Audit Manajemen penyakit menular berbasis wilayah

advertisement
MANAJEMEN PENYAKIT MENULAR
BERBASIS WILAYAH




Manajemen penyakit menular berbasis wilayah pada dasarnya
merupakan upaya tata laksana pengendalian penyakit menular
dengan cara mengintegrasikan upaya pencarian kasus secara proaktif
tata laksana penderita secara tuntas, yang dilakukan secara bersama
dengan pengendalian berbagai faktor risiko penyakit tersebut serta
keduanya dilakukan secara simultan, paripurna, terencana dan
terintegrasi pada wilayah tertentu.
Dilakukan terencana berdasar evidens (fakta terpecaya), sistematik
dalam pelaksanaannya serta senantiasa diaudit secara periodik.
Kunci keberhasilan pengendalian penyakit menular terletak pada
penemuan kasus sebagai sumber penularan secara proaktif
pengobatan secara tuntas dan secara simultan dilakukan upaya
pengendalian faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit.
Manajemen pengendalian faktor risiko penyakit menular, misalnya
penyehatan lingkungan memerlukan penggalangan kemitraan dengan
mitra relevan yang memiliki perhatian sama yakni pemberantasan
penyakit menular tertentu dengan penyehatan lingkunganyang
relevan dengan penyakit menular disuatu wilayah berakar pada
budaya, ekosistem, dan kondisi sosial kependudukan
Berdasarkan proses kejadiannya maka penyakit
menular dapat dikategorikan sebagai berikut


Penyakit menular endemik, untuk menggambarkan penyakit
atau faktor risiko penyakit berkenaan, yang terdapat atau
terjadi di Indonesia selama kurun waktu yang panjang.
Penyakit ini mengganggu Indeks Pembangunan Manusia
Indonesia, seperti Diare, TBC, Malaria dll
Penyakit yang berpotensi menjadi KLB, baik secara periodik
yang dapat diprediksi dan diantisipasi serta pencegahannya.
Misalnya demam berdarah dengue, kolera diare, serta
penyakit infeksi baru.
Departemen Kesehatan Indonesia pada 2000 pernah
menetapkan 10 upaya pemberantasan penyakit menular
sebagai prioritas perhatian, yakni :
1. Filariasis
2. Malaria
3. Penyakit HIV dan AIDS 8
4.Tuberkulosis
5. Kusta
6. Diare dan Penyakit Infeksi pencernaan
7. Penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi
8. Penyakit yang berpotensi wabah (DBD)
9. Eradikasi Polio
10. Sanitasi dasar sebagai basis pengendalian penyakit
Strategi Pengendalian Penyakit

Intensifikasi pencarian dan pengobatan kasus. Melakukan
pencarian dan pengobatan secara intensif terhadap penderita,
selain mengobati dan menyembuhkan penderita yang juga
merupakan upaya pokok untuk menghilangkan sumber
penularan dengan cara memutuskan mata rantai penularan.
Misalnya pemberdayaan tenaga semi profesional, menciptakan
tenaga lapangan
Strategi Pengendalian Penyakit



memberikan perlindungan spesifik dan imunisasi. Manajemen
pengendalian penyakit menular dapat dilakukan dengan
memberikan kekebalan secara artifisal yaitu imunisasi.
Pemberantasan penyakit berbasis lingkungan. Upaya
pencegahan sekaligus pemberantasan penyakit menular dapat
dilakukan dengan menciptakan lingkungan sehat dan perilaku
hidup sehat.
Penggalangan Upaya Kemitraan. Masalah kesehatan khususnya
faktor risiko penyakit menular dan penyehatan lingkungan
berkaitan erat dengan unit, sektor, individu hal diluar
kewenangan administratif bidang kesehatan
Epidemiologi Penyakit Menular di
Indonesia
 Secara singkat manajemen pemberantasan dan pengendalian
penyakit menular memiliki dua perspektif :
a. Epidemiologi global yakni perjalanan penyakit antar benua
penyakit menular bersifat global. Informasi awal berupa
kejadian penyakit secara global, dapat memberikan indikasi
untuk membuat contingency plan. Misalnya wilayah tropik
secara umum memiliki karakteristik ekosistem sama, maka
memiliki masalah yang sama seperti malaria
b. Epidemiologi lokal
Epidemiologi lokal berkaitan dengan dinamika transmisi
lokal, misalnya malaria, schistosomiasis, filariasis

Penyakit menular banyak yang bersifat spesifik lokal.
Contohnya schitosomiasis menyerang pada Sulawesi Tengah
namun tidak masuk pada pulau Jawa. Schitosomiasis
merupakan penyakit khas Sulawesi Tengah yang berkaitan
dengan habitat ekosistem binatang perantara
Permasalahan Spesifik lokal, pada dasarnya
ditentukan oleh



