CITRA YESUS DALAM NOVEL HOUSE KARYA FRANK PERETTI DAN TED DEKKER (Suatu Kajian Kristologi Feminis Terhadap Citra Yesus dalam Novel House) Oleh Puspita Sandra Dewi 712010010 JURNAL Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi disusun sebagai salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si, Teol) Program Studi Teologi Fakultas Teologi UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 CITRA YESUS DALAM NOVEL HOUSE KARYA FRANK PERETTI DAN TED DEKKER (Suatu Kajian Kristologi Feminis Terhadap Citra Yesus dalam Novel House) Puspita Sandra Dewi (712010010) Abstrak Kristologi merupakan suatu pemikiran, tafsiran, dan sasaran iman kepercayaan komunitas Kristen terhadap Yesus Kristus yang bertujuan untuk menyelidiki, merenungkan, dan mengutarakan segala hal yang berkaitan erat dengan kehidupan Yesus Kristus, dengan didasarkan pada pengalaman iman, indrawi, serta akal budi yang tidak terlepas dari pengaruh konteks kebudayaan, tempat, dan waktu di mana komunitas tersebut berada. Penyelidikan, perenungan, serta pemikiran-permikiran terhadap citra Yesus Kristus ternyata tidak hanya dipaparkan di dalam buku-buku ilmiah tetapi dihadirkan pula dalam karya-karya sastra seperti puisi, cerita pendek, dan khususnya novel seperti karangan Frank Peretti dan Ted Dekker berjudul, House. Novel ini mengkisahkan tentang seorang anak perempuan yang masuk ke dalam sebuah rumah dengan membawa satu misi yakni penyelamatan. Tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk mengetahui citra Yesus yang digambarkan di dalam novel House, serta mengkajinya dengan menggunakan kristologi feminis. Setelah melakukan studi terhadap novel ini serta membandingkannya dengan pendapat para ahli, maka saya menemukan bahwa di dalam novel House, Yesus dicitrakan sebagai Sofia Allah melalui tokoh Susan. Selain itu pula melalui studi terhadap novel House saya menemukan citra dari Sofia yakni sebagai guru yang membimbing, terang yang menuntun, serta jalan keselamatan. Kata kunci: Yesus, Kristologi Feminis, Novel CITRA YESUS DALAM NOVEL HOUSE KARYA FRANK PERETTI DAN TED DEKKER (Suatu Kajian Kristologi Feminis Terhadap Citra Yesus dalam Novel House) Puspita Sandra Dewi (712010010) 1. Pendahuluan Dalam sejarah kekristenan, Yesus adalah salah satu tokoh yang paling berpengaruh terhadap perkembangan spiritual manusia. Di dalam Perjanjian Baru, Yesus direpresentasikan sebagai manusia yang utuh secara fisik, psikologis, moral dan spiritual. 1 Ahli lain mengungkapkan, bahwa fakta yang paling hakiki tentang Yesus adalah, Ia merupakan seorang “manusia roh”, dan seorang “perantara dari yang kudus”.2 Menurut para teolog, Yesus merupakan seorang Yahudi asli dan seorang pengajar yang dipenuhi Roh Kudus. Pada masanya, Yesus mengajarkan hal-hal yang tidak jauh berbeda dengan yang diajarkan para rabi Yahudi, namun yang membedakan adalah, pokok ajaran Yesus sepenuhnya merupakan hal yang baru dan revolusioner. Ia sangat cakap dalam menyampaikan pengajaranNya, terbukti dengan metode pengajaran-Nya yang menyesuaikan dengan keadaan-keadaan tertentu. Misalnya, Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk membuat orang lain berpikir, seperti ketika Ia menyampaikan perumpamaan mengenai orang Samaria yang murah hati versi Lukas, Yesus bertanya lebih dahulu; “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?” Selain mengajukan pertanyaan, Yesus juga mengemukakan paradoks-paradoks dan ucapan-ucapan singkat yang tajam untuk menanamkan kebenaran-kebenaran luhur tertentu dalam hati para murid-Nya, seperti ketika Ia menyampaikan khotbah di bukit mengenai ucapan bahagia dalam kitab Matius; “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.”3 Kepopuleran Yesus yang tidak pernah pudar, terus mendorong para pemikir-pemikir untuk mengungkap tabir-Nya dan berusaha menggali jati diri-Nya, baik dari sisi kemanusiaan maupun sisi keilahian-Nya. Upaya perenungan telah dilakukan untuk dapat memahami siapa Yesus Kristus. Dan usaha-usaha itu tidak pernah berhenti hingga saat ini. Pemahaman-pemahaman tentang Yesus Kristus dilakukan dalam berbagai cara oleh para cendekiawan Kristen. Ada banyak buku yang telah muncul di tengah masyarakat sebagai 1 Yusak B. Setyawan, Basic Christology: A Draft, (Salatiga, 2012), 12. Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 39. 3 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011), 584. 2 1 hasil dari perenungan, diskusi, dan penelitian ilmiah para cendekiawan atas sosok Yesus yang fenomenal. Tidak berhenti hanya melalui buku-buku tersebut, kini pencitraan Yesus telah merambat masuk ke dunia sastra dan bahasa, dipaparkan secara eksplisit maupun implisit oleh para sastrawan melalui karya-karya tulis seperti puisi dan novel khususnya. Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif dan biasanya berbentuk sebuah cerita. Kata novel sendiri terbentuk dari bahasa latin, novella, merupakan karya fiksi prosa yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseoarang dengan orang di sekitarnya dengan menonjolkan watak dan sifat para tokoh.4 Belakangan, penulisan novel semakin mengalami perkembangan. Novel bukan hanya dijadikan sarana untuk menceritakan sebuah kisah, tetapi juga digunakan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang disajikan dalam bentuk cerita.5 Sadar atau tidak novel memiliki pengaruh terhadap pemahaman seseorang. Informasi yang dikemas dengan menarik dan disajikan dalam bentuk cerita dapat mendorong minat seseorang untuk membaca karena lebih mudah untuk dipahami, dibanding harus membaca buku ilmiah yang tanpa gambar, tanpa ilustrasi, dan terkadang monoton. Frank Peretti dan Ted Dekker adalah dua di antara para sastrawan novel. Keduanya merupakan penulis novel fiksi Kristen yang telah menerima penghargaan dari CBA (Cristian Booksellers Assosiation) sebagai penulis fiksi terbaik. Peretti sendiri telah banyak menerbitkan bukunya, baik itu fiksi, seperti; This Present Darkness, Prophet, The Oath, The Visitation, Monster, Illusion, maupun non fiksi, seperti; No More Victims, No More Bullies.6 Begitu pula dengan Dekker, yang juga telah banyak mempublikasikan bukunya, baik fiksi; Blink, Thr3e, Black, Adam, Skin, dan juga non fiksi; The Slumber of Christianity: Awakening a Passion for Heaven on Earth, Tea with Hezbollah (bersama Carl Medearis).7 Pada tahun 2006, keduanya menggabungkan ide dan pemikiran untuk menyampaikan sebuah idiologi tentang Yesus dalam satu novel berjudul, House. Novel ini diterbitkan oleh WestBow Press, Amerika Serikat, pada tahun 2006, dan meraih banyak pujian. Pada bulan 4 KBBI, “Novel,” KBBI online, http://kbbi.web.id/novel, (diunduh tanggal 21 Mei 2015). Seperti novel karangan Joshtein Gardeer, Dunia Sophie, yang merangkum perjalanan panjang dunia filsafat dalam bentuk cerita. 6 This Present Darkness, diterbitkan oleh Crossway Books, Amerika Serikat, 1986; Prophet, diterbitkan oleh Crossway Books, Amerika Serikat, 1992; The Oath, diterbitkan oleh WestBow Press, Amerika Serikat,1995; The Visitation, terbit pada tahun 1999; Monster diterbitkan oleh WestBow Press, Amerika Serikat, 2005; Illusion, diterbitkan oleh Simon and Schuster, 2011; No More Victims, terbit pada tahun 200; No More Bullies, terbit pada tahun 2003. 7 Blink, diterbitkan oleh Thomas Nelson, Amerika Serikat, 2003; Thr3e diterbitkan oleh WestBow Press, Amerika Serikat, 2003; Black, diterbitkan oleh Thomas Nelson, Amerika Serikat, 2004; Adam diterbitkan oleh Thomas Nelson, Amerika Serikat, 2008; Skin, diterbitkan oleh Thomas Nelson, Amerika Serikat, 2007; The Slumber of Christianity: Awakening a Passion for Heaven on Earth, terbit pada tahun 2005; Tea with Hezbollah (bersama Carl Medearis), terbit pada tahun 2010. 5 2 November tahun 2008, novel ini diangkat ke layar lebar perfilman dengan judul yang sama, House. Novel ini mencoba menghadirkan citra Yesus melalui diri seorang anak perempuan dalam alur cerita yang tidak biasa, penuh teka-teki, misteri, dan menjadikan anak tersebut sebagai tokoh penting dalam cerita ini. Pada tahun 2011, novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.8 Saat ini, belum ada jurnal maupun artikel ilmiah yang membahas dan meneliti novel tersebut khususnya dalam bidang kristologi. Maka tugas akhir ini memiliki maksud untuk memahami bagaimana Frank Peretti dan Ted Dekker mencitrakan Yesus dalam novel House, yang diuraikan dalam judul: Citra Yesus dalam Novel House Karya Frank Peretti dan Ted Dekker (Suatu Kajian Kristologi Feminis terhadap Citra Yesus dalam Novel House). 1.1. Batasan, Rumusan Masalah, dan Tujuan Penelitian Berdasarkan pendahuluan dan judul yang telah disebutkan di atas, maka penelitian akan dibatasi pada citra Yesus dalam novel House yang akan dikaji dengan menggunakan kristologi feminis. Fokus permasalahan yang penulis rumuskan adalah sebagai berikut; pertama, bagaimana citra Yesus berdasarkan novel House karangan Frank Peretti dan Ted Dekker? Kedua, apa tinjauan kritis dari segi kristologi feminis terhadap pandangan tersebut? Dengan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah: pertama, melakukan deskripsi analitis terhadap citra Yesus berdasarkan novel House karangan Frank Peretti dan Ted Dekker; kedua, melakukan kajian kristologi feminis terhadap pandangan tersebut. Kajian kristologi feminis digunakan karena penelitian tugas ini berkaitan erat dengan feminisme dan mengingat juga bahwa tokoh utama yang merupakan perwujudan dari Kristus dalam novel ini merupakan seorang anak perempuan. 1.2. Metode Penelitian Untuk dapat mencapai tujuan penelitian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan, yang memanfaatkan literatur-literatur seperti buku, dokumen, dan jurnal-jurnal yang terkait dengan penelitian, yang bertujuan untuk membantu memperoleh, menganalis, dan mengolah informasi dalam menyelesaikan rumusan masalah yang diteliti. Penelitian kepustakaan atau 8 Diterbitkan oleh penerbit Inspirasi yang masih berada dalam naungan penerbit PT. BPK Gunung Mulia. 3 studi pustaka, merupakan sebuah kegiatan pembelajaran yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat, serta mengolah bahan penelitian tanpa memerlukan riset lapangan. 9 1.3. Signifikansi Penulisan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan berkenaan dengan pencitraan Kristus, serta membuka pemahaman bahwa nilai-nilai Kristen dapat ditemukan dan disampaikan melalui karya sastra, seperti Novel. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan informasi kepada mayarakat mengenai citra Kristus yang dihadirkan dalam novel House, karya Frank Peretti dan Ted Dekker. 1.4. Sistematika Penulisan Dalam menyelesaikan karya tulis, maka berikut ini adalah sistematika penulisan yang digunakan sebagai pedoman dalam menyusun karya tulis, yakni: bagian pertama, pendahuluan, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan; bagian kedua, berisi landasan teori mengenai citra Kristus di mata kaum feminis; bagian ketiga, memaparkan analisa penelitian mengenai citra Kristus dalam novel House karangan Frank Peretti dan Ted Dekker; bagian keempat, berisi kajian kristologi feminis dan tinjauan kristis terhadap hasil penelitian; bagian kelima, berisi penutup dan saran. Untuk selanjutnya dalam penulisan tugas ini, saya akan menggunakan kata „penulis‟ untuk menyatakan diri, dan „pengarang‟ untuk menyatakan novelis Frank Peretti dan Ted Dekker selaku penulis novel. 