PENGARUH PEMBERIAN KADAR KROMIUM YANG

advertisement
i
PENGARUH PEMBERIAN KADAR KROMIUM YANG BERBEDA DALAM
PAKAN TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN BAUNG
(Hemibagrus nemurus Blkr)
ENDANG PURNAMA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Pemberian Kadar Kromium
Yang Berbeda Dalam Pakan Terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Baung (Hemibagrus
nemurus Blkr) adalah benar hasil karya yang belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2008
Endang Purnama Sari
C151050111
iii
RINGKASAN
Dengan berkembangnya usaha budidaya ikan baung secara intensif, maka
kebutuhan benih akan meningkat. Keberhasilan usaha pembenihan ini salah satunya
dicapai dengan pendekatan pemberian pakan buatan yang tepat kualitas dan
kuantitasnya serta pakan yang ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian kromium dalam pakan terhadap kinerja pertumbuhan
ikan baung (Hemibagrus nemurus Blkr). Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan pakan
yang terdiri dari 4 kadar kromium (0,0; 1,47; 3,20 dan 4,59 ppm). Dua puluh ekor ikan
dengan bobot awal rata-rata 7,0 ± 0,2 g dimasukkan ke akuarium (50x40x35 cm). Ikan
diberi pakan tiga kali sehari secara at satiation selama 60 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung
kromium 3,20 ppm secara signifikan dapat meningkatkan retensi protein, ratio
RNA/DNA, efisiensi pakan dan laju pertumbuhan harian ikan baung yang optimum.
Pemberian kromium juga meningkatkan kadar glikogen hati dan daging. Sebaliknya,
pemberian kromium yang semakin tinggi ke dalam pakan dapat menurunkan kadar
lemak tubuh.
iv
ABSTRACT
This experiment was conducted to determine the effect of dietary chromium on
the growth performance of baung fish (Hemibagrus nemurus Blkr). This experiment
used four diets containing different level of chromium yeast (0.0, 1.47, 3.20, and 4.59
ppm kg-1). Twenty fish with the initial body weight 7.0 ± 0.2 g were placed in each
aquarium (50x40x35 cm). Fish fed on the experimental diets three times daily at
satiation for 60 days. Results of this experiment showed that chromium diets produced
body protein level, ratio RNA/DNA and protein retention higher than that of non
chromim diet. However, diet contained 3.20 ppm chromium yeast produced the highest
protein deposition, and produced the highest daily growth rate and feed efficiency. The
liver and carcass glikogen level increased as the chromium level of diet was elevated,
on the other side, body lipid level decreased as the chromium level of diet was elevated.
v
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB
vi
PENGARUH PEMBERIAN KADAR KROMIUM YANG BERBEDA DALAM
PAKAN TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN BAUNG
(Hemibagrus nemurus Blkr)
ENDANG PURNAMA SARI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
vii
Judul
:
PENGARUH PEMBERIAN KADAR KROMIUM YANG
BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KINERJA
PERTUMBUHAN IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus
Blkr)
Nama
:
ENDANG PURNAMA SARI
NRP
:
C151050111
Program Studi
:
ILMU PERAIRAN
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Dedi Jusadi
Anggota
Prof. Dr. Ing Mokoginta
Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Perairan
Prof. Dr. Enang Harris
Tanggal Ujian : 21 Januari 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas rahmat
dan karunia serta ridho-Nyalah tesis yang berjudul “Pengaruh Pemberian Kadar
Kromium Yang Berbeda Dalam Pakan Terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Baung
(Hemibagrus nemurus Blkr)” dapat diselesaikan.
Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr Ing Mokoginta dan Dr. Dedi Jusadi selaku komisi pembimbing atas
pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan
tesis ini sehingga dapat penulis selesaikan dengan baik.
2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan, Ketua dan Staf Laboratorium Nutrisi Ikan dan
Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam penyediakan fasilitas hingga
terlaksananya penelitian ini.
3. Ayahanda Syahri Ramadhan dan Ibunda tercinta, Mami dan Papiku tersayang,
Mama dan Umi, adik-adikku tercinta dan Mas Roni yang telah banyak memberikan
bantuan baik materi berupa moral maupun spritual.
4. Rekan-rekan angkatan 2004, 2005 dan 2006 Program Studi Ilmu Perairan, SPL-12
(2005), Botekhnologi angkatan 2006-2007, BIOREF-2006 dan adik-adik S1 BDP
serta Staf Perpustakaan Budidaya Perairan atas segala bantuan dan kerjasamanya.
Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin .
Bogor, Januari 2008
Penulis
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lipat kain (Riau), pada tanggal 09 Mei 1982 dari pasangan
Syahri Ramadhan dan Syahmidah (Alm). Penulis merupakan anak pertama dari lima
bersaudara. Penulis lulus SMA pada tahun 2000 dan melanjutkan program sarjana (S1)
di Universitas Riau, selesai pada Agustus tahun 2004. Selanjutnya, Pada September
2004 sampai Juni 2005 bekerja sebagai staf honorer di Darma Wanita Pemerintah
Provinsi Riau. Pada bulan Agustus 2005, penulis melanjutkan kuliah ke sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Perairan.
x
DAFTAR ISI
Daftar Isi
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Perumusan Hipotesa ......................................................................................... 3
Tujuan dan Manfaat.......................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Mikro Nutrien Ikan Baung.............................................................. 4
Kebutuhan Protein ................................................................................... 4
Kebutuhan Karbohidrat............................................................................ 5
Peran dan Pengaruh Kromium Terhadap Pertumbuhan ..................................... 6
BAHAN DAN METODE
Pakan Uji ........................................................................................................10
Pemeliharaan Ikan ...........................................................................................11
Uji Glukosa Darah...........................................................................................11
Analisis Kimia.................................................................................................12
Analisis Statistik..............................................................................................12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian ...............................................................................................15
Parameter Pemanfaatan Pakan ................................................................15
Pola dan Pemanfaatan Glukosa Darah.....................................................15
Komposisi Proksimat Tubuh, Kadar Glikogen Hati dan Daging,
Konsentrasi RNA, DNA, rasio RNA/DNA Hati dan Kadar
Kromium Tubuh dan Daging ..................................................................17
Pembahasan ....................................................................................................18
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .....................................................................................................22
Saran ...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23
LAMPIRAN ..............................................................................................................26
xi
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel
Halaman
1.
Kebutuhan kromium dalam pakan beberapa spesies ikan ..................................... 9
2.
Komposisi bahan dan proksimat pakan percobaan ................................................10
3.
Berbagai parameter pemanfaatan pakan ikan baung
selama 60 hari pemeliharaan ................................................................................15
4.
Komposisi prosimat tubuh pada awal dan akhir penelitian
yang dipelihara selama 60 hari dengan pemberian pakan
yang mengandung kromium (dalam berat kering).................................................17
5.
Kadar glikogen daging, konsentrasi RNA, DNA, rasio RNA/DNA hati,
kadar kromium tubuh dan daging ikan baung yang dipelihara
selama 60 hari dengan pakan yang mengandung kromium....................................18
xii
DAFTAR GAMBAR
Daftar Gambar
1.
Halaman
Pola kadar glukosa darah selama 18 jam setelah ikan baung
mengkonsumsi pakan dengan suplemen kromium ................................................16
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Daftar Lampiran
Halaman
1.
Prosedur analisis kadar protein (Takeuchi, 1988)..................................................26
2.
Prosedur analisis kadar lemak (Takeuchi, 1988) ...................................................27
3.
Prosedur analisis serat kasar (Takeuchi, 1988)......................................................27
4.
Prosedur analisis abu (Takeuchi, 1988) ................................................................28
5.
Prosedur analisis kadar air (Takeuchi, 1988) ........................................................28
6.
Pengukuran konsentrasi RNA...............................................................................29
7.
Pengukuran konsentrasi DNA ..............................................................................30
8.
Pengukuran glikogen (hati dan daging).................................................................31
9. Prosedur pengukuran glukosa darah......................................................................31
10. Prosedur analisa kromium (Takeuchi, 1988).........................................................32
11. Pertambahan bobot, laju pertumbuhan harian konsumsi pakan,
efisiensi pakan ikan baung yang diberi pakan mengandung
kromium selama 60 hari pemeliharaan .................................................................33
12. Pehitungan retensi protein ....................................................................................34
13. Perhitungan retensi lemak.....................................................................................35
14. Hasil analisis proksimat pakan uji ikan baung
(%bobot kering) ...................................................................................................36
15. Kadar kromium pada daging dalam tubuh ikan baung
yang dipelihara selama 60 hari..............................................................................36
16. Hasil analisis proksimat awal dan akhir ikan baung
yang dipelihara selam 60 hari dengan
pemberian pakan yang mengandung kromium ......................................................37
17. Kadar glukosa darah ikan baung setelah pemberian
pakan yang mengandung kromium ......................................................................38
xiv
18. Konsentrasi glikogen pada hati dan daging ikan baung
yang dipelihara selama 60 hari dengan pemberian
pakan yang mengandung kromium ......................................................................38
19. Konsentrasi RNA, DNA dan rasio RNA/DNA ikan baung
yang dipelihara selama 60 hari dengan pemberian
pakan yang mengandung kromium ......................................................................39
20. Tingkat kelangsungan hidup .................................................................................39
xiv
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan baung (Hemibagrus nemurus Blkr) merupakan salah satu jenis ikan air
tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia, terutama di Sumatera dan
Kalimantan dan ikan ini berpotensi untuk dibudidayakan karena memiliki nilai
ekonomis tinggi. Dengan berkembangnya usaha budidaya ikan baung secara intensif,
maka kebutuhan benih akan meningkat. Keberhasilan usaha pembenihan ini salah
satunya dicapai dengan pendekatan pemberian pakan buatan yang tepat kualitas dan
kuantitasnya serta pakan yang ramah lingkungan.
Penelitian pakan untuk ikan baung menunjukkan bahwa tepung ikan dapat
disubsitusikan dengan tepung kedelai sebanyak 75% (Pebriyadi, 2004) dan penambahan
fitase (Yulisman, 2006). Secara umum ikan kurang mampu memanfaatkan karbohidrat
pakan. Dibandingkan dengan hewan darat yang mampu memanfaatkan karbohidrat
sebesar 50-77% (Schneider et al, 1975), ikan omnivor dan herbivor mampu
memanfaatkan karbohidrat 30-40%, sedangkan ikan karnivor hanya mampu
memanfaatkan karbohidrat 10-20% (Wilson, 1994).
Perbedaan kemampuan memanfaatkan karbohidrat setiap spesies ikan berbeda.
Hal ini disebabkan oleh kemampaun organ pencernaan ikan dalam mencerna
karbohidrat pakan dan ketersediaan insulin dalam mentransfer glukosa ke dalam sel
sebagai sumber energi (Furuichi, 1988). Namun, beberapa penelitian memperlihatkan
bahwa adanya pemberian kromium dalam pakan dapat meningkatkan efisiensi
pemanfaatan karbohidrat dan selanjutnya efisiensi protein sebagai nutrien penting untuk
pertumbuhan.
