I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik secara fisiologis terbiasa dengan air, keadaan ini membuat sistem pemeliharaan itik Cihateup tergolong rumit dan menjadi kurang diminati. Beberapa penelitian dilakukan untuk membuat sistem pemeliharaan itik Cihateup menjadi lebih sederhana, yaitu dengan sistem pemeliharaan minim air. Itik Cihateup merupakan unggas air yang memiliki Thermo Neutral Zone (TNZ) yang relatif rendah jika dibandingkan dengan unggas lainya seperti ayam yaitu di bawah 25o C, jika suhu lingkungan melebihi ambang batas maksimal, maka hal tersebut akan berpengaruh ke itik yang menyebabkan terganggunya sistem metabolisme. Ketika suhu lingkungan diluar TNZ maka hipotalamus akan mengekskresikan CRF (Chorticotropic Realising Factor), CRF ini akan memerintahkan pituitary anterior untuk mensekresikan hormon ACTH yang akan menyebabkan terekskresinya hormon cortisol. Cortisol merupakan hormon anti anabolisme. Cortisol membantu terjadinya proses glukoneogenesis. Gangguan sistem metabolisme ini dapat menyebabkan penyerapan zat-zat makanan disistem pencernaan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tubuh terhambat. Pemeliharaan itik dengan teknik minim air membuat pemeliharaan lebih efisien terhadap penggunaan air namun disisi lain menimbulkan masalah baru yaitu dalam mengatur suhu tubuhnya dengan cara mengurangi konsumsi pakan. Kondisi 2 ini juga akan berdampak terhadap menurunnya immunitas dan perkembangan selsel ileum. Pencernaan adalah proses penguraian makanan menjadi zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringanjaringan tubuh (Anggorodi, 1985). Agar dapat dimanfaatkan secara optimal zat-zat makanan harus diserap secara optimal. Usus halus merupakan tempat penyerapan zat-zat makanan. Secara anatomis, usus halus dibagi menjadi tiga bagian, yaitu duodenum, jejenum dan ileum. Bagian ileum terdiri dari vili-vili yang tersusun dari sel goblet dan sel absorptif. Pada kondisi diluar TNZ tidak dapat terjadi anabolisme sehingga morfometrik ileum akan berkurang. Perkembangan vili ileum sangat penting karena vili ileum merupakan gerbang masuknya zat-zat makanan dalam tubuh. Vili adalah tonjolan permanen lamina propria mukosa mirip-jari yang terjulur kedalam lumen usus (Eroschenko, 2002). Morfo adalah bentuk luar dan sususan. Metrik adalah semua yang berkaiatan dengan ukuran-ukuran (Kementrian Pendidikan dan Kebudayan Nasional). Morfometrik ileum adalah kajian tentang bentuk luar dan susunan ileum yang berkaitan dengan ukuran-ukuran. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pengaruh perlakuan terhadap morfometrik makro (panjang dan diameter) ileum dan mikro (jumlah, panjang dan lebar) vili ileum. Pemberian senyawa aktif berupa Fructooligosaccharide (FOS) sebagai feed additif diharapkan mampu mengurangi stres dan mencegah rusaknya sel-sel yang 3 ada di dalam tubuh itik yang disebabkan oleh radikal bebas. FOS juga diharapkan mampu menambah berat usus halus yang merupakan gerbang masuknya zat-zat makanan yang merupakan komponen pertumbuhan dan perkembangan. FOS dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga anabolisme dapat berlangsung dan sel illium dapat terbentuk dan memperbaiki morfometrik ileum. FOS juga diharapkan mampu menambah berat usus halus yang merupakan gerbang masuknya zat-zat makanan yang merupakan komponen pertumbuhan dan perkembangan. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut a. Adakah pengaruh pemberian Fructooligosaccharide (FOS) terhadap morfometrik makro dan mikro ileum itik Cihateup fase grower. b. Tingkat pemberian berapa Fructooligosaccharide (FOS) dapat memberikan pengaruh optimal terhadap morfometrik makro dan mikro ileum itik Cihateup fase grower. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui dan mempelajari pengaruh pemberian FOS terhadap morfometrik makro dan mikro ileum itik cihateup fase grower. 4 b. Mengetahui pada tingkat pemberian berapa FOS yang dapat memberikan pengaruh optimal terhadap morfometrik makro dan mikro ileum itik cihateup fase grower. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi ilmiah dalam pemanfaatan FOS sebagai feed additif terhadap morfometrik makro dan mikro ileum. 