keragaman genetik padi dan upaya pemanfaatannya dalam

advertisement
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
KERAGAMAN GENETIK PADI DAN UPAYA
PEMANFAATANNYA DALAM MENDUKUNG KETAHANAN
PANGAN NASIONAL
NAFISAH, AAN A. DARADJAT, dan HASIL SEMBIRING
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Jl. Raya 9 Sukamandi Subang – Jawa Barat 41256
E-mail [email protected]
ABSTRAK
Varietas unggul padi dan varietas lokal memiliki peranan yang sangat penting di dalam mempertahankan
ketahananan dan keamanan pangan nasional. Adopsi varietas unggul baru terbukti meningkatkan produksi
padi nasional. Di lahan-lahan sub optimal seperti lahan kering, tadah hujan, dataran tinggi dan lahan pasang
surut, adopsi varietas modern masih menjadi kendala dengan adanya variasi kondisi lahan antar wilayah,
kekeringan, hama dan penyakit, tingkat kesuburan tanah rendah, kemasaman tanah, keracunan dan defisiensi
hara, petani subsisten dan ketersediaan modal usaha rendah. Varietas lokal menjadi sumber utama penyediaan
pangan penduduk setempat. Varietas tradisional adalah gudangnya keanekaragaman genetik, dan punahnya
varietas tersebut merupakan implikasi perlunya konservasi. Walaupun demikian, mempertahankan keragaman
genetik ditingkat petani (on-farm) bukan hanya masalah mempertahankan penanaman varietas tradisional,
karena menanam satu atau dua jenis varietas lokal saja di areal yang luas mungkin sama dengan menanam
sejumlah varietas modern. Dilain pihak adopsi varietas modern tidak secara otomatis mengarah pada
penggeseran varietas tradisional secara menyeluruh, namun kedua kelompok varietas tersebut dapat berada
bersama-sama dalam sistem pertanian yang sama. Dalam kondisi seperti itu kebersamaan keberadaan varietas
modern dengan varietas tradisional dalam satu ekosistem harus diterjemahkan sebagai sarana untuk
meningkatkan keragaman genetik yang ada di agroekosistem yang bersangkutan.
Kata kunci: Keragaman genetik, padi, ketahanan pangan
PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman sereal yang
memiliki ekonomi penting, Tanaman ini
merupakan bahan makananan pokok lebih dari
setengah
penduduk
dunia.
Indonesia
merupakan negara penghasil beras terbesar ke
tiga dunia setelah China dan India, namun
produksi nasional belum mampu mencukupi
kebutuhan domestik sehingga masih perlu
mengimpor beras dari negara lain. Dengan laju
pertambahan penduduk rata-rata 1,3% per
tahun menuntut peningkatan produksi padi
hingga dua kali lipat dalam 30-40 tahun
mendatang (YUDHOSODO, 2001).
Perkembangan suatu varietas modern
tergantung pada ketersediaan keragaman
genetik yang bersumber dari varietas
tradisional yang tumbuh dan terseleksi selama
beberapa generasi oleh petani, dan sejumlah
spesies liar. Meskipun varietas modern saat
telah luas diadopsi oleh masyarakat petani,
namun varietas tradisional secara berkelanjutan
masih merupakan sumber penghidupan utama
petani di daerah tertentu. Tulisan ini bertujuan
untuk mengungkap keragaman genetik padi
nasional, sumbangannya di dalam mempertahankan ketahanan pangan dan upaya
pemanfaatan dan pelestariannya.
KERAGAMAN GENETIK PADI DAN
PEMANFAATAN PLASMA NUTFAH
NASIONAL
Penggolongan plasma nutfah padi
Keanekaragaman hayati didefinisikan
sebagai total keanekaragam dan variabilitas
antara sistem dan oganisme pada tingkat
bioregional, lanskap (landscape), ekosistem
dan individu pada berbagai tingkat organisme
dari spesies, populasi dan individu serta pada
tingkat populasi dan gene (HEYWOOD, 1995)
sedangkan IPGRI (1993) mendefinisikan
sumber daya genetik sebagai bahan genetik
tanaman yang memiliki nilai sebagai suatu
sumber untuk generasi sekarang dan yang akan
63
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
datang. HAWKES et al. (2000) mengelompokkan bahan genetik ini menjadi menjadi
beberapa golongan:
1. Bentuk-bentuk
primitif
tanaman
budidaya
atau
kultivar
lokal.
Merupakan hasil pertanian tradisional
yang berkembang dengan menggunakan
praktek pertanian tradisional.
2. Kultivar modern merupakan plasma
nutfah yang penting ketika kultivar ini
sudah tidak beredar lagi dimasyarakat.
3. Kultivar yang tidak terpakai lagi, adalah
varietas yang dihasilkan oleh pemulia
yang sudah tidak memiliki nilai
komersial, tetapi masih memiliki gen
yang berguna untuk pemuliaan.
4. Galur pemuliaan atau stok genetik, yaitu
materi
yang
digunakan
untuk
membentuk varietas modern dengan
cara pemuliaan tanaman atau seleksi.
5. Ras gulma, hal ini terjadi sebagai
bagian dari kompleksitas tanamangulma di dalam pusat gen atau
dimanapun juga. Gulma ini mungkin
memiliki gen yang berguna dari spesies
liar.
6. Kerabat spesies liar, adalah kelompok
tanaman yang terbentuk di daerah pusat
gen tanaman yang dibudidaya atau tidak
dibudidaya.
7. Spesies liar lainnya, adalah spesies
tanaman yang memiliki nilai guna untuk
manusia sebagai tanaman obat, estetika,
dan berguna untuk pemulia tanaman di
masa yang akan datang karena mungkin
memiliki gen yang berguna yang
mungkin tidak tersedia pada tanaman
yang telah dibudidayakan.
Terdapat
dua
spesies
padi
yang
dibudidayakan manusia yaitu Oryza sativa (2n
= 24, AA) dikenal sebagai padi Asia,
dibudidayakan hampir diseluruh bagian dunia,
sedangkan O. glaberrima (2n = 24, AA),
dikenal
sebagai
padi
Afrika
hanya
dibudidayakan di sebagian daerah di Afrika
Barat (BELLON, et al, 2005).
Dua puluh dua spesies padi lainnya
sebagian besar termasuk padi liar yang
memiliki jumlah kromosom 2n = 24 atau 4n =
48, dengan genom AA, BB, CC, BBCC,
CCDD, EE, FF, GG, HHJJ and HHKK
(VAUGHAN, 1994; 2003; AGGARWAL et al.,
1996; GE, 1999). Spesies padi liar tersebut
64
tersebar di seluruh benua dunia kecuali
antartika (Table 1). Dua kerabat dekat spesies
O. sativa adalah O. nivara dan O. rufipogon
yang tersebar di Asia Selatan, Asia Tenggara
dan Asia Timur. Kedua jenis padi tersebut
adalah diploid (2n = 24) dan memiliki genom
yang sama (AA) dan turunan mereka bersifat
fertil sebagian. Spesies O. glaberrima,
berkerabat dekat dengan O. barthii. kedua
spesies tersebut adalah padi semusim yang
bersifat diploid (2n = 24, AA) Di duga nenek
moyang dari O. sativa adalah O. rufipogon
yang tetap hidup sebagai padi tahunan
(perennial) dan O. nivara sebagai padi
semusim, sedangkan O. glaberrima diduga
berasal dari O. longistaminata yang hidup
sebagai tanaman tahunan, dan O. barthii yang
hidup sebagai tanaman semusim. Spesies liar
memiliki banyak kelemahan misalnya tanaman
kerdil, perawakan seperti rumput, hasil sangat
rendah namun sangat berguna sebagai sumber
gen untuk cekaman biotik (Hama dan penyakit)
dan abiotik.
Bukti-bukti arkeologi, analisis palynologi
serta literatur kuno menunjukkan bahwa
tanaman padi pertama kali didomestikasi dan
dibudidayakan di lembah dataran sedang
Yangzi, Provinsi Hunan, China sekitar tahun
7500-8500 SM. Tanaman tersebut kemudian
menyebar secara perlahan-lahan ke Asia
Tenggara dan Asia Selatan pada kira-kira 4000
SM. Dari India tanaman tersebut masuk ke
Timur Tengah (3000 SM). Dari China tanaman
tersebut menyebar kearah timur yaitu Korea
dan Jepang sekitar 2500 SM. Dari Timur
Tengah tanaman tersebut berkembang ke Mesir
dan daerah Mediteran 1000-2000 SM
(GREENNLAND, 1997).
Selama ribuan tahun dalam proses
domestikasi dan penyebarannya serta adanya
seleksi oleh petani, tanaman padi membentuk
keragaman genetik yang amat luas yang
direfleksikan dengan besarnya jumlah varietas
padi
sekarang
ini.
JACKSON
(1995)
memperkirakan bahwa terdapat sejumlah
140.000 varietas padi termasuk varietas
primitiv dan varietas budidaya. Sedangkan
PURNAWATI melaporkan bahwa sampai tahun
2005 tercatat koleksi plasma nutfah yang ada
di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
sebanyak 3500 asesi plasma nutfah.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 1. Jumlah kromosom, konstitusi genom dan sifat potensial yang berguna spesies Oryza
Species
2n
Genom Distribusi
Sifat berguna
O. breviligulata A. Chev
24
AgAg Afrika
Resisten Wereng hijau, HDB,
24
AlAl
Et et Roehr (O. barthii)
O. longistaminata A. Chev. et Roehr.
Toleran kekeringan
Afrika
Resisten BB, nematoda
Toleran kekeringan
O. meridionalis Ng
O glumaepatula Steud
24
AmAm Australia tropik
24
Toleran kekeringan
AgpAgp Amerika Selatan dan Kemampuan memanjang
Tengah
Kemampuan memanjang
O. officinalis complex
O. punctata Kotschy ex
24, 48
Steud
O. minuta J.S. Pesl. ex
BB,
Afrika
Resisten wereng coklat,
BBCC
48
zigzag leafhopper
BBCC Philippine
C.B. Presl.
O. officinalis Wall ex Watt
24
CC
O. rhizomatis Vaughan
24
CC
O. eichingeri A. Peter
24
CC
O. latifolia Desv.
48
O. alta Swallen
48
O. grandiglumis (Doell) Prod
48
O. australiensis Domin
24
Resisten penyakit HDB, blas, hama
wereng coklat, wereng hijau, toleran Shb
Papua New Guinea Resistent hama wereng coklat, wereng
hijau dan toleran penyakit sheath blight
Asia tropic dan sub Resisten thrips, wereng coklat, wereng
tropik,
Australia hijau, sereng punggung putih, HDB, dan
tropik
penyakit akar batang (stem rot)
Sri Lanka
Toleran kekeringan
rhizomatous
Asia
Selatan dan
Amerika
Selatan,
Afrika Timur
CCDD Amerika Selatan dan
Tengah
CCDD Amerika Selatan dan
Tengah
CCDD Amerika Selatan dan
Tengah
EE
Australia Tropis
(Mor. ex Steud.) Baill
Resisten wereng coklat, wereng punggung
putih, dan wereng hijau
Resisten wereng coklat, produksi biomassa
tinggi
Resisten striped, stemborer, produksi
biomassa tinggi
Produksi biomassa tinggi
Resisten wereng coklat, HDB
Toleran naungan
Adaptasi terhadap tanah aerobik
O. meyeriana complex
O. granulata Nees et Arn. ex Watt
24
GG
Asia Selatan
Tenggara
Asia Selatan
dan Toleran naungan, Adaptatif terhadap tanah
aerob
Toleran naungan
O. meyeriana (Zoll. Et)
24
GG
48
HHJJ
Irian Jaya, Indonesia Resistan blas, HDB
48
HHJJ
dan Papua New
Guinea
Asia Selatan
24
FF
O. ridleyi complex
O. longiglumis Jansen
O. ridleyi Hook. F.
Resistan HDB, blas, penggerek, whorl,
maggot
Belum terklasifikasi
O. brachyantha A.
Africa
Chev. et Roehr.
