BAB 15. PENGANTAR VIROLOGI Virus dapat menginfeksi segala bentuk kehidupan. Virus tidak dapat memproduksi energi. Sebagai parasit obligat seluler, virus bergantung penuh pada mesin metabolisme sel inang. Tujuan utama “kehidupan” virus adalah mengirim genomnya ke sel inang dan mengekspresikannya melalui mesin sel inang. pandangan ilmuwan terhadap virus terbelah menjadi 2 pandangan. Pertama beberapa ilmuwan menyatakan bahwa virus adalah benda tidak hidup. Argumentasi mereka adalah virus kehilangan kemampuan bereproduksi secara independen. Kedua, beberapa ilmuwan menyatakan virus adalah benda hidup. Hal ini berdasarkan kemampuan virus bereproduksi meskipun bergantung pada sel hidup. Kini telah dicapai sebuah definisi kompromistis untuk virus, yaitu virus adalah partikel hidup yang mempunyai kemampuan menginfeksi dan bereproduksi di dalam inang. STRUKTUR FUNGSIONAL Virus terasembling lengkap disebut virion. Virion sederhana terdiri atas 2 komponen dasar, yaitu asam nukleat (DNA atau RNA; pita tunggal atau ganda) dan mantel protein (kapsid). Fungsi kapsid adalah untuk perlekatan ke sel inang dan perlindungan asam nukleat dari serangan nuklease. Protein kapsid dikode dari genom virus. Kapsid terbentuk dari cangkang protein tunggal atau ganda dan terdiri atas beberapa jenis protein. Oleh karena itu, protein kapsid harus dikopi banyak dan diasembling untuk menghasilkan struktur 3D. Asembling kapsid mengikuti 2 pola, yaitu aransemen heliks dan aransemen simetris. Beberapa famili virusmemiliki lapisan tambahan yang disebut amplop (envelope) yang merupakan derivat membran sel inang termodifikasi. Amplop virus terdiri atas lipid dwilapis dan mengelilingi mantel protein. Permukaan luar amplop berpaku membran protein glikosilat. Komposisi lipid amplop virus merefleksikan kekhususan membran sel inang. bagian terluar kapsid dan amplop virus biasanya terglikosilasi dan penting bagi menentukan cakupan inang dan komposisi antigenik virion. MORFOLOGI VIRUS Simetri Heliks Pada replikasi virus simetri heliks, subunit-subunit protein identik (protomer) terasembling menjadi kapsid melalui mode heliks mengelilingi asam nukleat secara spiral. Struktur kapsid dapat dianalisis secara mikroskopi elektron. Selain pengelompokan berdasarkan kekakuannya (kaku atau fleksibel) dan ketelanjangannya (beramplop atau tidak), kapsid heliks dikarakterisasi berdasarkan panjang, lebar dan pitch heliks serta jumlah protomer setiap heliks. Virus heliks telanjang yang dipelajari mendalam adalah virus mosaik tembakau (Gambar 15.1). Virus Sendai (Gambar 15.2) merupakan virus heliks beramplop dan termasuk famili paramyxovirus. Gambar 15.1 Virus mosaik tembakau (TMV). Kapsid terdiri atas 49 subunit protomer dan terasembling dalam 3 putaran heliks, panjang setiap putaran heliks adalah 2,3 nm. Virus lengkap memiliki ukuran p.300X d.18 nm dan diameter cylindrical core 8 nm Gambar 15.2 Virus Sendai dengan fragmen nukleokapsid (NC) heliks. Virus ini terlihat dalam 2 bentuk, yaitu tanpa amplop (E) dan dengan amplop. Ukuran nukleokapsid adalah 1000X17 nm. Simetri Icosahedral Icosohedron adalah polihendron dengan 20 sisi triangular yang sama Icosohedron (polihedral atau sferikal) dengan aksis simetri rotasi berkelipatan-5, -3, dan -2 (Gambar 15.3) didefinisikan sebagai simetri 532. Gambar 15.3 Model Icosohedral polihedral (atas) dan sferikal (bawah) dengan aksis simetri rotasi kelipatan 5 (kiri), 3 (tengah), dan 2 (kanan). STRUKTUR CORE VIRUS Kecuali nukleokapsid heliks, sedikit informasi tersedia untuk pengemasan dan organisasi genom virus dalam core. Virion kecil