1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Investasi merupakan penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang
dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan tujuan mendapatkan
keuntungan atau tingkat pengembalian (return) investasi di masa datang
(Sunariyah, 2006). Umumnya investasi dikategorikan dua jenis, yaitu real assets
dan financial assets. Asset riil memiliki sifat berwujud seperti gedung, kendaraan
serta tanah, sedangkan asset keuangan merupakan dokumen klaim tidak langsung
pemegangnya terhadap aktiva riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut
dimana salah satu tempat investor untuk berinvestasi adalah pasar modal.
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara karena pasar
modal menjalankan dua fungsi ekonomi, pasar modal menyediakan fasilitas
memindahkan dana dari pihak yang kelebihan dana ke pihak yang memerlukan
dana. Pihak yang kelebihan dana mengharapkan akan memperoleh imbalan dari
penyerahan dana tersebut, sedangkan dari sisi pihak yang memerlukan dana,
tersedianya dana dari pihak luar memungkinkan mereka melakukan investasi
tanpa harus menunggu tersedianya dana dari hasil operasi perusahaan (Husnan,
2009).
Menurut Jogiyanto (2013), return atas kepemilikan saham ini dapat
diperoleh dari selisih kenaikan (capital gain) atau selisih penurunan (capital loss)
selama periode tertentu. Tingkat keuntungan atau pengembalian dari suatu
1
2
investasi tidak luput dari risiko yang dapat ditanggung oleh seorang investor
tersebut, dimana investor menginginkan tingkat keuntungan yang maksimal
dengan risiko yang dapat ditoleransi. Menurut Jones (2004), pengertian return
merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik dari
suatu investasi.
Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return
ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa yang
akan datang. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis, yaitu yang terjadi
pada periode – periode sebelumnya. Return realisasi penting karena digunakan
sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan
return ekspektasi (expected return) serta risiko di masa mendatang. Return saham
ekspektasi berasal dari dividen yang merupakan pembagian keuntungan
perusahaan kepada investor atas kepemilikannya terhadap saham emiten.
Kemampuan perusahaan yang telah go-public dalam mencapai tujuan
jangka panjangnya untuk meningkatkan nilai perusahaan dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Lingkungan ekonomi mikro hanya akan mempengaruhi
perusahaan atau industri tertentu saja sedangkan lingkungan ekonomi makro akan
mempengaruhi semua perusahaan atau industri. Faktor eksternal dan internal
perusahaan merupakan faktor fundamental yang paling sering digunakan sebagai
dasar oleh para pelaku bursa dalam mengambil keputusan investasi (Sudiyatno
dan Nuswandhari, 2009).
Faktor internal bersifat fundamental dalam kaitannya terhadap nilai
perusahaan, bagaimana keuntungan perusahaan di masa mendatang dapat dilihat
3
dan dianalisis dari kinerja keuangan pada laporan keuangan perusahaan tersebut.
Analisis fundamental adalah pemeriksaan laporan akuntansi perusahaan dalam
mengukur nilai perusahaan yang dapat digunakan oleh investor untuk
menganalisis harga saham perusahaan.
Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang
dipertimbangankan oleh para investor untuk membuat keputusan investasi.
Perusahaan yang telah go-public harus dapat menjaga dan meningkatkan kinerja
keuangannya agar saham tersebut tetap diminati oleh para investor. Terdapat
beberapa indikator pada laporan keuangan dalam mencerminkan aspek – aspek
fundamental sebuah perusahaan, yaitu profitabilitas, leverage, aktivitas, likuiditas
dan pasar.
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang paling sering digunakan dalam
berbagai penelitian empirik untuk menilai kinerja keuangan terhadap return
saham. Leng (2004) dalam penelitiannya menggunakan Return On Equity (ROE)
sebagai
indikator
kinerja
keuangan.
Sasongko
dan
Wulandari
(2006)
menggunakan Return On Asset (ROA) sebagai indikator keuangan dalam
penelitiannya.
