Analisis Semiologi Representasi Hero Dalam Film Megamind

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
POTRET MEGAMIND DALAM
BINGKAI HEROISME FILM HOLLYWOOD
(Analisis Semiologi Representasi Hero Dalam Film Megamind)
TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat
Magister
Program Pendidikan Magister Ilmu Komunikasi
Bidang Kajian Utama Manajemen Komunikasi
Oleh:
Muhammad Kukuh Adiguna
S231108016
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
2014
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1. Tesis yang berjudul: POTRET MEGAMIND DALAM BINGKAI HEROISME
FILM HOLLYWOOD (Analisis Semiologi Representasi Hero Dalam Film
Megamind) ini adalah karya penelitian saya sendiridan bebas plagiat , serta
tidak terdapat karya ilrniah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
rnernperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang
pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan
sebagaim acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta
daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya
ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan (Permendiknas No 17, tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain
harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS
sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester
(enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari
sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Ilmu Komunikasi PPs-UNS
berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi
Ilmu Komunikasi PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari
ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik
yang berlaku.
Surakarta, 24 September 2014
commit to user
Muhamad Kukuh Adiguna
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MOTTO
Keikhlasan adalah bukti kesabaran yg sejati. Ketika apa yang
kamu inginkan belum tercapai, Tuhan sedang
memberitahumu untuk berusaha lebih lagi!
Kesuksesan bukanlah segalanya, kegagalan hanya proses
semata, berbuat yang terbaik adalah yang terutama
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala karya manusia berada di bawah kuasa Tuhan Yang Maha Esa dan
hanya oleh berkah dan anugerah-Nya pula segala proses penciptaan karya tulis ini
dapat berlangsung. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas
terlaksananya sebuah tanggung jawab akademik sebagai prasyarat dalam
menunaikan pendidikan program pasaca sarjana (S2) dalam lingkup Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Seiring dengan langkah dan waktu serta tahapan yang telah ditempuh di
bawah bimbingan Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, Ph.D dan Drs. Ahmad Adib,
M. Hum, Ph.D, akhirnya karya ini telah sampai pada proses pelaporan akhir.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing atas
pendampingan dan tuntunan yang telah diberikan. Selain itu masih banyak pihak
lain yang sudah terlibat dalam membantu proses penyusunan karya ini, maka
penulis mengucapkan terimakasih pula kepada ;
1.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyusun tesis ini.
2.
Ketua Program Studi Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi, yang telah
memberikan izin serta persetujuan hingga penelitian ini bisa diuji.
3.
Seluruh Dosen dan Staf Bagian Pengajaran Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu ketika
commit
to user Sebelas Maret.
saya menempuh pendidikan
di Universitas
vi
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
Kedua orangtua saya dan seluruh keluarga besar lainnya yang telah berjasa
dalam memberikan dukungan moril dan doa sehingga memberikan
semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
5.
Seluruh mahasiswa Pasaca Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi angkatan
2011 atas pertemanannya selama ini, serta saran-saran akademik yang
sangat membantu dalam proses penelitian ini.
6.
Serta semua sahabat, teman dan keluarga yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Terima kasih telah berkontribusi dalam mendukung dan
membantu ketika membuat tesis ini.
Karya ini masih jauh dari tahap sempurna, penulis menyadari akan adanya
kekurangan dalam hal penulisan maupun penyajiannya. Semoga karya yang
sederhana ini mampu menjadi setitik sinar yang berguna bagi penelitian-penelitian
atau kajian semiotika di masa mendatang.
Solo, 24 September 2014
Penulis
Muhammad Kukuh Adiguna
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….…..ii
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................iii
HALAMAN MOTTO ......................................................................................iv
KATA PENGANTAR .....................................................................................v
DAFTAR ISI ...................................................................................................vii
ABSTRAK .......................................................................................................x
ABSTRACT ......................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................10
1.3. Tujuan Penelitian ………………………...........................................11
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis ............................................................................. 11
1.4.2. Manfaat Praktis .............................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Film Sebagai Media Komunikasi Massa……………………..….…..13
2.2 Representasi Sebagai Kontruksi Realitas Dalam Film……….……...15
2.3. Film Hollywood Sebagai Media Representasi Hero……………...…18
2.3.1. Representasi Hero Dalam Aspek Maskulinitas………..………22
2.3.2. Representasi Perilaku Seorang Hero……………………..……27
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.3.3. Representasi Latar Belakang Sosial Seorang Hero...................34
2.4. Penelitian Terdahulu……………………………….…………….......41
2.5. Kerangka Pemikiran…………………………………….….……...…42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian………………………………………….….………..44
3.2. Pengumpulan Data…………………………………….…….……….48
3.3. Analisis Data…………………………………………….….………..49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Obyek Penelitian
4.1.1. Sinopsis Film………………………………………….…..…...53
4.1.2. Data Film Megamind………………………………….….……57
4.1.3. Tokoh-Tokoh Dalam Film Megamind…………….…….…….60
4.1.4. Profil Produsen Film…………………………………..……....62
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Representasi Megamind Berdasarkan Maskulinitas…….…....67
a. Nilai Maskulinitas Megamind…………………….……….........67
b. Heroisme Pria Dalam Bias Gender………………….…….........79
c. Analisis Mitos……………………………….…………………..87
4.2.2. Representasi Megamind Berdasarkan Perilaku Individual…...95
a. Perilaku Positif Megamind………………………….…….........95
b. Perilaku Negatif Megamind………………………….………...102
c. Proses Pembentukan Perilaku Megamind…………….….........114
commit to user
d. Analisis Mitos………………………………………............….127
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2.3. Representasi Megamind Berdasarkan Latar Belakang Sosial....140
a. Prasangka Sosial Terhadap Megamind………….….....………....141
b. Gaya Hidup Megamind…………………………………………...153
c. Analisis Mitos…………………………….………………………164
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .........................................................................................178
5.2. Implikasi……………………………………………………………...183
5.3 Saran ....................................................................................................184
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................186
LAMPIRAN
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
ABSTRAK Muhammad Kukuh Adiguna. S231108016. 2014. Potret Megamind
Dalam Bingkai Heroisme Film Hollywood (Analisis Semiologi Representasi Hero
Dalam Film Megamind). TESIS. Pembimbing I : Prof. Drs. Totok Sarsito, Su,
Ma, Ph.D. Pembimbing II : Drs. Ahmad Adib, M. Hum, Ph.D. Program Studi
Ilmu Komunikasi, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Pada dasarnya film laga merupakan film yang berorientasi mengenai
seorang tokoh utama (hero) ketika menghadapi kejahatan, oleh karenanya film
bergenre ini banyak memuat pesan tentang heroisme. Namun sebenarnya industri
film Hollywood telah merekontruksi gagasan mengenai heroisme sehingga
muncul berbagai streotipe mengenai seorang hero. Sedangkan dalam film
Megamind seorang hero direpresentasikan oleh pembuat film secara unik
sehingga berbeda dengan para hero pada umumnya. Oleh karena itu untuk
mendeskripsikan keunikan pesan yang dibuat dalam film Megamind, maka
penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa representasi seorang hero didalam
film ini.
Penelitian ini termasuk studi deskriptif kualitatif dengan pendekatan
analisa semiologi model Roland Barthes. Semiologi Model Roland Barthes
bekerja dengan menggunakan dua tahap signikasi, yaitu makna denotasi dan
makna konotasi. Data dalam film ini diperoleh secara langsung dengan mengamati
film Megamind serta mencari refrensi dari berbagai tulisan artikel, buku, internet
dan lainnya. Sedangkan hasil data penelitian ini diperoleh berdasarkan pemilihan
scene pada film yang berkaitan dengan nilai-nilai heroisme. Adapun nilai
heroisme dalam film ini dikaji dengan merujuk pada unsur-unsur maskulinitas,
perilaku, dan latar belakang yang direpresentasikan oleh seorang hero.
Temuan penelitian yang diperoleh dari scene yang ada di dalam film
Megamind menunjukkan beberapa konsep yang digunakan oleh pembuat film
untuk merepesentasikan Megamind sebagai seorang hero. Konsep-konsep yang
digunakan oleh pembuat film memperlihatkan bagaimana kompleksitas
Megamind sebagai seorang hero jika dilihat berdasarkan unsur maskulinitas,
perilaku, dan latar belakang sosial. Meskipun tokoh utama dalam film ini
direpresentasikan secara kompleks dan berbeda, akan tetapi ia masih memiliki
sedikit persamaan dengan hero pada umumnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan
jika karakter hero dalam film ini direpresentasikan secara berbeda namun masih
mempertahankan beberapa esensi heroisme versi Hollywood.
Kata Kunci: Heroisme, Latar Belakang Sosial, Maskulinitas, Perilaku,
Representasi
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Muhammad Kukuh Adiguna. S231108016. 2014. Images Megamind in
Hollywood Movie Frames (Analysis Semiology of Hero Representation In
Megamind Movie). THESIS. Academic Advisor I: Prof. Drs. Totok Sarsito, Su,
Ma, Ph.D. Academic Advisor II: Drs. Ahmad Adib, M. Hum, Ph.D. Magisterial
Program Study of Communication, Post-Graduate Program, Sebelas Maret
University, Surakarta.
Basically the action movie is a film that is oriented about a main character
(hero) when dealing with crime, so that genre contains many messages about
heroism. But actually the Hollywood industry has reconstructed the idea of
heroism that emerged various streotype about a hero. While a hero in the
Megamind movie represented by filmmaker so uniquely different from the hero in
general. Therefore, to describe the uniqueness of the message that is made in the
Megamind movie, this research is intended to to analyze the representation of a
hero in this movie.
This study includes a qualitative descriptive study analysis approach
models semiology of Roland Barthes. Roland Barthes semiology model works by
using two stages of significance, namely the meaning of denotation and
connotations. Data in this movis is obtained directly by observing the Megamind
movie and seek references from various writing articles, books, internet and
others. While the results of this research data obtained by the selection of scenes
in the movie are related to the values of heroism. The value of heroism in this
movie studied with reference to the elements of masculinity, behavioral, and
background represented by a hero.
Research results obtained from the scene in the movie Megamind
demonstrate some of the concepts used by filmmakers to represent Megamind as a
hero. The concepts used by the filmmakers show how the complexity of
Megamind as a hero when viewed by the elements of masculinity, behavioral, and
social background. Although the main character in this film represented a
complex and different, but it still has little in common with the hero in general.
Therefore it can be concluded if the hero character in the film is represented
differently but still retain some essence of heroism Hollywood version.
Key words: Heroism, Social Background, Masculinity, Behavior, Representation
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Film merupakan salah satu jenis media massa yang bersifat kompleks
karena terdiri dari beberapa unsur, misalnya seni dan teknologi. Karena terdiri dari
unsur seni maka membuat sebuah film bukanlah perkara yang mudah, dibutuhkan
kreatifitas dari pembuatnya. Tetapi perlu diingat bahwa dalam memproduksi film
tidak hanya sekedar kreatifitas saja yang dibutuhkan, masih diperlukan lagi faktor
modal sebagai penentunya.
Dengan kebutuhan akan tenaga kerja kreatif dan modal besar muncullah
Hollywood sebagai dominator dalam industi film. Hollywood sebenarnya adalah
sebuah distrik di Amerika yang memiliki sejarah panjang dalam perfilman negeri
Paman Sam, oleh karenanya tempat ini dijadikan simbol industri film Amerika.
Satu hal yang pasti mengenai Hollywood adalah sepak terjangnya yang tidak perlu
diragukan lagi dalam dunia perfilman. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
masyarakat di seluruh penjuru dunia yang menantikan film produksi Hollywood.
Fenomena kesuksesan Hollywood dapat dilihat dari sudut pandang Adi
(2008:XV) yang menuturkan bahwa, “para pembuat film di Hollywood
mengetahui apa yang ingin dilihat oleh penonton dalam karyanya itu, dengan tetap
menjaga sisi artistik dan kualitas penggarapan. Hal ini mungkin dapat menjawab
pertanyaan tentang mengapa film-film Amerika begitu disukai oleh penonton
diseluruh dunia, termasuk Indonesia”.
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dominasi film Hollywood jelas terasa di Indonesia, hal ini telihat melalui
kebiasaan masyarakat yang lebih memilih film Hollywood daripada film dari
negeri sendiri. Berdasarkan survei oleh Direktorat Perfilman dan BPS, pada tahun
2011 menunjukkan jumlah penonton film di Indonesia lebih banyak menonton
film impor (80,22%) dibandingkan film lokal (19,78%).
Film impor yang paling digemari berasal dari Amerika/Eropa (69,03 %),
China/Hong Kong (6,72%), India (2,43%), dan lainnya (2,04%). Sejalan dengan
hal itu, film yang paling banyak diputar di bioskop tanah air adalah film impor
(71%) dengan rincian, film Amerika/Eropa 56,20%, China/Hong Kong 4,23 %,
India 0,48%, dan lainnya 0,10%. Sedangkan film Indonesia mendapatkan jumlah
pemutaran sebanyak 28,99% dari seluruh bioskop di Indonesia.
Menonton film Hollywood memang bukan suatu kesalahan, namun perlu
diperhatikan bahwa film sejatinya adalah sebuah media massa yang memiliki
efek-efek tertentu bagi penonton. Berdasarkan Nurudin (2010:228), efek media
massa bisa berwujud tiga hal: efek kognitif (pengetahuan), afektif (emosional dan
perasaan), dan behavioral (perubahan perilaku). Efek yang terjadi bagi tiap
individu memang berbeda-beda, akan tetapi efek kognitif seringkali terjadi bagi
individu yang menonton film.
Pada dasarnya, perubahan efek kognitif terjadi melalui sebuah proses
transfer pemikiran dari pembuat film terhadap penonton. Untuk menunjang proses
tersebut, seorang sutradara menggunakan pesan-pesan verbal maupun non-verbal
melalui tanda/simbol yang dituangkan dalam sebuah film. Hal ini sesuai dengan
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dikemukan oleh Van Zoest yang dikutip oleh Sobur (2001:128) bahwa “film
dibangun dengan tanda-tanda semata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem
tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.”
Berbagai tanda bahasa yang saling berelasi kemudian akan membentuk
teks (text). Istilah teks sendiri berasal dari Bahasa Latin texture yang berarti
rajutan, sehingga teks dapat diartikan sebagai rajutan dari berbagai tanda bahasa
yang melahirkan makna-makna. Makna inilah yang kemudian disebut representasi
(Burton dalam Junaedi, 2007:64). Oleh sebab itu ketika membicarakan
tanda/simbol maka kita tidak bisa mengesampingkan representasi, karena
representasi merupakan bagian yang melekat dari simbol-simbol dalam suatu film.
Dalam prakteknya, sineas-sineas Hollywood telah terbukti mampu
memaksimalkan fungsi sebuah simbol dalam menyampaikan gagasannya,
misalnya mengenai figur seorang hero. Saat ini sosok hero yang direpesentasikan
Hollywood berada dalam posisi yang kuat dibenak penonton. Maka sebab itu
tidak mengherankan jika film-film Hollywood sangat mempengaruhi pengetahuan
para penonton di berbagai penjuru dunia mengenai figur seorang hero.
Dalam kamus Webster’s New World, hero didefiniskan sebagai: (1)
seseorang yang dikagumi karena kualitas atau pencapaiannya dan dianggap
sebagai model; (2) orang yang dikagumi karena keberaniannya, kebaikannya, atau
kekuatannya, khususnya dalam perang; (3) figur sentral dalam suatu peristiwa
atau periode penting, dihormati karena kualitas yang luar biasa. Tiga hal tersebut
dapat menjadi kriteria untuk seorang hero. Tetapi demi kepentingan-kepentingan
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tertentu Hollywood menambah kriteria-kriteria lain berdasarkan versi mereka
untuk merepesentasikan hero. Secara spesifik Hollywood menggambarkan kriteria
seorang hero melalui ciri-ciri tertentu misalnya warna kulit.
Berdasarakan Jiyantoro (2010: 130), film-film produksi Hollywood lebih
sering menampilkan sosok hero adalah berkulit putih Amerika sedangkan
penjahat berkulit hitam, Asia, Arab, dan Latin. Jadi film Hollywood mempunyai
kekuatan untuk membentuk realitas bahwa hero adalah orang kulit putih dan
penjahat adalah kulit hitam, Asia, Arab dan Latin, sehingga ras kulit putih
memiliki superioritas dalam melawan penjahat.
Disamping warna kulit, Hollywood juga membentuk citra seorang hero
lewat aspek maskulinitas. Sosok hero seringkali ditampilkan berupa laki-laki
muda, tampan, dan bertubuh atletis. Tubuh atletis seorang hero digambarkan
seperti tinggi, berotot, dan memiliki perut sixpack. Hal ini didukung pernyataan
Adi (2008:104), bahwa simbol hero dalam film-film Hollywood direpresentasikan
melalui tokoh protagonis sebagai sosok yang kuat dengan tubuh berotot, karena
seorang hero harus melakukan tindakan-tindakan berani dan berbahaya untuk
melindungi yang lemah.
Wibowo (2004:171) menggambarkan bahwa akar ”keperkasaan” laki-laki
dapat dipulangkan dengan menengok tradisi Yunani kuno yang kemudian
dilanjutkan dengan tradisi Romawi untuk akhirnya diserap dalam budaya
kapitalistik barat modern. Unsur maskulinas dalam budaya Yunani ini,
dikembangkan melalui perwujudan dewa dan tokoh mitos mereka yang tampan,
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gagah, “berotot kawat dan bertulang besi”. Sebuah perwujudan yang kemudian
diterjemahkan oleh budaya Romawi melalui kegagahan kaisar Romawi yang
memunculkan heroisme. Tak heran jika kemudian semangat heroisme ini juga
dimunculkan dalam budaya kapitalistik modern, termasuk film.
Pada era 1980-an, Hollywood semakin memperkuat mitos tokoh hero
berotot yang ditandai dengan kehadiran Arnold Schwarzenegger, Sylvester
Stalone, dan Jean Claude Van Damme. Kala itu, ketiganya tampil dominan dalam
film box office Hollywood, dimana dalam setiap filmnya menampilkan bentuk
tubuh bagian atas yang berotot dan berminyak. Sebagai pelengkap identitas
maskulin, adegan-adegan dalam film dipenuhi aksi menantang maut, perkelahian,
dan tembak menembak yang tiada henti dari awal hingga akhir film.
Contoh menarik adalah ketika Sylvester Stalone membintangi film Rambo
yang menceritakan seorang tentara Amerika yang sedang berperang. Berbeda
dengan tentara dalam dunia nyata yang mengenakan seragam, Rambo hanya
memakai kaos tipis sehingga tubuh berotot Stalone terlihat dengan jelas. Tidak
sebatas itu saja Rambo juga digambarkan sebagai sosok pemberani yang memiliki
kemampuan bertarung yang handal seperti berkelahi dan menembak, kombinasi
ini membuat Rambo sangat percaya diri ketika menghadapi marabahaya dan
mampu mengalahkan puluhan bahkan ratusan musuhnya.
Kasus Rambo hanyalah satu diantara banyak kasus lainnya yang
mempertegas bagaimana Hollywood membentuk citra maskulinitas hero pada
periode 1980-an. Pada periode 1990-an sosok-sosok hero yang baru mulai
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bermunculan, akibatnya di penghujung tahun 1990-an nama-nama seperti Arnold,
Sylvester Stalone, dan Van Damme mulai tergusur, begitu pula nasib hero yang
berotot mulai tergantikan dengan sosok hero yang baru.
Meskipun sosok Arnold dan Stalone mulai ditinggalkan, akan tetapi tahun
2000-an menjadi awal baru bagi kehadiran sosok hero berotot lainnya. Para sineas
Hollywood kembali memutar otaknya agar sosok maskulin bisa kembali menjadi
primadona, sebagai jawabannya mereka kemudian mengadaptasi sosok-sosok
hero dari dunia komik Amerika (Disney Studio, Marvel Comics, dan DC Comic)
kedalam film-filmnya.
Jika melihat kebelakang, Hollywood sudah sering mengangkat cerita
komik menjadi sebuah film, bahkan beberapa film terbilang sukses. Namun di
periode 1990-an banyak film yang diadopsi dari cerita komik berakhir gagal
seperti Spawn (1997) dan Batman and Robin (1997). Oleh karenanya di periode
2000-an Hollywood menggunakan berbagai cara agar strategi barunya sukses.
Alhasil beberapa langkah diambil, misalnya penggunaan teknologi yang
mukhtahir seperti CGI (Computer Integrated Imagery) dan penggarapan cerita
yang lebih baik, hasilnya muncullah film X-Men di tahun 2000.
Film X-Men tidak saja mengusung cerita dan teknologi baru, tetapi juga
menandai babak baru bagi mitos hero maskulin. Dalam film X-Men digambarkan
bahwa tokoh utama, Wolverine (Hugh Jackman) adalah hero berkekuatan super
yang pemberani dan memiliki tubuh besar berotot. Dengan menampilkan karakter
berkekuatan super unik dan aksi yang mendebarkan, X-Men kemudian menjadi
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
film yang menuai pujian dan mampu menarik banyak penonton. Keberhasilan XMen menunjukkan bahwa sekali lagi Hollywood berhasil membawa kemegahan
maskulinitas seorang hero setelah era Stalone dan Arnold.
Pasca X-Men, Hollywood kembali menghadirkan sosok hero berkekuatan
super lewat film Spiderman (2002). Film ini mengisahkan seorang pemuda
bernama Peter Parker (Tobby Marguire) yang tiba-tiba mendapatkan kekuatan
super. Dengan kekuatannya itu tubuh Peter menjadi lebih berotot dan kuat, ia pun
menjelma menjadi sosok yang pemberani dalam menghadapi siapa saja penjahat
yang menghadangnya.
Film Spiderman menjadi puncak ksesuksesan tokoh-tokoh hero yang
diangkat dari cerita komik, hal ini lantas mendorong studio film Hollywood untuk
terus memproduksi cerita-cerita komik ke layar lebar. Selanjutnya semakin
banyak tokoh komik yang menghiasi bioskop sebut saja Batman, Superman, Thor,
Captain America, Fantastic Four, Iron Man, dan lain-lain. Setiap tokoh hero
memiliki ceritanya masing-masing, misalnya tentang mahkluk luar angkasa
seperti Thor dan Super-Man, atau super hero yang lahir dari percobaan ilimiah
seperti Captain America. Kekuatan dan keahlian yang dimiliki masing-masing
hero juga semakin beragam, inilah yang menjadi kunci kesuksesan Hollywood
agar mampu menarik lebih banyak penonton.
Meskipun memiliki inti cerita yang berbeda-beda namun terdapat satu
esensi yang sama dalam film-film seperti Spiderman dan X-Men, yaitu seorang
hero haruslah bertubuh kekar, kuat dan percaya diri (pemberani). Fenomena
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut mengindikasikan bahwa sosok hero dari dunia komik tidak hanya
berhasil membuat orang berbondong-bondong menonton bioskop, namun juga
sukses membawa kembali hero maskulin berototnya menghiasai layar lebar.
Ditengah kesuksesan sosok-sosok hero berotot, Hollywood mulai
berinovasi dengan menampilkan seorang hero dengan nuansa yang berbeda lewat
film Megamind. Megamind adalah film animasi 3 dimensi bergenre comedyaction yang distutradarai oleh Tom McGrath. Film ini diproduksi DreamWorks
Animation dan didistribusikan oleh Paramount Pictures. Pendapatan kotor film
Megamind mencapai $ 321 juta dari jumlah anggaran $ 130 juta dan berhasil
menduduki peringkat puncak box office selama dua minggu (5-18 November
2010) sejak pemutaran perdananya.
Terlepas dari keberhasilan finansialnya, film Megamind memiliki banyak
sisi unik untuk dianalisa. Jika selama ini hero digambarkan sebagai laki-laki kuat
dan berfisik menawan maka sosok Megamind sangat kontras. Megamind
merupakan laki-laki lemah dengan tubuh sangat kurus, kulitnya biru pucat, dan
memiliki ukuran kepala yang terlalu besar untuk tubuhnya. Selain bentuk fisiknya
yang “tidak ideal”, kepribadian (personality) yang dimilikinya juga tidak
mencerminkan seorang hero. Jika seorang hero ditampilkan sebagai orang
bermental baja, pemberani, dan gemar menolong, maka Megamind justru
sebaliknya, ia bersifat pengecut dan gemar berbuat onar.
Tidak sebatas bentuk fisik dan kepribadiannya saja yang digambarkan
tidak ideal, kehidupan sosial Megamind juga jauh dari gambaran seorang hero.
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind adalah seorang anak yang dibesarkan dari penjara oleh para
narapidana. Tumbuh bersama narapidana yang identik sebagai „sampah
masyarakat‟ membuat Megamind dikucilkan oleh orang-orang disekitarnya.
Bahkan ketika bersekolah Megamind harus mengenakan baju narapidana lengkap
dengan borgol yang mengikat kaki dan tangannya.
Megamind sebenarnya sudah berusaha agar bisa diakui dan menarik
perhatian orang disekitarnya dengan berbagai alat ciptaannya, namun malang
baginya setiap alat buatannya justru berujung kekacauan. Kekacauan yang
ditimbulkan Megamind sering membuat orang disekitarnya jengkel, akhirnya
Megamind semakin dijauhi oleh teman dan gurunya ketika ia masih kecil. Hal
yang dialami Megamind tentu jauh dari hingar bingar sosok hero seperti
Spiderman dan Superman yang dipuja-puji oleh orang disekelilingnya.
Nasib Megamind yang dibesarkan dalam penjara tentu berbeda dengan
kebanyakan hero yang diceritakan sebagai masyarakat golongan atas, ambil
contoh Batman (Bruce Wayne) dan Iron Man (Tony Stark) yang merupakan
milyuner kaya raya. Kehidupan sosial Megamind tentu berlawanan dari
kebanyakan hero seperti yang dikatakan Devereux (2003: 124) bahwa, pahlawanpahlawan dari Barat, biasanya berkulit putih dan berasal dari kelas menengah,
selalu dikenal dalam peran seperti aktris, politisi atau bintang pop.
Gambaran mengenai Megamind yang berbeda jika dibandingkan dengan
hero pada umumnya sudah pasti menjadi hal yang menarik untuk diteliti.
Sedangkan dibidang ilmu komunikasi, keunikan Megamind tersebut dapat diamati
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berdasarkan isi pesan dalam film itu. Isi pesan dalam film Megamind dapat
ditinjau dari simbol-simbol yang digunakan oleh pembuat film, alasan mengapa
simbol-simbol tersebut dipilih, serta makna-makna yang tersirat dari simbol
tersebut berdasarkan latar belakang sosial-budaya masyarakat dimana film
Megamind dibuat.
1.2.
Rumusan Masalah
Sejauh ini kita melihat seorang hero sebagai figur yang berperilaku lurus
dan maskulin karena memiliki tubuh yang gagah, kuat dan berjiwa pemberani.
Selain itu pada umumnya hero berasal dari kelas sosial yang bagus dan golongan
kulit putih. Namun Megamind justru menampilkan sosok hero yang berbeda dari
stereotipe hero yang terlihat selama ini. Megamind digambarkan memiliki banyak
kekurangan, mulai dari perilakunya yang nakal, fisik tidak menawan dan lemah,
hingga latar belakang sosial yang buruk dan bukan orang kulit putih.
Sosok Megamind yang berbeda dari gambaran hero selama ini kemudian
akan memunculkan tanda tanya. Pertanyaan itu terletak pada simbol-simbol apa
yang digunakan oleh pembuat film supaya sosok Megamind yang berbeda
tersebut dapat diterima sebagai hero. Oleh sebab itu penelitian ini dimaksudkan
untuk mengetahui simbol-simbol apa saja yang digunakan oleh sutradara
(pembuat film) untuk memberikan pembenaran agar Megamind dapat diterima
sebagai representasi seorang hero.
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
1.3.
digilib.uns.ac.id
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian merupakan jawaban dari rumusan masalah
pada penelitian ini. Oleh karena itu tujuan utama penelitian ini adalah
mendeskripsikan simbol-simbol yang menjadi sumber pembenaran Megamind
sebagai representasi seorang hero. Sedangkan secara lebih khusus tujuan
penelitian meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan simbol-simbol pembenaran yang digunakan oleh
sutradara untuk merepresentasikan maskulinitas Megamind sebagai
seorang hero.
b. Mendeskripsikan simbol-simbol pembenaran yang digunakan oleh
sutradara untuk merepresentasikan perilaku Megamind sebagai
seorang hero.
c. Mendeskripsikan simbol-simbol pembenaran yang digunakan oleh
sutradara untuk merepresentasikan latar belakang Megamind sebagai
seorang hero.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini akan memperkaya kajian teori-teori
komunikasi, khususnya di bidang media massa seperti film. Sebagai
tambahan, penelitian ini bisa menjadi referensi untuk penelitian lain yang
serupa. Penelitian ini juga diharapkan mampu membantu bagi akademisi
di bidang komunikasi untuk menganalisa pendekatan-pendekatan yang
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilakukan oleh industri Hollywood ketika membentuk suatu mitos
kedalam film.
1.4.2. Manfaat Praktis
Ditengah kesuksesan film-film Hollywod di Indonesia, maka penelitian ini
dapat memberikan wawasan kepada insan perfilman di Indonesia
mengenai cara kerja film Hollywood dalam membentuk citra seorang hero.
Secara tidak langsung, dengan mengamati film-film Hollywood dapat
membantu para pelaku industri film Indonesia untuk memahami
bagaimana realitas sosial masyarakat di Amerika Serikat dapat disukai
oleh penonton di Indonesia. Selanjutnya diharapkan film-film Indonesia
mampu mengadopsi berbagai gagasan-gagasan unik mengenai heroisme
dalam film Hollywood.
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh
Bittner dalam Ardianto & Kumala (2004:3), yakni pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah orang. Sedangkan, Joseph Devito,
mengemukakan definisi komunikasi massa ke dalam dua item. Pertama adalah
komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada
khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah
komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio atau visual (Ardianto
& Kumala, 2004:6).
Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan komunikasi melalu media
massa perlu mengetahui bahwa terdapat karakteristik-karakteristik tertentu dalam
komunikasi massa. Berdasarkan Ardianto & Kumala (2004:7-12) komunikasi
massa diantaranya memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) Komunikator
terlambangkan; (b) Pesan bersifat umum; (c) Komunikannya anonim dan
heterogen; (d) Komunikasi massa menimbulkan keserempakan; (e) Komunikasi
mengutamakan isi ketimbang himbauan; (f) Komunikasi massa bersifat satu arah;
(g) Stimulasi alat indra terbatas; dan (h) Umpan balik tertunda (delayed).
Adapun beberapa media komunikasi yang termasuk dalam media massa
misalnya radio dan televisi (media elektronik), surat kabar dan majalah (media
cetak), serta film. Sedangkan film yang termasuk kategori media komunikasi
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
massa adalah film bioskop. Film sendiri pada dasarnya merupakan salah satu
media yang menggabungkan antara aspek audio dan visual, meskipun pada awal
sejarahnya film tidak mengandung unsur audio (film bisu).
Karena terdiri dari aspek audio visual, film sekilas terlihat sama seperti
televisi,
namun yang menjadi perbedaannya adalah televisi cenderung
menyampaikan banyak pesan sekaligus kepada audiens, baik melalui program
yang mereka sajikan maupun iklan yang mereka tayangkan. Sedangkan film lebih
memfokuskan pesannya pada satu inti atau tema cerita yang mencerminkan realita
sosial di sekitar tempat film itu diciptakan.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Pasal 1 tentang
perfilman, film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan
media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan
atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Namun menurut Turner, dalam
perkembangan teori film mulai ada upaya dari beberapa teoritisi untuk mencapai
perspektif yang lebih mampu menangkap substansi film. Film tak lagi dimaknai
sekedar sebagai karya seni (film as arts), tetapi lebih dimaknai sebagai praktik
sosial (Irawanto, 1999:11).
Dalam perspektif praktik sosial, film tidak dimaknai sebagai ekspresi seni
pembuatnya, tetapi melibatkan interaksi yang kompleks dan dinamis dari elemenelemen pendukung proses produksi, distribusi maupun eksebisi. Bahkan lebih luas
lagi perspektif ini mengansumsikan interaksi antara film dengan ideologi
kebudayaan dimana film diproduksi dan dikonsumsi. Perspektif praktik sosial
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melihat kompleksitas aspek-aspek film sebagai medium komunikasi massa yang
beroperasi di dalam masyarakat (Irawantoro, 1999:11).
Sementara menurut McQuail (1987:13), dalam lingkup komunikasi film
berperan sebagai sebuah sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan,
serta menyajikan berita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya
yang mengandung informasi kepada mayarakat umum. Dengan perannya dalam
menyebarkan informasi maka film bisa menjadi agen sosialisasi mengenai
penggambaran budaya dalam masyarakat.
Terkadang peran film sebagai agen sosialisasi mampu mendahului agenagen sosialisasi tradisional seperti keluarga, sekolah, atau kelompok-kelompok
agama, hal ini dikarena film mampu membangun hubungan secara personal
dengan individu. Karena bersifat personal, tiap individu akan menanggapi pesan
film melalui rangkaian proses psikologi serta pengaruh pengalaman sosial dan
budaya yang dimilikinya masing-masing. Selain itu tingkat kecerdasan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu ikut berperan, sehingga tanggapan
ataupun dampak yang dialami oleh masing-masing individu tidak harus sama
persis terhadap sebuah film yang sama.
2.2.
Representasi Sebagai Kontruksi Realitas Dalam Film
Menurut Hall (1997:28), representasi yaitu tindakan menghadirkan sesuatu
baik orang, peristiwa, maupun objek lewat sesuatu yang lain di luar dirinya,
biasanya berupa tanda atau simbol. Representasi belum tentu bersifat nyata tetapi
bisa juga menunjukan dunia khayalan, fantasi, dan ide abstrak.
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebaliknya menurut Burton (2012), kata representasi merujuk kepada
penggambaran. Namun demikian kata itu tidak hanya sekadar tentang penampilan
di permukaan tapi juga menyangkut tentang makna yang dikonstruksi dibaliknya.
Melalui media massa, terutama film, kita diberikan representasi tentang dunia dan
bagaimana cara kita nantinya akan memahami dunia tersebut. Namun perlu
diingat bahwa representasi dibuat dengan suatu tujuan tertentu oleh pembuatnya,
sehingga tanpa disadari bentuk-bentuk representasi tersebut menjelma sebagai
suatu „pembenaran‟.
Untuk menggambarkan ekspresi hubungan antara teks media (film)
dengan realitas, konsep representasi sering digunakan. Berdasarkan maknanya,
representasi (to represent) bisa didefinisikan sebagai to stand for. Hal tersebut
bisa menjadi sebuah tanda (a sign) untuk sesuatu atau seseorang, sebuah tanda
tidak sama dengan realitas yang direpresentasikannya tapi dihubungkan dengan
mendasarkan diri pada realitas yang menjadi referensinya (Noviani, 2002:61).
Turner mengatakan bahwa makna film sebagai representasi dari realitas,
berbeda dengan film sebagai refleksi dari realitas. Sebagai refleksi kenyataan,
sebuah film hanya memindahkan kenyataan ke layar tanpa mengubah kenyataan
tersebut, misalnya film dokumentasi, upacara kenegaraan atau film dokumentasi
perang. Sedangkan sebagai representasi dari realitas, film membentuk dan
menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan
ideologi dari kebudayaannya (Turner dalam Sobur, 2003:127-128). Jadi film
sebagai repesentasi realitas masyarakat berarti film adalah perwujudan,
commit to user
kebutuhan, keinginan, dan pemikiran masyarakat dimana film itu dieksekusi.
16
perpustakaan.uns.ac.id
Film
digilib.uns.ac.id
merangkum
aspek-aspek
realitas
sosial.
Tetapi
ia
tidak
merepresentasikan aspek-aspek tersebut secara tidak jujur. Ia menjadi cermin
yang mendistorsi bentuk-bentuk obyek yang direfleksikannnya tetapi juga
menampilkan citra-citra dalam visinya. Film tidak berbohong tetapi juga tidak
menyatakan yang sebenarnya (Ratna Noviani, 2002).
Menurut Burton dalam Junaedi (2007:65), ada beberapa unsur dalam
representasi yang lahir dari teks media massa yang meliputi:
a. Stereotipe, adalah pelabelan terhadap sesuatu yang sering digambarkan
secara negatif.
b. Identitas, meliputi pemahaman kita terhadap kelompok yang
direpresentasikan. Pemahaman ini menyangkut siapa mereka, nilai apa
yang dianutnya dan bagaimana mereka dilihat oleh orang lain dari
sudut pandang positif maupun negatif.
c. Pembedaan (difference), yaitu mengenai pembedaan antar kelompok
sosial, dimana satu kelompok diposisikan dengan kelompok yang lain.
d. Naturalisasi (naturalization), adalah strategi representasi yang
dirancang untuk mendesain dan menetapkan difference, serta untuk
menjaganya agar kelihatan alami selamanya.
e. Ideologi, representasi merupakan relasinya dengan ideologi dianggap
sebagai kendaraan untuk mentransfer ideologi dalam rangka
membangun dan memperluas relasi sosial.
Selanjutnya dalam proses representasi seorang pembuat film telah
menyeleksi pesan-pesan yang ingin disampaikannya kepada penonton. Alhasil
menurut Burton (2012), “pembuat film telah mengkonstruksi berbagai
representasi terhadap kelompok-kelompok sosial dengan membentuk berbagai
tipe
orang
tertentu.
Representasi-representasi
terhadap
orang-orang
ini
mengungkapkan banyak hal dengan budaya kita dan kepercayaan kita.
Representasi-representasi ini dapat merepresentasikan nilai-nilai dan dapat
memperkukuh nilai-nilai tersebut”.
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
2.3.
digilib.uns.ac.id
Film Hollywood Sebagai Media Representasi Hero
Setiap generasi dalam masyarakat pasti memiliki figur seorang hero
(pahlawan) yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat tersebut.
Masyarakat Yunani Kuno mengenal sosok hero legendaris seperti Herkules dan
Alexander Agung. Sedangkan masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal sosok
hero dalam diri Arjuna dan Gatot Kaca.
Cerita mengenai para hero sudah sejak lama diceritakan secara tradisional,
baik berupa mitos yang disampaikan dari mulut ke mulut hingga melalui catatan
sejarah. Namun seiring majunya peradaban manusia, cara maupun media untuk
menceritakan seorang hero semakin berkembang. Di era modern para hero hadir
melalui berbagai produk budaya populer dalam bentuk cerita komik, sinetron,
film, hingga video game.
Walaupun sepak terjang hero muncul melalui berbagai media, namun
faktanya menunjukkan bahwa cerita hero dalam film ternyata mampu menjangkau
lebih banyak konsumen. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika tokoh hero
menjadi lebih populer melalui film dibandingkan bentuk aslinya dalam komik
maupun novel. Jadi diantara berbagai produk budaya populer, film, terutama film
Hollywood menjadi yang paling berpengaruh dalam merepesentasikan hero.
Melalui tangan sineas Hollywood, sosok hero hadir melalui berbagai
macam genre film. Salah satu genre yang sangat identik dengan kata hero adalah
film laga (action). Suatu film digolongkan sebagai film laga apabila mayoritas
adegan yang ditampilkan adalah pertarungan atau perkelahian antara tokoh
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
protagonis yang mewakili kebenaran dengan antagonis yang mewakili kejahatan.
Karena protagonis seringkali melakukan tindakan-tindakan heroik dalam membela
kebenaran membuat mereka dianggap sebagai simbol pahlawan. Formula inilah
yang kemudian membentuk paham heroisme, dan paham tersebut yang
berpengaruh besar ketika merepesentasikan seorang hero dalam film Hollywood.
Pada periode 1980 hingga 1990-an industri Hollywood sangat gencar
dalam memproduksi film laga. Alhasil beberapa pemeran film laga menjadi ikon
seorang hero, sebut saja beberapa nama seperti Sylvester Stallone, Arnold
Schwarzenegger, Bruce Willis, dan Jean-Claude Van Damme. Namun diakhir
periode 1990-an, nama-nama tersebut sedikit demi sedikit mulai tenggelam karena
film-film yang mereka perankan dianggap monoton dan membuat penonton
bosan. Hal ini kemudian mendorong produsen film Hollywood mengambil
langkah-langkah lain, salah satunya adalah mengangkat cerita hero berkekuatan
super yang diadaptasi dari komik ataupun novel. Film-film laga seperti ini biasa
disebut sebagai American Superhero Film.
Hollywood melalui American Superhero Film sukses memanfaatkan
momentum di akhir tahun 1990-an dan awal 2000-an dengan meluncurkan film
The Matrix (1999) dan X-Men (2000). Selanjutnya, Hollywod berhasil mengemas
genre ini menjadi yang paling digemari penonton hingga sekarang, hal itu bisa
dilihat dari popularitas dan pendapatan tinggi yang diraihnya dalam beberapa
tahun terakhir. Tahun 2012, Hollywood memproduksi film The Avangers yang
berhasil menduduki peringkat ketiga film dengan pendapatan tertinggi sepanjang
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
waktu, dibawah film Avatar dan Titanic. Sedangkan berikut ini adalah daftar
pendapatan tertinggi American Superhero Films yang diproduksi Hollywood:
Tabel 2.1 Highest-Grossing American Superhero Film
No
Film
Penghasilan
Tahun
1
The Avangers
$1,511,757,910
2012
2
Iron Man 3
$1,179,951,000
2013
3
Transformers: Dark of the Moon
$1,123,746,996
2011
4
The Dark Knight Rises
$1,084,439,099
2012
5
The Dark Knight
$1,004,558,444
2008
6
Spider-Man 3
$890,871,626
2007
7
Transformers: Revenge of the Fallen
$836,303,693
2009
8
Spider-Man
$821,708,551
2002
9
Spider-Man 2
$783,766,341
2008
10
The Amazing Spider-Man
$752,216,557
2012
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_highest-grossing_films
Pada perkembangan saat ini, Hollywood melebarkan genre film laga
hingga menyentuh ranah film animasi. Jika awalnya kebanyakan film animasi
hanya mengangkat tema seperti; komedi, fantasi, dan petualangan, namun kini
mulai bermunculan film-film animasi dengan format laga-komedi. Makin
beragamnya tema yang diangkat dalam film animasi menunjukkan upaya
Hollywood untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Jika dahulu film animasi
difokuskan untuk kalangan anak-anak, tetapi saat ini film animasi mampu
menjangkau kelompok-kelompok usia remaja hingga dewasa. Hal ini nampaknya
telah berhasil bagi Hollywood yang mampu meraih keuntungan yang sangat besar
dari film animasi. Berikut ini adalah tabel film animasi berpendapatan tertinggi:
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.2 Sepuluh Film Animasi Hollywood Berpendapatan Terbesar
Rank
Film
Studio
Penghasilan
Tahun
1
Sherk 2
DreamWorks
$919,838,758
2004
2
Ice Age: Dawn of the Dinosaurs
BlueSky
$878,701,244
2003
3
Finding Nemo
Disney/Pixar
$864,625,978
2003
4
Shrek The Third
DreamWorks
$798,958,162
2007
5
The Lion King
Buena Vista/Walt Disney
$783,841,776
1994
6
Up
Disney/Pixar
$683,807,981
2009
7
Ice Age: The Meltdown
20th Century Fox
$655,388,158
2006
8
Ratatouille
Disney/Pixar
$643,707,397
2007
9
Kung Fu Panda
DreamWorks SKG
$631,736,484
2008
10
The Incredibles
Disney/Pixar
$631,442,092
2004
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Animasi
Dari tabel diatas terlihat bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, beberapa
film animasi mampu meraih pendapatan kotor hingga diatas $500.000.000.
Keuntungan besar dari film animasi tentunya turut berkontribusi besar dalam
mempertebal kocek para pelaku bisnis Hollywood. Selain itu, tabel diatas juga
menunjukkan bahwa film animasi dengan genre laga-komedi mulai disukai oleh
penonton, hal ini terlihat melalui film Kung Fu Panda dan The Incredibles yang
menempati urutan sembilan dan sepuluh dalam tabel. Kedua film ini kemudian
diikuti jejaknya oleh film Megamind yang diproduksi Dream Works tahun 2010.
Film animasi bergenre laga-komedi memang belum menjadi yang paling
digemari oleh penonton, namun sama halnya dengan film laga umumnya, film ini
juga menjadi media dalam merepesentasikan figur seorang hero. Oleh karenanya
seorang
pembuat
film
akan
menggunakan
cara-cara
tertentu
untuk
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merepesentasikan gagasannya mengenai sosok seorang hero seperti dalam film
Kung Fu Panda, The Incredibles, ataupun Megamind.
Cara-cara pembuat film dalam merepesentasikan gagasannya bisa ditinjau
dari pernyataan Eriyanto yang menyebutkan bahwa ada dua hal terkait dengan
representasi. Pertama, apakah seseorang, kelompok atau gagasan ditampilkan
sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Kedua, bagaimana
representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, eksentuasi dan bantuan
gambar macam apa seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan
(Eriyanto, 2006:113).
Berdasarkan pernyataan Eriyanto diatas, maka bisa diasumsikan bahwa
masalah yang timbul ketika Hollywood merepresentasikan seorang hero
mencakup dua hal. Pertama, adalah bagaimana mekanisme simbol/tanda yang
digunakan oleh produsen film Hollywood dalam membentuk figur seorang hero.
Sedangkan yang kedua yaitu apakah sosok hero yang ditampilkan oleh film-film
Hollywood bersifat apa adanya sesuai dengan realita yang sesungguhnya, ataukah
dikontruksikan menjadi lebih buruk atau lebih baik dari realita sebenarnya.
Cara-cara para pembuat film dalam merepesentasikan figur seorang hero
di dalam film laga dapat ditinjau dari tiga aspek, meliputi:
2.3.1. Representasi Hero Dalam Aspek Maskulinitas
Meskipun Hollywood membagi film laga menjadi berbagai genre, namun
mayoritas film tersebut umumnya memiliki persamaan, yaitu inti ceritanya
commit
to user
berpusat pada aksi-aksi heroik dengan
tujuan
membela kebenaran. Namun dibalik
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
aksi-aksi heroik tersebut, para pembuat film sebenarnya menyelipkan gagasan
maskulinitas melalui visualisasi tubuh yang gagah berotot. Jika dulu hero berotot
sangat identik dengan Arnold dan Stalone, maka kini gambaran tersebut tampil
melalui superhero yang mengenakan kostum ketat. Selanjutnya, produsen film
Hollywood juga berusaha meningkatkan kesan maskulin melalui adegan-adegan
perkelahian ataupun konfrontasi yang hanya mempertotonkan aspek kekuatan dan
keberanian. Dampaknya citra hero dalam film Hollywood lebih ditekankan pada
ukuran fisik, kekuatan, dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah.
Berbicara mengenai representasi maskulin, kita bisa menyimak pernyataan
Adi (2008:104) yang menyebutkan bahwa simbol hero dalam film Hollywood
direpresentasikan melalui tokoh protagonis sebagai sosok yang kuat dengan tubuh
berotot karena seorang hero harus melakukan tindakan-tindakan berani dan
berbahaya untuk melindungi yang lemah. Pernyataan ini seakan-akan menegaskan
bahwa kekuatan dan bentuk tubuh ideal merupakan persyaratan yang harus
ditampilkan oleh setiap hero.
Sedangkan kekuatan yang dimiliki seorang hero seringkali digunakan
untuk melindungi yang lemah. Dalam konteks ini „orang-orang yang lemah‟ di
dalam film cenderung mengarah pada golongan tertentu, salah satunya adalah
kaum perempuan. Dalam film-film laga Hollywood, kebanyakan kaum
perempuan diposisikan sebagai golongan yang lemah dan harus diselamatkan oleh
pasangan prianya.
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peran pria sebagai pahlawan dan perempuan sebagai korban adalah salah
satu contoh stereotipe dalam citra laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminis).
Secara tegas stereotype ini membentuk perbandingan yang jauh berbeda antara
laki-laki dan perempuan, hal tersebut dapat ditelusuri dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.3 Perbedaan Stereotipe Laki-Laki dan Perempuan
No
Men are (should be)
Women are (should be)
1
Masculine
Feminine
2
Dominant
Submissive
3
Strong
Weak
4
Aggressive
Passive
5
Intelligent
Intuitive
6
Rational
Emotional
7
Active (do things)
Communicative (talk about things)
No
Men like:
Women Like:
1
Cars/technology
Shopping/make up
2
Casual sex with many partners
Committed relationship
Sumber: Helen MacDonald dikutip oleh Novi Kurnia (2004:19)
Dari tabel diatas dapat dipahami bahwa stereotype menjadi sumber
pembenaran bahwa pria memang „diharuskan‟ menjadi pahlawan, karena ia
dipandang lebih kuat, agresif, dan aktif. Sebaliknya perempuan ditempatkan
dalam karakter yang lemah dan pasif sehingga wajib bagi para pria untuk
menolongnya. Sebagai tambahan Priyo Soemandoyo (1999) menyebutkan bahwa
pria digambarkan memiliki fisik besar, agresif, prestatif, dominan-superior, asertif
dan dimitoskan sebagai pelindung.commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada perkembangan saat ini sudut pandang mengenai maskulinitas
semakin berkembang. Menurut Barker (2007:1), secara umum maskulinitas
tradisional menilai tinggi nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan,
aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan, dan kerja. Sedangkan
yang dipandang rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal,
kehidupan domestik, kelembutan, komunikasi, perempuan, dan anak-anak.
Namun saat ini nilai-nilai yang dijunjung oleh laki-laki semakin berkembang
sehingga tidak harus sama dengan nilai-nilai dalam maskulinitas tradisional.
Salah satu sudut pandang maskulinitas modern adalah gagasan yang
disampaikan oleh Media Azaareness NetWork. Dikutip oleh Novi Kurnia
(2004:27-28),
Media
Azaareness
NetWork
membagi
lima
karakteristik
maskulinitas modern sebagai berikut:
a. Pertama, sikap yang berperilaku baik atau sportif. Elemen ini
dimasukkan dalam pesan media yang berkaitan dengan sikap laki-Iaki
yang menggunakan wewenang dalam melakukan dominasi yang ia
punya. Kalaupun muncul kekerasan dalam penggunaan wewenang
tersebut, kekerasan itu dianggap sebagai strategi yang digunakan lakilaki untuk mengatasi masalah.
b. Kedua, mentalitas cave man. Hal ini terlihat dari penggunaan ikon
hero dari sejarah populer yang mendemonstrasikan maskulinitas,
seperti: pejuang, bajak laut, bahkan cowboy. Keagresifan dan
kekerasan dikesankan wajar karena dianggap sesuai dengan sifat alami
laki-laki. Ilustrasi yang sempurna didapatkan pada karakter jantan dan
mandiri serta aktivitas yang menantang bahaya. Figur laki-laki
dikonstruksikan sebagai lonely hero, dimana ia dibayangkan
menyelesaikan semua permasalahan sendirian dan selalu menjadi
pemain tunggal.
c. Ketiga, pejuang baru. Dilambangkan dengan kemiliteran maupun
olahraga yang dianggap menjadi nilai maskulinitas karena memberikan
imajinasi petualangan dan kekuatan laki-laki.
d. Keempat, otot dan 'laki-laki ideal'. Tubuh berotot mencitrakan tubuh
ideal laki-laki, hal ini merupakan imbas dari budaya modern dimana
commit
to userdan peran tradisional pria sebagai
mesin telah menggantikan
kekuatan
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pencari nafkah dan pelindung. Oleh karenanya mengejar pembentukan
otot menjadi salah satu cara untuk menunjukkan sisi maskulin pria.
e. Kelima, maskulinitas pahlawan dan teknologi. Maskulinitas laki-laki
dikaitkan dengan kekuatan teknologi sebagai alat bantu laki-laki
perkasa dalam membela diri.
Salah satu hal yang menarik dari kelima poin diatas yaitu anggapan bahwa
maskulinitas dapat dilihat dari aspek teknologi. Masuknya teknologi sebagai
kriteria maskulin tidak lepas dari peradaban manusia yang semakin berkembang,
sehingga teknologi menjelma sebagai simbol gaya hidup yang maju. Hal ini
kemudian memunculkan anggapan bahwa lelaki akan semakin maju dan maskulin
jika mampu menggunakan teknologi.
Untuk menjelaskan fenomena diatas, Judi Wajcman (2001:161-162)
menyebutkan bahwa bisa juga dalam konsep maskulinitas masyarakat barat
kontemporer, bentuk maskulinitas berhubungan erat dengan „kekuatan‟ akan
penguasaan teknologi yang merupakan realisasi laki-laki yang secara sosial gagal
mengkompensasikan kurangnya kekuatan „fisik‟ mereka. Contoh kasus disini
adalah kaum hackers yang secara fisik tidak menarik dan patologis namun secara
teknik mereka adalah potret „perkasa‟ dalam hubungannya dengan kelaki-lakian.
Pada film Hollywood, implementasi maskulintas terhadap teknologi dapat
dilihat dari pernyataan Dipaolo berikut “secara tradisonal cerita hero dipahami
dengan cara melibatkan ikon manusia heroik, berpakaian warna-warni dan
memiliki kemampuan luar biasa, cerdas, dan berkekuatan supranatural. Tetapi
sebaliknya saat ini ada beberapa hero seperti Iron Man dan Green Latern yang
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan „manusia normal‟, tapi dapat menjadi sangat kuat dengan bantuan
teknologi canggih (Dipaolo, 2011:2)”.
Pernyataan Di Paolo diatas menandakan bahwa terdapat pergeseran sudut
pandang bahwa „kekuatan‟ tidak lagi hanya mengenai persoalan fisik dan
supranatural tetapi dapat berwujud teknologi. Jadi, saat ini maskulinitas melihat
„kekuatan‟ laki-laki tidak harus selalu berarti fisik yang kuat dan badan yang
kekar. Namun perlu diperhatikan bahwa meskipun laki-laki secara fisik tidak
menonjol, tetapi ia diharuskan memiliki kemampuan yang lebih, sehingga
membuat dirinya menonjol.
2.3.2. Representasi Perilaku Seorang Hero
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang
menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran;
pejuang yang gagah berani. Sedangkan bagi masyarakat barat, hero atau pahlawan
didefinisikan sebagai: a) a mythological or legendary figure often of descent
endowed with great strength or ability; b) an ilustrios warrior; c) a man admired
for his achievements and noble qualities (www.websterdictionary.com).
Jika dilihat dari sejarahnya, definisi hero dalam masyarakat barat berakar
dari istilah Yunani Kuno. Istilah ini menjadi populer melalui karya-karya sastra
seperti wiracarita atau epos, yaitu sejenis karya sastra tradisional yang
menceritakan kisah kepahlawanan (wira berarti pahlawan dan carita adalah kisah).
Dalam era Yunani Kuno, wiracarita yang sangat berpengaruh diantaranya adalah
Theogonia ciptaan Hesiodos, serta Illiad dan Odisseia karya Homeros. Baik
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Homeros dan Hesiodos dalam karyanya menceritakan para hero sebagai manusia
setengah dewa atau demigod yang dikaruniakan kekuatan super, contohnya seperti
Herakles (Hercules), Achilles, dan Perseus.
Selain memiliki kekuatan super, tokoh hero dalam cerita Yunani Kuno
juga digambarkan sebagai sosok petualang pemberani dan pembela kebenaran
yang berperilaku lurus. Hal tersebut membuat mereka menjadi panutan bagi orang
disekitarnya. Konsep hero seperti inilah yang kemudian mempengaruhi identitas
pahlawan di Barat, khususnya dalam cerita komik, televisi, dan film. Alhasil
ketika mendengar kata hero, tentunya kita akan hanyut dalam anggapan bahwa ia
adalah seorang tokoh utama yang gagah, baik hati, pembela keadilan dan
kebenaran, idola, dan lain sebagainya. Anggapan ini menuntun kita bahwa semua
perilaku hero mencerminkan sisi positif dari manusia ideal.
Namun adakalanya orang bosan dengan hero berperilaku lurus dan ingin
melihat sosok hero dengan sifat yang berbeda. Ketika masyarakat mulai bosan,
maka insan perfilman Hollywood dengan cermat memanfaatkan situasi tersebut
dengan menghadirkan „pahlawan-pahlawan barunya‟ agar penonton tidak
menjauh darinya. Sineas-sineas Hollywod lantas menampilkan hero baru yang
berperilaku kasar, egois, bahkan tidak sedikit dari mereka yang masuk kategori
penjahat. Fenomena ini nampak dalam beberapa karakter hero seperti Robin
Longstride (Robin Hood), Captain Jack Sparrow (Pirates Of The Caribbean),
Dominic Toretto (Fast and Furious), dan lain-lain.
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara garis besar gambaran hero yang berperilaku negatif sudah ada sejak
ratusan tahun yang lalu, bahkan sebelum industri Hollywood terlahir. Salah satu
tokoh yang terkenal dalam menampilkan hero berkarakter negatif adalah George
Gordon Byron (Lord Byron). Byron merupakan sastrawan Inggris yang karyanya
pada abad ke-19 seperti Fragment of a Novel dianggap sangat berbeda, menarik,
dan dilihat sebagai suatu nafas baru dalam kesusastraan Inggris.
Karya-karya Byron kemudian diteruskan oleh kedua temannya, Mary
Shelley dan John William Polidori. Mary Shelley menerapkan hero berkarakter
negatif dalam novel Frankenstein, sementara Polidori menulisnya dalam cerita
berjudul The Vampire. Kedua cerita dari Shelley dan Polidori kemudian sukses,
dan untuk menghormati kontribusi Lord Byron sebagai inspirasi dalam karyakarya tersebut maka muncul aliran Byronic Hero untuk mendeskripsikan sosok
hero dengan karakter negatif.
Menurut Gross yang dikutip oleh Bima Pranachitra (2010:3), Byron kerap
