MUSIK DALAM PERSPEKTIF DAN PERJALANAN KEBUDAYAAN F. Dhanang Guritno Pendahuluan Perjalanan panjang kehidupan manusia hingga saat ini telah melalui berbagai macam zaman, melewati berbagai macam peradaban, dan peristiwaperistiwa penting lainnya. Melalui peninggalan-peninggalan yang berupa artefak, manuskrip, prasasti dan lain-lain manusia dapat menelusuri peristiwa kehidupan sebelumnya. Dari berbagai perjalanan kehidupan manusia itulah diketahui bahwa manusia mempunyai kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, peradaban, dan kebudayaan yang tercatat dalam sejarah. Kebudayaan dari berbagai bangsa di dunia, hingga kini masih berlangsung dan masih terus berkembang. Inti dari kebudayaan adalah hasil cipta rasa dan karsa manusia yang lahir dalam suatu kelompok untuk memenuhi kebutuhannya. Bentuk kebudayaan ada berbagai macam, diantaranya adat istiadat, Religi atau Agama, Komunikasi, Ilmu pengetahuan, Kesenian, dan lainlain. Kesenian sebagai salah satu bentuk budaya manusia mempunyai beberapa cabang bidang seni seperti seni rupa, seni tari, seni suara atau musik, dan lainlain. Musik salah satu cabang seni yang media atau wujudnya berupa suara merupakan bagian dari kesenian dengan demikian juga bagian dari kebudayaan. Benarkah musik dikatakan sebagai bagian dari kebudayaan, hal ini perlu ditelusuri dan pelajari dari berbagai jalan. Salah satunya adalah dengan menelusuri awal mula timbulnya musik sebagai kebutuhan dari kehidupan manusia yang merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri. 1 Musik dalam perspektif Kebudayaan Secara umum orang menggunakan kata perspektif adalah untuk mengungkapkan bagaimana suatu hal di pandang, atau sudut pandang. Dalam Kamus Inggris – Indonesia, Perspective adalah pemandangan (Echols & Shadily, 1992: 426). Dalam Wikipedia ensyclopedi terdapat beberapa arti perspective yakni ― … One may further recognize a number of subtly distinctive meanings, close to those of point of view, Weltanschauung, paradigm” (http://en.wikipedia.org, 13 September, 2005). Dalam pembahasan kali ini maksud musik dalam perspektif budaya adalah bagaimana musik itu dilihat dari sudut pandang atau point of view perjalanan kebudayaan dari waktu ke waktu Ernst Cassier dalam bukuknya Manusia dan Kebudayaan menyatakan bahwa manusia dalam proses peradabannya jauh sebelum membentuk negara seperti saat ini sudah mulai melakukan percobaan-percobaan untuk menata keinginankeinginannya. Ungkapan Cassier tersebut adalah sebagai berikut: Dalam sejarah manusia, negara—dalam bentuk yang seperti sekarang— adalah hasil lebih kemudian dari proses peradaban. Jauh sebelum menciptakan negara sebagai suatu bentuk organisasi sosial, manusia sudah melakukan berbagai percobaan lain untuk menata keinginan-keinginan, perasaan-perasaan, dan pemikiran-pemikirannya. Penataan dan sistematisasi seperti itu terjadi dalam bentuk bahasa, mitos, agama, dan kesenian (Cassirer, 1987: 98). Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa kebudayaan itu sebenarnya sudah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan semenjak peradaban manusia itu sendiri belum berkembang seperti saat ini. Bentuk-bentuk keinginan, perasaan, pemikiran manusia tersebut akhirnya diwujudkan dalam bentuk-bentuk bahasa, mitos, agama, dan kesenian yang sekarang kita kenal dengan kebudayaan manusia. Pengertian tentang budaya menurut Alo Liliweri dalam bukunya Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya adalah seperti dalam kutipan berikut: … kebudayaan merupakan satu unit interpretasi, ingatan, dan makna yang ada di dalam manusia dan bukan sekadar dalam kata-kata. Ia meliputi kepercayaan, nilai-nilai, dan norma, semua ini merupakan langkah awal di mana kita merasa berbeda dalam sebuah wacana. Kebudayaan mempengaruhi perilaku manusia karena setiap orang akan menampilkan kebudayaannya tatkala dia bertindak, seperti tindakan 2 membuat ramalan atau harapan tentang orang lain atau perilaku mereka. Terakhir, kebudayaan melibatkan karakteristik suatu kelompok manusia dan bukan sekadar pada individu (Liliweri, 2003: 10). Pengertian budaya menurut kutipan di atas sangat jelas maknanya di mana diuraikan bahwa budaya mempunyai keterikatan dengan manusia pemakai budaya itu sendiri. Perilaku manusia, sikap, dan nilai yang dimilikinya sangat terpengaruh oleh kebudayaan. Dengan kata lain manusia bertindak dan mewujudkan karya-karyanya selalu dalam lingkup kebudayaan. Salah satu wujud karya manusia adalah kesenian. Kesenian sebagai bagian dari kebudayaan hingga saat ini masih terus berkembang sesuai dengan kondisi psikologis, historis dan sosial manusia. Hal ini senada dengan ungkapan Cassier berikut ini: Setiap karya manusia lahir dalam kondisi histori dan kondisi sosial tertentu. Tetapi kita takkan pernah mengerti kondisi-kondisi spesial itu tanpa menangkap prinsip-prinsip struktur umum yang ada di balik karyakarya itu. Dalam telaah kita tentang bahasa, kesenian, dan mitos, masalah makna lebih penting daripada masalah perkembangan sejarahnya. Di sini pun kita dapat memastikan adanya perubahan yang lambat namun berlangsung terus dalam konsep-konsep dan cita-cita metodologis ilmu empiris (Cassirer, 1987: 105). Kesenian mempunyai satu cabang atau bidang seni yang wujud karyanya berupa suara. Seni itu disebut seni suara atau musik. Sejak zaman pra sejarah manusia telah mengolah dan membuat karya-karya seni yang mediumnya suara, mulai dari suara-suara yang tidak bernada hingga akhirnya menggunakan nadanada yang teratur dan disusun secara ritmis, melodis, dan harmonis. Perjalanan musik sebagai bagian dari kebudayaan manusia inilah yang akan dibahas sebagai ungkapan dari makna judul di atas. Musik dalam perjalanan Kebudayaan Selaras dengan perkembangan budaya, seni juga berkembang dan menjadi suatu kebutuhan hidup manusia yang tidak bisa dihindarkan lagi. Di dalam seni terdapat berbagai macam jenis dan fungsi. Secara historis pada awalnya karyakarya seni terkait dengan kepentingan keagamaan dan kepercayaan, tetapi 3 seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan bidang-bidang yang lain karya seni juga dibuat oleh seniman tidak hanya untuk kepentingan keagamaan saja, tetapi juga bagi kepentingan-kepentingan duniawi. Tentang hal itu Djelantik mengatakan: ... Maka timbul kesenian yang tidak ada hubungannya dengan keagamaan. Kesenian ini disebut kesenian profan (tidak sakral) atau sekuler (tidak berhubungan dengan kegiatan agama atau religius) (Djelantik, 2004: 104). Demikian juga pada bidang musik dalam perkembangannya terdapat dua jenis musik yang terkait dengan fungsinya yakni musik sakral dan musik profan. Musik sakral terkait dengan ritual kepercayaan dan agama, sedangkan yang profan atau sekuler ditujukan untuk kepentingan non keagamaan dan hiburan. Tentang musik, ada beberapa tokoh yang mencoba membuat devinisi maupun teori-teori, salah satunya adalah A.A.M. Djelantik. Beliau menyatakan: Dalam seni musik not-not sendirian belum berarti. Setelah not-not yang beraneka suara disusun dengan menggunakan irama dan nada kemudian dinyanyikan