2. Kristologi Feminis dan Pandangan Kaum Feminis Terhadap Yesus 2.1. Kristologi Pada Umumnya Dalam hubungannya terhadap judul yang disajikan, penting untuk memahami kristologi terlebih dahulu karena pokok pembahasan utama adalah mengenai sosok Yesus Kristus. Kristologi merupakan ilmu interdisipliner yang di dalamnya tercakup pula ilmu dogmatik serta hermeneutik. Secara garis besar, kristologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, kristos dan logos, yang berarti ilmu tentang Kristus. Dalam Kamus Teologi, Kristologi diartikan sebagai suatu studi terhadap Yesus Kristus yang bertujuan untuk 9 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 5. 4 menyelidiki secara sistematis siapa Yesus di dalam diri-Nya dan arti diri-Nya bagi orangorang yang percaya kepada-Nya.10 Kristologi muncul karena adanya keinginan untuk lebih mengenal dan memahami Kristus dari sudut pandang iman, aspek kehidupan, serta pengalaman hidup. Karena itu Groenen menjelaskan, kristologi merupakan suatu kabar serta pemikiran mengenai Yesus Kristus dengan melihat zaman, tempat, dan budaya di mana manusia itu hidup di dalamnya. Dengan demikian, umat dapat mengkonseptualkan dan membahasakan iman percayanya terhadap Yesus Kristus. Maka dari sini, muncullah berbagai pemaham iman terhadap Yesus di antaranya, Yesus sebagai Mesias, Anak Manusia, Juru Selamat, Alfa dan Omega, Kebijaksaaan, Cahaya, dan lainnya.11 Pemikiran Dister juga menarik karena ia mencoba memahami kristologi melalui sudut pandang yang berbeda. Dijelaskan bahwa kristologi merupakan cabang dari ilmu yang lebih luas yaitu teologi, yang mana teologi sendiri adalah ilmu ke-Tuhanan yang menjadikan pengalaman indrawi, akal budi, serta iman, sebagai alat dalam memahami Tuhan. Karena itu Dister mengemukakan bahwa kristologi dapat juga disebut sebagai teologi tentang Kristus yang didasarkan pada iman serta pengalaman indrawi dan akal budi manusia. 12 Dia menyebutkan pula bahwa kristologi memiliki tugas untuk menyelidiki, merenungkan, dan mengutarakan iman keyakinan terhadap Yesus sebagai Kristus dan Tuhan.13 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Kristologi sebagai cabang ilmu teologi, memiliki tugas untuk menyelidiki, merenungkan, mengutarakan seluk beluk kehidupan Yesus Kristus dengan didasarkan pada pengalaman iman, indrawi, serta akal budi manusia. Berikutnya adalah Eckardt yang menjelaskan bahwa gelar-gelar kristologis14 terhadap Yesus bukan hanya merupakan definisi-definisi melainkan tafsiran-tafsiran tentang diri Yesus Kristus.15 Hal ini berkaitan dengan pemikiran Dister dalam hal memahami Yesus, karena tafsiran merupakan sebuah penyelidikan, perenungan, pencarian, dan penemuan yang tak lepas dari sumber-sumber tulisan dan lisan, serta pengalaman-pengalaman individu yang melibatkan indrawi, akal budi, dan iman. Maka dari seluruh definisi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kristologi merupakan suatu pemikiran, tafsiran, dan sasaran iman kepercayaan komunitas Kristen 10 Gerald O‟Collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 170. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 11-13. 12 Nico Dister, Kristologi: Sebuah Sketsa, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 21. 13 Dister, Kristologi: Sebuah Sketsa, 23. 14 Beberapa di antaranya yang dipaparkan Eckardt adalah, gelar sebagai Nabi, Tuhan, Mesias, Anak Allah. Menggali Ulang Yesus Sejarah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 25-35. 15 Roy Eckardt, Menggali Ulang Yesus Sejarah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 332. 11 5 terhadap Yesus Kristus yang bertujuan untuk menyelidiki, merenungkan, dan mengutarakan segala hal yang berkaitan erat dengan kehidupan Yesus Kristus, dengan didasarkan pada pengalaman iman, indrawi, serta akal budi yang tidak terlepas dari pengaruh konteks kebudayaan, tempat, dan waktu di mana komunitas tersebut berada. Dengan definisi-definisi kristologi tersebut, lahirlah berbagai pemahaman dan gambaran terhadap sosok Yesus yang akan dipaparkan pada bagian berikutnya. 2.1.1. Pandangan beberapa Ahli terhadap Sosok Yesus Banyak ahli mencoba untuk memahami siapa Yesus Kristus baik berdasarkan pengalaman umat pada waktu lampau dan waktu sekarang, maupun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut terhadap literatur-literatur yang mencatat sejarah kehidupan Kristus. Beberapa diantaranya adalah Borg, yang memandang Yesus Kristus dalam dua masa. Yang pertama, masa pra-Paskah atau masa kehidupan Yesus sebelum peristiwa salib; kedua, masa paska-Paskah atau masa kehidupan Yesus setelah peristiwa salib. Yesus pra-Paskah adalah seorang manusia roh yang memiliki kesadaran penuh dan pengalaman terhadap realitas Allah; Ia adalah seorang pengajar hikmat yang mengajar dengan menggunakan perumpamaan dan aforisme; Ia merupakan seorang nabi sosial yang berani mengkritik para kaum elit seperti politisi, ahli ekonomi, bahkan para imam; dan Yesus merupakan seorang reformator yang membawa pembaharuan. Yesus paska-Paskah dipandang sebagai terang dunia yang membawa umat keluar dari kegelapan; roti hidup yang merupakan santapan rohani yang memilihara umat di tengah perjalanan; serta jalan, kebenaran, dan hidup, yang membawa umat keluar dari kematian menuju kehidupan.16 Berikutnya adalah Anton Wessels yang memberi beberapa gambaran terkait citra Yesus Kristus yakni: Yesus sebagai orang Yahudi; Yesus sebagai Yin dan Yang; Yesus sebagai Mesias kulit hitam; Yesus sebagai Isa Al-Masîh. Pertama, Yesus sebagai orang Yahudi. Yesus bukanlah orang Kristen atau penganut agama Kristen, melainkan seorang Yahudi sejati yang mempelajari ajaran agama, kebudayaan, serta aturan-aturan Yahudi. Bagi kaum Yahudi, Yesus adalah seorang guru moral terkemuka yang banyak mengajarkan kode etika. Pengajaran-Nya mampu memberi harapan bagi umat yang dimarginalkan tentang akan datangnya hari-hari Mesias yang akan membawa mereka keluar dari masa-masa kesuraman.17 16 Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali: Yesus sejarah dan hakikat iman Kristen masa kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 21-37. 17 Anton Wessels, Memandang Yesus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 24-25. 6 Kedua, Yesus sebagai Yin (gelap) dan Yang (terang). Citra Yesus sebagai Yin dan Yang dicetuskan oleh seorang teolog Korea bernama Lee Jung Young. Lee mencoba menghubungankan Yesus dengan ciri khas ajaran dari Cina yakni, Yin dan Yang. Yesus adalah Yang yang masuk ke dalam Yin untuk menunjukkan apa dan bagaimana wujud dari terang tersebut. Yesus sebagai terang (Yang) tidak dapat memisahkan diri sepenuhnya dari gelap (Yin), karena terang tidak akan ada artinya jika ia memisahkan diri dari gelap. Yesus sebagai Yang yang masuk ke dalam Yin juga merupakan gambaran dari proses pembebasan yang menjadi bagian dari karya penciptaan-Nya.18 Ketiga, Yesus yang dipandang sebagai Mesias kulit hitam oleh bangsa Afrika. Pemahaman ini lahir dari pengalaman bangsa Afrika yang mengalami diskriminasi dan penjajahan dari kulit putih karena perbedaan warna kulit, di mana orang dengan kulit hitam dipandang lebih rendah oleh orang kulit putih. Mesias kulit hitam merupakan Allah yang ditindas, dibunuh, dan kemudian bangkit serta memberi harapan dan kehidupan bagi orangorang yang tertindas.19 Gambaran Mesias kulit hitam memberi sebuah harapan baru bagi bangsa Afrika tentang datangnya hari kemerdekaan di mana setiap orang setara di hadapan Mesias tanpa dibedakan oleh ras dan warna kulit. Keempat, Yesus sebagai Isa Al-Masîh. Umat Muslim mengenal dan menyebuat Yesus dengan nama „Isa Al-Masîh‟. Dalam kitab Al-Quran, Yesus dikisahkan sebagai seorang yang terkemuka baik di dunia maupun di akhirat, dan merupakan salah seorang dari antara orangorang yang didekatkan kepada Allah dan diberkati.20 Dalam Al-Quran kisah-kisah kehidupan Yesus dituliskan dengan berfokus pada kemampuan-Nya dalam melakukan mujizat. Namun bukan hanya pelaku mujizat, Yesus adalah mujizat atau suatu tanda dari Allah.21 Masih berkaitan dengan pribadi Yesus menurut Al-Quran, seorang teolog lain bernama Louay Fatohi menjelaskan bahwa kata Masîh dalam Al-Quran berarti „jujur‟. Dalam AlQuran sendiri tercatat ada 11 kali Yesus disebut sebagai Al-Masîh (Mesias).22 Kata Masîh ini sendiri berakar dari kata mash yang memiliki beberapa makna dalam konteks yang berbedabeda.23 Fatohi menjelaskan bahwa gelar al-Masîh hanya diberikan Al-Quran terhadap Yesus 18 Wessels, Memandang Yesus, 141-143. Wessels, Memandang Yesus, 83. 20 Al-Quran dalam Surah Âli „Imrân 3:45. 21 Wessels, Memandang Yesus, 37. 22 Louay Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus: Sang Mesias Menurut Al-Quran, Alkitab, dan Sumber-sumber Sejarah (Bandung: Mizan Media Utama, 2013), 388. 23 Pengelana: dia adalah pengelana yang tidak pernah menetap di satu tempat. ; Usap: setiap kali dia mengusap seseorang yang lumpuh, kelumpuhannya terobati. ; Urap: dia diurapi dengan minyak pemberkatan yang wangi, yang dengannya nabi-nabi diurapi. Ini merujuk pada perkataan Yesus tentang dirinya sendiri: “Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada” (QS Maryam [19]: 31). ; Datar: dia memiliki 19 7 dan tidak ada nabi lain baik di waktu lampu dan waktu sekarang yang menerima gelar tersebut. Itu artinya Al-Quran hanya mengakui satu Al-Masîh (Mesias) yaitu, Yesus.24 2.2. Kristologi Feminis Secara garis besar, feminisme merupakan suatu gagasan terhadap pembebasan kaum perempuan karena adanya ketidakadilan terhadap kaum perempuan disebabkan oleh jenis kelaminnya.25 Gerakan feminis sendiri merupakan gerakan pembebasan terhadap dan oleh kaum perempuan yang kerap dipandang sebagai harta benda milik laki-laki dan warga nomor dua.26 Kaum perempuan kerap mengalami diskriminiasi karena adanya budaya yang tercipta di dalam masyarakat yang menjadikan dan menganggap laki-laki sebagai pusat perhatian dan pemegang kendali.27 Hal ini dimulai dengan munculnya pemahaman akan gambaran maskulin terhadap Tuhan yang menjadikan laki-laki menganggap dirinya lebih istimewa. Karena itu hampir seluruh elemen dalam masyarakat mulai dari politik, budaya, pendidikan, dan agama, didominasi oleh pemikiran laki-laki. Dalam memperjuangkan hak-haknya, muncullah tiga gelombang besar feminisme yang masing-masing memiliki pemikir-pemikirnya. Namun dalam penulisan tugas ini, yang menjadi fokus adalah pergerakan feminis di dalam gereja, khususnya dalam memperjuangkan haknya untuk dapat mengambil bagian dalam memahami Kristus. Dalam hubungan dengan pembahasan kristologi feminis, ada baiknya jika terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan teologi feminis, karena seperti yang sudah dikemukakan pada bagian sebelumnya bawah kristologi merupakan bagian dari ilmu yang lebih luas yakni teologi. Anne Clifford menjelaskan feminisme sebagai sebuah gerakan sosial yang dilatarbelakangi oleh marjinalisasi, diskriminasi, pelabelan terhadap kaum perempuan oleh karena jender, dan merupakan gerakan yang memperjuangkan kebebasan kaum perempuan dari seksisme atau dominasi oleh jender tertentu baik dalam bidang politik, masyarakat, dan gereja.28 Sedangkan teologi feminis merupakan iman Kristen dari sudut pandang dan kaki yang datar. ; Bersih: dia bersih dari dosa dan disucikan. ; Diberi rupa yang bagus: dia diberi rupa yang bagus. Louay Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus: Sang Mesias Menurut Al-Quran, Alkitab, dan Sumbersumber Sejarah (Bandung: Mizan Media Utama, 2013), 388-399. 