KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN XIV PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN DIREKTORAT JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA 2013 0 DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Kebijakan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup BAB 2 DEFINISI, RUANG LINGKUP DAN PENGALAMAN PROYEK DALAM MENERAPKAN PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1 2.2 Pengertian/Definisi Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup Penjelasan tentang Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup 2.2.1 Pengamanan Sosial 2.2.2 Kajian Lingkungan Hidup BAB 3 PENERAPAN PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PNPM MPd 3.1 Apakah yang dimaksud dengan penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd ? 3.1.1 Penerapan Pengamanan Lingkungan Hidup 3.1.1.1 Pengertian tentang jenis prasarana yang dibangun oleh masyarakat 3.1.1.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam desain dan konstruksi infrastruktur yang berkaitan dengan dampak lingkungan 3.1.1.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan pascakonstruksi 3.1.1.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan pascabencana alam 3.1.1.5 Penerapan Daftar Larangan 3.1.1.6 Hal yang dianjurkan dilakukan dalam membuat proposal penghijauan atau perbaikan lingkungan hidup, seperti penghijauan bantaran sungai dan lain-lain 3.1.1.7 Pada tahapan mana pengamanan lingkungan perlu disosialisasikan dan diperhatikan 3.1.2 Penerapan Pengamanan Sosial 3.1.2.1 Hibah Tanah Individu dan Alih Fungsi Tanah Desa 3.1.2.2 Penguatan MA&KAT 3.2 Siapa pelaku penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd? 3.3 Mengapa diperlukan penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd? 3.4 Di mana penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup tertanam dalam PNPM MPd? 3.5 Bagaimana penerapannya pada tahap persiapan dan sosialisasi? 3.6 Bagaimana penerapannya pada tahap perencanaan? 3.7 Bagaimana penerapannya pada tahap pelaksanaan? 3.8 Bagaimana penerapannya pada tahap pelestarian? 3.9 Bagaimana peran para pelaku PNPM MPd dalam penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup? 3.10 Apa saja pelatihan yang mencakup pengamanan sosial dan lingkungan hidup? 3.11 Bagaimana supervisi penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd? 1 3.12 Bagaimana dokumentasi dan pelaporan pengamanan sosial dan lingkungan hidup? 3.13 Bagaimana pengaduan dan penanganan masalah pengamanan sosial dan lingkungan hidup? LAMPIRAN: Annex 1: Perencanaan Penanganan MA&KAT (PPM)/Indigenous People Plan (IPP) Annex 2: Ceklis Supervisi Annex 3: Formulir terkait Kebijakan Safeguard: -Formulir 5 Usulan Kegiatan -Formulir 6 Berita Acara Kesanggupan -Formulir 9 Rekapitulasi Pengadaan Lahan dan Aset -Formulir 9a Daftar Rincian Pengadaan Lahan dan Aset -Formulir 10 Ceklis Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen Usulan -Formulir 11 Verifikasi Usulan -Formulir 12.d Verifikasi Usulan Prasarana -Formulir 22 Penanganan Dampak Negatif terhadap Lingkungan -Formulir 25 Pemeriksaan Desain dan RAB -Formulir 29 Surat Perjanjian Pemberian Bantuan 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 1 Latar Belakang 1. Kebijakan “safeguard” atau “pengamanan” sosial dan lingkungan hidup merupakan suatu upaya dari Proyek PNPM Mandiri Perdesaan (untuk seterusnya akan disebut sebagai “Proyek” dalam panduan ini) dalam melakukan pencegahan, pengelolaan, dan penanganan risiko terjadinya potensi dampak yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kegiatan yang didanai oleh Proyek. Kebijakan perlindungan tidak hanya dimaksudkan untuk menghindarkan dampak sosial dan lingkungan hidup yang merugikan sebagai akibat adanya suatu kegiatan yang didanai oleh Proyek, tetapi juga untuk meminimalkan risiko dampak negatif tersebut. Jika dampakdampak negatif tidak dapat dihindarkan, Proyek harus merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah penanggulangan, perbaikan, dan kompensasi apabila diperlukan. 2. Proyek mengadopsi Kebijakan-kebijakan Pengamanan yang mencakup Kebijakan tentang Kajian Lingkungan Hidup (Environmental Assessment) dan Kebijakan Masyarakat Adat dan Komunitas Adat Terpencil (MA&KAT atau Indigenous Peoples) 1. Penerapan kedua kebijakan pengamanan ini harus disesuaikan dengan karakteristik setiap kegiatan, khususnya dalam hal jenis dan besaran potensi dampak lingkungan serta pengaruh yang ditimbulkan atau keterlibatan MA&KAT dalam kegiatan yang didanai Proyek. Proyek melakukan penapisan dan identifikasi potensi dampak serta menetapkan langkah-langkah penanganan dampak negatif yang tidak dapat dihindarkan oleh setiap kegiatan, melaksanakan langkah-langkah penanggulangan dampak negatif tersebut, serta memantau dan mengawasi pelaksanaan langkah-langkah penanggulangan tersebut. Proyek juga mendokumentasikan dan mengungkapkan kepada publik seluruh kegiatan ini dalam rangkaian proses siklus Proyek atau kegiatan yang didanai Proyek, baik di tingkat masyarakat maupun di tingkat pengelola Proyek. 3. Sebagai suatu program dengan skala nasional yang meliputi 5.020 kecamatan dan sekitar 61.000 desa, jika tidak dikelola dengan benar, Proyek berpotensi menimbulkan dampak yang semakin besar untuk terjadinya isu-isu sosial maupun lingkungan hidup yang merugikan bagi masyarakat maupun suatu wilayah. Mengingat Proyek merupakan bagian dari program nasional dengan siklus pelaksanaan, desain, dan komponen yang sama serta berulang, maka penyempurnaan untuk menghindari, meminimalkan, dan mengelola serta menangani dampak sosial dan lingkungan hidup secara terus menerus akan dilakukan berdasarkan pengalaman implementasi program sebelumnya. Dua Kebijakan Perlindungan ini adalah bagian dari 10 Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Sosial Bank Dunia. 3 4. 1.2 Dalam pelaksanaan program yang telah berlangsung selama sepuluh tahun terakhir, hampir seluruh tanah, lahan, atau aset yang diperlukan oleh kegiatankegiatan yang didanai proyek PPK (pendahulu PNPM PMd sebelum menjadi program nasional) dan PNPM MPd merupakan kontribusi/hibah dari masyarakat penerima manfaat kegiatan tersebut. Sebagian kegiatan menggunakan tanah, lahan, atau aset milik desa atau pemerintah. Kontribusi dilakukan secara sukarela melalui proses partisipasi dan musyawarah warga. Walaupun masih perlu terus disempurnakan, seperti halnya juga kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, proses dan kontribusi tanah, lahan, atau aset oleh warga penerima manfaat sebagian besar telah didokumentasikan di tingkat masyarakat. TUJUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP 1. Proyek mengadopsi Kebijakan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dengan tujuan sebagai berikut. a) b) c) d) e) f) 2. Melindungi kesehatan manusia; Mencegah kerusakan lingkungan ataupun dampak kumulatifnya sebagai akibat adanya kegiatan; Menghindari konflik sesama anggota masyarakat dan memperkuat keterikatan sosial masyarakat; Memastikan bahwa desain setiap kegiatan menjamin MA&KAT memperoleh manfaat sosial dan ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai budaya, yang memasukkan gender serta nilai-nilai dan kepentingan antargenerasi; Memastikan bahwa setiap kegiatan mendapatkan dukungan dari komunitas MA&KAT melalui konsultasi yang bebas dan terbuka sebelum kegiatan dilaksanakan; dan Memastikan bahwa tidak akan terjadi konflik atau ketidakpastian hukum, baik pada saat implementasi Proyek ataupun setelah itu, yang diakibatkan adanya kontribusi tanah yang digunakan oleh kegiatan. Karena itu, pada setiap siklus Proyek perlu dilakukan proses konsultasi yang transparan, partisipatif, dan dokumentasi yang benar dan terbuka. Untuk menjamin terlaksananya kebijakan sosial dan lingkungan hidup, maka Proyek menetapkan Daftar Larangan (Negative List) sebagai berikut. a) b) c) d) e) f) Pembiayaan untuk kegiatan yang berhubungan dengan militer atau angkatan bersenjata, untuk kegiatan politik, atau partai politik. Pembangunan atau rehabilitasi kantor pemerintah atau rumah ibadah. Pembelian gergaji mesin model rantai (chainsaw), senjata, bahan peledak, asbes, dan bahan-bahan lain yang merusak lingkungan (pestisida, herbisida, bahan-bahan terlarang, dsb.). Pembelian kapal ikan dengan tonase lebih dari 10 ton dan atau peralatannya. Memberi gaji bagi pegawai negeri. Kegiatan yang memperkerjakan anak-anak di bawah usia kerja (penjelasan menurut UU Ketenagakerjaan 2003: di bawah 13 tahun belum boleh kerja, 1315 tahun hanya boleh bekerja yang tidak berisiko dan pekerjaan paruh waktu, 4 sehingga bisa tetap sekolah dan berkembang secara sosial anak dengan normal). g) Kegiatan yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, atau penjualan barang yang mengandung tembakau. h) Kegiatan yang berlangsung di kawasan lindung, kecuali ada izin tertulis dari Kementerian yang berwenang atas lokasi dan kegiatan bersangkutan. i) Kegiatan pertambangan atau ekstraksi dan penggunaan terumbu batu karang atau koral (yang hidup maupun yang mati). j) Kegiatan yang berkaitan dengan manajemen sumber air dari sungai yang mengalir dari atau ke negara lain (khusus daerah perbatasan di Kalimantan Utara, Papua, dan Timor). k) Kegiatan mengubah arus sungai. l) Kegiatan berkaitan dengan reklamasi tanah lebih besar daripada 50 hektar. m) Konstruksi bangunan irigasi baru lebih besar daripada 50 hektar sawah. n) Kegiatan konstruksi bendungan atau penampungan air berkapasitas lebih besar daripada 10.000 m3. 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PANDUAN 1. Panduan ini dimaksudkan untuk: a) memastikan adanya kesamaan pemahaman tentang Kebijakan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dan penerapannya bagi semua pelaku Proyek dan b) memberikan acuan kepada semua pelaku di semua tingkatan, baik konsultan, fasilitator, pemerintah, dan masyarakat pelaku kegiatan yang didanai Proyek, dalam penerapan Kebijakan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup, sehingga tujuan Kebijakan-Kebijakan seperti yang diuraikan di atas (paragraf 5) dapat tercapai. 2. Panduan ini dirancang untuk digunakan oleh semua pelaku yang terlibat dalam Proyek, dengan lingkup tugas dan peran masing-masing dalam melaksanakan Kebijakan Pengamanan Sosial dan Lingkungan pada setiap tahap siklus Proyek. Panduan ini dilengkapi dengan formulir baku untuk memudahkan setiap pelaku yang terlibat dalam Proyek, tetapi jika diperlukan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. 5 BAB 2 DEFINISI, RUANG LINGKUP, DAN PENGALAMAN PROYEK DALAM MENERAPKAN PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1 Pengertian/Definisi Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup PNPM Mandiri Perdesaan merupakan proyek yang memiliki dampak potensial tidak signifikan yang sebagian besar dampaknya dapat dimitigasi melalui perencanaan langkah-langkah penanggulangan dampak negatif yang sudah dipersiapkan. Adapun kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai berikut. a. Masyarakat Adat dan Komunitas Adat Terpencil (MA&KAT)/Indigenous Peoples merupakan kebijakan untuk: (i) menjamin MA&KAT mendapat manfaat dari suatu proyek dan (ii) menghindari atau melakukan langkah-langkah penanggulangan dampak negatif yang tidak dapat dihindarkan. Tindakan penanganan khusus diperlukan jika proyek memberikan dampak negatif kepada suku-suku asli, etnis minoritas tertentu, atau kelompok lainnya yang status sosial dan ekonominya menghambat kapasitasnya untuk menyampaikan kepentingan dan hak-hak mereka atas tanah dan sumber daya produktif lainnya. b. Kajian Lingkungan Hidup/Environmental Assessment merupakan kebijakan untuk: (i) mengevaluasi potensi risiko dan dampak lingkungan suatu proyek pada wilayah dampaknya (cakupan, kedalaman, serta jenis kajiannya bergantung pada sifat, skala, ukuran, dan potensi dampak lingkungan dari proyek yang diusulkan itu); (ii) mengkaji alternatif desain proyek; (iii) menentukan cara-cara menyempurnakan pemilihan, penentuan lokasi, perencanaan, pembuatan rancang bangun, serta pelaksanaan proyek melalui usaha-usaha pencegahan, pengurangan, penanggulangan, ataupun kompensasi dampak lingkungan yang merugikan dan meningkatkan dampak positif; dan (iv) mencakup proses penanggulangan dan pengelolaan dampak lingkungan yang merugikan ke dalam implementasi proyek. Lebih diutamakan langkah-langkah pencegahan daripada langkah-langkah penanggulangan ataupun pemulihan, bilamana memungkinkan. Pengamanan lingkungan dan sosial dalam PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan untuk mengamankan