penjelasan xiv pengamanan sosial dan lingkungan

advertisement
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN XIV
PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN
DIREKTORAT JENDERAL
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA
2013
0
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Kebijakan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup
BAB 2 DEFINISI, RUANG LINGKUP DAN PENGALAMAN PROYEK DALAM MENERAPKAN
PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP
2.1
2.2
Pengertian/Definisi Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup
Penjelasan tentang Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup
2.2.1 Pengamanan Sosial
2.2.2 Kajian Lingkungan Hidup
BAB 3 PENERAPAN PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PNPM
MPd
3.1
Apakah yang dimaksud dengan penerapan pengamanan sosial dan lingkungan
hidup dalam PNPM MPd ?
3.1.1
Penerapan Pengamanan Lingkungan Hidup
3.1.1.1 Pengertian tentang jenis prasarana yang dibangun oleh
masyarakat
3.1.1.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam desain dan konstruksi
infrastruktur yang berkaitan dengan dampak lingkungan
3.1.1.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan pascakonstruksi
3.1.1.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan pascabencana alam
3.1.1.5 Penerapan Daftar Larangan
3.1.1.6 Hal yang dianjurkan dilakukan dalam membuat proposal
penghijauan atau perbaikan lingkungan hidup, seperti
penghijauan bantaran sungai dan lain-lain
3.1.1.7 Pada tahapan mana pengamanan lingkungan perlu
disosialisasikan dan diperhatikan
3.1.2
Penerapan Pengamanan Sosial
3.1.2.1 Hibah Tanah Individu dan Alih Fungsi Tanah Desa
3.1.2.2 Penguatan MA&KAT
3.2
Siapa pelaku penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM
MPd?
3.3 Mengapa diperlukan penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam
PNPM MPd?
3.4 Di mana penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup tertanam dalam
PNPM MPd?
3.5 Bagaimana penerapannya pada tahap persiapan dan sosialisasi?
3.6 Bagaimana penerapannya pada tahap perencanaan?
3.7 Bagaimana penerapannya pada tahap pelaksanaan?
3.8 Bagaimana penerapannya pada tahap pelestarian?
3.9 Bagaimana peran para pelaku PNPM MPd dalam penerapan pengamanan sosial
dan lingkungan hidup?
3.10 Apa saja pelatihan yang mencakup pengamanan sosial dan lingkungan hidup?
3.11 Bagaimana supervisi penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam
PNPM MPd?
1
3.12 Bagaimana dokumentasi dan pelaporan pengamanan sosial dan lingkungan
hidup?
3.13 Bagaimana pengaduan dan penanganan masalah pengamanan sosial dan
lingkungan hidup?
LAMPIRAN:
Annex 1: Perencanaan Penanganan MA&KAT (PPM)/Indigenous People Plan (IPP)
Annex 2: Ceklis Supervisi
Annex 3: Formulir terkait Kebijakan Safeguard:
-Formulir 5
Usulan Kegiatan
-Formulir 6
Berita Acara Kesanggupan
-Formulir 9
Rekapitulasi Pengadaan Lahan dan Aset
-Formulir 9a
Daftar Rincian Pengadaan Lahan dan Aset
-Formulir 10
Ceklis Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen Usulan
-Formulir 11
Verifikasi Usulan
-Formulir 12.d
Verifikasi Usulan Prasarana
-Formulir 22
Penanganan Dampak Negatif terhadap Lingkungan
-Formulir 25
Pemeriksaan Desain dan RAB
-Formulir 29
Surat Perjanjian Pemberian Bantuan
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
1
Latar Belakang
1.
Kebijakan “safeguard” atau “pengamanan” sosial dan lingkungan hidup merupakan
suatu upaya dari Proyek PNPM Mandiri Perdesaan (untuk seterusnya akan disebut
sebagai “Proyek” dalam panduan ini) dalam melakukan pencegahan, pengelolaan,
dan penanganan risiko terjadinya potensi dampak yang mungkin terjadi sebagai
akibat adanya kegiatan yang didanai oleh Proyek. Kebijakan perlindungan tidak
hanya dimaksudkan untuk menghindarkan dampak sosial dan lingkungan hidup
yang merugikan sebagai akibat adanya suatu kegiatan yang didanai oleh Proyek,
tetapi juga untuk meminimalkan risiko dampak negatif tersebut. Jika dampakdampak negatif tidak dapat dihindarkan, Proyek harus merencanakan dan
melaksanakan langkah-langkah penanggulangan, perbaikan, dan kompensasi
apabila diperlukan.
2.
Proyek mengadopsi Kebijakan-kebijakan Pengamanan yang mencakup Kebijakan
tentang Kajian Lingkungan Hidup (Environmental Assessment) dan Kebijakan
Masyarakat Adat dan Komunitas Adat Terpencil (MA&KAT atau Indigenous
Peoples) 1. Penerapan kedua kebijakan pengamanan ini harus disesuaikan dengan
karakteristik setiap kegiatan, khususnya dalam hal jenis dan besaran potensi
dampak lingkungan serta pengaruh yang ditimbulkan atau keterlibatan MA&KAT
dalam kegiatan yang didanai Proyek. Proyek melakukan penapisan dan identifikasi
potensi dampak serta menetapkan langkah-langkah penanganan dampak negatif
yang tidak dapat dihindarkan oleh setiap kegiatan, melaksanakan langkah-langkah
penanggulangan dampak negatif tersebut, serta memantau dan mengawasi
pelaksanaan
langkah-langkah
penanggulangan
tersebut.
Proyek
juga
mendokumentasikan dan mengungkapkan kepada publik seluruh kegiatan ini dalam
rangkaian proses siklus Proyek atau kegiatan yang didanai Proyek, baik di tingkat
masyarakat maupun di tingkat pengelola Proyek.
3.
Sebagai suatu program dengan skala nasional yang meliputi 5.020 kecamatan dan
sekitar 61.000 desa, jika tidak dikelola dengan benar, Proyek berpotensi
menimbulkan dampak yang semakin besar untuk terjadinya isu-isu sosial maupun
lingkungan hidup yang merugikan bagi masyarakat maupun suatu wilayah.
Mengingat Proyek merupakan bagian dari program nasional dengan siklus
pelaksanaan, desain, dan komponen yang sama serta berulang, maka
penyempurnaan untuk menghindari, meminimalkan, dan mengelola serta
menangani dampak sosial dan lingkungan hidup secara terus menerus akan
dilakukan berdasarkan pengalaman implementasi program sebelumnya.
Dua Kebijakan Perlindungan ini adalah bagian dari 10 Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Sosial
Bank Dunia.
3
4.
1.2
Dalam pelaksanaan program yang telah berlangsung selama sepuluh tahun
terakhir, hampir seluruh tanah, lahan, atau aset yang diperlukan oleh kegiatankegiatan yang didanai proyek PPK (pendahulu PNPM PMd sebelum menjadi
program nasional) dan PNPM MPd merupakan kontribusi/hibah dari masyarakat
penerima manfaat kegiatan tersebut. Sebagian kegiatan menggunakan tanah,
lahan, atau aset milik desa atau pemerintah. Kontribusi dilakukan secara sukarela
melalui proses partisipasi dan musyawarah warga. Walaupun masih perlu terus
disempurnakan, seperti halnya juga kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
pengelolaan lingkungan hidup, proses dan kontribusi tanah, lahan, atau aset oleh
warga penerima manfaat sebagian besar telah didokumentasikan di tingkat
masyarakat.
TUJUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP
1.
Proyek mengadopsi Kebijakan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dengan
tujuan sebagai berikut.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
2.
Melindungi kesehatan manusia;
Mencegah kerusakan lingkungan ataupun dampak kumulatifnya sebagai akibat
adanya kegiatan;
Menghindari konflik sesama anggota masyarakat dan memperkuat keterikatan
sosial masyarakat;
Memastikan bahwa desain setiap kegiatan menjamin MA&KAT memperoleh
manfaat sosial dan ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai budaya, yang
memasukkan gender serta nilai-nilai dan kepentingan antargenerasi;
Memastikan bahwa setiap kegiatan mendapatkan dukungan dari komunitas
MA&KAT melalui konsultasi yang bebas dan terbuka sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan
Memastikan bahwa tidak akan terjadi konflik atau ketidakpastian hukum, baik
pada saat implementasi Proyek ataupun setelah itu, yang diakibatkan adanya
kontribusi tanah yang digunakan oleh kegiatan. Karena itu, pada setiap siklus
Proyek perlu dilakukan proses konsultasi yang transparan, partisipatif, dan
dokumentasi yang benar dan terbuka.
Untuk menjamin terlaksananya kebijakan sosial dan lingkungan hidup, maka Proyek
menetapkan Daftar Larangan (Negative List) sebagai berikut.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Pembiayaan untuk kegiatan yang berhubungan dengan militer atau angkatan
bersenjata, untuk kegiatan politik, atau partai politik.
Pembangunan atau rehabilitasi kantor pemerintah atau rumah ibadah.
Pembelian gergaji mesin model rantai (chainsaw), senjata, bahan peledak,
asbes, dan bahan-bahan lain yang merusak lingkungan (pestisida, herbisida,
bahan-bahan terlarang, dsb.).
Pembelian kapal ikan dengan tonase lebih dari 10 ton dan atau peralatannya.
Memberi gaji bagi pegawai negeri.
Kegiatan yang memperkerjakan anak-anak di bawah usia kerja (penjelasan
menurut UU Ketenagakerjaan 2003: di bawah 13 tahun belum boleh kerja, 1315 tahun hanya boleh bekerja yang tidak berisiko dan pekerjaan paruh waktu,
4
sehingga bisa tetap sekolah dan berkembang secara sosial anak dengan
normal).
g) Kegiatan yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, atau penjualan
barang yang mengandung tembakau.
h) Kegiatan yang berlangsung di kawasan lindung, kecuali ada izin tertulis dari
Kementerian yang berwenang atas lokasi dan kegiatan bersangkutan.
i) Kegiatan pertambangan atau ekstraksi dan penggunaan terumbu batu karang
atau koral (yang hidup maupun yang mati).
j) Kegiatan yang berkaitan dengan manajemen sumber air dari sungai yang
mengalir dari atau ke negara lain (khusus daerah perbatasan di Kalimantan
Utara, Papua, dan Timor).
k) Kegiatan mengubah arus sungai.
l) Kegiatan berkaitan dengan reklamasi tanah lebih besar daripada 50 hektar.
m) Konstruksi bangunan irigasi baru lebih besar daripada 50 hektar sawah.
n) Kegiatan konstruksi bendungan atau penampungan air berkapasitas lebih besar
daripada 10.000 m3.
1.3
MAKSUD DAN TUJUAN PANDUAN
1. Panduan ini dimaksudkan untuk:
a) memastikan adanya kesamaan pemahaman tentang Kebijakan Pengamanan
Sosial dan Lingkungan Hidup dan penerapannya bagi semua pelaku Proyek
dan
b) memberikan acuan kepada semua pelaku di semua tingkatan, baik konsultan,
fasilitator, pemerintah, dan masyarakat pelaku kegiatan yang didanai Proyek,
dalam penerapan Kebijakan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup,
sehingga tujuan Kebijakan-Kebijakan seperti yang diuraikan di atas (paragraf 5)
dapat tercapai.
2.
Panduan ini dirancang untuk digunakan oleh semua pelaku yang terlibat dalam
Proyek, dengan lingkup tugas dan peran masing-masing dalam melaksanakan
Kebijakan Pengamanan Sosial dan Lingkungan pada setiap tahap siklus Proyek.
Panduan ini dilengkapi dengan formulir baku untuk memudahkan setiap pelaku
yang terlibat dalam Proyek, tetapi jika diperlukan dapat dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi di lapangan.
5
BAB 2
DEFINISI, RUANG LINGKUP, DAN PENGALAMAN PROYEK DALAM MENERAPKAN
PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP
2.1
Pengertian/Definisi Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup
PNPM Mandiri Perdesaan merupakan proyek yang memiliki dampak potensial tidak
signifikan yang sebagian besar dampaknya dapat dimitigasi melalui perencanaan
langkah-langkah penanggulangan dampak negatif yang sudah dipersiapkan. Adapun
kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM Mandiri Perdesaan
adalah sebagai berikut.
a.
Masyarakat Adat dan Komunitas Adat Terpencil (MA&KAT)/Indigenous Peoples
merupakan kebijakan untuk: (i) menjamin MA&KAT mendapat manfaat dari suatu
proyek dan (ii) menghindari atau melakukan langkah-langkah penanggulangan
dampak negatif yang tidak dapat dihindarkan. Tindakan penanganan khusus
diperlukan jika proyek memberikan dampak negatif kepada suku-suku asli, etnis
minoritas tertentu, atau kelompok lainnya yang status sosial dan ekonominya
menghambat kapasitasnya untuk menyampaikan kepentingan dan hak-hak mereka
atas tanah dan sumber daya produktif lainnya.
b.
Kajian Lingkungan Hidup/Environmental Assessment merupakan kebijakan untuk:
(i) mengevaluasi potensi risiko dan dampak lingkungan suatu proyek pada wilayah
dampaknya (cakupan, kedalaman, serta jenis kajiannya bergantung pada sifat,
skala, ukuran, dan potensi dampak lingkungan dari proyek yang diusulkan itu); (ii)
mengkaji alternatif desain proyek; (iii) menentukan cara-cara menyempurnakan
pemilihan, penentuan lokasi, perencanaan, pembuatan rancang bangun, serta
pelaksanaan
proyek
melalui
usaha-usaha
pencegahan,
pengurangan,
penanggulangan, ataupun kompensasi dampak lingkungan yang merugikan dan
meningkatkan dampak positif; dan (iv) mencakup proses penanggulangan dan
pengelolaan dampak lingkungan yang merugikan ke dalam implementasi proyek.
Lebih diutamakan langkah-langkah pencegahan daripada langkah-langkah
penanggulangan ataupun pemulihan, bilamana memungkinkan.
Pengamanan lingkungan dan sosial dalam PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan untuk
mengamankan lingkungan sesuai UU lingkungan hidup dan kaidah ilmu sipil, serta
mengamankan dampak sosial sesuai fokus PMD dalam pemberdayaan, UU Hak Asasi
Manusia, peraturan terkait pemindahan kepemilikan atau fungsi dari tanah individu dan
tanah desa.
Pengamanan Lingkungan meliputi:
Daftar Larangan (Negative List) yang tidak boleh dilakukan, dampak negatif berskala
besar yang dapat terjadi, dan dampak negatif yang kemungkinan terjadinya besar.