Kromium sebagai mikronutrien, mempunyai peran utama dalam interaksi antara
insulin dan sel reseptor yang hadir bersama sebagai senyawa komplek yang disebut
GTF yang dapat memacu aktifitas insulin, membawa banyak glukosa ke dalam sel. Selsel akan mengubah glukosa menjadi energi. Tambahan energi ini sebagai sumber energi
untuk sintesis protein, pertumbuhan jaringan tubuh, pemeliharaan sel dan peningkatan
fertilitas. Kromium, sebagaimana mikromineral essensial lainnya, memiliki nilai kisaran
tertentu agar berfungsi secara optimum (Anderson, 1987). Selanjutnya kromium secara
tidak langsung melalui kerja insulin juga dapat memacu glikogenesis, lipogenesis,
2
pengangkutan serta pengambilan asam amino oleh sel melalui peningkatan sensitivitas
reseptor insulin (NRC, 1997; Vincent, 2000). Kromium juga mempengaruhi sintesis
asam nukleat (RNA) dan memainkan peranan dalam ekspresi gen (NRC, 1997; Xi et al,
2001) serta meningkatkan imunitas dan pemulihan pasca stress (Hastuti, 2004).
Peningkatan aktifitas insulin yang berkaitan dengan naiknya sensitivitas maupun
kuantitas reseptor insulin akan mempercepat aliran glukosa darah ke dalam sel target
untuk segera dimanfaatkan (NRC, 1997). Pemanfaatan glukosa darah yang semakin
cepat untuk pemenuhan kebutuhan energi akan mempengaruhi katabolisme protein
untuk energi sehingga menaikkan efisiensi penggunaan protein. Naiknya efisiensi
penggunaan protein diharapkan akan meningkatkan deposisi protein tubuh, yang berarti
pertambahan bobot atau terjadinya pertumbuhan.
Beberapa penelitian dengan menambahkan kromium ke dalam pakan dapat
meningkatkan pemanfaatan glukosa dan menghambat glukoneogenesis, misalnya pada
penelitian Hertz et al (1989) pada ikan mas dengan menggunakan Cr+3 dalam bentuk
CrCl36H2O. Shiau et al (2003) memberikan kromium pada ikan tilapia (Oreocromis
niloticus x O.auratus) dalam bentuk Cr-Pic dengan kadar 2 mg Cr+3 (kromium organik
bervalensi tiga)/kg pakan yang mengandung glukosa menghasilkan pertumbuhan,
retensi protein dan energi terbaik. Subandiyono et al (2004) memberikan kromium
dalam bentuk CrCl36H2O pada ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac) menghasilkan
laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan terbaik pada kadar 10 ppm CrCl3.
Kemudian Subandiyono (2004) juga memberikan kromium organik (Cr+3) dalam bentuk
kromium-ragi pada ikan gurame pada kadar 1,5 ppm Cr+3 yang memberikan
pertumbuhan terbaik. Selanjutnya Mokoginta et al (2004) memberikan kromium dalam
bentuk Cr organik pada ikan mas menghasilkan pertumbuhan dan retensi protein terbaik
pada kadar 1,6-2,2 ppm Cr+3, sedangkan pada ikan nila (O. niloticus) pertumbuhan
relatif tidak berbeda nyata tetapi retensi protein tertinggi diperoleh pada kadar 3,9 ppm
Cr+3 Mokoginta et al (2004). Pemberian Cr organik sampai kadar 4,5 ppm pada ikan
patin (Pangasius hypophthalmus) tidak memberikan pengaruh pada efisiensi
karbohidrat dan protein untuk pertumbuhan (Mokoginta et al, 2004). Sementara Susanto
(2006) melaporkan bahwa pemberian 3,0 ppm Cr+3 pada ikan bawal air tawar
menyebabkan ikan mampu memanfaatkan karbohidrat pakan lebih efisien sebagai
sumber energi sehingga dapat meningkatkan sintesa protein untuk pertumbuhan.
3
Penelitian-penelitian diatas menunjukkan hasil yang bervariasi untuk spesies
ikan yang berbeda dalam hal kadar kromium pakan yang optimum. Berdasarkan
informasi di atas maka perlu dilakukan penelitian pada ikan baung mengenai pemberian
kromium untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi dari karbohidrat.
Perumusan Hipotesa
Apabila penambahan kromium dapat mengefektifkan pemanfaatan karbohidrat
sebagai sumber energi untuk kebutuhan metabolisme, maka efisiensi protein akan
meningkat dan pertumbuhan akan lebih baik.
Tujuan dan Manfaat
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar kromium optimum pakan yang
menghasilkan kinerja pertumbuhan ikan baung yang terbaik. Sedangkan manfaat dari
penelitian ini adalah memberikan informasi formula pakan yang dapat meningkatkan
efisiensi pakan yang lebih optimal pada ikan baung.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Makro Nutrien Ikan Baung
Kebutuhan Protein
Protein merupakan komponen dasar dalam jaringan tubuh hewan dan merupakan
nutrien yang paling penting untuk pertumbuhan dan pertahanan tubuhnya (Hepher,
1990). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengaruh kadar protein pakan terhadap
pertumbuhan ikan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu jumlah dan jenis asam amino
essensial, kadar protein yang dibutuhkan, kandungan energi pakan dan faktor fisiologis
ikan.
Kebutuhan protein pada stadia awal lebih tinggi dibanding selama fase lanjutan
dari pertumbuhan. Lovell (1989) menyatakan bahwa protein juga dapat digunakan
sebagai sumber energi jika kebutuhan energi dari lemak dan karbohidrat tidak
mencukupi dan juga sebagai penyusun utama enzim, hormon dan antibodi. Atom-atom
N dari gugus purin dan pirimidin nukleotida yang merupakan basa penting dari DNA
dan RNA berasal pula dari asam-asam amino. Melihat pentingnya peranan protein
dalam tubuh maka pemberian protein dalam pakan perlu diberikan terus menerus dalam
kuantitas yang cukup dan kualitas yang baik. Kebutuhan protein dalam pakan secara
langsung dipengaruhi oleh pola asam amino essensial. NRC (1983) mengemukakan
bahwa kekurangan asam amino dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan.
Jika kebutuhan protein tidak dicukupi dalam makanan, maka akan terjadi
penurunan drastis atau penghentian pertumbuhan atau kehilangan bobot tubuh karena
hewan atau ikan akan menarik kembali protein dari beberapa jaringan untuk
mempertahankan fungsi dari jaringan yang lebih vital (NRC, 1983). Sebaliknya jika
suplai protein terlalu berlebihan maka energi yang digunakan untuk proses deaminasi
asam amino akan meningkat sehingga mengurangi energi untuk pertumbuhan.
Kebutuhan spesies ikan akan protein dan energi berbeda, hal ini dipengaruhi
oleh jenis dan ukuran ikan, lingkungan, kualitas protein dan daya cerna pakan. Kisaran
kebutuhan protein dalam pakan ikan adalah sebesar 35-50% (Hepher, 1990). Channel
catfish dan ikan sejenisnya membutuhkan 24-40% protein (NRC, 1977), sedangkan
5
menurut Cho et al (1985) bahwa kebutuhan protein optimal Channel catfish dan
sejenisnya berkisar antara 22-36%.
Ikan baung yang berukuran 1,3 gram dengan kadar protein dan rasio energi yang
optimal pada 29,1% dan 11,5 kkal DE/gram pakan dan kadar karbohidratnya adalah
46,83% serta lemak 14,6% dapat meningkatkan pertumbuhan optimal (Kurnia, 2002).
Pebriyadi (2004) menyatakan bahwa dengan menambahkan metionin dan tryptopan
maka bungkil kedelai dapat menggantikan tepung ikan sebesar 75% dalam pakan.
Imbangan protein dan energi sangat penting dalam menunjang pertumbuhan
ikan. Pakan yang mempunyai kadar protein tinggi belum tentu dapat mempercepat
pertumbuhan apabila total energi pakan rendah. Karena energi pakan terlebih dahulu
dipakai untuk kegiatan metabolisme standar, seperti respirasi, transport ion, dan
pengaturan suhu tubuh serta aktifitas lainnya. Energi untuk seluruh aktifitas tersebut
diharapkan sebagian besar berasal dari bahan nutrien non-protein, dalam hal ini
karbohidrat dan lemak. Apabila sumbangan energi dari bahan non-protein ini rendah
maka protein akan digunakan sebagai sumber energi untuk berbagai aktifitas tersebut
sehingga pertumbuhan akan berkurang. Dengan kata lain, penambahan energi nonprotein dapat meningkatkan fungsi protein dalam menunjang pertumbuhan ikan
(Furuichi, 1988). Selain lemak, energi non-protein dapat dipenuhi oleh karbohidrat,
karena sebagian besar enzim untuk mencerna karbohidrat tersedia pada ikan (Wilson,
1994) dan karbohidrat merupakan sumber energi yang relatif murah.
Kebutuhan Karbohidrat
Karbohidrat dalam pakan berada dalam bentuk serat kasar dan bahan ekstrak
tanpa nitrogen. Pada umumnya karbohidrat pada pakan digunakan sebagai sumber
energi bagi ikan meskipun penggunaannya lebih rendah daripada hewan domestik
lainnya (Furuichi,1988). Energi dari karbohidrat telah dibuktikan sama efektifnya
dengan energi dari lemak sebagai “protein sparing effect” untuk pertumbuhan
(Zonneveld et al, 1991). Karbohidrat juga merupakan sumber energi utama sebagian
besar hewan herbivor atau omnivor (Gallego et al, 1994).
Kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat lebih rendah dibandingkan
dengan hewan darat, namun karbohidrat harus tersedia dalam pakan, sebab jika
karbohidrat tidak tersedia maka nutrien yang lain seperti protein dan lemak akan
6
dimetabolisme untuk dijadikan energi sehingga pertumbuhan ikan akan menjadi rendah
(Wilson, 1994). Selanjutnya NRC (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan fingerling
catfish, lebih tinggi ketika pakannya mengandung karbohidrat dibandingkan hanya
mengandung lemak sebagai sumber energi non-protein. Wilson (1994) menyatakan
bahwa ikan yang diberi pakan tanpa karbohidrat memiliki laju pertumbuhan yang relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan pakan yang diberi karbohidrat. Kadar
karbohidrat optimum pada ikan omnivor adalah 30-40%, sedangkan untuk ikan karnivor
yaitu 10-20% (Furuichi,1988).
Kecernaan karbohidrat berbeda antar spesies ikan, hal ini disebabkan perbedaan
sistem dan enzim-enzim pencernaannya serta perbedaan jenis pakan yang dikonsumsi.
Selain itu kecernaan juga dipengaruhi umur ikan, dalam hal ini disebabkan adanya
perbedaan aktivitas enzim pada umur yang berbeda.
Walaupun demikian pemanfaatan karbohidrat oleh ikan dapat ditingkatkan
dengan menambahkan mikromineral kromium (Cr) dalam pakan seperti yang dilakukan
oleh Subandiyono (2004) pada ikan gurame (O. gouramy). Pemberian kromium pada
ikan gurame akan lebih efisien pada pakan dengan karbohidrat tinggi (40%)
dibandingkan dengan yang rendah (30%).
Peran dan Pengaruh Kromium Terhadap Pertumbuhan
Mertz dalam Piliang dan Djojosoebagjo (2006) melaporkan bahwa telah
ditemukan suatu komponen dalam zat makanan yang dikenal dengan faktor toleransi
glukosa (GTF) yang mengandung kromium sebagai komponen aktifnya. Kromium
trivalensi (Cr+3) merupakan status oksidasi yang paling stabil dan diperkirakan menjadi
yang terpenting bagi organisme. Sebagai kromium trivalensi, mineral ini sering terikat
pada ligan yang mengandung nitrogen, oksigen atau sulfur untuk membentuk senyawa
kompleks (Groff dan Gropper, 2000). Pada kondisi asam sebagaimana dalam lambung,
kromium trivalensi larut dan membentuk kompleks dengan beberapa ligan. Modus
penyerapan kromium belum diketahui, akan tetapi diduga melalui difusi atau oleh
pengangkut yang diperantarai pembawa (carrier mediated transport). Daya serapnya
bergantung pada dosis, berkisar antara 0,4 dan 3,0%. Daya serap dapat ditingkatkan
dengan keberadaan vitamin C atau pembentuk chelate untuk menghindari pengendapan
pada lingkungan basa seperti dalam usus halus (NRC, 1997).
