isolasi dan karakterisasi bakteri pada ikan laut dalam spesies

advertisement
ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI
PADA IKAN LAUT DALAM SPESIES IKAN GINDARA
(Lepidocibiumflnvobronneum)
Oleh :
Ahrnad Sudarsono
C34103019
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
AHMAD' SUDARSONO. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada Ikan Laut Dalam
Spesies lkan Gindara (Lepidocibium flavobronneum). Dibimbing oleh
KOMARIAH TAMPUBOLON dan WINARTI ZAHIRUDDIN.
Ikan gindara (Lepidocibium jlavobronneum) merupakan salah satu spesies
ikan laut dalam yang banyak digemari oleh masyarakat, selain rasanya yang gurih
juga memiliki khasiat untuk dijadikan obat demam berdarah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri yang diduga hidup pada ikan laut dalam
spesies ikan gindara berdasarkan sifat morfologi dan fisiologinya.
Metode penelitiannya adalah uji kesegaran ikan secara organoleptik dengan
scoring test 1-9 serta isolasi dan karakterisasi bakteri. Prosedur pada tahap
pembiakan bakteri adalah: (1) Persiapan media, (2) Persiapan sampel, (3)
Pengenceran, dan (4) Penuangan ke dalam cawan. Selanjutnya dilakukan isolasi
dan karakterisasi bakteri berdasarkan sifat morfologi dan fisiologi. Koloni bakteri
terpilih diberi kode Al, A2, A3, A4, A5, A6, dan A7.
Hasil analisis bahan menggunakan uji kesegaran ikan secara organoleptik
didapatkan nilai rata-rata semua parameter (mata, insang, bau, dan konsistensi)
adalah 5,75 yang berarti kondisi ikan agak segar. Bakteri genus Psetldomonas
memiliki sifat Gram negatif, sel berbentuk batang, aerobik, dapat menggunakan
nitrat sebagai electron aseptor, dapat hidup pada pH 4,5, uji katalase positif,
oksidase positif, motil, dan chemoorganotrof. Isolat koloni bakteri A1 berbentuk
batang dengan sifat Gram negatif, tidak berspora, oksidatif, dan motil. Hal ini
menunjukkan bahwa isolat koloni bakteri A1 sudah mendekati genus
Pseudornonas tetapi masih ada beberapa uji yang tidak dilakukan pada penelitian
ini, yaitu pengamatan flagela, uji nitrat, chemoorganotrof, dan pertumbuhan pada
NaCl 10 %. Bakteri genus Bacillus memiliki sifat Gram positif, motil, memiliki
endospora, aerobic atau anaerob fakultatif, chernoorganotrof, fermentatif, dan
katalase positif. Isolat koloni bakteri A2, A3, A4, dan A5 berbentuk batang
dengan sifat Gram positif, oksidatif, dan katalase positif. Hal ini menunjukkan
bahwa isolat koloni bakteri A2, A3, A4, dan A5 sudah mendekati genus Bacillzrs
tetapi masih ada beberapa uji yang tidak dilakukan pada penelitian ini, yaitu uji
fermentatif dan chemoorganotrof. Bakteri genus Staphylococcus bersifat Gram
positif, tidak motil, tidak berspora, koloni krem atau putih, anaerob fakultatif,
chernoorganotrof, fermentatif, katalase positif, oksidase negatif, dan mereduksi
nitrat. Bakteri genus Micrococcus bersifat Gram positif, motil, tidak berspora,
chemoorganotrof, katalase positif, dan oksidase positif. Isolat koloni bakteri A6
dan A7 berbentuk bulat dengan sifat Gram positif, oksidase negatif, katalase
positif, tidak motil, dan tidak berspora. Hal ini menunjukkan bahwa isolat koloni
bakteri A6 dan A7 paling mendekati genus Staphylococcus tetapi masih ada
beberapa uji yang tidak dilakukan pada penelitian ini, yaitu uji fermentatif,
chemoorganotrof, dan uji nitrat. Untuk dapat menyimpulkan dugaan bakteri
dengan pasti dari isolat koloni bakteri Al, A2, A3, A4, A5, A6, dan A7 perlu
dilakukan pengujian lanjutan.
ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI
PADA IKAN LAUT DALAM SPESIES IKAN GJNDARA
(Lepidocibiumflavobronneum)
Oleh :
Ahmad Sudarsono
C34103019
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRTPSI DAN SUMBER INFORMAS1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul :
ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA IKAN LAUT DALAM
SPESIES IKAN GINDARA (Lepidocibiurnflavobronneum)
adalah karya saya sendiri dan belum pemah diajukan dalam bentuk apapun kepada
Perguruan Tinggi manapun. Adapun sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, September 2008
'
Ahmad Sudarsono
C34103019
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA
IKAh' LAUT DALAM SPESIES IKAN GINDARA
(Lepidocibiumflavobronneum)
Nama
: Ahmad Sudarsono
NIM
: C34103019
Menyetujui,
Pembimbimg I
Pembimbing I1
Ir. Komariah Tam~ubolon.MS
NIP.130 355 555
Ir. Winarti Zahimddin. MS
NIP. 130 422 706
tas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Penulis yang bemama lengkap Ahrnad Sudarsono.
Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 13 April
1984 mempakan anak terakhir dari lima bersaudara dari
pasangan Bapak Sajum dan Ibu Nurinten serta adik dari
kang Cakra, Rasto, Cahyono, dan Kartono. Pertama kali
penulis mengenyam pendidikan di SDN Karyamukti 111,
Sidamukti-Pandeglang pada tahun 1991-1997. Tahun 1997-2000, penulis
melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Panimbang-Pandeglang dan dilanjutkan ke
SMUN 1 Cipocok Jaya Serang dari tahun 2000-2003.
Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih pada
Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Selama masa pendidikan di IPB, penulis pernah aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan baik intra maupun ekstra kampus (KAMMI, LDF FKMC, BEM,
dan DPM). Jabatan tertinggi di organisasi kemahasiswaan adalah sebagai ketua
Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) IPB. Selain aktif
di organisasi penulis juga sering inengikuti ajang perlombaan ilmiah baik tingkat
IPB maupun nasional (PKM, LKTM, PPKM, loinba Essay, Abstrak, dan Techno
Entreuprenership), serta asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun
2005-2007.
Dalam menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan
menyusun skripsi dengan judul Isolasi dan Ihrakterisasi Bakteri pada Ikan
Laut Dalam Spesies Ikan Gindara (Lepidocibiumflavobronneum) dibimbing
oleh Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS dan Ir. Winarti Zahiruddin, MS.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Robb pencipta alam semesta, sehingga
penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tercurahkan kepada
teladan bagi manusia Rasulullah SAW pembawa risalah kebenaran untuk
mencapai kenikmatan kekal di akhirat.
Skripsi penelitian ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh
penulis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan. Judul
yang
diambil adalah Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada Ikan Laut Dalam Spesies
Ikan Gindara (Lepidocibiumflavobronneum).
Penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS
selaku dosen pembimbing 1 dan Ir. Winarti Zahiruddin, MS selaku dosen
pembimbing
2
yang
telah
memberikan masukan
dan
saran
selama
penulis melakukan penelitian maupun dalam penyusunan skripsi, bapak
Sugeng Heri Suseno, S.Pi, M.Si yang telah memberikan bimbingan secara
spiritual maupun materil sehingga penulis dapat menjalankan dan menyelesaikan
penelitian sampai tersusunnya skripsi.
Akhir kata, semoga skripsi hasil penelitian ini dapat berguna sebagaimana
mestinya.
Bogor, September 2008
Ahmad Sudarsono
C34103019
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillakirrolzmanirrolzim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Isolasi dan
Karakterisasi Bakteri pada Ikan Laut Dalam Spesies Ikan Gindara
(Lepidocibiuttzflavobrotztzeum).
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS dan Ir. Winarti Zahiruddin, MS selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran, arahan, dan masukan
selama penelitian dan penyusunan skripsi kepada penulis.
2. Ibu Dr. Ir. Linawati Hardjito, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
inspirasi dan saran yang sangat berarti.
3. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, MSi dan bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, MS
selaku dosen penguji yang telah memberikan saran kepada penulis dalam
penyelesaian penulisan skripsi.
4. Bapak Sugeng Heri Suseno, S.Pi, MSi yang telah memberikan bimbingan baik
akademis maupun spiritual dan telah banyak membantu penulis selama
menjalankan pendidikan di IPB baik moril maupun materil termasuk dalam
pembiayaan penelitian penulis.
5. Ibu Dr. Puspita Lisdiyanti, Ibu Rohmatussolihat, dan Ibu Ema yang telah
membantu dan memberikan arahan selama penelitian.
6. Bapak Dr. Rimbawan dan Bambang Riyanto, S.Pi, MSi yang telah
membimbing penulis selama aktif di organisasi kemahasiswaan KM IPB.
7. Keluargaku tersayang: kedua orang tua, bibiluwa, sepupu, kakak-kakakku
Kang Darjo, Kang Cakra, Kanganto, Kangono, dan akh kartono; kakak-kakak
iparku Teh Nur, Teh Ilah, Teh Ita, dan Teh Yeni atas kasih sayang, doa,
dukungan, semangat, pengertian, nasehat dan kebahagiaan, serta keponakankeponakanku yang cantik, ganteng, lucu, imut, dan menggemaskan atas
keceriaan, kebahagiaan dan semangat yang selalu diberikan.
8. Murobbi dan saudara-saudara di lingkaran kecilku yang telah memberikan
kekuatan dan pencerahan dalam menapakai jalan ini.
9. Manajemen Yayasan Karya Salemba 4 (YKS 4) dan DIKTI dengan beasiswa
PPE (Peningkatan Prestasi Ekstrakurikuler) atas bantuan biaya pendidikan
penulis hingga terselesaikannya kuliah di IPB.
10. Ikhwah fillah Aktivis Dakwah Kampus IPB yang sangat luar biasa semangat
perjuangannya khususnya ADK FPIK 40 (Iqbal, Adit, Asep, Budi, Dadan,
Kiki, Akbar, Rahmat, Aris, NP, Herman, Hilman, Kastana, Ika, Eni, Ina,
Baiduri, Cita, dan Nola), jazzakumullah khairan katsiran. Semoga kita semua
tetap Istiqomah dan tetap merajut ukhuwah dalam dakwah ini, amin.
11. Rekan-rekan perjuangan di DPMJMPM KM IPB 2003-2004 dan 2006-2007;
DPM FPIK 2004-2005; BEM FPIK 2005-2006 khususnya Departemen
Perikanan dan Politik (DKPPol) yang telah memberikan keceriaan, dukungan,
semangat dan menjadi tempat bertukar pikiran selama penulis beraktifitas di
kelembagaan mahasiswa.
12. Teman-teman THP 40 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu atas
kerjasama, kebersamaan dan pengalaman yang berharga selama ini.
13. Teman-teman THP 41,42, dan 43 atas kebersamaan dan semangatnya.
14. Teman-temanku di Al-Kahfi, ICC, dan Madinah atas motivasi, persaudaraan,
kasih saying, dan perjuangannya. Semoga kita semua akan selalu bersama
hingga bertetangga dengan Rasulullah di Jannatullah, amin.
15. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penulisan skripsi.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua
pihak yang membutuhkannya.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Bogor, September 2008
Ahmad Sudarsono
C34103019
DAFTAR IS1
Halaman
................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL
1. PENDAKULUAN
1.1. Latar Belakang
.................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian
..................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA
.......................................................... 4
2.2. Karakteristik Laut Dalam
...................................................................... 5
2.3. Ikan Gindara (Lepidocibiumplavobrunneum)
.................................. 7
2.4. Bakteri
.............................................................................................. 8
2.1. Pembagian Zonasi Laut Dalam
................................................................................ 10
2.6. Faktor Pertumbuhan Bakteri .................................................................... 11
2.7. Pola Pertumbuhan Bakteri .................................................................... 12
2.5. Kultivasi Bakteri
2.8. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
3. h4ETODOLOGI
3.1 .Waktu dan Tempat
................................................................................ 19
................................................................................ 19
............................................................................................ 19
3.3. Metode
3.3.1. Uji kesegaran ikan
.................................................................... 20
............................................ 21
3.3.2. Isolasi dan karakterisasi bakteri
(1) Tahap pembiakan bakteri ........................................................21
(2) Tahap isolasi dan karakterisasi bakteri
................................23
3.3.3. Prosedur kerja ................................................................................ 23
(1) Organoleptik
....................................................................23
(2) Pengujian terhadap isolat bakteri ............................................24
3.2. Alat dan Bahan
4 . HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Bahan
................................................................................ 28
viii
4.2. Isolasi Bakteri ............................................................................................ 29
4.3. Karakterisasi Bakteri
(1) Sifat morfologi
(2) Sifat fisiologi
4.4. Pendugaan Bakteri
................................................................................ 31
............................................................................... 31
................................................................................ 33
................................................................................47
5.KESIMPULAN DAN SARAN
............................................................................................ 49
........................................................................................................ 50
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
6 . DAFTAR PUSTAKA
..............................................................................
51
LAMPIRAN ........................................................................................................ 54
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
.............................................................................. 5
2. Karakteristik lingkungan laut (daerah beriklim subtropis dan tropika) ............ 6
3 . Komposisi bahan pembuat media nutrient agar (NA) .................................... 21
............................................ 26
4 . Reaksi-reaksi yang terjadi pada uji media TSI
5. Hasil uji organoleptik ikan gindara .................................................................... 28
6. Morfologi koloni bakteri yang terpilih untuk diisolasi
................................ 30
7. Hasil pengamatan morfologi sel bakteri ........................................................ 32
8. Hasil karakterisasi fisiologi dan biokimia bakteri ............................................ 34
1. Zona-zona fauna laut dalam
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Nomor
1. Klasifikasi lingkungan laut
...................................................................... 4
2 . Ikan gindara (Lepidocibium plavobrunneum)
.................................................................................. 9
Fase pertumbuhan bakteri
.................................................................... 13
Hasil uji hidrolisis pati
.................................................... 35
Hasil uji hidrolisis lemak
.................................................................... 36
Hasil uji hidrolisis protein
.................................................................... 37
Hasil uji fermentasi karbohidrat ..................................................................... 39
Hasil uji fermentasi gula (TSIA) dan H2S ...................................................... 41
Hasil uji merah metil
................................................................................ 42
Hasil uji sitrat ............................................................................................ 43
...
Has11UJI urease ............................................................................................ 44
3. Berbagai bentuk bakteri
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
.............................................. 7
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1 . Komposisi media yang digunakan
Halaman
........................................................ 54
. . ..
2. Pen~lalanUJI organoleptik ................................................................................ 56
3 . Bentuk pertumbuhan koloni
.................................................................... 58
4 . Rekapitulasi hasil uji organoleptik ikan gindara .................................59
.................................................................... 60
5 . Koloni bakteri yang diisolasi
6 . Kunci identifikasi bakteri Gram positif (Cowan dan Steel's 1993)
........ 61
7 . Skema identifikasi jenis bakteri menurut Shewan et a1. (1970) ....................62
8. Hasil uji morfologi dan fisiologi bakteri ........................................................ 63
DAFTAR SINGKATAN
Nomor
Halaman
.................................................................... 19
2 . TSI (triple sugar iron)
................................................................................ 19
3 . N A (nutrien agar) ............................................................................................ 19
4 . S A (starch agar) ............................................................................................ 19
5 . SMA (skim milk agar)
................................................................................ 19
6 . SNI (Standar Nasional Indonesia) .................................................................... 28
1. MR-V Broth (methyl red v broth)
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Habitat terluas di bumi yang tidak didiami oleh organisme hidup ialah
bagian samudera yang jauh dari perrnukaan, termasuk dasarnya yang diliputi
suasana gelap dan dingin sepanjang masa. Luas perairan-perairan bahari dangkal
yang berbatasan dengan benua dan pulau hanya 10 % dari luas semua samudera,
sedaugkan bagian atasnya yang dapat diterangi sinar matahari merupakan bagian
yang lebih kecil lagi dari seluruh volume samudera yang dapat dihuni berbagai
organisme. Permukaan bumi yang sebanyak 70 % tertutup air, sekitar 85 % dari
luasnya dan 90 % dari volumenya merupakan suatu wilayah yang gelap dan
dingin, yang dinamakan laut dalam (Nybakken 1988). Walaupun habitat yang
dinamakan laut dalam ini merupakan habitat terbesar di bumi, tetapi segi
biologisnya paling sedikit diketahui dan diteliti, khususnya potensi ikan yang
hidup di dalamnya.