Pengamanan Sosial meliputi:
•
dampak terhadap proses hibah tanah atau alih fungsi tanah desa bagi infrastruktur
pedesaan yang dibangun dan
•
kesetaraan keuntungan dan pemberdayaan bagi MA&KAT.
Hal-hal yang coba diamankan adalah:
6
•
•
•
•
•
2.2
keberlanjutan infrastruktur agar tidak mengakibatkan dampak negatif atau terkena
dampak, sehingga cepat rusak atau tidak berfungsi;
keamanan lingkungan dan jiwa;
penggunaan benda-benda yang buruk bagi kesehatan atau lingkungan;
proses hibah tanah individu atau alih fungsi tanah desa yang tidak sesuai
persyaratan hukum di Indonesia, yang akibatnya di kemudian hari dapat
menyebabkan konflik dan menyulitkan desa atau individu yang terkait;
Hak-hak MA&KAT sesuai konstitusi yang diuraikan oleh Mahkamah Konstitusi dan
UU Hak Azasi manusia yang menyebutkan bahwa masyarakat dan kelompok adat
berhak ikut menentukan pembangunan di daerah mereka dan tidak dirugikan,
bahkan ikut menikmati hasil pembangunan secara setara.
Penjelasan tentang Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup
2.2.1 Pengamanan Sosial
Kebijakan pengamanan sosial mendorong dilakukannya identifikasi, konsultasi,
dan penyediaan mekanisme untuk menghadapi potensi dampak positif dan negatif
yang dapat ditimbulkan subproyek atas Masyarakat Adat dan Komunitas Adat
Terpencil (MA&KAT). Panduan ini berisi prosedur untuk memastikan bahwa
semua kegiatan proyek dievaluasi dan potensi isu-isu komunitas adat terpencil
diidentifikasi dan ditanggulangi sebelum suatu kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak bagi MA&KAT dimulai, yaitu:
memastikan bahwa penduduk asli berpartisipasi dan mendapat manfaat dari
proyek melalui konsultasi yang bebas dan terbuka sebelum kegiatan
dilaksanakan dan
menghindari atau memperkecil potensi dampak negatif dari proyek bagi
MA&KAT—bila tidak mungkin menghindarinya, maka dilakukan upaya
memperkecil dampak negatif, memitigasi, atau menyiapkan skema
kompensasi.
Kebijakan Pengamanan Sosial mengenai MA&KAT menggariskan penyusunan
langkah-langkah perencanaan untuk melindungi kepentingan kelompok-kelompok
suku yang beridentitas sosial dan budaya tersendiri yang berbeda dari identitas
masyarakat yang lebih luas, yang dapat menyebabkan mereka menjadi pihak yang
tidak memperoleh manfaat dari proses pembangunan. MA&KAT dapat
diidentifikasi dengan ciri-ciri sebagai berikut.
Ikatan erat dengan wilayah leluhur dan sumber daya alam di wilayahnya
Identifikasi diri dan identifikasi oleh orang lain sebagai anggota kelompok
budaya tertentu
Bahasa asli
Lembaga-lembaga adat
Memenuhi kebutuhan pokok sendiri
Kelompok yang karena kondisinya tersebut belum terlibat dan mendapat
akses pelayanan sosial, ekonomi, maupun politik yang setara dengan
masyarakat umum
7
Berdasarkan ciri-ciri di atas, terdapat banyak kelompok di Indonesia yang dapat
dimasukkan ke dalam kategori MA&KAT, misalnya:
1. kantung-kantung kecil kelompok penduduk yang sangat terpencil dan miskin
seperti penduduk Mentawai dan penduduk pulau-pulau kecil lainnya.
Kelompok-kelompok semacam itu dapat dengan mudah terkena dampak
negatif proyek pembangunan;
2. suku-suku yang jauh lebih besar yang memiliki bahasa sendiri, identitas,
struktur organisasi, proses pengambilan keputusan sendiri, ikatan, tradisi dan
memperlihatkan perilaku sosial budaya seperti suku Dayak di Kalimantan atau
kelompok-kelompok suku di Nusa Tenggara Timur;
3. masyarakat-masyarakat majemuk, yang terpinggirkan dari sisi budaya atau
ekonomi, seperti masyarat nelayan di Kawasan Indonesia Timur yang memiliki
identitas yang unik dan juga menduduki posisi lebih rendah dalam struktur
sosial lokal.
Pengalaman dari rangkaian proyek PPK dan PNPM MPd sebelumnya
Selama lebih dari sepuluh tahun sejarah rangkaian proyek PPK dan PNPM MPd,
tidak dijumpai dampak negatif sistematis pada MA&KAT. Pengamanan sosial
dalam setiap tahapan proyek PPK dan PNPM MPd ternyata mudah diterapkan
sesuai budaya lokal dan sesuai dengan struktur lokal. Berikut ini diberikan contohcontoh spesifik.
Di Jawa, suku Baduy menolak proyek-proyek pembangunan dari luar. Proyek
baru bisa masuk wilayah Baduy setelah pemimpin adat menyatakan berminat
dan tatacara pertemuan disepakati dan dicatat oleh kedua belah pihak.
Masyarakat asli di pulau Nias, Sumatera Utara pada awalnya menghadapi
sejumlah masalah pelaksanaan karena terisolasi dan struktur desanya yang
sangat hierarkis. Namun, pada pelaksanaan PPK, tidak ditemukan dampak
negatif yang terjadi.
Pelaksanaan PPK di Kawasan Indonesia Timur juga tidak menyebabkan
dampak negatif sistematis pada kelompok-kelompok suku minoritas.
Pedoman Praktis Pengamanan Sosial
1. Kajian sosial
Apabila hasil penapisan dalam persiapan Proyek mengidentifikasi ada
MA&KAT di lokasi, maka Proyek harus melakukan kajian sosial untuk
mengevaluasi potensi dampak positif atau negatif. Kedalaman dan jenis
analisis kajian tergantung kepada skala Proyek dan potensi dampaknya.
Dalam hal ini, analisa sosial (peta sosial desa) menjadi proses sangat penting
dan wajib dilakukan di awal proses.
2.
Konsultasi dan Partisipasi
Ketika proyek menimbulkan dampak kepada MA&KAT, maka Proyek harus
memastikan terselenggaranya konsultasi bebas dan terbuka sebelum kegiatan
dilaksanakan. Proyek memastikannya melalui: (i) penyelenggaraan konsultasi
dalam tahap persiapan/perencanaan dan pelaksanaan yang melibatkan lintas
gender dan lintas generasi termasuk organisasi masyarakat adat dan lembaga
swadaya masyarakat, (ii) penerapan metode konsultasi sesuai dengan nilai
sosial dan budaya dari MA&KAT dengan perhatian khusus terhadap
perempuan dan anak muda, (iii) penyediaan informasi terkait Proyek yang
sesuai dengan kondisi budaya setempat.
8
Mekanisme konsultasi harus memastikan bahwa kelompok-kelompok
MA&KAT:
dimintai pendapat sehubungan dengan subproyek yang dapat membawa
dampak (positif atau negatif) kepada mereka,
mendapat peluang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
sehubungan dengan subproyek,
mendapat peluang untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan.
3.
Perencanaan Penanganan MA&KAT/PPM (Indigenous People Plan/IPP)
Berdasarkan kajian sosial dan konsultasi dengan MA&KAT yang terkena
dampak negatif, maka proyek harus menyusun Perencanaan Penanganan
MA&KAT untuk memastikan bahwa (i) MA&KAT yang terkena dampak negatif
memperoleh manfaat sosial dan ekonomi dari pelaksanaan proyek dan (ii)
dampak negatif yang ditimbulkan dapat dihindari, ditanggulangi, atau
memberikan kompensasi. Detail PPM lihat Annex 1.
4.
Keterkaitan dengan lahan dan sumber daya alam (i) MA&KAT memiliki
hubungan keterikatan dengan tanah, hutan, air, lingkungan hidup, dan sumber
daya alam, sehingga perhatian khusus harus diberikan ketika terjadi dampak
negatif. Proyek harus memastikan tanah dan sumber daya terkait hukum adat
tetap dapat diakses oleh MA&KAT untuk kesinambungan budaya dan
kehidupannya. (ii) Apabila subproyek meliputi pengembangan komersial dari
sumber daya alam pada lahan dalam wilayah MA&KAT, maka proyek harus
memastikan MA&KAT menerima informasi yang cukup mengenai hak
terhadap sumber daya dan penggunaan tanah adat, dalam konsultasi yang
bebas dan terbuka sebelum kegiatan dilaksanakan. MA&KAT menerima
manfaat yang sesuai dengan pengembangan lahan tersebut. (iii) Proyek harus
menghindari terjadinya relokasi MA&KAT secara fisik, tetapi apabila hal
tersebut tidak dapat dihindarkan, maka proyek harus mendapatkan dukungan
dari MA&KAT dalam proses konsultasi. Proses pengadaan tanah/lahan
dilakukan dengan donasi secara sukarela sesuai dengan kebiasaan
lokal, dalam hal ini masyarakat dapat mendonasikan tanah, lahan, aset,
atau memindahkan bangunannya tanpa diberikan kompensasi, melalui
proses
hibah
dan
dokumentasi
hibah
yang
dapat
dipertanggungjawabkan.
2.2.2 Kajian Lingkungan Hidup:
Dalam menganalisis dampak lingkungan hidup, fasilitator bersama masyarakat
harus dapat mengidentifikasi semua potensi dampak yang mungkin timbul sebagai
akibat dari pelaksanaan kegiatan. Fasilitator dan masyarakat memeriksa hal-hal
yang dapat terjadi selama konstruksi dan setelah konstruksi selesai.
Evaluasi dampak lingkungan dan penanggulangannya dalam program PNPM
mencakup tiga fakta penting sebagai berikut.
-
Potensi dampak lingkungan yang kecil, sehingga strategi umum yang
dijalankan di bawah PNPM tetap relevan.
Terdapat potensi dampak lingkungan, seiring dengan meningkatnya BLM
sebesar tiga kali lipat.
9
-
Sebagian besar isu timbul karena tidak menerapkan praktik teknik sipil, di
mana hal ini dapat dipecahkan melalui pelatihan dan supervisi yang
memberikan bantuan teknis kepada fasilitator dan masyarakat. Jumlah
pengaduan mengenai isu lingkungan sangat kecil. Hal ini terjadi karena tidak
adanya perhatian masyarakat pada lingkungan atau keengganan melapor.
Ketiga isu di atas berupaya ditanggulangi dalam PNPM MPd. Fasilitator
bertanggung jawab untuk menjelaskan potensi dampak lingkungan dan
penanggulangannya kepada pelaksana di desa dan memantau pelaksanannya.
Sanksi dikenakan bila ditemukan, pelanggaran yang mengakibatkan kerusakan
lingkungan. Hal ini dapat menjadi penyebab pembatalan kegiatan di lokasi tertentu
dan/atau pergantian fasilitator bersangkutan.
Contoh dampak lingkungan dari jalan desa menurut jenis dampak dapat
dilihat berikut ini.
Kategori 1: Serius, tetapi masalah lokal
Konsentrasi aliran air
Tanah longsor
Hilangnya tanah produktif akibat tanah
longsor
Kategori 2: Dampak negatif
serius bagi lingkungan
Penjualan tanah ke orang luar
Penebangan hutan
Meningkatnya endapan karena
erosi jalan
Kategori 3: Dampak negatif dengan
potensi kecil atau dampak kurang penting
Pencemaran udara dari kendaraan
Banjir karena penempatan jembatan tidak
tepat
Peningkatan kadar debu di udara
Peningkatan kejahatan di desa
Kebisingan
Kategori 4: Dampak tidak
jelas, positif atau negatif
Meningkatnya penggunaan
pupuk kimia dan pestisida
Pengembangan industri kecil
yang mencemari lingkungan
Meningkatnya intensitas
pertanian atau peternakan
Warga mencari kerja di luar
desa
Memindahkan rumah ke tepi
jalan
Pendatang pindah ke desa
Kategori 5: Jelas dampak positif
Berkurangnya erosi dari tanah pertanian
karena penggunaan teknologi yang lebih
baik
Tersedianya bahan bangunan di desa
Peningkatan pelayanan, termasuk
kesempatan mendapat layanan
kesehatan dan pendidikan
Kategori 6: Dampak negatif,
tetapi dapat diterima
masyarakat setempat
Kecelakaan lalu lintas
Kehilangan tanah karena
digunakan untuk pelebaran
jalan
Dampak negatif lingkungan pada jalan dan jembatan, misalnya, timbul terutama
karena gangguan-gangguan pada tanah yang kurang stabil dan sangat mudah
dipengaruhi tanah longsor atau perubahan aliran air. Penggalian dan pembuatan
10
tanggul sering menimbulkan tanah longsor atau erosi. Tanah longsor membawa
tiga jenis dampak negatif:
berbahaya bagi tanah pertanian atau perumahan,
meningkatkan erosi karena tanah tidak padat, dan
mengalihkan arus air hujan.
Pengisian Formulir 22 merupakan hal wajib dalam proses perencanaan. Setiap
jenis proyek harus diuji dari berbagai segi untuk mencegah dan disiapkan rencana
untuk menangani potensi dampak lingkungan. Selama masa konstruksi, formulir
yang sama dibawa ke lapangan dan diperiksa untuk memastikan informasi yang
diisi
sesuai
dengan
kondisi
lapangan
dan,
jika
membutuhkan
perbaikan/perubahan, dapat direvisi dengan tepat. Pada akhir konstruksi, formulir
diperiksa ulang untuk memastikan bahwa semua kegiatan telah dilakukan sesuai
rencana. Fasilitator Teknik Kabupaten bertanggung jawab memeriksa semua
desain infrastruktur. Jika terdapat desain yang tidak dilengkapi dengan formulir 22
yang telah diisi dengan benar beserta dengan penjelasan mengenai potensi
dampak dan penanggulangannya, maka desain tersebut haruslah ditolak atau
tidak disetujui.
Pengalaman dari rangkaian proyek PPK dan PNPM Perdesaan sebelumnya
LOKASI
KEGIATAN
DAMPAK
LINGKUNGAN
KETERANGAN
Kecamatan
Proyek irigasi Aek Bustak Menyebabkan wilayah hilir Fasilitatior Teknik
Sosopan,
kering karena tidak ada air seharusnya memeriksa
Tapanuli
mengalir lagi
dampak peningkatan
Selatan,
kebutuhan air di hilir.
Sumatra Utara
Penggunaan alat-alat berat Mengganggu kehidupan Umumnya tidak dapat
Lancap Jae,
untuk pembuatan jalan
liar di hutan sekitar
dihindari dan dampaknya
Kecamatan
baru
hanya sementara.
