pemuliaan tanaman bakhtiar erita hayati

advertisement
PEMULIAAN TANAMAN
BAKHTIAR
ERITA HAYATI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2015
PEMULIAAN TANAMAN
BAKHTIAR
ERITA HAYATI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2015
ii
DAFTAR ISI
BAB
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Ii
DAFTAR GAMBAR
Iii
DAFTAR TABEL
Iv
PRAKATA
V
KATA PENGANTAR
Vi
I
PENDAHULUAN
1
II
TAHAPAN PEMULIAAN TANAMAN
15
III
SUMBERDAYA GENETIK DALAM
31
PEMULIAAN TANAMAN
IV
REPRODUKSI TANAMAN
45
V
SUMBER KERAGAMAN GENETIK
UNTUK PEMULIAAN TANAMAN
77
VI
GENETIKA KUANTITATIF DALAM
PEMULIAAN TANAMAN
105
VII
PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK
SENDIRI
123
VIII
PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK
SILANG
164
IX
PEMULIAAN TANAMAN MEMBIAK
SECARA VEGETATIF
197
X
PEMULIAAN TANAMAN UNTUK
KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT
212
XI
PELEPASAN VARIETAS
242
LAMPIRAN
256
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.1.
Ilmu yang berkaitan dengan Pemuliaan
Tanaman
2.1.
Tahapan Baku Pemuliaan Tanaman
18
2.2.
Pemuliaan Tanaman Secara Klasik dan
Teknologi Gen
19
3.1.
Pusat asal Tanaman menurut Vavilov
36
3.2.
Konsep gen pool yang menghunbungkan
tanaman budidaya dengan kerabat liarnya
40
4.1.
Perbandingan Mitosis dan Meiosis
49
4.2.
Struktur Bunga
51
4.3.
Siklus Hidup Tanaman dan Pembentukan
Kantong embrio dalam ovul dan serbuk
sari dalam antera
55
4.4.
Sistem self-incompatibility gametofitik
60
4.5.
Keturunan dari persilangan dengan
menggunakan mandul jantan sistem genik
61
4.6
Beberapa Modifikasi Batang
66
4.7.
Tahapan Kultur Jaringan
67
4.8.
Diagramatik Aneuploid
93
5.1.
Diagramatik Aneuploid
93
5.2.
Keturunan Hasil Persilangan Interspesifik
94
5.3.
Ilustrasi kemungkinan hasil fusi
Protoplasma
100
5.4.
Tranformasi menggunakan A.
Tumefaciens
102
6.1.
Pewarisan Warna Bunga Snapdragon
yang memperlihatkan dominan tidak
109
iv
7
Sempurna
6.2.
Pewarisan warna kernel gandum oleh tiga
gen aditif
111
7.1.
Frekwesnsi homozigot dan heterozigot
setelah beberapa generasi selfing
127
7.2.
Peningkatan frekwensi homozigot dan
penurunan frekwensi heterozigot pada
tanaman menyerbuk sendiri
128
7.3.
Penerapan proses homozigositas pada
tanaman menyerbuk sendiri
129
7.4.
Berbagai Metode Pemuliaan Tanaman
Menyerbuk sendiri
132
7.5.
Prosedur seleksi massa pada tanaman
menyerbuk sendiri
137
7.6.
Seleksi Galur murni berdasarkan ukuran
biji
138
7.7.
Prosedur seleksi galur murni
140
7.8.
Seleksi Prosdur Pedigree
148
7.9.
Prosedur Seleksi Bulk
150
7.10.
Prosedur Seleksi SSD
152
7.11.
Prosedur Haploid Ganda
154
7.12.
Linkage Drag dengan Pemuliaan
Backcross Traditional
155
7.13.
Backcros dengan seleksi untuk
memperbaiki toleransi IR64 terhadap
kekeringan
155
7.14.
Prosedur Back Cross
157
8.1.
Skematik Seleksi Berulang
177
8.2.
Prosedur Seleksi Berulang Fenotipik
178
v
8.3.
Prosedur seleksi satu tongkol satu baris
181
8.4.
Prosedur Seleksi Berulang Untuk DGU
183
8.5.
Prosedur Seleksi Saudara Tiri (Half-sib
Selection): Disilangkan ke Tester
186
8.6.
Seleksi Saudara Tiri (Half-sib Selection):
Disilangkan ke Tester dan Selfing
187
8.7.
Seleksi Saudara Kandung (Full-sib
Selection)
188
8.8.
Seleksi S1
190
8.9.
Seleksi Pembentukan varietas sintetik
192
9.1.
Prinsip penerapan seleksi klonal setelah
hibridisasi
206
9.2
Skema Prosedur Seleksi Klonal
207
10.1.
Sistem Backcross untuk memindahkan
gen tahan dominan dari donor tahan (RR)
ke tetua recurrent (rr)
226
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1.
Perbandingan pemuliaan konvensional dan
bioteknologi moderen
23
3.1.
Pusat asal Tanaman menurut Vavilov
37
3.2.
Pusat dan bukan pusat asal beberapa spesies
tanaman budidaya yang diusulkan Harlan
39
3.3.
Gen Pool I dan Gen Pool II sejumlah
tanaman
41
4.1.
Contoh tanaman yang memiliki bunga
lengkap dan tidak lengkap
52
4.2.
Contoh tanaman yang memiliki bunga
sempurna dan tidak sempurna
52
4.3.
Contoh tanaman monoecious dan dioecious
52
4.4.
Reproduksi Vegetatif Secara Alami
64
4.5
Reproduksi Vegetatif secara Buatan
65
4.6
Kelebihan dan kekurangan agamospermy
obligat dan fakultatif
68
4.7
Beberapa Istilah dalam Apomiksis
69
5.1.
Jenis persilangan yang mungkin dibuat dari
sepasang gen
80
5.2.
Hubungan antara jumlah pasangan alel yang
terlibat
dalam
sebuah
persilangan
heterozigot dengan tipe gamet dan
keturunan yang dihasilkan
81
5.3.
Nisbah fenotipik pada F2 untuk dua gen
yang tidak terpaut yang dipengaruhi oleh
tingkat dominansi pada setiap lokus dan
epistasis antar lokus
83
5.4
Contoh Tanaman Budidaya Poliploid
91
vii
6.1.
Ringkasan ratio fenotipik epistasis
113
6.2.
Distribusi Chi-Square
114
6.3.
Data untuk perhitungan statistik
115
7.1.
Perbedaan antara seleksi massa dan seleksi
galur murni
141
8.1.
Klasifikasi
Jagung
Tanaman
170
8.2.
Metode Pemuliaan yang diterapkan pada
tanaman menyerbuk sendiri dan silang
176
10.1.
Komponen ketahanan parsial pada dua
Varietas padi
218
10.2.
Varietas Differensial untuk Penyakit Blas
pada Padi
222
10.3
Nomor kode ras dominan berdasarkan pola
reaksi
terhadap
varietas
diferensial
Indonesia
224
10.4
Pengecekan
patogen
inang-
227
10.5
Pengelompokan penyakit HDB padi
berdasarkan panjang lesio ketahanan
terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae
pada fase vegetatif
235
Seleksi
terhadap
Terarah
interaksi
viii
PRAKATA
Penyusunan Buku Ajar ini dilatar belakangi oleh
permasalahan dalam proses pembelajaran pada mata kuliah
Pemuliaan Tanaman di Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala yang terjadi selama ini adalah
proses penyampaian materi dan pemahaman materi perkuliahan
sangat terbatas sedangkan materi yang harus dipahami sangat
banyak. Kondisi tersebut sangat sulit diprediksi sehingga sering
membuat target penyampaian materi tidak bisa tercapai.
Buku ini disusun terdiri dari 11 bab yang harus diselesaikan
dalam satu semester dengan 16 kali pertemuan. Pada bagian akhir
setiap bab disajikan latihan soal agar mahasiswa dapat
memantapkan mengaplikasikannya dalam memecahkan masalah
genetika.
Buku ajar ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
mahasiswa menambah ketertarikan dan gairah untuk mempelajari
lebih mendalam tentang pemuliaan tanaman. Semoga bermanfaat.
ix
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, sampai saat ini Allah masih
memberi kesehatan dan kesempatan untuk menyusun Buku Ajar
Pemuliaan Tanaman. Penyusunan buku ajar ini didorong karena
buku teks Pemuliaan Tanaman yang ditulis dalam bahasa Indonesia
sangat terbatas dan kebanyakan mahasiswa Pertanian merasa mata
kuliah Pemuliaan Tanaman sangat sulit dipahami. Dalam buku ajar
ini diusahakan memberikan pandangan bahwa mata kuliah ini
tidaklah sesulit yang dibayangkan. Konsep-konsep Pemuliaan
Tanaman yang abstrak akan lebih mudah dimengerti dengan
diberikan contoh-contoh percobaan yang nyata.
Buku ajar Pemuliaan Tanaman ini khususnya ditujukan
untuk mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pemuliaan
Tanaman dan sebagai bahan rujukan utama bagi dosen yang
mengajar mata kuliah Pemuliaan Tanaman pada Program Studi
Agroteknologi serta dapat juga digunakan oleh mahasiswa
Pertanian lainnya yang belajar tentang Pemuliaan Tanaman.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuan apa
pun sehingga buku ini dapat tersusun seperti sekarang. Secara
khusus ucapan terima kasih disampaikan kepada segenap teman
sejawat Tim pengampu mata kuliah Pemuliaan Tanaman pada
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah
Kuala atas kerjasamanya dalam memanfaatkan buku ajar ini di
dalam perkuliahan.
Akhirnya kami mengharap supaya buku ajar ini bisa
bermanfaat bagi mahasiswa Pertanian lainnya. Disamping itu kami
sangat mengharapkan saran-saran dari semua pihak agar dimasa
yang akan datang dapat ditinjau kembali.
Banda Aceh 28 September 2015
Penyusun
x
TUJUAN PEMBELAJARAN PEMULIAAN TANAMAN
Memberikan pengetahuan teoritis tentang dasar genetik tanaman,
pengertian, tujuan pemuliaan tanaman, tahapan pemuliaan
tanaman, cara reproduksi dan konsekuensi genetik, dan
keterampilan praktis tentang teknik dan metode perbaikan sifat
tanaman, sehingga bermanfaat untuk menilai sifat dan kemampuan
tanaman serta merancang program pemuliaan tanaman dengan
saling mengaitkan antara cara perkembangbiakan tanaman dengan
metode pemuliaan yang sesuai.
MANFAAT MATA KULIAH
Pengetahuan yang memadai tentang teori dan praktek pemuliaan
tanaman merupakan prasyarat dalam mengikuti perkembangan
praktek perbaikan tanaman yang sangat cepat. Hasil panen di
seluruh dunia tidak statis dan mendorong pemuliaan tanaman untuk
yang terus menghasilkan varietas tanaman baru yang tetap
produktif pada berbagai kondidi cekaman biotik (hama, penyakit,
gulma) dan cekaman abiotik (kekeringan N rendah) pada berbagai
agro-ekologi. Oleh karena itu pemulia tanaman masa depan harus
memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengembangkan
varietas tanaman yang sesuai untuk lingkungan tersebut serta
perbaikan tanaman untuk sifat-sifat kualitas (kualitas protein,
kandungan minyak, dan lain-lain). Selanjutnya, pemulia tanaman
moderen harus memiliki pemahaman yang lebih baik tentang peran
bioteknologi sebagai alat yang membantu pemulia tanaman
meningkatkan varietas yang ada terutama untuk sifat-sifat yang
bersifat kualitatif seperti ketahanan terhadap penyakit dan serangga
hama. Pengetahuan teoritis dan praktis yang diperoleh dari kuliah
ini ini akan memungkinkan mahasiswa yang berminat untuk
melanjutkan pendidikan dalam bidang pemuliaan tanaman ke
jenjang yang lebih tinggi
xi
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
MATA KULIAH
: PEMULIAAN TANAMAN
KODE
: AGT 023
SKS
:3
SEMESTER
:V
PROGRAM STUDI : AGROTEKNOLOGI
DOSEN
:
STANDAR KOMPETENSI:
Peserta kuliah mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta
menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembangbiakan tanaman dengan
metode pemuliaan yang sesuai
CAPAIAN PEMBELAJARAN :
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa mampu merancang dan menerapkan metode pemuliaan
tanaman secara konvensional dan inkonvensional sesuai jenis, sifat tanaman, kondisi lingkungan dan cara
pembiakan tanaman dengan tepat untuk merakit varietas unggul. Mahasiswa nmampu mengemukakan pendapat
secara argumentatif, bekerja dalam kelompok, bekerja mandiri dan berpikir logis.
MING
GU
KE
1
KEMAMPUAN
AKHIR YANG
DIHARAP KAN
Menjelaskan
pengertian
pemuliaan
tanaman,
ilmu
yang
diperlukan
bagi
pemulia
tanaman
dan
menghargai
peranan pemuliaan
tanaman
bagi
masyarakat
BAHAN KAJIAN
(MATERI
PEMBELAJARAN)
Pendahuluan
1. Penjelasan tentang
RPS dan Kontrak
Kuliah
2. Pengertian
Pemuliaan
Tanaman
3. Ilmu
dan
pengetahuan yang
diperlukan untuk
menjadi pemulia
tanaman
4. Peranan
Pemuliaan
Tanaman
bagi
Masyarakat
BENTUK
PEMBELAJARAN
Small Group Discussion
Cooperative Learning
Simulasi
Self-Directed Learning
Discovery Learning
Collaborative Learning
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
13
KRITERIA
PENILAIAN
(INDIKATOR)
Kontribusi
masukan
Penjelasan benar
dan tepat
BOBO
T
NILAI
6,25%
2
3
Menjelaskan
Tahapan
Kegiatan
prosedur umum
Pemuliaan Tanaman
program pemuliaan 1. Tahapan pemuliaan
tanaman
tanaman
2. Tujuan dan
prioritas program
Pemuliaan
Tanaman
3. Identifikasi
keragaman genetik
4. Peningkatan
keragaman genetik
5. Seleksi
6. Uji Daya Hasil dan
Multi Lokasi
7. Pelepasan dan
Perlindungan
Varietas
Mengidentifikasi
Sumberdaya Genetik
dan memanfaatkan Dalam
Pemuliaan
SDG untuk
Tanaman
Small Group Discussion
Cooperative Learning
Simulasi
Self-Directed Learning
Discovery Learning
Collaborative Learning
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
Kelengkapan
dan kebenaran
penjelasan
kerapian sajian,
kemampuan
komunikasi
6,25%
Small Group Discussion
Cooperative Learning
Simulasi
Kelancaran dan
tingkat
komunikatif
6,25%
14
1. Pentingnya
Sumberdaya
Genetik Tanaman
2. Pusat Asal dan
Keragaman
Tanaman
3. Konsep Gen Pool
4. Lembaga
Internasional dan
Nasional
Mengkoleksi SDG
Mengidentifikasi
Perkembang Biakan
dan menjelaskan
Tanaman
pengaruh
1. Reproduksi
reproduksi
Seksual dan
tanaman terhadap
Aseksual
kegiatan pemuliaan 2. Mekanisme
penyerbukan
sendiri dan silang
3. Male-sterility and
self
memperbaiki
tanaman yang lebih
unggul
Mempresentasikan
makalah
yang
berkaitan dengan
pentingnya SDG
bagi
pemuliaan
tanaman
4-5
Self-Directed Learning
sajian
Discovery Learning
Collaborative Learning
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
Small Group Discussion
Kelengkapan
Cooperative Learning
dan kebenaran
Simulasi
identifikasi
Self-Directed Learning
Discovery Learning
Collaborative Learning
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
15
12,5%
6
7
incompatibility
4. Penentuan Cara
Reproduksi
Tanaman
Mengidentifikasi
Sumber Keragaman
berbagai sumber
Genetik dalam
jkeragaman genetik Pemuliaan Tanaman
yang dapat
Rekombinasi
gen,
dimanfaatkan
Variasi
Jumlah
dalam program
Kromosom,
pemuliaan tanaman
Hibridisasi
Interspesifik, Mutasi,
variasi somaklonal,
fusi protoplas dan
transfer gen langsung
Memahami,
Genetika kuantitatif
menjelaskan dan
dalam pemuliaan
menerapkan
tanaman
pengetahuan
Pewarisan Sifat
Small Group Discussion
Cooperative Learning
Simulasi
Self-Directed Learning
Discovery Learning
Collaborative Learning
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
Kebenaran
identifikasi dan
kejelasan
pemanfaatan
6,25%
Small Group Discussion
Cooperative Learning
Simulasi
Self-Directed Learning
Kebenaran
identifikasi dan
perhitungan
serta interpretasi
6,25%
16
tentang perilaku
genetik sifat
kuantitatif dalam
pemuliaan tanaman
8-10
Menjelaskan
prinsip dan metode
dasar
pemuliaan
yang
digunakan
pada
populasi
tanaman
menyerbuk sendiri
Genetik pada
Tanaman, Interaksi
gen, aksi gen,
frekwensi gen,
Pengujian Ratio
Genetik, Heritabilitas
Pemuliaan Tanaman
Menyerbuk Sendiri
1. Dasar
genetik
tanaman, contoh2
2. Tujuan pemuliaan
3. Evaluasi
keragaman
genetiki
4. Metode
Pemuliaan
5. Introduksi
dan
seleksi,
6. Persilangan/hibrid
isasi,
7. Seleksi
hasil
Discovery Learning
Collaborative Learning
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
Small Group Discussion
Cooperative Learning
Simulasi
Self-Directed Learning
Discovery Learning
Collaborative Learning
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
17
data
Kebenaran dan 18,75%
ketepatan
rancangan
program
pemuliaan
tanaman
menyerbuk
sendiri
11-13
Menjelaskan
prinsip dan metode
dasar
pemuliaan
yang
digunakan
pada
populasi
tanaman
menyerbuk silang.
persilangan,
8. Uji daya hasil
9. Uji adaptasi dan
pelepasan varietas
10. Uji BUSS untuk
mendapatkan Hak
PVT
Pemuliaan Tanaman
Menyerbuk Silang
1. Dasar
genetik
tanaman, contoh2
2. Tujuan pemuliaan
3. Evaluasi
keragaman genetik
4. Metode Pemuliaan
Pembentukan
populasi,
5. Perbaikan populasi,
6. Seleksi,
7. Pembentukan
Varietas Hibrida,
Small Group Discussion
Cooperative Learning
Simulasi
Self-Directed Learning
Discovery Learning
Collaborative Learning
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
18
Kebenaran dan 18,75%
ketepatan
rancangan
program
pemuliaan
tanaman
menyerbuk
silang
14
15
komposit, sintetis
8. Uji daya hasil
9. Uji adaptasi dan
pelepasan varietas
Menjelaskan
Pemuliaan Tanaman Small Group Discussion
prinsip dan metode Membiak Vegetatif
Cooperative Learning
dasar
pemuliaan
Simulasi
yang
digunakan
Self-Directed Learning
pada
populasi
Discovery Learning
tanaman membiak
Collaborative Learning
secara vegetative
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
Menjelaskan
Pemuliaan
untuk Small Group Discussion
prinsip dan metode Ketahanan Terhadap Cooperative Learning
dasar
pemuliaan Penyakit
Simulasi
untuk ketahanan
Self-Directed Learning
terhadap penyakit
Discovery Learning
Collaborative Learning
19
Kebenaran dan 6,25%
ketepatan
rancangan
program
pemuliaan
tanaman
membiak
vegetatif
Ketepatan
6,25%
penjelasan,
keaktifan dalam
diskusi
16
Mengetahui cara Pelepasan varietas
memeliharan dan
mempertahankan
bahan pemuliaan
dan varietas dan
prosedur pelepasan
varietas
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
Small Group Discussion
Ketepatan
Cooperative Learning
penjelasan
Simulasi
Self-Directed Learning
Discovery Learning
Collaborative Learning
Contextual Instruction
Project Based Learning
Problem Based Learning
Inquiry
20
6,25%
Pertemuan-pertemuan tersebut menggunakan pendekatan bentuk pembelajaran yang didasarkan kepada student
center learning. Bentuk pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut:
Metode
Pembelajaran
Small Group
Discussion
Simulasi
Aktivitas Belajar Mahasiswa
 Membentuk kelompok (5-10) memilih
bahan diskusi mepresentasikan paper dan
mendiskusikan di kelas
Aktivitas Dosen
 Membuat rancangan bahan dikusi dan aturan
diskusi.
 Menjadi moderator dan sekaligus mengulas
pada setiap akhir sesi diskusi mahasiswa.
 Mempelajari dan menjalankan suatu peran  Merancang situasi/ kegiatan yang mirip
yang ditugaskan kepadanya atau
dengan yang sesungguhnya, bisa berupa
mempraktekan/mencoba berbagai model
bermain peran, model komputer, atau
(komputer) yang telah disiapkan.
berbagai latihan simulasi.
 Membahas kinerja mahasiswa.
Discovery
Learning
 Mencari, mengumpulkan, dan menyusun
informasi yang ada untuk
mendeskripsikan suatu pengetahuan.
 Menyediakan data, atau petunjuk (metode)
untuk menelusuri suatu pengetahuan yang
harus dipelajari oleh mahasiswa.
 Memeriksa dan memberi ulasan terhadap
hasil belajar mandiri mahasiswa
Self-Directed
Learning
 Merencanakan kegiatan belajar,
melaksanakan, dan menilai pengalaman
belajarnya sendiri.
 Sebagai fasilitator.
Cooperative
Learning
 Membahas dan menyimpulkan masalah/
tugas yang diberikan dosen secara
berkelompok
 Merancang dan dimonitor proses belajar dan
hasil belajar kelompok mahasiswa.
 Bekerja sama dengan anggota
kelompoknya dalam mengerjakan tugas
 Merancang tugas yang bersifat open ended.
Collaborative
Learning
 Membuat rancangan proses dan bentuk
penilaian berdasarkan konsensus
kelompoknya sendiri.
Contextual
Instruction
 Membahas konsep (teori) kaitannya
dengan situasi nyata
 Melakukan studi lapang/ terjun di dunia
22
 Memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi
terhadap kemajuan belajar yang telah
dilakukan individu mahasiswa .
 Menyiapkan suatu masalah/kasus atau
bentuk tugas untuk diselesaikan oleh
mahasiswa secara kerkelompok
 Sebagai fasilitator dan motivator.
 Menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori
dan mengkaitkannya dengan situasi nyata
dalam kehidupan sehari-hari, atau kerja
profesional, atau manajerial, atau
nyata untuk mempelajari kesesuaian teori
entrepreneurial.
 Menyusun tugas untuk studi mahasiswa
terjun ke lapangan
Project Based
Learning
 Mengerjakan tugas (berupa proyek) yang
telah dirancang secara sistematis.
 Merancang suatu tugas (proyek) yang
sistematik agar mahasiswa belajar
pengetahuan dan ketrampilan melalui proses
 Menunjukan kinerja dan mempertanggung
pencarian/ penggalian (inquiry), yang
jawabkan hasil kerjanya di forum.
terstruktur dan kompleks.
 Merumuskan dan melakukan proses
pembimbingan dan asesmen.
Problem Based  Belajar dengan menggali/ mencari
Learning
informasi (inquiry) serta memanfaatkan
Inquiry
informasi tersebut untuk memecahkan
masalah faktual/ yang dirancang oleh
dosen .
23
 Merancang tugas untuk mencapai
kompetensi tertentu
 Membuat petunjuk(metode) untuk
mahasiswa dalam mencari pemecahan
masalah yang dipilih oleh mahasiswa sendiri
atau yang ditetapkan.
Evaluasi
1) Ujian dilakukan secara tertulis dalam bentuk subjektif test
(uraian) sebanyak dua kali, yaitu Ujian Tengah Semester
(UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).
2) Evaluasi proses pembelajaran dilakukan dengan cara
pengamatan aktivitas belajar mahasiswa selama proses
pembelajaran meliputi kemampuan menyampaikan ide,
partisipasi dalam kelompok, kemampuan kerjasama, sikap
menghargai pendapat, keseriusan, sikap kepemimpinan.
Penilaian diberikan berdasarkan rubric penilaian yang telah
disiapkan sebelumnya.
3) Komponen Penilaian
:
No
1
2
3
4
5
6
7
Komponen Penilaian
Kehadiran
Keaktifan di kelas (individu)
Tugas Mandiri
Tugas Kelompok
Praktikum/Lembar Kerja Mahasiswa
UTS
UAS
4) Konversi nilai angka ke nilai Huruf (Bobot)
Nilai Angka
≥ 85
75 -<85
65 -<75
55 -<65
45 -<55
35 - <45
E < 35
Bobot
A
B+
B
C+
≤C
≤D
E
Bobot (%)
5
5
15
10
25
20
20
Rubrik untuk Menilai Kemampuan Menulis Makalah
Nama Mahasiswa
:
NIM
:
Topik Bahasan
:
Tanggal
:
GRADE SKOR
INDIKATOR KINERJA
Sangat
Baik
> 81
Ide, jelas, inovatif, dan mampu
menyelesaikan masalah dengan
cakupan luas
Baik
61- 80
Ide yang dikemukakan jelas,
mampu menyelesaikan masalah,
inovatif, cakupan tidak terlalu luas
Cukup
41– 60
Ide yang dikemukakan jelas dan
sesuai, namun kurang inovatif
Kurang
21–40
Ada ide yang dikemukakan,
namun kurang sesuai dengan
permasalahan
Sangat
kurang
<20
Tidak ada ide yang jelas untuk
menyelesaikan masalah
25
SKOR
Rubrik untuk Menilai Kemampuan Membangun Argumen
Nama Mahasiswa
:
NIM
:
Topik Bahasan
:
Tanggal
:
GRADE SKOR
INDIKATOR KINERJA
Sangat
Baik
>81
Argumen logis, inovatif dan dapat
mudah diimplementasikan pada
dunia nyata
Baik
61- 80
Argumen logis, masuk akal,
inovatif
Cukup
41– 60
Argumen logis, masuk akal,
namun kurang inovatif
Kurang
21–40
Argumen cukup logis, namun
tidak masuk akal
Sangat
kurang
< 20
Argumen tidak masuk akal dan
tidak ada hubungan
logis
26
SKOR
Rubrik Kualitas Makalah
Nama Mahasiswa
:
NIM
:
Topik Bahasan
:
Tanggal Penilaian
:
No Komponen
1
Indikator
Bobot
(B)
Isi karangan
Skor
(S)
1-5
Relavansi
topic
3
dengan substansi
tugas
2
Organisasi ide Susunan
dan
2
pengungkapan ide
3
Penggunaan
Kompleksitas,
2
kosa kata
efektivitas kalimat,
akurasi
penggunaan bahasa
4
Penggunaan
Keluasan
kosa
2
Tata Bahasa
kata,
ketepatan
penggunaan kata,
idiom, bentuk kata
5
Penggunaan
Ketepatan
1
Ejaan/Tanda
penggunaan tanda
baca
baca, huruf besar,
ejaan
1=sangat kurang, 2=kurang, 3=sedang, 4=baik, 5=baik sekali
27
Total
(BX
S)
Rubrik Deskriptif untuk Menilai Presentasi Lisan
Nama Mahasiswa :
NIM
:
Topik Bahasan :
Tanggal
:
Dimensi
Patut Dicontoh
Organisasi
Isi
Gaya
Presentasi
Skor Total
Presentasi terorganisasi dengan
baik dan menyajikan fakta yang
meyakinkan untuk mendukung
kesimpulan-kesimpulan. (25-30)
Isi akurat dan lengkap. Para
pendengar menambah wawasan
baru tentang topik tersebut (35-40)
Pembicara
tenang
dan
menggunakan intonasi yang tepat,
berbicara tanpa bergantung pada
catatan, dan berinteraksi secara
intensif
dengan
pendengar.
Pembicara selalu kontak mata
dengan pendengar (25-30)
Memuaskan
Di Bawah Harapan
Presentasi mempunyai fokus dan
menyajikan beberapa bukti yang
mendukung
kesimpulankesimpulan. (20-24)
Secara umum akurat, tetapi tidak
lengkap. Para pendengar bisa
mempelajari beberapa fakta yang
tersirat, tetapi mereka tidak
menambah wawasan baru tentang
topik tersebut(30-34)
Secara umum pembicara tenang,
tetapi dengan nada yang datar dan
cukup sering bergantung pada
catatan. Kadang-kadang kontak
mata
dengan
pendengar
diabaikan. (20-24)
Tidak ada organisasi yang jelas.
Fakta tidak digunakan untuk
mendukung pernyataan. (15-19)
Isinya tidak akurat atau terlalu
umum. Pendengar tidak belajar
apapun atau kadang menyesatkan.
(25-29)
Pembicara cemas dan tidak
nyaman, dan membaca berbagai
catatan
daripada
berbicara.
Pendengar
sering diabaikan.
Tidak terjadi kontak mata karena
pembicara lebih banyak melihat
ke papan tulis atau layar. (15-19)
Skor
Rubrik Deskriptif Untuk Penilaian Sesama Anggota Tim
Nama Mahasiswa
:
NIM
:
Topik Bahasan
:
Tanggal
:
DEMENSI
Luar Biasa
Baik
Di bawah
harapan
Kontribusi
Pada Tugas
Sangat
berkontribusi
dalam
hasil
kerja tim.
Berkontribusi
secara “adil”
dalam
hasil
kerja tim.
(25-30)
(20-24)
Membuat
beberapa
kontribusi
nyata dalam
hasil
kerja
tim. (15-19)
Secara
rutin
melakukan
kepemimpinan
yang baik.
Menerima
”pembagian
yang adil” dari
tanggung
jawab
kepemimpinan
. (30-34)
Jarang atau
tidak pernah
berlatih
tentang
memimpin.
Menghargai
pendapat
orang lain dan
berkontribusi
dalam diskusi
kelompok.
Tidak
berkontribusi
pada diskusi
kelompok
atau sering
gagal
berpartisipasi
.(15-19)
Kepemimpin
an
(35-40)
Kolaborasi
Skor Total
Menghargai
pendapat
orang lain dan
berkontribusi
besar
dalam
diskusi
kelompok.
(25-30)
(20-24)
(25-29)
Skor
Rubrik untuk Penilaian Keaktifan dalam diskusi
Nama Mahasiswa
:
NIM
:
Topik observasi
: Aktivitas mahasiswa dalam kegiatan
diskusi kelompok
Tempat observasi
:
Waktu observasi
:
No Indikator yang
diobservasi
Skala
Penilaian (S)
1
Bobot
Total
(B)
(SxB)
2 3 4 5
1
Bertanya
25%
2
Menjawab pertanyaan
25%
3
Mengemukakan pendapat
25%
4
Menghargai pendapat
25%
Jumlah Total
100%
1=sangat kurang, 2=kurang, 3=sedang, 4=baik, 5=baik sekali
xxx
Rubrik untuk Penilaian Diri
Nama Mahasiswa
:
NIM
:
Anggota kelompok :
Kegiatan kelompok :
Tanggal Penilaian
:
Untuk pertanyaan 1 sampai dengan 5 tulis masing-masing huruf
sesuai dengan pendapat anda!. (A) = selalu; (B) = jarang; (C) =
jarang sekali; (D) = tidak pernah
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bobot
Indikator
Selama diskusi saya memberikan saran kepada
kelompok untuk didiskusikan
Ketika kami berdiskusi, setiap anggota
memberikan masukan untuk didiskusikan
Semua anggota kelompok semestinya melakukan
sesuatu dalam kegiatan kelompok
Setiap
anggota
kelompok
mengerjakan
kegiatannya sendiri dalam kegiatan kelompok
Selama kegiatan kelompok, saya mendengarkan
Selama kegiatan kelompok, saya mengendalikan
kelompok
Selama kegiatan kelompok, saya bertanya
Selama kegiatan kelompok, saya menganggu
kelompok
Selama kegiatan kelompok, saya merancang
gagasan
Selama kegiatan kelompok, saya tidur
11. Selama kegiatan kelompok, tugas apa yang anda lakukan?
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………….………………………………...…
xxxi
Rubrik untuk Penilaian Substansi Laporan Praktikum
Nama Mahasiswa
:
NIM
:
Topik Bahasan
:
Tanggal Penilaian
:
No
Uraian substansi
Skala Penilaian
1 2 3 4 5
Bo
bot
1
Langkah analisis diikuti
secara sistimatis
5
2
Rumusan hipotesis
10
3
Penyusunan table kerja
10
4
Kecermatan perhitungan
dalam penyusunan table
kerja
20
5
Langkah-langkah dan
kecermatan perhitungan
dalam substansi data
25
6
Uji signifikansi
15
7
Menarik simpulan analisis
10
8
Kecermatan penggunaan
simbul statistic
5
Total
1=sangat kurang, 2=kurang, 3=sedang, 4=baik, 5=baik sekali
xxxii
Total
Tugas-tugas
Tugas Kelompok : Biologi Penyerbukan dan Hibridisasi
1. Dalam satu kelompok terdiri atas dua oaring mahasiswa.
Mahasiswa memilih salah satu spesies tanaman.
2. Pertama, setiap mahasiswa dalam kelompok tersebut
bekerja secara mandiri untuk menulis laporannya tentang
pusat asal dan keragaman, biologi penyerbukan secara
alami, dan metode hibridisasi buatan untuk tanaman yang
dipilihnya. Laporan ini dikumpulkan pada hari kuliah,
minggu ke dua perkulihan sebelum kuliah dimulai.
3. Kedua, setiap kelompok menyiapkan presentasi oral untuk
dipresentasikan selama 15 menit terhadap tugasnya pada
sesi pada minggu ke tiga perkuliahan. Presentasinya
termasuk bahan yang sudah dituliskan/dikumpulkan dan
disertai dengan pengembangan metode pemuliaan untuk
memecahkan masalah tertentu dari tanaman yang
dipilihnya. Kedua mahasiswa dalam satu kelompok
bertanggung jawab secara bersama-sama dalam presentasi
oral.
xxxiii
Tugas Mandiri:
Merancang program Pemuliaan tanaman (menyerbuk sendiri,
silang, vegetatif)
Ukuran huruf 12 time new roman , 1.5 spasi, 5-7 halaman.
1. Pendahuluan (Merancang tujuan pemuliaan tanaman yang
dipilih : menguraikan tipe kultivar, perkiraan preferensi
petani/konsumen terhadap tanaman yang akan dimuliakan
serta tujuan dan target pemuliaannya) ½ - 1 halaman.
2. Upaya menciptakan variasi dan menyeleksi karakteristik
yang diinginkan (menguraikan ketersediaan plasma nutfah
yang ada, upaya /metode menciptakan variasi yang
diinginkan (persilangan, seleksi, introduksi, bioteknologi)
sesuai tujuan & target pemuliaan sehingga diperoleh
kultivar/galur/klon harapan) 1- 2 halaman.
3. Pengujian (menguraikan secara singkat proses pengujian
genotipe-genotipe harapan dilakukan) 1-2 halaman.
4. Proses adopsi dan penyebaran kultivar (menguraikan
langkah-langkah secara sederhana dalam melakukan upaya
adopsi dan penyebaran varietas baru, misal melalui
demplot, penyuluhan ke kelompok tani dll). 1 halaman.
5. Kesimpulan .½ halaman.
6. Pustaka (paper/text book, bukan blog, dll ) 1 halaman
xxxiv
Tugas 3. Surat Dari Petani
Kepada Yth
:
Mahasiswa pada Kuliah Pemuliaan Tanaman Program
Studi Agroteknologi Unsyiah
Dari
:
Kelompok Tani Sangat Laku
Perihal
:
Permintaan bantuan
Assalamualaikum wr wb.
Dengan hormat,
Perkenalkan, kami petani padi yang tergabung dalam kelompok tani Sangat
Laku, Gampong Murah, Kecamatan Meriah, Kabupaten Bahagia, Propinsi Kaya
Raya. Kami menanam dua varietas padi. Satu varietas, Type A, memiliki beras
berwana merah dan tumbuh baik pada berbagai kondisi musim tanam, baik pada
tanam musim kemarau maupun pada musim hujan.Varietas satu lagi, Type B,
memiliki beras berwarna putih, tetapi pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh
musim tanam.
Kami ingin menanam padi varietas tipe A lebih banyak tetapi beras yang
dihasilkan berwarna putih, karena komsumen di Aceh lebih menyukai beras
putih dibandingkan beras merah. Kami tidak mengetahui genotipe dari padi tipe
A ataupun tipe B. Kami juga tidak mengetahui warna yang mana yang dominan
dan mana yang resesif.
Kami harap anda dapat membantu kami dalam dua hal, yaitu memproduksi padi
hibrida dengan beras putih dari padi beras merah dan memproduksi padi hibrida
yang pertumbuhannya baik pada berbagai kondidi musim tanam. Kami
mengharapkan rekomendasi dari anda kepada kami bagaimana cara
memproduksi padi hibrida beras putih dari padi beras merah, selanjutnya kami
dapat menanam benih baru di lapangan untuk melihat hibrida yang mana yang
tumbuh baik pada berbagai kondidi musim tanam.
Kami sangat mengharapkan rekomendasi dari anda semua tentang bagaimana
cara mengkombinasikan kedua varietas padi tersebut. Kami sangat senang dan
banggga untuk dapat melakukannya percobaan lapangan sesuai dengan
rekomendasi anda.
Kami mohon rekomendasi anda dititipkan ke Laboratorium Pemuliaan Tanaman
Fakultas Pertanian Unsyiah untuk dapat diteruskan kepada kami pada saat tim
dari Lab tertebut berkunjung ke tempat kami pada tanggal 13 Desember 2015.
Demikian atas bantuan semuanya kami ucapkan terimakasih.
Wassalam
Hormat kami Ketua Kelompok Tani,
(Bukan Saya )
xxxv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pengantar
Kebutuhan bahan pangan, pakan, serat, dan biofuel terus
meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia, oleh
kerena itu perlu peningkatan produksi. Varietas unggul merupakan
faktor utama yang menentukan tingginya produksi yang diperoleh
bila persyaratan lain dipenuhi. Varietas unggul dapat diperoleh
melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang
pengertian pemuliaan tanaman, ilmu dan pengetahuan yang
diperlukan untuk menjadi pemulia tanaman dan sumbangan
pemuliaan tanaman bagi masyarakat.
2
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
10 menit
Langkah 2
80 menit
Langkah 3
10 menit
Aktivitas
Pembukaan
1. Dosen memperkenalkan diri selanjutnya
menjelaskan Rencana Pembelajasan Semester
(RPS) berupa isi Mata Kuliah dalam Silabus
selama satu semester dan kontrak perkuliaahan
(KP)
2. Mahasiswa mencermati isi KP, mendiskusikan
atau menyetujui dan menandatangani KP.
3. Memotivasi mahasiswa untuk bersemangat
belajar
Penyajian
1. Dosen menanyakan apa yang diketahui oleh
mahasiswa tentang pengertian pemuliaan
tanaman
2. Mahasiswa menjawab pertanyaan sesuai
dengan apa yang mereka ketahui
3. Dosen menjelaskan pengertian pemuliaan
tanaman
4. Dosen menjelaskan ilmu dan disiplin terkait
dengan pemuliaan tanaman
5. Dosen menjelaskan peranan pemuliaan
tanaman dalam masyarakat
6. Dosen memandu refeksi
7. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi, mencatat
materi diskusi
Penutup
1. Merangkum uraian matakuliah yang telah
disampaikan/diskusi
2. Mahasiswa menyimak, mengajukan
pendapat,bertanya atau menjawab dan
mencatat
3. Mahasiswa diberi tugas selama satu minggu
3
untuk membuat tulisan yang menjelaskan
tentang pemuliaan tanaman sebagai seni dan
ilmu, peranan pemuliaan dalam masyarakat,
dan pengaruh pemuliaan dalam peningkatan
hasil tanaman,
4
1.1.
Pengertian Pemuliaan Tanaman
Kebutuhan bahan pangan, pakan, serat, dan biofuel terus
meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia.
Pembukaan lahan pertanian baru semakin sulit, perubahan pola
cuaca, dan penurunan kuantitas dan kualitas air yang tersedia untuk
produksi tanaman pertanian. Hal ini menjadi tantangan yang sangat
besar bagi manusia.
Di Indonesia, untuk mencukupi kebutuhan, khususnya
bahan pangan, pengembangan tanaman pangan dilakukan secara
ekstensif dan intensif. Pengembangan tanaman secara ekstensif
bertujuan untuk meningkatkan produksi dengan cara memperluas
areal pertanaman, sedangkan pengembangan tanaman secara
intensif bertujuan untuk meningkatkan produksi dengan cara
menaikkan produksi per satuan luas lahan. Pengembangan tanaman
secara intensif umumnya dilakukan di daerah-daerah yang
berpenduduk padat.
Sejak tahun 1950-an, peningkatan produksi bahan pangan
sudah merupakan program utama. Intensifikasi dilakukan melalui
program Bimas SSBM (Bimbingan Massal Swasembada Bahan
Makanan) yang dikenal dengan paket Panca Usaha Tani, yaitu: (1)
perbaikan cara bercocok tanam, (2) penggunaan varietas unggul; 3)
pemakaian pupuk dengan dosis dan waktu yang tepat, 4)
pengendalian hama dan penyakit, dan 5) pengelolaan pengairan.
Varietas unggul merupakan faktor utama yang menentukan
tingginya produksi yang diperoleh bila persyaratan lain dipenuhi.
Varietas unggul dapat diperoleh melalui kegiatan pemuliaan
tanaman. Suatu varietas unggul tidak selamanya akan menunjukkan
keunggulannya, tetapi makin lama produksi akan makin menurun
tergantung pada komposis genetiknya (Mangoendidjojo, 2003).
Pemuliaan tanaman berasal dari kata “mulia” dan
"tanaman", mulia yang berarti terpuji. Pemuliaan tanaman adalah
usaha atau kegiatan untuk menjadikan tanaman menjadi mulia
melalui sifat genetik (gen). Dengan demikian, pemuliaan tanaman
5
adalah kegiatan mengubah susunan genetik (sifat) tanaman agar
diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi
bagi manusia.
Pemuliaan tanaman sebelumnya dikenal dengan nama ilmu
seleksi karena dalam pelaksanaannya dilakukan pemilihan terhadap
tanaman yang diinginkan, baik secara individu maupun kelompok.
Kegiatan seleksi ini telah dipraktikkan oleh manusia zaman dulu
ketika manusia hidup berpindah-pindah, manusia mulai memilih
berbagai tanaman di alam yang dapat dijadikan sebagai makanan,
obat-obatan dan keperluan ritual lainnya. Setelah manusia mulai
hidup menetap, manusia mulai mendomestikasikan tanaman yang
tumbuh di alam secara liar untuk dijadikan tanaman budidaya. Pada
saat itu, manusia melakukan seleksi untuk mencari bahan tanaman,
meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana, karena tidak
didasari pada pengetahuan tentang pemindahan sifat dari tetua ke
keturunannya.
Sampai sekarangpun praktik seleksi tersebut masih
dilaksanakan oleh petani, dengan cara memilih tanaman yang
memiliki penampilan bagus disisakan dari kebun atau sawah.
Pemanenannya tidak disatukan dengan tanaman yang akan
dipergunakan untuk konsumsi atau untuk dijual tetapi dipanen
secara terpisah untuk dijadikan sebagai calon benih atau bibit untuk
musim tanam berikutnya, sehingga seleksi dianggap sebagai
pemuliaan tanaman.
Praktik seleksi tanaman mulai lebih terarah, ketika
dikenalnya ilmu genetika. Pada saat itu mulai dikenal gen sebagai
unit dasar pewarisan karakter-karakter pada tanaman, prilaku
kromosom sebagai tempat terletaknya gen pada saat pembelahan
sel, pengetahuan struktur DNA (deoxyribonucleic acid) sebagai
penyimpan informasi genetik dan aksinya dalam mengendalikan
karakter-karakter tanaman telah memberikan landasan bagi
manusia untuk memanipulasi gen dan memperbaiki tanaman secara
lebih sistematis dan terarah.
6
Untuk menetapkan suatu calon varietas lebih baik dari
varietas yang telah ada diperlukanya evaluasi tanaman yang sedang
dimuliakan di lapangan. Pengetahuan perancangan percobaan
dalam menyusun tata letak unit percobaan di lapangan diperlukan
pengetahuan statistika yang memadai. Analisis stasistika akan
memberikan memudahkan dalam menangani genetika kuantitatif
dan penggunaannya dalam pemuliaan untuk memperbaiki
penampilan tanaman sehingga lebih unggul dari sebelumnya.
Pemuliaan tanaman dikenal sebagai seni dan ilmu
mengubah susunan genetik dari tanaman agar lebih bermanfaat
bagi manusia. Perubahan yang dilakukan pada tanaman permanen
dan diwariskan. Dalam bahasa Inggris disebut ”Plant Breeding”
sinonim dengan ”Plant Improvement”. Profesional yang melakukan
kegiatan pemuliaan tanaman disebut dengan pemulia tanaman.
Plant breeding is the art and science of changing and improving the
heredity of plants (Poehlman and Sleper,1996).
Pesatnya permintaan akan varietas unggul baru, mendorong
perusahaan swasta untuk turut serta dalam bisnis penyediaan benih
varietas unggul. Perusahaan tersebut memerlukan tenaga pemulia
tanaman, lahan, modal dan lainnya untuk merakit dan
memproduksi dan memasarkan varietas unggul. Konsekwensinya,
pemuliaan tanaman juga merupakan bagian dari bisnis, sehingga
menurut Bernardo (2010) pemuliaan tanaman adalah seni, ilmu dan
bisnis dalam memperbaiki susunan genetik tanaman secara logis
agar lebih bermanfaat bagi manusia.
Seni termasuk kecerdasan dan ketajaman dalam
pengamatan, intuisi dan membuat keputusan. Seni (art) dalam
pemuliaan tanaman terletak pada kemampuan pemulia untuk
mengamati karakteristik atau penampilan tanaman secara visual
dan memilihnya untuk dijadikan sebagai bahan pemuliaan ataupun
untuk dijadikan sebagai varietas baru sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Ilmu (science) yang mempelajari tentang perubahan
susunan genetik (sifat) tanaman sehingga diperoleh tanaman baru
yang bermanfaat bagi manusia. Ilmu dalam pemuliaan tanaman
7
berdasarkan genetika yang mempelajari tentang gen dan
pewarisannya, disamping itu diperlukan juga ilmu-lmu yang
berkaitan dengan tanaman (anatomi, fisiologi, biokimia, ilmu
tanah, entomologi, fitopatologi, dan biologi molekuler serta
statistika) agar dapat menjadi pemulia yang sukses. Bisnis dalam
pemuliaan tanaman terletak pada manajemen sumberdaya
(keuangan, manusia, lahan dan waktu) dalam usaha
memaksimumkan penerimaan/pendapatan.
1.2.
Ilmu yang berkaitan dengan Pemuliaan Tanaman
Pemuliaan tanaman bertujuan memperbaiki sifat mewaris
dari tanaman yang bernilai ekonomi agar lebih bermanfaat bagi
manusia. Pemulia tanaman harus membekali diri dengan beberapa
disiplin ilmu pengetahuan untuk mengembangkan varietas unggul
dengan sukses dan diterima sebagai tanaman komersial oleh
masyarakat. Ilmu yang berkaitan dengan pemuliaan tanaman
termasuk ilmu tanaman yang mencakup mekanisme reproduksi
tanaman, genetika tanaman, anatomi tanaman, biokimia dan
fisiologi tanaman, teknik budidaya tanaman (Agronomi), ilmu
hama dan penyakit tanaman, serta ilmu-ilmu lainnya seperti biologi
molekuler, bioteknologi, statistika dan komputer (Gambar 1. 1).
AGRONOMI
BIOKIMIA
TUMBUHAN
FISIOLOGI
TUMBUHAN
PENYAKIT
TUMBUHAN
PEMULIAAN
TANAMAN
HAMA
TUMBUHAN
STATISTIKA
KOMPUTER
BOTANI
GENETIKA
BIOTEKNOLOGI
Gambar 1.1. Ilmu yang berkaitan dengan Pemuliaan Tanaman
8
Genetika sangat diperlukan oleh pemulia tanaman dalam
mempelajari pewarisan sifat tanaman. Informasi tentang faktor
yang bertanggung jawab terhadap ekspresi dan pemindahan sifat
adalah gen. Perlu diketahui jumlah, lokasi, struktur dan cara
ekspresi dan pemindahan gen agar dapat ditetapkan pendekatan
pemuliaan yang tepat untuk mengembangkan tanaman dengan
kombinasi sifat yang diinginkan. Adanya keragaman genetik
merupakan syarat utama agar seleksi buatan menjadi efektif. Oleh
karena itu pemulia harus mampu memilah keragaman akibat
genetik dan keragaman akibat lingkungan dari sifat tanaman yang
sedang dipelajari. Sampai saat ini ini pemuliaan tanaman tetap
menggunakan prinsip-prinsip genetika dan mencari terobosan baru
melalui teknologi yang baru yang dikenal dengan istilah
bioteknologi.
Botani mempelajari anatomi, morfologi, sistem reproduksi,
dan taksonomi tanaman. Pengamatan karakter secara anatomi dan
morfologi akan membantu dalam karakterisasi dan deskripsi dari
tipe tanaman yang berbeda. Pengetahuan tentang sistem dan
mekanisme reproduksi tanaman sangat penting untuk menghasilkan
kombinasi baru melalui persilangan terkendali dan efisiensi
penyerbukan. Taksonomi mempelajari hubungan kekerabatan dari
tanaman yang akan disilangkan.
Dalam pemuliaan tanaman, usaha untuk memperoleh suatu
varietas unggul yang berdaya hasil tinggi diperlukan pengetahuan
tentang sistem fisiologi tanaman untuk menentukan tipe tanaman
ideal. Sebagai contoh, tanaman padi yang respon terhadap
pemupukan dengan dosis tinggi biasanya mempunyai daun yang
berwarna lebih hijau gelap dan daun bendera yang tegak, berbatang
pendek. Pengetahuan tentang respon tanaman terhadap berbagai
cekaman biotik dan abiotik sangat diperlukan untuk merakit
tanaman yang tahan melalui mekanisme pertahanan tanaman yang
tepat untuk menghadapi cekaman tersebut.
Dalam pengembangan varietas baru dengan kualitas nutrisi
yang lebih baik, diperlukan pengetahuan komposisi kimia, nilai gizi
9
dan cara menganalisisnya agar pelaksanaan seleksi menjadi tepat.
Pengetahuan biokimia juga sangat penting dalam mengidentifikasi,
mengisolasi, mengkarakterisasi dan memanipulasi DNA pada
tingkat molekuler yang merupakan bagian dari pemuliaan secara
molekuler.
Pemulia tanaman harus memiliki pengetahuan dan
ketrampilan tentang persyaratan pengelolaan tanaman yang
optimum agar pembudidayaan tanaman menjadi berhasil dengan
baik. Pengetahuan agronomi dalam budidaya tanaman sangat
diperlukan agar terjamin kecukupan keragaman fenotipik untuk
seleksi dan untuk memaksimumkan potensi genetik tanaman.
Patogen tanaman perlu diperhatikan secara terkendali dalam
bahan pemuliaan dan juga untuk mengoptimumkan keragaan
varietas baru. Pemulia tanaman harus memiliki pengetahuan yang
cukup tentang keragaman dan struktur populasi pathogen, cara
penyebaran, tipe kerusakan dan kondisi lingkungan untuk seleksi
buatan. Tipe ketahanan pada inang dalam melawan pathogen dan
sifat tertentu yang berkaitan dengan ketahanan inang sangat
diperlukan dalam mengembangkan varietas tahan terhadap
penyakit.
Entomologi membantu pemulia tentang cara melindungi
tanaman dari serangan hama yang merusak tanaman. Dalam
pengembangan varietas tahan hama diperlukan pengetahuan
tentang siklus hidup serangga, tipe kerusakan yang ditimbulkan,
keragaman serangga hama dalam populasi, prilaku hama dalam
menyerang tanaman, perbanyakan hama secara buatan dan
penciptaan lingkungan yang sesuai bagi hama dalam kegiatan
seleksi tanaman tahan hama.
Pemulia tanaman memerlukan pengetahuan statistic untuk
pengumpulan data, analisis dan interpretasi data serta evaluasi sifat
tanaman dalam percobaan pemuliaan, demikian juga diperlukan
untuk menentukan apakah suatu sifat lebih banyak dikendalikan
oleh faktor keturunan atau lingkungan. Penanganan data yang
10
banyak secara manual sangatlah merepotkan, untuk itu diperlukan
penanganan dengan menggunakan computer.
1.3.
Sumbangan Pemuliaan Tanaman bagi Masyarakat
Peran nyata dari pemuliaan tanaman adalah menghasilkan
varietas unggul baru baik varietas inbrida, hibrida, bersari bebas,
maupun klon. Varietas unggul ialah varietas yang unggul
dibandingkan dengan varietas yang sudah ada. Sifat-sifat unggul
secara umum adalah produksi tinggi, daya adaptasi luas, berumur
genjah, tahan terhadap cekaman lingkungan baik biotic seperti
hama dan penyakit maupun abiotik seperti kekeringan, salinitas dan
lainnya, responsive terhadap pemukukan dan berkualitas baik,
mempunyai sifat agronomi yang disukai produsen, memberikan
kepastian hasil.
Varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi akan
meningkatkan produksi tanaman pertanian, yang akhirnya dapat
ketahanan dan keamanan pangan serta memenuhi kebutuhan
manusia lainnya. Varietas unggul yang memiliki daya adaptasi luas
dapat meningkatkan perluasan areal produksi. Varietas unggul
berumur genjah akan memungkinkan panen lebih cepat sehingg
terjadi efisiensi penggunaan lahan dan peningkatan indek
pertanaman. Varietas tahan terhadap hama dan penyakit, akan
membantu pelaku usaha tani menghindari kerugian besar akibat
serangan hama dan penyakit. Varietas unggul yang memiliki
respon pemupukan dan berbatang pendek telah meningkatkan hasil
tanaman berlipat ganda pada era revolusi hijau dan sesuai untuk
dipanen dengan mesin. Varietas unggul yang dihasilkan pemulia
memiliki kualitas hasil tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan
industri dan masyarakat yang makin maju. Misalnya jagung OPM
yang memiliki kandungan protein tinggi terutaman lisin, beras
yang mengandung vitamin A, semangka (tanpa biji, rasa manis,
warna daging buah menarik), durian bangkok (daging buah tebal,
aroma tidak terlalu tajam, rasa anak dan manis).
11
1.4.
Pengaruh pemuliaan tanaman yang tidak diharapkan
Pemuliaan tanaman masih menjadi salah satu tumpuan
dalam usaha penyediaan pangan dunia, meskipun demikian ada
beberapa pengaruh dari program pemuliaan tanaman yang tidak
diharapkan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah berkurangya
keragaman, dasar genetik sempit, bahaya keseragaman, munculnya
kombinasi-kombinasi sifat yang tidak diinginkan, serta peningkatan
kerentanan terhadap hama dan penyakit, dan penguasaan plasma
nutfah.
Varietas unggul moderen lebih seragam dibandingkan
varietas lokal. sehingga pemuliaan tanaman menurunkan
keragaman tanaman. Varietas seragam lebih rentan terhadap ras
baru dari patogen dibandingkan varietas lokal yang memiliki
keragaman genetik yang tinggi.
Akibat fokus pada peningkatan produksi dan mutu hasil,
sebagian kecil variasi genetik mendominasi pertanaman. Seleksi
yang dilakukan dalam program pemuliaan tanaman mengakibatkan
sempitnya keragaman genetik tanaman yang dibudidayakan.
