KAJIAN STABILITAS INTI SUPER BERAT DENGAN NOMOR ATOM 110 SAMPAI DENGAN 200 MENGGUNAKAN MODEL INTI TETESAN CAIRAN AGIE MALIKI AKBAR DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 KAJIAN STABILITAS INTI SUPER BERAT DENGAN NOMOR ATOM 110 SAMPAI DENGAN 200 MENGGUNAKAN MODEL INTI TETESAN CAIRAN DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Stabilitas Inti Super Berat dengan Nomor Atom 110 sampai dengan 200 Menggunakan Model Inti Tetesan Cairan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2013 Agie Maliki Akbar NIM G74090021 ABSTRAK AGIE MALIKI AKBAR. Kajian Stabilitas Inti Super Berat dengan Nomor Atom 110 sampai dengan 200 Menggunakan Model Inti Tetesan Cairan. Dibimbing oleh ABD. DJAMIL HUSIN. Model inti tetesan cairan dapat digunakan untuk menduga energi ikat, energi ikat per nukleon, isotop paling stabil, dan kondisi terjadinya fisi spontan. Persamaan-persamaan tersebut kemudian diubah menjadi bentuk persamaan numerik yang kemudian dimasukkan ke dalam bahasa pemrograman MATLAB. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada penelitian ini, inti super berat akan mengalami fisi spontan di atas Z = 135. Pada Z = 135 energi yang diperlukan untuk membuat inti mengalami fisi atau energi aktivasi sangat kecil yaitu sekitar 0.48 MeV. Di atas Z = 135 energi aktivasi adalah negatif, artinya untuk membentuk inti dengan Z > 135 diperlukan sejumlah energi. Kemudian pada Z = 135 rasio Z2/A adalah 48.86, hampir mencapai syarat rasio Z2/A dimana inti akan mengalami fisi spontan yaitu 49. Energi ikat per nukleon untuk inti-inti super berat sampai Z = 200 adalah sekitar 7 – 5.5 MeV, sama dengan kisaran inti-inti ringan yang stabil. Sehingga kemungkinan terdapat inti-inti super berat yang stabil di Z < 135 dan di atas Z > 135 tidak akan terdapat inti yang stabil. Kata kunci : inti super berat, fisi spontan, energi aktivasi, energi ikat per nukleon, pairing ABSTRACT AGIE MALIKI AKBAR. Super Heavy Nucleic Stability Review with Atomic Numbers 110 to 200 Using the Liquid Droplets Model Nucleic. Guided by ABD. DJAMIL HUSIN. Liquid droplets of nucleic models can be derived equations to estimate the binding energy, binding energy per nucleon, the most stable isotope, and the condition of the occurrence of spontaneous fission. The equations are then converted into a numerical equation form which is then inserted into the MATLAB programming language. Based on the results of the calculations have been carried out in this study, super-heavy nuclei will undergo spontaneous fission in the Z = 135. At Z = 135 the energy needed to create the nucleus undergoing fission or activation energy is very small at around 0:48 MeV. Above Z = 135 the activation energy is negative, it means to form a nucleus with Z> 135 needed some energy. Then at Z = 135 the ratio Z2 / A is 48.86, almost reaching requirement ratio Z2 / A where the nucleic will undergo spontaneous fission is 49. Binding energy per nucleon for super-heavy nuclei up to Z = 200 is about 7 - 5.5 MeV, together with a range of light nuclei are stable. So there may be a super-heavy nuclei are stable at Z <135 and above Z> 135 there will be no stable nucleic Keywords: super heavy nuclei, spontaneous fission, activation energy, binding energy per nucleon, pairing KAJIAN STABILITAS INTI SUPER BERAT DENGAN NOMOR ATOM 110 SAMPAI DENGAN 200 MENGGUNAKAN MODEL INTI TETESAN CAIRAN AGIE MALIKI AKBAR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Juclu\ Skripsi : Kajian Stabilitas Inti Super Bcr;lt dCI1gt1l1 Nomor Atom 110 Sampai dengan 200 Menggul1<1bl1 \ 'loc1el Inti Tetesan Cairan : Agie Maliki Akbar Nama : 074090021 NIM Disetujui oleh Abd. Djamil Husin, M.Si Pembimbing Diketahui oleh Tanggal Lulus:. B JUL 2013 Judul Skripsi : Kajian Stabilitas Inti Super Berat dengan Nomor Atom 110 Sampai dengan 200 Menggunakan Model Inti Tetesan Cairan Nama : Agie Maliki Akbar NIM : G74090021 Disetujui oleh Abd. Djamil Husin, M.Si Pembimbing Diketahui oleh h Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si Ketua Departemen Fisika Tanggal Lulus: PRAKATA Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Kajian Stabilitas Inti Super Berat dengan Nomor Atom 110 sampai dengan 200 Menggunakan Model Inti Tetesan Cairan”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pula kepada Rasulullah Muhammad SAW serta para sahabatnya. Teriring doa dan harap semoga Allah SWT meridhoi upaya yang kami lakukan. Usulan penelitian ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian pada Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyusun usulan penelitian ini, terutama kepada Abdul Djamil Husin sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusun usulan penelitian ini. Besar harapan penulis karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun masyarakat dalam bidang sains terutama bidang fisika nuklir. Bogor, Maret 2013 Agie Maliki Akbar DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Model Inti Tetesan Cairan METODE 3 7 Waktu dan Tempat Penelitian 7 Prosedur Penelitian 7 Tinjauan Pustaka 7 Melakukan Simulasi Perhitungan Energi Kestabilan Inti 7 Analisis Hasil Kajian 8 HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN 8 17 Simpulan 17 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 18 LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 26 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir simulasi 2 Grafik hubungan energi ikat per nukleon terhadap nomor massa untuk inti-inti ringan dan inti-inti sedang 3 Grafik hubungan energi ikat per nukleon terhadap nomor massa untuk inti-inti berat 4 Grafik hubungan energi ikat per nukleon terhadap nomor massa untuk inti-inti super berat 5 Grafik hubungan jumlah neutron terhadap jumlah neutron 6 Grafik hubungan energi total yang dilepas ketika terjadi fisi dan energi 8 10 11 12 14 7 Grafik hubungan energi aktivasi terhadap nomor massa estimasi 16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Program untuk menduga energi ikat, energi ikat per nukleon, mencari isotop paling stabil, syarat terjadinya fisi spontan, dan energi aktivasi 19 1 PENDAHULUAN Unsur dengan nomor atom terbesar yang terbentuk secara alami adalah