Berbagai variabel seperti iklim , topografi, serta kondisi
lingkungan spesifik lain
Variabel Sosial seperti budaya termasuk perilaku
didalamnya.
Ekosistem dan habitat binatang penular penyakit (yang
biasa berhubungan dengan variabel topografi, iklim dan
kondisi lingkungan setempat).
Lintas Batas




penyakit menular bersifat lintas batas, terutama penyakit menular
melalui transmisi serangga atau binatang yang memiliki reservoir
Binatang pada umumnya memiliki habitat tertentu dan tekait dengan
batasan ekosistem. Kemudian penyakit menular juga berpindah ke
wilayah lain melalui mobilitas penduduk sebagai sumber penularan
maupun komoditas sebagai wahana transmisi.
Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administratif. Penyakit
menular di wilayah ‘tertutup’ lebih dipengaruhi dengan batasan
ekosistem, ketimbang batasan administratif sedangkan di wilayah
‘terbuka’ dengan teknologi transportasi jarak jauh, penyakit menular di
pengaruhi mobilitas penduduk, komoditas, serangga, hewan, udara dan
air sebagai sumber penyakit.
Hal ini memerlukan kerjasama global dan mekanisme jaringan
antarnegara bersifat lintas batas.
Keterpaduan




untuk memvisualisasikan proses tranmisi penyakit serta
simpul manajemen, membutuhkan model manajemen penyakit
menular berbasis wilayah kabupaten/kota.
Didukung fakta hasil survaillance terpadu, untuk kepentingan
perencanaan dan kegiatan berdasar keperluan (fakta).
Analisis masing-masing faktor risiko dilakukan sekaligus
terpadu melalui perencanaan, kemudian dipadukan dikaitkan
dengan promosi kesehatan seperti penggunaan alat pelindung
ketika bekerja dan berbagai upaya lain secara bersama dengan
lintas sektor.
Keterpaduan termasuk penggunaan sumber daya, jadwal dll.
Bahkan keterpaduan surveilans yakni surveilans kasus
sekaligus bersama-sama dengan faktor risiko terkait.
Langkah-langkah Manajemen Penyakit Menular
Berbasis Wilayah





Tentukan wilayah administratif, apakah wilayah Puskesmas atau
wilayah Kabupaten/ Kota atau provinsi
Tentukan setiap wilayah kabupaten/kota, tentukan prioritas
penyakit menular atau faktor risiko berkenaan yang hendak
dikendalikan .
Modelling .
Baik faktor risiko maupun penyakit menular hendaknya
digambarkan dalam sebuah model kejadian penyakit atau
paradigma dengan mengacu kepada teori simpul dan dapat
dimodifikasi
Model gambaran kejadian (Patogenesis) penyakit menular
dideskripsikan ke dalam model manajemen untuk masing-masing
simpul dengan rangkaian kegiatan untuk masing-masing simpul




Model teori simpul advance dapat pula dikembangkan ke
dalam model manajemen malaria di wilayah pertambakan
Model gambaran kejadian penyakit menular beserta
prioritas penanggulangan pada tiap simpul kemudian
diterjemahkan ke dalam proses perencanaan dan
pembiayaan terpadu.
Pelaksanaan dan monitoring pengendalian penyakit menular.
Audit manajemen penyakit menular berbasis wilayah.
Penyakit infeksi endemik di Indonesia




Indonesia sebagai wilayah tropik merupakan kawasan yang
berpotensi endemik bagi berbagai penyakit menular.
Sebagai wilayah yang amat dinamik secara sosial ekonomi,
merupakan kawasan yang berpotensi tinggi untuk hadirnya
penyakit baru.
Masing masing penyakit memiliki peta endemisitas tersendiri.
Tiap tahun diselenggarakan pertemuan nasional semacam
konvensi melakukan monitoring kemajuan program serta
perkuatan dari networking yang melibatkan semua
(pemerintah, masyarakat, pelayanan kesehatan, organisasi
nonpemerintah) menjadi satu
Manajemen Kejadian Luar Biasa (KLB) Berbasis Wilayah
KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/ kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat
menjurus pada terjadinya wabah. Penanggung jawab
operasional pelaksanaan penanggulangan KLB
adalah Bupati/Walikota. Sedangkan penanggung
jawab teknis adalah Kepala Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten. Bila terjadi lebih dari satu wilayah
Kota/Kabupaten
maka
penganggulannya
dikoordinasikan oleh Gubernur.




Wabah penyakit menular adalah kejadian terjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat dengan jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka.
Wabah penyakit menular ditetapkan dan mencabut ketetapan wewenang
Menteri Kesehatan. Penetapan daerah wabah merupakan pertimbangan
epidemiologi dan keadaan masyarakat (mencakup keamanan, sosial ekonomi
dan budaya) yang disampaikan Kepala Daerah.
Apabila dicermati KLB merupakan kejadian yang bermula dari sebuah
proses yang dikenal sebagai proses awal kejadian. Pencermatan ini
dikenal sebagai pencermatan pra-KLB misalnya adanya indikasi peningkatan
jumlah dan kepadatan vektor penular penyakit, terjadinya kerusakan hutan
secara terus menerus pemantauan kondisi kualitas lingkungan tertentu yang
menurun dan sebagainya. KLB bisa berupa KLB lingkungan bisa juga KLB
Penyakit.
Keduanya sulit dibedakan mana lebih dulu timbul karena prosesnya hampir
bersamaan dalam tempo singkat. KLB lingkungan misalnya terjadi kejadian
ledakan sebuah sumur minyak. Maka dituntut untuk segera memikirkan
secara prospektif apa dampak penyakit yang ditimbulkan serta bagaimana
dampak kesehatan masyarakat.




Manajemen pra KLB termasuk sistem kewaspadaan dini amat
penting.
Tidak hanya mencegah terjadinya KLB, penanganan saat
kejadian KLB dan pasca-KLB informasi pra-KLB menjadi
penting.
Setiap KLB bukan hanya berupa bencana alam, bencana alam
lingkungan karena ulah manusia, konflik sosial maupun timbul
penyakit baru seperti SARS, Avian Influenza.
Selalu memiliki dua makna manajemen, yakni manajemen
pelayanan medik untuk menolong korban, serta manajemen
kesehatan masyarakat untuk mengendalikan jatuhnya korban
berikutnya.
Manajemen KLB secara terintegrasi berbasis wilayah adalah
juga dua bagian penting yang tak terpisahkan dan harus
dilakukan secara simultan dalam waktu relatif singkat:
a. Manajemen kasus.
b. Manajemen Faktor risiko
Manajemen public health atau manajemen kesehatan
masyarakat pada hakikatnya adalah faktor risiko kejadian
KLB. Manajemen kasus maupun faktor risiko kejadian
penyakit harus dilakukan secara bersamaan, untuk
mencegah timbulnya eskalasi yang lebih luas. Manajemen
kasus menjadi amat penting khususnya saat penangganan
KLB penyakit menular, untuk mencegah jangan sampai
terjadi penularan penyakit lebih lanjut.
Manajemen Berita dalam KLB
khususnya manajemen KLB diperlukan kemampuan manajemen
komunikasi massa untuk menanggkal isu-isu tersebut berdasarkan
evidences serta transparan. Contoh penanganan berita media masa flu
burung menjadi lebih baik. Termasuk pengelolaan berita KLB bahkan
beberapa stasiun TV diundang mengunjungi peternakan untuk meliput
proses pengambilan darah dalam rangka surveilans, setelah flu burung
belum ada penularan pada manusia maka masyarakat menjadi tenang.
Kunci manajemen berita dalam KLB adalah kejujuran, cepat dan senantiasa
di update secara terus menerus dan kemasan penyampaiannya tidak
menimbulkan kepanikan atau misteri
Karantina
Isolasi dan karantina semula pada tahun90 an dianggap tidak diperlukan
lagi zaman modern. Namun kasus SARS merebak apalagi dalam kondisi
cara-cara penularan dan pengobatan belum diketahui maka dalam konteks
manajemen penyakit infeksi baru untuk mencegah meluasnya wabah, maka
karantina menjadi kata penting.
Peran Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP).



Peran Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menjadi semakin
penting di Indonesia peran utama KKP yaitu menangkal penyakit
dan faktor risiko penyakit yang datang dari luar atau antarpulau.
Setiap KKP juga mengubah konsep kekarantinaan, membangun
ruang isolasi di sekitar bandara, serta membangun jaringan antar
pulau.
Pendidikan kesehatan masyarakat yang memiliki knowledge
untuk melandasi keahlian petugas KKP di setiap pendidikan
kesehatan, perlu diselenggarakan di Indonesia. Petugas harus
memahami berbagai peraturan kesehatan internasional,
memahami kesehatan lingkungan pelabuhan, global risk factors,
memahami masalah teknis medis, memahami travel health, serta
visi global atau regional epidemiology.
Early Warning Outbreaks
Recognition System (EWORS)


Sistem WQORS merupakan keharusan dalam manajemen pra
KLB. Fungsinya memantau kasus yang datang di UGD rumah
sakit berdasarkan gejala(simptoms based).
Kemudian Dinas Kesehatan melakukan respons cepat.
Seorang ahli atau petugas kesehatan masyarakat khususnya
epidemiologis, bukan sekadar seorang yang memiliki keilmuan
yang bersifat teknis dan mekanistik saja, tetapi perlu adanya
sikap kegigihan dan naluri serta sensitivity terhadap sebuah
awal bencana
Dampak KLB Terhadap Masalah
Non Kesehatan.
Berdasar pengalaman SARS menyebabkan kerugian sosial
ekonomi yang tak ternilai, travel ban, ketegangan negara
(Malaysia dan china) penurunan ekspor dan industri
pariwisata.


a.
b.
Epidemiologi Global Penyakit Infeksi Baru (Dinamika Transmisi
Makro)
penyakit yang relatif baru adalah west Nile Virus, virus hantaan, virus
ebola, virus Nipah, Avian Influenza dan juga penyakit lama yang muncul
kembali seperti chikungunya dan leptospirosis.
Manajamen KLB memiliki dua perspektif yakni
pemahaman terhadap patogenesis penyakit secara mikro yaitu proses
kejadian penyakit mulai dari sumber penyakit, wahana penyakit atau
pemindahan penyakit , bagaimana wahana atau media penular penyakit
tersebut berinteraksi dengan penduduk atau orang per orang, serta
gejala penyakit; dari pemahaman patogenesis mikro ini, seorang ahli
kesehatan masyarakat melakukan upaya pencegahan agar tidak menyebar
ke penduduk lain.
Pemahaman patogenesis secara makro, mempelajari bagaimana sumber
penyakit atau faktor risiko penyakit bergerak dari satu wilayah ke wilayah
lain. Misalnya virus hantaan ditularkan melalui tikus, kini sudah ada di
Indonesia, manajemen kesehatan masyarakat secara global perlu
memahami patogenesis atau proses penyebaran sumber penyakit.
Bagaimana potensi penularan itu terjadi, kemudian melakukan antisipasi.

Proses penularan sebagai dasar manajemen
penyakit.
misalnya Avian Influenza yakni influenza yang umumnya di
derita unggas, penyebabnya adalah virus tipe A, yang masih
kerabat dekat dengan penyebab penyakit influenza pada
manusia. Penularan burung pada manusia diketahui melalui
inhasi (saluran pernafasan)
Pelajaran yang diperoleh dan tindak lanjut.
 prinsip pengendalian KLB yaitu melakukan manajemen
penyakit berbasis wilayah dengan mengendalikan faktor
risiko penyakit melalui partisipasi masyarakat, cara ini
merupakan upaya esensial, agar lebih terarah harus
mengenal dinamika penularan, dinamika penyebaran dan
penularan antar unggas liar.
 Perlunya pemahaman secara massives kepada masyarakat
agar secara bersama melakukan pemutusan atau
meminimalkan kontak dengan faktor risiko.
MPBW dalam situasi bencana.
 Bencana merupakan kejadian yang sulit diduga, namun dapat
dilakukan pencegahan. Setidaknya mengurangi contigency plan
pelayanan kesehatan.
 Bencana dapat dilihat sebagai kejadian penyakit dalam waktu tibatiba dan seketika bila ditelaah antara faktor risiko tiba-tiba
berkembang dalam eskalasi yang sangat tinggi dan cepat
menimbulkan penyakit yang mendadak, sehingga menimbulkan
kematian dalam tempo yang singkat.
 Dalam bencana biasanya disusul dengan pengungsian. Untuk itu
dalam perspektif kesehatan masyarakat penanganan bencana menjadi
dua yaitu, pertama bencana alam; kedua kegiatan manusia.
.
Prabencana
 Identifikasi faktor risiko dapat mengurangi dampak korban dan
kematian. Faktor umumnya ‘spatially bounded’ Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota hendaknya mempelajari berbagai
dokumen yang menggambarkan atau hal-hal yang berkenaan
atau memiliki potensi bencana serta faktor risiko yang mungkin
berperan dalam kejadian bencana. Bencana bisa terjadi karena
ulah manusia dan alam, bencana yang karena ulah manusia
misalnya ledakan pabrik yang dapat menimbulkan kebakaran,
bahan radioaktif, atau gas beracun. Setiap Dinas Kesehatan
hendaknya membuat peta kerawanan atau potensi bencana
serta dampaknya.

