Citra Yesus Dalam Novel House Karya Frank Peretti Dan Ted Dekker

advertisement
CITRA YESUS DALAM NOVEL HOUSE KARYA FRANK PERETTI DAN TED
DEKKER
(Suatu Kajian Kristologi Feminis Terhadap Citra Yesus dalam Novel House)
Oleh
Puspita Sandra Dewi
712010010
JURNAL
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi
disusun sebagai salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si, Teol)
Program Studi Teologi
Fakultas Teologi
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
CITRA YESUS DALAM NOVEL HOUSE KARYA FRANK PERETTI DAN TED
DEKKER
(Suatu Kajian Kristologi Feminis Terhadap Citra Yesus dalam Novel House)
Puspita Sandra Dewi (712010010)
Abstrak
Kristologi merupakan suatu pemikiran, tafsiran, dan sasaran iman
kepercayaan komunitas Kristen terhadap Yesus Kristus yang bertujuan
untuk menyelidiki, merenungkan, dan mengutarakan segala hal yang
berkaitan erat dengan kehidupan Yesus Kristus, dengan didasarkan pada
pengalaman iman, indrawi, serta akal budi yang tidak terlepas dari
pengaruh konteks kebudayaan, tempat, dan waktu di mana komunitas
tersebut berada. Penyelidikan, perenungan, serta pemikiran-permikiran
terhadap citra Yesus Kristus ternyata tidak hanya dipaparkan di dalam
buku-buku ilmiah tetapi dihadirkan pula dalam karya-karya sastra seperti
puisi, cerita pendek, dan khususnya novel seperti karangan Frank Peretti
dan Ted Dekker berjudul, House. Novel ini mengkisahkan tentang
seorang anak perempuan yang masuk ke dalam sebuah rumah dengan
membawa satu misi yakni penyelamatan. Tujuan dari penulisan tugas ini
adalah untuk mengetahui citra Yesus yang digambarkan di dalam novel
House, serta mengkajinya dengan menggunakan kristologi feminis.
Setelah melakukan studi terhadap novel ini serta membandingkannya
dengan pendapat para ahli, maka saya menemukan bahwa di dalam novel
House, Yesus dicitrakan sebagai Sofia Allah melalui tokoh Susan. Selain
itu pula melalui studi terhadap novel House saya menemukan citra dari
Sofia yakni sebagai guru yang membimbing, terang yang menuntun, serta
jalan keselamatan.
Kata kunci: Yesus, Kristologi Feminis, Novel
CITRA YESUS DALAM NOVEL HOUSE KARYA FRANK PERETTI DAN TED
DEKKER
(Suatu Kajian Kristologi Feminis Terhadap Citra Yesus dalam Novel House)
Puspita Sandra Dewi
(712010010)
1. Pendahuluan
Dalam sejarah kekristenan, Yesus adalah salah satu tokoh yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan spiritual manusia. Di dalam Perjanjian Baru, Yesus direpresentasikan sebagai
manusia yang utuh secara fisik, psikologis, moral dan spiritual. 1 Ahli lain mengungkapkan,
bahwa fakta yang paling hakiki tentang Yesus adalah, Ia merupakan seorang “manusia roh”,
dan seorang “perantara dari yang kudus”.2
Menurut para teolog, Yesus merupakan seorang Yahudi asli dan seorang pengajar yang
dipenuhi Roh Kudus. Pada masanya, Yesus mengajarkan hal-hal yang tidak jauh berbeda
dengan yang diajarkan para rabi Yahudi, namun yang membedakan adalah, pokok ajaran
Yesus sepenuhnya merupakan hal yang baru dan revolusioner. Ia sangat cakap dalam
menyampaikan pengajaranNya, terbukti dengan metode pengajaran-Nya yang menyesuaikan
dengan keadaan-keadaan tertentu. Misalnya, Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
membuat orang lain berpikir, seperti ketika Ia menyampaikan perumpamaan mengenai orang
Samaria yang murah hati versi Lukas, Yesus bertanya lebih dahulu; “Apa yang tertulis dalam
hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?” Selain mengajukan pertanyaan, Yesus juga
mengemukakan paradoks-paradoks dan ucapan-ucapan singkat
yang tajam untuk
menanamkan kebenaran-kebenaran luhur tertentu dalam hati para murid-Nya, seperti ketika
Ia menyampaikan khotbah di bukit mengenai ucapan bahagia dalam kitab Matius;
“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.”3
Kepopuleran Yesus yang tidak pernah pudar, terus mendorong para pemikir-pemikir
untuk mengungkap tabir-Nya dan berusaha menggali jati diri-Nya, baik dari sisi kemanusiaan
maupun sisi keilahian-Nya. Upaya perenungan telah dilakukan untuk dapat memahami siapa
Yesus Kristus. Dan usaha-usaha itu tidak pernah berhenti hingga saat ini.
Pemahaman-pemahaman tentang Yesus Kristus dilakukan dalam berbagai cara oleh
para cendekiawan Kristen. Ada banyak buku yang telah muncul di tengah masyarakat sebagai
1
Yusak B. Setyawan, Basic Christology: A Draft, (Salatiga, 2012), 12.
Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 39.
3
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011), 584.
2
1
hasil dari perenungan, diskusi, dan penelitian ilmiah para cendekiawan atas sosok Yesus yang
fenomenal. Tidak berhenti hanya melalui buku-buku tersebut, kini pencitraan Yesus telah
merambat masuk ke dunia sastra dan bahasa, dipaparkan secara eksplisit maupun implisit
oleh para sastrawan melalui karya-karya tulis seperti puisi dan novel khususnya.
Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif dan biasanya
berbentuk sebuah cerita. Kata novel sendiri terbentuk dari bahasa latin, novella, merupakan
karya fiksi prosa yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseoarang dengan orang di
sekitarnya dengan menonjolkan watak dan sifat para tokoh.4 Belakangan, penulisan novel
semakin mengalami perkembangan. Novel bukan hanya dijadikan sarana untuk menceritakan
sebuah kisah, tetapi juga digunakan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang
disajikan dalam bentuk cerita.5
Sadar atau tidak novel memiliki pengaruh terhadap pemahaman seseorang. Informasi
yang dikemas dengan menarik dan disajikan dalam bentuk cerita dapat mendorong minat
seseorang untuk membaca karena lebih mudah untuk dipahami, dibanding harus membaca
buku ilmiah yang tanpa gambar, tanpa ilustrasi, dan terkadang monoton.
Frank Peretti dan Ted Dekker adalah dua di antara para sastrawan novel. Keduanya
merupakan penulis novel fiksi Kristen yang telah menerima penghargaan dari CBA (Cristian
Booksellers Assosiation) sebagai penulis fiksi terbaik. Peretti sendiri telah banyak
menerbitkan bukunya, baik itu fiksi, seperti; This Present Darkness, Prophet, The Oath, The
Visitation, Monster, Illusion, maupun non fiksi, seperti; No More Victims, No More Bullies.6
Begitu pula dengan Dekker, yang juga telah banyak mempublikasikan bukunya, baik
fiksi; Blink, Thr3e, Black, Adam, Skin, dan juga non fiksi; The Slumber of Christianity:
Awakening a Passion for Heaven on Earth, Tea with Hezbollah (bersama Carl Medearis).7
Pada tahun 2006, keduanya menggabungkan ide dan pemikiran untuk menyampaikan
sebuah idiologi tentang Yesus dalam satu novel berjudul, House. Novel ini diterbitkan oleh
WestBow Press, Amerika Serikat, pada tahun 2006, dan meraih banyak pujian. Pada bulan
4
KBBI, “Novel,” KBBI online, http://kbbi.web.id/novel, (diunduh tanggal 21 Mei 2015).
Seperti novel karangan Joshtein Gardeer, Dunia Sophie, yang merangkum perjalanan panjang dunia
filsafat dalam bentuk cerita.
6
This Present Darkness, diterbitkan oleh Crossway Books, Amerika Serikat, 1986; Prophet,
diterbitkan oleh Crossway Books, Amerika Serikat, 1992; The Oath, diterbitkan oleh WestBow Press, Amerika
Serikat,1995; The Visitation, terbit pada tahun 1999; Monster diterbitkan oleh WestBow Press, Amerika Serikat,
2005; Illusion, diterbitkan oleh Simon and Schuster, 2011; No More Victims, terbit pada tahun 200; No More
Bullies, terbit pada tahun 2003.
7
Blink, diterbitkan oleh Thomas Nelson, Amerika Serikat, 2003; Thr3e diterbitkan oleh WestBow
Press, Amerika Serikat, 2003; Black, diterbitkan oleh Thomas Nelson, Amerika Serikat, 2004; Adam diterbitkan
oleh Thomas Nelson, Amerika Serikat, 2008; Skin, diterbitkan oleh Thomas Nelson, Amerika Serikat, 2007; The
Slumber of Christianity: Awakening a Passion for Heaven on Earth, terbit pada tahun 2005; Tea with Hezbollah
(bersama Carl Medearis), terbit pada tahun 2010.
5
2
November tahun 2008, novel ini diangkat ke layar lebar perfilman dengan judul yang sama,
House. Novel ini mencoba menghadirkan citra Yesus melalui diri seorang anak perempuan
dalam alur cerita yang tidak biasa, penuh teka-teki, misteri, dan menjadikan anak tersebut
sebagai tokoh penting dalam cerita ini. Pada tahun 2011, novel ini diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia.8
Saat ini, belum ada jurnal maupun artikel ilmiah yang membahas dan meneliti novel
tersebut khususnya dalam bidang kristologi. Maka tugas akhir ini memiliki maksud untuk
memahami bagaimana Frank Peretti dan Ted Dekker mencitrakan Yesus dalam novel House,
yang diuraikan dalam judul: Citra Yesus dalam Novel House Karya Frank Peretti dan
Ted Dekker (Suatu Kajian Kristologi Feminis terhadap Citra Yesus dalam Novel
House).
1.1. Batasan, Rumusan Masalah, dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan pendahuluan dan judul yang telah disebutkan di atas, maka penelitian akan
dibatasi pada citra Yesus dalam novel House yang akan dikaji dengan menggunakan
kristologi feminis.
Fokus permasalahan yang penulis rumuskan adalah sebagai berikut; pertama,
bagaimana citra Yesus berdasarkan novel House karangan Frank Peretti dan Ted Dekker?
Kedua, apa tinjauan kritis dari segi kristologi feminis terhadap pandangan tersebut?
Dengan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah: pertama, melakukan deskripsi
analitis terhadap citra Yesus berdasarkan novel House karangan Frank Peretti dan Ted
Dekker; kedua, melakukan kajian kristologi feminis terhadap pandangan tersebut. Kajian
kristologi feminis digunakan karena penelitian tugas ini berkaitan erat dengan feminisme dan
mengingat juga bahwa tokoh utama yang merupakan perwujudan dari Kristus dalam novel ini
merupakan seorang anak perempuan.
1.2. Metode Penelitian
Untuk dapat mencapai tujuan penelitian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya,
maka metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan, yang
memanfaatkan literatur-literatur seperti buku, dokumen, dan jurnal-jurnal yang terkait dengan
penelitian, yang bertujuan untuk membantu memperoleh, menganalis, dan mengolah
informasi dalam menyelesaikan rumusan masalah yang diteliti. Penelitian kepustakaan atau
8
Diterbitkan oleh penerbit Inspirasi yang masih berada dalam naungan penerbit PT. BPK Gunung
Mulia.
3
studi pustaka, merupakan sebuah kegiatan pembelajaran yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat, serta mengolah bahan penelitian tanpa
memerlukan riset lapangan. 9
1.3. Signifikansi Penulisan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan berkenaan dengan pencitraan Kristus, serta
membuka pemahaman bahwa nilai-nilai Kristen dapat ditemukan dan disampaikan melalui
karya sastra, seperti Novel. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangan
pemikiran dan informasi kepada mayarakat mengenai citra Kristus yang dihadirkan dalam
novel House, karya Frank Peretti dan Ted Dekker.
1.4. Sistematika Penulisan
Dalam menyelesaikan karya tulis, maka berikut ini adalah sistematika penulisan yang
digunakan sebagai pedoman dalam menyusun karya tulis, yakni: bagian pertama,
pendahuluan, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan; bagian kedua, berisi landasan teori
mengenai citra Kristus di mata kaum feminis; bagian ketiga, memaparkan analisa penelitian
mengenai citra Kristus dalam novel House karangan Frank Peretti dan Ted Dekker; bagian
keempat, berisi kajian kristologi feminis dan tinjauan kristis terhadap hasil penelitian; bagian
kelima, berisi penutup dan saran. Untuk selanjutnya dalam penulisan tugas ini, saya akan
menggunakan kata „penulis‟ untuk menyatakan diri, dan „pengarang‟ untuk menyatakan
novelis Frank Peretti dan Ted Dekker selaku penulis novel.
2. Kristologi Feminis dan Pandangan Kaum Feminis Terhadap Yesus
2.1. Kristologi Pada Umumnya
Dalam hubungannya terhadap judul yang disajikan, penting untuk memahami kristologi
terlebih dahulu karena pokok pembahasan utama adalah mengenai sosok Yesus Kristus.