24 Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus, 389. 25 Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2007), 158. 26 Marie Claire Barth-Frommel, Hati Allah bagaikan Hati Seorang Ibu (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 3. 27 Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2003), 129. 28 Anne M. Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis, (Maumere: Ledalero, 2002), 28. 8 pengalaman kaum perempuan terhadap Allah yang hidup dalam diri Yesus, dan menafsirkan iman tersebut dengan cara-cara yang dapat diterima dan dipahami pada waktu dan tempatnya.29 Elizabeth Johnson juga mengemukakan pendapat yang tidak jauh berbeda dengan Anne mengenai teologi feminis yakni, teologi feminis merupakan refleksi keyakinan iman yang ditinjau dari sudut pandang, pemahaman, dan pengalaman kaum perempuan.30 Ada pula Marie Claire Barth-Frommel yang berpendapat bahwa teologi feminis adalah refleksi atas peran perempuan menurut iman Kristen.31 Menurut beliau teologi feminis bukan hanya dibangun oleh kaum feminis tetapi juga merupakan teologi oleh kaum feminis yang tidak setuju dipahami dan memahami dirinya sebagai objek oleh masyarakat, tetapi merupakan subjek yang sedang mencari sejarah dan jati dirinya dan tidak bersedia disamakan dengan laki-laki. Dari ketiga pemahaman para ahli tersebut, Clifford, Johnson, dan Barth-Frommel, dapat dikatakan bahwa teologi feminis adalah refleksi iman Kristen terhadap Allah yang dilihat dari sudut pandang, pemahaman, pengalaman hidup dan spiritual kaum perempuan. Maka melalui penjelasan pada bagian sebelumnya mengenai arti krsitologi serta mengetahui pula arti dari teologi feminis, dapat disimpulkan bahwa kristologi merupakan suatu pemikiran, pemahaman, tafsiran terhadap seluk beluk kehidupan Yesus Kristus yang ditinjau dari sudut pandang, refleksi iman, dan pengalaman hidup kaum perempuan. 2.2.1. Yesus sebagai Sofia di Mata Kaum Feminis 2.2.1.1 Pendahuluan Yesus sebagai Sofia merupakan sebuah ide atau konsep pemahaman yang didalami dan dikemukakan oleh para teolog khususnya teolog feminis. Sofia yang dikenal dalam bahasa Ibrani sebagai hm'k.x' = khokhma dan Yunani sebagai sofi,a = sophia merupakan kata benda bersifat feminim yang berarti hikmat dalam penerjemahan bahasa Indonesia. Pada Perjanjian Lama Sofia merupakan sebuah aliran sastra yang mengandung nilai-nilai serta ajaran-ajaran yang menjadi pedoman hidup. Sofia berisi tentang pepatah-pepatah singkat, makna kehidupan, dan menegaskan kaidah-kaidah hidup sejahtera dan bahagia serta hubungan antara manusia dengan yang transenden.32 Sastra Sofia ini sangat jelas terlihat pada kitab Amsal dan Sofia (hikmat) dalam kitab tersebut mendapat personifikasi sebagai seorang 29 Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis, 50. Elizabeth A. Johnson, Kristologi di Mata Kaum Feminis, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 120. 31 Marie Claire Barth-Frommel, Hati Allah bagaikan Hati Seorang Ibu, 12. 32 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011), 393. 30 9 perempuan yang dapat juga disebut sebagai Dewi Hikmat, dan Putri Hikmat.33 Pada Perjanjian Baru, hikmat merupakan suatu karunia yang dibutuhkan untuk memahami maksud-maksud Tuhan, menyatakan kebenaran, dan hidup sesuai kehendak Tuhan. Hikmat tersebut sepenuhnya milik Tuhan yang kemudian hadir secara penuh dan utuh dalam diri Yesus Kristus.34 Gaarder menuliskan hal yang menarik mengenai Yesus sebagai Sofia berdasarkan kisah penginjilan rasul Paulus di Athena. Paulus mengemukakan suatu hal baru yaitu, Tuhan telah menggungkapkan diri-Nya kepada manusia dan mencoba meraih manusia. Pengungkapan diri-Nya tersebut disempurnakan melalui kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Dia tidak tinggal di dalam kuil-kuil penyembahan maupun di dalam patung-patung batu dan emas buatan manusia. Karena itu Dia bukan lagi “Tuhan filosof” yang dapat didekati manusia dengan pemikiran dan pemahaman mereka.35 Dia lebih dari itu karena Ia adalah Sofia itu sendiri. Hal yang hampir serupa juga dikemukakan oleh Leo D. Lefebure yang menyebutkan bahwa Yesus merupakan perwujudan dari Logos yang bersifat maskulin dan Sofia yang bersifat feminim yang tinggal di dalam diri Allah sebagai kekuatan yang bekerja aktif.36 Allah mengkolaborasikan Sofia dan Logos ketika menciptakan dan menjadikan segala sesuatu, kemudian menyempurnakannya di dalam kelahiran Yesus Kristus ketika menjalankan misi penyelamatan. Selain sebagai Sofia (hikmat) Illahi, Yesus juga merupakan seorang guru hikmat atau pengajar hikmat yang menyampaikan nilai-nilai hikmat dalam setiap pengajaran-Nya. Marcus J. Borg menjelaskan bahwa Yesus mengajar dengan menggunakan aforisme atau peribahasa dalam ucapan-ucapan singkat, dan perumpamaan yang maknanya lebih tinggi dan dapat mengundang pendengar untuk melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang yang baru.37 Aforisme misalnya; “Kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan”, “Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri ...”, “Dapatkah orang buta menuntun orang buta?”38 Perumpaan seperti; “Hal kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.”, “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu 33 66. Leo D. Lefebure, Penyataan Allah, Agama, dan Kekerasan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 63- 34 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, 392. Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Bandung: Mizan, 2014), 256. 36 Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 51. 37 Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 78-86. 38 Luk. 16:13; Mat. 7:16; Luk. 6:39. 35 10 dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.”39 2.2.1.2 Pandangan Kaum Feminis Terhadap Yesus-Sofia Seorang teologi feminis Elizabeth Schüssier Fiorenza mencoba memahami lebih mendalam tentang ide yang mencitrakan Yesus sebagai Sofia Allah. Schüssier Fiorenza memperkenalkan dan memahami Allah yang penuh dengan rahmad dalam Gestalt atau gambaran seorang perempuan yang dikenal sebagai Sofia (hikmat) ilahi. Sofia adalah roh pengasih, pengetahuan Allah, rekan sekerja Allah, pancaran cahaya Allah, dan gambaran akan kebaikan Allah yang dapat pula dipanggil sebagai saudari, istri, ibu, kekasih, dan guru di mana Sofia menawarkan kehidupan, pengetahuan, dan keselamatan bagi siapa saja yang mau menerimanya.40 Yesus sebagai Sofia merupakan pembela kaum miskin, mengajarkan kebenaran, memberikan kehidupan, dan melindungi. Schüssier Fiorenza juga menegaskan bahwa Yesus-Sofia muncul di dalam dunia lama yang penuh dengan keterasingan untuk membentuk sebuah umat baru yang merangkul anak laki-laki dan anak perempuan untuk menjadi bagian dalam rumah tangga Allah dan di dalamnya tercipta kesederajatan, kesetaraan.41 Maka melalui pandangan dan pemahaman Fiorenza, tidak ada pengecualian terlebih bagi kaum perempuan untuk ikut terlibat dalam memahami, mengimani, dan menyuarakan pandangannya terhadap Yesus-Sofia. Selain Schüssier Fiorenza, teolog feminis berikutnya yang membahas perihal YesusSofia adalah Marie Claire Barth-Frommel yang menggunakan istilah yang sama yaitu Hikmat. Barth-Frommel menggambarkan Hikmat dalam Perjanjian Lama sebagai seorang pembawa berita yang mengabarkan hal-hal yang baik untuk didengar yaitu hal-hal pengajaran dan menegur orang yang tidak memiliki pengetahuan. Hikmat juga dapat diibaratkan sebagai nyonya rumah yang menjamu para tamunya dengan hidangan yang terbaik dan mereka yang memakan hidangan itu akan memperoleh kehidupan.42 Pada Perjanjian Baru, Yesus dipandang sebagai Anak Hikmat yang mengundang setiap orang untuk datang padaNya dan menerima kehidupan dalam bentuk kesembuhan dan panggilan kepada hidup yang lebih bermakna. Barth-Frommel mengambil Lukas untuk memperkuat identitas Yesus sebagai hikmat: “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, 39 Mat. 13:33; 14:44. Elizabeth Schüssler Fiorenza, Untuk Mengenang Perempuan Itu, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 184. 41 Schüssler Fiorenza, Untuk Mengenang Perempuan Itu, 265. 42 Barth-Frommel, “Hikmat dalam Perjanjian Lama dari Sudut Pandang Perempuan,” dalam buku Ketika Perempuan Berteologi: Berteologi Feminis Kontekstual, ed. Asnath Niwa Natar (Yogyakarta: Taman Pustaka Perempuan, 2012), 3-4. 40 11 penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.” Ia juga menambahkan bahwa hikmat memiliki peranan yang tidak jauh dari Roh yaitu menolak kekerasan, ketidakadilan, penindasan, dan mencari jalan damai yang penuh dengan kerendahan hati, serta taat kepada Allah.43 Bagi perempuan Korea, Yesus sebagai Sofia yang berciri feminim digambarkan sebagai seorang Ibu dan Shaman seperti yang diungkapkan oleh Chung Hyun Kyung,44 seorang teolog feminis asal Korea. Bagi perempuan asia khususnya Korea, Yesus dipandang sebagai seorang Ibu yang turut menanggung derita karena belas kasih-Nya, yang turut meratapi kematian anaknya seperti yang dialami para ibu di Korea yang berduka atas gugurnya putra mereka dalam medan perang Indocina45. Para perempun Korea juga memandang Yesus sebagai seorang Shaman. Kepercayaan tradisional asli mayarakat Korea adalah shamanisme (pedukunan) yang pada umumnya atau kebanyakan diperankan oleh perempuan. Seorang Shaman umumnya bertugas sebagai penyembuh orang sakit dan kerasukan, penghibur hati yang terluka, pengusir roh jahat, dan penasehat bagi perempuan Korea, maka Yesus Kristus yang diberitakan dalam Injil dengan seluruh perbuatan-Nya dipandang sebagai seorang Shaman oleh perempuan Korea karena tindakan-Nya sebagai penyembuh, pengusir roh jahat, penasehat yang bijaksana, dan pengajar kebenaran. 2.3. Kesimpulan Kristologi merupakan suatu pemikiran, tafsiran, dan sasaran iman kepercayaan komunitas Kristen terhadap Yesus Kristus yang bertujuan untuk menyelidiki, merenungkan, dan mengutarakan segala hal yang berkaitan erat dengan kehidupan Yesus Kristus, dengan didasarkan pada pengalaman iman, indrawi, serta akal budi yang tidak terlepas dari pengaruh konteks kebudayaan, tempat, dan waktu di mana komunitas tersebut berada. Melalui Kristologi, pencitraan yang beragam terhadap Yesus mulai muncul seperti, Manusia Roh, Pengajar Hikmat, Terang Dunia, Jalan Kebenaran, Yin dan Yang, Mesias kulit hitam, dan lain sebagainya. Kemudian muncul pula Kristologi Feminis yang merupakan suatu pemikiran, 43 Barth-Frommel, “Hikmat dalam Perjanjian Lama dari Sudut Pandang Perempuan,” 24. Chun Hyun Kyung, “Siapakah Yesus bagi Perempuan-perempuan Asia,” dalam buku Wajah Yesus di Asia, ed. R.S. Sugirtharajah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 373-384. 45 Perang Vietnam yang juga disebut Perang Indocina Kedua adalah perang yang terjadi pada tahun 1957 di Vietnam dan merupakan bagian dari Perang Dingin antara dua kubu idiologi yakni, Komunis dan Liberal. Dua kubu tersebut adalah Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara). Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru, dan Filipina bersekutu dengan Vietnam Selatan, sementara Uni Soviet dan Tiongkok bersekutu dengan Vietnam Utara yang beridiologi komunis. 