Ketika Bencana Berlangsung.
Dalam fase bencana yang diperlukan adalah manajemen
korban atau manajemen kasus korban langsung bencana
tersebut. Dalam perspektif kesehatan masyarakat, tidak
banyak yang dapat dilakukan rujuk kepada triage
pertolongan ketika bencana berlangsung
Pasca Bencana.
 masalah kesehatan termasuk ledakan penyakit menular dan sanitasi
khususnya tempat-tempat pengungsian merupakan masalah utama
pascabencana.berbagai masalah timbul dan hal ini memerlukan
penanganan yang profesional dalam bidang kesehatan masyarakat,
mulai dari masalah gizi dan pangan, vaksin, air bersih dan sebagainya.
Pengetahuan manajemen pengungsi atau dalam konteks manajemen
kesehatan bencana baik darurat medik maupun darurat kesehatan
masyarakat kini berkembang.
 Disaster epidemiology, selain memetakan titik titik kerawanan untuk
menentukan contingency plan juga harus memiliki kemampuan
prediktif, surveilans epidemiologi di daerah bencana, outbreak dan
penanganannya.
 Disaster nutrition juga harus dikembangkan struktur pengungsi dan
kebutuhan gzi perlu diketahui. Disaster enviromental health berupa
keperluan sanitasi darurat kebutuhan air bersih, tempat tinggal sehat
dengan kata lain Kepala Dinas Kesehatan harus memiliki pengetahuan
disaster public health.

Kejadian Luar Biasa Penyakit Endemik
endemik adalah suatu keadaan dimana suatu penyakit atau bibit
penyakit tertentu secara terus-menerus ditemukan dalam
suatu wilayah tertentu, atau dapat juga berarti penyakit yang
umumnya terjadi pada suatu wilayah yang bersangkutan. Pada
tahun 1999 pasuruan dan boyolali terjangkit Pes dan dapat
disebut sebagai KLB penyakit endemik. Kegiatan Surveilans
penyakit pes masih berlangsung secara terus menerus dengan
memantau perkembangan faktor risiko, agar dapat diketahui
tanda tanda KLB. Kunci pencegahan KLB ialah surveilans.
Demam berdarah juga merupakan contoh penyakit endemik
yang terdapat di perkotaan di Indonesia dan negara-negara
tetangga . Selama ini tidak ada obat dan vaksinnya. Oleh sebab
itu pengendalian nyamuk merupakan cara mencegah KLB.