menggambarkan Byronic Hero dengan sosok gotik, melankolis, moody, misterius,
sinis, sedikit arogan, pemberontak, serta dibayangi oleh masa lalu yang kelam.
Namun di lain sisi ia terpelajar, baik hati, dan bersahaja. Ciri perwatakan Byronic
Hero yang kompleks, yakni banyak mengalami perubahan suasana hati (mood)
dan cenderung kontroversial menjadikannya sulit untuk ditentukan sebagai
kategori tokoh protagonis atau antagonis.
Byronic Hero difungsikan sebagai sindiran (satire) sekaligus perlambang
terhadap perilaku masyarakat abad ke-18, yang mana diperbudak oleh teknologi,
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan berperilaku layaknya mesin (Thorslev Jr., 1962). Sehingga Byronic Hero
merupakan gambaran hero yang manusiawi dimana ia tidak dapat ditebak secara
matematis dan akurat karena memiliki perasaan dan suasana hati, meskipun ia
tidak bias lepas dari keharusan bersikap rasional.
Sementara Thorslev Jr. (1962:7) juga menyebutkan bahwa Byronic Hero
sering juga disebut sebagai Villainous Hero atau pahlawan setengah jahat.
Alasannya dikarenakan adanya manifestasi perilaku pendosa, atau disebut juga
sebagai „algolagnia’, yakni perilaku yang berlawanan antara kegembiraan dan
duka, rasa cinta dan rasa benci, kelembutan dan kekasaran yang bercampur
menjadi satu. Mengomentari pernyataan tersebut, Bima dalam penelitiannya
(2010:12) menyimpulkan bahwa perilaku pendosa seorang Byronic Hero adalah
gejala neurosis yang dipicu oleh sikap depresi terhadap ketidakadilan sosial yang
dialaminya di masa lalu. Inilah kemudian yang menggambarkan Byronic Hero
sebagai tokoh yang banyak terlibat konflik batin dan ketidakstabilan mental.
Berdasarkan Wikipedia, Byronic Hero biasanya menunjukkan beberapa ciriciri sebagai berikut: a. Sombong, licik dan mampu beradaptasi; b. Sinis dan
seringkali emosinya bertentangan, bipolar, atau moody; c. Menghormati pangkat
dan hak istimewa; d. Memiliki kebencian terhadap lembaga sosial dan normanorma; e. Memiliki masa lalu bermasalah atau menderita karena suatu kejahatan
yang tidak disebutkan; f. Cerdas, perseptif, canggih dan berpendidikan; g.
Misterius; h. Sifatnya senang merugikan diri sendiri; i. Berjuang dengan
integritas; j. Diperlakukan dalam pengasingan, sebagai orang terbuang, atau
commit to user
sampah masyarakat (http://en.wikipedia.org/wiki/Byronic_hero).
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam penerapannya, film Hollywood banyak menggambarakan Byronic
Hero sebagai tokoh yang semula dianggap antagonis, antara lain: mahkluk
supranatural (setan, vampir, dan monster), pelaku kriminal, buronan, orang
buangan, ataupun tokoh kontroversial lainnya. Namun pada akhirnya diketahui
bahwa tokoh-tokoh ini sebenarnya bermanifestasikan perilaku seorang hero yang
melindungi orang-orang disekitarnya.
Pada dasaranya manifestasi perilaku seorang hero bukanlah hal yang
terbentuk secara mudah (instan) ataupun alamiah. Sulitnya memahami perilaku
seorang hero juga dialami oleh tokoh-tokoh Byronic Hero. Seorang Byronic Hero
tidak bisa secara tiba-tiba mengerti perilaku dan nilai-nilai kepahlwanan, namun
mereka memerlukan waktu dan pengalaman yang terbentuk melalui proses
belajar. Proses belajar inilah yang kemudian dapat diamati berdasarkan konsepkonsep ilimiah. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk mengkaji proses
belajar seorang hero adalah teori belajar konstruktivisme.
Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang berpendapat
bahwa pengetahuan (knowledge) merupakan hasil konstruksi (bentukan) dari
orang yang sedang belajar, maksudnya setiap orang membentuk pengetahuannya
sendiri. Dalam pandangan konstruktivisme pengetahuan bukanlah “sesuatu yang
sudah ada di sana” dan tinggal mengambilnya tetapi merupakan suatu bentukan
terus menerus dari orang yang belajar dengan setiap kali mengadakan reorganisasi
karena adanya pemahaman yang baru (Fosnot, 1996:14).
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Salah satu tokoh yang terkenal dalam aliran belajar konstruktivisme adalah
seorang pakar psikolog dari Swiss bernama Jean Piaget. Piaget dalam Fosnot
(1996:13-14), menyoroti bagaimana individu pelan-pelan membentuk skema
pengetahuan, pengembangan skema dan mengubah skema. Ia menekankan
bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari berinteraksi dengan
pengalaman dan objek yang dihadapinya. Tampak bahwa Piaget menaruh
gagasannya pada keaktifan individu dalam membentuk pengetahuan. Dalam
pandangan Piaget, pengetahuan dibentuk oleh individu lewat asimilasi dan
akomodasi dalam proses yang terus menerus dari anak-anak sampai dewasa.
Asimilasi
adalah
proses
kognitif
yang
dengannya
seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep, nilai-nilai ataupun pengalaman baru ke dalam
skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang
sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian
atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi bersifat
individual
dalam
mengadaptasikan
dan
mengorganisasikan
diri
dengan
lingkungan sehingga pemaham orang akan terus berkembang (Suparno, 1997:31).
Dalam proses pembentukan pengetahuan dapat terjadi seseorang tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman baru dengan skema yang telah dipunyai.
Dalam keadaan ini orang akan mengadakan akomodasi, yaitu (1) membentuk
skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru, atau (2) memodifikasi
skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1997:32).
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Proses dalam akomodasi oleh kaum konstruktivis disebut sebagai
perubahan konsep secara radikal. Konsep secara radikal terjadi karena adanya
peristiwa anomali, yaitu peristiwa dimana individu tidak dapat mengasimilasikan
pengetahuannya untuk memahami fenomena yang baru. Suparno (1997:50-51)
mengatakan bahwa agar terjadi perubahan konsep secara radikal maka dibutuhkan
keadaan dan syarat sebagai berikut:
a. Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Individu
mengubah konsepnya jika mereka yakin bahwa konsep mereka yang
lama tidak dapat digunakan lagi untuk menelaah situasi, pengalaman,
dan gejala yang baru.
b. Konsep yang baru harus dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan
persoalan atau fenomena yang baru.
c. Konsep yang baru harus masuk akal, dapat memecahkan dan menjawab
persoalan yang terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori atau
pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
d. Konsep baru harus berdaya guna bagi perkembangan dan penemuan
fenoma yang baru.
Untuk mempersingkat konsep asimiliasi dan akomodasi, kita dapat
menyimaknya melalui contoh sederhana dalm film Robin Hood. Mulanya Robin
Hood mempunyai skema bahwa semua ksatria (pahlawan) harus menjunjung
kebenaran dan taat pada hukum. Skema ini didapatkannya terhadap nilai-nilai
yang pernah dijumpainya. Namun pada suatu hari terjadi peristiwa anomali
dimana ia menyadari bahwa penegak hukum (bangsawan) yang dipandang sebagai
ksatria justru berbuat korupsi.
Melalui peristiwa tadi Robin Hood mengalami bahwa skema lamanya
tidak cocok dengan pengalaman yang baru, maka dia mengadakan akomodasi
dengan membentuk skema baru. Dalam skema barunya, Robin Hood terdorong
commit
to user
untuk mencuri harta para bangsawan
korup
dan dibagikan kepada orang miskin.
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sejatinya mencuri adalah pelanggaran hukum yang tidak mencerminkan sikap
ksatria, namun bagi Robin Hood tindakannya tersebut justru merupakan sikap
pahlawan yang sebenarnya.
Kasus Robin Hood menunjukkan bahwa seorang hero terkadang dapat
berbuat
menyimpang karena melakukan pelanggaran hukum. Meskipun
melanggar hukum akan tetapi Robin Hood masih dianggap sebagai seorang hero
karena ia menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan. Intinya, meskipun
Robin Hood adalah seorang pelaku kriminal namun di lain sisi ia memperlihatkan
sikap penolong, yangmana sikap tersebut terbentuk melalui proses belajar.
2.3.3. Representasi Latar Belakang Sosial Seorang Hero
Hero dalam film Hollywood direpesentasikan dalam latar belakang sosial
yang terdapat ditengah-tengah masyarakat. Konteks latar belakang sosial seorang
hero bisa dilihat dari beberapa sudut pandang misalnya dari stratifikasi sosial.
Menurut Bungin (2006:49), stratifikasi atau strata sosial adalah struktur sosial
yang berlapis-lapis di dalam masyarakat. Lapisan sosial menunjukkan bahwa
masyarakat memiliki strata, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi.
Lapisan soisal terjadi karena adanya pengelompokan yang didasarkan pada
suatu simbol-simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai dalam suatu
kelompok masyarakat. Berharga atau bernilai dalam hal ini didasarkan pada
pandangan sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya maupun dimensi lainnya yang
dipahami oleh masyarakat tersebut. Sedangkan secara umum strata sosial
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melahirkan kelas sosial atau golongan sosial yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu
atas (upper class), menengah (middle class), dan bawah (lower class).
Sebagai representasi dari realitas, film Hollywood juga memperlihatkan
kondisi pelapisan sosial yang terdapat di masyarakat, khususnya masyarakat
Amerika. Berdasarkan Paul Horton (2007:6), pada masyarakat Amerika pelapisan
sosial yang terjadi karena faktor ekonomi terbagi menjadi enam kelas yang terlihat
pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.1 Gambar Pelapisan Sosial Masyarakat Amerika
1
Atas
2
3
Menengah
4
5
Bawah
6
1. Upper-upper class : Kelas keluarga-keluarga yang telah lama kaya.
2. Lower-upper class : Kelas masyarakat yang belum lama menjadi kaya.
3. Upper-middle class : Kelas dari kelompok pengusaha dan kaum professional.
4. Lower-middle class : Kelas yang terdiri dari pegawai pemerintah, kaum
semi profesional, supervisor, dan pengrajin terkemuka.
5. Upper-lower class : Kelas dari kelompok pekerja tetap (golongan pekerja).
6. Lower-lower class : Kelas para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh
to user
musiman, commit
orang yang
bergantung.
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembagian kelas sosial diatas juga nampak terjadi dalam film-film
Hollywood. Seringkali tokoh hero dalam film Hollywood ditempatkan sebagai
golongan sosial menengah keatas. Contoh-contoh hero dari golongan atas terlihat
pada karakter Bruce Wayne (Batman), Tony Stark (Iron Man), Oliver Queen
(Arrow), Sam Flynn (Tron Legacy), Britt Reid (The Green Hornet) dan lainnya.
Tokoh-tokoh hero yang disebutkan tadi merupakan kelompok masyarakat kaya
atau milyuner yang mewarisi kekayaan keluarganya secara turun-temurun.
Sedangkan menurut Soekanto (1990:262) “salah satu ukuran atau kriteria
yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke
dalam suatu lapisan adalah ukuran pekerjaan. Barang siapa yang memiliki
pekerjaan kantoran, termasuk dalam lapisan teratas.” Oleh sebab itu produsenprodusen film Hollywood secara disadari maupun tidak, seringkali menampilkan
seorang hero sebagai seseorang yang memiliki pekerjaan kantoran. Contoh hero
yang bekerja kantoran bisa dilihat pada karakter-karakter seperti Clark Kent
(Superman) dan Peter Parker (Spiderman) yang bekerja sebagai jurnalis atau Matt
Murdock (Daredevil) yang berprofesi menjadi pengacara.
Disamping faktor kekayaan dan pekerjaan, pelapisan sosial juga dapat
diukur dari segi pakaian yang dikenakan seseorang. Soekanto (1990:263)
menyebutkan bahwa salah satu kriteria yang dipakai untuk menggolonggolongkan masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah ukuran kekayaan. Kekayaan
tersebut misalnya bisa dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, cara-cara
mempergunakan pakaian, serta bahan pakaian yang digunakannya.
commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Herman Jusuf (2001), “dalam kehidupan sehari-hari, manusia
seringkali menangkap kesan pertama dari orang yang ditemuinya melalui pakaian
yang dikenakannya. Pandangan sekilas saja terhadap penampilan seseorang akan
mengkomunikasikan karakter,
kedudukan, dan status orang tersebut di
masyarakat. Sehingga setiap bentuk dan jenis pakaian apapun yang mereka
kenakan baik secara gamblang maupun samar-samar akan menyampaikan penanda
sosial (social signals) tentang si pemakainya.”
Pakaian dan status sosial sangat berkaitan erat, sehingga seseorang
berusaha menaikkan status mereka dengan mengenakan pakaian yang dikenakan
oleh kalangan yang berstatus tinggi. Identitas sosial seorang hero terlihat dari
jenis pakaian yang mereka kenakan dalam aktivitas sehari-hari, terutama ketika
bekerja. Sedangkan jenis-jenis pakaian yang digunakan oleh seorang hero
cenderung mengarah pada pakaian yang bagus dan relatif mahal, contohnya
seperti setelan jas (tuxedo).
Beberapa contoh hero yang sering mengenakan jas adalah kalangan
eksekutif seperti Tony Strak (Iron Man) dan Bruce Wayne (Batman). Kemudian
ada kelompok-kelompok detektif seperti Harry Callahan (Dirty Harry) dan Roger
Murtaugh (Lethal Weapon) yang selalu memakai jas saat bekerja. Bahkan ada
hero yang selalu identik dengan tuxedo yang elegan seperti agen mata-mata dalam
film James Bond. Dengan banyaknya hero yang menggunakan jas dalam
kesehariannya, mengisyaratkan bahwa ia diposisikan sebagai masyarakat yang
berasal dari kelas sosial menengah keatas.
commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Film Hollywood menampilkan status sosial seseorang tidak sebatas dari
pakaian yang dikenakan oleh seorang hero semata, tetapi juga dari pakaian
seorang villain (penjahat). Adi (2008:19) menyebutkan bahwa penjahat kulit
hitam biasanya digambarkan mengenakan pakaian murahan dengan model dan
warna yang mencolok. Jika berpakaian mahal, mereka tidak tahu bagaimana
seharusnya mengenakannya. Memakai anting di telinga, di hidung atau di bibir,
serta atribut-atribut anak jalanan lainnya.
Sejatinya, latar belakang seorang hero tidak hanya ditunjukkan melalui
status dan kelas sosial saja, tetapi juga dicerminkan dari golongan ras yang
dimilikinya. Secara tidak langsung Hollywood telah mengkampanyekan isu-isu
rasisme dalam berbagai filmnya, permasalahan ini tidak bisa lepas dari
kebudayaan masyarakat Amerika yang sangat kental dengan isu rasisme. Rasisme
berakar dari etnosentrisme yang tumbuh kuat dalam masyarakat Amerika dan
direpresentasikan lewat penokohan karakter dalam film-film Hollywood.
Menurut Jones yang dikutip Liliweri (2002:15), konsep etnosentrisme
seringkali dipakai secara bersamaan dengan rasisime. Konsep ini mewakili suatu
pengertian bahwa setiap kelompok etnik atau ras mempunyai semangat dan
ideologi untuk menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada
kelompok etknik atau ras lain. Sikap etnosentrisme dan rasisme itu berbentuk
prasangka, stereotip, diskriminasi, dan jarak sosial terhadap kelompok lain
Liliweri mengatakan bahwa prasangka adalah sikap positif atau negatif
berdasarkan keyakinan kita tentang anggota dari kelompok tertentu. Seperti
commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
halnya sikap, prasangka meliputi keyakninan untuk menggambarkan jenis
pembedaan terhadap orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan.
Prasangka yang berbasis ras disebut rasisme, sedangkan yang berdasarkan etnis
disebut etnisisme. Menurut Liliweri (2005), bentuk-bentuk prasangka dibagi
menjadi tiga yaitu:
a. Stereotip. Stereotip adalah salah satu bentuk prasangka antar etnik/ras.
Orang cenderung membuat kategori atas tampilan karakteristik
perilaku orang lain berdasarkan kategori, ras, jenis kelamin,
kebanggan, dan tampilan komunikasi verbal maupun non-verbal.
b. Jarak sosial. Menurut Robert Park dan Ernst Burgess jarak sosial
merupakan kecenderungan untuk mendekat atau menjauhkan diri pada
suatu kelompok. Apabila jarak sosial sudah menjadi norma di dalam
kelompok akan dapat menimbulkan orang berprasangka tanpa bergaul
dulu dengan individu atau kelompok yang dikenai prasangka itu.
Dalam hal ini, Allport berpendapat bahwa social distance (jarak sosial)
dalam suatu masyarakat hanya terdapat pada masyarakat yang
heterogen yang di dalamnya terdapat kelompok-kelompok yang
memiliki fungsi dan ketertarikan yang berbeda-beda.
c. Diskriminasi. Kalau prasangka masih meliputi sikap, keyakinan, atau
predisposisi untuk bertindak, maka diskriminasi mengarah pada
tindakan nyata. Dengan kata lain diskriminasi adalah aplikasi dari
prasangka yang dimiliki.
Dalam realisasinya, produsen-produsen film Hollywood secara nyata
maupun samar-samar mewujudkan prasangka yang berwujud rasisme melalui
gambaran tokoh di dalam film. Menurut Junaedi (2007:49), film Hollywood,
khususnya film laga banyak menciptakan tokoh hero dari ras kulit putih Amerika,
White Anglo-Saxon Protestan (WASPs). Sebaliknya secara oposisi biner
merepresentasikan kulit hitam, Asia, Arab dan Latin sebagai “yang lain” (the
other) adalah jahat dan tidak berperadaban.
Secara lebih detil, simbol-simbol yang merepesentasikan kelompok ras
commit to user
tertentu juga dikontruksi oleh Hollywood,
contoh sederhananya adalah janggut
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau kumis. Bagi tokoh antagonis digambarkan berjanggut dan berkumis adalah
ciri-ciri yang menjadi simbol seorang penjahat, apalagi jika ia berasal dari Timur
Tengah dimana pria identik dengan janggut atau kumis. Namun sebaliknya jika
kumis dan janggut dimiliki oleh seorang tokoh protagonis, terutama orang kulit
putih, maka hal itu dikontruksi sebagai simbol keperkasaan seorang pria.
Fiske (1999:9) juga mengatakan bahwa penjahat mempunyai gambaran
seperti non-Amerika, logat, kelakuan, dan bicaranya seperti orang Inggris Raya,
pada penampilan yang lain kelihatan ras Hispanik dan Asia Timur juga muncul.
Tetapi pahlawan laki-laki atau perempuan secara jelas digambarkan dari kelas
menengah, orang amerika yang berkulit putih (White Anglo-Saxon Protestan).
Berdasarkan aspek latar belakang sosial, terlihat bahwa mayoritas
produsen-produsen film Hollywood berusaha menanamkan gagasan bahwa
seorang hero sewajarnya berasal dari masyarakat menegah keatas dan ras kulit
putih. Hal ini tentunya tidak lepas dari anggapan bahwa masyarakat menegah
keatas dan kulit putih memiliki status sosial yang lebih tinggi sehingga dipandang
terhormat, bahkan bisa menjadi sosok idola yang ideal. Disamping itu tidak bisa
dikesampingkan fakta bahwa masyarakat menegah keatas memiliki peranan dan
pengaruh yang lebih kuat dari masyarakat bawah.
Pada akhirnya, terlihat bahwa kebanyakan film Hollywood berusaha
mengkontruksikan penilaian bahwa menjadi masyarakat menengah keatas adalah
kehidupan yang pantas bagi seorang hero. Namun dalam beberapa kasus terlihat
bahwa produsen-produsen Hollywood juga menampilkan masyarakat kelas bawah
commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai seorang hero. Hal ini bisa terjadi karena adanya potensi-potensi yang
dimiliki oleh masyarakat kelas bawah untuk ditampilkan sebagai seorang hero.
2.4.
Penelitian Terdahulu
Untuk meneliti film Megamind akan digunakan penelitian terdahulu
sebagai
rujukan
dan
perbandingan.
Penelitian
ini
sendiri
merupakan
pengembangan atau bahkan upaya untuk menyempurnakan penelitian-penelitian
yang sudah ada sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa penelitian-penelitian
terdahulu yang memiliki persamaan atau kemiripan dengan penelitian ini:
a. Tesis oleh Bima Pranachitra dengan judul “Representasi Byronic Hero
Dalam Novel Frankenstein Karya Mary Shelley”. Program Studi
Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan,
tahun 2010.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif dengan teknik analisis konten Hermeneutika. Dari penelitian
diperoleh hasil bahwa novel tersebut berusaha mengajak pembacanya
melakukan rekonstruksi sosial dengan memberikan edukasi yang
bersifat emansipatoris mengenai nilai-nilai manusiawi dalam sosok
Byronic Hero. Perbedaan antara penelitian oleh Bima dan penelitian ini
adalah pemilihan media yang digunakan, Bima memilih novel untuk
menganalisa representasi hero sedangkan penelitian ini menggunakan
film. Hal ini membuat analisa penelitian menjadi berbeda sebab dalam
film terdapat unsur audio-visual. Perbedaan selanjutnya terletak pada
aktualitas penelitian. Jika Bima memilih novel abad ke 19, akan tetapi
commit to user
penelitian ini menggunakan film Megamind yang dibuat di abad ke 21.
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sehingga isu yang diangkat menjadi lebih segar untuk menggambarkan
fenomena heroisme dalam budaya populer saat ini.
b. Skripsi oleh Yuliawati Sugianto berjudul “Film dan Kepahlawanan:
Citra Superhero Dalam Film Superhero Spiderman”. Jurusan Ilmu
Komunikasi Universitas Kristern Petra, Surabaya, tahun 2009. Jenis
penelitian ini adalah kuantitaif dengan memakai metode analisis isi.
Penelitian ini membagi citra Spiderman sebagai superhero dalam sisi
manusiawi dan sisi sempurna. Hasil penelitian menunjukkan prosentase
sebesar 9,61% citra pahlawan yang sempurna (didominasi penggunaan
senjata atau kekuatan super dan memakai kostum) dan 1,53 % citra
pahlawan manusiawi. Letak perbedaan penelitian oleh Yuliawati dan
penelitian ini adalah metode penelitian. Disamping itu hasil penelitian
Yuliawati juga menunjukkan bahwa citra hero sangat ditekankan oleh
nilai maskulin seperi kekuatan (fisik), berbeda dengan penelitian ini
yang mengkaji sosok Megamind yang mana sosoknya jauh dari kriteria
maskulin.
2.5.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran digunakan untuk memfokuskan ide dalam penelitian,
sehingga diharapkan mampu mempermudah dalam memahami penelitian ini.
Secara singkat kerangka pemikiran ini dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Dalam menganalisa isi pesan dalam cerita film Megamind maka akan terlebih
dahulu difokuskan representasi hero berdasarkan perspektif gender, perilaku, dan
commit tomakna
user dari representasi tersebut maka
latar belakang sosial. Untuk membongkar
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
digunakan analisis semiologi Roland Barthes. Dalam semiologi Barthes terdapat
konsep two order of signification, dimana proses pemaknaan terbagi dalam
tatanan pertama (denotasi) dan tatanan kedua (konotasi). Melalui analisis
semiologi Barthes inilah maka akan diuraikan makna representasi hero dalam film
Megamind berdasarkan makna-makna denotasi, konotasi, dan mitos.
commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI
3.1.
Jenis Penelitian
Film adalah media massa yang memuat banyak makna. Penelitian ini
berusaha mencari dan menguraikan makna tersebut di dalam film Megamind.
Untuk menemukan makna dalam film maka diperlukan analisis terhadap
representasi tanda. Oleh karena menekankan pada representasi, penelitian ini tidak
mendasarkan pada studi empiris (positivistik) tetapi lebih mengarah pada
paradigma kualitiatif. Maka sebab itu jenis penelitian yang akan dilakukan adalah
penelitian kualitatif.
Kualitatif adalah salah satu penelitian formatif yang menggunakan teknik
tertentu untuk mendapatkan jawaban mendalam tentang apa yang dipikirkan dan
dirasakan khalayak. Sedangkan data yang ada dalam penelitian kualitatif adalah
berupa kata-kata dan gambar, bukan berupa angka-angka. Pada dasarnya, dalam
penelitian kualitatif dikenal tiga tingkatan penelitian yaitu: eksploratif, deskriptif,
dan eksplanatif.
Eksploratif merupakan tingkat penelitian awal sifatnya merupakan
penelitian penjelajahan, peneliti harus benar-benar mempunyai sifat terbuka untuk
menghadapi dan menerima segala yang ditemui dan bahkan tidak sama sekali
menggunakan bekal teori atau kerangka pikir dalam menghadapi data di lapangan.
Deskriptif merupakan pengembangan lanjut dari penelitian eksploratif, peneliti
sudah mengetahui beragam variabel yang terlibat dalam sasaran penelitiannya,
commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai lanjutannya peneliti sudah memprediksi variabel-variabel tersebut dalam
kaitan hubungan pada tingkat koleratif. Ekslanatif merupakan kajian lanjut dari
penelitian deskriptif yang mengarah pada studi sebab-akibat (hubungan kasual)
sebagai prediksi lanjutan (Sutopo, 2002:110-111).
Dalam penelitian ini akan dipilih tingkatan deskriptif untuk menjelaskan
makna yang terkandung dalam film Megamind. Selanjutnya agar lebih mendetail
penulis juga menggunakan sistem analisis semiotika untuk mempelajari
representasi hero dalam film Megamind. Sobur (2003:145) menuturkan bahwa
analisis dalam semiotika melihat data seperti teks (dialog), gambar, musik, dan
simbol-simbol lain dalam film sebagai sebuah struktur keseluruhan. Isi dari film
terdiri atas lebih dari sistem kode, bahasa, dan tanda. Ia mencari makna yang laten
atau konotatif,
ini berarti semiotika bersifat
kualitatif sehingga tidak
menggunakan data-data kuantitatif.
Istilah semiotika secara etimologis berasal dari kata Yunani semeion yang
berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar
konvensi sosial yang terbentuk sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu
yang lain (Sobur, 2001:16). Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa,
dan seluruh kebudayaan sebagai tanda (Sobur, 2001:36).
Semiotik juga diartikan sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang
berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain,
pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Zoest,
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1991:15). Sedangkan menurut Materlart dalam Pawito (2008:155-156), analisis
semiotika merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan
makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat pada suatu paket
lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini
adalah segala bentuk sistem lambang (sign) baik yang terdapat pada media massa
maupun diluar media massa.
Meskipun pada awalnya semiotika diterapkan kepada ilmu linguistik
modern, tapi kini semiotika juga digunakan sebagai pendekatan untuk ilmu-ilmu
sosial lainnya, terutama studi komunikasi. Dalam studi komunikasi, semiotika
digunakan untuk menganalisa berbagai pesan-pesan dalam media massa yang
sarat dengan tanda dan makna, diantaranya mencakup: film, iklan cetak dan
elektronik, rubrik di majalah dan koran, hingga program televisi dan radio.
Sebenarnya tiap metode pasti memiliki kelemahan tidak terkecuali pada
metode semiotika. Metode semiotika sangat berorientasi pada pemaknaan dari
sudut pandang individual, inilah yang menjadi kelemahan semiotika karena sangat
bergantung pada kemampuan analisis seseorang. Akan tetapi salah satu
keunggulan semiotika adalah analisanya yang mendalam terhadap makna-makna
yang terdapat di dalam tanda, jadi metode ini mampu mengungkap permasalahan
yang sulit dipecahkan melalui metode lain seperti kuantitaif.
Semiotika bisa dijadikan metode yang tepat untuk mengkaji film, hal yang
perlu diperhatikan adalah tanda-tanda dalam film terkadang bekerja secara bias
atau tersembunyi. Pesan dalam film menjadi bias karena pengemasannya dibuat
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sedemikian rupa, sehingga fokus penonton tertuju pada jalan cerita bukan
terhadap makna-makna yang tergambar dibalik simbol yang ditampilkan dalam
film. Oleh sebab itu, semitoika sebagai studi yang mendalami tanda dianggap
mampu membongkar makna-makna tersembunyi dibalik pesan sebuah film.
Perlu ditambahkan juga bahwa film merupakan bidang yang amat relevan
bagi analisis semiotik. Seperti dikemukakan Van Zoest dalam Sobur (2001:128)
“film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai
sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang
diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film
menciptakan imajinasi dan sistem penandaan. Pada film terutama digunakan
tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Memang,
ciri gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar
yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya”.
Melalui penjelasan Van Zost, dapat dipahami bahwa semitoika dalam film
berbeda dengan kajian semitoika dalam fotograpi. Meskipun terdiri dari aspek
visual (gambar), film merupakan terminologi gambar yang bergerak, berbeda
dengan fotografi yang berupa gambar statis. Sebagai gambar yang bergerak film
bisa menghadirkan unsur dinamis dari obyek yang ditampilkan, kedinamisan ini
membuat gambar pada film lebih sulit untuk ditafsirkan dibandingkan gambar
dalam fotograpi. Selain itu film dibangun atas unsur audio visual, oleh karenanya
film memiliki karakteristik yang berbeda dengan format tanda yang terdapat
dalam iklan cetak (visual saja) atau siaran radio (audio saja).
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berbicara mengenai semiotika tidak bisa lepas dari tokoh-tokoh seperti
Charles Pierce dan Ferdinand de Saussure. Charles Pierce menyebut studinya
sebagai semiotika, sebaliknya metode Ferdinand de Saussure disebut Semiologi.
Pada perkembangan selanjutnya muncul Roland Barthes sebagai penerus de
Saussure, oleh karenanya metode Barthes dapat dikategorikan sebagai semiologi.
Semiologi Roland Barthes menekankan makna sebuah tanda dalam sistem
konotasi dan denotasi. Melalui analisa dengan menggunakan model semiologi
Roland Barthes, peneliti berusaha mempelajari representasi makna-makna hero
(pahlawan) yang terkandung pada film Megamind. Makna tersebut bisa berujud
secara jelas, tersembunyi, disadari, ataupun yang tidak disadari, bahkan oleh
pembuat film (pengirim pesan) sendiri.
3.2.
Pengumpulan Data
Untuk melakukan pengumpulan data, dilakukan pembagian sebagai data
primer dan data sekunder. Data primer untuk penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari sumber data atau tangan pertama di lapangan. Data primer untuk
penelitian ini yaitu dokumentasi. Dokumentasi untuk penelitian ini berupa DVD
film Megamind dan film-film lain yang mendukung dalam penelitian ini. Dengan
menggunakan dokumentasi maka data diperoleh langsung dengan cara mengamati
(observasi) film Megamind.
Selain data primer, peneliti juga akan memanfaatkan data sekunder yang
berasal dari sumber tertulis. Sumber tertulis yaitu data yang didapat dari bukubuku maupun internet. Sehingga untuk data sekunder penelitian ini meliputi: (1)
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Buku yang berhubungan dengan tema penelitian sebagai dasar teori dan, (2)
Bahan dan dokumen dari website yang dapat mendukung data dalam penelitian.
3.3.
Analisis Data
Data dalam film Megamind akan dianalisa dengan menghubungkan nilai-
nilai ideologis dan kultural yang terdapat pada masyarat, oleh karenanya akan
lebih tepat jika memakai metode semiologi Roland Barthes yang identik dengan
pemaknaan secara kultural. Dalam konsep semiologi Barthes terdapat signifikasi
dua tahap (two order of signification) yang terbagi dalam konotasi dan denotasi.
Signifikasi dua tahap Roland Barther akan dijelaskan melalui gambar berikut ini:
Tabel 3.1 Tabel Peta Tanda Roland Barthes
1. Signifier (Penanda)
2. Signified (Petanda)
3. Denotative Sign (Tanda Denotatif)
4. Connotative Signifier
5. Connotative Signified
(Penanda Konotatif)
(Petanda Konotatif)
6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Sumber: Alex Sobur (2003: 69)
Berdasarkan tabel diatas maka dapat dijelaskan bahwa signifikasi tahap
pertama merupakan hubungan antara penanda dan petanda. Sedangkan pada
signifikasi tahap kedua digunakan istilah konotasi. Sebuah pesan memiliki dua
makna denotasi dan konotasi. Konotasi berasal dari kata latin, connotate, ialah
tanda yang mengarah kepada makna-makna kultural yang terpisah, atau dengan
perkataan lain berbeda dengan kata dan bentuk lain dari komunikasi. Kata-kata
commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konotasi melibatkan simbol-simbol, historis, dan hal-hal yang berhubungan
dengan emosional (Berger, 2000: 15).
Konotasi mempunyai makna subyektif atau setidaknya intersubyektif
(Fiske, 2004:118). Jadi dapat dikatakan bahwa makna konotasi bisa saja keluar
dari arti kata yang sesungguhnya sesuai dengan subjektifitas pengguna tanda. Lain
halnya dengan makna denotasi yang menunjukkan arti yang sebenarnya dari katakata. Benny Hoed (2008) juga menyebutkan bahwa konotasi adalah makna baru
yang diberikan oleh pemakai tanda sesuai dengan keinginan, latar belakang
pengetahuannya atau konvensi baru yang ada dalam masyarakat. Konotasi
merupakan segi “ideologi” tanda.
Konotasi sebagai tahap tahap kedua signifikasi berkaitan dengan mitos
yang merupakan ideologi dominan dalam masyarakat. Dalam kerangka Barthes
menyebutkan bahwa konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya
sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Sobur, 2003:71).
Dengan memakai metode konotasi kita bisa melihat makna kultural pada
mitos-mitos yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia
sendiri makna konotasi dapat dilihat melalui simbol yang melekat pada pohon
beringin. Makna konotasi sebuah pohon beringin bagi masyarakat di Indonesia
diantaranya dapat ditelusuri dalam tabel berikut ini:
commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 3.2 Tabel Makna Tanda Pohon Beringin
1. Pohon Beringin
(Penanda)
2. Rindang dan Lebat
(Petanda)
3. POHON BERINGIN (Tanda Denotatif)
4. Pohon Beringin
(Penanda Konotatif)
5. Sarang Mahluk Halus
(Petanda Konotatif)
6. MITOS POHON KERAMAT (Tanda Konotatif)
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa makna denotatif pohon beringin
adalah pohon (tumbuhan) yang rindang dan lebat. Namun secara bersamaan
masyarakat Indonesia menganggap bahwa pohon beringin merupakan tempat
hunian atau sarang para makhluk halus. Karena anggapan masyarakat tersebut
kemudian muncul mitos bahwa pohon beringin adalah simbol pohon yang
“keramat” di Indonesia. Mitos pohon beringin tersebut menjadi makna konotasi
yang secara kultural terbentuk ditengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini.
Dalam prakteknya, media massa dapat dipandang memiliki andil besar
dalam membentuk mitos, contohnya mitos seorang hero dalam film. Pada suatu
film, terutama film Hollywood bergenre laga (action), cenderung menampilkan
hero sebagai sosok yang maskulin, berkepribadian lurus, dan memiliki latar
belakang sosial yang bagus. Hal ini kemudian menjadi gagasan dominan atau
mitos yang membenarkan bahwa idealnya seorang hero haruslah perkasa,
berprilaku lurus, dan berasal dari masyarakat golongan menengah atas.
Namun ketika seorang hero digambarkan secara sebaliknya, seperti pada
kasus Megamind dimana ia tidak perkasa, tidak lurus, dan bukan dari golongan
commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menengah atas, maka akan muncul pembenaran-pembenaran oleh seorang
pembuat film. Pembenaran-pembenaran dalam film Megamind ini dapat dilihat
sebagai proses pembentukan kembali mitos mengenai seorang hero dari sudut
pandang yang berbeda dan tentunya masih baru bagi penonton.
Secara singkat tahapan-tahapan analisis data dilakukan sebagai berikut.
Langkah awal dalam analisis data adalah memilih adegan-adegan yang
menandakan adanya representasi hero dalam film Megamind. Kemudian setelah
dipilih, maka adegan-adegan akan disusun berdasarkan kategorisasi yang telah
dibuat, yaitu representasi berdasarkan bias gender, perilaku, dan latar belakang
sosial. Barulah setelahnya akan dianalisis menggunakan teknik semiologi Roland
Barthes yang terdiri dari signifikasi tahap pertama (denotasi) dan signifikasi tahap
kedua (konotasi) kemudian mitos. Hasil akhir analisis data yakni berupa
bagaimana makna representasi hero yang terkandung dalam film Megamind jika
dilihat berdasarkan bias gender, perilaku, dan latar belakang sosial.
commit to user
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Obyek Penelitian
4.1.1. Sinopsis Film
Film ini menceritakan tentang Megamind yaitu seorang penjahat yang
beralih profesi menjadi pahlawan. Awal kisah dimulai ketika Megamind yang
baru menginjak usia 4 hari mengalami kejadian tragis karena planet yang
ditempatinya hancur. Beruntung orang tua Megamind berhasil mengungsikannya
ke bumi. Untuk menemani sang bayi, orang tua Megamind menitipkannya ikan
luar angkasa yang bernama Minion.
Setelah planet asalnya hancur dan ditinggalkan kedua orang tuanya, nasib
sial yang menimpa Megamind belum berhenti. Ia harus bersaing dengan mahkluk
luar angkasa lainnya, yaitu Metro Man. Kehidupan Megamind dan Metro Man
bagaikan yin dan yang. Jika Metro Man adalah anak yang bernasib beruntung,
maka sebaliknya Megamind harus menjalani hidup penuh lika-liku.
Perbedaan nasib yang dialami Megamind dan Metro Man dikarenakan
keduanya besar dari lingkungan yang berbeda. Metro Man dibesarkan dalam
lingkungan yang baik, sebaliknya Megamind harus tumbuh di tengah kehidupan
penjara yang kelam. Beruntung Megamind memiliki sahabat sekaligus
pendamping setianya, Minion, dalam menghadapi cobaan hidupnya.
Pada masa kanak-kanak Metro Man selalu mendapat perhatian lebih
commit
to user
karena kemampuan supernya yang
bisa
membuat orang senang, sedangkan
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind yang mencoba menarik perhatian dengan eksperimennnya justru
membuatnya dijauhi oleh teman-teman dan gurunya. Semakin hari Megamind
kecil makin sering dikucilkan oleh teman-temannya, ia pun tumbuh menjadi
seorang penyendiri. Meskipun tidak memiliki teman namun Megamind memiliki
Minion yang menjadi satu-satunya sahabat setia baginya.
Bosan karena merasa tidak bisa menjadi orang baik seperti Metro Man,
akhirnya Megamind kecil memutuskan untuk menjadi penjahat. Kejahatan
Megamind dimulai dengan mengacau di sekolah dan penjara, dia pun
mengikrarkan permusuhan dengan Metro Man. Sejak itulah keduanya memulai
rivalitas yang diwarnai dengan pertarungan panjang.
Megamind memang memilih berpihak di sisi penjahat, namun ia bukanlah
sosok penjahat pada umumnya yang kejam atau psikopat. Megamind merupakan
sosok penjahat nakal yang lucu dan ceroboh, ia juga sangat usil dan gemar berbuat
onar. Perlaku-perilaku inilah yang kemudian membuat warga Metro City jengkel
dan muak kepada Megamind.
Sebaliknya Metro Man adalah sosok pahlawan karismatik yang sangat
diidolakan warga Metro City. Disamping itu Metro Man juga memiliki kekuatan
super yang tidak mungkin dijangkau oleh Megamind. Oleh karena itu Megamind
memanfaatkan “kecerdasan supernya” untuk menciptakan berbagai mesin dan
strategi yang membuatnya siap menghadapi Metro Man.
Meski berbagai cara yang ditempuh mengalami kegagalan, namun
commit melalui
to user rencana yang matang Megamind
Megamind pantang menyerah. Akhirnya
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berhasil menghabisi Metro Man. Sesungguhnya Metro Man tidak tewas ditangan
Megamind, ia hanya merekayasa kematiannya karena ingin memutuskan berhenti
menjadi superhero. Rencana Metro Man berhasil dan ia sukses mengelabui
Megamind dan semua warga Metro City dengan kematian palsunya.
Pasca kepergian Metro Man, warga Metro City tidak lagi punya superhero
yang akan melindungi mereka. Kemenangan ini awalnya menyebabkan
kebahagiaan besar dan kebanggaan dalam dirinya, seiring ia terjerumus dalam
keserakahan (mencuri uang dari bank dan lukisan Monalisa dari Louvre), perilaku
sembrono
(menghancurkan
bangunan
kota
dan
kendaraan),
dan
sifat
menyombongkan diri yang berlebihan.
Sebenarnya, setelah kepergian Metro Man, Megamind sedikit demi sedikit
mengalami perubahan dalam hidupnya. Megamind mulai berubah menjadi baik
hati, hal itu terjadi karena dia jatuh cinta kepada seorang reporter cantik yang
bernama Roxanne Ritchie. Salah satu satu contoh perubahan Megamind terjadi
ketika ia membersihkan jalan-jalan dikota dan taman. Disamping itu Megamind
juga berusaha membereskan berbagai permasalahan lainnya di Metro City yang
terjadi karena ulahnya.
Meskipun suasana hatinya menjadi lebih baik dengan kehadiran Roxane
namun Megamind tidak mampu menutupi kegalauan dalam dirinya. Megamind
tetap bosan dan merasa kehilangan arah hidup setelah kepergian Metro Man.
Megamind kemudian menjadi penjahat yang kesepian, karena setelah dia
mengalahkan Metro Man, tidak ada lagi orang yang menghalanginya. Kemudian
commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind beranggapan bahwa sia-sia menjadi penjahat jika tidak ada pahlawan
yang menghentikannya.
Megamind lalu memutuskan untuk menciptakan seorang superhero baru
untuk berperang melawan dirinya. Melalui kejeniusannya ia mengekstrak
kekuatan super Metro Man dan mencari seorang calon kandidat superhero. Ketika
ingin mencari calon supehero Megamind secara tidak sengaja memberikan
ekstraksi kekuatan super kepada seorang pemuda bernama Hall.
Hall kemudian dilatih dan dididik Megamind menjadi superhero. Bahkan
Megamind memberikannya nama panggilan Titan. Akan tetapi harapan
Megamind untuk menjadikan Titan seorang superhero justru berubah menjadi
bencana terburuk. Titan pahlawan yang diciptakan dan juga dilatih oleh
Megamind malah menjadi penjahat yang bahkan lebih kejam darinya.
Ditengah kebingungannya terhadap permasalahan Titan, Megamind justru
menemukan jiwa pahlawan yang sebenarnya tersembunyi dalam dirinya.
Megamind selanjutnya mengambil langkah untuk melawan Titan. Pertarungan
sengit antara Megamind dan Titan akhirnya terjadi. Titan yang memiliki kekuatan
super berada di atas angin dan berhadil mendesak Megamind.
Namun dengan kecerdikannya Megamind berhasil mengalahkan Titan
dengan aksi yang brilian. Akhir cerita Megamind berhasil menghentikan sepak
terjang Titan dan menjebloskannya ke penjara, ia kemudian menjadi penyelamat
Metro City. Setelah menjadi penyelamat kota Metro City wargapun mengadakan
commit
to user Film ini memberi kesan bahwa
pesta untuk menyambut pahlawan
baru mereka.
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind yang semula pecundang kemudian sanggup berubah menjadi
pemenang, ia yang awalnya merupakan penjahat mampu menjadi pahlawan.
4.1.2. Data Film Megamind
Megamind adalah film animasi 3D yang bertema komedi dan superhero.
Film ini diproduksi oleh DreamWorks Animation dan Red Jam Productions, serta
didistribusikan oleh Paramount Pictures. Di Indonesia, film ini dirilis pada
tanggal 5 November 2010. Film Megamind disutradarai oleh Tom McGrath yang
namanya terangkat setelah berhasil mengarahkan trilogy Madagascar. Sutradara
satu ini memiliki jam terbang tinggi di dunia animasi karena telah berperan dalam
berbagai posisi pada berbagai film animasi.
Dalam pembuatan film Megamind, DreamWorks Animation masih
mengusung formula yang biasa mereka gunakan, yaitu memanfaatkan bintang
besar sebagai pengisi suara. Oleh karena itu dipilih nama-nama tenar dalam film
ini, diantaranya; Will Ferrell, Tina Fey, Jonah Hill, David Cross, dan juga Brad
Pitt. Karena keberadaan nama-nama bintang yang sudah dikenal luas oleh publik,
film Megamind berhasil meraup pemasukan sebesar $321 juta dengan budjet $130
juta. Selain sukses mendulang keuntunga, film Megamind juga berhasil meraih
penghargaan Top Box Office Films dalam ajang ASCAP Film and Television
Music Awards. Penghargaan itu diberikan atas nama Hans Zimmer dan Lorne
Balfe yang menjadi penata musik dalam film Megamind.
Sekilas film Megamind mengingatkan pada film The Incredibles yang
pernah dibuat oleh Pixar Studio ditahun 2004. Tapi kemiripan antara film
commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
produksi Pixar Studio dan DreamWorks Animation bukanlah hal baru mengingat
keduanya bersaing untuk menjadi studio animasi terbesar didunia. Film-film yang
produksi oleh Pixar seperti A Bug's Life (1998), Monsters, Inc. (2001),
dan Finding
Nemo
(2003)
mempunyai
kemiripan
dengan
film
Antz (1998), Monsters vs Aliens (2009), dan Shark Tale (2004) yang dibuat oleh
DreamWorks. Demikian pula dengan Chicken Run (2000) dan Madagascar
(2005) milik DreamWork yang juga mirip dengan Chicken Little (2005) dan The
Wild (2006) dari Disney, studio yang selama ini mengedarkan film-film Pixar.
Walaupun mengangkat tema yang sama dengan film The Incredibles
namun film Megamind menampilkan sisi yang berbeda. Jika The Incredibles
merupakan film yang menampilkan superhero seperti pada umumnya, namun film
Megamind justru menampilkan seorang hero secara berbeda. Keunikan film
Megamind karena tokoh utama dalam film ini bukanlah seorang superhero yang
baik hati namun seorang penjahat super. Memilih penjahat menjadi seorang
pemeran utama menjadi keunikan film Megamind, oleh karena itu tagline dalam
film ini adalah “The Superhero Movie Will Never be The Same”.
Di tahun 2011, kemudian dirilis film kelanjutan dari Megamind,
berjudul Megamind: The Button of Doom. Film pendek yang disutradarai oleh
Simon J. Smith ini dirilis dalam format DVD/Blu-ray yang disertakan dalam film
prosedornya pada tanggal 25 Februari 2011. Pengisi suara dalam ini kembali
dipilih kepada Will Ferrell sebagai Megamind dan David Cross sebagai Minion.
Film
ini
saat
hari
pertama Megamind dan sidekicknya Minion melakukan
commit to user
pekerjaannya sebagai pelindung di Metro City setelah mengalahkan Titan.
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikut ini adalah data mengenai film Megamind yang diperoleh dari Imdb
(Internet Movie Data Base) dan Wikipedia:
1.
Genre
: Action & Adventure, Animation, Comedy,
Kids & Family
2.
Sutradara
: Tom McGrath
3.
Produser
: Lara Breay dan Denise Nolan Cascino
4.
Executive Produser
: Ben Stiller dan Stuart Cornfeld
5.
Penulis
: David Lindsay-Abaire dan Jeanine Tesori
6.
Musik
: Hans Zimmer dan Lorne Balfe
7.
Sinematrografi
: Phill “Captain 3D” McNally
8.
Studio Film
: DreamWorks Animation, Pacific Data
Images, dan Red Hour Productions
9.
Distributor
10. Pengisi Suara
: Paramount Pictures
: Will Ferrel (Megamind), Brad Pitt (Metro
Man), Tina Fey (Roxanne Ritchie), Jonah
Hill (Hal Stuart dan Titan), David Cross
(Minion) dan Ben Stiller (Bernand)
11. Tanggal Keluar
: 28 Oktober 2010 (Rusia) dan 5 November
2010 (USA)
12. Durasi
: 96 menit
13. Bahasa
: Inggris
14. Anggaran
: $ 130 juta
15. Pendapatan Kotor
: $ 321 juta
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.1.3. Tokoh-Tokoh Dalam Film Megamind
Megamind
Tokoh utama dalam film ini yang merupakan alien
dengan penampilan yang menyeramkan tetapi nyentrik
dan lucu. Karakternya nakal dan gemar berbuat onar,
namun sangat cerdas dan pantang menyerah. Dengan
berbagai penemuannya membuat Megamind mampu
menghadapi lawan-lawannya, walalupun terkadang alatalat ciptaannya justru merepotkan dirinya sendiri. Trauma yang dialaminya ketika
kecil membuat Megamind memilih menjadi penjahat, meskipun begitu kehadiran
Roxanne berhasil melunakkan hati Megamind dan membuatnya menjadi
pahlawan. Komedian Will Ferell dipercaya mengisi suara Megamind dan berhasil
membuat karakter ini semakin kocak.
Minion
Minion adalah ikan luar angkasa yang mampu berbicara.
Ia menjadi sahabat setia Megamind yang selalu berada
disamping Megamind. Wujud Miniom menyerupai ikan
predator Piranha yang memiliki gigi-gigi tajam dan
berwana gelap sehingga ia terlihat ganas. Akan tetapi
Minion sesungguhnya berkarekter ceria, lucu dan polos. Minion seringkali
menjadi kelinci percobaan untuk alat ciptaan Megamind.
commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Roxane Ritchi
Kekasih Megamind yang berprofesi sebagai wartawan
(reporter) pada salah satu stasiun televisi di Metro City.
Mulanya Roxane sangat membenci Megamind karena
ulahnya yang senang membuat kekacauan. Akan tetapi
setelah mengenal Megamind lebih dekat Roxane justru
menjadi suka padanya. Selanjutnya Roxane menjadi
sosok yang menginspirasi Megamind untuk menjadi pahlawan. Tokoh ini
digambarkan sebagai perempuan cantik yang penuh rasa ingin tahu dan kritis.
Artis Tina Fey dipilih untuk mengisi suara karakter satu ini.
Metro Man
Metroman merupakan rival Megamind sejak kecil.
Meskipun saling bermusuhan akan tetapi Metro Man
menjadi salah satu tokoh yang menuntun Megamind
menjadi seorang pahlawan. Awalnya Metro Man
merupakan superhero yang melindungi Metro City
sehingga ia sangat dicintai oleh warganya. Suatu hari ia bosan karena terus
menghadapi Megamind dan menjadi pahlawan, maka ia memutuskan “pensiun”
menjadi superhero dan beralih profesi menjadi musisi dengan julukan Music Man.
Pada saat menjadi superhero, Metro Man merupakan sosok yang karismatik, kuat,
dan memiliki penampilan fisik yang menarik. Aktor papan atas Brad Pitt, berperan
menjadi pengisi suara Metro Man.
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Titan
Sebelumnya memiliki nama asli Stewart Hal. Di awal
cerita ia menjadi juru kamera sekaligus rekan kerja
Roxane. Hal adalah orang yang bodoh dan paranoid.
Kisah hidupnya yang monoton berubah setelah alat
ciptaan Megamind secara ”tidak sengaja” membuatnya
memiliki
kekuatan
super.
Setelah
mendapatkan
kekuatan super, Megamind mengharapkan agar Hal menjadi seorang superhero
yang diberi nama julukan Titan (Tighten). Namun harapan Megamind musnah
setelah Hall memilih menjadi penjahat. Dengan kekuatan supernya, Titan menjadi
penjahat super (Super Villian) yang berhasil menduduki kota Metro City dan
menebar teror di kota itu. Aktor komedian bertubuh tambun, Johan Hill, menjadi
pengisi suara Stewart Hal danTitan.
4.1.4. Profil Produsen Film
DreamWorks,
LLC,
juga
dikenal
sebagai DreamWorks
Pictures, DreamWorks SKG, atau DreamWorks Studios, adalah perusahaan
pembuat film utama di Amerika Serikat, yang membuat, menghasilkan dan
memasarkan film-film, video permainan dan program-program televisi. Mereka
telah menghasilkan ataupun memasarkan tidak kurang dari sepuluh buah film
dengan pendapatan kotor dari film-film yang mencapai "box-office" sebesar US$
100 juta per filmnya.
Perusahaan ini mulai didirikan pada tahun 1994 sebagai wadah untuk
commit to user
menuangkan ide-ide terbaik dari pakar media, Steven Spielberg, Jeffrey
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Katzenberg, dan David Geffen(Inisial dari ketiga pendiri itu,
yaitu S
dari Spielberg, K dari Katzenberg dan G dari Geffen membentuk tulisan SKG
yang tampak pada bagian bawah dari logo perusahaan ini) untuk membuat
sebuah studio Hollywood yang baru. DreamWorks mempunyai logo bulan sabit
yang terdapat gambar seorang anak sedang memancing dengan backgorund awan
biru langit gelap.
Pada
DreamWorks
perkembangannya
setuju
untuk
di
bulan Desember2005,
menjualnya
ke Viacom,
ketiga
perusahaan
pendiri
induk
dariParamount Pictures. Proses penjualan ini dapat diselesaikan pada bulan
Februari 2006. Salah satu bagian dari perusahaan ini yang membidangi animasi
dipisahkan dari perusahaan induknya pada tahun 2004, menjadi DreamWorks
Animation SKG. Film-filmnya diedarkan Paramount Pictures, namun bagian
animasi tetap merupakan bagian yang terpisah baik dari Paramount Pictures
maupun Viacom.
Pada tahun 2008, DreamWorks memutus kemitraan dari Paramount dan
membayar US$1.5 triliun untuk produksi film dari Reliance ADA Group, namun
setahun kemudian bekerja sama lagi kepada Paramount. Pada tanggal 9
Februari 2009, DreamWorks dan Paramount memasuki 6 tahun, 30 produksi film
oleh The Walt Disney Company, yang memegang DreamWorks sebanyak 50%.
commit to user
63
perpustakaan.uns.ac.id
4.2.
digilib.uns.ac.id
Hasil Penelitian
Analisis terhadap film Megamind yang menjadi obyek penelitian ini akan
dilakukan dengan mengartikan tanda-tanda dalam film yang merepesentasikan
figur seorang hero. Beberapa adegan yang diangap menunjukkan bagaimana
konsep seorang hero akan dipilih berdasarkan unsur komunikasi verbal dan nonverbal. Adegan-adegan yang telah dipilih dalam film ini akan terbagi menjadi
shoot-shoot gambar yang akan dianalisis menggunakan metode semiologi.
Hasil data dari penelitian ini akan didasarkan melalui uraian-uraian adegan
yang telah dianalisa berdasarkan semiologi model Roland Barthes. Penggunaan
semiologi model Roland Barthes dipilih untuk melihat makna isi pesan dalam film
Megamind berdasarkan pendekatan sosial-budaya. Dengan memakai semiologi
model Barthes maka analisis data akan dilakukan melalui dua tahap signifikasi,
yaitu denotasi dan konotasi kemudian mitos.
Pada tahap pertama atau denotasi akan menggambarkan wujud paling
nyata dari tanda. Sedangkan signifikasi tahap kedua atau konotasi adalah
bagaimana tanda tersebut digambarkan. Pada signifikasi tahap kedua kemudian
terdapat mitos, dimana tanda-tanda tersebut memiliki keterkaitan dengan sistem
budaya dimana tanda tersebut dibuat. Oleh karena itu, langkah pertama untuk
menganilisis data dalam penelitian ini adalah mengamati tiap-tiap adegan yang
telah dipilih untuk diuraikan menjadi makna denotasi dan makna konotasi.
Kemudian langkah kedua adalah menyusun analisis mitos terhadap semua adegan
yang telah dianalisis berdasarkan makna denotasi dan makna konotasi.
commit to user
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebelum memulai pembahasan maka akan terlebih dahulu akan dianalisa
bagaimana realitas hero dalam perspektif budaya masyarakat Barat. Menurut
Sebastian,
seseorang
dianggap
menjadi pahlawan karena
mempunyai
“kelebihan khusus” dan melakukan hal-hal yang jauh melampaui kemampuan
orang-orang biasa. Kelebihan seorang pahlawan tersebut kemudian sangat
menonjol dan membuat mereka mampu merubah kehidupan masyarakat luas
bahkan merombak suatu peradaban. Dalam budaya Yunani Kuno simbol
pahlawan hadir melalui sosok Aleksander Agung, yang mampu menaklukkan
teritori yang sangat luas dari Yunani sampai India dan melingkupi 14.000 mil
ke arah Timur Yunani. Karena kemampuannya itu, Alexander dianggap
mampu melakukan pencapaian besar yang kemudian merubah masyarakat
Eropa dan Asia pada saat itu.
Pada era modern sosok-sosok pahlawan bagi masyarakat Barat hadir
dalam berbagai tokoh-tokoh penting yang memiliki pencapaian luar biasa
dibidang-bidang tertentu. Amerika misalnya melihat simbol pahlawan pada sosok
penemu seperti Thomas Alfa Edison yang memajukan peradaban manusia melalui
alat-alat ciptaannya. Selain itu masih banyak pahlawan dibidang lainnya seperti
John F. Kennedy dan George Washington yang merupakan presiden sekaligus
tokoh politikus penting di Amerika. Kemudian masih ada simbol-simbol
pahlawan lainnya seperti Abraham Lincoln dan Marthin Luther King yang
menjadi tokoh yang memperjuangkan persamaan hal sipil di Amerika Serikat.
Meskipun tiap-tiap pahlawan bagi masyarakat Amerika memiliki bidang
yang berbeda-beda namun mereka
memiliki
persamaan yaitu mereka melakukan
commit
to user
65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pencapaian besar yang mampu merubah masyarakat di Amerika bahkan dunia.
Oleh karena itu secara tidak langsung pencapaian merupakan simbol seorang
pahlawan dalam realita masyarakat di Barat, khususnya di Amerika Serikat.
Namun realitas hero dalam masyarakat Barat telah dikontruksi ketika dimasukkan
kedalam produk-produk media massa, termasuk film. Alhasil tidak mengherankan
jika nilai realita pahlawan didunia nyata dan didunia film belum tentu tepat.
Menurut Fauzi Hermawan, hero merupakan gambaran yang diidealkan
pengarang atau lazim disebut ideologisasi, dimana pengarang memimpikan
sebuah bentuk keidealan akan sebuah realitas. Hero tidak lebih hanyalah sebuah
bentuk konstruksi. Michael Foucault mengingatkan, dalam setiap teks yang
muncul seringkali hadir sebuah peristiwa yang disebut sebagai “ironi heronisasi”
(irony of heronization). Artinya hero pada akhirnya oleh semua orang secara
bertubi-tubi dikonstruksi untuk menjadi sebuah simbol. Ia hadir sebagai cerminan
hasrat akan keidealan. Apabila menganggap bahwa sosok hero sebagai refleksi
kenyataan sosial yang melingkungi teks maka anggapa itu kuranglah tepat
(www:catatanferryfauzi.blogspot.com/2013/04/).
Jika ditinjau dari ideologi masyarakat Barat maka konsep pahlawan
didalam film dapat dikategorikan berdasarkan aspek maskulinitas, perilaku, dan
latar belakang sosial. Oleh karena itu dalam membahas simbol-simbol dalam film
Megamind yang menyakut isu heroisme akan mencakup tiga korpus, yaitu: (a).
representasi hero berdasarkan maskulinitas, (b). representasi hero berdasarkan
perilaku individual, dan (c). representasi hero berdasarkan latar belakang sosial.
commit to user
Berdasarkan ketiga unsur tersebut maka diperoleh data sebagai berikut:
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2.1. Representasi Megamind Berdasarkan Maskulinitas
Febriyanti (2011) menuturkan bahwa sebelum membahas maskulinitas
secara lebih mendalam, perlu dimengerti dahulu konsep gender. Karena
maskulinitas berhubungan dengan gender. Sifat dan perilaku tentang perempuan
dan laki-laki yang diatur gender, berkaitan dengan sifat-sifat maskulin dan
feminin. Maskulin adalah sifat yang dilekatkan pada laki-laki sementara feminin
adalah sifat yang dilekatkan pada perempuan. Maskulinitas merupakan
seperangkat harapan, idealisasi tentang bagaimana seharusnya laki-laki berpikir,
bertindak dan tampil dalam suatu kultur.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa maskulinitas
merupakan sebuah konsep untuk menggambarkan pria ideal dan wanita ideal.
Oleh karena itu dalam korpus ini akan dibahas mengenai figur Megamind jika
dihubungkan dengan konsep lelaki ideal (maskulin). Untuk mempermudah analisa
tersebut maka dalam korpus ini akan dibagi menjadi dua kategori, yaitu; a). Nilai
Maskulinitas Megamind, dan b). Heroisme Pria Dalam Bias Gender.
a.
Nilai Maskulinitas Megamind

