3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data 2.1.1

advertisement
 BAB 2
DATA DAN ANALISA
2.1 Sumber Data
2.1.1 Literatur Buku
1. "Mengasuh & Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus" oleh Geonifam
2.1.2 Literatur Internet
1. http://wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=17587
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Down_syndrome
3. http://kaskus.us/showthread.php?t=6607087
4. http://www.123helpme.com/view.asp?id=62809
5. http://www.isdijakarta.org
6. http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/03/more-about-downsyndrome.html
2.2 Data Umum
2.2.1 Pengertian Gangguan Mental
Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti
terbelakang mental. Retardasi mental sering disamakan dengan istilah-istilah
seperti berikut:
1. Feeble-minded (pikiran lemah);
2. Mentally Retarded (Terbelakang Mental);
3. Idiot (Bodoh atau dungu);
4. Imbecile (Pandir);
5. Moron (Tolol);
6. Oligophrenia;
7. Educable (Mampu Didik);
8. Trainable (Mampu Latih);
9. Totally Dependent (Ketergantungan Penuh atau Butuh Rawat);
10. Mental Subnormal
11. Defisit Mental
12. Defisit Kognitif
13. Cacat Mental
14. Gangguan Intelektual
Di Amerika Serikat prevalensi gangguan ini adalah 3:100 orang (The Arc,
2001). American Psychiatric Accociation tahun 2000 (dalam Rathus, 2005,
h.149-153) menyatakan penyebab dari retardasi mental dapat disebabkan oleh:
a. Sindrom down dan Abnormalitas Kromosom Lainnya
Wade pada tahun 2000 menyatakan abnormalitas kromosom yang paling
umum menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down yang ditandai oleh
3
adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom
ke 21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47.
Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik
tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang
mengarah kebawah pada kulit dibagian ujung mata yang memberikan kesan
sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan
jari-jari pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang
kecil serta tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan
ciri-ciri anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami retardasi
mental dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan
pada pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan.
b. Sindrom Fragile X dan Abnormalitas Genetik Lainnya
Sindrom fragile X merupakan tipe umum dari retardasi mental yang
diwariskan. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. gen
yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut
sindrom fragile X. sindrom ini menyebabkan retardasi mental pada 1000-1500
pria dan hambatan mental pada setiap 2000-2500 perempuan. Efek dari sindrom
fragile X berkisar antara gangguan belajar ringan sampai retardasi parah yang
dapat menyebabkan gangguan bicara dan fungsi yang berat.
Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi pada satu
diantara 10000 kelahiran. Gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang
menghambat anak untuk melakukan metabolisme. Konsekuensinya,
phenilalanin dan turunannya asam phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh,
menyebabkan kerusakan pada system saraf pusat yang mengakibatkan retardasi
mental dan gangguan emosional.
c. Faktor Prenatal
Penyebab retardasi mental adalah infeksi dan penyalahgunaan obat selama
ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi
mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang
digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta.
Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah.
Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir
dengan sindrom fetal fetal, dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab
retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera
kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti
cat yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.
d. Faktor-Faktor Psikososial
Penyebab retardasi mental pada sebagian kasus disebabkan faktor
psikososial, seperti lingkungan rumah, atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak
memberikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua
dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi
mental.
4
Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi
budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Individu dalam keluarga miskin
kekurangan keperluan untuk menerima pendidikan dan pengembangan
keterampilan-keterampilan. Akibatnya, individu menjadi retardasi mental akibat
dari kemiskinan, tidak menerima pendidikan dan larangan-larangan pada budaya
tertentu untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan individu.
American Asociation on Mental Deficiency/AAMD mendefinisikan
Retardasi mental sebagai kelainan:
1. Yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu
IQ 84 ke bawah berdasarkan tes;
2. Yang muncul sebelum usia 16 tahun;
3. Yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Sedangkan pengertian Retardasi mental menurut Japan League for Mentally
Retarded (1992) sebagai berikut:
1. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi
baku.
2. Kekurangan dalam perilaku adaptif.
3. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18
tahun.
2.2.2
Pengertian Down Syndrome
Down syndrome pertama kali dideskripsikan dan dipublikasikan oleh John
Langdon Down pada tahun 1886, namun baru sekitar awal tahun 1960-an
ditemukan diagnosis pastinya setelah penelitian pada kromosom penderita yang
diduga mengalami down syndrome.