Arse
Pembangunan jalan
Menjadi penghubung bagi Potensi masalah cukup
Provinsi Riau menuju hutan lindung
pengangkutan kayu curian besar, perlu sosialisasi
untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan
Tana Toraja,
Sulawesi
Selatan
Gorong-gorong dibuat
Air buangan tanpa kendali Fasilitator Teknik tidak
pada umumnya tanpa
merusak ladang atau
mengikuti prinsip-prinsip
struktur pelindung
kebun, serta
perencanaan yang baik.
termasuk dinding penahan, menyebabkan tanah
Perlu diketahui mengapa
bangunan penampung,
longsor di lereng-lereng fastekab tidak menolak
dan saluran pembuang.
jalan wilayah pegunungan. desain yang kurang baik.
11
Konstruksi jembatan
Cilacap, Jawa dengan pengurangan
Tengah
penampang basah
Pedoman Praktis
Practices/ECoPs)
Pengelolaan
Berkurangnya lebar
sungai menyebabkan
banjir, dan berdampak
merusak sawah-sawah
produktif.
Lingkungan
Fasilitator Teknik tidak
mengikuti prinsip-prinsip
perencanaan yang baik.
Perlu diketahui mengapa
fastekab tidak menolak
desain yang kurang baik.
(Environmental
Code
of
1.
Hal-hal yang Dilarang
Dalam pelaksanaan kegiatan proyek, telah ditetapkan Daftar Larangan yang
akan membatasi kegiatan-kegiatan yang dapat berdampak negatif bagi sosial
maupun lingkungan hidup.
2.
Kondisi Lapangan
a. Pertimbangkan terjadinya pencemaran air
b. Hindari membangun jalan di tanah atau daerah yang mudah longsor
c. Hindari pembuatan jalan atau bangunan yang bersebelahan dengan
sungai
d. Lindungi lahan basah dari pembangunan infrastruktur
e. Cegah pencemaran di dalam atau dekat habitat laut
f. Lindungi habitat hidupan liar dari pembangunan infrastruktur
g. Hindari kegiatan di kawasan lindung
3.
Pengelolaan Lokasi Konstruksi
a. Hindarkan lokasi konstruksi dari bahaya material bekas yang tidak
terpakai yang dapat mengkontaminasi tanah dan air tanah serta
membahayakan bagi masyarakat sekitar
b. Hindari terjadinya genangan air yang berisiko terhadap kesehatan
c. Kurangi dan kontrol kebisingan yang disebabkan oleh kegiatan konstruksi
d. Kontrol debu selama kegiatan konstruksi
4.
Jalan
a. Hindari membangun jalan yang melalui hutan primer
b. Cegah terjadinya erosi lereng
c. Cegah longsoran pada lereng miring
d. Gunakan dinding penahan tanah untuk mencegah longsor
e. Hentikan erosi lereng dengan tanaman penghambat
f. Cegah longsoran tanah pada jalan dan timbunan
g. Hentikan longsoran lereng dengan penahan (batu atau krib) di bagian
bawah lereng
h. Gunakan turap untuk menstabilkan lereng bagian timbunan
i. Hindari pembangunan jalan di daerah kemiringan lereng yang terlalu
curam
12
j.
k.
l.
Hentikan erosi pada selokan dan badan jalan
Lindungi selokan dari erosi dengan membuat struktur terjunan, saluran
pembuang, dan gorong-gorong
Hindari menggali pasir, kerikil, atau batu-batu dari dalam sungai untuk
membangun jalan
5.
Ketersediaan Air
a. Selalu menjalankan pengelolaan resapan air yang baik
b. Lindungi hutan dan kelola cadangan air hutan
c. Jangan biarkan pihak luar merusak hutan di bukit dan gunung
d. Sebelum menggunakan sumber air baru harus melakukan uji kualitas air
terlebih dulu
e. Lindungi sumber-sumber air dari pencemaran dan kontaminasi
f. Bagilah sumber air yang langka kepada pemanfaat lainnya
g. Tempatkan sumur gali pada jarak yang aman dari septik tank
h. Gunakan saringan air sederhana jika diperlukan
i. Selalu sediakan drainase yang baik pada tempat umum dan pemukiman
6.
Sanitasi
a. Buatlah septik tank yang lengkap dan pastikan semua bagiannya
berfungsi baik
b. Gunakan septik tank untuk pengelolaan air kotor, buanglah air kotor
dengan benar, dan sedotlah endapan lumpur secara berkala
c. Jagalah kebersihan fasilitas mandi-cuci-kakus (MCK)
7.
Pengelolaan sampah
a. Jangan membuang sampah sembarangan
b. Sediakan tempat pembuangan sampah
c. Lakukan pemisahan jenis sampah untuk tujuan daur ulang
8.
Pasar
a. Jagalah kebersihan pasar
b. Kontrol lalat dan binatang pembawa penyakit lainnya
c. Daur ulang sampah menjadi pupuk/kompos
d. Jagalah kebersihan fasilitas MCK di pasar
9.
Sungai
a. Hindari membangun dekat jalur sungai
b. Lindungi aliran sungai dan tanah tepi sungai dari erosi
c. Pastikan tanggul tanah stabil
d. Lindungi tanggul tanah dari erosi
e. Jangan mengambil pasir, kerikil, atau batu dari sungai
13
BAB 3
PENERAPAN PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN
Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup bukan suatu hal baru dalam PNPM MPd
dan bukan tambahan prasyarat dalam pelaksanaan program. Kebijakan ini telah ada di dalam
desain operasional program bahkan sejak pelaksanaan Program Pengembangan Kecamataan
(PPK) sebelumnya. Semua unsur pelaku PNPM MPd harus memperhatikan potensi dampak
negatif terhadap sosial dan lingkungan, untuk kemudian merencanakan pencegahan dan
penanganan/mitigasi.
Kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan ini harus bisa dipraktekan secara praktis dalam
siklus pelaksanaan PNPM.
• Di dalam siklus PNPM, identifikasi MA&KAT sudah perlu diperhatikan pada langkah
awal saat sosialisasi. Selanjutnya dilakukan konsultasi dan pendekatan secara khusus
dengan MA&KAT, dengan melibatkan tokoh-tokoh MA&KAT, serta mengajak kelompok
mayoritas dan pemda untuk ikut bertanggung jawab atas nasib dan hak-hak MA&KAT;
bagaimana agar kepentingan mereka bisa terakomodasi oleh PNPM dan berbagai
proyek yang ada di desa dan di lingkungan di mana MA&KAT tinggal.
• Isu lingkungan muncul pada saat mulai mengidentifikasi proyek, pemilihan usulan,
pembuatan proposal teknis sampai pada pascakonstruksi, yaitu pemeliharaan dan
perawatan.
• Isu tanah muncul pada saat identifikasi usulan, pembuatan proposal sampai pada
kepastian diterimanya usulan. Dokumentasi hibah atau pengalihan tanah harus
dilakukan sesuai persyaratan perundang-undangan yang berlaku.
3.1
Apakah yang Dimaksud dengan Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan
Hidup dalam PNPM MPd?
Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd adalah langkahlangkah pencegahan dan penanganan terhadap dampak negatif sosial dan lingkungan.
3.1.1 Penerapan Pengamanan Lingkungan Hidup
Manfaat yang timbul karena desa membangun infrastruktur dipengaruhi oleh
beberapa faktor penting, yaitu:
•
kualitas desain;
•
kualitas konstruksi, yang tergantung ketrampilan masyarakat dan kualitas
supervisi;
•
kualitas bahan yang digunakan dalam konstruksi;
•
pemakaian infrastruktur secara wajar;
•
dampak lingkungan.
Dalam proses pembangunan, kualitas dikendalikan dengan menerapkan beberapa
instrumen yang telah disediakan, termasuk format untuk pemeriksaan desain, format
untuk memeriksa kualitas konstruksi, dan spesifikasi bahan yang digunakan. Pelatihan
juga diberikan kepada masyarakat maupun kepada fasilitator yang membantu proses
desain dan pelaksanaan. Khusus untuk masalah dampak lingkungan, tersedia format
untuk menguraikan potensi dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu Lembar 22 yang
merupakan kelengkapan pengajuan usulan desa.
14
Setiap jenis infrastruktur yang dibangun oleh masyarakat dapat menimbulkan dampak
negatif lingkungan, sehingga pada Lembar 22 tersebut perhatian terfokus pada beberapa
jenis masalah. Masyarakat dan fasilitator akan mengidentifikasi dampak negatif yang
sangat serius berskala besar yang dapat terjadi, yaitu dampak yang mengakibatkan
manfaat terhapus atau sangat kurang. Selain itu, akan diidentifikasi juga dampak yang
sangat mungkin terjadi, walaupun kerugiannya mungkin tidak besar. Penggunaan ceklis
menjadi kurang praktis untuk menguraikan masalah dampak, karena jumlah jenis masalah
sangat besar—pada setiap jenis infrastruktur, bisa terdapat puluhan jenis dampak negatif
yang mungkin timbul.
Ada dua tipe masalah yang berbeda yang dapat mengakibatkan dampak negatif
lingkungan. Dampak negatif lingkungan mungkin terjadi karena pengaruh infrastruktur
terhadap lingkungan di sekitarnya. Misalnya, karena ada saluran drainase di pinggir jalan,
terdapat lahan yang terkena banjir karena pembuangan dari saluran pinggir jalan yang
tidak teratur. Jenis satu lagi adalah kerusakan yang terjadi di infrastruktur yang berasal
dari lingkungan di sekitarnya. Misalnya, jalan yang terputus karena terkena longsor besar.
Karena jenis dampak negatif lingkungan sangat banyak, secara nasional sedang disusun
database tentang jenis dampak negatif lingkungan untuk setiap jenis infrastruktur.
Database tersebut akan diisi berdasarkan masukan dari lapangan dan dari spesialis tiap
jenis infrastruktur serta beberapa informasi sebagai referensi bagi pelaku di lapangan,
termasuk:
•
jenis infrastruktur,
•
jenis masalah,
•
penyebab masalah,
•
cara menghindari masalah tersebut atau cara memperkecil dampak
negatifnya,
•
cara memperbaiki masalah dampak,
•
tingkat potensi masalah (skor 1 sampai dengan 4),
•
kemungkinan terjadi masalah tersebut (skor 1 sampai dengan 4).
Masukan dari lapangan dikumpulkan pada sesi pelatihan penyegaran atau melalui
laporan rutin dan dapat dilengkapi oleh spesialis dan tim teknis nasional secara kontinyu
berdasarkan masukan dan saran dari lapangan.
Masalah yang timbul di lapangan harus dilaporkan oleh fasilitator dalam Laporan Bulanan
fasilitator.
Masyarakat dan fasilitator biasanya belajar tentang dampak lingkungan berdasarkan
pengalaman sendiri di lapangan, tetapi banyak jenis dampak lingkungan relatif jarang
terjadi, sehingga database sangat bermanfaat untuk belajar tentang jenis masalah serius
yang jarang terjadi. Apalagi, desa atau fasilitator belum tentu berpengalaman dengan
banyak jenis infrastruktur dan dampak lingkungan untuk infrastruktur perdesaan hampir
selalu sangat lokal, sehingga masyarakat belum tentu tahu tentang dampak lingkungan
yang terjadi di desa lain.
Dua jenis supervisi terhadap dampak lingkungan harus dilakukan. Supervisi pertama
adalah pemeriksaan desain infrastruktur oleh Fasilitator Teknik di tingkat kabupaten.
Salah satu hal yang diperiksa adalah Lembar 22 yang disusun sebagai bagian dari
desain. Lembar 22 wajib diisi untuk setiap usulan infrastruktur yang ada.
Supervisi yang kedua adalah supervisi selama pelaksanaan di lapangan, dengan
menggunakan format pemeriksaan yang sudah ada. Selain format tersebut, setiap orang
15
yang memeriksa infrastruktur di lapangan dapat mengamati perlakukan yang telah
diusulkan untuk menghindari terjadinya dampak lingkungan yang negatif. Fasilitator
memberi umpan balik kepada tim desa melalui buku bimbingan desa, yang merupakan
alat wajib selama pelaksanaan. Supervisor tingkat kabupaten, provinsi, regional, maupun
nasional dapat memeriksa buku bimbingan untuk melihat apakah desa telah diberi
masukan yang layak.
3.1.1.1
Pengertian tentang jenis prasarana yang dibangun oleh masyarakat
Sebelum membahas dampak lingkungan, perlu adanya persamaan
persepsi tentang jenis infrastruktur yang biasanya dibangun oleh
masyarakat.
(i). Jalan
Jalan desa yang biasa dibangun terdiri dari jalan yang mempunyai
permukaan yang dapat dilalui sepanjang tahun. Konstruksi jalan tidak
menggunakan pekerjaan tanah yang sangat besar, seperti yang
dilakukan untuk jalan kabupaten, jalan provinsi, atau jalan tol. Sebagian
dari jalan menggunakan permukaan yang lebih permanen, dari rabat
beton atau aspal. Kendaraan yang menggunakan jalan desa relatif
ringan, tetapi kadang-kadang jalan dilalui truk berat yang merusak
permukaan jalan.
(ii). Jembatan
Terdapat banyak jenis jembatan di lapangan, karena sangat tergantung
pada akses ke lokasi, bahan yang tersedia, dan manfaat yang
diharapkan. Jenis jembatan termasuk jembatan yang mempunyai
gelagar yang berkedudukan di atas fondasi dan pilar-pilar, dengan
panjang yang tidak terbatas. Gelagar dapat dibuat dari baja, kayu, dan
beton bertulang (dengan panjang terbatas), dengan muatan yang
terbatas. Di tempat tertentu dapat dibangun jembatan lengkung dengan
panjang yang terbatas. Pada lokasi tertentu terdapat jembatan banjir
limpas, agar air dapat lewat di atas jembatan pada saat debit besar,
walaupun biasanya air hanya melewati gorong-gorong di bawah.
Jembatan gantung sering dibangun, tetapi hanya digunakan untuk
kendaraan roda-2 atau pejalan kaki.
(iii). Penyediaan air bersih
Infrastruktur untuk penyediaan air bersih juga banyak dan bervariasi.
Sebagian memanfaatkan mata air sebagai sumber air bersih, walaupun
jaraknya sangat jauh dari kampung dan perlu jaringan pipa. Sebagian
memanfaatkan air tanah dengan membangun sumur gali atau sumur
bor. Kadang-kadang, infrastruktur memanfaatkan air permukaan, tetapi
pemanfaatan ini perlu upaya untuk membersihkan air sebelum
digunakan oleh masyarakat. Infrastruktur air minum relatif jarang
dibangun. Rata-rata kegiatan memanfaatkan sumber air bersih yang
sudah biasa digunakan, tetapi sulit aksesnya. Oleh karenanya, kegiatan
hanya memperlancar akses pada air bersih yang sudah pernah
digunakan.
