedangkan laki-laki adalah superior. Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa saat ini dimana ilmu pengetahuan sangat dihargai, laki-laki didorong untuk menjadi individu cerdas yang mengandalkan logika dan rasio. Alhasil, kini konsep laki-laki ideal tidak selalu identik dengan kekuatan namun bisa juga dihubungkan dengan kecerdasan. Terkait dengan pernyataan tersebut maka potret hero laki-laki yang cerdas ditampilkan oleh karakter Megamind dalam adegan 8. Dalam adegan ini Megamind menjadi simbol orang yang sangat cerdas sehingga ia mampu menciptakan berbagai alat walaupan hanya berbekal bahan-bahan seadanya. Kemampuan Megamind dalam menciptakan berbagai alat canggih menunjukkan bahwa kecerdasan yang dimilikinya mampu menggantikan commit to user 70 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kekurangannya yang tidak memiliki fisik yang kuat. Oleh karenanya simbol kecerdasan Megamind dalam adegan 8 menandakan bahwa seorang hero tidak harus selalu kuat, meskipun begitu ia dituntut untuk memiliki keahlian lain yang menonjol. Sedangkan dalam kasus Megamind, hal yang membuatnya menonjol adalah kecerdasannya dalam menciptakan alat berteknologi canggih. Karakter Megamind sebagai lelaki yang lemah menandakan bahwa pembuat film tidak menonjolkan mitos mengenai hero yang identik dengan fisik yang menawan dan perkasa (kuat). Hal ini terbukti dalam adegan 8 yang menampilkan Megamind sebagai simbol yang lemah karena tidak memiliki keuatan super, selain itu ia berpenampilan tidak menarik terutama karena rambutnya yang botak. Meskipun lemah dan tidak menarik, Megamind tetap merepesentasikan sosok hero karena ia adalah simbol lelaki yang cerdas. Dengan kecerdasannya itu ia mampu menutupi kekurangannya sebagai orang yang lemah. Nilai Maskulinitas Megamind Dalam Adegan 12 Time Code : 04:39 - 04:54 Shoot 1 Shoot 2 commit to user 71 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Shoot 3 Kode Verbal Dalam Adegan 12 Megamind : Sementara mereka sedang belajar “itsy bitsy spider” (menyanyi). Aku belajar bagaimana untuk mengeringkan obyek (benda) padat, dan mengembalikannya seperti semula (On Screen - Voice Over). Makna Denotasi Dalam Adegan 12 Adegan 12 dalam film ini menampilkan Megamind yang sedang melakukan eksperimen dengan Minion di dalam kelas. Shoot 1 menampilkan gambar Megamind yang sedang memegang sebuah senjata berbentuk pistol dan menembakkannya kearah Minion. Saat ditembakkan oleh Megamind pistol tersebut mengeluarkan cahaya biru berbentuk laser. Sebagai latar dalam shoot ini diperlihatkan gambar seorang siswa yang memegang banjo (gitar kecil) dan dikelilingi teman-temannya sambil bernyanyi bersama-sama. Shoot 2 menampilkan kejadian yang terjadi setelah pistol tersebut ditembakkan dan kemudian merubah Minion menjadi kotak atau kubik biru berukuran kecil. Dalam shoot 3 memperlihatkan Minion yang kembali kewujud semula setelah Megamind memberikan setetes air dari gelas berwarna putih. commit to user 72 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Nampak keduanya saling bertukar senyuman yang menunjukkan isyarat bahwa eksperimen Megamind telah berhasil. Makna dalam shoot ini menunjukkan bahwa Megamind sedang melakukan uji coba menggunakan alat ciptaannya secara sendirian. Di sisi lain teman-teman sekelas Megamind justru melakukan aktivitas yang lainnya, yaitu mengikuti pelajaran kesenian atau bernyayi secara bersama-sama. Selanjutnya dialog dalam adegan ini menunjukkan bahwa Megamind lebih memilih bereksperimen daripada melakukan aktivitas yang dikerjakan oleh teman-temannya. Pada akhir adegan ini menunjukkan jika alat ciptaan Megamind berhasil setelah diuji coba. Kemudian Megamind menemakannya alat ciptaannya sebagai dehydration animantion object, yakni alat laser untuk merubah-ubah benda padat. Makna Konotasi Dalam Adegan 12 Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) merupakan mekanisme suatu alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik yang biasanya dalam bentuk cahaya yang tidak dapat dilihat maupun dapat lihat dengan mata normal, melalui proses pancaran testimulasi. Sejak diperkenalkannya laser pada tahun 1960, sebagai “sebuah penyelesaian suatu masalah”, maka dalam perkembangannya laser telah digunakan secara meluas, dalam bermacammacam aplikasi modern. Secara umum, laser dianggap suatu pencapaian teknologi yang paling berpengaruh dalam abad ke-20 (http://id.wikipedia.org/wiki/Laser). Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa laser merupakan salah satu teknologi paling canggih saat ini. Oleh karena itu alat-alat yang commit to user 73 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menggunakan laser merupakan benda yang menjadi simbol teknologi tinggi. Sedangkan dalam film ini, laser merupakan teknologi yang menjadi ciptaan Megamind dan diperlihatkan secara jelas dalam adegan 12. Adegan ini menampilkan Megamind yang melakukan eksperimen menggunakan alat laser ciptaannya yang disebut dehydration animantion object. Alat laser ciptaan Megamind mencerminkan benda berteknologi canggih, sedangkan Megamind sebagai pencipta alat tersebut merepesentasikan seorang hero yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Seperti yang kita ketahui bahwa ditengah-tengah masyarakat yang kini sangat mengangung-agungkan teknologi dan ilmu pengetahuan maka hero dari kalangan pria dituntut menjadi individu yang cerdas. Selain itu makna kontasi dalam adegan ini menunjukkan jika Megamind memiliki kecerdasan yang melampaui teman-teman atau orang disekitarnya. Pernyataan ini merujuk dari adegan 12 yang menampilkan Megamind saat melakukan eksperimennya secara sendirian, sementara teman-teman sekelasnya melakukan aktivitas yang berbeda yaitu mengikuti pelajaran kesenian. Hal tersebut menandakan sebuah perbandingan bahwa eksperimen Megamind jauh lebih berbobot daripada pelajaran yang dilakukan dikelasnya, sehingga Megamind memilih bereksperimen sendirian karena ia merupakan siswa yang jauh lebih cerdas jika dibandingkan teman-teman sekelasnya. Disamping kemampuan dalam menciptakan senjata laser, terdapat salah satu ciri lain yang mewakili kecerdasan Megamind yaitu bentuk kepalanya yang commit to user 74 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id besar. Dalam adegan 12 terlihat jika Megamind memiliki ukuran kepala yang sangat besar, secara tidak langsung ukuran kepalanya tersebut merepesentasikan ciri orang-orang cerdas. Selain itu, ukuran kepala Megamind tersebut juga merupakan sebuah gambaran bahwa ia merupakan mahkluk terrestrial (alien). Alien seringkali digambarkan memiliki ukuran kepala yang sangat besar sehingga nampak tidak proposional jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. Menurut Ali Nurahman, dalam film biasanya alien dikaitkan dengan mahkluk yang cerdas, yang digambarkan dengan bentuk kepala besar. Digambarkan dengan kepala besar karena alien lebih memakai otak daripada organ badan lainnya. Selanjutnya muncul anggapan jika alien senantiasa berpikir secara terus-menerus maka mempengaruhi salah satu organ tubuh mereka, seperti kepala yang membesar. Jadi tidak mengherankan kalau sosok alien terlihat sebagai mahkluk yang tidak proporsional karena memiliki bentuk tubuh yang kecil dengan kepala besar, mata besar, dan terkadang bertelinga panjang (http://donnygendon.wordpress.com/2012/12/18/mencuri-teknologi-dari-alien/). Pada intinya makna konotasi dalam adegan 12 menekankan dua hal. Pertama, bentuk kepala Megamind yang sangat besar merupakan simbol kecerdasan. Hal tersebut karena volume kepala Megamind yang besar secara tidak langsung merepesentasikan bentuk kepala alien yang identik sebagai mahkluk yang cerdas karena memiliki kepala yang sangat besar. Kedua, adegan ini menunjukkan simbol Megamind sebagai seorang hero laki-laki yang cerdas karena ia ahli dalam membuat senjata laser yang sangat canggih. commit to user 75 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Nilai Maskulinitas Megamind Dalam Adegan 69 Time Code : 57:14 - 58:03 Shoot 1 Shoot 2 Shoot 3 Makna Denotasi Dalam Adegan 69 Pada shoot 1 Megamind sedang berganti kostum dan terlihat bokong dan pinggangnya yang rata ketika mengenakan pakaian ketat. Gambar pada shoot 1 diambil secara close-up, hal ini menegaskan sebuah makna bahwa Megamind merupakan sosok bertubuh kurus. Sedangkan pada shoot 2 Megamind yang berkepala botak sedang melakukan perawatan dengan menggunakan Scalp Massager (pemijat kulit kepala) khusus yang diciptakannya. Selanjutnya dalam shoot 3 nampak Megamind sedang berdandan dengan menggunakan bedak yang dipoles pada kedua pipinya. Kemudian Megamind memakai pewarna mata (eyes shadow) commitditobawah user kelopak matanya. Makna dalam 76 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id adegan kali ini menunjukkan bahwa Megamind adalah seorang lelaki dengan fisik yang tidak menarik karena ia bertubuh sangat kurus dan berkepala botak. Meskipun memiliki perawakan yang tidak menawan akan tetapi Megamind digambarkan sebagai sosok yang memperhatikan penampilannya. Makna Konotasi Dalam Adegan 69 Makna denotasi dalam adegan 69 menunjukkan bahwa Megamind adalah seorang hero yang memperhatikan penampilannya, hal ini ditunjukkan ketika ia melakukan perawatan tubuh ketika akan bertarung dengan Titan. Sedangkan, kebiasaan Megamind yang senang menjaga penampilannya tersebut dapat dianalisa berdasarkan kultur maskulinitas di tengah masyarakat. Pada dasarnya kultur masulinitas dapat diamati berdasarkan konsep lelaki ideal yang terus berkembang dari masa ke masa, oleh karena itu perlu dipahami bagaimana konsep ini berdasarkan pandangan tradisional dan pandangan masa kini. Secara tradisional istilah masculine identik dengan kata mascle (otot) yang diasosiasikan bahwa pria seharusnya bertubuh tinggi kekar. Hal ini telah dipahami oleh masyarakat barat sejak dahulu kala untuk menggambarkan salah satu ciri lelaki ideal. Selanjutnya stereotype mengenai laki-laki berotot terus berkembang dan menjadi sebuah mitos atau wacana dalam merepesentasikan seorang hero. Namun di abad 20 penilaian mengenai lelaki ideal perlahan-lahan semakin meluas, contohnya pada dekade 1980-an muncul konsep baru mengenai maskulinitas yaitu New Man as Narcissist. commit to user 77 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Konsep New Man as Narcissist berkaitan dengan komersialisme terhadap maskulinitas dan konsumerisme semenjak akhir Perang Dunia II. New Man as Narcissist adalah generasi yang tertarik pada pakaian dan musik pop (Beynon dalam Nasir, 2007:3). Perlu ditambahkan bahwa menurut Barnard, kemunculan Man as Narcissist pada awal tahun 1990-an seakan menunjukkan narsisisme dan ekshibisionisme pria, dimana pria membeli dan menggunakan kosmetik namun bukan dalam bentuk kewanita-wanitaan (Barnard, 2007:196). Kemunculan New Man as Narcissist menandakan bahwa nilai maskulinitas terus berkembang seiring perubahan jaman, sehingga istilah maskulin tidak selalu berhubungan dengan tubuh yang kekar. Melalui New Man as Narcissist dapat dipahami bahwa penampilan pria tidak selalu diukur dengan fisik yang berotot, namun juga dapat dilihat dari kebiasaan mereka dalam menjaga penampilannya. Maka sebab itu menjaga penampilan atau berdandan kini menjadi salah satu ciri-ciri pria ideal (maskulin). Simbol laki-laki sebagai New Man as Narcissist nampaknya digunakan oleh pembuat film Megamind dalam merepesentasikan seorang hero. Dalam adegan 69 terlihat bahwa tokoh Megamind digambarkan sebagai simbol laki-laki yang kurus dan tidak menarik. Meskipun secara fisik tidak menarik namun Megamind tetap berusaha menjaga penampilannya, diantaranya melalui perawatan kulit kepala (Scalp Massage) dan berdandan. Oleh sebab itu, New Man as Narcissist dikemas menjadi simbol yang merepesentasikan bahwa Megamind adalah hero yang maskulin, karena sebagai pria ia memperhatikan penampilannya. commit to user 78 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id b. Heroisme Pria Dalam Bias Gender Heroisme Pria Dalam Bias Gender Pada Adegan 94 Time Code: 01:16-23 - 01:17:03 Shoot 1 Shoot 2 Shoot 3 Kode Verbal Dalam Adegan 94 Roxanne : Huaaa… Roxanne : Aku tahu kamu pasti kembali Megamind : Yah, itu membuat kita impas. Roxanne : Ahhh Makna Denotasi Dalam Adegan 94 Adegan menampilkan ketika Roxanne diculik oleh Titan dan dibawa ke commit to user puncak Metro Tower. Bagian awal adegan memperlihatkan Roxanne yang diikat 79 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pada tiang Metro Tower dengan menggunakan besi oleh Titan. Berikutnya dalam shoot 1 terlihat jika Roxanne sedang ketakutan setelah bangunan Metro Tower dirubuhkan oleh Titan sehingga ia terancam akan jatuh dari ketinggian yang sangat tinggi. Roxanne memasang ekspresi ketakutan dengan mulut yang terbuka lebar sambil menjerit, selain itu bola matanya terlihat membesar dengan memandang ke arah bawah dimana ia akan jatuh. Shoot 2 terdapat gambar Roxanne yang gembira setelah Megamind datang menyelamatkannya. Sementara itu Megamind dengan tangan kosong berusaha melepaskan besi yang mengikat Roxanne, namun karena besi itu sangat keras usahanya belum berhasil. Shoot 3 berisi gambar Megamind yang sukses melepaskan Roxanne dengan menggunakan senjata lasernya. Setelah ikatannya terlepas, Roxanne justru terlempar ke atas yang membuatnya langsung menjerit. Namun dengan sigap Megamind meraih kaki kanan Roxanne dengan tangannya, kemudian Megamind membawa Roxanne menjauh dari Titan. Adegan ini mengandung makna denotasi bahwa Megamind adalah seorang penyelamat karena berhasil membebaskan Roxanne yang diculik oleh Titan. Selanjutnya dari gambar dan dialognya terlihat bahwa Roxanne sangat ketakutan ketika sedang diculik oleh Titan hal ini diwujudkan oleh ekspresi dan jeritannya. Akan tetapi ketika Megamind datang untuk menyelamatkannya, Roxanne menjadi lebih tenang dan merasa aman. Makna Konotasi Dalam Adegan 94 commit to user 80 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Piliang (dalam Novi Kurnia 2004:17) melihat media massa sebagai arena “perjuangan tanda”, sedangkan yang diperebutkan adalah tanda yang mencerminkan citra tertentu. Dalam pencitraan ini nilai maskulin berada dalam posisi dominan, dan nilai feminin berada dalam posisi marjinal. Artinya, dalam media massa berlangsung perjuangan memperebutkan “hegemoni tanda”, khususnya “hegemoni gender”. Dalam perjuangan tanda tersebut posisi dominan sangat identik dengan kekuasaan pria terhadap wanita. Trujito (dalam Novi Kurnia 2004:24) mengidentifikasi lima fitur kekuasaan pria yang bisa diidentifikasi dalam budaya media di Amerika. Pertama, ketika kekuasaan didefinisikan dengan kekuatan dan kontrol fisik. Kedua, ketika kekuasaan didefinisikan melalui pencapaian professional dalam masyarakat industrial kapitalistik. Ketiga, ketika kekuasaan direpresentasikan ke dalam patriarki familial. Keempat, ketika kekuasaan disimbolkan melalui laki-laki pelindung yang romantis. Kelima, ketika kekuasaan didefinisikan sebagai hetereoseksual dan dipusatkan pada representasi phallus. Berdasarkan pernyataan Trujito tersebut maka simbol hegemoni gender dalam adegan ke 94 mencakup poin ke empat yaitu kekuasaan laki-laki sebagai seorang pelindung. Dalam adegan ini simbol kekuasaan laki-laki yang dominan diwakili oleh Megamind yang merupakan seorang penyelamat. Sebalikya posisi wanita yang marjinal direpesentasikan oleh Roxanne yang menjadi korban yang diselamatkan oleh pria (Megamind). commit to user 81 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kali ini Roxanne mewakili perempuan yang feminim sehingga ia dipandang makhluk yang lemah, rapuh, dan emosional. Sisi feminim Roixanne tersirat dari kondisinya yang sangat tidak berdaya ketika diculik dan hanya bisa menjerit dan pasrah ketika berada dalam bahaya. Sebaliknya sosok Megamind justru sangat dominan sebagai simbol seorang penyelamat. Secara garis besar adegan 94 mengindikasikan bahwa wanita digambarkan sebagai makhluk yang bergantung kepada laki-laki, khususnya dalam kondisi yang berbahaya. Disamping itu semua, dalam bias gender seorang laki-laki dituntut untuk menjadi maskulin. Oleh karenanya bersikap maskulin sudah menjadi kebutuhan bagi seorang pria dan ia akan dianggap berhasil jika sudah memenuhi kebutuhannya tersebut. Pandangan inilah yang kemudian melahirkan anggapan bahwa seorang lelaki berusaha untuk tampil maskulin, terutama dihadapan para wanita. Sebaliknya seorang perempuan akan merasa puas jika ia mampu memenuhi kebutuhan pria untuk menjadi maskulin. Dalam adegan ini kebutuhan seorang pria untuk menjadi maskulin diibaratkan sebagai sebuah aksi penyalamatan. Maka sebab itu, sebagai pria Megamind dianggap berhasil memenuhi kebutuhannya ketika menyelamatkan Roxanne. Kemudian Roxanne (wanita) akan merasa puas setelah berhasil memenuhi kebutuhan Megamind (pria). Hal ini secara simbolik diwakili oleh Roxanne yang sedang tersenyum ketika Megamind datang untuk menolongnya. commit to user 82 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Heroisme Pria Dalam Bias Gender Pada Adegan 95 Time Code: 01:17:04 - 01:17:43 Shoot 1 Shoot 2 Shoot 3 Makna Denotasi Dalam Adegan 95 Gambar Shoot 1 menampilkan Megamind sedang mengendarai motor ciptaannya, sementara Roxane berada di samping Megamind sambil memeluknya. Sedangkan dibelakang mereka terlihat bangunan Metro Tower yang baru saja dilemparkan oleh Titan kearah Megamind. Gambar Shoot 2 menunjukkan gambar bangunan Metro Tower yang terus menerjang kearah Megamind, sementara motor yang dikendarainya mengalami kendala teknis sehingga Megamind dan Roxane berada dalam bahaya. Dengan teknik pengambilan gambar secara close-up terlihat wajah Roxane yang ketakutan dengan mata yang terbuka lebar sebaliknya commit to user 83 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind justru terlihat lebih tenang dan ia berusaha mengamati kondisi disekitarnya untuk mencari jalan keluar. Shoot 3 menampilkan gambar Megamind yang melempar Roxane kearah kiri, tujuannya tersebut adalah agar Roxane bisa selamat dari runtuhan Metro Tower yang akan menimpanya. Setelah dilempar oleh Megamind, Roxane mendarat disebuah beranda pada sebuah bangunan dan selamat dari runtuhan Metro Tower. Meskipun berhasil menyelamatkan Roxanne namun Megamind harus terkena runtuhan Metro Tower dan terluka. Rangkaian shoot dalam adegan 95 memiliki makna denotasi bahwa Megamind merupakan karakter pelindung yang rela mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkan orang lain. Disamping itu Megamind juga digambarkan sebagai sosok yang tenang sehingga ketika berada dalam masalah ia mampu mencari solusi. Sedangkan Roxane dalam adegan 95 digambarkan sebagai orang yang mudah panik ketika berada dalam tekanan, alhasil ia hanya mempasrahkan dirinya kepada Megamind ketika bahaya mengancamnya. Makna Konotasi Dalam Adegan 95 Makna konotasi yang termuat dalam adegan 95 dapat dianalisis dengan perkembangan isu maskulinitas yang sangat berkaitan dengan budaya patriarki. Budaya patriarki mencakup berbagai aspek mengenai perbedaan stereotype antara laki-laki (maskulin) dan wanita (feminim). Jika dikaitkan dengan budaya patriarki maka adegan 95 memuat makna mengenai perbedaan stereotype karakter dan posisi diantara laki-laki dan perempuan. commit to user 84 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sosok Megamind dalam aegan 95 merupakan gambaran pria yang berposisi sebagai hero (pahlawan), sebaliknya Roxane mendeskripsikan posisi wanita sebagai korban yang diselamatkan oleh pria (hero). Peranan laki-laki sebagai hero dan wanita sebagai korban merupakan gagasan yang seringkali ditampilkan dalam film. Neale (dalam Zulfikra, 2011:18) menyebutkan bahwa dalam sinema-sinema kebanyakan (mainstream cinemas) ukuran seorang laki-laki adalah sosok atau model yang secara terus menerus (constantly) menempatkan perempuan sebagai objek investigasi dan sangat jarang menempatkan sebaliknya. Bentuk yang sama selalu dipakai dalam karaktersisasi perempuan, mereka adalah masalah, sumber kecemasan atau keraguan sedangkan laki-laki adalah sebaliknya. Adegan 95 menggambarkan posisi Roxane sebagai korban kejahatan karena ia diculik oleh Titan, artinya Roxane merupakan simbol wanita yang diwujudkan sebagai mahluk yang lemah sehingga ia rentan menjadi korban kejahatan. Sedangkan Megamind sebagai laki-laki merupakan orang yang harus melindungi Roxane (wanita) dengan cara membebaskannya dari Titan. Megamind yang membebaskan Roxane maka akan muncul sebagai simbol penyelamat (hero), sehingga menimbulkan kesan bahwa posisi wanita adalah korban atau sumber masalah sementara pria adalah pelindung atau solusi dari masalah wanita. Selain perbedaan posisi, gambaran mengenai karakter (sifat) Megamind sebagai laki-laki dan Roxane sebagai perempuan sangat kontras. Pada dasarnya suatu sifat yang melekat pada kaum pria maupun wanita di konstruksi secara sosial maupun kutural, misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, commit to user cantik, atau emosional. Dalam adegan 95, karakter wanita yang diperankan oleh 85 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Roxane menunjukkan emosi yang tinggi sehingga terlihat cemas saat berhadapan dengan marabahaya. Hal ini ditunjukkan melalui gambar Roxanne yang memeluk Megamind dengan pasrah dan sorot mata yang ketakutan. Jika Roxane atau wanita disimbolkan sebagai sosok yang lemah dan emisional, maka sebaliknya Megamind diperlihatkan sebagai simbol pria yang tenang bahkan ketika sedang tersudut. Ketenangan Megamind diperlihatkan oleh pembuat film melalui ekspresi Megamind yang fokus membaca situasi saat berada ditengah marabahaya di dalam adegan 95. Menurut Robert Brannon (dalam Febriyanti, 2011:36) salah satu ciri maskulkinitas yaitu Be a Sturdy Oak, artinya laki-laki tidak boleh menangis, lakilaki harus tampak tenang dalam menghadapi suatu masalah serta bisa menahan emosi yang berlebihan. Pendapat Brannon menunjukkan bahwa ketenangan merupakan salah satu sifat maskulin seorang pria. Terkait dengan pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa Megamind