Pemanfaatan sumber daya ikan laut dalam oleh perusahaan industri
perikanan di negara-negara maju sudah sejak lama dilakukan. Untuk kawasan
Asia Pasifik, pemanfaatan sumber daya ikan laut dalam belum dilakukan secara
intensif. Di Indonesia, perhatian terhadap komoditas perikanan ini belum begitu
besar sehingga belum dibuat usaha secara komersial. Hasil pengkajian yang telah
dilakukan terhadap sumberdaya ikan Indonesia, menunjukkan bahwa jumlah
potensi lestari adalah sebesar 6,409 juta ton ikdtahun, dengan tingkat eksploitasi
mencapai angka 4,069 juta ton ikdtahun (63,49%). Pemanfaatan tersebut tidak
merata untuk setiap wilayah pengelolaan perikanan, bahkan di beberapa wilayah
pengelolaan telah terjadi overfishing seperti di Perairan Selat Malaka (176,29 %),
Laut Jawa dan Selat Sunda (171,72 %) serta Laut Banda (102,74 %)
PRKP 2001). Oleh karena itu, perlu adanya pemanfaatan ikan laut dalam secara
optimal sebagai alte~natiffishingground baru.
Ikan gindara (Lepidocibium Jlavobronneum) merupakan salah satu spesies
ikan laut dalam yang banyak digemari oleh masyarakat, selain rasanya yang gurih
juga memiliki khasiat untuk dijadikan obat demam berdarah (Prayitno 2007). Di
Pelabuhan Ratu, ikan gindara (Lepidocibium Javobronneum) diperoleh dari hasil
tangkap pada kedalaman laut 150-250 meter dan ditangkap dengan menggunakan
pancing rawai tuna (long line).
Dalam keadaan dioperasikan jangkauan
kedalaman mata pancing pada pancing rawai tuna dapat mencapai 100-350 m
(Subani dan Barus 1989). Dengan demikian ikan gindara termasuk spesies ikan
laut dalam.
Organisme laut dalam khususnya ikan memiliki struktur komunitas unik,
dengan kemampuan adaptasi tinggi terhadap tekanan, suhu, cabaya, dan surnber
makanan. Dalam mempertabankan hidupnya organisme laut dalam memanfaatkan
proses kemosintesis oleh bakteri.
Kemosintesis adalab suatu proses dimana
organisme tertentu menggunakan energi yang disimpan dalam ikatan hidrogen
sulfida (H2S) untuk berkombinasi dengan karbondioksida, oksigen, dan proton
untuk menghasilkan karbohidrat. Bakteri yang melaksanakan fungsi ini disebut
chemotrophs dan merupakan produsen utama dalam ekosistem laut dalam.
Berbagai macam konsumen tergantung baik secara langsung maupun tidak
langsung pada chemotrophs ini (DKP 2004). Selain itu, ditemukan juga bakteri
laut dalam yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh karena menyimpan
senyawa organik yang dapat menggantikan hngsi insulin (Motik et al. 2005)
Potensi bakteri laut dalam sebagai produsen utama pada ekosistem laut
dalam karena dapat menyimpan senyawa organik untuk dimanfaatkan dalam
peningkatan kekebalan tubuh.
Hal ini diduga memiliki hubungan dengan
pemanfaatan ikan laut gindara sebagai obat demam berdarah karena dapat
meningkatkan kekebalan tubuh, sementara ikan gindara merupakan ikan laut
dalam yang beiperan sebagai konsumen pada ekosistem laut dalam. Oleh karena
itu, perlu dilakukan pendugaan jenis-jenis bakteri yang terdapat pada ikan gindara
yang secara langsung maupun tidak langsung akan berperan dalam pembentukan
senyawa-senyawa pada ikan tersebut. Penelitian ini diawali dengan melakukan
isolasi dan karakterisasi dari bakteri yang hidup pada ikan tersebut. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi awal mengenai karakteristik bakteri yang
terdapat pada ikan gindara berdasarkan sifat-sifat morfologi dan fisiologinya.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri yang diduga hidup
pada ikan laut dalam spesies ikan gindara (Lepidocibium plavobrunneum) dengan
melihat sifat morfologi dan fisiologinya.
Tabel 1. Zona-zona fauna laut dalam
I
Cahaya
Zona Pelagis
Eufotik
(Dapat
ditembus
cahaya)
Redup
sampai tidak
ada cahaya
(disfotik dan
Afotik)
Epipelagis atau
eufotik
Mesopelagis
Batipelgis (?)
Abisal pelagis (?)
Hadal pelagis
I
Kisaran
Kedalaman
(m)
0-200
Zona Bentik
200-1000
1000-4000
4000-6000
6000-10000
Batial
200-4000
Abisal
4000-6000
Hadal
6000-10000
I
Kisaran
Kedalarnan
(m)
0-200
Paparan
benua atau
sublitoral
I
I
I
Sumber : Hedgpeth, 1957 diacu dalam Nybakken, 1988
Catatan : (?) = Berubah-ubah'
2.2. Karakteristik Laut Dalam
Laut dalam gelap gulita kecuali di bagian atas zona mesopelagik dimana
pada kondisi tertentu masih ada sedikit cahaya matahari. Tidak adanya cahaya
mengakibatkan hewan laut dalam harus memiliki indera-indera khusus untuk
mendeteksi makanan dan lawan jenis bagi keperluan reproduksi, serta untuk
mempertahankan bermacam asosiasi intra maupun interspesies. Bertambahnya
kedalaman tiap-tiap 10 km akan mengakibatkan meningkatnya tekanan hidrostatik
sebesar 1 atmosfer, sebagian besar laut dalam bertekanan hidrostatik antara
100-600 atm. Tekanan sangat mempengaruhi morfologi sel, termasuk kemampuan
membentuk kumparan mitotik dan melangsungkan mitosis. Tekanan juga sangat
berpengaruh terhadap proses-proses fisiologis dan biokimia misalnya fisiologik
otot tertentu (Nybakken 1992). Gambaran karakteristik dari berbagai lingkungan
laut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik lingkungan laut (daerah beriklim subtropis dan
tropika)
(0-100 atau
200 m)
Karakteristik
(100 atau 200
lebih dalam
dangkal
sampai dasar)
dasar)
Zona twilight
Secara esensial
tidak ada cahava
Sedikit atau tidak
ada produktivitas
primer, organisme
migrasi ke atas
untuk makanan
atau menunggu
makanan iatuh
Sedikit atau tidak
ada produktivitas
primer,
organisme
migrasi ke atas
untuk makanan
atau menunggu
makanan jatuh
Biasanya antara
5°C dan -2'C:
biasanya turun
sampai I0C atau
kurang di bawah
4000 m
Ada bagian
vanz daoat
cahaya
Terjadi
produktivitas
primer
cahaya
produktivitas
primer
Persediaan
makanan
karbon
organik untuk
lingkungan
bentik)
Biasanya sekitar
15-5OC
sekitar
35-3.2.jPba:air
tengah dari
lintang tinggi
memiliki salinas
lebih kecil
I
sekitar 34,529~0
di bawah 4000 m
Biasanya sekitar
Biasanya
sekitar 7-3,5%0 5-4%0,dengan
nilai lebih kecil
dari 1 pada
oksigen minimum
Kandungan
oksigen
Kandunean
Biasanya
sekitar 28°C
sampai 1O0C,
kadang-kadang
mendekati O°C
di musim
I
1
Biasanya sekitar
6-596'00
upwelling
I
Biasanva sekitar
I
Biasanva sekitar
90 n&m3
Secara esensial
tidak ada cahava
dari atas
Tidak ada
oroduktivitas
primer kecuali
kemosintesis;
oganisme
menunggu
makanan iatuh
dari atasnya
Biasanya antara
15'C dan -Z°C:
biasanya turun
sampai I0C atau
kurang di bawah
4000 m
I
Biasanya
sekitar 30°C
sampai
sekitar 1O0C
I
dan 30%0
dengan runoff
air tawar
1
Biasnnja sekitar
35-3?.jQbo. dnn
34.52%0 d; bawah
4000 m
sekitar 7-
6-4%0,dengan
beberapa
kondisi anoksik
anoksik
Biasanva
sepanjang dasar)
I Biasanva
dangkal
/
I
dan di basin
terisolasi
Biasanva rendah
di sedimen bentik
dalam, tapi tinggi
di bawah daerah
upwelling
Surnber : Pipkin et al. (1987) diacu dalam Nybakken (1992)
Suhu di laut dalam tidak berubah-ubah dalam waktu yang panjang dan tidak
didapatkan perubahan suhu musiman atau tahunan sehingga suhunya konstan.
Kadar oksigen yang terdapat dalam massa air laut dalam masuk ketika massa air
ini masih merupakan suatu massa air permukaan.
Kadar oksigen minimum
terletak pada zona antara kedalaman 500 dan 1000 m, di bawah maupun di atas
zona ini kadar oksigen lebih tinggi. Hal ini karena dikedalaman antara 500 dan
1000 m, kepadatan organisme tinggi (Nybakken 1992).
2.3. Ikan Gindara (Lepidocibiumplnvobrun~zeuinj
Ikan gindara (Lepidocibium plavobrunneumj merupakan salah satu spesies
ikan laut dalam yang termasuk jenis pelagis besar bermata besar, benvarna kulit
hitam, dagingnya berwama putih, sangat lunak, dan kaya serat.
Daerah
persebaran ikan ini adalah Pantai Selatan Jawa ( D m 2006). Di Pelabuhan Ratu
ikan gindara merupakan hasil tangkapan pada kedalaman laut 150-250 meter dan
ditangkap menggunakan pancing rawai tuna sehingga dapat dimasukan ke dalam
kategori ikan laut dalam.
Ikan ini berprotein tinggi, kaya lemak serta
mengandung zat-zat yang bermanfaat menambah kekebalan tubuh. Di Inggris
ikan ini dikenal sebagai oil fish karena memiliki kandungan lemak yang sangat
tinggi. Ikan gindara memiliki protein tinggi sebesar 23-24 gram protein pada
setiap 100 gram dagingnya (Yartati 2007).
Ikan gindara memiliki kemiripan bentuknya dengan blackgem jshlsnake
mackerel. Ikan gindara berwama lebih hitam dibandingkan dengan troutlcod.
Nelayan Jawa Barat sering mendapatkan ikan gindara. Harga ikan gindara yang
masih utuh di pasar Palmerah sebesar 25.000lkg. Ikan ini dapat dijadikan obat
dengan pengolahan secara tradisonal, yaitu dimasak kuah kuning @indang
kuning) lebih berkhasiat daripada digoreng (Prayitno 2007).
gindara dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2. Ikan gindara (Lepidocibium plavobrunneumj
Bentuk
ikan
2.4. Bakteri
Bakteri adalah sel prokariot yang khas, bersifat uniseluler dan tidak
mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya.
Sel
bakteri ada yang berbentuk bola, batang atau spiral. Umumnya bakteri memiliki
diameter antara 0,s-2,5 pm (Pelczar dan Chan 1986). Bakteri adalah yang paling
berkelimpahan dari semua organisme. Bakteri tersebar (berada di mana-mana) di
tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan
bakteri.
Kebanyakan bakteri berukuran kecil, biasanya hanya berukuran
0,5-5 pm, meski ada jenis yang dapat mencapai diameter 0,3 mm contohnya
adalah genus Thiomargarita. Umumnya bakteri memiliki dinding sel, seperti sel
hewan dan jamur, tetapi dengan komposisi yang sangat berbeda. Banyak bakteri
yang bergerak menggunakanjagela, yang berbeda dalam struktumya dari flagela
kelompok lain (Pelczar dan Chan 1986).
Berdasarkan perbedaan komposisi dan dinding sel, bakteri dibedakan
menjadi bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif mempunyai
struktur dinding sel yang tebal (15-80 pm) dan berlapis tunggal, dengan
komposisi dinding sel terdiri dari lipid, peptidoglikan, dan asam tekoat.
Kandungan lipid pada bakteri gram positif relatif rendah (1-4 %), peptidoglikan
sebagai lapisan tunggal memiliki jumlah lebih dari 50 % berat kering sel bakteri.
Bakteri gram positif rentan terhadap penisilin, namun lebih resisten gangguan
fisik. Persyaratan nutriennya relatif lebih rumit pada banyak spesies (Pelczar dan
Chan 1986).
Pada bakteri gram negatif, struktur dinding sel berlapis tiga dengan
ketebalan yang tipis (10-15 nm). Komposisi dinding sel terdiri dari lipid dan
peptidoglikan yang berada di dalam lapisan kaku sebelah dalam dengan jumlah
sekitar 10 % dari berat kering. Kandungan lipid pada bakteri gram negatif cukup
tinggi, yaitu 11-22 %. Bakteri gram negatif ini umumnya kurang rentan terhadap
penisilin dan kurang rentan terhadap gangguan fisik. Persyaratan nutrien bakteri
gram negatif relatif lebih sederhana dari bakteri gram positif (Pelczar dan Chan
1986).
Gambar 3. Berbagai bentuk bakteri (honimous 2008)
Bentuk tubuNmorfologi bakteri dipengaruhi oleh keadaan lingkungan,
mediunl, dan umur. Oleh karena itu untuk membandingkan bentuk serta ukuran
bakteri, kondisinya hams sama. Pada umumnya bakteri yang umurnya lebih
muda ukurannya relatif lebih besar daripada yang sudah tua
Bakteri laut pada dasamya sangat beragam, sebagaimana halnya dengan
bakteri yang ada di darat.
Bakteri kelompok ini berperan penting dalam
proses-proses yang berlangsung dalarn kolom-kolom air laut. Salah satu proses
penting, seperti yang diajukan oleh Ducklow (1983) dikenat sebagai microbial
loop atau lingkar mikrobia yang meliputi proses inineralisasi senyawa organik
terlarut, respirasi, daur nutrien, pertumbuhan, dan pemangsaan (grazing) terhadap
bakteri.
Pemahaman mengenai peran ekologi bakteri laut didasari oleh dua (2)
metode utama dan mendasar dalam ekolog bakteri yakni autekologi dan
sinekologi. Autekologi mempelajari bakteri dalam tataran spesies (jenis), yang
meliputi proses dan reaksi khusus serta interaksi di antara individu bakteri.
Metode mendasar yang digunakan adalah isolasi dan identifikasi jenis bakteri
untuk inempelajari kemampuan metabolisme bakteri tertentu. Metode ini
merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode Robert Koch (1841-1910).
Pada skala laboratorium inetode ini dapat dilakukan dengan meneliti peran
ekologi dan fisiologi suatu jenis bakteri, yang kemudian dapat dideduksi untuk
inenetapkan sebuah kesiinpulan. Keuntungan dari metode ini adalah eksperiinen
atau percobaan dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri yang telah diketahui
atau dikenali potensinya dalam keadaan lingkungan yang ditetapkan.
Metode sinekologi mempelajari bakteri pada tataran yang lebih kompleks
atau berupa gabungan beberapa jenis bakteri dalam satu tempat. Metode yang
telah dilakukan sejak masa Louis Pasteur (1822-1895) ini umumnya diterapkan
untuk memahami proses-proses daur biokimiawi (misal daur karbon) dan jejaring
makanan Vood webs) laut.
Metode sinekologi ini temyata dapat menjawab
pertanyaan besar para ahli mikrobiologi kelautan jaman Zo Bell (1946) tentang
jumlah bakteri laut yang viable serta bakteri yang tidak dapat dikulturkan/diisolasi
(uncultured bacteria).
Keberadaan bakteri laut yang tidak dapat dikulturkan
sangat berpengaruh terhadap munculnya komposisi taksonomi yang lebih
kompleks (Kirchrnan 2000).
Bakteri yang dapat hidup pada ekosistem laut dalam ditemukan jenis
Pseudomonas spp. (bakteri yang mendekati genus ini mempunyai karakteristik
koloni agak kekuningan, gram negatif, sel batang, bersifat fakultatif dan dapat
menguraikan poli 2hidroksibutirat sambil menyerap karbon yang ada dalam
material). Alteromonas spp. yang bersifat heterotrof dan dapat menghasilkan
pigmen. Shewanella spp. yang diisolat dari alga laut, shellfish, ikan dan sedimen
laut. Selain bakteri tersebut ditemukan juga Vibrio spp. Umurnnya bakteri yang
hidup pada ekosistem laut dalam masuk ke dalam jenis bakteri psikrofil (Munn
2004).
2.5. Kultivasi Balteri
Kultivasi adalah menumbuhkan mikroba hasil seleksi (isolat) mikroba
dalam medium I kultur I biakan buatan di luar habitat alami. Kondisi media
kultivasi harus sesuai dengan habitat aslinya sehingga isolat yang dibiakkan dapat
berkembang dengan baik. Pada saat kondisi media kultivasi sesuai dengan habitat
aslinya, maka pertumbuhan dan reproduksi bakteri dapat diamati dan diukur.