Keadaan diperparah dengan sedikitnya pilihan varietas yang
ditanam petani karena tuntutan konsumen akan keseragaman
produk. Tanaman menjadi mudah terserang hama dan penyakit,
karena organisme pengganggu lebih tinggi plastisitas fenotipiknya
daripada tanaman budidaya. Beberapa wabah besar telah terjadi
akibat hal ini, seperti penyakit hawar pada kentang, hawar jagung
dan tungro pada padi melalui vektor wereng coklat. Sempitnya
latar belakang genetik juga akan menyebabkan stagnasi dalam
program pemuliaan. Untuk mengatasi hal ini, program pemuliaan
modern memasukkan persilangan dengan kerabat jauh atau bahkan
spesies yang berbeda untuk memperluas variabilitas. Selain itu,
persyaratan kestabilan penampilan untuk sejumlah spesies tanaman
diperlunak sehingga kultivar yang bersifat spesifik lokasi juga
dapat disetujui untuk dilepaskan.
12
Varietas seragam memiliki dasar genetik sempit. Varietas
tersebut umumnya memiliki kemampuan beradaptasi yang buruk.
Sebagian besar varietas unggul memiliki tetua asal yang sama yang
dapat menyebabkan bahaya keseragaman.
Kadang-kadang, pemuliaan tanaman mengarah ke
kombinasi yang tidak diinginkan. Contohnya tanaman yang
memiliki kombinasi yang tidak diinginkan dari karakter
Raphanobrassica dan Pomato. Akibat penekanan pada pemuliaan
untuk ketahanan terhadap penyakit utama dan hama serangga
sering mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap penyakit
dan hama minor.
Kebanyakan varietas tanaman masa kini dihasilkan oleh
sebagian kecil perusahaan benih, beberapa di antaranya bermodal
kuat, transnasional, dan menguasai teknologi tinggi. Masyarakat
adat, yang sebelum terjadi industrialisasi pertanian menguasai
benih berangsur-angsur terdesak perannya dan petani lambat-laun
tergantung pada pasokan benih dari industri benih. Hal ini
dipandang tidak adil oleh anggota gerakan anti-globalisasi.
Keadaan ini sedikit banyak merupakan akibat dari Revolusi Hijau,
yang berfokus pada peningkatan hasil, dan pemberlakuan prinsip
Perlindungan Varietas (Hak Cipta Pemulia Tanaman).
Salah satu pemecahan yang ditawarkan adalah
menggunakan
konsep
pemuliaan
tanaman
partisipatif
(participatory plant breeding). Melalui cara ini, plasma nutfah
tetap dikuasai oleh masyarakat pemilik plasma nutfah, tetapi
industri benih juga mendapat keuntungan dari pemanfaatan sumber
daya genetik ini.
1.5. Rangkuman
Varietas unggul merupakan faktor utama yang menentukan
tingginya produksi yang diperoleh bila persyaratan lain dipenuhi.
Varietas unggul dapat diperoleh melalui kegiatan pemuliaan
tanaman. Pemuliaan tanaman adalah seni, ilmu dan bisnis dalam
13
memperbaiki susunan genetik tanaman secara logis agar lebih
bermanfaat bagi manusia. Profesional yang melakukan kegiatan
pemuliaan tanaman disebut dengan pemulia tanaman. Untuk
menjadi pemulia yang sukses, perlu dibekali dengan ilmu tanaman
yang mencakup mekanisme reproduksi tanaman, genetika tanaman,
anatomi tanaman, biokimia dan fisiologi tanaman, agronomi, ilmu
hama dan penyakit tanaman, serta ilmu-ilmu lainnya seperti biologi
molekuler, bioteknologi, statistika dan computer. Varietas yang
dihasilkan pemulia memiliki berbagai keunggulan sehingga dapat
meningkatkan produksi tanaman pertanian, menjaga ketahanan dan
keamanan pangan serta memenuhi kebutuhan manusia lainnya.
Kegiatan pemuliaan tanaman akan menyebabkan berkurangya
keragaman genetik, munculnya kombinasi-kombinasi sifat yang
tidak diinginkan, serta peningkatan kerentanan terhadap hama dan
penyakit, dan penguasaan plasma nutfah.
1.6.
Latihan
2. Bagaimana membedakan antara pemuliaan tanaman sebagai
seni dan sebagai ilmu?
3. Apa perbedaan antara seleksi artificial dan seleksi alam?
4. Apa saja peranan pemuliaan tanaman dalam kehidupan seharihari?
1.7. Glossarium
Genetika
:
Gen
:
Klon
:
Ilmu yang mempelajari tentang gen dan
pewarisannya dan keragamannya
suatu unit keturunan berupa segmen tertentu
dari molekul DNA yang umumnya terletak
dalam kromosom
dan memperlihatkan
ekspresinya
berupa
penampakan
fisik
(fenotipe)
Varietas tanaman yang diperoleh dengan cara
14
Varietas
:
pembiakan vegetatif
sekelompok/populasi
tanaman
yang
mempunyai sifat-sifat khusus, serupa,stabil dan
dapat dibedakan dengan kelompok/populasi
lain dalam spesies/jenis yang sama
1.8. Daftar Pustaka
Bernardo, R. 2010. Breeding for Quantitative Traits in Plants, 2nd
edition. Stemma Press Woodbury, Minnesota
Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 1996. Breeding Field Crops. Edisi
ke-5. Wiley-Blackwell
Mangoendidjojo,W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman.
Kanisius, Yogyakarta
15
BAB II
TAHAPAN PEMULIAAN TANAMAN
Pengantar
Pemuliaan tanaman merupakan panduan antara seni dan
ilmu an bisnis dalam memperbaiki susunan genetik tanaman agar
lebih sesuai dengan permintaan dan kebutuhan manusia. Tujuan
akhir setiap program pemuliaan tanaman adalah menghasilkan
sifat-sifat yang lebih baik dalam hal sifat-sifat tertentu. Untuk
mengahasilkan varietas unggul baru, pemulia perlu mengetahui
tahapan kegiatan pemuliaan baku agar pekerjaan pemuliaan
tanaman dapat mencapai sasaran.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang
aktifitas dan strategi pemuliaan tanaman, tahapan baku pemuliaan
tanaman mulai pembentukan penetapan tujuan, pembentukan
populasi dasar, seleksi dan pengujian sampai pelepasan varietas.
16
Rencana perkuliahan untuk pertemuan kedua
Rencana
Aktivitas
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1 Pembukaan
1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada
10 menit
pertemuan ini.
2. Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran pada
pertemuan ini.
3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk
bersemangat belajar
Langkah 2 Penyajian
1. Dosen menanyakan langkah apa saja yang
80 menit
harus dilakukan pemulia untuk menghasailkan
varietas unggul baru
2. Mahasiswa menjawab pertanyaan sesuai
dengan apa yang mereka ketahui
3. Dosen menjelaskan tahapan baku pemuliaan
tanaman
4. Dosen menjelaskan pertimbanganpertimbangan yang perlu diperhatikan dalam
menetapkan tujuan program pemuliaan
tanaman
5. Dosen menjelaskan pentingnya sumberdaya
genetik dan cara peningkatan keragaman
genetik sebagai material bagi pemulia tanaman
6. Dosen menjelaskan proses seleksi, penilaian
dan evaluasi material pemuliaan bagi pemulia
tanaman.
7. Dosen menjelaskan proses pengujian material
pemuliaan dan pelepasan varietas baru.
8. Mahasiswa menyimak, mengajukan
pendapat,bertanya atau menjawab dan
mencatat materi diskusi.
17
Langkah 3
10 menit
9. Dosen memandu refeksi
10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi.
Penutup
1. Merangkum uraian matakuliah yang telah
disampaikan/diskusi
2. Mahasiswa diberi tugas selama tiga minggu
untuk merancang program pemuliaan tanaman
sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
Tugas Mandiri: Merancang program Pemuliaan tanaman
(menyerbuk sendiri, silang, vegetatif)
Ukuran huruf 12 time new roman , 1.5 spasi, 5-7 halaman.
Dikumpulkan sebelum perkuliahan minggu ke lima dimulai.
1. Pendahuluan (Merancang tujuan pemuliaan tanaman yang
dipilih : menguraikan tipe kultivar, perkiraan preferensi
petani/konsumen terhadap tanaman yang akan dimuliakan
serta tujuan dan target pemuliaannya) ½ - 1 halaman.
2. Upaya menciptakan variasi dan menyeleksi karakteristik
yang diinginkan (menguraikan ketersediaan plasma nutfah
yang ada, upaya /metode menciptakan variasi yang
diinginkan (persilangan, seleksi, introduksi, bioteknologi)
sesuai tujuan & target pemuliaan sehingga diperoleh
kultivar/galur/klon harapan) 1- 2 halaman.
3. Pengujian (menguraikan secara singkat proses pengujian
genotipe-genotipe harapan dilakukan) 1-2 halaman.
4. Proses adopsi dan penyebaran kultivar (menguraikan
langkah-langkah secara sederhana dalam melakukan upaya
adopsi dan penyebaran varietas baru, misal melalui
demplot, penyuluhan ke kelompok tani dll). 1 halaman.
5. Kesimpulan .½ halaman.
18
2.1. Kegiatan dan Stategi Pemuliaaan Tanaman
Kegiatan pemuliaan tanaman dapat dibagi menjadi lima
tahapan utama. Pertama, adalah penentuan tujuan program
pemuliaan yang jelas. Kedua, penyediaan bahan pemuliaan dengan
cara mencari dan mengkoleksi, mengidentifikasi, mengevaluasi
sumberdaya genetik dan meningkatkan keragaman genetik. Ketiga,
seleksi genotipe yang memiliki komplek gen yang diinginkan
melalui penilaian terhadap bahan pemuliaan untuk dijadikan
sebagai galur harapan. Keempat, pengujian dan evaluasi
keunggulan genotipe atau galur harapan melalui uji daya hasil
pendahuluan, uji daya hasil lanjutan dan uji multi lokasi. Kelima,
pelepasan galur harapan menjadi varietas unggul baru dan
distribusi untuk diproduksi secara massal. Tahapan-tahapan
tersebut akan menjadi landasan dalam menyusun strategi
pemuliaan tanaman (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Tahapan Baku Pemuliaan Tanaman
19
Menurut Poehman dan Sleper (1996) unsur-unsur utama
dari strategi pemuliaan tanaman adalah (1). mengidentifikasi sifatsifat morfologi, fisiologi dan patologi didalam spesies tanaman
budidaya yang berhubungan dengan adaptasinya, ketahanan
penyakit, produktivitas, kesesuaian untuk pangan, serat atau untuk
produk industri. (2) mencari gen-gen baru yang mengkode sifatsifat yang diinginkan dalam galur-galur yang berbeda dari spesies
budidaya dan kerabat liarnya.(3) mengkombinasikan gen-gen untuk
sifat yang diinginkan tersebut ke dalam satu varietas yang
diperbaiki melalui prosedur pemuliaan klasik ataupun bioteknologi
(4) melakukan seleksi dan evaluasi terhadap penampilan galur
pemuliaan pada lingkungan setempat dibandingkan dengan varietas
yang telah ada, dan (5) memperbanyak benih dan
mendistribusikannya sebagai varietas baru yang lebih unggul dari
varietas yang telah ada (Gambar 2.2).
Pemuliaan Tanaman
Klasik
Sumber Genetik
Tanaman (sendiri, kerabat dekat)
Hanya spesifik spesies
S
E
L
E
K
S
I
P
R
O
T
E
K
S
I
V
A
R
I
E
T
A
S
Teknologi Gen
Sumber Genetik
Tanaman (sendiri, kerabat dekat, kerabat jauh),
Non Tanaman (Hewan, Bakteri, Fungi, Virus)
Identifikasi
dan Isolasi Gen
Evaluasi
MateriTanaman
Pemindahan Gen
ke sel Tanaman
Persilangan
Regenerasi Menjadi
Tanaman
Pengujian
V
A
Berulangan
R
I Tahun dan Lokasi
E
T
A
Seleksi
S
P
R
O
T
E
K
S
I
T
A
N
A
M
A
N
Ketahanan,
Hasil, Kualitas
Pengujian
Varietas Baru
Termasuk Paten
Gambar 2.2. Pemuliaan Tanaman Secara Klasik dan Teknologi Gen
20
2.2. Tujuan Pemuliaan Tanaman
Bagi pemulia tanaman, sebelum satu benih di semai dan
sebelum satu persilangan tanaman dibuat, pertama sekali adalah
menentukan tujuan yang diinginkan. Dalam mengembangkan
tujuan pemuliaan, pemulia perlu memperhatikan kebutuhan
produsen, konsumen dan industri, seperti petani, pabrik
penggilingan, dan pengolahnya menjadi makanan. Disamping itu
pemulia harus mengetahui lingkungan target, dan tingkat cekaman
biotik dan abiotik yang terjadi di berbagai lingkungan pada setiap
tahun dan setiap musim selama bertahun-tahun. Pemulia juga harus
mengetahui praktek budidaya yang dilakukan petani, infrastruktur
ekonomi seperti ketersediaan pupuk dan pestisida bagi produser,
dan produk biji-bijian akan diolah menjadi apa. Semua hal tersebut
perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan varietas baru agar
diadopsi oleh produsen.
Tujuan dalam program pemuliaan tanaman didasarkan pada
strategi jangka panjang untuk mengantisipasi berbagai perubahan
arah konsumen atau keadaan lingkungan. Ada dua tujuan umum
dalam pemuliaan tanaman yaitu peningkatan kepastian terhadap
hasil yang tinggi dan perbaikan kualitas produk yang dihasilkan.
Peningkatan kepastian terhadap hasil adalah untuk memuhi
kebutuhan petani/produsen yang menginginkan peningkatan daya
hasil, cepat dipanen (umur genjah), ketahanan terhadap organisme
pengganggu atau lingkungan yang kurang menukung usaha tani,
daya tumbuh tanaman yang kuat, serta kesesuaian terhadap
perkembangan teknologi pertanian yang lain. Hasil yang tinggi
menjamin terjaganya persediaan bahan mentah untuk diolah lebih
lanjut. Tanaman yang berumur genjah akan memungkinkan
efisiensi penggunaan lahan yang lebih tinggi. Ketahanan terhadap
organisme pengganggu atau kondisi alam yang tidak mendukung
akan membantu pelaku usaha tani menghindari kerugian besar
akibat serangan hama, penyakit, serta bencana alam. Beberapa
tanaman tertentu yang dalam usaha budidayanya melibatkan
21
banyak peralatan mekanik memerlukan populasi yang seragam atau
khusus agar dapat sesuai dengan kemampuan mesin dalam bekerja.
Usaha perbaikan kualitas produk adalah untuk memeuhi
kebutuhan konsumen tujuan utama kedua. Tujuan ini diarahkan
pada perbaikan ukuran, warna, kandungan bahan tertentu (atau
penambahan serta penghilangan substansi tertentu), pembuangan
sifat-sifat yang tidak disukai, ketahanan simpan, atau keindahan
serta keunikan. Contohnya perbaikan ukuran pada semangka,
pepaya kecil, warna kuning atau merah pada semangka, warna
bunga anggrek, kandungan bahan tertentu seperti golden rice yang
mengandung vitamin A, ketahanan simpan pada bunga potong,
keindahan dan keunikan pada tanaman hias seperti mawar, dahlia,
anggrek, dan lainnya.
Pemuliaan tanaman juga harus memenuhi kebutuhan
industri seperti meningkatkan kandungan curcumin pada
temulawak, pembuangan sifat-sifat yang tidak disukai seperti rasa
pahit pada timun, asam oleat pada canola. Perkembangan
bioteknologi di akhir abad ke-20 telah membantu pemuliaan
terhadap tanaman yang mampu menghasilkan bahan pangan
dengan kandungan gizi tambahan (pangan fungsional) atau
mengandung bahan pengobatan tertentu (pharmcrops, kegiatannya
dikenal sebagai crop pharming).
2.3. Koleksi dan penilaian sumberdaya genetik
Sumberdaya genetik merupakan sumber bahan baku bagi
pemulia untuk mengembangkan varietas baru. Sumberdaya genetik
dapat berupa biji atau bagian-bagian tanaman lainnya yang berasal
dari introduksi, kerabat liar dari tanaman budidaya, varietas lokal,
galur harapan, varirtas yang telah ada sebelumnya, hasil
persilangan, mutan ataupun hasil rekayasa genetika.
Dalam
sumberdaya
genetik
tersimpan
berbagai
keanekaragaman sifat yang dimiliki oleh masing-masing nomor
koleksi (aksesi). Tanpa keanekaragaman, perbaikan sifat tidak
22
mungkin dilakukan, dengan demikian, sumberdaya genetik harus
dipelihara dengan baik agar tidak punah sehingga pemulia dapat
mengambangkan varietas baru secara berksinambungan. Koleksi
sumberdaya genetik disimpan dalam bank gen.
Usaha pencarian sumberdaya genetik baru dilakukan
melalui kegiatan eksplorasi ke tempat-tempat yang secara
tradisional menjadi pusat keanekaragaman hayati (atau hutan) atau
dengan melakukan pertukaran koleksi. Lembaga-lembaga publik
seperti IRRI dan CIMMYT menyediakan koleksi sumberdaya
genetik bagi publik secara bebas bea, namun untuk kepentingan
bisnis diatur oleh perjanjian antara pihak-pihak yang terkait.
2.4. Peningkatan variasi genetik
Keragaman genetik dalam sumberdaya genetik merupakan
bahan dasar untuk perakitan varietas baru. Apabila tidak dijumpai
sifat yang diinginkan dalam koleksi sumberdaya genetik, maka
pemulia tanaman perlu menimbulkan keragaman untuk
mendapatkan individu yang memiliki sifat yang diinginkan
tersebut.
Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan melalui
berbagai cara diantaranya (1) introduksi, (2). persilangan, (3).
manipulasi kromosom, (4). mutasi gen atau kromosom dan (5).
fusi protoplasma (6). manipulasi urutan gen, (7) transfer gen dan
manipulasi regulasi gen. Empat cara yang pertama dikenal sebagai
"pemuliaan klasik" atau "konvensional" dan tiga cara yang terakhir
merupakan cara pemuliaan "modern " serta dianggap sebagai
bagian dari bioteknologi. Perbandingan pemuliaan konvensional
dan bioteknologi moderen dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Introduksi merupakan kegiatan mendatangkan bahan tanam
dari tempat lain. Introduksi merupakan cara paling sederhana untuk
meningkatkan keragaman genetik. Seleksi penyaringan (screening)
dilakukan terhadap koleksi sumberdaya genetik yang didatangkan
dari berbagai tempat dengan kondisi lingkungan yang berbeda-
23
beda. Pengetahuan tentang pusat keanekaragaman (diversitas)
tumbuhan penting untuk penerapan cara ini. Keanekaragaman
genetik untuk suatu spesies tidaklah sama di semua tempat di
dunia. N.I. Vavilov, ahli botani dari Rusia, memperkenalkan teori
"pusat asal" (centers of origin) bagi keanekaragaman tumbuhan.
Tabel 2.1. Perbandingan pemuliaan konvensional dan bioteknologi
moderen
Perbandingan
Pemuliaan
Pemuliaan
Tanamana
Tanamana
Modern
Konvensional
Gen yang di
Berbagai gen-gen dari Hanya gen-gen
transfer
berbagai organisme
dari tanaman
(bakteri, tanaman,
dalam spesies yang
yeast, hewan,
sama atau
manusia, virus, dll.)
kelompok tanaman
yang kompatibel
Metode transfer
Rekayasa Genetika
Seleksi dan
gen
hibridisasi
Waktu yang
Kurang dari dua tahun Lebih dari dua
diperlukan untuk
tahun
mendapatkan
tanaman baru
Biaya Pemuliaan
Sangat mahal
Lebih murah
Tanaman
Teknologi
Canggih dan lebih
Dasar dan
sulit
sederhana
Persilangan merupakan cara yang paling populer untuk
meningkatkan keragaman genetik karena murah, efektif, dan relatif
mudah dilakukan. Berbagai galur hasil rekayasa genetika juga
masih memerlukan beberapa kali persilangan untuk memperbaiki
penampilan sifat-sifat barunya. Persilangan bertujuan untuk
manipulasi komposisi gen dalam populasi. Keberhasilan
persilangan memerlukan prasyarat pemahaman akan proses
reproduksi tanaman yang bersangkutan (biologi bunga). Berbagai
macam skema persilangan telah dikembangkan dan menghasilkan
24
sekumpulan metode pemuliaan yang telah diterapkan pada berbagai
perusahaan perbenihan.
Keberhasilan persilangan perlu mempertimbangkan
ketepatan waktu berbunga (sinkronisasi), keadaan lingkungan yang
mendukung, kemungkinan inkompatibilitas dan sterilitas
keturunan. Keterampilan teknis dari pelaksana persilangan juga
dapat berpengaruh pada keberhasilan persilangan. Pada sejumlah
tanaman, seperti jagung, padi, dan Brassica napus (rapa),
penggunaan teknologi mandul jantan dapat membantu mengurangi
hambatan teknis karena persilangan dapat dilakukan tanpa bantuan
manusia.
Manipulasi kromosom termasuk semua manipulasi ploidi,
baik poliploidisasi (penggandaan genom) maupun pengubahan
jumlah kromosom. Gandum roti dikembangkan dari penggabungan
tiga genom spesies yang berbeda-beda. Semangka tanpa biji
dikembangkan dari persilangan semangka tetraploid dengan
semangka diploid. Pengubahan jumlah kromosom (seperti
pembuatan galur trisomik atau monosomik) biasanya dilakukan
sebagai alat analisis genetik untuk menentukan posisi gen-gen yang
mengatur sifat tertentu. Galur dengan jumlah kromosom yang tidak
berimbang akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya.
Teknik pemuliaan ini sebenarnya juga mengandalkan persilangan
dalam praktiknya.
Pemuliaan tanaman dengan bantuan mutasi (dikenal pula
sebagai pemuliaan tanaman mutasi) adalah teknik yang cukup
populer untuk menghasilkan variasi-variasi sifat baru. Tanaman
dipaparkan pada sinar radioaktif dari isotop tertentu (biasanya
kobal-60) dengan dosis rendah sehingga tidak mematikan tetapi
mengubah sejumlah basa DNA-nya. Mutasi pada gen akan dapat
mengubah penampilan tanaman. Pada tanaman yang dapat
diperbanyak secara vegetatif, induksi jaringan kimera sudah cukup
untuk menghasilkan varietas baru. Pada tanaman yang diperbanyak
dengan biji, mutasi harus terbawa oleh sel-sel reproduktif, dan
generasi selanjutnya (biasa disebut M2, M3, dan seterusnya)
25
diseleksi. Pemuliaan mutasi sejak akhir abad ke-20 telah dilakukan
pula dengan melakukan mutasi pada kultur jaringan.
Metode-metode yang melibatkan penerapan genetika
molekular masuk dalam kelompok ini, seperti teknologi antisense,
peredaman gen (termasuk interferensi RNA), rekayasa gen, dan
overexpression. Meskipun teknik-teknik ini telah diketahui berhasil
diterapkan dalam skala percobaan, belum ada varietas komersial
yang dilepas dengan cara-cara ini di Indonesia.
Transfer gen sebagai alat untuk menghasilkan keragaman
genetik tanaman mulai dikembangkan sejak 1980-an, setelah
ditemukan enzim restriksi endonuklease dan mengetahui cara
menyisipkan fragmen DNA organisme asing ke dalam kromosom
penerima, dan diciptakannya alat sekuensing DNA. Teknik transfer
gen juga memerlukan keterampilan dalam kultur jaringan untuk
mendukung proses ini.
Dalam transfer gen, fragmen DNA dari organisme lain
(baik mikroba, hewan, atau tanaman), atau dapat juga gen sintetik,
disisipkan ke dalam tanaman penerima dengan harapan gen "baru"
ini akan terekspresi dan meningkatkan keunggulan tanaman
tersebut. Penyisipan gen dilakukan melalui transformasi dengan
perantara bakteri penyebab puru pada pangkal batang yaitu
Agrobacterium (terutama untuk tanaman non-monokotil),
elektroporasi terhadap membran sel, biobalistik (penembakan
partikel), dan transformasi dengan perantara virus.
2.5. Penilaian dan Seleksi
Seleksi merupakan salah satu cara mengidentifikasi bahan
pemuliaan yang memiliki kombinasi gen sesuai dengan yang
diharapkan. Seleksi dalam hal ini mencakup seleksi untuk memilih
tetua atau galur pada populasi bersegregasi. Sifat yang diinginkan
dari bahan pemuliaan diidentifikasi dan diseleksi sesuai dengan
tujuan program pemuliaan serta dievaluasi kestabilan sifatnya
26
sebelum layak dilepas kepada publik. Tahap identifikasi dapat
dilakukan terpisah maupun terintegrasi dengan tahap seleksi.
Penguasaan berbagai metode percobaan, metode seleksi,
dan juga naluri sangat diperlukan dalam proses identifikasi dan
seleksi. Rancangan percobaan yang digunakan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi. Dalam seleksi, selalu perlu digunakan kontrol
sehingga yang dipilih memang lebih baik. Percobaan dapat
dilakukan di laboratorium untuk pengujian genotipe/penanda
genetik atau biokimia, di rumah kaca untuk seleksi ketahanan
terhadap hama atau penyakit atau lingkungan di bawah optimal,
serta di lapangan terbuka. Kriteria seleksi digunakan sesuai dengan
tujuan dan metode seleksi. Kadang-kadang perlu dibantu oleh
pakar lain untuk meningkatkan ketelitian penelitian. Sebagai
contoh yang dicari adalah genotype tahan penyakit X, tetapi pada
saat ditemukan genotipenya, penyakit X-nya sudah berubah ras di
alam, sehingga genotype tahan penyakit X yang diperoleh menjadi
sia-sia.
Penggunaan metode seleksi yang efektif tergantung dari
tujuan, cara pembiakan tanaman, heritabilitas sifat yang menjadi
target pemuliaan, ketersediaan biaya dan fasilitas, serta jenis tipe
varietas yang akan dirakit. Pada saat awal sebaiknya seleksi tidak
terlalu ketat karena masalah interaksi genotipe x lingkungan.
Proses seleksi tanaman yang diperbanyak secara klonal
relatif mudah. Keturunan pertama hasil persilangan langsung dapat
diseleksi dan dipilih yang menunjukkan sifa-sifat terbaik sesuai
yang diinginkan. Metode seleksi massa dan galur murni dapat
diterapkan terhadap tanaman dengan semua cara reproduksi. Hasil
persilangan tanaman berpenyerbukan sendiri seperti padi dan
gandum tidak menunjukkan depresi silang-dalam dapat diseleksi
secara bulk (curah). Teknik modifikasi seleksi galur murni yang
sekarang banyak dipakai adalah seleksi keturunan biji tunggal
(single seed descent, SSD) karena dapat menghemat tempat dan
tenaga kerja.
27
Seleksi untuk tanaman berpenyerbukan silang atau mudah
bersilang, seleksi berbasis nilai pemuliaan (breeding value)
dianggap yang paling efektif. Metode, seleksi "tongkol-ke-baris"
(beserta modifikasinya), seleksi saudara tiri, seleksi kandung dan
seleksi saudara kandung timbal-balik (reciprocal selection),
diterapkan pada tanaman berpenyerbukan silang. Metode seleksi
timbal-balik yang berulang (recurrent reciprocal selection) adalah
program seleksi jangka panjang yang banyak diterapkan
perusahaan-perusahaan besar benih untuk memperbaiki gene pool
yang dimiliki. Dua atau lebih gene pool perlu dimiliki dalam suatu
program pembuatan varietas hibrida.
Penggunaan penanda genetik sangat membantu dalam
mempercepat proses seleksi. Apabila dalam pemuliaan
konvensional seleksi dilakukan berdasarkan pengamatan langsung
terhadap sifat yang diamati, aplikasi pemuliaan tanaman dengan
penanda genetik dilakukan dengan melihat hubungan antara alel
penanda dan sifat yang diamati. Agar teknik ini dapat dilakukan,
hubungan antara alel/genotipe penanda dengan sifat yang diamati
harus diketahui terlebih dahulu.
2.6. Pengujian dan Evaluasi
Bahan-bahan pemuliaan yang telah terpilih sebagai calon
varietas yang diharapkan disebut dengan galur harapan. Galur
harapan ini harus dievaluasi atau diuji terlebih dahulu dalam
kondisi lapangan karena proses seleksi pada umumnya dilakukan
pada lingkungan terbatas dan dengan ukuran populasi kecil.
Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah keunggulan yang
ditunjukkan sewaktu seleksi juga dipertahankan dalam kondisi
lahan pertanian terbuka dan dalam populasi besar. Selain itu, bahan
pemuliaan terpilih juga akan dibandingkan dengan varietas yang
sudah lebih dahulu dirilis. Calon varietas yang tidak mampu
mengungguli varietas yang sudah lebih dahulu dilepas, akan tidak
dilanjutkan lagi dalam proses ini. Apabila bahan pemuliaan lolos
28
tahap evaluasi, galur harapan tersebut akan dipersiapkan untuk
dilepas sebagai varietas baru.
Pengujian calon varietas baru dilakukan melalui tiga tahap
yaitu uji pendahuluan, uji daya hasil pendahuluan dan uji daya
lanjutan atau uji multi lokasi. Semakin lanjut tahap pengujian,
ukuran plot percobaan semakin besar. Uji pendahuluan dilakukan
di satu lokasi dengan melibatkan 20-50 bahan pemuliaan terseleksi.
Uji daya pendahuluan dilakukan pada beberapa lokasi dengan
melibatkan maksimum 20 bahan pemuliaan terseleksi. Uji multi
lokasi dilakukan pada beberapa lokasi dengan melibatkan
maksimum biasanya kurang dari 10 bahan pemuliaan terseleksi.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengujian
dapat digunakan Rancangan Acak Lengkap, Rancangan Acak
Kelompok, Rancangan Bujur Sangkar Latin, Rancangan Petak
Terbagi, Rancangan Kisi maupun Rancangan Augmented, sesuai
dengan situasi dan kondisi. Dalam pengujian selalu diikutsertakan
varietas kontrol sehingga yang dipilih memang lebih baik. Kriteria
seleksi yang digunakan sesuai dengan tujuan dan metode yang
digunakan. Jika seleksi dilakukan terhadap beberapa peubah maka
seleksi dilakukan secara simultan atau bertahap.
2.7. Pelepasan varietas
Pelepasan varietas baru hasil pemuliaan kepada masyarakat
(publik) diatur oleh Pemerintah. Pengaturan ini untuk melindungi
kepentingan masyarakat (publik) supaya tidak dirugikan. Calon
varietas yang akan dilepas ke publik diajukan kepada menteri
pertanian untuk disetujui pelepasannya setelah pihak yang akan
melepas memberi informasi mengenai ketersediaan benih yang
akan diperdagangkan.
Pelepasan varietas dilakukan melalui sidang pelepasan
varietas. Galur harapan yang terbukti unggul berdasarkan hasil uji
multilokasi dan memenuhi persyaratan dapat dilepas menjadi
varietas unggul. Calon varietas unggul yang lulus dalam sidang
29
pelepasan varietas dapat dilepas menjadi varietas baru. Pengakuan
pemerintah terhadap suatu varietas baru hasil pemuliaan atau
introduksi dinyatakan dalam: “Keputusan Mentri Pertanian bahwa
varietas tersebut merupakan suatu varietas unggul yang dapat
diseberluaskan.
Benih varietas unggul yang dilepas dikuasai oleh pemulia
yang merakitnya dan hak ini dinamakan "perlindungan varietas"
atau "hak pemulia" (breeder's right). Benih di tangan pemulia
disebut benih pemulia ("breeder seed") dan terbatas jumlahnya.
Benih pemulia tersedia hanya terbatas dan perbanyakannya
sepenuhnya dikontrol oleh pemulia.
2.8. Rangkuman
Tahapan pemuliaan tanaman baku melituti penentuan tujuan
program pemuliaan, penyediaan bahan pemuliaan, seleksi,
pengujian dan evaluasi dan pelepasan dan distribusi varietas unggul
baru untuk diproduksi secara massal.
2.9. Latihan
1.
Uraikan setiap tahapan kegiatan pemuliaan tanaman baku!
2.10. Glossarium
Hibridisasi
:
Frekuensi
alel
:
Penyerbukan silang antara tetua yang berbeda
susunan genetiknya dengan tujuan untuk
menggabungkan semua karakter yang baik ke
dalam satu genotipe baru, memperluas
keragaman genetik, atau membentuk varietas
hibrida.
nisbah jumlah alel yang dikaji dari semua
individu yang memiliki lokus tersebut dalam
populasi
30
Frekuensi
genotype
Frekuensi
fenotipe
:
:
Galur murni :
Varietas
:
nisbah jumlah individu dengan genotipe yang
dikaji terhadap jumlah individu dalam populasi
tersebut
nisbah jumlah individu dengan fenotipe yang
kaji terhadap jumlah individu dalam populasi
tersebut
sekelompok tanaman yang terdiri atas tanamantanaman homosigot dan seragam atau
sekelompok tanaman yang berasal dari suatu
genotipe homosigot melalui penyerbukan
sendiri.
sekelompok/populasi
tanaman
yang
mempunyai sifat-sifat khusus, serupa,stabil dan
dapat dibedakan dengan kelompok/populasi
lain dalam spesies/jenis yang sama
2.11. Daftar Pustaka
Acquaah, G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding.
Blackwell, Malsen.
Borojevic, S. 1990. Principles and Methods of Plant Breeding.
Elssevier, New York.
Chahal, GS and Gosal, SS. 2002. Principles and Procedures of
Plant Breeding. Narosa Publishing House, New Delhi.
Permentan No. 61 tahun 2011 tentang Pengujian, Penilaian,
Pelepasan dan Penarikan Varietas
31
BAB III
SUMBERDAYA GENETIK DALAM
PEMULIAAN TANAMAN
Pengantar
Pemuliaan tanaman merubah sifat tanaman agar sesuai
dengan kebutuhan manusia. Untuk merubah sifat tersebut secara
permanen dan diturunkan ke keturunannya diperlukan adanya
sumberdaya genetik. Pusat asal tanaman sangat penting bagi
pemulia untuk mencari lokasi spesies liar dari tanaman budidaya,
kerabat dekat dan gen-gen baru, khususnya gen dominan, sumber
ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik sebagai bahan baku
bagi kegiatan pemuliaan tanaman. Sumberdaya genetik tanaman
juga harus koleksi dan dilestarikan dengan baik agar pemulia
tanaman dapat mengembangkan varietas tanaman secara
berkelanjutan.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan dan mengidentifikasi pusat-pusat asal dan penyebaran
spesies, pemanfaatan dan konservasi dan pelestarian sumbedaya
genetik dunia dan Indonesia untuk memperbaiki tanaman yang
lebih unggul.
32
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Aktivitas
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1 Pembukaan
1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada
10 menit
pertemuan ini, tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pertemuan ini dan memotivasi
mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas
pembelajaran
2. Menanyakan apa yang diketahui oleh
mahasiswa tentang pusat asal, penyebaran
spesies tanaman di dunia
Langkah 2 Penyajian
1. Dosen menyajikan informasi kepada
80 menit
mahasiswa melalui bahan bacaan
2. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 5
kelompok yang terdiri atas 5 orang dalam satu
kelompok.
3. Tiap anggota tim diberikan materi yang
berbeda (sub pembahasan yang berbeda).
4. Anggota tim yang berbeda yang telah
mempelajari sub bab yang sama diminta untuk
membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka.
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap
anggota diminta untuk kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim
mereka tentang sub bab yang mereka kuasai.
6. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang
lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahasnya untuk
33
Langkah 3
10 menit
mencapai pemahaman bersama yang tepat.
7. Dosen meminta beberapa kelompok awal
untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada
seluruh kelas.
8. Dosen mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari
9. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan
refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan
ini.
10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi.
Penutup
1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk
memantapkan mahasiswa tentang sumberdaya
genetika dan hubungannya dengan pemuliaan
tanaman.
2. Dosen meminta beberapa mahasiswa
mengemukakan pertanyaan dan membahasnya.
3. Menugaskan mahasiswa untuk membaca
pustaka yang berkaitan dengan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan pada
perkuliahan minggu berikutnya.
34
3.1. Manfaat Sumberdaya Genetik Tanaman
Perubahan sifat tanaman yang permanen dan diturunkan
dapat terjadi secara evolusi dan pemuliaan tanaman. Evolusi terjadi
secara alami tanpa campur tangan manusia, sedangkan pemuliaan
terjadi akibat campur tangan manusia. Evolusi terjadi selama jutaan
tahun untuk merubah sifat tanaman agar tanaman dapat bertahan
hidup pada kondisi alami.
Pemuliaan tanaman merubah sifat tanaman agar sesuai
dengan kebutuhan manusia yang terjadi dalam beberapa tahun saja.
Kedua perubahan tersebut bekerja atas dasar perbedaan genetik dan
mengakibatkan perubahan dan menghasilkan keragaman genetik
baru. Keragaman genetik ini akan menjadi bahan baku bagi
pemulia tanaman untuk mengembangkan varietas baru sehingga
keragaman genetik ini disebut dengan sumberdaya genetik.
Sumber daya genetik tanaman, antara lain (1) bentuk
primitif tanaman budi daya dari genus yang sama, (2) strain liar di
habitat asli dari tanaman budi daya, (3) varietas lokal, (4) varietas
lama yang tidak terpakai lagi dan galur yang dihasilkan oleh
pemulia yang tidak memiliki nilai komersial, tetapi masih memiliki
gen yang berguna untuk pemuliaan tanaman, dan (5) genetic stock,
yaitu aksesi plasma nutfah yang mengandung gen-gen berguna
untuk membentuk varietas modern melalui pemuliaan tanaman.
Ketika pemulia ingin memperbaiki tanaman, mereka akan
mencari sumberdaya genetik yang akan menyediakan gen-gen yang
diinginkan untuk menjalankan program pemuliaan tanaman.
Strategi yang ditempuh adalah mencari sumberdaya genetik
tanaman tersebut yang tersedia di negaranya, jika belum ada, maka
maka tanaman tersebut dapat diperoleh dari pusat asal atau pusat
keragaman jenis tanaman tersebut.
Pusat asal tanaman sangat penting bagi pemulia untuk
mencari lokasi spesies liar dari tanaman budidaya, kerabat dekat
dan gen-gen baru, khususnya gen dominan, sumber ketahanan
terhadap cekaman biotik dan abiotik. Pusat asal tanaman juga
35
penting diketahui untuk menghindari erosi genetik, kehilangan
sumberdaya genetik akibat kehilangan ekotipe dan kultivar local
(landraces), kehilangan habitat, dan peningkatan urbanisasi. Oleh
karena itu sumberdaya genetik tanaman harus koleksi dan
dipelihara dengan baik agar pemulia tanaman dapat
mengembangkan varietas tanaman secara berkelanjutan.
Konservasi sumberdaya genetik dapat dilakukaan dengan
pendekatan konservasi ex situ dan in situ. Dalam konservasi ex situ,
sampel-sampel sumberdaya genetik berupa biji, stek, kultur in vitro
dan lain-lain dikonservasi di gen bank gen secara in vivo atau
secara in vitro. Konservasi in vivo dilakukan dengan cara
mengumpulkan dan memeliharanya di lapangan secara terisolasi.
Sedangkan konservasi in vitro dilakukan dengan menyimpan
jaringan atau sel bahkan gen dan genom sebagai pustaka DNA.
Jaringan yang tidak terdiferensiasi dapat disimpan untuk periode
waktu yang lama pada suhu rendah (-1960C) dalam nitrogen (N2)
cair melalui cryopreservasi. Konservasi in situ dilakukan pada
tempat asal spesies tanaman tersebut yang dipelihara secara alami.
Sumberdaya genetik dunia dikelola oleh badan
International Plant Genetic Resource Institute (IPGRI) di Roma.
Sedangkan pengelolaan sumberdaya genetik di Indonesia
dipercayakan kepada Komisi Nasional Plasma Nutfah (KNPN).
Sumberdaya genetik Indonesia secara fisik dikoleksi dan
dikonservasi di Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya
Genetik Pertanian (BB-BIOGEN) di Cimanggu, Bogor dan juga di
beberapa lembaga lainnya sesuai dengan komoditas tanaman. Padi
dikoleksi di Balai Besar Penelitaian Padi (BB-Padi) Sukamandi.
3.2. Pusat Asal dan Keragaman Tanaman
Pusat asal suatu tanaman merupakan daerah geografi tempat
tanaman tersebut berasal. Pusat keragaman merupakan tempat
dimana keragaman genetik diantara genotipe dari varietas yang
dibudidaya dan kerabat dekat dan spesies liarnya sangat tinggi.
36
Nikolai Ivanivich Vavilov (N.I. Vavilov) mengumpulkan
berbagai tanaman dari berbagai negara di dunia kemudian
dipelajari penyebaran berbagai tanaman budidaya di dunia, jumlah
varietas didalam satu spesies, keragaman sifat tertentu, frekwensi
dan penyebaran gen untuk sifat tertentu, munculnya sifat-sifat
dalam merespon perubahan lingkungan dan lain-lain. Berdasarkan
penelitiannya diusulkan delapan pusat dan tiga subpusat asal
tanaman budidaya (Gambar 3.1).
Gambar 3.1. Pusat asal Tanaman menurut Vavilov
Vavilov menyarankan bahwa pusat keragaman suatu spesies
sebagai pusat asal suatu tanaman. Pandangan tersebut telah
dibantah karena beberapa tanaman memiliki lebih dari satu pusat
keragaman dan beberapa tanaman lainnya memiliki satu pusat
keragaman, tetapi tidak berada pada daerah yang banyak spesies
liarnya. Hal ini dijelaskan dengan asumsi bahwa tanaman tersebut
sudah lama sekali dibawa oleh manusia ke daerah baru, dan
keragaman genetik terus meluas sehingga menghasilkan keragaman
genetik yang tinggi diantara koleksi. Vavilov menamakan daerah
tempat asal domestikasi dan memiliki keragaman maksimum
sebagai pusat primer dan daerah tempat keragaman terus
terbentuk setelah domestikasi sebagai pusat sekunder. Dengan
demikian, pusat asal dan pusat keragaman suatu tanaman bisa sama
37
atau berbeda. Sebagai contoh, pusat primer jagung adalah Mexico
tetapi pusat sekunder dari jagung pulut telah berkembang di Cina.
Tabel 3.1. Pusat asal Tanaman menurut Vavilov
Pusat asal
Contoh Tanaman Budidaya
I
Cina
Kedelai, lobak, kayu manis,
bawang merah, jeruk, buckwheat,
millet
IIA India (India, Assam Padi, jute, kenaf, kapas, tebu, taro,
dan Burma)
yam, mangga, timun, jeruk
IIB Indo-Malaya (Indo- Pisang, kelapa,jeruk, tebu, yam
Cina dan kepulauan
Malaya)
III
Asia
Tengah Almond, cantaloupe, flax, lentil,
(Punjab, Khasmir, bunga matahari, gandum roti,
Afganistan,
bayam, anggur.
Tadzhikistan,
Uzbekistan
Barat
dan Tian-shan Barat)
IV
Timur Dekat (Asia Alfalfa, apel, kol, rye, barley
Kecil,
chickpea, melon, pear, cheri,
Transcaucasia, Iran walnuts, gandum, wijen, lobak,
dan dataran tinggi kurma
Turki)
V
Mediterania
Celery, chick pea, gandum
makaroni, pipermint
VI
Ethiopia
Kopi, jarak, sorgum, barley, flax,
lentil, gandum tetraploid, kol,
bawanng merah
VII Meksiko Selatan dan Jagung, lima bean, pepaya, kapas
Amerika Tengah
ladang, curcubita (labu dll),
kakao, ketela, cabe, alpokat
VIII Amerika
Selatan Lima bean, kentang, ketela,
(Peru-Equadortembakau, tomat, jambu biji
Bolivia)
VIIIa Chili
Kentang
VIIIb Brazilia-Paraguay
Kakao, kacang tanah, nenas,
karet, singkong, pala
38
Analisis keragaman tanaman berdasarkan pola geografi
akan membantu pemulia untuk memilih wilayah untuk eksplorasi
sumberdaya genetik dan merakitnya kedalam program pemuliaan
tanaman. Dalam rangka mengefisienkan pemanfaatan sumbedaya
genetik tanaman tersebut perlu diketahui hubungan kerabatan
antara spesies dan genusnya. Vavilov memformulasikan Hukum
Seri Homolog (1920). Ada kemiripan pola keragaman antar spesies
yang berkerabat. Suatu karakter ditemukan dalam satu spesies, hal
yang sama ditemukan juga pada spesies lain kerabat dekatnya.
Dengan demikian kita dapat menduga kemunculan bentuk-bentuk
pada spesies dan genus lainnya. Kemiripan ini disebabkan oleh
adanya gen yang identik atau gen yang mirip ada pada kerabat
dekat dari spesies tersebut. Hukum ini menjadi petunjuk bagi
pemulia untuk mengakumulasikan gen-gen yang diinginkan dan
merakit kedalam suatu tanaman. Jika gen ada dalam suatu spesies,
kita dapat menduga akan ada juga gen tersebut pada spesies
kerabatnya atau dapat dirakit secara buatan melalui pemuliaan
mutasi atau hibridisasi.
Konsep pusat asal tanaman yang diusulkan Vavilov telah
direvisi beberapa kali. Penetapan asal tanaman yang lebih komplek
dijelaskan J.R. Harlan (1971) dengan menggunakan istilah pusat
asal dan pusat bukan asal. Pusat asal merupakan suatu daerah
geografi terbatas dimana tanaman telah didomestikasi dan dari
daerah tersebut tanaman menyebar ke daerah lain di dunia. Pusat
bukan asal merupakan daerah geografi yang luas dimana tanaman
mungkin telah didomestikasi secara bersamaan pada daerah-daerah
yang berbeda (Tabel 3.2.)
39
Tabel 3.2. Pusat dan bukan pusat asal beberapa spesies tanaman
budidaya yang diusulkan Harlan
Pusat
Bukan Pusat
A1 Timur Dekat
A2 Afrika
Oat
Sorgum
Kol
Okra
Smooth bromegrass
Sudangrass
Flax
Kelapa sawit
Cherry
Semangka
B1
Cina
Padi
Kedelai
Rapeseed
Peach
Timun
B2
Asia Tenggara dan Pasifik
Jackbean
Terong
Kelapa
Tebu
Pisang
C1
Mesoamerika
Jagung
Labu
Kapas ladang
Bunga matahari
Nenas
C2
Amerika Selatan
Kacang Tanah
Tembakau
Lima bean
Lada
3.3. Konsep Gen Pool
Suatu spesies tanaman budidaya akan membentuk satu gen
pool dengan spesies tumbuhan liar leluhurnya (asal
domestikasinya). Harlan dan de Wet (1971) mengusulkan konsep
gen pool agar penggunaan sumberdaya genetik lebih efektif.
Tanaman dalam koleksi sumberdaya genetik yang memiliki kerabat
jauh dengan tanaman budidaya akan semakin sulit untuk
direkombinasikan.
Keseluruhan keragaman genetik diklasifikasikan pada
tingkat yang berbeda, yaitu gen pool primer (GP-1), sekunder (GP2) dan tersier (GP-3). Persyaratan keanggotaan suatu pool gen ialah
40
tingkat kemampuan menghasilkan turunan yang fertile dari hasil
perkawinannya.
Bila persilangan antara dua individu akan terbentuk biji
normal (menghasilkan turunan fertil), bersegregasi dan
berrekombinasi sehingga memungkinkan pemindahan gen melalui
kegiatan pemuliaan, maka kedua individu tersebut membentuk pool
gen I. Contohnya, tanaman budidaya dan juga ras liar. Bila hasil
persilangan umumnya steril namun masih mempunyai tingkat
fertilitas tertentu walaupun kecil maka kedua individu tersebut
termasuk ke dalam pool gen II. Bila tanpa bantuan teknik
laboratorium tertentu tidak mungkin mendapatkan individu fertil
dari turunan hasil persilangan antar dua individu tersebut, maka
kedua spesies tersebut masuk ke dalam pool gen III. Pada Tabel
3.3. disajikan daftar tanaman dengan GP-I dan GP-II nya
Tanaman
Budidaya
Gen Pool I
Tumbuhan Liar
Leluhur
Tumbuhan liar,
hibridisasi dengan derajad
fertilitas rendah
Tumbuhan liar,
hibridisasi tidak fertil
Gambar 3.2. Konsep gen pool yang menghunbungkan tanaman
budidaya dengan kerabat liarnya
41
Tabel 3.3. Gen Pool I dan Gen Pool II sejumlah tanaman.
Tanaman
Padi
Asia
Afrika
Jagung
Tingkat
ploidi
GP-I
Subspesies
terbudidaya
GP-II
Subspesies liar
2x
2x
2x
Oryza sativa
O. glaberima
Zea mays
O. rufipogon
O. barthii
Z. Mexicana
Kedelai
Gandum
Einkorn
2x
Glycine max
G. ussuriensis
2x
T. boeoticum
Emmer
4x
Triticum
monococcum
T. dicoccum
Timopheevi
4x
T. timopheevi
T. araraticum
6x
T. X. aestivum
Rye
2x
Secale cereale
S. cereal
Barley
2x
Hordium vulgare
Sorghum
2x
Sorghum bicolor
H.
sapontanicum
S. bicolor
Roti
T, dicoccoides
Tidak ada
Oryza spp
Oryza spp
Trypsacum spp
Z. perennis
Tidak ada
Triticum, Secale,
Aegilops
Trticum, Secale,
Aegilops
Triticum, Secale,
Aegilops
Triticum, Secale,
Aegilops
Triticum, Secale,
Aegilops
Tidak ada
S. halepense
Sumber : Harlan (1975)
3.4. Pusat-pusat Penelitian International yang mengkoleksi
SDG
-
-
-
AVRDC (Asian Vegetable Research and Development
Center), di Shanhua, Taiwan (untuk tanaman kubis cina,
mungbean, cabe, tomat dan kedelai).
CIMMYT (International Center for Maize and Wheat
Improvement) di Mexico (untuk tanaman jagung, tricale,
dan gandum) http://www.cimmyt.org.
CIAT (International Center for Tropical Agriculture) di
Cali, Colombia (untuk tanaman dry bean, singkong, padi,
rumput
makanan
ternak
tropis)
http://www.ciat.cgiar.org/inicio_in.htm.
42
-
-
-
-
-
-
CIP (International Potato Center) di Lima, Peru (untuk
tanaman kentang, ketela) http://www.cipotato.org.
ICARDA (International Center for Agricultural Research in
the Dry Areas), di Aleppo, Syiria (untuk tanaman barley,
chikpea, faba bean, rumput makanan ternak tropis, lentil,
gandum) http://www.icarda.cgiar.org.
ICRISAT (International Crps Research Institute for SemiArid Tropic) di Patancheru, Andhra Pradesh, India (untuk
tanaman chickpea, millet, kacang tanah, pigeonpea,
sorgum).
IITA (International Institute of Tropical; Agriculture) di
Ibadan, Nigeria (untuk tanaman singkong, cocoyam,
cowpea, lima bean, jagung, pigeonpea, padi, kedelai, ketela,
winget bean dan yam).
INTSOI (International Soybeasn Institute) di Urbana,
Illinois. Untuk Tanaman kedelai
IPGRI– International Plant Genetic Resources Institute
IPGRI mempunyai mandat untuk memajukan konservasi
dan keanekaragaman genetik. http://www.ipgri.cgiar.org
IRRI (International Rice Research Institute) di Los Banos,
Laguna,
Philipina
(Untuk
tanaman
padi)
http://www.irri.org.
PIS (Plant Introduction Station) di Beltsville, Martland,
USA (yang mengkoleksi Kacang Tanah)
3.5. Pusat Penelitian beberapa tanaman di Indonesia
-
-
BB-BIOGEN : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Tanaman
Pertanian, di Cimanggu Bogor.
BB-Padi : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, di
Sukamandi, Jawa Barat
BALITKABI: Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-Umbian di Malang Jawa Timur
43
-
3.6.
BALITJAS: Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia
di Maros, Sulawesi Tenggara (mengkoleksi Tanaman
Jagung dan Gandum)
BALITSA; Balai Penelitian Tanaman Syuran, di Lembang,
Jawa Barat
BALITBU: Balai Penelitian Tanaman Buah-buahan, di
Solok, Sumatera Barat.
BALITHI; Balai penelitian Tanaman Hias, di Segunung,
Cipanas jawa Barat
PPKS; Pusat Penelitian Tanaman Kelapa Sawit, di Marihat,
Sumatera Utara,
Pusat Penelitian Tanaman Karet, Sembawa, Sumatera
Selatan
BALITRO; Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obatobatan, di Cimanggu Bogor
Balai Penelitian Kopi dan Kakao di Jember Jawa Timur
Rangkuman
Sumber daya genetik tanaman, antara lain (1) bentuk
primitif tanaman budi daya dari genus yang sama, (2) strain liar di
habitat asli dari tanaman budi daya, (3) varietas lokal, (4) varietas
lama yang tidak terpakai lagi dan galur yang dihasilkan oleh
pemulia yang tidak memiliki nilai komersial, tetapi masih memiliki
gen yang berguna untuk pemuliaan tanaman, dan (5) genetic stock,
yaitu aksesi plasma nutfah yang mengandung gen-gen berguna
untuk membentuk varietas modern melalui pemuliaan tanaman.
Pusat asal suatu tanaman merupakan daerah geografi tempat
tanaman tersebut berasal. Pusat keragaman merupakan tempat
dimana keragaman genetik diantara genotipe dari varietas yang
dibudidaya dan kerabat dekat dan spesies liarnya sangat tinggi.
44
3.7.
Latihan
1. Jelaskan apa manfaat sumberdaya genetik bagi pemulia
tanaman!
2. Apa beda pusat asal dan pusat keragaman tanaman?
3. Jelaskan konsep gen pool?
4. Cari pusat keragaman (origin of diversity, Vavilov) untuk
tanaman menyerbuk sendiri 10 spesies tanaman dan untuk
tanaman menyerbuk silang 10 spesies tanaman, untuk tanaman
membiak secara vegetative 10 spesies tanaman,
3.8.
Glossarium
Pusat asal
:
Pusat bukan :
asal
3.9.
suatu daerah geografi terbatas dimana tanaman
telah didomestikasi dan dari daerah tersebut
tanaman menyebar ke daerah lain di dunia.
daerah geografi yang luas dimana tanaman
mungkin telah didomestikasi secara bersamaan
pada daerah-daerah yang berbeda
Daftar Pustaka
Harlan J.R and de Wet J.M.J., 1971. Toward a rational
classification of cultivated plants. Taxon, 20: 509-517
Harlan J.R. 1975. Crops and Man. American society of Agronomy,
Crops Science Socioty of Amarica. Madison Wisconsin.
Sitaresmi, T., Wening, RH., Rakhmi, AT., Yunani, N dan Susanto,
U. 2013. Pemanfaatan Plasma Nutfah Padi Varietas Lokal
dalam Perakitan Varietas Unggul. Iptek Tanaman Pangan.
8(1): 22-30.
Vavilov, NI. 1951. The origin, variation, imunity and breeding of
cultivated plants. In selecting writing of NI Vavilov.
Translation by K. Stass Chaster, Chonica Botanic.
12(1/6). 364 pp.