1.5. Kerangka Pemikiran Saluran pencernaan (gastointestinal tract) mempunyai dua fungsi utama, yaitu mencerna dan menyerap nutrien, selain itu juga sebagai pertahanan terhadap infeksi mikrobial dan viral (Gauthier, 2002). Usus halus unggas relatif sederhana dan pendek namun memiliki efisiensi yang tinggi. Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum, jejenum, ileum. Selaput lendir dilumen usus halus memiliki jonjot dan menonjol seperti jari, yaitu vili yang berfungsi sebagai tempat penyerapan nutrien dan sekresi enzim pencernaan (Dibner dan Richard, 2004). Anderson (1996) menyatakan bahwa proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan dalam lumen usus memerlukan cairan yang disebut dengan mucus. Mucus merupakan cairan kental atau encer terdiri atas makromolekul glikoprotein bersulfat yang dihasilkan oleh sel-sel goblet yang berada di sebelah atas atau lateral dari lamina basalis lumen usus. Sel goblet ini merupakan sel-sel yang menyusun vili-vili usus dan mensekresikan mucus. Jonqueira dkk. (1997) menyatakan bahwa 5 sel goblet tersebar di antara sel-sel absortif dan banyak tersebar di ileum dibandingkan duodenum. FOS adalah unit β-fruktosa yang terkait sebagian fruktosa. Karena monomer pautan β-fruktosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim endogenus, FOS bebas dari pencernaan enzimatik di usus halus dan membentuk substrat untuk mikroflora gasrtointestinal (Tokunaga dkk., 1989). FOS juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan dari Bifidobacterium dan Lactobacillus, tetapi menghambat Escherichia coli di usus besar (Hidaka dkk., 1986). Dalam percobaan yang dilakukan oleh Xu dkk. (2002) pada ternak babi yang sedang tumbuh diketahui bahwa pemberian 4 dan 6 gram FOS/kg ransum secara signifikan meningkatkan aktifitas enzim dan ukuran morphologi jejunal mucosa yang mensekresikan mucus yang dibutuhkan untuk pencernaan zat makanan. Morfometrik vili pada jejunal mukosa juga secara signifikan lebih tinggi dengan pemberian FOS jika dibandingkan dengan ransum kontrol. Masa pertumbuhan adalah masa dengan tingkat stess yang cukup tinggi (Xu dkk., 2005). Suplementasi FOS pada pakan anak babi menunjukkan hasil mukosa vili yang signifikan lebih panjang dan persentasi yang lebih tinggi dari sel goblet jika dibandingkan dengan pakan kontrolnya. FOS juga dapat mensubsitusi antibiotik Auremycin (Xu dkk., 2005). Penelitian terbaru yang dilakuan Ao dan Choct (2013) pemberian FOS menunjukkan peningkatan bobot badan dan efisiensi pakan ayam broiler. Penambahan FOS sebagai additif pakan meningkatkan performa 6 pertumbuhan, aktifitas enzim pencernaan, mikroflora dan morfologi usus halus (Xu dkk., 2003). Hasil penelitian Kaume dkk. (2011) menunjukkan bahwa pemberian FOS, meningkatkan kadar insulin. Diketahui bahwa insulin merupakan kelompok hormon anabolisme, ini berarti bahwa pemberian FOS secara terus menerus mampu mempertahankan kadar insulin dalam level yang tinggi sehingga pertumbuhan jaringan lebih tinggi, termasuk vili-vili illium. Hasil penelitian terdahulu Xu dkk. (2003), Ao dan Choct (2013) serta Shang dkk. (2015) menunjukkan berat dan panjang vili lebih tinggi dengan pemberian FOS. Hasil penelitian Donalson dkk. (2008a) dan Donalson dkk. (2008b) menunjukkan peningkatan sintesis protein di dalam jaringan illium dengan pemberian FOS. Hasil menunjukkan indikator pertumbuhan jaringan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil-hasil peneltian terdahulu menunjukkan bahwa pemberian FOS pemberian 0,5 mL perhari maupun dengan pemberian hingga 0,5 % dari bobot ternak mampu menunjukkan performa, efisiensi ransum dan pertumbuhan ternak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian FOS. Dapat ditetapkan hipotesis bahwa penambahan FOS sebagai bahan aditif ransum itik Cihateup memberikan pengaruh terhadap morfometrik vili usus halus dan menunjukkan ukuran lebih tinggi dengan level pemberian FOS yang lebih tinggi. 1.6. Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian akan dilaksanakan selama 3 bulan (Oktober-Desember 2015). Proses pemberian FOS pada itik Cihateup dilakukan di Laboratorium Produksi 7 Ternak Unggas Fakultas Peternakan dan analisis dilakukan di Laboratorium Mikroteknik Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadaran.