Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden Dalam Membentuk Undang-Undang Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945 Solikhatun Septia Pradini Prodi PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan Jl. Pramuka No. 42 Sidikan Umbulharjo Yogyakarta 55161 ABSTRAK Lembaga Kepresidenan sebagai salah satu lembaga yang memegang kekuasaan negara mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai perubahan yang terjadi terhadap lembaga ini sebagai implikasi dari berbagai perubahan yang terjadi seiiring perubahan zaman dan konstelasi bangsa dan negara. Namun, betapa pun demikian lembaga Kepresidenan harus senantiasa mampu menjalankan peranan dan fungsinya demi mewujudkan tujuan bangsa dan negara melalui perwujudan lembaga Kepresidenan yang aspiratif, akomodatif dan mementingkan kepentingan negara diatas segalanya berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Mekanisme check and balances diantara ketiga kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) harus diwujudkan demi tercapainya cita-cita bangsa dan negara. Sehingga penulis mengambil judul “Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden dalam Membentuk Undang-Undang Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kekuasaan Presiden dalam membentuk UndangUndang sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif dengan subjek penelitian kekuasaan Presiden serta objek penelitian yaitu pembentukan Undang-Undang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara pengumpulan berbagai data yang terdapat dalam buku-buku literatur, makalah, surat kabar, artikel ilmiah, dan peraturan perundangan yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Penelitian ini menyimpulkan bahwa 1) kekuasaan Presiden dalam membentuk Undang-Undang sebelum amandemen UUD 1945 sangatlah besar, hal ini dapat dilihat dari masa pemerintahan Orde Baru, kekuasaan membuat Undang-Undang ada pada Presiden. Perubahan yang berkaitan dengan kekuasaan Presiden dan DPR, perubahan pertama UUD 1945 terhadap Pasal 5 dan Pasal 20 dipandang sebagai permulaan terjadinya pergeseran executive heavy ke arah legislatif heavy; 2) Sesudah amandemen UUD 1945 kekuasaan legislasi berada di tangan DPR dengan persetujuan dari Presiden (Pasal 20 ayat (1) perubahan pertama UUD 1945). Dengan demikian, telah terjadi perubahan kewenangan legislasi dari Presiden dengan persetujuan DPR kepada DPR dengan persetujuan Presiden. Setelah adanya Amandemen ke-4, Presiden hanya berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR untuk disetujui DPR. Kini, Dewan Perwakilan Rakyatlah yang memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang, sesuai pasal 20 UUD 1945. Kata Kunci : lembaga kepresidenan, undang-undang, UUD 1945, membentuk undang-undang PENDAHULUAN Di setiap negara akan selalu ditemukan bagian yang secara khusus mengatur ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) atau Konstitusi. Setiap negara Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 1 Solikhatun Septia Pradini memiliki tujuan negara yang dirumuskan dalam konstitusi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, negara memiliki seperangkat alat-alat atau organ negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif yang memiliki fungsi dan peranan masing-masing. UUD 1945 menyatakan secara eksplisit tugas dan kewenangan Presiden yang mencakup tidak hanya bidang eksekutif tetapi juga legislatif. Adanya amandemen UUD menyebabkan adanya perubahan sistem pemerintahan di Indonesia yang membawa konsekuensi pada kekuasaan Presiden. Sebelum amandemen, kekuasaan Presiden sangat besar karena masih kurangnya pasal-pasal dalam konstitusi yang membatasi kekuasaan Presiden masih sangat kurang. Ketentuan konstitusional tentang kekuasaan eksekutif yang terbatas diperlukan untuk menutup kemungkinan tumbuhnya rezim otoritarianisme yang cenderung represif. Kegagalan rezim otoriter menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi merupakan pelajaran yang sangat berharga. Oleh karena itu, badan legislatif dan yudikatif pada khususnya – dibantu media massa, kampus, kelompok kepentingan pada umumnya– harus mengkondisikan diri untuk tetap memantau ekspansi kekuatan eksekutif (Presiden) agar tidak bertindak sewenang-wenang. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 UUD 1945, pembentuk Undang-Undang adalah DPR bersama dengan Presiden. Sebelum diadakannya Perubahan UUD 1945, titik berat pembentuk Undang-Undang ada di tangan Presiden. Namun dengan adanya reformasi, pembentuk UU bergeser ke tangan DPR. Hal ini dapat dibaca dari Pasal 20 ayat (1) Perubahan Pertama UUD 1945 yang berbunyi: DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Rumusan Pasal 20 ayat (1) ini merupakan pindahan dari Pasal 5 ayat (1) lama yang berbunyi: Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR. Selama kurang lebih 30 tahun, rumusan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (lama) ini ditafsirkan bahwa pembentuk Undang-Undang adalah Presiden, sedangkan DPR hanyalah bersetuju untuk setuju atau tidak setuju terhadap RUU yang dibentuk atau disusun oleh Presiden. Sebagaimana bunyi Pasal 5 ayat (1) Perubahan Pertama UUD 1945 yang berbunyi: Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR, Presiden (Pemerintah) hanyalah mempunyai “hak” yang dapat digunakan atau tidak digunakan. Presiden pemegang kekuasaan pemerintah (eksekutif), kekuasaan membentuk Undang-Undang (legislatif) dengan persetujuan DPR dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: bagaimana kekuasaan Presiden dalam membentuk undangundang sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945? KAJIAN PUSTAKA 1. Undang-Undang Dasar Dalam kehidupan sehari-hari kita telah terbiasa untuk menerjemahkan kata “constitution” dengan kata “UndangUndang Dasar”. Para penyusun UUD 1945 menganut pikiran yang menjelaskan pengertian Undang-Undang Dasar yang ter- 2 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden Dalam Membentuk Undang-Undang .... dapat dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Dikatakan bahwa “UndangUndang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedangkan di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tertulis, ialah aturanaturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.” 2. Sistem dan Cara Perubahan UUD Apabila dipelajari secara teliti mengenai sistem perubahan UUD atau konstitusi di berbagai negara, setidaknya ada dua sistem yang berkembang. Yang pertama adalah renewel (pembaharuan). Artinya, apabila suatu konstitusi atau UUD dilakukan perubahan maka yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan. Sistem ini dianut di negaranegara Eropa Kontinental seperti Belanda, Jerman, dan Perancis. Kedua, amandemen (perubahan), yakni bahwa apabila suatu konstitusi diubah (diamandemen), maka konstitusi yang asli tetap berlaku dan hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau dilampirkan dalam konstitusinya. Negara yang menganut sistem ini adalah negara Anglo-Saxon, seperti Amerika Serikat (Dahlan Thaib, dkk, 2004:67). 3. Teori Pembagian Kekuasaan Adalah John Locke yang dianggap mengintrodusir pertama kali konsep tentang pemisahan kekuasaan. Gagasan-gagasannya itu termuat dalam bukunya Two Treaties of (on) Civil Government (1690). Locke menyatakan, bahwa untuk menghindari kepemimpinan yang totaliter (ab- solut), maka kekuasaan negara tidak boleh terletak pada satu tangan atau satu lembaga saja. Kekuasaan politik dalam negara harus dipencarkan atau dipisahkan, yaitu kepada kekuasaan legislatif (pembentuk Undang-Undang), kekuasaan eksekutif (pelaksana Undang-Undang), dan kekuasaan yudikatif. Dalam wilayah praktis politik, prinsip Trias Politica dari Locke dan Montesquieu ini telah banyak bergeser atau berubah. Dalam konteks politik Indonesia misalnya, lembaga yang berwenang membentuk Undang-Undang berdasarkan UUD 1945 sebelum mengalami perubahan, adalah DPR dengan Presiden. Setelah mengalami perubahan ke-4, prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal itu tidak lagi dianut oleh UUD 1945. Sekarang ini, meskipun bukan dalam pengertian Trias Politica ala Montesquieu, UUD 1945 menganut paham pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip check and balances antara lembaga-lembaga negara. Berdasar UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil, sebagaimana yang dijalankan semasa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Ciri dari sistem pemerintahan presidensiil adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Setelah diadakan amandemen UUD 1945, sistem pemerintahan di Indonesia mengambil unsurunsur dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaruan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara mempunyai sejumlah hak prerogatif atau hak istimewa, yaitu hak yang hanya dimiliki oleh seorang kepala negara. Hak-hak tersebut terdiri atas pelaksana dari Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 3 Solikhatun Septia Pradini Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 UUD 1945. Ditinjau dari teori pembagian kekuasaan, maka yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Dalam ranah kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan Presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan yang bersifat umum (kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara) dan kekuasaan penyelenggaraan yang bersifat khusus (tugas dan wewenang pemerintah yang secara konstitusional terletak pada Presiden yang bersifat prerogatif). sia bukanlah DPR, melainkan Presiden. Dalam UUD 1945 sebelum amandemen kekuasaan eksekutif dan legislatif berada ditangan Presiden. Sedangkan kedudukan DPR sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 hanya menegaskan bahwa pembentukan UU harus mendapatkan persetujuan bersama, antara pemerintah dan DPR. Sebelum diadakannya amandemen UUD kekuasaan Presiden sangat besar dalam membentuk UndangUndang. Hal yang membuat lembaga eksekutif menjadi berkuasa begitu besar yaitu adanya 13 (tiga belas) pasal dari 37 pasal dalam UUD 1945 yang mengatur langsung tentang jabatan Presiden. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kekuasaan Presiden dalam Membentuk Undang-Undang Sebelum Amandemen UUD 1945 2. Kekuasaan Presiden dalam Membentuk Undang-Undang Sesudah Amandemen UUD 1945 Sebelum diadakan amandemen, UUD 1945 membangun sistem politik yang memberikan kekuasaan sangat besar kepada Presiden (executive heavy) sehingga Presiden menjadi steril dari kekuasaan kontrol dan penyeimbangan kekuatan dari luarnya karena tidak ada mekanisme check and balances yang ketat. Lembaga legislatif (yang secara praktis didominasi oleh Presiden) memiliki atribusi dan delegasi kewenangan yang sangat besar untuk menafsirkan lagi hal-hal penting yang ada di dalam UUD 1945 dengan peraturan pelaksanaan atau Undang-Undang organik. Oleh karena kekuasaan Presiden sangat besar, maka implementasi atribusi dan delegasi kewenangan itu sangat ditentukan oleh kehendak-kehandak Presiden yang cenderung menimbun kekuasaan secara terus-menerus. Sesudah amandemen UUD 1945, kekuasaan legislasi ada di tangan DPR dengan persetujuan dari Presiden (Pasal 20 ayat (1) perubahan pertama UUD 1945). Dengan demikian, telah terjadi perubahan kewenangan legislasi dari Presiden dengan persetujuan DPR kepada DPR dengan persetujuan Presiden. Selain fungsi legislasi, DPR juga memiliki fungsi anggaran dan pengawasan (Pasal 20A ayat (1) perubahan ke-2 UUD 1945). Sementara kewenangan mengajukan rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20 ayat (2) perubahan pertama UUD 1945). Setelah diadakannya amandemen UUD kekuasaan membuat UndangUndang ada di tangan DPR. Presiden tidak lagi mempunyai kekuasaan besar tapi DPR yang mempunyai kekuasaan besar. Oleh karena itu, terjadilah pergeseran kekuasaan legislatif dari Presiden ke DPR. Pasal 5 UUD 1945 menunjukan bahwa pemegang kekuasaan legilatif di Indone- 4 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden Dalam Membentuk Undang-Undang .... Tabel 1. Kekuasaan Presiden dan DPR dalam Membentuk UU Nama Lembaga Sebelum Amandemen UUD 1945 Sesudah Amandemen UUD 1945 Presiden • Kekuasaan Presiden sangat dominan. • Presiden memiliki kekuasaan yang besar dalam membentuk undangundang. • Menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang. • Posisi Presiden tidak dominan. • Membatasi beberapa kekuasaan presiden. • Kekuasaan membuat undang-undang sepenuhnya diserahkan kepada DPR. DPR • Memberikan persetujuan atas RUU • Posisi dan kewenangannya diperkuat. yang diusulkan Presiden. • Mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang sementara pemerintah berhak mengajukan • Memberikan persetujuan atas Perpu. rancangan undang-undang. • Memberikan persetujuan atas Anggaran. • Proses dan mekanisme membentuk UndangUndang antara DPR dan Pemerintah. • Mempertegas fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara. Presiden mempunyai kedudukan yang sederajat dengan DPR, dan dalam keadaan itu Presiden wajib bekerjasama dengan DPR dalam membuat Undang-Undang. Fungsi pembuatan Undang-Undang dipertegas sebagai kekuasaan DPR, bukan lagi kekuasaan Presiden. KESIMPULAN 1. Sebelum adanya perubahan UUD 1945 kekuasaan Presiden dalam membuat Undang-Undang sangatlah besar. Hal ini dapat dilihat dari masa pemerintahan Orde Baru (Soeharto), kekuasaan membuat Undang-Undang ada di tangan Presiden. Sesuai pasal 5 ayat (1) DPR hanya sekadar memberikan persetujuan atas Undang-Undang itu. Perubahan yang berkaitan dengan kekuasaan Presiden dan DPR, perubahan pertama UUD 1945 terhadap Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 dipandang sebagai permulaan terjadinya pergeseran executive heavy ke arah legislatif heavy. Hal tersebut terlihat dari pergeseran kekuasaan Presiden dalam membentuk Undang-Undang yang diatur dalam Pasal 5, berubah menjadi Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang, dan DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang (Pasal 20). Perubahan pasal-pasal tersebut memindahkan titik berat kekuasaan legislatif nasional yang semula berada di tangan Presiden beralih ke tangan DPR. 2. Sesudah amandemen UUD 1945 kekuasaan legislasi ada ditangan DPR dengan persetujuan dari Presiden (Pasal 20 ayat (2) perubahan pertama UUD 1945). Dengan demikian, telah Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 5 Solikhatun Septia Pradini terjadi perubahan kewenangan legislasi dari Presiden dengan persetujuan DPR kepada DPR dengan persetujuan bersama. Selain memiliki fungsi