adalah nukleokapsid sederhana berisi 12 jenis protein. Virus besar terdiri atas core dan pelindungnya, kapsid dan amplop (Gambar 15.4). Core berisi asam nukleat dan kompleks protein dasar. Kapsid terdiri lebih dari 1 jenis perotein dan tersusun dalam 1 atau 2 lapis. Gambar 15.4 Struktur 2D retrovirus imunodefisiensi manusia (HIV) yang terdiri atas core, kapsid (CA), dan amplop. Core terdiri atas RNA dan 3 protein dasar, yaitu protease (PR), transkriptase-balik (RT), dan integrase (IN). Amplop terdiri atas glikoprotein permukaan (SU), protein transmembran (TM), dan protein matriks (MA). KOMPOSISI KIMIA DAN MODEL REPLIKASI Virus RNA Virus RNA menyusun 70% dari total virus dan morfologi bervariasi (Gambar 15.5). Karena laju kesalahan replikasi RNA relatif tinggi, maka virus RNA memiliki laju mutasi lebih tinggi dibandingkan virus DNA. Pita RNA dapat tunggal (ss) atau ganda (ds). Genom terdapat dalam satu fragmen RNA atau terdistribusi dalam multi fragmen RNA. Pita RNA tunggal dapat berupa pita sense (+), yaitu pita RNA yang juga berperan sebagai mRNA atau pita antisense (-), yaitu pita RNA yang tidak berperan sebagai mRNA. Virus ssRNA(+) dapat langsung bereplikasi dan tertranslasi setelah menginfeksi, sedangkan virus ssRNA(-) tidak dapat langsung bereplikasi maupun ditranslasi. Anggota famili reovirus merupakan virus dsRNA. Genom terfragmentasi menjadi 10—12 fragmen. Genom mengkode 3 enzim replikasi RNA, 3 protein kapsid, dan beberapa protein struktural. Hanya pita sense yang terlepas setelah menginfeksi sel inang untuk memulai replikasi. Genom retrovirus terdiri atas 2 molekul identik ssRNA(+) (7—11 kb). Kedua ssRNA diikat secara nonkovalen. Retrovirus memiliki 2 protein amplop, 4—6 protein core nonglikosilat, dan 3 protein fungsional (transkriptase-balik, integrase, dan protease). Transkriptase-balik berperan dalam menyintesis pasangan komplemen ssRNA, sehingga menjadi DNA proviral sirkuler. Integrase berperan dalam menginsersi DNA proviral ke DNA sel inang. Protease berperan dalam pematangan protein struktural hasil ekspresi. Setelah matang protein struktural akan terasembling menjadi virion lengkap. Gambar 15.5 Jenis-jenis famili virus yang menginfeksi manusia. +: pita sense; -: pita antisense; : pita ganda; C: jumlah kapsomer Virus DNA Kebanyakan virus DNA berisi genom tunggal dsDNA linier. Anggota papovavirus (poliomavirus dan papilomavirus) memiliki genom dsDNA sirkuler. dsDNA menyediakan template untuk mRNA dan transkripsi mandiri. Protein struktural (2 atau 3) menyususn kapsid papovavirus. Selain itu terdapat 5-6 protein nonstruktural yang berperan dalam transkripsi, replikasi, dan transformasi. ssDNA linier 4-6 kb ditemukan pada famili parvovirus yang terdiri atas parvovirus, eritrovirus, dan dependovirus. Virion berisi 2—4 jenis protein struktural yang dikode dari gen yang sama. Virus terasosiasi-adeno (AAV) tidak mampu menghasilkan virion anakan, kecuali terdapat virus penolong (virus herpes atau virus adeno) pada sel inang. ssDNA sirkuler hanya dijumpai pada famili circovirus dan berisi 1,7—2,3 kb. Famili Circovirus merupakan virus autonom terkecil. Kapsid isometrik berdiameter 17 nm dan terdiri atas 2 jenis protein. KLASIFIKASI VIRUS Berdasarkan propertinya, virus dikelompokan dalam level (takson) ordo, famili, subfamili, genus, dan species. Lebih dari 30.000 virus telah diisolasi dan dikelompokan dalam 3600 species, 164 genus, dan 71 famili. Morfologi virus menyediakan dasar bagi pengelompokan pada level famili. Anggota sebuah famili virus mungkin hanya mampu bereplikasi pada vertebrata, invertebrata, tumbuhan, atau