Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal... Apakah seseorang yang Anda kasihi tidur dalam kematian? Apakah Anda masih berduka cita? Apakah Anda membutuhkan bantuan untuk mengatasi duka cita Anda? Apakah ada harapan bagi orang-orang mati? Jika ada, apakah itu? Bagaimana kita dapat merasa pasti? Dalam brosur ini, pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan memperoleh jawaban yang menghibur dari Alkitab. Kami mengundang Anda untuk membacanya dengan saksama. ”Ah, Tidak Mungkin!” HALAMAN 3 Apakah Normal untuk Merasa seperti Ini? HALAMAN 7 Bagaimana Saya dapat Mengatasi Duka Cita Saya? HALAMAN 14 Bagaimana Orang Lain dapat Membantu? HALAMAN 20 Harapan yang Pasti bagi Orang Mati HALAMAN 26 5 1994, 2002, 2007 Watch Tower Bible and Tract So ciety of Pennsylvania Bila Sese orang yang Anda Kasihi Meninggal Penerbit Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia Jakarta, Indonesia Cetakan D esemb er 2014 Publikasi ini tidak dip erjualb elikan, dan tersedia sebagai bagian dari p ekerjaan p endidikan Alkitab sedunia yang ditunjang oleh sumbangan sukarela. Kecuali diseb utkan lain, kutipan ayat diambil dari Alkitab Terjemahan Baru terbitan Lembaga Alkitab Indonesia. When Some one You Love Dies Indonesian (we-IN) Made in Japan Dib uat di Jepang ”Ah, Tidak Mungkin!” S EORANG pria dari New York (AS) menceritakan, ”Putra saya, Jonathan, sedang mengunjungi teman-temannya yang beberapa kilometer jauhnya. Istri saya, Valentina, tidak senang ia pergi ke sana. Ia selalu was-was dengan kondisi lalu lintas. Tetapi Jonathan menyukai elektronik, dan teman-temannya memiliki sebuah bengkel kerja tempat ia dapat memperoleh pengalaman yang berguna. Saya sedang berada di rumah di Manhattan barat, New York. Istri saya sedang pergi mengunjungi keluarganya di Puerto Rico. ’Jonathan akan segera pulang,’ pikir saya. Kemudian bel pintu berbunyi. ’Itu pasti dia.’ Rupanya bukan. Ternyata polisi dan tim paramedik. ’Apakah Anda mengenali SIM ini?’ tanya petugas polisi. ’Ya, itu milik putra saya, Jonathan.’ ’Ada berita buruk untuk Bapak. Baru saja terjadi kecelakaan, dan . . . putra Bapak, . . . putra Bapak meninggal.’ Reaksi pertama saya, ’Ah, tidak mungkin!’ Kejutan yang ditimbulkannya telah membuat luka dalam hati kami, yang bahkan bertahun-tahun kemudian belum juga pulih.” ’Ada berita buruk untuk Bapak. Baru saja terjadi kecelakaan, dan . . . putra Bapak, . . . putra Bapak meninggal.’ Seorang ayah di Barcelona (Spanyol) menulis, ”Dahulu di Spanyol pada tahun 1960-an, kami adalah ke´ luarga yang bahagia. Ada Mar ıa, istri saya, dan ketiga anak kami, David, Paquito, dan Isabel, berusia 13, 11, dan 9 tahun. ”Suatu hari pada bulan Maret 1963, Paquito pulang ke rumah dari sekolah mengeluh sakit kepala yang sangat hebat. Kami bingung apa penyebabnya—namun hanya sebentar saja. Tiga jam kemudian ia meninggal. Pendarahan otak tiba-tiba merenggut nyawanya. 4 ”Kematian Paquito terjadi lebih dari 30 tahun yang lalu. Meskipun demikian, perasaan sakit yang dalam akibat kematian tersebut membekas dalam diri kami sampai hari ini. Mana ada orang-tua yang ditinggal mati seorang anak, tidak merasakan sesuatu yang hilang dari diri mereka—tidak soal seberapa banyak waktu yang telah berlalu atau seberapa banyak anak yang mereka miliki.” Dua pengalaman ini, ketika orang-tua kehilangan anak-anak, memperlihatkan betapa dalam dan lamanya luka yang timbul sewaktu seorang anak meningBila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal gal. Benar sekali pernyataan seorang doktor yang menulis, ”Kematian seorang anak biasanya lebih tragis dan mengakibatkan trauma dibandingkan kematian seorang yang lebih tua karena seorang anak bukanlah anggota keluarga yang diharapkan mati. . . . Kematian seorang anak memperlihatkan pupusnya impian di masa depan, hubungan keluarga [menantu, cucu-cucu], pengalamanpengalaman . . . yang belum sempat dinikmati.” Dan perasaan kehilangan yang dalam ini juga dapat terjadi atas seorang wanita yang kehilangan bayinya karena keguguran. Seorang istri yang berkabung menjelaskan, ”Suami saya, Russell, bekerja sebagai seorang tenaga bantuan medis dalam medan perang di Pasifik selama Perang Dunia II. Ia telah menyaksikan dan luput dari beberapa pertempuran yang mengerikan. Ia kembali ke Amerika Serikat dan kembali kepada kehidupan yang jauh lebih tenang. Belakangan ia melayani sebagai seorang rohaniwan Firman Allah. Pada usia 60-an, ia mulai mengalami gejala penyakit jantung. Ia berupaya menjalani kehidupan yang aktif. Kemudian, suatu hari pada bulan Juli 1988, ia menderita serangan jantung yang parah dan meninggal. Kepergiannya sangat memilukan hati. Saya bahkan tidak sempat mengucapkan selamat jalan. Ia bukan hanya suami saya. Ia adalah sahabat terbaik saya. Kami telah menempuh kehidupan bersamasama selama 40 tahun. Sekarang tampaknya saya harus menghadapi kesepian yang lain daripada yang lain.” Ini hanyalah sedikit dari ribuan tragedi yang menimpa keluarga-keluarga di seluruh dunia setiap hari. Seperti yang akan dikatakan oleh kebanyakan orang yang berduka cita, sewaktu kematian merenggut anak Anda, suami Anda, istri Anda, orang-tua Anda, teman Anda, benar sekali apa yang dikatakan Paulus sang penulis Kristen bahwa itu adalah ”musuh yang terakhir”. Sering kali, reaksi pertama yang wajar atas berita menyedihkan ini mungkin berupa penyangkalan. ”Ah, tidak mungkin! Saya tidak percaya.” Reaksi-reaksi lain sering kali menyusul, seperti yang akan kita lihat.—1 Korintus 15:25, 26. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal Akan tetapi, sebelum kita membahas perasaan duka cita, marilah kita menjawab beberapa pertanyaan penting. Apakah kematian berarti akhir dari orang itu? Apakah ada harapan bahwa kita dapat berjumpa kembali dengan orang-orang yang kita kasihi? Ada Harapan yang Sejati Paulus penulis Alkitab menawarkan harapan berupa kelegaan dari ”musuh yang terakhir” tersebut, kematian. Ia menulis, ’Maut akan dibinasakan’. ”Musuh yang terakhir yang akan ditiadakan adalah maut.” (1 Korintus 15:26, The New English Bible) Mengapa Paulus dapat merasa begitu yakin akan hal tersebut? Karena ia telah diajar oleh pribadi yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, Yesus Kristus. (Kisah 9: 3-19) Itu pula alasannya mengapa Paulus dapat menulis, ”Sama seperti maut datang karena satu orang manusia [Adam], demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia [Yesus Kristus]. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.” —1 Korintus 15:21, 22. Yesus sangat berduka cita sewaktu ia bertemu dengan seorang janda dari Nain dan melihat putranya yang meninggal. Catatan Alkitab memberi tahu kita, ”Setelah [Yesus] dekat pintu gerbang kota [Nain], ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: ’Jangan menangis!’ Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata, ’Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!’ Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ’Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,’ dan 5 ’Allah telah melawat umatNya.’ ” Perhatikan bagaimana Yesus tergerak oleh belas kasihan, sehingga ia membangkitkan putra janda tersebut! Bayangkan apa yang diperlihatkan oleh hal tersebut berkenaan masa depan! —Lukas 7:12-16. Di sana, di hadapan para saksi mata, Yesus mempertunjukkan sebuah kebangkitan yang tak terlupakan. Hal itu merupakan suatu jaminan akan kebangkitan yang telah ia nubuatkan beberapa waktu sebelum peristiwa ini, suatu kebangkitan kepada kehidupan di bumi di bawah lahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan.”—1 Petrus 1:3. Rasul Paulus menyatakan harapannya yang pasti sewaktu ia berkata, ”Aku percaya kepada segala sesuatu yang ada tertulis dalam hukum Taurat dan dalam kitab nabi-nabi. Aku menaruh pengharapan kepada Allah, sama seperti mereka juga, bahwa akan ada kebangkitan semua orang mati, baik orang-orang yang benar maupun orang-orang yang tidak benar.”—Kisah 24:14, 15. ”langit yang baru”. Pada kesempatan itu Yesus berkata, Oleh karena itu, jutaan orang dapat memiliki harap”Janganlah kamu heran akan an yang teguh untuk berjumpa hal itu, sebab saatnya akan dengan orang-orang yang mePertanyaan untuk Direnungkan tiba, bahwa semua orang yang reka kasihi yang hidup kembali di dalam kuburan akan mendedi bumi ini namun di bawah Apa reaksi yang wajar terhadap kengar suara-Nya, dan . . . akan ke adaan-ke adaan yang samatian seseorang yang dikasihi? keluar.”—Wahyu 21:1, 3, 4; Yongat berbeda. Keadaan-keadaApa yang Yesus lakukan bagi hanes 5:28, 29; 2 Petrus 3:13. an yang bagaimana kelak? Peseorang janda di Nain? rincian-perincian selanjutnya Saksi-saksi mata lain dari Janji apa berkenaan orang mati berkenaan harapan yang bersuatu kebangkitan adalah Petdiberikan Yesus? dasarkan Alkitab bagi orangrus, bersama beberapa orang Mengapa Petrus dan Paulus dapat orang yang kita kasihi yang merasa begitu yakin bahwa akan lainnya dari antara ke-12 yang ada kebangkitan? telah meninggal akan dibahas menyertai Yesus dalam perjaPertanyaan-pertanyaan apa perlu dalam bagian terakhir dari brolanannya. Mereka benar-benar mendapat jawaban? sur ini, dengan judul, ”Harapan mendengar Yesus yang telah diyang Pasti Bagi Orang Mati”. bangkitkan berbicara di Laut Galilea. Catatannya memberi tahu kita, ”Kata Yesus keNamun, pertama-tama mari kita pertimbangkan perpada mereka: ’Marilah dan sarapanlah.’ Tidak ada di antanyaan-pertanyaan yang mungkin Anda miliki jika tara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya: Anda sedang berduka cita karena kehilangan seseorang ’Siapakah Engkau?’ Sebab mereka tahu, bahwa Ia adayang dikasihi: Apakah normal untuk berduka cita selah Tuhan. Yesus maju ke depan, mengambil roti dan perti ini? Bagaimana saya dapat mengatasi duka cita memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu. saya? Apa yang dapat orang-orang lain lakukan untuk Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada membantu saya mengatasinya? Bagaimana saya dapat murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang membantu orang lain yang berduka cita? Dan yang termati.”—Yohanes 21:12-14. utama, Apa yang Alkitab katakan berkenaan harapan yang pasti bagi orang mati? Apakah saya akan berjumOleh karena itu, Petrus dapat menulis dengan sangat pa kembali dengan orang-orang yang saya kasihi? Dan yakin, ”Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus di mana? Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah me6 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal Apakah Normal untuk Merasa seperti Ini? S EORANG yang sedang berkabung menulis, ”Sebagai seorang anak di Inggris, saya diajar untuk tidak mengungkapkan perasaan saya di hadapan umum. Saya masih ingat ayah saya, seorang mantan perwira militer, berbicara kepada saya sambil menggertakkan giginya, ’Awas, jangan berani menangis!’ sewaktu ada sesuatu yang menyakitkan saya. Saya tidak ingat lagi apakah ibu saya pernah mencium atau memeluk kami anak-anak (kami empat bersaudara). Saya berusia 56 tahun ketika saya melihat ayah saya meninggal. Saya merasakan kehilangan yang luar biasa. Namun, pada mulanya, saya tidak sanggup menangis.” Dalam beberapa kebudayaan, orang-orang mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka. Apakah mereka sedang gembira atau sedih, orang-orang lain mengetahui bagaimana perasaan mereka. Di lain pihak, di beberapa bagian dunia, terutama di Eropa bagian utara dan Inggris, orang-orang, khususnya kaum pria, telah dibentuk oleh masyarakat untuk menyembunyikan perasaan mereka, untuk menekan emosi mereka, untuk tetap tenang dan tidak emosional serta tidak membiarkan perasaan mereka terbaca. Namun bila Anda kehilangan seseorang yang dikasihi, apakah sebenarnya salah untuk memperlihatkan duka cita Anda? Apa yang Alkitab katakan? Mereka yang Menangis dalam Alkitab Alkitab ditulis oleh orang-orang Ibrani dari daerah Laut Tengah sebelah timur, yang berpembawaan ekspresif. Alkitab memuat banyak contoh dari orangBila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal orang yang secara terbuka memperlihatkan duka cita mereka. Raja Daud meratapi kematian Amnon, putranya yang terbunuh. Sesungguhnya, ia ”menangis dengan suara nyaring”. (2 Samuel 13:28-39) Ia bahkan berduka cita atas kematian dari Absalom, putranya yang berkhianat, yang berupaya merebut takhta. Catatan Alkitab memberi tahu kita, ”Maka terkejutlah raja [Daud] dan dengan sedih ia naik ke anjung pintu gerbang lalu menangis. Dan beginilah perkataannya sambil berjalan: ’Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!’ ” (2 Samuel 18:33) Daud berkabung seperti ayah mana pun yang normal. Dan betapa sering orang-tua berharap agar mereka saja yang mati menggantikan anak-anak mereka! Tampak sangat tidak wajar jika seorang anak mati sebelum orang-tuanya. Bagaimana reaksi Yesus terhadap kematian Lazarus temannya? Ia menangis di dekat kuburannya. (Yohanes 11: 30-38) Belakangan, Maria Magdalena menangis sewaktu ia mendekati makam Yesus. (Yohanes 20:11-16) Memang, seorang Kristen yang memahami harapan kebangkitan dari Alkitab tidak berduka cita sampai tak dapat dihibur, seperti yang dilakukan oleh mereka yang tidak 7 memiliki dasar Alkitab yang jelas bagi kepercayaan mereka berkenaan keadaan orang mati. Namun sebagai manusia dengan perasaan-perasaan yang normal, seorang Kristen yang sejati, bahkan dengan harapan kebangkitan, benar-benar berduka cita dan meratapi kematian orang yang dikasihi.—1 Tesalonika 4:13, 14. Menangis atau Tidak Menangis Bagaimana dengan reaksi-reaksi kita dewasa ini? Apakah Anda merasa sulit atau malu memperlihatkan perasaan-perasaan Anda? Apa yang dianjurkan oleh para penasihat? Pandangan mereka yang modern sering kali sekadar mengulangi hikmat kuno dari Alkitab yang terilham. Mereka mengatakan bahwa kita hendaknya menyatakan duka cita kita, bukan memendamnya. Ini mengingatkan kita kepada pria-pria yang setia pada zaman dahulu, seperti misalnya Ayub, Daud, dan Yeremia, yang pernyataan duka cita mereka dimuat dalam Alkitab. Mereka tentunya tidak memendam perasaan mereka. Maka, tidak bijaksana untuk mengasingkan diri dari orangorang. (Amsal 18:1) Tentu saja, perkabungan diperlihatkan dengan cara-cara yang berbeda dalam berbagai ra- Adalah normal untuk berduka cita dan menangis bila seseorang yang dikasihi meninggal 8 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal gam kebudayaan, juga bergantung kepada kepercayaan agama yang lazim.1 Bagaimana jika Anda merasa ingin menangis? Adalah bagian dari sifat alamiah manusia untuk menangis. Ingatlah peristiwa kematian Lazarus, ketika Yesus ”mengerang dalam roh dan . . . mengeluarkan air mata”. (Yohanes 11:33, 35, NW) Ia dengan demikian memperlihatkan bahwa menangis merupakan reaksi yang normal atas kematian orang yang dikasihi. Hal ini didukung oleh kasus seorang ibu, Anne, yang kehilangan bayinya yang bernama Rachel karena Sindroma Kematian Anak Mendadak (SIDS). Suaminya berkomentar, ”Hal yang mengejutkan adalah Anne maupun saya tidak menangis pada saat pemakaman. Orang-orang lain menangis.” Menanggapi hal ini, Anne berkata, ”Ya, tetapi saya telah banyak menangis untuk kami berdua. Saya rasa, saya benar-benar mengalami goncangan emosi beberapa minggu setelah tragedi ini, sewaktu saya akhirnya pada suatu hari berada sendirian di rumah. Saya menangis sepanjang hari. Namun saya yakin hal itu justru membantu saya. Saya merasa lebih baik setelah itu. Saya harus berkabung atas kematian bayi saya. Saya sangat yakin bahwa Anda hendaknya membiarkan orang-orang yang berduka cita menangis. Meskipun merupakan reaksi yang wajar bagi orang-orang lain untuk berkata, ’Jangan menangis’, hal itu tidak benar-benar membantu.” Bagaimana Beberapa Orang Bereaksi Bagaimana beberapa orang bereaksi sewaktu merasa kesepian karena kehilangan orang yang dikasihi? Misalnya, pertimbangkan Juanita. Ia mengetahui bagaimana 1 Misalnya, orang-orang Yoruba di Nigeria memiliki kepercayaan tradisional akan reinkarnasi jiwa. Maka, sewaktu seorang ibu kehilangan anaknya, ada duka cita yang dalam namun untuk jangka pendek saja, karena seperti yang dikatakan oleh sebuah refrain nyanyian Yoruba, ”Airnya saja yang tumpah. Kalabas (sejenis labu) tidak hancur.” Menurut orang-orang Yoruba, ini berarti bahwa kalabas yang mengandung air tersebut, sang ibu, dapat melahirkan anak lain—barangkali reinkarnasi dari anak yang mati. Saksi-Saksi Yehuwa tidak mengikuti tradisi mana pun yang didasarkan atas takhayul yang berasal dari gagasan palsu berkenaan jiwa yang tidak berkematian dan reinkarnasi, yang tidak ada dasarnya dalam Alkitab.—Pengkhotbah 9:5, 10; Yehezkiel 18:4, 20. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal Proses Berduka Cita K ata ”proses” tidak menyatakan bahwa duka cita memiliki jadwal atau program yang ditentukan. Reaksi-reaksi duka cita bisa terjadi bersamaan dan memakan waktu yang lamanya bervariasi, bergantung kepada orangnya. Daftar ini tidak lengkap. Reaksi-reaksi lain mungkin juga diperlihatkan. Berikut ini adalah beberapa gejala duka cita yang mungkin dialami seseorang. Reaksi-Reaksi Awal: Goncangan pertama; perasaan tidak percaya, penyangkalan; mati rasa secara emosi; perasaan-perasaan bersalah; kemarahan. Duka cita yang parah bisa mencakup: Tidak bisa mengingat dan insomnia; kelelahan yang ekstrem; perubahan suasana hati secara tiba-tiba; penilaian dan pemikiran yang buruk; meledak dalam tangis; selera makan berubah, dengan akibat berat badan turun atau naik; berbagai gejala kesehatan yang terganggu; kelesuan; berkurangnya kesanggupan bekerja; halusinasi —merasakan, mendengar, melihat orang yang meninggal; jika kehilangan seorang anak, permusuhan yang tidak beralasan dengan teman hidup Anda. Periode membuat diri seimbang: Kesedihan disertai nostalgia; lebih banyak kenangan yang menyenangkan dari orang yang meninggal, bahkan dibumbui dengan humor. rasanya kehilangan seorang bayi. Ia telah lima kali keguguran. Kini ia mengandung lagi. Maka sewaktu sebuah kecelakaan mobil menyebabkannya harus diopname, masuk akal ia merasa khawatir. Dua minggu kemudian ia melahirkan—secara prematur. Tak lama berselang si kecil Vanessa lahir—dengan berat badan hanya 0,9 kilogram, ”Saya sangat gembira,” kenang Juanita, ”Akhirnya saya menjadi seorang ibu!” Namun kebahagiaannya berumur pendek. Empat hari kemudian Vanessa meninggal. Juanita mengenang, ”Saya merasa sangat hampa. Peran saya sebagai ibu dirampas. Saya merasa tidak utuh lagi. Sedih sekali pulang ke rumah ke kamar yang telah kami persiapkan untuk Vanessa dan 9 Keguguran dan Lahir Mati—Duka Cita Para Ibu M eskipun Monna telah memiliki anak-anak yang lain, ia sangat menantikan kelahiran anaknya yang berikut. Bahkan sebelum kelahirannya, bayi ini telah ia ajak ”bermain, berbicara, dan impikan.” Proses ikatan antara ibu dan anak yang belum lahir sangat kuat. Ia melanjutkan, ”Rachel Anne adalah bayi yang menendang-nendang buku yang saya letakkan di atas perut saya, membuat saya tidak bisa tidur pada malam hari. Saya masih ingat tendangan kecilnya yang pertama, bagaikan sentuhan yang lembut dan penuh kasih. Setiap kali ia bergerak, saya dipenuhi oleh kasih demikian. Saya mengenalnya begitu baik sehingga saya tahu sewaktu ia menderita, sewaktu ia sakit.” Monna melanjutkan kisahnya, ”Dokter tidak mempercayai saya sampai akhirnya sudah terlambat. Ia memberi tahu saya agar jangan cemas. Saya yakin saya merasakan ia meninggal. Ia tiba-tiba saja berbalik dengan kuat. Hari berikutnya ia telah meninggal.” Pengalaman Monna bukanlah kasus yang langka. Menurut penulis Friedman dan Gradstein, dalam buku mereka Surviving Pregnancy Loss, kira-kira satu juta wanita dalam satu tahun di Amerika Serikat saja mengalami kehamilan yang gagal. Tentu saja, jumlahnya di seluruh dunia jauh lebih besar. Orang-orang sering tidak menyadari bahwa keguguran atau lahir mati merupakan tragedi bagi seorang wanita dan sesuatu yang ia ingat—barangkali seumur hidupnya. Misalnya, Veronica, yang kini berusia 50 tahun lebih, mengenang keguguran yang dialaminya dan teristimewa mengingat bayinya yang lahir mati, yang masih hidup sampai kandungannya berusia sembilan bulan dan lahir dengan berat 6 kilogram. Selama dua minggu terakhir ia mengandung bayi yang telah mati. Ia berkata, 10 ”Melahirkan seorang bayi yang telah meninggal merupakan sesuatu yang buruk sekali bagi seorang ibu.” Reaksi dari ibu-ibu yang frustrasi ini tidak selalu dapat dipahami, bahkan oleh wanita-wanita lain. Seorang wanita yang kehilangan anaknya karena keguguran menulis, ”Apa yang telah saya pelajari dengan cara yang paling menyakitkan adalah bahwa sebelum hal ini menimpa saya, saya sama sekali tidak mengetahui apa yang teman-teman saya harus tanggung. Saya dahulu tidak dapat merasakan dan tidak mengetahui apa yang mereka alami, persis seperti sikap yang sekarang saya terima dari orang-orang.” Problem lain bagi ibu yang sedang berduka cita adalah perasaan bahwa suaminya tidak merasakan kehilangan yang sama seperti yang ia alami. Seorang istri menyatakannya seperti ini, ”Saya sangat kecewa terhadap suami saya saat itu. Menurut anggapan dia, saya sama sekali tidak hamil. Ia tidak merasakan duka cita yang saya alami. Ia benar-benar penuh simpati terhadap kekhawatiran saya, tetapi tidak terhadap duka cita saya.” Reaksi ini barangkali wajar bagi seorang suami—ia tidak mengalami ikatan fisik dan emosi yang sama dengan sang janin dibandingkan istrinya yang mengandung. Akan tetapi, ia juga mengalami kehilangan. Dan penting bagi suami dan istri untuk menyadari bahwa mereka menderita bersama-sama, meskipun dalam cara-cara yang berbeda. Mereka hendaknya berbagi duka cita. Jika sang suami menyembunyikannya, istrinya bisa jadi menganggap ia tidak berperasaan. Maka, berbagilah dalam mencucurkan air mata, pemikiran, dan rangkulan. Perlihatkan bahwa Anda saling membutuhkan satu sama lain seperti yang belum pernah sebelumnya. Ya, para suami, perlihatkanlah empati Anda. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal melihat baju dalamnya yang mungil yang saya belikan untuknya. Selama beberapa bulan berikutnya, saya membayangkan kembali kelahirannya. Saya menarik diri dari pergaulan.” Suatu reaksi yang ekstrem? Mungkin sulit bagi orangorang lain untuk memahami, namun orang-orang, seperti Juanita, yang telah mengalaminya menjelaskan bahwa mereka yang berduka cita karena kematian bayi mereka sama seperti mereka yang berduka cita karena kematian seseorang yang telah hidup sekian lama. Menurut mereka, lama sebelum seorang anak lahir, ia telah dikasihi oleh orang-tuanya. Terjalin suatu ikatan yang istimewa dengan sang ibu. Sewaktu bayi itu meninggal, sang ibu merasa bahwa suatu pribadi utuh telah hilang. Dan inilah yang perlu dipahami orang-orang lain. Bagaimana Kemarahan dan Perasaan Bersalah dapat Mempengaruhi Anda Ibu yang lain menyatakan perasaannya sewaktu ia diberi tahu bahwa putranya yang berusia enam tahun tibatiba meninggal karena kelainan jantung sejak lahir. ”Saya mengalami serangkaian reaksi—mati rasa, perasaan tidak percaya, perasaan bersalah, dan kemarahan terhadap suami saya dan dokter karena tidak menyadari seberapa serius keadaannya.” Kemarahan dapat merupakan gejala lain dari duka cita. Ini bisa jadi kemarahan kepada para dokter atau juru rawat, merasa bahwa dulu mereka seharusnya berbuat lebih banyak dalam merawat orang yang meninggal. Atau bisa jadi kemarahan kepada teman-teman dan sanak saudara yang, tampaknya, mengucapkan atau melakukan sesuatu yang salah. Beberapa menjadi marah kepada orang yang meninggal karena mengabaikan kesehatannya. Stella mengenang, ”Saya ingat saya marah kepada suami saya karena saya tahu seharusnya keadaannya tidak begini. Ia menderita sakit parah, tapi ia mengabaikan peringatan dokter.” Dan kadang-kadang kemarahan ditujukan kepada orang yang meninggal karena beban yang ditimpakan oleh kematiannya kepada mereka yang ditinggalkan. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal Kehilangan seorang anak merupakan trauma yang menyakitkan—simpati dan empati yang tulus dapat membantu orang-tua Beberapa merasa bersalah karena kemarahan—yaitu, mereka mungkin menyalahkan diri mereka karena mereka merasa marah. Yang lain-lain menyalahkan diri karena kematian orang yang mereka kasihi. ”Sebetulnya dia tidak perlu mati,” mereka meyakinkan diri, ”seandainya saja saya menyuruhnya pergi ke dokter lebih awal” atau ”menyuruhnya pergi ke dokter lain” atau ”membuatnya lebih menjaga kesehatannya.” Bagi orang-orang lain perasaan bersalah melampaui hal itu, khususnya bila orang yang mereka kasihi meninggal secara mendadak dan tak terduga. Mereka mulai mengenang saat-saat manakala mereka marah kepada orang yang meninggal atau bertengkar dengan mereka. Atau 11 mereka mungkin merasa bahwa dulu mereka seharusnya tidak berlaku demikian terhadap orang yang meninggal. Proses berduka cita yang berlangsung lama dari banyak ibu mendukung apa yang banyak ahli katakan, bahwa kematian seorang anak meninggalkan suatu kesenjangan permanen dalam kehidupan orang-tua, khususnya sang ibu. Bila Anda Kehilangan Teman Hidup Kematian seorang teman hidup merupakan trauma lain lagi, khususnya jika keduanya menjalani kehidupan yang sangat aktif bersama-sama. Ini dapat berarti akhir dari seluruh gaya hidup yang mereka tempuh bersama, berkenaan perjalanan, pekerjaan, hiburan, dan ketergantungan kepada satu sama lain. Eunice menjelaskan apa yang terjadi sewaktu suaminya tiba-tiba meninggal karena serangan jantung. ”Pada minggu pertama, saya berada dalam keadaan mati rasa secara emosi, seolah-olah saya berhenti berfungsi. Saya bahkan tidak dapat mengecap rasa atau mencium bau. Namun, akal sehat berjalan terpisah. Karena saya berada bersama suami saya sewaktu mereka berupaya menstabilkan dengan RJP (Resusitasi Jantung Paru) dan obatobatan, saya tidak mengalami gejala penyangkalan yang biasa. Namun, ada perasaan frustrasi yang kuat, seolaholah saya menyaksikan sebuah mobil terjun ke sebuah Sindroma Kematian Anak Mendadak —Menghadapi Duka Cita Tersebut K ematian yang mendadak dari seorang bayi merupakan tragedi yang menyedihkan. Suatu hari seorang bayi yang tampak normal dan sehat tidak bangun lagi. Ini sama sekali tidak diharapkan, karena siapa yang membayangkan bahwa seorang bayi atau anak akan mati sebelum orang-tuanya? Seorang bayi yang menjadi pusat kasih seorang ibu yang tak terhingga tiba-tiba menjadi pusat duka citanya yang tak terhingga. Perasaan bersalah mulai meluap-luap. Orang-tua mungkin merasa bertanggung jawab atas kematian ini, seolah-olah ini disebabkan karena kelalaian tertentu. Mereka menanyakan diri mereka, ’Apa yang dapat kami lakukan untuk mencegahnya?’1 Dalam beberapa kasus, sang suami, tanpa dasar, mungkin bahkan tanpa disadari mempersalahkan istrinya. Sewaktu ia pergi bekerja, sang bayi masih hidup dan sehat. Sewaktu ia tiba di rumah, bayinya telah meninggal dalam tempat tidurnya! Apa yang dilakukan istrinya? Di mana dia pada saat itu? Pertanyaan-pertanyaan 1 Sindroma Kematian Anak Mendadak (SIDS), yang biasanya terjadi pada bayi-bayi berusia satu sampai enam bulan, adalah istilah yang digunakan sewaktu seorang bayi yang sehat tiba-tiba meninggal tanpa penyebab yang dapat dijelaskan. Dalam beberapa kasus, dianggap bahwa kemungkinan ini bisa dihindari jika bayi ditidurkan dalam posisi terlentang atau miring bukan tidur telungkup. Akan tetapi, tidak ada posisi tidur yang akan mencegah setiap kasus dari SIDS. 12 yang menjengkelkan ini harus dijernihkan sehingga tidak menimbulkan ketegangan dalam perkawinan. Keadaan-keadaan yang tak terduga dan tak dapat diramalkan menyebabkan terjadinya tragedi tersebut. Alkitab berkata, ”Aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat, juga roti bukan untuk yang berhikmat, kekayaan bukan untuk yang cerdas, dan karunia bukan untuk yang cerdik cendekia, karena waktu dan nasib dialami mereka semua [”saat dan kejadian yang tak terduga menimpa mereka semua”, ”NW”].” —Pengkhotbah 9:11. Bagaimana orang-orang lain dapat membantu sewaktu suatu keluarga kehilangan bayi? Seorang ibu yang berkabung menanggapi, ”Seorang teman datang dan membersihkan rumah tanpa saya harus mengucapkan apa-apa. Yang lain-lain mempersiapkan makanan bagi kami. Beberapa cukup membantu dengan memeluk saya—tanpa sepatah kata, hanya memeluk. Saya tidak mau membicarakannya. Saya tidak mau berulang kali menjelaskan apa yang terjadi. Saya tidak membutuhkan pertanyaan-pertanyaan yang menyelidik, seolah-olah saya telah gagal melakukan sesuatu. Saya adalah ibunya; saya pasti akan berbuat sebisa mungkin untuk menyelamatkan bayi saya. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal tebing dan saya tak mampu berbuat apa-apa untuk men- diri Anda kepada cetakan yang diciptakan oleh orang- cegahnya.” orang lain atau oleh masyarakat secara keseluruhan, Apakah dia menangis? ”Tentu saja, khususnya sewaktu saya membaca ratusan kartu belasungkawa yang Anda menghambat perkembangan untuk memulihkan kesehatan emosi Anda.” saya terima. Saya menangis membaca setiap kartu. Ini Tentu saja, setiap orang menangani duka cita mereka membantu saya untuk tegar sedengan cara-cara yang berbeda. panjang hari tersebut. Tetapi tiKami tidak berupaya menyadak ada yang dapat membantu rankan bahwa satu cara pasti Pertanyaan untuk Direnungkan jika saya berulang kali ditanya lebih baik daripada cara yang Bagaimana duka cita beberapa orang dibagaimana perasaan saya. Jelas lain bagi masing-masing orang. pengaruhi oleh kebudayaan mereka? sekali, saya sangat sengsara.” Akan tetapi, bahaya muncul seApa yang membantu Eunice untuk menghadapi duka citanya? ”Tanpa disengaja, secara tidak sadar saya telah membuat keputusan untuk terus melanjutkan kehidupan saya,” katanya. ”Akan tetapi, apa yang masih menyakitkan saya adalah sewaktu saya ingat bahwa suami saya, yang sangat mengasihi kehidupan, tidak berada di sini untuk menikmatinya.” Contoh-contoh apa kita miliki dalam Alkitab berkenaan orang-orang yang berduka cita dengan terbuka? Bagaimana beberapa orang bereaksi terhadap kematian dari orang yang dikasihi? Bagaimana Anda bereaksi dalam keadaan yang sama? Apa yang membuat kematian seorang teman hidup suatu pengalaman yang berbeda? Bagaimana proses berduka cita berlangsung? Apakah salah untuk berduka cita? Apa beberapa aspek dari proses berduka cita? (Lihat kotak pada halaman 9.) Keadaan-keadaan khusus apa mempengaruhi orang-tua dalam Sindroma Kematian Anak Mendadak (SIDS)? (Lihat kotak pada halaman 12.) waktu terjadi stagnasi, manakala orang yang dilanda duka cita tidak dapat menerima kenyataan. Saat itulah, bantuan mungkin dibutuhkan dari teman-teman yang berbelas kasihan. Alkitab berkata, ”Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Maka janganlah takut untuk mencari bantuan, untuk berbicara, dan untuk menangis. —Amsal 17:17. ”Jangan Biarkan Duka cita merupakan reaksi Orang-Orang Lain yang normal atas kematian, Mendikte . . .” dan tidak salah jika duka cita Pengarang dari buku LeaveBagaimana banyak ibu dipengaruhi oleh keguguran atau lahir mati? Anda terbaca oleh orang-orang taking—When and How to (Lihat kotak pada halaman 10.) lain. Namun pertanyaan-pertaSay Goodbye (Perpisahan— Kapan dan Bagaimana Mengnyaan selanjutnya membutuhucapkan Selamat Tinggal) menyarankan ”Jangan biarkan jawaban: ’Bagaimana saya dapat mengatasi duka kan orang-orang lain mendikte tindakan atau perasaan cita saya? Apakah normal untuk merasa bersalah dan Anda. Proses berduka cita berbeda atas masing-masing marah? Bagaimana saya harus mengatasi reaksi-reaksi orang. Orang-orang lain mungkin berpendapat—dan ini? Apa yang dapat membantu saya bertahan menghamemberi tahu pendapat mereka—bahwa Anda terlalu dapi perasaan kehilangan dan duka cita?’ Bagian berikut berduka cita atau kurang berduka cita. Maafkan mereakan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan beka dan lupakan hal itu. Dengan berupaya memaksakan berapa pertanyaan lain. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 13 Bagaimana Saya dapat Mengatasi Duka Cita Saya? ”S AYA merasa sangat sulit untuk menekan perasaan saya,” tutur Mike sewaktu mengenang kematian ayahnya. Bagi Mike, menekan duka citanya merupakan tindakan yang jantan. Namun belakangan ia menyadari bahwa ia keliru. Maka, sewaktu sahabat Mike kehilangan kakeknya, Mike tahu apa yang harus diperbuat. Ia berkata, ”Beberapa tahun yang lalu, saya pasti akan menepuk bahunya dan berkata, ’Bersikaplah sebagai laki-laki.’ Namun kini saya menggenggam tangannya dan berkata, ’Rasakan apa saja yang kau harus rasakan. Itu akan membantumu mengatasinya. Jika kau mau ditinggalkan sendirian, saya akan pergi. Jika kau mau ditemani, saya akan tinggal. Tapi jangan takut merasakannya.’ ” Anda. Pernyataan emosi yang wajar, jika disertai dengan MaryAnne juga merasa sangat sulit untuk menekan perasaannya sewaktu suaminya meninggal. ”Saya berjuang untuk menjadi contoh yang baik bagi orang-orang lain,” kenangnya, ”sehingga saya tidak memperbolehkan diri saya mengalami perasaan yang normal. Namun pada akhirnya saya belajar bahwa berupaya menjadi tiang yang kuat bagi orang-orang lain tidak membantu saya. Saya mulai menganalisis keadaan saya dan berkata, ’Menangislah jika kau harus menangis. Jangan berupaya untuk terlalu tegar. Keluarkan semua perasaanmu.’ ” satu hal tampak pasti: Memendam perasaan Anda dapat Jadi, Mike maupun MaryAnne menganjurkan: Biarkanlah diri Anda berduka cita! Dan mereka benar. Mengapa? Karena berduka cita merupakan pengungkapan emosi yang dibutuhkan. Mengungkapkan perasaan Anda dapat meringankan tekanan yang membebani lampiaskan [bahasa Ibrani, ”melepaskan”] keluhanku, 14 pemahaman dan keterangan yang saksama, memungkinkan Anda menaruh perasaan Anda dalam perspektif yang sepatutnya. Tentu saja, tidak semua orang menyatakan duka cita dengan cara yang sama. Dan faktor-faktor seperti apakah orang yang dikasihi meninggal secara tiba-tiba atau meninggal setelah lama sakit dapat berpengaruh atas reaksi emosi dari orang-orang yang ditinggalkan. Namun berbahaya secara fisik maupun emosi. Jauh lebih sehat untuk mengungkapkan duka cita Anda. Bagaimana? Alkitab memuat beberapa saran praktis. Mengungkapkan Duka Cita—Bagaimana? Berbicara dapat menjadi pengungkapan yang berguna. Setelah kematian dari kesepuluh anaknya, selain beberapa tragedi pribadi lain, patriark zaman dahulu, Ayub, berkata, ”Aku telah bosan hidup, aku hendak meaku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku!” (Ayub 1:2, 18, 19; 10:1) Ayub tidak dapat lagi menahan kekhawatirannya. Ia perlu membiarkannya lepas; ia harus ”berbicara”. Demikian pula, dramatikus Inggris, ShakesBila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal peare, menulis dalam Macbeth, ”Nyatakan kesedihan dengan kata-kata; duka cita yang terpendam dapat secara senyap membuat diri kewalahan.” ia menulis perasaannya dan beberapa hari kemudian membaca apa yang ia tulis. Ia mendapati hal ini suatu pengungkapan yang berguna. Jadi mengutarakan perasaan Anda kepada seorang ”sahabat” yang akan mendengarkan dengan sabar dan penuh simpati dapat memberikan sejumlah kelegaan. (Amsal 17:17) Mengutarakan pengalaman dan perasaan dalam kata-kata sering membuatnya lebih mudah untuk memahami dan mengatasi kedua hal tersebut. Dan jika sang pendengar adalah seorang yang juga sedang berkabung yang telah dengan efektif mengatasi perasaan kehilangannya sendiri, Anda mungkin dapat memperoleh beberapa saran praktis berkenaan bagai- Tidak soal dengan berbicara atau menulis, mengkomunikasikan perasaan Anda dapat membantu Anda mengungkapan duka cita Anda. Ini juga dapat membantu untuk menjernihkan kesalahpahaman. Seorang ibu yang berkabung menjelaskan, ”Suami saya dan saya mendengar tentang pasangan suami-istri yang bercerai setelah kehilangan seorang anak, dan kami tidak mau hal itu terjadi atas diri kami. Maka kapan saja kami merasa marah, ingin saling mempersalahkan, kami akan mendiskusikannya. Saya rasa kami mana Anda dapat mengatasinya. benar-benar menjadi lebih dekat Sewaktu anaknya meninggal, se- satu sama lain dengan melakukan orang ibu menjelaskan mengapa hal itu.” Maka, menyatakan pe- sangat membantu untuk berbicara rasaan A nda dapat me mbantu kepada wanita lain yang juga per- Anda memahami bahwa meski- nah menghadapi kehilangan yang pun Anda mungkin merasakan ke- serupa, ”Mengetahui bahwa orang hilangan yang sama, orang-orang lain telah mengalami hal yang lain dapat berduka cita dengan sama, telah pulih kembali dengan cara berbeda—dengan langkah waras, dan bahwa ia masih ber- mereka sendiri dan pada jalan me- tahan dan kehidupannya meng- reka sendiri. alami keadaan yang bisa dikata- Hal lain yang dapat memudah- kan kembali normal benar-benar kan pengungkapan duka cita ada- menguatkan saya.” Bagaimana jika Anda tidak merasa leluasa untuk membicarakan perasaan Anda? Setelah kematian Contoh-contoh Alkitab memperlihatkan bahwa menulis perasaan Anda dapat membantu Anda untuk menyatakan duka cita Saul dan Yonatan, Daud menggubah sebuah nyanyian ratapan yang sangat emosional yang ke dalamnya ia mencurahkan duka citanya. Gubahan yang sarat dengan ratapan ini akhirnya menjadi bagian dari catatan tertulis buku Dua Samuel dalam Alkitab. (2 Samuel 1: 17-27; 2 Tawarikh 35:25) Demikian pula, banyak yang mengalami bahwa lebih mudah menyatakan diri mereka dengan menulis. Seorang janda menceritakan bahwa Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal lah menangis. Ada ”waktu untuk menangis”, kata Alkitab. (Pengkhotbah 3:1, 4) Tentu saja, kematian dari seseorang yang kita ka- sihi mendatangkan waktu demikian. Mencucurkan air mata duka cita tampaknya merupakan bagian yang perlu dari proses pemulihan. Seorang wanita muda menjelaskan bagaimana seorang sahabat karib membantunya menghadapi keadaan sewaktu ibunya meninggal. Ia mengenang, ”Sahabat saya selalu siap membantu saya. Ia menangis bersama saya. Ia berbicara bersama saya. Saya dapat sangat 15 Dalam setiap kebudayaan, orang-orang yang berduka cita senang menerima penghiburan berterus terang dengan perasaan saya, dan hal itu yang penting bagi saya. Saya tidak perlu malu untuk menangis.” (Lihat Roma 12:15.) Anda hendaknya juga jangan merasa malu mencucurkan air mata. Seperti yang telah kita lihat, Alkitab memuat contoh dari pria-pria dan wanita-wanita yang beriman—termasuk Yesus Kristus —yang terang-terangan mencucurkan air mata duka cita dan tidak tampak merasa malu.—Kejadian 50:3; 2 Samuel 1:11, 12; Yohanes 11:33, 35. dikasihi. Ini dapat membantu untuk menjelaskan duka cita yang sangat parah dari Yakub yang setia sewaktu ia Anda mungkin mendapati bahwa untuk beberapa waktu emosi Anda sedikit tidak dapat diduga. Air mata mungkin mengalir tanpa tanda-tanda sebelumnya. Seorang janda mendapati bahwa berbelanja di pasar swalayan (sesuatu yang sering ia lakukan bersama suaminya) dapat membuatnya menangis, khususnya jika, karena terbiasa, ia mengambil makanan yang adalah kesukaan suaminya. Bersabarlah terhadap diri Anda sendiri. Dan jangan merasa bahwa Anda harus menahan air mata. Ingat, menangis merupakan bagian yang wajar dan perlu dari berduka cita. 33-35. dikelabui sehingga percaya bahwa putranya, Yusuf telah terbunuh oleh ”binatang buas”. Yakub sendiri yang mengutus Yusuf untuk memastikan keselamatan saudara-saudaranya. Maka Yakub boleh jadi ditimpa perasaan bersalah, seperti ’Mengapa saya menyuruh Yusuf pergi seorang diri? Mengapa saya menyuruhnya pergi ke daerah yang penuh dengan binatang buas?’