7
Diantara logam pada golongan mikromineral, kromium merupakan logam yang
bersifat paling kurang beracun (Groff dan Gropper, 2000). Daya racun kromium dalam
status oksida heksavalen (Cr+6) lima kali lebih besar (NRC, 1997) atau bahkan sepuluh
hingga seratus kali lebih besar (Groff dan Gropper, 2000) dari pada kromium dalam
status oksida trivalen (Cr+3). Meskipun Cr+6 mempunyai daya larut, daya serap, dan
afinitas terhadap darah yang jauh lebih tinggi dibandingkan Cr+3 (NRC, 1997; Groff dan
Gropper, 2000).
Keracunan yang diakibatkan kromium jarang terjadi (Underwood dan Suttle,
1999). Hal tersebut dikarenakan : 1) terjadinya bioreduksi Cr+6 menjadi Cr+3 yang
kurang beracun oleh berbagai organisme (Underwood dan Suttle, 1999), 2) tingkat
toleransi hewan terhadap kromium (Cr+6) sangat tinggi, yaitu hingga lebih dari 1000
ppm bobot kering pakan dan bahkan mencapai 3000 ppm untuk Cr+3 (NRC, 1997;
Underwood dan Suttle, 1999), 3) kompleks kromium heksavalen segera diendapkan
begitu mencapai usus halus dan hampir tidak dapat diserap karena membentuk
kompleks dengan bobot molekul besar (NRC, 1997).
Jumlah kromium yang diabsorbsi tubuh sebesar 10-25% dalam bentuk ikatan
organik yang dikenal dengan GTF, sedangkan dalam bentuk kromium inorganik yang
berasal dari bahan makanan, hanya dapat diabsorbsi tubuh sebanyak 1%. Kromium
dalam bentuk trivalen (Cr+3) diketahui sebagai komponen mineral essensial GTF, yaitu
suatu komponen hati yang larut dalam air, plasma darah, ragi dan beberapa ekstrak
biologis serta sel (Linder, 1992). Akhir-akhir ini diketahui adanya aspartat selain ketiga
jenis asam amino tersebut, dan perkembangan selanjutnya GTF dikenal sebagai
kromodulin (Chromodulin) (Vincent, 2000). Kromodulin merupakan oligo peptida yang
mengikat kromium dan mempunyai bobot molekul rendah (Vincent, 2000). Dengan
menggunakan glutation (yaitu tripeptida yang mengandung glutamate, sistein, dan
glisin) pada kompleks kromium sintetik diketahui bahwa jenis asam nikotinat yang
berbeda mempunyai pengaruh yang besar terhadap penguatan potensi insulin, namun
tidak demikian halnya dengan jenis asam amino (Hepher, 1990). Penggantian glutamat,
sistein, ataupun glisin dengan tiga jenis asam amino yang lain tidak merubah
bioaktifitas GTF secara nyata. Namun jika penggantian tersebut dilakukan terhadap
asam nikotinat (misalnya diganti dengan asam pikolinat), bioaktifitas GTF akan
meningkat secara nyata. Kromium trivalen (Cr+3) merupakan logam dari kelompok
8
mikromineral yang telah diakui bersifat essensial baik untuk manusia, ruminansia dan
non ruminansia termasuk ikan.
Kromium merupakan bagian yang penting dari faktor toleransi glukosa (GTF)
(Linder, 1992). Secara biologis kromium aktif sebagai komponen GTF (NRC, 1997),
yang berperan dalam meningkatkan sensivitas jaringan terhadap insulin dan penggunaan
glukosa (NRC, 1997). Peran utama kromium dalam metabolisme adalah untuk
memperkuat aktifitas insulin melalui keberadaannya dalam molekul organometalik yang
disebut GTF, yang selanjutnya diketahui sebagai kromodulin (Vincent, 2000). Dalam
hal ini kromium (Cr) memperkuat kerja insulin melalui ‘glukosa tolerance faktor’
(GTF) (Vincent, 2000) dan membentuk suatu kompleks dengan insulin dan reseptor
insulin untuk memfasilitasi respon dari jaringan yang sensitif pada insulin. Selain
menstabilkan struktur insulin, kromium juga mempengaruhi status agregasi (kesatuan)
(Cr+3), kromium menjadi essensial untuk aktifitas enzim tertentu, stabilisasi protein
asam nukleat (NRC,1997).
Apakah kromium berbentuk organik ataukah anorganik yang dibutuhkan oleh
hewan tidaklah diketahui. Namun bentuk dari kromium pakan menentukan aktifitas
biologis. Diketahui bahwa bentuk kromium organik diserap 5 hingga 10 kali lebih
efektif daripada kromium klorida, yang diserap hanya 3% atau kurang
dan GTF
(kromium organik) dalam ragi ‘brewer’ mempunyai bio-availabilitas tertinggi
(Linder,1992).
Walaupun telah diketahui bahwa GTF mengandung kromium, bersamaan
dengan asam nikotinat, glisin, glutamat dan sistein, namun struktur asli dari kompleks
yang memperkuat insulin belum ditentukan. Hewan yang terganggu toleransi
glukosanya ternyata terlihat defisiensi akan GTF, dan suplementasi kromium
meningkatkan toleransi glukosa.
Defisiensi kromium telah dibuktikan pada beberapa spesies hewan dan manusia.
Pada tikus tanda-tanda awal defisiensi kromium adalah terganggunya toleransi glukosa
(Glucosa Tolerance). Defisiensi yang lebih parah akan mengakibatkan pertumbuhan
terganggu, hyperglycemia dan meningkatnya kadar kholesterol dalam serum (Piliang
dan Djojosoebagjo, 2006).
Xi et al, (2001) melaporkan bahwa suplementasi Cr-organik dalam bentuk
kromium pikolinat (CrPic) dapat meningkatkan persentase jaringan rendah lemak dalam
9
karkas babi. Selanjutnya dijelaskan bahwa peningkatan retensi protein babi yang diberi
pakan mengandung CrPic karena peningkatan pengambilan asam amino oleh sel-sel otot
untuk sintesis protein, dan berkaitan dengan penurunan kadar kortisol serta peningkatan
kandungan insulin-like growth faktor-I (IGF-I) yang menyebabkan peningkatan retensi
protein. Subandiyono (2004) juga menemukan peningkatan retensi protein dan deposisi
protein pada ikan gurami (O. gouramy) yang pakannya disuplementasi dengan kromium
1,5 ppm Cr+3.
Hertz et al (1989) melaporkan bahwa kromium dapat meningkatkan
pengangkutan glukosa darah ke dalam sel pada ikan mas (Cyprinus carpio). Adanya
kromium dalam darah menyebabkan glukosa dapat segera dimanfaatkan sebagai sumber
energi untuk memenuhi kebutuhan energi metabolisme sehingga sejumlah protein
tertentu dapat dimanfaatkan lebih efisien untuk pertumbuhan tanpa harus mengubahnya
menjadi energi melalui katabolisme. Hal ini berarti bahwa kromium secara tidak
langsung mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan protein pakan atau meningkatkan
deposisi protein tubuh untuk pertumbuhan.
Beberapa penelitian dengan menambahkan kromium ke dalam pakan dapat
meningkatkan pemanfaatan glukosa, menghambat glukoneogenesis, mencegah stress
dan meningkatkan pertumbuhan ikan. Pada Tabel 1 bawah ini dapat dilihat kebutuhan
kromium dalam pakan pada beberapa spesies ikan.
Tabel 1. Kebutuhan kromium dalam pakan beberapa spesies ikan
Spesies
Jenis Kromium
Kebutuhan
Nila (Oreochromis niloticus x O.auratus)
Cr2O3
300 mg/kg pakan
Nila (Oreochromis niloticus x O.auratus)
Cr-Pic
2 mg/kg pakan
Nila (Oreochromis niloticus)
Cr-ragi
3,9 ppm
Gurame (Osphronemus gouramy Lac)
Cr-ragi
1,5 ppm
Mas (Cyprinus carpio)
Cr-ragi
1,6-2,2 ppm
Bawal air tawar (Colossoma macropumum)
Cr-ragi
3 ppm
Lele dumbo (Clarias sp)
Cr-ragi
2,6 mg/kg pakan
10
BAHAN DAN METODA PENELITIAN
Pakan Uji
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan yang berkadar protein
35%. Formulasi pakan dimodifikasi dari hasil penelitian Yulisman (2006), seperti yang
tertera pada Tabel 2, dengan penambahan kadar kromium 0,00 ppm (kontrol); 1,47; 3,20
dan 4,59 ppm/kg pakan. Pembuatan kromium-ragi mengacu pada pada penelitian
Subandiyono (2004).
Tabel 2. Komposisi bahan dan proksimat pakan percobaan
Parameter
0,00
Kadar Kromium (ppm)
1,47
3,20
Bahan Pakan (%)
Tepung Ikan1
12,30
Tepung Kedelai1
58,40
Tepung Tapioka1
5,05
Minyak Ikan
4,00
Minyak Kedelai
4,40
Vitamin mix
1,50
Mineral mix2
5,80
Kromium-ragi
0,00
Ragi
1,20
Koline Klorida
0,50
L-Metionin
0,50
Fitase
0,35
Taurin
6,00
Komposisi Proksimat Pakan (% Bobot Kering)
Protein
35,40
Lemak
15,28
Serat Kasar
7,24
Abu
9,70
BETN3
32,39
Energi (kkal)4 / 100 g
504,31
Kromium (ppm Cr)
0,00
Kadar Air
8,93
4,59
12,30
58,40
5,05
4,00
4,40
1,50
5,80
0,40
0,80
0,50
0,50
0,35
6,00
12,30
58,40
5,05
4,00
4,40
1,50
5,80
0,80
0,40
0,50
0,50
0,35
6,00
12,30
58,40
5,05
4,00
4,40
1,50
5,80
1,20
0,00
0,50
0,50
0,35
6,00
35,55
16,76
5,41
10,05
32,23
510,95
1,47
9,20
35,56
15,57
6,31
9,72
32,84
506,01
3,20
8,90
35,85
14,85
5,66
10,01
33,62
501,42
4,59
9,17
Keterangan :
1.
Kandungan protein (bobot kering) tepung ikan 71,22%, tepung bungkil kedelai 45,02%, tepung
tapioka 0,95%
2.
Mineral yang digunakan adalah mineral mix tanpa P yang mengandung (g/kg pakan kering): NaCl
0,5; MgSO4.7H2O 7,5; KCl 17,53; Fe-citrat 1,25; CaCl2.2H2O 13,34; filler 30,5 dan trace element
mix (0,5 g) terdiri dari: ZnSO4.7H2O 17,365; MnSO4 8,1; CuSO4.5H2O 1,55; KIO3 0,15; dan filler
30,5
3.
Bahan ekstrak tanpa nitrogen
4.