Resistan HDB, penggerek kuning,
Penggulung daun, whort maggot, toleran,
tanah laterite
O. schlechteri Pilger
48
HHKK Papua New Guinea
Stoloniferous
HDB= hawar daun bakteri, Shb = sheath blight; (BRAR dan KHUSH, 2002)
65
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Koleksi ini terdiri atas varietas lokal
sebanyak 2000 asesi, varietas padi liar dan
lainnya berupa galur elit serta varietas. Plasma
nutfah yang sangat berharga merupakan modal
dasar untuk perakitan varietas
Varietas unggul baru dan kontribusinya
dalam peningkatan produksi padi nasional
Revolusi hijau mampu meningkatkan
produksi padi sawah lebih dari empat kali
dibandingkan yang dicapai produksi padi tahun
1950-an (JATILEKSONO, 1998). Pada pertengahan tahun 1960-an, produksi padi
nasional adalah 1,8-1,95 t/ha. Rata-rata hasil
padi sawah Indonesia dengan adopsi varietas
generasi pertama (IR5 dan IR8) adalah 2 t/ha.
Pelepasan varietas IR36 meningkatkan hasil
padi menjadi 3 ton/ha di akhir tahun 1970-an.
Pelepasan varietas baru di tahun 1980-an
mampu meningkatkan hasil padi melebihi 4
ton/ha. Adopsi IR64 secara luas mampu
meningkatkan produksi padi sawah mencapai
4,6 ton/ha. Akhir-akhir ini produksi padi
mengalami pelandaian, saat ini rata-rata
produksi padi nasional adalah 4,78 ton/ha
(BPS, 2005).
LAS (2002) melaporkan bahwa teknologi,
perluasan areal tanam dan interaksi keduanya
memberikan sumbangan terhadap peningkatan
produksi padi berturut-turut sebesar 56.1; 26.3
dan 26.30% dan peran varietas unggul bersama
pupuk dan air terhadap peningkatan produksi
mencapai 75%.
Dari aspek lingkungan, semakin banyaknya
varietas yang teridentifikasi beradaptasi baik
pada suatu lingkungan tertentu, maka semakin
meningkatkan variabilitas genetik tanaman.
Hal tersebut akan mampu memperkecil
tekanan seleksi terhadap penyakit atau hama
yang secara tidak langsung akan memperkecil
peluang munculnya strain penyakit atau biotipe
hama baru.
Sejak berdirinya lembaga penelitian padi
oleh pemerintah Hindia Belanda, dari tahun
1943 sampai dengan tahun 2005 tercatat bahwa
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah
menghasilkan sebanyak 183 varietas unggul
padi.
Tidak semua varietas yang dilepas oleh
Departemen
Pertanian
diterima
dan
berkembang di tingkat petani. Hasil survei
tahun 2002 mengungkapkan bahwa areal
pertanaman varietas unggul mencakup 90%
dari total areal tanam padi sawah, dengan
jumlah varietas unggul yang diusahakan sekitar
80 varietas. Dua belas VUB di antaranya
mempunyai areal tanam di atas 50 ribu
ha/musim. Hasil survey tahun 2004 di dua
puluh propinsi penghasil padi menunjukkan
bahwa varietas Ciherang menduduki peringkat
kedua (16.7%) dari total luas areal padi sawah
sedangkan IR64 masih menduduki peringkat
pertama (33.2%) (PUSLITBANGTAN, 2006).
Tabel 2. Luas tanam varietas unggul padi di 12 propinsi di Jawa Tengah, Sumatera, Nusa Tenggara dan
Sulawesi Selatan 2002/2003
No
1
2
3
4
5
6
7
8
66
Varietas
IR64
Way Apo Buru
Ciliwung
Memberamo
Ciherang
Lokal
Cisadane
IR42
Widas
Tahun
Luas tanam
pelepasan (000 ha)
1986
1998
1989
1995
2000
1980
1988
1999
4.195
758
616
425
408
343
338
305
244
No
Varietas
9
10
11
12
13
14
15
16
IR66
IR74
Digul
Cilamaya Muncul
Sintanur
Cirata
Celebes
Tukad Balian
Tahun
pelepasan
1995
1966
1996
1996
2001
1996
2000
2000
Luas tanam
(000 ha)
175
107
62
60
58
50
35
35
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 3. Varietas Unggul padi gogo
No
Varietas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Gajah Mungkur
Way Rarem
Kalimutu
Jatiluhur
Cirata
Limboto
Towuti
Batu Tegi
Danau Gaung
Silugonggo
Situ Patenggang
Situ Bagendit
Tahun dilepas
1994
1994
1994
1994
1996
1999
1999
2001
2001
2002
2003
2003
Hasil (t/ha) Keunggulan
2,5-3,5
3,0-4,0
2,5-3,5
2,5-4,5
3,0-5,0
3,0-5,0
3,0-5,0
3,0-5,0
3,4-5,0
4,5-5,5
3,6-5,6
3,0-5,0
Blas, kekeringan
Blas, Al, Fe, naungan
Blas, kekeringan
Blas,naungan
Blas, WCK 1, naungan
Blas, Fe, Al, kekeringan
Blas, WCK2, 3, HDB III, IV
Blas, Al, kekeringan
Blas, Al, Fe, kemasaman
Blas, HDB, kekeringan
Blas, aromatik, kekeringan
Blas, HDB III, naungan
Persilangan
IRAT112
R8*3/Carreon/B981B
IAC220-79
TOX1011/Ranau
IR9129-59-3/IR5975
Papan Aren/IR36//Dogo
S449B/Carreon//IR64*2
B6876B-Mr-10/B6128B-TB-15
ARC10372/B6135//Way Rarem
IR9129/IR19774//IR9729
Kartuna/TB47H-Mr-10
Batur/S2823//S2823
Sumber: SUPRIHATNO et al. (2006)
Peningkatan produksi padi gogo dan
dataran tinggi tidak terlalu tinggi seperti yang
dicapai padi lahan irigasi. Dari data statistik
(BPS) tercatat bahwa padi gogo meningkat dari
1 ton/ha di era tahun 1950-an dan 1960-an
menjadi 2,5 ton/ha pada saat sekarang ini (BPS
2005). Di tingkat penelitian hasil padi gogo
berkisar antara 3.5-6.6 ton/ha (SOEWARNO,
2005). Dalam sepuluh tahun terakhir,
Departemen Pertanian telah melepas dua belas
varietas padi gogo (Tabel 3).
