PENDAHULUAN Latar belakang Bahan pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, oleh karena itu para peternak dan pengusaha pakan selalu berusaha mencari bahan pakan yang murah harganya, mudah diperoleh dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, serta memiliki kandungan gizi untuk hidup pokok, partumbuhan dan produksi. Untuk dapat meningkatkan margin keuntungan usaha peternakan, perlu diupayakan pengadaan bahan baku pakan yang murah dan mudah diperoleh. Salah satu tanaman yang ada di Indonesia khususnya Sulawesi adalah tanaman murbei. Sekarang ini tanaman murbei hanya dibudidayakan untuk pakan ulat sutera. Jika dilihat dari kandungan gizinya sangat baik serta tahan terhadap musim kemarau sehingga bagus untuk makanan ternak khususnya ternak ruminansia. Kandungan protein kasar daun murbei (Morus alba L.), 22-23%, lebih tinggi dibandingkan hijauan lainnya seperti rumput raja (8,2%), star grass (8,9%), rumput gajah (9%) (Boschini, 2002), demikian pula bila dibandingkan dengan legume leucaena yang mengandung protein kasar sebesar 21,5%. Jika dilihat dari kadar protein, murbei dapat digunakan sebagai pengganti legume untuk makanan ternak khususnya ternak ruminansia. 1 Rumusan Masalah Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia yaitu daun murbei (Morus alba L), namun permasalahanya belum diketahui apakah pemupukan tanaman murbei (Morus alba L) dengan umur pemotongan yang berbeda berpengaruh terhadap kandungan selulosa, hemiseluosa dan lignin daun murbei (Morus alba L). Hipotesis Diduga bahwa perlakuan pemupukan tanaman murbei dengan umur pemotongan yang berbeda dapat mempengaruhi kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin daun murbei (Morus alba L. ). Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin daun murbei (Morus alba L.) dengan perlakuan pemupukan pada umur pemotongan yang berbeda. Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi kepada masyarakat peternak untuk mengetahui dampak pemotongan pemupukan dan umur daun murbei (Morus alba L) yang baik sebagai pakan ternak ruminansia. 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Tanaman Murbei Murbei berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m dari permukaan laut, dan memerlukan cukup sinar matahari. Tumbuhan ini telah dibudidayakan dan menyukai daerah-daerah yang cukup basah seperti lereng gunung, tetapi pada tanah yang berdrainase baik. Tumbuhan murbei kadang ditemukan tumbuh liar. Tinggi pohon tumbuhan ini maksimal 9 m, percabangan banyak, cabang muda berambut halus, daun tunggal, letak berseling, dan bertangkai yang panjangnya 1 - 4 cm. Helai daun tumbuhan murbei bulat telur sampai berbentuk jantung, ujung meruncing, pangkal tumpul, tepi bergigi, pertulangan menyirip agak menonjol, permukaan atas dan bawah kasar, panjang 2,5 - 20 cm, lebar 1,5 - 12 cm, dan berwarnanya hijau. Bunga tanaman murbei majemuk bentuk tandan, keluar dari ketiak daun, mahkota berbentuk taju, warnanya putih. Dalam satu pohon tanaman murbei terdapat bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna yang terpisah. Murbei berbunga sepanjang tahun. Buahnya banyak berupa buah buni, berair dan rasanya enak, buah muda berwarna hijau, setelah masak jadi hitam (Dalimartha, 2002). Sistematika tanaman murbei (Morus sp.) menurut Sunanto (1997) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub-Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledenoleae Ordo : Urticalis 3 Family : Moreceae Genus : Morus Spesies : Morus sp Menurut Sunanto (1997), murbei dikenal dengan nama umum sebagai besaran (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali), kertu (Sumatera Utara), gertu (sulawesi), kitaoc (Sumatera Selatan), kitau (Lampung), moerbei (Belanda), mulberri (Inggris), gelsa (Italia), Murles Prancis). Murbei pada dasarnya mempunyai bunga kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang juga berkelamin rangkap (Atmosoedarjo, dkk, 2000). Tanaman murbei dapat diperbanyak dengan biji, stek atau okulasi. Perbanyakan dengan biji relatif lebih mahal, tetapi menghasilkan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan perbanyakan melalui stek. Perbanyakan tanaman dengan stek membutuhkan 75.000 sampai 120.000 stek/ha, sedangkan perbanyakan dengan okulasi membutuhkan 4.000 tanaman/hektar. Teknik perbanyakan tanaman dengan okulasi secara eksklusif dilakukan di Jepang. 