Insektisida Mikroba Sebagai Pengendali Populasi Hama dan Penyakit Tumbuhan Insektisida Mikroba Serangga adalah kelompok organisme paling banyak di muka bumi, dan mereka mempengaruhi manusia secara negatif dengan berbagai cara : Menyebabkan kerusakan tanaman yang luas, Berperan sebagai vektor, baik bagi penyakit manusia ataupun hewan. Sejarah insektisida Selama tahun 1940-an, sejumlah insektisida kimia telah dikembangkan sebagai alat pengendali perkembangan populasi serangga yang berbahaya. Salah satunya adalah chlorinated hydrocarbon DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane). DDT terbukti secara efektif mampu membunuh dan mengendalikan banyak spesies serangga yang menyerang sistem saraf dan jaringan otot serangga. Golongan chlorinated hydrocarbon lain seperti: dieldrin, aldrin, chlordane, lindane, dan toxophene mampu disintesa dan diaplikasikan dalam skala besar. Golongan lain dari insektisidakimia disebut golongan organophosphates, termasuk malathion, parathion, dan diazinon. Generasi pertama golongan organophosphates dikembangkan sebagai agen kimia waktu masa peperangan. Saat ini mereka digunakan untuk mengendalikan populasi serangga dengan menghambat enzim acetylcholinesterase, yang menghidrolisa pemancar saraf acetylcholine. Insektisida ini mengganggu fungsi gerak dan saraf otak serangga. Pada awal tahun 1960-an, lebih dari 100 juta Ha lahan pertanian Amerika diberi perlakuan dengan insektisida kimia. Akan tetapi, masa sekarang para peneliti menyadari bahwa insektisida golongan chlorinated hydrocarbon dan organophosphate memiliki dampak dramatis terhadap hewan, ekosistem, dan manusia. DDT, diketahui dapat bertahan di dalam lingkungan selama 15-20 tahun dan terakumulasi dengan meiningkatnya konsentrasinya melalui rantai makanan. Bioakumulasi ini di dalam jaringan lemak memiliki dampak biologis yang signifikan pada banyak organisme. Sebagai contoh, di Amerika Utara, banyak spesies burung termasuk burung elang pemangsa, rajawali, pelikan terpopulasi secara parah. Kekurangan insektisida kimia Populasi serangga hama yang menjadi target meningkat ketahanannya terhadap banyak insektisida kimia. Insektisida kimia dijumpai kekurangan kespesifikan; sehingga, serangga berguna ikut terbunuh bersamaan dengan serangga hama. Kadang-kadang musuh alami dari spesies serangga hama lebih banyak terbunuh daripada organime target. Oleh karena kelemahan-kelemahan insektisida kimia, dicari cara alternatif untuk mengendalikan serangga yang berbahaya selama 20 tahun terakhir ini. Penggunaan insektisida yang dihasilkan secara alami oleh mikroorganisme atau tanaman merupakan pilihan yang nyata, Kenapa? Karena sangat spesifik bagi spesies serangga Biodegradable Perlahan untuk menyeleksi ketahanan. Para peneliti mampu memanipulasi gen yang mengencode agen serangga patogenik dan mengenalkan mereka pada mikroba target yang dapat menginfeksi serangga-serangga ini. Racun Insektisida Bacillus thuringiensis Insektisida mikroba dapat menjadi suatu organisme yang menghasilkan bahan beracun yang membunuh spesies serangga atau memiliki kemampuan menginfeksi secara fatal serangga target spesifik. Insektida mikroba yang paling banyak dipelajari, paling efektif dan paling sering digunakan adalah racun yang disintesa oleh Bacillus thuringiensis. Bakteri ini terdiri dari sejumlah strain yang berbeda yang masing-masing menghasilkan racun yang berbeda yang dapat membunuh serangga spesifik. Contoh: B. thuringiensis kurstaki, beracun terhadap larva lepidoptera, termasuk ngengat, kupu-kupu, moths, ulat kol, dan ulat pohon cemara. B. thuringiensis israelensis, mampu membunuh diptera, seperti nyamuk dan lalat hitam. B. thuringiensis tenebrionis, efektif terhadap coleoptera (kumbang), seperti kumbang kentang dan kumbang penggerek. Cara Kerja Untuk membunuh seekor serangga hama, B. thuringiensis harus dicerna sebagai kontak bakteri atau racun dengan permukaan seekor serangga tidak memiliki pengaruh terhadap organisme target. B. thuringiensis umumnya diaplikasikan dengan penyemprotan, sehingga biasanya diformulasikan dengan feromon serangga untuk mengingkatkan kemungkinan serangga target akan memakan racun tersebut. Keuntungan Oleh karena racun harus dimakan, sehingga membatasi kepekaan serangga yang bukan target terhadap insektisida ini. Kekurangan Serangga yang menyerang akar tanaman, biasanya kurang suka