(iv). Fasilitas sanitasi
16
Fasilitasi seperti MCK (Mandi-Cuci-Kakus) sering dibangun dan kadangkadang dibangun dengan jumlah cukup banyak agar dapat
dimanfaatkan oleh banyak orang di banyak tempat. Manfaatnya
terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, asal dibangun dengan
baik dengan memperhatikan pembuangannya. Bahkan, biasanya
dibangun lengkap dengan septik tank dan resapan.
(v). Bangunan
Banyak jenis bangunan dibuat oleh masyarakat, terutama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan atau pendidikan. Bangunan
menggunakan teknik yang biasa dilakukan oleh masyarakat, termasuk
fasilitas sanitasi dan air bersih.
(vi). Pasar
Pasar juga merupakan bangunan, tetapi berbeda dengan bangunan
untuk fasilitas kesehatan atau pendidikan. Situasi jauh berbeda, jenis
konstruksi berbeda dan biasanya terbuka, dan terjadi lalu lintas dan
sampah yang jauh lebih banyak.
(vii). Listrik
Pembangkit listrik di perdesaan terdiri dari beberapa macam, seperti
tenaga surya, tenaga angin, mikrohidro, dan penggunaan genset. Setiap
jenis kegiatan ini cukup jauh berbeda dan sangat tergantung situasi
yang ada di daerah. Penggunaan tenaga surya harus di daerah yang
cukup terang. Tenaga angin harus ada di daerah yang ada angin yang
cukup konstan. Mikrohidro harus diletakkan di tempat yang ada aliran air
yang cukup besar dan yang mengalir sepanjang tahun. Genset dapat
dipasang di hampir semua daerah.
(viii). Irigasi
Kegiatan irigasi terdiri dari dua unsur, yaitu sumber air seperti
bendungan dan saluran air untuk distribusi dan pembuangan. Pada
umumnya, saluran irigasi sudah ada, tetapi kurang berfungsi. Saluran
irigasi yang dibangun oleh masyarakat umumnya merupakan perbaikan
dari sistem irigasi yang ada, karena pembuatan jaringan saluran baru
memerlukan survei dan desain teknis yang cukup rumit. Bendungan
yang dibuat biasanya bendungan pendek pada sungai kecil, yang
meningkatkan ketinggian air agar dapat mengalir ke sawah. Saluran
drainase diperlukan, tetapi juga relatif rumit untuk didesain.
(ix). Lain-Lain
Terdapat banyak jenis infrastruktur yang lain, seperti lantai jemuran hasil
pertanian, tambatan perahu, embung air, dan lain-lain yang memenuhi
beberapa kriteria, yaitu:
- memberi manfaat kepada masyarakat umum, terutama orang miskin,
dan
- dapat dikerjakan, dioperasikan, dan dipelihara oleh masyarakat
3.1.1.2
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam desain dan konstruksi
infrastruktur yang berkaitan dengan dampak lingkungan
17
Terdapat banyak sekali kemungkinan terjadinya dampak lingkungan
yang negatif, baik dampak yang merusak lingkungan di sekitar
infrastruktur maupun dampak yang merusak infrastruktur sendiri.
Di bawah ini diuraikan contoh-contoh dampak negatif untuk kedelapan
jenis infrastruktur yang dijelaskan di atas. Harus diingat bahwa ini hanya
contoh dan contoh yang diuraikan belum tentu terjadi di semua lokasi. Di
banyak lokasi masalah yang terjadi bukan karena dampak lingkungan,
melainkan timbul akibat kesalahan desain, kesalahan konstruksi,
kesalahan bahan, atau kesalahan pemakaian.
(i). Jalan
Dampak lingkungan negatif yang terjadi untuk jalan desa, termasuk:
• longsor besar atau kecil pada tanah liat atau tanah berpasir;
• erosi tebing, termasuk jatuhnya batu lepas;
• kerusakan permukaan jalan dari aliran air di atas;
• jalan tergenang atau terpotong karena drainasenya kurang lancar;
• banjir karena pembuangan air tidak teratur;
• kerusakan hutan karena peningkatan akses;
• kerusakan sungai karena pembuangan sisa tanah;
• peningkatan debu;
• peningkatan kecelakaan;
• masalah keamanan karena akses baru;
• kerusakan jalan lain karena pengiriman bahan;
• peningkatan harga lahan di sekitar jalan;
• karena kurang pemadatan tanah, banyak tanah hilang atau terkena
erosi;
• gorong-gorong tersumbat;
• dengan adanya jalan, penggunaan item di negative list meningkat
(pestisida, herbisida, gergaji mesin model rantai);
• kerusakan lahan di lokasi galian batu, sirtu, dan pasir;
• perubahan aliran air karena perubahan topografi di lokasi galian.
(ii). Jembatan
Dampak lingkungan negatif yang terjadi untuk jembatan desa hampir
sama dengan jalan, tetapi juga termasuk:
• peningkatan banjir dari sungai, karena penyempitan sungai;
• terganggunya lalu lintas kapal;
• tambahan erosi karena pengaliran air terkonsentrasi;
• longsor di sekitar jembatan;
• korosi struktur jembatan (gelagar baja);
• gangguan fondasi karena arus air;
• risiko jika jembatan terkena sampah atau pohon yang terhanyut di
sungai;
• risiko terjadi kerusakan karena gempa bumi atau banjir besar di
sungai;
• risiko kepada pemakai jika jembatan ambruk atau putus;
• kayu kurang baik karena sulit mencari kayu kelas satu;
18
•
penggalian batu di sungai berpotensi longsor dan merusak
bangunan yang ada di sungai, terutama penggalian dekat kolom
atau fondasi jembatan.
(iii). Penyediaan air bersih
Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk infrastruktur air bersih,
termasuk:
• kontaminasi mata air,
• kontaminasi air tanah,
• drainase yang kurang baik mengakibatkan tempat becek,
• pemakai air di hilir kehilangan debit air,
• penurunan tinggi air tanah karena penggunaannya,
• sistem irigasi kekurangan air karena sumber air irigasi dipakai
sebagai sumber air bersih.
(iv). Fasilitas sanitasi
Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk MCK, termasuk:
• kontaminasi air tanah karena septic tank bocor,
• kontaminasi air tanah karena resepan tidak berfungsi,
• kontaminasi air sumur karena letaknya terlalu dekat MCK dan air
tanah mengalir ke arah sumur,
• bahaya dari gas bila tidak ada ventilasi atau ventilasi tersumbat,
• udara dekat MCK bau,
• peningkatan penyakit, seperti diare, karena kesalahan dalam
konstruksi MCK,
• tanah becek di sekitar MCK karena saluran drainase tidak berfungsi,
• kerusakan bangunan atas atau septic tank sebagai akibat gempa
bumi.
(v). Bangunan
Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk bangunan, termasuk:
• masalah drainase air hujan dari atap,
• masalah pembuangan sampah,
• masalah perubahan aliran air permukaan karena ada gedung,
• risiko kebakaran,
• masalah karena kurang ventilasi,
• kemungkinan tidak mampu menahan gempa bumi, walaupun
gempa tidak besar, sehingga bangunan rusak dan penduduk
menjadi korban,
• kemungkinan terjadi tsunami, sehingga harus ada akses ke tempat
yang aman,
• dampak terhadap hutan bila kayu diambil dari hutan untuk
konstruksi atau untuk kayu bakar.
(vi). Pasar
Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk pasar desa, termasuk:
• dampak ekonomi dengan adanya pasar lokal, karena banyak
penjual dari luar desa,
19
•
•
•
•
•
•
•
•
masalah drainase,
masalah sampah dari penjual,
masalah lalu lintas dan parkir kendaraan,
peningkatan kecelakaan,
kemungkinan makanan dan minuman terkena kontaminasi,
konflik antarpenjual,
perbandingan jumlah kios dan los,
transparansi pengelolaan pasar.
(vii). Listrik
Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk listrik, termasuk:
• risiko tersengat listrik,
• kebutuhan biaya operasional cukup besar,
• terjadi pencemaran air,
• terjadi kebisingan,
• konflik antarpemakai, komunal maupun individu karena
pendistribusian listrik,
• keamanan di sekitar rumah turbin dan tempat tenaga angin,
• terganggunya habitat serta jalur migrasi satwa dan biota.
(viii). Irigasi
Masalah dampak lingkungan yang terjadi untuk irigasi, termasuk:
• pemakai air di hilir kehilangan debit air atau kekeringan,
• terjadi banjir di hulu karena adanya bendungan,
• terjadi banjir karena air eksternal masuk ke saluran irigasi,
• pencemaran air karena pestisida,
• bendungan atau saluran jebol,
• konflik antarpemakai air irigasi,
• kekurangan air mengakibatkan konflik,
• kerusakan bangunan irigasi sebagai akibat gempa bumi,
• kolam ikan tidak mendapat bagian air karena dipakai untuk irigasi,
• longsor atau erosi,
• terganggunya habitat serta jalur migrasi satwa dan biota.
3.1.1.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan pascakonstruksi
Terjadi banyak dampak lingkungan negatif yang muncul setelah
infrastruktur selesai dibangun. Khusus untuk dampak lingkungan negatif
pascakonstruksi, ada tiga isu lain yang perlu dipertimbangkan: (1) dana
untuk memperbaiki masalah dampak lingkungan kalau kegiatan program
sudah selesai, (2) pihak yang bertanggung jawab atas identifikasi dan
upaya perbaikan masalah tersebut, dan (3) pihak ikut bekerja untuk
memperbaiki masalah yang timbul. Jelas sebagian dari jawaban ini
adalah tim pemeliharaan yang dipilih oleh desa sendiri, tetapi tidak
selalu dapat dikerjakan dengan cara sesederhana itu. Kadang-kadang
diperlukan bantuan dari luar. Pengelolaan pascakonstruksi dan
bangunan harus dilakukan secara terbuka, dibicarakan dalam
musyawarah yang melibatkan banyak anggota masyarakat, karena
pengelolaan yang tidak baik bisa menimbulkan konflik sosial.
20
Masalah yang timbul di infrastruktur sangat tergantung musim.
Infrastruktur yang kelihatannya tidak ada masalah pada musim kemarau
mungkin terkena banyak masalah pada musim hujan.
Masalah yang sering timbul dan solusi pascakonstruksi, termasuk:
(i). Jalan
• drainase tersumbat atau pembuangan tidak teratur,
• saluran drainase hilang,
• bahu jalan hilang atau tertutup tanaman tinggi,
• tembok penahan tanah (TPT) atau bronjong rusak karena tekanan
tanah, tekanan air, atau lubang suling di tembok kurang berfungsi,
• tanah banyak hilang karena kurang padat,
• ada sesuatu yang memblokir aliran air,
• terjadi longsor,
• masalah stabilitas bahu jalan,
• pembuatan teras untuk membantu stabilitas lereng,
• pembuatan saluran diversi agar air tidak lewat permukaan tebing,
• penggunaan perlakuan vegetasi.
(ii). Jembatan
• korosi bahan struktur karena tidak dilakukan pengecatan struktur,
• perlu penggantian kayu dek jembatan (atau diubah menjadi balok
beton),
• perubahan aliran sungai, termasuk pengikisan tebing,
• kerusakan pada fondasi atau sayap, termasuk retakan dan
penurunan,
• jembatan gantung perlu distel kembali kekencangan kabel,
• kerusakan pada oprit jembatan (sambungan jalan).
(iii). Air Bersih
• kontaminasi sumber air,
• perbaikan pipa yang bocor atau pecah,
• peningkatan sistem distribusi air,
• pembersihan bangunan air dari lumpur dan lumut,
• perbaikan saluran drainase di sekitar hidran dan kran,
• pemantauan kualitas air,
• pemantauan sumber air (mata air maupun air tanah),
• pemantauan pemakaian air,
• pengumpulan iuran untuk operasi dan pemeliharaan,
• sumur air menjadi sumber gas atau lumpur,
• operasi dan pemeliharaan pompa air.
(iv). Sanitasi
• pembersihan seluruh fasilitas bangunan atas,
• pembersihan septik tank,
• perbaikan saluran drainase di sekitar MCK.
(v). Bangunan
21
•
•
•
•
•
pemeliharaan gedung, termasuk pengecatan,
perbaikan kerusakan yang ada di gedung,
perhatian pada tanaman-tanaman yang ada di sekitar gedung,
terjadi pengalihan fungsi gedung, sehingga manfaatnya berkurang,
drainase dari sekitar gedung.
(vi). Pasar
• pengelolaan dan pembuangan permanen untuk sampah,
• masalah kendaraan, tempat parkir, dan lalu lintas,
• pengelolaan pasar,
• penyelesaian konflik antarpemakai,
• peningkatan fungsi pasar.
(vii). Listrik
• pembersihan saluran di mikrohidro dari sampah dan lain-lain,
• pengelolaan pemakaian listrik,
• pemeliharaan alat untuk tenaga surya dan tenaga angin,
• pemeliharaan dan operasi genset,
• perhatian pada faktor keamanan pemakaian listrik,
• pemantauan pemakaian listrik,
• peningkatan pemakaian yang menyebabkan peningkatan alat,
distribusi, dan sistem.
(viii). Irigasi
• munculnya konflik antardesa atau antarmasyarakat karena
pendistribusian air,
• saluran irigasi bocor,
• saluran drainase kurang berfungsi, sehingga air tidak terbuang,
• saluran irigasi dipakai sebagai kakus atau tempat pembuangan
sampah,
• saluran banjir karena banyak endapan,
• saluran terkikis karena aliran air terlalu cepat,
• saluran dan bangunan kurang dipelihara,
• sifon tersumbat atau bocor, sehingga tidak berfungsi,
• tanah di bawah atau di samping bendungan terkena piping
(terlubangi oleh air tanah, seperti pipa), sehingga air bocor dari
bawah atau samping
• pengelolaan air kurang efektif.
3.1.1.4. Hal-hal yang perlu diperhatikan pascabencana alam
Kerusakan tidak hanya terjadi pada situasi normal atau pascakonstruksi,
tetapi terjadi juga karena bencana alam yang merusak bangunan desa
maupun lingkungan lokal. Jenis masalah yang timbul karena bencana
alam termasuk:
• kerusakan terjadi pada bangunan karena gempa bumi,
• kerusakan terjadi pada bangunan karena kebakaran,
• kerusakan terjadi pada bangunan dan perlengkapan karena terjadi
banjir, termasuk tsunami,
22
•
•
•
•
•
kerusakan terjadi karena perubahan dalam pengaliran air,
adanya kebocoran gas atau lumpur dari sumur air,
runtuhnya bangunan karena terkena angin,
terjadi kerusakan prasarana karena gerakan atau penurunan tanah,
terjadi kontaminasi air.
