PEMULIAAN TANAMAN BAKHTIAR ERITA HAYATI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2015 PEMULIAAN TANAMAN BAKHTIAR ERITA HAYATI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2015 ii DAFTAR ISI BAB Halaman DAFTAR LAMPIRAN Ii DAFTAR GAMBAR Iii DAFTAR TABEL Iv PRAKATA V KATA PENGANTAR Vi I PENDAHULUAN 1 II TAHAPAN PEMULIAAN TANAMAN 15 III SUMBERDAYA GENETIK DALAM 31 PEMULIAAN TANAMAN IV REPRODUKSI TANAMAN 45 V SUMBER KERAGAMAN GENETIK UNTUK PEMULIAAN TANAMAN 77 VI GENETIKA KUANTITATIF DALAM PEMULIAAN TANAMAN 105 VII PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI 123 VIII PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG 164 IX PEMULIAAN TANAMAN MEMBIAK SECARA VEGETATIF 197 X PEMULIAAN TANAMAN UNTUK KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT 212 XI PELEPASAN VARIETAS 242 LAMPIRAN 256 iii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1.1. Ilmu yang berkaitan dengan Pemuliaan Tanaman 2.1. Tahapan Baku Pemuliaan Tanaman 18 2.2. Pemuliaan Tanaman Secara Klasik dan Teknologi Gen 19 3.1. Pusat asal Tanaman menurut Vavilov 36 3.2. Konsep gen pool yang menghunbungkan tanaman budidaya dengan kerabat liarnya 40 4.1. Perbandingan Mitosis dan Meiosis 49 4.2. Struktur Bunga 51 4.3. Siklus Hidup Tanaman dan Pembentukan Kantong embrio dalam ovul dan serbuk sari dalam antera 55 4.4. Sistem self-incompatibility gametofitik 60 4.5. Keturunan dari persilangan dengan menggunakan mandul jantan sistem genik 61 4.6 Beberapa Modifikasi Batang 66 4.7. Tahapan Kultur Jaringan 67 4.8. Diagramatik Aneuploid 93 5.1. Diagramatik Aneuploid 93 5.2. Keturunan Hasil Persilangan Interspesifik 94 5.3. Ilustrasi kemungkinan hasil fusi Protoplasma 100 5.4. Tranformasi menggunakan A. Tumefaciens 102 6.1. Pewarisan Warna Bunga Snapdragon yang memperlihatkan dominan tidak 109 iv 7 Sempurna 6.2. Pewarisan warna kernel gandum oleh tiga gen aditif 111 7.1. Frekwesnsi homozigot dan heterozigot setelah beberapa generasi selfing 127 7.2. Peningkatan frekwensi homozigot dan penurunan frekwensi heterozigot pada tanaman menyerbuk sendiri 128 7.3. Penerapan proses homozigositas pada tanaman menyerbuk sendiri 129 7.4. Berbagai Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk sendiri 132 7.5. Prosedur seleksi massa pada tanaman menyerbuk sendiri 137 7.6. Seleksi Galur murni berdasarkan ukuran biji 138 7.7. Prosedur seleksi galur murni 140 7.8. Seleksi Prosdur Pedigree 148 7.9. Prosedur Seleksi Bulk 150 7.10. Prosedur Seleksi SSD 152 7.11. Prosedur Haploid Ganda 154 7.12. Linkage Drag dengan Pemuliaan Backcross Traditional 155 7.13. Backcros dengan seleksi untuk memperbaiki toleransi IR64 terhadap kekeringan 155 7.14. Prosedur Back Cross 157 8.1. Skematik Seleksi Berulang 177 8.2. Prosedur Seleksi Berulang Fenotipik 178 v 8.3. Prosedur seleksi satu tongkol satu baris 181 8.4. Prosedur Seleksi Berulang Untuk DGU 183 8.5. Prosedur Seleksi Saudara Tiri (Half-sib Selection): Disilangkan ke Tester 186 8.6. Seleksi Saudara Tiri (Half-sib Selection): Disilangkan ke Tester dan Selfing 187 8.7. Seleksi Saudara Kandung (Full-sib Selection) 188 8.8. Seleksi S1 190 8.9. Seleksi Pembentukan varietas sintetik 192 9.1. Prinsip penerapan seleksi klonal setelah hibridisasi 206 9.2 Skema Prosedur Seleksi Klonal 207 10.1. Sistem Backcross untuk memindahkan gen tahan dominan dari donor tahan (RR) ke tetua recurrent (rr) 226 vi DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1. Perbandingan pemuliaan konvensional dan bioteknologi moderen 23 3.1. Pusat asal Tanaman menurut Vavilov 37 3.2. Pusat dan bukan pusat asal beberapa spesies tanaman budidaya yang diusulkan Harlan 39 3.3. Gen Pool I dan Gen Pool II sejumlah tanaman 41 4.1. Contoh tanaman yang memiliki bunga lengkap dan tidak lengkap 52 4.2. Contoh tanaman yang memiliki bunga sempurna dan tidak sempurna 52 4.3. Contoh tanaman monoecious dan dioecious 52 4.4. Reproduksi Vegetatif Secara Alami 64 4.5 Reproduksi Vegetatif secara Buatan 65 4.6 Kelebihan dan kekurangan agamospermy obligat dan fakultatif 68 4.7 Beberapa Istilah dalam Apomiksis 69 5.1. Jenis persilangan yang mungkin dibuat dari sepasang gen 80 5.2. Hubungan antara jumlah pasangan alel yang terlibat dalam sebuah persilangan heterozigot dengan tipe gamet dan keturunan yang dihasilkan 81 5.3. Nisbah fenotipik pada F2 untuk dua gen yang tidak terpaut yang dipengaruhi oleh tingkat dominansi pada setiap lokus dan epistasis antar lokus 83 5.4 Contoh Tanaman Budidaya Poliploid 91 vii 6.1. Ringkasan ratio fenotipik epistasis 113 6.2. Distribusi Chi-Square 114 6.3. Data untuk perhitungan statistik 115 7.1. Perbedaan antara seleksi massa dan seleksi galur murni 141 8.1. Klasifikasi Jagung Tanaman 170 8.2. Metode Pemuliaan yang diterapkan pada tanaman menyerbuk sendiri dan silang 176 10.1. Komponen ketahanan parsial pada dua Varietas padi 218 10.2. Varietas Differensial untuk Penyakit Blas pada Padi 222 10.3 Nomor kode ras dominan berdasarkan pola reaksi terhadap varietas diferensial Indonesia 224 10.4 Pengecekan patogen inang- 227 10.5 Pengelompokan penyakit HDB padi berdasarkan panjang lesio ketahanan terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada fase vegetatif 235 Seleksi terhadap Terarah interaksi viii PRAKATA Penyusunan Buku Ajar ini dilatar belakangi oleh permasalahan dalam proses pembelajaran pada mata kuliah Pemuliaan Tanaman di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala yang terjadi selama ini adalah proses penyampaian materi dan pemahaman materi perkuliahan sangat terbatas sedangkan materi yang harus dipahami sangat banyak. Kondisi tersebut sangat sulit diprediksi sehingga sering membuat target penyampaian materi tidak bisa tercapai. Buku ini disusun terdiri dari 11 bab yang harus diselesaikan dalam satu semester dengan 16 kali pertemuan. Pada bagian akhir setiap bab disajikan latihan soal agar mahasiswa dapat memantapkan mengaplikasikannya dalam memecahkan masalah genetika. Buku ajar ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa menambah ketertarikan dan gairah untuk mempelajari lebih mendalam tentang pemuliaan tanaman. Semoga bermanfaat. ix KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, sampai saat ini Allah masih memberi kesehatan dan kesempatan untuk menyusun Buku Ajar Pemuliaan Tanaman. Penyusunan buku ajar ini didorong karena buku teks Pemuliaan Tanaman yang ditulis dalam bahasa Indonesia sangat terbatas dan kebanyakan mahasiswa Pertanian merasa mata kuliah Pemuliaan Tanaman sangat sulit dipahami. Dalam buku ajar ini diusahakan memberikan pandangan bahwa mata kuliah ini tidaklah sesulit yang dibayangkan. Konsep-konsep Pemuliaan Tanaman yang abstrak akan lebih mudah dimengerti dengan diberikan contoh-contoh percobaan yang nyata. Buku ajar Pemuliaan Tanaman ini khususnya ditujukan untuk mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pemuliaan Tanaman dan sebagai bahan rujukan utama bagi dosen yang mengajar mata kuliah Pemuliaan Tanaman pada Program Studi Agroteknologi serta dapat juga digunakan oleh mahasiswa Pertanian lainnya yang belajar tentang Pemuliaan Tanaman. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuan apa pun sehingga buku ini dapat tersusun seperti sekarang. Secara khusus ucapan terima kasih disampaikan kepada segenap teman sejawat Tim pengampu mata kuliah Pemuliaan Tanaman pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala atas kerjasamanya dalam memanfaatkan buku ajar ini di dalam perkuliahan. Akhirnya kami mengharap supaya buku ajar ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa Pertanian lainnya. Disamping itu kami sangat mengharapkan saran-saran dari semua pihak agar dimasa yang akan datang dapat ditinjau kembali. Banda Aceh 28 September 2015 Penyusun x TUJUAN PEMBELAJARAN PEMULIAAN TANAMAN Memberikan pengetahuan teoritis tentang dasar genetik tanaman, pengertian, tujuan pemuliaan tanaman, tahapan pemuliaan tanaman, cara reproduksi dan konsekuensi genetik, dan keterampilan praktis tentang teknik dan metode perbaikan sifat tanaman, sehingga bermanfaat untuk menilai sifat dan kemampuan tanaman serta merancang program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembangbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai. MANFAAT MATA KULIAH Pengetahuan yang memadai tentang teori dan praktek pemuliaan tanaman merupakan prasyarat dalam mengikuti perkembangan praktek perbaikan tanaman yang sangat cepat. Hasil panen di seluruh dunia tidak statis dan mendorong pemuliaan tanaman untuk yang terus menghasilkan varietas tanaman baru yang tetap produktif pada berbagai kondidi cekaman biotik (hama, penyakit, gulma) dan cekaman abiotik (kekeringan N rendah) pada berbagai agro-ekologi. Oleh karena itu pemulia tanaman masa depan harus memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengembangkan varietas tanaman yang sesuai untuk lingkungan tersebut serta perbaikan tanaman untuk sifat-sifat kualitas (kualitas protein, kandungan minyak, dan lain-lain). Selanjutnya, pemulia tanaman moderen harus memiliki pemahaman yang lebih baik tentang peran bioteknologi sebagai alat yang membantu pemulia tanaman meningkatkan varietas yang ada terutama untuk sifat-sifat yang bersifat kualitatif seperti ketahanan terhadap penyakit dan serangga hama. Pengetahuan teoritis dan praktis yang diperoleh dari kuliah ini ini akan memungkinkan mahasiswa yang berminat untuk melanjutkan pendidikan dalam bidang pemuliaan tanaman ke jenjang yang lebih tinggi xi RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) MATA KULIAH : PEMULIAAN TANAMAN KODE : AGT 023 SKS :3 SEMESTER :V PROGRAM STUDI : AGROTEKNOLOGI DOSEN : STANDAR KOMPETENSI: Peserta kuliah mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembangbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai CAPAIAN PEMBELAJARAN : Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa mampu merancang dan menerapkan metode pemuliaan tanaman secara konvensional dan inkonvensional sesuai jenis, sifat tanaman, kondisi lingkungan dan cara pembiakan tanaman dengan tepat untuk merakit varietas unggul. Mahasiswa nmampu mengemukakan pendapat secara argumentatif, bekerja dalam kelompok, bekerja mandiri dan berpikir logis. MING GU KE 1 KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAP KAN Menjelaskan pengertian pemuliaan tanaman, ilmu yang diperlukan bagi pemulia tanaman dan menghargai peranan pemuliaan tanaman bagi masyarakat BAHAN KAJIAN (MATERI PEMBELAJARAN) Pendahuluan 1. Penjelasan tentang RPS dan Kontrak Kuliah 2. Pengertian Pemuliaan Tanaman 3. Ilmu dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadi pemulia tanaman 4. Peranan Pemuliaan Tanaman bagi Masyarakat BENTUK PEMBELAJARAN Small Group Discussion Cooperative Learning Simulasi Self-Directed Learning Discovery Learning Collaborative Learning Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry 13 KRITERIA PENILAIAN (INDIKATOR) Kontribusi masukan Penjelasan benar dan tepat BOBO T NILAI 6,25% 2 3 Menjelaskan Tahapan Kegiatan prosedur umum Pemuliaan Tanaman program pemuliaan 1. Tahapan pemuliaan tanaman tanaman 2. Tujuan dan prioritas program Pemuliaan Tanaman 3. Identifikasi keragaman genetik 4. Peningkatan keragaman genetik 5. Seleksi 6. Uji Daya Hasil dan Multi Lokasi 7. Pelepasan dan Perlindungan Varietas Mengidentifikasi Sumberdaya Genetik dan memanfaatkan Dalam Pemuliaan SDG untuk Tanaman Small Group Discussion Cooperative Learning Simulasi Self-Directed Learning Discovery Learning Collaborative Learning Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry Kelengkapan dan kebenaran penjelasan kerapian sajian, kemampuan komunikasi 6,25% Small Group Discussion Cooperative Learning Simulasi Kelancaran dan tingkat komunikatif 6,25% 14 1. Pentingnya Sumberdaya Genetik Tanaman 2. Pusat Asal dan Keragaman Tanaman 3. Konsep Gen Pool 4. Lembaga Internasional dan Nasional Mengkoleksi SDG Mengidentifikasi Perkembang Biakan dan menjelaskan Tanaman pengaruh 1. Reproduksi reproduksi Seksual dan tanaman terhadap Aseksual kegiatan pemuliaan 2. Mekanisme penyerbukan sendiri dan silang 3. Male-sterility and self memperbaiki tanaman yang lebih unggul Mempresentasikan makalah yang berkaitan dengan pentingnya SDG bagi pemuliaan tanaman 4-5 Self-Directed Learning sajian Discovery Learning Collaborative Learning Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry Small Group Discussion Kelengkapan Cooperative Learning dan kebenaran Simulasi identifikasi Self-Directed Learning Discovery Learning Collaborative Learning Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry 15 12,5% 6 7 incompatibility 4. Penentuan Cara Reproduksi Tanaman Mengidentifikasi Sumber Keragaman berbagai sumber Genetik dalam jkeragaman genetik Pemuliaan Tanaman yang dapat Rekombinasi gen, dimanfaatkan Variasi Jumlah dalam program Kromosom, pemuliaan tanaman Hibridisasi Interspesifik, Mutasi, variasi somaklonal, fusi protoplas dan transfer gen langsung Memahami, Genetika kuantitatif menjelaskan dan dalam pemuliaan menerapkan tanaman pengetahuan Pewarisan Sifat Small Group Discussion Cooperative Learning Simulasi Self-Directed Learning Discovery Learning Collaborative Learning Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry Kebenaran identifikasi dan kejelasan pemanfaatan 6,25% Small Group Discussion Cooperative Learning Simulasi Self-Directed Learning Kebenaran identifikasi dan perhitungan serta interpretasi 6,25% 16 tentang perilaku genetik sifat kuantitatif dalam pemuliaan tanaman 8-10 Menjelaskan prinsip dan metode dasar pemuliaan yang digunakan pada populasi tanaman menyerbuk sendiri Genetik pada Tanaman, Interaksi gen, aksi gen, frekwensi gen, Pengujian Ratio Genetik, Heritabilitas Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri 1. Dasar genetik tanaman, contoh2 2. Tujuan pemuliaan 3. Evaluasi keragaman genetiki 4. Metode Pemuliaan 5. Introduksi dan seleksi, 6. Persilangan/hibrid isasi, 7. Seleksi hasil Discovery Learning Collaborative Learning Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry Small Group Discussion Cooperative Learning Simulasi Self-Directed Learning Discovery Learning Collaborative Learning Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry 17 data Kebenaran dan 18,75% ketepatan rancangan program pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri 11-13 Menjelaskan prinsip dan metode dasar pemuliaan yang digunakan pada populasi tanaman menyerbuk silang. persilangan, 8. Uji daya hasil 9. Uji adaptasi dan pelepasan varietas 10. Uji BUSS untuk mendapatkan Hak PVT Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Silang 1. Dasar genetik tanaman, contoh2 2. Tujuan pemuliaan 3. Evaluasi keragaman genetik 4. Metode Pemuliaan Pembentukan populasi, 5. Perbaikan populasi, 6. Seleksi, 7. Pembentukan Varietas Hibrida, Small Group Discussion Cooperative Learning Simulasi Self-Directed Learning Discovery Learning Collaborative Learning Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry 18 Kebenaran dan 18,75% ketepatan rancangan program pemuliaan tanaman menyerbuk silang 14 15 komposit, sintetis 8. Uji daya hasil 9. Uji adaptasi dan pelepasan varietas Menjelaskan Pemuliaan Tanaman Small Group Discussion prinsip dan metode Membiak Vegetatif Cooperative Learning dasar pemuliaan Simulasi yang digunakan Self-Directed Learning pada populasi Discovery Learning tanaman membiak Collaborative Learning secara vegetative Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry Menjelaskan Pemuliaan untuk Small Group Discussion prinsip dan metode Ketahanan Terhadap Cooperative Learning dasar pemuliaan Penyakit Simulasi untuk ketahanan Self-Directed Learning terhadap penyakit Discovery Learning Collaborative Learning 19 Kebenaran dan 6,25% ketepatan rancangan program pemuliaan tanaman membiak vegetatif Ketepatan 6,25% penjelasan, keaktifan dalam diskusi 16 Mengetahui cara Pelepasan varietas memeliharan dan mempertahankan bahan pemuliaan dan varietas dan prosedur pelepasan varietas Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry Small Group Discussion Ketepatan Cooperative Learning penjelasan Simulasi Self-Directed Learning Discovery Learning Collaborative Learning Contextual Instruction Project Based Learning Problem Based Learning Inquiry 20 6,25% Pertemuan-pertemuan tersebut menggunakan pendekatan bentuk pembelajaran yang didasarkan kepada student center learning. Bentuk pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut: Metode Pembelajaran Small Group Discussion Simulasi Aktivitas Belajar Mahasiswa Membentuk kelompok (5-10) memilih bahan diskusi mepresentasikan paper dan mendiskusikan di kelas Aktivitas Dosen Membuat rancangan bahan dikusi dan aturan diskusi. Menjadi moderator dan sekaligus mengulas pada setiap akhir sesi diskusi mahasiswa. Mempelajari dan menjalankan suatu peran Merancang situasi/ kegiatan yang mirip yang ditugaskan kepadanya atau dengan yang sesungguhnya, bisa berupa mempraktekan/mencoba berbagai model bermain peran, model komputer, atau (komputer) yang telah disiapkan. berbagai latihan simulasi. Membahas kinerja mahasiswa. Discovery Learning Mencari, mengumpulkan, dan menyusun informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan. Menyediakan data, atau petunjuk (metode) untuk menelusuri suatu pengetahuan yang harus dipelajari oleh mahasiswa. Memeriksa dan memberi ulasan terhadap hasil belajar mandiri mahasiswa Self-Directed Learning Merencanakan kegiatan belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajarnya sendiri. Sebagai fasilitator. Cooperative Learning Membahas dan menyimpulkan masalah/ tugas yang diberikan dosen secara berkelompok Merancang dan dimonitor proses belajar dan hasil belajar kelompok mahasiswa. Bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas Merancang tugas yang bersifat open ended. Collaborative Learning Membuat rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan konsensus kelompoknya sendiri. Contextual Instruction Membahas konsep (teori) kaitannya dengan situasi nyata Melakukan studi lapang/ terjun di dunia 22 Memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa . Menyiapkan suatu masalah/kasus atau bentuk tugas untuk diselesaikan oleh mahasiswa secara kerkelompok Sebagai fasilitator dan motivator. Menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan mengkaitkannya dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, atau kerja profesional, atau manajerial, atau nyata untuk mempelajari kesesuaian teori entrepreneurial. Menyusun tugas untuk studi mahasiswa terjun ke lapangan Project Based Learning Mengerjakan tugas (berupa proyek) yang telah dirancang secara sistematis. Merancang suatu tugas (proyek) yang sistematik agar mahasiswa belajar pengetahuan dan ketrampilan melalui proses Menunjukan kinerja dan mempertanggung pencarian/ penggalian (inquiry), yang jawabkan hasil kerjanya di forum. terstruktur dan kompleks. Merumuskan dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen. Problem Based Belajar dengan menggali/ mencari Learning informasi (inquiry) serta memanfaatkan Inquiry informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual/ yang dirancang oleh dosen . 23 Merancang tugas untuk mencapai kompetensi tertentu Membuat petunjuk(metode) untuk mahasiswa dalam mencari pemecahan masalah yang dipilih oleh mahasiswa sendiri atau yang ditetapkan. Evaluasi 1) Ujian dilakukan secara tertulis dalam bentuk subjektif test (uraian) sebanyak dua kali, yaitu Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). 2) Evaluasi proses pembelajaran dilakukan dengan cara pengamatan aktivitas belajar mahasiswa selama proses pembelajaran meliputi kemampuan menyampaikan ide, partisipasi dalam kelompok, kemampuan kerjasama, sikap menghargai pendapat, keseriusan, sikap kepemimpinan. Penilaian diberikan berdasarkan rubric penilaian yang telah disiapkan sebelumnya. 3) Komponen Penilaian : No 1 2 3 4 5 6 7 Komponen Penilaian Kehadiran Keaktifan di kelas (individu) Tugas Mandiri Tugas Kelompok Praktikum/Lembar Kerja Mahasiswa UTS UAS 4) Konversi nilai angka ke nilai Huruf (Bobot) Nilai Angka ≥ 85 75 -<85 65 -<75 55 -<65 45 -<55 35 - <45 E < 35 Bobot A B+ B C+ ≤C ≤D E Bobot (%) 5 5 15 10 25 20 20 Rubrik untuk Menilai Kemampuan Menulis Makalah Nama Mahasiswa : NIM : Topik Bahasan : Tanggal : GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA Sangat Baik > 81 Ide, jelas, inovatif, dan mampu menyelesaikan masalah dengan cakupan luas Baik 61- 80 Ide yang dikemukakan jelas, mampu menyelesaikan masalah, inovatif, cakupan tidak terlalu luas Cukup 41– 60 Ide yang dikemukakan jelas dan sesuai, namun kurang inovatif Kurang 21–40 Ada ide yang dikemukakan, namun kurang sesuai dengan permasalahan Sangat kurang <20 Tidak ada ide yang jelas untuk menyelesaikan masalah 25 SKOR Rubrik untuk Menilai Kemampuan Membangun Argumen Nama Mahasiswa : NIM : Topik Bahasan : Tanggal : GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA Sangat Baik >81 Argumen logis, inovatif dan dapat mudah diimplementasikan pada dunia nyata Baik 61- 80 Argumen logis, masuk akal, inovatif Cukup 41– 60 Argumen logis, masuk akal, namun kurang inovatif Kurang 21–40 Argumen cukup logis, namun tidak masuk akal Sangat kurang < 20 Argumen tidak masuk akal dan tidak ada hubungan logis 26 SKOR Rubrik Kualitas Makalah Nama Mahasiswa : NIM : Topik Bahasan : Tanggal Penilaian : No Komponen 1 Indikator Bobot (B) Isi karangan Skor (S) 1-5 Relavansi topic 3 dengan substansi tugas 2 Organisasi ide Susunan dan 2 pengungkapan ide 3 Penggunaan Kompleksitas, 2 kosa kata efektivitas kalimat, akurasi penggunaan bahasa 4 Penggunaan Keluasan kosa 2 Tata Bahasa kata, ketepatan penggunaan kata, idiom, bentuk kata 5 Penggunaan Ketepatan 1 Ejaan/Tanda penggunaan tanda baca baca, huruf besar, ejaan 1=sangat kurang, 2=kurang, 3=sedang, 4=baik, 5=baik sekali 27 Total (BX S) Rubrik Deskriptif untuk Menilai Presentasi Lisan Nama Mahasiswa : NIM : Topik Bahasan : Tanggal : Dimensi Patut Dicontoh Organisasi Isi Gaya Presentasi Skor Total Presentasi terorganisasi dengan baik dan menyajikan fakta yang meyakinkan untuk mendukung kesimpulan-kesimpulan. (25-30) Isi akurat dan lengkap. Para pendengar menambah wawasan baru tentang topik tersebut (35-40) Pembicara tenang dan menggunakan intonasi yang tepat, berbicara tanpa bergantung pada catatan, dan berinteraksi secara intensif dengan pendengar. Pembicara selalu kontak mata dengan pendengar (25-30) Memuaskan Di Bawah Harapan Presentasi mempunyai fokus dan menyajikan beberapa bukti yang mendukung kesimpulankesimpulan. (20-24) Secara umum akurat, tetapi tidak lengkap. Para pendengar bisa mempelajari beberapa fakta yang tersirat, tetapi mereka tidak menambah wawasan baru tentang topik tersebut(30-34) Secara umum pembicara tenang, tetapi dengan nada yang datar dan cukup sering bergantung pada catatan. Kadang-kadang kontak mata dengan pendengar diabaikan. (20-24) Tidak ada organisasi yang jelas. Fakta tidak digunakan untuk mendukung pernyataan. (15-19) Isinya tidak akurat atau terlalu umum. Pendengar tidak belajar apapun atau kadang menyesatkan. (25-29) Pembicara cemas dan tidak nyaman, dan membaca berbagai catatan daripada berbicara. Pendengar sering diabaikan. Tidak terjadi kontak mata karena pembicara lebih banyak melihat ke papan tulis atau layar. (15-19) Skor Rubrik Deskriptif Untuk Penilaian Sesama Anggota Tim Nama Mahasiswa : NIM : Topik Bahasan : Tanggal : DEMENSI Luar Biasa Baik Di bawah harapan Kontribusi Pada Tugas Sangat berkontribusi dalam hasil kerja tim. Berkontribusi secara “adil” dalam hasil kerja tim. (25-30) (20-24) Membuat beberapa kontribusi nyata dalam hasil kerja tim. (15-19) Secara rutin melakukan kepemimpinan yang baik. Menerima ”pembagian yang adil” dari tanggung jawab kepemimpinan . (30-34) Jarang atau tidak pernah berlatih tentang memimpin. Menghargai pendapat orang lain dan berkontribusi dalam diskusi kelompok. Tidak berkontribusi pada diskusi kelompok atau sering gagal berpartisipasi .(15-19) Kepemimpin an (35-40) Kolaborasi Skor Total Menghargai pendapat orang lain dan berkontribusi besar dalam diskusi kelompok. (25-30) (20-24) (25-29) Skor Rubrik untuk Penilaian Keaktifan dalam diskusi Nama Mahasiswa : NIM : Topik observasi : Aktivitas mahasiswa dalam kegiatan diskusi kelompok Tempat observasi : Waktu observasi : No Indikator yang diobservasi Skala Penilaian (S) 1 Bobot Total (B) (SxB) 2 3 4 5 1 Bertanya 25% 2 Menjawab pertanyaan 25% 3 Mengemukakan pendapat 25% 4 Menghargai pendapat 25% Jumlah Total 100% 1=sangat kurang, 2=kurang, 3=sedang, 4=baik, 5=baik sekali xxx Rubrik untuk Penilaian Diri Nama Mahasiswa : NIM : Anggota kelompok : Kegiatan kelompok : Tanggal Penilaian : Untuk pertanyaan 1 sampai dengan 5 tulis masing-masing huruf sesuai dengan pendapat anda!. (A) = selalu; (B) = jarang; (C) = jarang sekali; (D) = tidak pernah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bobot Indikator Selama diskusi saya memberikan saran kepada kelompok untuk didiskusikan Ketika kami berdiskusi, setiap anggota memberikan masukan untuk didiskusikan Semua anggota kelompok semestinya melakukan sesuatu dalam kegiatan kelompok Setiap anggota kelompok mengerjakan kegiatannya sendiri dalam kegiatan kelompok Selama kegiatan kelompok, saya mendengarkan Selama kegiatan kelompok, saya mengendalikan kelompok Selama kegiatan kelompok, saya bertanya Selama kegiatan kelompok, saya menganggu kelompok Selama kegiatan kelompok, saya merancang gagasan Selama kegiatan kelompok, saya tidur 11. Selama kegiatan kelompok, tugas apa yang anda lakukan? ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ………………………………….………………………………...… xxxi Rubrik untuk Penilaian Substansi Laporan Praktikum Nama Mahasiswa : NIM : Topik Bahasan : Tanggal Penilaian : No Uraian substansi Skala Penilaian 1 2 3 4 5 Bo bot 1 Langkah analisis diikuti secara sistimatis 5 2 Rumusan hipotesis 10 3 Penyusunan table kerja 10 4 Kecermatan perhitungan dalam penyusunan table kerja 20 5 Langkah-langkah dan kecermatan perhitungan dalam substansi data 25 6 Uji signifikansi 15 7 Menarik simpulan analisis 10 8 Kecermatan penggunaan simbul statistic 5 Total 1=sangat kurang, 2=kurang, 3=sedang, 4=baik, 5=baik sekali xxxii Total Tugas-tugas Tugas Kelompok : Biologi Penyerbukan dan Hibridisasi 1. Dalam satu kelompok terdiri atas dua oaring mahasiswa. Mahasiswa memilih salah satu spesies tanaman. 2. Pertama, setiap mahasiswa dalam kelompok tersebut bekerja secara mandiri untuk menulis laporannya tentang pusat asal dan keragaman, biologi penyerbukan secara alami, dan metode hibridisasi buatan untuk tanaman yang dipilihnya. Laporan ini dikumpulkan pada hari kuliah, minggu ke dua perkulihan sebelum kuliah dimulai. 3. Kedua, setiap kelompok menyiapkan presentasi oral untuk dipresentasikan selama 15 menit terhadap tugasnya pada sesi pada minggu ke tiga perkuliahan. Presentasinya termasuk bahan yang sudah dituliskan/dikumpulkan dan disertai dengan pengembangan metode pemuliaan untuk memecahkan masalah tertentu dari tanaman yang dipilihnya. Kedua mahasiswa dalam satu kelompok bertanggung jawab secara bersama-sama dalam presentasi oral. xxxiii Tugas Mandiri: Merancang program Pemuliaan tanaman (menyerbuk sendiri, silang, vegetatif) Ukuran huruf 12 time new roman , 1.5 spasi, 5-7 halaman. 1. Pendahuluan (Merancang tujuan pemuliaan tanaman yang dipilih : menguraikan tipe kultivar, perkiraan preferensi petani/konsumen terhadap tanaman yang akan dimuliakan serta tujuan dan target pemuliaannya) ½ - 1 halaman. 2. Upaya menciptakan variasi dan menyeleksi karakteristik yang diinginkan (menguraikan ketersediaan plasma nutfah yang ada, upaya /metode menciptakan variasi yang diinginkan (persilangan, seleksi, introduksi, bioteknologi) sesuai tujuan & target pemuliaan sehingga diperoleh kultivar/galur/klon harapan) 1- 2 halaman. 3. Pengujian (menguraikan secara singkat proses pengujian genotipe-genotipe harapan dilakukan) 1-2 halaman. 4. Proses adopsi dan penyebaran kultivar (menguraikan langkah-langkah secara sederhana dalam melakukan upaya adopsi dan penyebaran varietas baru, misal melalui demplot, penyuluhan ke kelompok tani dll). 1 halaman. 5. Kesimpulan .½ halaman. 6. Pustaka (paper/text book, bukan blog, dll ) 1 halaman xxxiv Tugas 3. Surat Dari Petani Kepada Yth : Mahasiswa pada Kuliah Pemuliaan Tanaman Program Studi Agroteknologi Unsyiah Dari : Kelompok Tani Sangat Laku Perihal : Permintaan bantuan Assalamualaikum wr wb. Dengan hormat, Perkenalkan, kami petani padi yang tergabung dalam kelompok tani Sangat Laku, Gampong Murah, Kecamatan Meriah, Kabupaten Bahagia, Propinsi Kaya Raya. Kami menanam dua varietas padi. Satu varietas, Type A, memiliki beras berwana merah dan tumbuh baik pada berbagai kondisi musim tanam, baik pada tanam musim kemarau maupun pada musim hujan.Varietas satu lagi, Type B, memiliki beras berwarna putih, tetapi pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh musim tanam. Kami ingin menanam padi varietas tipe A lebih banyak tetapi beras yang dihasilkan berwarna putih, karena komsumen di Aceh lebih menyukai beras putih dibandingkan beras merah. Kami tidak mengetahui genotipe dari padi tipe A ataupun tipe B. Kami juga tidak mengetahui warna yang mana yang dominan dan mana yang resesif. Kami harap anda dapat membantu kami dalam dua hal, yaitu memproduksi padi hibrida dengan beras putih dari padi beras merah dan memproduksi padi hibrida yang pertumbuhannya baik pada berbagai kondidi musim tanam. Kami mengharapkan rekomendasi dari anda kepada kami bagaimana cara memproduksi padi hibrida beras putih dari padi beras merah, selanjutnya kami dapat menanam benih baru di lapangan untuk melihat hibrida yang mana yang tumbuh baik pada berbagai kondidi musim tanam. Kami sangat mengharapkan rekomendasi dari anda semua tentang bagaimana cara mengkombinasikan kedua varietas padi tersebut. Kami sangat senang dan banggga untuk dapat melakukannya percobaan lapangan sesuai dengan rekomendasi anda. Kami mohon rekomendasi anda dititipkan ke Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Unsyiah untuk dapat diteruskan kepada kami pada saat tim dari Lab tertebut berkunjung ke tempat kami pada tanggal 13 Desember 2015. Demikian atas bantuan semuanya kami ucapkan terimakasih. Wassalam Hormat kami Ketua Kelompok Tani, (Bukan Saya ) xxxv 1 BAB I PENDAHULUAN Pengantar Kebutuhan bahan pangan, pakan, serat, dan biofuel terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia, oleh kerena itu perlu peningkatan produksi. Varietas unggul merupakan faktor utama yang menentukan tingginya produksi yang diperoleh bila persyaratan lain dipenuhi. Varietas unggul dapat diperoleh melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang pengertian pemuliaan tanaman, ilmu dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadi pemulia tanaman dan sumbangan pemuliaan tanaman bagi masyarakat. 2 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 10 menit Langkah 2 80 menit Langkah 3 10 menit Aktivitas Pembukaan 1. Dosen memperkenalkan diri selanjutnya menjelaskan Rencana Pembelajasan Semester (RPS) berupa isi Mata Kuliah dalam Silabus selama satu semester dan kontrak perkuliaahan (KP) 2. Mahasiswa mencermati isi KP, mendiskusikan atau menyetujui dan menandatangani KP. 3. Memotivasi mahasiswa untuk bersemangat belajar Penyajian 1. Dosen menanyakan apa yang diketahui oleh mahasiswa tentang pengertian pemuliaan tanaman 2. Mahasiswa menjawab pertanyaan sesuai dengan apa yang mereka ketahui 3. Dosen menjelaskan pengertian pemuliaan tanaman 4. Dosen menjelaskan ilmu dan disiplin terkait dengan pemuliaan tanaman 5. Dosen menjelaskan peranan pemuliaan tanaman dalam masyarakat 6. Dosen memandu refeksi 7. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi, mencatat materi diskusi Penutup 1. Merangkum uraian matakuliah yang telah disampaikan/diskusi 2. Mahasiswa menyimak, mengajukan pendapat,bertanya atau menjawab dan mencatat 3. Mahasiswa diberi tugas selama satu minggu 3 untuk membuat tulisan yang menjelaskan tentang pemuliaan tanaman sebagai seni dan ilmu, peranan pemuliaan dalam masyarakat, dan pengaruh pemuliaan dalam peningkatan hasil tanaman, 4 1.1. Pengertian Pemuliaan Tanaman Kebutuhan bahan pangan, pakan, serat, dan biofuel terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia. Pembukaan lahan pertanian baru semakin sulit, perubahan pola cuaca, dan penurunan kuantitas dan kualitas air yang tersedia untuk produksi tanaman pertanian. Hal ini menjadi tantangan yang sangat besar bagi manusia. Di Indonesia, untuk mencukupi kebutuhan, khususnya bahan pangan, pengembangan tanaman pangan dilakukan secara ekstensif dan intensif. Pengembangan tanaman secara ekstensif bertujuan untuk meningkatkan produksi dengan cara memperluas areal pertanaman, sedangkan pengembangan tanaman secara intensif bertujuan untuk meningkatkan produksi dengan cara menaikkan produksi per satuan luas lahan. Pengembangan tanaman secara intensif umumnya dilakukan di daerah-daerah yang berpenduduk padat. Sejak tahun 1950-an, peningkatan produksi bahan pangan sudah merupakan program utama. Intensifikasi dilakukan melalui program Bimas SSBM (Bimbingan Massal Swasembada Bahan Makanan) yang dikenal dengan paket Panca Usaha Tani, yaitu: (1) perbaikan cara bercocok tanam, (2) penggunaan varietas unggul; 3) pemakaian pupuk dengan dosis dan waktu yang tepat, 4) pengendalian hama dan penyakit, dan 5) pengelolaan pengairan. Varietas unggul merupakan faktor utama yang menentukan tingginya produksi yang diperoleh bila persyaratan lain dipenuhi. Varietas unggul dapat diperoleh melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Suatu varietas unggul tidak selamanya akan menunjukkan keunggulannya, tetapi makin lama produksi akan makin menurun tergantung pada komposis genetiknya (Mangoendidjojo, 2003). Pemuliaan tanaman berasal dari kata “mulia” dan "tanaman", mulia yang berarti terpuji. Pemuliaan tanaman adalah usaha atau kegiatan untuk menjadikan tanaman menjadi mulia melalui sifat genetik (gen). Dengan demikian, pemuliaan tanaman 5 adalah kegiatan mengubah susunan genetik (sifat) tanaman agar diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi bagi manusia. Pemuliaan tanaman sebelumnya dikenal dengan nama ilmu seleksi karena dalam pelaksanaannya dilakukan pemilihan terhadap tanaman yang diinginkan, baik secara individu maupun kelompok. Kegiatan seleksi ini telah dipraktikkan oleh manusia zaman dulu ketika manusia hidup berpindah-pindah, manusia mulai memilih berbagai tanaman di alam yang dapat dijadikan sebagai makanan, obat-obatan dan keperluan ritual lainnya. Setelah manusia mulai hidup menetap, manusia mulai mendomestikasikan tanaman yang tumbuh di alam secara liar untuk dijadikan tanaman budidaya. Pada saat itu, manusia melakukan seleksi untuk mencari bahan tanaman, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana, karena tidak didasari pada pengetahuan tentang pemindahan sifat dari tetua ke keturunannya. Sampai sekarangpun praktik seleksi tersebut masih dilaksanakan oleh petani, dengan cara memilih tanaman yang memiliki penampilan bagus disisakan dari kebun atau sawah. Pemanenannya tidak disatukan dengan tanaman yang akan dipergunakan untuk konsumsi atau untuk dijual tetapi dipanen secara terpisah untuk dijadikan sebagai calon benih atau bibit untuk musim tanam berikutnya, sehingga seleksi dianggap sebagai pemuliaan tanaman. Praktik seleksi tanaman mulai lebih terarah, ketika dikenalnya ilmu genetika. Pada saat itu mulai dikenal gen sebagai unit dasar pewarisan karakter-karakter pada tanaman, prilaku kromosom sebagai tempat terletaknya gen pada saat pembelahan sel, pengetahuan struktur DNA (deoxyribonucleic acid) sebagai penyimpan informasi genetik dan aksinya dalam mengendalikan karakter-karakter tanaman telah memberikan landasan bagi manusia untuk memanipulasi gen dan memperbaiki tanaman secara lebih sistematis dan terarah. 6 Untuk menetapkan suatu calon varietas lebih baik dari varietas yang telah ada diperlukanya evaluasi tanaman yang sedang dimuliakan di lapangan. Pengetahuan perancangan percobaan dalam menyusun tata letak unit percobaan di lapangan diperlukan pengetahuan statistika yang memadai. Analisis stasistika akan memberikan memudahkan dalam menangani genetika kuantitatif dan penggunaannya dalam pemuliaan untuk memperbaiki penampilan tanaman sehingga lebih unggul dari sebelumnya. Pemuliaan tanaman dikenal sebagai seni dan ilmu mengubah susunan genetik dari tanaman agar lebih bermanfaat bagi manusia. Perubahan yang dilakukan pada tanaman permanen dan diwariskan. Dalam bahasa Inggris disebut ”Plant Breeding” sinonim dengan ”Plant Improvement”. Profesional yang melakukan kegiatan pemuliaan tanaman disebut dengan pemulia tanaman. Plant breeding is the art and science of changing and improving the heredity of plants (Poehlman and Sleper,1996). Pesatnya permintaan akan varietas unggul baru, mendorong perusahaan swasta untuk turut serta dalam bisnis penyediaan benih varietas unggul. Perusahaan tersebut memerlukan tenaga pemulia tanaman, lahan, modal dan lainnya untuk merakit dan memproduksi dan memasarkan varietas unggul. Konsekwensinya, pemuliaan tanaman juga merupakan bagian dari bisnis, sehingga menurut Bernardo (2010) pemuliaan tanaman adalah seni, ilmu dan bisnis dalam memperbaiki susunan genetik tanaman secara logis agar lebih bermanfaat bagi manusia. Seni termasuk kecerdasan dan ketajaman dalam pengamatan, intuisi dan membuat keputusan. Seni (art) dalam pemuliaan tanaman terletak pada kemampuan pemulia untuk mengamati karakteristik atau penampilan tanaman secara visual dan memilihnya untuk dijadikan sebagai bahan pemuliaan ataupun untuk dijadikan sebagai varietas baru sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Ilmu (science) yang mempelajari tentang perubahan susunan genetik (sifat) tanaman sehingga diperoleh tanaman baru yang bermanfaat bagi manusia. Ilmu dalam pemuliaan tanaman 7 berdasarkan genetika yang mempelajari tentang gen dan pewarisannya, disamping itu diperlukan juga ilmu-lmu yang berkaitan dengan tanaman (anatomi, fisiologi, biokimia, ilmu tanah, entomologi, fitopatologi, dan biologi molekuler serta statistika) agar dapat menjadi pemulia yang sukses. Bisnis dalam pemuliaan tanaman terletak pada manajemen sumberdaya (keuangan, manusia, lahan dan waktu) dalam usaha memaksimumkan penerimaan/pendapatan. 1.2. Ilmu yang berkaitan dengan Pemuliaan Tanaman Pemuliaan tanaman bertujuan memperbaiki sifat mewaris dari tanaman yang bernilai ekonomi agar lebih bermanfaat bagi manusia. Pemulia tanaman harus membekali diri dengan beberapa disiplin ilmu pengetahuan untuk mengembangkan varietas unggul dengan sukses dan diterima sebagai tanaman komersial oleh masyarakat. Ilmu yang berkaitan dengan pemuliaan tanaman termasuk ilmu tanaman yang mencakup mekanisme reproduksi tanaman, genetika tanaman, anatomi tanaman, biokimia dan fisiologi tanaman, teknik budidaya tanaman (Agronomi), ilmu hama dan penyakit tanaman, serta ilmu-ilmu lainnya seperti biologi molekuler, bioteknologi, statistika dan komputer (Gambar 1. 1). AGRONOMI BIOKIMIA TUMBUHAN FISIOLOGI TUMBUHAN PENYAKIT TUMBUHAN PEMULIAAN TANAMAN HAMA TUMBUHAN STATISTIKA KOMPUTER BOTANI GENETIKA BIOTEKNOLOGI Gambar 1.1. Ilmu yang berkaitan dengan Pemuliaan Tanaman 8 Genetika sangat diperlukan oleh pemulia tanaman dalam mempelajari pewarisan sifat tanaman. Informasi tentang faktor yang bertanggung jawab terhadap ekspresi dan pemindahan sifat adalah gen. Perlu diketahui jumlah, lokasi, struktur dan cara ekspresi dan pemindahan gen agar dapat ditetapkan pendekatan pemuliaan yang tepat untuk mengembangkan tanaman dengan kombinasi sifat yang diinginkan. Adanya keragaman genetik merupakan syarat utama agar seleksi buatan menjadi efektif. Oleh karena itu pemulia harus mampu memilah keragaman akibat genetik dan keragaman akibat lingkungan dari sifat tanaman yang sedang dipelajari. Sampai saat ini ini pemuliaan tanaman tetap menggunakan prinsip-prinsip genetika dan mencari terobosan baru melalui teknologi yang baru yang dikenal dengan istilah bioteknologi. Botani mempelajari anatomi, morfologi, sistem reproduksi, dan taksonomi tanaman. Pengamatan karakter secara anatomi dan morfologi akan membantu dalam karakterisasi dan deskripsi dari tipe tanaman yang berbeda. Pengetahuan tentang sistem dan mekanisme reproduksi tanaman sangat penting untuk menghasilkan kombinasi baru melalui persilangan terkendali dan efisiensi penyerbukan. Taksonomi mempelajari hubungan kekerabatan dari tanaman yang akan disilangkan. Dalam pemuliaan tanaman, usaha untuk memperoleh suatu varietas unggul yang berdaya hasil tinggi diperlukan pengetahuan tentang sistem fisiologi tanaman untuk menentukan tipe tanaman ideal. Sebagai contoh, tanaman padi yang respon terhadap pemupukan dengan dosis tinggi biasanya mempunyai daun yang berwarna lebih hijau gelap dan daun bendera yang tegak, berbatang pendek. Pengetahuan tentang respon tanaman terhadap berbagai cekaman biotik dan abiotik sangat diperlukan untuk merakit tanaman yang tahan melalui mekanisme pertahanan tanaman yang tepat untuk menghadapi cekaman tersebut. Dalam pengembangan varietas baru dengan kualitas nutrisi yang lebih baik, diperlukan pengetahuan komposisi kimia, nilai gizi 9 dan cara menganalisisnya agar pelaksanaan seleksi menjadi tepat. Pengetahuan biokimia juga sangat penting dalam mengidentifikasi, mengisolasi, mengkarakterisasi dan memanipulasi DNA pada tingkat molekuler yang merupakan bagian dari pemuliaan secara molekuler. Pemulia tanaman harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan tentang persyaratan pengelolaan tanaman yang optimum agar pembudidayaan tanaman menjadi berhasil dengan baik. Pengetahuan agronomi dalam budidaya tanaman sangat diperlukan agar terjamin kecukupan keragaman fenotipik untuk seleksi dan untuk memaksimumkan potensi genetik tanaman. Patogen tanaman perlu diperhatikan secara terkendali dalam bahan pemuliaan dan juga untuk mengoptimumkan keragaan varietas baru. Pemulia tanaman harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang keragaman dan struktur populasi pathogen, cara penyebaran, tipe kerusakan dan kondisi lingkungan untuk seleksi buatan. Tipe ketahanan pada inang dalam melawan pathogen dan sifat tertentu yang berkaitan dengan ketahanan inang sangat diperlukan dalam mengembangkan varietas tahan terhadap penyakit. Entomologi membantu pemulia tentang cara melindungi tanaman dari serangan hama yang merusak tanaman. Dalam pengembangan varietas tahan hama diperlukan pengetahuan tentang siklus hidup serangga, tipe kerusakan yang ditimbulkan, keragaman serangga hama dalam populasi, prilaku hama dalam menyerang tanaman, perbanyakan hama secara buatan dan penciptaan lingkungan yang sesuai bagi hama dalam kegiatan seleksi tanaman tahan hama. Pemulia tanaman memerlukan pengetahuan statistic untuk pengumpulan data, analisis dan interpretasi data serta evaluasi sifat tanaman dalam percobaan pemuliaan, demikian juga diperlukan untuk menentukan apakah suatu sifat lebih banyak dikendalikan oleh faktor keturunan atau lingkungan. Penanganan data yang 10 banyak secara manual sangatlah merepotkan, untuk itu diperlukan penanganan dengan menggunakan computer. 1.3. Sumbangan Pemuliaan Tanaman bagi Masyarakat Peran nyata dari pemuliaan tanaman adalah menghasilkan varietas unggul baru baik varietas inbrida, hibrida, bersari bebas, maupun klon. Varietas unggul ialah varietas yang unggul dibandingkan dengan varietas yang sudah ada. Sifat-sifat unggul secara umum adalah produksi tinggi, daya adaptasi luas, berumur genjah, tahan terhadap cekaman lingkungan baik biotic seperti hama dan penyakit maupun abiotik seperti kekeringan, salinitas dan lainnya, responsive terhadap pemukukan dan berkualitas baik, mempunyai sifat agronomi yang disukai produsen, memberikan kepastian hasil. Varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi akan meningkatkan produksi tanaman pertanian, yang akhirnya dapat ketahanan dan keamanan pangan serta memenuhi kebutuhan manusia lainnya. Varietas unggul yang memiliki daya adaptasi luas dapat meningkatkan perluasan areal produksi. Varietas unggul berumur genjah akan memungkinkan panen lebih cepat sehingg terjadi efisiensi penggunaan lahan dan peningkatan indek pertanaman. Varietas tahan terhadap hama dan penyakit, akan membantu pelaku usaha tani menghindari kerugian besar akibat serangan hama dan penyakit. Varietas unggul yang memiliki respon pemupukan dan berbatang pendek telah meningkatkan hasil tanaman berlipat ganda pada era revolusi hijau dan sesuai untuk dipanen dengan mesin. Varietas unggul yang dihasilkan pemulia memiliki kualitas hasil tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat yang makin maju. Misalnya jagung OPM yang memiliki kandungan protein tinggi terutaman lisin, beras yang mengandung vitamin A, semangka (tanpa biji, rasa manis, warna daging buah menarik), durian bangkok (daging buah tebal, aroma tidak terlalu tajam, rasa anak dan manis). 11 1.4. Pengaruh pemuliaan tanaman yang tidak diharapkan Pemuliaan tanaman masih menjadi salah satu tumpuan dalam usaha penyediaan pangan dunia, meskipun demikian ada beberapa pengaruh dari program pemuliaan tanaman yang tidak diharapkan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah berkurangya keragaman, dasar genetik sempit, bahaya keseragaman, munculnya kombinasi-kombinasi sifat yang tidak diinginkan, serta peningkatan kerentanan terhadap hama dan penyakit, dan penguasaan plasma nutfah. Varietas unggul moderen lebih seragam dibandingkan varietas lokal. sehingga pemuliaan tanaman menurunkan keragaman tanaman. Varietas seragam lebih rentan terhadap ras baru dari patogen dibandingkan varietas lokal yang memiliki keragaman genetik yang tinggi. Akibat fokus pada peningkatan produksi dan mutu hasil, sebagian kecil variasi genetik mendominasi pertanaman. Seleksi yang dilakukan dalam program pemuliaan tanaman mengakibatkan sempitnya keragaman genetik tanaman yang dibudidayakan. Keadaan diperparah dengan sedikitnya pilihan varietas yang ditanam petani karena tuntutan konsumen akan keseragaman produk. Tanaman menjadi mudah terserang hama dan penyakit, karena organisme pengganggu lebih tinggi plastisitas fenotipiknya daripada tanaman budidaya. Beberapa wabah besar telah terjadi akibat hal ini, seperti penyakit hawar pada kentang, hawar jagung dan tungro pada padi melalui vektor wereng coklat. Sempitnya latar belakang genetik juga akan menyebabkan stagnasi dalam program pemuliaan. Untuk mengatasi hal ini, program pemuliaan modern memasukkan persilangan dengan kerabat jauh atau bahkan spesies yang berbeda untuk memperluas variabilitas. Selain itu, persyaratan kestabilan penampilan untuk sejumlah spesies tanaman diperlunak sehingga kultivar yang bersifat spesifik lokasi juga dapat disetujui untuk dilepaskan. 