View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Geologi Regional
Pembahasan geologi regional daerah penelitian mencakup kondisi
geomorfologi dan kondisi stratigrafi serta kondisi struktur geologi.
3.1.1
Geomorfologi Regional
Dari Peta Rupa Bumi skala 1:50.000 (Bakosurtanal, 1991) menunjukkan
bahwa wilayah Tana Toraja merupakan dataran tinggi yang dikelilingi oleh
pegunungan tinggi. Gunung yang terkenal antara lain G. Rantemario (3440 mdpl),
G. Tondok (1209 mdpl). Beberapa sungai mengalir sepanjang tahun dan
umumnya bermuara di S. Saddang di sebelah barat wilayah studi.
Morfologi daerah penelitian umumnya didominasi oleh morfologi
pegunungan dan perbukitan. Morfologi pegunungan menempati bagian selatan,
sedangkan bagian timur, barat hingga bagian utara merupakan perbukitan
bergelombang. Ketinggian pegunungan ini melebihi 500 m dengan puncak
tertinggi adalah Gunung Moladewe yang terletak pada rangkaian pegunungan
Latimojong, Sulawesi Selatan (Sukamto, 1975)
Morfologinya Kecamatan Sangalla dikelilingi oleh bukit-bukit kars (buntu
dalam bahasa Toraja) dan yang terkenal ada 8 buah bukit yaitu Buntu Tongko,
Buntu Kote, Buntu Batubakka, Buntu Burake, Buntu Tipodang, Buntu Kandora,
Buntu Issong dan Buntu Kaero. Pada dasar bukit-bukit inilah muncul mata air
12
13
yang mengalir kearah lembah Sangalla dan menjadi sumber air baik bagi
kehidupan sehari-hari maupun untuk persawahan. Air yang bersumber dari kaki
bukit tersebut mengalir secara gravitasi dari persawahan yang lebih tinggi ke
persawahan di bawahnya melalui saluran yang dikelola secara sederhana oleh
masyarakat setempat.
Sebagian pegunungan ini terbentuk oleh batuan gunung api dengan
ketinggian rata-rata 1500 m dari permukaan laut ke arah timur rangkaian
pegunungan ini relatif menyempit dan lebih rendah dengan morfologi
bergelombang lemah sampai kuat
3.1.2 Stratigrafi Regional
Daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar Majene dan
Palopo Bagian Barat (Djuri dan Sudjatmiko, 1974), dimana berdasarkan urutan
stratigrafinya batuan tertua yang dijumpai di daerah adalah Formasi Latimojong
(Tkl) yang berumur Kapur dengan ketebalan kurang lebih 1000 meter. Formasi
ini telah termetamorfisme dan menghasilkan filit, serpih, rijang, marmer, kwarsit
dan beberapa intrusi bersifat menengah hingga basa, baik berupa stock maupun
berupa retas-retas.Pada bagian atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi
Toraja yang terdiri dari Tersier Eosen Toraja (Tet) dan Tersier Eosen Toraja
Limestone (Tetl) yang berumur Eosen terdiri dari serpih, batugamping dan
batupasir serta setempat batubara, batuan ini telah mengalami perlipatan kuat.
Kisaran umur dari fosil-fosil yang dijumpai pada umumnya berumur Eosen
Tengah sampai Miosen Tengah. (Djuri dan Sudjatmiko, 1974). Pada bagian atas
formasi ini dijumpai batuan vulkanik Lamasi (Tolv) yang berumur Oligosen,
14
terdiri dari aliran lava bersusunan basaltik hingga andesitik, breksi vulkanik,
batupasir dan batulanau, setempat-setempat mengandung feldspatoid. Kebanyakan
batuan terkersikkan dan terkloritisasi. Satuan batuan berikutnya adalah satuan
Tmb dan Tmpss yang terdiri dari napal dan sisipan batugamping yang setempatsetempat mengandung batupasir gampingan, konglomerat dan breksi yang
berumur Miosen Bawah hingga Miosen Tengah, di tempat lain diendapkan satuan
batuan Tmc yang terdiri dari konglomerat, meliputi sedikit batupasir glaukonit dan
serpih. Ketebalan satuan batuan ini antara 100 – 400 meter dan berumur Miosen
Tengah hingga Pliosen.
Ketiga satuan batuan di atas mempunyai hubungan menjemari dengan
satuan batuan Tmpl yang terdiri dari lava yang bersusunan andesit sampai basal,
pada beberapa tempat terdapat breksi andesit, piroksin dan andesit trakit serta
felspatoid. Kelompok satuan batuan ini berumur Miosen Awal hingga Pliosen dan
mempunyai ketebalan 500 – 1000 meter. Pada beberapa tempat dijumpai pula
satuan batuan Tmpa, yang merupakan Molasa Sulawesi yang terdiri dari
konglomerat, batupasir, batulempung dan napal dengan selingan batugamping dan
lignit. Foraminifera menandakan umur Miosen Akhir hingga Pliosen.