Kristologi merupakan ilmu interdisipliner yang di dalamnya tercakup pula ilmu dogmatik
serta hermeneutik. Secara garis besar, kristologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas
dua kata, kristos dan logos, yang berarti ilmu tentang Kristus. Dalam Kamus Teologi,
Kristologi diartikan sebagai suatu studi terhadap Yesus Kristus yang bertujuan untuk
9
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 5.
4
menyelidiki secara sistematis siapa Yesus di dalam diri-Nya dan arti diri-Nya bagi orangorang yang percaya kepada-Nya.10
Kristologi muncul karena adanya keinginan untuk lebih mengenal dan memahami
Kristus dari sudut pandang iman, aspek kehidupan, serta pengalaman hidup. Karena itu
Groenen menjelaskan, kristologi merupakan suatu kabar serta pemikiran mengenai Yesus
Kristus dengan melihat zaman, tempat, dan budaya di mana manusia itu hidup di dalamnya.
Dengan demikian, umat dapat mengkonseptualkan dan membahasakan iman percayanya
terhadap Yesus Kristus. Maka dari sini, muncullah berbagai pemaham iman terhadap Yesus
di antaranya, Yesus sebagai Mesias, Anak Manusia, Juru Selamat, Alfa dan Omega,
Kebijaksaaan, Cahaya, dan lainnya.11
Pemikiran Dister juga menarik karena ia mencoba memahami kristologi melalui sudut
pandang yang berbeda. Dijelaskan bahwa kristologi merupakan cabang dari ilmu yang lebih
luas yaitu teologi, yang mana teologi sendiri adalah ilmu ke-Tuhanan yang menjadikan
pengalaman indrawi, akal budi, serta iman, sebagai alat dalam memahami Tuhan. Karena itu
Dister mengemukakan bahwa kristologi dapat juga disebut sebagai teologi tentang Kristus
yang didasarkan pada iman serta pengalaman indrawi dan akal budi manusia. 12 Dia
menyebutkan pula bahwa kristologi memiliki tugas untuk menyelidiki, merenungkan, dan
mengutarakan iman keyakinan terhadap Yesus sebagai Kristus dan Tuhan.13 Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa Kristologi sebagai cabang ilmu teologi, memiliki tugas
untuk menyelidiki, merenungkan, mengutarakan seluk beluk kehidupan Yesus Kristus
dengan didasarkan pada pengalaman iman, indrawi, serta akal budi manusia.
Berikutnya adalah Eckardt yang menjelaskan bahwa gelar-gelar kristologis14 terhadap
Yesus bukan hanya merupakan definisi-definisi melainkan tafsiran-tafsiran tentang diri Yesus
Kristus.15 Hal ini berkaitan dengan pemikiran Dister dalam hal memahami Yesus, karena
tafsiran merupakan sebuah penyelidikan, perenungan, pencarian, dan penemuan yang tak
lepas dari sumber-sumber tulisan dan lisan, serta pengalaman-pengalaman individu yang
melibatkan indrawi, akal budi, dan iman.
Maka dari seluruh definisi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kristologi
merupakan suatu pemikiran, tafsiran, dan sasaran iman kepercayaan komunitas Kristen
10
Gerald O‟Collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 170.
Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 11-13.
12
Nico Dister, Kristologi: Sebuah Sketsa, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 21.
13
Dister, Kristologi: Sebuah Sketsa, 23.
14
Beberapa di antaranya yang dipaparkan Eckardt adalah, gelar sebagai Nabi, Tuhan, Mesias, Anak
Allah. Menggali Ulang Yesus Sejarah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 25-35.
15
Roy Eckardt, Menggali Ulang Yesus Sejarah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 332.
11
5
terhadap Yesus Kristus yang bertujuan untuk menyelidiki, merenungkan, dan mengutarakan
segala hal yang berkaitan erat dengan kehidupan Yesus Kristus, dengan didasarkan pada
pengalaman iman, indrawi, serta akal budi yang tidak terlepas dari pengaruh konteks
kebudayaan, tempat, dan waktu di mana komunitas tersebut berada.
Dengan definisi-definisi kristologi tersebut, lahirlah berbagai pemahaman dan
gambaran terhadap sosok Yesus yang akan dipaparkan pada bagian berikutnya.
2.1.1. Pandangan beberapa Ahli terhadap Sosok Yesus
Banyak ahli mencoba untuk memahami siapa Yesus Kristus baik berdasarkan pengalaman
umat pada waktu lampau dan waktu sekarang, maupun berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh para ahli tersebut terhadap literatur-literatur yang mencatat sejarah kehidupan Kristus.
Beberapa diantaranya adalah Borg, yang memandang Yesus Kristus dalam dua masa. Yang
pertama, masa pra-Paskah atau masa kehidupan Yesus sebelum peristiwa salib; kedua, masa
paska-Paskah atau masa kehidupan Yesus setelah peristiwa salib. Yesus pra-Paskah adalah
seorang manusia roh yang memiliki kesadaran penuh dan pengalaman terhadap realitas
Allah; Ia adalah seorang pengajar hikmat yang mengajar dengan menggunakan perumpamaan
dan aforisme; Ia merupakan seorang nabi sosial yang berani mengkritik para kaum elit seperti
politisi, ahli ekonomi, bahkan para imam; dan Yesus merupakan seorang reformator yang
membawa pembaharuan. Yesus paska-Paskah dipandang sebagai terang dunia yang
membawa umat keluar dari kegelapan; roti hidup yang merupakan santapan rohani yang
memilihara umat di tengah perjalanan; serta jalan, kebenaran, dan hidup, yang membawa
umat keluar dari kematian menuju kehidupan.16
Berikutnya adalah Anton Wessels yang memberi beberapa gambaran terkait citra Yesus
Kristus yakni: Yesus sebagai orang Yahudi; Yesus sebagai Yin dan Yang; Yesus sebagai
Mesias kulit hitam; Yesus sebagai Isa Al-Masîh.
Pertama, Yesus sebagai orang Yahudi. Yesus bukanlah orang Kristen atau penganut
agama Kristen, melainkan seorang Yahudi sejati yang mempelajari ajaran agama,
kebudayaan, serta aturan-aturan Yahudi. Bagi kaum Yahudi, Yesus adalah seorang guru
moral terkemuka yang banyak mengajarkan kode etika. Pengajaran-Nya mampu memberi
harapan bagi umat yang dimarginalkan tentang akan datangnya hari-hari Mesias yang akan
membawa mereka keluar dari masa-masa kesuraman.17
16
Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali: Yesus sejarah dan hakikat iman Kristen masa
kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 21-37.
17
Anton Wessels, Memandang Yesus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 24-25.
6
Kedua, Yesus sebagai Yin (gelap) dan Yang (terang). Citra Yesus sebagai Yin dan Yang
dicetuskan oleh seorang teolog Korea bernama Lee Jung Young. Lee mencoba
menghubungankan Yesus dengan ciri khas ajaran dari Cina yakni, Yin dan Yang. Yesus
adalah Yang yang masuk ke dalam Yin untuk menunjukkan apa dan bagaimana wujud dari
terang tersebut. Yesus sebagai terang (Yang) tidak dapat memisahkan diri sepenuhnya dari
gelap (Yin), karena terang tidak akan ada artinya jika ia memisahkan diri dari gelap. Yesus
sebagai Yang yang masuk ke dalam Yin juga merupakan gambaran dari proses pembebasan
yang menjadi bagian dari karya penciptaan-Nya.18
Ketiga, Yesus yang dipandang sebagai Mesias kulit hitam oleh bangsa Afrika.
Pemahaman ini lahir dari pengalaman bangsa Afrika yang mengalami diskriminasi dan
penjajahan dari kulit putih karena perbedaan warna kulit, di mana orang dengan kulit hitam
dipandang lebih rendah oleh orang kulit putih. Mesias kulit hitam merupakan Allah yang
ditindas, dibunuh, dan kemudian bangkit serta memberi harapan dan kehidupan bagi orangorang yang tertindas.19 Gambaran Mesias kulit hitam memberi sebuah harapan baru bagi
bangsa Afrika tentang datangnya hari kemerdekaan di mana setiap orang setara di hadapan
Mesias tanpa dibedakan oleh ras dan warna kulit.
Keempat, Yesus sebagai Isa Al-Masîh. Umat Muslim mengenal dan menyebuat Yesus
dengan nama „Isa Al-Masîh‟. Dalam kitab Al-Quran, Yesus dikisahkan sebagai seorang yang
terkemuka baik di dunia maupun di akhirat, dan merupakan salah seorang dari antara orangorang yang didekatkan kepada Allah dan diberkati.20 Dalam Al-Quran kisah-kisah kehidupan
Yesus dituliskan dengan berfokus pada kemampuan-Nya dalam melakukan mujizat. Namun
bukan hanya pelaku mujizat, Yesus adalah mujizat atau suatu tanda dari Allah.21
Masih berkaitan dengan pribadi Yesus menurut Al-Quran, seorang teolog lain bernama
Louay Fatohi menjelaskan bahwa kata Masîh dalam Al-Quran berarti „jujur‟. Dalam AlQuran sendiri tercatat ada 11 kali Yesus disebut sebagai Al-Masîh (Mesias).22 Kata Masîh ini
sendiri berakar dari kata mash yang memiliki beberapa makna dalam konteks yang berbedabeda.23 Fatohi menjelaskan bahwa gelar al-Masîh hanya diberikan Al-Quran terhadap Yesus
18
Wessels, Memandang Yesus, 141-143.
Wessels, Memandang Yesus, 83.
20
Al-Quran dalam Surah Âli „Imrân 3:45.
21
Wessels, Memandang Yesus, 37.
22
Louay Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus: Sang Mesias Menurut Al-Quran, Alkitab, dan
Sumber-sumber Sejarah (Bandung: Mizan Media Utama, 2013), 388.
23
Pengelana: dia adalah pengelana yang tidak pernah menetap di satu tempat. ; Usap: setiap kali dia
mengusap seseorang yang lumpuh, kelumpuhannya terobati. ; Urap: dia diurapi dengan minyak pemberkatan
yang wangi, yang dengannya nabi-nabi diurapi. Ini merujuk pada perkataan Yesus tentang dirinya sendiri: “Dia
menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada” (QS Maryam [19]: 31). ; Datar: dia memiliki
19
7
dan tidak ada nabi lain baik di waktu lampu dan waktu sekarang yang menerima gelar
tersebut. Itu artinya Al-Quran hanya mengakui satu Al-Masîh (Mesias) yaitu, Yesus.24
2.2. Kristologi Feminis
Secara garis besar, feminisme merupakan suatu gagasan terhadap pembebasan kaum
perempuan karena adanya ketidakadilan terhadap kaum perempuan disebabkan oleh jenis
kelaminnya.25 Gerakan feminis sendiri merupakan gerakan pembebasan terhadap dan oleh
kaum perempuan yang kerap dipandang sebagai harta benda milik laki-laki dan warga nomor
dua.26 Kaum perempuan kerap mengalami diskriminiasi karena adanya budaya yang tercipta
di dalam masyarakat yang menjadikan dan menganggap laki-laki sebagai pusat perhatian dan
pemegang kendali.27
Hal ini dimulai dengan munculnya pemahaman akan gambaran maskulin terhadap
Tuhan yang menjadikan laki-laki menganggap dirinya lebih istimewa. Karena itu hampir
seluruh elemen dalam masyarakat mulai dari politik, budaya, pendidikan, dan agama,
didominasi oleh pemikiran laki-laki. Dalam memperjuangkan hak-haknya, muncullah tiga
gelombang besar feminisme yang masing-masing memiliki pemikir-pemikirnya. Namun
dalam penulisan tugas ini, yang menjadi fokus adalah pergerakan feminis di dalam gereja,
khususnya dalam memperjuangkan haknya untuk dapat mengambil bagian dalam memahami
Kristus.
Dalam hubungan dengan pembahasan kristologi feminis, ada baiknya jika terlebih
dahulu memahami apa yang dimaksud dengan teologi feminis, karena seperti yang sudah
dikemukakan pada bagian sebelumnya bawah kristologi merupakan bagian dari ilmu yang
lebih luas yakni teologi.
Anne Clifford menjelaskan feminisme sebagai sebuah gerakan sosial yang
dilatarbelakangi oleh marjinalisasi, diskriminasi, pelabelan terhadap kaum perempuan oleh
karena jender, dan merupakan gerakan yang memperjuangkan kebebasan kaum perempuan
dari seksisme atau dominasi oleh jender tertentu baik dalam bidang politik, masyarakat, dan
gereja.28 Sedangkan teologi feminis merupakan iman Kristen dari sudut pandang dan
kaki yang datar. ; Bersih: dia bersih dari dosa dan disucikan. ; Diberi rupa yang bagus: dia diberi rupa yang
bagus. Louay Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus: Sang Mesias Menurut Al-Quran, Alkitab, dan Sumbersumber Sejarah (Bandung: Mizan Media Utama, 2013), 388-399.
24
Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus, 389.
25
Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2007), 158.
26
Marie Claire Barth-Frommel, Hati Allah bagaikan Hati Seorang Ibu (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2003), 3.
27
Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2003), 129.
28
Anne M. Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis, (Maumere: Ledalero, 2002), 28.
