Analisis Pengaruh Tenaga Kerja Dan Pengeluaran Pemerintah

advertisement
Analisis Pengaruh Tenaga Kerja Dan Pengeluaran Pemerintah
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri
Kab/Kota Di Provinsi Jawa Tengah
DISUSUN OLEH :
AVANDA FAHRI ATAHRIM
(108084000034)
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Avanda Fahri Atahrim
Tempat, Tanggal Lahir
: Depok, 11 Nopember 1990
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Belum menikah
Kebangsaan
: Indonesia
Alamat
: Jln. Margonda Raya KM 11 Kedondong RT 001/016 No.10
Beji Timur, Kelurahan Kemiri Muka, Depok.
Email
: [email protected] dan [email protected]
Latar Belakang Pendidikan
:
1995-1996
TK aisyah
1996-2002
SDN Beji timur 2 Depok
2002-2005
SMPN 1 Depok
2005-2008
MAN 13 Jakarta Selatan
2008-2013
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
iv
ABSTRACT
Economic growth in the industrial sector is still the main goal and an important
indicator of the success of regional economic development. Central Java provincial has
fluctuated economic growth rate and still low if compared to other provinces in Java. The
purpose of this study is to determine the progress of government expenditure allocation of
industrial sector and examines its effect on economic growth in the industrial sector in
Central Java province. In reviewing the effect of government spending, the analysis
conducted with other related variables that is Labor.
Data that used are GDRP (Growth Domestic Regional Product), expendeture
govermentand labor data in the industrial sector from 2001 to 2011. This data consists of the
time series data (2001-2011) and cross section data (35 districts/cities) in Central Java
Province published by BPS Central Java Province and Ministry of Finance. This research
used panel data method with Random Effects Model approach.
Research results show that government expenditure and amount of labor in the
industrial sector have significant positive impact on regional economic growth. Finally, the
role of local government through government expenditure to stimulate labor absorption is
expected to be able to increasing regional economic activity in order to achieve economic
growth and increasing per capita income of people.
Keywords: industrial sector Economic Growth, industrial sector Government Expenditure,
industrial sector Labor.
v
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi sektor industri masih merupakan tujuan utama dan indikator
penting keberhasilan pembangunan ekonomi daerah. Provinsi Jawa Tengah mempunyai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang berfluktuatif dan masih rendah dibandingkan propinsipropinsi lainnya di Jawa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan
pengalokasian pengeluaran pemerintah sektor industri serta mengkaji pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi sektor industri di Provinsi Jawa Tengah. Dalam mengkaji pengaruh
pengeluaran pemerintah analisis dilakukan bersama dengan variabel terkait lain yaitu Tenaga
Kerja.
Data yang digunakan adalah Data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sektor
industri dan jumlah tenaga kerja sektor industri dari tahun 2001-2011. Data ini terdiri atas
data time series (2001-2011) dan data cross section (35 kabupaten/kota) di Provinsi Jawa
Tengah yang diterbitkan oleh BPS Propinsi Jawa Tengah dan KEMENKEU. Metode
penelitian yang digunakan Data panel dengan pendekatan Random Effect Model.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah sektor industri dan
tenaga kerja sektor industri berpengaruh postif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
daerah. Akhirnya, peran pemerintah daerah melalui pengeluaran pemerintah yang dapat
merangsang penyerapan tenaga kerja diharapkan mampu meningkatkan kegiatan ekonomi
daerah guna tercapainya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri, Pengeluaran Pemerintah Sektor Industri,
Tenaga Kerja Sektor Industri.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh
Pengeluaran Pemerintah Dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri
Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah”.
Terselesaikannya skripsi ini bukan semata-mata hasil dari penulis seorang tetapi juga
berkat bantuan, dorongan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Allah SWT yang telah mengatur segalanya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2.
Ibukuku tercinta Tasmiatun yang senantiasa memberikan kasih sayang, perhatian dan
doa kepada penulis. Dan untuk Bapakku Suripto atas kerja keras, motivasi dan doanya.
Terima kasih juga atas didikan serta nasihat-nasihat yang kalian berikan selama ini.
3.
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4.
Dr. Lukman, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
sekaligus dosen pembimbing I. Terima kasih telah memberikan bimbingan kepada
penulis dalam pengerjaan skripsi.
5.
Fitri Amalia, S.pd, M.Si selaku dosen pembimbing II. Terima kasih telah memberikan
bimbingan dan support kepada penulis dalam pengerjaan skripsi.
6.
Utami Baroroh, M.Si selaku sekertaris jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
yang telah memberikan arahan, motivasi dan petunjuk selama penulis berada di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7.
Pheni Chalid, Phd selaku pembimbing akademik yang telah memberi motivasi, ide dan
gagasan bagi penulis dan terima kasih atas kontribusinya selamanya.
8.
Seluruh dosen, staf pengajar dan staf administrasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis atas
seluruh ilmu dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
9.
Kedua kakakku, Meyika Kurniawan dan Anid Dwi Pratiwi serta kakak iparku Anny
Andini dan Muh. Fajri tak lupa keponakan jagoan kecilku yang selalu memberi rasa
damai di rumah yaitu Darren Galih yang selalu memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis di setiap saat.
vii
10. Anak-anak kosan : Fahri, Wanda, Arief, Sony, andhika danes, andika, Iqbal, Riza, Egy,
Hasan, Uki, Syafran, Dimas, Adi, Fahdi, Feline, Wisnu, Angga, Huza, Hafiz Dan Para
Member Ceban Lita, Fika Dan Devita. Terima kasih atas semua bantuan, petuah dan
wejangan kepada penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran guna menjadikan skripsi ini lebih baik lagi dan dapat
bermanfaat bagi orang banyak.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, Juli 2013
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Cover
Cover Dalam
LEMBAR PENGESAHAN SKRPSI ........................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ......................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................
1
B. Rumusan Masalah .........................................................................
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………… ...
14
A. Landasan Teori ...............................................................................
14
1. Pertumbuhan ekonomi ..................................................................
14
a. Teori pertumbuhan ekonomi ....................................................
18
b. Faktor mempengaruhi pertumbuhan ekonomi .........................
21
c. industri ......................................................................................
22
ix
d. Peranan sektor industri terhadap pertumbuhan ........................
24
e. Pembangunan daerah................................................................
25
f. Pendapatan Regional ...............................................................
26
2. Tenaga kerja ....................................................................................
29
a) Definisi tenaga kerja ...........................................................
29
b) Teori tenaga kerja ...............................................................
29
c) Hubungan tenga kerja dengan pertumbuhan ekonomi ........
32
3. Pengeluaran pemerintah .................................................................
32
a) Definisi pengeluaran pemerintah ........................................
32
b) Teori pengeluaran pemerintah ............................................
33
c) Hubungan pengeluaran pemerintah terhadap
Pertumbuhan ekonomi .......................................................
40
B.
Penelitian terdahulu ...............................................................
40
C.
Kerangka pemikiran ...............................................................
49
D.
Hipotesis ................................................................................
53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................
55
A. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
55
B. Metode Penentuan Sampel ..............................................................
55
C. Metode Pengumpulan Data .............................................................
56
D. Metode Analisis Data ......................................................................
57
1. Estimasi Model Regresi dengan Panel Data ............................
59
2. Pemilihan Metode Data Panel ..................................................
62
3. Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik ................................
64
E Pengujian Statistik…………………………………………………… 66
x
1. Uji Signifikansi Parsial (Uji T) ...................................................
66
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ...............................................
67
3. Koefisien Determinasi (Uji
) ...................................................
68
F. Definisi Operasional Variabel…………………………………….
69
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
72
A. Gambaran kondisi Umum daerah ...................................................
72
1. Aspek geografi ........................................................................
72
2. Kondisi perekonomian di Provinsi Jawa Tengah .....................
73
3. Tenaga kerja sektor industri ....................................................
75
4. Pengeluaran pemerintah sektor industri ..................................
77
B. Analisis dan Pembahasan ................................................................
79
1. Memilih Metode Data Panel ......................................................
79
a. Uji Chow ............................................................................
79
b. Uji hausman ........................................................................
80
2. Hasil estimasi data panel ...........................................................
81
3. Asumsi Klasik .........................................................................
81
a. Uji Normalitas .......................................................................
81
b. Uji Multikolineritas ...............................................................
82
c. Uji Autokorelasi ....................................................................
83
d. Uji Heterokedastis .................................................................
84
4. Pengujian Statistik……………………………………………… 84
a. Uji signifikasi parsial (Uji T) ...............................................
84
b. Uji signifikasi Simultan (Uji F) ............................................
85
c. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2 ...............................
86
C. Interprestasi Data Panel ..................................................................
86
xi
D. Analisis Ekonomi ...........................................................................
94
1. Tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri...
96
2. Pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan sektor industri .
99
BAB V Kesimpulan dan Implikasi ..................................................
103
1. Kesimpulan ...............................................................................
103
2. Implikasi ...................................................................................
100
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................
105
LAMPIRAN .......................................................................................
109
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
Distribusi Persentase PDB Atas Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2007-2011
(Persen) ........................................................................................
Tabel 1.2
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga
Konstan Sektor Industri di Pulau JawaTahun 2008 – 2011 (Juta).........
Tabel 1.3
3
4
Distribusi Presentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga
konstan Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Tengah Tahun
2006–2011 (Persen) ........................................................................
5
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu ...................................................
46
Tabel 3.1
Operasional Variabel .......................................................
71
Tabel 4.1
Produk domestik Regional Bruto atas harga konstan sektor
industri kab/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2001 – 2011
(Jutaan) ...................................................................................
Tabel 4.2
Data Tenaga kerja sektor industri menurut kab/kota di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2001 – 2011 (Jiwa) .........................................
Tabel 4.3
74
76
Pengeluaran pemerintah sektor industri menurut Kab/kota di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2001 – 2011 (Jutaan) ................................................ 77
Tabel 4.4 Hasil Uji Chow .............................................................................
80
Tabel 4.5 Hasil Uji Hausman ........................................................................
80
Tabel 4.6 Hasil Random effect model ............................................................
81
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas .....................................................................
81
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas .............................................................
82
xiii
Tabel 4.9 hasil uji heterokedastis ...................................................................
82
Tabel 4.10 Hasil Uji Signifikasi Parsial (Uji T) ................................................
84
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Data Panel ..........................................................
86
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kurva Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah menurut Wagner ..........
35
Gambar 2.2
kurva Teori Peacock dan Wiseman ......................................................
37
Gambar 2.3
Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ..................................
38
Gambar 2.4
Kerangka Berfikir ...............................................................
52
Gambar 4.1 Hasil Uji Jarque bera ..............................................................
xv
131
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Data Laju Pertumbuhan sektor industri,
109
Pengeluaran Pemerintah sektor industri Dan
Tenaga Kerja sektor industri
Lampiran 2
Data Observasi
113
Lampiran 3
Uji Chow
124
Lampiran 4
Uji Hausman
125
Lampiran 5
Pooled Least Square
126
Lampiran 6
Fixed Effect Model
127
Lampiran 7
Random Effect Model
129
Lampiran 8
Uji Normalitas
131
Lampiran 9
Uji Autokorelasi
132
Lampiran 10
Uji Heterokedastis
133
Lampiran 11
Uji Multikolineritas
134
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan dari tesis berjudul Pengaruh Belanja Modal Pemerintah
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Barat yang diteliti
Anasmen dan skripsi berjudul Analisis Pengaruh Tingkat Investasi,
Aglomerasi, Tenaga Kerja Dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang diteliti oleh
Dyke Susetyo.
Pembangunan ekonomi menjadi hal yang sangat penting karena ketika
berbicara mengenai pembangunan ekonomi berarti di dalamnya terdapat
sebuah proses pembangunan yang melibatkan pertumbuhan ekonomi yang
diikuti dengan beberapa perubahan. Perubahan-perubahan itu antara lain
mencakup perubahan struktur ekonomi (dari pertanian ke industri atau jasa)
dan perubahan kelembagaan, baik melalui regulasi maupun reformasi
kelembagaan itu sendiri (Mudrajad Kuncoro, 2006: 254).
Pertumbuhan ekonomi memilki kaitan yang erat dengan industri karena
hampir semua negara–negara di dunia memajukan sektor industri demi
memilki nilai efisiensi yang tinggi, nilai guna serta menciptakan daya saing
tinggi terhadap negara–negara sekitarnya. Namun indonesia juga tidak mau
ketinggalan begitu saja terbukti perkembangan industrialisasi di Indonesia dari
tahun ke tahun meningkat yang dibarengi juga dengan pertumbuhan ekonomi
ditambah indonesia merupakan salah satu negara yang memilki jumlah
penduduk yang besar sekaligus memiliki pasar domestik yang amat besar untuk
memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dengan asumsi bahwa sektor industri
dapat memimpin sektor-sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan
ekonomi. Oleh karena itu, di Indonesia sektor industri dipersiapkan agar
mampu menjadi penggerak dan memimpin (the leading sector) terhadap
perkembangan sektor perekonomian lainnya, selain akan mendorong
perkembangan industri yang terkait dengan yang lainnya.
Industrialisasi memiliki peran strategis untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan meningkatkan produksi
fisik masyarakat melalui perluasan lapangan usaha dan memperluas
kesempatan kerja. Pembangunan di sektor industri merupakan bagian dari
usaha jangka panjang untuk memperbaiki struktur ekonomi yang tidak
seimbang karena bercorak pertanian kearah ekonomi yang lebih kokoh dan
seimbang antara pertanian dan industri (Kemenperin, 2012:7). Untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi dibutuhkan kerjasama yang baik antar
sektor perekonomian. Kerjasama yang baik antar sektor mengakibatkan setiap
kegiatan sektor produksi memiliki daya menarik (backward linkage) dan daya
mendorong (forward linkage) terhadap sektor lain.
Sektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat penting dalam
perekonomian Indonesia sebagai pembentukan dalam PDB yang memiliki
kontribusi yang cukup tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lain hal ini
perlu mendapat perhatian yang ekstra bagi para pelaku pemegang kebijakan
yaitu pemerintah guna menciptakan perkembangan sektor industri yang
2
dinamis dan tepat sasaran. Perkembangan kontribusi PDB indonesia pada
menurut lapangan kerja di Indonesia dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1 Distribusi Persentase PDB Atas Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha di Indonesia
Tahun 2007-2011 (Persen)
No
Lapangan Usaha
2007
2008
2009
2010
2011
Rata-rata
1
Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan
2
Pertambangan Dan Penggalian
15.70
11.20
15.30
10.90
15.10
10.60
14.89
11.16
14.60
11.95
15,03
10.97
3
Industri Pengolahan
27.10
27.90
26.40
24.80
24.33
26.09
4
5
Listrik, Gas Dan Air
Kontruksi
Perdagangan Besar, Eceran. Rumah
Makan Dan Hotel
Angkutan Dan Komunikasi
Keuangan, Asuransi, Persewaan, Dan
Jasa Perusahaan
Jasa – Jasa Lain
Total
0.90
7.70
0.80
8.50
0.80
9.90
0.76
10.25
0.77
10.16
0,81
9.50
14.90
14.0
13.30
13.69
13.80
13.94
6.70
6.30
6.56
6.56
6.62
6.50
7.70
7.40
7.20
7.24
7.21
7.35
10.10
100
9.70
100
10.20
100
10.24
100
10.56
100
10.16
100
6
7
8
9
Sumber : BPS Indonesia dalam angka, diolah
Dari Tabel 1.1 di atas menunjukan bahwa kontribusi tertinggi Indonesia
masih berada di sektor industri pengolahan, hal ini hampir 26,09 % memiliki
kontribusi terhadap PDB, Diikuti oleh sektor pertanian sebesar 14,70 % dan
sektor Industri perdagangan sebesar 13,94 %. Dari tabel 1.1 pula kita dapat
melihat sektor pertanian cenderung menurun dari tahun ke tahun, yaitu pada
tahun 2007 sebesar 15,70 % turun menjadi 15,30 % pada 2008 dan mengalami
penurunan pada tahun ke tahun sampai pada tahun 2011 sebesar 14,60 %.
Sedangkan sektor industri pengolahan sempat mengalami penurunan pada tahun
2009 dan tahun 2010 namun kembali meningkat pada tahun 2011. Jika di pulau
Jawa ditunjukkan dengan PDRB pada sektor industri pengolah dengan 6 Provinsi
yang memiliki letak yang saling berdekatan satu sama lain. Berikut tabel PDRB
3
sektor industri pengolah di pulau Jawa tahun 2008–2011 dalam Jutaan dapat
dilihat dibawah ini.
Tabel 1.2 : Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga
Konstan Sektor Industri di Pulau Jawa
Tahun 2008 – 2011 (Juta)
Propinsi
2008
2009
2010
2011
Rata- rata
DKI Jakarta
58.367.314 58.447.652 60.567.510 62.044.551 59.856.756
Jawa Barat
130.702.671 131.432.856 135.549.749 144.010.048 135.423.831
Jawa Tengah 53.158.962 57.444.185 61.390.101 65.528.810 59.380.514
Yogyakarta
540.334
545.867
549.574
594.845
557.655
Jawa Timur
81.033.880 83.299.893 86.900.779 92.171.191 85.851.435
Banten
41.496.752 43.432.000 44.911.000 47.034.000 34.113.463
Sumber : BPS Pusat,
Pada tabel 1.2 dilihat bahwa rata–rata pertumbuhan ekonomi di sektor
industri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebagaimana yang terlihat di
tabel tersebut. adapun rata–rata tabel yang memilki pertumbuhan sektor industri
tertinggi di Pulau Jawa berada di Provinsi Jawa Barat dengan rata–rata
pertumbuhan sektor industri sebesar Rp. 135.423.831 (Juta), disusul di posisi
kedua oleh Provinsi Jawa Timur dengan rata–rata pertumbuhan ekonomi sektor
industri Rp. 85.851.435 (Juta) dan posisi ketiga ditempati oleh Provinsi DKI
Jakarta sebesar Rp. 59.856.756 (Juta) setelah itu posisi berikutnya ditempati oleh
Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 59.380.514 (Juta), Provinsi Banten sebesar Rp.
34.113.463 (Juta) dan posisi terakhir ditempati oleh Provinsi yogyakarta dengan
rata–rata pertumbuhan ekonomi sektor industri sebesar Rp. 557.655 (Juta).
Bila melihat dari tabel 1.2 posisi Provinsi Jawa Tengah menempati posisi
ke empat berada di bawah Provinsi DKI Jakarta yang memiliki rata–rata
pertumbuhan ekonomi sektor industri yang tidak jauh beda. hal ini yang agak
mengherankan terlebih Provinsi DKI Jakarta yang sebagai ibukota negara tentu
memilki kelebihan lain dibandingkan dengan provinsi – provinsi di pulau Jawa.
4
Bila melihat Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur menempati posisi
pertama dan kedua hal ini bisa dikatakan juga karena pada tahun 2011 dengan
jumlah penduduk provinsi itu menempati posisi pertama dan kedua terbanyak
sebesar 43.053.732 (Jiwa) dan 34.476.757 (Jiwa) di pulau Jawa sehingga hal itu
memilki keunggulan tersendiri bagi provinsi tersebut yang memilki pasar
domestik amat besar untuk melayani kebutuhan setiap penduduknya, Namun yang
sangat mengherankan dimana posisi Provinsi Jawa Tengah hanya menempati
posisi keempat padahal bila diukur melalui jumlah penduduk Provinsi Jawa
Tengah menempati posisi ketiga pada tahun 2011 yaitu sebesar 32.282.657 (jiwa)
tapi pertumbuhan ekonomi sektor industri Provinsi Jawa Tengah sangat kecil
dibandingkan Provinsi Jawa Timur yang memilki jumlah penduduk yang tidak
terlalu jauh berbeda namun memilki jumlah pertumbuhan ekonomi industri yang
besar hal ini memicu pertanyaan dalam penelitian ini. Adapun distribusi PDRB
terhadap sektor yang ada yang di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat tabel berikut
Tabel 1.3 : Distribusi Presentase Produk Domestik Regional Bruto Atas
Harga kostan Menurut Lapangan Usaha di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2006 – 2011 (Persen)
No
Lapangan usaha
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1
Pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan
20,57
20,03
19,57
19,30
18,69
17,87
2
3
4
5
Pertambangan dan penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air bersih
Bangunan
1,11
31,98
0,83
5,61
1,12
31,97
0,84
5,61
1,10
32,94
0,84
5,74
1,11
32,51
0,86
5,83
1,12
33,06
0,86
5,89
1,11
33,06
0,85
5,91
21,11
21,30
20,96
21,38
21,42
21,73
4,95
5,06
5,11
5,20
5,24
5,37
3,58
3,62
3,70
3,79
3,76
3,79
10,25
100
10,36
100
10,04
100
10,03
100
10,18
100
10,32
100
6
7
8
9
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Pengangkutan dan
komunikasi
Keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan
Jasa –Jasa
Total
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan tabel 1.3 hal ini menunjukkan Di Provinsi Jawa Tengah,
industri pengolahan mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada tahun 2006
5
ke tahun 2011 industri pengolahan mengalami kenaikan sekitar (1,08 %) dan hal
ini berpengaruh positif terhadap PDRB di tahun 2011. Kenaikan yang terjadi
membuat pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah
menjadi baik dan
berdampak pada pembangunan kabupaten/kota yang positif.
Pembangunan kabupaten/kota yang positif diraih oleh sektor industri
karena memiliki tingkat kontribusi tertinggi di PDRB Provinsi Jawa Tengah maka
mendorong pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan sarana dan prasarana
pendukung guna menunjang pertumbuhan sektor industri itu. Terlebih sektor
industri dikenal juga sebagai sektor pemimpin yang bisa memilki hubungan dalam
perekonomian dengan saling kait mengkaitkan dengan sektor – sektor lain seperti
sektor pertanian sebagai bahan baku industri, sektor transportasi sebagai alat
pengangkutan hasil industri, sektor jasa keuangan sebagai sarana permodalan
dalam industri, dan lain-lain.
Menurut Sadono Sukirno (2011:120) pertumbuhan ekonomi diartikan
sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang
dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran
masyarakat meningkat. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari
perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya.
Pada tabel (Lampiran 1, hal 108) dapat dijelaskan bahwa laju pertumbuhan
ekonomi sektor industri yang tertinggi di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011
tertinggi ada di Kabupaten Brebes sebesar 9,61 (Persen) dan pertumbuhan
ekonomi sektor industri terendah ada di Kabupaten Blora
pada tahun 2011
sebesar 1,23 (Persen) Pertumbuhan jumlah penduduk yang disertai dengan
pendidikan bisa menciptakan tenaga kerja yang berkualitas.