Ciri dan karakteristik fisik yang nampak dari penderita down syndrome antara
lain bagian belakang kepala rata (flattening of the back of the head), mata sipit
karena adanya tambahan lipatan kulit sepanjang kelopak mata, alis mata miring
(slatning of the eyelids), telinga lebih kecil, mulut yang mungil,otot lunak,
persendian longgar (loose ligament) dan tangan serta kaki mungil.
Masalah-masalah kesehatan yang sering dialami anak yang menderita down
syndrome antara lain :
1. Sakit jantung berlubang.
2. Mudah mendapat salesma, radang tenggorok, dan radang paru-paru.
3. Pendengaran kurang.
4. Lambat/bermasalah dalam bertutur.
5. Penglihatan kurang jelas.
A.
Klasifikasi Down Syndrome
Berdasarkan tipe gangguan kromosom yang ditemukan, down syndrome dibagi
menjadi :
1. Non disjunction
Tipe ini paling banyak terjadi dan dialami oleh penderita down syndrome.
Penyebabnya adalah terdapat kelebihan kromosom pada sel telur yang
5
seharusnya 23 menjadi 24, penambahan terjadi pada kromosom 22. Hal ini
mengakibatkan distribusi kromosom pada waktu pembelahan sel tidak merata.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan hal ini terjadi antara lain :
a. Genetik, peningkatan resiko berulang pada keluarga dengan penderita down
syndrome.
b. Radiasi, yang terjadi di daerah perut ibu sebelum melakukan konsepsi yang
mempengaruhi terhadap jumlah kromosom ibu.
c. Umur ibu, yaitu ibu yang mendekati masa menopause lebih besar terkena
resiko down syndrome pada anak yang dikandungnya.
B.
Penyebab
Down Syndrome disebabkan adanya gangguan pada kromosom ke-21.
manusia memiliki 23 pasang kromosom. Tapi pada anak down syndrome,
kromosom mereka yang ke-21 tidak sepasang (dua) melainkan tiga kromosom
(trisomi). Jadi dengan kata lain down syndrome adalah gangguan genetik.
Jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah. Akibatnya, terjadi gangguan
sistem metabolisme di dalam sel .
Hubungan seks (coitus) yang dilakukan saat pasangan atau salah satu pasangan
stres, bisa menghasilkan keturunan (anak) yang kelak mengidap down
syndrome. Hipotesa itu diungkapkan ahli penyakit down syndrome Dr. Dadang
Syarief Effendi "Pada saat coitus atau hubungan seks dimungkinkan terjadi
pembuahan. Namun, jika hubungan seks dilakukan dalam kondisi stres, pada
saat pembuahan proses pembelahan kromosom terjadi secara tidak sempurna.
Secara normal, manusia memiliki 23 pasang kromosom. Pada penderita down
syndrome, kromosom nomor 21 membelah menjadi tiga bagian (trisomi).
Padahal pada mutasi yang normal, kromosom tersebut seharusnya membelah
menjadi dua bagian," katanya.
Selain stres, melahirkan di usia tua juga bisa menyebabkan anak yang
dilahirkan mengidap down syndrome. Mutasi gen pada saat sperma dan ovum
bertemu, menyebabkan hasil pembuahan terkena down syndrome.
C. Karakteristik
1. Bagian belakang kepala rata (Flattening of the back of the head).
2. Mata sipit karena adanya tambahan lipatan kulit sepanjang kelopak mata.
3. Alis mata miring (slanting of the eyelids).
4. Telinga lebih kecil, sehingga mudah terserang infeksi.
5. Mulut yang mungil, lidah tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal. Di
samping itu, otot mulut mereka juga kerap lemah, sehingga menghambat
kemampuan bicara. Pertumbuhan gigi geligi mereka pun lambat dan tumbuh
tak beraturan. Gigi yang berantakan ini juga menyulitkan pertumbuhan gigi
permanen.