Batuan-batuan tersebut di atas terangkat ke permukaan hingga
membentuk dataran tinggi akibat adanya pengangkatan oleh gaya-gaya tektonik.
Kegiatan tektonik tersebut menyisakan beberapa struktur yang dapat dijumpai di
wilayah studi daerah penelitian antara lain patahan naik (trust fault), patahan
normal (normal fault) dan struktur perlipatan berupa sinklin. Setidaknya ada
empat tahapan yang menyebabkan terjadinya gaya-gaya tektonik tersebut.
15
Satuan Batuan termuda berupa endapan aluvial dan pantai yang terdiri
dari lempung, lanau, pasir kerikil dan setempat-setempat terdapat terdapat
terumbu koral (Qal) menempati daerah pesisir timur dan barat.
120o 05’ BT
03o 00’ LS
03o 00’ LS
119o 45’ BT
03o 20’ LS
03o 20’ LS
Lokasi Penelitian
-
0 37.5 75
150
225
300
Kilometers
Gambar 3.1 Peta Geologi Regional Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar
Palopo, Sulawesi . P3G, Bandung (Djuri, Sudjatmiko, S. Bachri dan
Sukido, 1998)
3.1.3 Struktur Geologi Regional
Struktur yang terdapat di Pulau Sulawesi khususnya daerah penelitian
memperlihatkan keadaan yang sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena Pulau
Sulawesi banyak mendapat pengaruh pertemuan berbagai lempeng benua dan
samudera. Kerumitan tektonik Pulau Sulawesi ini ditafsirkan
sebagai hasil pemekaran kerak bumi yang disebabkan oleh gerak lempeng
Australia dan Hindia ke utara dan lempeng Pasifik ke Barat yang kedua
membentur lempeng Eurasia.
16
Secara regional orogenesa pada Pulau Sulawesi mulai berlangsung sejak
Zaman Trias, terutama pada Mandala Banggai – Sula yang merupakan Mandala
Tertua, sedangkan pada Mandala Geologi Sulawesi Timur dimulai pada Kapur
Akhir atau Awal Tersier. Perlipatan yang kuat menyebabkan terjadinya sesar
anjak yang berlangsung pada Miosen Tengah pada Lengan Timur Sulawesi dan
dibagian tengah dari Mandala Geologi Sulawesi Barat, diwaktu yang bersamaan
suatu trangresi local berlangsung pada Lengan Tenggara Sulawesi dan suatu
aktifitas vulkanik terjadi pada Lengan Utara dan Selatan (Sukamto, 1975).
Fase orogenesa Intra Miosen terlihat menonjol pada beberapa tempat,
terutama pada Mandala Sulawesi Barat bagian Tengah, sedangkan orogenesa
sebelum Intra Miosen mungkin terjadi dua kali, yaitu sebelum dan sesudah Eosen.
Orogenesa Larami terjadi pada Kapur Akhir hingga Miosen Awal, mengangkat
dan melipat endapan Mesozoikum dan sediment tua lainnya, kemudian terhenti
oleh pengaruh gerakan horizontal dan menyebabkan terjadinya berbagai sesar
sungkup berarah utara-selatan atau tepatnya utara baratlaut - selatan menenggara.
Gaya horizontal terhenti dan disusul oleh terbentuknya sesar bongkah yang
menyebabkan terban maupun sembul. Perlipatan yang kuat diikuti oleh sesar
sungkup yang terjadi pada Miosen Tengah pada bagian tengah dari Mandala
Sulawesi Barat, melipat batuan pada Formasi Latimojong dan Formasi Toraja
kemudian tersesarkan.
Pada Plio-Plistosen berbagai terban dan sembul dipengaruhi oleh adanya
sesar geser berarah baratlaut-tenggara yang searah dengan pergerakan sesar PaluKoro di Sulawesi Tengah (Simandjuntak, 1986). Sesar ini diperkirakan masih
17
aktif, arah gerak sesar Palu-Koro memperlihatkan kesamaan gerak dari jalur Sesar
Matano dan jalur Sesar Sorong dan pola sesar sungkupnya memperlihatkan arah
yang konsekwen terhadap Mandala Banggai-Sula. Kemudian akibat dari lempeng
Asia yang bergerak dari arah baratlaut menyebabkan terbentuknya jalur
penunjaman Sulawesi Utara hingga pergerakan dari Sesar Palu-Koro masih aktif.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Maka pada Mandala Sulawesi
Barat bagian tengah termasuk daerah penelitian berkembang sesar-sesar mendatar
yang berarah baratlaut-selatan tenggara dan sesar-sesar anjak yang berarah
timurlaut-baratdaya. Sesar-sesar mendatar yang dimaksud adalah Sesar Mendatar
Malimbo di bagian utara daerah penelitian, Sesar Walanae Barat di baratdaya
daerah penelitian dan sesar naik yang paling dominan adalah Sesar Naik Makale
di bagian baratdaya dan Sesar Anjak Latimojong disebelah baratdaya daerah
penelitian (Djury dan Sudjatmiko, 1974).