Nilai Maskulinitas Megamind Dalam Adegan 8
Time Code: 03:03 - 03:13
Shoot 1
Shoot 2
commit to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Shoot 3
Shoot 4
Kode Verbal Dalam Adegan 8
Megamind
: Di sisi lain Metro man memiliki kehidupan yang berlimpah,
kekuatan terbang, kekebalan, dan rambut yang keren (On
Screen - Voice Over).
Megamind
: Sementara aku punya sesuatu yang jauh, jauh lebih besar, yaitu
pengetahuanku yang menakjubkan.
Megamind
: Bakat untuk menciptakan alat penghancur.
Makna Denotasi Dalam Adegan 8
Adegan 8 dimulai ketika Megamind menceritakan kenangan di masa
kecilnya. Dalam shoot 1 diperlihatkan bagaimana Metro Man kecil sedang terbang
mengangkat ibunya. Selanjutnya ketika shoot 2, Megamind kecil tampak sedang
memegang palu yang digunakan untuk pelat besi bekas. Dalam shoot 3
menampilkan Megamind yang mengolah pelat besi tersebut dengan menggunakan
perlengkapan las untuk menciptakan sebuah benda. Shoot 4 memperlihatkan
Megamind kecil gembira setelah berhasil menciptakan sebuah sepeda dengan
senjata penghancur yang dibuatnya dari bahan-bahan besi bekas di penjara.
commit to user
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Potongan adegan 8 menampilkan bagaimana citra antara Megamind dan
rivalnya Metro Man, sedangkan dari dialog dan gambarnya terdapat makna
mengenai perbedaan citra diantara kedua karakter tersebut. Metro Man diceritakan
memiliki kemampuan untuk terbang, kekuatan super, dan rambut yang bagus.
Sebaliknya Megamind menampilkan citra yang berseberangan dengan Metro
Man, Megamind tidak memiliki kekuatan super, selain itu ia juga tidak memiliki
rambut yang bagus karena botak. Meskipun tidak memiliki kekuatan super akan
tetapi Megamind memiliki kecerdasan yang menjadi kelebihannya.
Makna Konotasi Dalam Adegan 8
Makna kontasi dalam adegan 8 berhubungan dengan bagaimana seorang
hero direpesentasikan berdasarkan nilai maskulinitas. Nilai maskulinitas sangat
berkaitan erat dengan perkembangan peradaban manusia. Istilah ini semakin
populer bagi masyarakat Barat di zaman Yunani kuno. Pada era Yunani Kuno dan
Romawi, masyarakat Barat memiliki nilai tradisional yang memandang tinggi ide
tentang lelaki ideal (maskulin) dimana laki-laki haruslah perkasa. Disamping itu
laki-laki juga diwajibkan memiliki penampilan mempesona yang bisa dilihat dari
bentuk tubuh yang berotot, wajah yang tampan, serta gaya potongan rambutnya.
Gagasan mengenai pria ideal yang perkasa dan tampan terus dipertahankan
hingga berabad-abad lamanya hingga berkembang menjadi mitos untuk
merepesentasikan figur seorang hero. Namun dalam perkembangannya ide-ide
mengenai maskulinitas mulai berubah-ubah, hal ini disebabkan oleh masyarakat
saat ini yang memiliki beragam persepsi mengenai konsep pria ideal. Oleh karena
commit to user
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
itu wajar saja jika muncul kecenderungan untuk merepesentasikan figur seorang
hero dari sudut pandang yang berbeda.
Judi Wajcman (2001:163) menyebutkan bahwa dewasa ini kehidupan
masyarakat barat tidak dapat lepas dari teknologi. Kemajuan teknologi saat ini
merupakan aspek dominan yang berpengaruh terhadap kebudayaan, sehingga
muncul wacana bahwa polaritas antara ilmu pengetahuan dan sensualitas, barang
dan manusia menggambarkan sistem simbol dan metafora dimana stereotype lakilaki lebih dekat dengan teknologi karena cenderung mengandalkan logika dan
rasio. Sehingga Wajcman menyimpulkan bahwa dalam dunia yang dipenuhi
dengan teknologi dan industri dimana ilmu pengetahuan dan rasionalitas sangat
dihargai menyebabkan perempuan semakin terperosok dalam konstruksi bahwa
mereka adalah inferior sedangkan laki-laki adalah superior.
Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa saat ini dimana ilmu
pengetahuan sangat dihargai, laki-laki didorong untuk menjadi individu cerdas
yang mengandalkan logika dan rasio. Alhasil, kini konsep laki-laki ideal tidak
selalu identik dengan kekuatan namun bisa juga dihubungkan dengan kecerdasan.
Terkait dengan pernyataan tersebut maka potret hero laki-laki yang cerdas
ditampilkan oleh karakter Megamind dalam adegan 8. Dalam adegan ini
Megamind menjadi simbol orang yang sangat cerdas sehingga ia mampu
menciptakan berbagai alat walaupan hanya berbekal bahan-bahan seadanya.
Kemampuan Megamind dalam menciptakan berbagai alat canggih
menunjukkan bahwa kecerdasan yang dimilikinya mampu menggantikan
commit to user
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kekurangannya yang tidak memiliki fisik yang kuat. Oleh karenanya simbol
kecerdasan Megamind dalam adegan 8 menandakan bahwa seorang hero tidak
harus selalu kuat, meskipun begitu ia dituntut untuk memiliki keahlian lain yang
menonjol. Sedangkan dalam kasus Megamind, hal yang membuatnya menonjol
adalah kecerdasannya dalam menciptakan alat berteknologi canggih.
Karakter Megamind sebagai lelaki yang lemah menandakan bahwa
pembuat film tidak menonjolkan mitos mengenai hero yang identik dengan fisik
yang menawan dan perkasa (kuat). Hal ini terbukti dalam adegan 8 yang
menampilkan Megamind sebagai simbol yang lemah karena tidak memiliki
keuatan super, selain itu ia berpenampilan tidak menarik terutama karena
rambutnya yang botak. Meskipun lemah dan tidak menarik, Megamind tetap
merepesentasikan sosok hero karena ia adalah simbol lelaki yang cerdas. Dengan
kecerdasannya itu ia mampu menutupi kekurangannya sebagai orang yang lemah.

Nilai Maskulinitas Megamind Dalam Adegan 12
Time Code : 04:39 - 04:54
Shoot 1
Shoot 2
commit to user
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Shoot 3
Kode Verbal Dalam Adegan 12
Megamind
: Sementara mereka sedang belajar “itsy bitsy spider” (menyanyi).
Aku belajar bagaimana untuk mengeringkan obyek (benda) padat,
dan mengembalikannya seperti semula (On Screen - Voice Over).
Makna Denotasi Dalam Adegan 12
Adegan 12 dalam film ini menampilkan Megamind yang sedang
melakukan eksperimen dengan Minion di dalam kelas. Shoot 1 menampilkan
gambar Megamind yang sedang memegang sebuah senjata berbentuk pistol dan
menembakkannya kearah Minion. Saat ditembakkan oleh Megamind pistol
tersebut mengeluarkan cahaya biru berbentuk laser. Sebagai latar dalam shoot ini
diperlihatkan gambar seorang siswa yang memegang banjo (gitar kecil) dan
dikelilingi teman-temannya sambil bernyanyi bersama-sama.
Shoot 2 menampilkan kejadian yang terjadi setelah pistol tersebut
ditembakkan dan kemudian merubah Minion menjadi kotak atau kubik biru
berukuran kecil. Dalam shoot 3 memperlihatkan Minion yang kembali kewujud
semula setelah Megamind memberikan setetes air dari gelas berwarna putih.
commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nampak keduanya saling bertukar senyuman yang menunjukkan isyarat bahwa
eksperimen Megamind telah berhasil.
Makna dalam shoot ini menunjukkan bahwa Megamind sedang melakukan
uji coba menggunakan alat ciptaannya secara sendirian. Di sisi lain teman-teman
sekelas Megamind justru melakukan aktivitas yang lainnya, yaitu mengikuti
pelajaran kesenian atau bernyayi secara bersama-sama. Selanjutnya dialog dalam
adegan ini menunjukkan bahwa Megamind lebih memilih bereksperimen daripada
melakukan aktivitas yang dikerjakan oleh teman-temannya. Pada akhir adegan ini
menunjukkan jika alat ciptaan Megamind berhasil setelah diuji coba. Kemudian
Megamind menemakannya alat ciptaannya sebagai dehydration animantion
object, yakni alat laser untuk merubah-ubah benda padat.
Makna Konotasi Dalam Adegan 12
Laser (Light Amplification
by
Stimulated
Emission
of
Radiation)
merupakan mekanisme suatu alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik
yang biasanya dalam bentuk cahaya yang tidak dapat dilihat maupun dapat lihat
dengan mata normal, melalui proses pancaran testimulasi. Sejak diperkenalkannya
laser pada tahun 1960, sebagai “sebuah penyelesaian suatu masalah”, maka
dalam perkembangannya laser telah digunakan secara meluas, dalam bermacammacam aplikasi modern. Secara umum, laser dianggap suatu pencapaian teknologi
yang paling berpengaruh dalam abad ke-20 (http://id.wikipedia.org/wiki/Laser).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa laser merupakan
salah satu teknologi paling canggih saat ini. Oleh karena itu alat-alat yang
commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan laser merupakan benda yang menjadi simbol teknologi tinggi.
Sedangkan dalam film ini, laser merupakan teknologi yang menjadi ciptaan
Megamind dan diperlihatkan secara jelas dalam adegan 12. Adegan ini
menampilkan Megamind yang melakukan eksperimen menggunakan alat laser
ciptaannya yang disebut dehydration animantion object.
Alat laser ciptaan Megamind mencerminkan benda berteknologi canggih,
sedangkan Megamind sebagai pencipta alat tersebut merepesentasikan seorang
hero yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Seperti yang kita ketahui
bahwa ditengah-tengah masyarakat yang kini sangat mengangung-agungkan
teknologi dan ilmu pengetahuan maka hero dari kalangan pria dituntut menjadi
individu yang cerdas.
Selain itu makna kontasi dalam adegan ini menunjukkan jika Megamind
memiliki kecerdasan yang melampaui teman-teman atau orang disekitarnya.
Pernyataan ini merujuk dari adegan 12 yang menampilkan Megamind saat
melakukan eksperimennya secara sendirian, sementara teman-teman sekelasnya
melakukan aktivitas yang berbeda yaitu mengikuti pelajaran kesenian. Hal
tersebut menandakan sebuah perbandingan bahwa eksperimen Megamind jauh
lebih berbobot daripada pelajaran yang dilakukan dikelasnya, sehingga Megamind
memilih bereksperimen sendirian karena ia merupakan siswa yang jauh lebih
cerdas jika dibandingkan teman-teman sekelasnya.
Disamping kemampuan dalam menciptakan senjata laser, terdapat salah
satu ciri lain yang mewakili kecerdasan Megamind yaitu bentuk kepalanya yang
commit to user
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
besar. Dalam adegan 12 terlihat jika Megamind memiliki ukuran kepala yang
sangat besar, secara tidak langsung ukuran kepalanya tersebut merepesentasikan
ciri orang-orang cerdas. Selain itu, ukuran kepala Megamind tersebut juga
merupakan sebuah gambaran bahwa ia merupakan mahkluk terrestrial (alien).
Alien seringkali digambarkan memiliki ukuran kepala yang sangat besar sehingga
nampak tidak proposional jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya.
Menurut Ali Nurahman, dalam film biasanya alien dikaitkan dengan
mahkluk yang cerdas, yang digambarkan dengan bentuk kepala besar.
Digambarkan dengan kepala besar karena alien lebih memakai otak daripada
organ badan lainnya. Selanjutnya muncul anggapan jika alien senantiasa berpikir
secara terus-menerus maka mempengaruhi salah satu organ tubuh mereka, seperti
kepala yang membesar. Jadi tidak mengherankan kalau sosok alien terlihat
sebagai mahkluk yang tidak proporsional karena memiliki bentuk tubuh yang
kecil dengan kepala besar, mata besar, dan terkadang bertelinga panjang
(http://donnygendon.wordpress.com/2012/12/18/mencuri-teknologi-dari-alien/).
Pada intinya makna konotasi dalam adegan 12 menekankan dua hal.
Pertama, bentuk kepala Megamind yang sangat besar merupakan simbol
kecerdasan. Hal tersebut karena volume kepala Megamind yang besar secara tidak
langsung merepesentasikan bentuk kepala alien yang identik sebagai mahkluk
yang cerdas karena memiliki kepala yang sangat besar. Kedua, adegan ini
menunjukkan simbol Megamind sebagai seorang hero laki-laki yang cerdas
karena ia ahli dalam membuat senjata laser yang sangat canggih.
commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
Nilai Maskulinitas Megamind Dalam Adegan 69
Time Code : 57:14 - 58:03
Shoot 1
Shoot 2
Shoot 3
Makna Denotasi Dalam Adegan 69
Pada shoot 1 Megamind sedang berganti kostum dan terlihat bokong dan
pinggangnya yang rata ketika mengenakan pakaian ketat. Gambar pada shoot 1
diambil secara close-up, hal ini menegaskan sebuah makna bahwa Megamind
merupakan sosok bertubuh kurus. Sedangkan pada shoot 2 Megamind yang
berkepala botak sedang melakukan perawatan dengan menggunakan Scalp
Massager (pemijat kulit kepala) khusus yang diciptakannya.
Selanjutnya dalam shoot 3 nampak Megamind sedang berdandan dengan
menggunakan bedak yang dipoles pada kedua pipinya. Kemudian Megamind
memakai pewarna mata (eyes shadow)
commitditobawah
user kelopak matanya. Makna dalam
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adegan kali ini menunjukkan bahwa Megamind adalah seorang lelaki dengan fisik
yang tidak menarik karena ia bertubuh sangat kurus dan berkepala botak.
Meskipun memiliki perawakan yang tidak menawan akan tetapi Megamind
digambarkan sebagai sosok yang memperhatikan penampilannya.
Makna Konotasi Dalam Adegan 69
Makna denotasi dalam adegan 69 menunjukkan bahwa Megamind adalah
seorang hero yang memperhatikan penampilannya, hal ini ditunjukkan ketika ia
melakukan perawatan tubuh ketika akan bertarung dengan Titan. Sedangkan,
kebiasaan Megamind yang senang menjaga penampilannya tersebut dapat
dianalisa berdasarkan kultur maskulinitas di tengah masyarakat. Pada dasarnya
kultur masulinitas dapat diamati berdasarkan konsep lelaki ideal yang terus
berkembang dari masa ke masa, oleh karena itu perlu dipahami bagaimana konsep
ini berdasarkan pandangan tradisional dan pandangan masa kini.
Secara tradisional istilah masculine identik dengan kata mascle (otot) yang
diasosiasikan bahwa pria seharusnya bertubuh tinggi kekar. Hal ini telah dipahami
oleh masyarakat barat sejak dahulu kala untuk menggambarkan salah satu ciri
lelaki ideal. Selanjutnya stereotype mengenai laki-laki berotot terus berkembang
dan menjadi sebuah mitos atau wacana dalam merepesentasikan seorang hero.
Namun di abad 20 penilaian mengenai lelaki ideal perlahan-lahan semakin
meluas, contohnya pada dekade 1980-an muncul konsep baru mengenai
maskulinitas yaitu New Man as Narcissist.
commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Konsep New Man as Narcissist berkaitan dengan komersialisme terhadap
maskulinitas dan konsumerisme semenjak akhir Perang Dunia II. New Man as
Narcissist adalah generasi yang tertarik pada pakaian dan musik pop (Beynon
dalam Nasir, 2007:3). Perlu ditambahkan bahwa menurut Barnard, kemunculan
Man as Narcissist pada awal tahun 1990-an seakan menunjukkan narsisisme dan
ekshibisionisme pria, dimana pria membeli dan menggunakan kosmetik namun
bukan dalam bentuk kewanita-wanitaan (Barnard, 2007:196).
Kemunculan
New Man as Narcissist
menandakan bahwa
nilai
maskulinitas terus berkembang seiring perubahan jaman, sehingga istilah
maskulin tidak selalu berhubungan dengan tubuh yang kekar. Melalui New Man
as Narcissist dapat dipahami bahwa penampilan pria tidak selalu diukur dengan
fisik yang berotot, namun juga dapat dilihat dari kebiasaan mereka dalam menjaga
penampilannya. Maka sebab itu menjaga penampilan atau berdandan kini menjadi
salah satu ciri-ciri pria ideal (maskulin).
Simbol laki-laki sebagai New Man as Narcissist nampaknya digunakan
oleh pembuat film Megamind dalam merepesentasikan seorang hero. Dalam
adegan 69 terlihat bahwa tokoh Megamind digambarkan sebagai simbol laki-laki
yang kurus dan tidak menarik. Meskipun secara fisik tidak menarik namun
Megamind tetap berusaha menjaga penampilannya, diantaranya melalui
perawatan kulit kepala (Scalp Massage) dan berdandan. Oleh sebab itu, New Man
as Narcissist dikemas menjadi simbol yang merepesentasikan bahwa Megamind
adalah hero yang maskulin, karena sebagai pria ia memperhatikan penampilannya.
commit to user
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b.
Heroisme Pria Dalam Bias Gender

Heroisme Pria Dalam Bias Gender Pada Adegan 94
Time Code: 01:16-23 - 01:17:03
Shoot 1
Shoot 2
Shoot 3
Kode Verbal Dalam Adegan 94
Roxanne
: Huaaa…
Roxanne
: Aku tahu kamu pasti kembali
Megamind
: Yah, itu membuat kita impas.
Roxanne
: Ahhh
Makna Denotasi Dalam Adegan 94
Adegan menampilkan ketika Roxanne diculik oleh Titan dan dibawa ke
commit to user
puncak Metro Tower. Bagian awal adegan memperlihatkan Roxanne yang diikat
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada tiang Metro Tower dengan menggunakan besi oleh Titan. Berikutnya dalam
shoot 1 terlihat jika Roxanne sedang ketakutan setelah bangunan Metro Tower
dirubuhkan oleh Titan sehingga ia terancam akan jatuh dari ketinggian yang
sangat tinggi. Roxanne memasang ekspresi ketakutan dengan mulut yang terbuka
lebar sambil menjerit, selain itu bola matanya terlihat membesar dengan
memandang ke arah bawah dimana ia akan jatuh.
Shoot 2 terdapat gambar Roxanne yang gembira setelah Megamind datang
menyelamatkannya. Sementara itu Megamind dengan tangan kosong berusaha
melepaskan besi yang mengikat Roxanne, namun karena besi itu sangat keras
usahanya belum berhasil. Shoot 3 berisi gambar Megamind yang sukses
melepaskan Roxanne dengan menggunakan senjata lasernya. Setelah ikatannya
terlepas, Roxanne justru terlempar ke atas yang membuatnya langsung menjerit.
Namun dengan sigap Megamind meraih kaki kanan Roxanne dengan tangannya,
kemudian Megamind membawa Roxanne menjauh dari Titan.
Adegan ini mengandung makna denotasi bahwa Megamind adalah seorang
penyelamat karena berhasil membebaskan Roxanne yang diculik oleh Titan.
Selanjutnya dari gambar dan dialognya terlihat bahwa Roxanne sangat ketakutan
ketika sedang diculik oleh Titan hal ini diwujudkan oleh ekspresi dan jeritannya.
Akan tetapi ketika Megamind datang untuk menyelamatkannya, Roxanne menjadi
lebih tenang dan merasa aman.
Makna Konotasi Dalam Adegan 94
commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Piliang (dalam Novi Kurnia 2004:17) melihat media massa sebagai arena
“perjuangan tanda”, sedangkan yang diperebutkan adalah tanda yang
mencerminkan citra tertentu. Dalam pencitraan ini nilai maskulin berada dalam
posisi dominan, dan nilai feminin berada dalam posisi marjinal. Artinya, dalam
media massa berlangsung perjuangan memperebutkan “hegemoni tanda”,
khususnya “hegemoni gender”.
Dalam perjuangan tanda tersebut posisi dominan sangat identik dengan
kekuasaan pria terhadap wanita. Trujito (dalam Novi Kurnia 2004:24)
mengidentifikasi lima fitur kekuasaan pria yang bisa diidentifikasi dalam budaya
media di Amerika. Pertama, ketika kekuasaan didefinisikan dengan kekuatan dan
kontrol fisik. Kedua, ketika kekuasaan didefinisikan melalui pencapaian
professional dalam masyarakat industrial kapitalistik. Ketiga, ketika kekuasaan
direpresentasikan ke dalam patriarki familial. Keempat, ketika kekuasaan
disimbolkan melalui laki-laki pelindung yang romantis. Kelima, ketika kekuasaan
didefinisikan sebagai hetereoseksual dan dipusatkan pada representasi phallus.
Berdasarkan pernyataan Trujito tersebut maka simbol hegemoni gender
dalam adegan ke 94 mencakup poin ke empat yaitu kekuasaan laki-laki sebagai
seorang pelindung. Dalam adegan ini simbol kekuasaan laki-laki yang dominan
diwakili oleh Megamind yang merupakan seorang penyelamat. Sebalikya posisi
wanita yang marjinal direpesentasikan oleh Roxanne yang menjadi korban yang
diselamatkan oleh pria (Megamind).
commit to user
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kali ini Roxanne mewakili perempuan yang feminim sehingga ia
dipandang makhluk yang lemah, rapuh, dan emosional. Sisi feminim Roixanne
tersirat dari kondisinya yang sangat tidak berdaya ketika diculik dan hanya bisa
menjerit dan pasrah ketika berada dalam bahaya. Sebaliknya sosok Megamind
justru sangat dominan sebagai simbol seorang penyelamat. Secara garis besar
adegan 94 mengindikasikan bahwa wanita digambarkan sebagai makhluk yang
bergantung kepada laki-laki, khususnya dalam kondisi yang berbahaya.
Disamping itu semua, dalam bias gender seorang laki-laki dituntut untuk
menjadi maskulin. Oleh karenanya bersikap maskulin sudah menjadi kebutuhan
bagi seorang pria dan ia akan dianggap berhasil jika sudah memenuhi
kebutuhannya tersebut. Pandangan inilah yang kemudian melahirkan anggapan
bahwa seorang lelaki berusaha untuk tampil maskulin, terutama dihadapan para
wanita. Sebaliknya seorang perempuan akan merasa puas jika ia mampu
memenuhi kebutuhan pria untuk menjadi maskulin.
Dalam adegan ini kebutuhan seorang pria untuk menjadi maskulin
diibaratkan sebagai sebuah aksi penyalamatan. Maka sebab itu, sebagai pria
Megamind dianggap berhasil memenuhi kebutuhannya ketika menyelamatkan
Roxanne. Kemudian Roxanne (wanita) akan merasa puas setelah berhasil
memenuhi kebutuhan Megamind (pria). Hal ini secara simbolik diwakili oleh
Roxanne yang sedang tersenyum ketika Megamind datang untuk menolongnya.
commit to user
82
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
Heroisme Pria Dalam Bias Gender Pada Adegan 95
Time Code: 01:17:04 - 01:17:43
Shoot 1
Shoot 2
Shoot 3
Makna Denotasi Dalam Adegan 95
Gambar Shoot 1 menampilkan Megamind sedang mengendarai motor
ciptaannya, sementara Roxane berada di samping Megamind sambil memeluknya.
Sedangkan dibelakang mereka terlihat bangunan Metro Tower yang baru saja
dilemparkan oleh Titan kearah Megamind. Gambar Shoot 2 menunjukkan gambar
bangunan Metro Tower yang terus menerjang kearah Megamind, sementara motor
yang dikendarainya mengalami kendala teknis sehingga Megamind dan Roxane
berada dalam bahaya. Dengan teknik pengambilan gambar secara close-up terlihat
wajah Roxane yang ketakutan dengan mata yang terbuka lebar sebaliknya
commit to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind justru terlihat lebih tenang dan ia berusaha mengamati kondisi
disekitarnya untuk mencari jalan keluar.
Shoot 3 menampilkan gambar Megamind yang melempar Roxane kearah
kiri, tujuannya tersebut adalah agar Roxane bisa selamat dari runtuhan Metro
Tower yang akan menimpanya. Setelah dilempar oleh Megamind, Roxane
mendarat disebuah beranda pada sebuah bangunan dan selamat dari runtuhan
Metro Tower. Meskipun berhasil menyelamatkan Roxanne namun Megamind
harus terkena runtuhan Metro Tower dan terluka.
Rangkaian shoot dalam adegan 95 memiliki makna denotasi bahwa
Megamind merupakan karakter pelindung yang rela mengorbankan dirinya sendiri
demi menyelamatkan orang lain. Disamping itu Megamind juga digambarkan
sebagai sosok yang tenang sehingga ketika berada dalam masalah ia mampu
mencari solusi. Sedangkan Roxane dalam adegan 95 digambarkan sebagai orang
yang mudah panik ketika berada dalam tekanan, alhasil ia hanya mempasrahkan
dirinya kepada Megamind ketika bahaya mengancamnya.
Makna Konotasi Dalam Adegan 95
Makna konotasi yang termuat dalam adegan 95 dapat dianalisis dengan
perkembangan isu maskulinitas yang sangat berkaitan dengan budaya patriarki.
Budaya patriarki mencakup berbagai aspek mengenai perbedaan stereotype antara
laki-laki (maskulin) dan wanita (feminim). Jika dikaitkan dengan budaya patriarki
maka adegan 95 memuat makna mengenai perbedaan stereotype karakter dan
posisi diantara laki-laki dan perempuan.
commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sosok Megamind dalam aegan 95 merupakan gambaran pria yang
berposisi sebagai hero (pahlawan), sebaliknya Roxane mendeskripsikan posisi
wanita sebagai korban yang diselamatkan oleh pria (hero). Peranan laki-laki
sebagai hero dan wanita sebagai korban merupakan gagasan yang seringkali
ditampilkan dalam film. Neale (dalam Zulfikra, 2011:18) menyebutkan bahwa
dalam sinema-sinema kebanyakan (mainstream cinemas) ukuran seorang laki-laki
adalah sosok atau model yang secara terus menerus (constantly) menempatkan
perempuan sebagai objek investigasi dan sangat jarang menempatkan sebaliknya.
Bentuk yang sama selalu dipakai dalam karaktersisasi perempuan, mereka adalah
masalah, sumber kecemasan atau keraguan sedangkan laki-laki adalah sebaliknya.
Adegan 95 menggambarkan posisi Roxane sebagai korban kejahatan
karena ia diculik oleh Titan, artinya Roxane merupakan simbol wanita yang
diwujudkan sebagai mahluk yang lemah sehingga ia rentan menjadi korban
kejahatan. Sedangkan Megamind sebagai laki-laki merupakan orang yang harus
melindungi Roxane (wanita) dengan cara membebaskannya dari Titan. Megamind
yang membebaskan Roxane maka akan muncul sebagai simbol penyelamat
(hero), sehingga menimbulkan kesan bahwa posisi wanita adalah korban atau
sumber masalah sementara pria adalah pelindung atau solusi dari masalah wanita.
Selain perbedaan posisi, gambaran mengenai karakter (sifat) Megamind
sebagai laki-laki dan Roxane sebagai perempuan sangat kontras. Pada dasarnya
suatu sifat yang melekat pada kaum pria maupun wanita di konstruksi secara
sosial maupun kutural, misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut,
commit to user
cantik, atau emosional. Dalam adegan 95, karakter wanita yang diperankan oleh
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Roxane menunjukkan emosi yang tinggi sehingga terlihat cemas saat berhadapan
dengan marabahaya. Hal ini ditunjukkan melalui gambar Roxanne yang memeluk
Megamind dengan pasrah dan sorot mata yang ketakutan.
Jika Roxane atau wanita disimbolkan sebagai sosok yang lemah dan
emisional, maka sebaliknya Megamind diperlihatkan sebagai simbol pria yang
tenang bahkan ketika sedang tersudut. Ketenangan Megamind diperlihatkan oleh
pembuat film melalui ekspresi Megamind yang fokus membaca situasi saat berada
ditengah marabahaya di dalam adegan 95.
Menurut Robert Brannon (dalam Febriyanti, 2011:36) salah satu ciri
maskulkinitas yaitu Be a Sturdy Oak, artinya laki-laki tidak boleh menangis, lakilaki harus tampak tenang dalam menghadapi suatu masalah serta bisa menahan
emosi yang berlebihan. Pendapat Brannon menunjukkan bahwa ketenangan
merupakan salah satu sifat maskulin seorang pria. Terkait dengan pernyataan
tersebut mengindikasikan bahwa Megamind memiliki sifat maskulin sebagai
seorang hero karena sifatnya yang tenang mampu menyelamatkan Roxane.
Inti dari adegan 95 menunjukkan bagaimana sosok maskulin Megamind
sebagai seorang hero. Meskipun Megamind tidak memiliki kekuatan super dan
bentuk fisik yang gagah namun dalam adegan 95 ia menjadi simbol sebagai lakilaki yang melindungi seorang perempuan. Disamping itu ketenangannya dalam
menghadapi masalah menunjukkan bahwa Megamind memiliki salah satu sifat
seorang hero yang maskulin. Oleh karena itu melalui kualitasnya sebagai pria
commit to user
86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelindung dan karakternya yang tenang menandakan bahwa Megamind
merepesentasikan seorang hero yang maskulin.
c.
Analisis Mitos
Gender berkaitan erat dengan maskulinitas, karena itu untuk membahas
mengenai gender perlu dipahami pula tentang konsep maskulinitas. Sementara itu,
salah satu cara untuk membahas konsep maskulinitas adalah dengan membedah
isu laki-laki dalam masyarakat. Makulinitas erat hubungannya dengan machismo
yang berasal dari bahasa Spanyol, macho yang berarti laki-laki atau kelaki-lakian.
Istilah macho digunakan untuk merujuk pada standar maskulinitas yang terkait
dengan manhood atau yang bisa diartikan sebagai dunia laki-laki yang mengatur
tentang bagaimana menjadi “real men” berdasarkan kultur tertentu (Blair dalam
Febriyanti, 2011:36).
Menurut Argyo Demartoto , konsep maskulinitas pada masyarakat Barat
biasanya berasosiasi dengan citra industrialisasi, kekuatan militer, dan peran sosial
gender yang konvensional. Hal yang dimaksudkan dalam hal ini, misalnya bahwa
laki-laki harus kuat secara fisik, agresif secara seksual, seorang yang
individualistik, dan condong memimpin, serta sifat-sifat jantan lainnya
(http://argyo.staff.uns.ac.id/2010/08/10/konsep-maskulinitas-dari-jaman-kejaman-dan-citranya-dalam-media/).
Secara lebih spesifik pandangan tentang maskulinitas bagi masyarakat
Barat mengacu pada sosok laki-laki yang direpesentasikan melalui fisiknya. Hal
tersebut diungkapkan oleh Kurnia (2004) yang menyebutkan bahwa laki-laki
commit to user
87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cenderung direpresentasikan sebagai makhluk yang jantan, berotot dan kuat, imaji
erotis yang merepresentasikan maskulinitas laki-laki melalui penampakan fisik.
Bagi masayarakat Barat, konsep fisik yang menonjol menjadi gagasan
ideal untuk merepesentasikan seorang hero dari kalangan pria. Gagasan ini telah
berkembang dari waktu ke waktu sehingga berkembang menjadi sebuah mitos
untuk menggambarkan karakter seorang pahlawan. Pada era Yunani Kuno hingga
Romawi sosok pahlawan bertubuh kekar dan fisik yang kuat ditampilkan melalui
wiracarita
(cerita
kepahlawanan)
hingga
patung-patung
sebagai
simbol
penghormatan terhadap kejantanan mereka. Hal ini lantas melahirkan sebuah
angggapan bahwa otot merupakan simbol sebuah kekuatan bagi seorang hero.
Berlanjut pada abad pertengahan masyarakat Barat memuja-muji pahlawan
dalam dongeng sebagai pria gagah yang menunggang kuda serta terampil dalam
bertarung. Kemudian diakhir cerita sang pahlawan berhasil menyelamatkan
rakyatnya dan menikahi seorang putri atau wanita yang cantik. Pada masa ini
pahlawan cenderung memiliki gaya yang berbeda, namun tetap saja mereka
mempertahankan mitos yang telah ada sebelummnya, yaitu seorang pahlawan itu
haruslah kuat dan memiliki fisik yang menawan.
Mitos
tentang
seorang
hero
yang
menonjolkan
fisiknya
terus
dipertahankan melalui budaya populer seperti dalam film Hollywood. Menurut
Rochani Adi (2008:102) bentuk tubuh tokoh protagonis yang berbadan kekar
sudah ada pada film-film petualangan tahun 1950-an seperti Ben Hur (1959) dan
Hercules (1959). Film-film laga Amerika tahun 1980-an semakin mengokohkan
commit to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mitos tokoh hero yang berotot dengan tampilnya Arnold Schwarzenegger dan
Sylvester Stalone sebagai figur dominan. Simbol maskulinitas dalam tubuh lakilaki biasanya ditunjukkan dengan pemameran tubuh laki-laki bagian atas yang
berotot dan berminyak serta fisik yang kuat.
Jiyantoro (2010) juga menambahkan bahwa hampir semua tokoh-tokoh
protaginis (hero) dalam film-film Hollywood mendapatkan kekuatan untuk
melawan kejahatan secara alamiah (natural). Mereka tidak perlu susah-susah
berlatih untuk mendapatkan kekuatan itu. Dengan kekuatan tersebut mereka
menjadi super human yang susah untuk dikalahkan dan dengan stamina yang
tidak pernah ada habisnya, beberapa kali ia jatuh beberapa kali ia bangun kembali.
Hal ini nampak dalam film Rambo, Spiderman, Die Hard, dan lain-lain.
Berdasarkan pernyataan oleh Jiyantoro dan Rochani Adi, dapat dipahami
bahwa simbol heroisme dalam film-film Hollywood diwakili oleh tubuh berotot
dan kekuatan para tokoh antagonisnya. Film-film Hollywod nampaknya berusaha
menonjolkan sebuah pesan jika seorang hero seharusnya memiliki tubuh yang
ideal dengan kekuatan fisik yang istimewa, sehingga nantinya ia mampu
menghadapi berbagai pertarungan yang tiada habisnya dari awal hingga akhir
film. Oleh karenanya tidak mengherankan jika film-film laga Hollywood sangat
menekankan kemampuan fisik tokoh antagonisnya diatas aspek-aspek lainnya.
Setelah era Arnold dan Stalone, mitos hero yang kuat dan kekar dalam
film Hollywood terus dilajutkan oleh tokoh-tokoh superhero. Menurut Bagas
Prasetyadi dan Syaiful Bahri (2009:42), ada satu hal penting yang membedakan
commit to user
89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
film superhero dari genre film lain, yaitu wujud seorang superhero. Inilah poin
penting keberhasilan genre ini, karena wujud superhero harus menarik dan disukai
penonton. Bisa dikatakan 50 % tingkat keberhasilan penonton film dilihat dari
karakter atau penampilan seorang superhero, baru setelah itu judul, cerita,
pemain, dan keseluruhan filmnya. Sedangkan otot merupakan salah satu daya
tarik seorang superhero ketika ditampilkan dalam film, artinya superhero yang
menarik adalah seseorang yang memiliki sosok yang kuat dan perkasa.
Ditengah kesuksesan film-film bergenre superhero mengindikasikan
bahwa industri film Hollywood melanjutkan mitos hero yang maskulin. Namun
ditengah dominasi para superhero tersebut muncul karakter Megamind yang
merepesentasikan sosok hero dari sudut pandang yang berbeda. Jika sebagian
besar film-film Hollywood merepesentasikan hero sebagai laki-laki muda, kuat,
ganteng, dan atletis maka sosok Megamind ditampilkan secara berlawanan.
Megamind diperlihatkan sebagai sosok pria yang tidak rupawan, lemah, bahkan
memiliki bentuk badan yang kurus.
Potret Megamind yang berlawanan dengan mitos yang ada tentunya
membuat sang pembuat film perlu untuk meramu sebuah pesan agar karakter
Megamind dapat diterima oleh penonton. Setelah dianalisa terdapat beberapa
konsep yang dilekatkan pada simbol-simbol Megamind yang digunakan oleh
pembuat film agar audience bisa menerima figurnya. Konsep tersebut terbagi atas
dua macam, yaitu:
1. Kecerdasan dan Teknologi
commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Maskulinitas tidak selalu berarti laki-laki diharuskan kuat dan
berbadan besar atau kekar, namun memiliki kelebihan menjadi sesuatu
hal yang diharuskan bagi laki-laki. Hal ini dikarenakan meskipun lakilaki secara fisik tidak menonjol tetapi ia wajib memiliki kemampuan
yang akan membuatnya menonjol dalam lingkungan sosialnya
(Jiyantoro, 2010:134). Sedangkan dalam masyarakat modern yang
memuja-muja logika serta ilmu pengatahuan maka teknologi dan
kecerdasan adalah simbol yang mampu membuat seorang pria
menonjol. Merujuk pernyataan tersebut maka kelebihan Megamind
yang ditonjolkan dalam film ini adalah kecerdasan super yang
dimilikinya. Kecerdasan merupakan faktor yang membuat Megamind
mampu
menutupi
kekurangan
fisiknya
yang
lemah.
Dengan
kecerdasannya Megamind memiliki daya cipta untuk membuat senjatasenjata berteknologi canggih. Simbol Megamind sebagai lelaki cerdas
dan identik dengan teknologi membuatnya pantas merepesentasikan
figur seorang hero yang maskulin, karena kecerdasan merupakan salah
satu bentuk kelebihan yang mampu membuat seorang pria menonjol.
2. New Man as Narcissist.
Konsep ini menunjukkan bahwa penampilan seorang hero pria tidak
selalu diukur dari bentuk tubuhnya tetapi bisa juga dilihat dari
kebiasaan mereka untuk menjaga penampilannya. Menjaga penampilan
menjadi simbol yang menjadi perhatian pria dalam masyarakat modern
untuk menunjukkan maskulinitasnya. Oleh karena itu meskipun
commit to user
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind memiliki bentuk fisik yang tidak menawan namun ia tetap
berusaha memperhatikan penampilannya, hal tersebut menunjukkan
simbol maskulin kaum pria yang dimiliki Megamind.
Kedua aspek diatas menandakan bahwa maskulinitas bukanlah dimensi
dengan kategori tunggal sehingga ada berbagai bentuk maskulinitas. Artinya
konsep tersebut bervariasi antar masyarakat dalam berbagai peradaban. Dengan
kata lain terbuka ruang bagi Megamind untuk merepesentasikan maskulinitas
seorang hero dari sudut pandang yang berbeda. Contoh tersebut ditampilkan
melalui figur Megamind yang lemah tapi cerdas dan motivasinya yang tinggi
untuk menjaga penampilannya meskipun secara fisik ia tidak tampan.
Ide maskulinitas yang ditampilkan secara berbeda oleh karakter Megamind
diperkuat pemikiran Henke yang menyebutkan bahwa media membawa pemikiran
mengenai maskulinitas di media ke dua arah. Pertama, maskulinitas merupakan
suatu
atribut
yang
modernis
terbuka
sehingga
memungkinkan
kita
menggambarkan perubahan pengkodean atas konsep 'maskulin' itu sendiri. Kedua,
maskulinitas juga terbuka akan teori bahasa pos-strukturalis, teori perbedaan
seksual sehingga dekonstruksi, polisemi dan tanda yang beragam tentang
maskulinitas terbuka untuk dianalisis (Novi Kurnia, 2004:24).
Perbedaan isu maskulinitas yang diangkat oleh Megamind sudah pasti
membuatnya bertentangan dengan mitos dominan mengenai figur seorang hero.
Jika mitos melihat hero sebagai sosok pria tampan yang perkasa dan kuat, maka
Megamind justru menunjukkan bahwa maskulinitas bukan hanya persoalan fisik
commit to user
92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semata. Walaupun menampilkan sisi maskulinitas secara berbeda, tetapi sosok
Megamind dapat diterima sebagai figur hero yang maskulin. Hal itu tidak lepas
dari karakternya yang melambangkan dinamika maskulinitas yang sangat beragam
dipermukaan masyarakat saat ini.
Figur hero yang ditampilkan oleh Megamind ini tentu menjadi unik dan
menarik sehingga dapat mengalihkan perhatian penonton yang sudah terlalu
sering disuguhi oleh otot dan kekuatan super dari para hero terdahulu. Selain itu
konsep yang dihadirkan oleh Megamind menjadi kritik bagi mitos-mitos dominan
mengenai sosok seorang hero. Maka sebab itu konsep maskulinitas dalam diri
Megamind yang mengutamakan kecerdasan, teknologi, dan motivasi untuk
berdandan menjadi poin penting untuk mengalihkan perhatian penonton. Pesan
inilah yang kemudian dikemas dalam film Megamind sehingga ia dapat diterima
sebagai seorang hero walaupun bertentangan dengan mitos yang sudah bertahan
selama berabad-abad.
Meskipun mengusung semangat maskulinitas yang berbeda, namun secara
tradisional Megamind masih mempertahankan mitos-mitos yang telah ada
sebelumnya. Mitos kuno yang ditampilkan dalam film Megamind meliputi
peranan laki-laki sebagai seorang hero dan wanita sebagai korban kejahatan.
Seperti yang kita pahami bahwa laki-laki seringkali diposisikan sebagai seorang
hero dalam mitos masyarakat Barat, sedangkan kaum perempuan merupakan
korban kejahatan yang selalu diselamatkan oleh sang hero pria.
commit to user
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Cerita mengenai aksi heroik seorang pria dalam menyelamatkan para
wanita telah menjadi hal yang lumrah dalam film Hollywood. Pada akhirnya aksi
heroik pahlawan pria yang menyelamatkan wanita telah menjadi pakem untuk
menunjukkan hegemoni kaum pria atas wanita. Hal ini telah menjadi mitos yang
terus dijaga oleh masyarakat Barat selama berabad-abad dan kini ditampilkan
dalam film-film Hollywood, tidak terkecuali film Megamind. Namun jika
diperhatikan salah satu hal yang ditekankan dalam aksi tersebut adalah bagaimana
karakter pria dan wanita ditonjolkan. Pria digambarkan sebagai simbol pemberani
yang
tenang
bahkan
saat
menghadapi
marabahaya,
sebaliknya
wanita
direpesentasikan sebagai simbol orang yang tidak mampu menahan emosi ketika
berada dalam bahaya.
Perbedaan simbol antara karakter pria dan wanita dalam menghadapi
situasi bahaya seakan-akan menjadi mitos yang terus ditonjolkan dalam film-film
Hollywood. Sementara dalam film Megamind sendiri mitos tersebut sangat jelas
ditampilkan oleh pembuat pesan (filmaker). Karakter Megamind yang ditampilkan
sebagai simbol pria yang tenang dan berani menantang bahaya sangat terlihat
ketika Roxanne diculik oleh Titan. Sementara pasangan Megamind, Roxanne
digambarkan sebagai simbol wanita emosional yang hanya bisa pasrah ketika
berada di ujung tanduk.
Berdasarkan analisa mitos dapat dipahami bahwa Megamind memiliki dua
sisi yang saling bertentangan. Di satu sisi Megamind merupakan antitesa bagi
mitos yang mengangung-agungkan bentuk tubuh dan kekuatan fisik laki-laki.
commit to user
Namun di lain sisi Megamind justru merupakan penerus bagi mitos lama, dimana
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ia sebagai laki-laki dimitoskan sebagai seorang hero yang bertugas untuk
menyelamatkan pasangan wanitanya. Jika dikaitkan dengan bias gender maka
kedua sisi tersebut menjadi simbol yang merepesentasikan heroisme dalam
karakter Megamind.
4.2.2. Representasi Megamind Berdasarkan Perilaku Individual
Dalam sebuah film seorang hero mempunyai kepribadian yang
merepesentasikan perilaku mereka. Sedangkan dalam film ini, Megamind sebagai
tokoh utama (hero) memiliki perilaku yang membuatnya unik. Untuk menganalisa
keunikan tersebut maka pada korpus ini akan dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
a). Perilaku Positif Megamind, b). Perilaku Negatif Megamind, dan c). Proses
Pembentukan Perilaku Megamind.
a.
Perilaku Positif Megamind