8
pengalaman kaum perempuan terhadap Allah yang hidup dalam diri Yesus, dan menafsirkan
iman tersebut dengan cara-cara yang dapat diterima dan dipahami pada waktu dan
tempatnya.29 Elizabeth Johnson juga mengemukakan pendapat yang tidak jauh berbeda
dengan Anne mengenai teologi feminis yakni, teologi feminis merupakan refleksi keyakinan
iman yang ditinjau dari sudut pandang, pemahaman, dan pengalaman kaum perempuan.30
Ada pula Marie Claire Barth-Frommel yang berpendapat bahwa teologi feminis adalah
refleksi atas peran perempuan menurut iman Kristen.31 Menurut beliau teologi feminis bukan
hanya dibangun oleh kaum feminis tetapi juga merupakan teologi oleh kaum feminis yang
tidak setuju dipahami dan memahami dirinya sebagai objek oleh masyarakat, tetapi
merupakan subjek yang sedang mencari sejarah dan jati dirinya dan tidak bersedia disamakan
dengan laki-laki.
Dari ketiga pemahaman para ahli tersebut, Clifford, Johnson, dan Barth-Frommel, dapat
dikatakan bahwa teologi feminis adalah refleksi iman Kristen terhadap Allah yang dilihat dari
sudut pandang, pemahaman, pengalaman hidup dan spiritual kaum perempuan. Maka melalui
penjelasan pada bagian sebelumnya mengenai arti krsitologi serta mengetahui pula arti dari
teologi feminis, dapat disimpulkan bahwa kristologi merupakan suatu pemikiran,
pemahaman, tafsiran terhadap seluk beluk kehidupan Yesus Kristus yang ditinjau dari sudut
pandang, refleksi iman, dan pengalaman hidup kaum perempuan.
2.2.1. Yesus sebagai Sofia di Mata Kaum Feminis
2.2.1.1 Pendahuluan
Yesus sebagai Sofia merupakan sebuah ide atau konsep pemahaman yang didalami dan
dikemukakan oleh para teolog khususnya teolog feminis. Sofia yang dikenal dalam bahasa
Ibrani sebagai hm'k.x' = khokhma dan Yunani sebagai sofi,a = sophia merupakan kata
benda bersifat feminim yang berarti hikmat dalam penerjemahan bahasa Indonesia. Pada
Perjanjian Lama Sofia merupakan sebuah aliran sastra yang mengandung nilai-nilai serta
ajaran-ajaran yang menjadi pedoman hidup. Sofia berisi tentang pepatah-pepatah singkat,
makna kehidupan, dan menegaskan kaidah-kaidah hidup sejahtera dan bahagia serta
hubungan antara manusia dengan yang transenden.32 Sastra Sofia ini sangat jelas terlihat pada
kitab Amsal dan Sofia (hikmat) dalam kitab tersebut mendapat personifikasi sebagai seorang
29
Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis, 50.
Elizabeth A. Johnson, Kristologi di Mata Kaum Feminis, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 120.
31
Marie Claire Barth-Frommel, Hati Allah bagaikan Hati Seorang Ibu, 12.
32
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011), 393.
30
9
perempuan yang dapat juga disebut sebagai Dewi Hikmat, dan Putri Hikmat.33 Pada
Perjanjian Baru, hikmat merupakan suatu karunia yang dibutuhkan untuk memahami
maksud-maksud Tuhan, menyatakan kebenaran, dan hidup sesuai kehendak Tuhan. Hikmat
tersebut sepenuhnya milik Tuhan yang kemudian hadir secara penuh dan utuh dalam diri
Yesus Kristus.34
Gaarder menuliskan hal yang menarik mengenai Yesus sebagai Sofia berdasarkan kisah
penginjilan rasul Paulus di Athena. Paulus mengemukakan suatu hal baru yaitu, Tuhan telah
menggungkapkan diri-Nya kepada manusia dan mencoba meraih manusia. Pengungkapan
diri-Nya tersebut disempurnakan melalui kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus
Kristus. Dia tidak tinggal di dalam kuil-kuil penyembahan maupun di dalam patung-patung
batu dan emas buatan manusia. Karena itu Dia bukan lagi “Tuhan filosof” yang dapat
didekati manusia dengan pemikiran dan pemahaman mereka.35 Dia lebih dari itu karena Ia
adalah Sofia itu sendiri. Hal yang hampir serupa juga dikemukakan oleh Leo D. Lefebure
yang menyebutkan bahwa Yesus merupakan perwujudan dari Logos yang bersifat maskulin
dan Sofia yang bersifat feminim yang tinggal di dalam diri Allah sebagai kekuatan yang
bekerja aktif.36 Allah mengkolaborasikan Sofia dan Logos ketika menciptakan dan
menjadikan segala sesuatu, kemudian menyempurnakannya di dalam kelahiran Yesus Kristus
ketika menjalankan misi penyelamatan.
Selain sebagai Sofia (hikmat) Illahi, Yesus juga merupakan seorang guru hikmat atau
pengajar hikmat yang menyampaikan nilai-nilai hikmat dalam setiap pengajaran-Nya. Marcus
J. Borg menjelaskan bahwa Yesus mengajar dengan menggunakan aforisme atau peribahasa
dalam ucapan-ucapan singkat, dan perumpamaan yang maknanya lebih tinggi dan dapat
mengundang pendengar untuk melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang yang
baru.37 Aforisme misalnya; “Kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan”, “Dapatkah orang
memetik buah anggur dari semak duri ...”, “Dapatkah orang buta menuntun orang buta?”38
Perumpaan seperti; “Hal kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan
dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.”, “Hal Kerajaan
Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu
33
66.
Leo D. Lefebure, Penyataan Allah, Agama, dan Kekerasan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 63-
34
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, 392.
Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Bandung: Mizan, 2014), 256.
36
Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 51.
37
Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 78-86.
38
Luk. 16:13; Mat. 7:16; Luk. 6:39.
35
10
dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu
membeli ladang itu.”39
2.2.1.2 Pandangan Kaum Feminis Terhadap Yesus-Sofia
Seorang teologi feminis Elizabeth Schüssier Fiorenza mencoba memahami lebih mendalam
tentang
ide
yang
mencitrakan
Yesus
sebagai
Sofia
Allah.
Schüssier
Fiorenza
memperkenalkan dan memahami Allah yang penuh dengan rahmad dalam Gestalt atau
gambaran seorang perempuan yang dikenal sebagai Sofia (hikmat) ilahi. Sofia adalah roh
pengasih, pengetahuan Allah, rekan sekerja Allah, pancaran cahaya Allah, dan gambaran
akan kebaikan Allah yang dapat pula dipanggil sebagai saudari, istri, ibu, kekasih, dan guru
di mana Sofia menawarkan kehidupan, pengetahuan, dan keselamatan bagi siapa saja yang
mau menerimanya.40 Yesus sebagai Sofia merupakan pembela kaum miskin, mengajarkan
kebenaran, memberikan kehidupan, dan melindungi.
Schüssier Fiorenza juga menegaskan bahwa Yesus-Sofia muncul di dalam dunia lama
yang penuh dengan keterasingan untuk membentuk sebuah umat baru yang merangkul anak
laki-laki dan anak perempuan untuk menjadi bagian dalam rumah tangga Allah dan di
dalamnya tercipta kesederajatan, kesetaraan.41 Maka melalui pandangan dan pemahaman
Fiorenza, tidak ada pengecualian terlebih bagi kaum perempuan untuk ikut terlibat dalam
memahami, mengimani, dan menyuarakan pandangannya terhadap Yesus-Sofia.
Selain Schüssier Fiorenza, teolog feminis berikutnya yang membahas perihal YesusSofia adalah Marie Claire Barth-Frommel yang menggunakan istilah yang sama yaitu
Hikmat. Barth-Frommel menggambarkan Hikmat dalam Perjanjian Lama sebagai seorang
pembawa berita yang mengabarkan hal-hal yang baik untuk didengar yaitu hal-hal pengajaran
dan menegur orang yang tidak memiliki pengetahuan. Hikmat juga dapat diibaratkan sebagai
nyonya rumah yang menjamu para tamunya dengan hidangan yang terbaik dan mereka yang
memakan hidangan itu akan memperoleh kehidupan.42
Pada Perjanjian Baru, Yesus dipandang sebagai Anak Hikmat yang mengundang setiap
orang untuk datang padaNya dan menerima kehidupan dalam bentuk kesembuhan dan
panggilan kepada hidup yang lebih bermakna. Barth-Frommel mengambil Lukas untuk
memperkuat identitas Yesus sebagai hikmat: “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat,
39
Mat. 13:33; 14:44.
Elizabeth Schüssler Fiorenza, Untuk Mengenang Perempuan Itu, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1995), 184.
41
Schüssler Fiorenza, Untuk Mengenang Perempuan Itu, 265.
42
Barth-Frommel, “Hikmat dalam Perjanjian Lama dari Sudut Pandang Perempuan,” dalam buku
Ketika Perempuan Berteologi: Berteologi Feminis Kontekstual, ed. Asnath Niwa Natar (Yogyakarta: Taman
Pustaka Perempuan, 2012), 3-4.
40
11
penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.” Ia juga menambahkan bahwa hikmat
memiliki peranan yang tidak jauh dari Roh yaitu menolak kekerasan, ketidakadilan,
penindasan, dan mencari jalan damai yang penuh dengan kerendahan hati, serta taat kepada
Allah.43
Bagi perempuan Korea, Yesus sebagai Sofia yang berciri feminim digambarkan sebagai
seorang Ibu dan Shaman seperti yang diungkapkan oleh Chung Hyun Kyung,44 seorang
teolog feminis asal Korea. Bagi perempuan asia khususnya Korea, Yesus dipandang sebagai
seorang Ibu yang turut menanggung derita karena belas kasih-Nya, yang turut meratapi
kematian anaknya seperti yang dialami para ibu di Korea yang berduka atas gugurnya putra
mereka dalam medan perang Indocina45.
Para perempun Korea juga memandang Yesus sebagai seorang Shaman. Kepercayaan
tradisional asli mayarakat Korea adalah shamanisme (pedukunan) yang pada umumnya atau
kebanyakan diperankan oleh perempuan. Seorang Shaman umumnya bertugas sebagai
penyembuh orang sakit dan kerasukan, penghibur hati yang terluka, pengusir roh jahat, dan
penasehat bagi perempuan Korea, maka Yesus Kristus yang diberitakan dalam Injil dengan
seluruh perbuatan-Nya dipandang sebagai seorang Shaman oleh perempuan Korea karena
tindakan-Nya sebagai penyembuh, pengusir roh jahat, penasehat yang bijaksana, dan
pengajar kebenaran.
2.3. Kesimpulan
Kristologi merupakan suatu pemikiran, tafsiran, dan sasaran iman kepercayaan komunitas
Kristen terhadap Yesus Kristus yang bertujuan untuk menyelidiki, merenungkan, dan
mengutarakan segala hal yang berkaitan erat dengan kehidupan Yesus Kristus, dengan
didasarkan pada pengalaman iman, indrawi, serta akal budi yang tidak terlepas dari pengaruh
konteks kebudayaan, tempat, dan waktu di mana komunitas tersebut berada. Melalui
Kristologi, pencitraan yang beragam terhadap Yesus mulai muncul seperti, Manusia Roh,
Pengajar Hikmat, Terang Dunia, Jalan Kebenaran, Yin dan Yang, Mesias kulit hitam, dan lain
sebagainya. Kemudian muncul pula Kristologi Feminis yang merupakan suatu pemikiran,
43
Barth-Frommel, “Hikmat dalam Perjanjian Lama dari Sudut Pandang Perempuan,” 24.
Chun Hyun Kyung, “Siapakah Yesus bagi Perempuan-perempuan Asia,” dalam buku Wajah Yesus
di Asia, ed. R.S. Sugirtharajah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 373-384.
45
Perang Vietnam yang juga disebut Perang Indocina Kedua adalah perang yang terjadi pada tahun
1957 di Vietnam dan merupakan bagian dari Perang Dingin antara dua kubu idiologi yakni, Komunis dan
Liberal. Dua kubu tersebut adalah Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam
(Vietnam Utara). Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru, dan Filipina bersekutu
dengan Vietnam Selatan, sementara Uni Soviet dan Tiongkok bersekutu dengan Vietnam Utara yang beridiologi
komunis.
44
12
pemahaman, tafsiran terhadap seluk beluk kehidupan Yesus Kristus yang ditinjau dari sudut
pandang, refleksi iman, dan pengalaman hidup kaum perempuan. Beberapa teolog Feminis
mencitrakan Yesus dalam gambaran seorang perempuan yang dikenal sebagai Sofia (hikmat).
Sofia adalah citra feminim dari Allah dan bersama dengan Logos sebagai citra maskulin,
Allah memulai karya penciptaan dan Ia menyempurnakannya di dalam diri Yesus Kristus
ketika menjalankan misi penyelamatan.
3. Citra Yesus dalam Novel Houses
3.1. Tentang Pengarang
Frank Peretti merupakan novelis fiksi Kristen yang sudah menerbitkan puluhan novel dan
menjual karyanya lebih dari duabelas juta eksemplar. Menurut Peretti, cerita memiliki
kekuatan serta pengaruh yang besar. Baginya cara terbaik untuk menyampaikan sebuah
kebenaran rohani atau suatu pengajaran adalah dengan menuturkan sebuah cerita.46 Karena
itu pada masa mudanya di Seattle, Peretti banyak menghabiskan waktu untuk mendongeng
pada anak-anak dan bercerita di kamp muda-mudi SMA.