Pertumbuhan ekonomi sebaiknya dapat memperlihatkan trend yang
meningkat dan berkelanjutan dari tahun ke tahun karena pertumbuhan ekonomi
6
yang tinggi diperlukan guna mempercepat perubahan struktur perekonomian
daerah menuju perekonomian yang berimbang dan dinamis. Pertumbuhan
ekonomi juga diperlukan untuk memacu pembangunan dibidang-bidang lainnya
sekaligus sebagai kekuatan utama pembangunan dalam rangka meningkatkan
pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan sosial ekonomi (BPS Provinsi
Jawa Tengah, 2011:80).
Menurut todaro (2004:92) ada tiga faktor atau komponen utama yang
berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah, ketiganya adalah
akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Akumulasi
modal (capital accumulation) meliputi semua jenis investasi baru baik yang
dilakukan oleh pemerintah ataupun swasta yang ditanamkan dengan bentuk tanah,
peralatan fisik, dan modal sumber daya. Akumulasi modal akan terjadi apabila
sebagian dari pendapatan ditabungkan (diinvestasikan) kembali dengan tujuan
untuk memperbesar output atau pendapatan di kemudian hari.
Akumulasi modal yang dilakukan oleh pemerintah menggambarkan
seberapa besar peran pemerintah dalam sistem perekonomian suatu daerah.
Menurut Arsyad Lincolin (2010:150) bahwa perekonomian yang ideal adalah
perekonomian yang menerapkan mekanisme pasar, artinya bahwa jalannya
perekonomian sepenuhnya menjadi wewenang pasar karena hanya mekanisme
pasar yang mampu mengalokasikan sumber daya secara efisien. Namun dalam
hal-hal tertentu menunjukan bahwa mekanisme pasar memiliki kelemahan yaitu
gagal mencapai alokasi yang efisien disebabkan oleh adanya common goods,
unsur ketidaksempurnaan pasar, barang publik, ekternalitas, incomplete market,
kegagalan informasi, unemployment dan uncertaint. Maka pemerintah daerah
7
selaku pengambil kebijakan di daerah selanjutnya akan lebih memilih mengadopsi
kebijakan pembangunan yang disesuaikan dengan karakteristik potensi daerah itu
sendiri, tentunya tuntutan pengenalan potensi daerah dapat dijadikan penggerak
pertumbuhan ekonomi bagi pembangunan daerahnya.
Keberadaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
bersumber dari bantuan pusat dan Pendapatan Asli Daerah merupakan bentuk dari
akumulasi modal pemerintah yang digunakan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi suatu daerah. Peranan strategis dari investasi pemerintah ini sasaran
penggunaannya untuk membiayai pembangunan di bidang sarana dan prasarana
yang dapat menunjang kelancaran usaha swasta dan pemenuhan pelayanan
masyarakat (Raharjo: 2006:6).
Keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi oleh pemerintah daerah menuntut
adanya suatu kebijakan yang tepat dari pemerintah. Upaya-upaya peningkatan
pendapatan asli daerah dapat dilakukan pada kondisi dan item tertentu saja, karena
secara umum upaya tersebut justru dapat meningkatkan beban yang harus
ditanggung masyarakat.
Salah satu sudut pandang kebijakan yang dapat dilakukan adalah melalui
kebijakan pengeluaran pemerintah. Kebijakan yang dituangkan dalam APBD
memerlukan perhatian terutama dalam hal pendistribusian anggaran, sehingga
dapat terciptanya sumber-sumber pendapatan baru bagi daerah. Kebijakan
pengeluaran pemerintah yang secara efektif dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Perkembangan besarnya pengeluaran pemerintah sektor industri pada tahun
2008 -2011. Kabupaten/kota yang tertinggi berada di Kabupaten Banyumas pada
8
tahun 2011 sebesar Rp. 10.703 Jutaan dan yang terendah pada Kabupaten
Magelang sebesar Rp. 1.169 Jutaan (Lampiran 1, hal 108). Dari data yang
dijabarkan pengeluaran pemerintah sektor industri kecenderungan dari tahun ke
tahun semakin meningkat sedangkan laju pertumbuhan ekonomi sektor industri
selalu fluktuatif dari tahun ke tahun di semua kab/kota Provinsi Jawa Tengah.
Mengutip teori Wagner adalah suatu perekonomian, Apabila pendapatan perkapita
naik
secara
relatif
maka
pengeluaran
pemerintah
pun
meningkat
(Mangkoesubroto, 2008: 179).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Darma Rika Swaramarinda dan
Susi Indriani (2011) yang meneliti peranan variabel pengeluaran konsumsi,
pengeluaran investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran investasi pemerintah
berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi hal ini karena pengeluaran
investasi pemerintah memilki peran ekonomi dan mendorong berkembangnya
kegiatan ekonomi masyarakat dan anggaran pembangunan dialokasikan terutama
untuk membiayai proyek – proyek yang tidak dibiayai sendiri oleh masyarakat.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah
sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah dari
waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada
pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah
tenaga kerja dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk
menambah produksi untuk memenuhi pasar domestik yang meningkat. Namun di
sisi lain, Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi
yang dihadapi oleh masyarakat yang tingkat pertumbuhan ekonominya masih
9
rendah. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah penduduk tidak seimbang dengan
faktor produksi lain yang tersedia dimana penambahan penggunaan tenaga kerja
tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi.
Gambaran mengenai jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2011 di capai tenaga kerja tertinggi berada di Kota Jepara dengan jumlah
227.589 (Jiwa) dan tenaga kerja terendah berada di Kota Magelang pada tahun
2011 sebesar 7.098 Jiwa (Lampiran 1, hal 108). Semakin banyak penduduk yang
bekerja, berarti penduduk memiliki penghasilan. Dengan begitu kesejahteraan
penduduk akan meningkat yang berarti akan memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan
ekonomi
Provinsi
Jawa
Tengah.
Menurut
Hukum
Okun
menyatakan tingkat pengangguran berbanding terbalik dengan pertumbuhan
ekonomi dengan asumsi laju pertumbuhan yang tinggi akan menyebabkan
penurunan tingkat pengangguran sedangkan laju pertumbuhan yang rendah atau
negatif akan diikuti oleh tingkat pengangguran yang meningkat (dornbuch, 2006:
13).
Di dalam peneltian dilakukan oleh Ramesh Chandra Paudel (2010)
menunjukkan tenaga kerja memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan
ekonomi dan juga ditemukan bahwa ada hubungan kointegrasi antara
pertumbuhan ekonomi dengan tenaga kerja. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam
jangka panjang, antara variabel itu, tenaga kerja memiliki kontribusi utama
terhadap pertumbuhan ekonomi Sri Lanka.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis menarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA
DAN
PENGELUARAN
PEMERINTAH
TERHADAP
PERTUMBUHAN
10
EKONOMI SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2002–2011 KABUPATEN/KOTA DI
PROVINSI JAWA TENGAH”
B.
Rumusan Masalah
Pada akhirnya pertumbuhan ekonomi masih menjadi indikator
untuk menilai keberhasilan suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi saat ini
juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomian telah
berdampak pada peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Tingkat
pertumbuhan ekonomi sektor industri di Provinsi Jawa tengah berdasarkan
laju PDRB sektor industri atas dasar harga konstan 2000 periode tahun
2008 -2011 ternyata menunjukan fluktuatif (lihat lampiran 1).
variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antara lain
pertumbuhan tenaga kerja sektor industri,
pengeluaran pemerintah sektor
industri. Peranan pemerintah daerah dalam pertumbuhan ekonomi
dimaksudkan agar dapat mempengaruhi jalannya perekonomian, dengan
demikian dapat diusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan yang
tidak diinginkan (Raharjo, 2006:11).
Peranan pemerintah daerah di dalam kegiatan ekonomi tercermin
pada APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah), dimana variabel
pengeluaran pemerintah sektor industri dapat diartikan sebagai besarnya
investasi oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk membangun sarana
dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran usaha swasta guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. Berdasarkan data yang ada
ternyata Pengeluaran pemerintah sektor industri digunakan untuk investasi
guna mencapai sasaran-sasaran program mendukung perkembangan
11
kegiatan industri yang telah ditetapkan dalam RKPD (Rencana Kerja
Pemerintah Daerah). Variabel-variabel eksternal yang menunjang dan
bersinergi demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor industri adalah
Tenaga kerja sektor industri. Keadaan yang ada di Provinsi Jawa Tengah
ternyata menunjukkan kontribusi dan kurang optimalnya variabel ini dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
Atas dasar permasalahan diatas maka rumusan masalah penelitiannya
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh secara parsial tenaga kerja sektor industri,
pengeluaran pemerintah sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi
sektor industri di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah ?.
2.
Bagaimana pengaruh secara simultan tenaga kerja sektor industri,
pengeluaran pemerintah sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi
sektor industri di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah ?.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai
dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh secara parsial tenaga kerja
sektor industri , pengeluaran pemerintah sektor industri terhadap
pertumbuhan ekonomi sektor industri di kab/kota Provinsi Jawa
tengah.
2. Untuk mengetahui apakah ada
pengaruh secara simultan tenaga
kerja sektor industri, pengeluaran pemerintah sektor industri
terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri di Kab/kota Propinsi
Jawa tengah.
12
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Teoritis
Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi dan kontribusi
bagi para kalangan investor, praktisi, akademisi, institusi dan
masyarakat pada umumnya yang ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai pengaruh tenaga kerja sektor industri, pengeluaran
pemerintah sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi sektor
industri kab/kota di Provinsi Jawa Tengah
2. Praktis
Penulisan ini diharapkan sebagai kontribusi sederhana terhadap
pemerintah dan kalangan ekonom di Indonesia mengenai besarnya
pengaruh tenaga kerja sektor industri , pengeluaran pemerintah
sektor industri terhadap pertumbuhan
ekonomi sektor industri
kab/kota di Provinsi Jawa Tengah
3. Kebijakan
Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi para kalangan yang terkait
untuk memutuskan secara tepat dan menindak lanjuti hal-hal yang
harus dilakukan. Sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat
indonesia.
\
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sadono Sukirno (2011:120) pertumbuhan ekonomi diartikan
sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan
barang dan jasa yang
diproduksi
dalam
masyarakat
bertambah
dan
kemakmuran masyarakat meningkat. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur
prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode
lainnya. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan
meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan
faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan
menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin
berkembang. Di samping itu, tenaga kerja bertambah sebagai akibat
perkembangan penduduk seiring dengan meningkatnya pendidikan dan
keterampilan mereka.
Adapun penelitian yang mengkaitkan hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dan tenaga kerja yaitu teori fungsi produksi Cobb Douglas dalam
teori ini menjelaskan adanya pembagian pendapatan nasional diantara modal
dan tenaga kerja tetap konstan selama periode yang jangka panjang. Dengan
kata lain, ketika perekonomian mengalami pertumbuhan yang mengesankan,
pendapatan total pekerja dan pendapatan total pemilik modal tumbuh pada
tingkat yang nyaris sama. Jika pembagian faktor yang konstan maka ada
14
faktor-faktor selalu menikmati produk marjinalnya. Fungsi produksi tersebut
harus mempunyai unsur dimana.
= MPK x K = αY
Pendapatan Modal
Dan
Pendapatan Tenaga Kerja
= MPL x L = (1-α)Y
Dimana α adalah konstanta antara nol dadn satu yang mengukur bagian
modal dari pendapatan. Yaitu α menentukan betapa bagian pendapatan yang
masuk ke modal dan berapa yang masuk ke tenaga kerja. Cobb menunjukan
fungsi dengan unsur ini adalah
F(K,L) = A KαL1-α
Dimana A adalah parameter yang lebih besar dari nol yang mengukur
produktivitas yang ada. Fungsi ini dikenal sebagai fungsi produksi cobbdouglas. Bila lihat dari unsur dalam fungsi produksi ini. Pertama, fungsi
produksi cobb-douglas memiliki skala konstan. Yaitu, jika modal dan tenaga
kerja meningkat dalam propornsi yang sama, maka output meningkat menurut
proporsi yang sama. Dinyatakan produk marjinal untuk fungsi produksi cobbdouglas. Produk marjinal tenaga kerja adalah
MPL = (1-α) k α L-α
Dan
MPK = α K α-1L1-α
dari persamaan ini, dengan mengetahui bahwa α berada antara nol, kita
melihat apa yang menyebabkan produk marjinal dari kedua faktor berubah.
Kenaikan dalam jumlah modal meningkat MPL dan mengurangi MPK.
Demikian pula, kenaikan dalam jumlah tenaga kerja mengurangi MPL dan
15
meningkatkan MPK. Maka produk marjinal fungsi produksi cobb-douglas
bisa ditulis sebagai:
MPL
MPK
= (1-α) Y/L
= α Y/K
MPL proposional terhadap output per pekerja dan MPK proporsional
terhadap output per unit modal. Y/L disebut produktivitas tenaga kerja ratarata dan Y/K disebut produktivitas modal rata-rata. Jika fungsi produksi
adalah cobb-douglas, maka produktivitas marjinal sebuah faktor proporsional
terhadap produktivitas rata-rata. (Mankiw, 2007:55)
Teori diperkuat oleh jurnal penelitian yang diteliti oleh Rindang
Bangun Prasetyo Dan Muhammad Firdaus berjudul Pengaruh Infrastruktur
Pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Di Indonesia (2009) yang menegaskan
hal yang sama di dalam penelitian elastisitas variabel tenaga kerja lebih
besar dari modal. Hal ini mengindikasikan perekonomian di indonesia lebih
banyak bersifat padat karya dibandingkan padat modal.
Sedangkan
pengeluaran
pemerintah,
peneliti
mengutip
teori
mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah tersebut, teori Peacock &
Wiseman dianggap sebagai teori sering disebut sebagai The Displacement
Effect, dimana teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah
senantiasa memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka
membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran
pemerintah
yang semakin
besar tersebut.
Peacock dan Wiseman
mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai
suatu tingkat toleransi pajak, suatu tingkat dimana masyarakat dapat
16
memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah. Tingkat toleransi ini merupakan
kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pungutan pajak. Teori Peacock
dan Wiseman adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi menyebabkan
pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah,
dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah
juga semakin meningkat. Peningkatan pada PDB dalam keadaan normal
menyebabkan penerimaan penerimaan pemerintah yang semakin besar,
begitu juga dengan pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal
tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka pemerintah harus
memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Salah satu cara
umtuk meningkatkan penerimaannya tersebut dengan menaikkan tarif pajak
sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang.
Keadaan ini disebut efek pengalihan (Displacement effect) yaitu adanya
gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas
pemerintah.
Bird mengkritik hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan
Wiseman. Bird
menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial
memang terjadi pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum
gangguan ke pengeluaran yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal
ini akan diikuti oleh peningkatan persentase pengeluaran pemerintah
terhadap PDB.
Akan tetapi setelah terjadinya gangguan, persentase
pengeluaran pemerintah terhadap PDB akan menurun secara perlahan-lahan
kembali ke keadaan semula. Jadi menurut Bird, efek pengalihan merupakan
17
gejala dalam jangka pendek, tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang
(Guritno Mangkoesoebroto, 2008: 176).
Adapun untuk menguatkan teori ini di dalam jurnal penelitian yang
diteliti oleh Dwi Suryanti yang berjudul Analisis Pengaruh Tenaga Kerja,
Tingkat Pendidikan, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Subosukawonosraten (2010) menyimpulkan bahwa pengeluaran
pemerintah
digunakan
sepenuhnya
untuk
kegiatan
ekonomi
yang
memberikan dorongan bagi perkembangan bagi ekonomi terlebih bila
belanja modal pemrintah daerah mengindikasikan besarnya pembangunan
maupun perbaikan infrastruktur.
a. Teori Pertumbuhan Ekonomi
1) Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Adapun ekonomi klasik menurut Arsyad (2010:115) pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni dua faktor utama yakni
pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk . Unsur pokok dari
sistem produksi suatu negara ada tiga:
a) Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah paling
mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat dimana jumlah
sumber daya alam yang tersedia mempunyai batas maksimum
bagi pertumbuhan suatu perekonomian.
b) Sumber daya insani (jumlah penduduk) merupakan peran pasif
dalam proses pertumbuhan output, maksudnya jumlah penduduk
akan menyesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga kerja.
c) Stok modal merupakan unsur produksi yang sangat menentukan
tingkat pertumbuhan output.
18
Laju pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas
sektor-
sektor
dalam
menggunakan
faktor-faktor
produksinya.
Produktivitas dapat ditingkatkan melalui berbagai sarana pendidikan,
pelatihan dan manajemen yang lebih baik.
2) Teori Pertumbuhan Neo Klasik
Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Solow dan Swan .
Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk,
akumulasi kapital, dan besarnya output yang saling berinteraksi.
Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya
unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow, dan Swan
menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya
substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L).
Adapun model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow
Neo Classical Growth Model) maka fungsi produksi agregat standar
adalah sama seperti yang digunakan dalam persamaan dibawah ini:
Yi =
i
( K, L)
Dalam kerangka ekonomi regional, menderivasikan rumus diatas
menjadi sebagai berikut:
Yi = ai Ki + (1- ai )ni
Dimana:
Yi
= besarnya output
ai
= bagian yang dihasilkan dari faktor modal
Ki
= tingkat pertumbuhan modal
(1- ai ) = bagian yang dihasilkan diluar faktor modal
ni
= tingkat pertumbuhan tenaga kerja
19
Teori Neoklasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar
kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan
pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Hal khusus yang
perlu dicatat adalah bahwa model neoklasik mengasumsikan I=S. Hal ini
berarti kebiasaan masyarakat yang suka memegang uang tunai dalam
jumlah besar dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa
untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth),
diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan
pengusaha diinvestasikan kembali.
3) Teori David Ricardo
Menurut Lincoln Arsyad (2010:100), proses pertumbuhan
ekonomi masih memacu antara laju pertumbuhan penduduk dan laju
pertumbuhan output. Selain itu Ricardo juga menganggap bahwa jumlah
faktor produksi tanah (sumber daya alam) tidak bisa bertambah sehingga
akhirnya faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatua masyarakat.
Perekonomian yang diciri-cirikan Ricardo sebagai berikut:
a) Tanah terbatas
b) Tenaga kerja meningkat atau menurun sesuao tingkat upah diats
atau dibawah tingkat uapah minimal.
c) Akumulasi modal terjadi apabila tingkat keuntungan yang
diperoleh pemilik modal berada diatas tingkat keuntungan minimal
yang diperlukan untuk menarik meraka melakukan investasi.
20
d) Sektor pertanian dominan
Dari faktor produksi tanah dan tenaga kerja, ada satu
kekuatan dinamis yang selalu menarik perekonomian kearah
tingkat upah minimum, yaitu bekerjanya the lawa of diminishing
return. Pada akumulasi modal juga berlaku hukum tersebut.
Dimana The law od dimishing return yang kan menang.
Keterbatasan faktor produksi tanah akan membatas pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Suatu negara hanya bisa tumbuh sampai
batas yang dimungkinkan oleh sumber-sumber alamnya. Apabila
sumber daya alam ini telah diekspolitasi secara penuh maka
perekonomian berhenti tumbuh, masyarakat akan mencapai
stationernya.
b. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Pertumnbuhan Ekonomi
1) Sumber Daya Alam
Faktor utama
yang mempengaruhi perkembangan
suatu
perekonomian adalah sumber daya alam atau tanah, sebagaimana
dipergunakan dalam ilmu ekonomi mencakup sumber alam
2) Akumulasi Modal
Akumulasi modal terjadi apabila sebgaian dari pendapatan
ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memprbesar
output dan pendapatan dikemudian hari. Investasi produktif yang
bersifat langsung harus dilengkapi berbagai investasi penunjang
yang biasa disebut dengan investasi infraktruktur ekonomi dan
sosial.
21
3) Pertumbuhan Penduduk dan Tenaga Kerja
Pertumbuhan dan angkatan kerja secara tradisional dianggap
sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan
ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang berarti akan menambah jumlah
tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih
besar berarti ukuran pasar domestik lebih besar.
4) Kemajuan Teknologi
Dalam pengertian sederhana, kemajuan teknologi digambarkan
dengan ditemukannya cara–cara baru atau perbaikan atas cara–cara
lama dalm menangani pekerjaan–pekerjaan (misalnya dalam proses
produksi) yang lebih efisien dan efektif.
c. Industri
a. Pengertian Industri
Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi
manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering
disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian
industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam
bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Disebabkan
kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbedabeda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat
perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak
22
jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan
usaha tersebut.
Menurut Badan Pusat Statistik (2011:34) industri mempunyai dua
pengertian:
1.
Pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan
di bidang ekonomi bersifat produktif.
2.
Dalam pengertian secara sempit, industri hanyalah mencakup
industri pengolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan
kegiatan mengubah suatu barang dasar mekanis, kimia, atau dengan
tangan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih
nilainya dan sifatnya lebih kepada pemakaian akhir.
Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja (Siahaan, 2000:34),
adalah sebagai berikut
1. Industri rumah tangga yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang
sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan
pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu
sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman,
industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan.
2. Industri kecil yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5
sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang
relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau
23
masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri
batubata, dan industri pengolahan rotan.
3.
Industri sedang yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar
20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang
cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan
pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu.
Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
4.
Industri besar yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun
secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus
memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih
melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya:
industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat
terbang.
d. Peranan
Sektor
Industri
dalam
Pembangunan
Ekonomi
Pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok
kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk
hanya sekedar mencapai fisik saja. Industrialisasi juga tidak terlepas dari
usaha
untuk
meningkatkan
mutu
sumber
daya
manusia
dan
kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber daya alam dan
sumber daya lainya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk
meningkatkan produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk
meluaskan ruang lingkup kegiatan manusia.
24
Negara–negara maju maupun negara berkembang didunia sektor
industri mempunyai peranan penting sebagai sektor pemimpin (leading
sector). Sektor pemimpin ini maksudnya adalah dengan adanya
pembangunan
industri
maka
akan
memacu
dan
mengangkat
pembangunan sektor-sektor lainya seperti sektor pertanian dan sektor
jasa. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan
sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri.
Sektor jasa pun berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut,
misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga
pemasaran/periklanan, dan sebagainya, yang kesemuanya itu nanti akan
mendukung
lajunya
pertumbuhan
industri.
