Korelasi arsitektur pohon model rauh dari Rasamala

advertisement
KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI
RASAMALA (Altingia excelsa Noronha.) DAN MODEL
ARSITEKTUR ROUX DARI JENIS KOPI (Coffea arabica L.)
TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA
PHBM RPH GAMBUNG KPH BANDUNG SELATAN MARINA SURYA UTAMI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Korelasi Arsitektur Pohon Model
Rauh dari Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) dan Model Arsitektur Roux dari
jenis Kopi (Coffea arabica L.) Terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area
PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasala ataua dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
Marina Surya Utami
NIM G 353090061
RINGKASAN
MARINA SURYA UTAMI. Korelasi Arsitektur Pohon Model Rauh dari
Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) dan Model Arsitektur Roux dari Jenis Kopi
(Coffea arabica L.) terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area PHBM RPH
Gambung KPH Bandung Selatan.
Program pengelolaan hutan bersama masyarakat diharapkan dapat
mengurangi terjadinya penurunan fungsi hutan, dengan demikian kerusakan hutan
yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti erosi dan longsor dapat
dihindari. Erosi merupakan indikator dari konservasi tanah. Konservasi tanah
berhubungan dengan konservasi air. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya erosi yaitu curah hujan, jenis tanah dan tumbuhan penutup tanah, serta
kemiringan lereng. Curah hujan berkaitan dengan proses sampainya air hujan ke
permukaan tanah yang meliputi laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang
dan curahan tajuk. Laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang dan
curahan tajuk dipengaruhi oleh model arsitektur tanaman. Setiap spesies
tumbuhan mempunyai jenis arsitektur pohon yang khas.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan peran arsitektur pohon model
rauh pada jenis pohon rasamala (A. excelsa Noronha.) berdasarkan curahan tajuk,
aliran batang, aliran permukaan, dan tingkat erosi terhadap konservasi tanah dan
air di area PHBM yang ditanami kopi di kawasan petak 28 RPH Gambung, KPH
Bandung Selatan. Untuk menentukan jenis vegetasi yang dominan di area PHBM
dan hutan dilakukan analisis vegetasi dengan metode kuadrat, pada lahan terbuka
analisis vegetasi dilakukan dengan metode line intercept.
Hasil analisis vegetasi pada area hutan untuk tegakan pohon didominasi
oleh rasamala (A. excelsa Noronha.) dengan model arsitektur rauh, tegakan tiang
didominasi oleh seuseureuhan (Piper aduncum L.), tegakan sapihan didominasi
oleh damar (Agathis damara L.), tumbuhan bawah pada area hutan didominasi
oleh jampang piit (Oplismenus compositus (L.)P.Beauv.). Pada area PHBM,
tegakan pohon didominasi oleh rasamala (A.excelsa Noronha.), sedangkan pada
tegakan anakan didominasi oleh kopi arabika (Coffea Arabica L.) dan tumbuhan
bawah yang dominan adalah rumput jampang piit (Oplismenus compositus
(L.)P.Beauv.). Pada lahan terbuka hanya terdiri dari jenis tumbuhan bawah yang
didominasi oleh babadotan (Ageratum conyzoides L.).
Curah hujan yang terukur selama pengamatan adalah 1203.81 mm, jumlah
curahan tajuk pada pohon rasamala di area PHBM lebih kecil (966.08 mm) dari
pada pohon rasamala di area hutan (976.80 mm). Pada model arsitektur yang
sama (model rauh) dan pada jenis tumbuhan yang sama, individu berdiameter
batang yang lebih besar memiliki jumlah aliran batang yang lebih rendah dari
pada individu berdimeter batang yang lebih kecil. Namun demikian, jumlah
aliran permukaan pada area hutan lebih tinggi dari pada jumlah aliran permukaan
pada area PHBM. Hal ini berkaitan dengan adanya tanaman kopi dengan
arsitektur pohon model roux yang berperan sebagai fase tiang dan sapihan di area
tersebut. Sehingga kombinasi antara model arsitektur rauh pada rasamala dan
model arsitektur roux pada kopi sangat baik untuk mengkonservasi tanah dan air.
Hasil analisis komponen utama menunjukan bahwa aliran batang
merupakan komponen utama yang mempengaruhi jumlah tanah yang tererosi.
Sedangkan pada lahan terbuka, curah hujan sangat berpengaruh terhadap jumlah
tanah yang tererosi.
Kata Kunci: Model arsitektur pohon, konservasi tanah dan air, curah hujan
ABSTRACT
MARINA SURYA UTAMI. Correlation between Rauh Model’s of Tree
Architecture Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) and Roux Model’s of Coffee
(Coffea arabica L.) with Soil and Water Conservation in CBFM (Community
Based Forest Management) area of RPH Gambung KPH Bandung Selatan
Some factors influencing the occurrence of erosion including rainfall, soil type
ground cover, and slope. Rainfall associated with translocation of water to the soil
surface, that includes surface runoff, infiltration, stemflow and throughfall.
Translocation of water was influenced by tree architecture model. This study was
aimed to assess the level of erosion that occurred at CBFM area, forest and
opened land related to soil and water conservation based on tree architecture
model. The experiment was conducted from August 2010 to January 2011.
Vegetation analysis at CBFM area and forest used a quadrate method, and line
intercept used at opened land. Measurement of rainfall, throughfall, stemflow and
runoff were conducted each rainfall. The results showed that throughfall of
rasamala at CBFM areas is smaller (966.08 mm) than rasamala at forest area
(976.80mm). Stemflow at CBFM area are 1146.47 mm and 1.35 mm at the forest
area. The number of surface runoff at opened land is highest than CBFM areas
and forests, it is 9611.42 liters. At opened land, the amount of soil erosion is
highest 55.998 tons/ha/yr than CBFM area (1.53 tons/ha/yr) and forest (4.08
tons/ha/yr). Principle component analisys results showed that runoff is the most
affected variable to the amount of soil erosion at PHBM area. The number of
stemflow had a high effect to the soil erosion at the forest. While at open land, the
most influential factor of soil erosion was runoff.
Keywords: Tree architecture, soil and water conservation, rainfall.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sulistijorini M.Si
KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI
RASAMALA (Altingia excelsa Noronha.) DAN MODEL
ARSITEKTUR ROUX DARI JENIS KOPI (Coffea arabica L.)
TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA
PHBM RPH GAMBUNG KPH BANDUNG SELATAN MARINA SURYA UTAMI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Judul Tesis : Korelasi Arsitektur Pohon Model Rauh dari Rasamala (Altingia
excelsa Noronha.) dan Model Arsitektur Roux dari Jenis Kopi
(Coffea arabica L.) terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area
PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan.
Nama
: Marina Surya Utami
NIM
: G353090061
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, MS.
Ketua
Ir. Lies Bahunta, M.Sc.forest trop
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian: 27 Juni 2011
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 4 September 1985 dari ayah
Irim Suryana S.Pd dan ibu Tati Maryanah. Penulis merupakan putri pertama dari
tiga bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kabupaten Tangerang dan
pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Sultan
Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Banten. Penulis memilih program studi Pendidikan
Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar untuk mata pelajaran Biologi di MTs.
Rudhatut tullab Tangerang sejak tahun 2005 hingga sekarang. Penulis
melanjutkan studi pada tahun 2009 di IPB melalui program beasiswa Departemen
Agama. Penulis memilih mayor Biologi Tumbuhan, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini. Penelitian yang dilakukan memiliki tema Korelasi Arsitektur
Pohon Model Rauh dari Jenis Pohon Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) dan
Model Arsitektur Roux dari Jenis Kopi (Coffea arabica L.) Terhadap Konservasi
Tanah dan Air di Area PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi,
MS. dan Ibu Ir. Lies Bahunta, M.Sc. forest. trop. selaku pembimbing, serta Ibu
Dr. Ir. Sulistijorini, M. Si sebagai penguji dan Bapak Dr. Ir. Miftahudin M.Si
sebagai ketua mayor Biologi Tumbuhan yang telah banyak memberikan saran
kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Administratur PERHUTANI KPH Bandung Selatan beserta staf, Bapak Ayi
(Ketua LMDH Gambung), dan Bapak Lili Suhaeli (Litbang Tanah) yang telah
banyak membantu mengenai teknis penelitian yang dilakukan, serta Departemen
Agama yang telah mendanai seluruh kegiatan studi penulis.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan
usulan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2011
Marina Surya Utami
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan dengan komposisi tumbuhan yang beranekaragam memberikan
oksigen yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk dapat melaksanakan
metabolisme tubuhnya. Selain menyediakan oksigen, hutan juga memiliki fungsi
lain yang penting bagi kelangsungan kehidupan di bumi. Beberapa fungsi hutan
yaitu, memberikan sumber air untuk dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup,
mengurangi radiasi ultraviolet yang dalam kadar tertentu dapat merugikan
kesehatan manusia, mencegah terjadinya bencana alam seperti longsor ataupun
banjir. Namun, sejalan dengan perkembangan dan pertambahan jumlah penduduk,
terjadi peningkatan kebutuhan hidup terutama kebutuhan primer, seperti sandang,
pangan dan papan. Masyarakat pedesaan yang bermukim di sekitar kawasan batas
hutan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya cenderung berpola
ekstensif, dan banyak melakukan perambahan hutan sebagai bagian dari mata
pencaharian, dengan demikian maka kawasan batas hutan (forest margin)
merupakan daerah yang sangat rawan terjadi perambahan oleh penduduk di
sekitar hutan tersebut. Perubahan hutan menjadi perkebunan sayuran maupun
perkebunan teh dan bangunan rumah (villa) juga menyebabkan berkurangnya
fungsi hutan, sehingga bencana alam seperti banjir dan longsor tidak dapat
dihindarkan lagi.
Kegiatan eksploitasi hutan sudah dilakukan sejak zaman kolonial belanda.
Pihak kolonial Belanda mengubah hutan di wilayah gunung terutama di Jawa
barat menjadi area perkebunan teh, sehingga bencana alam banjir sudah terjadi
sejak era tersebut. Kerusakan hutan semakin parah dengan adanya perambahan
liar terhadap tumbuhan hutan oleh masyarakat yang tidak memperdulikan
kelestarian lingkungan dan hanya mempertimbangkan keuntungan material. Oleh
karena itu, perlu dilakukan tindakan yang mengarah kepada pelestarian hutan
yang akan mendatangkan keuntungan baik dari segi kelestarian lingkungan
maupun dari segi ekonomi masyarakat.
2 Kelestarian hutan merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat,
bukan hanya tanggung jawab instansi tertentu saja. Program penanaman kopi
dibawah tegakan hutan yang dikoordinir dalam Program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu usaha untuk menggugah
kesadaran masyarakat bahwa kelestarian hutan merupakan tanggung jawab semua
elemen masyarakat. Program PHBM diharapkan dapat mengurangi terjadinya
penurunan fungsi hutan di wilayah tersebut, sehingga kerusakan hutan yang
mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti erosi tanah dapat dikendalikan.
Selain itu, dengan adanya program tersebut diharapkan masyarakat sekitar hutan
menjadi petani kopi yang dapat meningkatkan taraf ekonominya. Dalam laporan
penelitian yang dilakukan oleh Yuniandra et al. (2007) PHBM telah memberi
kesempatan
bagi
masyarakat
desa
sekitar
hutan
untuk
meningkatkan
pendapatannya dan juga berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu curah hujan,
jenis tanah, tumbuhan penutup tanah, serta kemiringan lereng. Hutan dan rumput
tebal merupakan tipe vegetasi yang lebih efektif dalam menahan erosi jika
dibandingkan dengan tanaman tumpang gilir, tanaman kapas dan tanaman jagung
(Bennet 1995). Curah hujan berkaitan dengan proses sampainya air hujan ke
permukaan tanah yang meliputi laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran
batang, dan curahan tajuk. Laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang,
dan curahan tajuk dipengaruhi oleh model arsitektur tumbuhan. Setiap spesies
tumbuhan mempunyai jenis arsitektur pohon yang khas (Halle et al. 1978).
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan
menahan air. Erosi merupakan indikator dari konservasi tanah. Dalam arti yang
sempit, konservasi tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan
tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi tanah
mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Tindakan konservasi
tanah juga merupakan tindakan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan
pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempattempat dibagian hilirnya (Arsyad 2006).
3 Air sungai yang meluap dan membanjiri kota dan pedesaan atau lahan
pertanian pada musim hujan terjadi sebagai akibat tidak tertampungnya aliran
permukaan, yaitu air yang mengalir di permukaan tanah oleh sungai dan saluran
air lainnya (Arsyad 2006).
Air merupakan salah satu indikator kualitas
lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Pengelolaan wilayah yang
tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dapat menurunkan kualitas
lingkungan, dan kemudian kualitas hidup makhluk yang ada di dalamnya.
Pengaruh teknik konservasi tanah dan air yang sangat penting adalah
berkurangnya aliran permukaan (aliran cepat) dan meningkatnya aliran dasar
(aliran lambat), yaitu aliran yang berasal dari air bawah tanah.
Penelitian mengenai konservasi tanah dan air dengan parameter tingkat
erosi, dan curah hujan yang berkaitan dengan model arsitektur pohon rasamala
pada area PHBM KPH Bandung Selatan yang ditanami kopi penting untuk
dilakukan, karena hal tersebut dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan dapat
memberikan solusi untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan konservasi
tanah dan air pada wilayah tersebut.
1.2 Perumusan masalah
Beberapa rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala (Altingia
excelsa) terhadap konservasi air dalam bentuk variabel curahan tajuk,
aliran batang, dan aliran permukaan?
2. Bagaimanakah peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala (A.
excelsa Noronha.) terhadap tingkat erosi yang terjadi di area PHBM yang
ditanami kopi di RPH Gambung KPH Bandung Selatan?
1.3 Tujuan penelitian
Beberapa hal yang menjadi tujuan dilaksankannya penelitian ini adalah:
1. Menentukan peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala (A. excelsa
Noronha.) terhadap konservasi air berdasarkan curahan tajuk, aliran
batang, dan aliran permukaan, di area PHBM RPH Gambung, desa
Cibodas KPH Bandung Selatan.
4 2. Menentukan peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala terhadap
tingkat erosi yang terjadi di area PHBM yang ditanami kopi di RPH
Gambung, desa Cibodas, KPH Bandung selatan
1.4 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Perum
Perhutani dalam melaksanakan upaya konservasi tanah dan air dengan
mempertimbangkan model arsitektur pohon sebagai salah satu parameter yang
dijadikan pilihan dan penentuan jenis tanaman yang dipilih di area PHBM KPH
Bandung Selatan
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rasamala (Altingia excelsa Noronha.)