bakteri. Beberapa anggota famili virus dapat bereplikasi pada berbagai inang. Tabel 15.1 menunjukkan klasifikasi virus dalam 21 famili. Ke-21 famili virus memiliki anggota yang menginfeksi manusia. Selain properti fisik, beberapa faktor dapat dipakai dalam klasifikasi virus, yaitu model replikasi, konfigurasi asam nukleat (ss atau ds; linier atau sirkuler), struktur genom (tunggal atau terfragmentasi), pita ssRNA (sense atau antisense). Karakter lainnya yang dapat dipakai untuk dasar klasifikasi adalah tempat asembling kapsid dan tempat peng-amplopan nukleokapsid. Latinisasi juga diberlakukan dalam tatanama virus. Penambahan akhiran –viridae untuk penamaan famili, -virus untuk penamaan genus telah diterima luas oleh ilmuwan. Nama subfamili berakhiran –virinae. Terkadang terdapat penamaan yang tidak dilatinkan. Penamaan ini disebut penamaan vernacular. Penamaan vernaculae harus dapat menunjukkan karakteristik virus (dalam bahasa Inggris) dan diakhiri dengan kata virus (Tabel 15.1). Nama vernacular biasanya diterapkan pada nama species dan nama strain (tipe) virus. Pada awal kemunculan virologi, virus diberi nama sesuai dengan properti patogenik, seperti model transmisi atau tropisme organ. Sejak tahun 1950 sanpai pertengahan tahun 1960, ketika banyak virus ditemukan, penamaan virus populer yaitu mengunakan gabungan kata-kata. Nama Picorna (picornaviridae) berasal dari pico (kecil) dan RNA. Nama Reo (reoviridae) berasal dari respiratory (ditemukan di saluran pernafasan), enteric (ditemukan di saluran pencernaan), dan orphan (tidak berkerabat dengan virus sejenis). Nama Papova (papovaviridae) berasal dari papilloma, polyoma, dan vacuolating agent. Nama Retro (retrovirus) berasal dari reverse transcriptase. Beberapa nama famili virus tidak berasal daru gabungan kata-kata, melainkan hanya satu kata, seperti adenoviridae (virus diisolasi dari adeno/kelenjar), Astroviridae (virus berbentuk astro/bintang), Bunyaviridae (virus pertama diisolasi dari Bunyamwera Afrika), dan Coronaviridae (virus penyebab penyakit mahkota/crown/corona). Beberapa virus yang memiliki nilai penting medis masih belum terklasifikasi. Hal ini karena virus tersebut sulit dipropagasi dalam sistem standar inang laboratorium maupun tidak diperoleh populasi yang secara kuantitas memungkinkan untuk karakteristik secara teliti. Virus-virus tidak terklasifikasi adalah virus hepatittis E. Virus Norwalk penyebab gastrointestinal manusia semula tidak terklasifikasi, tetapi sekarang telah dimasukkan dalam anggota famili calicivirus. PERBANYAKAN VIRUS Efek patologis virus berasal dari (1) efek toksis produk gen virus pada metabolisme sel terinfeksi, (2) reaksi inang terhadap sel terinfeksi yang mengekspresikan gen virus, (3) modifikasi fungsi seluler oleh interaksi DNA atau protein sel dan produk gen virus. Namun pada kebanyakan kasus simptom penyakit virus langsung merujuk pada kerusakan sel oleh infeksi virus. Pemahaman terhadap mekanisme perbanyakan (multiplikasi) virus merupakan konsep dasar virologi. Untuk memperbanyak diri, virus harus menginfeksi sebuah sel. Kecocokan atau kerentanan didefinisikan sebagai kapasitas sel atau hewan terinfeksi. Cakupan inang oleh virus ditentukan oleh jenis sel dalam jaringan maupun species hewan, di mana virus dapat memperbanyak diri. Virus bervariasi dalam hal keragaman cakupan inang. beberapa virus memiliki cakupan inang bervariasi (virus St Louis encephalitis), sedangkan beberapa virus memiliki inang spesifik (human papillovirus). Jika seseorang dipaparkan dengan virus berinang manusia, maka sel yang