Noor
(2001)
menganalisis
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan menggunakan rasio profitabilitas
yaitu Return on Investment (ROI) sebagai proksi dari variabel kinerja keuangan.
Azwar dan Karuniyati (2008) juga menyebutkan bahwa rasio profitabilitas dapat
digunakan sebagai indikator keberhasilan kinerja keuangan suatu perusahaan.
Rasio profitabilitas mengukur tingkat efektivitas dari manajemen
perusahaan dalam penjualan dan investasi perusahaan. Rasio profitabilitas
4
menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva dan hutang
terhadap hasil operasi karena mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu
(Pakpahan, 2010).
Bagi investor, profitabilitas perusahaan tidak hanya dilihat berdasarkan
besaran labanya, namun juga perlu diperbandingkan dengan aset-aset yang
digunakan untuk menghasilkan laba tersebut untuk mengukur tingkat efisiensinya.
Kemampuan menghasilkan laba tersebut umumnya diukur dengan rasio - rasio
profitabilitas yang mencerminkan interaksi dari berbagai macam aset dan hasil
operasi. Menurut Syofyan (2002), kinerja perbankan dapat diukur dengan
menggunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata-rata tingkat bunga simpanan,
dan profitabilitas perbankan. Lebih lanjut lagi dalam penelitiannya menyatakan
bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan
menimbulkan masalah, sehingga dalam penelitiannya disimpulkan bahwa
profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu
bank.
Rasio profitabilitas yang penting untuk dijadikan penilaian terhadap
tingkat kesehatan bank, yaitu Return on Equity (ROE). ROE menggambarkan
kemampuan menghasilkan laba dari setiap rupiah modal dari ekuitasnya yang
merupakan saham yang dimiliki investor (publik) atau dengan kata lain ROE
menunjukkan tingkat efisiensi dari investasi modal yang diperoleh dari investor
(Sartono, 2008).
5
ROE sangat penting bagi bank, karena digunakan untuk mengukur kinerja
dari modal sendiri dalam menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi ROE
menandakan bahwa perusahaan semakin baik dalam mensejahterakan para
pemegang saham yang dapat dihasilkan dari setiap lembar saham ROE yang
semakin meningkat. Rasio ROE ini dapat dihitung dengan membagi laba bersih
dengan jumlah ekuitas perusahaan (Tandelilin, 2010). Pada penelitian ini rasio
profitabilitas yang digunakan adalah ROE.
Dilihat dari perkembangannya, jumlah perusahaan yang telah menjual
sahamnya di pasar modal mengalami peningkatan, hal tersebut menunjukkan
salah satu indikator kemajuan perekonomian Negara, karena memiliki peran yang
besar dalam proses pembangunan suatu bangsa. Seluruh perusahaan yang tercatat
dalam BEI diklasifikasikan menjadi 9 sektor industri yang ditetapkan oleh
JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). Sektor industri dasar
dan kimia, sektor aneka industri dan sektor industri barang konsumsi termasuk
dalam sektor industri pengolahan atau manufaktur. Sektor pertanian dan sektor
pertambangan termasuk dalam industri penghasil bahan baku. Sektor properti dan
real estat, sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi, sektor keuangan, serta
sektor perdagangan jasa dan investasi termasuk dalam industri jasa.
Sampai dengan tahun 2013 industri perbankan yang telah terdaftar
sebanyak 36 perusahaan. Industri perbankan memiliki peran sangat penting bagi
roda perekonomian dan variabel-variabel ekonomi makro yang digunakan
memiliki hubungan yang sangat erat dengan kinerja industri perbankan daripada
industri lainnya. Jika ada perubahan pada faktor ekonomi makro maka industri
6
yang pertama merasakan dampaknya adalah perbankan yang merupakan salah
satu penyokong utama bergeraknya perekonomian negara.
Bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Industri perbankan
memiliki keunikan dibanding industri lain, di satu sisi perbankan mempunyai
fungsi intermediasi yang harus menyalurkan kredit kepada masyarakat, namun di
sisi lain juga diharuskan mencari profit. Hal ini sejalan dengan tujuan perusahaan
dalam perspektif manajemen keuangan, yaitu memaksimumkan nilai perusahaan.
Memaksimumkan nilai perusahaan berarti juga memakmurkan para
pemegang saham, sehingga nilai saham perusahaan yang mampu menghasilkan
profit
tinggi
akan
dinilai
tinggi
pula
oleh
investor,
sebaliknya
jika
profitabilitasnya rendah maka harga sahamnya juga akan turun dan pada akhirnya
mempengaruhi return sahamnya (Tandelilin, 2010). Berdasarkan penjelasan
tersebut maka terlihat jelas adanya hubungan yang erat antara profitabilitas
perusahaan dan nilai sahamnya.
7
Gambar 1.1
ROE dan Return Saham Industri Perbankan Tahun 2008-2013 (IDX)
Sumber : Lampiran 2
Pada Gambar 1.1 diatas, terlihat selama periode 2008-2013 ROE
perbankan indonesia secara umum mengalami tren yang positif. Meskipun pada
tahun 2013 tidak sebaik pada tahun 2012 mengingat kondisi perekonomian global
yang masih terpengaruh oleh proses pemulihan krisis di Eropa dan dapat dilihat
dari persentase terendah ROE industri perbankan pada 2008. Namun demikian,
menurut Kepala Ekonom PT. Bank Tabungan Negara (BTN), Agustinus
Prasetyantoko, kondisi tingkat profitabilitas ini bahkan masih merupakan yang
terbaik di ASEAN (www.kontan.co.id). Pada tahun 2013, tiga bank yang meraup
profit terbesar adalah Bank BRI yang membukukan laba sebesar Rp. 21 triliun,
disusul Bank Mandiri sebesar Rp. 18 triliun dan Bank BCA Rp. 14 triliun.
Pencapaian kinerja ini dipengaruhi tiga faktor. Pertama adalah net interest
margin (NIM) perbankan indonesia yang cukup besar. Kedua adalah semakin
8
meningkatnya kalangan masyarakat ekonomi menengah. Hal ini akan semakin
meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat, termasuk akses investasi ke
perbankan. Faktor ketiga adalah masih minimnya penetrasi perbankan di
Indonesia sehingga tingkat persaingan dalam hal akses permodalan masih cukup
rendah sekaligus menunjukkan porsi penetrasi pasar perbankan yang menjadi
peluang bisnis besar yang patut terus digali. Selain itu, sejak tahun 2011 regulator
perbankan terus berupaya menurunkan bunga kredit yang diharapkan akan
memacu aliran kredit perbankan yang berpengaruh pada semakin besarnya
peluang peningkatan laba perbankan.
Seperti terlihat pada Gambar 1.1 pergerakan return saham industri
perbankan indonesia selama periode 2008-2013 menunjukkan pola yang selaras
dengan profitabilitasnya yaitu mengalami peningkatan tren, meskipun pada tahun
2013 menunjukkan penurunan. Kemiripan pola pergerakan profitabilitas dan
Return saham pada Gambar 1.1 sekaligus menegaskan kembali dugaan adanya
hubungan yang erat antara kinerja operasi perbankan (profitabilitas) dan kinerja
sahamnya (return saham).
Pada tahun 1997, krisis ekonomi yang melanda Indonesia ditandai
meningkatnya inflasi hingga 11,05 persen lalu menjadi 77,63 persen pada 1998
dan nilai tukar yang terdepresiasi hingga 600 persen mengakibatkan kesulitan
likuiditas pada perbankan yang disusul oleh ditutupnya 16 bank. Lalu gejolak
krisis keuangan global yang hampir serupa yang berasal dari Amerika Serikat
pada 2007 mulai dirasakan dampaknya di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pada
9
tahun 2008 perekonomian Indonesia mulai tertekan dan hal ini ditandai dengan
melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga tahun 2010.