45
BAB IV
REPRODUKSI TANAMAN
Pengantar
Umumnya spesies tanaman agronomi termasuk kedalam
angiospermae. Angiospermae merupakan tanaman berpembuluh
yang menghasilkan biji yang tertutup dalam ovary dewasa, yaitu
buah. Buah berasal dari bunga. Ada dua kelompok angiospermae,
yaitu monokotil dan dikotil. Hampir semua angiospermae memiliki
penampilan reproduktif sama, tetapi ada juga species yang
memiliki cara reproduksi yang berbeda. Cara reproduksi tananaman
akan mempengaruhi metode pemuliaan tanaman. Bab ini akan
diselesaikan dalam dua kali pertemuan tatap muka atau 2 x 100
menit.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang
mekanisme pewarisan sifat dan anatomi bunga, proses reproduksi
sexual yang menyangkut penyerbukan, pembuahan, dan
perkembangan biji. Mendiskusikan reproduksi asexual dan
implikasi cara reproduktif untuk dimanfaatkan dalam menyusun
strategi pemuliaan tanaman.
46
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Aktivitas
Perkuliahan
(200 menit)
Langkah 1 Pembukaan
1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada
20 menit
pertemuan ini.
2. Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran pada
pertemuan ini.
3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk terlibat
dalam aktivitas pembelajaran
Langkah 2 Penyajian
160 menit 1. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4
kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu
kelompok.
2. Tiap anggota tim diberikan materi yang
berbeda (sub pembahasan yang berbeda).
3. Anggota tim yang berbeda yang telah
mempelajari sub bab yang sama diminta untuk
membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka.
4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap
anggota diminta untuk kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim
mereka tentang sub bab yang mereka kuasai.
5. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang
lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahsanya untuk
mencapai pemahaman bersama yang tepat.
6. Dosen meminta beberapa kelompok awal
untuk mempresentasikan hasil diskusi pada
semua mahasiswa dalam satu kelas.
7. Dosen memberi evaluasi
47
Langkah 3
20 menit
8. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan
refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan
ini.
9. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi.
Penutup
1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk
memantapkan mahasiswa tentang reproduksi
tanaman dan hubungannya dengan pemuliaan
tanaman.
2. Dosen meminta beberapa mahasiswa
mengemukakan pertanyaan dan membahasnya.
3. Dosen memberi tugas kepada mahasiswa untuk
untuk dikumpulkan minggu depan
48
4.1. Pengaruh Cara Reproduksi
Pemuliaan Tanaman
Tanaman
terhadap
Pemulia tanaman perlu mengetahui sistem reproduksi
tanaman. Struktur genetik tanaman tergantung pada cara
reproduksinya. Metode pemuliaan umumnya dipilih agar struktur
genetik alami dari spesies masih dipertahankan dalam budidaya.
Jika tidak, maka dibutuhkan upaya khusus untuk mempertahankan
varietas baru dikembangkan dalam budidaya. Pada spesies
berbunga, diperlukan hibridisasi buatan untuk melakukan studi
genetik untuk memahami pewarisan sifat yang diharapkan, dan
untuk transfer gen-gen yang diingnkan dari satu tetua ke tetua yang
lain. Untuk mencapai hal ini, pemulia perlu benar-benar memahami
biologi bunga dan faktor lain yang berhubungan dengan
pembungaan dalam spesies. Hibridisasi buatan memerlukan kontrol
penyerbukan yang efektif sehingga hanya serbuk sari yang
diinginkan saja diperbolehkan terlibat dalam persilangan. Untuk
tujuan ini, pemulia perlu memahami perilaku reproduksi dari
spesies. Pengendalian penyerbukan sangat penting untuk industri
benih hibrida. Cara reproduksi juga menentukan prosedur untuk
perbanyakan dan pemeliharaan varietas yang dikembangkan oleh
pemulia tanaman.
4.2. Mekanisme Pewarisan Sifat
Pemuliaan tanaman memanfaatkan mekanisme pewarisan
sifat dalam mengembangkan dan mempertahankan varietas.
Karakteristik yang dapat diamati dan penampilan dari varietas (dari
tanaman), fenotipenya, merupakan akibat dari genotipe dari
varietas, yang dipengaruhi oleh lingkungan. Dengan kata lain,
fenotipe merupakan fungsi dari interaksi antara genotipe dan
lingkungan.
Fenotipe = f (genotipe x lingkungan)
49
Agar pemuliaan tanaman efektif dan efisien maka
pengetahuan tentang mekanisme pewarisan sifat yang
mempengaruhi genotipe yang perlu diketahui diantaranya,
pembelahan inti dan kromosom dan cara reproduksi tanaman.
Setiap inti sel mengandung material genetik sel, yaitu DNA
yang terletak dalam kromosom. Molekul DNA berasosiasi dengan
protein-pritein khusus (histon), dan juga enzim-enzim yang terlibat
dalam replikasi DNA, kesemuanya ini terbungkus menjadi
kromosom.
Sel somatik (bukan sel kelamin) berada dalam keadaan
diploid (2n), mengandung dua set genom dasar (haploid) (1n atau
x). Jumlah kromosom bervariasi antar spesies; tetapi jumlah
kromosom (2n dalam sel tubuh dan 1n dalam sel kelamin) dalam
satu spesies tetap konstan.
Gambar 4.1. Perbandingan Mitosis dan Meiosis
50
Mitosis merupakan satu fase dari siklus sel. Mitosis
dibedakan menjadi empat tahapan pembelahan., yaitu Profase,
Metafase, Anafase dan Telofase (PMAT). Selama pembelahan sel,
DNA mengalami pengandaan dan terdistribusi ke dalam inti sel
anak. Jumlah kromosom dalam inti sel anak tergantung pada proses
pembelahan inti. Ada dua proses pembelahan inti untuk
menghasilkan pembentukan sel baru, yaitu mitosis dan meiosis
(Gambar 4.1).
Mitosis merupakan pembelahan yang sama, menghasilkan
dua sel anak yang secara genetik sama dengan sel induknya. Sel
tubuh dihasilkan melalui pembelahan mitosis. Meiosis mengurangi
jumlah kromosom. Menghasilkan sel anak haploid. Sel kelamin
dibentuk melalui meiosis. Setiap proses melibatkan pengandaan
dan pemindahan kromosom ke sel anak.
4.3. Reproduksi Sexual
Reproduksi diperlukan untuk perbanyakan individu baru.
Reproduksi satu spesies tanaman dapat terjadi secara sexual,
asexual, atau keduanya. Sexual memerlukan penyatuan gamet
untuk menghasilkan generasi baru. Asexual merupakan
perbanyakan yang terjadi tanpa tahapan gametofitik.
4.3.1. Jenis Bunga
Alat reproduksi seksuak adalah bunga. Secara umum, bunga
terdiri dari empat bagian, yaitu kelopak bunga, mahkota bunga,
stamen dan pistil (Gambar 4.2). Mahkota bunga merupakan bagian
bunga yang besar dan berwarna cerah, kelopak ukurannya lebih
kecil dari mahkota, biasanya berwarna hijau. Kelopak bunga dan
mahkota bunga bukan merupakan alat reproduksi pada tanaman,
tetapi hanya stamen dan pistil yang merupakan alat reproduksi pada
tanaman.
51
Gambar 4.2. Struktur Bunga
Stamen bisanya tersusun dari benang sari yang menyokong
kepala sari, di dalam kepala sari terdapat serbuk sari. Pistil
merupakan alat kelamin betina pada tanaman, dimana pada bagian
dasarnya membesar dan mengandung ovary, sebagai tempat
terbentuknya biji kemudian memanjang sebagai tabung pistil dan
diujungnya terdapat stigma, sebagai tempat jatuhnya serbuk sari.
Pada spesies rumput-rumputan, organ reproduktif bunga dilindungi
oleh lemma dan palea, seperti pada padi.
Tipe bunga mempengaruhi teknik yang digunakan untuk
mengontrol penyerbukan dalam mengembangkan varietas dan
memelihara kemurnian genetik dari varietas. Tipe bunga dapat juga
digunakan untuk mengidentifikasi tanaman. Bunga dapat
diklasifikasikan dua pasang katagori, yaitu bunga lengkap dan
bunga tidak lengkap atau bunga sempurna dan bunga tidak
sempurna.
Bunga tanaman tergolong bunga lengkap apabila
mempunyai ke empat bagian bunga (yaitu kelopak bunga, mahkota
bunga, stamen dan pistil) dan bunga tidak lengkap apabila tidak ada
salah satu bagian bunga tersebut. Bunga sempurna atau bunga
biseksual, merupakan bunga yang apabila stamen dan pistil terletak
52
dalam satu bunga yang sama. Apabila pistil dan stamen tidak
terletak dalam satu bunga maka dikatakan bunga tidak sempurna
atau uniseksual, bunga tidak sempurna bisa bunga pistilet (bunga
betina saja) atau bisa bunga staminat (bunga jantan saja).Umumnya
tanaman dari family legum (Leguminosae atau Fabaceae) memiliki
bunga lengkap, sedangkan tanaman dari family rumput-rumputan
(Gramineae atau Poaceae) memiliki bunga tidak lengkap.
Table 4.1 Contoh tanaman yang memiliki bunga lengkap dan tidak
lengkap
Bunga Lengkap Bunga Tidak Lengkap
Kedelai
Jagung
Kapas
Sorghum
Kentang
Padi
Bunga Matahari Gandum
Table 4.2. Contoh tanaman yang memiliki bunga sempurna dan
tidak sempurna
Bunga Sempurna Bunga tidak sempurna
Kedelai
Jagung
Kapas
Padi liar
Kentang
Singkong
Anggur
Labu
Bunga Matahari
Table 3.3. Contoh tanaman monoecious dan dioecious
Monoecious Dioecious
Jagung
Barley
Singkong
Salak
Padi liar
Kurma
Pala
Pepaya
53
Istilah monosious dan disious berasal dari bahasa latin. Mono =
satu dan di = dua, ecious bahagian dari kata yang diterjemahkan
menjadi “rumah”.
4.3.2. Pembentukan Gamet
Reproduksi seksual melibatkan tiga proses penting, yaitu
(1) pembentukan gamet, (2) penyerbukan dan (3) pembuahan.
Pembentukan gamet disebut juga gametogenesis. Proses
gametogenesis ada dua, yaitu (1) pembentukan gamet jantan
(mikrosporogenesis) dan (2) pembentukan gamet betina
(megasporogenesis), keduanya melibatkan proses meiosis.
Mikrosporogenesis terjadi di dalam antera. Di dalam antera
banyak sekali sel mikrospora yang disebut juga Serbuk sari
Mother Cell (PMC). Satu sel induk mikrospora yang diploid di
dalam antera membelah secara meiosis, pada pembelahan pertama
membentuk sepasang sel haploid. Pembelahan meiosis kedua
menghasilkan empat mikrospora yang haploid yang berkembang
menjadi serbuk sari .
Setiap serbuk sari mengalami pembelahan inti secara
mitosis yang tidak disertai pembelahan sitoplasma menghasilkan
satu sel yang mengandung dua inti haploid, yang satu inti menjadi
inti vegetatif dan satu lagi menjadi inti generatif. Biasanya, pada
tahap ini serbuk sari terlepas dari antera dan jatuh di kepala putik
dan mulai berkecambah dengan tumbuhnya tabung sari yang
menembus masuk ke dalam tangkai putik. Inti generatif membelah
secara mitosis tanpa disertai pembelahan sitoplasma menghasilkan
dua inti gamet jantan, sedangkan inti vegetatif tumbuh menjadi inti
tabung yang akan mengantarkan kedua inti generatif menuju ke
mikrofil untuk pembuahan.
Megasporogenesis terjadi terjadi di dalam ovul. Di dalam
setiap ovul terdapat satu sel induk megaspora atau disebut juga
Megaspore Mother Cell (MMC) yang diploid membelah secara
meiosis, pada pembelahan pertama menghasilkan sepasang sel
54
haploid. Pembelahan meiosis kedua menghasilkan empat
megaspora yang haploid yang tersusun dalam deret lurus (tetrad
linier), tetapi tiga diantaranya mengalami degenerasi. Satu
megaspora yang tersisa mengalami tiga kali pembelahan kromosom
secara mitosis yang tidak disertai pembelahan sitoplasma
menghasilkan sebuah sel besar (kantong embrio) dengan delapan
inti haploid. Kantong embrio ini dikelilingi oleh integumen. Pada
salah satu ujung kantong embrio yang dikelilingi oleh integumen
terdapat satu lubang yang disebut mikrofil sebagai tempai
masuknya tabung sari.
Tiga inti haploid dari delapan ini terletak dekat mikrofil,
yang satu menjadi inti telur (gamet betina = n), dan dua lainnya
mengapit inti telur yang disebut sinergid. Tiga inti lainnya terletak
pada ujung kantong embrio yang berlawanan dengan mikrofil yang
disebut sebagai antipodal dan kemudian mengalami degenerasi.
Dua inti yang lain yang disebut inti polar tetap tinggal di tengah
kantong embrio menyatu menjadi endospema yang diploid (2n).
4.3.3. Penyerbukan dan pembuahan
Penyerbukan terjadi ketika serbuk sari (dari bunga jantan)
menempel pada kepala putik yang reseptif (dari bunga betina),
yang dapat terjadi secara alami atau dengan bantuan. Proses proses
mulai lepasnya serbuk sari dari antera, kemudian melekat ke kepala
putik (stigma) sampai tumbuh tabung sari di dalam tangkai putik
hingga terjadi pembuahan, disebut penyerbukan. Pembuahan
mensyaratkan gamet jantan dan gamet betina menyatu untuk
membentuk zigot. Gamet tersebut bisa berasal dari tanaman yang
sama atau tanaman yang berbeda.
Ada dua jenis proses penyerbukan dalam reproduksi
seksual. Penyerbukan Sendiri, yaitu biji berkembang dari
penyatuan gamet jantan dan betina yang dihasilkan pada tanaman
atau klon yang sama. Penyerbutan Silang, yaitu biji berkembang
dari penyatuan gamet yang dihasilkan pada tanaman yang berbeda.
55
Tanaman dapat diklasifikasikan sebagai menyerbuk sendiri atau
silang berdasarkan pada proses produksi bijinya mana yang lebih
sering.
Tabung sari menembus mikrofil dan melepaskan dua sel
sperma masing-masing n kromosom dari tabung sari ke dalam
kantong embrio, satu sel sperma (n) menyatu dengan sel telur (n)
membentuk zygot 2n, proses ini dinamakan dengan pembuahan.
Zigot membelah secara mitotik menghasilkan embrio biji.
Gambar 4.3. Siklus Hidup Tanaman dan Pembentukan Kantong
embrio dalam ovul dan serbuk sari dalam antera
Embrio pada saat perkecambahan biji akan tumbuh menjadi
tanaman baru. Sel sperma (n) yang satu lagi menyatu dengan dua
inti polar di dalam kantong embrio membentuk sel 3n, yang
selanjutnya mengalami mitosis menghasilkan endosperm. Lapisan
paling luar dari sel endosperm disebut aleuron. Endosperm
merupakan jaringan tempat pati, minyak atau protein disimpan
sebagai cadangan makanan. Cadangan makanan yang disimpan di
dalam endosperm ini akan digunakan sebagai makanan bagi
perkecambahan embrio biji dan bagi pertumbuhan awal tanaman.
56
Proses penyatuan dua sel sperma dengan sel telur dan inti polar di
dalam kantong embrio disebut dengan pembuahan ganda.
4.4.Tanaman Menyerbuk Sendiri dan Menyerbuk Silang
Tanaman dikelompokkan menjadi tanaman menyerbuk
sendiri atau menyerbuk silang berdasarkan sumber polen yang
membuahi sel telur di dalam kontong embrio. Sebenarnya
pengelompokan tanaman menjadi berpenyerbukan sendiri dan
silang adalah relatif, karena didasarkan pada apakah tanamaan
tersebut secara alami lebih sering menyerbuk sendiri atau
menyerbuk silang.
Pengetahuan tentang mekanisme penyerbukan suatu spesies
sangat penting karena akan menentukan tipe varietas yang akan
dibentuk dan metode pemuliaaan yang akan digunakan dalam
mengembangkan varietas tersebut. Produksi benih hibrida akan
lebih mudah pada tanaman menyerbuk silang dibandingkan dengan
pada tanaman menyerbuk sendiri. Pembentukan galur homozigot
terjadi secara alami pada tanaman menyerbuk sendiri, tetapi untuk
mendapatkan genotipe homozigot pada tanaman menyerbuk silang
harus dengan dibuat pesilangan sendiri oleh manusia.
Pada tanaman menyerbuk sendiri tipe varietas yang akan
dibentuk adalah galur murni. Galur murni adalah galur yang secara
genetik seragam dan dan stabil sehingga keseragaman tersebut
dapat diturunkan ke generasi selanjutnya. Galur murni terdiri dari
keturunan dari tanaman homozigot dan semua individu homozigot
untuk semua lokus dan mempunyai genotipe yang sama, sehinga
tidak ada keragaman genetik antar individu dari keturunan tersebut.
4.4.1.Tanaman Menyerbuk Sendiri
Tanaman menyerbuk sendiri adalah tanaman yang kepala
putiknya diserbuki oleh polen yang berasal dari pohon tanaman itu
sendiri. Pembuahan yang terjadi karena penyatuan sperma dan telur
57
pada tanaman yang sama disebut pembuahan sendiri (disebut juga
autogamy). Tanaman bisa menyerbuk sendiri karena secara genetik
self-compatible (cocok antara polen dan putik) dan waktu
merekahnya serbuksari terjadi ketika bagian-bagian bunga masih
menghalangi putik dari penyerbukan silang. Faktor yang
mendukung terjadinya penyerbukan sendiri adalah bunganya
bersifat biseksual (organ jantan dan betina terletak dalam satu
bunga), homogami (benang sari dan kepala putik pada biseksual
masak pada waktu bersamaan), dan kleistogami (penyerbukan pada
bunga biseksual terjadi sebelum mahkota bunga membuka).
Beberapa mekanisme yang menyebabkan tanaman
menyerbuk sendiri secara alami tidak bisa menyerbuk silang
adalah: (1) bunga tidak membuka, (2) stigma reseptif dan polen
merekah sebelum bunga terbuka, yang disebut dengan cleistogamy,
seperti pada padi (3) stigma dan stamen tersembunyi oleh organorgan bunga yang lain setelah bunga terbuka, seperti pada kacang
panjang dan kacang tanah, stigma dan stamen tersembunyi di
dalam dua petal yang berada di bawahnya yang disebut lunas (4)
stigma dilindungi oleh antera, seperti pada tomat.
Beberapa contoh tanaman menyerbuk sendiri
Kacang tanah
Tembakau
Kopi
Kacang kapri
Kentang
Tomat
Chili
Barley
Padi
Gandum
Terong
Cabe
Kedelai
Buncis
Jeruk
Dll
4.4.2. Tanaman Menyerbuk Silang
Tanaman menyerbuk silang adalah tanaman yang kepala
putiknya diserbuki oleh polen dari pohon tanaman yang berbeda.
Organ kelamin jantan dan organ kelamin betina terletak pada
bungan yang berbeda, dalam satu tanaman atau lain tanaman.
Penyerbukan alami dapat terjadi karena bantuan angin (anemofili),
serangga (entomofili), air (hidrofili) dan hewan (zoofili). Penyatuan
58
sperma dan telur dari tanaman yang berbeda disebut pembuhan
silang (disebut juga allogamy).
Mekanisme yang menyebabkan tanaman menyerbuk silang
secara alami tidak bisa menyerbuk sendiri adalah: (1) hambatan
mekanis untuk menyerbuk sendiri, seperti heterostyle atau
heteromorfi (panjang pendeknya kepala putik dan tangkai sari tidak
sama (2) Dikhogami, (perbedaan waktu matangnya polen dan
stigma), seperti polen lebih dulu matang sebelum stigma reseptif
yang disebut dengan protandry atau sebaliknya stigma duluan
reseptif sedangkan polen belum matang yang disebut dengan
protogyny (3) adanya bunga monoecious yaitu bunga betina dan
bunga jantan letaknya terpisah tetapi masih pada satu pohon
tanaman seperti pada kelapa sawit dan jagung dan diocious, yaitu
bungan betina dan bunga jantan berada pada pohon yang berbeda
seperti pada salak pondoh dan pepaya dan (4) self-sterility (bunga
jantan tidak berfungsi karena jantan mandul atau selfinkompatibility (terjadi penyerbukan tetapi tidak terjadi pembuahan
karena faktor fisiologis, misalnya inaktifnya zat tumbuh sehingga
tabung sari tidak terbentuk).
Beberapa contoh tanaman menyerbuk silang
Alpukat
Karet
Kelapa sawit
Bawang
Jagung
Pepaya
Cempedak
Keladi
Kubis
Durian
Kelapa
Lobak
Pisang
Tebu
Timun
Mangga
Nangka
Nenas
Pala
Ubi kayu
4.4.2.1. Self-Incompatibility
Ketidak cocokan sendiri (Self-Incompatibility) merupakan
ketidakmampuan dari tanaman menghasilkan zigot dengan
penyerbukan sendiri padahal gamet jantan dan betina keduanya
berfungsi dengan baik. Self-Incompatibility merupakan mekanisme
yang efektif untuk membatasi pembuhan sendiri dan inbreeding
59
dan mendorong pernyerbukan silang pada beberapa spesies
tanaman. Beberapa mekanisme yang menyebabkan selfincompatibility adalah: (1) polen gagal berkecambah pada stigma,
(2) pertumbuhan tabung polen di dalam tangkai putik terhambat
sehingga tupung sari gagal mencapai ovary, (3) tabung sari terlalu
panjang sehingga gagal untuk mempenetrasi ovul, (4) gamet jantan
yang masuk ke kantong embrio gagal untuk menyatu dengan sel
telur.
Berdasarkan pada hubungan interaksi antara genotipik dan
fenotipik organ reproduktif betina dan jantan, sistem selfincompatibility dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) selfincompatibility gametofitik dan (2) self-incompatibility sporofitik.
Alel-alel pada sel pistil menentukan reseptivitasnya terhadap polen.
Self-incompatibility gametofitik merupakan interaksi antara
genotipe haploid polen dengan genotipe diploid pistil.
Ketidakmampuan polen untuk mempengaruhi pembuahan
ditentukan oleh alelnya sendiri. Self-incompatibility sprorofitik
merupakan ketidakmampuan polen untuk menembus pistil
ditentukan oleh genotipe pohon induk penghasil polen.
Pada sistem self-incompatibility gametofitik, kecepatan
pertumbuhan tabung sari dikendalikan oleh lokus S dengan satu
seri alel ganda ganda yang dibedakan dengan nomor atau huruf
yaitu S1, S2, S3,...,Sn. Inti polen adalah haploid, sehingga akan
membawa hanya satu alel inkompatibilitas, sedangkan jaringan
tangkai putik berasal dari tanaman induk yang diploid sehingga
akan mengandung dua alel inkompatibilitas. Pada sistem ini
hambatan perkecambahan polen atau pertumbuhan tabung sari
terletask di dalam tangkai putik. Jika alel inkompatibilitas pada inti
polen sama dengan alel inkompatibilitas yang ada dalam tangkai
putik maka pertumbuhan tabung sari akan melambat dan
pembuahan tidak akan pernah terjadi. Sebaliknya, jika alel
inkompatibilitas pada inti polen berbeda dengan salah satu alel
inkompatibilitas yang ada dalam tangkai putik maka tabung sari
akan tumbuh dengan kecepatan normal dan pembuahan akan terjadi
60
secara normal pula. Sebagai contoh jika tangkai putik bergenotipe
S1S2, maka gamet jantan dari yang berasal dari S1S2 keduanya tidak
akan berfungsi karena kedua alelnya sama dengan alel yang ada
pada pistil. Gamet jantan dari S1S3 berfungsi secara normal karena
setengah dari polen mempunyai allel S3 yang tidak sama dengan
salah satu alel pada pistil, demikian juga gamet jantan dari S3S4
akan berfungsi secara normal karena polennya mengandung alel S 3
dan S4 yang tidak sama dengan alel-alel pada pistil (Gambar 4.4).
Gambar 4.4. Sistem self-incompatibility gametofitik
Gambar 4.4. Sistem self-incompatibility gametofitik yang
memperlihatkan pertumbuhan tabung sari yang kompatibel dan
yang tidak kompatibel. (A) Tabung sari tidak tumbuh dalam
tangkai putik membawa alel serupa untuk ketidakcocokan. (B)
hanya serbuk sari dengan alel inkompatibilitas berbeda dari tangkai
putik yang dapat mengembangkan tabung serbuk sari normal. (C)
Semua serbuk sari membawa alel inkompatibilitas berbeda dari
tangkai putik dan mengembangkan tabung serbuk sari yang normal.
Pada sistem self-incompatibility sporofitik, semua gamet
jantan dari satu tanaman induk mempunyai kemampuan yang sama
untuk membuahi gamet betina karena kemampuan polen untuk
membuahi telur ditentukan oleh pohon induk penghasil polen. Jika
tanaman bergenotipe S1S2, S1 dominan terhadap S2, maka semua
polen dari tanaman tersebut akan berfenotipe seperti S 1, sehingga
baik polen dengan alel S1 maupun polen dengan alel S2 tidak akan
cocok dengan tangkai putik yang mengandung alel S1, tetapi cocok
dengan tangkai putik yang mengandung alel S2. Pada sistem ini
61
hambatan perkecambahan polen atau pertumbuhan tabung sari
terletak pada permukaan kepala putik.
4.4.2.2.Mandul Jantan
Mele steril atau mandul jantan adalah bunga hermaprodit
yang organ bunga jantan tidak menghasilkan anther atau polen
yang viabel, tetapi ovarinya berfungsi secara normal. Pada tanaman
yang secara normal menyerbuk sendiri, mandul jantan digunakan
untuk membuat persilangan dengan tidak memerlukan tenaga untuk
emaskulasi. Mandul jantan juga telah banyak digunakan oleh
pemulia dalam memproduksi benih hibrida. Di alam, mandul jantan
bisa terjadi karena terganggunya proses metabolisme yang
menyangkut rangkaian pembentukan polen.
Ada dua jenis mandul jantan, yaitu (1) Genik Male Sterility
(GMS) dan (2) Cytoplasmic Male Sterility (CMS). GMS
dikendalikan oleh gen yang ada pada inti saja, bisa resesif bisa juga
dominan. Resesif jika terjadi mutasi sehingga enzim tertentu yang
terlibat dalam rangkaian pembentukan polen rusak (produk gen
tidak berfungsi). Dominan, jika gen-gen menghasilkan protein
sitotoksik, protein yang dihasilkan mengganggu tapetum, yaitu
jaringan dalam kotak sari sebagai penghasil nutrisi bagi polen.
Gambar 4.5. Keturunan dari persilangan dengan menggunakan
mandul jantan sistem genik
(http://www.biology.science.cmu.ac.th).
62
Pada gen pengendali mandul jantan genik yang resesif,
genotipe msms mandul, MsMs dan Msms subur, sebaliknya pada
gen pengendali mandul jantan genik yang dominan, msms subur,
MsMs dan Msms mandul. Potensi pemanfaatan mandul jantan
sistem genik sangat sulit karena sulit diperoleh 100% mandul
(Gambar 4.5).
CMS dikendalikan oleh gen yang terletak di dalam
sitoplasma, yaitu di dalam mitokondria. Pada sistem CMS,
gangguan terhadap produk gen yang terlibat dalam pembentukan
polen di dalam sitoplasma yang menyebabkan polen menjadi
mandul ternyata bisa dipulihkan kembali oleh produk gen yang ada
di dalam inti. Hal ini bisa terjadi jika gen dalam sitoplasma
menghasilkan enzim toksik/inhibit, dan gen inti menghasilkan
enzim penghambat kerja enzim toksik/inhibit sehingga terbentuk
polen. Simbol yang digunakan untuk gen sitoplasma yang mandul
adalah S dan yang normal adalah N. Untuk gen pemulih kesuburan
yang ada di inti dilambangkan dengan RfRf, Rfrf, rfrf atau F saja.
Gen Sitoplasma
N
N
N
S
S
S
Gen Inti
FF
Ff
Ff
FF
Ff
Ff
Genotipe
NFF
NFf
Nff
SFF
SFf
Sff
Fenotipe
Subur
Subur
Subur
Subur
Subur
Mandul
CMS,rfrf x N atau CMS,RfRf --- CMS, Rfrf (semua jantan subur)
CMS,rfrf x N atau CMS,Rfrf---- 50% CMS, Rfrf (subur)
 50% CMS, rfrf (mandul jantan)
CMS,rfrfx N atau CMS,rfrf --- CMS,rfrf (semua jantan mandul)
63
4.5. Reproduksi Aseksual
Beberapa species dapat diperbanyak dengan tanpa tahapan
gametophytic. Penyatuan gamet (pembuahan) tidak ada dalam
siklus hidupnya. Pengurangan jumlah kromosom (meiosis) dan
produksi biji bisa terjadi atau juga bisa tidak terjadi. Reproduksi
asexual menghasilkan individu yang secara genetik identik satu
sama lain dan juga identik dengan tetuanya. Reproduksi vegetatif
biasanya tidak menyediakan kesempatan untuk seleksi variasi
genetik.
Reproduksi aseksual pada tanaman dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu (1) pembiakan vegetatif dan (2) apomiksis.
Pembiakan vegetatif merupakan perbanyakan tanaman dengan
menggunakan organ-organ vegetatif tanaman selain biji.
4.5.1. Perbanyakan Vegetatif
Pada beberapa species, individu baru dapat muncul dari
sekelompok sel yang terdifferensiasi atau sel yang tidak
terdifferensiasi dari tanaman induk, tidak dihasilkan embryo atau
biji. Akibatnya individu baru berkembang secara asexual dari satu
tetua saja, sehingga secara genetik identik dengan tetuanya.
Keturunan tersebut dinamakan klon (individu atau populasi yang
diturunkan dari sel tunggal atau satu induk dengan mitosis,
sehingga turunan yang diproduksi secara asexual akan identik
secara genetik dengan individu asalnya).
Sejumlah jaringan dan organ yang dapat menghasilkan
keturunan secara asexual. Spesies tanaman tertentu hanya dapat
memperbanyak diri secara adalah vegetatif saja, tetapi ada juga
species tanaman yang umumnya memperbanyak diri secara sexual
dapat juga diperbanyak secara vegetatif buatan untuk
mempertahankan kemurnian genetik. Beberapa contoh reproduksi
vegetatif secara alami dan buatan disajikan pada Tabel 4.4 dan 4.5.
64
Tabel 4.4. Reproduksi Vegetatif Secara Alami
Bagian yang
digunakan
Umbi
lapis
(bulbs)
Umbi batang
(cormus)
Stolon
(runners)
Batang akar
(rhizome)
Umbi (tubers)
Subang
(Bulbis)
Suckers
Pengertian
Contohnya
Batang di bawah permukaan tanah yang
memendek dan menebal (modifikasi
daun) dan membentuk lapisan-lapisan
sehingga terbentuk umbi lapis. Umbi
lapis
tersebut
membentuk
dapat
berkembang menjadi individu baru.
Pertumbuhan
calon
batang
yang
memendek, menebal tetapi tidak diikuti
pembentukan lapisan-lapisan. Umbi
yang dapat menghasilkan suatu tanaman
yang terpisah dari induknya.
Organ batang yang tumbuh secara
horizontal di atas permukaan tanah yang
beruas-ruas,
pada
ruas
tersebut
berkembang akar adventif dan mata tunas
yang dapat berkembang menjadi tanaman
yang baru yang independen sehingga
dapat dipergunakan untuk perbanyakan
tanaman.
Batang yang tumbuh di bawah
permukaan tanah, mempunyai buku-buku
dengan panjang ruas tertentu.
Jaringan batang akar yang membesar dan
lunak yang mengandung cadangan
makanan. Buku atau "mata tunas" pada
jaringan ini dapat menghasilkan akar
adventitif dan dapat terpisah dari tanaman
induknya.
Bagian bunga yang sedang mekar
mengalami modifikasi dan tanpa melalui
pembentukan biji dan bila jatuh ke tanah
dan kondisi lingkungan mendukung maka
akan tumbuh menjadi tanaman baru.
Suckers muncul sebagai tajuk lateral dari
pangkal batang dan dapat terpisah
sehingga membentuk tanaman baru.
Suckers bisa juga berasal dari tunas
adventitif pada akar.
Bawang
merah,
bawang putih
Bunga
gladiol, Taro
Stroberi,
tanaman
mentol,
mawar dan
melati, lada.
Jahe, kunyit
Kentang
Bawang
putih, bunga
gladiol
Nenas,
Pisang,
sweet potato,
dan
date
palm, bunga
mawar
65
Tabel 4.5. Reproduksi Vegetatif secara Buatan
Bagian
yang
digunakan
Stek
(cutting)
Layering
Okulasi
(Budding)
Pengertian
Contohnya
Potongan akar, batang atau pucuk
dari tanaman jika dimasukkan ke
dalam tanah lembab, potongan dari
batang aerial dapat tumbuh menjadi
tanaman baru dari buku dan tunas
lateral.
Pembengkokan bagian tanaman
(batang) ke permukaan tanah dan
ditimbun dengan tanah. Pada bagian
yang ditimbun tanah akan tumbuh
tunas dan akar
Tempelan mata tunas suatu batang
yang sudah diketahui lebih unggul
ke bibit atau batang bawah yang
memiliki perakaran yang lebih baik
Jeruk nipis,
lemon,
tebu
singkong,
ubi jalar,
teh, krisan
Melati,
anggur,
mawar,
Karet,
kakao,
tanaman
buahbuahan
Tomat,
terong,
tanaman
buahbuahan
tanaman
buahbuahan
Sambungan
(grafting)
Penyambungan
suatu
bagian
tanaman ke tanaman lain yang akan
diperbaiki kualitasnya.
Cangkok
Cabang yang dikupas kulitnya,
kemudian diberi media tanah dan
diairi
sampai
tumbuh
akar
selanjutnya dipotong dari batang
utamanya apabila sudah keluar akar
Kultur sel atau jaringan tanaman Berbagai
pada media hara dalam kondisi tanaman
aseptik dan kemudian diregenerasi
menjadi tanaman utuh yang
berfungsi secara normal
Kultur
Jaringan
66
Gambar 4.6. Beberapa Modifikasi Batang
4.5.2. Kultur Jaringan
Kultur jaringan dimasukkan kedalam tipe perbanyakan
aseksual. Kultur jaringan biasanya melibatkan potongan sel yang
tidak berdifferensiasi atau jaringan meristematic dari tanaman dan
ditumbuhkan secara in vitro pada media agar steril yang
mengandung hara, pembelahan sel terjadi secara mitosis. Dengan
memanipualasi komponen media, jaringan dapat dipicu untuk
berkembang membentuk akar dan tajuk. Akhirnya, individu baru
dapat dipisahkan dan dipindahkan ke tanah.
Kultur jaringan dapat dilakukan karena adanya titoptensi sel
somatic. Setiap sel yang dimiliki tanaman mengandung seluruh
genom dan memiliki potensi untuk berkembang menjadi tanaman
utuh. Beberapa species tanaman yang secara normal tidak dapat
diperbanyak secara vegetatif dapat diperbanyak dengan kultur
jaringan. Bagi pemulia tanaman, kultur jaringan dapat menjadi
sebagai teknik untuk mempertahankan dan memperbanyak tanaman
yang identik secara genetik, menghasilkan tanaman yang bebas dari
penyakit dan menghasilkan variasi genetik baru selama seleksi.
67
Pada kondisi tertentu, jaringan yang dikulturkan dapat memicu
perubahan genetik.
Gambar. 4.7. Tahapan Kultur Jaringan
4. 5..3. Apomiksis
Apomiksis (apo= tanpa; miksis = campur, kawin)
merupakan pembiakan aseksual melalui biji, tetapi embrio biji yang
terbentuk tidak melibatkan penyatuan gamet betina dan gamet
jantan. Apomixis termasuk agamospermy yaitu proses
berkembangnya biji tanpa pembuahan. Ada dua tipe agamospermy,
yaitu Autonomous dan Pseudogamous. Autonomous dimana
enndosperma terbentuk tanpa penyerbukan atau pembuahan. Pada
pseudogamous, walaupun terjadi pembuahan (penyatuan gamet)
tidak terjadi, tetapi diperlukan adanya penyerbukan untuk
mendorong embrio apomiktik atau perkembangan kantong embryo
untuk menghasilkan biji. Penyerbukan tidak menambahkan
material genetik.
Ada dua tingkat agamospermy yang berbeda, yaitu obligat
dan fakultatif. Apomiksis obligat apabila tanaman hanya
menghasilkan biji apomiksis saja dari reprouksi aseksual, seperti
68
manggis. Apomiksis fakultatif apabila tanaman menghasilkan biji
apomiksis dan juga menghasilkan biji dengan embrio normal
(terjadi pembuahan) hasil reproduksi seksual. Apomiksis akan
menjamin keseragaman biji yang dihasilkan dari tanamannya.
Table 4.6. Kelebihan dan kekurangan agamospermy obligat dan
fakultatif
Tingkat
Kelebihan
Kekurangan
Agamospermy
Obligat
Genotipe terpelihara,
Memungkinkan
termasuk genotipe
rekombinasi genetik
heterozigotik
dan variasi untuk
seleksi dalam
perbaikan varietas
Facultatif
Memungkinkan
Varietas secara
pengembangan seleksi genetik tidak stabil,
variasi genetik dalam
sehingga sulit untuk
perbaikan varietas
mermpertahankan
genotipe yang
diinginkan
Mekanisme yang menyebabkan apomiktik dibedakan
berdasarkan sel yang mengalami mitosis untuk menghasilkan
embrio dari biji. Mekanisme tersebut adalah embrio adventif,
apospori, diplospori, parthenogenesis, androgenesis, semigami dan
apogami (Tabel 4.7).
69
Tabel. 4.7. Beberapa Istilah dalam Apomiksis
Istilah
Embrio Adventif
Apospori
Diplospory
Parthenogenesis
Androgenesis
Semigami
Apogami
Pengertian
Embrio terbentuk dari jaringan sel sporofitik
diploid (sel 2n) dari ovul, integumen atau dinding
ovary mengalami mitosis membentuk embrio
tanpa
melalui
gemetofitik.
Endospem
diperkirakan berasal dari inti polar dari kantong
embrio normal yang berkembang secara terpisah
di dalam ovul. Ini merupakan agamospermy yang
paling sederhana (pada mangga dan jeruk)
Embrio berkembang dari dari sel somatik ovul
yaitu sel integumen dan sel inti yang membelah
secara mitosis untuk menghasilkan kantong
embryo diploid ( 2n). Apospory umumnya terjadi
pada angiospermae
Embrio dan endosperm berasal dari sel induk
megaspora diploid (2n). Inti dari sel induk
megaspora mengalami pembelahan mitosis untuk
menghasilkan kantong embrio diploid.
Embrio biji terbentuk dari sel telur haploid
membelah secara mitotic tanpa pembuahan
dengan inti gamet jantan.
Embrio biji terbentuk dari inti gamet jantan
setelah inti tersebut masuk ke kantong embrio
tetapi tidak terjadi pembuahan dengan inti gamet
betina. Individu yang berkembang dari biji
tersebut haploid dan memiliki genotipe seperti
gamet jantan tanaman yang manghasilkannya
Inti gamet jantan masuk ke kantong embrio dan
mempenetrasi sel telur, tetapi tidak terjadi
penaytuan gamet betina dan jantan membentuk
zigot 2n. Inti gamet jantan dan gamet betina
masing-masing
membelah
sendiri-sendiri
menghasilkan embrio haloid. Tanaman haploid
yang berkembang dari embrio mengandung
sebagian jaringan tetua betina atau berasal dari
tetua jantan.
Embrio yang dihasilkan dari sel lain bukan sel
telur, tetapi dari sel-sel sinergit atau anti podal
dari kantong embrio.
70
4.5.4. Vivipary
Vivipari adalah biji berkecambah sebelum mereka terlepas
dari induknya, seperti pada tanaman bakau. Vivipari bukan
merupakan bentuk dari apomixis karena tidak dihasilkan biji.
Namun demikian, jika turunan yang dihasilkan berasal dari
vivipary diturunkan dari jaringan yang berhubungan dengan
reproduksi sexual, khususnya, primordial bunga, vivipary sering
kali dimasukkan ke dalam kelompok apomixis.
4.6. Penentuan Cara Perkembang Biakan
Ada beberapa langkah dalam menentukan cara
perkembangbiakan tanaman, apakah suatu tanaman yang kita
jumpai termasuk tanaman menyerbuk sendiri atau menyerbuk
silang?. Langkah pertama adalah mengamati sistem pembentukan
bunga pada tanaman tersebut. Tanaman diocious, pasti sistem
penyerbukannya silang, tetapi pada tanaman monocious, akan
mempunyai dua kemungkinan. Jika bunga betina dan bunga jantan
letaknya terpisah jauh seperti pada jagung, cempedak dan nangka
tanaman tersebut pasti menyerbuk silang, tetapi jika bunga betina
dan bunga jantan letaknya berdekatan, maka ada kemungkinan
terjadi penyerbukan sendiri disamping penyerbukan silang.
Langkah kedua, adalah mengisolasi tanaman tersebut atau
membungkus bunga (jika bunganya hermaprodit), untuk
menghalangi penyerbukan silang oleh serbuk sari dari bunga lain.
Jika tidak terbentuk buah dan biji, maka ini menunjukkan bahwa
penyerbukan sendiri tidak bisa terjadi pada tanaman tersebut,
sehingga tanaman tersebut dapat digolongkan menjadi tanaman
menyerbuk silang. Sebaliknya, jika terbentuk buah dan biji berarti
telah terjadi penyerbukan sendiri. Namun demikian hal ini belum
dapat dipastikan karena penyerbukan silang mungkin juga bisa
terjadi. Oleh sebab itu untuk kepastian, diperlukan langkah
berikutnya, dengan mengamati apakah terjadi inbreeding. Jika
71
terjadi inbreeding, maka tanaman tersebut adalah heterozigot dan
berpenyerbukan silang, sebaliknya jika tidak terjadi inbreeding,
maka tanaman tersebut homozigot dan berpenyerbukan sendiri.
4.7. Rangkuman
Cara perkembangbiakan tanaman menentukan struktur
genetik populasi. Struktur genetik populasi menentukan metode
pemuliaan dan jenis varietas yang akan dibentuk. Tananaman
berbiak seksual yang menyerbuk sendiri memiliki genetik populasi
homozigot. Jenis varietas yang akan dibentuk umumnya galur
murni (homosigot-homogen). Metode pemuliaan untuk tanaman
menyerbuk sendiri adalah dengan pembentukan galur murni
unggul.
Tananaman berbiak seksual yang menyerbuk silang
memiliki struktur genetik populasi heterosigot-heterogen. Jenis
varietas yang dibentuk bisa varietas bersari bebas dan maupun
hibrida. Metode Pemuliaan untuk tanaman menyerbuk silang
adalah melalui perbaikan populasi dengan seleksi berulang,dan
pembentukan hibrida.
Tananaman berbiak secara vegetatif memiliki struktur
genetik populasi heterosigot-homogen. Jenis varietas yang akan
dihasilkan berupa klon (populasi hasil perbiakan vegetatif). Metode
pemuliaan dilakukan melalui pembentukan klon unggul.
4.8. Latihan
1. Lingkari proses pembelahan sel yang tepat untuk setiap
pernyataan
Pernyataan
Proses
a. Pada akhir proses, sel anak
Mitosis Meiosis
merupakan diploid
b. Sel-sel anak menerima satu copy
Mitosis Meiosis
identik setiap satu kromosom yang
72
ada pada sel induk asalnya
c. Proses ini memungkinkan
terjadinya rekombinasi genetik
d. Pada akhir proses, sel anak
memiliki setengah jumlah
kromosom sel induk
e. Proses ini melibatkan dua kali
pembelahan dengan hanya satu rode
replikasi kromosom
f. Sel somatik merupakan hasil dari
proses ini
g. Reproduksi Seksual memerlukan
proses ini
Mitosis
Meiosis
Mitosis
Meiosis
Mitosis
Meiosis
Mitosis
Meiosis
Mitosis
Meiosis
2. Jika jumlah kromosom diploid pada padi adalah 24. Pilih jumlah
kromosom yang tepat pada setiap sel atau jaringan dari 3 pilihan
yang tersedia dalam tabel di bawah ini!
Sel atau Jaringan
Jumlah Kromosom
A Tepung Sari
12 24
36
B Sel Embrio
12 24
36
C Zigot
12 24
36
D Sel Somatik
12 24
36
E Sel Sperma
12 24
36
F Sel Dauan
12 24
36
G Sel telur
12 24
36
H Sel endosperm
12 24
36
4. Sebutkan dan jelaskan satu faktor yang membedakan reproduksi
sexual dari reproduksi asexual?
Jawab:
Reproduksi sexual melibatkan penyatuan gamet dan perkembangan
biji untuk menghasilkan generasi baru. Salah satu tugas pemulia
tanaman adalah menyeleksi tetua dan mengontrol penyerbukan
sehingga dapat dihasilkan keturunan yang diinginkan.
73
5. Apa yang membedakan bunga lengkap dari bunga tidak lengkap?
6. Lingkari mana bagian bunga yang sangat penting untuk
reproduksi ?.1. Kelopak bunga, 2. Putik, 3. Mahkota, 4. Stamen
7. Jelaskan perbedaan struktural antara bunga sempurna dan bunga
tidak sempurna!
8. Jika anda mengamati sebuah bunga dari suatu tanaman yang
belum pernah anda ketahui (lihat) sebelumnya, bagaimana anda
menentukan apakah tanaman tersebut menyerbuk sendiri atau
menyerbuk silang?
9. Untuk setiap tipe bunga berikut, pilihlah cara penyerbukan yang
mungkin cocok untuk setiap tipe bunga tersebut. Asumsikan
tidak terjadi male sterility atau self-incompatibility
Istilah
Bunga lengkap
Bunga tidak lengkap
Bunga sempurna
Bunga tidak sempurna
Tanaman Monoecious
Tanaman Dioecious
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Cara Penyerbukan
Silang
Jarang-silang
Silang
Jarang-silang
Silang
Jarang-silang
Silang
Jarang-silang
Silang
Jarang-silang
Silang
Jarang-silang
4.9. Topik Diskusi
Tanaman dapat dikelompokkan sebagain tanaman yang
diperbanyak dengan penyerbukan sendiri, penyerbukan silang atau
diperbanyak secara vegetatif. Diskusikan konsekwensi pemuliaan
dari ketiga cara perbanyakan tanaman tersebut.
4.10. Refleksi
Kirimkan jawaban anda untuk pertanyaan berikut ke email
[email protected] batas akhir minggu depan.
74
1. Konsep mana dari materi pembelajaran ini yang berguna
bagi anda? Kenapa konsep tersebut berguna bagi anda?
2. Dalam bahasa sendiri, tuliskan rangkuman ringkas (satu
setengah halaman atau kurang) untuk materi pembelajaran
ini
3. Konsep manakah dari materi pembelajaran ini yang masih
kurang jelas bagi anda?
4.11. Tugas Rumah
1. Bedah bunga lengkap dan tidak lengkap. Pikirkankan,
apakah ada atau tidaknya struktur-struktur dari bunga
tersebut akan mempengaruhi proses penyerbukan, sehingga
dapat diputuskan metode yang dapat digunakan untuk
mengembangkan varietas atau menjaga kemurnian genetik
dari varietas tanaman tersebut
2. Cari gambar morfologi bunga tanaman menyerbuk sendiri
(5 tanaman)
a. Saat antesis (pecahnya kepala sari) dan masaknya
polen dari setiap tanaman (5 tanaman)
b. Receptivitas kepala putik dari setiap tanaman (5
tanaman)
3. Kompatibilitas polen-stigma
4.12. Glossarium
Istilah
Penyerbukan
Apospori
:
:
Pengertian
Proses proses mulai lepasnya serbuk sari
dari antera, kemudian melekat ke kepala
putik (stigma) sampai tumbuh tabung
sari di dalam tangkai putik hingga terjadi
pembuahan
Embrio berkembang dari dari sel somatik
ovul yaitu integumen dan nucleus yang
membelah secara mitosis membentuk
75
Diplospory
:
Embrio
Adventius
:
Parthenogenesis
:
Androgenesis
:
Semigami
:
Apogami
:
embrio 2n.
Embrio dan endosperm berasal dari sel
induk megaspora 2n. Inti dari sel induk
megaspora mengalami mitosis untuk
membentuk kantong embrio.
Embrio terbentuk dari sel sporofit, sel 2n
dari ovul, integumen atau dinding ovary
mengalami mitosis membentuk embrio.
Endospem diperkirakan berasal dari inti
polar dari kantong embrio normal yang
berkembang secara terpisah di dalam
ovul.
Embrio biji terbentuk dari sel telur
haploid tanpa pembuahan dengan inti
gamet jantan.
Embrio biji terbentuk dari inti gamet
jantan serbuk sari setelah masuk ke
kantong embrio tetapi tidak terjadi
pembuahan dengan inti gamet betina.
Tanaman haploid yang berkembang dari
biji tersebut memiliki susunan genetik
seperti gamet jantan.
Inti gamet jantan masuk ke kantong
embrio dan mempenetrasi sel telur, tetapi
tidak terjadi penaytuan gamet betina dan
jantan membentuk zigot 2n. Inti gamet
jantan dan gamet betina masing-masing
membelah sendiri-sendiri menghasilkan
embrio haloid. Tanaman haploid yang
berkembang dari embrio mengandung
sebagian jaringan tetua betina atau
berasal dari tetua jantan.
Embrio yang dihasilkan dari sel lain
bukan sel telur, tetapi dari sel-sel sinergit
76
atau anti podal dari kantong embrio.
4.13. Daftar Pustaka
Acquaah, G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding.
Blackwell, Malsen.
Borojevic, S. 1990. Principles and Methods of Plant Breeding.
Elssevier, New York.
Chahal, GS and Gosal, SS. 2002. Principles and Procedures of
Plant Breeding. Narosa Publishing House, New Delhi
Takayama, S and Isogai, A.2005. Self-Incompatibility in Plants.
Annu. Rev. Plant Biol. 56:467–89.
Charlesworth,
D.,
Vekemans
X.,
Castric,
V.,
and
Glémin,S.2005.Plant self-incompatibility systems: a molecular
evolutionary perspective. 168: 61–69
77
BAB V
SUMBER KERAGAMAN GENETIK UNTUK
PEMULIAAN TANAMAN
Pengantar
Umumnya individu tanaman yang satu berbeda dengan
individu tanaman yang lain, walaupun kita amati pada satu spesies.
Perbedaan ini dikenal dengan keragaman. Keragaman antar
tanaman bisa disebabkan oleh lingkungan yang tidak diwariskan
dan genetik, yang diwariskan. Sumber keragaman genetik bisa
mutasi, variasi jumlah kromosom, hibridisasi interspesifik,
rekombinasi gen, variasi somalkonal, fusi protoplas dan konstruksi
gen.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang sumber
keragaman genetik akibat mutasi, variasi jumlah kromosom,
hibridisasi interspesifik, rekombinasi gen, variasi somalkonal, fusi
protoplas dan konstruksi gen.
78
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
10 menit
Langkah 2
80 menit
Aktivitas
Pembukaan
Dosen menjelaskan pokok bahasan pada
pertemuan ini, tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pertemuan ini dan memotivasi
mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas
pembelajaran
Penyajian
1. Dosen menyajikan informasi kepada
mahasiswa melalui bahan bacaan
2. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4
kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu
kelompok.
3. Tiap anggota tim diberikan materi yang
berbeda (sub pembahasan yang berbeda).
4. Anggota tim yang berbeda yang telah
mempelajari sub bab yang sama diminta untuk
membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka.
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap
anggota diminta untuk kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim
mereka tentang sub bab yang mereka kuasai.
6. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang
lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahasnya untuk
mencapai pemahaman bersama yang tepat.
7. Dosen meminta beberapa kelompok awal
untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada
79
Langkah 3
10 menit
seluruh kelas.
8. Dosen mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari
9. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan
refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan
ini.
10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi.
Penutup
1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk
memantapkan mahasiswa tentang keragaman
genetika dan hubungannya dengan pemuliaan
tanaman.
2. Dosen meminta beberapa mahasiswa
mengemukakan pertanyaan dan membahasnya.
80
5.1.
Rekombinasi gen
Pemuliaan tanaman sekarang tidak terlepas dari
pengetahuan genetik yang disumbangkan oleh Mendel. Dari
persilangan antara dua tanaman kacang kapri yang mempunyai satu
sifat beda (sepasang alel), Mendel medapatkan semua tanaman F1
mirip dengan salah satu tetuanya. Sifat yang muncul pada tanaman
F1 dinamakan dengan sifat dominan sedangkan yang tidak muncul
dinamankan resesif. Kedua sifat tersebut akan muncul kembali
dengan ratio 3 dominan : 1 resesif pada generasi F2. Berdasarkan
percobaan tersebut disimpulkan bahwa: “pada saat pembentukan
gamet, dua anggota dari satu gen bersegregasi (berpisah) satu
sama lainnya ke dalam gamet-gamet yang berbeda secara acak”.
Pesilangan antara dua tanaman dengan satu sifat beda (sepasang
gen) akan diperoleh enam jenis persilangan yang mungkin dibuat
(Tabel 5.1)
Tabel 5.1. Jenis persilangan yang mungkin dibuat dari sepasang
gen
Persilangan
Genotipe
Fenotipe
AA
AA
AA
Aa
Aa
aa
Semua AA
1AA:1Aa
Semua Aa
1AA: 2Aa:1aa
1Aa : 1aa
Semua aa
Semua A
Semua A
Semua A
3A: 1a
1A: 1a
Semua a
x
x
x
x
x
x
AA
Aa
aa
Aa
aa
aa
Persilangan dengan menggunakan dua sifat beda (dua
pasang alel), apabila kedua sifat tersebut tidak terpaut, satu dari
mereka dominan penuh terhadap yang lain, F1 akan heterozigot
untuk kedua lokus. Akibat segregasi kromosom secara acak selama
81
meiosis untuk kedua lokus tersebut maka akan menghasilkan empat
jenis gamet dengan frekwensi yang sama. Dengan selfing F1,
penyatuan empat jenis gamet betina dan empat jenis jantan secara
acak dari tanaman F1, akan menghasilkan sembilan genotipe dan
diantaranya ada dua genotipe homozigot baru yang merupakan
rekombinasi dari gen kedua tetuanya pada F2.
P1
AAbb
x
aaBB P2
Gamet P
Ab
aB
F1
AaBb
Gamet F1
AB, Ab, aB dan ab
F2
AABB - genotipe baru
AAbb - genotipe tetua
aaBB - genotipe tetua
aabb - genotipe baru
Jika persilangan tetua dengan tiga pasang alel yang berbeda, maka
pada F2. akan diperoleh enam genotipe yang berbeda dengan kedua
tetuanya.
Tabel 5.2. Hubungan antara jumlah pasangan alel yang terlibat
dalam sebuah persilangan heterozigot dengan tipe gamet
dan keturunan yang dihasilkan
Jumlah
pasangan
alel
1
2
3
4
5
10
N
Banyaknya
jenis gamet
yang
dihasilkan
oleh F1
2
22 =4
23 = 8
24 = 16
25 = 32
210 = 1.024
2n
Banyaknya
fenotipe pada
F2
jika dominan
sempurna
2
22 = 4
23 = 8
24 = 16
25 = 32
210 = 1.024
2n
Banyaknya
genotipe
pada F2
Jumlah
kombinasi
gamet F1
yang mungkin
Jumlah
populasi F2
terkecil yang
diperlukan
3
32 = 9
33 = 27
34 = 81
35 = 243
310 =59.049
3n
4
42 = 16
43 = 64
44 = 256
45 = 1024
410 =1084576
4n
5
42 = 16
43 = 64
44 = 256
45 = 1024
410 =1084576
4n
82
Apabila jumlah pasangan gen lebih banyak lagi maka akan
diperoleh kombinasi yang lebih banyak juga (Tabel 5.2).
