ii. metodologi penelitian dan teori pendukung

advertisement
Analisis Faktor Yang Berpengaruh Pada Reverse Logistics Cost Effectiveness Menggunakan Metode
Regresi Linear Berganda dan Kelayakan Investasi Di PT. AWE untuk Mencapai Profit Maksikmum
Achmad Farabi
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik
Binus University, Jl KH Syahdan 9, Jakarta 11480
Indonesia, [email protected]
Wilfried Arief Nugroho
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik
Binus University, Jl KH Syahdan 9, Jakarta 11480
Indonesia, [email protected]
PT. Essence Indonesia adalah sebuah perusahaan
yang bergerak pada bidang industri pembuatan flavor dan
fragrance. Dalam
memenuhi kebutuhan barang untuk
pelanggan, PT. AWE dalam satu tahun terakhir telah berhasil
memproduksi flavor dan fragrance hingga mencapai
21.599.362 kg. Namun dari total jumlah produksi yang
dihasilkan dalam periode tersebut, terdapat 58 kasus barang
retur yang terjadi dengan jumlah mencapai 32.916,99 kg atau
0,15% dari total pengiriman. Sedangkan target global external
rejection pada proses retur di PT.AWE ialah 0,02% dari total
pengiriman selama satu tahun. Berdasarkan fenomena yang
terjadi tersebut, pengelolaan reverse logistics yang terjadi
harus dilakukan secara efisien dan efektif sehingga dapat
menguntungkan
perusahaan
secara
ekonomi
dan
meningkatkan citra positif perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor
yang paling mempengaruhi reverse logistics cost effectiveness
pada PT. AWE berdasarkan model Huscroft. Metode yang
digunakan dalam penilitian ini ialah menggunakan regresi
linear berganda. Setelah melakukan analisis dan perhitungan
data, faktor reverse logistics inovation sangat berpengaruh
secara signifikan terhadap efektifitas biaya reverse logistics.
Berdasarkan analisis tersebut PT. AWE perlu mencari inovasiinovasi teknologi terbaru yang dapat diterapkan oleh
perusahaan agar dapat meningkatkan kinerja dan mengurangi
kerugian akibat proses reverse logistics.
Kata kunci : Reverse Logistics, SMILP, SPSS, Regresi
Linear, Supply Chain Management (SCM), Logistics
I.
PENDAHULUAN
Setiap
perusahaan
memiliki
tujuan
dalam
meningkatkan kemampuan untuk dapat bersaing secara global.
Persaingan di dalam bidang supply chain pada saat ini lebih
berfokus kepada inovasi dan kreativitas (Zareinejad &
Javanmard, 2013).
Beberapa masalah yang sering ditemui di perusahaan
dalam penanganan reverse logistics adalah kurangnya sistem
yang mengintegrasikan kegiatan logistik secara langsung dan
begitu juga sebaliknya, sulitnya mengukur dampak dan
Edi Sunarso
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik
Binus University, Jl KH Syahdan 9, Jakarta 11480
Indonesia, [email protected]
mengendalikan pengembalian produk atau bahan baku serta
fakta bahwa aliran reverse dianggap sebagai biaya
(pengeluaran) bagi perusahaan dan oleh karena itu diberikan
prioritas sedikit sebagai strategi bisnis (Barquet, 2013).
Namun, reverse logistics dapat menjadi sangat penting dalam
strategi bisnis perusahaan karena perencanaan yang baik dan
jaringan revese logistics yang tepat dapat meningkatkan
keuntungan perusahaan, tingkat kepuasan pelanggan yang
tinggi sehingga dapat memberikan citra baik pada perusahaan
(Pishvaee & Kianfa, 2008).
Jim Wu dan Cheng (2006) mengatakan bahwa
pentingnya penanganan pada proses reverse logistics karena
pada proses ini mengkonsumsi cukup banyak biaya, biaya
poduksi untuk reverse logistics lima kali lebih besar dari biaya
forward logistics. Besarnya biaya yang dialokasikan pada
reverse logistics karena tingkat kedatangan pengembalian
barang lebih tinggi dari proses pengolahan dan kecepatan daur
ulang, kemudian akan menumpuknya barang retur didalam
gudang yang menyebabkan pengembalian tidak terdeteksi, dan
waktu pengolahan yang panjang (Zareinejad & Javanmard,
2013).
Perusahaan harus lebih memperhatikan strategi
reverse logistics karena saat ini banyak perusahan telah
menyadari bahwa proses reverse logistic yang baik dapat
meningkatkan penghematan biaya yang signifikan (Tonanont
Ake, 2009). Meningkatnya nilai reverse logistics dalam
beberapa tahun terakhir disebabkan oleh volume
pengembalian produk retur meningkat setiap hari (Tonanont
Ake, 2009). Oleh karena itu kegiatan reverse logistics harus
dilakukan secara efisien dan signifikan (Barquet, 2013).
Faktor utama yang mempengaruhi efisiensi kegiatan reverse
logistics adalah input dan output kontrol yang baik, pemetaan
proses yang terstruktur, waktu siklus pengolahan yang pendek,
sistem informasi yang akurat, perencanaan jaringan logistik,
dan hubungan kolaboratif antara klien dan pemasok (Barquet,
2013).
Literatur Review
Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa
sistem informasi dan teknologi dapat menjadi pembeda
didalam kinerja logistik (Closs dan Savitskie 2003; Richey
Chen et al,2005). Teknologi informasi telah menunjukan
dampak positif dalam kontribusinya pada organisasi logistik
dengan meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan dapat
memenuhi dan melayani permintaan konsumen secara tepat
(Huscroft, 2010).