Seperti
diungkapkan
sebelumnya, berarti keadaan menyebabkan meluasnya peluang kerja
yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan
masyarakat (daya beli). Kenaikan pendapatan dan peningkatan
permintaan (daya beli) tersebut menunjukkan bahwa perekonomian itu
tumbuh sehat.
e. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup
pembentuka institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri
alternatif, perbaikan kapasitas
kerja yang ada untuk menghasilkan
produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar pasar baru, alih ilmu
pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Dimana
kesemuanya ini mempunyai tujuan utama yaitu untuk meningkatkan
25
jumlah
dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah (Arsyad,
2010:154).
f. Pengertian pendapatan regional
Menurut Tarigan (2005:96) pendapatan regional adalah
tingkat pendapatan masyrakat pada suatu wilayah tertentu . Tingkat
pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun
pendapatan rata – rata masyarakat pada wilayah tersebut.
Beberapa
istilah
yang
sering
digunakan
untuk
menggambarkan pendapatan regional, diantaranya adalah:
1) Produk domestik regional bruto (PDRB)
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari
seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah atau propinsi.
Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output)
dikurangi dengan biaya antara (intermiede cost). Komponen –
komponen faktor pendapatan (upah, gaji, bunga, sewa tanah dan
keutungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan
menghitung niali tambah bruto dari masing – masing sektor dan
kemudian menjumlahkan akan menghasilkan produk domestik
regional bruto (PDRB).
Berikut tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk
menghitung pendapatan regional dengan metode langsung :
26
1. Pendekatan pengeluaran
Pengeluaran adalah cara penentuan pendapatan regional
dengan cara menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari
barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri. Kalau dilihat
dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang
dan jasa itu digunakan untuk: konsumsi rumah tangga, konsumsi
swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah,
pembentukan modal tetap bruto (investasi) perubhan stok dan
ekspor neto(total ekspor dikurangi dengan total impor).
Rumus pendekatan pengeluaran:
Y= C + I + G (X –M)
Dimana;
Y
= PDRB
I
= Investasi
G
= pengeluaran pemerintah
(X-M)
= ekspor dikurangi impor
2. Pendekatan produksi
PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau
nilai barang akhir yang dihasilkan oleh unit produksi disuatu wilayah
dalan suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB
adalah nilai produksi bruto dari barang dan jasa tersebut dikurangi
seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi. Metode
ini yang digunakan dalam perhitungan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia dan negara-negara berkembang. Adapun perhitungan
PDRB dengan metode produksi:
27
Y = P1Q1 + P2Q2 + .... + PnQn
Dimana:
Y
= PDRB
P1,P2,...Pn
= harga satuan produk pada satuan masing
sektor ekonomi
Q1,q2,...Qn
= jumlah produk pada satuam masing sector
ekonomi
3. Pendekatan pendapatan
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktorfaktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah
dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian
tersebut, maka NTB adalah jumlah dari gaji, sewa tanah, bunga modal, dan
keuntungan dimana pajak penghasilan dan pajak langsung belum dipotong.
Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan dan
pajak tidak langsung netto.
Rumus pendekatan pendapatan:
Y = Yw +Yr + Yi + Yp
Dimana:
Y
= pendapatan regional
Yi
= pendapatan bunga
Yw
= pendapatan upah/gaji
Yp
= pendapatan laba/profit
Yr
= pendapatan sewa
28
1. Tenaga Kerja
a. Definisi Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Adalah penduduk usia kerja (berumur 15 tahun atau
lebih) yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya
pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan
sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja, diantaranya adalah
mereka yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah (pelajar dan
mahasiswa), mengurus rumah tangga, dan mereka yang tidak melakukan
kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja, sementara tidak
bekerja atau mencari pekerjaan (Disnaker, 2006:54).
1) Teori tenaga kerja
a) Teori fungsi produksi cobb douglas
Dalam teori ini menjelaskan adanya pembagian pendapatan
nasional diantara modal dan tenaga kerja tetap konstan selama periode
yang jangka panjang. Dengan kata lain, ketika perekonomian
mengalami pertumbuhan yang mengesankan, pendapatan total pekerja
dan pendapatan total pemilik modal tumbuh pada tingkat yang nyaris
sama. Jika pembagian faktor yang konstan maka ada faktor-faktor
selalu menikmati produk marjinalnya. Fungsi produksi tersebut harus
mempunyai unsur dimana.
= MPK x K = αY
Pendapatan Modal
Dan
Pendapatan Tenaga Kerja
= MPL x L = (1-α)Y
Dimana α adalah konstanta antara nol dadn satu yang mengukur
bagian modal dari pendapatan. Yaitu α menentukan betapa bagian
29
pendapatan yang masuk ke modal dan berapa yang masuk ke tenaga
kerja. Cobb menunjukan fungsi dengan unsur ini adalah
F(K,L) = A KαL1-α
Dimana A adalah parameter yang lebih besar dari nol yang mengukur
produktivitas yang ada. Fungsi ini dikenal sebagai fungsi produksi
cobb-douglas. Bila lihat dari unsur dalam fungsi produksi ini.
Pertama, fungsi produksi cobb-douglas memiliki skala konstan. Yaitu,
jika modal dan tenaga kerja meningkat dalam propornsi yang sama,
maka output meningkat menurut proporsi yang sama. Dinyatakan
produk marjinal untuk fungsi produksi cobb-douglas. Produk marjinal
tenaga kerja adalah
MPL = (1-α) k α L-α
Dan
MPK = α K α-1L1-α
dari persamaan ini, dengan mengetahui bahwa α berada antara nol,
kita melihat apa yang menyebabkan produk marjinal dari kedua faktor
berubah. Kenaikan dalam jumlah modal meningkat MPL dan
mengurangi MPK. Demikian pula, kenaikan dalam jumlah tenaga
kerja mengurangi MPL dan meningkatkan MPK. Maka produk
marjinal fungsi produksi cobb-douglas bisa ditulis sebagai:
MPL
MPK
= (1-α) Y/L
= α Y/K
MPL proposional terhadap output per pekerja dan MPK proporsional
terhadap output per unit modal. Y/L disebut produktivitas tenaga kerja
rata-rata dan Y/K disebut produktivitas modal rata-rata. Jika fungsi
produksi adalah cobb-douglas, maka produktivitas marjinal sebuah
30
faktor proporsional terhadap produktivitas rata-rata. (Mankiw,
2007:55)
b) Hukum Okun
Salah satu teori yang menjelaskan hubungan tenaga kerja dan
pertumbuhan
ekonomi
adalah
Hukum
Okun.
Hukum
okun
menjelaskan antara output dan tingkat pekerja dengan asumsi bahwa
output dan pekerja bergerak sama, jadi perubahan pada output akan
menghasilkan perubahan yang sama pada tenaga kerja juga.
Persamaan Hukum Okun adalah sebagai berikut:
Q ∗ −Q
Q
= α U −U*
Dimana :
Q* = output potensial
Q = output aktual
U = tingkat pengangguran
U* =Tingkat pengangguran pembanding
α = koefisien Okun
Hukum Okun ini menerangkan mengenai hubungan output
aktual dan potensial (GDP) dan pengangguran. Dimana Hukum Okun
menyatakan bahwa untuk setiap penurunan 2% yang berhubungan
dengan GDP potensial, angka pengangguran meningkat sekitar 1%
dan Hukum Okun menyatakan hubungan yang sangat penting anatara
pasar output dan pasar tenaga kerja yang menggambarkan antara
pergerakan jangka pendek pada GDP nyata dan perubahan angka
pengangguran (dornbush, 2006: 13).
31
b. Hubungan Tenaga Kerja Dengan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut
Todaro
(2004:93)
pertumbuhan
penduduk
dan
pertumbuhan tenaga kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu
faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja
yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan
pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya
lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah
benar laju pertumbuhan penduduk yang benar–benar cepat akan
memberikan dampak positif atau negatif dari pembangunan ekonominya.
Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari
pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian
daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan
pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh
tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor
penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.
2. Pengeluaran Pemerintah
a. Definisi Pengeluaran Pemerintah
Menurut (Mangkoesubroto, 2008:169) pengeluaran pemerintah
mencerminkan
kebijakan
pemerintah.
Apabila
pemerintah
telah
menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran
pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah
untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai
indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran
32
pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah, semakin
besar pula pengeluaran pemerintah
yang bersangkutan. Proporsi
pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan nasional (GNP) adalah
suatu ukuran terhadap kegiatan pemerintah dalam suatu perekonomian.
1) Teori–teori pengeluaran pemerintah
a) Teori pengeluaran pemerintah Rostow
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan
tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan
ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi
besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana.
Pada tahap menengah investasi pemerintah tetap diperlukan untuk
menghindari terjadinya kegagalan pasar yang disebabkan oleh
investasi swasta yang sudah semakin besar pula. Pada tingkat
ekonomi yang lebih lanjut, aktivitas pemerintah beralih pada bentuk
pengeluaran
pengeluaran
untuk
aktivitas-aktivitas
sosial
(Mangkoesoebroto, 2008:170).
b) Teori Hukum Wagner
Teori Hukum Wagner menyatakan bahwa dalam suatu
perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara
relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Menurut
Wagner mengapa peranan pemerintah semakin besar, disebabkan
karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam
33
masyarakat,
hukum,
pendidikan,
rekreasi
kebudayaan
dan
sebagainya (Mangkoesubroto, 2008: 179).
Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut :
𝐺𝑝𝐶𝑡
𝐺𝑝𝐶𝑡
𝐺𝑝𝐶𝑡 − 2
𝐺𝑝𝐶𝑡 − 𝑛
>
>
>⋯>
𝑌𝑝𝐶𝑡 𝑌𝑝𝐶𝑡 − 1 𝑌𝑝𝐶𝑡 − 2
𝑌𝑝𝐶𝑡 − 𝑛
Keterangan:
Gpc = Pengeluaran pemerintah perkapita
YpC = Produk atau pendapatan nasional perkapita
t = Indeks waktu
menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan
pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan
perlindungan
keamanan
dan
pertahanan,
kenaikan
tingkat
pendapatan masyrakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan
ekonomi serta perkembangan demokrasi dan ketidak efisienan
birokrasi yang mengiringi pemerintah.
Hukum Wagner yang menjelaskan tentang perkembangan
pengeluaran pemerintah ditunjukkan dalam
gambar berikut ini,
dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk
eksponensial dengan kurva berbentuk cembung dan bergerak naik
dari kiri bawah menuju kanan atas, sebagaimana yang ditunjukkan
Kurva 1, dan bukan seperti ditunjukkan oleh Kurva 2 yang memiliki
bentuk linear.
34
Gambar 2.1
Kurva Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah menurut Wagner
Kurva 1
Gpc/Ypc
Kurva 2
0
Waktu
Sumber : Guritno Mangkoesoebroto (2008: 172)
c) Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes
Teori ini menguraikan bahwa pendapatan total perekonomian
dalam jangka pendek, sangat ditentukan oleh keinginan rumah
tangga,
perusahaan
dan
pemerintah
untuk
membelanjakan
pendapatannya. Dengan demikian pengeluaran agregat dapat
dibedakan kepada empat komponen: konsumsi rumah tangga,
investasi swasta, pengeluaran pemerintah dan ekspor.
Keseimbangan pendapatan nasional akan dicapai pada
keadaan Y=C+I+G. Dengan demikian pendapatan nasional adalah Y.
Apabila perekonomian ini berubah menjadi terbuka maka akan
timbul dua aliran pengeluaran baru, yaitu ekspor dan impor. Ekspor
akan menambah pengeluaran agregat manakala impor akan
mengurangi pengeluaran agregat. Apabila perekonomian menjadi
tertutup ke ekonomi terbuka, pengeluaran agregat akan bertambah
sebanyak ekspor neto yaitu, sebanyak (X-M). Maka pendapatan
35
nasional untuk perekonomian terbuka yaitu Y=C+I+G+(X-M).
Dapat disimpulkan G dalam sebagai pengeluaran pemerintah
memiliki peran terhadap pencapaian kegiatan perekonomian melalui
kebijakan
pemerintah
guna
mengatasi
pengangguran
dan
pertumbuhan ekonomi yang lambat sehingga pemerintah perlu
menambah
pengeluaran
untuk
pembangunan
infrakstruktur,
pelabuhan dan mengembangkan pendidikan (Sadono Sukirno:
2007:211) .
d) Teori Peacock dan Wiseman
Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa
pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan
masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk
membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut.
Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi
menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun
tarif pajak tidak berubah. Dan meningkatnya penerimaan pajak
menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh
karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan
penerimaan
pemerintah
semakin
besar.
Begitu
juga
dengan
pengeluaran pemerintah yang menjadi semakin besar (Guritno
Mangkoesoebroto, 2008: 173).
36
Gambar 2.2
Teori Peacock dan Wiseman
Pengeluaran pemerintah/GDP C
A
0
t
D
F Pengeluaran pemerintah
G
B Pengeluaran swasta
t+1
Tahun
Sumber : Guritno Mangkoesoebroto (2008: 174)
Dalam keadaan normal, dari tahun t ke t+1, pengeluaran
pemerintah dalam persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana
yang ditunjukan garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka
pengeluaran pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian
meningkat seperti yang ditunjukan pada segmen CD. Setelah perang
selesai pada tahun t+1, pengeluaran pemerintah tidak menurun ke G.
Hal ini disebabkan setelah perang, pemerintah membutuhkan
tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang
digunakan dalam pembiayaan pembangunan. Kenaikan tarif pajak
tersebut dimaklumi oleh masyarakat sehingga tingkat toleransi pajak
meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar
tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat.
Secara grafik, perkembangan pengeluaran pemerintah versi
Peacock dan Wiseman bukanlah berpola seperti kurva mulus berslope
37
positif sebagaimana tersirat dalam pendapat Rostow dan Musgrave.
Melainkan berslope positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga.
Gambar 2.3
Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah/GDP
Wagner, Solow, Musgrave
Peacock dan Wiseman
0
Tahun
Sumber : Guritno Mangkoesoebroto (2008: 175)
Bird mengkritik hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan
Wiseman. Bird menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial
memang terjadi pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran
sebelum gangguan ke pengeluaran yang berhubungan dengan
gangguan tersebut. Hal ini akan diikuti oleh peningkatan persentase
pengeluaran pemerintah terhadap PDB. Akan tetapi setelah terjadinya
gangguan, persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB akan
menurun secara perlahan-lahan kembali ke keadaan semula. Jadi
menurut Bird, efek pengalihan merupakan gejala dalam jangka pendek,
tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang (Guritno Mangkoesoebroto,
2008: 176).
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang
38
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan
dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu
tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.
APBD terdiri atas:
1)
Anggaran pendapatan, terdiri atas
a) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lain-lain
b) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil,
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
c) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana
darurat.
2)
Anggaran
belanja,
yang
digunakan
untuk
keperluan
penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
3)
Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran.
b. Hubungan Antara Pengeluaran Pemerintah Dengan Pertumbuhan
Ekonomi
Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari
kebijakan fiskal yakni suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya
perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan
pengeluaran pemerintah tiap tahunnya yang tercermin dalam dokumen
APBN untuk nasional dan APBD untuk daerah/regional. Tujuan dari
39
kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat
output maupun kesempatan kerja dan memacu pertumbuhan ekonomi
(Sadono Sukirno, 2008:275).
B. Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung penelitian ini digunakan beberapa penelitian sebelumnya
sebagai bahan perbandingan, diantaranya adalah:
1. Ramesh Chandra Paude/ and Nelson Perera
Penelitian ini berjudul “Labor Force, Foreign Debt, Trade
Openness, and Economic Growth from Sri Lanka” dalam penelitian ini
variabel dependen adalah pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel
independen ialah
tenaga kerja., utang luar negeri, dan perdagangan
(ekspor – impor) yaitu total perdagangan adalah jumlah dari total ekspor
dan impor. Dengan menggunakan metode vector autoregressive model.
Dalam pendekatan regresi maka memilki hubungan kointegrasi
yaitu :
LGDPR – 0.07LFD + 0.29LRTT + 1.3LLF
Hasil diatas membuktikan bahwa variabel-variabel ini memiliki
hubungan
positif
dengan
pertumbuhan
ekonomi
dalam
jangka
panjang. Elastisitas utang luar negeri adalah 0,07, yang menunjukkan
bahwa pinjaman luar negeri tidak memberikan keuntungan . cara
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Sri Lanka, perdagangan memiliki
kontribusi yang signifikan dalam pertumbuhan ekonomi, yang ditunjukkan
oleh nya elastisitas 0,29. Diantara variabel-variabel ini, tenaga kerja
memiliki hubungan yang positif tertinggi dengan pertumbuhan ekonomi.
Tenaga kerja membuat kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan
40
ekonomi seperti yang ditunjukkan oleh nya dengan elastisitas sebesar
1.32.
2. Rindang Bangun Prasetyo dan Muhammad Firdaus
Penelitian ini berjudul “pengaruh infrakstruktur pada pertumbuhan
ekonomi wilayah di indonesia” dalam penelitian variabel dependen adalah
pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel independen ialah tenaga kerja,
investasi, variabel listrik yang terjual, variabel panjang jalan, dan variabel
dummy krisik. Dengan menggunakan metode data panel
Model penelitian sebagai berkut:
PDRBit =a0+a1MDLit+a2TNK+a3PDK+a4LST+a5JLNit+a6PAM+a7DKS+ uit
Hasil penelitian menunjukkan variabel tenaga kerja, investasi, variabel
listrik yang terjual, variabel panjang jalan, dan variabel dummy krisis
terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu berpengaruh signfikan dan memilki
nilai positif jika dibandingkan Elastisitas variabel tenaga kerja lebih besar
dari pada modal, hal ini mengindikasikan bahwa perekonomian di
Indonesia lebih banyak yang bersifat padat karya daripada padat modal.
3. Mehdi safdari
Penelitian berjudul “ importance of quality of labour force on
economic growth in
Iran. Dengan variabel independent adalah
pertumbuhan ekonomi (GDP) dan variabel dependen ialah tenaga kerja
(L), tingkat pendidikan universitas (HC), modal (K), ekspor migas(XOIL)
, non ekspor migas(XNONOIL) , inflasi (NP), pengeluaran konsumsi
pemerintah (GCO) dan biaya penelitian pemerintah (reseach). Dengan
41
metode vector autoreggresion.
Model yang digunakan adalah
GDP
=F (L+HC+K+XOILR+LR+XNOILR+NP+GC) reseach)
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Tenaga
Kerja, Universitas lulusan bekerja modal, fisik, Ekspor Minyak, Non
Migas Ekspor, Inflasi, konsumsi Pemerintah pengeluaran dan Biaya
penelitian pemerintah memiliki positif berpengaruh pada tingkat
pertumbuhan produk domestik bruto.
4. Ardyan wahyu sandhika dan mulyo herdarto
Penelitian berjudul “ analisis pengaruh aglomerasi, tenaga kerja,
jumlah penduduk dan modal terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten
kendal”. Dengan variabel dependen adalah pertumbuhan ekonomi dan
variabel independent ialah aglomerasi, tenaga kerja, jumlah penduduk dan
modal. Metode analisis yang digunakan ordinary least square (OLS).
Bentuk regresi adalah sebagai berikut:
Y=βo+β1AGLOt+β2logLABt+β3logJP+β4KAP+ uit
Berdasarkan analisisi maka dapat disimpulkan antara lain sebagai
berikut: Hasil analisis menunjukan hubungan signifikan dan berpengaruh
positif antara variabel aglomerasi, tenaga kerja dan modal terhadap
pertumbuhan ekonomi di kabupaten Kendal dan Hasil analisis menunjukan
hubungan signifikan dan berpengaruh negatif antara variabel jumlah
penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten Kendal.
42
5. Darma Rika Swaramarinda dan Susi Indriani
Penelitian ini berjudul “pengaruh pengeluaran konsumsi dan
investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di indonesia dengan
variabel dependent adalah pertumbuhan ekonomi dan variabel independen
adalah pengeluaran konsumsi pemerintah dan pengeluaran investasi
pemerintah. Metode yang digunakan OLS.
Model ekonometrik penelitian ini diformulasikan sebagai berikut:
Yt = β0 +βtGct +β2Git+єt
Hasil menununjukan secara empiris maupun ekonomi mengenai
hubungan antara pengeluaran konsumsi pemerintah dan pengeluaran
investasi terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif. Hal ini
dikarenakan pengeluaran konsumsi pemerintah berupa belanja pegawai
konsumsi pegawai atau masyarakat terhadap barang-barang meningkat
yang kemudian menaikkan fungsi konsumsi yang menyumbang kontribusi
terhadap bruto nasional sedangkan Pengeluaran investasi pemerintah
mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat sehingga
anggaran pembangunan dialokasikan terutama untuk membiayai proyekproyek yang tidak dapat dibiayai sendiri oleh masyarakat.
6. Ibrahem Mohamed Al Bataineh
Dalam penelitian “The impact of goverment expenditures on
economic growth in Jordan for period 1990 - 2010”. Dengan variabel
dependen adalah pertumbuhan ekonomi (GDP), dan variabel independen
adalah pengeluaran rutin (re), belanja modal (cap), pembayaran transfer
(tra) dan pembayaran bunga (int). Dengan metode OLS.
43
Model ekonometrik penelitian ini diformulasikan sebagai berikut:
GDP= a + β1re + β2cap + β3tra + β4int
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengeluaran pemerintah pada
tingkat agregat memilki dampak positif terhadap pertumbuhan GDP yang
sesuai dengan teori keynesian serta juga menemukan pembayaran transfer
dan pembayaran bunga tidak memilki pengaruh terhadap pertumbuhan
GDP.
7. Dwi Suryanto
Penelitian ini berjudul “analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat
Pendidikan, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Di Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar,
Wonogiri, Sragen, Klaten) Tahun 2004-2008”. Dengan variabel dependen
adalah pertumbuhan ekonomi sedangkan variabel independen ialah tenaga
kerja, pengeluaran pemerintah dan dummy. Metode yang digunakan data
panel dengan metode Least Square Dummy Variabel.
persamaan panel data yang digunakan adalah Least Square Dummy
Variabel (LSDV) dengan spesifiksi model sebagai berikut :
Yit = ao+a1Tkit +a2tpit + a3git + b1d1 + b2d2 + b3d3+ b4d4 + b5d5 + b6d6 + uit
Hasil penelitian menunjukan bahwa tenaga kerja dan tingkat
pendidikan dan pengeluraan pemerintah berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun variabel dummy bernilai negatif
hal ini menjelaskan perbedaan pertumbuhan antara pusat pertumbuhan
dengan daerah pendukung bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri,
dan Kabupaten Sragen lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan
44
ekonomi di Kota Surakarta. Sedangkan Kabupaten Karanganyar tidak
berbeda dengan pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta sebagai pusat
pertumbuhan.