Pengaruh berbagai kondisi baik terhadap pertumbuhan maupun reproduksi bakteri
tersebut dapat dipelajari pada perubahan-perubahan apa saja yang dihasilkan oleh
bakteri di dalam lingkungan tumbuhnya juga dapat diketahui. Keberhasilan
metode kultivasi yang menghasilkan biakan bakteri yang baik tergantung pada
kebutuhan nutrisi pada media biakan.
Pada dasarnya, semua organisme
membutuhkan energi untuk mempertahankan kehidupannya.
Selain itu, ada
beberapa organisme yang membutuhkan nitrogen, sulfur, unsur logam, dan
vitamin untuk menunjang kehidupannya (Pelczar dan Chan 1986). Bryant dan
Robinson (1961) menyatakan bahwa bakteri memerlukan karbohidrat dalam
proses pertumbuhannya. Pemberian karbohidrat dilakukan dengan konsentrasi
yang rendah dengan tujuan pertumbuhan koloni dapat menyebar di seluruh
permukaan media. Pada sebagian spesies bakteri, penambahan hemiselulosa pada
media tumbuh dapat meningkatkan jumlah koloni daripada media yang hanya
menggunakan glukosa, selubiosa, maltosa, dan pati sebagai sumber energinya
(Henning dan Van Der Walt 1978).
Substrat spesifik yang ditambahkan pada media tumbuh akan dimanfaatkan
sebagai sumber karbohidrat oleh bakteri (Leedle et al. 1982). Pada umurnnya
substrat yang digunakan adalah pati, pektin, xilan, glukosa, dan selulosa. Media
tumbuh tersebut digunakan untuk mengetahui jumlah bakteri selulolitik,
aiilolitik, pioteolitik, lipolitik,
metanogeiiik (Hobson daii Ste-gaii 1992).
Medium untuk pertumbuhan bakteri laut harus memiliki substrat organik, gula,
dan asam amino. Bahan-bahan pembuatnya adalah agar, pepton, yeast extrack,
dicampur garam yang kadarnya sesuai dengan lingkungan bakteri hidup. Bakteri
laut dapat tumbuh pada medium cair (broth) atau medium padat (agar plates)
(Munn 2004).
Disamping kebutuhan nutrien yang sesuai untuk kultivasi bakteri, juga
diperlukan kondisi fisik yang memungkinkan untuk pertumbuhan optimum
bakteri. Keberhasilan kultivasi bakteri tergantung pada kombinasi nutrien dan
lingkungan fisik yang sesuai. Beberapa persyaratan lingkungan fisik yang hams
dipenuhi antara lain: suhu, atmosfer gas, derajat keasaman, serta beberapa kondisi
khusus (Pelczar dan Chan 1986).
2.6. Faktor Pertumbuhan Bakteri
Pola pertumbuhan, laju pertumbuhan, dan jumlah total bakteri dipengaruhi
oleh suhu, gas oksigen, dan pH. Setiap spesies bakteri tumbuh pada kisaran suhu
tertentu. Bakteri psikrojl mampu tumbuh pada suhu minimum 0-5 OC, optimum
5-15 OC, dan maksimum 15-20 OC. Bakteri mesojl dapat tumbuh pada suhu
minimum 10-20 OC, optimum 20-40 OC, dan maksimum 40-45 OC. Bakteri yang
dapat tumbuh pada suhu minimum 25-45 OC, optimum 45-60 OC, dan maksimum
60-80 "C disebut dengan bakteri termofil (Lay 1994). Pada Tabel 2 menunjukkan
karakteristik suhu pada laut dalam, bakteri yang mampu hidup di dalamnya adalah
jenis psikrofil.
Kelompok bakteri ini sering tumbuh pada makanan yang
didinginkan karena masih dapat tumbuh pada suhu sedikit di atas suhu
pembekuan. Bakteri termofil sering tumbuh pada makanan yang disimpan pada
suhu tinggi, contoh bakterinya adalah Bacillus thermophilus yang dapat
menyebabkan
kebusukan
asam
tanpa
gas
vat
sour),
Clostridium
thermosaccharolythicum penyebab busuk kembung pada makanan kaleng dan
Lactobacillus thermophilus yang merupakan bakteri asam laktat termofil
(Fardiaz 1992).
Pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh adanya keberadaan gas atmosfer
seperti oksigen dan karbondioksida. Terdapat empat kelompok besar bakteri,
yaitu aerobik adalah organisme yang membutuhkan oksigen, anaerobik adalah
organisme yang tidak memerlukan oksigen dalam hidupnya, anaerobik fakultatif
adalah organisme yang dapat tumbuh dalam lingkungan aerobik maupun
anaerobik, mikroaerofilik adalah organisme yang tumbuh dengan baik jika hanya
ada sedikit oksigen dalam lingkungannya (Pelczar dan Chan 1986).
Sebagian besar bakteri tumbuh dengan baik pada pH 6,5-7,5. Namun,
terdapat sebagian bakteri yang mampu tumbuh pada lingkungan yang sangat asam
maupun sangat basa. Perubahan pH pada medium bakteri ini dapat disebabkan
oleh senyawa yang dihasilkan bakteri tersebut selama pertumbuhannya. Untuk
menjaga kondisi seperti pH awal, maka ke dalam medium biakan ditambahkan
larutan penyangga. Beberapa senyawa yang berfungsi sebagai penyangga adalah
pepton maupun kombinasi garam pospat (Pelczar dan Chan 1986).
2.7. Pola Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan untuk bakteri dan mikroorganisme lain pada umurnnya
mengacu pada perubahan di dalarn hasil panen sel (pertambahan total massa sel)
dan bukan perubahan individu organisme. Selama fase pertumbuhan seimbang
(balanced growth) pertambahan massa bakteri berbanding lurus dengan
pertambahan komponen seluler yang lain seperti DNA, RNA, dan protein. Cara
reproduksi sebagian besar bakteri adalah pembelahan biner, satu sel membelah
diri menghasilkan dua sel.
Selang waktu yang dibutuhl~anbagi sel untuk
membelah diri dikenal sebagai waktu generasi. Waktu generasi setiap spesies
dengan kondisi berbeda mempunyai perbedaan.
Pelczar dan Chan (1986)
menyatakan bahwa waktu generasi tergantung pada jumlah bakteri yang ada pada
awalnya, yaitu di dalam inokulum, jumlah bakteri yang ada pada akhir waktu
tertentu dan interval waktu.
Pola fase pertumbuhan bakteri adalah pola
eksponensial atau logaritma (fase log). Pada fase ini, populasi bakteri bertambah
secara teratur menjadi dua kali lipat pada interval waktu tertentu selama inkubasi.
Pola pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Fase pertumbuhan bakteri (Anonimous 2007)
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada periode awal tanpa pertumbuhan (fase
lamban), diikuti fase kedua adalah periode pertumbuhan cepat (fase log),
kemudian mendatar (fase statis), dan akhirnya adalah suatu fase penurunan
populasi sel-sel hidup (fase kematian).
Fase adaptasi terjadi 1-2 jam paska pemindahan kultur. Bakteri mengalami
perbesaran ukuran sel, peningkatan metabolisme, dan mulai menyesuaikan dengan
kondisi lingkungan yang baru. Pada fase pertumbuhan terjadi pembelahan yang
menyebabkan bertambahnya populasi bakteri hingga mencapai titik stationernya.
Pada fase stationer, bakteri sudah tidak mengalami pertambahan populasi, dan
pada akhirnya karena ketersediaan nutrien yang terbatas terjadi fase kamatian.
Pada fase kematian jumlah populasi bakteri semakin berkurang karena persaingan
zat makanan antar bakteri (Anonimous 2007).
2.8. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai
jenis. Untuk mempelajari sifat-sifat perturnbuhan, morfologi dan sifat fisiologi
mikroba, maka masing-masing mikroba tersebut harus dipisahkan satu dengan
yang lainnya, sehingga terbentuk kultur mumi, yaitu suatu biakan yang terdiri dari
sel-sel satu spesies atau satu galur mikroba (Fardiaz 1989). Untuk mendapatkan
isolat bakteri dari suatu bahan yang mengandung campuran mikroba dapat
dilakukan
isolasi
dengan
beberapa
metode,
tergantung
dari
jenis
mikroorganismenya (Fardiaz 1989).
Mikroorganisme yang akan diisolasi dapat berupa biakan mumi atau
populasi campuran. Bila biakan
yang akan diidentifikasi ini tercemar, perlu
dilakukan pemurnian terlebih dahulu.
Pemumian dilakukan dengan cara
menggores suspensi mikroba yang akan diisolasi pada agar lempengan. Setelah
diperoleh koloni terpisah, dibuat pewamaan Gram dari berbagai koloni untuk
melihat kemumian biakan (Lay 1994)
Metode Isolasi merupakan suatu metode untuk memisahkan mikroba
tertentu dari populasi campuran. Terdapat beberapa tahapan untuk mengisolasi,
yaitu pemisahan dengan agar cawan, media cair, isolasi dengan biakan dua
anggota, isolasi sel tunggal dan penggunaan media khusus. Isolasi pada agar
cawan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode gores dan tuang. Isolasi ini
dilakukan pada mikroba yang dapat membentuk koloni yang mudah terpisah pada
media padat seperti kebanyakan bakteri, khamir, jamur, dan alga uniseluler
(Hadioetomo 1985). Isolasi menggunakan metode gores dilakukan dengan cara
menggoreskan inokulum di permukaan medium nutrient agar secara steril (Lay
1994). Isolasi metode tuang dilakukan menggunakan media cair sebagai medium
pengenceran mikroba. Dasar melakukan pengenceran adalah penurunan jumlah
mikroorganisme, sehingga pada pengenceran terakhir akan didapatkan jumlah sel
yang semakin sedikit di dalam media. Oleh karena itu, dengan cara agar tuang
akan diperoleh lempengan jumlah bakteri yang optimum untuk isolasi (Lay 1994).
Media selektif dapat dipakai untuk mengisolasi mikroba dari alam, baik
secara langsung maupun menggunakan kultur (Rehm dan Reed 1981).
Penggunaan media khusus bersifat memberi kemudahan bagi tumbuhnya galur
mikroba tertentu yang dikehendaki dan dapat menghalangi tumbuhnya galur lain
yang tidak dikehendaki. Namun cara ini masih memungkinkan tumbuhnya galur
yang lain dengan sifat hampir bersamaan, akan lebih baik bila dilanjutkan dengan
pengenceran sehingga hasilnya akan lebih meyakinkan terutama dalam ha1
kemumiaanya (Judoamidjojo et al. 1990)
Karakterisasi meiupakan dasar dalam identifikasi mikroba secara sistematik
yang terdiri dari tiga tahap penting yaitu (a) klasifikasi: mengelompokkan
mikroorganisme ke dalam grup; (b) nomenklatur: menetapkan nama ilmiah
intemasional yang tepat terhadap organismo; dan (c) identifikasi penetapan
organisme ke dalam klasifikasi yang diberi nama sesuai nomenklatur (Fardiaz
1988).
Karakterisasi dapat dilakukan berdasarkan sifat sitologi (bentuk sel, gerak,
sifat Gram, dan endospora), sifat morfologi koloni, dan sifat fisiologi
(Prabaningtyas 2003). Prinsip pewamaan Gram adalah kemampuan dinding sel
mengikat zat warna dasar (kristal violet) setelah pencucian dengan alkohol 96 %.
Hal ini berhubungan dengan komposisi senyawa penyusun dinding sel, yaitu pada
bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan lebih banyak daripada Gram
negatif (Prabaningtyas 2003). Bakteri Gram positif terlihat berwama ungu karena
asam-asam ribonukleat pada sitoplasma sel-sel Gram positif membentuk ikatan
lebih kuat dengan kristal violet. Namun, sel-sel bakteri Gram negatif mempunyai
kandungan lipid yang lebih tinggi dan umumnya mudah larut oleh alkohol yang
memperbesar pori-pori dinding sel. Dengan demikian pemucatan pada sel-sel
Gram negatif lebih cepat (Hadioetomo 1985).
Uji sitologi lain yang diamati, yaitu ada tidaknya spora. Spora dibentuk bila
kondisi lingkungan tidak memungkinkan untuk kelangsungan hidup sel bakteri
(Prabaningtyas 2003). Spora lebih tahan terhadap pewamaan dan sekali berhasil
diwarnai spora sangat sukar untuk melepaskan zat warna sehingga tidak dapat
mengikat zat wama lain yang diberikan kemudian (Fardiaz 1985).
Uji sifat morfologi koloni sangat penting untuk identifikasi bakteri karena
karakterisasi koloni bakteri pada medium lempeng dapat mempunyai nilai
identitas. Sifat-sifat koloni, seperti ukuran, bentuk, wama, dan lain-lain memberi
nilai diagnostik (Prabaningtyas 2003).
Uji karakterisasi lain yang dapat digunakan untuk identifikasi bakteri adalah
uji fisiologi. Uji fisiologi yang dapat dilakukan diantaranya uji hidrolisis pati, uji
hidrolisis lemak, uji hidrolisis protein, uji fermentasi karbohidrat (laktosa,
dekstrosa, dan sukrosa), uji fermentasi gula dan H2S, uji indole, uji methyl red, uji
Voges-Proskauer, uji sitrat, uji urease, uji reaksi susu litmus, uji katalase, dan uji
oksidase (Cappuccino dan Sherman 1983).
Bakteri yang dapat menghidrolisis pati mempunyai aktivitas amilolitik, yaitu
menghasilkan enzim amilase yang menghidrolisis pati menjadi molekul-molekul
maltosa, glukosa, dan dekstrin (Hadioetomo 1985).
Jika bakteri dapat
menghidrolisis pati, maka daerah sekeliling koloni akan menjadi bening
kekuning-kuningan (Hartono 1995). Selain itu kemampuan bakteri menghasilkan
enzim amolitik bertujuan memecah pati menjadi monosakarida yang dibutuhkan
untuk metabolisme pada media dengan nitrogen (Buckle et al. 1978).
Bakteri yang dapat menghidrolisis protein adalah bakteri yang memproduksi
enzim proteinase ekstraseluler. Semua bakteri mempunyai enzim proteinase di
dalarn sel namun tidak semua mempunyai enzim proteinase ekstraseluler. Selama
fermentasi protein dihidrolisis menjadi turunannya, seperti protease, pepton,
peptid, dan asam amino (Winarno et al. 1980).
Bakteri yang mampu menghidrolisis lemak menjadi senyawa sederhana
yaitu asam lemak dan gliserol. Keadaan ini yang akan mengakibatkan bau dan
rasa yang khas (Buckle et al. 1978). Dalam fermentasi juga terjadi oksidasi yang
dapat menyebabkan ketengikan. Namun jika oksidasi belum berlanjut maka akan
menghasilkan cita rasa yang khas (Rahayu et al. 1992).
Uji fermentasi karbohidrat digunakan untuk mengetahui kemampuan
mikroorganisme dalam mendegradasi dan memfermentasi karbohidrat dengan
memproduksi asam atau asam dan gas.
Kebanyakan mikroorganisme
memperoleh energi melalui reaksi enzimatis yang memacu bioksidasi dari
substrat, terutama karbohidrat (Cappuccino dan Sherman 1983).
Media triple sugar agar (TSIA) merupakan medium yang digunakan untuk
mengetahui pembentukan asam dan mengandung tiga macam gula, yaitu
galaktosa, laktosa, sukrosa, indikator merah fenol, dan FeS04.
Konsentrasi
glukosa adalah 1/10 dari konsentrasi laktosa atau sukrosa agar fermentasi glukosa
saja yang dapat terlihat (Lay 1994). Jika glukosa dapat difermentasi maka
kemungkinan ada fermentasi glukosa lain, seperti monosakarida selain glukosa,
disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa dan lainnya) serta polisakarida (Salle 1961).
.
saat
Uji H2Sjuga digunakan media yang mengandung sulfur dan ion ~ e ~ 'Pada
bakteri ditumbuhkan dalarn media yang kaya akan asam amino mengandung
sulfur seperti TSIA maka terjadi desulfurase membentuk H ~ s . F ~ ~Kemudian
+.
H2s.Fe2' bereaksi dengan asam sulfide menghasilkan senyawa FeS yang berwama
hitam dan tidak l m t air (Lay 1994).
Berdasarkan kebutuhan oksigen, mikroorganisme dapat dibedakan atas
beberapa kelompok yaitu: a) aerob obligat, hanya dapat tumbuh jika ada oksigen;
b) anaerob obligat, hanya dapat tumbuh jika tidak ada oksigen; c) anaerob
fakultatif, dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen.
Setiap bakteri mempunyai suatu enzim yang tergolong flavor protein.
Enzim tersebut dapat bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa-senyawa
beracun H202 dan radikal bebas 0 2 * Bakteri aerobik dan anaerobik tetapi tidak
sensitif terhadap oksigen (aerotoleran) mempunyai superoksidase dismutase yang
memecah radikal bebas dan enzim katalase yang memecah Hz02 sehingga
menghasilkan senyawa-senyawa akhir yang tidak beracun. Bakteri yang bersifat
anaerobik
mempunyai
fakultatif mempunyai enzim
enzim peroksidase
superoksidase dismutase tetapi
yang mengkatalis reaksi
antara H202
menghasilkan senyawa yang tidak beracun. Bakteri yang bersifat anaerobik tidak
mempunyai enzim superperoksidase maupun katalase (Fardiaz 1992).
Oleh
karena itu, bakteri anaerob obligat akan mati bila terdapat oksigen dalam
lingkungan hidupnya karena bakteri tersebut tidak mempunyai enzim katalase,
sehingga hidrogen peroksida tidak dapat terurai dan akan meracuni bakteri itu
sendiri (Hadioetomo 1985).
Pada proses fermentasi, senyawa organik merupakan donor dan aseptor
elektron dan hasil reaksi reduksi-oksidasi dengan bantuan enzim. Salah satu
senyawa organik adalah sitokrom yang berperan dalam transfer hidrogen dari
substrat ke molekul oksigen membentuk air, sedangkan enzim yang berperan
sebagai katalisator dalam transfer hidrogen dari sitokrom yang terakhir ke
molekul oksigen adalah sitokrom oksidase (Winamo dan Fardiaz 1981).
Uji sitrat dapat menggunakan sitrat-Koser berupa medium cair atau medium
sitrat-Simon berupa medium padat.
Simon'citrate Agar merupakan medium
sintetik dengan Na-sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, NH~' sebagai
sumber N dan brom thymol blue sebagai indikator pH, sedangkan medium sitratKoser tidak mengandung indikator. Bila mikroorganisme mampu menggunakan
sitrat, maka asam akan dihilangkan dari medium biakan, sehingga menyebabkan
peningkatan pH dan mengubah warna medium dari hijau menjadi biru. Perubahan
warna dari hijau menjadi biru menunjukan bahwa mikoroorganisme mampu
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon (Cappuccino dan
Sherman 1983).
Uji merah metil (methyl red test) bertujuan untuk mengetahui kemampuan
dari mikroorganisme untuk mengoksidasi glukosa dengan memproduksi asam
dengan konsentrasi tinggi sebagai hasil akhirnya. Heksosa monosakarida glukosa
merupakan substrat utama yang dioksidasi oleh semua oraganisme enteric sebagai
sumber energinya.
Uji urease bertujuan untuk mengetahui kemampuan
mikroorganisme dalam mendegradasi urea atau menghasilkan enzim urease.
Enzim urease merupakan enzim hidrolisis yang memecah ikatan nitrogen dan
karbon pada komponen amida seperti urea dan membentuk amonia yang
menciptakaan suasana basa (Cappuccino dan Sherman 1983).
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Desember 2007 sampai Maret
2008 di Laboratorium Preservasi Rekayasa Hasil Perikanan dan Laboratorium
Mikrobiologi Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, dan Laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain inkubator, autoklaf, erlenmeyer,
pemanas, alumunium foil, lampu Bunsen, cawan petri, neraca Ohauss dengan
ketelitian 0,l g, gelas ukur, tabung reaksi, kapas, motor steril, pipet (0,1, 1,O dan
10 ml), propipet, janke dan kunkel, mikroskop binokuler, gelas objek, glass
speader, jarum ose, dan colony counter.
Bahan utama yang digunakan adalah ikan laut dalam spesies ikan gindara
(Lepidocibium Jlavobronneum) yang diperoleh dari Perairan Pelabuhan Ratu
dengan berat 6 kg, diambil daging dan jeroannya dengan berat masing-masing
10 gram untuk dijadikan sampel. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah media agar NA (nutrient agar), hibutryn agar, starch agar, SMA, Urea
broth, Larutan garam fisiologis, phenol red, Akuades, Difco, MR-VP Broth,
reagent methyl red, TSI (triples sugar iron) agar, bahan untuk uji pewarnaan
Gram (kristal violet, lug01 iodine, safranin, etil alkohol 95 %, dan akuades),
hidrogen peroksida (H202), larutan naftol (1 g per 100 ml etil alkohol) dan larutan
fenilendiamina (1 g per 100 ml air destilasi). Komposisi media dapat dilihat pada
Lampiran 1.
3.3. Metode
Metode penelitian terdiri atas uji kesegaran ikan secara organoleptik dengan
menggunakan scoring test 1-9 serta isolasi dan karakterisasi bakteri pada sampel.
3.3.1. Uji kesegaran ikan
Sampel (ikan gindara) diambil dari Perairan Laut Jawa di daerah Pelabuhan
Ratu Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Ikan gindara ditangkap oleh nelayan di
Pelabuhan Ratu pada malam hari menggunakan pancing rawai tuna. Pancing
rawai merupakan suatu pancing yang terdiri dari tali panjang (tali utama, main
line) kemudian pada tali tersebut secara berderet pada jarak tertentu digantungkan
(diikatkan) tali-tali pendek (tali cabang, branch line) yang ujungnya diberi mata
pancing (hook). Tergantung dari banyaknya satuan yang dipergunakan, panjang
tali tersebut bila direntangkan secara lurus dapat mencapai panjang ratusan meter,
bahkan puluhan kilometer (Subani dan Barus 1989).
Pancing rawai yang digunakan oleh nelayan di Pelabuhan Ratu adalah jenis
rawai tuna yang mempunyai ukuran panjang keseluuhan bisa mencapai 73,6 km.
Dalam keadaan operasi, jangkauan kedalaman mata pancing dapat dicapai antara
100-350 m. Pancing ini pengoperasiannya memakai perahul kapal berukuran
antara 100-200 GT (Subani dan Barus 1989).
Ikan gindara yang sudah ditangkap kemudian hams diletakkan di
permukaan yang halus, rata, dan tidak berkarat agar tidak menjadi sumber
kontaminasi dan mudah dibersihkan.
Setelah dilakukan sortasi (pemisahan
berdasar jenis, ukuran, dan mutu) dan pembersihan (preparasi), ikan dimasukkan
ke dalam peti pendingin untuk menjaga kesegarannya. Setelah sampai ke
pelabuhan, ikan ditaruh ke dalam box stereofoam untuk dibawa ke laboratorium
dengan perbandingan es sebagai pendingin sebesar 1:2. Perjalanan dari Pelabuhan
Ratu menuju laboratorium selama 4-5 jam.
Tujuan preparasi untuk menjaga
kesegaran ikan dan menghindari kontaminan bakteri dari luar. Persiapan media
turnbuh bakteri dilakukan sehari sebelum sampel datang.
Untuk menjaga
kesegaran ikan gindara disimpan dalam freezer dengan suhu (- 15) "C.
Pada tahap ini dilakukan uji kesegaran ikan secara uji organoleptik dengan
metode scoring test skala 1-9. Pengujian organoleptiMsensori merupakan cara
pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu
produk. Penilaian menggunakan alat indera ini meliputi spesifikasi mutu
kenampakan mata, bau, rasa, dan konsistensi/tekstur serta beberapa faktor lain
yang diperlukan untuk menilai produk tersebut (SNI 01-2346-1991).
3.3.2. Isolasi dan karakterisasi bakteri
Pada penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu: pembiakan serta isolasi dan
karakterisasi bakteri. Tahap pembiakan bakteri terdiri dari: (1). Persiapan media,
(2). Persiapan sampel, (3). Pengenceran, dan (4). Penuangan ke dalam cawan.
Tahap isolasi dan karakterisasi bakteri terdiri dari: uji morfologi (koloni dan sel)
dan uji fisologi.
(1) Tahap pembiakan bakteri
(a) Persiapan media (nutrient agar)
Untuk menstimulir peitumbuhan bakteri, medium yang digunakan harus
mengandung komponen-komponen yang dibutuhkan oleh bakteri tersebut.
Kebutuhan dasar dari bakteri termasuk air, karbon, energi, nitrogen, mineral, dan
faktor pertumbuhan seperti vitamin dan beberapa asam amino. Bakteri juga
mempunyai pH minimum, maksimum, dan optimum untuk pertumbuhannya. Oleh
karena itu dalam mempersiapkan medium perlu dilakukan pengaturan pH
sehingga tercapai pH optimum untuk pertumbuhan bakteri yang diinginkan
(Srikandi 1987).
Tabel 3. Komposisi bahan pembuat media nutrient agar (NA)
Bahan kimia
I Komposisi Media
Yeast extract
2 gll
Pepton
5 gll
15 g/l
Akuades
1000 ml
Ph
7,4
Suhu
25 O C
Lablemco powder
1 gll
1 Sodium klorida
5dl
Oxoid LTD (2007), kadaluarsa November 2009
(b) Persiapan sampel
Sebanyak 10 gram sampel yang diambil dari daging ikan dan jeroannya,
kemudian dihaluskan masing-masing dengan cara menggerusnya menggunakan
mortar yang steril sampai halus. Sampel yang sudah dihalnskan dimasukkan ke
dalarn erlenrneyer yang sudah berisi akuades sebanyak 90 ml. Langkah
selanjutnya dilakukan pengenceran.
(c) Pengenceran
Larutan pengencer ditempatkan di dalam botol pengencer sebanyak 90 ml
untuk membuat pengenceran 1:10 (10 ml atau 10 gram contoh di dalam 90 ml).
Larutan pengencer yang digunakan adalah garam fisiologis. Larutan
pengencer dibuat dari NaCl 0,85 %, yaitu sebanyak 8,5 gram NaCl yang
dilarutkan dalam 1 liter akuades.
Setelah dilarutkan di dalam air destilata dan diatur pHnya, selanjutnya
dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi dengan jumlah 9 ml. Kemudian
disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 "C selama 15 menit
Ojardiaz 1987).
Sampel daging dan jeroan dengan berat masing-masing 10 gram yang sudah
dihaluskan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan akuades sebanyak
90 ml kemudian dihomogenkan. Sampel yang sudah diencerkan dipipet sebanyak
1 ml untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi garam fisiologis
9 ml sehingga menjadi pengenceran 10.' kemudian dihomogenkan. Selanjutnya
sampel dipipet sebanyak 1 ml dari pengenceran 10.' untuk dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi garam fisologis 9 ml sehingga menjadi pengeceran 10"
kemudian dihomogenkan. Demikian selanjutnya, dengan cara yang sama dibuat
hingga pengenceran 10.'. Tujuan dari pengenceran ini adalah untuk menurunkan
jumlah bakteri sehingga pada pengenceran terakhir akan didapatkan jumlah koloni
yang sedikit. Pada saat melakukan pengenceran alat atau lingkungan dalam
keadaan steril.
(d) Penuangan ke dalam cawan.
Penuangan larutan sampel dilakukan dengan tujuan menumbuhkan koloni
bakteri dari sampel ikan laut dalam spesies ikan gindara. Penuangan ke dalam
cawan dilakukan secara duplo dari pengenceran 10-'-10-~. Langkah dalam
melakukan penuangan sampel yang sudah diencerkan ke dalam cawan yaitu,
sampel dari pengenceran 10-'-10-~sebanyak 1 ml dituangkan ke dalam cawan
yang sekelilingnya dipanaskan menggunakan bunsen agar tidak terkontaminasi.
Cawan yang sudah berisi lamtan sampel kemudian ditambahkan nutrient agar
~A)-yang-masih-cairsebagai-medium-pe~buhan-b&eri,~etelah-NA~udah
menjadi beku selanjutnya diinkubasikan dengan posisi cawan terbalik pada suhu
30-32 OC selama 1-2 hari.
(2) Tahap isolasi dan karakterisasi bakteri
Setelah inkubasi 2 hari, koloni bakteri yang memiliki bentuk, warna, dan
ukuran dominan kemudian diisolasi untuk mendapatkan isolat bakteri. Isolasi
dilakukan dengan metode goresan kuadran beberapa tahap hingga diperoleh 1
isolat yang murni. Untuk menyatakan isolat tersebut sudah mumi dilakukan uji
pewarnaan Gram, pewarnaan spora, dan motilitas. Apabila hasilnya sama berarti
isolat tersebut sudah murni.
Koloni-koloni yang telab terpisah tunggal
diinokulasikan kembali
ke agar miring kemudian diinkubasi. Biakan murni ini disebut stok kultur yang
akan digunakan untuk menguji sifat-sifat fisiologinya. Isolat koloni bakteri yang
terpilih berdasarkan bentuk, warna, dan ukuran diberi kode A l , A2, A3, A4, A5,
A6, dan A7.
3.3.3. Prosedur kerja
(1) Organoleptik
Pengujian organoleptiWsensori merupakan cara pengujian menggunakan
indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk.
Penilaian
menggunakan alat indera ini meliputi spesifikasi mutu kenampakan mata, bau,
rasa, dan konsistensiltekstur serta beberapa faktor lain yang diperlukan untuk
menilai produk tersebut. Pada penelitian ini menggunakan uji organoleptik yang
dilakukan dengan metode scoring tes dengan skala 1-9, jumlah panelis (semi
terlatih) sebanyak 22 orang.
Panelis diberikan lembar penilaian kemudian
mengamati sampel untuk menilai tingkat kesegaran ikan berdasarkan kenampakan
mata, bau, rasa, dan konsistensiltekstur. Panelis memberikan tanda ceklis
(4)
pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode sampel yang diuji. Lembar penilaian
pada Lampiran 2.
(2) Pengujian terhadap isolat bakteri
A. Sifat morfologi
Pengamatan morfologi koloni dan sel bakteri dilakukan untuk mengetahui
sifat-sifat morfologi dari isolat bakteri.
(a) Morfologi koloni (Lay 1994)
Pengamatan morfologi koloni dilakukan untuk mengetahui bentuk koloni
dari atas, bentuk tepi, bentuk elevasi dan warna koloni secara visual (Lampiran 3).
(b) Morfologi sel (Lay 1994)
Pengamatan morfologi sel meliputi bentuk sel, pewamaan Gram, pewamaan
spora dan uji motilitas.
(i) Bentuk sel
Hasil preparat bakteri yang telah dibuat kemudian diamati bentuk selnya
secara mikroskopik sehingga dapat diketahui bentuknya (kokus, batang atau
spiral).
(ii) Pewarnaan Gram (Lay 1994)
Pewamaan Gram ini bertujuan untuk menentukan karakteristik mikroskopik
setiap galur bakteri, baik reaksinya maupun bentuk. Dalam pewamaan Gram ini
menggunakan empat jenis larutan, yaitu zat warna basa (kristal violet), mordant
(lugol), pencuci zat warna (alkohol), dan zat warna lain (counterstain), yaitu
larutan safranin.
Tahap-tahap pewarnaan Gram adalah sebagai berikut: mula-mula kaca
obyek dibersihkan dengan kapas yang telah diberi alkohol. Selanjutya diberi kode
(label). Biakan bakteri pada agar miring diambil menggunakan jarum ose steril
dan dipindahkan di bagian tengah kaca obyek. Kemudian ditambahkan sedikit
akuades steril. Preparat ini dibiarkan mengering di udara kemudian difiksasi di
atas bunsen. Kemudian ditetesi dengan larutan kristal violet dan dibiarkan selama
1 menit. Selanjutnya dibilas dengan akuades dengan cara memegang kaca obyek
pada posisi miring dan dikeringkan dengan kertas tissue secara perlahan-lahan.
Preparat ini ditetesi dengan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit lalu dibilas
dengan akuades. Kemudian preparat ditetesi larutan pemucat wama, yaitu alkohol
95 %, selanjutnya dicuci dengan larutan akuades dan dikeringkan menggunakan
kertas tissue. Preparat ditetesi larutan safranin selama 10-30 detik lalu dicuci
dengan akuades dan dikeringkan menggunakan kertas tissue.
Kemudian diamati bentuk selnya dengan menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 100x10.
Sebelumnya preparat diteteskan dengan minyak imersi.
Bakteri dinyatakan bersifat Gram positif apabila warna selnya ungu dan Gram
negatif apabila wama selnya merah.
(iii) Pewanaan spora (Hadioetomo 1985)
Satu sampai dua mata ose air steril atau air suling diletakkan pada kaca
obyek, kemudian dihomogenkan satu sampai dua mata ose biakan bakteri dengan
air steril. Olesan tersebut dibiarkan kering di udara. Selanjutnya, olesan bakteri
ditetesi pewarna malachite green dan dipanaskan di atas bunsen selama 10 menit,
tetapi tidak sampai mendidih atau mengering. Setiap kali pewarna menjadi kering
diteteskan lagi dengan pewarna baru.
Setelah itu, kaca obyek didinginkan.