12 Varietas seragam memiliki dasar genetik sempit. Varietas tersebut umumnya memiliki kemampuan beradaptasi yang buruk. Sebagian besar varietas unggul memiliki tetua asal yang sama yang dapat menyebabkan bahaya keseragaman. Kadang-kadang, pemuliaan tanaman mengarah ke kombinasi yang tidak diinginkan. Contohnya tanaman yang memiliki kombinasi yang tidak diinginkan dari karakter Raphanobrassica dan Pomato. Akibat penekanan pada pemuliaan untuk ketahanan terhadap penyakit utama dan hama serangga sering mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap penyakit dan hama minor. Kebanyakan varietas tanaman masa kini dihasilkan oleh sebagian kecil perusahaan benih, beberapa di antaranya bermodal kuat, transnasional, dan menguasai teknologi tinggi. Masyarakat adat, yang sebelum terjadi industrialisasi pertanian menguasai benih berangsur-angsur terdesak perannya dan petani lambat-laun tergantung pada pasokan benih dari industri benih. Hal ini dipandang tidak adil oleh anggota gerakan anti-globalisasi. Keadaan ini sedikit banyak merupakan akibat dari Revolusi Hijau, yang berfokus pada peningkatan hasil, dan pemberlakuan prinsip Perlindungan Varietas (Hak Cipta Pemulia Tanaman). Salah satu pemecahan yang ditawarkan adalah menggunakan konsep pemuliaan tanaman partisipatif (participatory plant breeding). Melalui cara ini, plasma nutfah tetap dikuasai oleh masyarakat pemilik plasma nutfah, tetapi industri benih juga mendapat keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetik ini. 1.5. Rangkuman Varietas unggul merupakan faktor utama yang menentukan tingginya produksi yang diperoleh bila persyaratan lain dipenuhi. Varietas unggul dapat diperoleh melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman adalah seni, ilmu dan bisnis dalam 13 memperbaiki susunan genetik tanaman secara logis agar lebih bermanfaat bagi manusia. Profesional yang melakukan kegiatan pemuliaan tanaman disebut dengan pemulia tanaman. Untuk menjadi pemulia yang sukses, perlu dibekali dengan ilmu tanaman yang mencakup mekanisme reproduksi tanaman, genetika tanaman, anatomi tanaman, biokimia dan fisiologi tanaman, agronomi, ilmu hama dan penyakit tanaman, serta ilmu-ilmu lainnya seperti biologi molekuler, bioteknologi, statistika dan computer. Varietas yang dihasilkan pemulia memiliki berbagai keunggulan sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman pertanian, menjaga ketahanan dan keamanan pangan serta memenuhi kebutuhan manusia lainnya. Kegiatan pemuliaan tanaman akan menyebabkan berkurangya keragaman genetik, munculnya kombinasi-kombinasi sifat yang tidak diinginkan, serta peningkatan kerentanan terhadap hama dan penyakit, dan penguasaan plasma nutfah. 1.6. Latihan 2. Bagaimana membedakan antara pemuliaan tanaman sebagai seni dan sebagai ilmu? 3. Apa perbedaan antara seleksi artificial dan seleksi alam? 4. Apa saja peranan pemuliaan tanaman dalam kehidupan seharihari? 1.7. Glossarium Genetika : Gen : Klon : Ilmu yang mempelajari tentang gen dan pewarisannya dan keragamannya suatu unit keturunan berupa segmen tertentu dari molekul DNA yang umumnya terletak dalam kromosom dan memperlihatkan ekspresinya berupa penampakan fisik (fenotipe) Varietas tanaman yang diperoleh dengan cara 14 Varietas : pembiakan vegetatif sekelompok/populasi tanaman yang mempunyai sifat-sifat khusus, serupa,stabil dan dapat dibedakan dengan kelompok/populasi lain dalam spesies/jenis yang sama 1.8. Daftar Pustaka Bernardo, R. 2010. Breeding for Quantitative Traits in Plants, 2nd edition. Stemma Press Woodbury, Minnesota Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 1996. Breeding Field Crops. Edisi ke-5. Wiley-Blackwell Mangoendidjojo,W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta 15 BAB II TAHAPAN PEMULIAAN TANAMAN Pengantar Pemuliaan tanaman merupakan panduan antara seni dan ilmu an bisnis dalam memperbaiki susunan genetik tanaman agar lebih sesuai dengan permintaan dan kebutuhan manusia. Tujuan akhir setiap program pemuliaan tanaman adalah menghasilkan sifat-sifat yang lebih baik dalam hal sifat-sifat tertentu. Untuk mengahasilkan varietas unggul baru, pemulia perlu mengetahui tahapan kegiatan pemuliaan baku agar pekerjaan pemuliaan tanaman dapat mencapai sasaran. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang aktifitas dan strategi pemuliaan tanaman, tahapan baku pemuliaan tanaman mulai pembentukan penetapan tujuan, pembentukan populasi dasar, seleksi dan pengujian sampai pelepasan varietas. 16 Rencana perkuliahan untuk pertemuan kedua Rencana Aktivitas Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 Pembukaan 1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada 10 menit pertemuan ini. 2. Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran pada pertemuan ini. 3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk bersemangat belajar Langkah 2 Penyajian 1. Dosen menanyakan langkah apa saja yang 80 menit harus dilakukan pemulia untuk menghasailkan varietas unggul baru 2. Mahasiswa menjawab pertanyaan sesuai dengan apa yang mereka ketahui 3. Dosen menjelaskan tahapan baku pemuliaan tanaman 4. Dosen menjelaskan pertimbanganpertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menetapkan tujuan program pemuliaan tanaman 5. Dosen menjelaskan pentingnya sumberdaya genetik dan cara peningkatan keragaman genetik sebagai material bagi pemulia tanaman 6. Dosen menjelaskan proses seleksi, penilaian dan evaluasi material pemuliaan bagi pemulia tanaman. 7. Dosen menjelaskan proses pengujian material pemuliaan dan pelepasan varietas baru. 8. Mahasiswa menyimak, mengajukan pendapat,bertanya atau menjawab dan mencatat materi diskusi. 17 Langkah 3 10 menit 9. Dosen memandu refeksi 10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi. Penutup 1. Merangkum uraian matakuliah yang telah disampaikan/diskusi 2. Mahasiswa diberi tugas selama tiga minggu untuk merancang program pemuliaan tanaman sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Tugas Mandiri: Merancang program Pemuliaan tanaman (menyerbuk sendiri, silang, vegetatif) Ukuran huruf 12 time new roman , 1.5 spasi, 5-7 halaman. Dikumpulkan sebelum perkuliahan minggu ke lima dimulai. 1. Pendahuluan (Merancang tujuan pemuliaan tanaman yang dipilih : menguraikan tipe kultivar, perkiraan preferensi petani/konsumen terhadap tanaman yang akan dimuliakan serta tujuan dan target pemuliaannya) ½ - 1 halaman. 2. Upaya menciptakan variasi dan menyeleksi karakteristik yang diinginkan (menguraikan ketersediaan plasma nutfah yang ada, upaya /metode menciptakan variasi yang diinginkan (persilangan, seleksi, introduksi, bioteknologi) sesuai tujuan & target pemuliaan sehingga diperoleh kultivar/galur/klon harapan) 1- 2 halaman. 3. Pengujian (menguraikan secara singkat proses pengujian genotipe-genotipe harapan dilakukan) 1-2 halaman. 4. Proses adopsi dan penyebaran kultivar (menguraikan langkah-langkah secara sederhana dalam melakukan upaya adopsi dan penyebaran varietas baru, misal melalui demplot, penyuluhan ke kelompok tani dll). 1 halaman. 5. Kesimpulan .½ halaman. 18 2.1. Kegiatan dan Stategi Pemuliaaan Tanaman Kegiatan pemuliaan tanaman dapat dibagi menjadi lima tahapan utama. Pertama, adalah penentuan tujuan program pemuliaan yang jelas. Kedua, penyediaan bahan pemuliaan dengan cara mencari dan mengkoleksi, mengidentifikasi, mengevaluasi sumberdaya genetik dan meningkatkan keragaman genetik. Ketiga, seleksi genotipe yang memiliki komplek gen yang diinginkan melalui penilaian terhadap bahan pemuliaan untuk dijadikan sebagai galur harapan. Keempat, pengujian dan evaluasi keunggulan genotipe atau galur harapan melalui uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan dan uji multi lokasi. Kelima, pelepasan galur harapan menjadi varietas unggul baru dan distribusi untuk diproduksi secara massal. Tahapan-tahapan tersebut akan menjadi landasan dalam menyusun strategi pemuliaan tanaman (Gambar 2.1). Gambar 2.1. Tahapan Baku Pemuliaan Tanaman 19 Menurut Poehman dan Sleper (1996) unsur-unsur utama dari strategi pemuliaan tanaman adalah (1). mengidentifikasi sifatsifat morfologi, fisiologi dan patologi didalam spesies tanaman budidaya yang berhubungan dengan adaptasinya, ketahanan penyakit, produktivitas, kesesuaian untuk pangan, serat atau untuk produk industri. (2) mencari gen-gen baru yang mengkode sifatsifat yang diinginkan dalam galur-galur yang berbeda dari spesies budidaya dan kerabat liarnya.(3) mengkombinasikan gen-gen untuk sifat yang diinginkan tersebut ke dalam satu varietas yang diperbaiki melalui prosedur pemuliaan klasik ataupun bioteknologi (4) melakukan seleksi dan evaluasi terhadap penampilan galur pemuliaan pada lingkungan setempat dibandingkan dengan varietas yang telah ada, dan (5) memperbanyak benih dan mendistribusikannya sebagai varietas baru yang lebih unggul dari varietas yang telah ada (Gambar 2.2). Pemuliaan Tanaman Klasik Sumber Genetik Tanaman (sendiri, kerabat dekat) Hanya spesifik spesies S E L E K S I P R O T E K S I V A R I E T A S Teknologi Gen Sumber Genetik Tanaman (sendiri, kerabat dekat, kerabat jauh), Non Tanaman (Hewan, Bakteri, Fungi, Virus) Identifikasi dan Isolasi Gen Evaluasi MateriTanaman Pemindahan Gen ke sel Tanaman Persilangan Regenerasi Menjadi Tanaman Pengujian V A Berulangan R I Tahun dan Lokasi E T A Seleksi S P R O T E K S I T A N A M A N Ketahanan, Hasil, Kualitas Pengujian Varietas Baru Termasuk Paten Gambar 2.2. Pemuliaan Tanaman Secara Klasik dan Teknologi Gen 20 2.2. Tujuan Pemuliaan Tanaman Bagi pemulia tanaman, sebelum satu benih di semai dan sebelum satu persilangan tanaman dibuat, pertama sekali adalah menentukan tujuan yang diinginkan. Dalam mengembangkan tujuan pemuliaan, pemulia perlu memperhatikan kebutuhan produsen, konsumen dan industri, seperti petani, pabrik penggilingan, dan pengolahnya menjadi makanan. Disamping itu pemulia harus mengetahui lingkungan target, dan tingkat cekaman biotik dan abiotik yang terjadi di berbagai lingkungan pada setiap tahun dan setiap musim selama bertahun-tahun. Pemulia juga harus mengetahui praktek budidaya yang dilakukan petani, infrastruktur ekonomi seperti ketersediaan pupuk dan pestisida bagi produser, dan produk biji-bijian akan diolah menjadi apa. Semua hal tersebut perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan varietas baru agar diadopsi oleh produsen. Tujuan dalam program pemuliaan tanaman didasarkan pada strategi jangka panjang untuk mengantisipasi berbagai perubahan arah konsumen atau keadaan lingkungan. Ada dua tujuan umum dalam pemuliaan tanaman yaitu peningkatan kepastian terhadap hasil yang tinggi dan perbaikan kualitas produk yang dihasilkan. Peningkatan kepastian terhadap hasil adalah untuk memuhi kebutuhan petani/produsen yang menginginkan peningkatan daya hasil, cepat dipanen (umur genjah), ketahanan terhadap organisme pengganggu atau lingkungan yang kurang menukung usaha tani, daya tumbuh tanaman yang kuat, serta kesesuaian terhadap perkembangan teknologi pertanian yang lain. Hasil yang tinggi menjamin terjaganya persediaan bahan mentah untuk diolah lebih lanjut. Tanaman yang berumur genjah akan memungkinkan efisiensi penggunaan lahan yang lebih tinggi. Ketahanan terhadap organisme pengganggu atau kondisi alam yang tidak mendukung akan membantu pelaku usaha tani menghindari kerugian besar akibat serangan hama, penyakit, serta bencana alam. Beberapa tanaman tertentu yang dalam usaha budidayanya melibatkan 21 banyak peralatan mekanik memerlukan populasi yang seragam atau khusus agar dapat sesuai dengan kemampuan mesin dalam bekerja. Usaha perbaikan kualitas produk adalah untuk memeuhi kebutuhan konsumen tujuan utama kedua. Tujuan ini diarahkan pada perbaikan ukuran, warna, kandungan bahan tertentu (atau penambahan serta penghilangan substansi tertentu), pembuangan sifat-sifat yang tidak disukai, ketahanan simpan, atau keindahan serta keunikan. Contohnya perbaikan ukuran pada semangka, pepaya kecil, warna kuning atau merah pada semangka, warna bunga anggrek, kandungan bahan tertentu seperti golden rice yang mengandung vitamin A, ketahanan simpan pada bunga potong, keindahan dan keunikan pada tanaman hias seperti mawar, dahlia, anggrek, dan lainnya. Pemuliaan tanaman juga harus memenuhi kebutuhan industri seperti meningkatkan kandungan curcumin pada temulawak, pembuangan sifat-sifat yang tidak disukai seperti rasa pahit pada timun, asam oleat pada canola. Perkembangan bioteknologi di akhir abad ke-20 telah membantu pemuliaan terhadap tanaman yang mampu menghasilkan bahan pangan dengan kandungan gizi tambahan (pangan fungsional) atau mengandung bahan pengobatan tertentu (pharmcrops, kegiatannya dikenal sebagai crop pharming). 2.3. Koleksi dan penilaian sumberdaya genetik Sumberdaya genetik merupakan sumber bahan baku bagi pemulia untuk mengembangkan varietas baru. Sumberdaya genetik dapat berupa biji atau bagian-bagian tanaman lainnya yang berasal dari introduksi, kerabat liar dari tanaman budidaya, varietas lokal, galur harapan, varirtas yang telah ada sebelumnya, hasil persilangan, mutan ataupun hasil rekayasa genetika. Dalam sumberdaya genetik tersimpan berbagai keanekaragaman sifat yang dimiliki oleh masing-masing nomor koleksi (aksesi). Tanpa keanekaragaman, perbaikan sifat tidak 22 mungkin dilakukan, dengan demikian, sumberdaya genetik harus dipelihara dengan baik agar tidak punah sehingga pemulia dapat mengambangkan varietas baru secara berksinambungan. Koleksi sumberdaya genetik disimpan dalam bank gen. Usaha pencarian sumberdaya genetik baru dilakukan melalui kegiatan eksplorasi ke tempat-tempat yang secara tradisional menjadi pusat keanekaragaman hayati (atau hutan) atau dengan melakukan pertukaran koleksi. Lembaga-lembaga publik seperti IRRI dan CIMMYT menyediakan koleksi sumberdaya genetik bagi publik secara bebas bea, namun untuk kepentingan bisnis diatur oleh perjanjian antara pihak-pihak yang terkait. 2.4. Peningkatan variasi genetik Keragaman genetik dalam sumberdaya genetik merupakan bahan dasar untuk perakitan varietas baru. Apabila tidak dijumpai sifat yang diinginkan dalam koleksi sumberdaya genetik, maka pemulia tanaman perlu menimbulkan keragaman untuk mendapatkan individu yang memiliki sifat yang diinginkan tersebut. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya (1) introduksi, (2). persilangan, (3). manipulasi kromosom, (4). mutasi gen atau kromosom dan (5). fusi protoplasma (6). manipulasi urutan gen, (7) transfer gen dan manipulasi regulasi gen. Empat cara yang pertama dikenal sebagai "pemuliaan klasik" atau "konvensional" dan tiga cara yang terakhir merupakan cara pemuliaan "modern " serta dianggap sebagai bagian dari bioteknologi. Perbandingan pemuliaan konvensional dan bioteknologi moderen dapat dilihat pada Tabel 2.1. Introduksi merupakan kegiatan mendatangkan bahan tanam dari tempat lain. Introduksi merupakan cara paling sederhana untuk meningkatkan keragaman genetik. Seleksi penyaringan (screening) dilakukan terhadap koleksi sumberdaya genetik yang didatangkan dari berbagai tempat dengan kondisi lingkungan yang berbeda- 23 beda. Pengetahuan tentang pusat keanekaragaman (diversitas) tumbuhan penting untuk penerapan cara ini. Keanekaragaman genetik untuk suatu spesies tidaklah sama di semua tempat di dunia. N.I. Vavilov, ahli botani dari Rusia, memperkenalkan teori "pusat asal" (centers of origin) bagi keanekaragaman tumbuhan. Tabel 2.1. Perbandingan pemuliaan konvensional dan bioteknologi moderen Perbandingan Pemuliaan Pemuliaan Tanamana Tanamana Modern Konvensional Gen yang di Berbagai gen-gen dari Hanya gen-gen transfer berbagai organisme dari tanaman (bakteri, tanaman, dalam spesies yang yeast, hewan, sama atau manusia, virus, dll.) kelompok tanaman yang kompatibel Metode transfer Rekayasa Genetika Seleksi dan gen hibridisasi Waktu yang Kurang dari dua tahun Lebih dari dua diperlukan untuk tahun mendapatkan tanaman baru Biaya Pemuliaan Sangat mahal Lebih murah Tanaman Teknologi Canggih dan lebih Dasar dan sulit sederhana Persilangan merupakan cara yang paling populer untuk meningkatkan keragaman genetik karena murah, efektif, dan relatif mudah dilakukan. Berbagai galur hasil rekayasa genetika juga masih memerlukan beberapa kali persilangan untuk memperbaiki penampilan sifat-sifat barunya. Persilangan bertujuan untuk manipulasi komposisi gen dalam populasi. Keberhasilan persilangan memerlukan prasyarat pemahaman akan proses reproduksi tanaman yang bersangkutan (biologi bunga). Berbagai macam skema persilangan telah dikembangkan dan menghasilkan 24 sekumpulan metode pemuliaan yang telah diterapkan pada berbagai perusahaan perbenihan. Keberhasilan persilangan perlu mempertimbangkan ketepatan waktu berbunga (sinkronisasi), keadaan lingkungan yang mendukung, kemungkinan inkompatibilitas dan sterilitas keturunan. Keterampilan teknis dari pelaksana persilangan juga dapat berpengaruh pada keberhasilan persilangan. Pada sejumlah tanaman, seperti jagung, padi, dan Brassica napus (rapa), penggunaan teknologi mandul jantan dapat membantu mengurangi hambatan teknis karena persilangan dapat dilakukan tanpa bantuan manusia. Manipulasi kromosom termasuk semua manipulasi ploidi, baik poliploidisasi (penggandaan genom) maupun pengubahan jumlah kromosom. Gandum roti dikembangkan dari penggabungan tiga genom spesies yang berbeda-beda. Semangka tanpa biji dikembangkan dari persilangan semangka tetraploid dengan semangka diploid. Pengubahan jumlah kromosom (seperti pembuatan galur trisomik atau monosomik) biasanya dilakukan sebagai alat analisis genetik untuk menentukan posisi gen-gen yang mengatur sifat tertentu. Galur dengan jumlah kromosom yang tidak berimbang akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. Teknik pemuliaan ini sebenarnya juga mengandalkan persilangan dalam praktiknya. Pemuliaan tanaman dengan bantuan mutasi (dikenal pula sebagai pemuliaan tanaman mutasi) adalah teknik yang cukup populer untuk menghasilkan variasi-variasi sifat baru. Tanaman dipaparkan pada sinar radioaktif dari isotop tertentu (biasanya kobal-60) dengan dosis rendah sehingga tidak mematikan tetapi mengubah sejumlah basa DNA-nya. Mutasi pada gen akan dapat mengubah penampilan tanaman. Pada tanaman yang dapat diperbanyak secara vegetatif, induksi jaringan kimera sudah cukup untuk menghasilkan varietas baru. Pada tanaman yang diperbanyak dengan biji, mutasi harus terbawa oleh sel-sel reproduktif, dan generasi selanjutnya (biasa disebut M2, M3, dan seterusnya) 25 diseleksi. Pemuliaan mutasi sejak akhir abad ke-20 telah dilakukan pula dengan melakukan mutasi pada kultur jaringan. Metode-metode yang melibatkan penerapan genetika molekular masuk dalam kelompok ini, seperti teknologi antisense, peredaman gen (termasuk interferensi RNA), rekayasa gen, dan overexpression. Meskipun teknik-teknik ini telah diketahui berhasil diterapkan dalam skala percobaan, belum ada varietas komersial yang dilepas dengan cara-cara ini di Indonesia. Transfer gen sebagai alat untuk menghasilkan keragaman genetik tanaman mulai dikembangkan sejak 1980-an, setelah ditemukan enzim restriksi endonuklease dan mengetahui cara menyisipkan fragmen DNA organisme asing ke dalam kromosom penerima, dan diciptakannya alat sekuensing DNA. Teknik transfer gen juga memerlukan keterampilan dalam kultur jaringan untuk mendukung proses ini. Dalam transfer gen, fragmen DNA dari organisme lain (baik mikroba, hewan, atau tanaman), atau dapat juga gen sintetik, disisipkan ke dalam tanaman penerima dengan harapan gen "baru" ini akan terekspresi dan meningkatkan keunggulan tanaman tersebut. Penyisipan gen dilakukan melalui transformasi dengan perantara bakteri penyebab puru pada pangkal batang yaitu Agrobacterium (terutama untuk tanaman non-monokotil), elektroporasi terhadap membran sel, biobalistik (penembakan partikel), dan transformasi dengan perantara virus. 2.5. Penilaian dan Seleksi Seleksi merupakan salah satu cara mengidentifikasi bahan pemuliaan yang memiliki kombinasi gen sesuai dengan yang diharapkan. Seleksi dalam hal ini mencakup seleksi untuk memilih tetua atau galur pada populasi bersegregasi. Sifat yang diinginkan dari bahan pemuliaan diidentifikasi dan diseleksi sesuai dengan tujuan program pemuliaan serta dievaluasi kestabilan sifatnya 26 sebelum layak dilepas kepada publik. Tahap identifikasi dapat dilakukan terpisah maupun terintegrasi dengan tahap seleksi. Penguasaan berbagai metode percobaan, metode seleksi, dan juga naluri sangat diperlukan dalam proses identifikasi dan seleksi. Rancangan percobaan yang digunakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Dalam seleksi, selalu perlu digunakan kontrol sehingga yang dipilih memang lebih baik. Percobaan dapat dilakukan di laboratorium untuk pengujian genotipe/penanda genetik atau biokimia, di rumah kaca untuk seleksi ketahanan terhadap hama atau penyakit atau lingkungan di bawah optimal, serta di lapangan terbuka. Kriteria seleksi digunakan sesuai dengan tujuan dan metode seleksi. Kadang-kadang perlu dibantu oleh pakar lain untuk meningkatkan ketelitian penelitian. Sebagai contoh yang dicari adalah genotype tahan penyakit X, tetapi pada saat ditemukan genotipenya, penyakit X-nya sudah berubah ras di alam, sehingga genotype tahan penyakit X yang diperoleh menjadi sia-sia. Penggunaan metode seleksi yang efektif tergantung dari tujuan, cara pembiakan tanaman, heritabilitas sifat yang menjadi target pemuliaan, ketersediaan biaya dan fasilitas, serta jenis tipe varietas yang akan dirakit. Pada saat awal sebaiknya seleksi tidak terlalu ketat karena masalah interaksi genotipe x lingkungan. Proses seleksi tanaman yang diperbanyak secara klonal relatif mudah. Keturunan pertama hasil persilangan langsung dapat diseleksi dan dipilih yang menunjukkan sifa-sifat terbaik sesuai yang diinginkan. Metode seleksi massa dan galur murni dapat diterapkan terhadap tanaman dengan semua cara reproduksi. Hasil persilangan tanaman berpenyerbukan sendiri seperti padi dan gandum tidak menunjukkan depresi silang-dalam dapat diseleksi secara bulk (curah). Teknik modifikasi seleksi galur murni yang sekarang banyak dipakai adalah seleksi keturunan biji tunggal (single seed descent, SSD) karena dapat menghemat tempat dan tenaga kerja. 27 Seleksi untuk tanaman berpenyerbukan silang atau mudah bersilang, seleksi berbasis nilai pemuliaan (breeding value) dianggap yang paling efektif. Metode, seleksi "tongkol-ke-baris" (beserta modifikasinya), seleksi saudara tiri, seleksi kandung dan seleksi saudara kandung timbal-balik (reciprocal selection), diterapkan pada tanaman berpenyerbukan silang. Metode seleksi timbal-balik yang berulang (recurrent reciprocal selection) adalah program seleksi jangka panjang yang banyak diterapkan perusahaan-perusahaan besar benih untuk memperbaiki gene pool yang dimiliki. Dua atau lebih gene pool perlu dimiliki dalam suatu program pembuatan varietas hibrida. Penggunaan penanda genetik sangat membantu dalam mempercepat proses seleksi. Apabila dalam pemuliaan konvensional seleksi dilakukan berdasarkan pengamatan langsung terhadap sifat yang diamati, aplikasi pemuliaan tanaman dengan penanda genetik dilakukan dengan melihat hubungan antara alel penanda dan sifat yang diamati. Agar teknik ini dapat dilakukan, hubungan antara alel/genotipe penanda dengan sifat yang diamati harus diketahui terlebih dahulu. 2.6. Pengujian dan Evaluasi Bahan-bahan pemuliaan yang telah terpilih sebagai calon varietas yang diharapkan disebut dengan galur harapan. Galur harapan ini harus dievaluasi atau diuji terlebih dahulu dalam kondisi lapangan karena proses seleksi pada umumnya dilakukan pada lingkungan terbatas dan dengan ukuran populasi kecil. Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah keunggulan yang ditunjukkan sewaktu seleksi juga dipertahankan dalam kondisi lahan pertanian terbuka dan dalam populasi besar. Selain itu, bahan pemuliaan terpilih juga akan dibandingkan dengan varietas yang sudah lebih dahulu dirilis. Calon varietas yang tidak mampu mengungguli varietas yang sudah lebih dahulu dilepas, akan tidak dilanjutkan lagi dalam proses ini. Apabila bahan pemuliaan lolos 28 tahap evaluasi, galur harapan tersebut akan dipersiapkan untuk dilepas sebagai varietas baru. Pengujian calon varietas baru dilakukan melalui tiga tahap yaitu uji pendahuluan, uji daya hasil pendahuluan dan uji daya lanjutan atau uji multi lokasi. Semakin lanjut tahap pengujian, ukuran plot percobaan semakin besar. Uji pendahuluan dilakukan di satu lokasi dengan melibatkan 20-50 bahan pemuliaan terseleksi. Uji daya pendahuluan dilakukan pada beberapa lokasi dengan melibatkan maksimum 20 bahan pemuliaan terseleksi. Uji multi lokasi dilakukan pada beberapa lokasi dengan melibatkan maksimum biasanya kurang dari 10 bahan pemuliaan terseleksi. Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengujian dapat digunakan Rancangan Acak Lengkap, Rancangan Acak Kelompok, Rancangan Bujur Sangkar Latin, Rancangan Petak Terbagi, Rancangan Kisi maupun Rancangan Augmented, sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam pengujian selalu diikutsertakan varietas kontrol sehingga yang dipilih memang lebih baik. Kriteria seleksi yang digunakan sesuai dengan tujuan dan metode yang digunakan. Jika seleksi dilakukan terhadap beberapa peubah maka seleksi dilakukan secara simultan atau bertahap. 2.7. Pelepasan varietas Pelepasan varietas baru hasil pemuliaan kepada masyarakat (publik) diatur oleh Pemerintah. Pengaturan ini untuk melindungi kepentingan masyarakat (publik) supaya tidak dirugikan. Calon varietas yang akan dilepas ke publik diajukan kepada menteri pertanian untuk disetujui pelepasannya setelah pihak yang akan melepas memberi informasi mengenai ketersediaan benih yang akan diperdagangkan. Pelepasan varietas dilakukan melalui sidang pelepasan varietas. Galur harapan yang terbukti unggul berdasarkan hasil uji multilokasi dan memenuhi persyaratan dapat dilepas menjadi varietas unggul. Calon varietas unggul yang lulus dalam sidang 29 pelepasan varietas dapat dilepas menjadi varietas baru. Pengakuan pemerintah terhadap suatu varietas baru hasil pemuliaan atau introduksi dinyatakan dalam: “Keputusan Mentri Pertanian bahwa varietas tersebut merupakan suatu varietas unggul yang dapat diseberluaskan. Benih varietas unggul yang dilepas dikuasai oleh pemulia yang merakitnya dan hak ini dinamakan "perlindungan varietas" atau "hak pemulia" (breeder's right). Benih di tangan pemulia disebut benih pemulia ("breeder seed") dan terbatas jumlahnya. Benih pemulia tersedia hanya terbatas dan perbanyakannya sepenuhnya dikontrol oleh pemulia. 2.8. Rangkuman Tahapan pemuliaan tanaman baku melituti penentuan tujuan program pemuliaan, penyediaan bahan pemuliaan, seleksi, pengujian dan evaluasi dan pelepasan dan distribusi varietas unggul baru untuk diproduksi secara massal. 2.9. Latihan 1. Uraikan setiap tahapan kegiatan pemuliaan tanaman baku! 2.10. Glossarium Hibridisasi : Frekuensi alel : Penyerbukan silang antara tetua yang berbeda susunan genetiknya dengan tujuan untuk menggabungkan semua karakter yang baik ke dalam satu genotipe baru, memperluas keragaman genetik, atau membentuk varietas hibrida. nisbah jumlah alel yang dikaji dari semua individu yang memiliki lokus tersebut dalam populasi 30 Frekuensi genotype Frekuensi fenotipe : : Galur murni : Varietas : nisbah jumlah individu dengan genotipe yang dikaji terhadap jumlah individu dalam populasi tersebut nisbah jumlah individu dengan fenotipe yang kaji terhadap jumlah individu dalam populasi tersebut sekelompok tanaman yang terdiri atas tanamantanaman homosigot dan seragam atau sekelompok tanaman yang berasal dari suatu genotipe homosigot melalui penyerbukan sendiri. sekelompok/populasi tanaman yang mempunyai sifat-sifat khusus, serupa,stabil dan dapat dibedakan dengan kelompok/populasi lain dalam spesies/jenis yang sama 2.11. Daftar Pustaka Acquaah, G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Blackwell, Malsen. Borojevic, S. 1990. Principles and Methods of Plant Breeding. Elssevier, New York. Chahal, GS and Gosal, SS. 2002. Principles and Procedures of Plant Breeding. Narosa Publishing House, New Delhi. Permentan No. 61 tahun 2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas 31 BAB III SUMBERDAYA GENETIK DALAM PEMULIAAN TANAMAN Pengantar Pemuliaan tanaman merubah sifat tanaman agar sesuai dengan kebutuhan manusia. Untuk merubah sifat tersebut secara permanen dan diturunkan ke keturunannya diperlukan adanya sumberdaya genetik. Pusat asal tanaman sangat penting bagi pemulia untuk mencari lokasi spesies liar dari tanaman budidaya, kerabat dekat dan gen-gen baru, khususnya gen dominan, sumber ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik sebagai bahan baku bagi kegiatan pemuliaan tanaman. Sumberdaya genetik tanaman juga harus koleksi dan dilestarikan dengan baik agar pemulia tanaman dapat mengembangkan varietas tanaman secara berkelanjutan. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan dan mengidentifikasi pusat-pusat asal dan penyebaran spesies, pemanfaatan dan konservasi dan pelestarian sumbedaya genetik dunia dan Indonesia untuk memperbaiki tanaman yang lebih unggul. 32 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Aktivitas Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 Pembukaan 1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada 10 menit pertemuan ini, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan ini dan memotivasi mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas pembelajaran 2. Menanyakan apa yang diketahui oleh mahasiswa tentang pusat asal, penyebaran spesies tanaman di dunia Langkah 2 Penyajian 1. Dosen menyajikan informasi kepada 80 menit mahasiswa melalui bahan bacaan 2. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 5 kelompok yang terdiri atas 5 orang dalam satu kelompok. 3. Tiap anggota tim diberikan materi yang berbeda (sub pembahasan yang berbeda). 4. Anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang sama diminta untuk membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. 5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota diminta untuk kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai. 6. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahasnya untuk 33 Langkah 3 10 menit mencapai pemahaman bersama yang tepat. 7. Dosen meminta beberapa kelompok awal untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada seluruh kelas. 8. Dosen mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari 9. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan ini. 10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi. Penutup 1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk memantapkan mahasiswa tentang sumberdaya genetika dan hubungannya dengan pemuliaan tanaman. 2. Dosen meminta beberapa mahasiswa mengemukakan pertanyaan dan membahasnya. 3. Menugaskan mahasiswa untuk membaca pustaka yang berkaitan dengan sub pokok bahasan yang akan disampaikan pada perkuliahan minggu berikutnya. 34 3.1. Manfaat Sumberdaya Genetik Tanaman Perubahan sifat tanaman yang permanen dan diturunkan dapat terjadi secara evolusi dan pemuliaan tanaman. Evolusi terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia, sedangkan pemuliaan terjadi akibat campur tangan manusia. Evolusi terjadi selama jutaan tahun untuk merubah sifat tanaman agar tanaman dapat bertahan hidup pada kondisi alami. Pemuliaan tanaman merubah sifat tanaman agar sesuai dengan kebutuhan manusia yang terjadi dalam beberapa tahun saja. Kedua perubahan tersebut bekerja atas dasar perbedaan genetik dan mengakibatkan perubahan dan menghasilkan keragaman genetik baru. Keragaman genetik ini akan menjadi bahan baku bagi pemulia tanaman untuk mengembangkan varietas baru sehingga keragaman genetik ini disebut dengan sumberdaya genetik. Sumber daya genetik tanaman, antara lain (1) bentuk primitif tanaman budi daya dari genus yang sama, (2) strain liar di habitat asli dari tanaman budi daya, (3) varietas lokal, (4) varietas lama yang tidak terpakai lagi dan galur yang dihasilkan oleh pemulia yang tidak memiliki nilai komersial, tetapi masih memiliki gen yang berguna untuk pemuliaan tanaman, dan (5) genetic stock, yaitu aksesi plasma nutfah yang mengandung gen-gen berguna untuk membentuk varietas modern melalui pemuliaan tanaman. Ketika pemulia ingin memperbaiki tanaman, mereka akan mencari sumberdaya genetik yang akan menyediakan gen-gen yang diinginkan untuk menjalankan program pemuliaan tanaman. Strategi yang ditempuh adalah mencari sumberdaya genetik tanaman tersebut yang tersedia di negaranya, jika belum ada, maka maka tanaman tersebut dapat diperoleh dari pusat asal atau pusat keragaman jenis tanaman tersebut. Pusat asal tanaman sangat penting bagi pemulia untuk mencari lokasi spesies liar dari tanaman budidaya, kerabat dekat dan gen-gen baru, khususnya gen dominan, sumber ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Pusat asal tanaman juga 35 penting diketahui untuk menghindari erosi genetik, kehilangan sumberdaya genetik akibat kehilangan ekotipe dan kultivar local (landraces), kehilangan habitat, dan peningkatan urbanisasi. Oleh karena itu sumberdaya genetik tanaman harus koleksi dan dipelihara dengan baik agar pemulia tanaman dapat mengembangkan varietas tanaman secara berkelanjutan. Konservasi sumberdaya genetik dapat dilakukaan dengan pendekatan konservasi ex situ dan in situ. Dalam konservasi ex situ, sampel-sampel sumberdaya genetik berupa biji, stek, kultur in vitro dan lain-lain dikonservasi di gen bank gen secara in vivo atau secara in vitro. Konservasi in vivo dilakukan dengan cara mengumpulkan dan memeliharanya di lapangan secara terisolasi. Sedangkan konservasi in vitro dilakukan dengan menyimpan jaringan atau sel bahkan gen dan genom sebagai pustaka DNA. Jaringan yang tidak terdiferensiasi dapat disimpan untuk periode waktu yang lama pada suhu rendah (-1960C) dalam nitrogen (N2) cair melalui cryopreservasi. Konservasi in situ dilakukan pada tempat asal spesies tanaman tersebut yang dipelihara secara alami. Sumberdaya genetik dunia dikelola oleh badan International Plant Genetic Resource Institute (IPGRI) di Roma. Sedangkan pengelolaan sumberdaya genetik di Indonesia dipercayakan kepada Komisi Nasional Plasma Nutfah (KNPN). Sumberdaya genetik Indonesia secara fisik dikoleksi dan dikonservasi di Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN) di Cimanggu, Bogor dan juga di beberapa lembaga lainnya sesuai dengan komoditas tanaman. Padi dikoleksi di Balai Besar Penelitaian Padi (BB-Padi) Sukamandi. 3.2. Pusat Asal dan Keragaman Tanaman Pusat asal suatu tanaman merupakan daerah geografi tempat tanaman tersebut berasal. Pusat keragaman merupakan tempat dimana keragaman genetik diantara genotipe dari varietas yang dibudidaya dan kerabat dekat dan spesies liarnya sangat tinggi. 36 Nikolai Ivanivich Vavilov (N.I. Vavilov) mengumpulkan berbagai tanaman dari berbagai negara di dunia kemudian dipelajari penyebaran berbagai tanaman budidaya di dunia, jumlah varietas didalam satu spesies, keragaman sifat tertentu, frekwensi dan penyebaran gen untuk sifat tertentu, munculnya sifat-sifat dalam merespon perubahan lingkungan dan lain-lain. Berdasarkan penelitiannya diusulkan delapan pusat dan tiga subpusat asal tanaman budidaya (Gambar 3.1). Gambar 3.1. Pusat asal Tanaman menurut Vavilov Vavilov menyarankan bahwa pusat keragaman suatu spesies sebagai pusat asal suatu tanaman. Pandangan tersebut telah dibantah karena beberapa tanaman memiliki lebih dari satu pusat keragaman dan beberapa tanaman lainnya memiliki satu pusat keragaman, tetapi tidak berada pada daerah yang banyak spesies liarnya. Hal ini dijelaskan dengan asumsi bahwa tanaman tersebut sudah lama sekali dibawa oleh manusia ke daerah baru, dan keragaman genetik terus meluas sehingga menghasilkan keragaman genetik yang tinggi diantara koleksi. Vavilov menamakan daerah tempat asal domestikasi dan memiliki keragaman maksimum sebagai pusat primer dan daerah tempat keragaman terus terbentuk setelah domestikasi sebagai pusat sekunder. Dengan demikian, pusat asal dan pusat keragaman suatu tanaman bisa sama 37 atau berbeda. Sebagai contoh, pusat primer jagung adalah Mexico tetapi pusat sekunder dari jagung pulut telah berkembang di Cina. Tabel 3.1. Pusat asal Tanaman menurut Vavilov Pusat asal Contoh Tanaman Budidaya I Cina Kedelai, lobak, kayu manis, bawang merah, jeruk, buckwheat, millet IIA India (India, Assam Padi, jute, kenaf, kapas, tebu, taro, dan Burma) yam, mangga, timun, jeruk IIB Indo-Malaya (Indo- Pisang, kelapa,jeruk, tebu, yam Cina dan kepulauan Malaya) III Asia Tengah Almond, cantaloupe, flax, lentil, (Punjab, Khasmir, bunga matahari, gandum roti, Afganistan, bayam, anggur. Tadzhikistan, Uzbekistan Barat dan Tian-shan Barat) IV Timur Dekat (Asia Alfalfa, apel, kol, rye, barley Kecil, chickpea, melon, pear, cheri, Transcaucasia, Iran walnuts, gandum, wijen, lobak, dan dataran tinggi kurma Turki) V Mediterania Celery, chick pea, gandum makaroni, pipermint VI Ethiopia Kopi, jarak, sorgum, barley, flax, lentil, gandum tetraploid, kol, bawanng merah VII Meksiko Selatan dan Jagung, lima bean, pepaya, kapas Amerika Tengah ladang, curcubita (labu dll), kakao, ketela, cabe, alpokat VIII Amerika Selatan Lima bean, kentang, ketela, (Peru-Equadortembakau, tomat, jambu biji Bolivia) VIIIa Chili Kentang VIIIb Brazilia-Paraguay Kakao, kacang tanah, nenas, karet, singkong, pala 38 Analisis keragaman tanaman berdasarkan pola geografi akan membantu pemulia untuk memilih wilayah untuk eksplorasi sumberdaya genetik dan merakitnya kedalam program pemuliaan tanaman. Dalam rangka mengefisienkan pemanfaatan sumbedaya genetik tanaman tersebut perlu diketahui hubungan kerabatan antara spesies dan genusnya. Vavilov memformulasikan Hukum Seri Homolog (1920). Ada kemiripan pola keragaman antar spesies yang berkerabat. Suatu karakter ditemukan dalam satu spesies, hal yang sama ditemukan juga pada spesies lain kerabat dekatnya. Dengan demikian kita dapat menduga kemunculan bentuk-bentuk pada spesies dan genus lainnya. Kemiripan ini disebabkan oleh adanya gen yang identik atau gen yang mirip ada pada kerabat dekat dari spesies tersebut. Hukum ini menjadi petunjuk bagi pemulia untuk mengakumulasikan gen-gen yang diinginkan dan merakit kedalam suatu tanaman. Jika gen ada dalam suatu spesies, kita dapat menduga akan ada juga gen tersebut pada spesies kerabatnya atau dapat dirakit secara buatan melalui pemuliaan mutasi atau hibridisasi. Konsep pusat asal tanaman yang diusulkan Vavilov telah direvisi beberapa kali. Penetapan asal tanaman yang lebih komplek dijelaskan J.R. Harlan (1971) dengan menggunakan istilah pusat asal dan pusat bukan asal. Pusat asal merupakan suatu daerah geografi terbatas dimana tanaman telah didomestikasi dan dari daerah tersebut tanaman menyebar ke daerah lain di dunia. Pusat bukan asal merupakan daerah geografi yang luas dimana tanaman mungkin telah didomestikasi secara bersamaan pada daerah-daerah yang berbeda (Tabel 3.2.) 39 Tabel 3.2. Pusat dan bukan pusat asal beberapa spesies tanaman budidaya yang diusulkan Harlan Pusat Bukan Pusat A1 Timur Dekat A2 Afrika Oat Sorgum Kol Okra Smooth bromegrass Sudangrass Flax Kelapa sawit Cherry Semangka B1 Cina Padi Kedelai Rapeseed Peach Timun B2 Asia Tenggara dan Pasifik Jackbean Terong Kelapa Tebu Pisang C1 Mesoamerika Jagung Labu Kapas ladang Bunga matahari Nenas C2 Amerika Selatan Kacang Tanah Tembakau Lima bean Lada 3.3. Konsep Gen Pool Suatu spesies tanaman budidaya akan membentuk satu gen pool dengan spesies tumbuhan liar leluhurnya (asal domestikasinya). Harlan dan de Wet (1971) mengusulkan konsep gen pool agar penggunaan sumberdaya genetik lebih efektif. Tanaman dalam koleksi sumberdaya genetik yang memiliki kerabat jauh dengan tanaman budidaya akan semakin sulit untuk direkombinasikan. Keseluruhan keragaman genetik diklasifikasikan pada tingkat yang berbeda, yaitu gen pool primer (GP-1), sekunder (GP2) dan tersier (GP-3). Persyaratan keanggotaan suatu pool gen ialah 40 tingkat kemampuan menghasilkan turunan yang fertile dari hasil perkawinannya. Bila persilangan antara dua individu akan terbentuk biji normal (menghasilkan turunan fertil), bersegregasi dan berrekombinasi sehingga memungkinkan pemindahan gen melalui kegiatan pemuliaan, maka kedua individu tersebut membentuk pool gen I. Contohnya, tanaman budidaya dan juga ras liar. Bila hasil persilangan umumnya steril namun masih mempunyai tingkat fertilitas tertentu walaupun kecil maka kedua individu tersebut termasuk ke dalam pool gen II. Bila tanpa bantuan teknik laboratorium tertentu tidak mungkin mendapatkan individu fertil dari turunan hasil persilangan antar dua individu tersebut, maka kedua spesies tersebut masuk ke dalam pool gen III. Pada Tabel 3.3. disajikan daftar tanaman dengan GP-I dan GP-II nya Tanaman Budidaya Gen Pool I Tumbuhan Liar Leluhur Tumbuhan liar, hibridisasi dengan derajad fertilitas rendah Tumbuhan liar, hibridisasi tidak fertil Gambar 3.2. Konsep gen pool yang menghunbungkan tanaman budidaya dengan kerabat liarnya 41 Tabel 3.3. Gen Pool I dan Gen Pool II sejumlah tanaman. Tanaman Padi Asia Afrika Jagung Tingkat ploidi GP-I Subspesies terbudidaya GP-II Subspesies liar 2x 2x 2x Oryza sativa O. glaberima Zea mays O. rufipogon O. barthii Z. Mexicana Kedelai Gandum Einkorn 2x Glycine max G. ussuriensis 2x T. boeoticum Emmer 4x Triticum monococcum T. dicoccum Timopheevi 4x T. timopheevi T. araraticum 6x T. X. aestivum Rye 2x Secale cereale S. cereal Barley 2x Hordium vulgare Sorghum 2x Sorghum bicolor H. sapontanicum S. bicolor Roti T, dicoccoides Tidak ada Oryza spp Oryza spp Trypsacum spp Z. perennis Tidak ada Triticum, Secale, Aegilops Trticum, Secale, Aegilops Triticum, Secale, Aegilops Triticum, Secale, Aegilops Triticum, Secale, Aegilops Tidak ada S. halepense Sumber : Harlan (1975) 3.4. Pusat-pusat Penelitian International yang mengkoleksi SDG - - - AVRDC (Asian Vegetable Research and Development Center), di Shanhua, Taiwan (untuk tanaman kubis cina, mungbean, cabe, tomat dan kedelai). CIMMYT (International Center for Maize and Wheat Improvement) di Mexico (untuk tanaman jagung, tricale, dan gandum) http://www.cimmyt.org. CIAT (International Center for Tropical Agriculture) di Cali, Colombia (untuk tanaman dry bean, singkong, padi, rumput makanan ternak tropis) http://www.ciat.cgiar.org/inicio_in.htm. 42 - - - - - - CIP (International Potato Center) di Lima, Peru (untuk tanaman kentang, ketela) http://www.cipotato.org. ICARDA (International Center for Agricultural Research in the Dry Areas), di Aleppo, Syiria (untuk tanaman barley, chikpea, faba bean, rumput makanan ternak tropis, lentil, gandum) http://www.icarda.cgiar.org. ICRISAT (International Crps Research Institute for SemiArid Tropic) di Patancheru, Andhra Pradesh, India (untuk tanaman chickpea, millet, kacang tanah, pigeonpea, sorgum). IITA (International Institute of Tropical; Agriculture) di Ibadan, Nigeria (untuk tanaman singkong, cocoyam, cowpea, lima bean, jagung, pigeonpea, padi, kedelai, ketela, winget bean dan yam). INTSOI (International Soybeasn Institute) di Urbana, Illinois. Untuk Tanaman kedelai IPGRI– International Plant Genetic Resources Institute IPGRI mempunyai mandat untuk memajukan konservasi dan keanekaragaman genetik. http://www.ipgri.cgiar.org IRRI (International Rice Research Institute) di Los Banos, Laguna, Philipina (Untuk tanaman padi) http://www.irri.org. PIS (Plant Introduction Station) di Beltsville, Martland, USA (yang mengkoleksi Kacang Tanah) 3.5. Pusat Penelitian beberapa tanaman di Indonesia - - BB-BIOGEN : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Tanaman Pertanian, di Cimanggu Bogor. BB-Padi : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, di Sukamandi, Jawa Barat BALITKABI: Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian di Malang Jawa Timur 43 - 3.6. BALITJAS: Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia di Maros, Sulawesi Tenggara (mengkoleksi Tanaman Jagung dan Gandum) BALITSA; Balai Penelitian Tanaman Syuran, di Lembang, Jawa Barat BALITBU: Balai Penelitian Tanaman Buah-buahan, di Solok, Sumatera Barat. BALITHI; Balai penelitian Tanaman Hias, di Segunung, Cipanas jawa Barat PPKS; Pusat Penelitian Tanaman Kelapa Sawit, di Marihat, Sumatera Utara, Pusat Penelitian Tanaman Karet, Sembawa, Sumatera Selatan BALITRO; Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obatobatan, di Cimanggu Bogor Balai Penelitian Kopi dan Kakao di Jember Jawa Timur Rangkuman Sumber daya genetik tanaman, antara lain (1) bentuk primitif tanaman budi daya dari genus yang sama, (2) strain liar di habitat asli dari tanaman budi daya, (3) varietas lokal, (4) varietas lama yang tidak terpakai lagi dan galur yang dihasilkan oleh pemulia yang tidak memiliki nilai komersial, tetapi masih memiliki gen yang berguna untuk pemuliaan tanaman, dan (5) genetic stock, yaitu aksesi plasma nutfah yang mengandung gen-gen berguna untuk membentuk varietas modern melalui pemuliaan tanaman. Pusat asal suatu tanaman merupakan daerah geografi tempat tanaman tersebut berasal. Pusat keragaman merupakan tempat dimana keragaman genetik diantara genotipe dari varietas yang dibudidaya dan kerabat dekat dan spesies liarnya sangat tinggi. 44 3.7. Latihan 1. Jelaskan apa manfaat sumberdaya genetik bagi pemulia tanaman! 2. Apa beda pusat asal dan pusat keragaman tanaman? 3. Jelaskan konsep gen pool? 4. Cari pusat keragaman (origin of diversity, Vavilov) untuk tanaman menyerbuk sendiri 10 spesies tanaman dan untuk tanaman menyerbuk silang 10 spesies tanaman, untuk tanaman membiak secara vegetative 10 spesies tanaman, 3.8. Glossarium Pusat asal : Pusat bukan : asal 3.9. suatu daerah geografi terbatas dimana tanaman telah didomestikasi dan dari daerah tersebut tanaman menyebar ke daerah lain di dunia. daerah geografi yang luas dimana tanaman mungkin telah didomestikasi secara bersamaan pada daerah-daerah yang berbeda Daftar Pustaka Harlan J.R and de Wet J.M.J., 1971. Toward a rational classification of cultivated plants. Taxon, 20: 509-517 Harlan J.R. 1975. Crops and Man. American society of Agronomy, Crops Science Socioty of Amarica. Madison Wisconsin. Sitaresmi, T., Wening, RH., Rakhmi, AT., Yunani, N dan Susanto, U. 2013. Pemanfaatan Plasma Nutfah Padi Varietas Lokal dalam Perakitan Varietas Unggul. Iptek Tanaman Pangan. 8(1): 22-30. Vavilov, NI. 1951. The origin, variation, imunity and breeding of cultivated plants. In selecting writing of NI Vavilov. Translation by K. Stass Chaster, Chonica Botanic. 12(1/6). 364 pp. 45 BAB IV REPRODUKSI TANAMAN Pengantar Umumnya spesies tanaman agronomi termasuk kedalam angiospermae. Angiospermae merupakan tanaman berpembuluh yang menghasilkan biji yang tertutup dalam ovary dewasa, yaitu buah. Buah berasal dari bunga. Ada dua kelompok angiospermae, yaitu monokotil dan dikotil. Hampir semua angiospermae memiliki penampilan reproduktif sama, tetapi ada juga species yang memiliki cara reproduksi yang berbeda. Cara reproduksi tananaman akan mempengaruhi metode pemuliaan tanaman. Bab ini akan diselesaikan dalam dua kali pertemuan tatap muka atau 2 x 100 menit. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang mekanisme pewarisan sifat dan anatomi bunga, proses reproduksi sexual yang menyangkut penyerbukan, pembuahan, dan perkembangan biji. Mendiskusikan reproduksi asexual dan implikasi cara reproduktif untuk dimanfaatkan dalam menyusun strategi pemuliaan tanaman. 46 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Aktivitas Perkuliahan (200 menit) Langkah 1 Pembukaan 1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada 20 menit pertemuan ini. 2. Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran pada pertemuan ini. 3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas pembelajaran Langkah 2 Penyajian 160 menit 1. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4 kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu kelompok. 2. Tiap anggota tim diberikan materi yang berbeda (sub pembahasan yang berbeda). 3. Anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang sama diminta untuk membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. 4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota diminta untuk kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai. 5. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahsanya untuk mencapai pemahaman bersama yang tepat. 6. Dosen meminta beberapa kelompok awal untuk mempresentasikan hasil diskusi pada semua mahasiswa dalam satu kelas. 7. Dosen memberi evaluasi 47 Langkah 3 20 menit 8. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan ini. 9. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi. Penutup 1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk memantapkan mahasiswa tentang reproduksi tanaman dan hubungannya dengan pemuliaan tanaman. 2. Dosen meminta beberapa mahasiswa mengemukakan pertanyaan dan membahasnya. 3. Dosen memberi tugas kepada mahasiswa untuk untuk dikumpulkan minggu depan 48 4.1. Pengaruh Cara Reproduksi Pemuliaan Tanaman Tanaman terhadap Pemulia tanaman perlu mengetahui sistem reproduksi tanaman. Struktur genetik tanaman tergantung pada cara reproduksinya. Metode pemuliaan umumnya dipilih agar struktur genetik alami dari spesies masih dipertahankan dalam budidaya. Jika tidak, maka dibutuhkan upaya khusus untuk mempertahankan varietas baru dikembangkan dalam budidaya. Pada spesies berbunga, diperlukan hibridisasi buatan untuk melakukan studi genetik untuk memahami pewarisan sifat yang diharapkan, dan untuk transfer gen-gen yang diingnkan dari satu tetua ke tetua yang lain. Untuk mencapai hal ini, pemulia perlu benar-benar memahami biologi bunga dan faktor lain yang berhubungan dengan pembungaan dalam spesies. Hibridisasi buatan memerlukan kontrol penyerbukan yang efektif sehingga hanya serbuk sari yang diinginkan saja diperbolehkan terlibat dalam persilangan. Untuk tujuan ini, pemulia perlu memahami perilaku reproduksi dari spesies. Pengendalian penyerbukan sangat penting untuk industri benih hibrida. Cara reproduksi juga menentukan prosedur untuk perbanyakan dan pemeliharaan varietas yang dikembangkan oleh pemulia tanaman. 4.2. Mekanisme Pewarisan Sifat Pemuliaan tanaman memanfaatkan mekanisme pewarisan sifat dalam mengembangkan dan mempertahankan varietas. Karakteristik yang dapat diamati dan penampilan dari varietas (dari tanaman), fenotipenya, merupakan akibat dari genotipe dari varietas, yang dipengaruhi oleh lingkungan. Dengan kata lain, fenotipe merupakan fungsi dari interaksi antara genotipe dan lingkungan. Fenotipe = f (genotipe x lingkungan) 49 Agar pemuliaan tanaman efektif dan efisien maka pengetahuan tentang mekanisme pewarisan sifat yang mempengaruhi genotipe yang perlu diketahui diantaranya, pembelahan inti dan kromosom dan cara reproduksi tanaman. Setiap inti sel mengandung material genetik sel, yaitu DNA yang terletak dalam kromosom. Molekul DNA berasosiasi dengan protein-pritein khusus (histon), dan juga enzim-enzim yang terlibat dalam replikasi DNA, kesemuanya ini terbungkus menjadi kromosom. Sel somatik (bukan sel kelamin) berada dalam keadaan diploid (2n), mengandung dua set genom dasar (haploid) (1n atau x). Jumlah kromosom bervariasi antar spesies; tetapi jumlah kromosom (2n dalam sel tubuh dan 1n dalam sel kelamin) dalam satu spesies tetap konstan. Gambar 4.1. Perbandingan Mitosis dan Meiosis 50 Mitosis merupakan satu fase dari siklus sel. Mitosis dibedakan menjadi empat tahapan pembelahan., yaitu Profase, Metafase, Anafase dan Telofase (PMAT). Selama pembelahan sel, DNA mengalami pengandaan dan terdistribusi ke dalam inti sel anak. Jumlah kromosom dalam inti sel anak tergantung pada proses pembelahan inti. Ada dua proses pembelahan inti untuk menghasilkan pembentukan sel baru, yaitu mitosis dan meiosis (Gambar 4.1). Mitosis merupakan pembelahan yang sama, menghasilkan dua sel anak yang secara genetik sama dengan sel induknya. Sel tubuh dihasilkan melalui pembelahan mitosis. Meiosis mengurangi jumlah kromosom. Menghasilkan sel anak haploid. Sel kelamin dibentuk melalui meiosis. Setiap proses melibatkan pengandaan dan pemindahan kromosom ke sel anak. 4.3. Reproduksi Sexual Reproduksi diperlukan untuk perbanyakan individu baru. Reproduksi satu spesies tanaman dapat terjadi secara sexual, asexual, atau keduanya. Sexual memerlukan penyatuan gamet untuk menghasilkan generasi baru. Asexual merupakan perbanyakan yang terjadi tanpa tahapan gametofitik. 4.3.1. Jenis Bunga Alat reproduksi seksuak adalah bunga. Secara umum, bunga terdiri dari empat bagian, yaitu kelopak bunga, mahkota bunga, stamen dan pistil (Gambar 4.2). Mahkota bunga merupakan bagian bunga yang besar dan berwarna cerah, kelopak ukurannya lebih kecil dari mahkota, biasanya berwarna hijau. Kelopak bunga dan mahkota bunga bukan merupakan alat reproduksi pada tanaman, tetapi hanya stamen dan pistil yang merupakan alat reproduksi pada tanaman. 51 Gambar 4.2. Struktur Bunga Stamen bisanya tersusun dari benang sari yang menyokong kepala sari, di dalam kepala sari terdapat serbuk sari. Pistil merupakan alat kelamin betina pada tanaman, dimana pada bagian dasarnya membesar dan mengandung ovary, sebagai tempat terbentuknya biji kemudian memanjang sebagai tabung pistil dan diujungnya terdapat stigma, sebagai tempat jatuhnya serbuk sari. Pada spesies rumput-rumputan, organ reproduktif bunga dilindungi oleh lemma dan palea, seperti pada padi. Tipe bunga mempengaruhi teknik yang digunakan untuk mengontrol penyerbukan dalam mengembangkan varietas dan memelihara kemurnian genetik dari varietas. Tipe bunga dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi tanaman. Bunga dapat diklasifikasikan dua pasang katagori, yaitu bunga lengkap dan bunga tidak lengkap atau bunga sempurna dan bunga tidak sempurna. Bunga tanaman tergolong bunga lengkap apabila mempunyai ke empat bagian bunga (yaitu kelopak bunga, mahkota bunga, stamen dan pistil) dan bunga tidak lengkap apabila tidak ada salah satu bagian bunga tersebut. Bunga sempurna atau bunga biseksual, merupakan bunga yang apabila stamen dan pistil terletak 52 dalam satu bunga yang sama. Apabila pistil dan stamen tidak terletak dalam satu bunga maka dikatakan bunga tidak sempurna atau uniseksual, bunga tidak sempurna bisa bunga pistilet (bunga betina saja) atau bisa bunga staminat (bunga jantan saja).Umumnya tanaman dari family legum (Leguminosae atau Fabaceae) memiliki bunga lengkap, sedangkan tanaman dari family rumput-rumputan (Gramineae atau Poaceae) memiliki bunga tidak lengkap. Table 4.1 Contoh tanaman yang memiliki bunga lengkap dan tidak lengkap Bunga Lengkap Bunga Tidak Lengkap Kedelai Jagung Kapas Sorghum Kentang Padi Bunga Matahari Gandum Table 4.2. Contoh tanaman yang memiliki bunga sempurna dan tidak sempurna Bunga Sempurna Bunga tidak sempurna Kedelai Jagung Kapas Padi liar Kentang Singkong Anggur Labu Bunga Matahari Table 3.3. Contoh tanaman monoecious dan dioecious Monoecious Dioecious Jagung Barley Singkong Salak Padi liar Kurma Pala Pepaya 53 Istilah monosious dan disious berasal dari bahasa latin. Mono = satu dan di = dua, ecious bahagian dari kata yang diterjemahkan menjadi “rumah”. 4.3.2. Pembentukan Gamet Reproduksi seksual melibatkan tiga proses penting, yaitu (1) pembentukan gamet, (2) penyerbukan dan (3) pembuahan. Pembentukan gamet disebut juga gametogenesis. Proses gametogenesis ada dua, yaitu (1) pembentukan gamet jantan (mikrosporogenesis) dan (2) pembentukan gamet betina (megasporogenesis), keduanya melibatkan proses meiosis. Mikrosporogenesis terjadi di dalam antera. Di dalam antera banyak sekali sel mikrospora yang disebut juga Serbuk sari Mother Cell (PMC). Satu sel induk mikrospora yang diploid di dalam antera membelah secara meiosis, pada pembelahan pertama membentuk sepasang sel haploid. Pembelahan meiosis kedua menghasilkan empat mikrospora yang haploid yang berkembang menjadi serbuk sari . Setiap serbuk sari mengalami pembelahan inti secara mitosis yang tidak disertai pembelahan sitoplasma menghasilkan satu sel yang mengandung dua inti haploid, yang satu inti menjadi inti vegetatif dan satu lagi menjadi inti generatif. Biasanya, pada tahap ini serbuk sari terlepas dari antera dan jatuh di kepala putik dan mulai berkecambah dengan tumbuhnya tabung sari yang menembus masuk ke dalam tangkai putik. Inti generatif membelah secara mitosis tanpa disertai pembelahan sitoplasma menghasilkan dua inti gamet jantan, sedangkan inti vegetatif tumbuh menjadi inti tabung yang akan mengantarkan kedua inti generatif menuju ke mikrofil untuk pembuahan. Megasporogenesis terjadi terjadi di dalam ovul. Di dalam setiap ovul terdapat satu sel induk megaspora atau disebut juga Megaspore Mother Cell (MMC) yang diploid membelah secara meiosis, pada pembelahan pertama menghasilkan sepasang sel 54 haploid. Pembelahan meiosis kedua menghasilkan empat megaspora yang haploid yang tersusun dalam deret lurus (tetrad linier), tetapi tiga diantaranya mengalami degenerasi. Satu megaspora yang tersisa mengalami tiga kali pembelahan kromosom secara mitosis yang tidak disertai pembelahan sitoplasma menghasilkan sebuah sel besar (kantong embrio) dengan delapan inti haploid. Kantong embrio ini dikelilingi oleh integumen. Pada salah satu ujung kantong embrio yang dikelilingi oleh integumen terdapat satu lubang yang disebut mikrofil sebagai tempai masuknya tabung sari. Tiga inti haploid dari delapan ini terletak dekat mikrofil, yang satu menjadi inti telur (gamet betina = n), dan dua lainnya mengapit inti telur yang disebut sinergid. Tiga inti lainnya terletak pada ujung kantong embrio yang berlawanan dengan mikrofil yang disebut sebagai antipodal dan kemudian mengalami degenerasi. Dua inti yang lain yang disebut inti polar tetap tinggal di tengah kantong embrio menyatu menjadi endospema yang diploid (2n). 4.3.3. Penyerbukan dan pembuahan Penyerbukan terjadi ketika serbuk sari (dari bunga jantan) menempel pada kepala putik yang reseptif (dari bunga betina), yang dapat terjadi secara alami atau dengan bantuan. Proses proses mulai lepasnya serbuk sari dari antera, kemudian melekat ke kepala putik (stigma) sampai tumbuh tabung sari di dalam tangkai putik hingga terjadi pembuahan, disebut penyerbukan. Pembuahan mensyaratkan gamet jantan dan gamet betina menyatu untuk membentuk zigot. Gamet tersebut bisa berasal dari tanaman yang sama atau tanaman yang berbeda. Ada dua jenis proses penyerbukan dalam reproduksi seksual. Penyerbukan Sendiri, yaitu biji berkembang dari penyatuan gamet jantan dan betina yang dihasilkan pada tanaman atau klon yang sama. Penyerbutan Silang, yaitu biji berkembang dari penyatuan gamet yang dihasilkan pada tanaman yang berbeda. 55 Tanaman dapat diklasifikasikan sebagai menyerbuk sendiri atau silang berdasarkan pada proses produksi bijinya mana yang lebih sering. Tabung sari menembus mikrofil dan melepaskan dua sel sperma masing-masing n kromosom dari tabung sari ke dalam kantong embrio, satu sel sperma (n) menyatu dengan sel telur (n) membentuk zygot 2n, proses ini dinamakan dengan pembuahan. Zigot membelah secara mitotik menghasilkan embrio biji. Gambar 4.3. Siklus Hidup Tanaman dan Pembentukan Kantong embrio dalam ovul dan serbuk sari dalam antera Embrio pada saat perkecambahan biji akan tumbuh menjadi tanaman baru. Sel sperma (n) yang satu lagi menyatu dengan dua inti polar di dalam kantong embrio membentuk sel 3n, yang selanjutnya mengalami mitosis menghasilkan endosperm. Lapisan paling luar dari sel endosperm disebut aleuron. Endosperm merupakan jaringan tempat pati, minyak atau protein disimpan sebagai cadangan makanan. Cadangan makanan yang disimpan di dalam endosperm ini akan digunakan sebagai makanan bagi perkecambahan embrio biji dan bagi pertumbuhan awal tanaman. 56 Proses penyatuan dua sel sperma dengan sel telur dan inti polar di dalam kantong embrio disebut dengan pembuahan ganda. 4.4.Tanaman Menyerbuk Sendiri dan Menyerbuk Silang Tanaman dikelompokkan menjadi tanaman menyerbuk sendiri atau menyerbuk silang berdasarkan sumber polen yang membuahi sel telur di dalam kontong embrio. Sebenarnya pengelompokan tanaman menjadi berpenyerbukan sendiri dan silang adalah relatif, karena didasarkan pada apakah tanamaan tersebut secara alami lebih sering menyerbuk sendiri atau menyerbuk silang. Pengetahuan tentang mekanisme penyerbukan suatu spesies sangat penting karena akan menentukan tipe varietas yang akan dibentuk dan metode pemuliaaan yang akan digunakan dalam mengembangkan varietas tersebut. Produksi benih hibrida akan lebih mudah pada tanaman menyerbuk silang dibandingkan dengan pada tanaman menyerbuk sendiri. Pembentukan galur homozigot terjadi secara alami pada tanaman menyerbuk sendiri, tetapi untuk mendapatkan genotipe homozigot pada tanaman menyerbuk silang harus dengan dibuat pesilangan sendiri oleh manusia. Pada tanaman menyerbuk sendiri tipe varietas yang akan dibentuk adalah galur murni. Galur murni adalah galur yang secara genetik seragam dan dan stabil sehingga keseragaman tersebut dapat diturunkan ke generasi selanjutnya. Galur murni terdiri dari keturunan dari tanaman homozigot dan semua individu homozigot untuk semua lokus dan mempunyai genotipe yang sama, sehinga tidak ada keragaman genetik antar individu dari keturunan tersebut. 4.4.1.Tanaman Menyerbuk Sendiri Tanaman menyerbuk sendiri adalah tanaman yang kepala putiknya diserbuki oleh polen yang berasal dari pohon tanaman itu sendiri. Pembuahan yang terjadi karena penyatuan sperma dan telur 57 pada tanaman yang sama disebut pembuahan sendiri (disebut juga autogamy). Tanaman bisa menyerbuk sendiri karena secara genetik self-compatible (cocok antara polen dan putik) dan waktu merekahnya serbuksari terjadi ketika bagian-bagian bunga masih menghalangi putik dari penyerbukan silang. Faktor yang mendukung terjadinya penyerbukan sendiri adalah bunganya bersifat biseksual (organ jantan dan betina terletak dalam satu bunga), homogami (benang sari dan kepala putik pada biseksual masak pada waktu bersamaan), dan kleistogami (penyerbukan pada bunga biseksual terjadi sebelum mahkota bunga membuka). Beberapa mekanisme yang menyebabkan tanaman menyerbuk sendiri secara alami tidak bisa menyerbuk silang adalah: (1) bunga tidak membuka, (2) stigma reseptif dan polen merekah sebelum bunga terbuka, yang disebut dengan cleistogamy, seperti pada padi (3) stigma dan stamen tersembunyi oleh organorgan bunga yang lain setelah bunga terbuka, seperti pada kacang panjang dan kacang tanah, stigma dan stamen tersembunyi di dalam dua petal yang berada di bawahnya yang disebut lunas (4) stigma dilindungi oleh antera, seperti pada tomat. Beberapa contoh tanaman menyerbuk sendiri Kacang tanah Tembakau Kopi Kacang kapri Kentang Tomat Chili Barley Padi Gandum Terong Cabe Kedelai Buncis Jeruk Dll 4.4.2. Tanaman Menyerbuk Silang Tanaman menyerbuk silang adalah tanaman yang kepala putiknya diserbuki oleh polen dari pohon tanaman yang berbeda. Organ kelamin jantan dan organ kelamin betina terletak pada bungan yang berbeda, dalam satu tanaman atau lain tanaman. Penyerbukan alami dapat terjadi karena bantuan angin (anemofili), serangga (entomofili), air (hidrofili) dan hewan (zoofili). Penyatuan 58 sperma dan telur dari tanaman yang berbeda disebut pembuhan silang (disebut juga allogamy). Mekanisme yang menyebabkan tanaman menyerbuk silang secara alami tidak bisa menyerbuk sendiri adalah: (1) hambatan mekanis untuk menyerbuk sendiri, seperti heterostyle atau heteromorfi (panjang pendeknya kepala putik dan tangkai sari tidak sama (2) Dikhogami, (perbedaan waktu matangnya polen dan stigma), seperti polen lebih dulu matang sebelum stigma reseptif yang disebut dengan protandry atau sebaliknya stigma duluan reseptif sedangkan polen belum matang yang disebut dengan protogyny (3) adanya bunga monoecious yaitu bunga betina dan bunga jantan letaknya terpisah tetapi masih pada satu pohon tanaman seperti pada kelapa sawit dan jagung dan diocious, yaitu bungan betina dan bunga jantan berada pada pohon yang berbeda seperti pada salak pondoh dan pepaya dan (4) self-sterility (bunga jantan tidak berfungsi karena jantan mandul atau selfinkompatibility (terjadi penyerbukan tetapi tidak terjadi pembuahan karena faktor fisiologis, misalnya inaktifnya zat tumbuh sehingga tabung sari tidak terbentuk). Beberapa contoh tanaman menyerbuk silang Alpukat Karet Kelapa sawit Bawang Jagung Pepaya Cempedak Keladi Kubis Durian Kelapa Lobak Pisang Tebu Timun Mangga Nangka Nenas Pala Ubi kayu 4.4.2.1. Self-Incompatibility Ketidak cocokan sendiri (Self-Incompatibility) merupakan ketidakmampuan dari tanaman menghasilkan zigot dengan penyerbukan sendiri padahal gamet jantan dan betina keduanya berfungsi dengan baik. Self-Incompatibility merupakan mekanisme yang efektif untuk membatasi pembuhan sendiri dan inbreeding 59 dan mendorong pernyerbukan silang pada beberapa spesies tanaman. Beberapa mekanisme yang menyebabkan selfincompatibility adalah: (1) polen gagal berkecambah pada stigma, (2) pertumbuhan tabung polen di dalam tangkai putik terhambat sehingga tupung sari gagal mencapai ovary, (3) tabung sari terlalu panjang sehingga gagal untuk mempenetrasi ovul, (4) gamet jantan yang masuk ke kantong embrio gagal untuk menyatu dengan sel telur. Berdasarkan pada hubungan interaksi antara genotipik dan fenotipik organ reproduktif betina dan jantan, sistem selfincompatibility dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) selfincompatibility gametofitik dan (2) self-incompatibility sporofitik. Alel-alel pada sel pistil menentukan reseptivitasnya terhadap polen. Self-incompatibility gametofitik merupakan interaksi antara genotipe haploid polen dengan genotipe diploid pistil. Ketidakmampuan polen untuk mempengaruhi pembuahan ditentukan oleh alelnya sendiri. Self-incompatibility sprorofitik merupakan ketidakmampuan polen untuk menembus pistil ditentukan oleh genotipe pohon induk penghasil polen. Pada sistem self-incompatibility gametofitik, kecepatan pertumbuhan tabung sari dikendalikan oleh lokus S dengan satu seri alel ganda ganda yang dibedakan dengan nomor atau huruf yaitu S1, S2, S3,...,Sn. Inti polen adalah haploid, sehingga akan membawa hanya satu alel inkompatibilitas, sedangkan jaringan tangkai putik berasal dari tanaman induk yang diploid sehingga akan mengandung dua alel inkompatibilitas. Pada sistem ini hambatan perkecambahan polen atau pertumbuhan tabung sari terletask di dalam tangkai putik. Jika alel inkompatibilitas pada inti polen sama dengan alel inkompatibilitas yang ada dalam tangkai putik maka pertumbuhan tabung sari akan melambat dan pembuahan tidak akan pernah terjadi. Sebaliknya, jika alel inkompatibilitas pada inti polen berbeda dengan salah satu alel inkompatibilitas yang ada dalam tangkai putik maka tabung sari akan tumbuh dengan kecepatan normal dan pembuahan akan terjadi 60 secara normal pula. Sebagai contoh jika tangkai putik bergenotipe S1S2, maka gamet jantan dari yang berasal dari S1S2 keduanya tidak akan berfungsi karena kedua alelnya sama dengan alel yang ada pada pistil. Gamet jantan dari S1S3 berfungsi secara normal karena setengah dari polen mempunyai allel S3 yang tidak sama dengan salah satu alel pada pistil, demikian juga gamet jantan dari S3S4 akan berfungsi secara normal karena polennya mengandung alel S 3 dan S4 yang tidak sama dengan alel-alel pada pistil (Gambar 4.4). Gambar 4.4. Sistem self-incompatibility gametofitik Gambar 4.4. Sistem self-incompatibility gametofitik yang memperlihatkan pertumbuhan tabung sari yang kompatibel dan yang tidak kompatibel. (A) Tabung sari tidak tumbuh dalam tangkai putik membawa alel serupa untuk ketidakcocokan. (B) hanya serbuk sari dengan alel inkompatibilitas berbeda dari tangkai putik yang dapat mengembangkan tabung serbuk sari normal. (C) Semua serbuk sari membawa alel inkompatibilitas berbeda dari tangkai putik dan mengembangkan tabung serbuk sari yang normal. Pada sistem self-incompatibility sporofitik, semua gamet jantan dari satu tanaman induk mempunyai kemampuan yang sama untuk membuahi gamet betina karena kemampuan polen untuk membuahi telur ditentukan oleh pohon induk penghasil polen. Jika tanaman bergenotipe S1S2, S1 dominan terhadap S2, maka semua polen dari tanaman tersebut akan berfenotipe seperti S 1, sehingga baik polen dengan alel S1 maupun polen dengan alel S2 tidak akan cocok dengan tangkai putik yang mengandung alel S1, tetapi cocok dengan tangkai putik yang mengandung alel S2. Pada sistem ini 61 hambatan perkecambahan polen atau pertumbuhan tabung sari terletak pada permukaan kepala putik. 4.4.2.2.Mandul Jantan Mele steril atau mandul jantan adalah bunga hermaprodit yang organ bunga jantan tidak menghasilkan anther atau polen yang viabel, tetapi ovarinya berfungsi secara normal. Pada tanaman yang secara normal menyerbuk sendiri, mandul jantan digunakan untuk membuat persilangan dengan tidak memerlukan tenaga untuk emaskulasi. Mandul jantan juga telah banyak digunakan oleh pemulia dalam memproduksi benih hibrida. Di alam, mandul jantan bisa terjadi karena terganggunya proses metabolisme yang menyangkut rangkaian pembentukan polen. Ada dua jenis mandul jantan, yaitu (1) Genik Male Sterility (GMS) dan (2) Cytoplasmic Male Sterility (CMS). GMS dikendalikan oleh gen yang ada pada inti saja, bisa resesif bisa juga dominan. Resesif jika terjadi mutasi sehingga enzim tertentu yang terlibat dalam rangkaian pembentukan polen rusak (produk gen tidak berfungsi). Dominan, jika gen-gen menghasilkan protein sitotoksik, protein yang dihasilkan mengganggu tapetum, yaitu jaringan dalam kotak sari sebagai penghasil nutrisi bagi polen. Gambar 4.5. Keturunan dari persilangan dengan menggunakan mandul jantan sistem genik (http://www.biology.science.cmu.ac.th). 62 Pada gen pengendali mandul jantan genik yang resesif, genotipe msms mandul, MsMs dan Msms subur, sebaliknya pada gen pengendali mandul jantan genik yang dominan, msms subur, MsMs dan Msms mandul. Potensi pemanfaatan mandul jantan sistem genik sangat sulit karena sulit diperoleh 100% mandul (Gambar 4.5). CMS dikendalikan oleh gen yang terletak di dalam sitoplasma, yaitu di dalam mitokondria. Pada sistem CMS, gangguan terhadap produk gen yang terlibat dalam pembentukan polen di dalam sitoplasma yang menyebabkan polen menjadi mandul ternyata bisa dipulihkan kembali oleh produk gen yang ada di dalam inti. Hal ini bisa terjadi jika gen dalam sitoplasma menghasilkan enzim toksik/inhibit, dan gen inti menghasilkan enzim penghambat kerja enzim toksik/inhibit sehingga terbentuk polen. Simbol yang digunakan untuk gen sitoplasma yang mandul adalah S dan yang normal adalah N. Untuk gen pemulih kesuburan yang ada di inti dilambangkan dengan RfRf, Rfrf, rfrf atau F saja. Gen Sitoplasma N N N S S S Gen Inti FF Ff Ff FF Ff Ff Genotipe NFF NFf Nff SFF SFf Sff Fenotipe Subur Subur Subur Subur Subur Mandul CMS,rfrf x N atau CMS,RfRf --- CMS, Rfrf (semua jantan subur) CMS,rfrf x N atau CMS,Rfrf---- 50% CMS, Rfrf (subur) 50% CMS, rfrf (mandul jantan) CMS,rfrfx N atau CMS,rfrf --- CMS,rfrf (semua jantan mandul) 63 4.5. Reproduksi Aseksual Beberapa species dapat diperbanyak dengan tanpa tahapan gametophytic. Penyatuan gamet (pembuahan) tidak ada dalam siklus hidupnya. Pengurangan jumlah kromosom (meiosis) dan produksi biji bisa terjadi atau juga bisa tidak terjadi. Reproduksi asexual menghasilkan individu yang secara genetik identik satu sama lain dan juga identik dengan tetuanya. Reproduksi vegetatif biasanya tidak menyediakan kesempatan untuk seleksi variasi genetik. Reproduksi aseksual pada tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) pembiakan vegetatif dan (2) apomiksis. Pembiakan vegetatif merupakan perbanyakan tanaman dengan menggunakan organ-organ vegetatif tanaman selain biji. 4.5.1. Perbanyakan Vegetatif Pada beberapa species, individu baru dapat muncul dari sekelompok sel yang terdifferensiasi atau sel yang tidak terdifferensiasi dari tanaman induk, tidak dihasilkan embryo atau biji. Akibatnya individu baru berkembang secara asexual dari satu tetua saja, sehingga secara genetik identik dengan tetuanya. Keturunan tersebut dinamakan klon (individu atau populasi yang diturunkan dari sel tunggal atau satu induk dengan mitosis, sehingga turunan yang diproduksi secara asexual akan identik secara genetik dengan individu asalnya). Sejumlah jaringan dan organ yang dapat menghasilkan keturunan secara asexual. Spesies tanaman tertentu hanya dapat memperbanyak diri secara adalah vegetatif saja, tetapi ada juga species tanaman yang umumnya memperbanyak diri secara sexual dapat juga diperbanyak secara vegetatif buatan untuk mempertahankan kemurnian genetik. Beberapa contoh reproduksi vegetatif secara alami dan buatan disajikan pada Tabel 4.4 dan 4.5. 64 Tabel 4.4. Reproduksi Vegetatif Secara Alami Bagian yang digunakan Umbi lapis (bulbs) Umbi batang (cormus) Stolon (runners) Batang akar (rhizome) Umbi (tubers) Subang (Bulbis) Suckers Pengertian Contohnya Batang di bawah permukaan tanah yang memendek dan menebal (modifikasi daun) dan membentuk lapisan-lapisan sehingga terbentuk umbi lapis. Umbi lapis tersebut membentuk dapat berkembang menjadi individu baru. Pertumbuhan calon batang yang memendek, menebal tetapi tidak diikuti pembentukan lapisan-lapisan. Umbi yang dapat menghasilkan suatu tanaman yang terpisah dari induknya. Organ batang yang tumbuh secara horizontal di atas permukaan tanah yang beruas-ruas, pada ruas tersebut berkembang akar adventif dan mata tunas yang dapat berkembang menjadi tanaman yang baru yang independen sehingga dapat dipergunakan untuk perbanyakan tanaman. Batang yang tumbuh di bawah permukaan tanah, mempunyai buku-buku dengan panjang ruas tertentu. Jaringan batang akar yang membesar dan lunak yang mengandung cadangan makanan. Buku atau "mata tunas" pada jaringan ini dapat menghasilkan akar adventitif dan dapat terpisah dari tanaman induknya. Bagian bunga yang sedang mekar mengalami modifikasi dan tanpa melalui pembentukan biji dan bila jatuh ke tanah dan kondisi lingkungan mendukung maka akan tumbuh menjadi tanaman baru. Suckers muncul sebagai tajuk lateral dari pangkal batang dan dapat terpisah sehingga membentuk tanaman baru. Suckers bisa juga berasal dari tunas adventitif pada akar. Bawang merah, bawang putih Bunga gladiol, Taro Stroberi, tanaman mentol, mawar dan melati, lada. Jahe, kunyit Kentang Bawang putih, bunga gladiol Nenas, Pisang, sweet potato, dan date palm, bunga mawar 65 Tabel 4.5. Reproduksi Vegetatif secara Buatan Bagian yang digunakan Stek (cutting) Layering Okulasi (Budding) Pengertian Contohnya Potongan akar, batang atau pucuk dari tanaman jika dimasukkan ke dalam tanah lembab, potongan dari batang aerial dapat tumbuh menjadi tanaman baru dari buku dan tunas lateral. Pembengkokan bagian tanaman (batang) ke permukaan tanah dan ditimbun dengan tanah. Pada bagian yang ditimbun tanah akan tumbuh tunas dan akar Tempelan mata tunas suatu batang yang sudah diketahui lebih unggul ke bibit atau batang bawah yang memiliki perakaran yang lebih baik Jeruk nipis, lemon, tebu singkong, ubi jalar, teh, krisan Melati, anggur, mawar, Karet, kakao, tanaman buahbuahan Tomat, terong, tanaman buahbuahan tanaman buahbuahan Sambungan (grafting) Penyambungan suatu bagian tanaman ke tanaman lain yang akan diperbaiki kualitasnya. Cangkok Cabang yang dikupas kulitnya, kemudian diberi media tanah dan diairi sampai tumbuh akar selanjutnya dipotong dari batang utamanya apabila sudah keluar akar Kultur sel atau jaringan tanaman Berbagai pada media hara dalam kondisi tanaman aseptik dan kemudian diregenerasi menjadi tanaman utuh yang berfungsi secara normal Kultur Jaringan 66 Gambar 4.6. Beberapa Modifikasi Batang 4.5.2. Kultur Jaringan Kultur jaringan dimasukkan kedalam tipe perbanyakan aseksual. Kultur jaringan biasanya melibatkan potongan sel yang tidak berdifferensiasi atau jaringan meristematic dari tanaman dan ditumbuhkan secara in vitro pada media agar steril yang mengandung hara, pembelahan sel terjadi secara mitosis. Dengan memanipualasi komponen media, jaringan dapat dipicu untuk berkembang membentuk akar dan tajuk. Akhirnya, individu baru dapat dipisahkan dan dipindahkan ke tanah. Kultur jaringan dapat dilakukan karena adanya titoptensi sel somatic. Setiap sel yang dimiliki tanaman mengandung seluruh genom dan memiliki potensi untuk berkembang menjadi tanaman utuh. Beberapa species tanaman yang secara normal tidak dapat diperbanyak secara vegetatif dapat diperbanyak dengan kultur jaringan. Bagi pemulia tanaman, kultur jaringan dapat menjadi sebagai teknik untuk mempertahankan dan memperbanyak tanaman yang identik secara genetik, menghasilkan tanaman yang bebas dari penyakit dan menghasilkan variasi genetik baru selama seleksi. 67 Pada kondisi tertentu, jaringan yang dikulturkan dapat memicu perubahan genetik. Gambar. 4.7. Tahapan Kultur Jaringan 4. 5..3. Apomiksis Apomiksis (apo= tanpa; miksis = campur, kawin) merupakan pembiakan aseksual melalui biji, tetapi embrio biji yang terbentuk tidak melibatkan penyatuan gamet betina dan gamet jantan. Apomixis termasuk agamospermy yaitu proses berkembangnya biji tanpa pembuahan. Ada dua tipe agamospermy, yaitu Autonomous dan Pseudogamous. Autonomous dimana enndosperma terbentuk tanpa penyerbukan atau pembuahan. Pada pseudogamous, walaupun terjadi pembuahan (penyatuan gamet) tidak terjadi, tetapi diperlukan adanya penyerbukan untuk mendorong embrio apomiktik atau perkembangan kantong embryo untuk menghasilkan biji. Penyerbukan tidak menambahkan material genetik. Ada dua tingkat agamospermy yang berbeda, yaitu obligat dan fakultatif. Apomiksis obligat apabila tanaman hanya menghasilkan biji apomiksis saja dari reprouksi aseksual, seperti 68 manggis. Apomiksis fakultatif apabila tanaman menghasilkan biji apomiksis dan juga menghasilkan biji dengan embrio normal (terjadi pembuahan) hasil reproduksi seksual. Apomiksis akan menjamin keseragaman biji yang dihasilkan dari tanamannya. Table 4.6. Kelebihan dan kekurangan agamospermy obligat dan fakultatif Tingkat Kelebihan Kekurangan Agamospermy Obligat Genotipe terpelihara, Memungkinkan termasuk genotipe rekombinasi genetik heterozigotik dan variasi untuk seleksi dalam perbaikan varietas Facultatif Memungkinkan Varietas secara pengembangan seleksi genetik tidak stabil, variasi genetik dalam sehingga sulit untuk perbaikan varietas mermpertahankan genotipe yang diinginkan Mekanisme yang menyebabkan apomiktik dibedakan berdasarkan sel yang mengalami mitosis untuk menghasilkan embrio dari biji. Mekanisme tersebut adalah embrio adventif, apospori, diplospori, parthenogenesis, androgenesis, semigami dan apogami (Tabel 4.7). 69 Tabel. 4.7. Beberapa Istilah dalam Apomiksis Istilah Embrio Adventif Apospori Diplospory Parthenogenesis Androgenesis Semigami Apogami Pengertian Embrio terbentuk dari jaringan sel sporofitik diploid (sel 2n) dari ovul, integumen atau dinding ovary mengalami mitosis membentuk embrio tanpa melalui gemetofitik. Endospem diperkirakan berasal dari inti polar dari kantong embrio normal yang berkembang secara terpisah di dalam ovul. Ini merupakan agamospermy yang paling sederhana (pada mangga dan jeruk) Embrio berkembang dari dari sel somatik ovul yaitu sel integumen dan sel inti yang membelah secara mitosis untuk menghasilkan kantong embryo diploid ( 2n). Apospory umumnya terjadi pada angiospermae Embrio dan endosperm berasal dari sel induk megaspora diploid (2n). Inti dari sel induk megaspora mengalami pembelahan mitosis untuk menghasilkan kantong embrio diploid. Embrio biji terbentuk dari sel telur haploid membelah secara mitotic tanpa pembuahan dengan inti gamet jantan. Embrio biji terbentuk dari inti gamet jantan setelah inti tersebut masuk ke kantong embrio tetapi tidak terjadi pembuahan dengan inti gamet betina. Individu yang berkembang dari biji tersebut haploid dan memiliki genotipe seperti gamet jantan tanaman yang manghasilkannya Inti gamet jantan masuk ke kantong embrio dan mempenetrasi sel telur, tetapi tidak terjadi penaytuan gamet betina dan jantan membentuk zigot 2n. Inti gamet jantan dan gamet betina masing-masing membelah sendiri-sendiri menghasilkan embrio haloid. Tanaman haploid yang berkembang dari embrio mengandung sebagian jaringan tetua betina atau berasal dari tetua jantan. Embrio yang dihasilkan dari sel lain bukan sel telur, tetapi dari sel-sel sinergit atau anti podal dari kantong embrio. 70 4.5.4. Vivipary Vivipari adalah biji berkecambah sebelum mereka terlepas dari induknya, seperti pada tanaman bakau. Vivipari bukan merupakan bentuk dari apomixis karena tidak dihasilkan biji. Namun demikian, jika turunan yang dihasilkan berasal dari vivipary diturunkan dari jaringan yang berhubungan dengan reproduksi sexual, khususnya, primordial bunga, vivipary sering kali dimasukkan ke dalam kelompok apomixis. 4.6. Penentuan Cara Perkembang Biakan Ada beberapa langkah dalam menentukan cara perkembangbiakan tanaman, apakah suatu tanaman yang kita jumpai termasuk tanaman menyerbuk sendiri atau menyerbuk silang?. Langkah pertama adalah mengamati sistem pembentukan bunga pada tanaman tersebut. Tanaman diocious, pasti sistem penyerbukannya silang, tetapi pada tanaman monocious, akan mempunyai dua kemungkinan. Jika bunga betina dan bunga jantan letaknya terpisah jauh seperti pada jagung, cempedak dan nangka tanaman tersebut pasti menyerbuk silang, tetapi jika bunga betina dan bunga jantan letaknya berdekatan, maka ada kemungkinan terjadi penyerbukan sendiri disamping penyerbukan silang. Langkah kedua, adalah mengisolasi tanaman tersebut atau membungkus bunga (jika bunganya hermaprodit), untuk menghalangi penyerbukan silang oleh serbuk sari dari bunga lain. Jika tidak terbentuk buah dan biji, maka ini menunjukkan bahwa penyerbukan sendiri tidak bisa terjadi pada tanaman tersebut, sehingga tanaman tersebut dapat digolongkan menjadi tanaman menyerbuk silang. Sebaliknya, jika terbentuk buah dan biji berarti telah terjadi penyerbukan sendiri. Namun demikian hal ini belum dapat dipastikan karena penyerbukan silang mungkin juga bisa terjadi. Oleh sebab itu untuk kepastian, diperlukan langkah berikutnya, dengan mengamati apakah terjadi inbreeding. Jika 71 terjadi inbreeding, maka tanaman tersebut adalah heterozigot dan berpenyerbukan silang, sebaliknya jika tidak terjadi inbreeding, maka tanaman tersebut homozigot dan berpenyerbukan sendiri. 4.7. Rangkuman Cara perkembangbiakan tanaman menentukan struktur genetik populasi. Struktur genetik populasi menentukan metode pemuliaan dan jenis varietas yang akan dibentuk. Tananaman berbiak seksual yang menyerbuk sendiri memiliki genetik populasi homozigot. Jenis varietas yang akan dibentuk umumnya galur murni (homosigot-homogen). Metode pemuliaan untuk tanaman menyerbuk sendiri adalah dengan pembentukan galur murni unggul. Tananaman berbiak seksual yang menyerbuk silang memiliki struktur genetik populasi heterosigot-heterogen. Jenis varietas yang dibentuk bisa varietas bersari bebas dan maupun hibrida. Metode Pemuliaan untuk tanaman menyerbuk silang adalah melalui perbaikan populasi dengan seleksi berulang,dan pembentukan hibrida. Tananaman berbiak secara vegetatif memiliki struktur genetik populasi heterosigot-homogen. Jenis varietas yang akan dihasilkan berupa klon (populasi hasil perbiakan vegetatif). Metode pemuliaan dilakukan melalui pembentukan klon unggul. 4.8. Latihan 1. Lingkari proses pembelahan sel yang tepat untuk setiap pernyataan Pernyataan Proses a. Pada akhir proses, sel anak Mitosis Meiosis merupakan diploid b. Sel-sel anak menerima satu copy Mitosis Meiosis identik setiap satu kromosom yang 72 ada pada sel induk asalnya c. Proses ini memungkinkan terjadinya rekombinasi genetik d. Pada akhir proses, sel anak memiliki setengah jumlah kromosom sel induk e. Proses ini melibatkan dua kali pembelahan dengan hanya satu rode replikasi kromosom f. Sel somatik merupakan hasil dari proses ini g. Reproduksi Seksual memerlukan proses ini Mitosis Meiosis Mitosis Meiosis Mitosis Meiosis Mitosis Meiosis Mitosis Meiosis 2. Jika jumlah kromosom diploid pada padi adalah 24. Pilih jumlah kromosom yang tepat pada setiap sel atau jaringan dari 3 pilihan yang tersedia dalam tabel di bawah ini! Sel atau Jaringan Jumlah Kromosom A Tepung Sari 12 24 36 B Sel Embrio 12 24 36 C Zigot 12 24 36 D Sel Somatik 12 24 36 E Sel Sperma 12 24 36 F Sel Dauan 12 24 36 G Sel telur 12 24 36 H Sel endosperm 12 24 36 4. Sebutkan dan jelaskan satu faktor yang membedakan reproduksi sexual dari reproduksi asexual? Jawab: Reproduksi sexual melibatkan penyatuan gamet dan perkembangan biji untuk menghasilkan generasi baru. Salah satu tugas pemulia tanaman adalah menyeleksi tetua dan mengontrol penyerbukan sehingga dapat dihasilkan keturunan yang diinginkan. 73 5. Apa yang membedakan bunga lengkap dari bunga tidak lengkap? 6. Lingkari mana bagian bunga yang sangat penting untuk reproduksi ?.1. Kelopak bunga, 2. Putik, 3. Mahkota, 4. Stamen 7. Jelaskan perbedaan struktural antara bunga sempurna dan bunga tidak sempurna! 8. Jika anda mengamati sebuah bunga dari suatu tanaman yang belum pernah anda ketahui (lihat) sebelumnya, bagaimana anda menentukan apakah tanaman tersebut menyerbuk sendiri atau menyerbuk silang? 9. Untuk setiap tipe bunga berikut, pilihlah cara penyerbukan yang mungkin cocok untuk setiap tipe bunga tersebut. Asumsikan tidak terjadi male sterility atau self-incompatibility Istilah Bunga lengkap Bunga tidak lengkap Bunga sempurna Bunga tidak sempurna Tanaman Monoecious Tanaman Dioecious Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Cara Penyerbukan Silang Jarang-silang Silang Jarang-silang Silang Jarang-silang Silang Jarang-silang Silang Jarang-silang Silang Jarang-silang 4.9. Topik Diskusi Tanaman dapat dikelompokkan sebagain tanaman yang diperbanyak dengan penyerbukan sendiri, penyerbukan silang atau diperbanyak secara vegetatif. Diskusikan konsekwensi pemuliaan dari ketiga cara perbanyakan tanaman tersebut. 4.10. Refleksi Kirimkan jawaban anda untuk pertanyaan berikut ke email [email protected] batas akhir minggu depan. 74 1. Konsep mana dari materi pembelajaran ini yang berguna bagi anda? Kenapa konsep tersebut berguna bagi anda? 2. Dalam bahasa sendiri, tuliskan rangkuman ringkas (satu setengah halaman atau kurang) untuk materi pembelajaran ini 3. Konsep manakah dari materi pembelajaran ini yang masih kurang jelas bagi anda? 4.11. Tugas Rumah 1. Bedah bunga lengkap dan tidak lengkap. Pikirkankan, apakah ada atau tidaknya struktur-struktur dari bunga tersebut akan mempengaruhi proses penyerbukan, sehingga dapat diputuskan metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan varietas atau menjaga kemurnian genetik dari varietas tanaman tersebut 2. Cari gambar morfologi bunga tanaman menyerbuk sendiri (5 tanaman) a. Saat antesis (pecahnya kepala sari) dan masaknya polen dari setiap tanaman (5 tanaman) b. Receptivitas kepala putik dari setiap tanaman (5 tanaman) 3. Kompatibilitas polen-stigma 4.12. Glossarium Istilah Penyerbukan Apospori : : Pengertian Proses proses mulai lepasnya serbuk sari dari antera, kemudian melekat ke kepala putik (stigma) sampai tumbuh tabung sari di dalam tangkai putik hingga terjadi pembuahan Embrio berkembang dari dari sel somatik ovul yaitu integumen dan nucleus yang membelah secara mitosis membentuk 75 Diplospory : Embrio Adventius : Parthenogenesis : Androgenesis : Semigami : Apogami : embrio 2n. Embrio dan endosperm berasal dari sel induk megaspora 2n. Inti dari sel induk megaspora mengalami mitosis untuk membentuk kantong embrio. Embrio terbentuk dari sel sporofit, sel 2n dari ovul, integumen atau dinding ovary mengalami mitosis membentuk embrio. Endospem diperkirakan berasal dari inti polar dari kantong embrio normal yang berkembang secara terpisah di dalam ovul. Embrio biji terbentuk dari sel telur haploid tanpa pembuahan dengan inti gamet jantan. Embrio biji terbentuk dari inti gamet jantan serbuk sari setelah masuk ke kantong embrio tetapi tidak terjadi pembuahan dengan inti gamet betina. Tanaman haploid yang berkembang dari biji tersebut memiliki susunan genetik seperti gamet jantan. Inti gamet jantan masuk ke kantong embrio dan mempenetrasi sel telur, tetapi tidak terjadi penaytuan gamet betina dan jantan membentuk zigot 2n. Inti gamet jantan dan gamet betina masing-masing membelah sendiri-sendiri menghasilkan embrio haloid. Tanaman haploid yang berkembang dari embrio mengandung sebagian jaringan tetua betina atau berasal dari tetua jantan. Embrio yang dihasilkan dari sel lain bukan sel telur, tetapi dari sel-sel sinergit 76 atau anti podal dari kantong embrio. 4.13. Daftar Pustaka Acquaah, G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Blackwell, Malsen. Borojevic, S. 1990. Principles and Methods of Plant Breeding. Elssevier, New York. Chahal, GS and Gosal, SS. 2002. Principles and Procedures of Plant Breeding. Narosa Publishing House, New Delhi Takayama, S and Isogai, A.2005. Self-Incompatibility in Plants. Annu. Rev. Plant Biol. 56:467–89. Charlesworth, D., Vekemans X., Castric, V., and Glémin,S.2005.Plant self-incompatibility systems: a molecular evolutionary perspective. 168: 61–69 77 BAB V SUMBER KERAGAMAN GENETIK UNTUK PEMULIAAN TANAMAN Pengantar Umumnya individu tanaman yang satu berbeda dengan individu tanaman yang lain, walaupun kita amati pada satu spesies. Perbedaan ini dikenal dengan keragaman. Keragaman antar tanaman bisa disebabkan oleh lingkungan yang tidak diwariskan dan genetik, yang diwariskan. Sumber keragaman genetik bisa mutasi, variasi jumlah kromosom, hibridisasi interspesifik, rekombinasi gen, variasi somalkonal, fusi protoplas dan konstruksi gen. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang sumber keragaman genetik akibat mutasi, variasi jumlah kromosom, hibridisasi interspesifik, rekombinasi gen, variasi somalkonal, fusi protoplas dan konstruksi gen. 78 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 10 menit Langkah 2 80 menit Aktivitas Pembukaan Dosen menjelaskan pokok bahasan pada pertemuan ini, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan ini dan memotivasi mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas pembelajaran Penyajian 1. Dosen menyajikan informasi kepada mahasiswa melalui bahan bacaan 2. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4 kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu kelompok. 3. Tiap anggota tim diberikan materi yang berbeda (sub pembahasan yang berbeda). 4. Anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang sama diminta untuk membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. 5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota diminta untuk kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai. 6. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahasnya untuk mencapai pemahaman bersama yang tepat. 7. Dosen meminta beberapa kelompok awal untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada 79 Langkah 3 10 menit seluruh kelas. 8. Dosen mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari 9. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan ini. 10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi. Penutup 1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk memantapkan mahasiswa tentang keragaman genetika dan hubungannya dengan pemuliaan tanaman. 2. Dosen meminta beberapa mahasiswa mengemukakan pertanyaan dan membahasnya. 80 5.1. Rekombinasi gen Pemuliaan tanaman sekarang tidak terlepas dari pengetahuan genetik yang disumbangkan oleh Mendel. Dari persilangan antara dua tanaman kacang kapri yang mempunyai satu sifat beda (sepasang alel), Mendel medapatkan semua tanaman F1 mirip dengan salah satu tetuanya. Sifat yang muncul pada tanaman F1 dinamakan dengan sifat dominan sedangkan yang tidak muncul dinamankan resesif. Kedua sifat tersebut akan muncul kembali dengan ratio 3 dominan : 1 resesif pada generasi F2. Berdasarkan percobaan tersebut disimpulkan bahwa: “pada saat pembentukan gamet, dua anggota dari satu gen bersegregasi (berpisah) satu sama lainnya ke dalam gamet-gamet yang berbeda secara acak”. Pesilangan antara dua tanaman dengan satu sifat beda (sepasang gen) akan diperoleh enam jenis persilangan yang mungkin dibuat (Tabel 5.1) Tabel 5.1. Jenis persilangan yang mungkin dibuat dari sepasang gen Persilangan Genotipe Fenotipe AA AA AA Aa Aa aa Semua AA 1AA:1Aa Semua Aa 1AA: 2Aa:1aa 1Aa : 1aa Semua aa Semua A Semua A Semua A 3A: 1a 1A: 1a Semua a x x x x x x AA Aa aa Aa aa aa Persilangan dengan menggunakan dua sifat beda (dua pasang alel), apabila kedua sifat tersebut tidak terpaut, satu dari mereka dominan penuh terhadap yang lain, F1 akan heterozigot untuk kedua lokus. Akibat segregasi kromosom secara acak selama 81 meiosis untuk kedua lokus tersebut maka akan menghasilkan empat jenis gamet dengan frekwensi yang sama. Dengan selfing F1, penyatuan empat jenis gamet betina dan empat jenis jantan secara acak dari tanaman F1, akan menghasilkan sembilan genotipe dan diantaranya ada dua genotipe homozigot baru yang merupakan rekombinasi dari gen kedua tetuanya pada F2. P1 AAbb x aaBB P2 Gamet P Ab aB F1 AaBb Gamet F1 AB, Ab, aB dan ab F2 AABB - genotipe baru AAbb - genotipe tetua aaBB - genotipe tetua aabb - genotipe baru Jika persilangan tetua dengan tiga pasang alel yang berbeda, maka pada F2. akan diperoleh enam genotipe yang berbeda dengan kedua tetuanya. Tabel 5.2. Hubungan antara jumlah pasangan alel yang terlibat dalam sebuah persilangan heterozigot dengan tipe gamet dan keturunan yang dihasilkan Jumlah pasangan alel 1 2 3 4 5 10 N Banyaknya jenis gamet yang dihasilkan oleh F1 2 22 =4 23 = 8 24 = 16 25 = 32 210 = 1.024 2n Banyaknya fenotipe pada F2 jika dominan sempurna 2 22 = 4 23 = 8 24 = 16 25 = 32 210 = 1.024 2n Banyaknya genotipe pada F2 Jumlah kombinasi gamet F1 yang mungkin Jumlah populasi F2 terkecil yang diperlukan 3 32 = 9 33 = 27 34 = 81 35 = 243 310 =59.049 3n 4 42 = 16 43 = 64 44 = 256 45 = 1024 410 =1084576 4n 5 42 = 16 43 = 64 44 = 256 45 = 1024 410 =1084576 4n 82 Apabila jumlah pasangan gen lebih banyak lagi maka akan diperoleh kombinasi yang lebih banyak juga (Tabel 5.2). Keragaman genetik baru dapat dihasilkan dari persilangan dua tetua yang memiliki sifat beda karena dapat menghasilkan kombinasi sifat yang baru. Apabila gen tidak terpaut maka rekombinasi gen yang dihasilkan juga hanya terbatas pada gen-gen yang ada pada tetuanya. Jika ada interaksi antar gen yang mengendalikan suatu sifat maka ada kemungkinan untuk diperoleh genotipe dengan sifat yang tidak ada pada kedua tetuanya. Interaksi gen pada lokus berbeda yang mempengaruhi satu sifat disebut dengan epistasis. Epistasis digunakan untuk menjelaskan dua gen yang mempengaruhi satu sifat, gen yang satu menutupi ekspresi gen yang lain. Gen yang menutupi ekspresi gen lain disebut epitatik, sedangkan gen yang ditutupi dinamakan dengan hipostatik. Epistasis dikenal juga dengan istilah intergenik atau interaksi interalelik. Epistasis menyebabkan ratio fenotipik pada F2 meyimpangan dari 9: 3 : 3 : 1 yang merupakan ratio fenotipik yang dijumpai pada segregasi dua gen yang saling bebas, dominan penuh dan tidak ada interaksi. Keragaman genetik baru dan beberapa kemungkinan ekspresinya disajikan pada Tabel. 