8. Adrian sutawijaya zulfahmi
Penelitian ini berjudul “pengaruh ekspor dan investasi terhadap
pertumbuhan ekonomi indonesia tahun 1980 – 2006”. Dengan variabel
dependen ialah pertumbuhan ekonmi sedangkan variabel investasi
pemerintah, investasi swasta, ekspor MIGAS dan ekspor non MIGAS.
Metode yang digunakan adalah Ordinari least square (OLS).
Spesifikasi model diformulasikan dalam bentuk logaritma natural brikut:
LnYt = α + α1LnIPt + α2LnIGt + α3LnXMGt + α4LnXNMGt + uit
Hasil penelitian menunjukan Tiga dari empat variabel independen,
yaitu investasi swasta, investasi pemerintah dan ekspor non migas
berpengaruh positif terhadap variabel dependen, yaitu pertumbuhan
ekonomi, yang secara statitistik sangat signifikan. Sedangkan variabel
independen yang tidak berpengaruh berpengaruh secara statistik terhadap
pertumbuhan ekonomi adalah variabel ekspor migas.
45
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
1.
2.
3.
Peneliti
Judul
penelitian
Ramesh
Foreign
Chandra
Debt, Trade
Paudel
Openness,
(2009)
Labor Force
and
Economic
Growth:
Evidence
from Sri
Lanka
Rin “Pengaruh
dang
Infrakstruktu
Bangun
r Pada
Prasetyo
Pertumbuhan
dan
Ekonomi
Muhamad Wilayah Di
Firdaus
Indonesia”.
(2009)
Mehdi
Safdari
(2012)
importance
of quality of
labour force
on economic
growth
in
Iran
Variabel
Metode
penelitian
Hasil
Variabel
dependen:
pertumbuhan
ekonomi (GDP),
variabel
independen:
utang
asing,
tenaga
kerja,
perdagangan
( ekspor – impor)
Dependen:
Pertumbuhan
ekonomi.
Independen:
tenaga kerja ,
modal , variabel
listrik
yang
terjual , variabel
panjang
jalan,
dan
variabel
dummy krisis
Vector
Autoregress
ivw Model
(VAR).
Dengan
hubungan
kointegrasi
variabel
dependen adalah
pertumbuhan
ekonomi (GDP)
dan
variabel
independent ialah
tenaga kerja (L),
tingkat
pendidikan
universitas (HC),
modal
(K),
ekspor
migas(XOIL) ,
Metode
Vector
Autoreggre
sion
(VAR)
Hasil penelitian
menunjukan
bahwa utang
asing, tenaga kerja
dan perdagangan
(ekspor – impor)
memilki hubungan
positif terhadap
pertumbuhan
ekonomi
Hasil penelitian
menunjukkan
variabel tenaga
kerja, modal ,
variabel listrik
yang terjual ,
variabel panjang
jalan, dan variabel
dummy krisis
terhadap
pertumbuhan
ekonomi yaitu
berpengaruh
signfikan dan
memilki nilai
positif
Hasil dari
penelitian ini
menunjukkan
bahwa variabel
Tenaga Kerja,
Universitas
lulusan bekerja
modal, fisik,
Ekspor Minyak,
Non Migas
Ekspor, Inflasi,
Metode
Data panel
46
non ekspor migas
(XNONOIL)
,
inflasi
(NP),
pengeluaran
konsumsi
pemerintah
(GCO) dan biaya
penelitian
pemerintah
(reseach)
4.
Ardyan
wahyu
sandhika
dan Mulyo
Herdarto
(2012)
5.
Darma
Rika
Swaramari
nda
dan
Susi
Indriani
(2011)
analisis
pengaruh
aglomerasi,
tenaga kerja,
jumlah
penduduk
dan modal
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
kabupaten
kendal
Pengaruh
Pengeluaran
Konsumsi
Dan
Investasi
Pemerintah
Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi Di
Indonesia
tahun 1997 –
2007
konsumsi
Pemerintah
pengeluaran dan
Biaya penelitian
pemerintah
memiliki positif
berpengaruh pada
tingkat
pertumbuhan
produk domestik
bruto.
penetian
variabel
Met Hasil
menunjukan
dependen adalah ode
menunjukan
pertumbuhan
ordinary
hubungan
ekonomi
dan least square
signifikan
dan
variabel
(OLS)
berpengaruh
independent ialah
positif
antara
aglomerasi,
variabel
aglomerasi, tenaga
tenaga
kerja,
kerja dan modal
jumlah penduduk
terhadap
dan modal
pertumbuhan
ekonomi
di
kabupaten Kendal
sedangkan
variabel
jumlah
penduduk memilki
hubungan
signifikan
dan
berpengaruh
negatif.
Dependen:
Metode
hasil menunjukkan
Pertumbuhan
OLS
bahwa
variabel
ekonomi
pengeluaran
Independen:
konsumsi
pengeluaran
pemerintah
dan
pemerintah
pengeluaran
konsumsi
dan
investasi
pembamgunan
pembangunan
memilki signifikan
dan
berdampak
positif terhadaap
pertumbuhan
ekonomi
47
6.
Ibrahem
Mohamed
Al Bataineh
(2012)
7.
Dwi
Suryanto
(2010)
8.
Adrian
Sutawijaya
Zulfahmi
(2010)
Hasil penelitian
menunjukan
pengeluaran
pemerintah pada
tingkat aggregat
memilki dampak
positif terhadap
pertumbuhan dan
pembayaran
transfer serta
pembayarann
bunga tidak
memilki pengaruh
terhadap
pertumbuhan GDP
Hasil penelitian
analisis
Dependen:
Metode
Pengaruh
Pertumbuhan
data panel menunjukan
bahwa tenaga
Tenaga
ekonomi,
Least
kerja dan tingkat
Kerja,
Independen:
Square
pendidikan dan
Tingkat
tenaga
kerja, Dummy
pengeluraan
Pendidikan,
pengeluaran
Variabel
pemerintah
dan
pemerintah dan (LSDV)
berpengaruh
positif dan
Pengeluaran dummy
signifikan
Pemerintah
terhadap
Terhadap
pertumbuhan
Pertumbuhan
ekonomi. Namun
Ekonomi Di
variabel dummy
SUBOSUK
bernilai negatif
AWONOSR
terhadap
pertumbuhan
ATEN
ekonomi.
Pengaruh
variabel
Metode
Hasil
pengujian
Ekspor Dan dependen ialah Ordinari
adalah :
Investasi
pertumbuhan
least square Investasi swasta,
Terhadap
ekonmi
(OLS)
investasi
Pertumbuhan sedangkan
pemerintah,
Ekonomi
variabel investasi
ekspor
migas,
Indonesia
pemerintah,
ekspor non migas
Tahun
investasi swasta,
secara bersama –
1980–2006
ekspor MIGAS
sama berpengaruh
dan ekspor non
secara signifikan
MIGAS
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
di Indonesia.
The impact Dependen:
of
pertumbuhan
goverment
ekonomi (GDP).
expenditures Independen:
on economic Pengeluaran
growth
in rutin, belanja
Jordan
modal,
pembayaran
transfer, dan
pembayaran
bunga
Metode
OLS
48
Dari semua jurnal penelitian terdahulu perbedaan terletak pada
menunjuk sektor tertentu yakni sektor industri, tahun yang digunakan namun
persamaan dari penelitian ini terletak pada pengaruh pertumbuhan ekonomi
yang yang berproksi dengan PDRB atau jumlah barang dan
jasa yang
dihasilkan setiap daerah per tahunnya. Namun ada yang mendekati dengan
penelitian ini yakni pada penelitian Dwi Suryanto (2010) yang berjudul
“Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, Dan Pengeluaran
Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Subosukawonosraten
(Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten)”
baik dari segi variabel , dan ada beberapa daerah bagian dari Provinsi Jawa
Tengah yang diteliti serta metode penelitian data panel menunjukan hasil
tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
C. Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat
(Sukirno, 2011:120). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari
perkembangan suatu
perekonomian. Kenaikan
kapasitas itu sendiri
ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaianpenyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologi terhadap
berbagai tuntutan keadaan yang ada (M.P. Todaro, 2000: 144).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah tenaga
kerja, menurut Michael P.Todaro yaitu ada tiga komponen utama dalam
49
pertumbuhan ekonomi adalah akumuasi modal, pertumbuhan penduduk
yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah tenaga kerja dan kemajuan
teknologi. Jika dengan Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan
menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih
besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal
tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk
yang benar – benar cepat akan memberikan dampak positif atau negatif dari
pembangunan ekonominya.
Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari
pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian
daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan
pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh
tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor
penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi (Michael
P.Todaro2008: 93)
Dan juga faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu
pengeluaran pemerintah. Menurut Wagner
dalam suatu perekonomian
apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran
pemerintah juga akan meningkat. Terutama
ada lima hal yang
menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan
peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat
pendapatan masyrakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi
serta perkembangan demokrasi dan ketidak efisienan birokrasi yang
mengiringi
pemerintah.
(Mangkoesoebroto,
2008:179).
Pengeluaran
50
pemerintah memilki dua macam yakni pengeluaran pemerintah konsumsi
dan pengeluran pemerintah pembangunan. jika dalam pengeluaran sektor
industri memiliki sasaran umum berupa investasi fisik dan sosial baik itu
dari menciptakan tenaga kerja berkualitas sesuai perkembangan industri,
meningkat edukasi industri kecil menegah dalam menrapkan tekonologi
modern serta terciptanya sktruktur industri yang kuat antara industri hulu
dan hilir dengan pendekatan kluster sehingga bersaing tinggi dan
terberntuknya kertekaitan industri hulu dan industi hilir.
Seperti halnya kemajuan ekonomi yang dramatis yang dicapai
Jepang, Taiwan dan negara Asia lainnya dalam dekade terakhir
menggambarkan pentingnya modal manusia dalam pertumbuhan. Walaupun
miskin modal/sumberdaya alam dan mendapat diskriminasi dari negaranegara Barat, namun karena investasi di bidang modal manusia yang tinggi
mereka berhasil mencapai pertumbuhan yang sangat cepat sehingga dijuluki
Asian Tigers.
Oleh karena itu berdasarkan pada hubungan keterkaitan antara
pertumbuhan ekonomi sektor industri, tenaga kerja sektor industri dan
pengeluaran pemerintah sektor industri, maka persamaan yang dapat ditulis
adalha sebagi berikut:
Pertumbuhan ekonomi sektor Industri = F {tenaga kerja sektor industri,
pengeluaran sektor industri} ..... ( 2 )
Berdasarkan pada persamaan dan hubungan keterkaitan antara
tenaga kerja sektor industri dan pengeluaran pemerintah sektor industri
terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri, maka kerangka berfikir
dapat ditulis sebagi berikut:
51
Gambar 2.4
Kerangka Berfikir
Faktor pertumbuhan ekonomi sektor industri
Pengeluaran pemerintah
Tenaga kerja sektor industri
sektor Industri
(X1)
(X2)
Pertumbuhan ekonomi sektor
industri
( Y)
52
D. Hipotesis Penelitian
Adapun penelitian yang mengkaitkan hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dan tenaga kerja pada teori neo klasik tradisional (Michael
P.Todaro, 2008:128) “bahwa pertumbuhan output selalu bersumber dari satu
atau lebih dari tiga faktor kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja
(melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan),
penambahan modal (melalui tabungan dan investasi) serta penyempurnaan
teknologi”. Teori diperkuat oleh jurnal penelitian yang diteliti oleh Mehdi
Safdari (2012) yang berjudul Importance of Quality of Labour Force on
Economic Growth in Iran menyimpulkan tenaga kerja berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan namun pentingnya tenaga kerja berkualitas disertai
pendidikan guna meningkatkan produktivitas dalam jangka panjang.
Sedangkan pengeluaran pemerintah, peneliti mengutip Teori Keynes
adalah bahwa pengeluran pemerintah merupakan bagian dari bentuk
pendapatan nasional dimana formulasi pendapatan nasional yaitu Y = C + I
+ G + (X-M) . Adapun untuk menguatkan teori ini didalam jurnal penelitian
yang diteliti oleh Andrian Sutawijaya Zulfahmi (2010) berjudul “pengaruh
ekspor dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi indonesia tahun 1980 –
2006”. Menyimpulkan setiap peningkatan investasi pemerintah sebesar 1%
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,084% dengan asumsi
faktor lainnya konstan. Hal ini sejalan dengan tujuan investasi yang
dilakukan pemerintah, di mana investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah
dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat
53
lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum
Berdasarkan teori keterkaitan yang telah dijelaskan pada bagian
kerangka berfikir diatas dan dukungan dari penelitian terdahulu, maka
penelitian mengambil hipotesis:
1) Diduga ada pengaruh signifikan secara parsial tenaga kerja sekrtor
industri, pengeluaran sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi
sektor industri.
2) Diduga ada pengaruh signifikan secara simultan antara tenaga kerja
sektor industri, pengeluaran sektor industri terhadap pertumbuhan
ekonomi sektor industri.
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Variabel penelitian merupakan konsep yang dapat diukur dengan
berbagai macam nilai untuk memberikan gambaran yang nyata mengenai
fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu
variabel independen dan variabel dependen.
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian adalah pertumbuhan
ekonomi sektor industri kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah dari
tahun 2001–2011 . Penelitian mengenai analisis pengaruh tenaga kerja
sektor industri dan pengeluaran pemerintah sektor industri terhadap
pertumbuhan ekonomi sektor industri di Provinsi Jawa Tengah.
penelitian inin menggunakan data PDRB harga konstan 2000 sektor
industri Kabupaten/kota sebagai variabel dependen (variabel tidak
bebas) untuk mewakili pertumbuhan ekonomi sektor industri
kabupaten/kota Propinsi Jawa Tengah .
2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah tenaga
kerja sektor industri dan pengeluaran pemerintah sektor industri di
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah dari tahun 2001–2011.
B. Metode Penentuan Sampel
Di dalam penelitian ini menggunakan tidak diperlukan sampel.
Karena keselurahan objek dapat dijangkau peneliti. Populasi yang diteliti
adalah PDRB atas dasar harga konstan sektor industri, tenaga kerja sektor
55
industri, dan pengeluaran sektor industri di 35 Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah dari tahun 2001–2011.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder dari
tahun dari tahun 2001–2011, yang terdiri dari satu variabel dependen yaitu
pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hal ini PDRB Harga Konstan
2000 sektor industri dan dua variabel independen yaitu tenaga kerja sektor
industri, dan pengeluaran pemerintah sektor industri di Kabupaten/Kota Di
Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan sumber data berasal dari:
1.
Penelitian Lapangan (Field Research)
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan untuk
mendukung penelitian kepustakaan diatas adalah penelitian lapangan.
Dari penelitian lapangan diperoleh data sekunder. Data sekunder
diperoleh dengan mempelajari dokumen, laporan dan informasi
lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
2.
Penelitian Kepustakaan (Library research)
Penelitian kepustakaan adalah metode pengumpulan data
yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Data sekunder
adalah data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu
melalui media perantara atau pihak lain. Penelitian kepustakaan
meliputi kegiatan pencarian, pengumpulan dan pengkajian data dari
sumber relevan dan dapat mendukung dalam penulisan skripsi ini.
Seperti literature beberapa buku, artikel, jurnal ekonomi dan bahan
lain seperti surat kabar, internet dan media massa lain yang
56
mempunyai relevansi dengan permasalahan yang dibahas khususnya
berkaitan dengan penelitian skripsi ini.
D. Metode Analisis
Untuk menguji pengaruh dari tenaga kerja sektor industri tenaga
kerja sektor industri, dan pengeluaran sektor industri terhadap pertumbuhan
ekonomi sektor industri di Provinsi Jawa Tengah, penulis menggunakan
analisis panel data Analisis dengan menggunakan panel data adalah
kombinasi antara derat waktu (time series) dan data cross section (Nachrowi,
2006:309).Sesuai dengan model data panel persamaan model dengan
menggunakan data cross section dapat ditulis sebagai berikut:
Yi = β0+β1Xi + εi; I = 1,2,…N
Dimana N adalah banyaknya data cross-section, Sedangkan
persamaan model dengan time-series adalah:
Dimana T adalah banyaknya data time-series, Mengingat data panel
merupakan gabungan dari time-series dan cross-section, maka model dapat
ditulis dengan:
Yit= β0+β1Xit+ εit
I = 1,2,….N ; t = 1,2,….T
N
=banyaknya observasi
T
= banyaknya waktu
NхT
= banyaknya data panel
Penelitian ini mengenai pengaruh tenaga kerja sektor industri dan
pengeluaran pemerintah sektor industri
terhadap pertumbuhan ekonomi
sektor industri di Provinsi Jawa Tengah, menggunakan data time-series
selama 11 tahun yang diwakili data tahunan dari 2001–2011 dan data cross-
57
section sebanyak 35 data kabupaten / kota di Provinsi Jawa tengah yang
menghasilkan 385 observasi dengan fungsi persamaan data panelnya dapat
ditulis sebagai berikut:
Yit =βo +β1 TK it + β2 PPI it + μit
Dimana:
Y
= PDRB harga konstan 2000 sektor industri kab/Kota
Jawa Tengah
TK
= Tenaga kerja sektor industri Kab/Kota Jawa Tengah
PPI
= Pengeluaran pemerintah sektor industri Kab/Kota
Jawa Tengah
βo
= intersep
β1,β2,
= koefisien regresi variabel bebas
i
= unit cross section
t
= unit time
𝜇
= error t
Adanya perbedaan satuan dan besaran variabel bebas dalam persamaan
menyebabkan persamaan regresi harus dibuat dengan model logaritma
natural. Oleh karena itu fungsi logaritma digunakan didalam persamaan (3.4)
untuk memecahkan persamaan yang pangkatnya tidak diketahui.
Menurut Gujarati (2007:637) Keunggulan penggunaan data panel
dibandingkan data time series dan data cross section adalah:
1. Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam
tiap individu.
2. Dengan data panel, data lebih informasif, lebih bervariasi, mengurangi
58
kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan (degree of
freedom), dan lebih efisien.
3. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan
dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross-section.
4. Data panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara
sederhana tidak dapat diukur oleh data time-series atau cross section.
5. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih
kompleks.
6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi
individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.
1. Model Regresi dengan Panel Data
Model regresi dengan data panel secara umum mengakibatkan
kesulitan dalam spesifikasi modelnya. Residualnya akan mempunyai tiga
kemungkinan yaitu residual time series, cross section maupun gabungan
keduanya. Dari tiga pendekatan metode data panel, dua pendekatan yang
sering digunakan untuk mengestimasi model regresi dengan data panel
adalah pendekatan fixed effect model dan pendekatan random effect model.
Untuk menentukan metode antara pooled least square dan fixed effect
dengan menggunakan uji F sedangkan uji Hausmant digunakan untuk
memilih antara random effect atau fixed effect. Selain itu, dalam teknik
estimasi model regresi data panel, terdapat uji F, uji Chow Test dan uji
Hausman. Dibawah ini akan dijelaskan tiga pendekatan yang digunakan
dalam data panel :
59
a) Pooled Least Square (PLS)
Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM).
Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa data gabungan yang
ada menunjukkan kondisi sesungguhnya dimana nilai intercept dari
masing – masing variabel adalah sama dan slope koefisien dari
variabel – variabel yang digunakan adalah identik untuk semua unit
cross section.
Di dalam pendekatan ini, unit cross section maupun time series
semua diperlakukan sama lalu diregresikan menggunakan metode
ordinary least square yang akan menghasilkan persamaan dengan
intercept dan koefisien-koefisien variabel independen yang konstan
untuk setiap unit.
Kelemahan dalam model common effect ini yaitu adanya
ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sebenarnya. Dimana
kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu waktu akan sangat
berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu yang lain (Wing
Wahyu Winarno, 2007:14)
b) Fixed Effect Model
Kendala yang dimiliki oleh pooled least square adalah asumsi
yang menganggap intercept dan koefisien slope yang sama untuk
setiap unit cross section maupun time series. Mengatasi hal itu,
pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan variabel-variabel
dummy untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam
intercept dari setiap unit cross-section maupun time series. Pendekatan
ini disebut dengan Fixed Effect Model atau Least Square Dummy
60
Variabel. Adapun kemungkinan asumsi intercept dan koefisien slope
yang terjadi adalah sebagai berikut:
a.
Intercept untuk setiap unit cross section berbeda-beda,
koefisien slope konstan.
b.
Intercept untuk setiap unit cross section maupun time series
berbeda-beda.
c.
Intercept dan koefisien slope untuk semua individu atau unit
cross section berbeda-beda
Banyaknya
penggunaan
variabel
dummy
dapat
menjadi
kelemahan bagi model ini karena menyebabkan rendahnya degree of
freedom, adanya variabel-variabel yang tidak berubah terhadap waktu,
kemungkinan adanya multikolinearitas, serta asumsi error yang
digunakan, yang pada akhirnya mempengaruhi koefisien dari
parameter yang diestimasi.
c) Random Effect Model
Model ini dibentuk untuk mengatasi kelemahan pada fixed effect
model dengan memasukkan parameter-parameter yang berbeda antar
unit cross section maupun time series ke dalam error term. Pendekatan
ini disebut Random Effect Model atau Error Component Model dan
mengasumsikan bahwa komponen error antar unit cross section dan
time series tidak berkorelasi satu sama lain.
Asumsi utama dari random effect model ini adalah bahwa
komponen error individu tidak berkorelasi satu dengan yang lainnya,
tidak berautokerlasi antar unit cross section dan time series dan juga
61
mengasumsikan bahwa error secara individual tidak berkorelasi
dengan
error
kombinasinya.
Pendekatan
ini
mencoba
untuk
meningkatkan efisiensi proses permodelan Ordinary Least Square,
penganggu-penganggu antar unit cross section dan time series
diperhitungkan sehingga metode yang digunakan adalah Generalized
Least Square (GLS).