Menurut Huscroft (2010) yang mengutip dari
Daughtery,Richey, Myers, Russel dan Hoag, Beberapa
penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa kinerja
reverse logistics dipengaruhi oleh aspek-aspek seperti akuisisi,
kapabilitas, compatibility, dan implementasi teknologi
informasi.
Menurut
Huscroft (2010) yang mengutip dari
Daughtery, dukungan sistem informasi dapat dibedakan
menjadi tiga bagian yang berbeda yaitu kapabilitas,
kompatibilitas, dan teknologi. Dari ketiga bagian ini dapat
membuat sistem informasi logistik dapat mencapai efisiensi
dan penghematan biaya ketika mengalokasikan sumber daya
pada teknologi. Apabila ketiga bagian ini tidak dilaksanakan
secara benar maka dapat menyebabkan sistem yang
dioperasikan tidak efisien. Dikarenakan reverse logistics
memiliki ketidakpastian dalam permintaan, kebutuhan, dan
dibutuhkan waktu yang cepat didalam memenuhi kepuasan
pelanggan maka walaupun manajer logistik tidak mengetahui
kapan produk akan dikembalikan, mereka harus memiliki
sistem dan mempersiapkannya untuk memproses dan
menangani produk secara cepat dan efisien (Huscroft, 2010).
Selain itu akses cepat dan pertukaran informasi harus
dijadikan prioritas oleh manajemen yang terlibat karena rantai
pasok terdiri dari beberapa pihak, proses,dan perusahaan
eksternal.
Kapabilitas didefinisikan oleh Huscroft (2010) yang
dikutip dari Daughtery sebagai suatu kumpulan dari
keterampilan dan pengetahuan yang dapat membantu
menyediakan diferensiasi yang kompetitif, termasuk perilaku
yang memungkinkan customer service melakukan pekerjaan
dengan tepat waktu, dan mengurangi order processing cycle
time. Sementara pengertian kompatibilitas sistem informasi
ialah seberapa mudah alat sistem informasi tersebut dapat
digunakan oleh pelaku yang ada di dalam organisasi. Apakah
alat tersebut cocok dan perlu untuk digunakan oleh pelaku
didalam organisasi.sistem teknologi informasi diakui sebagai
keunggulan kompetitif yang diperlukan untuk dapat mencapai
tujuan dari organisasi.
Alasan dari Penelitian
Penelitian mengamati tentang pengaruh Information System
Capability, Information System Compatibility, Information
System Technologies, Information System Implementation, dan
Reverse Logistic Inovation terhadap Reverse Logistic Cost
Effectiveness. Model diambil dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Huscroft. Penelitian dilakukan manajemen dan
staff yang menangani proses Reverse Logistics di PT.AWE
Model Hipotesis dari Penelitian
X21
X22
X31
X23
X32
Information
System
Compatibility
X33
Information
System
Capability
X24
X34
H1
X35
X51
H2
X52
X36
X37
X11
X53
Information
System
Technologies
X54
H3
RL cost
effectiveness
X55
X12
X13
X56
H4
H5
Information
System
Implementation
X14
Reverse
Logistics
Innovation
X61
X62
X63
X64 X65 X66
X41
H1
:
H2
:
H3
:
H4
:
H5
:
X42
X43
Apakah faktor information system capability
berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics
cost effectiveness.
Apakah faktor information system compatibility
berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics
cost effectiveness.
Apakah faktor information system technologies
berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics
cost effectiveness.
Apakah faktor information system implementation
berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics
cost effectiveness.
Apakah faktor reverse logistics innovation
berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics
cost effectiveness.
II. METODOLOGI PENELITIAN
TEORI PENDUKUNG
DAN
Metodologi yang digunakan adalah regresi linear
yang sebelumnya dilakukan uji validitas dan reabilitas
terlebih dahulu dengan menggunakan software SPSS 20.0.
Terdapat 30 responden yaitu manajemen dan staff dari
beberapa departemen yang terlibat dalam penanganan
reverse logistics dalam pengisian kuisoner yang dilakukan
di PT.AWE. Suatu pernyataan dinyatakan valid jika nilai r
hitung lebih besar dari r tabel (r hitung > r tabel)
sedangkan pernyataan dinyatakan tidak valid apabila nilai r
hitung lebih kecil dari nilai r tabel (r hitung < r tabel).
Berdasarkan taraf signifikan 5% jumlah sample (n) =30,
nilai df =28 dan t =1,70 maka akan diperoleh nilai r tabel =
0,361. Seluruh pernyataan pada variabel diuji dinyatakan
semua variabel yang diteliti valid, karena nilai r hitung > r
tabel (0,361).
Selanjutnya dilakukan uji reabilitas. Berikut ini
merupakan tabel uji reabilitas.
Coefficientsa
Model
Unstandardized Standardized
Coefficients
III. HASIL PENELITIAN
B
Tabel Uji Reabilitas
Variabel
Reverse logistics cost
effectiveness
Information system
capability
Information system
compatibility
Std.
t
Sig.
Coefficients
Beta
Error
Cronbach’s Alpha
Keterangan
0,739
Reliabel
0,777
Reliabel
0,849
Reliabel
1
(Constant)
5,997
1,736
3,455
,002
Capability
0,186
0,232
0,173
0,803
0,430
Compatibility
-0,030
0,096
-0,061
-0,310
0,759
Innovation
0,761
0,195
0,811
3,896
0,001
0,036
0,149
0,050
0,244
0,810
0,002
0,060
0,003
0,032
0,975
Implementat
ation
Information system
technologies
0,833
Reliabel
Information system
implementation
0,873
Reliabel
Reverse logistics
innovation
0,839
Reliabel
Dari hasil uji reliabilitas yang dilakukan nilai variabel
Cronbach’s Alpha > 0.600 sehingga seluruh variabel dapat
dinyatakan reliable.