Krisis ekonomi global tahun 2007-2008 diperkirakan juga berpengaruh
pada harga saham. Sepanjang tahun 2008 seluruh sektor pada indeks sektoral
mengalami penurunan. Indeks sektor keuangan terkoreksi pada level 244,62 di
bulan januari dan berangsur turun hingga level 176,33 pada bulan desember.
Berkurangnya pasokan modal ini tentu memberi dampak negatif bagi
perbankan karena kekurangan sumber dana dapat berakibat pada mahalnya biaya
modal serta tersendatnya rencana-rencana investasi. Perubahan-perubahan kondisi
ekonomi makro yang kemudian berdampak pada kinerja perbankan ini
mengindikasikan adanya hubungan yang erat antara kondisi ekonomi makro suatu
negara dengan kinerja perusahaan (Wulandari, 2010).
Kegiatan operasional perusahaan beserta kebijakan yang ditetapkan oleh
para manajemen maupun pemegang saham tidak terlepas dari informasi kondisi
perekonomian secara makro. Manajer dalam mengambil kebijakan perusahaan
hendaknya selalu mempertimbangkan kondisi ekonomi makro dan risiko
sistematis yang ditimbulkannya karena sasaran dari kebijakan perusahaan adalah
peningkatan nilai perusahaan (Sudiyatno, 2010).
Variabel ekonomi makro secara empiris telah terbukti mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan investasi di beberapa negara. Tandelilin (2010)
merangkum beberapa variabel ekonomi makro yang berpengaruh terhadap
investasi di suatu negara yaitu tingkat pertumbuhan produk domestik bruto
(PDB), inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar mata uang (exchange rate).
10
Menurut (Bodie, et al, 2006) Indikator ekonomi makro yang umumnya
mempengaruhi harga saham antara lain suku bunga bank sentral, inflasi, nilai
tukar mata uang ,dan pertumbuhan ekonomi (PDB), kebijakan defisit anggaran,
investasi swasta, serta defisit neraca perdagangan. Faktor-faktor ekonomi makro
tersebut adalah kondisi di luar perusahaan yang tidak dapat dikendalikan oleh
perusahaan karena berhubungan dengan berbagai faktor kompleks yang ada dalam
setiap pembangunan suatu Negara, sehingga mendasari untuk dipilih laju inflasi,
PDB dan kurs dolar untuk mewakili faktor ekonomi makro karena secara teori
variabel tersebut memiliki pengaruh yang sama terhadap harga saham sebagai
cerminan dari return saham.
Banyak peneliti percaya bahwa variabel ekonomi makro, seperti laju
inflasi yang tinggi (Pereira, 2010), PDB (Alexiou dan Sofoklis, 2012), dan
fluktuasi nilai tukar yang tinggi (Rachmawati, 2012) menyebabkan perusahaan
mengalami kesulitan keuangan yang berimbas pada menurunnya kinerja keuangan
perusahaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa laju inflasi, PDB, dan nilai tukar
sebagai indikator variabel ekonomi makro yang mendominasi khususnya pada
industri perbankan.
Secara teori, tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi
ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, inflasi yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan penurunan daya beli uang. Disamping itu inflasi yang tinggi juga
dapat mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari
investasinya. Demikian pula halnya dengan nilai tukar turut mempengaruhi
volatilitas harga saham. Produk domestik bruto (PDB) termasuk faktor yang
11
mempengaruhi perubahan harga saham, estimasi PDB akan menentukan
perkembangan perekonomian. Dalam penelitian ini dipilih laju inflasi, nilai tukar
dan PDB untuk mewakili faktor ekonomi makro karena ketiga variabel memiliki
hubungan yang negatif dengan harga saham.