memiliki sifat maskulin sebagai seorang hero karena sifatnya yang tenang mampu menyelamatkan Roxane. Inti dari adegan 95 menunjukkan bagaimana sosok maskulin Megamind sebagai seorang hero. Meskipun Megamind tidak memiliki kekuatan super dan bentuk fisik yang gagah namun dalam adegan 95 ia menjadi simbol sebagai lakilaki yang melindungi seorang perempuan. Disamping itu ketenangannya dalam menghadapi masalah menunjukkan bahwa Megamind memiliki salah satu sifat seorang hero yang maskulin. Oleh karena itu melalui kualitasnya sebagai pria commit to user 86 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pelindung dan karakternya yang tenang menandakan bahwa Megamind merepesentasikan seorang hero yang maskulin. c. Analisis Mitos Gender berkaitan erat dengan maskulinitas, karena itu untuk membahas mengenai gender perlu dipahami pula tentang konsep maskulinitas. Sementara itu, salah satu cara untuk membahas konsep maskulinitas adalah dengan membedah isu laki-laki dalam masyarakat. Makulinitas erat hubungannya dengan machismo yang berasal dari bahasa Spanyol, macho yang berarti laki-laki atau kelaki-lakian. Istilah macho digunakan untuk merujuk pada standar maskulinitas yang terkait dengan manhood atau yang bisa diartikan sebagai dunia laki-laki yang mengatur tentang bagaimana menjadi “real men” berdasarkan kultur tertentu (Blair dalam Febriyanti, 2011:36). Menurut Argyo Demartoto , konsep maskulinitas pada masyarakat Barat biasanya berasosiasi dengan citra industrialisasi, kekuatan militer, dan peran sosial gender yang konvensional. Hal yang dimaksudkan dalam hal ini, misalnya bahwa laki-laki harus kuat secara fisik, agresif secara seksual, seorang yang individualistik, dan condong memimpin, serta sifat-sifat jantan lainnya (http://argyo.staff.uns.ac.id/2010/08/10/konsep-maskulinitas-dari-jaman-kejaman-dan-citranya-dalam-media/). Secara lebih spesifik pandangan tentang maskulinitas bagi masyarakat Barat mengacu pada sosok laki-laki yang direpesentasikan melalui fisiknya. Hal tersebut diungkapkan oleh Kurnia (2004) yang menyebutkan bahwa laki-laki commit to user 87 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id cenderung direpresentasikan sebagai makhluk yang jantan, berotot dan kuat, imaji erotis yang merepresentasikan maskulinitas laki-laki melalui penampakan fisik. Bagi masayarakat Barat, konsep fisik yang menonjol menjadi gagasan ideal untuk merepesentasikan seorang hero dari kalangan pria. Gagasan ini telah berkembang dari waktu ke waktu sehingga berkembang menjadi sebuah mitos untuk menggambarkan karakter seorang pahlawan. Pada era Yunani Kuno hingga Romawi sosok pahlawan bertubuh kekar dan fisik yang kuat ditampilkan melalui wiracarita (cerita kepahlawanan) hingga patung-patung sebagai simbol penghormatan terhadap kejantanan mereka. Hal ini lantas melahirkan sebuah angggapan bahwa otot merupakan simbol sebuah kekuatan bagi seorang hero. Berlanjut pada abad pertengahan masyarakat Barat memuja-muji pahlawan dalam dongeng sebagai pria gagah yang menunggang kuda serta terampil dalam bertarung. Kemudian diakhir cerita sang pahlawan berhasil menyelamatkan rakyatnya dan menikahi seorang putri atau wanita yang cantik. Pada masa ini pahlawan cenderung memiliki gaya yang berbeda, namun tetap saja mereka mempertahankan mitos yang telah ada sebelummnya, yaitu seorang pahlawan itu haruslah kuat dan memiliki fisik yang menawan. Mitos tentang seorang hero yang menonjolkan fisiknya terus dipertahankan melalui budaya populer seperti dalam film Hollywood. Menurut Rochani Adi (2008:102) bentuk tubuh tokoh protagonis yang berbadan kekar sudah ada pada film-film petualangan tahun 1950-an seperti Ben Hur (1959) dan Hercules (1959). Film-film laga Amerika tahun 1980-an semakin mengokohkan commit to user 88 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id mitos tokoh hero yang berotot dengan tampilnya Arnold Schwarzenegger dan Sylvester Stalone sebagai figur dominan. Simbol maskulinitas dalam tubuh lakilaki biasanya ditunjukkan dengan pemameran tubuh laki-laki bagian atas yang berotot dan berminyak serta fisik yang kuat. Jiyantoro (2010) juga menambahkan bahwa hampir semua tokoh-tokoh protaginis (hero) dalam film-film Hollywood mendapatkan kekuatan untuk melawan kejahatan secara alamiah (natural). Mereka tidak perlu susah-susah berlatih untuk mendapatkan kekuatan itu. Dengan kekuatan tersebut mereka menjadi super human yang susah untuk dikalahkan dan dengan stamina yang tidak pernah ada habisnya, beberapa kali ia jatuh beberapa kali ia bangun kembali. Hal ini nampak dalam film Rambo, Spiderman, Die Hard, dan lain-lain. Berdasarkan pernyataan oleh Jiyantoro dan Rochani Adi, dapat dipahami bahwa simbol heroisme dalam film-film Hollywood diwakili oleh tubuh berotot dan kekuatan para tokoh antagonisnya. Film-film Hollywod nampaknya berusaha menonjolkan sebuah pesan jika seorang hero seharusnya memiliki tubuh yang ideal dengan kekuatan fisik yang istimewa, sehingga nantinya ia mampu menghadapi berbagai pertarungan yang tiada habisnya dari awal hingga akhir film. Oleh karenanya tidak mengherankan jika film-film laga Hollywood sangat menekankan kemampuan fisik tokoh antagonisnya diatas aspek-aspek lainnya. Setelah era Arnold dan Stalone, mitos hero yang kuat dan kekar dalam film Hollywood terus dilajutkan oleh tokoh-tokoh superhero. Menurut Bagas Prasetyadi dan Syaiful Bahri (2009:42), ada satu hal penting yang membedakan commit to user 89 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id film superhero dari genre film lain, yaitu wujud seorang superhero. Inilah poin penting keberhasilan genre ini, karena wujud superhero harus menarik dan disukai penonton. Bisa dikatakan 50 % tingkat keberhasilan penonton film dilihat dari karakter atau penampilan seorang superhero, baru setelah itu judul, cerita, pemain, dan keseluruhan filmnya. Sedangkan otot merupakan salah satu daya tarik seorang superhero ketika ditampilkan dalam film, artinya superhero yang menarik adalah seseorang yang memiliki sosok yang kuat dan perkasa. Ditengah kesuksesan film-film bergenre superhero mengindikasikan bahwa industri film Hollywood melanjutkan mitos hero yang maskulin. Namun ditengah dominasi para superhero tersebut muncul karakter Megamind yang merepesentasikan sosok hero dari sudut pandang yang berbeda. Jika sebagian besar film-film Hollywood merepesentasikan hero sebagai laki-laki muda, kuat, ganteng, dan atletis maka sosok Megamind ditampilkan secara berlawanan. Megamind diperlihatkan sebagai sosok pria yang tidak rupawan, lemah, bahkan memiliki bentuk badan yang kurus. Potret Megamind yang berlawanan dengan mitos yang ada tentunya membuat sang pembuat film perlu untuk meramu sebuah pesan agar karakter Megamind dapat diterima oleh penonton. Setelah dianalisa terdapat beberapa konsep yang dilekatkan pada simbol-simbol Megamind yang digunakan oleh pembuat film agar audience bisa menerima figurnya. Konsep tersebut terbagi atas dua macam, yaitu: 1. Kecerdasan dan Teknologi commit to user 90 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Maskulinitas tidak selalu berarti laki-laki diharuskan kuat dan berbadan besar atau kekar, namun memiliki kelebihan menjadi sesuatu hal yang diharuskan bagi laki-laki. Hal ini dikarenakan meskipun lakilaki secara fisik tidak menonjol tetapi ia wajib memiliki kemampuan yang akan membuatnya menonjol dalam lingkungan sosialnya (Jiyantoro, 2010:134). Sedangkan dalam masyarakat modern yang memuja-muja logika serta ilmu pengatahuan maka teknologi dan kecerdasan adalah simbol yang mampu membuat seorang pria menonjol. Merujuk pernyataan tersebut maka kelebihan Megamind yang ditonjolkan dalam film ini adalah kecerdasan super yang dimilikinya. Kecerdasan merupakan faktor yang membuat Megamind mampu menutupi kekurangan fisiknya yang lemah. Dengan kecerdasannya Megamind memiliki daya cipta untuk membuat senjatasenjata berteknologi canggih. Simbol Megamind sebagai lelaki cerdas dan identik dengan teknologi membuatnya pantas merepesentasikan figur seorang hero yang maskulin, karena kecerdasan merupakan salah satu bentuk kelebihan yang mampu membuat seorang pria menonjol. 2. New Man as Narcissist. Konsep ini menunjukkan bahwa penampilan seorang hero pria tidak selalu diukur dari bentuk tubuhnya tetapi bisa juga dilihat dari kebiasaan mereka untuk menjaga penampilannya. Menjaga penampilan menjadi simbol yang menjadi perhatian pria dalam masyarakat modern untuk menunjukkan maskulinitasnya. Oleh karena itu meskipun commit to user 91 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind memiliki bentuk fisik yang tidak menawan namun ia tetap berusaha memperhatikan penampilannya, hal tersebut menunjukkan simbol maskulin kaum pria yang dimiliki Megamind. Kedua aspek diatas menandakan bahwa maskulinitas bukanlah dimensi dengan kategori tunggal sehingga ada berbagai bentuk maskulinitas. Artinya konsep tersebut bervariasi antar masyarakat dalam berbagai peradaban. Dengan kata lain terbuka ruang bagi Megamind untuk merepesentasikan maskulinitas seorang hero dari sudut pandang yang berbeda. Contoh tersebut ditampilkan melalui figur Megamind yang lemah tapi cerdas dan motivasinya yang tinggi untuk menjaga penampilannya meskipun secara fisik ia tidak tampan. Ide maskulinitas yang ditampilkan secara berbeda oleh karakter Megamind diperkuat pemikiran Henke yang menyebutkan bahwa media membawa pemikiran mengenai maskulinitas di media ke dua arah. Pertama, maskulinitas merupakan suatu atribut yang modernis terbuka sehingga memungkinkan kita menggambarkan perubahan pengkodean atas konsep 'maskulin' itu sendiri. Kedua, maskulinitas juga terbuka akan teori bahasa pos-strukturalis, teori perbedaan seksual sehingga dekonstruksi, polisemi dan tanda yang beragam tentang maskulinitas terbuka untuk dianalisis (Novi Kurnia, 2004:24). Perbedaan isu maskulinitas yang diangkat oleh Megamind sudah pasti membuatnya bertentangan dengan mitos dominan mengenai figur seorang hero. Jika mitos melihat hero sebagai sosok pria tampan yang perkasa dan kuat, maka Megamind justru menunjukkan bahwa maskulinitas bukan hanya persoalan fisik commit to user 92 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id semata. Walaupun menampilkan sisi maskulinitas secara berbeda, tetapi sosok Megamind dapat diterima sebagai figur hero yang maskulin. Hal itu tidak lepas dari karakternya yang melambangkan dinamika maskulinitas yang sangat beragam dipermukaan masyarakat saat ini. Figur hero yang ditampilkan oleh Megamind ini tentu menjadi unik dan menarik sehingga dapat mengalihkan perhatian penonton yang sudah terlalu sering disuguhi oleh otot dan kekuatan super dari para hero terdahulu. Selain itu konsep yang dihadirkan oleh Megamind menjadi kritik bagi mitos-mitos dominan mengenai sosok seorang hero. Maka sebab itu konsep maskulinitas dalam diri Megamind yang mengutamakan kecerdasan, teknologi, dan motivasi untuk berdandan menjadi poin penting untuk mengalihkan perhatian penonton. Pesan inilah yang kemudian dikemas dalam film Megamind sehingga ia dapat diterima sebagai seorang hero walaupun bertentangan dengan mitos yang sudah bertahan selama berabad-abad. Meskipun mengusung semangat maskulinitas yang berbeda, namun secara tradisional Megamind masih mempertahankan mitos-mitos yang telah ada sebelumnya. Mitos kuno yang ditampilkan dalam film Megamind meliputi peranan laki-laki sebagai seorang hero dan wanita sebagai korban kejahatan. Seperti yang kita pahami bahwa laki-laki seringkali diposisikan sebagai seorang hero dalam mitos masyarakat Barat, sedangkan kaum perempuan merupakan korban kejahatan yang selalu diselamatkan oleh sang hero pria. commit to user 93 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Cerita mengenai aksi heroik seorang pria dalam menyelamatkan para wanita telah menjadi hal yang lumrah dalam film Hollywood. Pada akhirnya aksi heroik pahlawan pria yang menyelamatkan wanita telah menjadi pakem untuk menunjukkan hegemoni kaum pria atas wanita. Hal ini telah menjadi mitos yang terus dijaga oleh masyarakat Barat selama berabad-abad dan kini ditampilkan dalam film-film Hollywood, tidak terkecuali film Megamind. Namun jika diperhatikan salah satu hal yang ditekankan dalam aksi tersebut adalah bagaimana karakter pria dan wanita ditonjolkan. Pria digambarkan sebagai simbol pemberani yang tenang bahkan saat menghadapi marabahaya, sebaliknya wanita direpesentasikan sebagai simbol orang yang tidak mampu menahan emosi ketika berada dalam bahaya. Perbedaan simbol antara karakter pria dan wanita dalam menghadapi situasi bahaya seakan-akan menjadi mitos yang terus ditonjolkan dalam film-film Hollywood. Sementara dalam film Megamind sendiri mitos tersebut sangat jelas ditampilkan oleh pembuat pesan (filmaker). Karakter Megamind yang ditampilkan sebagai simbol pria yang tenang dan berani menantang bahaya sangat terlihat ketika Roxanne diculik oleh Titan. Sementara pasangan Megamind, Roxanne digambarkan sebagai simbol wanita emosional yang hanya bisa pasrah ketika berada di ujung tanduk. Berdasarkan analisa mitos dapat dipahami bahwa Megamind memiliki dua sisi yang saling bertentangan. Di satu sisi Megamind merupakan antitesa bagi mitos yang mengangung-agungkan bentuk tubuh dan kekuatan fisik laki-laki. commit to user Namun di lain sisi Megamind justru merupakan penerus bagi mitos lama, dimana 94 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ia sebagai laki-laki dimitoskan sebagai seorang hero yang bertugas untuk menyelamatkan pasangan wanitanya. Jika dikaitkan dengan bias gender maka kedua sisi tersebut menjadi simbol yang merepesentasikan heroisme dalam karakter Megamind. 4.2.2. Representasi Megamind Berdasarkan Perilaku Individual Dalam sebuah film seorang hero mempunyai kepribadian yang merepesentasikan perilaku mereka. Sedangkan dalam film ini, Megamind sebagai tokoh utama (hero) memiliki perilaku yang membuatnya unik. Untuk menganalisa keunikan tersebut maka pada korpus ini akan dibagi menjadi tiga kategori yaitu: a). Perilaku Positif Megamind, b). Perilaku Negatif Megamind, dan c). Proses Pembentukan Perilaku Megamind. a. Perilaku Positif Megamind Perilaku Positif Megamind Dalam Adegan 53 Time Code: 44:05-44:16 Shoot 1 Shoot 2 commit to user 95 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Shoot 3 Kode Verbal Dalam Adegan 53 Minion : Mengapa kita membersihkan kota ini tuan? Megamind : Um, kita tidak mau bertempur dengan pahlawan baru di tempat sampah, bukan? Roxane : Museumnya kembali seperti semula. Tapi bagaimana, mengapa? Megamind : Mungkin Megamind tidak sejahat yang diperkirakan Makna Denotasi Dalam Adegan 53 Shoot 1 memperlihatkan gambar sampah-sampah di pinggir jalan yang berubah menjadi kotak kubik berwarna biru. Merubah sampah menjadi kotak biru merupakan hasil pekerjaan Megamind dengan menggunakan alat ciptaan yang canggih. Alat tersebut dapat merubah benda padat, seperti sampah dalam adegan ini, menjadi kotak kubik yang menyerupai batu es. Sedangkan makna dalam adegan ini menunjukkan bahwa Megamind berupaya untuk membersihkan sampah di kota Metro City. Shoot 2 memperlihatkan Minion dan Megamind yang menggunakan kaca mata sedang serius membersihkan kota.toKemudian keduanya saling berbicara commit user 96 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id mengenai maksud dari kegiatan pembersihan kota tersebut. Dari dialog yang terjadi antara Megamind dan Minion menunjukkan bahwa tujuan pembersihan kota Metro City adalah untuk menyambut pertarungannya dengan Titan. Namun sebenarnya hal itu hanyalah dalih karena Megamind sebenarnya merasa terdorong untuk membersihkan sampah di sekitar Metro City. Shoot 3 menampilkan museum kota Metro City yang kembali normal. Roxane terlihat senang dengan situasi tersebut sekaligus bingung mengapa kondisi museum bisa kembali normal. Pada dasarnya adegan ini memberikan penjelasan bahwa Megamind mungkin tidak sejahat yang orang pikirkan karena ia memulihkan kondisi kota Metro City yang sebelumnya kacau dan kotor. Makna Konotasi Dalam Adegan 53 Bagi Ainun Chonsum, pahlawan adalah orang yang berjasa bagi lingkungannya. Oleh karenanya pahlawan tidak selalu diharuskan berjasa besar dengan mengabdikan dirinya untuk bangsa dan negaranya, namun terkadang seseorang bisa disebut sebagai pahlawan jika ia memberikan kontribusinya bagi lingkungan atau komunitasnya (http://www.tabloidcleopatra.com/tanamkan-jiwapahlawan-sejak-kecil/). Dewasa ini, salah satu isu lingkungan di perkotaan yang sangat dominan adalah sampah. Secara universal sampah menjadi permasalahan sebuah kota yang terjadi hampir disetiap belahan dunia. Saat ini bahkan sampah merupakan permasalahan lingkungan yang belum terselesaikan bagi masyarakat perkotaan. Isu sampah sebagai masalah lingkungan diperlihatkan dalam adegan ke 53, dalam commit to user 97 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id adegan satu ini digambarakan jika kota Metro City merupakan simbol kota yang kotor karena dipenuhi dengan sampah. Ketika masalah ini semakin sulit terpecahkan maka muncul Megamind yang membersihkan kota Metro City dengan alat canggih ciptaannya. Selain melakukan pembersihan kota Megamind juga melakukan perawatan terhadap museum kota Metro City. Kegiatan mulia yang dilakukan Megamind dalam adegan ini menandakan bahwa Megamind memiliki kepedulian terhadap lingkungan Metro City, hal tersebut merepesentasikan perilaku positif yang dimiliki oleh Megamind. Selain itu tindakan Megamind bagi lingkungan Metro City merupakan salah satu contoh jika hero tidak selalu dituntut berjasa besar. Dalam adegan ini Megamind tidak melakukan jasa besar seperti menyelamatkan ribuan nyawa ataupun melindungi Metro City dari ancaman bahaya, namun ia menunjukkan sisi kepahlawannya dengan kepedulian terhadap lingkungan. Pada dasarnya adegan ini menunjukkan jika seorang pahlawan tidak diukur berdasarkan besar kecilnya perbuatan yang mereka lakukan. Namun seseorang dapat menjadi pahlawan jika ia memiliki kepedulian, sebab kepedulian atau empati adalah simbol utama bagi seorang hero. Hal ini sejalan dengan pernyataan Rosdiana Setyaningrum yang menyebutkan jika kepahlawanan dapat diartikan sebagai empati, dengan memiliki empati maka seseorang akan selalu memiliki keinginan untuk menolong, baik dalam hal besar dan hal kecil, inilah kepahlawanan yang sesungguhnya (http://www.tabloidcleopatra.com/tanamkanjiwa-pahlawan-sejak-kecil/). commit to user 98 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Perilaku Positif Megamind Dalam Adegan 87 Time Code: 01:10:58 - 01:11:11 Shoo1 Shoot 2 Shoot 3 Makna Denotasi Dalam Adegan 87 Gambar shoot 1 menunjukkan Megamind yang sedang memasuki gerbang penjara dimana terdapat dua penjaga yang sedang memasang posisi untuk menangkapnya. Gambar shoot 2 menampilkan gambar Megamind yang melewati kedua penjaga tanpa memberikan perlawanan, hal ini membuat kedua penjaga menjadi heran dengan menampilkan ekspresi kaget. Selanjutnya, Megamind terlihat menghiraukan kedua penjaga tersebut dengan tatapan matanya yang serius sambil terus melihat kedepan. commit to user 99 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Shoot 3 berupa gambar Megamind yang sedang mengadahkan kedua tangannya ke arah sipir penjara dengan ekspresi muka yang penuh penyesalan. Tindakan Megamind dalam adegan ini menggambarkan isyrat Megamind yang sedang menyerahkan diri kepada pihak berwajib yang diwakili oleh sipir penjara. Pada akhir adegan ini Megamind diborgol dan digiring oleh kedua penjaga yang didampingi oleh sipir penjara. Makna Konotasi Dalam Adegan 87 Dalam film laga Hollywood konsep heroisme atau kepahlawanan seringkali melekat dengan citra militer. Oleh karenanya produsen film Hollywood memiliki kecenderungan untuk mengaplikasikan nilai militer dan patriotisme, salah satunya adalah nilai keberanian. Dalam dunia militer keberanian lebih dinilai sebagai perbuatan berani untuk berkorban bahkan terkadang berani mati demi rakyat dan negara. Konsep kebernian itu kemudian diwujudkan dalam filmfilm Hollywood, sehingga seorang tokoh protagonis (hero) diibaratkan sebagai pejuang yang berani berkorban demi menolong orang-orang disekitarnya atau bahkan menyelamatkan dunia. Dalam kasus tertentu produsen film Hollywood juga secara gamblang menampilkan keberanian seorang hero untuk mengorbankan nyawanya. Hal ini terlihat dalam film-film populer seperti The Matrix dan Gladiator yang menampilkan kematian tokoh hero demi melindungi bangsanya. Konsep pengorbanan ini seakan-akan menjadi pesan yang dikemas untuk menunjukkan kebernaian seorang hero, semakin besar pengorbanan seorang pahlwanan maka commit to user semakin besar pula keberanian yang ditunjukkan olehnya. Alhasil akan terlihat 100 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id jelas jika dalam film Hollywood istilah keberanian identik sebagai pengorbanan dan perjuangan oleh seorang hero (tokoh protagonis). Namun sejatinya konsep “berani” yang ditunjukkan oleh seorang hero tidak bisa dilihat dari pengorbanan dan perjuangan semata. Hal ini diungkapkan oleh Pahlawan Nasional Indonesia yaitu Pangeran Sambernyowo atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara I. Menurut beliau keberanian seorang pahlawan diartikan sebagai Mulat Sarira Hangrasa Wani, yakni mawas diri dan berani bertanggung jawab. Maksudnya adalah kepahlawanan berarti berani membela kebenaran, berani menderita, berani bertanggung jawab, berani wibawa dan hidup sejahtera (http://minimagz.wordpress.com/2008/04/16/). Melalui pengertian tersebut nampak jika keberanain seorang pahlawan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Simbol keberanian tidak harus diwujudkan melalui pengorban, bisa saja keberanian seorang hero diwjudkan melalui tindakan bertanggung jawab. Simbol keberanian untuk bertanggung jawab diwujudkan Megamind dalam adegan 87 ketika ia menyerahkan diri kepada pihak berwajib. Tindakan Megamind itu pada dasarnya dilakukan karena ia merasa bersalah dan merasa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya yang telah mengacaukan Metro City. Oleh karenanya penyerahan diri merupakan simbol keberanian yang dilakukan oleh Megamind untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya yang telah merugikan masyarakat. Cara Megamind menunjukkan keberaniannya dengan menyerahkan diri tentunya sangat menarik, sebab selama ini seorang hero cenderung menampilkan commit to user 101 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id keberaniannya dalam bentuk perjuangan dan pengorbanan. Maka dalam adegan ini Megamind mengisyaratkan bahwa terkadang simbol keberanian bisa diwujudkan dalam berbagai perbuatan, misalnya tindakan berani bertanggung jawab. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa keberaniaan seorang hero memiliki makna yang kompleks. Individu yang berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri layak disebut pahlawan, karena ia tidak hanya bertanggung jawab pada dirinya tapi juga pada kehidupan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Hal ini menandakan bahwa nilai kepahlawanan tidak diukur dari kecerdasan intelektual tetapi lebih pada kecerdasan emosional dan sikap mawas diri yang dimiliki seseorang (http://minimagz.wordpress.com/2008/04/16/). Oleh karena itu tindakan Megamind yang berani menanggung perbuatannya merepesentasikan perilaku positif bagi seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dan sikap mawas diri. b. Perilaku Negatif Megamind Perilaku Negatif Megamind Dalam Adegan 29 Time Code: 22:53 - 24:13 Shoot 1 Shoot 2 commit to user 102 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Shoot 3 Shoot 4 Kode Verbal Dalam Adegan 29 Megamind : Yah, sekarang Metro Man sudah disingkirkan. Aku bisa lakukan apapun yang kumau. Makna Denotasi Dalam Adegan 29 Rangakaian shoot dalam adegan ini memperlihatkan Megamind yang seenaknya melakukan ulahnya setelah menyingkirkan Metro Man. Shoot 1 menampilkan ketika Megamind membuat kekacauan di Museum Metro City, kemudian terdapat gambar Megamind sedang bermain-main diatas troli. Selain itu terlihat lukisan Monalisa yang terdapat kumis pada wajahnya setelah dicoret-coret oleh Megamind. Selanjutnya lukisan Monalisa “berkumis” tersebut ia masukkan kedalam ranjang troli yang dinaiki oleh Megamind. Pada shoot 2 memperlihatkan gambar ketika Megamind mengecat kubah Balai kota dengan warna biru yang merupakan ciri khasnya. Makna dalam shoot 2 menandakan bahwa bangunan balai kota sebagai wilayah kekuasaan Megamind. Berikutnya dalam shoot 3, terlihat gambar toko-toko dipinggir jalan Metro City yang tutup semenjak kota dikuasai Megamind. Selain itu pada toko-toko tersebut commit to user 103 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id terdapat coretan-coretan bertuliskan Megamind‟s yang menandakan bahwa tempat tersebut merupakan milik Megamind. Shoot 4 memperlihatkan gambar bangunan yang diberikan coretan berbentuk tiga lingkaran yang diarsir. Lingkaran pada arsiran pertama berukuran paling besar sedangkan pada arsiran kedua dan ketiga bentuk lingkarannya semakin kecil. Dalam lingkaran arsiran pertama terdapat angka 10, kemudian diarsiran kedua dan ketiga tertulis angka 100 dan 1000. Pada arsiran ketiga yang ukurannya paling kecil nampak sebuah mobil pemadam kebakaran yang tertancap di angka 1000. Sementara di bagian bawah tembok terlihat mobil-mobil yang disusun secara berantakan. Coretan pada tembok bangunan tersebut secara tidak langsung merujuk sebagai sebuah permainan dartboard. Umumnya permainan dartboard menggunakan papan berukuran kecil, serta anak panah untuk mengenai sasaran (lingkaran) dalam papan tersebut. Namun dalam adegan ini Megamind menggunakan tembok bangunan sebagai pengganti papan, sedangkan anak panah digantikan oleh mobil pemadam kebakaran. Shoot keempat menonjolkan bagaimana Megamind yang bersikap keterlaluan (nakal) karena permainannya menimbulkan kerusakan terhadap suatu bangunan dan fasilitas umum seperti mobil pemadam kebakaran. Makna Konotasi Dalam Adegan 29 Makna yang ditimbulkan dari adegan menunjukkan bahwa Megamind merupakan individu yang memiliki perilaku yang usil dan perusak. Perilaku commit to user 104 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tersebut diperlihatkan Megamind ketika mengacaukan dan merusak sarana-sarana umum seperti museum, kantor balaikota, dan bangunan-bangunan lainnya di Metro City. Perilaku menyimpang Megamind dapat dianalisa dengan fenomena vandalisme yang seringkali muncul dewasa ini. Menurut Wikipedia, vandalisme adalah suatu sikap kebiasaan yang dialamatkan kepada bangsa Vandal, pada zaman Romawi Kuno, yang budayanya antara lain adalah perusakan yang kejam dan penistaan segala yang indah atau terpuji (http://id.wikipedia.org/wiki/Vandalisme). Sedangkan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), vandal adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya atau perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas. Tindakan yang termasuk di dalam vandalisme adalah perusakan, pencacatan, grafitty, dan kegiatan mencorat-coret tempat-tempat umum. Bahkan merusak fasilitas umum termasuk kegiatan vandalisme karena tindakan ini merupakan bentuk keganasan, kekasaran, maupun penghancuran. Oleh karena itu tindakan-tindakan Megamind ketika mencoret-coret museum dan mengacaukan bangunan-bangunan di kota Metro City merupakan simbol bagi perilaku orang yang melakukan vandalisme. Menurut Keller, Light, dan Calhoun (1989), kriminalitas ada berbagai macam bentuknya salah satunya adalah Crime Without Victim (kejahatan tanpa korban). Crime Without Victim yaitu kejahatan yang tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindakan pidana orang lain, contohnya adalah commit to user 105 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id vandalisme. Oleh karena itu meskipun vandalisme merupakan kegiatan yang tidak enak dipandang dan merusak lingkungan, namun tindakan ini tidak menimbulkan korban jiwa ataupun membuat orang lain menderita. Dari analisa diatas dapat dipahami bahwa Megamind merupakan individu yang berperilaku menyimpang karena melakukan vandalisme. Vandalisme merepesentasikan bagaimana simbol perilaku negatif yang dimiliki Megamind sebagai seorang hero. Walaupun cenderung bersifat negatif dan merusak, akan tetapi vandalisme yang dilakukan Megamind tidak sampai membuat warga Metro City terluka ataupun menderita. Oleh karena itu vandalisme dari Megamind merupakan sebuah bentuk kriminalitas yang ringan, karena tindakannya itu tidak menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Perilaku Negatif Megamind Dalam Adegan 34 Time Code: 24:27 - 26:20 Shoot 1 Shoot 2 commit to user 106 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kode Verbal Dalam Adegan 34 Megamind : Aku tahu, aku tahu, selalu haus, tidak pernah puas. Megamind : Aku mengerti kamu, burung berpakaian kecil. Tanpa tujuan, kekosongan, seperti ruang hampa, bukan? Megamind : Seperti apa ruang hampamu, burung kecil? Minion : Ada masalah tuan. Megamind : Baru saja terpikir, kita memiliki semuanya tapi disisi lain kita tidak memiliki apa-apa. Apakah kita sudah sukses? Minion : Tentu, sudah berhasil tuan. Anda membuat semuanya sempurna. Megamind : Lalu mengapa aku merasa begitu melankolis/murung? Aku merasa tidak bahagia. Tanpa Metro Man, apa gunanya? Makna Denotasi Dalam Adegan 34 Gambar dan dialog pada shoot 1 menampilkan Megamind yang sedang linglung dan gelisah. Karena merasa gelisah Megamind berbicara dengan mainan burung kecil yang berada diatas sebuah gelas kaca. Mainan burung tersebut memiliki mekanisme menghisap air dan mengeluarkannya kembali sehingga air yang berada dalam gelas tidak pernah habis. Mainan burung tersebut secara simbolik merefleksikan sikap Megamind yang sulit merasa puas dan memiliki kekosongan jiwa ketika tujuannya hilang. commit to user 107 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pada shoot 2 Megamind memasang ekspresi murung, kemudian ia berduskusi dengan Minion mengenai pencapaiannya dan rencana yang akan dilakukannya kedepan. Gambar shoot 3 memperlihatkan wajah Megamind yang sedang merengut dengan bibir yang mengarah keatas, ini merupakan isyarat perasaan kecewa dan sedih. Dalam shoot ketiga memuat makna bahwa Megamind sedang murung karena tidak menemukan tujuan hidupnya setelah mengalahkan Metro Man, bahkan Minion yang berusaha memberikan ide dan menghiburnya tidak mampu untuk memuaskan Megamind. Makna Konotasi Dalam Adegan 34 Makna yang tersirat dari adegan adalah penggambaran Megamind sebagai simbol individu yang peragu. Sikap ragu-ragu Megamind diperlihatkan ketika ia sukses meraih tujuannya, namun ia justru merasa tidak puas atau hampa. Ketidakpuasan dalam diri Megamind menjadi jawaban bahwa apa yang selama ini menjadi impiannya ternyata tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena itu meskipun disatu sisi Megamind berhasil meraih tujuannya, namun dilain sisi ia merasa gagal dan tidak puas terhadap pencapaiannya. Perilaku Megamind yang ragu-ragu tersebut bersumber dari perasaan cemas dan sedih. Menurut Darwis Hude (2006), kecemasan dan kesedihan adalah dua kata yang dieloborasi oleh psikologi sebagai kata yang hampir sama. Kecemasan dan kesedihan berkenaan dengan adanya sesuatu yang hilang atau tidak sesuai harapan. Sedangkan dalam adegan ini, kecemasan dan kesedihan yang dialami Megamind timbul ketika ia merasa kehilangan setelah mengalahkan commit to user Metro Man. Selanjutnya Megamind yang berhasil menggapai tujuan hidupnya 108 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan mengalahkan Metro Man, ternyata merasa kemenangannya tersebut tidak sesuai dengan harapannya selama ini. Pada dasarnya sikap ragu-ragu yang bersumber dari kesedihan dan kecemasan merupakan bentuk dari perasaan-perasaan negatif. Oleh karena itu sikap tersebut mencerminkan perilaku negatif yang dimiliki oleh seseorang (http://www.akuinginsukses.com/bagaimana-mengatasi-depresi-dan-mengubahhidup-anda/). Sedangkan Megamind dalam adegan 34 secara jelas menampilkan perasaan ragu dan sedih yang mencerminkan simbol perilaku negatif dalam dirinya. Oleh karena itu perasaan-perasaan yang diekspresikan oleh Megamind dalam adegan 34 merepesentasikan simbol perilaku negatif yang dimilikinya. Perilaku Negatif Megamind Dalam Adegan 99 Time Code: 01:19:32 - 01:20:13 Shoot 1 Shoot 3 Shoot 2 commit to user 109 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kode Verbal Dalam Adegan 99 Titan : Cukup licik, sis. Tapi hanya ada satu orang yang aku tahu menyebut kota ini Montro City. Megamind : Opsss. Makna Denotasi Dalam Adegan 99 Adegan ini menceritakan tentang Megamind yang sedang menyamar menjadi Metro Man ketika berhadapan dengan Titan. Shoot 1 memperlihatkan peristiwa yang terjadi ketika Megamind berhasil mengusir Titan. Pada shoot 1 terdapat gambar Metro Man dan Roxane, terlihat jika tangan kiri Roxane sedang menggenggam tangan kiri Metro Man. Selanjutnya tangan kanan Roxane memutar jam tangan yang dipakai oleh Metro dan terlihat jam tersebut memancarkan sinar berwarna biru. Shoot kedua memperlihatkan kejadian yang terjadi setelah jam tangan Metro Man diputar oleh Roxane, ternyata jam tersebut merupakan alat berteknologi tinggi yang digunakan Megamind untuk menyamar menjadi Metro Man. Setelah penyamarannnya terbongkar Megamind justru menampilkan ekspresi senang dengan mengumbar senyum di bibirnya. Shoot 1 dan shoot 2 merupakan rangkaian pesan yang menjelaskan bagaimana cara Megamind menyamar menjadi Metro Man agar bisa mengecoh Titan. Shoot 3 menampilkan gambar Megamind yang memasang ekspresi terkejut, sebaliknya di belakangnya terlihat Titan sebagai latar yang sedang commit to user melayang dengan posisi kaki mengangkang. Shoot ini memperlihatkan Megamind 110 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang terkejut karena Titan berhasil membongkar tipuan yang dilakukannya. Setelah mengetahui jebakan yang digunakan Megamind membuat Titan kembali dengan kepercayaan diri yang tinggi. Kepercayaan diri Titan ditunjukkan oleh gestur tubuh yang melipatkan posisi kedua tangannya, serta ekspresi bibirnya yang terbuka lebar dengan senyum yang terlihat arogan. Adegan ini menceritakan Megamind yang mengelabui Titan dengan cara menyamar menjadi Metro Man. Awalnya strategi Megamind untuk menipu Titan ini berhasil sehingga membuatnya melarikan diri. Namun Titan menyadari bahwa dirinya telah di tipu oleh Megamind, selanjutnya ia kembali mendatangi Megamind untuk melampiaskan kekesalannya. Dari cerita dalam adegan ini memuat makna mengenai karakter Megamind yang senang menipu, alhasil Titan menyebut tipuan Megamind sebagai perbuatan licik. Makna Konotasi Dalam Adegan 99 Penipuan adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar untuk tujuan tertentu. Di ranah hukum kata penipuan sangat erat hubungannya dengan tindakan kriminal atau pidana yang melanggar aturan. Begitupun dalam norma masyarakat, kata penipuan mengacu pada suatu perbuatan salah yang digunakan untuk kepentingan orang yang menipu. Merujuk pada perspektif hukum dan norma sosial maka penipuan merepesentasikan perbuatan buruk atau tindakan kejahatan. Namun dalam kultur masyarakat modern kata penipuan berkembang menjadi bentuk yang sangat kompleks. Dalam dunia ekonomi-politik penipuan dianggap sebagai suatu strategi manajemen, dimana penipuan dimanifestasikan commit to user 111 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebagai muslihat atau rahasia yang digunakan dalam persaingan. Oleh karenanya penipuan bukanlah sebuah kejahatan selama hal ini tidak melanggar hukum. Sama halnya dalam dunia militer, penipuan ditafsirkan sebagai sebuah strategi untuk mengelabui lawan ketika berperang. Berdasarkan persepktif modern maka konsep penipuan menjadi sangat luas, sehingga salah ataupun benarnya perbuatan ini bersifat subjektif dan bergantung dalam konteks apa perbuatan ini dilakukan. Adapun bentuk penipuan yang dilakukan dalam adegan ini adalah penyamaran. Richard Reynolds (1992) menyebutkan jika penyamaran bukanlah hal yang asing dalam film Hollywod, dan pada dasarnya hal ini seringkali dikategorikan berdasarkan dua cara yaitu: Pertama, seorang tokoh dalam film seringkali menyamar dengan cara memakai topeng, kostum, menggunakan nama atau dokumen palsu, ataupun menutupi identitas dirinya. Penyamaran seperti ini digunakan untuk melindungi orang-orang disekitarnya atau organisasi tempat sang tokoh bekerja dari musuhmusuh mereka. Hal ini biasanya dilakukan oleh tokoh-tokoh protagonis seperti superhero, pasukan khusus (special force), ataupun agen mata-mata yang memiliki banyak musuh. Kedua yaitu penyamaran yang dilakukan dengan cara mencuri identitas (Shoulder Surfers/Dumpster Divers). Cara ini biasanya dilakukan oleh karakter antagonis yang menjadikan dirinya sebagai orang lain, baik secara fisik maupun non-fisik. Umunya penyamaran yang dilakukan adalah menjadi tokoh idola, politikus, tokoh anonim, keluarga atau teman dari tokoh protagonis, bahkan tidak commit to user 112 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id jarang ia menyamar menjadi tokoh protagonis sendiri. Lazimnya penyamaran ini dipakai demi meraih keuntungan-keuntungan pribadi seperti; tujuan eknomi, menghilangkan depresi atau mencari kepuasan, balas dendam, hingga merusak citra orang dicuri identitasnya. Berdasarkan pernyataan diatas dapat dipahami bahwa penyamaran merupakan simbol terhadap penipuan atau perbuatan jahat jika dilakukan dengan cara mencuri identitas. Namun sebaliknya jika penyamaran ditempuh dengan cara menyembunyikan identitas sang tokoh maka hal tersebut dipandang sebagai perbuatan baik. Hal ini menandakan bahwa film-film Hollywood lebih menekankan baik atau jahatnya suatu penyamaran berdasarkan cara yang digunakan oleh seorang tokoh. Adapun dalam adegan ini Megamind melakukan penyamaran dengan cara mencuri identitas yang biasanya merepesentasikan perbuatan jahat. Namun penyamaran tersebut nyatanya tidak bertujuan untuk merugikan orang lain ataupun orang yang dicuri identitasnya. Megamind justru mencuri identitas Metro Man sebagai strategi untuk mengecoh Titan ketika sedang bertarung. Sehingga muncul makna bahwa meskipun penyamaran Megamind merupakan cara yang salah, namun ia lebih menekankan tujuannya menyamar untuk menolong orang lain. Alhasil dari penyamaran Megamind dapat dipahami bahwa penyamaran terkadang merupakan simbol penipuan yang lebih menekankan tujuan yang positif daripada cara yang digunakannya. commit to user 113 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id c. Proses Pembentukan Perilaku Megamind Proses Pembentukan Perilaku Megamind Dalam Adegan 7 Time Code: 02:49 - 03:02 Shoot 1 Shoot 2 Shoot 3 Shoot 4 Kode Vebal Dalam Adegan 7 Megamind : Untungnya aku menemukan tempat kecil indah yang disebut rumah. Yang dimaksud rumah dalam shoot ini adalah penjara (Narasi - On Screen). Narapidana : Bisakah kita merawatnya? Megamind : Sebuah tempat yang mengajarkanku perbedaan antara benar dan salah (Narasi - On Screen). commit to user 114 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Makna Denotasi Dalam Adegan 7 Shoot 1 berisi adegan Megamind bayi yang baru saja mendarat dibumi dan tiba di penjara dengan kapsul terbangnya. Pada shoot ini terlihat Megamind dengan ekspresi yang sedikit tercengang memangku Minion. Kemudian pada shoot 2 salah satu narapidana terlihat tersenyum karena gembira dengan kehadiran Megamind bayi, kemudian narapidana tersebut mengambil inisiatif untuk merawat Megamind di dalam penjara. Secara simbolik shoot 1 dan 2 menunjukkan bagaimana Megamind diasuh dipenjara dan ia menggangap tempat tersebut sebagai rumah. Sementara para penghuni penjara atau narapidana yang merawatnya secara simbolik menjadi anggota keluarga Megamind. Dalam shoot 3 dan shoot 4 Megamind sedang diajari oleh para narapidana tentang perbuatan benar dan perbuatan salah. Gambar shoot 3 memperlihatkan tiga narapidana sedang memberikan pelajaran kepada Megamind melalui sebuah kartu. Narapidana yang berada diposisi tengah sedang memegang kartu yang berisi gambar polisi dengan tulisan “policeman”, kemudian ketiga narapidana mengangguk ke kanan dan kekiri dengan ekspresi yang sinis, hal ini sebagai tanda bahwa polisi merupakan orang yang melakukan perbuatan salah. Sedangkan pada shoot 4 narapidana yang berada ditengah memegang kartu dengan gambar perampok dengan tulisan “burglar” dibawahnya, saat itu juga ketiga narapidana mengangguk ke atas dan ke bawah sambil tersenyum, tindakan tersebut merupakan isyarat mereka kepada Megamind bahwa penjahat melakukan perbuatan yang benar. Megamind sendiri kemudian menerima pelajaran dari commit to user ketiga narapidana tersebut dengan isyarat mengangguk-anggukan kepalanya. 115 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Makna Konotasi Dalam Adegan 7 Dalam teori belajar konstruktivisme, seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan interaksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema biasanya berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Adapun Piaget meyakini bahwa melalui skema semua anak dilahirkan dengan kecenderungan bawaan untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka dan memahaminya, sehingga skema nantinya menjadi pola mental yang menuntun perilaku orang tersebut (Suparno,1997:55). Jika dikaitkan dengan teori belajar konstruktivisme diatas, maka akan terlihat bagaimana pembentukan skema dalam diri Megamind kecil. Dalam adegan ke Megamind kecil membentuk skema dalam dirinya setelah berinteraksi dengan lingkungan ia dibesarkan, yaitu penjara. Pada shoot 3 dan shoot 4 diperlihatkan bagaimana bentuk interaksi tersebut dilakukan melalui proses belajar mengajar yang dilakukan Megamind dan narapidana yang secara simbolik merupakan keluarganya. Melalui proses interaksi dengan lingkungan penjara, Megamind kecil menyusun skema dalam dirinya mengenai perbuatan salah dan benar. Perbuatan salah direpesentasikan oleh polisi yang menegakkan kebenaran, sebaliknya perbuatan benar justru diwujudkan oleh perampok yang berbuat jahat. Skema atau kategori pengetahuan Megamind tentunya tidak ideal dan terkesan dangkal karena commit to user didasarkan oleh sudut pandang narapidana yang lebih berpihak pada penjahat. 