dengan kekuatan tertentu dan berganti-ganti maka tersusunlah lagu yang berarti bagi pendengar (Djelantik, 2004: 19). Unsur-unsur dari musik biasanya terdiri dari ritme, melodi, dan harmoni. Ketiga unsur tersebut disusun oleh komposer (pencipta) menjadi suatu kesatuan dalam satu bentuk komposisi. Apabila komposisi ini dimainkan dengan kekuatan tertentu dan berganti-ganti sesuai kemauan penciptanya, terdengarlah suara yang sangat teratur yang dinamakan musik. Seorang komposer dalam proses penciptaan musik pada awalnya terlebih dahulu menggali ide musikalnya, kemudian mengolah, menyusun, dan jika perlu menuliskan musik itu menjadi sebuah partitur atau tulisan musik. Dalam kenyataanya ada karya musik yang dinotasikan atau tertulis, dan ada pula yang tidak dinotasikan atau bertradisi secara lisan. Musik baik itu untuk tujuan sakral maupun profan selain terdiri dari unsur-unsur ritme, melodi, dan harmoni mempunyai satu unsur lagi yang mempunyai peranan sangat penting yakni lyric atau syair lagu apabila karya musik tersebut berupa musik vokal atau nyanyian. Syair lagu dikatakan penting 4 karena melalui syair lagu komposer mengungkapkan kata-kata dan kalimatkalimat sesuai dengan keinginannya. Pada musik sakral terdapat banyak lagu yang lirik atau syairnya mengambil dari kalimat atau ayat-ayat kitab suci. Dalam musik profan atau sekuler syair lagunya ditulis oleh pencipta sesuai dengan tujuan dan keinginannya. Untuk mengungkapkan tema percintaan misalnya dibuatlah syair tentang cinta dan kasih, untuk mengungkapkan kesedihan karena musibah dibuatlah syair tentang musibah. Dengan demikian banyak hal yang dapat disampaikan melalui lyrik lagu ini sesuai dengan keinginan pencipta lagu atau komposer. Pengaruh keadaan pada kondisi waktu tertentu, misalnya peperangan dapat menjadi inspirasi seorang komposer menuliskan syair lagu. Demikian juga sebuah syair lagu dapat dijadikan petunjuk suatu kajian apabila sedikit sekali sumber acuan yang ada, karena musik juga merupakan bagian dari budaya yang bergerak melewati waktu atau masa tertentu. Alan P. Merriam dalam bukunya The Anthropology of music menyatakan: This kind of reconstruction from historic account tells us certain kinds of thinks about the history of the people involved. The information gleaned is obviously primarily directed toward the history of music and music instruments, as things in themselves; that is, music is part of culture, culture moves through time, and thus through music we can approach certain kinds of history. Further, as pointed out above, we expect the processes of change to proceed in a more or less orderly fashion; when the available record shows discontinuities, in this case in the course of music, we should expect to find reasons for them. In sum, where documents are available, they must be used, employing the careful methods worked out by historians and ethnohistorians. Where there are no documents, however, other methods may proveuseful; among these is the use of songs texts. ...(Merriam, 1987: 279-280) Penelusuran tentang kejadian-kejadian atau asal-usul bentuk-bentuk kebudayaan tertentu dapat diamati melalui syair lagu. Asal mula kesenian wayang kulit misalnya pernah ditelusuri lewat song text atau lyrik lagu. Tentang hal tersebut Sudarso Sp., MA. dalam Hand Out mata kuliah Sejarah Seni mengutip dari Kakawin Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa tahun Caka 941 (1019 M) pada pupuh Cikharini Nyanyian V bait (pada Jw) 9: Hanonton ringgit manangis asekel muda hidepan 5 Huwus wruh towin