2. Pemilihan Metode Data Panel
Dalam pengolahan data panel mekanisme uji menentukan metode
pemilihan data panel yang tepat yaitu dengan cara membandingkan metode
pendekatan PLS dengan metode pendekatan FEM terlebih dahulu. Jika hasil
yang diperoleh menunjukkan model pendekatan PLS yang diterima, maka
pendekatan PLS yang akan dianalisis. Jika model FEM yang diterima, maka
dilakukan perbandingan lagi dengan model pendekatan REM. Untuk
melakukan model mana yang akan diapakai, maka dilakukan pengujian
diantaranya:
a. Uji Chow Test
yaitu uji yang akan digunakan untuk mengetahui apakah model
Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM) yang akan
dipilih untuk estimasi data. Uji ini dapat dilakukan dengan uji restriced
F-Test atau uji Chow-Test.
Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
𝐻0 : Model PLS (Restriced)
𝐻1 : Model Fixed Effect (Unrestriced)
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan
menggunakan F statistic seperti yang dirumuskan sebagai berikut:
62
𝑐ℎ𝑜𝑤 =
(RRSS − URSS)/(N − 1)
URSS/(NT − N − K)
Dimana:
RRSS = Restriced Residual Sum Square (merupakan Sum Square
Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled
least square/common intercept)
URSS = Unrestriced Residual Sum Square (merupakan Sum
Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode
fixed effect)
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel penjelas
Pengujian ini mengikuti ditribusi Fstatistic yaitu FN-1, N-K jika
nilai F-test atau Chow Statistik (F-statistik) hasil pengujian lebih besar
dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan penolakan
terhadap hipotesa nol sehingga model yang akan digunakan adalah
model fixed effect.
b. Uji Hausman Test
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah model fixed
effect atau random effect yang akan dipilih. Pengujian ini dilakukan
dengan hipotesa sebagai berikut:
𝐻0 : Model mengikuti Random Effect
𝐻1 : Model mengikuti Fixed Effect
Dasar penolakan Ho dengan menggunakan pertimbangan statistic
Chi-Square. Jika Chi-Square statistic > Chi-Square tabel maka 𝐻0
ditolak (model yang digunakan adalah Fixed Effect).
63
3. Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisis data maka data diuji sesuai asumsi klasik,
jika terjadi penyimpangan akan asumsi klasik digunakan pengujian statistik
nonparametrik sebaliknya asumsi klasik terpenuhi apabila digunakan
statistic parametrik untuk mendapatkan model regresi yang baik, model
regresi tersebutharus terbebas dari multikolinearitas, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas serta data yang dihasilkan harus berdistribusi normal.
Maka
digunakan untuk menguji penyimpangan asumsi klasik adalah
sebagai berikut :
1) Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
atau tidak. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa
nilai residual mengikuti distribusi normal. Apabila asumsi ini dilanggar
maka uji statistik menjadi tidak berlaku (Suliyanto, 2005 : 63).
Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya
distribusi residual antara lain Jarque-Bera (J-B) Test dan metode
grafik. Dalam metode ini akan menggunakan J-B Test, apabila J-B
hitung < nilai 𝑋 2 (Chi-Square) tabel, maka nilai residual terdistribusi
normal.
2) Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau
independen.
Multikolinearitas
artinya
terdapat
korelasi
yang
siginifikan diantara dua atau lebih variabel independen dalam model
64
regresi. Pengujian terhadap ada tidaknya multikolinearitas ini
dilakukan dengan cara melihat koefisien korelasi antar variabel.
Beberapa kaidah untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas
dalam suatu model empiris, yaitu sebagai berikut:
a) Nilai 𝑅 2 yang dihasilkan dari hasil estimasi model empiris
sangat
tinggi,
tetapi
tingkat
signifikan
variabel
bebas
berdasarkan t statistic sangat sedikit.
b) Tolerance and variance inflation factor (VIF). VIF mencoba
melihat bagaimana varian dari suatu penaksir meningkat
seandainya ada multikolienaritas dalam suatu model empiris.
Misalkan 𝑅 2 dari hasil estimasi regresi secara parsial mendekati
satu, maka nilai VIF akan mempunyai nilai tak hingga. Dengan
demikian nilai kolinearitas meningkat, maka varian dari
penaksir akan meningkat dalam limit yang tak terhingga.
3) Uji Autokorelasi
Menurut (Suliyanto, 2005:64) uji autokorelasi bertujuan untuk
mengetahui apakah ada korelasi antara serangkaian data observasi
yang diuraikan menurut data time series atau data cross section”.
Autokorelasi muncul karena observasi yang beruntutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual
(kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi
lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data time series.
Cara mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi salah
satunya adalah dengan uji Durbin – Watson. Keunggulan dari uji D-W
dalam mendeteksi masalah autokorelasi adalah karena uji ini
didasarkan pada residual yang ditaksir.
65
4) Uji Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas adalah variasi individual tidak sama untuk
semua pengamatan. Salah satu uji penting dalam regresi linear klasik
adalah bahwa gangguan yang muncul dalam regresi populasi adalah
homokedastisitas yaitu semua gangguan memiliki varians yang sama
atau varians setiap gangguan yang dibatasi oleh nilai tertentu
mengenai pada variabel – variabel independen berbentuk konstan
yang sama dengan 𝜎 2 . Dan jika suatu populasi yang dianalisis
memiliki gangguan varians tidak sama maka mengindikasikan
terjadinya gangguan heterokedastisitas. Untuk mengetahui ada
tidaknya heterokedastisitas dilihat dari nilai Sum Squared Resid
Weighted statistic dan Sum Squared Resid Unweighted statistics.
Apabila nilai Sum Squared Resid Weighted statistic > Sum Squared
Resid Unweighted Statistics maka model teridentifikasi mengandung
gejala heterokedastisitas.
E. Pengujian Statistik
1. Uji Pengujian Signifikansi (Uji t)
Uji signifikansi parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat
signifikansi dari pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak terikat
secara individual dan menganggap variabel lain konstan. Hipotesis yang
digunakan:
1. H0 :
1 ≤ 0 tidak ada pengaruh antara variabel tenaga kerja
sektor industri dengan Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri .
H1 :
1 > 0 ada pengaruh positif antara tenaga kerja sektor
industri dengan Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri.
66
2. H0 :
2 ≤ 0 tidak ada pengaruh antara variabel Pengeluaran
pemerintah sektor industri dengan pertumbuhan ekonomi sektor
industri.
H1 :
2 < 0 ada pengaruh positif antara variabel Pengeluaran
pemerintah sektor industri dengan Pertumbuhan ekonomi sektor
industri.
Nilai t hitung dapat dicari dengan rumus:
𝑡=
β1 – 𝛽𝑖 ∗
𝑆𝐸 ( 𝛽𝑖 )
Dimana:
1
i*
= parameter yang diestimasi
= nilai i pada hipotesis
SE( i) = standar error
i
Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan pengujian yang
digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak, artinya salah satu
variabel independen mempengaruhi variabel dependen
secara signifikan.
2. Jika t-hitung < t-tabel maka H0 diterima, artinya salah satu
variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen
secara signifikan.
2. Pengujian Signifikansi (Uji F)
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara keseluruhan signifikan secara statistik dalam
67
mempengaruhi variabel dependen. Apabila nilai F hitung lebih besar dari
nilai. F tabel maka variabel-variabel independen secara keseluruhan
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hipotesis yang digunakan :
H0 = β1 = β2 = 0
H1: minimal ada satu koefisien regresi tidak sama dengan nol
Nilai F hitung dirumuskan sebagai berikut
Dimana :
𝑥=
R2 /(K − 1)
(1 − R2 )/(N − K)
K = jumlah parameter yang diestimasi termasuk konstanta
N = jumlah observasi
Pada tingkat signifikasi 5 persen dengan kriteria pengujian yang
digunakan sebagai berikut :
1) H0 diterima dan H1 ditolak apabila F hitung < F tabel, yang
artinya variabel penjelas secara serentak atau bersama-sama tidak
mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan.
2) H0 ditolak dan H1 diterima apabila F hitung > F tabel, yang
artinya variabel penjelas secara serentak dan bersama-sama
mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan.
3. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted 𝑹𝟐 )
Suatu model mempunyai kebaikan dan kelemahan jika diterapkan
dalam masalah yang berbeda. Untuk mengukur kebaikan suatu model
(goodnes of fit) digunakan koefisien determinasi (𝑅 2 ). “Koefisien
deteminasi (𝑅 2 ) intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
68
menerangkan variasi variabel terikat” (Mudrajad Kuncoro, P.hd, 2006:
220).
Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:
R2 =
Σ(Y1 −Y )2
Σ(Y1 −Y)2
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai 𝑅 2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang
mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen (Mudrajad,2006 : 220).
F. Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini definisi operasional yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Pertumbuhan Ekonomi sektor industri (PDRB)
Pertumbuhan ekonomi sektor industri adalah perkembangan
kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan
jasabyang
diproduksi
dalam
masyarakat
bertambah
dan
kemakmuran masyarakat meningkat diKab/Kota Provinsi Jawa
Tengah sektor industri tahun 2001-2011. Satuan Jutaan (Rupiah).
2. Tenaga Kerja sektor industri (L)
Tenaga Kerja menurut BPS adalah kerja bila mereka
melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja
69
paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu yang
lalu di Kab/Kota Provinsi Jawa Tengah sektor industri tahun 20012011. Satuan Jiwa.
3. Pengeluaran pemerintah sektor industri (PPi)
kebijakan
pemerintah.
Apabila
pemerintah
telah
menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa yang
dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan di
sektor
industri
guna
menunjang
kegiatan
industri
serta
meningkatkan prasarana dan sarana industri demi kesejahteraan
masyarakat dalam tahun 2001-2011. Satuan Jutaan (Rupiah).
70
TABEL Operasional Variabel
No
variabel
Definisi
Tahun
Data
Skala
Satuan
BPS Provinsi
Jawa Tengah
20012011
Nominal
Jutaan
Jutaan
TK
BPS
Provinsi
Jawa
Tengah
20012011
Nominal
Jiwa
PPI
KEMENKE
U
20012011
Nominal
Jutaan
Rupiah
Simbol
Sumber
Data
Jumlah barang dan
Pertumbuhan
jasa yang
1 ekonomi sektor
dihasilkan selama
industri
2
Tenaga kerja
industri
3
Pengeluaran
Pemerintah
Sektor
industri
satu tahun
Penduduk usia 15
– 16 yang meng
hasilkan barang
atau jasa
Kebijakan fiskal
yang digunakan
untuk mendukung
kegiatan hal – hal
yang berkaitan
industri
PDRB
71
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Kondisi Umum Daerah
1. Aspek Geografi
Wilayah Provinsi Jawa Tengah berada pada 5040’ - 8030’ Lintang
Selatan dan 108030’ - 111030’ Bujur Timur. Secara administratif wilayah
Provinsi Jawa Tengah berbatasan langsung dengan :
1. Sebelah selatan
:Samudera Hindia dan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
2. Sebelah barat
: Provinsi Jawa Barat
3. Sebelah timur
: Provinsi Jawa Timur
4. Sebelah utara
: Laut Jawa
Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota, dan
terdiri dari 573 Kecamatan yang meliputi 7.810 Desa dan 767 Kelurahan
dengan luas wilayah sebesar 3.254.412 Ha atau 25,04% dari luas Pulau Jawa.
Topografi wilayah Jawa Tengah memiliki relief yang beraneka ragam, meliputi
daerah pegunungan dan dataran tinggi yang membujur sejajar dengan panjang
pulau Jawa di bagian tengah; dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh
Jawa Tengah; dan pantai yaitu Pantai Utara dan Selatan. Kemiringan lahan di
Jawa Tengah bervariasi, meliputi lahan dengan kemiringan 0-2% sebesar 38%;
lahan dengan kemiringan 2-15% sebesar 31%; lahan dengan kemiringan 1540% sebesar 19%; dan lahan dengan kemiringan lebih dari 40% sebesar 12%.
72
Selain itu, keadaan iklim di Jawa Tengah termasuk dalam kategori iklim tropis
basah.
2. Kondisi Perekonomian di Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 6,0% (year
on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2010, yaitu sebesar
5,8%. Meskipun pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah meningkat, tetapi masih
lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar
6,5%.
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor
perekonomian di suatu wilayah atau propinsi. Pengertian nilai tambah bruto
adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermiede cost).
Komponen – komponen faktor pendapatan (upah, gaji, bunga, sewa tanah dan
keutungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan
menghitung niali tambah bruto dari masing – masing sektor dan kemudian
menjumlahkan akan menghasilkan produk domestik regional bruto (PDRB)..
Sektor dalam PDRB Jawa Tengah yang memberikan kontribusi cukup
tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yaitu sektor pertanian,
industri pengolahan, serta perdagangan, hotel dan restoran, dengan kontribusi
tertinggi pada sektor industri pengolahan. Apabila dibandingkan dengan
provinsi lainnya se Pulau Jawa - Bali, angka pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah tahun 2011 berada di peringkat keenam. Pada tabel dibawah ini bisa
dilihat perkembangan PDRB atas harga konstan sektor industri kabupaten/kota
di Provinsi Jawa tengah.
73
Tabel 4.1 Produk domestik Regional Bruto atas harga konstan sektor industri
kab/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2001 – 2011(Jutaan Rupiah)
No
Kab/ Kota
PDRB sektor Industri Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (jutaan Rupiah)
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2001
2002
7703346
8548864
9231399
9963465
10904122
11481971
11583445
12387609
2010
2011
12197894
12600215
13035198
1
Kab. Cilacap
2
Kab. Banyumas
538676
555090
578401
602635
617386
637418
659537
681529
702273
733231
781051
3
Kab.Purbalingga
160563
165705
171096
178341
187909
199967
213149
226128
241343
257831
277887
4
Kab.Banjarnegara
302810
312675
321321
325862
329889
338493
353362
366595
374322
379956
394672
5
Kab. kebumen
209561
216821
224579
224663
223916
233872
256538
267407
278186
293230
306216
6
Kab. Purworejo
172101
180179
192361
202877
220886
233649
263428
275014
286029
297732
314879
7
Kab. Wonosobo
162978
166267
169434
171598
174839
179686
184539
189240
193795
197825
205659
8
Kab. Magelang
527402
546283
573201
598422
624775
653952
685408
715344
738830
766616
794598
9
Kab. Boyolali
564490
567377
570773
561277
563954
582759
609253
638448
666424
691493
733294
753926
797268
821704
855226
896705
841653
869903
891042
920432
978880
1044666
11 Kab. Sukoharjo
1045253
1086068
1124808
1162044
1202242
1248116
1303211
1359291
1408382
1480403
1568341
12 Kab. Wonogiri
83185
87297
95116
103068
107776
117307
123304
129129
134461
144317
151990
1670038
1179899
1911514
2065453
2201053
2320190
2460945
2563118
2658292
2769047
2946327
409238
429441
449252
473230
500203
532376
568751
607878
638637
683322
738328
15 Kab. Grobogan
76877
79647
82577
85445
88705
91130
95161
99068
102486
108826
114916
16 Kab. Blora
89483
92114
95787
99929
106826
112851
119311
126589
131884
135952
137635
17 Kab. Rembang
63285
64711
66668
69647
73250
77118
81794
84635
86908
89830
95039
577889
614661
6470747
686367
722697
763160
806904
844437
870458
928761
979557
19 Kab. Kudus
5112626
5407457
5715468
6226357
6557621
6689910
6901300
7107442
7421852
7651696
7938351
20 Kab. Jepara
836712
859932
873110
901598
931381
977008
1033625
1083963
1130177
1203937
1257831
21 Kab. Demak
229611
241039
249598
260160
279777
283160
289798
295966
302523
315523
336270
1835889
1886452
1969962
2103627
2108699
2177770
2282474
2375117
2467389
2585787
2729084
335053
347638
365240
386711
400966
419532
433190
450026
459175
476539
506463
24 Kab. Kendal
1505890
1529126
1613583
1641119
1716524
1756426
1869692
1926518
1959314
2153337
2228766
25 Kab. Batang
523920
535594
548021
565348
580360
583043
593025
606302
619607
649547
686721
26 Kab. Pekalongan
647840
665271
680089
702043
716467
740214
769243
792495
803973
837955
89472
27 Kab. Pemalang
567067
590818
580891
607140
630560
657076
689361
722815
751959
788340
829796
28 Kab. Tegal
579214
619147
668408
729093
781586
841243
899472
954554
1019360
1075036
1130962
29 Kab. Brebes
347494
357120
377762
403146
440160
476796
525893
569684
633770
686356
752324
30 Kota Magelang
28804
29176
30051
28693
29588
30972
32233
35139
35628
37094
39623
31 Kota Surakarta
920386
962964
1027498
1089912
1105952
1134134
1173423
1200607
1235953
1277210
1312946
32 Kota Salatiga
132366
130308
137034
143573
150764
159333
168536
171322
175970
180163
190657
3958867
4116601
4257540
4385583
4508130
4724893
4998706
5236515
5465109
5732672
6047908
34 Kota Pekalongan
288082
306032
322248
330239
354605
366068
382475
394036
407309
425217
444914
35 Kota Tegal
175089
182624
197661
214440
226920
238177
248922
259875
268711
278467
289215
35057666
36941202
39150335
41269198
42903429
4328901
46636885
50870785
53158962
57444185
63390101
10 Kab. Klaten
13 Kab.Karanganyar
14 Kab. Sragen
18 Kab. Pati
22 Kab. Semarang
23 Kab.Temanggung
33 Kota Semarang
Jawa Tengah
74
Pada tabel 4.1 terlihat perkembangan PDRB sektor industri Provinsi Jawa
tengah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yakni pada tahun 2001
sebesar Rp. 35.057.666 (Jutaan) terus meningkat pada tahun 2004 sebesar Rp.
41.269.198 (Jutaan) selanjut terus meningkat pada tahun 2011 mencapai
sebesar Rp. 63.390.101 (Jutaan). Ini menunjukan perkembangan perekonomian
Provinsi Jawa Tengah berjalan baik terlebih sektor industri memiliki kaitan
kebelakang dan kaitan ke depan terhadap sektor lainnya. Jika dilihat
kabupaten/ kota yang memiliki PDRB tertinggi tahun 2011 berada di
kabupaten cilacap sebesar Rp. 13.035.198 (Jutaan) sedangkan PDRB terendah
tahun 2011 ada di kota Magelang sebesar Rp. 39.623 (Jutaan).
3. Tenaga kerja sektor industri
Tenaga Kerja Adalah penduduk usia kerja (berumur 15 tahun atau lebih)
yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya pekerjaan
tetapi sementara tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan sedangkan yang
termasuk bukan angkatan kerja, diantaranya adalah mereka yang selama
seminggu yang lalu hanya bersekolah (pelajar dan mahasiswa), mengurus
rumah tangga, dan mereka yang tidak melakukan kegiatan yang dapat
dikategorikan sebagai pekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan
(Disnaker, 2006:54).
Kondisi tenaga kerja sektor industri di Provinsi Jawa Tengah masih
menempati di urutan kedua setelah sektor pertanian yang mendominasi namun
sektor pertanian memiliki tren menurun dari tahun ke tahun hal ini berbeda
dengan sektor industri yang cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun. Selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.2 tenaga kerja sektor industri
Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah dibawah ini.
75
Tabel 4.2 Data Tenaga kerja sektor industri menurut kab/kota di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2001 – 2011 (Jiwa)
Tenaga Kerja sektor Industri (Jiwa)
No
Kab/ Kota
2001
2003
2005
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1
Kab. Cilacap
68370
103136
133388
118185
110124
107079
102759
108407
113855
92218
164730
2
Kab. Banyumas
97592
135304
141326
105465
123428
123815
136619
142410
132072
151234
177488
3
Kab.Purbalingga
71136
53127
85113
89134
84378
102815
87130
80759
86492
102565
136373
4
Kab.Banjarnegara
51724
55216
51150
54587
43348
38344
48069
59603
53268
71033
39965
Kab. kebumen
101751
116625
103889
95586
78723
116690
122600
113040
117505
118494
171125
Kab. Purworejo
17336
33428
41882
41406
44650
60120
46253
40982
48282
44718
31245
7
Kab. Wonosobo
19531
43225
31245
37826
28672
28602
37412
43919
47438
35955
23879
8
5
6
Kab. Magelang
63422
75439
84220
62936
63791
82762
80497
84716
87823
99502
94586
9
Kab. Boyolali
28578
63570
59065
56724
66442
82343
81753
75687
72494
78863
88100
10
Kab. Klaten
122514
142625
149196
133225
151001
157760
124663
115580
126081
127913
161421
11
Kab. Sukoharjo
81087
110721
92376
99559
116731
111696
103644
103946
93651
108310
121628
12
Kab. Wonogiri
50694
36132
22226
26249
29036
32902
25349
28139
27853
32913
48953
13
Kab.Karanganyar
84070
81049
89691
79848
87954
88849
81981
74036
64931
77896
88430
14
Kab. Sragen
50394
51765
57754
47718
40582
72066
53544
67998
61502
65804
57673
15
Kab. Grobogan
15650
25012
24188
23716
29630
33063
37774
41555
32221
35713
51152
16
Kab. Blora
11704
18195
10154
19972
19809
24046
12956
15899
14947
20240
16431
17
Kab. Rembang
18909
23031
18760
18041
20432
17790
21095
24846
27792
29639
28833
18
Kab. Pati
59424
64119
74396
75259
68228
67021
86000
90575
83466
93075
86044
19
Kab. Kudus
149821
139190
147030
145025
156517
168966
169619
164280
151515
156381
144368
20
Kab. Jepara
135306
224527
229228
231088
256280
239221
240485
223814
237572
251474
227589
21
Kab. Demak
45114
68770
73299
57399
64917
61156
74118
704411
65677
75821
52059
22
Kab. Semarang
68211
96327
102073
88506
113298
93567
102742
112496
102040
128091
98736
23
Kab.Temanggung
15912
18254
21758
20757
30417
74365
88393
62945
72244
61783
77862
24
Kab. Kendal
48954
44080
52496
48540
45160
62339
62891
61536
59645
53249
68091
25
Kab. Batang
41651
41946
54613
55968
51872
62088
72475
80152
73089
77261
95917
26
Kab. Pekalongan
107301
120442
117730
122722
143625
142554
141232
140900
150417
142369
146094
27
Kab. Pemalang
38346
73561
58905
57417
51878
63417
75317
76151
66225
66922
92969
28
Kab. Tegal
81186
102666
107120
83032
120853
107117
132511
111789
102188
97409
123313
29
Kab. Brebes
27552
43452
33709
26260
64997
37785
44204
32744
34049
25851
41406
30
Kota Magelang
7367
7100
6705
7638
8352
8928
7095
6778
6033
8050
7098
31
Kota Surakarta
41410
51759
63240
48279
59472
46647
58236
44222
42065
46189
49748
32
Kota Salatiga
6670
15572
12274
15768
14428
15470
15715
14161
12365
12388
20572
105804
111942
157231
148169
144312
138101
130695
122577
127304
156423
151878
Kota Pekalongan
41404
40438
39071
35106
45210
39269
44034
47479
49221
53099
43830
Kota Tegal
18835
15450
14262
15958
17568
17441
15784
14683
13350
16447
17138
1994730
2447195
2560763
2395072
2598120
2728200
2767651
3335223
2658681
2817302
3048735
33
Kota Semarang
34
35
Jawa Tengah
76
Pada tabel 4.2 menerangkan jumlah tenaga kerja sektor industri di provinsi
Jawa tengah tahun 2001 – 2011 perkembangan tenaga kerja mengalami turun
naik terutama pada tahun 2008 ke 2009 mengalami penurunan dari 3.335.223
(Jiwa) ke 2.658.681 (Jiwa) namun ke tahun berikutnya mengalami kenaikan
pada tahun 2011 mencapai 3.048.735 (Jiwa). Yakni jumlah tenaga kerja sektor
industri kabupaten/ kota yang tertinggi tahun 2011 berada di kota jepara
sebesar 227.589 (Jiwa) dan tenaga kerja sektor industri yang terendah berada di
kota magelang tahun 2011 sebesar 7.098 (Jiwa).