langsung terinfeksi adalah sel yang rentan. Sel terinfeksi tersebut merupakan gerbang masuk virus ke dalam tubuh manusia. Sel terinfeksi dapat merupakan sel sasaran atau hanya sel antara. Gerbang masuk infeksi saluran pernafasan juga merupakan sel sasaran. Gerbang masuk infeksi sistem saraf berbeda dengan sel sasaran. Infeksi sistem saraf masuk melalui infeksi permukaan mukosa kulit, sedangkan sel sasaran selsel sistem saraf. Selama infeksi, virus mengintroduksi material genetiknya dan beberapa protein esensialnya ke dalam sel inang. Dua konsep dasar dalam memahami perbanyakan virus, yaitu pertama kemampuan virus memperbanyak diri dan takdir sel terinfeksi bergantung pada sintesis dan fungsi produk gen virus. Kedua semua virus mengkode minimal 3 set fungsi protein terekspresi, yaitu replikasi genom, pengemasan genom menjadi virion, dan perubahan struktur dan fungsi sel. Kapasitas laten merupakan fitur esensial untuk keberlangsungan hidup beberapa virus pada populasi manusia. Strategi virus dalam mengeksekusi fungsi protein terekspresi bervariasi. Pada beberapa kasus (papovavirus), protein virus membantu enzim inang untuk mereplikasi genom virus. Pada kebanyakan kasus (picornavirus, reovirus, dan herpesvirus) protein virus berperan penuh dalam mereplikasi genom virus, tetapi setidaknya memerlukan bantuan 1 protein inang. Pada semua kasus, pengemasan genom virus menjadi virion merupakan tanggung jawab protein virus. Siklus reproduksi semua virus menunjukkan fitur umum. Terdapat 2 fase siklus reproduksi virus, yaitu fase eklipsi dan fase maturasi (Gambar 15.6). Segera setelah infeksi sampai beberapa jam kemudian, hanya sejumlah kecil infeksi parental terdeteksi. Interval ini disebut fase eklipsi. Ini menunjukkan fakta bahwa genom virus telah dikirim dan bergabung ke genom inang, tetapi produksi virus anakan belum terdeteksi. Fase maturasi merupakan sebuah interval di mana terjadi akumulasi virion dalam sel atau lingkungan ekstrasel dengan laju eksponensial. Setelah beberapa jam (picornavirus) atau hari (cytomegalovirus), sel terinfeksi virus lisis kehilangan aktivitas metabolisme dan kehilangan integritas struktural. Sedangkan sel terinfeksi virus nonlisis masih mampu melanjutkan aktivitas metabolismenya 9termasuk sintesis protein virus). Siklus reproduksi bervariasi dari 8 jam (picornavirus) sampai lebih dari 72 jam (beberapa herpesvirus). Anakan virus tang dihasilkan setiap sel terinfeksi bervariasi dari beberapa ribu partikel (poxvirus) sampai 100.000 partikel (poliovirus). Gambar 15.6 Siklus reproduksi virus Infeksi sel rentan tidak secara otomatis menunjukkan perbanyakan virus telah dimulai. Infeksi sel rentan mungkin produktif, restriktif, atau abortif. Infeksi produktif terjadi pada sel permisif dan dicirikan dengan produksi anakan infektif. Infeksi abortif dapat terjadi untuk 2 alasan. Pertama, meskipun sel rentan terhadap infeksi, tetapi nonpermisif, karena jumlah virus penginfeksi sedikit atau tidak semua gen virus terekspresikan. Infeksi abortif dihasilkan oleh virus defektif yang kehilangan semua komplemen gen virus. Sel dapat menjadi transien permisif, di mana virus tinggal dalam sel sampai sel menjadi permisif atau hanya beberapa sel dari semua populasi sel yang menghasilkan anakan virus. Selama evolusi, virus mengembangkan beberapa strategi yang berkaitan dengan pengkodean dan organisasi gen virus, ekspresi gen virus, replikasi genom virus, dan asembling dan maturasi anakan virus. Sel terpaksa melakukan 2 hal untuk virus, yaitu mentranskripsi genom viral, di mana sel tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk transkripsi tersebut baik di nukleus maupun di sitoplasma, menyintesis protein dari mRNA virus yang tidak kompatibel dengan mesin translasi seluler. Oleh karena itu, virus mengambil alih program replikasi, transkripsi, dan translasi, sehingga fungsi mesin informasi genetik seluler dapat melakukan fungsi informasi genetik genom virus. Perlekatan Untuk menginfeksi sel, virus harus melekat pada permukaan sel, menembus pemukaan sel, dan menjadi takterbungkus untuk mengirim genom virus ke mesin transkripsi dan translasi inang. Perlekatan melibatkan pengikatan khusus protein virion (antireseptor) ke permukaan sel (reseptor). Contoh klasik antireseptor adalah hemaglutinin virus influenza (Orthomyxovirus). Antireseptor terdistribusi merata di permukaan virus. Virus komplkes seperti virus herpes simpleks memiliki molekul antireseptor untuk lebih dari satu species. Mutasi pada gen antireseptor mungkin dapat menghasilkan kehilangan kapasitas berinteraksi dengan reseptor. Reseptor seluler teridentifikasi sebagai glikoprotein, tetapi terkadang mengandung asam sialat dan heparan sulfat. Perlekatan memerlukan ion dalam jumlah pas untuk mereduksi penolakan elektrostatik, tetapi tidak tergantung pada suhu dan energi. Kerentanan sel dibatasi oleh ketersediaan reseptor dan tidak semua sel pada organisme rentan mengekspresikan reseptor. Sel ginjal manusia tidak memngekspresikan reseptor untuk poliovirus, tetapi kultur ginjal (in vitro) mengekspresikan reseptor untuk poliovirus. Kerentanan berbeda dengan permisif. Sel rentan adalah sel yang menghasilkan reseptor. Sel permisif adalah sel yang menghasilkan virus infektif ketika terinfeksi. Perlekatan virus ke sel dapat menghasilkan perubahan ireversibel pada struktur virion. Pada kasus lain, jika tidak terjadi penetrasi, virus dapat lepas dan terserap ulang ke sel lainnya. Penetrasi Penetrasi adalah tahapan yang memerlukan energi. Terdapat 3 mekanisme penetrasi, yaitu translokasi virion menyeberang membran sel, endositosis partikel virus, sehingga menghasilkan vakuola berisi virion, dan fusi membran sel dan amplop virus. Mekanisme penetrasi virus tanpa amplop melalui 2 metode pertama. Jika penetrasi melalui fusi membran sel dan amplop virus, maka amplop virus tetap berada di membran sel, tetapi konstituen internal masuk ke sitoplasma. Fusi membran sel dan amplop virus melibatkan interaksi protein virus khusus yang berada dalam amplop protein, dengan protein membran sel. Pelepasan Mantel (Uncoating) Pelepasan mantel merupakan terminologi umum untuk kejadian setelah penetrasi di mana genom virus terekspresikan dan terfungsikan. Pada kebanyakan kasus, virion disagregasi (rusak/pecah), baik secara mandiri maupun dibantu oleh komponen sel. Hanya asam nukleat dan kompleks protein-asam nukleat yang tersisa sebelum terekspresikan. Nukleokapsid adenovirus, herpesvirus, dan papillomavirus ditransportasi ke selaput inti. DNA virus kemudian dilepaskan dan masuk ke dalam nukleus sel melalui pori selaput inti. Pada sel terinfeksi orthomyxovirus, partikel virus terambil melalui endositosis. Amplop virus berfusi dengan membran vesikel dan virus melepaskan ribonukleoprotein (RNP) virus ke sitoplasma. Pada reovirus, hanya sebagian kapsid dibuang dan genom virus terekspresi meskipun tidak terlepas total dari kapsid. MEKANISME REPLIKASI DAN EKSPRESI GEN VIRUS Virus RNA Pita Tunggal Terdapat 3 kelompok virus RNA yang memiliki mekanisme replikasi dan ekspresi gen berbeda. Kelompok pertama yaitu picorna dan togavirus yang memiliki genom RNA+ pita tunggal dengan 2 fungsi. Pertama genom RNA