Rasamala (A. excelsa) tumbuh optimal hingga ketinggian 1.700 m dpl.
Tinggi pohon rasamala (A. excelsa) dapat mencapai lebih dari 45 m. Tinggi bebas
cabang mencapai 20-35 m, diameter batang 80-150 cm (http://clearinghouse.
bplhdjabar.go.id). Rasamala tumbuh alami terutama pada daerah yang lembab
dengan curah hujan 100 mm/ bulan dan tanah vulkanik. Rasamala merupakan
kayu keras berbobot sedang. Warnanya merah muda agak gelap, merah atau
coklat kemerahan yang berangsur-angsur menyatu dengan kayu yang kekuningan
atau coklat kemerahan.
Rasamala merupakan pohon monoecius (berumah satu), evergreen, besar
dan tingginya mencapai 50-60 m; batang utama bebas cabang 20-35 m; diameter
80-185 cm, sering agak bergalur dibagian pangkal; tajuk membulat tidak teratur,
tajuk spesimen yang masih muda berbentuk kerucut dan lancip, cabang-cabang
umumya mengarah ke atas secara tajam. Daun-daun tersusun spiral, helaian daun
satu, jorong hingga lonjong, atau bundar telur hingga lanset. Perbungaan terdiri
dari kepala jantan atau kepala betina bergagang. Rasamala merupakan unsur khas
hutan hujan campuran perbukitan dan pegunungan.
Jenis ini sering terdapat
banyak sekali dan menjadi tulang punggung hutan pada ketinggian antara 5501.700 m dengan curah hujan sekurang-kurangnya 100 mm selama bulan paling
kering. Rasamala terdapat pada tanah-tanah vulkanik yang subur dan berdrainase
baik atau kadang-kadang pada tanah yang lebih baik yang terletak di atas batuan
sedimen.
Rasamala terutama berasosiasi dengan jenis-jenis Eugenia, Sloanea,
Schima, Castanopsis, Dysoxylum, Engelhardita, Magnolia, Michelia, dan
Elaeocarpus (Sutisna et al. 1998).
2.2 Kopi Arabika (Coffea arabica L.)
Secara umum kopi merupakan tumbuhan dengan perawakan berupa
semak atau pohon. Susunan daun pada kopi saling berhadapan. Sistem
pembungaan terdapat dibagian aksilar, bunga biseksual, terkadang berwarna putih.
6 Letak stamen lebih rendah dari kepala putik. Kopi arabika (C. Arabica L.)
merupakan pohon rendah dengan tinggi mencapai 4 m hingga 5 m. Panjang akar
kopi arabika tidak lebih dari 1 dari 1 m, akar serabut pada kopi arabika terjalin
pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah. Sistem pembungaan pada kopi
arabika sama dengan kopi pada umumnya yaitu pada aksilar. Kopi merupakan
tanaman tahunan yang memiliki perakaran pendek. Secara alami kopi memiliki
akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tetapi akar tunggang tersebut hanya
dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit
sambungan (grafting). Secara umum tanaman kopi membutuhkan tanah yang
gembur, subur, dan kaya bahan organik. Kopi arabika dapat hidup pada tanah
dengan pH antara 5 - 6,5 (Najiyati & Danarti 2005).
Pada area PHBM, kopi ditanam di bawah tegakan pohon pelindung.
Pohon pelindung diperlukan oleh kopi untuk mengatur intensitas sinar matahari,
karena tanaman kopi membutuhkan intensitas sinar matahari yang tidak penuh
dengan penyinaran yang teratur. Selain sebagai pengatur sinar matahari, pohon
pelindung juga mempunyai manfaat lain yaitu, menghasilkan bahan organik yang
dapat menyuburkan tanah, dapat menahan erosi karena tajuk dan daun-daunnya
menahan aliran permukaan, dan tajuk pohon pelindung dapat menahan angin.
Terdapat beberapa syarat untuk tanaman pelindung kopi yaitu tanaman
mudah tumbuh, memiliki tajuk yang rindang dan tinggi, pertumbuhannya cepat
dan tahan pemangkasan, perakarannya dalam, batang dan cabangnya keras
sehingga tidak mudah patah serta tidak mudah terserang hama dan penyakit.
Pohon rasamala (A.excelsa) merupakan tumbuhan utama hutan yang menjadi
pohon pelindung tanaman kopi yang terdapat di KPH Bandung Selatan yang akan
diteliti.
2.3 Model Arsitektur Pohon
Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang
merupakan fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon,
nyata dan dapat diamati setiap waktu (Arrijani et al. 2006b). Model arsitektur
biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon (Arrijani et al. 2006a).
Model arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju
7 aliran batang, air tembus tajuk (curahan tajuk), infiltrasi dan laju aliran permukaan
pada suatu area yang terkait dengan peranan vegetasi dalam mengurangi laju erosi
pada daerah tersebut. Halle & Oldeman (1975) menggolongkan pohon-pohon
yang terdapat di dalam suatu komunitas hutan alam tropika berdasarkan pada
kemampuan arsitektur, ukuran, dan keadaan biologi pohon menjadi 3 golongan
pohon, yaitu:
1. Pohon pada masa mendatang (trees of future), yaitu pohon-pohon yang
mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih lanjut atau pada masa
datang. Biasanya merupakan pohon kodominan dan akan menggantikan
pohon yang sekarang dominan.
2. Pohon pada masa kini (trees of present), yaitu pohon-pohon yang sedang
berkembang penuh dan merupakan pohon yang dominan.
3. Pohon pada masa lampau (trees of past), yaitu pohon-pohon yang sudah
tua dan mengalami kerusakan dan selanjutnya akan mati. Biasanya pohonpohon ini sudah tidak produktif lagi.
Di daerah tropika, dijumpai 23 model arsitektur yang meliputi berbagai
jenis pohon dan tumbuhan hutan (Halle et al. 1978), beberapa bentuk model
arsitektur pohon ditunjukkan pada Gambar 1.
(a)
(b)
(c)
(f)
(d)
(e)
(g)
Gambar 1 Model-model arsitektur pohon (a) Rauh, (b) Roux, (c) Prevost, (d)
Troll, (e) Aubreville, (f) Scarrone, (g) Massart (Halle & Oldeman
1975).
8 Untuk menentukan model arsitektur pohon maka perlu dikenali terlebih
dahulu bagian-bagian pohon dan sifat-sifatnya, yang meliputi:
1. Perkembangan batang pokok: simpodial dan monopodial
2. Perkembangan cabang
a. Letak cabang: ritmik dan menerus
b. arah pertumbuhan cabang: ortotropik dan plagiotropik
c. pembagian meristem cabang atau ranting: Simpodial dan
monopodial
3. Letak bunga atau perbungaan: bunga di ujung batang, cabang atau ranting
(terminal) dan bunga di bagian samping batang, cabang atau ranting
(bunga lateral)
Dari 23 model arsitektur pohon tersebut dapat diklasifikasikan lagi ke
dalam 4 kelompok, yaitu:
1. Pohon yang tidak bercabang, yaitu bagian vegetatif pohon hanya terdiri
dari satu aksis dan dibangun oleh sebuah meristem soliter. Sebagai contoh
yaitu model holtum dan model corner.
2. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen dan orthotropik,
contohnya model tomlinson, model chamberlain, model leuwenberg dan
model schoute.
3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang non ekivalen, contohnya
model rauh, model cook, model kwan-koriba, model fagerlind, model
petit, model aubreville, model theoretical, model scharrone, model attim,
model nozeran, model massart dan model roux.
4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran antara ekivalen dan non
ekivalen.
Contohnya model troll, model champagnant, dan
model
mangenot.
2.3.1 Model Arsiterktur pohon tidak bercabang
Model arsitektur pohon tidak bercabang terdapat dua macam yaitu model
holtum dan corner. Model holtum terdapat pada tumbuhan dengan sistem
perbungaan terminal, batang lurus, tidak becabang dan monoaksial. Meristem
apikal disusun dari satu atau lebih meristem lateral. Model holtum terdapat pada
9 tumbuhan herbaseus dengan batang monocarpik (Halle et al. 1978). Beberapa
tumbuhan
yang
memiliki
model
arsitektur
Holttum
yaitu
tumbuhan
Monocotyledon antara lain Avagaceae, Bromeliaceae, Musaceae, Palmae, dan
lain-lain. Tumbuhan dicotil yang memiliki model arsitektur holttum antara lain,
Boraginaceae, Lopeliaceae, dan Rutaceae.
Model arsitektur corner dimiliki oleh tumbuhan tropis modern. model
arsitektur corner terdapat pada tumbuhan dengan batang monokarpik dengan
pertumbuhan ritmik dan perbungaan lateral.
beberapa famili tumbuhan yang
memiliki model arsitektur corner antara lain: Cyatheaceae, Dicksionaceae,
Cycadaceae, Liliaceae, Musaceae, Palmae, Phytelephasiceae, Anacardiaceae,
Araliaceae, Cactaceae, Capparidaceae, Caricaceae, Compositaceae, Connaraceae,
Flacourtiaceae dan lain-lain.
2.3.2
Model arsitektur pohon Bercabang dengan Aksis Vegetatif yang
Ekivalen
Pada model arsitektur ini tidak terdapat pembaian antara batang dengan
cabang sehingga homogen dan orthtotropik. Terdapat beberapa macam model
arsitektur yang terdapat pada pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang
ekivalen yaitu:
1. Pohon dengan percabangan yang terjadi di bagian bawah module,
umumnya di bawah permukaan tanah (basitoni), pertumbuhan kontinu dan
aksis berupa hapaxanthy atau pleonanthy disebut dengan model tomlinson.
Contoh tumbuhan yang tergolong dalam model arsitektur ini adalah famili
Musaceae, Labeliaceae, dan Arecaceae.
2. Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif
yang
ekivalen, homogen dan orthtotropik serta akrotoni (percabangan terjadi
pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan
dikotom) disebut dengan model schoute. Contoh tumbuhannya adalah
Nympha fraticans.
3. Pohon dengan percabangan simpodium (aksis tunggal yang terbentuk dari
kumpulan meristem lateral dalam suatu rangkaian) dan monokaulus yaitu
pohon dengan batang tunggal yang dihasilkan oleh satu atau lebih
10 meristem apikal yang berfungsi sebagai suatu rangkaian. Pohon dengan
deskripsi seperti ini disebut dengan model chamberlain. Contohnya adalah
Cycas circinali (Cycadceae), Cordyline indivisa (Agavaceae) dan Talisia
mollis ( Sapindaceae).
4. Model arsitektur pohon dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen,
orthotropik, akrotoni dan percabangan terdiri dari dua atau lebih cabang,
disebut dengan model leeuwenberg. Contohnya adalah Dracaena draco
(Agavaceae), Ricinus communis dan Manihot esculenta (Euphorbiaceae).
2.3.3 Model Arsitektur Pohon Bercabang Dengan Aksis Vegetatif Non
Ekivalen
Tumbuhan dengan model arsitektur seperti ini kelihatan seperti tidak
bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekivalen.
1. Model arsitektur Mc Clure. Contohnya adalah Bambosa arundinaceae
(Poaceae) dan Polygonum cuspiolatum (Polygonaceae). Model Mc Clure
aksis vegetatifnya homogen (plagiotropik) atau heterogen (terdiferensiasi
dalam bentuk aksis vegetatif plagiotropik dan orthotropik) dengan
percabangan basitoni.
2. Model
Kwan-Koriba,
contohnya
adalah
Alstonia
macrophyllum
(Apocynaceae), Grossera vignei Hoyle. (Cochlospermaceae), dan lainlain. Model arsitektur ini mempunyai ciri-ciri poliaksial, aksis vegetatif
tidak ekuivalen dan homogen atau heterogen, percabangan akrotoni
dengan konstruksi modular, perbungaan terminal, percabangan terbatas
dan simpodial.
3. Model Prevost. Contohnya Alstonia boonei (Apocynaceae), Cordia
abyssinica (Boraginaceae), Euphorbia pulcherrima (Euphorbiaceae).
Simpodial, batang pokok berbeda jelas dengan cabang, percabangan
akrotoni dengan pola konstruksi modular, dan memiliki pola perbungaan
terminal.
4. Theoretical Model I, yaitu pohon yang memiliki batang monopodial
dengan pertumbuhan kontinyu, plagiotrop, dan perbungaan lateral.
11 5. Theoretical Model II, yaitu pohon yang pertumbuhan batangnya ritmik dan
struktur artikulasi, plagiotropik, dan perbungaan lateral. Model arsitektur
ini mirip dengan model arsitektur aubreville’s dan model arsitektur
prevost.
yang termasuk dalam theoretical model ii ini adalah model
scarrone, contohnya Mangifera indica.
6. Theoretical model III, yaitu pohon dengan batang monopodial dan pola
pertumbuhan
kontinyu.
Percabangan
tersusun
secara
kontinyu,
orthotropik, perbungaan apikal. Beberapa model arsitektur pohon yang
termasuk dalam moel teoretikal III yaitu; Model rauh yang terdistribusi
pada beberapa famili diantaranya adalah Araucariaceae, Pinaceae,
Legumonceae,
Hammamelidae,
dan
lain-lain;
model
roux
yang
terdistribusi pada famili Rubiaceae contohnya kopi arabika (C. Arabica) ,
famili Gnetaceae, dan lain-lain; model attim; model massart, model
campagnant, model cook, model troll dan model mangenot.
2.3.4 Model Arsitektur Pohon Bercabang dengan Aksis Vegetatif Campuran
Model arsitektur pohon ini memiliki aksis vegetatif campuran antara
plagiotropik dan orthotropik dengan pola pertumbuhan primer. Aksis vegetatif
campuran tersebut terjadi karena bentuk pertumbuhannya terjadi dalam dua tahap
yaitu, tahapan permulaan terjadi pada bagian proksimal dengan bentuk
orthotropik, dan tahapan kedua terjadi pada bagian distal dengan bentuk
plagiotropik. Semua jenis tumbuhan seperti ini dinamai dengan model mangenot.
Contohnya Dicranolepsis persei (Thymeleaceae) dan Gautteria sp. (Annonaceae).
2.4 Konservasi Tanah dan Air
Tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau terdegradasi. Arsyad
(2005) menyatakan bahwa tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri
atas komponen-komponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku
yang dinamis. Pendapat lain dikemukakan oleh Sutanto (2005) yang menyatakan
bahwa tanah merupakan hasil transformasi zat-zat mineral dan bahan organik di
muka daratan bumi. Sebagai sumber daya alam, tanah mempunyai dua fungsi di
bidang pertanian, fungsi pertama yaitu sebagai matriks tempat tumbuhnya akar
12 dan tempat tersimpannya air tanah, fungsi yang kedua yaitu sebagai unsur hara
bagi tumbuhan.