Energi total (GE) dihitung berdasarkan nilai ekuivalen : protein 5,6kal/g, lemak 9,4 kkal/g dan BETN
4,1 kkal/g (Muchtadi et al, 1993)
11
Pemeliharaan Ikan
Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan baung dengan bobot ratarata 7,0 ± 0,2 g yang berasal dari Badan Riset Balai Budidaya Air Tawar, Sempur,
Bogor. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Sebelum
penelitian, ikan diadaptasikan terlebih dahulu terhadap kondisi laboratorium selama 1
minggu dan diberi pakan buatan dengan kadar protein 35%, frekuensi 3 kali sehari
secara at satiation. Setelah masa adaptasi selesai, ikan dipuasakan selama 24 jam,
kemudian ikan ditimbang dan dimasukkan ke dalam akuarium berukuran 50x40x35 cm
yang diisi air setinggi 30 cm dengan kepadatan 20 ekor per akuarium. Ikan diberi pakan
3 kali sehari yaitu pukul 8 pagi, 1 siang, 6 sore secara at satiation selama 60 hari. Pakan
yang diberikan pada ikan uji selama penelitian dicatat jumlahnya, hal ini berguna untuk
menentukan nilai konversi pakan.
Sistem pemeliharaan ikan dilakukan dengan menggunakan sistem resirkulasi.
Untuk menjaga kualitas air tetap baik, kotoran ikan dalam akuarium disipon setiap hari
yaitu pada pagi hari, air yang hilang diganti dengan air yang baru dengan volume yang
sama. Pada saat pengukuran kualitas air, kandungan oksigen terlarut berkisar 4,54-6,73
ppm, suhu berkisar 28-300C, derajat keasaman (pH) berkisar 6,30-7,39, dan total
amoniak terlarut berkisar 0,110-1,512 ppm.
Uji Glukosa Darah
Uji ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian kromium terhadap pola
pemanfaatan karbohidrat pakan oleh ikan baung. Setelah dilakukan penimbangan bobot
tubuh dan pengambilan sampel ikan, hati dan daging (otot) pada akhir penelitian untuk
uji pertumbuhan, maka sisa ikan tiap-tiap ulangan dalam perlakuan yang sama digabung
menjadi satu. Ikan ditebar ke dalam akuarium (50 x 40 x 35 cm) yang sebelumnya telah
disiapkan, dengan padat tebar 3 ekor/akuarium. Pakan yang digunakan sama dengan
pakan pada pemeliharaan ikan sebelumnya, yaitu 4 perlakuan dengan dosis kadar
kromium yang berbeda yaitu 0,00; 1,47; 3,20 dan 4,59 ppm/kg pakan.
Untuk memudahkan pengambilan darah agar ikan tidak stress, maka akurium
tersebut di atur menjadi 9 akuarium untuk satu perlakuan, sehingga dibutuhkan 36
akuarium. Sebelum perlakuan dimulai, ikan diadaptasikan terlebih dahulu dengan
12
pemberian pakan tanpa kromium selama seminggu dengan frekuensi tiga kali sehari
secara at satiation. Setelah masa adaptasi selesai, maka pemeliharaan dilakukan selama
10 hari dengan pemberian pakan yang berkromium secara at satiation dan frekuensi 3
kali sehari yaitu pukul 8 pagi, 1 siang dan 6 sore.
Sistem resirkulasi masih tetap digunakan untuk menjaga kualitas air. Setelah
sepuluh hari pemeliharaan, sampel darah diambil dari vena bagian caudal pada jam ke0, 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11 dan 18 post prandial menggunakan spuit bervolume 1 ml yang
telah dibilas dengan larutan antikoagulan natrium sitrat 1,5 ml. Sampel darah
disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Sebelum dilakukan
pengambilan darah, ikan terlebih dahulu dibius agar tidak mengalami stress.
Analisis Kimia
Analisis proksimat ikan dan analisis kromium dalam tubuh dan daging ikan
dilakukan di awal dan akhir uji pertumbuhan. Ikan sampel sebanyak 5 ekor setiap
ulangan secara acak, dicincang sampai halus (hancur) dan homogen. Hasil cincangan
yang sudah homogen dianalisis proksimat dan analisis kadar kromium menggunakan
metoda pada Takeuchi (1988) (Lampiran 1, 2, 3, 4, 5, dan 10).
Pada akhir uji pertumbuhan dilakukan pengambilan sampel hati dan daging
(otot) sebanyak 3 ekor ikan setiap ulangannya untuk analisis glikogen. Analisis ini
menggunakan metoda pada Takeuchi (1988) (Lampiran 8).
Sampel hati ikan sebanyak 3 ikan setiap ulangannya diambil lalu dilakukan
analisis RNA dan DNA dengan menggunakan alat gene quant (Lampiran 6 dan 7).
Analisis ini dilakukan pada uji pertumbuhan.
Mengingat ukuran ikan yang kecil maka pada analisis kadar glukosa darah ini,
darah dari 3 ekor ikan disatukan menjadi satu sampel darah. Kadar glukosa dianalisis
menurut metoda Wedemeyer (1977).
Analisis Statistik
Desain dari penelitian ini merupakan model ekperimental laboratoris, dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dosis
kromium yang berbeda dan 4 ulangan. Parameter dianalis keragamannya dengan
13
ANOVA dan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan
uji Tukey. Parameter yang diuji statistik adalah sebagai berikut :
1. Laju Pertumbuhan Harian
Wt = Wo (1 + 0.01α ) t
Keterangan :
Wt :
Wo :
t
:
α :
Rata-rata bobot individu pada waktu akhir penelitian (g)
Rata-rata bobot individu pada waktu awal penelitian (g)
Waktu pemeliharaan (hari)
Laju Pertumbuhan Harian
2. Efisiensi Pakan
EP = {[Wt + D − Wo] / F }x 100
Keterangan :
EP : Efisiensi pakan
Wt : Bobot ikan pada akhir penelitian (g)
Wo : Bobot ikan pada awal penelitian (g)
D
: Bobot total ikan yang mati selama penelitian (g)
F
: Jumlah (bobot) pakan yang dikonsumsi selama penelitian (g)
3. Retensi Protein
Pu
x 100%
Pc
Keterangan :
Rp : Retensi protein (%)
Pu : Bobot protein yang disimpan dalam tubuh (g)
Pc : Bobot protein yang dikonsumsi ikan (g)
Rp =
4. Retensi Lemak
Lu
x 100%
RI =
Lc
Keterangan :
RI : Retensi lemak (%)
Lu : Bobot lemak yang disimpan dalam tubuh (g)
Lc : Bobot lemak yang dikonsumsi oleh ikan (g)
14
5. Kadar Glikogen
G = (AbsSp/AbsSt) x GSt
Keterangan :
G
: Glukosa sampel (mg/100ml)
AbsSp : Absorbans sampel
AbsSt : Absorbans standar
Gst
: Kadar glukosa standar (mg/100ml)
6. Pola kadar glukosa darah dievaluasi secara deskriftif.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Parameter Pemanfaatan Pakan
Berbagai parameter pemanfaatan pakan yang meliputi perubahan bobot
biomassa, retensi protein (RP), retensi lemak (RL), laju pertumbuhan harian (LPH) dan
efisiensi pakan (EP) setelah dipelihara selama 60 hari disajikan pada Tabel 3. Data
lengkapnya terdapat pada Lampiran 11, 12 dan 13.
Tabel 3. Berbagai parameter pemanfaatan pakan ikan baung selama 60 hari
pemeliharaan
Kadar Kromium (ppm)
0,00
1,47
3,20
4,59
Bobot Awal (g)
142,41 ± 0,87
142,02 ± 0,56
142,35 ± 0,45
142,06 ± 0,21
Bobot Akhir (g)
916,78 ± 1,58
946,39 ± 3,03
971,14 ± 0,54
937,90 ± 1,46
Pertambahan Bobot (g)
774,37 ± 1,90
804,37 ± 2,70
828,79 ± 0,77
795,84 ± 1,39
Konsumsi Pakan (g)
925,38 ± 11,47
896,47 ± 3,21
872,55 ± 1,97
897,73 ± 2,86
RP (%)
32,33 ± 4,47a
39,61 ± 6,19ab
44,32 ± 3,92b
39,32 ± 4,99ab
a
a
a
46,85 ± 8,10
51,87 ± 4,66
46,87 ± 5,73a
RL (%)
45,51 ± 6,63
a
b
c
LPH (%)
3,15 ± 0,01
3,21 ± 0,01
3,26 ± 0,01
3,20 ± 0,00b
a
b
c
EP (%)
83,69 ± 1,06
89,73 ± 0,14
94,99 ± 0,31
88,65 ± 0,24b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
(p>0,05).
RP (Retensi Protein); RL (Retensi Lemak); LPH (Laju Pertumbuhan Harian); EP (Efisiensi
Pakan)
Parameter
Nilai pertambahan bobot biomassa ikan baung yang mengkonsumsi pakan
mengandung kromium lebih tinggi dari pada yang tanpa kromium (kontrol).
Penambahan kromium di dalam pakan sampai dengan 3,20 ppm secara signifikan
meningkatkan nilai retensi protein pakan dari 30,28% menjadi 44,32%. Sebaliknya,
nilai retensi lemak ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung kromium tidak
berbeda nyata dengan yang tanpa kromium. Pemberian kromium 3,20 ppm dapat
meningkatkan nilai laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan tertinggi.
Pola Pemanfaatan Glukosa Darah
Kadar glukosa darah ikan baung yang dipelihara dengan pemberian pakan yang
mengandung kromium sesaat sebelum (jam ke-0) dan setelah mengkonsumsi pakan
(jam ke-1, 2, 3, 5, 7, 9, 11 dan 18 jam post prandial) disajikan pada Gambar 1 dan
Lampiran 17.
16
Dari uji toleransi glukosa pada ikan baung yang mengkonsumsi pakan berbeda
menghasilkan suatu pola perubahan yang sama, meskipun kadar glukosa pada setiap
titik pengamatan berbeda. Pada keadaan jam ke-0, kadar glukosa darah ikan yang
mengkonsumsi pakan tidak berbeda.
Glukosa Darh (mg/100)
160
0,00
1,47
3,20
4,59
140
120
ppm
ppm
ppm
ppm
100
80
60
40
20
0
0
5
10
15
20
Jam Setelah Makan
Gambar 1. Pola kadar glukosa darah selama 18 jam setelah ikan baung mengkonsumsi
pakan dengan suplemen kromium.
Kadar glukosa darah segera meningkat setelah ikan mengkonsumsi sejumlah
pakan dan menurun kembali setelah mencapai puncak. Permulaan turunnya puncak
kadar glukosa darah tanpa maupun dengan pemberian kromium terjadi pada periode
waktu yang tidak sama. Puncak glukosa darah ikan yang mengkonsumsi pakan dengan
penambahan kromium pada jam ke-7 post prandial. Sedangkan ikan yang
mengkonsumsi pakan tanpa kromium (kontrol) lebih lambat mencapai puncak yaitu
pada jam ke-9 post prandial. Penurunan puncak kadar glukosa darah tercepat terjadi
pada kelompok ikan yang mengkonsumsi kromium 3,20 ppm. Delapan belas jam
setelah mengkonsumsi pakan, kadar glukosa darah semua ikan uji sudah kembali ke
posisi semula. Pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang diberi kromium terjadi
penurunan glukosa lebih cepat dari perlakuan kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa
kromium mampu mengaktifkan insulin dan menurunkan glukosa darah ke sel lebih
cepat.