Khusus untuk masalah bencana alam, ada tiga langkah yang harus
dilakukan oleh masyarakat dan fasilitator:
(i) Tindakan preventif, terutama untuk perlindungan bangunan agar
tahan gempa atau perlindungan terhadap banjir.
(ii) Pengukuran tingkat kerusakan bila bencana terjadi. Tiap
infrastruktur dapat dinilai sebagai berikut:
• tidak rusak,
• rusak ringan; dapat digunakan sambil diperbaiki,
• rusak berat; tidak dapat dipakai sebelum diperbaiki,
• harus diganti.
(iii) Rehabilitasi dan perbaikan
3.1.1.5. Penerapan Daftar Larangan
Sesuai dengan penjelasan Bab 12 tentang Daftar Larangan (Negative
List) yaitu hal-hal yang tidak boleh dibiayai oleh PNPM. Sebagian dari
item di daftar tersebut terdiri dari tindakan yang berpotensi untuk
merusak lingkungan.
3.1.1.6.
Hal yang dianjurkan dilakukan dalam membuat proposal
penghijauan atau perbaikan lingkungan hidup, seperti penghijauan
bantaran sungai dan lain-lain
Beberapa kiat untuk proposal melakukan penghijauan desa:
•
Menanam pohon di bantaran sungai atau di tebing yang mudah
longsor dengan perdu, pohon bambu, atau pohon berakar dalam
yang mudah tumbuh.
•
Tanam rumput yang menjalar untuk menutup tebing yang terbuka.
Tanaman perdu dapat ditanam untuk mengurangi erosi dari tebing,
yang dapat mengurangi besarnya saluran dan mengurangi jumlah
sedimentasi di saluran pinggir dan sungai.
•
Bila tebingnya panjang dan curam, sebaiknya dibuat saluran diversi
serta terasering. Jenis teras tergantung pada angka kemiringan,
jenis tanah, dan fungsi lahan. Pada saat membuat teras bangku,
sebaiknya lapisan tanah yang subur (solum) diamankan dulu,
kemudian dihampar di atas teras bila selesai. Sebagian dari sistem
terasering juga perlu saluran pembuangan dan bangunan terjun.
•
Buat kegiatan bersama untuk mengumpulkan pupuk dari daun-daun
dan bahan organik yang ada.
•
Menanam bunga, tanaman obat, dan sayuran di perkarangan tiaptiap warga agar lahan lebih berguna.
3.1.1.7.
Pada tahapan mana pengamanan lingkungan perlu disosialisasikan
dan diperhatikan:
Tahap Perencanaan:
23
(i)
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
Pada tahap sosialisasi, FT perlu mengingatkan kembali masyarakat
tentang perlunya memperhatikan keamanan lingkungan pada
pembuatan proposal usulan atau desain dengan memperhatikan
lokasi usulan itu akan dibangun.
Pada tahap Musyawarah Dusun, Musyawarah Desa Khusus
Perempuan, dan Musyawarah Desa serta dalam pelatihan tim
penulis usulan, FT harus mengingatkan akan daftar negatif dan halhal yang tercantum dalam manual ini, termasuk bagaimana Lembar
22 bisa dipakai sebagai alat bantu pembuat usulan untuk melihat
kemungkinan dampak yang akan timbul.
Hal ini kemudian dicek dan diingatkan kembali oleh FT pada saat
pelatihan tim verifikasi dan proses verifikasi. Pengawalan
pengamanan desain ini harus terus dilakukan sampai MAD prioritas
usulan.
Semua upaya pencegahan dampak lingkungan yang sudah
diantisipasi dalam desain usulan prioritas harus diperhitungkan juga
adanya anggaran dalam pembuatan RAB.
Desain dan RAB yang telah dibuat wajib disetujui oleh Fastekab
untuk memastikan bahwa potensial dampak lingkungan telah
teridentifikasi dan upaya pencegahannya telah terakomodir. Setelah
desain dan RAB disertifikasi, maka dokumen surat perjanjian
pemberian bantuan (SPPB) dapat disiapkan. Dokumen SPPB harus
dilampiri dengan desain dan RAB yang sudah dinyatakan layak oleh
Fastekab, beserta dengan dokumen-dokumen lain yang diwajibkan
dalam PTO.
Tahap Pelaksanaan:
Pada saat rapat prapelaksanaan semua aspek lingkungan dan
pengamanan secara keseluruhan harus dicek kembali dengan saksama.
Sesuai rencana pelaksanaan dari rapat prapelaksanaan, FT, dan Kader
Teknik perlu memonitor pelaksanaan konstruksi terutama untuk hal-hal
yang berkaitan dengan kemungkinan timbulnya dampak dengan baik
dan jika perlu dapat mengambil tindakan apabila ada hal-hal yang
mempunyai potensi serius terhadap pengamanan lingkungan, baik
karena adanya perubahan kondisi lokasi kegiatan maupun karena
adanya dampak yang belum teridentifikasi.
Tahap Pemeliharaan:
Banyak aspek dampak lingkungan yang negatif muncul justru pada saat
pemeliharaan. Oleh sebab itu, Tim Pemelihara harus benar-benar
diperkuat dan dibekali pemahaman lingkungan yang baik. Dampak ini
terutama sering muncul berkaitan dengan air atau bangunan air. FT
harus memperhatikan apakah sudah disiapkan organisasi pemeliharaan
yang baik dan mampu mengantisipasi dampak negatif lingkungan yang
masih mungkin muncul beserta rencana pemeliharaannya.
3.1.2. Penerapan Pengamanan Sosial
3.1.2.1. Hibah Tanah Individu dan Alih Fungsi Tanah Desa
24
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan hibah tanah individu
atau alih fungsi tanah desa adalah sebagai berikut.
(i) Pihak yang akan menghibahkan tanah atau akan dibeli tanahnya
oleh swadaya masyarakat sepenuhnya setuju tanpa tekanan dan
tidak bertentangan dengan UU HAM. Sebagai apresiasi terhadap
kesukarelaan dapat dilakukan dengan penghargaan pengumuman
terima kasih atas hibah di acara yang dihadiri masyarakat desa
(misalnya saat MDST).
(ii) Hibah tanah yang bisa dilakukan dalam PNPM adalah hibah tanah
secara penuh, artinya kepemilikan tanah tidak lagi dimiliki oleh
pemilik asalnya dan sudah sepenuhnya menjadi milik desa. Dalam
kesepakatan hibah perlu dijelaskan secara gamblang pada pemberi
hibah bahwa bila tanah mereka setuju dihibahkan berarti tanah
tersebut secara penuh diserahkan kepada desa. Area yang dipakai
sejak dihibahkan akan menjadi milik desa. Hibah bersifat final dan
dinyatakan secara tertulis dalam Surat Kesepakatan Hibah.
(iii) Pihak yang bisa memberi hibah adalah pihak tercantum di surat
kepemilikan tanah sesuai sertifikat, dokumen jual beli, girik, atau
dokumen lain yang secara legal diakui sebagai dasar kepemilikan
tanah. Bila tanah tersebut sudah diwariskan, tetapi belum
diformalkan dalam surat kepemilikan tanah, maka seluruh ahli waris
harus ikut menandatangani surat pernyataan hibah tersebut.
(iv) Tidak bisa dilakukan tukar guling dengan tanah desa bila tanah
desanya sudah terdaftar secara resmi karena membutuhkan
persetujuan pelepasan tanah desa sampai ke gubernur (mengikuti
peraturan pemerintah yang berlaku terkait aset desa, seperti
Permendagri IV/2007). Dalam kondisi khusus, di mana upaya
persetujuan bisa diusahakan kepada gubernur, maka proses tukar
guling bisa saja dilakukan.
(v) Bila menggunakan tanah desa dan terjadi alih fungsi, tetapi tetap
merupakan tanah desa, maka perlu dibuat kesepakatan alih fungsi
dalam bentuk draf Peraturan Desa (Perdes) yang kemudian
diajukan ke kabupaten.
(vi) Penyerahan dan kerelaan atas kesepakatan yang ada harus
dilakukan secara tertulis agar di kemudian hari tanah tersebut tidak
menjadi sengketa. Ketetapan tersebut dimuat dalam dokumen hibah
yang bisa didapat di kecamatan (lihat contoh surat hibah 1 dan 2 di
bawah).
Isinya
adalah
persetujuan
penghibahan
yang
ditandatangani pemilik sah atau, bila sudah meninggal, tandatangan semua ahli warisnya, sketsa tanah yang dihibahkan, rincian
luasannya, materai, dengan mengetahui kades dan tetangga
dekatnya dan dilampiri bukti kepemilikan awalnya (girik, surat jual
beli, atau dokumen legal lainnya). Untuk kasus di Pulau Jawa,
umumnya diikuti dengan perubahan dalam dokumen letter C di
kelurahan/desa.
(vii) Surat kesepakatan hibah harus disiapkan pada saat pengusulan
proposal, sementara bentuk finalnya adalah pada saat MAD
penetapan. Untuk peralihan fungsi tanah desa, Draf Perdes
peralihan fungsi tanah harus sudah disiapkan pada saat MAD
penetapan. Sesudah usulan disetujui, dilakukan verifikasi lagi
25
apakah memang tanah dibutuhkan dan apakah luasnya sesuai
usulan semula. Bila tidak sesuai, maka Perdes atau surat hibah
harus disesuaikan.
(viii) Bila tanah yang dihibahkan sebagian tersebut sudah bersertifikat,
maka perlu ada proses revisi sertifikat tanah yang dibiayai
desa/swadaya masyarakat (secara teoretis di bawah 400 m2 biaya
gratis).
(ix) Pencatatan dokumen-dokumen ini terutama dibutuhkan sebagai
persyaratan legal peralihan fungsi atau kepemilikan tanah, bukan
semata-mata administrasi PNPM.
Contoh surat hibah 1: dilakukan oleh pemilik langsung sebagai
kelengkapan usulan desa
26
Catatan: Tanda tangan camat bisa dilakukan sesudah MAD Penetapan.
2). Contoh surat hibah 2: jika nama pada surat tanah bukan pemilik
tanah, tetapi nama orang tuanya atau kerabatnya yang mewariskan
tanahnya
Catatan: Tanda tangan camat bisa dilakukan sesudah MAD penetapan.
Dalam kasus penggunaan tanah milik Kementerian Kehutanan yang
digunakan menjadi sumber atau lintasan air bersih atau bangunan mikro
hidro, maka perlu ada persetujuan Kementerian Kehutanan dan perlu
dipastikan bukan dibangun di daerah inti taman nasional atau hutan
lindung.
27
Contoh PerDes:
Pada lampiran penjelasannya dibuat peta seperti gambar contoh
sebelumnya, dengan batas-batas tetangganya dan diketahui
(ditandatangani) tetangganya.
SKESTA PETA TANAH YANG DIHIBAHKAN
Tanah sawah milik ……
Jalan desa…………
Tanah kebun milik…….
Rumah dan tanah milik……..
Tanah sawah milik ……………
U
↑
28
Berikut adalah ringkasan hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan
bila ada hibah tanah dari individu atau alih guna tanah desa.
(i) Bila ada penghibahan tanah, maka saat pengajuan usulan desa
surat hibah tersebut harus sudah ada. Desa dengan pihak yang
memberi hibah harus menyiapkan surat hibah ini dan kemudian
dicek oleh FK untuk memastikan hibah tanah dilakukan dengan
sukarela dan merupakan hibah penuh (benar-benar sepenuhnya
diserahkan kepada desa). Tanah yang akan dipakai untuk
pembangunan infrastruktur hanya bisa dilakukan bila tanah tersebut
adalah tanah desa atau tanah individu yang telah dihibahkan atau
dibeli masyarakat desa secara swadaya. Bentuk surat hibah sesuai
yang dicontohkan di atas, bisa berupa hibah dari pemilik yang
tercantum di surat tanah atau oleh ahli waris (bila pewaris belum
mengubah surat tanah); bila hibah dari ahli waris, maka semua
pihak yang berhak atas warisan, sesuai hukum sipil atau hukum
agama, harus menandatangani surat hibah tersebut.
(ii) Pada saat MAD, penetapan harus dicek kembali apakah tanah yang
dihibahkan memang dibutuhkan dan luasnya sesuai yang
disebutkan. Bila tidak dibutuhkan, maka surat hibah harus
dibatalkan atau harus diperbaiki bila luasnya berbeda dengan yang
tertulis dalam surat hibah. Desa membuat proposal dan FK harus
memastikan hal ini. FasKab harus memastikan bahwa semua
prosedur di atas dilakukan pada saat verifikasi dan pemeriksaan
RAB dan desain. Pada saat MAD penetapan, surat hibah tersebut
ditandatangani camat.
(iii) Pada saat MAD penetapan, bila tanah desa dialihfungsikan, maka
draf Perdes harus sudah siap dan ditandatangani kades dan
peserta penetapan musyawarah desa. Perdes yang sudah
ditetapkan akan dikirimkan sebagai tembusan kepada kabupaten.
(iv) Semua status tanah tersebut kemudian diusahakan agar disahkan
secara hukum. Desa harus menguruskan pengurangan Pajak Bumi
dan Bangunan ke Kantor Pajak untuk tanah yang dihibahkan dari
tanah individu. Apabila tanah sudah bersertifikat, maka desa harus
menguruskan penyesuaian sertifikatnya. Namun, bila belum
bersertifikat dan lokasinya di Pulau Jawa, maka transaksi tersebut
baik hibah maupun dibeli swadaya harus dicatatkan oleh Sekdes di
buku letter C di desa.
3.1.2.2.
Penguatan MA&KAT
MA&KAT ada di daerah kerja kita apabila:
• Dalam Peta Kabupaten terdapat KAT di desa yang berwarna merah
di bawah ini.
29
Contoh Peta Kabupaten Cianjur
Masyarakat terpencil, orang Sunda ada di Naringgul Balegede, sekitar
50 KK (200 orang) lokasinya di gunung.
•
•
Khusus di daerah Suku Dayak atau Papua, seluruh daerah adalah
kawasan Masyarakat Adat.
Bila pada saat melakukan pemetaan sosial ekonomi, FK
menemukan kelompok seperti definisi MA&KAT di atas. Sebagai
contoh, MA&KAT meski tidak ada di peta, tetapi FK di Karang
Anyar, Jawa Tengah mengidentifikasi bahwa ada masyarakat
terpencil di pegunungan dekat daerah Candi Ceto. Mereka ada di
Desa Trengguli, Dusun Sekareng, dan Desa Balong, Dusun
Doksari. Mereka adalah kelompok adat yang merupakan bagian dari
suku Jawa dan sebagian beragama Hindu.