4 Tanaman murbei mencapai ketinggian 1.3 m pada umur 10 minggu. Pemanenan pertama daun dilakukan pada umur 12 minggu setelah penanaman. Pemanenan dapat dilakukan sebanyak 6 sampai 7 kali dalam waktu kurang lebih 1 tahun. Waktu panen daun terbaik dilakukan pada sore hari. Tanaman murbei dapat berproduksi dengan baik sampai berumur 15 tahun. Setelah itu, tanaman harus diremajakan (Machii et al. 2002). B. Komposisi Kimia Tanaman Murbei Salah satu cara untuk meningkatkan produksi dan mutu daun murbei adalah dengan pemupukan. Disamping pemupukan melalui tanah perlu dicoba pula pemupukan melalui daun yang diharapkan dapat meningkatkan mutu dan produksi daun murbei dalam waktu yang pendek. Berdasarkan hasil analisis proksimat, daun murbei yang dipupuk dengan gandasil dan bayfolan, memiliki susunan kimiawi yang relatif sama dalam hal kandungan air (selisih 1,00), protein kasar (selisih 1,49) serat kasar (selisih 1,05), karbohidrat (selisih 1,2%), lemak (selisih 0,2%), abu (3,52%), BETN (selisih 0,39%), Ca (selisih 0,49%) dan P (0,02%) (Andadari dan Diana, 2005). Menurut Tazima (1978) daun murbei dengan kandungan protein kasar 24—36%, serat kasar 7—11%, BETN 43—55%, lemak kasar 2—4% dan abu 7— 9% diperlukan bagi pertumbuhan ulat sutera. Kandungan protein kasar daun murbei (22-23%) lebih tinggi dibandingkan hijauan lainnya seperti rumput raja (8,2%), star grass (8,9%) dan rumput gajah (9%) ( Boschini 2002). 5 Tabel 1. Kandungan Zat Makanan (%) Lima Jenis Daun Murbei. Jenis Murbei Morus alba Morus nigra Morus multicaulis Morus cathayana Morus australia Komposisi Kimia Air PK SK LK Abu Kht Fosfor 84,28 83,17 77,11 79,5 83,89 20,15 20,06 15,51 18,53 19,44 13,20 16,19 12,55 12,89 12,82 3,62 3,63 3,64 3,69 4,10 10,58 10,77 14,46 14,84 10,63 39,20 35,94 42,84 38,43 41,80 0,44 0,31 0,30 0,36 0,42 Sumber : Samsija (1992) Kandungan tanin daun murbei (Morus albal L) sebesar 0,85% (Datta, RK, 2002), nilai yang sagat kecil untuk berpotensi mengikat protein dibandingkan dengan daun kaliandra yang mengandung tanin sebesar 11,3%. Belum dilaporkan adanya dampak senyawa aktif yang terdapat pada daun murbei terhadap produktifitas ternak. Kadar tanin diatas 5% dapat menurunkan degradasi protein, N amonia dan kecernaan serta (Makkar dan Singh, 2002). Komposisi nutrien yang lengkap serta produksi daun yang tinggi , menjadikan tanaman murbei potensial dijadikan bahan pakan ternak, menggantikan konsentrat khususnya untuk ternak ruminansia (Parakkasi, A. 1999). C. Potensi Produksi dan Pemanfaatan Murbei Hampir semua wilayah dibelahan bumi mengenal tanaman murbei. Luas area tanaman murbei Terlihat pada Tabel 2. Namun perhatian terhadap tanaman ini lebih terfokus pada pemanfaatannya sebagai pakan ulat sutra serta untuk biofarmasi. Belum banyak yang mengkaji pemanfaatan tanaman murbei sebagai bahan pakan ternak, khususnya ternak ruminansia (Dalimartha, 2002). 6 Adaptasi tumbuh tanaman murbei relatif mudah. Tanaman ini dapat tumbuh pada lokasi dengan variasi suhu, pH tanah dan ketinggian dari permukaan laut yang sangat besar. Informasi ini menguak potensi tanaman ini untuk dapat ditanam dilokasi yang tersebar luas. Selain adaptasi tumbuh, pilihan cara perbanyakan tanaman murbei yakni dengan benih, stek atau okulasi, juga mengindikasikan potensi tanaman ini untuk dapat dikembangbiakkan dengan mudah (Atmosoedarjo et at. 2002). No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Tabel 2 : Luas Tanaman Murbei (Morus alba L) di Indonesia Propinsi 2000 2001 2002 2003 2004 Aceh Sumatra Utara 140.0 140.0 140.0 140.0 140.0 Riau Sumatra Barat 868.0 868.0 868.0 868.0 3.5 Jawa Barat 2.029.0 2.992.0 2.029,0 2.992 2.992.0 Banten Jawa Tengah 584.0 941.3 941.3 941.3 3941.3 D.I. Yogyakarta 584.0 343.6 483.5 496.2 496.2 Jawa Timur 530.0 540.0 540.0 540.0 540.0 Sulawesi Tengah 122.0 122.0 122.0 122.0 122.0 Sulawesi Selatan 5270.0 6.588.2 6.037.7 4.216.3 4.184.5 Sulawesi Tenggara Bali 25.0 25.0 25.0 25.0 Nusa Tenggara Barat 20.0 20.0 20.0 20.0 Jumlah 1027.0 12.581.5 12.198.4 10.338.7 9492.5 Sumber : Dirjen Rehabilitasi lahan dan Perhutanan Sosial (2005) Dilaporkan oleh Martin et al. (2002), produksi biomassa murbei dengan interval defoliasi 90 hari akan mencapai 25 ton BK/ha/thn dan produksi daun sebesar 16 ton BK/ha/thn, dan produki daun sebesar 19 ton BK/ha/thn. D. Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin Selulosa merupakan polimer linier dari β-D-glukosa yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan glikosidik b-(1,4). Selulosa merupakan komponen struktural utama dinding sel. Selulosa dicirikan dengan kekuatan mekanisnya 7 yang tinggi, tinggi daya tahannya terhadap zat-zat kimia dan relatif tidak larut dalam air. Selulosa dapat dihidrolisis dengan enzim selulosa. Karena tubuh manusia tidak memiliki enzim ini, maka selulosa tidak dapat dimanfaatkan atau dicerna oleh tubuh manusia. (Kusnandar, 2010). Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang mengandung berbagai gula, terutama pentosa. Hemiselulosa umumnya terdiri dari dua atau lebih residu pentosa yang berbeda. Komposisi polimer hemiselulosa sering mengandung asam uronat sehingga mempunyai sifat asam. Hemiselulosa memiliki derajat polimerisasi yang lebih rendah, lebih mudah terhidrolisis dalam asam, mempunyai suhu bakar yang lebih rendah dibandingkan selulosa dan tidak berbentuk seratserat yang panjang. Selain itu, umumnya hemiselulosa larut dalam alkali dengan konsentrasi rendah, dimana semakin banyak cabangnya semakin tinggi kelarutannya. Hemiselulose dapat dihidrolisis dengan enzim hemicellulase (xylanase) (Kusnandar, 2010). Lignin adalah salah satu zat komponen penyusun tumbuhan, komposisi bahan penyusun ini berbeda-beda tergantung jenisnya. Lignin terakumulasi pada batang tumbuhan berbentuk pohon dan semak, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak (Anonim, 2010). Perbedaan selulosa dan hemiselulosa yaitu hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi rendah 50-100 unit dan mudah larut dalam alkali, tetapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya, tidak larut dalam air dingin maupun air panas dan alkali panas. Selulosa merupakan komponen penyusun 8 dinding sel tanaman bersama-sama dengan hemiselulosa, pektin dan protein (Anonim, 2010). E. Pemupukan Tanaman Murbei Pemupukan adalah untuk mencukupi kebutuhan unsur hara dan memperbaiki kondisi tanah sehingga akar tanaman murbei dapat mudah menyerap unsur hara pada jumlah yang cukup. Unsur hara merupakan unsur yang dibutuhkan tanaman murbei untuk pertumbuhan, dan fungsinya tidak dapat digantikan unsur lain. Jika jumlahnya kurang mencukupi, terlalu lambat tersedia akan menyebabkan pertumbuhan tanaman murbei terganggu dengan ditandai gejala seperti, tanaman kurus, daun menguning, dan tidak mau berbuah. Oleh sebab itu kita harus menambahkan unsur hara ke dalam tanah, agar tanaman murbei tidak kekurangan ( Ahdiat, 2007) Pemupukan dilakukan 2 kali setahun yaitu setelah tanaman murbei dipangkas. Saat yang tepat adalah 2 minggu setelah pemangkasan. Jenis pupuk yang sering diberikan pada tanaman murbei adalah Urea, KCl dan SP-36 serta pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang. Adapun banyaknya pupuk yang diberikan adalah Urea 350 kg/ha, KCl 150 kg/ha dan SP-36 sebanyak 50 kg/ha. Sedangkan pupuk organik berupa pupuk kandang diberikan sebanyak 15 ton/ha (Ahdiat, 2007) Ada dua cara pemberian pupuk pada tanaman murbei yaitu pupuk ditabur diantara baris tanaman kemudian ditimbun dengan tanah, atau dengan cara ditugal pada jarak 30 cm dari tanaman dapat dilihat pada (Gambar 2). Pemupukan, terutama pupuk buatan harus dilakukan 3 bulan sebelum pemanenan daun, hal ini untuk menghindari terjadinya keracunan pada ulat sutera (Ahdiat, 2007). 9 Gambar 2: Cara pemupukan tanaman murbei F. Defoliasi Tanaman Murbei Defoliasi ialah pemotongan atau pengambilan bagian tanaman murbei yang ada di atas permukaan tanah, baik oleh manusia maupun oleh renggutan hewan itu sendiri di waktu ternak digembalakan (Anonim, 2010). Sehubungan dengan defoliasi berikut ini akan dikemukakan mengenai saat defoliasi, frekuensi defoliasi dan tinggi rendahnya batang tanaman murbei yang ditinggalkan, dan potong paksa. Untuk menjamin pertumbuhan kembali (regrowth) yang optimal yang sehat dan kandungan gizi yang baik, defoliasi diharuskan dilakukan pada periode tertentu yakni pada akhir vegetatif atau menjelang berbunga. Di dalam praktek, biasanya defoliasi dilakukan 40 hari sekali pada musim penghujan dan 60 hari sekali di musim kemarau. Kesemuanya hanya biasa dilakukan apabila pemeliharaan itu baik (Anonim, 2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kembali ialah adanya persediaan bahan makanan (food reserve) berupa karbohidrat di dalam akar dan tunggal yang ditanggalkan setelah defoliasi. Karbohidrat ini dihasilkan oleh proses asimilasi. Segera setalah defoliasi karbohidrat, ini dirombak oleh enzim tertentu menjadi energi untuk pertumbuhan kembali (Anonim, 2010) 10 Pertumbuhan tanaman hijauan biasa dibedakan menjadi 3 periode (Anonim, 2010) yaitu : a. Periode perkecambahan atau awal pertumbuhan yaitu periode dimana tanaman mulai