lingkungan sesuai UU lingkungan hidup dan kaidah ilmu sipil, serta mengamankan dampak sosial sesuai fokus PMD dalam pemberdayaan, UU Hak Asasi Manusia, peraturan terkait pemindahan kepemilikan atau fungsi dari tanah individu dan tanah desa. Pengamanan Lingkungan meliputi: Daftar Larangan (Negative List) yang tidak boleh dilakukan, dampak negatif berskala besar yang dapat terjadi, dan dampak negatif yang kemungkinan terjadinya besar. Pengamanan Sosial meliputi: • dampak terhadap proses hibah tanah atau alih fungsi tanah desa bagi infrastruktur pedesaan yang dibangun dan • kesetaraan keuntungan dan pemberdayaan bagi MA&KAT. Hal-hal yang coba diamankan adalah: 6 • • • • • 2.2 keberlanjutan infrastruktur agar tidak mengakibatkan dampak negatif atau terkena dampak, sehingga cepat rusak atau tidak berfungsi; keamanan lingkungan dan jiwa; penggunaan benda-benda yang buruk bagi kesehatan atau lingkungan; proses hibah tanah individu atau alih fungsi tanah desa yang tidak sesuai persyaratan hukum di Indonesia, yang akibatnya di kemudian hari dapat menyebabkan konflik dan menyulitkan desa atau individu yang terkait; Hak-hak MA&KAT sesuai konstitusi yang diuraikan oleh Mahkamah Konstitusi dan UU Hak Azasi manusia yang menyebutkan bahwa masyarakat dan kelompok adat berhak ikut menentukan pembangunan di daerah mereka dan tidak dirugikan, bahkan ikut menikmati hasil pembangunan secara setara. Penjelasan tentang Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup 2.2.1 Pengamanan Sosial Kebijakan pengamanan sosial mendorong dilakukannya identifikasi, konsultasi, dan penyediaan mekanisme untuk menghadapi potensi dampak positif dan negatif yang dapat ditimbulkan subproyek atas Masyarakat Adat dan Komunitas Adat Terpencil (MA&KAT). Panduan ini berisi prosedur untuk memastikan bahwa semua kegiatan proyek dievaluasi dan potensi isu-isu komunitas adat terpencil diidentifikasi dan ditanggulangi sebelum suatu kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak bagi MA&KAT dimulai, yaitu: memastikan bahwa penduduk asli berpartisipasi dan mendapat manfaat dari proyek melalui konsultasi yang bebas dan terbuka sebelum kegiatan dilaksanakan dan menghindari atau memperkecil potensi dampak negatif dari proyek bagi MA&KAT—bila tidak mungkin menghindarinya, maka dilakukan upaya memperkecil dampak negatif, memitigasi, atau menyiapkan skema kompensasi. Kebijakan Pengamanan Sosial mengenai MA&KAT menggariskan penyusunan langkah-langkah perencanaan untuk melindungi kepentingan kelompok-kelompok suku yang beridentitas sosial dan budaya tersendiri yang berbeda dari identitas masyarakat yang lebih luas, yang dapat menyebabkan mereka menjadi pihak yang tidak memperoleh manfaat dari proses pembangunan. MA&KAT dapat diidentifikasi dengan ciri-ciri sebagai berikut. Ikatan erat dengan wilayah leluhur dan sumber daya alam di wilayahnya Identifikasi diri dan identifikasi oleh orang lain sebagai anggota kelompok budaya tertentu Bahasa asli Lembaga-lembaga adat Memenuhi kebutuhan pokok sendiri Kelompok yang karena kondisinya tersebut belum terlibat dan mendapat akses pelayanan sosial, ekonomi, maupun politik yang setara dengan masyarakat umum 7 Berdasarkan ciri-ciri di atas, terdapat banyak kelompok di Indonesia yang dapat dimasukkan ke dalam kategori MA&KAT, misalnya: 1. kantung-kantung kecil kelompok penduduk yang sangat terpencil dan miskin seperti penduduk Mentawai dan penduduk pulau-pulau kecil lainnya. Kelompok-kelompok semacam itu dapat dengan mudah terkena dampak negatif proyek pembangunan; 2. suku-suku yang jauh lebih besar yang memiliki bahasa sendiri, identitas, struktur organisasi, proses pengambilan keputusan sendiri, ikatan, tradisi dan memperlihatkan perilaku sosial budaya seperti suku Dayak di Kalimantan atau kelompok-kelompok suku di Nusa Tenggara Timur; 3. masyarakat-masyarakat majemuk, yang terpinggirkan dari sisi budaya atau ekonomi, seperti masyarat nelayan di Kawasan Indonesia Timur yang memiliki identitas yang unik dan juga menduduki posisi lebih rendah dalam struktur sosial lokal. Pengalaman dari rangkaian proyek PPK dan PNPM MPd sebelumnya Selama lebih dari sepuluh tahun sejarah rangkaian proyek PPK dan PNPM MPd, tidak dijumpai dampak negatif sistematis pada MA&KAT. Pengamanan sosial dalam setiap tahapan proyek PPK dan PNPM MPd ternyata mudah diterapkan sesuai budaya lokal dan sesuai dengan struktur lokal. Berikut ini diberikan contohcontoh spesifik. Di Jawa, suku Baduy menolak proyek-proyek pembangunan dari luar. Proyek baru bisa masuk wilayah Baduy setelah pemimpin adat menyatakan berminat dan tatacara pertemuan disepakati dan dicatat oleh kedua belah pihak. Masyarakat asli di pulau Nias, Sumatera Utara pada awalnya menghadapi sejumlah masalah pelaksanaan karena terisolasi dan struktur desanya yang sangat hierarkis. Namun, pada pelaksanaan PPK, tidak ditemukan dampak negatif yang terjadi. Pelaksanaan PPK di Kawasan Indonesia Timur juga tidak menyebabkan dampak negatif sistematis pada kelompok-kelompok suku minoritas. Pedoman Praktis Pengamanan Sosial 1. Kajian sosial Apabila hasil penapisan dalam persiapan Proyek mengidentifikasi ada MA&KAT di lokasi, maka Proyek harus melakukan kajian sosial untuk mengevaluasi potensi dampak positif atau negatif. Kedalaman dan jenis analisis kajian tergantung kepada skala Proyek dan potensi dampaknya. Dalam hal ini, analisa sosial (peta sosial desa) menjadi proses sangat penting dan wajib dilakukan di awal proses. 2. Konsultasi dan Partisipasi Ketika proyek menimbulkan dampak kepada MA&KAT, maka Proyek harus memastikan terselenggaranya konsultasi bebas dan terbuka sebelum kegiatan dilaksanakan. Proyek memastikannya melalui: (i) penyelenggaraan konsultasi dalam tahap persiapan/perencanaan dan pelaksanaan yang melibatkan lintas gender dan lintas generasi termasuk organisasi masyarakat adat dan lembaga swadaya masyarakat, (ii) penerapan metode konsultasi sesuai dengan nilai sosial dan budaya dari MA&KAT dengan perhatian khusus terhadap perempuan dan anak muda, (iii) penyediaan informasi terkait Proyek yang sesuai dengan kondisi budaya setempat. 8 Mekanisme konsultasi harus memastikan bahwa kelompok-kelompok MA&KAT: dimintai pendapat sehubungan dengan subproyek yang dapat membawa dampak (positif atau negatif) kepada mereka, mendapat peluang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan subproyek, mendapat peluang untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan. 3. Perencanaan Penanganan MA&KAT/PPM (Indigenous People Plan/IPP) Berdasarkan kajian sosial dan konsultasi dengan MA&KAT yang terkena dampak negatif, maka proyek harus menyusun Perencanaan Penanganan MA&KAT untuk memastikan bahwa (i) MA&KAT yang terkena dampak negatif memperoleh manfaat sosial dan ekonomi dari pelaksanaan proyek dan (ii) dampak negatif yang ditimbulkan dapat dihindari, ditanggulangi, atau memberikan kompensasi. Detail PPM lihat Annex 1. 4. Keterkaitan dengan lahan dan sumber daya alam (i) MA&KAT memiliki hubungan keterikatan dengan tanah, hutan, air, lingkungan hidup, dan sumber daya alam, sehingga perhatian khusus harus diberikan ketika terjadi dampak negatif. Proyek harus memastikan tanah dan sumber daya terkait hukum adat tetap dapat diakses oleh MA&KAT untuk kesinambungan budaya dan kehidupannya. (ii) Apabila subproyek meliputi pengembangan komersial dari sumber daya alam pada lahan dalam wilayah MA&KAT, maka proyek harus memastikan MA&KAT menerima informasi yang cukup mengenai hak terhadap sumber daya dan penggunaan tanah adat, dalam konsultasi yang bebas dan terbuka sebelum kegiatan dilaksanakan. MA&KAT menerima manfaat yang sesuai dengan pengembangan lahan tersebut. (iii) Proyek harus menghindari terjadinya relokasi MA&KAT secara fisik, tetapi apabila hal tersebut tidak dapat dihindarkan, maka proyek harus mendapatkan dukungan dari MA&KAT dalam proses konsultasi. Proses pengadaan tanah/lahan dilakukan dengan donasi secara sukarela sesuai dengan kebiasaan lokal, dalam hal ini masyarakat dapat mendonasikan tanah, lahan, aset, atau memindahkan bangunannya tanpa diberikan kompensasi, melalui proses hibah dan dokumentasi hibah yang dapat dipertanggungjawabkan. 2.2.2 Kajian Lingkungan Hidup: Dalam menganalisis dampak lingkungan hidup, fasilitator bersama masyarakat harus dapat mengidentifikasi semua potensi dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan. Fasilitator dan masyarakat memeriksa hal-hal yang dapat terjadi selama konstruksi dan setelah konstruksi selesai. Evaluasi dampak lingkungan dan penanggulangannya dalam program PNPM mencakup tiga fakta penting sebagai berikut. - Potensi dampak lingkungan yang kecil, sehingga strategi umum yang dijalankan di bawah PNPM tetap relevan. Terdapat potensi dampak lingkungan, seiring dengan meningkatnya BLM sebesar tiga kali lipat. 9 - Sebagian besar isu timbul karena tidak menerapkan praktik teknik sipil, di mana hal ini dapat dipecahkan melalui pelatihan dan supervisi yang memberikan bantuan teknis kepada fasilitator dan masyarakat. Jumlah pengaduan mengenai isu lingkungan sangat kecil. Hal ini terjadi karena tidak adanya perhatian masyarakat pada lingkungan atau keengganan melapor. Ketiga isu di atas berupaya ditanggulangi dalam PNPM MPd. Fasilitator bertanggung jawab untuk menjelaskan potensi dampak lingkungan dan penanggulangannya kepada pelaksana di desa dan memantau pelaksanannya. Sanksi dikenakan bila ditemukan, pelanggaran yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hal ini dapat menjadi penyebab pembatalan kegiatan di lokasi tertentu dan/atau pergantian fasilitator bersangkutan. Contoh dampak lingkungan dari jalan desa menurut jenis dampak dapat dilihat berikut ini. Kategori 1: Serius, tetapi masalah lokal Konsentrasi aliran air Tanah longsor Hilangnya tanah produktif akibat tanah longsor Kategori 2: Dampak negatif serius bagi lingkungan Penjualan tanah ke orang luar Penebangan hutan Meningkatnya endapan karena erosi jalan Kategori 3: Dampak negatif dengan potensi kecil atau dampak kurang penting Pencemaran udara dari kendaraan Banjir karena penempatan jembatan tidak tepat Peningkatan kadar debu di udara Peningkatan kejahatan di desa Kebisingan Kategori 4: Dampak tidak jelas, positif atau negatif Meningkatnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida Pengembangan industri kecil yang mencemari lingkungan Meningkatnya intensitas pertanian atau peternakan Warga mencari kerja di luar desa Memindahkan rumah ke tepi jalan Pendatang pindah ke desa Kategori 5: Jelas dampak positif Berkurangnya erosi dari tanah pertanian karena penggunaan teknologi yang lebih baik Tersedianya bahan bangunan di desa Peningkatan pelayanan, termasuk kesempatan mendapat layanan kesehatan dan pendidikan Kategori 6: Dampak negatif, tetapi dapat diterima masyarakat setempat Kecelakaan lalu lintas Kehilangan tanah karena digunakan untuk pelebaran jalan Dampak negatif lingkungan pada jalan dan jembatan, misalnya, timbul terutama karena gangguan-gangguan pada tanah yang kurang stabil dan sangat mudah dipengaruhi tanah longsor atau perubahan aliran air. Penggalian dan pembuatan 10 tanggul sering menimbulkan tanah longsor atau erosi. Tanah longsor membawa tiga jenis dampak negatif: berbahaya bagi tanah pertanian atau perumahan, meningkatkan erosi karena tanah tidak padat, dan mengalihkan arus air hujan. Pengisian Formulir 22 merupakan hal wajib dalam proses perencanaan. Setiap jenis proyek harus diuji dari berbagai segi untuk mencegah dan disiapkan rencana untuk menangani potensi dampak lingkungan. Selama masa konstruksi, formulir yang sama dibawa ke lapangan dan diperiksa untuk memastikan informasi yang diisi sesuai dengan kondisi lapangan dan, jika membutuhkan perbaikan/perubahan, dapat direvisi dengan tepat. Pada akhir konstruksi, formulir diperiksa ulang untuk memastikan bahwa semua kegiatan telah dilakukan sesuai rencana. Fasilitator Teknik Kabupaten bertanggung jawab memeriksa semua desain infrastruktur. Jika terdapat desain yang tidak dilengkapi dengan formulir 22 yang telah diisi dengan benar beserta dengan penjelasan mengenai potensi dampak dan penanggulangannya, maka desain tersebut haruslah ditolak atau tidak disetujui. Pengalaman dari rangkaian proyek PPK dan PNPM Perdesaan sebelumnya LOKASI KEGIATAN DAMPAK LINGKUNGAN KETERANGAN Kecamatan Proyek irigasi Aek Bustak Menyebabkan wilayah hilir Fasilitatior Teknik Sosopan, kering karena tidak ada air seharusnya memeriksa Tapanuli mengalir lagi dampak peningkatan Selatan, kebutuhan air di hilir. Sumatra Utara Penggunaan alat-alat berat Mengganggu kehidupan Umumnya tidak dapat Lancap Jae, untuk pembuatan jalan liar di hutan sekitar dihindari dan dampaknya Kecamatan baru hanya sementara. Arse Pembangunan jalan Menjadi penghubung bagi Potensi masalah cukup Provinsi Riau menuju hutan lindung pengangkutan kayu curian besar, perlu sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan Tana Toraja, Sulawesi Selatan Gorong-gorong dibuat Air buangan tanpa kendali Fasilitator Teknik tidak pada umumnya tanpa merusak ladang atau mengikuti prinsip-prinsip struktur pelindung kebun, serta perencanaan yang baik. termasuk dinding penahan, menyebabkan tanah Perlu diketahui mengapa bangunan penampung, longsor di lereng-lereng fastekab tidak menolak dan saluran pembuang. jalan wilayah pegunungan. desain yang kurang baik. 11 Konstruksi jembatan Cilacap, Jawa dengan pengurangan Tengah penampang basah Pedoman Praktis Practices/ECoPs) Pengelolaan Berkurangnya lebar sungai menyebabkan banjir, dan berdampak merusak sawah-sawah produktif. Lingkungan Fasilitator Teknik tidak mengikuti prinsip-prinsip perencanaan yang baik. Perlu diketahui mengapa fastekab tidak menolak desain yang kurang baik. (Environmental Code of 1. Hal-hal yang Dilarang Dalam pelaksanaan kegiatan proyek, telah ditetapkan Daftar Larangan yang akan membatasi kegiatan-kegiatan yang dapat berdampak negatif bagi sosial maupun lingkungan hidup. 2. Kondisi Lapangan a. Pertimbangkan terjadinya pencemaran air b. Hindari membangun jalan di tanah atau daerah yang mudah longsor c. Hindari pembuatan jalan atau bangunan yang bersebelahan dengan sungai d. Lindungi lahan basah dari pembangunan infrastruktur e. Cegah pencemaran di dalam atau dekat habitat laut f. Lindungi habitat hidupan liar dari pembangunan infrastruktur g. Hindari kegiatan di kawasan lindung 3. Pengelolaan Lokasi Konstruksi a. Hindarkan lokasi konstruksi dari bahaya material bekas yang tidak terpakai yang dapat mengkontaminasi tanah dan air tanah serta membahayakan bagi masyarakat sekitar b. Hindari terjadinya genangan air yang berisiko terhadap kesehatan c. Kurangi dan kontrol kebisingan yang disebabkan oleh kegiatan konstruksi d. Kontrol debu selama kegiatan konstruksi 4. Jalan a. Hindari membangun jalan yang melalui hutan primer b. Cegah terjadinya erosi lereng c. Cegah longsoran pada lereng miring d. Gunakan dinding penahan tanah untuk mencegah longsor e. Hentikan erosi lereng dengan tanaman penghambat f. Cegah longsoran tanah pada jalan dan timbunan g. Hentikan longsoran lereng dengan penahan (batu atau krib) di bagian bawah lereng h. Gunakan turap untuk menstabilkan lereng bagian timbunan i. Hindari pembangunan jalan di daerah kemiringan lereng yang terlalu curam 12 j. k. l. Hentikan erosi pada selokan dan badan jalan Lindungi selokan dari erosi dengan membuat struktur terjunan, saluran pembuang, dan gorong-gorong Hindari menggali pasir, kerikil, atau batu-batu dari dalam sungai untuk membangun jalan 5. Ketersediaan Air a. Selalu menjalankan pengelolaan resapan air yang baik b. Lindungi hutan dan kelola cadangan air hutan c. Jangan biarkan pihak luar merusak hutan di bukit dan gunung d. Sebelum menggunakan sumber air baru harus melakukan uji kualitas air terlebih dulu e. Lindungi sumber-sumber air dari pencemaran dan kontaminasi f. Bagilah sumber air yang langka kepada pemanfaat lainnya g. Tempatkan sumur gali pada jarak yang aman dari septik tank h. Gunakan saringan air sederhana jika diperlukan i. Selalu sediakan drainase yang baik pada tempat umum dan pemukiman 6. Sanitasi a. Buatlah septik tank yang lengkap dan pastikan semua bagiannya berfungsi baik b. Gunakan septik tank untuk pengelolaan air kotor, buanglah air kotor dengan benar, dan sedotlah endapan lumpur secara berkala c. Jagalah kebersihan fasilitas mandi-cuci-kakus (MCK) 7. Pengelolaan sampah a. Jangan membuang sampah sembarangan b. Sediakan tempat pembuangan sampah c. Lakukan pemisahan jenis sampah untuk tujuan daur ulang 8. Pasar a. Jagalah kebersihan pasar b. Kontrol lalat dan binatang pembawa penyakit lainnya c. Daur ulang sampah menjadi pupuk/kompos d. Jagalah kebersihan fasilitas MCK di pasar 9. Sungai a. Hindari membangun dekat jalur sungai b. Lindungi aliran sungai dan tanah tepi sungai dari erosi c. Pastikan tanggul tanah stabil d. Lindungi tanggul tanah dari erosi e. Jangan mengambil pasir, kerikil, atau batu dari sungai 13 BAB 3 PENERAPAN PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup bukan suatu hal baru dalam PNPM MPd dan bukan tambahan prasyarat dalam pelaksanaan program. Kebijakan ini telah ada di dalam desain operasional program bahkan sejak pelaksanaan Program Pengembangan Kecamataan (PPK) sebelumnya. Semua unsur pelaku PNPM MPd harus memperhatikan potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan, untuk kemudian merencanakan pencegahan dan penanganan/mitigasi. Kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan ini harus bisa dipraktekan secara praktis dalam siklus pelaksanaan PNPM. • Di dalam siklus PNPM, identifikasi MA&KAT sudah perlu diperhatikan pada langkah awal saat sosialisasi. Selanjutnya dilakukan konsultasi dan pendekatan secara khusus dengan MA&KAT, dengan melibatkan tokoh-tokoh MA&KAT, serta mengajak kelompok mayoritas dan pemda untuk ikut bertanggung jawab atas nasib dan hak-hak MA&KAT; bagaimana agar kepentingan mereka bisa terakomodasi oleh PNPM dan berbagai proyek yang ada di desa dan di lingkungan di mana MA&KAT tinggal. • Isu lingkungan muncul pada saat mulai mengidentifikasi proyek, pemilihan usulan, pembuatan proposal teknis sampai pada pascakonstruksi, yaitu pemeliharaan dan perawatan. • Isu tanah muncul pada saat identifikasi usulan, pembuatan proposal sampai pada kepastian diterimanya usulan. Dokumentasi hibah atau pengalihan tanah harus dilakukan sesuai persyaratan perundang-undangan yang berlaku. 3.1 Apakah yang Dimaksud dengan Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dalam PNPM MPd? Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd adalah langkahlangkah pencegahan dan penanganan terhadap dampak negatif sosial dan lingkungan. 3.1.1 Penerapan Pengamanan Lingkungan Hidup Manfaat yang timbul karena desa membangun infrastruktur dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, yaitu: • kualitas desain; • kualitas konstruksi, yang tergantung ketrampilan masyarakat dan kualitas supervisi; • kualitas bahan yang digunakan dalam konstruksi; • pemakaian infrastruktur secara wajar; • dampak lingkungan. Dalam proses pembangunan, kualitas dikendalikan dengan menerapkan beberapa instrumen yang telah disediakan, termasuk format untuk pemeriksaan desain, format untuk memeriksa kualitas konstruksi, dan spesifikasi bahan yang digunakan. Pelatihan juga diberikan kepada masyarakat maupun kepada fasilitator yang membantu proses desain dan pelaksanaan. Khusus untuk masalah dampak lingkungan, tersedia format untuk menguraikan potensi dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu Lembar 22 yang merupakan kelengkapan pengajuan usulan desa. 14 Setiap jenis infrastruktur yang dibangun oleh masyarakat dapat menimbulkan dampak negatif lingkungan, sehingga pada Lembar 22 tersebut perhatian terfokus pada beberapa jenis masalah. Masyarakat dan fasilitator akan mengidentifikasi dampak negatif yang sangat serius berskala besar yang dapat terjadi, yaitu dampak yang mengakibatkan manfaat terhapus atau sangat kurang. Selain itu, akan diidentifikasi juga dampak yang sangat mungkin terjadi, walaupun kerugiannya mungkin tidak besar. Penggunaan ceklis menjadi kurang praktis untuk menguraikan masalah dampak, karena jumlah jenis masalah sangat besar—pada setiap jenis infrastruktur, bisa terdapat puluhan jenis dampak negatif yang mungkin timbul. Ada dua tipe masalah yang berbeda yang dapat mengakibatkan dampak negatif lingkungan. Dampak negatif lingkungan mungkin terjadi karena pengaruh infrastruktur terhadap lingkungan di sekitarnya. Misalnya, karena ada saluran drainase di pinggir jalan, terdapat lahan yang terkena banjir karena pembuangan dari saluran pinggir jalan yang tidak teratur. Jenis satu lagi adalah kerusakan yang terjadi di infrastruktur yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Misalnya, jalan yang terputus karena terkena longsor besar. Karena jenis dampak negatif lingkungan sangat banyak, secara nasional sedang disusun database tentang jenis dampak negatif lingkungan untuk setiap jenis infrastruktur. Database tersebut akan diisi berdasarkan masukan dari lapangan dan dari spesialis tiap jenis infrastruktur serta beberapa informasi sebagai referensi bagi pelaku di lapangan, termasuk: • jenis infrastruktur, • jenis masalah, • penyebab masalah, • cara menghindari masalah tersebut atau cara memperkecil dampak negatifnya, • cara memperbaiki masalah dampak, • tingkat potensi masalah (skor 1 sampai dengan 4), • kemungkinan terjadi masalah tersebut (skor 1 sampai dengan 4). Masukan dari lapangan dikumpulkan pada sesi pelatihan penyegaran atau melalui laporan rutin dan dapat dilengkapi oleh spesialis dan tim teknis nasional secara kontinyu berdasarkan masukan dan saran dari lapangan. Masalah yang timbul di lapangan harus dilaporkan oleh fasilitator dalam Laporan Bulanan fasilitator. Masyarakat dan fasilitator biasanya belajar tentang dampak lingkungan berdasarkan pengalaman sendiri di lapangan, tetapi banyak jenis dampak lingkungan relatif jarang terjadi, sehingga database sangat bermanfaat untuk belajar tentang jenis masalah serius yang jarang terjadi. Apalagi, desa atau fasilitator belum tentu berpengalaman dengan banyak jenis infrastruktur dan dampak lingkungan untuk infrastruktur perdesaan hampir selalu sangat lokal, sehingga masyarakat belum tentu tahu tentang dampak lingkungan yang terjadi di desa lain. Dua jenis supervisi terhadap dampak lingkungan harus dilakukan. Supervisi pertama adalah pemeriksaan desain infrastruktur oleh Fasilitator Teknik di tingkat kabupaten. Salah satu hal yang diperiksa adalah Lembar 22 yang disusun sebagai bagian dari desain. Lembar 22 wajib diisi untuk setiap usulan infrastruktur yang ada. Supervisi yang kedua adalah supervisi selama pelaksanaan di lapangan, dengan menggunakan format pemeriksaan yang sudah ada. Selain format tersebut, setiap orang 15 yang memeriksa infrastruktur di lapangan dapat mengamati perlakukan yang telah diusulkan untuk menghindari terjadinya dampak lingkungan yang negatif. Fasilitator memberi umpan balik kepada tim desa melalui buku bimbingan desa, yang merupakan alat wajib selama pelaksanaan. Supervisor tingkat kabupaten, provinsi, regional, maupun nasional dapat memeriksa buku bimbingan untuk melihat apakah desa telah diberi masukan yang layak. 3.1.1.1 Pengertian tentang jenis prasarana yang dibangun oleh masyarakat Sebelum membahas dampak lingkungan, perlu adanya persamaan persepsi tentang jenis infrastruktur yang biasanya dibangun oleh masyarakat. (i). Jalan Jalan desa yang biasa dibangun terdiri dari jalan yang mempunyai permukaan yang dapat dilalui sepanjang tahun. Konstruksi jalan tidak menggunakan pekerjaan tanah yang sangat besar, seperti yang dilakukan untuk jalan kabupaten, jalan provinsi, atau jalan tol. Sebagian dari jalan menggunakan permukaan yang lebih permanen, dari rabat beton atau aspal. Kendaraan yang menggunakan jalan desa relatif ringan, tetapi kadang-kadang jalan dilalui truk berat yang merusak permukaan jalan. (ii). Jembatan Terdapat banyak jenis jembatan di lapangan, karena sangat tergantung pada akses ke lokasi, bahan yang tersedia, dan manfaat yang diharapkan. Jenis jembatan termasuk jembatan yang mempunyai gelagar yang berkedudukan di atas fondasi dan pilar-pilar, dengan panjang yang tidak terbatas. Gelagar dapat dibuat dari baja, kayu, dan beton bertulang (dengan panjang terbatas), dengan muatan yang terbatas. Di tempat tertentu dapat dibangun jembatan lengkung dengan panjang yang terbatas. Pada lokasi tertentu terdapat jembatan banjir limpas, agar air dapat lewat di atas jembatan pada saat debit besar, walaupun biasanya air hanya melewati gorong-gorong di bawah. Jembatan gantung sering dibangun, tetapi hanya digunakan untuk kendaraan roda-2 atau pejalan kaki. (iii). Penyediaan air bersih Infrastruktur untuk penyediaan air bersih juga banyak dan bervariasi. Sebagian memanfaatkan mata air sebagai sumber air bersih, walaupun jaraknya sangat jauh dari kampung dan perlu jaringan pipa. Sebagian memanfaatkan air tanah dengan membangun sumur gali atau sumur bor. Kadang-kadang, infrastruktur memanfaatkan air permukaan, tetapi pemanfaatan ini perlu upaya untuk membersihkan air sebelum digunakan oleh masyarakat. Infrastruktur air minum relatif jarang dibangun. Rata-rata kegiatan memanfaatkan sumber air bersih yang sudah biasa digunakan, tetapi sulit aksesnya. Oleh karenanya, kegiatan hanya memperlancar akses pada air bersih yang sudah pernah digunakan. (iv). Fasilitas sanitasi 16 Fasilitasi seperti MCK (Mandi-Cuci-Kakus) sering dibangun dan kadangkadang dibangun dengan jumlah cukup banyak agar dapat dimanfaatkan oleh banyak orang di banyak tempat. Manfaatnya terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, asal dibangun dengan baik dengan memperhatikan pembuangannya. Bahkan, biasanya dibangun lengkap dengan septik tank dan resapan. (v). Bangunan Banyak jenis bangunan dibuat oleh masyarakat, terutama untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan atau pendidikan. Bangunan menggunakan teknik yang biasa dilakukan oleh masyarakat, termasuk fasilitas sanitasi dan air bersih. (vi). Pasar Pasar juga merupakan bangunan, tetapi berbeda dengan bangunan untuk fasilitas kesehatan atau pendidikan. Situasi jauh berbeda, jenis konstruksi berbeda dan biasanya terbuka, dan terjadi lalu lintas dan sampah yang jauh lebih banyak. (vii). Listrik Pembangkit listrik di perdesaan terdiri dari beberapa macam, seperti tenaga surya, tenaga angin, mikrohidro, dan penggunaan genset. Setiap jenis kegiatan ini cukup jauh berbeda dan sangat tergantung situasi yang ada di daerah. Penggunaan tenaga surya harus di daerah yang cukup terang. Tenaga angin harus ada di daerah yang ada angin yang cukup konstan. Mikrohidro harus diletakkan di tempat yang ada aliran air yang cukup besar dan yang mengalir sepanjang tahun. Genset dapat dipasang di hampir semua daerah. (viii). Irigasi Kegiatan irigasi terdiri dari dua unsur, yaitu sumber air seperti bendungan dan saluran air untuk distribusi dan pembuangan. Pada umumnya, saluran irigasi sudah ada, tetapi kurang berfungsi. Saluran irigasi yang dibangun oleh masyarakat umumnya merupakan perbaikan dari sistem irigasi yang ada, karena pembuatan jaringan saluran baru memerlukan survei dan desain teknis yang cukup rumit. Bendungan yang dibuat biasanya bendungan pendek pada sungai kecil, yang meningkatkan ketinggian air agar dapat mengalir ke sawah. Saluran drainase diperlukan, tetapi juga relatif rumit untuk didesain. (ix). Lain-Lain Terdapat banyak jenis infrastruktur yang lain, seperti lantai jemuran hasil pertanian, tambatan perahu, embung air, dan lain-lain yang memenuhi beberapa kriteria, yaitu: - memberi manfaat kepada masyarakat umum, terutama orang miskin, dan - dapat dikerjakan, dioperasikan, dan dipelihara oleh masyarakat 3.1.1.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam desain dan konstruksi infrastruktur yang berkaitan dengan dampak lingkungan 17 Terdapat banyak sekali kemungkinan terjadinya dampak lingkungan yang negatif, baik dampak yang merusak lingkungan di sekitar infrastruktur maupun dampak yang merusak infrastruktur sendiri. Di bawah ini diuraikan contoh-contoh dampak negatif untuk kedelapan jenis infrastruktur yang dijelaskan di atas. Harus diingat bahwa ini hanya contoh dan contoh yang diuraikan belum tentu terjadi di semua lokasi. Di banyak lokasi masalah yang terjadi bukan karena dampak lingkungan, melainkan timbul akibat kesalahan desain, kesalahan konstruksi, kesalahan bahan, atau kesalahan pemakaian. (i). Jalan Dampak lingkungan negatif yang terjadi untuk jalan desa, termasuk: • longsor besar atau kecil pada tanah liat atau tanah berpasir; • erosi tebing, termasuk jatuhnya batu lepas; • kerusakan permukaan jalan dari aliran air di atas; • jalan tergenang atau terpotong karena drainasenya kurang lancar; • banjir karena pembuangan air tidak teratur; • kerusakan hutan karena peningkatan akses; • kerusakan sungai karena pembuangan sisa tanah; • peningkatan debu; • peningkatan kecelakaan; • masalah keamanan karena akses baru; • kerusakan jalan lain karena pengiriman bahan; • peningkatan harga lahan di sekitar jalan; • karena kurang pemadatan tanah, banyak tanah hilang atau terkena erosi; • gorong-gorong tersumbat; • dengan adanya jalan, penggunaan item di negative list meningkat (pestisida, herbisida, gergaji mesin model rantai); • kerusakan lahan di lokasi galian batu, sirtu, dan pasir; • perubahan aliran air karena perubahan topografi di lokasi galian. (ii). Jembatan Dampak lingkungan negatif yang terjadi untuk jembatan desa hampir sama dengan jalan, tetapi juga termasuk: • peningkatan banjir dari sungai, karena penyempitan sungai; • terganggunya lalu lintas kapal; • tambahan erosi karena pengaliran air terkonsentrasi; • longsor di sekitar jembatan; • korosi struktur jembatan (gelagar baja); • gangguan fondasi karena arus air; • risiko jika jembatan terkena sampah atau pohon yang terhanyut di sungai; • risiko terjadi kerusakan karena gempa bumi atau banjir besar di sungai; • risiko kepada pemakai jika jembatan ambruk atau putus; • kayu kurang baik karena sulit mencari kayu kelas satu; 18 • penggalian batu di sungai berpotensi longsor dan merusak bangunan yang ada di sungai, terutama penggalian dekat kolom atau fondasi jembatan. (iii). Penyediaan air bersih Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk infrastruktur air bersih, termasuk: • kontaminasi mata air, • kontaminasi air tanah, • drainase yang kurang baik mengakibatkan tempat becek, • pemakai air di hilir kehilangan debit air, • penurunan tinggi air tanah karena penggunaannya, • sistem irigasi kekurangan air karena sumber air irigasi dipakai sebagai sumber air bersih. (iv). Fasilitas sanitasi Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk MCK, termasuk: • kontaminasi air tanah karena septic tank bocor, • kontaminasi air tanah karena resepan tidak berfungsi, • kontaminasi air sumur karena letaknya terlalu dekat MCK dan air tanah mengalir ke arah sumur, • bahaya dari gas bila tidak ada ventilasi atau ventilasi tersumbat, • udara dekat MCK bau, • peningkatan penyakit, seperti diare, karena kesalahan dalam konstruksi MCK, • tanah becek di sekitar MCK karena saluran drainase tidak berfungsi, • kerusakan bangunan atas atau septic tank sebagai akibat gempa bumi. (v). Bangunan Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk bangunan, termasuk: • masalah drainase air hujan dari atap, • masalah pembuangan sampah, • masalah perubahan aliran air permukaan karena ada gedung, • risiko kebakaran, • masalah karena kurang ventilasi, • kemungkinan tidak mampu menahan gempa bumi, walaupun gempa tidak besar, sehingga bangunan rusak dan penduduk menjadi korban, • kemungkinan terjadi tsunami, sehingga harus ada akses ke tempat yang aman, • dampak terhadap hutan bila kayu diambil dari hutan untuk konstruksi atau untuk kayu bakar. (vi). Pasar Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk pasar desa, termasuk: • dampak ekonomi dengan adanya pasar lokal, karena banyak penjual dari luar desa, 19 • • • • • • • • masalah drainase, masalah sampah dari penjual, masalah lalu lintas dan parkir kendaraan, peningkatan kecelakaan, kemungkinan makanan dan minuman terkena kontaminasi, konflik antarpenjual, perbandingan jumlah kios dan los, transparansi pengelolaan pasar. (vii). Listrik Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk listrik, termasuk: • risiko tersengat listrik, • kebutuhan biaya operasional cukup besar, • terjadi pencemaran air, • terjadi kebisingan, • konflik antarpemakai, komunal maupun individu karena pendistribusian listrik, • keamanan di sekitar rumah turbin dan tempat tenaga angin, • terganggunya habitat serta jalur migrasi satwa dan biota. (viii). Irigasi Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk irigasi, termasuk: • pemakai air di hilir kehilangan debit air atau kekeringan, • terjadi banjir di hulu karena adanya bendungan, • terjadi banjir karena air eksternal masuk ke saluran irigasi, • pencemaran air karena pestisida, • bendungan atau saluran jebol, • konflik antarpemakai air irigasi, • kekurangan air mengakibatkan konflik, • kerusakan bangunan irigasi sebagai akibat gempa bumi, • kolam ikan tidak mendapat bagian air karena dipakai untuk irigasi, • longsor atau erosi, • terganggunya habitat serta jalur migrasi satwa dan biota. 3.1.1.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan pascakonstruksi Terjadi banyak dampak lingkungan negatif yang muncul setelah infrastruktur selesai dibangun. Khusus untuk dampak lingkungan negatif pascakonstruksi, ada tiga isu lain yang perlu dipertimbangkan: (1) dana untuk memperbaiki masalah dampak lingkungan kalau kegiatan program sudah selesai, (2) pihak yang bertanggung jawab atas identifikasi dan upaya perbaikan masalah tersebut, dan (3) pihak ikut bekerja untuk memperbaiki masalah yang timbul. Jelas sebagian dari jawaban ini adalah tim pemeliharaan yang dipilih oleh desa sendiri, tetapi tidak selalu dapat dikerjakan dengan cara sesederhana itu. Kadang-kadang diperlukan bantuan dari luar. Pengelolaan pascakonstruksi dan bangunan harus dilakukan secara terbuka, dibicarakan dalam musyawarah yang melibatkan banyak anggota masyarakat, karena pengelolaan yang tidak baik bisa menimbulkan konflik sosial. 20 Masalah yang timbul di infrastruktur sangat tergantung musim. Infrastruktur yang kelihatannya tidak ada masalah pada musim kemarau mungkin terkena banyak masalah pada musim hujan. Masalah yang sering timbul dan solusi pascakonstruksi, termasuk: (i). Jalan • drainase tersumbat atau pembuangan tidak teratur, • saluran drainase hilang, • bahu jalan hilang atau tertutup tanaman tinggi, • tembok penahan tanah (TPT) atau bronjong rusak karena tekanan tanah, tekanan air, atau lubang suling di tembok kurang berfungsi, • tanah banyak hilang karena kurang padat, • ada sesuatu yang memblokir aliran air, • terjadi longsor, • masalah stabilitas bahu jalan, • pembuatan teras untuk membantu stabilitas lereng, • pembuatan saluran diversi agar air tidak lewat permukaan tebing, • penggunaan perlakuan vegetasi. (ii). Jembatan • korosi bahan struktur karena tidak dilakukan pengecatan struktur, • perlu penggantian kayu dek jembatan (atau diubah menjadi balok beton), • perubahan aliran sungai, termasuk pengikisan tebing, • kerusakan pada fondasi atau sayap, termasuk retakan dan penurunan, • jembatan gantung perlu distel kembali kekencangan kabel, • kerusakan pada oprit jembatan (sambungan jalan). (iii). Air Bersih • kontaminasi sumber air, • perbaikan pipa yang bocor atau pecah, • peningkatan sistem distribusi air, • pembersihan bangunan air dari lumpur dan lumut, • perbaikan saluran drainase di sekitar hidran dan kran, • pemantauan kualitas air, • pemantauan sumber air (mata air maupun air tanah), • pemantauan pemakaian air, • pengumpulan iuran untuk operasi dan pemeliharaan, • sumur air menjadi sumber gas atau lumpur, • operasi dan pemeliharaan pompa air. (iv). Sanitasi • pembersihan seluruh fasilitas bangunan atas, • pembersihan septik tank, • perbaikan saluran drainase di sekitar MCK. (v). Bangunan 21 • • • • • pemeliharaan gedung, termasuk pengecatan, perbaikan kerusakan yang ada di gedung, perhatian pada tanaman-tanaman yang ada di sekitar gedung, terjadi pengalihan fungsi gedung, sehingga manfaatnya berkurang, drainase dari sekitar gedung. (vi). Pasar • pengelolaan dan pembuangan permanen untuk sampah, • masalah kendaraan, tempat parkir, dan lalu lintas, • pengelolaan pasar, • penyelesaian konflik antarpemakai, • peningkatan fungsi pasar. (vii). Listrik • pembersihan saluran di mikrohidro dari sampah dan lain-lain, • pengelolaan pemakaian listrik, • pemeliharaan alat untuk tenaga surya dan tenaga angin, • pemeliharaan dan operasi genset, • perhatian pada faktor keamanan pemakaian listrik, • pemantauan pemakaian listrik, • peningkatan pemakaian yang menyebabkan peningkatan alat, distribusi, dan sistem. (viii). Irigasi • munculnya konflik antardesa atau antarmasyarakat karena pendistribusian air, • saluran irigasi bocor, • saluran drainase kurang berfungsi, sehingga air tidak terbuang, • saluran irigasi dipakai sebagai kakus atau tempat pembuangan sampah, • saluran banjir karena banyak endapan, • saluran terkikis karena aliran air terlalu cepat, • saluran dan bangunan kurang dipelihara, • sifon tersumbat atau bocor, sehingga tidak berfungsi, • tanah di bawah atau di samping bendungan terkena piping (terlubangi oleh air tanah, seperti pipa), sehingga air bocor dari bawah atau samping • pengelolaan air kurang efektif. 3.1.1.4. Hal-hal yang perlu diperhatikan pascabencana alam Kerusakan tidak hanya terjadi pada situasi normal atau pascakonstruksi, tetapi terjadi juga karena bencana alam yang merusak bangunan desa maupun lingkungan lokal. Jenis masalah yang timbul karena bencana alam termasuk: • kerusakan terjadi pada bangunan karena gempa bumi, • kerusakan terjadi pada bangunan karena kebakaran, • kerusakan terjadi pada bangunan dan perlengkapan karena terjadi banjir, termasuk tsunami, 22 • • • • • kerusakan terjadi karena perubahan dalam pengaliran air, adanya kebocoran gas atau lumpur dari sumur air, runtuhnya bangunan karena terkena angin, terjadi kerusakan prasarana karena gerakan atau penurunan tanah, terjadi kontaminasi air. Khusus untuk masalah bencana alam, ada tiga langkah yang harus dilakukan oleh masyarakat dan fasilitator: (i) Tindakan preventif, terutama untuk perlindungan bangunan agar tahan gempa atau perlindungan terhadap banjir. (ii) Pengukuran tingkat kerusakan bila bencana terjadi. Tiap infrastruktur dapat dinilai sebagai berikut: • tidak rusak, • rusak ringan; dapat digunakan sambil diperbaiki, • rusak berat; tidak dapat dipakai sebelum diperbaiki, • harus diganti. (iii) Rehabilitasi dan perbaikan 3.1.1.5. Penerapan Daftar Larangan Sesuai dengan penjelasan Bab 12 tentang Daftar Larangan (Negative List) yaitu hal-hal yang tidak boleh dibiayai oleh PNPM. Sebagian dari item di daftar tersebut terdiri dari tindakan yang berpotensi untuk merusak lingkungan. 3.1.1.6. Hal yang dianjurkan dilakukan dalam membuat proposal penghijauan atau perbaikan lingkungan hidup, seperti penghijauan bantaran sungai dan lain-lain Beberapa kiat untuk proposal melakukan penghijauan desa: • Menanam pohon di bantaran sungai atau di tebing yang mudah longsor dengan perdu, pohon bambu, atau pohon berakar dalam yang mudah tumbuh. • Tanam rumput yang menjalar untuk menutup tebing yang terbuka. Tanaman perdu dapat ditanam untuk mengurangi erosi dari tebing, yang dapat mengurangi besarnya saluran dan mengurangi jumlah sedimentasi di saluran pinggir dan sungai. • Bila tebingnya panjang dan curam, sebaiknya dibuat saluran diversi serta terasering. Jenis teras tergantung pada angka kemiringan, jenis tanah, dan fungsi lahan. Pada saat membuat teras bangku, sebaiknya lapisan tanah yang subur (solum) diamankan dulu, kemudian dihampar di atas teras bila selesai. Sebagian dari sistem terasering juga perlu saluran pembuangan dan bangunan terjun. • Buat kegiatan bersama untuk mengumpulkan pupuk dari daun-daun dan bahan organik yang ada. • Menanam bunga, tanaman obat, dan sayuran di perkarangan tiaptiap warga agar lahan lebih berguna. 3.1.1.7. Pada tahapan mana pengamanan lingkungan perlu disosialisasikan dan diperhatikan: Tahap Perencanaan: 23 (i) (ii) (iii) (iv) (v) Pada tahap sosialisasi, FT perlu mengingatkan kembali masyarakat tentang perlunya memperhatikan keamanan lingkungan pada pembuatan proposal usulan atau desain dengan memperhatikan lokasi usulan itu akan dibangun. Pada tahap Musyawarah Dusun, Musyawarah Desa Khusus Perempuan, dan Musyawarah Desa serta dalam pelatihan tim penulis usulan, FT harus mengingatkan akan daftar negatif dan halhal yang tercantum dalam manual ini, termasuk bagaimana Lembar 22 bisa dipakai sebagai alat bantu pembuat usulan untuk melihat kemungkinan dampak yang akan timbul. Hal ini kemudian dicek dan diingatkan kembali oleh FT pada saat pelatihan tim verifikasi dan proses verifikasi. Pengawalan pengamanan desain ini harus terus dilakukan sampai MAD prioritas usulan. Semua upaya pencegahan dampak lingkungan yang sudah diantisipasi dalam desain usulan prioritas harus diperhitungkan juga adanya anggaran dalam pembuatan RAB. Desain dan RAB yang telah dibuat wajib disetujui oleh Fastekab untuk memastikan bahwa potensial dampak lingkungan telah teridentifikasi dan upaya pencegahannya telah terakomodir. Setelah desain dan RAB disertifikasi, maka dokumen surat perjanjian pemberian bantuan (SPPB) dapat disiapkan. Dokumen SPPB harus dilampiri dengan desain dan RAB yang sudah dinyatakan layak oleh Fastekab, beserta dengan dokumen-dokumen lain yang diwajibkan dalam PTO. Tahap Pelaksanaan: Pada saat rapat prapelaksanaan semua aspek lingkungan dan pengamanan secara keseluruhan harus dicek kembali dengan saksama. Sesuai rencana pelaksanaan dari rapat prapelaksanaan, FT, dan Kader Teknik perlu memonitor pelaksanaan konstruksi terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan kemungkinan timbulnya dampak dengan baik dan jika perlu dapat mengambil tindakan apabila ada hal-hal yang mempunyai potensi serius terhadap pengamanan lingkungan, baik karena adanya perubahan kondisi lokasi kegiatan maupun karena adanya dampak yang belum teridentifikasi. Tahap Pemeliharaan: Banyak aspek dampak lingkungan yang negatif muncul justru pada saat pemeliharaan. Oleh sebab itu, Tim Pemelihara harus benar-benar diperkuat dan dibekali pemahaman lingkungan yang baik. Dampak ini terutama sering muncul berkaitan dengan air atau bangunan air. FT harus memperhatikan apakah sudah disiapkan organisasi pemeliharaan yang baik dan mampu mengantisipasi dampak negatif lingkungan yang masih mungkin muncul beserta rencana pemeliharaannya. 3.1.2. Penerapan Pengamanan Sosial 3.1.2.1. Hibah Tanah Individu dan Alih Fungsi Tanah Desa 24 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan hibah tanah individu atau alih fungsi tanah desa adalah sebagai berikut. (i) Pihak yang akan menghibahkan tanah atau akan dibeli tanahnya oleh swadaya masyarakat sepenuhnya setuju tanpa tekanan dan tidak bertentangan dengan UU HAM. Sebagai apresiasi terhadap kesukarelaan dapat dilakukan dengan penghargaan pengumuman terima kasih atas hibah di acara yang dihadiri masyarakat desa (misalnya saat MDST). (ii) Hibah tanah yang bisa dilakukan dalam PNPM adalah hibah tanah secara penuh, artinya kepemilikan tanah tidak lagi dimiliki oleh pemilik asalnya dan sudah sepenuhnya menjadi milik desa. Dalam kesepakatan hibah perlu dijelaskan secara gamblang pada pemberi hibah bahwa bila tanah mereka setuju dihibahkan berarti tanah tersebut secara penuh diserahkan kepada desa. Area yang dipakai sejak dihibahkan akan menjadi milik desa. Hibah bersifat final dan dinyatakan secara tertulis dalam Surat Kesepakatan Hibah. (iii) Pihak yang bisa memberi hibah adalah pihak tercantum di surat kepemilikan tanah sesuai sertifikat, dokumen jual beli, girik, atau dokumen lain yang secara legal diakui sebagai dasar kepemilikan tanah. Bila tanah tersebut sudah diwariskan, tetapi belum diformalkan dalam surat kepemilikan tanah, maka seluruh ahli waris harus ikut menandatangani surat pernyataan hibah tersebut. (iv) Tidak bisa dilakukan tukar guling dengan tanah desa bila tanah desanya sudah terdaftar secara resmi karena membutuhkan persetujuan pelepasan tanah desa sampai ke gubernur (mengikuti peraturan pemerintah yang berlaku terkait aset desa, seperti Permendagri IV/2007). Dalam kondisi khusus, di mana upaya persetujuan bisa diusahakan kepada gubernur, maka proses tukar guling bisa saja dilakukan. (v) Bila menggunakan tanah desa dan terjadi alih fungsi, tetapi tetap merupakan tanah desa, maka perlu dibuat kesepakatan alih fungsi dalam bentuk draf Peraturan Desa (Perdes) yang kemudian diajukan ke kabupaten. (vi) Penyerahan dan kerelaan atas kesepakatan yang ada harus dilakukan secara tertulis agar di kemudian hari tanah tersebut tidak menjadi sengketa. Ketetapan tersebut dimuat dalam dokumen hibah yang bisa didapat di kecamatan (lihat contoh surat hibah 1 dan 2 di bawah). Isinya adalah persetujuan penghibahan yang ditandatangani pemilik sah atau, bila sudah meninggal, tandatangan semua ahli warisnya, sketsa tanah yang dihibahkan, rincian luasannya, materai, dengan mengetahui kades dan tetangga dekatnya dan dilampiri bukti kepemilikan awalnya (girik, surat jual beli, atau dokumen legal lainnya). Untuk kasus di Pulau Jawa, umumnya diikuti dengan perubahan dalam dokumen letter C di kelurahan/desa. (vii) Surat kesepakatan hibah harus disiapkan pada saat pengusulan proposal, sementara bentuk finalnya adalah pada saat MAD penetapan. Untuk peralihan fungsi tanah desa, Draf Perdes peralihan fungsi tanah harus sudah disiapkan pada saat MAD penetapan. Sesudah usulan disetujui, dilakukan verifikasi lagi 25 apakah memang tanah dibutuhkan dan apakah luasnya sesuai usulan semula. Bila tidak sesuai, maka Perdes atau surat hibah harus disesuaikan. (viii) Bila tanah yang dihibahkan sebagian tersebut sudah bersertifikat, maka perlu ada proses revisi sertifikat tanah yang dibiayai desa/swadaya masyarakat (secara teoretis di bawah 400 m2 biaya gratis). (ix) Pencatatan dokumen-dokumen ini terutama dibutuhkan sebagai persyaratan legal peralihan fungsi atau kepemilikan tanah, bukan semata-mata administrasi PNPM. Contoh surat hibah 1: dilakukan oleh pemilik langsung sebagai kelengkapan usulan desa 26 Catatan: Tanda tangan camat bisa dilakukan sesudah MAD Penetapan. 2). Contoh surat hibah 2: jika nama pada surat tanah bukan pemilik tanah, tetapi nama orang tuanya atau kerabatnya yang mewariskan tanahnya Catatan: Tanda tangan camat bisa dilakukan sesudah MAD penetapan. Dalam kasus penggunaan tanah milik Kementerian Kehutanan yang digunakan menjadi sumber atau lintasan air bersih atau bangunan mikro hidro, maka perlu ada persetujuan Kementerian Kehutanan dan perlu dipastikan bukan dibangun di daerah inti taman nasional atau hutan lindung. 27 Contoh PerDes: Pada lampiran penjelasannya dibuat peta seperti gambar contoh sebelumnya, dengan batas-batas tetangganya dan diketahui (ditandatangani) tetangganya. SKESTA PETA TANAH YANG DIHIBAHKAN Tanah sawah milik …… Jalan desa………… Tanah kebun milik……. Rumah dan tanah milik…….. Tanah sawah milik …………… U ↑ 28 Berikut adalah ringkasan hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan bila ada hibah tanah dari individu atau alih guna tanah desa. (i) Bila ada penghibahan tanah, maka saat pengajuan usulan desa surat hibah tersebut harus sudah ada. Desa dengan pihak yang memberi hibah harus menyiapkan surat hibah ini dan kemudian dicek oleh FK untuk memastikan hibah tanah dilakukan dengan sukarela dan merupakan hibah penuh (benar-benar sepenuhnya diserahkan kepada desa). Tanah yang akan dipakai untuk pembangunan infrastruktur hanya bisa dilakukan bila tanah tersebut adalah tanah desa atau tanah individu yang telah dihibahkan atau dibeli masyarakat desa secara swadaya. Bentuk surat hibah sesuai yang dicontohkan di atas, bisa berupa hibah dari pemilik yang tercantum di surat tanah atau oleh ahli waris (bila pewaris belum mengubah surat tanah); bila hibah dari ahli waris, maka semua pihak yang berhak atas warisan, sesuai hukum sipil atau hukum agama, harus menandatangani surat hibah tersebut. (ii) Pada saat MAD, penetapan harus dicek kembali apakah tanah yang dihibahkan memang dibutuhkan dan luasnya sesuai yang disebutkan. Bila tidak dibutuhkan, maka surat hibah harus dibatalkan atau harus diperbaiki bila luasnya berbeda dengan yang tertulis dalam surat hibah. Desa membuat proposal dan FK harus memastikan hal ini. FasKab harus memastikan bahwa semua prosedur di atas dilakukan pada saat verifikasi dan pemeriksaan RAB dan desain. Pada saat MAD penetapan, surat hibah tersebut ditandatangani camat. (iii) Pada saat MAD penetapan, bila tanah desa dialihfungsikan, maka draf Perdes harus sudah siap dan ditandatangani kades dan peserta penetapan musyawarah desa. Perdes yang sudah ditetapkan akan dikirimkan sebagai tembusan kepada kabupaten. (iv) Semua status tanah tersebut kemudian diusahakan agar disahkan secara hukum. Desa harus menguruskan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan ke Kantor Pajak untuk tanah yang dihibahkan dari tanah individu. Apabila tanah sudah bersertifikat, maka desa harus menguruskan penyesuaian sertifikatnya. Namun, bila belum bersertifikat dan lokasinya di Pulau Jawa, maka transaksi tersebut baik hibah maupun dibeli swadaya harus dicatatkan oleh Sekdes di buku letter C di desa. 3.1.2.2. Penguatan MA&KAT MA&KAT ada di daerah kerja kita apabila: • Dalam Peta Kabupaten terdapat KAT di desa yang berwarna merah di bawah ini. 29 Contoh Peta Kabupaten Cianjur Masyarakat terpencil, orang Sunda ada di Naringgul Balegede, sekitar 50 KK (200 orang) lokasinya di gunung. • • Khusus di daerah Suku Dayak atau Papua, seluruh daerah adalah kawasan Masyarakat Adat. Bila pada saat melakukan pemetaan sosial ekonomi, FK menemukan kelompok seperti definisi MA&KAT di atas. Sebagai contoh, MA&KAT meski tidak ada di peta, tetapi FK di Karang Anyar, Jawa Tengah mengidentifikasi bahwa ada masyarakat terpencil di pegunungan dekat daerah Candi Ceto. Mereka ada di Desa Trengguli, Dusun Sekareng, dan Desa Balong, Dusun Doksari. Mereka adalah kelompok adat yang merupakan bagian dari suku Jawa dan sebagian beragama