Keragaman genetik baru dapat dihasilkan dari persilangan dua tetua
yang memiliki sifat beda karena dapat menghasilkan kombinasi
sifat yang baru. Apabila gen tidak terpaut maka rekombinasi gen
yang dihasilkan juga hanya terbatas pada gen-gen yang ada pada
tetuanya.
Jika ada interaksi antar gen yang mengendalikan suatu sifat
maka ada kemungkinan untuk diperoleh genotipe dengan sifat yang
tidak ada pada kedua tetuanya. Interaksi gen pada lokus berbeda
yang mempengaruhi satu sifat disebut dengan epistasis. Epistasis
digunakan untuk menjelaskan dua gen yang mempengaruhi satu
sifat, gen yang satu menutupi ekspresi gen yang lain. Gen yang
menutupi ekspresi gen lain disebut epitatik, sedangkan gen yang
ditutupi dinamakan dengan hipostatik.
Epistasis dikenal juga dengan istilah intergenik atau
interaksi interalelik. Epistasis menyebabkan ratio fenotipik pada F2
meyimpangan dari 9: 3 : 3 : 1 yang merupakan ratio fenotipik yang
dijumpai pada segregasi dua gen yang saling bebas, dominan penuh
dan tidak ada interaksi. Keragaman genetik baru dan beberapa
kemungkinan ekspresinya disajikan pada Tabel. 5.3.
83
Tabel. 5.3. Nisbah fenotipik pada F2 untuk dua gen yang tidak
terpaut yang dipengaruhi oleh tingkat dominansi pada setiap lokus
dan epistasis antar lokus.
AABB
AABb
AaBB
AaBb
Aabb
Aabb
aaBB
aaBb
Aabb
Genotipe F2
1 2
2
4
1
2
1
2
1
3
6
1
2
9
3
9
3
1
3
1
4
12
3
13
3
9
1
7
15
9
3
1
6
1
Dasar genetik dari Nisbah
Dominan penuh tidak cukup pada
kedua lokus, tidak ada epistasis,
Nisbah fenotipik
sama dengan
nisbah genotipik
Dominan penuh tidak cukup pada A.
Dominan penuh pada B. Tidak ada
epistasis
Dominan penuh pada A dan B. Tidak
ada epistasis
Epistasis resesif. aa epistatik
terhadap B, b.
Epistasis dominan, A epistatik
terhadap B, b.
Epistasis dominan dan resesif, A
epistatik terhadap B, b. bb epistatik
terhadap
A,a.
A
dan
bb
menghasilkan fenotipe yang sama.
Epistasis Resesif duplikat, aa
epistatik terhadap B, b. bb epistatik
terhadap A,a
Epistasis dominan duplikat, A
epistatik terhadap B, b. B epistatik
terhadap A,a.
Gen-gen duplikat dengan interaksi.
A_bb dan aaB_ mempunyai fenotipe
yang sama, A_B_ dan aabb
mempunyai fenotipe yang berbeda
Transgresi gen merupakan salah satu sumber keragaman
genetik yang dihasilkan oleh segregasi dari sifat-sifat yang lebih
kecil atau lebih besar dari satu atau kedua sifat dari tetuanya.
84
Sebagai contoh, jika satu sifat kuantitatif dikendalikan oleh lima
gen dengan pengaruh aditif, maka akan diperoleh F2 sebagai
berikut:
P1
aaBBccddee x
AAbbCCDDee
P2
Tinggi 60 cm
Tinggi 80 cm
F1
F2
AaBbCcDeee
aabbccddee
Tinggi 50 cm
Lebih pendek dari tetua
- AABBCCDDee
Tinggi 90 cm
Lebih tinggi dari tetua
Jika gen pada kromosom yang sama terpaut satu sama lain
maka, tidak akan diperoleh segregasi yang bebas, karena gen-gen
tersebut tidak bisa terpisah, akibatnya tidak akan diperoleh
rekombinasi antar gen di dalam kelompok pautan tesebut. Hal ini
akan membatasi kerja pemulia untuk mendapatkan genotipe baru
dari rekombinasi gen-gen terpaut. Rekombinasi dari gen terpaut
bisa terjadi sebagai akibat pindah silang. Pindah silang adalah
proses pertukaran segmen kromosom dari kromatid bukan saudara
dari kromosom homolog akibat patah secara simetrik dan
bergabung dengan cara menyilang pada saat sinapsis selama
meiosis.
Dua lokus heterozigot bisa terpaut dalam bentuk repulsi
atau coupling. Coupling jika alel dominan pada dua lokus terletak
pada satu kromosom dan alel ressif pada kromosom lain. (AB//ab).
Repulsi jika alel dominan dan alel resesif terletak pada kromosom,
demikian sebaliknya (Ab//aB). Untuk mengatahui pautan dapat
diuji dengan dua cara, pertama dengan testcross, dan kedua dengan
selfing tanaman F1 atau menyilangkan dua tanaman yang
heterozigot. Dari testcross akan diperoleh nisbah fenotipe 1 : 1 : 1 :
1, jika menyimpang secara nyata dari nisbah tersebut, berarti lokus
tersebut terpaut. Demikian pula halnya dengan selfing akan
diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 3 : 1, jika menyimpang dari nisbah
85
tersebut berari lokus yang kita uji tersebut terpaut. Cara yang
umum digunakan untuk menetapkan hal tersebut adalah dengan
menggunakan uji statistik chi-square (χ2) suatu uji kesesuaian.
Formula umum chi-square adalah:
(O  E )
χ =
E
2
2
Keterangan :
Σ = sigma = jumlah
O = nilai yang diamati
E = nilai yang diharapkan
Nilai χ2 dan derajat bebas selanjutnya digunakan untuk
menentukan peluang , jika peluang memperoleh nilai pengamatan
lebih besar dari 5 dalam 100 (P > 0,05), penyimpangan tersebut
tidak berbeda nyata secara statistika dan akan terjadi secara
kebetulan saja. Jika P = 0.05, maka penyimpangan dari nilai
harapan dipandang sebagai penyimpangan yang nyata secara
statistika dan bukan hanya kebetulan saja. Jika P = 0.01, atau lebih
kecil, penyimpangan sangat nyata secara statistika.
Dua lokus dianggap saling bebas jika persentase
rekombinasinya 50 persen. Persentase rekombinasi (karena pindah
silang pada saat menghasilkan gamet) dapat digunakan sebagai
ukuran kuantitatif dari jarak antara dua lokus pada suatu peta
genetik. Jarak ini diukur dalam satuan map units (mu), yang
memperlihatkan posisi relatif dari gen pada kromosom. Jarak
antara dua gen terpaut yang lebih lauh akan memberi peluang
pindah silang lebih besar daripada jarak yang lebih dekat.
Frekwensi pindah silang 1 persen antara dua lokus sama dengan 1
map unit yang berarti bahwa setiap 100 gamet yang terbentuk, satu
pindah silang akan terjadi antara dua lokus.
86
P1
AABB
x
aabb
Gamet P AB
F1
P2
ab
AaBb
Gamet F1
AB, Ab, aB, ab
Testcross:
AaBb
Genotipe
(1)
AB//ab
ab//ab
Ab//ab
aB//ab
aabb
Jumlah
Jumlah Simpangan Simpangan
Pengamatan Harapan
Kuadrat
(O)
(E)
(O-E)
(O-E)2
(2)
(3)
(4)
(5)
153
23409
403
250
403
97
97
1000
Total
x
250
250
250
1000
Chi-square
(O-E)2
(E)
(6)
93,636
153
23409
93,636
-153
23409
93,636
-153
23409
0,00
93,636
2
χ = 374,544
Berdasarkan testcross diatas menunjukkan bahwa frekwensi
fenotipik yang diamati tidak mencerminkan segregasi secara bebas
karena jumlah individu AaBb dan aabb lebih banyak dan individu
Aabb dan aaBb lebih sedikit dari yang diharapkan.
Gen A dan b merupakan gen terpaut dan terletak pada
kromosom yang sama. Individu yang lebih banyak jumlahnya akan
sama dengan tetuanya karena gamet F1-nya sama dengan gamet
tetuanya. Persentase rekombinasi dapat dihitung dengan
persamaan:
jumlah kelas bukan tetua
% Re kombinasi 
x100 %
total jumlah individu
=
Ab // ab  aB // ab
x100%
AB // ab  ab // ab  Ab // ab  aB // ab
87
=
194
x100
1000
= 19.4%
Nilai persentase rekombinasi ini dapat digunakan untuk menduga
jarak relatif antara lokus A dan b, yaitu 19.4 mu.
Pautan antara dua gen atau lebih yang mengendalikan sifat
yang berbeda bisa menguntungkan jika alel-alel pada masingmasing lokus berada dalam keadaan coupling. Keuntungannya
adalah alel-alel yang diinginkan akan lebih sering muncul bersamasama dalam populasi segregasi sehingga pemulia lebih mudah
mendapatkan individu dengan alel-alel yang diinginkan untuk dua
sifat. Pautan tidak diharapkan jika alel-alel bedara dalam keadaan
repulsi. Pemulia harus menanam populasi lebih banyak daripada
populasi yang lokusnya tidak terpaut untuk mendapatkan segregasi
dengan alel-alel yang diinginkan pada kromosom yang sma akibat
dari pindahsilang antara dua lokus yang terpaut dalam keadaan
repulsi.
Pautan yang sangat dekat antara dua lokus sulit dibedakan
dengan pleitropi, pengendalian dua sifat atau lebih oleh satu gen.
Pautan dan pleitropi dapat dibedakan dengan mencari hasil pindah
silang yaitu turunan yang homozigot untuk kedua sifat. Tanaman
yang homozigot untuk kedua sifat tidak akan pernah muncul dalam
populasi jika ada pleitropi.
Pautan akan mengurangi frekwensi genotipe tertentu dan
meningkatkan frekwensi genotipe yang lain. Populasi dalam
keadaan tidak seimbang pautan, jika frekwensi dari gamet pada gen
coupling tidak sama dengan frekwensi gamet pada gen yang terpaut
dalam bentuk repulsi (AB + ab ≠ Ab + aB). Untuk mendapatkan
keseimbangan pautan dalam populasi harus diberi kesempatan
untuk rekombinasi genetik didalam individu heterozigot. Hal ini
memerlukan pengulangan generasi dari intermating atau selfing
dari individu-individu heterozigot.
88
5.2. Variasi Jumlah Kromosom
Sebuah genom terdiri dari sejumlah kromosom dasar
disebut dengan monoploid (yang dilambangkan dengan x). Dalam
genom setiap jenis kromosom (atau nomor kromosom) hanya
diwakili sekali saja. Organisme yang kromosom-kromosomnya
merupakan penggandaan dari jumlah monoploid dinamakan
euploid. Organisme eukariot secara normal memiliki satu set
kromosom (haploid) atau dua set kromosom (diploid), sehingga
keduanya merupakan euploid normal. Euploid yang memiliki lebih
dari dua set kromosom dalam sel somatiknya disebut dengan
poliploid. Poliploid yang memiliki tiga set kromosom atau tiga
genom disebut triploid (3x), 4 genom disebut tetraploid (4x), 5
genom disebut pentaploid (5x), 6 genom disebut hexaploid (6x) dan
seterusnya.
Jumlah kromosom pada sel gametik dikenal dengan haploid
yang dilambangkan dengan n, yang merupakan setengah dari
jumlah kromosom dalam sel somatiknya [jumlah kromosom
diploid (2n)]. Pada beberapa spesies tumbuhan jumlah haploid (n)
dan jumlah monoploid (x) sama, sehingga n atau x (atau 2n atau
2x) bisa digunakan secara saling bertukaran. Namun demikian pada
89
tanaman tertentu seperti gandum modern n dan x sangat berbeda.
Gandum mempunyai 42 kromosom, hasil penelitian dengan
seksama menunjukkan ternyata gandum merupakan hexaploid,
yang memiliki enam kromosom yang agak mirip tetapi ketujuh set
kromosomnya tidak identik. Sehingga 6x = 42 dan x = 7, tetapi
gametnya mengandung 21 kromosom sehingga n = 21 dan 2n = 42.
Monoploid atau haploid mempuyai peran yang sangat
penting dalam metode pemuliaan tanaman modern. Sifat-sifat
tertentu yang diinginkan oleh pemulia pada tanaman diploid yang
dikendalikan oleh alel-alel resesif, biasanya tidak teridentifikasi
jika berada dalam keadaan heterozigot karena hanya menampakkan
fenotipenya yang dominan. Untuk mendapatkan tanaman
homozigot resesif diperlukan waktu yang cukup lama jika
dilakukan secara konvensional, sedangkan melalui pemuliaan
haploid, untuk mendapatkan tanaman homozigot tersebut relatif
lebih cepat. Pada waktu meiosis gen-gen heterozigot akan
bersegregasi ke dalam gamet-gamet yang haploid.
Haploid digunakan dalam pemuliaan tanaman dan analisis
genetika seperti hal-hal (1) dengan haploid ganda akan diperoleh
tanaman yang homozigot relatif lebih cepat dibandingkan dengan
pada galur inbeed, (2) genotipe yang mengalami mutasi resesif
segera diketahui fenotipenya pada tanaman haploid, (3) lebih
sedikit diperlukan populasi untuk memperoleh genotipe tertentu
karena segregasinya sederhana, (4) dalam analisis sitogenetika
polihaploid dapat digunakan untuk trensfer gen dari poliploid ke
diploid, (5) pada tanaman self-incompatible tidak mungkin terjadi
penyerbukan sendiri, dengan haploid ganda memungkinkan
diperoleh tanaman dengan alel homozigot.
Tanaman haploid dapat terjadi melalui (1) perkembangan
embrio dari sel telur tanpa dibuahi pada jagung, (2) hibridisasi
interspesifik pada barley yang dikuti oleh hilangnya kromosom dari
spesies liar dan embrio haploid yang terbentuk dikulturkan secara
in vitro selanjutnya planlet haploid digandakan menjadi double
haploid dan ditanam di rumah kaca sampai dewasa, (3) semigami
90
yaitu inti sel telur tidak berfusi dengan inti sel sperma, sehingga
masing-masing sel membelah dan berkembang menjadi embrio
haploid pada kapas dan (4) kultur antera atau polen.
Poliploid dapat dibedakan berdasarkan asalnya kromosom,
menjadi autoploid (atau juga autopoliploid; berarti sendiri), yaitu
penggandaan kromosom dalam satu spesies dan alloploid (atau juga
allopoliploid; berarti berbeda), yaitu poliploid yang terjadi akibat
kombinasi genom dari spesies yang berbeda. Allopoliploid hanya
terbentuk antara spesies yang berkerabat dekat, set kromosom yang
berbeda adalah homeolog (hanya sebagian kromosom homolog)
bukan keseluruhannya homolog seperti pada autopoliploid.
Autotetraploid bisa terjadi secara alami akibat penggandaan
genom 2x secara spontan menjadi 4 x dan juga dapat diinduksi
dengan menggunakan kolkhisin. Secara komersial tanaman
autotetraploid menguntungkan karena jumlah set kromosomnya
lebih banyak sehingga akan meningkatkan ukuran tanaman. Ukuran
sel, buah, bunga, stomata, dan lain-lain semuanya lebih besar
daripada tanaman diploid aslinya.
Pada autotetraploid, nisbah genetik untuk sifat yang diwariskan
secara sederhana lebih komplek dari pada diploid. Sebagai contoh,
pada diploid jika alel A dan a, maka akan ada tiga genotipe yang
mungkin yaitu AA, Aa atau aa, tetapi pada autotetraploid akan ada
lima genotipe yang mungkin yaitu:
AAAA
kuadraplek
AAAa
triplek
AAaa
duplek
Aaaa
simplek
aaaa
nulliplek
Jika A dominan sempurna, semua genotipe akan menampakkan
karakteristik yang dominan kecuali hanya pada nulliplek yang
menampakkan karakteristik resesif. Jika masing-masing genotipe
tersebut diselfing dan dengan asumsi kromosom bersegregasi
secara acak maka nisbah segregasi dominan terhadap resesif akan
menjadi:
91
AAAA
AAAa
AAaa
Aaaa
aaaa
1A:0a
1A:0a
35A: 1 a
3A:1a
0 A : 35 a
Jika dominan tidak lengkap, maka akan lebih rumit, apalagi adanya
pautan akan lebih mempersulit untuk mengidentifikasinya.
Tabel 5.4. Contoh Tanaman Budidaya Poliploid
Tanaman
Tipe Ploidi
Jlh Kromosom
Gamet (n)
Jlh
Kromosom
Dasar (X)
Jlh
Kromosom
Somatik (2n)
Kentang
Autopoliploid
24
12
2n = 4x = 48
Pisang
Autopoliploid
?
11
2n = 3x = 33
Kacang
Tanah
Autopoliploid
20
10
2n = 4x = 40
Ubi Jalar
Autopoliploid
45
15
2n= 6x=90
Tembakau
Allopoliploid
24
12
2n = 4x = 48
Kapas
Allopoliploid
26
13
2n = 4x = 52
Gandum
Allopoliploid
21
7
2n=6x=42
Tebu
Allopoliploid
40
8
2n=8x=80
Strawbery
Allopoliploid
28
7
2n=8x=56
Aneuploid adalah individu yang jumlah kromosom yang
tidak melibatkan pengggandaan seluruh set kromosom dasar tetapi
terjadi penambahan atau pengurangan pada individu atau bagian
kromosom. Secara umum set kromosom aneuploid berbeda dari
tipe liar hanya satu atau beberapa jumlah kromosom. Jumlah
92
kromosom aneuploid bisa lebih besar ataupun juga lebih kecil dari
tipe liarnya.
Aneuploid dapat terjadi secara spontan karena (1)
kromosom gagal berpisah (nondisjunction) pada anafase I meiosis,
(2) perpasangan dan pergerakan kromosom abnormal pada meiosis
seperti pada triploid dan (3) tanaman haploid yang diserbuki oleh
polen normal sehingga gamet membawa jumlah kromosom yang
tidak simbang. Aneuploid berguna untuk (1) mengidentifikasi
letak gen pada kromosom, (2) mengetahui fungsi gen (3)
mengetahui pengaruh kromosom dan dosis gen dan (4)
memungkinkan substitusi kromosom tertentu ke dalam suatu
varietas.
Penamaan euploid berdasarkan banyaknya jumlah
kromosom yang hilang atau bertambah pada suatu individu,
sehingga dapat dibedakan sebagai berikut :
Formula
Tipe
aneuploid
Keterangan
2n
Disomik
Diploid Normal
2n-2
Nullisomik
Kehilangan sepasang kromosom
2n-1
Monosomik
Kehilangan satu kromosom
2n-1-1
Monosomik
ganda
Kehilangan 1 kromosom pada setiap
pasang kromosom
2n+1
Trisomik
Penambahan satu kromosom
2n+2
Tetrasomik
Penambahan sepasang kromosom
2n+1+1
Trisomik
ganda
Penambahan 1 kromosom setiap
pasang kromosom
93
Gambar 5.1. Diagramatik Aneuploid
5.2.
Hibridisasi Interspesifik
Hibridisasi interspesifik merupakan persilangan antara
spesies yang berbeda. Jika suatu sifat yang diinginkan oleh pemulia
tidak tersedia di dalam spesies yang ingin dikembangkan, maka
pemulia mencari sifat tersebut pada kerabat liar dari spesies
tersebut untuk dibentuk suatu varietas baru dengan sifat yang
iinginkan dari dua spesies atau lebih. Tanaman poliploid dapat
dihasilkan dengan cara hibridisasi interspesifik. Tanaman tersebut
dikenal dengan Allopoliploid (berarti berbeda) merupakan
poliploid yang terbentuk dari kombinasi genom dari dua spesies
atau lebih. Namun demikian pemindahan gen dengan cara
hibridisasi interspesifik sering mengalami kesulitan untuk
mendapatkan biji atau tanaman yang viabel. Oleh karena itu
diperlukan teknik khusus untuk mengatasi hambatan tersebut.
94
Setiap genom harus diidentifikasi dengan jelas supaya kita
dapat mengikuti perannya dalam membentuk poliploid. Identifikasi
genom biasanya ditandai dengan huruf besar. Sebagai contoh,
poliploid yang terbentuk dari tiga genom. Jika set kromosom dasar
atau genom spesies tetua pertama adalah A dan set kromosom dasar
spesies tetua kedua adalah B dan set kromosom dasar spesies tetua
ketiga adalah C. Masing-masing genom terdiri dari tujuh
kromosom tetapi genom A tidak homolog dengan B atau C dan
sebaliknya. Masing-masing spesies tetua diploidnya adalah AA,
BB dan CC sehingga keturunan hasil persilangan ketiga tersebut
adalah ABC dan penggandaan hibrid F1 ini akan menjadi
AABBCC.
Gambar. 5.2. Keturunan Hasil Persilangan Interspesifik
95
Pola pewarisan material genetik pada allopoliploid lebih
sederhana dari autopoliploid. Segregasinya mirip dengan segregasi
diploid. Jika tanaman AAAA disilangkan dengan aaaa akan
diperoleh F1 AAaa dan jika tanaman F1 AAaa dibiarkan menyerbuk
sendiri akan diperoleh kemungkinan gametnya adalah 1 AA : 2 Aa
: 1 aa, sehingga perbandingan fenotipe F2-nya adalah 15 dominan :
1 resesif, jika A dominan penuh, sehingga yang resesif sangat
jarang ditemukan dalam populasi ini.
Sekarang, tanaman allopoliploid telah dihasilkan secara
rutin dalam pemuliaan tanaman. Penggandaan kromosom secara
spontan untuk mendapatkan hibrid yang steril sangat jarang terjadi,
oleh karena itu penggandaan kromosom diinduksi dengan
kolkhisin. Amphidiploid sintetik yang telah digunakan secara luas
yaitu Triticale, yaitu amphidiploid antara gandum (Triticum, 2n =
6x = 42) dan rye (Secale, 2n = 2x = 14). Triticle tanaman kombinasi
sifat daya hasil tinggi dari gandum dan sifat batang kuat (tahan
rebah) dari rye.
Allopoliploid bermanfaat dalam identifikasi genetik asal
tanaman poliploid, menghasilkan genotipe dan spesies baru,
memudahkan transfer gen dari spesies yang berkerabat dekat, dan
memungkinkan transfer atau substitusi individu kromosom atau
pasangan kromosom.
5.4. Mutasi
Mutasi merupakan perubahan susunan basa DNA. Mutasi
dapat terjadi pada semua sel baik sel kelamin ataupun sel somatik.
Mutasi pada sel kelamin seperti sel-sel induk mikrospora atau
megaspora biasanya perubahan yang terjadi dapat diwariskan ke
individu keturunannya. Mutasi bisa terjadi pada nukleotida
penyandi gen atau bisa juga pada daerah bukan penyandi gen. Jika
mutasi terjadi pada daerah bukan penyandi gen maka tidak dapat
dideteksi pengaruhnya terhadap sel atau individu. Mutasi pada gen
akibatnya akan mengubah produk gen yang dapat menyebabkan
96
perubahan fenotipe, yaitu munculnya fenotipe baru yang berbeda
dengan fenotipe tetua.
Mutasi dapat terjadi secara sontan atau dengan cara
diinduksi. Mutasi yang tidak diketahui penyebabnya dikenal
dengan mutasi spontan. Mutasi spontan dapat terjadi di alam secara
acak atau akibat pengaruh lingkungan. Frekwensi mutasi spontan
sangat kecil (10-6 pada tingkat gen dan 10-9 pada tingkat nukleotida)
per generasi. Mutasi dapat diinduksi dengan menggunakan zat-zat
khusus (mutagen). Mutagen fisik seperti sinar Ultra Violet (UV),
Neutron, X, γ, β. Mutagen kimia seperti ethyl methanesulfonate
(EMS), diethyl sulfate (DES), ethyleimine (EI), ethyl nitroso
urethane (ENV), ethyl nitroso urea (ENH) dan methyl nitroso urea
(MNH).
Mutasi dapat menyebabkan perubahan struktur kromosom.
Mutasi pada kromosom dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu
delesi atau defisiensi, duplikasi, inversi dan translokasi.
Hilangnya sebagian potongan kromosom dinamakan delesi
atau defisiensi. Dalam diagram berikut bagian D, E, F dan G yang
hilang:
Delesi dapat menampilkan fenotipe yang unik jika satu kromosom
homolog membawa delesi seperti halnya mutasi dominan, tetapi
delesi akan menyebabkan letal jika dalam keadaan homozigot yang
bertindak sebagai resesif terhadap pengaruh letal.
Proses mutasi kromosom bisa menghasilkan satu tambahan
pada beberapa bagian kromosom. Adanya dua bagian kromosom
tertentu pada kromosom yang sama dinamakan dengan duplikasi,
97
seperti terlihat pada diagram berikut bagian C dan D menjadi dua
kali.
Bagian tambahan dari sebuah duplikasi yang mengalami
mutasi gen, fungsinya dapat didukung oleh copy yang lain. Hal ini
akan memberi kesempatan untuk penyebaran fungsi dari gen yang
terduplikasi yang akan menguntungkan dalam evolusi genom.
Dengan demikian duplikasi akan menyumbangkan tambahan bahan
genetik yang mampu untuk menimbulkan fungsi-fungsi baru.
Jika satu kromosom putus pada dua tempat, kadangkala
bagian di tengah-tengah diantara dua daerah yang putus tersebut
berputar 1800 sebelum tersambung kembali dengan kedua ujung
yang putus tadi. Mutasi kromosom yang menyebabkan sebuah
segmen kromosom yang berputar 180 derajad dan tersambung
kembali disebut Inversi.
Inversi tidak melibatkan pertukaran materi genetik,
sehingga biasanya inversi viabel dan tidak memperlihatkan ada
bagian abnormalitas pada tingkat fenotipik. Pada beberapa kasus
satu kromosom putus pada tempat sebuah gen yang memiliki
fungsi esensial dan titik tempat putus tersebut bisa bertindak
sebagai mutasi gen letal yang terpaut inversi.
98
Pertukaran bagian-bagian kromosom antar kromosom
bukan homolog yang menghasilkan mutasi kromosom disebut
translokasi. Translokasi resiprokal merupakan tipe translokasi yang
paling umum terjadi. Satu segmen dari satu kromosom tertukar
dengan satu segmen dari kromosom bukan homolog yang satu lagi,
sehingga dua translokasi kromosom terjadi secara bersamaan.
Translokasi dapat merubah ukuran kromosom dan juga posisi
sentromernya.
Pada translokasi heterozigot yang membawa dua kromosom
yang mengalami translokasi dan kromosom pasangannya normal
akan memperlihatkan pengaruh genetik .
99
Walaupun banyak varietas yang dimuliakan dengan cara
mutasi, tetapi masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
varietas yang dikembangkan dengan cara hibridisasi dan seleksi
(Fehr, 1987). Pemulian dengan cara mutasi hanya terbatas pada
sifat-sifat yang bernilai ekonomi tinggi dan hanya tepat digunakan
jika sifat yang diinginkan tidak tersedia di dalam plasma nutfah.
Frekwensi perubahan sifat yang diharapkan dari mutasi buatan
umumnya rendah, oleh karena itu untuk memperbesar peluang
keberhasilannya perlu diseleksi individu yang lebih banyak.
5.5.
Variasi Somaklonal
Pada dasarnya, perbanyakan tanaman secara in vitro akan
menghasilkan keturunan tanaman yang fenotipik dan genotipiknya
identik dengan tetuanya. Namun demikian sering juga dijumpai ada
variasi dalam populasi tanaman yang diperbanyak secara in vitro,
terutama pada kultur sel. Frekwensi variasi genetik alami pada
kultur sel relatif tinggi sehingga tidak diperlukan perlakuan agen
mutasi. Akibat variasi tersebut berasal dari sel-sel somatik yang
diperbanyak secara in vitro maka dinamakan sebagai variasi
somaklonal. Variasi yang diinduksi oleh kultur jaringan telah
dilaporkan pada berbagai tanaman seperti tebu, tembakau, padi,
jagung, gandum, dan kedelai.
Pemulia tanaman dapat menganggap variasi tersebut
sebagai salah satu sumber keragaman genetik untuk pengembangan
varietas baru. Variasi somaklonal termasuk mutasi dalam
spektrum luas seperti mutasi titik, penyusunan kembali kromosom,
inversi, duplikasi, poliploidi, aneuploid dan delesi.
Induksi dan seleksi dengan menggunakan ragam genetik
dari in vitro dapat dilakuakan dengan dua cara. Pertama, tanaman
budidaya atau klon yang memiliki kekurangan diperbanyak dengan
cara kultur jaringan, selanjutnya diseleksi mutan-mutan
regeneranya yang memiliki sifat yang diinginkan. Caranya dengan
membuat subklon melalui kultur jaringan dan diseleksi ragam
100
genetiknya. Sub-subklon yang berbeda dari klon asalnya dalam hal
karakter morfologi atau ketahanan terhadap penyakit diperbanyak
dan dievaluasi di lapangan. Kedua, kultur sel tanaman diseleksi
untuk ketahanan terhadap kondisi bercekaman dan tanaman
diregenerasi dari sel yang tahan.
5.6.
Fusi Protoplas
Fusi protoplas merupakan penyatuan dua atau lebih
protoplas (sel tanpa dinding) dari sel somatik selanjutnya
diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Fusi protoplas digunakan
oleh pemulia tanaman jika tidak dapat dihasilkan biji dengan cara
persilangan secara seksual setelah hibridisasi interspesifik
(persilangan dengan kerabat liar) atau sifat-sifat yang ingin
digabungkan dikendalikan oleh gen yang berada pada sel-sel
somatik seperti klroroplas dan mitokondria.
Gambar 5.3. Ilustrasi kemungkinan hasil fusi Protoplasma
101
Fusi protoplas memungkinkan memindahkan sel-sel organel
dari satu spesies ke spesies lain yang tidak bisa diperoleh dengan
hibridisasi seksual, yang biasanya membawa organel dari spesies
tetua betina saja melalui sel telur. Organisme yang memiliki
sitoplasma dan organel dari satu spesies dan inti dari spesies lain
dinamakan dengan cybrida. Fusi protoplas juga memungkinkan
untuk mendapatkan kombinasi baru DNA organel dan inti,
sehingga menghasilkan variasi genetik baru.
5.7.
Pemindahan Gen Secara Langsung
Pemindahan DNA pengkode sifat tertentu dari satu
organisme ke organisme lain dengan teknik DNA rekombinan
dinamakan juga dengan rekayasa genetika. Sumber DNAnya bisa
dari organisme termasuk bukan tanaman.
Transfer gen dikenal pula sebagai transformasi DNA. Gen
dari organisme lain disisipkan ke dalam DNA tanaman untuk
tujuan tertentu. Strategi pemuliaan ini banyak mendapat
penentangan dari kelompok-kelompok lingkungan karena varietas
yang dihasilkan dianggap membahayakan lingkungan jika
dibudidayakan.
Transformasi
tanaman
yang
dimediasi
dengan
Agrobacterium tumefaciens merupakan metode transformasi
tanaman yang paling umum digunakan A. tumefaciens secara alami
menginfeksi tumbuhan dikotil dan menyebabkan tumor yang
disebut ‘crown gall’ Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif
yang menyebabkan crown gall dengan mentransfer bagian DNAnya (dikenal sebagai T-DNA) dari Tumour inducing plasmid (Ti
plasmid) ke dalam inti sel dan berintegrasi dengan genom sehingga
menyebabkan penyakit ‘crown gall’.T-DNA mengandung 2 tipe
gen, gen onkogenik yang menyandikan enzim termasuk sintesis
auksin dan sitokinin dan membentuk formasi tumor, serta gen yang
menyandikan sintesis opin, hasil dari kondensasi asam amino dan
gula. Opin dihasilkan dan diekskresikan sel ‘crown gall’ dan
102
digunakan oleh A. tumefaciens sebagai sumber karbon dan
nitrogen. Sementara gen untuk reaksi katabolisme opin, gen yang
membantu transfer T-DNA dari bakteri ke sel tanaman, dan gen
tansfer konjugatif plasmid, terdapat diluar T-DNA.
A. tumefaciens terlebih dahulu melakukan pelekatan pada
permukaan sel tanaman dengan membentuk mikrofibril sehingga
menyebabkan terjadinya luka pada tanaman yang akan
mengeluarkan senyawa fenolik yaitu asetosiringone sebagai respon
sinyal. Sinyal tersebut mengaktifkan virA yang merupakan protein
kinase untuk mengaktifkan virG dan memfosforilasinya menjadi
virG-P. Dengan aktifnya virG-P ini akan mengaktifkan gen-gen vir
lainnya untuk mulai bersifat virulen dan melakukan transfer VirD
untuk memotong situs spesifik pada Ti plasmid, pada sisi kiri dan
kanannya sehingga melepaskan T-DNA yang akan ditransfer dari
bakteri ke sel tanaman. T-DNA utas tunggal akan diikat oleh
protein VirE yang merupakan single strand binding protein
sehingga terlindung dari degradasi. Bersamaan dengan itu, protein
virB membentuk saluran transmembran ysng menghubungkan sel
A. tumefaciens dan sel tanaman sehingga T-DNA dapat masuk ke
sel tanaman. Gen pada T-DNA, yang meliputi gen auksin, sitokinin
dan opin, ikut terekspresi sehingga memacu pertumbuhan sel
tanaman menjadi banyak (tumor).
Gambar 5. 4. Tranformasi menggunakan A. tumefaciens
103
Dengan adanya teknologi transformasi yang dimediasi A.
tumefaciens ini berperan dalam menghasilkan tanaman transgenik,
seperti tanaman tembakau yang tahan terhadap antibiotik tertentu.
Resistensi terhadap antibiotik ini didapatkan dari bakteri yang turut
menyisip pada T-DNA A. tumefaciens.
5.8.
Rangkuman
Sumber keragaman genetik bisa mutasi, variasi jumlah
kromosom, hibridisasi interspesifik, rekombinasi gen, variasi
somalkonal, fusi protoplas dan konstruksi gen.
5.9. Latihan
1. Agen apa saja yang dapat diunakan untuk melakukan mutasi
pada tanaman?
2. Bagaimana membedakan allopolyploid dan autopolyploid
3. Berikan contoh hibridisasi interspesifik dan penggunaannya
dalam pemuliaan tanaman!
4. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan biasanya
menghasilkan tanaman yang identik dengan induknya, jelaskan
kenapa kegiatan kultur jaringan dapat menghasilkan variasi
somaklonal?
5.10. Glossarium
Delesi
:
Duplikasi
:
Inversi
:
Proses mutasi kromosom yang menghasilkan
pengurangan bagian kromosom
Proses mutasi kromosom yang menghasilkan
satu tambahan pada beberapa bagian
kromosom
Mutasi kromosom yang menyebabkan sebuah
segmen kromosom yang berputar 180 derajad
104
Translokasi
:
Euploid
:
Aneuploid
:
Poliploid
:
Alloploid
:
Autoploid
:
Epistasis
:
Variasi
somaklonal
Cybrida
:
Rekayasa
genetika
:
:
dan tersambung kembali
Pertukaran bagian-bagian kromosom antar
kromosom bukan homolog yang menghasilkan
mutasi kromosom
Organisme yang kromosom-kromosomnya
merupakan
penggandaan
dari
jumlah
monoploid
Poliploidi yang jumlah kromosom bukan hasil
pengggandaan seluruh set kromosom dasar
tetapi terjadi penambahan atau pengurangan
pada individu atau bagian kromosom
Euploid yang memiliki lebih dari dua set
kromosom dalam sel somatiknya.
poliploid yang terjadi akibat kombinasi genom
dari spesies yang berbeda
poliploid yang terjadi akibat penggandaan
kromosom dalam satu spesies
Interaksi gen pada lokus berbeda yang
mempengaruhi satu sifat
Variasi yang berasal dari sel-sel somatik yang
diperbanyak secara in vitro
Organisme yang memiliki sitoplasma dan
organel dari satu spesies dan inti dari spesies
lain
Pemindahan DNA pengkode sifat tertentu dari
satu organisme ke organisme lain dengan
teknik DNA rekombinan.
5.11. Daftar Pustaka
Poehlman, J.M., and Sleper, D.A. 1995. Breeding Field Crops, the
4th Edition. Iowa State University Press. Iowa, USA.
Standfield, D. 1991. Genetika Schaum’s, Erlangga Jakarta.
105
BAB VI
GENETIKA KUANTITATIF DALAM PEMULIAAN
TANAMAN
Pengantar
Pemulia tanaman perlu mengetahui prilaku sifat-sifat yang
ingin diperbaiki dari tanaman yang akan dimuliakan. Sifat yang
distribusi variasinya tidak kontinyu dan dapat dikategorikan ke
dalam kelas diskrit termasuk sifat kualitatif. Sifat yang berdistribusi
secara kontinyu tidak dapat dianalisis dengan cara yang sama
sebagaimana sifat diskontinyu/diskrit. Sifat kontinyu sering diukur
dan diberi nilai secara kuantitatif sehingga sering dikatakan sebagai
sifat kuantitatif.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat
memahami, menjelaskan dan menerapkan pengetahuan tentang
perilaku genetik sifat kuantitatif dalam pemuliaan tanaman.
106
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Aktivitas
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1 Pembukaan
1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada
10 menit
pertemuan ini, tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pertemuan ini dan memotivasi
mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas
pembelajaran
2. Menanyakan apa yang diketahui oleh
mahasiswa tentang pewarisan sifat-sifat
quantitatif dalam pemuliaan tanaman
Langkah 2 Penyajian
1. Dosen menyajikan informasi kepada
80 menit
mahasiswa melalui bahan bacaan
2. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 5
kelompok yang terdiri atas 5 orang dalam satu
kelompok.
3. Tiap anggota tim diberikan materi yang
berbeda (sub pembahasan yang berbeda).
4. Anggota tim yang berbeda yang telah
mempelajari sub bab yang sama diminta untuk
membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka.
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap
anggota diminta untuk kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim
mereka tentang sub bab yang mereka kuasai.
6. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang
lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahasnya untuk
mencapai pemahaman bersama yang tepat.
107
Langkah 3
10 menit
7. Dosen meminta beberapa kelompok awal
untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada
seluruh kelas.
8. Dosen mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari
9. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan
refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan
ini.
10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi.
Penutup
1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk
memantapkan mahasiswa tentang sifat
kuantitatif dan hubungannya dengan pemuliaan
tanaman.
2. Dosen meminta beberapa mahasiswa
mengemukakan pertanyaan dan membahasnya.
3. Menugaskan mahasiswa untuk membaca
pustaka yang berkaitan dengan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan pada
perkuliahan minggu berikutnya.
108
6.1. Pewarisan Sifat Genetik pada Tanaman
1) Pewarisan secara Kualitatif
Karakter ini dikendalikan oleh gen tunggal atau beberapa
gen. Distribusinya merupakan variasi tidak kontinyu dan pengaruh
faktor lingkungan sedikit terhadap ekspresinya. Sebagai contoh
adalah beberapa karakter dari kacang kapri yang dipelajari Mendel.
2) Pewarisan secara Kuantitatif
Karakter ini dikendalilan oleh banyak gen, sehingga disebut
juga multiple gen atau polygenes. Distribusinya merupakan variasi
kontinyu dan pengaruh faktor lingkungan terhadap ekspresinya
besar. Contoh karakter jenis ini adalah potensial hasil, Ketahanan
terhadap cekaman kekeringan, periode kematangan dan lain-lain.
Interaksi genetik gen
Ada dua tipe interaksi genetik gen, yaitu interaksi genetik
antara gen pada satu lokus dan interaksi genetik antar gen pada
lokus yang berbeda.
1.)
Interaksi genetik antara gen pada satu lokus
Tipe Aksi Gen
Aksi gen yang mempengaruhi sifat kuantitatif diantaranya
adalah aditif, dominan tidak sempurna, dominan lengkap, dan over
dominan.
109
Aksi Gen Aditif
Aksi gen aditif merupakan aksi gen dimana setiap gen
berkonstribusi terhadap setiap pengaruh aditif. Sebagai contoh gen
untuk tinggi tanaman kedelai, A = 10 cm, dan a = 5 cm, sehingga
AA = 20 cm, Aa = 15 cm, dan aa = 10 cm, dimana setiap gen
menambah ke setiap ekspresi fenotipik.
Aksi Gen Non Aditif
Aksi gen non aditif merupakan aksi gen dimana setiap gen tidak
memiliki pengaruh aditif.
Aksi Gen Dominan tidak sempurna
Pada dominan tidak sempurna, konstribusi alel A > satu unit
tertentu sehingga pengaruh dua alel tidak sama dengan 2 x
pengaruh dari alel tunggal. Jika AA aditif maka kombinasi Aa
mendekati AA. Sebagai contoh, gen untuk warna bunga, R = bunga
merah, dan r = bunga putih, sehingga RR = bunga merah, Rr =
bunga pink, dan rr = bunga putih, dimana warna pink merupakan
warna diantara merah dan putih.
Gambar
6.1.
Pewarisan Warna Bunga Snapdragon
memperlihatkan dominan tidak Sempurna
yang
110
Aksi Gen Dominan Lengkap
Sebagai contoh, gen untuk tingga (T) dan pendek (t), sehingga
TT = tinggi, Tt = tinggi, dan tt = rendah, di mana heterozigot (Tt)
menunjukkan fenotipe dominan (tinggi).
Aksi Gen Overdominan
Aksi gen overdominan merupakan aksi gen dimana
heterozigot Aa memperlihatkan hibrid vigor dibandingkan
homozigot dominan AA dan homozygote resesif aa. Tipe ini
menguntungkan pada banyak tanaman menyerbuk silang, tetapi
pada tanaman menyerbuk sendiri, kebanyakan gen homozygot dan
overdominan jarang dijumpai.
Skala nilai fenotipe 0
Genotipe aa
1
Aa
2
AA
Aditif
Skala nilai fenotipe 0
Genotipe aa
1,5
Aa
Dominan sebagaian
Skala nilai fenotipe 0
Genotipe aa
2
AA
2
Aa
AA
Dominan Lengkap
Skala nilai fenotipe 0
Genotipe aa
2
AA
Over dominan
Gambar 10.5.Skematis berbagai Aksi Gen
2,5
Aa
111
Interaksi genetic antar gen pada lokus yang berbeda
2.1. Aksi gen aditif
Ini merupakan aksi gen dimana setiap gen berkonstribusi
terhadap setiap pengaruh aditif. Sebagai contoh, sifat yang warna
kernel gandum yang dikendalikan oleh tiga gen additif. Pada 1909
Herman Nilsson-Ehle dari Swedia melakukan percobaan dengan
warna kernel gandum. Gandum merupakan tanaman hexaploid,
dari persilangan tiga spesies yang berbeda yang menghasilkan
hibrid yang stabil, allopolyploid. Tiga spesies tersebut mirip tetapi
sedikit berbeda genom yang disebut A, B, dan D.
Setiap genom memiliki gen tunggal yang mempengaruhi warna
kernel, dan setiap lokus memiliki alel merah dan alel putih. Kita
akan melambangkan alel merah sebagai A, B, dan D, dan alel putih
a, b, dan d. Perawarisan gen tersebut adalah dominan tidak
sempurna, atau “aditif”. Jumlah pigmen merah pada kernel
proporsional terhadap jumlah alel merah yang muncul, dari 0
sampai 6.
Generasi
tetua
Generasi F1
Generasi F2
Fenotipe
Gambar 6.2. Pewarisan warna kernel gandum oleh tiga gen aditif
112
Gambar 6.2. tersebut menunjukkan keragaman warna biji
gandum. Persilangan gandum berbiji sangat terang dengan gandum
berbiji sangat gelap. Individu-individu F2 yang ditunjukkan sebagai
distribusi warna sangat merah sampai merah pudar. Kisaran dari
fenotipe tersebut adalah tipe sifat kuantitatif. Distribusi ini dapat
dibandingkan dengan warna bunga kapri hasil penelitian Mendel,
dimana individu-individu F2 berwarna merah atau putih, yang
merupakan dua fenotipe tetua.
2.2. Aksi gen non-aditif
Ini merupakan aksi gen dimana setiap gen tidak mempunyai
pengaruh aditif. Jika interaksi atau interferensi dua atau lebih lokus
dengan setiap lokus lainnya dalam mengespresikan fenotipik
disebut “epistaisis”. Interaksi epistasis terjadi jika dua gen atau
lebih gen melibatkan enzim tertentu dalam lintasan bersama. Jika
satu gen mutan, lintasan biokimia diblok dan gen berikutnya dalam
lintasan tidak dapat mengekspresikan pengaruh fenotipiknya.
Interaksi Genetik antar Gen pada Dua Lokus
Jika epistasis dilibatkan dalam persilangan dihibrid (dua lokus
gen), ratio Mendelian 9: 3: 3: 1 akan mengalami modifikasi
menjadi ratio yang kombinasinya bervariasi, yang menghasilkan
kurang dari empat fenotipe. Ada enam tipe "ratio epistasis"
yangumum dikenal diringkas pada tabel berikut.
113
Table 6.1. Ringkasan ratio fenotipik epistasis
Interaksi Genetik
Pewarisan Mendelian
Epistasis Dominan
Epistasis Rsessif
Duplikat gen dengan
pengaruh kumulatif
Duplikat gen-gen dominan
Duplikat gen-gen resesif
Interaksi dominan dan resesif
Ratio fenotipik
9 A-B- : 3 A-bb : 3 aaB- : 1 aabb
12 (A-B-, A-bb) : 3 aaB- : 1
aabb
9 A-B- : 3 A-bb : 4 (aaB-, aabb)
9 A-B- : 6 (A-bb, aaB-) : 1 aabb
15 (A-B-, A-bb, aaB-) : 1 aabb
9 A-B- : 7 (A-bb, aaB-, aabb)
13 (A-B-, A-bb, aabb) : 3 aaB-
Sumber : Elrod dan Stansfield, 2007.
Pengujian Ratio Genetik dengan Uji Khi-Square (χ2)
Salah satu cara untuk pengujian secara statistika untuk
mengetahui apakah jumlah turunan yang diamati akan masuk
katagori tertentu sesuai dengan harapan atau tidak digunakan uji
khi-Square (χ 2) (Erold dan Stansfield, 2007). Kita membuat
hipotesis nol yang menyatakan bahwa ratio yang diamati tidak
berbeda dengan ratio yang diharapkan, tetapi jika menyimpang dari
yang diharapkan, berapa besar penyimpangan tersebut sehingga
kita dapat menolak hipotesis nol kita? Dalam percobaan biologi,
kita menolak hipotesis nol jika peluang atau terjadinya kurang dari
5% dari setiap kali pengamatan. Jika ukuran sampel diperbesar,
penyimpangan akan menjai berkurang secara proporsional. Dalam
Uji Khi-Square, ukuran sampel akan digunakan dalam pehitungan
"derajat bebas", yaitu ukuran sampel dikurangkan dengan satu (n1). Sebagai contoh, jika ada empat fenotipe (n = 4), maka derajat
114
bebas adalah 4 - 1 = 3. Nilai Khi-Square ditentukan sebagai jumlah
simpangan kuadrat dibagi dengan yang diharapkan.
χ 2 = Jumlah dari {(diamati - diharapkan)2/ (diharapkan)}
Jika Nilai Khi-Square dihitung, peluang dari kejadian dapat
diperoleh dari Tabel Distribusi Khi-Square berikut.
Table 6.2. Distribusi Chi-Square
dB
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
15
20
25
30
0,95
0,004
0,103
0,352
0,711
1,145
1,635
2,167
2,733
3,325
3,940
7,261
10,851
14,611
18,493
/
0,80
0,064
0,446
1,005
1,649
2,343
3,070
3,822
4,594
5,380
6,179
10,307
14,578
18,940
23,364
0,50
0,455
1,386
2,366
3,357
4,351
5,348
6,346
7,344
8,343
9,342
14,339
19,337
24,337
29,336
Peluang
0,20
0,05
1,642 3,841
3,219 5,991
4,642 7,815
5,989 9,488
7,289 11,070
8,558 12,592
9,803 14,067
11,030 15,507
12,242 16,919
13,442 18,307
19,311 24,996
25,038 31,410
30,675 37,652
36,250 43,773
Berbeda tidak nyata secara statistik
0,01
6,635
9,210
11,345
13,277
15,086
16,812
18,475
20,090
21,666
23,209
30,578
37,566
44,314
50,892
0,005
7,879
10,597
12,838
14,860
16,750
18,548
20,278
21,955
23,589
25,188
32,801
39,997
46,928
53,672
/ / Berbeda nyata secara statistik /
Sumber : Elrod dan Stansfield, 2007.
Ukuran Statistik dari Karakter Kuantitatif
Statistik yang umum digunakan dalam pemuliaan tanaman
termasuk, jangkauan, rata-rata, ragam, standar deviasi dan
koefisien keragaman (Poehlman & Sleper, 1995). Untuk karakter
kuantitatif, mererka diukur dan memperlihatkan variasi kontinyu.
115
Nilai fenotipik untuk kebanyakan sifat kuantitatif cenderung
berdistribusi secara normal jika diukur dari pengamatan yang
cukup besar. Untuk memperlihatkan cara perhitungan statistik,
disajikan satu contoh data berikut.
 x
x
N
Rata-rata :
i 1
i
N
2
 ( xi  x)
N
Ragam (V) 
i 1
N 1
Standar deviasi (σ) = V
Koefisien Keragaman (KK) =

x
x100%
Table 6.3. Data untuk perhitungan statistik
Nilai
Frekwensi Hasil Simpangan Simpangan
Hasil
Amatan
(f)
kali dari rataan
Kuadrat
kali
2
(x)
(fx)
(xx)
(xx)
f( x  x )2
8
1
8
-3
9
9
9
7
63
-2
4
28
10
25
250
-1
1
25
11
35
385
0
0
0
12
23
276
+1
1
23
13
8
104
+2
4
32
14
1
14
+3
9
9
Jumlah
100 1100
126
(∑)
Sumber: Poehlman & Sleper, 1995.
116
Dari Tabel di atas, data terdiri atas 100 pengamatan
(x). Jumlah atau frekwensi (f) dari setiap nilai pengamatan
dikalikan dengan pengamatan diperoleh (fx). Jumlah hasil kali
(∑fx) dibagi dengan jumlah total data (n) merupakan rata-rata
sampel ( x ) atau x = ∑fx/n = 1100/100 = 11. Penyimpangan dari
nilai pengamatan dalam populasi digambarkan dengan ragam (V),
dimana yaitu rata-rata dari jumlah simpangan kuadrat: V = ∑
[f( x  x )2]/(n - 1) = 126/99 = 1.27. Ragam dapat digunakan untuk
menghitung simpang baku (s), yaitu sama dengan akar kuadrat
dari ragam (1.27) = 1.13. Ragam kecil dan standar deviasi kecil
untuk
sebuah
sampel
populasi
menunjukkan
bahwa
nilai
pengamatan berada disekitar rata-rata; Ragam besar dan standar
deviasi besar meningindikasikan bahwa pengamatan menyebar jauh
dari rata-rata. Dalam membuat perbandingan keragaman data antar
data dua populasi dengan sedikit perbedaan rata-rata digunakan
Koefficient keragaman (KK) dan diekspresikan dalam persentase
dari standar deviation terhadap
100(1.13/11) = 10.3%.
rata-rata atau 100(s/ x ) =
Dalam percobaan biologi, koefisien
keragaman lebih kecil atau sama dengan 10% yang umum
digunakan.
Ukuran statistik dapat digunakan untuk menghitung jumlah
gen (n) yang berkonstribusi terhadap karakter kuantitatif sebagai
berikut:
n = 1/8 [( x P1 - x P2)2 / (VF22 - VF12)]
117
dimana x P1 dan x P2 merupakan rata-rata dari tetua inbrida (P1
and P2), dan VF22 dan VF12 merupakan ragam kuadrat dari generasi
F2 dan F1. Metode ini hanya efektif jika gen mempunyai pengaruh
sama besar, tidak ada dominansi, tidak ada epistasis, dan tidak
terpaut. Pehitungan ini tidak sesuai khususnya lebih dari empat atau
lima gen yang dilibatkan.
Heritabilitas
Dalam pengukuran karakter kualitatif, akan ada variasi
fenotipik akibat genetik dan lingkungan. Heritabilitas merupakan
ukuran tingkat keragaman dalam distribusi fenotipe akibat
pengaruh genetik. Heritabilitas dalam arti luas diukur dengan cara
membagi total ragam genetik dengan total ragam fentotpe;
Lambangnya H. Heritabilitas dalam arti sempit diukur dengan cara
membagi ragam aditif dengan ragam total ragam fenotipe,
dilambangkan sebagai h2.
H = (Vg/Vp) x 100
h2 = (Va/Vp) x 100
Vp = Vg + Ve + Vge
Vg = Va + Vd + Vi
Di mana H merupakan heritabilitas dalam arti luas, h2
merupakan heritabilitas dalam arti sempit dan Vp merupakan
ragam fenotipik yang terdiri atas ragam genetic (Vg), Ragam
118
lingkungan (Ve), dan ragam akibat interaksi antara genetic dan
lingkungan (Vge) (Poehlman & Sleper, 1995). Ragam genetik
(Vg) dapat dibagi ke dalam tiga komponen: ragam aditif (Va),
ragam dominan (Vd), dan ragam interaksi nonallelic atau ragam
epistasis (Vi). Ragam genetic aditif (Va) merupakan ragam yang
disebabkan oleh gen-gen yang memiliki pengaruh aditif. Ragam
dominan (Vd) merupakan ragam yang berasal dari simpangan
heterozigot dari mid-parent atau rata-rata dari tetua homozigot.
Ragam interaksi epistasis (Vi) merupakan hasil dari penyimpangan
yang
diakibatkan
oleh
penngaruh
epistasis
dari
gen
nonallelic. Secara normal, Va > Vd > Vi.
Frekwensi gen dan Keseimbangan Genetik
Dalam pemuliaan tanaman, proporsi dari alel yang berbeda
atau gen dapat diangap sebagai suatu keseluruhan populasi
tanaman.
Proporsi gen ini dalam populasi disebut dengan
frekwensi gen, dan Proporsi dari variasi genotipe dalam populasi
disebut dengan frekwensi genotipe. Total varietas dan jumlah alel
di dalam suatu populasi atau species dikenal sebagai gen pool.
Pada tanaman menyerbuk silang, gen pool dibagi oleh tanaman
dalam populasi. Frekwensi gen dan frekwensi genotipe bisa tetap
konstan dari satu generasi ke generasi jika populasi berada dalam
keseimbangan
genetik. Namun
demikian,
untuk
mencapai
keseimbangan genetik diperlukan kondisi berikut: 1.) besarnya
ukuran populasi tidak terbatas, 2.) tidak ada mutasi, 3.) tidak ada
seleksi, 4.) tidak ada migrasi, dan 5.) perkawinan acak. Jika satu
dari lima kondisi tersebut tidak terpenuhi, frekwensi gen dan
119
genotipeakan berubah pada setiap generasi pemuliaan. Prinsip
keseimbangan genetik ini dikenal dengan Hukum HardyWeinberg. Pada tahun 1908, Ahli matematika dari Ingris Hardy
dan Ahli Fisika Jerman Weiberg memperkenalkan prinsip ini
secara terpisah dan. Jika frekwensi gen alel dominan allele p,
frequensi alel gen q, dan p+q = 1, Frekwensi genotipe pada
keturunan dapat diekspresikan dengan perluasan binomial (p+q)2.