Inflasi merupakan proses dari kenaikan harga-harga umum barang-barang
secara terus menerus (Nopirin, 2010). Inflasi memiliki dampak baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap profitabilitas maupun return saham.
Inflasi yang tinggi akan mendorong kenaikan harga bahan baku dan meningkatkan
berbagai biaya operasi perusahaan, sehingga menyebabkan harga jual barang
meningkat dan menurunkan daya beli masyarakat. Menurunya daya beli
masyarakat akan berdampak pada turunnya penjualan perusahaan, sehingga
profitabilitas perusahaan juga akan mengalami penurunan.
Inflasi yang tinggi juga dapat menyebabkan suku bunga riil yang akan
diterima calon nasabah menurun sehingga mereka enggan menyimpan dananya di
bank dan pada akhirnya akan mengurangi profitabilitas bank (Pohan, 2008).
Inflasi tinggi yang diikuti kenaikan suku bunga pinjaman juga dapat mengurangi
jumlah debitur sehingga mengurangi pendapatan dan profitabilitas perbankan.
Profitabilitas yang menurun ini akan menjadi sinyal akan terjadinya pelemahan
nilai saham yang pada akhirnya akan menurunkan return saham (Ali et,al 2010).
Inflasi juga dapat berpengaruh langsung terhadap nilai saham. Inflasi yang tinggi
akan menurunkan minat investor untuk membeli saham karena inflasi tersebut
akan menurunkan riil return saham sehingga berdampak pada melemahnya nilai
saham yang pada akhirnya akan menurunkan return saham.
12
Nilai tukar adalah harga dari mata uang domestik dalam mata uang asing.
Nilai tukar yang diukur adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi salah satu faktor yang dapat
menentukan profitabilitas perbankan karena salah satu kegiatan operasional bank
adalah jasa jual beli valuta asing. Depresiasi rupiah akan menyebabkan kenaikan
biaya produksi, sehingga berdampak pada penurunan profitabilitas perusahaan
(Darminto, 2010). Fluktuasi nilai tukar akan mata uang akan mempengaruhi
besar-kecilnya pendapatan berupa fee dan selisih kurs sehingga akan
mempengaruhi profitabilitas perusahaan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap
harga saham dan return saham (Jawaid dan Haq, 2012).
Produk domestik bruto (PDB) merefleksikan kegiatan penduduk di suatu
negara dalam memproduksi suatu barang dalam kurun waktu tertentu (Sukirno,
2004). PDB juga dapat dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara
sehingga erat kaitannya dengan kesejahteraan dan kemakmuran penduduknya.
PDB suatu negara terkait erat dengan tabungan (saving). Jika PDB naik maka
akan diikuti peningkatan pendapatan masyarakat sehingga kemampuaan untuk
menabung (saving) juga ikut meningkat. Peningkatan saving ini akan
mempengaruhi profitabilitas bank (Sukirno, 2004).
Tabel 1.1 menunjukkan pergerakan faktor-faktor ekonomi makro,
profitabilitas dan retun saham perbankan selama enam tahun terakhir (20082013). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pergerakan laju inflasi dari tahun
2008-2013 bergerak fluktuatif namun menunjukkan tren yang konstan. Pada tahun
2008 inflasi mengalami angka tertinggi yang diduga disebabkan oleh kondisi
13
perekonomian pada saat itu yang terpengaruh oleh krisis yang terjadi di eropa,
sementara inflasi terkecil pada tahun 2009 yaitu sebesar 2,78% yang merupakan
laju inflasi terendah selama periode 2008-2013.