3.2 Panas Bumi
Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air
panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara
genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi. Panas
bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, berpotensi besar serta
sebagai salah satu sumber energi pilihan dalam keanekaragaman energi. (Pasal
1.UU RI No. 27, 2003)
Panas Bumi merupakan sumber energi panas yang terbentuk secara alami
di bawah permukaan bumi. Sumber energi tersebut berasal dari pemanasan batuan
dan air bersama unsur-unsur lain yang dikandung Panas Bumi yang tersimpan di
18
dalam
kerak
bumi.
Untuk
pemanfaatannya,
perlu
dilakukan
kegiatan
penambangan berupa eksplorasi dan eksploitasi guna mentransfer energi panas
tersebut ke permukaan dalam wujud uap panas, air panas, atau campuran uap dan
air serta unsur-unsur lain yang dikandung Panas Bumi. Pada prinsipnya dalam
kegiatan Panas Bumi yang ditambang adalah air panas dan uap air, diakses pada
http://id.wikipedia.org/wiki/energipanasbumi.
3.3
Jenis – jenis Panas bumi
Panas bumi secara umum dapat diartikan sebagai penjelmaan suhu bumi
yang telah ada sejak bumi terbentuk. Asal dari panas tersebut telah banyak
dihipotesiskan para ahli, baik itu hipotesis panas yang merupakan warisan abadi
sejak sebuah bola gas pijar terlepas dari matahari yang kemudian membeku
bagian luarnya menjadi bumi, hipotesis panas akibat proses isotermis dan
pandangan terakhir yang lebih maju yaitu bahwa panas tersebut sebagian
disebabkan oleh proses peluruhan bahan radioaktif yang terkandung dalam bumi.
Di alam suhu tersebut membentuk suatu sistem yang disebut dengan sistem panas
bumi. Sistem mencakup sistem hidrotermal, yang merupakan sistem mataair,
proses pemanasan dan kondisi sistem di mana air yang terpanasi terkumpul,
sehingga sistem panas bumi mempunyai persyaratan seperti harus tersedianya air,
batuan pemanas, batuan sarang dan batuan penutup. Air di sini umumnya berasal
dari air tanah meteorik. Jenis – jenis air (Diadaptasikan dari White, 1956), sebagai
berikut :
 Air juvenile (juvenile water), yaitu air yang berasal dari magma (primer) yang
kemudian menjadi bagian dari hidrosfer. Air magmatik (magmatic water),
19
yaitu air yang berasal dari magma (dapat air juvenile) sejak magma tersebut
bersatu denga air meteorik atau air yang berasal dari sedimen.
 Air meteorik (meteoric water), yaitu air yang sekarang berada di lingkungan
atmosfer.
 Air purba (connate water), yaitu air yang terpisah dari atmosfer selama waktu
geologi yang panjang. Air yang tedapat dalam cekungan sedimen dan tertutup
oleh lapisan tebal batuan diatasnya ini hampir sejenis dengan air di dalam
lapisan minyak bumi yang umumnya merupakan air laut yang telah
mengalami perubahan karena proses fisika dan kimia.
 Air metamorfik (metamorphic water), yaitu bentuk tersendiri dari air purba
yang berasal dari mineral yang mengandung air (hidrous mineral), di mana air
akan terperas keluar selama proses kristalisasi atau metamorfosa.
Batuan pemanas akan berfungsi sebagai sumber pemanasan air yang dapat
berwujud tubuh terobosan granit maupun bentuk-bentuk lainnya. Panas yang
ditimbulkan oleh pergerakan sesar aktif kadang - kadang berfungsi pula sebagai
sumber panas, seperti sumber-sumber mata air panas di sepanjang Sesar Aktif
Palu – Koro.
Batuan sarang berfungsi sebagai penampung air yang telah terpanasi atau
uap yang telah terbentuk. Nilai kesarangan batuan cadangan ini ikut menentukan
jumlah cadangan air panas atau uap.
