BAB I PENDAHULUAN - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini, isu “Global Warming“ semakin mengemuka seiring dengan
maraknya kasus pencemaran lingkungan. Peristiwa tumpahan minyak di Amerika
Serikat oleh perusahaan Exxon Valdez (1989) dan kebocoran gas di India oleh
Bhopal Chemical (1984) menyadarkan masyarakat dunia akan buruknya
pengelolaan lingkungan khususnya oleh perusahaan manufaktur. Di Indonesia
sendiri salah satu kasus pencemaran lingkungan terbesar terjadi di kawasan laut
timor yang diakibatkan meledaknya sumur minyak Montana milik PT. TEP
Australasia (2009) (kupang.tribunnews.com), sedangkan di Jawa Barat,
permasalahan lingkungan akibat proses produksi perusahaan ditemukan di daerah
Kabupaten Bandung. Komunitas Elemen Lingkungan menuntut agar pemerintah
lebih mengawasi sejumlah industri tekstil di sekitar Majalaya untuk tidak
membuang limbah ke sungai Citarum karena sering mengganggu kesehatan
masyarakat sekitar (inilah.com).
Adanya fakta permasalahan pencemaran lingkungan dan tuntutan
masyarakat
tersebut
menyebabkan
sebuah
perusahaan
harus
mampu
mempertahankan proses bisnisnya agar dapat menentukan kebijakan yang sesuai
demi terciptanya going concern atau keberlangsungan usaha perusahaan, karena
semakin lama konsumen akan semakin kritis pada produk – produk yang
1
2
diproduksi oleh perusahaan tidak ramah lingkungan (marketing.co.id). Adapun
alasan yang mendasari mengapa sebuah organisasi dan akuntan harus
memperhatikan masalah lingkungan adalah mulai tumbuhnya perhatian dan
kepentingan para stakeholders dan stockholders berkaitan dengan kinerja
lingkungan dari sebuah organisasi (Ikhsan, 2009; 3). Beberapa alasan lain adalah
adanya peraturan dari pemerintah terkait pengelolaan lingkungan, seperti
Peraturan Kementrian Lingkungan Hidup nomor 18 tahun 2012 mengenai
program penilaian kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup
(PROPER) yang bertujuan untuk mendorong penaatan perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup dan penandatanganan nota kesepahaman (Mou)
dengan Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (Environment Protection Agency /
EPA) Amerika Serikat pada Juni 2011 di Jakarta (suaramerdeka.com). Adanya
berbagai
kebijakan
di
bidang
lingkungan
inilah
yang
menyebabkan
berkembangnya suatu konsep yang bertujuan untuk menemukan solusi atas
pemenuhan tujuan bisnis dan penyelesaian masalah lingkungan yang dinamakan
dengan eco-efficiency.
Prinsip eco-efficiency mempelajari bagaimana sebuah organisasi dapat
memproduksi barang atau jasa yang lebih bermanfaat sambil mengurangi dampak
negatif lingkungan, konsumsi sumber daya, dan biaya secara simultan. Konsep ini
mengandung tiga pesan penting. Pertama, perbaikan kinerja ekologi dan ekonomi
dapat dan sudah seharusnya saling melengkapi. Kedua, perbaikan kinerja
lingkungan seharusnya tidak lagi dipandang hanya sebagai amal dan derma tetapi
juga sebagai persaingan (competitiveness). Ketiga, eco-efficiency adalah suatu
3
pelengkap dan pendukung pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) (Hansen – Mowen, 2011; 410).
Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
sekarang tanpa mengurangi kemampuan pemenuhan kebutuhan bagi generasi
yang akan datang (Commission on Environment and Development) (dalam GRI,
2006). Dalam mencapai praktik sustainability serta eco-efficiency, suatu
perusahaan dapat mengembangkan produk baru dan meningkatkan proses
produksi yang ada untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas perusahaan
(Ferreira et al, 2009). Dengan kata lain, inovasi sangat dibutuhkan oleh
perusahaan. Inovasi umumnya dianggap sebagai aspek penting dari sebagian
proses bisnis, karena dapat memberikan keunggulan kompetitif (Ramadhani,
2011). Bukti menunjukan bahwa perusahaan – perusahaan yang lebih
menekankan model bisnis berdasarkan inovasi cenderung memiliki angka
pertumbuhan operasi yang lebih cepat dan pertumbuhan penjualan yang lebih
tinggi (Ferrari dan Parker, 2006). Akan tetapi kebanyakan perusahaan khususnya
di Indonesia masih belum mampu menerapkan produk ramah lingkungan, padahal
inovasi produk yang sesuai perkembangan teknologi dapat menjadi tumpuan
utama perusahaan untuk bersaing di pasar.
Penting dan besarnya risiko terkait dengan sustainability mendorong perlu
ditemukannya pilihan metode – metode pengendalian baru, terutama untuk
menciptakan transparansi mengenai dampak ekonomi, lingkungan dan sosial bagi
para pemangku kepentingan (GRI, 2006). Dengan adanya informasi yang
4
berkaitan dengan dampak lingkungan yang relevan inilah diharapkan dapat
mendorong sebuah bisnis melakukan inovasi, karena dengan melakukan inovasi
maka perusahaan akan memperoleh berbagai manfaat tidak hanya berfokus pada
pasar (secara eksternal), akan tetapi juga keuntungan di dalam perusahaan itu
sendiri (internal). Pada dasarnya inovasi adalah merubah suatu keadaan menjadi
lebih baik dan bervariasi sesuai perkembangan jaman. Inovasi yang dibutuhkan
saat ini, mungkin saja berfokus pada produk itu sendiri, bahkan berfokus pada
proses dan biaya yang terjadi dalam memproduksi barang tersebut.
Pada saat perusahaan harus mengambil sebuah keputusan finansial,
manajemen perusahaan mungkin saja menetapkan kebijakan yang tidak tepat.
Ketidaktepatan dapat terjadi karena akuntansi manajemen konvensional ini hanya
mampu mengidentifikasi biaya aktual yang muncul, namun tidak mampu
menggali besaran biaya yang sebenarnya dari sebuah keputusan (Tri Purwanto,
2000). Salah satu fungsi manajemen dalam perusahaan adalah perencanaan.
Dalam perencanaan, mereka dihadapkan pada pengambilan keputusan yang
menyangkut pemilihan berbagai macam alternatif dan ketidakpastian. Oleh karena
itu, manajemen memerlukan informasi yang dapat mengurangi ketidakpastian
yang sedang dihadapi, sehingga dapat menentukan pilihan dengan baik (Mulyadi,
2001).
Akuntansi sendiri dalam dunia bisnis dianggap terlalu berpihak pada
stockholders dan stakeholders, hal ini disebabkan karena anggapan hubungan
perusahaan dengan lingkungannya bersifat non reciprocal yaitu transaksi antara
keduanya tidak menimbulkan prestasi timbal balik (Anggraini, 2006). Selain itu,
5
dilihat dari tujuan awal sebuah perusahaan berdiri maka sebenarnya perusahaan
berdiri semata – mata untuk memaksimalkan keuntungan yang dilihat dari kinerja
keuangan selama perusahaan beroperasi, sedangkan keputusan manajemen
menerapkan akuntansi manajemen lingkungan justru dianggap dapat menambah
beban karena harus menambah biaya untuk mengelola limbah (Yaparto, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Rossje (2006), menunjukan bahwa
akuntansi konvensional memiliki beberapa keterbatasan terhadap transaksi –
transaksi yang bersifat non reciprocal transaction, tetapi hanya mencatat transaksi
secara timbal balik (reciprocal transaction), sedangkan akuntansi lingkungan
mencatat transaksi yang bersifat tidak timbal balik, seperti polusi, kerusakan
lingkungan atau hal – hal negatif dari aktivitas perusahaan. Keterbatasan –
keterbatasan tersebut akan berpengaruh terutama apabila sistem akuntansi tersebut
dihubungkan dengan operasi bisnis yang terkait dengan pengelolaan lingkungan.
Peningkatan kesadaran tentang isu-isu lingkungan telah mendorong
organisasi untuk menggunakan akuntansi manajemen lingkungan (EMA), yang
dikatakan memberikan banyak manfaat bagi pengguna termasuk peningkatan
inovasi (Ferreira et al, 2009). Konsep akuntansi manajemen lingkungan menjadi
penting karena perusahaan perlu menyampaikan informasi mengenai aktivitas
sosial dan perlindungan terhadap lingkungan kepada stakeholders perusahaan.
Namun perusahaan tidak hanya menyampaikan informasi mengenai keuangan
kepada investor dan kreditor yang telah ada serta calon investor atau kreditor
perusahaan, tetapi juga perlu memperhatikan kepentingan sosial di mana
perusahaan beroperasi (Mitasari, 2012).
6
Berbeda dengan konsep akuntansi konvensional, akuntansi manajemen
lingkungan bertujuan untuk meningkatkan jumlah informasi yang relevan bagi
mereka yang memerlukan, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu indikator
pengambilan keputusan. Keberhasilan akuntansi lingkungan tidak hanya
tergantung pada ketepatan dalam menggolongkan semua biaya – biaya yang
dibuat perusahaan. Akan tetapi kemampuan dan keakuratan data akuntansi
perusahaan dalam menekan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas
perusahaan (Ikhsan, 2009: 6).
Berdasarkan argumen yang telah disampaikan sebelumnya, menjadi bukti
bahwa penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan (EMA) memberikan banyak
manfaat bagi penggunanya (perusahaan). Salah satu manfaat yang mungkin terjadi
dari penerapan EMA yaitu dapat diidentifikasi, diperkirakan lalu dianalisis
berbagai macam biaya lingkungan sehingga dapat menciptakan inovasi yang
berguna bagi perusahaan untuk mengurangi dampak lingkungan. Selain itu,
penerapan EMA dapat membantu manajer lingkungan untuk menjustifikasi
perencanaan produksi bersih dan mengidentifikasi cara-cara baru dalam
penghematan biaya serta memperbaiki kinerja lingkungan pada waktu yang
bersamaan. Penerapan lain dari EMA memberikan informasi kepada manajer
dalam mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan yang sering disembunyikan dalam
sistem akuntansi umum (Ikhsan 2009; 30). Jenis – jenis biaya lingkungan pada
umumnya adalah biaya pengelolaan limbah, pembuangan limbah, pembuangan
instalasi, biaya kepada pihak ketiga, biaya perijinan dan sebagainya. Dalam
7
akuntansi konvensional pos biaya ini dikenal sebagai pos biaya umum bagi
perusahaan / overhead cost (Rustika, 2011).