Hindu. Membuat peta sosial ekonomi yang baik terkait MA&KAT Sebelum membuat peta sosial ekonomi sesuai PTO, mulailah dengan upaya berikut ini. (i) Tanyakan kades/sekdes, guru, kadus dan kader kesehatan apakah ada daerah-daerah di mana ada kelompok-kelompok masyarakat termiskin dan terpencil (karena sulit dijangkau atau karena perbedaan cara hidup). Bila sedang bekerja di desa yang di peta sebelumnya berwarna merah, cek tempat persisnya lokasi masyarakat yang disebutkan di atas. 30 (ii) Tanyakan pada tokoh-tokoh di atas secara terpisah, mengapa mereka lebih miskin atau terpencil. Apa sumber penghidupan mereka, apa perbedaan mereka dengan masyarakat lainnya (bahasa, cara hidup, akses, dan lain-lain); apakah masyarakat mayoritas desa mau berbaur dengan mereka; bila kurang berbaur, kira-kira mengapa (lokasinya terpencil, perilaku berbeda, dan lainlain). (iii) Cek ke lokasi mereka dan kondisi mereka sebenarnya: tingkat kemiskinan mereka (pola makan, aset ekonomi yang dimiliki, pekerjaan dan upah/pendapatan), apa yang membedakan mereka dengan masyarakat umum, seperti apa organisasi atau struktur masyarakat/kelompoknya, bagaimana proses pengambilan keputusan di dalam kelompok tersebut, siapakah orang yang dipercaya atau pemimpin lokal dalam kelompok tersebut, seberapa jauh mereka ikut dalam pengambilan keputusan di desa (sekadar ikut hadir ataukah sampai mampu mempengaruhi keputusan yang ada). Apa tanggapan mereka terhadap masyarakat desa yang lain (apakah mereka merasa berjarak dengan orang lain, mengapa? – jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini harus disimpulkan dari pengamatan, karena umumnya susah untuk bisa ditanyakan langsung kepada mereka) (iv) Berdasarkan pekerjaan mereka, telusuri ke mana interaksi ekonomi mereka dilakukan, misalnya ke mana mereka membeli kebutuhannya. (v) Tanyakan kepada pihak-pihak yang membeli produk mereka, menjual sesuatu kepada mereka, atau mempekerjakan mereka tentang kondisi kelompok tersebut dan apa yang membuat kondisi mereka berbeda. (vi) Dari semua hal di atas buat kesimpulan: • Apakah mereka bisa diajak ke dalam proses PNPM (atau malah sudah mengikuti dan ikut mengambil keputusan) • Apakah usulan-usulan yang muncul dari hasil musyawarah PNPM selama ini sudah membantu pemenuhan kebutuhan mereka (ingat infrastruktur tidak dengan sendirinya membantu masyarakat tertentu. Anak sekolah miskin Papua dengan adanya jalan aspal yang lebar bukannya terbantu, tetapi malah harus berjalan di permukaan jalan yang panas dan banyak mobil, tidak punya uang naik angkot dan biaya angkot tidak menjadi lebih murah dengan adanya perbaikan jalan). • Apa yang bisa menjadi pendorong agar masyarakat desa umumnya bisa bersimpati terhadap MA&KAT (misalnya melalui isu bersama seperti kematian ibu/bayi, kesulitan air, jalan ke pedalaman yang belum memadai dan lain-lain). • Ajak tokoh-tokoh desa yang cenderung bersimpati dengan MA&KAT untuk memikirkan cara agar mereka bisa ikut memperoleh manfaat dengan adanya PNPM. • Diskusikan dengan Fasilitator Kabupaten masalah ini agar mendapatkan input dan informasi mengenai dana-dana khusus yang bisa digunakan untuk membantu mereka. 31 Faskab harus berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten untuk melihat apakah ada sumber daya kabupaten yang bisa digunakan untuk membantu MA&KAT. Beberapa contoh antara lain: • Pembelajaran dari desa di Bali tentang penyertaan kelompok masyarakat tuna wicara dalam kegiatan pembangunan sarana air bersih dalam PNPM telah memperlihatkan inisiatif awal pemda dan bisa ditindaklanjuti oleh masyakarat serta kelembagaan di desa secara lebih jauh. Masyarakat yang sebelumnya berbeda bisa membaur sangat baik dengan warga desa kebanyakan. • Di Jambi, kelompok LSM berusaha membantu MA&KAT dengan memberikan modal dan asistensi untuk membentuk koperasi kebutuhan sehari-hari. Modal semacam ini bisa diberikan PNPM juga, demikian pula pendampingannya yang bisa dilakukan oleh Fasilitator Pemberdayaan atau Kader Keuangan yang ada di desa. • Di Maluku Utara: MA&KAT dibantu agar bisa tinggal di dalam taman nasional bagi yang masih nomaden, sementara yang tinggal di pinggiran hutan diperbolehkan mencari damar sejauh tidak mengganggu flora dan fauna lainnya, tidak boleh menebang pohon, dan memburu binatang (selain binatang kecil yang hidup di tanah). Mereka juga bisa menerima beras raskin, walaupun tidak punya KTP dan kartu miskin; beras itu dititipkan ke gereja bagi yang nomaden. Bantuan ini dikoordinasikan oleh forum multistakeholder (pemangku kepentingan) untuk kawasan sekitar hutan dan ada beras program RASKIN yang disalurkan melalui jalur PNPM. • Di Mentawai kebutuhan fasilitas kesehatan dan pendidikan MA&KAT diakomodasi oleh PNPM; masyarakat non MA&KAT bisa sangat mendukung kebutuhan MA&KAT. Sebagai kesimpulan, perlu diupayakan sebisa mungkin agar MA&KAT bisa ikut dalam proses PNPM, menerima manfaatnya dengan bantuan masyarakat desa lainnya dan sekaligus diupayakan adanya koordinasi dengan kabupaten agar ada simpati juga dari kabupaten atau masyarakat pemerhati di kabupaten untuk mendukung masyarakat ini. (vii) Pemetaan sosial ekonomi desa harus sudah memuat: • peta desa dengan lokasi masyarakat miskin, masyarakat terpencil, atau masyarakat adat, pusat-pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, dan akses infrastruktur ke desa; • struktur organisasi yang ada di dalam MA&KAT: tokoh atau pemimpin lokal dan bagaimana mereka mengambil keputusan di dalam kelompoknya 32 • • • • kegiatan sosial ekonomi dan cara hidup masyarakat; alur kegiatan ekonomi masyarakat miskin, masyarakat terpencil, atau masyarakat adat (interaksi ekonomi: bagaimana berproduksi, ke mana membeli, dan menjual); strategi pelibatan masyarakat miskin, masyarakat terpencil atau masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan PNPM dan siapa yang bisa ikut membantu mereka; kemungkinan bekerjasama dengan pemda. (Jangan lupa untuk mencari informasi anggaran kabupaten yang masuk ke desa, apakah ada Alokasi Dana Desa yang cukup besar untuk investasi, tidak sekadar biaya administrasi desa, apakah ada dana rutin berkaitan kemiskinan yang turun ke desa seperti dana bantuan tunai dan lain-lain). Contoh Peta Sosial Ekonomi kelompok MA&KAT FK dalam memfasilitasi pemetaan sosial ekonomi diharapkan mengamati strata masyarakat di desa. (i) Terkaya di desa: misalnya mempunyai penggilingan padi dan toko serba ada termasuk menyediakan modal untuk sawah. (ii) Masyarakat yang terpandang: guru, PNS, dan aktivis proyek-proyek pemerintah. (iii) Masyarakat umum: memiliki sawah atau kebun; yang lebih baik mempunyai usaha tambahan tertentu, seperti menarik ojek dll. 33 (iv) Masyarakat terpencil: tidak ada akses jalan dan tidak mempunyai tanah selain untuk rumahnya, bukan berasal dari suku desa tersebut, penghasilan dari mencari ikan-ikan kecil disungai, hasil dari ladang kering milik orang desa di butir ii dan iii di atas atau menjaga ternak masyarakat ii dan iii di atas. Nelayan yang mempunyai perahu dan tambak bandeng adalah masyarakat transmigrasi lokal. Di sini MA&KAT sangat membutuhkan simpati masyarakat lainnya di desa agar hasil bumi dan tangkapan mereka mau dibeli, selain itu kebutuhan mereka akan fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan lain-lain agar diperjuangkan bersama. Sementara kabupaten bisa membantu menyediakan akses infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan layanan air bersih, pendidikan, kesehatan dan lain-lain yang belum terdanai oleh PNPM. Kesimpulan hasil analisa sosial ekonomi: Dalam kasus desa di peta di atas, FK bersama masyarakat umum sepakat untuk melihat MA&KAT sebagai bagian dari desa dengan usulan tersendiri, dan dengan simpati masyarakat desa, maka usulan MA&KAT dapat diprioritaskan. Selain itu, pemda dapat mendukung pengadaan kebutuhan-kebutuhan lain yang diperlukan MA&KAT. Arti pemberdayaan bagi MA&KAT MA&KAT dapat memperoleh manfaat program dan menjadi lebih sejahtera di tempat hidup sekarang dan masih bisa melakukan cara hidup yang mereka anut saat ini. MA&KAT hidup terpencil dan sering kali disebut primitif, tetapi mereka hidup secara bebas tidak tertekan, tidak hidup menggelandang, tidak mengalami gizi buruk, tidak melakukan tindakan kriminal, tidak mempunyai hutang dan tidak kelaparan. MA&KAT hanya membutuhkan persahabatan dan simpati baik secara sosial maupun ekonomi. MA&KAT tidak ingin dicabut dari akar tempat tinggalnya, tidak ingin berganti budaya atau agama, tidak ingin “dimasyarakatkan”. Sering ”dimasyarakatkan” hanya menyebabkan mereka frustasi, menggelandang, dan terpaksa hidup dari belas kasihan karena mereka tidak punya keahlian dan modal yang cukup untuk hidup dengan cara yang sangat berbeda (kita sendiri pun demikian). Hal yang mereka butuhkan adalah kepedulian dan kesamaan hak. Mengajak warga perduli terhadap sesama dan MA&KAT (i) Selami kondisi hubungan antara masyarakat desa pada umumnya dan MA&KAT; apa sebab MA&KAT tertinggal dari masyarakat desa pada umumnya. Apakah ada pandangan buruk terhadap kelompok terlupakan ini, seperti dianggap suka mencuri (tanaman), kurang ada semangat berusaha, dan lain-lain. Fasilitator perlu menjelaskan bahwa perbedaan ini terjadi karena MA&KAT hidup dalam kondisi yang sederhana, dekat dengan alam dan belum merasa perlu mengumpulkan kekayaan. Hal ini menyebabkan mereka miskin, tetapi bukan karena sebuah kejahatan atau kemalasan, tetapi lebih merupakan suatu pola hidup yang bersahaja. 34 (ii) Tentukan isu yang bisa menjadi dasar solidaritas bersama, seperti: (i) target-target yang ada di MDGs: penurunan kematian ibu anak, ketersediaan air bersih, perlunya pemerataan kesehatan dan pendidikan, perlunya mengurangi penyakit menular dan mematikan seperti malaria,TBCdan lain-lain, perlunya membantu sesama secara ekonomi bagi pihak yang belum beruntung. Cari tokoh-tokoh di masyarakat yang lebih bersimpati kepada MA&KAT. Intinya coba temukan isu dan tokoh pendukung kebersamaan dan kepedulian. (iii) Jadikan isu tersebut sebagai salah satu kriteria pemilihan proposal PNPM. Fasilitasi secara terus-menerus agar kriteria itu digunakan secara konsisten dalam menentukan pilihan proposal yang akan dipilih. (iv) Usahakan agar pemda juga memberikan bantuan agar masyarakat desa tidak merasa harus menanggung nasib saudara mereka sendirian. Untuk itu, Fasilitator Kecamatan dan Kabupaten perlu mengetahui sumber dana nasional, provinsi, dan kabupaten yang cocok digunakan untuk membantu MA&KAT. Sebagai contoh, dalam bidang pendidikan, ada subsidi untuk murid miskin, bidang kesehatan ada program JAMKESMAS untuk masyarakat miskin. PNPM juga bisa dimanfaatkan untuk pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur. Jangan terpaku hanya pada dinas sosial untuk membantu MA&KAT, tetapi perlu dikembangkan cara lain untuk melibatkan pihak Bappeda dan Sekda. Dalam kaitannya dengan MA&KAT, titik kuncinya dalam proses PNPM adalah proses sebagai berikut. (i) Pengkajian dan peta awal MA&KAT (lihat peta sebelumnya) dilakukan sebelum pembuatan peta sosial ekonomi. Kajian ini dilakukan pada masa sosialisasi dan pengamatan lapangan oleh FK sendiri (bukan partisipatif). Ini dipakai sebagai dasar strategi FK melakukan penggalian gagasan dan pembangunan simpati pada masyarakat terpencil. (ii) Kemudian kepedulian kepada MA&KAT dikawal terus sampai penentuan prioritas usulan. Selama itu juga perlu dilihat bagaimana kabupaten bisa didorong kepeduliannya secara positif terhadap MA&KAT. Kepedulian kabupaten perlu dilakukan oleh FasKab dengan kordinasi dengan FK dan FT terkait. Pendampingan MA&KAT dalam proses PNPM perlu dilakukan: (i) Pada saat sosialisasi dan pemetaan sosial ekonomi perlu dilakukan dengan lebih saksama sesuai dengan panduan ini. (ii) Pada saat MAD sosialisasi, FK yang bekerja di daerah yang memiliki MA&KAT di tahap sosialisasi harus mengkampanyekan kepedulian terhadap MA&KAT dan menguraikan kebutuhan MA&KAT yang ada sesuai panduan ini. (iii) Sejak penggalian gagasan sampai MAD penetapan, FK harus mendorong kelompok mayoritas untuk memberi prioritas pada usulan kelompok MA&KAT, terutama bagi MA&KAT yang selama ini usulannya tidak pernah diterima. 35 (iv) Fasilitator Kabupaten perlu berkomunikasi dengan Pemda dan organisasi kemasyarakat terkait agar kebutuhan MA&KAT bisa dibantu atau dipenuhi. 3.2 Siapa Pelaku Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dalam PNPM MPd? Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dilakukan oleh semua pelaku PNPM MPd di setiap tingkatan, baik pemerintah, konsultan, fasilitator, dan masyarakat. - Pemerintah meliputi Satuan Kerja (Satker) Pusat, Provinsi, dan Kabupaten, serta Penanggung Jawab Operasional di Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi - Konsultan terdiri dari Tim Konsultan Provinsi, Regional, maupun Pusat. - Fasilitator terdiri dari Fasilitator Kecamatan, yaitu Fasilitator Pemberdayaan (FK) dan Fasilitator Teknik (FT) dan Fasilitator Kabupaten, yaitu Fasilitator Pemberdayaan Kabupaten (FKab) dan Fasilitator Teknik Kabupaten (FTKab), dan Fasilitator Keuangan Kabupaten (FasKeu). - Pelaku dari masyarakat seperti Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan Kader Teknik (KT), Tim Penulis Usulan (TPU), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Tim Verifikasi (TV), Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana Desa (TP3D), Pendamping Lokal (PL), bekerja sama dengan masyarakat dan para tokoh masyarakat serta Badan Kerjasama Antardesa (BKAD). 3.3 Mengapa Diperlukan Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dalam PNPM MPd? Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd diperlukan untuk memastikan pelaksanaan PNPM MPd meningkatkan kualitas sosial dan lingkungan serta mengurangi dan menghindari dampak negatif, serta mewujudkan kelestarian lingkungan hidup untuk keberlanjutannya. 3.4 Di Mana Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup Tertanam dalam PNPM MPd? Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd telah ada dalam berbagai instrumen dan tahapan PNPM-MPd. Kebijakan ini tertuang dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) termasuk penjelasan dan formulir-formulir pendukungnya, serta tercakup dalam materi pelatihan. Kebijakan ini diterapkan dalam tahapan PNPM MPd antara lain: - diseminasi dan sosialisasi, - musyawarah Desa dan Musyawarah Antara Desa, - pelatihan Pendamping Lokal dan KPMD, - penulisan usulan desa, - verifikasi usulan desa, - keputusan proposal yang akan didanai, - pelaksanaan kegiatan, - supervisi dan monitoring, - fasilitasi dan Penanganan Masalah, - dokumentasi dan Pelaporan, - pengoperasian dan Pemeliharaan (Operation and Maintenance, O&M). 36 3.5 Bagaimana Penerapannya pada Tahap Persiapan dan Sosialisasi? Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam tahap Persiapan dan Sosialisasi dilakukan dengan memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan diseminasi dan sosialisasi PNPM MPd di berbagai forum dan tingkatan, sejak Lokakarya Nasional, Provinsi, Kabupaten yang kemudian ditindaklanjuti lagi pada Musyawarah Antardesa (MAD), Musyawarah Desa (MusDes) dan Musyawarah Dusun (Musdus) dan pada pelatihan Kader maupun TPK. Kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan dijelaskan dalam setiap tahapan kegiatan di atas. 3.6 Bagaimana Penerapannya pada Tahap Perencanaan? Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam tahap Perencanaan dilakukan dengan menjadikan potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan sebagai bahan pertimbangan dan kriteria penilaian dalam penyusunan dokumen usulan, proses verifikasi usulan sampai proses desain teknis, serta pengambilan keputusan dalam MAD Prioritas. 3.6.1 Musyawarah Desa (MusDes) dan Musyawarah Desa Khusus Perempuan (MDKP). Daftar Larangan (negative list) harus ditaati dan menjadi bahan pertimbangan sejak MusDes dan MDKP. 3.6.2 Pelatihan Tim Penulis Usulan (TPU). Fasilitator harus menjelaskan cara pengisian formulir yang memperhatikan kebijakan safeguard: Formulir 5 “Usulan Kegiatan”: mengusulkan kegiatan yang tidak berdampak negatif terhadap sosial dan lingkungan. Formulir 6 “BA Kesanggupan Swadaya Masyarakat”: menerangkan kesediaan masyarakat memberikan donasi lahan baik secara hibah atau kompensasi. Formulir 9 “Rekap Pengadaan Lahan dan Aset” serta Lembar 9a “Daftar Rincian Hibah Lahan”: yang menerangkan pengadaan lahan dengan pilihan ijin pakai, hibah, tukar lahan, atau beli Formulir 10 “Ceklis Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen Usulan”: memastikan kelengkapan dokumen antara lain dokumen hibah lahan yang telah diisi dengan benar. Fasilitator harus menjelaskan pula langkah mitigasi dan penanganan potensi dampak negatif dalam pelaksanaan PNPM MPd. 3.6.3 Proses penulisan usulan. TPU harus menjelaskan hal-hal sebagai berikut. Formulir 5 “Usulan Kegiatan”: mempertimbangkan kemungkinan kebutuhan lahan, dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial, termasuk kemungkinan adanya dampak negatif terhadap masyarakat adat. Formulir 6 “BA Kesanggupan Swadaya Masyarakat”: menjelaskan kemungkinan pembatalan sumbangan masyarakat apabila kegiatan tidak terdanai. Formulir 9 “Rekap Pengadaan Lahan dan Aset” serta Lembar 9a “Daftar Rincian Pengadaan Lahan dan Aset”: memastikan kelengkapan dokumen pengadaaan lahan yang ditandatangani oleh pemberi hibah bersama ahli warisnya dan kepala desa serta dilampiri denah lahan yang dihibahkan. 37 - Formulir 10 “Ceklis Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen Usulan”: memastikan kelengkapan proposal usulan meliputi antara lain berita acara penyelesaian proses hibah lahan. 3.6.4 Pelatihan Tim Verifikasi. Fasilitator harus memberikan penjelasan terdiri dari: Pemahaman dan penerapan kebijakan safeguard dalam PNPM MPd. Formulir 11 dan 12 “Verifikasi Usulan”: memastikan usulan kegiatan tidak termasuk dalam Daftar Larangan (negative list), tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial termasuk masyarakat adat, serta tidak ada masalah dengan kepemilikan tanah atau hibah lahan. 3.6.5 Proses Verifikasi Usulan. Tim Verifikasi harus memastikan: Formulir 11 “Verifikasi Usulan”: status proses pengadaan lahan sebelum memberikan penilaian dan rekomendasi bagi usulan. Formulir 12d “Verifikasi Usulan Prasarana”: sebelum menyatakan kelayakan teknis maka Tim Verifikasi memastikan apakah sudah ada kelayakan dalam pengadaaan lahan, apakah kegiatan yang diusulkan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang negatif pada saat konstruksi dan pasca konstruksi, serta bagaimana upaya penanganannya apabila terdapat potensi dampak negatif tersebut. 3.6.6 MAD Prioritas Usulan. Rekomendasi dari Tim Verifikasi yang telah mempertimbangkan kajian dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial serta kelayakan lahan seperti dijelaskan di atas, menjadi salah satu pertimbangan penilaian prioritas usulan dalam MAD ini. 3.6.7 Proses Desain RAB. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. Formulir 22 “Penanganan Dampak Negatif Terhadap Lingkungan”: FT bersama KT harus mengidentifikasi 1) Dua jenis dampak negatif terhadap lingkungan yang paling merugikan masyarakat dan berpotensi terjadi, berikut rencana pencegahan dan penanganannya. 2) Dua jenis potensi dampak negatif terhadap lingkungan yang hampir pasti terjadi di lokasi, berikut rencana mengatasinya. Formulir 25 “Pemeriksaan Desain dan RAB”: Fasilitator Teknik Kabupaten (FTKab) harus melakukan pemeriksaan antara lain: (i) Catatan-catatan potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan yang akan terjadi pada lokasi kegiatan yang direncanakan. (ii) Catatan-catatan hasil konfirmasi pembebasan lahan kepada masyarakat yang lahannya akan dibebaskan untuk kegiatan. (iii) Desain bangunan sudah mempertimbangkan dan mengakomodasi arsitektur, penggunaan, kebiasaan, kepercayaan, dan aturan setempat. 3.6.8 Penyusunan Dokumen SPPB. Formulir 29 “Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB)”: harus dilampiri dengan gambar desain teknis yang sudah dinyatakan layak oleh FTKab berdasar pertimbangan antara lain kajian potensi dampak terhadap sosial dan lingkungan di atas. 38 3.7 Bagaimana Penerapannya pada Tahap? Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam tahap pelaksanaan adalah melaksanakan hasil kajian potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan dari tahap perencanaan ke dalam aktivitas pelaksanaan mulai dari sosialisasi hasil MAD, pelatihan atau OJT untuk Tim Pengelola Kegiatan, rapat prapelaksanaan sampai masa konstruksi prasarana. 3.7.1 Musyawarah Desa Informasi Hasil MAD Musyawarah Desa ini harus memastikan kembali hasil kajian terhadap usulan kegiatan yang didanai: Memastikan kembali pengadaan bahan dan alat agar memperhatikan Daftar Larangan (negative list). Menyepakati mekanisme dan jadwal realisasi swadaya, hibah lahan, dan aset lainnya sesuai daftar kesanggupan yang telah disepakati sebelumnya. Mensosialisasikan pencegahan dan penanganan potensi dampak-dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan yang mungkin timbul akibat pembangunan prasarana yang didanai. Peserta Musyawarah Desa dapat menyampaikan tambahan masukan tentang hal ini sesuai dengan kondisi setempat. 3.7.2 Pelatihan atau OJT Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Materi pelatihan atau OJT mencakup antara lain: pemahaman isi formulir-formulir terkait penerapan kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan dalam tahap perencanaan seperti dijelaskan di atas dan perencanaan pencegahan dan penanganan dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan yang mungkin timbul akibat pembangunan prasarana yang akan dilaksanakan, serta dilengkapi masukan-masukan tambahan dari peserta Musyawarah Desa Informasi Hasil MAD sesuai dengan kondisi setempat. 3.7.3 Rapat Prapelaksanaan Menyepakati: teknis pelaksanaan dalam merealisasikan swadaya, hibah lahan, dan aset lainnya dan teknis pelaksanaan dalam realisasi pencegahan dan penanganan potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan. 3.7.4 Masa Konstruksi Prasarana FT dan KT melakukan pendampingan dan monitoring terhadap TPK dan masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan dalam masa konstruksi prasarana. Pelaksanaannya mengacu kepada hasil kajian safeguard pada tahap perencanaan termasuk hasil pengisian formulir-formulir terkait, serta hasil Rapat Prapelaksanaan mengenai teknis pelaksanaan yang telah disepakati. 3.8 Bagaimana Penerapannya pada Tahap Pelestarian? Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam tahap pelestarian tercakup dalam kegiatan pemeliharaan. Formulir 25 “Pemeriksaan Desain dan RAB”: memastikan tersedianya Berita Acara kesanggupan memelihara kegiatan. Rencana operasional dan 39 pemeliharaan serta rencana pembiayaannya dilakukan sebelum Musyawarah Desa Serah Terima (MDST). Rencana tersebut mencakup pelaksanaan berkelanjutan pencegahan dan penanganan/mitigasi potensi dampak negatif yang kemungkinan timbul pascakonstruksi. 3.9 Bagaimana Peran Para Pelaku PNPM MPd Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup? dalam Penerapan-Penerapan Setiap pelaku PNPM MPd mempunyai peran yang berbeda dalam penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup. Peran masing-masing diuraikan di bawah ini. 3.9.1 Aparat Pemerintah Aparat pemerintah di kabupaten terdiri dari Satker Kabupaten dan PjOKab. Dalam penerapan kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan, aparat pemerintah di kabupaten harus menguasai pemahaman kebijakan ini dan berfungsi mengawasi penerapannya serta membina masyarakat. Aparat memastikan Daftar Larangan (negative list) dipatuhi setiap desa, kelengkapan dokumen hibah lahan yang benar, memastikan verifikasi usulan yang dilakukan oleh tim masyarakat dan pemerintah berdasarkan pertimbangan kajian potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan. Untuk hal-hal tersebut, aparat pemerintah di kabupaten mengawasi, tetapi tidak terlibat secara mendetail. Aparat pemerintah di kecamatan terdiri dari camat dan PjOK. Dalam hal ini, camat dan PjOK harus mengawasi penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam kajian prioritas usulan dari masyarakat sebelum penandatanganan dan pengisian dokumen pencairan dana. Khusus untuk kegiatan verifikasi, aparat di kecamatan akan lebih terlibat secara langsung, baik sebagai narasumber atau koordinator kegiatan tim verifikasi. Dengan demikian, aparat ini bisa membimbing masyarakat untuk mengidentifikasi potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan di wilayahnya berdasarkan pengalaman dari implementasi program sebelumnya serta pengetahuan terhadap lokasi-lokasi yang rawan bencana, komunitas adat terpencil, dan lainnya. 