116 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Melalui kategori pengetahuan dalam diri Megamind maka timbul skema yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan salah, karena menurutnya perbuatan tersebut justru merupakan perbuatan yang benar atau sesuai. Oleh karena itu tidak mengherankan skema yang terbentuk dalam diri Megamind akan menuntunnya melakukan perbuatan salah dikemudian hari. Secara garis besar adegan 7 menunjukkan bahwa Megamind merupakan simbol bagi orang yang memiliki masa lalu bermasalah, hal itu dikarenakan ia tumbuh di lingkungan penjara yang mendorongnya untuk berperilaku seperti seorang penjahat. Proses Pembentukan Perilaku Megamind Dalam Adegan 14 Time Code: 05:17 - 05:50 Shoot 1 Shoot 2 Shoot 3 commit to user 117 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kode Verbal Dalam Adegan 14 Megamind : Apakah ini takdirku (Narasi - On Screen). Megamind : Tunggu mungkin itu benar, berbuat jahat adalah satu-satunya keahlianku (Narasi - On Screen). Megamind : Lalu aku tersadar. Jika aku memang anak nakal, maka aku akan menjadi anak paling nakal dari mereka semua (Narasi - On Screen). Megamind : Aku memang ditakdirkan menjadi supervillian (Narasi - On Screen). Makna Denotasi Dalam Adegan 14 Adegan ini menceritakan Megamind yang sedang dihukum oleh gurunya setelah membuat kekacauan di sekolah. Megamind memang merupakan siswa yang sering dihukum oleh gurunya karena sering membuat kekacauan. Kekacauan yang ditimbulkan Megamind sebenarnya terjadi karena tidak disengaja namun ia tetap saja dihukum oleh gurunya. Sedangkan hukuman yang diterima oleh Megamind adalah berdiri di pojokan kelas. Selagi dihukum Megamind sering merenung dan berusaha memahami alasan ia dihukum. Apa yang dipikirkan Megamind menjadi pesan yang diutamakan dalam adegan ini. Gambar shoot 1 memperlihatkan ekspresi mata Megamind yang terbuka lebar dan terdapat senyum tipis pada bibirnya. Disamping itu, bola mata Megamind terus bergerak kekiri dan kekanan. Ekspresi-ekspresi tersebut mewakili user kondisi Megamind kecil yang commit sedangto mendapatkan pemahaman, sehingga 118 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ekspresinya seperti orang yang sedang mendapatkan pencerahan. Shoot 1 menunjukkan makna bahwa Megamind kecil sudah mendapatkan jawaban mengapa ia sering dihukum, yaitu ia merasa bahwa dirinya ahli dalam membuat kekacauan sehingga memang sudah takdirnya jika ia menjadi penjahat. Shoot 2 menampilkan Megamind yang memutuskan tujuan baru dalam hidupnya yakni menjadi “anak paling nakal”. Setelah itu Megamind kecil memasang senyuman, yang mana hal ini mengisyaratkan niat jahat bahwa ia akan melakukan perbuatan nakal di dalam kelasnya. Sambil tersenyum Megamind mengarahkan pandangannya ke depan dimana terdapat peralatan kebersihan yang akan digunakannya untuk meracik bom asap. Bom tersebut kemudian meledak dan asap yang ditimbulkannya membuat warna sekolah menjadi berantakan. Dalam shoot 3 Megamind kecil dikeluarkan (Drop Out) dari sekolahnya karena bom asap ciptannya membuat kekacauan. Selanjutnya Megamind naik bus, nampak jika ia duduk di kursi belakang dan sedang memandang kearah sekolahnya sambil tersenyum. Senyuman Megamind kali ini memiliki makna bahwa ia gembira karena dikeluarkan dari sekolahnya, selain itu ia juga merasa senang karena telah menemukan jawaban atas permasalahannya selama ini. Makna Konotasi Dalam Adegan 14 Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema atau pengetahuan yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang dimilikinya. Artinya asimilasi dapat dikatakan commit to user 119 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebagai proses memahami pengalaman-pengalaman baru dari segi skema yang telah dimiliki oleh orang itu. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skema melainkan mengembangkan skema yang sudah ada sebelumnya. (http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-konstruktivistik.html). Jika pada adegan 7 Megamind membentuk pengetahuan (skema) setelah berinteraksi dengan lingkungan rumah atau penjara, maka dalam adegan 14 ia mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya dengan berinteraksi di sekolah. Proses berkembangnya pengetahuan Megamind ini dapat disebut sebagai proses asimilasi dalam teori kontuktivisme. Sedangkan proses asimilasi Megamind didapatkannya ketika ia dihukum di dalam kelasnya, oleh karena itu hukuman merupakan simbol dari proses asimilasi bagi Megamind. Dalam adegan 14, proses asimiliasi yang dilakukan Megamind menunjukkan bagaimana pengetahuan atau skema yang dimilikinya bertambah. Jika dalam penjara Megamind memiliki pengetahuan mengenai apa perbuatan salah dan benar serta siapa saja yang melakukan perbuatan tersebut. Kemudian ketika bersekolah Megamind mengembangkan pengetahuannya tersebut, dimana ia memahami konsep punishment (hukuman) dan reward (hadiah) ketika orang berbuat salah ataupun benar. Ketika bersekolah, Megamind menyadari bahwa orang yang berbuat nakal maka akan mendapatkan hukuman. Hukuman yang diberikan misalnya dengan cara berdiri dipojokan kelas. Hukuman itu membuat seseorang akan dijauhi atau commit user Sebaliknya orang yang berbuat bahkan dikucilkan oleh teman-teman dan to gurunya. 120 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id baik akan mendapatkan hadiah berupa penghargaan atau pemujaan dari orangorang disekitarnya. Megamind kemudian merasakan bahwa orang yang sering dihukum sudah seharusnya ditakdirkan menjadi penjahat. Maka Megamind yang sering dihukum memutuskan untuk menjadi orang yang jahat karena ia merasa itulah takdirnya. Secara umum, adegan 14 mengisyaratkan sebuah pesan bahwa hukuman merupakan simbol bagi seorang penjahat, sebaliknya hadiah merupakan simbol untuk seorang pahlawan. Hal ini yang lantas membuat Megamind berpikir bahwa orang yang sering dihukum harus menjadi penjahat. Pada intinya proses asimilasi ketika Megamind bersekolah kemudian mempengaruhi perilakunya dimana selanjutnya ia sering berbuat onar di dalam film ini. Hal tersebut menandakan bahwa proses asimiliasi dalam adegan 14 merepesentasikan bagaimana terbentuknya perilaku negatif dalam diri Megamind. Maka sebab itu, film ini menunjukkan bahwa pengalaman dan proses asimilasi sangat menentukan bagaimana perilaku seseorang terbentuk. Proses Pembentukan Perilaku Megamind Dalam Adegan 85 Time Code: 01:09:13-01:10:15 Shoot 1 Shoot 2 commit to user 121 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Shoot 3 Kode Verbal Dalam Adegan 85 Metro Man : Kau tahu sobat kecil, selalu ada ying untuk yang. Metro Man : Jika ada kejahatan, yang baik akan bangkit untuk menantangnya. Metro Man : Memakan waktu lama bagiku untuk menemukan “panggilanku”. Metro Man : Sekarang hanya masalah waktu sampai kamu menemukan “panggilan” itu. Makna Denotasi Dalam Adegan 85 Adegan 85 menceritakan tentang Megamind yang sedang meminta tolong kepada Metroman untuk menghentikan Titan dan menyelamatkan Metro City. Diluar dugaan Metro Man justru menolak permintaan Megamind tersebut karena ia memiliki alasan tertentu. Meskipun Metro Man menolak memberikan bantuan, akan tetapi ia memberikan nasehat kepada Megamind sebagai sebuah solusi untuk menghadapi Titan. Nasehat yang diberikan oleh Metro Man kepada Megamind menjadi inti pesan dari adegan ini. Gambar pada shoot 1 memperlihatkan Metro Man yang memberikan wejangan kepada Megamind, terlihat telapak commit to user tangannya memegang tangan 122 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind sembari matanya menatap dengan serius. Makna yang ditunjukkan dalam shoot 1 memperlihatkan keseriusan Metro Man ketika menyampaikan nasehatnya dan menunjukkan bahwa pesan yang akan ia sampaikan merupakan hal yang penting bagi Megamind. Disamping itu gestur Metro Man yang memegang Megamind menunjukkan isyarat bahwa ia ingin agar Megamind memperhatikan dan memahami nasehat darinya dengan bersungguh-sungguh. Kemudian isi dialog yang disampaikan oleh Metro Man menunjukkan bahwa di dunia ini selalu ada kebaikan dan ada kejahatan. Kejahatan dan kebaikan merupakan dua sisi yang tidak terpisahkan sehingga diumpamakan sebagai Yin dan Yang oleh Metro Man. Shoot 2 menampilkan wajah Megamind secara close-up, terlihat jika Megamind berusaha memahami nasehat dari Metro Man. Ekspresi yang ditampilkan dari wajah Megamind memperlihatkan keseriusannya ketika Metro Man sedang menyampaikan pesannya. Sedangkan dialog yang disampaikan dalam shoot ini mengandung makna bahwa Megamind harus menemukan sebuah “panggilan”. Panggilan dalam adegan ini memiliki makna bahwa Megamind harus merasakan terpanggil untuk melawan kejahatan yang dilakukan oleh Titan. Sedangkan dalam shoot 3 memperlihatkan ekspresi Megamind setelah mendengarkan nasehat dari Metro Man, terlihat jika bola mata Megamind membesar dan mulutnya tertutup rapat. Makna yang dihasilkan dari raut wajah Megamind menandakan bahwa ia memahami nasehat dari Metro Man. commit to user 123 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Selanjutnya meskipun memahami nasehat dari Metro Man namun Megamind meragukan dirinya untuk mendapatkan panggilannya tersebut. Makna Konotasi Dalam Adegan 85 Dalam adegan ini diperlihatkan bagaimana Metro Man mendorong Megamind untuk mencari “panggilan”. Oleh karena itu panggilan merupakan salah satu simbol yang menjadi elemen vital bagi Megamind. Jika ditelusuri secara mendalam, panggilan sebenarnya merupakan istilah yang sangat identik dengan sosok hero dalam bermacam-macam film Hollywood. Apabila dilihat dari beberapa sudut pandang, kata satu ini memuat makna yang bersifat ambigu. Panggilan bagi seorang hero dapat diartikan sebagai tanda atau isyarat untuk menjalankan tugas. Maksudnya adalah panggilan digunakan sebagai cara untuk memanggil seorang hero agar ia menjalankan tugasnya, yaitu menolong orang yang kesusahan. Panggilan yang digunakan terhadap seorang hero bisa berbagai macam bentuknya, mulai dari hal umum seperti; suara sirene, alarm, orang yang berteriak minta tolong, alat elektronik canggih, hingga melalui berita dalam televisi atau radio. Serta terdapat panggilan-panggilan khusus lainnya, misalnya Batman dengan flashorn, Charlie‟s Angels dengan telepon berwarna merahnya, atau spiderman dengan indera keenamnya yang mendeteksi bahaya (http://yaledailynews.com/blog/2009/02/03/study-of-the-superhero/). Sedangkan menurut Richard Reynolds (1992) panggilan bagi seorang hero dapat disebut sebagai dorongan hati. Artinya seseorang akan menjadi pahlawan jika hatinya terpanggil jika menyaksikan sebuah kejahatan. Selain itu, panggilan commit to user 124 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id melibatkan sebuah proses dimana seseorang mengalami peristiwa penting yang akan merubahnya menjadi pahlawan. Peristiwa penting yang merubah seseorang menjadi sosok pahlawan bermacam-macam jenisnya, misalnya; nasehat dari orang terdekat, peristiwa kematian keluarga atau sahabat, kecelakaan, bencana alam, kejadian kriminal, dan lain sebagainya. Dalam pengertian ini “panggilan” bisa ditafsirkan sebagai simbol kelahiran seorang hero. Jika dikaitkan dengan film Megamind maka kata panggilan mengacu pada pengertian yang kedua, sehingga panggilan dalam adegan memiliki makna bahwa Megamind harus terpanggil hatinya untuk melawan kejahatan yang dilakukan oleh Titan. Oleh karena itu pertemuan Metro Man dan Megamind menjadi peristiwa penting yang dapat merubah Megamind, karena setelah menerima nasehat dari Metro Man maka Megamind sadar atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Selain itu Megamind juga mulai merasakan jika jiwanya terpanggil untuk menghentikan kejahatan yang dilakukan oleh Titan. Pertemuan dengan Metro Man dalam adegan ini menjadi simbol sebuah peristiwa penting yang merubah jalan pikiran Megamind. Jika diperhatikan maka pertemuan keduanya itu merupakan sebuah wujud akomodasi dalam teori belajar kontruktivisme. Akomodasi adalah mengubah skema (pengetahuan) yang ada agar sesuai dengan situasi baru. Artinya akomodasi ialah bentuk penyesuaian yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat terjadi pemunculan skema baru yang sama sekali berbeda dengan skema sebelumnya commit to user (http://frendymatematik.wordpress.com/matematika/aliran-konstruktivisme/). 125 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Akomodasi dapat terjadi karena adanya sebuah peristiwa anomali, dimana suatu peristiwa bertentangan dengan apa yang telah dipikirkan oleh seseorang. Peristiwa di mana individu tidak dapat mengasimilasikan pengetahuannya untuk memahami fenomena yang baru (Suparno, 1997:50). Sementara itu, peristiwa anomali didalam film ini bermula dari rencana Megamind yang ingin menciptakan seorang superhero. Selanjutnya rencana Megamind itu gagal karena superhero ciptaannya yang bernama Titan justru memilih menjadi penajahat. Hal ini kemudian membuat Megamind menjadi bingung sebab keputusan Titan tersebut tidak sesuai dengan rencana dan bertentangan dengan skema yang dipahaminya. Selanjutnya saat Megamind mulai memahami apa yang terjadi dengan Titan ia lantas mencari solusi dengan melakukan pertemuan dengan Metro Man. Setelah pertemuan itu Megamind mendapatkan nasehat yang merubah skema atau pengetahuan dalam dirinya. Megamind kemudian paham jika ia harus mencari “panggilan” dalam dirinya jika ingin menghentikan Titan. Dari penejelasan diatas dapat disimpulkan jika kegalalan Megamind merubah Titan menjadi superhero merupakan simbol peristiwa anomali, dimana dalam hal ini Megamind gagal mengasimilasikan pengetahuannya mengenai konsep superhero dan supervillian. Sedangkan proses akomodasi ditandai dengan pertemuan Megamind dengan Metro Man yang membahas cara menghentikan Titan. Setelah pertemuan ini Megamind membentuk skema (pengetahuan) baru dalam dirinya. Skema itu membuat Megamind paham bahwa sebenarnya ia tidak commit to user 126 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ditakdirkan menjadi penjahat. Selanjutnya Megamind memulai langkah melawan kejahatan dengan mencari “panggilan”. d. Analisis Mitos Sejarah mengenai cerita hero dalam masyarakat Barat tidak bisa lepas dari mitologi Yunani. Sebagian besar karakter hero dalam mitologi Yunani kuno adalah tokoh setengah dewa seperti Perseus, Achilles, Theseus, Herakles (Herkules) dan lain sebagainya. Dalam Mitologi Yunani, hero merujuk pada karakter yang dipuja sebagai orang yang sempurna. Maka sebab itu seorang hero digambarkan memiliki perilaku sempurna, yang mana mereka selalu menunjung tinggi nilai-nilai moralitas sehingga menjadi sosok panutan. Kesempurnaan hero dapat dilihat dari sifatnya yang sangat idealis, jujur, selalu membela yang benar sehingga semua orang menyukainya, dan hero menyadari bahwa ia disukai semua orang. Pada akhirnya kesempurnaan seorang hero menuntun pemikiran kita bahwa ia adalah individu yang merepesentasikan semua perilaku positif dari manusia ideal. Perilaku hero yang digambarkan seperti tanpa celah tadi terus berkembang menjadi sebuah mitos, bahkan hal ini masih terus dipertahankan selama berabad-abad lamanya oleh masyarakat Barat (http://sepocikopi.com/2011/11/10/anti-hero/). Pada abad pertengahan sosok hero nan sempurna tampil dalam dunia dongeng, khususnya cerita rakyat seperti folk dan fairy tales. Dalam berbagai cerita rakyat biasanya pahlawan adalah para pangeran, bangsawan, ataupun ksatria tampan berjubah yang menunggangi kuda. Pahlawan-pahlwan ini kemudian akan commit to user 127 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id melawan kejahatan dengan kemulian hatinya, dan diakhir cerita ia akan menikahi seorang putri cantik ataupun gadis pujaannya. Secara tidak sadar simbol-simbol mengenai pahlawan tampan dengan kepribadian yang sempurna tersebut dikemas untuk mempertahankan mitos. Dewasa ini para hero muncul melalui berbagai cerita dalam budaya populer seperti video game, komik, internet, televisi, maupun film. Penampilan hero saat ini memang tidak serupa dengan hero-hero yang muncul berabad-abad yang lalu. Jika dahulu hero menunggang kuda yang gagah maka kini hero menaiki mobil atau motor sport. Begitupun kedudukan mereka, jika dahulu hero merupakan pangeran ataupun ksatria kerajaan, maka kini hero diwakili oleh simbol-simbol penegak hukum seperti polisi, tentara, agen mata-mata, wartawan, bahkan muncul beberapa sosok hero dari kalangan pengacara seperti dare devil. Peradaban manusia sedikit banyak merubah penampilan seorang hero di masa ini, namun mitos mengenai hero dengan perilaku yang sempurna masih dipertahankan oleh tiap pembuat cerita. Beberapa contohnya dapat diperhatikan melalui superioritas tokoh-tokoh superhero dalam film Hollywood. Superhero dalam film digambarkan sebagai orang dengan kepribadian lurus yang selalu berbuat baik dan tidak pernah berperilaku menyimpang. Akan tetapi beberapa dekade terakhir beberapa pengamat melihat ada kencenderungan untuk menggeser hero-hero nan sempurna tersebut. Kecenderungan untuk menggeser hero sempurna tersebut hadir seiring perkembangan budaya manusia dimana terjadi pergeseran konsepsi makna di commit to user 128 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id masyarakat, misalnya saja konsep pencitraan karakter hero yang berwarna putih (sempurna) dianggap bukanlah hal mutlak. Konsep tersebut membuat perkembangan literal fiksi mencoba untuk memahami ketidak sempurnaan manusia dalam sistem penokohan hero. Salah satu sistem penokohan protagonis dalam fiksi literal yang hadir dari ide tersebut adalah anti-hero (http://sontagkinder.wordpress.com/2011/03/01/anti-hero/). Anti-hero adalah sebuah gaya penokohan dalam karakter penceritaan fiksi. Tidak seperti karakter hero yang lazimnya terlihat sempurna di segala hal, antihero malah sebaliknya karena ia justru menonjolkan kekurangan-kekurangannya. Selanjutnya kepopuleran tokoh anti-hero dalam literatur modern dan budaya populer bisa juga berdasarkan pada pengenalan konsep bahwa manusia bukanlah mahluk sempurna jika berbenturan dengan kepentingan manusia lain. Popularitas ini kemungkinan merupakan pertanda dari penolakan oleh kaum avant garde akan nilai-nilai kuno, setelah counter-culture revolution pada tahun 1960-an (http://sontagkinder.wordpress.com/2011/03/01/anti-hero/). Jika dulu orang menilai karakter anti-hero karena dia adalah tokoh utama yang seperti penjahat, sekarang anti-hero telah berkembang menjadi beberapa jenis. Cabang-cabang anti-hero yang biasanya muncul salah satunya adalah Byronic Hero. Berdasarkan Wikipedia, Byronic Hero biasanya menunjukkan beberapa ciri-ciri sebagai berikut (http://en.wikipedia.org/wiki/Byronic_hero): a. Sombong, licik dan mampu beradaptasi b. Sinis dan seringkali emosinya bertentangan, bipolar, atau moody. commit to user 129 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id c. Menghormati pangkat dan hak istimewa. d. Memiliki kebencian terhadap lembaga sosial dan norma-norma. e. Memiliki masa lalu bermasalah atau menderita karena suatu kejahatan yang tidak disebutkan. f. Cerdas, perseptif, canggih dan berpendidikan g. Misterius dan nakal. h. Sifatnya senang merugikan diri sendiri, i. Berjuang dengan integritas. j. Diperlakukan dalam pengasingan, sebagai orang terbuang, atau sampah masyarakat. Secara rinci maka akan terlihat jika karakter Megamind dalam film ini mencerminkan simbol-simbol seorang Byronic Hero. Megamind dalam film ini digambarkan sebagai karakter yang cerdas dan mampu menciptakan alat berteknologi tinggi. Selanjutnya dalam film ini Megamind juga diperlakukan dalam pengasingan, hal ini dialaminya karena dijauhi oleh teman-teman dan gurunya di sekolah. Kemudian ketika dewasa Megamind kembali dikucilkan oleh masyarakat Metro City. Selain itu Megamind juga memiliki masa lalu bermasalah karena ia tumbuh besar di lingkungan penjara, hal ini pada awalnya mempengaruhi perilaku dan cara berpikirnya yang dangkal mengenai perbuatan salah dan benar. Dalam beberapa adegan Megamind juga ditampilkan sebagai simbol orang yang memiliki perilaku bipolar, yakni sifat kompleks dimana terdapat perilaku commit to user negatif dan perilaku positif dalam dirinya. Perilaku negatif Megamind terlihat 130 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id jelas melalui beberapa simbol seperti sikap liciknya yang senang menipu orang, serta kegemarannya melakukan aksi Vandalisme yang merusak kota Metro City. Simbol perilaku negatif Megamind yang lainnya adalah sifatnya yang mudah ragu-ragu atau bimbang ketika menghadapi masalah hidup. Keraguan Megamind misalnya dialaminya setelah ia menyingkirkan Metro Man. Perilaku Megamind yang memiliki banyak keraguan tentunya berseberangan dengan gambaran hero lainnya, sebab pada umumnya hero merupakan simbol orang yang penuh percaya diri dan tidak memiliki keraguan ketika menemui masalah. Meski memiliki banyak perilaku negatif namun di sisi lain Megamind justru memiliki perilaku positif, hal ini salah satunya diwujudkan melalui simbol keberanian Megamind. Megamind menunjukkan sifat beraninya dalam film ini melalui berbagai adegan, misalnya ketika ia menghadapi Titan yang diatas kertas lebih tangguh dari dirinya. Namun menariknya salah satu contoh keberanian yang ditampilkan Megamind adalah ketika ia menyerahkan dirinya kepada pihak berwajib. Tindakan Megamind tersebut secara tersirat merupakan sebuah simbol untuk seseorang yang berani, khususnya dalam menanggung perbuatannya. Jika ditelusuri maka keberanian yang ditunjukkan Megamind itu tentunya memiliki konteks yang berbeda dengan wacana hero dalam film Hollywood. Umumnya keberanian seorang hero (tokoh protagonis) dalam film laga Hollywood seringkali diartikan sebagai keberanian untuk berjuang atau berkorban, namun dalam film Megamind terlihat bahwa keberanian bisa commit to user 131 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dilakukan dalam berbagai bentuk salah satunya yaitu keberanian untuk bertanggung jawab. Selain keberanian, perilaku positif yang dimiliki Megamind adalah empati atau kepedualian terhadap lingkungan di Metro City. Kepedulian Megamind terhadap Metro City ditunjukkan ketika ia melawan Titan untuk melindungi kota tersebut dari kehancuran, perbuatan ini menunjukkan betapa besarnya jasa dan kepedualian Megamind. Akan tetapi simbol kepedulian Megamind juga diperlihatkan melalui perbuatan-perbuatan kecil namun sangat berguna bagi komunitas warga Metro City, misalnya dengan membersihkan sampah atau merenovasi fasilitas umum seperti museum. Tindakan sederhana yang dilakukan Megamind tentunya berbeda dengan mitos yang menilai jika seorang hero identik dengan tindakan-tindakan heroik seperti menolong ribuan nyawa dan menyelamatkan dunia. Oleh karenanya film Megamind memperlihatkan bahwa kepahlawanan (heroisme) tidak diukur dari besar kecilnya jasa yang diberikan oleh seseorang, namun dilihat dari kepeduliannya. Film ini secara tidak langsung menunjukkan jika kepedulian merupakan salah satu simbol terpenting bagi seorang hero. Satu hal lain yang menarik dari perilaku Megamind adalah sikapnya dalam menipu. Di satu sisi penipuan yang dilakukan Megamind terkadang membuat warga Metro City kesal. Tetapi disisi lain menipu dapat dimanfaatkan Megamind untuk melindungi warga Metro City, hal ini terjadi ketika Megamind mengecoh Titan yang ingin menghancurkan Metro City. Dari contoh tersebut terlihat bahwa commit to user 132 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id penipuan memiliki kecenderungan sebagai perilaku bipolar yang dimiliki Megamind, sebab perilaku ini bisa merugikan orang lain namun juga dapat bermanfaat bagi Megamind ketika berhadapan dengan musuh yang berbahaya. Perilaku bipolar yang direpesentasikan oleh Megamind menunjukkan ciri perwatakan Byronic Hero yang kompleks, yakni banyak mengalami perubahan suasana hati. Bagi seorang Byronic Hero perubahan suasana hati cenderung menuntunnya berbuat salah ataupun benar dalam waktu yang berbeda sehingga membuat