Manajemen Penyakit Infeksi baru
pada tahun 2003 Indonesia juga terkena gelombang wabah SARS. SARS adalah
salah satu penyakit infeksi baru. Dalam perspektif kesehatan masyarakat, adanya
penyakit baru ataupun penyakit lama yang muncul kembali merupakan konsekuensi
logis dari sebuah proses evolusi alam.
Secara umum, disamping kemampuan mikroba patogen untuk mengubah
kemampuan dirinya, manusia dengan berbagai perubahan teknologi dan
perilakunya juga memberikan peluang mikroba untuk secara alamiah merekayasa
genetiknya.
Hal ini ditambah dengan perubahan iklim global yang juga memberikan kontribusi
timbulnya berbagai penyakit baru maupun penyakit lama muncul kembali. New
Emerging Infectious Disease (NEID) dan Re-emerging Infectious Disease (REID)
seringkali memberikan karakteristik kejadian akut, merupakan KLB, menyebar
dalam tempo singkat dan menimbulkandampak luas terhadap kehidupan
masyarakat.
Dampak yang ditimbulkan meliputi ekonomi, sosial, hukum, politik, pariwisata dll.
Penyakit infeksi baru atau penyakit infeksi lama yang muncul kembali selalu
memiliki dua aspek yang tidak dapat dipisahkan, yakni bagaimana melakukan
manajemen kasus dan bagaimana melakukan manajemen kesehatan masyarakat
sekaligus.
Definisi, Pengertian dan Contoh NEID dan REID.
New Emerging Infectious Disease (NEID) dan Re-emerging Infectious Disease
(REID) sebagai semua penyakit infeksi yang menunjukkan gejala peningkatan masamasa terakhir
dan sekaligus menunjukkan gejala kemungkinan ancaman
peningkatan dalam waktu mendatang, dengan demikian New Emerging Infectious
Disease (NEID) merupakan ancaman di masa mendatang yang harus diantisipasi
kehadirannya. NEID sebenarnya telah lama merupakan zoonotic disease atau
penyakit bersumber binatang namun karena perubahan ekosistem .
contoh NEID :
West Nile Virus (1999)
Virus HIV
(1983)
SARS
(2003)
Virus Hantaan (1977)
Avian Influenza(2004,1950)
Legionella pneumopilla
(1977)
Virus Nipah (1983)
Virus Ebola
(1977) dll
Faktor yang berperan dalam kejadian NEID & REID
Berbagai faktor yang berperan timbulnya NEID maupun REID seperti
aspek ekosistem, kepadatan penduduk perubahan perilaku,
kemampuan mikroba patogen mengubah sifat-sifat dirinya dari waktu
ke waktu.
a) Iklim; perubahan iklim dunia berperan timbulnya NEID maupun
REID melalui berbagai cara, peningkatan suhu makin meningkatkan
perkembangbiakan nyamuk dan tingginya radiasi ultraviolet
mengurangi daya tahan tubuh.
b) Kepadatan penduduk; kepadatan penduduk telah memicu timbulnya
penyakit-penyakit infeksi baru. Kepadatan penduduk merupakan
tempat persemaian subur bagi virus.
c) Pencemaran Lingkungan; dapat menyebabkan kerentanan terhadap
kemampuan tubuh dalam menyangkal penyakit.
d) Perubahan perilaku manusia; mobilitas penduduk dan alat
transportasi, kebiasaan makan-makanan, kebiasaan memelihara
binatang. Banyaknya reservoir yang dulu dihutan kini berada
disekitar kita.
Global Epidemiology
untuk melakukan manajemen penyakit infeksi baru juga harus mengenal
epidemiologi global, yakni pergerakan penyakit infeksi baru dari satu benua ke
benua lain, baik secara alamiah maupun mengikuti barang atau komoditas
perdagangan ternak. Misalnya migrasi wild geese yang diperkirakan menyebarkan
avian influensa; kelelawar pada nipah. Dalam perjalanannya dapat berinteraksi
dengan unggas peternakan dan terjadi perpindahan virus.
Cara Penularan
setelah memahami perpindahan persebaran maka penting bagaimana cara
penularan penyakit baru tersebut, apakah melalui lendir (secret) bersin unggas
yang mengkontaminasi bulu unggas kemudian kontak dengan tangan pekerja (pada
flu burung) atau melalui udara? Mode transmission harus dipelajari. Pemahaman
cara penularan bersama, pengetahuan berbagai faktor risikonya amat bermanfaat
untuk melakukan promosi kesehatan dan partisipasi masyarakat untuk
pencegahan.
Kebijakan Manajemen NEID & REID
walaupun sudah ada desentralisasi ke tingkat kabupaten dan kota namun dalam hal
KLB semua tingkatan pemerintah memiliki tanggung jawab dan perlu kerjasama
dan jejaring satu dengan yang lain
Kebijakan manajemen REID & NEID dapat dikategorikan ke dalam dua kegiatan
utama :
a. Manajemen kasus
b. Manajemen Faktor Risiko berkenaan.
Keduanya saling menglengkapi dan tak terpisah kan.
a) Manajemen Kasus (case management)
dalam hal ini cara-cara mendasar yang menjadi bagian utama dari manajemen
kasus, hendaknya diterapkan. Seperti teknik dan kemampuan diagnosis,
pemeriksaan laboratorium, pengobatan dan perawatan, rehabilitasi dan pencegahan
agar tidak menular kepada orang lain. dalam manajemen kasus peran teknologi
sangat mendukung misalnya informasi melalui website internasional, komunikasi
melalui e-mail. Manajemen kasus yang berhasil, merupakan pencegahan yang efektif
agar penyakit tidak menular, dan tidak menjadi sumber penularan. Manajemen