Belum ada penelitian sampai tingkat mana
adopsi varietas unggul padi gogo di tingkat
petani. Areal pertanaman padi gogo tersebar
ada berbagai kondisi agroekologi dari wilayah
beriklim kering hingga basah. Kendala utama
peningkatan produksi padi gogo di wilayah
kering adalah kekeringan, sedangkan di
wilayah beriklim basah adalah penyakit blas,
tingkat kesuburan tanah rendah, kemasaman
tanah, keracunan dan defisiensi hara, petani
subsisten dan ketersediaan modal usaha rendah
(SOEWARNO, 2005).
Pengembangan lahan pasang surut untuk
tanaman padi memerlukan varietas padi yang
toleran terhadap keracunan Fe, SO4, Al dan
salinitas. Sejak tahun 1999 Departemen
Pertanian telah berhasil melepas sebanyak
sebelas varietas yang dapat dikembangkan di
lahan pasang surut, sembilan varietas
diantaranya hasil rakitan BB Padi (Tabel 4).
Pemanfaatan varietas lokal dalam
pengembangan varietas padi unggul
nasional
Sejak berdirinya lembaga penelitian padi
oleh pemerintah Hindia Belanda, dari tahun
1943 sampai dengan tahun 2005 tercatat bahwa
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah
menghasilkan sebanyak 183 varietas unggul
padi. Sebanyak 48 varietas diantaranya
merupakan varietas introduksi dari IRRI, tiga
varietas yaitu Genjah malam, Arias dan Seratus
malam merupakan varietas hasil pemurnian
galur dan sisanya adalah 132 varietas
merupakan hasil rakitan pemulia padi BB Padi.
Tercatat bawa 25 varietas lokal digunakan
sebagai tetua secara langsung di dalam
perakitannya, 5 diantaranya adalah lokal
introduksi. Sedangkan bahan genetik lainnya
menggunakan galur pemuliaan atau galur elit
dan varietas unggul yang sudah ada (Tabel 4).
Varietas lokal merupakan sumber gen sifat mutu
baik (rasa nasi enak, aromatik), ketahanan terhadap
hama dan penyakit utama (wereng coklat, hawar
daun bakteri, tungro dan sebagainya) dan toleransi
terhadap cekaman abiotik seperti suhu rendah,
toleran lahan salin, sulfat masam, genangan.
Sedangkan varietas yang sudah ada digunakan
sebagai tetua karena memiliki tipe tanaman yang
baik dan atau mutu baik dan sudah luas diadopsi
oleh petani tetapi kurang dalam satu atau sifat lain
yang ingin diperbaiki.
67
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 4. Varietas unggul padi pasang surut
Rata-rata
hasil ton/ha
5
No
Varietas
Persilangan
1
Banyuasin
Cisadane/Kelara
2
Batanghari
Cisadane/IR19661-131-1-3-1-3
3
Dendang
Osok/IR5657-33-2
4
4
Indragiri
5
5
6
7
8
Punggur
Martapura
Margasari
Siak Raya
B6256-Mr-3-5P/Barumun/
Rojolele/IR68
BKNFR76106-16-0/Kapuas
Siam Unus/Dodokan
Siam Unus/Cisokan
Batang Ombilin/Kelara
9
Air Tenggulang
Batang Ombilin/Siam 29/
Batang Ombilin
5
10
Lambur
Cisadane/IR9884-54-3
4
11
Mendawak
Mahsuri/Kelara
5.5
4.5
4-5
3.5
5
3.98
Keunggulan
Blas, becak coklat, Fe (10
ppm dan Al (5,4 me/100g)
Fe, lahan gambut dan sulfat
masam
Al, cukup toleran Fe dan
salinitas
Toleran Al dan Fe
Blas, Al dan Fe
Fe, pasang surut pH 4
Fe, pasang surut pH 4
Al dan Fe (pasang surut lahan
sulfat masam dan bergambut)
WCK 2 dan 3, blas, pasang
surut lahan sulfat masam dan
bergambut
Fe, rawa potensial bergambut
dan sulfat masam
Fe rawa potensial, bergambut
dan sulfat masam
Sumber: SUPRIHATNO et al. (2006)
Penggunaan varietas tahan merupakan
metode untuk yang paling murah dan efektif di
dalam mengendalikan hama dan penyakit
utama. Sementara itu akibat adanya tekanan
seleksi akibat perubahan lingkungan, ras
penyakit dan biotipe hama yang berkembang di
lapangan selalu berubah. Hal ini menyebabkan
pemuliaan untuk sifat ketahanan terhadap
hama dan penyakit terus menerus harus
dilakukan dan untuk itu diperlukan sumbersumber gen baru sumber ketahanan.
Karakterisasi merupakan kunci utama untuk
mengetahui potensi keunggulannya.
Dengan
berlangsungnya
proses
intensifikasi budidaya padi, sejumlah varietas
lokal yang tidak unggul dalam aspek
produktivitas, sering kalah bersaing dengan
varietas-varietas modern yang potensi hasilnya
tinggi, sehingga pada daerah-daerah tertentu
keberadaan varietas lokal sudah hampir punah.
Ancaman
punahnya
keanekaragaman
genetik padi tidak hanya karena adopsi varietas
68
modern, namun juga karena hilangnya sistem
pertanian dimana keragaman tersebut ada.
Contohnya, adanya perubahan pemanfaatan
lahan ekosistem sawah dataran tinggi menjadi
lahan untuk pertanaman sayuran dan
hortikultura
lainnya.
Contoh
lain,
pembangunan jaringan irigasi dan bangunanbangunan pengairan lainnya di daerah lahan
rawa atau pasang surut akan mengkonversi
daerah yang memiliki ekosistem daerah
rendaman menjadi ekosistem irigasi, hal itu
berpeluang memberikan kontribusi terhadap
kehilangan varietas tradisional yang toleran
rendaman.
Pada saat ini, perakitan varietas unggul
untuk peningkatan potensi hasil mengalami
kendala, sebagai akibat sempitnya variabilitas
genetik plasma nutfah yang ada, dan dekatnya
tingkat kekerabatan antar varietas unggul yang
ditanam petani. Hal tersebut diindikasikan oleh
munculnya gejala pelandaian produksi padi.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 5. Varietas unggul padi nasional yang menggunakan tetua varietas lokal
No
Varietas
Persilangan
Ekosistem
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Si Gadis
Remaja
PB5
PB8
Dewi Ratih
Si Ampat
Gemar
Gati
Batang Agam
Tondano
Kelara
Batang Ombilin
Maninjau
Bahbutong
Danau Bawah
Danau Atas
Laut Tawar
Danau Tempe
Way Rarem
Maros
Widas
Limboto
Indragiri
Margasari
Martapura
Wera
Mendawak
Pepe
Aek Sibundong
Blue Bonnet/Benong
Balang/Cina//Latisail
Peta/Tangkai Rotan
Peta/Tangkai rotan
221-BC3-20-2/Randak cupak
Peta/BP1-76
Jerak/PB8
Si Gadis/Bhasmati
Sirendah Merah/IR2153
Gati/Genjah Lampung
R. Henati/IR3404
Kuning Galung/IR2061
IR8/Shintha/Genjah Lampung/Si Gadis
C4-63Gb/PTB33
B2784/IR32/Arias
Seratus Malam Malam (Radiasi)
Seratus Malam Mutan/IR50
IR8*3/Carreon
R8*3/Carreon/B981B
Markoti/IR64
Sintani/Singkarak
Papah Aren/IR36//Dogo
B6256/Barumun/Rojolele/IR68
Siam Unus/Cisokan
Siam Unus/Cisokan
Hawara Bunar
Mahsuri/Kelara
Simariti/IR64*3
Sitali/Way Apoburu//Widas
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Dataran tinggi
Gogo
Dataran tinggi
Gogo
Sawah
Dataran tinggi
Gogo
Sawah
Gogo
Gogo
Gogo
Gogo
Gogo
Sawah
Sawah
Gogo
Rawa
Rawa
Rawa
Sawah
Rawa
Sawah
Sawah
Keterangan: Ratu henati, PTB 33, Carreon, dan Bhasmati adalah varietas lokal introduksi
Ada bukti-bukti nyata bahwa varietas
modern mungkin memiliki latar belakang
genetik yang sempit terutama dalam kasuskasus tertentu. Sampai dengan tahun 1994,
semua varietas hasil pemuliaan padi IRRI jika
ditelusuri asal usulnya, hanya berasal dari 40
varietas lokal dari 12 negara (DE LEON, in
press cit FISHER 1996). Semua hibrida tipe
indika di Cina memiliki gen sd1 dan sumber
sitoplasmic (Cytoplasmic male sterility (CMS)
wild abortive (WA) (CHANG, 1994 cit. FISHER
1996). Tercatat sebanyak dua puluh varetas
unggul baru padi memiliki latar belakang
genetik yang mirip dengan IR64 (Tabel 6).
Rendahnya keanekaragaman genetik akan
meningkatkan vulnerabilitas padi apabila
terjadi outbreak hama dan penyakit.
Vulnerabilitas semakin meningkat dengan
adanya praktek budidaya padi dua kali tanam
dalam setahun. Pada MT I tahun 1992-1993,
empat dari lima varietas populer di Indonesia
memiliki bahan genetik dari IRRI. Dari luas
areal lima varietas tersebut, luas pertanaman
IR36 dan IR64 mencapai 66% (IRRI, 1995).
Fenomena tersebut tampaknya berlanjut
dimasa sekarang, dimana varietas unggul yang
ada yang diterima dan ditanam petani memiliki
bahan genetik yang hampir sama.