kepribadiannya menjadi beragam. Perilaku kompleks oleh Byronic Hero sekaligus menjadi sindiran atau kritik terhadap mitos yang menggangap jika seorang hero adalah karakter yang sempurna. Kesempurnaan seorang hero justru membuatnya kaku, karena ia senantiasa berperilaku lurus dan idealis serta tidak memiliki kekurangan. Perilaku bipolar juga menunjukkan simbol manusiawi seorang Byronic Hero karena ia memiliki kekurangan dan kelebihan yang membuat perilakunya tidak sempurna. Apa yang ditampilkan oleh Megamind sebagai Byronic Hero memperlihatkan bahwa perilaku seorang pahlawan sebenarnya jauh dari kata sempurna. Tetapi ketidak sempurnaan Megamind justru merupakan simbol yang menjadi daya tariknya sebagai seorang hero. Daya tarik Megamind tersebut menunjukkan adanya semacam persetujuan bahwa kekurangan sang pahlawan dan motivasinya yang tidak terlalu mulia, membuat sebuah cerita menjadi semakin realistis. Ketidak sempurnaan seorang tokoh hero, membuat tokoh tersebut terasa lebih hidup juga membuat orang merasa lebih dekat dan bersimpati kepadanya commit to user 133 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (http://seniberpikir.wordpress.com/2012/11/16/hero-dan-anti-hero-dalam-fiksidan-realitas/). Karakter hero yang tidak sempurna menjadi sebuah pesan yang digunakan dalam film Megamind supaya menarik simpati para penonton. Langkah ini nampaknya digunakan oleh pembuat film agar membuat penonton dapat menerima kekurangan dan kelebihan seorang Megamind. Untuk merealisasikan hal tersebut maka diawal cerita penonton digiring untuk membenci Megamind (tokoh protagonis) karena perilakunya yang tidak mulia. Namun diakhir cerita simpati penonton ditarik dengan cara menampilkan kepahlawanan yang dilakukan oleh seorang Megamind. Maka sebab itu simbol pahlawan yang tidak sempurna atau Byronic Hero merupakan strategi yang digunakan oleh sutradara untuk mengemas pesan dalam film ini. Disamping itu semua, salah satu hal yang perlu diperhatikan dari Megamind adalah bagaimana proses perilakunya terbentuk. Dalam menganalisa proses tersebut maka digunakan teori belajar kontruktivisme, teori ini melihat jika perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang diperolehnya setelah menerima rangsangan dari pengalaman-pengalaman yang dialaminya. Melalui teori ini maka akan terlihat bagaimana perilaku Megamind dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang dialaminya sejak kecil hingga dewasa. Di awal film ditampilkan cerita ketika Megamind masih kecil, saat itu pengetahuan Megamind terbentuk setelah ia mendapatkan pengalaman dari lingkungan rumah (penjara) dan sekolah. Dari kedua lingkungan tersebut commit to user 134 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind mengalami pengalaman yang buruk sehingga pengetahuan yang didapatkannya mendorongnya untuk berperilaku negatif. Proses pembentukan perilaku Megamind di awal cerita tadi dapat disebut sebagai asimilasi, yakni proses menambah-nambahkan pengetahuan (skema) yang dimiliki Megamind ketika ia kecil. Sedangkan hasil dari proses asimilasi ini mendorong Megamind untuk menjadi seorang penjahat. Sedangkan pada pertengahan cerita Megamind menghadapi pengalaman baru ketika ia menghadapi cobaan yang sulit. Cobaan tersebut terjadi setelah Megamind secara tidak disengaja menciptakan seorang penjahat super bernama Titan. Kemudian ketika mengalami cobaan tersebut, Megamind menyadari bahwa pemahaman atau pengetahuan yang dimilikinya selama ini tidak mampu menjawab masalah yang dialaminya. Proses ini menjadi awal sebuah peristiwa anomali atau peristiwa penting yang akan merubah pengetahuan Megamind. Untuk mencari jawaban atas masalahnya Megamind kemudian bertemu dengan Metro Man, lantas keduanya saling berbicara mengenai cara untuk mengalahkan Titan. Metro Man selanjutnya memberikan nasehat kepada Megamind untuk menemukan “panggilan” sebagai solusi untuk menghentikan Titan. Megamind lantas berusaha menemukan “panggilan” tersebut yang kemudian merubah konsep atau skema berpikirnya dan membangkitkan kepedulian atau jiwa pahlawannya. Pencarian “panggilan” oleh Megamind ini dapat disebut sebagai akomodasi atau proses memodifikasi atau merubah pengetahuan yang dimiliki oleh Megamind. Proses akomodasi ini merupakan commit to user pendorong bagi Megamind untuk menjadi seorang pahlawan. 135 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Selian menggunakan teori belajar kontruktivisme, bagaimana terbentuknya perilaku pahlawan oleh Megamind dapat diamati dengan pendekatan The Hero’s Journey. The Hero’s Journey merupakan sebuah konsep yang dikemukakan oleh pakar Mitologi bernama Joseph Campbell. Menurut Campbell dalam cerita kepahlawanan terdapat struktur isi pesan yang menampilkan bagaimana tahapantahapan perjalanan yang dilakukan oleh seorang tokoh untuk menjadi hero. Perjalan-perjalan tersebut seringkali dianggap sebagai riwayat hidup sang hero. Pada dasarnya The Hero Journey memang merupakan struktur cerita yang baku dalam cerita-cerita fiksi di Barat. Oleh karenanya struktur cerita dalam dongeng, legenda, film, novel, maupun aneka bentuk fiksi modern adalah proses pengulangan yang dilakukan sejak dahulu kala. Dengan struktur cerita yang hampir seragam maka sudah menjadi suatu kewajaran jika terdapat banyak kesamaan pada berbagai kisah kepahlawanan. Setelah melihat fenomena tersebut dapat dipahami jika struktur cerita merupakan salah satu cara untuk membentuk mitos bagi seorang hero (http://ahmad-juliardi.blogspot.com/2014/04/visit-1mentoring-novel-with-mokamedia.html). Julie Nava menyebutkan jika dalam The Hero’s Journey terdapat 12 tahapan perjalanan yang dialami oleh seorang hero. Pada dasarnya kedua belas tahapan-tahapan ini dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu; Departure, Initiation, dan Return. Tahapan pertama dalam The Hero’s Journey yakni Departure. Dalam tahapan satu ini terdapat beberapa fase-fase seperti Ordinary World, Call To Adventure, Refusal Of the Call, dan Meeting the Mentor commit to user (http://www.warungkopi.net/2013/11/tahapan-perjalanan-dan-archetype.html). 136 perpustakaan.uns.ac.id Fase Ordinary digilib.uns.ac.id World menjelaskan bagaimana sang tokoh utama (hero) berada pada dunia idealnya, saat semua belum berubah. Selanjutnya dalam fase Call To Advanture, muncul tuntutan untuk mengatasi sebuah masalah yang mengharuskan tokoh hero untuk melakukan sebuah perjalanan atau misi. Berikutnya pada fase Refusal Of The Call sang Hero masih belum yakin akan kemampuannya untuk melakukan misinya. Pada fase Meeting the Mentor muncul seorang tokoh lain yang berfungsi sebagai guru atau pembimbing bagi sang hero. Mentor ini bertugas untuk memotivasi, mempersiapkan, atau mengemukakan pendapat yang dapat meyakinkan sang hero untuk menjalani misinya. Berikutnya tahapan kedua adalah Initiation, yaitu tahapan dimana seorang hero memasuki dunia baru dan dihadapkan pada ujian yang beragam. Ujian itu akan membuatnya rapuh, namun di sisi lain membuka kesadarannya terhadap kemampuan yang dia miliki. Sang hero akan menghadapi puncak dari perjuangan menghadapi tantangan, dan akan menuju “Goa Perlindungan”, di mana dia menelaah, merenungkan kembali, atau merancang strategi berikutnya guna melengkapi kemenangannya. Goa Perlindungan di sini bisa diartikan harafiah atau sebagai simbol tentang saat di mana sang hero berkontemplasi. Tahapan ketiga adalah Return, yakni tahapan ketika sang hero keluar dan kembali menempuh perjalanan guna kembali ke dunia dia sebelumnya. Ia mungkin akan kembali menghadapi musuh yang menghalangi perjalanannya, namun akan mendapat pertolongan, baik dari tokoh lain ataupun dari dirinya sendiri yang sudah berubah menjadi lebih matang dan dewasa. Pada tahap ini, commit to user 137 perpustakaan.uns.ac.id sang hero sudah digilib.uns.ac.id membawa Elixer atau kemenangan. Kemenangan itu bisa berwujud benda, kesadaran baru, keyakinan diri, kesembuhan, kebebasan, atau berupa cinta sejati. Pendeknya, sang hero berhasil mengatasi tantangan, menyelesaikan misi, dan mendapatkan hadiah. Ia kini tidak lagi takut dengan masa lalu ataupun masa depan, karena misi sudah tercapai. Ketiga tahapan The Hero’s Journey sangat terlihat jelas melalui struktur cerita dalam film Megamind. Misalnya pada tahapan pertama (Depature), dalam fase Ordinary World terlihat bagaimana Megamind berada pada dunia yang dianggapnya ideal yaitu ketika ia menjadi penjahat bagi warga Metro City. Selanjutnya dalam tahapan Call To Advanture, muncul tuntutan untuk mengatasi sebuah masalah yang mengharuskan Megamind untuk melakukan sebuah misi, sedangkan misi Megamind dalam film ini adalah mengalahkan Titan. Berikutnya pada fase Refusal Of The Call, Megamind meragukan pengetahuannya untuk melakukan misi. Keraguan Megamind tersebut terjadi karena ia gagal untuk menciptakan seorang superhero yang diberikannya nama Titan. Titan yang dianugerahi kekuatan oleh Megamind justru memilih menjadi penjahat daripada menjadi superhero seperti yang dinginkan oleh Megamind. Kegagalan Megamind tersebut membuatnya ragu dalam mengambil langkahlangkah yang akan dilakukannya. Kemudian pada fase Meeting the Mentor Megamind bertemu dengan Metro Ma yang diibaratkan sebagai mentornya. Dalam film ini Metro Man memberikan motivasi dan nasehat supaya Megamind yakin dalam mengemban misinya. commit to user 138 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pada tahapan kedua (Initiation), fase perjalanan Megamind digambarkan ketika ia menyerahkan dirinya dan memasuki penjara. Penjara dalam film ini dapat diartikan sebagai “goa perlindungan”. Ketika dalam “goa perlindungan” atau penjara Megamind mulai menyadari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya, kemudian ia menemukan “panggilan” yang selama ini telah dicarinya. Setelah mendapatkan “panggilan” tersebut maka timbul jiwa pahlawan dalam diri Megamind untuk melidungi Roxane dan Metro City dari kehancuran. Pada tahapan ini Megamind menemukan tantangan terbesar dalam film ini yaitu menghadapi Titan yang jauh lebih unggul darinya. Dalam tahapan ketiga (Return) Megamind berhasil keluar dari penjara dan kembali ke Metro City untuk menghadapi Titan. Megamind kemudian kembali menghadapi musuh yang menghalanginya tersebut, namun mendapat pertolongan dari Minion. Pada tahap ini, Megamind membawa Elixer berwujud kesadaran baru dan keyakinan diri untuk menghentikan Titan. Pada akhirnya, Megamind berhasil mengatasi tantangan dan menyelesaikan misi. Selain itu Megamind tidak lagi takut dengan masa lalunya sebagai seorang penjahat. Ketiga tahapan perjalanan yang dilakukan oleh Megamind mewakili proses akomodasi ketika ia membentuk perilaku seorang pahlawan dalam dirinya. Selain itu ketiga tahapan dalam The Hero’s Journey menjadi simbol yang menampilkan bagaimana proses “kelahiran” seorang pahlawan dalam film Megamind. Oleh karena itu, di satu sisi film Megamind memiliki kecenderungan untuk mempertahankan mitos mengenai tahapan-tahapan perjalanan (The Hero’s commit to user Journey) oleh seorang hero. 139 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Berdasarkan analisa perilaku yang direpesentasikan oleh Megamind dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, secara garis besar perilaku seorang Byronic Hero yang ditampilkan oleh Megamind menjadi kontramitos terhadap konsep pahlawan yang berperilaku sempurna. Kedua struktur cerita film Megamind menunjukkan formula The Hero’s Journey, artinya pembuat pesan (film) masih mempertahankan mitos tentang perilaku seorang hero yang terbentuk melalui tahapan-tahapan perjalanan yang dilakukannya. Oleh karena itu perilaku Megamind yang direpesentasikan dalam film ini menunjukkan sebuah upaya untuk keluar dari mitos yang ada, namun cara pembuat pesan (film) dalam menyusun struktur cerita atau mengurutkan pesan masih mempertahankan mitos mengenai hero pada umumnya. 4.2.3. Representasi Megamind Berdasarkan Latar Belakang Sosial Untuk menganalisa latar belakang sosial seseorang maka dapat ditinjau berdasarkan pembagian-pembagian kelompok sosial. Dari pembagian tersebut menunjukkan adanya sebuah stratifkasi sosial sehingga muncul kelompok masyarakat atas, menengah, dan bawah. Oleh karena itu dalam korpus ini akan dianalisa bagaimana latar belakang sosial yang dimiliki oleh Megamind, sehingga nantinya dapat dilihat tergolong sebagai kelompok sosial apakah ia didalam film ini. Sementara itu untuk menganalisa latar belakang sosial seorang Megamind akan digunakan dua pendekatan yaitu: a). Prasangka Sosial Terhadap Megamind, dan b). Gaya Hidup Megamind. commit to user 140 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id a. Prasangka Sosial Terhadap Megamind Prasangka Sosial Terhadap Megamind Dalam Adegan 9 Time Code: 03:31 - 04:14 Shoot 1 Shoot 2 Shoot 3 Kode Verbal Dalam Adegan 9 Megamind : Setelah beberapa tahun, dengan terkadang berperilaku baik, aku diberi kesempatan untuk belajar merubah diriku menjadi lebih baik. Di tempat aneh yang disebut sekolah. Makna Denotasi Dalam Adegan 9 Adegan kesembilan memperlihatkan kejadian-kejadian yang terjadi ketika Megamind pertama kali pergi ke sekolah. Berbeda dengan anak-anak normal lainnya yang mengenakan pakaian rapi saat bersekolah, Megamind justru commit to user mengenakan seragam narapidana berwarna orange. Shoot 1 menunjukkan gambar 141 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind yang berada di depan gerbang penjara, ia sedang menunggu bis penjara menuju ke sekolah. Terlihat dalam shoot ini Megamind sedang memegang Minion dengan kedua tangannya yang diborgol, kemudian terdapat tiga orang yang menemaninya, dua orang yang memegang rantai borgol adalah polisi adapun satu orang lainnya yang mengenakan jas adalah kepala sipir penjara. Shoot 2 memperlihatkan gambar Megamind yang sedang heran saat hendak memasuki ruangan kelasnya, sementara di belakang Megamind terlihat gambar dua polisi penjara yang memegang borgolnya sebagai latar. Dalam shoot 3 terdapat gambar teman-teman sekelas dan guru Megamind yang bereaksi ketakutan setelah kedatangan Megamind, mulut mereka terlihat terbuka lebar sementara mata mereka melotot sebagai isyarat rasa kaget sekaligus cemas terhadap kehadiran Megamind. Jika diperhatikan mayoritas murid dan guru di kelas tersebut adalah orang kulit putih. Makna dalam adegan ini mencakup reaksi yang ditampilkan oleh orangorang ketika Megamind melakukan hari pertamanya disekolah. Pada bagian awal memperlihatkan bagaimana Megamind harus mendapatkan pengawalan yang ketat oleh penjaga penjara dan seorang sipir ketika berangkat ke sekolah. Sedangkan ketika tiba disekolah kehadiran Megamind menimbulkan reaksi yang membuat orang-orang seisi kelasnya kaget atau cemas. Dari adegan ini akan terlihat jika kehadiran Megamind di sekolahnya tidak mendapatkan sambutan yang baik oleh orang-orang disekitarnya. commit to user 142 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Makna Konotasi Dalam Adegan 9 Jika dianalisa reaksi buruk yang diterima oleh Megamind berhubungan dengan prasangka-prasangka sosial yang seringkali ditampilkan dalam film Hollywood. Menurut Liliweri, prasangka adalah sikap antipati berdasarkan generalisasi yang salah atau generalisasi yang tidak luwes. Sikap antipati ini dapat dirasakan atau dinyatakan. Antipati bisa langsung ditujukan kepada kelompok atau individu dari kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap antipati yang berlandaskan pada caara menggenariliasi yang salah dan tidak tepat. Kesalahan tersebut dapat saja diungkapkan secara langsung kepada orang yang menjadi atau dianggap sebagai kelompok tertentu (Liliweri, 2005:206). Salah satu prasangka sosial yang seringkali ditampilkan dalam film-film Hollywood adalah anggapan negatif terhadap masyarakat kulit hitam. Dalam film Hollywood seringkali orang kulit hitam dihubung-hubungkan sebagai pelaku kriminal yang berbahaya sehingga membuat masyarakat, terutama orang kulit putih, menjadi cemas dan ketakutan. Hal ini secara tidak langsung makin diperkuat dengan fakta-fakta mengenai tingginya tingkat kriminalitas dikalangan orang-orang kulit hitam. Disebutkan oleh Jeneen Jones bahwa 28,5 % laki-laki kulit hitam pernah masuk penjara selama hidup mereka. Angka tersebut sekitar enam kali lebih banyak dibandingkan laki-laki kulit putih yang berjumlah 4,4 %. Sedangkan di kalangan wanita, 3,6% dari wanita kulit hitam akan masuk penjara setidaknya sekali dalam hidupnya dan wanita kulit putih hanya 0,5%. Kemudian diperkirakan commit to user jika 7,9 % laki-laki kulit hitam dan 0,7 % laki-laki kulit putih akan memasuki 143 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id penjara federal saat berusia 20 tahun. Berikutnya terdapat 21,4 % laki-laki hitam dan 1,4 % laki-laki putih akan dikurung di penjara pada usia 30 tahun (http://apisuci.blogspot.com/2012/03/kebenaran-tentang-kejahatan-hitam.html). Data-data yang disebutkan diatas menunjukkan betapa tingginya angka kriminalitas dikalangan orang kulit hitam. Hal ini lantas melahirkan istilah Black Crime. Istilah ini kemudian dipakai untuk melabeli orang kulit hitam sebagai kelompok masyarakat yang identik dengan kejahatan dan penjara. Sedangkan dalam film Megamind konsep mengenai Black Crime ditampilkan dalam adegan 9. Pada bagian awal, diperlihatkan bagaimana Megamind harus mendapatkan pengawalan yang ketat saat berangkat ke sekolah. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa Megamind sebagai orang kulit gelap (hitam) merupakan simbol pelaku kriminal yang harus dijaga ketat ketika bersekolah. Sesampainya disekolah kedatangan Megamind menimbulkan reaksi cemas dan kaget bagi para siswa di sebuah kelas. Jika dianalisa maka reaksi yang ditampilkan oleh para siswa tersebut terjadi karena status Megamind sebagai seorang penghuni penjara dan orang kulit gelap (hitam). Status yang dimiliki oleh Megamind itu membuatnya dipandang sebagai simbol orang yang berperilaku jelek dan berbahaya bagi masyarakat, terutama bagi siswa di sekolahnya. Oleh karena itu, konsep Black Crime merepesentasikan status Megamind sebagai orang kulit hitam yang dipandang buruk dan berstatus rendah. commit to user 144 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Prasangka Sosial Terhadap Megamind Dalam Adegan 11 Time Code: 04:36 - 04:38 Shoot 1 Makna Denotasi Dalam Adegan 11 Adegan ini memperlihatkan Megamind yang sedang berfoto dengan guru dan teman-teman sekolahya. Dari hasil foto nampak siswa sekolah saling berkumpul dan membentuk barisan ditengah-tengah gambar. Sedangkan Megamind tidak berada pada barisan tersebut namun posisinya berada di sudut kiri gambar sehingga terlihat jarak kosong diantara siswa yang berkumpul dengan Megamind. Makna yang ditimbulkan dari hasil foto tersebut menunjukkan bahwa Megamind merupakan siswa yang dijauhi oleh para siswa dan guru disekolahnya. Hal ini secara jelas terlihat ketika siswa disekolah tersebut menjaga jarak dengan Megamind ketika sedang berfoto. Makna Konotasi Dalam Adegan 11 Hubungan antarmanusia seringkali dipengaruhi oleh perasaan psikologis atau perasaan emosi tertentu, inilah yang dimaksud jarak sosial. Jarak sosial merupakan perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok sosial berdasarkan tingkat penerimaan commit tertentu.toHubungan antara jarak sosial dengan user 145 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id prasangka berbanding lurus, semakin besar atau semakin jauh jarak sosial maka prasangka yang timbul menjadi semakin besar pula. Sebaliknya semakin kecil atau semakin dekat jarak sosial terhadap seseorang maka prasangka sosial semakin kecil (Liliweri, 2001:178) Dalam film ini ditampilkan sebuah jarak sosial yang terjadi di dalam sekolah Megamind, dan hal itu secara tersirat nampak pada gambar foto di dalam adegan 11. Dalam foto tersebut terlihat jika para siswa tidak menerima kehadiran Megamind sebagai bagian dari kelompok mereka sehingga ketika sedang berfoto mereka menjauhkan dirinya dari Megamind. Cara para siswa untuk menjauhi Megamind tersebut merupakan simbol mereka dalam membentuk jarak sosial didalam sekolah. Adapun faktor yang jadi penyebab terjadinya jarak sosial tersebut adalah prasangka yang dimiliki oleh para siswa mengenai Megamind. Menurut Mar‟at (1981), prasangka sosial adalah dugaan-dugaan yang memiliki nilai positif atau negatif, tetapi biasanya lebih bersifat negatif. Sedangkan menurut Brehm dan Kassin (1993), prasangka sosial adalah perasaan negatif terhadap seseorang semata-mata berdasar pada keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu. Prasangka sosial menurut Papalia dan Sally (1985) adalah sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alasan yang mendasar pada pribadi orang tersebut (http://id.wikipedia.org/wiki/Prasangka). Secara tersirat para siswa sekolah memiliki prasangka negatif mengenai Megamind yang dibesarkan dipenjara dan bekulit gelap (hitam). Prasangka negatif commit to user 146 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang semakin besar kepada Megamind membuatnya semakin dijauhi oleh para siswa disekolah, alhasil ia dianggap sebagai musuh bersama oleh setiap siswa di sekolah tersebut. Prasangka negatif mengenai Megamind itu mendorong para siswa untuk menjauhinya tanpa alasan yang jelas, bahkan prasangka itu muncul sebelum mereka mengenal atau berhubungan dengan Megamind terlebih dahulu. Secara garis besar, jarak sosial yang diberikan kepada Megamind menunjukkan sebuah bentuk prasangka yang tidak menghargai atau menghormatinya. Oleh karena itu foto Megamind yang diajuhi oleh temantemannya menjadi simbol jarak sosial dalam adegan 11. Jika ditelusuri, alasan mengapa Megamind dijauhi teman-temanya dikarenakan ia memiliki status sosial yang rendah sebagai orang berkulit gelap (hitam) yang dibesarkan dipenjara. Dengan status sosial yang disandang oleh Megamind, maka tidak mengherankan jika tidak ada satupun orang yang menaruh hormat kepadanya. Oleh karena itu jarak sosial dalam adegan ini merepesentasikan sosok Megamind yang memiliki status sosial yang rendah. Prasangka Sosial Terhadap