5.3. 83 Tabel. 5.3. Nisbah fenotipik pada F2 untuk dua gen yang tidak terpaut yang dipengaruhi oleh tingkat dominansi pada setiap lokus dan epistasis antar lokus. AABB AABb AaBB AaBb Aabb Aabb aaBB aaBb Aabb Genotipe F2 1 2 2 4 1 2 1 2 1 3 6 1 2 9 3 9 3 1 3 1 4 12 3 13 3 9 1 7 15 9 3 1 6 1 Dasar genetik dari Nisbah Dominan penuh tidak cukup pada kedua lokus, tidak ada epistasis, Nisbah fenotipik sama dengan nisbah genotipik Dominan penuh tidak cukup pada A. Dominan penuh pada B. Tidak ada epistasis Dominan penuh pada A dan B. Tidak ada epistasis Epistasis resesif. aa epistatik terhadap B, b. Epistasis dominan, A epistatik terhadap B, b. Epistasis dominan dan resesif, A epistatik terhadap B, b. bb epistatik terhadap A,a. A dan bb menghasilkan fenotipe yang sama. Epistasis Resesif duplikat, aa epistatik terhadap B, b. bb epistatik terhadap A,a Epistasis dominan duplikat, A epistatik terhadap B, b. B epistatik terhadap A,a. Gen-gen duplikat dengan interaksi. A_bb dan aaB_ mempunyai fenotipe yang sama, A_B_ dan aabb mempunyai fenotipe yang berbeda Transgresi gen merupakan salah satu sumber keragaman genetik yang dihasilkan oleh segregasi dari sifat-sifat yang lebih kecil atau lebih besar dari satu atau kedua sifat dari tetuanya. 84 Sebagai contoh, jika satu sifat kuantitatif dikendalikan oleh lima gen dengan pengaruh aditif, maka akan diperoleh F2 sebagai berikut: P1 aaBBccddee x AAbbCCDDee P2 Tinggi 60 cm Tinggi 80 cm F1 F2 AaBbCcDeee aabbccddee Tinggi 50 cm Lebih pendek dari tetua - AABBCCDDee Tinggi 90 cm Lebih tinggi dari tetua Jika gen pada kromosom yang sama terpaut satu sama lain maka, tidak akan diperoleh segregasi yang bebas, karena gen-gen tersebut tidak bisa terpisah, akibatnya tidak akan diperoleh rekombinasi antar gen di dalam kelompok pautan tesebut. Hal ini akan membatasi kerja pemulia untuk mendapatkan genotipe baru dari rekombinasi gen-gen terpaut. Rekombinasi dari gen terpaut bisa terjadi sebagai akibat pindah silang. Pindah silang adalah proses pertukaran segmen kromosom dari kromatid bukan saudara dari kromosom homolog akibat patah secara simetrik dan bergabung dengan cara menyilang pada saat sinapsis selama meiosis. Dua lokus heterozigot bisa terpaut dalam bentuk repulsi atau coupling. Coupling jika alel dominan pada dua lokus terletak pada satu kromosom dan alel ressif pada kromosom lain. (AB//ab). Repulsi jika alel dominan dan alel resesif terletak pada kromosom, demikian sebaliknya (Ab//aB). Untuk mengatahui pautan dapat diuji dengan dua cara, pertama dengan testcross, dan kedua dengan selfing tanaman F1 atau menyilangkan dua tanaman yang heterozigot. Dari testcross akan diperoleh nisbah fenotipe 1 : 1 : 1 : 1, jika menyimpang secara nyata dari nisbah tersebut, berarti lokus tersebut terpaut. Demikian pula halnya dengan selfing akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 3 : 1, jika menyimpang dari nisbah 85 tersebut berari lokus yang kita uji tersebut terpaut. Cara yang umum digunakan untuk menetapkan hal tersebut adalah dengan menggunakan uji statistik chi-square (χ2) suatu uji kesesuaian. Formula umum chi-square adalah: (O E ) χ = E 2 2 Keterangan : Σ = sigma = jumlah O = nilai yang diamati E = nilai yang diharapkan Nilai χ2 dan derajat bebas selanjutnya digunakan untuk menentukan peluang , jika peluang memperoleh nilai pengamatan lebih besar dari 5 dalam 100 (P > 0,05), penyimpangan tersebut tidak berbeda nyata secara statistika dan akan terjadi secara kebetulan saja. Jika P = 0.05, maka penyimpangan dari nilai harapan dipandang sebagai penyimpangan yang nyata secara statistika dan bukan hanya kebetulan saja. Jika P = 0.01, atau lebih kecil, penyimpangan sangat nyata secara statistika. Dua lokus dianggap saling bebas jika persentase rekombinasinya 50 persen. Persentase rekombinasi (karena pindah silang pada saat menghasilkan gamet) dapat digunakan sebagai ukuran kuantitatif dari jarak antara dua lokus pada suatu peta genetik. Jarak ini diukur dalam satuan map units (mu), yang memperlihatkan posisi relatif dari gen pada kromosom. Jarak antara dua gen terpaut yang lebih lauh akan memberi peluang pindah silang lebih besar daripada jarak yang lebih dekat. Frekwensi pindah silang 1 persen antara dua lokus sama dengan 1 map unit yang berarti bahwa setiap 100 gamet yang terbentuk, satu pindah silang akan terjadi antara dua lokus. 86 P1 AABB x aabb Gamet P AB F1 P2 ab AaBb Gamet F1 AB, Ab, aB, ab Testcross: AaBb Genotipe (1) AB//ab ab//ab Ab//ab aB//ab aabb Jumlah Jumlah Simpangan Simpangan Pengamatan Harapan Kuadrat (O) (E) (O-E) (O-E)2 (2) (3) (4) (5) 153 23409 403 250 403 97 97 1000 Total x 250 250 250 1000 Chi-square (O-E)2 (E) (6) 93,636 153 23409 93,636 -153 23409 93,636 -153 23409 0,00 93,636 2 χ = 374,544 Berdasarkan testcross diatas menunjukkan bahwa frekwensi fenotipik yang diamati tidak mencerminkan segregasi secara bebas karena jumlah individu AaBb dan aabb lebih banyak dan individu Aabb dan aaBb lebih sedikit dari yang diharapkan. Gen A dan b merupakan gen terpaut dan terletak pada kromosom yang sama. Individu yang lebih banyak jumlahnya akan sama dengan tetuanya karena gamet F1-nya sama dengan gamet tetuanya. Persentase rekombinasi dapat dihitung dengan persamaan: jumlah kelas bukan tetua % Re kombinasi x100 % total jumlah individu = Ab // ab aB // ab x100% AB // ab ab // ab Ab // ab aB // ab 87 = 194 x100 1000 = 19.4% Nilai persentase rekombinasi ini dapat digunakan untuk menduga jarak relatif antara lokus A dan b, yaitu 19.4 mu. Pautan antara dua gen atau lebih yang mengendalikan sifat yang berbeda bisa menguntungkan jika alel-alel pada masingmasing lokus berada dalam keadaan coupling. Keuntungannya adalah alel-alel yang diinginkan akan lebih sering muncul bersamasama dalam populasi segregasi sehingga pemulia lebih mudah mendapatkan individu dengan alel-alel yang diinginkan untuk dua sifat. Pautan tidak diharapkan jika alel-alel bedara dalam keadaan repulsi. Pemulia harus menanam populasi lebih banyak daripada populasi yang lokusnya tidak terpaut untuk mendapatkan segregasi dengan alel-alel yang diinginkan pada kromosom yang sma akibat dari pindahsilang antara dua lokus yang terpaut dalam keadaan repulsi. Pautan yang sangat dekat antara dua lokus sulit dibedakan dengan pleitropi, pengendalian dua sifat atau lebih oleh satu gen. Pautan dan pleitropi dapat dibedakan dengan mencari hasil pindah silang yaitu turunan yang homozigot untuk kedua sifat. Tanaman yang homozigot untuk kedua sifat tidak akan pernah muncul dalam populasi jika ada pleitropi. Pautan akan mengurangi frekwensi genotipe tertentu dan meningkatkan frekwensi genotipe yang lain. Populasi dalam keadaan tidak seimbang pautan, jika frekwensi dari gamet pada gen coupling tidak sama dengan frekwensi gamet pada gen yang terpaut dalam bentuk repulsi (AB + ab ≠ Ab + aB). Untuk mendapatkan keseimbangan pautan dalam populasi harus diberi kesempatan untuk rekombinasi genetik didalam individu heterozigot. Hal ini memerlukan pengulangan generasi dari intermating atau selfing dari individu-individu heterozigot. 88 5.2. Variasi Jumlah Kromosom Sebuah genom terdiri dari sejumlah kromosom dasar disebut dengan monoploid (yang dilambangkan dengan x). Dalam genom setiap jenis kromosom (atau nomor kromosom) hanya diwakili sekali saja. Organisme yang kromosom-kromosomnya merupakan penggandaan dari jumlah monoploid dinamakan euploid. Organisme eukariot secara normal memiliki satu set kromosom (haploid) atau dua set kromosom (diploid), sehingga keduanya merupakan euploid normal. Euploid yang memiliki lebih dari dua set kromosom dalam sel somatiknya disebut dengan poliploid. Poliploid yang memiliki tiga set kromosom atau tiga genom disebut triploid (3x), 4 genom disebut tetraploid (4x), 5 genom disebut pentaploid (5x), 6 genom disebut hexaploid (6x) dan seterusnya. Jumlah kromosom pada sel gametik dikenal dengan haploid yang dilambangkan dengan n, yang merupakan setengah dari jumlah kromosom dalam sel somatiknya [jumlah kromosom diploid (2n)]. Pada beberapa spesies tumbuhan jumlah haploid (n) dan jumlah monoploid (x) sama, sehingga n atau x (atau 2n atau 2x) bisa digunakan secara saling bertukaran. Namun demikian pada 89 tanaman tertentu seperti gandum modern n dan x sangat berbeda. Gandum mempunyai 42 kromosom, hasil penelitian dengan seksama menunjukkan ternyata gandum merupakan hexaploid, yang memiliki enam kromosom yang agak mirip tetapi ketujuh set kromosomnya tidak identik. Sehingga 6x = 42 dan x = 7, tetapi gametnya mengandung 21 kromosom sehingga n = 21 dan 2n = 42. Monoploid atau haploid mempuyai peran yang sangat penting dalam metode pemuliaan tanaman modern. Sifat-sifat tertentu yang diinginkan oleh pemulia pada tanaman diploid yang dikendalikan oleh alel-alel resesif, biasanya tidak teridentifikasi jika berada dalam keadaan heterozigot karena hanya menampakkan fenotipenya yang dominan. Untuk mendapatkan tanaman homozigot resesif diperlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara konvensional, sedangkan melalui pemuliaan haploid, untuk mendapatkan tanaman homozigot tersebut relatif lebih cepat. Pada waktu meiosis gen-gen heterozigot akan bersegregasi ke dalam gamet-gamet yang haploid. Haploid digunakan dalam pemuliaan tanaman dan analisis genetika seperti hal-hal (1) dengan haploid ganda akan diperoleh tanaman yang homozigot relatif lebih cepat dibandingkan dengan pada galur inbeed, (2) genotipe yang mengalami mutasi resesif segera diketahui fenotipenya pada tanaman haploid, (3) lebih sedikit diperlukan populasi untuk memperoleh genotipe tertentu karena segregasinya sederhana, (4) dalam analisis sitogenetika polihaploid dapat digunakan untuk trensfer gen dari poliploid ke diploid, (5) pada tanaman self-incompatible tidak mungkin terjadi penyerbukan sendiri, dengan haploid ganda memungkinkan diperoleh tanaman dengan alel homozigot. Tanaman haploid dapat terjadi melalui (1) perkembangan embrio dari sel telur tanpa dibuahi pada jagung, (2) hibridisasi interspesifik pada barley yang dikuti oleh hilangnya kromosom dari spesies liar dan embrio haploid yang terbentuk dikulturkan secara in vitro selanjutnya planlet haploid digandakan menjadi double haploid dan ditanam di rumah kaca sampai dewasa, (3) semigami 90 yaitu inti sel telur tidak berfusi dengan inti sel sperma, sehingga masing-masing sel membelah dan berkembang menjadi embrio haploid pada kapas dan (4) kultur antera atau polen. Poliploid dapat dibedakan berdasarkan asalnya kromosom, menjadi autoploid (atau juga autopoliploid; berarti sendiri), yaitu penggandaan kromosom dalam satu spesies dan alloploid (atau juga allopoliploid; berarti berbeda), yaitu poliploid yang terjadi akibat kombinasi genom dari spesies yang berbeda. Allopoliploid hanya terbentuk antara spesies yang berkerabat dekat, set kromosom yang berbeda adalah homeolog (hanya sebagian kromosom homolog) bukan keseluruhannya homolog seperti pada autopoliploid. Autotetraploid bisa terjadi secara alami akibat penggandaan genom 2x secara spontan menjadi 4 x dan juga dapat diinduksi dengan menggunakan kolkhisin. Secara komersial tanaman autotetraploid menguntungkan karena jumlah set kromosomnya lebih banyak sehingga akan meningkatkan ukuran tanaman. Ukuran sel, buah, bunga, stomata, dan lain-lain semuanya lebih besar daripada tanaman diploid aslinya. Pada autotetraploid, nisbah genetik untuk sifat yang diwariskan secara sederhana lebih komplek dari pada diploid. Sebagai contoh, pada diploid jika alel A dan a, maka akan ada tiga genotipe yang mungkin yaitu AA, Aa atau aa, tetapi pada autotetraploid akan ada lima genotipe yang mungkin yaitu: AAAA kuadraplek AAAa triplek AAaa duplek Aaaa simplek aaaa nulliplek Jika A dominan sempurna, semua genotipe akan menampakkan karakteristik yang dominan kecuali hanya pada nulliplek yang menampakkan karakteristik resesif. Jika masing-masing genotipe tersebut diselfing dan dengan asumsi kromosom bersegregasi secara acak maka nisbah segregasi dominan terhadap resesif akan menjadi: 91 AAAA AAAa AAaa Aaaa aaaa 1A:0a 1A:0a 35A: 1 a 3A:1a 0 A : 35 a Jika dominan tidak lengkap, maka akan lebih rumit, apalagi adanya pautan akan lebih mempersulit untuk mengidentifikasinya. Tabel 5.4. Contoh Tanaman Budidaya Poliploid Tanaman Tipe Ploidi Jlh Kromosom Gamet (n) Jlh Kromosom Dasar (X) Jlh Kromosom Somatik (2n) Kentang Autopoliploid 24 12 2n = 4x = 48 Pisang Autopoliploid ? 11 2n = 3x = 33 Kacang Tanah Autopoliploid 20 10 2n = 4x = 40 Ubi Jalar Autopoliploid 45 15 2n= 6x=90 Tembakau Allopoliploid 24 12 2n = 4x = 48 Kapas Allopoliploid 26 13 2n = 4x = 52 Gandum Allopoliploid 21 7 2n=6x=42 Tebu Allopoliploid 40 8 2n=8x=80 Strawbery Allopoliploid 28 7 2n=8x=56 Aneuploid adalah individu yang jumlah kromosom yang tidak melibatkan pengggandaan seluruh set kromosom dasar tetapi terjadi penambahan atau pengurangan pada individu atau bagian kromosom. Secara umum set kromosom aneuploid berbeda dari tipe liar hanya satu atau beberapa jumlah kromosom. Jumlah 92 kromosom aneuploid bisa lebih besar ataupun juga lebih kecil dari tipe liarnya. Aneuploid dapat terjadi secara spontan karena (1) kromosom gagal berpisah (nondisjunction) pada anafase I meiosis, (2) perpasangan dan pergerakan kromosom abnormal pada meiosis seperti pada triploid dan (3) tanaman haploid yang diserbuki oleh polen normal sehingga gamet membawa jumlah kromosom yang tidak simbang. Aneuploid berguna untuk (1) mengidentifikasi letak gen pada kromosom, (2) mengetahui fungsi gen (3) mengetahui pengaruh kromosom dan dosis gen dan (4) memungkinkan substitusi kromosom tertentu ke dalam suatu varietas. Penamaan euploid berdasarkan banyaknya jumlah kromosom yang hilang atau bertambah pada suatu individu, sehingga dapat dibedakan sebagai berikut : Formula Tipe aneuploid Keterangan 2n Disomik Diploid Normal 2n-2 Nullisomik Kehilangan sepasang kromosom 2n-1 Monosomik Kehilangan satu kromosom 2n-1-1 Monosomik ganda Kehilangan 1 kromosom pada setiap pasang kromosom 2n+1 Trisomik Penambahan satu kromosom 2n+2 Tetrasomik Penambahan sepasang kromosom 2n+1+1 Trisomik ganda Penambahan 1 kromosom setiap pasang kromosom 93 Gambar 5.1. Diagramatik Aneuploid 5.2. Hibridisasi Interspesifik Hibridisasi interspesifik merupakan persilangan antara spesies yang berbeda. Jika suatu sifat yang diinginkan oleh pemulia tidak tersedia di dalam spesies yang ingin dikembangkan, maka pemulia mencari sifat tersebut pada kerabat liar dari spesies tersebut untuk dibentuk suatu varietas baru dengan sifat yang iinginkan dari dua spesies atau lebih. Tanaman poliploid dapat dihasilkan dengan cara hibridisasi interspesifik. Tanaman tersebut dikenal dengan Allopoliploid (berarti berbeda) merupakan poliploid yang terbentuk dari kombinasi genom dari dua spesies atau lebih. Namun demikian pemindahan gen dengan cara hibridisasi interspesifik sering mengalami kesulitan untuk mendapatkan biji atau tanaman yang viabel. Oleh karena itu diperlukan teknik khusus untuk mengatasi hambatan tersebut. 94 Setiap genom harus diidentifikasi dengan jelas supaya kita dapat mengikuti perannya dalam membentuk poliploid. Identifikasi genom biasanya ditandai dengan huruf besar. Sebagai contoh, poliploid yang terbentuk dari tiga genom. Jika set kromosom dasar atau genom spesies tetua pertama adalah A dan set kromosom dasar spesies tetua kedua adalah B dan set kromosom dasar spesies tetua ketiga adalah C. Masing-masing genom terdiri dari tujuh kromosom tetapi genom A tidak homolog dengan B atau C dan sebaliknya. Masing-masing spesies tetua diploidnya adalah AA, BB dan CC sehingga keturunan hasil persilangan ketiga tersebut adalah ABC dan penggandaan hibrid F1 ini akan menjadi AABBCC. Gambar. 5.2. Keturunan Hasil Persilangan Interspesifik 95 Pola pewarisan material genetik pada allopoliploid lebih sederhana dari autopoliploid. Segregasinya mirip dengan segregasi diploid. Jika tanaman AAAA disilangkan dengan aaaa akan diperoleh F1 AAaa dan jika tanaman F1 AAaa dibiarkan menyerbuk sendiri akan diperoleh kemungkinan gametnya adalah 1 AA : 2 Aa : 1 aa, sehingga perbandingan fenotipe F2-nya adalah 15 dominan : 1 resesif, jika A dominan penuh, sehingga yang resesif sangat jarang ditemukan dalam populasi ini. Sekarang, tanaman allopoliploid telah dihasilkan secara rutin dalam pemuliaan tanaman. Penggandaan kromosom secara spontan untuk mendapatkan hibrid yang steril sangat jarang terjadi, oleh karena itu penggandaan kromosom diinduksi dengan kolkhisin. Amphidiploid sintetik yang telah digunakan secara luas yaitu Triticale, yaitu amphidiploid antara gandum (Triticum, 2n = 6x = 42) dan rye (Secale, 2n = 2x = 14). Triticle tanaman kombinasi sifat daya hasil tinggi dari gandum dan sifat batang kuat (tahan rebah) dari rye. Allopoliploid bermanfaat dalam identifikasi genetik asal tanaman poliploid, menghasilkan genotipe dan spesies baru, memudahkan transfer gen dari spesies yang berkerabat dekat, dan memungkinkan transfer atau substitusi individu kromosom atau pasangan kromosom. 5.4. Mutasi Mutasi merupakan perubahan susunan basa DNA. Mutasi dapat terjadi pada semua sel baik sel kelamin ataupun sel somatik. Mutasi pada sel kelamin seperti sel-sel induk mikrospora atau megaspora biasanya perubahan yang terjadi dapat diwariskan ke individu keturunannya. Mutasi bisa terjadi pada nukleotida penyandi gen atau bisa juga pada daerah bukan penyandi gen. Jika mutasi terjadi pada daerah bukan penyandi gen maka tidak dapat dideteksi pengaruhnya terhadap sel atau individu. Mutasi pada gen akibatnya akan mengubah produk gen yang dapat menyebabkan 96 perubahan fenotipe, yaitu munculnya fenotipe baru yang berbeda dengan fenotipe tetua. Mutasi dapat terjadi secara sontan atau dengan cara diinduksi. Mutasi yang tidak diketahui penyebabnya dikenal dengan mutasi spontan. Mutasi spontan dapat terjadi di alam secara acak atau akibat pengaruh lingkungan. Frekwensi mutasi spontan sangat kecil (10-6 pada tingkat gen dan 10-9 pada tingkat nukleotida) per generasi. Mutasi dapat diinduksi dengan menggunakan zat-zat khusus (mutagen). Mutagen fisik seperti sinar Ultra Violet (UV), Neutron, X, γ, β. Mutagen kimia seperti ethyl methanesulfonate (EMS), diethyl sulfate (DES), ethyleimine (EI), ethyl nitroso urethane (ENV), ethyl nitroso urea (ENH) dan methyl nitroso urea (MNH). Mutasi dapat menyebabkan perubahan struktur kromosom. Mutasi pada kromosom dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu delesi atau defisiensi, duplikasi, inversi dan translokasi. Hilangnya sebagian potongan kromosom dinamakan delesi atau defisiensi. Dalam diagram berikut bagian D, E, F dan G yang hilang: Delesi dapat menampilkan fenotipe yang unik jika satu kromosom homolog membawa delesi seperti halnya mutasi dominan, tetapi delesi akan menyebabkan letal jika dalam keadaan homozigot yang bertindak sebagai resesif terhadap pengaruh letal. Proses mutasi kromosom bisa menghasilkan satu tambahan pada beberapa bagian kromosom. Adanya dua bagian kromosom tertentu pada kromosom yang sama dinamakan dengan duplikasi, 97 seperti terlihat pada diagram berikut bagian C dan D menjadi dua kali. Bagian tambahan dari sebuah duplikasi yang mengalami mutasi gen, fungsinya dapat didukung oleh copy yang lain. Hal ini akan memberi kesempatan untuk penyebaran fungsi dari gen yang terduplikasi yang akan menguntungkan dalam evolusi genom. Dengan demikian duplikasi akan menyumbangkan tambahan bahan genetik yang mampu untuk menimbulkan fungsi-fungsi baru. Jika satu kromosom putus pada dua tempat, kadangkala bagian di tengah-tengah diantara dua daerah yang putus tersebut berputar 1800 sebelum tersambung kembali dengan kedua ujung yang putus tadi. Mutasi kromosom yang menyebabkan sebuah segmen kromosom yang berputar 180 derajad dan tersambung kembali disebut Inversi. Inversi tidak melibatkan pertukaran materi genetik, sehingga biasanya inversi viabel dan tidak memperlihatkan ada bagian abnormalitas pada tingkat fenotipik. Pada beberapa kasus satu kromosom putus pada tempat sebuah gen yang memiliki fungsi esensial dan titik tempat putus tersebut bisa bertindak sebagai mutasi gen letal yang terpaut inversi. 98 Pertukaran bagian-bagian kromosom antar kromosom bukan homolog yang menghasilkan mutasi kromosom disebut translokasi. Translokasi resiprokal merupakan tipe translokasi yang paling umum terjadi. Satu segmen dari satu kromosom tertukar dengan satu segmen dari kromosom bukan homolog yang satu lagi, sehingga dua translokasi kromosom terjadi secara bersamaan. Translokasi dapat merubah ukuran kromosom dan juga posisi sentromernya. Pada translokasi heterozigot yang membawa dua kromosom yang mengalami translokasi dan kromosom pasangannya normal akan memperlihatkan pengaruh genetik . 99 Walaupun banyak varietas yang dimuliakan dengan cara mutasi, tetapi masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah varietas yang dikembangkan dengan cara hibridisasi dan seleksi (Fehr, 1987). Pemulian dengan cara mutasi hanya terbatas pada sifat-sifat yang bernilai ekonomi tinggi dan hanya tepat digunakan jika sifat yang diinginkan tidak tersedia di dalam plasma nutfah. Frekwensi perubahan sifat yang diharapkan dari mutasi buatan umumnya rendah, oleh karena itu untuk memperbesar peluang keberhasilannya perlu diseleksi individu yang lebih banyak. 5.5. Variasi Somaklonal Pada dasarnya, perbanyakan tanaman secara in vitro akan menghasilkan keturunan tanaman yang fenotipik dan genotipiknya identik dengan tetuanya. Namun demikian sering juga dijumpai ada variasi dalam populasi tanaman yang diperbanyak secara in vitro, terutama pada kultur sel. Frekwensi variasi genetik alami pada kultur sel relatif tinggi sehingga tidak diperlukan perlakuan agen mutasi. Akibat variasi tersebut berasal dari sel-sel somatik yang diperbanyak secara in vitro maka dinamakan sebagai variasi somaklonal. Variasi yang diinduksi oleh kultur jaringan telah dilaporkan pada berbagai tanaman seperti tebu, tembakau, padi, jagung, gandum, dan kedelai. Pemulia tanaman dapat menganggap variasi tersebut sebagai salah satu sumber keragaman genetik untuk pengembangan varietas baru. Variasi somaklonal termasuk mutasi dalam spektrum luas seperti mutasi titik, penyusunan kembali kromosom, inversi, duplikasi, poliploidi, aneuploid dan delesi. Induksi dan seleksi dengan menggunakan ragam genetik dari in vitro dapat dilakuakan dengan dua cara. Pertama, tanaman budidaya atau klon yang memiliki kekurangan diperbanyak dengan cara kultur jaringan, selanjutnya diseleksi mutan-mutan regeneranya yang memiliki sifat yang diinginkan. Caranya dengan membuat subklon melalui kultur jaringan dan diseleksi ragam 100 genetiknya. Sub-subklon yang berbeda dari klon asalnya dalam hal karakter morfologi atau ketahanan terhadap penyakit diperbanyak dan dievaluasi di lapangan. Kedua, kultur sel tanaman diseleksi untuk ketahanan terhadap kondisi bercekaman dan tanaman diregenerasi dari sel yang tahan. 5.6. Fusi Protoplas Fusi protoplas merupakan penyatuan dua atau lebih protoplas (sel tanpa dinding) dari sel somatik selanjutnya diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Fusi protoplas digunakan oleh pemulia tanaman jika tidak dapat dihasilkan biji dengan cara persilangan secara seksual setelah hibridisasi interspesifik (persilangan dengan kerabat liar) atau sifat-sifat yang ingin digabungkan dikendalikan oleh gen yang berada pada sel-sel somatik seperti klroroplas dan mitokondria. Gambar 5.3. Ilustrasi kemungkinan hasil fusi Protoplasma 101 Fusi protoplas memungkinkan memindahkan sel-sel organel dari satu spesies ke spesies lain yang tidak bisa diperoleh dengan hibridisasi seksual, yang biasanya membawa organel dari spesies tetua betina saja melalui sel telur. Organisme yang memiliki sitoplasma dan organel dari satu spesies dan inti dari spesies lain dinamakan dengan cybrida. Fusi protoplas juga memungkinkan untuk mendapatkan kombinasi baru DNA organel dan inti, sehingga menghasilkan variasi genetik baru. 5.7. Pemindahan Gen Secara Langsung Pemindahan DNA pengkode sifat tertentu dari satu organisme ke organisme lain dengan teknik DNA rekombinan dinamakan juga dengan rekayasa genetika. Sumber DNAnya bisa dari organisme termasuk bukan tanaman. Transfer gen dikenal pula sebagai transformasi DNA. Gen dari organisme lain disisipkan ke dalam DNA tanaman untuk tujuan tertentu. Strategi pemuliaan ini banyak mendapat penentangan dari kelompok-kelompok lingkungan karena varietas yang dihasilkan dianggap membahayakan lingkungan jika dibudidayakan. Transformasi tanaman yang dimediasi dengan Agrobacterium tumefaciens merupakan metode transformasi tanaman yang paling umum digunakan A. tumefaciens secara alami menginfeksi tumbuhan dikotil dan menyebabkan tumor yang disebut ‘crown gall’ Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyebabkan crown gall dengan mentransfer bagian DNAnya (dikenal sebagai T-DNA) dari Tumour inducing plasmid (Ti plasmid) ke dalam inti sel dan berintegrasi dengan genom sehingga menyebabkan penyakit ‘crown gall’.T-DNA mengandung 2 tipe gen, gen onkogenik yang menyandikan enzim termasuk sintesis auksin dan sitokinin dan membentuk formasi tumor, serta gen yang menyandikan sintesis opin, hasil dari kondensasi asam amino dan gula. Opin dihasilkan dan diekskresikan sel ‘crown gall’ dan 102 digunakan oleh A. tumefaciens sebagai sumber karbon dan nitrogen. Sementara gen untuk reaksi katabolisme opin, gen yang membantu transfer T-DNA dari bakteri ke sel tanaman, dan gen tansfer konjugatif plasmid, terdapat diluar T-DNA. A. tumefaciens terlebih dahulu melakukan pelekatan pada permukaan sel tanaman dengan membentuk mikrofibril sehingga menyebabkan terjadinya luka pada tanaman yang akan mengeluarkan senyawa fenolik yaitu asetosiringone sebagai respon sinyal. Sinyal tersebut mengaktifkan virA yang merupakan protein kinase untuk mengaktifkan virG dan memfosforilasinya menjadi virG-P. Dengan aktifnya virG-P ini akan mengaktifkan gen-gen vir lainnya untuk mulai bersifat virulen dan melakukan transfer VirD untuk memotong situs spesifik pada Ti plasmid, pada sisi kiri dan kanannya sehingga melepaskan T-DNA yang akan ditransfer dari bakteri ke sel tanaman. T-DNA utas tunggal akan diikat oleh protein VirE yang merupakan single strand binding protein sehingga terlindung dari degradasi. Bersamaan dengan itu, protein virB membentuk saluran transmembran ysng menghubungkan sel A. tumefaciens dan sel tanaman sehingga T-DNA dapat masuk ke sel tanaman. Gen pada T-DNA, yang meliputi gen auksin, sitokinin dan opin, ikut terekspresi sehingga memacu pertumbuhan sel tanaman menjadi banyak (tumor). Gambar 5. 4. Tranformasi menggunakan A. tumefaciens 103 Dengan adanya teknologi transformasi yang dimediasi A. tumefaciens ini berperan dalam menghasilkan tanaman transgenik, seperti tanaman tembakau yang tahan terhadap antibiotik tertentu. Resistensi terhadap antibiotik ini didapatkan dari bakteri yang turut menyisip pada T-DNA A. tumefaciens. 5.8. Rangkuman Sumber keragaman genetik bisa mutasi, variasi jumlah kromosom, hibridisasi interspesifik, rekombinasi gen, variasi somalkonal, fusi protoplas dan konstruksi gen. 5.9. Latihan 1. Agen apa saja yang dapat diunakan untuk melakukan mutasi pada tanaman? 2. Bagaimana membedakan allopolyploid dan autopolyploid 3. Berikan contoh hibridisasi interspesifik dan penggunaannya dalam pemuliaan tanaman! 4. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan biasanya menghasilkan tanaman yang identik dengan induknya, jelaskan kenapa kegiatan kultur jaringan dapat menghasilkan variasi somaklonal? 5.10. Glossarium Delesi : Duplikasi : Inversi : Proses mutasi kromosom yang menghasilkan pengurangan bagian kromosom Proses mutasi kromosom yang menghasilkan satu tambahan pada beberapa bagian kromosom Mutasi kromosom yang menyebabkan sebuah segmen kromosom yang berputar 180 derajad 104 Translokasi : Euploid : Aneuploid : Poliploid : Alloploid : Autoploid : Epistasis : Variasi somaklonal Cybrida : Rekayasa genetika : : dan tersambung kembali Pertukaran bagian-bagian kromosom antar kromosom bukan homolog yang menghasilkan mutasi kromosom Organisme yang kromosom-kromosomnya merupakan penggandaan dari jumlah monoploid Poliploidi yang jumlah kromosom bukan hasil pengggandaan seluruh set kromosom dasar tetapi terjadi penambahan atau pengurangan pada individu atau bagian kromosom Euploid yang memiliki lebih dari dua set kromosom dalam sel somatiknya. poliploid yang terjadi akibat kombinasi genom dari spesies yang berbeda poliploid yang terjadi akibat penggandaan kromosom dalam satu spesies Interaksi gen pada lokus berbeda yang mempengaruhi satu sifat Variasi yang berasal dari sel-sel somatik yang diperbanyak secara in vitro Organisme yang memiliki sitoplasma dan organel dari satu spesies dan inti dari spesies lain Pemindahan DNA pengkode sifat tertentu dari satu organisme ke organisme lain dengan teknik DNA rekombinan. 5.11. Daftar Pustaka Poehlman, J.M., and Sleper, D.A. 1995. Breeding Field Crops, the 4th Edition. Iowa State University Press. Iowa, USA. Standfield, D. 1991. Genetika Schaum’s, Erlangga Jakarta. 105 BAB VI GENETIKA KUANTITATIF DALAM PEMULIAAN TANAMAN Pengantar Pemulia tanaman perlu mengetahui prilaku sifat-sifat yang ingin diperbaiki dari tanaman yang akan dimuliakan. Sifat yang distribusi variasinya tidak kontinyu dan dapat dikategorikan ke dalam kelas diskrit termasuk sifat kualitatif. Sifat yang berdistribusi secara kontinyu tidak dapat dianalisis dengan cara yang sama sebagaimana sifat diskontinyu/diskrit. Sifat kontinyu sering diukur dan diberi nilai secara kuantitatif sehingga sering dikatakan sebagai sifat kuantitatif. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan dan menerapkan pengetahuan tentang perilaku genetik sifat kuantitatif dalam pemuliaan tanaman. 106 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Aktivitas Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 Pembukaan 1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada 10 menit pertemuan ini, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan ini dan memotivasi mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas pembelajaran 2. Menanyakan apa yang diketahui oleh mahasiswa tentang pewarisan sifat-sifat quantitatif dalam pemuliaan tanaman Langkah 2 Penyajian 1. Dosen menyajikan informasi kepada 80 menit mahasiswa melalui bahan bacaan 2. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 5 kelompok yang terdiri atas 5 orang dalam satu kelompok. 3. Tiap anggota tim diberikan materi yang berbeda (sub pembahasan yang berbeda). 4. Anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang sama diminta untuk membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. 5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota diminta untuk kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai. 6. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahasnya untuk mencapai pemahaman bersama yang tepat. 107 Langkah 3 10 menit 7. Dosen meminta beberapa kelompok awal untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada seluruh kelas. 8. Dosen mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari 9. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan ini. 10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi. Penutup 1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk memantapkan mahasiswa tentang sifat kuantitatif dan hubungannya dengan pemuliaan tanaman. 2. Dosen meminta beberapa mahasiswa mengemukakan pertanyaan dan membahasnya. 3. Menugaskan mahasiswa untuk membaca pustaka yang berkaitan dengan sub pokok bahasan yang akan disampaikan pada perkuliahan minggu berikutnya. 108 6.1. Pewarisan Sifat Genetik pada Tanaman 1) Pewarisan secara Kualitatif Karakter ini dikendalikan oleh gen tunggal atau beberapa gen. Distribusinya merupakan variasi tidak kontinyu dan pengaruh faktor lingkungan sedikit terhadap ekspresinya. Sebagai contoh adalah beberapa karakter dari kacang kapri yang dipelajari Mendel. 2) Pewarisan secara Kuantitatif Karakter ini dikendalilan oleh banyak gen, sehingga disebut juga multiple gen atau polygenes. Distribusinya merupakan variasi kontinyu dan pengaruh faktor lingkungan terhadap ekspresinya besar. Contoh karakter jenis ini adalah potensial hasil, Ketahanan terhadap cekaman kekeringan, periode kematangan dan lain-lain. Interaksi genetik gen Ada dua tipe interaksi genetik gen, yaitu interaksi genetik antara gen pada satu lokus dan interaksi genetik antar gen pada lokus yang berbeda. 1.) Interaksi genetik antara gen pada satu lokus Tipe Aksi Gen Aksi gen yang mempengaruhi sifat kuantitatif diantaranya adalah aditif, dominan tidak sempurna, dominan lengkap, dan over dominan. 109 Aksi Gen Aditif Aksi gen aditif merupakan aksi gen dimana setiap gen berkonstribusi terhadap setiap pengaruh aditif. Sebagai contoh gen untuk tinggi tanaman kedelai, A = 10 cm, dan a = 5 cm, sehingga AA = 20 cm, Aa = 15 cm, dan aa = 10 cm, dimana setiap gen menambah ke setiap ekspresi fenotipik. Aksi Gen Non Aditif Aksi gen non aditif merupakan aksi gen dimana setiap gen tidak memiliki pengaruh aditif. Aksi Gen Dominan tidak sempurna Pada dominan tidak sempurna, konstribusi alel A > satu unit tertentu sehingga pengaruh dua alel tidak sama dengan 2 x pengaruh dari alel tunggal. Jika AA aditif maka kombinasi Aa mendekati AA. Sebagai contoh, gen untuk warna bunga, R = bunga merah, dan r = bunga putih, sehingga RR = bunga merah, Rr = bunga pink, dan rr = bunga putih, dimana warna pink merupakan warna diantara merah dan putih. Gambar 6.1. Pewarisan Warna Bunga Snapdragon memperlihatkan dominan tidak Sempurna yang 110 Aksi Gen Dominan Lengkap Sebagai contoh, gen untuk tingga (T) dan pendek (t), sehingga TT = tinggi, Tt = tinggi, dan tt = rendah, di mana heterozigot (Tt) menunjukkan fenotipe dominan (tinggi). Aksi Gen Overdominan Aksi gen overdominan merupakan aksi gen dimana heterozigot Aa memperlihatkan hibrid vigor dibandingkan homozigot dominan AA dan homozygote resesif aa. Tipe ini menguntungkan pada banyak tanaman menyerbuk silang, tetapi pada tanaman menyerbuk sendiri, kebanyakan gen homozygot dan overdominan jarang dijumpai. Skala nilai fenotipe 0 Genotipe aa 1 Aa 2 AA Aditif Skala nilai fenotipe 0 Genotipe aa 1,5 Aa Dominan sebagaian Skala nilai fenotipe 0 Genotipe aa 2 AA 2 Aa AA Dominan Lengkap Skala nilai fenotipe 0 Genotipe aa 2 AA Over dominan Gambar 10.5.Skematis berbagai Aksi Gen 2,5 Aa 111 Interaksi genetic antar gen pada lokus yang berbeda 2.1. Aksi gen aditif Ini merupakan aksi gen dimana setiap gen berkonstribusi terhadap setiap pengaruh aditif. Sebagai contoh, sifat yang warna kernel gandum yang dikendalikan oleh tiga gen additif. Pada 1909 Herman Nilsson-Ehle dari Swedia melakukan percobaan dengan warna kernel gandum. Gandum merupakan tanaman hexaploid, dari persilangan tiga spesies yang berbeda yang menghasilkan hibrid yang stabil, allopolyploid. Tiga spesies tersebut mirip tetapi sedikit berbeda genom yang disebut A, B, dan D. Setiap genom memiliki gen tunggal yang mempengaruhi warna kernel, dan setiap lokus memiliki alel merah dan alel putih. Kita akan melambangkan alel merah sebagai A, B, dan D, dan alel putih a, b, dan d. Perawarisan gen tersebut adalah dominan tidak sempurna, atau “aditif”. Jumlah pigmen merah pada kernel proporsional terhadap jumlah alel merah yang muncul, dari 0 sampai 6. Generasi tetua Generasi F1 Generasi F2 Fenotipe Gambar 6.2. Pewarisan warna kernel gandum oleh tiga gen aditif 112 Gambar 6.2. tersebut menunjukkan keragaman warna biji gandum. Persilangan gandum berbiji sangat terang dengan gandum berbiji sangat gelap. Individu-individu F2 yang ditunjukkan sebagai distribusi warna sangat merah sampai merah pudar. Kisaran dari fenotipe tersebut adalah tipe sifat kuantitatif. Distribusi ini dapat dibandingkan dengan warna bunga kapri hasil penelitian Mendel, dimana individu-individu F2 berwarna merah atau putih, yang merupakan dua fenotipe tetua. 2.2. Aksi gen non-aditif Ini merupakan aksi gen dimana setiap gen tidak mempunyai pengaruh aditif. Jika interaksi atau interferensi dua atau lebih lokus dengan setiap lokus lainnya dalam mengespresikan fenotipik disebut “epistaisis”. Interaksi epistasis terjadi jika dua gen atau lebih gen melibatkan enzim tertentu dalam lintasan bersama. Jika satu gen mutan, lintasan biokimia diblok dan gen berikutnya dalam lintasan tidak dapat mengekspresikan pengaruh fenotipiknya. Interaksi Genetik antar Gen pada Dua Lokus Jika epistasis dilibatkan dalam persilangan dihibrid (dua lokus gen), ratio Mendelian 9: 3: 3: 1 akan mengalami modifikasi menjadi ratio yang kombinasinya bervariasi, yang menghasilkan kurang dari empat fenotipe. Ada enam tipe "ratio epistasis" yangumum dikenal diringkas pada tabel berikut. 113 Table 6.1. Ringkasan ratio fenotipik epistasis Interaksi Genetik Pewarisan Mendelian Epistasis Dominan Epistasis Rsessif Duplikat gen dengan pengaruh kumulatif Duplikat gen-gen dominan Duplikat gen-gen resesif Interaksi dominan dan resesif Ratio fenotipik 9 A-B- : 3 A-bb : 3 aaB- : 1 aabb 12 (A-B-, A-bb) : 3 aaB- : 1 aabb 9 A-B- : 3 A-bb : 4 (aaB-, aabb) 9 A-B- : 6 (A-bb, aaB-) : 1 aabb 15 (A-B-, A-bb, aaB-) : 1 aabb 9 A-B- : 7 (A-bb, aaB-, aabb) 13 (A-B-, A-bb, aabb) : 3 aaB- Sumber : Elrod dan Stansfield, 2007. Pengujian Ratio Genetik dengan Uji Khi-Square (χ2) Salah satu cara untuk pengujian secara statistika untuk mengetahui apakah jumlah turunan yang diamati akan masuk katagori tertentu sesuai dengan harapan atau tidak digunakan uji khi-Square (χ 2) (Erold dan Stansfield, 2007). Kita membuat hipotesis nol yang menyatakan bahwa ratio yang diamati tidak berbeda dengan ratio yang diharapkan, tetapi jika menyimpang dari yang diharapkan, berapa besar penyimpangan tersebut sehingga kita dapat menolak hipotesis nol kita? Dalam percobaan biologi, kita menolak hipotesis nol jika peluang atau terjadinya kurang dari 5% dari setiap kali pengamatan. Jika ukuran sampel diperbesar, penyimpangan akan menjai berkurang secara proporsional. Dalam Uji Khi-Square, ukuran sampel akan digunakan dalam pehitungan "derajat bebas", yaitu ukuran sampel dikurangkan dengan satu (n1). Sebagai contoh, jika ada empat fenotipe (n = 4), maka derajat 114 bebas adalah 4 - 1 = 3. Nilai Khi-Square ditentukan sebagai jumlah simpangan kuadrat dibagi dengan yang diharapkan. χ 2 = Jumlah dari {(diamati - diharapkan)2/ (diharapkan)} Jika Nilai Khi-Square dihitung, peluang dari kejadian dapat diperoleh dari Tabel Distribusi Khi-Square berikut. Table 6.2. Distribusi Chi-Square dB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 25 30 0,95 0,004 0,103 0,352 0,711 1,145 1,635 2,167 2,733 3,325 3,940 7,261 10,851 14,611 18,493 / 0,80 0,064 0,446 1,005 1,649 2,343 3,070 3,822 4,594 5,380 6,179 10,307 14,578 18,940 23,364 0,50 0,455 1,386 2,366 3,357 4,351 5,348 6,346 7,344 8,343 9,342 14,339 19,337 24,337 29,336 Peluang 0,20 0,05 1,642 3,841 3,219 5,991 4,642 7,815 5,989 9,488 7,289 11,070 8,558 12,592 9,803 14,067 11,030 15,507 12,242 16,919 13,442 18,307 19,311 24,996 25,038 31,410 30,675 37,652 36,250 43,773 Berbeda tidak nyata secara statistik 0,01 6,635 9,210 11,345 13,277 15,086 16,812 18,475 20,090 21,666 23,209 30,578 37,566 44,314 50,892 0,005 7,879 10,597 12,838 14,860 16,750 18,548 20,278 21,955 23,589 25,188 32,801 39,997 46,928 53,672 / / Berbeda nyata secara statistik / Sumber : Elrod dan Stansfield, 2007. Ukuran Statistik dari Karakter Kuantitatif Statistik yang umum digunakan dalam pemuliaan tanaman termasuk, jangkauan, rata-rata, ragam, standar deviasi dan koefisien keragaman (Poehlman & Sleper, 1995). Untuk karakter kuantitatif, mererka diukur dan memperlihatkan variasi kontinyu. 115 Nilai fenotipik untuk kebanyakan sifat kuantitatif cenderung berdistribusi secara normal jika diukur dari pengamatan yang cukup besar. Untuk memperlihatkan cara perhitungan statistik, disajikan satu contoh data berikut. x x N Rata-rata : i 1 i N 2 ( xi x) N Ragam (V) i 1 N 1 Standar deviasi (σ) = V Koefisien Keragaman (KK) = x x100% Table 6.3. Data untuk perhitungan statistik Nilai Frekwensi Hasil Simpangan Simpangan Hasil Amatan (f) kali dari rataan Kuadrat kali 2 (x) (fx) (xx) (xx) f( x x )2 8 1 8 -3 9 9 9 7 63 -2 4 28 10 25 250 -1 1 25 11 35 385 0 0 0 12 23 276 +1 1 23 13 8 104 +2 4 32 14 1 14 +3 9 9 Jumlah 100 1100 126 (∑) Sumber: Poehlman & Sleper, 1995. 116 Dari Tabel di atas, data terdiri atas 100 pengamatan (x). Jumlah atau frekwensi (f) dari setiap nilai pengamatan dikalikan dengan pengamatan diperoleh (fx). Jumlah hasil kali (∑fx) dibagi dengan jumlah total data (n) merupakan rata-rata sampel ( x ) atau x = ∑fx/n = 1100/100 = 11. Penyimpangan dari nilai pengamatan dalam populasi digambarkan dengan ragam (V), dimana yaitu rata-rata dari jumlah simpangan kuadrat: V = ∑ [f( x x )2]/(n - 1) = 126/99 = 1.27. Ragam dapat digunakan untuk menghitung simpang baku (s), yaitu sama dengan akar kuadrat dari ragam (1.27) = 1.13. Ragam kecil dan standar deviasi kecil untuk sebuah sampel populasi menunjukkan bahwa nilai pengamatan berada disekitar rata-rata; Ragam besar dan standar deviasi besar meningindikasikan bahwa pengamatan menyebar jauh dari rata-rata. Dalam membuat perbandingan keragaman data antar data dua populasi dengan sedikit perbedaan rata-rata digunakan Koefficient keragaman (KK) dan diekspresikan dalam persentase dari standar deviation terhadap 100(1.13/11) = 10.3%. rata-rata atau 100(s/ x ) = Dalam percobaan biologi, koefisien keragaman lebih kecil atau sama dengan 10% yang umum digunakan. Ukuran statistik dapat digunakan untuk menghitung jumlah gen (n) yang berkonstribusi terhadap karakter kuantitatif sebagai berikut: n = 1/8 [( x P1 - x P2)2 / (VF22 - VF12)] 117 dimana x P1 dan x P2 merupakan rata-rata dari tetua inbrida (P1 and P2), dan VF22 dan VF12 merupakan ragam kuadrat dari generasi F2 dan F1. Metode ini hanya efektif jika gen mempunyai pengaruh sama besar, tidak ada dominansi, tidak ada epistasis, dan tidak terpaut. Pehitungan ini tidak sesuai khususnya lebih dari empat atau lima gen yang dilibatkan. Heritabilitas Dalam pengukuran karakter kualitatif, akan ada variasi fenotipik akibat genetik dan lingkungan. Heritabilitas merupakan ukuran tingkat keragaman dalam distribusi fenotipe akibat pengaruh genetik. Heritabilitas dalam arti luas diukur dengan cara membagi total ragam genetik dengan total ragam fentotpe; Lambangnya H. Heritabilitas dalam arti sempit diukur dengan cara membagi ragam aditif dengan ragam total ragam fenotipe, dilambangkan sebagai h2. H = (Vg/Vp) x 100 h2 = (Va/Vp) x 100 Vp = Vg + Ve + Vge Vg = Va + Vd + Vi Di mana H merupakan heritabilitas dalam arti luas, h2 merupakan heritabilitas dalam arti sempit dan Vp merupakan ragam fenotipik yang terdiri atas ragam genetic (Vg), Ragam 118 lingkungan (Ve), dan ragam akibat interaksi antara genetic dan lingkungan (Vge) (Poehlman & Sleper, 1995). Ragam genetik (Vg) dapat dibagi ke dalam tiga komponen: ragam aditif (Va), ragam dominan (Vd), dan ragam interaksi nonallelic atau ragam epistasis (Vi). Ragam genetic aditif (Va) merupakan ragam yang disebabkan oleh gen-gen yang memiliki pengaruh aditif. Ragam dominan (Vd) merupakan ragam yang berasal dari simpangan heterozigot dari mid-parent atau rata-rata dari tetua homozigot. Ragam interaksi epistasis (Vi) merupakan hasil dari penyimpangan yang diakibatkan oleh penngaruh epistasis dari gen nonallelic. Secara normal, Va > Vd > Vi. Frekwensi gen dan Keseimbangan Genetik Dalam pemuliaan tanaman, proporsi dari alel yang berbeda atau gen dapat diangap sebagai suatu keseluruhan populasi tanaman. Proporsi gen ini dalam populasi disebut dengan frekwensi gen, dan Proporsi dari variasi genotipe dalam populasi disebut dengan frekwensi genotipe. Total varietas dan jumlah alel di dalam suatu populasi atau species dikenal sebagai gen pool. Pada tanaman menyerbuk silang, gen pool dibagi oleh tanaman dalam populasi. Frekwensi gen dan frekwensi genotipe bisa tetap konstan dari satu generasi ke generasi jika populasi berada dalam keseimbangan genetik. Namun demikian, untuk mencapai keseimbangan genetik diperlukan kondisi berikut: 1.) besarnya ukuran populasi tidak terbatas, 2.) tidak ada mutasi, 3.) tidak ada seleksi, 4.) tidak ada migrasi, dan 5.) perkawinan acak. Jika satu dari lima kondisi tersebut tidak terpenuhi, frekwensi gen dan 119 genotipeakan berubah pada setiap generasi pemuliaan. Prinsip keseimbangan genetik ini dikenal dengan Hukum HardyWeinberg. Pada tahun 1908, Ahli matematika dari Ingris Hardy dan Ahli Fisika Jerman Weiberg memperkenalkan prinsip ini secara terpisah dan. Jika frekwensi gen alel dominan allele p, frequensi alel gen q, dan p+q = 1, Frekwensi genotipe pada keturunan dapat diekspresikan dengan perluasan binomial (p+q)2. (p + q)2 = p2 + 2pq + q2 = 1 Di mana frekwensi genotipe dari genotipe AA, Aa, dan aa diekspresikan sebagai p2, 2pq, dan q2. Segregasi Transgresif Beberapa dari keturunan bisa berada diluar kisaran tetuanya (Poehlman & Sleper, 1995). Sebagai contoh, Gen untuk warna biji merah pada gandum (R) dan putih (r). Tetua medium merah (R1R1r2r2) disilangkan dengan tetua medium merah (r1r1R2R2); Turunan F1 medium merah (R1r1R2r2). Namun demikian, jika diselfing turunan F1, beberapa turunan F2 akan menjadi sangat merah gelap (R1R1R2R2), beberapa merah gelap R1R1R2r2, beberapa medium merah (R1R1r2r2), beberapa merah cerah (R1r1r2r2) dan beberapa putih (r1r1r2r2). Turunan F2 yang memperlihatkan fenotipe diluar kisaran tetuanya disebut "segregasi transgresf" (Gambar 5.1). Pemulia tanaman sering bekerja dengan segregasi transgresif untuk mendapatkan segregat yang superior terhadap strain tetua untuk sifat yang diturunkan secara kuantitatif. Pada 120 keturunan tersebut produksi biji lebih banyak dibandingkan tetuanya, keturunan tersebut memperlihatkan heterosis atau hybrid vigor. Banyak tanaman hibrida telah dihasilkan secara komersil akibat adanya superioritas kultivar hibrida. Heterosis dapat diukur dalam persen dengan menghitung perbedaan kemajuan dari hibrida dibandingkan dengan tetuanya: bisa diukur dengan salah dari mid-parent (MP) atau high-parent (HP). % mid-parent heterosis = 100 x (F1 - MP) / MP % high-parent heterosis = 100 x (F1 - HP) / HP Di mana F1 ekspresi fenotipik dari turunan hibrida F1, MP merupakan mid-parent atau rata-rata ekspresi fenotipik kedua tetuanya ( P1 + P2) / 2, dan HP merupakan ekspresi fenotipik dari salah satu tetua dengan ekspresi tertinggi (bisa P1 atau P2). P F1 F2 aaBB 70 kg/plot) AAbb (70 kg/plot) AaBb (70 kg/plot) aabb Aabb AAbb AABb AABB (60 kg/plot) (65 kg/plot) (70 kg/plot) (75 kg/plot) (80 kg/plot) Gambar 5.1. Segregasi transgresif Proporsi dari turunan F2 berada di luar kisaran tetua. Setiap alel dominan A atau B menambahkan produksi hasil 5 kg/plot terhadap dasar 60 kg/plot. Pada keturunan F2, genotipe aabb, aabb, AABb, dan AABB memperlihatkan produksi hasil di luar kisaran 121 produksi hasil tetua (70 kg/plot), dan turunan F2 tersebut disebut dengan segregat transgresif. Jika AABb dan AABB produksi hasil lebih tinggi dari tetuanya. 