(p + q)2 = p2 + 2pq + q2 = 1
Di mana frekwensi genotipe dari genotipe AA, Aa, dan aa
diekspresikan sebagai p2, 2pq, dan q2.
Segregasi Transgresif
Beberapa dari keturunan bisa berada diluar kisaran tetuanya
(Poehlman & Sleper, 1995). Sebagai contoh, Gen untuk warna biji
merah pada gandum (R) dan putih (r). Tetua medium merah
(R1R1r2r2) disilangkan dengan tetua medium merah (r1r1R2R2);
Turunan F1 medium merah (R1r1R2r2). Namun demikian, jika
diselfing turunan F1, beberapa turunan F2 akan menjadi sangat
merah gelap (R1R1R2R2), beberapa merah gelap R1R1R2r2, beberapa
medium merah (R1R1r2r2), beberapa merah cerah (R1r1r2r2) dan
beberapa putih (r1r1r2r2). Turunan
F2 yang memperlihatkan
fenotipe diluar kisaran tetuanya disebut "segregasi transgresf"
(Gambar 5.1). Pemulia tanaman sering bekerja dengan segregasi
transgresif untuk mendapatkan segregat yang superior terhadap
strain tetua untuk sifat yang diturunkan secara kuantitatif. Pada
120
keturunan tersebut produksi biji lebih banyak dibandingkan
tetuanya, keturunan tersebut memperlihatkan heterosis atau hybrid
vigor. Banyak tanaman hibrida telah dihasilkan secara komersil
akibat adanya superioritas kultivar hibrida. Heterosis dapat diukur
dalam persen dengan menghitung perbedaan kemajuan dari hibrida
dibandingkan dengan
tetuanya: bisa diukur dengan salah dari
mid-parent (MP) atau high-parent (HP).
% mid-parent heterosis = 100 x (F1 - MP) / MP
% high-parent heterosis = 100 x (F1 - HP) / HP
Di mana F1 ekspresi fenotipik dari turunan hibrida F1, MP
merupakan mid-parent atau rata-rata ekspresi fenotipik kedua
tetuanya ( P1 + P2) / 2, dan HP merupakan ekspresi fenotipik dari
salah satu tetua dengan ekspresi tertinggi (bisa P1 atau P2).
P
F1
F2
aaBB
70 kg/plot)
AAbb
(70 kg/plot)
AaBb
(70 kg/plot)
aabb
Aabb
AAbb
AABb
AABB
(60 kg/plot) (65 kg/plot) (70 kg/plot) (75 kg/plot) (80 kg/plot)
Gambar 5.1. Segregasi transgresif
Proporsi dari turunan F2 berada di luar kisaran tetua. Setiap
alel dominan A atau B menambahkan produksi hasil 5 kg/plot
terhadap dasar 60 kg/plot. Pada keturunan F2, genotipe aabb, aabb,
AABb, dan AABB memperlihatkan produksi hasil di luar kisaran
121
produksi hasil tetua (70 kg/plot), dan turunan F2 tersebut disebut
dengan segregat transgresif. Jika AABb dan AABB produksi hasil
lebih tinggi dari tetuanya.
10.6. Rangkuman
Sifat kualitatif menunjukan klas fenotipe yang jeas atau
distribusinya diskrit, sedangkan sifatkuantitatif menunjukkan
distribusi fenotipe yang kontinyu, dikendalikan oleh banyak gen
dan lingkungansangat pesar pengaruh terhadap sifat tersebut.
Banyak sifat yang bernilai ekonomi seperti hasil tanaman tergolong
sifat kuantitatif sehingga perlu dipelajari berdasarkan genetika
kuantitatif dengan menggunakan metode-metode statistik.
1.1. Latihan
1. Apa beda sifat kuantitatif dibandingkan sifat kualitatif berikan
tiga contohnya!
2. Ada beberapa tipe aksi gen yang mempengaruhi sifat kuantitatif,
Sebutkan dan jelaskan masing-masing tipe tersebut!
3. Seorang pemulia menghitung jumlah daun jagung per batang
dari populasi tetua pertama (P1), tetua kedua (P2), turunan
generasi pertama (F1) dan turunan generasi kedua (F2).
Datanya dijajikan pada table berikut:
Popu
Lasi
P1
P2
F1
F2
Jumlah Daun per Batang
10 11 12 13 14
4
20 48 65
4
17
5
10 23
2
9
38 58 120
N
15
38
28
51
156
16
5
46
27
98
17
18
19
20
21
30
6
72
22
12
5
1
24
6
180
165
122
583
122
a) Hitung rataan, ragam dan simpang baku untuk setiap
populasi (bulatkan ke bilangan terdekat)
b) Bagaimana saudara menjelaskan perbedaan-perbedaan antar
ragam?
c) Karena populasi F2 tidak mendekati nilai ekstrem P2,
apakah kesimpulan saudara tentang jumlah gen yang
menentukan jumlah daun jagung tersebut?
1.7. Glossarium
Sifat
:
Kuantitatif
Aksi
gen
aditif
QTL
:
Sifat kontinyu sering diukur dan diberi nilai
secara kuantitatif
aksi gen dimana setiap gen berkonstribusi
terhadap setiap pengaruh aditif
Quantitative trait locus berupa segmen
kromosom dengan penanda molekuler yang
sangat
besar
pengaruhnya
terhadap
penampilan sifat kuantitatif.
1.8. Daftar Pustaka
Crowder, LV. 1993. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta
Elrod, SL dan Stanfield, WD. 2007. Teori dan Soal-soal Genetika,
edisi keempat. Erlangga. Jakarta.
Falconer, DS. 1989. Introduction to Quantitatif Genetics. Longman,
Burnt Mill.
123
BAB VII
PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI
Pengantar
Penyerbukan sendiri adalah jatuhnya serbuk sari (polen) ke
putik dari bunga yang sama atau bunga yang berbeda dari genotipe
yang sama. Tanaman menyerbuk sendiri adalah tanaman yang
tingkat penyerbukan sendirinya lebih dari 90%. Secara alami,
spesies tanaman menyerbuk sendiri jarang mengalami penyerbukan
silang.. Mekanisme penyebab penyerbukan sendiri adalah bunga
hermaprodit, self-compatible, kleistogami, homogami. Klestogami,
bunga hermaprodit tidak pernah mekar atau terjadi penyerbukan
sebelum bunga mekar. Homogami, antera dan stigma pada bunga
hermaprodit matang pada waktu yang sama. Contoh tamanan
menyerbuk sendiri adalah padi, kedelai, kacang hijau, buncis,
tomat. Bab ini akan dibahas dalam tiga kali pertemuan kuliah atau
3 x 100 menit.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat
mengeksplorasi dasar genetik dan prosedur umum pemuliaan yang
digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan varietas dari
tanaman menyerbuk sendiri.
124
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Perkuliahan
(300 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
240 menit
Aktivitas
Pembukaan
1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada
pertemuan ini.
2. Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran pada
pertemuan ini.
3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk terlibat
dalam aktivitas pembelajaran
Penyajian
1. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4
kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu
kelompok.
2. Tiap anggota tim diberikan materi yang
berbeda (sub pembahasan yang berbeda).
3. Anggota tim yang berbeda yang telah
mempelajari sub bab yang sama diminta untuk
membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka.
4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap
anggota diminta untuk kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim
mereka tentang sub bab yang mereka kuasai.
5. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang
lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahsanya untuk
mencapai pemahaman bersama yang tepat.
6. Dosen meminta beberapa kelompok awal
untuk mempresentasikan hasil diskusi pada
semua mahasiswa dalam satu kelas.
125
Langkah 3
30 menit
7. Dosen memberi evaluasi
8. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan
refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan
ini.
9. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi.
Penutup
1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk
memantapkan mahasiswa tentang pemuliaan
tanaman menyerbuk sendiri.
2. Dosen meminta beberapa mahasiswa
mengemukakan pertanyaan dan membahasnya.
3. Dosen memberi tugas kepada mahasiswa untuk
untuk dikumpulkan minggu depan
126
7.1. Dasar Genetik Tanaman Menyerbuk Sendiri
Genotipe tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan
tanaman menyerbuk silang. Susunan genetik tanaman menyerbuk
sendiri bersifat homozigot, sedangkan tanaman menyerbuk silang
heterozigot. Di alam, populasi tanaman menyerbuk sendiri dapat
berupa populasi homogen homozigot atau populasi homogen
heterozigot. Tanaman yang genotipenya heterozigot pada populasi
tanaman menyerbuk sendiri dapat disebabkan oleh penyerbukan
silang diantara tanaman yang berbeda genotipenya dan mutasi.
Tanaman menyerbuk sendiri dapat menjadi homozigot
berdasarkan prilaku pasangan alelnya pada lokus. Lokus yang
mempunyai gen identik atau homozigot (AA atau aa) maka akan
tetap homozigot dengan penyerbukan sendiri. Sementara lokus
yang mempunyai alel berbeda atau heterozigot (Aa) akan
bersegregasi, sehingga keturunannya akan menjadi homozigot dan
heterozogot dengan perbandingan yang sama.
AA atau aa (homozigot)
Menyerbuk sendiri
AA atau aa
Semua homozigot
Aa (heterozigot)
Menyerbuk sendiri
AA : Aa: aa
Homozigot : Heterozigot
(AA, aa) : (Aa)
Apabila terjadi penyerbukan sendiri secara terus menerus
maka genotipe yang terbentuk adalah cenderung homozigot atau
genotipe homozigot makin lama makin besar proporsinya,
sebaliknya proporsi heterozigot semakin lama semakin kecil.
Gambar berikut ini akan mengilustrasikan bagaimana pada setiap
generasi selfing setelah persilangan akan terjadi peningkatan
frekwensi homozigot dan penurunan frekwensi heterozigot.
127
Gambar 7.1. Frekwesnsi homozigot dan heterozigot setelah
beberapa generasi selfing
Ini membuktikan bahwa frekwensi heterozigot pada
generasi pertama adalah ½ x 100% = 50%, pada generasi kedua
adalah ½ x (½ x 100%) = 25%, pada generasi ketiga adalah ½ x (½
x (½ x 100%) = 12,5%. Oleh karena itu jika ada m generasi selfing,
frekwensi heterozigot akan menjadi
1
2
  1 
akan menjadi 1   m 
  2 
m
. Frekwensi homozigot
atau disamakan penyebut menjadi
 2m  1 
 m  sehingga frekwensi homozigot setelah m generasi akan
 2 
 2m  1 
sama dengan  m  . Sebagai contoh, jika S0 (Aa)
 2 
diserbuksendirikan selama tiga generasi (m= 3), maka generasi
 3 1
ketiga dari tanaman yang diselfing (S3) akan mempunyai  2 3  =
 2 
7
= 87,5% keturunan homozigot (AA dan aa). Apabila terlibat n
8
lokus heterozigot maka frekwensi homozigot setelah penyerbukan
128
n
 m 1 
 . Sebagai contoh,
sendiri selama m generasi akan menjadi  2
 m 
 2 
jika S0 (AaBa) memiliki 2 lokus (n = 2) diserbuksendirikan selama
tiga generasi (m= 3), maka generasi ketiga dari tanaman yang
diselfing (S3) akan mempunyai [(23-1) / 23]2 = 49/64 = 76.6 %
keturunan homozigot (AABB, AAbb, aaBB dan aabb). Contoh lain,
jika terdapat 3 pasang gen heterozigot (n = 3), kemudian diselfing 5
kali (m=5), maka akan diperoleh [1+(25-1)]3 = [1 + (32-1)]3 =
(1+31)3 = 1 + 93 + 961 + 29791. Hal ini menunjukkan bahwa
komposisi genotype pada generasi ke enam akan terdiri atas 1
tanaman dengan nol lokus homozigot, 3 heterozigot, 93 tanaman
dengan 1 lokus homozigot, 2 heterozigot, 961 tanaman dengan 2
lokus homozigot, 1 heterozigot dan 29791 tanaman dengan 3 lokus
homozigot, 0 heterozigot.
Gambar 7.2. Peningkatan frekwensi homozigot dan penurunan
frekwensi heterozigot pada tanaman menyerbuk sendiri
Dengan demikian semakin lama frekwensi heterozigot
semakin kecil dan frekwensi homozigot semakin meningkat.
Informasi ini akan berguna bagi pemulia dalam menentukan ukuran
129
populasi, jumlah generasi selfing yang diperlukan untuk memulai
seleksi dan jumlah seleksi agar pola segregasi dari karakter
dependen (bebas).
Gambar 7.3. Penerapan proses homozigositas pada tanaman
menyerbuk sendiri
7.2. Jenis Varietas Tanaman Menyerbuk Sendiri
Tujuan utama dari pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri
adalah menghasilkan tanaman unggul homosigot, dan seragam
dengan susunan genetik murni (terbentuk galur murni yang
unggul). Selain itu dapat juga dihasilkan varietas hibrida seperti
padi hibrida. Galur murni adalah sekelompok tanaman yang terdiri
atas tanaman-tanaman homosigot dan seragam atau sekelompok
tanaman yang berasal dari suatu genotipe homosigot melalui
penyerbukan sendiri.
130
Tipe varietas dari tanaman menyerbuk sendiri adalah
varietas murni atau galur murni yang terdiri atas satu galur murni
(homosigous dan homogenous). Varietas galur ganda, yaitu
campuran dua atau lebih galur murni isogenik dan varietas
campuran yang terdiri atas dua atau lebih varietas murni dengan
perbandingan tertentu. Varietas hibrida, yaitu F1 hasil persilangan
dua atau lebih galur murni.
7.3. Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri
Perbaikan varietas tanaman menyerbuk sendiri dapat
dilakukan melalui tiga pendekatan utama, yaitu introduksi, seleksi
dan hibridisasi. Introduksi adalah merakit galur yang sekarang
ditanam dalam wilayah lain dan mengidentifikasi galur tersebut
yang memperlihatkaan karakteristik yang diinginkan dan
diadaptasikan ke wilayah target baru. Banyak materi genetik telah
dikoleksi dan dikoleksi oleh bank gen untuk konservasi genetik.
Seleksi merupakan kegiatan mengisolasi genotipe terbaik dari
genotipe-genotipe yang tercampur. Hibridisasi merupakan kegiatan
mengkombinasi materi genetik dengan krakter-karakter yang
diinginkan. Ini merupakan pendekatan yang umum untuk
mengembangkan varietas baru dan dilanjutkan dengan seleksi.
7.3.1. Introduksi
Introduksi merupakan kegiatan mendatangkan tanaman dari
suatu negara ke negara lain untuk dijadikan varietas atau sebagai
bahan pemuliaan. Introduksi tanaman dari luar negeri diutamakan
untuk tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Pada masa penjajahan
bangsa Eropa, tanaman kopi, teh, cokelat, tembakau dan lainnya
dibawa ke Indonesia. Introduksi juga termasuk pemindahan
genotype atau populasi dari satu lingkungan produksi ke
lingkungan lain.
131
Introduksi dapat dilakukan dengan cara koleksi, pertukaran
atau impor varietas atau bahan tanam yang diinginkan untuk
diperbanyak dan disebarluaskan setelah melalui proses karantina
tanaman. Proses karantina tanaman diperlukan untuk menjamin
bahwa material tanaman yang diintroduksi bebas dari semua hama,
penyakit dan gulma yang dapat menciptakan masalah baru dalam
produksi tanaman. Tanaman introduksi ini dapat dikembangkan
menjadi varietas baru dengan cara 1). langsung dijadikan varietas
baru setelah melalui proses adaptasi, 2). melalui seleksi dan 3).
sebagai bahan pemuliaan.
Masalah yang dihadapi pada tanaman introduksi baik
sebagai sumber keragaman maupun sebagai calon varietas baru
adalah penanganan dalam mempertahankannya sebagai koleksi dan
evaluasinya. Untuk itu perlu ada lembaga yang menanganinya
dengan konsekwensi tenaga dan biaya.
Koleksi tanaman introduksi dibagi 3 kelompok, yaitu 1).
tanaman yang telah dimuliakan, 2). tanaman asli dan 3) tanaman
liar. Masing–masing kelompok mempunyai manfaat khusus pada
program pemuliaan. Tanaman introduksi dibutuhkan untuk
memperbaiki sifat varietas unggul yang ada dengan melengkapi
sifat yang dianggap kurang melalui hibridisasi atau silang baik.
7.3.2. Seleksi
Seleksi terhadap populasi alami (varietas tercampur) dapat
dilakukan dengan seleksi massa dan seleksi galur murni. Seleksi
terhadap populasi setelah hibridisasi dapat dilakukan dengan
seleksi bulk, seleksi silsilah (pedegree), seleksi single seed descent
(keturunan satu biji), haploid ganda dan back cross.
132
Gambar 7.4. Berbagai Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk
sendiri
7.3.3. Seleksi pada Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri
Seleksi merupakan prosedur pemuliaaan yang tertua dan
merupakan dasar bagi semua perbaikan tanaman. Seleksi membuat
adanya perubahan fenotipe tanaman sehingga sekarang kita dapat
melihat adanya perbedaan antara tanaman budidaya atau hasil
domestikasi dengan tanaman liar. Praktik pemuliaan sekarang
merupakan kelanjutan dari domestikasi tersebut. Sehingga seleksi
dapat dipandang sebagai proses alami atau buatan untuk memilih
individu-individu tanaman dari populasi campuran.
Seleksi hanya akan efektif jika sifat yang diseleksi memiliki
keragaman genetik yang besar dan diturunkan secara genetik.
Seleksi bukan berdasarkan pada gen secara langsung tetapi
berdasarkan pada perubahan sumbangan relatif genotipe terhadap
keturunan sebagai akibat perubahan frekwensinya. Seleksi tidak
menghasilkan gen baru, tetapi menghasilkan kombinasi gen baru,
yang bisa terjadi akibat rekombinasi melalui persilangan alami atau
buatan dan atau induksi mutasi alami atau buatan. Sehingga
kemajuan seleksi ini tergantung pada adanya keragaman genetik
yang luas dan metode pemuliaaan yang digunakan.
133
7.4. Metode Seleksi pada Populasi Heterogen
Metode seleksi yang digunakan untuk menghasilkan
varietas baru dari populasi campuran pada tanaman menyerbuk
sendiri adalah seleksi massa dan seleksi galur murni.
7.4.1. Seleksi Massa
Seleksi massa merupakan seleksi yang dilakukan untuk
memilih sekelompok tanaman yang diinginkan seraca fenotipik
mirip dan dipanen selanjutnya bijinya dicampur. Seleksi massa dari
tanaman menyerbuk sendiri akan mengumpulkan kemiripan dan
yang menjadi genotipe murni.
Varietas yang dikembangkan melalui seleksi massa akan
menjadi hampir murni untuk karakter fenotipik seperti tinggi, umur
panen, ukuran dan warna buah atau biji atau evaluasi ketahanan
lapanganan terhadap penyakit. Komponen-komponen galur yang
berbeda dalam hal karakter seperti kualitas buah atau biji yang
tidak dapat dibedakan dengan seleksi secara visual.
Tujuan seleksi massa adalah untuk mengurangi keragaman
genetik dari suatu populasi dan meningkatkan frekuensi gen yang
diinginkan dan dapat diamati dalam populasi. Seleksi massa
digunakan untuk menghasilkan varietas baru dan memurnikan
varietas yang telah ada. Seleksi massa bisa merupakan seleksi
massa positif atau seleksi massa negatif.
Pada seleksi massa positif, tanaman dengan karakter yang
diingingkan dari suatu populasi tanaman diseleksi dan ditandai dan
tanaman yang memiliki karakter yang tidak diinginkan dibiarkan
untuk tetap tumbuh di lapangan. Pada saat panen biji dari tanamantanaman yang terseleksi (sudah ditandai) dicampur dan tanpa uji
keturunan untuk ditanam sebagai benih untuk generasi berikutnya.
Sedangkan biji dari tanaman-tanaman yang tidak terpilih biasanya
dipanen untuk konsumsi.
134
Pada seleksi negatif tanaman dengan karakter yang tidak
diinginkan dan mudah diamati seperti rentan terhadap penyakit,
umur panen dalam, tinggi tanaman, ukuran biji dan lain lain dapat
dibuang (roguing) dan ditinggalkan tanaman dengan sifat-sifat
yang diinginkan. Pada saat panen biji dari tanaman sisa dicampur
dan tanpa uji keturunan untuk ditanam sebagai benih pada generasi
berikutnya.
Seleksi untuk menghasilkan varietas baru dalam polulasi
tanaman menyerbuk sendiri biasanya dilakukan untuk mendapatkan
varietas yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada lingkungan
baru secara cepat ketika menggunakan mengintroduksi suatu
varietas ke daerah, atau lingkungan baru. Metode ini efektif untuk
mendapatkan adaptasi spesifik terhadap cekaman lingkungan
ekstrem (seperti cekaman pH rendah atautinggi, daerah kering,
panas, dingin, kelembaban) atau untuk kejadian dari penyakit yang
parah.
Tanaman yang menunjukkan tingkat bertahan hidup yang
tertinggi pada kondisi tercekam tersebut diseleksi secara massa
untuk menghasilkan varietas yang beradaptasi ke kondisi
lingkungan yang ektrem tersebut. Pada seleksi massa, tanaman
dipilih berdasarkan pada fenotipe dan biji yang panen dicampur
dengan tanpa pengujian keturunan.
Kelebihan dari seleksi massa karena lebih mudah, dan lebih
cepat untuk mendapatkan varietas unggul dari varietas lokal yang
sudah cukup lama beradaptasi. Hal ini disebabkan pada seleksi
massa tanpa ada pengujian untuk generasi berikutnya, tanpa ada
pengawasan persilangan untuk produksi keturunan selanjutnya dan
lebih bersifat seni dari pada ilmu. Seleksi massa merupakan cara
untuk memperbaiki mutu varietas lokal dengan cepat untuk
memenuhi kebutuhan petani dan merupakan langkah pertama
dalam memperbaiki mutu tanaman. Seleksi massa sering digunakan
untuk memurnikan suatu varietas campuran.
Varietas yang dikembangkan melalui seleksi massa
merupakan galur yang secara genetik tercampur yang
135
mengakibatkan daya adaptasi dan stabilitasnya varietas yang
dihasilkan tinggi disamping keragaaan hasil yang tinggi juga.
Varietas yang dikembangkan melalui seleksi massa memiliki
keseragaman fenotipik walaupun adanya keragaman genetik yang
tersembunyi.
Ada beberapa kelemahan dari metode seleksi massa. Seleksi
dilakukan berdasarkan fenotipe sehingga tidak efektif untuk
karakter yang heritabilitasnya rendah. Kebanyakan karakter yang
penting secara ekonomi seperti hasil sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan sehingga tidak dapat diperbaiki melalui seleksi massa.
Tidak diketahui apakah tanaman yang terseleksi tersebut
homozigot, karena tanaman homozigot dan heterozigot mempunyai
fenotipe yang sama untuk karakter yang dikendalikan oleh gen
dominan sehingga seleksi fenotipe harus dilanjutkan untuk generasi
berikut. Lingkungan luar mempengaruhi penampilan tanaman
sehingga sulit untuk mengetahui apakah tanaman yang unggul
menurut fenotipenya disebabkan faktor genetik atau lingkungan.
Varietas yang dihasilkan melalui seleksi massa tidak
seseragam varietas yang dihasilkan melalui seleksi galur murni.
Seleksi massa tidak dapat menampilkan potensial maksimum dari
galur murni yang terbaik karena adanya galur murni yang lain yang
memeiliki hasil relatif rendah juga ikut dicampur menjadi satu.
Beberapa tanaman yang terseleksi menjadi heterozigot akibat dari
peluang penyerbukan silang atau mutasi, maka tanaman yang
heterozigot tersebut akan bersegregasi pada generasi selanjutnya
sehingga diperlukan pengulangan seleksi fenotipik. Oleh karena itu
evaluasi harus dibuat dengan cermat dari plot-plot pada tahun ke
dua pada tahap ke 4 pada Gambar 7.5. untuk memverifikasi
keragaman fenotipik tidak lebih besar yang diantisipasi pada tahap
awal seleksi. Apabila besarnya keragaman fenotifik nyata lebih
besar, maka perlu diulang tahap ke 2 seperti pada Gambar 7.5.
136
Prosedur seleksi massa
a. Dari populasi dasar yang ditanam, dipilih individu-individu
terbaik berdasarkan fenotipe yang sesuai dengan kriteria
seleksi
b. Biji dari individu terpilih dipanen dan di campur
c. Diambil sejumlah biji secara acak untuk ditanam pada satu
petak. Selanjutnya dipilih individu-individu terbaik sesuai
dengan kriteria seleksi
d. Biji dari individu terpilih dipanen dicampur dicampur
e. Diambil sejumlah biji secara acak untuk ditanam pada satu
petak dan dipilih individu-individu terbaik sesuai dengan
kriteria seleksi
f. Demikian seterusnya sampai diperoleh suatu populasi yang
seragam dengan sifat-sifat sesuai dengan kriteria seleksi
yang telah ditentukan.
137
Tahun
ke -1
Tahun
ke -2
Tahun
ke-3
sampai
ke-6
Tahun
ke-7
1.Mananam
populasi campuran
dalam plot atau
barisan tanaman
2.Memilih beberapa
ratus
tanaman
yang serupa
3.Memanen
tanaman biji hasil
seleksi dan bijinya
dicampur
4.Menanam
biji
campuran dalam
pengujian
hasil
pendahuluan
dibandingkan
dengan
varietas
lokal, atau galur
tetua
5.Diamati
perbandingan
tinggi,
umur
panen, ketahanan
penyakit
6. Pengujian hasil
diteruskan untuk
menentukan
keragaan
dan
adaptasi
dibandingkan
dengan
varietas
lokal
7.Mulai
memperbanyak
benih
untuk
dilepaskan
ke
petani
sebagai
varietas baru
Pupulasi campuran
atau varietas yang
tidak murni
Biji
dicampur
Galur
pembanding
atau
Varietas
unggul
termasuk
Galur tetua
Galur
Pembanding
Uji hasil pada
plot
yang
lebih besar
dan ulangan
> banyak
Memperbanyak
benih pada plot yang
lebih luas
Gambar. 7.5. Prosedur seleksi massa pada tanaman menyerbuk
sendiri
138
7.4.2. Seleksi Galur Murni
Seleksi galur murni pertama sekali diperkenalkan oleh
Wilhelm L Johannsen pada tahun 1903. Dia menunjukkan bahwa
dengan menyeleksi dalam populasi galur campuran dari tanaman
menyerbuk sendiri akan memungkinkan untuk memisahkan galur
yang berbeda. Dia membuat percobaan pada tanaman Phaseolus
vulgaris varietas ‘Princess Bean’ berupa tanaman campuran yang
memiliki ukuran biji yang berbeda. Dia mengidentifikasi 19
keturunan sebagai galur yang berbeda yang berasal dari tanaman
tunggal berdasarkan ukuran biji. Rata-rara berat biji keturunan dari
masing-masing galur no 1 dan 19 sama dengan berat biji masingmasing galur tetuanya.
Percobaan ini menunjukkan bahwa populasi campuran dari
tanaman menyerbuk sendiri dapat dipisahkan menjadi galur murni
yang berbeda yang disebabkan oleh faktor lingkungan bukan akibat
kemajuan seleksi, sehingga seleksi lebih lanjut di dalam galur
murni tidak efektif dalam merubah genotipe galur.
Gambar 7.6. Seleksi Galur murni berdasarkan ukuran biji
Seleksi galur murni telah dipraktikkan oleh petani untuk
memperoleh tanaman yang lebih baik “off-type” dari kebunya
dengan cara seleksi kemudian diperbanyak sebagai varietas baru.
139
Seleksi biasanya berdasarkan pada tanaman tunggal tetapi ditanam
dengan sangat rapat. Uji keturunan sangat penting dalam seleksi
galur murni untuk mengevaluasi ketepatan perilaku dari tanaman
yang diseleksi.
Seleksi galur murni bertujuan untuk memperoleh individu
homozigot. Perbaikan tanaman dengan cara ini hanya terbatas pada
pemilihan genotipe yang terbaik yang sudah ada dalam populasi
campuran. Tujuan prosedur pengujian selanjutnya adalah untuk
menghasilkan tanaman unggul yang diseleksi melebihi varietas
yang sudah ada.
Varietas hasil seleksi yang akan dilepas sebagai varietas
baru harus lebih unggul dari varietas lokal, untuk karakter-karakter
yang diseleksi dan memiliki semua sifat lain sama dengan varietas
yang ada. Jika bahan seleksi berupa populasi yang terdiri atas
tanaman homozigot, maka pekerjaan seleksi memilih individu yang
homozigot. Pemilihan dilakukan berdasar fenotipe tanaman.
Kelebihan seleksi galur murni adalah lebih menarik karena
varietas yang dihasilkan lebih seragam baik genotipe maupun
fenotipe. Lebih mudah diidentifikasi. Hasil biasanya lebih tinggi
daripada hasil seleksi massa. Dapat dilakukan pada karakter dgn
heritabilitas sedang.
Kekurangan dari seleksi galur murni adalah seleksi galur
murni hanya sesuai untuk mendapatkan varietas baru untuk
tanaman menyerbuk sendiri dan tidak cocok untuk tanaman
menyerbuk silang. Hal ini disebabkan untuk tanaman menyerbuk
silang perlu banyak tenaga dalam pelaksanaan penyerbukan sendiri.
Seleksi galur murni menghasilkan galur-galur murni bersifat
inbrida, sedangkan pada tanaman menyerbuk silang, inbrida akan
memiliki sifat lemah seperti menghasilkan tanaman albino, kerdil,
produksi rendah. Pada seleksi galur murni tidak ada kemungkinan
memperbaharui sifat karakteristik yang baru secara genetik.
Varietas yang dihasilkan bersifat homozigot, oleh karena itu kurang
beradaptasi diberbagai macam kondisi (sifat adaptasinya tidak
luas).
140
1.Mananam populasi
campuran dalam plot
atau barisan tanaman
Tahun
ke -1
Tahun
ke -2
Tahun
ke-3
Tahun
ke-4ke-7
Tahun
ke-8
Populasi campuran
(introduksi, varietas
lokal, atau keturunan
bersegregasi)
2.Memilih 200-1000
individu tanaman dan
dipanen
bijinya
secara terpisah
3.Menanam
setiap
tanaman dalam satu
barisan
atau plot
kecil
4.Memanen keturunan
tanam-an yang bagus
dan biji dari tanaman
dalam satu barisan
dicampur
5
Tanaman
hasil
seleksi ditanam pada
plot-plot
pengamatan dengan
beberapa
ulangan.
Dapat juga ditanam
sebagai
pengujian
hasil pendahuluan
6Hanya
memanen
hasil seleksi yang
bagus saja.
7.Pengujian daya hasil
dilanjutkan
8. Dipilih galur terbaik
untuk disebarkan dan
Mulai
memperbanyak benih
untuk dilepaskan ke
petani
sebagai
varietas baru
Keturunan
yang
jelek
dibuang
Mengikutsert
akan varietas
lokal sebagai
pembanding
Varietas lokal
sebagai
pembanding
Plot-plot
lebih
besar
dan ulangan
lebih banyak
Plot perbanyakan
benih
Gambar 7.7. Prosedur seleksi galur murni
141
Tabel 7.1. Perbedaan antara seleksi massa dan seleksi galur murni
Seleksi massa
1. Sudah sangat tua atau dapat
dikatakan setua orang
mulai bercocok tanam.
2. Selalu dipraktekan oleh
petani
walaupun
tak
disadarinya.
3. Biasa
dilakukan
pada
tanaman berpenyerbukan
silang (allogam).
4. Jumlah tanaman yang
terpilih banyak.
5. Tanaman yang terpilih
mempunyai adaptasi yang
luas.
6. Seleksi Massa mudah
dilakukan
dan
amat
sederhana.
7. Tidak perlu tenaga, biaya
dan waktu
yang banyak.
8. Hasil
yang
diperoleh
heteroZigot / tidak uniform.
9. Tidak dilakukan pengujian
keturunan
.
10.
Tidak perlu adanya
kontrol persilangan.
11. Pemilihan hasil panen
tercampur
Seleksi galur murni
1. Belum begitu tua.
2. Tak pernah dilakukan oleh
petani
pada
tanaman
mereka.
3. Dilakukan pada tanaman
menyerbuk
sendiri
(autogam )
4. Jumlah
tanaman
yang
terpilih sediki.
5. Tanaman yang terpilih
mempunyai adaptasi tidak
begitu luas dan hanya dapat
beradaptasi pada kondisi/
tanaman tertentu saja.
6. Sulit dilakukan karena perlu
ketrampilan khusus.
7. Butuh tenaga, biaya dan
waktu yang banyak.
8. Hasil
yang
diperoleh
homozigot (uniform)
9. Perlu dilakukan pengujian
keturunan dan masing –
masing
perbedaan
kenampakan
secara
individu diuji kemurnian.
10. Persarian selalu diawasi
terpisah
Pada populasi campuran sebagai bahan seleksi yang berupa
1). varietas lokal / land race, yaitu varietas yang telah beradaptasi
142
baik pada suatu daerah dan merupakan campuran berbagai galur,
2). populasi tanaman bersegregasi yaitu keturunan dari persilangan
yang melakukan penyerbukan sendiri beberapa generasi.
Keuntungan atau kebaikan campuran berbagai galur
adaptasi pada lingkungan beragam/ perubahan lingkungan yang
cukup besar lebih besar sehingga produksi lebih baik. Produksi
lebih stabil bila lingkungan berubah/beragam. Ketahanan terhadap
penyakit lebih baik.. Namun demikian kekurangan campuran
berbagai galur adalah kurang menarik, pertumbuhan tanaman tak
seragam, sulit diidentifikasi benih dalam pembuatan sertifikasi
benih, produksi lebih rendah dibanding produksi galur terbaik dari
campuran tersebut.
Kemurnian dari galur murni kadang-kadang hilang pada
generasi selanjutnya. Ada tiga penyebab utama kemurnian galur
murni hasil seleksi berubah diantaranya adalah, tercampurnya
benih dengan genotipe lain dilapangan atau dipenyimpanan,
penyerbukan silang alami dengan genotipe lain dan mutasi.
7.5. Hibridisasi dan Seleksi Setelah Hibridisasi
Hibridisasi adalah persilangan buatan yang dilakukan antar
tanaman dalam satu spesies, antar spesies dalam satu genus, antar
genus atau kerabat liarnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
kombinasi genetik (sifat) yang diinginkan dari beberapa tetua.
Tahapan hibridisasi meliputi 1. Pemilihan tetua; 2 Kastrasi dan
Emaskulasi; 3. Penyerbukan dan pembungkusan bunga; dan 4.
Pelabelan.
1. Pemilihan tetua
Keberhasilan suatu program pemuliaan tanaman ditentukan
oleh pemilihan materi bahan tetua yang akan disilangkan. Ada tiga
hal lain yang harus dipertimbangakan dalam pemilihan tetua, yaitu
1). karakter apa yang diinginkan. 2). pola pewarisan karakter
143
tersebut (kualitatif atau kuantitatif), dan 3). identifikasi sumber
plasma nutfah yang membawa karakter tersebut. Sumber plasma
nutfah dappat berupa varietas komersial, galur-galur elit pemuliaan
yang siap dilepas, galur-galur pemuliaan dengan satu atau beberapa
karakter unggul, introduksi (dari luar negeri atau eksplorasi
genotipe lokal) dan spesies liar.
Pemilihan tetua tergantung pada sifat unggul yang
diinginkan, kualitatif atau kuantitatif. Untuk sifat kualitatif lebih
mudah diseleksi, gen sederhana (monogenik). Perbedaan fenotipe
= perbedaan gen pengendali, pengaruh lingkungan kecil.
Diperlukan cukup sepasang tetua, Contohnya warna bunga. Untuk
sifat kuantitatif seleksi tidak mudah dilakukan, gen kompleks
(poligenik),pengaruh lingkungan besar. Contohnya hasil tanaman,
maka diperlukan lebih sepasang tetua sebagai sumber gen.
Dalam menyeleksi bahan tetua persilangan terdapat tiga
konsep, yaitu konsep varietas, konsep karakter dan konsep gen.
Pada konsep varietas, persilangan antar varietas dilakukan dengan
asumsi bahwa kombinasi karakter positif yang dikehendaki akan
terhimpun pada varietas harapan. Biasanya konsep ini digunakan
dalam suatu progran penelitian pemuliaan yang belum banyak
memiliki informasi mengenai karakter dan kendali genetik karakter
penting yang diperlukan.
Pada konsep karakter, konsep ini menitikberatkan pada
pengetahuan pemuliaan tentang karakter-karakter yang akan
dihimpun kedalam varietas harapan. Besarnya peluang
keberhasilan tergantung pada jumlah karakter yang akan dihimpun.
Semakin banyak akrakter yang dihimpun maka akan semakin kecil
peluang keberhasilannya atau populasi yang akan digunakan harus
semakin besar. Pemulia diharapkan menentukan prioritas terhadap
karakter-karakter yang akan dihimpun; didasrkan pada kepentingan
ekonomi, estetika, atau kesukaan/permintaan konsumen.
Konsep gen berdasarkan pada pengetahuan tentang
konstitusi genetik karakter yang dituju. Contohnya ketahanan
gandum terhadap penyakit karat batang dikendalikan oleh lebih
144
dari 20 gen mayor. Ketahanan gandum terhadap penyakit karat
daun dikendalikan oleh lebih dari 35 gen mayor.
2. Kastrasi dan Emaskulasi
Kastrasi adalah membersihkan bagian-bagian tanaman yang
ada disekitar bunga yang akan diemaskulasi dari kotoran, kuncup
bunga yang tidak terpakai, mahkota bunga dan serangga.
Sedangkan emaskulasi adalah kegiatan pembuangan alat kelamin
jantan (kepala sari) dari tetua betina sebelum bunga mekar atau
sebelum terjadi penyerbukan sendiri. Terutama dilakukan pada
tanaman dengan jenis bunga hermaprodit dan fertil jantan.
Tujuan emaskulasi adalah untuk mencegah jatuhnya
serbuksari sendiri atau serbuksari asing ke kepala putik dan masuk
ke kantong embrio. Untuk itu perlu diketahui biologi bunga
(morfologi dan saat antesis). Emaskulasi dapat dilakukan dengan
cara mekanis, fisika, kimia atau mandul jantan.
Emaskulasi secara mekanis dapat dilakukan dengan metode
emaskulasi klipping atau pinset. Pada metode ini, kuncup bunga
dibuka dengan pinset atau dipotong dengan gunting, antera dibuang
dengan pinset. Cara ini mudah dilakukan pada tanaman yang
bunganya relatif besar, seperti cabe tomat, tembakau, kacang
panjang. Praktis, murah dan mudah dilakukan tetapi kemungkinan
rusaknya putik dan pecahnya antera sangat besar. Metode
emaskulasi mekanis yang lain adalah metode pompa isap. Pada
metode ini ujung bunga dibuka dengan gunting. Antera diisap
dengan alat pompa vakum, sering dilakukan pada padi.
Emaskulasi secara fisika adalah dengan metode metode air
panas. Bunga dicelupkan kedalam air panas untuk menonaktifkan
organ bunga jantan. Suhu air yang digunakan adalah 43-530C
selama satu sampai 10 menit. Cara ini baik digunakan untuk
tanaman yang bunganya kecil seperti padi, sorgum, rumputrumputan dan pakan ternak.
145
Pada emaskulasi dengan metode kimia, digunakan bahan
kimia bersifat gametosida seperti GA3, Sodium Dikloroasetat,
Etherel, GA4/7, 2,4D, NAA yang dapat mendorong terbentuknya
mandul jantan. Bahan tersebut dapat diemprotkan pada tanaman
dengan konsentrasi tertentu.
Metode mandul jantan cocok untuk tanaman menyerbuk
sendiri seperti barley, sorgum, padi. Sifat mandul jantan bisa
dikendalikan secara genetik inti atau sitoplasma.
3.Penyerbukan
Sebelum dilakukan penyerbukan perlu dikumpulkan serbuk
sari, dalam hal ini, perlu mengetahui fertilitas dan viabilitas serbuk
sari, memperhatikan kesiapan stigma (kepala putik) menerima
serbuk sari (receptivitas stigma). Perlu mengetahui kompatibilitas
serbuk sari-stigma. Sebelum penyerbukan serbuk sari dikumpulkan
dari tetua jantan sebelum kuncup bunga mekar. Jika belum
digunakan maka serbuk sari dapat disimpan pada suhu 4-80c
dengan kelembaban 10-50%.
Penyerbukan adalah meletakkan serbuk sari dari tetua
jantan ke atas stigma tetua betina. Penyerbukn dapat dilakukan
dengan menggunakan kuas, pinset, atau tusuk gigi steril
mengguncangkan bunga jantan di atas bunga betina agar serbuk
sari bunga jantan jatuh ke stigma bunga betina.
4. Pembungkusan Bunga
Pembungkusan bunga betina dilakukan sebelum/setelah
emaskulasi, menghindari polinator lain (serangga). Pembungkusan
bunga kadang perlu dilakukan pada bunga jantan untuk
menghindari tercemarnya serbuk sari dengan serbuk sari yang lain.
Isolasi dilakukan agar bunga yang telah diemaskulasi atau
diserbuki tidak diserbuki oleh serbuk sari asing. Bahan yang
diunakan dapat berupa plastik, isolatif, atau kertas, tergantung
146
ukuran bunga. Bahan yang digunakan harus kuat dan tahan hujan
lebat atau panas matahari serta cepat kering
5. Pelabelan
Bunga betina yang dihibridisasi harus diberi label. Pada
label harus ditulis informasi tentang nomor yang berhubungan kode
dengan lapangan, tanda X, waktu emaskulasi, waktu persilangan,
nama tetua betina dan jantan, kode pemulia/penyilang.
Hibridisasi akan mengakibatkan timbulnya populasi
keturunan yang bersegregasi. Adanya segregasi ini memungkinkan
adanya perbedaab genetik pada populasi sehingga dapat dilakukan
seleksi. Generasi yang bersegregasi ditanam dan diseleksi untuk
mendapatkan galur murni dengan kombinasi karakter dari kedua
tetuanya. Di samping menyeleksi keturunan yang bersegregasi,
segregat transgressif dengan kombinasi gen-gen yang lebih unggul
dari kedua tetuanya dapat juga dipilih.
Generasi F1 setelah hibridisasi semuanya akan heterozigot
dan genotipenya sama. Segregasi berlangsung sangat tinggi pada
generasi F2 sampai F5, dengan homozigositas mencapai 96.875 %.
Pengujian hasil pendahuluan dapat dimulai lebih awal mulai
generasi F5 atau ditunggu sampai generasi F7 ketika homozigositas
menjadi 99.22 %.
Segregasi pada generasi F2 sangat tinggi, sehinggga jumlah
keturunan yang perlu ditanam relatif banyak, biasanya 1.000 –
10.000 tanaman, berbeda dengan jumlah yang ditanam pada F1 ,
yaitu sekitar 50-100 tanaman. Jumlah keturunan F2 yang akan
ditanam tergantung pada jumlah sifat tetua yang digunakan dan
jumlah gen yang berbeda yang ingin dikombinasikan. Metode
seleksi setelah hibridisasi adalah: 1.) seleksi pedigree, 2.) seleksi
bulk, 3.) seleksi single-seed-descent, 4.) seleksi haploid ganda dan
5.) metode Back Cross.
147
7.5.1.
Seleksi Pedigree
Seleksi Pedigree atau seleksi silsilah merupakan seleksi dari
hibrida F1 yang ditanam dalam barisan pada generasi awal (F3, F4,
dan F5). Pemulia menyeleksi, menguji, dan mencatat karakterkarakter yang diinginkan pada setiap tanaman dalam setiap
generasi, sehingga memerlukan banyak pekerjaan.
Metode ini disebut pedigree atau silsilah karena dilakukan
pencatatan pada setiap anggota populasi bersegregasi dari hasil
persilangan. Seleksi dilakukan pada karakter yang memiliki
heritabilitas tinggi. Seleksi pada famili terbaik, barisan terbaik dan
tanaman terbaik. Seleksi dapat dilakukan pada generasi F2. Hanya
tanaman yang memiliki karakter yang diinginkan saja akan tetap
diteruskan untuk ditanam dalam barisan pada generasi berikutnya
(Gambar 7.8.).
Prosedur Seleksi Silsilah
Persilangan sepasang tetua homozigot yang berbeda
diperoleh F1 seragam. Biji F1 ditanam disesuaikan dengan
kebutuhan pertanaman generasi F2. Sebagian benih F1 disimpan.
Biji F2 ditanam, jumlah biji yang ditanam tergantung pada
banyaknya famili F3 yang akan ditangani biasanya 10 : 1 atau 100 :
1. Seleksi dilakukan pada individu terbaik. Tanam biji F3. Masingmasing biji dari satu tanaman ditanam dalam barisan. Pada generasi
ini terlihat jelas ada perbedaan antar famili. Tanaman yang dipilih
adalah tanaman yang terbaik pada barisan yang lebih seragam.
Generasi F4 – F5 generasi ini banyak famili lebih homozigot.
Seleksi di antara famili, dipilih dua atau lebih tanaman dari famili
terbaik. Generasi F6-F7 dilakukan uji daya hasil dengan varietas
pembanding. Generasi F8 dilakukan uji multilokasi (pada beberapa
lokasi dan musim). Selanjutnya pelepasan varietas dan
perbanyakan benih sebar (Gambar 7. 8).
148
Gambar 7.8. PProsedur Seleksi Pedigree (Poehlman & Sleper,
1995).
Kelebihan metode pedigree adalah hanya keturunanketurunan unggul yang dilanjutkan pada generasi selanjutnya,
sedangkan tanaman yang jelek dibuang. Seleksi tiap generasi,
sehingga tanaman tidak terlalu banyak. Hal ini dapat menghemat
lahan, karena jumlah tanaman tiap generasi semakin sedikit.
Silsilah dari suatu galur dapat diketahui. Kekurangan metode
pedigree adalah tiap generasi persilangan harus dilakukan
pencatatan misal (sifat morfologi, ketahanan hama dan penyakit,
umur panen dll), sehingga perlu banyak catatan dan pekerjaan.
Kemungkinan ada galur terbuang pada generasi segregasi akibat
seleksi.
7.5.2. Seleksi Bulk
Seleksi bulk merupakan metode untuk membentuk galur
homozigot dari populasi bersegregasi melalui selfing selama
149
beberapa generasi tanpa seleksi. Seleksi ditunda sampai generasi
lanjut yaitu setelah tercapai homozigositas tinggi (biasanya pada
generasi F5 dan F6). Dari generasi F1 s/d F4 benih ditanam secara
massa (bulk). Selama tumbuh bercampur pada generasi tersebut
akan terjadi seleksi alami, sehingga tanaman yang tidak tahan
dalam menghadapi cekaman lingkungan akan tertinggal
pertumbuhannya atau mati. Seleksi ini dapat diterapkan untuk
memperbaiki karakter dengan heritabilitas rendah sampai sedang.
"Seleksi Bulk " merupakan seleksi pada "bulk" atau "semua
keturunan" pada generasi awal (Gambar 7.9). Seleksi bulk berbeda
dengan seleksi pedigree dalam hal tidak ada seleksi pada generasi
awal tetapi seleksi dilakukan pada generasi lanjut. Metode seleksi
bulk kurang memakai tenaga kerja, tidak ada seleksi, pengujian dan
pencatatan data pada generasi awal. Seleksi bulk sesuai untuk
tanaman yang secara umum ditanam dalam jarak tanam yang lebar,
sulit memisahkan tanaman secara individu.
Prosedur Seleksi Bulk
Pada musim pertama, dipilih tetua homozigot yang
diinginkan selanjutnya ditanam dan dibuat sejumlah persilangan
buatan antar tetua tersebut. Pada musim kedua, benih F1 ditanam
pada kondisi yang sesuai, biasanya di rumah kaca untuk
memudahkan pemeliharaan. Tanaman F1 dipanen, benihnya
dicampur menjadi benih F2.
Pada musim ketiga, seluruh benih yang dihasilkan tanaman
F1 ditanam sebagai tanamn F2 dengan jarak tanam rapat. Tanaman
F2 dipanen, benihnya dicampur menjadi benih F3 untuk ditanam
pada generasi ke tiga (F3). Musim ke empat sampai ke tujuh,
diulangi prosedur yang sama seperti musim sebelumnya sampai F5
atau F6 dengan tujuan untuk mendapatkan proporsi homozigot
yang cukup tinggi. Selanjutnya, tanaman F5 ditanam dengan jarak
tanam yang agak lebar. Pada generasi ini baru mulai dilakukan
150
seleksi tanaman secara individual. Individu tanaman yang terseleksi
ditanam dalam barisan.
Musim ke delapan, pada generasi F6 dilakukan seleksi
family (baris) terbaik. Dipilih baris yang seragam, benih dipanen
dari masing-masing baris terpilih dan dicampur dari baris yang
sama. Musim ke sembilan, pada generasi F7, benih yang berasal
dari satu barisan ditanam pada petak yang lebih besar dengan jarak
tanam rapat (jarak tanam komersia), jika mungkin dalam bebrapa
ulangan. Dapat juga ditanam sebagai pengujian daya hasil
pendahuluan jika tersedia benih yang cukup dan diikutsertakan
varietas pembanding.
Pada generasi F8 dilakukan uji daya hasil lanjutan dengan
menyertakan varietas pembanding. Pada generasi F9 dilakukan uji
multilokasi. Selanjutnya dilakukan pelepasn varietas dan
perbanyakan benih untuk disebarluaskan kepada petani (Gambar
7.9).
Gambar 7.9. Prosedur Seleksi Bulk.
151
Kelebihan seleksi bulk
Relatif murah dan sederhana untuk memelihara populasi
bersegregasi. Pada generasi F1 – F4 pekerjaan tidak terlalu berat,
karena pada generasi tersebut tidak ada seleksi dan tidak dicatat.
Seleksi bulk lebih ekonomis untuk tanaman berumur pendek dan
jarak tanam sempit seperti padi, gandum, kedelai dan kacang tanah.
Sehingga mengurangi luas lahan percobaan. Tanaman yang baik
tidak terbuang, karena tidak dilakukan seleksi pada generasi awal.
Beberapa generasi dapat dilakukan pada tahun sama. Seleksi alam
pada generasi awal dapat meningkatkan frekwensi gen-gen baik.
Kekurangan metode bulk
Silsilah galur tidak tercatat sejak awal. Seleksi alam pada
generasi awal dapat menghilangkan genotipe-genotipe yang baik
jika ditanam tanpa campuran. Tanaman pada satu generasi belum
tentu terwakili pada generasi selanjutnya. Jumlah tanaman pada
generasi lanjut sangat banyak sehingga memerlukan lahan yang
luas.
7.5.3. Seleksi Single-Seed-Descent
Pada keturunan hasil persilangan tidak dilakukan seleksi,
tetapi diambil satu biji secara acak dari setiap tanaman. Perubahan
frekwensi gen tidak terjadi tetapi dengan penyerbukan sendiri
hanya merubah frekwensi genotype. Frekwensi genotipe homozigot
meningkat, sedangkan frekwensi genotipe heterozigot akan
berkurang. Sering dilaksanakan di rumah kaca yang dapat
mengendalikan lingkungan sehingga setiap tahun dapat diperoleh
beberapa generasi. Metode ini banyak diterapkan pada tanaman
berpolong. Pada metode ini panen dilakukan satu biji dari setiap
tanaman, mulai F2–F5, kemudian setiap biji tersebut dicampur
untuk ditanam pada generasi berikutnya.
152
Gambar 7.10. Prosedur Seleksi SSD
Tahapan SSD
1. Dilakukan persilangan antara dua tetua terpilih untuk
menghasilkan benih F1 yang cukup seperti pada seleksi
pedigree.
2. Benih hasil persilangan di tanam sebagai tanaman F1 untuk
menghasilkan benih F2 yang cukup.
3. Semua benih F1 ditanam sebagai tanaman F2
4. Pada F2 diambil sejumlah tanaman secara acak
5. Dari setiap tanaman F2 tersbut diambil satu benih untuk
dilanjutkan ke F3
6. Demikian juga dari F3 ke F4, dan F4 ke F5. Pada generasi
F3 ke F4 tidak dilakukans eleksi
7. Generasi F5 ditanam dengan jarak tanam lebar. Pada
generasi ini mulai dilakukan seleksi secara individu
8. Dari individu tanaman terseleksi ditanam dalam barisan.
generasi F6 dilakukan seleksi famili (baris) terbaik.
9. Generasi F7 dan F8 diuji pendahuluan
153
Kelebihan Metode SSD
Kebutuhan lahan lebih sempit dan waktu dan tenaga yang
diperlukan saat panen lebih sedikit. Populasi akan tetap dari
generasi ke generasi sampai F5. Pencatatan dan pengamatan lebih
sederhana. Memungkinkan untuk menanam sejumlah generasi
dalam satu tahun melalui pengendalian lingkungan misal dalam
rumah kaca. Seleksi untuk karakter dengan heritabilitas tinggi lebih
efektif.
Kekurangan Metode SSD
Seleksi untuk karakter-karakter yang heritabilitasnya rendah
tidak efisien, misal hasil. Identitas tanaman unggul F2 tidak
diketahui. Bila seleksi pada awal generasi tidak tajam dalam
pengamatan, dapat mengakibatkan hilangnya tanaman unggul
karena tidak ikut terpilih.
7.5.4. Seleksi haploid ganda
"Seleksi haploid ganda" merupakan metode seleksi yang
menggunakan teknik penggandaan kromosom (dengan colchicine)
dari tanaman haploid F2, yang hasilkan dari kultur antera atau
metode lainnya (Poehlman & Sleper, 1995). Tanaman haploid
ganda biasanya homozygous pada semua lokus gen, sehingga tidak
perlu ditanam generasi bersegregasi dan uji hasil pendahuluan
dapat dilakukan 1-2 generasi lebih cepat dibandingkan dengan
metode seleksi lainnya.
Ada empat metode untuk memproduksi tanaman hploid,
yaitu 1). Kultur antera, 2). Kultur mikrospora terisolasi, 3). Kultur
ovary yang tidak diserbuki dan 4). Penyelamatan mebrio dari
persilangan dengan kerabat jauh.
154
Gambar 7.11. Prosedur Haploid Ganda (Poehlman & Sleper, 1995).
7.5.5. Metode Silang Balik (Back Cross)
Silang balik merupakan persilangan antara keturunan
dengan salah satu tetuanya. Kegunaannya adalah untuk
memperbaiki suatu sifat yang dikendalikan oleh gen tunggal dari
varietas unggul pada tanaman menyerbuk sendiri. Perbaikan sifat
kuantitatif melalui silang balik akan sulit dicapai. Masalah yang
paling besar dalam pelaksanaan Metode Silang Balik adalah adanya
pautan atau “linkage” antara gen atau alel yang diinginkan dengan
allel yang tidak diinginkan / jelek.
155
Gambar 7.12. Linkage Drag dengan Pemuliaan Backcross
Traditional
Gambar 7.13..Backcros dengan seleksi untuk memperbaiki
toleransi IR64 terhadap kekeringan
Galur pendonor gen (alel) disebut Tetua Donor (=Donor
Parent). Galur yang menerima disebut Tetua Penerima (=Recipient
Parent atau Recurrent Parent)
156
Tahapan Metode Silang Balik
 Persilangan pertama antara tetua penerima
(Resipien=Recurrent=R) dengan tetua pemberi (Donor=D)
menghasilkan F1
 Silang balik pertama, F1 disilangkan dengan R untuk
mendapatkan populasi BC1. (F1 sebagai betina dan R
sebagai tetua jantan)
 Silang balik kedua, BC1 disilangkan dengan tetua R untuk
mendapatkan BC2. Tetua BC1 sebagai betina dan R
sebagai tetua jantan.