Megamind Dalam Adegan 13 Time Code: 04:55-05:16 Shoot 1 commit to user Shoot 2 147 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Shoot 3 Kode Verbal Dalam Adegan 13 Megamind : Tidak peduli sekeras apapun aku mencoba, aku selalu menjadi orang yang terasing. Orang yang paling terakhir dipilih, si pengacau, kambing hitam (Narasi - On Screen). Megamind : Anak nakal Megamind : Uhhh… Makna Denotasi Dalam Adegan 13 Pada awal adegan, siswa-siswa di sekolah terlihat akan melakukan permainan lempar tangan. Selanjutnya pemimpin kelas (Metro Man) ditugaskan untuk memilih anggota kelompoknya dalam permainan tersebut. Pada akhirnya siswa yang tersisa untuk dipilih oleh pemimpin kelas hanya tersisa dua orang, yaitu seorang siswi sakit yang mengenakan tongkat serta Megamind. Kedua orang itu secara simbolik menjadi orang buangan atau orang-orang yang menjadi pilihan terakhir ketika membentuk sebuah kelompok. Selanjutnya dalam shoot 1 pemimpin kelas memilih siswi tersebut dan hanya menyisakan Megamind yang sendirian untuk ikut serta dalam permainan tersebut. commit to user 148 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dalam shoot 2 Megamind menunjukkan ekspersi kecewa karena tidak ada satu anakpun yang mau bermain olah raga “lempar tangan” dengannya. Bahkan dalam shoot ini ditampilkan gambar salah satu siswi yang gembira karena tidak menjadi rekan Megamind dalam permainan “lempar tangan”. Shoot 3 menampilkan Megamind yang harus sendirian menghadapi teman-temannya dalam permainan lempar tangan. Nampak Megamind sangat kewalahan dalam permainan yang tidak adil tersebut sehingga ia harus terjatuh setelah bola yang dilemparkan oleh teman-temannya mengenai kepalanya. Meskipun mengalami perlakuan yang tidak adil itu, namun Megamind terlihat tidak membalas atas perbuatan yang dilakukan oleh teman-temannya. Adegan ini memuat makna mengenai perlakuan yang diterima oleh Megamind dari teman-teman di sekolahnya. Terlihat melalui rangkaian shoot diatas Megamind mengalami penolokan atau tidak diterima sebagai bagian dari kelompok teman-temannya. Sedangkan dari isi dialog pada adegan ini memperlihatkan bahwa Megamind sebenarnya sudah berupaya agar bisa diterima oleh teman-temannya. Namun usaha Megamind ternyata tidak berhasil karena teman-temannya memberikan label kepadanya sebagai kambing hitam atau anak nakal yang harus dijauhi. Penolakan oleh teman-temannya membuat Megamind mudah untuk diperlakukan secara tidak adil. Namun Megamind nampaknya tidak berusaha untuk melawan terhadap perlakuan yang dialaminya. Hal ini nampak jelas dalam shoot 3 saat Megamind hanya pasrah walaupun teman-temannya melemparkan commit to user bola kearahnya secara kasar. Tindakan yang dilakukan teman-temannya kepada 149 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind mengarah pada sebuah tindakan yang menggangu dan tidak menyenangkan, bahkan secara fisik cenderung menyakiti Megamind. Makna Konotasi Dalam Adegan 13 Dari adegan ini menunjukkan makna bahwa saat kecil Megamind mengalami perlakuan buruk oleh teman-temannya disekolah. Dalam budaya populer di Barat perlakuan buruk yang diterima Megamind tersebut identik dengan sebuah istilah yang disebut bullying. Dalam www.psychologymania.com disebutkan jika bullying merupakan masalah sosial yang ditemukan di kalangan anak-anak sekolah. Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Beberapa istilah yang seringkali dipakai oleh masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying diantaranya adalah penindasan, penggencetan, peloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi (http://www.psychologymania.com/2012/06/definisi-bullying.html). Menurut Barbara Coloroso dalam www.psychologymania.com, Bullying terbagi menjadi empat bentuk, yaitu: 1. Bullying Secara Verbal; perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, suratsurat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasakkusuk yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya. 2. Bullying Secara Fisik; yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli, menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar, meludahi, commit to user memalak atau meminta paksa yang bukan miliknya, pengeroyokan, 150 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menjadi eksekutor perintah senior atau pemimpin, dan merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. 3. Bullying Secara Relasional adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran, mengintimdasi, mengecilkan, dan mendiskriminasikan. 4. Bullying Elektronik; merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan lain sebagainya (http://www.psychologymania.com/2012/06/jenis-jenis- bullying.html). Berdasarkan penjelasan diatas, Megamind mengalami dua bentuk bullying yaitu Bullying Secara Fisik dan Bullying Secara Relasional. Bullying Secara Fisik yang dialami Megamind adalah pengeroyokan dan pemukulan dengan bola yang dilakukan oleh teman-temannya ketika bermain bola lempar. Sedangkan Bullying Secara Relasional meliputi tindakan mengabaikan dan mendiskriminasikan Megamind ketika pemilihan kelompok dalam permainan bola lempar. Oleh karena itu makna yang timbul dari adegan ini menandakan bahwa Megamind merupakan “korban bullying” dari teman-teman sekolahnya. Jika ditelusuri bullying terjadi karena beberapa kondisi. Pertama, korban yang mengalami bullying tidak melakukan perlawanan. Kedua, bullying terjadi karena pengulangan atau dilakukan berulang kali lebih dari satu periode waktu. Ketiga, bullying biasa terjadi karena harga diri atau desakan lingkungan karena commit to user adanya sebuah pola-pola seperti senior-junior, status asimetri, serta kesempatan 151 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan niat balas dendam (http://www.psychologymania.com/2012/06/faktor-faktorpenyebab-terjadinya.html). Selain ketiga kondisi tersebut terdapat situasi-stuasi lainnya yang menjadi penyebab bullying, misalnya karena kedudukan sosial atau posisi yang tidak seimbang dalam sebuah kelompok. Hal ini biasanya diwujudkan dalam perbedaan-perbedaan status sosial yang dipengaruhi faktor kekuatan, kekuasaan, popularitas, dan lain sebagainya. Orang melakukan bullying biasanya karena merasa statusnya paling tinggi, sebab ketika seseorang mempunyai kekuatan dan status sosial yang tinggi maka muncul kemungkinan jika ia akan memilih melakukan bullying dibandingkan melindungi orang-orang yang lemah. Jika diperhatikan maka bullying yang dialami Megamind disebabkan karena dua alasan. Penyebab pertama terjadi karena Megamind tidak bisa memberikan perlawanan yang kuat terhadap perlakuan buruk yang diterimanya dari teman-temannya. Bullying terhadap Megamind tentu tidak akan terjadi jika ia mampu membuat teman-temannya jera ketika menganggunya. Sedangkan alasan yang kedua adalah kedudukan sosial yang tidak seimbang di sekolah Megamind, sebab pada adegan ini terlihat jika kelompok orang yang memiliki kedudukan tinggi melakukan bullying terhadap orang dengan kedudukan rendah. Dalam adegan 13, Megamind menjadi simbol bagi orang dengan kedudukan yang rendah karena ia dijauhi atau dikucilkan oleh teman-temannya disekolah. Secara tersirat penyebab Megamind terkucilkan adalah status sosial yang dimilikinya sebagai orang berkulit gelap atau hitam, serta latar belakangnya commit to user 152 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebagai penghuni penjara. Setelah dijauhi oleh teman-temannya Megamind tidak memiliki kekuatan dan kekuasan di sekolahnya sehingga membuat kedudukan atau status sosialnya berada di tingkat terendah. Sebaliknya Metro Man (pemimpin kelas) yang memiliki banyak pengikut atau teman di dalam kelompoknya memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar, hal tersebut membuatnya berada di tingkatan tertinggi di sekolahnya. Karena memiliki kedudukan yang tinggi maka Metro Man seringkali mengajak temantemannya menganggu (bullying) Megamind yang memiliki kedudukan yang rendah. Posisi Megamind sebagai korban bullying merepesentasikan kedudukan sosialnya yang rendah yang mengakibatkan ia mengalami diskriminasi di sekolahnya. Oleh sebab itu adegan ini menunjukkan simbol-simbol diskriminasi terhadap Megamind karena latar belakang sosialnya yang rendah. b. Gaya Hidup Megamind Gaya Hidup Megamind Dalam Adegan 20 Time Code: 11:39-14:22 Shoot 1 Shoot 2 commit to user 153 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kode Verbal Dalam Adegan 20 Megamind : Bagaimana penampilanku Minion? Megamind : Apakah aku terlihat buruk? Minion : Sangat menjijikkan dan mengerikan, tuan. Makna Denotasi Dalam Adegan 20 Adegan ini dimulai ketika Megamind berhasil merlarikan diri dari penjara dan kembali ke markas rahasianya. Sesampainya di markas rahasia, hal pertama yang dilakukan oleh Megamind adalah mengganti penampilannya. Dalam shoot 1 terlihat jika Megamind baru saja mengganti seragam penjara berwarna orange dengan kostum berwarna hitam gelap yang biasa ia kenakan. Perlu diketahui bahwa kostum tersebut dipasangi banyak atribut duri-duri yang terdapat disekitar sabuk, pundak, tangan, dan kaki. Setelah mengenakan kostumnya Megamind meminta pendapat kepada Minion mengenai penampilannya tersebut. Minion kemudian memberikan jawaban yang mengatakan bahwa penampilan Megamind sangat buruk dengan baju yang dikenakannya. Namun Megamind terlihat senang dengan komentar Minion dan membalasnya dengan sebuah senyuman, kemudian Megamind terlihat kembali bersemangat setelah mengenakan kostum lamanya. Shoot 1 menandakan bahwa Megamind merasa senang jika penampilannya dianggap buruk atau menakutkan, nampaknya hal itu merupakan tujuannya memakai kostum tersebut. commit to user 154 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Selanjutnya dalam shoot 2 terdapat gambar Brain-Bot yang menyambut Megamind ketika memasuki markas rahasianya. Brain-Bot adalah robot ciptaan Megamind yang bentuk tubuhnya mirip dengan ubur-ubur. Nampak kepala BrainBot berwarna transparan sehingga bagian otaknya terlihat sangat jelas. Bagian otak yang menonjol pada robot ini membuatnya dinamai Brain-Bot oleh Megamind. Namun hal menarik dari bentuk Brain-Bot adalah modifikasi pada bagian atas kepalanya yang menyerupai rambut dengan model Mohawk. Selain itu pada bagian pinggir rambutnya dipasang dengan atribut duri-duri. Rangkaian shoot 1 dan 2 menunjukkan bahwa Megamind sangat senang memasangkan akseoris berduri-duri pada peralatan yang dipakainya seperti pakaian, mobil, Brain-Bot dan lain-lainnya. Umumnya aksesoris dengan duri-duri (spike) yang dikenakan Megamind merupakan gaya berbusana yang disebut sebagai Punk Style. Alhasil adegan ini menunjukkan bahwa Megamind memiliki ciri khas dengan mengenakan busana punk. Makna Konotasi Dalam Adegan 20 Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan membentuk status sosial dan kelas sosial. Kelas sosial adalah pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hirarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama, dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Status dan kelas sosial menunjukan preferensi produk dan merek dalam bidang-bidang tertentu misalnya busana. Busana merupakan salah satu cara untuk melihat pembagian kelas sosial commit to user 155 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dalam masyarakat (http://muslimah2792.blogspot.com/2013/06/pengaruh-statussosial-dan-kelas-sosial.html). Gaya busana yang dikenakan seseorang erat berhubungan dengan kelas sosial orang yang bersangkutan. Misalnya atribut-atribut yang sifatnya massal dan dianggap berselera rendahan biasanya selalu dihindari oleh orang-orang yang secara ekonomi mapan atau berada. Bagi kelas sosial yang rendah, busana yang digunakan dianggap sederhana, tidak elegan, bahkan cederung tidak rapi dalam pembuatannya. Sebaliknya busana bagi kelas sosial tinggi dilihat berdasarkan cara pembuatannya yang rapi dengan kualitas dan jenis bahan terbaik sehingga menimbulkan kesan elegan, biasanya busana-busana seperti ini dibuat oleh produsen-produsen ternama bertaraf internasional. Sementara itu dalam adegan 20 memperlihatkan Megamind sebagai orang yang menggunakan gaya berbusana punk atau Punk Style. Pada dasarnya Punk Style merupakan gaya fashion yang dianut di kalangan Punker’s (penganut gaya hidup punk) atau Skinhead. Punk Style biasanya ditandai dengan model rambut yang bediri tegak atau biasa disebut mohawk, baju dan celana jeans ketat berwarna hitam gelap, jaket kulit, sepatu boot, piercing, rantai dan spike, tattoo, eye liner di kelopak mata dan lain sebagainya. Pada perkembangannya Punk Style dianggap masyarakat awam sebagai gaya penampilan bagi orang-orang dengan kelas sosial rendah. Hal ini disebabkan oleh gaya berbusana punk yang dianggap urakan, kotor, dan tidak elegan. Bahkan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat assesoris dan pakaian berbusana commit to user 156 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id punk dianggap tidak berkualitas, akibatnya Punk Style dipandang busana dengan selera yang rendah. Punk Style juga terkadang dihubungkan dengan gaya berbusana anak jalanan yang terkesan liar dan tidak elit, hal ini salah satunya dipengaruhi oleh aliran Street Punk and Oi yang identik dengan kehidupan anak jalanan. Pada akhirnya Punk Style seringkali dianggap oleh masyarakat sebagai busana yang menonjolkan kesan menakutkan, menjijikkan, bahkan liar. Pada intinya makna konotasi dalam adegan ini memperlihatkan kelas sosial seseorang berdasarkan cara berbusananya. Oleh karenanya gaya berbusana merupakan salah satu hal yang menunjukkan simbol kelas sosial yang dimiliki Megamind. Sementara itu, gaya berbusana Megamind adalah Punk Style yang tidak lain merepesentasikan gaya berbusana bagi masyarakat kelas rendah. Maka sebab itu, adegan ini menunjukkan jika Megamind menempati kelas sosial yang rendah di dalam masyarakat Metro City. Gaya Hidup Megamind Dalam Adegan 23 Time Code: 16:31 - 17:10 Shoot 1 Shoot 2 commit to user 157 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Makna Denotasi Dalam Adegan 23 Adegan ini menampilkan tempat tinggal Megamind yang dirubah untuk menyerupai bangunan observatorium di kota Metro City. Tujuan Megamind melakukan hal tersebut adalah untuk mengecoh Metro Man. Nampak dalam shoot 1 gambar tempat tinggal Megamind ditampilkan dari luar. Jika diperhatikan kondisi tempat tinggal Megamind terlihat seperti bangunan jelek karena terbuat dari material kayu yang usam dan rapuh. Disamping itu, pada bagian tembok bangunan tersebut terlihat bolong-bolong, sehingga terdapat tambalan-tambalan kayu dan beton yang tersusun secara tidak teratur. Shoot 2 menampilkan perbandingan gambar observatorium asli dengan gambar tempat Megamind yang telah disamarkan menjadi observatorium. Terlihat jelas bahwa tempat Megamind jauh lebih buruk dari bangunan observatorium yang asli. Tempat Megamind nampak seperti bangunan yang belum sempurna dalam proses pembuatannya karena masih terlihat fondasi dan tangga di pinggir bangunan. Dari beberapa shoot pada adegan 23 dapat disimpulkan bahwa tempat tinggal Megamind terlihat seperti bangunan yang biasanya belum sempurna pembuatannya sehingga tidak layak huni. Makna Konotasi Dalam Adegan 23 Jika dianalisa lebih lanjut, adegan menandakan fenomena yang terjadi ditengah-tengah masyarakat mengenai stratifikasi sosial (pelapisan sosial). Berdasarkan www.wiedjcorn.blogspot.com, stratifikasi sosial atau pelapisan sosial sudah mulai dikenal sejak manusia menjalin kehidupan bersama. Terbentuknya commit to user pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu 158 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan yang lain secara teratur dan tersusun, baik secara perorangan maupun kelompok (http://www.wiedjcorn.blogspot.com/2010/11/pola-hidup-masyarakatterstratifikasi.html). Salah satu kriteria yang menjadi penyebab terbentuknya stratifikasi sosial adalah Ukuran Kekayaan. Jika dilihat berdasarkan Ukuran Kekayaan, maka seseorang yang memiliki kekayaan paling banyak akan menempati pelapisan di atas. Kekayaan seseorang misalnya dapat dilihat dari tempat tinggal (rumah) yang dimilikinya. Umumnya pada masyarakat kelas atas akan membangun bentuk rumah yang besar dan mewah dengan gaya arsitektur yang indah. Masyarakat kelas atas juga lebih menyukai tinggal di kawasan elit dan apartemen mewah yang dilengkapi dengan fasilitas modern. Sedangkan masyarakat yang tergolong menengah lebih memilih bentuk dan tipe rumah yang sederhana bahkan ada juga yang tinggal di rumah susun (http://wiedjcorn.blogspot.com/2010/11/pola-hidupmasyarakat-terstratifikasi.html). Pada masyarakat yang berada di kelas bawah rumah yang mereka huni identik dengan kata “kumuh”. Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah jika dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas bawah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan. Tempat tinggal yang kumuh biasanya ditandai dengan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut yang sangat buruk. Rumah maupun sarana dan commit to user 159 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya. Disamping itu semua ciri-ciri rumah kumuh dapat dilihat dari: 1. Fasilitas yang kondisinya kurang atau tidak memadai. 2. Kondisi material rumah serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin. 3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang bangunan, sehingga mencerminkan kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi dari penghuninya (http://akuwewete.blogspot.com/2012/09/pemukiman- kumuh-2.html). Berdasarkan ciri-ciri rumah kumuh yang disebutkan diatas, maka akan terlihat jika tempat tinggal Megamind termasuk dalam kategori rumah kumuh. Hal itu disebabkan karena tempat tinggal Megamind terbuat dari material bangunan yang tidak memenuhi standar, seperti kayu-kayu yang rapuh dan beton lusuh. Selanjutnya tembok-tembok pada tempat tinggal Megamind terlihat tidak beraturan sehingga mencerminkan kondisi tata ruang yang semrawut. Kondisi tempat tinggal Megamind yang tidak rapi dan jauh dari kemewahan menunjukkan kedudukannya sebagai masyarakat kelas bawah. Oleh karenanya tempat tinggal Megamind menjadi simbol yang merepesentasikan adanya stratifikasi sosial di dalam masyarakat Metro City. commit to user 160 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gaya Hidup Megamind Dalam Adegan 42 Time Code: 34:26 - 35:58 Shoot 2 Shoot 1 Makna Denotasi Dalam Adegan 42 Adegan ini dibuka saat Roxane dan Stuart Hall sedang mencari markas rahasia Megamind, selanjutnya kedua orang itu berhasil menemukan markas rahasia Megamind. Selagi mengamati markas rahasia Megamind, Hall kemudian merekam bagian tembok pada markas tersebut. Dalam shoot 2 terlihat bagaimana gambar tembok yang direkam oleh Hall, pada tembok itu terdapat banyak gambar coretan-coretan graffity yang nampak tidak rapi dengan warna yang mentereng. Jika diperhatikan pada gambar bagian atas tembok terdapat coretan yang bertulisankan “Go Away” dengan ukuran besar, sedangkan dibawahnya tertulis “Nobody Lives Here!!!”