17
Komposisi Proksimat Tubuh, Kadar Glikogen Hati dan Daging, Konsentrasi RNA,
DNA, Rasio RNA/DNA Hati dan Kadar Kromium Tubuh dan Daging
Komposisi proksimat tubuh ikan baung pada awal dan akhir penelitian, kadar
glikogen hati dan daging, konsentrasi RNA, DNA, rasio RNA/DNA hati serta kadar
kromium tubuh dan daging setelah ikan dipelihara selama 60 hari dengan pemberian
pakan yang mengandung kromium disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5 serta Lampiran
15, 16, 18 dan 19.
Tabel 4. Komposisi proksimat tubuh pada awal dan akhir penelitian yang dipelihara
selama 60 hari dengan pemberian pakan yang mengandung kromium (dalam
% bobot kering)
Kadar
Kromium
(ppm)
Awal Penelitian
Parameter
Protein
Lemak
Serat Kasar
BETN
Abu
55.22
19.61
1.84
9.56
13.78
Akhir Penelitian
0,00
48,83 ± 1,21a
28,65 ± 0,65c
1,88 ± 0,07c
6,92 ± 1,44a
13,48 ± 0,62b
b
c
b
ab
1,47
52,32 ± 1,64
28,27 ± 0,39
1,78 ± 0,03
4,86 ± 2,68
11,53 ± 0,35a
27,17 ± 0,15b
1,73 ± 0,07bc 6,88 ± 1,10ab
11,44 ± 0,49a
3,20
53,53 ± 1,09b
b
a
a
b
4,59
52,11 ± 1,08
25,45 ± 0,37
1,64 ± 0,01
9,15 ± 1,04
11,63 ± 0,26a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
(p>0,05).
Kadar protein tubuh pada akhir penelitian mengalami penurunan sejalan dengan
bertambahnya bobot tubuh selama pemeliharaan. Kadar protein tubuh ikan yang
mengkonsumsi pakan mengandung kromium lebih tinggi dari pada yang tanpa kromium
(kontrol). Sementara penambahan kromium sampai kadar 4,59 ppm dalam pakan yang
diberikan dapat menurunkan kadar lemak tubuh secara signifikan.
Kadar glikogen hati dan daging yang mengkonsumsi pakan yang mengandung
kromium mengalami peningkatan dibandingkan ikan yang hanya mengkonsumsi pakan
kontrol (tanpa pemberian kromium). Peningkatan glikogen pada hati dan daging
tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya kadar kromium yang diberikan dalam
pakan (Tabel 5 dan Lampiran 18).
Pemberian kromium 3,20 ppm dapat meningkatkan konsentrasi RNA, DNA
dan rasio RNA/DNA tertinggi. Semakin meningkatnya kadar pemberian kromium di
dalam pakan, memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar kromium daging dan
tubuh ikan (Tabel 5). Sampai kadar 4,59 ppm secara signifikan meningkatkan kadar
18
kromium daging dari 0,29 ppm hingga 0,60 ppm. Begitu juga hal nya dengan kromium
tubuh dari 0,84 ppm hingga 3,65 ppm.
Tabel 5 . Kadar glikogen hati dan daging, konsentrasi RNA, DNA, rasio RNA/DNA
hati dan kadar kromium tubuh dan daging ikan baung yang dipelihara selama
60 hari dengan pakan yang mengandung kromium
Parameter
0,00
Kadar Kromium (ppm)
1,47
3,20
4,59
Kadar Glikogen (µg/g)
Hati
18,92 ± 1,04a
31,08 ± 2,70b
47,30 ± 0,90c
55,86 ± 2,08d
Daging
1,80 ± 0,00a
3,60 ± 0,00b
5,41 ± 0,00c
7,21 ± 0,00d
Konsentrasi RNA, DNA, Rasio RNA/DNA pada akhir penelitian (µg/ml)
101,73 ± 1,43b
109,03 ± 2,58c
103,10 ± 1,32b
RNA
82,93 ± 3,56a
a
b
c
DNA
7,25 ± 0,06
7,90 ± 0,29
8,30 ± 0,16
8,08 ± 0,13bc
a
b
b
RNA/DNA
11,44 ± 0,53
12,89 ± 0,36
13,14 ± 0,38
12,77 ± 0,08b
Kadar Cr Daging (ppm)
Awal
0,28
0,28
0,28
0,28
Akhir
0,29 ± 0,02a
0,37 ± 0,02a
0,50 ± 0,03b
0,60 ± 0,01c
Kadar Cr Tubuh (ppm)
Awal
0.18
0,18
0,18
0,18
Akhir
0,84 ± 0,04a
1,28 ± 0,27b
2,60 ± 0,52c
3,65 ± 0,25d
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
(p>0,05).
Pembahasan
Kromium dapat meningkatkan kinerja insulin melalui GTF (kromodulin) dimana
kromium akan membentuk suatu komplek dengan reseptor insulin untuk memfasilitasi
respon jaringan yang sensitif terhadap insulin (Vincent, 2000). Naiknya aktivitas insulin
akan menstimulir produksi enzim pencernaan antara lain amilase sehingga terjadi
kenaikan penyerapan glukosa. Pada Gambar 1 terlihat bahwa adanya pemberian
kromium menyebabkan penyerapan glukosa yang lebih tinggi pada perlakuan pakan
berkromium. Selanjutnya, glukosa yang diserap akan masuk ke dalam sel-sel jaringan
dengan cepat, sehingga pada pakan yang diberi kromium, kadar glukosa darah menurun
dengan cepat pada jam ke-7 post prandial. Sedangkan yang tidak diberi kromium pada
jam-9 post prandial. Selain itu naiknya aktivitas insulin juga akan memacu pada
pengambilan asam amino ke dalam sel, hal ini berarti bahwa ketersediaan energi dari
glukosa dan asam amino dalam sel akan semakin tinggi, sehingga peluang untuk sintesis
protein akan semakin besar. Naiknya rasio RNA/DNA pada pakan yang diberi kromium
menaikkan terjadinya sintesis protein yang lebih tinggi baik pada hati maupun daging
ikan. Namun demikian, pada Tabel 5 terlihat bahwa kadar protein tubuh dan daging
naik sampai pada pakan dengan kadar kromium 3,2 ppm. Setelah itu kadar protein
19
menurun kembali. Hal ini kemungkinan karena tingginya kadar kromium di dalam
pakan. Salah satu pengamatan kromium berlebih adalah adanya persaingan dalam hal
transportasi mineral dalam darah. Kadar kromium yang berlebih akan menggeser
mineral lain seperti Fe pada transferin. Hastuti (2004) memperlihatkan bahwa terjadi
penurunan Fe plasma pasca-infeksi yang lebih besar pada kadar kromium pakan 0,0 dan
4,9 ppm, jadi fungsi kromium yang optimal terdapat pada kadar kromium 1,5 -3,2 ppm,
sehingga retensi protein, efisiensi pakan, kadar glukosa dan respon imunitas juga tinggi.
Xi et al (2001) melaporkan bahwa suplemen kromium dapat meningkatkan sintesis
protein dan selanjutkan pada peningkatan pertumbuhan yang berkaitan dengan perannya
pada insulin dalam hal meningkatkan pengambilan asam amino oleh jaringan,
meningkatkan sintesis RNA dan penurunan kortisol. Kromium dapat mempengaruhi
sintesis asam nukleat (RNA) dan memainkan peranan dalam struktur dan ekspresi gen
(NRC, 1997; Xi et al. 2001; Pechova et al. 2007). Kromium juga menjadi essensial
untuk aktifitas enzim tertentu dan menstabilisasi protein asam nukleat (NRC, 1997).
Pakan yang diberi kromium menunjukkan peningkatan rasio RNA/DNA
(Pechova et al, 2007). Rasio RNA/DNA dapat menggambarkan naiknya sintesis protein.
Dengan naiknya rasio RNA/DNA berarti ada peningkatan sintesis protein sehingga
kadar protein tubuh ikan yang diberi kromium lebih tinggi dari ikan kontrol. Berarti
sebagian besar protein pakan dapat dikonversi menjadi protein tubuh atau dengan kata
lain retensi protein lebih tinggi pada pakan berkromium. Namun, retensi potein terbaik
terdapat pada kadar kromium 3,20 ppm. Selain itu naiknya konsentrasi DNA
menunjukkan juga terjadinya replikasi sel yang menggambarkan adanya pertumbuhan.
Retensi lemak yang dihasilkan sama setiap perlakuan. Dengan demikian, karena
adanya retensi protein yang berbeda maka perlakuan 3,20 ppm menghasilkan laju
pertumbuhan dan efisiensi pakan tertinggi. Hal yang sama juga ditemukan pada spesies
ikan lain dimana adanya nilai efisiensi pakan yang tinggi menunjukkan bahwa adanya
pemberian kromium yang mampu memanfaatkan energi yang terdapat dalam pakan
terutama karbohidrat dan lemak dalam pakan secara efisien untuk berbagai aktifitas
tanpa menganggu jumlah protein yang digunakan untuk pertumbuhan (Subandiyono,
2004; Susanto, 2006; Aryansyah, 2007).
Insulin
berperan dalam metabolisme karbohidrat yaitu memacu proses
glikogenesis dan lipogenesis (Underwood dan suttle, 1999; Pechova et al. 2007).
20
Glikogenesis adalah suatu proses pembentukan glikogen sebagai energi cadangan yang
berasal dari kelebihan glukosa sebagai sumber energi metabolis baik di organ hati
maupun di otot (daging). Indikasi terjadinya proses glikogenesis baik pada hati maupun
pada daging terlihat dari hasil pengukuran kadar glikogen hati dan daging yang terdapat
cukup tinggi. Pemberian kromium memberikan pengaruh terhadap jumlah glikogen
yang disimpan. Semakin tinggi kromium yang diberikan, jumlah glikogen yang
terbentuk juga semakin tinggi pula. Demikian juga dengan kadar glikogen daging,
kadarnya meningkat seiring dengan meningkatnya kadar kromium pakan, tetapi
kadarnya lebih rendah dari pada di hati. Kadar glikogen di hati yang tinggi merupakan
cadangan energi yang secara cepat dapat dipakai tubuh bila kekurangan energi.
Adanya peningkatan aktivitas insulin akan meningkatkan lipogenesis (Pechova
et al. 2007). Lipogenesis adalah proses pembentukan lemak terutama pada hati dan
jaringan adiposa yang berasal dari lemak, karbohidrat maupun pakan. Kadar lemak
tubuh menurun sejalan dengan peningkatan kadar kromium pakan (Tabel 5). Hal ini
mengindikasikan rendahnya sintesis lemak tubuh oleh ikan, karena sebagian besar
lemak dipakai untuk energi metabolis. Fenomena yang sama juga diperoleh Susanto
(2006) terhadap ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang diberi kromium
yang menghasilkan kadar lemak tubuh yang tertinggi pada ikan kontrol dibandingkan
ikan yang diberi kromium. Sementara Subandiyono (2004) melaporkan bahwa pada
ikan gurame yang karbohidrat pakannya tinggi diberikan kromium maka akan terjadi
proses lipogenesis, sebaliknya jika karbohidrat pakan rendah diberikan kromium maka
tidak terjadi lipogenesis. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa keberadaan kadar
kromium optimum di dalam pakan setiap spesies ikan akan ditentukan juga oleh jumlah
masukan dari karbohidrat pakan yang dibutuhkan dan ukuran ikan
Beberapa penelitian dengan menambahkan kromium ke dalam pakan dapat
meningkatkan pemanfaatan glukosa dan menghambat glukoneogenesis, misalnya pada
penelitian Hertz et al (1989) pada ikan mas dengan menggunakan Cr+ dalam bentuk
CrCl36H2O. Subandiyono et al (2004) memberikan kromium dalam bentuk CrCl36H2O
pada ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac) menghasilkan laju pertumbuhan harian
dan efisiensi pakan terbaik pada kadar 10 ppm CrCl3. Kemudian Subandiyono (2004)
juga memberikan kromium organik (Cr+3) dalam bentuk kromium-ragi pada ikan
gurami pada kadar 1,5 ppm Cr+3 yang memberikan pertumbuhan terbaik. Selanjutnya
21
Mokoginta et al (2004) memberikan kromium dalam bentuk Cr organik pada ikan mas
menghasilkan pertumbuhan dan retensi protein terbaik pada kadar 1,6-2,2 ppm Cr+3,
sedangkan pada ikan nila (O. niloticus) pertumbuhan relatif tidak berbeda nyata tetapi
retensi protein tertinggi di dapat pada kadar 3,9 ppm Cr+3 Mokoginta et al (2004).