Tabel 1.1
Indikator Ekonomi Makro Indonesia, Profitabilitas dan Return
Saham Industri Perbankan di BEI Periode 2008-2013
Return
PDB
Inflasi
Kurs Rupiah(ROE)
Tahun
Saham
(%)
USD (Rp)
(%)
Miliar (Rp)
%
%
2008 11,06
2.082.456
6,0
9.802
-28,80
-24,37
2009 2,78
2.178.850
4,6
10.363
21,56
55,20
2010 6,96
2.314.459
6,2
9.078
12,78
47,14
2011 3,79
2.464.566
6,5
8.768
13,68
-10,86
0
2012 4,30
2.618.938
6,3
9.411
16,85
95,00
2013 8,38
2.770.345
5,8
10.586
9,33
-12,51
Sumber : BI (2014)
BPS (2014)
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga mengalami pergerakan yang
fluktuatif dengan tren yang konstan, dimana pada tahun 2013 rupiah melemah dan
merupakan nilai tukar terendah dibanding tahun sebelumnya yang cenderung
menguat. PDB menunjukkan tren yang paling konstan dibanding variabel lain,
dimana perubahan terbesar hanya terjadi pada tahun 2010 dan sisanya hanya
bergerak sangat kecil.
Jika dirangkum, terlihat ROE bergerak dengan pola yang selaras dengan
return saham sehingga dapat diduga adanya hubungan diantara kedua variabel
tersebut. Pergerakan faktor ekonomi makro dengan return saham menunjukkan
kesamaan daripada faktor ekonomi makro dengan profitabilitas perbankan, hal ini
merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dikaji lebih jauh.
14
Ketidakstabilan kondisi pada indikator - indikator ekonomi makro tersebut
berpengaruh terhadap kinerja emiten yang salah satunya tercermin dalam
profitabilitasnya. Ketika profitabilitas emiten tersebut berubah maka nilai saham
juga akan berubah yang pada akhirnya akan mempengaruhi return saham.
Pengaruh inilah yang akan menimbulkan risiko investasi dan untuk alasan tersebut
maka investor juga dituntut mampu mengamati dan mempertimbangkan
pergerakan-pergerakan faktor ekonomi makro tersebut dalam mengambil
keputusan investasi di pasar modal.
Pengujian pengaruh ekonomi makro terhadap profitabilitas maupun return
saham telah dilakukan beberapa peneliti terdahulu, seperti Rusliati dan Fathoni
(2011) yang menemukan bahwa inflasi dan bunga pinjaman pengaruh negatif dan
signifikan terhadap return saham. Pereira (2010) membuktikan bahwa terdapat
hubungan negatif antara inflasi dengan return saham. Berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Triayuningsih (2003) menyebutkan bahwa laju inflasi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap return saham yang berdampak pada harga
saham perusahaan manufaktur.
Jawaid dan Haq (2012), melakukan penelitian di Pakistan dan menemukan
bahwa nilai tukar dan suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
return saham industri perbankan di Pakistan. Joseph dan Vezos (2006) melakukan
penelitian yang mengkaji pengaruh perubahan suku bunga dan kurs terhadap
return saham pada industri perbankan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa
nilai tukar berpengaruh positif pada return saham baik pada kelompok saham
keseluruhan, kelompok saham dalam kondisi pasar bullish maupun pada
15
kelompok saham dalam kondisi pasar bearish. Amoroso Avanti (2004)
membuktikan bahwa nilai tukar rupiah tidak berpengaruh signifikan terhadap
harga saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Ali, et al. (2010) di Pakistan dan Alexiou
dan Sofoklis (2012) di Yunani, menyimpulkan bahwa PDB memiliki hubungan
signifikan positif dengan profitabilitas perbankan. Penelitian yang dilakukan oleh
Kewal (2012) juga menemukan inflasi, suku bunga, dan PDB berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap return saham. Selviarindi (2011) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa PDB tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham, namun
pada penelitian yang dilakukan oleh Shiblee (2009) mendapati pengaruh PDB
terhadap harga saham masih relatif rendah. Penelitian lain di Indonesia oleh
Dwijayanthy dan Naomi (2009), Utami dan Rahayu (2003) menemukan inflasi
berpengaruh negatif terhadap profitabilitas perusahaan (ROE)
Sementara, pengujian empiris pengaruh profitabilitas terhadap return
saham juga telah banyak dilakukan, antara lain oleh Beny dan Mendari (2011)
menemukan bahwa bahwa ROA dan ROE secara signifikan berpengaruh positif