Kemudian dicuci dengan hati-hati selama 20-30 detik dan diberi larutan safranin
selama 30 detik, dibilas kembali menggunakan air dan dikeringkan dengan kertas
serap. Kemudian preparat ini diamati di bawah mikroskop. Spora bakteri akan
terlihat berwarna hijau sedangkan sel vegetatif akan berwarna merah.
(iv) Uji motilitas (Salle 1961)
Uji motilitas dilakukan terhadap semua isolat bakteri, yaitu dengan cara
menusukkan isolat bakteri ke dalam medium NA semi padat menggunakan jarum
ose tusuk steril. Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 OC. Bila
pertumbuhan bakteri menyebar, maka bakteri tersebut bergerak (motil) dan bila
pertumbuhan bakteri tidak menyebar hanya berupa satu garis, maka bakteri
tersebut tidak bergerak (non motil)
B. Sifat fisiologi
Uji sifat fisiologi bakteri terdiri dari uji hidrolisis pati, uji hidrolisis lemak,
uji hidrolisis protein, uji fermentasi karbohidrat (laktosa, dekstrosa, dan sukrosa),
uji fermentasi gula dan H2S, uji sitrat, uji merah methyl, uji urease, uji katalase,
dan uji oksidase.
(a) Uji hidrolisis pati (Cappucino dan Sherman 1983)
Bakteri yang akan diuji digoreskan pada cawan yang berisi medium starch
agar. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 "C selam 48 jam.
Setelah inkubasi,
koloni yang tumbuh ditetesi larutan yodium. Uji hidrolisis pati positif ditandai
deng'an terbentuknya bagian yang transparan (bening) di sekeliling koloni yang
tumbuh.
(b) Uji hidrolisis lemak (Cappucino dan Sherman 1983)
Bakteri yang diuji digoreskan pada cawan yang berisi medium tributyrin
agar. Inkubasi dilakukan pada suhu 37
OC
selama 48 jam. Uji hidrolisis lemak
positif ditandai dengan koloni yang dapat menghidrolisis lemak menjadi gliserol
dan asam lemak akan membentuk zona terang di sekitarnya.
(c) Uji hidrolisis protein (Cappucino dan Sherman 1983)
Bakteri yang akan diuji digoreskan pada setengah bagian cawan yang berisi
medium skim milk agar (SMA). Inkubasi dilakukan pada suhu 37 "C selama
48 jam. Uji hidrolisis protein positif ditandai dengan adanya areal bening di
sekeliling koloni.
(d) Uji fermentasi karbohidrat (Cappucino dan Sherman 1983)
Bakteri yang akan diinokulasi pada medium cair, yaitu phenol red lactose
broth, pnenol red dextrose atau glucose broth, phenol red sucrose broth yang
masing-masing di dalamnya terdapat tabung durham. Inkubasi dilakukan pada
suhu 37 "C selama 48 jam. Jika terjadi perubahan warna dari merah menjadi
kuning maka uji tersebut positif. Selain itu diamati ada tidaknya gas.
(e) Uji fermentasi gula dan H2S (Cappucino dan Sherman 1983)
Pada uji fermentasi gula dan HzS, isolat bakteri diinokulasi pada agar miring
triple sugar iron (TSI) dengan cara membuat goresan pada agar miring dan
menusukkannya pada bagian bawah agar. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 OC
selama dua hari. Reaksi-reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Reaksi-reaksi yang terjadi pada uji media TSI,
Bagian bawah agar
Reaksi
Warna
Basa
Merah
Asam
Asam
Kuning
Kuning
Bagian bawah
Agar pecahlterangkat ke atas
Agar benvarna hitam
Sumber: Fardiaz (1989)
Bagian atas agar
Reaksi I Warna
Basa
Merah
Basa
Asam
Merah
Kuning
Bagian atas
Keterangan
tidak memfermentasi
gula
Fermentasi glukosa
fermentasi laktosa dan
atau sukrosa
Keterangan
Produksi gas
Produksi H2S
(f) Uji metlzyl red (Cappucino dan Sherman 1983)
Bakteri yang akan diuji, diinokulasi pada media MR-V broth. Inkubasi
selama 48 jam pada suhu 37
OC.
Indikator methyl red ditambahkan sebanyak
5 tetes. Jika media MR-VP broth berubah menjadi bemarna merah maka uji
positif sedangkan jika tetap benvarna kuning maka uji negatif.
(g) Uji sitrat (Cappucino dan Sherman 1983)
Uji sitrat dapat menggunakan medium sitrat-Simon yang berupa medium
padat. Simon 'citrate Agar merupakan medium sintetik dengan Na-sitrat sebagai
satu-satunya sumber karbon, NH~' sebagai sumber N dan brom thymol blue
sebagai indikator pH.
Medium yang digunakan pada penelitian ini adalah
medium sitrat-Simon. Bila mikroorganisme mampu menggunakan sitrat, maka
asam akan dihilangkan dari medium biakan, sehingga menyebabkan peningkatan
pH dan mengubah wmna medium dari hijau menjadi biru. Perubahan warna dari
hijau menjadi biru menunjukkan bahwa mikoroorganisme mampu menggunakan
sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon.
(h) Uji urease (Cappucino dan Sherman 1983)
Bakteri yang akan diuji, diinokulasi pada media urea broth.
Inkubasi
dilakukan selarna 48 jam pada suhu 37 OC. Indikator methyl red ditambahkan
sebanyak 5 tetes. Jika bakteri tersebut menghasilkan enzim urease maka akan
terjadi perubahan warna pada media, dari ungu menjadi merah jambu (pink).
(i) Uji katalase (Cappucino dan Sherman 1983)
Secara aseptis diambil satu jmum ose isolat bakteri dari agar miring dan
dipindahkan pada kaca obyek. Kemudian diberikan satu sampai dua tetes larutan
3 %
H202.
Adanya enzim katalase ditandai dengan adanya gelembung-
gelembung kecil oksigen yang terlihat seperti busa sabun.
('j)
Uji oksidase (Cappucino dan Sherman 1983)
Bakteri yang akan diuji, digoreskan pada kertas oksidase. Jika kertas
tersebut berubah warna dari putih menjadi ungu maka uji oksidase positif.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Bahan
Tahap awal yang dilakukan dalam penelitan ini adalah analisis bahan.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik dan karakteristik sampel
sebagai informasi awal sebelum dilakukan isolasi dan karakterisasi bakteri yang
terdapat didalamnya. Sampel yang dianalisis adalah ikan laut dalam spesies ikan
gindara (Lepidocibium flavobronneum) yang didapat dari Pelabuhan Ratu
Kabupaten Sukabumi. Ikan ini ditangkap menggunakan pancing rawai tuna pada
kedalaman 150-250 meter. Analisisnya adalah uji organoleptik untuk mengetahui
tingkat kesegaran ikan.
Kesegaran adalah parameter untuk membedakan ikan yang jelek dan ikan
yang baik kualitasnya. Ikan dikatakan lnasih segar jika perubahan-perubahan
biokomia, mikrobiologi dan fisika yang terjadi belum menyebabkan kerusakan
pada ikan. Istilah "segar" tercakup dua pengertian yaitu pertama, "baru saja
ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan", dan kedua, "mutu masih original,
belum mengalami kemunduran" (Ilyas 1983 diacu dalam Kustanti 2008).
Pengujian organoleptik adalah pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk mengukur daya penerimaannya terhadap ikan. Untuk uji
organoleptik ikan segar (SNI 01-2346-1991), sasaran alat indera ini adalah
penampakan mata, insang, bau, dan konsistensi. Metode pengujian organoleptik
yang digunakan adalah scoring test, yaitu menggunakan skala angka. Skala angka
terdiri dari 1-9 dengan spesifikasi untuk tiap angka yang dapat memberi
pengertian tertentu bagi panelis. Nilai pengujian dicantumkan oleh panelis pada
scoring test. Hasil uji organoleptik pada'ikan gindara dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil uji organoleptik ikan gindara
Parameter
Mata
lnsang
Bau
Konsistensi
Rata-rata
Rata-rata hasil uji
4
6
7
6
5.75
Berdasarkan Tabel 5, hasil uji organoleptik pada yang dilakukan oleh 22
orang panelis dengan predikat semi terlatih, tingkat kesegaran ikan gindara berada
pada kisaran 4-7 dengan rata-rata hasil uji pada semua parameter sebesar 5,75
yang berarti ikan tersebut masih dalam kondisi agak segar.
Kondisi mata
berdasarkan hasil organoleptik menunjukkan bahwa bola mata sudah mulai agak
cekung, pupil keabu-abuan, dan kornea agak keruh. Insang berwana merah agak
kusam dan sedikit berlendir. Bau netral dan konsistensi (agak padat, elastis bila
ditekan jari, dan sulit menyobek dari tulang belakang).
Penurunan tingkat
kesegaran ikan gindara ini disebabkan karena ikan tersebut ditangkap dan
disimpan difreezer selama satu minggu sebelum dibawa ke laboratorium. Faktor
yang mempengaruhi mutu kesegaran ikan adalah daerah penangkapan ikan,
metode atau cara penangkapan, dan pendaratan hasil perikanan tennasuk juga
jarak pengangkutan dari tempat penangkapan ke tempat pendaratan, cara
penyimpanan dan keadaan cuaca, terutama suhu (Hadiwiyato 1993). Rekapitulasi
hasil uji organoleptik pada Lampiran 4.
Ikan gindara yang disimpan beku tersebut menjadi berkurang kesegarannya
karena proses pembekuan dapat mengurangi ketersedian air pada bahan
(Wirakartakusumah et al. 1998 diacu dalam Kustanti 2008). Meskipun dalam
kondisi tidak segar dan agak segar akibat pembekuan, tetapi zat gizi pada ikan
tersebut tidak akan banyak berubah karena pembekuan bukanlah proses yang
merusak zat gizi (Desroiser 1998 diacu dalam Kustanti 2008).
4.2 lsolasi Bakteri
Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai
jenis. Untuk mempelajari sifat-sifat perhmbuhan, morfologi dan sifat fisiologis
mikroba, maka masing-masing mikroba tersebut harus dipisahkan satu dengan
yang laimya, sehingga terbentuk kultur murni, yaitu suatu biakan yang terdiri dari
sel-sel satu spesies atau satu galur mikroba (Fardiaz 1989). Untuk mendapatkan
isolat bakteri dari suatu bahan yang mengandung campuran mikroba dapat
dilakukan
isolasi
dengan
beberapa
metode
tergantung
dari
jenis
mikroorganismenya (Fardiaz 1989).
Koloni bakteri yang diisolasi dari jeroan dan daging contoh diambil7 koloni
yang tumbuh secara dominan dan yang memiliki penampakan yang berbeda.
Koloni bakteri yang dipilih untuk digunakan pada tahap penelitian selanjutnya.
Hasil pengarnatan morfologi koloni bakteri yang terpilih dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Morfologi koloni bakteri yang terpilih untuk diisolasi
Berdasarkan Tabel 6, morfologi koloni dari bakteri yang diisolasi dari
daging dan jeroan ikan gindara memiliki bentuk atas koloni yang sama, yaitu
bulat. Koloni bakteri yang diisolasi bentuk tepiannya halus, bercabang, dan
bergelombang. Bentuk elevasinya ada yang timbul dan datar. Koloni bakteri yang
terlihat berwama putih, krem, kuning, dan kuning muda. Wama ini disebabkan
oleh adanya pigmen yang dihasilkan bakteri. Koloni bakteri yang diisolasi diduga
memiliki pigmen karotenoid. Piginen yang terdapat pada bakteri diantaranya
adalah pigmen karotenoid, antosianin, melanin, tripirilmethenes dan phenazin.
Pigmen karotenoid akan memberikan warna merah, orange, dan kuning.
Antosianin dapat menghasilkan wama merah dan biru, sedangkan pigmen melanin
akan memberikan warna coklat, hitam, orange, dan merah. Fenanzin memberikan
wama jingga-kuning, jingga tua, dan merah jingga. Pigmen-pigmen tersebut
merupakan hasil dari dekomposisi asam amino tirosin oleh enzim tirosinase (Salle
1961).
Pad8 Tabel 6 dapat dilihat bahwa koloni bakteri Al, A2, A3, A4, A5, A6,
dan A7 belum murni dengan melihat bentuk koloninya (A1 bulat, halus, timbul, 4
mm; A2 bulat, bercabang, timbul, 1 mm; A3 bulat, halus, datar, 3 mm; A4 bulat,
bergelombang, timbul, 2 mm; A5 bulat, bercabang, timbul, 4 mm; A6 bulat, halus,
datar, 2 mm; dan A7 bulat, halus, datar, 3 mm). Wama koloni masing-masing
adalah A1 kuning muda; A2 dan A6 kuning; A3 dan A7 putih; A4 dan A5 cream.
Untuk mendapatkan isolat bakteri yang murni dilakukan isolasi dengan metode
cawan gores (gores zigza
ni bakteri dapat dilihat pada lampiran 5.
Isolasi bakteri dilakukan sebanyak empat kali pengisolasian sampai
dihasilkan isolat yang mumi. Pada isolasi yang keempat dilakukan pengamatan
terhadap morfologi sel. Pengamatan morfoIogi sel meliputi bentuk sel, pewarnaan
Gram dan pewarnaan spora. Data-data dasi uji morfologi tersebut, berdasaskan
hasil yang diperoleh, dapat membuktikan bahwa isolat bakteri tersebut benasbenas murni. Setiap isolat mumi yang didapat, dilakukan kultur bakteri pada agar
miring. Bakteri yang tumbuh disegarkan setiap 1 minggu sekali untuk menjaga
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan selama perkembangannya dalam media dan
dapat diduga mengurangi terjadinya kontiiminasi.
4.3. Karakterisai Bakteri
Ciri-ciri utama suatu baktesi yang perlu diketahui dalam mengkaraktesisasi
bakteri adalah ciri morfologi, susunan kimiawi dasi sel, sifat biakan, metabolisme,
sifat antigenik, sifat genetik, dan patogenisitas. Untuk menentukan ciri tersebut,
maka diperlukan beberapa uji morfologi dan fisiologi (Lay dan Hastowo yang
diacu dalam Candra 2006).
Dalarn BergeyS Manual of Determinative
Bacteriology, bakteri dikelompokkan berdasarkan gsup menurut bentuk, sifat
pewarnaan gram, dan kebutuhannya akan oksigen. Berdasarkan sifat-sifat yang
ada dengan buku manual ini dapat ditentukan genus bakteri yang berguna dalam
identifikasi selanjutnya hingga tingkat spesies. Berdasarkan hasil ulangan isolasi
yang dilakukan, diperoleh 7 isolat bakteri yang mumi. Isolat bakteri yang ada
memiliki sifat bakteri Gram positif dan negatif, ada yang berbentuk batang
maupun bulat serta ada yang berspora maupun tidak. Semua isolat bakteri yang
telah mwni diuji berdasaskan sifat morfologi dan fisiologinya.
(1) Sifat morfologi
Sifat morfologi yang diamati dalam penelitian ini meliputi morfologi koloni
dan morfologi sel. Pengamatan ini telah dilakukan pada awal isolasi. Morfologi
sel yang diarnati pada isolat bakteri meliputi pewasnaan gram, bentuk sel, spora,
dan motilitas bakteri. Hasil pengamatan mosfologi koloni bakteri dapat dilihat
pada Tabel 6 sedangkan morfologi sel bakteri dapat dilihat di Tabel 7.
Tabel 7. Hasil pengamatan morfologi sel bakteri
-
--
Isolat
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
~entuksel
I Batang
I Batang
1 Batang
-
1 Batang
1 Batang
I Bulat
/ Bulat
( ~ G a r n a a nGram
1
-
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
I Pewamaan spora I Uji motilitas
I Tidak berspora I Motil
Bersp ora
I Motil
I Berspora
I Motil
Berspora
I Motil
Berspora
/ Motil
I Tidak berspora I Non motil
I Tidak berspora I Non motil
Pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa isolat koloni bakteri A2, A3, A4, A5,
A6, dan A7 bersifat Gram positif. Bakteri Gram positif terlihat beiwarna ungu
karena asam-asam ribonukleat pada sitoplasma sel-sel Gram positif membentuk
ikatan lebih kuat dengan kompleks ungu kristal-iodium sehingga ikatan kimiawi
yang terbentuk tidak mudah dipecahkan oleh pemucat warma (Hadioetomo 1985).
Isolat bakteri A1 bersifat Gram negatif. Bakteri Gram negatif terlihat benvarna
merah. Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi, seperti
lemak dalam presentase lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram
positif, selain itu peptidoglikan bakteri Gram negatif juga lebih tipis daripada
peptidoglikan bakteri Gram positif (Pelczar dan Chan 1986).