Kerusakan tanah dapat terjadi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran
2. Terakumulasinya garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya
unsur atau senyawa racun bagi tumbuhan
3. Penjenuhan tanah oleh air (water logging)
4. Erosi
Kerusakan sumber air yang terjadi berupa hilangnya atau mengeringnya
mata air atau menurunnya kualitas air. Hilangnya atau mengeringnya mata air
berkaitan erat dengan erosi, sedangkan penurunan kualitas air dapat disebabkan
oleh kandungan sedimen serta unsur yang terbawa masuk akibat erosi.
Konservasi tanah dalam arti luas adalah penempatan setiap bidang tanah
pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai denga syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya
untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak
oleh erosi.
Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan untuk
pertanian seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir
dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
Konservasi tanah dan
koservasi air merupakan dua hal yang berkaitan erat. Berbagai tindakan
konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air.
Hutan memiliki peran penting dalam usaha konservasi tanah dan air.
Tumbuh-tumbuhan yang terdapat pada kawasan yang tidak terganggu mempunyai
peranan sebagai berikut, daya tahan dari daun-daunan dan ranting tumbuhan
terhadap curah hujan dapat menahandaya tumbuk air hujan ke permukaan tanah
dan menghambat aliran permukaan (run off), dengan adanya humus juga
memperkecil laju aliran permukaan, akar-akar tumbuhan akan mengikat butirbutir tanah sehingga sulit dihancurkan dan porositas tanah terhadap air akan
menjadi lebih besar sehingga mengurangi erosi (Kartasapoetra 2005).
13 2.4.1 Erosi
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat oleh air atau angin. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah
yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan
tanah untu menyerap dan menahan air. Terdapat beberapa macam erosi, yaitu:
1. Erosi Geologi
Erosi geologi adalah erosi yang terjadi sejak permukaan bumi terbentuk
yang menyebabkan terkikisnya batuan sehingga terbentuk morfologi
permukaan bumi yang seperti sekarang ini. Erosi ini tidak berbahaya
karena lajunya seimbang dengan pembentukan tanah ditempat terjadinya
erosi tersebut (Rahim 2006)
2. Erosi Normal
Erosi normal atau erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau
bagian-bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami.
3. Erosi Dipercepat
Erosi dipercepat merupakan pengangkutan tanah dengan laju yang lebih
cepat dari erosi normal dan lebih cepat dari pembentukan tanah, sebagai
akibat perbuatan manusia.
Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi
parit, erosi tebing sungai, longsor dan erosi internal. Daerah yang paling banyak
mengalami erosi umumnya terbatas pada daerah di dalam zona 40º lintang utara
dan 40º lintang selatan. Di dalam zona ini, tanah-tanah di daerah tropika paling
banyak tererosi. Keadaan iklim menentukan kecenderungan erosi karena
mencerminkan tidak hanya besarnya dan pola curah hujan, tetapi juga menetukan
jenis dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah (Arsyad 2006).
Rahim (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi erosi
tanah meliputi, hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng,
penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya tindakan
konservasi. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2004)
mengenai pengaruh hujan maksimum terhadap erosi dengan parameter curah
hujan dan jenis tanah, diperoleh hasil bahwa curah hujan maksimum dan jenis
14 tanah memberi pengaruh efektif terhadap erosi. Dari beberapa faktor tersebut
Morgan (1988) mengelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
1.
Kelompok Energi, merupakan kemampuan potensial hujan, limpasan
permukaan, atau angin. Kemampuan ini disebut eriosivitas.
2.
Kelompok kepekaan tanah (Erodibilitas) yang bergantung pada sifat
fisika-mekanika dan kimia tanah.
3.
Kelompok
proteksi,
bertitik
tolak
pada
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan penutupan tanah.
Arsyad (2005) menyimpulkan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja
antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, dan manusia terhadap tanah yang
dinyatakan dalam persamaan berikut:
E = f (i,r,v,t,m)
Keterangan:
E : Erosi
f : faktor peubah
i : iklim
r : topografi
v : vegetasi
m: manusia
Faktor iklim yang mepengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan,
intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap
tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang
terjadi. Faktor topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan
erosi adalah kemiringan dan panjang lereng. Unsur topografi lain yang mungkin
berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Faktor vegetasi
mempengaruhi siklus hidrologi melalui air hujan. Vegetasi merupakan lapisan
pelindung antara atmosfer dan tanah.
2.5
Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan
salah satu program pembangunan kehutanan. Latar belakang diadakannya
program PHBM adalah untuk mengimplementasikan pengelolaan hutan lestari
15 dengan melibatkan peran masyarakat melalui sistem pengelolaan hutan bersama
masyarakat. Program ini dilakukan untuk mengoptimalkan kelanjutan fungsi dan
manfaat sumber daya hutan. Dengan adanya program PHBM diharapkan mampu
memfasilitasi kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat pada kawasan
hutan dengan memperhatikan kondisi sumber daya hutan dan kondisi sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat (DEPHUT 2005). Area PHBM itu sendiri
merupakan bagian dari hutan lindung yang dikelola bersama masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan
lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai pelindung
sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem
pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara
Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau pihak yang berkepentingan
dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang
optimal. Sistem PHBM dibentuk untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya
hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional
dan profesional (www.cifor.cigar.pdf). Hasil penelitian Susilowati (2007)
menyatakan bahwa sistem PHBM efektif dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar hutan dan melestrikan hutan. Jatminingsih (2009) semakin
menguatkan pernyataan tersebut, berdasarkan penelitiannya bahwa dengan adanya
sistem PHBM di KPH Kendal, terjadi penurunan gangguan hutan yang signifikan.
16 BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus 2010 hingga bulan Januari 2011,
yang berlokasi di area hutan lindung dan area PHBM petak 28 RPH Gambung,
serta di lahan terbuka milik masyarakat yang berada didekat petak 28 RPH
Gambung Desa Cibodas, KPH Bandung selatan- Jawa barat.
3.2
Alat-alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain, meteran, tali plastik (tali rapia),
patok, milimeter block, alat tulis, seng, bak penampung, drum, pipa/ pralon,
selang plastik, abney level, ombrometer, kompas, mistar dan kamera. Sedangkan
bahan atau objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah area PHBM dengan
tegakan utama rasamala (A. excelsa Noronha.) dan yang ditanami kopi, hutan
serta lahan terbuka.
3.3
Metode
3.3.1 Analisis vegetasi
Analisis vegetasi pada area PHBM dan hutan lindung dilakukan
menggunakan metode kuadrat, dengan membuat petak-petak kuadrat berukuran
20 m x 20 m untuk pohon, 10 m x 10 m untuk tiang, 5 m x 5 m untuk sapihan dan
2 m x 2 m untuk anakan (Gambar 2). Penentuan jenis tumbuhan (pohon/ tiang/
sapihan/ anakan) dilakukan dengan mengukur diameter setinggi dada.
Keterangan:
T T : Trees (pohon)
P Sp P : Pole (Tiang)
Sp : Sapling (Sapihan)
Sd : Seedling (Anakan)
S
Gambar 2 Petak kuadrat yang digunakan pada analisis vegetasi di area PHBM
dan hutan.
17 Pada lahan terbuka analisis vegetasi bawah (tumbuhan bawah) dilakukan
dengan metode line intercept. Metode line intercept dilakukan dengan cara
menarik garis transek sepanjang 20 m yang dibagi dalam 10 interval. Masingmasing interval berukuran 2 m. Setiap individu yang tersinggung garis transek
dalam tiap interval dicatat nama jenis dan jumlahnya (Aththorick 2005).
Identifikasi untuk menentukan nama ilmiah dan nama lokal masingmasing tumbuhan yang ditemukan dilakukan secara langsung dilokasi penelitian.
Untuk species tumbuhan yang belum diketahui nama latinnya, dilakukan koleksi
terhadap sampel tumbuhan tersebut dan identifiaksai dilakukan di Herbarium
Bogoriense.
Selanjutnya dilakukan analisis data sehingga diperoleh nilai
kerapatan jenis (KR), Frekuensi relatif (FR), dominansi relatif (DR) dan index
nilai penting (INP) (Mueller & Ellenberg. 1974).
KM =
J
J
KR = K
K
Χ 100
J
FM =
J
FR = F
F
Χ 100
DM = Jumlah luas bidang dasar suatu jenis i
DR =
J
Χ 100
J
INP = KR + FR + DR
3.3.2 Identifikasi model arsitektur pohon
Penentuan model arsitektur dilakukan dengan mencatat ciri-ciri pohon
yang sudah tumbuh dan diidentifikasi model arsitektur pohon menggunakan kunci
identifikasi Halle et al (1978) (Lampiran 1). Metode identifikasi model arsitektur
dilakukan dengan mencocokakan ciri-ciri morfologi pohon dengan kunci
identifikasi model arsitektur pohon dengan memperhatikan beberapa parameter,
yaitu:
1. Bentuk pertumbuhan batang
2. Bentuk dan susunan cabang pada batang
3. Bentuk dan susunan cabang pada cabang lateral
18 4. Posisi organ seksual (Perbungaan)
5. Tinggi batang bebas cabang
3.3.3 Pengamatan parameter konservasi tanah dan air
1. Pngukuran Curah Hujan
Curah hujan diukur menggunakan ombrometer (Gambar 3) yang
ditempatkan pada lahan terbuka yang tidak terdapat tumbuhan tinggi,
sehingga air hujan langsung tertampung dalam ombrometer.
Gambar 3 Ombrometer untuk mengukur curah hujan yang diletakkan di lahan
tanpa tegakan pohon di area penelitian RPH Gambung.
2. Pengukuran laju aliran batang (stem flow)
Laju aliran batang diukur dengan membuat saluran berbentuk spiral
yang melilit batang dengan selang yang bermuara pada bak penampungan
(Gambar 4). Jumlah aliran batang diperoleh dari rumus berikut ini:
Sfi = Vi/Li
Keterangan:
Sfi: Tinggi aliran batang ke-i
Vi : Volume aliran batang ke-i
Li : Luas tajuk pohon ke-i
19 Gambar 4 Pengukuran aliran batang pada pohon rasamala (A. excelsa) di area
PHBM rasamala RPH Gambung.
3. Pengukuran curahan tajuk (trough fall)
Pengukuran curahan tajuk dilakukan dengan merentangkan plastik
yang diletakkan di bawah tajuk pohon yang diamati. Plastik tersebut
berukuran 1 m x 1 m yang ditumpu oleh 4 patok dengan tinggi masingmasing 1 m. Bagian tengah plastik diberi lubang sehingga air yang
tertampung pada permukaan plastik dapat mengalir ke bak penampungan
(Gambar 5).
Gambar 5 Pengukuran curahan tajuk pada pohon rasamala (A. excelsa) di area
PHBM rasamala RPH Gambung.
20 Jumlah curahan tajuk dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut ini:
Tfi = Vi/Li
Keterangan:
Tfi : Tinggi curahan tajuk ke-i
Vi: Volume Curah hujan ke-i
Li : Luas penampungan ke-i
4. Pengukuran laju aliran permukaan (run of) dan laju erosi tanah
Pengukuran laju aliran permukaan (run of) dan laju erosi dilakukan
dengan membuat petak sampel dengan ukuran 4 m x 12 m yang
memanjang searah lereng pada kemiringan lereng yang seragam yaitu
lebih dari 36% (Gambar 6). Abney level digunakan untuk mengukur
kemiringan lahan. Panjang petak searah lereng dan lebar petak memotong
lereng atau searah kontur. Petak ini bermuara pada bak penampungan,
sehingga tanah yang terbawa oleh aliran permukaan tertampung. Tanah
dan air yang terbawa aliran permukaan ditampung pada bak penampungan
yang sudah dilubangi dengan diameter sebanyak 11 pada area PHBM dan
hutan, sedangkan untuk petak erosi pada lahan terbuka bak penampung
diberi lubang sebanyak 15. Pemberian lubang pada bak penampungan
bertujuan agar ketika curah hujan tinggi, air yang tertampung tidak
meluap.
4 meter
12 meter
Kemiringan lereng
Bak penampung 2
Bak penampung 1
Gambar 6 Petak pengukuran erosi dan aliran permukaan pada area penelitian di
RPH Gambung.
21 Laju aliran permukaan diukur dengan menjumlahkan volume air
pada bak penampungan ke-1 dengan volume air pada bak penampungan
ke-2 sebagaimana terlihat pada rumus berikut ini:
Vpu = V1 + 11V2
Keterangan:
Vpu
: Volume aliran permukaan dari setiap petak ukur
V1 dan V2 : volume aliran permukaan dari bak penampungan ke1 dan ke-2
Laju erosi tanah dilakukan dengan menimbang tanah yang terbawa
pada laju aliran permukaan. Penimbangan bobot tanah dilakukan dengan
mengambil contoh air dari drum pada masing-masing petak sebanyak 1
liter. Sebelum diambil, air yang tertampung dalam drum penampungan
diaduk terlebih dahulu supaya homogen. Sampel air ditimbang untuk
mengetahui bobot basahnya.
Sampel air kemudian disaring dan
dikeringkan dengan oven pada suhu 80 ºC sampai bobotnya konstan.
Bobot tanah yang tererosi dapat diketaahui melalui perhitungan
berikut:
1
2
keterangan:
Wtc : Bobot tanah tererosi (g)
W1 : Bobot tanah dalam bak penampung 1
W2 : Bobot tanah dalam bak penampung 2
2
–
Vd
: Volume air dalam drum (L)
Vs
: Volume air yang tersaring (L)
Wksc : Bobot kertas saring beserta endapan (g)
Wks : Bobot kertas saring (g)
22 5.
Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan di laboratorium analisis tanah Badan
Penelitian Tanah Departemen Pertanian, Bogor. Analisis tanah dilakukan
untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah pada masing-masing area.
Metode pengambilan sampel tanah dilakukan secara purposive.
3.3.4 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode analisis komponen utama/
Principle componen analysis (PCA) untuk mengetahui komponen utama yang
paling berpengaruh terhadap terjadinya erosi.
23 BAB IV
HASIL
4.1 Hasil Analisis Vegetasi
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada area PHBM menunjukkan
bahwa rasamala (A. excelsa) merupakan tumbuhan yang dominan pada fase
pohon, hal ini ditunjukkan dengan indeks nilai penting (INP) yang tinggi.
Rasamala (A. excelsa) juga merupakan tumbuhan yang dominan pada area hutan.
Terdapat perbedaan jumlah individu antara tumbuhan rasamala yang terdapat pada
area PHBM dengan jumlah individu rasamala (A. excelsa) yang terdapat pada area
hutan (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil analisis vegetasi pada areal penelitian
No Areal
Tingkat vegetasi
Penelitian
1
Hutan
Pohon
lindung
Tiang
Sapihan
Anakan
Tumbuhan
bawah
2
PHBM
Rasamala
Pohon
Anakan
Tumbuhan
bawah
3
Lahan
terbuka
Tumbuhan
bawah
Jenis tumbuhan
Altingia excels Noronha.
Castanopsis argentea
Korth.
Piper aduncum L.
1
1
80.81
Tertinggi
Schima wallichii Korth.
2
73.96
Terendah
Agathis dammara L
8
91.00
Tertinggi
Villebrunea rubescens
Blume.
Aneilema nudiflorum
(L.)R.Br
Oplismenus compositus
(L.)P.Beauv
Bidens pilosa L.
2
47.48
Terendah
1
28.57
–
42
44.91
Tertinggi
1
4.60
Terendah
20.30
Terendah
A. excelsa Noronha.
32
269.35 Tertinggi
S. wallichii Korth.
1
30.65
Terendah
Coffea arabica L.
15
125
Tertinggi
A. nudiflorum (L.) R.Br.
5
75
Terendah
O. compositus (L.)P.Beauv 203 43.39
Tertinggi
Crassocephalum
crepidiodes Benth.
Ageratum conyzoides L.
1
2.56
Terendah
28
50.20
Tertinggi
Saliara
1
0.31
Terendah
ΣN : Jumlah individu
ΣN INP
Keterangan
(%)
4
114.11 Tertinggi
24 Puspa (Schima wallichii) merupakan jenis tumbuhan pada fase pohon
dengan INP yang rendah pada area PHBM yaitu 30.65% (Tabel 1). Pada area
hutan Puspa (S. wallichii) memiliki INP tertinggi kedua setelah rasamala (A.
excelsa), sehingga puspa (S. wallichii) merupakan tumbuhan kodominan pada area
hutan. Sedangkan jenis tumbuhan dengan INP terendah pada fase pohon di area
hutan adalah saninten (Castanopsis argentea) dengan INP 20.30% (Lampiran 2).
Pada area PHBM tidak terdapat tumbuhan pada fase tiang dan sapihan.
Berbeda dengan area PHBM, pada area hutan terdapat tumbuhan pada fase tiang
dan sapihan. Tumbuhan pada fase tiang yang dominan di area hutan yaitu
Seserehan (Piper aduncum). Damar (Agathis dammara) adalah jenis tumbuhan
yang dominan pada fase sapihan yang terdapat di area hutan (Tabel 1).
Pada area PHBM terdapat dua jenis tumbuhan pada fase anakan, yaitu kopi
arabika (C. arabica) dan gewor (Aneilema nudiflorum). Dari dua jenis tumbuhan
tersebut, kopi arabika merupakan jenis yang dominan dengan INP 125%
(Lampiran 2). Sedangkan pada area hutan terdapat 7 jenis tumbuhan yang
termasuk fase anakan dan memiliki INP yang sama (28.57%). Tumbuhan fase
anakan pada area hutan tersebut adalah bubuay (Plectocomia elongate), gewor
(Aneilema nudiflorum), huru (Litsea umbellate), kareumbi (Homalanthus
populneus), kihampelas (Ficus ampelas), kitoke (Archidendron clypearia), dan
suangkung (Caryota mitis) (Lampiran 3).
Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada area PHBM, hutan dan
lahan terbuka menunjukkan hasil yang berbeda. Terdapat 23 jenis tumbuhan
bawah pada area PHBM dengan jenis yang dominan adalah Jampang piit
(Oplismenus compositus) yang memiliki INP sebesar 43.39% (Lampiran 4 dan 5).
Jumlah jenis tumbuhan bawah pada area PHBM tersebut lebih banyak dari jumlah
jenis tumbuhan bawah yang terdapat di area hutan dan lahan terbuka. Terdapat 18
jenis tumbuhan bawah pada area hutan, dan jenis yang dominan adalah jampang
piit (O. compositus) dengan INP 44.91% (Lampiran 6). Tumbuhan bawah yang
terdapat di lahan terbuka terdiri dari 20 jenis, dengan jenis yang dominan adalah
babadotan (Ageratum conyzoides) yang memiliki INP 50.20% (Lampiran 7 dan
8).
25 4.2 Hasil Identifikasi Model Arsitektur Pohon
Berdasarkan hasil identifikasi model arsitektur pohon, hanya terdapat 1
jenis model arsitektur pohon pada area PHBM yaitu model arsitektur rauh.
Tumbuhan rasamala (A. excelsa) pada area PHBM diketahui memiliki model
arsitektur pohon jenis rauh. Begitu pula dengan pohon puspa (S. wallichii)
memiliki model arsitektur jenis rauh. Pada area hutan terdapat 5 jenis model
arsitektur pohon yang ditemukan, yaitu model arsitektur rauh, prevost, roux,
attims, dan stone (Tabel 2).
Tabel 2 Model arsitektur pohon pada vegetasi di area hutan
Nama local
Nama spesies
Model arsitektur
Puspa
S. wallichii Korth.
Rauh
Kibancet
Turpinia sphaerocarpa Hassk.
Prevost
Kokopian
Plectronia glabra Benth.&Hook.f.ex
Roux
Kihonje
Pittosporum ferrugineum W.T.Aiton
Attims
Huru batu
Litsea noronhae Blume.
Rauh
Rasamala
A. excelsa Noronha.
Rauh
Saninten
C. argentea Korth.
Stone
Tumbuhan rasamala (A. excelsa) dan puspa (S. wallichii) memiliki model
arsitektur pohon rauh karena memiliki batang monopodial dengan pola
pertumbuhan ritmik, percabangan orthotropik, cabang yang tumbuh identik
dengan batang (ekivalen), serta perbungaan lateral. Model arsitektur pohon jenis
prevost yang ditemukan pada vegetasi di area hutan memiliki ciri-ciri batang yang
simpodial, pola percabangan plagiotropik, memiliki aksis hapaxanthy (setiap
module yang tumbuh memiliki perbungaan terminal). Model arsitektur roux pada
pohon kokopian (P. glabra) memiliki ciri-ciri batang monopodial, pola
percabangan kontinyu, plagiotrop, dan sistem pembungaan lateral. Pohon Kihonje
(P. ferrugineum) memiliki model arsitektur jenis attims karena pohon kihonje
memiliki cir-ciri batang monopodial, percabangan kontinyu, dan sistem
pembungaan lateral. Model arsitektur pohon stone pada pohon saninten (C.
argentea) memiliki ciri-ciri batang monopodial namun percabangan simpodial,
pola pertumbuhan batang kontinyu, orthotropik, dan sistem pembungaan terminal.
26 4.3 Hasil Pengukuran Parameter Konservasi Tanah dan Air
4.3.1 Curah hujan
Total kejadian hujan yang terjadi pada bulan Oktober 2010 hingga Januari
2011 sebanyak 34 kali (Lampiran 9). Intensitas hujan untuk setiap kejadian hujan
sangat beragam. Dari 34 kejadian hujan, Hanya terdapat beberapa kejadian hujan
yang tergolong dalam hujan deras, sebagaimana terlihat pada Gambar 7.
80
Curah Hujan (mm)
70
60
50
40
30
20
10
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
33
K e jadian hujan
Gambar 7 Curah hujan yang terjadi selama bulan Oktober 2010 hingga bulan
Januari 2011.
Jumlah curah hujan yang terjadi pada 34 kali kejadian hujan adalah
1203.81 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2010, sedangkan
curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober 2010. Curah hujan terendah
terjadi pada kejadian hujan ke-6 dengan curah hujan 14.52 mm. Sedangkan curah
hujan tertinggi terjadi pada kejadian hujan ke-24, 25, 26, dan 27, dengan curah
hujan masing-masing 67.00 mm, 70.35 mm, 73.70 mm, dan 67.00 mm.
4.3.2 Curahan Tajuk
Curahan tajuk diukur setiap kejadian hujan, sehingga terdapat 34 data
curahan tajuk yang diperoleh selama pengamatan. Pada curah hujan 1203.81 mm,
curahan tajuk yang terjadi di area PHBM yaitu 966.08 mm dan rata-rata 28.41
mm. Curahan tajuk pada area PHBM lebih rendah dari pada curahan tajuk yang
terjadi di hutan yaitu 976.8 mm dan rata-rata 28.73 mm (Lampiran 10 dan 11).
Selisih antara curahan tajuk yang terjadi pada area PHBM dan hutan sebesar 0.34
mm (Tabel 3).
27 Tabel 3 Jumlah curahan tajuk pada area PHBM dan Hutan
Area
PHBM
Hutan
Curah hujan (mm)
Jumlah
Rata-rata
1203
35.41
1203
35.41
Curahan tajuk (mm)
Jumlah
Rata-rata
966.08
28.41
976.8
28.73
4.3.3 Aliran Batang
Jumlah aliran batang yang terjadi pada pohon rasamala di area PHBM
sebesar 1146.47 mm dan rata-rata 33.72 mm (Lampiran 10, 11, dan 12).
Sedangkan jumlah aliran batang yang terjadi pada rasamala di hutan sebesar 1.35
mm dan rata-rata 0.04 mm (Tabel 4). Terdapat selisih yang cukup besar antara
jumlah aliran batang pada area PHBM dengan jumlah aliran batang pada area
hutan, yaitu sebesar 34.06 mm.
Tabel 4 Jumlah aliran batang pada area PHBM dan hutan
Area
Curah hujan (mm)
Aliran batang (mm)
Jumlah
Rata-rata Jumlah
Rata-rata
PHBM
1203
35.41
1146.47
33.72
Hutan
1203
35.41
1.35
0.04
4.3.4 Aliran permukaan dan erosi
Aliran permukaan yang terjadi pada area PHBM sebesar 1450 liter dengan
rata-rata 42.66 liter (Lampiran 13), pada area hutan sebesar 1748.5 liter dan pada
lahan terbuka sebesar 3611.42 liter dengan rata-rata 106.22 liter. Jumlah aliran
permukaan pada lahan terbuka lebih tinggi dari area PHBM dan hutan (Tabel 5).
Jumlah aliran permukaan berbanding lurus dengan tingkat erosi yang terjadi.
Jumlah tanah yang tererosi pada area PHBM yaitu 1.53 ton/ha/th (Lampiran 14),
erosi yang terjadi pada area hutan yaitu 4.08 ton/ha/th, dan erosi yang terjadi pada
lahan terbuka sebesar 56 ton/ha/th.
28 Tabel 5 Jumlah aliran permukaan dan erosi pada area PHBM, hutan dan lahan
terbuka
Area
Aliran permukaan (liter)
Tanah tererosi
Jumlah
Rata-rata Jumlah (g) Rata-rata ton/ha/th
PHBM
1450
42.66
3052
89.77
1.53
Hutan
1748.5
51.43
6472
190.36
4.08
Lahan terbuka 3611.42
106.22
89102.67
2620.67
56.00
4.4 Hasil Analisis Komponen Utama
Dari hasil analisis komponen utama pada data-data parameter konservasi
tanah dan air diperoleh matriks korelasi pada masing area. Pada area PHBM
terjadi korelasi yang sangat erat pada variabel aliran batang dengan aliran
permukaan dengan nilai korelasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai korelasi antar variabel pada area PHBM
CH
CT
AB
AP
CT
0.88
–
–
–
AB
0.88
0.89
–
–
AP
0.82
0.91
0.96
–
ET
0.57
0.66
0.62
0.66
Keterangan:
CH : Curah hujan
CT : Curahan tajuk
AB : Aliran batang
AP : Aliran permukaan
ET : Erosi tanah
Tabel 7 Hasil Eigenanalisis dari matriks korelasi
PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
Eigenvalue
4.1693
0.5128
0.1834
0.1075
0.027
Proportion
0.834
0.103
0.037
0.021
0.005
Cumulative 0.834
0.936
0.973
0.995
1
29 Tabel 8 Nilai komponen utama parameter konservasi tanah dan air pada area
PHBM
Variabel
PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
CH
0.449
-0.295
0.747
-0.289
-0.263
CT
0.468
-0.121
0.075
0.843
0.223
AB
0.472
-0.211
-0.302
-0.442
0.668
AP
0.470
-0.105
-0.576
-0.051
-0.659
ET
0.368
0.918
0.115
-0.089
0.023
Tabel 8 menunjukkan nilai komponen utama yang paling tinggi terdapat
pada variabel aliran batang. Terkait dengan matriks korelasi pada Tabel 6 yang
menunjukkan terdapat korelasi yang sangat erat antara aliran batang dengan aliran
permukaan, dengan demikian jumlah aliran batang merupakan komponen utama
pada model arsitektur pohon jenis rauh untuk tumbuhan rasamala (A. excelsa) di
area PHBM.
Matriks korelasi dari parameter konservasi tanah dan air pada area hutan
menunjukkan terdapat korelasi yang sangat erat antara aliran batang dengan aliran
permukaan. Nilai korelasi antara aliran batang dan aliran permukaan pada area
hutan adalah 0.92 (Tabel 9).
Tabel 9 Matriks korelasi dari parameter konservasi tanah dan air di area hutan
CH
CT
AB
AP
CT
0.81
–
–
–
AB
0.89
0.78
–
–
AP
0.88
0.84
0.92
–
ET
0.70
0.58
0.74
0.74
Keterangan :
CT : Curahan tajuk
AP : Aliran Permukaan
CH : Curah hujan
AB : Aliran batang
ET : Erosi tanah
30 Tabel 10 Hasil Eigenanalisis dari matriks korelasi parameter konservasi tanah dan
air di area hutan
PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
Eigenvalue
4.159
0.437
0.206
0.127
0.071
Proportion
0.832
0.087
0.041
0.025
0.014
Cumulative 0.832
0.919
0.960
0.986
1.000
Tabel 11 Nilai komponen utama dari data parameter konservasi tanah dan air
pada area hutan
Variabel
PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
CH
0.462
-0.137
0.355
0.779
-0.188
CT
0.431
-0.530
-0.697
0.021
0.218
AB
0.467
0.001
0.484
-0.338
0.658
AP
0.471
-0.090
0.127
-0.521
-0.695
ET
0.401
0.832
-0.372
0.086
0.032
Hasil eigenanalisis sebesar 0.832 pada PC1 mampu menerangakan PC1
sebesar 83.2%. Nilai komponen utama pada Tabel 11 memperlihatkan aliran
permukaan memiliki nilai kompoenen utama yang lebih tinggi dari parameter
yang lain. Dengan demikian, hasil analisis komponen utama dari parameter
konservasi tanah dan air pada area hutan juga menunjukkan bahwa pada model
arsitektur rauh, jumlah aliran batang merupakan komponen utama yang
mempengaruhi terjadinya aliran permukaan dan erosi.