uranium. Unsur-unsur setelah uranium semuanya bersifat radioaktif dan mempunyai kestabilan yang relatif rendah. Oleh karena itu unsur-unsur tersebut kelimpahannya di alam sangat sedikit (atau bahkan tidak terdapat di alam), tetapi dapat dihasilkan di laboratorium. Unsur-unsur setelah uranium ini disebut unsur transuranik yang deretnya diawali oleh neptunium (Z = 93). Proses pembentukan unsur transuranik ini mengikuti proses penangkapan neutron yang disusul oleh peluruhan beta. Dengan proses tersebut sampai saat ini nomor atom unsur paling besar yang berhasil dibentuk adalah .6 Untuk menghasilkan inti dengan nomor atom di atas 107 metode tangkapan neutron tidak dapat lagi digunakan karena waktu yang paruh yang sangat singkat dari inti-inti transuranik. Inti-inti selanjutnya dapat dihasilkan dengan cara menembak sebuah inti berat dengan sebuah inti sedang. Dengan cara ini unsur dengan nomor atom paling besar yang berhasil dibentuk adalah . Sampai saat ini isotop unsur-unsur transuranik yang berhasil dihasilkan mempunyai waktu paruh beberapa menit atau detik saja.6 Terlihat jelas waktu paruh yang sangat singkat dari unsur-unsur transuranik disebabkan akibat bertambahnya gaya tolak Coulomb seiring bertambahnya nomor atom Z. Untuk mencapai kestabilan unsur-unsur ini mengalami peluruhan beta, alfa, atau membelah secara spontan (fisi spontan). Tetapi pada 1960-an Glenn T. Seaborg menyatakan bahwa kemungkinan terdapat daerah dimana ada isotop inti-inti super berat yang stabil. Daerah tersebut dinamakan island of stability. Dasar dari pernyataan ini berasal dari model inti kulit yang menyatakan konfigurasi pengisian nukleon pada inti analog dengan pengisian elektron pada atom. Menurut perhitungan yang rumit tentang struktur inti, unsur-unsur dengan nomor atom 111, 112, 113, 114 haruslah stabil terhadap peluruhan beta, alfa, atau fisi spontan.3 Penelitian ini bertujuan meninjau kestabilan inti-inti tersebut melalui model inti yang lain yang sebetulnya berlawanan dengan model inti kulit yaitu model inti tetesan cairan. Jika model inti kulit memperlakukan nukleon-nukleon pada inti secara sendiri-sendiri (independen), sedangkan model inti tetesan cairan memperlakukan nukleon-nukleon pada inti seperti satu kesatuan (kolektif). Latar Belakang Seiring bertambahnya nomor atom Z gaya tolak Coulomb akibat interaksi antar proton semakin kuat, sehingga semakin menurunkan kestabilan inti. Pada inti-inti berat gaya tolak Coulomb karena jumlah proton di dalam inti semakin banyak. Pada inti-inti berat dengan nomor atom Z yang besar, gaya tolakan Coulomb yang kuat akibat banyaknya 2 proton diimbangi oleh jumlah neutron yang besar sekitar 1.6 kali jumlah proton. Jumlah neutron yang lebih banyak dibandingkan jumlah proton membuat gaya kuat akibat interaksi neutron-neutron dan neutron-proton semakin kuat sehingga mampu mengimbangi gaya tolak Coulomb akibat interaksi proton-proton. Peningkatan interaksi kuat hanya bertambah secara linier seiring dengan kenaikan jumlah neutron N, sedangkan gaya tolak Coulomb meningkat secara kuadratik dengan bertambahnya Z sehingga akan ada kondisi dimana sebuah gaya kuat yang mengikat inti tidak mampu lagi mengimbangi gaya tolak Coulomb sehingga inti akan membelah, kondisi ini disebut fisi spontan. Pada fisi spontan sebuah inti akan membelah menjadi dua atau lebih yang bermassa lebih ringan dengan sendirinya tanpa harus dipicu oleh partikel penembak. Berbeda dengan proses fisi pada umumnya yang membutuhkan partikel penembak agar proses fisi bisa terjadi. Model inti tetesan cairan dapat digunakan untuk menduga kapan kondisi ini bisa terjadi. Perumusan Masalah 1. 2. 3. Bagaimanakah kestabilan suatu inti atom jika inti tersebut mempunyai nomor atom dan nomor massa sangat besar. Sampai di nomor massa berapakah inti akan mengalami fisi spontan? Adakah inti super berat yang stabil? Tujuan Penelitian 1. 2. 3. 4. 5. Mengkaji kestabilan inti super berat menggunakan model inti tetesan cairan. Menduga isotop paling stabil inti-inti super berat. Menghitung energi ikat per nukleon inti-inti super berat. Menghitung dan memperkirakan energi aktivasi inti-inti super berat. Menghitung rasio Z2/A dan energi aktivasi untuk menduga di nomor atom berapakah inti super berat akan mengalami fisi spontan. 3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memprediksi kestabilan intiinti super berat, memprediksi nomor massa dan jumlah neutron-proton pada inti-inti berat yang stabil sehingga memberikan referensi bagi para ilmuwan dalam proses pembentukan inti-inti super berat yang stabil. Ruang Lingkup Penelitian Pada kajian ini diasumsikan bahwa inti mengalami fisi spontan dengan distribusi massa sama besar. Artinya inti membelah menjadi dua buah inti baru yang bermassa hampir sama. Kemudian efek kuantum yang dilibatkan pada penelitian ini hanya efek pairing pengisian tingkat energi nukleon saja. Bilangan-bilangan ajaib yang diperoleh dari model kulit yang disinggung pada penelitian ini hanya sebagai pembanding saja, tidak dibahas lebih lanjut tentang asal-usulnya. Penelitian ini sepenuhnya menggunakan model inti tetesan cairan. TINJAUAN PUSTAKA Model Inti Tetesan Cairan Von Wieszacker pada tahun 1935 mendapati bahwa sifat-sifat inti berhubungan dengan ukuran, massa, dan energi ikat mirip dengan apa yang dijumpai di dalam tetesan cairan. Kerapatan tetesan cairan adalah konstan, ukurannya sebanding dengan jumlah partikel atau molekul di dalam cairan, penguapan panas atau energi ikatnya berbanding lurus dengan massa atau jumlah partikel yang membentuk tetesan. Energi ikat menurut model inti tetesan cairan dinyatakan oleh : ( ) ( ) (1) Konstanta pada Persamaan 1 ditentukan dari data eksperimen. Nilainya (dalam satuan energi) yang dapat diambil adalah = 14 MeV, = 13 MeV, = 0.6 MeV, = 19 MeV dan untuk bernilai -33.5 MeV 4 jika inti mempunyai A genap dan Z genap, bernilai 0 jika A ganjil dan bernilai +33.5 MeV jika A ganjil dan Z ganjil. Asumsi dari model ini adalah menggangap inti seperti tetesan cairan, dimana energi yang dibutuhkan untuk menguapkan tetesan cairan sebanding dengan jumlah molekul di dalam cairan tersebut yang berarti energi ikatnya sebanding dengan jumlah molekul yang terkandung pada cairan tersebut. Pada inti juga dianggap demikian sehingga menghasilkan suku pertama pada Persamaan 1 yaitu yang menyatakan energi volume. Selanjutnya energi volume ini dikoreksi oleh kenyataan bahwa nukleon-nukleon yang terletak pada permukaan inti kurang terikat dibanding dengan nukleon yang berada di lebih dalam. Koreksi ini sebanding dengan luas permukaan inti tersebut, menghasilkan koreksi permukaan . Keberadaan proton di dalam inti menyebabkan energi ikat berkurang karena adanya gaya Coulomb antar proton yang saling tolak menolak. Untuk itu perlu ditambahkan suku koreksi akibat adanya interaksi Coulomb antar proton ( ) yaitu yang besarnya tergantung dari jumlah proton yang berinteraksi.2 Rumus energi ikat di atas dapat diperbaiki dengan dengan memasukan dua efek yang sebenarnya tidak cocok dengan model tetesan cairan sederhana tetapi bisa diterangkan dalam model yang menghasilkan tingkat energi. Salah satu efek ini terjadi jika jumlah neutron dalam inti melebihi jumlah proton (atau sebaliknya), ini berarti tingkat energi yang lebih tinggi harus terisi, sedangkan hal itu tidak terjadi jika N dan Z sama sehingga menghasilkan koreksi asimetri ( ) . Sedangkan efek yang kedua adalah terjadi akibat adanya kecenderungan terjadi pasangan proton dan pasangan neutron, sehingga inti genap-genap merupakan inti termantap, sehingga mempunyai energi ikat lebih tinggi daripada yang diharapkan. Jadi inti seperti dan muncul sebagai puncak dalam kurva empiris energi ikat per nukleon. Pada ekstrim lain, inti ganjil-ganjil memiliki proton tak berpasangan dan neutron tak berpasangan dan memiliki energi ikat yang relatif rendah.1 Energi pasangan bernilai positif untuk inti genap-genap dan inti genap-ganjil dan bernilai negatif untuk inti ganjilganjil dan berubah terhadap A menurut A-3/4. Sehingga menghasilkan koreksi energi pasangan A-3/4.1 Model inti tetesan cairan dapat digunakan untuk menduga kondisi terjadinya fisi spontan. Persamaan energi ikat inti secara umum ( ) ( ) ( ) (2) maka dengan mensubstitusikan Persamaan 1 ke dalam Persamaan 2 dapat ( ). diperoleh perumusan massa semi empirik ( ) ( ) ( ) (3) Dengan bernilai -33.5 MeV untuk inti dengan nomor massa A dan nomor atom Z genap dan bernilai +33.5 MeV untuk inti dengan nomor massa dan nomor atom ganjil. 5 kemudian dengan mengatur ulang Persamaan diatas diperoleh Persamaan ( ) ( ) (4) dengan γ + β α Persamaan 3 merupakan Persamaan parabolik, dimana titik balik minimum Zo diberikan oleh | ( ( )) | = 0 dengan A konstan Diperoleh (nomor atom untuk isobar paling stabil) (5) Persamaan diatas merupakan Persamaan untuk menduga isobar (inti dengan nomor massa A sama, tapi nomor atom Z berbeda) paling stabil Zo untuk nomor massa A tertentu. Karena nilai Z adalah suatu bilangan bulat yang berurutan maka dengan memasukan nilai Z tersebut dapat di duga isotop untuk tiap nomor atom Z. Kemudian setiap nomor massa tiap isotop dimasukan ke Persamaan 1 untuk memperoleh isotop yang paling stabil. Batas terjadinya fisi spontan dapat diturunkan dari Persamaan 1. Fisi spontan terjadi akibat adanya perubahan koreksi energi Coulomb dan koreksi energi permukaan akibat berubahnya bentuk inti. Dengan adalah eksentrisitas inti yang berhubungan dengan parameter deformasi β. ( ) ( ( ) ) ( ) Perubahan energi ikat akibat deformasi dinyatakan oleh ( ) (6) 6 Dengan adalah eksentrisitas inti yang berhubungan dengan parameter deformasi β. Eksentritas inti dinyatakan oleh . Dengan √ parameter deformasi dinyatakan oleh √ (7) dimana adalah perbedaan antara sumbu semi mayor dan sumbu semi minor. Dan adalah jari-jari inti rata-rata didekati oleh Persamaan . Jika suku kedua lebih besar dari suku pertama, perubahan energi positif dan diperoleh peningkatan energi melalui perubahan bentuk inti. Semakin lonjong inti, semakin besar energi yang diperoleh. Syarat terjadinya fisi spontan adalah dan dan dengan memasukan nilai syarat terjadinya fisi spontan terjadinya jika didapatkan (8) Selain dapat digunakan untuk menduga kondisi terjadinya fisi spontan model inti tetesan cairan juga dapat digunakan untuk menduga energi aktivasi yang diperlukan untuk mengakibatkan terjadinya fisi. Jika diasumsikan ketika fisi inti terbelah menjadi dua inti yang identik maka energi potensial Coulomb yang menghalangi terjadi proses fisi dinyatakan oleh ( ) (9) dengan Z1, Z2 = jumlah proton inti akhir masing-masing R1, R2 = jari-jari inti akhir masing-masing e = muatan proton (1.6 x 10-19 C) Seperti pada proses peluruhan α dan β, proses fisi spontan yang terjadi pada inti berat adalah salah satu cara inti menuju kestabilan. Oleh karena itu inti akhir dari proses fisi spontan ini harus lebih stabil dari inti awalnya. Misal, energi ikat inti pada daerah inti-inti berat adalah sekitar 7.6 MeV. Jika sebuah inti membelah menjadi dua buah inti dengan massa masing-masing 119, dengan energi ikat per nukleonnya sekitar 8.5 MeV. Energi ikat inti akhir yang lebih besar dari inti awal mengharuskan sejumlah energi harus dilepaskan. Energi yang dilepaskan adalah perubahan energi ikat inti awal dan inti akhir. Perubahan energi ikat yang terjadi adalah : energi ikat inti adalah 238 x -7.6 MeV = -1809 MeV kemudian jika inti tersebut membelah menjadi dua buah inti maka energi ikat inti 7 akhir adalah sebesar 2 x 119 x -8.5 = -2033 MeV. Keadaan akhir dari proses tersebut mengandung kelebihan energi sebesar ΔEf = 214 MeV yang dapat muncul dalam berbagai bentuk (energi neutron, energi peluruhan β, dan emisi sinar γ). Tetapi sekitar 80% dari energi ini digunakan sebagai energi kinetik kedua inti akhir.7 Energi total Et yang terjadi selama fisi adalah perubahan energi akibat deformasi ΔEd ditambah dengan perubahan energi ikat inti setelah inti mengalami fisi ΔEf.. Jika energi total ini lebih besar dibanding energi potensial halangan Coulomb maka inti akan mengalami fisi spontan. Energi aktivasi diberikan oleh (10) METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai bulan Juli 2013. Tempat penelitian dilakukan di laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Prosedur Penelitian Studi Pustaka Sebelum melaksanakan