10.6. Rangkuman Sifat kualitatif menunjukan klas fenotipe yang jeas atau distribusinya diskrit, sedangkan sifatkuantitatif menunjukkan distribusi fenotipe yang kontinyu, dikendalikan oleh banyak gen dan lingkungansangat pesar pengaruh terhadap sifat tersebut. Banyak sifat yang bernilai ekonomi seperti hasil tanaman tergolong sifat kuantitatif sehingga perlu dipelajari berdasarkan genetika kuantitatif dengan menggunakan metode-metode statistik. 1.1. Latihan 1. Apa beda sifat kuantitatif dibandingkan sifat kualitatif berikan tiga contohnya! 2. Ada beberapa tipe aksi gen yang mempengaruhi sifat kuantitatif, Sebutkan dan jelaskan masing-masing tipe tersebut! 3. Seorang pemulia menghitung jumlah daun jagung per batang dari populasi tetua pertama (P1), tetua kedua (P2), turunan generasi pertama (F1) dan turunan generasi kedua (F2). Datanya dijajikan pada table berikut: Popu Lasi P1 P2 F1 F2 Jumlah Daun per Batang 10 11 12 13 14 4 20 48 65 4 17 5 10 23 2 9 38 58 120 N 15 38 28 51 156 16 5 46 27 98 17 18 19 20 21 30 6 72 22 12 5 1 24 6 180 165 122 583 122 a) Hitung rataan, ragam dan simpang baku untuk setiap populasi (bulatkan ke bilangan terdekat) b) Bagaimana saudara menjelaskan perbedaan-perbedaan antar ragam? c) Karena populasi F2 tidak mendekati nilai ekstrem P2, apakah kesimpulan saudara tentang jumlah gen yang menentukan jumlah daun jagung tersebut? 1.7. Glossarium Sifat : Kuantitatif Aksi gen aditif QTL : Sifat kontinyu sering diukur dan diberi nilai secara kuantitatif aksi gen dimana setiap gen berkonstribusi terhadap setiap pengaruh aditif Quantitative trait locus berupa segmen kromosom dengan penanda molekuler yang sangat besar pengaruhnya terhadap penampilan sifat kuantitatif. 1.8. Daftar Pustaka Crowder, LV. 1993. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta Elrod, SL dan Stanfield, WD. 2007. Teori dan Soal-soal Genetika, edisi keempat. Erlangga. Jakarta. Falconer, DS. 1989. Introduction to Quantitatif Genetics. Longman, Burnt Mill. 123 BAB VII PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Pengantar Penyerbukan sendiri adalah jatuhnya serbuk sari (polen) ke putik dari bunga yang sama atau bunga yang berbeda dari genotipe yang sama. Tanaman menyerbuk sendiri adalah tanaman yang tingkat penyerbukan sendirinya lebih dari 90%. Secara alami, spesies tanaman menyerbuk sendiri jarang mengalami penyerbukan silang.. Mekanisme penyebab penyerbukan sendiri adalah bunga hermaprodit, self-compatible, kleistogami, homogami. Klestogami, bunga hermaprodit tidak pernah mekar atau terjadi penyerbukan sebelum bunga mekar. Homogami, antera dan stigma pada bunga hermaprodit matang pada waktu yang sama. Contoh tamanan menyerbuk sendiri adalah padi, kedelai, kacang hijau, buncis, tomat. Bab ini akan dibahas dalam tiga kali pertemuan kuliah atau 3 x 100 menit. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat mengeksplorasi dasar genetik dan prosedur umum pemuliaan yang digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan varietas dari tanaman menyerbuk sendiri. 124 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Perkuliahan (300 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 240 menit Aktivitas Pembukaan 1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada pertemuan ini. 2. Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran pada pertemuan ini. 3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas pembelajaran Penyajian 1. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4 kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu kelompok. 2. Tiap anggota tim diberikan materi yang berbeda (sub pembahasan yang berbeda). 3. Anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang sama diminta untuk membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. 4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota diminta untuk kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai. 5. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahsanya untuk mencapai pemahaman bersama yang tepat. 6. Dosen meminta beberapa kelompok awal untuk mempresentasikan hasil diskusi pada semua mahasiswa dalam satu kelas. 125 Langkah 3 30 menit 7. Dosen memberi evaluasi 8. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan ini. 9. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi. Penutup 1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk memantapkan mahasiswa tentang pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri. 2. Dosen meminta beberapa mahasiswa mengemukakan pertanyaan dan membahasnya. 3. Dosen memberi tugas kepada mahasiswa untuk untuk dikumpulkan minggu depan 126 7.1. Dasar Genetik Tanaman Menyerbuk Sendiri Genotipe tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan tanaman menyerbuk silang. Susunan genetik tanaman menyerbuk sendiri bersifat homozigot, sedangkan tanaman menyerbuk silang heterozigot. Di alam, populasi tanaman menyerbuk sendiri dapat berupa populasi homogen homozigot atau populasi homogen heterozigot. Tanaman yang genotipenya heterozigot pada populasi tanaman menyerbuk sendiri dapat disebabkan oleh penyerbukan silang diantara tanaman yang berbeda genotipenya dan mutasi. Tanaman menyerbuk sendiri dapat menjadi homozigot berdasarkan prilaku pasangan alelnya pada lokus. Lokus yang mempunyai gen identik atau homozigot (AA atau aa) maka akan tetap homozigot dengan penyerbukan sendiri. Sementara lokus yang mempunyai alel berbeda atau heterozigot (Aa) akan bersegregasi, sehingga keturunannya akan menjadi homozigot dan heterozogot dengan perbandingan yang sama. AA atau aa (homozigot) Menyerbuk sendiri AA atau aa Semua homozigot Aa (heterozigot) Menyerbuk sendiri AA : Aa: aa Homozigot : Heterozigot (AA, aa) : (Aa) Apabila terjadi penyerbukan sendiri secara terus menerus maka genotipe yang terbentuk adalah cenderung homozigot atau genotipe homozigot makin lama makin besar proporsinya, sebaliknya proporsi heterozigot semakin lama semakin kecil. Gambar berikut ini akan mengilustrasikan bagaimana pada setiap generasi selfing setelah persilangan akan terjadi peningkatan frekwensi homozigot dan penurunan frekwensi heterozigot. 127 Gambar 7.1. Frekwesnsi homozigot dan heterozigot setelah beberapa generasi selfing Ini membuktikan bahwa frekwensi heterozigot pada generasi pertama adalah ½ x 100% = 50%, pada generasi kedua adalah ½ x (½ x 100%) = 25%, pada generasi ketiga adalah ½ x (½ x (½ x 100%) = 12,5%. Oleh karena itu jika ada m generasi selfing, frekwensi heterozigot akan menjadi 1 2 1 akan menjadi 1 m 2 m . Frekwensi homozigot atau disamakan penyebut menjadi 2m 1 m sehingga frekwensi homozigot setelah m generasi akan 2 2m 1 sama dengan m . Sebagai contoh, jika S0 (Aa) 2 diserbuksendirikan selama tiga generasi (m= 3), maka generasi 3 1 ketiga dari tanaman yang diselfing (S3) akan mempunyai 2 3 = 2 7 = 87,5% keturunan homozigot (AA dan aa). Apabila terlibat n 8 lokus heterozigot maka frekwensi homozigot setelah penyerbukan 128 n m 1 . Sebagai contoh, sendiri selama m generasi akan menjadi 2 m 2 jika S0 (AaBa) memiliki 2 lokus (n = 2) diserbuksendirikan selama tiga generasi (m= 3), maka generasi ketiga dari tanaman yang diselfing (S3) akan mempunyai [(23-1) / 23]2 = 49/64 = 76.6 % keturunan homozigot (AABB, AAbb, aaBB dan aabb). Contoh lain, jika terdapat 3 pasang gen heterozigot (n = 3), kemudian diselfing 5 kali (m=5), maka akan diperoleh [1+(25-1)]3 = [1 + (32-1)]3 = (1+31)3 = 1 + 93 + 961 + 29791. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi genotype pada generasi ke enam akan terdiri atas 1 tanaman dengan nol lokus homozigot, 3 heterozigot, 93 tanaman dengan 1 lokus homozigot, 2 heterozigot, 961 tanaman dengan 2 lokus homozigot, 1 heterozigot dan 29791 tanaman dengan 3 lokus homozigot, 0 heterozigot. Gambar 7.2. Peningkatan frekwensi homozigot dan penurunan frekwensi heterozigot pada tanaman menyerbuk sendiri Dengan demikian semakin lama frekwensi heterozigot semakin kecil dan frekwensi homozigot semakin meningkat. Informasi ini akan berguna bagi pemulia dalam menentukan ukuran 129 populasi, jumlah generasi selfing yang diperlukan untuk memulai seleksi dan jumlah seleksi agar pola segregasi dari karakter dependen (bebas). Gambar 7.3. Penerapan proses homozigositas pada tanaman menyerbuk sendiri 7.2. Jenis Varietas Tanaman Menyerbuk Sendiri Tujuan utama dari pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri adalah menghasilkan tanaman unggul homosigot, dan seragam dengan susunan genetik murni (terbentuk galur murni yang unggul). Selain itu dapat juga dihasilkan varietas hibrida seperti padi hibrida. Galur murni adalah sekelompok tanaman yang terdiri atas tanaman-tanaman homosigot dan seragam atau sekelompok tanaman yang berasal dari suatu genotipe homosigot melalui penyerbukan sendiri. 130 Tipe varietas dari tanaman menyerbuk sendiri adalah varietas murni atau galur murni yang terdiri atas satu galur murni (homosigous dan homogenous). Varietas galur ganda, yaitu campuran dua atau lebih galur murni isogenik dan varietas campuran yang terdiri atas dua atau lebih varietas murni dengan perbandingan tertentu. Varietas hibrida, yaitu F1 hasil persilangan dua atau lebih galur murni. 7.3. Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri Perbaikan varietas tanaman menyerbuk sendiri dapat dilakukan melalui tiga pendekatan utama, yaitu introduksi, seleksi dan hibridisasi. Introduksi adalah merakit galur yang sekarang ditanam dalam wilayah lain dan mengidentifikasi galur tersebut yang memperlihatkaan karakteristik yang diinginkan dan diadaptasikan ke wilayah target baru. Banyak materi genetik telah dikoleksi dan dikoleksi oleh bank gen untuk konservasi genetik. Seleksi merupakan kegiatan mengisolasi genotipe terbaik dari genotipe-genotipe yang tercampur. Hibridisasi merupakan kegiatan mengkombinasi materi genetik dengan krakter-karakter yang diinginkan. Ini merupakan pendekatan yang umum untuk mengembangkan varietas baru dan dilanjutkan dengan seleksi. 7.3.1. Introduksi Introduksi merupakan kegiatan mendatangkan tanaman dari suatu negara ke negara lain untuk dijadikan varietas atau sebagai bahan pemuliaan. Introduksi tanaman dari luar negeri diutamakan untuk tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Pada masa penjajahan bangsa Eropa, tanaman kopi, teh, cokelat, tembakau dan lainnya dibawa ke Indonesia. Introduksi juga termasuk pemindahan genotype atau populasi dari satu lingkungan produksi ke lingkungan lain. 131 Introduksi dapat dilakukan dengan cara koleksi, pertukaran atau impor varietas atau bahan tanam yang diinginkan untuk diperbanyak dan disebarluaskan setelah melalui proses karantina tanaman. Proses karantina tanaman diperlukan untuk menjamin bahwa material tanaman yang diintroduksi bebas dari semua hama, penyakit dan gulma yang dapat menciptakan masalah baru dalam produksi tanaman. Tanaman introduksi ini dapat dikembangkan menjadi varietas baru dengan cara 1). langsung dijadikan varietas baru setelah melalui proses adaptasi, 2). melalui seleksi dan 3). sebagai bahan pemuliaan. Masalah yang dihadapi pada tanaman introduksi baik sebagai sumber keragaman maupun sebagai calon varietas baru adalah penanganan dalam mempertahankannya sebagai koleksi dan evaluasinya. Untuk itu perlu ada lembaga yang menanganinya dengan konsekwensi tenaga dan biaya. Koleksi tanaman introduksi dibagi 3 kelompok, yaitu 1). tanaman yang telah dimuliakan, 2). tanaman asli dan 3) tanaman liar. Masing–masing kelompok mempunyai manfaat khusus pada program pemuliaan. Tanaman introduksi dibutuhkan untuk memperbaiki sifat varietas unggul yang ada dengan melengkapi sifat yang dianggap kurang melalui hibridisasi atau silang baik. 7.3.2. Seleksi Seleksi terhadap populasi alami (varietas tercampur) dapat dilakukan dengan seleksi massa dan seleksi galur murni. Seleksi terhadap populasi setelah hibridisasi dapat dilakukan dengan seleksi bulk, seleksi silsilah (pedegree), seleksi single seed descent (keturunan satu biji), haploid ganda dan back cross. 132 Gambar 7.4. Berbagai Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk sendiri 7.3.3. Seleksi pada Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri Seleksi merupakan prosedur pemuliaaan yang tertua dan merupakan dasar bagi semua perbaikan tanaman. Seleksi membuat adanya perubahan fenotipe tanaman sehingga sekarang kita dapat melihat adanya perbedaan antara tanaman budidaya atau hasil domestikasi dengan tanaman liar. Praktik pemuliaan sekarang merupakan kelanjutan dari domestikasi tersebut. Sehingga seleksi dapat dipandang sebagai proses alami atau buatan untuk memilih individu-individu tanaman dari populasi campuran. Seleksi hanya akan efektif jika sifat yang diseleksi memiliki keragaman genetik yang besar dan diturunkan secara genetik. Seleksi bukan berdasarkan pada gen secara langsung tetapi berdasarkan pada perubahan sumbangan relatif genotipe terhadap keturunan sebagai akibat perubahan frekwensinya. Seleksi tidak menghasilkan gen baru, tetapi menghasilkan kombinasi gen baru, yang bisa terjadi akibat rekombinasi melalui persilangan alami atau buatan dan atau induksi mutasi alami atau buatan. Sehingga kemajuan seleksi ini tergantung pada adanya keragaman genetik yang luas dan metode pemuliaaan yang digunakan. 133 7.4. Metode Seleksi pada Populasi Heterogen Metode seleksi yang digunakan untuk menghasilkan varietas baru dari populasi campuran pada tanaman menyerbuk sendiri adalah seleksi massa dan seleksi galur murni. 7.4.1. Seleksi Massa Seleksi massa merupakan seleksi yang dilakukan untuk memilih sekelompok tanaman yang diinginkan seraca fenotipik mirip dan dipanen selanjutnya bijinya dicampur. Seleksi massa dari tanaman menyerbuk sendiri akan mengumpulkan kemiripan dan yang menjadi genotipe murni. Varietas yang dikembangkan melalui seleksi massa akan menjadi hampir murni untuk karakter fenotipik seperti tinggi, umur panen, ukuran dan warna buah atau biji atau evaluasi ketahanan lapanganan terhadap penyakit. Komponen-komponen galur yang berbeda dalam hal karakter seperti kualitas buah atau biji yang tidak dapat dibedakan dengan seleksi secara visual. Tujuan seleksi massa adalah untuk mengurangi keragaman genetik dari suatu populasi dan meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan dan dapat diamati dalam populasi. Seleksi massa digunakan untuk menghasilkan varietas baru dan memurnikan varietas yang telah ada. Seleksi massa bisa merupakan seleksi massa positif atau seleksi massa negatif. Pada seleksi massa positif, tanaman dengan karakter yang diingingkan dari suatu populasi tanaman diseleksi dan ditandai dan tanaman yang memiliki karakter yang tidak diinginkan dibiarkan untuk tetap tumbuh di lapangan. Pada saat panen biji dari tanamantanaman yang terseleksi (sudah ditandai) dicampur dan tanpa uji keturunan untuk ditanam sebagai benih untuk generasi berikutnya. Sedangkan biji dari tanaman-tanaman yang tidak terpilih biasanya dipanen untuk konsumsi. 134 Pada seleksi negatif tanaman dengan karakter yang tidak diinginkan dan mudah diamati seperti rentan terhadap penyakit, umur panen dalam, tinggi tanaman, ukuran biji dan lain lain dapat dibuang (roguing) dan ditinggalkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan. Pada saat panen biji dari tanaman sisa dicampur dan tanpa uji keturunan untuk ditanam sebagai benih pada generasi berikutnya. Seleksi untuk menghasilkan varietas baru dalam polulasi tanaman menyerbuk sendiri biasanya dilakukan untuk mendapatkan varietas yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada lingkungan baru secara cepat ketika menggunakan mengintroduksi suatu varietas ke daerah, atau lingkungan baru. Metode ini efektif untuk mendapatkan adaptasi spesifik terhadap cekaman lingkungan ekstrem (seperti cekaman pH rendah atautinggi, daerah kering, panas, dingin, kelembaban) atau untuk kejadian dari penyakit yang parah. Tanaman yang menunjukkan tingkat bertahan hidup yang tertinggi pada kondisi tercekam tersebut diseleksi secara massa untuk menghasilkan varietas yang beradaptasi ke kondisi lingkungan yang ektrem tersebut. Pada seleksi massa, tanaman dipilih berdasarkan pada fenotipe dan biji yang panen dicampur dengan tanpa pengujian keturunan. Kelebihan dari seleksi massa karena lebih mudah, dan lebih cepat untuk mendapatkan varietas unggul dari varietas lokal yang sudah cukup lama beradaptasi. Hal ini disebabkan pada seleksi massa tanpa ada pengujian untuk generasi berikutnya, tanpa ada pengawasan persilangan untuk produksi keturunan selanjutnya dan lebih bersifat seni dari pada ilmu. Seleksi massa merupakan cara untuk memperbaiki mutu varietas lokal dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan petani dan merupakan langkah pertama dalam memperbaiki mutu tanaman. Seleksi massa sering digunakan untuk memurnikan suatu varietas campuran. Varietas yang dikembangkan melalui seleksi massa merupakan galur yang secara genetik tercampur yang 135 mengakibatkan daya adaptasi dan stabilitasnya varietas yang dihasilkan tinggi disamping keragaaan hasil yang tinggi juga. Varietas yang dikembangkan melalui seleksi massa memiliki keseragaman fenotipik walaupun adanya keragaman genetik yang tersembunyi. Ada beberapa kelemahan dari metode seleksi massa. Seleksi dilakukan berdasarkan fenotipe sehingga tidak efektif untuk karakter yang heritabilitasnya rendah. Kebanyakan karakter yang penting secara ekonomi seperti hasil sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga tidak dapat diperbaiki melalui seleksi massa. Tidak diketahui apakah tanaman yang terseleksi tersebut homozigot, karena tanaman homozigot dan heterozigot mempunyai fenotipe yang sama untuk karakter yang dikendalikan oleh gen dominan sehingga seleksi fenotipe harus dilanjutkan untuk generasi berikut. Lingkungan luar mempengaruhi penampilan tanaman sehingga sulit untuk mengetahui apakah tanaman yang unggul menurut fenotipenya disebabkan faktor genetik atau lingkungan. Varietas yang dihasilkan melalui seleksi massa tidak seseragam varietas yang dihasilkan melalui seleksi galur murni. Seleksi massa tidak dapat menampilkan potensial maksimum dari galur murni yang terbaik karena adanya galur murni yang lain yang memeiliki hasil relatif rendah juga ikut dicampur menjadi satu. Beberapa tanaman yang terseleksi menjadi heterozigot akibat dari peluang penyerbukan silang atau mutasi, maka tanaman yang heterozigot tersebut akan bersegregasi pada generasi selanjutnya sehingga diperlukan pengulangan seleksi fenotipik. Oleh karena itu evaluasi harus dibuat dengan cermat dari plot-plot pada tahun ke dua pada tahap ke 4 pada Gambar 7.5. untuk memverifikasi keragaman fenotipik tidak lebih besar yang diantisipasi pada tahap awal seleksi. Apabila besarnya keragaman fenotifik nyata lebih besar, maka perlu diulang tahap ke 2 seperti pada Gambar 7.5. 136 Prosedur seleksi massa a. Dari populasi dasar yang ditanam, dipilih individu-individu terbaik berdasarkan fenotipe yang sesuai dengan kriteria seleksi b. Biji dari individu terpilih dipanen dan di campur c. Diambil sejumlah biji secara acak untuk ditanam pada satu petak. Selanjutnya dipilih individu-individu terbaik sesuai dengan kriteria seleksi d. Biji dari individu terpilih dipanen dicampur dicampur e. Diambil sejumlah biji secara acak untuk ditanam pada satu petak dan dipilih individu-individu terbaik sesuai dengan kriteria seleksi f. Demikian seterusnya sampai diperoleh suatu populasi yang seragam dengan sifat-sifat sesuai dengan kriteria seleksi yang telah ditentukan. 137 Tahun ke -1 Tahun ke -2 Tahun ke-3 sampai ke-6 Tahun ke-7 1.Mananam populasi campuran dalam plot atau barisan tanaman 2.Memilih beberapa ratus tanaman yang serupa 3.Memanen tanaman biji hasil seleksi dan bijinya dicampur 4.Menanam biji campuran dalam pengujian hasil pendahuluan dibandingkan dengan varietas lokal, atau galur tetua 5.Diamati perbandingan tinggi, umur panen, ketahanan penyakit 6. Pengujian hasil diteruskan untuk menentukan keragaan dan adaptasi dibandingkan dengan varietas lokal 7.Mulai memperbanyak benih untuk dilepaskan ke petani sebagai varietas baru Pupulasi campuran atau varietas yang tidak murni Biji dicampur Galur pembanding atau Varietas unggul termasuk Galur tetua Galur Pembanding Uji hasil pada plot yang lebih besar dan ulangan > banyak Memperbanyak benih pada plot yang lebih luas Gambar. 7.5. Prosedur seleksi massa pada tanaman menyerbuk sendiri 138 7.4.2. Seleksi Galur Murni Seleksi galur murni pertama sekali diperkenalkan oleh Wilhelm L Johannsen pada tahun 1903. Dia menunjukkan bahwa dengan menyeleksi dalam populasi galur campuran dari tanaman menyerbuk sendiri akan memungkinkan untuk memisahkan galur yang berbeda. Dia membuat percobaan pada tanaman Phaseolus vulgaris varietas ‘Princess Bean’ berupa tanaman campuran yang memiliki ukuran biji yang berbeda. Dia mengidentifikasi 19 keturunan sebagai galur yang berbeda yang berasal dari tanaman tunggal berdasarkan ukuran biji. Rata-rara berat biji keturunan dari masing-masing galur no 1 dan 19 sama dengan berat biji masingmasing galur tetuanya. Percobaan ini menunjukkan bahwa populasi campuran dari tanaman menyerbuk sendiri dapat dipisahkan menjadi galur murni yang berbeda yang disebabkan oleh faktor lingkungan bukan akibat kemajuan seleksi, sehingga seleksi lebih lanjut di dalam galur murni tidak efektif dalam merubah genotipe galur. Gambar 7.6. Seleksi Galur murni berdasarkan ukuran biji Seleksi galur murni telah dipraktikkan oleh petani untuk memperoleh tanaman yang lebih baik “off-type” dari kebunya dengan cara seleksi kemudian diperbanyak sebagai varietas baru. 139 Seleksi biasanya berdasarkan pada tanaman tunggal tetapi ditanam dengan sangat rapat. Uji keturunan sangat penting dalam seleksi galur murni untuk mengevaluasi ketepatan perilaku dari tanaman yang diseleksi. Seleksi galur murni bertujuan untuk memperoleh individu homozigot. Perbaikan tanaman dengan cara ini hanya terbatas pada pemilihan genotipe yang terbaik yang sudah ada dalam populasi campuran. Tujuan prosedur pengujian selanjutnya adalah untuk menghasilkan tanaman unggul yang diseleksi melebihi varietas yang sudah ada. Varietas hasil seleksi yang akan dilepas sebagai varietas baru harus lebih unggul dari varietas lokal, untuk karakter-karakter yang diseleksi dan memiliki semua sifat lain sama dengan varietas yang ada. Jika bahan seleksi berupa populasi yang terdiri atas tanaman homozigot, maka pekerjaan seleksi memilih individu yang homozigot. Pemilihan dilakukan berdasar fenotipe tanaman. Kelebihan seleksi galur murni adalah lebih menarik karena varietas yang dihasilkan lebih seragam baik genotipe maupun fenotipe. Lebih mudah diidentifikasi. Hasil biasanya lebih tinggi daripada hasil seleksi massa. Dapat dilakukan pada karakter dgn heritabilitas sedang. Kekurangan dari seleksi galur murni adalah seleksi galur murni hanya sesuai untuk mendapatkan varietas baru untuk tanaman menyerbuk sendiri dan tidak cocok untuk tanaman menyerbuk silang. Hal ini disebabkan untuk tanaman menyerbuk silang perlu banyak tenaga dalam pelaksanaan penyerbukan sendiri. Seleksi galur murni menghasilkan galur-galur murni bersifat inbrida, sedangkan pada tanaman menyerbuk silang, inbrida akan memiliki sifat lemah seperti menghasilkan tanaman albino, kerdil, produksi rendah. Pada seleksi galur murni tidak ada kemungkinan memperbaharui sifat karakteristik yang baru secara genetik. Varietas yang dihasilkan bersifat homozigot, oleh karena itu kurang beradaptasi diberbagai macam kondisi (sifat adaptasinya tidak luas). 140 1.Mananam populasi campuran dalam plot atau barisan tanaman Tahun ke -1 Tahun ke -2 Tahun ke-3 Tahun ke-4ke-7 Tahun ke-8 Populasi campuran (introduksi, varietas lokal, atau keturunan bersegregasi) 2.Memilih 200-1000 individu tanaman dan dipanen bijinya secara terpisah 3.Menanam setiap tanaman dalam satu barisan atau plot kecil 4.Memanen keturunan tanam-an yang bagus dan biji dari tanaman dalam satu barisan dicampur 5 Tanaman hasil seleksi ditanam pada plot-plot pengamatan dengan beberapa ulangan. Dapat juga ditanam sebagai pengujian hasil pendahuluan 6Hanya memanen hasil seleksi yang bagus saja. 7.Pengujian daya hasil dilanjutkan 8. Dipilih galur terbaik untuk disebarkan dan Mulai memperbanyak benih untuk dilepaskan ke petani sebagai varietas baru Keturunan yang jelek dibuang Mengikutsert akan varietas lokal sebagai pembanding Varietas lokal sebagai pembanding Plot-plot lebih besar dan ulangan lebih banyak Plot perbanyakan benih Gambar 7.7. Prosedur seleksi galur murni 141 Tabel 7.1. Perbedaan antara seleksi massa dan seleksi galur murni Seleksi massa 1. Sudah sangat tua atau dapat dikatakan setua orang mulai bercocok tanam. 2. Selalu dipraktekan oleh petani walaupun tak disadarinya. 3. Biasa dilakukan pada tanaman berpenyerbukan silang (allogam). 4. Jumlah tanaman yang terpilih banyak. 5. Tanaman yang terpilih mempunyai adaptasi yang luas. 6. Seleksi Massa mudah dilakukan dan amat sederhana. 7. Tidak perlu tenaga, biaya dan waktu yang banyak. 8. Hasil yang diperoleh heteroZigot / tidak uniform. 9. Tidak dilakukan pengujian keturunan . 10. Tidak perlu adanya kontrol persilangan. 11. Pemilihan hasil panen tercampur Seleksi galur murni 1. Belum begitu tua. 2. Tak pernah dilakukan oleh petani pada tanaman mereka. 3. Dilakukan pada tanaman menyerbuk sendiri (autogam ) 4. Jumlah tanaman yang terpilih sediki. 5. Tanaman yang terpilih mempunyai adaptasi tidak begitu luas dan hanya dapat beradaptasi pada kondisi/ tanaman tertentu saja. 6. Sulit dilakukan karena perlu ketrampilan khusus. 7. Butuh tenaga, biaya dan waktu yang banyak. 8. Hasil yang diperoleh homozigot (uniform) 9. Perlu dilakukan pengujian keturunan dan masing – masing perbedaan kenampakan secara individu diuji kemurnian. 10. Persarian selalu diawasi terpisah Pada populasi campuran sebagai bahan seleksi yang berupa 1). varietas lokal / land race, yaitu varietas yang telah beradaptasi 142 baik pada suatu daerah dan merupakan campuran berbagai galur, 2). populasi tanaman bersegregasi yaitu keturunan dari persilangan yang melakukan penyerbukan sendiri beberapa generasi. Keuntungan atau kebaikan campuran berbagai galur adaptasi pada lingkungan beragam/ perubahan lingkungan yang cukup besar lebih besar sehingga produksi lebih baik. Produksi lebih stabil bila lingkungan berubah/beragam. Ketahanan terhadap penyakit lebih baik.. Namun demikian kekurangan campuran berbagai galur adalah kurang menarik, pertumbuhan tanaman tak seragam, sulit diidentifikasi benih dalam pembuatan sertifikasi benih, produksi lebih rendah dibanding produksi galur terbaik dari campuran tersebut. Kemurnian dari galur murni kadang-kadang hilang pada generasi selanjutnya. Ada tiga penyebab utama kemurnian galur murni hasil seleksi berubah diantaranya adalah, tercampurnya benih dengan genotipe lain dilapangan atau dipenyimpanan, penyerbukan silang alami dengan genotipe lain dan mutasi. 7.5. Hibridisasi dan Seleksi Setelah Hibridisasi Hibridisasi adalah persilangan buatan yang dilakukan antar tanaman dalam satu spesies, antar spesies dalam satu genus, antar genus atau kerabat liarnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kombinasi genetik (sifat) yang diinginkan dari beberapa tetua. Tahapan hibridisasi meliputi 1. Pemilihan tetua; 2 Kastrasi dan Emaskulasi; 3. Penyerbukan dan pembungkusan bunga; dan 4. Pelabelan. 1. Pemilihan tetua Keberhasilan suatu program pemuliaan tanaman ditentukan oleh pemilihan materi bahan tetua yang akan disilangkan. Ada tiga hal lain yang harus dipertimbangakan dalam pemilihan tetua, yaitu 1). karakter apa yang diinginkan. 2). pola pewarisan karakter 143 tersebut (kualitatif atau kuantitatif), dan 3). identifikasi sumber plasma nutfah yang membawa karakter tersebut. Sumber plasma nutfah dappat berupa varietas komersial, galur-galur elit pemuliaan yang siap dilepas, galur-galur pemuliaan dengan satu atau beberapa karakter unggul, introduksi (dari luar negeri atau eksplorasi genotipe lokal) dan spesies liar. Pemilihan tetua tergantung pada sifat unggul yang diinginkan, kualitatif atau kuantitatif. Untuk sifat kualitatif lebih mudah diseleksi, gen sederhana (monogenik). Perbedaan fenotipe = perbedaan gen pengendali, pengaruh lingkungan kecil. Diperlukan cukup sepasang tetua, Contohnya warna bunga. Untuk sifat kuantitatif seleksi tidak mudah dilakukan, gen kompleks (poligenik),pengaruh lingkungan besar. Contohnya hasil tanaman, maka diperlukan lebih sepasang tetua sebagai sumber gen. Dalam menyeleksi bahan tetua persilangan terdapat tiga konsep, yaitu konsep varietas, konsep karakter dan konsep gen. Pada konsep varietas, persilangan antar varietas dilakukan dengan asumsi bahwa kombinasi karakter positif yang dikehendaki akan terhimpun pada varietas harapan. Biasanya konsep ini digunakan dalam suatu progran penelitian pemuliaan yang belum banyak memiliki informasi mengenai karakter dan kendali genetik karakter penting yang diperlukan. Pada konsep karakter, konsep ini menitikberatkan pada pengetahuan pemuliaan tentang karakter-karakter yang akan dihimpun kedalam varietas harapan. Besarnya peluang keberhasilan tergantung pada jumlah karakter yang akan dihimpun. Semakin banyak akrakter yang dihimpun maka akan semakin kecil peluang keberhasilannya atau populasi yang akan digunakan harus semakin besar. Pemulia diharapkan menentukan prioritas terhadap karakter-karakter yang akan dihimpun; didasrkan pada kepentingan ekonomi, estetika, atau kesukaan/permintaan konsumen. Konsep gen berdasarkan pada pengetahuan tentang konstitusi genetik karakter yang dituju. Contohnya ketahanan gandum terhadap penyakit karat batang dikendalikan oleh lebih 144 dari 20 gen mayor. Ketahanan gandum terhadap penyakit karat daun dikendalikan oleh lebih dari 35 gen mayor. 2. Kastrasi dan Emaskulasi Kastrasi adalah membersihkan bagian-bagian tanaman yang ada disekitar bunga yang akan diemaskulasi dari kotoran, kuncup bunga yang tidak terpakai, mahkota bunga dan serangga. Sedangkan emaskulasi adalah kegiatan pembuangan alat kelamin jantan (kepala sari) dari tetua betina sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan sendiri. Terutama dilakukan pada tanaman dengan jenis bunga hermaprodit dan fertil jantan. Tujuan emaskulasi adalah untuk mencegah jatuhnya serbuksari sendiri atau serbuksari asing ke kepala putik dan masuk ke kantong embrio. Untuk itu perlu diketahui biologi bunga (morfologi dan saat antesis). Emaskulasi dapat dilakukan dengan cara mekanis, fisika, kimia atau mandul jantan. Emaskulasi secara mekanis dapat dilakukan dengan metode emaskulasi klipping atau pinset. Pada metode ini, kuncup bunga dibuka dengan pinset atau dipotong dengan gunting, antera dibuang dengan pinset. Cara ini mudah dilakukan pada tanaman yang bunganya relatif besar, seperti cabe tomat, tembakau, kacang panjang. Praktis, murah dan mudah dilakukan tetapi kemungkinan rusaknya putik dan pecahnya antera sangat besar. Metode emaskulasi mekanis yang lain adalah metode pompa isap. Pada metode ini ujung bunga dibuka dengan gunting. Antera diisap dengan alat pompa vakum, sering dilakukan pada padi. Emaskulasi secara fisika adalah dengan metode metode air panas. Bunga dicelupkan kedalam air panas untuk menonaktifkan organ bunga jantan. Suhu air yang digunakan adalah 43-530C selama satu sampai 10 menit. Cara ini baik digunakan untuk tanaman yang bunganya kecil seperti padi, sorgum, rumputrumputan dan pakan ternak. 145 Pada emaskulasi dengan metode kimia, digunakan bahan kimia bersifat gametosida seperti GA3, Sodium Dikloroasetat, Etherel, GA4/7, 2,4D, NAA yang dapat mendorong terbentuknya mandul jantan. Bahan tersebut dapat diemprotkan pada tanaman dengan konsentrasi tertentu. Metode mandul jantan cocok untuk tanaman menyerbuk sendiri seperti barley, sorgum, padi. Sifat mandul jantan bisa dikendalikan secara genetik inti atau sitoplasma. 3.Penyerbukan Sebelum dilakukan penyerbukan perlu dikumpulkan serbuk sari, dalam hal ini, perlu mengetahui fertilitas dan viabilitas serbuk sari, memperhatikan kesiapan stigma (kepala putik) menerima serbuk sari (receptivitas stigma). Perlu mengetahui kompatibilitas serbuk sari-stigma. Sebelum penyerbukan serbuk sari dikumpulkan dari tetua jantan sebelum kuncup bunga mekar. Jika belum digunakan maka serbuk sari dapat disimpan pada suhu 4-80c dengan kelembaban 10-50%. Penyerbukan adalah meletakkan serbuk sari dari tetua jantan ke atas stigma tetua betina. Penyerbukn dapat dilakukan dengan menggunakan kuas, pinset, atau tusuk gigi steril mengguncangkan bunga jantan di atas bunga betina agar serbuk sari bunga jantan jatuh ke stigma bunga betina. 4. Pembungkusan Bunga Pembungkusan bunga betina dilakukan sebelum/setelah emaskulasi, menghindari polinator lain (serangga). Pembungkusan bunga kadang perlu dilakukan pada bunga jantan untuk menghindari tercemarnya serbuk sari dengan serbuk sari yang lain. Isolasi dilakukan agar bunga yang telah diemaskulasi atau diserbuki tidak diserbuki oleh serbuk sari asing. Bahan yang diunakan dapat berupa plastik, isolatif, atau kertas, tergantung 146 ukuran bunga. Bahan yang digunakan harus kuat dan tahan hujan lebat atau panas matahari serta cepat kering 5. Pelabelan Bunga betina yang dihibridisasi harus diberi label. Pada label harus ditulis informasi tentang nomor yang berhubungan kode dengan lapangan, tanda X, waktu emaskulasi, waktu persilangan, nama tetua betina dan jantan, kode pemulia/penyilang. Hibridisasi akan mengakibatkan timbulnya populasi keturunan yang bersegregasi. Adanya segregasi ini memungkinkan adanya perbedaab genetik pada populasi sehingga dapat dilakukan seleksi. Generasi yang bersegregasi ditanam dan diseleksi untuk mendapatkan galur murni dengan kombinasi karakter dari kedua tetuanya. Di samping menyeleksi keturunan yang bersegregasi, segregat transgressif dengan kombinasi gen-gen yang lebih unggul dari kedua tetuanya dapat juga dipilih. Generasi F1 setelah hibridisasi semuanya akan heterozigot dan genotipenya sama. Segregasi berlangsung sangat tinggi pada generasi F2 sampai F5, dengan homozigositas mencapai 96.875 %. Pengujian hasil pendahuluan dapat dimulai lebih awal mulai generasi F5 atau ditunggu sampai generasi F7 ketika homozigositas menjadi 99.22 %. Segregasi pada generasi F2 sangat tinggi, sehinggga jumlah keturunan yang perlu ditanam relatif banyak, biasanya 1.000 – 10.000 tanaman, berbeda dengan jumlah yang ditanam pada F1 , yaitu sekitar 50-100 tanaman. Jumlah keturunan F2 yang akan ditanam tergantung pada jumlah sifat tetua yang digunakan dan jumlah gen yang berbeda yang ingin dikombinasikan. Metode seleksi setelah hibridisasi adalah: 1.) seleksi pedigree, 2.) seleksi bulk, 3.) seleksi single-seed-descent, 4.) seleksi haploid ganda dan 5.) metode Back Cross. 147 7.5.1. Seleksi Pedigree Seleksi Pedigree atau seleksi silsilah merupakan seleksi dari hibrida F1 yang ditanam dalam barisan pada generasi awal (F3, F4, dan F5). Pemulia menyeleksi, menguji, dan mencatat karakterkarakter yang diinginkan pada setiap tanaman dalam setiap generasi, sehingga memerlukan banyak pekerjaan. Metode ini disebut pedigree atau silsilah karena dilakukan pencatatan pada setiap anggota populasi bersegregasi dari hasil persilangan. Seleksi dilakukan pada karakter yang memiliki heritabilitas tinggi. Seleksi pada famili terbaik, barisan terbaik dan tanaman terbaik. Seleksi dapat dilakukan pada generasi F2. Hanya tanaman yang memiliki karakter yang diinginkan saja akan tetap diteruskan untuk ditanam dalam barisan pada generasi berikutnya (Gambar 7.8.). Prosedur Seleksi Silsilah Persilangan sepasang tetua homozigot yang berbeda diperoleh F1 seragam. Biji F1 ditanam disesuaikan dengan kebutuhan pertanaman generasi F2. Sebagian benih F1 disimpan. Biji F2 ditanam, jumlah biji yang ditanam tergantung pada banyaknya famili F3 yang akan ditangani biasanya 10 : 1 atau 100 : 1. Seleksi dilakukan pada individu terbaik. Tanam biji F3. Masingmasing biji dari satu tanaman ditanam dalam barisan. Pada generasi ini terlihat jelas ada perbedaan antar famili. Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang terbaik pada barisan yang lebih seragam. Generasi F4 – F5 generasi ini banyak famili lebih homozigot. Seleksi di antara famili, dipilih dua atau lebih tanaman dari famili terbaik. Generasi F6-F7 dilakukan uji daya hasil dengan varietas pembanding. Generasi F8 dilakukan uji multilokasi (pada beberapa lokasi dan musim). Selanjutnya pelepasan varietas dan perbanyakan benih sebar (Gambar 7. 8). 148 Gambar 7.8. PProsedur Seleksi Pedigree (Poehlman & Sleper, 1995). Kelebihan metode pedigree adalah hanya keturunanketurunan unggul yang dilanjutkan pada generasi selanjutnya, sedangkan tanaman yang jelek dibuang. Seleksi tiap generasi, sehingga tanaman tidak terlalu banyak. Hal ini dapat menghemat lahan, karena jumlah tanaman tiap generasi semakin sedikit. Silsilah dari suatu galur dapat diketahui. Kekurangan metode pedigree adalah tiap generasi persilangan harus dilakukan pencatatan misal (sifat morfologi, ketahanan hama dan penyakit, umur panen dll), sehingga perlu banyak catatan dan pekerjaan. Kemungkinan ada galur terbuang pada generasi segregasi akibat seleksi. 7.5.2. Seleksi Bulk Seleksi bulk merupakan metode untuk membentuk galur homozigot dari populasi bersegregasi melalui selfing selama 149 beberapa generasi tanpa seleksi. Seleksi ditunda sampai generasi lanjut yaitu setelah tercapai homozigositas tinggi (biasanya pada generasi F5 dan F6). Dari generasi F1 s/d F4 benih ditanam secara massa (bulk). Selama tumbuh bercampur pada generasi tersebut akan terjadi seleksi alami, sehingga tanaman yang tidak tahan dalam menghadapi cekaman lingkungan akan tertinggal pertumbuhannya atau mati. Seleksi ini dapat diterapkan untuk memperbaiki karakter dengan heritabilitas rendah sampai sedang. "Seleksi Bulk " merupakan seleksi pada "bulk" atau "semua keturunan" pada generasi awal (Gambar 7.9). Seleksi bulk berbeda dengan seleksi pedigree dalam hal tidak ada seleksi pada generasi awal tetapi seleksi dilakukan pada generasi lanjut. Metode seleksi bulk kurang memakai tenaga kerja, tidak ada seleksi, pengujian dan pencatatan data pada generasi awal. Seleksi bulk sesuai untuk tanaman yang secara umum ditanam dalam jarak tanam yang lebar, sulit memisahkan tanaman secara individu. Prosedur Seleksi Bulk Pada musim pertama, dipilih tetua homozigot yang diinginkan selanjutnya ditanam dan dibuat sejumlah persilangan buatan antar tetua tersebut. Pada musim kedua, benih F1 ditanam pada kondisi yang sesuai, biasanya di rumah kaca untuk memudahkan pemeliharaan. Tanaman F1 dipanen, benihnya dicampur menjadi benih F2. Pada musim ketiga, seluruh benih yang dihasilkan tanaman F1 ditanam sebagai tanamn F2 dengan jarak tanam rapat. Tanaman F2 dipanen, benihnya dicampur menjadi benih F3 untuk ditanam pada generasi ke tiga (F3). Musim ke empat sampai ke tujuh, diulangi prosedur yang sama seperti musim sebelumnya sampai F5 atau F6 dengan tujuan untuk mendapatkan proporsi homozigot yang cukup tinggi. Selanjutnya, tanaman F5 ditanam dengan jarak tanam yang agak lebar. Pada generasi ini baru mulai dilakukan 150 seleksi tanaman secara individual. Individu tanaman yang terseleksi ditanam dalam barisan. Musim ke delapan, pada generasi F6 dilakukan seleksi family (baris) terbaik. Dipilih baris yang seragam, benih dipanen dari masing-masing baris terpilih dan dicampur dari baris yang sama. Musim ke sembilan, pada generasi F7, benih yang berasal dari satu barisan ditanam pada petak yang lebih besar dengan jarak tanam rapat (jarak tanam komersia), jika mungkin dalam bebrapa ulangan. Dapat juga ditanam sebagai pengujian daya hasil pendahuluan jika tersedia benih yang cukup dan diikutsertakan varietas pembanding. Pada generasi F8 dilakukan uji daya hasil lanjutan dengan menyertakan varietas pembanding. Pada generasi F9 dilakukan uji multilokasi. Selanjutnya dilakukan pelepasn varietas dan perbanyakan benih untuk disebarluaskan kepada petani (Gambar 7.9). Gambar 7.9. Prosedur Seleksi Bulk. 151 Kelebihan seleksi bulk Relatif murah dan sederhana untuk memelihara populasi bersegregasi. Pada generasi F1 – F4 pekerjaan tidak terlalu berat, karena pada generasi tersebut tidak ada seleksi dan tidak dicatat. Seleksi bulk lebih ekonomis untuk tanaman berumur pendek dan jarak tanam sempit seperti padi, gandum, kedelai dan kacang tanah. Sehingga mengurangi luas lahan percobaan. Tanaman yang baik tidak terbuang, karena tidak dilakukan seleksi pada generasi awal. Beberapa generasi dapat dilakukan pada tahun sama. Seleksi alam pada generasi awal dapat meningkatkan frekwensi gen-gen baik. Kekurangan metode bulk Silsilah galur tidak tercatat sejak awal. Seleksi alam pada generasi awal dapat menghilangkan genotipe-genotipe yang baik jika ditanam tanpa campuran. Tanaman pada satu generasi belum tentu terwakili pada generasi selanjutnya. Jumlah tanaman pada generasi lanjut sangat banyak sehingga memerlukan lahan yang luas. 7.5.3. Seleksi Single-Seed-Descent Pada keturunan hasil persilangan tidak dilakukan seleksi, tetapi diambil satu biji secara acak dari setiap tanaman. Perubahan frekwensi gen tidak terjadi tetapi dengan penyerbukan sendiri hanya merubah frekwensi genotype. Frekwensi genotipe homozigot meningkat, sedangkan frekwensi genotipe heterozigot akan berkurang. Sering dilaksanakan di rumah kaca yang dapat mengendalikan lingkungan sehingga setiap tahun dapat diperoleh beberapa generasi. Metode ini banyak diterapkan pada tanaman berpolong. Pada metode ini panen dilakukan satu biji dari setiap tanaman, mulai F2–F5, kemudian setiap biji tersebut dicampur untuk ditanam pada generasi berikutnya. 152 Gambar 7.10. Prosedur Seleksi SSD Tahapan SSD 1. Dilakukan persilangan antara dua tetua terpilih untuk menghasilkan benih F1 yang cukup seperti pada seleksi pedigree. 2. Benih hasil persilangan di tanam sebagai tanaman F1 untuk menghasilkan benih F2 yang cukup. 3. Semua benih F1 ditanam sebagai tanaman F2 4. Pada F2 diambil sejumlah tanaman secara acak 5. Dari setiap tanaman F2 tersbut diambil satu benih untuk dilanjutkan ke F3 6. Demikian juga dari F3 ke F4, dan F4 ke F5. Pada generasi F3 ke F4 tidak dilakukans eleksi 7. Generasi F5 ditanam dengan jarak tanam lebar. Pada generasi ini mulai dilakukan seleksi secara individu 8. Dari individu tanaman terseleksi ditanam dalam barisan. generasi F6 dilakukan seleksi famili (baris) terbaik. 9. Generasi F7 dan F8 diuji pendahuluan 153 Kelebihan Metode SSD Kebutuhan lahan lebih sempit dan waktu dan tenaga yang diperlukan saat panen lebih sedikit. Populasi akan tetap dari generasi ke generasi sampai F5. Pencatatan dan pengamatan lebih sederhana. Memungkinkan untuk menanam sejumlah generasi dalam satu tahun melalui pengendalian lingkungan misal dalam rumah kaca. Seleksi untuk karakter dengan heritabilitas tinggi lebih efektif. Kekurangan Metode SSD Seleksi untuk karakter-karakter yang heritabilitasnya rendah tidak efisien, misal hasil. Identitas tanaman unggul F2 tidak diketahui. Bila seleksi pada awal generasi tidak tajam dalam pengamatan, dapat mengakibatkan hilangnya tanaman unggul karena tidak ikut terpilih. 7.5.4. Seleksi haploid ganda "Seleksi haploid ganda" merupakan metode seleksi yang menggunakan teknik penggandaan kromosom (dengan colchicine) dari tanaman haploid F2, yang hasilkan dari kultur antera atau metode lainnya (Poehlman & Sleper, 1995). Tanaman haploid ganda biasanya homozygous pada semua lokus gen, sehingga tidak perlu ditanam generasi bersegregasi dan uji hasil pendahuluan dapat dilakukan 1-2 generasi lebih cepat dibandingkan dengan metode seleksi lainnya. Ada empat metode untuk memproduksi tanaman hploid, yaitu 1). Kultur antera, 2). Kultur mikrospora terisolasi, 3). Kultur ovary yang tidak diserbuki dan 4). Penyelamatan mebrio dari persilangan dengan kerabat jauh. 154 Gambar 7.11. Prosedur Haploid Ganda (Poehlman & Sleper, 1995). 7.5.5. Metode Silang Balik (Back Cross) Silang balik merupakan persilangan antara keturunan dengan salah satu tetuanya. Kegunaannya adalah untuk memperbaiki suatu sifat yang dikendalikan oleh gen tunggal dari varietas unggul pada tanaman menyerbuk sendiri. Perbaikan sifat kuantitatif melalui silang balik akan sulit dicapai. Masalah yang paling besar dalam pelaksanaan Metode Silang Balik adalah adanya pautan atau “linkage” antara gen atau alel yang diinginkan dengan allel yang tidak diinginkan / jelek. 155 Gambar 7.12. Linkage Drag dengan Pemuliaan Backcross Traditional Gambar 7.13..Backcros dengan seleksi untuk memperbaiki toleransi IR64 terhadap kekeringan Galur pendonor gen (alel) disebut Tetua Donor (=Donor Parent). Galur yang menerima disebut Tetua Penerima (=Recipient Parent atau Recurrent Parent) 156 Tahapan Metode Silang Balik Persilangan pertama antara tetua penerima (Resipien=Recurrent=R) dengan tetua pemberi (Donor=D) menghasilkan F1 Silang balik pertama, F1 disilangkan dengan R untuk mendapatkan populasi BC1. (F1 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan) Silang balik kedua, BC1 disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC2. Tetua BC1 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan. Silang balik ketiga, BC2 disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC3. Tetua BC2 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan. Silang balik keempat, BC3 disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC4. Tetua BC3 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan. Populasi BC4 sudah mengandung kembali 93,75% gen R. Pada akhir kegiatan, BC4 dikawinkan sendiri sehingga terjadi segregasi dan diseleksi untuk mendapatkan galur harapan baru Persyaratan yang harus dipenuhi dalam program silang balik adalah Tersedianya tetua timbal-balik yang sesuai. Sifat-sifat yang dipindahkan dari tetua penyumbang masih mungkin dipelihara dengan intensitas yang tidak berkurang walaupun mengalami beberapa kali persilangan balik. Untuk mendekati kemiripan sifat-sifat tetua timbal balik, kecuali sifat yang diperbaiki tetap serupa dengan tetua penyumbang (tetua donor), diperlukan banyak persilangan balik. 