6. Otot lunak,
7. Persendian longgar (loose ligament),
8. Tangan mungil ruas jari kelingking mereka kadang tumbuh meiring atau
malah tidak ada sama sekali
6
9. Di telapak tangan mereka terdapat garis melintang yang disebut simian crease
10. Kaki yang mungil, simian crease juga terdapat di kaki mereka, yaitu di
telunjuk dan ibu jari yang cenderung lebih jauh dari pada kaki orang normal.
Keadaan telunjuk dan ibu jari yang berjauhan itu disebut juga sandal foot.
11. Hidung mereka cenderung lebih kecil dan datar. Ini tak jarang diikuti dengan
saluran pernapasan yang kecil pula, sehingga mereka sering kesulitan
bernapas.
12. Rambut mereka lemas, tipis, dan jarang .
2.2.3
Ikatan Sindroma Down Indonesia
ISDI (Ikatan Sindroma Down Indonesia) didirikan pada 21 April 1999.
Sebuah Kelompok nirlaba yang terdiri dari orang tua, ahli medis, ahli
pendidikan kebutuhan khusus, para guru, dan simpatisan.
Sebagai orang tua yang sangat prihatin akan masa depan anak-anak down
syndrome di Indonesia dan juga karena tiada dukungan yang memadai dari
pemerintah ataupun kalangan lain, ISDI mengharapkan masa depan yang lebih
baik dengan dukungan di dalam petemuan yang rutin.
Isdi mensosialisaikan para penyandang kepada masyarakat luas dengan
berbagai aktifitas seperti menari, bermain musik, berolah raga, dan kegiatan
sosial.
Tujuan jangka pendek:
1. Untuk menjadi wadah informasi untuk keluarga dan siapa saja yang
tertarik kepada masalah para penyandang Down syndrome.
2. Membangkitkan rasa kesatuan bagi para keluarga dan penyandang dengan
pertemuan-pertemuan rutin, berbagi pengalaman dan saling memberi
dukungan.
3. Mendidik dengan memberikan ceramah-ceramah singkat degan berbagai
ragam topik yang berguna bagi down syndrome.
4. Memberikan perhatian khusus untuk memaksimalkan kemampuankemampuan anak down syndrome didalam seni, musik, tari, olah raga
maupun pelatihan kerja.
5. Membangun jaringan dengan para ahli medis, ahli pendidikan khusus,
sekolah dan relawan.
Tujuan jangka panjang:
1. Membangkitkan rasa percaya diri dengan mengenali potensi mereka.
2. Menyediakan pelatihan dengan sistem praktek langsung untuk melakukan
tugas-tugas sederhana untuk digunakan di administrasi perkantoran, rumah
makan atau hotel.
3. Membangun sebuah tempat permanen atau pusat untuk kebutuhan para
penyandang dan memberikan tempat yang nyaman dan aman.
4. Mensosialisasikan keberadaan mereka kepada lingkungan dan masyarakat
dengan bantuan melalui media.
7
2.3 Hasil Angket
Penulis melakukan sejumlah angket terhadap 100 responden dengan ragam
usia 15- 35 tahun ke atas untuk mengetahui pengetahuan masyarakat terhadap
down syndrome dan juga first impression terhadap saudara-saudara mereka yang
memiliki keterbelakangan mental. Hasilnya adalah:
1. 61 orang (61%) berusia sekitar 21-25 tahun, sebanyak 32 orang (32%)
berusia sekitar 17-20 tahun, dan sisanya berusia 26 tahun ke atas dan 15 ke
bawah.
2. Dari 100 responden, sebanyak 59 orang (59%) merasa sedih, 20 orang (20%)
merasa takut dan 3 orang (3%) merasa jijik jika berpapasan dengan orangorang yang memiliki keterbelakangan mental sedangkan 38 orang (38%)
tidak merasakan apa-apa.
3. Dari 100 responden, 62 orang (62%) yang mengetahui apa itu down
syndrome.
4. Dari 100 responden, sebanyak 31 orang (31%) memiliki keluarga yang
mengalami down syndrome.
5. Dari 100 responden, sebanyak 54 orang (54%) menganggap bahwa peduli
dengan saudara-saudara yang meiliki keterbelakangan mental penting, sangat
penting (35%), biasa saja (10%), dan satu orang menganggap tidak penting
(1%)
2.4 Hasil Wawancara
Berdasarkan narasumber, orang tua langsung penderita down syndrome,
bahwa kehadiran seorang anak bagi kehidupan mereka dengan keunikan merupakan
sebuah kejutan di dalam keluarga, dimana pada awal kelahiran seorang bayi yang
mereka dapati adalah sesosok mungil bayi yang kata dokter mengalami 'Sindroma
Down'.