Pada lahan terbuka, parameter konservasi tanah yang diamati hanya terdiri
dari curah hujan aliran permukaan dan erosi tanah. Curah hujan yang terjadi pada
lahan terbuka sangat berkorelasi erat dengan erosi tanah yang terjadi. Hal tersebut
ditunjukkan dengan nilai korelasi yang tinggi antara curah hujan dengan erosi
tanah yang terjadi, yaitu sebesar 0.71 sebagaiman ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Matriks korelasi parameter konservasi tanah dan air pada lahan terbuka
Keterangan :
CH
AP
AP
0.63
-
CH : Curah hujan
ET
0.71
0.63
AP : Aliran permukaan
ET : Erosi tanah
31 Tabel 13 Hasil analisis komponen utama parameter konservasi tanah dan air
pada lahan terbuka
PC1
PC2
PC3
Eigenvalue
2.3119
0.4000
0.2881
Proportion
0.771
0.133
0.096
Cumulative
0.771
0.904
1.000
Tabel 14 Nilai komponen utama parameter konservasi tanah dan air pada lahan
terbuka
Variabel
PC1
PC2
PC3
CH
0.586
-0.377
-0.717
AP
0.560
0.828
0.022
ET
0.585
-0.415
0.697
Hasil eigenanalisis sebesar 0.771 (Tabel 13) mampu menerangkan komponen
utama sebesar 77.1%. Selain itu, nilai komponen utama pada parameter curah
hujan yang lebih tinggi dari aliran permukaan menunjukkan bahwa curah hujan
merupakan komponen utama yang mempengaruhi terjadinya erosi pada lahan
terbuka (Tabel 14).
32 BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisis vegetasi
Terdapat kesamaan jenis vegetasi yang dominan antara area PHBM
dengan area hutan. Pada fase pohon jenis yang dominan pada area PHBM yaitu
rasamala (A. excelsa), demikian pula dengan area PHBM. Selain memiliki
kesamaan jenis vegetasi dominan pada fase pohon, terdapat kesamaan pada
tumbuhan bawah (ground cover) yang dominan pada area PHBM dan area hutan
yaitu rumput jampang piit (O. compositus).
Jumlah jenis pohon yang terdapat di area PHBM hanya terdiri dari dua
jenis, yaitu rasamala (A. excelsa) dan puspa (S. wallichii). Pada area hutan
terdapat 7 jenis pohon dengan total individu sebanyak 16 individu. Jumlah jenis
pohon berkaitan dengan jumlah model arsitektur pohon.
5.2 Korelasi Model Arsitektur Pohon dengan Parameter Konservasi Tanah
dan Air
Semakin banyak jumlah jenis vegetasi pada suatu area memungkinkan
semakin banyak model arsitektur pada area tersebut. Pada area PHBM hanya
terdiri dari dua jenis tumbuhan. Kedua jenis tumbuhan tersebut memiliki model
arsitektur pohon yang sama yaitu rauh. Pada area hutan terdapat 7 jenis tumbuhan,
dari 7 jenis tumbuhan tersebut ditemukan 5 jenis arsitektur pohon yaitu arsitektur
pohon model rauh, roux, attims, prevost, dan stone. Hal ini semakin memperkuat
pernyataan Halle et al. (1978) bahwa setiap jenis tumbuhan memiliki satu jenis
model arsitektur yang yang khas, namun satu jenis model arsitektur pohon dapat
dimiliki oleh banyak jenis tumbuhan.
Jenis arsitektur pohon berkaitan dengan proses translokasi air hujan pada
suatu area. Masing-masing jenis arsitektur memiliki pengaruh yang berbeda pada
proses translokasi air hujan tersebut. Kombinasi dari beberapa model arsitektur
pada suatu area memungkinkan terjadinya perpaduan peran dari model arsitektur
pohon.
33 Model arsitektur pohon berlaku bagi tumbuhan pada fase pohon.
Walaupun demikian, model arsitektur pohon ditentukan dari pertumbuhan
meristem apikal yang terjadi sejak tumbuhan pada fase anakan. Pada area PHBM
terdapat vegetasi kopi arabika yang merupakan vegetasi dominan pada fase
anakan. Kopi arabika memiliki ciri morfolgi batang yang monopodial dengan
percabangan kontinyu, pola percabangan plagiotrop, pola perbungaan lateral, serta
tajuk yang bertingkat (Gambar 8). Berdasarkan ciri morfolgi tersebut, kopi
arabika memiliki model arsitektur jenis roux.
Gambar 8 Bentuk morfologi kopi arabika.
5.2.1 Curahan tajuk
Jumlah curahan tajuk pada area PHBM lebih rendah dari area hutan,
walaupun dalam selisih yang kecil (0.34 mm). Banyaknya air yang menembus
tajuk secara langsung dipengaruhi oleh jenis tumbuhan dan kerapatan tajuk
tumbuhan (Arsyad 2006). Pohon rasamala dengan model arsitektur rauh
mempunyai bentuk tajuk bulat (Sutisna et al 1998). Tajuk pohon rasamala
tersebut menghalangi air hujan sehingga tidak langsung jatuh ke permukaan tanah
(Gambar 9).
34 Gambar 9 Translokasi air hujan pada model arsitektur pohon jenis rauh
(Athtorick 2000).
Jumlah pohon pada area PHBM lebih banyak dari jumlah pohon pada area
hutan, sehingga tajuk tumbuhan pada area PHBM lebih rapat dari tajuk tumbuhan
pada area hutan. Semakin rapat tajuk tumbuhan pada suatu area, maka curah hujan
yang jatuh ke permukaan tanah semakin terhalang oleh tajuk tumbuhan tersebut.
Dengan demikian jumlah curahan tajuk akan semakin kecil. Selain jenis tumbuhan
dan kerapatan tajuk, kondisi cuaca terutama kecepatan angin juga turut
mempengaruhi besarnya curahan tajuk yang terjadi (Amstrong & Mitchell, diacu
dalam Arsyad 2006). Kondisi tajuk sebelum hujan juga turut mempengaruhi
jumlah curahan tajuk yang terjadi. Selain itu, terdapat faktor iklim yang
mempengaruhi terjadinya curahan tajuk yaitu, suhu dan kecepatan angin.
5.2.2 Aliran batang
Translokasi air hujan menjadi aliran batang berkaitan erat dengan keadaan
tajuk suatu tumbuhan. Sebelum menjadi aliran batang, air hujan terlebih dahulu
sampai ke lapisan tajuk yang kemudian mengalir melalui ranting hingga ke
batang, sehingga apabila strata tajuk yang dimiliki suatu tumbuhan dan tajuk antar
tumbuhan tidak terlalu rapat maka akan menyebabkan aliran batang yang terjadi
juga tinggi, berbanding lurus dengan jumlah curahan tajuk. terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi banyak sedikitnya jumlah aliran batang, yaitu jenis
arsitektur pohon, kulit batang, struktur tegakan, bentuk batang, serta bentuk dan
posisi daun (Kitteredge 1948 & Voigt 1960, diacu dalam Aththorick 2000). Model
arsitektur rauh pada rasamala pada dasarnya memungkinkan aliran batang yang
35 terjadi lebih tinggi dari curahan tajuk (Firoroh 2009). Bentuk percabangan
orthotropik pada model arsitektur rauh menyebabkan air yang tertahan pada
lapisan tajuk mengalir melalui cabang menuju batang, sehingga jumlah aliran
batang lebih tinggi dari curahan tajuk.
Pada kondisi curah hujan yang rendah, air hujan yang sampai ke tumbuhan
terlebih dahulu mengisi pori-pori dan permukaan batang secara keseluruhan.
Setelah permukaan batang mulai jenuh dengan air hujan, kemudian dialirkan ke
permukaan tanah sebagai aliran batang (Arrijani 2006). Jumlah aliran batang
dipengaruhi oleh kulit batang dan sudut antara batang dan cabang (Parker 1983).
Tumbuhan rasamala pada area hutan yang diukur jumlah aliran batang dan
curahan tajuknya memiliki keliling batang sebesar 270 cm, dengan demikian
tumbuhan rasamala ini memiliki pori-pori yang sangat banyak untuk dapat terisi
oleh air hujan. Hal tersebut menyebabkan jumlah aliran batang yang terjadi pada
tumbuhan rasamala di area hutan sangat sedikit.
5.2.3 Aliran Permukaan
Proses terjadinya aliran permukaan merupakan akibat dari berbagai faktor,
yaitu translokasi dan sumber air (Chang 2006). Proses translokasi aliran
permukaan dipengaruhi jumlah aliran batang dan curahan tajuk yang dihasilkan
oleh vegetasi yang terdapat pada suatu area. Pada area PHBM dengan tegakan
utama pohon rasamala yang memiliki model arsitektur rauh memiliki nilai aliran
batang yang tinggi. Sehingga aliran permukaan dipengaruhi oleh nilai aliran
batang. Semakin tinggi nilai aliran batang maka semakin tinggi aliran permukaan
yang terjadi. Namun dengan adanya tumbuhan kopi termasuk dalam tegakan
anakan dengan model arsitektur roux pada area PHBM (Gambar 10), jumlah
aliran permukaan yang terjadi berkurang. Hal tersebut diakibatkan curahan tajuk
yang jatuh dari pohon rasamala tidak langsung mengenai tanah dan menjadi aliran
permukaan, melainkan terlebih dahulu sampai ke tajuk vegetasi kopi. Model
arsitektur roux pada kopi memungkinkan jumlah curahan tajuk lebih rendah dari
aliran batang. Hal tersebut dikarenakan adanya tajuk yang berlapis pada tumbuhan
kopi.
36 Gambar 10 Vegetasi rasamala dengan model arsitektur rauh dan kopi dengan
model arsitektur roux pada area PHBM.
Sedangkan vegetasi yang terdapat pada lahan terbuka merupakan jenis
tumbuhan penutup tanah (ground cover) berupa semak dan rerumputan. Pada
dasarnya, tumbuhan penutup tanah berperan untuk menahan atau mengurangi
daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah
(Dariah 2004, Morgan 2005). Namun penutupan tajuk tumbuhan penutup tanah
yang tidak terlalu rapat, menyebabkan tingginya jumlah aliran permukaan pada
lahan terbuka. Air hujan yang turun, langsung jatuh ke tanah dan mengalir sebagai
aliran permukaan. Pada hutan alami, perlintasan hewan biasanya meninggalkan
jalan setapak yang menyebabkan penutupan groundcover menjadi jarang, dan
merupakan pemicu pertama terbentuknya jalur aliran permukaan walaupun
tingkatannya masih belum terlalu membahayakan (Van Noordwijk et al. 2004).
Berdasarkan santosa (1985) pengaruh vegetasi penutup tanah ditentukan
oleh sifat-sifat berikut, yaitu sifat tajuk vegetasi dan serasahnya dalam menahan
curahan air hujan, sifat serasah dalam membentuk humus, serta sifat pohon dan
semak belukar dalam menghambat aliran permukaan. Pohon rasamala merupakan
jenis tumbuhan daun lebar yang serasah daunnya mudah untuk didekomposisi,
sehingga membentuk lapisan humus yang dapat meningkatkan daya serap tanah
terhadap air curahan hujan yang jatuh. Oleh karena itu, pada area dibawah tegakan
pohon rasamala seperti pada area PHBM aliran permukaan yang terjadi lebih
rendah. Sedangkan pada area hutan, terdapat berbagai macam jenis tumbuhan
37 dengan daun yang memiliki kemampuan membentuk humus yang berbeda.
Tumbuhan damar (Aghatis damara L.) yang terdapat pada area hutan memiliki
daun yang relatif lebih tebal sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk
membentuk lapisan humus. Sehingga kemampuan menyerap air pada area hutan
lebih rendah dari area PHBM. Dengan demikian jumlah aliran permukaan yang
terjadi pada area hutan lebih besar dari area PHBM.
Tekstur tanah juga mempengaruhi terjadinya aliran permukaan. Tanah
yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan kecil sehingga sulit menyerap
atau menahan air dan dapat memperbesar terjadinya aliran permukaan
(Harjdowigeno 2010). Sedangkan tanah bertekstur liat mempunyai luas
permukaan besar sehingga kemampuan untuk menahan air lebih besar dan dapat
memperkecil terjadinya aliran permukaan. Tanah pada area PHBM rasamala lebih
rendah dari pada area hutan, lahan terbuka memiliki tekstur pasir yang lebih tinggi
dari area PHBM rasamala dan area hutan. Oleh karena itu jumlah aliran
permukaan pada area hutan lebih tinggi dari area PHBM rasamala, dan jumlah
aliran permukaan pada lahan terbuka lebih tinggi dari area PHBM rasamala dan
hutan.
5.2.4 Erosi Tanah
Kejadian erosi berkaitan dengan aliran permukaan yang terjadi pada suatu
area. Selain itu, bentuk kanopi vegetasi pada suatu area juga turut mempengaruhi
tejadinya erosi (Cameron 2007). Kehadiran tumbuhan bawah (groundcover)
mempengaruhi jumlah tanah yang terbawa sebagai erosi oleh aliran permukaan.
Semakin banyak tumbuhan bawah pada suatu area, partikel tanah yang terbawa
aliran permukaan akan tertahan oleh tumbuhan bawah tersebut, sehingga jumlah
tanah yang tererosi menjadi kecil (Tabel 11). Tumbuhan kopi berumur 2 tahun
yang berada diantara tumbuhan rasamala pada area PHBM mengurangi jumlah
aliran permukaan yang terjadi. Keberadaan tanaman kopi menyebabkan tanah
yang terbawa aliran permukaan tertahan. Berdasarkan hasil penelitian
(Hartobudoyo dalam Dariah et al. 2005), 90% perakaran tanaman kopi
terkonsentrasi di lapisan tanah antara 0-30 cm. Sistem perakaran tersebut
menyebabkan terbentuknya tenunan akar halus di lapisan permukaan yang
38 mengikat agregat tanah. Selain tumbuhan bawah, kehadiran tumbuhan berkayu
juga dapt mengurangi daya rusak hujan (Yusmandhany 2002).