berfungsi sebagai mRNA. Setelah menginfeksi sel dan mengirim genom RNA ke sitoplasma, maka genom RNA mengikat ribosom sel dan langsung ditranslasi (Gambar 15.7). Semua genom picornavirus langsung ditranslasi, sedangkan hanya sebagian genom togavirus langsung ditranslasi. Kedua genom RNA berfungsi sebagai template untuk sintesis komplemennya. Sintesis pita komplemen memerlukan protein yang dihasilkan dari translasi genom RNA virus (Gambar 15.7). baik pada picornavirus dan togavirus menyintesis pita RNA komplemen. Pita RNA komplemen (disebut juga pita RNA -) akan menyintesis pita RNA+. Pada Togavirus terdapat 2 bentuk pita RNA+ hasil sintesis dari pita RNA-, yaitu pita RNA+ kecil yang tidak tertranslasi dan pita RNA+ lengkap. Pita RNA+ kecil akan ditranslasi menghasilkan protein untuk pengemasan anakan virus. Pita RNA+ lengkap langsung dikemas menjadi anakan virus. Pada picornavirus terdapat 1 bentuk pita RNA+, yaitu pita RNA+ lengkap. Pita RNA+ lengkap ini langsung dikemas menjadi anakan virus. Produk protein hasil translasi pita RNA+ pada picornavirus dan togavirus adalah protein tunggal. Protein tunggal ini kemudian mengalami pemotongan, sehingga menghasilkan sejumlah polipeptida yang sesuai dengan jumlah dan jenis protein pada virion infektif. Gambar 15.7 Mekanisme replikasi dan ekspresi gen picornavirus (kiri) dan togavirus (kanan) Kelompok kedua adalah orthomyxovirus, paramyxovirus, bunyavirus, arenavirus, dan rhabdovirus. Kelompok ini memiliki genom RNA- pita tunggal. Orthomyxovirus, bunyavirus, dan arenavirus memiliki genom monofragmen. Paramyxovirus dan rhabdovirus memiliki genom multifragmen. Setelah menginfeksi sel, maka virion akan mengirim genom RNA- dan protein virion ke sitoplasma. Dengan bantuan protein virion, genom RNA- menyintesis pita komplemennya (Gambar 15.8). Pita RNA+ ini berperan sebagai mRNA (disebut mRNA+) dan kemudian ditranslasi menghasilkan protein tunggal dan kemudian mengalami pemotongan menjadi beberapa protein yang berperan dalam proses produksi anakan. Produksi anakan virus dimulai dengan proses sintesis RNA+ dari RNA- induk. Proses ini memerlukan enzim yang dihasilkan dari proses translasi mRNA virus. Setelah menghasilkan pita RNA+, maka pita RNA+ berperan sebagai template untuk sintesis pita RNA+ (juga memerlukan enzim virus hasil translasi). Pita RNA+ ini berbeda dengan pita mRNA+. Selanjutnya pita RNA+ dikemas menjadi anakan virus. Gambar 15.8 mekanisme replikasi dan ekspresi orthomyxovirus dan paramyxovirus Kelompok ketiga adalah retrovirus. Karakteristik genom retrovirus adalah monofragmen diploid (2 fragmen RNA, tetapi ukuran dan urutan sama). Setelah menginfeksi sel, genom RNA berperan sebagai template untuk sintesis DNA virus. Karena eukariota tidak memiliki enzim, maka untuk menyintesis RNA menjadi DNA diperlukan enzim transkriptase-balik virus (Gambar 15.9). Mekanisme sintesis DNA dari RNA meliputi (1) pengikatan kompleks tRNA dan transkriptase-balik dengan genom RNA. (2) Salah satu pita RNA diploid berperan sebagai template untuk sintesis DNA komplemennya (terjadi hibrid RNA-DNA sementara) dan dikopling dengan digesti RNA diploid oleh ribonuklease virus. (3) Pita DNA berperan sebagai template untuk sintesis pita DNA komplemennya, sehingga dihasilkan DNA pita ganda. DNA pita ganda ditranslokasi ke nukleus dan berintegrasi dengan genom inang. Genom DNA virus ditranskripsi menghasilkan genom RNA lengkap dan molekul RNA pendek yang kemudian ditranslasi menghasilkan poliprotein. Poliprotein dipotong menjadi proteinprotein individual. Genom RNA lengkap dikemas menjadi anakan