Awalnya Peretti hanya seorang musisi pemain banjo. Setelah menikah dengan Barbara
tahun 1972, Peretti melakukan tur dengan band pop dan kemudian menjadi pelayan musik
rohani. Berikutnya, selama lima tahun Peretti membantu ayahnya yang seorang Penginjil
untuk melayani di Jemaat Allah di Seattle. Dan selama lima tahun, setiap ada waktu di akhir
pekan, ia menulis novel pertamanya This Present Darkness. Awalnya novel ini ditolak
banyak penerbit dan tidak laku di pasaran. Dua tahun berikutnya, novel tersebut menjadi
buku terlaris selama delapan tahun. Dari sanalah Peretti akhirnya berangkat menjadi penulis
fiksi Kristen yang fenomenal. Saat ini Peretti mengisi pelayanannya sebagai pemimpin
ibadah di gereja mereka, sedang istrinya mengisi waktu luang dengan melukis.
Ted Dekker lahir di Indonesia, tahun 1962. Ia seorang novelis thriller yang
mengagumkan. Ini mungkin dikarenakan kisah hidupnya yang sedikit sulit. Ia lahir di desa
kecil Kanggime (Tolikara-Papua, Indonesia) dan bertumbuh di antara suku Dani Papua Barat
yang terkenal sebagai suku primitif dengan kebiasaan yang tidak jauh dari kanibalisme dan
penganut aliran animisme. Kedua orangtuanya adalah misionaris yang sering bepergian jauh
dalam waktu yang lama. Dekker tinggal di pedalaman hutan yang memaksanya untuk
mengandalkan imajinasi dan menciptakan dunianya sendiri untuk mengisi kesepian yang dia
46
Frank Paretti, Monster (Edisi terjemahan, Jakarta: Penerbit Inspirasi Indonesia, 2011), 498.
13
alami. Ia mengalami tragedi yang luar biasa ketika mendengar kabar bahwa rekan kerja orang
tuanya dibunuh dan dimakan oleh penduduk pedalaman di hutan itu.
Setelah meninggalkan Indonesia, Dekker lulus dari sebuah sekolah tinggi dan menetap
di AS untuk belajar Agama dan Filsafat di Evangel University, Springfield, MO. Setelah
meraih gelar sarjana, ia memasuki dunia usaha dan meraih sukses. Pada awal tahun 90-an ia
bertemu dengan seorang teman yang baru saja menulis buku, Dekker teringat pada keinginan
lamanya sebagai novelis yang ingin menggambarkan karakter Allah melalui cerita. Dari
sanalah Dekker akhirnya beranjak menjadi novelis fiksi thriller yang ternama.
Peretti dan Dekker, keduanya berasal dari keluarga penginjil namun memiliki latar
belakang yang berbeda ketika menulis cerita. Keduanya hidup lekat dengan ajaran-ajaran
kekristenan. Peretti banyak menghabiskan waktunya untuk membantu pelayanan ayahnya di
gereja bahkan sekarang ia aktif memimpin ibadah di gereja. Sedangkan Dekker mengisi masa
kuliahnya dengan belajar Agama dan Filsafat. Namun, Peretti menulis cerita dengan sebuah
dorongan dan harapan agar setiap orang yang membaca ceritanya dapat mengubah hidup
mereka dan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara baru. Karya-karya Peretti
kebanyakan mengeksplorasi sisi gelap seperti, roh-roh jahat, dosa, dan penindasan.
Menurutnya hal itu menyenangkan dan dapat memacu adrenalin pembaca serta memicu rasa
ingin tahu mereka. Sedangkan Dekker begitu terinspirasi dengan kisah-kisah misteri yang
menegangkan karena pengaruh kenangan serta imajinasi-imajinasi masa kecilnya. Dekker
sangat mampu membawa pembaca pada dunia fantasinya. Meski demikian, karangankarangan Dekker tidak pernah lepas dari unsur-unsur kekristenan.
3.2. Kilas Kisah House
Novel House mengkisahkan tentang sebuah rumah yang difungsikan sebagai penginapan
bernama Penginapan Wayside. Rumah ini terletak di salah satu daerah terpencil Alabama. 47
Sekilas rumah tersebut amatlah menawan dan memikat hati dengan seni arsitektur abad
pertengahan dan perabotan bergaya klasik. Tetapi, tidak seorang pun mengetahui bahwa
rumah tersebut menyimpan sebuah misteri yang siap menjebak siapa saja yang masuk ke
dalamnya. Rumah ini dikuasai oleh satu kekuatan jahat dan dalang kejahatan itu adalah
seorang iblis yang menjelma menjadi manusia bernama Barsidiouse White. White tidak akan
membebaskan siapa pun yang masuk ke rumah itu. Ia bersama tiga abdinya Betty, Steward,
47
Bdk. “Rumah itu tidak seperti yang diharapkan Stephanie. Tidak seperti yang ia harapkan ada di
daerah terpencil Alabama yang sepi ini.”, House, 25. Alabama merupakan negara bagian Amerika Serikat.
Tidak disebutkan secara detail di mana letak Penginapan Wayside tersebut, namun penulis berasumsi bahwa
penginapan itu berada di pinggir jalan, sekitar enam puluh lima kilometer di daerah Jalan Raya 5. Jack dan
Stephanie tersesat di jalan itu, seharusnya mereka berada di Jalan Raya 82 menuju kota Montgomery.
14
dan Pete, akan menahan, menyiksa, dan mendesak setiap manusia yang terjebak di rumah itu
untuk saling membunuh. Dan pada akhirnya, ia akan membunuh manusia yang tersisa.48
Tetapi White menghadapi kesulitan ketika seorang anak perempuan bernama Susan
masuk ke rumah itu dengan sengaja49 dan melarikan diri ke ruang bawah tanah. Ruang bawah
tanah adalah bagian yang paling menjebak dari seluruh bagian di rumah itu. Tidak seorang
pun dapat keluar dari sana dalam keadaan hidup-hidup, namun Susan sudah berada tiga hari
di ruang bawah tanah rumah itu dan masih hidup. Bukan hanya itu, Susan datang sebagai
rival White. Hadirnya Susan mengacaukan segala permainan maut yang telah di rancang
White. Susan datang bukan tanpa tujuan, ia sedang menunggu kedatangan beberapa orang ke
rumah itu dan berencana untuk menyelamatkan mereka. Bukan hanya untuk menyelamatkan,
tetapi untuk memusnahkan kegelapan di rumah itu yang dibawa oleh White. Susan adalah
tokoh utama dan tokoh kunci dari kisah ini.
Satu malam, Jack, Stephanie, Randy, dan Leslie bertemu di rumah itu. Mobil mereka
mengalami kerusakan parah setelah melindas alas karet tebal yang ditebari paku. Jack dan
Stephanie adalah sepasang suami istri yang sedang mengalami permasalahan rumah tangga.
Mereka akan pergi ke Montgomery untuk menghadiri sidang perceraian mereka. Awalnya
kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja, hingga keduanya melakukan kecerobohan
dan kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya putri kecil mereka, Melissa. Sejak itu,
komukasi mereka kian hari semakin buruk dan puncaknya adalah sidang perceraian.
Randy dan Leslie adalah teman dekat dan juga tunangan. Mereka juga akan pergi ke
Montgomery untuk urusan bisnis. Randy adalah seorang pengusaha yang cukup sukses,
sementara Leslie seorang ahli psikologi. Tetapi keduanya memiliki masa lalu yang tak begitu
baik. Ketika Randy masih remaja dini, ia meresa tertekan dengan sikap ayahnya yang agak
kasar. Ketika mereka sedang berburu, ayahnya membentak Randy karena gagal menembak
buruan. Akhirnya Randy hilang kesabaran dan menembak ayahnya dengan senapan berburu.
Sedangkan Leslie, pernah jatuh dalam jalan yang tidak baik ketika ia masih remaja. Saat kecil
Leslie dilecehkan oleh pamannya, tetapi ketika dewasa ia menerima pelecehan ini dengan
menjadi peserta aktif atau sebutan lainnya adalah „wanita penghibur‟.50
48
Berdasarkan perkataan Susan, “... dia (merujuk pada White dan para abdinya) akan membunuh
kalian semua,” House, 366, dan White, “Kalian harus menghargai banyaknya hal yang sudah aku berikan
dalam mencencanakan kematian kalian.”, 422.
49
Berdasarkan pengakuan Susan, “Meskipun aku akui bahwa aku datang dengan sukarela.”, House,
499. Pernyataan itu dapat berati bahwa ia memang berniat untuk masuk ke dalam rumah itu tanpa ada paksaan
dan beban apa pun.
50
Bdk. dialog Rendy terhadap Leslie, “Seluruh dunia mengira paman mereka mengganggu mereka. Itu
memberi kita semua alasan untuk hidup seperti korban.”, House, 254; pernyataan Leslie sendiri, “Aku adalah
15
Penantian Susan di ruang bawah tanah akhirnya terbayar ketika ia bertemu dengan Jack
di salah satu lorong di bawah sana.51 Susan membantu Jack untuk menemukan temantemannya, Leslie, Randy, dan Stephanie. Selama bersama dengan mereka berempat, Susan
berkali-kali mencoba menyampaikan sesuatu. Tetapi suaranya selalu terputus-putus, tidak
terdengar jelas, karena rumah itu mengalangi mereka berempat untuk mendengarkan suara
Susan. Susan mencoba untuk menolong mereka dan membantu mereka keluar dari rumah
tersebut. Tetapi dosa masa lalu menutupi hati keempat orang tersebut dan menjadikan hati
mereka dipenuhi dengan kecurigaan, kebimbangan, serta keegoisan.
Randy dan Leslie harus mati di rumah itu karena keraguan hati mereka. Randy
termakan oleh tawaran keselamatan dari White jika mereka membunuh Susan. Tetapi niatnya
berhasil digagalkan oleh Jack.52 Leslie kehilangan keberaniannya untuk mengikuti Susan
ketika jalan keluar yang ingin ditunjukkan Susan ternyata harus menyusuri kembali ke ruang
bawah tanah yang mengerikan itu. Randy yang tidak dapat membunuh Susan, mencari
keselamatannya dengan menusuk dada Leslie dengan sebuah pisau. Tetapi setelah melakukan
pembunuhan itu, Randy kehilangan kewarasannya sebagai manusia. Ia merasa senang melihat
mayat kaku Leslie dan akhirnya ia memilih untuk mengikuti Steward yang berdiri di sana
menyaksikan pembunuhan itu. Itulah akhir dari kisah Randy dalam cerita ini, pada bagian
akhir disebutkan bahwa polisi menemukan mayat Leslie, White, dan Randy di ruang bawah
tanah.
Jack dan Stephanie berhasil selamat karena kepercayaan dan keyakinan mereka kepada
Susan sebagai sosok penyelamat. Mereka menolak perintah White untuk membunuh Susan
dan Susan membayar keselamatan Jack dan Stephanie dengan nyawa dan darahnya. Ia harus
mati setelah sebutir peluru yang ditembakkan White menembus perutnya. Tetapi darah tak
berdosa yang mengalir dari tubuh Susan membawa terang yang memusnahkan kegelapan di
rumah itu dan menyingkirkan Barsidious White. Jack dan Stephanie berhasil keluar dari
rumah itu dengan keadaan selamat. Ketika keluar, Polisi setempat sudah berada di sana
setelah menemukan mobil mereka yang terperosok di pinggir jalan.
pelacur, Jack.”, 388; Ia dilecehkan ketika masih kecil, tapi ketika dewasa ia menerima pelecehan itu dengan
menjadi peserta aktif. ... Ia suka menggoda dan berganti-ganti pasangan tidur ..., 440.
51
Jack dan Randy turun ke ruang bawah tanah untuk menghindar dari kejaran Steward dan Betty,
tetapi mereka berdua terpisah di sana.
52
Sebuah tangan terulur dari luar kusen pintu dan menarik rambut Susan. Ia (Susan) menjerit. Randy
melangkah masuk ... “Mundur, Jack. Ini adalah satu-satunya jalan keluar kita ...” ... Jack menghambur ke arah
Randy, menerjangnya tak terduga. Pria itu terdorong ke dinding, sambil mengumpat pedas. Susan berlari dari
lemari dinding dan cepat-cepat menjauh dari jangkauan Randy, bersembunyi di belakang Stephanie. House,
404-416.
16
Terakhir, Susan menampakkan kembali dirinya kepada Jack dan Stephanie dengan
masih menggunakan pakaian yang sama dan bernoda darah, tetapi wajahnya tampak bersinar
dan terang. Mereka sempat berbincang-bincang sebentar, sampai akhirnya Susan menghilang
secara tiba-tiba saat mereka berdua sedang melihat sejenak rumah itu. Itulah akhir dari
seluruh kejadian dan cerita panjang House.