memakan racun B. thuringiensis karena disemprotkan pada permukaan tanaman inang. Racun B. thuringiensis hanya bisa membunuh serangga yang peka selama tahap perkembangan spesifik. Nilainya 1.5-3 kali sama banyaknya sebagai insektisida kimia. Ketahanan serangga terhadap racun yang dihasilkan oleh bakteri ini mungkin terjadi. Contoh penggunaan Insektisida Bakteri Bacillus thuringiensis sub specs. kurstaki digunakan sebagai cara utama mengendalikan kumbang penggerek pada pohon cemara di Kanada. Penggunaannya meningkat dari 1% pada tahun 1979 hingga sekitar 74% pada tahun 1986 untuk mengendalikan kumbang penggerek pada pohon cemara di kanada. Di negara lain, B. thuringiensis kurstaki telah digunakan untuk mengendalikan ulat, ngengat, dan ulat pada kubis dan tembakau. Bagaimana Caranya Bekerja? Aktifitas insektisida B. thuringiensis kurstaki dan strain lain terkandung dalam satu struktur yang sangat besar, disebut “parasporal crystal”, yang disintesa selama sporulasi bakteri. Kristal adalah jumlah kumpulam satu jenis protein yang dapat dipisahkan dengan perlakuan basa sedang ke lapangan sebanyak 2 subunit (masing-masing 130 kDa). Kristal paraspora bukan merupakan bentuk aktif dari insektisida; namun merupakan protoxin, suatu pendahuluan bentuk aktif toksin. Ketika kristal paraspora dimakan oleh serangga target, protoxin dikativasi di dalam ususnya dengan kombinasi pH basa (7.5 to 8.0) dan enzim pencerna spesifik protease, yang mengubah protoxin menjadi bentuk aktif dengan 68 kDa. Ketika toksin berubah ke bentuk aktifnya, ia memesukkan dirinya ke dalam membran sel epitel usus serangga dan menciptakan suatu jalur ion di mana terjadi kehilangan ATP sel. Lebih kurang 15 menit setelah jalur yang membentuk metabolisme sel terhenti, serangga berhenti makan, menjadi dehidrasi dan akhirnya mati. Dua hal yang membuat proses ini menjadi spesifik : 1. keperluan untuk media basa 2. Keperluan untk enzim protease spesifik B. thurigiensis kurstaki diaplikasikan dengan penyemprotan kira-kira 1 .3 to 2.6 X 108 spora per m2 daerah target pada puncak populasi larva dari organisme target. Kristal hidupnya pendek karena ia pecah setelah terkena sinar matahari, sehingga cocok disemprot pada saat mendung. Baculovirus sebagai Agen Biokontrol Baculovirus berbentuk batang, virus doublestranded DNA dapat menginfeksi dan membunuh sejumlah besar organisme invertebrata yang berbeda. Sub group dari famili virus ini bersifat patogenik pada beberapa kelas serangga, Lepidoptera, Hymenoptera, Diptera, Neuroptera, Trichoptera Coleoptera,dan Homoptera. Oleh karena itu, beberapa baculovirus penting untuk mengendalikan hama tertentu, dan terdaftar sebagai pestisida. Masalah!!! Virus membunuh serangga secara perlahan-lahan dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu. Penyelesaian !!! Meningkatkan virulensi virus dengan mengenalkan gen asing yang akan mampu merusak dengan parah atau membunuh serangga target menggunakan gen tersebut yang menggagu siklus sel serangga. Selama perkembangan serangga, hormon juvenil larva diperlukan untuk proses metamorfosis, sekarang hormon ini didegradasi dengan kerja hormon estrase juvenil yang merupakan enzim yang menonaktifkan hormon juvenil. Oleh karena itu, peningkatan produksi hormon ini akan mengganggu siklus hidup serangga dan menyebabkan kematiannya. Gen untuk estrase juvenil dimurnikan dari serangga Heliothis virescens (ulat tembakau) dan sequenceyang di-encode diisolasi dari cDNA dan dimasukkan ke dalam genom baculovirus di bawah pengawasan sinyal transkripsi baculovirus. Ketika virus ini dimakan serangga target, proses makan dan pertumbuhan larva sangat terbatas untukmpengendalian. Permasalah Cara Ini: Cara ini hanya spesifik untuk mengendalikan serangga pada tahap larva, sehingga pengaruhnya juga terbatas. Oleh karena itu, penggabungan gen racun di dalam genom virus ini akan diterjemahkan selama siklus normal virus di dalam serangga akan membantu proses pembunuhan serangga kapan saja pada seluruh tahap pertumbuhannya. Contoh, gen yang meng-encode neurotoxin spesifik serangga yang dihasilkan kalajengking dari Amerika Utara di-kloning ke dalam baculovirus dan diuji terhadap serangga target dan dijumpai dapat menurunkan kerusakan tanaman hingga 50% . Namun biaya menggandakan virus ini mahal. Natural Bacillus Thuringiensis (NON-GMO BT) Bio-pesticide BT (GMO) NON Genetically