virus dengan bantuan protein-protein individual. Gambar 15.9 Mekanisme replikasi dan ekspresi retrovirus Virus RNA Pita Ganda Genom RNA pita ganda multifragmen reovirus ditranskripsi di dalam kapsid (sedikit terbuka) oleh polimerasi virus. Hasil transkripsi adalah 10 pita mRNA+ dan kemudian dikeluarkan dari kapsid. mRNA+ memliki 2 fungsi, yaitu sebagai mRNA yang langsung ditranslasi menghasilkan protein virus dan sebagai template untuk sintesis genom RNA pita ganda. Gambar 15.10 mekanisme replikasi dan ekspresi reovirus Virus DNA Virus DNA dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok. Kerlompok pertama adalah Papovirus, adenovirus, dan herpesvirus. Genom virus kelompok ini ditranskripsi dan direplikasi di dalam nukleus sel. Oleh karena itu dapat menggunakan enzim inang. Herpesvirus memerlukan 3 siklus transkripsi untuk mengemas anakan virus (Gambar 15.11). Kelompok kedua adalah poxvirus. Pada poxvirus transkripsi terjadi di sitoplasma. Proses transkripsi memerlukan enzim virus. Kelompok ketiga adalah parvovirus. Virus terasosiasi-adeno memerlukan adenovirus atau virus herpes simpleks untuk perbanyakannya. Tanpa virus penolong, genom hanya terintegrasi ke genom inang tetapi tidak terekspresikan. Kelompok keempat adalah virus hepadna. DNA virus terlebih dulu ditutup-sirkuler dengan bantuan enzim polimerase virus (semula genom berbentuk sirkuler terbuka). Setelah itu DNA virus ditranskripsi menghasilkan 2 kelas molekul RNA, yaitu mRNA dan RNA genomik (Gambar 15.12). mRNA ditranslasi menghasilkan protein virus. RNA genomik ditranskrip menghasilkan DNA genomik dengan bantuan enzim transkriptase-balik. Selanjutnya DNA genomik dikemas menghasilkan anakan virus. Gambar 15.11 Mekanisme replikasi dan ekspresi herpesvirus Gambar 15.12 mekanisme replikasi dan ekspresi virus hepadna ASEMBLING, MATURASI, DAN KELUAR DARI SEL Virus mengembangkan 2 strategi dalam asembling, maturasi, dan keluar dari sel terinfeksi. Startegi pertama dilakukan oleh virus non-amplop seperti picornavirus, reovirus, papovavirus, parvovirus, dan adenovirus. Virus non-amplop melakukan asembling dan maturasi sebelum keluar dari sel (asembling dan maturasi terjadi di dalam sel). Picornavirus, reovirus terasembling di sitoplasma. Adenovirus, papovavirus, dan parvovirus terasembling di nukleus. Startegi kedua dilakukan oleh virus beramplop. Virus RNA- seperti togavirus dan retrovirus melakukan asembling bersamaan dengan proses keluar dari sel. Proses asembling nukleokapsid terjadi di (dekat) membran sel. Virion dikeluarkan dengan mekanisme pertunasan. Nukleokapsid herpesvirus diasembling di nukleus dan proses amplopisasi dan maturasi terjadi di selaput inti bagian dalam, sisterna retikulum sitoplasma, dan vesikel. GENETIKA VIRUS Virus adalah entitas sederhana, kehilangan sistem produksi energi, dan memiliki kapabilitas biosintesis terbatas. Virus terkecil memiliki beberapa gen, sedangkan yang terbesar hanya memiliki 200 gen. Virus mudah bermutasi karena genom virus mudah berekombinasi dengan genom inang atau genom virus lainnya. Mutasi Mutasi dapat dihasilkan dari 3 mekanisme, yaitu efek mutagen fisik (sinar UV, sinar X) terhadap asam nukleat, perilaku alami basa nukleotida (resonansi dari keto ke enol dan perubahan bentuk amino ke imino), dan kegagalan enzim mereplikasi asam nukleat. Mekanisme pertama dan kedua terjadi pada semua virus. Mekanisme ketiga bergantung pada fidelitas enzim replikasi. Virus DNA memiliki laju mutasi mirip dengan sel eukariota, karena enzim replikasi virus memiliki fungsi proofreading mirip dengan DNA polimerase