44 12 pemahaman, tafsiran terhadap seluk beluk kehidupan Yesus Kristus yang ditinjau dari sudut pandang, refleksi iman, dan pengalaman hidup kaum perempuan. Beberapa teolog Feminis mencitrakan Yesus dalam gambaran seorang perempuan yang dikenal sebagai Sofia (hikmat). Sofia adalah citra feminim dari Allah dan bersama dengan Logos sebagai citra maskulin, Allah memulai karya penciptaan dan Ia menyempurnakannya di dalam diri Yesus Kristus ketika menjalankan misi penyelamatan. 3. Citra Yesus dalam Novel Houses 3.1. Tentang Pengarang Frank Peretti merupakan novelis fiksi Kristen yang sudah menerbitkan puluhan novel dan menjual karyanya lebih dari duabelas juta eksemplar. Menurut Peretti, cerita memiliki kekuatan serta pengaruh yang besar. Baginya cara terbaik untuk menyampaikan sebuah kebenaran rohani atau suatu pengajaran adalah dengan menuturkan sebuah cerita.46 Karena itu pada masa mudanya di Seattle, Peretti banyak menghabiskan waktu untuk mendongeng pada anak-anak dan bercerita di kamp muda-mudi SMA. Awalnya Peretti hanya seorang musisi pemain banjo. Setelah menikah dengan Barbara tahun 1972, Peretti melakukan tur dengan band pop dan kemudian menjadi pelayan musik rohani. Berikutnya, selama lima tahun Peretti membantu ayahnya yang seorang Penginjil untuk melayani di Jemaat Allah di Seattle. Dan selama lima tahun, setiap ada waktu di akhir pekan, ia menulis novel pertamanya This Present Darkness. Awalnya novel ini ditolak banyak penerbit dan tidak laku di pasaran. Dua tahun berikutnya, novel tersebut menjadi buku terlaris selama delapan tahun. Dari sanalah Peretti akhirnya berangkat menjadi penulis fiksi Kristen yang fenomenal. Saat ini Peretti mengisi pelayanannya sebagai pemimpin ibadah di gereja mereka, sedang istrinya mengisi waktu luang dengan melukis. Ted Dekker lahir di Indonesia, tahun 1962. Ia seorang novelis thriller yang mengagumkan. Ini mungkin dikarenakan kisah hidupnya yang sedikit sulit. Ia lahir di desa kecil Kanggime (Tolikara-Papua, Indonesia) dan bertumbuh di antara suku Dani Papua Barat yang terkenal sebagai suku primitif dengan kebiasaan yang tidak jauh dari kanibalisme dan penganut aliran animisme. Kedua orangtuanya adalah misionaris yang sering bepergian jauh dalam waktu yang lama. Dekker tinggal di pedalaman hutan yang memaksanya untuk mengandalkan imajinasi dan menciptakan dunianya sendiri untuk mengisi kesepian yang dia 46 Frank Paretti, Monster (Edisi terjemahan, Jakarta: Penerbit Inspirasi Indonesia, 2011), 498. 13 alami. Ia mengalami tragedi yang luar biasa ketika mendengar kabar bahwa rekan kerja orang tuanya dibunuh dan dimakan oleh penduduk pedalaman di hutan itu. Setelah meninggalkan Indonesia, Dekker lulus dari sebuah sekolah tinggi dan menetap di AS untuk belajar Agama dan Filsafat di Evangel University, Springfield, MO. Setelah meraih gelar sarjana, ia memasuki dunia usaha dan meraih sukses. Pada awal tahun 90-an ia bertemu dengan seorang teman yang baru saja menulis buku, Dekker teringat pada keinginan lamanya sebagai novelis yang ingin menggambarkan karakter Allah melalui cerita. Dari sanalah Dekker akhirnya beranjak menjadi novelis fiksi thriller yang ternama. Peretti dan Dekker, keduanya berasal dari keluarga penginjil namun memiliki latar belakang yang berbeda ketika menulis cerita. Keduanya hidup lekat dengan ajaran-ajaran kekristenan. Peretti banyak menghabiskan waktunya untuk membantu pelayanan ayahnya di gereja bahkan sekarang ia aktif memimpin ibadah di gereja. Sedangkan Dekker mengisi masa kuliahnya dengan belajar Agama dan Filsafat. Namun, Peretti menulis cerita dengan sebuah dorongan dan harapan agar setiap orang yang membaca ceritanya dapat mengubah hidup mereka dan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara baru. Karya-karya Peretti kebanyakan mengeksplorasi sisi gelap seperti, roh-roh jahat, dosa, dan penindasan. Menurutnya hal itu menyenangkan dan dapat memacu adrenalin pembaca serta memicu rasa ingin tahu mereka. Sedangkan Dekker begitu terinspirasi dengan kisah-kisah misteri yang menegangkan karena pengaruh kenangan serta imajinasi-imajinasi masa kecilnya. Dekker sangat mampu membawa pembaca pada dunia fantasinya. Meski demikian, karangankarangan Dekker tidak pernah lepas dari unsur-unsur kekristenan. 3.2. Kilas Kisah House Novel House mengkisahkan tentang sebuah rumah yang difungsikan sebagai penginapan bernama Penginapan Wayside. Rumah ini terletak di salah satu daerah terpencil Alabama. 47 Sekilas rumah tersebut amatlah menawan dan memikat hati dengan seni arsitektur abad pertengahan dan perabotan bergaya klasik. Tetapi, tidak seorang pun mengetahui bahwa rumah tersebut menyimpan sebuah misteri yang siap menjebak siapa saja yang masuk ke dalamnya. Rumah ini dikuasai oleh satu kekuatan jahat dan dalang kejahatan itu adalah seorang iblis yang menjelma menjadi manusia bernama Barsidiouse White. White tidak akan membebaskan siapa pun yang masuk ke rumah itu. Ia bersama tiga abdinya Betty, Steward, 47 Bdk. “Rumah itu tidak seperti yang diharapkan Stephanie. Tidak seperti yang ia harapkan ada di daerah terpencil Alabama yang sepi ini.”, House, 25. Alabama merupakan negara bagian Amerika Serikat. Tidak disebutkan secara detail di mana letak Penginapan Wayside tersebut, namun penulis berasumsi bahwa penginapan itu berada di pinggir jalan, sekitar enam puluh lima kilometer di daerah Jalan Raya 5. Jack dan Stephanie tersesat di jalan itu, seharusnya mereka berada di Jalan Raya 82 menuju kota Montgomery. 14 dan Pete, akan menahan, menyiksa, dan mendesak setiap manusia yang terjebak di rumah itu untuk saling membunuh. Dan pada akhirnya, ia akan membunuh manusia yang tersisa.48 Tetapi White menghadapi kesulitan ketika seorang anak perempuan bernama Susan masuk ke rumah itu dengan sengaja49 dan melarikan diri ke ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah adalah bagian yang paling menjebak dari seluruh bagian di rumah itu. Tidak seorang pun dapat keluar dari sana dalam keadaan hidup-hidup, namun Susan sudah berada tiga hari di ruang bawah tanah rumah itu dan masih hidup. Bukan hanya itu, Susan datang sebagai rival White. Hadirnya Susan mengacaukan segala permainan maut yang telah di rancang White. Susan datang bukan tanpa tujuan, ia sedang menunggu kedatangan beberapa orang ke rumah itu dan berencana untuk menyelamatkan mereka. Bukan hanya untuk menyelamatkan, tetapi untuk memusnahkan kegelapan di rumah itu yang dibawa oleh White. Susan adalah tokoh utama dan tokoh kunci dari kisah ini. Satu malam, Jack, Stephanie, Randy, dan Leslie bertemu di rumah itu. Mobil mereka mengalami kerusakan parah setelah melindas alas karet tebal yang ditebari paku. Jack dan Stephanie adalah sepasang suami istri yang sedang mengalami permasalahan rumah tangga. Mereka akan pergi ke Montgomery untuk menghadiri sidang perceraian mereka. Awalnya kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja, hingga keduanya melakukan kecerobohan dan kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya putri kecil mereka, Melissa. Sejak itu, komukasi mereka kian hari semakin buruk dan puncaknya adalah sidang perceraian. Randy dan Leslie adalah teman dekat dan juga tunangan. Mereka juga akan pergi ke Montgomery untuk urusan bisnis. Randy adalah seorang pengusaha yang cukup sukses, sementara Leslie seorang ahli psikologi. Tetapi keduanya memiliki masa lalu yang tak begitu baik. Ketika Randy masih remaja dini, ia meresa tertekan dengan sikap ayahnya yang agak kasar. Ketika mereka sedang berburu, ayahnya membentak Randy karena gagal menembak buruan. Akhirnya Randy hilang kesabaran dan menembak ayahnya dengan senapan berburu. Sedangkan Leslie, pernah jatuh dalam jalan yang tidak baik ketika ia masih remaja. Saat kecil Leslie dilecehkan oleh pamannya, tetapi ketika dewasa ia menerima pelecehan ini dengan menjadi peserta aktif atau sebutan lainnya adalah „wanita penghibur‟.50 48 Berdasarkan perkataan Susan, “... dia (merujuk pada White dan para abdinya) akan membunuh kalian semua,” House, 366, dan White, “Kalian harus menghargai banyaknya hal yang sudah aku berikan dalam mencencanakan kematian kalian.”, 422. 49 Berdasarkan pengakuan Susan, “Meskipun aku akui bahwa aku datang dengan sukarela.”, House, 499. Pernyataan itu dapat berati bahwa ia memang berniat untuk masuk ke dalam rumah itu tanpa ada paksaan dan beban apa pun. 50 Bdk. dialog Rendy terhadap Leslie, “Seluruh dunia mengira paman mereka mengganggu mereka. Itu memberi kita semua alasan untuk hidup seperti korban.”, House, 254; pernyataan Leslie sendiri, “Aku adalah 15 Penantian Susan di ruang bawah tanah akhirnya terbayar ketika ia bertemu dengan Jack di salah satu lorong di bawah sana.51 Susan membantu Jack untuk menemukan temantemannya, Leslie, Randy, dan Stephanie. Selama bersama dengan mereka berempat, Susan berkali-kali mencoba menyampaikan sesuatu. Tetapi suaranya selalu terputus-putus, tidak terdengar jelas, karena rumah itu mengalangi mereka berempat untuk mendengarkan suara Susan. Susan mencoba untuk menolong mereka dan membantu mereka keluar dari rumah tersebut. Tetapi dosa masa lalu menutupi hati keempat orang tersebut dan menjadikan hati mereka dipenuhi dengan kecurigaan, kebimbangan, serta keegoisan. Randy dan Leslie harus mati di rumah itu karena keraguan hati mereka. Randy termakan oleh tawaran keselamatan dari White jika mereka membunuh Susan. Tetapi niatnya berhasil digagalkan oleh Jack.52 Leslie kehilangan keberaniannya untuk mengikuti Susan ketika jalan keluar yang ingin ditunjukkan Susan ternyata harus menyusuri kembali ke ruang bawah tanah yang mengerikan itu. Randy yang tidak dapat membunuh Susan, mencari keselamatannya dengan menusuk dada Leslie dengan sebuah pisau. Tetapi setelah melakukan pembunuhan itu, Randy kehilangan kewarasannya sebagai manusia. Ia merasa senang melihat mayat kaku Leslie dan akhirnya ia memilih untuk mengikuti Steward yang berdiri di sana menyaksikan pembunuhan itu. Itulah akhir dari kisah Randy dalam cerita ini, pada bagian akhir disebutkan bahwa polisi menemukan mayat Leslie, White, dan Randy di ruang bawah tanah. Jack dan Stephanie berhasil selamat karena kepercayaan dan keyakinan mereka kepada Susan sebagai sosok penyelamat. Mereka menolak perintah White untuk membunuh Susan dan Susan membayar keselamatan Jack dan Stephanie dengan nyawa dan darahnya. Ia harus mati setelah sebutir peluru yang ditembakkan White menembus perutnya. Tetapi darah tak berdosa yang mengalir dari tubuh Susan membawa terang yang memusnahkan kegelapan di rumah itu dan menyingkirkan Barsidious White. Jack dan Stephanie berhasil keluar dari rumah itu dengan keadaan selamat. Ketika keluar, Polisi setempat sudah berada di sana setelah menemukan mobil mereka yang terperosok di pinggir jalan. pelacur, Jack.”, 388; Ia dilecehkan ketika masih kecil, tapi ketika dewasa ia menerima pelecehan itu dengan menjadi peserta aktif. ... Ia suka menggoda dan berganti-ganti pasangan tidur ..., 440. 51 Jack dan Randy turun ke ruang bawah tanah untuk menghindar dari kejaran Steward dan Betty, tetapi mereka berdua terpisah di sana. 52 Sebuah tangan terulur dari luar kusen pintu dan menarik rambut Susan. Ia (Susan) menjerit. Randy melangkah masuk ... “Mundur, Jack. Ini adalah satu-satunya jalan keluar kita ...” ... Jack menghambur ke arah Randy, menerjangnya tak terduga. Pria itu terdorong ke dinding, sambil mengumpat pedas. Susan berlari dari lemari dinding dan cepat-cepat menjauh dari jangkauan Randy, bersembunyi di belakang Stephanie. House, 404-416. 