. Selanjutnya pada bagian samping kanan tembok masih terdapat banyak coratan-coretan lainnya dengan ukuran sangat kecil. Makna dari shoot 2 menandakan jika markas rahasia Megamind adalah bangunan kosong karena dindingnya dibubuhi oleh coretan graffity. Hal tersebut diperkuat dari tulisan yang terdapat dalam graffity tersebut yang memperingatkan orang-orang agar menjauhi markas rahasia milik Megamind. commit to user 161 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Shoot 1 menampilkan Megamind ketika sedang menjawab telepon dari Roxane didalam markas rahasianya. Gambar dari shoot 1 memperlihatkan isi ruangan dari markas rahasia Megamind. Pada bagian tengah ruangan terlihat sebuah ruang kontrol yang menjadi tempat Megamind untuk mengawasi orangorang yang berusaha mendekati markas rahasianya. Dari ruang kontrol tersebut terlihat televisi berwarna hitam putih yang nampak kuno serta mesin-mesin dengan tombol yang terlihat buram. Gambar yang terlihat dari markas rahasia Megamind memberikan kesan bahwa Megamind menggunakan perangkatperangkat kuno dan buram pada markas rahasianya. Makna Konotasi Dalam Adegan 42 Graffity adalah coretan-coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Adanya kelas-kelas sosial yang terpisah terlalu jauh menimbulkan kesulitan bagi masyarakat golongan tertentu untuk mengekspresikan kegiatan seninya. Akibatnya beberapa individu menggunakan sarana yang hampir tersedia di seluruh kota, yaitu dinding atau tembok (http://id.wikipedia.org/wiki/Grafiti). Pada perkembangannya, fenomena graffity banyak melahirkan pro dan kontra bagi masyarakat. Untuk beberapa kalangan, graffity dilihat sebagai karya seni kritis yang memuat pesan sosial-politik ditengah kehidupan masyarakat. Akan tetapi sebagian besar masyarakat awam justru memandang graffity sebagai corat-coret yang meresahkan, serta membuat dinding menjadi kotor dengan commit to user tulisan-tulisan yang tidak dimengerti. Selanjutnya tidak sedikit orang yang bahkan 162 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menganggap graffity sebagai salah satu bentuk vandalisme yang merusak keindahan sebuah bangunan. Terlepas dari pro-kontra mengenai graffity, ada satu hal menarik yang bisa diamati dari graffiti, yaitu dinding atau tembok. Dinding merupakan salah satu media graffity yang mudah ditemui dikawasan perkotaan, namun pada dasarnya tidak sembarang dinding bisa dipilih menjadi media graffity. Terkadang pembuat graffiti memilih dinding-dinding di tempat-tempat terbuka seperti diberbagai fasilitas umum ataupun sudut jalan. Namun seringkali dinding-dinding yang menjadi sasaran empuk pembuat graffity justru berada dikawasan kumuh ataupun tanah kosong di bangunan (pabrik) yang terbengkalai. Pemilihan kawasan kumuh dan tanah kosong sebagai media graffity terjadi karena tempat-tempat tersebut sangat mudah dijangkau bagi pembuat graffity dan orang yang melihatnya. Tempat-tempat tersebut tentunya sangat berbeda dengan kawasan elit yang mendapat perlakuan ekslusif dari para penghuninya sehingga sulit untuk dijadikan media graffity. Akibatnya, hal tersebut membuat graffity dicap sebagai atribut yang menempel di kawasan-kawasan masyarakat rendah. Sedangkan pada contoh markas rahasia Megamind terlihat jika pada bagian tembok batanya terdapat efek graffity. Hal itu secara tersirat menandakan kesan kumuh dan suram sehingga menunjukkan jika markas rahasia Megamind berada di pemukiman masyarakat bawah. Lokasi seperti ini biasanya merupakan tempat bagi masyarakat dengan kondisi ekonomi yang sulit. Selain itu perabotan atau perangkat yang terdapat didalam markas rahasia Megamind semakin commit to user 163 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id memperkuat makna bahwa tempat tersebut dihuni oleh orang dengan kedudukan yang rendah. Oleh karena itu markas rahasia Megamind merepesentasikan kedudukannya sebagai simbol masyarakat kelas bawah dalam stratifikasi sosial di kota Metro City. c. Analisis Mitos Latar belakang sosial seorang hero merupakan sebuah mitos yang sangat sering kita jumpai dalam film-film Hollywood. Namun mitos tersebut dikontruksi sedemikian rupa sehingga terkadang para penonton tidak menyadari akan kebenaran mitos itu, bahkan tidak sedikit penonton yang menyadari mitos tersebut justru ikut terlena untuk menerima gagasan-gagasan tersebut. Sebenarnya, mitos mengenai seorang hero bisa dianalisa dengan melihat bagaimana gambaran kelompok-kelompok masyarakat yang ditampilkan dalam sebuah film. Umumnya film-film produksi Hollywood seringkali menempatkan karakter dengan ras kaukasian (kulit putih) sebagai tokoh protagonis atau pejuang yang selalu selamat setiap waktu. Sementara itu ras negroid (kulit hitam) ditampilkan sebagai pelayan ataupun tokoh antagonis yang jahat dan selalu tewas diakhir film. Ras asia (kulit berwarna) sebagai tokoh pendukung atau bahkan figuran dengan stereotipnya sebagai “mereka” yang tidak ingin berbaur. Ras latin sebagai tokoh yang penuh kriminalitas dan bertindak seenaknya. Sedangkan orang arab sebagai orang-orang yang sangat menyukai kekerasan, terorisme, penganut fanatisme agama yang sempit, dan masyarakat yang anti-perubahan (http://pangeranmerah24.blogspot.com/2007/11/rasisme-media.html). commit to user 164 perpustakaan.uns.ac.id Gambaran mengenai kelompok-kelompok digilib.uns.ac.id masyarakat dalam film Hollywod secara langsung melahirkan sebuah stereotype jika orang-orang kulit hitam, asia, arab, dan latin merupakan kelompok “yang lain” (the other). Kelompok ini merupakan golongan ras yang lebih rendah dari ras kaukasian (anglo-saxon), serta memiliki kebudayaan ataupun peradaban yang jelek. Dari hal tersebut kemudian muncul kecenderungan untuk menampilkan orang-orang kaukasian sebagai simbol kelompok superior, mereka serta merta memiliki peran untuk menyelamatkan orang-orang kulit hitam, asia, arab, dan latin yang dianggap lebih lemah dan tidak berdaya. Wacana superioritas ras kulit putih (kaukasian) dalam film Hollywood kemudian berkembang menjadi sebuah mitos. Mitos itu membuat orang kulit putih identik sebagai simbol tokoh protagonis (hero) yang mempunyai responsibility dan power serta seorang juru selamat (messiah). Disamping itu Fiske (1999:9) juga mengatakan bahwa pahlawan laki-laki atau perempuan secara jelas sebagai orang amerika yang berkulit putih (White Anglo-Saxon Protestan) yang digambarkan dari kelas menengah keatas. Pada dasarnya pendapat Fiske menunjukkan adanya gejala stratifikasi sosial ketika merepesentasikan seorang hero berkulit putih. Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial adalah perbedaan individu atau kelompok dalam masyarakat yang menempatkan seseorang pada kelas sosial yang berbeda-beda secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban yang berbeda pula antara individu pada suatu lapisan sosial lainnya. Menurut Pitirim, sistem stratifikasi membedakan penduduk commit to user atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat, kedalam kelas tinggi, 165 perpustakaan.uns.ac.id sedang dan rendah digilib.uns.ac.id (http://ikelestari13110417.blogspot.com/2010/12/bab-xi- prasangka-diskriminasi-dan.html). Biasanya pelapisan sosial dalam masyarakat terjadi pada bidang; (a) ekonomi, yaitu menjadi kelas ekomonim atas, menengah dan bawah. (b) status sosial, yaitu berkaitan dengan kedudukannya di masyarakat. (c) politik, yaitu berdasarkan kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki seseorang (http://ikelestari13110417.blogspot.com/2010/12/bab-xi-prasangka-diskriminasidan.html). Jika melihat dari aspek ekonomi maka akan terlihat jika orang kulit putih merupakan kelompok masyarakat atas yang memiliki penghasilan yang besar. Hal ini merujuk indeks penghasilan rata-rata keluarga di AS yang dikeluarkan oleh biro sensus AS dan Survei Penduduk Nasional. Dari survei oleh biro sensus Amerika Serikat menunjukkan jika rata-rata penghasilan yang diterima oleh sebuah keluarga pada kelompok atas berkisar diatas $ 10.000. Kelompok masyarakat atas ditempati oleh keluarga orang Yahudi-Amerika ($ 17.200), Jepang ($ 13.200), Polandia ($ 11.500), China ($ 11.200), Italia ($ 11.200), Jerman ($ 10.700), Inggris ($ 10.700), Irlandia ($10.300). Sedangkan pada masyarakat bawah, rata-rata penghasilan sebuah keluarga diperkiran dibawah $ 10.000. Urutan masyarakat berpenghasilan rendah ditempati oleh orang Filipina ($ 9.900), India Barat ($ 9.400), Meksiko ($ 7.600), Puerto Rico ($ 6.300), Kulit Hitam ($ 6.200), dan Indian ($ 6.000) (http://poseidon04.blogspot.com/2011/12/mosaik-amerika-sejarah-etnis.html). commit to user 166 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Selain dibidang ekonomi (kekayaan), dominasi masyarakat kulit putih juga dapat ditemui dalam aspek kekuasaan. Hal ini salah satunya bisa diamati berdasarkan kekuatan politik masyarakat kulit putih yang jauh mengungguli golongan masyarakat lainnya. Mayoritas para pemimpin dan pelaku politik esensial di Amerika berasal dari kaum “putih”, hal ini terlihat jelas bahwa terdapat 42 orang presiden Amerikan yang berasal dari kaum White Anglo-Saxon Protestant. Tidak hanya dalam bidang politik, tetapi White Anglo-Saxon Protestant juga dipandang lebih mampu untuk menjalankan peran dalam dalam hal ekonomi, sosial, hingga budaya (http://mahrita-fisip12.web.unair.ac.id). Berdasarkan stratifikasi sosial di Amerika Serikat maka menjadi sebuah kewajaran jika orang kulit putih dianggap sebagai simbol masyarakat yang superior. Alhasil tidak mengherankan jika dalam film Hollywood orang kulit putih dipilih sebagai seorang hero, sebab mereka adalah kelompok yang dipandang unggul dan pantas berperan menjadi seorang hero. Oleh karena itu pemilihan orang kulit putih sebagai seorang hero mencerminkan anggapan dalam film Hoolywood mengenai kondisi masyarakat di Amerika Serikat. Disamping itu semua superioritas orang kulit putih dapat diamati melalui gaya hidup seorang hero yang ditampilkan dalam suatu film. Gaya hidup seorang hero sebenarnya telah dikontruksi dan dapat terlihat setiap waktu dalam setiap konteks. Hal ini misalnya dapat disimak dari atribut (setting) dalam sebuah film yang meliputi; rumah, markas rahasia, kendaraan, tempat kerja, ruang kelas, hingga sudut di jalan-jalan kota. commit to user 167 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kontruksi gaya hidup juga dapat diamati dari pernyataan Vigorito dan Curry. Keduanya menyebutkan jika hal-hal sepele yang terjadi sehari-hari selama berpuluh tahun yang bersumber dari norma-norma budaya telah membentuk suatu pencitraan diri dalam kehidupan seorang. Kondisi ini dapat dilihat dari selera dan cara berpakaian, penampilan, bentuk aktivitas, cara bergaul, cara penyelesaian permasalahan, ekspresi verbal maupun non verbal, hingga jenis aksesoris tubuh yang dipakai (Vigorito dan Curry, 1998:1). Oleh karenanya kontruksi gaya hidup merupakan “penanda” bagi kelas sosial seorang hero. Pada banyak kasus kita dapat menjumpai bagaimana gaya hidup glamor menjadi ciri khas atau simbol bagi seorang hero. Gaya hidup glamor seorang hero misalnya dapat dilihat dari rumah mewah yang dimiliki oleh Bruce Wayne (Batman), Tony Stark (Iron Man), Peter Reid (Green Hornet), dan tokoh-tokoh hero lainnya. Rumah-rumah mewah yang dimiliki seorang hero biasanya ditandai dengan bentuk bangunannya yang bernilai arsitektur tinggi serta perabotan rumah yang mewah. Disamping itu mereka seringkali membuat ruang-ruang khusus sebagai tempat menyimpan senjata ataupun peralatan lainnya, hal ini memberikan kesan modern yang identik bagi pada masyarakat kelas atas. Salah satu atribut bangunan lainnya yang memberikan kesan glamor bagi seorang hero adalah markas rahasia. Dalam film laga Hollywwod, markas rahasia tidak hanya sekedar tempat bagi seorang hero untuk bersembunyi ataupun menyimpan peralatannya. Lebih dari itu markas rahasia digunakan untuk commit to user merepesentasikan sebuah bangunan yang canggih, solid, dan elegan. Hal itu 168 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id secara tidak langsung menunjukkan jika seorang hero memiliki kedudukan sosial yang tinggi. Alhasil markas rahasia sama fungsinya dengan rumah yang menjadi “penanda” sosial bagi seorang hero yang berkedudukan tinggi. Salah satu cara untuk menunjukkan kemewahan sebuah markas rahasia terlihat melalui material-material bangunan yang terbuat dari logam berkualitas. Material logam seringkali memberikan kesan kokoh dan mewah karena memberikan warna yang mengkilat pada sebuah bangunan. Selain itu peralatan mekanik (elektronik) berteknologi tinggi yang terpasang dalam markas rahasia semakin memperkuat kesan modern dan elegan, contohnya markas rahasia yang dioperasikan dengan teknologi Artificial Intelligent (AI). Sedangkan contoh markas rahasia para hero yang memberikan kesan elit diantaranya adalah; Fortress of Solitude (Superman), Batcave (Batman), Xavier’s Mansion (X-Men), Karnak Ozymandias (Watchmen), Bureau of Paranormal Research and Defense (Hellboy), dan lain sebagainya. Selain bangunan, penanda sosial bagi para hero dapat diamati dari cara bergaul mereka yang seringkali terlibat dalam pesta-pesta mewah. Pesta menjadi gaya hidup yang semakin menegaskan kesan glamor pada kehidupan para hero. Sedangkan cara berpakaian para hero juga menampilkan kesan mewah dan elegan karena mereka seringkali mengenakan jas-jas mewah yang terbuat dari bahan kualitas terbaik. Kalaupun tidak mengenakan jas, para hero dituntut mengenakan pakaian canggih yang memberi kesan modern dan elegan. commit to user 169 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Berikutnya, jenis pekerjaan yang digeluti oleh seorang hero juga tidak jauh-jauh dari profesi pada masyarakat menengah keatas. Pekerjaan para hero umumnya meliputi; pengusaha, karyawan kantoran, pegawai pemerintah, hingga penegak hukum. Bagi hero yang berprofesi sebagai penegak hukum seperti polisi atau tentara terdapat kecenderungan kelas sosial yang berbeda. Hal ini dikarenakan dalam ranah militer dan kepolisian terjadi pembagian-pembagian kelas sosial yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Jika pada masyarakat umum kelas sosial dilihat berdasarkan gaya hidup dan status seseorang, maka dalam ranah militer pembagian kelas sosial lebih menitikberatkan berdasarkan pangkat yang dimiliki oleh seseorang. Kelas sosial dalam militer terbagi menjadi sistem hirarki sebagai berikut: 1. Kelas Sosial Atas (Perwira) terdiri dari pangkat kapten hingga jendral. 2. Kelas Sosial Menengah adalah tentara berpangkat sersan dua hingga sersan mayor. 3. Kelas Sosial Bawah terdapat tentara dengan pangkat prajurit hingga kopral kepala. Jika mengacu pada sistem militer maka akan terlihat jika seorang hero dalam film Hollywood lebih sering diposisikan sebagai kelompok menengah keatas. Hal ini biasanya dijumpai ketika seorang hero memiliki pangkat-pangkat perwira seperti kapten atau sersan dalam suatu film. Bahkan terkadang para hero juga ditampilkan sebagai anggota kelompok militer dengan status tinggi seperti tentara elit (special force). Jika dalam film Hollywood para hero direpesentasikan commit to user 170 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebagai tentara dengan kedudukan yang tinggi, hal serupa juga ditemui dalam film-film yang mengambil obyek di ranah kepolisian. Pada tahun 1980 hingga 1990-an Hollywood banyak memproduksi filmfilm bertema kepolisian yang sukses seperti Lethal Weapon, Rush Hour, Beverly Hills Cop, dan lain sebagainya. Genre film seperti ini disebut Buddy Cop Film dan mengalami puncak kesuksesannya melalui film Die Hard. Dalam film bergenre Buddy Cop tersebut para tokoh utama yang berperan sebagai polisi digambarkan memiliki pangkat yang cukup tinggi seperti kapten ataupun detektif. Dalam film Buddy Cop para polisi juga sangat identik dengan pakaian jas yang rapi. Hal itu secara tersirat menunjukkan kelas sosial mereka yang lebih tinggi daripada polisi biasa yang mengenakan seragam. Bahkan selanjutnya filmfilm Hoolywod seringkali menampilkan polisi yang mengenakan pakaian jas, akibatnya jas diasosiasikan sebagai seragam bagi polisi berpangkat tinggi. Berdasarkan fenomena tersebut dapat dipahami bahwa pangkat dan kedudukan sosial seorang penegak hukum dapat dilihat melalui penampilan mereka. Pada intinya, berbagai penjelasan-penjelasan diatas menunjukkan bahwa mitos menilai jika seorang hero idealnya memiliki kedudukan tinggi dan berasal dari ras kulit putih. Mitos ini terus berkembang dan seakan-akan menjadi standarisasi dalam memproduksi film Hollywod. Alasan mengapa mitos itu bisa bertahan tidak lepas dari anggapan mengenai orang kulit putih. Bagi masyarakat barat, orang berkulit putih dipandang memiliki kelas sosisal dan status yang lebih tinggi. Akibatnya mereka dianggap lebih terhormat dari kelompok masyarakat commit to user 171 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id lainnya, bahkan layak dijadikan sosok hero (idola). Disamping itu tidak bisa dikesampingkan fakta bahwa masyarakat menengah keatas memiliki peranan sosial dan pengaruh yang lebih kuat dari masyarakat bawah. Penilaian positif terhadap orang kulit putih tentunya berbanding terbalik dengan penilaian terhadap orang kulit hitam. Menurut Dewar (2007:6) film Hollywood cenderung menyebarkan stereotip orang kulit hitam sebagai dua ekstrem. Pertama, mereka digambarkan sebagai penjahat, pembunuh, dan kriminal. Sedangkan yang kedua, orang kulit hitam digambarkan sebagai korban tak berdaya yang membutuhkan penyelamat dari barat. Gambaran ekstrem mengenai simbol orang kulit hitam tersebut juga dapat ditemui dalam film Megamind yang terbagi menjadi tiga bagian: 1. Prasangka Negatif terhadap Megamind. Dibagian awal film, karakter Megamind sebagai orang kulit hitam diibaratkan sebagai simbol pelaku kriminal yang berbahaya. Akibatnya pada waktu bersekolah Megamind harus menerima pengawalan khusus dari para penjaga penjara. Bahkan seorang sipir penjara harus ikut serta untuk mengawasi Megamind ketika bersekolah. Selain itu kehadiran Megamind ditengah-tengah masyarakat seringkali menimbulkan kontroversi sehingga ia dianggap sebagai musuh (sampah) masyarakat. Hal ini salah satunya bisa disimak ketika Megamind mendapatkan sambutan yang buruk ketika bersekolah karena dorongan prasangka negatif terhadap status sosialnya. commit to user 172 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Jarak Sosial terhadap Megamind. Jarak sosial dalam film ini terlihat melalui gerak-gerik murid-murid disekolah yang menjauhi Megamind bahkan sebelum mereka mengenalnya terlebih dahulu. Langkah muridmurid tersebut untuk menjauhi Megamind menandakan simbol sebuah jarak sosial disekolah. Jarak sosial ini bisa dilihat ketika murid-murid tersebut melakukan pengambilan foto. Dari hasil pengambilan foto itu terlihat jelas jika murid-murid menjauhi Megamind. Jika dilihat dari makna konotasinya, jarak sosial dalam film ini tercipta karena prasangka negatif mengenai status Megamind sebagai orang kulit hitam yang dibesarkan dipenjara. 3. Diskriminasi Terhadap Megamind. Salah satu contoh diskriminasi dalam film ini ditampilkan ketika Megamind bersekolah. Di sekolah Megamind seringkali mengalami perlakuan buruk atau (bullying) dari teman-temannya. Bullying yang dialami Megamind menandakan sebuah simbol diskriminasi yang dilakukan oleh orang-orang atau kelompok yang berkuasa terhadap kelompok minoritas. Dalam hal ini kelompok mayoritas yang berkuasa di sekolah Megamind adalah kelompok Metro Man (orang kulit putih) sedangkan Megamind (orang kulit hitam) diskriminasi adalah kelompok Megamind minoritas. seringkali tidak Ketika berdaya mengalami menghadapi kelompok Metro Man. Kalaupun Megamind mampu memberikan commit to user 173 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perlawanan terhadap Metro Man namun pada akhirnya ia selalu kalah, oleh karena itu Megamind dilabeli sebagai “pecundang”. Selain menyangkut stereotype negatif, anggapan buruk mengenai orang berkulit hitam juga ditampilkan melalui gaya hidup. Dalam film-film Hollywood orang kulit hitam seringkali digambarkan sebagai kelompok masyarakat bawah sehingga gaya hidup mereka jauh dari kemewahan. Kalaupun orang kulit hitam digambarkan sebagai masyarakat kelas atas, gaya hidup mereka digambarkan kurang sesuai bagi standar hidup orang kulit putih. Sementara itu dalam film ini, Megamind digambarkan sebagai orang kulit hitam yang berasal dari kelompok masyarakat bawah. Oleh karena itu gaya hidup yang dianut oleh Megamind jauh dari kemewahan dan kemapanan, hal ini dapat dianalisis berdasarkan atributatribut gaya hidup yang meliputi: 1. Busana. Gaya berbusana punk yang diadopsi Megamind bagi masyarakat awam dianggap berselera rendah dan menjadi simbol untuk orang dengan kelas sosial yang rendah. Oleh karenanya, gaya berbusana Megamind secara tidak langsung menandakan simbol kelas sosial yang rendah dalam kelompok masyarakat di Metro City. 2. Tempat Tinggal. Dalam film ini Megamind memiliki tempat tinggal yang terkesan seperti rumah kumuh karena terbuat dari material bangunan yang tidak layak. Selain itu tata ruang dari tempat tinggal Megamind nampak tidak teratur. Kondisi tempat tinggal Megamind yang terlihat jelek menunjukkan simbol kelas sosialnya yang rendah. commit to user 174 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Markas Rahasia dan Perabotan. Megamind mempunyai markas rahasia yang terlihat kumuh, hal ini nampak pada bagian tembok bangunan yang terdapat corat-coret graffiti yang memperkuat kesan kumuh tersebut. Selain itu perabotan dan peralatan yang terdapat di dalam markas rahasia Megamind terlihat seperti barang usang atau benda-benda sisa (rongsokan). Markas rahasia Megamind yang terlihat jelek menjadi simbol bahwa ia memiliki kelas sosial yang rendah. Secara garis besar gambaran-gambaran mengenai Megamind diatas menunjukkan jika ia merupakan simbol seorang hero berkulit hitam dengan kedudukan sosial yang rendah. Latar belakang sosial Megamind itu tentunya bertentangan dengan mitos dalam film-film Hollywood yang menilai jika para hero merupakan orang kulit putih dari kelompok masyarakat menengah atas. Maka sebab itu didalam film ini digunakan beberapa pendekatan agar Megamind dapat diterima sebagai seorang hero. Adapun salah satu pendekatan yang dapat dianalisis dari film ini adalah wacana kesetaraan (equality) terhadap latar belakang sosial seorang hero. Menurut pandangan J.B. Wolftein (1980) kesamaan atau kesetaraan mencakup tiga hal, yaitu: 1. Kesetaraan Secara Politik, artinya kesamaan hak terhadap kehidupan, kebebasan dan kepemilikan, tanpa gangguan dari pihak eksternal terhadap hal-hal tersebut. commit to user 175 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Kesetaraan Secara Ekonomi, yang esensinya adalah kesamaan dalam hal pendapatan atau kekayaan 3. Kesetaraan Secara Sosial, yang dapat berupa kesamaan status sosial, kesetaraan dalam kesempatan, kesamaan perlakuan, atau kesamaan pencapaian. Pada umumnya wacana kesetaraan dalam industri film Hollywood diantaranya ditandai dengan partisipasi aktor kulit hitam yang perlahan semakin meningkat. Partisipasi ini semakin populer di era 1990-2000-an dengan kemunculan aktor-aktor kulit hitam seperti Will Smith, Danzel Washington, Jamie Foxx, Danny Glover, Cuba Gooding Junior, Will Snipes, dan lainnya . Selain itu keseteraan juga ditandai dengan gambaran kelompok marginal yang semakin berubah dalam film-film Hollywood. Menurut Davin Wiratama (2013), film yang dibuat pada awal tahun 2000-an sempat mengubah pandangan bahwa orang kulit hitam dapat menjadi tokoh utama dan memiliki peranan yang besar dalam menyelamatkan orang lain. Hal itu terlihat ketika dirilisnya “Hotel Rwanda” tahun 2004 dan “Tsotsi” tahun 2005. Wacana kesetaraan menunjukkan bahwa industri film Hollywood mulai mengambil langkah untuk menampilkan orang-orang non kulit putih sebagai seorang hero. Oleh karena itu sosok hero tidak lagi diharuskan sebagai orang kulit putih, mungkin saja jika ia merupakan orang kulit hitam, asia, atau hispanik. Wacana ini juga kemudian melahirkan anggapan bahwa seorang hero tidak selalu berasal dari masyarakat kelas atas yang mapan, namun bisa saja ia merupakan commit to user 176 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id masyarakat berkedudukan rendah yang jauh dari kemapanan dan kemewahan. Secara garis besar isu kesetaraan menjadi sebuah kritik terhadap mitos yang telah mendominasi selama ini. Meskipun pada perkembangannya wacana keseteraan belum merata didalam film Hollywod, namun wacana itu sudah menunjukkan adanya potensipotensi dari kelompok-kelompok masyarakat minoritas untuk menjadi seorang hero. Oleh karenanya wacana kesetaraan menjadi pendekatan yang tepat agar Megamind dapat diterima sebagai seorang hero. Sebab wacana kesetaraan tidak memandang asal usul ataupun latar belakang sosial seseorang, tetapi wacana ini lebih menitik beratkan terhadap peran seorang hero di dalam sebuah film. commit to user 177 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan bagaimana cara pembuat film Megamind merepesentasikan seorang hero