Perilaku Positif Megamind Dalam Adegan 53
Time Code: 44:05-44:16
Shoot 1
Shoot 2
commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Shoot 3
Kode Verbal Dalam Adegan 53
Minion
: Mengapa kita membersihkan kota ini tuan?
Megamind
: Um, kita tidak mau bertempur dengan pahlawan baru di tempat
sampah, bukan?
Roxane
: Museumnya kembali seperti semula. Tapi bagaimana, mengapa?
Megamind
: Mungkin Megamind tidak sejahat yang diperkirakan
Makna Denotasi Dalam Adegan 53
Shoot 1 memperlihatkan gambar sampah-sampah di pinggir jalan yang
berubah menjadi kotak kubik berwarna biru. Merubah sampah menjadi kotak biru
merupakan hasil pekerjaan Megamind dengan menggunakan alat ciptaan yang
canggih. Alat tersebut dapat merubah benda padat, seperti sampah dalam adegan
ini, menjadi kotak kubik yang menyerupai batu es. Sedangkan makna dalam
adegan ini menunjukkan bahwa Megamind berupaya untuk membersihkan
sampah di kota Metro City.
Shoot 2 memperlihatkan Minion dan Megamind yang menggunakan kaca
mata sedang serius membersihkan
kota.toKemudian
keduanya saling berbicara
commit
user
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengenai maksud dari kegiatan pembersihan kota tersebut. Dari dialog yang
terjadi antara Megamind dan Minion menunjukkan bahwa tujuan pembersihan
kota Metro City adalah untuk menyambut pertarungannya dengan Titan. Namun
sebenarnya hal itu hanyalah dalih karena Megamind sebenarnya merasa terdorong
untuk membersihkan sampah di sekitar Metro City.
Shoot 3 menampilkan museum kota Metro City yang kembali normal.
Roxane terlihat senang dengan situasi tersebut sekaligus bingung mengapa
kondisi museum bisa kembali normal. Pada dasarnya adegan ini memberikan
penjelasan bahwa Megamind mungkin tidak sejahat yang orang pikirkan karena ia
memulihkan kondisi kota Metro City yang sebelumnya kacau dan kotor.
Makna Konotasi Dalam Adegan 53
Bagi Ainun Chonsum, pahlawan adalah orang yang berjasa bagi
lingkungannya. Oleh karenanya pahlawan tidak selalu diharuskan berjasa besar
dengan mengabdikan dirinya untuk bangsa dan negaranya, namun terkadang
seseorang bisa disebut sebagai pahlawan jika ia memberikan kontribusinya bagi
lingkungan atau komunitasnya (http://www.tabloidcleopatra.com/tanamkan-jiwapahlawan-sejak-kecil/).
Dewasa ini, salah satu isu lingkungan di perkotaan yang sangat dominan
adalah sampah. Secara universal sampah menjadi permasalahan sebuah kota yang
terjadi hampir disetiap belahan dunia. Saat ini bahkan sampah merupakan
permasalahan lingkungan yang belum terselesaikan bagi masyarakat perkotaan.
Isu sampah sebagai masalah lingkungan diperlihatkan dalam adegan ke 53, dalam
commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adegan satu ini digambarakan jika kota Metro City merupakan simbol kota yang
kotor karena dipenuhi dengan sampah. Ketika masalah ini semakin sulit
terpecahkan maka muncul Megamind yang membersihkan kota Metro City
dengan alat canggih ciptaannya.
Selain melakukan pembersihan kota Megamind juga melakukan perawatan
terhadap museum kota Metro City. Kegiatan mulia yang dilakukan Megamind
dalam adegan ini menandakan bahwa Megamind memiliki kepedulian terhadap
lingkungan Metro City, hal tersebut merepesentasikan perilaku positif yang
dimiliki oleh Megamind. Selain itu tindakan Megamind bagi lingkungan Metro
City merupakan salah satu contoh jika hero tidak selalu dituntut berjasa besar.
Dalam adegan ini Megamind tidak melakukan jasa besar seperti menyelamatkan
ribuan nyawa ataupun melindungi Metro City dari ancaman bahaya, namun ia
menunjukkan sisi kepahlawannya dengan kepedulian terhadap lingkungan.
Pada dasarnya adegan ini menunjukkan jika seorang pahlawan tidak
diukur berdasarkan besar kecilnya perbuatan yang mereka lakukan. Namun
seseorang dapat menjadi pahlawan jika ia memiliki kepedulian, sebab kepedulian
atau empati adalah simbol utama bagi seorang hero. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Rosdiana Setyaningrum yang menyebutkan jika kepahlawanan dapat
diartikan sebagai empati, dengan memiliki empati maka seseorang akan selalu
memiliki keinginan untuk menolong, baik dalam hal besar dan hal kecil, inilah
kepahlawanan yang sesungguhnya (http://www.tabloidcleopatra.com/tanamkanjiwa-pahlawan-sejak-kecil/).
commit to user
98
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
Perilaku Positif Megamind Dalam Adegan 87
Time Code: 01:10:58 - 01:11:11
Shoo1
Shoot 2
Shoot 3
Makna Denotasi Dalam Adegan 87
Gambar shoot 1 menunjukkan Megamind yang sedang memasuki gerbang
penjara dimana terdapat dua penjaga yang sedang memasang posisi untuk
menangkapnya. Gambar shoot 2 menampilkan gambar Megamind yang melewati
kedua penjaga tanpa memberikan perlawanan, hal ini membuat kedua penjaga
menjadi heran dengan menampilkan ekspresi kaget. Selanjutnya, Megamind
terlihat menghiraukan kedua penjaga tersebut dengan tatapan matanya yang serius
sambil terus melihat kedepan.
commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Shoot 3 berupa gambar Megamind yang sedang mengadahkan kedua
tangannya ke arah sipir penjara dengan ekspresi muka yang penuh penyesalan.
Tindakan Megamind dalam adegan ini menggambarkan isyrat Megamind yang
sedang menyerahkan diri kepada pihak berwajib yang diwakili oleh sipir penjara.
Pada akhir adegan ini Megamind diborgol dan digiring oleh kedua penjaga yang
didampingi oleh sipir penjara.
Makna Konotasi Dalam Adegan 87
Dalam film laga Hollywood konsep heroisme atau kepahlawanan
seringkali melekat dengan citra militer. Oleh karenanya produsen film Hollywood
memiliki kecenderungan untuk mengaplikasikan nilai militer dan patriotisme,
salah satunya adalah nilai keberanian. Dalam dunia militer keberanian lebih
dinilai sebagai perbuatan berani untuk berkorban bahkan terkadang berani mati
demi rakyat dan negara. Konsep kebernian itu kemudian diwujudkan dalam filmfilm Hollywood, sehingga seorang tokoh protagonis (hero) diibaratkan sebagai
pejuang yang berani berkorban demi menolong orang-orang disekitarnya atau
bahkan menyelamatkan dunia.
Dalam kasus tertentu produsen film Hollywood juga secara gamblang
menampilkan keberanian seorang hero untuk mengorbankan nyawanya. Hal ini
terlihat dalam film-film populer seperti The Matrix dan Gladiator yang
menampilkan kematian tokoh hero demi melindungi bangsanya. Konsep
pengorbanan ini seakan-akan menjadi pesan yang dikemas untuk menunjukkan
kebernaian seorang hero, semakin besar pengorbanan seorang pahlwanan maka
commit to user
semakin besar pula keberanian yang ditunjukkan olehnya. Alhasil akan terlihat
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jelas jika dalam film Hollywood istilah keberanian identik sebagai pengorbanan
dan perjuangan oleh seorang hero (tokoh protagonis).
Namun sejatinya konsep “berani” yang ditunjukkan oleh seorang hero
tidak bisa dilihat dari pengorbanan dan perjuangan semata. Hal ini diungkapkan
oleh Pahlawan Nasional Indonesia yaitu Pangeran Sambernyowo atau Kanjeng
Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara I. Menurut beliau keberanian
seorang pahlawan diartikan sebagai Mulat Sarira Hangrasa Wani, yakni
mawas diri dan berani bertanggung jawab. Maksudnya adalah kepahlawanan
berarti berani membela kebenaran, berani menderita, berani bertanggung jawab,
berani wibawa dan hidup sejahtera (http://minimagz.wordpress.com/2008/04/16/).
Melalui pengertian tersebut nampak jika keberanain seorang pahlawan
dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Simbol keberanian tidak harus
diwujudkan melalui pengorban, bisa saja keberanian seorang hero diwjudkan
melalui tindakan bertanggung jawab. Simbol keberanian untuk bertanggung jawab
diwujudkan Megamind dalam adegan 87 ketika ia menyerahkan diri kepada pihak
berwajib. Tindakan Megamind itu pada dasarnya dilakukan karena ia merasa
bersalah dan merasa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya yang telah
mengacaukan Metro City. Oleh karenanya penyerahan diri merupakan simbol
keberanian yang dilakukan oleh Megamind untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya yang telah merugikan masyarakat.
Cara Megamind menunjukkan keberaniannya dengan menyerahkan diri
tentunya sangat menarik, sebab selama ini seorang hero cenderung menampilkan
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keberaniannya dalam bentuk perjuangan dan pengorbanan. Maka dalam adegan
ini Megamind mengisyaratkan bahwa terkadang simbol keberanian bisa
diwujudkan dalam berbagai perbuatan, misalnya tindakan berani bertanggung
jawab. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa keberaniaan seorang
hero memiliki makna yang kompleks.
Individu yang berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri layak
disebut pahlawan, karena ia tidak hanya bertanggung jawab pada dirinya tapi juga
pada kehidupan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Hal ini menandakan
bahwa nilai kepahlawanan tidak diukur dari kecerdasan intelektual tetapi lebih
pada kecerdasan emosional dan sikap mawas diri yang dimiliki seseorang
(http://minimagz.wordpress.com/2008/04/16/).
Oleh
karena
itu
tindakan
Megamind yang berani menanggung perbuatannya merepesentasikan perilaku
positif bagi seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dan sikap mawas diri.
b.
Perilaku Negatif Megamind

Perilaku Negatif Megamind Dalam Adegan 29
Time Code: 22:53 - 24:13
Shoot 1
Shoot 2
commit to user
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Shoot 3
Shoot 4
Kode Verbal Dalam Adegan 29
Megamind
: Yah, sekarang Metro Man sudah disingkirkan. Aku bisa lakukan
apapun yang kumau.
Makna Denotasi Dalam Adegan 29
Rangakaian shoot dalam adegan ini memperlihatkan Megamind yang
seenaknya melakukan ulahnya setelah menyingkirkan Metro Man. Shoot 1
menampilkan ketika Megamind membuat kekacauan di Museum Metro City,
kemudian terdapat gambar Megamind sedang bermain-main diatas troli. Selain itu
terlihat lukisan Monalisa yang terdapat kumis pada wajahnya setelah dicoret-coret
oleh Megamind. Selanjutnya lukisan Monalisa “berkumis” tersebut ia masukkan
kedalam ranjang troli yang dinaiki oleh Megamind.
Pada shoot 2 memperlihatkan gambar ketika Megamind mengecat kubah
Balai kota dengan warna biru yang merupakan ciri khasnya. Makna dalam shoot 2
menandakan bahwa bangunan balai kota sebagai wilayah kekuasaan Megamind.
Berikutnya dalam shoot 3, terlihat gambar toko-toko dipinggir jalan Metro City
yang tutup semenjak kota dikuasai Megamind. Selain itu pada toko-toko tersebut
commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terdapat coretan-coretan bertuliskan Megamind‟s yang menandakan bahwa tempat
tersebut merupakan milik Megamind.
Shoot 4 memperlihatkan gambar bangunan yang diberikan coretan
berbentuk tiga lingkaran yang diarsir. Lingkaran pada arsiran pertama berukuran
paling besar sedangkan pada arsiran kedua dan ketiga bentuk lingkarannya
semakin kecil. Dalam lingkaran arsiran pertama terdapat angka 10, kemudian
diarsiran kedua dan ketiga tertulis angka 100 dan 1000. Pada arsiran ketiga yang
ukurannya paling kecil nampak sebuah mobil pemadam kebakaran yang tertancap
di angka 1000. Sementara di bagian bawah tembok terlihat mobil-mobil yang
disusun secara berantakan.
Coretan pada tembok bangunan tersebut secara tidak langsung merujuk
sebagai
sebuah
permainan
dartboard.
Umumnya
permainan
dartboard
menggunakan papan berukuran kecil, serta anak panah untuk mengenai sasaran
(lingkaran) dalam papan tersebut. Namun dalam adegan ini Megamind
menggunakan tembok bangunan sebagai pengganti papan, sedangkan anak panah
digantikan oleh mobil pemadam kebakaran. Shoot keempat menonjolkan
bagaimana Megamind yang bersikap keterlaluan (nakal) karena permainannya
menimbulkan kerusakan terhadap suatu bangunan dan fasilitas umum seperti
mobil pemadam kebakaran.
Makna Konotasi Dalam Adegan 29
Makna yang ditimbulkan dari adegan menunjukkan bahwa Megamind
merupakan individu yang memiliki perilaku yang usil dan perusak. Perilaku
commit to user
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut diperlihatkan Megamind ketika mengacaukan dan merusak sarana-sarana
umum seperti museum, kantor balaikota, dan bangunan-bangunan lainnya di
Metro City. Perilaku menyimpang Megamind dapat dianalisa dengan fenomena
vandalisme yang seringkali muncul dewasa ini.
Menurut Wikipedia, vandalisme adalah suatu sikap kebiasaan yang
dialamatkan kepada bangsa Vandal, pada zaman Romawi Kuno, yang budayanya
antara lain adalah perusakan yang kejam dan penistaan segala yang indah atau
terpuji (http://id.wikipedia.org/wiki/Vandalisme). Sedangkan menurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia), vandal adalah perbuatan merusak dan
menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya atau perusakan dan
penghancuran secara kasar dan ganas.
Tindakan yang termasuk di dalam vandalisme adalah perusakan,
pencacatan, grafitty, dan kegiatan mencorat-coret tempat-tempat umum. Bahkan
merusak fasilitas umum termasuk kegiatan vandalisme karena tindakan ini
merupakan bentuk keganasan, kekasaran, maupun penghancuran. Oleh karena itu
tindakan-tindakan Megamind ketika mencoret-coret museum dan mengacaukan
bangunan-bangunan di kota Metro City merupakan simbol bagi perilaku orang
yang melakukan vandalisme.
Menurut Keller, Light, dan Calhoun (1989), kriminalitas ada berbagai
macam bentuknya salah satunya adalah Crime Without Victim (kejahatan tanpa
korban). Crime Without Victim yaitu kejahatan yang tidak mengakibatkan
penderitaan pada korban akibat tindakan pidana orang lain, contohnya adalah
commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
vandalisme. Oleh karena itu meskipun vandalisme merupakan kegiatan yang tidak
enak dipandang dan merusak lingkungan, namun tindakan ini tidak menimbulkan
korban jiwa ataupun membuat orang lain menderita.
Dari analisa diatas dapat dipahami bahwa Megamind merupakan individu
yang berperilaku menyimpang karena melakukan vandalisme. Vandalisme
merepesentasikan bagaimana simbol perilaku negatif yang dimiliki Megamind
sebagai seorang hero. Walaupun cenderung bersifat negatif dan merusak, akan
tetapi vandalisme yang dilakukan Megamind tidak sampai membuat warga Metro
City terluka ataupun menderita. Oleh karena itu vandalisme dari Megamind
merupakan sebuah bentuk kriminalitas yang ringan, karena tindakannya itu tidak
menimbulkan jatuhnya korban jiwa.

Perilaku Negatif Megamind Dalam Adegan 34
Time Code: 24:27 - 26:20
Shoot 1
Shoot 2
commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kode Verbal Dalam Adegan 34
Megamind
: Aku tahu, aku tahu, selalu haus, tidak pernah puas.
Megamind
: Aku mengerti kamu, burung berpakaian kecil. Tanpa tujuan,
kekosongan, seperti ruang hampa, bukan?
Megamind
: Seperti apa ruang hampamu, burung kecil?
Minion
: Ada masalah tuan.
Megamind
: Baru saja terpikir, kita memiliki semuanya tapi disisi lain kita
tidak memiliki apa-apa. Apakah kita sudah sukses?
Minion
: Tentu, sudah berhasil tuan. Anda membuat semuanya sempurna.
Megamind
: Lalu mengapa aku merasa begitu melankolis/murung? Aku
merasa tidak bahagia. Tanpa Metro Man, apa gunanya?
Makna Denotasi Dalam Adegan 34
Gambar dan dialog pada shoot 1 menampilkan Megamind yang sedang
linglung dan gelisah. Karena merasa gelisah Megamind berbicara dengan mainan
burung kecil yang berada diatas sebuah gelas kaca. Mainan burung tersebut
memiliki mekanisme menghisap air dan mengeluarkannya kembali sehingga air
yang berada dalam gelas tidak pernah habis. Mainan burung tersebut secara
simbolik merefleksikan sikap Megamind yang sulit merasa puas dan memiliki
kekosongan jiwa ketika tujuannya hilang.
commit to user
107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada shoot 2 Megamind memasang ekspresi murung, kemudian ia
berduskusi dengan Minion mengenai pencapaiannya dan rencana yang akan
dilakukannya kedepan. Gambar shoot 3 memperlihatkan wajah Megamind yang
sedang merengut dengan bibir yang mengarah keatas, ini merupakan isyarat
perasaan kecewa dan sedih. Dalam shoot ketiga memuat makna bahwa
Megamind sedang murung karena tidak menemukan tujuan hidupnya setelah
mengalahkan Metro Man, bahkan Minion yang berusaha memberikan ide dan
menghiburnya tidak mampu untuk memuaskan Megamind.
Makna Konotasi Dalam Adegan 34
Makna yang tersirat dari adegan adalah penggambaran Megamind sebagai
simbol individu yang peragu. Sikap ragu-ragu Megamind diperlihatkan ketika ia
sukses meraih tujuannya, namun ia justru merasa tidak puas atau hampa.
Ketidakpuasan dalam diri Megamind menjadi jawaban bahwa apa yang selama ini
menjadi impiannya ternyata tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena itu
meskipun disatu sisi Megamind berhasil meraih tujuannya, namun dilain sisi ia
merasa gagal dan tidak puas terhadap pencapaiannya.
Perilaku Megamind yang ragu-ragu tersebut bersumber dari perasaan
cemas dan sedih. Menurut Darwis Hude (2006), kecemasan dan kesedihan adalah
dua kata yang dieloborasi oleh psikologi sebagai kata yang hampir sama.
Kecemasan dan kesedihan berkenaan dengan adanya sesuatu yang hilang atau
tidak sesuai harapan. Sedangkan dalam adegan ini, kecemasan dan kesedihan
yang dialami Megamind timbul ketika ia merasa kehilangan setelah mengalahkan
commit to user
Metro Man. Selanjutnya Megamind yang berhasil menggapai tujuan hidupnya
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan mengalahkan Metro Man, ternyata merasa kemenangannya tersebut tidak
sesuai dengan harapannya selama ini.
Pada dasarnya sikap ragu-ragu yang bersumber dari kesedihan dan
kecemasan merupakan bentuk dari perasaan-perasaan negatif. Oleh karena itu
sikap tersebut mencerminkan perilaku negatif yang dimiliki oleh seseorang
(http://www.akuinginsukses.com/bagaimana-mengatasi-depresi-dan-mengubahhidup-anda/). Sedangkan Megamind dalam adegan 34 secara jelas menampilkan
perasaan ragu dan sedih yang mencerminkan simbol perilaku negatif dalam
dirinya. Oleh karena itu perasaan-perasaan yang diekspresikan oleh Megamind
dalam adegan 34 merepesentasikan simbol perilaku negatif yang dimilikinya.

Perilaku Negatif Megamind Dalam Adegan 99
Time Code: 01:19:32 - 01:20:13
Shoot 1
Shoot 3
Shoot 2
commit to user
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kode Verbal Dalam Adegan 99
Titan
: Cukup licik, sis. Tapi hanya ada satu orang yang aku tahu
menyebut kota ini Montro City.
Megamind
: Opsss.
Makna Denotasi Dalam Adegan 99
Adegan ini menceritakan tentang Megamind yang sedang menyamar
menjadi Metro Man ketika berhadapan dengan Titan. Shoot 1 memperlihatkan
peristiwa yang terjadi ketika Megamind berhasil mengusir Titan. Pada shoot 1
terdapat gambar Metro Man dan Roxane, terlihat jika tangan kiri Roxane sedang
menggenggam tangan kiri Metro Man. Selanjutnya tangan kanan Roxane
memutar jam tangan yang dipakai oleh Metro dan terlihat jam tersebut
memancarkan sinar berwarna biru.
Shoot kedua memperlihatkan kejadian yang terjadi setelah jam tangan
Metro Man diputar oleh Roxane, ternyata jam tersebut merupakan alat
berteknologi tinggi yang digunakan Megamind untuk menyamar menjadi Metro
Man. Setelah penyamarannnya terbongkar Megamind justru menampilkan
ekspresi senang dengan mengumbar senyum di bibirnya. Shoot 1 dan shoot 2
merupakan rangkaian pesan yang menjelaskan bagaimana cara Megamind
menyamar menjadi Metro Man agar bisa mengecoh Titan.
Shoot 3 menampilkan gambar Megamind yang memasang ekspresi
terkejut, sebaliknya di belakangnya terlihat Titan sebagai latar yang sedang
commit to user
melayang dengan posisi kaki mengangkang.
Shoot ini memperlihatkan Megamind
110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang terkejut karena Titan berhasil membongkar tipuan yang dilakukannya.
Setelah mengetahui jebakan yang digunakan Megamind membuat Titan kembali
dengan kepercayaan diri yang tinggi. Kepercayaan diri Titan ditunjukkan oleh
gestur tubuh yang melipatkan posisi kedua tangannya, serta ekspresi bibirnya
yang terbuka lebar dengan senyum yang terlihat arogan.
Adegan ini menceritakan Megamind yang mengelabui Titan dengan cara
menyamar menjadi Metro Man. Awalnya strategi Megamind untuk menipu Titan
ini berhasil sehingga membuatnya melarikan diri. Namun Titan menyadari bahwa
dirinya telah di tipu oleh Megamind, selanjutnya ia kembali mendatangi
Megamind untuk melampiaskan kekesalannya. Dari cerita dalam adegan ini
memuat makna mengenai karakter Megamind yang senang menipu, alhasil Titan
menyebut tipuan Megamind sebagai perbuatan licik.
Makna Konotasi Dalam Adegan 99
Penipuan adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar untuk tujuan
tertentu. Di ranah hukum kata penipuan sangat erat hubungannya dengan tindakan
kriminal atau pidana yang melanggar aturan. Begitupun dalam norma masyarakat,
kata penipuan mengacu pada suatu perbuatan salah yang digunakan untuk
kepentingan orang yang menipu. Merujuk pada perspektif hukum dan norma
sosial maka penipuan merepesentasikan perbuatan buruk atau tindakan kejahatan.
Namun dalam kultur masyarakat modern kata penipuan berkembang
menjadi bentuk yang sangat kompleks. Dalam dunia ekonomi-politik penipuan
dianggap sebagai suatu strategi manajemen, dimana penipuan dimanifestasikan
commit to user
111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai muslihat atau rahasia yang digunakan dalam persaingan. Oleh karenanya
penipuan bukanlah sebuah kejahatan selama hal ini tidak melanggar hukum. Sama
halnya dalam dunia militer, penipuan ditafsirkan sebagai sebuah strategi untuk
mengelabui lawan ketika berperang.
Berdasarkan persepktif modern maka konsep penipuan menjadi sangat
luas, sehingga salah ataupun benarnya perbuatan ini bersifat subjektif dan
bergantung dalam konteks apa perbuatan ini dilakukan. Adapun bentuk penipuan
yang dilakukan dalam adegan ini adalah penyamaran. Richard Reynolds (1992)
menyebutkan jika penyamaran bukanlah hal yang asing dalam film Hollywod, dan
pada dasarnya hal ini seringkali dikategorikan berdasarkan dua cara yaitu:
Pertama, seorang tokoh dalam film seringkali menyamar dengan cara
memakai topeng, kostum, menggunakan nama atau dokumen palsu, ataupun
menutupi identitas dirinya. Penyamaran seperti ini digunakan untuk melindungi
orang-orang disekitarnya atau organisasi tempat sang tokoh bekerja dari musuhmusuh mereka. Hal ini biasanya dilakukan oleh tokoh-tokoh protagonis seperti
superhero, pasukan khusus (special force), ataupun agen mata-mata yang
memiliki banyak musuh.
Kedua yaitu penyamaran yang dilakukan dengan cara mencuri identitas
(Shoulder Surfers/Dumpster Divers). Cara ini biasanya dilakukan oleh karakter
antagonis yang menjadikan dirinya sebagai orang lain, baik secara fisik maupun
non-fisik. Umunya penyamaran yang dilakukan adalah menjadi tokoh idola,
politikus, tokoh anonim, keluarga atau teman dari tokoh protagonis, bahkan tidak
commit to user
112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jarang ia menyamar menjadi tokoh protagonis sendiri. Lazimnya penyamaran ini
dipakai demi meraih keuntungan-keuntungan pribadi seperti; tujuan eknomi,
menghilangkan depresi atau mencari kepuasan, balas dendam, hingga merusak
citra orang dicuri identitasnya.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dipahami bahwa penyamaran
merupakan simbol terhadap penipuan atau perbuatan jahat jika dilakukan dengan
cara mencuri identitas. Namun sebaliknya jika penyamaran ditempuh dengan cara
menyembunyikan identitas sang tokoh maka hal tersebut dipandang sebagai
perbuatan baik. Hal ini menandakan bahwa film-film Hollywood lebih
menekankan baik atau jahatnya suatu penyamaran berdasarkan cara yang
digunakan oleh seorang tokoh.
Adapun dalam adegan ini Megamind melakukan penyamaran dengan cara
mencuri identitas yang biasanya merepesentasikan perbuatan jahat. Namun
penyamaran tersebut nyatanya tidak bertujuan untuk merugikan orang lain
ataupun orang yang dicuri identitasnya. Megamind justru mencuri identitas Metro
Man sebagai strategi untuk mengecoh Titan ketika sedang bertarung. Sehingga
muncul makna bahwa meskipun penyamaran Megamind merupakan cara yang
salah, namun ia lebih menekankan tujuannya menyamar untuk menolong orang
lain. Alhasil dari penyamaran Megamind dapat dipahami bahwa penyamaran
terkadang merupakan simbol penipuan yang lebih menekankan tujuan yang positif
daripada cara yang digunakannya.
commit to user
113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c.
Proses Pembentukan Perilaku Megamind

Proses Pembentukan Perilaku Megamind Dalam Adegan 7
Time Code: 02:49 - 03:02
Shoot 1
Shoot 2
Shoot 3
Shoot 4
Kode Vebal Dalam Adegan 7
Megamind
: Untungnya aku menemukan tempat kecil indah yang disebut
rumah. Yang dimaksud rumah dalam shoot ini adalah penjara
(Narasi - On Screen).
Narapidana
: Bisakah kita merawatnya?
Megamind
: Sebuah tempat yang mengajarkanku perbedaan antara benar dan
salah (Narasi - On Screen).
commit to user
114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Makna Denotasi Dalam Adegan 7
Shoot 1 berisi adegan Megamind bayi yang baru saja mendarat dibumi dan
tiba di penjara dengan kapsul terbangnya. Pada shoot ini terlihat Megamind
dengan ekspresi yang sedikit tercengang memangku Minion. Kemudian pada
shoot 2 salah satu narapidana terlihat tersenyum karena gembira dengan kehadiran
Megamind bayi, kemudian narapidana tersebut mengambil inisiatif untuk merawat
Megamind di dalam penjara. Secara simbolik shoot 1 dan 2 menunjukkan
bagaimana Megamind diasuh dipenjara dan ia menggangap tempat tersebut
sebagai rumah. Sementara para penghuni penjara atau narapidana yang
merawatnya secara simbolik menjadi anggota keluarga Megamind.
Dalam shoot 3 dan shoot 4 Megamind sedang diajari oleh para narapidana
tentang perbuatan benar dan perbuatan salah. Gambar shoot 3 memperlihatkan
tiga narapidana sedang memberikan pelajaran kepada Megamind melalui sebuah
kartu. Narapidana yang berada diposisi tengah sedang memegang kartu yang
berisi gambar polisi dengan tulisan “policeman”, kemudian ketiga narapidana
mengangguk ke kanan dan kekiri dengan ekspresi yang sinis, hal ini sebagai tanda
bahwa polisi merupakan orang yang melakukan perbuatan salah.
Sedangkan pada shoot 4 narapidana yang berada ditengah memegang kartu
dengan gambar perampok dengan tulisan “burglar” dibawahnya, saat itu juga
ketiga narapidana mengangguk ke atas dan ke bawah sambil tersenyum, tindakan
tersebut merupakan isyarat mereka kepada Megamind bahwa penjahat melakukan
perbuatan yang benar. Megamind sendiri kemudian menerima pelajaran dari
commit to user
ketiga narapidana tersebut dengan isyarat mengangguk-anggukan kepalanya.
115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Makna Konotasi Dalam Adegan 7
Dalam teori belajar konstruktivisme, seorang individu dalam hidupnya
selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan interaksi tersebut, seseorang akan
memperoleh skema. Skema biasanya berupa kategori pengetahuan yang
membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga
menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam
memahami atau mengetahui sesuatu. Adapun Piaget meyakini bahwa melalui
skema semua anak dilahirkan dengan kecenderungan bawaan untuk berinteraksi
dengan lingkungan mereka dan memahaminya, sehingga skema nantinya menjadi
pola mental yang menuntun perilaku orang tersebut (Suparno,1997:55).
Jika dikaitkan dengan teori belajar konstruktivisme diatas, maka akan
terlihat bagaimana pembentukan skema dalam diri Megamind kecil. Dalam
adegan ke Megamind kecil membentuk skema dalam dirinya setelah berinteraksi
dengan lingkungan ia dibesarkan, yaitu penjara. Pada shoot 3 dan shoot 4
diperlihatkan bagaimana bentuk interaksi tersebut dilakukan melalui proses
belajar mengajar yang dilakukan Megamind dan narapidana yang secara simbolik
merupakan keluarganya.
Melalui proses interaksi dengan lingkungan penjara, Megamind kecil
menyusun skema dalam dirinya mengenai perbuatan salah dan benar. Perbuatan
salah direpesentasikan oleh polisi yang menegakkan kebenaran, sebaliknya
perbuatan benar justru diwujudkan oleh perampok yang berbuat jahat. Skema atau
kategori pengetahuan Megamind tentunya tidak ideal dan terkesan dangkal karena
commit to user
didasarkan oleh sudut pandang narapidana yang lebih berpihak pada penjahat.
116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Melalui kategori pengetahuan dalam diri Megamind maka timbul skema
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan salah, karena menurutnya
perbuatan tersebut justru merupakan perbuatan yang benar atau sesuai. Oleh
karena itu tidak mengherankan skema yang terbentuk dalam diri Megamind akan
menuntunnya melakukan perbuatan salah dikemudian hari. Secara garis besar
adegan 7 menunjukkan bahwa Megamind merupakan simbol bagi orang yang
memiliki masa lalu bermasalah, hal itu dikarenakan ia tumbuh di lingkungan
penjara yang mendorongnya untuk berperilaku seperti seorang penjahat.

Proses Pembentukan Perilaku Megamind Dalam Adegan 14
Time Code: 05:17 - 05:50
Shoot 1
Shoot 2
Shoot 3
commit to user
117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kode Verbal Dalam Adegan 14
Megamind
: Apakah ini takdirku (Narasi - On Screen).
Megamind
: Tunggu mungkin itu benar, berbuat jahat adalah satu-satunya
keahlianku (Narasi - On Screen).
Megamind
: Lalu aku tersadar. Jika aku memang anak nakal, maka aku akan
menjadi anak paling nakal dari mereka semua (Narasi - On
Screen).
Megamind
: Aku memang ditakdirkan menjadi supervillian (Narasi - On
Screen).
Makna Denotasi Dalam Adegan 14
Adegan ini menceritakan Megamind yang sedang dihukum oleh gurunya
setelah membuat kekacauan di sekolah. Megamind memang merupakan siswa
yang sering dihukum oleh gurunya karena sering membuat kekacauan. Kekacauan
yang ditimbulkan Megamind sebenarnya terjadi karena tidak disengaja namun ia
tetap saja dihukum oleh gurunya. Sedangkan hukuman yang diterima oleh
Megamind adalah berdiri di pojokan kelas. Selagi dihukum Megamind sering
merenung dan berusaha memahami alasan ia dihukum. Apa yang dipikirkan
Megamind menjadi pesan yang diutamakan dalam adegan ini.
Gambar shoot 1 memperlihatkan ekspresi mata Megamind yang terbuka
lebar dan terdapat senyum tipis pada bibirnya. Disamping itu, bola mata
Megamind terus bergerak kekiri dan kekanan. Ekspresi-ekspresi tersebut mewakili
user
kondisi Megamind kecil yang commit
sedangto mendapatkan
pemahaman, sehingga
118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ekspresinya seperti orang yang sedang mendapatkan pencerahan. Shoot 1
menunjukkan makna bahwa Megamind kecil sudah mendapatkan jawaban
mengapa ia sering dihukum, yaitu ia merasa bahwa dirinya ahli dalam membuat
kekacauan sehingga memang sudah takdirnya jika ia menjadi penjahat.
Shoot 2 menampilkan Megamind yang memutuskan tujuan baru dalam
hidupnya yakni menjadi “anak paling nakal”. Setelah itu Megamind kecil
memasang senyuman, yang mana hal ini mengisyaratkan niat jahat bahwa ia akan
melakukan perbuatan nakal di dalam kelasnya. Sambil tersenyum Megamind
mengarahkan pandangannya ke depan dimana terdapat peralatan kebersihan yang
akan digunakannya untuk meracik bom asap. Bom tersebut kemudian meledak
dan asap yang ditimbulkannya membuat warna sekolah menjadi berantakan.
Dalam shoot 3 Megamind kecil dikeluarkan (Drop Out) dari sekolahnya
karena bom asap ciptannya membuat kekacauan. Selanjutnya Megamind naik bus,
nampak jika ia duduk di kursi belakang dan sedang memandang kearah
sekolahnya sambil tersenyum. Senyuman Megamind kali ini memiliki makna
bahwa ia gembira karena dikeluarkan dari sekolahnya, selain itu ia juga merasa
senang karena telah menemukan jawaban atas permasalahannya selama ini.
Makna Konotasi Dalam Adegan 14
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema
atau pengetahuan yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang
akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar
bisa masuk ke dalam skema yang dimilikinya. Artinya asimilasi dapat dikatakan
commit to user
119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai proses memahami pengalaman-pengalaman baru dari segi skema yang
telah dimiliki oleh orang itu. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan atau
pergantian skema melainkan mengembangkan skema yang sudah ada sebelumnya.
(http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-konstruktivistik.html).
Jika pada adegan 7 Megamind membentuk pengetahuan (skema) setelah
berinteraksi dengan lingkungan rumah atau penjara, maka dalam adegan 14 ia
mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya dengan berinteraksi di sekolah.
Proses berkembangnya pengetahuan Megamind ini dapat disebut sebagai proses
asimilasi dalam teori kontuktivisme. Sedangkan proses asimilasi Megamind
didapatkannya ketika ia dihukum di dalam kelasnya, oleh karena itu hukuman
merupakan simbol dari proses asimilasi bagi Megamind.
Dalam adegan 14, proses asimiliasi yang dilakukan Megamind
menunjukkan bagaimana pengetahuan atau skema yang dimilikinya bertambah.
Jika dalam penjara Megamind memiliki pengetahuan mengenai apa perbuatan
salah dan benar serta siapa saja yang melakukan perbuatan tersebut. Kemudian
ketika bersekolah Megamind mengembangkan pengetahuannya tersebut, dimana
ia memahami konsep punishment (hukuman) dan reward (hadiah) ketika orang
berbuat salah ataupun benar.
Ketika bersekolah, Megamind menyadari bahwa orang yang berbuat nakal
maka akan mendapatkan hukuman. Hukuman yang diberikan misalnya dengan
cara berdiri dipojokan kelas. Hukuman itu membuat seseorang akan dijauhi atau
commit
user Sebaliknya orang yang berbuat
bahkan dikucilkan oleh teman-teman
dan to
gurunya.
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
baik akan mendapatkan hadiah berupa penghargaan atau pemujaan dari orangorang disekitarnya.
Megamind kemudian merasakan bahwa orang yang sering dihukum sudah
seharusnya ditakdirkan menjadi penjahat. Maka Megamind yang sering dihukum
memutuskan untuk menjadi orang yang jahat karena ia merasa itulah takdirnya.
Secara umum, adegan 14 mengisyaratkan sebuah pesan bahwa hukuman
merupakan simbol bagi seorang penjahat, sebaliknya hadiah merupakan simbol
untuk seorang pahlawan. Hal ini yang lantas membuat Megamind berpikir bahwa
orang yang sering dihukum harus menjadi penjahat.
Pada intinya proses asimilasi ketika Megamind bersekolah kemudian
mempengaruhi perilakunya dimana selanjutnya ia sering berbuat onar di dalam
film ini. Hal tersebut menandakan bahwa proses asimiliasi dalam adegan 14
merepesentasikan bagaimana terbentuknya perilaku negatif dalam diri Megamind.
Maka sebab itu, film ini menunjukkan bahwa pengalaman dan proses asimilasi
sangat menentukan bagaimana perilaku seseorang terbentuk.

