Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 JLBG JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI Journal of Environment and Geological Hazards ISSN: 2086-7794 Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015 e-mail: [email protected] Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa Synthetic Ground Acceleration of Yogyakarta Based on Seismic Hazard Deaggregation Bambang Sunardi Puslitbang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat, Indonesia 10720 Naskah diterima 24 Maret 2015, selesai direvisi 28 September 2015, dan disetujui 15 Oktober2015 2015 e-mail : [email protected] ABSTRAK Yogyakarta merupakan kota dengan tingkat kerawanan gempa yang tinggi. Tingkat kerawanan gempa serta populasi penduduk yang tinggi menjadikan Yogyakarta sebagai kota dengan tingkat risiko yang tinggi terhadap gempa. Salah satu usaha untuk mengurangi risiko gempa adalah membuat peraturan tentang perencanaan bangunan tahan gempa. Salah satu komponen dalam peraturan kegempaan tersebut adalah tersedianya data percepatan tanah serta respons spektra. Oleh karena itu, penelitian tentang percepatan tanah yang sesuai untuk Kota Yogyakarta sangat penting untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan percepatan tanah sintetis dan respons spektra di permukaan yang sesuai untuk Kota Yogyakarta. Tahapan penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan data gempa, identifikasi, pemodelan dan karakterisasi sumber gempa, pengelolaan unsur ketidakpastian, analisis bahaya gempa probabilistik dan deagregasi, proses spectral matching, penentuan percepatan tanah sintetis dan respons spektra di permukaan untuk Kota Yogyakarta. Hasil penelitian merekomendasikan percepatan tanah sintetis dan respons spektra di permukaan Kota Yogyakarta mengacu pada data gempa Kern County, 1952 dan Imperial Valley, 1979 setelah diskalakan dan dilakukan proses spectral matching dipakai sebagai dasar desain percepatan tanah dan respons spektra akibat sumber gempa subduksi dan shallow crustal di kota ini. Kata kunci: deagregasi bahaya gempa, percepatan tanah sintetis, respons spektra, spectral matching ABSTRACT Yogyakarta is a city with a high level of seismic hazard. The level of seismic hazard and high population makes Yogyakarta as a region with a high level of earthquake risk. One attempt to reduce the earthquake risk is to make regulation about planning of earthquake resistant building. One component in the earthquake regulation is the availability of ground acceleration and response spectra data. Therefore, research about suitable ground acceleration for Yogyakarta City is very important. The goals of this research is to determine suitable synthetic ground acceleration and surface response spectra for Yogyakarta City. Stages of the research involve the collection and processing of seismic data, identification, modeling and characterization of seismic sources, uncertainty management, probabilistic seismic hazard analysis and deaggregation, spectral matching process, synthetic ground acceleration and surface response spectra determination for Yogyakarta City. Results of the research recommend synthetic ground acceleration and response spectra at the surface for Yogyakarta City from Kern County, 1952 and Imperial Valley 1979 earthquake data after scaling and spectral matching process as ground acceleration and response spectra design due to subduction and shallow crustal earthquake source for this city. Keywords: seismic hazard deaggregation, synthetic ground acceleration, response spectra, spectral matching 211 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 PENDAHULUAN Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota dengan tingkat risiko yang tinggi terhadap bencana gempa karena letaknya yang relatif dekat dengan sumber gempa dan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Pada tahun 2010, tingkat kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta sudah mencapai lebih dari 1.902 jiwa/km2 dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Kota Yogyakarta rawan terhadap gempa yang berasal dari zona subduksi lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia di sebelah selatan Pulau Jawa. Kecepatan penyusupan lempeng tektonik di selatan Pulau Jawa sekitar 6,7 ± 0,7 cm/ tahun. Gambar 1 menunjukkan penyusupan antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia di sepanjang barat Sumatra dan selatan Pulau Jawa. Kota Yogyakarta juga rawan terhadap bencana gempa yang diakibatkan aktivitas sesar (shallow crustal), antara lain sesar Opak sebagaimana ditunjukkan Gam- bar 2. Sesar Opak merupakan sesar terdekat dengan Kota Yogyakarta dengan jarak kurang lebih 10 km. Laju pergerakan (slip rate) sekitar 2,4 mm/tahun dengan kekuatan maksimum yang mungkin ditimbulkan sebesar 6,8 (Asrurifak drr., 2014). Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 merupakan contoh gempa yang diakibatkan oleh aktivitas sesar tersebut. Gempa tersebut menimbulkan korban jiwa sekitar 6.000 orang, lebih dari 50.000 orang luka-luka, 600.000 orang mengungsi, lebih dari 127.000 rumah hancur, dan 451.000 rusak. Total kerugian diperkirakan mencapai 31 trilyun (CGI, 2006). Hingga saat ini, gempa merupakan bencana yang belum dapat diprediksi kapan terjadinya, sehingga berpotensi menimbulkan korban, kerusakan, dan kerugian dalam jumlah yang besar. Oleh karena itulah, diperlukan perhatian khusus dan upaya semua pihak untuk mengurangi risiko gempa. Salah satu usaha untuk mengurangi risiko akibat bencana gempa Gambar 1. Sketsa tektonik Indonesia bagian barat (Lasitha drr., 2006). 212 Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa - Bambang Sunardi Gambar 2. (a) Sketsa elevasi peta digital Jawa bagian tengah dan (b) detail peta Yogyakarta dan sekitarnya, garis hitam tebal menunjukkan posisi patahan Opak (Tsuji drr., 2009). adalah dengan membuat peraturan yang mengatur tata cara perencanaan bangunan tahan gempa. Salah satu komponen utama dalam penyusunan peraturan kegempaan tersebut adalah tersedianya data percepatan tanah (ground acceleration) dan respons spektra. Untuk wilayah Indonesia, data percepatan tanah masih sangat sedikit, sehingga pada umumnya dalam analisis menggunakan data percepatan tanah (ground acceleration) dari wilayah lain, bahkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1726-2002 direkomendasikan menggunakan empat buah akselerogram dari empat gempa yang berbeda, salah satunya harus diambil dari data gempa Elcentro 1940 komponen N-S (Irsyam drr., 2008). Pemakaian data percepatan tanah (ground acceleration) dari wilayah atau negara lain belum tentu sesuai diterapkan untuk semua wilayah di Indonesia. Data percepatan tanah memegang peranan yang penting untuk mendapatkan hasil analisis dinamik yang akurat. Oleh karena itulah, pemilihan data percepatan tanah ini harus sesuai dengan kondisi geologi, seismologi, dan target parameter pergerakan batuan dasar seperti percepatan gempa maksimum, kandungan frekuensi dan durasi (Irsyam drr., 2008). Mengingat parameter percepatan tanah dan respons spektra memegang peranan penting dalam penyusunan peraturan kegempaan, maka penelitian percepa- tan tanah dan respons spektra yang sesuai untuk Kota Yogyakarta menjadi sangat penting untuk dilakukan. Penelitian tentang rekomendasi percepatan tanah untuk Kota Yogyakarta pernah dilakukan oleh Teguh dan Purwono (2011), namun masih sebatas desain percepatan tanah pada batuan dasar dengan periode ulang gempa 500 tahun. Peraturan gempa modern saat ini sudah mengacu pada penggunaan periode ulang gempa 2.500 tahun, sehingga rekomendasi percepatan tanah untuk Kota Yogyakarta dengan periode ulang gempa 500 tahun perlu ditinjau kembali. Dalam penelitian sebelumnya Sunardi (2013) telah menentukan percepatan tanah yang sesuai untuk Kota Yogyakarta yang mengacu pada periode ulang gempa 2.500 tahun. Penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya dengan menekankan penggunaan teknik spectral matching menggunakan algoritma wavelet (Abrahamson, 1992; Hancock drr., 2006). Teknik tersebut diharapkan mampu mengoptimalkan proses spectral matching, sehingga penentuan percepatan tanah sintetis menjadi lebih baik. Di samping itu, diperoleh juga hasil spectral matching dalam bentuk time series percepatan (acceleration), kecepatan (velocity), serta pergeseran (displacement). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan percepatan tanah sintetis dan respons spektra di permukaan yang sesuai untuk Kota Yogyakarta. Parameter per213 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 cepatan tanah dan respons spektra yang sesuai untuk Kota Yogyakarta sangat penting untuk analisis beban dinamik yang diakibatkan oleh gempa, sehingga akan sangat bermanfaat sebagai acuan dalam perencanaan struktur bangunan yang tahan gempa. Prosedur tersebut meliputi konversi ke dalam skala kekuatan gempa yang sama. Pemisahan gempa utama dari gempa ikutan untuk mendapatkan data yang independen serta analisis kelengkapan data gempa agar parameter bahaya gempa yang dihasilkan tidak terlalu kecil atau terlalu besar. METODE PENELITIAN Identifikasi dan Pemodelan Sumber Gempa Gambaran singkat tentang tahapan penelitian dari pengumpulan, pengolahan, hingga analisis data diperlihatkan dalam diagram alir pada Gambar 3. Analisis bahaya gempa dilakukan dengan membuat model sumber gempa yang menggambarkan historis kejadian gempa dan karakteristik gempa yang terjadi dalam suatu wilayah. Pemodelan sumber gempa dapat dilakukan dengan melakukan intrepretasi terhadap kondisi geologi, geofisika, dan seismotektonik sekitar wilayah penelitian. Pemodelan sumber gempa yang digunakan meliputi sumber gempa subduksi (megathrust dan benioff) serta shallow crustal dari berbagai referensi yang ada sebelumnya, antara lain dari Irsyam drr. (2008), Firmansyah dan Irsyam (1999), dan Asrurifak drr. (2014). Sumber gempa subduksi dibagi menjadi zona megathrust dan benioff, sedangkan sumber gempa shallow crustal merupakan sesar-sesar aktif yang ada di sekitar Yogyakarta yang telah diketahui karakteristiknya. Gambar 4 memperlihatkan model sumber gempa yang dipergunakan dalam penelitian. Gambar 4. Pemodelan sumber gempa wilayah Jawa. Gambar 3. Tahapan/alur penelitian. Karakterisasi Sumber Gempa Pengumpulan dan Pengolahan Data Gempa Karakteristik sumber gempa tercermin dalam beberapa parameter, antara lain nilai-a, nilai-b, kekuatan maksimum, dan slip rate. Nilai-a dan nilai-b adalah konstanta hubungan antara jumlah gempa (N) dan kekuatan (M) yang biasa dikenal dengan relasi Gutenberg Richter Log N = a - b M (Gutenberg dan Richter, 1944). Nilai-a dan nilai-b mencerminkan aktivitas seismik dan tektonik di area penelitian. Slip Data yang dipergunakan dalam penelitian adalah data gempa dari katalog gempa USGS dan BMKG tahun 1963 – 2014 yang meliputi wilayah dengan radius 500 km dari Yogyakarta dengan kekuatan (magnitude) ≥ 5 dan kedalaman maksimum 300 km. Semua data gempa diproses menggunakan prinsip statistik untuk meminimalkan kesalahan sistematis (bias). 214 Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa - Bambang Sunardi rate menunjukkan laju pergerakan kedua sisi patahan (fault) yang mengalami pergeseran satu terhadap lainnya. Nilai slip rate pada umumnya diukur dalam mm/tahun. Parameter sumber gempa berupa nilai-a dan nilai-b dihitung dari data katalog USGS dan BMKG tahun 1963 – 2014. Parameter sumber gempa lainnya antara lain kekuatan gempa maksimum (Mmax), tipe patahan, slip rate, Dip, serta kedalaman (Top-Bottom) diperoleh dari berbagai referensi sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Karakterisasi Sumber Gempa Megathrust Dan Benioff (Irsyam drr., 2014) Zona Mmax Nilai-a Nilai-b Megathrust Jawa 1 8,1 6,14 1,10 Benioff Jawa 1 8,1 5,65 1,10 Megathrust Jawa 2 8,1 6,14 1,10 Benioff Jawa 2 8,1 6,12 1,18 Megathrust Jawa 3 8,1 6,15 1,10 Benioff Jawa 3 8,1 7,64 1,40 Tabel 2. Karakterisasi Sumber Gempa Shallow Crustal (Asrurifak drr., 2014; Firmansyah dan Irsyam, 1999; Kertapati, 2006) Shallow Crustal Tipe Slip Rate Dip TopBottom Mmax Bumiayu Strike Slip 20 90 3-18 6,8 Opak Strike Slip 24 90 3-18 6,8 Pati Strike Slip 0,5 90 3-18 6,8 Lasem Strike Slip 0,5 90 3-18 6,5 Fungsi Atenuasi Percepatan Tanah Penilaian bahaya gempa secara probabilistik memerlukan fungsi atenuasi percepatan tanah. Fungsi atenuasi menggambarkan hubungan antara parameter kegempaan di lokasi pusat gempa dengan parameter pergerakan tanah di lokasi yang ditinjau (Campbell dan Bojorgnia, 2008). Fungsi atenuasi yang dipergunakan dalam penelitian ini dibagi menurut model sumber gempa yang dipergunakan. Fungsi atenuasi yang dipergunakan untuk model sumber gempa subduksi (megathrust dan benioff) adalah fungsi atenuasi Atkinson-Boore BC? rock and global source subduction (Atkinson dan Boore, 2003) dan geomatrix subduction (Youngs drr., 1997). Fungsi atenuasi Atkinson – Boore (2003) merupakan hubungan atenuasi gerakan tanah untuk gempagempa yang terjadi pada zona subduksi. Hubungan atenuasi ini diturunkan atas dasar hasil kompilasi database respons spektra dari ratusan catatan kejadian gempa dengan moment magnitude (Mw) 5 - 8,3 yang terjadi pada zona subduksi di seluruh dunia (Makrup, 2009). Fungsi atenuasi Youngs drr. (1997) digunakan untuk memprediksi percepatan tanah maksimum dan respons spektra pada kejadian gempa zona subduksi dengan kekuatan Mw ≥ 5 serta jarak dari site ke sumber gempa dalam bentuk jarak rupture 10-500 km (Youngs drr., 1997). Fungsi atenuasi untuk model sumber gempa shallow crustal adalah fungsi atenuasi Boore-Atkinson NGA (Boore dan Atkinson, 2007) dan fungsi atenuasi Sadigh drr. (1997). Fungsi atenuasi Sadigh drr. (1997) didasarkan pada data gerakan tanah kuat yang diperoleh terutama dari gempa-gempa di California. Probability Tree Faktor ketidakpastian dalam analisis bahaya gempa seperti model perulangan gempa (recurrence model), kekuatan maksimum, serta model atenuasi dikelola menggunakan pendekatan probability tree. Pendekatan probability tree membuka kemungkinkan untuk menggunakan beberapa alternatif model dengan memberikan faktor bobot yang menunjukkan kemungkinan relatif model yang dipergunakan. Probability tree yang dipergunakan disesuaikan dengan model sumber gempa yang dipergunakan, yaitu model sumber gempa subduksi (megathrust dan benioff) serta shallow crustal. Gambar 5 merupakan contoh model probability tree untuk sumber gempa subduksi yang dipergunakan dalam penelitian ini. Dalam probability tree ini, reccurence model characteristic diberikan bobot 0,66 lebih mungkin menjadi betul dibandingkan dengan model exponential dengan bobot 0,34. Model perulangan characteristic merupakan model yang dikembangkan untuk lokasi tertentu dibandingkan wilayah yang luas, 215 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 Gambar 5. Probability tree untuk sumber gempa subduksi (megathrust dan benioff). sehingga karakteristik geologis lokasi tersebut sangat menentukan. Model exponential merupakan model perulangan yang paling banyak dipergunakan yang tercermin dalam nilai konstanta relasi GutenbergRichter (1944). Pada nodal level berikutnya, kemungkinan relatif yang berbeda diberikan untuk kekuatan maksimum. Untuk Mmax diberikan kemungkinan relatif 0,6, sedangkan Mmax-0,25 dan Mmax+0,25 diberikan kemungkinan relatif masingmasing 0,2. Pada nodal level terakhir model atenuasi Atkinson dan Boore (2003) dan Youngs drr. (1997) diberikan kemungkinan relatif sama 0,5 mengingat belum adanya referensi fungsi atenuasi mana yang lebih cocok untuk wilayah Yogyakarta. 