Laporan Studi Pustaka (KPM 403) PERAN MODAL SOSIAL DALAM KESEJAHTERAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI NURUL FAUZIAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Peran Modal Sosial dalam Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga Petani” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, Desember 2014 NURUL FAUZIAH NIM. I34110094 ABSTRAK NURUL FAUZIAH. Peran Modal Sosial dalam Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga Petani. Dibimbing oleh SOFYAN SJAF Hampir semua kebijakan pertanian di Indonesia berfokus pada peningkatan manfaat moda produksi. Moda produksi yang pemerintah fokuskan dalam meningkatkan kesejahteraan petani tetap saja tidak membuat petani terbebas dari belenggu kemiskinan. Semua kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia pada hakekatnya mempunyai potensi-potensi sosial budaya yang kondusif dan dapat meningkatkan kesejahteraan. Tujuan dari studi pustaka ini adalah: (1) mengetahui berbagai batasan konsep modal sosial oleh para ahli, (2) mengidentifikasi komparasi pengukuran modal sosial, dan (3) mengidentifikasi pengukuran kesejahteraan ekonomi. Berbagai modal sosial yang ada di masyarakat disinyalir mampu memberikan kontribusi kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat. Tipologi modal sosial yang berada pada masyarakat yaitu bounding, bridging dan linking dapat ditentukan melalui tingginya tingkat unsur-unsur modal sosial. Unsur-unsur modal sosial terdiri dari: kepercayaan, nilai sosial, jaringan, solidaritas, tingkat partisipasi, dan pemanfaatan modal dalam komunitas. Kesejahteraan dapat dilihat melaui dua pendekatan, yakni: (1) kesejahteraan diukur dengan pendekatan objektif dan (2) kesejahteraan diukur dengan pendekatan subjektif Kata kunci: modal sosial, tipologi modal sosial, kesejahteraan, komunitas petani ABSTRACT NURUL FAUZIAH. The Role of Social Capital in Economic Welfare of Farmer Households. Supervised by SOFYAN SJAF Almost all agricultural policies in Indonesia focus on increasing the benefits from mode of production. Mode of production that government focus for improving the farmers welfare still can not make farmers freed from the shackles of poverty. Community groups (tribes) in Indonesia have essentially social and cultural potentials conducive and can improve well-being. The purpose of this literature study are: (1) determine the concept limits of social capital by experts, (2) identify the comparative measurement of social capital, and (3) identify the measurement of economic welfare. Various social capital in the community pointed able to contribute to the economic welfare of society. The elements of social capital consists of: belief, social value, networking, solidarity, participation rates, and capital utilization in the community. Welfare can be viewed through two approaches, namely: (1) wellfare that measured by an objective approach and (2) welfare that measured by subjective approach Key word: social capital, typology of social capital,welfare, farmer community PERAN MODAL SOSIAL DALAM KESEJAHTERAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI Oleh NURUL FAUZIAH I340094 Laporan Studi Pustaka Sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Nurul Fauziah NIM : I34110094 Judul : Peran Modal Sosial dalam Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga Petani dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Sofyan Sjaf, M.Si NIP. 19781003 200912 1003 Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Siti Amanah, MSc NIP. 19670903 199212 2001 Tanggal Pengesahan: ____________________ PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Peran Modal Sosial dalam Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga Petani” dapat terselesaikan dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa laporan Studi Pustaka ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Sofyan Sjaf M. Si. selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Hendro Sulistiyono dan Siti Khodijah selaku orang tua yang selalu memberi kasih sayang dan dukungan. Terimakasih disampaikan pula pada donatur Beasiswa Angkatan 16 Sosek Institut Pertanian Bogor. Kemudian terimakasih penulis sampaikan kepada teman-teman SKPM IPB angkatan 48 yang telah memberi motivasi dan dukungan selama penulisan Laporan Studi Pustaka. Penulis berharap Laporan Studi Pustaka ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Bogor, Desember 2014 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. ix PENDAHULUAN...................................................................................................... 1 Latar Belakang......................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian...................................................................................................... 2 Metode Penelitian..................................................................................................... 2 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA............................................................ 3 1. Penguatan Modal Sosial Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan Agroekosistem Lahan Kering. Studi Kasus: Desa-desa (Hulu DAS) ex Proyek Bangunan Lahan Kering, Kabupaten Boyolali....................... 3 2. Peran Modal Sosial dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Petani Tembakau di Kabupaten Wonosobo................................................................... 5 3. Peranan Modal Sosial dalam Pembangunan....................................................... 7 4. Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi.................................................................................................... 5. Upaya Pengentasan Kemiskinan pada Petani Menggunakan Model Tindakan Kolektif Kelembagaan Pertanian....................................................................... 6. Penguatan Keluarga Miskin melalui Penguatan Modal Sosial.................................................................................................................. 7. Identifikasi Dan Analisis Modal Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Desa Gangga Dua Kabupaten Minahasa Utara................................................................................................................... 8. Transformasi Struktur Nafkah Pedesaan: Pertumbuhan “Modal Sosial Bentukan” dalam Skema Pengelolaan Hutan Bersama Mayarakat di Kabupaten Kuningan.......................................................................................... 9. Analisis Modal Sosial sebagai Salah Satu Upaya dalam Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus: Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang)......................................................................................... 10. Penguatan Modal Sosial dalam Penanganan Produk Olahan Kopi Pada Komunitas Petani Kopi di Kabupaten Jember................................................... 11. Pemanfaatan Modal Sosial dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Keluarga dan Komunitaas (Studi pada Komunitas Petani Karet di Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat)....................................................... 12. Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Pedesaan (Kelompok Tani Kecamatan Rambatan)..................... 13. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Pedesaan melalui Pengembangan Institusi dan Modal Sosial Lokal........................................................................ 9 11 13 14 17 19 22 24 26 28 viii 14. Modal Sosial dalam Komunitas Kuta Etnis Karo dan Relevansinya dengan Otonomi Daerah................................................................................................. 29 15. Modal Sosial dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor................................... 31 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN.................................................................... 33 Modal Sosial............................................................................................................... 33 1. Pengertian Modal Sosial.................................................................................... 33 2. Tipologi Modal Sosial....................................................................................... 34 3. Unsur Modal Sosial........................................................................................... 35 4. Pengukuran Modal Sosial.................................................................................. 37 Kesejahteraan.............................................................................................................. 39 1. Kesejahteraan Objektif...................................................................................... 2. Kesejahteraan Subjektif..................................................................................... 40 SIMPULAN................................................................................................................ 40 41 Hasil Rangkuman dan Pembahasan............................................................................ 42 Pertanyaan Penelitiam Selanjutnya............................................................................. 46 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 47 RIWAYAT HIDUP.................................................................................................... 50 DAFTAR TABEL Tabel 1. Definisi, peranan dan lingkup analisis modal sosial .................................... 34 Tabel 2. Matriks variabel modal sosial oleh para penulis ......................................... 37 Tabel 3. Identifikasi tipologi modal sosial berdasarkan unsur-unsur modal sosial.. 43 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Usulan kerangka analisis baru ................................................................ 45 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah rumah tangga petani yang besar. Pada tahun 2003 jumlah rumah tangga petani mencapai 31 juta namun pada tahun 2013 menurun menjadi 26 juta rumah tangga petani (BPS 2013). Penurunan angka sebesar 5 juta rumah tangga petani selama satu dekade tersebut dikarenakan berbagai banyak hal. Penyebab penurunan tersebut salah satunya adalah karena petani maupun buruh tani mengalami kemunduran kesejahteraan ekonomi. Sehingga petani dan buruh tani beralih mata pencaharian ke sektor lainnya. Tidak ada jaminan kesejahteraan bagi petani Indonesia. Hampir semua kebijakan pertanian di Indonesia berpegang pada peningkatan manfaat moda produksi. Moda produksi yang pemerintah pentingkan tetap saja tidak membuat petani terbebas dari belenggu kemiskinan. Data jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2013 adalah 28 Juta penduduk. Kemudian dari 28 juta penduduk miskin di Indonesia, sejumlah 17 juta penduduk adalah penduduk di wilayah pedesaan Indonesia (BPS 2013). Data dalam BPS (2013) menunjukan persentase jumlah rakyat miskin di Indonesia, sekitar 66 persen berada di pedesaan dan sekitar 56 persen menggantungkan hidup sepenuhnya pada pertanian. Diketahui pula bahwa dari seluruh penduduk miskin pedesaan ini ternyata 90 persen bekerja yang berarti mereka bekerja keras namun tetap belum sejahtera. Pemerintah menetapkan UU Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Undang-Undang tersebut menimbang bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani secara komprehensif, sistemik, dan holistik. Implementasi UU Nomor 19 Tahun 2013 berupa bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan petani, antara lain pengaturan impor komoditas pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri, penyediaan sarana produksi pertanian yang tepat waktu, tepat mutu, dan harga terjangkau bagi petani, serta subsidi sarana produksi, kemudian penetapan tarif bea masuk komoditas pertanian, serta penetapan tempat pemasukan komoditas pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean. Selain itu, dilakukan penetapan kawasan usaha tani berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, fasilitasi asuransi pertanian untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, wabah penyakit hewan menular, dan perubahan iklim. Dalam Undang-Undang tersebut moda produksi masih mendapat perhatian lebih oleh pemerintah. Dalam hal sosial masyarakat petani mendapatkan pemberdayaan mengenai kelembagaan, namun kelembagaan tersebut di dominasi oleh kelembagaan formal berisi tata aturan yang mengikat. Semua kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia pada hakekatnya mempunyai potensi-potensi sosial budaya yang kondusif dan dapat menunjang pembangunan. Persoalannya selama ini potensi-potensi tersebut kurang mendapat tempat karena adanya anggapan potensi-potensi tersebut tidak relevan dengan zaman dan tidak dapat digunakan untuk peningkatan taraf hidup manusia. Akibatnya selain tidak banyak dipahami, juga tidak diikut sertakan dalam proses pembangunan itu 2 sendiri. Terdapat penyeragaman modal yang bersifat materi. Modal tersebut selalu diutamakan sehingga berakibat kurangnya perhatian terhadap potensi-potensi lokal. Putnam (1995) dalam Pranadji (2006) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Putnam, et al (1993) dalam Field (2010) menyatakan modal sosial adalah penampilan organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma (atau hal timbal balik), dan jaringan (dari ikatan-ikatan masyarakat). Penampilan organisasi sosial tersebut dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Tujuan Penulisan Pengkajian mengenai “Peran Modal Sosial dalam Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga Petani” sebagai salah satu proses Studi Pustaka bertujuan untuk: (1) mengetahui berbagai batasan konsep modal sosial oleh para ahli, (2) mengidentifikasi komparasi pengukuran modal sosial, dan (3) mengidentifikasi pengukuran kesejahteraan ekonomi. Tujuan tersebut diharapkan mampu menstimulus kerangka penelitian dan rumusan permasalahan baru serta melahirkan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Metode Penelitian Proses penyusunan Studi Pustaka terkait modal sosial ini menggunakan metode analisis data sekunder dengan mengumpulkan beragam bahan referensi hasil penelitian ataupun text books sebagai penambah wawasan dan teori. Bahan referensi hasil penelitian dapat berupa jurnal, laporan proceeding, thesis, ataupun disertasi. Selanjutnya kajian pustaka diringkas, dilakukan analisis dan sintesis berdasarkan teori serta disusun menjadi tulisan ilmiah yang utuh untuk kepentingan penelitian ilmiah berikutnya. RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : : : : : : : : Tanggal diunduh : Penguatan Modal Sosial Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan Agroekosistem Lahan Kering. Studi Kasus: Desa-desa (Hulu DAS) ex Proyek Bangunan Lahan Kering, Kabupaten Boyolali. 