Setelah itu dilakukan metode regresi linear. Regresi
linear berganda dimaksudkan untuk menguji pengaruh dua
atau lebih variabel independen terhadap satu variabel
dependen. Model pada penelitian ini mengasumsikan adanya
hubungan linear antara variabel dependen dengan masingmasing prediktornya. Hubungan dimasukkan kedalam rumus,
sedangkan dalam penelitian ini rumus yang terbentuk adalah :
γ : Reverse logistics cost effectiveness sebagai variable
dependen.
α : Konstanta.
: koefisien regresi variabel independen.
β1 : Information system capability sebagai variable
independen.
β2: Information system companbility sebagai variablel
independen.
β3: Reverse logistics innovation sebagai variable
independen.
β4: Information system Implementation sebagai variable
independen.
β5: Information system technologies sebagai variable
independen.
Technologies
a. Dependent Variable: ReverseLogisticsCostEffectiveness
Untuk dapat menginterpretasikan koefisien parameter variabel
independen dapat menggunakan Unstandardized Coefficients
maupun Standardized Coefficients. Dalam penelitian ini
menggunakan Unstandardized Coefficients. Dari kelima
variabel yang dimasukkan dalam model, ternyata hanya satu
variabel (innovation) yang signifikan pada = 5%. Hal ini
terlihat dari nilai probabilitas signifikan innovation yang
masih dibawah 0.005 (Beta Positive; t > 0 ; p < 0.05)
(Sekaran, 2003 & Saunders; Philip and Thornhill, 2003).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari analisis regresi linier berganda tersebut di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa koefisien regresi yang paling besar
adalah 0,761. Dengan adanya fakta tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling dominan dan
hipotesis yang dapat diterima menurut analisis tersebut ialah
reverse logistics innovation (X3) karena nilai beta positif; nilai
t yaitu 3,896 > 0 ;dan nilai p 0.001 < 0.05.
Saran yang diberikan ialah dengan Meningkatkan
perhatian lebih pada reverse logistics innovation. Mencari
inovasi-inovasi teknologi terbaru yang dapat diterapkan oleh
perusahaan. Dengan penggunaan inovasi di bidang inovasi dan
teknologi maka diharapkan dapat mempengaruh reverse
logistics cost effectiveness secara lebih baik sehingga dapat
menghemat keuangan perusahaan.
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
REFERENCES
Barquet, A. P., Rozenfeld, H., & Forcellini, F. A. (2013).
An integrated approach to remanufacturing: model of a
remanufacturing system. journal of remanufacturing , 3
(1), pg 1-11.
De Brito, M. p., & Dekker, R. (2003). A Framework for
Reverse Logistics. Erasmus University Rotterdam,
Erasmus Research Institute of Management . Rotterdam:
ERIM.
Deiner, D., Peltz, E., Lackey, A., Blake, D. J., &
Vaidyanathan, K. (2004). Value Recovery from the
Reverse Logistics Pipeline. RAND.
Dekker, R., Fleischmann, M., Inderfurth, K., & Van
Wassenhove, L. N. (2004). Reverse Logistics Quantitative
Models for Closed-Loop Supply Chain. Heidelberg:
Springer.
Dyckhoff, H., Lackes, R., & Reese, J. (2004). Supply
Chain Management and Reverse Logistic. Berlin:
Springer.
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
El-Sayed, M., Afia, N., & El-Kharbotly, A. (2008). A
stochastic model for forward–reverse logistics network
design under risk. Computers & Industrial Engineering,
58,
423–431.
Jim Wu, Y.-C., & Cheng, W.-P. (2006). Reverse logistics
in the publishing Reverse logistics in publishing industry:
China, Hong Kong, and Taiwan. International Journal of
Physical Distribution & Logistics Management , 36 (7),pg
507-523.
Zareinejad, M., & Javanmard, H. (2013). Evaluation and
selection of a third-party reverse logistics provider using
ANP and IFG-MCDM methodology. Life Science Journal
, 10 (6s), pg 350-355.
Huscroft, J. (2010). The Reverse Logistics Process in the
Supply Chain and Managing it's Implementation.
Alabama: Auburn University.
Safiq, S., & Navqi, I. (2013). Formalization of Reverse
Logistics Program- Key for Competitive Advantage.