Proses Pembentukan Perilaku Megamind Dalam Adegan 85
Time Code: 01:09:13-01:10:15
Shoot 1
Shoot 2
commit to user
121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Shoot 3
Kode Verbal Dalam Adegan 85
Metro Man
: Kau tahu sobat kecil, selalu ada ying untuk yang.
Metro Man
: Jika ada kejahatan, yang baik akan bangkit untuk menantangnya.
Metro Man
: Memakan waktu lama bagiku untuk menemukan “panggilanku”.
Metro Man
: Sekarang hanya masalah waktu sampai kamu menemukan
“panggilan” itu.
Makna Denotasi Dalam Adegan 85
Adegan 85 menceritakan tentang Megamind yang sedang meminta tolong
kepada Metroman untuk menghentikan Titan dan menyelamatkan Metro City.
Diluar dugaan Metro Man justru menolak permintaan Megamind tersebut karena
ia memiliki alasan tertentu. Meskipun Metro Man menolak memberikan bantuan,
akan tetapi ia memberikan nasehat kepada Megamind sebagai sebuah solusi untuk
menghadapi Titan. Nasehat yang diberikan oleh Metro Man kepada Megamind
menjadi inti pesan dari adegan ini.
Gambar pada shoot 1 memperlihatkan Metro Man yang memberikan
wejangan kepada Megamind, terlihat
telapak
commit to
user tangannya memegang tangan
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind sembari matanya menatap dengan serius. Makna yang ditunjukkan
dalam shoot 1 memperlihatkan keseriusan Metro Man ketika menyampaikan
nasehatnya dan menunjukkan bahwa pesan yang akan ia sampaikan merupakan
hal yang penting bagi Megamind.
Disamping
itu
gestur
Metro
Man
yang
memegang
Megamind
menunjukkan isyarat bahwa ia ingin agar Megamind memperhatikan dan
memahami nasehat darinya dengan bersungguh-sungguh. Kemudian isi dialog
yang disampaikan oleh Metro Man menunjukkan bahwa di dunia ini selalu ada
kebaikan dan ada kejahatan. Kejahatan dan kebaikan merupakan dua sisi yang
tidak terpisahkan sehingga diumpamakan sebagai Yin dan Yang oleh Metro Man.
Shoot 2 menampilkan wajah Megamind secara close-up, terlihat jika
Megamind berusaha memahami nasehat dari Metro Man. Ekspresi yang
ditampilkan dari wajah Megamind memperlihatkan keseriusannya ketika Metro
Man sedang menyampaikan pesannya. Sedangkan dialog yang disampaikan dalam
shoot ini mengandung makna bahwa Megamind harus menemukan sebuah
“panggilan”. Panggilan dalam adegan ini memiliki makna bahwa Megamind harus
merasakan terpanggil untuk melawan kejahatan yang dilakukan oleh Titan.
Sedangkan dalam shoot 3 memperlihatkan ekspresi Megamind setelah
mendengarkan nasehat dari Metro Man, terlihat jika bola mata Megamind
membesar dan mulutnya tertutup rapat. Makna yang dihasilkan dari raut wajah
Megamind menandakan bahwa ia memahami nasehat dari Metro Man.
commit to user
123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya meskipun memahami nasehat dari Metro Man namun Megamind
meragukan dirinya untuk mendapatkan panggilannya tersebut.
Makna Konotasi Dalam Adegan 85
Dalam adegan ini diperlihatkan bagaimana Metro Man mendorong
Megamind untuk mencari “panggilan”. Oleh karena itu panggilan merupakan
salah satu simbol yang menjadi elemen vital bagi Megamind. Jika ditelusuri
secara mendalam, panggilan sebenarnya merupakan istilah yang sangat identik
dengan sosok hero dalam bermacam-macam film Hollywood. Apabila dilihat dari
beberapa sudut pandang, kata satu ini memuat makna yang bersifat ambigu.
Panggilan bagi seorang hero dapat diartikan sebagai tanda atau isyarat
untuk menjalankan tugas. Maksudnya adalah panggilan digunakan sebagai cara
untuk memanggil seorang hero agar ia menjalankan tugasnya, yaitu menolong
orang yang kesusahan. Panggilan yang digunakan terhadap seorang hero bisa
berbagai macam bentuknya, mulai dari hal umum seperti; suara sirene, alarm,
orang yang berteriak minta tolong, alat elektronik canggih, hingga melalui berita
dalam televisi atau radio. Serta terdapat panggilan-panggilan khusus lainnya,
misalnya Batman dengan flashorn, Charlie‟s Angels dengan telepon berwarna
merahnya, atau spiderman dengan indera keenamnya yang mendeteksi bahaya
(http://yaledailynews.com/blog/2009/02/03/study-of-the-superhero/).
Sedangkan menurut Richard Reynolds (1992) panggilan bagi seorang hero
dapat disebut sebagai dorongan hati. Artinya seseorang akan menjadi pahlawan
jika hatinya terpanggil jika menyaksikan sebuah kejahatan. Selain itu, panggilan
commit to user
124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melibatkan sebuah proses dimana seseorang mengalami peristiwa penting yang
akan merubahnya menjadi pahlawan. Peristiwa penting yang merubah seseorang
menjadi sosok pahlawan bermacam-macam jenisnya, misalnya; nasehat dari orang
terdekat, peristiwa kematian keluarga atau sahabat, kecelakaan, bencana alam,
kejadian kriminal, dan lain sebagainya. Dalam pengertian ini “panggilan” bisa
ditafsirkan sebagai simbol kelahiran seorang hero.
Jika dikaitkan dengan film Megamind maka kata panggilan mengacu pada
pengertian yang kedua, sehingga panggilan dalam adegan memiliki makna bahwa
Megamind harus terpanggil hatinya untuk melawan kejahatan yang dilakukan
oleh Titan. Oleh karena itu pertemuan Metro Man dan Megamind menjadi
peristiwa penting yang dapat merubah Megamind, karena setelah menerima
nasehat dari Metro Man maka Megamind sadar atas kesalahan yang telah
diperbuatnya. Selain itu Megamind juga mulai merasakan jika jiwanya terpanggil
untuk menghentikan kejahatan yang dilakukan oleh Titan.
Pertemuan dengan Metro Man dalam adegan ini menjadi simbol sebuah
peristiwa penting yang merubah jalan pikiran Megamind. Jika diperhatikan maka
pertemuan keduanya itu merupakan sebuah wujud akomodasi dalam teori belajar
kontruktivisme. Akomodasi adalah mengubah skema (pengetahuan) yang ada agar
sesuai dengan situasi baru. Artinya akomodasi ialah bentuk penyesuaian yang
melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru
yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat terjadi
pemunculan skema baru yang sama sekali berbeda dengan skema sebelumnya
commit to user
(http://frendymatematik.wordpress.com/matematika/aliran-konstruktivisme/).
125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Akomodasi dapat terjadi karena adanya sebuah peristiwa anomali, dimana
suatu peristiwa bertentangan dengan apa yang telah dipikirkan oleh seseorang.
Peristiwa di mana individu tidak dapat mengasimilasikan pengetahuannya untuk
memahami fenomena yang baru (Suparno, 1997:50). Sementara itu, peristiwa
anomali didalam film ini bermula dari rencana Megamind yang ingin menciptakan
seorang superhero. Selanjutnya rencana Megamind itu gagal karena superhero
ciptaannya yang bernama Titan justru memilih menjadi penajahat. Hal ini
kemudian membuat Megamind menjadi bingung sebab keputusan Titan tersebut
tidak sesuai dengan rencana dan bertentangan dengan skema yang dipahaminya.
Selanjutnya saat Megamind mulai memahami apa yang terjadi dengan
Titan ia lantas mencari solusi dengan melakukan pertemuan dengan Metro Man.
Setelah pertemuan itu Megamind mendapatkan nasehat yang merubah skema atau
pengetahuan dalam dirinya. Megamind kemudian paham jika ia harus mencari
“panggilan” dalam dirinya jika ingin menghentikan Titan.
Dari penejelasan diatas dapat disimpulkan jika kegalalan Megamind
merubah Titan menjadi superhero merupakan simbol peristiwa anomali, dimana
dalam hal ini Megamind gagal mengasimilasikan pengetahuannya mengenai
konsep superhero dan supervillian. Sedangkan proses akomodasi ditandai dengan
pertemuan Megamind dengan Metro Man yang membahas cara menghentikan
Titan. Setelah pertemuan ini Megamind membentuk skema (pengetahuan) baru
dalam dirinya. Skema itu membuat Megamind paham bahwa sebenarnya ia tidak
commit to user
126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ditakdirkan menjadi penjahat. Selanjutnya Megamind memulai langkah melawan
kejahatan dengan mencari “panggilan”.
d.
Analisis Mitos
Sejarah mengenai cerita hero dalam masyarakat Barat tidak bisa lepas dari
mitologi Yunani. Sebagian besar karakter hero dalam mitologi Yunani kuno
adalah tokoh setengah dewa seperti Perseus, Achilles, Theseus, Herakles
(Herkules) dan lain sebagainya. Dalam Mitologi Yunani, hero merujuk pada
karakter yang dipuja sebagai orang yang sempurna. Maka sebab itu seorang hero
digambarkan memiliki perilaku sempurna, yang mana mereka selalu menunjung
tinggi nilai-nilai moralitas sehingga menjadi sosok panutan.
Kesempurnaan hero dapat dilihat dari sifatnya yang sangat idealis, jujur,
selalu membela yang benar sehingga semua orang menyukainya, dan hero
menyadari bahwa ia disukai semua orang. Pada akhirnya kesempurnaan seorang
hero menuntun pemikiran kita bahwa ia adalah individu yang merepesentasikan
semua perilaku positif dari manusia ideal. Perilaku hero yang digambarkan seperti
tanpa celah tadi terus berkembang menjadi sebuah mitos, bahkan hal ini masih
terus dipertahankan selama berabad-abad lamanya oleh masyarakat Barat
(http://sepocikopi.com/2011/11/10/anti-hero/).
Pada abad pertengahan sosok hero nan sempurna tampil dalam dunia
dongeng, khususnya cerita rakyat seperti folk dan fairy tales. Dalam berbagai
cerita rakyat biasanya pahlawan adalah para pangeran, bangsawan, ataupun ksatria
tampan berjubah yang menunggangi kuda. Pahlawan-pahlwan ini kemudian akan
commit to user
127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melawan kejahatan dengan kemulian hatinya, dan diakhir cerita ia akan menikahi
seorang putri cantik ataupun gadis pujaannya. Secara tidak sadar simbol-simbol
mengenai pahlawan tampan dengan kepribadian yang sempurna tersebut dikemas
untuk mempertahankan mitos.
Dewasa ini para hero muncul melalui berbagai cerita dalam budaya
populer seperti video game, komik, internet, televisi, maupun film. Penampilan
hero saat ini memang tidak serupa dengan hero-hero yang muncul berabad-abad
yang lalu. Jika dahulu hero menunggang kuda yang gagah maka kini hero
menaiki mobil atau motor sport. Begitupun kedudukan mereka, jika dahulu hero
merupakan pangeran ataupun ksatria kerajaan, maka kini hero diwakili oleh
simbol-simbol penegak hukum seperti polisi, tentara, agen mata-mata, wartawan,
bahkan muncul beberapa sosok hero dari kalangan pengacara seperti dare devil.
Peradaban manusia sedikit banyak merubah penampilan seorang hero di
masa ini, namun mitos mengenai hero dengan perilaku yang sempurna masih
dipertahankan oleh tiap pembuat cerita. Beberapa contohnya dapat diperhatikan
melalui superioritas tokoh-tokoh superhero dalam film Hollywood. Superhero
dalam film digambarkan sebagai orang dengan kepribadian lurus yang selalu
berbuat baik dan tidak pernah berperilaku menyimpang. Akan tetapi beberapa
dekade terakhir beberapa pengamat melihat ada kencenderungan untuk menggeser
hero-hero nan sempurna tersebut.
Kecenderungan untuk menggeser hero sempurna tersebut hadir seiring
perkembangan budaya manusia dimana terjadi pergeseran konsepsi makna di
commit to user
128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat, misalnya saja konsep pencitraan karakter hero yang berwarna putih
(sempurna)
dianggap
bukanlah hal
mutlak.
Konsep tersebut
membuat
perkembangan literal fiksi mencoba untuk memahami ketidak sempurnaan
manusia dalam sistem penokohan hero. Salah satu sistem penokohan protagonis
dalam
fiksi
literal
yang
hadir
dari
ide
tersebut
adalah
anti-hero
(http://sontagkinder.wordpress.com/2011/03/01/anti-hero/).
Anti-hero adalah sebuah gaya penokohan dalam karakter penceritaan fiksi.
Tidak seperti karakter hero yang lazimnya terlihat sempurna di segala hal, antihero malah sebaliknya karena ia justru menonjolkan kekurangan-kekurangannya.
Selanjutnya kepopuleran tokoh anti-hero dalam literatur modern dan budaya
populer bisa juga berdasarkan pada pengenalan konsep bahwa manusia bukanlah
mahluk sempurna jika berbenturan dengan kepentingan manusia lain. Popularitas
ini kemungkinan merupakan pertanda dari penolakan oleh kaum avant garde akan
nilai-nilai kuno, setelah counter-culture revolution pada tahun 1960-an
(http://sontagkinder.wordpress.com/2011/03/01/anti-hero/).
Jika dulu orang menilai karakter anti-hero karena dia adalah tokoh utama
yang seperti penjahat, sekarang anti-hero telah berkembang menjadi beberapa
jenis. Cabang-cabang anti-hero yang biasanya muncul salah satunya adalah
Byronic Hero. Berdasarkan Wikipedia, Byronic Hero biasanya menunjukkan
beberapa ciri-ciri sebagai berikut (http://en.wikipedia.org/wiki/Byronic_hero):
a. Sombong, licik dan mampu beradaptasi
b. Sinis dan seringkali emosinya bertentangan, bipolar, atau moody.
commit to user
129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Menghormati pangkat dan hak istimewa.
d. Memiliki kebencian terhadap lembaga sosial dan norma-norma.
e. Memiliki masa lalu bermasalah atau menderita karena suatu kejahatan
yang tidak disebutkan.
f. Cerdas, perseptif, canggih dan berpendidikan
g. Misterius dan nakal.
h. Sifatnya senang merugikan diri sendiri,
i.
Berjuang dengan integritas.
j.
Diperlakukan dalam pengasingan, sebagai orang terbuang, atau
sampah masyarakat.
Secara rinci maka akan terlihat jika karakter Megamind dalam film ini
mencerminkan simbol-simbol seorang Byronic Hero. Megamind dalam film ini
digambarkan sebagai karakter yang cerdas dan mampu menciptakan alat
berteknologi tinggi. Selanjutnya dalam film ini Megamind juga diperlakukan
dalam pengasingan, hal ini dialaminya karena dijauhi oleh teman-teman dan
gurunya di sekolah. Kemudian ketika dewasa Megamind kembali dikucilkan oleh
masyarakat Metro City. Selain itu Megamind juga memiliki masa lalu bermasalah
karena ia tumbuh besar di lingkungan penjara, hal ini pada awalnya
mempengaruhi perilaku dan cara berpikirnya yang dangkal mengenai perbuatan
salah dan benar.
Dalam beberapa adegan Megamind juga ditampilkan sebagai simbol orang
yang memiliki perilaku bipolar, yakni sifat kompleks dimana terdapat perilaku
commit to user
negatif dan perilaku positif dalam dirinya. Perilaku negatif Megamind terlihat
130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jelas melalui beberapa simbol seperti sikap liciknya yang senang menipu orang,
serta kegemarannya melakukan aksi Vandalisme yang merusak kota Metro City.
Simbol perilaku negatif Megamind yang lainnya adalah sifatnya yang
mudah ragu-ragu atau bimbang ketika menghadapi masalah hidup. Keraguan
Megamind misalnya dialaminya setelah ia menyingkirkan Metro Man. Perilaku
Megamind yang memiliki banyak keraguan tentunya berseberangan dengan
gambaran hero lainnya, sebab pada umumnya hero merupakan simbol orang yang
penuh percaya diri dan tidak memiliki keraguan ketika menemui masalah.
Meski memiliki banyak perilaku negatif namun di sisi lain Megamind
justru memiliki perilaku positif, hal ini salah satunya diwujudkan melalui simbol
keberanian Megamind. Megamind menunjukkan sifat beraninya dalam film ini
melalui berbagai adegan, misalnya ketika ia menghadapi Titan yang diatas kertas
lebih tangguh dari dirinya. Namun menariknya salah satu contoh keberanian yang
ditampilkan Megamind adalah ketika ia menyerahkan dirinya kepada pihak
berwajib. Tindakan Megamind tersebut secara tersirat merupakan sebuah simbol
untuk seseorang yang berani, khususnya dalam menanggung perbuatannya.
Jika ditelusuri maka keberanian yang ditunjukkan Megamind itu tentunya
memiliki konteks yang berbeda dengan wacana hero dalam film Hollywood.
Umumnya keberanian seorang hero (tokoh protagonis) dalam film laga
Hollywood seringkali diartikan sebagai keberanian untuk berjuang atau
berkorban, namun dalam film Megamind terlihat bahwa keberanian bisa
commit to user
131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilakukan dalam berbagai bentuk salah satunya yaitu keberanian untuk
bertanggung jawab.
Selain keberanian, perilaku positif yang dimiliki Megamind adalah empati
atau kepedualian terhadap lingkungan di Metro City. Kepedulian Megamind
terhadap Metro City ditunjukkan ketika ia melawan Titan untuk melindungi kota
tersebut dari kehancuran, perbuatan ini menunjukkan betapa besarnya jasa dan
kepedualian Megamind. Akan tetapi simbol kepedulian Megamind juga
diperlihatkan melalui perbuatan-perbuatan kecil namun sangat berguna bagi
komunitas warga Metro City, misalnya dengan membersihkan sampah atau
merenovasi fasilitas umum seperti museum.
Tindakan sederhana yang dilakukan Megamind tentunya berbeda dengan
mitos yang menilai jika seorang hero identik dengan tindakan-tindakan heroik
seperti menolong ribuan nyawa dan menyelamatkan dunia. Oleh karenanya film
Megamind memperlihatkan bahwa kepahlawanan (heroisme) tidak diukur dari
besar kecilnya jasa yang diberikan oleh seseorang, namun dilihat dari
kepeduliannya. Film ini secara tidak langsung menunjukkan jika kepedulian
merupakan salah satu simbol terpenting bagi seorang hero.
Satu hal lain yang menarik dari perilaku Megamind adalah sikapnya dalam
menipu. Di satu sisi penipuan yang dilakukan Megamind terkadang membuat
warga Metro City kesal. Tetapi disisi lain menipu dapat dimanfaatkan Megamind
untuk melindungi warga Metro City, hal ini terjadi ketika Megamind mengecoh
Titan yang ingin menghancurkan Metro City. Dari contoh tersebut terlihat bahwa
commit to user
132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penipuan memiliki kecenderungan sebagai perilaku bipolar yang dimiliki
Megamind, sebab perilaku ini bisa merugikan orang lain namun juga dapat
bermanfaat bagi Megamind ketika berhadapan dengan musuh yang berbahaya.
Perilaku bipolar yang direpesentasikan oleh Megamind menunjukkan ciri
perwatakan Byronic Hero yang kompleks, yakni banyak mengalami perubahan
suasana hati. Bagi seorang Byronic Hero perubahan suasana hati cenderung
menuntunnya berbuat salah ataupun benar dalam waktu yang berbeda sehingga
membuat kepribadiannya menjadi beragam. Perilaku kompleks oleh Byronic Hero
sekaligus menjadi sindiran atau kritik terhadap mitos yang menggangap jika
seorang hero adalah karakter yang sempurna. Kesempurnaan seorang hero justru
membuatnya kaku, karena ia senantiasa berperilaku lurus dan idealis serta tidak
memiliki kekurangan. Perilaku bipolar juga menunjukkan simbol manusiawi
seorang Byronic Hero karena ia memiliki kekurangan dan kelebihan yang
membuat perilakunya tidak sempurna.
Apa
yang
ditampilkan
oleh
Megamind
sebagai
Byronic
Hero
memperlihatkan bahwa perilaku seorang pahlawan sebenarnya jauh dari kata
sempurna. Tetapi ketidak sempurnaan Megamind justru merupakan simbol yang
menjadi daya tariknya sebagai seorang hero. Daya tarik Megamind tersebut
menunjukkan adanya semacam persetujuan bahwa kekurangan sang pahlawan dan
motivasinya yang tidak terlalu mulia, membuat sebuah cerita menjadi semakin
realistis. Ketidak sempurnaan seorang tokoh hero, membuat tokoh tersebut terasa
lebih hidup juga membuat orang merasa lebih dekat dan bersimpati kepadanya
commit to user
133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(http://seniberpikir.wordpress.com/2012/11/16/hero-dan-anti-hero-dalam-fiksidan-realitas/).
Karakter hero yang tidak sempurna menjadi sebuah pesan yang digunakan
dalam film Megamind supaya menarik simpati para penonton. Langkah ini
nampaknya digunakan oleh pembuat film agar membuat penonton dapat
menerima kekurangan dan kelebihan seorang Megamind. Untuk merealisasikan
hal tersebut maka diawal cerita penonton digiring untuk membenci Megamind
(tokoh protagonis) karena perilakunya yang tidak mulia. Namun diakhir cerita
simpati penonton ditarik dengan cara menampilkan kepahlawanan yang dilakukan
oleh seorang Megamind. Maka sebab itu simbol pahlawan yang tidak sempurna
atau Byronic Hero merupakan strategi yang digunakan oleh sutradara untuk
mengemas pesan dalam film ini.
Disamping itu semua, salah satu hal yang perlu diperhatikan dari
Megamind adalah bagaimana proses perilakunya terbentuk. Dalam menganalisa
proses tersebut maka digunakan teori belajar kontruktivisme, teori ini melihat jika
perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang diperolehnya setelah
menerima rangsangan dari pengalaman-pengalaman yang dialaminya. Melalui
teori ini maka akan terlihat bagaimana perilaku Megamind dibentuk melalui
pengalaman-pengalaman yang dialaminya sejak kecil hingga dewasa.
Di awal film ditampilkan cerita ketika Megamind masih kecil, saat itu
pengetahuan Megamind terbentuk setelah ia mendapatkan pengalaman dari
lingkungan rumah (penjara) dan sekolah. Dari kedua lingkungan tersebut
commit to user
134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind mengalami pengalaman yang buruk sehingga pengetahuan yang
didapatkannya mendorongnya untuk berperilaku negatif. Proses pembentukan
perilaku Megamind di awal cerita tadi dapat disebut sebagai asimilasi, yakni
proses menambah-nambahkan pengetahuan (skema) yang dimiliki Megamind
ketika ia kecil. Sedangkan hasil dari proses asimilasi ini mendorong Megamind
untuk menjadi seorang penjahat.
Sedangkan pada pertengahan cerita Megamind menghadapi pengalaman
baru ketika ia menghadapi cobaan yang sulit. Cobaan tersebut terjadi setelah
Megamind secara tidak disengaja menciptakan seorang penjahat super bernama
Titan. Kemudian ketika mengalami cobaan tersebut, Megamind menyadari bahwa
pemahaman atau pengetahuan yang dimilikinya selama ini tidak mampu
menjawab masalah yang dialaminya. Proses ini menjadi awal sebuah peristiwa
anomali atau peristiwa penting yang akan merubah pengetahuan Megamind.
Untuk mencari jawaban atas masalahnya Megamind kemudian bertemu
dengan Metro Man, lantas keduanya saling berbicara mengenai cara untuk
mengalahkan Titan. Metro Man selanjutnya memberikan nasehat kepada
Megamind untuk menemukan “panggilan” sebagai solusi untuk menghentikan
Titan. Megamind lantas berusaha menemukan “panggilan” tersebut yang
kemudian merubah konsep atau skema berpikirnya dan membangkitkan
kepedulian atau jiwa pahlawannya. Pencarian “panggilan” oleh Megamind ini
dapat disebut sebagai akomodasi atau proses memodifikasi atau merubah
pengetahuan yang dimiliki oleh Megamind. Proses akomodasi ini merupakan
commit to user
pendorong bagi Megamind untuk menjadi seorang pahlawan.
135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selian menggunakan teori belajar kontruktivisme, bagaimana terbentuknya
perilaku pahlawan oleh Megamind dapat diamati dengan pendekatan The Hero’s
Journey. The Hero’s Journey merupakan sebuah konsep yang dikemukakan oleh
pakar Mitologi bernama Joseph Campbell. Menurut Campbell dalam cerita
kepahlawanan terdapat struktur isi pesan yang menampilkan bagaimana tahapantahapan perjalanan yang dilakukan oleh seorang tokoh untuk menjadi hero.
Perjalan-perjalan tersebut seringkali dianggap sebagai riwayat hidup sang hero.
Pada dasarnya The Hero Journey memang merupakan struktur cerita yang
baku dalam cerita-cerita fiksi di Barat. Oleh karenanya struktur cerita dalam
dongeng, legenda, film, novel, maupun aneka bentuk fiksi modern adalah proses
pengulangan yang dilakukan sejak dahulu kala. Dengan struktur cerita yang
hampir seragam maka sudah menjadi suatu kewajaran jika terdapat banyak
kesamaan pada berbagai kisah kepahlawanan. Setelah melihat fenomena tersebut
dapat dipahami jika struktur cerita merupakan salah satu cara untuk membentuk
mitos bagi seorang hero (http://ahmad-juliardi.blogspot.com/2014/04/visit-1mentoring-novel-with-mokamedia.html).
Julie Nava menyebutkan jika dalam The Hero’s Journey terdapat 12
tahapan perjalanan yang dialami oleh seorang hero. Pada dasarnya kedua belas
tahapan-tahapan ini dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu; Departure,
Initiation, dan Return. Tahapan pertama dalam The Hero’s Journey yakni
Departure. Dalam tahapan satu ini terdapat beberapa fase-fase seperti Ordinary
World, Call To Adventure, Refusal Of the Call, dan Meeting the Mentor
commit to user
(http://www.warungkopi.net/2013/11/tahapan-perjalanan-dan-archetype.html).
136
perpustakaan.uns.ac.id
Fase
Ordinary
digilib.uns.ac.id
World
menjelaskan
bagaimana
sang
tokoh
utama (hero) berada pada dunia idealnya, saat semua belum berubah. Selanjutnya
dalam fase Call To Advanture, muncul tuntutan untuk mengatasi sebuah masalah
yang mengharuskan tokoh hero untuk melakukan sebuah perjalanan atau misi.
Berikutnya pada fase Refusal Of The Call sang Hero masih belum yakin akan
kemampuannya untuk melakukan misinya. Pada fase Meeting the Mentor muncul
seorang tokoh lain yang berfungsi sebagai guru atau pembimbing bagi sang hero.
Mentor ini bertugas untuk memotivasi, mempersiapkan, atau mengemukakan
pendapat yang dapat meyakinkan sang hero untuk menjalani misinya.
Berikutnya tahapan kedua adalah Initiation, yaitu tahapan dimana seorang
hero memasuki dunia baru dan dihadapkan pada ujian yang beragam. Ujian itu
akan membuatnya rapuh, namun di sisi lain membuka kesadarannya terhadap
kemampuan yang dia miliki. Sang hero akan menghadapi puncak dari perjuangan
menghadapi tantangan, dan akan menuju “Goa Perlindungan”, di mana dia
menelaah, merenungkan kembali, atau merancang strategi berikutnya guna
melengkapi kemenangannya. Goa Perlindungan di sini bisa diartikan harafiah atau
sebagai simbol tentang saat di mana sang hero berkontemplasi.
Tahapan ketiga adalah Return, yakni tahapan ketika sang hero keluar dan
kembali menempuh perjalanan guna kembali ke dunia dia sebelumnya. Ia
mungkin akan kembali menghadapi musuh yang menghalangi perjalanannya,
namun akan mendapat pertolongan, baik dari tokoh lain ataupun dari dirinya
sendiri yang sudah berubah menjadi lebih matang dan dewasa. Pada tahap ini,
commit to user
137
perpustakaan.uns.ac.id
sang
hero
sudah
digilib.uns.ac.id
membawa Elixer
atau
kemenangan. Kemenangan
itu
bisa berwujud benda, kesadaran baru, keyakinan diri, kesembuhan, kebebasan,
atau berupa cinta sejati. Pendeknya, sang hero berhasil mengatasi tantangan,
menyelesaikan misi, dan mendapatkan hadiah. Ia kini tidak lagi takut dengan
masa lalu ataupun masa depan, karena misi sudah tercapai.
Ketiga tahapan The Hero’s Journey sangat terlihat jelas melalui struktur
cerita dalam film Megamind. Misalnya pada tahapan pertama (Depature), dalam
fase Ordinary World terlihat bagaimana Megamind berada pada dunia yang
dianggapnya ideal yaitu ketika ia menjadi penjahat bagi warga Metro City.
Selanjutnya dalam tahapan Call To Advanture, muncul tuntutan untuk mengatasi
sebuah masalah yang mengharuskan Megamind untuk melakukan sebuah misi,
sedangkan misi Megamind dalam film ini adalah mengalahkan Titan.
Berikutnya pada fase Refusal Of The Call, Megamind meragukan
pengetahuannya untuk melakukan misi. Keraguan Megamind tersebut terjadi
karena ia gagal untuk menciptakan seorang superhero yang diberikannya nama
Titan. Titan yang dianugerahi kekuatan oleh Megamind justru memilih menjadi
penjahat daripada menjadi superhero seperti yang dinginkan oleh Megamind.
Kegagalan Megamind tersebut membuatnya ragu dalam mengambil langkahlangkah yang akan dilakukannya. Kemudian pada fase Meeting the Mentor
Megamind bertemu dengan Metro Ma yang diibaratkan sebagai mentornya.
Dalam film ini Metro Man memberikan motivasi dan nasehat supaya Megamind
yakin dalam mengemban misinya.
commit to user
138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada tahapan kedua (Initiation), fase perjalanan Megamind digambarkan
ketika ia menyerahkan dirinya dan memasuki penjara. Penjara dalam film ini
dapat diartikan sebagai “goa perlindungan”. Ketika dalam “goa perlindungan”
atau penjara Megamind mulai menyadari kesalahan-kesalahan yang telah
diperbuatnya, kemudian ia menemukan “panggilan” yang selama ini telah
dicarinya. Setelah mendapatkan “panggilan” tersebut maka timbul jiwa pahlawan
dalam diri Megamind untuk melidungi Roxane dan Metro City dari kehancuran.
Pada tahapan ini Megamind menemukan tantangan terbesar dalam film ini yaitu
menghadapi Titan yang jauh lebih unggul darinya.
Dalam tahapan ketiga (Return) Megamind berhasil keluar dari penjara dan
kembali ke Metro City untuk menghadapi Titan. Megamind kemudian kembali
menghadapi musuh yang menghalanginya tersebut, namun mendapat pertolongan
dari Minion. Pada tahap ini, Megamind membawa Elixer berwujud kesadaran
baru dan keyakinan diri untuk menghentikan Titan. Pada akhirnya, Megamind
berhasil mengatasi tantangan dan menyelesaikan misi. Selain itu Megamind tidak
lagi takut dengan masa lalunya sebagai seorang penjahat.
Ketiga tahapan perjalanan yang dilakukan oleh Megamind mewakili
proses akomodasi ketika ia membentuk perilaku seorang pahlawan dalam dirinya.
Selain itu ketiga tahapan dalam The Hero’s Journey menjadi simbol yang
menampilkan bagaimana proses “kelahiran” seorang pahlawan dalam film
Megamind. Oleh karena itu, di satu sisi film Megamind memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan mitos mengenai tahapan-tahapan perjalanan (The Hero’s
commit to user
Journey) oleh seorang hero.
139
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan analisa perilaku yang direpesentasikan oleh Megamind dapat
ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, secara garis besar perilaku seorang Byronic
Hero yang ditampilkan oleh Megamind menjadi kontramitos terhadap konsep
pahlawan yang berperilaku sempurna. Kedua struktur cerita film Megamind
menunjukkan formula The Hero’s Journey, artinya pembuat pesan (film) masih
mempertahankan mitos tentang perilaku seorang hero yang terbentuk melalui
tahapan-tahapan perjalanan yang dilakukannya. Oleh karena itu perilaku
Megamind yang direpesentasikan dalam film ini menunjukkan sebuah upaya
untuk keluar dari mitos yang ada, namun cara pembuat pesan (film) dalam
menyusun struktur cerita atau mengurutkan pesan masih mempertahankan mitos
mengenai hero pada umumnya.
4.2.3. Representasi Megamind Berdasarkan Latar Belakang Sosial
Untuk menganalisa latar belakang sosial seseorang maka dapat ditinjau
berdasarkan pembagian-pembagian kelompok sosial. Dari pembagian tersebut
menunjukkan adanya sebuah stratifkasi sosial sehingga muncul kelompok
masyarakat atas, menengah, dan bawah. Oleh karena itu dalam korpus ini akan
dianalisa bagaimana latar belakang sosial yang dimiliki oleh Megamind, sehingga
nantinya dapat dilihat tergolong sebagai kelompok sosial apakah ia didalam film
ini. Sementara itu untuk menganalisa latar belakang sosial seorang Megamind
akan digunakan dua pendekatan yaitu: a). Prasangka Sosial Terhadap Megamind,
dan b). Gaya Hidup Megamind.
commit to user
140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a.
Prasangka Sosial Terhadap Megamind