Melihat perkembangan anak dengan down syndrome memang tidak bisa
disamakan dengan anak-anak lain pada umumnya. Mereka mulai menyadari bahwa
ada sisi-sisi tertentu yang memerlukan pendampingan khusus dalam proses
pertumbuhannya, sebut saja bagaimana ia mengasuh dirinya sendiri dan
menangkap apa yang diajarkan dirumah. Terlambat dalam merespon dan kurangnya
daya tangkap dalam menanggapi sebuah pembelajaran baru yang cukup asing
baginya merupakan perhatian khusus bagi orang tua dan keluarga.
Tidak jarang mereka merasa khawatir dengan apa yang akan diperbuat oleh
putra-putrinya jika tanpa pengawasan dan bimbingan yang tepat, karena anak-anak
ini jujur saja harus ada ketekunan yang sungguh-sunguh jika ingin melihat anaknya
berhasil, paling tidak bagaimana ia menjaga emosi dan sikap dalam lingkungan dan
mampu berinteraksi sosial.
Down Syndrome jelas berbeda dengan autis, jika pada anak autis memiliki
imajinasi dan kehidupannya sendiri dalam pikirannya sehingga menimbulkan
cacatnya komunikasi dengan siapapun yang menjadi lawan bicaranya, namun hal ini
berbeda dengan anak Down Syndrome dimana anak ini memiliki bentuk
kehidupan sama seperti anak normal, hanya saja, proses daya tangkap
dan
pertumbuhan masa pubernya agak terlambat.
8
Anak-anak Down Syndrome lebih banyak melakukan aktivitas yang bersifat
fisik, yang artinya bahwa anak-anak ini sangat suka sekali melakukan kegiatan
diluar rumah yang menggerakan saraf motoriknya, seperti berenang, balet,
memainkan alat musik, dan kegiatan olahraga lainnya. Ternyata mereka mampu
mengikuti apa yang diajarkan oleh pelatihnya, hanya dibutuhkan kesabaran untuk
membimbing mereka dikarenakan lemahnya daya tangkap mereka.
Beberapa dari anak Down Syndrome sudah sangat mampu mengurus dirinya
sendiri,
memotivasi dirinya untuk mengikuti kompetisi dan pertunjukkan, serta
menunjukkan rasa kasih sayang dan simpati terhadap teman-teman dan keluarga
dengan cara berbagi apa saja yang mereka miliki dan ringan tangan pada yang
memerlukan pertolongan.
Selain jiwa sosial berbaginya yang tinggi, ternyata anak Down Syndrome juga
bisa merasakan getar-getar cinta ketika melihat lawan jenis yang ia kagumi. Mereka
akan tersipu-sipu malu jika bertemu dengan orang yang dikaguminya dan
ditanyakan seputar orang tersebut.
Sejauh ini, anak Down Syndrome mendapat pendidikan di Sekolah Luar Biasa
dikarenakan adanya perhatian khusus dari pihak sekolah dan pengajar, berbeda
dengan sekolah biasa walaupun dengan sistem inklusi, yaitu sebuah sistem
pembauran siswa normal dengan siswa berkebutuhan khusus baik pada tingkat SLB
A,B,C maupun D, rupanya sistem ini belum bisa sepenuhnya berhasil dilakukan
sekolah-sekolah karena tingkat daya pemahaman anak Down Syndrome yang jauh
berbeda dengan anak normal lainnya, maka ketidakseimbangan ini
juga mampu
menciptakan kegiatan belajar mengajar yang kurang kondusif.
Sebenarnya secara keseluruhan, anak Down Syndrome sama dengan anak
normal lainnya dan sama seperti manusia lainnya, mereka layak mendapat
perlakuan, pengakuan dan penilaian yang seutuhnya sebagai ciptaan sempurna dari
yang Maha Kuasa, hanya saja mereka diciptakan unik dengan kekhususan mereka
dan butuh kesabaran dan perhatian yang lebih mendalam terhadap mereka.