216 Probabilistik Seismic Hazard Analysis (PSHA Probabilistik Seismic Hazard Analysis (PSHA) dilakukan untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun, mengingat peraturan-peraturan gempa modern saat ini telah menggunakan ketentuan tersebut. PSHA yang akan menghitung ancaman gempa berdasarkan pada kumpulan hasil semua kejadian gempa dan percepatan tanah yang mungkin dapat terjadi di masa datang (Makrup, 2009). PSHA dilakukan dengan menggunakan konsep probabilitas total (Cornell, 1968) sebagaimana dirumuskan pada persamaan 1: (1) Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa - Bambang Sunardi adalah probabilitas suatu gempa dengan kekuatan m pada jarak r yang menghasilkan percepatan puncak . dan masingmasing merupakan fungsi kerapatan probabilitas untuk setiap kekuatan dan jarak. Deagregasi Bahaya Gempa Seperti telah dikemukakan di atas, konsep dasar dari PSHA adalah menghitung ancaman gempa berdasarkan pada kumpulan hasil semua kejadian gempa yang mungkin dapat terjadi di masa datang (Makrup, 2009). Namun demikian, kemungkinan kekuatan (M) dan jarak (R) dari site ke sumber gempa yang dominan yang memberikan kontribusi bahaya terbesar pada site tersebut tidak mampu diperlihatkan dengan jelas dari hasil PSHA. Hal tersebut merupakan salah satu kelemahan PSHA. Hasil PSHA belum dapat secara langsung dipergunakan untuk membuat desain percepatan tanah untuk analisis gempa lanjutan. Deagregasi adalah proses untuk menentukan kekuatan (M) dan jarak (R) dominan hasil PSHA yang memberikan kontribusi bahaya terbesar pada suatu site pada periode ulang gempa dan periode struktur bangunan tertentu. Kekuatan dan jarak dominan yang memberikan kontribusi bahaya terbesar pada suatu site ditentukan berdasarkan konsep titik berat kurva deagregasi. Representasi deagragasi ditunjukkan pada persamaan 2 dan 3. (2) (3) Deagregasi dapat dilakukan dengan memisah sukusuku yang berkaitan dengan kekuatan (m) dan jarak (r) integrasi persamaan 1. Secara keseluruhan, deagregasi serupa dengan membuka misteri bahaya gempa probabilistik yang menyediakan visualisasi dan pengertian tentang pentingnya kekuatan dan jarak spesifik dalam persoalan tersebut (Makrup, 2009). Proses deagregasi sangat diperlukan untuk memilih data percepatan tanah asli (original) yang selanjutnya akan dilakukan proses spectral matching, sehingga diperoleh desain percepatan tanah sintetis dan respons spektra yang cocok untuk Kota Yogyakarta yang ber- manfaat sebagai acuan dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa. Penyekalaan Dengan Respons Spektra Target Respons spektra adalah suatu spektra yang disajikan dalam bentuk plot antara periode getar struktur T terhadap respons-respons maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Respons-respons maksimum dapat berupa simpangan maksimum, kecepatan maksimum atau percepatan maksimum massa struktur single degree of freedom SDOF (Widodo, 2001). Respons spektra target merupakan respons spektra pada batuan dasar untuk berbagai sumber gempa dengan fungsi atenuasi yang dipergunakan. Selanjutnya, respons spektra fungsi atenuasi yang dipergunakan diskalakan dengan respons spektra gabungan hasil analisis PSHA, pada periode pendek T = 0,2 detik dan periode panjang T = 1 detik. Respons spektra yang sudah di skalakan ini selanjutnya disebut respons spektra target. Respons spektra target akan menjadi acuan dalam proses spectral matching untuk mendapatkan percepatan tanah sintetis yang sesuai untuk Kota Yogyakarta. Pemilihan Percepatan Tanah Asli (Original) Pemilihan percepatan tanah asli (original) masingmasing sumber gempa didasarkan pada karakteristik sumber gempa, yaitu mekanisme sumber gempa, kekuatan, serta jarak yang paling mendekati hasil deagregasi bahaya gempa. Percepatan tanah asli dapat diperoleh dari berbagai database institusi, baik nasional maupun internasional. Dalam penelitian ini, percepatan tanah asli diperoleh dari PEER Strong Motion Database (http://peer.berkeley. edu). Proses Spectral Matching Proses spectral matching dilakukan dengan cara memodifikasi percepatan tanah asli (original) yang telah dipilih sebelumnya, sehingga spektra percepatan tanah asli tersebut mendekati respons spektra target yang telah ditentukan sebelumnya. Analisis ini dilakukan dengan bantuan software SeismoMatch. Analisis Respons Dinamika Tanah Analisis respons dinamika tanah dilakukan untuk mendapatkan data percepatan dan respons spektra di 217 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 permukaan tanah. Proses analisis respons dinamika tanah meliputi penentuan parameter dinamik tanah serta perambatan gelombang batuan dasar ke permukaan tanah. Parameter dinamik tanah diperoleh dari pengujian SPT (Standard Penetration Test) yang dilakukan di Kota Yogyakarta pada koordinat 110,370 BT dan 7,730 LS. Hasil pengujian SPT dikonversikan menjadi nilai kecepatan gelombang geser (Vs) dengan metode Imai dan Tonouchi (1982) serta Ohta dan Goto (1978). Gambar 6 menunjukkan korelasi nilai kecepatan gelombang geser (Vs) terhadap kedalaman. Nilai Vs pada kedalaman 0 - 10 m bervariasi dari 246 - 277 m/s. Pada kedalaman 10 - 12 m nilai Vs naik hingga mencapai 374 m/s kemudian turun kembali hingga kedalaman 20 m dan mencapai nilai minimum 199 m/s. Nilai Vs pada kedalaman 20 - 35 m naik lagi hingga mencapai