Analisis Faktor Yang Berpengaruh Pada Reverse Logistics Cost Effectiveness Menggunakan Metode
Regresi Linear Berganda dan Kelayakan Investasi Di PT. AWE untuk Mencapai Profit Maksikmum
Edy Sunarso
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik
Binus University, Jl KH Syahdan 9, Jakarta 11480
Indonesia, [email protected]
PT. Essence Indonesia adalah sebuah perusahaan
yang bergerak pada bidang industri pembuatan flavor dan
fragrance. Dalam
memenuhi kebutuhan barang untuk
pelanggan, PT. AWE dalam satu tahun terakhir telah berhasil
memproduksi flavor dan fragrance hingga mencapai
21.599.362 kg. Namun dari total jumlah produksi yang
dihasilkan dalam periode tersebut, terdapat 58 kasus barang
retur yang terjadi dengan jumlah mencapai 32.916,99 kg atau
0,15% dari total pengiriman. Sedangkan target global external
rejection pada proses retur di PT.AWE ialah 0,02% dari total
pengiriman selama satu tahun. Berdasarkan fenomena yang
terjadi tersebut, ada indikasi bahwa mesin yang digunakan
tersebut sudah melewati umur pemakaianya sehingga
menyebabkan hasil pengelolaan tidak memenuhi standar. Oleh
karena itu perlu dilakukan inovasi untuk melakukan pembelian
mesin baru sehingga dapat menguntungkan perusahaan secara
ekonomi dan meningkatkan citra positif perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alternative
yang diusulkan untuk mengganti mesin baru layak diterapkan
atau tidak. Untuk itu diperlukan analisis kelayakan investasi
pergantian mesin baru, dalam asumsi perkiraan jangka waktu
5 tahun kedepan dengan menggunakan NPV, dan juga
mengetahui Return Of Investment (ROI), Payback Period
(PP), Profitability Index (PI) masuk dalam kategori layak atau
tidak.
poduksi untuk reverse logistics lima kali lebih besar dari biaya
forward logistics. Perusahaan harus lebih memperhatikan
strategi reverse logistics karena saat ini banyak perusahan
telah menyadari bahwa proses reverse logistic yang baik dapat
meningkatkan penghematan biaya yang signifikan (Tonanont
Ake, 2009). Meningkatnya nilai reverse logistics dalam
beberapa tahun terakhir disebabkan oleh volume
pengembalian produk retur meningkat setiap hari (Tonanont
Ake, 2009).
Oleh karena itu kegiatan reverse logistics harus
dilakukan secara efisien dan signifikan (Barquet, 2013).
Faktor utama yang mempengaruhi efisiensi kegiatan reverse
logistics adalah input dan output kontrol yang baik, pemetaan
proses yang terstruktur, waktu siklus pengolahan yang pendek,
sistem informasi yang akurat, perencanaan jaringan logistik,
dan hubungan kolaboratif antara klien dan pemasok (Barquet,
2013).
Pada penilitian ini dilakukan analisis inovasi usulan
untuk mengurangi terjadinya proses reverse logistics yaitu
dengan melakukan investasi mesin baru dengan menggunakan
metode cost benefit analysis sehingga diharapkan PT. AWE
dapat memaksimalkan keuntungan perusahaanya
II. METODOLOGI PENELITIAN DAN TEORI
PENDUKUNG
1.
Kata kunci : Reverse Logistics, SMILP, Return Of
Investment (ROI), Net Present Value (NPV), Payback Period
(PP), Profitability Index (PI)
I.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif berupa data perkiraan cashflow alternatif
penggantian mesin baru dalam 5 tahun dengan tingkat bunga
7%. Selain itu diambil data kualitatif berupa keterangan,
informasi, penjelasan, pendapat dan tanggapan dari pemilik.
Sedangkan jenis data menurut sumbernya adalah data primer
yang diperoleh secara langsung dari responden atau tangan
pertama dan data sekunder yang diperoleh melalui studi
pustaka mengenai investasi.
PENDAHULUAN
Setiap
perusahaan
memiliki
tujuan
dalam
meningkatkan kemampuan untuk dapat bersaing secara global.
Persaingan di dalam bidang supply chain pada saat ini lebih
berfokus kepada inovasi dan kreativitas (Zareinejad &
Javanmard, 2013).
Beberapa masalah yang sering ditemui di perusahaan
dalam penanganan reverse logistics adalah kurangnya sistem
yang mengintegrasikan kegiatan logistik secara langsung dan
begitu juga sebaliknya, sulitnya mengukur dampak dan
mengendalikan pengembalian produk atau bahan baku serta
fakta bahwa aliran reverse dianggap sebagai biaya
(pengeluaran) bagi perusahaan dan oleh karena itu diberikan
prioritas sedikit sebagai strategi bisnis (Barquet, 2013).
Jim Wu dan Cheng (2006) mengatakan bahwa
pentingnya penanganan pada proses reverse logistics karena
pada proses ini mengkonsumsi cukup banyak biaya, biaya
2. Metode Analisis Data
Cost Benefit Analysis adalah suatu teknik yang
melibatkan identifikasi biaya dan manfaat untuk setiap
alternatif investasi, diskon biaya dan manfaat pada masa ini
dan memilih alternatif terbaik menurut kriteria spesifik.
(Remenyi, Money, & Sherwood-Smith, 2001). Alat analisis
kelayakan yang digunakan untuk mengukur investasi antara
lain adalah metode Payback Period (PP), Net Present Value
(NPV), Profitability Index (PI ), dan Return of Investment
(ROI).
5
satu periode (Juni 2012 – Mei 2013). Jika dilihat dari
perhitungan dibawah ini estimasi biaya berjalan setiap
tahunnya tetap namun pada expected cost reverse terjadi
penurunan karena berkurangnya masalah reverse logistics
yang terjadi. Estimasi pendapatan tahun 2013 hingga tahun
2017 setelah diimplementasikan akan meningkat dikarenakan
expected cost reverse menurun 30 persen setiap tahunnya.
Dimana pendapatan awal perusahaan sebesar Rp.
17.139.247.000.
Berikut ini adalah estimasi penghematan expected
cost reverse dan pendapatan setelah diimplementasikan mesin
yang baru pada PT. AWE
Net Present Value (NPV) ialah selisih antara Present
Value yang didapat dari investasi dengan nilai saat ini dari
penerimaan kas bersih (baik kas operasional ataupun kas
terminal) di masa yang akan datang (Umar, 2005, p.200).