16 Terakhir, Susan menampakkan kembali dirinya kepada Jack dan Stephanie dengan masih menggunakan pakaian yang sama dan bernoda darah, tetapi wajahnya tampak bersinar dan terang. Mereka sempat berbincang-bincang sebentar, sampai akhirnya Susan menghilang secara tiba-tiba saat mereka berdua sedang melihat sejenak rumah itu. Itulah akhir dari seluruh kejadian dan cerita panjang House. 3.3. Susan, suatu Metamorfosa Terhadap Citra Yesus sebagai Sofia Dalam novel House, dikatakan bahwa Susan adalah seorang anak perempuan berusia sekitar tiga belas tahun. Ia gadis misterius yang datang dengan sengaja ke rumah itu tanpa diduga oleh White dan turun ke ruang bawah tanah serta bersembunyi di sana. Namun fakta terpenting mengenai Susan adalah ia merupakan kunci keselamatan dalam cerita ini. Ketika muncul, Susan tampak tidak berbeda jauh dengan anak perempuan pada umumnya, hanya saja dia terlihat berantakan karena penampilan dan keadaanya cukup memrihatikan dan lagi ia sudah berada di ruang bawah tanah itu selama tiga hari.53 Ia seorang gadis polos yang juga cerdik. Jika melihat keadaannya, sangat tidak memungkinkan baginya untuk menolong, tetapi ia malah menunjukkan jalan pada Jack untuk dapat menemukan teman-temannya. Selain berperan sebagai tokoh penyelamat, disebutkan pula bahwa Susan adalah Kristus.54 Tidak seperti cerita Kristen pada umumnya, di mana sosok Yesus cenderung diperankan oleh laki-laki, dalam novel ini, Peretti dan Dekker membawa sosok Yesus dalam diri seorang anak perempuan. Kalimat yang menyatakan Susan sebagai Kristus muncul setelah Susan mencoba melindungi Jack dan Stephanie dari jerat maut Barsidiouse White. Awalnya White memberi peraturan55 yang bertujuan untuk membuat keempat orang itu saling membunuh. Tetapi pada akhirnya, peraturan itu ia buat agar mereka membunuh Susan. Ia tidak dapat membunuh Susan karena Susan tidak berdosa.56 Tetapi Jack dan Stephanie 53 Berdasarkan pernyataan Susan, “Aku sudah ada di bawah sini selama tiga hari...”, House, 229. “Tapi Susan adalah Kristus, yang telah mati.” House, 490. 55 “Tuhan datang ke rumahku dan aku membunuh-Nya. Aku akan membunuh siapa pun yang datang ke rumahku seperti aku membunuh Tuhan. Berikan aku satu mayat, maka aku akan mengabaikan kedua peraturan sebelumnya.” House, 83-84. 56 “Ia berpaling kepada Susan. Anak perempuan misterius yang muncul tanpa diduga-duga tiga hari yang lalu di penginapan itu. Mangsa yang kelihatannya mudah, tetapi kemudian ia menghilang ke ruang bawah tanah seakan-akan itulah niatnya selama ini. Awalnya ia berusaha membunuh anak itu, tetapi kemudian ia menemukan sesuatu yang cukup menggelisahkan tentang anak ini. Anak ini punya kepribadian yang baik. Bukan seseorang yang hanya melakukan hal-hal baik ..., tetapi orang yang berar-benar baik. Tidak berdosa. ... Untuk pertama kalinya ia bertemu seorang peserta yang profilnya tidak cocok dan karenanya menimbulkan kekacauan yang cukup berarti pada permainannya. Maka ia menjadikan anak itu bagian dari permainan itu. Sekarang permainan ini bukan sekedar saling membunuh, kalian semua yang bersalah dan berdosa. Sekarang permainan ini adalah membunuh anak yang tidak berdosa, menghilangkan dari antara kalian sisa-sisa terakhir dari kebaikan, kalian semua yang bersalah dan berdosa.” House, 420. 54 17 menolak perintah Barsidious White untuk membunuh Susan57 dan sebagai gantinya Susanlah yang menerima tembakan dari Barsiduous White dan ia harus mati. Pengorbanan yang dilakukan Susan menjadikannya seorang penyelamat atau Kristus. Gelar Kristus merupakan gelar yang diberikan kepada Yesus setelah peristiwa salib. Dan setelah itu tidak seorang pun lagi menerima gelar tersebut hingga saat ini. Maka tidak diragukan lagi, kalimat yang menyatakan bahwa Susan adalah Kristus, merujuk pada diri Tuhan Yesus sendiri yang sedang bertransformasi di dalam diri Susan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Susan merupakan perwujudan dari citra Yesus sebagai Sofia. Karena itu pula, penulis memilih kata „metamorfosa‟58 untuk mewakili perwujudan Yesus-Sofia dalam diri Susan. Metamorfosa berasal dari kata baku, metamorfosis yang berarti perubahan bentuk atau susunan; peralihan bentuk atau wujud. Dapat disimpulkan, Susan merupakan peralihan bentuk dari gambaran Kristus yang berperan sebagai penyelamat dan gambaran Yesus-Sofia. Hal ini lebih meyakinkan lagi ketika akhirnya Susan menampakkan kembali dirinya kepada Jack dan Stephanie dengan masih mengenakan pakaian yang sama dengan noda darah yang terlihat jelas, tetapi wajahnya berubah cerah dibanding ketika Jack bertemu dirinya pertama kali.59 Dan lagi, Susan tidak membenarkan ketika Jack dan Stephanie mengira dirinya adalah Malaikat. Ia menyatakan diri sebagai penunjuk jalan. 60 Hal tersebut akan lebih dibahas pada bagian berikutnya. Kembalinya Susan dari kematian sama halnya dengan peristiwa bangkitnya Yesus dari kematian. Tanpa kebangkitan tersebut Yesus tidak akan pernah diakui sebagai Kristus, dan tanpa kembalinya Susan dari kematian, ia tidak akan pernah dianggap sebagai metamorfosa dari Yesus Kristus. Selain kalimat yang menyatakan Susan sebagai Kristus, beberapa kalimat lainnya juga dapat memperkuat gagasan bahwa Susan adalah metamofosa dari Yesus Kristus. Pertama, dalam dialog Susan yang mengatakan, “... Aku akan menunjukkan jalannya kepadamu. 57 Manusia Kaleng mengarahkan lagi senapannya ke arah Jack. “Bunuh dia.” Ia (Jack) mengatakannya lagi, untuk memastikan kepada dirinya sendiri bahwa ia sungguh-sungguh mengatakannya. “Tidak.”, House, 483. 58 KBBI, “Metamorfosis,” KBBI, http://kbbi.web.id/metamorfosis (diunduh 16 Pebruari, 2015). 59 “Seorang anak perempuan keluar dari balik pepohonan dan berjalan ke arah mereka. Susan ... Anak perempuan itu masih mengenakan roh putih compang-camping yang sama, yang sekarang merah kena noda darah. Susan berhenti di depan mereka. Senyuman lembut memperlembut wajahnya.” House, 498-499. 60 “Jadi ... kau adalah ...” Stephanie langsung menghentikan pertanyannya. “Malaikat?” kata Jack. “Malaikat? Maksudmu malaikat sesungguhnya yang berjalan-jalan di bumi dan terlihat seperti orang biasa? Anggaplah aku sebagai seorang yang menunjukkan jalan kepadamu dengan memberi sedikit penerangan dalam sebuah situasi.” House, 499-500. 18 Pandanglah Anak Manusia.”61 Kedua, dalam dialog Jack dan Stephanie yang ditujukan untuk Susan, “Anak Manusia, kasihanilah aku, orang berdosa!”62 Dalam Perjanjian Baru istilah „Anak Manusia‟ merupakan sebutan yang sering digunakan oleh Yesus untuk menggantikan kata „Aku‟ pada diri-Nya. Melihat hal tersebut, maka istilah „Anak Manusia‟ yang disebutkan oleh Susan sesungguhnya secara tidak langsung merujuk kepada dirinya sendiri. Pernyataan dari Jack dan Stephanie terhadap Susan dengan mengatakan “Anak Manusia, kasihanilah aku, orang berdosa!” semakin memperkuat gagasan bahwa Susan adalah Yesus yang sedang menjelma. Pernyataan ini muncul setelah Susan menerima tembakan White dan ia harus mati. Setelah itu sebuah kebenaran muncul dalam diri Jack dan Stephanie tentang siapa Susan sesungguhnya. Kematian yang diterima Susan merupakan kematian kudus yang bertujuan untuk menyelamatkan mereka, karena Susan adalah Anak Manusia itu sendiri.63 Selaku tokoh yang berperan sebagai pahlawan, boleh dikatakan penampilan Susan jauh di bawah standart. Ketika ia muncul, penampilannya terlihat cukup memrihatinkan. Digambarkan bahwa wajahnya pucat dan kotor, matanya yang cokelat jernih terlihat lelah, rambutnya cokelat gelap dan agak kusut, bajunya jelek dan sobek-sobek. Ia sudah terkurung di ruang bawah tanah selama tiga hari dan kemungkinan ia tidak makan selama itu. Ketidakberdayaan Susan menandakan kalau ia hanyalah manusia dan gadis biasa, sama halnya ketika Kristus menjadi manusia, Ia tidak lahir di kamar bersalin yang indah dan tidak pula mengenakan mahkota tanda Ia adalah Raja. Mahkota duri yang dikenakan pada-Nya, melambangkan penderitaan yang harus Ia pikul demi menjalakan misi penyelamatan. Demikian pulalah Susan berpenampilan selaku tokoh yang menjadi kunci keselamatan bagi tokoh lainnya, ia datang sebagai manusia biasa yang penuh kesedehanaan dan menyelamatkan dengan pengorbanan. 3.3.A. Revolusi Tiga Hari Telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa Susan sudah tiga hari berada di ruang bawah tanah rumah itu, dan tiga hari keberadaan Susan di rumah tersebut mengubah segalanya. Jika disimak dari penuturan Susan juga pemikiran White,64 Susan sepertinya 61 House, 484. House, 490. 63 Anak Manusia. Kebenaran langsung menerpa diri Jack. Susan telah menerima kematian mereka sebagai kematian kudus. House, 490. 64 Perkataan Susan, “Meskipun aku akui bahwa aku datang dengan sukarela.”, House, 499; Pemikiran White, “Ia berpaling kepada Susan. Anak perempuan misterius yang muncul tanpa diduga-duga tiga hari yang lalu di penginapan itu. Mangsa yang kelihatannya mudah, tetapi kemudian ia menghilang ke ruang bawah tanah seakan-akan itulah niatnya selama ini.”, House, 420. 62 19 sengaja datang ke rumah itu, kemudian melarikan diri ke ruang bawah tanah dan bersembunyi di sana. Peraturan yang diciptakan oleh White tidak berlaku terhadap Susan, karena peraturan itu hanya diciptakan untuk manusia yang berdosa, tetapi Susan sama sekali tidak berdosa. Kehadiran Susan merusak sistem permainan yang selama ini dimainkan oleh White terhadap orang-orang yang masuk ke rumah itu. Ia tidak dapat membunuh seseorang yang tidak berdosa seperti Susan, tetapi ia tidak ingin Susan berada terus di rumahnya. Karena itu, ia menunggu orang lain datang ke rumah itu, dan menjadikan Susan bagian dari permainannya, yakni membuat orang-orang itu saling mencurigai dan saling membunuh, hingga tiba saatnya mereka juga akan membunuh Susan. Tetapi White tidak pernah mengetahui, Susan datang dengan sebuah tujuan, yakni penyelamatan. Pada hari ketiga, akhirnya empat orang masuk ke rumah tersebut tanpa menyadari teror di dalamnya, Jack, Stephanie, Randy, dan Leslie. Maka, White memulai permainan mautnya, dan Susan memulai aksi penyelamatannya. Susan bertemu pertama sekali dengan Jack, kemudian Leslie, Randy, dan terakhir Stephanie. Mereka berlima bertemu di ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah itu tidak seperti ruang bawah tanah pada umumnya. Ruangan itu memiliki banyak pintu dan ruang menyesatkan seperti labirin. Sejak bertemu dengan empat orang itu, Susan selalu mencoba memberitahu sesuatu kepada mereka, yakni cara untuk keluar dari rumah itu. Tetapi setiap kali ia ingin mengatakannya, rumah itu selalu mengeluarkan suara berisik dan mengahalangi mereka berempat mendengar perkataan Susan, ditambah hati mereka yang juga masih dibayangi oleh dosa membuat mereka tidak dapat mendengar suara Susan. Tetapi Susan tak pernah menyerah dan terus mencoba untuk memberitahu mereka setiap kali ada kesempatan. Dari keempat orang itu, hanya Jack dan Stephanie yang berhasil keluar dengan selamat kerena keteguhan hati mereka terhadap Susan. Jalan keselamatan yang diberikan Susan untuk menolong kedua orang itu ternyata dibayar dengan harga yang sangat mahal yakni dengan mengorbankan nyawanya sendiri. Namun ternyata, pengorbanan Susan bukan hanya menyelamatkan Jack dan Stephanie, tetapi menyingkirkan seluruh kegelapan di rumah itu yang dibawa oleh White dan tiga abdinya. Setelah Jack dan Stephanie keluar dari rumah itu, mereka kembali bertemu dengan Susan. Hal ini semakin mempertegas identitas Susan sebagai Kristus yang bukan hanya menyelamatkan dengan memberi nyawanya tetapi juga mengalahkan kematian. Itulah tiga hari yang mengubah seluruhnya. 