2006 Jurnal Elektronik Tri Pranadji Jurnal Agro Ekonomi Vol. 24 No.2 : 30-39 http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/J AE%2024-2d.pdf 10 September 2014 Ringkasan Tulisan ini didasarkan pada hasil penelitian penulis mengenai penguatan modal sosial di masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam pengelolaan argoekosistem lahan kering (ALK). Sejak tiga per empat abad lalu kerusakan ALK daerah DAS di Jawa, terutama daerah perbukitan di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah mencapai tingkat serius (Thijsse 1982). Modal sosial dan budaya setempat, yang bisa menjadi kunci pembuka (master keys) (Kliksberg 1999) untuk mengatasi kerusakan ALK, hingga kini masih belum mendapat perhatian yang memadai. Penguatan modal sosial dalam pembangunan pedesaan dapat dinilai sebagian pembaruan pendekatan yang sangat penting. Tujuan dari penelitian adalah: (1) menganalisis pengaruh penerapan model pengelolaan ALK yang dikembangkan pemerintah terhadap tingkat kehidupan dan memperbaiki ALK melalui pengembangan kegiatan pertanian-nya, (2) menganalisis elemen modal sosial dilandaskan pada nilai-nilai budaya, manajemen sosial, kepemimpinan, penyelenggaraan pemerintahan desa, solidaritas dalam pengembangan model pemberdayaan masyarakat pedesaan untuk perbaikan pengelolaan ALK di pedesaan secara berkelanjutan. Penelitian menggunakan dua pendekatan ilmu sosial yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan penganalisaan secara cross section dengan melakukan pengamatan langsung terhadap dua model pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan ALK diamati secara bersamaan dan dengan menggunakan indikator yang sama. Kostov dan Lingrad (2001) menyatakan bahwa pembangunan pedesaan di masa datang memerlukan pendekatan baru. Penguatan modal sosial dalam pembangunan pedesaan dapat dinilai sebagai pembaruan pendekatan yang sangat penting. Jika pembangunan pedesaan tidak disertai dengan penguatan lembaga dan organisasi seperti pendapat (Tjondronegoro 1977), partisipasi masyarakat terbanyak di pedesaan (Sajogyo 1974), dan pemberdayaan ekonomi rakyat (mubyarto 2002) maka apapun program atau 4 proyek pembangunan pedesaan yang dijalankan pemerintah, termasuk perbaikan pengelolaan ALK di pedesaan, akan sulit mencapai hasil yang diharapkan. Menurut penulis, jika penguatan modal sosial hanya dianggap sebagai pengembangan jaringan hubungan (fisik) antara komponen kepercayaan (trust), Jaringan hubungan kerja (net-work), dan kerjasama (cooperation), sebagian banyak dikemukakan oleh kalangan pakar (ekonomi) di negara maju. Hal tersebut dinilai masih belum menyentuh langsung akar atau inti dari penguatan modal sosial itu sendiri. Menurut penulis inti dari modal sosial adalah nilai-nilai budaya lokal. Masyarakat dukuh memiliki hubungan horizontal yang relatif kuat dibanding desa. Dalam hasil penelitian dikemukakan bahwa aspek kepercayaan atau trust menjadi komponen utama pembentuk modal sosial di pedesaan. Proyek belum memperhatikan tentang pentingnya penguatan modal sosial setempat dalam memperbaiki ALK. Ketimpangan kekuatan modal sosial antardukuh bisa dijadikan petunjuk kemungkinan terjadinya gejala ketidakberdayaan masyarkat dalam pengelolaan ALK, dan sekaligus menjadi petunjuk tentang lemahnya kelembagaan masyarakat madani dan penyelenggaraan pemerintahan setempat. Kerusakan tata nilai masyarakat pedesaan merupakan faktor penting penyebab terjadinya ketidakberdayaan masyarakat dan kemerosotan pengelolaam ALK setempat. Terdapat perbandingan empat desa lokasi penelitian mengenai aspek modal sosial dan kesejahteraan. elemen modal sosial yang diteliti adalah: (1) pemerintahan, (2) kepemimpinan, (3) hubungan elit-anak buah, (4) solidaritas, (5) Gotong royong, (6) Manajemen sosial dan (7) Jaringan kerja. Secara kuantitatif penulis menyipulkan modal sosial yang paling kuat dimilik oleh Desa Kedungpoh (dari empat desa). Sedangkan untuk kesejahteraan penulis menggunakan indikator kemiskinan yaitu konsumsi kalori 2100kal/kpt/hr dan kemampuan menyekolahkan anak hingga SMP (Sekolah Menengah Pertama. Dari indikator tersebut menunjukan bahwa masyarakat petani di Desa Kedungpoh paling tinggi dibanding tiga desa lainnya Analisis Penulis mengemukakan bahwa dimensi modal sosial sering kali tidak melihat nilai-nilai yang ada di belakang modal sosial tersebut. Penelitian ini berhasil menemukan hubungan positif kuatnya modal sosial komunitas dengan tingginya kesejahteraan komunitas. Penelitian sudah mendeskripsikan bahwa dalam mengidentifikasi modal sosial, seorang peneliti harus memahami keberadaan tata nilai yang terdapat dalam modal sosial. Pada masyarakat yang berpotensi cepat maju umumnya mampu mengembangkan jaringan kepercayaan (mutual trust) yang relatif besar. Menurut penulis elemen modal sosial yang dinilai penting dalam masyarakat adalah: (1) penguatan budaya atau tata nilai. Masyarakat memiliki tata nilai yang mampu mengakomodasi masalah kekurangan pangan dan faktor kesulitan hidup lainnya. Contohnya masyarakat memiliki lumbung paceklik yang kemudian berkembang menjadi lumbung desa. Dalam nilai kewirausahaan masyarakat pedukuhan telah melintasi batas geografi, hubungan kekerabatan dan ketetanggaan bisa menjadi wadah pengembangan kewirausahaan kolektif tingkat dukuh dan subdukuh sedangkan kelembagaan KUD tidak mampu menunjukkan sebagai wadah pengembangan kewirausahaan, (2) kepercayaan (trust ). Kepercayaan menurut penulis tidak dilihat hanya sebagai masalah personalitas (psikologis) atau intrapersonal. Pada hasil penelitian dikemukakan terbentuknya rasa saling percaya adalah hasil interaksi yang melibatkan anggota masyarakat dalam suatu kelompok ketetanggaan, asosiasi tingkat dukuh, organisasi tingkat desadan berkembangnya sistem jaringan sosial hingga melintasi desa, 5 dan (3) manajemen sosial. Manajemen sosial dapat diidentifikasi oleh penulis melalui tingkat ketergantungan masyarakat desa contoh pada pusat pemeritahan. Khususnya mengenai pengelolan lahan kering. 2. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal : : : : : : : Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI Tanggal diunduh : : : : Peran Modal Sosial dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Petani Tembakau di Kabupaten Wonosobo 2012 Prosiding Elektronik Budhi Cahyono dan Ardian Adhiatma Conference In Business, Accounting and Management (CBAM) 2012 Vol.1 No.1 Hal: 131-144 http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/cbam/article/view/ 128/104 10 September 2014 Ringkasan Kemiskinan muncul sebagai akibat dari model pembangunan di Indonesia yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi secara berlebihan dan mengabaikan perhatian pada aspek budaya kehidupan bangsa. Dalam perkembangannya, orientasi kepada pertumbuhan dicoba untuk diseimbangkan dengan orientasi pada pemerataan, salah satunya tampak pada program-program spesifik penanggulangan kemiskinan. Asumsi paradigma ini adalah pertumbuhan tidak cukup sehingga perlu ada kebijakan distribusi dan redistribusi untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin. Pada perkembangan berikutnya terjadi pergeseran paradigma ke arah pemberdayaan masyarakat, dimana orang miskin tidak lagi dilihat sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku pembangunan, dan proses pembangunan diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat action research yang menekankan pada action atau tindakan. Peneliti melakukan tindakan atau eksperimen yang secara khusus diamati secara terus menerus Peneliti memilih secara purporsif lokasi penelitian, yaitu di Kabupaten Wonosobo. Jumlah sampel sebanyak 104 orang, yang terdiri dari 80 petani tembakau, 16 tokoh masyarakat, 16 perangkat desa, dan 2 orang perangkat kecamatan. Adapun sampel diambil dari delapan desa yang ada di Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo. Kajian lebih mengutamakan penyelesain masalah ekonomi yang bersumber pada sumberdaya manusia itu sendiri. Masalah ekonomi memang sangat terlihat di Kabupaten Wonosobo. Permasalahan bidang ekonomi tersebut meliputi: (1) rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo, yaitu 2,1% per tahun sehingga lebih rendah dibandingkan denga rata-rata nasional, yang mengindikasikan tingkat produktivitas masyarakat masih rendah sehingga belum mampu memanfaatkan potensi 6 yang dimiliki secara optimal dan, (2) masih tingginya tingkat kemiskinan dengan jumlah keluarga pra sejahtera mencapai 57,3% pada tahun 2005. Hasil penelitian menjabarkan bahwa penguatan sosial dapat dilakukan dengan mengembangkan skema-skema penguatan modal sosial, seperti peningkatan fungsi BPD, LKMD, Gapoktan, PKK, BUMDes, dan Koperasi. Penguatan sosial kapital dilakukan dengan memaksimalkan peran lembaga-lembaga sosial dengan memfokuskan pada penguatan aspek kepercayaan, mutual respect, dan mutual benefit, serta memperhatikan faktor budaya dan nilai-nilai yang berlaku. Kelembagaan yang ada dimasyarakat tersebut dipandang sebagai modal sosial. Partisipasi masyarakat dalam kelembagaan-kelembagaan tersebut termasuk tinggi. Setiap kelembagaan memiliki fungsinya masing-masing dan masyarakat diharapkan dapat mengidentifikasi dan memanfaatkannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai cara untuk meningkatkan optimalisasi modal sosial. Cara pertama adalah dengan memberikan pembinaan kepada masyarakat pedesaan sesuai dengan kebutuhannya. Perlu juga dilakukan bimbingan dalam pemasaran hasil produksi, pelatihan-pelatihan teknis bertani dan bercocok tanam yang efektif, bantuan sarana dan prasarana (pupuk, alat rajang tembakau, obat-obatan), dan pelatihan terkait dengan akses modal bagi para petani. Analisis Penulis menerapkan pendapat Fukuyama (2000) yaitu modal sosial yang sebenarnya adalah norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan (trust), dimana trust merupakan dasar bagi sikap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada normanorma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Sedangkan aspek lainnya (kerjasama, jaringan kerja), tidak akan terbentuk dengan baik jika tidak dilandasi hubungan saling percaya. Jika Pranadji (2006) di jurnal pertama bahwa dalam mengidentifikasi modal sosial harus melihat nilai yang melatarbelakanginya, maka Cahyono dan Adhiatma (2012) menambahkan pentingnya elemen kepercayaan (trust). Nilai-nilai kepercayaan dalam masyarakat dapat dilihat dari frekuensi pertemuan yang cenderung rutin dalam kelembagaan setiap bulannya. Hal tersebut adalah bentuk kepercayaan diantara warga desa yang merupakan elemen modal sosial. Kemudian terdapat elemen dari modal sosial yaitu solidaritas antar warga. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan penulis mengenai rasa memiliki diantara anggota sehingga kerukunan dan persatuan warga meningkat yaitu dengan cara silaturahmi, bertukar pengalaman, kekompakaan dll. Persaudaraan di desa contoh lebih banyak diwarnai nilai-nilai primordial atau askriptif. Kemudian nilai kepercayaan, solidaritas, jaringan kerjasama tersebut dijadikan modal dalam peningkatan fungsi yang lain, seperti peningkatan respek dan keuntungan bersama. 7 3. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI Tanggal diunduh : : : : : : : : Peranan Modal Sosial dalam Pembangunan 2012 Artikel Jurnal Elektronik Inayah Semarang, Politeknik Negeri Semarang : : Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 12 No. 1, April 2012 hal: 43-49 : http://www.polines.ac.id/ragam/index_files/jurnalragam/ paper_6%20apr%202012.pdf 20 September 2014 : Ringkasan Melalui modal sosial sebagai sumberdaya sosial, masyarakat dapat membuat sumberdaya baru. Oleh karena itu penulis mengemukakan bahwa modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejah-teraan penduduk. Putnam, et al dalam (Suharto 2007) menyatakan modal sosial adalah penampilan organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma (atau hal timbal balik), dan jaringan (dari ikatan-ikatan masyarakat), yang dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Fukuyama (1995) menyatakan modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan (trust) dalam sebuah komunitas. Upphoff (dalam Suharto 2007) modal sosial dapat diperlakukan sebagai satu akumulasi berbagai jenis-jenis psikologis, budaya, kelembagaan sosial yang tak terukur, dan asset-asset yang terkait pengaruh perilaku kerjasama. Penulis mengutip Hasbullah (2006) yang mengetengahkan enam unsur pokok dalam modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial yang telah ada, yaitu: (1) participation in a network: kemampuan sekelompok orang untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial, melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas dasar prinsip kesukarelaaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility), (2) reciprocity: Kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri tanpa mengharapkan imbalan, (3) trust: suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, (4) social norms: Sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu, (5) values: Sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat, dan (6) proactive action: Keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi 8 senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan anggota kelompok dalam suatu kegiatan masyarakat. Penulis kemudian menjabarkan peranan modal sosial dalam pembangunan. Terdapat beberapa dimensi pembangunan manusia yang sangat dipengaruhi oleh modal sosial antara lain kemampuan untuk menyelesaikan kompleksitas berbagai permasalahan bersama, mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan. Melalui pernyataan tersebut penulis mengungkapkan bahwa dalam konteks pembangunan manusia, modal sosial mempunyaipengaruh yang besar. Pada pembangunan ekonomi penulis mengemukakan bahwa pembangunan industri pada masyarakat dengan modal sosial tinggi akan cepat berkembang karena modal sosial akan menghasilkan energi kolektif yang memungkinkan berkembangnya jiwa dan semangat kewirausahaan di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan menumbuhkembangkan dunia usaha. Pada pembangunan sosial, masyarakat tradisional diketahui memiliki asosiasi-asosiasi informal yang umumnya kuat dan memiliki nilai-nilai, norma, dan etika kolektif sebagai sebuah komu-nitas yang saling berhubungan. Hal ini merupakan modal sosial yang dapat mendorong munculnya organisasi-organisasi modern dengan prinsip keterbukaan, dan jaringan-jaringan informal dalam masyarakat yang secara mandiri dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup bersama dalam kerangka pembangunan masyarakat. Pada pembangunan politik, tingginya modal sosial akan mendorong efektifitas pemerintahan, beragam determinan memungkinkan negara berfungsi secara lebih efektif dan memiliki legitimasi. Modal sosial tinggi yang dimiliki masyarakat lebih dapat memfasilitasi hubungan antara negara dan rakyat. Hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat akan menjamin stabilitas politik negara. Analisis Artikel jurnal ini membahas konsep modal sosial dan peranannya terhadap pembangunan. Kajian modal sosial mampu didefinisikan kembali oleh penulis dengan menyimpulkan definisi dari para ahli. Variabel yang terdapat dalam konsep modal sosial sesuai dengan penjabar penulis menurut para ahli adalah: (1) interaksi (dapat sampai kepada hubungan timbal balik), (2) kepercayaan, (3) jaringan dan (4) nilai dan norma yang membentuk struktur masyarakat. Sesuai dengan tujuan bahasannya penulis mampu menjabarkan peranan modal sosial dalam berbagai konteks pembangunan yaitu: (1) pembangunan manusia, (2) pembangunan sosial, (3) pembangunan ekonomi, dan (4) pembangunan politik. Keempat konteks peranan modal sosial tersebut dapat mengarahkan peneliti lain untuk meneliti modal sosial dalam pembangunan masyarakat. 9 4. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI Tanggal diunduh : : : : : : : Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi 2007 Disertasi Elektronik Suandi Bogor, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor : : - : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40 884/2007sua.pdf?sequence=11 20 September 2014 : Ringkasan Merujuk pada laporan UNDP, peringkat HDI Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan terus menerus. Hal ini merefleksikan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Dengan arti kata, pembangunan sektor sosial dalam rangka meningkatkan SDM ternyata tidak sejalan dengan pembangunan ekonomi. Disertasi penulis mengungkapkan kata kunci pembangunan di Indonesia dari mulai kebijakan UUD 1945 Pasal 33 sampai UU RI No 25 tahun 2000. Pada Pasal 33 UUD yang memberi arah pembangunan ekonomi untuk menuju kesejahteraan sosial. Kata kunci pembangunan di Indonesia adalah kualitas SDM. Kemudian, UU RI No 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004, pembangunan pangan dan gizi tercantum dalam bidang ekonomi serta sosial budaya. Menurut penulis hal ini menunjukan pembangunan ekonomi yang dikembangkan selama ini tidak berdampak positif terhadap keualitas SDM. Tujuan dari disertasi ini adalah: (1) mengidentifikasi dan mengkaji tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan Provinsi Jambi, (2) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga, (3) mengkaji perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga berdasarkan wilayah agroekologi, (4) menganalisis pengaruh modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga, dan (5) menghasilkan model pemberdayaan keluarga di daerah perdesaan. Penelitian dilakukan di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi dengan jumlah sampel penelitian 325 keluarga atau 10% dari populasi (3.257 Keluarga). Data analisis melalui model Structural Equation Modelling (SEM). SEM merupakan gabungan dari model regresi dan analisis alur (path analysis) Di dalam hasil identifikasi tingkat kesejahteraan menunjukan bahwa kesejahteraan ekonomi keluarga (objektif dan subjektif) di daerah penelitian tergolong sejahtera. Tingkat kesejahteraan di wilayah pegunungan merata dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan di wilayah pesisir pantai. Pengujian melalui model SEM menunjukan pengaruh positif (baik secara langsung maupun tak langsung) variabel modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat modal sosial yang dimiliki oleh keluarga maka tingkat kesejahteraan keluarga tersebut semakin baik. Tingginya tingkat kesejahteraan ekonomi objektif keluarga 10 sebagian besar dipengaruhi oleh faktor modal sosial terutama adalah faktor partisipasi keluarga dalam asosialsi lokal, manfaat asosiasi lokal dan keterpercayaan masyarakat masing-masing berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan ekonomu objektif. Analisis Penelitian ini mengkaji peran modal sosial terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Penulis menyimpulkan konsep modal sosial yang dikembangkan oleh beberapa ahli. Konsep modal sosial menurut penulis yakni modal sosial merupakan bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Kemudian penulis mengkategorikan modal sosial melalui dua dimensi yang saling berhubungan (interrelated) yakni dimensi struktural dan dimensi karakter. Kedua dimensi ini pun disempurnakan oleh penulis mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh ahli1. Peneliti mengkaji modal sosial dari kategori modal sosial. Modal sosial dikategorikan melalui dua dimensi yang saling berhubungan: (1) dimensi struktural yaitu diukur melalui tinggi rendahnya kontribusi asosiasi lokal. Asosiasi lokal yang terdapat pada masyarakat dapat diidentifikasi tinggi, yaitu dilihat dari jumah asosiasi yang diikuti, partisipasi maupun manfat dari asosiasi lokal. Hal ini mengindikasikan asosiasi lokal dinilai penting oleh warga, baik asosiasi formal maupun nonformal. Asosiasi lokal yang terdapat di masyarakat adalah kelompok pengajian, arisan, KUD, kelompok tani dll, dan (2) dimensi karakter masyarakat yaitu mencakup: tingkat keterpercayaan masyarakat, hasil penelitian tampak lebih dari 50 persen keluarga contoh di daerah penelitian tergolong pada kelompok dengan karakter msyarakat yang tinggi dan sangat tinggi. Karakter masyarakat dapat dilihat dari nilai keterpercayaan, solidaritas dan semangat kerja. Karakter masyarakat pada lokasi penelitian dapat disimpulkan tinggi dan akan kondusif dalam kehidupan sosial ekonomi. 1 Bourdieu (1986), Coleman (1988), Putnam, Leonardi dan Nanetti (1993), Grootaert (1997), Woolcock (1998), Fukuyama (1999), Uphoff (1999), Dasgupta P (2000:218) dan Flores dan Fernando (2003) 11 5 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI Tanggal diunduh : : : : : : : Upaya Pengentasan Kemiskinan pada Petani Menggunakan Model Tindakan Kolektif Kelembagaan Pertanian 2012 Jurnal Elektronik Bondan Satriawan dan Henny Oktavianti - : : Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, No 1 Juni 2012, hlm 96-112 : http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/12345 6789/1732/07-Bondan.pdf?sequence=1 20 September 2014 : Ringkasan Sektor pertanian di Indonesia sebagian besar dibangun oleh petani. Dari jumlah penduduk Jawa Timur yang bekerja yaitu sebanyak 19.305.000 orang, 42,9 persen bekerja di sektor pertanian (BPS Jatim, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang terserap didominasi oleh sektor pertanian. Sehingga, kesejahteraan petani harus menjadi perhatian karena pertanian merupakan sektor pendukung ketahananpangan nasional. Faktor kultur dan struktural kerap kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Hasibuan, 1993). Salah satu hal yang perlu dianalisis adalah pola kehidupan petani. Pola tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor kultur dan struktural yang dapat menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan petani. Faktor kultural dan struktural ini sering digunakan sebagai acuan modal sosial (social capital) untuk melihat suatu permasalahan didasarkan pada apa yang dimiliki suatu komunitas. Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, antara lain: pertama, menganalisis berbagai penyebab kemiskinan pada petani, sehingga melalui analisis pertama tersebut akan dapat diketahui mengapa petani –sebagai salah satu aktor penyedia kebutuhan pangan– masih hidup di bawah garis kemiskinan, dan yang kedua, melalui studi ini akan diketahui bagaimana sistem kelembagaan pertanian yang berlangsung selama ini. Penelitian menggunakan metode ZOPP (metode perencanaan proyek yang berorientasi tujuan) yang bersifat partisipatif, maka perlu melibatkan masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan, yang diperlukan untuk memperoleh data dan informasi secara akurat di lapangan. Penelitian menggunakan teknik-teknik partisipatif untuk menemukan akar penyebab masalah kemiskinan pada petani. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab kemiskinan petani dilatarbelakangi oleh banyak hal, antara lain: kemampuan investasi petani yang rendah, ketergantungan petani, ketergantungan dana, dan tidak terpenuhinya kebutuhan pokok rumah tangga petani. Berdasarkan program-program yang telah disusun dan dianalisi maka dikemukakan matrik pemilihan program oleh masyarakat. Program-program tersebut adalah: (1) program penciptaan pasar bagi petani, (2) program pembentukan/ pengaktifan KUT/ Gapoktan, (3) pendampingan KUT/Gapoktan yang dapat diimplementasikan dengan adanya pelatihan manajemen organisasi serta kemampuan 12 menjalankan fungsi eksternal (networking), dan (4) pengadaan lahan percontohan di masing-masing desa. Satu individu masyarakat secara alami akan cenderung memilih melakukan aksi bersama dengan individu lain ketika mereka merasa ada kesamaan dalam hal tujuan yang ingin dicapai dan ketika merasa ada ketidakpastian serta resiko yang dihadapi jika bergerak sendirian. Dengan demikian, transformasi modal sosial ke dalam tindakan kolektif menjadi bermanfaat sebagai faktor penting untuk mempengaruhi dan menentukan bentuk keputusan dasar. Analisis Penulis menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dalam mengkaji permasalahan petani dan kemiskinan pada petani. Analisis tersebut adalah penggunaan metode ZOPP (Zielorientierte Projektplanung) metode yang digunakan menyangkut beberapa langkah analisis yang dilakukan secara bertahap dalam penelitian, antara ain: (1) participation analysis (analisis partisipatif), (2) problem analysis (analisis masalah), (3) objectives analysis (analisis tujuan), (4) discussion of alternatives (analisis alternatif dan penentuan prioritas), dan (5) protect planning matrix (yang mencakup 4 tahap). Dalam tulisan di kaji mengenai pola petani dalam menentukan kemakmuran yaitu berdasarkan pola kultur dan stuktural. Penulis mengungkapkan bahwa studi mengenai modal sosial sering kali mengacu pada pola kultur dan struktur masyarakat (dalam hal ini masyarakat petani). Modal sosial yang menjadi perhatian dalam tulisan adalah: (1) Jaringan. Petani perlu membangun jaringan yang lebih luas, yaitu modal sosial petani yang tidak dibatasi oleh wilayah territorial. Modal sosial yang terbangun dengan baik ternyata dapat memunculkan suatu gagasan atau pikiran yang cenderung sama antarpetani dan samasama mempunyai keinginan untuk memajukan kesejahteraan petani, dan (2) Tindakan bersama (collective action). Penulis melihat unsur modal sosial yang terintegrasi dalam aksi kolektif sebagai awal dari pengentasan kemiskinan. Untuk membebaskan diri dari kemiskinan yang membelenggu, petani melakukan pembangunan interaksi sosial yang diilhami dari masing-masing individu petani. Warga secara bersama mau menganalisis permasalahan yang dialami yaitu dengan berdiskusi dan melakukan pemilihan program (pengentasan kemiskinan) secara partisipatif. 13 6. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Penguatan Keluarga Miskin melalui Penguatan Modal Sosial 2007 Artikel Jurnal Elektronik Bambang Rustanto Jurnal Informasi Vol 12. No. 03 tahun 2007 hlm: 22-31 http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/1c2a 8d2e06b07e498bc340d1a9c323e7.pdf 10 Oktober 2014 Ringkasan Menangani kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya memberdayakan orangmiskin. Memberdayakan orang miskin dapat dilakukan dengan pendekatan pengembangan modal sosial melalui kelompok-kelompok yang alamiah tumbuh di masyarakat. Keluarga miskin di perkotaan pada dasarnya merupakan lapisan yang mempunyai potensi dan modal sosial yang belum dikembangkan. Penulis menyimpulkan pengertian modal sosial yang lebih luas dengan mengacu pada pengetahuan para ahli sosial maupun ekonomi. Modal sosial yaitu berupa jaringan sosial, atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh persaan simpati dan kewajiban serta oleh norma pertukaran dan civic engagement. Selanjutnya penulis membahas terori tipe modal sosial menurut Woolcock (2001). Tiga tipe modal sosial menurut Woolcock (2001) adalah: (1) perekat sosial (social bounding) yaitu tipe modal sosial dengan karakteristik adanya ikatan yang kuat atau adanya perekat sosial dalam suatu sistem kemasyarakatan, misalnya hubungan kekerabatan, (2) institusi atau mekanisme (social bridging), merupakan suatu ikatan sosial sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompok. Jembatan sosial ini muncul karena adanya berbagai berbagai macam kelemahan yang ada di masyarakat, Stephen Aldidge menggambarkan sebagai “pelumas sosial” yaitu pelancar roda-soda penghambat jalannya modal sosial dalam sebuah komunitas. Wilayah kerjanya lebih luas daripada social bounding. Social bridging bisa bekerja lintas kelompok etnis, maupun kelompok kepentingan, dan (3) hubungan atau jaringan sosial (social linking) merupakan hubungan sosial yang dicirikan dengan adanya hubungan di antara status sosial yang ada dalam masyarakat. Misalnya, hubungan antara elite politik dengan masyarakat umum. Setiap orang atau keluarga melakukan pengelompokkan sosial atas dasar masalah dan kebutuhan masing-masing. Kelompok sosial dianggap sebagai alat sosial bagi masyarakat untuk memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya secara lebih efisien. Hal yang dikemukakan oleh penulis ini didukung oleh pendapat Etzioni (1992), bahwa melalui kelompok sosial dapat dikoordinasikan sejumlah besar tindakan manusia baik sebagai warga maupun keluarga. Pendekatan partisipatif dalam pengembangan masyarakat mengarahkan penyadaran kepada warga masyarakat untuk mengelompokan diri dalam kelompok sosial. Menurut Ashley (1999) dan Mukherjee (2002), Sustainable livelihood (Sli) merupakan salah satu teknik penguatan kelompok secara partisipatif 14 dalam pengembangan modal sosial bagi keluarga miskin. Prinsip Sli yaitu: (1) people centered, (2) responsive and participatory, (3) multi level, (4) conducive in partnership, (5) sustainable, dan (6) dynamic. Analisis Artikel ini menyampaikan pokok pemikiran mengenai kemiskinan yang terjadi pada keluarga yang dapat diatasi melaui penguatan modal sosial. Penulis menyampaikan bahwa perlu berhati-hati dalam menentukan ukuran objektif untuk mengkaji kemiskinan, karena ukuran obyektif kemiskinan sangat bervariasi. Kebutuhan manusia tidak hanya diukur secara ekonomi semata. Maka pada penentuan garis kemiskinan yang direduksi dari aspek ekonomi semata tidak akan memberikan pemecahan pada persoalan dimensi lainnya seperti budaya dan politik. Penulis lebih menekankan bahwa modal sosial adalah berupa jaringan sosial, atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan, kewajiban serta norma pertukaran. Kemudian jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan. Unsur (variabel) modal sosial yang dilihat penulis adalah: (1) interaksi dalam kelompok, (2) jaringan sosial, (3)perasaan empati dan (4) norma yang terdapat dalam masyarakat. 7. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : : : : : : : : Tanggal diunduh : Identifikasi Dan Analisis Modal Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Desa Gangga Dua Kabupaten Minahasa Utara 2010 Jurnal Elektronik Otniel Pontoh Jurnal Perikanan dan Kelautan tropis Vol. 6 No.3, Desember 2010 hlm: 125-133 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JPKT/ article/view/156/122 15 Oktober 2014 Ringkasan Masyarakat wilayah pesisir yang berprofesi sebagai nelayan hingga kini masih merupakan salah satu pelaku usaha perikanan yang berkontribusi besar terhadap masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat di wilayah pesisir. Dari sejumlah 8.090 desa pesisir yang sebagian besar dihuni masyarakat nelayan, tercatat 16,42 juta jiwa hidup dengan indeks kemiskinan sebesar 0,32. Artinya lebih kurang 32% individu di wilayah pesisir masih belum mampu memenuhi kebutuhan hidup yang mendasar (Yayasan Smeru dan BPS (2002) dalam Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006). Kondisi ini tentunya ironis jika dibandingkan dengan banyaknya upaya pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah (BBRSE 2005). 15 Penulis menggambarkan bahwa terdapat beberapa literatur yang mengemukakan bahwa modal manusia, modal sumberdaya alam dan modal ekonomi produktif sudah banyak digarap oleh pemerintah, namun tidak demikian halnya dengan modal sosial yang selama ini masih banyak diabaikan (Cernea 1988; Hasbullah, 2006; Jamasy, 2004). Dapat disimpulkan bahwa ketidakberhasilan atau masih rendahnya kinerja pembangunan hingga kini dikarenakan pemerintah seringkali mengabaikan sistem sosial masyarakat yang menjadi obyek pembangunan. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan metode eksploratif dan deskriptif. Tujuannya adalah untuk menampilkan gambaran pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Pendekatan studi kasus dipilih guna mempelajari organisasi sosial ekonomi dan variabel atau aspek terkait lainnya lebih mendalam. Penelitian ini dilakukan di Desa Gangga Dua, Kabupaten Minahasa Utara. Penelitian dan pengambilan data dilakukan selama bulan Juli sampai Agustus 2007. Tulisan ini memaparkan hasil dari suatu penelitian yang bertujuan mendapatkan gambaran tentang identifikasi dan analisis modal sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat nelayan. Penggambaran modal sosial dilakukan melalui kajian sosial budaya masyarakat nelayan di Desa Gangga Dua, Kabupaten Minahasa Utara, yang merupakan masyarakat nelayan yang menghadapi ancaman menipisnya sumber-daya perikanan di perairan operasionalnya. Data dan informasi yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan pengertian-pengertian yang dikembangkan untuk setiap faktor yang dikaji, yaitu: (a) nilai dan norma masyarakat lokal, (b) kepercayaan lokal; (c) pola dan sistem produksi dan reproduksi, dan (d) politik lokal. Penelitian ini dilakukan di Desa Gangga Dua, Kabupaten Minahasa Utara. Penulis mengidendifikasi karakter sosial budaya masyarakat nelayan. Dalam menganalisis karakter sosial budaya masyarakat nelayan penulis melaui empat faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) faktor nilai dan norma masyarakat, (2) faktor kepercayaan dan organisasi lokal, (3) faktor pola dan sistem produksi dan reproduksi, dan (4) faktor politik lokal. Menurut Hasbullah (2006) modal sosial berdasarkan karakter sosial budaya masyarakat terdiri dari dua jenis, yaitu modal sosial terikat dan modal sosial yang menjembatani. Perbedaan keduanya dapat ditemui melalui penggambaran karakter-karakter sosial budaya di masyarakat yang terkait dengan karakter setiap modal sosial. Berdasarkan hasil analisis terhadap masyarakat nelayan tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki tipologi modal sosial terikat beserta penyebabnya menyiratkan perlunya kebijakan dalam rangka meningkat modal sosial di masyarakat nelayan tersebut. Kebijakan dimaksud adalah perbaikan struktur sosial yang terkait dengan kehidupan ekonomi masyarakat nelayan Analisis Penelitian ini menjelaskan gambaran tentang identifikasi dan analisis modal sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Kemudian penulis menggunakan pendekatan studi kasus guna mempelajari organisasi sosial ekonomi dan variabel yang terkait secara lebih mendalam. Penulis memaparkan bahwa karakter sosial budaya (yang menjadi ciri atau karakter modal sosial dimasyarakat nelayan) diketahui melalui pendekatan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat (Jamasy, 2006). Faktor internal mencakup: (a) pola organisasi sosial dalam suatu komunitas yang mencakup kepercayaan lokal, pola dan sistem produksi dan reproduksi serta politik lokal, dan (b) norma dan nilai-nilai yang melekat dalam komunitas. 