agar bisa diterima oleh penonton. Sedangkan pada dasarnya seorang hero dalam film Hollywood, termasuk film Megamind, direpesentasikan berdasarkan tiga kategori dasar yaitu; maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial. Merujuk pada ketiga kategori tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana simbol-simbol (tanda) yang digunakan oleh pembuat film Megamind untuk merepesetasikan seorang hero jika dilihat dari unsur maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial. Selanjutnya dengan menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes terdapat beberapa temuan penelitian dari simbol-simbol dalam film Megamind yang akan dijelaskan sebagai berikut: a. Representasi Simbol Megamind Berdasarkan Maskulinitas Jika dikaitkan dengan unsur maskulinitas maka simbol seorang hero (tokoh utama) dalam film Hollywood adalah lelaki berpenampilan menarik dan kuat. Namun dalam film ini karakter Megamind sebagai tokoh utama justru memiliki wujud yang jelek dan berfisik lemah. Oleh karena itu pembuat film menggunakan cara mengemas simbolsimbol tertentu sehingga karakter Megamind dapat diterima sebagai hero dari kalangan pria. Cara yang pertama adalah menampilkan commit to user 178 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind sebagai simbol laki-laki yang cerdas dan mampu mengaplikasikan teknologi (ilmu pengetahuan). Secara lebih detil simbol-simbol tersebut direpesentasikan melalui bentuk kepala Megamind yang besar, hal ini secara tidak langsung menyiratkan ciri fisik orang yang cerdas. Kemudian simbol kecerdasan Megamind lainnya direpesentasikan melalui berbagai peralatan berteknologi canggih ciptaannya, seperti senjata laser. Kecerdasan menjadi salah satu cara Megamind menutupi kekurangannya dalam hal kekuatan fisik. Simbol Megamind sebagai orang cerdas juga membuatnya menjadi laki-laki yang menonjol meskipun ia tidak memiliki fisik yang kuat. Cara kedua adalah merepesentasikan Megamind sebagai laki-laki yang senang menjaga penampilannya, hal ini ditunjukkan melalui simbol Megamind yang senang berdandan dan melakukan perwatan tubuh. Secara tersirat simbol tersebut menunjukkan bahwa meskipun Megamind bukanlah laki-laki yang rupawan namun ia tetap berusaha menjaga penampilannya, hal ini juga menjadi manifestasi sifat laki-laki maskulin dalam konteks masyarakat modern. Secara garis besar gambaran Megamind diatas berlawanan terhadap ideologi-ideologi dominan mengenai laki-laki maskulin yang perkasa dan berpenampilan rupawan, hal ini dapat disebut sebagai kritik terhadap mitos-mitos heroisme yang telah ada. Namun dalam beberapa bagian kecil Megamind masih mengadopsi nilai dari ideologi-ideologi dominan mengenai sosok pahlawan yang maskulin, misalnya saja simbol commit to user 179 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Megamind sebagai laki-laki penyelamat kaum wanita. Megamind seringkali melakukan aksi penyelamatan terhadap pasangan wanitanya, Roxane, sebagai simbol bahwa laki-laki adalah “sang penyelamat”. Simbolisasi Megamind sebagai seorang penyelamat wanita memperilahtkan adanya ideologi dominan mengenai figur seorang hero dari kaum pria. b. Representasi Simbol Megamind Berdasarkan Perilaku Seorang hero pada umumnya digambarkan memiliki perilaku yang lurus dan sempurna. Perilaku sempurna seorang hero merupakan simbol yang menjadi mitos dalam film-film Hollywood. Akan tetapi dalam film ini Megamind direpesentasikan sebagai seorang hero yang kompleks karena memiliki perilaku yang positif dan negatif. Simbol perilaku negatif Megamind adalah vandalisme, mental yang lemah, dan penipuan. Sedangkan simbol perlaku positif Megamind adalah kebernaian dan kepedulian. Perilaku Megamind yang kompeks merupakan simbol yang menunjukkan sisi manusiawi seorang hero, hal itu digunakan oleh pembuat film agar mampu meraih simpati para audience. Sisi manusiawi seorang Megamind sekaligus menjadi kritik terhadap mitos-mitos yang menganggap bahwa seorang pahlawan haruslah sosok yang sempurna. Sedangkan secara khusus bagaimana perilaku Megamind dibentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi yang melibatkan peristiwa-peristiwa yang merubah pengetahuan commit to user bawha asimilasi dan akomodasi Megamind. Dapat ditarik kesimpulan 180 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id merupakan simbol-simbol yang menjelaskan bagaimana perilakuperilaku seorang hero terbentuk didalam film Megamind. Disamping itu proses pembentukan perilaku Megamind juga berkaitan dengan konsep the Hero Journey. The Hero Jourmey adalah konsep yang menjelaskan struktur isi pesan mengenai proses seseorang menjadi seorang pahlawan (hero) dalam sebuah cerita atau film. c. Representasi Simbol Megamind Berdasarkan Latar Belakang Sosial Lazimnya seorang hero dalam film-film Hollywood direpesentasikan sebagai simbol orang kulit putih yang berasal dari kelompok masyarakat menengah keatas. Namun dalam film Megamind karakter hero justru merupakan seseorang berkulit gelap yang berasal dari masyarakat bawah. Salah satu cara merepsentasikan latar belakang sosial Megamind yang rendah adalah dengan menampilkan gaya hidup Megamind dan perlakuan sosial yang dialaminya. Simbol gaya hidup Megamind diantaranya direpesentasikan melalui selera berpakaian, bentuk rumah, markas rahasia dan latar lainnya dalam film. Sedangkan simbol perlakuan sosial direpesentasikan melalui prasangka, jarak sosial, dan diskriminasi yang dialami oleh Megamind dari masyarakat Metro City. Meskipun memiliki latar belakang sosial yang rendah namun Megamind tetap direpesentasikan sebagai seorang hero. Maka sebab itu pembuat film menunjukkan bahwa terdapat konsep kesetaraan ketika menampilkan seorang hero. Dengan mengangkat commit to userdalam film ini menunjukkan jika konsep kesetaraan maka isi pesan 181 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id seorang hero tidak diharuskan merupakan orang kulit putih dari kelompok masyarakat menengah atas. Isu-isu keseteraan juga menjadi kritik dalam film ini terhadap dominasi tokoh-tokoh hero yang berasala dari ras kulit putih dan masyarakat menengah atas. Alhasil dapat disimpulkan bahwa wacana kesetaraan merupakan cara yang dilakukan oleh pembuat film agar Megamind yang memiliki latar belakang sosial rendah dapat direpesentasikan sebagai seorang hero. Secara garis besar temuan penelitian yang diperoleh dari film Megamind menunjukkan bagaiman simbol-simbol (tanda) yang digunakan oleh pembuat film, serta alasan-alasan dibalik pemilihan simbol itu untuk merepesentasikan Megamind sebagai seorang hero. Simbol-simbol tersebut digunakan untuk memperlihatkan bagaimana kompleksitas Megamind sebagai seorang hero jika dilihat berdasarkan kategori maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial. Gambaran kompleks seorang hero menjadi keunikan pada isi pesan yang digunakan oleh pembuat film, hal ini tidak lain betujuan agar karakter Megamind dapat diterima oleh penonton. Disamping itu semua, temuaan penelitian juga menunjukkan beberapa gambaran-gambaran umum mengenai simbol seorang hero dalam diri Megamind. Oleh karenanya meskipun tokoh utama dalam film ini direpresentasikan secara kompleks sehingga nampak berbeda dari ideologi dominan, akan tetapi ia masih memiliki sedikit persamaan dengan hero-hero pada umumnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter hero dalam film ini direpresentasikan secara commit to user 182 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id berbeda, namun sebagian kecil nilai heroisme Megamind masih diadopsi dari ideologi dominan dalam film-film laga Hollywood. 5.2. Implikasi Hasil penelitian yang telah dilakukan sebagaimana dituliskan diatas, membawa implikasi baik dalam persepektif teoritis, metodologis, maupun kebijakan. Dalam perspektif teoritis, penelitian ini membawa implikasi bahwa film adalah cerminan realitas sosial, sehingga dengan mengamati film-film Hollywood dapat membantu para peneliti memahami bagaimana realitas sosial masyarakat di Amerika Serikat dan bagaimana cara agar realitas tersebut dapat disukai oleh penonton di Indonesia. Selain itu secara teoritis fenomena teks film sangat beragam dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu kesimpulan penelitian atas fenomena heroisme dalam film-film Hollywood tidak dapat berlaku permanen, melainkan bergantung dalam konteks ruang dan waktu. Dalam perspektif Metodologi, penelitian ini membawa implikasi penting bahwa penggunaan metode semiotika komunikasi merupakan metode yang masih sesuai bagi peneliti-peneliti lain yang berupaya memahami makna pesan audio visual, serta menganalisa bagaimana pesan tersebut bekerja. Disamping itu semua upaya penelitian dalam mendapatkan kedalaman data tanpa campur tangan ahli perfilman, maka data yang diperoleh masih kurang memuaskan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika analisis data tidak dapat optimal dilakukan. Dalam perspektif kebijakan, penelitian ini membawa implikasi untuk mendorong perubahan pada isi-isi pesan yang ditampilkan oleh pelaku industri commit to user 183 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id film di Indonesia. Sejauh ini film-film laga di Indonesia sudah mulai mengadopsi gaya-gaya mainstream pada film Hollywood. Namun sebenarnya masih banyak film-film Hollywood dengan gaya non-mainstream yang unik, seperti film Megamind yang berhasil dipasaran. Oleh karenanya para pelaku industri film di Indonesia seharusnya mulai untuk mencermati dan mengadopsi film-film Hollywood dengan gagasan non mainstream. 5.3. Saran Untuk penelitian ini terdapat beberapa saran yang dapat diberikan sebagai rujukan penelitian diantaranya adalah sebagai berikut: a. Saran untuk praktisi film Secara umum penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada para prakstisi film mengenai pentingnya mengolah sebuah isi pesan, serta membuat wacana dalam sebuah film laga (action). Apalagi ditengah penetrasi film Hollywood yang semakin gencar di Indonesia, maka penelitian ini diharapkan membuat para pelaku industri film di Indonesia memahami bagaimana cara kerja sebuah pesan (tanda) dalam film-film Hollywood. Disamping itu dengan memahami isi pesan dalam film Hollywood yang sangat disukai masyarakat Indonesia, maka akan membantu para pelaku industri film di tanah air untuk mengetahui isu-isu apa saja yang menarik untuk diangkat dalam sebuah film. Sedangkan secara khusus, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan tentang commit to user wacana mengenai nilai-nilai heroisme. Wacana terkait nilai-nilai 184 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id heroisme dalam film Megamind ditampilkan secara unik dan kompleks mengenai unsur maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial seorang hero. Keunikan wacana dalam film Megamind diharapkan mampu menjadi saran bagi pelaku industri film ketika menyusun isi pesan mengenai nilai-nilai heroisme dalam film laga. b. Saran untuk akademisi Bagi akademisi, terutama dibidang ilmu komunikasi, diharapkan penelitian ini dapat untuk menambah referensi tentang studi semiotika. Hal ini dikarenakan studi semiotika sangat efektif untuk mengkaji tanda dan makna dalam sebuah film. Selain itu dikarenakan studi pustaka yang masih sangat kurang mengenai wacana heroisme maka diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi. Secara teknis kepada para peneliti yang ingin melanjutkan atau lebih memperdalam penelitian ini disarankan untuk mencari unsur-unsur yang lebih kompleks. Sebab untuk menganlisis isi pesan dalam film laga Hollywood masih terdapat banyak unsur-unsur yang dapat diamati selain unsur maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial. commit to user 185 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA Adi, Ida Rochani. 2008. Mitos di Balik Film Laga Amerika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Akuinginsukses.com. 2010. Bagaimana Mengatasi Depresi dan Mengubah Hidup Anda. Retrieved 11 April 2014, from http://www.akuinginsukses.com/bagaimana-mengatasi-depresi-danmengubah-hidup-anda/ Ardianto, Elvinaro., & Kumala, Lukti. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Barker, Chris. 2007. Cultural Studies; Theory and Practice, Fourth Ed. London: Sage Publication. Barnard, Malcolm. 2007. Fashion Sebagai Komunikasi: Cara Mengomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas dan Gender. Yogyakarta: JalaSutra. Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Burton, Greame. 2012. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra. Demartoto Argyo. 2010. Konsep Maskulinitas Dari Jaman ke Jaman dan Citranya Dalam Media. Retrieved 11 April 2014, from http://argyo.staff.uns.ac.id/2010/08/10/konsep-maskulinitas-dari-jamanke-jaman-dan-citranya-dalam-media/. Devereux, Eoin. 2003. Understanding the Media. London: Sage Publication. Dewar, Sharon. 2007. Hollywood‟s Great White West Saves the Rest Media. MEDC 5310-2007 Journal of Media and Culture: 1-13. Dipaolo, Marc. 2011. War, Politics and Superheroes: Ethics and Propaganda in Comics and Film. North Carolina: McFarland Publisher. Eriyanto. 2006. Analisis Wacana; Pengatar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS. Febriyanti. 2011. “Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Produk Perawatan Tubuh Untuk Laki-Laki”. Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2011. Fiske, John. 1999. Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra. Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra. commit to user 186 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Fosnot. 1996. Enquiring Teachers Enquiring Learners; A Constructivist Approach for Teaching. New York: Columbia University. Gendon. 2012. Mencuri Teknologi Dari Alien. Retrieved 11 April 2014, from http://donnygendon.wordpress.com/2012/12/18/mencuri-teknologi-darialien/. Hall, Stuart. 1997. Representation; Cultural Representation and Signifying Practices. London: Sage Publication. Hangguman, Willy. 2012. Ada Apa Dengan Film Indonesia. Retrieved 4 February 2014, from http://www.tubasmedia.com/berita/ada-apa-dengan-filmindonesia/ Harun. 2012. Hero dan Anti-Hero Dalam Fiksi dan Realitas. Retrieved 14 April 2014, from http://seniberpikir.wordpress.com/2012/11/16/hero-dan-antihero-dalam-fiksi-dan-realitas/ Hoed, Benny H. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial. Depok: Komunitas Bambu. Horton. Paul, B. 2007. Sosiologi. Jakarta: Erlangga. Hude, Darwis. 2006. Emosi: Penjelajahan Religio-Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Al-Qur’an. Jakarta: Erlangga. Ibrahim, M. Nasir. 2007. Analisis Pengaruh Media Periklanan Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Air Minum Kemasan Merek Aqua Pada Masyarakat Kota Palembang. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya, Vol. 5, No 9 Juni 2007: 44-70 Irawanto, Budi. 1999. Film, Ideologi dan Militer, Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo. Jiyantoro, Sugani. 2010. Representasi Hero Dalam Film Kung Fu Panda. Jurnal Komunikator, No.2, Vol. 2, November 2010: 129-148. Jones, Jeenen. 2012. Kebenaran Tentang Kejahatan Hitam. Retrieved 14 April 2014, from http://apisuci.blogspot.com/2012/03/kebenaran-tentangkejahatan-hitam.html. Junaedi, Fajar. 2007. Komunikasi Massa Pengantar Teoritis. Yogyakarta: Santusta. Jusuf, Herman. 2001. Pakaian Sebagai Penanda: Kajian Teoritik Tentang Fungsi dan Jenis Pakaian Dalam Konteks Semiotika. Jurnal Seni Rupa dan Desain,, Vol.1, No.3, Agustus 2001. 80-90. Kurnia, Novi. 2004. Representasi Maskulinitas dalam Iklan. Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Indonesia, Vol. 8, No.1, Juli 2004: 17-36. commit to user 187 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lakhsmi. 2011. Anti-Hero. Retrieved 13 http://sepocikopi.com/2011/11/10/anti-hero/ April 2014, from Lestari, Ike. 2010. Prasangka, Diskriminasi, dan Etsosentrisme. Retrieved 12 April 2014, from http://ikelestari13110417.blogspot.com/2010/12/bab-xiprasangka-diskriminasi-dan.html Light, D., Keller, S., & Calhoun, C. 1989. Sociology. New York: Alfred A. Knopf. Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konfilk: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: LKiS. Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKiS. Lovece, Frank. 2008. Batman Himself is an Anomaly as One of The Few Superheroes Without Superpowers. International Journal Film, July 2008: 33-46 Mahrita. 2013. Latar Belakang Demografi Presiden Amerika. Retrieved 13 April 2014, from http://mahrita-fisip12.web.unair.ac.id Mahya, Wie. 2010. Pola Hidup Masyrakat Terstratifikasi. Retrieved 13 April 2014, from http://www.wiedjcorn.blogspot.com/2010/11/pola-hidupmasyarakat-terstratifikasi.html McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa ed. 2. Jakarta: Erlangga Merah, Pangeran. 2007. Rasisme Media. Retrieved 13 April 2014, from http://pangeranmerah24.blogspot.com/2007/11/rasisme-media.html Minimagz. 2008. Berani Berbuat, Berani Bertanggungjawab. Retrieved 12 April 2014, from http://minimagz.wordpress.com/2008/04/16/ Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cetakan Ketiga, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muslimah. 2013. Pengaruh Status Sosial dan Kelas Sosial Terhadap Perilaku Konsumen. Retrieved 13 April 2014, from l http://muslimah2792.blogspot.com/2013/06/pengaruh-status-sosial-dankelas-sosial.html Nanda, Putra. 2010. Mosaik Amerika: Sejarah Etnis Sebuah Bangsa. Retrieved 14 April 2014, from http://poseidon04.blogspot.com/2011/12/mosaikamerika-sejarah-etnis-sebuah.html. commit to user 188 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Nava, Julie. 2013. Tahapan Perjalanan dan Archetype Dalam The Hero’s Journey. Retrieved 12 April 2014, from http://www.warungkopi.net/2013/11/tahapan-perjalanan-dan-archetypedalam.html Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Purnama. 2013. Teori Belajar Konstruktivisme. 13 April 2014, from http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-konstruktivistik.html Pranachitra, Bima. 2010. “Representasi Byronic Hero Dalam Novel Frankenstein Karya Mary Shelley”. Tesis, Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan, 2010. Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Prasetyadi, Bagas, Bahri Syaiful. 2009. Jago Bikin Film Superhero. Yogyakarta: Penerbit Indonesia Cerdas. Psychologymania.com. 2012. Definis Bullying. Retrieved 12 April 2014, from http://www.psychologymania.com/2012/06/definisi-bullying.html Psychologymania.com. 2012. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Bullying. Retrieved 12 April 2014, from http://www.psychologymania.com/2012/06/faktor-faktor-penyebabterjadinya.html Psychologymania.com. 2012. Jenis-Jenis Bullying. Retrieved 12 April 2014, from http://www.psychologymania.com/2012/06/jenis-jenis-bullying.html Raney, A. A., & Bryant, J. 2002. Moral Judgment and Crime Drama: An Integrated Theory Enjoyment. Journal Of Communication, Vol. 52, Issue 2, June 2002: 402-415. Reynolds, Richard. 1992. Super Heroes: A Modern Mythology. London: Batsford. Schehr, Roberl Carl. 2000. Martial Arts Films and the Action-Cop Genre: Ideology, Violence and Spectatorship. Journal of Criminal Justice and Popular Culture, Vol. 7, Issue 3, New York, 2000: 102-118. Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosda Karya. Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. commit to user 189 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Soemandoyo, Priyo. 1999. Wacana Gender & Layar Televisi; Studi Perempuan Dalam Pemberitaan Televisi Swasta. Yogyakarta: L3PY. Sontagkinder. 2011. Antihero. Retrieved 13 April http://sontagkinder.wordpress.com/2011/03/01/antihero/ 2014, from Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Tabloidcleopatra.com. 2011. Tanamkan Jiwa Pahlawan Sejak Kecil. Retrieved 12 April 2014, from http://www.tabloidcleopatra.com/tanamkan-jiwapahlawan-sejak-kecil/ Thorslev, Jr., Peter. 1962. The Byronic Hero; Types and Prototypes. Minneapolis: University of Minnesota Press. Tidmarsh, David. 2009. Study Of The Superhero. Retrieved 11 April 2014, from http://yaledailynews.com/blog/2009/02/03/study-of-the-superhero/. TV Tropes Foundation, 2012. Byronic Hero. Retrieved 5 March 2013 http://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/ByronicHero Vigorito Anthony J., & Curry, Timothy J. 1998. Marketing Masculinity: Gender Identity and Popular Magazines. Journal of Research, July, 1998: 135-152. Wajcman, Judi. 2001. Feminisme Versus Teknologi, terj. Yogyakarta: Sekretariat Bersama Perempuan Yogyakarta (SBPY). Wibowo, Wahyu. 2003. Sihir Iklan: Format Komunikasi Mondial dalam Kehidupan Urban-Kosmopolit. Jakarta: Gramedia. Wikipedia. 2013. Animasi. Retrieved http://id.wikipedia.org/wiki/Animasi. 7 March Wikipedia. 2014. Buddy Cop Film. Retrieved 14 http://en.wikipedia.org/wiki/Buddy_cop_film. Wikipedia. 2013. Byronic Hero. Retrieved http://en.wikipedia.org/wiki/Byronic_hero. Wikipedia. 2014. Grafiti. Retrieved http://id.wikipedia.org/wiki/Grafiti 12 5 2013, April 2014, March April 2013, 2014, from from from from Wikipedia. 2013. List of Highest Grossing Films. Retrieved 6 June 2013, from http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_highest-grossing_films. commit to user 190 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Wikipedia. 2014. Laser. Retrieved http://id.wikipedia.org/wiki/Laser. 11 April 2014, from Wikipedia. 2014. Prasangka. Retrieved http://id.wikipedia.org/wiki/Prasangka 12 April 2014, from Wikipedia. 2014. Vandalisme. Retrieved http://id.wikipedia.org/wiki/Vandalisme 12 April 2014, from Wiratama, Dawin. 2013. Representasi Whiteness Dalam Film Machine Gun Preacher. Jurnal Komunikasi Universitas Petra Surabaya, Vol I. No.3: 187197 Wollstein J.B.. The Idea of Equality, The Freeman: Ideas on Liberty, April 1980; Vol. 30 No. 4:. 221-226 Zoest, Aart Van. 1991. 5 Fiksi dan Nonfiksi Dalam Kajian Semiotik, terj. Jakarta: Intermasa. Zulfikra. 2011. Kontruksi Maskulinitas Dalam Film Merantau. Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 2011. . commit to user 191