157 (i) Musim pertama Recurrent Parent (RP) disilangkan dengan Donor Parent (DP) menghasilkan generasi F1. (ii) Musim kedua F1 x RP → BC1F1 50% RP/DP 50% RP/RP Gambar 7.14. Prosedur Back Cross 158 Kelebihan Metode BC Pemulia akan dibekali suatu jaminan tingkat kontrol genetik yang tinggi. Sifat yang hendak diperbaiki dapat diterangkan sebelum metode diterapkan. Varietas yang sama dapat dibentuk lagi. Tidak perlu pengujian hasil yang ekstensif .Masalah interaksi genetik x lingkungan dapat dikurangi. Intensitas sifat yang dipindahkan tidak berubah Kelemahan Metode BC Jumlah sifat yang diperbaiki terbatas. Tidak sesuai untuk sifat kuantitatif. Sulit diterapkan pada tanaman menyerbuk silang. Jika gen yang diinginkan terpaut dengan gen pengendali sifat buruk maka akan sulit dibuang. 7.6. Rangkuman Ada tiga metode pemuliaan untuk perbaikan tanaman menyerbuk sendiri, yaitu introduksi, seleksi, dan hibridisasi yang diikuti dengan seleksi untuk mengembangkan galur murni. Seleksi bisa seleksi massa atau seleksi galur murni. Ada lima metode seleksi setelah hibridisasi. Seleksi galur murni dan semua metode seleksi setelah hibridisasi mengarah pada pengembangan varietas galur murni (semua tanaman homozigot dan genotipenya sama, atau populasi homogen dari tanaman homozigot). Seleksi massamengarah pada pengembangan varietas yang populasinya heterogen dari tanaman homozigot. Introduksi sering heterogen tetapi pada beberapa kasus juga galur murni. 7.7. Latihan 1. Pada spesies tanaman menyerbuk sendiri, Varietas A dan Varietas B berbeda alelnya pada satu lokus. Varietas A 159 disilangkan dengan Varietas B. Setiap generasi selanjutnya diselfing. – Bagaimana proporsi tanaman akan menjadi heterozigot pada generasi F6? – Berapa proporsi tanaman akan mirip secara genetik dengan varietas`A pada generasi F6? – Jika Varietas A menyerbuk sendiri berbeda allelnya pada 3 lokus dari varietas B, berapa proporsi tanaman akan menjadi heterozigot pada generasi F3 setelah persilangan? 2. Pada sepasang alel heterosigot Aa, berapa proporsi tanaman homosigot AA setelah 1,2,3,4,5,6 generasi selfing? 3. Pada 5 pasang alel heterosigot AaBbCcDdEe, berapa proporsi ke 5 pasang alel homosigot setelah 1,2,3,4,5,6 generasi selfing 7.8. Glossarium Galur murni : Varietas : Roguing : : sekelompok tanaman yang terdiri atas tanamantanaman homosigot dan seragam atau sekelompok tanaman yang berasal dari suatu genotipe homosigot melalui penyerbukan sendiri sekelompok/populasi tanaman yang mempunyai sifat-sift khusus, serupa,stabil dan dapat dibedakan dengan kelompok/populasi lain dalam spesies/jenis yang sama pembuangan semua tanaman yang nampak berbeda untuk mendapatkan sebuah populasi homozygot 160 7.9. Daftar Pustaka Fehr, W.R. 1987. Principless of Cultivar Development. Vol. I. Theory and Technique. Xiv+53p. New York: McMillan Pub. Co Halloran, G.M.,R. Knight, K.S. McWhirter, and D. H. B. Sparrow. 1979. Plant Breeding. Australian Vice-Chancellors’ Committee, AAUCS. Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta Simmonds, N. W. 1981. Principles of Crop Improvement. Xiv+408. London : Longman. Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 2006. Breeding Field Crops. Edisi ke-5. Wiley-Blackwell Sprague, G.R., and L.A. Tatum. 1942. General versus specific combining ability in single crosses of corn. J. Am. Soc. Agron. 34:923-932 Welsh, J. R. 1981. Fundamentals of Plant Genetics and Breeding. Xiv_290p. New York : John Wiley & Sons. 164 BAB VIII PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG Pengantar Penyerbukan silang adalah jatuhnya serbuk sari (polen) ke kepala putik yang berbeda genotipe. Tanaman menyerbuk silang adalah tanaman yang sebagian besar penyerbukannya terjadi merupakan penyerbukan silang atau tingkat penyerbukan silangnya lebih dari 90%. Contoh tanaman menyerbuk silang adalah jagung, papaya, salak, kelapa sawit, mangga, rambutan, melinjo, kelengkeng, ubi jalar, bunga matahari, anggrek, aglonema. Penampilan tanaman menyerbuk silang lebih baik jika heterozigositas tetap dipertahankan. Metode pemuliaan untuk tanaman meyerbuk silang dirancang agar sesuai dengan struktur genetik dan morfologi tanaman menyerbuk silang. Bab ini akan dibahas dalam dua kali pertemuan kuliah atau 3 x 100 menit. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat mengeksplorasi dasar genetik dan prosedur umum pemuliaan yang digunakan untuk memperbaiki populasi dan mengembangkan varietas dari tanaman menyerbuk silang. 165 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Perkuliahan (300 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 240 menit Langkah 3 Aktivitas Pembukaan 1. Dosen memberi salam 2. Dosen menyampaikan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dan langkah yang harus dilakukan mahasiswa 3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk bersemangat belajar dengan menceritakan halhal yang menarik 4. Dosen mengaitkan materi baru dengan materi sebelumnya dan memberi pengarahan Penyajian 1. Dosen menanyakan apa yang diketahui oleh mahasiswa tentang tanaman menyerbuk silang 2. Mahasiswa menjawab pertanyaan sesuai dengan apa yang mereka ketahui 3. Dosen menjelaskan tanaman menyerbuk silang 4. Dosen menjelaskan pertimbanganpertimbangan yang terkait dengan pemuliaan tanaman menyerbuk silang 5. Dosen menjelaskan konsekwensi genetik tanaman menyerbuk silang 6. Dosen menjelaskan metode-metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang 7. Dosen memandu refeksi 8. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi, mencatat materi diskusi Penutup 166 30 menit 1. Merangkum uraian matakuliah yang telah disampaikan/diskusi 2. Mahasiswa menyimak, mengajukan pendapat,bertanya atau menjawab dan mencatat 3. Mahasiswa diberi tugas selama satu minggu untuk membuat tulisan yang menjelaskan tentang metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang 167 8.1. Dasar Genetik Tanaman Menyerbuk Silang Populasi tanaman menyerbuk silang mengalami kawin acak, dimana tiap individu dalam suatu populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain. Kawin acak menyebabkan individu-individu dalam populasi tanaman menyerbuk silang bersifat heterozigot dan populasinya heterogen (beragam). Umumnya, penampilan tanaman menyerbuk silang akan lebih baik jika heterozigositas tetap dipertahankan. Hal ini merupakan karakteristik dari heterosis atau hybrid vigor. Heterosis adalah penampilan tanaman hibrida yang lebih baik (superior) dibandingkan dengan rata-rata penampilan tetuanya. Perkawinan individu-individu yang memiliki kekerabatan lebih dekat (saudara kandung atau saudara tiri) disebut dengan inbreeding (silang dalam). Inbreeding meningkatkan homozigositas, yang disebabkan oleh akumulasi frekuensi alel-alel identik pada lokus tertentu di dalam suatu populasi. Peningkatan homozigositas pada individu memungkinkan ekspresi alel-alel resesif yang dalam hal tertentu menurunkan vigor serta penampilan individu tersebut. Penyerbukan sendiri berulang-ulang pada tanaman menyerbuk silang, akan menyebabkan terjadi homozigositas dan hybrid vigor menurun. Fenomena in disebut dengan depresi inbreeding. Penurunan vigor dan produktifitas akibat persilangan dalam (inbreeding) disebut depresi inbreeding. Mekanisme yang menyebabkan tanaman menyerbuk silang secara alami tidak bisa menyerbuk sendiri adalah: (1) hambatan mekanis untuk menyerbuk sendiri, seperti heterostyle atau heteromorfi (panjang pendeknya kepala putik dan tangkai sari tidak sama (2) Dikhogami, (perbedaan waktu matangnya polen dan stigma), seperti polen lebih dulu matang sebelum stigma reseptif yang disebut dengan protandry atau sebaliknya stigma duluan reseptif sedangkan polen belum matang yang disebut dengan protogyny (3) adanya bunga monoecious yaitu bunga betina dan 168 bunga jantan letaknya terpisah tetapi masih pada satu pohon tanaman seperti pada kelapa sawit dan jagung dan diocious, yaitu bungan betina dan bunga jantan berada pada pohon yang berbeda seperti pada salak pondoh dan pepaya dan (4) self-sterility (bunga jantan tidak berfungsi karena jantan mandul atau selfinkompatibility (terjadi penyerbukan tetapi tidak terjadi pembuahan karena faktor fisiologis, misalnya inaktifnya zat tumbuh sehingga tabung sari tidak terbentuk). 8.2. Jenis Varietas Tanaman Menyerbuk Silang Varietas tanaman menyerbuk silang merupakan suatu populasi dengan struktur genetik (dengan frekuensi gen/ frekuensi genotipe) tertentu. Pemuliaan pada tanaman menyerbuk silang lebih difokuskan pada perbaikan populasi dibandingkan individu dalam populasi. Perbaikan populasi merupakan kegiatan untuk meningkatkan frekwensi gen yang baik sehingga rata-rata sifat yang diatur/dikendalikan gen tersebut meningkat. Pada pemuliaan tanaman menyerbuk silang, pemulia lebih memfokuskan pada populasi, dan analisis sifat kuantitatif dan bukan individu tanaman maupun sifat kualitatif. Keturunannya bukan galur murni karena tetua betina diserbuki oleh tanaman lain yang berbeda alel. Akibat turunan yang bukan galur murni, maka uji keturunan untuk menilai potensi genetik yang biasanya dilakukan pada tanaman menyerbuk sendiri akan kurang bermanfat pada tanaman menyerbuk silang. Oleh karena itu, pada tanaman menyerbuk silang akan lebih baik dilakukan uji daya gabung. Daya gabung adalah nilai genotipe yang didasarkan atas nilai keturunan hasil persilangannya dengan genotipe lain. Varietas yang akan dibentuk pada tanaman menyerbuk silang adalah varietas bersari bebas, varietas sintetik, varietas komposit, dan varietas hibrida. Varietas bersari bebas adalah varietas yang heterogen homozigot yang dibuat tanpa persilangan terkendali. Varietas sintetik adalah populasi dasar berasal dari 169 galur-galur hasil seleksi (memiliki daya gabung umum baik). Varietas sintetik dibentuk melalui persilangan bebas antara beberapa galur/famili yang mempunyai daya gabung umum baik. Varietas komposit populasi dasar berasal dari galur yang belum diseleksi. Varietas komposit dibentuk melalui persilangan bebas antara beberapa galur/famili yang belum diketahui nilai daya gabungnya. Varietas hibrida adalah varietas F1 yang berasal dari dua atau lebih tetua galur murni (umumnya memiliki heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi). Tahap pembentukan varietas dari tanaman menyerbuk silang adalah pembentukan populasi dasar, seleksi perbaikan populasi, Evaluasi untuk pemilihan galur/famili untuk membentuk varietas baru (melalui rekombinasi/kawin acak 8-10 galur/famili terpilih), dan pelepasan varietas tanaman. Perubahan untuk meningkatkan frekwensi gen yang dikehendaki dilakukan melalui seleksi. Seleksi bertujuan untuk menciptakan populasi dengan frekwensi gen baru dan unik, sehingga program pemuliaan tanaman menyerbuk silang ditentukan oleh populasi awal dan metode seleksi. Tujuan pembentukan populasi ini adalah untuk meningkatkan keragaman sifat yang mempunyai arti ekonomi penting dan mempertahankan keseragaman sifat lainnya. Misalnya pemuliaan untuk peningkatan produksi, maka sifat produksi harus beragam pada populasi dasar, sedangkan karakter lain (kualitas) relatif seragam. Pembentukan populasi dasar dapat dilakukan dengan cara (1). Persilangan hanya antar populasi terpilih, yang berbeda untuk sifat yang akan dimuliakan, sedang sifat lainnya sama atau hampir sama, (2). Persilangan antar individu tanaman dalam populasi yang mempunyai fenotipe sama untuk sifat tidak penting, (3). Peningkatan populasi yang sifat tidak pentingnya berbeda sebelum memulai pembentukan populasi dasar. Setelah melakukan persilangan tersebut, diperlukan satu generasi kawin acak untuk kombinasi-kombinasi baru. Jika lebih dari satu generasi kawin acak 170 sebelum dimulai seleksi merupakan langkah sia-sia, karena keragamannya akan tetap sama. Prosedur dalam seleksi tanaman menyerbuk silang berdasarkan pada empat hal yakni (1). Dasar seleksi pada populasi asal. Seleksi dapat berdasarkan perbedaan fenotipe individu tanaman atau perbedaan genotipe melalui uji keturunan, (2). Pengendalian persilangan pada generasi awal. Dapat dibedakan atas diketahui atau tidak diketahui tetuanya, (3). Tipe aksi gen. Seleksi dapat diarahkan untuk daya gabung umum (general combining ability), daya gabung khusus (specific combining ability) atau kedua-duanya dan (4). Tipe varietas yang akan diciptakan dari hasil seleksi. Apabila dilakukan seleksi galur maka sasarannya terutama untuk merakit varietas hibrida atau varietas sintetik. Seleksi untuk pembentukan varietas komposit dapat dilakukan dengan metode seleksi massa, seleksi ear to row/half sibs dan seleksi fenotipe berulang. Metode seleksi untuk pembentukan varietas sintetik adalah seleksi untuk daya gabung umum. Metode seleksi untuk pembentukan varietas hibrida dapat dilakukan dengan seleksi untuk daya gabung khusus dan seleksi resiprokal. Tabel 8.1. Klasifikasi Seleksi Terarah Tanaman Jagung Dasar seleksi Fenotipe individu tanaman Uji keturunan/ progeni Evaluasi terhadap tanaman atau galur Pengendalian penyerbukan Salah satu atau tidak diketahui tetuanya Tipe Uji Keturunan Tidak ada Bersari bebas Diketahui tetua jantan Diketahui tetua jantan dan betina Tidak ada Salah satu atau tidak diketahui tetuanya Daya gabung umum (DGU) Daya gabung khusus (DGK) DGU dan DGK Silang banyak (poly cross) Prosedur/ Seleksi Seleksi massa Seleksi tongkol ke baris (Ear to row) Seleksi berulang fenotipe Seleksi berulang untuk daya gabung umum Seleksi berulang untuk daya gabung khusus Seleksi berulang resiprok Seleksi silang banyak 171 8.3. Frekwensi Alel dan Genotipe Pemulia menggabungkan dan menyeleksi alel-alel yang diinginkan dalam sebuah populasi. Frekwensi keberadaan alel-alel yang diinginkan dan yang tidak diinginkan dari sebuah pupulasi akan mempengaruhi pemilihan populasi pemuliaan, metode seleksi, dan kemajuan seleksi. Populasi pemuliaan harus memiliki keragaman genetik yang cukup agar memungkinkan dilakukan seleksi, memiliki frekwensi alel-alel yang diinginkan cukup tinggi agar memungkinkan untuk dilakukan seleksi terhadap alel tersebut dan memungkinkan untuk memperoleh kemajuan pemuliaan yang efisien. Frekuensi genotipe dan frekuensi alel (atau frekuensi gen) merupakan karakteristik genetik suatu populasi. Frekuensi genotipe adalah nisbah individu bergenotipe tertentu terhadap keseluruhan individu dalam populasi. Frekuensi alel adalah nisbah alel tertentu terhadap keseluruhan alel dalam populasi. Dengan mengambil model diploid, frekuensi genotipe homozigot dominan dan homozigot resesif serta heterozigot berturut-turut dapat dilambangkan dengan D, R, dan H. Frekuensi suatu alel dengan model diploid tersebut dilambangkan sebagai p, sedangkan frekuensi alel pasangannya dilambangkan sebagai q. Dalam hal ini D+H+R = 1 dan p+q = 1 Penghitungan frekuensi alel selain menggunakan cara sebelumnya, dapat dilakukan dengan memanfaatkan informasi frekuensi genotipe yang sudah diketahui menggunakan formulasi berikut: p = D + ½ H atau 2D + H q = R + ½ H atau 2R + H Contoh, suatu populasi terdiri atas 500 individu tanaman dengan struktur genotipe: 320 RR + 160 Rr + 20 rr. Berapakah frekuensi masing-masing genotipe dan masing-masing gen? 172 Jawabnya adalah frekuensi genotipe RR = 320/500 = 0,64; frekuensi genotipe Aa = 16/500 = 0,32; dan frekuensi genotipe aa = 20/500 = 0,04. Frekuensi alel R = {(2x320)+(1x160)} / (2x500) = 0,80; frekuensi alel r = {(1x160)+(2x20)} / (2x500) = 0,20. 8.4. Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg Dalam populasi besar alami, tiap individunya memiliki peluang yang sama untuk kawin antar individu dalam populasi tersebut (suatu kondisi yang disebut kawin acak). Peristiwa ini akan mencapai keseimbangan frekuensi alel dan frekwensi genotipe tertentu dan akan tetap dalam keseimbangan jika terjadi kawin acak terus menerus. Jika tidak ada faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan frekuensi genotipe ataupun frekuensi alelnya, maka frekuensi genotipe dan frekuensi alel populasi tersebut akan tetap sepanjang generasi. Populasi dalam keadaan tersebut dinamakan dalam keseimbangan Hardy-Weinberg (dilambangkan sebagai populasi HWE). Dalam populasi HWE, kawin acak berjalan sempurna, sehingga sesuai dengan teori peluang, frekuensi genotipe pada generasi berikutnya akan merupakan hasil penggandaan frekuensi alel yang membentuknya. Oleh karena itu bila diketahui frekuensi alel suatu populasi dengan model diploid adalah p dan q, maka p+q = 1. Setelah sekali kawin acak terbentuk populasi dengan frekwensi genotipe dalam turunannya (p+q)2 atau p2+2pq+q2= 1. Dengan demikian frekuensi genotipe homozigot dominan (D’), homozigot resesif (R’) dan heterozigot (H’) pada generasi berikutnya adalah : D’ = p2, R’ = q2, H’ = 2pq, di mana D’+R’+H’ = 1. Bila tidak ada keterpautan (linkage), kondisi HWE akan tercapai setelah satu kali kawin acak. Populasi baru yang dikembangkan melalui kawin acak dari contoh di atas akan menjadi : D’ = p2 = (0,8)2 = 0,64 2 2 R’ = q = (0,2) = 0,40 H’ = 2pq = 2 (0,8 x 0,2) = 0,32, sehingga 0,64 + 0,40 + 0,32 = 1. 173 Konstitusi genetik populasi setelah HWE tercapai tidak akan berubah sepanjang generasi selama faktor-faktor pengubah frekuensi alel tidak bekerja, atau tidak ada migrasi, mutasi, dan seleksi. Perlu diperhatikan bahwa yang menentukan konstitusi genetik populasi HWE adalah frekuensi alelnya, bukan frekuensi genotipe tetua. Apa penting dari Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg bagi pemulia tanaman? Asumsi kawin acak sering dilanggar dalam populasi pemuliaan karena populasi pemuliaan lebih kecil dari populasi tanaman alami. Dengan demikian, desain persilangan yang meminimumkan kesalahan pengambilan sampel gamet (alel) sangat perlu dipertimbangan. Pemulia harus menyadari beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Populasi menyerbuk sendiri Frekuensi alel akan tetap dalam keseimbangan (dengan asumsi populasi cukup besar, tidak ada seleksi, atau faktor lain yang mengganggu keseimbangan). Namun, setiap generasi penyerbukan sendiri, frekuensi genotipe dari lokus homozigot akan meningkat dan frekuensi lokus heterozigot akan menurun. Akhirnya, genotipe heterozigot akan dihilangkan dari populasi yang terus-menerus menyerbuk sendiri. 2. Populasi tanaman menyerbuk silang Kesalahan pengambilan sampel akan terjadi jika vigor tanaman dalam populasi berbeda, waktu berbunga berbeda, atau kawin lebih sering dengan tanaman kerabat dekatnya. 3. Seleksi untuk atau terhadap alel tertentu akan mengubah frekwensi alel dan frekuensi genotipe dari populasi. Seleksi terhadap alel dominan (yaitu, seleksi untuk homozigot resesif) akan menghilangkan alel dominan dari populasi dalam satu generasi. Seleksi terhadap alel resesif akan membutuhkan lebih dari beberapa 174 generasi untuk menghilangkan alel resesif dari populasi karena genotipe homozigot dominan dan heterozigot memiliki fenotipe dibedakan. Selain itu, kemampuan untuk memperkirakan frekwensi alel dan genotipe frekuensi, pemulia juga perlu memahami aksi gen yang mempengaruhi sifat yang diinginkan. Dalam populasi homozigot menyerbuk sendiri, pengaruh dari gen (alel) ditentukan oleh pengaruh interaksi antar alel pada lokus yang sama atau interaksi antara alel pada lokus yang berbeda. Pada tanaman menyerbuk silang, pengaruh atau prilaku alel ditentukan interaksi alel dengan alel lain pada lokus yang sama (pengaruh aditif, pengaruh dominan dan pengaruh over dominan), interaksi alel dengan alel lain pada kromosom yang berbeda (epistasis) dan interaksi alel dengan alel lain pada lokus didekatnya. 8.5. Daya Gabung Uji keturunan (progeny test) merupakan penilaian suatu genotipe berdasarkan penampilan keturunannya yang dihasilkan dari perkawinan tertentu. Pengujian tersebut bertujuan untuk menilai secara genetik tetua yang akan digunakan dalam program pemuliaan. Pada spesies menyerbuk silang, uji silang (testcross) akan memberikan informasi tentang genotipe tanaman betina dan keturunannya karena penampilan tetua jantan penghasil serbuk sari diketahui. Testcross adalah perkawinan berbagai galur dengan tester yang sama atau set penguji (galur yang sudah diketahui penampilannya baik). Penampilan keturunannya dievaluasi untuk menentukan potensi genetik atau daya gabung dari galur. Daya gabung adalah ukuran penampilan relatif keturunan dari berbagai kombinasi persilangan yang berbeda. Uji daya gabung digunakan untuk mengidentifikasi salah satu atau beberapa tetua yang dapat diteruskan sebagai calon tetua terbaik berdasarkan keunggulan hibrida yang dihasilkannya. Metode analisis daya gabung yang sering digunakan adalah metode galur x tester. 175 Ada dua jenis daya gabung (Sprague dan Tatum, 1942) Daya Gabung Umum (DGU) adalah penampilan rata-rata dari galur pada serangkaian persilangan. Daya Gabung Khusus (DGK) penampilan dari persilangan tertentu relatif terhadap pemnampilan rata-rata semua kombinasi persilangan dalam pengujian. Daya gabung merupakan suatu fungsi dari tester yang digunakan dalam uji silang tersebut. Testcross DGU dibuat dengan beberapa galur lain atau dengan tester yang memiliki dasar genetik yang luas. DGK ditentukan dengan menggunakan berbagai inbrida tertentu. Pertama, DGU dievaluasi untuk mengurangi jumlah galur, dengan testcross DGU, 50% atau lebih dari galur bisa dihilangkan sebelum dievaluasi DGK. Penentuan DGK lebih memakan waktu daripada mengevaluasi DGU. 8.6. Metode pemuliaan Tanaman Menyerbuk Silang Tujuan dari pemuliaan tanaman menyerbuk silang adalah untuk memilih tanaman atau galur yang saat menyerbuk silang, menghasilkan keturunan yang unggul. Struktur genetik dari spesies menyerbuk silang, tujuan dan strategi pemuliaan berbeda dengan spesies menyerbuk sendiri. Namun, beberapa metode pemuliaan diterapkan untuk spesies menyerbuk sendiri dapat juga digunakan untuk mengembangkan galur untuk perbaikan tanaman menyerbuk silang. 176 Tabel 8.2. Metode Pemuliaan yang diterapkan pada tanaman menyerbuk sendiri dan silang Tanaman Menyerbuk Sendiri 1. Seleksi dalam populasi heterogen dari tanamantanaman homozygot: a. Seleksi massa b. Seleksi galur murni Tanaman Menyerbuk Silang 1. Seleksi dalam varietas berpenyerbukan terbuka atau populasi (heterogen dan heterozigot): a. Seleksi massa b. Metode seleksi berulang lainnya 2. Seleksi setelah hibridisasi: 2. Tetua inbrida dikembanga. Metode seleksi pedigree kan dari populasi yang b. Metode seleksi bulk diperbaiki: c. Metode seleksi single seed a. Metode seleksi pedigree descent b. Metode seleksi d. Metode seleksi backcross backcross c. Metode seleksi single Semua metode di atas, kecuali seed descent seleksi massa dilakukan untuk d. Metode seleksi haploid mengembangkan galur murni ganda yang akan digunakan sebagai varietas atau dicampur dengan Inbrida yang dihasilkan galur murni lainnya untuk selanjutnya dikawinkan untuk digunakan sebagai varietas menghasilkan hibrida. campuran. 8.7. Perbaikan Populasi Melalui Seleksi Berulang Perbaikan populasi dilakukan melalui seleksi yang dilakukan dalam beberapa siklus (beberapa kali) seleksi secara berulang atau dikenal sebagai metode seleksi berulang. Pada 177 metode ini kegiatan seleksi dilakukan pada setiap generasi dalam populasi kawin acak, kemudian dilakukan perkawinan antar keturunan terbaik. Siklus tersebut diulangi beberapa kali sampai tujuan pemuliaan tercapai atau tidak ada kemajuan lagi. Seleksi Berulang elsi Berulang Evaluasi dan Seleksi Keturunan Unggul Persilangan individu unggul Tanam populasi kawin acak dan dapatkan keturunannya Gambar 8.1. Skematik Seleksi Berulang Pada seleksi berulang, sumber serbuk sari ada yang terkontrol dan ada juga memungkinkan terjadinya perkawinan secara bebas. Tujuan seleksi berulang adalah untuk memperbaiki rata-rata populasi dengan mengumpulkan atau meningkatkan frekwensi alel-alel untuk sifat kuantitatif, sedangkan keragaman genetik tetap dipertahankan. Seleksi berulang dilakukan berdasarkan pada penampilan dari turunan (seleksi berulang genotipik), fenotipe individuindividu tanaman (seleksi berulang fenotipik) atau family tanaman. Pada seleksi berulang genotipik seleksi dilakukan terhadap sifatsifat kuantitatif, interaksi genotype dan lingkungan dari sedang sampai tinggi. Seleksi berdasarkan penampilan turunan, dimana penampilan tidak dapat dievaluasi berdasarkan individu tanaman. 178 Pada seleksi berulang fenotipik, seleksi dapat dilakukan terhadap sifat kuantititif ataupun kualitatif, interaksi genotype dan lingkungan rendah. Seleksi dilakukan berdasarkan penampilan fenotipe individu tanaman tetua jantan dan tetua betina, terdapat kontrol terhadap persilangan, heritabilitas dalam arti sempit tinggi, peran gen terutama aditif, tidak ada uji keturunan, sifat dapat berikan skor secara visual atau diukur secara fisik. Pengembangan populasi melalui seleksi berulang ditujukan untuk perbaikan varietas, sebagai dasar untuk seleksi lanjutan atau perbaikan populasi tetua dari galur-galur inbrida. Varietas yang akan dihasilkan merupakan varietas bersari bebas. Prosedur seleksi berulang fenotipik Suatu populasi ditanam sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk diadakan seleksi secara individu. Dipilih individu-individu unggul untuk sifat yang diinginkan, sedangkan yang lain dihilangkan atau diemaskulasi. Selanjutnya dilakukan persilangan di antara individu-individu terpilih. Hasil silangan dipanen dan bijinya dicampur. Selanjutnya biji hasil silangan ditanam kembali dan dilakukan pemilihan individu-individu unggul kembali. Demikian seterusnya, sampai diperoleh sifat yang diperbaiki sesuai dengan kriteria seleksi. Gambar 8.2. Prosedur Seleksi Berulang Fenotipik 179 8.8. Metode Perbaikan Populasi Perbaikan populasi tanaman menyerbuk silang dapat dilakukan dengan berbagai macam metode seleksi diantaranya: Seleksi Massa Seleksi setongkol-sebaris (Ear-To-Row) Seleksi Full-Sib Seleksi S1/S2 Seleks Berulang Daya Gabung Seleks Berulang Timbal Balik (Reciprocal) 8.8.1. Seleksi massa pada tanaman menyerbuk sendiri Pemilihan tanaman berdasarkan fenotipe individu dari populasi hasil kawin acak, tanpa kontrol persilangan dan peran gen aditif. Pemilihan didasarkan pada penampilan individu tanaman betina, karena jantan yang menyerbukinya tidak diketahui dan tidak ada uji keturunan. Dipilih individu tanaman yang sesuai dengan kriteria yang dikehendaki sehingga diharapkan diperoleh populasi keturunan dengan frekwensi gen yang dikehendaki lebih besar. Pada waktu panen hasil panen dari tanaman terpilih dicampur (disatukan) untuk dipakai sebagai bahan pertanaman musim berikutnya. Pada pertanaman musim berikutnya akan terjadi kawin acak antar tanaman terpilih. Proses pemilihan dilakukan kembali beberapa generasi sampai tujuan seleksi tercapai. Varietas yang dihasilkan adalah varietas bersari bebas. Efektivitas seleksi massa tergantung pada ketelitian seleksi, penampakan fenotipe sama genotipe, mudah diukur (kegenjahan, tinggi tanaman, ukuran tongkol), kontrol lingkungan, meningkatkan variabilitas genetik. Kelebihan dari seleksi massa adalah mudah dilaksanakan, biaya relatif murah, Cepat (satu musim per siklus), dapat dilakukan pada populasi besar dan dapat menekan terjadinya silang dalam. Kelemahan seleksi massa adalah 180 memerlukan tempat penanaman yang luas dan terpisah dari populasi lain, kurang efektif untuk memperbaiki sifat-sifat kuantitatif yang mempunyai heritabilitas rendah. 8.8.2. Seleksi Satu Tongkol Satu Baris Metode seleksi satu baris satu tongkol merupakan perbaikan dari seleksi massa dengan mengevaluasi famili terpilih (Famili Saudara Tiri/Half-Sib). Perbedaan seleksi satu tongkol satu baris dengan seleksi massa adalah pada seleksi massa, tongkol hasil panen langsung dicampur untuk dijadikan bahan tanam pada musim berikutnya. Pada seleksi satu tongkol satu baris, tongkoltongkol tersebut diuji terlebih dahulu sebelum dicampur. Cara pengujian disebut uji keturunan, sehingga pada seleksi ini terdapat uji keturunan. Seleksi didasarkan pada keragaan fenotipe dari induvidu–individu tanaman (famili) melalui pengujian, tanpa atau sebagian ada kontrol persilangan dan peran gen aditif. Varietas yang dihasilkan adalah varietas berpenyerbukan terbuka. Prosedur seleksi satu tongkol satu baris Pilih sejumlah tanaman, biji dipanen secara terpisah (sebagai Famili Half-sib). Evaluasi Famili-famili dalam percobaan berulangan. Selanjutnya biji famili-famili terpilih (sisa Percobaan) dicampur sebagai benih populasi baru. Famili adalah sekelompok tanaman. yang secara langsung mempunyai hubungan kekerabatan (Half-Sib, Full-Sib, S1/S2). 181 Gambar 8.3.Prosedur seleksi satu tongkol satu baris 8.8.3. Seleksi berulang untuk daya gabung umum Daya Gabung umum adalah kemampuan suatu genotipe menunjukkan kemampuan rata-rata keturunan bila disilangkan dengan sejumlah genotipe lain yang dikombinasikan, dapat dimasukkan juga persilangan sendiri genotipe itu. Seleksi didasarkan pada fenotipe keturunan tanaman untuk evaluasi genotipe, terdapat kontrol penuh terhadap persilangan, peran gen terutama aditif, terdapat uji keturunan melalui Uji Daya Gabung Umum (DGU). Tetua penguji memiliki keragaman genetik yang luas, yaitu varietas berpenyerbukan terbuka. Penguji harus memiliki sifat yang tidak menonjol untuk karakter yang diperbaiki. Varietas yang dihasilkan adalah varietas komposit, varietas sintetik galur-galur potensial. 182 Musim 1 : Menanam populasi dasar Penyerbukan sendiri pada pada sejumlah individu (x) sehingga dihasilkan sejumlah populasi S1 183 Gambar 8.4. Prosedur Seleksi Berulang Untuk DGU Prosedur satu siklus seleksi Pada musim pertama menanam populasi dasar dan membuat sejumlah penyerbukan sendiri sehingga dihasilkan sejumlah populasi S1. Pada musim ke dua, sebagian biji dari galurgalur S1 ditanam terpisah dalam baris-baris dan sisa bijinya disimpan. Di samping itu juga ditanam populasi tetua penguji. Tetua penguji mempunyai dasar genetik yang luas, misalnya hibrida ganda. Selanjutnya diadakan sejumlah persilangan antara galur- galur S1 tersebut dengan tetua penguji . Pada musim ke tiga diadakan pemilihan galur S1 berdasarkan uji keturunannya. Biji hasil persilangan pada generasi ke dua ditanam dengan ulangan secukupnya. Galur S1 yang menghasilkan keturunan yang baik dipilih untuk diteruskan pada generasi berikutnya. Pada musim ke empat sisa biji galur S1 terpilih dicampur dan ditanam. Populasi tanaman ini dibiarkan kawin acak, sehingga terjadi rekombinasi. Setelah dipanen, bijinya dicampur untuk digunakan pada siklussiklus berikutnya. 184 8.8.4. Seleksi Berulang Untuk Daya Gabung Khusus Daya Gabung Khusus adalah kemampuan suatu kombinasi persilangan untuk menunjukkan penampilan keturunan. Tujuannya dalah untuk mencari kombinasi yang khas dan memperlihatkan perbaikan terbesar dari suatu populasi. Galur murni-galur murni yang lebih baik dapat diturunkan dari populasi tersebut. Seleksi berdasarkan fenotipe keturunan dari tanaman, terdapat kontrol penuh atas persilangannya, peran gen aditif dan dominan, terdapat uji keturunan melalui Uji Daya Gabung Khusus (DGK). Metodenya sama dengan metode seleksi berulang untuk Daya Gabung Umum, hanya berbeda pengujinya, yaitu berupa galur murni atau hibrida tunggal dan mempunyai keragaman genetik sempit, seperti galur murni, hibrida silang tunggal. Varietas yang dihasilkan berupa hibrida tunggal atau hibrida ganda. 8.8.5. Seleksi Berulang Timbal Balik Seleksi berulang timbale balik merupakan gabungan dari Seleksi Berulang DGU dan Seleksi Berulang DGK. Setiap populasi berperan sebagai penguji untuk populasi lainnya, sehingga dikatakan timbal-balik. Dua populasi dasar yang digunakan sebaiknya memperlihatkan keragaman yang cukup besar. Perbaikan populasi dapat diharapkan pada setiap populasi. Seleksi ini ditujukan untuk perbaikan hibrida. Metodenya merupakan gabungan dari seleksi berulang untuk DGU dan DGK. Perbedaannya dengan dua metode seleksi berulang untuk DGU dan metode seleksi berulang untuk DGK ialah pengujinya juga merupakan sebagian dari populasi yang diuji. Artinya, satu populasi merupakan penguji populasi lain, dan sebaliknya (situasinya timbal balik). Persyaratannya adalah seleksi berdasarkan keturunan dari tanaman, terdapat kontrol penuh terhadap persilangan, peran gen over dominance, dominan, aditif. terdapat uji keturunan dengan 185 tipe uji keturunan daya gabung umum dan khusus. Varietas yang dibentuk adalah varietas perbaikan hibrida. 8.8.6. Seleksi Saudara Tiri Seleksi saudara tiri (half-sib) melibatkan pembuatan seleksi dalam famili atau populasi pada tanaman yang memiliki satu tetua bersama. Seleksi dilakukan berdasarkan pada penampilan turunan, bukan berdasarkan fenotipe individu tanaman. Seleksi half-sib dapat dilakukan dengan menggunakan uji keturunan (progeny tests) atau ujisilang keturunan (testcross progeny tests). 8.8.6.1.Seleksi half-sib dengan progeny tests Sumber serbuk sari tidak terkontrol dalam seleksi half-sib dengan uji keturunan. Dalam hal ini, seluruh populasi digunakan sebagai tetua penghasil serbuk sari, sehingga semua turunan memiliki sampel gamet jantan 'acak' sebagai satu tetua dan tanaman dipilih secara individual sebagai tetua betina. Perbedaan dalam turunan half-sib hanya perbedaan antar tanaman betina yang diseleksi. Variasi biasanya terjadi pada musim tanam ketiga. 8.8.6.2. Seleksi half-sib dengan testcross progeny tests Dalam metode ini, seleksi berdasarkan penampilan uji silang bukan pada keturunan yang berpenyerbukan terbuka. Prosedur ini banyak diterapkan untuk perbaikan tanaman jagung. Sejumlah famili half-sib dikembangkan dan diseleksi untuk saling silang pada musim ke 3. Saling silang pada musim ke 3 umumnya dikendalikan bukan hanya mencampur benih hasil seleksi dan selanjutnya akan memungkinkan kawin acak dalam keadaan terisolasi. Dalam prosedur ini, setengah dari alel berasal dari seleksi teracak serbuk sari pada sumber populasi, alel-alel tersebut tidak 186 diseleksi. Memodifikasi prosedur ini dapat dilakukan untuk memasukkan selfing dan memastikan bahwa hanya alel dari tanaman yang menghasilkan keturunan uji silang unggul dimasukkan ke dalam populasi. Sumber Populasi Tanam tanaman bersari bebas dalam kondisi terisolasi Seleksi tanaman unggul dan disilangkan dengan tetua tester Musim 1 : tetua tester tanaman terseleksi Musim 2 : testcross progeny tests Musim 3 : Musim 4 : Gunakan benih bersari bebas dari tanaman yang menghasilkan turunan unggul berdasarkan testcross, salingsilangkan semua kombinasi Populasi yang sudah diperbaiki Gambar 8.5. Prosedur Seleksi Saudara Tiri (Half-sib Selection): Disilangkan ke Tester 187 Sumber Populasi Tanam unggul diseleksi Self dan disilangkan dengan tetua tester Musim 1 tetua tester tanaman terseleksi Musim 2 Musim 3 Musim 4 Gunakan benih bersari bebas dari tanaman yang menghasilkan turunan unggul berdasarkan testcross, salingsilangkan semua kombinasi Populasi yang sudah diperbaiki Gambar 8.6. Seleksi Saudara Tiri (Half-sib Selection): Disilangkan ke Tester dan Selfing Prosedur seleksi half-sib berguna untuk meningkatkan potensi dari spesies tanaman menyerbuk silang yang menghasilkan benih yang cukup untuk menghasilkan keturunan atau uji keturunan uji silang. Selain itu, penerapan modifikasi penyerbukan sendiri mensyaratkan spesies kompatibel dan bukan dioecious agar diperoleh benih selfing. Seleksi half-sib memberikan evaluasi terhadap daya gabung umum. 188 Musim 1 Sumber Populasi Pasangan Pesilangan dari Tanaman Terseleksi Pasangan Pesilangan dari Tanaman Terseleksi Musim 2 Uji keturunan dari pasangan persilangan Musim 3 Gunakan sisa benih dari pasangan persilangan yang menghasilkan turunan unggul berdasarkan testcross, salingsilangkan semua kombinasi Musim 4 Populasi yang sudah diperbaiki Gambar 8.7. Seleksi Saudara Kandung (Full-sib Selection) Dalam half-sib dan skema seleksi berulang lainnya, langkah ketiga dalam prosedur ini adalah dibuat persilangan dari turunan terbaik (musim 3). Hal ini akan mengurangi waktu untuk menyelesaikan siklus pemilihan satu berulang untuk dua tahun (tiga musim pengembangan). Hal ini penting, selama dua langkah pertama dari siklus seleksi (musim 1 dan 2), tanaman tumbuh di lingkungan 189 target di mana petani akan membudidayakannya. Hal disebabkan jika seleksi dilakukan pada lingkungan bukan target untuk budidaya secara komersial, maka interaksi genotipe x lingkungan akan menyebabkan pemulia memilih genotype yang belum tentu sesuai untuk lingkungan target. 8.8.7. Seleksi Saudara Kandung (Full-sib Selection) Sekelsi saudara tiri dan seleksi saudara kandung, keduanya menggunakan uji keturunan (progeny testing). Pada seleksi full-sib, kedua tetuanya diketahui dengan jelas. Pasangan tetua persilangan tertentu dibuat pada prosedur seleksi full-sib dan tanaman tersebut heterozigot, pemulia dapat mengevaluasi daya gabung dari pasangan persilangan tertentu. Prosedur seleksi saudara kandung dapat diterapkan pada spesies tanaman menyerbuk silang yang menungkinkan dilakukan selfing. Dengan demikian seleksi full-sib sesuai untuk spesies tanaman tidaksesuai sendiri (selfincompatible) atau spesies dioecious. 8.8.8. Uji Keturunan Silang Sendiri Uji keturunan silang sendiri melibatkan penyerbukan sendiri tanaman terpilih dan pengevaluasian keturunan yang dihasilkannya. Tata nama S adalah sistem yang mirip dengan tatanama C yang digunakan dalam seleksi massa. Prosedur ini memungkinkan pemulia untuk merakit kombinasi gen baru. Seleksi S1 tidak dapat diterapkan pada spesies atau genotype yang tidak dapat disilangsendirikan seperti spesies yang self incompatible atau diocious. Seleksi S1 ini sangat bermanfaat untuk spesies yang pembuatan persilanganya susah, tedious atau memerlukan waktu yang lama, dan juga agak sesuai untuk tanaman yang menyerbuk sendiri. 190 Musim 1 Sumber Populasi Seleksi tanaman unggul dan dilakukan selfing Tanaman yang diselfing (S0) Musim 2 Uji keturunan S1 Musim 3 Gunakan sisa benih dari tanaman S0 yang menghasilkan turunan unggul berdasarkan testcross, salingsilangkan semua kombinasi Musim 4 Populasi yang sudah diperbaiki S0 = S1 = 1,2 dst Gambar 8.8. Seleksi S1 Populasi tanaman sumber populasi yaitu populasi berpenyerbukan terbuka. Tanaman tersebut dibuat selfing (disilangsendirikan) untuk menghasilkan generasi berikutnya, yaitu S1 Populasi galur tanaman yang merupakan turunan yang dihasilkan dari hasil tanaman yang disilangsendirikan. S1 analog dengan F2 Jumlah musim 1 dan 2 191 8.8.9. Varietas Sintetik Varietas sintetik dirakit melalui persilangan antar genotype terpilih dan produksi varietas dari generasi ke generasi berikutnya melalui penyerbukan terbuka. Genotipe terpilih memiliki dua sifat utama, yaitu pertama, genotype tersebut secara normal merupakan klon atau galur inbrida yang dapat mempertahankan, memungkinkan sintetik menjadi tersusun kembali secara periodik. Kedua, seleksi dilakukan berdasarkan pada karakteristik fenotipik dan daya gabung. Dengan demikian, umumnya ada uji untuk menentukan daya gabung umum. Varietas sintetik umumnya digunakan pada tanaman pakan ternak. Prosedur yang biasa untuk mengekploitasi heterosis,seperti pada varietas hibrida F1 sulit diterapkan pada sebagaian tanaman pakan ternak. Hal ini disebabkan tanaman pakan ternak umumnya memiliki system self-incompatibility, biji yang dihasilkan tidak cukup untuk melakukan uji keturunan seperti pada half-sib, fullsib, atau S1 atau sulit untuk dilakukan penyerbukan silang. Varietas sintetik menyediakan suatu pendekatan alternative untuk mengekpliotasi heterosis yang sesuai untuk kebanyakan tanaman pakan ternak. Klon dapat dievaluasi pada uji penampilan S1 bukan pada uji keturunan polycross. Generasi yang mana, benih Syn 1 atau Syn 2, digunakan pemulia untuk uji varietas sintetik? Pengujian benih yang direkomendasikan adalah Syn 2 bukan benih Syn 1, karena penampilan Syn 2 akan lebih mendekati seperti penampilan benih yang digunakan petani ( biasanya Syn 2 atau Syn 3). Varietas sintetik jagung dapat dikembangkan menggunakan penampilan polycross. Sebagai ganti dari klon digunakan galur inbrida. Caranya pertama, memilih inbrida yang akan digunakan sebagai tetua berdasarkan uji daya gabung. Selanjutnya dilakukan persilangan dalam semua kombinasi (Syn 0), Membiarkan Syn 1 (tanaman F1) untuk kawin acak dalam keadaan terisolasi. 192 Membiarkan Syn 2 (tanaman F2) untuk kawin acak dalam keadaan terisolasi. Gambar 8.9. Seleksi Pembentukan varietas sintetik Jagung varietas sinterik lebih murah dalam mengembangkan dan mempertahankannya dibandingkan varietas hibrida silang tunggal. Varietas sintetik juga cenderung memberikan hasil lebih rendah dibandingkan hibrida pada lingkungan yang sesuai. Beberapa heterosis atau hybrid vigor hilang dari generasi Syn 1 ke Syn 2, tergantung pada perbedaan antara rata-rata dari F1-nya, Rata-rata tetua inbrida asal dan jumlah tetua yang dilibatkan. 8.8.9.1. Memprediksi Penampilan dari Varietas Sintetik Asumsikan bahwa kita memiliki empat tetua inbrida jagung dan dilakukan persilangan untuk menghasilkan F1. Benih dipanen 193 dari setiap tanaman dan ditanam pada baris terpisah untuk setiap keturunan (ear-to-row). Hasil dari masing-masing baris diukur. Datanya sebagai berikut Tetua P1 P2 P3 P4 Hasil (kg/Ha) 60 70 50 60 Rataan 60 Persilangan Hasil dari Turunannya (kg/Ha) P1 x P2 90 P1 x P3 100 P1 x P4 90 P2 x P3 110 P2 x P4 100 P3 x P4 80 Rataan F1 95 Dari Tabel memperlihatkan bahwa hasil dari turunannya lebih baik dari tetuanya. Ini mencerminkan heterosis. Berapakah hasil yang diharapkan yang akan dihasilkan sintetik? Perlu diingat kembali bahwa Syn 2 sebanding dengan F2. Mari kita hitung hasil yang diharapkan dari F2 untuk menduga hasil dari Syn 2. n= jumlah tetua Sehingga, Jika kita gunakan keempat tetua untuk membuat sintetik, maka kita akan mengharapkan Syn 2 akan memberikan haril 86.25 kg/Ha. Formula ini dapat diterapkan untuk memperkirakan hasil Syn 2 pada spesies diploid menyerbuk silang. 194 8. 10. Rangkuman Tanaman menyerbuk silang bersifat heterozigot dan heterogen, ditandai antara satu individu dengan individu lain dalam populasi secara genetik berbeda. Namun demikian secara fenotipe tampak sama sehingga populasi tersebut menampakkan ciri-ciri varietas tertentu. Suatu varietas tanaman menyerbuk silang pada dasarnya merupakan suatu populasi yang memiliki frekuensi gen tertentu. Varietas yang akan dibentuk pada tanaman menyerbuk silang adalah varietas bersari bebas, varietas sintetik, varietas komposit, dan varietas hibrida. Varietas yang akan dibentuk pada tanaman menyerbuk silang adalah varietas bersari bebas, varietas sintetik, varietas komposit, dan varietas hibrida. Tahap pembentukan varietas dari tanaman menyerbuk silang adalah pembentukan populasi dasar, seleksi perbaikan populasi, evaluasi untuk pemilihan galur/famili untuk membentuk varietas baru (melalui rekombinasi/kawin acak 8-10 galur/famili terpilih), dan pelepasan varietas tanaman. Prosedur dalam seleksi tanaman menyerbuk silang berdasarkan pada empat hal yaitu (1). Dasar seleksi pada populasi asal. (2). Pengendalian persilangan pada generasi awal. (3). Tipe aksi gen. dan (4). Tipe varietas yang akan diciptakan dari hasil seleksi. Keberhasilan seleksi ditentukan oleh kemampuan mengidentifikasi tanaman-tanaman yang akan menyusun populasi baru yang mengandung frekuensi gen yang diinginkan yang lebih tinggi dari frekuensi gen yang sama dari populasi sebelumnya. 8.11. Latihan 1. Suatu kebun jagung yang letaknya terpisah dari tanaman jagung lainnya mempunyai 16% tanaman berbatang kerdil Apabila sifat ini ditentukan oleh gen resesif (k), sedangkan gen (K) menentukan tanaman berbatang normal, berapa persen dari 195 tanaman normal dalam kebun tersebut yang homozigot dan berapa persen yang heterozigot 2. Jika anda diberikan tugas untuk memperbaiki hasil dan kualitas dari suatu jenis tanaman yang menyerbuk silang, dioecious. Kedua karakter baik hasil maupun kualitas termasuk karakter kuantitatif. Karakter kualitas memiliki heritabilitas tinggi dan dapat dievaluasi dengan uji di laboratorium. Dari prosedur pemuliaan yang telah anda pelajari, prosedur mana yang akan anda rekomendasikan untuk meningkatkan hasil dan kualitas tanaman tersebut? berikan penjelasn anda! (Pilih mana yang benar a. seleksi massa; b. seleksi saudar tiri dengan uji keturunan; c. Seleksi saudar kandung; d. seleksi dari uji keturunan yang disilangsendirikan (S1); e. Pengembangan varietas sintetik berdasarkan penampilan S1; f Pengembangan varietas sintetik berdasarkan policross). 8.12. Glossarium Gene pool : Seleksi : Varietas sintetik : Varietas Komposit : Daya Gabung : Famili : Heterosis : total seluruh gen yang ada dalam gamet dari suatu pupulasi tertentu Kegiatan memilih genotipe yang mempunyai sifat-sifat baik untuk digunakan sebagai bahan perbanyakan generasi selanjutnya Varietas yang dibentuk melalui persilangan bebas antara beberapa galur/famili yang mempunyai daya gabung umum baik Varietas yang dibentuk melalui persilangan bebas antara beberapa galur/famili yang belum diketahui nilai daya gabungnya Nilai genotipe yang didasarkan atas nilai keturunan hasil persilangannya dengan genotipe lain Sekelompok tanaman yang secara langsung mempunyai hubungan kekerabatan Keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebihi nilai atau kisaran kedua tetuanya 196 8.13. Daftar Pustaka Fehr, W.R. 1987. Principless of Cultivar Development. Vol. I. Theory and Technique. Xiv+53p. New York: McMillan Pub. Co Halloran, G.M.,R. Knight, K.S. McWhirter, and D. H. B. Sparrow. 1979. Plant Breeding. Australian Vice-Chancellors’ Committee, AAUCS. Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta Simmonds, N. W. 1981. Principles of Crop Improvement. Xiv+408. London : Longman. Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 2006. Breeding Field Crops. Edisi ke-5. Wiley-Blackwell Sprague, G.R., and L.A. Tatum. 1942. General versus specific combining ability in single crosses of corn. J. Am. Soc. Agron. 34:923-932 Welsh, J. R. 1981. Fundamentals of Plant Genetics and Breeding. Xiv_290p. New York : John Wiley & Sons. 197 BAB IX PEMULIAAN TANAMAN MEMBIAK SECARA VEGETATIF Pengantar Pembiakan aseksual adalah pembiakan yang tidak didahului oleh bertemunya gamet jantan dan betina secara sempurna. Tanaman yang diperbanyak secara aseksual akan menghasilkan individu-individu yang secara genetik identik satu sama lain dan juga identik dengan tetuanya. Sekelompok tanaman yang diperbanyak secara aseksual dinamakan dengan klon. Spesies tanaman yang membiak secara vegetatif diantaranya adalah kentang dan tebu, sedangkan yang bereproduksi secara seksual di habitat aslinya dengan penyerbukan silang dapat diperbanyak secara aseksual sebagai klon ketika dibudidayakan . Materi ini akan disampaikan dalam satu kali tatap muka. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang prinsip dan prosedur pemuliaan tanaman yang membiak secara vegetatif sehingga mahasiswa dapat menjelaskan tentang alasan perbanyakan vegetatif dan karakteristik klon dan menjelaskan prosedur pemuliaan pada beberapa tanaman membiak vegetatif. 