Pemberian Cr organik pada ikan patin (Pangasius hypophthalmus) tidak memberikan
pengaruh pada efisiensi karbohidrat dan protein untuk pertumbuhan (Mokoginta et al,
2004). Sementara Susanto (2006) melaporkan bahwa pemberian 3,0 ppm Cr+3 pada ikan
bawal air tawar menyebabkan ikan mampu memanfaatkan karbohidrat pakan lebih
efisien sebagai sumber energi sehingga dapat meningkatkan sintesa protein untuk
pertumbuhan.
Ternyata dari penelitian ini ikan baung dengan ukuran 7 gram memerlukan 3,20
ppm kromium dalam pakan, lebih mendekati kebutuhan ikan bawal air tawar.
22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian kromium dalam pakan sebesar 3,20 ppm/kg pakan, mampu
menghasilkan kinerja pertumbuhan ikan baung yang terbaik
Saran
Dikarenakan keterbatasan dalam memanfaatkan karbohidrat yang berbeda pada
setiap ukuran ikan baung, maka untuk pembesaran ikan baung dengan ukuran 7 gram,
dapat menggunakan formulasi pakan dengan penambahan kromium pada kadar
optimum sebesar 3,20 ppm/kg pakan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, A. R. 1987. Trace elements in human and animal nutrition, p. 225-240. In :
Mertz .W (ed). Chromium. Department of Agriculture. Beltsville Human
Nutrition Research Center.
Aryansyah H. 2007. Pengaruh pemberain pakan dengan kadar kromium berbeda
terhadap kinerja pertumbuhan ikan lele dumbo (clarias sp) [skripsi]. Bogor :
Institut Pertanian Bogor. 45 hal.
Berger, L.L. 1996. Trace mineral : keys to immunity. http://www.saltinstitue.org/salt.
css.11/8/2006.
Cho CY, Cowey CB and Watanabe T. 1985. Finfish nutrition in asia. Methodological
approach of research and development. Ottawa, Ont. DCR. 154 pp.
Furuichi M. 1988. Fish Nutrition, p.1-78. In : Watanabe T (ed). Fish nutrition and
mariculture. Tokyo. Department of Aquatic Biosciences Tokyo University of
Fisheries.
Groff J.L, Gropper S.S. 2000. Advances nutrition and human metabolism. 3th. Edition.
Wadsworth-Thomson Learning, Balmount, USA. 584 pp.
Gallego M.G, Bzoca J, Akharbach H, Suarez M.D, Sanz A. 1994. Utilization of
different carbohydrates by the european eel (Anguilla anguila). Aquaculture
124 : 99-108.
Hastuti S. 2002. Respon fisiologis ikan gurame (O. gouramy) yang diberi pakan
mengandung kromium-ragi terhadap penurunan suhu lingkungan [Disertasi].
Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 104 hal.
Hepher B. 1990. Nutrition of Pond Fishes. New York. Cambridge Univercity Press.
Hertz Y, Mader Z, Hepher B, Gertler A, 1989. Glucose metabolism in the common carp
(Cyprinus carpio L) : The effect of cobalt and chromium. Aquaculture 9:259273.
Huisman E.A, 1976. Food conversion efficiencies at maintenance and production levels
for carp, Cyprinus carpio L and Rainbow Trout, Salmon gairdneri R.
Aquaculture 9:256-273.
Kurnia A. 2002. Pengaruh pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein yang
berbeda terhadap efisiensi pakan dan pertumbuhan benih ikan baung (Mystus
nemurus C.V) [Thesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
45 hal.
24
Lehninger A.L. 1993. Dasar-dasar biokimia (terjemahan). Jakarta. Erlangga. 73 hal.
Linder M.C. 1992. Nutrisi dan metabolisme karbohidrat, hal. 27-58. Dalam : Linder,
M.C (ed). Biokimia Nutrisi dan Metabolime (terjemahan). Jakarta . UI-Press.
Indonesia.
Lovell T. 1988. Nutrition and feeding of fish. Auburn Univercity. Published by van
nostrand academy of sciences washington DC. 260 pp.
Mokoginta I, Hapsyari F, Suprayudi M.A. 2004. Peningkatan retensi protein melalui
peningkatan efisiensi karbohidrat pakan yang diberi chromium pada ikan mas
(Cyprinus carpio). J. Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 3(2) : 3741.
Mokoginta I, Agustina V.S, Utomo N.B.P. 2004. Pengaruh kadar kromium pakan yang
berbeda terhadap retensi protein, pertumbuhan dan kesehatan ikan nila
(Orechromis niloticus). J. Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 12 (1) :
33-37
Muchtadi D, Palupi S. N, Astawan M. 1993. Metabolisme zat gizi Jilid I. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. Hal 12.
[NRC] National Research Countil. 1977. The role of chromium in animal nutrition.
National acad. Press. Washington DC. 80 pp.
[NRC] National Research Countil. 1983. Nutrient requirement of warmwater fishes and
shellfishes. Revised Edition. National Academy of Sciences Washington DC.
102 pp.
[NRC] National Research Countil. 1993. Nutrient requirements of fish. Washington DC
: National Academy of Science.
Pebriyadi B. 2004. Penambahan metionin dan triptofan dalam pakan benih ikan baung
(Mystus nemurus CV) yang mengandung tepung bungkil kedelai tinggi
[Thesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Pechova A, Palata L. 2007. Chromium as an essential nutrient : a riview. Veterinarni
Medicine. 52 (1): 1-18.
Piliang W.G dan Djojosoebagjo S. 2006. Fisiologi nutrisi II. Bogor. IPB Press. 238 hal.
Shiau Y. S, Liu S, Pan Q, Zuo B.Y. 2003. The effect of chromium picolinat on growth
and carbohydrate utilization in tilapia, Oreochromis niloticus x O. Auratus.
Shiau Y.S, Shy M. S. 1998. Dietary chromic oxide inclusion level required to maximize
glukose utilization in hibrid tilapia, Oreochromis niloticus x O. Auratus
25
Subandiyono, Mokoginta I, Sutardi T. 2004. Pengaruh kromium dalam pakan terhadap
kadar glukosa darah, respiratori, eksresi NH3-N, dan pertumbuhan ikan
gurame. Hayati, 10:25-29.
Schneider B.H, Flatt W.P. 1975. The evaluation of feeds through digestibility
experiments. The Univercity of Georgia Fress. Athens. 267 pp.
Susanto A. 2006. Pengaruh pemberian kromium organik terhadap kinerja pertumbuhan
ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) [Thesis]. Bogor : Sekolah
Pasca Sarja Institut Pertanian Bogor. 46 hal.
Takeuchi T. 1988. Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrients, p. 179233. In Watanabe T. (ed): Fish nutrition and mariculture. Tokyo. Departement
of Aquatic Biosciences Tokyo Univercity of Fisheries. JICA.
Underwood E.J, Suttle N.F. 1999. The mineral nutrition of livestock. 3th Ed. CABI. Pub.
Oxon, UK. 624 pp.
Vincent J.B. 2000. The biochemistry of chromium. J. Nutr., 130 : 715-718.
Wilson R.P. 1994. Utilization of dietary carbohidrate by fish. Aquaculture, 124:67-80.
Wedemeyer G.A and Mcleay D.J. 1981. Methods for determining the tolerance of fishes
to enviromental stressors, p:247-275. In Pickering A.D. (ed). Stress and fish.
New York. Academic Press.
Xi G, Xu Z, Wu S, Chen S. 2001. Effect of chromium picolinate on growth
performance, carcass characteristics, serum metabolites and metabolism of
lipid in pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci., 14 (2) : 256-262.
Yulisman. 2006. Pengaruh penambahan fitase dalam pakan terhadap ketersediaan fosfor
dan pertumbuhan ikan baung (Mystus nemurus) )[Thesis]. Bogor : Sekolah
Pasca Sarja Institut Pertanian Bogor. 38 hal.
Zonneveld N, Huisman LA dan Boon J.H. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta
. PT. Gramedia Pustaka Utama. 318 hal.
26
Lampiran 1. Prosedur analisis kadar protein (Metode Semi Mikro Kjedahl,
Takeuchi, 1988)
A. Prosedur Oksidasi:
1. Sampel ditimbang 0,5 g (S), dimasukkan ke dalam labu kjedahl.
2. Katalis (K2SO4 + CuSO4 + H2O) rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 g dan
dimasukkan ke dalam labu kjedahl.
3. 10 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu kjedahl kemudian dipanaskan
pada suhu 400oC selama 3-4 jam sampai cairan dalam labu berwarna hijau
bening.
4. Larutan didinginkan, ditambahkan air destilasi 100 ml, kemudian larutan
dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades hingga volume
larutan tersebut mencapai 100 ml (larutan A).
B. Prosedur Destilasi:
1. Labu erlenmeyer diisi dengan 10 ml H2SO4 0,05 N, ditambahkan 2 tetes
indikator methyl red (larutan B).
2. Larutan A diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% lalu
dimasukkan ke dalam lebu kjedahl. Lakukan destruksi selama 10 menit mulai
saat tetesan pertama pada larutan B.
C. Titrasi:
1. Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N, dan volume titran dicatat.
2. Dilakukan juga terhadap blanko dengan prosedur yang sama.
D. Protein (%) =
0,0007 * x(Vb − Vs)xFx6,25 * *x20 * * *
S
Keterangan:
Vs = volume titran NaOH 0,05 N (ml) untuk sampel
Vb = volume titran NaOH 0,05 N (ml) untuk blanko
F
= faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH
S
= bobot sampel (g)
*
= setiap ml 0,05 N NaOH ekivalen dengan 0,0007 g nitrogen
** = faktor pengali nitrogen
*** = volume larutan sampel yang diambil dari 100 ml menjadi 5 ml
27
Lampiran 2. Prosedur kadar lemak (Metode ether ekstraksi: Takeuchi, 1988).
1. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 110oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan
dalam eksikator selama 30 menit. Panaskan kembali selama 30 menit, lalu
didinginkan, kemudian ditimbang. Proses tersebut diulang sampai tidak ada
perbedaan bobot labu lebih dari 0,3 mg. Bobot labu ekstraksi (A)
2. Sampel sebanyak 1 – 2 gram dimasukkan ke dalam tabung filter, lalu dipanaskan
pada suhu 90o – 100oC selama 2 – 3 jam.