3.3.B. Susan dan Barsidiouse White: Misteri di balik Nama 20 Satu pertanyaan tersirat ketika selesai membaca novel House dan merenungkannya yakni, kenapa Susan dinamai dengan nama yang tidak langsung menunjukkan jati dirinya. Mengapa Barsidious White selaku dalang kejahatan dinamai dengan nama yang menunjukkan kebaikan yakni, White yang berarti putih. Hal ini cukup menarik untuk dipahami lebih mendalam, tentang nama yang sarat makna dari kedua tokoh putih dan hitam tersebut. Setelah penulis meninjau lebih mendalam, ternyata Susan merupakan kata yang berasal dari bahasa Ibrani (syosyan) dan berarti „bunga lili‟. Meski memiliki berbagai jenis dan warna, namum pada umumnya bunga lili identik dengan warna putih bersih. Di Indonesia bunga lili dikenal dengan nama bunga bakung. Bunga bakung sering di sebut di dalam kitab Perjanjian Lama juga Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama, kata bunga bakung sering terlihat dalam Mazmur Daud; dan dalam Kidung Agung Salomo bunga bakung digunakan untuk mengungkapkan suatu keindahan. Dalam Pernjajian Baru, Yesus sangat memuji keindahan bunga bakung bahkan mengatakan bahwa kemegahan jubah Salomo tidak dapat mengalahkan keindahan bunga tersebut.65 Selain itu bunga lili sering dikaitkan dengan kejujuran, ketulusan, dan hal baik lainnya. Tetapi tidak sesuai namanya, ketika muncul, Susan bahkan tampak tidak layak disebut sebagai pahlawan karena penampilannya yang kacau dengan baju koto dan wajah lusuh. Berbeda halnya dengan Barsidious White yang terang-terangan menggunakan nama White yang secara jelas mengartikan kebaikan, tetapi bertimbal balik dengan watak peranannya yang jahat. Bahkan dalam satu kisah, saat White menyamar menjadi Opsir Polisi Morton Lawdele, dia seakan-akan rela memberikan nyawanya sebagai bayaran atas tuntutan satu nyawa dalam peraturan maut di rumah itu. Susan mencoba memperingatkan mereka berempat bahwa Lawdale adalah White yang selama ini ingin membunuhnya, 66 tetapi mereka terperdaya oleh ucapan Lawdale yang terkesan sangat tulus untuk memberi nyawanya.67 Ketika Jack menembak Lawdele, saat itulah ia mulai berubah menjadi Barsidioues White 65 Bdk. Luk. 12: 7: “Perhatikanlah bunga bakung, yang tidak memintal dan tidak menenun, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.” 66 “Lawdale. Si sedang mencoba membunuhku,” kata Susan. “Lawdale. Si Manusia Kaleng (nama lain dari Barsidious White), orang yang mengeluarkan asap hitam sampai ke atas sini. Ia mau kau (Jack) membunuhku, Itulah permainan yang sesungguhnya.” House, 404. 67 “Aku mau kau membunuhku,” kata Lawdale. “Seseorang harus mati agar yang lain bisa hidup, dan aku rela.” House, 407, 409. 21 dengan mata hitam yang mengerikan.68 Ketika menjelaskan siapa dirinya, White dengan jelas menyebutkan bahwa dia bukanlah White (White), tetapi Black (Hitam). Hal ini sangat mengejutkan karena nama dari dua tokoh tersebut ternyata tidak sejalan dengan karakter mereka. Susan ternyata tidak membutuhkan penampilan luar biasa untuk menunjukkan bahwa ia adalah penyelamat, sedangkan White terlihat sangat meyakinkan dengan pengorbanan dirinya yang ternyata bertujuan untuk menjerat keempat orang tersebut. Dari hal ini penulis melihat bahwa, tak selamanya sesuatu yang terdengar baik berkesan baik seperti nama White, dan tak selamanya hal yang terlihat buruk terkesak buruk, seperti penampilan luar Susan. Hal yang luar biasa nyatanya datang dari sesuatu yang sangat biasa. 3.3.1. Citra Sofia dalam Diri Susan sebagai Metamorfosa Yesus 3.3.1.1 Sofia, Guru yang Membimbing Susan selaku metamofosa dari Yesus-Sofia, memberikan gambaran bahwa Sofia memiliki peran sebagai guru. Hal ini dapat dilihat melalui usaha Susan dalam membimbing tokoh lainnya untuk melihat pada kebenaran yang sejati. Susan beberapa kali menggunakan ungkapan yang mengarahkan tokoh lain untuk berpikir. Ketika mengajar, Yesus tidak langsung memberitahu maksud dari pengajaran-Nya secara terang-terangan, sama halnya dengan Susan, ia tidak langsung memberitahu maksud dari perkataannya secara gamblang, tetapi disisipkan secara tersirat dalam sebuah perumpaan dan pepatah. Berikut beberapa dialog dan kalimat yang menampilkan peranan Susan sebagai guru: “... ini adalah rumah kalian, masing-masing.”69; “... ini tentang diri kalian. Kalian harus mengubah diri kalian. Begitulah cara kalian mengubah rumah ini.”70; “Apa pun yang terjadi,” ... “Ingatlah ... bahwa terang selalu menembus kegelapan.”71. 68 Asap hitam keluar dari luka Lawdale, ... hitam, hitam pekat. ... Kemudian matanya tiba-tiba terbuka, dan Jack menatap mata hitam tanpa pupil yang membuatnya merinding. House, 412. 69 Dalam dialog ini Susan mencoba menjelaskan sesuatu kepada Jack dan Stephanie ketika mereka melihat lukisan-lukisan yang melayang di dekat dinding dan berisi potret diri mereka sendiri. Hanya diri mereka sendiri yang mereka lihat di dalam lukisan itu. Jack melihat gambar dirinya tanpa mata dengan senyum licik. Kemudian sebuah pintu di sisi lain terbuka dan mereka berdua melihat sosok yang mirip diri mereka di sana. Jack melihat sosok itu sebagai dirinya, sosok itu menarik lukisan-lukisan beriga gambar Stephanie yang merobeknya. Begitu pula dengan Stephanie yang melihat sosok itu sebagai dirinya, dan sosok itu merobekrobek lukisan bergambar Jack. House, 442-444. 70 Dialog ini terjadi setelah Jack membaca sebuah pepatah pada plakat kayu tua yang tergantung di dinding, “Rumah adalah tempat di mana hati berada,” dan ia menyadari bahwa rumah itu mencerminkan hati mereka. “Rumah ini sama dengan hati kita. ... rumah ini menggambarkan kuasa kejahatan dalam diri kita!” Maka Susan berkata, “Itulah yang selama ini aku katakan.” Setelah itu ia memberitahu cara agar Jack dan Stephanie dalam keluar dari rumah itu yakni, dengan mengubah diri mereka. House, 445, 461. 71 Perkataan ini muncul saat Steward, Betty, dan Pete telah mengepung mereka di salah satu ruang. Steward menahan Susan dan Stephanie, dan memaksa Jack untuk berlutut dan menyerah. Tetapi Jack tidak mau menyerah tanpa perlawanan. Ia menghambur ke arah Steward dan mendorongnya dengan segenap kekuatan. 22 Dapat dikatakan bahwa sebenarnya mudah saja bagi Susan untuk memberitahu mereka apa yang ia maksudkan dengan, „ini adalah rumah kalian masing-masing‟. Namun, jika suatu hal terlalu mudah untuk diraih, maka ia akan lekas kehilangan artinya. Susan ingin mengajak Jack dan Stephanie melihat ke dalam hati dan diri mereka serta merefleksikan keadaan yang dialami mereka di rumah tersebut. Rumah itu memang bermasalah sejak pertama mereka masuk ke dalamnya, namun setiap orang mendapatkan fantasi dan tantangan berbeda yang secara tidak langsung mencerminkan hati mereka dan dosa mereka di waktu lampau. Pertarungan Randy dan Steward, merupakan gambaran dosa yang dilakukan Randy di waktu lampau atas kejadian pembunuhan yang dilakukannya kepada ayahnya.72 Pete yang menyekap Leslie dan menjadikannya seperti boneka mainan, merupakan gambaran dosa Leslie di waktu lampau yang memberikan dirinya untuk menjadi gadis mainan pamannya.73 Sedangkan perjumpaan Jack dan Stephanie dengan Susan mengingatkan mereka akan kecerobohan dan kelalaian mereka di waktu yang lalu dalam menjaga dan melindungi putri kecil mereka, Melissa.74 Pepatah lama yang terukir di sebuah kayu tua yang berbunyi, Rumah Adalah Tempat Di Mana Hati Berada, akhirnya membuat Jack mengerti maksud Susan. Rumah tersebut mencerminkan hati mereka masing-masing. Setelah Jack dan Stephanie memahami apa yang dimaksud oleh Susan75, barulah Susan menjelaskan dan mempertegas maksud ucapannya, “Kalian harus mengubah diri kalian. Bagitulah cara kalian mengubah rumah ini.” Kemudian ia memberikan solusi jalan keluar bagi mereka, “Hatimu gelap. Jadi kau harus memandang terang,”. Dengan kata lain, satu-satu cara agar mereka dapat keluar dari rumah tersebut adalah dengan mengubah pandangan mereka serta mengarahkan hati mereka kepada terang yang sesungguhnya yakni, terang Kristus. 3.3.1.2 Sofia, Terang yang Menuntun Susan bergegas mengambil senapan Steward dan menjauh dari mereka. Pete mencoba menolong Steward tetap Stephanie merobohkannya dengan satu tendangan ke selangkangan Pete, sementara Betty berteriak tak karuan. Susan menghentikan kegaduhan itu dengan satu tembakan ke langit-langit kemudian mengumpulkan mereka bertiga di sudut ruangan. Susan meminta Jack untuk mengunci semua pintu. Tetapi beberapa detik kemudian terdengar suara ketukan pintu dan Susan mengetahui White ada di balik pintu itu. Saat itu juga ia memberitahu dan mengingatkan Jack dan Stephanie bahwa, terang selalu menembuh kegelapan. Susan juga menambahkan, “Pandanglah terang. Hanya terang yang dapat menyelamatkan kalian ...” House, 472-475. 72 House, 205. 73 Bdk. dialog Randy terhadap Leslie, “Aku punya kabar unutkmu. Seluruh dunia mengira paman mereka mengganggu mereka. Itu memberi kita semua alasan untuk hidup seperti korban.” House, 254-255. 74 House, 252. 75 Dan saat itulah dia (Jack) tahu apa yang berusaha Susan tunjukkan kepada mereka. “Rumah ini sama dengan hati kita.” ... “Rumah ini menggambarkan kuasa kejahatan dalam diri kita!” House, 445. 23 Citra lainnya dari Sofia yang berhasil ditunjukkan oleh Susan adalah sebagai terang. Citra Yesus sebagai terang, bukan lagi hal yang baru didengar. Bahkan Yesus dengan terangterangan mengklaim bahwa diri-Nya adalah terang,“... Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.”76 Dalam arti fisik, cahaya merupakan sesuatu yang dapat dilihat, seperti cahaya matahari di waktu pagi. Sedangkan secara spiritual, cahaya merupakan sesuatu yang hanya dapat dilihat oleh jiwa. Cahaya memberi kehidupan dan menerangi jalan di tengah kegelapan,77 begitulah peran Yesus sebagai terang. Terang yang ada di dalam diri Yesus memiliki beberapa peranan yaitu, terang yang mengusir kekacau-balauan, terang yang mengungkap hal-hal yang tidak kelihatan, dan terang yang membimbing. Pertama, terang yang mengusir kekacau-balauan; menyatakan bahwa Yesus merupakan satu-satunya jalan keluar yang dapat menolong manusia keluar dari kekacauan dunia, menerobos kekosongan serta gelap yang ada di dalam diri manusia. Kedua, Terang yang mengungkap hal-hal yang tidak kelihatan; menyatakan bahwa Yesus adalah terang yang memperlihatkan apa yang benar dan pantas dalam segala sesuatu. Berlatarbelakang dari sikap manusia yang memiliki kecenderungan untuk mengikuti nafsu duniawinya dan yang menyimpan berbagai kedok kejahatan, karena itu Yesus hadir untuk menelanjangi setiap manusia dari bungkusan duniawinya, membongkar segala tingkah yang tak pantas, mendorong manusia untuk mengintrospeksi diri, kemudian menyerahkan diri serta memandang Allah lebih dekat. Ketiga, terang yang membimbing; hal yang menggambarkan bahwa Yesus adalah jalan yang akan membawa semua orang keluar dari masa keraguan, masa menduga-duga, dan kebimbangan. Yesus adalah jalan yang dipenuhi dengan terang dan siapa pun yang berjalan bersamaNya tidak akan tersesat. 