198 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 10 menit Langkah 2 80 menit Aktivitas Pembukaan Dosen menjelaskan pokok bahasan pada pertemuan ini, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan ini dan memotivasi mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas pembelajaran Penyajian 1. Dosen menyajikan informasi kepada mahasiswa melalui bahan bacaan 2. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4 kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu kelompok. 3. Tiap anggota tim diberikan materi yang berbeda (sub pembahasan yang berbeda). 4. Anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang sama diminta untuk membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. 5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota diminta untuk kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai. 6. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahasnya untuk mencapai pemahaman bersama yang tepat. 7. Dosen meminta beberapa kelompok awal untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada 199 Langkah 3 10 menit seluruh kelas. 8. Dosen mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari 9. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan ini. 10. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi. Penutup 1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk memantapkan mahasiswa tentang pemuliaan tanaman membiak secara vegetatif. 2. Dosen meminta beberapa mahasiswa mengemukakan pertanyaan dan membahasnya. 200 9.1. Karakteristik Tanaman Membiak Vegetatif Tanaman membiak vegetatif adalah tanaman yang diperbanyak menggunakan organ vegetatif seperti akar, umbi, daun atau mata tunas. Tanaman membiak vegetative juga termasuk tanaman yang pembiakannya secara aseksual, yaitu melalui apomiksis, partenogenesis, apospori, apogami atau embrio adventif, mikro propagasi, mutasi, penggandaan kromosom maupun transgenik. Pembiakan aseksual tidak didahului oleh bertemunya gamet jantan dan betina dengan sempurna. Perbanyakan tanaman secara vegetatif umum ditempuh karena tanaman tersebut mengalami masalah dalam proses pembentukan biji atau pembentukan bijinya hanya pada kondisi tertentu. Masalah pembentukan biji dapat terjadi akibat sterilitas yang tinggi sehingga tidak terbentuk biji atau biji terbentuk sedikit. Tamanan berbiak vegetatif umumnya bersifat heterozigo sehingga memungkinkan terjadi segregasi. Tingkat ploidi yang tinggi menyebabkan penyimpangan pada proses meiosis, sehingga tanaman menjadi steril. Viabilitas benih yang rendah dapat mengganggu penyediaan benih pada generasi berikutnya. Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam satu siklus seleksi seperti pada tanaman tahunan. Kebutuhan iklim tertentu untuk menghasilkan benih seperti pada tanaman dua musim (biennual). Varietas yang dihasilkan dengan perbanyak secara vegetatif disebut dengan klon. Beberapa tanaman biasanya diperbanyak sebagai klon seperti tebu, kentang, ubi jalar, ubi kayu, talas, dan beberapa spesies rumput makanan ternak. Beberapa tanaman membiak vegetatif juga mampu membiak secara generatif secara seksual di habitat aslinya dengan menyerbuk silang, dan dapat diperbanyak secara aseksual sebagai klon ketika dibudidayakan. Keadaan ini akan sangat menguntungkan dalam prosedur pemuliaannya dalam hal hibridisasi untuk rekombinasi gen. 201 9.2. Dasar Genetik Tanaman Membiak Vegetatif Klon memiliki susunan genetik yang identik. Klon berasal dari perbanyakan vegetatif yang tumbuh dan berkembang melalui pembelahan mitosis. Pada proses pembelahan mitosis, sel-sel anak yang dihasilkan adalah identik. Oleh karena itu umumnya pada klon tidak dijumpai variasi. Perbedaan yang muncul diantara klon dapat disebabkan karena variasi lingkungan dan tidak diwariskan pada keturunannya atau generasi berikutnya. Keragaman mungkin diperoleh karena adanya mutasi, keadaan ini sering dijumpai pada tanaman hias tetapi sangat jarang pada tanaman tahunan. Susunan genetik klon umumnya mengikuti genetik induknya. Kebanyakan susunan genetik klon adalah heterozigot mengikuti tetuanya yang heterozigot, khususnya pada tanaman yang membiak vegetatif dan generatif. Klon memiliki karakteristik yang stabil, dari generasi ke generasi sehingga perbanyakan vegetatif tidak mengakibatkan perubahan dalam susunan genetik. Ketahanan terhadap penyakit, heterosis, atau karakter lain yang diinginkan tetap terpelihara pada generasi berikutnya. 9.3. Posedur pemuliaan Tanaman Membiak Vegetative Prosedur pemuliaan tanaman membiak vegetatif dapat dilakukan melalui tahapan 1). perakitan dan pemeliharaan plasma nutfah, 2). seleksi klonal dari varian alami atau diinduksi, dan 3. hibridisasi diikuti dengan seleksi dan perbanyakan klon unggul dalam populasi terpisah. 9.3.1. Perakitan dan Pemeliharaan Plasma Nutfah Langkah awal dalam pemuliaan spesies membiak vegetatif adalah merakit koleksi plasma nutfah yang dipertahankan sebagai klon. Plasma nutfah termasuk klon yang dipilih dari populasi lokal jika spesies tersebut adalah asli wilayah tersebut, klon introduksi 202 dari bank gen atau pemulia lainnya, dari varietas yang ditanam secara komersial, atau kerabat liar yang didomestikasi dari habitat aslinya. Bagian vegetatif (seluruh tanaman utuh atau bagian dari tanaman) dapat diintoduksi ke daerah produksi baru untuk selanjutnya dievaluasi dan diadaptasikan ke daerah baru. Klon yang diintroduksi dari negara asing harus ditanam pada kondisi terisolasi untuk mencegah kemungkinan tersebarnya spesies serangga hama atau patogen penyakit baru bersama dengan klon. Bahaya ini dapat dikurangi dengan mengintroduksi benih bukan klon, jika spesies tersebut dapat menghasilkan benih yang cukup. Namun, teknologi kultur jaringan memungkinkan untuk mengintroduksi berbagai sampel dalam ukuran kecil, steril, bebas penyakit, sampel ini lebih mudah untuk memproses melalui karantina tumbuhan. Klon koleksi plasma nutfah merupakan sumber daya genetik bagi pemulia. Klon dari sumber daya genetik dapat diperbanyak dan ditanam langsung sebagai klon unggul baru, atau dapat digunakan sebagai tetua dalam program hibridisasi. Koleksi plasma nutfah dapat dipertahankan sebagai koleksi tanaman di lapangan, hal ini berbeda dengan pemeliharaan koleksi benih seperti pada spesies diperbanyak secara seksual. Perbanyakan vegetatif dapat mempertahankan genotipe tanpa perubahan, kecuali untuk mutasi, klon dapat ditanam dalam jumlah yang banyak pada pembibitan tanpa isolasi. 9.3.2. Seleksi klonal Seleksi klonal merupakan prosedur pemuliaan yang umum digunakan pada pemuliaan tanaman membiak vegetatif. Seleksi klonal memiliki dua tujuan utama untuk pengembangan klon baru yaitu 1). seleksi bahan tanam/klon agar bebas dari penyakit dan 2). Seleksi untuk mempertahankan kemurnian genetik klon. Dalam populasi genetik campuran dari spesies yang diperbanyak secara aseksual seperti yang ada di alam, klon unggul 203 dapat diisolasi dan diperbanyak sebagai varietas. Dalam populasi campuran, kemajuan melalui seleksi klonal terbatas pada isolasi genotipe yang terbaik. Variabilitas genetik dapat terjadi pada klon dengan mutasi yang menghasilkan khimera atau mosaik genetik. Pada spesies tanaman hias, varian berasal dari mutasi alami atau induksi sering dimanfaatkan sebagai sumber klon baru. Tingkat mutasi yang tinggi telah diamati pada genotipe tebu yang dapat dipertahankan melalui teknik kultur jaringan, dengan tanaman mutan kemudian diperbanyak sebagai klon. Prosedur Seleksi bahan tanam untuk bebas penyakit. Bahan tanaman dapat diamati secara visual untuk mendeteksi keberadaan patogen. Namun, karena beberapa patogen mungkin menjadi laten, berbagai teknik serologi dan histologis digunakan untuk mendeteksi keberadaan patogen tertentu. Teknik ini dapat mendeteksi virus laten serta lainnya patogen. Jika hasil suatu uji negatif, maka tidak selalu terbukti tidak adanya patogen. Bisa jadi pengujiannya tidak efektif. Selanjutnya, bahan klonal yang bebas dari penyakit dapat digunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan. Jika hasil uji positif, menunjukkan adanya patogen, dan jika menjadi satu-satunya sumber bahan tanam, maka pemulia harus menghilangkan penyakit dengan cara kultur jaringan. Bahkan ketika patogen yang sistemik, diketahui jaringan dari titik tumbuh sering bebas patogen. Penyakit yang terbawa dalam bahan tanam dapat dihilangkan dengan cara aseptic dalam kondisi kultur jaringan untuk menghasilkan plantlet bebas penyakit. Perlakuan panas dengan udara panas atau direndam dalam air panas sekitar 30 menit sampai 4 jam pada suhu 43-57 ° C dapat dilakukan untuk menghilangkan penyakit yang disebabkan oleh fungi, bakteri, dan nematoda. Untuk virus, perlakuan panas lebih lama sampai beberapa minggu (2-4 minggu). Selanjutnya bahan tanam ditanam 204 dalam pot dan ditempatkan pada lingkungan yang terkendali. Perlakuan kimia untuk sterilisasi permukaan cocok digunakan untuk menghilangkan patogen yang terdapat dibagian luar dari bahan tanam seperti pada umbi. Infeksi virus umumnya tidak menular melalui biji apomixis (misalnya, jeruk) sehingga biji apomiksis dapat digunakan sebagai bahan tanam yang bebas penyakit. Prosedur Seleksi klon dari populasi alami atau diinduksi Tahun pertama, merakit populasi klonal. tanaman dan mengekspos penyakit penting. Pilih klon tahan dan memiliki sifatsifat unggul lainnya dan panen secara individual. Tahun kedua, tanam turunan klon terpilih dan evaluasi seperti di tahun 1. Pilih klon unggul. Tahun ketiga, uji hasil pendahuluan. Pilih klon unggul. Tahun kempat-keenam. Uji daya hasil lanjutan pada multilokasi untuk pelepasan varietas. 9.3.3. Hibridisasi Pembentukan bahan seleksi dilakukan melalui hibridisasi (persilangan terkontrol atau terbuka). Pada jenis yang sulit berbunga diperlakukan dengan rangsangan (fernalisasi, fotoperiodisitas, stress air, penyambungan, pemupukan, pengajiran, ZPT dsb). Persilangan dilakukan pada saat yang tepat (tergantung dari spesies). Rekombinasi gen dapat terjadi dengan reproduksi seksual. Pada spesies tanaman yang biasanya diperbanyak secara aseksual, reproduksi seksual diperlukan untuk menciptakan keragaman genetik melalui rekombinasi gen. Dengan menyilangkan klon-klon yang memiliki sifat unggul, maka akan menghasilkan keragaman genetik sehingga dapat digunakan untuk seleksi klon baru seperti halnya pada tanaman menyerbuk sendiri. 205 Konstitusi genetik kedua tetua yang mampu memberikan keragaman genetik yang luas pada keturunannya. Karakter yang diinginkan ada pada kedua tetuanya dan kemudahan menduga ekspresi gen. Tanaman unggul diseleksi dan diperbanyak secara vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif tanaman keturunan dapat digunakan untuk mengembangkan varietas yang stabil, tanpa mengalami kemunduran akibat perubahan kombinasi gen. Biji hasil persilangan akan mengalami segregasi gen pada F1 jika tetuanya heterozigot. Setiap satu tanaman F1 akan menjadi sumber potensial untuk klon baru. Seleksi pada F1 memberikan peluang diperolehnya klon unggul. Biji hasil persilangan disemaikan. Tanaman dari masing-masing set persilangan ditanam dalam satu populasi. Perbanyakan klon dari generasi ke generasi dilakukan secara vegetatif. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada metode perbanyakan vegetatif. Jumlah tanaman pada setiap tahap seleksi tergantung pada spesies yang dikembangkan dan sumberdaya yang dimiliki. Jumlah generasi seleksi dipengaruhi oleh umur tanaman dan spesies yang dikembangkan, jumlah karakter yang diseleksi dan sensitivitas penggunan klon unggul. Klon diperbanyak dari tanaman F1 akan heterozigot dan heterosigositas klon dapat dipertahankan melalui perbanyakan aseksual. Jika pemulia tidak menemukan genotipe unggul pada generasi F1, perlu dibuat persilangan ulang, atau dibuat persilangan yang berbeda. Penyerbukan sendiri F1 untuk menghasilkan F2 jarang dilakukan karena penyerbukan sendiri mengarah ke pengurangan kekuatan dan kesuburan. Seleksi dilakukan secara individu, selanjutnya individu terpilih diperbanyak secara klonal. Klon-klon terpilih ditanam kembali untuk seleksi lebih lanjut. Jika tanaman F1 unggul teridentifikasi dalam keturunan hibrida, maka langsung dapat diperbanyak secara vegetatif untuk membentuk klon baru yang dievaluasi dalam observasi dan petak uji berulangan. Dilakukan uji 206 pendahuluan dan uji lanjut. Klon-klon yang terpilih dapat dilepas sebagai varietas baru. 9.3.4. Prosedur Hibridisasi Yang Diikuti Seleksi Klonal Prosedur ini berlaku untuk spesies yang mampu memproduksi benih dalam jumlah yang cukup. Karena heterosis bisa diperbaiki dalam populasi klonal, pemulia dapat melakukan analisis kemampuan daya gabung untuk menentukan yang kombinasi terbaik untuk digunakan dalam hibridisasi. KLON 1 X KLON 1 F1 SELEKSI INDIVIDU-INDIVIDU KLON KLON 3 Gambar 9.1.Prinsip penerapan seleksi klonal setelah hibridisasi 9.3.5. Prosedur Umum Prosedur umum untuk seleksi klon adalah sebagai berikut: 1. Musim tanam pertama, dilakukan persilangan tetua terpilih. Hasil pesilangan (Benih F1) dipanen. 2. Musim tanam kedua. Benih tanaman F1 ditanam dan dievaluasi tanaman F1. Pilih tanaman F1 sekitar 10% dari populasi, yaitu tanaman yang kuat dan sehat. 3. Musim tanam ketiga keturunan klon terpilih sekitar 10% sehingga diperoleh minimal 10 klon yang memiliki penampilan terbaik dan ditanam dalam barisan. Pada musim tanam ketiga 207 penanaman sebaiknya dilakukan pada dua lokasi yang berbeda. Pilih sekitar 100-200 keturunan tanaman unggul. 4. Musim tanam Musim tanam keempat dilakukan uji hasil pendahuluan dengan menyertakan klon pembanding. 5. Musim tanam 5-7 dilakukan uji hasil lanjutan untuk pelepasan varietas. untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 9.2. Prosedur pemuliaan tanaman membiak vegetatif Musim Pertama Kedua Skema AxB x x x x x x x x x x x x x x x Kegiatan Silangkan tetua terpilih Tanam benih dan seleksi tanaman yang diinginkan Simpan bahan vegetatif dari tanaman terpilih x x x x x Ketiga x x x x x x x x x x x x x x x Tanam tanaman terpilih sebagai klon bersama dengan klon induk asalnya Pilih klon yang diinginkan x x x x x Keempat Lakukan percobaan daya hasil secara berulangan dari klon terpilih Kelimaketujuh Lakukan percobaan multilokasi terhadap klonklon terbaik Pelepasan varietas Gambar 9.2. Skema Prosedur Seleksi Klonal 208 9.3.6. Metode Seleksi Silang Balik Teknik seleksi lain yang berlaku adalah metode seleksi silang balik untuk mentransfer sifat-sifat tertentu dan persimpangan dengan kerabat jauh. Tantangan dengan silang balik beberapa. Seperti sebelumnya ditunjukkan, spesies klonal sangat heterozigot dan rentan terhadap tekanan silang dalam. Silang balik ke satu tetua (tetua berulang) memberikan kesempatan untuk homozigositas dan akibatnya terjadi tekanan silang dalam. Untuk mencegah hal ini, pemulia dapat melakukan silang balik ke klon lain yang bukan tetua berulang, diikuti dengan seleksi untuk mengidentifikasi tanaman unggul. Proses ini diulang sesuai kebutuhan. 9.3.7. Mutasi Induksi variabilitas melalui mutagenesis memilikin tantangan utama dalam dua hal. Pertama, diperlukan populasi M1V2 yang banyak untuk memiliki kesempatan yang baik untuk mengamati mutan yang diinginkan. Bahan tanam vegetatif sulit diperoleh dalam jumlah banyak. Kedua, mutasi juga terjadi pada individu sel dan tidak mengalami meiosis, bagian yang bermutasi dari bahan klonal menghasilkan khimera. Penggunaan tunas adventif sebagai bahan awal dapat mengurangi kemungkinan khimera. Mutasi dalam sel epidermis akan menghasilkan sebuah tunas adventif yang berasal dari sel mutan tunggal. 9.4. Kelebihan dan Kekurangan Seleksi Klonal Ada beberapa kelebihan dan kekurangan spesies tanaman yang berkembang biak secara vegetatif. 209 Kelebihan seleksi klonal 1. Sterilitas bukan merupakan faktor penghambat dalam perbanyakan klonal karena tidak melibatkan biji hasil pesilangan. 2. Tanaman klon homogen, sehingga produksi secara komersial akan seragam. 3. Perbanyakan mikro dapat digunakan untuk memperbanyak bahan tanam dengan cepat. 4. Heterozigositas dan heterosis dapat dipertahankan pada perbanyakan klonal. 5. Karakteristik klon stabil seperti halnya galur murni, dan terhindar dari segregasi kecuali ada mutasi. 6. Pelaksanaannya sederhana, karena seleksi hanya berdasarkan keunggulan penampilan klon-klon yang diuji dibandingkan dengan klon pembanmding. Kelemahan seleksi klonal 1. Hanya untuk tanaman yang diperbanyak secara klonal. Tidak menimbulkan variasi baru. 2. Bahan tanam klonal biasanya berukuran besar (misalnya, batang, umbi). 3. Klon rentan terhadap kerusakan oleh epidemi, karena semua tanaman pada populasi klonal identik sehingga rentan terhadap strain patogen yang sama. 4. Bahan tanam klonal sulit untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama, karena umumnya berbentuk bahn segar. 9.5. Rangkuman Tanaman membiak secara vegetative memiliki susunan genetik yang identik dengan tetua asalnya. Jenis varietas yang dituju adalah klon. Pendekatan pemuliaan tanaman membiak 210 vegetative dapat dilakukan melalui intoduksi, seleksi klonal pada populasi alami atau diinduksi, dan seleksi klonal setelah hibridisasi. 9.6. Latihan 1. Mengapa sterilitas menjadi satu alasan tanaman membiak secara vegetatif? 2. Mengapa seleksi klonal dapat menghemat waktu dalam mengembangkan varietas baru? 9.7. Glossarium Klon : Pembiakan aseksual : Partenogenesis : Apogami : Apospori : Mutasi titik : Varietas tanaman yang diperbanyak secara vegetative Pembiakan yang tidak didahului oleh bertemunya gamet jantan dan betina secara sempurna Embrio biji terbentuk dari sel telur haploid tanpa pembuahan dengan inti gamet jantan. Embrio yang dihasilkan dari sel lain bukan sel telur, tetapi dari sel-sel sinergit atau anti podal dari kantong embrio. Embrio berkembang dari dari sel somatik ovul yaitu integumen dan nucleus yang membelah secara mitosis membentuk embrio 2n. Perubahan susunan basa DNA 9.8. Daftar Pustaka Poehlman, J.M., and Sleper, D.A. 1995. Breeding Field Crops, the 4th Edition. Iowa State University Press. Iowa, USA. Simmonds, N.W. 1979. Principles of Crop Improvement. Longman Group Limited, Essex. 211 BAB X PEMULIAAN TANAMAN UNTUK KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT Pengantar Kehilangan hasil potensial tanaman bisa mencapai sepertiga bagian akibat pengaruh kombinasi penyakit yang disebabkan oleh cendawan, bakteri, virus, serangga hama, dan nematoda tanaman. Di samping akibat pengaruh penyakit, kehilangan hasil tanaman dapat diperparah oleh gulma, dan kerusakan di penyimpanan setelah panen. Oleh karena itu kehilangan hasil yang lebih besar harus dibatasi dan varietas tahan merupakan aspek pengendalian yang sangat penting. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat mengeksplorasi dan mendiskusikan metode pemuliaan tanaman tahan penyakit. 212 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Perkuliahan (300 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 240 menit Aktivitas Pembukaan 1. Dosen menjelaskan pokok bahasan pada pertemuan ini. 2. Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran pada pertemuan ini. 3. Dosen memotivasi mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas pembelajaran Penyajian 1. Dosen mengelompokkan mahasiswa kedalam 4 kelompok yang terdiri atas 4 orang dalam satu kelompok. 2. Tiap anggota tim diberikan materi yang berbeda (sub pembahasan yang berbeda). 3. Anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang sama diminta untuk membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. 4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota diminta untuk kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai. 5. Dosen meminta tiap anggota kelompok yang lainnya untuk mendengar dengan sungguhsungguh dan juga membahsanya untuk mencapai pemahaman bersama yang tepat. 6. Dosen meminta beberapa kelompok awal untuk mempresentasikan hasil diskusi pada semua mahasiswa dalam satu kelas. 213 Langkah 3 30 menit 7. Dosen memberi evaluasi 8. Dosen membantu mahasiswa untuk melakukan refeksi terhadap bahan kajian pada pertemuan ini. 9. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi. Penutup 1. Dosen memberi penjelasan tambahan untuk memantapkan mahasiswa tentang pemuliaan tanaman untuk ketahan terhadap penyakit 2. Dosen meminta beberapa mahasiswa mengemukakan pertanyaan dan membahasnya. 3. Dosen memberi tugas kepada mahasiswa untuk untuk dikumpulkan minggu depan 214 10.1. Pertimbangan dalam Perkitan Varietas Tahan Penyakit Metode pengendalian penyakit yang sederhana bagi petani adalah penggunaan varietas tahan karena tidak memerlukan biaya tambahan. Namun demikian penelitian untuk menghasilkan varietas tahan yang dibiayai oleh pemerintah atau swasta membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang dikeluarkan juga sangat besar. Pengendalian secara kimiawi mempunyai keuntungan jangka pendek, tetapi petani perlu mengeluarkan uang tambahan sebelum panen dan dalam jangka panjang berpengaruh terhadap kesehatan dan polusi lingkungan. Jenis dan jumlah kehilangan yang disebabkan oleh penyakit dan hama berbeda antar tanaman, patogen penyebab penyakit, kondisi lingkungan, ukuran pengendalian yang digunakan dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Kehilangan bisa berkisar dari yang dapat diabaikan sampai tanaman gagal total. Secara teoritis, sangat memungkinkan pemuliaan tanaman tahan terhadap semua tipe penyakit, cendawan, bakteri, virus, serangga hama, dan nematode tanaman. Sebagian besar telah dilakukan pada penyakit yang disebabkan oleh cendawan, tetapi pada penyakit atau kerusakan yang disebabkan oleh selain cendawan juga telah banyak di lakukan. Sebelum memulai program pemuliaan untuk mengintroduksi ketahanan terhadap penyakit ke tanaman budidaya perlu diketahui tiga hal penting, yaitu : (i) Nilai ekonomi dari penyakit, untuk menentukan apakah kehilangan hasil sangat besar, cukup sering terjadi agar waktu dan uang yang diperlukan dapat ditentukan. (ii) Sifat asli dan keragaman genetik ketahanan pada spesies tanaman dan peluang pada spesies kerabat liar. (iii) Keragaman genetik virulensi pada patogen Informasi pertama akan digunakan untuk (1) menetapkan apakah program pemuliaan untuk mengintroduksi ketahanan penyakit akan dan dapat dilakukan, (2) menentukan stategi yang 215 terbaik yang akan dikerjakan dalam menggunakan varietas tahan dan memasukkannya ke dalam komponen pengendalian terpadu penyakit. Informasi ke dua akan berguna untuk menentukan teknik pemuliaan dan seleksi yang akan dilakukan. Hal tersebut perlu untuk diketahui bagaimana tipe ketahanan penyakit yang bekerja dan juga kisaran keragaman genetik ketahanan yang tersedia bagi pemulia tanaman. Dua faktor tersebut akan menentukan bagaimana program pemuliaan akan disusun, berapa peluang akan berhasil, berapa lama introduksi ketahanan bertahan. Informasi ketiga akan berguna untuk menentukan berapa lama bertahan introduksi ketahanan ke dalam varietas baru. Distribusi penyakit dan kepentingan relatif terhadap skala dunia akan menentukan tingkat pemuliaan. Sebagai contoh, pada kasus penyakit yang menyebar sangat luas seperti penyakit blas (Pyricularia grisae) pada padi, semua informasi diatas dan program pemuliaan tingkat internasional diperlukan. Hal ini telah dilakukan di International Rice Research Institute (IRRI). Namun demikia, penyakit yang lebih penting secara lokal akan dibuat program oleh pemulia di daerah setempat dengan bantuan ahli penyakit tanamanan. Sebagai contoh penyakit busuk akar dan batang yang disebabkan oleh Phytophthora spp pada tanaman kenaf yang merupakan tanaman lokal di Jawa mungkin akan ditangani oleh pemulia di daerah tersebut. 10.2. Pengaruh manusia penyakit tanaman terhadap kehidupan Epidemi penyakit tanaman bisa menjadi bencana besar. Pada 1840-an populasi penduduk Irlandia mencapai 8 juta jiwa yang umumnya petani. Mereka sangat tergantung pada tanaman kentang sebagai makanan utamanya. Dari tahun 1845 dan seterusnya terjadi epidemi penyakit hawar kentang (Phytopthora infestans) menghabiskan tanaman kentang dan dalam sepuluh 216 tahun populasi penduduk Irlandia berkurang menjadi 5 juta jiwa, sekitar 1 juta mati menderita kelaparan dan sakit, 2 juta berimigrasi ke USA dan daerah lainnya. Pada 1870-an produksi kopi di Ceylon dan Indonesia hampir semuanya disapu bersih oleh epidemi penyakit karat kopi (Hemileria vastatrix). Sebagai gantinya Ceylon menanam teh. Penyakit tembakau yang disebabkan oleh Peronospora tabacina masuk ke Ingris pada tahun 1958, menyebar ke seluruh Eropa, Turki, dan Afrika selatan mengurangi hasil di beberapa tempat sampai 70%. Pada tahun 1970 ras T yang merupakan ras baru dari Helminthosporium maydis menyebar dengan sangat cepat di seluruh pertanaman jagung Amerika yang menyebabkan lebih dari 50% kehilangan hasil di beberapa negara bagian Selatan dan menurunkan produksi jagung total Amerika mencapai sekitar 15%. Penurunan produksi ini, menyebabkan Amerika kehilangan ekspor dan mempengaruhi perdagangan seluruh dunia pada semua pakan ternak yang menggunakan jagung sebagai bahan baku. Keakuratan pendugaan kehilangan aktual sangat sulit dilakukan karena sangat sulit memisahkan kehilangan akibat satu organisme penyebab penyakit tertentu saja dari pengaruh lingkungan lainnya dan adanya penyakit lainnya. Sebagai contoh penyakit yang menyebar melalui tanah (soil borne), tanaman diserang oleh berbagai organisme, bukan hanya satu spesies saja. Pada tingkat percobaan telah digunakan dua metode untuk menduga kehilangan hasil. Pertama, pengulangan percobaan dari varietas pada kondisi uji yang diperlakukan seperti dengan dan tanpa penyemprotan kimia dirancang untuk bebas dari penyakit dan kondisi penyakit. Kedua, membandingkan keragaan galur isogenik (yaitu galur yang hanya berbeda satu gen tahan). 217 10.3.1. Mekanisme Respon Inang terhadap Patogen Mekanisme respon inang terhadap pathogen ada beberapa cara, diantaranya adalah escape (lolos), toleran, tahan, immune dan rentan. Proses escape terjadi ketika inang menghindari kontak, penetrasi dan perkembangan pathogen. Hal ini dapat terjadi karena karena (a) Tidak ada patogen pada di tempat pengujian (b) Tidak ada vektor di tempat pengujian (c) Praktek budidaya yang dapat mengurangi serangan penyakit seperti pemberian pupuk yang berimbang (d) Struktur morfologi dari tanaman mendorong lolos penyakit seperti kutikula yang tebal, sekam biji yang keras, dan produksi fitoaleksin dapat mengurangi perkecambahan spora dari pathogen Inang toleran menunjukkan penampilan yang normal walaupun terserang penyakit, gejala penyakit dapat teramati pada iang tersebut. Tingkat toleransi diukur dari perbandingan hasil relative dari varietas yang ditanam pada kondisi ada patodeng terhadap hasil pada kondisi pathogen dikendalikan. Inang tahan menunjukkan inanh dapat menghambat perkembangan patogen setelah infeksi. tertentu saja dan tidak bertahan lama. Tahan disebabkan oleh reaksi hipersensitif, di mana sel inang mematikan selnya sebagi respon terhadap serangan pathogen, sehingga perkembangan pathogen menjadi terbatas. Garis pertahanan pertama dari tanaman untuk melawan penyakit adalah stuktur permukaan, yaitu tempat patogen mempenetrasi untuk menginfeksi jaringan dalam tanaman. Patogen dapat masuk dengan berbagai cara; (i) secara langsung melalui epidermis-spt hawar daun (Helminthosporium spp.), (ii) melalui lubang alami yang terbuka—karat (Punninia, Uromyces, phakosphora spp.), (iii) melalui jaringan luka – berbagai penyakit busuk batang dan akar (Botrytis, Fusarium spp, dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri), (iv). dengan bantuan vektor – umumnya penyakit yang disebabkan oleh virus. 218 Varietas tertentu membiarkan fungi untuk berreproduksi atau berspora tetapi tidak separah pada varietas peka. Varietas tersebut mempunyai suatu bentuk ketahanan yang dikenal dengan ketahanan lapangan, kuantitatif atau setengah tahan (partial resistance). Varietas setengah tahan (partial resistance) ini mempunyai ketahanan lebih lama dibandingkan Varietas sempurna tahan. Varietas IR 36 mempunyai ketahanan parsial yang ditanam secara meluas oleh petani tetapi jarang mengalami kerusakan yang parah oleh blas. Berbeda dengan IR50, sering terkena blas jika ditanam pada musim basah (Loganathan dan Ramaswamy, 1984). Kedua Varietas tersebut mempunyai ketahanan sempurna yang sama terhadap beberapa ras blas, tetapi ketahanan partial keduanya berbeda (Bonman et al., 1986). Ketika kedua Varietas tersebut diinokulasi dengan isolat yang kompatibel, IR36 memperlihatkan bercak lebih sedikit daripada Varietas IR50 (Yeh dan Bonman, 1986; Tabel 2). Periode laten keduanya sama, sehingga periode laten tidak dapat dijadikan sebagai komponen ketahanan parsial. Namun demikian efisiensi infeksi dan ukuran bercak sangat sesuai digunakan sebagai komponen ketahanan partial (Tabel 2) untuk dijadikan sebagai kriteria dalam merakit Varietas tahan blas. Ketahanan parsial diwariskan melalui gen-gen minor yang belum dapat ditentukan jumlahnya (Wang et al., 1989). Tabel 10.1. Komponen ketahanan parsial pada dua Varietas padi Komponen ketahanan Varietas IR36 IR50 2 Bercak per dm luas daun ke lima 3 31 2 Bercak per dm luas daun ke enam 31 345 2 Ukuran bercak (mm ) 1.6 4.0 Periode Laten (hari) 5.7 5.7 219 Beberapa studi genetik menunjukkan bahwa Varietas tahan membawa satu, dua, kadang-kadang tiga gen untuk ketahanan terhadap blas. Umumnya bersifat dominan dan diwariskan secara sederhana dan spesifik ras, tetapi akibat perubahan ras di lapangan yang begitu cepat menyebabkan kesulitan dalam mempelajari pola pewarisan sifat ketahanan terhadap blas pada padi (Ou, 1979). Varietas padi gogo Afrika dilaporkan mempunyai satu atau dua gen pengendali sifat ketahanan terhadap satu ras blas (Notteghem, 1986). Di Jepang, Yamasaki dan Kiyosawa (1966) mendapatkan tiga gen, yaitu Pi-a dari Varietas Asahi, Pi-i dari Varietas Ishikari Shiroe dan Pi-k dari Varietas Kanto 51. Mereka menyimpulkan bahwa gen ketahanan terhadap blas tidak absolut dominan. Gen Pi-k dan Pi-i memperlihatkan bervariasi dari dominan lengkap sampai dominan tidak lengkap sesuai dengan kondisi lingkungan, tetapi gen Pi-a dominan lengkap. Setiap gen tersebut bekerja sendiri-sendiri, atau tidak terpaut satu sama lainnya. Ezuka, (1979) lebih lanjut melaporkan bahwa di Jepang ditemukan 13 gen mayor yang mengendalikan sifat ketahanan terhadap blas. Laporan terakhir menyebutkan bahwa terdapat 20 gen mayor yang mengandalikan sifat ketahanan blas pada padi, yang sesuai dengan konsep gen ke gen Flor, (1971). Dengan banyaknya gen mayor tersebut sangat memungkinkan dilakukan piramiding gen dalam merakit Varietas untuk tahan blas lebih lama. Inang immun menunjukan tidak ada perbanyakan dan reproduksi patogen pada inang atau tidak ada gejala penyakit sama sekali. Hal ini, kemungkinan disebabkan tanaman tersebut bukan inang bagi patogen tersebut, sehingga pathogen tidak mengenali inang. Sebagai contoh pada padi yang mempunyai ketahanan yang sempurna (complete resistance) terhadap blas, fungi tidak dapat menyebabkan pembentukan bercak sama sekali. Namun demikian ketahanan pada Varietas tersebut sangat mudah dipatahkan oleh perubahan ras fungi. Dengan demikian terlihat bahwa Varietas 220 tahan sempurna spesifik untuk ras patogen tertentu saja dan tidak bertahan lama. Pada inang rentan tidak kelihatan hambatan pertumbuhan patogen. 10.3.2. Patogen Patogenitas dan virulensi merupakan sifat penting dari pathogen dalam hubungannya dengan perkembangan penyakit. Patogenitas digunakan untuk menggambarkan kemampuan dari pathogen untuk memparasit atau menimbulkan penyakit pada spesies inang. Virulensi digunakan dalam arti khusus untuk menggambarkan reaksi ras tertentu dari patogen. Jika ras tumbuh dengan bebas pada varietas inang tertentu, ras tersebut dianggap virulen, tetapi pada varietas tahan ras tersebut akan avirulen. 10.3.3. Reaksi Penyakit Ketahanan spesifik menunjukkan bahwa varietas tanaman inang tahan terhadap ras tertentu dari patogen. Umumnya ketahanan yang demikian dikendalikan oleh gen mayor tunggal sehingga dinamakan juga ketahanan gen mayor atau disebut juga ketahanan vertikal. Ketahanan umum menunjukkan bahwa inang moderat tahan terhadap suatu kisaran ras patogen. Dikenal juga dengan istilah ketahanan poligenik untuk memperlihatkan kendali genetik yang mungkin atau disebut juga ketahanan horizontal Toleran digunakan untuk menunjukkan bahwa walaupun inang diparasit oleh patogen, inang tersebut dapat mentoleransi infeksi dan hasilnya tidak berkurang akibat penyakit tersebut. Metode pengujian reaksi terhadap penyakit berbeda-beda antar tanaman dan patogen. 221 10.4. Ketahanan tanaman terhadap serangga hama A. Non preference (a) Tahan untuk peletakan telur (b). Resisten untuk makanan B. Antibiosis (a). Fisik (b). Biokimia (c) Defisiensi nutrisi C. Toleran 10.5.. Genetika Ketahanan Penyakit Penyakit tanaman dapat terjadi akibat interaksi antara dua organisme, yaitu tanaman inang dan pathogen. Inang bisa tahan atau peka terhadap ras tertentu dari patogen, sedangkan patogen bisa virulen atan avirulen terhadap varietas tertentu dari tanaman inang. 10.5.1.Varietas diferansial Ras fisiologis dari patogen diidentifikasikan berdasarkan interaksi patogen dengan satu set varietas tanaman inang yang dinamakan dengan varietas diferensial. Diferensial tersebut pada mulanya diseleksi dengan “trial and error” dengan tidak mengetahui jumlah atau identitas dari gen-gen tahan pada masingmasing varietas tersebut. Sekitar tahun 1917, Stakman, pertama sekali menunjukkan bahwa isolat-isolat dari penyakit karat batang gandum (Puccinia graminis f.sp. tritici) menghasilkan reaksi yang berbeda terhadap satu set varietas inang. 222 Isolat patogen A B C Varietas 1 R S S 2 S R R 3 R R S Keterangan : R = tahan; S = rentan Dst Setiap isolat (kolom) berbeda raksinya terhadap varietas inang dan setiap varietas (baris) berbeda karena reaksinya terhadap isolat. Berdasarkan tiga varietas diferansial, tipe isolat yang mungkin adalah 23 = 8 isolat. Stakman dan Levine (1922) akhirnya menggunakan satu set dari 12 diferensial (2 12 = 4096 isolat yang mungkin) terhadap tipe ras dari penyakit karat batang gandum di Amerika Utara. Berbagai varietas padi telah digunakan sebagai varietas diferensial terhadap penyakit blas (Piricularia grisea) lihat Tabel di bawah ini dan saat ini di IRRI sedang dicoba dikembangkan satu set varietas diferensial. Tabel 10.2. Varietas Differensial untuk Penyakit Blas pada Padi Internasional Raminad Str.3 Zenith NP-125 Usen Dular Kanto 51 Sha-tiao-tsao (s) Caloro Jepang Tetep Tadukan Usen Chokotou Yakeiko Kanto 51 Ishikari-shiroke Hamare-nishiki Ginga Norin 22 Aichi-asahi Norin 20 Philipina Kataktara DA-2 CI 5309 Chokotou Co 25 Wagwag Pai-kan-tao Peta Raminad Str.3 Taichung t-c-w-c Lacrosse Khao-teh-haeng 17 India AC.1613 CR.906 Bangawan S.M.6 Mas Intan CR 907 BJ-1 S. 67 Indonesia Asahan Cisokan IR64 K. Aceh Cisadane Cisanggarung K. Bali 223 Satu set varietas diferensial sangat perlu dipilih agar setiap varietas mempunyai perbedaan gen tahan tertentu. Pada tahap awal sangat mungkin bahwa diferensial yang akan digunakan mempunyai dua gen tahan. Hal ini dapat menutupi adanya satu isolat yang menyerang hanya satu gen tersebut, tetapi biasanya masalah ini dapat diketahui dengan studi segregasi dari inang. Sama jaga halnya koleksi patogen bisa merupakan campuran beberapa ras dan untuk mengidentifikasi yang benar dapat dilakukan dengan memproduksi isolat spora tunggal. Pada tingkat pemuliaan praktis dia cukup diuji ketahanan dengan kultur patogen lokal, tetapi tidak dapa memberikan gambaran genetik yang lengkap dari inang dan patogen. Penentuan keragaman fungi P. oryzae untuk melihat perbedaan ras ditentukan dengan uji ras pada satu set varietas diferensial. Cara ini dilakukan dengan menginokulasi setiap isolat yang diperoleh di lapangan pada satu set varietas diferensial yang telah diketahui memberikan respon patotipe dengan spektrum patotipe yang spesifik untuk setiap isolat yang di uji. Di Indonesia sudah ditetapkan tujuh varietas difensial yang spesifik terhadap ras-ras dominan yang ditemukan di lokasi endemik blas, yaitu Asahan, Cisokan, IR 64, Krueng Aceh, Cisadane, Cisanggarung dan Kencana Bali. Berdasarkan varietas diferensial tersebut ditemukan ada 27 ras di Indonesia (Edwina dan Amir, 1987). Di Taman Bogo Lampung dan Karang Agung Sumatera Utara ditemukan adanya ras fungi blas yang baru. Dari 20 kelompok ras yang diamati, 15 diantaranya merupakan ras-ras baru. Ras-ras yang ditemukan di Lampung dan Sumatera Utara adalah 001 (Nasution et al., 1993) yang berbeda dengan ras yang dijumpai di Sitiung Sumatera Barat IG-1, ID-5, IF1 dan IG-2 (Amril et al., 1995). Oleh karena itu pengetahuan tentang populasi fungi berdasarkan lokasi akan membantu untuk mendapatkan ketahanan yang bertahan lama melalui akumulasi gen ke dalam satu varietas. 224 Hasil inventarisasi yang dilakukan Mogi et al. (1991) juga ditemukan 27 ras dan sebanyak 12 ras diantaranya adalah ras dominan (Tabel 1). Ketujuh varietas diferensial dalam Tabel 1 memberikan reaksi yang bersifat spesifik terhadap ras dominan yang diinokulasi. Varietas asahan mempunyai nilai skor tertinggi, yaitu 200. Hal ini disebabkan karena pola ketahanannya yang bersifat tahan terhadap semua ras dominan yang diinokulai kecuali ras 201 yang paling virulen. Untuk penentuan setiap isolat baru akan diberi nilai nilai skor 200 apabila ras tersebut mampu menginfeksi varietas asahan. Vatietas Cisokan mempunyai pola reaksi peka pada ras 101, sehingga setiap isolat baru akan mempunyai nilai skor 100 bila dapat menginfeksi varietas Cisokan. Demikian selanjutnya untuk varietas diferensial berikutnya. Penentuan ras selanjutnya ditentukan berdasarkan jumlah skor peka pada ke tujuh varietas diferensil tersebut. Tabel 10.3. Nomor kode ras dominan berdasarkan pola reaksi terhadap varietas diferensial Indonesia Varietas Asahan Cisokan IR64 K. Aceh Cisadane Cisanggarung K. Bali 001 T T T T T T R 003 T T T T T R R 011 T T T T R T R 013 T T T T R R R 021 T T T R T T R Ras-ras dominan 041 151 T T T T R R T T T R T T R R 101 T R T T T T R 111 T R T T R T R 113 T R T T R R R 133 T R T R R R R 201 R T T T T T R Nilai Skor 200 100 40 20 10 2 1 Keterangan : T: tahan, R: rentan; (ras-ras di atas adalah ras-ras dominan di Indonesia yang bersifat semakin virulen searah tanda panah) Penting sekali dinyatakan batasan-batasan penggunaaan satu set varietas diferensial. Jika dua isolat memperlihatkan reaksi yang sama terhadap satu set varietas diferensial, maka dua isolat tersebut bisa jadi berbeda jika diuji terhadap varietas tambahan. Satu isolat yang menyerang semua varietas dalam satu set bisa jadi avirulen terhadap varietas lain atau sebaliknya. Oleh karena itu 225 melalui studi yang lebih dalam terhadap interaksi inang dan ras patogen tentang pengetahuan genetika kisaran inang dan patogen dapat dikembangkan. Untuk program ketahanan penyakit, pemulia bekerja dengan material dan pengetahuan yang tersedia saat ini tentang sistem yang sedang mereka kerjakan. Dalam sebuah program pemuliaan tanaman, set diferensial dari varietas tahan merupakan sumber utama dari ketahanan yang diintroduksikan ke tanaman lokal. Dalam program dimana varietas tahan sangat penting, dimana penyakit merupakan penyebab kehilangan tanaman atau dinama rasa-ras baru cepat sekali muncul dalam merespon varietas-varietas yang tahan yang dilepas, pencarian sumber-sumber ketahanan baru mesti dilakukan secara terus menerus. Sumber potensial tersebut biasanya diinokulasi pada kondisi yang sesuai untuk infeksi dengan berbagai inokulum virulen yang ada. Setiap varietas kemudian diberi skor tingkat kerentanan atau ketahananya terhadap kontrol varietas diferensial untuk menentukan apakah mereka mempunyai ketahan yang sama atau yang baru. Selanjutnya, dievaluasi ketahanan yang baru yang dimiliki varietas tersebut dengan mempelajari segregasi F2 dalam persilangan antar mereka, varietas-varietas yang telah diketahui ketahanannnya. Akhirnya gen tahan dimasukkan ke dalam program pemuliaan. Ini dapat dilakukan dengan cara persilangan dan seleksi pedigree tetapi jika gen tahan umumnya dominan lebih mudah dilakukan dengan program backcross (Gambar 7.1). Ini melibatkan pengujian dengan patogen untuk mendeteksi heterozigositas tanaman-tanaman tahan dalam setiap generasi setelah BC 1. Jika dapat ditanam lebih dari satu generasi per tahun sangat memungkinkan untuk lebih cepat pengintroduksian gen tahan. 226 Persilangan awal Varietas Tahan X RR Varietas A Beradaptasi rr X F1 Rr 50% gen dari genom A Varietas A rr BC1 X Rr : rr 75% gen dari genom A Varietas A rr X BC2 Rr : rr 87,5% gen dari genom A Varietas A rr BC3 X Rr : rr 93,75% gen dari genom A Varietas A rr Silang Balik ke 1 Silang Balik ke 2 Silang Balik ke 3 Silang Balik ke 4 BC4 Rr : rr 93,75% gen dari genom A Silang sendirikan tanaman dari BC4 untuk mendapatkan tanaman homozigot untuk RR 1RR : 2Rr :1 rr Gambar 10.1 Sistem Backcross untuk memindahkan gen tahan dominan dari donor tahan (RR) ke tetua recurrent (rr). 10.5.2.Hipotesis “gen - ke - gen” : Kendali genetik ketahanan dan virulensi Keragaman pada inang dan patogen dikendalikan secara genetik, secara sederhana dapat diekspresikan sebagai interaksi 227 antara satu gen yang ada dalam inang dan satu gen yang ada pada patogen. Keberadaan satu gen pada inang mensyaratkan keberadaan satu gen pada patogen atau sebaliknya.Secara skematis ini dapat ditunjukkan sebagai berikut: Inang Rentan Tahan Patogen Virulen Avirulen Ekspresi Penyakit S R Dalam istilah genetika sederhana ini dapat dinyatakan dalam tabel dua arah Tabel 10.4. di bawah ini memperlihatkan pengecekan terhadap interaksi inang-patogen, yang menunjukkan ada empat kemungkinan. Satu (R), dimana patogen tidak dapat berkembang dan tiga (S), dimana patogen dapat berkembang. Avirulen (AA) dan tahan (RR) ditunjukkan sebagai gen dominan, hal ini telah banyak dijumpai kasus-kasus umum sistem interaksi inangpatogen. Tabel 10.4. Pengecekan terhadap interaksi inang-patogen Genotipe Inang RR rr Genotipe Patogen AA Aa R S S S Ini merupakan hasil percobaan pewarisan ketahanan pada flax dan pewarisan patogenesitas pada penyakit karat pada flax (Melampsora lini) yang dilakukan Flor yang mengusulkan hipotesis gen-ke-gen seperti dijelaskan di atas (Tabel 9.4). Dalam percobaannya Flor mendapatkan, untuk masing-masing dari 27 gen tahan, segregasi populasi pada F2 dari tanaman flax adalah dengan nisbah sederhana 3:1 tahan terhadap rentan ketika diuji terhadap kultur penyakit karat. Dia juga mendapatkan segregasi 3 :1 avirulen 228 terhadap virulen dari ras karat-flax., ketika populasi F2 penyakit karat diinokulasikan ke varietas flax tertentu. (Flor, 1946, 1955,1971). Maka dapat dikatakan bahwa setiap gen mengendalikan reaksi pada inang komplementer spesifik terhadap gen yang mengendalikan patogenitas pada patogen. Inang tahan dan patogen avirulen hanya terjadi jika komplementer gen dominan ada pada inang dan patogen. Jika salah satu atau keduanya dari setiap pasangan komplementer gen resesif maka akan menghasilkan kerentanan. Varietas dengan satu gen dominan untuk reaksi pada ketahanan terhadap semua ras patogen membawa komplementer gen domianan untuk avirulen tetapi rentan terhadap ras homozigot untuk gen resesif virulen. Beberapa ketahanan dari inang yang diringkas oleh Favret (1969) sebagai berikut: (i) Jumlah gen biasanya sangat banyak (ii) Jumlah alel untuk beberapa gen juga terlalu banyak (iii) Gen cenderung berkelompok bersama-sama pada segmen kromosom tertentu. Sebagai contoh pada flax: sistem Melampsora, telah dijumpai sedikitnya 34 gen tahan terhadap patogen pada flax. Gengen tersebut hanya terletak pada 7 lokus (kelompok) yang dinamakan dengan K, L, M, N, P, D dan Q. Hanya satu gen pada lokus K, 12 pada lokus L, 7 pada lokus M, 3 pada N dan 5 pada P. Pada tanaman kopi: sistem Hemilea, telah diidentifikasi empat gen tahan yang berbeda pada inang. Pada padi: sistem Piricularia, telah diidentifikasi paling sedikit ada 11 gen tahan pada inang dengan banyak alel. Pada percobaan genetika patogen disimpulkan bahwa: (i) Jumlah gen diduga juga sangat banyak (ii) Seri multialel jarang dijumpai (iii) Gen tersebar pada seluruh genom. Hubungan gen ke gen telah dijumpai pada kebanyakan sistem interaksi inang-patogen. Kebanyakan penelitian melibatkan 229 fungi, tetapi sistem yang serupa juga dijumpai pada bakteri, virus, nematoda dan juga pada serangga hama. Pewarisan ketahanan inang mengikuti pola pewarisan sederhana gen-gen mayor Mendelian sehingga dinamakan dengan “gen ketahanan mayor”.Tipe ketahanan ini biasanya berkaotan dengan reaksi hipersensitif. Kenyataannya perbedaan antara reaksi kerentanan dan ketahanan lebih kelihatan prtbedaan tingkatan (derajat) daripada jenis. Reaksi fisiologi dan biologi untuk interaksi inang-patogen spesifik perlu dipelajari secara kasus per kasus. Gen yang mengendalikan ketahanan dipercaya jga mengatur aspekaspek metabolisme inang yang terganggu dengan perkembangan ras patogen tertentu. Virulensi patogen dikontrol oleh gen-gen resesif yang dapat menyebabkan kehilangan ketahanan inang tahan tertentu. Hanya gen-gen tahan dan virulen tunggal yang telah banyak dipelajari. Namun demikian, varietas inang dengan gen-gen ketahanan yang berbeda dan ras-ras patogen dengan gen-gen yang berbeda untuk patogenitas disilangkan, hasil rekombinasi dan segregasi pada genotipe-genotipe baru dan fenotipe pada F2. Hal ini dapat digambarkan dalam dua Tabel berikut yang berasal dari percobaan Flor terhadap rust flax (1946,1947) yang mendasari hipotesis gen-ke-gen. Inang Patogen Genotipe Patogenik Ras 22 aLaLANAN Ras 24 ALALaNaN Tanaman yang diamati Tanaman yang diharapkan (9 : 3 : 3: 1) χ2 = 2.563 Genotipe dan reaksi Tetua Tanaman F2 Ottawa Bombay LLnn llNN L_N_ L_nn llN_ S R R S R R P= 0.30-0.50 S llnn S R R S S 110 109 32 36 43 36 9 12 230 Dua genotipe baru LLNN dan llnn berbeda dari kedua tetuanya yang satu tahan terhadap kedua ras patogen dan satunya lagi rentan terhadap kedua ras yang diuji. Patogen Inang Genotipe Ottawa LLnn Bombay llNN Ras yang diamati Ras yang diharapkan (9 : 3 : 3: 1) χ2 = 1.565 Genotipe patogenik dan reaksi inang Ras Tetua Genotipe F2 22 24 AL_AN_ aLaLAN_ AL_aNaN aLaLANAN ALALaNaN S R R S R R S aLaLaNaN S R R S S 78 27 23 5 75 25 25 8 P= 0.30-0.70 Muncul dua genotipe baru yaitu AL ALANAN yang avirulen terhadap kedua varietas dan aLaLaNaN yang dapat menyerang kedua varietas. Aplikasi hasil tersebut terhadap cendawan anggota Basidiomycetes (rust dan smuts) yang dicirikan oleh binucleat pada fase patogenik, sehingga dinamakan dengan dicaryotik dan tingkah laku secara genetik seperti organisme diploid. Beberapa cendawan kelompok ascomycetes (seperti Helmithosporium, Piricularia) mempunyai sel uninucleat dengan satu inti haploi. Pada kasus ini, segregasi tidak menghasilkan ras heterozigot dan nisbah segregasi akan menjadi (1 : 1 : 1 : 1), pengaruh keseluruhan dan perkembangan genotipe baru masih terjadi, seperti berikut; Patogen Genotipe patogenik dan reaksi inang Inang Ras Tetua Genotipe F2 Genotipe a1A2 A1a2 A1A2 a1A2 A1a2 a1a2 R1R1r2r2 S R R S R S r1r1 R2R2 R S R R S S 231 Rekombinasi gen dapat menghasilkan banyak genotipe inang atau patogen baru tergantung pada jumlah gen yang terlibat. Dengan hanya dua lokus yang masing-masing mempunyai dua gen (alel), akan dihasilkan 22 = 4 genotipe inang atau patogen yang mungkin. Nisbah genotipik akan menjadi 9 : 3 : 3: 1. Pada tanaman kopi: sistem Hemilea, yang mempunyai empat gen tahan akan diperoleh 24 = 16 kombinasi yang mungkin, apabila keempat gen tersebut terletak pada lukus yang terpisah. Jika hanya 12 ras yang telah diidentifikasi maka akan ada empat ras lagi akan muncul pada beberpa tahap. Pada padi: sistem Piricularia, dengan 11 gen tahan yang telah diidentifikasi maka akan diperoleh 2 11 = 2048 kombinasi yang mungkin. Pendugaan secara teoritis tersebut hanya dapat diterapkan terhadap gen-gen dialelik, jika gen-gen tahan bersifat multialelik yang umumnya terjadi, maka perhitungan kombinasi yang mungkin akan lebih rumit karena tidak mudah untuk mengkombinasikan dua alel pada satu lokus. 