3. Tabung filter ditempatkan pada no.2 ke dalam ekstraksi dari soxchlet. Kemudian
disambungkan ke kondensor labu ekstraksi pada no.1 yang telah diisi 100 ml
petroleum ether.
4. Dilakukan pemanasan ether pada labu ekstraksi dengan mengguanakan water bath,
suhu 70oC selama 16 jam.
5. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 100oC, kemudian ditimbang (B).
B-A
6.
% lemak =
% lemak =
x 100%
B−A
x 100%
Bobot sampel
Bobot sampel
Lampiran 3. Prosedur analisis serat kasar (Takeuchi, 1988).
1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110oC, lalu
didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (X1).
2. Sampel ditimbang 0,5 g (A), dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
3. H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer lagi kemudian
dipanaskan selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml dimasukkan
ke dalam erlenmeyer lagi kemudian dipanaskan selama 30 menit.
4. Larutran dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong buchner
dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi.
5. Larutan dan bahan yang ada pada corong buchner dibilas secara berturut-turut
dengan 50 ml air panas, H2SO4 0,3 N, air panas 50 ml, dan 25 ml aseton.
6. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselen, dikeringkan selama
1 jam kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (X2).
7. Kemudian dipanaskan dalam tannur 600oC hingga berwarna putih, dinginkan dalam
eksikator dan ditimbang (X3).
8. Serat kasar (%) =
X2 − X1 − X3
100
A
28
Lampiran 4. Prosedur analisis kadar abu (Takeuchi, 1988).
1. Cawan porselen dipanaskan pada suhu 600oC selama 1 jam dengan menggunakan
muffle furnace, kemudian dibiarkan sampai suhu muffle furnace turun sampai suhu
110oC, lalu cawan porselen dikeluarkan dan didinginkan dalam eksikator selama 30
menit, lalu ditimbang (A).
2. Sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen lalu ditimbang (B) pada suhu 600oC,
sampai bahan berwarna putih.
3. Cawan porselen dikeluarkan lalu didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, lalu
ditimbang (C).
C-A
% abu =C − A
4. % abu =
x 100
B%
-A
B− A
x 100%
Lampiran 5. Prosedur analisis kadar air (Takeuchi, 1988).
1. Cawan dipanaskan pada suhu 105oC selama 3 jam.
2. Bahan seberat A gram dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang (X gram).
3. Cawan yang sudah berisi bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 3
jam, selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (Y gram).
4. Prosedur no.3 diulang kembali sampel berat sampel konstan (tidak berubah).
5. % kadar air =
% kadar air =
(X − Y)
(X – xY)
100%
A
x 100%
A
29
Lampiran 6. Pengukuran Konsentrasi RNA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9..
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Timbang sampel sebanyak 25-50 mg
Masukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml yang telah berisis 200 µl ISOGEN (on ice),
kemudian digerus sampai hancur
Jika belum hancur, tambahkan lagi 200 µl ISOGEN, digerus kembali sampai
semua jaringan hancur
Jika semua jaringan telah hancur, tambahkan 400 µl ISOGEN (volume akhir 800
µl)
Simpan di suhu ruang selama 5 menit (lysis)
Tambahkan 200 µl Chloroform (CHCL3), vortex selama 15 detik pada kecepatan
sedang
Simpan di suhu ruang, selama 2-3 menit.
Sentrifus pada suhu ruang, selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk dipindah ke
tube yang baru
Pindahkan supernatan pada tube baru yang telah berisi 400 µl Isopropanol
Vortex pelan sampai homogen, simpan pada suhu ruang selama 5-10 menit
Sentrifus pada suhu 40C kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit.
Supernatan dibuang, tambahkan 1 ml Ethanol 70% dingin. (Jangan divortex)
Sentrifus pada suhu 40C kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit.
Buang supernatan, lalu dikering udarakan. Setelah kering, tambahkan DEPC (2050 µl
Konsentrasi larutan RNA di ukur dengan menggunakan alat Gene Quant
30
Lampiran 7. Pengukuran Konsentrasi DNA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9..
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Timbang 5-10 mg sampel, tambahkan 200 µl cell lysis solution
Tambahkan 1,5 µl poteinase K (20 mg/ml). Inkubasi pada suhu 550C
Sampel dikeluarkan dari alat inkubator dan biarkan sampai mencapai suhu ruang.
Tambahkan 1,5 µl Rnase (4 mg/ml), aduk dengan hati-hati sebanyak 25 kali.
Inkubasi pada suhu 370C selama 60 menit
Keluarkan sampel dari alat inkubator dan biarkan sampai mencapai suhu ruang.
Tambahkan 100 µl protein precipitation solution. Disimpan on ice selama 5 menit
Sentrifuse pada 12.000 rpm selama 3 menit
Pindahkan supernatan ke tube baru yang telah berisi 300 µl isopropanol, diaduk
dengan hati-hati sebanyak 50 kali
Sentrifuse 12.000 rpm selama 3 menit
Pindahkan / buang supernatan, tambahkan 300 µl etanol 70% dingin, diaduk
dengan hati-hati
Buang etanol dan kering udarakan pellet DNA ± 15 menit
Tambahkan 50 µl DNA rehydration solution atau SDW, inkubasi pada 650C
selama 1 jam
Simpan larutan DNA pada refrigator (suhu 40C)
Larutan DNA diencerkan sebanyak 40 kali
Alat Gene Quant dinyalakan, dan kuvet dikeluarkan dari tempat penyimpanan lalu
dibilas dengan aquades. Kalibrasi dilakukan dengan mengukur absorbansi pelarut
(SDW untuk DNA) dengan memasukkan ke dalam alat, lalu tekan tombol ”set
ref”, hasil pembacaan akan menunjukkan nilai absorbansi 0.000. Dilanjutkan
dengan pengukuran konsentrasi DNA
Kuvet yang akan digunakan, dibilas terlebih dahulu dengan 20 µl larutan DNA
yang akan diukur. Setelah itu larutan diukur dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak
70 µl dan kuvet diletakkan di dalam alat
Setelah tombol ”sampel” ditekan dan konsentrasi larutan sudah terbaca, kuvet
dikeluarkan dan dibilas dengan akuades.
31
Lampiran 8. Pengukuran Glikogen (Hati dan Daging)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Didihkan 100 mg jaringan otot atau hati dalam 3 ml 30% KOH sampai melarut
(20-30 menit)
Tambahkan 0,5 ml Na2SO4 jenuh dan 3,5 ml 95% ethanol, panaskan. Lalu
dinginkan, sentrifuse dan buang supernatan.
Larutkan glikogen dalam 2 ml air dan endapkan kembali dengan 2,5 ml 95%
ethanol
Buang supernatan dan hidrolisa glikogen yang mengendap selama 30 menit dalam
2 ml 5 M HCL dalam waterbath mendidih
Dinginkan, dan netralkan dengan 0,5 M NaOH (Gunakan 1 tetes phenolred sebagai
indikator). Kemudian encerkan sampai suatu volume yang diketahui
Tentukan kandungan glukosanya sebagaimana prosedur pengukuran glukosa pada
lampiran 3.
Perhitungan :
Plotkan konsentrasi sampel terhadap kurva standar glukosa
(1 gram glikogen = 1,11 g glukosa)
Lampiran 9. Prosedur Pengukuran Glukosa Darah
1.
2.
3.
Masukkan 0,05 ml sampel, standar glukosa (konsentrasi 50, 100, 200, 400 mg/100
ml), dan aquades (blanko) ke dalam tabung uji yang terpisah yang telah berisi 3,5
color reagent.
Panaskan semua tabung dalam waterbath mendidih selama 10 menit, angkat, dan
di dinginkan sampai temperatur ruang. Warna ini stabil selama 1 jam.
baca absorbansi sampel dan standar glukosa pada panjang gelombang 635 nm.
Nolkan colorimeter dengan menggunakan reagent blanko.
PERHITUNGAN :
Glukosa (mg / 100 ml ) =
Au (Cs)
As
Keterangan : Au = Absorbansi sampel
Cs = konsentrasi standar
As = Absorbansi standar
32
Lampiran 10. Prosedur Analisis Kromium (Takeuchi, 1988)
1.
2.
3.
4.
Bahan ditimbang sebanyak 1 gram (A) lalu dimasukkan ke dalam labu kjedahl
Ditambahkan larutan standar kromium sebanyak 1 ml dan nitric acid 5 ml
Dipanaskan hingga larutan tersisa 1 ml, kemudian dinginkan
Tambahkan perchloric acid 3 ml, lalu panaskan lagi hingga larutan berwarna jingga,
dan dinginkan
5. Larutan diencerkan hingga volumenya 100 ml
6. Diukur nilai absorbannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 350 nm
(X)
7. Larutan standar kromium dimasukkan ke dalam labu kjedahl sebanyak 1 ml
ditanbahkan nitric acid 5 ml
8. Dipanaskan hingga larutan tersisa 1 ml, kemudian didinginkan
9. Ditambahkan perchloric acid 3 ml, lalu dipanskan lagi hingga larutan berwarna
jingga, dan didinginkan
10. Larutan diencerkan hingga volumenya 100 ml
11. diukur nilai absorbannya pada spektrofotometer dengan oanjang gelombang 350 nm
(Y)
X
12. Konsentrasi Cr =
x 2 1 xAx10
Y
33
Lampiran 11 . Pertambahan bobot, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan dan sekresi total amonia ikan baung yang
diberi pakan yang mengandung kromium selama 60 hari pemeliharaan.