69
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 6. Varietas Unggul Baru (VUB) perbaikan varietas IR64
No
Tahun dilepas
Varietas
Persilangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1986
1996
1996
1996
1998
1999
2000
2000
2001
2001
2001
2001
2001
2001
2001
2002
2002
2003
2003
2003
2004
IR64
Digul
Maros
Batang Anai
Way Apo Buru
Towuti
Cisantana
Ciherang
Konawe
Singkil
Wera
Ciujung
Angke
Code
Batang gadis
Sunggal
Cigeulis
Cibogo
Batang Lembang
Pepe
Mekongga
IR18348-36-3-3
IR9661/IR64//IR9661
Markoti/IR64
IR54742/IR64
IR18349/IR19661*2//IR64*2
S499B/Carreon//IR64///IR64
IR64/IR54742
IR8349/IR19661*2///IR64*2
S487/IR19661//IR64*2
IR35432/IR19661//Ciliwung//IR64
Hawara Bunar/IR64
IR64/RP1837
IR64*6/1RBB5
IR64 M/1RBB7
IR64/NDR308
S487/IR19661//IR64*2
S487/IR19661//IR64*3
Ciluwung/Cikapundung//IR64
Sintha/IR64*3
Simariti/IR64*4
A2790/IR64*2
Ekosistem
sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Gogo
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Sawah
Tabel 7. Varietas unggul lokal yang popular dan bertahan dibudidayakan oleh petani
No
1
Varietas
Pandanwangi
Sentra produksi
Cianjur, Jawa Barat
Luas (ha)
6.744
Keterangan
SK Mentan No.126/Kpts/
LB.240/3/2004
2
Rojolele
Klaten, Jawa Tengah
55.221
SK Mentan No 163/Kpts/
LB.240/2/2003
3
Kuriek kusuik
4
Siam Unus
Kabupaten Agam dan Tanah Datar,
Sumatera Barat
Kalimantan
Varietas modern diyakini memiliki potensi
hasil yang tinggi, dilain pihak di sejumlah
daerah di Indonesia keberadaan varietas di
lokal masih dirasakan peranannya dalam
menunjang ketahanan pangan penduduk
setempat. Varietas lokal tersebut sering
didapatkan memiliki daya adaptasi yang
menonjol dibandingkan dengan varietas
modern, terutama dari aspek ketahanan
terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit),
cekaman abiotik (keracunan hara, kondisi
lingkungan biofisik yang kurang optimum),
dan mutu gabah dan rasa nasinya.
70
-
Di samping itu, sebagian besar varietas
unggul yang ada merupakan varietas yang
responsif terhadap pemupukan. Apabila
varietas tersebut ditanam di lahan yang kurang
subur, maka hasil tanaman yang diperoleh
berada dibawah potensi genetik yang
dimilikinya. Di Indonesia penanaman varietas
lokal padi gogo masih bertahan dan masih
memberikan sumbangan yang cukup besar
dalam produksi padi nasioanl dibandingkan
dengan negara lain seperti Vietnam. Hal ini
disebabkan padi gogo biasanya di tanam di
daerah terpencil di mana transportasi masih
menjadi kendala dalam penyediaan pupuk jika
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
varietas unggul ditanam di daerah tersebut.
Selain kesuburan lahan dan pemupukan, faktor
lain yang menjadi faktor pembatas peningkatan
produksi padi adalah cekaman faktor biotik
yaitu hama dan penyakit tanaman. Varietasvarietas lokal dan praktek budidaya petani
yang di wariskan secara tradisi di daerah
tersebut masih bertahan.
Sampai saat ini pengembangan padi gogo
dengan penggunaaan varietas tahan blas masih
mendapat kendala. Penyakit blas masih sulit
dikendalikan karena ras penyakit ini sangat
bervariasi dan cepat sekali berubah karena
pengaruh lingkungan. Di lahan tersebut
diperlukan varietas yang memiliki diversitas
genetik tinggi dalam aspek ketahanan terhadap
penyakit blas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa di Lampung terdapat 18 varietas lokal
padi gogo yang ditanam petani yang mana
varietas tersebut dari segi morfologi maupun
ketahanan terhadap penyakit blas sangat
beragam antar varietas maupun individu dalam
varietas (SUWARNO, 2005).
Banyaknya pemanfaatan galur-galur hasil
pemuliaan oleh petani memberikan indikasi
bahwa galur-galur tersebut mempunyai satu
atau sejumlah keunggulan tertentu seperti
berumur genjah, produktivitas tinggi, harga
jual gabah tinggi, mutu beras dan rasa nasi
sesuai dengan permintaan pasar, atau tahan
terhadap hama penyakit utama. Walaupun
demikian potensi aktual dari produktivitas
“kultivar unggul lokal” tersebut harus
identifikasi, dan kemurnian benihnya harus
diverifikasi,
agar
tidak
menyebabkan
munculnya distorsi terhadap sistem perbenihan
nasional.
Perluasan areal tanaman padi ke daerahdaerah marginal seperti lahan kering, lahan
lebak dan lahan rawa pasang surut merupakan
alternatif dalam meningkatkan produksi
nasional. Berdasarkan Atlas sumber daya
Tanah Eksplorasi Indonesia skala 1:1.000.000,
luas wilayah Indonesia mencangkup 188,2 juta
ha (PUSLITBANGTANAK, 2000). Dari total luas
tersebut, 148,2 juta ha diantaranya berupa
lahan kering dan sisanya 40 juta ha lahan
basah. Dari 40 juta ha lahan basah tersebut,
sebagian besar berupa hutan, semak belukar
dan rumput rawa yang belum dimanfaatkan,
dan berada pada lahan gambut, pasang surut
maupun lebak. Sedangkan sebagian kecil sudah
berupa sawah yaitu sawah irigasi, sawah tadah
hujan, sawah pasang surut, dan sawah lebak
dengan total luas 7,75 juta ha (BPS, 2002) serta
perkebunan kelapa, kelapa sawit, dan hutan
tanaman industri (HTI).