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ferreira et al
(2009) mengenai pengaruh penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan (EMA)
dan strategi bisnis terhadap inovasi produk dan inovasi proses pada perusahaan –
perusahaan besar di Australia. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif antara penerapan EMA dan inovasi proses. Akan tetapi,
sebaliknya mempunyai hubungan negatif dengan inovasi produk. Selanjutnya,
hasil penelitian juga menunjukkan bahwa strategi merupakan penggerak lahirnya
sebuah inovasi proses. Namun demikian, tidak ditemukan hasil statistik yang
signifikan antara penerapan EMA dan strategi perusahaan.
Masih sedikitnya penelitian akuntansi yang membahas penerapan
akuntansi manajemen lingkungan menjadi salah satu kendala dari penelitian ini.
Oleh karena itu, penelitian ini cenderung bersifat eksploratory atau dalam fase
awal. Sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menemukan hasil yang
signifikan khususnya pada perusahaan manufaktur di kota Bandung. Di Indonesia
sendiri, penelitian mengenai kinerja lingkungan maupun pengungkapan kinerja
lingkungan sangat banyak, akan tetapi penelitian mengenai akuntansi manajemen
lingkungan sangat jarang. Salah satu penelitian tentang penerapan EMA adalah
Kurniati, et al (2010) yang meneliti tentang penerapan konsep akuntansi
manajemen lingkungan (EMA) di beberapa perusahaan Tebu di Jawa Timur.
Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis pentingnya penerapan akuntansi
manajemen lingkungan (EMA) dalam mengurangi dampak lingkungan yang
8
terjadi akibat proses produksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan
EMA sangat berkaitan dengan konsep eco - efficiency yang diukur melalui
perbandingan antara indikator kinerja lingkungan dengan indikator kinerja
keuangan. Lalu ada penelitian Ramadhani, Budi (2011) yang meneliti pengaruh
akuntansi manajemen lingkungan dan strategi bisnis terhadap inovasi perusahaan
pada perusahaan manufaktur peserta PROPER di Banten. Hasil penelitian
menunjukan terdapat pengaruh positif antara EMA dengan strategi bisnis dan
EMA terhadap inovasi perusahaan, tetapi terdapat pengaruh negatif antara strategi
bisnis dengan inovasi perusahaan.
Penelitian mengenai kinerja lingkungan sendiri sangat banyak, diantaranya
penelitian Sudaryanto (2011) yang meneliti pengaruh kinerja lingkungan terhadap
kinerja financial perusahaan dengan corporate social responsibility disclosure
sebagai variabel intervening. Penelitian ini menunjukan bahwa kinerja lingkungan
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja finansial perusahaan melalui
corporate social responsibility disclosure sebagai variabel intervening. Adhima,
Fauzan (2013) meneliti pengaruh pengungkapan sustainability report terhadap
profitabilitas perusahaan di Bursa Efek Indonesia, dengan hasil signifikan antara
kedua variabel yang telah disebutkan sebelumnya.
Dari beberapa bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian
mengenai lingkungan hanya sebatas pada kinerja lingkungan dan pengungkapan
laporan lingkungan itu sendiri sehingga hal ini dapat menjadi acuan untuk
meneliti masalah lain yang berhubungan dengan lingkungan dan proses
9
pengambilan keputusan manajemen, yaitu mengenai penerapan akuntansi
manajemen lingkungan (EMA) dan inovasi perusahaan.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur peserta
PROPER di Kota dan Kabupaten Bandung. PROPER adalah salah satu program
yang dibuat oleh pemerintah Indonesia melalui Kementrian Lingkungan Hidup
melalui instrumen informasi sehingga kemungkinan perusahaan telah menerapkan
akuntansi
manajemen
lingkungan
sangat
besar.
Perusahaan
manufaktur
merupakan perusahaan yang memproses bahan mentah menjadi bahan jadi yang
bisa dimanfaatkan oleh konsumen atau masyarakat dengan melibatkan berbagai
macam sumber bahan baku, proses produksi dan teknologi (Damayanti, 2011).
Selain itu, perusahaan manufaktur tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang erat kaitannya dengan sosial
dan lingkungan sekitar sehingga perusahaan harus menaati berbagai macam
peraturan yang diberlakukan pemerintah.
Berdasarkan argumen – argumen yang telah disampaikan sebelumnya,
penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Penerapan Akuntansi
Manajemen Lingkungan Terhadap Inovasi Produk” dengan alasan ingin
mengetahui sejauh mana penerapan akuntansi manajemen lingkungan dapat
memberikan banyak manfaat bagi pelaku bisnis khususnya perusahaan dalam
mendapatkan inovasi dalam hal pengembangan produk yang lebih baik dan juga
ingin membandingkan hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian
Ferreirra et al., (2009). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
10
kualitatif untuk menguji pengaruh penerapan akuntansi manajemen lingkungan
sebagai stimulus inovasi produk.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, masalah dalam penelitian ini
adalah apakah penerapan akuntansi manajemen lingkungan mempengaruhi
inovasi produk.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan
akuntansi manajemen lingkungan terhadap inovasi produk.
1.4. Kegunaan penelitian
Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi yang akurat dan
relevan yang dapat digunakan oleh :
1. Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru yang
lebih luas, melatih dalam berpikir secara sistematis dan ilmiah, serta
mengembangkan kemampuan untuk melakukan analisis terhadap masalah
lebih kritis.
2. Perusahaan
Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan informasi
dan masukan yang berguna bagi perusahaan, sehingga dapat menjadi
pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya.
11
3. Bagi Masyarakat Umum
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
secara umum dan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur peseta
PROPER 2012 yang terdaftar di Kota dan Kabupaten Bandung. Waktu penelitian
dimulai dari bulan April 2013 sampai dengan selesai.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1. Akuntansi Lingkungan
Akuntansi Lingkungan (Environment Accounting) didefinisikan sebagai
pencegahan, pengurangan dan atau penghindaran dampak terhadap lingkungan,
bergerak dari beberapa kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali kejadian –
kejadian yang menimbulkan bencana atas kegiatan – kegiatan tersebut (Ikhsan,
2008; 14). Sedangkan, menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat
atau United States Environment Protection Agency (US EPA) dalam Ikhsan
(2008; 15), akuntansi lingkungan adalah:
“Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk
menggambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para
stakeholders
perusahaan
yang
mampu
mendorong
dalam
pengidentifikasian cara-cara yang dapat mengurangi atau menghindari
biaya-biaya pada waktu yang bersamaan dengan usaha memperbaiki
kualitas lingkungan”.
Menurut Mehenna, Yakhou dan Vernon P. Dorweiler (2004) akuntansi
lingkungan adalah :
”Environmental accounting is an inclusive field of accounting. It provides
reports for both internal use, generating environmental information to help
make management decisions on pricing, controlling overhead and capital
budgeting, and external use, disclosing environtmental information of interest
to the public and to the financial comunity”.
13
Sedangkan menurut Djogo (2002) dalam Rossje (2006), Akuntansi
lingkungan Environmental Accounting atau EA adalah istilah yang berkaitan
dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktik
akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak
(impact) baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul sebagai akibat
dari kegiatan perusahaan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.
Berdasarkan pengertian-pengertian para ahli tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa akuntansi lingkungan merupakan proses pencegahan,
pengurangan, dan atau penghindaran dampak lingkungan dengan memasukan
unsur biaya lingkungan pada praktik akuntansi konvensional yang berguna bagi
pengambilan keputusan internal manajemen maupun pihak eksternal. Akuntansi
Lingkungan secara spesifik mendefinisikan dan menggabungkan semua biaya
lingkungan ke dalam laporan keuangan perusahaan. Bila biaya-biaya tersebut
secara jelas teridentifikasi, perusahaan akan cenderung mengambil keuntungan
dari peluang-peluang untuk mengurangi dampak lingkungan. Aspek-aspek yang
menjadi bidang akuntansi lingkungan (Cahyono, 2002 dalam Rossje, 2006) adalah
sebagai berikut:
1. Pengakuan dan identifikasi
pengaruh negatif aktivitas
bisnis
perusahaan terhadap lingkungan dalam praktik akuntansi konvensional
2. Identifikasi, mencari dan memeriksa persoalan bidang garap akuntansi
konvensional yang bertentangan dengan kriteria lingkungan serta
memberikan alternatif solusinya.
14
3. Melaksanakan langkah-langkah proaktif dalam menyusun inisiatif
untuk memperbaiki lingkungan pada praktik akuntansi konvensional.
4. Pengembangan format baru sistem akuntansi keuangan dan non
keuangan, sistem pengendalian pendukung keputusan manajemen
ramah lingkungan.
5. Identifikasi biaya-biaya (cost) dan manfaat berupa pendapatan
(revenue) apabila perusahaan lebih peduli terhadap lingkungan dari
berbagai program perbaikan lingkungan.
6. Pengembangan format kerja, penilaian dan pelaporan internal maupun
eksternal perusahaan.
7. Upaya perusahaan yang berkesinambungan, akuntansi kewajiban,
risiko, investasi biaya terhadap energi, limbah dan perlindungan
lingkungan.
8. Pengembangan teknik-teknik akuntansi pada aktiva, kewajiban dan
biaya dalam konteks non keuangan khususnya ekologi.
Pesatnya perkembangan konsep akuntansi lingkungan didasarkan pada
banyaknya tekanan dari lembaga – lembaga bukan pemerintah, serta
meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat luas yang mendesak
agar perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya kegiatan
industri demi bisnis saja. Akuntansi lingkungan pada dasarnya menuntut
kesadaran penuh perusahaan yang telah mengambil manfaat dari lingkungan, akan
tetapi memberikan dampak negatif kepada lingkungan berupa limbah produksi,
polusi udara dan juga pencemaran udara. Bentuk tanggung jawab perusahaan
15
dalam mengatasi masalah limbah adalah dengan dilakukannya pengelolaan limbah
operasional perusahaan dengan sistematis melalui proses yang memerlukan biaya
khusus sehingga perusahaan melakukan pengalokasian nilai biaya tersebut dalam
pencatatan keuangannya.
2.1.2. Akuntansi Manajemen Lingkungan
Akuntansi lingkungan berdasarkan tujuan pelaporannya terbagi atas dua,
yaitu internal manajemen perusahaan dan eksternal perusahaan (shareholder).
Pada internal manajemen perusahaan, akuntansi lingkungan sering disebut
Environmental Management Accounting (EMA), bertujuan menyajikan informasi
untuk sarana pengambilan keputusan manajemen. Akuntansi lingkungan pada
pelaporan kepada eksternal perusahaan lebih ditujukan untuk pertanggungjawaban
kepada publik, terutama pemegang saham (Carolina., et al. 2009). Manfaat
akuntansi lingkungan bagi internal perusahaan adalah untuk memberikan laporan
mengenai pengelolaan internal, yaitu keputusan manajemen mengenai pemberian
harga, pengendalian biaya overhead dan penganggaran modal (capital budgeting)
sehingga akuntansi lingkungan bermanfaat bagi perusahaan sebagai salah satu
unsur untuk mencapai green company (Carolina et al, 2009).