 Silang balik ketiga, BC2 disilangkan dengan tetua R untuk
mendapatkan BC3. Tetua BC2 sebagai betina dan R
sebagai tetua jantan.
 Silang balik keempat, BC3 disilangkan dengan tetua R
untuk mendapatkan BC4. Tetua BC3 sebagai betina dan R
sebagai tetua jantan.
 Populasi BC4 sudah mengandung kembali 93,75% gen R.
 Pada akhir kegiatan, BC4 dikawinkan sendiri sehingga
terjadi segregasi dan diseleksi untuk mendapatkan galur
harapan baru
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam program silang
balik adalah Tersedianya tetua timbal-balik yang sesuai. Sifat-sifat
yang dipindahkan dari tetua penyumbang masih mungkin
dipelihara dengan intensitas yang tidak berkurang walaupun
mengalami beberapa kali persilangan balik. Untuk mendekati
kemiripan sifat-sifat tetua timbal balik, kecuali sifat yang
diperbaiki tetap serupa dengan tetua penyumbang (tetua donor),
diperlukan banyak persilangan balik.
157
(i) Musim pertama
Recurrent Parent (RP) disilangkan dengan Donor Parent (DP)
menghasilkan generasi F1.
(ii) Musim kedua
F1 x RP → BC1F1
50% RP/DP 50% RP/RP
Gambar 7.14. Prosedur Back Cross
158
Kelebihan Metode BC
Pemulia akan dibekali suatu jaminan tingkat kontrol genetik
yang tinggi. Sifat yang hendak diperbaiki dapat diterangkan
sebelum metode diterapkan. Varietas yang sama dapat dibentuk
lagi. Tidak perlu pengujian hasil yang ekstensif .Masalah interaksi
genetik x lingkungan dapat dikurangi. Intensitas sifat yang
dipindahkan tidak berubah
Kelemahan Metode BC
Jumlah sifat yang diperbaiki terbatas. Tidak sesuai untuk
sifat kuantitatif. Sulit diterapkan pada tanaman menyerbuk silang.
Jika gen yang diinginkan terpaut dengan gen pengendali sifat buruk
maka akan sulit dibuang.
7.6. Rangkuman
Ada tiga metode pemuliaan untuk perbaikan tanaman
menyerbuk sendiri, yaitu introduksi, seleksi, dan hibridisasi yang
diikuti dengan seleksi untuk mengembangkan galur murni. Seleksi
bisa seleksi massa atau seleksi galur murni. Ada lima metode
seleksi setelah hibridisasi. Seleksi galur murni dan semua metode
seleksi setelah hibridisasi mengarah pada pengembangan varietas
galur murni (semua tanaman homozigot dan genotipenya sama,
atau populasi homogen dari tanaman homozigot). Seleksi
massamengarah pada pengembangan varietas yang populasinya
heterogen dari tanaman homozigot. Introduksi sering heterogen
tetapi pada beberapa kasus juga galur murni.
7.7. Latihan
1. Pada spesies tanaman menyerbuk sendiri, Varietas A dan
Varietas B berbeda alelnya pada satu lokus. Varietas A
159
disilangkan dengan Varietas B. Setiap generasi selanjutnya
diselfing.
– Bagaimana proporsi tanaman akan menjadi
heterozigot pada generasi F6?
– Berapa proporsi tanaman akan mirip secara genetik
dengan varietas`A pada generasi F6?
– Jika Varietas A menyerbuk sendiri berbeda allelnya
pada 3 lokus dari varietas B, berapa proporsi
tanaman akan menjadi heterozigot pada generasi F3
setelah persilangan?
2. Pada sepasang alel heterosigot Aa, berapa proporsi tanaman
homosigot AA setelah 1,2,3,4,5,6 generasi selfing?
3. Pada 5 pasang alel heterosigot AaBbCcDdEe, berapa
proporsi ke 5 pasang alel homosigot setelah 1,2,3,4,5,6
generasi selfing
7.8. Glossarium
Galur murni :
Varietas
:
Roguing
:
:
sekelompok tanaman yang terdiri atas tanamantanaman homosigot dan seragam atau
sekelompok tanaman yang berasal dari suatu
genotipe homosigot melalui penyerbukan
sendiri
sekelompok/populasi
tanaman
yang
mempunyai sifat-sift khusus, serupa,stabil dan
dapat dibedakan dengan kelompok/populasi
lain dalam spesies/jenis yang sama
pembuangan semua tanaman yang nampak
berbeda untuk mendapatkan sebuah populasi
homozygot
160
7.9. Daftar Pustaka
Fehr, W.R. 1987. Principless of Cultivar Development. Vol. I.
Theory and Technique. Xiv+53p. New York: McMillan
Pub. Co
Halloran, G.M.,R. Knight, K.S. McWhirter, and D. H. B. Sparrow.
1979. Plant Breeding. Australian Vice-Chancellors’
Committee, AAUCS.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman.
Kanisius, Yogyakarta
Simmonds, N. W. 1981. Principles of Crop Improvement.
Xiv+408. London : Longman.
Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 2006. Breeding Field Crops. Edisi
ke-5. Wiley-Blackwell
Sprague, G.R., and L.A. Tatum. 1942. General versus specific
combining ability in single crosses of corn. J. Am. Soc.
Agron. 34:923-932
Welsh, J. R. 1981. Fundamentals of Plant Genetics and Breeding.
Xiv_290p. New York : John Wiley & Sons.
164
BAB VIII
PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG
Pengantar
Penyerbukan silang adalah jatuhnya serbuk sari (polen) ke
kepala putik yang berbeda genotipe. Tanaman menyerbuk silang
adalah tanaman yang sebagian besar penyerbukannya terjadi
merupakan penyerbukan silang atau tingkat penyerbukan silangnya
lebih dari 90%. Contoh tanaman menyerbuk silang adalah jagung,
papaya, salak, kelapa sawit, mangga, rambutan, melinjo,
kelengkeng, ubi jalar, bunga matahari, anggrek, aglonema.
Penampilan tanaman menyerbuk silang lebih baik jika
heterozigositas tetap dipertahankan. Metode pemuliaan untuk
tanaman meyerbuk silang dirancang agar sesuai dengan struktur
genetik dan morfologi tanaman menyerbuk silang. Bab ini akan
dibahas dalam dua kali pertemuan kuliah atau 3 x 100 menit.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat
mengeksplorasi dasar genetik dan prosedur umum pemuliaan yang
digunakan untuk memperbaiki populasi dan mengembangkan
varietas dari tanaman menyerbuk silang.
165
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Perkuliahan
(300 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
240 menit
Langkah 3
Aktivitas
Pembukaan
1. Dosen memberi salam
2. Dosen menyampaikan tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan dan langkah yang harus
dilakukan mahasiswa
3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk
bersemangat belajar dengan menceritakan halhal yang menarik
4. Dosen mengaitkan materi baru dengan materi
sebelumnya dan memberi pengarahan
Penyajian
1. Dosen menanyakan apa yang diketahui oleh
mahasiswa tentang tanaman menyerbuk silang
2. Mahasiswa menjawab pertanyaan sesuai
dengan apa yang mereka ketahui
3. Dosen menjelaskan tanaman menyerbuk silang
4. Dosen menjelaskan pertimbanganpertimbangan yang terkait dengan pemuliaan
tanaman menyerbuk silang
5. Dosen menjelaskan konsekwensi genetik
tanaman menyerbuk silang
6. Dosen menjelaskan metode-metode pemuliaan
tanaman menyerbuk silang
7. Dosen memandu refeksi
8. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi, mencatat
materi diskusi
Penutup
166
30 menit
1. Merangkum uraian matakuliah yang telah
disampaikan/diskusi
2. Mahasiswa menyimak, mengajukan
pendapat,bertanya atau menjawab dan
mencatat
3. Mahasiswa diberi tugas selama satu minggu
untuk membuat tulisan yang menjelaskan
tentang metode pemuliaan tanaman menyerbuk
silang
167
8.1. Dasar Genetik Tanaman Menyerbuk Silang
Populasi tanaman menyerbuk silang mengalami kawin
acak, dimana tiap individu dalam suatu populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain. Kawin
acak menyebabkan individu-individu dalam populasi tanaman
menyerbuk silang bersifat heterozigot dan populasinya heterogen
(beragam). Umumnya, penampilan tanaman menyerbuk silang akan
lebih baik jika heterozigositas tetap dipertahankan. Hal ini
merupakan karakteristik dari heterosis atau hybrid vigor. Heterosis
adalah penampilan tanaman hibrida yang lebih baik (superior)
dibandingkan dengan rata-rata penampilan tetuanya.
Perkawinan individu-individu yang memiliki kekerabatan
lebih dekat (saudara kandung atau saudara tiri) disebut dengan
inbreeding
(silang
dalam).
Inbreeding
meningkatkan
homozigositas, yang disebabkan oleh akumulasi frekuensi alel-alel
identik pada lokus tertentu di dalam suatu populasi. Peningkatan
homozigositas pada individu memungkinkan ekspresi alel-alel
resesif yang dalam hal tertentu menurunkan vigor serta penampilan
individu tersebut.
Penyerbukan sendiri berulang-ulang pada tanaman
menyerbuk silang, akan menyebabkan terjadi homozigositas dan
hybrid vigor menurun. Fenomena in disebut dengan depresi
inbreeding. Penurunan vigor dan produktifitas akibat persilangan
dalam (inbreeding) disebut depresi inbreeding.
Mekanisme yang menyebabkan tanaman menyerbuk silang
secara alami tidak bisa menyerbuk sendiri adalah: (1) hambatan
mekanis untuk menyerbuk sendiri, seperti heterostyle atau
heteromorfi (panjang pendeknya kepala putik dan tangkai sari tidak
sama (2) Dikhogami, (perbedaan waktu matangnya polen dan
stigma), seperti polen lebih dulu matang sebelum stigma reseptif
yang disebut dengan protandry atau sebaliknya stigma duluan
reseptif sedangkan polen belum matang yang disebut dengan
protogyny (3) adanya bunga monoecious yaitu bunga betina dan
168
bunga jantan letaknya terpisah tetapi masih pada satu pohon
tanaman seperti pada kelapa sawit dan jagung dan diocious, yaitu
bungan betina dan bunga jantan berada pada pohon yang berbeda
seperti pada salak pondoh dan pepaya dan (4) self-sterility (bunga
jantan tidak berfungsi karena jantan mandul atau selfinkompatibility (terjadi penyerbukan tetapi tidak terjadi pembuahan
karena faktor fisiologis, misalnya inaktifnya zat tumbuh sehingga
tabung sari tidak terbentuk).
8.2. Jenis Varietas Tanaman Menyerbuk Silang
Varietas tanaman menyerbuk silang merupakan suatu
populasi dengan struktur genetik (dengan frekuensi gen/ frekuensi
genotipe) tertentu. Pemuliaan pada tanaman menyerbuk silang
lebih difokuskan pada perbaikan populasi dibandingkan individu
dalam populasi. Perbaikan populasi merupakan kegiatan untuk
meningkatkan frekwensi gen yang baik sehingga rata-rata sifat
yang diatur/dikendalikan gen tersebut meningkat.
Pada pemuliaan tanaman menyerbuk silang, pemulia lebih
memfokuskan pada populasi, dan analisis sifat kuantitatif dan
bukan individu tanaman maupun sifat kualitatif. Keturunannya
bukan galur murni karena tetua betina diserbuki oleh tanaman lain
yang berbeda alel. Akibat turunan yang bukan galur murni, maka
uji keturunan untuk menilai potensi genetik yang biasanya
dilakukan pada tanaman menyerbuk sendiri akan kurang bermanfat
pada tanaman menyerbuk silang. Oleh karena itu, pada tanaman
menyerbuk silang akan lebih baik dilakukan uji daya gabung. Daya
gabung adalah nilai genotipe yang didasarkan atas nilai keturunan
hasil persilangannya dengan genotipe lain.
Varietas yang akan dibentuk pada tanaman menyerbuk
silang adalah varietas bersari bebas, varietas sintetik, varietas
komposit, dan varietas hibrida. Varietas bersari bebas adalah
varietas yang heterogen homozigot yang dibuat tanpa persilangan
terkendali. Varietas sintetik adalah populasi dasar berasal dari
169
galur-galur hasil seleksi (memiliki daya gabung umum baik).
Varietas sintetik dibentuk melalui persilangan bebas antara
beberapa galur/famili yang mempunyai daya gabung umum baik.
Varietas komposit populasi dasar berasal dari galur yang belum
diseleksi. Varietas komposit dibentuk melalui persilangan bebas
antara beberapa galur/famili yang belum diketahui nilai daya
gabungnya. Varietas hibrida adalah varietas F1 yang berasal dari
dua atau lebih tetua galur murni (umumnya memiliki heterosis dan
heterobeltiosis yang tinggi).
Tahap pembentukan varietas dari tanaman menyerbuk
silang adalah pembentukan populasi dasar, seleksi perbaikan
populasi, Evaluasi untuk pemilihan galur/famili untuk membentuk
varietas baru (melalui rekombinasi/kawin acak 8-10 galur/famili
terpilih), dan pelepasan varietas tanaman.
Perubahan untuk meningkatkan frekwensi gen yang
dikehendaki dilakukan melalui seleksi. Seleksi bertujuan untuk
menciptakan populasi dengan frekwensi gen baru dan unik,
sehingga program pemuliaan tanaman menyerbuk silang ditentukan
oleh populasi awal dan metode seleksi. Tujuan pembentukan
populasi ini adalah untuk meningkatkan keragaman sifat yang
mempunyai arti ekonomi penting dan mempertahankan
keseragaman sifat lainnya. Misalnya pemuliaan untuk peningkatan
produksi, maka sifat produksi harus beragam pada populasi dasar,
sedangkan karakter lain (kualitas) relatif seragam.
Pembentukan populasi dasar dapat dilakukan dengan cara
(1). Persilangan hanya antar populasi terpilih, yang berbeda untuk
sifat yang akan dimuliakan, sedang sifat lainnya sama atau hampir
sama, (2). Persilangan antar individu tanaman dalam populasi yang
mempunyai fenotipe sama untuk sifat tidak penting, (3).
Peningkatan populasi yang sifat tidak pentingnya berbeda sebelum
memulai pembentukan populasi dasar. Setelah melakukan
persilangan tersebut, diperlukan satu generasi kawin acak untuk
kombinasi-kombinasi baru. Jika lebih dari satu generasi kawin acak
170
sebelum dimulai seleksi merupakan langkah sia-sia, karena
keragamannya akan tetap sama.
Prosedur dalam seleksi tanaman menyerbuk silang
berdasarkan pada empat hal yakni (1). Dasar seleksi pada populasi
asal. Seleksi dapat berdasarkan perbedaan fenotipe individu
tanaman atau perbedaan genotipe melalui uji keturunan, (2).
Pengendalian persilangan pada generasi awal. Dapat dibedakan atas
diketahui atau tidak diketahui tetuanya, (3). Tipe aksi gen. Seleksi
dapat diarahkan untuk daya gabung umum (general combining
ability), daya gabung khusus (specific combining ability) atau
kedua-duanya dan (4). Tipe varietas yang akan diciptakan dari
hasil seleksi. Apabila dilakukan seleksi galur maka sasarannya
terutama untuk merakit varietas hibrida atau varietas sintetik.
Seleksi untuk pembentukan varietas komposit dapat
dilakukan dengan metode seleksi massa, seleksi ear to row/half sibs
dan seleksi fenotipe berulang. Metode seleksi untuk pembentukan
varietas sintetik adalah seleksi untuk daya gabung umum. Metode
seleksi untuk pembentukan varietas hibrida dapat dilakukan dengan
seleksi untuk daya gabung khusus dan seleksi resiprokal.
Tabel 8.1. Klasifikasi Seleksi Terarah Tanaman Jagung
Dasar seleksi
Fenotipe
individu
tanaman
Uji keturunan/
progeni
Evaluasi
terhadap
tanaman atau
galur
Pengendalian
penyerbukan
Salah satu atau
tidak
diketahui
tetuanya
Tipe
Uji
Keturunan
Tidak ada
Bersari bebas
Diketahui
tetua
jantan
Diketahui
tetua
jantan dan betina
Tidak ada
Salah satu atau
tidak
diketahui
tetuanya
Daya gabung
umum (DGU)
Daya gabung
khusus (DGK)
DGU dan DGK
Silang banyak
(poly cross)
Prosedur/ Seleksi
Seleksi massa
Seleksi tongkol ke baris
(Ear to row)
Seleksi berulang fenotipe
Seleksi berulang untuk
daya gabung umum
Seleksi berulang untuk
daya gabung khusus
Seleksi berulang resiprok
Seleksi silang banyak
171
8.3. Frekwensi Alel dan Genotipe
Pemulia menggabungkan dan menyeleksi alel-alel yang
diinginkan dalam sebuah populasi. Frekwensi keberadaan alel-alel
yang diinginkan dan yang tidak diinginkan dari sebuah pupulasi
akan mempengaruhi pemilihan populasi pemuliaan, metode seleksi,
dan kemajuan seleksi. Populasi pemuliaan harus memiliki
keragaman genetik yang cukup agar memungkinkan dilakukan
seleksi, memiliki frekwensi alel-alel yang diinginkan cukup tinggi
agar memungkinkan untuk dilakukan seleksi terhadap alel tersebut
dan memungkinkan untuk memperoleh kemajuan pemuliaan yang
efisien.
Frekuensi genotipe dan frekuensi alel (atau frekuensi gen)
merupakan karakteristik genetik suatu populasi. Frekuensi genotipe
adalah nisbah individu bergenotipe tertentu terhadap keseluruhan
individu dalam populasi. Frekuensi alel adalah nisbah alel tertentu
terhadap keseluruhan alel dalam populasi. Dengan mengambil
model diploid, frekuensi genotipe homozigot dominan dan
homozigot resesif serta heterozigot berturut-turut dapat
dilambangkan dengan D, R, dan H. Frekuensi suatu alel dengan
model diploid tersebut dilambangkan sebagai p, sedangkan
frekuensi alel pasangannya dilambangkan sebagai q. Dalam hal ini
D+H+R = 1 dan p+q = 1
Penghitungan frekuensi alel selain menggunakan cara sebelumnya,
dapat dilakukan dengan memanfaatkan informasi frekuensi
genotipe yang sudah diketahui menggunakan formulasi berikut:
p = D + ½ H atau 2D + H
q = R + ½ H atau 2R + H
Contoh, suatu populasi terdiri atas 500 individu tanaman
dengan struktur genotipe: 320 RR + 160 Rr + 20 rr. Berapakah
frekuensi masing-masing genotipe dan masing-masing gen?
172
Jawabnya adalah frekuensi genotipe RR = 320/500 = 0,64;
frekuensi genotipe Aa = 16/500 = 0,32; dan frekuensi genotipe aa
= 20/500 = 0,04. Frekuensi alel R = {(2x320)+(1x160)} / (2x500)
= 0,80; frekuensi alel r = {(1x160)+(2x20)} / (2x500) = 0,20.
8.4. Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg
Dalam populasi besar alami, tiap individunya memiliki
peluang yang sama untuk kawin antar individu dalam populasi
tersebut (suatu kondisi yang disebut kawin acak). Peristiwa ini akan
mencapai keseimbangan frekuensi alel dan frekwensi genotipe
tertentu dan akan tetap dalam keseimbangan jika terjadi kawin acak
terus menerus. Jika tidak ada faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan frekuensi genotipe ataupun
frekuensi alelnya, maka frekuensi genotipe dan frekuensi alel
populasi tersebut akan tetap sepanjang generasi. Populasi dalam
keadaan tersebut dinamakan dalam keseimbangan Hardy-Weinberg
(dilambangkan sebagai populasi HWE).
Dalam populasi HWE, kawin acak berjalan sempurna,
sehingga sesuai dengan teori peluang, frekuensi genotipe pada
generasi berikutnya akan merupakan hasil penggandaan frekuensi
alel yang membentuknya. Oleh karena itu bila diketahui frekuensi
alel suatu populasi dengan model diploid adalah p dan q, maka p+q
= 1. Setelah sekali kawin acak terbentuk populasi dengan frekwensi
genotipe dalam turunannya (p+q)2 atau p2+2pq+q2= 1. Dengan
demikian frekuensi genotipe homozigot dominan (D’), homozigot
resesif (R’) dan heterozigot (H’) pada generasi berikutnya adalah :
D’ = p2, R’ = q2, H’ = 2pq, di mana D’+R’+H’ = 1. Bila tidak ada
keterpautan (linkage), kondisi HWE akan tercapai setelah satu kali
kawin acak. Populasi baru yang dikembangkan melalui kawin acak
dari contoh di atas akan menjadi :
D’ = p2
= (0,8)2
= 0,64
2
2
R’ = q
= (0,2)
= 0,40
H’ = 2pq
= 2 (0,8 x 0,2) = 0,32,
sehingga 0,64 + 0,40 + 0,32 = 1.
173
Konstitusi genetik populasi setelah HWE tercapai tidak
akan berubah sepanjang generasi selama faktor-faktor pengubah
frekuensi alel tidak bekerja, atau tidak ada migrasi, mutasi, dan
seleksi. Perlu diperhatikan bahwa yang menentukan konstitusi
genetik populasi HWE adalah frekuensi alelnya, bukan frekuensi
genotipe tetua.
Apa penting dari Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg
bagi pemulia tanaman? Asumsi kawin acak sering dilanggar dalam
populasi pemuliaan karena populasi pemuliaan lebih kecil dari
populasi tanaman alami. Dengan demikian, desain persilangan
yang meminimumkan kesalahan pengambilan sampel gamet (alel)
sangat perlu dipertimbangan.
Pemulia harus menyadari beberapa faktor diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Populasi menyerbuk sendiri
Frekuensi alel akan tetap dalam keseimbangan (dengan
asumsi populasi cukup besar, tidak ada seleksi, atau faktor lain
yang mengganggu keseimbangan). Namun, setiap generasi
penyerbukan sendiri, frekuensi genotipe dari lokus homozigot akan
meningkat dan frekuensi lokus heterozigot akan menurun.
Akhirnya, genotipe heterozigot akan dihilangkan dari populasi
yang terus-menerus menyerbuk sendiri.
2. Populasi tanaman menyerbuk silang
Kesalahan pengambilan sampel akan terjadi jika vigor
tanaman dalam populasi berbeda, waktu berbunga berbeda, atau
kawin lebih sering dengan tanaman kerabat dekatnya.
3. Seleksi untuk atau terhadap alel tertentu akan mengubah
frekwensi alel dan frekuensi genotipe dari populasi. Seleksi
terhadap alel dominan (yaitu, seleksi untuk homozigot resesif) akan
menghilangkan alel dominan dari populasi dalam satu generasi.
Seleksi terhadap alel resesif akan membutuhkan lebih dari beberapa
174
generasi untuk menghilangkan alel resesif dari populasi karena
genotipe homozigot dominan dan heterozigot memiliki fenotipe
dibedakan.
Selain itu, kemampuan untuk memperkirakan frekwensi alel
dan genotipe frekuensi, pemulia juga perlu memahami aksi gen
yang mempengaruhi sifat yang diinginkan. Dalam populasi
homozigot menyerbuk sendiri, pengaruh dari gen (alel) ditentukan
oleh pengaruh interaksi antar alel pada lokus yang sama atau
interaksi antara alel pada lokus yang berbeda. Pada tanaman
menyerbuk silang, pengaruh atau prilaku alel ditentukan interaksi
alel dengan alel lain pada lokus yang sama (pengaruh aditif,
pengaruh dominan dan pengaruh over dominan), interaksi alel
dengan alel lain pada kromosom yang berbeda (epistasis) dan
interaksi alel dengan alel lain pada lokus didekatnya.
8.5. Daya Gabung
Uji keturunan (progeny test) merupakan penilaian suatu
genotipe berdasarkan penampilan keturunannya yang dihasilkan
dari perkawinan tertentu. Pengujian tersebut bertujuan untuk
menilai secara genetik tetua yang akan digunakan dalam program
pemuliaan. Pada spesies menyerbuk silang, uji silang (testcross)
akan memberikan informasi tentang genotipe tanaman betina dan
keturunannya karena penampilan tetua jantan penghasil serbuk sari
diketahui. Testcross adalah perkawinan berbagai galur dengan
tester yang sama atau set penguji (galur yang sudah diketahui
penampilannya baik). Penampilan keturunannya dievaluasi untuk
menentukan potensi genetik atau daya gabung dari galur.
Daya gabung adalah ukuran penampilan relatif keturunan
dari berbagai kombinasi persilangan yang berbeda. Uji daya
gabung digunakan untuk mengidentifikasi salah satu atau beberapa
tetua yang dapat diteruskan sebagai calon tetua terbaik berdasarkan
keunggulan hibrida yang dihasilkannya. Metode analisis daya
gabung yang sering digunakan adalah metode galur x tester.
175
Ada dua jenis daya gabung (Sprague dan Tatum, 1942)
Daya Gabung Umum (DGU) adalah penampilan rata-rata dari galur
pada serangkaian persilangan. Daya Gabung Khusus (DGK)
penampilan dari persilangan tertentu relatif terhadap pemnampilan
rata-rata semua kombinasi persilangan dalam pengujian. Daya
gabung merupakan suatu fungsi dari tester yang digunakan dalam
uji silang tersebut. Testcross DGU dibuat dengan beberapa galur
lain atau dengan tester yang memiliki dasar genetik yang luas.
DGK ditentukan dengan menggunakan berbagai inbrida tertentu.
Pertama, DGU dievaluasi untuk mengurangi jumlah galur, dengan
testcross DGU, 50% atau lebih dari galur bisa dihilangkan sebelum
dievaluasi DGK. Penentuan DGK lebih memakan waktu daripada
mengevaluasi DGU.
8.6.
Metode pemuliaan Tanaman Menyerbuk Silang
Tujuan dari pemuliaan tanaman menyerbuk silang adalah
untuk memilih tanaman atau galur yang saat menyerbuk silang,
menghasilkan keturunan yang unggul. Struktur genetik dari spesies
menyerbuk silang, tujuan dan strategi pemuliaan berbeda dengan
spesies menyerbuk sendiri. Namun, beberapa metode pemuliaan
diterapkan untuk spesies menyerbuk sendiri dapat juga digunakan
untuk mengembangkan galur untuk perbaikan tanaman menyerbuk
silang.
176
Tabel 8.2. Metode Pemuliaan yang diterapkan pada tanaman
menyerbuk sendiri dan silang
Tanaman Menyerbuk Sendiri
1. Seleksi dalam populasi
heterogen dari tanamantanaman homozygot:
a. Seleksi massa
b. Seleksi galur murni
Tanaman
Menyerbuk
Silang
1. Seleksi dalam varietas
berpenyerbukan terbuka
atau populasi (heterogen
dan heterozigot):
a. Seleksi massa
b. Metode
seleksi
berulang lainnya
2. Seleksi setelah hibridisasi:
2. Tetua inbrida dikembanga. Metode seleksi pedigree
kan dari populasi yang
b. Metode seleksi bulk
diperbaiki:
c. Metode seleksi single seed
a. Metode seleksi pedigree
descent
b. Metode
seleksi
d. Metode seleksi backcross
backcross
c. Metode seleksi single
Semua metode di atas, kecuali
seed descent
seleksi massa dilakukan untuk
d. Metode seleksi haploid
mengembangkan galur murni
ganda
yang akan digunakan sebagai
varietas atau dicampur dengan Inbrida
yang
dihasilkan
galur murni lainnya untuk selanjutnya dikawinkan untuk
digunakan sebagai
varietas menghasilkan hibrida.
campuran.
8.7. Perbaikan Populasi Melalui Seleksi Berulang
Perbaikan populasi dilakukan melalui seleksi yang
dilakukan dalam beberapa siklus (beberapa kali) seleksi secara
berulang atau dikenal sebagai metode seleksi berulang. Pada
177
metode ini kegiatan seleksi dilakukan pada setiap generasi dalam
populasi kawin acak, kemudian dilakukan perkawinan antar
keturunan terbaik. Siklus tersebut diulangi beberapa kali sampai
tujuan pemuliaan tercapai atau tidak ada kemajuan lagi.
Seleksi Berulang
elsi Berulang
Evaluasi
dan Seleksi
Keturunan
Unggul
Persilangan
individu
unggul
Tanam
populasi
kawin acak
dan dapatkan
keturunannya
Gambar 8.1. Skematik Seleksi Berulang
Pada seleksi berulang, sumber serbuk sari ada yang
terkontrol dan ada juga memungkinkan terjadinya perkawinan
secara bebas. Tujuan seleksi berulang adalah untuk memperbaiki
rata-rata populasi dengan mengumpulkan atau meningkatkan
frekwensi alel-alel untuk sifat kuantitatif, sedangkan keragaman
genetik tetap dipertahankan.
Seleksi berulang dilakukan berdasarkan pada penampilan
dari turunan (seleksi berulang genotipik), fenotipe individuindividu tanaman (seleksi berulang fenotipik) atau family tanaman.
Pada seleksi berulang genotipik seleksi dilakukan terhadap sifatsifat kuantitatif, interaksi genotype dan lingkungan dari sedang
sampai tinggi. Seleksi berdasarkan penampilan turunan, dimana
penampilan tidak dapat dievaluasi berdasarkan individu tanaman.
178
Pada seleksi berulang fenotipik, seleksi dapat dilakukan
terhadap sifat kuantititif ataupun kualitatif, interaksi genotype dan
lingkungan rendah. Seleksi dilakukan berdasarkan penampilan
fenotipe individu tanaman tetua jantan dan tetua betina, terdapat
kontrol terhadap persilangan, heritabilitas dalam arti sempit tinggi,
peran gen terutama aditif, tidak ada uji keturunan, sifat dapat
berikan skor secara visual atau diukur secara fisik. Pengembangan
populasi melalui seleksi berulang ditujukan untuk perbaikan
varietas, sebagai dasar untuk seleksi lanjutan atau perbaikan
populasi tetua dari galur-galur inbrida. Varietas yang akan
dihasilkan merupakan varietas bersari bebas.
Prosedur seleksi berulang fenotipik
Suatu populasi ditanam sedemikian rupa sehingga
memungkinkan untuk diadakan seleksi secara individu. Dipilih
individu-individu unggul untuk sifat yang diinginkan, sedangkan
yang lain dihilangkan atau diemaskulasi. Selanjutnya dilakukan
persilangan di antara individu-individu terpilih. Hasil silangan
dipanen dan bijinya dicampur. Selanjutnya biji hasil silangan
ditanam kembali dan dilakukan pemilihan individu-individu unggul
kembali. Demikian seterusnya, sampai diperoleh sifat yang
diperbaiki sesuai dengan kriteria seleksi.
Gambar 8.2. Prosedur Seleksi Berulang Fenotipik
179
8.8. Metode Perbaikan Populasi
Perbaikan populasi tanaman menyerbuk silang dapat
dilakukan dengan berbagai macam metode seleksi diantaranya:
Seleksi Massa
Seleksi setongkol-sebaris (Ear-To-Row)
Seleksi Full-Sib
Seleksi S1/S2
Seleks Berulang Daya Gabung
Seleks Berulang Timbal Balik (Reciprocal)
8.8.1. Seleksi massa pada tanaman menyerbuk sendiri
Pemilihan tanaman berdasarkan fenotipe individu dari
populasi hasil kawin acak, tanpa kontrol persilangan dan peran gen
aditif. Pemilihan didasarkan pada penampilan individu tanaman
betina, karena jantan yang menyerbukinya tidak diketahui dan tidak
ada uji keturunan. Dipilih individu tanaman yang sesuai dengan
kriteria yang dikehendaki sehingga diharapkan diperoleh populasi
keturunan dengan frekwensi gen yang dikehendaki lebih besar.
Pada waktu panen hasil panen dari tanaman terpilih dicampur
(disatukan) untuk dipakai sebagai bahan pertanaman musim
berikutnya. Pada pertanaman musim berikutnya akan terjadi kawin
acak antar tanaman terpilih. Proses pemilihan dilakukan kembali
beberapa generasi sampai tujuan seleksi tercapai. Varietas yang
dihasilkan adalah varietas bersari bebas.
Efektivitas seleksi massa tergantung pada ketelitian seleksi,
penampakan fenotipe sama genotipe, mudah diukur (kegenjahan,
tinggi tanaman, ukuran tongkol), kontrol lingkungan,
meningkatkan variabilitas genetik. Kelebihan dari seleksi massa
adalah mudah dilaksanakan, biaya relatif murah, Cepat (satu musim
per siklus), dapat dilakukan pada populasi besar dan dapat menekan
terjadinya silang dalam. Kelemahan seleksi massa adalah
180
memerlukan tempat penanaman yang luas dan terpisah dari
populasi lain, kurang efektif untuk memperbaiki sifat-sifat
kuantitatif yang mempunyai heritabilitas rendah.
8.8.2. Seleksi Satu Tongkol Satu Baris
Metode seleksi satu baris satu tongkol merupakan perbaikan
dari seleksi massa dengan mengevaluasi famili terpilih (Famili
Saudara Tiri/Half-Sib). Perbedaan seleksi satu tongkol satu baris
dengan seleksi massa adalah pada seleksi massa, tongkol hasil
panen langsung dicampur untuk dijadikan bahan tanam pada
musim berikutnya. Pada seleksi satu tongkol satu baris, tongkoltongkol tersebut diuji terlebih dahulu sebelum dicampur. Cara
pengujian disebut uji keturunan, sehingga pada seleksi ini terdapat
uji keturunan. Seleksi didasarkan pada keragaan fenotipe dari
induvidu–individu tanaman (famili) melalui pengujian, tanpa atau
sebagian ada kontrol persilangan dan peran gen aditif. Varietas
yang dihasilkan adalah varietas berpenyerbukan terbuka.
Prosedur seleksi satu tongkol satu baris
Pilih sejumlah tanaman, biji dipanen secara terpisah
(sebagai Famili Half-sib). Evaluasi Famili-famili dalam percobaan
berulangan. Selanjutnya biji famili-famili terpilih (sisa Percobaan)
dicampur sebagai benih populasi baru. Famili adalah sekelompok
tanaman. yang secara langsung mempunyai hubungan kekerabatan
(Half-Sib, Full-Sib, S1/S2).
181
Gambar 8.3.Prosedur seleksi satu tongkol satu baris
8.8.3. Seleksi berulang untuk daya gabung umum
Daya Gabung umum adalah kemampuan suatu genotipe
menunjukkan kemampuan rata-rata keturunan bila disilangkan
dengan sejumlah genotipe lain yang dikombinasikan, dapat
dimasukkan juga persilangan sendiri genotipe itu. Seleksi
didasarkan pada fenotipe keturunan tanaman untuk evaluasi
genotipe, terdapat kontrol penuh terhadap persilangan, peran gen
terutama aditif, terdapat uji keturunan melalui Uji Daya Gabung
Umum (DGU). Tetua penguji memiliki keragaman genetik yang
luas, yaitu varietas berpenyerbukan terbuka. Penguji harus
memiliki sifat yang tidak menonjol untuk karakter yang diperbaiki.
Varietas yang dihasilkan adalah varietas komposit, varietas sintetik
galur-galur potensial.
182
Musim 1 :
Menanam populasi dasar
Penyerbukan sendiri pada pada sejumlah
individu (x) sehingga dihasilkan sejumlah
populasi S1
183
Gambar 8.4. Prosedur Seleksi Berulang Untuk DGU
Prosedur satu siklus seleksi
Pada musim pertama menanam populasi dasar dan
membuat sejumlah penyerbukan sendiri sehingga dihasilkan
sejumlah populasi S1. Pada musim ke dua, sebagian biji dari galurgalur S1 ditanam terpisah dalam baris-baris dan sisa bijinya
disimpan. Di samping itu juga ditanam populasi tetua penguji.
Tetua penguji mempunyai dasar genetik yang luas, misalnya
hibrida ganda. Selanjutnya diadakan sejumlah persilangan antara
galur- galur S1 tersebut dengan tetua penguji . Pada musim ke tiga
diadakan pemilihan galur S1 berdasarkan uji keturunannya. Biji
hasil persilangan pada generasi ke dua ditanam dengan ulangan
secukupnya. Galur S1 yang menghasilkan keturunan yang baik
dipilih untuk diteruskan pada generasi berikutnya. Pada musim ke
empat sisa biji galur S1 terpilih dicampur dan ditanam. Populasi
tanaman ini dibiarkan kawin acak, sehingga terjadi rekombinasi.
Setelah dipanen, bijinya dicampur untuk digunakan pada siklussiklus berikutnya.
184
8.8.4. Seleksi Berulang Untuk Daya Gabung Khusus
Daya Gabung Khusus adalah kemampuan suatu kombinasi
persilangan untuk menunjukkan penampilan keturunan. Tujuannya
dalah untuk mencari kombinasi yang khas dan memperlihatkan
perbaikan terbesar dari suatu populasi. Galur murni-galur murni
yang lebih baik dapat diturunkan dari populasi tersebut.
Seleksi berdasarkan fenotipe keturunan dari tanaman,
terdapat kontrol penuh atas persilangannya, peran gen aditif dan
dominan, terdapat uji keturunan melalui Uji Daya Gabung Khusus
(DGK). Metodenya sama dengan metode seleksi berulang untuk
Daya Gabung Umum, hanya berbeda pengujinya, yaitu berupa
galur murni atau hibrida tunggal dan mempunyai keragaman
genetik sempit, seperti galur murni, hibrida silang tunggal. Varietas
yang dihasilkan berupa hibrida tunggal atau hibrida ganda.
8.8.5. Seleksi Berulang Timbal Balik
Seleksi berulang timbale balik merupakan gabungan dari
Seleksi Berulang DGU dan Seleksi Berulang DGK. Setiap populasi
berperan sebagai penguji untuk populasi lainnya, sehingga
dikatakan timbal-balik. Dua populasi dasar yang digunakan
sebaiknya memperlihatkan keragaman yang cukup besar. Perbaikan
populasi dapat diharapkan pada setiap populasi.
Seleksi ini ditujukan untuk perbaikan hibrida. Metodenya
merupakan gabungan dari seleksi berulang untuk DGU dan DGK.
Perbedaannya dengan dua metode seleksi berulang untuk DGU dan
metode seleksi berulang untuk DGK ialah pengujinya juga
merupakan sebagian dari populasi yang diuji. Artinya, satu
populasi merupakan penguji populasi lain, dan sebaliknya
(situasinya timbal balik).
Persyaratannya adalah seleksi berdasarkan keturunan dari
tanaman, terdapat kontrol penuh terhadap persilangan, peran gen
over dominance, dominan, aditif. terdapat uji keturunan dengan
185
tipe uji keturunan daya gabung umum dan khusus. Varietas yang
dibentuk adalah varietas perbaikan hibrida.
8.8.6. Seleksi Saudara Tiri
Seleksi saudara tiri (half-sib) melibatkan pembuatan seleksi
dalam famili atau populasi pada tanaman yang memiliki satu tetua
bersama. Seleksi dilakukan berdasarkan pada penampilan turunan,
bukan berdasarkan fenotipe individu tanaman. Seleksi half-sib
dapat dilakukan dengan menggunakan uji keturunan (progeny tests)
atau ujisilang keturunan (testcross progeny tests).
8.8.6.1.Seleksi half-sib dengan progeny tests
Sumber serbuk sari tidak terkontrol dalam seleksi half-sib
dengan uji keturunan. Dalam hal ini, seluruh populasi digunakan
sebagai tetua penghasil serbuk sari, sehingga semua turunan
memiliki sampel gamet jantan 'acak' sebagai satu tetua dan tanaman
dipilih secara individual sebagai tetua betina. Perbedaan dalam
turunan half-sib hanya perbedaan antar tanaman betina yang
diseleksi. Variasi biasanya terjadi pada musim tanam ketiga.
8.8.6.2. Seleksi half-sib dengan testcross progeny tests
Dalam metode ini, seleksi berdasarkan penampilan uji
silang bukan pada keturunan yang berpenyerbukan terbuka.
Prosedur ini banyak diterapkan untuk perbaikan tanaman jagung.
Sejumlah famili half-sib dikembangkan dan diseleksi untuk saling
silang pada musim ke 3. Saling silang pada musim ke 3 umumnya
dikendalikan bukan hanya mencampur benih hasil seleksi dan
selanjutnya akan memungkinkan kawin acak dalam keadaan
terisolasi.
Dalam prosedur ini, setengah dari alel berasal dari seleksi
teracak serbuk sari pada sumber populasi, alel-alel tersebut tidak
186
diseleksi. Memodifikasi prosedur ini dapat dilakukan untuk
memasukkan selfing dan memastikan bahwa hanya alel dari
tanaman yang menghasilkan keturunan uji silang unggul
dimasukkan ke dalam populasi.
Sumber Populasi
Tanam tanaman bersari bebas
dalam kondisi terisolasi
Seleksi tanaman unggul dan
disilangkan dengan tetua tester
Musim 1 :
tetua tester
tanaman terseleksi
Musim 2 :
testcross progeny tests
Musim 3 :
Musim 4 :
Gunakan benih bersari bebas dari
tanaman yang menghasilkan
turunan unggul berdasarkan
testcross, salingsilangkan semua
kombinasi
Populasi yang
sudah diperbaiki
Gambar 8.5. Prosedur Seleksi Saudara Tiri (Half-sib Selection):
Disilangkan ke Tester
187
Sumber Populasi
Tanam unggul diseleksi
Self dan disilangkan dengan
tetua tester
Musim 1
tetua tester
tanaman terseleksi
Musim 2
Musim 3
Musim 4
Gunakan benih bersari bebas dari
tanaman yang menghasilkan
turunan unggul berdasarkan
testcross, salingsilangkan semua
kombinasi
Populasi yang
sudah diperbaiki
Gambar 8.6. Seleksi Saudara Tiri (Half-sib Selection): Disilangkan
ke Tester dan Selfing
Prosedur seleksi half-sib berguna untuk meningkatkan
potensi dari spesies tanaman menyerbuk silang yang menghasilkan
benih yang cukup untuk menghasilkan keturunan atau uji keturunan
uji silang. Selain itu, penerapan modifikasi penyerbukan sendiri
mensyaratkan spesies kompatibel dan bukan dioecious agar
diperoleh benih selfing. Seleksi half-sib memberikan evaluasi
terhadap daya gabung umum.
188
Musim 1
Sumber Populasi
Pasangan Pesilangan dari
Tanaman Terseleksi
Pasangan Pesilangan dari Tanaman Terseleksi
Musim 2
Uji keturunan dari pasangan persilangan
Musim 3
Gunakan sisa benih dari pasangan
persilangan yang menghasilkan
turunan unggul berdasarkan
testcross, salingsilangkan semua
kombinasi
Musim 4
Populasi yang
sudah diperbaiki
Gambar 8.7. Seleksi Saudara Kandung (Full-sib Selection)
Dalam half-sib dan skema seleksi berulang lainnya, langkah ketiga
dalam prosedur ini adalah dibuat persilangan dari turunan terbaik
(musim 3). Hal ini akan mengurangi waktu untuk menyelesaikan
siklus pemilihan satu berulang untuk dua tahun (tiga musim
pengembangan). Hal ini penting, selama dua langkah pertama dari
siklus seleksi (musim 1 dan 2), tanaman tumbuh di lingkungan
189
target di mana petani akan membudidayakannya. Hal disebabkan
jika seleksi dilakukan pada lingkungan bukan target untuk
budidaya secara komersial, maka interaksi genotipe x lingkungan
akan menyebabkan pemulia memilih genotype yang belum tentu
sesuai untuk lingkungan target.
8.8.7. Seleksi Saudara Kandung (Full-sib Selection)
Sekelsi saudara tiri dan seleksi saudara kandung, keduanya
menggunakan uji keturunan (progeny testing). Pada seleksi full-sib,
kedua tetuanya diketahui dengan jelas. Pasangan tetua persilangan
tertentu dibuat pada prosedur seleksi full-sib dan tanaman tersebut
heterozigot, pemulia dapat mengevaluasi daya gabung dari
pasangan persilangan tertentu. Prosedur seleksi saudara kandung
dapat diterapkan pada spesies tanaman menyerbuk silang yang
menungkinkan dilakukan selfing. Dengan demikian seleksi full-sib
sesuai untuk spesies tanaman tidaksesuai sendiri (selfincompatible) atau spesies dioecious.
8.8.8. Uji Keturunan Silang Sendiri
Uji keturunan silang sendiri melibatkan penyerbukan sendiri
tanaman terpilih dan pengevaluasian keturunan yang dihasilkannya.
Tata nama S adalah sistem yang mirip dengan tatanama C yang
digunakan dalam seleksi massa.
Prosedur ini memungkinkan pemulia untuk merakit
kombinasi gen baru. Seleksi S1 tidak dapat diterapkan pada spesies
atau genotype yang tidak dapat disilangsendirikan seperti spesies
yang self incompatible atau diocious. Seleksi S1 ini sangat
bermanfaat untuk spesies yang pembuatan persilanganya susah,
tedious atau memerlukan waktu yang lama, dan juga agak sesuai
untuk tanaman yang menyerbuk sendiri.
190
Musim 1
Sumber Populasi
Seleksi tanaman unggul dan
dilakukan selfing
Tanaman yang diselfing (S0)
Musim 2
Uji keturunan S1
Musim 3
Gunakan sisa benih dari tanaman
S0 yang menghasilkan turunan
unggul berdasarkan testcross,
salingsilangkan semua kombinasi
Musim 4
Populasi yang
sudah diperbaiki
S0 =
S1 =
1,2 dst
Gambar 8.8. Seleksi S1
Populasi tanaman sumber populasi yaitu populasi
berpenyerbukan terbuka. Tanaman tersebut dibuat
selfing (disilangsendirikan) untuk menghasilkan
generasi berikutnya, yaitu S1
Populasi galur tanaman yang merupakan turunan yang
dihasilkan dari hasil tanaman yang disilangsendirikan.
S1 analog dengan F2
Jumlah musim 1 dan 2
191
8.8.9. Varietas Sintetik
Varietas sintetik dirakit melalui persilangan antar genotype
terpilih dan produksi varietas dari generasi ke generasi berikutnya
melalui penyerbukan terbuka. Genotipe terpilih memiliki dua sifat
utama, yaitu pertama, genotype tersebut secara normal merupakan
klon atau galur inbrida yang dapat mempertahankan,
memungkinkan sintetik menjadi tersusun kembali secara periodik.
Kedua, seleksi dilakukan berdasarkan pada karakteristik fenotipik
dan daya gabung. Dengan demikian, umumnya ada uji untuk
menentukan daya gabung umum.
Varietas sintetik umumnya digunakan pada tanaman pakan
ternak. Prosedur yang biasa untuk mengekploitasi heterosis,seperti
pada varietas hibrida F1 sulit diterapkan pada sebagaian tanaman
pakan ternak. Hal ini disebabkan tanaman pakan ternak umumnya
memiliki system self-incompatibility, biji yang dihasilkan tidak
cukup untuk melakukan uji keturunan seperti pada half-sib, fullsib, atau S1 atau sulit untuk dilakukan penyerbukan silang.
Varietas sintetik menyediakan suatu pendekatan alternative untuk
mengekpliotasi heterosis yang sesuai untuk kebanyakan tanaman
pakan ternak.
Klon dapat dievaluasi pada uji penampilan S1 bukan pada
uji keturunan polycross. Generasi yang mana, benih Syn 1 atau
Syn 2, digunakan pemulia untuk uji varietas sintetik? Pengujian
benih yang direkomendasikan adalah Syn 2 bukan benih Syn 1,
karena penampilan Syn 2 akan lebih mendekati seperti penampilan
benih yang digunakan petani ( biasanya Syn 2 atau Syn 3).
Varietas sintetik jagung dapat dikembangkan menggunakan
penampilan polycross. Sebagai ganti dari klon digunakan galur
inbrida. Caranya pertama, memilih inbrida yang akan digunakan
sebagai tetua berdasarkan uji daya gabung. Selanjutnya dilakukan
persilangan dalam semua kombinasi (Syn 0), Membiarkan Syn 1
(tanaman F1) untuk kawin acak dalam keadaan terisolasi.
192
Membiarkan Syn 2 (tanaman F2) untuk kawin acak dalam keadaan
terisolasi.
Gambar 8.9. Seleksi Pembentukan varietas sintetik
Jagung
varietas
sinterik
lebih
murah
dalam
mengembangkan dan mempertahankannya dibandingkan varietas
hibrida silang tunggal. Varietas sintetik juga cenderung
memberikan hasil lebih rendah dibandingkan hibrida pada
lingkungan yang sesuai. Beberapa heterosis atau hybrid vigor
hilang dari generasi Syn 1 ke Syn 2, tergantung pada perbedaan
antara rata-rata dari F1-nya, Rata-rata tetua inbrida asal dan jumlah
tetua yang dilibatkan.
8.8.9.1. Memprediksi Penampilan dari Varietas Sintetik
Asumsikan bahwa kita memiliki empat tetua inbrida jagung
dan dilakukan persilangan untuk menghasilkan F1. Benih dipanen
193
dari setiap tanaman dan ditanam pada baris terpisah untuk setiap
keturunan (ear-to-row). Hasil dari masing-masing baris diukur.
Datanya sebagai berikut
Tetua
P1
P2
P3
P4
Hasil
(kg/Ha)
60
70
50
60
Rataan 60
Persilangan Hasil dari Turunannya
(kg/Ha)
P1 x P2
90
P1 x P3
100
P1 x P4
90
P2 x P3
110
P2 x P4
100
P3 x P4
80
Rataan F1
95
Dari Tabel memperlihatkan bahwa hasil dari turunannya
lebih baik dari tetuanya. Ini mencerminkan heterosis. Berapakah
hasil yang diharapkan yang akan dihasilkan sintetik? Perlu diingat
kembali bahwa Syn 2 sebanding dengan F2. Mari kita hitung hasil
yang diharapkan dari F2 untuk menduga hasil dari Syn 2.
n= jumlah tetua
Sehingga,
Jika kita gunakan keempat tetua untuk membuat sintetik, maka kita
akan mengharapkan Syn 2 akan memberikan haril 86.25 kg/Ha.
Formula ini dapat diterapkan untuk memperkirakan hasil Syn 2
pada spesies diploid menyerbuk silang.
194
8. 10. Rangkuman
Tanaman menyerbuk silang bersifat heterozigot dan
heterogen, ditandai antara satu individu dengan individu lain dalam
populasi secara genetik berbeda. Namun demikian secara fenotipe
tampak sama sehingga populasi tersebut menampakkan ciri-ciri
varietas tertentu. Suatu varietas tanaman menyerbuk silang pada
dasarnya merupakan suatu populasi yang memiliki frekuensi gen
tertentu. Varietas yang akan dibentuk pada tanaman menyerbuk
silang adalah varietas bersari bebas, varietas sintetik, varietas
komposit, dan varietas hibrida. Varietas yang akan dibentuk pada
tanaman menyerbuk silang adalah varietas bersari bebas, varietas
sintetik, varietas komposit, dan varietas hibrida. Tahap
pembentukan varietas dari tanaman menyerbuk silang adalah
pembentukan populasi dasar, seleksi perbaikan populasi, evaluasi
untuk pemilihan galur/famili untuk membentuk varietas baru
(melalui rekombinasi/kawin acak 8-10 galur/famili terpilih), dan
pelepasan varietas tanaman. Prosedur dalam seleksi tanaman
menyerbuk silang berdasarkan pada empat hal yaitu (1). Dasar
seleksi pada populasi asal. (2). Pengendalian persilangan pada
generasi awal. (3). Tipe aksi gen. dan (4). Tipe varietas yang akan
diciptakan dari hasil seleksi. Keberhasilan seleksi ditentukan oleh
kemampuan mengidentifikasi tanaman-tanaman yang akan
menyusun populasi baru yang mengandung frekuensi gen yang
diinginkan yang lebih tinggi dari frekuensi gen yang sama dari
populasi sebelumnya.
8.11. Latihan
1. Suatu kebun jagung yang letaknya terpisah dari tanaman
jagung lainnya mempunyai 16% tanaman berbatang kerdil
Apabila sifat ini ditentukan oleh gen resesif (k), sedangkan gen
(K) menentukan tanaman berbatang normal, berapa persen dari
195
tanaman normal dalam kebun tersebut yang homozigot dan
berapa persen yang heterozigot
2. Jika anda diberikan tugas untuk memperbaiki hasil dan kualitas dari
suatu jenis tanaman yang menyerbuk silang, dioecious. Kedua
karakter baik hasil maupun kualitas termasuk karakter kuantitatif.
Karakter kualitas memiliki heritabilitas tinggi dan dapat dievaluasi
dengan uji di laboratorium. Dari prosedur pemuliaan yang telah anda
pelajari, prosedur mana yang akan anda rekomendasikan untuk
meningkatkan hasil dan kualitas tanaman tersebut? berikan penjelasn
anda! (Pilih mana yang benar a. seleksi massa; b. seleksi saudar tiri
dengan uji keturunan; c. Seleksi saudar kandung; d. seleksi dari uji
keturunan yang disilangsendirikan (S1); e. Pengembangan varietas
sintetik berdasarkan penampilan S1; f Pengembangan varietas
sintetik berdasarkan policross).
8.12. Glossarium
Gene pool
:
Seleksi
:
Varietas
sintetik
:
Varietas
Komposit
:
Daya
Gabung
:
Famili
:
Heterosis
:
total seluruh gen yang ada dalam gamet dari
suatu pupulasi tertentu
Kegiatan memilih genotipe yang mempunyai
sifat-sifat baik untuk digunakan sebagai bahan
perbanyakan generasi selanjutnya
Varietas yang dibentuk melalui persilangan
bebas antara beberapa galur/famili yang
mempunyai daya gabung umum baik
Varietas yang dibentuk melalui persilangan
bebas antara beberapa galur/famili yang belum
diketahui nilai daya gabungnya
Nilai genotipe yang didasarkan atas nilai
keturunan hasil persilangannya dengan
genotipe lain
Sekelompok tanaman yang secara langsung
mempunyai hubungan kekerabatan
Keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1)
yang melebihi nilai atau kisaran kedua tetuanya
196
8.13. Daftar Pustaka
Fehr, W.R. 1987. Principless of Cultivar Development. Vol. I.
Theory and Technique. Xiv+53p. New York: McMillan
Pub. Co
Halloran, G.M.,R. Knight, K.S. McWhirter, and D. H. B. Sparrow.
1979. Plant Breeding. Australian Vice-Chancellors’
Committee, AAUCS.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman.
Kanisius, Yogyakarta
Simmonds, N. W. 1981. Principles of Crop Improvement.
Xiv+408. London : Longman.
Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 2006. Breeding Field Crops. Edisi
ke-5. Wiley-Blackwell
Sprague, G.R., and L.A. Tatum. 1942. General versus specific
combining ability in single crosses of corn. J. Am. Soc.
Agron. 34:923-932
Welsh, J. R. 1981. Fundamentals of Plant Genetics and Breeding.
Xiv_290p. New York : John Wiley & Sons.
197
BAB IX
PEMULIAAN TANAMAN MEMBIAK SECARA
VEGETATIF
Pengantar
Pembiakan aseksual adalah pembiakan yang tidak didahului
oleh bertemunya gamet jantan dan betina secara sempurna.