Membuat peta sosial ekonomi yang baik terkait MA&KAT
Sebelum membuat peta sosial ekonomi sesuai PTO, mulailah dengan
upaya berikut ini.
(i) Tanyakan kades/sekdes, guru, kadus dan kader kesehatan apakah
ada daerah-daerah di mana ada kelompok-kelompok masyarakat
termiskin dan terpencil (karena sulit dijangkau atau karena
perbedaan cara hidup). Bila sedang bekerja di desa yang di peta
sebelumnya berwarna merah, cek tempat persisnya lokasi
masyarakat yang disebutkan di atas.
30
(ii) Tanyakan pada tokoh-tokoh di atas secara terpisah, mengapa
mereka lebih miskin atau terpencil. Apa sumber penghidupan
mereka, apa perbedaan mereka dengan masyarakat lainnya
(bahasa, cara hidup, akses, dan lain-lain); apakah masyarakat
mayoritas desa mau berbaur dengan mereka; bila kurang berbaur,
kira-kira mengapa (lokasinya terpencil, perilaku berbeda, dan lainlain).
(iii) Cek ke lokasi mereka dan kondisi mereka sebenarnya: tingkat
kemiskinan mereka (pola makan, aset ekonomi yang dimiliki,
pekerjaan dan upah/pendapatan), apa yang membedakan mereka
dengan masyarakat umum, seperti apa organisasi atau struktur
masyarakat/kelompoknya,
bagaimana
proses
pengambilan
keputusan di dalam kelompok tersebut, siapakah orang yang
dipercaya atau pemimpin lokal dalam kelompok tersebut, seberapa
jauh mereka ikut dalam pengambilan keputusan di desa (sekadar
ikut hadir ataukah sampai mampu mempengaruhi keputusan yang
ada). Apa tanggapan mereka terhadap masyarakat desa yang lain
(apakah mereka merasa berjarak dengan orang lain, mengapa? –
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini harus disimpulkan dari
pengamatan, karena umumnya susah untuk bisa ditanyakan
langsung kepada mereka)
(iv) Berdasarkan pekerjaan mereka, telusuri ke mana interaksi ekonomi
mereka dilakukan, misalnya ke mana mereka membeli
kebutuhannya.
(v) Tanyakan kepada pihak-pihak yang membeli produk mereka,
menjual sesuatu kepada mereka, atau mempekerjakan mereka
tentang kondisi kelompok tersebut dan apa yang membuat kondisi
mereka berbeda.
(vi) Dari semua hal di atas buat kesimpulan:
•
Apakah mereka bisa diajak ke dalam proses PNPM (atau
malah sudah mengikuti dan ikut mengambil keputusan)
•
Apakah usulan-usulan yang muncul dari hasil musyawarah
PNPM selama ini sudah membantu pemenuhan kebutuhan
mereka (ingat infrastruktur tidak dengan sendirinya membantu
masyarakat tertentu. Anak sekolah miskin Papua dengan
adanya jalan aspal yang lebar bukannya terbantu, tetapi
malah harus berjalan di permukaan jalan yang panas dan
banyak mobil, tidak punya uang naik angkot dan biaya angkot
tidak menjadi lebih murah dengan adanya perbaikan jalan).
•
Apa yang bisa menjadi pendorong agar masyarakat desa
umumnya bisa bersimpati terhadap MA&KAT (misalnya
melalui isu bersama seperti kematian ibu/bayi, kesulitan air,
jalan ke pedalaman yang belum memadai dan lain-lain).
•
Ajak tokoh-tokoh desa yang cenderung bersimpati dengan
MA&KAT untuk memikirkan cara agar mereka bisa ikut
memperoleh manfaat dengan adanya PNPM.
•
Diskusikan dengan Fasilitator Kabupaten masalah ini agar
mendapatkan input dan informasi mengenai dana-dana
khusus yang bisa digunakan untuk membantu mereka.
31
Faskab harus berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten
untuk melihat apakah ada sumber daya kabupaten yang bisa
digunakan untuk membantu MA&KAT. Beberapa contoh
antara lain:
•
Pembelajaran dari desa di Bali tentang penyertaan
kelompok masyarakat tuna wicara dalam kegiatan
pembangunan sarana air bersih dalam PNPM telah
memperlihatkan inisiatif awal pemda dan bisa
ditindaklanjuti oleh masyakarat serta kelembagaan di
desa secara lebih jauh. Masyarakat yang sebelumnya
berbeda bisa membaur sangat baik dengan warga desa
kebanyakan.
•
Di Jambi, kelompok LSM berusaha membantu MA&KAT
dengan memberikan modal dan asistensi untuk
membentuk koperasi kebutuhan sehari-hari. Modal
semacam ini bisa diberikan PNPM juga, demikian pula
pendampingannya yang bisa dilakukan oleh Fasilitator
Pemberdayaan atau Kader Keuangan yang ada di desa.
•
Di Maluku Utara: MA&KAT dibantu agar bisa tinggal di
dalam taman nasional bagi yang masih nomaden,
sementara
yang
tinggal
di
pinggiran
hutan
diperbolehkan mencari damar sejauh tidak mengganggu
flora dan fauna lainnya, tidak boleh menebang pohon,
dan memburu binatang (selain binatang kecil yang hidup
di tanah). Mereka juga bisa menerima beras raskin,
walaupun tidak punya KTP dan kartu miskin; beras itu
dititipkan ke gereja bagi yang nomaden. Bantuan ini
dikoordinasikan oleh forum multistakeholder (pemangku
kepentingan) untuk kawasan sekitar hutan dan ada
beras program RASKIN yang disalurkan melalui jalur
PNPM.
•
Di Mentawai kebutuhan fasilitas kesehatan dan
pendidikan MA&KAT diakomodasi oleh PNPM;
masyarakat non MA&KAT bisa sangat mendukung
kebutuhan MA&KAT.
Sebagai kesimpulan, perlu diupayakan sebisa mungkin agar
MA&KAT bisa ikut dalam proses PNPM, menerima
manfaatnya dengan bantuan masyarakat desa lainnya dan
sekaligus diupayakan adanya koordinasi dengan kabupaten
agar ada simpati juga dari kabupaten atau masyarakat
pemerhati di kabupaten untuk mendukung masyarakat ini.
(vii) Pemetaan sosial ekonomi desa harus sudah memuat:
•
peta desa dengan lokasi masyarakat miskin, masyarakat
terpencil, atau masyarakat adat, pusat-pusat kegiatan
ekonomi, pemerintahan, dan akses infrastruktur ke desa;
•
struktur organisasi yang ada di dalam MA&KAT: tokoh atau
pemimpin lokal dan bagaimana mereka mengambil keputusan
di dalam kelompoknya
32
•
•
•
•
kegiatan sosial ekonomi dan cara hidup masyarakat;
alur kegiatan ekonomi masyarakat miskin, masyarakat
terpencil, atau masyarakat adat (interaksi ekonomi:
bagaimana berproduksi, ke mana membeli, dan menjual);
strategi pelibatan masyarakat miskin, masyarakat terpencil
atau masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan
PNPM dan siapa yang bisa ikut membantu mereka;
kemungkinan bekerjasama dengan pemda. (Jangan lupa
untuk mencari informasi anggaran kabupaten yang masuk ke
desa, apakah ada Alokasi Dana Desa yang cukup besar untuk
investasi, tidak sekadar biaya administrasi desa, apakah ada
dana rutin berkaitan kemiskinan yang turun ke desa seperti
dana bantuan tunai dan lain-lain).
Contoh Peta Sosial Ekonomi kelompok MA&KAT
FK dalam memfasilitasi pemetaan sosial ekonomi diharapkan
mengamati strata masyarakat di desa.
(i) Terkaya di desa: misalnya mempunyai penggilingan padi dan toko
serba ada termasuk menyediakan modal untuk sawah.
(ii) Masyarakat yang terpandang: guru, PNS, dan aktivis proyek-proyek
pemerintah.
(iii) Masyarakat umum: memiliki sawah atau kebun; yang lebih baik
mempunyai usaha tambahan tertentu, seperti menarik ojek dll.
33
(iv) Masyarakat terpencil: tidak ada akses jalan dan tidak mempunyai
tanah selain untuk rumahnya, bukan berasal dari suku desa
tersebut, penghasilan dari mencari ikan-ikan kecil disungai, hasil
dari ladang kering milik orang desa di butir ii dan iii di atas atau
menjaga ternak masyarakat ii dan iii di atas. Nelayan yang
mempunyai perahu dan tambak bandeng adalah masyarakat
transmigrasi lokal. Di sini MA&KAT sangat membutuhkan simpati
masyarakat lainnya di desa agar hasil bumi dan tangkapan mereka
mau dibeli, selain itu kebutuhan mereka akan fasilitas kesehatan,
fasilitas pendidikan, dan lain-lain agar diperjuangkan bersama.
Sementara kabupaten bisa membantu menyediakan akses
infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan layanan air bersih,
pendidikan, kesehatan dan lain-lain yang belum terdanai oleh
PNPM.
Kesimpulan hasil analisa sosial ekonomi:
Dalam kasus desa di peta di atas, FK bersama masyarakat umum
sepakat untuk melihat MA&KAT sebagai bagian dari desa dengan
usulan tersendiri, dan dengan simpati masyarakat desa, maka usulan
MA&KAT dapat diprioritaskan. Selain itu, pemda dapat mendukung
pengadaan kebutuhan-kebutuhan lain yang diperlukan MA&KAT.
Arti pemberdayaan bagi MA&KAT
MA&KAT dapat memperoleh manfaat program dan menjadi lebih
sejahtera di tempat hidup sekarang dan masih bisa melakukan cara
hidup yang mereka anut saat ini.
MA&KAT hidup terpencil dan sering kali disebut primitif, tetapi mereka
hidup secara bebas tidak tertekan, tidak hidup menggelandang, tidak
mengalami gizi buruk, tidak melakukan tindakan kriminal, tidak
mempunyai hutang dan tidak kelaparan. MA&KAT hanya membutuhkan
persahabatan dan simpati baik secara sosial maupun ekonomi.
MA&KAT tidak ingin dicabut dari akar tempat tinggalnya, tidak ingin
berganti budaya atau agama, tidak ingin “dimasyarakatkan”. Sering
”dimasyarakatkan”
hanya
menyebabkan
mereka
frustasi,
menggelandang, dan terpaksa hidup dari belas kasihan karena mereka
tidak punya keahlian dan modal yang cukup untuk hidup dengan cara
yang sangat berbeda (kita sendiri pun demikian). Hal yang mereka
butuhkan adalah kepedulian dan kesamaan hak.
Mengajak warga perduli terhadap sesama dan MA&KAT
(i) Selami kondisi hubungan antara masyarakat desa pada umumnya
dan MA&KAT; apa sebab MA&KAT tertinggal dari masyarakat desa
pada umumnya. Apakah ada pandangan buruk terhadap kelompok
terlupakan ini, seperti dianggap suka mencuri (tanaman), kurang
ada semangat berusaha, dan lain-lain. Fasilitator perlu menjelaskan
bahwa perbedaan ini terjadi karena MA&KAT hidup dalam kondisi
yang sederhana, dekat dengan alam dan belum merasa perlu
mengumpulkan kekayaan. Hal ini menyebabkan mereka miskin,
tetapi bukan karena sebuah kejahatan atau kemalasan, tetapi lebih
merupakan suatu pola hidup yang bersahaja.
34
(ii) Tentukan isu yang bisa menjadi dasar solidaritas bersama, seperti:
(i) target-target yang ada di MDGs: penurunan kematian ibu anak,
ketersediaan air bersih, perlunya pemerataan kesehatan dan
pendidikan, perlunya mengurangi penyakit menular dan mematikan
seperti malaria,TBCdan lain-lain, perlunya membantu sesama
secara ekonomi bagi pihak yang belum beruntung. Cari tokoh-tokoh
di masyarakat yang lebih bersimpati kepada MA&KAT. Intinya coba
temukan isu dan tokoh pendukung kebersamaan dan kepedulian.
(iii) Jadikan isu tersebut sebagai salah satu kriteria pemilihan proposal
PNPM. Fasilitasi secara terus-menerus agar kriteria itu digunakan
secara konsisten dalam menentukan pilihan proposal yang akan
dipilih.
(iv) Usahakan agar pemda juga memberikan bantuan agar masyarakat
desa tidak merasa harus menanggung nasib saudara mereka
sendirian. Untuk itu, Fasilitator Kecamatan dan Kabupaten perlu
mengetahui sumber dana nasional, provinsi, dan kabupaten yang
cocok digunakan untuk membantu MA&KAT. Sebagai contoh,
dalam bidang pendidikan, ada subsidi untuk murid miskin, bidang
kesehatan ada program JAMKESMAS untuk masyarakat miskin.
PNPM juga bisa dimanfaatkan untuk pendidikan, kesehatan,
ekonomi, dan infrastruktur. Jangan terpaku hanya pada dinas sosial
untuk membantu MA&KAT, tetapi perlu dikembangkan cara lain
untuk melibatkan pihak Bappeda dan Sekda.
Dalam kaitannya dengan MA&KAT, titik kuncinya dalam proses PNPM
adalah proses sebagai berikut.
(i) Pengkajian dan peta awal MA&KAT (lihat peta sebelumnya)
dilakukan sebelum pembuatan peta sosial ekonomi. Kajian ini
dilakukan pada masa sosialisasi dan pengamatan lapangan oleh FK
sendiri (bukan partisipatif). Ini dipakai sebagai dasar strategi FK
melakukan penggalian gagasan dan pembangunan simpati pada
masyarakat terpencil.
(ii) Kemudian kepedulian kepada MA&KAT dikawal terus sampai
penentuan prioritas usulan. Selama itu juga perlu dilihat bagaimana
kabupaten bisa didorong kepeduliannya secara positif terhadap
MA&KAT. Kepedulian kabupaten perlu dilakukan oleh FasKab
dengan kordinasi dengan FK dan FT terkait.
Pendampingan MA&KAT dalam proses PNPM perlu dilakukan:
(i) Pada saat sosialisasi dan pemetaan sosial ekonomi perlu dilakukan
dengan lebih saksama sesuai dengan panduan ini.
(ii) Pada saat MAD sosialisasi, FK yang bekerja di daerah yang
memiliki MA&KAT di tahap sosialisasi harus mengkampanyekan
kepedulian terhadap MA&KAT dan menguraikan kebutuhan
MA&KAT yang ada sesuai panduan ini.
(iii) Sejak penggalian gagasan sampai MAD penetapan, FK harus
mendorong kelompok mayoritas untuk memberi prioritas pada
usulan kelompok MA&KAT, terutama bagi MA&KAT yang selama ini
usulannya tidak pernah diterima.
35
(iv) Fasilitator Kabupaten perlu berkomunikasi dengan Pemda dan
organisasi kemasyarakat terkait agar kebutuhan MA&KAT bisa
dibantu atau dipenuhi.
3.2
Siapa Pelaku Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dalam PNPM
MPd?
Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dilakukan oleh semua pelaku
PNPM MPd di setiap tingkatan, baik pemerintah, konsultan, fasilitator, dan masyarakat.
- Pemerintah meliputi Satuan Kerja (Satker) Pusat, Provinsi, dan Kabupaten, serta
Penanggung Jawab Operasional di Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi
- Konsultan terdiri dari Tim Konsultan Provinsi, Regional, maupun Pusat.
- Fasilitator terdiri dari Fasilitator Kecamatan, yaitu Fasilitator Pemberdayaan (FK)
dan Fasilitator Teknik (FT) dan Fasilitator Kabupaten, yaitu Fasilitator
Pemberdayaan Kabupaten (FKab) dan Fasilitator Teknik Kabupaten (FTKab), dan
Fasilitator Keuangan Kabupaten (FasKeu).
- Pelaku dari masyarakat seperti Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD)
dan Kader Teknik (KT), Tim Penulis Usulan (TPU), Tim Pengelola Kegiatan (TPK),
Tim Verifikasi (TV), Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana Desa (TP3D),
Pendamping Lokal (PL), bekerja sama dengan masyarakat dan para tokoh
masyarakat serta Badan Kerjasama Antardesa (BKAD).
3.3
Mengapa Diperlukan Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dalam
PNPM MPd?
Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd diperlukan untuk
memastikan pelaksanaan PNPM MPd meningkatkan kualitas sosial dan lingkungan serta
mengurangi dan menghindari dampak negatif, serta mewujudkan kelestarian lingkungan
hidup untuk keberlanjutannya.
3.4
Di Mana Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup Tertanam dalam
PNPM MPd?
Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam PNPM MPd telah ada dalam
berbagai instrumen dan tahapan PNPM-MPd. Kebijakan ini tertuang dalam Petunjuk
Teknis Operasional (PTO) termasuk penjelasan dan formulir-formulir pendukungnya, serta
tercakup dalam materi pelatihan. Kebijakan ini diterapkan dalam tahapan PNPM MPd
antara lain:
- diseminasi dan sosialisasi,
- musyawarah Desa dan Musyawarah Antara Desa,
- pelatihan Pendamping Lokal dan KPMD,
- penulisan usulan desa,
- verifikasi usulan desa,
- keputusan proposal yang akan didanai,
- pelaksanaan kegiatan,
- supervisi dan monitoring,
- fasilitasi dan Penanganan Masalah,
- dokumentasi dan Pelaporan,
- pengoperasian dan Pemeliharaan (Operation and Maintenance, O&M).
36
3.5
Bagaimana Penerapannya pada Tahap Persiapan dan Sosialisasi?
Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam tahap Persiapan dan
Sosialisasi dilakukan dengan memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat
berpartisipasi dalam kegiatan diseminasi dan sosialisasi PNPM MPd di berbagai forum
dan tingkatan, sejak Lokakarya Nasional, Provinsi, Kabupaten yang kemudian
ditindaklanjuti lagi pada Musyawarah Antardesa (MAD), Musyawarah Desa (MusDes) dan
Musyawarah Dusun (Musdus) dan pada pelatihan Kader maupun TPK. Kebijakan
pengamanan sosial dan lingkungan dijelaskan dalam setiap tahapan kegiatan di atas.
3.6
Bagaimana Penerapannya pada Tahap Perencanaan?
Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam tahap Perencanaan
dilakukan dengan menjadikan potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan
sebagai bahan pertimbangan dan kriteria penilaian dalam penyusunan dokumen usulan,
proses verifikasi usulan sampai proses desain teknis, serta pengambilan keputusan dalam
MAD Prioritas.
3.6.1 Musyawarah Desa (MusDes) dan Musyawarah Desa Khusus Perempuan (MDKP).
Daftar Larangan (negative list) harus ditaati dan menjadi bahan pertimbangan
sejak MusDes dan MDKP.
3.6.2 Pelatihan Tim Penulis Usulan (TPU).
Fasilitator harus menjelaskan cara pengisian formulir yang memperhatikan
kebijakan safeguard:
Formulir 5 “Usulan Kegiatan”: mengusulkan kegiatan yang tidak berdampak
negatif terhadap sosial dan lingkungan.
Formulir 6 “BA Kesanggupan Swadaya Masyarakat”: menerangkan kesediaan
masyarakat memberikan donasi lahan baik secara hibah atau kompensasi.
Formulir 9 “Rekap Pengadaan Lahan dan Aset” serta Lembar 9a “Daftar
Rincian Hibah Lahan”: yang menerangkan pengadaan lahan dengan pilihan
ijin pakai, hibah, tukar lahan, atau beli
Formulir 10 “Ceklis Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen Usulan”:
memastikan kelengkapan dokumen antara lain dokumen hibah lahan yang
telah diisi dengan benar.
Fasilitator harus menjelaskan pula langkah mitigasi dan penanganan potensi
dampak negatif dalam pelaksanaan PNPM MPd.
3.6.3 Proses penulisan usulan.
TPU harus menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
Formulir 5 “Usulan Kegiatan”: mempertimbangkan kemungkinan kebutuhan
lahan, dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial, termasuk
kemungkinan adanya dampak negatif terhadap masyarakat adat.
Formulir 6 “BA Kesanggupan Swadaya Masyarakat”: menjelaskan
kemungkinan pembatalan sumbangan masyarakat apabila kegiatan tidak
terdanai.
Formulir 9 “Rekap Pengadaan Lahan dan Aset” serta Lembar 9a “Daftar
Rincian Pengadaan Lahan dan Aset”: memastikan kelengkapan dokumen
pengadaaan lahan yang ditandatangani oleh pemberi hibah bersama ahli
warisnya dan kepala desa serta dilampiri denah lahan yang dihibahkan.
37
-
Formulir 10 “Ceklis Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen Usulan”:
memastikan kelengkapan proposal usulan meliputi antara lain berita acara
penyelesaian proses hibah lahan.
3.6.4 Pelatihan Tim Verifikasi.
Fasilitator harus memberikan penjelasan terdiri dari:
Pemahaman dan penerapan kebijakan safeguard dalam PNPM MPd.
Formulir 11 dan 12 “Verifikasi Usulan”: memastikan usulan kegiatan tidak
termasuk dalam Daftar Larangan (negative list), tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan dan sosial termasuk masyarakat adat, serta tidak
ada masalah dengan kepemilikan tanah atau hibah lahan.
3.6.5 Proses Verifikasi Usulan.
Tim Verifikasi harus memastikan:
Formulir 11 “Verifikasi Usulan”: status proses pengadaan lahan sebelum
memberikan penilaian dan rekomendasi bagi usulan.
Formulir 12d “Verifikasi Usulan Prasarana”: sebelum menyatakan kelayakan
teknis maka Tim Verifikasi memastikan apakah sudah ada kelayakan dalam
pengadaaan lahan, apakah kegiatan yang diusulkan tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang negatif pada saat konstruksi
dan pasca konstruksi, serta bagaimana upaya penanganannya apabila
terdapat potensi dampak negatif tersebut.
3.6.6 MAD Prioritas Usulan.
Rekomendasi dari Tim Verifikasi yang telah mempertimbangkan kajian dampak
negatif terhadap lingkungan dan sosial serta kelayakan lahan seperti dijelaskan di
atas, menjadi salah satu pertimbangan penilaian prioritas usulan dalam MAD ini.
3.6.7 Proses Desain RAB.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
Formulir 22 “Penanganan Dampak Negatif Terhadap Lingkungan”: FT
bersama KT harus mengidentifikasi 1) Dua jenis dampak negatif terhadap
lingkungan yang paling merugikan masyarakat dan berpotensi terjadi, berikut
rencana pencegahan dan penanganannya. 2) Dua jenis potensi dampak
negatif terhadap lingkungan yang hampir pasti terjadi di lokasi, berikut
rencana mengatasinya.
Formulir 25 “Pemeriksaan Desain dan RAB”: Fasilitator Teknik Kabupaten
(FTKab) harus melakukan pemeriksaan antara lain:
(i) Catatan-catatan potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan
yang akan terjadi pada lokasi kegiatan yang direncanakan.
(ii) Catatan-catatan hasil konfirmasi pembebasan lahan kepada masyarakat
yang lahannya akan dibebaskan untuk kegiatan.
(iii) Desain bangunan sudah mempertimbangkan dan mengakomodasi
arsitektur, penggunaan, kebiasaan, kepercayaan, dan aturan setempat.
3.6.8 Penyusunan Dokumen SPPB.
Formulir 29 “Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB)”: harus dilampiri dengan
gambar desain teknis yang sudah dinyatakan layak oleh FTKab berdasar
pertimbangan antara lain kajian potensi dampak terhadap sosial dan lingkungan di
atas.
38
3.7
Bagaimana Penerapannya pada Tahap?
Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam tahap pelaksanaan adalah
melaksanakan hasil kajian potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan dari
tahap perencanaan ke dalam aktivitas pelaksanaan mulai dari sosialisasi hasil MAD,
pelatihan atau OJT untuk Tim Pengelola Kegiatan, rapat prapelaksanaan sampai masa
konstruksi prasarana.
3.7.1 Musyawarah Desa Informasi Hasil MAD
Musyawarah Desa ini harus memastikan kembali hasil kajian terhadap usulan
kegiatan yang didanai:
Memastikan kembali pengadaan bahan dan alat agar memperhatikan Daftar
Larangan (negative list).
Menyepakati mekanisme dan jadwal realisasi swadaya, hibah lahan, dan aset
lainnya sesuai daftar kesanggupan yang telah disepakati sebelumnya.
Mensosialisasikan pencegahan dan penanganan potensi dampak-dampak
negatif terhadap sosial dan lingkungan yang mungkin timbul akibat
pembangunan prasarana yang didanai. Peserta Musyawarah Desa dapat
menyampaikan tambahan masukan tentang hal ini sesuai dengan kondisi
setempat.
3.7.2 Pelatihan atau OJT Tim Pengelola Kegiatan (TPK)
Materi pelatihan atau OJT mencakup antara lain:
pemahaman isi formulir-formulir terkait penerapan kebijakan pengamanan
sosial dan lingkungan dalam tahap perencanaan seperti dijelaskan di atas dan
perencanaan pencegahan dan penanganan dampak negatif terhadap sosial
dan lingkungan yang mungkin timbul akibat pembangunan prasarana yang
akan dilaksanakan, serta dilengkapi masukan-masukan tambahan dari
peserta Musyawarah Desa Informasi Hasil MAD sesuai dengan kondisi
setempat.
3.7.3 Rapat Prapelaksanaan
Menyepakati:
teknis pelaksanaan dalam merealisasikan swadaya, hibah lahan, dan aset
lainnya dan
teknis pelaksanaan dalam realisasi pencegahan dan penanganan potensi
dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan.
3.7.4 Masa Konstruksi Prasarana
FT dan KT melakukan pendampingan dan monitoring terhadap TPK dan
masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan potensi dampak
negatif terhadap sosial dan lingkungan dalam masa konstruksi prasarana.
Pelaksanaannya mengacu kepada hasil kajian safeguard pada tahap perencanaan
termasuk hasil pengisian formulir-formulir terkait, serta hasil Rapat
Prapelaksanaan mengenai teknis pelaksanaan yang telah disepakati.
3.8
Bagaimana Penerapannya pada Tahap Pelestarian?
Penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam tahap pelestarian tercakup
dalam kegiatan pemeliharaan. Formulir 25 “Pemeriksaan Desain dan RAB”: memastikan
tersedianya Berita Acara kesanggupan memelihara kegiatan. Rencana operasional dan
39
pemeliharaan serta rencana pembiayaannya dilakukan sebelum Musyawarah Desa Serah
Terima (MDST). Rencana tersebut mencakup pelaksanaan berkelanjutan pencegahan
dan penanganan/mitigasi potensi dampak negatif yang kemungkinan timbul
pascakonstruksi.
3.9
Bagaimana Peran Para Pelaku PNPM MPd
Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup?
dalam
Penerapan-Penerapan
Setiap pelaku PNPM MPd mempunyai peran yang berbeda dalam penerapan
pengamanan sosial dan lingkungan hidup. Peran masing-masing diuraikan di bawah ini.
3.9.1 Aparat Pemerintah
Aparat pemerintah di kabupaten terdiri dari Satker Kabupaten dan PjOKab. Dalam
penerapan kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan, aparat pemerintah di
kabupaten harus menguasai pemahaman kebijakan ini dan berfungsi mengawasi
penerapannya serta membina masyarakat. Aparat memastikan Daftar Larangan
(negative list) dipatuhi setiap desa, kelengkapan dokumen hibah lahan yang
benar, memastikan verifikasi usulan yang dilakukan oleh tim masyarakat dan
pemerintah berdasarkan pertimbangan kajian potensi dampak negatif terhadap
sosial dan lingkungan. Untuk hal-hal tersebut, aparat pemerintah di kabupaten
mengawasi, tetapi tidak terlibat secara mendetail.
Aparat pemerintah di kecamatan terdiri dari camat dan PjOK. Dalam hal ini, camat
dan PjOK harus mengawasi penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup
dalam kajian prioritas usulan dari masyarakat sebelum penandatanganan dan
pengisian dokumen pencairan dana. Khusus untuk kegiatan verifikasi, aparat di
kecamatan akan lebih terlibat secara langsung, baik sebagai narasumber atau
koordinator kegiatan tim verifikasi. Dengan demikian, aparat ini bisa membimbing
masyarakat untuk mengidentifikasi potensi dampak negatif terhadap sosial dan
lingkungan di wilayahnya berdasarkan pengalaman dari implementasi program
sebelumnya serta pengetahuan terhadap lokasi-lokasi yang rawan bencana,
komunitas adat terpencil, dan lainnya.
3.9.2
Konsultan dan Fasilitator
Konsultan berada di tingkat nasional, regional, dan provinsi. Mereka lebih
berperan sebagai supervisor kegiatan melalui kunjungan rutin ke lokasi desa.