tumbuh. Jika defoliasi dilakukan pada periode ini, maka hijauan tersebut nilai gizinya relatif tinggi dan serat kasarnya pun masih rendah. Untuk mempertahankan agar hijauan tetap dalam keadaan muda, maka tanaman murbei harus sering dipotong. Tetapi defoliasi yang dilakukan pada periode ini kurang menguntungkan, karena akan memperlemah pertumbuhan kembali, dengan demikian tanaman murbei tak ada kesempatan tumbuh kembali dengan baik, sehingga tanaman liar akan tumbuh subur. b. Periode vegetatif yaitu periode sesudah awal pertumbuhan sampai menjelang berbunga. Jika defoliasi terhadap tanaman murbei dilakukan pada periode ini, sungguh sangat tepat atau merupakan saat pemotongan yang optimal, sebab - kandungan nilai gizi tananam murbei masih cukup tinggi, belum banyak yang hilang menjadi buah (biji) - Kandungan serat kasarnya belum begitu tinggi. - Kesempatan untuk tumbuh kembali masih baik. - Rasanya masih enak (palatable) c. Periode berbuah adalah periode di mana tanaman murbei sudah mulai membentuk biji. Pada periode ini kandungan serat kasar tanaman sangat tinggi, karena semakin tua tanaman akan semakin banyak serabut yang digenangi oleh lignin yang mengeraskannya, sehingga kebanyakan dari selsel tanaman murbei itu diselubungi oleh zat yang tak dapat dicerna dan itulah sebabnya nilai gizi makanan akan menurun pula. 11 Frekuensi defoliasi (berulang kalinya pemotongan terhadap tanaman hijauan murbei) perlu dipikirkan oleh setiap peternak. Sebab sehabis defoliasi, pertumbuhan kembali tanaman murbei memerlukan zat-zat yang kaya energi seperti gula dan pati, yang erat hubungannya dengan zat-zat N, P dan K. Pada interval pemotongan yang panjang keadan tidak mengkawatirkan tetapi pada interval pemotongan pendek atau intensitas pemotongan yang tinggi maka karbohidrat dalam akar akan menurun sehingga dapat mengganggu pertumbuhan kembali, sebab pembentukan karbohidrat merupakan proses asimilasi. Hal ini disebabkan tanaman murbei tidak ada kesempatan untuk berasimilasi. karbohidrat ini setelah defoliasi segera dirombak oleh enzim tertentu menjadi energi kemudian dipergunakan untuk pertumbuhan. Itulah sebabnya jarak antara pemotongan (frekuensi defoliasi) yang pertama dan kedua perlu diatur baik. Bahwa defoliasi di musim penghujan 40 hari sekali dan 60 hari sekali di musim kemarau (Anonim, 2010). Pada saat tanaman murbei itu dipotong, bagian tanaman murbei yang ditinggalkan tidak boleh terlalu pendek atau terlalu tinggi. Sebab semakin pendek bagian tanaman murbei yang ditinggalkan, pertumbuhan kembali tanaman murbei tersebut akan makin lambat, karena persediaan energi (karbohidrat) dan pati yang ditinggalkan pada tunggul pun semakin sedikit. Sehingga kesempatan berasimilasi tanaman murbei pun menjadi semakin berkurang. Demikian pula sebaliknya jika pada saat defoliasi itu bagian tanaman murbei yang ditinggalkan terlalu tinggi dan tidak benar. Sebab hal ini akan memberikan kesempatan terhadap pertumbuhan tunas batang saja. Pemotongan paksa untuk tanaman yang pertama kali ditanam, maka setelah berumur 60 hari perlu dilakukan potong paksa, baik tanaman itu 12 masih rendah maupun sudah tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk menstimulir pertumbuhan dan untuk memperbanyak anakan dan menyeragamkan pertumbuhan berikutnya (Anonim, 2010). 13 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2010 yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama yaitu pengambilan daun murbei ( Morus alba) di Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan. Defoliasi dilakukan pada bula Oktober dan November. Tahap ke dua yaitu analisis di Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : timbangan, alat penangas (pendingin),labu takar 500 ml, timer (jam), gelas piala 100 ml, labu ukur 10 ml, pipet tetes, ember, alat pengaduk, alat tulis menulis, erlenmeyer, kertas saring, oven, cawan porselin, serta plastik. Bahan yang digunakan adalah (Tanaman murbei Morus alba L.), urea, air atau aquades, KMnO4 0,1 N, garam asam, H2SO4, NaOH 1,5 N, KCL, TSP, dan alkohol. Metode Kerja Lahan murbei petani yang digunakan dalam penelitian ini, sebanyak tiga kelompok petak. Ukuran satu kelompok petak seluas 400 m yang dibagi empat anak petak, masing-masing berukuran 100 m dalam satu anak petak . Sebelumnya seluruh tanaman murbei ini didefoliasi. Setiap satu kelompok petak diberi perlakuan yang berbeda. 