Pandangan bahwa akuntansi manajemen lingkungan secara dominan
berhubungan terhadap penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan
internal yang konsisten dengan definisi US EPA (1995), dimana US EPA (dalam
Ikhsan, 2009; 105) menjelaskan akuntansi manajemen lingkungan sebagai;
“Suatu proses pengidentifikasian, pengumpulan dan penganalisisan informasi
tentang biaya – biaya dan kinerja untuk membantu pengambilan keputusan
organisasi”.
16
The International Federation of Accountants (1998) dalam Ikhsan (2009)
mendefinisikan akuntansi manajemen lingkungan sebagai:
“Pengembangan manajemen lingkungan dan kinerja ekonomi seluruhnya serta
implementasi dari lingkungan yang tepat – hubungan sistem akuntansi dan
praktik. Ketika ini mencakup pelaporan dan audit dalam beberapa perusahaan,
akuntansi manajemen lingkungan khususnya melibatkan siklus hidup biaya,
akuntansi biaya penuh, penilaian keuntungan dan perencanaan stratejik untuk
manajemen lingkungan.”
Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa,
akuntansi manajemen lingkungan adalah proses pengidentifikasian, pengumpulan
dan penganalisisan biaya-biaya dan arus informasi bersifat fisik yang bermanfaat
bagi pihak internal perusahaan dalam pengambilan keputusan. EMA yang
dikembangkan oleh Burrit et al (2002) mengintegrasikan dua komponen
lingkungan, yaitu monetary environmental management accounting (MEMA) dan
physical environmental management accounting (PEMA). Dampak lingkungan
pada sistem ekonomi dinyatakan dalam bentuk monetary environmental
information yaitu semua dampak masa lalu, sekarang dan pada waktu yang akan
datang dari aliran uang, misalnya: pengeluaran dan pendapatan karena produksi
bersih, denda karena melanggar aturan lingkungan. Sedangkan dampak
lingkungan terhadap sistem lingkungan dinyatakan dalam physical environmental
information.
17
Tabel 2.1
Elemen EMA
Akuntansi dalam unit moneter
Akuntansi dalam unit fisik
Akuntansi
Konvensional
Akuntansi Manajemen Lingkungan
MEMA
PEMA
Alat
Pengukuran
lainnya
Sumber: UNDSD, 2003; 8
Pada tingkat perusahaan, physical environmental information termasuk
semua material dan energi yang dikeluarkan pada masa lalu, sekarang dan pada
waktu yang akan datang yang mempengaruhi sistem ekologi. Physical
environmental information selalu dinyatakan dalam satuan fisik, misalnya:
kilogram atau joules. Dalam mengukur penerapan akuntansi manajemen
lingkungan, Ferreirra et al (2009) membagi ke dalam beberapa item yang
mencerminkan aktivitas akuntansi manajemen lingkungan. Pemilihan kegiatan
EMA sendiri berasal dari berbagai sumber (Hansen dan Mowen, 2011; IFAC,
2005). Item tersebut adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi biaya lingkungan
2. Estimasi kewajiban kontingensi lingkungan
3. Klasifikasi biaya lingkungan
4. Alokasi biaya lingkungan pada proses produksi
5. Alokasi biaya lingkungan pada produk
6. Pengenalan atau pengembangan manajemen biaya lingkungan
7. Pembuatan dan penggunaan akun biaya lingkungan
8. Pengembangan dan penggunaan indikator kinerja lingkungan (KPI)
9. Penilaian biaya siklus hidup produk
18
10.Analisis persediaan produk
11.Analisis dampak produk
12.Analisis perbaikan produk
2.1.2.1.
Tujuan Akuntansi Manajemen Lingkungan
Telah diketahui bahwa kebanyakan teknik akuntansi manajemen biasanya
tidak mempedulikan buruknya perilaku perusahaan terhadap pengelolaan
lingkungan. Banyak yang melebihkan biaya yang dikeluarkan dan meremehkan
manfaat dari meningkatkan praktik lingkungan. Meskipun sistem akuntansi
konvensional memiliki peran penting dalam perkembangan dunia bisnis, akan
tetapi sistem akuntansi konvensional yang ada tidak cukup mampu untuk
disesuaikan pada biaya-biaya lingkungan dan sebagai hasilnya hanya mampu
menunjukkan akun untuk biaya umum tak langsung.
Akuntansi manajemen lingkungan (EMA) dikembangkan untuk berbagai
keterbatasan dalam akuntansi tradisional. Beberapa poin berikut ini dapat menjadi
alasan mengapa dan apa yang dapat diberikan oleh EMA dibandingkan dengan
akuntansi manajemen konvensional (Ikhsan, 2009; 114 – 118):
1.
Meningkatnya tingkat kepentingan ‘Biaya terkait lingkungan’.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan, peraturan
terkait lingkungan menjadi semakin ketat sehingga bisnis harus
mengeluarkan investasi yang semakin besar untuk mengakomodasi
kepentingan tersebut. Jika dulu biaya pengelolaan lingkungan relatif
kecil, kini jumlahnya menjadi cukup signifikan bagi perusahaan.
Banyak perusahaan yang kemudian menyadari bahwa potensi untuk
19
meningkatkan efisiensi muncul dari besarnya biaya lingkungan yang
harus ditanggung.
2.
Lemahnya komunikasi bagian akuntansi dengan bagian lain dalam
perusahaan. Walaupun keseluruhan perusahaan mempunyai visi yang
sama tentang ‘biaya’, namun tiap-tiap departemen tidak selalu
mampu mengkomunikasikannya dalam bahasa yang dapat diterima
oleh semua pihak. Jika di satu sisi bagian keuangan menginginkan
efisiensi dan penekanan biaya, di sisi lain bagian lingkungan
menginginkan
tambahan
biaya
untuk
meningkatkan
kinerja
lingkungan. Walaupun eko-efisiensi bisa menjadi jembatan antar
kepentingan ini, namun kedua bagian tersebut berbicara dari sudut
pandang yang berseberangan.
3.
Menyembunyikan biaya lingkungan dalam pos biaya umum
(overhead). Ketidakmampuan akuntansi konvensional menelusuri
dan menyeimbangkan akuntansi lingkungan dengan akuntansi
keuangan menyebabkan semua biaya dari pengolahan limbah,
perizinan dan lain-lain digabungkan dalam biaya overhead; sebagai
konsekuensinya biaya overhead menjadi ‘membengkak’.
4.
Ketidaktepatan alokasi biaya lingkungan sebagai biaya tetap. Karena
secara konvensional, biaya lingkungan tersembunyi dalam biaya
umum, pada saat diperlukan, akan menjadi sulit untuk menelusuri
biaya sebenarnya dari proses, produk atau lini produksi tertentu. Jika
biaya umum dianggap tetap, biaya limbah sesungguhnya merupakan
20
biaya variabel yang mengikuti volume limbah yang dihasilkan
berbanding lurus dengan tingkat produksi.
5.
Ketidaktepatan perhitungan atas volume (dan biaya) atas bahan baku
yang terbuang. Berapa sebenarnya biaya limbah, Akuntansi
konvensional akan menghitungnya sebagai biaya pengelolaannya,
yaitu biaya pembuangan atau pengolahan. EMA akan menghitung
biaya limbah sebagai biaya pengolahan ditambah biaya pembelian
bahan baku. Sehingga biaya limbah yang dikeluarkan lebih besar
(sebenarnya) daripada biaya yang selama ini diperhitungkan.
6.
Tidak dihitungnya keseluruhan biaya lingkungan yang relevan dan
signifikan dalam catatan akuntansi. Banyak sekali biaya yang terkait
dengan pengelolaan lingkungan yang seharusnya diperhitungkan
dengan benar agar tidak terjadi kesalahan pengambilan keputusan.
Biaya tersebut umumnya meliputi biaya pengelolaan limbah, biaya
material dan energi, biaya pembelian material dan energi dan biaya
proses.
2.1.2.2.
Manfaat Akuntansi Manajemen Lingkungan
Terdapat beberapa alasan mengapa akuntansi manajemen lingkungan
sangat bermanfaat bagi industri (Ikhsan, 2008; 112):
1.
Kemampuan secara akurat meneliti dan mengatur penggunaan arus
tenaga dan bahan – bahan, termasuk polusi / sisa volume, dan jenis –
jenis lainnya.
21
2.
Kemampuan secara akurat dalam mengidentifikasi, mengestimasi,
mengalokasikan, mengatur atau mengurangi biaya – biaya,
khususnya biaya yang berhubungan dengan lingkungan.
3.
Informasi yang lebih akurat dan lebih menyeluruh dalam mendukung
penetapan dari dan keikutsertaan di dalam program – program
sukarela, penghematan biaya untuk memperbaiki kinerja lingkungan.
4.
Informasi yang lebih akurat dan menyeluruh untuk mengukur dan
melaporkan
kinerja
perusahaan
pada
lingkungan,
stakeholder,
seperti
meningkatkan
citra
pelanggan,
masyarakat
lokal,
karyawan, pemerintah dan penyedia keuangan.
2.1.3. Biaya Lingkungan
Menurut Irawan (2001) dalam Rossje (2006), biaya lingkungan dapat
diartikan sebagai;
“Biaya yang muncul dalam usaha untuk mencapai tujuan seperti pengurangan
biaya lingkungan yang meningkatkan pendapatan, meningkatkan kinerja
lingkungan yang perlu dipertimbangkan saat ini dan yang akan datang.”
Sedangkan menurut Susenohaji (2003) dalam Rossje (2006), biaya
lingkungan adalah; “biaya yang dikeluarkan perusahaan berhubungan dengan
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dan perlindungan yang dilakukan”. Biaya
lingkungan mencakup baik biaya internal (berhubungan dengan pengurangan
proses produksi untuk mengurangi dampak lingkungan) maupun eksternal
(berhubungan dengan perbaikan kerusakan akibat limbah yang ditimbulkan).
22
Biaya lingkungan menurut Hansen – Mowen (2011; 413) adalah;
“Biaya – biaya yang terjadi karena kualitas lingkungan yang buruk atau
kualitas lingkungan yang buruk mungkin terjadi. Maka, biaya lingkungan
berhubungan dengan kreasi, deteksi, perbaikan, dan pencegahan degradasi
lingkungan”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa biaya
lingkungan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
mengelola dan meningkatkan kualitas serta kinerja lingkungan.
2.1.3.1.
Klasifikasi Biaya Lingkungan
Biaya lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori (Hansen
– Mowen, 2011; 413 – 414): biaya pencegahan (prevention cost), biaya deteksi
(detection cost), biaya kegagalan internal (internal failure cost), dan biaya
kegagalan eksternal (external failure cost). Selanjutnya, biaya kegagalan eksternal
dapat dibagi lagi menjadi kategori yang direalisasi dan yang tidak direalisasi.
Biaya pencegahan lingkungan (environmental prevention cost) adalah
biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah
dan atau sampah yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Contoh
aktivitas pencegahan adalah evaluasi dan pemilihan pemasok, evaluasi dan
pemilihan alat untuk mengendalikan polusi, desain proses dan produk untuk
mengurangi atau menghapus limbah, melatih pegawai, mempelajari dampak
lingkungan, pelaksanaan penelitian lingkungan, pengembangan sistem manajemen
lingkungan, daur ulang produk, dan pemerolehan sertifikasi ISO 14001.
23
Biaya deteksi lingkungan (environmental detection cost) adalah biaya –
biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan apakah produk, proses
dan aktivitas lainnya di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang
berlaku atau tidak. Standar lingkungan dan prosedur yang diikuti oleh perusahaan
didefinisikan dalam tiga cara, yaitu peraturan pemerintah, standar sukarela (ISO
14001) yang dikembangkan oleh International Standards Organization, dan
kebijakan lingkungan yang dikembangkan oleh manajemen. Contoh aktivitas
deteksi adalah audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk dan proses agar
ramah lingkungan, pengembangan ukuran kinerja lingkungan, pelaksanaan
pengujian pencemaran, verifikasi kinerja lingkungan dari pemasok, dan
pengukuran tingkat pencemaran.
Biaya kegagalan internal lingkungan (environmental internal failure
cost) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya
limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar. Jadi, biaya kegagalan
internal terjadi untuk menghilangkan dan mengolah limbah dan sampah ketika
diproduksi. Aktivitas kegagalan internal bertujuan untuk memastikan bahwa
limbah dan sampah yang diproduksi tidak dibuang ke lingkungan luar dan untuk
mengurangi tingkat limbah yang dibuang sehingga jumlahnya tidak melewati
standar lingkungan. Aktivitas kegagalan internal misalnya pengoperasian
peralatan untuk mengurangi atau menghilangkan polusi, pengolahan dan
pembuangan limbah beracun, pemeliharaan peralatan polusi, lisensi fasilitas untuk
memproduksi limbah, dan daur ulang sisa bahan.
24
Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure
cost) adalah biaya - biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah
atau sampah ke dalam lingkungan. Biaya kegagalan eksternal yang direalisasi
(realized external failure cost) adalah biaya yang dialami dan dibayar oleh
perusahaan. Biaya eksternal yang tidak direalisasikan (unrealized external failure
cost) atau biaya sosial (societal cost), disebabkan oleh perusahaan tetapi dialami
dan dibayar oleh pihak-pihak di luar perusahaan. Biaya sosial lebih lanjut dapat
diklasifikasikan sebgai biaya yang berasal dari degradasi lingkungan dan biaya
yang berhubungan dengan dampak buruk terhadap properti atau kesejahteraan
masyarakat.
2.1.3.2.
Pembebanan Biaya Lingkungan
Produk dan proses merupakan sumber – sumber biaya lingkungan (Hansen
– Mowen 2011; 419). Dimana kegiatan tersebut menimbulkan dampak yang
signifikan terhadap kualitas lingkungan yang diniliki perusahaan. Proses yang
memproduksi produk dapat menciptakan residu padat, cair, dan gas yang
selanjutnya dilepas ke lingkungan. Residu ini memiliki potensi mendegradasi
lingkungan. Dengan demikian, residu merupakan penyebab biaya kegagalan
lingkungan internal dan eksternal (misalnya: investasi pada peralatan untuk
mencegah penyebaran residu ke lingkungan dan pembersihan residu setelah
memasuki lingkungan). Pengemasan juga merupakan sumber biaya lingkungan.
2.1.3.2.1.
Biaya
Biaya Produk Lingkungan
lingkungan
dari
proses
memproduksi,
memasarkan,
serta
mengirimkan produk dan biaya lingkungan pasca pembelian yang disebabkan
25
oleh penggunaan dan pembuangan produk merupakan contoh – contoh biaya
produk
lingkungan
(environmental
product
costs).
Penghitungan
biaya
lingkungan penuh (full environmental costing) adalah pembebanan semua biaya
lingkungan, baik yang bersifat privat maupun sosial, pada produk. Penghitungan
biaya privat penuh (full private costing) adalah pembebanan biaya privat pada
produk individual. Jadi, penghitungan biaya privat membebankan biaya
lingkungan yang disebabkan oleh proses internal organisasi pada produk.
Pembebanan biaya lingkungan pada produk dapat menghasilkan informasi
manajerial yang bermanfaat. Contohnya, mungkin dapat diketahui bahwa suatu
produk tertentu lebih bertanggung jawab atas limbah beracun daripada produk
lainnya. Informasi ini dapat mengarah pada desain produk dan proses alternatif
yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Dengan membebankan biaya
lingkungan secara tepat, dapat diketahui apakah suatu produk menguntungkan
atau tidak. (Hansen – Mowen, 2011; 421)
2.1.3.3.
Target Costing
Target Costing merupakan penentuan biaya yang diharapkan untuk suatu
produk berdasarkan harga yang kompetitif sehingga produk tersebut memperoleh
laba sesuai yang diharapkan (Hansen – Mowen, 2011; 421). Perusahaan
mempunyai dua pilihan untuk menurunkan biaya sampai pada target biaya, yaitu:
1. Dengan
cara
mengintegrasikan
teknologi
manufaktur
baru,
menggunakan teknik – teknik manajemen biaya yang canggih dan
mencari produktivitas yang lebih tinggi melalui perbaikan organisasi
dan hubungan tenaga kerja, perusahaan akan dapat menurunkan biaya.
26
Pendekatan ini diimplementasikan dengan menentukan biaya standar
(standart costing).
2. Dengan melakukan desain ulang terhadap produk atau jasa, perusahaan
dapat menurunkan biaya sampai mencapai level target biaya (target
costing). Metode ini lebih umum karena mengakui bahwa keputusan
desain mempunyai pengaruh yang besar terhadap total biaya selama
siklus hidup produk, dengan memberi perhatian yang cermat pada
desain dimungkinkan untuk menurunkan biaya total secara signifikan.
2.1.4. Penilaian Biaya Siklus Hidup
Biaya
produk
lingkungan
dapat
menunjukan
kebutuhan
untuk
meningkatkan pembenahan produk perusahaan. Pembenahan produk (product
stewardship) adalah praktik mendesain, membuat, mengolah dan mendaur ulang
produk untuk meminimalkan dampak buruknya terhadap lingkungan. Penilaian
siklus hidup adalah sarana untuk meningkatkan pembenahan produk. Penilaian
siklus hidup (life cycle assessment) mengidentifikasi pengaruh lingkungan dari
suatu produk di sepanjang siklus hidupnya dan kemudian mencari peluang untuk
memperoleh perbaikan lingkungan. Penilaian biaya siklus hidup membebankan
biaya dan keuntungan pada pengaruh lingkungan dan perbaikan (Hansen –
Mowen, 2011; 423).
27
Sedangkan menurut Tri Purwanto (2000), life cycle assessment adalah:
“Proses mengevaluasi dampak yang dipunyai produk terhadap lingkungan
di seluruh periode hidupnya yang karena itu meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya dan menurunkan pertanggungan (liabilities).
Dapat digunakan untuk mempelajari dampak lingkungan pada produk atau
fungsi produk yang didesain untuk bekerja”.
Life Cycle Assessment dapat digunakan bagi pengembangan keputusan
– keputusan strategi bisnis, bagi produk, dan desain proses serta perbaikan.
Siklus hidup produk bermula ketika material mentah diekstraksi dari dalam
bumi, diikuti oleh pembuatan, transportasi, dan penggunaan lalu berakhir pada
manajemen limbah termasuk pendaur ulangan dan pembuangan akhir. Pada
setiap tahapan siklus hidup terjadi emisi dan konsumsi sumber daya. Dampak
lingkungan dari keseluruhan siklus hidup produk dan jasa perlu diketahui,
sehingga pemikiran siklus hidup diperlukan (Tri Purwanto, 2000).
2.1.5. Inovasi
Inovasi atau innovation berasal dari kata to innovate yang mempunyai arti
membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. Konsep inovasi
mempunyai sejarah yang panjang dan pengertian yang berbeda – beda
berdasarkan
pada
persaingan
antara
perusahaan
–
perusahaan
yang
memanfaatkannya sebagai daya saing. Inovasi dapat didefinisikan sebagai “proses
teknologis, manajerial dan sosial, dimana gagasan atau konsep baru pertama kali
diperkenalkan untuk dipraktikan dalam suatu kultur (Quinn, Baruch & Zien,
1996). Sedangkan menurut Hartini (2004), Inovasi merupakan faktor penentu
28
dalam persaingan industri dan merupakan senjata tangguh dalam menghadapi
persaingan.
Inovasi menurut Wikipedia, dapat diartikan sebagai:
“Proses dan atau hasil pengembangan pemanfaatan / mobilisasi pengetahuan,
keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk
menciptakan atau memperbaiki produk (barang atau jasa), proses atau system
yang baru, yang akan memnerikan nilai yang berarti atau secara signifikan
(terutama ekonomi dan sosial)”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah
suatu proses atau pengembangan ide maupun gagasan baru yang berujuan untuk
meningkatkan daya saing perusahaan. Fokus utama inovasi adalah penciptaan
gagasan baru, yang ada gilirannya akan diimplementasikan kedalam produk baru,
proses baru. Adapun tujuan utama proses inovasi adalah memberikan dan
menyalurkan nilai pelanggan yang lebih baik.
Josef Schumpeter sering dianggap sebagai ahli ekonomi pertama yang
memberikan perhatian pada pentingnya suatu inovasi. Schumpeter (1949) dalam
Hermana (2006) menyebutkan bahwa inovasi terdiri dari lima unsur, yaitu;
1. Memperkenalkan produk baru atau perubahan kualitatif pada
produk yang sudah ada
2. Memperkenalkan proses baru ke industri
3. Membuka pasar baru
4. Mengembangkan sumber pasokan baru pada bahan baku atau
masukan lainnya
5. Perubahan pada organisasi industri
29
Berdasarkan berbagai pengertian dari inovasi, ukuran inovasi dibagi dalam
dua kelompok (Hermana, 2006), yaitu ukuran yang berhubungan dengan output
dan input. Ukuran output misalnya (a) produk atau proses baru yang
dikembangkan, (b) persentase penjualan dari produk atau proses baru tersebut, (c)
kekayaan intelektual yang dihasilkan (paten, merek, atau desain), dan (d) kinerja
perusahaan. Sedangkan ukuran inovasi yang berkaitan dengan input adalah (a)
investasi di bidang penelitian dan pengembangan, (b) kekayaan intelektual, (c)
biaya akuisisi teknologi baru, (d) biaya produksi pertama produk baru, (e) asset
tak berwujud, (f) biaya pemasaran dan pelatihan untuk produk baru, dan (g)
perubahan organisasi dan metode manajerial.
Sedangkan Martin Radenakers (2005) membagi inovasi ke dalam beberapa
tipe yang mempunyai karakteristik masing – masing, yaitu;
Tabel 2.2
Tipe Inovasi
Tipe Inovasi
1.
Inovasi Produk
Karakteristik
Produk, jasa , atau kombinasi keduanya yang
baru
2.
Inovasi Proses
Metode baru dalam menjalankan kegiatan
bernilai tambah (misalnya distribusi atau
produksi) yang lebih baik atau lebih murah)
3.
Inovasi Organisasional
Metode
baru
dalam
mengelola,
mengkoordinasi dan mengawasi pegawai,
kegiatan, dan tanggung jawab
4.
Inovasi Bisnis
Kombinasi
produk,
proses,
dan
sistem
30
organisasional
yang
baru
(dikenal
juga
sebagai model bisnis)
Sumber: Radenakers (2005) dalam Hermana (2006)
2.1.5.1.
Inovasi Produk
Definisi mengenai inovasi produk menurut Crawford & De Benedetto
(2000), inovasi produk adalah
“Inovasi yang digunakan dalam keseluruhan operasi perusahaan dimana
sebuah produk baru diciptakan dan dipasarkan, termasuk inovasi di segala
proses fungsional/ kegunaannya”.
Di sisi lain, inovasi produk menurut Lukas dan Ferrel (2000)
didefinisikan sebagai proses dari penggunaan teknologi baru ke dalam suatu
produk sehingga produk tersebut mempunyai nilai tambah. Jadi inovasi bukanlah
sebuah konsep dalam suatu ide baru, penemuan baru ataupun suatu perkembangan
dari penemuan baru, tetapi inovasi merupakan gabungan dari semua proses –
proses tersebut (Kotler, 2009; 278).
Inovasi produk bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan, karena produk yang telah ada rentan terhadap perubahan kebutuhan
dan selera konsumen, teknologi, siklus hidup produk yang lebih singkat, serta
meningkatnya persaingan domestik dan luar negeri (Yamit, 2010; 108). Inovasi
produk yang dilakukan harus melalui hasil penelitian pasar, sehingga dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen. Meskipun perusahaan
mementingkan mutunya, tetapi apabila perusahaan tidak memperhatikan selera
konsumen., maka akan menyebabkan produknya tidak diminati, bahkan
konsumennya akan beralih pada produk lain, sehingga penjualan akan turun.
31
Bisbe dan Otley (2004) membagi inovasi produk dalam 4 indikator
pengukuran yaitu:
1. Pengenalan produk baru
2. Modifikasi produk
3. Kecenderungan perusahaan untuk menjadi pelopor
4. Perencanaan portofolio terhadap produk yang baru diluncurkan
2.1.5.2.
Jenis Produk Baru
Menurut Kotler (2009; 374) ada 6 golongan produk baru antara lain:
1. Produk baru bagi dunia: Yaitu produk baru yang menciptakan suatu pasar
yang sama sekali baru.
2. Lini produk baru: Yaitu produk baru yang memungkinkan perusahaan
memasuki pasar yang telah mapan untuk pertama kalinya.
3. Tambahan pada lini produk yang telah ada: Yaitu produk-produk baru yang
melengkapi suatu lini produk perusahaan yang telah mantap.
4. Perbaikan dan revisi produk yang telah ada: Yaitu produk baru yang
memberikan kinerja yang lebih baik atau nilai yang dianggap lebih hebat dan
menggantikan produk yang lelah ada.
5. Penentuan kembali posisi (Repositioning): Yaitu produk yang telah ada
diarahkan ke pasar atau segmen pasar baru.
6. Pengurangan biaya: Yaitu produk baru yang menyediakan kinerja serupa
dengan harga yang lebih murah.
32
2.1.5.3.
Proses Penerimaan Produk
Proses penerimaan konsumen terhadap inovasi memerlukan waktu,
menurut Kotler (2009; 405) proses penerimaan konsumen berfokus pada proses
mental yang dilalui seseorang mulai dari saat pertama mendengar tentang inovasi
tersebut sampai akhir penerimaan. Penerimaan produk baru tersebut melalui 5
tahap berikut:
1. Kesadaran (awareness)
Konsumen menyadari adanya inovasi tersebut tapi masih kekurangan
informasi mengenai hal tersebut.
2. Minat (interest)
Konsumen terdorong untuk mencari informasi mengenai inovasi tersebut.
3. Evaluasi (evaluation)
Konsumen mempertimbangkan untuk mencoba inovasi tersebut.
4. Percobaan (trial)
Konsumen mencoba inovasi tersebut untuk memperbaiki perkiraannya atas
nilai inovasi tersebut.
5. Penerimaan (adoption)
Konsumen memutuskan untuk menggunakan inovasi tersebut sepenuhnya dan
secara teratur.
Perusahaan harus membantu gerakan konsumen melalui tahap-tahap tersebut
agar inovasi produk berhasil dan konsumen dapat terpuaskan. Menurut Kotler
(2009; 406-408) ada 4 faktor yang mempengaruhi proses penerimaan yaitu:
33
1. Kesiapan orang-orang untuk mencoba produk baru sangat berbeda. Sampai
titik mana seseorang lebih dini menerima gagasan baru dibandingkan anggota
masyarakat lainnya.
2. Pengaruh pribadi dalam penerimaan produk baru. Dampak yang dapat
ditimbulkan oleh seseorang terhadap orang lain dalam hal probabilitas sikap
dan pembelian.
3. Karakteristik inovasi mempengaruhi tingkat penerimaannya. Beberapa produk
dapat langsung disukai, sedangkan produk lain memerlukan waktu yang lama
untuk diterima.
4. Perbedaan kesiapan organisasi untuk mencoba produk baru. Penerimaan
(adopsi) akan terkait dengan berbagai variabel di lingkungan organisasi
(kemajuan masyarakat, pendapatan masyarakat), organisasi itu sendiri
(ukuran, laba, tekanan untuk berubah) dan pengelolaannya (level pendidikan,
umur, kecanggihannya).
2.1.5.4.
Karakteristik Penerimaan Inovasi
Ada 4 karakteristik yang sangat penting dalam mempengaruhi tingkat
penerimaan suatu inovasi (Kotler, 2009; 407) yaitu:
1) Keunggulan relatif (relative advantage), Sampai tingkat mana inovasi itu
tampak lebih unggul daripada produk yang sudah ada.
2) Kesesuaian (compatibility), Yaitu sejauh mana inovasi tersebut sesuai
dengan nilai dan pengalaman perorangan dalam masyarakat.
34
3) Kerumitan (complexity), Yaitu sejauh mana inovasi itu relatif sukar
dimengerti atau digunakan.
4) Kemampuan berkomunikasi (communicability), Yaitu sampai sejauh mana
manfaat yang diperoleh dari penggunaan inovasi tersebut dapat diamati
atau dijelaskan kepada orang lain.
2.1.6. Konsep Keberlanjutan
2.1.6.1. Definisi Pengembangan Berkelanjutan (Sustainability Development)
Konsep sustainability pada mulanya tercipta dari pendekatan ilmu
kehutanan. Istilah ini berarti suatu upaya untuk tidak akan pernah memanen lebih
banyak daripada kemampuaan panen hutan pada kondisi normal. Kata
nachhaltigkeit (bahasa Jerman untuk keberlanjutan) berarti upaya melestarikan
sumber daya alam untuk masa depan (Agricultural Economic Research Institut,
2004)
dalam
(sustainable
Kuhlman
development)
(2010).
Sedangkan
bertujuan
untuk
pembangunan
berkelanjutan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Salim, 1990 dalam
Jaya, 2004). Pembangunan yang berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk
mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa
mendatang. Menurut KLH (1990) pembangunan yang pada dasarnya lebih
berorientasi eonomi dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria,
yaitu;
1. Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam (depletion of
natural resources)
2. Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya
35
3. Kegiatannya harus dapat meningkatkan
2.2. Kerangka Pemikiran
Secara umum, akuntansi manajemen lingkungan merupakan salah satu sub
sistem dari akuntansi lingkungan yang menjelaskan sejumlah persoalan mengenai
persoalan penguantifikasian dampak-dampak bisnis perusahaan ke dalam
sejumlah unit moneter. Akuntansi manajemen lingkungan juga dapat digunakan
sebagai suatu tolak ukur dalam kinerja lingkungan (Ikhsan, 2009). Berangkat dari
hal tersebut, hal ini memberikan ijin bagi manajemen agar lebih baik
mengevaluasi aspek moneter dari produk dan proyek mereka ketika akhirnya
harus mengambil keputusan bisnis.
Selain itu, pengertian akuntansi manajemen lingkungan menurut Savage
dan Shapiro (2001) menjelaskan:
“EMA can be defined as the identification, collection, estimation, analysis,
internal reporting, and use of materials and energy flow information,
environmental cost information, and other cost information for both conventional
and environmental decision-making within an organization.”
Akuntansi manajemen lingkungan berguna untuk menanggulangi masalah
pengelolaan lingkungan dan membantu usaha para manajer dalam meningkatkan
performa finansial sekaligus kinerja lingkungannya. Secara sistematis, EMA
mengintegrasikan aspek lingkungan dari perusahaan ke dalam akuntansi
manajemen dan proses pengambilan keputusan. Selanjutnya EMA membantu
pelaku bisnis / manager untuk mengumpulkan, menganalisa dan menghubungkan
antara aspek lingkungan dengan informasi moneter maupun fisik.
36
Pengukuran akuntansi manajemen lingkungan dilihat dari dua komponen
lingkungan yang dikembangkan oleh Burritt et al (2002), yaitu Monetary
Environmental Management Accounting (MEMA) yang merupakan analisis
dampak lingkungan pada sistem ekonomi seperti identifikasi dan pembebanan
biaya lingkungan, serta Physical Environmental Management Accounting
(PEMA) yang merupakan analisis dampak lingkungan pada sistem lingkungan
secara fisik seperti pengendalian semua material dan energi yang dikeluarkan
pada masa lalu, sekarang dan pada waktu yang akan datang yang mempengaruhi
sistem ekologi perusahaan.
Dalam mewujudkan
prinsip ekoefisiensi
dan berbagai
peraturan
lingkungan yang dibuat pemerintah, maka perusahaan harus mengambil
keputusan yang tepat terkait bagaimana perusahaan dapat terus mendapatkan laba
sebesar – besarnya tetapi kinerja lingkungan dapat dikelola dengan baik agar
sustainability development perusahaan dapat terjaga. Dalam hal ini, inovasi
merupakan salah satu hal penting yang harus dijaga perusahaan.
Hurley dan Hult (1998), mendefinisikan inovasi produk sebagai berikut;
“Inovasi produk merupakan salah satu dampak dari perubahan teknologi yang
cepat dan variasi produk yang tinggi sehingga akan menentukan kinerja
organisasi”.
Inovasi dapat didefinisikan sebagai penerapan sistem, kebijakan, program,
dan proses yang baru yang dihasilkan secara internal dan eksternal. Inovasi
organisasi dapat diinterprestasikan secara luas dan bervariasi dengan berbagai
cara. Inovasi merupakan pemberian solusi baru yang dapat memberikan nilai pada
pelanggan. Inovasi sebagai fenomena psikologi dan sosial budaya, dimana kedua
37
aspek tersebut dapat merupakan kunci keberhasilan atau kegagalan suatu
organisasi. (Hartini, 2004).
Fokus utama inovasi adalah penciptaan gagasan baru, yang ada gilirannya
akan diimplementasikan kedalam produk baru, proses baru. Adapun tujuan utama
proses inovasi adalah memberikan dan menyalurkan nilai pelanggan yang lebih
baik. Inovasi dapat dipandang dengan pendekatan strukturalis dan pendekatan
proses (Hartini, 2004). Pendekatan strukturalis memandang inovasi sebagai suatu
unit dengan parameter yang tetap seperti teknologi dan praktek manajemen,
adapun pendekatan proses memandang inovasi sebagai suatu proses yang
kompleks, yang sering melibatkan berbagai kelompok sosial dalam organisasi
(Hartini, 2004). Inovasi lebih merupakan aspek budaya organisasi yang
mencerminkan tingkat keterbukaan terhadap gagasan baru. Dilain pihak
kemampuan inovasi merupakan kemampuan organisasi untuk mengadopsi atau
mengimplementasikan gagasan baru, proses dan produk baru (Hartini, 2004).
Inovasi yang tinggi, baik itu inovasi proses maupun inovasi produk akan
meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan produk yang
berkualitas, sehingga akan meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan yang
pada akhirnya dapat berdampak terhadap kinerja perusahaan itu sendiri. Selain itu,
inovasi produk dapat mempengaruhi biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan.
Dengan kata lain, penggunaan EMA mungkin terkait dengan penciptaan inovasi
produk yang dapat meningkatkan daya saing dan posisi perusahaan.
Informasi dari akuntansi manajemen lingkungan dapat bermanfaat bagi
manajemen untuk mengambil keputusan terkait inovasi perusahaan. Dengan
38
menghasilkan inovasi ramah lingkungan, perusahaan bukan hanya mengatasi
masalah lingkungan saja akan tetapi pada kenyataannya daya saing perusahaan
akan meningkat karena inovasi produk sesuai perkembangan teknologi menjadi
tumpuan utama perusahaan untuk bersaing di pasar. Hampir semua perusahaan
kini berlomba untuk mengeluarkan produk terbaru sesuai dengan perkembangan
saat ini. Akuntansi manajemen lingkungan menyajikan sebuah kombinasi
pendekatan yang menyediakan transisi data dari akuntansi keuangan dan
akuntansi biaya untuk meningkatkan efisiensi produk, mengurangi dampak
lingkungan dan mengurangi biaya konservasi lingkungan. Akuntansi manajemen
lingkungan juga meliputi persiapan dan efek dari biaya lingkungan serta
memberikan informasi kinerja perusahaan bagi stakeholder maupun stockholder.
Informasi ini dapat diaplikasikan untuk pengambilan keputusan pada setiap level
keputusan yang berbeda dalam perusahaan.
Melalui aktivitas – aktivitas lingkungan dan pengungkapan aktivitas –
aktivitas EMA pada laporan tahunan menyebabkan pengguna laporan keuangan
(investor, manajemen, kreditor) akan mendapatkan informasi yang membantu
para pengguna informasi tersebut dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan
perusahaan atau program perusahaan yang berkaitan dengan pelestarian
lingkungan di masa yang akan datang. Di mana program – program ini akan
dipersepsi positif oleh masyarakat dan konsumen, yang pada akhirnya masyarakat
dan konsumen akan memiliki kepercayaan tinggi terhadap perusahaan.
Kepercayaan ini akan mendorong konsumen untuk menjadi konsumen yang loyal
bagi perusahaan, di mana loyalitas ini akan meningkatkan penjualan produk yang
39
dikeluarkan perusahaan. Dan melalui penerapan environmental management
accounting maka diharapkan lingkungan akan terjaga kelestariannya, karena
dalam menerapkan environmental management accounting maka perusahaan akan
secara sukarela mematuhi kebijakan pemerintah di mana perusahaan tersebut
menjalankan bisnisnya
Penelitian-penelitian
tentang
akuntansi
lingkungan
telah
banyak
mengalami perkembangan. Akan tetapi penelitian yang terjadi di Indonesia
kebanyakan penelitian tentang pengungkapan lingkungan dan belum pada aspek
akuntansi yang diterapkan sehingga penelitian mengenai akuntansi manajemen
lingkungan ini masih tergolong pada fase awal.
Ferreira et al (2009), yang merupakan acuan utama penelitian ini, meneliti
pengaruh penerapan EMA dan strategi terhadap inovasi perusahaan. Metode yang
digunakan adalah metode kuantitatif. Variasi variabel yang digunakan meliputi:
EMA, strategi, inovasi produk dan inovasi proses. Hasil penelitian mengatakan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap EMA dan strategi
sedangkan penerapan EMA memiliki hubungan positif dengan inovasi proses,
bukan inovasi produk yang juga dihubungkan dalam penelitian ini.
Suratno et al (2006) meneliti pengaruh environmental disclosure dan
Economic performance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif pada laporan
tahunan (annual report) periode 2001-2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
environmental performance memiliki pengaruh positif terhadap environmental
disclosure dan economic performance.
40
Qian et al (2011) mengespklorasi keadaan praktik EMA dan motivasi
penggunaan EMA untuk meningkatkan manajemen limbah dan daur ulang oleh
pemerintah daerah. Fokusnya adalah pada praktik di pemerintah daerah yang
terletak di negara bagian New South Wales. Metode yang digunakan adalah
metode kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa motivasi utama dalam
pengembangan akuntansi manajemen lingkungan di pemerintah daerah adalah
pengaruh struktur sosial dan tekanan dari berbagai badan pengawas lingkungan.
Adam (2006) melakukan penelitian mengenai kecenderungan praktik perubahan
manajemen yang diterapkan di dalam organisasi dengan cara berkolaborasi
bersama manajer untuk meningkatkan poin accountability dan sustainability
performance perusahaan. Metode yang digunakan adalah observasi dan interview.
Hasil
penelitian
menjelaskan
bahwa
kesuksesan
peneliti
membantu
memperbaharui suatu prosedur dalam memproduksi annual report perusahaan.
Pfilieger et al (2005) menganalisis bagaimana kontribusi life cycle
assessment dalam sustainability reporting perusahaan-perusahaan global. Metode
yang digunakan menggunakan life cycle assessment (LCA). Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa Life Cycle Assessment (LCA) telah mendukung
pengungkapan sustainability report oleh perusahaan-perusahaan global.
Kerangka pemikiran penelitian menunjukkan hubungan antara penerapan
EMA terhadap inovasi produk. Penerapan EMA menjadi salah satu variabel yang
dapat mempengaruhi inovasi produk. Semakin tinggi penerapan EMA, akan
berdampak positif terhadap inovasi yang dilakukan perusahaan. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa EMA merupakan salah satu penggerak dari terciptanya inovasi.
41
Gambar 2.2
Model Kerangka Penelitian
Penerapan Akuntansi
Manajemen
Lingkungan
(X)
Inovasi Produk
(Y)
2.4. Hipotesis Penelitian
Atas dasar kerangka pemikiran sebelumnya, maka peneliti mengajukan
hipotesis yaitu:
Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan akuntansi
manajemen lingkungan dan inovasi produk
42
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Pengertian objek penelitian secara umum merupakan permasalahan yang
dijadikan topik penulisan dalam rangka menyusun suatu laporan penelitian
sedangkan objek penelitian menurut Arikunto (2006; 118) adalah variabel atau
apa yang menjadi titik perhatian suatu penulisan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah penerapan akuntansi
manajemen lingkungan (variabel independen) dan inovasi produk (variabel
dependen). Sumber data penelitian adalah primer (untuk variabel dependen
maupun variabel independen), penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di PROPER 2012.
3.1.1. Unit Analisis
Unit analisis merupakan tingkat agregasi penelitian. Unit analisis
ditentukan berdasarkan pada perumusan pernyataan penelitian dan merupakan
elemen yang penting dalam desain penelitian karena mempengaruhi proses
pemilihan, pengumpulan, dan analisis data, Indriantoro dan Supomo, (2002; 94).
Unit analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah individu yaitu
para middle manager perusahaan industri yang terdaftar di PROPER Kota
Bandung dan Kabupaten Bandung.
43
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah
dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian.
Menurut Sugiyono (2012; 61) pengertian populasi adalah “Wilayah generalisasi
yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang
ditetapkan
oleh
peneliti
untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya”.
Sedangkan apabila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan
waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang ada diambil dari populasi
itu. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di kota dan
kabupaten Bandung yang terdiri dari 18 perusahaan yang ruang lingkupnya
berhubungan dengan lingkungan, terdiri dari perusahaan manufaktur, makanan
dan minuman, gas, energi, dan kimia.
TABEL 3.1
Daftar Perusahaan Industri di Kota Bandung
dan Kabupaten Bandung (Berdasarkan PROPER 2012)
NO
Nama Perusahaan
Jenis Industri
Kab/Kota
1
PT. Kimia Farma (Persero Tbk-Plant Bandung)
Farmasi
Kota Bandung
2
PT. Tanabe Indonesia
Farmasi
Kota Bandung
3
PT. Pindad Persero
Peleburan Logam
Kota Bandung
4
PT. Dirgantara Indonesia
Alat Penerbangan
Kota Bandung
5
PT. Pertamina Aviation Reg. II DPPU Husein
Migas Distribusi
Kota Bandung
6
PT. Biofarma ( Persero )
Farmasi
Kota Bandung
7
PT. Grand Textile Industry ( Grandtex )
Tekstil
Kota Bandung
8
PT. Sipatex Putri Lestari
Tekstil
Kota Bandung
9
PT. Pertamina Depot Ujung Berung
Migas Distribusi
Kota Bandung
10.