Batuan penutup berfungsi sebagai kumpulan air panas atau uap, sehingga
tidak merembes ke luar. Syarat dari batuan penutup ini adalah sifatnya yang tidak
mudah ditembus atau dilalui cairan atau uap (Gambar 3.1).
20
Batuan penutup
Batuan sarang
Batuan pemanas
Gambar 3.2
Model skematik sistem geothermal (Dimodifikasi dari White,1996)
Umumnya sumber panas bumi terdapat didaerah jalur gunungapi, maka
sebagai sumber panas adalah magma atau batuan yang telah mengalami radiasi
panas dari magma, sedang batuan penutup dan batuan cadangan bisanya dibentuk
oleh batuan hasil letusan gunungapi seperti lava dan piroklatik. Meskipun di
beberapa daerah panas bumi, tufa atau abu halus yang terlempungkan atau lapisan
air tanah dapat berfungsi sebagai batuan penutup sistem panas bumi.
Pada jalur gunung api, dengan sumber panas yang relatif agak dangkal
akan terbentuk daerah - daerah panas bumi yang di permukaan teramati sebagai
sumber - sumber air panas, lapangan fumarol, solfatar, kubangan lumpur panas,
steaming ground, hot ground, atau daerah ubahan hidrotermal.
Massa air panas yang terdapat di dalam bumi pada suatu saat akan
merembes ke permukaan bumi, membentuk sumber - sumber air panas. Kelurusan
beberapa sumber air panas mencirikan adanya retakan yang memotong sistem
21
hidrotermal panas bumi. Kadang - kadang di sekitar mataair panas dijumpai sinter
silikaan yang merupakan endapan silika yang larut dalam air panas atau tufa
gampingan karena ikut terlarut CaCO3.
Solfatar adalah hembusan gas belerang yang berasal magma maupun
terdapat di alam sedimen, endapan belerang yang merupakan sublimasi gas H2S di
sekitar daerah solfatar kadang - kadang mempunyai arti ekonomi. Fumarol
merupakan hembusan gas dan uap air, di mana uap air umumnya lebih banyak.
Konstituen gas umumnya terdiri dari CO2, H2S, HCl, CO, HF, Asam Borak,
H3PO3, NH3, Hidrogen Bebas dan sejumlah kecil gas - gas tak reaktif sepeti
Argon. Kadang ditemukan pula unsur Hidrogen, Cl dan F, di mana umumnya
berasal dari alterasi batuan sekitar. Beberapa jenis sulfat seperti anhidrit, gypsum,
alunit, alum dan garam epsomkadang dijumpai pada uap fumarol. Gas SO2 yang
ada berasal dari oksidasi gas H2S setelah mencapai permukaan, sedang belerang
yang berbentuk kristal - kristal jarum merupakan hasil sublimasi.
3.4
Gradien Geothermal
Secara universal, setiap penurunan 1 km (kedalaman) ke perut bumi
temperatur naik sebesar 25 - 30ºC. Atau setiap kedalaman bertambah 100 meter
temperatur naik sekitar 2,5 sampai 3ºC. Jadi semakin jauh ke dalam perut bumi
suhu batuan akan makin tinggi. Bila suhu di permukaan bumi adalah 27ºC maka
untuk kedalaman 100 meter suhu bisa mencapai sekitar 29,5ºC. Untuk kedalaman
1 km suhu batuan dapat mencapai 52-60ºC. Pertambahan panas tersebut dikenal
sebagai gradien geotermal. Untuk tempat-tempat tertentu di sekitar daerah
22
volkanik gradien geotermal dapat lebih besar lagi, variasinya 1 - 25°C / 100m,
diakses pada http://www.geothermal/html.
3.5
Karakteristik Sumber Panas Bumi
Langkah awal dalam rangka penyiapan konservasi energi panas bumi
adalah studi sistem panas bumi itu sendiri, terutama karakteristik sumber panas
bumi sebagai bagian penting dalam sistem, di antaranya yang berkaitan dengan :
 Dapur magma sebagai sumber panas bumi,
 Kondisi hidrologi,
 Manifestasi panas bumi,
 Reservoir,
 Umur (lifetime) sumber panas bumi.