14 Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan penelitian ini disusun sebagai berikut . P1 = Perlakuan tanpa pemupukan pada umur pemotongan dua bulan P2 = Perlakuan tanpa pemupukan pada umur pemotongan tiga bulan P3 = Perlakuan pemupukan pada umur pemotongan dua bulan P4 = Perlakuan pemupukan pada umur pemotongan tiga bulan . Cara pengambilan daun murbei ( Morus alba L.) Daun Murbei ( Morus alba L.) diambil dilapangan kemudian dipisahkan daun murbei yang sudah dipotong-potong pada tahap awal. Kemudian hasil potongan tersebut dimasukkan dalam wadah yang sudah dikelompokkan dalam petak-petak tersebut. Penentuan Kadar Hemiselulosa, Selulosa dan Lignin Untuk menentukan kadar hemiselulosa, selulosa dan lignin suatu bahan pakan terlebih dahulu harus ditentukan kadar ADF dan NDF seperti yang dikemukakan oleh Van Soest (1976). Penentuan kadar ADF dan NDF Sampel yang sudah digiling harus ditimbang 0,5 g, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi setelah itu di ukur 50 ml larutan ADF dengan menggunakan gelas ukur. Selanjutnya didihkan air pada gelas piala dan masukkan di tabung reaksi yang berisi sampel ke dalam air mendidih selama 1 jam. Setelah mendidih sampel disaring dengan 100 ml air dengan menggunakan sintered glaas yang telah disiapkan. Kemudian sampel yang sudah disaring di ovenkan pada suhu 105oC selama 30 menit dan ditimbang beratnya, (Van Soest, 1976). 15 Residu dari penerapan ADF yang telah disaring dengan sintered glaas dan diovenkan kemudian diletakkan di atas cawan petri kemudian di tambahkan 15 ml H2SO4 72% selama 3 jam. Sambil diaduk-aduk, setelah itu diisap dengan pompa vacum sambil dibilas dengan aquades, selanjutnya diovenkan pada suhu 105oC selama 24 jam dan dibandingkan sampai 30 menit kemudian ditimbang (Van Soest 1976). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Berat Residu ADF setelah diovenkan – berat cawan kosong % lignin = x 100% Berat sampel % Kadar Hemiselulosa = Kadar NDF – Kadar ADF % Kadar Selulosa = Kadar ADF – Kadar Lignin Analisa Data Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan analisa ragam secara Rancangan Acak Kelompok (RAK), perlakuan yang berpengaruh nyata akan diuji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata terkecil (BNT), (Garperz, 1991). Model mamematikanya adalah : Yij = µ + τi + βj + €ij Keterangan : Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-I dan kelompok ke-j µ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j 16 €ij = Error (pengaruh acak) pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin pada Daun Murbei (Morus alba L.) dengan Perlakuan Pemupukan pada Umur Pemotongan yang Berbeda. Hasil analisis laboratorium kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin daun murbei (Morus alba l) dengan perlakuan pemupukan dan umur pemotongan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. sebagai berikut: Tabel 3. Rataan Nilai Kandungan Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin Daun Murbei (Morus alba l) dengan Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan yang Berbeda. Perlakuan P1 Selulosa (%) Hemiselulosa(%) Lignin(%) a 13,35 +1,047 7,98+1,862 5,44+ 0,901 P2 13,62 +1,078a 9,17+3,57 4,01 + 1,661 P3 16,99 +0,622c 5,50+2,74 5,48 + 0,449 P4 15,63 +0,041b 6,08+ 2,38 4,50 + 0,483 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0,05) Kandungan Selulosa Hasil analisis kandungan selulosa pada daun murbei (Morus alba L) dari perlakuan P1,P2,P3, dan P4 terhadap masing-masing menghasilkan13,35%,13,62%, 16,99% dan 15,63%. Analisis statistik dengan program SPSS 16,0 diperoleh kandungan selulosa paling tinggi pada perlakuan P3 dan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan P4. Kandungan Selulosa terendah diperoleh pada perlakuan P1 dan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) terhadap perlakuan P3 dan P4. Perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 namun berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P2. Sedangkan perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P4 18 Berdasarkan hasil, bahwa daun murbei yang dihasilkan tanpa adanya pemupukan dilihat pada P1 dan P2 memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan selulosa, hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya pemupukan maka dapat menurunkan selulosa pada daun murbei, dengan adanya pemupukan maka dapat meningkatkan kandungan selulosa pada daun (Niken, 2009). Kandungan Hemiselulosa Hasil analisis kandungan hemiselulosa pada daun murbei (Morus alba L) dari perlakuan P1,P2,P3, dan P4 masing-masing menghasilkan 7,98%,9,17%,5,50% dan 6,08%. Analisis statistik dengan program