78 Dalam misi penyelamatannya, Susan juga mengatakan hal yang tak jauh berbeda dari Kristus mengenai terang, yakni: “Hatimu gelap. Jadi kau harus memandang terang, ... Pandanglah terang, dan kau akan mengerti. Aku akan menunjukkan jalannya kepadamu. ...”79 Kalimat tersebut merupakan sebuah pernyataan bahwa Susan ingin agar Jack dan Stephanie menyadari bahwa terang itu telah ada bersama dengan mereka, dan ia ingin agar mereka berdua mengikutinya. Sesungguhnya, jalan keselamatan telah ada di dekat mereka berdua, hanya saja mereka belum menyadari hal tersebut. Susan dapat saja langsung 76 Lihat Yoh. 8:12. Deepak Chopra, The Third Jesus (Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer, 2011), 21. 78 William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Yohanes Psl 8-21, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), Resensi buku oleh penulis. 79 House, 481, 484. 77 24 memberitahu mereka bahwa ia adalah terang itu, yang datang dengan sukarela, bersedia menahan dinginnya ruang bawah tanah untuk menyelamatkan mereka dari rumah itu. Namun, ia tidak melakukannya, bukan untuk membiarkan mereka tersiksa semakin lama, tetapi untuk membuat mata rohani mereka terbuka. Dan ketika darah yang mengalir dari tubuh Susan memancarkan cahaya, barulah mereka benar-benar paham apa yang dimaksud Susan dengan, pandanglah terang, karena Susan adalah terang itu sendiri. Hal ini diperkuat pula dengan pengakuan Jack dan Stephanie, “Dia adalah terang itu! Dialah terang itu!”; “Engkaulah terang itu!; “Engkaulah terang itu.”80 Saat kesadaran itu muncul, pengharapan besar timbul di dalam hati mereka masingmasing, kebenaran sudah nyata di depan mata mereka. Cahaya dari tubuh Susan memiliki kekuatan luar biasa yang mampu menggetarkan rumah itu, menerangi ruang bawah tanah bahkan seluruh sudut rumah tersebut, dan terakhir memusnakan seluruh zombie yang menjelma menjadi Jack dan menyingkirkan Barsidious White, sang dalang kejahatan. 81 Maka dari itu, peran Susan sebagai terang tak berbeda jauh dengan peran „terang‟ dalam diri Yesus yakni sebagai, pengusir kekacau-balauan yang menolong manusia keluar dari kekacauan dunia, serta terang yang membimbing manusia keluar dari jalan yang menyesatkan. Begitulah halnya terang yang berkerja dalam diri Susan, mengusir kejahatan dan menerangi jalan Jack dan Stepahie menuju kebebasan dan keselamatan. 3.3.1.3 Sofia, Jalan Keselamatan Melanjutkan pembahasan sebelumnya mengenai pernyataan diri Susan sebagai „penunjuk jalan‟. Susan menolak „dugaan‟ bahwa dirinya adalah Malaikat, ia menyatakan diri sebagai “penunjuk jalan” yang memberi penerangan kepada Jack dan Stephanie; “... Anggaplah aku sebagai seorang yang menunjukkan jalan kepadamu dengan memberikan sedikit penerangan dalam sebuah situasi.”82 Hal ini juga didukung dengan ucapan Susan sebelumnya yang berbunyi, “Aku akan menunjukkan jalannya kepadamu...” Pernyataan diri dari Susan tersebut mirip dengan ucapan Yesus Kristus: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.” Elisa Surbakti menjelaskan bahwa Yesus sebagai „jalan‟ telah memberi harapan bagi umat yang tersisihkan dan memberi jalan yang membawa umat keluar dari lorong-lorong gelap yang menyesatkan.83 Kehadiran Yesus merupakan sarana menuju hidup yang kekal, dan kehadiran-Nya memberi harapan akan datangnya keselamatan dan 80 House, 489-490. House, 491-494. 82 House, 499-500. 83 Elisa B. Surbakti, Benarkah Yesus Juruselamat Universal?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 53. 81 25 pembebasan bagi umat yang sekian lama telah dibelenggu oleh kesuraman. Meski banyak pro dan kontrak akan pernyataan diri dari Yesus sebagai satu-satunya jalan kehidupan di tengah masyarakat plural, namun dalam konteks dan waktu kekristenan, tidak ada yang dapat menyanggah bawah Yesus benar satu-satunya jalan keselamatan yang menghubungkan antara Allah dan manusia. Penjelasan di atas sangat mendukung pernyataan diri Susan mengenai „penunjuk jalan‟. Dalam peranannya, Susan memberikan clue kepada para tokoh agar mereka dapat keluar dari rumah tersebut. Susan tidak pernah beranjak jauh dari mereka, meski sesekali ia menghilang, tapi pasti ia akan muncul kembali saat keadaan mulai tak keruan, seperti ketika Jack dan Randy hampir beradu tembak di ruang bawah tanah. Dan bukan hanya memberi petunjuk jalan keluar, tetapi Susan adalah jalan keselamatan itu sendiri. Karena melalui kematiannya, Jack dan Stephanie dapat bebas dari petaka yang menghimpit mereka. 3.3.2. Kesimpulan Dalam novel House Susan berperan sebagai tokoh penyelamat yang menuntun tokoh lainnya untuk menemukan jalan keluar dari ruang bawah tanah yang menjerat mereka. Pengorbanan yang dilakukan Susan dengan memberikan nyawanya sebagai ganti keselamatan Jack dan Stephanie memberinya gambaran sebagai Kristus. Hal ini mempertegas bahwa Susan sesungguhnya merupakan metamorfosa dari Yesus Kristus yang berciri Sofia. Dalam misi penyelamatannya, Susan berperan sebagai guru yang membimbing, yang mengarahkan Jack, Stephanie, Randy, dan Leslie untuk memahami kebenaran yang dibawa Susan bagi mereka; terang yang menuntun orang-orang tersebut keluar dari lorong-lorong yang menyesarkan, menyingkirkan kegelapan serta kejahatan di hati mereka dan di dalam rumah tersebut; jalan keselamatan yang melalui kematiannya ia membebaskan Jack dan Stephanie dari jerat maut White. 4. Tinjauan Kristologi Setelah mendeskripsikan bagaimana citra Yesus dalam novel House pada bagian tiga, maka pada bagian empat penulis akan melakukan tinjauan kristologi terhadap citra tersebut. Tinjuan ini bertujuan untuk mempertemukan antara citra Yesus dalam kristologi umum dan khususnya kristologi feminis dengan citra Yesus dalam novel House. 4.1. Susan sebagai metamorfosa dari citra Yesus-Sofia Pada bagian dua telah dekemukakan beberapa pandangan teolog feminis mengenai arti dari teologi feminis. Seperti Clifford yang menjelaskan bahwa teologi feminis merupakan iman 26 Kristen dari sudut pandang dan pengalaman kaum perempuan terhadap Allah yang hidup dalam diri Yesus; dan Elizabeth Johnson yang menjelaskan teologi feminis sebagai refleksi keyakinan iman yang ditinjau dari sudut pandang, pemahaman, dan pengalaman kaum perempuan. Maka dari itu mulailah muncul berbagai pendapat, ulasan, dan pandangan kaum perempuan mengenai sosok Ilahi khususnya Yesus Kristus, yang mana pandangan-pandangan tersebut dikenal sebagai kristologi feminis. Salah satu pemikiran kaum feminis terhadap Yesus yang cukup menarik perhatian dan berkaitan erat dengan penulisan tugas ini adalah citra Yesus dari sisi feminim yang dikenal sebagai Sofia (Hikmat). Salah seorang pencetus ide Sofia adalah Schüssier Fiorenza, yang memandang YesusSofia sebagai roh pengasih, pengetahuan Allah, rekan sekerja Allah, pancaran cahaya Allah, dan gambaran akan kebaikan Allah yang dapat pula dipanggil sebagai saudari, istri, ibu, kekasih, dan guru di mana Sofia menawarkan kehidupan, pengetahuan, dan keselamatan bagi siapa saja yang mau menerimanya. Teolog feminis lainnya yang mendalami ide Sofia adalah Barth-Frommel yang menggambarkan Yesus sebagai Anak Hikmat, yang mengundang setiap orang untuk datang pada-Nya dan menerima kehidupan dalam bentuk kesembuhan dan panggilan kepada hidup yang lebih bermakna. Citra Yesus sebagai Sofia tidak hanya dipaparkan dalam buku-buku ilmiah, namun beberapa sastrawan juga memaparkan ide ini dalam bentuk cerita seperti yang dilakukan oleh dua pengarang fiksi Kristen, Frank Peretti dan Ted Dekker dalam novel karya mereka yang berjudul House. Melalui kisah fiksi thriller tersebut, Peretti dan Dekker membebaskan Yesus dari cangkang maskulin-Nya kemudian membawa diri-Nya masuk dan menjelma dalam tokoh seorang anak perempuan berusia tigabelas tahun bernama Susan. Profil Susan yang dirancang oleh Peretti dan Dekker sebagai karakter penolong merupakan sebuah perwujudan dari pemahaman kedua pengarang mengenai citra Yesus sebagai Sofia. Ada beberapa kalimat dan dialog di dalam novel tersebut yang dapat digunakan untuk memperkuat gagasan bahwa Susan merupakan metamorfosa dari Yesus yang bercitra diri sebagai Sofia, seperti: “Pandanglah terang .... Aku akan menunjukkan jalannya kepadamu. Pandanglah Anak Manusia.” ; “Anak Manusia, kasihanilah aku, orang berdosa!” ; Tapi Susan adalah Kristus, yang telah mati. 4.1.1. Tapi Susan adalah Kristus Dijelaskan pada bagian dua, Wessels mengemukakan bahwa Yesus dipandang sebagai Mesias atau Kristus berkulit hitam oleh bangsa Afrika. Fatohi juga menjelaskan dalam bukunya bahwa dalam Al-Quran gelar Al-Masîh atau Mesias hanya diberikan kepada Yesus 27 dan Al-Quran hanya mengakui satu Al-Masîh yaitu Yesus. Melengkapi penjelasan dari kedua ahli tersebut, di dalam keempat injil sinoptik; Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, dengan jelas menyebutkan bahwa Yesus adalah Kristus.84 Tercatat ada sebanyak 7 kali istilah Kristus muncul di dalam kitab Markus, 16 kali dalam kitab Matius, 11 kali dalam Lukas, dan 20 kali dalam kitab Yohanes.85 Gelar „Kristus‟ atau „Mesias‟ (Mashiah, dalam bahasa Ibrani yang berarti “yang diurapi”) merupakan warisan dari Perjanjian Lama yang diberikan kepada orang-orang yang diurapi seperti, imam, nabi, dan raja dengan menggunakan minyak sebagai tanda yang menegaskan bahwa pertolongan Allah hadir atas orang tersebut.86 Dalam bahasa Yunani, kata Kristus (christos) merupakan kata yang terbentuk dari kata kerja partisipel pasif, chriein, yang artinya mengurapi, maka christos dapat diartikan dengan „diurapi‟ atau „dia yang diurapi‟.87 Pada masa Perjanjian Baru gelar tersebut diberikan kepada Yesus oleh para penulis berdasarkan perjalanan kehidupan, kematian, dan yang paling utama adalah kebangkitan Yesus. Tanpa peristiwa kebangkitan, para jemaat akan kesulitan untuk menjelaskan iman percaya mereka terhadap Yesus sebagai Kristus, 88 dan tanpa peristiwa salib dan kebangkitan, Yesus tidak akan pernah menjadi Kristus. Sepanjang sejarah kitab suci, khususnya Perjanjian Baru, gelar Kristus hanya diberikan kepada Yesus dan setelah itu tidak seorang pun di muka bumi yang menerima gelar tersebut. Dengan kata lain, kalimat “Susan adalah Kristus” merujuk kepada diri Yesus yang sedang menjelma menjadi dan di dalam diri seorang anak perempuan bernama Susan. 4.1.2. Pandanglah Anak Manusia Dalam Perjanjian Baru istilah „Anak Manusia‟ merupakan sebutan yang sering digunakan oleh Yesus untuk menggantikan kata „Aku‟ pada diri-Nya. Dalam bahasa Ibrani, “anak manusia” diterjemahkan dengan „ben „adam‟ yang berarti pula “anak Adam”. Dalam kitab Perjanjian Lama, istilah tersebut ditemukan sebanyak satu kali dalam Ayub, dua kali dalam Daniel, dan ada lebih dari 90 kali dalam Yehezkiel. Sedangkan dalam Perjanjian Baru ditemukan sebanyak 14 kali dalam kitab Markus, 30 kali dalam Matius, 25 kali dalam Lukas, dan 13 kali dalam kitab Yohanes.89 Selain itu istilah „anak manusia‟ juga merupakan pernyataan bahwa di samping kesadaran Yesus akan sisi keilahian-Nya, Ia tidak pernah 84 Eko Riyadi, Yesus Kristus, Tuhan Kita, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 104. Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus, 364. 86 Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus, 358. 87 Riyadi, Yesus Kristus, Tuhan Kita, 105. 88 Riyadi, Yesus Kristus, Tuhan Kita, 104. 89 Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus, 427. 85 28 membantah bahwa Ia juga seutuhnya seorang manusia biasa90 baik secara fisik, psikis, moral, dan spiritual.91 Dengan demikian, perkataan Susan yang berbunyi, Pandanglah Anak Manusia, sesungguhnya merupakan sebuah pernyataan yang ditujukan pada dirinya sendiri atas kesadaran akan eksistensinya sebagai Kristus yang tengah menjelma dalam rupa insan. 