Ketahanan pangan nasional menurut UU
No.7/1996 adalah tersedianya pandfan
dalamjumlah dan mutu yang cukup, aman,
merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan
dapat pula berarti total keamanan ekonomi dan
ekologi di dalam hubungannya dengan
kuantitas dan kualitas ketersediaan komoditas
bahan pangan. Pemuliaan tanaman padi di
masa mendatang seharusnya lebih berorientasi
pada teknologi varietas di dalam perspektiv
ekosistem. Selama ini hampir dua pertiga
usaha pemuliaan padi di Asi, Afrika dan
Amerika lebih banyak berorientasi pada
ekosistem lahan sawah daripada lahan
submarginal.
Padahal
ekosistem lahan
submarginal, lebih penting dari segi
pendekatan keamanan pangan dan nutrisi. Oleh
karena itu pemuliaan yang lebih rasional untuk
lahan sub marginal perlu dilakukan dengan
cara inkorporasi sifat adaptabilitas yang luas di
dalam genotipe padi atau pembentukan
teknologi varietas dan hibrida yand cocok
untuk spesifik lokasi.
Di samping keanekaragaman yang luas,
genotipe padi juga memiliki tingkat plastisitas
fenotipik yang tinggi. Kultivar tanaman
cenderung meningkatkan buffer fenotipik
sementara pemuliaan cenderung menurunkan
diversitas dan variabilitas. Sebagian tanaman
padi budidaya memiliki daya adaptasi di dalam
kisaran ekosistem yang lebih luas daripada
yang lain. Pyramiding gabungan gen untuk
sifat ekonomi dan sifat ekologi harus dilakukan
untuk mempercepat dihasilkannya kultivar
yang lebih produksitif dan lebih stabil.
Perakitan varietas baru bergantung pada
ketersediaan pada keragaman genetik yang
tersedia. Konservasi merupakan hal yang
penting di dalam usaha melestarikan dan
memanfaatkan plasma nutfah yang ada.
Terdapat tiga stratedi konservasi plasma nuftah
yaitu konservasi ex situ, konservasi insitu dan
konservasi on farm. Konservasi ex situ
meliputi ativitas koleksi sample benih padi
budidaya dan padi liar dari tempat asal dan
menyimpannya dalam gene bank. Sedangkan
konservasi in situ plasma nurfah padi ditujukan
memelihara spesies atau populasi di habitat
asalnya. Konservasi on-farm merupakan suatu
71
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
tipe konservasi in situ yang dianggap sangat
penting oleh para peneliti, lembaga non
pemerintah, petani dan institusi internasional
sebagai kelengkapan konservasi ex situ.
Konservasi on-farm didefinisikan sebagai
suatu konservasi yang memadukan sistem
budidaya dan pengelolaan tanaman secara
berkelanjutan dari suatu set populasi yang
memiliki
keragaman
genetik
yang
dipertahankan oleh petani pada suatu
agroekosistem dimana populasi tanaman
tersebut berada. Set populasi tersebut mungkin
dapat berupa weedy dan kerabat liar dari suatu
tanaman yang ada bersama di dalam satu
ekosistem. Sejarah menunjukkan bahwa petani
telah mengembangkan dan memelihara
keragaman genetik, secara terus menerus
meskipun sosial ekonomi dan teknologi
berubah.
Koservasi on-farm merupakan strategi yang
potensial untuk mempertahankan keragaman
genetik, karena bersifat dinamis sebagai akibat
varietas yang dikelola petani terus menerus
dipengaruhi oleh alam dan seleksi manusia.
Namun demikian sedikit sekali pengetahuan
antara hubungan antara jumlah varietas yang
dikelola petani dengan macam pengelolaan
yang diberikan, dan antara keragaman genetik
yang ada di dalam agrekosistem dengan
perubahan evolusioner yang mungkin terjadi.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
memiliki hampir 4000 asesi varietas lokal padi
hasil koleksi dari daerah-daerah sentra padi
yang ada di Indonesia. Kekurangan informasi
yang akurat tentang nilai guna suatu varietas
lokal merupakan sebab utama terbatasnya
penggunaaan plasma nutfah yang dikoleksi
baik di tingkat koleksi nasional, regional
maupun koleksi global. Untuk tanaman yang
memiliki kisaran gen pool tinggi seperti halnya
tanaman padi, pembentukan core collection
akan menfasilitasi mudahnya pemanfaatan
plasma nutfah (BROWN, 1995)
Core collection merupakan suatu set asesi
yang memiliki keragaman genetik maksimum
dan minimum pengulangan dan terdiri atas
asesi-asei tabng secara ekologi dan genetik
berbeda. Core koleksi perlu dibuat tidak hanya
di tingkat Internasional tetapi juga di tingkat
nasional regional maupun nasional. Koleksi ini
akan mengurangi biaya konservasi dan
meningkatkan efisiensi managemen dan
mendukung penggunaan keragaman genetik
72
yang berkelanjutan dengan identifikasi sumbersumber keragaman genetik secara tepat dan
cepat untuk dimanfaatkan dalam program
perbaikan sifat tertentu.
Ekspedisi koleksi plasma nutfah harus di
organisasi secara teratur untuk melengkapi
kesenjangan di dalam koleksi plasma nutfah
dari pusat keragaman yang sudah tergali dan
belum digali. Karakterisasi secara sistematik
koleksi plasma nutfah adalah sangat penting.
Sumber genetik yang dihasilkan oleh lembaga
penelitian seperti varietas unggul, galur
pemuliaan, galur elit yang telah dievaluasi,
mutan dan sebagainya harus di konservasi.
Koordinasi Komisaris Daerah Plasma Nutfah
di daerah-daerah dengan BB Biogen dan
institusi penelitian lain yang memanfaatkan
(BB Padi) akan sangat berguna dalam
melengkapi koleksi padi untuk meningkatkan
keragaman genetik di dalam koleksi.
Upaya lain yang perlu dilakukan adalah
menghindari duplikasi koleksi dengan cara
melakukan
evaluasi
secara
sistematik,
pembentukan system asesi nasional, dan
berhati-hati di dalam managemen gen bank,
memantau secara dekat viabilitas plasma
nutfah dan secara periodik melakukan kegiatan
rejuvinasi
untuk
memberi
kesempatan
terjadinya evolusi secara alami.