Rumus :
CFt
= Aliran Kas per tahun pada periode t
Io
= Investasi Awal pada tahun 0
K
= Suku Bunga (discount rate)
Kriteria Penilaian :
1. Jika NPV > 1, maka usulan proyek diterima.
2. Jika NPV ≤ 1, , maka usulan proyek ditolak.
3. Jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walaupun usulan
diterima atau tidak.
Payback Period ialah suatu rasio antara periode yang
dibutuhkan untuk menutup kembali pengeluaran investasi
menggunakan aliran kas (initial cash investment) dengan cash
inflow didalam satuan waktu. Hasil dari nilai rasio yang
didapat akan dibandingkan dengan maximum payback period.
apabila
jangka waktu payback period lebih pendek
dibandingkan maximum payback period maka usulan investasi
dapat diterima (Umar, 2005, p.197).
Tabel Estimasi penghematan dan Peningkatan Pendapatan
Rumus :
Profitability Index merupakan perbandingan antara
Present Value (PV) kas masuk dengan Present Value (PV) kas
keluar. Penggunaan Profitability Index ialah dengan
menghitung perbandingan antara nilai saat ini (present value)
dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa
mendatang dengan nilai saat ini (present value) yang telah
dilakukan (Umar, 2005, p.201).
Tahun
Penghematan
Pendapatan
2013
Rp. 203.292.000
2014
Rp. 345.596.400
2015
Rp. 445.209.480
Rp.
17.584.456.480
2016
Rp. 514.938.636
Rp.
17.654.185.636
2017
Rp. 563.749.045
Rp.
17.342.539.000
Rp.
17.484.843.400
Rp.
17.702.996.045
Sumber : Pengolahan Data
Net Cash Flow
Berikut ini adalah net cash flow atas perkiraan biaya yang
akan datang serta penjualan yang akan diterima setelah
implementasi mesin baru.
Net Cash Flow = Total Peningkatan Pendapatan - Total biaya
berjalan
Net Cash Flow (tahun ke-1) = Rp. 17.342.539.000 - Rp.
16.506.000.000 = Rp. 836.539.000
Net Cash Flow (tahun ke-2) = Rp. 17.484.843.400 - Rp.
16.506.000.000 = Rp. 978.843.400
Net Cash Flow (tahun ke-3) = Rp.17.584.456.480 - Rp.
16.506.000.000 = Rp. 1.078.456.480
Net Cash Flow (tahun ke-4) = Rp.17.654.185.636 - Rp.
16.506.000.000 = Rp. 1.148.185.636
Net Cash Flow (tahun ke-5) = Rp.17.702.996.045 - Rp.
16.506.000.000 = Rp. 1.196.996.045
Rumus :
Kriteria pada PI erat kaitannya dengan kriteria NPV, dimana
jika NPV suatu proyek dikatakan layak (NPV > 0) maka
menurut PI juga layak (PI > 1) karena keduanya menggunakan
variabel yang sama.
Return of Investment merupakan perbandingan antara
Annual benefit dengan Investment Amount (Remenyi, Money,
& Sherwood-Smith, 2001)
Rumus :
1. Jika ROI > 1, maka lakukan investasi.
2. Jika ROI ≤ 1, maka jangan lakukan investasi.
Net Present Value Cash Flow
Untuk menghitung nilai NPV perlu ditentukan
tingkat suku bunga yang relevan. Tingkat suku bunga yang
dipakai adalah sebesar 7 persen dari Bank Indonesia per 5
tahun mendatang.
III. HASIL PENILITIAN
Berdasarkan faktor yang paling mempengaruhi
reverse logistics cost effectiveness adalah reverse logistics
innovation, kemudian langkah selanjutnya adalah melakukan
usulan investasi untuk diimplementasikan pada perusahaan.
Dengan hal ini maka diharapkan adanya penghematan pada
expected cost reverse logistics sebesar 30 persen pada tahun
berikutnya dengan acuan total cost reverse yang terjadi selama
6
Return Of Investment
Analisis ROI membandingkan besarnya dan waktu
keuntungan investasi langsung dengan besarnya dan waktu
biaya investasi. Sebuah ROI yang tinggi berarti bahwa
keuntungan investasi dibandingkan untuk biaya investasi.
Net Present Value
NPV
ROI = 115 %
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat dilihat
bahwa ROI rata-rata yang dihasilkan selama periode 5 tahun
yaitu 115%. Nilai tersebut termasuk dalam kategori penilaian
score 1, dapat diartikan bahwa investasi tersebut layak untuk
diimplementasikan.
= Rp. 4.252.899.965 – Rp. 910.100.000
= Rp. 3.342.799.965
Payback Period
Payback period digunakan untuk mengetahui berapa
lama waktu yang diperlukan suatu perusahaan untuk menutuo
kembali biaya yang dikeluarkan untuk suatu investasi.
Hasil Penghitungan Cost Benefit Analysis
Berikut hasil perhitungan Cost Benefit Analysis
apliakasi Accurate dapat dilihat perhitungan sebagai berikut:
Berdasarkan analisa tersebut, investasi yang
dilakukan bisa tercapai titik impas dalam waktu 1 tahun 49
hari.