nilai 373 m/s. Analisis respons dinamika tanah dibatasi untuk periode spektra T = 0,2 detik. Selanjutnya perambatan gelombang dari batuan dasar ke permukaan tanah dilakukan menggunakan teori perambatan gelombang satu dimensi (1D) dengan bantuan software Nonlinear Earthquake site Response Analysis, NERA. NERA adalah implementasi modern dalam analisis respons site terhadap gempa menggunakan pemodelan nonlinier dan histeresis material. NERA dikembangkan oleh Bardet dan Tobita (2001). HASIL DAN PEMBAHASAN Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) Hasil Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) pada batuan dasar untuk Kota Yogyakarta tercermin dalam nilai percepatan tanah dan spektra percepatan pada batuan dasar untuk probabilitas 2% yang terlampaui dalam 50 tahun. Hasil PSHA menunjukkan nilai PGA 0,451 g, spektra percepatan pada T=0,2, dan T=1 detik masing-masing 1,026 g dan 0,378 g. Selisih hasil PSHA dengan SNI 1726:2012 dalam rentang kisaran -0,01 g - 0,015 g. Hasil PSHA untuk Kota Yogyakarta yang tercermin dalam nilai percepatan tanah maksimum pada batuan dasar (PGA) serta spektra percepatan pada periode T=0,2 dan T=1 detik 98% mendekati nilai yang tercantum dalam SNI 1726:2012. Tabel 3 menunTabel 3. Perbandingan Hasil PSHA Kota Yogyakarta de­ ngan SNI 1726:2012 Long 110,377 Lat -7,739 T Hasil SNI % PGA 0,451 0,461 97,83 0,2 1,026 1,037 98,94 1 0,378 0,393 96,18 jukkan perbandingan hasil PSHA Kota Yogyakarta dengan SNI 1726:2012. Sedikit perbedaan hasil antara lain karena penggunaan model sumber gempa, parameter gempa, dan fungsi atenuasi yang berbeda. Deagregasi Bahaya Gempa Gambar 6. Korelasi nilai Vs terhadap kedalaman (SPTProject Geotechnical Investigation Jl. Palagan, DIY). 218 Hasil deagregasi bahaya gempa memberikan gambaran kekuatan dan jarak dominan yang memberikan kontribusi bahaya terbesar di Kota Yogyakarta. Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan hasil deagregasi bahaya gempa pada T = 0,2 detik dan T = 1 detik Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa - Bambang Sunardi Gambar 7. Deagregasi bahaya gempa Kota Yogyakarta pada T = 0,2 detik. Gambar 8. Deagregasi bahaya gempa Kota Yogyakarta pada T = 1 detik. 219 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 untuk bahaya gempa dengan probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun. Hasil deagregasi pada T=0,2 detik menunjukkan nilai kekuatan (M) dominan 6,7 dan jarak (R) dominan 15 km, yang merupakan gempa shallow crustal yang bersumber dari sesar Opak. Untuk sumber gempa subduksi diperoleh kekuatan (M) 7,1 dan jarak (R) 200 km. Pada T = 1 detik diperoleh nilai dominan kekuatan (M) 6,8 dan jarak (R) 17 km, yang merupakan gempa shallow crustal, sedangkan untuk sumber gempa subduksi diperoleh kekuatan (M) 7,4 dan jarak (R) 210 km. Percepatan Tanah Asli (Original) Berdasarkan hasil deagregasi bahaya gempa diperoleh kekuatan (M) dan jarak (R) yang paling dominan berpengaruh di Kota Yogyakarta. Berdasarkan hasil tersebut dicari rekaman percepatan tanah yang memiliki karakteristik yang hampir sama, baik dalam kekuatan (M), jarak (R), maupun mekanisme sumber gempanya untuk dijadikan sebagai percepatan tanah asli (original). Hingga saat ini, ketersediaan rekaman percepatan tanah akibat gempa untuk wilayah Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena keterbatasan data base rekaman percepatan tanah, data percepatan tanah asli (original) gempa Kern County tahun 1952 dipilih untuk merepresentasikan sumber gempa subduksi. Gempa Kern County tahun 1952 memiliki kekuatan (M) 7,4 dan jarak (R) 121 km, tidak sama persis namun mendekati hasil deagregasi bahaya gempa kota Yogyakarta. Untuk sumber gempa subduksi diperoleh kekuatan (M) 7,1 dan jarak (R) 200 km. Percepatan tanah asli (original) gempa Imperial Valley tahun 1979 dipilih untuk merepresentasikan sumber gempa shallow crustal. Gempa tersebut memiliki kekuatan (M) 6,6 dan jarak (R) 18 km, mendekati hasil deagregasi bahaya gempa Kota Yogyakarta untuk sumber gempa shallow crustal dengan hasil kekuatan (M) 6,7 dan jarak (R) 15 km. Penggunaan data percepatan tanah asli (original) tidak sama persis dengan hasil deagregasi bahaya gempa Kota Yogyakarta karena minimnya ketersediaan data base percepatan tanah yang ada. Dengan demikian, upaya maksimal yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan data rekaman percepatan tanah asli (original) yang memiliki parameter yang paling 220 mendekati hasil deagregasi bahaya gempa Kota Yogyakarta. Tabel 4 memperlihatkan percepatan tanah asli (original) yang mendekati hasil deagregasi bahaya gempa Kota Yogyakarta untuk mekanisme sumber gempa megathrust, benioff dan shallow crustal. Tabel 4. Percepatan Tanah Asli (original) Yang Mendekati Hasil Deagregasi Bahaya Gempa Kota Yogyakarta Rekaman Gempa Mw R (km) Mekanisme Kern County (21-07-1952) 7,4 121 Megathrust Kern County (21-07-1952) 7,4 121 Benioff Imperial Valley (15-10-1979) 6,6 18 Shallow Crustal Proses Spectral Matching Setelah menentukan percepatan tanah asli (original) yang memiliki karakteristik mendekati hasil deagregasi bahaya gempa di Kota Yogyakarta, selanjutnya dilakukan modifikasi untuk mendapatkan hasil spektra gempa yang