Mereka juga terlibat dalam pembuatan panduan dan instruksi teknis kepada
fasilitator dan masyarakat di lapangan, serta mendesain pelatihan-pelatihan yang
dibutuhkan.
Fasilitator Kabupaten adalah Faskab Pemberdayaan, Faskab Keuangan, dan
Faskab Teknik. Faskab bertugas untuk mensupervisi kegiatan dan membimbing
Fasilitator Kecamatan serta masyarakat. Fasilitator Kecamatan bekerja langsung
dengan masyarakat, sebagai pembimbing dan narasumber untuk segala hal.
Fasilitator Kecamatan terdiri dari fasilitator kecamatan yang ahli dalam
pemberdayaan dan Fasilitator Teknik yang ahli dalam pembangunan prasarana.
Kedua-duanya bertanggung jawab atas peningkatan kapasitas masyarakat di
desa, sebagai transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk kemandirian desa.
Dalam penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup, fasilitator berperan
dalam membimbing pengisian semua formulir terkait, mampu menjelaskan
40
pemahaman pengamanan sosial dan lingkungan hidup kepada masyarakat dan
mendampingi masyarakat serta mengawasi hasil penerapannya.
Fasilitator Teknik Kabupaten harus mengisi ceklis terhadap kualitas desain, dan
wajib menolak desain yang tidak memenuhi kajian pengamanan, termasuk
pengisian format terhadap rincian hibah lahan serta format dampak lingkungan.
Fasilitator Teknik di kecamatan bertanggung jawab untuk menjamin bahwa proses
hibah lahan dilakukan sesuai aturan, dan FT juga membimbing pengisian formulir
potensi dampak lingkungan secara lengkap dan benar.
3.9.3
Masyarakat
Masyarakat dibedakan menjadi empat kelompok. Aparat desa mempunyai tugas
pokok untuk mengawasi segala kegiatan yang ada di desa. Aparat tetap ada,
walaupun pelaku PNPM MPd belum diseleksi dan belum aktif. Dalam penerapan
kebijakan pengamanan, aparat desa harus mengidentifikasi potensi dampak
negatif terhadap kehidupan sosial dan lingkungannya, termasuk memahami Daftar
Larangan (Negative List) agar bisa menjelaskannya kepada masyarakat umum.
Tim Pengelola Kegiatan adalah tim kecil yang dipilih oleh masyarakat untuk
mengelola kegiatan PNPM di desanya. Mereka harus memahami penerapan
pengamanan dalam PNPM MPd, terutama identifikasi potensi dampak negatif
terhadap sosial dan lingkungan yang menjadi bahan pertimbangan dalam
verifikasi, penyusunan usulan, kelengkapan dokumen perencanaan, dan proses
pengaturan pengadaaan lahan.
KPMD, terutama Kader Teknik, harus mampu menjelaskan pemahaman
pengamanan dalam kesehariannya di lapangan. Kader Teknik menggantikan
peran Fasilitator Teknik pada saat FT tidak ada di desa. Transfer ilmu
pengetahuan dan ketrampilan dari fasilitator banyak ditujukan kepada KPMD agar
ada orang desa yang memiliki pemahaman yang baik secara mandiri.
Masyarakat berperan untuk mensosialiasikan lebih luas pemahaman pengamanan
sosial dan lingkungan hidup serta mengimplementasikannya dalam pelaksanaan
PNPM MPd. Masyarakat harus betul-betul mengerti dengan benar apa potensi
dampak negatif yang dapat ditimbulkan proyek bagi kehidupan sosial serta
lingkungannya, sehingga dapat turut serta berpartisipasi dalam pencegahan dan
penanganannya. Demikian pula mengenai kelengkapan dokumen pengadaan
lahan harus dipahami dengan baik oleh masyarakat, sehingga bisa berperan
dengan benar.
Tim Verifikasi terdiri dari masyarakat atau aparat yang ada di kecamatan dan
mereka diberi tugas untuk menilai apakah usulan yang diajukan oleh desa
memang layak untuk didanai. Ketidaklayakan dapat disebabkan alasan sangat
teknis, tetapi dapat pula diakibatkan ketidaklayakan dari kajian pengamanan
terkait potensi dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan, serta kelayakan
lahan. Tim Verifikasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Musyawarah
Antardesa agar dipertimbangkan dalam penentuan prioritas usulan.
3.10 Apa Saja Pelatihan yang Mencakup Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup?
Terdapat tiga macam pelatihan yang mencakup pengamanan sosial dan lingkungan hidup
yaitu:
41
3.10.1 Pelatihan Pratugas
Pelatihan pratugas diberikan kepada fasilitator sebelum mobilisasi ke lapangan,
baik fasilitator di kabupaten maupun fasilitor di kecamatan. Pelatihan pratugas
terdiri dari pelatihan bersama serta pembagian kelas teknis dan kelas nonteknis.
Khusus untuk kabupaten, terdapat kelas khusus Fasilitator Keuangan. Dalam
pelatihan ini, penjelasan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dialokasikan
selama 4 jam terdiri dari penjelasan umum tentang pengamanan sosial dan
lingkungan hidup dalam bentuk pelatihan bersama, sementara penjelasan dan
pelatihan khusus formulir-formulir terkait kebijakan pengamanan diberikan pada
kelas teknis.
Pelatihan untuk tingkat kabupaten mengutamakan peran fasilitator sebagai
supervisor dan pembimbing. Khusus Fasilitator Teknik, diberi pelatihan tentang
pemeriksaan desain dan RAB. Semua faskab diberi pelatihan pengamanan
tentang aturan nonteknis, termasuk pengadaan lahan dan verifikasi umum.
3.10.2 Pelatihan Penyegaran
Semua konsultan dan fasilitator yang telah berada di lapangan akan menerima
pelatihan penyegaran setiap tahun. Pada pelatihan penyegaran ini, peserta akan
diberi informasi tentang kebijakan dan instrumen baru serta pelatihan tentang
penggunaannya. Dalam pelatihan penyegaran, akan diberikan penjelasan
kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan hidup meliputi: (1) pemahaman
pengamanan sosial dan lingkungan hidup; (2) identifikasi pencegahan dan
penanganan dampak negatif yang ditimbulkan proyek; (3) dokumentasi dan
pelaporan penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup. Hal ini termasuk
pelatihan untuk pengisian formulir-formulir yang telah dimodifikasi. Pelatihan ini
dilakukan di provinsi dan kabupaten.
3.10.3 Pelatihan Kader Teknik
Pelatihan kader teknik akan diberikan kepada semua kader teknik, baik yang
sudah lama bekerja sebagai kader maupun yang baru dipilih sebagai kader.
Pelatihan ini sangat intensif selama dua minggu, dengan kesempatan untuk
mempraktikkan ilmu baru di lapangan pada akhir minggu pertama pelatihan.
Dalam pelatihan ini, akan diberikan pemahaman dan ketrampilan untuk mengidentifikasi
potensi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh proyek terhadap sosial dan
lingkungan. Kader dilatih agar tiap desa mempunyai minimal satu orang yang mengerti
hal-hal teknis seperti ini.
3.11 Bagaimana Supervisi Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan Hidup dalam
PNPM MPd?
Supervisi penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dilakukan dalam setiap
tahapan mulai dari tahap persiapan dan sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan
pelestarian. Kegiatan supervisi dilakukan di desa, kecamatan, dan kabupaten dengan
menggunakan ceklis supervisi yang terdapat dalam Annex 2 lampiran panduan ini.
3.11.1 Supervisi di Desa dan Kecamatan oleh Fasilitator
Dalam kegiatan supervisi di desa/kecamatan, fasilitator memberikan
pendampingan dan monitoring terhadap proses identifikasi potensi dampak negatif
42
terhadap sosial dan potensi kerusakan lingkungan dari setiap usulan kegiatan.
Fasilitator mendokumentasikan hasil identifikasi serta menggunakannya sebagai
bahan monitoring untuk penerapannya dalam tahapan pelaksanaan, baik masa
konstruksi dan pascakonstruksi.
3.11.2 Supervisi di Kabupaten dan Provinsi oleh Konsultan
Di Kabupaten dan Provinsi, selain monitoring dan pendampingan di lapangan,
supervisi oleh konsultan meliputi pertemuan koordinasi rutin baik di kabupaten
maupun provinsi untuk membahas dan mengevaluasi penerapan pengamanan
sosial dan lingkungan hidup dalam setiap tahapan perkembangan program secara
reguler, termasuk masalah dan pengaduan.
3.11.3 Misi Supervisi oleh Pemerintah, NMC, dan Bank Dunia
Misi supervisi berkala diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (PMD) Kementerian Dalam Negeri, National Management
Consultant (NMC), dan Bank Dunia. Supervisi meliputi pendampingan dan
monitoring terhadap penerapan kebijakan pengamanan sosial dan lingkungan dari
setiap tahapan, memantau masalah, pengaduan, dan penanganannya, serta
mendokumentasikan good practice dari pelaksanaan di lapangan. Hasil supervisi
ini dicakup dalam Back to Office Reports (BTOR) yang disusun oleh staf Bank
Dunia setelah kembali dari lapangan dan merangkum seluruh masukan dan
rekomendasi dari tim Bank Dunia, PMD dan NMC, serta Aide Memoire yang
disusun setelah misi supervisi gabungan tersebut yang dilakukan dua kali dalam
setahun.
3.12 Bagaimana Dokumentasi dan Pelaporan Pengamanan Sosial dan Lingkungan
Hidup?
Dokumentasi dan Pelaporan tentang penerapan pengamanan sosial dan lingkungan
hidup dalam PNPM MPd mengikuti alur dan mekanisme yang berlaku dalam PNPM MPd
pada umumnya. Laporan tentang penerapan kebijakan ini menjadi tambahan dalam setiap
Laporan Bulanan dan Laporan Tahunan, baik di kecamatan, kabupaten, provinsi, dan
nasional.
Laporan tersebut meliputi:
- Dokumentasi penerapan pengamanan sosial dan lingkungan hidup dalam setiap
tahapan program mulai dari tahap perencanaan dan sosialisasi, pelaksanaan dan
pelestarian, termasuk rekapitulasi pengisian formulir-formulir terkait kebijakan
pengamanan.
- Identifikasi dan evaluasi permasalahan terkait potensi dampak negatif yang timbul
terhadap sosial dan lingkungan, serta rencana pencegahan dan penanganannya.
- Dokumentasi good practice untuk dijadikan bahan pembelajaran dalam penerapan di
masa mendatang.
Penyusunan dokumentasi dan pelaporan penerapan pengamanan sosial dan lingkungan
hidup ini dapat dikompilasi mulai dari musyawarah-musyawarah dari setiap tahapan
kegiatan dan hasil pengisian formulir terkait, serta hasil supervisi berupa pemantauan
terhadap pelaksanaan dari setiap tahapan. Rekapitulasi berbagai pencatatan ini dalam
43
sistem pengelolaan informasi (Management Information System/MIS) dapat menjadi salah
satu bentuk dokumentasi penerapan kebijakan pengamanan dalam PNPM MPd.
3.13 Bagaimana Pengaduan dan Penanganan Masalah Pengamanan Sosial dan
Lingkungan Hidup?
Pengaduan dan penanganan masalah pengamanan sosial dan lingkungan hidup
mengikuti jenjang dan alur mekanisme PNPM MPd. Keluhan mengenai pelanggaran
kebijakan ini akan didokumentasikan secara berjenjang. Keluhan ini bisa terdiri dari
temuan-temuan tentang dampak negatif sosial yang merugikan masyarakat, kerusakan
lingkungan, ataupun ketidaktepatan dalam realisasi pengadaan lahan serta praktik
pelaksanaan yang berbeda dari rencana penanganan yang telah disepakati sebelumnya.
Seperti halnya keluhan lain dalam PNPM MPd, maka keluhan terkait pengamanan sosial
dan lingkungan hidup ini akan diumumkan setiap bulan dalam website www.pnpmperdesaan.org di bawah Menu Penanggulangan Keluhan (Handling Complaints Menu).
Keluhan dapat disampaikan melalui:
- SMS ke 085710301234
- Telepon : 021 7988940/021 79988918/021 70417954
- Fax: 021 7874712
- Email : [email protected] atau [email protected]
- Website: www.pnpm-perdesaan.org,
- Surat: Unit P2M, Graha Pejaten Nomor 2, Jl. Pejaten Raya, Pasar Minggu, Jakarta
Selatan;
- Kunjungan langsung kepada Fasilitator/Konsultan dan Pelaku PNPM di lokasi
terdekat
Metode-metode yang lebih inovatif, misalnya stasiun radio masyarakat, digunakan di
berbagai daerah untuk membahas keluhan masyarakat. Semua keluhan yang
disampaikan yang telah didokumentasi di desa atau kecamatan diteruskan ke kabupaten,
provinsi, dan Jakarta. Masalah-masalah juga ditindaklanjuti melalui sistem hukum yang
berlaku.
Kabupaten perlu membuat email group atau Facebook group untuk bisa menjadi arena
komunikasi informal antarFK, FTek dan FKab. Bila sudah ada email group atau Facebook
kabupaten bisa diundang NMC, PMD dan Tim safeguard PSF sebagai anggota agar bisa
membantu persoalan yang muncul berkaitan dengan penerapan panduan ini.
44
DAFTAR SINGKATAN
1.
2.
PPK
PNPM MPd
:
:
Program Pemberdayaan Kecamatan
3.
PTO
:
Petunjuk Teknis Operasional
4.
MDTF
:
Multi Donor Trust Fund
5.
IPP
:
Indigenous Peoples Proposal
6.
IPPF
:
Indigenous Peoples Planning Framework
7.
MA&KAT
:
Masyarakat Adat dan Komunitas Adat Terpencil
8.
PPM
:
Perencanaan Penanganan Makat
9.
FT
:
Fasilitator Teknik
10.
FK
:
Fasilitator Pemberdayaan
11.
FKab
:
Fasilitator Pemberdayaan Kabupaten
12.
FTKab
:
Fasilitator Teknik Kabupaten
13.
FasKeu
:
Fasilitator Keuangan
14.
KPMD
:
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
15.
KT
:
Kader Teknik
16.
TPU
:
Teknik Penulis Usulan
17.
TPK
:
Tim Pengelola Kegiatan
18.
TV
:
Tim Verifikasi
19.
TP3D
:
Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana Desa
20.
PL
:
Pendamping Lokal
21.
BKAD
:
Badan Kerjasama Antardesa
22.
RAB
:
Rencana Anggaran Biaya
23.
SPPB
:
Surat Perjanjian Pemberian Bantuan
24.
MAD
:
Musyawarah Antardesa
25.
OJT
:
On the JobTraining
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
45
Download