Metode
Kriteria
Hasil
Perhitungan
Hasil
NPV
Positif
Diterima
3.342.799.965
Diterima
Negatif
Ditolak
> 5tahun
Ditolak
1 tahun 49 hari
Diterima
< 5tahun
Diterima
>1
Diterima
3,5
Diterima
<1
Ditolak
Positif
Diterima
115 %
Diterima
Negatif
Ditolak
PP
PI
Profitability Index
ROI
Menghitung perbandingan antara nilai sekarang
penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang dengan nilai
sekarang investasi. Tingkan diskon lalu digunakan untuk
menetapkan nilai waktu sekarang untuk penerimaan dan
pengeluaran kas dan dapat dihitung.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan pengolahan data diatas bahwa usulan
investasi untuk melakukan pembelian mesin baru yang
diajukan kepada perusahaan untuk meningkatkan kinerja
reverse logistics cost effectiveness sangat layak dilakukan,
karena nilai net present value (NPV) bernilai postif selain itu
payback period yang akan didapat oleh perusahaan ridak
memerlukan waktu lama yaitu hanya 1 tahun 49 hari,
sedangkan untuk nilai return of investment (ROI) yaitu 115%
yang dimana ROI dikatakan baik apabila presentasenya antara
1-300%, dan yang terakhir probability index bernilai lebih dari
1 yaitu 3,5.
3,5
Berdasarkan hasil analisis diatas maka usulan
investasi penggantian aktiva mesin produksi layak untuk
dilaksanakan karena nilai PI 3,5 lebih besar dari 1 (3,5 >1)
7
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
REFERENCES
Barquet, A. P., Rozenfeld, H., & Forcellini, F. A. (2013).
An integrated approach to remanufacturing: model of a
remanufacturing system. journal of remanufacturing , 3
(1), pg 1-11.
Jim Wu, Y.-C., & Cheng, W.-P. (2006). Reverse logistics
in the publishing Reverse logistics in publishing industry:
China, Hong Kong, and Taiwan. International Journal of
Physical Distribution & Logistics Management , 36 (7),pg
507-523.
Remenyi, D., Money, A., & Sherwood-Smith, M. (2001).
The Effective Measurement and Management of IT Costs
and Benefits. New Delhi: Planta Tree.
Tonanont, A. (2009). Performance Evaluation in Reverse
Logistics with Data Envelopment Analysis. The
University of Texas, texas.
Umar, H. (2005). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Zareinejad, M., & Javanmard, H. (2013). Evaluation and
selection of a third-party reverse logistics provider using
ANP and IFG-MCDM methodology. Life Science Journal
, 10 (6s), pg 350-355.
8
Analisis Faktor Yang Berpengaruh Pada Reverse Logistics Cost Effectiveness Menggunakan
Metode Regresi Linear Berganda di PT.AWE Dalam Usaha Mencapai Profit Maksimal
Menggunakan Stochastic Mixed Integer Linear Programming (SMILP)
Achmad Farabi
1301062122
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik
Binus University
[email protected]
Abstrak— Pada proses supply chain secara
tradisional, fokus perusahaan sebelumnya hanya pada
proses forward logistics yang dimulai dari pengadaan,
manufaktur, distribusi, pemasaran dan penjualan.
Namun, reverse logistics dapat menjadi sangat penting
dalam strategi bisnis perusahaan karena perencanaan
yang baik dan jaringan revese logistics yang tepat
dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Untuk
dapat memaksimalkan keuntungan,dapat menggunakan
Stochastic Mixed Integer Linear Programming
(SMILP). SMILP merupakan model pemrograman
linear bilangan bulat yang dapat mengoptimasi tujuan
tertentu. Pada proses SMILP, fungsi tujuan ditentukan
terlebih dahulu. Kelebihan dari SMILP terletak pada
variabel keputusan yang sebagian dapat berupa
bilangan bulat dan boolean serta sebagian lainnya
berupa pecahan. Batasan-batasan yang tersedia dapat
menentukan nilai dari variabel keputusan tersebut.
Sehingga, nilai optimal dari fungsi tujuan dapat
ditemukan. Penelitian ini mengambil studi kasus pada
PT AWE yang merupakan perusahaan manufaktur
yang menjadi pioner dalam pembuatan flavor dan
fragrance. Pada PT. AWE terdapat 0,15% barang retur
dari total pengiriman. Dengan target global external
rejection sebesar 0,02% maka. pengelolaan reverse
logistics yang terjadi harus dilakukan secara efisien
dan efektif sehingga dapat menguntungkan perusahaan
secara ekonomi.
karena pada proses ini mengkonsumsi cukup banyak
biaya, biaya poduksi untuk reverse logistics lima kali
lebih besar dari biaya forward logistics. Besarnya biaya
yang dialokasikan pada reverse logistics karena tingkat
kedatangan pengembalian barang lebih tinggi dari
proses pengolahan dan kecepatan daur ulang, kemudian
akan menumpuknya barang retur didalam gudang yang
menyebabkan pengembalian tidak terdeteksi, dan
waktu pengolahan yang panjang (Zareinejad &
Javanmard, 2013).
PT. AWE adalah sebuah perusahaan yang bergerak
pada bidang industri pembuatan flavor dan fragrance.
Dalam memenuhi kebutuhan barang untuk pelanggan,
PT. AWE dalam satu tahun terakhir telah berhasil
memproduksi flavor dan fragrance hingga mencapai
21.599.362 kg. Namun dari total jumlah produksi yang
dihasilkan dalam periode tersebut, terdapat 58 kasus
barang retur yang terjadi dengan jumlah mencapai
32.916,99 kg atau 0,15% dari total pengiriman.
Sedangkan target global external rejection pada proses
retur di PT.AWE ialah 0,02% dari total pengiriman
selama satu tahun. Berdasarkan fenomena yang terjadi
tersebut, pengelolaan reverse logistics yang terjadi
harus dilakukan secara efisien dan efektif sehingga
dapat menguntungkan perusahaan secara ekonomi dan
meningkatkan citra positif perusahaan.