mendekati respons spektra target yang telah ditentukan. Time series hasil spectral matching dalam bentuk percepatan (acceleration), kecepatan (velocity), serta pergeseran (displacement) untuk ketiga model sumber gempa pada T = 0,2 dan T = 1 detik diperlihatkan pada Gambar 9, Gambar 10 dan Gambar 11. Pola time series hasil spectral matching mengalami perubahan dibandingkan time series asli (original) karena mengalami penyekalaan dan penyesuaian dengan respons spektra target yang telah ditentukan sebelumnya. Luaran hasil proses spectral matching berupa percepatan sintetis pada batuan dasar selanjutnya dapat dipergunakan dalam analisis dinamika tanah guna mendapatkan percepatan tanah sintetis dan respons spektra di permukaan. Percepatan Tanah Sintetis di Batuan Dasar Percepatan tanah pada batuan dasar dapat memberikan gambaran spesifik tentang parameter-parameter kegempaan, antara lain nilai maksimum percepatan gempa pada batuan dasar, durasi, dan frekuensi. Untuk mendapatkan hasil analisis kegempaan yang akurat, percepatan tanah sintetis pada batuan dasar dibuat dengan memperhitungkan kondisi tektonik, analisis bahaya gempa, dan respons spektra. Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa - Bambang Sunardi Salah satu luaran proses spectral matching adalah percepatan tanah sintetis pada batuan dasar. Data percepatan tanah tersebut dapat dirambatkan ke permukaan tanah dengan pemodelan menggunakan software NERA (Bardet dan Tobita, 2001), sehingga diperoleh percepatan tanah sintetis di permukaan. Gambar 12 dan Gambar 13 memperlihatkan percepatan tanah asli (original) gempa Kern County 1952 serta percepatan tanah sintetis pada batuan dasar pada periode T = 0,2 detik untuk mekanisme gempa megathrust dan benioff. Percepatan tanah sintetis pada batuan dasar hasil proses spectral matching memiliki nilai maksimum 0,26 g untuk mekanisme gempa megathrust dan 0,24 g untuk benioff. Gambar 14 memperlihatkan percepatan tanah asli (original) gempa Imperial Valley 1979 serta percepatan tanah sintetis pada batuan dasar pada periode T = 0,2 detik untuk mekanisme gempa shallow crustal. Gambar 9. Time series hasil spectral matching mekanisme gempa megathrust pada T = 0,2 detik (a) dan T = 1 detik (b). Gambar 10. Time series hasil spectral matching untuk mekanisme gempa benioff pada T = 0,2 detik (a) dan T = 1 detik (b). 221 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 Gambar 11. Time series hasil spectral matching untuk gempa shallow crustal pada T = 0, 2 detik (a) dan T = 1 detik (b). Gambar 12. Percepatan tanah asli (original) dari rekaman gempa Kern County, 1952 (a) serta percepatan tanah sintetis pada batuan dasar untuk mekanisme gempa megathrust pada T = 0,2 detik (b). Gambar 13. Percepatan tanah asli dari rekaman gempa Kern County, 1952 (a) serta percepatan tanah sintetis pada batuan dasar untuk mekanisme gempa benioff pada T = 0,2 detik (b). Gambar 14. Percepatan tanah asli dari rekaman gempa Imperial Valley tahun, 1979 (a) serta percepatan tanah sintetis pada batuan dasar untuk mekanisme gempa shallow crustal pada T = 0,2 detik (b). 222 Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa - Bambang Sunardi Percepatan tanah sintetis pada batuan dasar hasil proses spectral matching memiliki nilai maksimum 0,19 g untuk shallow crustal. belah, rel melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam (http://inatews.bmkg.go.id/mmi.php). Percepatan Tanah Sintetis di Permukaan Respons Spektra di Permukaan Percepatan tanah sistetis di permukaan diperoleh dari percepatan tanah pada batuan dasar yang dirambatkan ke permukaan tanah dengan model perambatan gelombang satu dimensi (1D) dengan bantuan software NERA (Bardet dan Tobita, 2001). Pada pemodelan perambatan gelombang 1 D ini, lapisan tanah diasumsikan mempunyai panjang tak terbatas pada arah horizontal. Program NERA di samping memodelkan perambatan gelombang batuan dasar ke permukaan tanah, sekaligus menghitung respons spektra percepatan di permukaan tanah. Gambar 18 (a dan b) memperlihatkan respons spektra percepatan di permukaan tanah untuk mekanisme gempa megathrust dan benioff. Secara kualitatif, pola respons spektra percepatan di permukaan tanah untuk mekanisme gempa megathrust menyerupai benioff. Perbedaan utamanya terletak pada nilai spektra percepatan (spectral acceleration) masing-masing periode. Respons spektra percepatan di permukaan tanah untuk mekanisme gempa megathrust memberikan nilai percepatan sebesar 0,60 g pada T = 0,2 detik dan 0,54 g pada Gambar 15, Gambar 16 dan Gambar 17 menunjukkan hasil percepatan tanah sintetis di permukaan Kota Yogyakarta pada periode T = 0,2 detik untuk mekanisme gempa megathrust, benioff, dan shallow crustal. Nilai percepatan maksimum di permukaan tanah untuk mekanisme gempa megathrust, benioff, dan shallow crustal masing-masing 0,32 g, 0,24 g, serta 0,3 g. Nilai percepatan maksimum di permukaan tanah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai percepatan maksimum pada batuan dasar, baik untuk mekanisme gempa megathrust, benioff, maupun shallow crustal yang masing-masing memiliki nilai 0,26 g, 0,24 g, serta 0,19 g. Ini menjadi indikasi adanya amplifikasi gelombang gempa dari batuan dasar