Jumlah aliran permukaan yang besar memungkinkan tanah yang tererosi
juga besar (Hardjowigeno 2010). Sifat-sifat tanah berupa tekstur, struktur, bahan
organik, kedalaman, sifat lapisan bawah dan kesuburan tanah juga turut
mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi (Hardiyatmo 2006). Area terbuka
ini memiliki tekstur debu (51%) yang yang lebih tinggi dari pada liat (39%) dan
pasir (10%) (Lampiran 15). Berdasarkan Hardjowigeno 2010 semakin tinggi
kandungan debu dalam tanah, maka tanah makin peka terhadap erosi. kekuatan air
hujan yang jatuh juga langsung menghancurkan partikel tanah sehingga terjadi
erosi.
5.3 Pengaruh Parameter Konservasi Tanah dan Air Terhadap Erosi
Berdasarkan hasil analisis komponen utama, curah hujan, curahan tajuk,
aliran batang, aliran permukaan, dan erosi yang terjadi pada masing-masing area
memiliki nilai korelasi yang berbeda. Pada area PHBM, terdapat korelasi yang
sangat erat antara aliran batang dengan aliran permukaan. Nilai korelasi antara
aliran batang dengan aliran permukaan sebesar 0.94. Variabel yang paling
dominan dalam mempengaruhi erosi pada area PHBM ini adalah aliran
permukaan dengan nilai korelasi 0.66. Keeratan korelasi antar variabel ini juga
tercermin dalam Gambar 11(a). Pada area PHBM, aliran batang yang terjadi lebih
tinggi dari curahan tajuk. Pada dasarnya air hujan yang jatuh mengenai tumbuhan
akan jatuh ke tanah menjadi curahan tajuk dan aliran batang yang menyebabkan
terjadinya aliran permukaan (Athtorick 2005). Dengan demikian besarnya aliran
batang akan mempengaruhi besarnya aliran permukaan yang terjadi.
Pada area hutan, korelasi yang sangat erat terjadi pada variabel aliran
batang dan aliran permukaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai korelasi
antara aliran batang dan aliran permukaan yang lebih tinggi dari variable yang
lain, yaitu 0.92. Keeratan hubungan tersebut berarti bahwa semakin tinggi aliran
batang yang terjadi, maka semakin tinggi pula jumlah aliran permukaan yang
terjadi.
39 Hasil analisis komponen utama pada area hutan menunjukkan bahwa
aliran batang merupakan komponen utama yang mempengaruhi terjadinya erosi.
Nilai korelasi antara aliran batang terhadap erosi yaitu 0.74. Kereatan korelasi
antar variabel yang terjadi pada area hutan juga tergambar dalam Gambar 11 (b).
Berdasarkan hasil analisis komponen utama mengenai korelasi antara model
arsitektur rauh pada rasamala (A. excelsa) terhadap parameter konservasi tanah
dan air pada area PHBM dan area hutan, diperoleh kesimpulan bahwa aliran
batang merupakan komponen utama yang mempengaruhi terjadinya erosi. Erosi
merupakan salah satu indikator konservasi tanah dan air.
1.00
1.0
0.75
Komponen kedua
Komponen kedua
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
AB
AP
CH
0.00
CT
-0.2
0.5
Komponen pertama
0.25
-0.50
-0.4
-0.2
0.50
-0.25
AP
CT
AB
CH
-0.2
(a)
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
Komponen Pertama
0.4
0.5
(b)
1.00
Keterangan:
CH: Curah Hujan
CT: Curahan Tajuk
AB: Aliran Batang
AP: Aliran Permukaan
ET: Erosi tanah AP
0.75
Komponen kedua
ET
ET
0.50
0.25
0.00
-0.25
CH
ET
-0.50
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Komponen pertama
(c)
Gambar 11 korelasi antar variabel (a) area PHBM, (b)Hutan dan (c) Lahan
terbuka
Pada lahan terbuka, parameter konservasi hanya terdiri dari variabel curah
hujan, aliran permukaan dan erosi. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya vegetasi
berupa tumbuhan berkayu ataupun tumbuhan dengan tegakan pohon.
40 Curah hujan memiliki korelasi yang erat dengan erosi (Gambar 11c). Nilai
korelasi antara variabel curah hujan terhadap erosi yaitu 0.71, lebih tinggi dari
variable yang lain. Daya rusak hujan akibat tidak terdapatnya tumbuhan tinggi
menyebabkan tingginya tingkat erosi yang terjadi. Secara fisik erosi dapat terjadi
karena beberapa faktor, yaitu hujan dan aliran permukaan (Cheng 2006).
Ketidakhadiran tumbuhan tinggi menyebabkan air hujan langsung jatuh ke tanah
sehingga daya rusak air hujan tinggi. Tumbuhan tinggi memiliki perakaran yang
dalam dan mampu meresapkan air ke dalam tanah sekaligus menahan tanah dari
erosi permukaan (Widiriani et al. 2009)
41 BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Pada area PHBM, pohon rasamala (A. excelsa Noronha.) merupakan jenis
tegakan utama, dengan demikian rasamala memiliki nilai INP tertinggi. Tidak
terdapat vegetasi berupa tegakan tiang dan sapihan di area PHBM. Kopi arabika
(C. arabica L.) adalah jenis vegetasi yang dominan pada fase anakan yang
terdapat di area PHBM. Jenis tumbuhan bawah yang dominan pada area PHBM
adalah rumput jampang piit (O. compositus (L.)P.Beauv.). Vegetasi dominan pada
area hutan untuk tegakan pohon yaitu rasamala (A. excelsa Noronha.), sedangkan
tegakan tiang yang dominan adalah seserehan (P. aduncum L.). Damar (A.
damara L.) merupakan vegetasi dominan untuk tegakan sapihan, sedangkan untuk
tegakan anakan terdapat 7 jenis tumbuhan dengan INP yang sama. Tumbuhan
bawah yang dominan adalah rumput jampang piit (O. compositus (L.)P.Beauv.).
Jumlah curahan tajuk pada tumbuhan rasamala di area PHBM lebih kecil
(966.08 mm) dari pada tumbuhan rasamala di area hutan (976.80 mm). Kondisi
tajuk vegetasi pada area PHBM yang lebih rapat menyebabkan jumlah curahan
tajuk pada area PHBM lebih kecil dari curahan tajuk pada area hutan. Pada model
arsitektur yang sama (model rauh) dan pada jenis tumbuhan yang sama, individu
berdiameter batang yang lebih besar memiliki jumlah aliran batang yang lebih
rendah dari pada individu berdimeter batang yang lebih kecil.
Jumlah aliran permukaan pada area hutan lindung lebih tinggi dari pada
jumlah aliran permukaan pada area PHBM. Hal ini berkaitan dengan adanya
tanaman kopi dengan arsitektur pohon model roux dibawah tegakan rasamala
dengan model arsitektur rauh. Model arsitektur roux pada kopi dengan tajuk
berlapis menghalangi jatuhnya air hujan ke permukaan tanah. Sehingga kombinasi
antara model arsitektur rauh pada rasamala dengan model arsitektur roux pada
kopi sangat baik untuk mengkonservasi tanah dan air. Kehadiran tumbuhan bawah
tanpa tumbuhan tinggi menyebabkan aliran permukaan dan erosi pada lahan
terbuka lebih tinggi dari area PHBM dan hutan.
42 Hasil analisis komponen utama menunjukan bahwa aliran batang yang
terjadi pada tumbuhan rasamala (A. excelsa) dengan model arsitektur rauh
merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terjadinya erosi. Jumlah
tanah yang tererosi pada area PHBM (1.53 ton.ha/th) lebih rendah dari area hutan
lindung (4.08 ton/ha/th) dan lahan terbuka (56 ton/ha/th).
6.2 Saran
Kombinasi antara arsitektur pohon model Rauh dari tumbuhan rasamala
(A. excelsa) dan model arsitektur roux pada kopi arabika (C. arabica) di area
PHBM sangat baik dalam mengkonservasi tanah dan air. Keberadaan tumbuhan
bawah juga diperlukan untuk dapat menahan aliran permukaan yang
menyebabkan erosi.
43 DAFTAR PUSTAKA
Arrijani, Setiadi D, Gujharja E, Qayim I. 2006a. Korelasi model arsitektur pohon
dengan laju aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan dan
erosi: Studi kasus tentang peranan vegetasi dalam konservasi tanah dan air
pada sub DAS Cianjur Cisokan Citarumtengah. FPSIPB 2006; 29: 215225.
Arrijani, Setiadi D, Gujharja E, Qayim I. 2006b. Analisis vegetasi Hulu DAS
Cianjur Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Biodiversitas. 7: 147153.
Arsyad S. 2006. Konservasi tanah dan air. Bogor: IPB Press. hlm1-144
Aththorick A. 2000. Pengaruh arsitektur pohon model Massart dan rauh terhadap
aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan dan erosi di hutan
pendidikan gunung Wallat Sukabumi. [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor
Aththorick A. 2005. Kemiripan komunitas tumbuhan bawah pada beberapa tipe
ekosistem perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu. J kom penelit:
17(5):42-48.
Balai Besar litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis
Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta. Departemen Pertanian.
Bennet HH. 1995. Soil conservation. New York: Mc. Graw-Hill Comp.
Cameron JE. 2007. Influence of crown traits and leaf arrangement on rainfall
interfall interception, throughfall, and stenflow in five tropical tree species.
[Thesis]. Panama: Department of Biology. University of Winnipeg.
Chang M. 2006. Forest Hydrology. New York: Taylor & Francis
Dariah A. 2004. Tingkat erosi dan kualitas tanah pada lahan usahatani berbasis
kopi di Sumber Jaya, Lampung Barat. [Disertasi]. Bogor: Program
pascasarjana. Institut pertanian Bogor.
Dariah A, Agus F, Arsyad S, Sudarsono, Maswar. 2003. Erosi dan aliran
permukaan pada lahan pertanian berbasis tanaman kopi di Sumberjaya,
Lampung barat.
http: //www.worldagroforestrycentre.org/ sea/
Publications/files/book/BK0063-04/BK0063-04-7. Pdf [17 Februari 2010] Departemen Kehutanan. 2005. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.
www.dephut.pdf [28 Mei 2011].
44 Firroroh I. 2009. Kajian profil vegetasi terhadap konservasi air (Aliran batang,
curahan tajuk dan infiltrasi) di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo
Semarang. [tesis]. Bogor: Program pascasarjana Institut. Pertanian Bogor.
Halle F, Oldeman RAA. 1975. An essay on the architecture and dynamics of
growth of tropical trees. Stone BC. Malaysia. hlm 1-124
Halle F, Oldeman RAA, Tomlinson PB. 1978. Tropical trees and forest an
architectural analysis. New york: Springer-verlag. hlm 84-97.
Hardiyatmo HC. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta: UGM
Press
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta. Akademika Pressindo
Jatminingsih. 2009. Karakteristik lingkungan, karakteristik petani Pesanggem, dan
peran serta masyarakat lokal dalam PHBM KPH Kendal. [tesis].
Semarang: Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.
Kaimuddin. 1994. Kajian model pendugaan Intersepsi hujan pada tegakan Pinus
merkusii L., Agathis loranthifolia L. dan Schima wallichii Korth. Di hutan
pendidikan gunung walat Sukabumi. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.
Kartasapoetra AG, Kartasapoetra G, Sutedjo MM. 2005. Teknologi konservasi
tanah dan air. Jakarta: Rineka Cipta. hlm 92-108.
Morgan RPC. 2005. Soil Erosion And Conservation. Oxford: Blackwell
publishing.
Mueller D, Ellenberg. 1974. Aim of Methode of Vegetation Ecology. New York:
Jhon Wiley and Son, Inc.
Mulyono A. 2009 Perkiraan tingkat erosi tanah di sub-DAS Besai Lampung
Barat. Rist Geo dan Pertamb; 19: 35-47
Najiyati S, Danarti. 2005. Kopi budidaya dan penanganan lepas panen. Jakartra.
Penebar swadaya. hlm 7-10.
Nurhidayah. 2009. Peran model arsitektur rauh dan nozeran terhadap parameter
konservasi tanah dan air di hutan: Pagerwojo, Tulungagung. [disertasi].
Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. hlm 14-27.
Parker GG. 1983. Throughfall and Stemflow in the Forest Nutrient Cycle.
Advancement in Ecological Research. 13 (1):57-133
Pratiwi. 2007. Laju permukaan dan erosi di berbagai hutan tanaman dan beberapa
alternatif upaya perbaikannya. J Hut Konserv Alam. 4(3):267-276.
45 Rahim SE. 2006. Pengendalian erosi tanah dalam rangka pelestarian lingkungan
hidup. Jakarta: Bumi Aksara. hlm 30.
Santosa W. 1985. Aliran permukaan dan erosi pada tanah yang tertutupi oleh
tanaman teh dan hutan alam di Gambung Bandung. [tesis]. Bogor:
Program pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Susilowati I. 2007. Evaluasi implementasi pengelolaan hutan bersama masyarakat
(PHBM) di KPH Randublatung Blora. [tesis]. Semarang: Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro.
Sutanto R. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah. Yogyakarta: Kanisius. hlm 18.
Sutisna U, Kalima T, Purnadjaja. 1998. Seri manual Pedoman pengenalan pohon
di Indonesia. Bogor: Yayasan Prosea Bogor. hlm 86-91.
Tambunan AF 2004. Analisa pengaruh hujan maksimum terhadap erosi di sub
DAS Cikapundung Hulu dengan menggunakan metode Lenvain.
JBPTITBGEOPH.
Van Noordwijk et al. 2004. Peran agroforesrti dalam mempertahankan fungsi
hidrologi daerah aliran sungai. AGRIVITA. 26 (1): 1-8.
Widiriani R, Sabiham S, Sutjahjo SH, Las I. 2009. Analisis keberlanjutan
usahatani di kawasan rawan erosi (studi kasus di Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Dongko, Kabupaten
Trenggalek). J Tanah dan Iklim. 29: 65-79.
Widoyono H. 2005. Pengaruh sistem olah tanah dan pertanaman terhadap erosi
tanah. Akta Agrosia 8:2.
Yuniandra F, Kusuma C, Nurrochmat DR 2007. Formulasi kebijakan pengelolaan
hutan bersama masyarakat di Taman Nasional Gunung Ciremai. J Trop
Forst Manage; 146-154.
Yusmandhany. 2002. Pengukuran tingkat bahaya erosi sub-DAS Cipamingkis,
Kabupaten Bogor. Bull teknk pertan. 7 (2): 44-47
LAMPIRAN
64 Lampiran 2 Hasil analisis vegetasi pada area hutan lindung pada jenis tegakan
pohon, tiang, sapihan, anakan dan Tumbuhan penutup tanah
No. Nama lokal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nama spesies
Rasamala
Altingia excels
Noronha.
Puspa
Schima wallichii
Korth.