kasus merupakan upaya penting dari manajemen penyakit baru maupun penyakit
lama yang muncul kembali. Contoh manajemen kasus ialah meningkatnya
kemampuan rumah sakit baik kapasitas, ruang isolasi, obat-obatan.
b) Manajemen faktor risiko pada kasus’emerging diseases’
manajemen faktor risiko yang lazim dikenal manajemen kesehatan masyarakat
merupakan tanggung jawab Dinas Kesehatan namun dalam penangganan
(manajemen) NEID tidak dapat dilaksanakan secara mandiri, kemitraan dan
networking salah satu kunci utama.
Langkah-langkah manajemen Faktor dalam menghadapi penyakit infeksi baru dapat diuraikan
secara sistematik :
- Kembangkan EWORS yakni sistem kewaspadaan yang menghubungkan UGD rumah sakit
dalam wilayah berdekatan dengan Dinas Kesehatan setempat dan berlangsung terus menerus.
Analisis tiap kasus secara seksama tiap hari, kembangkan pertemuan dan koordinasi dengan
Dinas Kesehatan.
- Dinas Kesehatan hendaknya menyelidiki kasus-kasus clusters tersebut dan kembangkan
upaya Identifikasi Faktor Risiko kasus yang tidak biasa terjadi.
- pengendalian faktor risiko pada wilayah timbulnya kejadian dan tanggani kasus dengan baik.
c) Jejaring Dunia
Global Networking dilakukan antar negara, kerja sama bilateral juga bisa dilakukan.
d) Jejaring Nasional
networking bisa dilakukan pula antar laboratorium, pemerintah pusat dengan Dinas-Dinas
Kesehatan. Program peningkatan kapasitas surveilans untuk masing-masing simpul ,
kemampuan penyelidikan epidemiologi contact trecing dan isolasi sangat diperlukan. Network
juga dilakukan dengan semua pelaku kesehatan seperti LSM dan tentu saja masyarakat.
e) Kerjasama lintas sektor
kerja sama lintas instansi sektor misalnya koordinasi dengan dinas pertanian, dinas kehutanan
dan dinas pariwisata.
f) Penyelidikan Epidemiologi dan contact tracing;
isolasi dan contact tracing sangat penting ketika terjadi wabah SARS. Kejadian
penyakit yang belum diketahui secara pasti serta diagnosis dan pengobatan yang
belum diketahui, maka identifikasi kasus sangat penting. Apabila NEID maupun
REID telah diketahui obat dan cara penularannya lebih mudah di banding dengan
penyakit yang belum, sistem isolasi dianggap yang paling efektif digabung dengan
contact tracing yakni melacak orang dengan riwayat kontak untuk diisolasi juga agar
tidak menular lebih lanjut.
g) Manajemen Berita dan manajemen Persepsi
Kejadian NEID umumnya memperoleh perhatian yang luas dari masyarakat maupun
liputan media massa. Menggunakan teknik media massa untuk membentuk opini
masyarakat agar”waspada tapi jangan panik”. Sebaiknya angka kesembuhan harus
ditonjolkan, yang disertai tran grafik yang ikut membantu menjelaskan namun tidak
terlepas dari honesty dan transparansi.
Surveilans Faktor Resiko.
pengamatan yang dilakukan secara periodik dan terus menerus diikuti dengan analisis
dan pengambilan keputusan sangat penting untuk sistem kewaspadaan dini (pra-KLB).
Selain EWORS pengamatan terhadap faktor risiko, seperti populasi nyamuk, angka
bebas jentik dll. Penyakit yang sudah diketahui faktor risikonya relatif mudah untuk
merencakanannya.
Manjemen Penyakit Infeksi Tempat Kerja
sebagai kawasan tropik, siapa pun yang bekerja di
Indonesia memiliki resiko terkena penyakit infeksi, karena
parasit, virus, maupun bakterisebagai kawasan dinamik
konsekuensi dari arus globalisasi bersama meningkatnya
mobilitas manusia serta barang komoditas perdagangan,
Indonesia termasuk kelompok kawasan risiko tinggi
terhadap ‘kiriman’ berbagai macam penyakit yang masuk
dari kawasan lain. Secara teoritis semua penyakit infeksi
mungkin ada di Indonesia, merupakan potensi bahaya bagi
setiap tenaga kerja. Dan penduduk Indonesia memiliki
potensi yang tinggi terhadap penyakit yang masuk bersama
tenaga kerja yang dari luar.
Tempat Kerja dalam perspektif kawasan
tempat kerja merupakan kawasan wilayah bagian dari kewenangan dan tanggung
jawab manajemen perusahaan. Penyebaran penyakit infeksi, khusus penyakit yang
memiliki potensi risiko terhadap tenaga kerja yang harus dikelola oleh manajemen
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori :
a.Tempat kerja tertutup
pertambangan, perkebunan karet, kelapa sawit, perkebunan salak, kawasan wisata,
kelautan. Kawasan ini berkaitan erat dengan berbagai macam habitat hewan
reservoir penyakit maupun vektor penular penyakit. Seperti malaria, filariasis,
leptospirosis dan lain –lain.
b. Kawasan kerja tertutup
kawasan tertutup seperti perhotelan, rumah sakit, perkantoran kawasan ini
berkaitan dengan penularan penyakit TBC, pneumonia, influenza dan kusta. Model
penularan pada ruangan tertutup untuk masing-masing penyakit perlu
digambarkan, upaya pencegahan dapat dikembangkan sedangkan tempat kerja semi
terbuka dan tertutup seperti peternakan berpotensi penularan flu burung sangat
besar.
c. Perjalanan (Travel) berkaitan dengan pekerjaan.
penularan seperti TBC, legionellosis, HIV/AIDS bisa terjadi pada saat