Prasangka Sosial Terhadap Megamind Dalam Adegan 9
Time Code: 03:31 - 04:14
Shoot 1
Shoot 2
Shoot 3
Kode Verbal Dalam Adegan 9
Megamind
: Setelah beberapa tahun, dengan terkadang berperilaku baik, aku
diberi kesempatan untuk belajar merubah diriku menjadi lebih baik.
Di tempat aneh yang disebut sekolah.
Makna Denotasi Dalam Adegan 9
Adegan kesembilan memperlihatkan kejadian-kejadian yang terjadi ketika
Megamind pertama kali pergi ke sekolah. Berbeda dengan anak-anak normal
lainnya yang mengenakan pakaian rapi saat bersekolah, Megamind justru
commit to user
mengenakan seragam narapidana berwarna orange. Shoot 1 menunjukkan gambar
141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind yang berada di depan gerbang penjara, ia sedang menunggu bis
penjara menuju ke sekolah. Terlihat dalam shoot ini Megamind sedang memegang
Minion dengan kedua tangannya yang diborgol, kemudian terdapat tiga orang
yang menemaninya, dua orang yang memegang rantai borgol adalah polisi adapun
satu orang lainnya yang mengenakan jas adalah kepala sipir penjara.
Shoot 2 memperlihatkan gambar Megamind yang sedang heran saat
hendak memasuki ruangan kelasnya, sementara di belakang Megamind terlihat
gambar dua polisi penjara yang memegang borgolnya sebagai latar. Dalam shoot
3 terdapat gambar teman-teman sekelas dan guru Megamind yang bereaksi
ketakutan setelah kedatangan Megamind, mulut mereka terlihat terbuka lebar
sementara mata mereka melotot sebagai isyarat rasa kaget sekaligus cemas
terhadap kehadiran Megamind. Jika diperhatikan mayoritas murid dan guru di
kelas tersebut adalah orang kulit putih.
Makna dalam adegan ini mencakup reaksi yang ditampilkan oleh orangorang ketika Megamind melakukan hari pertamanya disekolah. Pada bagian awal
memperlihatkan bagaimana Megamind harus mendapatkan pengawalan yang ketat
oleh penjaga penjara dan seorang sipir ketika berangkat ke sekolah. Sedangkan
ketika tiba disekolah kehadiran Megamind menimbulkan reaksi yang membuat
orang-orang seisi kelasnya kaget atau cemas. Dari adegan ini akan terlihat jika
kehadiran Megamind di sekolahnya tidak mendapatkan sambutan yang baik oleh
orang-orang disekitarnya.
commit to user
142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Makna Konotasi Dalam Adegan 9
Jika dianalisa reaksi buruk yang diterima oleh Megamind berhubungan
dengan prasangka-prasangka sosial yang seringkali ditampilkan dalam film
Hollywood. Menurut Liliweri, prasangka adalah sikap antipati berdasarkan
generalisasi yang salah atau generalisasi yang tidak luwes. Sikap antipati ini dapat
dirasakan atau dinyatakan. Antipati bisa langsung ditujukan kepada kelompok
atau individu dari kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap antipati yang
berlandaskan pada caara menggenariliasi yang salah dan tidak tepat. Kesalahan
tersebut dapat saja diungkapkan secara langsung kepada orang yang menjadi atau
dianggap sebagai kelompok tertentu (Liliweri, 2005:206).
Salah satu prasangka sosial yang seringkali ditampilkan dalam film-film
Hollywood adalah anggapan negatif terhadap masyarakat kulit hitam. Dalam film
Hollywood seringkali orang kulit hitam dihubung-hubungkan sebagai pelaku
kriminal yang berbahaya sehingga membuat masyarakat, terutama orang kulit
putih, menjadi cemas dan ketakutan. Hal ini secara tidak langsung makin
diperkuat dengan fakta-fakta mengenai tingginya tingkat kriminalitas dikalangan
orang-orang kulit hitam.
Disebutkan oleh Jeneen Jones bahwa 28,5 % laki-laki kulit hitam pernah
masuk penjara selama hidup mereka. Angka tersebut sekitar enam kali lebih
banyak dibandingkan laki-laki kulit putih yang berjumlah 4,4 %. Sedangkan di
kalangan wanita, 3,6% dari wanita kulit hitam akan masuk penjara setidaknya
sekali dalam hidupnya dan wanita kulit putih hanya 0,5%. Kemudian diperkirakan
commit to user
jika 7,9 % laki-laki kulit hitam dan 0,7 % laki-laki kulit putih akan memasuki
143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penjara federal saat berusia 20 tahun. Berikutnya terdapat 21,4 % laki-laki hitam
dan 1,4 % laki-laki putih akan dikurung di penjara pada usia 30 tahun
(http://apisuci.blogspot.com/2012/03/kebenaran-tentang-kejahatan-hitam.html).
Data-data yang disebutkan diatas menunjukkan betapa tingginya angka
kriminalitas dikalangan orang kulit hitam. Hal ini lantas melahirkan istilah Black
Crime. Istilah ini kemudian dipakai untuk melabeli orang kulit hitam sebagai
kelompok masyarakat yang identik dengan kejahatan dan penjara. Sedangkan
dalam film Megamind konsep mengenai Black Crime ditampilkan dalam adegan
9. Pada bagian awal, diperlihatkan bagaimana Megamind harus mendapatkan
pengawalan yang ketat saat berangkat ke sekolah. Hal ini menimbulkan anggapan
bahwa Megamind sebagai orang kulit gelap (hitam) merupakan simbol pelaku
kriminal yang harus dijaga ketat ketika bersekolah.
Sesampainya disekolah kedatangan Megamind menimbulkan reaksi cemas
dan kaget bagi para siswa di sebuah kelas. Jika dianalisa maka reaksi yang
ditampilkan oleh para siswa tersebut terjadi karena status Megamind sebagai
seorang penghuni penjara dan orang kulit gelap (hitam). Status yang dimiliki oleh
Megamind itu membuatnya dipandang sebagai simbol orang yang berperilaku
jelek dan berbahaya bagi masyarakat, terutama bagi siswa di sekolahnya. Oleh
karena itu, konsep Black Crime merepesentasikan status Megamind sebagai orang
kulit hitam yang dipandang buruk dan berstatus rendah.
commit to user
144
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
Prasangka Sosial Terhadap Megamind Dalam Adegan 11
Time Code: 04:36 - 04:38
Shoot 1
Makna Denotasi Dalam Adegan 11
Adegan ini memperlihatkan Megamind yang sedang berfoto dengan guru
dan teman-teman sekolahya. Dari hasil foto nampak siswa sekolah saling
berkumpul dan membentuk barisan ditengah-tengah gambar. Sedangkan
Megamind tidak berada pada barisan tersebut namun posisinya berada di sudut
kiri gambar sehingga terlihat jarak kosong diantara siswa yang berkumpul dengan
Megamind. Makna yang ditimbulkan dari hasil foto tersebut menunjukkan bahwa
Megamind merupakan siswa yang dijauhi oleh para siswa dan guru disekolahnya.
Hal ini secara jelas terlihat ketika siswa disekolah tersebut menjaga jarak dengan
Megamind ketika sedang berfoto.
Makna Konotasi Dalam Adegan 11
Hubungan antarmanusia seringkali dipengaruhi oleh perasaan psikologis
atau perasaan emosi tertentu, inilah yang dimaksud jarak sosial. Jarak sosial
merupakan perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok sosial
berdasarkan tingkat penerimaan commit
tertentu.toHubungan
antara jarak sosial dengan
user
145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
prasangka berbanding lurus, semakin besar atau semakin jauh jarak sosial maka
prasangka yang timbul menjadi semakin besar pula. Sebaliknya semakin kecil
atau semakin dekat jarak sosial terhadap seseorang maka prasangka sosial
semakin kecil (Liliweri, 2001:178)
Dalam film ini ditampilkan sebuah jarak sosial yang terjadi di dalam
sekolah Megamind, dan hal itu secara tersirat nampak pada gambar foto di dalam
adegan 11. Dalam foto tersebut terlihat jika para siswa tidak menerima kehadiran
Megamind sebagai bagian dari kelompok mereka sehingga ketika sedang berfoto
mereka menjauhkan dirinya dari Megamind. Cara para siswa untuk menjauhi
Megamind tersebut merupakan simbol mereka dalam membentuk jarak sosial
didalam sekolah. Adapun faktor yang jadi penyebab terjadinya jarak sosial
tersebut adalah prasangka yang dimiliki oleh para siswa mengenai Megamind.
Menurut Mar‟at (1981), prasangka sosial adalah dugaan-dugaan yang
memiliki nilai positif atau negatif, tetapi biasanya lebih bersifat negatif.
Sedangkan menurut Brehm dan Kassin (1993), prasangka sosial adalah perasaan
negatif terhadap seseorang semata-mata berdasar pada keanggotaan mereka dalam
kelompok tertentu. Prasangka sosial menurut Papalia dan Sally (1985) adalah
sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya
tanpa
adanya
alasan
yang
mendasar
pada
pribadi
orang
tersebut
(http://id.wikipedia.org/wiki/Prasangka).
Secara tersirat para siswa sekolah memiliki prasangka negatif mengenai
Megamind yang dibesarkan dipenjara dan bekulit gelap (hitam). Prasangka negatif
commit to user
146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang semakin besar kepada Megamind membuatnya semakin dijauhi oleh para
siswa disekolah, alhasil ia dianggap sebagai musuh bersama oleh setiap siswa di
sekolah tersebut. Prasangka negatif mengenai Megamind itu mendorong para
siswa untuk menjauhinya tanpa alasan yang jelas, bahkan prasangka itu muncul
sebelum mereka mengenal atau berhubungan dengan Megamind terlebih dahulu.
Secara garis besar, jarak sosial yang diberikan kepada Megamind
menunjukkan
sebuah
bentuk
prasangka
yang
tidak
menghargai
atau
menghormatinya. Oleh karena itu foto Megamind yang diajuhi oleh temantemannya menjadi simbol jarak sosial dalam adegan 11. Jika ditelusuri, alasan
mengapa Megamind dijauhi teman-temanya dikarenakan ia memiliki status sosial
yang rendah sebagai orang berkulit gelap (hitam) yang dibesarkan dipenjara.
Dengan status sosial yang disandang oleh Megamind, maka tidak mengherankan
jika tidak ada satupun orang yang menaruh hormat kepadanya. Oleh karena itu
jarak sosial dalam adegan ini merepesentasikan sosok Megamind yang memiliki
status sosial yang rendah.

Prasangka Sosial Terhadap Megamind Dalam Adegan 13
Time Code: 04:55-05:16
Shoot 1
commit to user
Shoot 2
147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Shoot 3
Kode Verbal Dalam Adegan 13
Megamind
: Tidak peduli sekeras apapun aku mencoba, aku selalu menjadi
orang yang terasing. Orang yang paling terakhir dipilih, si
pengacau, kambing hitam (Narasi - On Screen).
Megamind
: Anak nakal
Megamind
: Uhhh…
Makna Denotasi Dalam Adegan 13
Pada awal adegan, siswa-siswa di sekolah terlihat akan melakukan
permainan lempar tangan. Selanjutnya pemimpin kelas (Metro Man) ditugaskan
untuk memilih anggota kelompoknya dalam permainan tersebut. Pada akhirnya
siswa yang tersisa untuk dipilih oleh pemimpin kelas hanya tersisa dua orang,
yaitu seorang siswi sakit yang mengenakan tongkat serta Megamind. Kedua orang
itu secara simbolik menjadi orang buangan atau orang-orang yang menjadi pilihan
terakhir ketika membentuk sebuah kelompok. Selanjutnya dalam shoot 1
pemimpin kelas memilih siswi tersebut dan hanya menyisakan Megamind yang
sendirian untuk ikut serta dalam permainan tersebut.
commit to user
148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam shoot 2 Megamind menunjukkan ekspersi kecewa karena tidak ada
satu anakpun yang mau bermain olah raga “lempar tangan” dengannya. Bahkan
dalam shoot ini ditampilkan gambar salah satu siswi yang gembira karena tidak
menjadi rekan Megamind dalam permainan “lempar tangan”. Shoot 3
menampilkan Megamind yang harus sendirian menghadapi teman-temannya
dalam permainan lempar tangan. Nampak Megamind sangat kewalahan dalam
permainan yang tidak adil tersebut sehingga ia harus terjatuh setelah bola yang
dilemparkan oleh teman-temannya mengenai kepalanya. Meskipun mengalami
perlakuan yang tidak adil itu, namun Megamind terlihat tidak membalas atas
perbuatan yang dilakukan oleh teman-temannya.
Adegan ini memuat makna mengenai perlakuan yang diterima oleh
Megamind dari teman-teman di sekolahnya. Terlihat melalui rangkaian shoot
diatas Megamind mengalami penolokan atau tidak diterima sebagai bagian dari
kelompok teman-temannya. Sedangkan dari isi dialog pada adegan ini
memperlihatkan bahwa Megamind sebenarnya sudah berupaya agar bisa diterima
oleh teman-temannya. Namun usaha Megamind ternyata tidak berhasil karena
teman-temannya memberikan label kepadanya sebagai kambing hitam atau anak
nakal yang harus dijauhi.
Penolakan oleh teman-temannya membuat Megamind mudah untuk
diperlakukan secara tidak adil. Namun Megamind nampaknya tidak berusaha
untuk melawan terhadap perlakuan yang dialaminya. Hal ini nampak jelas dalam
shoot 3 saat Megamind hanya pasrah walaupun teman-temannya melemparkan
commit to user
bola kearahnya secara kasar. Tindakan yang dilakukan teman-temannya kepada
149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind mengarah pada sebuah tindakan yang menggangu dan tidak
menyenangkan, bahkan secara fisik cenderung menyakiti Megamind.
Makna Konotasi Dalam Adegan 13
Dari adegan ini menunjukkan makna bahwa saat kecil Megamind
mengalami perlakuan buruk oleh teman-temannya disekolah. Dalam budaya
populer di Barat perlakuan buruk yang diterima Megamind tersebut identik
dengan sebuah istilah yang disebut bullying. Dalam www.psychologymania.com
disebutkan jika bullying merupakan masalah sosial yang ditemukan di kalangan
anak-anak sekolah. Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang
yang mengganggu orang lemah. Beberapa istilah yang seringkali dipakai oleh
masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying diantaranya adalah
penindasan, penggencetan, peloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi
(http://www.psychologymania.com/2012/06/definisi-bullying.html).
Menurut Barbara Coloroso dalam www.psychologymania.com, Bullying
terbagi menjadi empat bentuk, yaitu:
1. Bullying Secara Verbal; perilaku ini dapat berupa julukan nama,
celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyataan-pernyataan
yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, suratsurat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasakkusuk yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya.
2. Bullying Secara Fisik; yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli,
menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar, meludahi,
commit to user
memalak atau meminta paksa yang bukan miliknya, pengeroyokan,
150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjadi eksekutor perintah senior atau pemimpin, dan merusak serta
menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas.
3. Bullying Secara Relasional adalah pelemahan harga diri korban secara
sistematis
melalui
pengabaian,
pengucilan
atau
penghindaran,
mengintimdasi, mengecilkan, dan mendiskriminasikan.
4. Bullying Elektronik; merupakan bentuk perilaku bullying yang
dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer,
handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan lain
sebagainya
(http://www.psychologymania.com/2012/06/jenis-jenis-
bullying.html).
Berdasarkan penjelasan diatas, Megamind mengalami dua bentuk bullying
yaitu Bullying Secara Fisik dan Bullying Secara Relasional. Bullying Secara Fisik
yang dialami Megamind adalah pengeroyokan dan pemukulan dengan bola yang
dilakukan oleh teman-temannya ketika bermain bola lempar. Sedangkan Bullying
Secara Relasional meliputi tindakan mengabaikan dan mendiskriminasikan
Megamind ketika pemilihan kelompok dalam permainan bola lempar. Oleh karena
itu makna yang timbul dari adegan ini menandakan bahwa Megamind merupakan
“korban bullying” dari teman-teman sekolahnya.
Jika ditelusuri bullying terjadi karena beberapa kondisi. Pertama, korban
yang mengalami bullying tidak melakukan perlawanan. Kedua, bullying terjadi
karena pengulangan atau dilakukan berulang kali lebih dari satu periode waktu.
Ketiga, bullying biasa terjadi karena harga diri atau desakan lingkungan karena
commit to user
adanya sebuah pola-pola seperti senior-junior, status asimetri, serta kesempatan
151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan niat balas dendam (http://www.psychologymania.com/2012/06/faktor-faktorpenyebab-terjadinya.html).
Selain ketiga kondisi tersebut terdapat situasi-stuasi lainnya yang menjadi
penyebab bullying, misalnya karena kedudukan sosial atau posisi yang tidak
seimbang dalam sebuah kelompok. Hal ini biasanya diwujudkan dalam
perbedaan-perbedaan status sosial yang dipengaruhi faktor kekuatan, kekuasaan,
popularitas, dan lain sebagainya. Orang melakukan bullying biasanya karena
merasa statusnya paling tinggi, sebab ketika seseorang mempunyai kekuatan dan
status sosial yang tinggi maka muncul kemungkinan jika ia akan memilih
melakukan bullying dibandingkan melindungi orang-orang yang lemah.
Jika diperhatikan maka bullying yang dialami Megamind disebabkan
karena dua alasan. Penyebab pertama terjadi karena Megamind tidak bisa
memberikan perlawanan yang kuat terhadap perlakuan buruk yang diterimanya
dari teman-temannya. Bullying terhadap Megamind tentu tidak akan terjadi jika ia
mampu membuat teman-temannya jera ketika menganggunya. Sedangkan alasan
yang kedua adalah kedudukan sosial yang tidak seimbang di sekolah Megamind,
sebab pada adegan ini terlihat jika kelompok orang yang memiliki kedudukan
tinggi melakukan bullying terhadap orang dengan kedudukan rendah.
Dalam adegan 13, Megamind menjadi simbol bagi orang dengan
kedudukan yang rendah karena ia dijauhi atau dikucilkan oleh teman-temannya
disekolah. Secara tersirat penyebab Megamind terkucilkan adalah status sosial
yang dimilikinya sebagai orang berkulit gelap atau hitam, serta latar belakangnya
commit to user
152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai penghuni penjara. Setelah dijauhi oleh teman-temannya Megamind tidak
memiliki kekuatan dan kekuasan di sekolahnya sehingga membuat kedudukan
atau status sosialnya berada di tingkat terendah.
Sebaliknya Metro Man (pemimpin kelas) yang memiliki banyak pengikut
atau teman di dalam kelompoknya memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar,
hal tersebut membuatnya berada di tingkatan tertinggi di sekolahnya. Karena
memiliki kedudukan yang tinggi maka Metro Man seringkali mengajak temantemannya menganggu (bullying) Megamind yang memiliki kedudukan yang
rendah. Posisi Megamind sebagai korban bullying merepesentasikan kedudukan
sosialnya yang rendah yang mengakibatkan ia mengalami diskriminasi di
sekolahnya. Oleh sebab itu adegan ini menunjukkan simbol-simbol diskriminasi
terhadap Megamind karena latar belakang sosialnya yang rendah.
b.
Gaya Hidup Megamind

Gaya Hidup Megamind Dalam Adegan 20
Time Code: 11:39-14:22
Shoot 1
Shoot 2
commit to user
153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kode Verbal Dalam Adegan 20
Megamind
: Bagaimana penampilanku Minion?
Megamind
: Apakah aku terlihat buruk?
Minion
: Sangat menjijikkan dan mengerikan, tuan.
Makna Denotasi Dalam Adegan 20
Adegan ini dimulai ketika Megamind berhasil merlarikan diri dari penjara
dan kembali ke markas rahasianya. Sesampainya di markas rahasia, hal pertama
yang dilakukan oleh Megamind adalah mengganti penampilannya. Dalam shoot 1
terlihat jika Megamind baru saja mengganti seragam penjara berwarna orange
dengan kostum berwarna hitam gelap yang biasa ia kenakan. Perlu diketahui
bahwa kostum tersebut dipasangi banyak atribut duri-duri yang terdapat disekitar
sabuk, pundak, tangan, dan kaki.
Setelah mengenakan kostumnya Megamind meminta pendapat kepada
Minion mengenai penampilannya tersebut. Minion kemudian memberikan
jawaban yang mengatakan bahwa penampilan Megamind sangat buruk dengan
baju yang dikenakannya. Namun Megamind terlihat senang dengan komentar
Minion dan membalasnya dengan sebuah senyuman, kemudian Megamind terlihat
kembali bersemangat setelah mengenakan kostum lamanya. Shoot 1 menandakan
bahwa Megamind merasa senang jika penampilannya dianggap buruk atau
menakutkan, nampaknya hal itu merupakan tujuannya memakai kostum tersebut.
commit to user
154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya dalam shoot 2 terdapat gambar Brain-Bot yang menyambut
Megamind ketika memasuki markas rahasianya. Brain-Bot adalah robot ciptaan
Megamind yang bentuk tubuhnya mirip dengan ubur-ubur. Nampak kepala BrainBot berwarna transparan sehingga bagian otaknya terlihat sangat jelas. Bagian
otak yang menonjol pada robot ini membuatnya dinamai Brain-Bot oleh
Megamind. Namun hal menarik dari bentuk Brain-Bot adalah modifikasi pada
bagian atas kepalanya yang menyerupai rambut dengan model Mohawk. Selain itu
pada bagian pinggir rambutnya dipasang dengan atribut duri-duri.
Rangkaian shoot 1 dan 2 menunjukkan bahwa Megamind sangat senang
memasangkan akseoris berduri-duri pada peralatan yang dipakainya seperti
pakaian, mobil, Brain-Bot dan lain-lainnya. Umumnya aksesoris dengan duri-duri
(spike) yang dikenakan Megamind merupakan gaya berbusana yang disebut
sebagai Punk Style. Alhasil adegan ini menunjukkan bahwa Megamind memiliki
ciri khas dengan mengenakan busana punk.
Makna Konotasi Dalam Adegan 20
Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan membentuk status
sosial dan kelas sosial. Kelas sosial adalah pembagian anggota masyarakat ke
dalam suatu hirarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas
secara relatif mempunyai status yang sama, dan para anggota kelas lainnya
mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Status dan kelas sosial
menunjukan preferensi produk dan merek dalam bidang-bidang tertentu misalnya
busana. Busana merupakan salah satu cara untuk melihat pembagian kelas sosial
commit to user
155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam masyarakat (http://muslimah2792.blogspot.com/2013/06/pengaruh-statussosial-dan-kelas-sosial.html).
Gaya busana yang dikenakan seseorang erat berhubungan dengan kelas
sosial orang yang bersangkutan. Misalnya atribut-atribut yang sifatnya massal dan
dianggap berselera rendahan biasanya selalu dihindari oleh orang-orang yang
secara ekonomi mapan atau berada. Bagi kelas sosial yang rendah, busana yang
digunakan dianggap sederhana, tidak elegan, bahkan cederung tidak rapi dalam
pembuatannya. Sebaliknya busana bagi kelas sosial tinggi dilihat berdasarkan cara
pembuatannya yang rapi dengan kualitas dan jenis bahan terbaik sehingga
menimbulkan kesan elegan, biasanya busana-busana seperti ini dibuat oleh
produsen-produsen ternama bertaraf internasional.
Sementara itu dalam adegan 20 memperlihatkan Megamind sebagai orang
yang menggunakan gaya berbusana punk atau Punk Style. Pada dasarnya Punk
Style merupakan gaya fashion yang dianut di kalangan Punker’s (penganut gaya
hidup punk) atau Skinhead. Punk Style biasanya ditandai dengan model rambut
yang bediri tegak atau biasa disebut mohawk, baju dan celana jeans ketat berwarna
hitam gelap, jaket kulit, sepatu boot, piercing, rantai dan spike, tattoo, eye liner di
kelopak mata dan lain sebagainya.
Pada perkembangannya Punk Style dianggap masyarakat awam sebagai
gaya penampilan bagi orang-orang dengan kelas sosial rendah. Hal ini disebabkan
oleh gaya berbusana punk yang dianggap urakan, kotor, dan tidak elegan. Bahkan
bahan-bahan yang digunakan untuk membuat assesoris dan pakaian berbusana
commit to user
156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
punk dianggap tidak berkualitas, akibatnya Punk Style dipandang busana dengan
selera yang rendah. Punk Style juga terkadang dihubungkan dengan gaya
berbusana anak jalanan yang terkesan liar dan tidak elit, hal ini salah satunya
dipengaruhi oleh aliran Street Punk and Oi yang identik dengan kehidupan anak
jalanan. Pada akhirnya Punk Style seringkali dianggap oleh masyarakat sebagai
busana yang menonjolkan kesan menakutkan, menjijikkan, bahkan liar.
Pada intinya makna konotasi dalam adegan ini memperlihatkan kelas
sosial seseorang berdasarkan cara berbusananya. Oleh karenanya gaya berbusana
merupakan salah satu hal yang menunjukkan simbol kelas sosial yang dimiliki
Megamind. Sementara itu, gaya berbusana Megamind adalah Punk Style yang
tidak lain merepesentasikan gaya berbusana bagi masyarakat kelas rendah. Maka
sebab itu, adegan ini menunjukkan jika Megamind menempati kelas sosial yang
rendah di dalam masyarakat Metro City.