SPSS 16,0 diperoleh kandungan hemiselulosa paling tinggi diperoleh pada perlakuan P2 dan menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P1. Kandungan hemiselulosa terendah diperoleh pada perlakuan P3 dan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P<0.01) terhadap perlakuan P1 dan P2. Perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 namun berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P4. Perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P3 dan P4. Berdasarkan hasil pada P1 dan P2 tanpa pemupukan kandungan hemiselulosa lebih tinggi dibandingkan dengan P3 dan P4 dengan adanya pemupukan. Akibat pemupukan maka selulosa akan meningkat dan hemiselulosa akan menurun sehingga terurai menjadi glukosa (Niken,2009). 19 Kandungan Lignin Hasil analisis kandungan lignin pada daun murbei (Morus alba L) dari perlakuan P1,P2,P3, dan P4 terhadap kandungan lignin masing-masing menghasilkan 5,44%,4,01%,5,48% dan 4,50%. Analisis statistik dengan program SPSS 16,0 diperoleh kandungan lignin paling tinggi diperoleh pada perlakuan P3 dan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P<0,05) dengan P1. Kandungan lignin terendah diperoleh pada perlakuan P2 dan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P<0.01) terhadap perlakuan P1 dan P3. Perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan P4. Berdasarkan hasil yang diperoleh kandungan lignin pada daun murbei lebih rendah dibandingkan dengan kandungan selulosa dan hemiselulosa hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kandungan selulosa dan hemiselulosa. daun yang tinggi kandungan ligninnya akan sulit dicerna oleh ternak sehingga tidak memberikan hasil yang diinginkan Siregar (1992) menyatakan bahwa semua tanaman termasuk hijauan mengandung lignin. Kandungan P1 tanpa pemupukan 5,44% sedangkan P3 dengan pemupukan 5, 48% meningkat dibandingkan dengan P1 hal ini disebabkan karena dengan pemupukan terjadi perubahan, dimana struktur kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama. Gugus aromatik ditemukan pada lignin, yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Di lihat dari perlakuanya, P3 dan P4 lebih baik jika dilihat dari kadar selulosa karena dengan pemupukan kadar selulosa lebih tinggi yaitu 16,99% dan 15,63% jika dibandingkan dengan tanpa pemupukan 13,35% dan 13,62%. 20 Kandungan lignin antara pemupukan dan tanpa pemupukan kanduganya hampir sama yaitu 5,44% dan 4,01% tanpa pemupukan sedangkan tanaman murbei yang dipupuk yaitu 5,48% dan 4,50%. Kadar selulosa antara perlakuan pemupukan dan tanpa pemupukan yaitu 7,98% dan 9,17% dan 5,50% dan 6,08% 21 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Perlakuan pemupukan dan tanpa pemupukan pada daun murbei (Morus alba l) tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan hemiselulosa tetapi meningkatkan kandungan sululosa karena adanya pemupukan sedangkan kandungan lignin pada daun murbei lebih rendah dibandingkan dengan kandungan selulosa dan hemiselulosa dan pada umur pemotongan yang berbeda lebih berpengaruh pada umur petongan dua bulan. Saran Diperlukan penelitian lanjutan mengenai pemberian daun murbei kepada ternak ruminansian dengan pengolahan pemupukan dan tanpa pemupukan untuk melihat pengaruhnya terhadap ternak 22 DAFTAR PUSTAKA Anonim,2002.http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=1065&tbl= Alteratif. Di akses Pada tanggal 15 Oktober 2010. Anonim, 2010. http://info-nak.blogspot.com/2009/04/defoliasi.html Alternatif Di akses pada tanggal 19 Oktober 2010 Anonim, 2010. Biokimia http/id.wikipedia.org/wiki/lignin. Di akses pada tanggal 25 Oktober 2010 Andadari.L dan Diana.P. 2005. Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Produksi Dan Mutu Daun Murbei (Morus sp). http://proxy.unila.ac.id/~fphutan/mambo/jhutrop/jh23lincah.html. Di akses Pada tanggal 15 Oktober 2010. Ahdiat, N. 2007 Budidaya Tanaman Murbei http://www.agrisilk.com/index.php Di akses pada tanggal 19 Oktober 2010 Atmoseodarjo, S.,J. Kartasubrata, Kaomini,w. Saleh, dan W. Moerdoko. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Jaya. Jakarta Boschini, C.F. 2002. Nutritional Qualityof Mulberry cultivation for ruminant feeding. Sanches MD editor Mulbery for animal production proccedings of an electronic conference carried out. May and August 2002 Roma : FAO Animal Production and Health Paper 173-182 Dalimartha, 2002. Murbei (Morus alba L). http://www.pdpersi.co.id/persi ?s h o w =data/artikel. Di akses Pada tanggal 15 Oktober 2010. Datta, R.K, A. Sarkar, P.R.M, Ran and N.R.Singhvi 2002. Utilization of mulberry as animal fodder in India. Dalam MD Sanches editor Mulbery for animal production proccedings of an electronic conference carried out. May and August 2002 Roma : FAO Animal Production and Health Paper 183-188. Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2005 Tanaman Murbei di Indonesia,Jakarta. Gazperz V, 1994. Metode Perancangan Percobaan Untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik, dan Biologi. PT. Armico, Bandung. Kusnandar, F. 2010. Mengenal Serat Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB).http://itp.fateta.ipb.ac.id/ Di akses Pada tanggal 15 Oktober 2010. 23 Machii H, Kayoma A, Yamanouchi H. 2002. Mulberry Breeding, Cultivation and Untilization in japan. Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FOA Animal Production and Health Paper 147. Hlm 63-72 Makkar, H.P dan R. Singh. 2002. The Potential of Mulberry Foliage as a feed Suplement. 139-154 Martin G, Reyes F, Hernandez I, Milear M. 2002.Agronomic studies with mulberry in Cubai. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production.Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FOA Animal Production and Health Paper 147. Hlm 63-72 Niken, 2009. Mngenal lebih jelas trichoderma viridae. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminanasia. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Tazima Y. 1978. The Silkworm. Tokyo: Kodanisha Ltd. Samsijah.1992. Pemilihan tanaman murbei (morus alba l)yang sesuai dengan daerah Siding Resmi Sukabumi, Jawa Barat. Bul penelitian hutan 547:4559 Siregar. T.T.S, S. Riyadi dan Nuraeni. 1992. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya, Jakarta. Sunanto. H. 1997. Budidaya Murbei dan Usaha Pensutraan Alam. Kansius. Yogyakarta. Van Soest P.J. 1976. New Chemical Methods for Analysis of forages for the purpose of Predicting Nutritive Value. Pref IX International Grassland Cong 24 25 LAMPIRAN 1. Skema proses pengolahan daun murbei (Morus alba.L) hingga analisis dapat di lihat pada skema berikut: KELOMPOK I 1. Dipotong setelah 2 Bulan 3. Dipotong setelah 2 Bulan 2. Di potong setelah 3 Bulan 4. Dipotong setelah 3 Bulan KELOMPOK II 1. Dipotong setelah 2 Bulan 3. Dipotong setelah 2 Bulan 2. Di potong setelah 3 Bulan 4. Dipotong setelah 3 Bulan KELOMPOK III 1. Dipotong setelah 2 Bulan 3. Dipotong setelah 2 Bulan 2. Di potong setelah 3 Bulan 4. Dipotong setelah 3 Bulan Gambar 3. Skema proses pengolahan tanaman murbei. 26 Descriptives selulosa N Std. Deviatio n Mean 95% Confidence Interval for Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimu Maximu m m p1 3 13.3533 1.04711 .60455 10.7522 15.9545 12.17 14.16 p2 3 13.6267 1.07816 .62248 10.9484 16.3050 12.70 14.81 p3 3 16.9900 .62233 .35930 15.4440 18.5360 16.43 17.66 p4 3 15.0633 .04163 .02404 14.9599 15.1668 15.03 15.11 Total 12 14.7583 1.65913 .47895 13.7042 15.8125 12.17 17.66 Test of Homogeneity of Variances selulosa Levene Statistic df1 df2 Sig. 3.239 3 8 .082 ANOVA selulosa Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 24.984 3 8.328 12.581 .002 Within Groups 5.296 8 .662 Total 30.280 11 27 Multiple Comparisons Dependent Variable:selulosa (I) (J) Mean perlak perlak Difference (Iuan uan J) Std. Error LSD p1 p2 p3 p4 K1 -.27333 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound .66432 .692 -1.8053 1.2586 K2 -3.63667 * .66432 .001 -5.1686 -2.1047 K3 -1.71000* .66432 .033 -3.2419 -.1781 K1 .27333 .66432 .692 -1.2586 1.8053 K2 -3.36333* .66432 .001 -4.8953 -1.8314 K3 -1.43667 .66432 .063 -2.9686 .0953 K1 3.63667* .66432 .001 2.1047 5.1686 K2 3.36333* .66432 .001 1.8314 4.8953 K3 1.92667* .66432 .020 .3947 3.4586 K1 1.71000 * .66432 .033 .1781 3.2419 K2 1.43667 .66432 .063 -.0953 2.9686 K3 -1.92667* .66432 .020 -3.4586 -.3947 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. 