perjalanan seperti di pesawat terbang, kereta api, perhotelan dan
mess transit. Menginap di hotel yang endemik malaria dan keracunan
makanan merupakan masalah yang harus diperhatikan.
d. Tempat Kerja yang memiliki Potensi Penyakit Infeksi Kerja
jenis pekerjaan yang memiliki lingkungan kerja yang berpotensi risiko
penyakit infeksi harus diidentifisir seperti laboratorium mikrobiologi,
dan virologi. Pekerja perunggasan, peternakan sangat rawan terkena
penularan flu burung, tempat penjagalan hewan. Oleh karena itu
universal precautions diajarkan kepada para perawat maupun dokter
di tiap rumah sakit agar tidak tertular dari pekerjaannya.
Manajemen Penyakit Infeksi Tempat Kerja.
manajemene Penyakit infeksi tempat kerja terdiri dari dua
kegiatan utama
Manajemen Kasus
 Salah satu simpul pengendalian penyakit infeksi adalah pada
simpul 1 simpul sumber penularan. Yakni penderita penyakit
infeksi itu sendiri, apabila dapat melakukan pengendalian
pada sumbernya dapat mencegah penularan atau transmisi
lebih lanjut.
 oleh sebab itu, kemampuan case manajemen yang terdiri
dari case detection diagnosis, case holding/treatmen hingga
sembuh sangat penting untuk dipelajari.
Kementerian Kesehatan memiliki standar
manajemen kasus seperti TBC dan malaria.
Sehingga perusahaan bisa berkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan mengenai penangganan dan
obat-obatannya. Dalam hal penyakit infeksi yang
belum memiliki obatnya maka salah satu
tindakan yang paling efektif adalah upaya isolasi,
agar tidak melakukan kontak dengan orang lain .
Manajemen Faktor risiko penyakit infeksi di tempat kerja
Manajemen faktor risiko penyakit infeksi berbasis komunitas (tenaga kerja) relatif banyak.
Megingat bahwa Indonesia negara tropik dan dinamik yang memiliki potensi penularan
penyakit infeksi, maka seyogyianya dokter perusahaan memiliki program pengendalian
penyakit infeksi tempat kerja. Beberapa kegiatan secara singkat sebagai berikut :
1. pelajari karakteristik tenaga kerja, jenis pekerjaan serta jenis travel dan potensi risiko
terhadap penyakit infeksi.
2. periodical examination dan examination after travel. Dalam pemeriksaan periodik analisis
secaara teliti terhadap faktor risiko penyakit infeksi yang kemungkinan dihadapi.
3. pemetaan daerah endemik pada wilayah kerja.
4. Global epidemiology. Untuk perusahaan yang memiliki areal pekerjaan yang sangat luas,
apalagi regional atau global sebaiknya mekanisme khusus untuk memantau di wilayah
mana ada KLB, atau wabah. Akses terhadap website epiglobal demiologi sangat
diperlukam. Bekerjasama dengan dinas-dinas yang terkait pula
5. Imunisasi. Bagi tenaga kerja sangat dianjurkan, seperti imunisasi hepatitis A,B Influensa
6. Promosi dan Konseling. Khusus pemahaman terhadap berbagai penyakit infeksi seperti
HIV/AIDS, malaria,TBC dan lain-lain.
7. ketersediaan logistik obat-obatan yang relevan juga harus direncakanan.
8. kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten atau Provinsi sangat diperlukan
Audit Manajemen penyakit menular berbasis wilayah
audit Manajemen Penyakit Menular berbasis wilayah, adalah satu proses
sistematis untuk mengukur kinerja suatu kegiatan dibandingkan dengan
standar dan tujuan yang telah ditetapkan untuk menentukan adanya
penyimpangan atau mencari penyebabnya sehingga dapat segera diperbaiki.
audit penyakit menular dapat dikategorikan menjadi dua kelompok,yakni :
a. Audit kasus, yakni suatu kegiatan tata laksana penderita suatu penyakit
menular yang , meliputi pencarian kasus secara proaktif, penegakkan
diagnosis, pengobatan, rujukan, perawatan untuk kesembuhan mencegah
penularan menghindari kematian atau cacat.
b. Audit faktor risiko penyakit menular audit aspek kesehatan
masyarakat adalah tata laksana suatu kegiatan yang meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabititatif, pada kelompok masyarakat dan lingkungan
dengan mengikuti standar yang telah ditetapkan baik input, output
 Audit penyakit menular berbasis wilayah merupakan bagian dari
manajemen, yakni manajemen penyakit berbasis wilayah yang
merupakan upaya peningkatan derajat kesehatan menuju visi
masyarakat bebas penyakit.
 Audit penyakit berbasis wilayah bukanlah audit yang merupakan
bagian dari manajemen program yang bersifat administratif saja.
Audit penyakit menular berbasis wilayah bisa dilaksanakan kapan
saja maupun bisa dilakukan secara periodik.
 Tujuan dari audit manajemen penyakit menular berbasis wilayah
yaitu untuk meningkatkan mutu manajemen tata laksana faktor
risiko penyakit yang berkaitan. Pelaksanaan audit, sebaiknya
dipersiapkan dengan seksama, misalnya instrumen penilaian untuk
audit, pertanyaan –pertanyaan, melibatkan dengan siapa saja ,
jumlah tenaga dan pembiayaan. Dengan adanya audit, maka
manajemen penyakit berbasis wilayah dapat dilakukan dengan baik
Download