Tanaman yang diperbanyak secara aseksual akan menghasilkan
individu-individu yang secara genetik identik satu sama lain dan
juga identik dengan tetuanya. Sekelompok tanaman yang
diperbanyak secara aseksual dinamakan dengan klon. Spesies
tanaman yang membiak secara vegetatif diantaranya adalah
kentang dan tebu, sedangkan yang bereproduksi secara seksual di
habitat aslinya dengan penyerbukan silang dapat diperbanyak
secara aseksual sebagai klon ketika dibudidayakan . Materi ini akan
disampaikan dalam satu kali tatap muka.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang prinsip dan
prosedur pemuliaan tanaman yang membiak secara vegetatif
sehingga mahasiswa dapat menjelaskan tentang alasan perbanyakan
vegetatif dan karakteristik klon dan menjelaskan prosedur
pemuliaan pada beberapa tanaman membiak vegetatif.
198
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
10 menit
Langkah 2
80 menit
Aktivitas
Pembukaan
Dosen menjelaskan pokok bahasan pada
pertemuan ini, tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pertemuan ini dan memotivasi
mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas
pembelajaran
Penyajian
1. Dosen menyajikan informasi kepada
mahasiswa melalui bahan bacaan
2. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4
kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu
kelompok.
3. Tiap anggota tim diberikan materi yang
berbeda (sub pembahasan yang berbeda).
4. Anggota tim yang berbeda yang telah
mempelajari sub bab yang sama diminta untuk
membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka.
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap
anggota diminta untuk kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim
mereka tentang sub bab yang mereka kuasai.
6. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang
lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahasnya untuk
mencapai pemahaman bersama yang tepat.
7. Dosen meminta beberapa kelompok awal
untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada
199
Langkah 3
10 menit
seluruh kelas.
8. Dosen mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari
9. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan
refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan
ini.
10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi.
Penutup
1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk
memantapkan mahasiswa tentang pemuliaan
tanaman membiak secara vegetatif.
2. Dosen meminta beberapa mahasiswa
mengemukakan pertanyaan dan membahasnya.
200
9.1. Karakteristik Tanaman Membiak Vegetatif
Tanaman membiak vegetatif adalah tanaman yang
diperbanyak menggunakan organ vegetatif seperti akar, umbi, daun
atau mata tunas. Tanaman membiak vegetative juga termasuk
tanaman yang pembiakannya secara aseksual, yaitu melalui
apomiksis, partenogenesis, apospori, apogami atau embrio adventif,
mikro propagasi, mutasi, penggandaan kromosom maupun
transgenik. Pembiakan aseksual tidak didahului oleh bertemunya
gamet jantan dan betina dengan sempurna.
Perbanyakan tanaman secara vegetatif umum ditempuh
karena tanaman tersebut mengalami masalah dalam proses
pembentukan biji atau pembentukan bijinya hanya pada kondisi
tertentu. Masalah pembentukan biji dapat terjadi akibat sterilitas
yang tinggi sehingga tidak terbentuk biji atau biji terbentuk sedikit.
Tamanan berbiak vegetatif umumnya bersifat heterozigo sehingga
memungkinkan terjadi segregasi. Tingkat ploidi yang tinggi
menyebabkan penyimpangan pada proses meiosis, sehingga
tanaman menjadi steril. Viabilitas benih yang rendah dapat
mengganggu penyediaan benih pada generasi berikutnya. Lamanya
waktu yang dibutuhkan dalam satu siklus seleksi seperti pada
tanaman tahunan. Kebutuhan iklim tertentu untuk menghasilkan
benih seperti pada tanaman dua musim (biennual).
Varietas yang dihasilkan dengan perbanyak secara vegetatif
disebut dengan klon. Beberapa tanaman biasanya diperbanyak
sebagai klon seperti tebu, kentang, ubi jalar, ubi kayu, talas, dan
beberapa spesies rumput makanan ternak. Beberapa tanaman
membiak vegetatif juga mampu membiak secara generatif secara
seksual di habitat aslinya dengan menyerbuk silang, dan dapat
diperbanyak secara aseksual sebagai klon ketika dibudidayakan.
Keadaan ini akan sangat menguntungkan dalam prosedur
pemuliaannya dalam hal hibridisasi untuk rekombinasi gen.
201
9.2. Dasar Genetik Tanaman Membiak Vegetatif
Klon memiliki susunan genetik yang identik. Klon berasal
dari perbanyakan vegetatif yang tumbuh dan berkembang melalui
pembelahan mitosis. Pada proses pembelahan mitosis, sel-sel anak
yang dihasilkan adalah identik. Oleh karena itu umumnya pada
klon tidak dijumpai variasi. Perbedaan yang muncul diantara klon
dapat disebabkan karena variasi lingkungan dan tidak diwariskan
pada keturunannya atau generasi berikutnya. Keragaman mungkin
diperoleh karena adanya mutasi, keadaan ini sering dijumpai pada
tanaman hias tetapi sangat jarang pada tanaman tahunan.
Susunan genetik klon umumnya mengikuti genetik
induknya. Kebanyakan susunan genetik klon adalah heterozigot
mengikuti tetuanya yang heterozigot, khususnya pada tanaman
yang membiak vegetatif dan generatif. Klon memiliki karakteristik
yang stabil, dari generasi ke generasi sehingga perbanyakan
vegetatif tidak mengakibatkan perubahan dalam susunan genetik.
Ketahanan terhadap penyakit, heterosis, atau karakter lain yang
diinginkan tetap terpelihara pada generasi berikutnya.
9.3. Posedur pemuliaan Tanaman Membiak Vegetative
Prosedur pemuliaan tanaman membiak vegetatif dapat
dilakukan melalui tahapan 1). perakitan dan pemeliharaan plasma
nutfah, 2). seleksi klonal dari varian alami atau diinduksi, dan 3.
hibridisasi diikuti dengan seleksi dan perbanyakan klon unggul
dalam populasi terpisah.
9.3.1. Perakitan dan Pemeliharaan Plasma Nutfah
Langkah awal dalam pemuliaan spesies membiak vegetatif
adalah merakit koleksi plasma nutfah yang dipertahankan sebagai
klon. Plasma nutfah termasuk klon yang dipilih dari populasi lokal
jika spesies tersebut adalah asli wilayah tersebut, klon introduksi
202
dari bank gen atau pemulia lainnya, dari varietas yang ditanam
secara komersial, atau kerabat liar yang didomestikasi dari habitat
aslinya.
Bagian vegetatif (seluruh tanaman utuh atau bagian dari
tanaman) dapat diintoduksi ke daerah produksi baru untuk
selanjutnya dievaluasi dan diadaptasikan ke daerah baru. Klon yang
diintroduksi dari negara asing harus ditanam pada kondisi terisolasi
untuk mencegah kemungkinan tersebarnya spesies serangga hama
atau patogen penyakit baru bersama dengan klon. Bahaya ini dapat
dikurangi dengan mengintroduksi benih bukan klon, jika spesies
tersebut dapat menghasilkan benih yang cukup. Namun, teknologi
kultur jaringan memungkinkan untuk mengintroduksi berbagai
sampel dalam ukuran kecil, steril, bebas penyakit, sampel ini lebih
mudah untuk memproses melalui karantina tumbuhan.
Klon koleksi plasma nutfah merupakan sumber daya
genetik bagi pemulia. Klon dari sumber daya genetik dapat
diperbanyak dan ditanam langsung sebagai klon unggul baru, atau
dapat digunakan sebagai tetua dalam program hibridisasi. Koleksi
plasma nutfah dapat dipertahankan sebagai koleksi tanaman di
lapangan, hal ini berbeda dengan pemeliharaan koleksi benih
seperti pada spesies diperbanyak secara seksual. Perbanyakan
vegetatif dapat mempertahankan genotipe tanpa perubahan, kecuali
untuk mutasi, klon dapat ditanam dalam jumlah yang banyak pada
pembibitan tanpa isolasi.
9.3.2. Seleksi klonal
Seleksi klonal merupakan prosedur pemuliaan yang umum
digunakan pada pemuliaan tanaman membiak vegetatif. Seleksi
klonal memiliki dua tujuan utama untuk pengembangan klon baru
yaitu 1). seleksi bahan tanam/klon agar bebas dari penyakit dan 2).
Seleksi untuk mempertahankan kemurnian genetik klon.
Dalam populasi genetik campuran dari spesies yang
diperbanyak secara aseksual seperti yang ada di alam, klon unggul
203
dapat diisolasi dan diperbanyak sebagai varietas. Dalam populasi
campuran, kemajuan melalui seleksi klonal terbatas pada isolasi
genotipe yang terbaik. Variabilitas genetik dapat terjadi pada klon
dengan mutasi yang menghasilkan khimera atau mosaik genetik.
Pada spesies tanaman hias, varian berasal dari mutasi alami
atau induksi sering dimanfaatkan sebagai sumber klon baru.
Tingkat mutasi yang tinggi telah diamati pada genotipe tebu yang
dapat dipertahankan melalui teknik kultur jaringan, dengan
tanaman mutan kemudian diperbanyak sebagai klon.
Prosedur Seleksi bahan tanam untuk bebas penyakit.
Bahan tanaman dapat diamati secara visual untuk
mendeteksi keberadaan patogen. Namun, karena beberapa patogen
mungkin menjadi laten, berbagai teknik serologi dan histologis
digunakan untuk mendeteksi keberadaan patogen tertentu. Teknik
ini dapat mendeteksi virus laten serta lainnya patogen. Jika hasil
suatu uji negatif, maka tidak selalu terbukti tidak adanya patogen.
Bisa jadi pengujiannya tidak efektif. Selanjutnya, bahan klonal
yang bebas dari penyakit dapat digunakan sebagai bahan awal
untuk perbanyakan.
Jika hasil uji positif, menunjukkan adanya patogen, dan jika
menjadi satu-satunya sumber bahan tanam, maka pemulia harus
menghilangkan penyakit dengan cara kultur jaringan. Bahkan
ketika patogen yang sistemik, diketahui jaringan dari titik tumbuh
sering bebas patogen.
Penyakit yang terbawa dalam bahan tanam dapat
dihilangkan dengan cara aseptic dalam kondisi kultur jaringan
untuk menghasilkan plantlet bebas penyakit. Perlakuan panas
dengan udara panas atau direndam dalam air panas sekitar 30 menit
sampai 4 jam pada suhu 43-57 ° C dapat dilakukan untuk
menghilangkan penyakit yang disebabkan oleh fungi, bakteri, dan
nematoda. Untuk virus, perlakuan panas lebih lama sampai
beberapa minggu (2-4 minggu). Selanjutnya bahan tanam ditanam
204
dalam pot dan ditempatkan pada lingkungan yang terkendali.
Perlakuan kimia untuk sterilisasi permukaan cocok digunakan
untuk menghilangkan patogen yang terdapat dibagian luar dari
bahan tanam seperti pada umbi. Infeksi virus umumnya
tidak menular melalui biji apomixis (misalnya, jeruk) sehingga biji
apomiksis dapat digunakan sebagai bahan tanam yang bebas
penyakit.
Prosedur Seleksi klon dari populasi alami atau diinduksi
Tahun pertama, merakit populasi klonal. tanaman dan
mengekspos penyakit penting. Pilih klon tahan dan memiliki sifatsifat unggul lainnya dan panen secara individual. Tahun kedua,
tanam turunan klon terpilih dan evaluasi seperti di tahun 1. Pilih
klon unggul. Tahun ketiga, uji hasil pendahuluan. Pilih klon
unggul. Tahun kempat-keenam. Uji daya hasil lanjutan pada
multilokasi untuk pelepasan varietas.
9.3.3. Hibridisasi
Pembentukan bahan seleksi dilakukan melalui hibridisasi
(persilangan terkontrol atau terbuka). Pada jenis yang sulit
berbunga
diperlakukan
dengan
rangsangan
(fernalisasi,
fotoperiodisitas, stress air, penyambungan, pemupukan, pengajiran,
ZPT dsb). Persilangan dilakukan pada saat yang tepat (tergantung
dari spesies).
Rekombinasi gen dapat terjadi dengan reproduksi seksual.
Pada spesies tanaman yang biasanya diperbanyak secara aseksual,
reproduksi seksual diperlukan untuk menciptakan keragaman
genetik melalui rekombinasi gen. Dengan menyilangkan klon-klon
yang memiliki sifat unggul, maka akan menghasilkan keragaman
genetik sehingga dapat digunakan untuk seleksi klon baru seperti
halnya pada tanaman menyerbuk sendiri.
205
Konstitusi genetik kedua tetua yang mampu memberikan
keragaman genetik yang luas pada keturunannya. Karakter yang
diinginkan ada pada kedua tetuanya dan kemudahan menduga
ekspresi gen. Tanaman unggul diseleksi dan diperbanyak secara
vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif tanaman keturunan dapat
digunakan untuk mengembangkan varietas yang stabil, tanpa
mengalami kemunduran akibat perubahan kombinasi gen.
Biji hasil persilangan akan mengalami segregasi gen pada
F1 jika tetuanya heterozigot. Setiap satu tanaman F1 akan menjadi
sumber potensial untuk klon baru. Seleksi pada F1 memberikan
peluang diperolehnya klon unggul. Biji hasil persilangan
disemaikan. Tanaman dari masing-masing set persilangan ditanam
dalam satu populasi.
Perbanyakan klon dari generasi ke generasi dilakukan
secara vegetatif. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada metode
perbanyakan vegetatif. Jumlah tanaman pada setiap tahap seleksi
tergantung pada spesies yang dikembangkan dan sumberdaya yang
dimiliki. Jumlah generasi seleksi dipengaruhi oleh umur tanaman
dan spesies yang dikembangkan, jumlah karakter yang diseleksi
dan sensitivitas penggunan klon unggul.
Klon diperbanyak dari tanaman F1 akan heterozigot dan
heterosigositas klon dapat dipertahankan melalui perbanyakan
aseksual. Jika pemulia tidak menemukan genotipe unggul pada
generasi F1, perlu dibuat persilangan ulang, atau dibuat persilangan
yang berbeda. Penyerbukan sendiri F1 untuk menghasilkan F2
jarang dilakukan karena penyerbukan sendiri mengarah ke
pengurangan kekuatan dan kesuburan.
Seleksi dilakukan secara individu, selanjutnya individu
terpilih diperbanyak secara klonal. Klon-klon terpilih ditanam
kembali untuk seleksi lebih lanjut. Jika tanaman F1 unggul
teridentifikasi dalam keturunan hibrida, maka langsung dapat
diperbanyak secara vegetatif untuk membentuk klon baru yang
dievaluasi dalam observasi dan petak uji berulangan. Dilakukan uji
206
pendahuluan dan uji lanjut. Klon-klon yang terpilih dapat dilepas
sebagai varietas baru.
9.3.4. Prosedur Hibridisasi Yang Diikuti Seleksi Klonal
Prosedur ini berlaku untuk spesies yang mampu
memproduksi benih dalam jumlah yang cukup. Karena
heterosis bisa diperbaiki dalam populasi klonal, pemulia dapat
melakukan analisis kemampuan daya gabung untuk menentukan
yang kombinasi terbaik untuk digunakan dalam hibridisasi.
KLON 1
X
KLON 1
F1
SELEKSI INDIVIDU-INDIVIDU KLON
KLON 3
Gambar 9.1.Prinsip penerapan seleksi klonal setelah hibridisasi
9.3.5. Prosedur Umum
Prosedur umum untuk seleksi klon adalah sebagai berikut:
1. Musim tanam pertama, dilakukan persilangan tetua terpilih.
Hasil pesilangan (Benih F1) dipanen.
2. Musim tanam kedua. Benih tanaman F1 ditanam dan dievaluasi
tanaman F1. Pilih tanaman F1 sekitar 10% dari populasi, yaitu
tanaman yang kuat dan sehat.
3. Musim tanam ketiga keturunan klon terpilih sekitar 10%
sehingga diperoleh minimal 10 klon yang memiliki penampilan
terbaik dan ditanam dalam barisan. Pada musim tanam ketiga
207
penanaman sebaiknya dilakukan pada dua lokasi yang berbeda.
Pilih sekitar 100-200 keturunan tanaman unggul.
4. Musim tanam Musim tanam keempat dilakukan uji hasil
pendahuluan dengan menyertakan klon pembanding.
5. Musim tanam 5-7 dilakukan uji hasil lanjutan untuk pelepasan
varietas. untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 9.2.
Prosedur pemuliaan tanaman membiak vegetatif
Musim
Pertama
Kedua
Skema
AxB
x x x x x
x x x x x
x x x x x
Kegiatan
Silangkan tetua terpilih
Tanam benih dan seleksi
tanaman yang diinginkan
Simpan bahan vegetatif dari
tanaman terpilih
x x x x x
Ketiga
x x x x x
x x x x x
x x x x x
Tanam tanaman terpilih
sebagai klon bersama dengan
klon induk asalnya
Pilih klon yang diinginkan
x x x x x
Keempat
Lakukan percobaan daya
hasil secara berulangan dari
klon terpilih
Kelimaketujuh
Lakukan percobaan
multilokasi terhadap klonklon terbaik
Pelepasan varietas
Gambar 9.2. Skema Prosedur Seleksi Klonal
208
9.3.6. Metode Seleksi Silang Balik
Teknik seleksi lain yang berlaku adalah metode seleksi
silang balik untuk mentransfer sifat-sifat tertentu dan persimpangan
dengan kerabat jauh. Tantangan dengan silang balik beberapa.
Seperti sebelumnya ditunjukkan, spesies klonal sangat heterozigot
dan rentan terhadap tekanan silang dalam. Silang balik ke satu
tetua (tetua berulang) memberikan kesempatan untuk
homozigositas dan akibatnya terjadi tekanan silang dalam.
Untuk mencegah hal ini, pemulia dapat melakukan silang balik ke
klon lain yang bukan tetua berulang, diikuti dengan seleksi untuk
mengidentifikasi tanaman unggul. Proses ini diulang sesuai
kebutuhan.
9.3.7. Mutasi
Induksi variabilitas melalui mutagenesis memilikin
tantangan utama dalam dua hal. Pertama, diperlukan populasi
M1V2 yang banyak untuk memiliki kesempatan yang baik untuk
mengamati mutan yang diinginkan. Bahan tanam vegetatif sulit
diperoleh dalam jumlah banyak. Kedua, mutasi juga terjadi pada
individu sel dan tidak mengalami meiosis, bagian yang bermutasi
dari bahan klonal menghasilkan khimera. Penggunaan tunas
adventif sebagai bahan awal dapat mengurangi kemungkinan
khimera. Mutasi dalam sel epidermis akan menghasilkan sebuah
tunas adventif yang berasal dari sel mutan tunggal.
9.4. Kelebihan dan Kekurangan Seleksi Klonal
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan spesies tanaman yang
berkembang biak secara vegetatif.
209
Kelebihan seleksi klonal
1. Sterilitas bukan merupakan faktor penghambat dalam
perbanyakan klonal karena tidak melibatkan biji hasil
pesilangan.
2. Tanaman klon homogen, sehingga produksi secara
komersial akan seragam.
3. Perbanyakan mikro dapat digunakan untuk memperbanyak
bahan tanam dengan cepat.
4. Heterozigositas dan heterosis dapat dipertahankan pada
perbanyakan klonal.
5. Karakteristik klon stabil seperti halnya galur murni, dan
terhindar dari segregasi kecuali ada mutasi.
6. Pelaksanaannya sederhana, karena seleksi hanya
berdasarkan keunggulan penampilan klon-klon yang diuji
dibandingkan dengan klon pembanmding.
Kelemahan seleksi klonal
1. Hanya untuk tanaman yang diperbanyak secara klonal.
Tidak menimbulkan variasi baru.
2. Bahan tanam klonal biasanya berukuran besar (misalnya,
batang, umbi).
3. Klon rentan terhadap kerusakan oleh epidemi, karena semua
tanaman pada populasi klonal
identik sehingga
rentan terhadap strain patogen yang sama.
4. Bahan tanam klonal sulit untuk disimpan dalam jangka
waktu yang lama, karena umumnya berbentuk bahn segar.
9.5.
Rangkuman
Tanaman membiak secara vegetative memiliki susunan
genetik yang identik dengan tetua asalnya. Jenis varietas yang
dituju adalah klon. Pendekatan pemuliaan tanaman membiak
210
vegetative dapat dilakukan melalui intoduksi, seleksi klonal pada
populasi alami atau diinduksi, dan seleksi klonal setelah hibridisasi.
9.6.
Latihan
1. Mengapa sterilitas menjadi satu alasan tanaman membiak
secara vegetatif?
2. Mengapa seleksi klonal dapat menghemat waktu dalam
mengembangkan varietas baru?
9.7. Glossarium
Klon
:
Pembiakan
aseksual
:
Partenogenesis :
Apogami
:
Apospori
:
Mutasi titik
:
Varietas tanaman yang diperbanyak secara
vegetative
Pembiakan yang tidak didahului oleh
bertemunya gamet jantan dan betina secara
sempurna
Embrio biji terbentuk dari sel telur haploid
tanpa pembuahan dengan inti gamet jantan.
Embrio yang dihasilkan dari sel lain bukan
sel telur, tetapi dari sel-sel sinergit atau anti
podal dari kantong embrio.
Embrio berkembang dari dari sel somatik
ovul yaitu integumen dan nucleus yang
membelah secara mitosis membentuk embrio
2n.
Perubahan susunan basa DNA
9.8. Daftar Pustaka
Poehlman, J.M., and Sleper, D.A. 1995. Breeding Field Crops, the
4th Edition. Iowa State University Press. Iowa, USA.
Simmonds, N.W. 1979. Principles of Crop Improvement. Longman
Group Limited, Essex.
211
BAB X
PEMULIAAN TANAMAN UNTUK KETAHANAN
TERHADAP PENYAKIT
Pengantar
Kehilangan hasil potensial tanaman bisa mencapai sepertiga
bagian akibat pengaruh kombinasi penyakit yang disebabkan oleh
cendawan, bakteri, virus, serangga hama, dan nematoda tanaman.
Di samping akibat pengaruh penyakit, kehilangan hasil tanaman
dapat diperparah oleh gulma, dan kerusakan di penyimpanan
setelah panen. Oleh karena itu kehilangan hasil yang lebih besar
harus dibatasi dan varietas tahan merupakan aspek pengendalian
yang sangat penting.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat
mengeksplorasi dan mendiskusikan metode pemuliaan tanaman
tahan penyakit.
212
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Perkuliahan
(300 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
240 menit
Aktivitas
Pembukaan
1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada
pertemuan ini.
2. Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran pada
pertemuan ini.
3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk terlibat
dalam aktivitas pembelajaran
Penyajian
1. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4
kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu
kelompok.
2. Tiap anggota tim diberikan materi yang
berbeda (sub pembahasan yang berbeda).
3. Anggota tim yang berbeda yang telah
mempelajari sub bab yang sama diminta untuk
membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka.
4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap
anggota diminta untuk kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim
mereka tentang sub bab yang mereka kuasai.
5. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang
lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahsanya untuk
mencapai pemahaman bersama yang tepat.
6. Dosen meminta beberapa kelompok awal
untuk mempresentasikan hasil diskusi pada
semua mahasiswa dalam satu kelas.
213
Langkah 3
30 menit
7. Dosen memberi evaluasi
8. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan
refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan
ini.
9. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi.
Penutup
1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk
memantapkan mahasiswa tentang pemuliaan
tanaman untuk ketahan terhadap penyakit
2. Dosen meminta beberapa mahasiswa
mengemukakan pertanyaan dan membahasnya.
3. Dosen memberi tugas kepada mahasiswa untuk
untuk dikumpulkan minggu depan
214
10.1. Pertimbangan dalam Perkitan Varietas Tahan Penyakit
Metode pengendalian penyakit yang sederhana bagi petani
adalah penggunaan varietas tahan karena tidak memerlukan biaya
tambahan. Namun demikian penelitian untuk menghasilkan
varietas tahan yang dibiayai oleh pemerintah atau swasta
membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang dikeluarkan juga
sangat besar. Pengendalian secara kimiawi mempunyai keuntungan
jangka pendek, tetapi petani perlu mengeluarkan uang tambahan
sebelum panen dan dalam jangka panjang berpengaruh terhadap
kesehatan dan polusi lingkungan.
Jenis dan jumlah kehilangan yang disebabkan oleh penyakit
dan hama berbeda antar tanaman, patogen penyebab penyakit,
kondisi lingkungan, ukuran pengendalian yang digunakan dan
kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Kehilangan bisa berkisar dari
yang dapat diabaikan sampai tanaman gagal total.
Secara teoritis, sangat memungkinkan pemuliaan tanaman
tahan terhadap semua tipe penyakit, cendawan, bakteri, virus,
serangga hama, dan nematode tanaman. Sebagian besar telah
dilakukan pada penyakit yang disebabkan oleh cendawan, tetapi
pada penyakit atau kerusakan yang disebabkan oleh selain
cendawan juga telah banyak di lakukan.
Sebelum
memulai
program
pemuliaan
untuk
mengintroduksi ketahanan terhadap penyakit ke tanaman budidaya
perlu diketahui tiga hal penting, yaitu :
(i) Nilai ekonomi dari penyakit, untuk menentukan apakah
kehilangan hasil sangat besar, cukup sering terjadi agar waktu
dan uang yang diperlukan dapat ditentukan.
(ii) Sifat asli dan keragaman genetik ketahanan pada spesies
tanaman dan peluang pada spesies kerabat liar.
(iii) Keragaman genetik virulensi pada patogen
Informasi pertama akan digunakan untuk (1) menetapkan
apakah program pemuliaan untuk mengintroduksi ketahanan
penyakit akan dan dapat dilakukan, (2) menentukan stategi yang
215
terbaik yang akan dikerjakan dalam menggunakan varietas tahan
dan memasukkannya ke dalam komponen pengendalian terpadu
penyakit.
Informasi ke dua akan berguna untuk menentukan teknik
pemuliaan dan seleksi yang akan dilakukan. Hal tersebut perlu
untuk diketahui bagaimana tipe ketahanan penyakit yang bekerja
dan juga kisaran keragaman genetik ketahanan yang tersedia bagi
pemulia tanaman. Dua faktor tersebut akan menentukan bagaimana
program pemuliaan akan disusun, berapa peluang akan berhasil,
berapa lama introduksi ketahanan bertahan. Informasi ketiga akan
berguna untuk menentukan berapa lama bertahan introduksi
ketahanan ke dalam varietas baru.
Distribusi penyakit dan kepentingan relatif terhadap skala
dunia akan menentukan tingkat pemuliaan. Sebagai contoh, pada
kasus penyakit yang menyebar sangat luas seperti penyakit blas
(Pyricularia grisae) pada padi, semua informasi diatas dan
program pemuliaan tingkat internasional diperlukan. Hal ini telah
dilakukan di International Rice Research Institute (IRRI). Namun
demikia, penyakit yang lebih penting secara lokal akan dibuat
program oleh pemulia di daerah setempat dengan bantuan ahli
penyakit tanamanan. Sebagai contoh penyakit busuk akar dan
batang yang disebabkan oleh Phytophthora spp pada tanaman
kenaf yang merupakan tanaman lokal di Jawa mungkin akan
ditangani oleh pemulia di daerah tersebut.
10.2. Pengaruh
manusia
penyakit
tanaman
terhadap
kehidupan
Epidemi penyakit tanaman bisa menjadi bencana besar.
Pada 1840-an populasi penduduk Irlandia mencapai 8 juta jiwa
yang umumnya petani. Mereka sangat tergantung pada tanaman
kentang sebagai makanan utamanya. Dari tahun 1845 dan
seterusnya terjadi epidemi penyakit hawar kentang (Phytopthora
infestans) menghabiskan tanaman kentang dan dalam sepuluh
216
tahun populasi penduduk Irlandia berkurang menjadi 5 juta jiwa,
sekitar 1 juta mati menderita kelaparan dan sakit, 2 juta berimigrasi
ke USA dan daerah lainnya.
Pada 1870-an produksi kopi di Ceylon dan Indonesia
hampir semuanya disapu bersih oleh epidemi penyakit karat kopi
(Hemileria vastatrix). Sebagai gantinya Ceylon menanam teh.
Penyakit tembakau yang disebabkan oleh Peronospora tabacina
masuk ke Ingris pada tahun 1958, menyebar ke seluruh Eropa,
Turki, dan Afrika selatan mengurangi hasil di beberapa tempat
sampai 70%.
Pada tahun 1970 ras T yang merupakan ras baru dari
Helminthosporium maydis menyebar dengan sangat cepat di
seluruh pertanaman jagung Amerika yang menyebabkan lebih dari
50% kehilangan hasil di beberapa negara bagian Selatan dan
menurunkan produksi jagung total Amerika mencapai sekitar 15%.
Penurunan produksi ini, menyebabkan Amerika kehilangan ekspor
dan mempengaruhi perdagangan seluruh dunia pada semua pakan
ternak yang menggunakan jagung sebagai bahan baku.
Keakuratan pendugaan kehilangan aktual sangat sulit
dilakukan karena sangat sulit memisahkan kehilangan akibat satu
organisme penyebab penyakit tertentu saja dari pengaruh
lingkungan lainnya dan adanya penyakit lainnya. Sebagai contoh
penyakit yang menyebar melalui tanah (soil borne), tanaman
diserang oleh berbagai organisme, bukan hanya satu spesies saja.
Pada tingkat percobaan telah digunakan dua metode untuk
menduga kehilangan hasil. Pertama, pengulangan percobaan dari
varietas pada kondisi uji yang diperlakukan seperti dengan dan
tanpa penyemprotan kimia dirancang untuk bebas dari penyakit dan
kondisi penyakit. Kedua, membandingkan keragaan galur isogenik
(yaitu galur yang hanya berbeda satu gen tahan).
217
10.3.1. Mekanisme Respon Inang terhadap Patogen
Mekanisme respon inang terhadap pathogen ada beberapa
cara, diantaranya adalah escape (lolos), toleran, tahan, immune dan
rentan. Proses escape terjadi ketika inang menghindari kontak,
penetrasi dan perkembangan pathogen. Hal ini dapat terjadi karena
karena (a) Tidak ada patogen pada di tempat pengujian (b) Tidak
ada vektor di tempat pengujian (c) Praktek budidaya yang dapat
mengurangi serangan penyakit seperti pemberian pupuk yang
berimbang (d) Struktur morfologi dari tanaman mendorong lolos
penyakit seperti kutikula yang tebal, sekam biji yang keras, dan
produksi fitoaleksin dapat mengurangi perkecambahan spora dari
pathogen
Inang toleran menunjukkan penampilan yang normal
walaupun terserang penyakit, gejala penyakit dapat teramati pada
iang tersebut. Tingkat toleransi diukur dari perbandingan hasil
relative dari varietas yang ditanam pada kondisi ada patodeng
terhadap hasil pada kondisi pathogen dikendalikan.
Inang tahan menunjukkan inanh dapat menghambat
perkembangan patogen setelah infeksi. tertentu saja dan tidak
bertahan lama. Tahan disebabkan oleh reaksi hipersensitif, di mana
sel inang mematikan selnya sebagi respon terhadap serangan
pathogen, sehingga perkembangan pathogen menjadi terbatas.
Garis pertahanan pertama dari tanaman untuk melawan penyakit
adalah stuktur permukaan, yaitu tempat patogen mempenetrasi
untuk menginfeksi jaringan dalam tanaman. Patogen dapat masuk
dengan berbagai cara; (i)
secara langsung melalui epidermis-spt hawar daun (Helminthosporium spp.), (ii) melalui lubang alami
yang terbuka—karat (Punninia, Uromyces, phakosphora spp.), (iii)
melalui jaringan luka – berbagai penyakit busuk batang dan
akar (Botrytis, Fusarium spp, dan penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh bakteri), (iv). dengan bantuan vektor – umumnya
penyakit yang disebabkan oleh virus.
218
Varietas tertentu membiarkan fungi untuk berreproduksi
atau berspora tetapi tidak separah pada varietas peka. Varietas
tersebut mempunyai suatu bentuk ketahanan yang dikenal dengan
ketahanan lapangan, kuantitatif atau setengah tahan (partial
resistance). Varietas setengah tahan (partial resistance) ini
mempunyai ketahanan lebih lama dibandingkan Varietas sempurna
tahan.
Varietas IR 36 mempunyai ketahanan parsial yang ditanam
secara meluas oleh petani tetapi jarang mengalami kerusakan yang
parah oleh blas. Berbeda dengan IR50, sering terkena blas jika
ditanam pada musim basah (Loganathan dan Ramaswamy, 1984).
Kedua Varietas tersebut mempunyai ketahanan sempurna yang
sama terhadap beberapa ras blas, tetapi ketahanan partial keduanya
berbeda (Bonman et al., 1986). Ketika kedua Varietas tersebut
diinokulasi dengan isolat yang kompatibel, IR36 memperlihatkan
bercak lebih sedikit daripada Varietas IR50 (Yeh dan Bonman,
1986; Tabel 2). Periode laten keduanya sama, sehingga periode
laten tidak dapat dijadikan sebagai komponen ketahanan parsial.
Namun demikian efisiensi infeksi dan ukuran bercak sangat sesuai
digunakan sebagai komponen ketahanan partial (Tabel 2) untuk
dijadikan sebagai kriteria dalam merakit Varietas tahan blas.
Ketahanan parsial diwariskan melalui gen-gen minor yang belum
dapat ditentukan jumlahnya (Wang et al., 1989).
Tabel 10.1. Komponen ketahanan parsial pada dua Varietas padi
Komponen ketahanan
Varietas
IR36
IR50
2
Bercak per dm luas daun ke lima
3
31
2
Bercak per dm luas daun ke enam
31
345
2
Ukuran bercak (mm )
1.6
4.0
Periode Laten (hari)
5.7
5.7
219
Beberapa studi genetik menunjukkan bahwa Varietas tahan
membawa satu, dua, kadang-kadang tiga gen untuk ketahanan
terhadap blas. Umumnya bersifat dominan dan diwariskan secara
sederhana dan spesifik ras, tetapi akibat perubahan ras di lapangan
yang begitu cepat menyebabkan kesulitan dalam mempelajari pola
pewarisan sifat ketahanan terhadap blas pada padi (Ou, 1979).
Varietas padi gogo Afrika dilaporkan mempunyai satu atau
dua gen pengendali sifat ketahanan terhadap satu ras blas
(Notteghem, 1986). Di Jepang, Yamasaki dan Kiyosawa (1966)
mendapatkan tiga gen, yaitu Pi-a dari Varietas Asahi, Pi-i dari
Varietas Ishikari Shiroe dan Pi-k dari Varietas Kanto 51. Mereka
menyimpulkan bahwa gen ketahanan terhadap blas tidak absolut
dominan. Gen Pi-k dan Pi-i memperlihatkan bervariasi dari
dominan lengkap sampai dominan tidak lengkap sesuai dengan
kondisi lingkungan, tetapi gen Pi-a dominan lengkap. Setiap gen
tersebut bekerja sendiri-sendiri, atau tidak terpaut satu sama
lainnya.
Ezuka, (1979) lebih lanjut melaporkan bahwa di Jepang
ditemukan 13 gen mayor yang mengendalikan sifat ketahanan
terhadap blas. Laporan terakhir menyebutkan bahwa terdapat 20
gen mayor yang mengandalikan sifat ketahanan blas pada padi,
yang sesuai dengan konsep gen ke gen Flor, (1971). Dengan
banyaknya gen mayor tersebut sangat memungkinkan dilakukan
piramiding gen dalam merakit Varietas untuk tahan blas lebih lama.
Inang immun menunjukan tidak ada perbanyakan dan
reproduksi patogen pada inang atau tidak ada gejala penyakit sama
sekali. Hal ini, kemungkinan disebabkan tanaman tersebut bukan
inang bagi patogen tersebut, sehingga pathogen tidak mengenali
inang. Sebagai contoh pada padi yang mempunyai ketahanan yang
sempurna (complete resistance) terhadap blas, fungi tidak dapat
menyebabkan pembentukan bercak sama sekali. Namun demikian
ketahanan pada Varietas tersebut sangat mudah dipatahkan oleh
perubahan ras fungi. Dengan demikian terlihat bahwa Varietas
220
tahan sempurna spesifik untuk ras patogen tertentu saja dan tidak
bertahan lama.
Pada inang rentan tidak kelihatan hambatan pertumbuhan
patogen.
10.3.2. Patogen
Patogenitas dan virulensi merupakan sifat penting dari
pathogen dalam hubungannya dengan perkembangan penyakit.
Patogenitas digunakan untuk menggambarkan kemampuan dari
pathogen untuk memparasit atau menimbulkan penyakit pada
spesies inang. Virulensi digunakan dalam arti khusus untuk
menggambarkan reaksi ras tertentu dari patogen. Jika ras tumbuh
dengan bebas pada varietas inang tertentu, ras tersebut dianggap
virulen, tetapi pada varietas tahan ras tersebut akan avirulen.
10.3.3. Reaksi Penyakit
Ketahanan spesifik menunjukkan bahwa varietas tanaman
inang tahan terhadap ras tertentu dari patogen. Umumnya
ketahanan yang demikian dikendalikan oleh gen mayor tunggal
sehingga dinamakan juga ketahanan gen mayor atau disebut juga
ketahanan vertikal. Ketahanan umum menunjukkan bahwa inang
moderat tahan terhadap suatu kisaran ras patogen. Dikenal juga
dengan istilah ketahanan poligenik untuk memperlihatkan kendali
genetik yang mungkin atau disebut juga ketahanan horizontal
Toleran digunakan untuk menunjukkan bahwa walaupun inang
diparasit oleh patogen, inang tersebut dapat mentoleransi infeksi
dan hasilnya tidak berkurang akibat penyakit tersebut. Metode
pengujian reaksi terhadap penyakit berbeda-beda antar tanaman
dan patogen.
221
10.4. Ketahanan tanaman terhadap serangga hama
A. Non preference
(a) Tahan untuk peletakan telur
(b). Resisten untuk makanan
B. Antibiosis
(a). Fisik
(b). Biokimia
(c) Defisiensi nutrisi
C. Toleran
10.5.. Genetika Ketahanan Penyakit
Penyakit tanaman dapat terjadi akibat interaksi antara dua
organisme, yaitu tanaman inang dan pathogen. Inang bisa tahan
atau peka terhadap ras tertentu dari patogen, sedangkan patogen
bisa virulen atan avirulen terhadap varietas tertentu dari tanaman
inang.
10.5.1.Varietas diferansial
Ras fisiologis dari patogen diidentifikasikan berdasarkan
interaksi patogen dengan satu set varietas tanaman inang yang
dinamakan dengan varietas diferensial. Diferensial tersebut pada
mulanya diseleksi dengan “trial and error” dengan tidak
mengetahui jumlah atau identitas dari gen-gen tahan pada masingmasing varietas tersebut. Sekitar tahun 1917, Stakman, pertama
sekali menunjukkan bahwa isolat-isolat dari penyakit karat batang
gandum (Puccinia graminis f.sp. tritici) menghasilkan reaksi yang
berbeda terhadap satu set varietas inang.
222
Isolat patogen
A
B
C
Varietas 1 R
S
S
2 S
R
R
3 R
R
S
Keterangan : R = tahan; S = rentan
Dst
Setiap isolat (kolom) berbeda raksinya terhadap varietas
inang dan setiap varietas (baris) berbeda karena reaksinya terhadap
isolat. Berdasarkan tiga varietas diferansial, tipe isolat yang
mungkin adalah 23 = 8 isolat. Stakman dan Levine (1922) akhirnya
menggunakan satu set dari 12 diferensial (2 12 = 4096 isolat yang
mungkin) terhadap tipe ras dari penyakit karat batang gandum di
Amerika Utara.
Berbagai varietas padi telah digunakan sebagai varietas
diferensial terhadap penyakit blas (Piricularia grisea) lihat Tabel di
bawah ini dan saat ini di IRRI sedang dicoba dikembangkan satu
set varietas diferensial.
Tabel 10.2. Varietas Differensial untuk Penyakit Blas pada Padi
Internasional
Raminad Str.3
Zenith
NP-125
Usen
Dular
Kanto 51
Sha-tiao-tsao (s)
Caloro
Jepang
Tetep
Tadukan
Usen
Chokotou
Yakeiko
Kanto 51
Ishikari-shiroke
Hamare-nishiki
Ginga
Norin 22
Aichi-asahi
Norin 20
Philipina
Kataktara DA-2
CI 5309
Chokotou
Co 25
Wagwag
Pai-kan-tao
Peta
Raminad Str.3
Taichung t-c-w-c
Lacrosse
Khao-teh-haeng 17
India
AC.1613
CR.906
Bangawan
S.M.6
Mas
Intan
CR 907
BJ-1
S. 67
Indonesia
Asahan
Cisokan
IR64
K. Aceh
Cisadane
Cisanggarung
K. Bali
223
Satu set varietas diferensial sangat perlu dipilih agar setiap
varietas mempunyai perbedaan gen tahan tertentu. Pada tahap awal
sangat mungkin bahwa diferensial yang akan digunakan
mempunyai dua gen tahan. Hal ini dapat menutupi adanya satu
isolat yang menyerang hanya satu gen tersebut, tetapi biasanya
masalah ini dapat diketahui dengan studi segregasi dari inang.
Sama jaga halnya koleksi patogen bisa merupakan campuran
beberapa ras dan untuk mengidentifikasi yang benar dapat
dilakukan dengan memproduksi isolat spora tunggal. Pada tingkat
pemuliaan praktis dia cukup diuji ketahanan dengan kultur patogen
lokal, tetapi tidak dapa memberikan gambaran genetik yang
lengkap dari inang dan patogen.
Penentuan keragaman fungi P. oryzae untuk melihat
perbedaan ras ditentukan dengan uji ras pada satu set varietas
diferensial. Cara ini dilakukan dengan menginokulasi setiap isolat
yang diperoleh di lapangan pada satu set varietas diferensial yang
telah diketahui memberikan respon patotipe dengan spektrum
patotipe yang spesifik untuk setiap isolat yang di uji.
Di Indonesia sudah ditetapkan tujuh varietas difensial yang
spesifik terhadap ras-ras dominan yang ditemukan di lokasi
endemik blas, yaitu Asahan, Cisokan, IR 64, Krueng Aceh,
Cisadane, Cisanggarung dan Kencana Bali. Berdasarkan varietas
diferensial tersebut ditemukan ada 27 ras di Indonesia (Edwina dan
Amir, 1987).
Di Taman Bogo Lampung dan Karang Agung Sumatera
Utara ditemukan adanya ras fungi blas yang baru. Dari 20
kelompok ras yang diamati, 15 diantaranya merupakan ras-ras baru.
Ras-ras yang ditemukan di Lampung dan Sumatera Utara adalah
001 (Nasution et al., 1993) yang berbeda dengan ras yang dijumpai
di Sitiung Sumatera Barat IG-1, ID-5, IF1 dan IG-2 (Amril et al.,
1995). Oleh karena itu pengetahuan tentang populasi fungi
berdasarkan lokasi akan membantu untuk mendapatkan ketahanan
yang bertahan lama melalui akumulasi gen ke dalam satu varietas.
224
Hasil inventarisasi yang dilakukan Mogi et al. (1991) juga
ditemukan 27 ras dan sebanyak 12 ras diantaranya adalah ras
dominan (Tabel 1). Ketujuh varietas diferensial dalam Tabel 1
memberikan reaksi yang bersifat spesifik terhadap ras dominan
yang diinokulasi. Varietas asahan mempunyai nilai skor tertinggi,
yaitu 200. Hal ini disebabkan karena pola ketahanannya yang
bersifat tahan terhadap semua ras dominan yang diinokulai kecuali
ras 201 yang paling virulen.
Untuk penentuan setiap isolat baru akan diberi nilai nilai
skor 200 apabila ras tersebut mampu menginfeksi varietas asahan.
Vatietas Cisokan mempunyai pola reaksi peka pada ras 101,
sehingga setiap isolat baru akan mempunyai nilai skor 100 bila
dapat menginfeksi varietas Cisokan. Demikian selanjutnya untuk
varietas diferensial berikutnya. Penentuan ras selanjutnya
ditentukan berdasarkan jumlah skor peka pada ke tujuh varietas
diferensil tersebut.
Tabel 10.3. Nomor kode ras dominan berdasarkan pola reaksi
terhadap varietas diferensial Indonesia
Varietas
Asahan
Cisokan
IR64
K. Aceh
Cisadane
Cisanggarung
K. Bali
001
T
T
T
T
T
T
R
003
T
T
T
T
T
R
R
011
T
T
T
T
R
T
R
013
T
T
T
T
R
R
R
021
T
T
T
R
T
T
R
Ras-ras dominan
041
151
T
T
T
T
R
R
T
T
T
R
T
T
R
R
101
T
R
T
T
T
T
R
111
T
R
T
T
R
T
R
113
T
R
T
T
R
R
R
133
T
R
T
R
R
R
R
201
R
T
T
T
T
T
R
Nilai
Skor
200
100
40
20
10
2
1
Keterangan : T: tahan, R: rentan; (ras-ras di atas adalah ras-ras dominan di
Indonesia yang bersifat semakin virulen searah tanda panah)
Penting sekali dinyatakan batasan-batasan penggunaaan
satu set varietas diferensial. Jika dua isolat memperlihatkan reaksi
yang sama terhadap satu set varietas diferensial, maka dua isolat
tersebut bisa jadi berbeda jika diuji terhadap varietas tambahan.
Satu isolat yang menyerang semua varietas dalam satu set bisa jadi
avirulen terhadap varietas lain atau sebaliknya. Oleh karena itu
225
melalui studi yang lebih dalam terhadap interaksi inang dan ras
patogen tentang pengetahuan genetika kisaran inang dan patogen
dapat dikembangkan. Untuk program ketahanan penyakit, pemulia
bekerja dengan material dan pengetahuan yang tersedia saat ini
tentang sistem yang sedang mereka kerjakan.
Dalam sebuah program pemuliaan tanaman, set diferensial
dari varietas tahan merupakan sumber utama dari ketahanan yang
diintroduksikan ke tanaman lokal. Dalam program dimana varietas
tahan sangat penting, dimana penyakit merupakan penyebab
kehilangan tanaman atau dinama rasa-ras baru cepat sekali muncul
dalam merespon varietas-varietas yang tahan yang dilepas,
pencarian sumber-sumber ketahanan baru mesti dilakukan secara
terus menerus.
Sumber potensial tersebut biasanya diinokulasi pada kondisi
yang sesuai untuk infeksi dengan berbagai inokulum virulen yang
ada. Setiap varietas kemudian diberi skor tingkat kerentanan atau
ketahananya terhadap kontrol varietas diferensial untuk
menentukan apakah mereka mempunyai ketahan yang sama atau
yang baru. Selanjutnya, dievaluasi ketahanan yang baru yang
dimiliki varietas tersebut dengan mempelajari segregasi F2 dalam
persilangan antar mereka, varietas-varietas yang telah diketahui
ketahanannnya.
Akhirnya gen tahan dimasukkan ke dalam program
pemuliaan. Ini dapat dilakukan dengan cara persilangan dan seleksi
pedigree tetapi jika gen tahan umumnya dominan lebih mudah
dilakukan dengan program backcross (Gambar 7.1). Ini melibatkan
pengujian dengan patogen untuk mendeteksi heterozigositas
tanaman-tanaman tahan dalam setiap generasi setelah BC 1. Jika
dapat ditanam lebih dari satu generasi per tahun sangat
memungkinkan untuk lebih cepat pengintroduksian gen tahan.
226
Persilangan awal
Varietas Tahan X
RR
Varietas A Beradaptasi
rr
X
F1
Rr
50% gen dari genom A
Varietas A
rr
BC1
X
Rr : rr
75% gen dari genom A
Varietas A
rr
X
BC2
Rr : rr
87,5% gen dari genom A
Varietas A
rr
BC3
X
Rr : rr
93,75% gen dari genom A
Varietas A
rr
Silang Balik ke 1
Silang Balik ke 2
Silang Balik ke 3
Silang Balik ke 4
BC4
Rr : rr
93,75% gen dari genom A
Silang sendirikan tanaman
dari BC4 untuk mendapatkan
tanaman homozigot untuk RR
1RR : 2Rr :1 rr
Gambar 10.1 Sistem Backcross untuk memindahkan gen tahan
dominan dari donor tahan (RR) ke tetua recurrent (rr).
10.5.2.Hipotesis “gen - ke - gen” : Kendali genetik ketahanan
dan virulensi
Keragaman pada inang dan patogen dikendalikan secara
genetik, secara sederhana dapat diekspresikan sebagai interaksi
227
antara satu gen yang ada dalam inang dan satu gen yang ada pada
patogen. Keberadaan satu gen pada inang mensyaratkan
keberadaan satu gen pada patogen atau sebaliknya.Secara skematis
ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Inang
Rentan
Tahan
Patogen
Virulen
Avirulen
Ekspresi Penyakit
S
R
Dalam istilah genetika sederhana ini dapat dinyatakan dalam tabel
dua arah
Tabel 10.4. di bawah ini memperlihatkan pengecekan
terhadap interaksi inang-patogen, yang menunjukkan ada empat
kemungkinan. Satu (R), dimana patogen tidak dapat berkembang
dan tiga (S), dimana patogen dapat berkembang. Avirulen (AA)
dan tahan (RR) ditunjukkan sebagai gen dominan, hal ini telah
banyak dijumpai kasus-kasus umum sistem interaksi inangpatogen.
Tabel 10.4. Pengecekan terhadap interaksi inang-patogen
Genotipe
Inang
RR
rr
Genotipe Patogen
AA
Aa
R
S
S
S
Ini merupakan hasil percobaan pewarisan ketahanan pada
flax dan pewarisan patogenesitas pada penyakit karat pada flax
(Melampsora lini) yang dilakukan Flor yang mengusulkan
hipotesis gen-ke-gen seperti dijelaskan di atas (Tabel 9.4). Dalam
percobaannya Flor mendapatkan, untuk masing-masing dari 27 gen
tahan, segregasi populasi pada F2 dari tanaman flax adalah dengan
nisbah sederhana 3:1 tahan terhadap rentan ketika diuji terhadap
kultur penyakit karat. Dia juga mendapatkan segregasi 3 :1 avirulen
228
terhadap virulen dari ras karat-flax., ketika populasi F2 penyakit
karat diinokulasikan ke varietas flax tertentu. (Flor, 1946,
1955,1971).
Maka dapat dikatakan bahwa setiap gen mengendalikan
reaksi pada inang komplementer spesifik terhadap gen yang
mengendalikan patogenitas pada patogen. Inang tahan dan patogen
avirulen hanya terjadi jika komplementer gen dominan ada pada
inang dan patogen. Jika salah satu atau keduanya dari setiap
pasangan komplementer gen resesif maka akan menghasilkan
kerentanan. Varietas dengan satu gen dominan untuk reaksi pada
ketahanan terhadap semua ras patogen membawa komplementer
gen domianan untuk avirulen tetapi rentan terhadap ras homozigot
untuk gen resesif virulen.
Beberapa ketahanan dari inang yang diringkas oleh Favret
(1969) sebagai berikut:
(i) Jumlah gen biasanya sangat banyak
(ii) Jumlah alel untuk beberapa gen juga terlalu banyak
(iii) Gen cenderung berkelompok bersama-sama pada segmen
kromosom tertentu.
Sebagai contoh pada flax: sistem Melampsora, telah
dijumpai sedikitnya 34 gen tahan terhadap patogen pada flax. Gengen tersebut hanya terletak pada 7 lokus (kelompok) yang
dinamakan dengan K, L, M, N, P, D dan Q. Hanya satu gen pada
lokus K, 12 pada lokus L, 7 pada lokus M, 3 pada N dan 5 pada P.
Pada tanaman kopi: sistem Hemilea, telah diidentifikasi empat gen
tahan yang berbeda pada inang. Pada padi: sistem Piricularia, telah
diidentifikasi paling sedikit ada 11 gen tahan pada inang dengan
banyak alel.
Pada percobaan genetika patogen disimpulkan bahwa:
(i)
Jumlah gen diduga juga sangat banyak
(ii) Seri multialel jarang dijumpai
(iii) Gen tersebar pada seluruh genom.
Hubungan gen ke gen telah dijumpai pada kebanyakan
sistem interaksi inang-patogen. Kebanyakan penelitian melibatkan
229
fungi, tetapi sistem yang serupa juga dijumpai pada bakteri, virus,
nematoda dan juga pada serangga hama.
Pewarisan ketahanan inang mengikuti pola pewarisan
sederhana gen-gen mayor Mendelian sehingga dinamakan dengan
“gen ketahanan mayor”.Tipe ketahanan ini biasanya berkaotan
dengan reaksi hipersensitif. Kenyataannya perbedaan antara reaksi
kerentanan dan ketahanan lebih kelihatan prtbedaan tingkatan
(derajat) daripada jenis. Reaksi fisiologi dan biologi untuk interaksi
inang-patogen spesifik perlu dipelajari secara kasus per kasus. Gen
yang mengendalikan ketahanan dipercaya jga mengatur aspekaspek metabolisme inang yang terganggu dengan perkembangan
ras patogen tertentu. Virulensi patogen dikontrol oleh gen-gen
resesif yang dapat menyebabkan kehilangan ketahanan inang tahan
tertentu.
Hanya gen-gen tahan dan virulen tunggal yang telah banyak
dipelajari. Namun demikian, varietas inang dengan gen-gen
ketahanan yang berbeda dan ras-ras patogen dengan gen-gen yang
berbeda untuk patogenitas disilangkan, hasil rekombinasi dan
segregasi pada genotipe-genotipe baru dan fenotipe pada F2. Hal ini
dapat digambarkan dalam dua Tabel berikut yang berasal dari
percobaan Flor terhadap rust flax (1946,1947) yang mendasari
hipotesis gen-ke-gen.
Inang
Patogen
Genotipe
Patogenik
Ras 22
aLaLANAN
Ras 24
ALALaNaN
Tanaman yang diamati
Tanaman yang diharapkan
(9 : 3 : 3: 1)
χ2 = 2.563
Genotipe dan reaksi
Tetua
Tanaman F2
Ottawa Bombay
LLnn
llNN
L_N_ L_nn llN_
S
R
R
S
R
R
P= 0.30-0.50
S
llnn
S
R
R
S
S
110
109
32
36
43
36
9
12
230
Dua genotipe baru LLNN dan llnn berbeda dari kedua
tetuanya yang satu tahan terhadap kedua ras patogen dan satunya
lagi rentan terhadap kedua ras yang diuji.
Patogen
Inang
Genotipe
Ottawa
LLnn
Bombay
llNN
Ras
yang
diamati
Ras
yang
diharapkan
(9 : 3 : 3: 1)
χ2 = 1.565
Genotipe patogenik dan reaksi inang
Ras Tetua
Genotipe F2
22
24
AL_AN_ aLaLAN_ AL_aNaN
aLaLANAN ALALaNaN
S
R
R
S
R
R
S
aLaLaNaN
S
R
R
S
S
78
27
23
5
75
25
25
8
P= 0.30-0.70
Muncul dua genotipe baru yaitu AL ALANAN yang avirulen
terhadap kedua varietas dan aLaLaNaN yang dapat menyerang kedua
varietas.