penelitian ini, penulis melakukan studi pustaka mengenai model inti tetesan cairan. Selain itu penulis juga melakukan studi pustaka mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas inti yaitu energi ikat, energi ikat per nukleon, rasio jumlah neutron dan proton, eksentrisitas inti, dan efek pasangan (pairing). Melakukan Simulasi Perhitungan Energi Kestabilan Inti Kajian dilakukan dengan menggunakan Persamaan energi ikat menurut model inti tetesan cairan (Persamaan 1). Dari Persamaan 1 dapat diturunkan berbagai Persamaan untuk menduga kestabilan inti. Diantaranya energi ikat, energi ikat per nukleon, energi aktivasi, dan kondisi terjadinya fisi spontan. Persamaan-Persamaan turunan tersebut kemudian diubah ke dalam bentuk Persamaan numerik lalu dimasukkan ke dalam software 8 MATLAB R2008b untuk diolah lebih lanjut. Urutan simulasi penelitian disajikan oleh gambar dibawah. Persamaan energi ikat per nukleon model inti tetesan cairan (Persamaan 1) Persamaan untuk mencari isobar paling stabil Masukkan nilai A = 1, 2, 3, 4... dst untuk menduga kombinasi Z dan A yang paling stabil Persamaan perubahan energi ikat akibat deformasi Syarat terjadinya fisi spontan Persamaan Potensial Coulomb Energi aktivasi Kombinasi Z dan A yang paling stabil dan energi ikatnya Daerah inti-inti super berat yang diduga stabil Gambar 1. Diagram alir simulasi. Garis merah menunjukkan input berupa Z dan A, garis hijau menunjukkan ouput berupa energi, dan garis hitam ouput berupa rasio. 9 Analisis Hasil Simulasi Setelah melakukan simulasi, penulis kemudian menganalisis hasil simulasi untuk memprediksi kemungkinan adanya inti super berat yang stabil. Aspek kestabilan yang menjadi fokus kajian adalah energi ikat per nukleon, rasio jumlah neutron terhadap proton, dan efek pairing. HASIL DAN PEMBAHASAN Kestabilan sebuah inti atom ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain oleh energi ikat per nukleon, rasio jumlah proton-neutron, dan efek pasangan (pairing) antar nukleon. Semakin besar nomor atom, energi ikat inti cenderung semakin meningkat karena diketahui bahwa gaya kuat yang mengikat nukleon-nukleon di dalam inti berjangkauan pendek, dan sebuah nukleon hanya berinteraksi dengan tetangga terdekatnya, sehingga energi yang dibutuhkan untuk memecah sebuah inti sebanding dengan jumlah nukleonnya. Tetapi karena di dalam inti terdapat proton maka interaksi Coulomb antar proton menyebabkan energi ikat inti akan terkoreksi. Untuk inti-inti ringan dengan nomor massa kurang dari 20, koreksi energi ikat akibat interaksi Coulomb tidak terlalu berpengaruh karena pada inti-inti ringan jumlah proton yang terkandung relatif sedikit dan jumlah neutron dan protonnya relatif sama. Nukleon yang berspin ½ mengikuti prinsip ekslusi Pauli sehingga setiap tingkat energi inti dapat mengandung dua neutron yang berspin berlawanan dan dua proton yang berspin berlawanan.1 Tingkat energi dalam inti diisi menurut aturan tertentu sama dengan tingkat energi pada atom, agar terjadi suatu konfigurasi dengan energi paling minimum sehingga mempunyai kestabilan maksimum, sehingga jumlah proton dan neutron yang sama memungkinkan terjadinya pairing yang menurunkan energi total inti. Proton dan neutron di orbit yang sama akan cenderung berpasangan (pairing) untuk membentuk keadaan momentum anguler, J = 0, sedangkan jika sebuah inti mempunyai proton atau neutron ganjil, total momentum angulernya adalah momentum anguler nukleon terakhir (ganjil). Selain itu karena jumlah proton dan neutron relatif sama menyebabkan neutron dan proton dapat menempati tingkat energi paling rendah yang tersedia.1 Unsur alami dengan nomor atom di atas Bismut sampai Uranium semuanya diamati bersifat radioaktif (mengalami peluruhan beta atau alfa) dengan waktu paruh yang bervariasi dari 0,0018 detik untuk sampai 1,39 x 1010 tahun untuk .2 Sampai saat ini tidak ditemukan inti di atas yang stabil terhadap peluruhan beta atau alfa. Sedangkan inti berat dengan nomor massa paling tinggi yang terbentuk secara alami di alam adalah uranium. Tidak ada inti dengan nomor atom di atas uranium yang terbentuk secara alami, karena waktu paruh yang singkat dari inti-inti berat menyebabkan proses tangkapan neutron secara alami tidak lagi berpeluang 10 menghasilkan inti-inti baru. Tetapi inti-inti setelah uranium dapat dihasilkan di laboratorium. Proses pembentukkan deret unsur yang diawali dengan neptunium (Z = 93) yang disebut unsur-unsur transuranik, melalui proses penangkapan neutron disusul dengan peluruhan beta. Dengan cara ini semua unsur hingga Z = 107 dihasilkan.6 Sebagian besar unsur dalam deret ini mempunyai waktu paruh beberapa menit atau beberapa detik saja yang artinya inti-inti tersebut mempunyai kestabilan yang rendah. Gambar 2 memperlihatkan hubungan antara energi ikat per nukleon terhadap nomor massa untuk inti-inti ringan dan inti-inti sedang. Terlihat bahwa untuk intiinti dengan Z genap dan N genap mempunyai energi ikat per nukleon lebih besar dari inti-inti sekitarnya. Hal ini menunjukkan kuatnya efek pairing yang terjadi pada inti-inti ringan dan inti-inti sedang. Hal ini berbeda pada wilayah dengan A > 150 (inti-inti berat). Di sini efek pairing mulai menghilang dan energi ikat per nukleon inti cenderung terus menurun. Hal ini menunjukkan bahwa untuk inti-inti berat koreksi akibat tolakan Coulomb dan koreksi akibat ketidaksimetrian antara jumlah proton dan jumlah neutron mulai mendominasi. Salah satu ciri dari inti-inti berat adalah berlebihnya jumlah neutron dibanding proton. Di satu sisi jumlah neutron yang berlebih diharapkan dapat mengimbangi gaya tolak antar proton, tetapi di sisi lain berlebihnya jumlah neutron terhadap proton mengharuskan neutron tambahan menempati tingkat energi yang lebih tinggi dibanding proton. Jika kita analogikan dengan elektron pada atom, semakin tinggi tingkat energi semakin kecil energi ikat, sehingga kemungkinan neutron untuk terlepas atau meluruh menjadi proton lebih besar dibanding neutron yang menempati Gambar 2. Grafik hubungan energi ikat per nukleon terhadap nomor massa untuk inti-inti ringan dan inti-inti sedang 11 tingkat energi yang lebih rendah. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui untuk inti-inti super berat (inti-inti dengan nomor atom Z > 110) rasio neutron terhadap proton mencapai 1.7 ~ 2. Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada daerah inti-inti berat terlihat bahwa semakin besar nomor atom dan nomor massa energi ikat per nukleon cenderung terus mengalami penurunan, tidak ditemukan inti yang mempunyai energi ikat per nukleon lebih besar dibanding inti-inti tetangganya. Kondisi ini berlanjut pada intiinti super berat. Sehingga sangat sulit untuk menentukkan inti-inti berat yang kemungkinan stabil hanya berdasarkan energi ikat per nukleonnya saja. Gambar 4 menunjukkan hubungan antara energi ikat per nukleon terhadap nomor massa untuk inti-inti super berat. Cara yang dapat digunakan untuk menduga kestabilan pada inti-inti super berat adalah dengan melihat pengisian nukleon terluar di luar closed shell (jumlah nukleon yang memenuhi bilangan ajaib). Jika kita lihat pada kasus inti-inti ringan dan inti-inti sedang, inti-inti yang mempunyai jumlah nukleon terluar sama dengan salah satu bilangan ajaib atau berjumlah genap mempunyai kestabilan lebih tinggi dibanding inti-inti sekitarnya. Jika hal ini juga berlaku pada inti-inti super berat maka dapat diduga inti-inti super berat dengan nomor atom 111, 112, 113, 114, 126, 142, 143, dan 144 akan mempunyai kestabilan yang lebih tinggi dibanding inti-inti disekitarnya karena inti-inti tersebut di prediksi mempunyai jumlah neutron sama dengan bilangan ajaib untuk neutron yaitu 184 (untuk inti dengan Z = 111, 112, 113) dan 258 (untuk inti dengan nomor atom (142, 143, dan 144) dan bilangan ajaib untuk proton 126 (untuk inti dengan Z = 126). Gambar 3. Grafik hubungan energi ikat per nukleon terhadap nomor massa untuk inti-inti berat 12 Gambar 4. Grafik hubungan energi ikat per nukleon terhadap nomor massa untuk inti-inti super berat Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada penelitian intiinti tersebut mempunyai energi ikat per nukleon yang cukup besar, sekitar 6.8 sampai 7 MeV, sehingga dapat diduga inti-inti tersebut akan stabil, mengingat inti-inti isotop inti-inti ringan yang stabil seperti dan mempunyai energi per nukleon yang berada pada kisaran yang sama. Tetapi kenyataannya hasil eksperimen menunjukkan bahwa salah satu isotop intiinti transuranik , , , yang berhasil dibuat mempunyai waktu paruh yang sangat singkat dengan orde beberapa milisekon sampai beberapa sekon. Waktu paruh yang singkat menunjukkan bahwa inti-inti tersebut mempunyai kestabilan yang rendah yang tidak sesuai dengan dugaan model inti kulit. Tetapi walaupun demikian belum dapat dipastikan inti-inti dengan nomor atom di atas benar-benar tidak stabil karena sejauh ini baru satu isotop yang berhasil dihasilkan. Sebagai contoh salah isotop inti yang berhasil diciptakan di laboratorium Society of Heavy Ion Research di Darmstad, Jerman memiliki nomor massa 285 dan memiliki paruh sekitar 29 detik. Sedangkan hasil perhitungan menggunakan model inti tetesan cairan yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa adalah isotop paling stabil untuk inti dengan energi ikat per nukleon sekitar 7,15 MeV. Untuk membentuk inti-inti di atas proses penangkapan neutron dan peluruhan beta tidak dapat lagi digunakan karena tidak tersedia neutron yang cukup untuk memasok neutron yang diperlukan untuk kestabilan. Dengan demikian perlu digunakan inti yang kaya akan neutron sebagai proyektil sasaran, seperti + , dengan harapan bahwa suatu keadaan antara (semacam inti gabung) akan terbentuk yang kemudian meluruh (atau mungkin berfisi) ke isotop stabil pada Z = 112 misalnya 3. 13 Interaksi Coulomb akibat adanya kehadiran proton bertambah secara kuadratik dengan meningkatnya Z sedangkan interaksi kuat hanya meningkat secara linier seiring dengan meningkatnya N, sehingga suatu saat terdapat kondisi dimana gaya kuat tidak mampu lagi menahan gaya tolak antar proton. Pada kondisi demikian inti akan mengalami fisi spontan. Pada umumnya reaksi fisi melibatkan sebuah inti berat dan partikel penembak. Agar terjadi fisi, energi partikel penembak harus melebihi energi aktivasi. Energi aktivasi adalah energi yang diperlukan untuk mengakibatkan terjadinya fisi. Berbeda dengan proses fisi pada umumnya, pada fisi spontan inti membelah tanpa dipicu partikel penembak. inti dengan sendirinya (spontan) membelah menjadi dua buah inti baru diikuti oleh pelepasan sejumlah energi. Pada proses fisi, sebuah inti berat seperti uranium terbelah menjadi dua inti yang lebih ringan. Karena energi ikat inti ringan adalah sekitar 1 MeV per nukleon lebih kuat daripada inti berat, maka dalam tiap proses fisi terjadi pengubahan energi sekitar 200 MeV (200 nukleon x 1 MeV per nukleon). Bandingkan dengan proses-proses elektron dalam yang hanya melibatkan energi sekitar beberapa elektron volt. Dalam inti terjadi persaingan antara gaya inti, yang menyatukan inti , dan tolakan elektrostatik antara berbagai proton dalam inti, yang cenderung memisahkan kesatuan inti. Bagi sebagian besar inti, gaya inti lah yang menang dalam persaingan ini ini, tetapi bagi inti-inti berat dan super berat ada perimbangan yang labil antara gaya inti dan gaya Coulomb, suatu perimbangan yang mudah sekali tumbang.4 Berdasarkan eksperimen diketahui bahwa energi aktivasi menurun seiring dengan meningkatnya A. Rumusan massa semi empiris dapat digunakan untuk menduga kondisi inti yang akan mengalami fisi spontan. Misalkan sebuah inti dengan energi ikat per nukleon sebesar 7.54 MeV membelah menjadi dua buah inti dengan A masing-masing 117 dengan energi ikat kira-kira 8.3 MeV. Karena terbelah menjadi dua inti sedang maka energi ikat inti akhir lebih besar daripada inti awal, maka sesuai dengan hukum kekekalan energi sejumlah energi harus dilepaskan. Perubahan energi yang terjadi pada proses ini adalah : energi ikat inti awal adalah sekitar 234 x 7.54 = -1765 MeV (tanda negatif menujukkan energi ikat) kemudian setelah mengalami fisi energi total yang dimiliki kedua inti akhir adalah sekitar 2 x 117 x 8.4 = -1965 MeV. Menurut hukum kekekalan energi maka keadaan akhir dari inti tersebut harus mengandung kelebihan energi sebesar kira-kira 200 MeV. Kelebihan energi ini dapat muncul dalam berbagai bentuk (energi partikel β, energi neutron, atau berupa emisi sinar γ) tetapi sebagian besar (~80 %) muncul sebagai energi kinetik fragmen kedua inti akhir 7. Sebelum terjadinya fisi inti akan terlebih dulu mengalami perubahan bentuk. Menurut model inti tetesan cairan sebuah inti berat dapat dianalogikan seperti tetesan cairan dengan bentuk kesetimbangan yang agak sedikit melonjong. Apabila inti tersebut diganggu, seperti menyerap sebuah neutron atau proton berenergi tinggi, “tetesan” ini bergetar. Bentuk inti berubah dengan cepat berulang kali dari bentuk yang lebih lonjong ke bentuk yang agak bundar. Bila inti tertarik ke bentuk yang sangat lonjong, energi Coulomb tidaklah berubah banyak, tetapi gaya inti melemah, karena bertambahnya luas permukaan inti (semua nukleon pada permukaan inti berkurang kekuatan ikatnya). Dengan penarikan yang cukup kuat, bagian 14 tengah tetesan inti menjadi hampir lepas, sehingga inti dengan mudah terbelah menjadi dua bagian, dan oleh tolakan Coulomb kedua bagian ini saling terdorong jauh. Di sini perubahan bentuk inti tidak menyebabkan volume inti berubah. Tetapi perubahan bentuk inti akan menyebabkan luas permukaan inti bertambah dan karena inti semakin lonjong interaksi Coulomb menjadi lebih dominan dibanding gaya kuat (karena gaya Coulomb berjangkauan tak hingga sedangkan gaya kuat berjangkauan pendek).4 Hasil perhitungan menunjukkan semakin besar nomor massa, eksentrisitasi inti semakin mendekati 1, artinya inti semakin lonjong. Menurut perhitungan, eksentrisitas untuk inti-inti berat dan super berat berkisar 0.75 ~ 0.85. Perubahan energi ikat inti adalah penjumlahan akibat perubahan koreksi energi Coulomb ditambahan perubahan akibat koreksi energi permukaan sesuai dengan Persamaan 5. Jika suku kedua lebih besar dari suku pertama, perubahan energi positif dan diperoleh peningkatan energi melalui perubahan bentuk inti. Semakin inti lonjong semakin besar mengalami perubahan bentuk energi yang diperoleh. Jika sebuah inti maka akan inti akan mengalami penambahan energi sebesar 51 MeV. jadi energi total yang dilepas ketika terjadi fisi adalah perubahan energi ketika inti mengalami perubahan bentuk (sebelum terjadinya fisi) ditambah energi yang dilepas ketika inti membelah. Sehingga energi total yang dilepas jika sebuah inti membelah menjadi dua inti yang identik adalah sekitar 250 MeV. Bila dikaitkan dengan perhitungan probabilitas peluruhan maka semakin besar energi yang dilepas, maka peluang untuk terjadinya peluruhan semakin besar. Salah satu faktor yang menghambat terjadinya fisi Gambar 5. Grafik hubungan jumlah neutron terhadap jumlah proton 15 adalah adanya halangan Coulomb (Coulomb barrier) yang juga menjadi faktor yang mencegah terjadinya peluruhan α. Jika sebuah inti menjadi dua buah inti yang identik yang permukaannya saling bersentuhan maka halangan Coulombnya adalah sekitar 295 MeV. Jika energi total yang dilepas lebih besar dari halangan Coulomb maka inti akan mengalami fisi spontan. Selisih antara halangan Coulomb dan energi total yang terlibat pada proses fisi adalah energi aktivasi. Gambar 6 memperlihatkan hubungan antara energi halangan Coulomb dan energi total yang dilepas selama terjadinya fisi. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini, dengan asumsi inti terbelah menjadi dua inti yang identik, diketahui energi aktivasi naik (dengan mengalami fluktuasi) sampai daerah inti-inti sedang. Pada daerah inti-inti sedang, energi aktivasi masih mengalami fluktuasi dan cenderung konstan berkisar 45 sampai 60 MeV, dengan energi aktivasi terbesar dimiliki oleh inti MeV. Hal ini masuk akal mengingat inti-inti sedang memiliki kestabilan yang lebih tinggi, dibanding inti-inti ringan atau inti-inti berat sehingga untuk membuat inti-inti tersebut fisi dibutuhkan energi yang besar. Kemudian pada daerah inti-inti berat dan super berat energi aktivasi cenderung terus menurun, artinya semakin besar nomor massa sebuah inti semakin mudah untuk membuat inti tersebut untuk mengalami fisi. Fluktuasi yang terjadi pada energi aktivasi diakibatkan karena energi ikat inti genap-genap lebih besar daripada inti ganjil-ganjil atau ganjil-genap maka ketika terjadi fisi (dengan asumsi inti terbelah menjadi dua inti yang identik), inti genap-genap akan membebaskan energi lebih besar daripada inti ganjil-ganjil atau ganjil-genap. Hal tersebut akan menyebabkan energi aktivasi untuk inti genap-genap lebih kecil dibanding dengan inti ganjil-genap atau ganjil-ganjil. Gambar 6 memperlihatkan hubungan antara energi total yang dilepas selama terjadinya dan potensial halangan Coulomb terhadap nomor massa. Kecuali untuk inti helium dan berilium, sampai dengan nomor massa kira-kira 373 dan nomor atom 135 energi total yang dilepas selalu lebih kecil dari energi halangan Coulomb (energi aktivasi selalu positif), setelahnya terlihat bahwa energi total yang dilepas selalu melebihi energi potensial halangan Coulomb (energi aktivasi negatif) sehingga dapat diduga bahwa inti-inti setelah itu akan mengalami fisi spontan. Energi aktivasi pada batas tersebut adalah sekitar 0.48 MeV. Energi aktivasi positif, artinya diperlukan sejumlah energi untuk membelah inti, sedangkan negatif berarti diperlukkan sejumlah energi untuk membentuk inti. Berarti dapat diduga inti-inti setelah Z = 135 tidak akan terbentuk, karena dibutuhkan sejumlah energi untuk membentuk inti-inti tersebut. Kemudian dari perhitungan diduga bahwa inti akan mengalami fisi spontan jika rasio Z2/A melebihi 49. Ternyata hasil ini cocok jika dibandingkan dengan energi aktivasi yang dibutuhkan. Rasio Z2/A pada Z = 135 adalah sekitar 48.86, kemudian Z setelahnya sudah melebihi 49. Dapat diduga bahwa jika inti diasumsikan terbelah menjadi dua inti yang identik maka Z = 135 adalah batas dimana inti akan mulai mengalami fisi spontan. Sehingga kemungkinan terdapat inti-inti super berat yang stabil asalkan belum melewati batas fisi spontan di atas. 16 Gambar 6. Grafik hubungan energi total yang dilepas ketika fisi dan halangan Coulomb terhadap nomor massa Gambar 7. Grafik hubungan energi aktivasi terhadap nomor massa estimasi 17 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Model inti tetesan cairan dapat digunakan untuk menghitung dan menduga isotop paling stabil, energi ikat per nukleon, energi aktivasi, dan batas terjadinya fisi spontan. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, inti akan mengalami fisi spontan di atas Z = 135. Pada Z = 135 energi yang diperlukan untuk membuat inti mengalami fisi atau energi aktivasi sangat kecil yaitu sekitar 0.48 MeV. Di atas Z = 135 energi aktivasi adalah negatif. Kemudian pada Z = 135 rasio Z2/A adalah 48.86, hampir mencapai syarat rasio Z2/A dimana inti akan mengalami fisi spontan yaitu 49. Energi ikat per nukleon untuk inti-inti super berat sampai Z = 200 adalah sekitar 7 – 5.5 MeV. Walaupun mempunyai energi ikat per nukleon yang kecil bukan berarti inti-inti akan tidak stabil karena inti-inti ringan yang stabil seperti litium juga mempunyai energi ikat pada kisaran yang sama. Dari perhitungan dengan menggunakan model inti tetesan cairan diduga ada inti super berat sampai nomor atom Z = 135 yang stabil, sedangkan setelah Z = 135 inti sudah tidak ada lagi inti super berat yang stabil. Saran Untuk penelitian tentang kestabilan selanjutnya, diharapkan kestabilan inti super berat tidak hanya ditinjau menggunakan satu model saja, sehingga inti-inti super berat yang diduga stabil bisa ditentukkan secara lebih spesifik. 18 DAFTAR PUSTAKA 1. Beiser, Arthur. Konsep Fisika Modern. The Houw Liong. Penerjemah : Carol Manik. Editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Concepts of Modern Physics, 3rd Edition. 1982 2. Gautreau, Ronald, William Savin. Teori dan Soal-soal Fisika Modern. Penerbit Erlangga. Penerjemah : Soni Astranto, Wibi Hardani, editor. Jakarta. Terjemahan dari : Schaum`s Outline of Theory and Problems of Modern Physics Second Edition. 2006 3. Goeppert Maria, J. Hans D. Jensen.. Elementary Theory of Nuclear Shell Structure. New York : John Wiley and Sons, Inc. 1964 4. Lilley, John. Nuclear Physics : Principles and Applications. New York : John Wiley and Sons, Inc. 2001 5. N. Subrahmanyan, Brij Lal. Atomic and Nuclear Physics. New Delhi. S. Chand and Company Ltd. 1996 6. S. Krane, Kenneth. Fisika Modern. Hans J.W. Penerjemah; Sofia Niksolihin. Editor. Jakarta : UI Press. Terjemahan dari : Modern Physics. 1982 7. S. Krane, Kenneth. Introductory Nuclear Physics. New York. John and Sons, Inc. 1988 19 LAMPIRAN Lampiran 1. Program untuk menduga energi ikat, energi ikat per nukleon, mencari isotop paling stabil, kondisi terjadinya fisi spontan, dan energi aktivasi. clear clc av=14;%MeV as=13;%MeV ac=0.6;%MeV aa=19;%MeV ro=1.25;%fm k=1.44;%MeV phi=3.14; mp=(1.007275).*931.5;%massa proton (MeV) mn=(1.008665).*931.5;%massa proton (MeV) dR=0.06; Z=[ ];%definisi nomor atom for i=1:200; Z(i,1)=i end %nomor massa yang ada di alam A1=[1;4;7;9;11;12;14;16;19;20;23;24;27;28;31;32;35;40;39;40;4 5;48;51;52;55;56;59;58;63;64;69;74;75;78;79;84;85;88;89;90;93 ;98;98;102;103;106;107;114;115;118;121;128;127;132;133;138;13 9;142;141;144;146;149;154;152;159;156;165;166;169;174;175;180 ;181;184;187;192;193;195;197;202;205;208;209;209;210;222;223; 226;227;232;231;238;237;242;243;247;247;251;252;257;258;259;2 60;261;262;271;270;277;278;281;281;285;286;289;289;293;294;29 4;319;322;326;329;332;335;339;342;345;349;352;356;359;362;366 ;369;373;376;380;383;386;390;393;397;400;404;407;411;414;418; 422;425;429;432;436;440;443;447;450;454;458;461;465;469;473;4 76;480;484;487;491;495;499;502;506;510;514;518;522;525;529;53 3;537;541;545;549;553;556;560;564;568;572;576;580;584;588;592 ;596;600;604;608;612;616;] %nomor massa estimasi A2=[1;4;6;8;10;12;14;16;18;20;24;26;28;30;32;34;36;38;40;44;4 6;48;50;52;54;56;60;62;64;66;68;72;74;76;78;80;84;86;88;90;94 ;96;98;100;104;106;108;112;114;116;118;122;124;126;129;132;13 4;137;140;142;145;148;151;153;156;159;162;164;167;170;173;176 ;178;181;184;187;190;193;196;199;201;204;207;210;213;216;219; 222;225;228;231;234;237;240;243;246;249;252;255;258;262;265;2 68;271;274;277;280;284;287;290;293;296;299;303;306;309;312;31 6;319;322;326;329;332;335;339;342;345;349;352;356;359;362;366 ;369;373;376;380;383;386;390;393;397;400;404;407;411;414;418; 422;425;429;432;436;440;443;447;450;454;458;461;465;469;473;4 76;480;484;487;491;495;499;502;506;510;514;518;522;525;529;53 20 3;537;541;545;549;553;556;560;564;568;572;576;580;584;588;592 ;596;600;604;608;612;616;] n=length(A1); %tanpa koreksi energi pairing dan energi asimetri for i=1:n; B(i)=av.*A1(i)-as.*A1(i).^(2./3)-ac.*Z(i).*(Z(i)1)./A1(i).^(1./3);%energi ikat fb(i)=B(i)./A1(i);%energi ikat per nukleon N1(i)=A1(i)-Z(i);%jumlah neutron X1(i)=(Z(i)).^2./A1(i);%Batas fisi spontan Y1(i)=A1(i)./Z(i);%Rasio nomor massa terhadap nomor atom R1(i)=N1(i)./Z(i);%Rasio jumlah neutron terhadap jumlah proton end %dengan koreksi energi pairing dan energi asimetri for i=1:n; c=rem(A1(i),2); N1(i)=A1(i)-Z(i); b=rem(N1(i),2); a=rem(Z(i),2); if c==1; ap(i)=0; elseif b==1 && a==1; ap(i)=-34; else ap(i)=34; end Ev1(i)=av.*A1(i);%energi volume Es1(i)=as.*(A1(i)).^(2./3);%energi permukaan Z21(i)=ac.*(Z(i).*(Z(i)-1)); Ax(i)=A1(i).^(1./3); Ec1(i)=Z21(i)./Ax(i);%energi coulomb Ea1(i)=aa.*((A1(i)-2.*Z(i)).^2)./A1(i);%energi asimetri Ep1(i)=ap(i).*A1(i).^(-3./4);%energi pasangan B1(i)=Ev1(i)-Es1(i)-Ec1(i)-Ea1(i)+Ep1(i);%energi ikat fb1(i)=B1(i)./A1(i);%energi ikat per nukleon end for i=1:n; B(i)=av.*A1(i)-as.*A1(i).^(2./3)-ac.*Z(i).*(Z(i)1)./A1(i).^(1./3);%energi ikat fb(i)=B(i)./A1(i);%energi ikat per nukleon N1(i)=A1(i)-Z(i);%jumlah neutron X1(i)=(Z(i)).^2./A1(i);%Batas fisi spontan Y1(i)=A1(i)./Z(i);%Rasio nomor massa terhadap nomor atom R1(i)=N1(i)./Z(i);%Rasio jumlah neutron terhadap jumlah proton end %dengan koreksi energi pairing dan energi asimetri for i=1:n; c=rem(A1(i),2); N1(i)=A1(i)-Z(i); b=rem(N1(i),2); a=rem(Z(i),2); if c==1; 21 ap(i)=0; elseif b==1 && a==1; ap(i)=-34; else ap(i)=34; end Ev1(i)=av.*A1(i);%energi volume Es1(i)=as.*(A1(i)).^(2./3);%energi permukaan Z21(i)=ac.*(Z(i).*(Z(i)-1)); Ax(i)=A1(i).^(1./3); Ec1(i)=Z21(i)./Ax(i);%energi coulomb Ea1(i)=aa.*((A1(i)-2.*Z(i)).^2)./A1(i);%energi asimetri Ep1(i)=ap(i).*A1(i).^(-3./4);%energi pasangan B1(i)=Ev1(i)-Es1(i)-Ec1(i)-Ea1(i)+Ep1(i);%energi ikat fb1(i)=B1(i)./A1(i);%energi ikat per nukleon end for i=1:n; c=rem(A2(i),2); N2(i)=A2(i)-Z(i); b=rem(N2(i),2); a=rem(Z(i),2); if c==1; ap(i)=0; elseif b==1 && a==1; ap(i)=-34; else ap(i)=34; end Ev2(i)=av.*A2(i);%energi volume Es2(i)=as.*(A2(i)).^(2./3);%energi permukaan Z22(i)=ac.*(Z(i).*(Z(i)-1)); Ay(i)=A2(i).^(1./3); Ec2(i)=Z22(i)./Ay(i);%energi coulomb Ea2(i)=aa.*((A2(i)-2.*Z(i)).^2)./A2(i);%energi asimetri Ep2(i)=ap(i).*A2(i).^(-3./4);%energi pasangan B2(i)=Ev2(i)-Es2(i)-Ec2(i)-Ea2(i)+Ep2(i);%energi ikat fb2(i)=B2(i)./A2(i);%energi ikat per nukleon X2(i)=(Z(i)).^2./A2(i);%Batas fisi spontan Y2(i)=A2(i)./Z(i);%Rasio nomor massa terhadap nomor atom R2(i)=N2(i)./Z(i);%Rasio jumlah neutron terhadap jumlah proton end %mencari energi aktivasi for i=1:n; c=rem(A2(i),2); N2(i)=A2(i)-Z(i); b=rem(N2(i),2); 22 a=rem(Z(i),2); if c==1; ap(i)=0; elseif b==1 && a==1; ap(i)=-34; else ap(i)=34; end d=rem(A2(i), 2); %untuk inti dengan nomor massa ganjil if d==1; Ao(i)=A2(i)./2; Ar(i)=Ao(i)+0.5; As(i)=Ao(i)-0.5; betar(i)=mp-mn-(ac./(Ar(i).^(1/3)))-aa.*4; gammar(i)=(ac./Ar(i).^(1/3))+((aa.*4)./Ar(i)); Zr(i)=-(betar(i)./(2.*gammar(i))); betas(i)=mp-mn-(ac./(As(i).^(1/3)))-aa.*4; gammas(i)=(ac./As(i).^(1/3))+((aa.*4)./As(i)); Zs(i)=-(betas(i)./(2.*gammas(i))); R1(i)=(ro.*(Ar(i)).^(1./3))+(ro.*(As(i)).^(1./3)); Cb(i)=k.*(((Zr(i).*Zs(i)))./(R1(i)));%Coulomb Barrier Evr(i)=av.*Ar(i);%energi volume Esr(i)=as.*(Ar(i)).^(2./3);%energi permukaan Z2r(i)=ac.*(Zr(i).*(Zr(i)-1)); Ayr(i)=Ar(i).^(1./3); Ecr(i)=Z2r(i)./Ayr(i);%energi coulomb Ear(i)=aa.*((Ar(i)-2.*Zr(i)).^2)./Ar(i);%energi asimetri Epr(i)=ap(i).*Ar(i).^(-3./4);%energi pasangan Br(i)=Evr(i)-Esr(i)-Ecr(i)-Ear(i)+Epr(i);%energi ikat fbr(i)=Br(i)./Ar(i);%energi ikat per nukleon Eer(i)=Ar(i).*fbr(i);%energi ikat setelah fisi Evs(i)=av.*As(i);%energi volume Ess(i)=as.*(As(i)).^(2./3);%energi permukaan Z2s(i)=ac.*(Zs(i).*(Zs(i)-1)); Ays(i)=As(i).^(1./3); Ecs(i)=Z2s(i)./Ays(i);%energi coulomb Eas(i)=aa.*((As(i)-2.*Zs(i)).^2)./As(i);%energi asimetri Eps(i)=ap(i).*As(i).^(-3./4);%energi pasangan Bs(i)=Evs(i)-Ess(i)-Ecs(i)-Eas(i)+Eps(i);%energi ikat fbs(i)=Bs(i)./As(i);%energi ikat per nukleon Ees(i)=As(i).*fbs(i); Ee(i)=Ees(i)+Eer(i);%energi ikat setelah fisi E_re(i)=Ee(i)-B2(i);%energi yang dilepas E_act(i)=Cb(i)-E_re(i); 23 else %untuk inti dengan nomor massa genap At(i)=A2(i)./2; beta(i)=mp-mn-(ac./(At(i).^(1./3)))-aa.*4; gamma(i)=(ac./At(i).^(1./3))+((aa.*4)./At(i)); Zt(i)=-(beta(i)./(2.*gamma(i))); R1(i)=ro.*(At(i)).^(1./3); Cb(i)=k.*((Zt(i)).^2)./(2.*(R1(i)));%Coulomb Barrier Evt(i)=av.*At(i);%energi volume Est(i)=as.*(At(i)).^(2./3);%energi permukaan Z2t(i)=ac.*(Zt(i).*(Zt(i)-1)); Ayt(i)=At(i).^(1./3); Ect(i)=Z2t(i)./Ayt(i);%energi coulomb Eat(i)=aa.*((At(i)-2.*Zt(i)).^2)./At(i);%energi asimetri Ept(i)=ap(i).*At(i).^(-3./4);%energi pasangan Bt(i)=Evt(i)-Est(i)-Ect(i)-Eat(i)+Ept(i);%energi ikat Ee(i)=2.*Bt(i);%energi ikat setelah fisi E_re(i)=Ee(i)-B2(i);%energi yang dilepas end end for i=1:n; Dp(i)=(4./3).*(3.14./5).^(1/2).*(dR./ro.*(A2(i)).^(1./3));%pa rameter deformasi ecc(i)=Dp(i).*(5./4.*phi).^(1/2);%eksentrisitas %perubahan energi ikat akibat deformasi Esurf(i)=((2./5).*as.*(A2(i)).^(2./3)).*(ecc(i)).^2; Ecoul(i)=((1./5).*ac.*(Z(i)).^2).*(A2(i)).^(1./3).*(ecc(i)).^2; dE(i)=(((2./5).*as.*(A2(i)).^(2./3)+(1./5).*ac.*(Z(i)).^2).*(A2(i)).^ (-1./3)).*(ecc(i)).^2; dddE(i)=dE(i)+E_re(i)%energi total yang dilepas ketika inti mengalami fisi ddE(i)=Cb(i)-dddE(i);%energi aktivasi end %menghitung jumlah inti genap-genap, genap-ganjil, ganjilganjil, dan %ganjil-genap untuk nomor massa yang nyata for i=1:n; EE(i)=0; EO(i)=0; OO(i)=0; OE(i)=0; w=rem(N1(i), 2) 24 f=rem(Z(i), 2) if w==0 && f==0; EE1(i+1)=EE(i)+1; g=sum(EE1); elseif w==0 && f==1; EO1(i+1)=EO(i)+1; h=sum(EO1); elseif w==1 && f==1; OO1(i+1)=OO(i)+1; j=sum(OO1); else OE1(i+1)=OE(i)+1; m=sum(OE1); end end %menghitung jumlah inti genap-genap, genap-ganjil, ganjilganjil, dan %ganjil-genap untuk nomor massa estimasi for i=1:n; EE11(i)=0; EO11(i)=0; OO11(i)=0; OE11(i)=0; u=rem(N2(i), 2) y=rem(Z(i), 2) if u==0 && y==0; EE3(i+1)=EE11(i)+1; g2=sum(EE3); elseif u==0 && y==1; EO3(i+1)=EO11(i)+1; h2=sum(EO3); elseif u==1 && y==1; OO3(i+1)=OO11(i)+1; j2=sum(OO3); else OE3(i+1)=OE11(i)+1; m2=sum(OE3); end end %plot(A1, fb1, 'red', A2, fb2, 'blue') %plot(A1, fb2) %plot(A2, fb2, A1, fb1) %plot(Z, ddE) %plot(Z, X2) plot(A2, Esurf, A2, Ecoul) xlabel('Nomor Massa'), ylabel('Energi (MeV)') grid on 25 legend('Energi permukaan', 'Energi potensial Coulomb') %subplot(1,2,1) %plot(A1, fb, A1, fb1) %xlabel('nomor massa (A)'), ylabel('energi ikat per nukleon (fb)') %subplot(1,2,2) %plot(Z, A1) %xlabel('Z'), ylabel('A') disp(' Z A (Eks) N(Eks) fb(Eks) A(Est) N(Est) fb(Est) ') disp('-------------------------------------------------------------------') for i=1:length(Z) string = '%2.0f %2.0f %2.0f %6.04f %6.0f %2.0f %6.04f' ; disp(sprintf(string,i,A1(i), N1(i), fb1(i), A2(i), N2(i), fb2(i))) end disp('--------------------') disp('-------------------------------------------------------------------') for i=1:length(Z) string = '%2.0f %2.0f %2.0f %2.02f %2.02f %2.02f %2.02f %2.02f' ; disp(sprintf(string, A2(i), Z(i), N2(i), Cb(i), dddE(i), dE(i))) end disp('--------------------') 26 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 10 Mei 1991 dari Ayah Anang Pirtana dan Ibu Ema Setiawati. Penulis adalah putra pertama dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sukanagara dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Fisika TPB pada tahun ajaran 2010/2011, 2011/2012 dan 2012/2013, asisten praktikum Fisika Modern pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, asisten praktikum Sensor dan Transduser pada tahun ajaran 2012/2013, dan asisten praktikum Fisika Dasar 2 pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif mengajar mata kuliah Fisika TPB dan Fisika Dasar 2 di bimbingan belajar dan privat mahasiswa Katalis Corporation. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Manusia Himpunan Mahasiswa Fisika IPB. . 27 28