28 LAMPIRAN 3. Rata-rata kandunga hemiselulosa daun murbei (morus alba l) dengan perlakuan pemotongan yang berbeda. pemupukan dan umur Descriptives hemiselulosa 95% Confidence Interval for Mean N Std. Mean Deviation Std. Error p1 3 7.9800 1.86202 1.07503 3.3545 12.6055 6.17 9.89 p2 3 9.1733 3.57570 2.06443 .2908 18.0559 5.17 12.05 p3 3 5.5000 2.74255 1.58341 -1.3129 12.3129 3.74 8.66 p4 2 6.0850 2.38295 1.68500 -15.3250 27.4950 4.40 7.77 Total 11 7.2845 2.78949 9.1585 3.74 12.05 .84106 Lower Bound Upper Bound 5.4105 Minimu Maxim m um Test of Homogeneity of Variances hemiselulosa Levene Statistic df1 df2 Sig. .915 3 7 .481 ANOVA hemiselulosa Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 24.585 3 8.195 1.078 .418 Within Groups 53.227 7 7.604 Total 77.812 10 29 Multiple Comparisons Dependent Variable:hemiselulosa (I) (J) Mean perlak perlak Difference (Iuan uan J) Std. Error LSD p1 p2 p3 p4 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound K1 -1.19333 2.25150 .612 -6.5173 4.1306 K2 2.48000 2.25150 .307 -2.8439 7.8039 K3 1.89500 2.51725 .476 -4.0574 7.8474 K1 1.19333 2.25150 .612 -4.1306 6.5173 K2 3.67333 2.25150 .147 -1.6506 8.9973 K3 3.08833 2.51725 .260 -2.8640 9.0407 K1 -2.48000 2.25150 .307 -7.8039 2.8439 K2 -3.67333 2.25150 .147 -8.9973 1.6506 K3 -.58500 2.51725 .823 -6.5374 5.3674 K1 -1.89500 2.51725 .476 -7.8474 4.0574 K2 -3.08833 2.51725 .260 -9.0407 2.8640 K3 .58500 2.51725 .823 -5.3674 6.5374 30 Rata-rata kandunga lignin daun murbei (morus alba LAMPIRAN 4. l)dengan perlakuan pemupukan dan umur pemoton gan yang berbeda. Descriptives lignin 95% Confidence Interval for Mean N Std. Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minim Maxim um um p1 3 5.4467 .90146 .52046 3.2073 7.6860 4.77 6.47 p2 3 4.0167 1.66161 .95933 -.1110 8.1443 2.61 5.85 p3 3 5.4867 .44959 .25957 4.3698 6.6035 5.10 5.98 p4 3 4.5033 .48387 .27936 3.3013 5.7053 4.13 5.05 Total 12 4.8633 1.07642 .31074 4.1794 5.5473 2.61 6.47 Test of Homogeneity of Variances lignin Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.893 3 8 .102 ANOVA lignin Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 4.726 3 1.575 1.571 .270 Within Groups 8.020 8 1.002 Total 12.745 11 31 Multiple Comparisons Dependent Variable:lignin (I) (J) Mean perlak perlak Difference (Iuan uan J) Std. Error LSD p1 p2 p3 p4 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound K1 1.43000 .81750 .118 -.4552 3.3152 K2 -.04000 .81750 .962 -1.9252 1.8452 K2 .94333 .81750 .282 -.9418 2.8285 K1 -1.43000 .81750 .118 -3.3152 .4552 K2 -1.47000 .81750 .110 -3.3552 .4152 K3 -.48667 .81750 .568 -2.3718 1.3985 K1 .04000 .81750 .962 -1.8452 1.9252 K2 1.47000 .81750 .110 -.4152 3.3552 K3 .98333 .81750 .263 -.9018 2.8685 K1 -.94333 .81750 .282 -2.8285 .9418 K2 .48667 .81750 .568 -1.3985 2.3718 K3 -.98333 .81750 .263 -2.8685 .9018 32 RINGKASAN Syamsidar (I 211 06 012) Kadar Hemiselulosa, Selulosa dan Lignin Daun Murbei (morus alba l) dengan Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan yang Berbeda Di Bawah Bimbingan Syahriani Syahrir Sebagai Pembimbing Utama dan Rinduwati Sebagai Pembimbing Anggota Bahan pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, oleh karena itu para peternak dan pengusaha pakan selalu berusaha mencari bahan pakan yang murah harganya, mudah diperoleh dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, serta memiliki kandungan gizi yang penting untuk hidup pokok, partumbuhan dan produksi. Untuk dapat meningkatkan margin keuntungan usaha peternakan, perlu diupayakan pengadaan bahan baku pakan yang murah dan mudah diperoleh.Salah satu tanaman yang ada di Indonesia khususnya Sulawesi adalah tanaman murbei. Sekarang ini tanaman murbei hanya dibudidayakan untuk pakan ulat sutera. Jika dilihat dari kandungan gizinya sangat baik serta tahan terhadap musim kemarau sehingga bagus untuk makanan ternak khususnya ternak ruminansia. Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi kepada masyarakat peternak untuk mengetahui dampak pemupukan dan umur pemotongan daun murbei (Morus alba L) yang baik sebagai pakan ternak ruminansia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2010 yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama yaitu pengambilan Daun Murbei ( Morus alba L.) di Kabupaten Enrekang propinsi Sulawesi Selatan. Defoliasi dilakukan pada bula Oktober dan November. Tahap ke dua yaitu analisis di Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Penelitiaan dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan yaitu P1 = Perlakuan tanpa pemupukan pada umur pemotongan dua bulan, P2 = Perlakuan tanpa pemupukan pada umur pemotonga tiga bulan, P3 = Perlakuan pemupukan pada umur pemotonga dua bulan dan P4 = Perlakuan pemupukan pada umur pemotongan tiga bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun murbei (Morus alba sp) dengan perlakuan pemupukan dan tanpa pemupukan berpengaruh nyata 5% (P<0,05) terhadap kadar selulosa sedangkan kandungan hemiselulosa dan lignin tidak berpengaruh nyat pada taraf 5%a (P>0,05)setelah pemupukan Kata Kunci: Daun Murbei (Morus alba sp), Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin 33 34