Kihonje
Pittosporum
ferrugineum
W.T.Aiton
Litsea noronhae
Huru batu
Blume.
Kokopian
Plectronia glabra
Benth.&Hook.f.ex
Kibancet
Turpinia
sphaerocarpa Hassk.
Saninten
Castanopsis argentea
Korth.
Seuseureuhan Piper aduncum L.
INP
ΣN Pohon
Tiang Sapihan Anakan Tumbuhan bawah
4
114.11
73.96
7
70.65
1
26.97
1
26.64
1
20.96
1
20.37
1
20.30
20.01
15.05
2
80.81 25.75
1
53.05
10
Ganitri
beureum
Nangsi
11
Spesies E
Elaeocarpus
stipularis Blume.
Villebrunea
rubescens Blume.
–
12
Damar
Agathis dammara L.
8
91.00
13
Spesies A
2
47.48
14
Dadap
Villebrunea
rubescens Blume.
Erithrina Sp.
1
20.56
15
Huru koneng
1
17.64
16
1
15.05
17
Tusuk
sate/kalingke
m
Kicareuh
Litsea umbellata
Merr.
Trevesia sundaica
Miq.
1
15.05
18
Suangkung
Alangium chinensis
Lour.
Caryota mitis Lour.
1
28.57
19
Huru
1
28.57
20
Kareumbi
1
28.57
21
Gewor
1
28.57
22
Bubuay
1
28.57
23
Kihampelas
1
28.57
24
Kitoke
1
28.57
25
Jampang piit
26
Harendong
Litsea umbellata
Merr.
Homalanthus
populneus Kuntze.
Aneilema nudiflorum
(L.)R.Br
Plectocomia elongata
Mart. & Blume.
Ficus ampelas
Brum.F.
Archidendron
clypearia
(Jack)I.C.Nielsen.
Oplismenus
compositus
(L.)P.Beauv.
Melastoma Sp.
27
Paku geulis
Cyclosorus Sp.
28
Congkok
Curculigo orchioides 6
Gaertn.
2
47.96 32.42
1
44.23
42
44.91
17
26.29
12
21.83
12.76
65 Lanjutan Lampiran 1
No. Nama lokal
Nama spesies
29
Cerem
30
Jukut ilat
31
Canar
32
Cariwuh
33
Paku anam
Macropanax
dispermum Kuntze.
Scleria purpurascens
Steud.
Smilax leucophylla
Blume.
Schismatoglottis
calyptrata
Zoll.&Moritzi
Microlepia strigosa
34
Gadung
Dioscorea alata L.
35
Amis panon
36
Pacing
37
Spesies D
38
Paku A
ΣN Pohon
INP
Tiang Sapihan Anakan Tumbuhan bawah
6
12.76
4
10.98
3
10.09
5
8.17
5
8.17
2
5.49
Ficus montana
2
Burm.F
Costus scpeciosus
2
Sm.
Viola arcuata Blume. 1
5.49
5.49
4.60
1
4.60
1
4.60
40
Pteris venulosa
Blume.
Kirinyuh jalu Clibadium
surinamense L.
Hareueus
Bidens pilosa L.
1
4.60
41
Spesies B
1
4.60
42
Spesies C
39
Trema cannabina
Hydrocotyle javanica 1
Thunb.
Total
155
4.60
300
300
300
200
200
ΣN : Jumlah individu
Lampiran 3 Indeks nilai penting fase anakan pada area hutan
Nama Lokal
Nama Spesies
Bubuay
Plectocomia elongata Mart. 1
& Blume
Aneilema nudiflorum
1
(L.)R.Br
Litsea umbellata Merr.
1
Homalanthus populneus
Kuntze.
Ficus ampelas Brum.F
Archidendron clypearia
(Jack)I.C.Nielsen
Caryota mitis
Gewor
Huru
Kareumbi
Kihampelas
Kitoke
Suangkung
Total
ΣN : Jumlah individu
ΣN KM
KR(%)
FM
FR (%) INP (%)
833.33
14.29
0.33
14.29
28.57
833.33
14.29
0.33
14.29
28.57
833.33
14.29
0.33
14.29
28.57
1
833.33
14.29
0.33
14.29
28.57
1
833.33
14.29
0.33
14.29
28.57
1
833.33
14.29
0.33
14.29
28.57
1
833.33
14.29
0.33
14.29
28.57
7
5833.33
100.00
2.33
100.00 200.00
66 Lampiran 4 Hasil analisis vegetasi tegakan pohon, tiang, sapihan, anakan dan
tumbuhan penutup tanah di area PHBM
No. Nama Lokal Nama Spesies
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Rasamala
Puspa
Kopi
arabika
Gewor
Jampang
piit
Species A
Teklan
Babadotan
Calingcing
jawa
Jalatong
Antanan
Jukut pait
Species B
Pacar air
babadotan
jalu
Jenggut
harendong
Calingcing
species c
Kalayar
Sirih merah
hohonjean
Sadagori
seserehan
sintrong
hutan
Susuukan
INP
ΣN Pohon Anakan
Altingia excelsa Noronha.
Schima wallichii Korth.
Coffea arabica L.
32
1
15
269.35
30.65
Aneilema nudiflorum (L.)
R.Br.
Oplismenus compositus
(L.)P.Beauv
Phyllanthus urinaria L.
Eupatorium riparium Regel.
Ageratum conyzoides L.
Sanicula elata BuchHam.ex.D.Don
– Viola arcuata Blume.
Paspalum conjugatum
P.J.Bergius
Trema cannabina Lour.
Impatiens platipelata Lin.
5
– Memorialis pentandra
Wedd.
Melastoma Sp.
Oxalis Corniculata Linn
– Trichosanthes bercteata L.
Piper ornatum Ruiz & Puv
Zingiber zerumbet (L.) Sm.
Sida rhombifolia L.
Piper aduncum L.
Crassocephalum
crepidiodes Benth.
Richardia Brasiliensis
Gomez.
Total
ΣN : Jumlah individu
Tumbuhan bawah
125
75
203
43.39
110
57
50
34
26.79
17.32
16.07
13.21
18
12
14
10.36
9.29
7.26
9
8
20
6.37
6.19
5.95
5
5.65
4
3
4
2
2
1
1
1
1
5.48
5.30
3.10
2.74
2.74
2.56
2.56
2.56
2.56
1
2.56
613 300.00 200
200.00
67 Lampiran 5 Indeks nilai penting (INP) tumbuhan bawah pada area PHBM
No. Nama Lokal
Nama Spesies
ΣN KR (%)
FR (%)
INP (%)
1
Jampang piit
203 36.25
7.14
43.39
2
Species A
Oplismenus compositus
(L.)P.Beauv
Phyllanthus urinaria L.
110 19.64
7.14
26.79
3
Teklan
Eupatorium riparium Regel.
57
10.18
7.14
17.32
4
Babadotan
Ageratum conyzoides L.
50
8.93
7.14
16.07
5
Calingcing jawa
34
6.07
7.14
13.21
6
Jalatong
Sanicula elata BuchHam.ex.D.Don
– 18
3.21
7.14
10.36
7
Antanan
Viola arcuata Blume.
12
2.14
7.14
9.29
8
Jukut pait
14
2.50
4.76
7.26
9
Species B
Paspalum conjugatum
P.J.Bergius
Trema cannabina Lour.
9
1.61
4.76
6.37
10
Pacar air
Impatiens platipelata Lin.
8
1.43
4.76
6.19
11
babadotan jalu
– 20
3.57
2.38
5.95
13
Jenggut
Memorialis pentandra Wedd. 5
0.89
4.76
5.65
14
harendong
Melastoma Sp.
4
0.71
4.76
5.48
15
Calingcing
Oxalis Corniculata Linn
3
0.54
4.76
5.30
16
species c
– 4
0.71
2.38
3.10
17
Kalayar
Trichosanthes bercteata L.
2
0.36
2.38
2.74
18
Sirih merah
Piper ornatum Ruiz & Puv
2
0.36
2.38
2.74
19
hohonjean
Zingiber zerumbet (L.) Sm.
1
0.18
2.38
2.56
20
Sadagori
Sida rhombifolia L.
1
0.18
2.38
2.56
21
seserehan
Piper aduncum L.
1
0.18
2.38
2.56
22
sintrong hutan
1
0.18
2.38
2.56
23
Susuukan
Crassocephalum crepidiodes
Benth.
Richardia Brasiliensis
Gomez.
Total
1
0.18
2.38
2.56
100.00
200.00
ΣN : Jumlah individu
560 100.00
68 Lampiran 6 Indeks nilai penting tumbuhan bawah pada area hutan
Nama Lokal
Nama Species
ΣN
KR(%)
FR (%)
INP (%)
Jampang piit
42
37.5
7.41
44.91
Harendong
Oplismenus compositus
(L.)P.Beauv
Melastoma Sp.
17
15.18
11.11
26.29
Paku geulis
Cyclosorus Sp.
12
10.71
11.11
21.83
Congkok
5.36
7.41
12.76
5.36
7.41
12.76
Jukut ilat
Curculigo orchioides
6
Gaertn.
Macropanax dispermum
6
Kuntze.
Scleria purpurascens Steud. 4
3.57
7.41
10.98
Canar
Smilax leucophylla Blume.
3
2.68
7.41
10.09
Cariwuh
5
4.46
3.70
8.17
Paku anam
Schismatoglottis calyptrata
Zoll.&Moritzi
Microlepia strigosa
5
4.46
3.70
8.17
Gadung
Dioscorea alata L.
2
1.79
3.70
5.49
Amis panon
Ficus montana Burm.F
2
1.79
3.70
5.49
Pacing
Costus scpeciosus Sm.
2
1.79
3.70
5.49
Spesies D
Viola arcuata Blume.
1
0.89
3.70
4.60
Paku A
Pteris venulosa Blume.
1
0.89
3.70
4.60
Kirinyuh jalu
Clibadium surinamense L.
1
0.89
3.70
4.60
Hareueus
Bidens pilosa L.
1
0.89
3.70
4.60
Spesies B
Trema cannabina
1
0.89
3.70
4.60
Spesies C
Hydrocotyle javanica
Thunb.
Total
1
0.89
3.70
4.60
112
100
100
200
Cerem
ΣN : Jumlah individu
69 Lampiran 7 Data analisis vegetasi pada lahan terbuka
No. Nama Spesies
1
Kerapatan
Fti
FR
INP
(%)
100 0.66
6.56
16.12
50.20
11.44
90
0.70
6.27
15.41
47.91
11.47
111.85 14.15
70
0.79
5.51
13.55
39.17
0.10
10.71
43.65
60
0.96
5.74
14.10
30.34
28
0.08
8.98
131.10 16.59
60
0.29
1.72
4.22
29.79
15
0.05
5.66
69.35
8.78
80
0.34
2.70
6.63
21.07
18
0.06
6.60
63.20
8.00
80
0.33
2.62
6.44
21.03
10
0.03
3.30
64.45
8.16
40
0.29
1.18
2.90
14.35
6
0.03
3.81
39.55
5.00
30
0.57
1.70
4.18
12.99
1
0.01
1.12
14.75
1.87
20
1.00
2.00
4.92
7.90
2
0.01
1.49
10.05
1.27
20
0.67
1.33
3.28
6.04
5
0.01
1.57
18.00
2.28
30
0.28
0.84
2.06
5.91
2
0.01
1.40
4.50
0.57
10
0.63
0.63
1.54
3.51
1
0.01
0.56
5.10
0.65
10
0.50
0.50
1.23
2.43
1
0.01
0.56
3.00
0.38
10
0.50
0.50
1.23
2.17
1
0.00
0.37
4.10
0.52
10
0.33
0.33
0.82
1.71
ΣN
Dominasi
K
KR
D
DR
28
0.18
20.57
106.85 13.52
27
0.19
21.07
90.38
13
0.10
10
Frekuaensi
F
FP
1
0.00
0.28
3.50
0.44
10
0.25
0.25
0.61
1.34
18
Ageratum
conyzoides L.
Richardia
Brasiliensis
Gomez.
Sida rhombifolia
L.
Crassocephalum
crepidiodes
(Benth.) S.
Moore
Paspalum
conjugatum
P.J.Bergius
Hyptis pectinata
Poit.
Digitaria
timorensis
(Kunth.) Balansa
Erigeron
sumatrensisRetz.
Emilia
sonchifolia (L.)
DC.
Oxalis
corniculata L.
Bidens pilosa
(L.) DC.
Setaria
palmifolia Stapf.
Richardia
Brasiliensis
Gomez.
Oxalis barrelieri
L.
Viola
arcuataBlume.
Drymaria
cordata
Willd.ex.Schult.
Borreria laevis
Griseb.
Poaceae
2
0.00
0.25
3.90
0.49
10
0.11
0.11
0.28
1.02
19
Labiatae
1
0.00
0.14
2.75
0.35
10
0.13
0.13
0.31
0.80
20
Saliara
1
0.00
0.09
0.25
0.03
10
0.08
0.08
0.19
0.31
173 0.89
100
790.28 100
40.68
100
300
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Total
ΣN : Jumlah individu
5.52
760 9.38
70 Lampiran 8 Jumlah INP tumbuhan bawah di lahan terbuka
No. Nama Lokal
Nama Spesies
ΣN INP (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Ageratum conyzoides L.
Richardia Brasiliensis Gomez.
Sida rhombifolia L.
Crassocephalum crepidiodes (Benth.) S. Moore
Paspalum conjugatum P.J.Bergius
Hyptis pectinata Poit.
Digitaria timorensis (Kunth.) Balansa
Erigeron sumatrensisRetz.
Emilia sonchifolia (L.) DC.
Oxalis corniculata L.
Bidens pilosa (L.) DC.
Setaria palmifolia Stapf.
Richardia Brasiliensis Gomez.
Oxalis barrelieri L.
Viola arcuataBlume.
Drymaria cordata Willd.ex.Schult.
Borreria laevis Griseb.