Menerima kenyataan dan menjaga titipan Tuhan dengan sebaik-baiknya adalah
perintah dari Tuhan yang tidak bisa disangkal, menciptakan kasih dan menjadi
pembimbing hidup adalah tugas mulia yang telah diberikan kepada keluarga yang
memliki anak down syndrome dan mereka sangat bangga dan mengasihi putra-putri
mereka sepenuhnya.
Berikut adalah data dari hasil wawancara penulis dengan beberapa anak-anak
penderita down syndrome.
1. Sarah: suka menari dengan iringan musik, sensitif, suka memeluk dan
mencium orang-orang yang dia sayang, menangis ketika ada orang lain
yang sedih.
2. Christian: Vokalis dari grup musik STARS.
3. Deffrey: Vokalis dari grup musik STARS, memiliki facebook dan dia
selalu murah senyum dan pemaaf.
4. Faijah: Suka bermain pianika dan menari balet.
5. Haifah: Sangat dewasa, saat teman-temannya sedang bad mood, dia
dapat mencairkan suasana.
9
6. Dodo: Sangat mahir dalam bermain drum.
7. Edo: Jago bermain perkusi, dan berprestasi dalam renang.
2.5 Target Audiens
2.5.1 Target Primer
Berusia sekitar 25-50 tahun ke atas, unisex, tinggal di daerah Ibu Kota, dan
memiliki pengetahuan dan pendidikan minimal perguruan tinggi, serta memiliki
mata pencaharian di dunia psikologi. Mereka juga memiliki hubungan/ketertarikan
dengan orang-orang keterbelakangan mental. Tingkat kemampuan ekonomi B
hingga A.
2.5.2 Target Sekunder
Berusia sekitar 17-50 tahun, unisex, memiliki ketertarikan terhadap fotografi,
isu sosial, dan yang tidak mengetahui tentang adanya situasi dan kondisi dari orangorang yang memiliki down syndrome. Warga negara Indonesia atau asing yang
bertempat tinggal di Indonesia dan memiliki mata pencaharian di bagian
kesejahteraan rakyat dan pendidikan. Tingkat kemampuan ekonomi B hingga A.
2.6 Faktor Pendukung dan Penghambat
2.6.1 Faktor Pendukung
1. Kepedulian sosial yang dimiliki oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
2. Sampai saat tulisan ini dibuat, buku tentang down syndrome jumlahnya
masih sangat terbatas di Indonesia.
3. Adanya asosiasi-asosiasi yang mendukung orang-orang yang memiliki
down syndrome.
4. Perkembangan dunia fotografi yang memungkinkan penyebaran melalui
komunitas-komunitas fotografi.
2.6.2
Faktor Penghambat
1. Tema yang sangat sensitif yang bisa menyinggung beberapa orang
2. Dari sisi komersil, isu sosial seperti down syndrome tidak memiliki nilai
jual setinggi genre lainnya
3. Banyak alternatif buku dari fotografer lain yang lebih dikenal dapat
merebut perhatian target market
2.7 TWOS
2.8.1 Threat (ancaman)
• Tidak banyak orang yang tidak peduli atau tidak peka terhadap fenomena
down syndrome.
• Banyak orang menggunakan internet sebagai sumber informasi untuk
melihat foto dan membaca artikel.
2.8.2 Opportunity (peluang)
• Menjadi buku fotografi pertama di Indonesia yang menyajikan keunikankeunikan down syndrome.
10
•
Menjadi buku profile bagi asosiasi, komunitas, aktivis dan orang tua
untuk menciptakan social awareness kepada penderita down syndrome.
2.8.3 Weakness (kelemahan)
• Peminat hanya pada golongan-golongan tertentu saja.
• Masih adanya masyarakat-masyarakat yang ignorant terhadap isu-isu
sosial.
• Harga buku fotografi berwarna cenderung mahal.
2.8.4 Strength (kekuatan)
• Sebuah tema yang unik, mengangkat sisi-sisi dari down syndrome yang
tidak diketahui masyarakat secara umum.
• Menarik bagi orang-orang yang mendalami bidang fotografi, terutama
dengan tema human interest.
• Dapat memberikan inspirasi bagi orang-orang yang mempunyai saudara
down syndrome.
11
Download