3.3. Susan, suatu Metamorfosa Terhadap Citra Yesus sebagai Sofia
Dalam novel House, dikatakan bahwa Susan adalah seorang anak perempuan berusia sekitar
tiga belas tahun. Ia gadis misterius yang datang dengan sengaja ke rumah itu tanpa diduga
oleh White dan turun ke ruang bawah tanah serta bersembunyi di sana. Namun fakta
terpenting mengenai Susan adalah ia merupakan kunci keselamatan dalam cerita ini. Ketika
muncul, Susan tampak tidak berbeda jauh dengan anak perempuan pada umumnya, hanya
saja dia terlihat berantakan karena penampilan dan keadaanya cukup memrihatikan dan lagi
ia sudah berada di ruang bawah tanah itu selama tiga hari.53 Ia seorang gadis polos yang juga
cerdik. Jika melihat keadaannya, sangat tidak memungkinkan baginya untuk menolong, tetapi
ia malah menunjukkan jalan pada Jack untuk dapat menemukan teman-temannya.
Selain berperan sebagai tokoh penyelamat, disebutkan pula bahwa Susan adalah
Kristus.54 Tidak seperti cerita Kristen pada umumnya, di mana sosok Yesus cenderung
diperankan oleh laki-laki, dalam novel ini, Peretti dan Dekker membawa sosok Yesus dalam
diri seorang anak perempuan. Kalimat yang menyatakan Susan sebagai Kristus muncul
setelah Susan mencoba melindungi Jack dan Stephanie dari jerat maut Barsidiouse White.
Awalnya White memberi peraturan55 yang bertujuan untuk membuat keempat orang itu
saling membunuh. Tetapi pada akhirnya, peraturan itu ia buat agar mereka membunuh Susan.
Ia tidak dapat membunuh Susan karena Susan tidak berdosa.56 Tetapi Jack dan Stephanie
53
Berdasarkan pernyataan Susan, “Aku sudah ada di bawah sini selama tiga hari...”, House, 229.
“Tapi Susan adalah Kristus, yang telah mati.” House, 490.
55
“Tuhan datang ke rumahku dan aku membunuh-Nya. Aku akan membunuh siapa pun yang datang ke
rumahku seperti aku membunuh Tuhan. Berikan aku satu mayat, maka aku akan mengabaikan kedua peraturan
sebelumnya.” House, 83-84.
56
“Ia berpaling kepada Susan. Anak perempuan misterius yang muncul tanpa diduga-duga tiga hari
yang lalu di penginapan itu. Mangsa yang kelihatannya mudah, tetapi kemudian ia menghilang ke ruang bawah
tanah seakan-akan itulah niatnya selama ini. Awalnya ia berusaha membunuh anak itu, tetapi kemudian ia
menemukan sesuatu yang cukup menggelisahkan tentang anak ini. Anak ini punya kepribadian yang baik.
Bukan seseorang yang hanya melakukan hal-hal baik ..., tetapi orang yang berar-benar baik. Tidak berdosa. ...
Untuk pertama kalinya ia bertemu seorang peserta yang profilnya tidak cocok dan karenanya menimbulkan
kekacauan yang cukup berarti pada permainannya. Maka ia menjadikan anak itu bagian dari permainan itu.
Sekarang permainan ini bukan sekedar saling membunuh, kalian semua yang bersalah dan berdosa. Sekarang
permainan ini adalah membunuh anak yang tidak berdosa, menghilangkan dari antara kalian sisa-sisa terakhir
dari kebaikan, kalian semua yang bersalah dan berdosa.” House, 420.
54
17
menolak perintah Barsidious White untuk membunuh Susan57 dan sebagai gantinya Susanlah
yang menerima tembakan dari Barsiduous White dan ia harus mati. Pengorbanan yang
dilakukan Susan menjadikannya seorang penyelamat atau Kristus.
Gelar Kristus merupakan gelar yang diberikan kepada Yesus setelah peristiwa salib.
Dan setelah itu tidak seorang pun lagi menerima gelar tersebut hingga saat ini. Maka tidak
diragukan lagi, kalimat yang menyatakan bahwa Susan adalah Kristus, merujuk pada diri
Tuhan Yesus sendiri yang sedang bertransformasi di dalam diri Susan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Susan merupakan perwujudan dari citra
Yesus sebagai Sofia. Karena itu pula, penulis memilih kata „metamorfosa‟58 untuk mewakili
perwujudan Yesus-Sofia dalam diri Susan. Metamorfosa berasal dari kata baku, metamorfosis
yang berarti perubahan bentuk atau susunan; peralihan bentuk atau wujud. Dapat
disimpulkan, Susan merupakan peralihan bentuk dari gambaran Kristus yang berperan
sebagai penyelamat dan gambaran Yesus-Sofia.
Hal ini lebih meyakinkan lagi ketika akhirnya Susan menampakkan kembali dirinya
kepada Jack dan Stephanie dengan masih mengenakan pakaian yang sama dengan noda darah
yang terlihat jelas, tetapi wajahnya berubah cerah dibanding ketika Jack bertemu dirinya
pertama kali.59 Dan lagi, Susan tidak membenarkan ketika Jack dan Stephanie mengira
dirinya adalah Malaikat. Ia menyatakan diri sebagai penunjuk jalan. 60 Hal tersebut akan lebih
dibahas pada bagian berikutnya. Kembalinya Susan dari kematian sama halnya dengan
peristiwa bangkitnya Yesus dari kematian. Tanpa kebangkitan tersebut Yesus tidak akan
pernah diakui sebagai Kristus, dan tanpa kembalinya Susan dari kematian, ia tidak akan
pernah dianggap sebagai metamorfosa dari Yesus Kristus.
Selain kalimat yang menyatakan Susan sebagai Kristus, beberapa kalimat lainnya juga
dapat memperkuat gagasan bahwa Susan adalah metamofosa dari Yesus Kristus. Pertama,
dalam dialog Susan yang mengatakan, “... Aku akan menunjukkan jalannya kepadamu.
57
Manusia Kaleng mengarahkan lagi senapannya ke arah Jack. “Bunuh dia.” Ia (Jack) mengatakannya
lagi, untuk memastikan kepada dirinya sendiri bahwa ia sungguh-sungguh mengatakannya. “Tidak.”, House,
483.
58
KBBI, “Metamorfosis,” KBBI, http://kbbi.web.id/metamorfosis (diunduh 16 Pebruari, 2015).
59
“Seorang anak perempuan keluar dari balik pepohonan dan berjalan ke arah mereka. Susan ... Anak
perempuan itu masih mengenakan roh putih compang-camping yang sama, yang sekarang merah kena noda
darah. Susan berhenti di depan mereka. Senyuman lembut memperlembut wajahnya.” House, 498-499.
60
“Jadi ... kau adalah ...” Stephanie langsung menghentikan pertanyannya. “Malaikat?” kata Jack.
“Malaikat? Maksudmu malaikat sesungguhnya yang berjalan-jalan di bumi dan terlihat seperti orang biasa?
Anggaplah aku sebagai seorang yang menunjukkan jalan kepadamu dengan memberi sedikit penerangan dalam
sebuah situasi.” House, 499-500.
18
Pandanglah Anak Manusia.”61 Kedua, dalam dialog Jack dan Stephanie yang ditujukan
untuk Susan, “Anak Manusia, kasihanilah aku, orang berdosa!”62
Dalam Perjanjian Baru istilah „Anak Manusia‟ merupakan sebutan yang sering
digunakan oleh Yesus untuk menggantikan kata „Aku‟ pada diri-Nya. Melihat hal tersebut,
maka istilah „Anak Manusia‟ yang disebutkan oleh Susan sesungguhnya secara tidak
langsung merujuk kepada dirinya sendiri. Pernyataan dari Jack dan Stephanie terhadap Susan
dengan mengatakan “Anak Manusia, kasihanilah aku, orang berdosa!” semakin memperkuat
gagasan bahwa Susan adalah Yesus yang sedang menjelma. Pernyataan ini muncul setelah
Susan menerima tembakan White dan ia harus mati. Setelah itu sebuah kebenaran muncul
dalam diri Jack dan Stephanie tentang siapa Susan sesungguhnya. Kematian yang diterima
Susan merupakan kematian kudus yang bertujuan untuk menyelamatkan mereka, karena
Susan adalah Anak Manusia itu sendiri.63
Selaku tokoh yang berperan sebagai pahlawan, boleh dikatakan penampilan Susan jauh
di bawah standart. Ketika ia muncul, penampilannya terlihat cukup memrihatinkan.
Digambarkan bahwa wajahnya pucat dan kotor, matanya yang cokelat jernih terlihat lelah,
rambutnya cokelat gelap dan agak kusut, bajunya jelek dan sobek-sobek. Ia sudah terkurung
di ruang bawah tanah selama tiga hari dan kemungkinan ia tidak makan selama itu.
Ketidakberdayaan Susan menandakan kalau ia hanyalah manusia dan gadis biasa, sama
halnya ketika Kristus menjadi manusia, Ia tidak lahir di kamar bersalin yang indah dan tidak
pula mengenakan mahkota tanda Ia adalah Raja. Mahkota duri yang dikenakan pada-Nya,
melambangkan penderitaan yang harus Ia pikul demi menjalakan misi penyelamatan.
Demikian pulalah Susan berpenampilan selaku tokoh yang menjadi kunci keselamatan bagi
tokoh lainnya, ia datang sebagai manusia biasa yang penuh kesedehanaan dan
menyelamatkan dengan pengorbanan.
3.3.A. Revolusi Tiga Hari
Telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa Susan sudah tiga hari berada di ruang
bawah tanah rumah itu, dan tiga hari keberadaan Susan di rumah tersebut mengubah
segalanya. Jika disimak dari penuturan Susan juga pemikiran White,64 Susan sepertinya
61
House, 484.
House, 490.
63
Anak Manusia. Kebenaran langsung menerpa diri Jack. Susan telah menerima kematian mereka
sebagai kematian kudus. House, 490.
64
Perkataan Susan, “Meskipun aku akui bahwa aku datang dengan sukarela.”, House, 499; Pemikiran
White, “Ia berpaling kepada Susan. Anak perempuan misterius yang muncul tanpa diduga-duga tiga hari yang
lalu di penginapan itu. Mangsa yang kelihatannya mudah, tetapi kemudian ia menghilang ke ruang bawah tanah
seakan-akan itulah niatnya selama ini.”, House, 420.
62
19
sengaja datang ke rumah itu, kemudian melarikan diri ke ruang bawah tanah dan
bersembunyi di sana. Peraturan yang diciptakan oleh White tidak berlaku terhadap Susan,
karena peraturan itu hanya diciptakan untuk manusia yang berdosa, tetapi Susan sama sekali
tidak berdosa. Kehadiran Susan merusak sistem permainan yang selama ini dimainkan oleh
White terhadap orang-orang yang masuk ke rumah itu. Ia tidak dapat membunuh seseorang
yang tidak berdosa seperti Susan, tetapi ia tidak ingin Susan berada terus di rumahnya.
Karena itu, ia menunggu orang lain datang ke rumah itu, dan menjadikan Susan bagian dari
permainannya, yakni membuat orang-orang itu saling mencurigai dan saling membunuh,
hingga tiba saatnya mereka juga akan membunuh Susan. Tetapi White tidak pernah
mengetahui, Susan datang dengan sebuah tujuan, yakni penyelamatan.
Pada hari ketiga, akhirnya empat orang masuk ke rumah tersebut tanpa menyadari teror
di dalamnya, Jack, Stephanie, Randy, dan Leslie. Maka, White memulai permainan mautnya,
dan Susan memulai aksi penyelamatannya. Susan bertemu pertama sekali dengan Jack,
kemudian Leslie, Randy, dan terakhir Stephanie. Mereka berlima bertemu di ruang bawah
tanah. Ruang bawah tanah itu tidak seperti ruang bawah tanah pada umumnya. Ruangan itu
memiliki banyak pintu dan ruang menyesatkan seperti labirin. Sejak bertemu dengan empat
orang itu, Susan selalu mencoba memberitahu sesuatu kepada mereka, yakni cara untuk
keluar dari rumah itu. Tetapi setiap kali ia ingin mengatakannya, rumah itu selalu
mengeluarkan suara berisik dan mengahalangi mereka berempat mendengar perkataan Susan,
ditambah hati mereka yang juga masih dibayangi oleh dosa membuat mereka tidak dapat
mendengar suara Susan. Tetapi Susan tak pernah menyerah dan terus mencoba untuk
memberitahu mereka setiap kali ada kesempatan. Dari keempat orang itu, hanya Jack dan
Stephanie yang berhasil keluar dengan selamat kerena keteguhan hati mereka terhadap Susan.
Jalan keselamatan yang diberikan Susan untuk menolong kedua orang itu ternyata
dibayar dengan harga yang sangat mahal yakni dengan mengorbankan nyawanya sendiri.
Namun ternyata, pengorbanan Susan bukan hanya menyelamatkan Jack dan Stephanie, tetapi
menyingkirkan seluruh kegelapan di rumah itu yang dibawa oleh White dan tiga abdinya.
Setelah Jack dan Stephanie keluar dari rumah itu, mereka kembali bertemu dengan
Susan. Hal ini semakin mempertegas identitas Susan sebagai Kristus yang bukan hanya
menyelamatkan dengan memberi nyawanya tetapi juga mengalahkan kematian. Itulah tiga
hari yang mengubah seluruhnya.