Reorietasi
program
pemuliaan
dan
penelitian di masa depan sangat penting di
dalam mempertahankan dan memperluas
keragamaan materi dasar genetik untuk sifatsifat ekonomi yang penting. Penggunaan
bioteknologi seperti DNA finger priting dan
marker-assisted
selection
seharusnya
digunakan sebagai sarana untuk menganalisis
keragaman genetik di dalam koleksi plasma
nutfah.
KESIMPULAN
Varietas unggul padi dan varietas lokal
memiliki peranan yang sangat penting di dalam
mempertahankan ketahananan dan keamanan
pangan nasional. Perkembangan vareitas
unggul tergantung pada ketersediaan sumber
genetik yang ada. Varietas lokal masih
dipertahankan di tingkat petani karena
keunggulannya yang dtidak dimiliki oleh
varietas modern. Konservasi plasma nutfah di
tingkat petani (on farm) dan bank gen berguna
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
untuk meningkatkan, mempertahankan dan
memanfaatkan keragaman genetik yang ada.
IPGRI. 1993. Diversity for Development.
International Plant Genetic Resources
Institute. Rome.
DAFTAR PUSTAKA
Jackson, M.T. 1995. Protecting the heritage of rice
biodversity. GeoJournal 35:267-274.
AGGARWAL, R.K., D.S. BRAR AND G.S.
KHUSH. 1997. Two New Genomes in the
Oryza Complex Identified on the Basis of
Molecular Divergence Analysis using Total
Genomic DNA Hybridization. Mol. Gen.
Genet. 254:1-12.
JATILEKSONO, T. 1998. Impact of Rice Research and
Technology Dissemination in Indonesia. In
Impact of Rice Research. PINGALI, P.L. and
M. HOSSAIN. Eds. The International Rice
Research Institute. Philipinnes. P: 293-310
BPS 2005. Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat
Statistik Indonesia. Jakarta
BPS 2002. Statistik Indonesia 2001. Badan Pusat
Statistik Indonesia. Jakarta
BRAR D.S. and G.S. KHUSH. 2002. Transferring
Genes from Wild Species Into Rice. In:
Quantitative Genetics, Genomics and Plant
Breeding.
KANG, M.S.
(eds.)
CAB
International. P197-217.
BROWN, A.H.D. 1995. The core collection at the
croasroads in Core Collection of Plant Genetic
Resources. HODGIN, T., A.H. D. BROWN, TH.
J.L. VAN HINTUM dan E.A.V. MORALES. eds.
IPGRI. A Wiley-Sayce Publication. 1-34p.
CHANG, T. T. (1976). Manual on Genetic
Conservation of Rice Germplasm for
Evaluation and Utilization. IRRI.
CHANG, T. T., and E. A. BORDENAS (1965). The
Morphology and Varietal Characteristics of
Rice Plant. IRRI Technical Bulletin 4.
CHANG, T. T. 1970. Rice. In O.H. FRANKEL and E.
BENNET LCD. Genetic Resources in Plants. Int.
Biol. Prog. Handbook II. F.A. Davis.
FISHER, K.S. 1996. Caring for the Biodiversity of
Tropical Rice Ecosystems. Volume 2.
FRANKEL, O.H., A.H.D. BROWN and J.J. BURDON.
1995. The Conservation of Plant Biodiversity.
Cambridge University Press.
GREENLAND, D.J. 1997. The Sustainability of Rice
Farming. CAB International in Association
with the International Rice Research
Institute.273 p.
HAWKES, J.G., N. MAXTED and B.V. FORD-LLOYD.
2000. The Ex Situ Conservation of Plant
Genetic Resources. Kluwer Academic
Publishers. London. 250 p.
KUSH. G.S. and R.C. AQUINO. 1990. Breeding for
High Yield Potential in Rice. Paper Presented
at the International Rice Research Conference.
27-31 August 1990, Seoul, Korea.
MACKILL, D.J., W.R. COFFMAN, and D.P. VARRITY.
1996. Rainfed Low Land Rice Improvement.
IRRI.
PUSLITBANGTAN. 2006. Padi Ciherang Makin
Popular. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Puslitbangtan. Bogor. Vol 28 (2):
14-15
Puslitbangtan. 2006. Sejauh mana Adopsi varietas
Unggul Dewasa ini? Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Puslitbangtan.
Bogor. Vol 26 (1): 6-7
SUPRIHATNO, B., A.A. DARADJAT, SATOTO,
BAEHAKI, I.N. WIDIARTA, A. SETYONO, S.D.
INDRASARI, O.S. LESMANA, dan H. SEMBIRING.
2006. Deskripsi Varietas Padi. Badan
Penelitian dan Pngembangan Pertnian. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. 78 hlm.
SUWARNO, HUSIN M. TOHA dan ISMAIL PURBAYA.
2005.
Ketersediaan
Teknologi
dan
Pengembangan Padi Gogo dalam Inovasi
Teknologi Padi menuju Swasembada Beras
Berkelanjutan Buku Satu. SUPRIHATNO, B.
A.K. MAKARIM., I.N.WIDIARTA, HERMANTO
dan A. YAHYA eds. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. P:129-144.
VAUGHAN, D.A. 2003. Genepools in Genus Oryza.
In: Monograph in Genus Oryza. NAND, J.S.
and SHARMA, S.D (eds.) Science Publisher,
Enfield. USA. Pp.113-138
YUDHOHUSODO S. 2001. Kemandirian di Bidang
Pangan Kebutuhan Negara Kita. Teks Pidato
Pembukaan Seminar Pangan. Semarang 9
Oktober 2001.
73
Download