Dengan menggunakan model Stochastic
Mixed Integer Linear Programming diharapkan dapat
mengetahui expected cost yang dikeluarkan oleh
perusahaan dan mendapatkan expected profit melalui
batas-batas parameter yang ada pada PT. AWE. ElSayed et al. (2010) menjelaskan bahwa masa forward–
reverse logistics network model dikembangkan untuk
keperluan desain di bawah risiko. Masalahnya
dirumuskan dalam stochastic mixed integer linear
programming (SMILP) pengambilan keputusan
sebagai bentuk program stokastik multi-tahap. Tujuan
dari model ini adalah untuk memaksimalkan total
keuntungan yang diharapkan.
Kata Kunci : Stochastic Mixed Integer Linear
Programming, Reverse Logistics, Supply
Chain, Logistics, Expected Profit.
PENDAHULUAN
Reverse logistics ialah proses pada organisasi
yang mencakup proses distribusi terbalik (dari
customer ke produsen) sehingga menyebabkan arus
barang dan informasi mengalir ke arah yang
berlawanan dari kegiatan forward logistcs yang
mendukung suatu produk dan pengembalian barang
untuk didaur ulang, pembuatan ulang, penggunaan
kembali atau dihancurkan untuk dibuang (De Brito &
Dekker, 2003)
PEMODELAN
Pengembangan network dari model Utami et
al. (2011) terdapat pada alur produk, dimana expected
cost yang yang didapat dari penjualan barang kembali
kepada konsumen kedua sedangkan pada penelitian ini
penjualan hanya pada konsumen pertama. Material
produk yang dikembalikan dari konsumen dipilih
Jim Wu dan Cheng (2006) mengatakan bahwa
pentingnya penanganan pada proses reverse logistics
9
 Expected Income
Expected income
sesuai standar kualitas mutu pada disassembly center,
material produk yang rusak hanya terjadi pada kemasan
maka akan di repairing sementara produk yang
dikarenakan tidak memenuhi standar kualitas akan di
remanufacture dan akan dibuang. Berikut adalah
network yang terdapat dalam penelitian ini :
Supplier
Facilities
Re
-m
an
= Jumlah permintaan customer pada
periode t
= Harga jual per unit

Customer
Re
ufa
ctu
pa
ri n
Disposal
i ri n
Expected Cost
Expected Cost = Forward cost + Reverse Cost
g
Forward cost = Fixed cost + Material cost +
Manufacturing cost + Inventory
cost + Shipping cost
Reverse Cost = Fixed cost + Material cost + Remanufacturing cost + Disassembly
cost + Repairng package cost +
Disposal cost + Inventory cost +
Shipping cost
1. Fixed Cost
g
Disassembly
Forward
Reverse
G
ambar 4. 1 Network Model penelitian
Sets:
S
: Supplier.
F
: Facilities.
A
: Disassembly center.
P
: Disposal center.
T
: Periode.
Parameters
Ff
: Fixed cost dari pabrik.
2.
Material Cost
3.
Manufacturing Cost
4.
Inventory cost
5.
Shipping Cost
6.
Disassembly cost
7.
Repairng package cost
8.
Disposal cost
9.
Inventory Cost (pada reverse)
: Biaya material per unit dari supplier.
: Biaya produksi per unit.
: Biaya inventory per unit dari supplier
digudang bahan baku.
: Biaya inventory per unit dari facilities
digudang barang jadi.
: Biaya transport per unit dari dari supplier
ke facilities.
: Biaya transport per unit dari facilities ke
customer.
: Biaya disassembly dari disassembly centre.
: Biaya repairing kemasan per unit.
: Biaya disposal per unit.
: Biaya inventory per unit di disassembly
center.
: Biaya transport per unit dari custmomer ke
disassembly center.
: Biaya transport per unit dari disassembly
center ke facilities.
Decision Variable
= Jumlah barang dari tempat i ketempat j pada
periode
 Objective Function

=
(Memaksimumkan keuntungan yang diharapkan
Total expected Profit
Expected Profit = Expected Income –
Expected Cost
10. Shipping Cost (pada reverse)
10
Raw Material = 40% eksternal+60% internal
Eksternal = 1.459.288,74 kg / 500kg
= 2.919 pallet x Rp. 75.000
= Rp. 218.925.000
Internal = 2.188.933,11 kg / 500kg
= 4.378 pallet x Rp. 35.000
= Rp. 153.230.000
Total RM = Rp. 372.155.000
Finish Goods = 100% internal
= 3.648.221,85 kg / 500kg
= 7.297 pallet x 35000
= Rp. 255.395.000
Total Inventory = Rp. 372.155.000 + Rp 255.395.000
= Rp. 627.550.000
Balance constrains
Balance
constrains
berguna
untuk
memastikan bahwa total jumlah aliran yang masuk
pada suatu fasilitas sama dengan total jumlah aliran
yang keluar dari fasilitas tersebut, serta untuk
memastikan jumlah produksi yang ada tidak kurang
dari permintaan.