3.3.B. Susan dan Barsidiouse White: Misteri di balik Nama
20
Satu pertanyaan tersirat ketika selesai membaca novel House dan merenungkannya
yakni, kenapa Susan dinamai dengan nama yang tidak langsung menunjukkan jati dirinya.
Mengapa Barsidious White selaku dalang kejahatan dinamai dengan nama yang
menunjukkan kebaikan yakni, White yang berarti putih. Hal ini cukup menarik untuk
dipahami lebih mendalam, tentang nama yang sarat makna dari kedua tokoh putih dan hitam
tersebut.
Setelah penulis meninjau lebih mendalam, ternyata Susan merupakan kata yang berasal
dari bahasa Ibrani (syosyan) dan berarti „bunga lili‟. Meski memiliki berbagai jenis dan
warna, namum pada umumnya bunga lili identik dengan warna putih bersih. Di Indonesia
bunga lili dikenal dengan nama bunga bakung. Bunga bakung sering di sebut di dalam kitab
Perjanjian Lama juga Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama, kata bunga bakung sering
terlihat dalam Mazmur Daud; dan dalam Kidung Agung Salomo bunga bakung digunakan
untuk mengungkapkan suatu keindahan. Dalam Pernjajian Baru, Yesus sangat memuji
keindahan bunga bakung bahkan mengatakan bahwa kemegahan jubah Salomo tidak dapat
mengalahkan keindahan bunga tersebut.65 Selain itu bunga lili sering dikaitkan dengan
kejujuran, ketulusan, dan hal baik lainnya. Tetapi tidak sesuai namanya, ketika muncul,
Susan bahkan tampak tidak layak disebut sebagai pahlawan karena penampilannya yang
kacau dengan baju koto dan wajah lusuh.
Berbeda halnya dengan Barsidious White yang terang-terangan menggunakan nama
White yang secara jelas mengartikan kebaikan, tetapi bertimbal balik dengan watak
peranannya yang jahat. Bahkan dalam satu kisah, saat White menyamar menjadi Opsir Polisi
Morton Lawdele, dia seakan-akan rela memberikan nyawanya sebagai bayaran atas tuntutan
satu nyawa dalam peraturan maut di rumah itu. Susan mencoba memperingatkan mereka
berempat bahwa Lawdale adalah White yang selama ini ingin membunuhnya, 66 tetapi mereka
terperdaya oleh ucapan Lawdale yang terkesan sangat tulus untuk memberi nyawanya.67
Ketika Jack menembak Lawdele, saat itulah ia mulai berubah menjadi Barsidioues White
65
Bdk. Luk. 12: 7: “Perhatikanlah bunga bakung, yang tidak memintal dan tidak menenun, namun
Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari
bunga itu.”
66
“Lawdale. Si sedang mencoba membunuhku,” kata Susan. “Lawdale. Si Manusia Kaleng (nama lain
dari Barsidious White), orang yang mengeluarkan asap hitam sampai ke atas sini. Ia mau kau (Jack) membunuhku, Itulah permainan yang sesungguhnya.” House, 404.
67
“Aku mau kau membunuhku,” kata Lawdale. “Seseorang harus mati agar yang lain bisa hidup, dan
aku rela.” House, 407, 409.
21
dengan mata hitam yang mengerikan.68 Ketika menjelaskan siapa dirinya, White dengan jelas
menyebutkan bahwa dia bukanlah White (White), tetapi Black (Hitam).
Hal ini sangat mengejutkan karena nama dari dua tokoh tersebut ternyata tidak sejalan
dengan karakter mereka. Susan ternyata tidak membutuhkan penampilan luar biasa untuk
menunjukkan bahwa ia adalah penyelamat, sedangkan White terlihat sangat meyakinkan
dengan pengorbanan dirinya yang ternyata bertujuan untuk menjerat keempat orang tersebut.
Dari hal ini penulis melihat bahwa, tak selamanya sesuatu yang terdengar baik berkesan baik
seperti nama White, dan tak selamanya hal yang terlihat buruk terkesak buruk, seperti
penampilan luar Susan. Hal yang luar biasa nyatanya datang dari sesuatu yang sangat biasa.
3.3.1. Citra Sofia dalam Diri Susan sebagai Metamorfosa Yesus
3.3.1.1 Sofia, Guru yang Membimbing
Susan selaku metamofosa dari Yesus-Sofia, memberikan gambaran bahwa Sofia memiliki
peran sebagai guru. Hal ini dapat dilihat melalui usaha Susan dalam membimbing tokoh
lainnya untuk melihat pada kebenaran yang sejati. Susan beberapa kali menggunakan
ungkapan yang mengarahkan tokoh lain untuk berpikir. Ketika mengajar, Yesus tidak
langsung memberitahu maksud dari pengajaran-Nya secara terang-terangan, sama halnya
dengan Susan, ia tidak langsung memberitahu maksud dari perkataannya secara gamblang,
tetapi disisipkan secara tersirat dalam sebuah perumpaan dan pepatah. Berikut beberapa
dialog dan kalimat yang menampilkan peranan Susan sebagai guru: “... ini adalah rumah
kalian, masing-masing.”69; “... ini tentang diri kalian. Kalian harus mengubah diri kalian.
Begitulah cara kalian mengubah rumah ini.”70; “Apa pun yang terjadi,” ... “Ingatlah ...
bahwa terang selalu menembus kegelapan.”71.
68
Asap hitam keluar dari luka Lawdale, ... hitam, hitam pekat. ... Kemudian matanya tiba-tiba terbuka,
dan Jack menatap mata hitam tanpa pupil yang membuatnya merinding. House, 412.
69
Dalam dialog ini Susan mencoba menjelaskan sesuatu kepada Jack dan Stephanie ketika mereka
melihat lukisan-lukisan yang melayang di dekat dinding dan berisi potret diri mereka sendiri. Hanya diri mereka
sendiri yang mereka lihat di dalam lukisan itu. Jack melihat gambar dirinya tanpa mata dengan senyum licik.
Kemudian sebuah pintu di sisi lain terbuka dan mereka berdua melihat sosok yang mirip diri mereka di sana.
Jack melihat sosok itu sebagai dirinya, sosok itu menarik lukisan-lukisan beriga gambar Stephanie yang
merobeknya. Begitu pula dengan Stephanie yang melihat sosok itu sebagai dirinya, dan sosok itu merobekrobek lukisan bergambar Jack. House, 442-444.
70
Dialog ini terjadi setelah Jack membaca sebuah pepatah pada plakat kayu tua yang tergantung di
dinding, “Rumah adalah tempat di mana hati berada,” dan ia menyadari bahwa rumah itu mencerminkan hati
mereka. “Rumah ini sama dengan hati kita. ... rumah ini menggambarkan kuasa kejahatan dalam diri kita!”
Maka Susan berkata, “Itulah yang selama ini aku katakan.” Setelah itu ia memberitahu cara agar Jack dan
Stephanie dalam keluar dari rumah itu yakni, dengan mengubah diri mereka. House, 445, 461.
71
Perkataan ini muncul saat Steward, Betty, dan Pete telah mengepung mereka di salah satu ruang.
Steward menahan Susan dan Stephanie, dan memaksa Jack untuk berlutut dan menyerah. Tetapi Jack tidak mau
menyerah tanpa perlawanan. Ia menghambur ke arah Steward dan mendorongnya dengan segenap kekuatan.
22
Dapat dikatakan bahwa sebenarnya mudah saja bagi Susan untuk memberitahu mereka
apa yang ia maksudkan dengan, „ini adalah rumah kalian masing-masing‟. Namun, jika suatu
hal terlalu mudah untuk diraih, maka ia akan lekas kehilangan artinya. Susan ingin mengajak
Jack dan Stephanie melihat ke dalam hati dan diri mereka serta merefleksikan keadaan yang
dialami mereka di rumah tersebut.
Rumah itu memang bermasalah sejak pertama mereka masuk ke dalamnya, namun
setiap orang mendapatkan fantasi dan tantangan berbeda yang secara tidak langsung
mencerminkan hati mereka dan dosa mereka di waktu lampau. Pertarungan Randy dan
Steward, merupakan gambaran dosa yang dilakukan Randy di waktu lampau atas kejadian
pembunuhan yang dilakukannya kepada ayahnya.72 Pete yang menyekap Leslie dan
menjadikannya seperti boneka mainan, merupakan gambaran dosa Leslie di waktu lampau
yang memberikan dirinya untuk menjadi gadis mainan pamannya.73 Sedangkan perjumpaan
Jack dan Stephanie dengan Susan mengingatkan mereka akan kecerobohan dan kelalaian
mereka di waktu yang lalu dalam menjaga dan melindungi putri kecil mereka, Melissa.74
Pepatah lama yang terukir di sebuah kayu tua yang berbunyi, Rumah Adalah Tempat Di
Mana Hati Berada, akhirnya membuat Jack mengerti maksud Susan. Rumah tersebut
mencerminkan hati mereka masing-masing. Setelah Jack dan Stephanie memahami apa yang
dimaksud oleh Susan75, barulah Susan menjelaskan dan mempertegas maksud ucapannya,
“Kalian harus mengubah diri kalian. Bagitulah cara kalian mengubah rumah ini.”
Kemudian ia memberikan solusi jalan keluar bagi mereka, “Hatimu gelap. Jadi kau harus
memandang terang,”. Dengan kata lain, satu-satu cara agar mereka dapat keluar dari rumah
tersebut adalah dengan mengubah pandangan mereka serta mengarahkan hati mereka kepada
terang yang sesungguhnya yakni, terang Kristus.
3.3.1.2 Sofia, Terang yang Menuntun
Susan bergegas mengambil senapan Steward dan menjauh dari mereka. Pete mencoba menolong Steward tetap
Stephanie merobohkannya dengan satu tendangan ke selangkangan Pete, sementara Betty berteriak tak karuan.
Susan menghentikan kegaduhan itu dengan satu tembakan ke langit-langit kemudian mengumpulkan mereka
bertiga di sudut ruangan. Susan meminta Jack untuk mengunci semua pintu. Tetapi beberapa detik kemudian
terdengar suara ketukan pintu dan Susan mengetahui White ada di balik pintu itu. Saat itu juga ia memberitahu
dan mengingatkan Jack dan Stephanie bahwa, terang selalu menembuh kegelapan. Susan juga menambahkan,
“Pandanglah terang. Hanya terang yang dapat menyelamatkan kalian ...” House, 472-475.
72
House, 205.
73
Bdk. dialog Randy terhadap Leslie, “Aku punya kabar unutkmu. Seluruh dunia mengira paman
mereka mengganggu mereka. Itu memberi kita semua alasan untuk hidup seperti korban.” House, 254-255.
74
House, 252.
75
Dan saat itulah dia (Jack) tahu apa yang berusaha Susan tunjukkan kepada mereka. “Rumah ini sama
dengan hati kita.” ... “Rumah ini menggambarkan kuasa kejahatan dalam diri kita!” House, 445.
23
Citra lainnya dari Sofia yang berhasil ditunjukkan oleh Susan adalah sebagai terang. Citra
Yesus sebagai terang, bukan lagi hal yang baru didengar. Bahkan Yesus dengan terangterangan mengklaim bahwa diri-Nya adalah terang,“... Akulah terang dunia; barangsiapa
mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang
hidup.”76 Dalam arti fisik, cahaya merupakan sesuatu yang dapat dilihat, seperti cahaya
matahari di waktu pagi. Sedangkan secara spiritual, cahaya merupakan sesuatu yang hanya
dapat dilihat oleh jiwa. Cahaya memberi kehidupan dan menerangi jalan di tengah
kegelapan,77 begitulah peran Yesus sebagai terang.
Terang yang ada di dalam diri Yesus memiliki beberapa peranan yaitu, terang yang
mengusir kekacau-balauan, terang yang mengungkap hal-hal yang tidak kelihatan, dan terang
yang membimbing. Pertama, terang yang mengusir kekacau-balauan; menyatakan bahwa
Yesus merupakan satu-satunya jalan keluar yang dapat menolong manusia keluar dari
kekacauan dunia, menerobos kekosongan serta gelap yang ada di dalam diri manusia. Kedua,
Terang yang mengungkap hal-hal yang tidak kelihatan; menyatakan bahwa Yesus adalah
terang yang memperlihatkan apa yang benar dan pantas dalam segala sesuatu.
Berlatarbelakang dari sikap manusia yang memiliki kecenderungan untuk mengikuti nafsu
duniawinya dan yang menyimpan berbagai kedok kejahatan, karena itu Yesus hadir untuk
menelanjangi setiap manusia dari bungkusan duniawinya, membongkar segala tingkah yang
tak pantas, mendorong manusia untuk mengintrospeksi diri, kemudian menyerahkan diri serta
memandang Allah lebih dekat. Ketiga, terang yang membimbing; hal yang menggambarkan
bahwa Yesus adalah jalan yang akan membawa semua orang keluar dari masa keraguan,
masa menduga-duga, dan kebimbangan. Yesus adalah jalan yang dipenuhi dengan terang dan
siapa pun yang berjalan bersamaNya tidak akan tersesat. 78
Dalam misi penyelamatannya, Susan juga mengatakan hal yang tak jauh berbeda dari
Kristus mengenai terang, yakni: “Hatimu gelap. Jadi kau harus memandang terang, ...