Gaya Hidup Megamind Dalam Adegan 23
Time Code: 16:31 - 17:10
Shoot 1
Shoot 2
commit to user
157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Makna Denotasi Dalam Adegan 23
Adegan ini menampilkan tempat tinggal Megamind yang dirubah untuk
menyerupai bangunan observatorium di kota Metro City. Tujuan Megamind
melakukan hal tersebut adalah untuk mengecoh Metro Man. Nampak dalam shoot
1 gambar tempat tinggal Megamind ditampilkan dari luar. Jika diperhatikan
kondisi tempat tinggal Megamind terlihat seperti bangunan jelek karena terbuat
dari material kayu yang usam dan rapuh. Disamping itu, pada bagian tembok
bangunan tersebut terlihat bolong-bolong, sehingga terdapat tambalan-tambalan
kayu dan beton yang tersusun secara tidak teratur.
Shoot 2 menampilkan perbandingan gambar observatorium asli dengan
gambar tempat Megamind yang telah disamarkan menjadi observatorium. Terlihat
jelas bahwa tempat Megamind jauh lebih buruk dari bangunan observatorium
yang asli. Tempat Megamind nampak seperti bangunan yang belum sempurna
dalam proses pembuatannya karena masih terlihat fondasi dan tangga di pinggir
bangunan. Dari beberapa shoot pada adegan 23 dapat disimpulkan bahwa tempat
tinggal Megamind terlihat seperti bangunan yang biasanya belum sempurna
pembuatannya sehingga tidak layak huni.
Makna Konotasi Dalam Adegan 23
Jika dianalisa lebih lanjut, adegan menandakan fenomena yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat mengenai stratifikasi sosial (pelapisan sosial).
Berdasarkan www.wiedjcorn.blogspot.com, stratifikasi sosial atau pelapisan sosial
sudah mulai dikenal sejak manusia menjalin kehidupan bersama. Terbentuknya
commit to user
pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu
158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan yang lain secara teratur dan tersusun, baik secara perorangan maupun
kelompok (http://www.wiedjcorn.blogspot.com/2010/11/pola-hidup-masyarakatterstratifikasi.html).
Salah satu kriteria yang menjadi penyebab terbentuknya stratifikasi sosial
adalah Ukuran Kekayaan. Jika dilihat berdasarkan Ukuran Kekayaan, maka
seseorang yang memiliki kekayaan paling banyak akan menempati pelapisan di
atas. Kekayaan seseorang misalnya dapat dilihat dari tempat tinggal (rumah) yang
dimilikinya. Umumnya pada masyarakat kelas atas akan membangun bentuk
rumah yang besar dan mewah dengan gaya arsitektur yang indah. Masyarakat
kelas atas juga lebih menyukai tinggal di kawasan elit dan apartemen mewah yang
dilengkapi dengan fasilitas modern. Sedangkan masyarakat yang tergolong
menengah lebih memilih bentuk dan tipe rumah yang sederhana bahkan ada juga
yang tinggal di rumah susun (http://wiedjcorn.blogspot.com/2010/11/pola-hidupmasyarakat-terstratifikasi.html).
Pada masyarakat yang berada di kelas bawah rumah yang mereka huni
identik dengan kata “kumuh”. Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum
tentang sikap dan tingkah laku yang rendah jika dilihat dari standar hidup dan
penghasilan kelas bawah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda
atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah
yang belum mapan.
Tempat tinggal yang kumuh biasanya ditandai dengan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut yang sangat buruk. Rumah maupun sarana dan
commit to user
159
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar
kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air
bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka,
serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya. Disamping itu semua ciri-ciri rumah
kumuh dapat dilihat dari:
1. Fasilitas yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
2. Kondisi
material
rumah
serta
penggunaan
ruang-ruangnya
mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam
penggunaan
ruang-ruang
bangunan,
sehingga
mencerminkan
kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi dari
penghuninya
(http://akuwewete.blogspot.com/2012/09/pemukiman-
kumuh-2.html).
Berdasarkan ciri-ciri rumah kumuh yang disebutkan diatas, maka akan
terlihat jika tempat tinggal Megamind termasuk dalam kategori rumah kumuh. Hal
itu disebabkan karena tempat tinggal Megamind terbuat dari material bangunan
yang tidak memenuhi standar, seperti kayu-kayu yang rapuh dan beton lusuh.
Selanjutnya tembok-tembok pada tempat tinggal Megamind terlihat tidak
beraturan sehingga mencerminkan kondisi tata ruang yang semrawut. Kondisi
tempat tinggal Megamind yang tidak rapi dan jauh dari kemewahan menunjukkan
kedudukannya sebagai masyarakat kelas bawah. Oleh karenanya tempat tinggal
Megamind menjadi simbol yang merepesentasikan adanya stratifikasi sosial di
dalam masyarakat Metro City.
commit to user
160
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
Gaya Hidup Megamind Dalam Adegan 42
Time Code: 34:26 - 35:58
Shoot 2
Shoot 1
Makna Denotasi Dalam Adegan 42
Adegan ini dibuka saat Roxane dan Stuart Hall sedang mencari markas
rahasia Megamind, selanjutnya kedua orang itu berhasil menemukan markas
rahasia Megamind. Selagi mengamati markas rahasia Megamind, Hall kemudian
merekam bagian tembok pada markas tersebut. Dalam shoot 2 terlihat bagaimana
gambar tembok yang direkam oleh Hall, pada tembok itu terdapat banyak gambar
coretan-coretan graffity yang nampak tidak rapi dengan warna yang mentereng.
Jika diperhatikan pada gambar bagian atas tembok terdapat coretan yang
bertulisankan “Go Away” dengan ukuran besar, sedangkan dibawahnya tertulis
“Nobody Lives Here!!!”. Selanjutnya pada bagian samping kanan tembok masih
terdapat banyak coratan-coretan lainnya dengan ukuran sangat kecil. Makna dari
shoot 2 menandakan jika markas rahasia Megamind adalah bangunan kosong
karena dindingnya dibubuhi oleh coretan graffity. Hal tersebut diperkuat dari
tulisan yang terdapat dalam graffity tersebut yang memperingatkan orang-orang
agar menjauhi markas rahasia milik
Megamind.
commit
to user
161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Shoot 1 menampilkan Megamind ketika sedang menjawab telepon dari
Roxane didalam markas rahasianya. Gambar dari shoot 1 memperlihatkan isi
ruangan dari markas rahasia Megamind. Pada bagian tengah ruangan terlihat
sebuah ruang kontrol yang menjadi tempat Megamind untuk mengawasi orangorang yang berusaha mendekati markas rahasianya. Dari ruang kontrol tersebut
terlihat televisi berwarna hitam putih yang nampak kuno serta mesin-mesin
dengan tombol yang terlihat buram. Gambar yang terlihat dari markas rahasia
Megamind memberikan kesan bahwa Megamind menggunakan perangkatperangkat kuno dan buram pada markas rahasianya.
Makna Konotasi Dalam Adegan 42
Graffity adalah
coretan-coretan
pada
dinding
yang
menggunakan
komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau
kalimat tertentu. Adanya kelas-kelas sosial yang terpisah terlalu jauh
menimbulkan
kesulitan
bagi
masyarakat
golongan
tertentu
untuk
mengekspresikan kegiatan seninya. Akibatnya beberapa individu menggunakan
sarana yang hampir tersedia di seluruh kota, yaitu dinding atau tembok
(http://id.wikipedia.org/wiki/Grafiti).
Pada perkembangannya, fenomena graffity banyak melahirkan pro dan
kontra bagi masyarakat. Untuk beberapa kalangan, graffity dilihat sebagai karya
seni kritis yang memuat pesan sosial-politik ditengah kehidupan masyarakat.
Akan tetapi sebagian besar masyarakat awam justru memandang graffity sebagai
corat-coret yang meresahkan, serta membuat dinding menjadi kotor dengan
commit to user
tulisan-tulisan yang tidak dimengerti. Selanjutnya tidak sedikit orang yang bahkan
162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menganggap graffity sebagai salah satu bentuk vandalisme yang merusak
keindahan sebuah bangunan.
Terlepas dari pro-kontra mengenai graffity, ada satu hal menarik yang bisa
diamati dari graffiti, yaitu dinding atau tembok. Dinding merupakan salah satu
media graffity yang mudah ditemui dikawasan perkotaan, namun pada dasarnya
tidak sembarang dinding bisa dipilih menjadi media graffity. Terkadang pembuat
graffiti memilih dinding-dinding di tempat-tempat terbuka seperti diberbagai
fasilitas umum ataupun sudut jalan. Namun seringkali dinding-dinding yang
menjadi sasaran empuk pembuat graffity justru berada dikawasan kumuh ataupun
tanah kosong di bangunan (pabrik) yang terbengkalai.
Pemilihan kawasan kumuh dan tanah kosong sebagai media graffity terjadi
karena tempat-tempat tersebut sangat mudah dijangkau bagi pembuat graffity dan
orang yang melihatnya. Tempat-tempat tersebut tentunya sangat berbeda dengan
kawasan elit yang mendapat perlakuan ekslusif dari para penghuninya sehingga
sulit untuk dijadikan media graffity. Akibatnya, hal tersebut membuat graffity
dicap sebagai atribut yang menempel di kawasan-kawasan masyarakat rendah.
Sedangkan pada contoh markas rahasia Megamind terlihat jika pada
bagian tembok batanya terdapat efek graffity. Hal itu secara tersirat menandakan
kesan kumuh dan suram sehingga menunjukkan jika markas rahasia Megamind
berada di pemukiman masyarakat bawah. Lokasi seperti ini biasanya merupakan
tempat bagi masyarakat dengan kondisi ekonomi yang sulit. Selain itu perabotan
atau perangkat yang terdapat didalam markas rahasia Megamind semakin
commit to user
163
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memperkuat makna bahwa tempat tersebut dihuni oleh orang dengan kedudukan
yang rendah. Oleh karena itu markas rahasia Megamind merepesentasikan
kedudukannya sebagai simbol masyarakat kelas bawah dalam stratifikasi sosial di
kota Metro City.
c.
Analisis Mitos
Latar belakang sosial seorang hero merupakan sebuah mitos yang sangat
sering kita jumpai dalam film-film Hollywood. Namun mitos tersebut dikontruksi
sedemikian rupa sehingga terkadang para penonton tidak menyadari akan
kebenaran mitos itu, bahkan tidak sedikit penonton yang menyadari mitos tersebut
justru ikut terlena untuk menerima gagasan-gagasan tersebut. Sebenarnya, mitos
mengenai seorang hero bisa dianalisa dengan melihat bagaimana gambaran
kelompok-kelompok masyarakat yang ditampilkan dalam sebuah film.
Umumnya film-film produksi Hollywood seringkali menempatkan
karakter dengan ras kaukasian (kulit putih) sebagai tokoh protagonis atau pejuang
yang selalu selamat setiap waktu. Sementara itu ras negroid (kulit hitam)
ditampilkan sebagai pelayan ataupun tokoh antagonis yang jahat dan selalu tewas
diakhir film. Ras asia (kulit berwarna) sebagai tokoh pendukung atau bahkan
figuran dengan stereotipnya sebagai “mereka” yang tidak ingin berbaur. Ras latin
sebagai tokoh yang penuh kriminalitas dan bertindak seenaknya. Sedangkan orang
arab sebagai orang-orang yang sangat menyukai kekerasan, terorisme, penganut
fanatisme
agama
yang
sempit,
dan
masyarakat
yang
anti-perubahan
(http://pangeranmerah24.blogspot.com/2007/11/rasisme-media.html).
commit to user
164
perpustakaan.uns.ac.id
Gambaran mengenai kelompok-kelompok
digilib.uns.ac.id
masyarakat
dalam
film
Hollywod secara langsung melahirkan sebuah stereotype jika orang-orang kulit
hitam, asia, arab, dan latin merupakan kelompok “yang lain” (the other).
Kelompok ini merupakan golongan ras yang lebih rendah dari ras kaukasian
(anglo-saxon), serta memiliki kebudayaan ataupun peradaban yang jelek. Dari hal
tersebut kemudian muncul kecenderungan untuk menampilkan orang-orang
kaukasian sebagai simbol kelompok superior, mereka serta merta memiliki peran
untuk menyelamatkan orang-orang kulit hitam, asia, arab, dan latin yang dianggap
lebih lemah dan tidak berdaya.
Wacana superioritas ras kulit putih (kaukasian) dalam film Hollywood
kemudian berkembang menjadi sebuah mitos. Mitos itu membuat orang kulit
putih identik sebagai simbol tokoh protagonis (hero) yang mempunyai
responsibility dan power serta seorang juru selamat (messiah). Disamping itu
Fiske (1999:9) juga mengatakan bahwa pahlawan laki-laki atau perempuan secara
jelas sebagai orang amerika yang berkulit putih (White Anglo-Saxon Protestan)
yang digambarkan dari kelas menengah keatas.
Pada dasarnya pendapat Fiske menunjukkan adanya gejala stratifikasi
sosial ketika merepesentasikan seorang hero berkulit putih. Stratifikasi sosial atau
pelapisan sosial adalah perbedaan individu atau kelompok dalam masyarakat yang
menempatkan seseorang pada kelas sosial yang berbeda-beda secara hierarki dan
memberikan hak serta kewajiban yang berbeda pula antara individu pada suatu
lapisan sosial lainnya. Menurut Pitirim, sistem stratifikasi membedakan penduduk
commit to user
atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat, kedalam kelas tinggi,
165
perpustakaan.uns.ac.id
sedang
dan
rendah
digilib.uns.ac.id
(http://ikelestari13110417.blogspot.com/2010/12/bab-xi-
prasangka-diskriminasi-dan.html).
Biasanya pelapisan sosial dalam masyarakat terjadi pada bidang;
(a) ekonomi, yaitu menjadi kelas ekomonim atas, menengah dan bawah. (b) status
sosial, yaitu berkaitan dengan kedudukannya di masyarakat. (c) politik, yaitu
berdasarkan
kekuasaan
dan
kewenangan
yang
dimiliki
seseorang
(http://ikelestari13110417.blogspot.com/2010/12/bab-xi-prasangka-diskriminasidan.html). Jika melihat dari aspek ekonomi maka akan terlihat jika orang kulit
putih merupakan kelompok masyarakat atas yang memiliki penghasilan yang
besar. Hal ini merujuk indeks penghasilan rata-rata keluarga di AS yang
dikeluarkan oleh biro sensus AS dan Survei Penduduk Nasional.
Dari survei oleh biro sensus Amerika Serikat menunjukkan jika rata-rata
penghasilan yang diterima oleh sebuah keluarga pada kelompok atas berkisar
diatas $ 10.000. Kelompok masyarakat atas ditempati oleh keluarga orang
Yahudi-Amerika ($ 17.200), Jepang ($ 13.200), Polandia ($ 11.500), China ($
11.200), Italia ($ 11.200), Jerman ($ 10.700), Inggris ($ 10.700), Irlandia
($10.300). Sedangkan pada masyarakat bawah, rata-rata penghasilan sebuah
keluarga diperkiran dibawah $ 10.000. Urutan masyarakat berpenghasilan rendah
ditempati oleh orang Filipina ($ 9.900), India Barat ($ 9.400), Meksiko ($ 7.600),
Puerto Rico ($ 6.300), Kulit Hitam ($ 6.200), dan Indian ($ 6.000)
(http://poseidon04.blogspot.com/2011/12/mosaik-amerika-sejarah-etnis.html).
commit to user
166
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain dibidang ekonomi (kekayaan), dominasi masyarakat kulit putih juga
dapat ditemui dalam aspek kekuasaan. Hal ini salah satunya bisa diamati
berdasarkan kekuatan politik masyarakat kulit putih yang jauh mengungguli
golongan masyarakat lainnya. Mayoritas para pemimpin dan pelaku politik
esensial di Amerika berasal dari kaum “putih”, hal ini terlihat jelas bahwa terdapat
42 orang presiden Amerikan yang berasal dari kaum White Anglo-Saxon
Protestant. Tidak hanya dalam bidang politik, tetapi White Anglo-Saxon
Protestant juga dipandang lebih mampu untuk menjalankan peran dalam dalam
hal ekonomi, sosial, hingga budaya (http://mahrita-fisip12.web.unair.ac.id).
Berdasarkan stratifikasi sosial di Amerika Serikat maka menjadi sebuah
kewajaran jika orang kulit putih dianggap sebagai simbol masyarakat yang
superior. Alhasil tidak mengherankan jika dalam film Hollywood orang kulit
putih dipilih sebagai seorang hero, sebab mereka adalah kelompok yang
dipandang unggul dan pantas berperan menjadi seorang hero. Oleh karena itu
pemilihan orang kulit putih sebagai seorang hero mencerminkan anggapan dalam
film Hoolywood mengenai kondisi masyarakat di Amerika Serikat.
Disamping itu semua superioritas orang kulit putih dapat diamati melalui
gaya hidup seorang hero yang ditampilkan dalam suatu film. Gaya hidup seorang
hero sebenarnya telah dikontruksi dan dapat terlihat setiap waktu dalam setiap
konteks. Hal ini misalnya dapat disimak dari atribut (setting) dalam sebuah film
yang meliputi; rumah, markas rahasia, kendaraan, tempat kerja, ruang kelas,
hingga sudut di jalan-jalan kota.
commit to user
167
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kontruksi gaya hidup juga dapat diamati dari pernyataan Vigorito dan
Curry. Keduanya menyebutkan jika hal-hal sepele yang terjadi sehari-hari selama
berpuluh tahun yang bersumber dari norma-norma budaya telah membentuk suatu
pencitraan diri dalam kehidupan seorang. Kondisi ini dapat dilihat dari selera dan
cara berpakaian, penampilan, bentuk aktivitas, cara bergaul, cara penyelesaian
permasalahan, ekspresi verbal maupun non verbal, hingga jenis aksesoris tubuh
yang dipakai (Vigorito dan Curry, 1998:1). Oleh karenanya kontruksi gaya hidup
merupakan “penanda” bagi kelas sosial seorang hero. Pada banyak kasus kita
dapat menjumpai bagaimana gaya hidup glamor menjadi ciri khas atau simbol
bagi seorang hero.
Gaya hidup glamor seorang hero misalnya dapat dilihat dari rumah mewah
yang dimiliki oleh Bruce Wayne (Batman), Tony Stark (Iron Man), Peter Reid
(Green Hornet), dan tokoh-tokoh hero lainnya. Rumah-rumah mewah yang
dimiliki seorang hero biasanya ditandai dengan bentuk bangunannya yang bernilai
arsitektur tinggi serta perabotan rumah yang mewah. Disamping itu mereka
seringkali membuat ruang-ruang khusus sebagai tempat menyimpan senjata
ataupun peralatan lainnya, hal ini memberikan kesan modern yang identik bagi
pada masyarakat kelas atas.
Salah satu atribut bangunan lainnya yang memberikan kesan glamor bagi
seorang hero adalah markas rahasia. Dalam film laga Hollywwod, markas rahasia
tidak hanya sekedar tempat bagi seorang hero untuk bersembunyi ataupun
menyimpan peralatannya. Lebih dari itu markas rahasia digunakan untuk
commit to user
merepesentasikan sebuah bangunan yang canggih, solid, dan elegan. Hal itu
168
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
secara tidak langsung menunjukkan jika seorang hero memiliki kedudukan sosial
yang tinggi. Alhasil markas rahasia sama fungsinya dengan rumah yang menjadi
“penanda” sosial bagi seorang hero yang berkedudukan tinggi.
Salah satu cara untuk menunjukkan kemewahan sebuah markas rahasia
terlihat melalui material-material bangunan yang terbuat dari logam berkualitas.
Material logam seringkali memberikan kesan kokoh dan mewah karena
memberikan warna yang mengkilat pada sebuah bangunan. Selain itu peralatan
mekanik (elektronik) berteknologi tinggi yang terpasang dalam markas rahasia
semakin memperkuat kesan modern dan elegan, contohnya markas rahasia yang
dioperasikan dengan teknologi Artificial Intelligent (AI). Sedangkan contoh
markas rahasia para hero yang memberikan kesan elit diantaranya adalah;
Fortress of Solitude (Superman), Batcave (Batman), Xavier’s Mansion (X-Men),
Karnak Ozymandias (Watchmen), Bureau of Paranormal Research and Defense
(Hellboy), dan lain sebagainya.
Selain bangunan, penanda sosial bagi para hero dapat diamati dari cara
bergaul mereka yang seringkali terlibat dalam pesta-pesta mewah. Pesta menjadi
gaya hidup yang semakin menegaskan kesan glamor pada kehidupan para hero.
Sedangkan cara berpakaian para hero juga menampilkan kesan mewah dan elegan
karena mereka seringkali mengenakan jas-jas mewah yang terbuat dari bahan
kualitas terbaik. Kalaupun tidak mengenakan jas, para hero dituntut mengenakan
pakaian canggih yang memberi kesan modern dan elegan.
commit to user
169
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikutnya, jenis pekerjaan yang digeluti oleh seorang hero juga tidak
jauh-jauh dari profesi pada masyarakat menengah keatas. Pekerjaan para hero
umumnya meliputi; pengusaha, karyawan kantoran, pegawai pemerintah, hingga
penegak hukum. Bagi hero yang berprofesi sebagai penegak hukum seperti polisi
atau tentara terdapat kecenderungan kelas sosial yang berbeda. Hal ini
dikarenakan dalam ranah militer dan kepolisian terjadi pembagian-pembagian
kelas sosial yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Jika pada
masyarakat umum kelas sosial dilihat berdasarkan gaya hidup dan status
seseorang,
maka
dalam
ranah
militer
pembagian
kelas
sosial
lebih
menitikberatkan berdasarkan pangkat yang dimiliki oleh seseorang.
Kelas sosial dalam militer terbagi menjadi sistem hirarki sebagai berikut:
1. Kelas Sosial Atas (Perwira) terdiri dari pangkat kapten hingga jendral.
2. Kelas Sosial Menengah adalah tentara berpangkat sersan dua hingga
sersan mayor.
3. Kelas Sosial Bawah terdapat tentara dengan pangkat prajurit hingga
kopral kepala.
Jika mengacu pada sistem militer maka akan terlihat jika seorang hero
dalam film Hollywood lebih sering diposisikan sebagai kelompok menengah
keatas. Hal ini biasanya dijumpai ketika seorang hero memiliki pangkat-pangkat
perwira seperti kapten atau sersan dalam suatu film. Bahkan terkadang para hero
juga ditampilkan sebagai anggota kelompok militer dengan status tinggi seperti
tentara elit (special force). Jika dalam film Hollywood para hero direpesentasikan
commit to user
170
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai tentara dengan kedudukan yang tinggi, hal serupa juga ditemui dalam
film-film yang mengambil obyek di ranah kepolisian.
Pada tahun 1980 hingga 1990-an Hollywood banyak memproduksi filmfilm bertema kepolisian yang sukses seperti Lethal Weapon, Rush Hour, Beverly
Hills Cop, dan lain sebagainya. Genre film seperti ini disebut Buddy Cop Film dan
mengalami puncak kesuksesannya melalui film Die Hard. Dalam film bergenre
Buddy Cop tersebut para tokoh utama yang berperan sebagai polisi digambarkan
memiliki pangkat yang cukup tinggi seperti kapten ataupun detektif.
Dalam film Buddy Cop para polisi juga sangat identik dengan pakaian jas
yang rapi. Hal itu secara tersirat menunjukkan kelas sosial mereka yang lebih
tinggi daripada polisi biasa yang mengenakan seragam. Bahkan selanjutnya filmfilm Hoolywod seringkali menampilkan polisi yang mengenakan pakaian jas,
akibatnya jas diasosiasikan sebagai seragam bagi polisi berpangkat tinggi.
Berdasarkan fenomena tersebut dapat dipahami bahwa pangkat dan kedudukan
sosial seorang penegak hukum dapat dilihat melalui penampilan mereka.
Pada intinya, berbagai penjelasan-penjelasan diatas menunjukkan bahwa
mitos menilai jika seorang hero idealnya memiliki kedudukan tinggi dan berasal
dari ras kulit putih. Mitos ini terus berkembang dan seakan-akan menjadi
standarisasi dalam memproduksi film Hollywod. Alasan mengapa mitos itu bisa
bertahan tidak lepas dari anggapan mengenai orang kulit putih. Bagi masyarakat
barat, orang berkulit putih dipandang memiliki kelas sosisal dan status yang lebih
tinggi. Akibatnya mereka dianggap lebih terhormat dari kelompok masyarakat
commit to user
171
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lainnya, bahkan layak dijadikan sosok hero (idola). Disamping itu tidak bisa
dikesampingkan fakta bahwa masyarakat menengah keatas memiliki peranan
sosial dan pengaruh yang lebih kuat dari masyarakat bawah.
Penilaian positif terhadap orang kulit putih tentunya berbanding terbalik
dengan penilaian terhadap orang kulit hitam. Menurut Dewar (2007:6) film
Hollywood cenderung menyebarkan stereotip orang kulit hitam sebagai dua
ekstrem. Pertama, mereka digambarkan sebagai penjahat, pembunuh, dan
kriminal. Sedangkan yang kedua, orang kulit hitam digambarkan sebagai korban
tak berdaya yang membutuhkan penyelamat dari barat. Gambaran ekstrem
mengenai simbol orang kulit hitam tersebut juga dapat ditemui dalam film
Megamind yang terbagi menjadi tiga bagian:
1. Prasangka Negatif terhadap Megamind. Dibagian awal film, karakter
Megamind sebagai orang kulit hitam diibaratkan sebagai simbol
pelaku kriminal yang berbahaya. Akibatnya pada waktu bersekolah
Megamind harus menerima pengawalan khusus dari para penjaga
penjara. Bahkan seorang sipir penjara harus ikut serta untuk
mengawasi Megamind ketika bersekolah. Selain itu kehadiran
Megamind ditengah-tengah masyarakat seringkali menimbulkan
kontroversi sehingga ia dianggap sebagai musuh (sampah) masyarakat.
Hal ini salah satunya bisa disimak ketika Megamind mendapatkan
sambutan yang buruk ketika bersekolah karena dorongan prasangka
negatif terhadap status sosialnya.
commit to user
172
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Jarak Sosial terhadap Megamind. Jarak sosial dalam film ini terlihat
melalui gerak-gerik murid-murid disekolah yang menjauhi Megamind
bahkan sebelum mereka mengenalnya terlebih dahulu. Langkah muridmurid tersebut untuk menjauhi Megamind menandakan simbol sebuah
jarak sosial disekolah. Jarak sosial ini bisa dilihat ketika murid-murid
tersebut melakukan pengambilan foto. Dari hasil pengambilan foto itu
terlihat jelas jika murid-murid menjauhi Megamind. Jika dilihat dari
makna konotasinya, jarak sosial dalam film ini tercipta karena
prasangka negatif mengenai status Megamind sebagai orang kulit
hitam yang dibesarkan dipenjara.
3. Diskriminasi Terhadap Megamind. Salah satu contoh diskriminasi
dalam film ini ditampilkan ketika Megamind bersekolah. Di sekolah
Megamind seringkali mengalami perlakuan buruk atau (bullying) dari
teman-temannya. Bullying yang dialami Megamind menandakan
sebuah simbol diskriminasi yang dilakukan oleh orang-orang atau
kelompok yang berkuasa terhadap kelompok minoritas. Dalam hal ini
kelompok mayoritas yang berkuasa di sekolah Megamind adalah
kelompok Metro Man (orang kulit putih) sedangkan Megamind (orang
kulit
hitam)
diskriminasi
adalah
kelompok
Megamind
minoritas.
seringkali
tidak
Ketika
berdaya
mengalami
menghadapi
kelompok Metro Man. Kalaupun Megamind mampu memberikan
commit to user
173
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perlawanan terhadap Metro Man namun pada akhirnya ia selalu kalah,
oleh karena itu Megamind dilabeli sebagai “pecundang”.
Selain menyangkut stereotype negatif, anggapan buruk mengenai orang
berkulit hitam juga ditampilkan melalui gaya hidup. Dalam film-film Hollywood
orang kulit hitam seringkali digambarkan sebagai kelompok masyarakat bawah
sehingga gaya hidup mereka jauh dari kemewahan. Kalaupun orang kulit hitam
digambarkan sebagai masyarakat kelas atas, gaya hidup mereka digambarkan
kurang sesuai bagi standar hidup orang kulit putih. Sementara itu dalam film ini,
Megamind digambarkan sebagai orang kulit hitam yang berasal dari kelompok
masyarakat bawah. Oleh karena itu gaya hidup yang dianut oleh Megamind jauh
dari kemewahan dan kemapanan, hal ini dapat dianalisis berdasarkan atributatribut gaya hidup yang meliputi:
1. Busana. Gaya berbusana punk yang diadopsi Megamind bagi
masyarakat awam dianggap berselera rendah dan menjadi simbol
untuk orang dengan kelas sosial yang rendah. Oleh karenanya, gaya
berbusana Megamind secara tidak langsung menandakan simbol kelas
sosial yang rendah dalam kelompok masyarakat di Metro City.
2. Tempat Tinggal. Dalam film ini Megamind memiliki tempat tinggal
yang terkesan seperti rumah kumuh karena terbuat dari material
bangunan yang tidak layak. Selain itu tata ruang dari tempat tinggal
Megamind nampak tidak teratur. Kondisi tempat tinggal Megamind
yang terlihat jelek menunjukkan simbol kelas sosialnya yang rendah.
commit to user
174
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Markas Rahasia dan Perabotan. Megamind mempunyai markas
rahasia yang terlihat kumuh, hal ini nampak pada bagian tembok
bangunan yang terdapat corat-coret graffiti yang memperkuat kesan
kumuh tersebut. Selain itu perabotan dan peralatan yang terdapat di
dalam markas rahasia Megamind terlihat seperti barang usang atau
benda-benda sisa (rongsokan). Markas rahasia Megamind yang terlihat
jelek menjadi simbol bahwa ia memiliki kelas sosial yang rendah.
Secara garis besar gambaran-gambaran mengenai Megamind diatas
menunjukkan jika ia merupakan simbol seorang hero berkulit hitam dengan
kedudukan sosial yang rendah. Latar belakang sosial Megamind itu tentunya
bertentangan dengan mitos dalam film-film Hollywood yang menilai jika para
hero merupakan orang kulit putih dari kelompok masyarakat menengah atas.
Maka sebab itu didalam film ini digunakan beberapa pendekatan agar Megamind
dapat diterima sebagai seorang hero. Adapun salah satu pendekatan yang dapat
dianalisis dari film ini adalah wacana kesetaraan (equality) terhadap latar
belakang sosial seorang hero.
Menurut pandangan J.B. Wolftein (1980) kesamaan atau kesetaraan
mencakup tiga hal, yaitu:
1. Kesetaraan Secara Politik, artinya kesamaan hak terhadap kehidupan,
kebebasan dan kepemilikan, tanpa gangguan dari pihak eksternal
terhadap hal-hal tersebut.
commit to user
175
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Kesetaraan Secara Ekonomi, yang esensinya adalah kesamaan dalam
hal pendapatan atau kekayaan
3. Kesetaraan Secara Sosial, yang dapat berupa kesamaan status sosial,
kesetaraan dalam kesempatan, kesamaan perlakuan, atau kesamaan
pencapaian.
Pada umumnya wacana kesetaraan dalam industri film Hollywood
diantaranya ditandai dengan partisipasi aktor kulit hitam yang perlahan semakin
meningkat. Partisipasi ini semakin populer di era 1990-2000-an dengan
kemunculan aktor-aktor kulit hitam seperti Will Smith, Danzel Washington, Jamie
Foxx, Danny Glover, Cuba Gooding Junior, Will Snipes, dan lainnya . Selain itu
keseteraan juga ditandai dengan gambaran kelompok marginal yang semakin
berubah dalam film-film Hollywood. Menurut Davin Wiratama (2013), film yang
dibuat pada awal tahun 2000-an sempat mengubah pandangan bahwa orang kulit
hitam dapat menjadi tokoh utama dan memiliki peranan yang besar dalam
menyelamatkan orang lain. Hal itu terlihat ketika dirilisnya “Hotel Rwanda” tahun
2004 dan “Tsotsi” tahun 2005.
Wacana kesetaraan menunjukkan bahwa industri film Hollywood mulai
mengambil langkah untuk menampilkan orang-orang non kulit putih sebagai
seorang hero. Oleh karena itu sosok hero tidak lagi diharuskan sebagai orang kulit
putih, mungkin saja jika ia merupakan orang kulit hitam, asia, atau hispanik.
Wacana ini juga kemudian melahirkan anggapan bahwa seorang hero tidak selalu
berasal dari masyarakat kelas atas yang mapan, namun bisa saja ia merupakan
commit to user
176
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat berkedudukan rendah yang jauh dari kemapanan dan kemewahan.
Secara garis besar isu kesetaraan menjadi sebuah kritik terhadap mitos yang telah
mendominasi selama ini.
Meskipun pada perkembangannya wacana keseteraan belum merata
didalam film Hollywod, namun wacana itu sudah menunjukkan adanya potensipotensi dari kelompok-kelompok masyarakat minoritas untuk menjadi seorang
hero. Oleh karenanya wacana kesetaraan menjadi pendekatan yang tepat agar
Megamind dapat diterima sebagai seorang hero. Sebab wacana kesetaraan tidak
memandang asal usul ataupun latar belakang sosial seseorang, tetapi wacana ini
lebih menitik beratkan terhadap peran seorang hero di dalam sebuah film.
commit to user
177
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan bagaimana cara
pembuat film Megamind merepesentasikan seorang hero agar bisa diterima oleh
penonton. Sedangkan pada dasarnya seorang hero dalam film Hollywood,
termasuk film Megamind, direpesentasikan berdasarkan tiga kategori dasar yaitu;
maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial. Merujuk pada ketiga kategori
tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana simbol-simbol
(tanda) yang digunakan oleh pembuat film Megamind untuk merepesetasikan
seorang hero jika dilihat dari unsur maskulinitas, perilaku, dan latar belakang
sosial. Selanjutnya dengan menggunakan analisis semiotika model Roland
Barthes terdapat beberapa temuan penelitian dari simbol-simbol dalam film
Megamind yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Representasi Simbol Megamind Berdasarkan Maskulinitas
Jika dikaitkan dengan unsur maskulinitas maka simbol seorang hero
(tokoh utama) dalam film Hollywood adalah lelaki berpenampilan
menarik dan kuat. Namun dalam film ini karakter Megamind sebagai
tokoh utama justru memiliki wujud yang jelek dan berfisik lemah.
Oleh karena itu pembuat film menggunakan cara mengemas simbolsimbol tertentu sehingga karakter Megamind dapat diterima sebagai
hero dari kalangan pria. Cara yang pertama adalah menampilkan
commit to user
178
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind sebagai simbol laki-laki yang cerdas dan mampu
mengaplikasikan teknologi (ilmu pengetahuan). Secara lebih detil
simbol-simbol tersebut direpesentasikan melalui bentuk kepala
Megamind yang besar, hal ini secara tidak langsung menyiratkan ciri
fisik orang yang cerdas. Kemudian simbol kecerdasan Megamind
lainnya direpesentasikan melalui berbagai peralatan berteknologi
canggih ciptaannya, seperti senjata laser. Kecerdasan menjadi salah
satu cara Megamind menutupi kekurangannya dalam hal kekuatan
fisik. Simbol Megamind sebagai orang cerdas juga membuatnya
menjadi laki-laki yang menonjol meskipun ia tidak memiliki fisik yang
kuat. Cara kedua adalah merepesentasikan Megamind sebagai laki-laki
yang senang menjaga penampilannya, hal ini ditunjukkan melalui
simbol Megamind yang senang berdandan dan melakukan perwatan
tubuh. Secara tersirat simbol tersebut menunjukkan bahwa meskipun
Megamind bukanlah laki-laki yang rupawan namun ia tetap berusaha
menjaga penampilannya, hal ini juga menjadi manifestasi sifat laki-laki
maskulin dalam konteks masyarakat modern. Secara garis besar
gambaran Megamind diatas berlawanan terhadap ideologi-ideologi
dominan mengenai laki-laki maskulin yang perkasa dan berpenampilan
rupawan, hal ini dapat disebut sebagai kritik terhadap mitos-mitos
heroisme yang telah ada. Namun dalam beberapa bagian kecil
Megamind masih mengadopsi nilai dari ideologi-ideologi dominan
mengenai sosok pahlawan yang maskulin, misalnya saja simbol
commit to user
179
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Megamind sebagai laki-laki penyelamat kaum wanita. Megamind
seringkali melakukan aksi penyelamatan terhadap pasangan wanitanya,
Roxane, sebagai simbol bahwa laki-laki adalah “sang penyelamat”.
Simbolisasi
Megamind
sebagai
seorang
penyelamat
wanita
memperilahtkan adanya ideologi dominan mengenai figur seorang
hero dari kaum pria.
b. Representasi Simbol Megamind Berdasarkan Perilaku
Seorang hero pada umumnya digambarkan memiliki perilaku yang
lurus dan sempurna. Perilaku sempurna seorang hero merupakan
simbol yang menjadi mitos dalam film-film Hollywood. Akan tetapi
dalam film ini Megamind direpesentasikan sebagai seorang hero yang
kompleks karena memiliki perilaku yang positif dan negatif. Simbol
perilaku negatif Megamind adalah vandalisme, mental yang lemah,
dan penipuan. Sedangkan simbol perlaku positif Megamind adalah
kebernaian dan kepedulian. Perilaku Megamind yang kompeks
merupakan simbol yang menunjukkan sisi manusiawi seorang hero,
hal itu digunakan oleh pembuat film agar mampu meraih simpati para
audience. Sisi manusiawi seorang Megamind sekaligus menjadi kritik
terhadap mitos-mitos yang menganggap bahwa seorang pahlawan
haruslah sosok yang sempurna. Sedangkan secara khusus bagaimana
perilaku Megamind dibentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi
yang melibatkan peristiwa-peristiwa yang merubah pengetahuan
commit
to user bawha asimilasi dan akomodasi
Megamind. Dapat ditarik
kesimpulan
180
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan simbol-simbol yang menjelaskan bagaimana perilakuperilaku seorang hero terbentuk didalam film Megamind. Disamping
itu proses pembentukan perilaku Megamind juga berkaitan dengan
konsep the Hero Journey. The Hero Jourmey adalah konsep yang
menjelaskan struktur isi pesan mengenai proses seseorang menjadi
seorang pahlawan (hero) dalam sebuah cerita atau film.
c. Representasi Simbol Megamind Berdasarkan Latar Belakang Sosial
Lazimnya seorang hero dalam film-film Hollywood direpesentasikan
sebagai simbol orang kulit putih yang berasal dari kelompok
masyarakat menengah keatas. Namun dalam film Megamind karakter
hero justru merupakan seseorang berkulit gelap yang berasal dari
masyarakat bawah. Salah satu cara merepsentasikan latar belakang
sosial Megamind yang rendah adalah dengan menampilkan gaya hidup
Megamind dan perlakuan sosial yang dialaminya. Simbol gaya hidup
Megamind diantaranya direpesentasikan melalui selera berpakaian,
bentuk rumah, markas rahasia dan latar lainnya dalam film. Sedangkan
simbol perlakuan sosial direpesentasikan melalui prasangka, jarak
sosial, dan diskriminasi yang dialami oleh Megamind dari masyarakat
Metro City. Meskipun memiliki latar belakang sosial yang rendah
namun Megamind tetap direpesentasikan sebagai seorang hero. Maka
sebab itu pembuat film menunjukkan bahwa terdapat konsep
kesetaraan ketika menampilkan seorang hero. Dengan mengangkat
commit
to userdalam film ini menunjukkan jika
konsep kesetaraan maka
isi pesan
181
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seorang hero tidak diharuskan merupakan orang kulit putih dari
kelompok masyarakat menengah atas. Isu-isu keseteraan juga menjadi
kritik dalam film ini terhadap dominasi tokoh-tokoh hero yang
berasala dari ras kulit putih dan masyarakat menengah atas. Alhasil
dapat disimpulkan bahwa wacana kesetaraan merupakan cara yang
dilakukan oleh pembuat film agar Megamind yang memiliki latar
belakang sosial rendah dapat direpesentasikan sebagai seorang hero.
Secara garis besar temuan penelitian yang diperoleh dari film Megamind
menunjukkan bagaiman simbol-simbol (tanda) yang digunakan oleh pembuat
film, serta alasan-alasan dibalik pemilihan simbol itu untuk merepesentasikan
Megamind sebagai seorang hero. Simbol-simbol tersebut digunakan untuk
memperlihatkan bagaimana kompleksitas Megamind sebagai seorang hero jika
dilihat berdasarkan kategori maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial.
Gambaran kompleks seorang hero menjadi keunikan pada isi pesan yang
digunakan oleh pembuat film, hal ini tidak lain betujuan agar karakter Megamind
dapat diterima oleh penonton.
Disamping itu semua, temuaan penelitian juga menunjukkan beberapa
gambaran-gambaran umum mengenai simbol seorang hero dalam diri Megamind.
Oleh karenanya meskipun tokoh utama dalam film ini direpresentasikan secara
kompleks sehingga nampak berbeda dari ideologi dominan, akan tetapi ia masih
memiliki sedikit persamaan dengan hero-hero pada umumnya. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa karakter hero dalam film ini direpresentasikan secara
commit to user
182
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbeda, namun sebagian kecil nilai heroisme Megamind masih diadopsi dari
ideologi dominan dalam film-film laga Hollywood.
5.2.
Implikasi
Hasil penelitian yang telah dilakukan sebagaimana dituliskan diatas,
membawa implikasi baik dalam persepektif teoritis, metodologis, maupun
kebijakan. Dalam perspektif teoritis, penelitian ini membawa implikasi bahwa
film adalah cerminan realitas sosial, sehingga dengan mengamati film-film
Hollywood dapat membantu para peneliti memahami bagaimana realitas sosial
masyarakat di Amerika Serikat dan bagaimana cara agar realitas tersebut dapat
disukai oleh penonton di Indonesia. Selain itu secara teoritis fenomena teks film
sangat beragam dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu
kesimpulan penelitian atas fenomena heroisme dalam film-film Hollywood tidak
dapat berlaku permanen, melainkan bergantung dalam konteks ruang dan waktu.
Dalam perspektif Metodologi, penelitian ini membawa implikasi penting
bahwa penggunaan metode semiotika komunikasi merupakan metode yang masih
sesuai bagi peneliti-peneliti lain yang berupaya memahami makna pesan audio
visual, serta menganalisa bagaimana pesan tersebut bekerja. Disamping itu semua
upaya penelitian dalam mendapatkan kedalaman data tanpa campur tangan ahli
perfilman, maka data yang diperoleh masih kurang memuaskan. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika analisis data tidak dapat optimal dilakukan.
Dalam perspektif kebijakan, penelitian ini membawa implikasi untuk
mendorong perubahan pada isi-isi pesan yang ditampilkan oleh pelaku industri
commit to user
183
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
film di Indonesia. Sejauh ini film-film laga di Indonesia sudah mulai mengadopsi
gaya-gaya mainstream pada film Hollywood. Namun sebenarnya masih banyak
film-film Hollywood dengan gaya non-mainstream yang unik, seperti film
Megamind yang berhasil dipasaran. Oleh karenanya para pelaku industri film di
Indonesia seharusnya mulai untuk mencermati dan mengadopsi film-film
Hollywood dengan gagasan non mainstream.
5.3.
Saran
Untuk penelitian ini terdapat beberapa saran yang dapat diberikan sebagai
rujukan penelitian diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Saran untuk praktisi film
Secara umum penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pengetahuan kepada para prakstisi film mengenai pentingnya
mengolah sebuah isi pesan, serta membuat wacana dalam sebuah film
laga (action). Apalagi ditengah penetrasi film Hollywood yang
semakin gencar di Indonesia, maka penelitian ini diharapkan membuat
para pelaku industri film di Indonesia memahami bagaimana cara kerja
sebuah pesan (tanda) dalam film-film Hollywood. Disamping itu
dengan memahami isi pesan dalam film Hollywood yang sangat
disukai masyarakat Indonesia, maka akan membantu para pelaku
industri film di tanah air untuk mengetahui isu-isu apa saja yang
menarik untuk diangkat dalam sebuah film. Sedangkan secara khusus,
penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan tentang
commit to user
wacana mengenai nilai-nilai heroisme. Wacana terkait nilai-nilai
184
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
heroisme dalam film Megamind ditampilkan secara unik dan kompleks
mengenai unsur maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial
seorang hero. Keunikan wacana dalam film Megamind diharapkan
mampu menjadi saran bagi pelaku industri film ketika menyusun isi
pesan mengenai nilai-nilai heroisme dalam film laga.
b. Saran untuk akademisi
Bagi akademisi, terutama dibidang ilmu komunikasi, diharapkan
penelitian ini dapat untuk menambah referensi tentang studi semiotika.
Hal ini dikarenakan studi semiotika sangat efektif untuk mengkaji
tanda dan makna dalam sebuah film. Selain itu dikarenakan studi
pustaka yang masih sangat kurang mengenai wacana heroisme maka
diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi. Secara teknis
kepada para peneliti yang ingin melanjutkan atau lebih memperdalam
penelitian ini disarankan untuk mencari unsur-unsur yang lebih
kompleks. Sebab untuk menganlisis isi pesan dalam film laga
Hollywood masih terdapat banyak unsur-unsur yang dapat diamati
selain unsur maskulinitas, perilaku, dan latar belakang sosial.
commit to user
185
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Ida Rochani. 2008. Mitos di Balik Film Laga Amerika. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Akuinginsukses.com. 2010. Bagaimana Mengatasi Depresi dan Mengubah Hidup
Anda.
Retrieved
11
April
2014,
from
http://www.akuinginsukses.com/bagaimana-mengatasi-depresi-danmengubah-hidup-anda/
Ardianto, Elvinaro., & Kumala, Lukti. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Barker, Chris. 2007. Cultural Studies; Theory and Practice, Fourth Ed. London:
Sage Publication.
Barnard, Malcolm. 2007. Fashion Sebagai Komunikasi: Cara Mengomunikasikan
Identitas Sosial, Seksual, Kelas dan Gender. Yogyakarta: JalaSutra.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Burton, Greame. 2012. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra.
Demartoto Argyo. 2010. Konsep Maskulinitas Dari Jaman ke Jaman dan
Citranya Dalam Media. Retrieved 11 April 2014, from
http://argyo.staff.uns.ac.id/2010/08/10/konsep-maskulinitas-dari-jamanke-jaman-dan-citranya-dalam-media/.
Devereux, Eoin. 2003. Understanding the Media. London: Sage Publication.
Dewar, Sharon. 2007. Hollywood‟s Great White West Saves the Rest Media.
MEDC 5310-2007 Journal of Media and Culture: 1-13.
Dipaolo, Marc. 2011. War, Politics and Superheroes: Ethics and Propaganda in
Comics and Film. North Carolina: McFarland Publisher.
Eriyanto. 2006. Analisis Wacana; Pengatar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
LKIS.
Febriyanti. 2011. “Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Produk Perawatan
Tubuh Untuk Laki-Laki”. Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta,
2011.
Fiske, John. 1999. Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra.
Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar
Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
commit to user
186
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Fosnot. 1996. Enquiring Teachers Enquiring Learners; A Constructivist
Approach for Teaching. New York: Columbia University.
Gendon. 2012. Mencuri Teknologi Dari Alien. Retrieved 11 April 2014, from
http://donnygendon.wordpress.com/2012/12/18/mencuri-teknologi-darialien/.
Hall, Stuart. 1997. Representation; Cultural Representation and Signifying
Practices. London: Sage Publication.
Hangguman, Willy. 2012. Ada Apa Dengan Film Indonesia. Retrieved 4 February
2014,
from
http://www.tubasmedia.com/berita/ada-apa-dengan-filmindonesia/
Harun. 2012. Hero dan Anti-Hero Dalam Fiksi dan Realitas. Retrieved 14 April
2014, from http://seniberpikir.wordpress.com/2012/11/16/hero-dan-antihero-dalam-fiksi-dan-realitas/
Hoed, Benny H. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial. Depok: Komunitas Bambu.
Horton. Paul, B. 2007. Sosiologi. Jakarta: Erlangga.
Hude, Darwis. 2006. Emosi: Penjelajahan Religio-Psikologis tentang Emosi
Manusia di dalam Al-Qur’an. Jakarta: Erlangga.
Ibrahim, M. Nasir. 2007. Analisis Pengaruh Media Periklanan Terhadap
Pengambilan Keputusan Pembelian Air Minum Kemasan Merek Aqua Pada
Masyarakat Kota Palembang. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya, Vol. 5,
No 9 Juni 2007: 44-70
Irawanto, Budi. 1999. Film, Ideologi dan Militer, Hegemoni Militer dalam
Sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.
Jiyantoro, Sugani. 2010. Representasi Hero Dalam Film Kung Fu Panda. Jurnal
Komunikator, No.2, Vol. 2, November 2010: 129-148.
Jones, Jeenen. 2012. Kebenaran Tentang Kejahatan Hitam. Retrieved 14 April
2014,
from
http://apisuci.blogspot.com/2012/03/kebenaran-tentangkejahatan-hitam.html.
Junaedi, Fajar. 2007. Komunikasi Massa Pengantar Teoritis. Yogyakarta:
Santusta.
Jusuf, Herman. 2001. Pakaian Sebagai Penanda: Kajian Teoritik Tentang Fungsi
dan Jenis Pakaian Dalam Konteks Semiotika. Jurnal Seni Rupa dan Desain,,
Vol.1, No.3, Agustus 2001. 80-90.
Kurnia, Novi. 2004. Representasi Maskulinitas dalam Iklan. Jurnal Ilmu Sosial &
Ilmu Politik Universitas Indonesia, Vol. 8, No.1, Juli 2004: 17-36.
commit to user
187
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lakhsmi.
2011.
Anti-Hero.
Retrieved
13
http://sepocikopi.com/2011/11/10/anti-hero/
April
2014,
from
Lestari, Ike. 2010. Prasangka, Diskriminasi, dan Etsosentrisme. Retrieved 12
April 2014, from http://ikelestari13110417.blogspot.com/2010/12/bab-xiprasangka-diskriminasi-dan.html
Light, D., Keller, S., & Calhoun, C. 1989. Sociology. New York: Alfred A. Knopf.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konfilk: Komunikasi Lintas Budaya
Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: LKiS.
Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta: LKiS.
Lovece, Frank. 2008. Batman Himself is an Anomaly as One of The Few
Superheroes Without Superpowers. International Journal Film, July
2008: 33-46
Mahrita. 2013. Latar Belakang Demografi Presiden Amerika. Retrieved 13 April
2014, from http://mahrita-fisip12.web.unair.ac.id
Mahya, Wie. 2010. Pola Hidup Masyrakat Terstratifikasi. Retrieved 13 April
2014, from
http://www.wiedjcorn.blogspot.com/2010/11/pola-hidupmasyarakat-terstratifikasi.html
McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa ed. 2. Jakarta: Erlangga
Merah, Pangeran. 2007. Rasisme Media. Retrieved 13 April 2014, from
http://pangeranmerah24.blogspot.com/2007/11/rasisme-media.html
Minimagz. 2008. Berani Berbuat, Berani Bertanggungjawab. Retrieved 12 April
2014, from http://minimagz.wordpress.com/2008/04/16/
Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cetakan Ketiga, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Muslimah. 2013. Pengaruh Status Sosial dan Kelas Sosial Terhadap Perilaku
Konsumen.
Retrieved
13
April
2014,
from
l
http://muslimah2792.blogspot.com/2013/06/pengaruh-status-sosial-dankelas-sosial.html
Nanda, Putra. 2010. Mosaik Amerika: Sejarah Etnis Sebuah Bangsa. Retrieved 14
April 2014, from http://poseidon04.blogspot.com/2011/12/mosaikamerika-sejarah-etnis-sebuah.html.
commit to user
188
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nava, Julie. 2013. Tahapan Perjalanan dan Archetype Dalam The Hero’s
Journey.
Retrieved
12
April
2014,
from
http://www.warungkopi.net/2013/11/tahapan-perjalanan-dan-archetypedalam.html
Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Purnama. 2013. Teori Belajar Konstruktivisme. 13 April 2014, from
http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-konstruktivistik.html
Pranachitra, Bima. 2010. “Representasi Byronic Hero Dalam Novel Frankenstein
Karya Mary Shelley”. Tesis, Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatra Utara, Medan, 2010.
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Prasetyadi, Bagas, Bahri Syaiful. 2009. Jago Bikin Film Superhero. Yogyakarta:
Penerbit Indonesia Cerdas.
Psychologymania.com. 2012. Definis Bullying. Retrieved 12 April 2014, from
http://www.psychologymania.com/2012/06/definisi-bullying.html
Psychologymania.com. 2012. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Bullying.
Retrieved
12
April
2014,
from
http://www.psychologymania.com/2012/06/faktor-faktor-penyebabterjadinya.html
Psychologymania.com. 2012. Jenis-Jenis Bullying. Retrieved 12 April 2014, from
http://www.psychologymania.com/2012/06/jenis-jenis-bullying.html
Raney, A. A., & Bryant, J. 2002. Moral Judgment and Crime Drama: An
Integrated Theory Enjoyment. Journal Of Communication, Vol. 52, Issue 2,
June 2002: 402-415.
Reynolds, Richard. 1992. Super Heroes: A Modern Mythology. London: Batsford.
Schehr, Roberl Carl. 2000. Martial Arts Films and the Action-Cop Genre:
Ideology, Violence and Spectatorship. Journal of Criminal Justice and
Popular Culture, Vol. 7, Issue 3, New York, 2000: 102-118.
Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
commit to user
189
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Soemandoyo, Priyo. 1999. Wacana Gender & Layar Televisi; Studi Perempuan
Dalam Pemberitaan Televisi Swasta. Yogyakarta: L3PY.
Sontagkinder. 2011. Antihero. Retrieved 13 April
http://sontagkinder.wordpress.com/2011/03/01/antihero/
2014,
from
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya Dalam
Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Tabloidcleopatra.com. 2011. Tanamkan Jiwa Pahlawan Sejak Kecil. Retrieved 12
April 2014, from
http://www.tabloidcleopatra.com/tanamkan-jiwapahlawan-sejak-kecil/
Thorslev, Jr., Peter. 1962. The Byronic Hero; Types and Prototypes. Minneapolis:
University of Minnesota Press.
Tidmarsh, David. 2009. Study Of The Superhero. Retrieved 11 April 2014, from
http://yaledailynews.com/blog/2009/02/03/study-of-the-superhero/.
TV Tropes Foundation, 2012. Byronic Hero. Retrieved 5 March 2013
http://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/ByronicHero
Vigorito Anthony J., & Curry, Timothy J. 1998. Marketing Masculinity: Gender
Identity and Popular Magazines. Journal of Research, July, 1998: 135-152.
Wajcman, Judi. 2001. Feminisme Versus Teknologi, terj. Yogyakarta: Sekretariat
Bersama Perempuan Yogyakarta (SBPY).
Wibowo, Wahyu. 2003. Sihir Iklan: Format Komunikasi Mondial dalam
Kehidupan Urban-Kosmopolit. Jakarta: Gramedia.
Wikipedia.
2013.
Animasi.
Retrieved
http://id.wikipedia.org/wiki/Animasi.
7
March
Wikipedia. 2014. Buddy Cop Film. Retrieved 14
http://en.wikipedia.org/wiki/Buddy_cop_film.
Wikipedia. 2013. Byronic Hero. Retrieved
http://en.wikipedia.org/wiki/Byronic_hero.
Wikipedia.
2014.
Grafiti.
Retrieved
http://id.wikipedia.org/wiki/Grafiti
12
5
2013,
April 2014,
March
April
2013,
2014,
from
from
from
from
Wikipedia. 2013. List of Highest Grossing Films. Retrieved 6 June 2013, from
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_highest-grossing_films.
commit to user
190
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wikipedia.
2014.
Laser.
Retrieved
http://id.wikipedia.org/wiki/Laser.
11
April
2014,
from
Wikipedia.
2014.
Prasangka.
Retrieved
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasangka
12
April
2014,
from
Wikipedia. 2014. Vandalisme. Retrieved
http://id.wikipedia.org/wiki/Vandalisme
12
April
2014,
from
Wiratama, Dawin. 2013. Representasi Whiteness Dalam Film Machine Gun
Preacher. Jurnal Komunikasi Universitas Petra Surabaya, Vol I. No.3: 187197
Wollstein J.B.. The Idea of Equality, The Freeman: Ideas on Liberty, April 1980;
Vol. 30 No. 4:. 221-226
Zoest, Aart Van. 1991. 5 Fiksi dan Nonfiksi Dalam Kajian Semiotik, terj. Jakarta:
Intermasa.
Zulfikra. 2011. Kontruksi Maskulinitas Dalam Film Merantau. Skripsi, Program
Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 2011.
.
commit to user
191
Download