Modified Organism Dengan kata lain NON-GMO adalah organisme alami dan belum diubah atau diganti dengan cara apapun oleh pengaruh manusia. kadang-kadang organisme tersebut disebut juga organik. Definisi Organic adalah : “Penggunaan organisme atau hasilnya yang direkayasa secara genetika dilarang dalam bentuk atau tahap apapun pada produksi proses, atau penanganan organik." Sejarah singkat Bacillus thuringiensis (BT) Bt adalah bakteri tanah yang terjadi secara alami. Pertama sekali dideteksi pada tahun 1902 di dalam larva Bombyx mori yang telah mati oleh Ishiwata, yang melaporkan di dalam bukunya: “Pathology of the Silkworms” Pertama sekali diisolasi dari larva Ephestia kuehniella oleh Berliner pada tahun 1911 setelah dia mencatat bahwa baketri ini memiliki kapasitas membunuh serangga tertentu pada tahap larva. Bt alami sangat spesifik, dengan toksisitas terbatas hanya untuk beberapa spesies dari kelompok utama serangga – khususnya Lepidoptera (kupu-kupu/ngengat), Coleoptera (kumbang), or Diptera (lalat/nyamuk). Bacillus thuringiensis adalah bakteri pembentuk spora, Gram negatif, yang selama masa sporulasi, menghasilkan kristal protein (CRY). Ciri-ciri: serangga patogen yang tersebar luas dan aktifitas insektisidanya ditandai dengan kristal parasporanya. Sejumlah strain telah diisolasi dari berbagai jenis habitat yang berbeda dan sampai saat ini ada lebih dari 100 gen protein kristal yang telah disequensing. Toksisitas protein kristal terhadap serangga tertentu dan spesifisitasnya yang tinggi menyebabkan perkembangan bio-insektisida untuk mengendalikan serangga hama di antara ordo Lepidoptera, Diptera, dan Coleoptera. BT SPORES Normal gut bacteria BT crystalline Toxin 200px. Cara kerja 1. Bacillus thuringiensis alami hanya efektif ketika dimakan oleh serangga famili yang spesifik dengan usus yang khas (biasanya basa) dan struktur membran usus yang khas yang diperlukan untuk mengikat racun (khususnya kupu-kupu, ngengat, kumbang, lalat, dan nyamuk). 2. Serangga tidak hanya harus pada tahap perkembangan yang peka, tetapi bakteri juga harus dimakan dalam jumlah yang cukup. 3. Ketika dimakan oleh serangga yang peka, spora memakan makanan alami di dalam usus kemudian ia melepaskan racun protein (Crystalline protein) yang merusak dinding usus, sehingga menyebabkan usus serangga menjadi bocor. 4. Serangga yang terinfeksi akan berhenti makan dan mati dari kombinasi pengaruh kelaparan, kerusakan jaringan, dan infeksi organ dalam pencernaan tissue oleh patogen lain sejenis jamur dan bakteri. 5. Spora Bt biasanya tidak menyebar ke serangga lain atau menyebabkan serangan penyakit dengan sendirinya karena terjadi dengan banyak patogen. Menurut tulisan Jacobs di dalam “Proceedings of the Society of Applied Bacteriology (1950,13 p83)”, Bt digunakan pertama sekali sebagai biopestida mikroba terhadap larva Lepidoterapada tahun 1938, sehingga memebri kesempatan Bt pada produksi makanan. Setelah dikonsumsi, produk Bt diaktivasi di dalam products are activated usus basa serangga, sehingga menjadi aman bagi mamalia. Food Drug and Cosmetic Act FDA 402(a)(1) - a food is adulterated if it contains any poisonous or deleterious substance which may render the food injurious to health. Salah satu cara menghindari penyemprotan pestisida pada jagung telah ditemukan dan saat ini telah digunakan sebanyak 30 % dari tanaman jagung di Amreika Serikat. Ini merupakan taaman jagung yang direkayasa secara genetika, yang menghasilkan racun serangga, yang disebut Bt. Gen racun Bt diambil dari bakteri dan ditempatkan di dalam tanaman jagung. Pestisida mikroba adalah rekayasa genetika yang berarti biopestisida BT biopesticide adalah Organisme yang Direkayasa Genetika (GMO). Biopestisida BT BUKAN organik atau alami, dan tidak bertindak sebagai BT alami, dan ia TIDAK selektif hanya untuk spesies serangga tertentu. Uji Laboratorium terhadap Toksisitas Akut Lebih dari 800 strain Bacillus thuringiensis dapat mengeluarkan toksisitas yang berbeda kepada serangga, rodensia, dan manusia. Uji awal yang dilakukan terhadap toksisitas Bt dilakukan menggunakan Bt var. thuringiensis, yang merupakan strain Bt yang diketahui mengandung toksin kedua yang disebut Betaexotoxin. Beta-exotoxin juga menyebabkan kerusakan genetika pada sel manusia. Saat ini Beta-exotoxin sedang didaftarkan sebagai insektisida di Merika Serikat. TERIMA KASIH