3.9.2 Konsultan dan Fasilitator Konsultan berada di tingkat nasional, regional, dan provinsi. Mereka lebih berperan sebagai supervisor kegiatan melalui kunjungan rutin ke lokasi desa. Mereka juga terlibat dalam pembuatan panduan dan instruksi teknis kepada fasilitator dan masyarakat di lapangan, serta mendesain pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan. Fasilitator Kabupaten adalah Faskab Pemberdayaan, Faskab Keuangan, dan Faskab Teknik. Faskab bertugas untuk mensupervisi kegiatan dan membimbing Fasilitator Kecamatan serta masyarakat. Fasilitator Kecamatan bekerja langsung dengan masyarakat, sebagai pembimbing dan narasumber untuk segala hal. Fasilitator Kecamatan terdiri dari fasilitator kecamatan yang ahli dalam pemberdayaan dan Fasilitator Teknik yang ahli dalam pembangunan prasarana. Kedua-duanya bertanggung jawab atas peningkatan kapasitas masyarakat di desa, sebagai transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk kemandirian desa. Dalam penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup, fasilitator berperan dalam membimbing pengisian semua formulir terkait, mampu menjelaskan 40 pemahaman pengamanan sosial dan lingkungan hidup kepada masyarakat dan mendampingi masyarakat serta mengawasi hasil penerapannya. Fasilitator Teknik Kabupaten harus mengisi ceklis terhadap kualitas desain, dan wajib menolak desain yang tidak memenuhi kajian pengamanan, termasuk pengisian format terhadap rincian hibah lahan serta format dampak lingkungan. Fasilitator Teknik di kecamatan bertanggung jawab untuk menjamin bahwa proses hibah lahan dilakukan sesuai aturan, dan FT juga membimbing pengisian formulir potensi dampak lingkungan secara lengkap dan benar. 3.9.3 Masyarakat Masyarakat dibedakan menjadi empat kelompok. Aparat desa mempunyai tugas pokok untuk mengawasi segala kegiatan yang ada di desa. Aparat tetap ada, walaupun pelaku PNPM MPd belum diseleksi dan belum aktif. Dalam penerapan kebijakan pengamanan, aparat desa harus mengidentifikasi potensi dampak negatif terhadap kehidupan sosial dan lingkungannya, termasuk memahami Daftar Larangan (Negative List) agar bisa menjelaskannya kepada masyarakat umum. Tim Pengelola Kegiatan adalah tim kecil yang dipilih oleh masyarakat untuk mengelola kegiatan PNPM di desanya. Mereka harus memahami penerapan pengamanan dalam PNPM MPd, terutama identifikasi potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan yang menjadi bahan pertimbangan dalam verifikasi, penyusunan usulan, kelengkapan dokumen perencanaan, dan proses pengaturan pengadaaan lahan. KPMD, terutama Kader Teknik, harus mampu menjelaskan pemahaman pengamanan dalam kesehariannya di lapangan. Kader Teknik menggantikan peran Fasilitator Teknik pada saat FT tidak ada di desa. Transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan dari fasilitator banyak ditujukan kepada KPMD agar ada orang desa yang memiliki pemahaman yang baik secara mandiri. Masyarakat berperan untuk mensosialiasikan lebih luas pemahaman pengamanan sosial dan lingkungan hidup serta mengimplementasikannya dalam pelaksanaan PNPM MPd. Masyarakat harus betul-betul mengerti dengan benar apa potensi dampak negatif yang dapat ditimbulkan proyek bagi kehidupan sosial serta lingkungannya, sehingga dapat turut serta berpartisipasi dalam pencegahan dan penanganannya. Demikian pula mengenai kelengkapan dokumen pengadaan lahan harus dipahami dengan baik oleh masyarakat, sehingga bisa berperan dengan benar. Tim Verifikasi terdiri dari masyarakat atau aparat yang ada di kecamatan dan mereka diberi tugas untuk menilai apakah usulan yang diajukan oleh desa memang layak untuk didanai. Ketidaklayakan dapat disebabkan alasan sangat teknis, tetapi dapat pula diakibatkan ketidaklayakan dari kajian pengamanan terkait potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan, serta kelayakan lahan. Tim Verifikasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Musyawarah Antardesa agar dipertimbangkan dalam penentuan prioritas usulan. 3.10 Apa Saja Pelatihan yang Mencakup Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup? Terdapat tiga macam pelatihan yang mencakup pengamanan sosial dan lingkungan hidup yaitu: 41 3.10.1 Pelatihan Pratugas Pelatihan pratugas diberikan kepada fasilitator sebelum mobilisasi ke lapangan, baik fasilitator di kabupaten maupun fasilitor di kecamatan. Pelatihan pratugas terdiri dari pelatihan bersama serta pembagian kelas teknis dan kelas nonteknis. Khusus untuk kabupaten, terdapat kelas khusus Fasilitator Keuangan. Dalam pelatihan ini, penjelasan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dialokasikan selama 4 jam terdiri dari penjelasan umum tentang pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam bentuk pelatihan bersama, sementara penjelasan dan pelatihan khusus formulir-formulir terkait kebijakan pengamanan diberikan pada kelas teknis. Pelatihan untuk tingkat kabupaten mengutamakan peran fasilitator sebagai supervisor dan pembimbing. Khusus Fasilitator Teknik, diberi pelatihan tentang pemeriksaan desain dan RAB. Semua faskab diberi pelatihan pengamanan tentang aturan nonteknis, termasuk pengadaan lahan dan verifikasi umum. 3.10.2 Pelatihan Penyegaran Semua konsultan dan fasilitator yang telah berada di lapangan akan menerima pelatihan penyegaran setiap tahun. Pada pelatihan penyegaran ini, peserta akan diberi informasi tentang kebijakan dan instrumen baru serta pelatihan tentang penggunaannya. Dalam pelatihan penyegaran, akan diberikan penjelasan kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan hidup meliputi: (1) pemahaman pengamanan sosial dan lingkungan hidup; (2) identifikasi pencegahan dan penanganan dampak negatif yang ditimbulkan proyek; (3) dokumentasi dan pelaporan penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup. Hal ini termasuk pelatihan untuk pengisian formulir-formulir yang telah dimodifikasi. Pelatihan ini dilakukan di provinsi dan kabupaten. 3.10.3 Pelatihan Kader Teknik Pelatihan kader teknik akan diberikan kepada semua kader teknik, baik yang sudah lama bekerja sebagai kader maupun yang baru dipilih sebagai kader. Pelatihan ini sangat intensif selama dua minggu, dengan kesempatan untuk mempraktikkan ilmu baru di lapangan pada akhir minggu pertama pelatihan. Dalam pelatihan ini, akan diberikan pemahaman dan ketrampilan untuk mengidentifikasi potensi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh proyek terhadap sosial dan lingkungan. Kader dilatih agar tiap desa mempunyai minimal satu orang yang mengerti hal-hal teknis seperti ini. 3.11 Bagaimana Supervisi Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dalam PNPM MPd? Supervisi penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dilakukan dalam setiap tahapan mulai dari tahap persiapan dan sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian. Kegiatan supervisi dilakukan di desa, kecamatan, dan kabupaten dengan menggunakan ceklis supervisi yang terdapat dalam Annex 2 lampiran panduan ini. 3.11.1 Supervisi di Desa dan Kecamatan oleh Fasilitator Dalam kegiatan supervisi di desa/kecamatan, fasilitator memberikan pendampingan dan monitoring terhadap proses identifikasi potensi dampak negatif 42 terhadap sosial dan potensi kerusakan lingkungan dari setiap usulan kegiatan. Fasilitator mendokumentasikan hasil identifikasi serta menggunakannya sebagai bahan monitoring untuk penerapannya dalam tahapan pelaksanaan, baik masa konstruksi dan pascakonstruksi. 3.11.2 Supervisi di Kabupaten dan Provinsi oleh Konsultan Di Kabupaten dan Provinsi, selain monitoring dan pendampingan di lapangan, supervisi oleh konsultan meliputi pertemuan koordinasi rutin baik di kabupaten maupun provinsi untuk membahas dan mengevaluasi penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam setiap tahapan perkembangan program secara reguler, termasuk masalah dan pengaduan. 3.11.3 Misi Supervisi oleh Pemerintah, NMC, dan Bank Dunia Misi supervisi berkala diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kementerian Dalam Negeri, National Management Consultant (NMC), dan Bank Dunia. Supervisi meliputi pendampingan dan monitoring terhadap penerapan kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan dari setiap tahapan, memantau masalah, pengaduan, dan penanganannya, serta mendokumentasikan good practice dari pelaksanaan di lapangan. Hasil supervisi ini dicakup dalam Back to Office Reports (BTOR) yang disusun oleh staf Bank Dunia setelah kembali dari lapangan dan merangkum seluruh masukan dan rekomendasi dari tim Bank Dunia, PMD dan NMC, serta Aide Memoire yang disusun setelah misi supervisi gabungan tersebut yang dilakukan dua kali dalam setahun. 3.12 Bagaimana Dokumentasi dan Pelaporan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup? Dokumentasi dan Pelaporan tentang penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd mengikuti alur dan mekanisme yang berlaku dalam PNPM MPd pada umumnya. Laporan tentang penerapan kebijakan ini menjadi tambahan dalam setiap Laporan Bulanan dan Laporan Tahunan, baik di kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. Laporan tersebut meliputi: - Dokumentasi penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam setiap tahapan program mulai dari tahap perencanaan dan sosialisasi, pelaksanaan dan pelestarian, termasuk rekapitulasi pengisian formulir-formulir terkait kebijakan pengamanan. - Identifikasi dan evaluasi permasalahan terkait potensi dampak negatif yang timbul terhadap sosial dan lingkungan, serta rencana pencegahan dan penanganannya. - Dokumentasi good practice untuk dijadikan bahan pembelajaran dalam penerapan di masa mendatang. Penyusunan dokumentasi dan pelaporan penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup ini dapat dikompilasi mulai dari musyawarah-musyawarah dari setiap tahapan kegiatan dan hasil pengisian formulir terkait, serta hasil supervisi berupa pemantauan terhadap pelaksanaan dari setiap tahapan. Rekapitulasi berbagai pencatatan ini dalam 43 sistem pengelolaan informasi (Management Information System/MIS) dapat menjadi salah satu bentuk dokumentasi penerapan kebijakan pengamanan dalam PNPM MPd. 3.13 Bagaimana Pengaduan dan Penanganan Masalah Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup? Pengaduan dan penanganan masalah pengamanan sosial dan lingkungan hidup mengikuti jenjang dan alur mekanisme PNPM MPd. Keluhan mengenai pelanggaran kebijakan ini akan didokumentasikan secara berjenjang. Keluhan ini bisa terdiri dari temuan-temuan tentang dampak negatif sosial yang merugikan masyarakat, kerusakan lingkungan, ataupun ketidaktepatan dalam realisasi pengadaan lahan serta praktik pelaksanaan yang berbeda dari rencana penanganan yang telah disepakati sebelumnya. Seperti halnya keluhan lain dalam PNPM MPd, maka keluhan terkait pengamanan sosial dan lingkungan hidup ini akan diumumkan setiap bulan dalam website www.pnpmperdesaan.org di bawah Menu Penanggulangan Keluhan (Handling Complaints Menu). Keluhan dapat disampaikan melalui: - SMS ke 085710301234 - Telepon : 021 7988940/021 79988918/021 70417954 - Fax: 021 7874712 - Email : [email protected] atau [email protected] - Website: www.pnpm-perdesaan.org, - Surat: Unit P2M, Graha Pejaten Nomor 2, Jl. Pejaten Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan; - Kunjungan langsung kepada Fasilitator/Konsultan dan Pelaku PNPM di lokasi terdekat Metode-metode yang lebih inovatif, misalnya stasiun radio masyarakat, digunakan di berbagai daerah untuk membahas keluhan masyarakat. Semua keluhan yang disampaikan yang telah didokumentasi di desa atau kecamatan diteruskan ke kabupaten, provinsi, dan Jakarta. Masalah-masalah juga ditindaklanjuti melalui sistem hukum yang berlaku. Kabupaten perlu membuat email group atau Facebook group untuk bisa menjadi arena komunikasi informal antarFK, FTek dan FKab. Bila sudah ada email group atau Facebook kabupaten bisa diundang NMC, PMD dan Tim safeguard PSF sebagai anggota agar bisa membantu persoalan yang muncul berkaitan dengan penerapan panduan ini. 44 DAFTAR SINGKATAN 1. 2. PPK PNPM MPd : : Program Pemberdayaan Kecamatan 3. PTO : Petunjuk Teknis Operasional 4. MDTF : Multi Donor Trust Fund 5. IPP : Indigenous Peoples Proposal 6. IPPF : Indigenous Peoples Planning Framework 7. MA&KAT : Masyarakat Adat dan Komunitas Adat Terpencil 8. PPM : Perencanaan Penanganan Makat 9. FT : Fasilitator Teknik 10. FK : Fasilitator Pemberdayaan 11. FKab : Fasilitator Pemberdayaan Kabupaten 12. FTKab : Fasilitator Teknik Kabupaten 13. FasKeu : Fasilitator Keuangan 14. KPMD : Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa 15. KT : Kader Teknik 16. TPU : Teknik Penulis Usulan 17. TPK : Tim Pengelola Kegiatan 18. TV : Tim Verifikasi 19. TP3D : Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana Desa 20. PL : Pendamping Lokal 21. BKAD : Badan Kerjasama Antardesa 22. RAB : Rencana Anggaran Biaya 23. SPPB : Surat Perjanjian Pemberian Bantuan 24. MAD : Musyawarah Antardesa 25. OJT : On the JobTraining Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan 45