Kadar
Kromium
(ppm)
0,00
Bobot Awal
(g)
Bobot Akhir
(g)
Pertambahan Bobot
(g)
Laju Pertumbuhan
Harian (%)
Konsumsi Pakan
(g)
Efisiensi Pakan
(%)
Konversi Pakan
1
2
3
4
143,69
142,21
141,82
141,92
142,41 ± 0.87
916,90
914,51
917,89
917,81
916,78 ± 1.58
773,21
772,30
776,07
775,89
774,37 ± 1.90
3,14
3,15
3,16
3,16
3,15 ± 0.01
909,83
937,09
929,41
925,21
925,38 ± 11.47
84,98
82,42
83,50
83,86
83,69 ± 1.06
1,18
1,21
1,20
1,19
1,20 ± 0.02
1
2
3
4
142,84
141,72
141,61
141,89
142,02 ± 0.56
945,57
949,78
942,64
947,56
946,39 ± 3.03
802,73
808,06
801,03
805,67
804,37 ± 2.70
3,20
3,22
3,21
3,22
3,21 ± 0.01
895,82
898,85
892,19
899,04
896,47 ± 3.21
89,61
89,90
89,78
89,61
89,73 ± 0.14
1,12
1,11
1,11
1,12
1,11 ± 0.00
1
2
3
4
142,71
141,79
142,18
142,73
142,35 ±0.45
970,73
971,18
971,89
970,76
971,14 ± 0.54
828,02
829,39
829,71
828,03
828,79 ± 0.77
3,25
3,26
3,26
3,25
3,26 ± 0.01
873,50
871,72
870,25
874,72
872,55 ± 1.97
94,79
95,14
95,34
94,66
94,99 ± 0.31
1,05
1,05
1,05
1,06
1,05 ± 0.00
1
2
3
4
141,93
142,37
142,05
141,90
142,06 ± 0.21
936,75
939,23
936,53
939,10
937,90 ± 1.46
794,82
796,86
794,48
797,20
795,84 ± 1.39
3,20
3,20
3,20
3,20
3,20 ± 0.00
893,45
899,31
899,00
899,18
897,73 ± 2.86
88,96
88,61
88,37
88,66
88,65 ± 0.24
1,12
1,13
1,13
1,13
1,13 ± 0.00
Ulangan
Rata-Rata
1,47
Rata-Rata
3,20
Rata-Rata
4,59
Rata-Rata
34
Lampiran 12. Perhitungan Retensi Protein
Parameter
Ulangan
Kadar Kromium (ppm)
1,47
3,20
142,84
142,71
141,72
141,79
141,61
142,18
141,89
142,73
Bobot Awal
1
2
3
4
0,00
143,69
142,21
141,82
141,92
4,59
141,93
142,37
142,05
141,90
Bobot Akhir
1
2
3
4
916,90
914,51
917,89
917,81
945,57
949,78
942,64
947,56
970,73
971,18
971,89
970,76
936,75
939,23
936,53
939,10
Protein Pakan
Jumlah Protein Awal : 11,75%
(Bobot Basah) dari bobot tubuh (g)
1
2
3
4
14,07
15,35
14,26
13,60
16,78
16,65
16,64
16,67
16,77
16,66
16,71
16,77
16,68
16,73
16,69
16,67
Kadar Protein Ikan Akhir (%)
1
2
3
4
11,45
14,73
11,67
10,78
11,19
16,28
13,03
14,14
15,45
12,86
13,93
15,60
13,61
15,46
13,17
12,38
Jumlah Protein Ikan Akhir (g)
1
2
3
4
104,95
134,74
107,11
98,90
105,82
154,59
122,83
133,94
149,96
124,85
135,39
151,48
127,50
145,18
123,36
116,24
Jumlah Protein Yang Disimpan Dalam
Tubuh (g)
(Protein Ikan Akhir - Protein Ikan Awal)
1
2
3
4
90,88
120,00
95,44
88,13
94,63
138,31
109,80
119,81
134,51
112,00
121,46
135,88
113,89
129,72
110,19
103,86
Pakan Ikan
Konsumsi Pakan (g)
1
2
3
4
909,83
937,09
929,41
925,21
895,82
898,85
892,19
899,04
873,50
871,72
870,25
874,72
893,45
899,31
899,00
899,18
Kadar Protein Pakan (%)
1
2
3
4
32,93
32,93
32,93
32,93
32,56
32,56
32,56
32,56
32,57
32,57
32,57
32,57
32,82
32,82
32,82
32,82
Jumlah Protein Pakan (g)
Selama Penelitian
1
2
3
4
299,61
308,58
306,05
304,67
291,68
292,66
290,50
292,73
284,50
283,92
283,44
284,90
293,23
295,15
295,05
295,11
Retensi Protein (%)
1
2
3
4
30,33
38,89
31,18
28,92
32,44
47,26
37,80
40,93
47,28
39,45
42,85
47,69
38,84
43,95
37,35
35,19
35
Lampiran 13. Perhitungan Retensi Lemak
Parameter
Ulangan
Kadar Kromium (ppm)
1,47
3,20
142,84
142,71
141,72
141,79
141,61
142,18
141,89
142,73
Bobot Awal
1
2
3
4
0,00
143,69
142,21
141,82
141,92
4,59
141,93
142,37
142,05
141,90
Bobot Akhir
1
2
3
4
916,90
914,51
917,89
917,81
945,57
949,78
942,64
947,56
970,73
971,18
971,89
970,76
936,75
939,23
936,53
939,10
Lemak Pakan
Jumlah Lemak Awal : 4,26%
dari bobot tubuh (g)
1
2
3
4
14,07
15,35
14,26
13,60
16,78
16,65
16,64
16,67
16,77
16,66
16,71
16,77
16,68
16,73
16,69
16,67
Kadar Lemak Ikan Akhir (%)
1
2
3
4
11,45
14,73
11,67
10,78
11,19
16,28
13,03
14,14
15,45
12,86
13,93
15,60
15,31
15,12
11,97
12,54
Jumlah Lemak Ikan Akhir (g)
1
2
3
4
104,95
134,74
107,11
98,90
105,82
154,59
122,83
133,94
149,96
124,85
135,39
151,48
143,44
142,02
112,15
117,79
Jumlah Lemak Yang Disimpan Dalam
Tubuh (g)
(Lemak Ikan Akhir - Lemak Ikan Awal)
1
2
3
4
90,88
120,00
95,44
88,13
94,63
138,31
109,80
119,81
134,51
112,00
121,46
135,88
128,12
126,90
100,17
105,24
Pakan Ikan
Konsumsi Pakan (g)
1
2
3
4
909,83
937,09
929,41
925,21
895,82
898,85
892,19
899,04
873,50
871,72
870,25
874,72
893,45
899,31
899,00
899,18
Kadar Lemak Pakan (%)
1
2
3
4
32,93
32,93
32,93
32,93
32,56
32,56
32,56
32,56
32,57
32,57
32,57
32,57
32,82
32,82
32,82
32,82
Jumlah Lemak Pakan (g)
Selama Penelitian
1
2
3
4
299,61
308,58
306,05
304,67
291,68
292,66
290,50
292,73
284,50
283,92
283,44
284,90
293,23
295,15
295,05
295,11
Retensi Lemak (%)
1
2
3
4
30,33
38,89
31,18
28,92
32,44
47,26
37,80
40,93
47,28
39,45
42,85
47,69
43,69
42,99
33,95
35,66
36
Lampiran 14. Hasil Analisis Proksimat Pakan Uji Ikan Baung (% Bobot Kering)
Analisa
Protein
Lemak
Abu
Serat Kasar
BETN
0,00
35,40
15,28
9,70
7,24
32,39
Kadar Kromium (ppm)
1,47
3,20
35,55
35,56
16,76
15,57
10,05
9,72
5,41
6,31
32,23
32,84
4,59
35,85
14,85
10,01
5,66
33,62
Lampiran 15. Kadar Kromium Pada Daging Dan Tubuh Ikan Baung Yang Dipelihara
Selama 60 Hari
Kadar Kromium
(ppm)
Ulangan
Konsentrasi Kromium (ppm)
Daging
Tubuh
0,00
1
2
3
4
0,27
0,30
0,28
0,32
0,29 ± 0.02
0,80
0,87
0,81
0,88
0,84 ± 0.04
1,47
1
2
3
4
0,35
0,36
0,39
0,40
0,37 ± 0.02
1,11
1,09
1,66
1,25
1,28 ± 0.27
3,20
1
2
3
4
0,51
0,52
0,53
0,46
0,50 ± 0.03
2,48
2,67
1,99
3,24
2,60 ± 0.52
4,59
1
2
3
4
0,60
0,62
0,60
0,60
0,60 ± 0.01
3,40
3,91
3,47
3,82
3,65 ± 0.25
37
Lampiran 16. Hasil Analisa Proksimat Awal Dan Akhir Ikan Baung Yang Dipelihara
Selama 60 Hari Dengan Pemberian Pakan yang Mengandung Kromium
Kadar
Kromium
(ppm)
Ulangan
% Kering
Protein
55,22
Lemak
19,61
Serat Kasar
1,84
Abu
13,78
BETN
9,56
1
2
3
4
47,43
49,85
48,19
49,83
48,83 ± 1,21
28,15
28,76
29,52
28,16
28,65 ± 0,65
1,98
1,85
1,86
1,83
1,88 ± 0,07
13,63
12,57
13,88
13,84
13,48 ± 0,62
8,82
6,96
6,55
5,34
6,92 ± 1,44
1,47
1
2
3
4
53,6599
53,3842
52,1647
50,0579
52,32 ± 1,64
27,69
28,54
28,43
28,41
28,27 ± 0,39
1,78
1,78
1,75
1,83
1,78 ± 0,03
11,38
11,96
11,62
11,15
11,53 ± 0,35
2,50
3,35
5,03
8,55
4,86 ± 2,68
3,20
1
2
3
4
53,02
53,99
53,51
53,60
53,53 ± 1,09
27,09
27,04
27,16
27,38
27,17 ± 0,15
1,82
1,71
1,75
1,66
1,73 ± 0,07
11,55
12,09
11,08
11,03
11,44 ± 0,49
6,52
6,17
8,51
6,33
6,88 ± 1,10
4,59
1
2
3
4
52,1747
53,1062
52,5898
50,6041
52,11± 1,08
25,1377
25,2863
25,4161
25,9764
25,45 ± 0,37
1,65
1,63
1,63
1,65
1,64 ± 0,01
11,55
11,97
11,68
11,34
11,63 ± 0,26
9,49
8,01
8,68
10,42
9,15 ± 1,04
Awal
Akhir
0,00
38
Lampiran 17. Kadar Glukosa Darah Ikan Baung Setelah Pemberian Pakan yang
Mengandung Kromium
Waktu pengambilan darah jam
ke0
1
2
3
5
7
9
11
18
Kadar Kromium (ppm)
0,00
40
50
58
70
80
102
118
106
43
1,47
46
58
70
82
100
122
114
98
47
3,20
50
62
74
84
104
130
108
90
51
4,59
52
56
76
94
106
138
118
102
52
Lampiran 18. Konsentrasi Glikogen Hati Dan Daging Ikan Baung Yang Dipelihara
Selama 60 Hari Dengan Pemberian Pakan yang Mengandung
Kromium
Kadar Kromium
(ppm)
Ulangan
Konsentrasi Glikogen (µg/g)
Hati
Daging
0,00
1
2
3
4
19,82
18,02
19,82
18,02
18,92 ± 1.04
1,80
1,80
1,80
1,80
1,80 ± 0.00
1,47
1
2
3
4
28,83
28,83
32,43
34,23
31,08 ± 2.70
3,60
3,60
3,60
3,60
3,60 ± 0.00
3,20
1
2
3
4
48,65
46,85
46,85
46,85
47,29 ± 0.90
5,41
5,41
5,41
5,41
5,41 ± 0.00
4,59
1
2
3
4
54,05
57,66
57,66
54,05
55,86 ± 2.08
7,21
7,21
7,21
7,21
7,21 ± 0.00
39
Lampiran 19. Konsentrasi RNA, DNA dan rasio DNA/RNA Ikan Baung Yang
Dipelihara selama 60 Hari Dengan Pemberian Pakan yang Mengandung
Kromium
Kadar
Kromium
(ppm)
0,00
Ulangan
RNA (µg/ml)
DNA (µg/ml)
RNA/DNA
1
2
3
4
79,90
83,30
80,70
87,80
82,93 ± 3.56
7,20
7,30
7,30
7,20
7,25 ± 0.06
11,10
11,41
11,05
12,19
11,44 ± 0.53
1,47
1
2
3
4
103,70
101,60
100,30
101,30
101,73 ± 1.43
8,30
7,60
7,80
7,90
7,90 ± 0.29
12,49
13,37
12,86
12,82
12,89 ± 0.36
3,20
1
2
3
4
107,10
111,30
111,20
106,50
109,03 ± 2.58
8,50
8,30
8,30
8,10
8,30 ± 0.16
12,60
13,41
13,40
13,15
13,14 ± 0.38
4,59
1
2
3
4
103,60
104,65
102,56
101,60
103,10 ± 1.32
8,10
8,20
8,10
7,90
8,08 ± 0.13
12,79
12,76
12,66
12,86
12,77 ± 0.08
Lampiran 20. Tingkat Kelangsungan Hidup
Ulangan
0,00
1,47
3,20
4,59
0,00
100
100
100
100
Kadar Kromium
1,47
100
100
100
100
(ppm)
3,20
100
100
100
100
4,59
100
100
100
100
Download