16 Faktor eksternal dapat dirangkum dalam pengaruh agama, pendidikan serta sistem dan hubungan politik dan pemerintahan dengan luar komunitas. Namun dalam mengidentifikasi karakter sosial budaya masyarakat nelayan, penulis merinci faktorfaktor pemaparannya tersebut menjadi empat faktor. Faktor-faktor yang dipaparkan penulis beserta contohnya adalah: (1) faktor nilai dan norma masyarakat: nilai yang terdapat dalam masyarakat nelayan di desa ini beranggapan bahwa laut tidak ada yang memiliki, tidak terdapat batasan wilayah operasional,dan tidak melakukan tindakan konservasi, (2) faktor kepercayaan dan organisasi lokal: para nelayan anggota suatu kelompok tertentu masih terjerat dalam pola permodalan melalui peminjamanan uang kepada para tengkulak bunga tinggi. Belum ada tindakan kolektif yang terkait agama ataupun kepercayaan yang mereka anut. Nelayaan memiliki kepercayaan bahwa seluruh hasil tangkapan adalah anugerah yang patut disyukuri, (3) faktor pola dan sistem produksi dan reproduksi: Masyarakat di daerah penelitian adalah nelayan dan beberapa individu yang merangkap juga mengerjakan pertanian. Nelayan belum tampak berupaya mengadopsi alat tangkap yang lebih modern dari daerah lain, (4) faktor politik lokal. Dari aspek kepemimpinan, masyarakat nelayan menilai kepemimpinan berdasarkan wibawa dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Karakteristik kempemimpinan yang dimaksud menggiring kepada figur-figur atau tokoh-tokoh yang berlandaskan kemampuan ekonomi. Hasbullah (2006) mengungkapkan modal sosial berdasarkan karakter sosial budaya masyarakat terdiri dari dua jenis, yaitu modal sosial terikat dan modal sosial yang menjembatani. Perbedaan keduanya dapat ditemui melalui penggambaran karakter-karakter sosial budaya di masyarakat yang terkait dengan karakter setiap modal sosial. Penulis menggunakan modal sosial terikat untuk mendeskripsikan hasil temuan. Yakni masyarakat nelayan yang umumnya homogen (tingkat kesejahteraan, pendapatan dari matapencaharian), perhatian penulis terfokus pada upaya nelayan menjaga nilainilai turun-temurun telah diakui dan dijalankan sebagian dari tata perilaku dan perilaku moral dari komunitas kemudian nelayan lebih mengutamakan solidarity making dari pada hal-hal yang lebih nyata untuk lebih mensejahterakan diri. 17 8. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal : : Nama : : Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : Tanggal diunduh : Transformasi Struktur Nafkah Pedesaan: Pertumbuhan “Modal Sosial Bentukan” dalam Skema Pengelolaan Hutan Bersama Mayarakat di Kabupaten Kuningan 2007 Jurnal Elektronik Agustina M Purnomo, Arya Hadi Dharmawan dan Ivanovich Agusta Sodality; Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 01 No. 02 hal: 193-216 http://jamu.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/a rticle/download/5931/4608 15 Oktober 2014 Ringkasan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan sistem manajemaen yang mengatur “tata hubungan-pemanfaatan sumber hutan” antara penduduk desa yang berada di kawasan setempat dengan Perum Perhutani sebagai lembaga-profit resmi yang mendapatkan amanah untuk memanfaatkan-mengelola dan memproduksi hasil hutan berbasisskan sumberdaya hutan negara. PHBM di implementasikan secara sengaja sebagai risk escaping strategy untuk menekan dampak tak diinginkan dari proses pemanfaatan dan pertukaran (pemanfaatan) sumberdaya yang timpang yang bisa berakibat munculnya konflik agraria secara tidak menguntungkan. PHBM diyakini oleh Perhutani sebagai skema jitu yang mampu menjadikan menjadikan landasan penting bagi terbentuknya transformasi struktur nafkah pedesaan sekitar hutan (rural livelihood structure transformation) melalui pemanfaatan kapitalisasi asset sosial. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui benarkah kelembagaan bentukan berupa PHBM akan mampu menggerakkan sistem nafkah kemudian apakah Masyarakat Desa Hutan (MHD) memiliki sistem rasionalisme yang sama dengan apa yang ada dalam sistem gagasan Perum Perhutani. Tulisan dari studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menarik delapan kasus distinct untuk ditelaah lebih mendalam. Kemudian indepth interview pada berbagai informan kunci dan diskusi kelompok terfokus dilakukan untuk melengkapi dan mempertajam data dan informasi yang diperoleh. Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Rumah tangga yang berada di Desa Pada Beunghar adalah unit analisisnya. Pendekatan aset dan aktivitas dari Ellis (2000) de Haan (2000), Meikle et, al. (2001) serta Chambers dan Conway (1991) akan digunakan untuk memahami strategi nafkah rumahtangga di Desa Padabeunghar. Strategi nafkah meliputi kemampuan mengakses sumberdaya dan aktivitas-aktivitas yang dibangun dengan menggunakan sumberdaya nafkah. Sumberdaya nafkah (livelihood resources) menurut Chambers and Conway (1991) terdiri dari lima modal penting: (1) modal alam atau natural capital, (2) modal manusia atau human capital yang dibentuk oleh skill, capacity dan ability, (3) 18 modal uang atau financial capital, (4) modal fisik atau physical capital, dan (5) modal sosial atau social capital. Strategi nafkah yang mempresentasikan serangkaian pilihan penggunaan sumberdaya nafkah dan aktivitas nafkah yang dilakukan rumahtangga untuk mencapai tujuan rumah tangga (kesejahteraan sosial dan ekonomi). Namun kebanyakan rumah tangga MDH lebih memilih rasionalitas lain yang dikembangkan berdasarkan manfaat jangka panjang. Moralitas kehidupan dalam kebersamaan diletakkan oleh MDH pada tempat yang lebih penting daripada sekedar prestasi kemajuan dan keterjaminan ekonomi individual rumah tangga namun mengisolasinya dari kehangan sosial dari keseluruhan sistem lokal. Rumah tangga lokal beranggapan bahwa kebutuhan survival yang dipenuhi dalam suasana persaingan dan menegasikan solidaritas sosial, bukanlah etika-moral yang terpuji dan dikehendaki dalam tatanan budaya ekonomi lokal. Oleh karena itu, pemupukan modal sosial asli menjadi lebih penting untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum prioritas lainnya dipenuhi. Rasionalitas semacam ini tidak match dengan rasionalitas yang dikembangkan dalam sistem PHBM yang semata-mata berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga dan pengamanan tanah (sumberdaya hutan) dari konflik agraria. PHBM yang dibangun oleh negara (melalui Perum Perhutani) sebagai modal sosial bentukan ternyata tidak mampu menjadi basis alternatif pengamanan sistem nafkah petani lokal. Analisis Modal sosial yang terdapat dalam tulisan dibahas sebagai salah satu strategi nafkah yang seharusnya hadir untuk mensejahterakan MDH. PHBM dianggap sebagai modal sosial bentukkan yang dimana modal sosial tersebut dituntut untuk dapat diterapkan oleh MDH sehingga MDH mencapai kesejahteraan ekonomi. Masyarakat atau MDH menerapkan nilai dan etika yang rasional yaitu berbentuk modal sosial asli. MDH masih memegang ikatan sosial yang tumbuh asli di dalam masyarakat. Nilai dan etika asli dapat terwujud melalui: Anggapan rumah tangga lokal bahwa kebutuhan yang dipenuhi dalam suasana persaingan dan menegasikan solidaritas sosial, bukanlah etika moral yang terpuji dan dikehendaki dalam tatanan budaya ekonomi lokal. Kemudian partisipasi sosial yang ditunjukan oleh rumahtangga terhadap rumah tangga lain pada kegiatan hajatan, kondangan, neang dan sejenisnya merupakan modal sosial asli yang berada dalam masyarakat Modal sosial “bentukan” dapat berupa kebijakan peraturan-peraturan untuk memanfaatkan hutan dalam PHBM yang syarat akan nilai kontraktual yang rumit dan sangat birokratis. Modal sosial “bentukan” tersebut cenderung dianggap menyalahi nilai berekonomi dalam masyarakat. Ikatan yang berlangsung antara MDH dengan Perum Perhutani berlangsung dalam konteks pertukaran transaksional antara perusahaan (di satu pihak) yang memiliki kekuasaan atas lahan dan MDH yang memiliki tenaga kerja untuk menggarap lahan dan terdesak oleh pemenuhan kebutuhan ekonomi. 19 9. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Analisis Modal Sosial sebagai Salah Satu Upaya dalam Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus: Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang) 2012 Jurnal Elektronik Neng Kamarni Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 03 No. 03 hal: 36-52 http://www.journal.unitaspdg.ac.id/downlotfile.php?file=Jur.%20Manajem en%20(4)%20Vol.3%20No.3%20Sep%202012.p df. 15 Oktober 2014 Ringkasan Kemiskinan merupakan permasalahan ekonomi utama yang dirasakan oleh setiap daerah di Indonesia. Kesenjangan pendapatan antara kelompok penduduk, salah satunya merefleksikan masih banyaknya penduduk yang hidup dalam kemiskinan. Kecamatan Koto Tangah adalah salah satu daerah perkotaan yang mempunyai banyak penduduk yang miskin. Berdasarkan data BPS (2008) terdapat 5.988 rumah tangga miskin atau sekitar 16% di Kecamatan Koto Tangah, yang merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk miskin tertinggi di Kota Padang. Pada umumnya, rumah tangga miskin memiliki karakteristik lemahnya jaringan sosial terhadap antar kelembagaan (interlinkage institution) yang ada, baik secara horizontal maupun secara vertikal. Lemahnya akses terhadap jaringan ekonomi dan modal sosial lainnya umumnya disebabkan karena mereka tidak memiliki persyaratan sosial yang cukup, misalnya lemahnya pendidikan, pengetahuan, dan kemampuan berkomunikasi. Modal sosial merupakan salah satu modal dasar yang kurang diperhatikan selama ini. Tujuan umum penelitian adalah untuk menganalisis modal sosial rumah tangga dan dampaknya terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga miskin di Kecamatan Koto Tangah. Secara spesifik tujuan penulisan adalah: (1) mempelajari karakteristik dan menganalisis modal sosial yang dimiliki masyarakat Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, (2) mempelajari karakateristik jaringan sosial dan kelembagaan yang dimiliki rumah tangga miskin, baik formal maupun nonformal, terutama kelembagaan ekonomi yang merupakan sarana utama untuk peningkatan kesejahteraan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, dan dilakukan secara purposif di Kelurahan Lubuk Minturun dengan pertimbangan kelurahan tersebut berada pada pinggir kota. Sedangkan Kecamatan Koto Tangah mempunyai persentase tertinggi rumah tangga miskin di Kota Padang (BPS, REKAPPLS, 2008). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling di Kelurahan Lubuk Minturun. Putnam (1995) mengartikan modal sosial sebagai perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma, kepercayaan dan jaringan kerja, sehingga terjadi kerjasama yang saling menguntungkan, untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini juga mengandung 20 pengertian bahwa diperlukan adanya suatu social networks (networks of civic engagement) ikatan/jaringan sosial yang ada dalam masyarakat, dan norma yang mendorong produktivitas komunitas. Bahkan lebih jauh, Putnam melonggarkan pemaknaan asosiasi horisontal, tidak hanya yang memberi desireable outcome (hasil pendapatan yang diharapkan) melainkan juga undesirable outcome (hasil tambahan). Menurut Woolcock dan Narayan (2000), modal sosial adalah merupakan bagaimana hubungan diantara pelaku ekonomi dan hubungannya dengan lembagalembaga ekonomi. Dalam penelitian social capital dan ekonomi pembangunan dapat dikateorikan kepada 4 perspektif yang nyata: 1. The Commutarian View Perspektif social capital masyarakat yang ada pada organisasi tingkat lokal, dimana dilihat dari jumlah anggotanya dan kepadatan grup-grup membentuk masyarakat; 2. The networks View Network view dari modal sosial adalah suatu bentuk dalam assosiasi yang tertutup, dimana social capital disini merupakan 2 mata pisau, dapat meningkatkan nilai jasa bagi anggota masyarakat, tetapi juga merupakan biayabiaya non ekonomi dalam masyarakat dengan konsekuensi negatif bagi ekonomi; 3. Institutional view Institutional view merupakan variabel dependen dalam social capital. Menurut pandangan ini, Jaringan masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat merupakan produk dari politik, dan lingkungan institusi formal. Dimana perspektif commutarian dan network menciptakan sosial capital sebagai variable independen, apakah hasil yang diperoleh baik atau buruk; dan 4. The Synergy View Yaitu sinergi yang timbul dari hubungan semua kelompok dalam jaringan masyarakat dengan pihak-pihak lain seperti perusahaan, pemerintah, dan asosiasi lainnya. Dengan kata lain merupakan gabungan perspektif antara network view dengan institutional view. Dari hasil pengujian hipotesa dapat disimpulkan kepemilikan tanah dan penghasilan rumah tangga memiliki hubungan yang kuat dengan kesejahteraan rumah tangga. Tanah dikelola dengan baik dapat menjadi investasi yang dapat mempengaruhi atau menambah pendapatan seseorang atau rumah tangga yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan konsumsi seseorang atau rumah tangga. Keikutsertaan dalam persatuan/lembaga masyarakat miskin Kelurahan Lubuk Minturun tergolong masih rendah dengan tingkat pencapaian 41,9%. Rendahnya keikutsertaan rumah tangga miskin dalam persatuan kelembagaan disebabkan rendahnya pendidikan responden dan kurangnya pengetahuan tentang fungsi suatu bentuk persatuan/kelembagan yang merupakan salah satu kekuatan masyarakat untuk mau bersatu dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Aliran modal rumah tangga miskin tergolong sangat rendah. Akses rumah tangga untuk memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan sangat minim. Dari uji hipotesa dapat disimpulkan lembaga persatuan dalam masyarakat mempunyai peranan dalam perkembangan kesejahteraan masyarakat kelurahan yang diproksikan dengan pengeluaran rumah tangga, karena faktor ini merupakan tingkat kemajuan manusia dalam menguasai alam dan lingkungannya. Namun dilihat dari tingkat pencapaian kesejahteraannya, masih rendah. 21 Analisis Penulis lebih menitikberatkan jaringan sosial sebagai bagiian modal sosial yang berpengaruh terhadapt kesejahteraan. Penulis menganggap bahwa jaringan sosial adalah sebagai awal dari kelembagaan. Kelembagaan tersebut terutama kelembagaan pemasaran. Modal sosial yang penulis gambarkan yaitu melekat pada seperangkat hubungan antar manusia dalam suatu kelompok sosial. Hubungan antar masyarakat bisa menjadi produktif sejauh yang diharapkan bersama, seperangkat nilai yang disepakati dan adanya sara saling percaya antara satu sama lain. Variabel modal sosial yang digunakan oleh penulis adalah: (1) persatuan kelompok: terdapat hubungan persatuan kelompok dengan kesejahteraan rumah tangga, (2) adat istiadat: dari hasil penelitian diungkapkan bahwa tidak terdapat relasi antara adat istiadat dengan kesejarteraan rumah tangga (tidak dapat diputuskan), (3) trust dan (4) partisipasi: dalam partisipasi dan trust dapat dilihat bahwa semakin luas interaksi (bentuk partisipasi) rumah tangga dalam persatuan kelompok maka semakin tinggi kesejahteraan. Variabel yang paling erat hubungannya dengan kesejahteraan keluarga adalah variabel persatuan kelompok. Modal sosial yang lemah mengundang munculnya pertentangan nilai dan menonjolnya rasa saling tidak percaya. Akan tetapi bila modal sosial yang tidak dikaitkan dengan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), bisa berakibat perhatian terhadap pentingnya kelangsungan hidup bersama dalam masyarakat menjadi terabaikan. Modal sosial dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kemampuan masyarakat, tidak sekedar jumlah tetapi kehidupan masyarakat yang lebih berarti. Dengan dimensi yang ada dalam modal sosiall, persatuan, budaya/adat istiadat, kepercayaan dan partisipasi. 