ke permukaan tanah. Nilai percepatan tanah 0,3 dan 0,32 g setara dengan skala IX-X MMI (Modified Mercally Intensity), yang berarti memiliki risiko guncangan yang sangat besar, sedangkan nilai percepatan tanah 0,24 g setara dengan skala VIII-IX MMI. Skala MMI merupakan satuan untuk mengukur kekuatan gempa berdasarkan kerusakan yang ditimbulkannya. Pada skala VIII MMI, bangunan dengan konstruksi yang kuat akan mengalami kerusakan ringan, retak-retak, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-monumen roboh, serta air menjadi keruh. Pada skala IX MMI umumnya terjadi kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak, rumah tampak agak berpindah dari pondamennya, serta pipa-pipa dalam rumah putus. Pada skala X MMI bangunan dari kayu yang kuat akan rusak, rangka rumah lepas dari pondamennya, tanah ter- Gambar 15. Percepatan tanah sintetis di permukaan untuk mekanisme gempa megathrust pada T = 0,2 detik. Gambar 16. Percepatan tanah sintetis di permukaan untuk mekanisme gempa benioff pada T = 0,2 detik.a Gambar 17. Percepatan tanah sintetis di permukaan untuk mekanisme gempa shallow crustal pada T = 0,2 detik. 223 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 Gambar 18. Respons spektra percepatan di permukaan tanah untuk mekanisme gempa megathrust (a) T = 1 detik, sedangkan respons spektra percepatan untuk mekanisme gempa benioff menunjukkan nilai percepatan sebesar 0,52 g pada T = 0,2 detik dan 0,47 g pada T = 1 detik, sedikit lebih kecil dibanding gempa megathrust. 110,2950 BT dan 7,81660 LS. Verifikasi Hasil Percepatan Tanah Sintetis Secara kualitatif, hasil penentuan respons spektra percepatan di permukaan tanah Kota Yogyakarta untuk mekanisme gempa shallow crustal (Gambar 19 a) memiliki pola dan nilai maksimum acceleration yang mendekati mean respons spektra percepatan rekaman gempa Yogyakarta 2006 komponen EW (Gambar 19 b). Perbedaannya terletak pada nilai spektra percepatan (spectral acceleration) untuk periode (T) = 1 detik. Spektra percepatan di permukaan tanah sekitar 0,36 g sedikit lebih tinggi dibanding mean spektra percepatan rekaman gempa Yogyakarta 2006 yang bernilai sekitar 0,3 g. Hasil penentuan percepatan tanah sintetis di permukaan untuk Kota Yogyakarta setidaknya dapat diverifikasi secara kualitatif dengan rekaman gempa yang pernah terjadi di lokasi yang hampir sama atau berdekatan dengan daerah tinjauan. Salah satu data yang dapat dipergunakan adalah rekaman gempa Yogyakarta 2006 yang terekam di stasiun pencatat gempa YOGI yang terletak tidak terlalu jauh dari daerah penelitian, tepatnya berlokasi pada koordinat Gambar 20 menunjukkan data rekaman percepatan gempa Yogyakarta 2006 pada Stasiun YOGI (Elnashai drr., 2006). Apabila hasil penentuan percepatan tanah sintetis di permukaan untuk mekanisme gempa shallow crustal (Gambar 17) dibandingkan dengan data rekaman gempa Yogyakarta 2006 (Gambar 20), secara kualitatif tampak memiliki pola dan nilai percepatan maksimum yang hampir sama, namun memiliki durasi yang sedikit lebih pendek. Gambar 19 (a) memperlihatkan respons spektra percepatan di permukaan tanah untuk mekanisme gempa shallow crustal. Respons spektra percepatan di permukaan tanah menunjukkan nilai percepatan pada T = 0,2 detik sebesar 0,94 g dan pada T = 1 detik sebesar 0,36 g. Gambar 19. Respons spektra percepatan di permukaan tanah untuk mekanisme gempa shallow crustal (a) serta elastic acceleration spectra komponen EW gempa Yogyakarta 2006 dari Elnashai drr. (2006) (b). 224 Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa - Bambang Sunardi Gambar 20. Rekaman percepatan gempa Yogyakarta 2006 di Stasiun YOGI (Elnashai drr., 2006). KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis deagregasi bahaya gempa Kota Yogyakarta, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Percepatan tanah sintetis dan respons spektra di permukaan dari data gempa Kern County 1952 yang telah diskalakan dan dilakukan proses spectral matching direkomendasikan untuk desain percepatan tanah dan respons spektra di permukaan akibat sumber gempa subduksi. Data percepatan tanah sintetis dan respons spektra di permukaan gempa Imperial Valley 1979 yang telah diskalakan dan dilakukan proses spectral matching direkomendasikan untuk desain percepatan tanah dan respons spektra di permukaan akibat sumber gempa shallow crustal. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Lalu Makrup (Universitas Islam Indonesia) dan Prof. Dr. 225 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 Edi Prasetyo Utomo (Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI) yang telah memberikan masukan selama proses penulisan. DAFTAR PUSTAKA Abrahamson, N. A., 1992. Non-stationary spectral matching, Seismological Research Letters, 63(1), 30. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono, B., Triyoyo, W., Meratia, W., dan Sengara, I.W., 2014. Peta spektra hazard Indonesia dengan menggunakan model gridded seismicity untuk sumber gempa background. http://www.scribd.com/doc/ 2324 24738/PetaSpektra-Hazard-Indonesia-Dengan-MenggunakanModel-Gridded-Seismicity-Untuk-Sumber-GempaBackground [10 November 2014]. Atkinson, G.M. dan Boore, D.M, 2003. Empirical Ground-Motion Relations for Subduction-Zone Earthquakes and Their Application to Cascadia and Other Regions, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 93, No. 4, h. 1703-1729. tral Java natural disaster: A joint report of BAPPENAS, the provincial and local governments of D.I. Yogyakarta, the provincial and local governments of Central Java, and international partners, Meeting of the Consultative Group on Indonesia (CGI) Jakarta, June 14, 2006, 140 h., Jakarta. Cornell, C.A., 1968, Engineering Seismic Risk Analysis, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 58, h. 1583-1606. Elnashai, A. S., Jig Kim, S., Jin Yun, G., Sidarta, D., 2006. The Yogyakarta Earthquake of May 27, 2006, MAE Center Report No. 07-02, Mid-America Earthquake Center, Newmark Civil Engineering Lab, University of Illinois at Urbana–Champaign. Firmansyah, J. dan Irsyam, M., 1999. Development of seismic hazard map for Indonesia, Prosiding Konferensi Nasional Rekayasa Kegempaan di Indonesia, ITB. Gutenberg, B. dan Richter, C.F., 1944. Frequency of earthquakes in California. Bulletin of the Seismological Society of America, 34, 185-188. Badan Standardisasi Nasional, 2014. Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung. http://sisni.bsn.go.id/ index.php?/sni_main/sni/detail_sni_eng/14568 [11 November 2014]. Hancock, J., Lamprey, J. W., Abrahamson, N. A, Boer, J. J., Markatis, A., McCoy, E., dan Mendis, R., 2006. An improved method of matching responsse spectra of recorded earthquake ground motion using wavelets, Journal of Earthquake Engineering, 10(1): 67-89. Bardet J.P. dan Tobita, T., 2001. NERA: a computer program for Nonlinear Earthquake site Response Analyses of layered soil deposits, University of Southern California, Los Angeles. Imai, T. dan Tonouchi, K., 1982. Correlation of Nvalue with S-wave velocity and shear modulus. Proceedings of the 2nd European symposium of penetration testing, Amsterdam, 57–72. Boore, D.M. dan Atkinson, G.M., 2007. Groundmotion prediction equations for the average horizontal component of PGA, PGV, and 5%-damped PSA at spectral periods between 0.01 s and 10.0 s: Earthquake Spectra, V. 24, No. 1. Irsyam, M., Hendriyawan, Dangkua, Donny T., Kertapati, Engkon, Hutapea, Bigman M., dan Sukamta, Davy, 2008. Usulan ground motion untuk batuan dasar Kota Jakarta dengan periode ulang gempa 500 tahun untuk analisis site specific responsse spectra, Prosiding Seminar dan Pameran HAKI 2008, Pengaruh Gempa dan Angin terhadap Struktur. Campbell, K.W. dan Bozorgnia, Y., 2008. NGA Ground Motion Model for Geometric Mean Component of PGA, PGV, PGD and 5% Dumped Linier Elastic Response Spectra for Periods Ranging from 0.01 s to 10.0 s, Earthquake Spectra, Vol. 24, No. 1. Consultative Group on Indonesia, 2006. Preliminary damage and loss assessment, Yogyakarta and Cen226 Irsyam, M., Sengara I.W., Adiamar, F., Widiyantoro, S., Triyoso, W., Natawidjaja, D.H., Kertapati, E.K., Meilano, I., Suhardjono, Asrurifak, M., dan Ridwan, M., 2014. Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia. http://www.prevention web.net/ files/14654_AIFDR. Pdf. Percepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa - Bambang Sunardi [1 November 2014). Kertapati, E.K, 2006. Aktivitas Gempa Bumi di Indonesia, Pusat Survei Geologi. Lasitha, S., Radhakrishna, M. dan Sanu, T. D., 2006. Seismically active deformation in the Sumatra-Java trench-arc region: geodynamic implications, Current Science, Vol. 90, No. 5. Makrup, L., 2009. Pengembangan peta deagregasi hazard untuk Indonesia melalui pembuatan software dengan pemodelan sumber gempa tiga dimensi. Disertasi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Makrup, L., Irsyam, M., Sengara, I.W., dan Hendriyawan, 2010. Hazard deaggregation for Indonesia, Jurnal Teknik Sipil 17(3): 181-190. Ohta, Y. dan Goto, N., 1978. Empirical shear wave velocity equations in terms of characteristic soil indexes, Earthq. Eng. Struct. Dyn., 6, 167–87. Pacific Earthquake Engineering Research Center, 2014. http://peer.berkeley.edu/nga/search.html [12 November 2014]. Sadigh, K., Chang, C. Y., Egan, J. A., Makdisi, F., dan Youngs, R. R., 1997. Attenuation Relationships for Shallow Crustal Earthquakes Based on California Strong Motion Data, Seismological Research Letters, 68(1), 180-189. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2015. Skala MMI (Modified Mercalli Intensity). http://inatews.bmkg.go.id/mmi.php [16 September 2015]. Sunardi, B., 2013. Peta deagregasi hazard gempa wilayah Jawa dan rekomendasi ground motion di empat daerah, Tesis, Fakultas Teknik Sipil Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Teguh, M. dan Purwono, B., 2011. Usulan getaran tanah sintetik wilayah Yogyakarta, Dinamika Teknik Sipil, Vol. 11, No. 1, 9-15. Tsuji, T., Yamamoto, K., Matsuoka, T., Yamada, Y., Onishi, K., Bahar, A., Meilano, I., dan Abidin, H. Z., 2009. Earth Planets Space, 61, e29–e32. Widodo, 2001. Respons Dinamik Struktur Elastik. FTSP, Universitas Islam Indonesia. Youngs, R.R., Chiou, S.J., Silva, W.J., dan Humphrey, J.R., 1997. Strong ground motion attenuation relationships for subduction zone earthquakes. Seismol. Res. Lett. 68, 58–73. 227 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 211-228 228