Berdasarkan Tabel 7, isolat koloni bakteri Al, A6, dan A7 yang diperoleh
tidak berspora. Isolat koloni bakteri yang berspora terdiri dari A2, A3, A4 dan
A5. Spora biasanya terbentuk pada saat lingkungan tidak menguntungkan seperti
kekurangan sumber karbon dan energi. Selain itu spora juga dapat terbentuk
karena ada bahan kimia yang beracun. Spora akan bergerminasi kembali menjadi
sel vegetatif jika lingkungan kembali menguntungkan. Spora sendiri terbentuk
didalam sel, disebut juga dengan endospora. Bakteri dari jenis Bacillus dan
Clostridium biasanya membentuk spora. Semakin tua urnur sel bakteri, maka sel
vegeratif akan pecah dan endospora akan terlepas menjadi spora bebas. Spora
tahan terhadap pewarnaan, tetapi sekali berhasil diwarnai akan sulit melepaskan
zat warna yang telah terserap, sehingga tidak dapat mengikat zat warna lain yang
diberikan berikutnya. Ketahanan spora tersebut disebabkan oleh sifat struktur
spora yang memiliki korteks dan selubung spora yang tebal.
Zat warna yang paling sering digunakan dalam pewarnaan spora adalah
malachite green yang akan tetap diikat oleh spora bakteri setelah pencucian
dengan larutan safranin digunakan sebagai counterstain.
Metode tersebut
membuat endospora yang masih terdapat dalam sel vegetatif maupun spora bebas
akan benvama hijau-biru, sedangkan sel vegetatif akan benvarna merah sampai
merah muda. Prinsip pewarnaan ini digunakan untuk membedakan spora dari sel
vegetatif (Fardiaz 1992).
Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa isolat koloni bakteri Al, A2, A3, A4,
dan A5 bersifat motil, karena terlihat adanya penyebaran bakteri pada media.
isolat koloni bakteri A6 dan A7 bersifat non motil sehingga isolat bakteri tersebut
tidak memiliki flagela. Flagela merupakan salah satu struktur utama di luar sel
bakteri yang menyebabkan terjadinya pergerakan (motilitas) pada sel bakteri.
Flagela dapat dilepaskan dari sel secasa fisik. Sel yang sudah tidak memiliki
flagela masih tetap hidup dan dapat mensintesis flagela baru (Fardiaz 1992).
(2) Sifat fisiologi
Uji fisiologis bakteri merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui sifatsifat biokimia bakteri yang diisolasi dari sampel jeroan dan daging ikan gindasa.
Uji fisiologis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji hidrolisis pati, uji
hidsolisis lemak, uji hidsolisis protein, uji fermentasi karbohidrat, uji fermentasi
gula H2S, uji methyl red, uji sitrat, uji Urease, uji Katalase, uji oksidase. Hasil uji
fisiologi bakteri yang diisolasi dari jeroan dan daging ikan gindara dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil karakterisasi fisiologi dan biokimia bakteri
Keterangan : (+): mempunyai aktivitas ; (-): tidak mempunyai aktivitas; Laklsuk: mampu
memfermentasi laktosa atau sukrosa; Glu: mampu memfermentasi glukosa
(a) Uji hidrolisis pati
Zat pati adalah polisakarida yang terdiri dari ulangan sakarida glukosa. Bila
zat pati dihidrolisiskan dengan bantuan eksoenzim amilase, zat pati diuraikan
menjadi maltosa dan glukosa. Maltosa nierupakan disakarida yang terdiri dari 2
unit glukosa. Sakarida diangkut ke dalam sitoplasma sebagai sumber energi atau
senyawa pemula dalam sintesis komponen sel (Lay 1994)
Uji hidrolisis pati meiupakan suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui
adanya aktivitas enzim amilase dari suatu bakteri. Pada media starch agar,
amilase akan memecah pati @olimer glukosa) yang tidak berdifusi menjadi
substansi yang dapat berdifusi (Hartono 1995). Jika bakteri membentuk arnilase
dalam media yang mengandung zat pati, maka zat pati di sekeliling perturnbuhan
bakteri dihidrolisiskan. Bila beberapa tetes larutan iodium ditambahkan pada
lempengan agar tidak terlihat pembentukan waina di sekeliling pertumbuhan.
Bila zat pati tidak dihidrolisis, terlihat warna biru kehitaman di sekeliling
pertumbuhan (Lay 1994).
Zat pati bereaksi secara kimiawi dengan iodium; reaksi ini terlihat sebagai
warna biru kehitaman. Warna biru kehitaman ini terjadi bila molekul iodium
masuk ke dalam bagian yang kosong pada molekul zat pati (amilosa) yang
berbentuk spiral. Proses iodinisasi zat pati menghasilkan molekul yang dapat
mengabsorpsi semua cahaya, terkecuali wama biru.
Bila zat pati ini telah
diuraikan menjadi maltosa atau glukosa, warna biru ini tidak terbentuk karena
tidak adanya bentuk spiral. Tidak terbentuknya wama biru sewaktu penambahan
larutan iodiuln ke dalam media mrupakan petunjuk adanya hidrolisis zat pati
(Lay 1994).
Berdasarkan hasil pengujian hidrolisis pati pada Tabel 8, semua isolat koloni
bakteri yang diisolasi dari jeroan dan daging ikan gindara menunjukkan bahwa
isolat bakteri tersebut tidak menghasilkanl tidak punya aktivitas enzim amilase
sehingga bakteri-bakteri ini tidak menghidrolisis pati. Bakteri-bakteri ini dapat
diduga dalam pertumbuhannya tidak menggunakan pati sebagai sumber
energinya. Hal ini mungkin dikarenakan dalam jeron dan daging ikan gindara
tidak diberi bahan tambahan apapun, seperti karbohidrat dan di dalamnya tidak
mengandung pati. Komponen paling besar yang terkandung dalam jeroan ikan
adalah protein dan lemak. Hasil uji hidrolisis pati oleh enzim amilase bakteri
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil uji hidrolisis pati
(b) Uji hidrolisis lemak
Mikroorganisme sering ditemukan dalsun pangan yang kaya lemak nabati
atau lemak hewani. Trigliserida yang dihidrolisiskan oleh mikroorganisme yang
menghasilkan eksoenziin lipase akan menghasilkan asam leinak berantai panjang.
Bakteri yang mampu inenghasilkan lipase menggunakan molekul ini sebagai
sumber karbon dan energi (Lay 1994).
Uji hidrolisis lemak berhljuan untuk mengetahui adanya aktivitas enzim
lipase pada bakteri. Lemak merupakan makromolekul yang memiliki energi yang
besar. Degradasi lemak seperti trigliserida dilakukan oleh enzim ekstraseluler
yang disebut lipase (esterase) (Cappucino dan Sherman 1983). Enzim lipase
merupakan ezim yang dapat menguraikan lemak menjadi asam lemak dan
gliserol. Asam lemak clan gliserol tersebut akan digunakan oleh bakteri sebagai
surnber karbon dan energi untuk inetabolisinenya. Lemak lebih sukar dipecah
dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Fardiaz 1992).
Adanya lemak
dalam bahan pangan memberi kesempatan bagi jenis-jenis mikroorganisme
lipolitik untuk tumbuh secara dominan. Keadaan ini mengakibatkan kerusakan
lemak oleh mikroorganisme dan menghasilkan zat-zat yang mempunyai bau dan
rasa yang khas, yaitu asam lemak bebas dan keton (Buckle et al. 1978). Selama
fermentasi, oksidasi lemak juga terjadi sehingga mengakibatkan ketengikan,
namun jika oksidasi belum berlanjut maka akan menghasilkan citarasa yang khas
pada produk (Rahayu et al. 1992).
Pada uji ini digunakan media tributyrin agar untuk mengetahui adanya
enzim ekstraseluller yang menghidrolisis lemak. Tribugrin agar ini terdiri dari
nutrient agar yang ditambahkan oleh trigliserida tributyrin sebagai substrat
lemak. Tributyrin membentuk emulsi ketika disebar pada agar, menyebabkan
media menjadi keruh. Jika bakteri yang diinokulasi pada media tributyrin agar
mengeluarkan enzim lipase maka akan membentuk zona bening disekelilingnya.
Zona bening ini menandakan adanya asam lemak dan gliserol hasil hidrolisis
lemak. Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 8, semua isolat koloni bakteri
tidak mempunyai aktivitas enzim lipase.
Dengan demikian, bakteri-bakteri
tersebut tidak mampu mengurailtan lemak menjadi asam lemak dan gliserol yang
ada pada jeroan dan daging ikan gindara. Hasil uji hidrolisis lemak dapat dilihat
pada Gambar 6.
Garnbar 6. Hasil uji hidrolisis lemak
(c) Uji hidrolisis protein
Kasein adalah protein yang terdapat dalam susu. Protein susu ini juga seperti
juga protein lainnya terdiri dari asain amino. Asam amino ini &pat digunakan
oleh bakteri tertentu sebagai sumber karbon dan energi (Lay 1994). Uji hidrolisis
protein bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas enzim proteinase
ekstraseluler pada bakteri. Enzim proteinase ekstraseluler merupakan enzim
pemecah protein yang diproduksi di dalsun sel dan kemudian dikeluarkan dari sel.
Semua bakteri mempunyai enzim proteinase di dalam sel, tetapi tidak semua
mempunyai enzim proteinase ekstraseluler (Fardiaz
1992).
Sebelum
dimanfaatkan oleh sel protein harus terdegredasi dahulu menjadi pepton,
polipeptida, dipeptida dan asam amino (Cappucino dan Sherman 1983).
Pada uji htdrolisis protein media yang digunakan adalah skim milk agar
(SMA). Pada media ini lnengandung kasein yang merupakan protein utama pada
susu. Kasein merupakan makromolekul yang terdiri dari subunit asam amino
yang dihubungkan dengan ikatan peptida (CO-NH) (Cappucino dan Sherman
1983). Bila susu dicampur dengan media biakan bakteri, kasein dalam susu akan
menyebabkan media tersebut keruh.
Kekeruhan ini disebakan oleh kasein
bereaksi dengan ion ca2+membentuk Ca-kasein. Kompleks ini tidak larut &lam
media, namun membentuk larutan koloidal, sehingga media terlihat keruh. Bila
mikroorganisme mempunyai enzim proteinase ekstraseluler yang menghidrolisis
kasein, maka wilayah sekeliling koloni terlihat jemih. Kejemihan ini disebabkan
oleh molekul kasein yang duraikan. Asam amino yang dihasilkan dari proses
penguraian ini larut dalanl media, sehtngga kekeruhan di sekeliling koloni akan
hilang (Lay 1994), sedangkan mikroorganisme yang tidak mempunyai aktivitas
proteolitik di sekeliling koloni akan tetap keruh. Hasil uji hidrolisis protein dapat
dilihat pada Ganibar 7.
Gambar 7. Hasil uji hidrolisis protein
Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa semua isolat membentuk zona
bening. Ini berarti isolat-isolat tersebut mempunyai aktvitas enzim proteinase.
Adanya bakteri bersifat proteolitik dalam jeroan dan daging ikan gindara
menunjukkan adanya pemecahan protein (asam amino essensial maupun non
essensial) menjadi komponen yang lebih sederhana yang dapat diserap oleh tubuh.
Selain itu, aktivitas dari bakteri tersebut akan menghasilkan asam amino yang
menimbulkan bau khas pada ikan.
(d) Uji fermentasi karbohidrat
Kemampuan memfermentasikan
berbagai
karbohidrat
dan
produk
fermentasi yang dihasilkan merupakan ciri yang sangat berguna dalam identifikasi
bakteri. Uji fermentasi karbohidrat digunakan untuk mengetahui kemampuan
mikroorganisme dalam mendegradasi dan memfermentasi karbohidrat dengan
memproduksi asam atau asam dan gas. Hasil akhir fermentasi karbohidrat
ditentukan oleh sifat bakteri, media biakan yang digunakan, serta faktor
lingkungan, antara lain suhu dan pH. Media fermentasi harus mengandung
senyawa yang dapat dioksidasi dan difermentasi oleh bakteri. Glukosa termasuk
senyawa yang paling sering digunakan oleh bakteri dalam proses fermentasi itu
(Lay 1994).
Kebanyakan mikroorganisme memperoleh energi melalui reaksi enzimatis
yang memacu bioksidasi dari substrat, terutama karbohidrat. Mikroorganisme
menggunakan karbohidrat secara berbeda tergantung enzim yang melengkapinya.
Beberapa mikroorganisme mampu memfermentasi gula, seperti glukosa secara
anaerobik namun mikroorganisme lainnya memfermentasi secara aerob. Selain
itu, bakteri anaerob fakultatif mampu memfermentasi gula secara aerob dan
anaerob.
Pada proses fe~mentasi, substrat seperti karbohidrat dan alkohol,
mengalami disimilasi anaerob dan menghasilkan asam organik, seperti asarn
laktat, asam asetat, dan asam format serta gas seperti hidrogen dan
karbondioksida.
Pada uji ini menggunakan nutrien broth, seperti phenol red lactose broth,
phenol red dextrose broth, dan phenol red sucrose broth sebagai surnber energi.
Masing-masing media tersebut memiliki karbohidrat yang spesifik, yaitu laktosa,
dekstrosa, dan sukrosa sebagai substrat untuk menentukan kemampuan
memfermentasi dari suatu mikroorganisme.
Indikator pH, yaitu phenol red
benvama merah pada pH 7 dan berubah menjad kuning pada pH 6.8,
men~ndkasikanjumlah asam yang ada dapat inengakibatkan perubahan warna.
Karbohtdrat
yang
telah
difennentasi
akan
memproduksi
asain
yang
mengakibatkan indikator phenol red berubah menjadi kuning, ha1 ini
mengindikasikan reaksi positif. Pada beberapa kasus, produksi asam disertai
dengan adanya gas. Hal ini dapat dilihat dengan adanya gelembung di dalam
tabung durham. Bakteri yang tidak marnpu memfermentasi karbohidrat tidak
akan mengubah warna indikator dan tidak menghasilkan gas, ha1 ini
mengindikasikan reaksi negatif.
Berdasarkan Tabel 8, hasil pengamatan uji fermentasi karbohidrat
menunjukkan bahwa isolat koloni bakteri A2, A3, A4, A5, A6, dan A7 mampu
mendegradasi dekstrosa, sedangkan isolat koloni bakteri yang mampu
mendegradasi sukrosa adalah A5, A6, dan A7. Selain itu, mampu ineinfermentasi
karbohidrat dengan diproduksinya asam, tetapi tidak menghasilkan gas. Pada
substrat laktosa isolat-isolat koloni bakteri tersebut tidak mempunyai kemampuan
mendegradasinya. Pada isolat A1 inainpu menghasilkan H2S. Hasil fermentasi
karbohidrat oleh bakteri dapat dilihat pada Gainbar 8.
Gambar 8. Hasil uji fermentasi karbohidrat
(e) Uji fermentasi gula (TSI) dan HzS
Uji fermentasi gula dan H2S merupakan serangkaian uji yang dilakukan
dengan menggunakan medium TSIA (Iriple sugar iron agar). Tujuannya adalah
untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam memfermentasi gula untuk
menghasilkan asam atau gas. Pada media TSIA mengandung tiga macam gula,
yaitu glukosa, laktosa atau sukrosa dan indikator merah fenol serta FeS04 (Lay
1994). Wama merah pada agar menunjukkan reaksi basa, sedangkan warna
kuning menunjukkan reaksi asam.
Warna merah pada permukaan agar dan
kuning di bagian bawah agar menunjukkan terjadinya fermentasi glukosa. Warna
kuning pada bagian permukaan dan bawah tabung menunjukkan terjadinya
fermentasi laktosa dan sukrosa (Fardiaz 1989).
Kemampuan bakteri dalam menghasilkan H2S pada media TSIA (triple
sugar iron agar) yang mengandung senyawa FeS04. Pada media ini H2S akan
bereaksi dengan logam ~ e "yang terdapat dalam medium, menjadi FeS (Ferro
Sulfida) yang berwama hitam (Lay 1994)
Uji fermentasi glukosa digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri
dalam memfermentasi glukosa dengan menghasilkan asam dan gas. Pada media
TSIA dapat diketahui terjadinya fe~mentasiglukosa, laktosa, atau sukrosa dan
produksi gas dari glukosa yang ditandai dengan terbentuknya rongga-rongga di
bagian bawah agar. Warna merah pada permukaan dan kuning di bagian bawah
tabung menunjukan terjadinya fermentasi glukosa tetapi tidak laktosa dan sukrosa.
Warna kuning pada bagian permukaan dan bagian bawah tabung menunjukkan
terjadinya fermentasi glukosa, laktosa, dan sukrosa (Fardiaz 1989).
Pada umumnya, jika bakteri dapat memfermentasi karbohidrat maka dapat
memfermentasi glukosa (monosakarida).
Jika glukosa dapat difermentasi,
terdapat kemungkinan adanya fermentasi karbohidrat jenis lain, seperti
monosakarida selain glukosa, disakarida (maltosa, laktosa dan sukrosa) dan
polisakarida (pati, selulosa, hemiseluiosa) (Salle 1961).
Berdasarkan Tabel 8, hasil pengamatan uji fermentasi gula ini menunjukkan
bahwa isolat koioni bakteri Al, A2, A3, A4, dan A5 tidak dapat memfermentasi
gula, sedangkan isolat A6 dan A7 dapat memfeimentasi laktosa dan atau sukrosa.
Sewaktu hidrolisis protein dalam proses fermentasi terjadi penguraian
asam-asam amino yang mengandung sulfur menjadi asam sulfida. Sementara
pada saat bakteri ditumbuhkan dalam media yang kaya akan asam amino
mengandung sulfur seperti TSIA, inaka terjadi desulfurase membentuk H~s.F~*+.
Kemudian H~s.F~'+bereaksi dengan asam sulfida menghasilkan senyawa FeS
yang berwarna hitam dan tidak larut dalam air (Lay 1994).
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat isolat pada medium TSIA yang
membentuk endapan benvama hitam di bagian bawah tabung yaitu Al. Hal ini
menunjukkan bahwa isolat A1 adalah balcteri yang mempunyai enzim desulfurase
yang berfungsi untuk memecah sistein dan menghasilkan HzS.
Hasil uji
fermentasi gula dan H2S dapat dilihat pada Gambar 9.
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
Gambar 9. Hasil uji fermentasi gula (TSIA) dan H2S
(f) Uji merah metil
Uji merah metil (metlzyl red test) bertujuan untuk mengetahui kemampuan
dari mikroorganisme untuk mengoksidasi glukosa dengan meinproduksi asam
dengan konsentrasi tinggi sebagai hasil akhirnya. Heksosa monosakarida glukosa
merupakan substrat utama yang dioksidasi oleh semua oraganisme enteric sebagai
sunber energinya. Hasil akhir dari proses ini akan sangat bervariasi tergantung
dari enzim spesifik yang ada pada bakteri.
Bakteri yang dapat mengoksidasi glukosa akan menghasilkan asam organik
dengan konsentrasi ion hidrogen yang sangat tinggi. Namun balcteri yang tidak
dapat mengoksidasi glukosa akan menghasilkan asam organik dengan konsentrasi
ion hidrogen yang rendah, kemudian asam organik tersebut akan diubah menjadi
komponen yang bersifat tidak asam (non acidic). Dalam uji ini, indikator pH,
yaitu merah metil digunakan untuk mendeteksi adanya konsentrasi asam yang
cukup tinggi sebagai hasil akhirnya. Jika medla MR-VP broth dengan pH 6 akan
berubah menjadi merah setelah ditambahkan merah metil maka mengindikasikan
hasil uji positif, sedangkan jika media tersebut tetap benvarna kuning maka
mengindikasikan hasil uji negatif (Cappucino dan Sherman 1983). Berdasarkan
Tabel 8, hasil pengamatan dari uji merah metil ini menunjukkan bahwa semua
isolat bakteri tidak dapat mengoksidasi glukosa.
Hal ini dapat dilihat pa&
Gambar 10.
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
Galnbar 10. Hasil uji merah metil
(g) Uji sitrat
Uji sitrat digunakan untuk melihat kemampuan bakteri menggunakan sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Untuk uji ini dapat digunakan
medium sitrat-koser berupa medium cair atau medium sitrat-simmon berupa
medium padat (Lay 1994). Jika bakteri tidak dapat memfermentasi glukosa dan
laktosa maka beberapa bakteri dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon
untuk energi. Kemampuan bakteri dalam memanfaatkan sitrat tergantung dari
adanya enziln sitrat permease yang meinbantu transportasi sitrat ke dalam sel.
Sitrat merupakan ha1 utama pada siklus Krebs. Sitrat ini &hasilkan pa& proses
kondensasi dari asetil aktif dengan asam oksalasetat. Sitrat bertindak berdasarkan
enzim sitrase, yang memproduksi asam oksalasetat dengan asan asetat. Produk
ini keinudian diubah secara enzimatis menjadi asam piruvat dan karbondioksida
(Cappucino dan Shennan 1983). Medium yang digunakan pada uji ini adalah
Simmons citrate yang merupakan medium sintetik dengan Na sitrat sebagai satu-
satunya sumber karbon, N H ~ +sebagai sumber N dan brom t/zymol blue sebagai
indikator pH. Bila mikroorganisme malnpu menggunakan sitrat, maka asam akan
dihilangkan dari medium biakan sehingga menyebabkan peningkatan pH dan
mengubah warna medium dari hjau menjadi biru (Lay 1994). Berdasarkan Tabel
8, hasil pengamatan dari uji sitrat ini menunjukkan bahwa hanya isolate koloni
bakteri A4 yang memberikan hasil positif. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri
tersebut mempunyai kemampuan dalain menggunakan sitrat sebagai surnber
karbon untuk energinya. Hasil uji sitrat dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Hasil uji sitrat
(h) Uji urease
Beberapa bakteri mampu menghasilkan enzim urease yang ~nenguraikan
urea menjadi ammonium dan C02. Aktivitas enzim urease ini dapat diamati
dengan menumbuhkan bakteri dalam media biakan yang mengandung urea dan
indikator pH (biasanya phenol red). Bila urea dihidrolisiskan, NJ&+ terakumulasi
dalam media biakan dan menyebabkan pH media menjadi basa. Perubahan wama
dari inerah-jingga menjadi merah ungu merupakan petunjuk tejadinya hidrolisis
urea (Lay 1994)
Uji urease bertujuan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam
mendegradasi urea atau menghasilkan enzinl urease. Enzim urease diproduksi
oleh beberapa organisme, yang merupakan enzim yang dapat membantu
identifikasi dari bakteri Proteus vulgaris.
Walaupun organisme dapat
menghasilkan enzim urease, reaksi pada substrat urea cenderung lebih lambat
dibandingkan spesies Proteus. Selain itu, uji ini juga dapat membedakan genus
ini dengan mikroorganisme lactose-nonfermenting enterik lainnya.
Enziln urease merupakan enzim hidrolisis yang memecah ikatan nitrogen
dan karbon pada komponen amida seperti urea clan membentuk amonia yang
menciptakaan suasana basa. Pada uji ini digunakan media urea broth yang
mengandung pH indikator phenol red. Jika bakteri tersebut menghasilkan enzim
urease maka akan terjadi perubahan wama pada media, dari ungu menjadi merah
ja~nbu('ink) (Cappucino dan Sherman 1983). Berdasarkan Tabel 8, hasil uji
urease ini menunjukkan bahwa semua isolat bakteri tidak menghasilkan enzim
urease, sehingga bakteri-bakteri tersebut tidak dapat mendegradasi urea dan
memanfaatkan urea dalam metabolisme selnya. Hasil uji urease dapat dilihat pada
Gambar 12.
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
Gambar 12. Hasil uji urease
(i) Uji katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui adanya enzim katalase pada isolat
bakteri. Katalase adalah enzim yang dapat mengkatalisasi penguraian hidrogen
peroksida (H202) menjadi air dan 0 2 . Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap
sel karena bahan ini dapat menginaktifkan enzim dalam sel. Uji ini penting
dilakukan untuk mengetahui sifat bakteri terhadap kebutuhan akan oksigen (Lay
1994).
Selama proses pemapasan, mikroorganisme menghasilkan hidrogen
peroksida, pada beberapa kasus juga menghasilkan superoksida yang bersifat
toksik. Akunulasi zat ini dapat menyebabkan kematian pada bakteri, namun zat
ini dapat diurai secara enzimatis. Zat ini diproduksi oleh bakteri yang bersifat
aerob, anaerob fakultatif dan mikroaeropili ketika bakteri tersebut mengunakan
pernapasan secara aerob, sehingga oksigen menjadi elektron aseptor (Cappucino
dan Sherman 1983).
Bakteri dapat dibedakan menjadi tiga grup berdasarkan kebutuhannya akan
oksigen, yaitu bakteri yang bersifat aerobik, anaerobik, dan anaerobik fakultatif.
Setiap bakteri mempunyai suatu enzim yang tergolong flavoprotein yang dapat
bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa-senyawa beracun, yaitu H202 dan
suatu radikal bebas yaitu 02*, dengan reaksi sebagai berikut:
0 2
Flavoprotein
Hz02
+02*
Bakteri yang bersifat aerobik mempunyai enzim superoksida dismutase yang
dapat memecah radikal bebas dan enzim katalase yang dapat memecah H202
sehingga menghasilkan senyawa-senyawa akhir yang tidak beracun. Reaksi
tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Superoksida dismutase
2 0 2 * +2He
H202
+0 2
Katalase
2H20+02
2 H202
Bakteri yang bersifat anaerobik fakultatif juga memiliki enzim superoksida
dismutase, tetapi tidak inemiliki enzim katalase, melainkan memiliki enzirn
peroksidase. Enzim tersebut dapat mengkatalis reaksi antara Hz02 dengan
senyawa organik, menghasilkan senyawa yang tidak beracun, reaksi tersebut
adalah sebagai berikut:
2
H202
+ Senyawa organik
peroksidase
Senyawa organik
-----,
teroksidasi
+ 2 Hz0
Bakteri anaerobik obligat tidak memiliki enzim superoksida dismutase
maupun katalase. Karenanya oksigen merupakan racun bagi bakteri tersebut
karena terbentuknya H202 dan 0 2 * (Fardiaz 1988).
Penentuan adanya katalase diuji dengan larutan 3 %
H202.
pada koloni
terpisah Jika bersifat katalase positif akan terlihat pembentukan gelembung udara
sekitar koloni (Lay 1994). Berdasarkan Tabel 8, hasil uji katalase menunjukkan
bahwa semua isolat bakteri bersifat positif artinya membutuhkan oksigen dalam
kehidupannya (bersifat aerob).
Cj) Uji oksidase
Uji oksidase berfungsi untuk menentukan adanya cytochrome oksidase yang
ditemukan pada bakteri tertentu. Uji ini berguna dalam identifikasi bakteri
patogen seperti misalnya Neisseria gonorrhoea dan Pseudomonas aeruginosa
(Lay 1994). Enzim oksidase meinpunyai peranan penting pada sistem transport
elektron selama respirasi aerobik. Enzim cytochrome oksidase berperan sebagai
katalisator dalam transfer atom hidrogen dari sitokrom yang terakhir ke molekul
oksigen. Sitokrom merupakan senyawa organik yang terdapat dalam sel hidup
dan berperan dalam transper atom hidrogen dari substrat ke molekul oksigen dan
membentuk air.
Bakteri aerob, beberapa bakteri anaerobik fakultatif dan
mikroaeropil, menunjukkan adanya aktivitas enzim oksidase.
Uji oksidase
digunakan untuk membedakan antara genera Neisseria dan Pseudomonas yang
bersifat oksidase positif dan Enterobacteriaceae yang bersifat oksidase negatif
(Cappucino dan Sherman 1983).
Perbedaan antara proses respirasi dan fermentasi terletak pada senyawa yang
berperan sebagai donor dan aseptor elektron terakhir.
Pada respirasi yang
berperan sebagi donor elektron adalah senyawa organik dan sebagai aseptor
elektron dapat berupa oksigen maupun senyawa anorganik yang mengandung
atom hidrogen, sedangkan pada proses fermentasi, sebagai donor dan aseptor
elektron terakhir adalah senyawa organik (Winarno dan Fardiaz 1984).
Pada uji ini digunakan kertas oksidase tes. Jika bakteri tersebut
menghasilkan enzim oksidase sitokrom maka &an terjadi perubahan warna pada
kertas oksidase tes tersebut dari putih menjadi ungu. Berdasarkan Tabel 8, hasil
uji oksidase ini menunjukkan bahwa isolat koloni bakteri A l , A2, A3, dan A5
memberikan hasil positif. Hasil positif menunjukkan bahwa isolat-isolat bakteri
tersebut mampu menghasilkan enzim cytochrome oksidase, sehingga bakteri
tersebut melakukan metabolisme energi melalui respirasi, sedangkan isolat koloni
bakteri A4, A6, dan A7 tidak mampu menghasilkan enzim cytochrome oksidase,
sehingga bakteri tersebut tidak melakukan metabolisme energi melalui respirasi
melainkan fermentasi.
4.4. Pendugaan Jenis Bakteri
Jenis-jenis bakteri pada jeroan dan daging ikan gindara dapat diduga
berdasarkan karakterisasi sifat morfologi maupun fisiologinya. Hal ini masih
bersifat dugaan, karena untuk mengidentifikasi jenis bakteri secara pasti masih
diperlukan beberapa uji lanjut yang tidak dilakukan dalam penelitian ini.
Pendugaan jenis bakteri yang diisolasi dilakukan berdasarkan Bergey's Manual of
Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994). Bagan dan skema identifikasi
disajikan pada Lampiran 6 dan 7.
Menurut skema identifikasi dari Shewan et al. (1970) isolat koloni bakteri
A1 yang berbentuk batang dengan sifat Gram negatif, oksidatif, dan motil
mendekati genus Pseudomonas, Alcaligenes, dun Aerobacterium. Pada Bergey's
Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994) bakteri genus
Pseudomonas memiliki sifat Gram negatif, sel berbentuk batang, aerobik, dapat
menggunakan nitrat sebagai electron aseptor, dapat hidup pada pH 4,5, uji
katalase positif, oksidase positif, motil, dan chemoorganotrof. Hal ini
menunjukkan bahwa isolat koloni bakteri A1 sudah mendekati genus
Pseudomonas tetapi masih ada beberapa uji yang tidak dilakukan pada penelitian
ini, yaitu pengamatan flagela, uji nitrat, chemoorganotrof, dan pertumbuhan pada
NaCl 10 %.
Untuk itu, perlu dilakukan pengujian lanjutan agar dapat
menyimpulkan dugaan bakteri dari isolat koloni bakteri A1 dengan pasti.
Menurut skema identifikasi dari Shewan et al. (1970) isolat koloni bakteri
A2, A3, A4, dan A5 yang berbentuk batang dengan sifat Gram positif, oksidatif,
dan katalase positif mendekati genus Bacillus.
Pada Bergey's Manual of
Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994) bakteri genus Bacillus memiliki
sifat Gram positif, motil, memiliki endospora, aerobic atau anaerob fakultatif,
chemoorganotrof, fermentatif, dan katalase positif. Hal ini menunjukkan bahwa
isolat koloni bakteri A2, A3, A4, dan A5 sudah mendekati genus Bacillus tetapi
masih ada beberapa uji yang tidak dilakukan pada penelitian ini, yaitu uji
fermentatif dan chemoorganotrof. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian lanjutan
agar dapat menyimpulkau dugaan bakteri dari isolat koloni bakteri A2, A3, A4,
dan A5 dengan pasti.
Menurut kunci identifikasi bakteri Gram positif dari Cowan dan Steel's
(1993) isolat koloni bakteri A6 dan A7 yang berbentuk bulat dengan sifat Gram
positif, oksidase negatif, katalase positif, tidak motil, dan tidak berspora
mendekati genus Staphylococcus dan Micrococcus. Pada Bergey's Manual of
Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994) bakteri genus Sfaphylococcus
bersifat Gram positif, tidak motil, tidak berspora, koloni krem atau putih, anaerob
fakultatif, chemoorganotrof, fermentatif, katalase positif, oksidase negatif, dan
mereduksi nitrat. Bakteri genus Micrococcus bersifat Gram positif, motil, tidak
berspora, chemoorganotrof, katalase positif, dan oksidase positif. Hal ini
menunjukkan bahwa isolat koloni bakteri A6 dan A7 paling mendekati genus
Staphylococcus tetapi masih ada beberapa uji yang tidak dilakukan pada
penelitian ini, yaitu uji fermentatif, chemoorganotrof, dan uji nitrat. Untuk itu,
perlu dilakukan pengujian lanjutan agar dapat menyimpulkan dugaan bakteri dari
isolat koloni bakteri A6 dan A7 dengan pasti. Hasil morfologi dan fisiologi
bakteri disajikan pada Lampiran 8.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Ikan gindara (Lepidocibiunt flavobronneum) merupakan salah satu spesies
ikan laut dalam yang banyak digemari oleh masyarakat, selain rasanya yang gurih
juga memiliki khasiat untuk dijadikan obat demam berdarah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri yang diduga hidup pada ikan laut dalam
spesies ikan gindara berdasarkan sifat morfologi dan fisiologinya.
Metode penelitiannya adalah uji kesegaran ikan secara organoleptik dengan
scoring test 1-9 serta isolasi dan karakterisasi bakteri. Prosedur pada tahap
pembiakan bakteri adalah: (1) Persiapan media, (2) Persiapan sampel, (3)
Pengenceran, dan (4) Penuangan ke dalam cawan. Selanjutnya dilakukan isolasi
dan karakterisasi bakteri berdasarkan sifat morfologi dan fisiologi. Koloni bakteri
terpilih diberi kode Al, A2, A3, A4, A5, A6, dan A7.
Hasil analisis bahan menggunakan uji kesegaran ikan secara organoleptik
didapatkan nilai rata-rata semua parameter (mata, insang, bau, dan konsistensi)
adalah 5,75 yang berarti kondisi ikan agak segar. Bakteii genus Pseudontonas
memiliki sifat Gram negatif, sel berbentuk batang, aerobik, dapat inenggunakan
nitrat sebagai electron aseptor, dapat hidup pada PI-I 4,5, uji katalase positif,
oksidase positif, motil, dan cheinoorganotrof. Isolat koloni bakteri A1 berbeiltuk
batang dengan sifat Gram negatif, tidak berspora, oksidatif, dan n~otil.Hal ini
menunjukkan bahwa isolat koloni bakteri A1 sudah mendekati genus
Pseudomonas tetapi masih ada beberapa uji yang tidak dilakukan pada penelitian
ini, yaitu pengamatan flagela, uji nitrat, chemoorganotrof, dan pertumbuhan pada
NaCl 10 %. Bakteri genus Bacillus memiliki sifat Gram positif, motil, memiliki
endospora, aerobic atau anaerob fakultatif, chemoorganotrof, fermentatif, dan
katalase positif. Isolat koloni bakteri A2, A3, A4, dan A5 berbentuk batang
dengan sifat Gram positif, oksidatif, dan katalase positif. Hal ini menunjukkan
bahwa isolat koloni bakteri A2, A3, A4, dan A5 sudah mendekati genus Bacillus
tetapi masih ada beberapa uji yang tidak dilakukan pada penelitian ini, yaitu uji
fermentatif dan chernoorganotrof. Bakteri genus Staphylococcus bersifat Gram
positif, tidak motil, tidak berspora, koloni krem atau putih, anaerob fakultatif,
chemoorganotrof, fennentatif, katalase positif, oksidase negatif, dan mereduksi
nitrat. Bakteri genus Micrococcus bersifat Gram positif, motil, tidak berspora,
chemoorganotrof, katalase positif, dan oksidase positif. Isolat koloni bakteri A6
dan A7 berbentuk bulat dengan sifat Gram positif, oksidase negatif, katalase
positif, tidak motil, dan tidak berspora. Hal ini menunjukkan bahwa isolat koloni
bakteri A6 dan A7 paling mendekati genus StaphyIococcus tetapi masih ada
beberapa uji yang tidak dilakukan pada penelitian ini, yaitu uji fermentatif,
chemoorganotrof, dan uji nitrat. Untuk dapat meuyimpulkan dugaan bakteri
dengan pasti dari isolat koloni bakteri Al, A2, A3, A4, A5, A6, dan A7 perlu
dilakukan pengujian lanjutan.
..
5.2. Saran
Penelitian ini masih perlu dilanjutkan, yaitu perlu dilakukan uji fisiologi
yang lebih lengkap untuk mengidentifikasi bakteri yang terdapat pada ikan laut
dalam spesies ikan gindara (Lepidocibium Jlavobronneunz) sehingga dapat
diketahui genusnya.
6. DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2003. Cara Menghambat Kemunduran Mutu Kesegaran Ran. Jakarta:
Departemen Perikanan dan Kelautan.
Anonimous. 2004. Perairan Laut Dalarn. Jakarta: Departemen Perikanan dan
Kelautan.
Anonimous. 2001. Potensi Perikanan Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan
dan Perikanan.
Anonimous. 2008. Bakteri. http://id.wikipedia.org/wWBakteri diakses Mei 2008.
Anonimous. 2007. Pertumbuhan Bakteri.
http://id.www.wiki~edia.com/wiki/Pertumbuhan
bakteri diakses Mei 2008.
Candra JI. 2006. isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari produk bekasam
ikan bandeng (Channos channos). [skripsi]. Bogor: Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Cappuccino JG, Sherman N. 1983. Microbiology A Laboratory Manual.
NewYork: State University of New York, Rocklagd Community Collage.
Cowan ST, Steel's. 1993. Cowan and Steel's Maizual for The Ideiltification of
Medical Bacteria. Masylad: Mc Graw Hill Book co.
Efendi, Suryadi. 2004. Isolasi dan identifikasi bakteri probiotik dari ikan kerapu
macan (Ephinephelus fmcogatus) dalam upaya efisiensi pakan ikan.
[laporan penelitian]. Riau. Universitas Riau.
Fardiaz S. 1989. Petunjuk Laboratorium. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor:
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Institut Pertanian Bogor.
Fardi.az S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi IPB. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hadioetomo RS. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktd Teknik dun Prosedur
Dasar Laboratorium. Jakarta: Penerbit Gramedia.
Henning PA, Van de Walt AE. 1978. Inclusion of xylan in a medium for the
enumeration of total culturable rumen bacteria. Didalam: Hobson, P.N and
C.S Stewart, editor. 1997. The Rumen Microbial Ecosystem.. New York:
Blackie Academic & Professional.
Hobson PN, Stewart CS.1997. The Rumen Microbial Ecosystem. New York:
Blackie Academic &Professional.
Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, William ST. 1994. Bergey's Manual
of Determinative Bacteriology. Edisi ke-9. New York: Lippicolt Williams
and Wilkins.
Judoamidjojo M, Darwis AA, Said EG. 1990. Teknologi Fernzentasi. Bogor: Pusat
Antar Universitas Bioteknologi, IPB.
Kirchman DL. 2000. Microbial Ecology of the Oceans. Luxemberg : John Wiley
& Sons, Inc.
Kustanti E. 2008. Kajian awal senyawa antibakteri beberapa ikan laut dalam dari
Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa. [skripsi]. Bogor: Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Motik C, Tomo HS, Praharanik S, Sondhak F. 2005. Kekayaan Laut Masa Depan
Kita. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Munn CB. 2004. Marine Microbiology Ecology and Application. London: BIOS
Scientifik Publishers.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:
PT. Grainedia.
Oxoid. 2007. Nuhient Agar. Hampshire: LTD. Basing Stoke
Pelczar MJ, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi I. Hadioetomo, Katna S,
Imas T, Tjitrosono SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta: Universitas
Indonesia. Terjemahan dari : Elements of Microbiology. Masyland:
Mc Graw Hill Book Co.
Prabaningtyas S. 2003. Karakteristik Bakteri Koleksi Laboratorium Mikrobiologi
Universitas Negeri Malang. Malang: Chimera Vol: VIII. No.2.
Prayitno BY. 2007. &an Gindara. ht~://www.wikimu.com/News.asvx?=3551
diakses Mei 2008.
Rahayu WP, Ma'oen S, Suliantari, Fardiaz S. 1992. Teknologi Fermentasi
Produk Perikanan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
Institut Pertanian Bogor.
Rehm HJ, Reed G. 1981. Biotechnology: Microbials Fz~ndamental,volume 1.
Luxemberg: Verlag Chamie, Weinheim.
Russell JB, Brunckner GG. 1991. Microbial ecology of the normal animal
intestinal tract. Didalam: J.B. Woolcock, editor. Microbiology of Animal
and Animal Products. New York: Elseiver.
Satle AJ. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. New York: Mc Graw
Hill Book Company Inc.
Saono S, Winarno FG. 1979. International Symposium on Microbiological
Aspects of Food Storage, Processing and Fermentation in Tropical Asia.
December 10-13. Bogor: Food Technology Development Center, Institut
Pertanian Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-2346. 1991. Uji Organoleptik Ikan Segar.
Jakarta: Dewan StandarisasiNasional.
Subani W, Barus HR. 1989. Alat Penangh-apan Ih-an dan Udang di Indonesia.
Jakarta : BPPL
Winarno FG, Fardiaz S. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Grarnedia
Winarno FG, Fardiaz S. 1981. Bioferineiztasi dun Biosintesa Protein. Bandung:
Angkasa.
diakses
Yartati. 2007. Manfaat Ikan. http:/lyartati.multi~l~.com/reviewsiitem/63
Mei 2008.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Komposisi media yang d i i k a n (Cappucino dan Sherman
Phenol red dextrose broth
: Trypticase
Dextrose
Sodium chloride
Phenol red
pH
Phenol red lactose broth
: Tmticase
Lactose
Sodium chloride
Phenol red
PH
Phenol 4 sucrose. broth
: TryptiSucrose
Sodium chloride
Phenol red
pH
Skim Milk Agar
: Tripton
Ekstrak khamir
Dekstrose
Agar
Susu skim bubuk (20 %)
Akuades
pH
Simmons citrate agar
: Ammonium dihydrogen phosphate
Dipotassium phosphate
Sodium chloride
Sodium citrate
Magnesium sulfate
Agar
Bromthymol blue
pH
S t a d Agar
: Peptone
Ekstrak sapi
Starch (soluble)
Agar
pH
Tributyrin Agar
: Peptone
Ekstrak sapi
Tributyrin
Agar
10 g
5g
5g
0,018 g
7,3
10 g
5g
5g
0,018 g
7,3
Triple Sugar-Iron Agar
: Ekstrak sapi
Ekstrat yeast
Peptone
Proteose peptone
Lactose
Saccharose
Dextrose
Ferrous sulfate
Sodium chloride
Sodium thiosulfate
Phenol red
Agar
Urea broth
: U r n broth concentrate
Air destilasi sted
MR-VP bmth
: Peptone
Dextrose
Potassium phosphate
PH
-.
Lampiran 2. Penilaian uji organoleftik
SNI 01-2346-2606
Lcin bar pcnilaian organoleptik ikan segar
Tanggal: .......... .......
Naina Panelis : ............................................
- Cantumkan kode contoh pada kolom
- Uerilah tanda d pada nilai yang dipilih
yang tersedia sehelum melakkan ~engujian
sesuai kode conroll yang diuji.
,
Nilai Kode ilcan
1 2 1 3 1
Spesifikasi
A Kenainpakan
1 Mata
Ceralh, bola mato rn,monjol: kurnea jeinili.
Cerah, bola mata rata, kornea jernih.
Agak cerah: bola niata rata. pupil ayak keabu-abuan. kornea
agak Reruli.
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabi!-abuan, koinea
agak keruh.
6ola mata agak cekung. pupil keabu-abuan, kornea agak
I
keruh.
601a niata cekung, pupil mi~laiberubah rnenjadi putih st~su.
kornea keruh.
601a lnata sangat cekung: kornea agak kuning.
2 Insang
I
iwaina nierali'cemeriang. ianpa lendir.
!JJarria nierah kurang cenierlang, tanpa lendir.
;YJa~-namerah agak kusarn. tanpa lenclir.
Merali agak ki~sani.seclikit Iendir.
Mulai ada ;jerilbai!c?n ;::arlia,
merah i;ecoklaian: seclikit
lendir, tanpa iel~clir.
Warna merah cnklat. lendil-tebal.
Warna n~erahcoklat ada scdikit piltih. Ie~:dir tellal
3 Lendir Permukaan Badan
Lapisan lendir jernih. transparan. mengKilar cerali.
Lapisan -1enciir-jernih. iransparan. csrah. .I.?e!~un ada
perubalian w o r k .
Lapisan lendlr mulai agak keruh, v;arna agak p~rtih:kurang
transparan.
..
I
I
\
h
I:
8
I
...
I
I
S,
I
I
.,
J
I
I
!
-I
7
9
8
7
6
I
I
5
II
J
3
'I
I
I
9
8
7
I
I
Lapisan lendil- riiirlii keruh. viarlia putih agak kusan~.kuranc_l
transparan
Lendir tebal 1:1:?11~;~~irnl)al.
rnulai ijer-ul:ali ?:.arm pi~tili,keruli.
Lendir tebal meng~umpal.bei-mrna ~ u i i lkuniny.
i
5
I
I
1
-
a
9
I
Lendir tebol met;ygi~mpaI. ;:+arna kunincl kecoklaton
1
II
i
I
I
Lampiran 3. Bentuk pertumbuhan koloni (Egrdiaz 1989)
7
Bulal dengan
lepi bergelombang
tentur
B U I C ~d=wn
~alus
&%
'I"&*
,e<.tur
+'*
Pcrmubm
hrut
T i m
&ntuk- L
.
-
Tlmbul
0unung
Umbonat
Daur
&a=-
Lobat
.dlk
A
lomhng
S1N.t
Berubang
sma
& n ~ g
=
ilambut
BNTUK D A R PMCGIR
~
.
Tumbuh k &lam
me&
B
-
Kompkks
Rhizoid
BENTUK DART ATAS
+erser=but
. &@PI&
Bulal dcngan
trpi timbul
Konoeks
-
-
&rbuklt
Krrte-
rlform
~ PENONJOLAN
K
Lampiran 4. Rekapitnlasi hasil uji organoleptik ikan gindara
Pengujian ini dilakukan oleh panelis semi terlatih dengan jumlah sebanyak 22 orang
Hasil perhitungan rata-rata :
Parameter
I Rata-rata hasil uji
lnsan
Konsistensi
1. Mata berdasarkan hasil organoleptik menunjukan bahwa bola mata sudah mulai agak cekung, pupil keabu-abuan, dan komea agak
keruh.
2. Insang benvarna merah agak kusam dan sedikit berlendir.
3. Bau netral
4. Konsistensi (agak padat, elastis, bila ditekanjari, dan sulit menyobek dari tulang belakang)
Lampiran 5. Koloni bakteri yang diisolasi
Lampiran 6. Kunci identifikasi bakteri Gram positif (Cowan dan Steel's 1993)
shaoe
A d d iml
Spwes
Motility
GmnUl in air
GmnUlannerabically
CaLame
Oids6e
GlumSC (atid)
OF
1
2
S
S
3
S
7
6
5
S
S
S
8
R
11
10
9
R
R
R
12
R
14
13
R
R
.
.
15
R
16
R
17
R
18
R
. . . . . . . .
.
.
.
.
+
+
&
+Jw
+
w
+
+
+
-
.
I-
e
.
D
01-
W
.
+
F
.
r
F
+
.
.
+
.
.
. . + . .
+ . + +
+ + - +
c
+
F
.
.
.
+
+
+
+
.
+
+
+
*
/
.
- -
F
F
Fl-
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
-
.
.
.
+
X
X
d
-
D
D
.
+
Fl- FlOl- 0
-
r
.
*
.
+
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
0 ON
.
.
.
.
.
.
.
. . . . . . . . . .
. . . . . . . . . .
. s . 4 .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
d . . . . . . . . . . . . .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
. . .
. . .
. . . . . . .
. . . . . . . . . .
. . . . O - n . - .
.
.
.
.
. : Peptococm, Peptoshepiococm (juga Leuconostoc)
NT:
+
.
.
.
.
.
S :
R :
+
.
-
.
.
.
.
.
.
.
.
+
+
.
.
.
.
.
.
.
.
X
+
.
+
D
+
+
.
O
+
-
.
.
.
.
+
.
+
F
.
.
.
.
X
-
W
.
F
.
.
. .
. .
.
.
.
F
.
.
.
.
F
.
.
.
.
+
.
+
+
D
-
+
X
+
+
21
R
F
.
.
.
.
.
-
+
.
R
F
.
.
.
. . . .
+ + +
+
+
* . + +
+
.
.
.
.
. . . . . .
.
.
.
.
M
19
R
. . . . . . . . . . . . . . . . . .
6.2
Keterangan:
4
S
juga Actinomyces, Odontolytim
reaksi berbcda diantara species
reaksi berbeda diantara galur
fermentatif
oksidatif
reaksi lemah
tidak diketahui
jenis yang tidak menghasilkan spora
bentuk tipikal
bulat
batang
tidak diuji
.
.
.
.
.
.
.
.
I
.
.
.
.
.
.
.
.
Lampiran 7. Skema identifikasi jenis bakteri menurut Shewan et al. 1970
I .
I'
I
1
Koilolllas.
I
A8:rnrnc>nns
gk,rn
..
I .
rnot1.l
.
okslLlare
-s .,?lrftr.
g~-&dsa"cC_\!-;
.
0 l i ~ I d n . c(1i.c
.
I
1
I,, j=u
I
r i d n k . her.Il~orcseosans
okaldasc
~ L X n l l n(11 L L )
I
i1
I
I
1
~ i d a kh ~ . r u o r n a
uarna k u n i n q
,
I.]
'
Fucrrnsccn-s
"l.n-","L
I
spesles t a l n
berv:,rna
I
.
~:n~crohncterlacr:ar.
.
I . '
nt,rz,xe!
I=
-
oksiilos~
I
~lavabocccrivn
Cvtoohoo.,
Lampiran 8. Hasil karakterisasi morfologi dan fisioloai bakten'
Download