22 10 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Penguatan Modal Sosial dalam Penanganan Produk Olahan Kopi Pada Komunitas Petani Kopi di Kabupaten Jember 2012 Jurnal Elektronik Rokhani Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 06 No. 01 hal: 20-34 http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JSEP/article/vie wFile/800/616 15 Oktober 2014 Ringkasan Semua dimensi kehidupan manusia telah dilanda globalisasi yang dicirikan oleh kehidupan yang semakin individualistis, ikatan-ikatan makin longgar, dan tergerusnya modal sosial. Berdasarkan beberapa hasil kajian, modal sosial di beberapa negara termasuk Indonesia sudah mulai melemah, sementara modal sosial sama pentingnya dengan modal lainnya seperti: modal alam (natural capital), modal ekonomi (economic capital), modal finansial (financial capital). Modal sosial sering kali diabaikan sekalipun modal sosial yang terdiri dari unsur: kepercayaan (trust), jejaring (networking), kelembagaan lokal, kearifan lokal, norma-norma dan kebiasaan lokal) sangat diperlukan dalam program pemberdayaan maupun pembangunan. Modal sosial menarik bagi lembaga pemerintah dan badan-badan pembangunan nasional dan antarbangsa karena memiliki relevansi yang luas, yaitu memudahkan pengambilan keputusan yang efisien dengan peluang keberhasilan yang tinggi dan memiliki efek pada produktivitas komunitas. Salah satu komoditas dari tanaman perkebunan yang layak dikembangkan di Kabupaten Jember adalah kopi. Hingga saat ini, produk-produk olahan kopi masih sedikit, karena sebagian besar hanya terbatas pada produk olahan berupa minuman. Tujuan dari penelitian adalah: (1) mengetahui bagaimana kondisi modal sosial masyarakat dalam komunitas petani yang menangani diversifikasi produk olahan kopi, (2) strategi pengembangan diversifikasi produk olahan kopi berbasis pengelolaan modal sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif yaitu dengan wawancara mendalam, pengamatan berperan serta dan diskusi kelompok terarah. Daerah penelitian ditentutan secara sengaja (purposive method) yaitu di lima besar Kecamatan dengan luas dan produksi tertinggi di Kabupaten Jember. Dasar pertimbangan pemilihan daerah tersebut dikarenakan di wilayah tersebut berpotensi untuk dikembangkan dalam produk diversifikasi olahan kopi. Masyarakat petani kopi tersebut memiliki hubungan sosial yaitu kerjasama dan ikatan kerjasama tersebut paling kuat adalah diatara sesama petani kopi. Masyarakat dengan ciri tersebut diatas dikategorikan dalam masyarakat yang berciri Gemeinschaft. Dari tiga jenis Gemeinschaf menurut Tonnies, yaitu Gemeinschaft by blood, Gemeinschaft of placo (locality), dan Gemeinschaft of mind, maka komunitas petani kopi tergolong dalam Gemeinschaft yang of placo (locality), karena tolong menolong 23 didasarkan pada tempat tinggal yang saling berdekatan. Kemudian rasa kepercayaan dapat terlihat dalam transaksi atau pinjam meminjam uang. petani yang tidak tergabung dalam kelembagaan apapun relatif sulit untuk mengakses beberapa program, salah satunya bantuan mesin pengolah kopi. Seperti yang terjadi pada komunitas petani di Desa Sumbersalak Kecamatan Lodokombo. Modal sosial yang kuat dapat dijadikan sebagai modal untuk mengembangkan diversifikasi produk olahan kopi, sedangkan modal sosial yang masih lemah harus dilakukan penguatan. Beberapa modal sosial yang sudah kuat dalam komunitas petani kopi adalah: kerjasama, kepercayaan, norma, adat, nilai budaya lokal, toleransi, kearifan dan pengetahuan lokal, kepemimpinan sosial, partisipasi masyarakat, kemandirian, kebebasan mobilitas, aktualisasi kemampuan membeli komoditas “kecil” dan “besar”, pembuatan keputusan rumahtangga, jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga. Sedangkan unsur modal sosial yang masih lemah adalah: jaringan pemasaran, jaringan pengolahan produk, jaringan pengemasan produk, kebersamaan, keterlibatan dalam kampanye atau protes serta kebebasan relatif dari domuniasi keluarga. Analisis Penulis mengidentifikasi kondisi modal sosial melalui berbagai variabel. Sehingga modal sosial dapat dipahami dalam berbagai hubungan sosial yang ada di masyarakat. Penulis mengidentifikasi secara terpisah modal sosial di tingkat komunitas dan modal sosial di tinggkat rumah tangga petani. Hal ini menarik karena dipaparkan perbedaan kemampuan rumah tangga petani dalam kebebasan mobilitas, pembuatan keputusan rumah tangga, keterlibatan kampanye atau protes-protes serta melihat jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga. Penulis telah mengidentifikasi modal sosial yang kuat dan yang masih lemah dalam petani kopi Kabupaten Jember. Modal sosial dalam lingkup komunitas yang dapat terlihat dalam bacaan adalah: 1. Rasa kepercayaan, rasa percaya diantara sesama petani kopi masih tinggi karena umumnya peminjaman uang dilakukan tanpa catatan, bahkan antar sesama mereka tidak perlu jaminan; 2. Kerjasama, kerjasama dalam komunitas petani kopi di semua lokasi penelitian tergolong tinggi. Selain dalam pengelolaan lahan, kerjasama juga terjadi di setiap siklus kehidupan baik kelahiran, khitan, pernikahan hingga kematian. Demikian pula dengan pembangunan sarana umum seperti: sekolah, jalan, hingga tempat peribadatan; 3. Jaringan pemasaran produk, pemasaran kopi dilakukan menggunakan 2 cara yaitu langsung dan tidak langsung. Langsung kepada pengolah kopi dan tidak langsung melalui pengepul; 4. Norma-norma, adat, nilai budaya lokal, nilai budaya lokal ditunjukkan dengan kegiatan gotong royong atau saling membantu tanpa upah. Gotong royong dilakukan dalam bentuk perbaikan sarana umum. 5. Toleransi, Sikap toleransi pun ditunjukkan saat terjadi isu-isu terorisme pengeboman gereja yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Petani kopi baik umat Kristiani maupun Islam menjaga gereja bersama-sama; 6. Kearifan dan pengetahuan lokal, pada komunitas petani kopi ditemukan beberapa kearifan lokal, antara lain: dipergunakannya lumpang kayu dalam proses pengolahan kopi; 7. Kepemimpinan sosial, kepemimpinan yang paling disegani dalam komunitas petani kopi relatif berbeda-beda, namun Kyai/ulama masih mendapat hati dimata komunitas petani kopi termasuk di Desa Rowosari Kecamatan 24 Sumberjambe. Sekalipun masih ada yang percaya pada paranormal atau dukun, namun prosentasenya relatif kecil. Sedangkan kepemimpinan formal seperti ketua RT/RW, Kades, Camat, Bupati mendapat tempat di masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan terkait dengan hokum; dan 8. Kebersamaan, petani kopi tergabung kedalam wadah kelompok tani. Alasan masyarakat berkelompok tani adalah lebih mudah dalam mendapatkan informasi, dalam memecahkan masalah budidaya, dan mempererat tali silaturahmi. 11. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Pemanfaatan Modal Sosial dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Keluarga dan Komunitaas (Studi pada Komunitas Petani Karet di Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat) 2006 Jurnal Elektronik Badaruddin Jurnal Wawasan Vol. 12 No. 2 Hal: 118-125 http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JSEP/article/vie wFile/800/616 9 November 2014 Ringkasan Persoalan utama yang paling sering menimpa petani pada hampir semua komoditi yang dihasilkan adalah rendahnya posisi tawar (bargaining position) petani terhadap para pedagang dalam hal menetapkan harga. Salah satunya adalah petani karet. Petani karet hanya dapat pasrah dengan harga yang ditetapkan secara sepihak oleh para pedagang karet. Persoalan ini telah membuka wawasan komunitas petani karet di Jorong (Dusun) Polongan Dua Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat untuk mengorganisir diri dalam bentuk kerjasama kolektif dalam menjual komoditi karet yang mereka hasilkan dengan sistem “lelang”. Sistem penjualan tersebut telah diikuti oleh jorong tetangganya yaitu Jorong Lubuk Aro, dan beberapa jorong lainnya. Kemampuan komunitas mengorganisir diri dalam kegiatan kolektif seperti kasus penjualan karet secara kolektif menunujukan bahwa pada komunitas tersebut telah terbangun pilar-pilar elemen modal sosial yang akan memperkuat posisi tawar komunitas terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang mencoba melakukan eksploitasi terhadap mereka. Tujuan tulisan adalah: (1) mengetahui secara historis proses tumbuhnya kerjasama penjualan secara kolektif pada komuni petani karet di Jorong Polongan Dua dan Jorong Lubuk Aro dan (2) mengetahui sejauhmana kesejahteraan keluarga dan komunitas meningkat dengan adanya penjualan karet secara kolektif. Penelitian ini 25 menggunakan kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dimana pendekatan kualitatif dijadikan sebagai pendekatan yang lebih dominan. Sebelum terbentuknya sistem kerjasama penjualan secara kolektif, terdapat sistem kerjasama kolektif dalam pengelolaan sumberdaya yaitu oleh masyarakat yang terletak di sepanjang Sungai Sibinail yang mengalir melewati beberapa jorong yang ada di Kecamatan Rao. Kerjasama kolektif ini dikenal dengan “lubuk larangan”. Kemudian seorang warga di Jorong Polongan Dua bernama H. Raudin, pada tahun 1984 memiliki gagaasan untuk mencoba menghimpun warga jorong yang memiliki kebun karet agar mau menjualnya secara bersama-sama dengan melelangnya kepeda beberapa pedagang karet. Terdapat permasalahan dalam kegiatan penjualan karet secara kolektif yaitu: (1) kepercayaan yakni sebagian warga khawatir bahwa pengurus tidak dapat menjalankan tugas dengan baik dan jujur, (2) keterkaitan sebagian petani karet dengan pedagang karet (toke) disebabkan adanya hubungan hutang piutang antara petani karet dengan toke, (3) adanya hubungan kerabat dengan toke, baik karena hubungan daerah maupun hubungan perkawinan menyulitkan bagi si petani karet untuk menjual hasil produksi pada toke lain. Kepala jorong melakukan musyawarah jorong, didalam musyawarah tersebut dibahas mengenai permasalahan tersebut dan disepakati panitia sementara untuk mengelola sistem lelang tersebut. Kemudian dilakukan pemilihan kembali panitia setelah melakukan beberapa kali sistem lelang, penilaian tersebut sesungguhnya termasuk ke dalam unsur dari modal sosial. Pembentukkan kerjasama kolektif tersebut membutuhkan proses yang cukup panjang untuk dapat terwujud. Penjualan karet sistem lelang mengakibatkan petani karet memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat terhadap harga. Petani karet akan lebih mungkin untuk mendapatkan harga tertinggi, karena para toke juga akan berupaya untuk menawar dengan harga yang maksimal menurut perhitungannya. Dalam hasil penelitian disebutkan bahwa responden 100% responden menganggap penjualan karet dengan sistem lelang mampu meningkatkan penghasilan mereka bila dibandingkan dengan penjualan karet secara individual. Analisis Penulis mengemukakan alur pembentukan tindakan kolektif sehingga dapat dipahami unsur modal sosial yang terbentuk didalam tindakan kolektif tersebut. Unsurunsur yang terlihat dalam membentuk tindakan kolektif tersebut adalah: (1) hubungan saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran dan toleransi oleh panitia sementara maupun oleh petani karet yang hasil karetnya akan dilelang, (2) pranata (institutions), meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama oleh petani karet, norma-norma dan sanksi-sanksi dan aturan yang dimiliki kelembagaan “lelang”, dan (3) jaringan sosial (social networks), meliputi adanya partisipasi, pertukaran timbal balik oleh petani karet dan toke, solidaritas dan kerjasama antar petani karet yang menginginkan kehidupan yang lebih baik. Adanya jaringan unsur modal sosial yang telah dijabarkan, memberikan manfaat dalam konteks terbentuknya kerjasama kolektif dalam pengelolaan penjualan komoditi karet. 26 12. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Pedesaan (Kelompok Tani Kecamatan Rambatan) 2012 Jurnal Elektronik Primadona Jurnal Polibisnis Vol. 4 No. 1 Hal: 12-23 http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JEB/article/do wnload/645/610 9 November 2014 Ringkasan Pada negara kita kebijakan yang diambil selalu berganti dan kalanya terjadi juga tumpang tindih. Sering kita melihat dalam kenyataan bergantinya tujuan pembangunan dan prioritas utama yang akan dilaksanakan maka kebijakan yang diambil juga berganti. Tidak dapat kita pungkiri permasalahan pangan di pedesaan sebenarnya adalah masalah yang sudah lama mengapung, ini dapat kita lihat permasalahan lokal yaitu bagaimana sebenarnya kemampuan masyarakat pedesaan dalam memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga di desanya sesuai dengan preferensi dan kemampuan sumber daya yang dimiliki seperti hal nya yang ditemukan oleh Wilensky (1999). Selama ini dalam mengkaji dan membuat kebijakan untuk tercapainya pembangunan selalu hanya diukur dari potensi sumber daya, potensi finansial dan kurang mengamati bagaimana keadaan modal sosial dalam lingkungan diperdesaan yang dianggap masih melekat dengan besar modal sosial, justru yang selalu diunggulkan adalah masalah potensi daerah seperti struktur tanah, infrastruktur dan modal lainnya sedangkan banyak penelitian yang dilakukan seperti Putnam di Irlandia mengatakan bahwa jika modal sosialnya tinggi maka akan berdampak terhadapkehidupan ekonomi masyarakatnya. Metode penelitian yang digunakan pada tulisan adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan instrumen penelitian wawancara, kuesioner dan Focus Group Discussion. Tujuan penelitian adalah untuk menggali pemikiran baru mengenai pemberdayaan komunitas petani melalui penguatan modal sosial. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani pada Nagari III Koto, Nagari Rambatan, dan Nagari Balimbing. Penentuan sampel yang akan dijadikan sumber data adalah berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Sampel yang akan diambil secara acak dengan jumlah sebanyak 2 kelompoktani untuk 3 nagari di Kecamatan Rambatan. Setiap kelompok diambil sembilan orang untuk sampel didalam masing-masing sembilan kelompok. Dari enam kelompok tani yang diteliti, menurut hasil penelitian terdapat empat kelompok tani yang dapat dikatakan sudah berhasil dalam membangun modal sosial yang kecenderungannya kuat didalam kelompoknya, diantaranya kelompok tani Karatau Sakato, Hamparan Sawah Batu Payek, Sawah Pudiang dan Kelompok Tani Tamasu Harapan. Kecendrungan kuatnya modal sosial pada ke empat kelompok tani itu 27 dibuktikan dengan hampir semua unsur yang membangun modal sosial itu dilakukan didalam kelompok tani dengan baik. Analisis Penulis mengkritisi kebijakan pemerintah yang fokus terhadap peningkatan manfaat moda produksi. Penulis mengukur modal sosial dengan ukuran yang pernah dikemukakan atau dilakukan oleh Fukuyama. Menurut penulis ukuran tersebut untuk membantu memberikan hasil bahwa terdapat kecerndrungan kuat atau lemahnya modal sosial disuatu wilayah atau negara, atau didalam suatu kelompok. Penelusuran yang dilakukan penulis disini dengan melihat unsur-unsur modal sosial dan bagaimana berjalannya didalam kelompok tani dipedesaan dalam rangka melaksanakan pembangunan. Ukuran atau variabel yang digunakan penulis untuk mengukur modal sosial adalah: (1) partisipasi: unsur kepercayaan didalam kelompok sangat penting dan ini dapat dilihat dengan kepercayaan terhadap sesama didalam kelompok dan juga kepercayaan terhadap ketua kelompok serta kepercayaan terhadap pemerintah terhadap program-program yang selama ini diberikan pada masyarakat, (2) kepercayaan: kepercayaan merupakan unsur modal sosial yang paling terlihat, atau dengan kata lain dalam kelompok tani kepercayaan merupakan variabel yang bernilai tinggi. Kepercayaan tersebut dapat dilihat melalui tingkat kepercayaan dengan pemerintah, kepercayaan kepada ketua kelompok maupun kepercayaan dengansesama anggota kelompok, (3) kepedulian terhadap sesama (resiprocity): penyimpanan padi untuk selama empat bulan atau selama panen berikutnya datang, gunanya adalah untuk menghindari terjadinya paceklik atau kekurangan dan kelaparan makanan pokok, dan (4) organisasi sosial: keikutan anggota dalam kelompok didasari oleh keinginan dari anggota kelompok atau individu itu sendiri untuk maju tanpa keterpaksaan dari pihak manapun. 28 13. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Pedesaan melalui Pengembangan Institusi dan Modal Sosial Lokal 2005 Jurnal Elektronik Oman Sukmana Jurnal Humanity Vol. 1 No. 1 Hal: 69-75 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/humanity/arti cle/view/808 4 Desember 2014 Ringkasan Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah. Namun upaya-upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan hingga kini masih belum membuahkan hasil yang memuaskan. Masih banyak penduduk Indonesia baik desa maupun kota yang menderita kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan akan sangat berhasil apabila masyarakat miskin diberi peluang yang lebih besar untuk mengurus dirinya sendiri, mempengaruhi kemampuan dan berpartisispasi dalam kegiatan yang mempengaruhi kemampuan ekonomi dan kesejahteraan hidup mereka. Tujuan penelitian adalah: (1) mendeskripsikan gambaran, identifikasi dan pengembangan institusi sosial lokal dan modal sosial lokal pada masyarakat miskin pedesaan, (2) mendeskripsikan pemanfaatan institusi sosial lokal dan modal sosial lokal sebagai strategi pemberdayaan.Metode penelitian yang digunakan adalah model penelitian diskriptif kualitatif dengan model kuantitatif untuk menguatkan argumen. Populasi penelitian adalah masyarakat miskin pedesaaan di wilayah Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Dari hasil penelitian dapat dilihat pemaparan jenis institusi sosial dan modal sosial. Identifikasi dan pengembangan modal sosial yang ada di lingkungan masyarakat Desa Sukomulyo yang hidup dan berkembang terdiri atas nilai-nilai, kebiasaan masyarakat dan tradisi masyarakat. Arah pemanfaatan institusi sosial dan modal sosial sebagai strategi pemberdayaan meliputi: (1) sebagai sarana bermusyawarah dan bermufakat, (2) sebagai sarana untuk berdemokrasi, (3) meningkatkan peran serta, (4) media untuk menambah pengetahuan dan (5) meningkatkan pendapatan keluarga. Analisis Penulis kurang mengungkapkan bukti kualitatif berupa histori maupun pernyataan langsung dari masyarakat tempat lokasi penelitian. Hal ini menyulitkan pembaca untuk memahami unsur modal sosial yang ada di masyarakat dan pengukuran kesejahteraan masyarakat. Variabel modal sosial yang dapat dilihat dari tulisan ini adalah modal sosial yang berbentuk nilai lokal yaitu terwujud dalam adanya kegiatan rutin acara selamatan desa, kegiatan gotong royong dan kegiatan keagamaan. Penulis menghubungkan dimensi kemiskinan dengan modal sosial yakni melalui dimensi sosial 29 budaya. Penulis mengungkapkan bahwa dimensi sosial budaya dapat diubah menjadi lebih produktif apabila budaya tersebut dijadikan modal untuk pemberdayaan. 14. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Modal Sosial dalam Komunitas Kuta Etnis Karo dan Relevansinya dengan Otonomi Daerah 2005 Jurnal Elektronik Sri Alem Sembiring dan Lister Berutu Jurnal Universitas Sumatera Utara http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3 818/1/antropologi-sri%20alem.pdf 4 Desember 2014 Ringkasan Adanya Undang-undang Otonomi Daerah No. 22 & 25 1999 membuat berbagai pihak mulai sadar bahwa pengembangan potensi-potensi yang ada di masing-masing daerah mutlak diperlukan, sekaligus memberi peluang keterlibatan warga secara lebih luas dalam proses pengambilan keputusan. Melalui Undang-Undang ini diharapkan terjadi desentralisasi sebagai pengganti kebijakan lama yang sentralistik, baik pada aspek ekonomi, politik, dan sosial budaya. Dengan demikian pembangunan partisipatif menjadi kata kunci yang harus diterapkan pada masing-masing wilayah sesuai tuntutan otonomi. Salah satu strateginya dengan memberdayakan modal sosial yang selama ini dikesampingkan karena ada anggapan bahwa pembangunan hanya butuh modal ekonomi dan modal fisik semata. Tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi berbagai jenis dan tipe nilai-nilai, pengetahuan, pranata acuan bertindak, jaringan kerja, kesepakatan dan institusi yang berkembang pada komunitas Kuta Karo di Desa Bukit. Penelian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi dan melakukan teknik kajian bersama. Penelitian tentang modal sosial di Desa Bukit ini, dapat dijadikan sebagai suatu contoh konkrit bahwa di dalam masyarakat ternyata banyak potensi-potensi lokal yang dapat dikembangkan untuk menunjang kberhasilan otonomi itu sendiri. Dari temuantemuan tersebut dapat diketahui bagaimana masyarakat dapat mengembangkan diri atau kelompoknya tanpa banyak campuran tangan pihak luar. Modal sosial yang ada di Desa Bukit merupakan bentuk kreatifitas lokal karena lahir dan berkembang dalam masyarakat. Modal sosial tersebut terkait dengan berbagai aspek kehidupan. Kemudian hal ini didukung dengan fakta proses munculnya institusi, selain tumbuh dari inisiatif masyarakat juga dibangun berdasarkan komtmen bersama sehingga tingkat kepercayaan masyarakat anggotanya tetap terpelihara. Temuan lainnya adalah modal sosial dapat dibentuk di komunitas ini. munculnya jenis modal sosial baru yang dibentuk dan dibangun oleh sebagian kelompok masyarakat. Contohnya adalah Credit Union yakni usaha simpan pinjam khusus kaum perempuan di Desa Bukit. lnstitusi ini memunculkan 30 paradigma baru bagi perempuan untuk membangun diri, terutama mengurangi ketergantungan ekonomi kepada pihak laki-laki (suami). Analisis Penulis telah memaparkan modal sosial yang ada pada komunitas Kuta Karo. Pemaparan penulis lebih menggunakan definisi modal sosial menurut Putnam (1993). Putnam (1993) menyatakan komponen modal sosial terdiri dari kepercayaan (trust), aturan-aturan (norms) dan jaringan-jaringan kerja (networks) yang dapat memperbaiki efisiensi dalam suatu masyarakat melalui fasilitas tindakan-tindakan yang terkordinasi. Variabel yang terlihat dalam memaparan penulis adalah: 1. Keaktifan warga dan kepercayaan: Orang-orang yang biasanya dianggap atau dipilih menjadi pemimpin di Bukit adalah orang-orang yang mau bermusyawarah (arih) dengan warga desa, sanggup merespon/menaggapi keinginan warga desa, karena menurut warga pemimpin dalam hal ini Kepala kampung merupakan wakil rakyat; 2. Partisipasi: Dalam pengambilan keputusan yang menyangkut masalah kepentingan desa atau Kuta, warga bukit selalu melaksanakan arih kula atau musyawarah desa, yang dilakukan sekali setahun. Kemudian partisipasi dalam melakukan pemberdayaan dapat terlihat pada saat bertukar pengetahuan mereka dalam pembibitan,pengelolaan tanah dan tanaman didasarkan pada pengalamanpengalaman atau percobaan-percobaan; dan 3. Komitmen: Setelah keputusan diambil dan ditetapkan, baik itu keputusan hasil musyawarah mufakat ataupun pemungutan suara, biasanya seluruh warga akan melaksanakan keputusan itu dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Penulis menyimpulkan bahwa berbagai modal sosial sebenarnya kondusif dengan pembangunan. Kemudian penulis memaparkan jika dikaji lebih jauh dan dipahami dapat dijadikan modal untuk pembangunan itu sendiri, karena pembangunan sebenarnya bukan harus sesuatu yang baru tapi dapat mengacu kepada potensi lokal yang sudah ada sebelumnya. Selanjutnya penulis menemukan jenis modal sosial baru yang dibentuk dan dibangun oleh sebagian kelompok masyarakat yaitu Credit Union yakni usaha simpan pinjam khusus kaum perempuan di Desa Bukit. lnstitusi ini memunculkan paradigma baru bagi perempuan untuk membangun diri, terutama mengurangi ketergantungan ekonomi kepada pihak laki-laki (suami). Modal sosial ini tidak berlawanan dengan nilai setempat karena dibangun oleh masyarakat, hal ini berbeda dengan modal sosial “bentukan” PHBM pada tulisan sebelumnya. 31 15. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi):hal Alamat URL/DOI : : : Tanggal diunduh : : : : Modal Sosial dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor 2009 Jurnal Elektronik Alfiasari, Drajat Martianto, dan Arya H. Dharmawan Jurnal Sodality Vol.03 No.01 Hal 125-152 http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/ view/5869 4 Desember 2014 Ringkasan Kemiskinan bukan saja milik masyarakat pedesaan. Masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan pun tidak luput dari kemiskinan. Pertumbuhan yang cepat di wilayah perkotaan dihadapkan pada sebuah tantangan baru, yaitu penyebaran dan pemimgkatan kemiskinan di daerah perkotaan (urban). Bagi rumah tangga miskin khususnya yang tinggal di daerah perkotaan, keberadaan modal berupa uang (financial capital) dan modal alam (natural capital) cukup terbatas. Mereka tidak mempunyai cukup uang untuk membeli kebutuhan pangan secara cukup baik jumlah maupun mutunya. Selain itu, keterbatasan akses terhadap sumberdaya fisik seperti pelayanan kesehaatan publik, pelayanan transportaasi publik dan fasilitas pelayanan-pelayanan sosial lainnya seringkali dialami oleh rumah tangga miskin. Kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan kualitas modal manusia yang ada pun menjadi terbatas kemampuannya untuk melakukan upaya optimal dalam rangka meningkatkat kesejahteraannya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan desain penelitian cross sectional study. Penelitian dilakukan di wilayah Kota Bogor yaitu di Kelurahan Kedung Jaya, Kecamatan Tanah Sareal dan Kelurahan Tajur, Kecamatan Bogor Timur. Penulis memaparkan hasil penelitian mengenai modal sosial dan ketahanan pangan rumah tangga miskin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga miskin responden dengan tingkat kepercayaan, jaringan sosial dan norma sosia yang rendah maka akan cenderung berada dalam kondisi tidak tahan pangan. Sebaliknya apabila rumah tangga mempunyai tingkat kepercayaan tinggi maka akan cenderung berada dalam kondisi tahan pangan, seperti yang terlihat di Kelurahan Kedung Jaya. Komponen modal sosial yang berhubungan paling erat dengan ketahanan pangan rumah tangga adalah kepercayaan rumah tangga dalam menjalin hubungan tanpa rasa saling curiga, kepercayaan rumah tangga untuk dapat menjaga lingkungan tetap sustain, jumlah hubungan sosial yang dimiliki, dan istri yang bukan merupakan penduduk asli di lingkungan tempat tinggal. 32 Analisis Penulis mengemukakan bahwa modal sosial dapat dikembangkan dan dioptimalkan dalam bentuk kelembagaan-kelembagaan sosial di tingkat komunitas yang dapat menguatkan ketahanan pangan rumah tangga miskin. Kemudian penulis menyimpulkan tipe modal sosial pada rumah tangga miskin dengan tipe modal sosial menurut Walcock (1998). Hal ini sama dengan apa yang telah dilakukan dalam tulisan Suandi (2007) pada disertasi yang menganalisis modal sosial dan kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan Provinsi Jambi, Rustanto (2007) dalam Jurnal Informasi yakni menganalisis upaya penguatan keluarga miskin melalui penguatan modal sosial dan Pontoh (2010) yaitu pada Jurnal Perikanan dan Kelautan. Modal sosial yang telah dikaji adalah termasuk tipe modal sosial bounded solidaritiy. Penulis menggunakan menganalisis modal sosial yaitu dengan menggunakan variabel: 1. Kepercayaan, pengukuran kepercayaan yang diukur oleh penulis melihat pada: a. Kepercayaaan diri rumah tangga dalam menjalin hubungan sosial. b. Kepercayaan rumah tangga untuk menjalin kerjasama tanpa saling saling curiga c. Kepercayaan rumah tangga bahwa di lingkungannya dapat menciptakan kedamaian dan meredam kekacauan sosial d. Kepercayaan rumah tangga bahwa di lingkungannya dapatmenjaga hubungan di antara mereka tetap sustain; 2. Jaringan sosial. Dilihat pada sifat jaringan dan karakteristik jaringan: a. Sifat Jaringan: formal dan informal b. Karakteristik Jaringan: bentuk, luas, kedalaman, keragaman dan permanency; dan 3. Norma sosial: a. Aturan-aturan tidak tertulis dalam hubungan antar rumah tangga di dalam komunitas. b. Nilai-nilai tradisional yang sudah ada turun temurun c. Nilai-nilai agama yang diyakini dalam menjalin hubungan sosial. RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Modal Sosial Modal sosial dipahami sebagai suatu bentuk dari interaksi sosial dalam masyarakat, interaksi tersebut berlangsung melalui institusi, relasi dan norma yang diakui dan dipatuhi secara bersama Field (2010). Masyarakat membuat aturan kesepakatan bersama sebagai suatu nilai dalam komunitasnya. Teori modal sosial, tesis sentralnya dapat dipermudah dalam dua kata yaitu soal hubungan (Field 2010). Selanjutnya Field (2010) mengemukakan dengan membangun hubungan sesama, dan menjaganya agar terus berlangsung sepanjang waktu, individu mampu bekerjasama untuk mencapai berbagai hal yang tidak dapat mereka lakukan sendiri, atau yang dapat mereka capai namun dengan susah payah. Konsep modal sosial telah banyak didiskusikan dalam ilmu-ilmu sosial dalam kurun waktu tahun terakhir. Modal sosial mulai dikembangkan oleh peneliti untuk menyentuh ranah kebijakan sebagai strategi pembangunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fukuyama (1995) yang dikutip oleh Cahyono dan Adhiatma (2012) sedikitnya ada dua kontribusi utama modal sosial terhadap pembangunan, yaitu sebagai fungsi sosial dan fungsi politik. 1. Pengertian Modal Sosial Menurut Bourdieu dan Wacquant (1992) dalam Field (2010) Modal sosial adalah jumlah sumberdaya, aktual atau maya yang berkumpul pada seseorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan. Field (2010) mengemukakan bahwa teori modal sosial Bourdieu secara jelas melihat modal sosial sebagai hak milik eksklusif elite (berupa aset) yang didesain untuk mengamankan posisi elite tersebut. Jika modal sosial Bourdieu menitik beratkan sebagai aset individu dan modal sosial merupakan hasil, maka Coleman (1994) dalam (Field 2010) mendefinisikan modal sosial sebagai seperangkat sumber daya yang melekat pada hubungan keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas dan yang berguna pada perkembangan kognitif atau sosial anak atau idividu. pernyataan tersebut lebih sarat akan makna karena di dalamnya ia menggambarkan nilai hubungan bagi semua aktor, individu, dan kolektif baik yang berkedudukan istimewa maupun yang kedudukannya tidak menguntungkan. Coleman melihat modal sosial sebagai sumberdaya karena dapat memberi kontribusi terhadap kesejahteraan individu. Putnam (1996) dalam Field (2010) modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial jaringan, norma dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan bersama. Kemudian Field (2010) memaparkan pembahasan Putnam selanjutnya. Putnam berpendapat bahwa gagasan inti dari teori modal sosial adalah bahwa jaringan memiliki nilai kemudian kontak sosial akan memengaruhi produktivitas individu dan kelompok. Pengertian lain yakni oleh Fukuyama (1995) yang dikutip oleh Cahyono dan Adhiatma (2012) bahwa modal sosial adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Fukuyama (1995) dalam Inayah (2012) menyatakan modal sosial timbul dari adanya kepercayaan (trust) dalam sebuah komunitas. Dari definisi tersebut dapat dilihat Fukuyama perpendapat bahwa modal sosial termasuk dalam budaya dan kepercayaan. Berikut merupakan batasan definisi modal sosial menurut beberapa ahli: 34 Tabel 1. Definisi, peranan dan lingkup analisis modal sosial Ahli Bourdieu Coleman Putnam Fukuyama Definisi Hasil dari hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan individu maupun kelompok Sumberdaya yang melekat pada hubungan keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas Jaringan, kepercayaan dan norma merupakan aset/fasilitas untuk mencapai tujuan bersama Nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama yang memungkinkan terjalinnya kerjasama Peranan Lingkup Analisis Sebagai aset elite untuk menjamin tercapainya modal ekonomi Individu dalam kelompok Untuk menjamin tercapainya kesejahteraan keluarga/komunitas Melihat hubungan seluruh aktor. Aktor atau individu dalam keluarga dan masyarakat Masyarakat luas Untuk menjamin tercapainya kesejahteraan ekonomi Untuk menjamin tercapainya kesejahteraan sesuai dengan nilai-nilai kelompok/komunitas Komunitas. Masyarakat. Berbagai definisi di atas dapat diketahui memiliki perbedaan peranan maupun lingkup analisis sesuai dengan argumentasi ahli. Untuk studi dalam suatu komunitas maka dapat dirumuskan kembali definisi dari modal sosial. Modal sosial adalah sumberdaya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas, baik antar individu maupun institusi yang melahirkan ikatan emosional berupa kepercayaan, jaringan-jaringan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Kepercayaan akan membuat individu mau untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan, demikian juga terhadap jaringan. Menurut beberapa hasil penelitian yang telah diresum dan dianalisis, penggunaan definisi modal sosial oleh Putnam lebih banyak digunakan karena Putnam mengkaji modal sosial dalam ruang lingkup yang lebih luas. 2. Tipologi Modal Sosial Putnam (2000) dalam Field (2010) mengemukakan perbedaan antara dua bentuk dasar modal sosial yaitu menjembatani (inklusif) dan mengikat (ekskusif).Modal sosial yang menjembatani cenderung menyatukan individu dari beragam ranah sosial. Hubungan-hubungan yang menjembatani tersebut berperan dalam penyediaan aset-aset eksternal dan bagi penyebaran informasi.Kemudian bentuk modal sosial yang mengikat adalah modal sosial yang cenderung mendorong identitas eksklusif dan mempertahankan homogenitas suatu masyarakat.Bentuk modal sosial ini dapat menjadi perekat terkuat sosiologi sehingga terbentuk solidaritas yang kuat.Konsep tersebut telah banyak diterima oleh peneliti sosial (Field 2010). Ahli lain yaitu Woolcock (2001) dalam (Field 2010) membedakan tipe modal sosial menjadi tiga tipe hubungan, yaitu: 35 (1) modal sosial yang mengikat (bounding capital), yang berarti ikatan antar-orang dalam situasi yang sama, seperti keluarga dekat, teman akrab dan rukun tangga, (2) modal sosial yang menjembatani (bridging capital), yang mencakup ikatan yang lebih longgar dari beberapa orang, seperti teman jauh dan rekan kerja, dan (3) modal sosial yang menghubungkan (linking capital), yang menjangkau orang-orang yang berbeda pada situasi berbeda seperti mereka yang sepenuhnya ada di luar komunitas, sehingga mendorong anggotanya memanfaatkan banyak sumber daya daripada yang tersedia di dalam komunitas. Pada penerapannya, kedua tipe hubungan modal sosial yang diungkapkan Putnam dan Woolcock adalah membedakan modal sosial akan lebih berkembang di dalam komunitas yang homogen atau modal sosial akan lebih kuat apabila diterapkan pada antar komunitas (heterogen). Penelitian yang menggunakan konsep ini adalah pada: (1) Suandi (2007) yakni pada disertasi yang menganalisis modal sosial dan kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah pedesaan Provinsi Jambi, (2) Rustanto (2007) dalam Jurnal Informasi yakni menganalisis upaya penguatan keluarga miskin melalui penguatan modal sosial, (3) Pontoh (2010) yaitu pada Jurnal Perikanan dan Kelautan, Pontoh (2010) menganalisis modal sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat nelayan Desa Gangga Dua, Kabupaten Minahasa Utara, dan (4) Alfiasari et al. (2009) dalam menganalisis modal sosial dan ketahanan pangan. Keempat penulis tersebut menyimpulkan bentuk modal sosial menggunakan konsep tipe/bentuk modal sosial tersebut. Penentuan tipe modal sosial yang digagas oleh Woolcock (2001) dalam Field (2010) dapat berdasarkan variabel atau unsur modal sosial dari para ahli yaitu: Putnam, Fukuyama, dan Coleman. Berikut tipe modal sosial dan unsur yang terdapat di dalamnya: (1) tipe modal sosial yang mengikat (bounding capital): tingkat kepercayaan, nilai sosial, perasaan senasib, (2) tipe modal sosial yang menjembatani (bridging capital): jaringan, solidaritas, dan tingkat partisipasi pada kelembagaan, (3) tipe modal sosial yang menghubungkan (linking capital): jaringan, tingkat partisipasi, dan kebergantungan terhadap komunitas lain. 3. Unsur Modal Sosial Konsep modal sosial lainnya dikemukakan oleh Hasbullah (2006) dalam Inayah (2012), yang mengetengahkan enam unsur pokok dalam modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial, yaitu: (1) participation in a network: Kemampuan sekelompok orang untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial, melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas dasar prinsip kesukarelaaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility), (2) reciprocity: Kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri tanpa mengharapkan imbalan, (3) trust: Suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, (4) social norms: Sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu, (5) value: Sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat, dan (6) proactive action: Keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan anggota kelompok dalam suatu kegiatan masyarakat. 36 Berbagai unsur modal sosial yang dikemukakan oleh Hasbullah (2006) banyak digunakan pula sebagai variabel modal sosial yang dikaji oleh berbagai peneliti. Unsur modal sosial tersebut diukur dan dianalisis dalam suatu masyarakat untuk mengungkap karakteristik modal sosial yang terdapat pada masyarakat. Unsur tersebut diukur tingkat kekuatannya sehingga dapat simpulkan karakteristik masyarakat lebih kuat pada unsur tertentu. Selanjutnya mengenai unsur jaringan (network) tidak akan berdampak pada kehidupan masyarakat jika tidak disertai nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan kepercayaan (trust) yang dimiliki individu terhadap individu lain maupun kelompok. Sehingga unsur trust dapat disimpulkan unsur yang penting dalam mengkaji modal sosial. Pranadji (2006) mengemukakan bahwa dalam kehidupan sosial di pedesaan, pengertian kepercayaan (trust) seharusnya tidak dilihat sekedar masalah personalitas (psikologis) atau intrapersonal, melainkan mencakup juga aspek ekstrapersonal dan intersubyektif (asosiasi tingkat dukuh, organisasi tingkat desa dan sistem jaringan sosial hingga melintasi batas desa). Pada masyarakat yang berpotensi cepat maju umumnya mampu mengembangkan jaringan kepercayaan (mutual trust) yang relatif besar. Selanjutnya mengenai nilai yang melekat dalam masyarakat, Pranadji (2006) melihat tata nilai yang ada dalam masyarakat melalui empat elemen nilai komposit, yaitu: 1. Ditegakkannya sistem sosial di pedesaan yang berdaya saing tinggi (produktif) namun berwajah humanistik tidak eksploitatif dan intimidatif terhadap sesama manusia atau masyarakat; 2. Ditegakkannya sistem keadilan yang dilandaskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia (tidak imperialistik dan menegasi kehidupan sosial); 3. Ditegakkannya sistem solidaritas yang dilandaskan pada hubungan saling percaya (mutual trust) antar elemen pembentuk sistem masyarakat; dan 4. Dikembangkannya peluang untuk mewujudkan tingkat kemandirian dan keberlanjutan kehidupan masyarakat yang relatif tinggi, yang merupakan salah satu bagian terpenting keberadaan suatu masyarakat. Pendapat Pranadji tersebut mendukung konsep Fukuyama (1995) dalam Field (2010) bahwa kepercayaan adalah dasar dari tatanan sosial yaitu komunitas tergantung pada kepercayaan timbal balik dan tidak akan muncul spontan. Dalam penelitian studi kasus modal sosial “bentukan” PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) yang dilakukan oleh Purnomo et al. (2007) juga mendukung pendapat Pranadji (2006). Hasil penelitian tersebut adalah masyarakat lebih memilih melakukan interaksi sosial dan memanfaatkan modal sosial asli yang berupa nilai-nilai asli masyarakat daripada melakukan kebijakan sebagai modal sosial “bentukan”. Dalam pelaksanaan kebijakan PHBM syarat akan persaingan mendapat keuntungan ekonomi. Penelitian tersebut mengemukakan anggapan rumah tangga lokal bahwa kebutuhan yang dipenuhi dalam suasana persaingan dan menegasikan solidaritas sosial, bukanlah etika moral yang terpuji dan dikehendaki dalam tatanan budaya ekonomi lokal. Kemudian terdapat nilai yang masih dipertahankan yang ditunjukan oleh rumahtangga terhadap rumah tangga lain pada kegiatan hajatan, kondangan, neang dan sejenisnya merupakan modal sosial asli yang berada dalam masyarakat Karakter sosial budaya yang menjadi ciri atau karakter modal sosial di masyarakat diketahui melalui pendekatan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat (Jamasy, 2006) dalam Pontoh (2010). Faktor internal mencakup: (1) pola organisasi sosial dalam suatu komunitas yang mencakup kepercayaan lokal, pola dan sistem produksi dan reproduksi serta politik lokal, dan (2) normaserta nilai-nilai yang melekat dalam komunitas. Sedangkan faktor 37 eksternal dapat dirangkum dalam pengaruh agama, pendidikan serta sistem dan hubungan politik dan pemerintahan dengan luar komunitas. Faktor-faktor internal dan eksternal akan membentuk karakter dari modal sosial suatu masyarakat nelayan. Adapun karakter yang dibentuk terdiri dari kelompok-kelompok masyarakat yang ada, identitas kolektif suatu kelompok dan antar kelompok dalam suatu komunitas, tingkat partisipasi dan proaktif anggota dalam suatu kelompok 4. Pengukuran Modal Sosial Pengukuran modal sosial secara kritis adalah bergantung pada melekatnya modal sosial dalam konteks tertentu (Pontoh 2010). Bagi komunitas bisnis pengukuran modal sosial adalah untuk menelaah keuntungan dan kerugian. Bagi komunitas pemerintahan maupun lembaga kebijakan pemerintahan, pengukuran modal sosial dilakukan untuk mengetahui suatu kebijakan (program maupun aturan) dapat terlaksana dengan baik. Kemudian bagi peneliti sosial, pengukuran dilakukan untuk mengetahui karakteristik hubungan sosial masyarakat. Berikut adalah variabel dalam pengukuran modal sosial yang digunakan oleh beberapa penulis: Tabel 2. Matriks penelitian modal sosial oleh para penulis No . 1. Penelitian Pranadji (2006) Daerah penelitian Kabupaten Gunungkidu l dan Kabupaten Boyolali Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif (Konsep Modal Sosial): Tata nilai Kepercayaan Kerja sama Jaringan kerja Manajemen sosial Metode Variabel penelitian 2. Cahyono dan Adhiatma (2012) Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo Metode kuantitatif dan action research (Modal sosial): Nilai kepercayaan Solidaritas Jaringan kerjasama 3. Suandi (2007) Pedesaan Provinsi Jambi Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif (Modal sosial) Dimensi struktural: Asosiasi (jumlah dan kebermanfaatan) Jaringan kerja Tingkat partisipasi Hasil Terdapat kesenjangan modal sosial diantara dukuh. Hal ini dapat menunjukan kekuatan pemerintahan desa tidak mampu menembus masyarakat lapisan bawah Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai cara untuk meningkatkan optimalisasi modal sosial. Faktor partisipasi dalam asosiasi lokal merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kesejahteraan ekonomi 38 4. Satriawan dan Oktavianti (2012) Provinsi Jawa Timur Metode penelitian kualitatif, Metode ZOPP perencanaa n proyek berorientasi tujuan Metode penelitian kualitatif 5. Pontoh (2010) Kabupaten Minahasa Utara 6. Purnomo, Dharmawa n dan agusta (2007) Kabupaten Kuningan Metode penelitian kualitatif 7. Kamarni (2012) Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang Metode penelitian kuantitatif Dimensi karakter: Kepercayaan Solidaritas Semangat kerja (Modal sosial) Jaringan (luas jaringan) Tindakan bersama (collective action) (Modal sosial) Nilai dan norma Kepercayaan dan organisasai sosial Pola sistem produksi dan reproduksi Politik lokal (Modal sosial) Nilai dan etika Solidaritas Modal sosial “bentukan” (kebijakan PHBM) (Modal sosial) 8. Rokhani (2012) Kabupaten Jember Metode penelitian kuantitatif Persatuan kelompok Adat istiadat Kepercayaan Tingkat partisipasi (Modal sosial) Rasa kepercayaan Kerjasama Jaringan Norma Toleransi Kearifan lokal Kebersamaan Tanggung jawab Partisipasi Kebergantungan petani pada moda produksi, investasi menyebabkan kemiskinan petani. Modal sosial belum termanfaatkan Hubungan sosial kemasyarakat masih sangat kuat dimana kehidupan sosial mereka begitu sangat erat. Modal sosial “bentukan” memuat peraturanperaturan yang rumit dan sangat birokratis. Semakin luas interaksi rumah tangga dalam persatuan kelompok/lembag a maka semakin tinggi pula kesejahteraan rumah tangga tersebut. Terdapat beberapa modal sosial yang telah kuat yang ada dalam masyarakat. Modal sosial yang kuat dapat dijadikan sebagai modal untuk mengembangkan diversifikasi produk olahan kopi 39 9. Badarudin (2006) Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat Metode penelitian kualitatif dan metode kuantitatif (Modal sosial) Kepercayaan (trust) Pranata (institusi) Jaringan sosial (social networks) 10. Primadona Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera barat Metode penelitian kualitatif (Modal sosial) Parisipasi Kepercayaan Kepedulian terhadap sesama Organisasi sosial Penjualan karet sistem lelang (kelembagaan lokal) mengakibatkan petani karet memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat terhadap harga. Dari enam kelompok tani yang diteliti, menurut hasil penelitian terdapat empat kelompok tani yang dapat dikatakan sudah berhasil dalam membangun modal sosial yang kecenderungannya kuat didalam kelompoknya Berbagai variabel di atas adalah unsur modal sosial yang diteliti oleh para penulis untuk melihat karakteristik modal sosial masyrakat. Dari tabel diatas dapat terlihat beberapa penulis tidak mengukur tingkat kepercayaan (trust). Trust merupakan nilai kepercayaan yang tumbuh untuk menjamin terjalinnya kerjasama yang selanjutnya akan dihubungkan dengan variabel tingkat kesejahteraan. Pada beberapa hasil penelitian dikemukakan terbentuknya rasa saling percaya adalah hasil interaksi yang melibatkan anggota masyarakat dalam suatu kelompok ketetanggaan, asosiasi tingkat dukuh, organisasi tingkat desa dan berkembangnya sistem jaringan sosial hingga melintasi desa. Pada penulis yang menggunakan konsep modal sosial oleh Fukuyama, komponen trust sangat diperlihatkan dan kemudian disajikan dalam analisis yang lebih mendalam. Hal ini dikarenakan menurut para penulis tersebut, komponen trust adalah cikal bakal dari terbentuknya modal sosial yang kuat dan sering kali menjadi variabel yang bernilai tinggi. Kesejahteraan Kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu (Suandi 2007). Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif, tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu sendiri. Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika dilihat dari suatu aspek tertentu. 40 Secara mikro terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga (Suandi 2007) antara lain: kesejahteraan finansial, status ekonomi, situasi ekonomi, interaksi sosial, dan lain lain. Kesejahteraan juga dapat dilihat melaui dua pendekatan, yakni: (1) kesejahteraan diukur dengan pendekatan objektif dan (2) kesejahteraan diukur dengan pendekatan subjektif. 1. Kesejahteraan Objektif Kesejahteraan ekonomi objektif keluarga di wilayah penelitian diukur dengan besarnya pengeluaran keluarga (Suandi 2007). Suandi (2007) menjelaskan bahwa pengeluaran keluarga yang dimaksud adalah pengeluaran yang diperuntukkan pembelian kebutuhan keluarga sehari-hari, yaitu kebutuhan pokok dan lainnya.Dengan demikian, pengeluaran keluarga dialokasikan untuk kebutuhan pangan, non pangan dan investasi (dapat berupa biaya pendidikan). Terdapat pula indikator kesejahteraan BPS (2006) yaitu: (1) kependudukan, meliputi jumlah, komposisi dan distribusi penduduk, (2) Kesehatan dan gizi kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi, angka harapan hidup, angka kesakitan dan status gizi, (3) pendidikan, (4) ketenagakerjaan, (5) taraf dan pola konsumsi, dan (6) perumahan dan lingkungan. Indikator ini digunakan oleh Pranadji (2006), 2. Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif menurut Suandi (2007) adalah tingkat kesejahteraan yang dilihat secara personal yang diukur dalam bentuk kepuasan dan kebahagiaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sumarti (1999) bahwa kesejahteraan subjektif individu atau keluarga adalah wujud kebudayaan yang dihasilkan melalui proses pengalaman hidup sekelompok manusia dalam hubungannya dengan lingkungan (fisik dan sosial). Menurut Suandi (2007) tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif dapat diukur dari tingkat kepuasan pemenuhan kebutuhan pangan, non pangan dan investasi. Berbagai modal sosial yang ada dipedesaan disinyalir telah mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat pedesaan. Hal tersebut diketahui melalui berbagai hasil penelitian yang dianalisis. Peran modal sosial dalam pencapaian kesejahteraan seharusnya bukan hanya merupakan kegiatan rutinitas bagi masyarakat, namun juga harus mampu menampung berbagai permasalahan dan melakukan pemecahan masalah secara kolektif. Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui optimalisasi modal sosial seharusnya didukung dengan kebijakan pemerintah yang tidak hanya fokus terhadap penyedian moda produksi. SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan Modal sosial menurut berbagai ahli dapat didefinisikan kembali dalam lingkup komuitas sebagai sumberdaya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas, baik antar individu maupun dengan institusi yang melahirkan ikatan emosional berupa kepercayaan, jaringan-jaringan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Modal sosial dalam masyarakat hendaknya dipahami bahwa di dalam suatu komunitas terdapat keragaman (agama, budaya, kepentingan, status sosial, pendidikan, pendapatan, keahlian, gender) dari anggotanya, sehingga perlu adanya pemahaman yang mendalam terhadap keragaman tersebut. Sementara itu pemahaman nilai-nilai, norma menjadi hal yang penting dalam mewujudkan modal sosial yang kuat (Cahyono dan Adhiatma 2012). Modal sosial telah diukur dalam beragam metode dan variabel. Dalam pengukuran modal sosial dapat dinyatakan bahwa untuk mendapatkan satu ukuran sebagai ukuran tunggal dan benar adalah hal yang sulit dilakukan. Kesulitan dikarenakan lingkup modal sosial demikian luas. Kemudian di dalam modal sosial terdapat beragam tipologi modal sosial yang membedakan tipe modal sosial yang ada pada masyarakat. Beragam pendekatan diperlukan berkaitan dengan unit analisisnya. Kesulitan juga dihadapi karena lingkup telaah modal sosial bukanlah individua tetapi pada kelompok, komunitas atau kelompok sosial tertentu yang dinamis. Pada usulan penelitian baru, akan memfokuskan lingkup modal sosial pada rumah tangga tani di pedesaan. Kajian modal sosial dalam level komunitas modal sosial akan mencerminkan nilai-nilai solidaritas dan menunjukan tipe hubungan sosial Field (2010). Tipe hubungan sosial tersebut dapat berupa (Woolcock 2001) dalam Field (2010): (1) modal sosial yang mengikat (bounding capital), yang berarti ikatan antar-orang dalam situasi yang sama, seperti keluarga dekat, teman akrab dan rukun tangga, (2) modal sosial yang menjembatani (bridging capital), yang mencakup ikatan yang lebih longgar dari beberapa orang, seperti teman jauh dan rekan kerja, dan (3) modal sosial yang menghubungkan (linking capital), yang menjangkau orang-orang yang berbeda pada situasi berbeda seperti mereka yang sepenuhnya ada di luar komunitas, sehingga mendorong anggotanya memanfaatkan banyak sumber daya daripada yang tersedia di dalam komunitas. Menurut pustaka yang telah dikaji, berbagai modal sosial yang ada di masyarakat disinyalir telah mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat dengan berdasarkan pada unsur modal sosial yang ada dimasyarakat baik nilai sosial maupun nilai budaya. Unsur modal sosial pada dasarnya sudah dimiliki oleh masyarakat desa sebagai modal sosial. Namun demikian untuk mencapai dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di pedesaan, keberadaan modal sosial masih perlu ditingkatkan perannya dengan melibatkan masyarakat desa secara proaktif. Kesejahteraan ekonomi keluarga dapat diukur dengan dua pendekatan, yakni pendekatan objektif dan subjektif. Pendekatan objektif mengguanakan pengukuran yang ditetapkan oleh berbagai institusi seperti BKKBN, BPS (2006),World Bank dll. Sedangkan pendekatan subjektif diukur melalui tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, nonpangan dan investasi. 42 Usulan Kerangka Analisis Baru Berdasarkan hasil analisis dan kajian referensi dari berbagai literatur, program pemerintah belum mengintegrasikan modal sosial asli yang terdapat masyarakat terhadap kebijakan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. Kebijakan pemerintah cenderung untuk membuat modal sosial bentukan. Modal sosial bentukan tersebut dapat berupa kelembagaan yang sistematika peraturannya menyulitkan masyarakat. Pemerintah menetapkan UU Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Implementasi Undang-Undang tersebut berupa bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan petani. Peraturan tersebut lebih memfokuskan pada pengadaan moda produksi daripada penguatan modal sosial yang telah ada dimasyarakat. Semua kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia pada hakekatnya mempunyai potensi-potensi sosial budaya yang dapat menunjang pembangunan. Salah satu potensi sosial tersebut adalah modal sosial. Modal sosial menurut berbagai ahli dapat didefinisikan kembali dalam lingkup komunitas sebagai sumberdaya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas, baik antar individu maupun dengan institusi yang melahirkan ikatan emosional berupa kepercayaan, jaringan-jaringan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Variabel-variabel yang diambil untuk diteliti dalam penelitian baru ini adalah unsur modal sosial berdasarkan definisi baru. Variabel atau unsur modal sosial ini kemudian digolongkan berdasarkan tipologi modal sosial menurut Woolcock. Tipe modal sosial dan unsur yang terdapat di dalamnya adalah: (1) tipe modal sosial yang mengikat (bounding capital): tingkat kepercayaan dan nilai-nilai sosial, (2) tipe modal sosial yang menjembatani (bridging capital): jaringan, solidaritas dan tingkat partisipasi pada kelembagaan, (3) tipe modal sosial yang menghubungkan (linking capital): jaringan, tingkat partisipasi, dan kebergantungan terhadap komunitas lain. Identifikasi tipologi modal sosial berdasarkan unsur-unsur modal sosial dapat dilihat dalam tabel berikut: 43 Tabel 3. Identifikasi tipologi modal sosial berdasarkan unsur-unsur modal sosial Tipologi modal sosial Unsur modal sosial Bounding Bridging Linking Jaringan √ √ Solidaritas √ Tingkat partisipasi √ Kepercayaan √ Nilai-nilai sosial √ Kebergantungan terhadap komunitas lain √ √ Tingkat kepercayaan diukur dalam bentuk tingkat keyakinan seseorang terhadap tindakan secara konsisten pada saat terjalinnya hubungan antar individu atau kelompok dalam komunitas. Tingkat kepercayaan dapat dilihat dari: (1) kesediaan individu untuk berinteraksi dan membantu individu lain, (2) toleransi terhadap situasi sosial, dan (3) tingkat komitmen menjaga perjanjian dalam bermasyarakat. Tingkat kepercayaan merupakan elemen tata nilai yang ada pada masyarakat yang melekat dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi sumberdaya sosial. Variabel penerapan nilai sosial dapat diketahui melalui: (1) nilai-nilai tradisional, (2) nilai-nilai agama yang diyakini, dan (3) perasaan senasib Variabel modal sosial selanjutnya adalah jaringan sosial. Setelah terdapat kepercayaan antar individu maupun kelompok dalam bermasyarakat, maka akan memungkinkan terdapat jaringan sosial yang eksistensinya mengalami keberlanjutan. Variabel jaringan sosial dilihat melalui: (1) kuatnya ikatan kekerabatan, (2) tingkat kebermanfaatan kelembagaan yang diikuti, dan (3) tingkat keterbukaan informasi akan sumberdaya. Selanjutnya variabel partisipasi individu pada kelembagaan atau asosiasi penting bagi kelembagaan yang individu ikuti karena sangat menentukan kemajuan dan peran kelembagaan. Partisiapsi berkaitan dengan pemanfaatan jaringan pada komunitas. Individu dapat memanfaatkan jaringan yang terjalin antar individu, maupun individu dengan kelompok. Partisipasi dalam kelembagaan dilihat melalui: (1) jumlah kelembagaan lokal yang diikuti, (2) keaktifan dalam pertemuan, dan (3) tingkat pengambilan yang dilakukan oleh individu. Variabel yang akan diukur dalam modal sosial lainnya adalah solidaritas, solidaritas komnitas dapat diketahui melalui: (1) tingkat homogenitas, (2) tingkat kepeduliaan, dan (3) tingkat persatuan kelompok. Kemudian terdapat variabel modal sosial yang terakhir adalah kebergantungan. Kebergantungan yang dimaksud adalah tingkat kebergantungan individu terhadapat komunitas lain. Variabel ini akan diukur dari penggunaan sumberdaya dari luar komunitas dan pemanfaatan modal dari komunitas lain. 44 Selanjutnya karakteristik modal sosial yang dilihat berdasarkan variabel-variabel tersebut akan dihubungkan dengan kesejahteraan ekonomi komunitas petani dan dilihat tingkat pengaruhnya. Kesejahteraan ekonomi suatu komunitas dapat dibedakan menjadi kesejahteraan objektif dan subjektif. Tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan objektif diukur dari alokasi pengeluaran untuk kebutuhan pangan, non pangan dan investasi. Kesejahteraan subjektif dapat dilihat dalam skala individu maupun keluarga mengenai tingkat kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan. Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan menurut persepsi individu yang merasakan seberapa tinggi kesejahteraannya, bukan dari persepsi orang lain. Tinggi rendahnya kesejahteraan subjektif dilihat pada tingkat kepuasan pemenuhan kebutuhan pangan, non pangan dan investasi. Kajian modal sosial tersebut dijabarkan dalam usulan kerangka penelitian baru sebagai berikut: 45 BOUNDING CAPITAL 1. Tingkat kepercayaan - Kesediaan - Toleransi - Tingkat komitmen 2. Nilai sosial - Nilai-nilai tradisional - Nilai-nilai agama yang diyakini - Perasaan senasib BRIDGING CAPITAL 1. Jaringan - Ikatan kekerabatan - Kebermanfaatan asosiasi yang diikuti - Keterbukaan informasi 2. Solidaritas - Tingkat homogenitas - Tingkat kepedulian - Tingkat persatuan kelompok 3. Tingkat partisipasi - Jumlah kelembagaan lokal yang diikuti - Keaktifan dalam pertemuan - Pengambilan keputusan LINKING CAPITAL 1. Jaringan - Ikatan Kekerabatan - Kebermanfaatan asosiasi yang diikuti - Keterbukaan informasi 2. Tingkat partisipasi - Jumlah kelembagaan lokal yang diikuti - Keaktifan dalam pertemuan - Pengambilan keputusan 3. Kebergantungan - Penggunaan sumberdaya dari luar komunitas - Pemanfaatan modal dari komunitas lain Gambar 1. Usulan kerangka pemikiran baru KESEJAHTERAAN OBJEKTIF - Kebutuhan pangan - Kebutuhan non pangan - Kebutuhan investasi KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF - Pemenuhan kebutuhan pangan - Pemenuhan kebutuhan non pangan - Peneuhan keinvestasi 46 Pertanyaan Penelitian Selanjutnya Modal sosial dapat berupa sumberdaya yang telah ada di masyarakat dan dapat dimanfaatkan bersama untuk mencapai tujuan bersama. Penentuan tipe modal sosial yang digagas oleh Woolcock (2001) dalam Field (2010) dapat berdasarkan variabel atau unsur modal sosial dari para ahli. Berikut tipe modal sosial dan unsur yang terdapat di dalamnya: (1) tipe modal sosial yang mengikat (bounding capital): tingkat kepercayaan, nilai sosial, perasaan senasib, (2) tipe modal sosial yang menjembatani (bridging capital): jaringan, solidaritas, dan tingkat partisipasi pada kelembagaan, (3) tipe modal sosial yang menghubungkan (linking capital): jaringan, tingkat partisipasi, dan kebergantungan terhadap komunitas lain. Pertanyaan penelitian yang akan dikaji dalam penelitian selanjutnya adalah sejauh mana peran modal sosial terhadap kesejahteraan ekonomi rumah tangga petani. Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut dapat dirincikan pertanyaan pendukung, yaitu: 1. Tipe modal sosial apa yang paling berperan dalam kesejahteraan objektif rumah tangga petani? 2. Tipe modal modal sosial apa yang paling berperan dalam kesejahteraan subjektif rumah tangga petani? 3. Tipe modal sosial apa yang paling berperan dalam kesejahteraan rumah tangga petani? DAFTAR PUSTAKA Alfiasari, Martianto A, dan Dharmawan A.H. Modal Sosial dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Jurnal Sodality Vol.3 No. Dapat diunduh di http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/5869 Badaruddin. 2006. Pemanfaatan Modal Sosial dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Keluarga dan Komunitaas (Studi pada Komunitas Petani Karet di Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat). Jurnal Wawasan. Vol. 12 No. 2. [diunduh 9 November 2014]. Dapat diunduh di http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JSEP/article/viewFile/800/616 Cahyono B, Adhiatma A. 2012. Peran Modal Sosial dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Petani Tembakau di Kabupaten Wonosobo. [Prociding seminar] Makalah disampaikan pada seminar Conference In Business, Accounting and Management (CBAM) Vo.1 No.1 [Internet]. [diunduh 10 September 2010]. Dapat diunduh di: http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/cbam/article/view/128/104 Field J. 2010. Modal Sosial (Alih bahasa dari bahasa Inggris oleh NURHADI). Bantul [ID]: Kreasi Wacana 272 hal. [Judul asli Social Capital] Inayah. 2012. Peranan Modal Sosial dalam Pembangunan. Jurnal Pengembangan Humaniora Vol.12 No.1 [Internet]. [diunduh 20 September 2014]. Dapat di undu di: http://www.polines.ac.id/ragam/index_files/jurnalragam/paper_6%20apr%20201 2.pdf Kamarni. 2012. Analisis Modal Sosial sebagai Salah Satu Upaya dalam Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus: Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.3 No.3 [Internet]. [diunduh pada 15 Oktober 2014]. Dapat diunduh di: http://www.journal.unitaspdg.ac.id/downlotfile.php?file=Jur.%20Manajemen%20(4)%20Vol.3%20No.3% 20Sep%202012.pdf. Pontoh O. 2007. Identifikasi Dan Analisis Modal Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Desa Gangga Dua Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. 6 No.3 [Internet]. [diunduh 15 Oktober 2014]. Dapat diunduh di: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JPKT/article/view/156/122 Pranadji T. 2006. Penguatan Modal Sosial Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan Agroekosistem Lahan Kering. Studi Kasus: Desa-desa (Hulu DAS) ex Proyek Bangunan Lahan Kering, Kabupaten Boyolali. Jurnal Agro Ekologi Vol. 24 No.2. [Internet]. [diunduh 10 September 2014]. Dapat diunduh di: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/JAE%2024-2d.pdf 48 Primadona. 2012. Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Pedesaan (Kelompok Tani Kecamatan Rambatan). Jurnal Polibisnis Vol. 4 No.1. [Internet]. Dapat diunduh di: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JEB/article/download/645/610 Purnomo A, Dharmawan A.H, Agusta I. 2007. Transformasi Struktur Nafkah Pedesaan: Pertumbuhan “Modal Sosial Bentukan” dalam Skema Pengelolaan Hutan Bersama Mayarakat di Kabupaten Kuningan Vol. 1 No.2 [Internet]. Dapat diunduh di: http://jamu.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/download/5931/4608 Rokhani. 2012. Penguatan Modal Sosial dalam Penanganan Produk Olahan Kopi Pada Komunitas Petani Kopi di Kabupaten Jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol.6 No.1. [diunduh pada 15 Oktober 2014]. Dapat diunduh di: http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JSEP/article/viewFile/800/616. Rustanto B. 2007. Penguatan Keluarga Miskin Melalui Penguatan Modal Sosial. Jurnal Informasi Vol. 12 No. 3. [diunduh 10 oktober 2014]. Dapat diunduh di: http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/1c2a8d2e06b07e498bc340d1a9c323e 7.pdf Satriawan B. 2012. Upaya Pengentasan Kemiskinan pada Petani Menggunakan Model Tindakan Kolektif Kelembagaan Pertanian. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13 No.1 [Internet]. [diunduh 20 September 2014]. Dapat diunduh di: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1732/07Bondan.pdf?sequence=1 Sembiring S, Berutu L. 2005. Modal Sosial dalam Komunitas Kuta Etnis Karo dan Relevansinya dengan Otonomi Daerah. Jurnal Universitas Sumatera Utara. Suandi[. 2007. Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. [Disertasi]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. [diunduh 20 September 2007]. Dapat diunduh di: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40884/2007sua.pdf?sequ ence=11 Sukmana O. 2005. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Pedesaan melalui Pengembangan Institusi dan Modal Sosial lokal. Jurnal Humanity Vol.1 No. 1 Sumarti, Titik M.C. 1999. “Persepsi Kejahteraan dan Tindakan Kolektif Orang Jawa dalam Kaitannya dengan Gerakan Masyarakat dalam Pembangunan Keluarga Sejahtera di Pedesaan. [Disertasi]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan, 1970-2013. [Internet]. Dapat diunduh di: http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&no tab=7 49 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai Tahun 2003 dan 2013. [Internet]. Dapat di unduh di: http://st2013.bps.go.id/dev/st2013/index.php/site/tabel?searchtabel=Jumlah+Rumah+Tangga+Usaha+Pertanian+menurut+Golongan+Luas+La han+yang+Dikuasai+Tahun+2003+dan+2013&tid=21&searchwilayah=Indonesia&wid=0000000000&lang=id [UU] Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. [Internet]. Dapat diunduh di: http://perundangan.pertanian.go.id/admin/uu/UU%20No.19%20Tahun%202013 %20Perlindungan%20&%20Pemberdayaan%20Petani.pdf RIWAYAT HIDUP Nurul Fauziah dilahirkan di Brebes pada tanggal 3 Mei 1993 dari pasangan Hendro Sulistiyono dan Siti Khodijah. Penulis menyelesaikan pendidikan formalnya di Kabupaten Brebes. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah di SD Muhammadiah Brebes, SMP Negeri 2 Brebes dan SMA Negeri 1 Brebes. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Pada semester ke-3 tepatnya pada tahun 2012, hingga semester ke-8 penulis adalah penerima Beasiswa Angkatan 16 Sosek IPB. Selama penulis menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi. Penulis aktif sebagai anggota KPMDB (Kumpulan Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes) pada tahun 2012 sampai tahun 2013, kemudian sebagai bendahara pada tahun 2014. Pada tahun 2013 penulis bergabung dalam kepengurusan HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat). Dalam kepengurusan tersebut penulis menjadi sekretaris divisi public relation. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah sebagai juara 2 menulis cerita pendek pada acara HIMASIERA OLAH TALENTA pada tahun 2012. Kemudian menjadi finalis kategori cerita pendek pada acara Al-Qalam Writification di Universitas Pendidikan Indonesia.