terhadap return saham. Penelitian lain oleh Wulandari (2005) dan Limbang
(2006) juga menemukan bahwa ROE dan ROA secara signifikan berpengaruh
positif terhadap return saham. Widodo (2007) melakukan penelitian serupa
terhadap industri perbankan Syariah dan menemukan bahwa ROE secara
signifikan berpengaruh positif terhadap return saham. Hermuningsih (2013)
melakukan penelitian dan menemukan bahwa ROE juga secara signifikan
berpengaruh positif terhadap return saham
16
Hasil penelitian-penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan, tetapi
masih banyak penelitian yang menghasilkan temuan yang berbeda sehingga
menimbulkan research gap. Hal menarik yang ingin diteliti pada penelitian ini
berpijak pada dua hal, yaitu data awal yang dikumpulkan belum sepenuhnya
menunjukkan pola yang sama seperti penelitan-penelitian terdahulu, terutama kurs
mata uang terhadap variabel-variabel lain, lalu pada penelitian terdahulu variabel
PDB adalah indikator ekonomi makro yang paling jarang digunakan.
Berdasarkan research gap dan fenomena yang terjadi mendasari motivasi
dilakukan penelitian lebih jauh hubungan antara Pengaruh Beberapa Variabel
Ekonomi Makro Terhadap Profitabilitas dan Return Saham Pada Industri
Perbankan di Bursa Efek Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1) Apakah laju inflasi berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas industri
perbankan di Bursa Efek Indonesia?
2) Apakah kurs rupiah-dolar berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
industri perbankan di Bursa Efek Indonesia?
3) Apakah pertumbuhan PDB berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
industri perbankan di Bursa Efek Indonesia?
4) Apakah laju inflasi berpengaruh signifikan terhadap return saham industri
perbankan di Bursa Efek Indonesia?
17
5) Apakah kurs rupiah-dolar terhadap dolar berpengaruh signifikan terhadap
return saham industri perbankan di Bursa Efek Indonesia?
6) Apakah pertumbuhan PDB berpengaruh signifikan terhadap return saham
industri perbankan di Bursa Efek Indonesia?
7) Apakah profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap return saham pada
industri perbankan di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang akan
dicapai adalah:
1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh laju inflasi terhadap profitabilitas
industri perbankan di Bursa Efek Indonesia.
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kurs rupiah-dolar terhadap
profitabilitas industri perbankan di Bursa Efek Indonesia.
3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh pertumbuhan PDB terhadap
profitabilitas saham industri perbankan di Bursa Efek Indonesia.
4) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh laju inflasi terhadap return saham
industri perbankan di Bursa Efek Indonesia.
5) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kurs rupiah-dolar terhadap return
saham industri perbankan di Bursa Efek Indonesia.
6) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh pertumbuhan PDB terhadap return
saham industri perbankan di Bursa Efek Indonesia.
7) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh profitabilitas terhadap return saham
pada industri perbankan di Bursa Efek Indonesia.
18
1.4 Manfaat Penelitian
1) Manfaat teoritis
Kegunaan teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti
empiris yang menyangkut return saham dan profitabilitas perusahaan sebagai
obyek penelitian pada industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
yang dipengaruhi oleh variabel ekonomi makro (inflasi, PDB dan kurs rupiah
terhadap dolar).
2) Manfaaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi managemen
untuk menentukan kebijakan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan variabel ekonomi makro yang mempengaruhi profitabilitas dan return
saham perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang
saham. Sementara bagi investor penelitian ini bermanfaat untuk menentukan
kebijakan dalam pengambilan keputusan untuk alternatif investasi yang tepat
dalam membeli atau menjual saham.
Download