legislasi, DPR juga memiliki fungsi anggaran dan pengawasan (Pasal 20A ayat (1) perubahan ke-2 UUD 1945). Sementara kewenangan mengajukan Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20 ayat (2) perubahan pertama UUD 1945). Dari hasil Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui oleh DPR dan Presiden untuk menjadi Undang-Undang tidak lagi bersifat final, tetapi dapat dilakukan uji material (yudicial review) oleh Mahkamah Konstitusi atas permintaan pihak tertentu. Dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 perubahan ke-3, disebutkan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat tetap untuk menguji UndangUndang terhadap UUD. DAFTAR PUSTAKA Al Rasyid. (1999). UUD 1945 Tidak Mengenal Hak Prerogatif. Jakarta: Kajian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Asshiddiqie, Jimly. (2004). Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945. Yogyakarta: FH UII Press. Asshiddiqie, Jimly. (2005). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi pres. Assidiqqie, Jimly. (2007). Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Gramedia. Chamin, Asykuri Ibnu, dkk. (2002). Pendidikan Kewarganegaraan: Menuju Kehidupan yang Demokratis dan Berkeadaban. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. Effendi, Marwan. (2005). Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Farida, Siti. (2009). Kebebasan Beragama Persepektif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia. Yogyakarta: Skripsi UAD, tidak diterbitkan. Huda, Ni’matul, (2003). Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian Terhadap Dinamika Perubahan UUD 1945. Yogyakarta: UII Press. Huda, Ni’matul. (2007). Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi. Yogyakarta: UII Press. Kaelan. (1993). Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Paradigma. Kaelan. (2002). Hukum dan Konstitusi. Yogyakarta: Paradigma. Kansil, CST. (1984). Pancasila dan UUD 1945. Jakarta: Pradnya Paramita. Kansil, CST. (1986). Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Kusnandi, Moh. dan Harmaily Ibrahim. (1983). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Sinar Bakti. Mahendra, Yusril Izha. (2007). “Sistem Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD RI 1945”. Makalah. 22 Maret 2007. Mahfud MD, Moh. dkk. (2008). Jurnal Konstitusi, Volume 5 Nomor 2, November 2008. Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Mahfud MD, Moh. (2001). Dasar dan 6 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden Dalam Membentuk Undang-Undang .... Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta Mahfud MD, Moh.. (2007). Kontribusi Pemikiran untuk 50 Tahun: Retrospeksi Terhadap Masalah Hukum dan Kenegaraan. Yogyakarta: FH UII Press. Malian, Sobirin. (2001). Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945. Yogyakarta: UII Press. Manan, Bagir. (2003a). DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru. Yogyakarta: UII Press. Manan, Bagir. (2003b). Lembaga Kepresidenan. Yogyakarta: FH UII Press Manan, Bagir. (2004). Perkembangan UUD 1945. Jakarta: FH UII Press. Marzuki, dkk, (2006). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Maschab, Mashuri. (1983). Kekuasaan Eksekutif di Indonesia. Jakarta: PT Bina Aksara. Moleong, Lexy J. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Rosdakarya. Moleong, Lexy J. (2008). Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Rosdakarya. Rajak, Abdul. (1994). Buku Pintar Tata Pemerintahan Indonesia. Solo: CV Aneka. Sadono, Bambang. (2010). “Perda dalam Bayang-Bayang Kekuasaan Eksekutif” Makalah Masukan untuk Revisi UU 10 Tahun 2004. 02 Maret 2010. Siahaan, Pataniari. (2008). “Membangun Kerangka Politik Perundangundangan yang Jelas dan Terarah melalui Program Legislasi Nasional”. Makalah. Jakarta, Medio Mei 2008. Sinaga, Budiman NPD. (2005). Hukum Konstitusi. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta. Soekamto, Soerjono. (1981). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UII Press. Subardjo. (2008). DPD: Antara Harapan dan Kenyataan. Yogyakarta: Dini Mediapro. Surbakti, Ramlan. (1998). Reformasi Kekuasaan Presiden. Jakarta: PT Grasindo. Thaib, Dahlan, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda. (2004). Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Thaib, Dahlan. (1991). Pancasila Yuridis Ketatanegaraan. Yogyakarta: AMP YKPN. Thaib, Dahlan. (1993). Implementasi Sistem Ketatanegaraan menurut UUD 1945. Yogyakarta: Liberty Tim Kajian Amandemen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. 2000. Amandemen UUD 1945: Antara Teks dan Konteks dalam Negara yang Sedang Berubah. Jakarta: Sinar Grafika. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Amandemennya. UU RI No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Zaini, Abdullah. (1991). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 7