Aplikasi hasil tersebut terhadap cendawan anggota
Basidiomycetes (rust dan smuts) yang dicirikan oleh binucleat pada
fase patogenik, sehingga dinamakan dengan dicaryotik dan tingkah
laku secara genetik seperti organisme diploid. Beberapa cendawan
kelompok ascomycetes (seperti Helmithosporium, Piricularia)
mempunyai sel uninucleat dengan satu inti haploi. Pada kasus ini,
segregasi tidak menghasilkan ras heterozigot dan nisbah segregasi
akan menjadi (1 : 1 : 1 : 1), pengaruh keseluruhan dan
perkembangan genotipe baru masih terjadi, seperti berikut;
Patogen Genotipe patogenik dan reaksi inang
Inang
Ras Tetua
Genotipe F2
Genotipe a1A2 A1a2 A1A2 a1A2 A1a2 a1a2
R1R1r2r2
S
R
R
S
R
S
r1r1 R2R2
R
S
R
R
S
S
231
Rekombinasi gen dapat menghasilkan banyak genotipe
inang atau patogen baru tergantung pada jumlah gen yang terlibat.
Dengan hanya dua lokus yang masing-masing mempunyai dua gen
(alel), akan dihasilkan 22 = 4 genotipe inang atau patogen yang
mungkin. Nisbah genotipik akan menjadi 9 : 3 : 3: 1.
Pada tanaman kopi: sistem Hemilea, yang mempunyai
empat gen tahan akan diperoleh 24 = 16 kombinasi yang mungkin,
apabila keempat gen tersebut terletak pada lukus yang terpisah. Jika
hanya 12 ras yang telah diidentifikasi maka akan ada empat ras lagi
akan muncul pada beberpa tahap.
Pada padi: sistem Piricularia, dengan 11 gen tahan yang
telah diidentifikasi maka akan diperoleh 2 11 = 2048 kombinasi
yang mungkin. Pendugaan secara teoritis tersebut hanya dapat
diterapkan terhadap gen-gen dialelik, jika gen-gen tahan bersifat
multialelik yang umumnya terjadi, maka perhitungan kombinasi
yang mungkin akan lebih rumit karena tidak mudah untuk
mengkombinasikan dua alel pada satu lokus.
10.6. Sistem Genetika pada Patogen
Dasar untuk evolusi dan rekombinasi keragaman genetik
pada tanaman tingkat tinggi akan menjadi lebih umum. Mekanisme
yang serupa akan terjadi pada oerganisme patogen tetapi ada
tambahan mekanisme yang menghasilkan pemunculan ras-ras baru,
seperti yang akan dijelaskan secara ringkas di bawah ini.
10.6.1.Mutasi
Seperti pada semua makhluk hidup, sumber dari semua
keragaman pada patogen adalah mutasi, tetapi sulit untuk
dibuktikan terjadi di lapangan. Banyak bukti menunjukkan bahwa
gen-gen avirulen dapat diinduksi untuk bermutasi menjadi bentuk
virulen dengan penggunaan agen mutagenik tertentu. Mengingat
populasi spora yang digasilkan cendawan sangat banyak, meskipun
232
laju mutasi relatif rendah (10-8), tetapi dapat menghasilkan sekitar
seribu mutan per lokus per hari per ha sehingga cukup efektif
dalam menghasilkan ras-ras virulen baru.
10.6.2.Rekombinasi seksual
Pada cendawan patogen tanaman (dan pada nematoda dan
serangga hama) yang seperti tanaman tingkat tinggi mengalami
siklus seksual untuk terjadinya rekombinasi genetik pada meiosis
yang merupakan sumber penting untuk timbulnya ras-ras baru.
10.6.3.Heterokaryosis
Suatu bentuk rekombinasi aseksual dimana inti tertukar
antara hypha fungi dikariotik dari ras-ras yang berbeda. Pertukaran
inti ini menyebabkan patogenitas yanng berbeda dari ras-ras
cendawan , tetapi bukti-bukti tidak menyakinkan.
10.6.4.Paraseksual atau hibridisasi somatik
Dalam satu sel multinukleat, dua inti haploid bergabung
membentuk satu sel diploid kemudian membelah secara mitotik,
tetapi jarang etrjadi pindah silang untuk membentuk rekombinanrekombinan selanjutnya diikuti oleh haploidisasi yang
menghasilkan ras-ras baru dari cendawan.
Mekanisme ini pada mulanya ditemukan pada Aspergillus
sp saprofitik, tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa sistem yang
sama juga dijumpai pada cendawan patogenik anggota dari Fungi
Inperfek (tidak dikenal adanya tahapan seksual) dan pada fungi rust
yang tidak dapat melengkapi siklus seksualnya karena tidak ada
atau tidak ada inang pengganti. Mekanisme ini diyakini penting
dalam evolusi ras-ras baru dari rust batang gandum di Australia,
jika inang pengganti (Berberis spp) tidak ada. Hal ini telah diamati
terjadi pada kondisi yang diperlakukan di laboratorium.
233
10.7. Pemuliaan Padi untuk ketahanan terhadap Hawar Daun
Bakteri.
Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan faktor pembatas
upaya peningkatan produksi padi. Penyakit ini tersebar hampir
diseluruh daerah pertanaman padi di Indonesia, baik di dataran
rendah maupun dataran tinggi dan selalu timbul baik pada musim
kemarau maupun musim hujan. Penyakit ini tidak hanya merusak
tanaman pada pada fase bibit tetapi juga pada fase generatif.
Kerugian yang ditimbulkannya bervariasi berkisar antara 2030%, bergantung pada varietas yang ditanam dan musim tanam
(Hifni et al. 1996). Menurut Wibowo (2002) penurunan hasil bisa
mencapai 30-40%, sebelumnya, Mew et al. (1993) telah
melaporkan kehilangan hasil mencapai 50%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan
20% sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai menurunkan
hasil. Di atas keparahan itu, hasil padi turun 4% tiap kali penyakit
bertambah parah sebesar 10%. Kerusakan terberat terjadi apabila
penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga
menimbulkan gejala kresek, dapat menyebabkan tanaman mati
(BBPADI, 2013) sehingga kerugian dapat mencapai 100%.
Penggunaan varietas tahan dalam menanggulangi penyakit
HDB cukup efektif dan efisien, aman, murah dan tidak mencemari
lingkungan. Dengan varietas tahan, kehilangan hasil dan biaya
pestisida dapat ditekan, aman terhadap lingkungan dan dapat
mencegah residu pestisida pada manusia. Varietas yang tahan dapat
diperoleh melalui perakitan varietas dengan menggabungkan gen
ketahanan ke tetua yang telah beradaptasi dan berdaya hasil tinggi.
Perakitan varietas tahan diawali dengan koleksi plasma
nutfah sebagai tetua untuk pembentukan populasi dasar. Beberapa
varietas lokal padi Aceh yang memiliki daya adaptasi baik dan
disukai masyarakat setempat tetapi berbatang tinggi, berumur
dalam.
234
Galur IRBB27 sangat tahan terhadap 27 strain HDB dari
berbagai negara di dunia, termasuk strain dari Indonesia, berbatang
rendah (semidwarf) dan berumur genjah. Genotipe-genotipe
tersebut dapat disilangkan untuk dirakit menjadi varietas tahan
terhadap HDB, daya adaptasi baik dan disukai masyarakat serta
berdaya hasil tinggi.
Dalam pembentukan populasi dasar, perlu diidentifikasi
ketahanan terhadap penyakit HDB dari koleksi plasma nutfah yang
ada. Bakhtiar et al, (2015) menemukan empat belas genotipe yang
tahan terhadap bakteri Xoo berdasarkan panjang bercak. Bercak
pada daun dari genotipe tersebut tidak berkembang dan hanya
kering berwarna coklat tua pada ujung daun dengan panjang lesio
kurang dari 3 cm. Genotipe yang tahan terhadap HDB adalah Inpari
1, Limboto, Tuwoti, Inpari 10, Lekat Rambot Linuet, Rom Mokot,
Paki Gajah, Tamboen, Bo 100, Sipasie, Bo Minyek, Bontok,
Sirendeh Semantuk Wayla dan Sambei (Tabel 9.5).
Genotipe tersebut dapat digunakan untuk membentuk
varietas unggul dan tahan penyakit HDB melalui pemuliaan
tanaman. Sifat unggul spesifik yang dimiliki padi lokal perlu
diinkorporasikan ke dalam genom varietas unggul agar memiliki
sifat unggul yang unik. Varietas lokal dengan sifat-sifat unggul
perlu dilestarikan sebagai aset sumber daya genetik nasional dan
dimanfaatkan dalam program pemuliaan.
Selain varietas tahan dijumpai 11 genotipe yang moderat
tahan menunjukkan infeksi dan gejala layu pada ujung daun dan
warna putih kecoklatan dengan panjang lesio mencapai 3-6 cm.
Diperoleh juga 48 genotipe yang rentan terhadap penyakit HDB.
Reaksi gejala layu pada ujung daun dan bercak kelabu pada tepi
daun genotipe tersebut sudah dimulai 3 hari setelah inokulasi,
kemudian daun mulai berkerut pada 14 hari setelah inokulasi
seluruh bagian daun mulai berwarna putih kecoklatan dan kuning
pucat menuju pangkal daun.
235
Tabel 10.5. Pengelompokan penyakit HDB padi berdasarkan
panjang lesio ketahanan terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae
pada fase vegetatif.
No Kriteria
Genotipe
IR-BB27, Inpari 1, Limboto, Tuwoti, Inpari 10,
Lekat Rambot Linuet, Rom Mokot, Paki Gajah,
1. Tahan
Tamboen, Bo 100, Sipasie, Bo Minyek, Bontok,
Sirendeh Semantuk Wayla dan Sambei
Danau Gaung, IPB 4S, Situ Bagedit, Inpago,
Moderat
2.
Cirata, IPB 3S, Pade Jamai Asan, Salah Manyang,
Tahan
Arias, Pandan Wangi dan Pade Merah Lamtuba.
Inapri 16, Ciherang, Situ Patenggang, Kencana
Bali, Inpari 19, Inpari 7, IR-64, Lekat Alahu,
Lekat Singke, Pulut Hitam, Pulut Simanik, Pulut
Merah, Lekat Tuleng, Lekat Kumbob, Lekat
jerajak Lango, Lekat Adang, Ketan Putih, Bo
Somboh Meon, Sigupai Wangi, Kuku Balam,
Kepala Gajah, Asahan, Manyam, Boh Penileh,
3. Rentan
Saguek, Dewi, Jeumpa Puteh, Sigupai Blang
Pidie, Pala Gajah, Rangkoh Merah, Pade Kapai
Tamping, Padi Sitandun, Sirangkoh Lubok Pasi,
Sepulou, Pade Pineng Lango, Seraguek,
Semerebuk, Ramos Tihion Tamping, Sijane, Rom
Lambo, Sirias, Sigupai Pulo, Bo Santet Semantok,
Bo Rayek Semantok Wayla, Cantek Manis, Rom
Ilang dan Siputeh
Pada genotipe yang menunjukkan gejala moderat tahan dan
rentan terhadap HDB, patogen sangat cepat berkembang terutama
pada keadaan lembab. Penyakit HDB ini mampu menghasilkan ras
baru, sehingga sering menyulitkan pengendalian dengan varietas
tahan. Penyakit HDB merupakan penyakit yang menginfeksi secara
236
sistemik dengan gejala berupa bercak berwarna abu abu putih di
sepanjang tulang daun.
Patogen masuk melalui hidatoda, luka pada daun tanaman
juga merupakan jalan masuk yang potensial bagi patogen.
Kebanyakan infeksi yang berhasil terjadi melalui luka
dibandingkan dengan yang melalui pori-pori alami, dan luka yang
masih baru lebih kondusif bagi patogen dibandingkan dengan luka
yang sudah lama. Panjang lesio pada tanaman padi dipengaruhi
oleh sinar matahari dan suhu selama perkembangan penyakit, latar
belakang genetik dari galur yang digunakan, konsentrasi inokulasi,
dan virulensi yang mempengaruhi ketahanan tanaman padi
terhadap HDB.
Setelah identifikasi plasma nutfah dilakukan persilangan
antar tetua yang tahan dan tetua tang sudah beradaptasi.
Persilangan untuk pembentukan populasi F1, F1 resiprok, BCP1
dan BCP2 dilaksanakan di Rumah Plastik Fakultas Pertanian
Unsyiah, Banda Aceh. Kombinasi persilangan dibuat antara
Sigupai Wangi dan IRBB27, Sigupai Wangi dan Situ Patenggang,
Cantek Puteh dan IRBB27, Cantek Puteh dan Situ Patenggang.
Dari masing-masing populasi, ditanam 10 tanaman sebagai tetua
jantan dan betina.
Tahap persilangan terdiri atas dua kali penanaman, yaitu
pertama, penanaman tetua yang akan disilangkan untuk
menghasilkan populasi F1 dan F1 resiprok. Semua biji F1 ditanam
kemudian dipanen secara bulk dari setiap kombinasi persilangan.
Dari 4 pasangan persilangan tersebut dihasilkan 4 populasi F1.
Masing-masing pasangan dikerjakan minimal 10 set persilangan
dan masing-masing set telah dihasilkan minimal 30 benih yang
kemudian digunakan untuk pengujian daya waris sifat ketahanan.
Pada pertanaman kedua, setiap kombinasi persilangan
ditanam sebanyak 10 individu tanaman F1 untuk mendapatkan
jumlah benih F2 yang memadai untuk percobaan pada musim
berikutnya. Dari pertanaman ini dipanen 100-200 benih F2 dari
masing-masing kombinasi persilangan yang kemudian digunakan
237
sebagai materi penelitian. Disamping itu sebagian F1 ditanam
untuk silang balik dalam rangka menghasilkan BCP1 dan BCP2.
Semua bahan tanaman (populasi P1, P2, F1, F1r, BCP1,
BCP2, F2 dan IR64), masing-masing terdiri atas 40 tanaman setiap
polulasi ditanam dalam bak plastik dan ditempatkan dalam rumah
plastik Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Pengendalian hama menggunakan insektisida carbofuran 3 G
dengan takaran 20 kg formulasi/ha. Varietas IR64 digunakan
sebagai kontrol peka. Untuk mendorong perkembangan penyakit
HDB, tanaman diberi pupuk N dengan takaran 250 kg urea/ha.
Agar bakteri tidak dihadapkan pada suhu yang terlalu panas,
inokulasi dilakukan menjelang sore, antara pukul 16.00-18.00.
Tanaman diinokulasi dengan metode gunting (Kauffman et
al., 1973). Inokulasi dilakukan dengan cara pengguntingan daun
padi untuk pelukaan sebagai jalan masuk bagi infeksi bakteri.
Pengguntingan dilakukan 3-5 cm dari ujung daun, menggunakan
gunting yang telah dicelupkan kedalam wadah/gelas erlenmeyer
berisi suspensi isolat bakteri. Inokulasi tanaman dengan isolat
bakteri Xoo dilakukan dua kali. Pertama pada saat tanaman
berumur 42 HST atau memasuki fase vegetatif aktif. Kedua, pada
umur 63 HST atau saat tanaman memasuki fase generatif
(primordia).
Peubah yang diamati adalah reaksi ketahanan terhadap
bakteri Xoo. Pengamatan terhadap gejala penyakit HDB dilakukan
14 hari setelah inokulasi dengan cara mengukur panjang lesio dari
lima daun per tanaman, kemudian dihitung rata-ratanya. Data
dikonversi dengan membandingkan antara panjang gejala dengan
panjang daun dikalikan 100%. Selain itu diamati juga umur
berbunga, umur panen dan daya hasil.
Disamping itu, hasil pengamatan terhadap tingkat
keparahan infeksi oleh Xoo yang diklasifikasikan berdasarkan
skoring ketahanan menurut Standard Evaluation System (IRRI,
1996). Tanaman dikatagorikan tahan atau rentan berdasarkan
panjang lesio: jka panjang lesion < 3 cm tahan; 3–6 cm moderat
238
tahan; > 6 cm rentan (Chen et al.,2003). Dari hasil skoring
ketahanan awal, dilakukan seleksi terhadap varietas yang memiliki
ketahanan terhadap HDB pada fase vegetatif, dibandingkan dengan
fase generatif untuk mengetahui kosistensi ketahanannya. Seleksi
dilanjutkan pada galur-galur yang memiliki ketahanan tinggi
terhadap Xoo yang diuji yang konsisten baik pada fase vegetatif
maupun generatif.
Pada tahun kedua, dilakukan persilangan untuk
pembentukan populasi silang balik untuk mendapatkan populasi
BC2F1 dan BC3F1 dan juga penerusan pembentukan populasi F3
dan F4. Dari populasi BC1F1 yang terseleksi tahan terhadap HDB
dan daya hasil tinggi pada tahun pertama disilangkan kembali
dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC2F1.
Populasi BC2F1 diseleksi ketahanan terhadap HDB dan
daya hasil tinggi, kemudian hasil seleksinya disilangkan kembali
dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC3F1.
Disamping itu sebagaian populasi tanaman F2 dibiarkan
menyerbuk sendiri untuk mendapatkan populasi F3. Kemudian
sebagaian populasi tanaman F3 dibiarkan menyerbuk sendiri untuk
mendapatkan populasi F4. Pada setiap populasi silang balik
dilakukan uji beda daya hasil dengan tetua betina untuk mengetahui
kemajuan hasil silang balik. Uji beda ketahanan dan daya hasil juga
dilakukan antar pasangan persilangan.
Dari populasi BC3F1 yang terseleksi tahan terhadap HDB
dan daya hasil tinggi pada tahun kedua disilangkan kembali dengan
tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC4F1. Populasi
BC4F1 diseleksi ketahanan terhadap HDB dan daya hasil tinggi,
kemudian sebagian hasil seleksinya dibiarkan menyerbuk sendiri
untuk mendapatkan populasi BC4F2. Pada setiap populasi silang
balik dilakukan uji beda daya hasil dengan tetua betina untuk
mengetahui kemajuan hasil silang balik. Uji beda ketahanan dan
daya hasil juga dilakukan antar pasangan persilangan.
239
Bahan tanam berupa galur harapan yang diperoleh dari
tahun kedua diji daya hasil di lapangan dengan mengunakan
Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan.
Galur harapan yang tahan HDB dan berdaya hasil tinggi
setelah uji multi lokasi dapat diusulkan ke Departemen Pertanian
untuk dilepas sebagai varietas unggul baru untuk dapat
dimanfaatkan petani dalam rangka meningkatkan produksi,
mengurangi penggunaan pestisida, meningkatkan pendapatan
petani. Varietas baru tersebut juga akan diusulkan untuk
mendapatkan Hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).
7.6. Rangkuman
Jenis dan jumlah kehilangan yang disebabkan oleh penyakit
dan hama berbeda antar tanaman, patogen penyebab penyakit,
kondisi lingkungan, ukuran pengendalian yang digunakan dan
kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Kehilangan bisa berkisar dari
yang dapat diabaikan sampai tanaman gagal total.
Secara teoritis, sangat memungkinkan pemuliaan tanaman
tahan terhadap semua tipe penyakit, cendawan, bakteri, virus,
serangga hama, dan nematode tanaman. Sebagian besar telah
dilakukan pada penyakit yang disebabkan oleh cendawan, tetapi
pada penyakit atau kerusakan yang disebabkan oleh selain
cendawan juga telah banyak di lakukan.
7.7. Latihan
1. Jelaskan penggunaan mekanisme reaksi hipersensitif oleh
tanaman dalam merespon invasi patogen tertentu!
2. Jelaskan penerapan hipotesis gen ke gen!
240
7.8. Glossarium
Patogen
:
Patogenitas
:
virulensi
:
Avirulen
:
Organisme hidup yang mampu menimbulkan
berbagai penyakit atau gangguan lainnya pada
organisme inang
Kemampuan patogen untuk menimbulkan
berbagai penyakit atau gangguan lainnya pada
organisme inang
Gangguan atau perkembangan penyakit lebih
besar
Ras atau patogen yang gagal menimbulkan
gejala penyakit
7.9. Daftar Pustaka
Ahn SW dan SH. Ou. 1982. Quantitative resistance of rice to blast
diseases. Phytopathology 72: 279-282.
Bakhtiar, Hakim, L., Hayati, E., dan Zakaria, S.2015. Padi Lokal
Aceh Tahan Penyakit Hawar daun Bakteri. Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional BIOTIK 2015, tanggal
30 April 2015
Ezuka, A. 1979. Breeding for and genetics of resistance in Japan.
In : Proc. Rice Blast Workshop, pp : 27-28. International
Rice Research Institute. Manila. Phlippines
Fehr, W.R. 1987. Principless of Cultivar Development. Vol. I.
Theory and Technique. Xiv+53p. New York: McMillan
Pub. Co
Flor HH. 1942. Inheritance of pathogenicity in Melampsora lini.
Phytopathology, 32: 653-669.
Flor HH. 1955. Host-parasite interactions in flax rust, its genetics
and other implications. Phytopathology, 45: 680-685.
Flor HH. 1971. Current status of the gene for gene concepts.
Annual Rev of Phytopathology, 9: 275-296.
241
Halloran, G.M.,R. Knight, K.S. McWhirter, and D. H. B. Sparrow.
1979. Plant Breeding. Australian Vice-Chancellors’
Committee, AAUCS.
Loganathan M dan V. Ramaswamy. 1984. Effect of blast on IR50
in late samba. International Rice Research Newsletter. 9: 6.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman.
Kanisius, Yogyakarta
Nasution, I., M. Amir, SR. Rahmawati dan S. Zakaria. 1993.
Populasi ras jamur Pyricularia oryzae Cav. Dari daerah
Karang Agung dan Taman Bogo. Risalah hasil Penelitian
Tanaman Pangan Balittan Bogor, 5: 1-8.
Simmonds, N. W. 1981. Principles of Crop Improvement.
Xiv+408. London : Longman.
Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 2006. Breeding Field Crops. Edisi
ke-5. Wiley-Blackwell
Sprague, G.R., and L.A. Tatum. 1942. General versus specific
combining ability in single crosses of corn. J. Am. Soc.
Agron. 34:923-932
Welsh, J. R. 1981. Fundamentals of Plant Genetics and Breeding.
Xiv_290p. New York : John Wiley & Sons.
Yeh, WH.dan JM. Bonman. 1986. Assesment of partial resistance
to Pyricularia oryzae in six rice cultivars. Plant Pathol.
35:319-323.
Harlan J.R and de Wet J.M.J., 1971. Toward a ratinal classification
of cultivated plants. Taxon, 20: 509-517
Poehlman, J.M., and Sleper, D.A. 1995. Breeding Field Crops, the
4th Edition. Iowa State University Press. Iowa, USA.
Stakman EC and Levine NW. 1922. The determination of biologic
form of Puccinia graminis on Triticum spp. Minn. Agric.
Exp. Stat. Tech. Bull.(St. Paul), No. 8.
Stakman EC and Piemeisel RJ. 1917. A new strain of Puccinia
graminis. Phytopathology. 7:12.
242
BAB XI
PELEPASAN VARIETAS
Pengantar
Langkah terakhir dari kegiatan pemuliaan tanaman adalah,
varietas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh produsen dan
konsumen dengan aman. Untuk itu galur yang telah memiliki
keunggulan perlu mendapat pengakuan dari pemerintah untuk
dapat disebarluaskan kepada petani.
Tujuan Umum Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan
teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program
pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara
perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang
sesuai untuk merakit varietas unggul baru.
Tujuan Khusus Pembelajaran :
Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang pemahaman
dan pendiskripsian persyaratan dan tahapan – tahapan serta metode
pelepasan varietas
243
Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
10 menit
Langkah 2
80 menit
Langkah 3
10 menit
Aktivitas
Pembukaan
1. Dosen memotivasi mahasiswa
untuk
bersemangat belajar
2. Dosen menjelaskan tujuan pembejaran pada
pertemuan ini
Penyajian
1. Dosen menanyakan apa yang diketahui oleh
mahasiswa tentang pelepasan varietas tanaman
2. Mahasiswa menjawab pertanyaan sesuai
dengan apa yang mereka ketahui
3. Dosen menjelaskan
pengertian pemuliaan
tanaman
4. Dosen
menjelaskan pentingnya pelepasan
varietas tanaman
5. Dosen menjelaskan persyaratan pelepasan
varietas tanaman
6. Dosen menjelaskan prosedur dan tahapan
pelepasan varietas tanaman
7. Dosen memandu refeksi
8. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang
diketahui tentang materi yang sedang
didiskusikan, melakukan refleksi, mencatat
materi diskusi
Penutup
1. Merangkum uraian matakuliah yang telah
disampaikan/diskusi
2. Mahasiswa
menyimak,
mengajukan
pendapat,bertanya
atau menjawab dan
244
mencatat.
245
11.1. Ketentuan Pelepasan Varietas
Berdasarkan UU No. 12/92 pasal 1,2,3 bahwa benih dari
varietas hasil pemuliaan sebelum diedarkan terlebih dahulu harus
dilepas oleh pemerintah. Benih dari varietas baru yang belum
dilepas dilarang diedarkan. Ketentuan mengenai persyaratan
pelepasan varietas diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya pasal 13 ayat 1 dan 2 UU 12/1992 menyebutkan bahwa
benih dari varietas unggul yang telah dilepas merupakan benih bina
yang peredarannya harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar
mutu yang ditetapkan pemerintah.
PP No. 44/95 pasal 18 menegaskan bahwa keunggulan
varieatas ditentukan berdasarkan potensi hasil tinggi yang
dibuktikan dari hasil pengujian adaptasi dan observasi.
Persyaratan uji adaptasi dan observasi dilakukan oleh
instansi pemerintah yang ditunjuk atau penyelenggaraan pemuliaan
yang memenuhi persyaratan tertentu. Terhadap hasil uji adaptasi
dan observasi harus dilakukan penilaian oleh para ahli yang
ditunjuk oleh Menteri. Bagi varietas yang sangat dipengaruhi oleh
selera konsumen, Menteri Pertanian dapat mengecualikan dari
keharusan uji adaptasi atau observasi.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor
61/ Permentan/
OT.140/10/2011,tentang Pengujian, Penilaian Pelepasan, dan
Penarikan varietas. Dari ketentuan tersebut, hal yang paling penting
untuk diketahui oleh para pemulia tanaman adalah
11.2. Pengujian
Varietas hasil pemuliaan di dalam negeri, atau berasal dari
introduksi yang diusulkan untuk dilepas harus melalui uji adaptasi
bagi tanaman semusim atau uji observasi bagi tanaman tahunan.Uji
adaptasi atau uji observasi dilakukan di beberapa lokasi
pengembangan dan/atau laboratorium dengan jumlah unit
pengujian disesuaikan dengan jenis tanaman. Uji adaptasi atau uji
246
observasi dapat diselaraskan dengan uji untuk kepentingan
Perlindungan Varietas Tanaman seperti uji kebaruan, keunikan,
keseragaman, dan kestabilan (BUSS).
Uji adaptasi atau uji observasi untuk calon varietas yang
spesifik lokasi, pelaksanaannya terbatas pada lokasi pengembangan
spesifik. Untuk tanaman tahunan dan tanaman semusim dapat
dilakukan uji observasi apabila jenis tanaman/spesies atau varietas
memenuhi kriteria:
a) diproduksi secara terbatas dengan respon genetik sangat
spesifik terhadap lingkungan tumbuh; atau
b) varietas lokal yang sudah berkembang di masyarakat sejak
5 (lima) tahun terakhir dan sampai saat ini masih
berkembang dengan baik.
Uji adaptasi atau uji observasi dilakukan oleh
penyelenggara pemuliaan atau institusi lain. Institusi lain untuk
dapat melakukan uji adaptasi atau uji observasi harus memiliki
dan/atau menguasai:
a) paling sedikit 1 (satu) orang agronomis dan 1 (satu) orang
entomologis dan/atau fitopatologis berpengalaman, dalam
melakukan pengujian;
b) paling sedikit 3 (tiga) orang petugas lapangan; dan
c) sarana dan prasarana uji adaptasi atau observasi.
Jika institusi lain tidak mempunyai tenaga pemulia dalam
melakukan uji adaptasi atau uji observasi harus didampingi oleh
pemulia dari lembaga penyelenggara pemuliaan/penelitian.
Penyelenggara uji adaptasi atau uji observasi, sebelum melakukan
pengujian terlebih dahulu harus melaporkan kepada Ketua BBN.
Ketua BBN setelah menerima laporan menugaskan TP2V untuk
melakukan supervisi ke lokasi pengujian. Uji adaptasi atau uji
observasi sebagaimana dan penyelenggara uji adaptasi atau uji
observasi harus mengikuti metoda baku yang telah ditetapkan.
247
11.3. Penilaian
Hasil uji adaptasi atau uji observasi yang dilakukan oleh
penyelenggara uji dilampirkan pada dokumen usulan pelepasan
varietas. Usulan pelepasan varietas dievaluasi dan dinilai oleh
TP2V. Hasil evaluasi dan penilaian TP2V disampaikan kepada
Ketua BBN sebagai bahan pertimbangan usulan pelepasan varietas
oleh Menteri Pertanian.
Evaluasi dan penilaian oleh TP2V dilakukan terhadap
keunggulan dan kesesuaian calon varietas yang akan dilepas.
Keunggulan, antara lain:
a. daya hasil;
b. ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan utama;
c. ketahanan terhadap cekaman lingkungan;
d. kecepatan berproduksi;
e. mutu hasil tinggi dan/atau ketahanan simpan;
f. toleransi benih terhadap kerusakan mekanis;
g. tipe tanaman yang keindahan dan/atau nilai ekonomis;
dan/atau
h. batang bawah untuk perbanyakan klonal, harus mempunyai
perakaran yang kuat,ketahanan terhadap hama/penyakit akar
dan kompatibilitas.
Kesesuaian antara lain meliputi sejarah, kebenaran silsilah,
deskripsi dan metoda pemuliaan.
11.4. Pelepasan
Calon varietas yang diusulkan untuk dilepas dapat berasal
dari pemuliaan di dalam negeri atau berasal dari introduksi. Calon
varietas dapat berupa galur murni, komposit, kultivar, klon, mutan,
hibrida, tanaman PRG dan/atau hasil teknik pemuliaan lain. Calon
varietasdapat dilepas apabila memenuhi persyaratan:
a. silsilah tanaman meliputi asal usul, nama tetua, daerah asal,
nama pemilik atau penemu, perkiraan umur bagi tanaman
248
tahunan atau lama penyebaran bagi tanaman semusim yang
telah berkembang di masyarakat (varietas lokal) dan metoda
pemuliaan yang digunakan;
b. tersedia deskripsi yang lengkap dan jelas, untuk identifikasi
dan pengenalan varietas secara akurat;
c. menunjukkan keunggulan terhadap varietas pembanding;
d. unik, seragam dan stabil;
e. pernyataan dari pemilik bahwa benih penjenis (breeder seed)
tersedia baik dalam jumlah maupun mutu yang cukup untuk
perbanyakan lebih lanjut; dan
f. dilengkapi data hasil pengujian lapangan seluruh lokasi
dan/atau laboratorium.
Untuk varietas introduksi selain memenuhi persyaratan di
atas harus melampirkan ijin dari pemilik varietas. Untuk hibrida
selain memenuhi persyaratan di atas, deskripsi tetua harus
dilampirkan. Calon varietas tanaman PRG yang diusulkan untuk
selain memenuhi ketentuan persyaratan di atas harus memenuhi
ketentuan keamanan hayati.
Varietas dari pemuliaan silang balik yang ditujukan untuk
perbaikan sifat dan/atau penambahan satu sifat baru dengan tidak
merubah sifat-sifat lain sesuai deskripsi aslinya, dapat dilepas tanpa
melalui uji adaptasi atau uji observasi. Varietas dari pemuliaan
silang balik harus mempunyai data bukti kesesuaian deskripsi asli
melalui uji petak pembanding. Petak pembanding adalah varietas
asli yang dijadikan pembanding untuk melihat kesamaan deskripsi
dari varietas. Pelepasan tetap mengikuti prosedur pelepasan di atas.
Tanaman PRG yang berasal dari varietas non PRG dan
telah dilepas, selanjutnya dilakukan perbaikan sifat dan/atau
penambahan satu sifat baru dengan tidak merubah sifat-sifat lain
sesuai deskripsi aslinya, dapat dilepas tanpa melalui uji adaptasi
atau uji observasi dengan tetap mengikuti ketentuan pelepasan
varietas. Tanaman PRG harus mempunyai data bukti kesesuaian
deskripsi asli melalui uji petak pembanding. Petak pembanding
249
yaitu varietas asli yang dijadikan pembanding untuk melihat
kesamaan deskripsi dari tanaman PRG
Tanaman PRG dapat dilepas, apabila dilengkapi bukti
kesesuaian dan sertifikat dan rekomendasi keamanan lingkungan,
keamanan pangan dan/atau keamanan pakan terlebih dahulu.
Varietas lokal dapat dilepas sebagai varietas unggul apabila:
a. merupakan varietas yang sudah ditanam secara luas oleh
masyarakat di suatu wilayah dan mempunyai keunggulan;
b. telah dibudidayakan lebih dari 5 (lima) tahun untuk tanaman
semusim atau 5 (lima) tahun panen untuk tanaman tahunan;
dan
c. merupakan varietas yang telah terdaftar pada Pusat
Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian.
Pemohon sebagai pemulia, penyelenggara pemuliaan atau
pemilik calon varietas baik
perorangan maupun institusi mengajukan permohonan pelepasan
calon varietas yang telah diuji dengan disertai nama dan deskripsi
calon varietas secara tertulis kepada Menteri melalui Ketua BBN
dengan melampirkan dokumen kelengkapan lainnya.
Calon varietas hibrida introduksi yang benihnya dapat
diproduksi di Indonesia, selain
memenuhi di atas, harus dilengkapi surat jaminan dari pengusul;
Surat jaminan berisi pernyataan pemohon bahwa dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak pelepasan, benih hibrida
(F1) akan diproduksi di dalam negeri. Sedang untuk benih padi
hibrida (F1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak
pelepasan benih hibrida akan diproduksi di dalam negeri. BBN
setelah menerima permohonan dalam waktu paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sudah selesai memeriksa kelengkapan
dokumen.
Apabila dalam pemeriksaan dokumen masih ada
kekurangan, Ketua BBN memberitahukan secara tertulis kepada
pemohon untuk melengkapi kekurangan dokumen. Apabila dalam
jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima
250
pemberitahuan dan pemohon belum dapat melengkapi kekurangan
dokumen, permohonan dianggap ditarik kembali.
Dokumen permohonan pelepasan varietas yang telah
lengkap oleh Ketua BBN disampaikan kepada Ketua TP2V. Ketua
TP2V setelah menerima permohonan mengundang pemohon untuk
menyajikan hasil kajian kelayakan calon varietas dalam sidang
TP2V. Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak tanggal pelaksanaan sidang, Ketua TP2V harus
sudah menyampaikan hasil penilaian kelayakan calon varietas
kepada Ketua BBN dan pemohon.
Ketua BBN setelah menerima hasil penilaian dapat :
a. mengusulkan untuk pelepasan;
b. menyarankan perbaikan kepada pemohon untuk melengkapi data
dan informasi;
c. melakukan sidang ulang; atau
d. menolak.
Berdasarkan usulan dari Ketua BBN, Menteri dapat
menerima atau menolak pelepasan calon varietas yang diusulkan.
Calon Varietas yang disetujui pelepasannya diterbitkan dalam
Keputusan Menteri mengenai pelepasan varietas. Calon Varietas
yang ditolak pelepasannya diberitahukan kepada pemohon oleh
Ketua BBN secara tertulis dengan disertai alas an penolakan.
11.5. Pemberian Nama
Calon verietas yang diusulkan oleh Ketua BBN kepada
Menteri harus diberi nama. Penamaan calon varietas yang
diusulkan untuk dilepas harus memenuhi ketentuan:
a. mencerminkan identitas varietas bersangkutan;
b. tidak menimbulkan kerancuan karakteristik, nilai atau identitas
suatu varietas;
c. tidak menggunakan nama varietas yang sudah ada;
d. tidak menggunakan nama orang terkenal, kecuali seijin yang
bersangkutan atau ahli warisnya;
251
e. tidak menggunakan nama alam yaitu sungai, laut, teluk, danau,
waduk, gunung, planet, dan batu mulia;
f. tidak menggunakan nama lambang Negara;
g. tidak menggunakan merek dagang untuk barang dan jasa yang
dihasilkan dari bahan propagasi seperti : benih atau bibit, atau
bahan yang dihasilkan dari varietas lain, jasa tranportasi atau
penyewaan tanaman.
Pemberian nama dengan menggunakan nama Balai
Penelitian, Kebun Percobaan, Perusahaan atau Perorangan boleh
dengan singkatan. Penamaan harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a. jumlah huruf tidak lebih dari 30 (tiga puluh);
b. tidak ditafsirkan sebagai memperbesar nilai sesungguhnya dari
varietas tersebut, misalnya terbaik, paling enak, wangi sekali;
c. tidak menggunakan kata-kata yang dilarang, seperti:
persilangan, hibrida, kelompok, bentuk, mutan, bibit, strain,
varietas, atau bentuk jamak dari kata-kata tersebut seperti:
”yang diperbaiki” atau “yang ditransformasi”;
d. tidak menggunakan tanda baca apapun, seperti titik, titik dua,
koma; dan
e. tidak menggunakan nama jenis atau spesies atau nama botani
untuk penggunaan kata tunggal.
Penggantian nama suatu varietas yang sudah dilepas
diajukan kepada Menteri melalui Ketua BBN dengan disertai
alasannya. Suatu varietas yang diperdagangkan harus tetap
mencantumkan nama varietas sesuai dengan keputusan
pelepasannya. Untuk varietas yang telah terdaftar pada kantor Pusat
Perlindungan Varietas Tanaman, nama yang diusulkan harus sesuai
dengan yang tercantum dalam pendaftaran.
Penamaan varietas untuk tanaman PRG harus ditambahkan
kode PRG (event) Penamaan varietas yang berasal dari varietas
yang telah dilepas harus menggunakan nama varietas yang telah
dilepas dengan ditambahkan kode PRG.
252
11.6. Penarikan Varietas
Varietas yang telah dilepas sebagai varietas unggul, manfaat
dan kelayakannya dievaluasi secara berkala oleh BBN. Varietas
dianggap tidak memberikan manfaat dan/atau tidak memenuhi
kelayakan apabila dapat:
a. menyebarkan organisme pengganggu tumbuhan, hama
dan/atau penyakit baru yang berbahaya; dan/atau
b. menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup,
kesehatan manusia dan/atau kesehatan hewan.
Varietas yang dinilai tidak memberikan manfaat dan/atau
tidak layak oleh Ketua BBN diusulkan kepada Menteri untuk
ditarik dan dikeluarkan dari daftar varietas yang telah dilepas.
Usulan penarikan varietas oleh Ketua BBN, disertai dengan saran
dan pertimbangan.
Varietas tanaman PRG yang terbukti tidak memberikan manfaat
dan/atau tidak layak:
a. Menteri Negara Lingkungan Hidup mengusulkan kepada
Menteri Pertanian untuk mencabut keputusan pelepasan atau
peredaran varietas tanaman PRG.
b. Tindakan pengendalian dan penanggulangan serta penarikan
varietas tanaman PRG dari peredaran dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.
11.7. Tim Penilai Dan Pelepas Varietas (TP2V)
TP2V sebagai perangkat BBN dibentuk dengan Keputusan
Menteri. TP2V mempunyai tugas melakukan penilaian terhadap
usulan pelepasan dan penarikan varietas. Keanggotaan TP2V
paling kurang terdiri atas unsur keahlian/profesional di bidang :
a. pemuliaan tanaman;
b. budidaya;
c. hama dan penyakit;
d. statistik;
253
e. lingkungan;
f. bioteknologi; dan
g. sosial ekonomi
Galur/Hibrida/Mutan yang berasal dari
pemulia/Litbang/Pemerintah / Swasta
↓
Uji Adaptasi /Multilokasi & Observasi
↓
Proposal Usulan Pelepasan Varietas
↓
Analisa Kelayakan Proposal
↓
Sidang Tim Penilai dan Pelepas Varietas
↓
Hasil Sidang TP2V
↓
Evaluasi ulang dipresentasikan kembali
Perbaikan proposal tanpa presentasi
Calon varietas direkomendasikan untuk
dilepas
↓
Laporan Hasil Sidang TP2V kepada Ketua
BBN
↓
Masukan Ketua BBN ke Menteri Pertanian RI
↓
Pelepasan varietas oleh Menteri Pertanian RI
Gambar. 11.1. Skema prosedur pelepasan varietas
254
11.8. Metoda Baku Uji Adaptasi Dan Uji Observasi
Dalam rangka pelepasan suatu varietas unggul perlu
diadakan uji adaptasi bagi tanaman semusim dan atau uji observasi
bagi tanaman tahunan serta tanaman semusim yang dibebaskan dari
uji adaptasi dengan memenuhi kaidah-kaidah statistik. Penilaian
secara objektif dilakukan terhadap hasil pengujian agar diperoleh
hasil yang sebaik-baiknya sebelum dilepas secara resmi kepada
masyarakat. Agar pelaksanaan uji berjalan sesuai dengan harapan,
perlu disusun panduan uji adaptasi/uji observasi sebagai pedoman
dalam pelaksanaannya.
Uji adaptasi dan uji observasi merupakan uji lapang untuk
mengetahui/memperoleh
data keunggulan-keunggulan dan interaksinya terhadap lingkungan
dari calon varietas yang akan dilepas sebagai suatu varietas unggul.
11.8.1 Uji Adaptasi
Bahan pengujian
Materi genetik bahan uji adaptasi adalah benih dari calon varietas
yang akan dilepas. Materi genetik yang akan diuji keunggulannya
dapat berbentuk galur, mutant, hibrida, transgenik, bersari bebas
(OP) yang berasal dari hasil pemuliaan di dalam negeri atau
introduksi.
Metode
1. Lokasi, Musim dan Jumlah Unit
a. Agroekologi;
a) Lokasi uji adaptasi merupakan wilayah agroekologi yang
paling sesuai untuk budidaya jenis tanaman yang
255
bersangkutan dan mewakili karakteristik agroekologi
wilayah sentra produksi komoditas yang bersangkutan;
b) Calon varietas yang akan direkomendasikan untuk
dikembangkan di dataran rendah (< 400 m dpl) dan/atau
medium (400-700 m dpl) dan/atau tinggi (> 700 dpl), uji
adaptasinya dilakukan di 3 (tiga) atau di lokasi tertentu
yang mewakili daerah tersebut;
c) Calon varietas yang akan direkomendasikan untuk
agroekologi spesifik, seperti rumah kaca, screen house,
daerah rawa, daerah bersalinitas tinggi atau keasaman
tinggi, lokasi pengujiannya dibatasi hanya pada agroekologi
spesifik tersebut.
b. Musim dan Jumlah unit
Tabel 1. Jumlah unit dan lama pengamatan Uji Adaptasi (unit).
Komoditas
Total Unit Keterangan
Tanaman Pangan
Di 16 lokasi dalam satu
Padi Sawah
16
musim atau 8 lokasi yang
sama di 2 musim (MK dan
MH)
8 lokasi dalam 1
Padi lading
8
tahun/musim atau 4 lokasi
dalam 2 tahun/musim
Lokasi di rawa/Pasang surut,
Padi rawa/pasang
6
6 lokasi dalam satu
surut
musim/tahun atau 3 lokasi
dalam 2 musim/tahun
16 lokasi di ladang/lahan
Jagung
16
kering dan sawah tadah
hujan dalam 1 musim atau 8
lokasi dalam 2 musim (MH
dan MK) 16 lokasi di
ladang/lahan kering dan
sawah tadah hujan dalam 1
256
musim atau 8 lokasi dalam 2
musim (MH dan MK)
8 lokasi di ladang/lahan
Jagung pulut
8
kering dan sawah tadah
hujan dalam 1 musim atau 4
lokasi dalam 2 musim (MH
dan MK)
8 lokasi dalam 1 musim atau
Sorgum
8
4 lokasi dalam 2 musim
(MH dan MK)
8 lokasi dalam 1 musim atau
Gandum
8
4 lokasi dalam 2 musim
(MH dan MK)
8 lokasi dalam 1 musim atau
Kacang-kacangan
8
4 lokasi dalam 2 musim
dan Ubiubian
(MH dan MK)
Lahan kering, 8 lokasi dalam
Ubi kayu
8
satu musim tanam
Tanaman Perkebunan
Tanaman
3 lokasi dengan agroekologi
6
perkebunan
yang berbeda dalam 2
musim panen/tahun.
Tahunan
Tanaman
3 lokasi dengan agroekologi
6
perkebunan
yang berbeda dalam 2
musim panen/tahun.
Semusim
Keterangan: Penentuan jumlah unit pengujian ditentukan
berdasarkan agroekologi dan musim serta disesuaikan dengan
tujuan pengembangan varietas yang akan dilepas
2. Rancangan Pengujian
a. rancangan percobaan untuk uji adaptasi harus sesuai dengan
kaidah statistik;
b. jumlah uji setiap agroekologi wilayah sasaran pengembangan
harus diwakili paling sedikit oleh 3 (tiga) unit uji adaptasi;
c. jumlah ulangan dan perlakuan harus sesuai dengan kaidah
statistik;
257
d. ukuran petak/plot percobaan disesuaikan dengan jenis
tanaman;
e. varietas pembanding merupakan varietas unggul yang dikenal
masyarakat, yang digunakan sebagai pembanding dalam uji
adaptasi untuk mengetahui keunggulan galur harapan dan/atau
calon varietas yang diuji.
3.Pengamatan
Sifat yang diamati terutama sifat-sifat yang diunggulkan
dan akan digunakan dalam penyusunan deskripsi calon varietas
yang bersangkutan. Sifat yang diamati berbeda-beda antar jenis
tanaman, beberapa sifat penting yang harus diamati dan disajikan
datanya antara lain :
a. Umur tanaman, meliputi umur berbunga, dan umur matang
panen yang optimal;
b. Morfologi tanaman, tergantung pada jenis tanaman sesuai
dengan deskripsi, antara lain;
b.1. tipe tumbuh/tipe batang dan percabangan;
b.2. tinggi tanaman, kecuali bagi tanaman merambat/menjalar;
b.3. batang (bentuk, diameter, percabangan, warna, anakan);
b.4. daun (bentuk, warna, ukuran, tepi, ujung, pangkal, permukaan
atas atau bawah, keadaan bulu, tangkai dan daging daun);
b.5. bunga (warna mahkota, benangsari, putik, jumlah/tandan,
bentuk, rangkaian);
b.6. buah (bentuk, warna, ukuran, rasa, jumlah/pohon, berat/pohon,
berat/buah, kualitas seperti aroma, kadar air, kadar gula, dan
vitamin/mineral,
daya
simpan,
tebal
kulit
buah,
produksi/hektar);
b.7. umbi (bentuk, warna, kualitas seperti kadar air, kadar gula dan
vitamin/mineral, jumlah per rumpun atau per tanaman, aroma,
berat umbi/rumpun, berat/umbi, produksi/hektar);
b.8. polong (bentuk, warna, ukuran/panjang, kedudukan, rasa,
jumlah setiap tanaman, produksi/hektar);
258
b.9. biji (bentuk, warna, bobot 1000 butir biji kering simpan,
kandungan zat, produksi/hektar); dan
b.10 bentuk dan ukuran krop.
c. Tingkat ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan
(OPT) utama dan mutu hasil.
d. Sifat-sifat yang diunggulkan, terutama sifat agronomis yang
memiliki nilai ekonomis, antara lain :
d.1. umur panen;
d.2. daya hasil;
d.3. ketahanan terhadap OPT utama;
d.4. ketahanan terhadap cekaman lingkungan;
d.5. ketahanan terhadap penyimpanan
d.6. toleran benih terhadap kerusakan mekanis
d.7. mutu hasil dan nilai gizi
d.8. kandungan zat-zat tertentu yang bermanfaat.
e. Keseragaman dalam populasi, perbedaan antar varietas serta
keunikan varietas.
4. Analisa Data
Analisa data dilaksanakan sesuai dengan kaidah statistik.
Deskripsi Varietas
Deskripsi varietas disusun sesuai deskripsi varietas
sebagaimana tercantum dalam Pedoman Pelepasan Varietas
Tanaman yang berlaku.
11.8.2. Uji Observasi
Bahan Pengujian
Materi genetik bahan uji observasi antara lain dapat berupa
tanaman, calon pohon induk tunggal (PIT), klon, populasi dari
calon varietas yang akan dilepas.
259
Metode
1. Lokasi
a. Agroekologi
Lokasi uji observasi adalah wilayah agro-ekologi dimana
calon varietas tersebut sudah lama dikembangkan dan
dibudidayakan masyarakat secara luas.
b. Musim dan Jumlah unit
i. Uji observasi mengikuti musim panen sesuai dengan jenis
komoditas masing-masing.
ii. Dibawah ini disajikan ketentuan jumlah unit dan lama
pengamatan untuk uji observasi berdasarkan kelompok
komoditas tanaman.
Tabel 2. Jumlah unit minimum dan lama pengamatan Uji Observasi
(unit)
Komoditas/kelompok
Total unit
Lama Pengamatan
tanaman
(minimum) (minimum)
Padi sawah, padi pasang 2
1 MH & 1 MK
surut, jagung
Padi ladang
2
2 MH
Kacang-kacangan & Umbi- 2
1 MH & 1 MK
umbian
Ubi kayu
2
2 musim panen
Tanaman perkebunan tahunan 1 populasi
2 tahun panen
tanaman
Tanaman
perkebunan 1 populasi
2 musim panen
semusim
tanaman
Tanaman pakan ternak
2 unit
2 musim
iii. Calon varietas yang cocok untuk musim hujan dan musim
kemarau diuji dengan cara observasi pada kedua musim
dimaksud.
260
iv. Calon varietas yang cocok untuk musim kemarau atau musim
hujan hanya diuji dengan cara observasi pada musim yang
bersangkutan, minimal pada 3 (tiga) lokasi berbeda.
2. Rancangan Pengujian
a. Metoda pengambilan contoh
i. Contoh harus mewakili wilayah agro-ekologi dimana calon
varietas tersebut telah lama berkembang.
ii. Jumlah contoh harus mengikuti metoda yang sesuai bagi
masing-masing komoditi.
iii. Pada pertanaman yang telah tersedia datanya diambil
berdasarkan jumlah contoh tanaman/ubinan yang memenuhi
kaidah statistik. Sebagai pembanding dapat digunakan
varietas lain yang telah dilepas atau yang terbaik
dilingkungan tumbuh calon varietas tersebut.
iv. Seleksi dan cara pemurnian varietas
b. Jumlah ulangan dan ukuran petak uji /plot
i. Jumlah ulangan disesuaikan dengan luasan areal
penyebaran mengikuti kaidah statistik.
ii. Ukuran Petak yang dirancang dari awal, untuk tanaman
semusim luas petakan uji minimum 12 meter persegi, sedang
untuk tanaman tahunan minimum 10 pohon atau 10 rumpun.
3. Pengamatan
Pengamatan dikelompokkan menjadi pengamatan utama dan
pengamatan data pendukung:
a. Pengamatan data utama: Meliputi pengamatan data kuantitatif
dan kualitatif tanaman termasuk produksi dan mutu hasil serta
sifat-sifat unggul lainnya, untuk penyusunan deskripsi varietas.
b. Pengamatan data pendukung: Sebagai kelengkapan persyaratan
pelepasan varietas, data pendukung yang perlu disampaikan
meliputi antara lain:
261
a) Luas pengembangan calon varietas
b) Jumlah petani yang menanam dan lamanya pembudidayaan
c) Data produksi dan kontribusinya terhadap pengembangan
wilayah dan kesejahteraan petani setempat
d) Penerimaan petani terhadap calon varietas tersebut.
4. Analisa data
Analisa data dilaksanakan sesuai dengan kaidah statistik
Deskripsi
Deskripsi varietas disusun sesuai deskripsi varietas
sebagaimana tercantum dalam Pedoman Pelepasan Varietas
Tanaman yang berlaku.
1.1. Rangkuman
Calon varietas berupa galur harus melalui serangkaian
pengujian, penilaian dan pelepasan varietas untuk dapat digunakan
secara komersial oleh petani.
1.6.
Latihan
1.
Bagaimana prosedur pelepasan varietas yang berasal dari
introduksi?
2.
Apa tugas dari TP2V?
2.7. Glossarium
Pelepasan
varietas
:
Pengakuan pemerintah terhadap suatu varietas
hasil pemuliaan di dalam negeri dan/atau
introduksi yang dinyatakan dalam keputusan
Menteri Pertanian bahwa varietas tersebut
262
Varietas
tanaman
:
Silsilah
:
Varietas
:
pembanding
Varietas
unggul
:
Varietas
introduksi
Varietas
lokal
:
Varietas
asal
:
Varietas
Turunan
Esensial
:
:
merupakan suatu varietas unggul yang dapat
disebarluaskan
Sekelompok tanaman dari suatu jenis atau
spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman,
pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji,
dan ekspresi karakteristik genotipe atau
kombinasi genotipe yang dapat membedakan
dari jenis atau spesies yang sama oleh
sekurang-kurangnya satu sifat yang
menentukan dan apabila diperbanyak tidak
mengalami perubahan
Asal-usul suatu varietas, yang mencakup induk
persilangan, proses dalam mendapatkannya dan
tahun penemuan atau perolehannya
Varietas unggul yang digunakan sebagai
pembanding dalam uji adaptasi dan observasi
untuk mengetahui keunggulan galur harapan
dan/atau calon varietas yang diuji
varietas yang telah dilepas oleh pemerintah
yang mempunyai kelebihan dalam potensi hasil
dan/atau sifat-sifat lainnya
varietas yang pertama kali dimasukkan dari
luar negeri.
varietas yang telah ada dan dibudidayakan
secara turun temurun
oleh petani, serta menjadi milik masyarakat dan
dikuasai oleh Negara
varietas yang digunakan sebagai bahan dasar
untuk pembuatan Varietas Turunan Esensial
yang meliputi varietas yang mendapat PVT dan
varietas yang tidak mendapat PVT tetapi telah
diberi nama dan didaftar oleh Pemerintah
varietas hasil perakitan dari Varietas Asal
dengan menggunakan seleksi tertentu
sedemikian rupa sehingga varietas tersebut
mempertahankan ekspresi sifat-sifat Esensial
dari Varietas Asalnya tetapi dapat dibedakan
secara jelas dengan Varietas Asalnya dari sifat-
263
Unik
:
Seragam
:
Stabil
:
Pemulia
tanaman
Pemuliaan
Tanaman
:
Uji adaptasi
:
Uji
observasi
:
:
sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu
sendiri
sifat khusus yang dimiliki suatu varietas, yang
dapat dibedakan dengan cirri varietas lainnya,
baik secara morfologi maupun genetik
sifat/karakter yang homogen dalam suatu
varietas, dan berbeda dengan populasi varietas
lain
sifat varietas yang tidak berubah secara genetik
dalam beberapa siklus tanam pada kondisi
sama
orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman
rangkaian kegiatan untuk mempertahankan
kemurnian jenis dan/atau varietas yang sudah
ada atau menghasilkan jenis dan/atau varietas
baru yang lebih baik
kegiatan uji lapang di beberapa agroekologi
bagi tanaman semusim, untuk mengetahui
keunggulan dan interaksi varietas terhadap
lingkungan.
kegiatan uji lapang di beberapa agroekologi
bagi tanaman tahunan, untuk mengetahui sifatsifat unggul dan daya adaptasi varietas
terhadaplingkungan, atau bagi tanaman
semusim yang sudah merupakan varietas lokal
untukpemutihan varietas
:
2.8. Daftar Pustaka
Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 1996. Breeding Field Crops. Edisi
ke-5. Wiley-Blackwell
Mangoendidjojo,W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman.
Kanisius, Yogyakarta
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/Ot.140/10/2011.
Tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan Dan Penarikan
Varietas
Download