PT. Papyrus Sakti Paper Mill
Kertas
Kabupaten Bandung
44
11.
PT. Dactex Indonesia
Tekstil
Kabupaten Bandung
12.
PTPN VIII Rancabali
Pengolahan teh
Kabupaten Bandung
13.
PTPN VIII Kebun Malabar
Pengolahan teh
Kabupaten Bandung
14.
PT. CERES
Makanan,Minuman
Kabupaten Bandung
15.
PT. Panasia Indosyntec
Tekstil
Kabupaten Bandung
16.
PT. Pertamina Geotermal Area Kamojang
17.
Star Energy Geothermal ( Wayang Windu,Ltd)
Energi PLTP
Energi PLTP
Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung
18.
PT. Himalaya Tunas Texindo
Tekstil
Kabupaten Bandung
3.2.2. Sampel Penelitian
Pengertian sampel yang dikemukakan oleh Sugiyono (2012; 62), yaitu
“Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimilki oleh populasi
tersebut”. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik
nonprobability sampling. Teknik nonprobability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap
unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel, dimana teknik sampel
yang digunakan yaitu sampling purposive. Sampling purposive adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012; 85). Dalam
penelitian ini penentuan sampel mengacu pada peringkat kinerja lingkungan
perusahaan manufaktur yang dirilis oleh Kementrian Lingkungan Hidup dalam
PROPER dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan tersebut terdaftar dalam program proper yang diadakan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2011 – 2012.
2. Perusahaan memiliki rating lingkungan dengan peringkat emas.
3. Perusahaan memiliki rating lingkungan dengan peringkat hijau.
45
4. Perusahaan memiliki rating lingkungan dengan peringkat biru.
Berdasarkan pengertian populasi dan sampel tersebut maka yang menjadi
sampel pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Kota Bandung dan
Kabupaten Bandung berdasarkan PROPER yang telah mengembalikan kuesioner
kepada peneliti setelah kuesioner disebar. Sampel yang diambil adalah sebesar
jumlah kuisioner yang kembali ke tangan peneliti yaitu 8 perusahaan.
3.3
Metode Pengumpulan data
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dan merupakan
pendekatan terhadap penetapan tata cara penelitian yang dilakukan secara
tersusun dan sistematis untuk mencapai tujuan penelitan yang dirumuskan.
(Sugiyono, 2012; 2-3).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode asosiatif, dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh antar variabel bebas dalam hal ini adalah
Penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan (X1) dan variabel terikat adalah
Inovasi Produk (Y). Menurut Sugiyono (2012; 6) pendekatan yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah dengan metode survey, karena penelitian
dilakukan kepada populasi besar dan data yang dipelajari adalah data dari sampel
yang diambil dari populasi tersebut.
Menurut Sugiyono (2012; 36), yang dimaksud dengan metode asosiatif
adalah:
46
“Metode asosiatif adalah suatu pernyataan penelitian yang bersifat
menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih”.
Data primer diperoleh dengan melakukan pengisian kuesioner oleh
responden dari middle management yang berkaitan dengan akuntansi manajemen
lingkungan dan dengan melalui studi atas dokumen organisasi / perusahaan, dan
data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang relevan dengan masalah yang
dibahas.
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara atau jalan yang digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian Data yang dikumpulkan
untuk digunakan dalam penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu data
primer dan data sekunder:
1. Data primer merupakan data perolehan hasil dari penelitian lapangan pada
perusahaan yang menjadi objek penelitian melalui penyebaran kuesioner.
Data primer dapat diperoleh dengan cara :
1) Wawancara
: Metode pengumpulan data dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada
pihak dan responden.
2) Observasi
: Pengamatan dan pencatatan langsung pada objek
penelitian lokasi untuk mendapatkan data atau informasi yang
dibutuhkan.
47
3) Kuesioner
: Mengajukan kuesioner yang berisi seperangkat
pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah
penelitian dan tiap-tiap pertanyaan. Dalam penelitian ini kuesioner
yang diajukan bersifat tertutup, yaitu seperangkat daftar pernyataan
tertulis dan disertai dengan alternatif jawaban yang telah
disediakan, sehingga responden hanya memilih jawaban yang
tersedia.
2. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat
oleh pihak lain (Indriantoro, 1999; 147). Data diperoleh dari berbagai
sumber-sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Studi dokumentasi
2) Mengumpulkan data melalu beberapa literatur dan laporan yang
diharapkan
akan
dapat
menunjang
pengolahan
data
yang
dikumpulkan sehingga memperoleh data.
3) Studi Internet
3.4
Operasionalisasi Variabel Penelitian
3.4.1
Definisi Variabel
Variabel merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulan Sugiyono (2012; 2). Secara teoritis variabel
dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai
48
“variasi” antara satu orang dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek
lainnya (Hatch dan Farhady dalam Sugiyono, 2012; 38).
1. Variabel Independen
Variabel Independen merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
Sugiyono (2012; 4). Berdasarkan latar belakang masalah, kerangka
pemikiran, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka penelitian ini terdapat
satu variabel independen (X) adalah variabel bebas atau tidak terikat
yang keberadaannya tidak dipengaruhi variabel lain yaitu Penerapan
Akuntansi Manajemen Lingkungan.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel tidak bebas atau variabel terikat
yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel independen. Menurut
Sugyono (2012; 4) “variabel dependen merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.
Berdasarkan latar belakang masalah, kerangka pemikiran, dan tinjauan
penelitian terdahulu, maka penelitian ini terdapat satu variabel dependen
(Y) yang keberadaannya dipengaruhi variabel lain yaitu Inovasi Produk.
3.4.2 Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel yang digunakan untuk memberikan gambaran
mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian agar dapat diukur
dan dianalisa sesuai dengan tujuan penelitian.
49
Tabel 3.3
Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel
Konsep Variabel
Indikator
Identifikasi Biaya Lingkungan
Estimasi kewajiban kontingensi
lingkungan
3. Klasifikasi biaya lingkungan
4. Alokasi biaya lingkungan pada
proses produksi
5. Alokasi biaya lingkungan pada
Skala
1.
2.
Penerapan
Akuntansi
Manajemen
Lingkungan
(X)
Suatu proses
pengidentifikasian,
pengumpulan dan
penganalisisan informasi
tentang biaya – biaya dan
kinerja untuk membantu
pengambilan keputusan
organisasi.
(Ferreira et al., 2009)
produk
6.
7.
pengembangan
Ordinal
Pembuatan dan penggunaan akun
biaya lingkungan
9.
Proses dari penggunaan
teknologi baru kedalam suatu
produk sehingga produk
tersebut mempunyai nilai
tambah
(Ferreira et al., 2009)
atau
manajemen biaya lingkungan
8.
Inovasi
Produk
(Y)
Pengenalan
Pengembangan dan penggunaan
indikator kinerja lingkungan (KPI)
Penilaian biaya siklus hidup produk
10.
11.
12.
1.
2.
3.
Analisis persediaan produk
Analisis dampak produk
Analisis perbaikan produk
Pengenalan produk baru
Modifikasi produk yang sudah ada
Kecenderungan perusahaan untuk
menjadi pelopor
4. Bagian portofolio produk sesuai
dengan produk yang baru
diluncurkan
Ordinal
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisis menggunakan dua metode
analisis data, yaitu :
1)
Analisis Kualitatif
Suatu analisis di mana data yang diperoleh mengenai objek penelitian yang merupakan data kualitatif
dianalisis berdasarkan perbandingan antara teori dengan kenyataan yang diperoleh penulis selama
penelitian dilakukan di perusahaan.
2)
Analisis Kuantitatif
Suatu analisis data dengan menggunakan rumus statistika berupa analisis koefisien korelasi, koefisien
determinasi, dan uji hipotesis.
50
Penulis mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh dari kuesioner
dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap pertanyaan berdasarkan skala
likert. Adapun bobot penilaian jawaban dari kuesioner tersebut adalah sebagai
berikut :
Penulis mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh dari kuesioner
dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap pertanyaan berdasarkan skala
likert. Adapun bobot penilaian jawaban dari kuesioner tersebut adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.4
Alternatif Jawaban pada Skala Likert
Pernyataan Skor
Sangat Setuju
5
Setuju
4
Ragu – ragu
3
Kurang Setuju
2
Tidak Setuju
1
(Sumber: Sugiyono, 2012; 94)
Untuk pengolahan data yang digunakan alat bantu statistik dimana dengan
alat tersebut dapat memudahkan penafsiran untuk menganalisa apakah ada
hubungan antara variabel X dan variabel Y serta seberapa besar pengaruhnya
yang akhirnya akan diperoleh suatu pedoman untuk menarik kesimpulan.
51
Selanjutnya dicari rata-rata dari setiap jawaban responden, untuk
memudahkan penilaian dari rata-rata tersebut, maka dibuat interval. Dalam
penelitian ini penulis menentukan banyak kelas interval sebesar 5.
Rumus yang digunakan menurut Sudjana (2001; 79) adalah sebagai
berikut:
Rentang
P=
Banyak Kelas Interval
Keterangan :
P
: Panjang Kelas Interval
Rentang
: Data tertinggi – Data terendah
Banyak Kelas Interval : 5
Berdasarkan rumus tersebut, maka panjang kelas interval adalah :
(5−1)
P=
= 0.8
5
Maka interval dari kriteria penilaian masing-masing variabel adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.5
Interval Penilaian Variabel
Interval
Penilaian
1,00 - 1,79
Sangat Buruk (SB)
1,80 - 2,59
Buruk (BR)
2,60 - 3,39
Cukup Baik (CB)
3,40 - 4,19
Baik (B)
4,20 - 5,00
Sangat Baik (SB)
(Sumber: Sugiyono, 2012; 127)
3.5.1
Pengujian Kualitas Data
52
Dalam penelitian data memiliki kedudukan yang sangat penting karena
data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat
pembuktian hipotesis yang akan menjadi kesimpulan penelitian. Kesimpulan
penelitian yang berupa jawaban atas pemecahan masalah penelitian dibuat
berdasarkan hasil proses pengujian data yang meliputi pemilihan, pengumpulan
dan analisis data. Oleh karena itu, hasil penelitian tergantung pada kualitas data,
dalam mengungkapkan aspek-aspek atau variabel-variabel yang diteliti,
diperlukan suatu alat ukur atau skala tes yang valid dan dapat diandalkan agar
kesimpulan penelitian tidak akan keliru dan tidak akan memberikan gambaran
yang jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya, untuk itu perlu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas.