yan walulang inukir molahangucap (Soedarso Sp., 2004: 8). Selain itu dikutip juga dari Kitab Bhoma Kawya, jaman Kameshwara, Kadiri ( 1115 – 1130 M) Nyanyian II bait 20: Humantuk ahawan tawang sira haneng jaladha angob samar-samar Hanan kadi wayang katon kineliran putih-putih adamar trang ing rawi (Soedarso Sp., 2004: 8). Dengan analisa syair atau teks lagu dari nyanyian atau tembang di atas dapat di pastikan bahwa pada saat itu atau selambat-lambatnya abad ke-12 sudah ada wayang yang terbuat dari kulit dipahat, ada kelir, blencong dan gamelan. Itulah salah satu peran musik yang berjalan melalui waktu dan menjadi saksi keberadaan suatu kebudayaan, di mana sebenarnya musik itu sendiri juga bagian dari kebudayaan. Kesimpulan Dengan mengamati berbagai macam bentuk musik dan melihat berbagai fungsi dan tujuannya, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa musik adalah suatu seni yang menjadi bagian dari karya manusia, sedangkan manusia berkarya selalu dalam lingkup kebudayaan. Dengan demikian musik adalah bagian dari kebudayaan. Selain beberapa hal di atas, didukung pula oleh naskahnaskah teks lagu, relief-relief candi, dan prasasti-prasasti yang menggambarkan bahwa musik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak dahulu berdasarkan ilustrasi yang terdapat pada benda-benda peninggalan tersebut. Beberapa hal yang mendukung kesimpulan tersebut adalah: 1. Musik sejak dahulu dilakukan oleh dan untuk beberapa orang atau kelompok sesuai dengan tujuan-tujuan tertentu, misalnya keagamaan, hiburan dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan prinsip kebudayaan, di mana kebudayaan itu pasti dilakukan oleh kelompok atau banyak orang. 2. Musik dilakukan dalam rentang waktu yang sudah cukup lama. Dari zaman pra sejarah hingga saat ini musik masih dikerjakan dan dikembangkan oleh manusia sebagai pelaku kebudayaan. 6 3. Keinginan, perasaan, pemikiran manusia akan diwujudkan dalam bentukbentuk bahasa, mitos, agama, dan kesenian. Sebagai salah satu bentuk seni musik telah mewujudkan keinginan, perasaan, pemikiran manusia, yang kita kenal dalam perjalanan panjang kebudayaan yang belum selesai hingga sekarang. 7 DAFTAR PUSTAKA Cassirer, Ernst, (1987), Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia, PT. Gramedia, Jakarta. Djelantik, A.A.M, (2004), Estetika Sebuah Pengantar, ARTI, Bandung. Echols, John M. dan Hassan Shadily (1992), Kamus Inggris-Indonesia, PT Gamedia, Jakarta. Fisher, John. A. (2003), ‖High Art versus low Art‖ in Gaut Berys and Dominic McIver Lopez (eds.), The Routledge Companion to Aesthetics, Roudledge, London. Hauser, Arnold, The Sociology of art, The University of Chicago Press, 1985 Liliweri, Alo, (2003), Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, LKIS, Yogyakarta. Merriam, Alan P., (1987), The Anthropology of Music, North Western University Press, North Western, USA. Prier, Karl-Edmund, (2004), Sejarah Musik jilid 1, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta. ----------, (1993), Sejarah Musik jilid 2, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta Soedarso Sp., (2004), ‗Hand Out Mata Kuliah Sejarah Seni‘, ISI, Yogyakarta. Biodata penulis Drs. F. Dhanang Guritno M.Sn, saat ini merupakan Widyaiswara di PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta. Meraih gelar Sarjana Pendidikan di IKIP Yogyakarta Program Studi Pendidikan Seni Musik Tahun 1990, dan meraih gelar Magister Seni (MSn) Pengkajian Seni Musik di Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada tahun 2006. 8