Poaceae
Labiatae
– Total
28
27
13
10
28
15
18
10
6
1
2
5
2
1
1
1
1
2
1
1
173
Babadotan
Jukut babi
Sadagori
Sintrong hutan
Jukut pait
Sp.1
Paniir jangkrik
Jalantir
Jonge
Calingcing
Hareuga
Sawuheun
Susuukan
Babalimbingan
Antanan
Jukut ibun
Sp.3
Sp.4
Sp.2
Saliara
ΣN : Jumlah individu
50.20
47.91
39.17
30.34
29.79
21.07
21.03
14.35
12.99
7.90
6.04
5.91
3.51
2.43
2.17
1.71
1.34
1.02
0.80
0.31
300
71 Lampiran 9 Data curah hujan
Tanggal
CH (cm³) CH/3
14-10-2010
4200
1400.00
15-10-2010
4200
1400.00
18-10-2010
3700
1233.33
19-10-2010
4800
1600.00
21-10-2010
1800
600.00
27-10-2010
1300
433.33
29-10-2010
2200
733.33
30-10-2010
2100
700.00
2-11-2010
1800
600.00
3-11-2010
2600
866.67
4-11-2010
2100
700.00
7-11-2010
3300
1100.00
8-11-2010
1800
600.00
11-11-2010
2400
800.00
13-11-2010
2100
700.00
15-11-2010
3300
1100.00
17-11-2010
1800
600.00
19-11-2010
2100
700.00
22-11-2010
2700
900.00
25-11-2010
2400
800.00
28-11-2010
2700
900.00
30-11-2010
4200
1400.00
1-12-2010
6000
2000.00
3-12-2010
6300
2100.00
4-12-2010
6600
2200.00
5-12-2010
6300
2100.00
7-12-2010
6000
2000.00
12-12-2010
5000
1666.67
20-12-2010
2100
700.00
24-12-2010
2100
700.00
26-12-2010
2600
866.67
5-1-2011
1500
500.00
8-1-2011
1600
533.33
9-1-2011
2100
700.00
Curah hujan
Luas (cm²)
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
298.50
CH/L (cm)
4.69
4.69
4.13
5.36
2.01
1.45
2.46
2.35
2.01
2.90
2.35
3.69
2.01
2.68
2.35
3.69
2.01
2.35
3.02
2.68
3.02
4.69
6.70
7.04
7.37
7.04
6.70
5.58
2.35
2.35
2.90
1.68
1.79
2.35
mm
46.90
46.90
41.32
53.60
20.10
14.52
24.57
23.45
20.10
29.03
23.45
36.85
20.10
26.80
23.45
36.85
20.10
23.45
30.15
26.80
30.15
46.90
67.00
70.35
73.70
70.35
67.00
55.84
23.45
23.45
29.03
16.75
17.87
23.45
72 Lampiran 10 Data curah hujan, curahan tajuk, aliran batang, aliran permukaan
dan erosi pada area PHBM
Tanggal
14-10-2010
15-10-2010
18-10-2010
19-10-2010
21-10-2010
27-10-2010
29-10-2010
30-10-2010
2-11-2010
3-11-2010
4-11-2010
7-11-2010
8-11-2010
11-11-2010
13-11-2010
15-11-2010
17-11-2010
19-11-2010
22-11-2010
25-11-2010
28-11-2010
30-11-2010
1-12-2010
3-12-2010
4-12-2010
5-12-2010
7-12-2010
12-12-2010
20-12-2010
24-12-2010
26-12-2010
5-1-2011
8-1-2011
9-1-2011
Total
Rata-rata
Curah hujan
(mm)
46.90
46.90
41.32
53.60
20.10
14.52
24.57
23.45
20.10
29.03
23.45
36.85
20.10
26.80
23.45
36.85
20.10
23.45
30.15
26.80
30.15
46.90
67.00
70.35
73.70
70.35
67.00
55.84
23.45
23.45
29.03
16.75
17.87
23.45
1203.81
35.41
Curahan
tajuk (mm)
29.00
31.17
33.01
31.18
20.30
9.43
31.40
16.00
30.20
30.70
31.30
30.63
13.00
14.43
12.57
29.57
18.18
23.43
27.27
21.17
29.20
35.47
41.03
59.33
61.70
61.13
50.23
30.63
30.03
17.90
17.00
14.65
16.15
17.67
966.08
28.41
Aliran
batang (mm)
10.80
13.13
22.81
48.81
11.18
2.15
12.72
23.64
14.93
26.33
30.40
15.85
3.99
13.03
9.45
21.51
6.07
9.33
10.93
14.04
15.94
35.01
80.96
146.22
147.13
150.83
119.36
67.26
7.99
11.72
14.18
9.34
9.20
10.23
1146.47
33.72
Aliran
permukaan (liter)
10.00
15.67
30.00
50.10
28.47
1.93
16.73
22.27
41.10
48.10
57.13
26.17
9.27
28.53
25.30
35.70
23.53
18.37
23.20
26.77
35.30
67.07
78.80
130.20
151.73
135.60
117.37
47.67
44.67
34.83
28.47
13.98
12.32
14.12
1450.45
42.66
Tanah
tererosi (g)
47.60
50.28
83.15
224.32
53.90
6.02
22.21
29.36
84.25
192.64
79.42
55.90
11.97
76.31
62.25
82.77
52.29
38.71
30.51
36.32
37.71
33.20
283.56
185.89
171.60
436.58
108.23
41.17
332.20
6.65
13.77
10.60
62.68
8.02
3052.03
89.77
73 Lampiran 11 Data curahan tajuk pada area PHBM
Tanggal
Lolosan tajuk (mm)
I
II
III
Jumlah
14-10-2010 27.00 30.00 30.00 87.00
15-10-2010 32.00 31.00 30.50 93.50
18-10-2010 33.54 33.50 32.00 99.04
19-10-2010 32.50 31.15 29.90 93.55
21-10-2010 16.50 21.20 23.20 60.90
27-10-2010 9.10
6.00
13.20 28.30
29-10-2010 31.20 32.10 30.90 94.20
30-10-2010 17.30 16.80 13.90 48.00
2-11-2010
30.10 31.00 29.50 90.60
3-11-2010
31.20 31.40 29.50 92.10
4-11-2010
32.10 30.30 31.50 93.90
7-11-2010
30.70 31.00 30.20 91.90
8-11-2010
5.00
18.00 16.00 39.00
11-11-2010 14.10 16.30 12.90 43.30
13-11-2010 12.90 14.10 10.70 37.70
15-11-2010 29.10 31.00 28.60 88.70
17-11-2010 19.55 21.00 14.00 54.55
19-11-2010 23.10 25.30 21.90 70.30
22-11-2010 27.60 29.00 25.20 81.80
25-11-2010 19.50 23.10 20.90 63.50
28-11-2010 30.20 29.80 27.60 87.60
30-11-2010 35.10 36.00 35.30 106.40
1-12-2010
40.20 43.00 39.90 123.10
3-12-2010
61.90 60.20 55.90 178.00
4-12-2010
63.50 62.10 59.50 185.10
5-12-2010
67.20 61.30 54.90 183.40
7-12-2010
53.20 49.90 47.60 150.70
12-12-2010 31.30 30.70 29.90 91.90
20-12-2010 30.10 30.00 30.00 90.10
24-12-2010 19.20 16.80 17.70 53.70
26-12-2010 18.00 17.10 15.90 51.00
5-1-2011
14.15 14.70 15.10 43.95
8-1-2011
15.20 16.10 17.15 48.45
9-1-2011
17.30 17.60 18.10 53.00
Total
970.64 988.55 939.05 2898.24
Rata-rata
29.00
31.17
33.01
31.18
20.30
9.43
31.40
16.00
30.20
30.70
31.30
30.63
13.00
14.43
12.57
29.57
18.18
23.43
27.27
21.17
29.20
35.47
41.03
59.33
61.70
61.13
50.23
30.63
30.03
17.90
17.00
14.65
16.15
17.67
966.08
74 Lampiran 12 Data aliran batang pada area PHBM
Tanggal
14-10-2010
15-10-2010
18-10-2010
19-10-2010
21-10-2010
27-10-2010
29-10-2010
30-10-2010
2-11-2010
3-11-2010
4-11-2010
7-11-2010
8-11-2010
11-11-2010
13-11-2010
15-11-2010
17-11-2010
19-11-2010
22-11-2010
25-11-2010
28-11-2010
30-11-2010
1-12-2010
3-12-2010
4-12-2010
5-12-2010
7-12-2010
12-12-2010
20-12-2010
24-12-2010
26-12-2010
5-1-2011
8-1-2011
9-1-2011
Total
I
14.69
19.59
25.96
47.51
7.35
1.96
16.16
28.90
18.12
30.37
34.77
15.18
4.90
16.65
13.71
27.43
7.35
10.29
12.73
15.67
17.14
37.22
95.99
162.60
173.87
185.13
141.54
89.14
9.80
12.24
14.20
11.26
12.24
13.22
1344.90
Aliran batang (mm)
II
III
Jumlah
14.13
3.56
32.39
16.49
3.32
39.40
32.04
10.45
68.44
84.33
14.60
146.44
18.84
7.36
33.55
2.83
1.66
6.45
12.25
9.73
38.15
28.74
13.30
70.93
18.37
8.31
44.80
37.22
11.40
78.98
40.04
16.38
91.20
21.20
11.16
47.54
4.71
2.37
11.98
13.66
8.78
39.10
8.95
5.70
28.36
22.61
14.48
64.52
7.07
3.80
18.21
13.19
4.51
27.99
14.60
5.46
32.80
18.37
8.07
42.12
24.50
6.17
47.81
42.87
24.93
105.02
99.88
47.01
242.88
188.92
87.13
438.65
187.03
80.48
441.38
178.55
88.79
452.48
146.99
69.56
358.09
77.73
34.90
201.77
9.42
4.75
23.97
16.02
6.89
35.15
19.79
8.55
42.54
11.78
4.99
28.03
10.13
5.22
27.60
11.31
6.17
30.70
1454.56 639.96
3439.42
Rata-rata
10.80
13.13
22.81
48.81
11.18
2.15
12.72
23.64
14.93
26.33
30.40
15.85
3.99
13.03
9.45
21.51
6.07
9.33
10.93
14.04
15.94
35.01
80.96
146.22
147.13
150.83
119.36
67.26
7.99
11.72
14.18
9.34
9.20
10.23
1146.47
75 Lampiran 13 Data aliran permukaan pada area PHBM
Tanggal
14-10-2010
15-10-2010
18-10-2010
19-10-2010
21-10-2010
27-10-2010
29-10-2010
30-10-2010
2-11-2010
3-11-2010
4-11-2010
7-11-2010
8-11-2010
11-11-2010
13-11-2010
15-11-2010
17-11-2010
19-11-2010
22-11-2010
25-11-2010
28-11-2010
30-11-2010
1-12-2010
3-12-2010
4-12-2010
5-12-2010
7-12-2010
12-12-2010
20-12-2010
24-12-2010
26-12-2010
5-1-2011
8-1-2011
9-1-2011
Total
I
11.5
16
47
96.2
25.3
0.4
17.8
21.8
47.3
39.5
64.3
34
12.6
30.8
29.4
39.7
24.3
20.7
27.4
37.6
47.8
87.6
93.7
129.8
191.6
135.9
124.7
55.9
55
35.6
37.8
13.15
14.2
15.3
1681.65
Aliran permukaan(liter)
II
III
Jumlah
11.5
7
30
14
17
47
18
25
90
26.3
27.8
150.3
27.1
33
85.4
3.3
2.1
5.8
16.6
15.8
50.2
19.2
25.8
66.8
36.9
39.1
123.3
41.7
63.1
144.3
59.5
47.6
171.4
22
22.5
78.5
6.6
8.6
27.8
29.2
25.6
85.6
24.6
21.9
75.9
36.8
30.6
107.1
23.8
22.5
70.6
18.8
15.6
55.1
22.5
19.7
69.6
27.1
15.6
80.3
38.6
19.5
105.9
49.9
63.7
201.2
67.9
74.8
236.4
126.2
134.6
390.6
129.9
133.7
455.2
134.7
136.2
406.8
107.9
119.5
352.1
47.9
39.2
143
42
37
134
31.9
37
104.5
29.7
17.9
85.4
9.7
19.1
41.95
11.16
11.6
36.96
12.9
14.15
42.35
1325.86 1343.85 4351.36
Rata-rata
10.00
15.67
30.00
50.10
28.47
1.93
16.73
22.27
41.10
48.10
57.13
26.17
9.27
28.53
25.30
35.70
23.53
18.37
23.20
26.77
35.30
67.07
78.80
130.20
151.73
135.60
117.37
47.67
44.67
34.83
28.47
13.98
12.32
14.12
1450.45
76 Lampiran 14 Data erosi tanah pada area PHBM
Tanggal
14-10-2010
15-10-2010
18-10-2010
19-10-2010
21-10-2010
27-10-2010
29-10-2010
30-10-2010
2-11-2010
3-11-2010
4-11-2010
7-11-2010
8-11-2010
11-11-2010
13-11-2010
15-11-2010
17-11-2010
19-11-2010
22-11-2010
25-11-2010
28-11-2010
30-11-2010
1-12-2010
3-12-2010
4-12-2010
5-12-2010
7-12-2010
12-12-2010
20-12-2010
24-12-2010
26-12-2010
5-1-2011
8-1-2011
9-1-2011
Petak
1
2
81.46
30.11
20.61
15.93
119.20
32.43
489.15
20.27
59.03
72.27
0.92
15.23
15.34
19.69
10.38
16.00
144.31
41.73
98.75
157.23
160.75
30.78
44.52
40.67
18.00
4.40
102.67
102.74
56.00
93.48
72.71
108.84
49.59
74.24
40.37
28.48
34.87
32.20
57.74
24.37
35.74
56.15
46.43
18.41
372.45
104.23
236.00
88.72
77.14
231.96
461.09
660.79
109.77
58.85
84.38
16.81
127.91
805.26
6.40
6.83
6.57
16.05
4.70
6.99
120.28
39.01
0.00
4.58
Jumlah
Ton/ha/th
3
31.24
114.29
97.83
163.53
30.41
1.91
31.60
61.70
66.72
321.94
46.73
82.50
13.51
23.53
37.26
66.76
33.03
47.27
24.45
26.85
21.23
34.75
374.00
232.96
205.69
187.86
156.06
22.31
63.43
6.73
18.68
20.11
28.74
19.48
Jumlah
(g)
142.81
150.83
249.46
672.95
161.71
18.06
66.64
88.08
252.76
577.92
238.26
167.69
35.91
228.94
186.74
248.31
156.86
116.13
91.52
108.95
113.12
99.59
850.68
557.68
514.79
1309.74
324.69
123.50
996.60
19.96
41.31
31.79
188.03
24.07
9156.08
1.53
77 Lampiran 15 Hasil analisis tanah dari area PHBM Rasamala, Hutan lindung, dan
lahan terbuka
78 Lampiran 16 Gambar area PHBM rasamala, hutan lindung dan area terbuka di
RPH Gambung KPH Bandung Selatan
Tajuk pohon rasamala (A.excelsa Noronha.)
Vegetasi rasamala (A. excelsa Noronha.) dan kopi (C. arabica L.)
di area PHBM
79 Petak erosi pada lahan terbuka
Petak erosi pada area PHBM rasamala
Area hutan lindung
Download