3.5.1
Dapur Magma Sebagai Sumber Panas Bumi
Pada dasarnya energi panas yang dihasilkan oleh suatu wilayah gunungapi
mempunyai kaitan erat dengan sistem magmatik yang mendasarinya, dan salah
satu karakteristik penunjang pemanfaatan panas bumi adalah letak dapur
magmanya di bawah permukaan sebagai sumber panas (heat source).Terutama di
daerah - daerah yang terletak di jalur vulkanik - magmatik, ukuran dapur magma
itu sendiri berhubungan erat dengan kegiatan vulkanisme. Saat menuju
permukaan, magma akan mengalami proses diferensiasi dan berevolusi
menghasilkan susunan kimiawi yang berbeda sesuai kedalaman. Dapur magma
yang terbentuk pada kedalaman menengah kemungkinan terkontaminasi oleh
bahan - bahan kerak bumi yang kaya akan silika dan gas, sehingga bersifat lebih
eksplosif. Volumenya dapat diperkirakan dari ciri fisik berupa ukuran kaldera,
23
distribusi lubang kepundan, pola rekahan, pengangkatan topografi dan hasil erupsi
gunungapi atau melalui cara identifikasi dengan metoda geofisika.
Magma akan mengalirkan sejumlah panas yang signifikan ke dalam batuan
pembentuk kerak bumi, makin besar ukuran dapur magma maka semakin besar
pula sumber daya panasnya, di mana secara ekonomis menjadi ukuran jumlah
energi yang dapat dimanfaatkan dari suatu sumber panas bumi.
3.5.2
Kondisi Hidrologi
Pada busur kepulauan dengan kegiatan vulkanisme/magmatisme masih
berjalan, di mana magma di bawah permukaan berinteraksi dengan lokasi - lokasi
bersiklus basah atau cukup persediaan air; sehingga akan terjadi pendinginan
magma dan proses hidrotermal untuk menciptakan lingkungan fasa uap - air
bersuhu/bertekanan tertentu, yang memberikan peluang terjadinya sistem panas
bumi aktif.
Peranan air sangat penting dalam mempertahankan kelangsungan sistem
panas bumi, sehingga sangat dipengaruhi oleh siklus hidrologi yang diyakini
dapat terjaga keseimbangannya apabila pasokan dari lingkungan tidak terhenti.
Keberadaan sumber - sumber air lainnya seperti air tanah, air connate, air
laut/danau, es dan air hujan akan sangat dibutuhkan sebagai suplai kembali air
yang hilang mengingat kandungan air dalam magma (juvenile) tidak mencukupi
jumlah yang dibutuhkan dalam mempertahankan proses interaksi air – magma.
Kondisi hidrologi pada suatu sistem panas bumi sangat dipengaruhi oleh
bentang alam lingkungan di mana terjadiya dan berperan dalam membentuk
manifestasi permukaan yang dapat memberikan petunjuk tentang keberadaan
24
sumber panas bumi di bawah permukaan. Pada daerah berelief (topografi) rendah,
manifestasi panas bumi dapat berbentuk mulai dari kolam air panas dengan pH
mendekati netral, pengendapan sinter silika hingga zona - zona uap mengandung
H2S yang berpeluang menghasilkan fluida bersifat asam, menandakan bahwa
sumber fluida hidrotermal/panas bumi berada relatif tidak jauh dari permukaan.
Pada daerah dengan topografi tinggi (vulkanik andesitik), dimana kenampakan
manifestasi berupa fumarol atau solfatara, menggambarkan bahwa sumber panas
bumi berada pada kondisi relatif dalam yang memerlukan waktu dan jarak
panjang untuk mencapai permukaan.
3.5.3
Manifestasi Panas Bumi
Bukti kegiatan panas bumi dinyatakan oleh manifestasi - manifestasi di
permukaan, menandakan bahwa fluida hidrotermal yang berasal dari reservoir
telah keluar melalui bukaan - bukaan struktur atau satuan - satuan batuan
berpermeabilitas. Beberapa manifestasi menjadi penting selain sumber mataair
panas yang dapat digunakan sebagai indikator dalam penentuan suhu reservoir
panas bumi, yaitu :
 Sinter silika, berasal dari fluida hidrotermal bersusunan alkalin dengan
kandungan cukup silika, diendapkan ketika fluida yang jenuh silika amorf
mengalami pendinginan dari 100o ke 50oC. Endapan ini dapat digunakan
sebagai indikator yang baik bagi keberadaan reservoir bersuhu >175oC.
 Travertin, jenis karbonat yang diendapkan di dekat atau permukaan, ketika air
meteorik yang sedang bersirkulasi sepanjang bukaan - bukaan struktur
mengalami pemanasan oleh magma dan bereaksi dengan batuan karbonat.
25
Biasanya terbentuk sebagai timbunan/gundukan di sekitar mataair panas
bersuhu sekitar 30o – 100oC, dapat digunakan sebagai indikator suhu reservoir
panas bumi berkapasitas energi kecil yang terlalu lemah untuk menggerakkan
turbin listrik tetapi dapat dimanfaatkan secara langsung.
 Kawah dan endapan hidrotermal. Kedua jenis manifestasi ini erat
hubungannya dengan kegiatan erupsi hidrotermal dan merupakan indikator
kuat dari keberadaan reservoir hidrotermal aktif. Kawah dihasilkan oleh erupsi
berkekuatan supersonik karena tekanan uap panas yang berasal dari reservoir
hidrotermal dalam (kedalaman ±400 m, suhu 230oC) melampaui tekanan
litostatik, ketika aliran uap tersebut terhambat oleh lapisan batuan tidak
permeabel (caprock). Sedangkan endapan hidrotermal (jatuhan) dihasilkan
oleh erupsi berkekuatan balistik dari reservoir hidrotermal dangkal
(kedalaman ±200 m, suhu 195oC), ketika transmisi tekanan uap panas
melebihi tekanan litostatik karena tertutupnya bukaan-bukaan batuan yang
dilaluinya.
3.5.4
Reservoir
Reservoir adalah suatu volume batuan di bawah permukaan bumi yang
mempunyai cukup porositas dan permeabilitas untuk meloloskan fluida (sumber
energi panas bumi) yang terperangkap didalamnya; diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) yaitu :
 Entalpi rendah, mempunyai batas suhu <125oC dengan rapat daya spekulatif
10 MW/km2 dan konversi energi 10%.
26
 Entalpi sedang, mempunyai kisaran suhu 125 – 225oC dengan rapat daya
spekulatif 12,5 MW/km2 dan konversi energi 10%.
 Entalpi tinggi, mempunyai batas suhu >225oC dengan rapat daya spekulatif 15
MW/km2 dan konversi energi 15%.
3.5.5 Umur Sumber Panas Bumi
Sistem panas bumi menghasilkan sumber daya energi yang selalu terbarukan,
tidak berarti akan berumur tanpa batas. Dengan demikian harus ada upaya untuk
mengetahui umur kegiatan sumber panas bumi. Penggunaan metoda K/Ar dan
Rb/Sr adalah salah satu teknik paling populer untuk penentuan umur terhadap
mineral – mineral hidrotemal tertentu dari inti bor batuan yang terubah
hidrotermal. Penentuan umur sistem panas bumi dapat dilakukan dengan cara :
a. Tidak langsung dari suatu sistem panas bumi aktif. Penentuan umur dengan
cara ini dilakukan melalui studi banding umur relatif mineral –mineral ubahan
proses hidrotermal terhadap umur batuan reservoir,
b. Analogi pengukuran atau perkiraan lamanya kegiatan dalam suatu sistem fosil
panas bumi, terutama yang berkaitan dengan cebakan hidrotermal. Dilakukan
melalui studi tentang peran bukaan struktur dalam proses hidrotermal dan
pembentukan cebakan mineral, serta perbedaan episode pengendapan mineral
ubahan, penutupan bukaan struktur dan pembentukan kembali bukaan/rekahan
3.6
Pengertian Mataair Panas
Mataair panas merupakan mataair yang mempunyai suhu yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan suhu udaranya. Pada daerah yang beriklim tropis
27
seperti di Indonesia suhu mataair panas dibandingkan dengan suhu udara di mana
mataair panas itu berada (Suharyadi, 1984).
Komposisi kimia unsur – unsur yang terlarut dalam airtanah dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu “mayor elemen” dan “minor elemen”. Kelompok
mayor elemen terdiri dari kation Ca2+, Mg2+, Na+
dan K+ serta anion HCO3-,
CO3-, SO42-, Cl- dan NO3-, sementara kelompok minor elemen umumnya terdiri
dari Fe, Al, Cu, Hg, PO4, NO2 dan lain-lain.
Sumber panas dari suatu mataair panas dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu :
 Letak dari massa air tersebut yang berada dekat dengan massa batuan vukanik
yang masih aktif,
 Keberadaan dari air yang berada jauh didalam bumi sehingga massa air
tersebut akan mengalami pemanasan selaras dengan pertambahan kedalaman
(geothermal),
 Adanya proses – proses kimia yang terjadi pada air sehingga mengalami
peningkatan suhu,
 Adanya pergerakan sesar aktif yang kadang-kadang berfungsi sebagai sumber
panas.
Keberadaan mataair panas pada suatu daerah, dapat terbentuk oleh dua
sebab yaitu oleh aktivitas tektonik aktif dan vulkanisme (Nicholson, 1993) :
a. Mataair panas akibat vulkanik aktif, dicirikan oleh air panas temperatur tinggi
dengan suhu di atas 100oC, suhunya tetap, dijumpai endapan sinter, sulfat dan
sulfur, memiliki kandungan ion sulfat dan unsur sulfur yang tinggi akibat
28
reaksi oksidasi H2S di atas permukaan tanah dan unsur volatil magma dari
kegiatan vulkanik.
b. Mataair panas akibat tektonik aktif, dicirikan oleh air panas temperatur rendah
dengan suhu antara 20o – 100oC, dan unsur memiliki unsur sulfur yang relatif
lebih rendah.