10.6. Sistem Genetika pada Patogen Dasar untuk evolusi dan rekombinasi keragaman genetik pada tanaman tingkat tinggi akan menjadi lebih umum. Mekanisme yang serupa akan terjadi pada oerganisme patogen tetapi ada tambahan mekanisme yang menghasilkan pemunculan ras-ras baru, seperti yang akan dijelaskan secara ringkas di bawah ini. 10.6.1.Mutasi Seperti pada semua makhluk hidup, sumber dari semua keragaman pada patogen adalah mutasi, tetapi sulit untuk dibuktikan terjadi di lapangan. Banyak bukti menunjukkan bahwa gen-gen avirulen dapat diinduksi untuk bermutasi menjadi bentuk virulen dengan penggunaan agen mutagenik tertentu. Mengingat populasi spora yang digasilkan cendawan sangat banyak, meskipun 232 laju mutasi relatif rendah (10-8), tetapi dapat menghasilkan sekitar seribu mutan per lokus per hari per ha sehingga cukup efektif dalam menghasilkan ras-ras virulen baru. 10.6.2.Rekombinasi seksual Pada cendawan patogen tanaman (dan pada nematoda dan serangga hama) yang seperti tanaman tingkat tinggi mengalami siklus seksual untuk terjadinya rekombinasi genetik pada meiosis yang merupakan sumber penting untuk timbulnya ras-ras baru. 10.6.3.Heterokaryosis Suatu bentuk rekombinasi aseksual dimana inti tertukar antara hypha fungi dikariotik dari ras-ras yang berbeda. Pertukaran inti ini menyebabkan patogenitas yanng berbeda dari ras-ras cendawan , tetapi bukti-bukti tidak menyakinkan. 10.6.4.Paraseksual atau hibridisasi somatik Dalam satu sel multinukleat, dua inti haploid bergabung membentuk satu sel diploid kemudian membelah secara mitotik, tetapi jarang etrjadi pindah silang untuk membentuk rekombinanrekombinan selanjutnya diikuti oleh haploidisasi yang menghasilkan ras-ras baru dari cendawan. Mekanisme ini pada mulanya ditemukan pada Aspergillus sp saprofitik, tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa sistem yang sama juga dijumpai pada cendawan patogenik anggota dari Fungi Inperfek (tidak dikenal adanya tahapan seksual) dan pada fungi rust yang tidak dapat melengkapi siklus seksualnya karena tidak ada atau tidak ada inang pengganti. Mekanisme ini diyakini penting dalam evolusi ras-ras baru dari rust batang gandum di Australia, jika inang pengganti (Berberis spp) tidak ada. Hal ini telah diamati terjadi pada kondisi yang diperlakukan di laboratorium. 233 10.7. Pemuliaan Padi untuk ketahanan terhadap Hawar Daun Bakteri. Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan faktor pembatas upaya peningkatan produksi padi. Penyakit ini tersebar hampir diseluruh daerah pertanaman padi di Indonesia, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dan selalu timbul baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Penyakit ini tidak hanya merusak tanaman pada pada fase bibit tetapi juga pada fase generatif. Kerugian yang ditimbulkannya bervariasi berkisar antara 2030%, bergantung pada varietas yang ditanam dan musim tanam (Hifni et al. 1996). Menurut Wibowo (2002) penurunan hasil bisa mencapai 30-40%, sebelumnya, Mew et al. (1993) telah melaporkan kehilangan hasil mencapai 50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan 20% sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai menurunkan hasil. Di atas keparahan itu, hasil padi turun 4% tiap kali penyakit bertambah parah sebesar 10%. Kerusakan terberat terjadi apabila penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga menimbulkan gejala kresek, dapat menyebabkan tanaman mati (BBPADI, 2013) sehingga kerugian dapat mencapai 100%. Penggunaan varietas tahan dalam menanggulangi penyakit HDB cukup efektif dan efisien, aman, murah dan tidak mencemari lingkungan. Dengan varietas tahan, kehilangan hasil dan biaya pestisida dapat ditekan, aman terhadap lingkungan dan dapat mencegah residu pestisida pada manusia. Varietas yang tahan dapat diperoleh melalui perakitan varietas dengan menggabungkan gen ketahanan ke tetua yang telah beradaptasi dan berdaya hasil tinggi. Perakitan varietas tahan diawali dengan koleksi plasma nutfah sebagai tetua untuk pembentukan populasi dasar. Beberapa varietas lokal padi Aceh yang memiliki daya adaptasi baik dan disukai masyarakat setempat tetapi berbatang tinggi, berumur dalam. 234 Galur IRBB27 sangat tahan terhadap 27 strain HDB dari berbagai negara di dunia, termasuk strain dari Indonesia, berbatang rendah (semidwarf) dan berumur genjah. Genotipe-genotipe tersebut dapat disilangkan untuk dirakit menjadi varietas tahan terhadap HDB, daya adaptasi baik dan disukai masyarakat serta berdaya hasil tinggi. Dalam pembentukan populasi dasar, perlu diidentifikasi ketahanan terhadap penyakit HDB dari koleksi plasma nutfah yang ada. Bakhtiar et al, (2015) menemukan empat belas genotipe yang tahan terhadap bakteri Xoo berdasarkan panjang bercak. Bercak pada daun dari genotipe tersebut tidak berkembang dan hanya kering berwarna coklat tua pada ujung daun dengan panjang lesio kurang dari 3 cm. Genotipe yang tahan terhadap HDB adalah Inpari 1, Limboto, Tuwoti, Inpari 10, Lekat Rambot Linuet, Rom Mokot, Paki Gajah, Tamboen, Bo 100, Sipasie, Bo Minyek, Bontok, Sirendeh Semantuk Wayla dan Sambei (Tabel 9.5). Genotipe tersebut dapat digunakan untuk membentuk varietas unggul dan tahan penyakit HDB melalui pemuliaan tanaman. Sifat unggul spesifik yang dimiliki padi lokal perlu diinkorporasikan ke dalam genom varietas unggul agar memiliki sifat unggul yang unik. Varietas lokal dengan sifat-sifat unggul perlu dilestarikan sebagai aset sumber daya genetik nasional dan dimanfaatkan dalam program pemuliaan. Selain varietas tahan dijumpai 11 genotipe yang moderat tahan menunjukkan infeksi dan gejala layu pada ujung daun dan warna putih kecoklatan dengan panjang lesio mencapai 3-6 cm. Diperoleh juga 48 genotipe yang rentan terhadap penyakit HDB. Reaksi gejala layu pada ujung daun dan bercak kelabu pada tepi daun genotipe tersebut sudah dimulai 3 hari setelah inokulasi, kemudian daun mulai berkerut pada 14 hari setelah inokulasi seluruh bagian daun mulai berwarna putih kecoklatan dan kuning pucat menuju pangkal daun. 235 Tabel 10.5. Pengelompokan penyakit HDB padi berdasarkan panjang lesio ketahanan terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada fase vegetatif. No Kriteria Genotipe IR-BB27, Inpari 1, Limboto, Tuwoti, Inpari 10, Lekat Rambot Linuet, Rom Mokot, Paki Gajah, 1. Tahan Tamboen, Bo 100, Sipasie, Bo Minyek, Bontok, Sirendeh Semantuk Wayla dan Sambei Danau Gaung, IPB 4S, Situ Bagedit, Inpago, Moderat 2. Cirata, IPB 3S, Pade Jamai Asan, Salah Manyang, Tahan Arias, Pandan Wangi dan Pade Merah Lamtuba. Inapri 16, Ciherang, Situ Patenggang, Kencana Bali, Inpari 19, Inpari 7, IR-64, Lekat Alahu, Lekat Singke, Pulut Hitam, Pulut Simanik, Pulut Merah, Lekat Tuleng, Lekat Kumbob, Lekat jerajak Lango, Lekat Adang, Ketan Putih, Bo Somboh Meon, Sigupai Wangi, Kuku Balam, Kepala Gajah, Asahan, Manyam, Boh Penileh, 3. Rentan Saguek, Dewi, Jeumpa Puteh, Sigupai Blang Pidie, Pala Gajah, Rangkoh Merah, Pade Kapai Tamping, Padi Sitandun, Sirangkoh Lubok Pasi, Sepulou, Pade Pineng Lango, Seraguek, Semerebuk, Ramos Tihion Tamping, Sijane, Rom Lambo, Sirias, Sigupai Pulo, Bo Santet Semantok, Bo Rayek Semantok Wayla, Cantek Manis, Rom Ilang dan Siputeh Pada genotipe yang menunjukkan gejala moderat tahan dan rentan terhadap HDB, patogen sangat cepat berkembang terutama pada keadaan lembab. Penyakit HDB ini mampu menghasilkan ras baru, sehingga sering menyulitkan pengendalian dengan varietas tahan. Penyakit HDB merupakan penyakit yang menginfeksi secara 236 sistemik dengan gejala berupa bercak berwarna abu abu putih di sepanjang tulang daun. Patogen masuk melalui hidatoda, luka pada daun tanaman juga merupakan jalan masuk yang potensial bagi patogen. Kebanyakan infeksi yang berhasil terjadi melalui luka dibandingkan dengan yang melalui pori-pori alami, dan luka yang masih baru lebih kondusif bagi patogen dibandingkan dengan luka yang sudah lama. Panjang lesio pada tanaman padi dipengaruhi oleh sinar matahari dan suhu selama perkembangan penyakit, latar belakang genetik dari galur yang digunakan, konsentrasi inokulasi, dan virulensi yang mempengaruhi ketahanan tanaman padi terhadap HDB. Setelah identifikasi plasma nutfah dilakukan persilangan antar tetua yang tahan dan tetua tang sudah beradaptasi. Persilangan untuk pembentukan populasi F1, F1 resiprok, BCP1 dan BCP2 dilaksanakan di Rumah Plastik Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh. Kombinasi persilangan dibuat antara Sigupai Wangi dan IRBB27, Sigupai Wangi dan Situ Patenggang, Cantek Puteh dan IRBB27, Cantek Puteh dan Situ Patenggang. Dari masing-masing populasi, ditanam 10 tanaman sebagai tetua jantan dan betina. Tahap persilangan terdiri atas dua kali penanaman, yaitu pertama, penanaman tetua yang akan disilangkan untuk menghasilkan populasi F1 dan F1 resiprok. Semua biji F1 ditanam kemudian dipanen secara bulk dari setiap kombinasi persilangan. Dari 4 pasangan persilangan tersebut dihasilkan 4 populasi F1. Masing-masing pasangan dikerjakan minimal 10 set persilangan dan masing-masing set telah dihasilkan minimal 30 benih yang kemudian digunakan untuk pengujian daya waris sifat ketahanan. Pada pertanaman kedua, setiap kombinasi persilangan ditanam sebanyak 10 individu tanaman F1 untuk mendapatkan jumlah benih F2 yang memadai untuk percobaan pada musim berikutnya. Dari pertanaman ini dipanen 100-200 benih F2 dari masing-masing kombinasi persilangan yang kemudian digunakan 237 sebagai materi penelitian. Disamping itu sebagian F1 ditanam untuk silang balik dalam rangka menghasilkan BCP1 dan BCP2. Semua bahan tanaman (populasi P1, P2, F1, F1r, BCP1, BCP2, F2 dan IR64), masing-masing terdiri atas 40 tanaman setiap polulasi ditanam dalam bak plastik dan ditempatkan dalam rumah plastik Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Pengendalian hama menggunakan insektisida carbofuran 3 G dengan takaran 20 kg formulasi/ha. Varietas IR64 digunakan sebagai kontrol peka. Untuk mendorong perkembangan penyakit HDB, tanaman diberi pupuk N dengan takaran 250 kg urea/ha. Agar bakteri tidak dihadapkan pada suhu yang terlalu panas, inokulasi dilakukan menjelang sore, antara pukul 16.00-18.00. Tanaman diinokulasi dengan metode gunting (Kauffman et al., 1973). Inokulasi dilakukan dengan cara pengguntingan daun padi untuk pelukaan sebagai jalan masuk bagi infeksi bakteri. Pengguntingan dilakukan 3-5 cm dari ujung daun, menggunakan gunting yang telah dicelupkan kedalam wadah/gelas erlenmeyer berisi suspensi isolat bakteri. Inokulasi tanaman dengan isolat bakteri Xoo dilakukan dua kali. Pertama pada saat tanaman berumur 42 HST atau memasuki fase vegetatif aktif. Kedua, pada umur 63 HST atau saat tanaman memasuki fase generatif (primordia). Peubah yang diamati adalah reaksi ketahanan terhadap bakteri Xoo. Pengamatan terhadap gejala penyakit HDB dilakukan 14 hari setelah inokulasi dengan cara mengukur panjang lesio dari lima daun per tanaman, kemudian dihitung rata-ratanya. Data dikonversi dengan membandingkan antara panjang gejala dengan panjang daun dikalikan 100%. Selain itu diamati juga umur berbunga, umur panen dan daya hasil. Disamping itu, hasil pengamatan terhadap tingkat keparahan infeksi oleh Xoo yang diklasifikasikan berdasarkan skoring ketahanan menurut Standard Evaluation System (IRRI, 1996). Tanaman dikatagorikan tahan atau rentan berdasarkan panjang lesio: jka panjang lesion < 3 cm tahan; 3–6 cm moderat 238 tahan; > 6 cm rentan (Chen et al.,2003). Dari hasil skoring ketahanan awal, dilakukan seleksi terhadap varietas yang memiliki ketahanan terhadap HDB pada fase vegetatif, dibandingkan dengan fase generatif untuk mengetahui kosistensi ketahanannya. Seleksi dilanjutkan pada galur-galur yang memiliki ketahanan tinggi terhadap Xoo yang diuji yang konsisten baik pada fase vegetatif maupun generatif. Pada tahun kedua, dilakukan persilangan untuk pembentukan populasi silang balik untuk mendapatkan populasi BC2F1 dan BC3F1 dan juga penerusan pembentukan populasi F3 dan F4. Dari populasi BC1F1 yang terseleksi tahan terhadap HDB dan daya hasil tinggi pada tahun pertama disilangkan kembali dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC2F1. Populasi BC2F1 diseleksi ketahanan terhadap HDB dan daya hasil tinggi, kemudian hasil seleksinya disilangkan kembali dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC3F1. Disamping itu sebagaian populasi tanaman F2 dibiarkan menyerbuk sendiri untuk mendapatkan populasi F3. Kemudian sebagaian populasi tanaman F3 dibiarkan menyerbuk sendiri untuk mendapatkan populasi F4. Pada setiap populasi silang balik dilakukan uji beda daya hasil dengan tetua betina untuk mengetahui kemajuan hasil silang balik. Uji beda ketahanan dan daya hasil juga dilakukan antar pasangan persilangan. Dari populasi BC3F1 yang terseleksi tahan terhadap HDB dan daya hasil tinggi pada tahun kedua disilangkan kembali dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC4F1. Populasi BC4F1 diseleksi ketahanan terhadap HDB dan daya hasil tinggi, kemudian sebagian hasil seleksinya dibiarkan menyerbuk sendiri untuk mendapatkan populasi BC4F2. Pada setiap populasi silang balik dilakukan uji beda daya hasil dengan tetua betina untuk mengetahui kemajuan hasil silang balik. Uji beda ketahanan dan daya hasil juga dilakukan antar pasangan persilangan. 239 Bahan tanam berupa galur harapan yang diperoleh dari tahun kedua diji daya hasil di lapangan dengan mengunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Galur harapan yang tahan HDB dan berdaya hasil tinggi setelah uji multi lokasi dapat diusulkan ke Departemen Pertanian untuk dilepas sebagai varietas unggul baru untuk dapat dimanfaatkan petani dalam rangka meningkatkan produksi, mengurangi penggunaan pestisida, meningkatkan pendapatan petani. Varietas baru tersebut juga akan diusulkan untuk mendapatkan Hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). 7.6. Rangkuman Jenis dan jumlah kehilangan yang disebabkan oleh penyakit dan hama berbeda antar tanaman, patogen penyebab penyakit, kondisi lingkungan, ukuran pengendalian yang digunakan dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Kehilangan bisa berkisar dari yang dapat diabaikan sampai tanaman gagal total. Secara teoritis, sangat memungkinkan pemuliaan tanaman tahan terhadap semua tipe penyakit, cendawan, bakteri, virus, serangga hama, dan nematode tanaman. Sebagian besar telah dilakukan pada penyakit yang disebabkan oleh cendawan, tetapi pada penyakit atau kerusakan yang disebabkan oleh selain cendawan juga telah banyak di lakukan. 7.7. Latihan 1. Jelaskan penggunaan mekanisme reaksi hipersensitif oleh tanaman dalam merespon invasi patogen tertentu! 2. Jelaskan penerapan hipotesis gen ke gen! 240 7.8. Glossarium Patogen : Patogenitas : virulensi : Avirulen : Organisme hidup yang mampu menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan lainnya pada organisme inang Kemampuan patogen untuk menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan lainnya pada organisme inang Gangguan atau perkembangan penyakit lebih besar Ras atau patogen yang gagal menimbulkan gejala penyakit 7.9. Daftar Pustaka Ahn SW dan SH. Ou. 1982. Quantitative resistance of rice to blast diseases. Phytopathology 72: 279-282. Bakhtiar, Hakim, L., Hayati, E., dan Zakaria, S.2015. Padi Lokal Aceh Tahan Penyakit Hawar daun Bakteri. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional BIOTIK 2015, tanggal 30 April 2015 Ezuka, A. 1979. Breeding for and genetics of resistance in Japan. In : Proc. Rice Blast Workshop, pp : 27-28. International Rice Research Institute. Manila. Phlippines Fehr, W.R. 1987. Principless of Cultivar Development. Vol. I. Theory and Technique. Xiv+53p. New York: McMillan Pub. Co Flor HH. 1942. Inheritance of pathogenicity in Melampsora lini. Phytopathology, 32: 653-669. Flor HH. 1955. Host-parasite interactions in flax rust, its genetics and other implications. Phytopathology, 45: 680-685. Flor HH. 1971. Current status of the gene for gene concepts. Annual Rev of Phytopathology, 9: 275-296. 241 Halloran, G.M.,R. Knight, K.S. McWhirter, and D. H. B. Sparrow. 1979. Plant Breeding. Australian Vice-Chancellors’ Committee, AAUCS. Loganathan M dan V. Ramaswamy. 1984. Effect of blast on IR50 in late samba. International Rice Research Newsletter. 9: 6. Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta Nasution, I., M. Amir, SR. Rahmawati dan S. Zakaria. 1993. Populasi ras jamur Pyricularia oryzae Cav. Dari daerah Karang Agung dan Taman Bogo. Risalah hasil Penelitian Tanaman Pangan Balittan Bogor, 5: 1-8. Simmonds, N. W. 1981. Principles of Crop Improvement. Xiv+408. London : Longman. Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 2006. Breeding Field Crops. Edisi ke-5. Wiley-Blackwell Sprague, G.R., and L.A. Tatum. 1942. General versus specific combining ability in single crosses of corn. J. Am. Soc. Agron. 34:923-932 Welsh, J. R. 1981. Fundamentals of Plant Genetics and Breeding. Xiv_290p. New York : John Wiley & Sons. Yeh, WH.dan JM. Bonman. 1986. Assesment of partial resistance to Pyricularia oryzae in six rice cultivars. Plant Pathol. 35:319-323. Harlan J.R and de Wet J.M.J., 1971. Toward a ratinal classification of cultivated plants. Taxon, 20: 509-517 Poehlman, J.M., and Sleper, D.A. 1995. Breeding Field Crops, the 4th Edition. Iowa State University Press. Iowa, USA. Stakman EC and Levine NW. 1922. The determination of biologic form of Puccinia graminis on Triticum spp. Minn. Agric. Exp. Stat. Tech. Bull.(St. Paul), No. 8. Stakman EC and Piemeisel RJ. 1917. A new strain of Puccinia graminis. Phytopathology. 7:12. 242 BAB XI PELEPASAN VARIETAS Pengantar Langkah terakhir dari kegiatan pemuliaan tanaman adalah, varietas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh produsen dan konsumen dengan aman. Untuk itu galur yang telah memiliki keunggulan perlu mendapat pengakuan dari pemerintah untuk dapat disebarluaskan kepada petani. Tujuan Umum Pembelajaran : Mahasiswa mampu menguasai dengan benar dasar genetik dan teknik dasar perbaikan sifat tanaman, serta menyusun program pemuliaan tanaman dengan saling mengaitkan antara cara perkembanganbiakan tanaman dengan metode pemuliaan yang sesuai untuk merakit varietas unggul baru. Tujuan Khusus Pembelajaran : Dalam bab ini akan dibahas dan didiskusikan tentang pemahaman dan pendiskripsian persyaratan dan tahapan – tahapan serta metode pelepasan varietas 243 Rencana perkuliahan untuk pertemuan ini Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 10 menit Langkah 2 80 menit Langkah 3 10 menit Aktivitas Pembukaan 1. Dosen memotivasi mahasiswa untuk bersemangat belajar 2. Dosen menjelaskan tujuan pembejaran pada pertemuan ini Penyajian 1. Dosen menanyakan apa yang diketahui oleh mahasiswa tentang pelepasan varietas tanaman 2. Mahasiswa menjawab pertanyaan sesuai dengan apa yang mereka ketahui 3. Dosen menjelaskan pengertian pemuliaan tanaman 4. Dosen menjelaskan pentingnya pelepasan varietas tanaman 5. Dosen menjelaskan persyaratan pelepasan varietas tanaman 6. Dosen menjelaskan prosedur dan tahapan pelepasan varietas tanaman 7. Dosen memandu refeksi 8. Mahasiswa menyampaikan hal-hal yang diketahui tentang materi yang sedang didiskusikan, melakukan refleksi, mencatat materi diskusi Penutup 1. Merangkum uraian matakuliah yang telah disampaikan/diskusi 2. Mahasiswa menyimak, mengajukan pendapat,bertanya atau menjawab dan 244 mencatat. 245 11.1. Ketentuan Pelepasan Varietas Berdasarkan UU No. 12/92 pasal 1,2,3 bahwa benih dari varietas hasil pemuliaan sebelum diedarkan terlebih dahulu harus dilepas oleh pemerintah. Benih dari varietas baru yang belum dilepas dilarang diedarkan. Ketentuan mengenai persyaratan pelepasan varietas diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Selanjutnya pasal 13 ayat 1 dan 2 UU 12/1992 menyebutkan bahwa benih dari varietas unggul yang telah dilepas merupakan benih bina yang peredarannya harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan pemerintah. PP No. 44/95 pasal 18 menegaskan bahwa keunggulan varieatas ditentukan berdasarkan potensi hasil tinggi yang dibuktikan dari hasil pengujian adaptasi dan observasi. Persyaratan uji adaptasi dan observasi dilakukan oleh instansi pemerintah yang ditunjuk atau penyelenggaraan pemuliaan yang memenuhi persyaratan tertentu. Terhadap hasil uji adaptasi dan observasi harus dilakukan penilaian oleh para ahli yang ditunjuk oleh Menteri. Bagi varietas yang sangat dipengaruhi oleh selera konsumen, Menteri Pertanian dapat mengecualikan dari keharusan uji adaptasi atau observasi. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/ Permentan/ OT.140/10/2011,tentang Pengujian, Penilaian Pelepasan, dan Penarikan varietas. Dari ketentuan tersebut, hal yang paling penting untuk diketahui oleh para pemulia tanaman adalah 11.2. Pengujian Varietas hasil pemuliaan di dalam negeri, atau berasal dari introduksi yang diusulkan untuk dilepas harus melalui uji adaptasi bagi tanaman semusim atau uji observasi bagi tanaman tahunan.Uji adaptasi atau uji observasi dilakukan di beberapa lokasi pengembangan dan/atau laboratorium dengan jumlah unit pengujian disesuaikan dengan jenis tanaman. Uji adaptasi atau uji 246 observasi dapat diselaraskan dengan uji untuk kepentingan Perlindungan Varietas Tanaman seperti uji kebaruan, keunikan, keseragaman, dan kestabilan (BUSS). Uji adaptasi atau uji observasi untuk calon varietas yang spesifik lokasi, pelaksanaannya terbatas pada lokasi pengembangan spesifik. Untuk tanaman tahunan dan tanaman semusim dapat dilakukan uji observasi apabila jenis tanaman/spesies atau varietas memenuhi kriteria: a) diproduksi secara terbatas dengan respon genetik sangat spesifik terhadap lingkungan tumbuh; atau b) varietas lokal yang sudah berkembang di masyarakat sejak 5 (lima) tahun terakhir dan sampai saat ini masih berkembang dengan baik. Uji adaptasi atau uji observasi dilakukan oleh penyelenggara pemuliaan atau institusi lain. Institusi lain untuk dapat melakukan uji adaptasi atau uji observasi harus memiliki dan/atau menguasai: a) paling sedikit 1 (satu) orang agronomis dan 1 (satu) orang entomologis dan/atau fitopatologis berpengalaman, dalam melakukan pengujian; b) paling sedikit 3 (tiga) orang petugas lapangan; dan c) sarana dan prasarana uji adaptasi atau observasi. Jika institusi lain tidak mempunyai tenaga pemulia dalam melakukan uji adaptasi atau uji observasi harus didampingi oleh pemulia dari lembaga penyelenggara pemuliaan/penelitian. Penyelenggara uji adaptasi atau uji observasi, sebelum melakukan pengujian terlebih dahulu harus melaporkan kepada Ketua BBN. Ketua BBN setelah menerima laporan menugaskan TP2V untuk melakukan supervisi ke lokasi pengujian. Uji adaptasi atau uji observasi sebagaimana dan penyelenggara uji adaptasi atau uji observasi harus mengikuti metoda baku yang telah ditetapkan. 247 11.3. Penilaian Hasil uji adaptasi atau uji observasi yang dilakukan oleh penyelenggara uji dilampirkan pada dokumen usulan pelepasan varietas. Usulan pelepasan varietas dievaluasi dan dinilai oleh TP2V. Hasil evaluasi dan penilaian TP2V disampaikan kepada Ketua BBN sebagai bahan pertimbangan usulan pelepasan varietas oleh Menteri Pertanian. Evaluasi dan penilaian oleh TP2V dilakukan terhadap keunggulan dan kesesuaian calon varietas yang akan dilepas. Keunggulan, antara lain: a. daya hasil; b. ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan utama; c. ketahanan terhadap cekaman lingkungan; d. kecepatan berproduksi; e. mutu hasil tinggi dan/atau ketahanan simpan; f. toleransi benih terhadap kerusakan mekanis; g. tipe tanaman yang keindahan dan/atau nilai ekonomis; dan/atau h. batang bawah untuk perbanyakan klonal, harus mempunyai perakaran yang kuat,ketahanan terhadap hama/penyakit akar dan kompatibilitas. Kesesuaian antara lain meliputi sejarah, kebenaran silsilah, deskripsi dan metoda pemuliaan. 11.4. Pelepasan Calon varietas yang diusulkan untuk dilepas dapat berasal dari pemuliaan di dalam negeri atau berasal dari introduksi. Calon varietas dapat berupa galur murni, komposit, kultivar, klon, mutan, hibrida, tanaman PRG dan/atau hasil teknik pemuliaan lain. Calon varietasdapat dilepas apabila memenuhi persyaratan: a. silsilah tanaman meliputi asal usul, nama tetua, daerah asal, nama pemilik atau penemu, perkiraan umur bagi tanaman 248 tahunan atau lama penyebaran bagi tanaman semusim yang telah berkembang di masyarakat (varietas lokal) dan metoda pemuliaan yang digunakan; b. tersedia deskripsi yang lengkap dan jelas, untuk identifikasi dan pengenalan varietas secara akurat; c. menunjukkan keunggulan terhadap varietas pembanding; d. unik, seragam dan stabil; e. pernyataan dari pemilik bahwa benih penjenis (breeder seed) tersedia baik dalam jumlah maupun mutu yang cukup untuk perbanyakan lebih lanjut; dan f. dilengkapi data hasil pengujian lapangan seluruh lokasi dan/atau laboratorium. Untuk varietas introduksi selain memenuhi persyaratan di atas harus melampirkan ijin dari pemilik varietas. Untuk hibrida selain memenuhi persyaratan di atas, deskripsi tetua harus dilampirkan. Calon varietas tanaman PRG yang diusulkan untuk selain memenuhi ketentuan persyaratan di atas harus memenuhi ketentuan keamanan hayati. Varietas dari pemuliaan silang balik yang ditujukan untuk perbaikan sifat dan/atau penambahan satu sifat baru dengan tidak merubah sifat-sifat lain sesuai deskripsi aslinya, dapat dilepas tanpa melalui uji adaptasi atau uji observasi. Varietas dari pemuliaan silang balik harus mempunyai data bukti kesesuaian deskripsi asli melalui uji petak pembanding. Petak pembanding adalah varietas asli yang dijadikan pembanding untuk melihat kesamaan deskripsi dari varietas. Pelepasan tetap mengikuti prosedur pelepasan di atas. Tanaman PRG yang berasal dari varietas non PRG dan telah dilepas, selanjutnya dilakukan perbaikan sifat dan/atau penambahan satu sifat baru dengan tidak merubah sifat-sifat lain sesuai deskripsi aslinya, dapat dilepas tanpa melalui uji adaptasi atau uji observasi dengan tetap mengikuti ketentuan pelepasan varietas. Tanaman PRG harus mempunyai data bukti kesesuaian deskripsi asli melalui uji petak pembanding. Petak pembanding 249 yaitu varietas asli yang dijadikan pembanding untuk melihat kesamaan deskripsi dari tanaman PRG Tanaman PRG dapat dilepas, apabila dilengkapi bukti kesesuaian dan sertifikat dan rekomendasi keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan terlebih dahulu. Varietas lokal dapat dilepas sebagai varietas unggul apabila: a. merupakan varietas yang sudah ditanam secara luas oleh masyarakat di suatu wilayah dan mempunyai keunggulan; b. telah dibudidayakan lebih dari 5 (lima) tahun untuk tanaman semusim atau 5 (lima) tahun panen untuk tanaman tahunan; dan c. merupakan varietas yang telah terdaftar pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian. Pemohon sebagai pemulia, penyelenggara pemuliaan atau pemilik calon varietas baik perorangan maupun institusi mengajukan permohonan pelepasan calon varietas yang telah diuji dengan disertai nama dan deskripsi calon varietas secara tertulis kepada Menteri melalui Ketua BBN dengan melampirkan dokumen kelengkapan lainnya. Calon varietas hibrida introduksi yang benihnya dapat diproduksi di Indonesia, selain memenuhi di atas, harus dilengkapi surat jaminan dari pengusul; Surat jaminan berisi pernyataan pemohon bahwa dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak pelepasan, benih hibrida (F1) akan diproduksi di dalam negeri. Sedang untuk benih padi hibrida (F1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak pelepasan benih hibrida akan diproduksi di dalam negeri. BBN setelah menerima permohonan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sudah selesai memeriksa kelengkapan dokumen. Apabila dalam pemeriksaan dokumen masih ada kekurangan, Ketua BBN memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi kekurangan dokumen. Apabila dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima 250 pemberitahuan dan pemohon belum dapat melengkapi kekurangan dokumen, permohonan dianggap ditarik kembali. Dokumen permohonan pelepasan varietas yang telah lengkap oleh Ketua BBN disampaikan kepada Ketua TP2V. Ketua TP2V setelah menerima permohonan mengundang pemohon untuk menyajikan hasil kajian kelayakan calon varietas dalam sidang TP2V. Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pelaksanaan sidang, Ketua TP2V harus sudah menyampaikan hasil penilaian kelayakan calon varietas kepada Ketua BBN dan pemohon. Ketua BBN setelah menerima hasil penilaian dapat : a. mengusulkan untuk pelepasan; b. menyarankan perbaikan kepada pemohon untuk melengkapi data dan informasi; c. melakukan sidang ulang; atau d. menolak. Berdasarkan usulan dari Ketua BBN, Menteri dapat menerima atau menolak pelepasan calon varietas yang diusulkan. Calon Varietas yang disetujui pelepasannya diterbitkan dalam Keputusan Menteri mengenai pelepasan varietas. Calon Varietas yang ditolak pelepasannya diberitahukan kepada pemohon oleh Ketua BBN secara tertulis dengan disertai alas an penolakan. 11.5. Pemberian Nama Calon verietas yang diusulkan oleh Ketua BBN kepada Menteri harus diberi nama. Penamaan calon varietas yang diusulkan untuk dilepas harus memenuhi ketentuan: a. mencerminkan identitas varietas bersangkutan; b. tidak menimbulkan kerancuan karakteristik, nilai atau identitas suatu varietas; c. tidak menggunakan nama varietas yang sudah ada; d. tidak menggunakan nama orang terkenal, kecuali seijin yang bersangkutan atau ahli warisnya; 251 e. tidak menggunakan nama alam yaitu sungai, laut, teluk, danau, waduk, gunung, planet, dan batu mulia; f. tidak menggunakan nama lambang Negara; g. tidak menggunakan merek dagang untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari bahan propagasi seperti : benih atau bibit, atau bahan yang dihasilkan dari varietas lain, jasa tranportasi atau penyewaan tanaman. Pemberian nama dengan menggunakan nama Balai Penelitian, Kebun Percobaan, Perusahaan atau Perorangan boleh dengan singkatan. Penamaan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. jumlah huruf tidak lebih dari 30 (tiga puluh); b. tidak ditafsirkan sebagai memperbesar nilai sesungguhnya dari varietas tersebut, misalnya terbaik, paling enak, wangi sekali; c. tidak menggunakan kata-kata yang dilarang, seperti: persilangan, hibrida, kelompok, bentuk, mutan, bibit, strain, varietas, atau bentuk jamak dari kata-kata tersebut seperti: ”yang diperbaiki” atau “yang ditransformasi”; d. tidak menggunakan tanda baca apapun, seperti titik, titik dua, koma; dan e. tidak menggunakan nama jenis atau spesies atau nama botani untuk penggunaan kata tunggal. Penggantian nama suatu varietas yang sudah dilepas diajukan kepada Menteri melalui Ketua BBN dengan disertai alasannya. Suatu varietas yang diperdagangkan harus tetap mencantumkan nama varietas sesuai dengan keputusan pelepasannya. Untuk varietas yang telah terdaftar pada kantor Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, nama yang diusulkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam pendaftaran. Penamaan varietas untuk tanaman PRG harus ditambahkan kode PRG (event) Penamaan varietas yang berasal dari varietas yang telah dilepas harus menggunakan nama varietas yang telah dilepas dengan ditambahkan kode PRG. 252 11.6. Penarikan Varietas Varietas yang telah dilepas sebagai varietas unggul, manfaat dan kelayakannya dievaluasi secara berkala oleh BBN. Varietas dianggap tidak memberikan manfaat dan/atau tidak memenuhi kelayakan apabila dapat: a. menyebarkan organisme pengganggu tumbuhan, hama dan/atau penyakit baru yang berbahaya; dan/atau b. menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan/atau kesehatan hewan. Varietas yang dinilai tidak memberikan manfaat dan/atau tidak layak oleh Ketua BBN diusulkan kepada Menteri untuk ditarik dan dikeluarkan dari daftar varietas yang telah dilepas. Usulan penarikan varietas oleh Ketua BBN, disertai dengan saran dan pertimbangan. Varietas tanaman PRG yang terbukti tidak memberikan manfaat dan/atau tidak layak: a. Menteri Negara Lingkungan Hidup mengusulkan kepada Menteri Pertanian untuk mencabut keputusan pelepasan atau peredaran varietas tanaman PRG. b. Tindakan pengendalian dan penanggulangan serta penarikan varietas tanaman PRG dari peredaran dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. 11.7. Tim Penilai Dan Pelepas Varietas (TP2V) TP2V sebagai perangkat BBN dibentuk dengan Keputusan Menteri. TP2V mempunyai tugas melakukan penilaian terhadap usulan pelepasan dan penarikan varietas. Keanggotaan TP2V paling kurang terdiri atas unsur keahlian/profesional di bidang : a. pemuliaan tanaman; b. budidaya; c. hama dan penyakit; d. statistik; 253 e. lingkungan; f. bioteknologi; dan g. sosial ekonomi Galur/Hibrida/Mutan yang berasal dari pemulia/Litbang/Pemerintah / Swasta ↓ Uji Adaptasi /Multilokasi & Observasi ↓ Proposal Usulan Pelepasan Varietas ↓ Analisa Kelayakan Proposal ↓ Sidang Tim Penilai dan Pelepas Varietas ↓ Hasil Sidang TP2V ↓ Evaluasi ulang dipresentasikan kembali Perbaikan proposal tanpa presentasi Calon varietas direkomendasikan untuk dilepas ↓ Laporan Hasil Sidang TP2V kepada Ketua BBN ↓ Masukan Ketua BBN ke Menteri Pertanian RI ↓ Pelepasan varietas oleh Menteri Pertanian RI Gambar. 11.1. Skema prosedur pelepasan varietas 254 11.8. Metoda Baku Uji Adaptasi Dan Uji Observasi Dalam rangka pelepasan suatu varietas unggul perlu diadakan uji adaptasi bagi tanaman semusim dan atau uji observasi bagi tanaman tahunan serta tanaman semusim yang dibebaskan dari uji adaptasi dengan memenuhi kaidah-kaidah statistik. Penilaian secara objektif dilakukan terhadap hasil pengujian agar diperoleh hasil yang sebaik-baiknya sebelum dilepas secara resmi kepada masyarakat. Agar pelaksanaan uji berjalan sesuai dengan harapan, perlu disusun panduan uji adaptasi/uji observasi sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Uji adaptasi dan uji observasi merupakan uji lapang untuk mengetahui/memperoleh data keunggulan-keunggulan dan interaksinya terhadap lingkungan dari calon varietas yang akan dilepas sebagai suatu varietas unggul. 11.8.1 Uji Adaptasi Bahan pengujian Materi genetik bahan uji adaptasi adalah benih dari calon varietas yang akan dilepas. Materi genetik yang akan diuji keunggulannya dapat berbentuk galur, mutant, hibrida, transgenik, bersari bebas (OP) yang berasal dari hasil pemuliaan di dalam negeri atau introduksi. Metode 1. Lokasi, Musim dan Jumlah Unit a. Agroekologi; a) Lokasi uji adaptasi merupakan wilayah agroekologi yang paling sesuai untuk budidaya jenis tanaman yang 255 bersangkutan dan mewakili karakteristik agroekologi wilayah sentra produksi komoditas yang bersangkutan; b) Calon varietas yang akan direkomendasikan untuk dikembangkan di dataran rendah (< 400 m dpl) dan/atau medium (400-700 m dpl) dan/atau tinggi (> 700 dpl), uji adaptasinya dilakukan di 3 (tiga) atau di lokasi tertentu yang mewakili daerah tersebut; c) Calon varietas yang akan direkomendasikan untuk agroekologi spesifik, seperti rumah kaca, screen house, daerah rawa, daerah bersalinitas tinggi atau keasaman tinggi, lokasi pengujiannya dibatasi hanya pada agroekologi spesifik tersebut. b. Musim dan Jumlah unit Tabel 1. Jumlah unit dan lama pengamatan Uji Adaptasi (unit). Komoditas Total Unit Keterangan Tanaman Pangan Di 16 lokasi dalam satu Padi Sawah 16 musim atau 8 lokasi yang sama di 2 musim (MK dan MH) 8 lokasi dalam 1 Padi lading 8 tahun/musim atau 4 lokasi dalam 2 tahun/musim Lokasi di rawa/Pasang surut, Padi rawa/pasang 6 6 lokasi dalam satu surut musim/tahun atau 3 lokasi dalam 2 musim/tahun 16 lokasi di ladang/lahan Jagung 16 kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 8 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 16 lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan dalam 1 256 musim atau 8 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 lokasi di ladang/lahan Jagung pulut 8 kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 lokasi dalam 1 musim atau Sorgum 8 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 lokasi dalam 1 musim atau Gandum 8 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 lokasi dalam 1 musim atau Kacang-kacangan 8 4 lokasi dalam 2 musim dan Ubiubian (MH dan MK) Lahan kering, 8 lokasi dalam Ubi kayu 8 satu musim tanam Tanaman Perkebunan Tanaman 3 lokasi dengan agroekologi 6 perkebunan yang berbeda dalam 2 musim panen/tahun. Tahunan Tanaman 3 lokasi dengan agroekologi 6 perkebunan yang berbeda dalam 2 musim panen/tahun. Semusim Keterangan: Penentuan jumlah unit pengujian ditentukan berdasarkan agroekologi dan musim serta disesuaikan dengan tujuan pengembangan varietas yang akan dilepas 2. Rancangan Pengujian a. rancangan percobaan untuk uji adaptasi harus sesuai dengan kaidah statistik; b. jumlah uji setiap agroekologi wilayah sasaran pengembangan harus diwakili paling sedikit oleh 3 (tiga) unit uji adaptasi; c. jumlah ulangan dan perlakuan harus sesuai dengan kaidah statistik; 257 d. ukuran petak/plot percobaan disesuaikan dengan jenis tanaman; e. varietas pembanding merupakan varietas unggul yang dikenal masyarakat, yang digunakan sebagai pembanding dalam uji adaptasi untuk mengetahui keunggulan galur harapan dan/atau calon varietas yang diuji. 3.Pengamatan Sifat yang diamati terutama sifat-sifat yang diunggulkan dan akan digunakan dalam penyusunan deskripsi calon varietas yang bersangkutan. Sifat yang diamati berbeda-beda antar jenis tanaman, beberapa sifat penting yang harus diamati dan disajikan datanya antara lain : a. Umur tanaman, meliputi umur berbunga, dan umur matang panen yang optimal; b. Morfologi tanaman, tergantung pada jenis tanaman sesuai dengan deskripsi, antara lain; b.1. tipe tumbuh/tipe batang dan percabangan; b.2. tinggi tanaman, kecuali bagi tanaman merambat/menjalar; b.3. batang (bentuk, diameter, percabangan, warna, anakan); b.4. daun (bentuk, warna, ukuran, tepi, ujung, pangkal, permukaan atas atau bawah, keadaan bulu, tangkai dan daging daun); b.5. bunga (warna mahkota, benangsari, putik, jumlah/tandan, bentuk, rangkaian); b.6. buah (bentuk, warna, ukuran, rasa, jumlah/pohon, berat/pohon, berat/buah, kualitas seperti aroma, kadar air, kadar gula, dan vitamin/mineral, daya simpan, tebal kulit buah, produksi/hektar); b.7. umbi (bentuk, warna, kualitas seperti kadar air, kadar gula dan vitamin/mineral, jumlah per rumpun atau per tanaman, aroma, berat umbi/rumpun, berat/umbi, produksi/hektar); b.8. polong (bentuk, warna, ukuran/panjang, kedudukan, rasa, jumlah setiap tanaman, produksi/hektar); 258 b.9. biji (bentuk, warna, bobot 1000 butir biji kering simpan, kandungan zat, produksi/hektar); dan b.10 bentuk dan ukuran krop. c. Tingkat ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan (OPT) utama dan mutu hasil. d. Sifat-sifat yang diunggulkan, terutama sifat agronomis yang memiliki nilai ekonomis, antara lain : d.1. umur panen; d.2. daya hasil; d.3. ketahanan terhadap OPT utama; d.4. ketahanan terhadap cekaman lingkungan; d.5. ketahanan terhadap penyimpanan d.6. toleran benih terhadap kerusakan mekanis d.7. mutu hasil dan nilai gizi d.8. kandungan zat-zat tertentu yang bermanfaat. e. Keseragaman dalam populasi, perbedaan antar varietas serta keunikan varietas. 4. Analisa Data Analisa data dilaksanakan sesuai dengan kaidah statistik. Deskripsi Varietas Deskripsi varietas disusun sesuai deskripsi varietas sebagaimana tercantum dalam Pedoman Pelepasan Varietas Tanaman yang berlaku. 11.8.2. Uji Observasi Bahan Pengujian Materi genetik bahan uji observasi antara lain dapat berupa tanaman, calon pohon induk tunggal (PIT), klon, populasi dari calon varietas yang akan dilepas. 259 Metode 1. Lokasi a. Agroekologi Lokasi uji observasi adalah wilayah agro-ekologi dimana calon varietas tersebut sudah lama dikembangkan dan dibudidayakan masyarakat secara luas. b. Musim dan Jumlah unit i. Uji observasi mengikuti musim panen sesuai dengan jenis komoditas masing-masing. ii. Dibawah ini disajikan ketentuan jumlah unit dan lama pengamatan untuk uji observasi berdasarkan kelompok komoditas tanaman. Tabel 2. Jumlah unit minimum dan lama pengamatan Uji Observasi (unit) Komoditas/kelompok Total unit Lama Pengamatan tanaman (minimum) (minimum) Padi sawah, padi pasang 2 1 MH & 1 MK surut, jagung Padi ladang 2 2 MH Kacang-kacangan & Umbi- 2 1 MH & 1 MK umbian Ubi kayu 2 2 musim panen Tanaman perkebunan tahunan 1 populasi 2 tahun panen tanaman Tanaman perkebunan 1 populasi 2 musim panen semusim tanaman Tanaman pakan ternak 2 unit 2 musim iii. Calon varietas yang cocok untuk musim hujan dan musim kemarau diuji dengan cara observasi pada kedua musim dimaksud. 260 iv. Calon varietas yang cocok untuk musim kemarau atau musim hujan hanya diuji dengan cara observasi pada musim yang bersangkutan, minimal pada 3 (tiga) lokasi berbeda. 2. Rancangan Pengujian a. Metoda pengambilan contoh i. Contoh harus mewakili wilayah agro-ekologi dimana calon varietas tersebut telah lama berkembang. ii. Jumlah contoh harus mengikuti metoda yang sesuai bagi masing-masing komoditi. iii. Pada pertanaman yang telah tersedia datanya diambil berdasarkan jumlah contoh tanaman/ubinan yang memenuhi kaidah statistik. Sebagai pembanding dapat digunakan varietas lain yang telah dilepas atau yang terbaik dilingkungan tumbuh calon varietas tersebut. iv. Seleksi dan cara pemurnian varietas b. Jumlah ulangan dan ukuran petak uji /plot i. Jumlah ulangan disesuaikan dengan luasan areal penyebaran mengikuti kaidah statistik. ii. Ukuran Petak yang dirancang dari awal, untuk tanaman semusim luas petakan uji minimum 12 meter persegi, sedang untuk tanaman tahunan minimum 10 pohon atau 10 rumpun. 3. Pengamatan Pengamatan dikelompokkan menjadi pengamatan utama dan pengamatan data pendukung: a. Pengamatan data utama: Meliputi pengamatan data kuantitatif dan kualitatif tanaman termasuk produksi dan mutu hasil serta sifat-sifat unggul lainnya, untuk penyusunan deskripsi varietas. b. Pengamatan data pendukung: Sebagai kelengkapan persyaratan pelepasan varietas, data pendukung yang perlu disampaikan meliputi antara lain: 261 a) Luas pengembangan calon varietas b) Jumlah petani yang menanam dan lamanya pembudidayaan c) Data produksi dan kontribusinya terhadap pengembangan wilayah dan kesejahteraan petani setempat d) Penerimaan petani terhadap calon varietas tersebut. 4. Analisa data Analisa data dilaksanakan sesuai dengan kaidah statistik Deskripsi Deskripsi varietas disusun sesuai deskripsi varietas sebagaimana tercantum dalam Pedoman Pelepasan Varietas Tanaman yang berlaku. 1.1. Rangkuman Calon varietas berupa galur harus melalui serangkaian pengujian, penilaian dan pelepasan varietas untuk dapat digunakan secara komersial oleh petani. 1.6. Latihan 1. Bagaimana prosedur pelepasan varietas yang berasal dari introduksi? 2. Apa tugas dari TP2V? 2.7. Glossarium Pelepasan varietas : Pengakuan pemerintah terhadap suatu varietas hasil pemuliaan di dalam negeri dan/atau introduksi yang dinyatakan dalam keputusan Menteri Pertanian bahwa varietas tersebut 262 Varietas tanaman : Silsilah : Varietas : pembanding Varietas unggul : Varietas introduksi Varietas lokal : Varietas asal : Varietas Turunan Esensial : : merupakan suatu varietas unggul yang dapat disebarluaskan Sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan Asal-usul suatu varietas, yang mencakup induk persilangan, proses dalam mendapatkannya dan tahun penemuan atau perolehannya Varietas unggul yang digunakan sebagai pembanding dalam uji adaptasi dan observasi untuk mengetahui keunggulan galur harapan dan/atau calon varietas yang diuji varietas yang telah dilepas oleh pemerintah yang mempunyai kelebihan dalam potensi hasil dan/atau sifat-sifat lainnya varietas yang pertama kali dimasukkan dari luar negeri. varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh Negara varietas yang digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan Varietas Turunan Esensial yang meliputi varietas yang mendapat PVT dan varietas yang tidak mendapat PVT tetapi telah diberi nama dan didaftar oleh Pemerintah varietas hasil perakitan dari Varietas Asal dengan menggunakan seleksi tertentu sedemikian rupa sehingga varietas tersebut mempertahankan ekspresi sifat-sifat Esensial dari Varietas Asalnya tetapi dapat dibedakan secara jelas dengan Varietas Asalnya dari sifat- 263 Unik : Seragam : Stabil : Pemulia tanaman Pemuliaan Tanaman : Uji adaptasi : Uji observasi : : sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu sendiri sifat khusus yang dimiliki suatu varietas, yang dapat dibedakan dengan cirri varietas lainnya, baik secara morfologi maupun genetik sifat/karakter yang homogen dalam suatu varietas, dan berbeda dengan populasi varietas lain sifat varietas yang tidak berubah secara genetik dalam beberapa siklus tanam pada kondisi sama orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman rangkaian kegiatan untuk mempertahankan kemurnian jenis dan/atau varietas yang sudah ada atau menghasilkan jenis dan/atau varietas baru yang lebih baik kegiatan uji lapang di beberapa agroekologi bagi tanaman semusim, untuk mengetahui keunggulan dan interaksi varietas terhadap lingkungan. kegiatan uji lapang di beberapa agroekologi bagi tanaman tahunan, untuk mengetahui sifatsifat unggul dan daya adaptasi varietas terhadaplingkungan, atau bagi tanaman semusim yang sudah merupakan varietas lokal untukpemutihan varietas : 2.8. Daftar Pustaka Sleper D.A. dan J.M. Poehlman. 1996. Breeding Field Crops. Edisi ke-5. Wiley-Blackwell Mangoendidjojo,W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/Ot.140/10/2011. Tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan Dan Penarikan Varietas