4. Pengeluaran pemerintah sektor industri
Menurut
(Mangkoesubroto,
2008:169)
pengeluaran
pemerintah
mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan
suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah
mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk
melaksanakan kebijakan tersebut.
Tabel 4.3 Pengeluaran pemerintah sektor industri menurut Kab/kota di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2001 – 2011 (Jutaan Rupiah)
Pengeluaran Pemerintah Sektor Industri (Jutaan Rupiah)
No
kab/ kota
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1
Kab. Cilacap
1227
1289
1345
1392
1466
1838
2772
3518
4075
4211
7763
2
Kab. Banyumas
3920
2664
4651
4958
5694
4763
7091
9504
10685
11062
10703
3
Kab.Purbalingga
1784
1840
1920
1879
2080
1853
2468
595
1009
2475
3480
4
Kab.Banjarnegara
1520
1535
1621
1812
2207
2385
2704
2805
2040
1950
3000
5
Kab. kebumen
1870
1672
1715
2071
1963
2388
1121
1335
1378
1571
1461
6
Kab. Purworejo
2116
3928
4229
3762
4170
5938
6483
6890
5439
5441
6370
7
Kab. Wonosobo
2080
2344
2740
2884
2136
2045
2030
2757
4380
4899
5241
8
Kab. Magelang
2112
2070
1267
1290
1321
1457
1761
2469
2245
1143
1169
9
Kab. Boyolali
6927
7980
8438
5779
9201
8888
1132
5915
6274
7537
4450
10
Kab. Klaten
4450
3400
3658
4591
4695
5441
6561
6549
7689
8070
8670
11
Kab. Sukoharjo
6195
6780
6961
6440
5080
5426
6540
6790
6837
7501
8592
12
Kab. Wonogiri
4366
4501
4846
6130
6501
3430
4519
5669
5736
6175
7398
13
Kab.Karanganyar
5120
5280
5377
6128
5357
5741
6390
6880
7650
8493
9230
77
Pengeluaran pemerintah sektor Industri (Jutaan Rupiah)
No
Kab/Kota
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
14
Kab. Sragen
2359
2535
2634
3237
4951
5250
6754
7816
5610
6083
7358
15
Kab. Grobogan
2668
2883
3190
3430
6110
2245
4813
3117
8646
5410
6083
16
Kab. Blora
1608
2950
3070
5013
5109
4074
4286
4890
5200
5308
4906
17
Kab. Rembang
3361
3509
4065
4441
5625
5210
5630
4690
4350
4557
4920
18
Kab. Pati
4701
4900
7828
7142
8261
9289
4210
3884
7390
8455
7318
19
Kab. Kudus
2395
2560
1923
2372
2040
2724
2980
2551
3961
2870
4197
20
Kab. Jepara
2229
2385
2566
3076
3785
4303
4460
4458
4201
4752
3450
21
Kab. Demak
1506
1252
1615
2223
2802
5743
2943
2876
7607
7820
6594
22
Kab. Semarang
6418
4050
4591
2562
2666
2894
3388
3867
6692
5767
5643
23
Kab.Temanggung
4473
5635
3392
3446
4631
5367
3094
2525
6175
5716
6329
24
Kab. Kendal
4247
3486
6154
8980
4980
2254
6374
4576
3250
6890
5430
25
Kab. Batang
5250
4940
1135
1008
1005
803
1483
1333
3354
3889
5816
26
Kab. Pekalongan
1154
1287
1926
1914
1121
1826
2469
4163
3209
4890
2980
27
Kab. Pemalang
3486
3243
1056
3426
1879
3355
1795
2926
1680
2650
2795
28
Kab. Tegal
4125
1735
10677
9211
5750
10795
8600
8670
6718
4048
4525
29
Kab. Brebes
1371
1260
1290
1649
1120
1548
1399
1155
2310
4035
4927
30
Kota Magelang
1604
1109
1260
980
1322
1457
1761
2469
2245
2732
2169
31
Kota Surakarta
8470
8550
10988
11508
14392
17656
6380
5326
5918
6500
6225
32
Kota Salatiga
3589
4287
3451
3627
3683
5642
5760
3509
3609
3209
3870
33
Kota Semarang
1190
2904
3212
12632
13436
17203
4968
6303
7405
6031
6016
34
Kota Pekalongan
3490
4739
3054
4720
5599
6926
5817
5473
5507
5745
4130
35
Kota Tegal
3740
3153
4267
2847
1319
2294
1143
7468
1839
1128
1620
113381
118635
132112
150565
155463
162458
144086
153268
174322
181022
186839
Jawa Tengah
Bila dilihat dari tabel 4.3 pengeluaran pemerintah sektor industri Provinsi
Jawa Tengah mengalami fluktuatif dari tahun 2006 sebesar Rp. 162.458
(Jutaan) ke tahun 2006 dengan sebesar Rp. 172.458 (Jutaan) namun mengalami
penurunan tahun 2007 menjadi Rp. 144.086 (Jutaan) dan sempat mengalami
kenaikan tahun 2008 namun kembali turun pada tahun 2009 selanjutnya adanya
peningkatan sampai pada tahun 2011 sebesar 186.839 (Jutaan).
Adapun Kab/Kota yang memiliki pengeluaran industri pada tahun 2011
berada di Kabupaten banyumas sebesar Rp. 10.703 (Jutaan) dan yang terendah
pada Kabupaten Magelang sebesar Rp. 1.169 (Jutaan).
78
Adapun Sasaran umum urusan industri di provinsi Jawa Tengah yakni:
Sasaran umum yang hendak dicapai dalam pembangunan di urusan
perindustrian adalah menciptakan industri yang tangguh dan berdaya saing
tinggi (dikutip dalam RKPD, 2012:173) yaitu :
a) Berkembangnya IKM serta industri besar dan sedang dengan kinerja
yang efisien dan kompetitif serta memiliki ketergantungan rendah pada
bahan baku impor
b) Terwujudnya efisiensi industri-industri unggulan melalui klaster
c) Terciptanya struktur industri yang kuat antara industri hulu dan hilir
dengan berbasis pada pendekatan klaster sehingga berdaya saing tinggi
dan terbentuknya keterkaitan antara industri hulu dan hilir
d) Meningkatnya jumlah IKM yang menerapkan teknologi modern dan
terlindungi dari kemungkinan pembajakan HaKI
e) Tersedianya tenaga kerja berkualitas antara mendukung perkembangan
industri ikm serta industri besar dan sedang.
1. Memilih Metode Data Panel
a. Uji Chow
Untuk mengetahui model data panel yang akan digunakan, maka
digunakan uji F-restriced atau uji Chow dengan membandingkan F
statistic dan F tabel.
Dengan pengujian hipotesa sebagai berikut:
𝐻0 : Model PLS (Restriced)
𝐻1 : Model Fixed Effect (Unrestriced)
Dari hasil regresi berdasarkan metode FEM dan PLS diperoleh Fstatistik di bawah ini:
79
Tabel 4.4
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
319.223532
1336.569632
d.f.
Prob.
(34,348)
34
0.0000
0.0000
Sumber : Lampiran 3 hal 124
Berdasarkan hasil dari uji Chow diperoleh nilai statistic sebesar
319.223532 dengan df (34,348), dengan menggunakan F tabel 𝜶 = 5%,
diperoleh nilai sebesar (1.87) yang berarti menolak pooled least squared
(PLS) dan menerima fixed effect model (FEM).
b. Uji Hausman
Untuk mengetahui apakah model fixed effect atau random effect
yang dipilih, maka digunakan uji Hausman Test dengan cara
membandingkan Chi-Square statistic dan Chi-Square tabel. Dengan
pengujian hipotesis sebagai berikut:
𝐻0 : Model mengikuti Random Effect Model
𝐻1 : Model mengikuti Fixed Effect Model
Dari hasil regresi berdasarkan metode Random Effect Model
diperoleh nilai Chi-Square statistic sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f.
5.578124
2
Prob.
0.0615
Sumber : Lampiran 4 hal 125
80
Berdasarkan pada hasil uji hausman yang telah dilakukan,
didapatkan Chi-Square statistik sebesar 5.578124 dengan probabilitas
0.0615 pada d.f 2, dengan menggunakan Chi-Square tabel diperoleh
nilai sebesar 5.99146. Hasil tes menyatakan bahwa Chi-Square statistik
lebih kecil dari pada Chi-Square tabel, sehingga dapat disimpulkan
bahwa H1 ditolak dan model terbaik yang dapat digunakan untuk model
penelitian adalah Random Effect Model.
2. Hasil Estimasi Model Data Panel
a. Pendekatan Random Effect Model (REM)
Setelah
dilakukan
pengolahan
data
dengan
menggunakan
pendekatan Random Effect Model dengan metode pendekatan panel least
square pada uji F-Resticed. Dari hasil pengolahan E-views 7.0
mendapatkan hasil seperti tampilan berikut:
Tabel 4.6
Regresi Data Panel Random Effect Model
R-squared
0.615950
Adjusted R-squared
0.610798
Sumber : Lampiran 7 hal 129
3. Uji asumsi klasik
a. Uji normalitas
Salah satu asumsi dalam model regresi linear adalah distribusi
probabiliotas gangguan μi memilki rata-rata yang diharapkan samadengan
nol, tidak berkorelasi dan mempunyai varian konstan. Uji normalitas
bertujuan untuk melihat bahwa suatu data berdistribusi normal atau tidak.
Untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak, dilakukan uji
jarque-bera. Hasil uji jarque-bera dapat dilihat gambar berikut ini.
81
Tabel 4.7
Hasil Uji Normalitas
50
Series: Standardized Residuals
Sample 2001 2011
Observations 385
40
30
20
10
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-7.11e-10
8214.553
929988.7
-1193559.
356508.8
0.072084
2.430461
Jarque-Bera
Probability
5.536930
0.062758
0
-1000000
-500000
0
500000
1000000
Sumber : Lampiran 8 hal 131
Untuk melihat nilai residual berdistribusi normal atau tidak diliohat
dari nilai jarque-bera (JB Test) < nilai χ2 (Chi Square) tabel. Dengan df =
(n-k) = 385 – 3 = 382, maka diperoleh nilai χ2 (Chi Square) tabel
124,34211. Dibandingkan dengan nilai jarque-Bera pada gambar sebesar
5.536930, dapat disimpulakn bahwa probalitas gangguan μi regresi tersebut
berdistribusi normal karena nilai Jarque-Beralebih kecil dibandingkan nilai
χ2 (Chi Square) tabel.
b.
Uji Multikolinearitas
Pengujian ini untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan
korelasi antar variabel independen. Untuk melihat adanya keberadaan
multikolinieritas, salah satunya dengan cara melihat R-Square nya,
apabila nilai R-Square nya tinggi tapi sedikit rasio t yang signifikan maka
diduga terdapat gejala multikolinieritas (Gujarati.2007: 68). Asumsi
keberadaan multikolinieritas boleh diabaikan apabila pada hasil regresi
82
awal, paling sedikit ada satu variabel independen yang berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Tabel 4.8
Tabel Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel
t-Statistik
Prob
Tenaga kerja industri
2.550947
0.0111
Signifikan
2.485158
0.0134
Signifikan
Pengeluaran
Pemerintah industri
Signifikansi
Sumber : Lampiran 11 hal 133
Dalam model yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat
multikolinieritas karena semua variabel independen berpengaruh secara
signifikan.
c.
Uji Autokorelasi
Uji yang dikenal untuk mendeteksi autokolerasi adalah uji durbinwatson (Gujarati.2007:121). Adapun untuk melihat ada tidaknya
autokolerasi dalam hasil regresi dapat melihat nilai durbin-watson
statistiknya. Apabila nilai DW lebih kecil dari nilai dL, berarti memiliki
autokolerasi.
Dari hasil pengolahan di dapat nilai Durbin Watson yaitu
0.147109 Sedangkan dengan n = 385 dan k = 2 diperoleh dari tabel DW,
dL = 1.7483 dan dU = 1.7887. Nilai DW statistik (0.147109) lebih
kecil dari nilai dL (1.7483) , maka dapat disimpulkan bahwa dalam
model regresi ini terdapat autokolerasi. Akan tetapi Menurut Shochrul R.
Ajija, Dyah W. Sari, Rahmat H. Setianto dan Martha R. Primanti dalam
bukunya yang berjudul “Cara Cerdas Menguasai Eviews” , apabila
mengunakan regresi panel data maka tidak harus dilakukan pengujian
asumsi klasik (2011: 52).
83
d. Uji Heterokedastisitas
Untuk melihat gejala Heterokedastisitas dalam penelitian ini,
langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengestimasi model ke
cross
section
weight
(GLS),
kemudian
langkah
selanjutnya
membandingkan nilai sum squared di weight statistics dengan nilai sum
squared di unweight statistics. Apabila nilai sum squared di weight
statistics lebih kecil dari pada nilai sum squared di unweight statistics,
maka terdeteksi Heterokedastisitas.
Tabel 4.9
Hasil Uji Heterokedastisitas
Weight Statistics
Sum squared resid
5.46E+13
Unweight Statistics
Sum squared resid
1.74E+13
Sumber : Lampiran 10 hal 133
Dapat dilihat pada tabel diperoleh hasil regresi sum squared
statistics lebih besar dari pada sum squared unweigh statistics. Dapat
diartikan bahwa hasil regresi tidak terdapat gejala Heterokedastisitas.
4. Pengujian statistik
a. Uji Signifikansi Parsial (Uji T)
Tabel 4.10
Tabel nilai t-statistik
Variabel
C
P
Signifikansi
Coefficient
t-Statistic
1108161.
3.227847
0.0014
2.550947
0.0111
Signifikan
2.485158
0.0134
Signifikan
Tenaga Kerja
1.084649
industri
Pengeluraan
pemerintah
6.293698
industri
Sumber : Lampiran 7 hal 129
prob
84
Jika ditulis dalam persamaan maka hasilnya adalah :
Estimation Equation:
Pertumbuhan ekonomi industri = βo +β1 TK it + β2 PPi it + μit
Substituted Coefficients:
Pertumbuhan ekonomi industri = 1108161. + 1.084649*TK + 6.293698*PPi
Pada variabel Tenaga Kerja industri diperoleh nilai t-statistik
(2.55) > t.tabel (1.65) dan nilai probabilitas (0.0111) dengan tingkat
keyakinan sebesar
95%. Hasil tersebut dapat dikatakan bahwa variabel
tenaga kerja industri berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi industri
karena nilai t-statistik lebih besar daripada nilai t tabel.
Pada variabel Pengeluaran pemerintah industri diperoleh nilai tstatistik (2.48) > t.tabel (1.65) dan nilai probabilitas (0.0134) dengan tingkat
keyakinan sebesar 95%. Hasil tersebut dapat dikatakan bahwa variabel
pengeluaran pemerintah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
industri karena nilai t-statistik lebih besar daripada nilai t tabel.
b. Uji simultan (Uji F)
Hasil regresi pengaruh tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah
terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah tahun 2001-2011 dengan
menggunakan taraf keyakinan 95 persen (𝜶 = 5 persen), dengan degree of
freedom for numerator (dfn) = 2 ( k-1=3-1 ) dan degree of freedom for
dominator (dfd) = 382 ( n-k = 385–3 ), maka diperoleh F tabel sebesar 3,04.
Dari hasil regresi diperoleh F statistic sebesar 3.095801 dan nilai probabilitas
statistiknya 0.046376 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen
(Tenaga kerja industri dan pengeluaran pemerintah industri berpengaruh
85
secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Pertumbuhan ekonomi
sektor industri ).
c. Uji koefisien determinan (Adjusted R2)
Hasil koefisien determinan pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen secara
statistic. Dari hasil regresi pengaruh tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah
terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri di Jawa Tengah tahun 20012011 adalah 0.610798. hal ini berarti bahwa 61 persen pertumbuhan ekonomi
sektor industri di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh
variabel tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah. Sedangkan 39 persen
dijelaskan oleh variabel lain diluar model atau faktor – faktor lain diluar
penelitian ini.
C. Interprestasi data
Tabel 4.11
Hasil Perhitungan Data Panel
Variabel
C
TK
PPi
_CILA-C
_BANY-C
_PURB-C
_BANJ-C
_KEBU-C
_PURW-C
_WONO-C
_MAGE-C
_BOYO-C
_KLAT-C
Pertumbuhan ekonomi sektor industri
Coeficient
t-Statistik
Prob
1108161.
3.227847
0.0014
1.084649
2.550947
0.0111
6.293698
2.485158
0.0134
Random Effects Individual
(Cross section)
Effect
10707759
9599598.
409610.2
-698550.8
101659
-1006502.
278726.9
-829434.1
117289.3
-990871.7
167143.3
-941017.7
128102
-980059.0
561307.3
-546853.7
499704
-608457.0
695401.3
-412759.7
86
_SUKO-C
_WONGC
_KARA-C
_SRAG-C
_GROB-C
_BLOR-C
_REMB-C
_PATI-C
_KUDU-C
_JEPA-C
_DEMA-C
_SEMA-C
_TEMA-C
_KEND-C
_BATA-C
_PEKA-C
_PEMA-C
_TEGA-C
_BREB-C
_KOMA-C
_KOSU-C
_KOSA-C
_KOSE-C
_KOPE-C
8873.6
-1058202.
1063055.
-650910.8
-1073901.
-1036150.
-1080610.
-464812.2
5302590.
-367758.7
-981755.3
981041.5
-772086.3
606801.5
-603020.4
-517440.0
-519653.1
-419677.2
-652948.9
-1091210.
-89548.71
-987503.6
3544323.
1117034.7
49959
2171216
457250.2
34260
72011
27550
643348.8
6410751
1475919.7
126405.7
2089202.5
336074.7
1714962.5
505140.6
590721
588507.9
688483.8
455212.1
16951
1018612.2
120657.4
4652484
-818752.9
289408.1
_KOTG-C
-905836.0
202325
R-squered
Adjusted
R-squered
F-statistic
Prob
(F-statistic)
0.615950
0.610798
3.095801
0.046376
1. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Cilacap akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri
meningkat sebesar Rp. 10.707.759
(Jutaan).
2. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
87
maka Kabupaten Banyumas akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 409.610,2
(Jutaan).
3. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Purbalingga akan mendapat pengaruh individu
terhadap pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 101.659
(Jutaan).
4. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka kabupaten Banjarnegara akan mendapat pengaruh individu
terhadap pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp.
278.726,9 (Jutaan).
5. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Kebumen akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri
menurun sebesar Rp. 117.289,3
(Jutaan).
6. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Purworejo akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri
menurun sebesar Rp. 167.143,3
(Jutaan).
88
7. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Wonogiri akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 128.102 (Jutaan).
8. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Magelang akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 561.307,3
(Jutaan).
9. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Boyolali akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 499.704 (Jutaan).
10. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar
waktu,
maka Kabupaten Klaten akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi menurun sebesar Rp. 695.401,3 (Jutaan).
11. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kab/kota maupun antar waktu, maka
kabupaten Sukoharjo akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri meningkat sebesar Rp. 1.117.034,69
(Jutaan).
12. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
89
maka Kabupaten Wonogiri akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 49.959 (Jutaan).
13. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kab/kota maupun antar waktu, maka
kabupaten Karanganyar akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan industri meningkat sebesar Rp. 2.171.216 (Jutaan) .
14. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kota Sragen akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 457.250,2
(Jutaan).
15. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka kabupaten Grobogan akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 34.260 (Jutaan).
16. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Blora akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 72.011 (Jutaan).
17. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Rembang akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri sebesar menurun Rp. 27.550 (Jutaan).
90
18. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka kabupaten Pati akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 643.348,8
(Jutaan).
19. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka kabupaten Kudus akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri meningkat sebesar Rp. 6.410.751
(Jutaan).
20. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Jepara akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri sebesar menurun Rp. 1.475.919,7
(Jutaan).
21. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka
kabupaten
demak
akan
mendapat
pengaruh
individu
terhadap pertumbuhan ekonomi indsutri menurun sebesar Rp.
126.405,7 (Jutaan).
22. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Semarang akan mendapat pengaruh individu terhadap
91
pertumbuhan ekonomi industri meningkat sebesar Rp. 2.089.202,5
(Jutaan).
23. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Temanggung akan mendapat pengaruh individu
terhadap pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp.
336.074,7 (Jutaan).
24. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka
kabupaten
Kendal
akan
mendapat
pengaruh
individu
terhadap pertumbuhan ekonomi industri meningkat sebesar Rp.
1.714.962,5 (Jutaan).
25. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka
Kabupaten
Batang
akan
mendapat
pengaruh
individu
terhadap pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp.
505.140,6 (Jutaan).
26. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Pekalongan akan mendapat pengaruh individu
terhadap pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 590.721
(Jutaan)
27. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Pemalang akan mendapat pengaruh individu terhadap
92
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 588.507,9
(Jutaan).
28. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Tegal akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 688.483,8
(Jutaan).
29. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kabupaten Brebes akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 455.212,1
(Jutaan).
30. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kota Magelang akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 14.201 (Jutaan).
31. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kota Surakarta akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 1.018.612,29
(Jutaan).
32. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kota Salatiga akan mendapat pengaruh individu terhadap
93
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 120.657,4
(Jutaan).
33. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kota Semarang akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri meningkat sebesar Rp. 4.652.484
(Jutaan).
34. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kota Pekalongan akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 289.408,1
(Jutaan).
35. Bila terdapat perubahan tenaga kerja industri dan pengeluaran
pemerintah industri baik antar kabupaten/kota maupun antar waktu,
maka Kota Tegal akan mendapat pengaruh individu terhadap
pertumbuhan ekonomi industri menurun sebesar Rp. 202.325 (Jutaan).
D. Analisis ekonomi
Pada analisis regresi data panel pengaruh tenaga kerja dan
pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri di
Jawa Tengah tahun 2002 – 2011, dengan model yang digunakan Random
Effect Model (REM).
Interpretasi dari hasil regresi data panel analisis pengaruh tenaga
kerja dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi sektor
industri di Jawa Tengah tahun 2001 – 2011 adalah :
94
Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat nilai Adjusted R2 sebesar
0.610798. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel bebas dalam model mampu
menjelaskan variasi pengaruh dari variabel terikat sebesar 61 persen,
sedangkan sisanya sebesar 39 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain
di luar model tersebut.
Dengan nilai konstanta sebesar 1108161, maka dapat dijelaskan
sebagai berikut: apabila variabel bebas (tenaga kerja sektor industri,
pengeluaran pemerintah sektor industri) dianggap konstan maka nilai
pertumbuhan sektor industri Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
mengalami peningkatan sebesar Rp. 1.108.161 (Jutaan).
Dari hasil pengujiam regresi tenaga kerja diketahui bahwa
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri. Dengan
nilai koefisien 1.084649. Hal ini berarti Peningkatan tenaga kerja industri
sebesar 1 jiwa maka akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi industri
mengalami penigkatan sebesar Rp. 1.084.649.
Sedangkan hasil pengujiam regresi pengeluaran pemerintah diketahui
bahwa berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri.
Dengan nilai koefisien 6.293698. Peningkatan pengeluaran pemerintah
industri sebesar 1 Juta maka akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan
ekonomi industri sebesar Rp. 6.293.698.
1. Tenaga kerja terhadap pertumbuhan sektor industri
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
95
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja dapat
juga diartikan penduduk usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh
penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika
ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi
dalam aktivitas tersebut.
Hasil regres ditemukan bahwa tenaga kerja memberikan pengaruh yang
positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri dilihat dari
probabilitas sebesar 0.0111 dan nilai koefisien sebesar 1.084649. Hal ini berarti
Peningkatan tenaga kerja industri sebesar 1 jiwa maka akan menyebabkan
pertumbuhan ekonomi industri mengalami penigkatan sebesar Rp. 1.084.649,
Dengan menganggap variabel yang lain konstan. Semakin bertambah tenaga
kerja industri maka akan semakin bertambah pertumbuhan ekonomi industri.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Ramesh
Chandra Paudel di negara Srilanka (2009),”. Ini juga diperkuat oleh penelitian
yang dilakukan Ardyan Wahyu Sandhika dan Mulyo Herdanto di Kabupaten
Kendal (2012).
Hasil penelitian menunjukan tenaga kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri sesuai dengan teori
penelitian ini adalah teori artur okun, yang lebih dikenal dengan hukum Okun
96
yang menyatakan tingkat pengangguran berbanding terbalik dengan dengan
pertumbuhan output (GNP), artinya bila laju pertumbuhan ekonomi yang naik
maka meningkatkan pertumbuhan tenaga kerja atau mengurangi pengangguran
sebaliknya jika laju pertumbuhan ekonomi yang rendah atau negatif akan
diikuti tingkat pengangguran yang meningkat.
Dan diperkuat oleh Rindang Bangun Prasetyo dan Muhamad Firdaus
(2009) dalam penelitian yang berjudul “pengaruh infrastruktur pada
pertumbuhan
ekonomi
wilayah
di
Indonesia”
menyimpulkan
bahwa
perekonomian di indonesia lebih banyak bersifat padat karya daripada padat
modal sehingga perlunya investasi dalam pembinanaan sumber daya manusia
(pendidikan) akan
membawa dampak positif yang sama terhadap angka
produksi, bahkan akan lebih besar jika terus bertambahnya manusia demi
menunjang perkembangan berkelanjutan dalam pembangunan dari segi
ketrampilan dan pengetahuan sehingga terciptanya kualitas modal manusia
baik tenaga kerja terampil dan terlatih yang bisa memanfaatkan barang-barang
modal secara efektif yang bisa meningkat produktivitas.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan laju pertumbuhan
tenaga kerja. Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2011, jumlah
penduduk yang bekerja pada Agustus 2011 mengalami penurunan terutama di
Sektor Pertanian sebesar 7,56 persen dan Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar
97
3,29 persen. Sedangkan sektor-sektor yang mengalami kenaikan adalah Sektor
Lainnya (Sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Konstruksi, Transportasi,
Pergudangan dan Komunikasi, Keuangan dan Lainnya) sebesar 7,98 persen,
Sektor Industri sebesar 3,74 persen dan Sektor perdagangan sekitar 0,89
persen). Jika dibandingkan dengan Agustus 2010
hampir semua sektor
mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali Sektor Pertanian mengalami
penurunan jumlah pekerja sebesar 4,27 persen. Sektor Pertanian, Perdagangan,
Industri dan Sektor Jasa Kemasyarakatan secara berurutan menjadi penampung
terbesar tenaga kerja pada bulan Agustus 2010.
Perubahan struktur ekonomi yang di Provinsi Jawa Tengah 2001-2011
sesuai model perubahan struktural yang memusatkan perhatiannya pada
mekanisme
yang
memungkinkan
negara-negara
terbelakang
untuk
mentransformasikan struktur ekonomi mereka dari pola perekonomian
pertanian ke perekonomian modern lebih berorientasi ke industri manufaktur.
Hasil penelitian ini sesuai dengan perkembangan data yang didapat oleh
penulis, ini membuktikan dari data tenaga kerja dibeberapa kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi sektor industri. Bila dalam masa yang akan datang
pertumbuhan industri bisa bertambah besar terlebih sektor industri sebagai
sektor pemimpin yang memilki saling kait mengkaitan dengan sektor lain baik
itu sektor pertanian sebagai bahan baku, sektor transportasi sebagai
pengangkutan, sektor prasarana: listrik, gas, air minum dan jalan raya maupun
sektor keuangan dan jasa yang semua saling mendukung satu sama lain.
98
2. Pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan sektor industri
Pengeluaran
pemerintah
mencerminkan
kebijakan
pemerintah.
Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang
dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut
(Mangkoesubroto, 2008:169).
Hasil regres ditemukan bahwa Pengeluaran pemerintah industri
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi industri
dengan nilai probabilitas sebesar 0.0134 dan koefisien sebesar 6.293.698.
Peningkatan pengeluaran pemerintah industri sebesar 1 Juta maka akan
menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi industri
sebesar Rp.
6.293.698. Dengan menganggap variabel yang lain konstan. Semakin
bertambah pengeluaran pemerintah yang efektif maka akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sektor industri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
oleh Ibrahem Mohamed Al Bataineh in Jordan (2012). Dan diperkuat juga
oleh Adrian Sutawijaya (2010) dan Dwi Suryanto meneliti pertumbuhan
ekonomi di SUBOSUKAWONOSRATEN tahun 2004-2008 menyimpulkan
pengeluran pemerintah merupakan investasi yang dihasilkan berupa sarana
dan prasarana publik yang tidak disediakan swasta namun diharapkan
mengalokasikan belanja aparatur daerah (yang memberi dampak secara tidak
langsung terhadap pembangunan) dengan belanja modal (yang memberi
dampak langsung terhadap pembangunan). Dari kesimpulan semuanya jurnal
menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh
yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
99
Dalam penelitian ini sesuai dengan Teori Wagner. Teori Wagner
menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita
meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.
Menurut Wagner mengapa peranan pemerintah semakin besar, disebabkan
karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat,
hukum, pendidikan, rekreasi kebudayaan dan sebagainya (Mangkoesubroto,
2008: 179).
Menurut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2012 dalam
program kebijakan pengeluaran pemeritah sektor industri
berdasarkan
kondisi capaian terdapat 4 capaian target kinerja urusan perindustrian telah
tercapai sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) yang telah direncanakan, yaitu pengembangan produk unggulan
daerah dengan penurunan kandungan bahan baku impor pada IKM,
pengembangan klaster industri; pembinaan terhadap IKM serta pendidikan
dan latihan penyaluran tenaga terampil bidang industri. Sedangkan capaian 2
target kinerja diperhitungkan akan tercapai yaitu untuk pembinaan dan
bimbingan teknis terhadap 1.000 unit usaha IKM serta pengembangan produk
unggulan daerah 35 jenis produk. Walaupun sebagian besar capaian kinerja
yang telah ditetapkan sebagaimana indikator tersebut diatas telah tercapai,
namun tetap harus memperhatikan kondisi realitas dan dinamika kebutuhan
masyarakat, wilayah, pembangunan serta dampak pemberlakuan ACFTA.
Sementara jika dilihat dalam masa yang akan datang. Dengan jumlah
penduduk yang relatif besar, akses sumber daya alam yang relatif mudah
menyebabkan sektor sekunder (industri, listrik dan air bersih dan gas dan
100
konstruksi) dan
tersier (Jasa, pedagangan, dan pengangkutan dan
komunikasi) berkembang cukup pesat. Ditambah Sektor primer terutama
ditopang oleh sub sektor pertanian tanaman pangan sehingga Jawa Tengah
menjadi salah satu lumbung pangan nasional sehingga pertumbuhan ekonomi
ke arah yang positif.
Diprediksikan pertumbuhan ke arah positif antara lain karena
meningkatnya pergerakan sektor riil yang secara langsung bermanfaat bagi
pelaku usaha dan masyarakat. Dukungan infrastruktur dan investasi yang
mulai beroperasi di tahun mendatang antara lain mulai beroperasinya proyekproyek investasi besar Jawa Tengah seperti Pabrik Semen di Rembang,
Pabrik Gula di Blora, Jalan Tol Semarang – Bawen, Peningkatan layanan
Pelabuhan Tanjung Mas dan Pembangunan Jalur Ganda Kereta Api lintas
Solo-Yogyakarta, Yogyakarta-Kutoarjo, Bandara Ahmad Yani, Waduk
Serbaguna Jatibarang, Pembangunan Peningkatan pelabuhan/ terminal
Kendal, Pengembangan Bandara Dewandaru Karimunjawa, termasuk
pembangunan infrastruktur yang mendukung proyek-proyek tersebut.
Ekspor Jawa Tengah pada Tahun mendatang diperkirakan masih
tertuju pada pasar ekspor antara lain Amerika, Jepang dan China dengan
komoditas berupa TPT, barang kayu dan olahan kayu, hasil manufaktur
pabrik serta hasil pertanian, sedangkan secara nilai ekspor diprediksikan
dapat meningkat apabila tidak terjadi kondisi yang bersifat ekstrim. Ke
depan yang harus diperhatikan adalah upaya untuk membuka pasar ekspor
yang baru, disamping mampu memberikan nilai tambah pada barang ekspor
untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapi pasar bebas melalui
peningkatan kualitas produk barang yang dihasilkan. Ekspor pada sektor
101
industri dan pertanian selanjutnya lebih difokuskan pada produk olahan,
bukan bahan baku atau bahan.
102
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
1. Pengaruh secara parsial
a) Tenaga kerja sektor industri berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah tahun
2001-201.
b) Pengeluaran pemerintah sektor industri berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2001-2011
2. Secara bersama–sama tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah
mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor
industri di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah 2001-2011. Hal
ini dilihat dari tingkat kepercayaan 95 persen.
B. Implikasi
Dari kesimpulan di atas, penulis mencoba mengungkapkan beberapa
implikasi diantaranya sebagai berikut :
1. Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang Berbasis pada
Sumber Daya Lokal.
Pemerintah daerah Provinsi Jawa tengah perlunya menciptakan ikm
dengan
kinerja
yang
efisien
dan
kompetitif
serta
memiliki
ketergantungan rendah terhadap bahan baku impor dengan diversifikasi
dengan peningkatan standar mutu produk berbasis ekspor maupun
peningkatan penguatan kandungan lokal produk industri sehingga dapat
103
subsitusi impor yang disamping juga pengembangan industri padat karya
dipedesaan.
2.
Penataan Struktur Industri.
Untuk penataan struktur industri perlu terciptanya struktur industri yang
kuat antara industri hulu dan hilir melalui fasilitasi peningkatan jaringan
produksi, pengembangan informasi produk industri hulu dan hilir,
peningkatan kualitas sarana dan prasarana penunjang industri dan
pengembangan kemitraan usaha antara industri skala kecil dan menengah
dengan industri skala besar, fasilitasi pengembangan akses bahan baku
industri dan pelayanan teknis di bidang industri; mewujudkan efisiensi
industri unggulan di Jawa Tengah melalui pengembangan klaster industri
penghela dan klaster pendukung lainnya
3. Peningkatan SDM, Pelatihan dan Bantuan Peralatan Industri.
pengembangan SDM industri yang berkualitas, profesional dan
mempunyai kemampuan teknis tinggi guna mendukung peningkatan
produktivitas industri melalui penyelenggaraan pendidikan dan latihan,
bimbingan teknis, magang kerja, akses pasar kebutuhan industri dan
bantuan peralatan produksi tepat guna serta peningkatan koordinasi dan
sinergitas program pengembangan industri.
104
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, R. Shocrul, Dkk.” Cara Cerdas Menguasai E Views”. Jakarta: Salemba
Empat, Jakarta, 2011
Al Bataineh, Ibrahem Mohamed.”The Impact Of Goverment On Economic
Growth In Jordan” Journal of contemporary research in business vol 4
No.6 Hal 132 – 145, 2012.
Anasmen. “ Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Di
Provinsi Sumatera Barat : 2000-2006”. Tesis,
Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia, 2009.
Arsyad, Lincolin. “Ekonomi Pembangunan”. Edisi kelima, Yogyakarta: STIM
YKPN, Yogyakarta, 2010.
Bangun, Rindang Prasetyo. dan Firdaus, Muhammad.”Pengaruh Infrastruktur
Pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Di Indonesia.” Institut Pertanian
Bogor, ( Mei 2009): hal 222 – 236.
BPS,“kependudukan dan ketengakerjaan tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2006- 2011”. Jawa Tengah : BPS Jawa Tengah, 2012.
____,“kependudukan dan ketengakerjaan tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2000- 2006”. Jawa Tengah : BPS Jawa Tengah, 2012.
____,“Penyusunan Data sosial ekonomi (suseda di Provinsi Jawa
Tengah)”.berbagai edisi pernerbitan ”. Jakarta : BPS Jawa Tengah, 2007.
____, “Produk domestik regional bruto di Provinsi Banten tahun 2006 - 2011”.
Banten : BPS Banten, 2012.
____, “Produk domestik regional bruto di Provinsi DI Yogyakarta tahun 2006 2011”. DI Yogyakarta : BPS DI Yogyakarta, 2012.
____, “Produk domestik regional bruto di Provinsi DKI Jakarta tahun 2006 2011”. DKI Jakarta : BPS DKI Jakarta, 2012.
____, “Produk domestik regional bruto di Provinsi Jawa Barat tahun 2006 2011”. Jawa Timur: BPS Jawa Timur, 2012.
____, “Produk domestik regional bruto di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 2011”. Jawa Timur: BPS Jawa Timur, 2012.
____,“Stastistik industri sedang dan industri besar di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2006 - 2010 ”. Jakarta : BPS Jawa Tengah, 2011
105
____,“Tinjauan Produk domestik regional bruto tiap kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2006- 2011”. Jawa Tengah: BPS Jawa Tengah, 2012.
Cahyono, Eko Fajar dan Kaluge, David.” Analisis Pengaruh Infrakstruktur Publik
Terhadap Produk domestik Bruto Perkapita di Indonesia”: Universitas
Brawijaya malang (Maret 2010) hal 1 -19.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. “Konsep Ketenagakerjaan”. Jakarta:
Disnakertrans, Jakarta, 2006.
Djalal, Nachrowi. “Ekonometrika untuk analisis ekonomi dan keuangan”,
Jakarta:FEUI, Jakarta, 2006.
Dornbush, Rudiger. “Makroekonomi” . edisi keempat. Jakarta: penerbit erlangga,
Jakarta, 2006
Dumairy .”Perekonomian Indonesia”. Jakarta: Erlangga, Jakarta, 1997.
Fafurida, “Perencanaan Pengembangan Sektor Pertanian Sub Sektor Tanaman
Pangan di Kabupaten Kulonprogo: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang,vol. 2, no 2 (September 2009):h. 144-155.
Gama , Ayu Savitri,”Disparitas Dan Konvergensi Produk Domestik Regional
Bruto (Pdrb) Per Kapita Antar Kabupaten/ Kota Di Provinsi Bali”:
Jurnal Ekonomi dan Sosial Vol. 2 No. 1 (januari 2009): Hal 38 – 48.
Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”. Edisi Ketiga, Jakarta: Erlangga,
Jakarta, 2007.
Iwan, “Energi Ganjal Pertumbuhan Industri Jateng.” Suara, Merdeka, 21 oktober
2011.http://www.suaraharianmerdeka.com2011/08/21/masalah-industridan-energiganjal-pertumbuhan-industri-jateng.html diakses pada 12
november 2012
Kemenperin,”Rencana Strategis Kementrian Perindutrisan Tahun 2010- 2014”
http://www.kemenperin.go.id/2012/p01d06-wone.html.
Artikel
diakses pada 5 Desember 2012.
Kuncoro, Mudrajad. “Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi”. Edisi keempat,
Jakarta : Erlangga, Jakarta, 2006.
Kuncoro, Mudrajat.” Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan”.
Edisi ke empat, Yogyakarta : YKPN AMP UPP, Yogyakarta, 2006.
Mangkoesoebroto, Guritno, “Ekonomi Publik Edisi 3”. Yogyakarta: BPFE,
Yogyaarta, 2008.
106
Mankiw, Gregory. N.”Makro Ekonomi, edisi keenam”. Jakarta: Erlangga,
Jakarta, 2007.
Paudel, Ramesh Chandra.”Foreign Debt, Trade Openness, Labor Force and
Economic
Growth: Evidence from Sri Lanka”: ICFAI Journal of
Applied Economics Vol. 8 No.1 Hal 57-64, 2009.
Raharjo, Adi. “ Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta Dan Angkata
Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1982-2003 Di Kota
Semarang”. Tesis,
Fakultas ekonomi, Universitas Diponegoro, 2006.
RKPD, “Rencana Kerja Pembangunan Daerah” . Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Tengah: 2012.
Safdari, Mehdi. “ Importance of Quality of Labour Force on Economic Growth in
Iran.” University of Qom, ( April 2012) hal 1 -6.
Sahoo, Pravakar.dkk.”infrastruktur Development and Economic Growth in
China”: Indian
Council for International Economic Realtion
(ICRIE R): Oktober 2010 Hal 1 – 39.
Sameulson, Paul A dan Wiliam, D Nordhaus.“MakroEkonomi”, Edisi
Kempatbelas. jakarta: Erlangga, Jakarta, 2001.
Sandhika, Ardyan Wahyu dan Hendarto, Mulyo.” Analisis Pengaruh Aglomerasi,
Tenaga Kerja, Jumlah Penduduk, Dan Modal Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten Kendal”. DIPONEGORO Journal of Economic vol 1
no 1. (2012): hal. 1-6.
Siahaan,Bisuk. “Industrialiaasi di Indonesia: sejak periode Rehabilitasi sampai
awal Reformasi “, Bandung: ITB, Bandung, 2000.
Sukirno, Sadono. “Makroekonomi Modern, Perkembangan Pemikiran dari Klasik
Hingga Keynesian Baru”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007.
_____________. “Ekonomi Pembangunan:Proses, masalah dan Dasar
Kebijakan”. Edisi ketiga, Jakarta: Kencana Persada Media Group, Jakarta,
2011.
_____________. “makroekonomi: Teori Pengantar”.edisi Ketiga, Jakarta:
Rajawali Pers, Jakarta, 2008.
Suliyanto.”Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran”. Yogyakarta: Ghalia
Indonesia. Yogyakarta, 2005.
Suparmoko, Maria.”ekonomi publik”, edisi pertama, Yogyakarta: penerbit Andi
yogyakarta, 2002.
107
Susetyo, Dyke. “Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Aglomerasi, Tenaga Kerja
dan
Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, skripsi, Fakultas Ekonomi,
Universitas Diponegoro, 2011.
Suryanto, Dwi. “ Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, dan
Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di
Subosukawonosraten Tahun 2004-2008”. Universitas Diponegoro, 2010.
Swaramarinda, Darma Rika Dan Indriani, Susi. “Pengaruh Pengeluaran
Konsumsi Dan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di
Indonesia”. Econosains Universitas Negeri Jakarta volume IX, nomor 2
(agustus 2011): h. 95 - 105.
Tarigan, Robinson. “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”. Edisi Revisi.
Cetakan Kedua. Jakarta: PT Bumi Aksara, Jakarta: 2005.
Todaro, Michael P. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”. Edisi Ketujuh.
Jakarta : Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004.
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistik: Eviews”.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2007.
Zulfahmi, Adrian Sutawijaya.” Pengaruh Ekspor Dan Investasi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1980-2006”. Jurnal organisasi
dan manajemen volume 6 no. 1 (maret 2010): hal. 15 – 27.