3.7
Sifat Geokimia Air Panas
Tenaga listrik dapat dihasilkan oleh air panas atau uap air dengan
temperatur tinggi yaitu sekitar 180oC, dengan kedalaman sekitar 1 sampai dengan
2 kilometer dari permukaan bumi.air panas memiliki beberapa sifat kimia seperti
tipe air panas dan geothermometer larutan (Ellis, J. A & Mahon J. A. W,1977).
3.7.1
Tipe Air Panas
Tipe fluida ditemukan pada kedalaman di tempat panas bumi dengan
temperature tinggi pada pH asam – netral dan klor sebagai anion yang dominant.
Tipe dari fluida dapat ditentukan berdasarkan kandungan unsur kimia yang paling
dominant dijumpai didalam air panas tersebut serta proses – proses fisika yang
terjadi. Berikut ini adalah beberapa tipe fluida dari air panas (Ellis, J. A & Mahon
J. A. W, 1977), yaitu :
 Klorida
Tipe air panas ini disebut juga alkali – Clorida atau neutrai – Clorida, yaitu
tipe pada air fluida pada sistem dengan temperature tinggi. Daerah yang
mengandung panas, sumber panas dan konsentrasi
klorida yang besar dari
reservoir yang dalam serta pada sona yang permeable. Klorida merupakan anion
yang paling dominan. Unsur lain yang terkandung didalamnya adalah Sodium dan
29
potassium (dalam rasio 10 : 1), sebagai kation utama dengan konsentrasi silika
(konsentrasi lebih tinggi pada kenaikan temperature di kedalaman), boron dan
konsentrasi sulfat dan bikarbonat bervariasi. Kandungan gas yang terkandung
adalah hidrogen sulfide, dengan pH relatif netral yang berkisar antar pH 5- 9.
 Sulfat
Tipe air ini disebut juga acid – sulfat water, yaitu terbentuk akibat
kondensasi gas – gas geothermal dekat permukaan. Gas – gas bersamaan dengan
uap air dan unsur – unsur volatile lainnya terbentuk dalam fluida secara terpisah
dengan tipe air klorida mlalui proses pemanasan. Meskipun selalu dijumpai
dipermukaan ( <100 meter). Air sulfat dapat terpenestrasi lebih dari akibat sesar
memasuki sistem panas bumi, kemudian dipanaskan mengakibatkan alterasi pada
batuan dan bercampur dengan fluida fluorid. Tipe ini sering dijumpai pada air
yang keruh atau berlumpur. Karena terpisah dari tipe fluida lainnya maka air
dipanaskan pada water table. Sulfat merupakan anion utama yang terbentuk akibat
oksidasi dari hydrogen sulfide, menghasilkan pH sekitar 2,8.
 Bikarbonat
Tipe air ini merupakan tipe kaya fluida CO2 rich fluida atau disebut juga
netral bicarbonate water yang dihasilkan oleh kondensasi uap air dan gas ke
dalam poorly – oksigenated sub – Surface. Tipe ini merupakan non vulkanogenik
dan sistem temperature tinggi dengan pH mendekati netral akibat reaksi dengan
batuan sekitarnya. Sulfat dihasilkan dalam jumlah tertentu dan sedikit klorid. Tipe
ini dapat terbentuk akibat beberapa proses, yaitu :
-
Pencampuran air klorida dan sulfat pada kedalamn tertentu,
30
-
Air keluar dekat permukaan dan oksidasi dari H2S dalam air kloride,
-
Kondensasi dari gas – gas vulkanik dekat permukaan menjadi air meteorik,
-
Kondensasi magma di dalam bumi,
-
Evaporasi atau pembentukan mineral sulfur.
Pada umumnya tipe sulfat kloride terbentuk oleh proses karekteristik dari
tipe ini adalah pH 2 – 5 dengan kandungan sulfat dan klorid yang seimbang.
 Dilute Klorid- Bikarbonat
Tipe ini terbentuk akibat dilusi dari florida klorida oleh air tanah atau air
bikarbonat mengikuti aliran, biasanya dijumpai pada major upflow zone atau pada
sistem panas bumi bertemperatur tinggi. Kloride merupakan anion yang dominan
dan bikarbonat dalam jumlah tertentu serta pH air 6 – 8.
Dari hasil analisis kimia, kemudian menjadi parameter di dalam penentuan
tipe mataair panas berdasarkan klasifikasi dari diagram Trilinier, modifikasi dari
(Giggenbach, 1988 dalam Kusumayudha, 2005).
Gambar 3.3 Diagram Trilinier untuk penentuan tipe mataair panas
berdasarkan kandungan ion klorida, sulfat dan bikarbonat
(Modifikasi Giggenbach, 1988 dalam Kusumayudha, 2005).
31
3.7.2
Geothermometer Larutan
Geothermometer memungkinkan temperature dari fluida reservoir dapat
diperkirakan hal ini penting untuk mengevaluasi sistem panas bumi yang baru dan
mengamati sistem hidrologinya. Pada tahap ini, Geothermometer berdasarkan
daya larutan daripada mineral (silika) serta rekasi pergantian antara Na – K : Na –
K – Ca dan lain – lain. Geothermometer larutan berdasarkan temperature
equilibrium fluida mineral dan 5 dasar asumsi (Ellis, J. A & Mahon J. A.W,1977)
yaitu :
 Konsentrasi daripada elemen – elemen atau unsur – unsur yang akan
digunakan dalam geothermometer harus dikontrol oleh temperature fluida
mineral tersebut,
 Kelimpahan mineral – mineral atau unsur – unsur larutan dalam fluida yang
akan bereaksi dengan cepat,
 Reaksi yang mencapai kesetimbangan dalam fluida,
 Adanya kecepatan aliran kepermukaan tanpa re-equiriblium setelah fluida
meninggalkan reservoir,
 Tidak ada pencampuran atau dilusi pada fluida yang dalam (asumsi ini dapat
diabaikan apabila tingat dari dilusi atau pencampuran dapat dievaluasi).
Sehingga dapat dikatakan bahwa geothermometer larutan sangat
tergantung pada kecepatan reaksi harus cukup cepat dalam membentuk suatu
sistem kesetimbangan, untuk memastikan komposisi reservoir tertahan oleh air
serta kecepatannya tidak boleh membentuk sistem kesetimbangn baru pada saat
fluida bergerak kepermukaan.
32
3.7.3
Temperatur Bawah Permukaan Air Panas
Perhitungan temperatur bawah permukaan dapat dilakukan dengan
menggunakan suatu sistem persamaan geothermometer larutan dengan parameter
unsur Na, K dan Mg. Persamaan geothermometer ini diperoleh berdasarkan conto
air panas, dengan pertimbangan bahwa nilai tersebut harus tepat. Hal ini
dipengaruhi oleh keakuratan dalam pengambilan conto air dan keseimbangan
ionic sangat penting dalam analisis ini. Tidak semua air panas valid untuk
geothermometer tetapi harus diketahui terlebih dahulu kandungan unsur – unsur
kimia, salah satu tipe air yang dapat dijadikan geothermometer adalah tipe air
dilutekloride – Bikarbonat seperti yang terdapat di daerah penelitian.
3.7.3.1 Geothermometer Na-K
Geothermometer dengan perbandingan
Na/K memberikan indikasi
tempertaur yang tnggi di bawah permukaan dengan melihat elemen sodium dan
potassium. Persamaan yang dapat digunakan dalam mengitung temperatur dari
perbandingan Na - K (Giggenbach, 1988 dalam Nicholson,1993) adalah sebagai
berikut :
To C =
1390
- 273
log Na / K 1.750
3.7.3.3 Geothermometer Na-K-Mg
Terbentuk sebagai hasil dari reaksi pertukaran dengan Na-K-Mg pada
temperature rendah. Perbandingan Na-K-Mg akan representatif dan kondisi
terakhir reaksi sebelum keluar dari reservoir. Dengan demikian, kandungan Mg
33
dalam air panas akan bertambah bila temperatur meningkat, sehingga air dengan
konsentrasi Mg akan termasuk didalam kesetimbangan, yang kemungkinan berada
dekat permukaan. Perkiraan temperature bawah permukaan juga dipengaruhi dari
persentase Na/1000 – K/100 -
Mg yang dapat dihitung dengan menggunakan
perbandingan nilai – nilai dari setiap elemen dengan jumlah total keseluruhan
elemen yang kemudian diplot pada diagram Ternary. (Giggenbach, 1988 dalam
Nicholson,1993)
Perkiraan temperature bawah permukaan juga dipengaruhi dari persentase
elemen – elemen Na-K-Mg yang dapat dihitung dengan menggunakan
perbandingan daripada nilai – nilai dari setiap elemen dengan jumlah total
keseluruhan elemen.
Rumus jumlah elemen Na-K-Mg sebagai berikut:
Na + K + Mg = ot
Gambar 3.4 Diagram Ternary untuk penentuan suhu bawah permukaan
(Giggenbach, 1980 dalam Nicholson, 1993).
Download