3.5.1.1 Pengujian Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data (mengukur) itu valid. Menurut Sugiyono (2012; 2) mendefinisikan valid
sebagai berikut :
“Valid menunjukan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya
terjadi pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti”.
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner sebagai instrumen penelitian dinyatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2005; 45). Uji validitas dalam penelitian
ini menggunakan korelasi product moment. Rumus statistik yang digunakan
dalam korelasi product moment yaitu:
53
∑
√{
∑
∑
∑
{
∑
∑
∑
Dimana :
r = koefisien korelasi
n = jumlah responden
x = skor butir
y = skor total
Instrumen dapat dinyatakan valid apabila hasil perhitungan koefisien
korelasi menunjukkan sebesar 0,3 atau lebih. Instrumen penelitian juga dapat
dinyatakan valid apabila mempunyai nilai rhitung lebih besar dari rtabel pada taraf
signifikan 5% (Sugiyono, 2012; 126 - 128). Pengujian validitas dalam penelitian
ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for windows versi 20.0.
-
Jika rxy hitung ≥ r tabel maka pernyataan dinyatakan valid
-
Jika rxy hitung < r tabel maka pernyataan tidak valid
3.5.1.2 Pengujian Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2012; 168) mendefinisikan instrumen yang reliabel
sebagai berikut :
“Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang
sama”.
54
Dengan demikian, suatu instrumen dikatakan reliabel bila digunakan untuk
mengukur berkali-kali data yang sama (konsisten). Pengujian keandalan
(reliabilitas) ditunjukan untuk menguji sejauh mana hasil pengukuran dapat
dipercaya, tinggi rendahnya keandalan digambarkan melalui koefisien reliability
dalam suatu angka tertentu. Dalam pengujian keandalan ini digunakan tes internal
consistency, yaitu sistem pengujian terhadap kelompok yang kemudian dihitung
skor dan diuji konsistensinya terhadap berbagai item yang ada dalam kelompok
tersebut, Sugiyono, (2012; 131).
Uji reliabilitas data digunakan untuk menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran telah konsisten apabila dilakukan dua kali atau lebih dari gejala yang
sama (Sekaran, 2010; 41). Uji ini hanya dilakukan pada item pernyataan yang
dinyatakan valid dalam uji validitas. Uji reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan teknik Cronbach’s Alpha, yaitu dengan bantuan program SPSS for
windows versi 20.0.
Adapun rumus statistik yang digunakan yaitu:
2
 k    b 
r11  
1



Vt 2 
 k  1 
Keterangan :
r11
k
= Reliabilitas instrumen
= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
55

2
b
Vt 2
= Jumlah varian butir/item
= Varian total
Instrumen penelitian tersebut dikatakan handal atau reliabel jika nilai
koefisien alpha > 0,6 (Nunnaly dalam Ghozali, 2011; 132). Instrumen dikatakan
reliabel : Jika  > r
tabel
(df: , n-2), untuk mempercepat dan mempermudah
penelitian ini pengujian reliabilitas dilakukan dengan bantuan komputer dengan
menggunakan SPSS for windows versi 20.0.
3.6. Pemilihan Metode Statistik
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan statistik non parametrik
sebagai alat bantu, yaitu korelasi sederhana dan regresi. Tujuan pola uji statistik
analisis regresi linier sederhana yaitu untuk mengetahui hubungan fungsional
antara variabel – variabel yang diteliti, hal ini dapat digambarkan dalam bentuk
persamaan garis regresi, sedangkan tujuan dilakukannya analisis korelasi
sederhana adalah untuk mengetahui keeratan hubungan atau besarnya pengaruh
variabel yang satu terhadap variabel lainnya yang dapat dilihat dari nilai koefisien
korelasi dengan menggunakan SPSS for Windows ver 20 (Statistic Package for
Social Science).
3.6.1 Metode Transformasi Data
Data pada penelitian ini diperoleh dari jawaban para responden yang
menggunakan skala ordinal. Agar dapat dianalisis secara statistik maka data
56
tersebut harus dinaikan menjadi skala interval menggunakan Methods of
Successive Interval (MSI) dengan langkah – langkah sebagai berikut:
1) Menentukan frekuensi (f) responden yang menjawab skor 1, 2, 3, 4, 5
untuk setiap item pertanyaan.
2) Selanjutnya menentukan proposisi (p) dengan cara setiap frekuensi
dibagi dengan banyaknya responden
3) Menghitung proposi kumulatif (PK)
4) Menentukan nilai z untuk setiap PK yang diperoleh dengan
menggunakan tabel distribusi normal
5) Menentukan nilai skala (scale value = SV) untuk setiap skor jawaban
dengan formula sebagai berikut:
Nilai Interval (Scale Value) =
Keterangan:
Density at lower limit
: Kepadatan batas bawah
Density at upper limit
: Kepadatan batas atas
Area under upper limit
: Daerah di bawah batas atas
Area under lower limit
: Daerah di bawah batas atas
Sesuai dengan nilai skala ordinal ke interval, yaitu scale value (SV) yang
nilainya terkecil (harga negatif yang terbesar) diubah menjadi dengan 1 (satu):
Transformed Scale Value = Y = SV + | SV min | + 1
Setelah ditransformasikan dari skala ordinal menjadi interval maka dapat
dianalisis lebih lanjut.
57
3.6.2
Regresi Linier Sederhana
Uji digunakan untuk mengetahui pengaruh proporsional antara variabel
independen dan variabel dependen. Analisisi regresi linier sederhana secara umum
mempunyai persamaan sebagai berikut :
Y = a + bX
Keterangan :
X
:
Variabel
Independen
(Penerapan
Akuntansi
Manajemen
Lingkungan)
Y
: Variabel Dependen (Inovasi Produk)
a
: Parameter konstanta, merupakan perpotongan (intercept) garis
regresi pada sumbu Y, yang menunjukkan nilai Y pada saat X=0
b
: Parameter koefisien regresi, merupakan besarnya perubahan
variabel akibat perubahan tiap unit variabel independen.
Nilai a dan b dari persamaan tersebut dapat dicari dengan menggunakan
rumus :
a=
∑
b=
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
Anti koefisien b positif menyatakan bahwa antara variabel bebas dan
variabel terikat terdapat korelasi positif atau searah. Dengan kata lain,
peningkatan atau penurunan variabel bebas diikuti dengan kenaikan atau
penurunan variabel terikat. Sedangkan jika nilai b memiliki tanda negatif maka
menunjukan yang berlawanan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
58
Dengan kata lain, setiap peningkatan variabel bebas akan diikuti dengan
penurunan variabel terikat atau sebaliknya.
3.6.3 Analisis Koefisien Korelasi
Analisis korelasi yang digunakan yaitu analisis koefisien korelasi Pearson
Product Moment, kegunaannya untuk mengetahui derajat hubungan dan
kontribusi variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen)
(Sugiyono, 2004; 212 ).
Rumus yang digunakan Korelasi PPM adalah:
r 
 xy ) (  x  y )
n  x 2 (  x ) 2 n  y 2 (  y ) 2 
n(
Keterangan:
r
n
: Koefisien korelasi pearson product moment
Xi : Skor responden i pada pertanyaan X
Yi : Skor total pertanyaan responden i
: Jumlah responden
Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari
harga (-1< r < + 1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r =
0 artinya tidak ada korelasi dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan
arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut:
Tabel 3.6
Tingkat Hubungan Korelasi
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
59
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sumber: Sugiyono (2012; 231)
3.6.4
Kuat
Sangat Kuat
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi ini
digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam
memprediksi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi terletak antara nol
dan satu (0 < R2 <1). Nilai R2 yang mendekati 0 menunjukkan kemampuan
variabel independen sangat terbatas dalam menjelaskan variabel dependen. Nilai
R2 yang mendekati 1 menunjukkan semakin besar kemampuan variabel
independen dalam menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2005).
Hasil koefisien determinasi ini dapat dilihat dari perhitungan dengan
program Microsoft/SPSS 20.0 atau secara manual didapat dari R2 = SSreg/SStot,
dengan rumus koefisien determinasi adalah :
Kd = r² x 100%
Di mana :
Kd : koefisien determinasi
r
: koefisien korelasi
Sedangkan besarnya peranan faktor-faktor lain di luar variabel independen
(X) yang ikut mempengaruhi variabel dependen (Y), dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
60
3.6.5 Penetapan Tingkat Signifikansi
Suatu koefisien korelasi harus memiliki nilai yang signifikan, untuk
menguji signifikan suatu korelasi maka dapat ditempuh dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menentukan Ho dan Ha
Untuk menguji apakah terdapat pengaruh antara variabel X dan variabel
Y signifikan atau tidak, maka digunakan rumus sebagai berikut:
Ho : b = 0, artinya tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel X dan
variabel Y (Ho diterima dan Ha ditolak)
Ha
: b ≠ 0, artinya terdapat pengaruh signifikan antara variabel X dan
variabel Y (Ho ditolak dan Ha diterima)
2. Menentukan taraf signifikansi
Dalam menentukan taraf signifikansi, penulis mengambil interval
keyakinan sebesar 95%, sehingga tingkat kesalahan α sebesar 5% (0,05) dan
derajat kebebasan (dk)
dk= n-2
3. Menentukan uji t
Untuk menguji apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel X dan variabel Y, maka digunakan statistik uji t. Uji t statistik yaitu
61
dengan menggunakan rumus statistik t. nilai
yang telah diperoleh
disubsitusikan ke dalam rumus t, sebagai berikut:
t=
√
√
Dengan ketentuan :
-
t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
terdapat pengaruh antara variabel X dan variabel Y
-
t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat
pengaruh antara variabel x dan variabel Y
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen
(Ghozali,
2011).
Pengujian
dilakukan
dengan
menggunakan
significance level 0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan
dengan kriteria sebagai berikut :
1. Jika nilai signifikansi t > 0,05, maka hipotesis ditolak (koefisien regresi
tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independen
tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen.
2. Jika nilai signifikansi t ≤ 0,05, maka hipotesis diterima (koefisien regresi
signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
3.6.6 Penarikan Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan akan
terdapat dasar untuk penarikan kesimpulan atas penelitian yang dilakukan.
62
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan tersebut, penulis selanjutnya akan mencoba
memberikan pandangan dan saran-saran yang berkaitan dengan objek penelitian
yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Download