eukariota. Laju kesalahan pada replikasi DNA virus adalah 10-8—10-11 setiap inkorporasi nukleotida. Virus RNA tidak memiliki fungsi proofreading pada enzim replikasinya. Oleh karena itu laju kesalahan replikasi RNA virus adalah 10-3—10-4 setiap inkorporasi nukleotida. Tidak semua mutasi menghasilkan perubahan pada populasi virus. Mutasi yang terjadi pada gen fungsi esensial seperti perlekatan, penetrasi, uncoating, replikasi asembling, dan releasing tidak diperkenankan, sehingga cepat hilang dari populasi. Hanya mutan dengan mutasi yang tidak melemahkan fungsi esensial virus, dapat tetap hidup dan bertahan dalam populasi virus. Mutasi yang mengubah fenotip virus, tetapi tidak fatal sangat penting, seperti mutasi yang dapat menciptakan penentuan antigenik baru (novel). Mutasi pada gen hemaglutinin virus influenza A dapat menghasilkan molekul hemaglutinin dengan perubahan epitop (tempat antigenik). Dari 1968 sampai 1979 terjadi mutasi yang mengakibatkan perubahan (10%) molekul hemoglutinin serotipe H3. Mekanisme perubahan antigen seperti ini disebut antigenic drift. Mutasi merupakan perangkat prinsip para ahli virus dalam mengembangkan vaksin virus. Vaksin virus harus terus berkembang, karena virus mudah bermutasi. Vaksin untuk poliovirus kini berkembang menjadi 3 strain, yaitu vaksin strain 1, 2, dan 3. Namun vaksin strain 3 tidak stabil dan mudah terjadi mutasi balik, sehingga vaksin dapat berubah menjadi virus infektif. Beberapa vaksin virus telah dikembangan dari sel manusia dan hewan seperti terlihat di Tabel 15.2 Rekombinasi Rekombinasi virus berlangsung jika terjadi koinfeksi pada sel inang sama dan kedua virus berinteraksi selama proses replikasi. Hasil rekombinasi adalah anakan virus dengan kombinasi genom kedua virus induk. Dua mekanisme rekombinasi terjadi pada virus, yaitu campuran bebas (independent assortment) dan linkage taksempurna (incomplete linkage). Kedua mekanisme rekombinasi dapat menghasilkan virus serotipe baru atau virus dengan perubahan virulensi. Rekombinasi campuran bebas terjadi pada 2 virus yang memiliki genom multifragmen. Kedua virus melakukan pertukaran fragmen genom secara acak selama replikasi (Gambar 15. 13). Rekombinasi campuran bebas terjadi pada coinfeksi virus influenza (dan orthomyxovirus lainnya) dengan reovirus. Frekuensi rekombinasi campuran bebas pada orthomoxyovirus dapat mencapai 20%. Rekombinasi campuran bebas antara virus influenza hewan dan manusia (selama coinfeksi) dapat menghasilkan strain virus influenza baru yang dapat menginfeksi manusia tetapi membawa molekul hemaglutinin hewan. Mekanisme perubahan antigenik seperti ini disebut antigenic shift. Rekombinasi dengan mekanisme antigenic shift dapat merubah virulensi virus dari yang mudah dikalahkan oleh sistem imun inang menjadi tidak mampu dikalahkan. Antigenic shift pada virus influenza dapat menghasilkan pandemi (epidemi dunia) influenza. Sebagai contoh virus influenza H1N1 yang menyebabkan pandemi influenza (1918-1919) dan menewaskan 20 juta orang muncul kembali pada tahun 1934, 1947, dan 1977. Kemunculan kembali pandemi influenza H1N1 (pada tahun 1977), karena virus H1N1 mengalami mutasi secara antigenic shift (lihat Tabel 15.3). Gambar 15.13 Mekanisme mutasi secara antigenic shift Rekombinasi linkage taksempurna adalah pertukaran segmen antar-fragmen genom (Gambar 15.14). Rekombinasi Linkage taksempurna mirip dengan mutasi pindah silang pada material genetik eukariota dam prokariota. Rekombinasi linkage taksempurna terjadi pada semua virus DNA dan beberapa virus RNA. Gambar 15.14 Rekombinasi linkage taksempurna