5. Shipping cost = supplier to facilities + facilities to
customer
Supplier to facilities = (3.648.221,85kg / 5.000) x
Rp 2.000.000
= Rp. 1.460.000.000
Facilities to customer = (3.648.221,85kg / 5.000)
x Rp 2.000.000
= Rp. 1.460.000.000
Total Shipping cost = Rp. 2.920.000.000
Penghitungan dan Analisa SMILP
Tabel 4. 15 Nilai Biaya dari Model Parameter
Parameter
Biaya
Permintaan flavor beef
per period
Jumlah retur pada flavor
beef
Barang remanufacture
Barang repairing package
Fixed cost forward
Fixed cost reverse
3.648.221,85 kg
Biaya Material
Biaya produksi
Biaya Jual
Biaya pembuatan kembali
Biaya Pembuangan
Biaya disassembly
Biaya ganti kemasan
Biaya Pengiriman
Biaya penyimpanan
Internal( perusahaan)
Eksternal( gudang lain)
10.015 kg
8.515kg
1.500kg
Rp. 51.600.000.000
Rp. 350.000.000
Reverse Cost
1. Fixed cost
Rp 24.000 /kg
Rp 5.000 / kg
Rp 49.000 / kg
Rp. 7.000 / kg
Rp 2.000.000 / palet (1
pallet = 500 kg)
Rp 1.000 / kg
Rp 2.000.000/ 5ton
Rp 35.000 / 500kg
(perbulan)
Rp 75.000 / 500kg
(perbulan)
Sumber : PT. AWE
2.
Material cost
3.
Manufacturing cost
4.
Disassembly cost
=
=
=
=
=
5.
Repairing Package
= Rp. 10.015.000
= 1.500 kg x Rp. 1.000
6.
Disposal Cost
= Rp. 1.500.000
= 8.515 kg / 500kg
7.
Forward cost
1. Fixed cost
2.
Material cost
3.
Manufacturing cost
4.
= Rp. 51.600.000.000
= 3.648.221,85 kg x
Rp. 24.000
= Rp. 87.557.324.400
= 3.648.221,85 kg x
Rp. 5.000
= Rp. 18.241.109.250
Inventory cost = Raw Material / RM (supplier
to facilities) + Finished Goods (facilities to
customer)
= Rp. 350.000.000
8.515 kg x Rp. 24.000
Rp. 204.360.000
8.515 kg x Rp. 7.000
Rp 59.605.000
10.015 kg x 1.000
= 18 Pallet x Rp. 2000.000
= Rp. 34 .060.000
Inventory cost = Raw Material / RM (supplier
to facilities) + Finish Goods
(facilities
to
customer)
+
Disassembly
* semua masuk pada inventory internal
(supplier to facilities) = 8.515 kg / 500
=18 pallet x 35.000
= Rp. 630.000
(facilities to customer) = 10.015 kg / 500
= 21 pallet x 35.000
= Rp. 735.000
11
Disassembly
Dalam gambar ini, berdasarkan data yang
telah didapatkan melalui penghitungan dengan
menggunakan metode SMILP maka dapat diketahui
besaran keuntungan yang diperoleh dalam satu periode
(Januari 2012 – Mei 2013) yakni sekitar Rp.
17.139.247.000. Nilai tersebut merupakan profit yang
didapat dari produk jenis flavor beef. Untuk dapat lebih
besar memaksimalkan keuntungan, expected cost yang
dikeluarkan harus seminimal mungkin terutama pada
reverse cost.
REFERENCES
= 10.015 kg / 500
= 21 pallet x 35.000
= Rp. 735.000
Total Inventory = Rp. 630.000 + Rp. 735.000 +
Rp. 735.000
= Rp. 2.100.000
8.
Shipping cost = supplier to facilities + facilities
to customer + Disassembly
De Brito, M. p., & Dekker, R. (2003). A Framework for
Reverse Logistics. Erasmus University Rotterdam,
Erasmus Research Institute of Management .
Rotterdam: ERIM.
Supplier to facilities = (8.515 kg / 5.000) x
Rp 2000.000
= Rp. 4000.000
Facilities to customer = (10.015 kg / 5.000) x
Rp 2000.000
= Rp. 6.000.000
Disassembly
= (10.015 kg / 5.000) x
Rp 2.000.000
= Rp. 6.000.000
Total Shipping cost = Rp. 16.000.000
El-Sayed, M., Afia, N., & El-Kharbotly, A. (2008). A
stochastic model for forward–reverse logistics
network design under risk. Computers & Industrial
Engineering, 58,
423–431.
Jim Wu, Y.-C., & Cheng, W.-P. (2006). Reverse logistics in
the publishing Reverse logistics in publishing
industry: China, Hong Kong, and Taiwan.
International Journal of Physical Distribution &
Logistics Management , 36 (7),pg 507-523.
Utami, D. D., Ciptomulyono, U., & Pujawan, N. I. (2011).
Pengembangan Model Forward Reverse Logistics
dengan Mempertimbangkan Batch Size dan Turn
Ratio Uncertainly. Prosiding Seminar Nasional
Manajemen Teknologi XIII (pp. A-12-2). Surabaya:
ITS.
Expected income =
= 3.648.221,85 kg x Rp. 49.000
= Rp. 178.762.870.560
Expected Cost = Forward cost + Reverse Cost
= Rp. 160.945.983.650 + Rp 677.640.000
= Rp. 161.623.623.650
Zareinejad, M., & Javanmard, H. (2013). Evaluation and
selection of a third-party reverse logistics provider
using ANP and IFG-MCDM methodology. Life
Science Journal , 10 (6s), pg 350-355.
Expected Profit = Expected Income – Expected Cost
= Rp. 182.411.092.500 - Rp. 161.623.623.650
= Rp. 17.139.247.000
Satuan Milyar dalam Rp
KESIMPULAN
Expected Profit :
Rp. 17.139.247.000
Expected Profit :
Rp. 17.139.247.000
Diagram 4. 4 Expected Profit untuk produk flavor beef
di PT. AWE
12
13
Download