Pandanglah terang, dan kau akan mengerti. Aku akan menunjukkan jalannya kepadamu.
...”79 Kalimat tersebut merupakan sebuah pernyataan bahwa Susan ingin agar Jack dan
Stephanie menyadari bahwa terang itu telah ada bersama dengan mereka, dan ia ingin agar
mereka berdua mengikutinya. Sesungguhnya, jalan keselamatan telah ada di dekat mereka
berdua, hanya saja mereka belum menyadari hal tersebut. Susan dapat saja langsung
76
Lihat Yoh. 8:12.
Deepak Chopra, The Third Jesus (Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer, 2011), 21.
78
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Yohanes Psl 8-21, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2008), Resensi buku oleh penulis.
79
House, 481, 484.
77
24
memberitahu mereka bahwa ia adalah terang itu, yang datang dengan sukarela, bersedia
menahan dinginnya ruang bawah tanah untuk menyelamatkan mereka dari rumah itu. Namun,
ia tidak melakukannya, bukan untuk membiarkan mereka tersiksa semakin lama, tetapi untuk
membuat mata rohani mereka terbuka.
Dan ketika darah yang mengalir dari tubuh Susan memancarkan cahaya, barulah
mereka benar-benar paham apa yang dimaksud Susan dengan, pandanglah terang, karena
Susan adalah terang itu sendiri. Hal ini diperkuat pula dengan pengakuan Jack dan Stephanie,
“Dia adalah terang itu! Dialah terang itu!”; “Engkaulah terang itu!; “Engkaulah terang
itu.”80 Saat kesadaran itu muncul, pengharapan besar timbul di dalam hati mereka masingmasing, kebenaran sudah nyata di depan mata mereka. Cahaya dari tubuh Susan memiliki
kekuatan luar biasa yang mampu menggetarkan rumah itu, menerangi ruang bawah tanah
bahkan seluruh sudut rumah tersebut, dan terakhir memusnakan seluruh zombie yang
menjelma menjadi Jack dan menyingkirkan Barsidious White, sang dalang kejahatan. 81 Maka
dari itu, peran Susan sebagai terang tak berbeda jauh dengan peran „terang‟ dalam diri Yesus
yakni sebagai, pengusir kekacau-balauan yang menolong manusia keluar dari kekacauan
dunia, serta
terang yang membimbing manusia keluar dari jalan yang menyesatkan.
Begitulah halnya terang yang berkerja dalam diri Susan, mengusir kejahatan dan menerangi
jalan Jack dan Stepahie menuju kebebasan dan keselamatan.
3.3.1.3 Sofia, Jalan Keselamatan
Melanjutkan pembahasan sebelumnya mengenai pernyataan diri Susan sebagai „penunjuk
jalan‟. Susan menolak „dugaan‟ bahwa dirinya adalah Malaikat, ia menyatakan diri sebagai
“penunjuk jalan” yang memberi penerangan kepada Jack dan Stephanie; “... Anggaplah aku
sebagai seorang yang menunjukkan jalan kepadamu dengan memberikan sedikit penerangan
dalam sebuah situasi.”82 Hal ini juga didukung dengan ucapan Susan sebelumnya yang
berbunyi, “Aku akan menunjukkan jalannya kepadamu...”
Pernyataan diri dari Susan tersebut mirip dengan ucapan Yesus Kristus: “Akulah jalan
dan kebenaran dan hidup.” Elisa Surbakti menjelaskan bahwa Yesus sebagai „jalan‟ telah
memberi harapan bagi umat yang tersisihkan dan memberi jalan yang membawa umat keluar
dari lorong-lorong gelap yang menyesatkan.83 Kehadiran Yesus merupakan sarana menuju
hidup yang kekal, dan kehadiran-Nya memberi harapan akan datangnya keselamatan dan
80
House, 489-490.
House, 491-494.
82
House, 499-500.
83
Elisa B. Surbakti, Benarkah Yesus Juruselamat Universal?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 53.
81
25
pembebasan bagi umat yang sekian lama telah dibelenggu oleh kesuraman. Meski banyak pro
dan kontrak akan pernyataan diri dari Yesus sebagai satu-satunya jalan kehidupan di tengah
masyarakat plural, namun dalam konteks dan waktu kekristenan, tidak ada yang dapat
menyanggah bawah Yesus benar satu-satunya jalan keselamatan yang menghubungkan antara
Allah dan manusia.
Penjelasan di atas sangat mendukung pernyataan diri Susan mengenai „penunjuk jalan‟.
Dalam peranannya, Susan memberikan clue kepada para tokoh agar mereka dapat keluar dari
rumah tersebut. Susan tidak pernah beranjak jauh dari mereka, meski sesekali ia menghilang,
tapi pasti ia akan muncul kembali saat keadaan mulai tak keruan, seperti ketika Jack dan
Randy hampir beradu tembak di ruang bawah tanah. Dan bukan hanya memberi petunjuk
jalan keluar, tetapi Susan adalah jalan keselamatan itu sendiri. Karena melalui kematiannya,
Jack dan Stephanie dapat bebas dari petaka yang menghimpit mereka.
3.3.2. Kesimpulan
Dalam novel House Susan berperan sebagai tokoh penyelamat yang menuntun tokoh lainnya
untuk menemukan jalan keluar dari ruang bawah tanah yang menjerat mereka. Pengorbanan
yang dilakukan Susan dengan memberikan nyawanya sebagai ganti keselamatan Jack dan
Stephanie memberinya gambaran sebagai Kristus. Hal ini mempertegas bahwa Susan
sesungguhnya merupakan metamorfosa dari Yesus Kristus yang berciri Sofia. Dalam misi
penyelamatannya, Susan berperan sebagai guru yang membimbing, yang mengarahkan Jack,
Stephanie, Randy, dan Leslie untuk memahami kebenaran yang dibawa Susan bagi mereka;
terang yang menuntun orang-orang tersebut keluar dari lorong-lorong yang menyesarkan,
menyingkirkan kegelapan serta kejahatan di hati mereka dan di dalam rumah tersebut; jalan
keselamatan yang melalui kematiannya ia membebaskan Jack dan Stephanie dari jerat maut
White.
4. Tinjauan Kristologi
Setelah mendeskripsikan bagaimana citra Yesus dalam novel House pada bagian tiga, maka
pada bagian empat penulis akan melakukan tinjauan kristologi terhadap citra tersebut.
Tinjuan ini bertujuan untuk mempertemukan antara citra Yesus dalam kristologi umum dan
khususnya kristologi feminis dengan citra Yesus dalam novel House.
4.1. Susan sebagai metamorfosa dari citra Yesus-Sofia
Pada bagian dua telah dekemukakan beberapa pandangan teolog feminis mengenai arti dari
teologi feminis. Seperti Clifford yang menjelaskan bahwa teologi feminis merupakan iman
26
Kristen dari sudut pandang dan pengalaman kaum perempuan terhadap Allah yang hidup
dalam diri Yesus; dan Elizabeth Johnson yang menjelaskan teologi feminis sebagai refleksi
keyakinan iman yang ditinjau dari sudut pandang, pemahaman, dan pengalaman kaum
perempuan. Maka dari itu mulailah muncul berbagai pendapat, ulasan, dan pandangan kaum
perempuan mengenai sosok Ilahi khususnya Yesus Kristus, yang mana pandangan-pandangan
tersebut dikenal sebagai kristologi feminis. Salah satu pemikiran kaum feminis terhadap
Yesus yang cukup menarik perhatian dan berkaitan erat dengan penulisan tugas ini adalah
citra Yesus dari sisi feminim yang dikenal sebagai Sofia (Hikmat).
Salah seorang pencetus ide Sofia adalah Schüssier Fiorenza, yang memandang YesusSofia sebagai roh pengasih, pengetahuan Allah, rekan sekerja Allah, pancaran cahaya Allah,
dan gambaran akan kebaikan Allah yang dapat pula dipanggil sebagai saudari, istri, ibu,
kekasih, dan guru di mana Sofia menawarkan kehidupan, pengetahuan, dan keselamatan bagi
siapa saja yang mau menerimanya. Teolog feminis lainnya yang mendalami ide Sofia adalah
Barth-Frommel yang menggambarkan Yesus sebagai Anak Hikmat, yang mengundang setiap
orang untuk datang pada-Nya dan menerima kehidupan dalam bentuk kesembuhan dan
panggilan kepada hidup yang lebih bermakna.
Citra Yesus sebagai Sofia tidak hanya dipaparkan dalam buku-buku ilmiah, namun
beberapa sastrawan juga memaparkan ide ini dalam bentuk cerita seperti yang dilakukan oleh
dua pengarang fiksi Kristen, Frank Peretti dan Ted Dekker dalam novel karya mereka yang
berjudul House. Melalui kisah fiksi thriller tersebut, Peretti dan Dekker membebaskan Yesus
dari cangkang maskulin-Nya kemudian membawa diri-Nya masuk dan menjelma dalam
tokoh seorang anak perempuan berusia tigabelas tahun bernama Susan. Profil Susan yang
dirancang oleh Peretti dan Dekker sebagai karakter penolong merupakan sebuah perwujudan
dari pemahaman kedua pengarang mengenai citra Yesus sebagai Sofia.
Ada beberapa kalimat dan dialog di dalam novel tersebut yang dapat digunakan untuk
memperkuat gagasan bahwa Susan merupakan metamorfosa dari Yesus yang bercitra diri
sebagai Sofia, seperti: “Pandanglah terang .... Aku akan menunjukkan jalannya kepadamu.
Pandanglah Anak Manusia.” ; “Anak Manusia, kasihanilah aku, orang berdosa!” ; Tapi
Susan adalah Kristus, yang telah mati.
4.1.1. Tapi Susan adalah Kristus
Dijelaskan pada bagian dua, Wessels mengemukakan bahwa Yesus dipandang sebagai
Mesias atau Kristus berkulit hitam oleh bangsa Afrika. Fatohi juga menjelaskan dalam
bukunya bahwa dalam Al-Quran gelar Al-Masîh atau Mesias hanya diberikan kepada Yesus
27
dan Al-Quran hanya mengakui satu Al-Masîh yaitu Yesus. Melengkapi penjelasan dari kedua
ahli tersebut, di dalam keempat injil sinoptik; Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, dengan
jelas menyebutkan bahwa Yesus adalah Kristus.84 Tercatat ada sebanyak 7 kali istilah Kristus
muncul di dalam kitab Markus, 16 kali dalam kitab Matius, 11 kali dalam Lukas, dan 20 kali
dalam kitab Yohanes.85
Gelar „Kristus‟ atau „Mesias‟ (Mashiah, dalam bahasa Ibrani yang berarti “yang
diurapi”) merupakan warisan dari Perjanjian Lama yang diberikan kepada orang-orang yang
diurapi seperti, imam, nabi, dan raja dengan menggunakan minyak sebagai tanda yang
menegaskan bahwa pertolongan Allah hadir atas orang tersebut.86 Dalam bahasa Yunani, kata
Kristus (christos) merupakan kata yang terbentuk dari kata kerja partisipel pasif, chriein,
yang artinya mengurapi, maka christos dapat diartikan dengan „diurapi‟ atau „dia yang
diurapi‟.87 Pada masa Perjanjian Baru gelar tersebut diberikan kepada Yesus oleh para
penulis berdasarkan perjalanan kehidupan, kematian, dan yang paling utama adalah
kebangkitan Yesus. Tanpa peristiwa kebangkitan, para jemaat akan kesulitan untuk
menjelaskan iman percaya mereka terhadap Yesus sebagai Kristus, 88 dan tanpa peristiwa
salib dan kebangkitan, Yesus tidak akan pernah menjadi Kristus.
Sepanjang sejarah kitab suci, khususnya Perjanjian Baru, gelar Kristus hanya diberikan
kepada Yesus dan setelah itu tidak seorang pun di muka bumi yang menerima gelar tersebut.
Dengan kata lain, kalimat “Susan adalah Kristus” merujuk kepada diri Yesus yang sedang
menjelma menjadi dan di dalam diri seorang anak perempuan bernama Susan.
4.1.2. Pandanglah Anak Manusia
Dalam Perjanjian Baru istilah „Anak Manusia‟ merupakan sebutan yang sering digunakan
oleh Yesus untuk menggantikan kata „Aku‟ pada diri-Nya. Dalam bahasa Ibrani, “anak
manusia” diterjemahkan dengan „ben „adam‟ yang berarti pula “anak Adam”. Dalam kitab
Perjanjian Lama, istilah tersebut ditemukan sebanyak satu kali dalam Ayub, dua kali dalam
Daniel, dan ada lebih dari 90 kali dalam Yehezkiel. Sedangkan dalam Perjanjian Baru
ditemukan sebanyak 14 kali dalam kitab Markus, 30 kali dalam Matius, 25 kali dalam Lukas,
dan 13 kali dalam kitab Yohanes.89 Selain itu istilah „anak manusia‟ juga merupakan
pernyataan bahwa di samping kesadaran Yesus akan sisi keilahian-Nya, Ia tidak pernah
84
Eko Riyadi, Yesus Kristus, Tuhan Kita, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 104.
Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus, 364.
86
Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus, 358.
87
Riyadi, Yesus Kristus, Tuhan Kita, 105.
88
Riyadi, Yesus Kristus, Tuhan Kita, 104.
89
Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus, 427.
85
28
membantah bahwa Ia juga seutuhnya seorang manusia biasa90 baik secara fisik, psikis, moral,
dan spiritual.91
Dengan demikian, perkataan Susan yang berbunyi, Pandanglah Anak Manusia,
sesungguhnya merupakan sebuah pernyataan yang ditujukan pada dirinya sendiri atas
kesadaran akan eksistensinya sebagai Kristus yang tengah menjelma dalam rupa insan.
4.2. Citra Sofia
Pada bagian tiga, telah dipaparkan bagaimana dan seperti apa citra dari Sofia yang
ditunjukkan oleh Susan selaku metamorfosa dari Yesus-Sofia, yakni sebagai guru yang
membimbing, terang yang menuntun, dan jalan keselamatan.
Pertama, sebagai guru yang membimbing. Pada bagian dua, telah disampaikan
beberapa pandangan para ahli mengenai citra Yesus sebagai guru, seperti Borg, Anton
Wessels, juga Schüssier Fiorenza. Borg menyebutkan bahwa Yesus merupakan seorang
pengajar yang mengajar dengan menggunakan perumpamaan dan aforisme. Aforisme dan
perumpamaan yang digunakan Yesus sering sekali membuat audience mengalami shock
effect, takjub, tertantang untuk berpikir, menemukan jawaban, dan menarik kesimpulan.92
Anton Wessels berpendapat bahwa Yesus merupakan seorang guru moral terkemuka yang
mengajarkan kode etik; dan Schüssier Fiorenza yang menyebutkan Yesus sebagai seorang
guru yang menawarkan pengetahuan dan keselamatan. Menambahkan penjelasan dari para
ahli tersebut, seorang ahli lain bernama Robert R. Boehlke93 menegaskan bahwa Yesus tidak
pernah menyampaikan hal yang sembarangan ketika mengajar. Ia mengajar dengan berangkat
dari apa yang telah dipelajari-Nya dari guru-guru Agama Yahudi. Tetapi ada hal yang
membedakan Yesus dengan para guru lainnya, selain pengajaran-Nya yang revolusiner,
Yesus memiliki pengikut dari kalangan perempuan, memperhatikan anak-anak, bersosialisai
dengan pengumut cukai, perempuan sundal, penderita kusta, dan sebagainya, yang mana halhal tersebut sangat jarang terjadi bahkan dinajiskan di kalangan rabi/guru.
Kedua, sebagai terang yang menuntun. Citra Yesus sebagai terang, bukan lagi hal yang baru
didengar. Pada bagian kedua, Schüssier Fiorenza sudah dengan jelas menyebutkan bahwa Yesus
sebagai Sofia Ilahi merupakan pancaran cahaya Allah yang menawarkan kehidupan dan
keselamatan bagi siapa saja yang mau menerima-Nya. Lee Jung Young juga menggambarkan
Yesus sebagai Yang (terang) yang masuk ke dalam kegelapan (Yin) untuk membebaskan
90
C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 266.
Setyawan, Basic Christology: A Draft, 12.
92
Setyawan, Basic Christology: A Draft, 23.
93
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: dari
Plato sampai Ignatius Loyola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), Resensi buku oleh penulis.
91
29
manusia. Demikian pula dengan Barclay yang menjelaskan bahwa terang yang ada pada diri
Yesus berperan sebagai pengusir kekacau-balauan, menerangi dan mengungkapkan hal-hal
yang tidak terlihat, serta terang yang membimbing.
Ketiga, sebagai jalan keselamatan. Kitab Yohanes mencatat bahwa Yesus dengan jelas
menyatakan diri-Nya sebagai jalan, kebenaran, dan hidup. Pada bagian dua terdapat
penjelasan Borg yang menyebutkan bahwa Yesus adalah terang dunia, roti kehidupan, serta
jalan, kebenaran, dan hidup. Borg menjelaskan, umat perdana dalam Injil Yohanes
memandang terang yang ada pada Yesus sebagai terang yang akan membawa umat keluar
dari kegelapan; Yesus sebagai roti kehidupan mengartikan bahwa Yesus merupakan santapan
rohani yang memelihara umat di tengah perjalanan; dan Yesus sebagai jalan menandakan
bahwa Yesus adalah jalan yang telah membawa umat keluar dari kematian menuju
kehidupan.94
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Setelah seluruh pembahasan maka penulis sampai pada kesimpulan yakni berdasarkan novel
House karya Frank Peretti dan Ted Dekker, Yesus yang dihadirkan dalam diri seorang anak
perempuan bernama Susan merupakan gambaran atau citra Yesus sebagai Sofia Illahi.
Berdasarkan penelusuran lebih mendalam, penulis menemukan citra Yesus-Sofia melalui
karakter Susan yakni Sofia sebagai sebagai guru yang membimbing, terang yang menuntun,
dan jalan keselamatan. Setelah melakukan kajian kristologi terhadap penemuan ini, citra
Yesus sebagai tersebut sesuai dengan teori dan penjelasan para ahli khususnya teolog feminis
yang menyebutkan di dalam diri Yesus Kristus hadir hikmat Allah yang dikenal sebagai Sofia
dan mendapat personafikasi feminim. Berkat karakter feminim ini, kaum perempuan
memiliki kesempatan untuk tampil di publik serta mengambil bagian dalam perkembangan
ilmu teologi khusunya kristologi feminis dan menyuarakan pandangannya terhadap citra
Yesus Kristus.
Ketika melakukan penelitian, penulis mencoba merenungkan dan menemukan sendiri
jawaban mengapa Yesus harus terlahir sebagai laki-laki. Pada masa ketika Ia lahir, budaya
patriarkal yang melekat pada masyarakat menjadikan dan menempatkan perempuan sebagai
masyarakat kelas dua yang tidak punya hak untuk bicara, apalagi mengajar di bait Allah. Jika
pada waktu itu Yesus lahir sebagai perempuan, maka kemungkinan besar Ia akan mati
94
Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali, 21.
30
dirajam kerikil tanpa pernah menyelesaikan misi penyelamatan-Nya, dan perempuan akan
selalu menjadi warga kelas dua. Tetapi kelahiran-Nya sebagai laki-laki memberi-Nya ruang
gerak yang lebih luas dalam menyampaikan kebenaran, mengajar, membela orang lemah, dan
melindungi kaum perempuan dari tindak diskriminasi seperti yang pernah Ia lakukan pada
seorang perempuan yang akan dilempari dengan batu karena tertangkap sedang berbuat tak
pantas.
Tindakan-tindakan Yesus dalam melindungi kaum yang terdiskriminasi menjadi
teladan bagi banyak orang, karena ternyata Yesus tidak datang untuk mereka yang kuat,
tetapi Ia datang untuk menopang yang lemah dan yang tersisihkan, tanpa memandang ia lakilaki atau perempuan, dan kasih-Nya akan tetap sama dan adil bagi semua orang.
5.2. Saran
5.2.1. Bagi Gereja
Dalam masyarakat khususnya komunitas Kristen, masih sering terdengar adanya kasus
diskriminasi terhadap kaum perempuan, karena di Indonesia sendiri budaya patriarkal masih
jelas terlihat. Gereja sebagai lembaga sekaligus perpanjangan tangan Allah dalam
memberitakan dan mengajarkan kasih harus mampu mewujudkan lebih dahulu pengajaran
tersebut. Sebagaimana dahulu Yesus Kristus memandang dan memperlakukan perempuan,
demikian pulalah gereja seharusnya memandang perempuan, bukan sekedar warga kelas dua,
melainkan anggota kerajaan Allah yang sama hak dan tanggungjawabnya sebagai seorang
umat, karena laki-laki dan perempuan merupakan gambar dan rupa sekaligus rekan sekerja
Allah.
5.2.2. Bagi Fakultas Teologi
Setelah mengetahui betapa pentingnya citra Sofia dalam diri Yesus sebagai pendorong
bangkitnya kaum perempuan, fakultas Teologi perlu mempertimbangkan adanya MK khusus
Kristologi Feminis sebagai pendamping dari MK Studi Gender. Agar mahasiswa selanjutnya
semakin memahami bahwa Yesus tidak hanya terdiri dari Logos Allah melainkan pula Sofia
Allah. Dengan demikian, mahasiswa Teologi dapat menjadi penggerak terciptanya
keseimbangan antara kaum maskulin dan feminim, serta menyadari tanggungjawabnya
sebagai rekan sekerja Allah, pekabar injil, dan pelaku kasih.
31
DAFTAR PUSTAKA
Arivia, Gadis. (2003). Filsafat Berperspektif Feminis, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Banawiratma, JB. (1986). Kristologi dan Allah Tritunggal, Yogyakarta: Kanisius,
Barclay, William. (2008). Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Yohanes Psl 8-21, Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
Barth-Frommel, Marie Claire. (2003). Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Barth-Frommel, Marie Claire. (2012). “Hikmat dalam Perjanjian Lama dari Sudut Pandang
Perempuan,” dalam buku Ketika Perempuan Berteologi: Berteologi Feminis
Kontekstual, diedit oleh Asnath Niwa Natar, Yogyakarta: Taman Pustakan Perempuan.
Boehlke, Robert R. (2006). Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen: dari Plato sampai Ignatius Loyola, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Borg, Marcus J. (2003). Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali: Yesus Sejarah dan Hakikat
Iman Kristen Masa Kini, Jakarta: Gunung Mulia.
Bruggen, Van Jacob. (2001). Kristus di Bumi: Penuturan Kehidupan-Nya oleh Murid-murid
dan oleh Penulis-penulis Sezaman, Jakarta: Gunung Mulia.
Clifford, Anne M. (2002). Memperkenalkan Teologi Feminis, Maumere: Ledalero,
Chopra, Deepak. (2011). The Third Jesus, Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.
Daalen, David H. van. (1999). Pedoman ke Dalam Kitab Wahyu Yohanes, Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Dister, Nico. (1990). Kristologi: Sebuah Sketsa, Yogyakarta: Kanisius.
Eckardt, Roy A. (2006). Menggali Ulang Yesus Sejarah, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
(2011). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih,
Fiorenza, Elizabeth Schüssler. (1983). In Memory of Her: A Feminist Theological
Reconstruction, New York: The Crossroad Publishing Company.
Fiorenza, Elizabeth Schüssler. (1995). Untuk Mengenang Perempuan Itu: Rekonstruksi
Teologi Feminis tentang Asal-usul Kekristenan, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Fatoohi, Louay. (2013). The Mystery of Historical Jesus: Sang Mesias Menurut Al-Quran,
Alkitab, dan Sumber-sumber Sejarah, Bandung: Mizan Media Utama.
Fountain, Daniel E. (2004). Yesus? Siapa Dia?, Bandung: Lembaga Literatur Baptis,
Gaarder, Jostein. (2014). Dunia Sophie, Bandung: Mizan.
Groenen. (1988). Sejarah Dogma Kristologi, Yogyakarta: Kanisius.
32
Humm, Maggie. (2007). Ensiklopedia Feminisme, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Johnson, Elizabeth A. (2003). Kristologi di Mata Kaum Feminis, Yogyakarta: Kanisius.
Keene, Michael. (2007). Yesus, Yogyakarta: Kanisius.
Kyung, Chun Hyun. (2007). “Siapakah Yesus bagi Perempuan Asia,” dalam buku Wajah
Yesus di Asia, diedit oleh R.S. Sugirtharajah, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Lefebure, Leo D. (2003). Penyataan Allah, Agama, dan Kekerasan, Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Napel, Henk ten. (2006). Jalan yang Lebih Utama Lagi: Etika Perjanjian Baru, Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Milne, Bruce. (1993). The Message of John, Here is Your King!, England: InterVarsity Press.
O‟Collins, Gerald dan Edward G. Farrugia. (2006). Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius.
Paretti, Frank dan Ted Dekker. (2011). House, Jakarta: Penerbit Inspirasi Indonesia.
Paretti, Frank. (2011). Monster, Jakarta: Penerbit Inspirasi Indonesia.
Riyadi, Eko. (2011). Yesus Kristus, Tuhan Kita, Yogyakarta: Kanisius,
Setyawan, Yusak B. (2012). Basic Christology, A Draft, Salatiga: Fakultas Teologi,
Universitas Kristen Satya Wacana.
Sugirtharajah, R.S. (2007). Wajah Yesus di Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Surbakti, Elisa B. (2008). Benarkah Yesus Juruselamat Universal?, Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Suryabrata, Sumadi. (1983). Metodologi Penelitian, Jakarta: CV. Rajawali.
Tong, Stephen. (2004). Yesus Kristus Juruselamat Dunia, Surabaya: Momentum.
Urban, Linwood. (2009). Sejarah Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Veldhuis, Henri. (2010). Kutahu yang Kupercaya, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Wangerin, Walter. (2014). Yesus: Sebuah Novel, Yogyakarta: Kanisius.
Wessels, Anton. (2010). Memandang Yesus: Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya, Jakarta:
Gunung Mulia.
Zed, Mestika. (2004). Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Lainnya:
Al-Quran.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (versi online).
33
Download