108
LAMPIRAN 1
Laju PDRB Harga Kostan 2000 Sektor Industri, Tenaga Kerja Sektor
Industri dan pengeluaran pemerintah sektor industri Menurut
Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2011
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Kab/Kota
Kab. Cilacap
Kab. Banyumas
Purbalingga
Kab. Banjarnegara
Kab. Kebumen
Kab. Purworejo
Kab. Wonosobo
Kab. Magelang
Tahun
Pertumbuhan
Ekonomi Sektor
Industri
(Persen)
Tenaga Kerja
Sektor
Industri
(Jiwa)
Pengeluaran
Pemerintah
Sektor Industri
((Jutaan))
2008
6,49
108.407
3.518
2009
1,55
113.855
4.075
2010
3,29
92.218
4.211
2011
3,45
164730
7763
2008
3,33
142.410
9.504
2009
3,03
132.072
10.685
2010
4,4
151.234
11.062
2011
6,52
177488
10703
2008
6,08
80.759
5.95
2009
6,72
86.492
1.009
2010
6,83
102.565
2.475
2011
7,77
136.373
3480
2008
3,74
59.603
2.805
2009
2,1
53.268
2.040
2010
1,5
71.033
1.950
2011
3,87
39.965
3000
2008
4,23
113.040
1.335
2009
4,03
117.505
1.378
2010
5,4
118.494
1.571
2011
4,42
171.125
1461
2008
4,39
40.982
6.890
2009
4
48.282
5.439
2010
4,09
44.718
5.441
2011
5,75
31.245
6370
2008
2,54
43.919
2757
2009
2,4
47.438
4.380
2010
2,07
35.955
4.899
2011
3,96
23.879
5241
2008
4,36
84.716
2.469
2009
3,28
87.823
2.245
2010
3,76
99.502
1.143
2011
3,65
94.586
1169
109
No
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Kab/Kota
Tahun
Kab. Boyolali
2008
Pertumbuhan
Ekonomi Sektor
Industri
(Persen)
4,79
2009
4,38
72.494
6.274
2010
3,76
78.863
7.537
2011
6,04
88100
4.450
2008
2,43
115.580
6.549
2009
3,29
126.081
7.689
2010
6,35
127.913
8.070
2011
6,72
161.421
8.670
2008
4,3
103.946
6.790
2009
3,61
93.651
6.837
2010
5,94
108.310
7.501
2011
5,94
121.628
8.572
2008
4,72
28.139
5.669
2009
4,12
27.853
5.736
2010
7,33
32.913
6.175
2011
5,31
48.953
7.398
2008
4,15
74.036
6.880
2009
3,71
64.931
7.650
2010
4,16
77.896
8.493
2011
6,4
88.430
9.230
2008
6,87
67.998
7.816
2009
5,06
61.502
5.610
2010
6,99
65.804
6.083
2011
8,04
57.673
7.358
2008
4,1
41.555
3.117
2009
3,45
32.221
8.646
2010
6,81
35.713
5.410
2011
5,59
51.152
6.083
2008
6,1
15.899
4.890
2009
4,18
14.947
5.200
2010
3,08
20.240
5.308
2011
1,23
16.431
4.906
2008
3,47
24.846
4.690
2009
2,68
27.792
4.350
2010
3,36
29.639
4.557
2011
5,79
28.833
4.920
Kab. Klaten
Kab. Sukoharjo
Kab. Wonogiri
Kab. Karanganyar
Kab. Sragen
Kab. Grobogan
Kab. Blora
Kab. Rembang
Tenaga
Kerja Sektor
Industri
(Jiwa)
75.687
Pengeluaran
Pemerintah
Sektor Industri
(Jutaan)
5.915
110
No
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kab/Kota
Kab. Pati
Kab. Kudus
Kab. Jepara
Kab. Demak
Kab. Semarang
Kab. Temanggung
Kab. Kendal
Kab. Batang
Kab. Pekalongan
2008
Pertumbuhan
Ekonomi Sektor
Industri
(persen)
4,65
2009
3,08
83.466
7.390
2010
6,69
93.075
8.455
2011
5,46
86.044
7.318
2008
2,98
164.280
2.151
2009
4,42
151.515
3.961
2010
3,09
156.381
2.870
2011
3,74
144.368
4.197
2008
4,87
223.814
4.458
2009
4,26
237.572
4.201
2010
6,52
251.474
4.752
2011
4,47
227.589
3.450
2008
2,12
70.411
2.876
2009
2,21
65.677
7.607
2010
4,29
75.821
7.820
2011
6,57
52.059
6.594
2008
4,05
112.496
3.876
2009
3,88
102.040
6.692
2010
4,79
128.091
5767
2011
5,54
98.736
5.643
2008
3,88
62.945
2.525
2009
2,03
72.244
6.175
2010
3,78
61.783
5.716
2011
6,27
77.862
6.329
2008
3,03
61.536
4.576
2009
1,7
59.645
3.250
2010
7,9
53.249
6.890
2011
3,5
68.091
5.430
2008
2,23
80.152
1.330
2009
2,19
73.089
3.354
2010
4,83
77.261
3.889
2011
5,72
95.917
5.816
2008
3,02
140.900
4.163
2009
1,44
150.417
3.209
2010
4,22
142.369
4.890
2011
1,9
146.094
2.980
Tahun
Tenaga Kerja
Sektor
Industri
(Jiwa)
90.575
Pengeluaran
Pemerintah
Sektor Industri
(Jutaan)
3.884
111
No
Kab/Kota
Tahun
27
Kab. Pemalang
2008
Pertumbuhan
Ekonomi Sektor
Industri
(persen)
4,85
2009
4,03
66.225
1.680
2010
4,83
66.922
2.650
2011
5,25
92.969
2.795
2008
6,12
111.789
8.670
2009
6,78
102.188
6.718
2010
5,46
97.409
4.048
2011
5,2
123.313
4.525
2008
8,32
32.744
1.115
2009
11,2
34.049
2.310
2010
8,29
25.851
4.035
2011
9,61
41.406
4.927
2008
9,01
6.778
2.469
2009
1,39
6.033
2.245
2010
4,11
8.050
2.732
2011
6,81
7.098
2.169
2008
2,31
44.222
5.326
2009
2,94
42.065
5.918
2010
3,33
46.189
6.500
2011
2,79
49.748
6.225
2008
1,65
14.161
3.509
2009
2,71
12.365
3.609
2010
2,38
12.388
3.209
2011
5,82
20.572
3.870
2008
4,75
122.577
6.303
2009
4,36
127.304
7.405
2010
4,89
156.423
6.031
2011
5,49
151.878
6.061
2008
3,02
47.479
5.473
2009
3,36
49.221
5.507
2010
4,39
53.099
5.745
2011
4,63
43.830
4.130
2008
4,21
14.683
7.468
2009
3,28
13.350
1.839
2010
3,5
16.447
1.128
2011
3,85
17.138
1.620
28
29
30
31
32
33
34
35
Kab. Tegal
Kab. Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Kota Tegal
Tenaga Kerja
Sektor
Industri
(Jiwa)
76.151
Pengeluaran
Pemerintah
Sektor Industri
(Jutaan)
2.926
112
LAMPIRAN 2
DATA OBSERVASI
Wilayah
Tahun
PDRB
industri
_CILA
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
7703346
8548864
9231399
9963465
10904122
11481971
11583445
12387609
12197894
12600215
13035198
538676
555090
578401
602635
617386
637418
659537
681529
702273
733231
781051
160563
165705
171096
178341
187909
199967
213149
226128
241343
257831
277887
302810
312675
_BANY
_PURB
_BANJ
Tenaga kerja
industri
68370
103136
133388
118185
110124
107079
102759
108407
113855
92218
164730
97592
135304
141326
105465
123428
123815
136619
142410
132072
151234
177488
71136
53127
85113
89134
84378
102815
87130
80759
86492
102565
136373
51724
55216
Pengeluaran
pemerintah
industri
1227
1289
1345
1392
1466
1838
2772
3518
4075
4211
7763
3920
2664
4651
4958
5694
4763
7091
95043
10685
11062
10703
1784
1840
1920
1879
2080
1853
2468
595
1009
2475
3480
1520
1535
113
Wilayah
Tahun
_BANJ
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
_KEBU
_PURWO
_WONO
PDRB
industri
321321
325862
329889
338493
353362
366595
374322
379956
394672
209561
216821
224579
224663
223916
233872
256538
267407
278186
293230
306216
172101
180179
192361
202877
220886
233649
263428
275014
286029
297732
314879
162978
166267
169434
171598
174839
179686
184539
Tenaga kerja
industri
51150
54587
43348
38344
48069
59603
53268
71033
39965
101751
116625
103889
95586
78723
116690
122600
113040
117505
118494
171125
17336
33428
41882
41406
44650
60120
46253
40982
48282
44718
31245
19531
43225
31142
37826
28672
28602
37412
Pengeluaran
pemerintah
industri
1621
1812
2207
2385
2704
2805
2040
1950
3000
1870
1673
1715
2071
1963
2388
1121
1335
1378
1571
1461
2116
3928
4229
3762
4170
5938
6483
6890
5439
5441
6370
2080
2344
2740
2884
2136
2045
2030
114
Wilayah
Tahun
_WONO
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
_MAGE
_BOYO
_KLAT
_SUKO
PDRB
industri
189240
193795
197825
205659
527402
546283
573201
598422
624775
653952
685408
715344
738830
766616
794598
564490
567377
570773
561277
563954
582759
609253
638448
666424
691493
733294
753926
797268
821704
855226
896705
841653
869903
891042
920432
978880
1044666
1045253
Tenaga kerja
industri
43919
47438
35955
23879
63422
75439
84220
62936
63791
82762
80497
84716
87823
99502
94586
28578
63570
59065
56724
66442
82343
81753
75687
72494
78863
88100
122514
142625
149196
133225
151001
157760
124663
115580
126081
127913
161421
81087
Pengeluaran
pemerintah
industri
2757
4380
4899
5241
2112
2070
1267
1290
1321
1457
1761
2469
2245
1143
1169
6927
7980
8438
5779
9201
8888
1132
5915
6274
7537
4450
3643
3400
3658
4591
4695
5441
6561
6549
7689
8070
8670
6195
115
Wilayah
Tahun
_SUKO
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
_WONG
_KARA
_SRAG
PDRB
industri
1086068
1124808
1162044
1202242
1248116
1303211
1359291
1408382
1480403
1568341
83185
87297
95116
103068
107776
117307
123304
129129
134461
144317
151990
1670038
1779899
1911514
2065453
2201053
2320190
2460945
2563118
2658292
2769047
2946327
409238
429441
449252
473230
500203
532376
Tenaga kerja
industri
110721
92376
99559
116731
111696
103644
103946
93651
108310
121628
50694
36132
22226
26249
29036
32902
25349
28139
27853
32913
48953
84070
81049
89691
79848
87954
88849
81981
74036
64931
77896
88430
50394
51765
57754
47718
40582
72066
Pengeluaran
pemerintah
industri
6780
6961
6440
5080
5426
6540
6790
6837
7501
8592
4366
4501
4846
6130
6501
3430
4519
5669
5736
6175
7398
5120
5280
5377
6128
5357
5741
6390
6880
7650
8493
9230
2359
2535
2634
3237
4951
5250
116
Wilayah
Tahun
_SRAG
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
_GROB
_BLOR
_REMB
PDRB
industri
568751
607878
638637
683322
738328
76877
79647
82577
85445
88705
91130
95161
99068
102486
108826
114916
89483
92114
95787
99929
106826
112851
119311
126589
131884
135952
137635
63285
64711
66668
69647
73250
77118
81794
84635
86908
89830
95039
Tenaga kerja
industri
53544
67998
61502
65804
57673
15650
25012
24188
23716
29630
33063
37774
41555
32221
35713
51152
11704
18195
10154
19972
19809
24046
12956
15899
14947
20240
16431
18909
23031
18760
18041
20432
17790
21095
24846
27792
29639
28833
Pengeluaran
pemerintah
industri
6754
7816
5610
6083
7358
2668
2883
3190
3430
6110
2245
4813
3117
8646
5410
6083
1608
2950
3070
5013
5109
4074
4286
4890
5200
5308
4906
3361
3509
4065
4441
5625
5210
5630
4690
4350
4557
4920
117
Wilayah
Tahun
_PATI
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
_KUDU
_JEPA
_DEMA
PDRB
industri
577889
614661
647047
686367
722697
763160
806904
844437
870458
928761
979557
5112626
5407457
5715468
6226357
6557621
6689910
6901300
7107442
7421852
7651696
7938351
836712
859932
873110
901598
931381
977008
1033625
1083963
1130177
1203937
1257831
229611
241039
249598
260160
279777
Tenaga kerja
industri
59424
64119
74396
75259
68228
67021
86000
90575
83466
93075
86044
149821
139190
147030
145025
156517
168966
169619
164280
151515
156381
144368
135306
224527
229228
231088
256280
239221
240485
223814
237572
251474
227589
45114
68770
73299
57399
64917
Pengeluaran
pemerintah
industri
4701
4900
7828
7142
8261
9289
4210
3884
7390
8455
7318
2395
2560
1923
2372
2040
2724
2980
2551
3961
2870
4197
2229
2385
2566
3076
3785
4303
4460
4458
4201
4752
3450
1506
1252
1615
2223
2802
118
Wilayah
Tahun
_DEMA
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
_SEMA
_SEMA
_TEMA
_KEND
PDRB
industri
283160
289798
295966
302523
315523
336270
1835889
1886452
1969962
2103627
2108699
2177770
2282474
2375117
2467389
2585787
2729084
335053
347638
365240
386711
400966
419532
433190
450026
459175
476539
506463
1505890
1529126
1613583
1641119
1716524
1756426
1869692
1926518
1959314
2153337
Tenaga kerja
industri
61156
74118
704411
65677
75821
52059
68211
96327
102073
88506
113298
93567
102742
112496
102040
128091
98736
15912
18254
21758
20757
30417
74365
88393
62945
72244
61783
77862
48954
44080
52496
48540
45160
62339
62891
61536
59645
53249
Pengeluaran
pemerintah
industri
5743
2943
2876
7607
7820
6594
6418
4050
4891
2562
2666
2894
3388
3867
6692
5643
5767
4473
5635
3392
3446
4631
5367
3094
2525
6175
5716
6329
4247
3486
6154
8980
4980
2254
6374
4576
3250
6890
119
Wilayah
Tahun
_KEND
_BATA
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
_PEKA
_PEMA
_TEGA
PDRB
industri
2228766
523920
535594
548021
565348
580360
583043
593025
606302
619607
649547
686721
647840
665271
680089
702043
716467
740214
769243
792495
803973
837955
894272
567067
590818
580891
607140
630560
657076
689361
722815
751959
788340
829796
579214
619147
668408
729093
Tenaga kerja
industri
68091
41651
41946
54613
55968
51872
62088
72475
80152
73089
77261
95917
107301
120442
117730
122722
143625
142554
141232
140900
150417
142369
146094
38346
73561
58905
57417
51878
63417
75317
76151
66225
66922
92969
81186
102666
107120
83032
Pengeluaran
pemerintah
industri
5430
5250
4940
1135
1008
1005
803
1483
1333
3354
3889
5816
1154
1287
1926
1914
1121
1826
2469
4163
3209
4890
2980
3486
3243
1056
3426
1879
3355
1795
2926
1680
2650
2795
4125
1735
10677
9211
120
Wilayah
Tahun
_TEGA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
_BREB
_BREB
_KOMA
_KOSU
PDRB
industri
781586
841243
899472
954554
1019360
1075036
1130962
347494
357120
377762
403146
440160
476796
525893
569684
633770
686356
752324
28804
29176
30051
28693
29588
30972
32233
35139
35628
37094
39623
920386
962964
1027498
1089912
1105952
1134134
1173423
1200607
1235953
Tenaga kerja
industri
120853
107117
132511
111789
102188
97409
123313
27552
43452
33709
26260
64997
37785
44204
32744
34049
25851
41406
7367
7100
6705
7638
8352
8928
7095
6778
6033
8050
7098
41410
51759
63240
48279
59472
46647
58236
44222
42065
Pengeluaran
pemerintah
industri
5750
10795
8600
8670
6718
4048
4525
1371
1260
1290
1649
1120
1548
1399
1155
2310
4035
4927
1604
1109
1260
980
1322
1457
1761
2469
2245
2732
2169
8470
8550
10988
11508
14392
17656
6380
5326
5918
121
Wilayah
Tahun
_KOSU
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2001
2002
2003
_KOSA
_KOSE
_KOPE
_KTEG
PDRB
industri
1277210
1312946
132366
130308
137034
143573
150764
159333
168536
171322
175970
180163
190657
3958867
4116601
4257540
4385583
4508130
4724893
4998706
5236515
5465109
5732672
6047908
288082
306032
322248
330239
354605
366068
382475
394036
407309
425217
444914
175089
182624
197661
Tenaga kerja
industri
46189
49748
6670
15572
12274
15768
14428
15470
15715
14161
12365
12388
20572
105804
111942
157231
148169
144312
138101
130695
122577
127304
156423
151878
41404
40438
39071
35106
45210
39269
44034
47479
49221
53099
43830
18835
15450
14262
Pengeluaran
pemerintah
industri
6500
6225
3589
4287
3451
3627
3683
5642
5760
3509
3609
3209
3870
1190
2904
3212
12632
13436
17203
4968
6303
7405
6031
6016
3490
4739
3054
4720
5599
6926
5817
5473
5507
5745
4130
3740
3153
4267
122
Wilayah
Tahun
_KTEG
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
PDRB
industri
214440
226920
238177
248922
259875
268711
278467
289215
Tenaga kerja
industri
15958
17568
17441
15784
14683
13350
16447
17138
Pengeluaran
pemerintah
industri
2847
1319
2294
1143
7468
1839
1128
1620
123
LAMPIRAN 3
UJI CHOW
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
319.223532
1336.569632
d.f.
Prob.
(34,348)
34
0.0000
0.0000
124
LAMPIRAN 4
UJI HAUSMAN
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f.
5.578124
2
Prob.
0.0615
125
LAMPIRAN 5
POOLED LAST SQUARE
Dependent Variable: SER01
Method: Panel Least Squares
Date: 05/22/13 Time: 15:15
Sample: 2001 2011
Periods included: 11
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 385
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
TK?
PPI?
341590.2
12.01627
-8.231686
277323.2
3.710509
4.049371
1.231741
3.238444
-2.032831
0.2188
0.0013
0.0428
0.108117
0.103448
2037244.
1.59E+15
-6137.722
23.15373
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
1219568.
2151568.
31.89986
31.93066
31.91207
0.091867
126
LAMPIRAN 6
FIXED EFFECT MODEL
Dependent Variable: P?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/22/13 Time: 15:05
Sample: 2001 2011
Included observations: 11
Cross-sections included: 35
Total pool (balanced) observations: 385
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
TK?
PPI?
Fixed Effects (Cross)
_CILA-C
_BANY-C
_PURB-C
_BANJ-C
_KEBU-C
_PURW-C
_WONO-C
_MAGE-C
_BOYO-C
_KLAT-C
_SUKO-C
_WONGC
_KARA-C
_SRAG-C
_GROB-C
_BLOR-C
_REMB-C
_PATI-C
_KUDU-C
_JEPA-C
_DEMA-C
_SEMA-C
_TEMA-C
_KEND-C
_BATA-C
_PEKA-C
_PEMA-C
_TEGA-C
_BREB-C
_KOMA-C
1115754.
0.982476
6.335850
40324.35
0.409153
2.557365
27.66948
2.401245
2.477492
0.0000
0.0169
0.0137
9633423.
-695333.7
-1008247.
-834464.8
-989984.3
-947596.2
-987354.2
-548064.7
-611240.6
-407847.4
11648.69
-1066000.
1066878.
-654937.1
-1081808.
-1045466.
-1089479.
-466274.4
5327275.
-353470.2
-980127.3
986620.2
-777241.7
606537.7
-606056.8
-513058.6
-522289.9
-418016.2
-658852.0
-1101553.
127
_KOSU-C
_KOSA-C
_KOSE-C
_KOPE-C
_KOTG-C
-92692.94
-996927.3
3561443.
-824689.9
-914751.5
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.872292
0.869426
376213.7
4.93E+13
-5469.437
339.2083
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1219568.
2151568.
28.60487
28.98479
28.75555
0.159454
128
LAMPIRAN 7
RANDOM EFFECT MODEL
Dependent Variable: P?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 05/22/13 Time: 16:38
Sample: 2001 2011
Included observations: 11
Cross-sections included: 35
Total pool (balanced) observations: 385
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable
C
TK?
PPI?
Random Effects
(Cross)
_CILA-C
_BANY-C
_PURB-C
_BANJ-C
_KEBU-C
_PURW-C
_WONO-C
_MAGE-C
_BOYO-C
_KLAT-C
_SUKO-C
_WONGC
_KARA-C
_SRAG-C
_GROB-C
_BLOR-C
_REMB-C
_PATI-C
_KUDU-C
_JEPA-C
_DEMA-C
_SEMA-C
_TEMA-C
_KEND-C
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1108161.
1.084649
6.293698
343312.9
0.425195
2.532515
3.227847
2.550947
2.485158
0.0014
0.0111
0.0134
9599598.
-698550.8
-1006502.
-829434.1
-990871.7
-941017.7
-980059.0
-546853.7
-608457.0
-412759.7
8873.696
-1058202.
1063055.
-650910.8
-1073901.
-1036150.
-1080610.
-464812.2
5302590.
-367758.7
-981755.3
981041.5
-772086.3
606801.5
129
_BATA-C
_PEKA-C
_PEMA-C
_TEGA-C
_BREB-C
_KOMA-C
_KOSU-C
_KOSA-C
_KOSE-C
_KOPE-C
_KOTG-C
-603020.4
-517440.0
-519653.1
-419677.2
-652948.9
-1091210.
-89548.71
-987503.6
3544323.
-818752.9
-905836.0
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
2022962.
376213.7
Rho
0.9666
0.0334
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.615950
0.610798
377971.6
3.095801
0.046376
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
68277.06
380028.9
5.46E+13
0.147109
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.018519
1.74E+13
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1219568.
0.004601
130
LAMPIRAN 8
UJI NORMALITAS
50
Series: Standardized Residuals
Sample 2001 2011
Observations 385
40
30
20
10
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-7.11e-10
8214.553
929988.7
-1193559.
356508.8
0.072084
2.430461
Jarque-Bera
Probability
5.536930
0.062758
0
-1000000
-500000
0
500000
1000000
131
LAMPIRAN 9
UJI AUTOKORELASI
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
2022962.
376213.7
0.615950
0.610798
377971.6
3.095801
0.046376
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
Rho
0.9666
0.0334
68277.06
380028.9
5.46E+13
0.147109
132
LAMPIRAN 10
UJI HETEROKEDASTIS
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
2022962.
376213.7
Rho
0.9666
0.0334
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.615950
0.610798
377971.6
3.095801
0.046376
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
68277.06
380028.9
5.46E+13
0.147109
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.018519
1.74E+15
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
1219568.
0.004601
133
LAMPIRAN 11
Tabel Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel
t-Statistik
Prob
Tenaga kerja industri
2.550947
0.0111
Signifikan
2.485158
0.0134
Signifikan
Pengeluaran
Pemerintah industri
Signifikansi
134
Download