4.2. Citra Sofia Pada bagian tiga, telah dipaparkan bagaimana dan seperti apa citra dari Sofia yang ditunjukkan oleh Susan selaku metamorfosa dari Yesus-Sofia, yakni sebagai guru yang membimbing, terang yang menuntun, dan jalan keselamatan. Pertama, sebagai guru yang membimbing. Pada bagian dua, telah disampaikan beberapa pandangan para ahli mengenai citra Yesus sebagai guru, seperti Borg, Anton Wessels, juga Schüssier Fiorenza. Borg menyebutkan bahwa Yesus merupakan seorang pengajar yang mengajar dengan menggunakan perumpamaan dan aforisme. Aforisme dan perumpamaan yang digunakan Yesus sering sekali membuat audience mengalami shock effect, takjub, tertantang untuk berpikir, menemukan jawaban, dan menarik kesimpulan.92 Anton Wessels berpendapat bahwa Yesus merupakan seorang guru moral terkemuka yang mengajarkan kode etik; dan Schüssier Fiorenza yang menyebutkan Yesus sebagai seorang guru yang menawarkan pengetahuan dan keselamatan. Menambahkan penjelasan dari para ahli tersebut, seorang ahli lain bernama Robert R. Boehlke93 menegaskan bahwa Yesus tidak pernah menyampaikan hal yang sembarangan ketika mengajar. Ia mengajar dengan berangkat dari apa yang telah dipelajari-Nya dari guru-guru Agama Yahudi. Tetapi ada hal yang membedakan Yesus dengan para guru lainnya, selain pengajaran-Nya yang revolusiner, Yesus memiliki pengikut dari kalangan perempuan, memperhatikan anak-anak, bersosialisai dengan pengumut cukai, perempuan sundal, penderita kusta, dan sebagainya, yang mana halhal tersebut sangat jarang terjadi bahkan dinajiskan di kalangan rabi/guru. Kedua, sebagai terang yang menuntun. Citra Yesus sebagai terang, bukan lagi hal yang baru didengar. Pada bagian kedua, Schüssier Fiorenza sudah dengan jelas menyebutkan bahwa Yesus sebagai Sofia Ilahi merupakan pancaran cahaya Allah yang menawarkan kehidupan dan keselamatan bagi siapa saja yang mau menerima-Nya. Lee Jung Young juga menggambarkan Yesus sebagai Yang (terang) yang masuk ke dalam kegelapan (Yin) untuk membebaskan 90 C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 266. Setyawan, Basic Christology: A Draft, 12. 92 Setyawan, Basic Christology: A Draft, 23. 93 Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: dari Plato sampai Ignatius Loyola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), Resensi buku oleh penulis. 91 29 manusia. Demikian pula dengan Barclay yang menjelaskan bahwa terang yang ada pada diri Yesus berperan sebagai pengusir kekacau-balauan, menerangi dan mengungkapkan hal-hal yang tidak terlihat, serta terang yang membimbing. Ketiga, sebagai jalan keselamatan. Kitab Yohanes mencatat bahwa Yesus dengan jelas menyatakan diri-Nya sebagai jalan, kebenaran, dan hidup. Pada bagian dua terdapat penjelasan Borg yang menyebutkan bahwa Yesus adalah terang dunia, roti kehidupan, serta jalan, kebenaran, dan hidup. Borg menjelaskan, umat perdana dalam Injil Yohanes memandang terang yang ada pada Yesus sebagai terang yang akan membawa umat keluar dari kegelapan; Yesus sebagai roti kehidupan mengartikan bahwa Yesus merupakan santapan rohani yang memelihara umat di tengah perjalanan; dan Yesus sebagai jalan menandakan bahwa Yesus adalah jalan yang telah membawa umat keluar dari kematian menuju kehidupan.94 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Setelah seluruh pembahasan maka penulis sampai pada kesimpulan yakni berdasarkan novel House karya Frank Peretti dan Ted Dekker, Yesus yang dihadirkan dalam diri seorang anak perempuan bernama Susan merupakan gambaran atau citra Yesus sebagai Sofia Illahi. Berdasarkan penelusuran lebih mendalam, penulis menemukan citra Yesus-Sofia melalui karakter Susan yakni Sofia sebagai sebagai guru yang membimbing, terang yang menuntun, dan jalan keselamatan. Setelah melakukan kajian kristologi terhadap penemuan ini, citra Yesus sebagai tersebut sesuai dengan teori dan penjelasan para ahli khususnya teolog feminis yang menyebutkan di dalam diri Yesus Kristus hadir hikmat Allah yang dikenal sebagai Sofia dan mendapat personafikasi feminim. Berkat karakter feminim ini, kaum perempuan memiliki kesempatan untuk tampil di publik serta mengambil bagian dalam perkembangan ilmu teologi khusunya kristologi feminis dan menyuarakan pandangannya terhadap citra Yesus Kristus. Ketika melakukan penelitian, penulis mencoba merenungkan dan menemukan sendiri jawaban mengapa Yesus harus terlahir sebagai laki-laki. Pada masa ketika Ia lahir, budaya patriarkal yang melekat pada masyarakat menjadikan dan menempatkan perempuan sebagai masyarakat kelas dua yang tidak punya hak untuk bicara, apalagi mengajar di bait Allah. Jika pada waktu itu Yesus lahir sebagai perempuan, maka kemungkinan besar Ia akan mati 94 Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali, 21. 30 dirajam kerikil tanpa pernah menyelesaikan misi penyelamatan-Nya, dan perempuan akan selalu menjadi warga kelas dua. Tetapi kelahiran-Nya sebagai laki-laki memberi-Nya ruang gerak yang lebih luas dalam menyampaikan kebenaran, mengajar, membela orang lemah, dan melindungi kaum perempuan dari tindak diskriminasi seperti yang pernah Ia lakukan pada seorang perempuan yang akan dilempari dengan batu karena tertangkap sedang berbuat tak pantas. Tindakan-tindakan Yesus dalam melindungi kaum yang terdiskriminasi menjadi teladan bagi banyak orang, karena ternyata Yesus tidak datang untuk mereka yang kuat, tetapi Ia datang untuk menopang yang lemah dan yang tersisihkan, tanpa memandang ia lakilaki atau perempuan, dan kasih-Nya akan tetap sama dan adil bagi semua orang. 5.2. Saran 5.2.1. Bagi Gereja Dalam masyarakat khususnya komunitas Kristen, masih sering terdengar adanya kasus diskriminasi terhadap kaum perempuan, karena di Indonesia sendiri budaya patriarkal masih jelas terlihat. Gereja sebagai lembaga sekaligus perpanjangan tangan Allah dalam memberitakan dan mengajarkan kasih harus mampu mewujudkan lebih dahulu pengajaran tersebut. Sebagaimana dahulu Yesus Kristus memandang dan memperlakukan perempuan, demikian pulalah gereja seharusnya memandang perempuan, bukan sekedar warga kelas dua, melainkan anggota kerajaan Allah yang sama hak dan tanggungjawabnya sebagai seorang umat, karena laki-laki dan perempuan merupakan gambar dan rupa sekaligus rekan sekerja Allah. 5.2.2. Bagi Fakultas Teologi Setelah mengetahui betapa pentingnya citra Sofia dalam diri Yesus sebagai pendorong bangkitnya kaum perempuan, fakultas Teologi perlu mempertimbangkan adanya MK khusus Kristologi Feminis sebagai pendamping dari MK Studi Gender. Agar mahasiswa selanjutnya semakin memahami bahwa Yesus tidak hanya terdiri dari Logos Allah melainkan pula Sofia Allah. Dengan demikian, mahasiswa Teologi dapat menjadi penggerak terciptanya keseimbangan antara kaum maskulin dan feminim, serta menyadari tanggungjawabnya sebagai rekan sekerja Allah, pekabar injil, dan pelaku kasih. 31 DAFTAR PUSTAKA Arivia, Gadis. (2003). Filsafat Berperspektif Feminis, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Banawiratma, JB. (1986). Kristologi dan Allah Tritunggal, Yogyakarta: Kanisius, Barclay, William. (2008). Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Yohanes Psl 8-21, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Barth-Frommel, Marie Claire. (2003). Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Barth-Frommel, Marie Claire. (2012). “Hikmat dalam Perjanjian Lama dari Sudut Pandang Perempuan,” dalam buku Ketika Perempuan Berteologi: Berteologi Feminis Kontekstual, diedit oleh Asnath Niwa Natar, Yogyakarta: Taman Pustakan Perempuan. Boehlke, Robert R. (2006). Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: dari Plato sampai Ignatius Loyola, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Borg, Marcus J. (2003). Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali: Yesus Sejarah dan Hakikat Iman Kristen Masa Kini, Jakarta: Gunung Mulia. Bruggen, Van Jacob. (2001). Kristus di Bumi: Penuturan Kehidupan-Nya oleh Murid-murid dan oleh Penulis-penulis Sezaman, Jakarta: Gunung Mulia. Clifford, Anne M. (2002). Memperkenalkan Teologi Feminis, Maumere: Ledalero, Chopra, Deepak. (2011). The Third Jesus, Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer. Daalen, David H. van. (1999). Pedoman ke Dalam Kitab Wahyu Yohanes, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Dister, Nico. (1990). Kristologi: Sebuah Sketsa, Yogyakarta: Kanisius. Eckardt, Roy A. (2006). Menggali Ulang Yesus Sejarah, Jakarta: BPK Gunung Mulia. (2011). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Fiorenza, Elizabeth Schüssler. (1983). In Memory of Her: A Feminist Theological Reconstruction, New York: The Crossroad Publishing Company. Fiorenza, Elizabeth Schüssler. (1995). Untuk Mengenang Perempuan Itu: Rekonstruksi Teologi Feminis tentang Asal-usul Kekristenan, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Fatoohi, Louay. (2013). The Mystery of Historical Jesus: Sang Mesias Menurut Al-Quran, Alkitab, dan Sumber-sumber Sejarah, Bandung: Mizan Media Utama. Fountain, Daniel E. (2004). Yesus? Siapa Dia?, Bandung: Lembaga Literatur Baptis, Gaarder, Jostein. (2014). Dunia Sophie, Bandung: Mizan. Groenen. (1988). Sejarah Dogma Kristologi, Yogyakarta: Kanisius. 32 Humm, Maggie. (2007). Ensiklopedia Feminisme, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Johnson, Elizabeth A. (2003). Kristologi di Mata Kaum Feminis, Yogyakarta: Kanisius. Keene, Michael. (2007). Yesus, Yogyakarta: Kanisius. Kyung, Chun Hyun. (2007). “Siapakah Yesus bagi Perempuan Asia,” dalam buku Wajah Yesus di Asia, diedit oleh R.S. Sugirtharajah, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Lefebure, Leo D. (2003). Penyataan Allah, Agama, dan Kekerasan, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Napel, Henk ten. (2006). Jalan yang Lebih Utama Lagi: Etika Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Milne, Bruce. (1993). The Message of John, Here is Your King!, England: InterVarsity Press. O‟Collins, Gerald dan Edward G. Farrugia. (2006). Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius. Paretti, Frank dan Ted Dekker. (2011). House, Jakarta: Penerbit Inspirasi Indonesia. Paretti, Frank. (2011). Monster, Jakarta: Penerbit Inspirasi Indonesia. Riyadi, Eko. (2011). Yesus Kristus, Tuhan Kita, Yogyakarta: Kanisius, Setyawan, Yusak B. (2012). Basic Christology, A Draft, Salatiga: Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Sugirtharajah, R.S. (2007). Wajah Yesus di Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Surbakti, Elisa B. (2008). Benarkah Yesus Juruselamat Universal?, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Suryabrata, Sumadi. (1983). Metodologi Penelitian, Jakarta: CV. Rajawali. Tong, Stephen. (2004). Yesus Kristus Juruselamat Dunia, Surabaya: Momentum. Urban, Linwood. (2009). Sejarah Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Veldhuis, Henri. (2010). Kutahu yang Kupercaya, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Wangerin, Walter. (2014). Yesus: Sebuah Novel, Yogyakarta: Kanisius. Wessels, Anton. (2010). Memandang Yesus: Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya, Jakarta: Gunung Mulia. Zed, Mestika. (2004). Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Lainnya: Al-Quran. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (versi online). 33