—Kejadian 37: Barangkali Anda merasa bahwa ada kelalaian di pihak Anda yang berpengaruh atas kematian seseorang yang Anda kasihi. Menyadari rasa bersalah tersebut —yang nyata atau hanya khayalan—merupakan reaksi duka cita yang normal yang dapat berguna. Dalam hal ini juga, jangan merasa bahwa Anda harus memendam perasaan-perasaan itu dalam diri Anda. Mengutarakan betapa Anda merasa bersalah dapat menyediakan banyak kelegaan yang dibutuhkan. Namun, sadarilah bahwa tidak soal seberapa dalam Mengatasi Rasa Bersalah kasih kita kepada orang lain, kita tidak dapat mengen- Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa orang memiliki rasa bersalah setelah kehilangan seseorang yang dalikan kehidupannya, kita juga tidak dapat mence- 16 gah ”saat dan kejadian yang tak terduga” agar tidak Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal menimpa orang-orang yang kita kasihi. (Pengkhotbah 9:11, NW) Lagi pula, tidak diragukan bahwa motivasi Anda tidak buruk. Misalnya, dengan tidak membuat janji dengan dokter lebih awal, apakah Anda berniat agar orang yang Anda kasihi menjadi sakit atau mati? Tentu saja tidak! Maka apakah Anda benar-benar bersalah karena menyebabkan kematian orang tersebut? Tidak. Seorang ibu belajar untuk mengatasi rasa bersalah setelah putrinya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil. Ia menjelaskan, ”Saya merasa bersalah karena telah menyuruhnya pergi. Namun saya mulai sadar bahwa tidak masuk akal untuk merasa demikian. Tidak ada yang salah dengan menyuruh dia dan ayahnya melakukan suatu tugas. Itu hanyalah kecelakaan yang tragis.” Anda mungkin berkata, ’Ada banyak hal yang saya sesali tidak saya katakan atau lakukan.’ Memang, tetapi siapa di antara kita yang dapat berkata bahwa kita telah menjadi ayah, ibu, atau anak yang sempurna? Alkitab memperingatkan kita, ”Kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna.” (Yakobus 3:2; Roma 5:12) Maka, terimalah fakta bahwa Anda tidak sempurna. Terus memikirkan segala macam ”seandainya saja” tidak akan mengubah apa pun, justru akan memperlambat kesembuhan Anda. Jika Anda memiliki alasan yang kuat untuk percaya bahwa rasa bersalah Anda nyata, bukan khayalan, maka pertimbangkan faktor yang paling penting dari segalanya dalam menyembuhkan rasa bersalah—pengampunan Allah. Alkitab meyakinkan kita, ”Jika Engkau, ya [Yehuwa], mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan.” (Mazmur 130:3, 4) Anda tidak dapat kembali ke masa lalu dan mengubah segala sesuatunya. Namun, Anda dapat memohon pengampunan Allah atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan dahulu. Lalu bagaimana? Nah, jika Allah berjanji untuk mengampuni kesalahan-kesalahan Anda yang lewat, bukanBila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal kah Anda hendaknya mengampuni diri sendiri?—Amsal 28:13; 1 Yohanes 1:9. Mengatasi Kemarahan Apakah Anda juga merasa sedikit marah, barangkali kepada para dokter, juru rawat, teman-teman, atau bahkan kepada orang yang meninggal? Sadarilah bahwa hal ini juga merupakan reaksi yang lazim atas kehilangan. Barangkali kemarahan Anda merupakan akibat wajar yang timbul dari perasaan terluka yang Anda rasakan. Seorang penulis berkata, ”Hanya dengan menyadari kemarahan itu—tidak bertindak menuruti kemarahan tetapi mengetahui bahwa Anda merasakannya—Anda dapat bebas dari pengaruhnya yang merusak.” Yang juga dapat membantu adalah jika Anda menyatakan atau berbagi kemarahan. Bagaimana? Tentu saja bukan dalam luapan kemarahan yang tidak terkendali. Alkitab memperingatkan kita bahwa kemarahan yang berlarut-larut sangat berbahaya. (Amsal 14:29, 30) Tetapi Anda dapat memperoleh penghiburan dengan membicarakannya dengan seorang teman yang penuh pengertian. Dan ada yang mengalami bahwa gerak badan yang penuh semangat merupakan pengungkapan yang berguna bila mereka marah.—Lihat juga Efesus 4:25, 26. Meskipun sangat penting bersikap terus terang dan jujur berkenaan perasaan-perasaan Anda, ada yang perlu diingat. Terdapat perbedaan besar antara menyatakan perasaan Anda dan menumpahkannya atas diri orangorang lain. Tidak perlu menyalahkan orang-orang lain karena kemarahan dan frustrasi Anda. Maka berhati-hatilah dalam mengutarakan perasaan-perasaan Anda, jangan dengan cara-cara yang kasar. (Amsal 18:21) Ada sebuah bantuan yang utama dalam mengatasi duka cita, dan kita sekarang akan membahasnya. Bantuan dari Allah Alkitab meyakinkan kita, ”[Yehuwa] itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mazmur 34:18) Ya, 17 Beberapa Saran Praktis B ersandar kepada teman-teman: Jangan ragu-ragu untuk membiarkan orang-orang lain membantu jika mereka menawarkannya dan Anda dapat benar-benar memanfaatkan beberapa bantuan. Maklumilah bahwa itu mungkin cara mereka untuk memperlihatkan kepada Anda apa yang mereka rasakan; barangkali mereka tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat.—Amsal 18:24. Jaga kesehatan Anda: Duka cita dapat melelahkan Anda, khususnya pada masa-masa permulaan. Tubuh Anda membutuhkan istirahat yang cukup, olahraga yang menyehatkan, dan gizi yang sepatutnya lebih daripada sebelumnya. Pemeriksaan diri yang teratur oleh dokter keluarga Anda mungkin diperlukan. Tunda keputusan-keputusan penting: Jika mungkin, tunggu setidak-tidaknya beberapa saat sampai Anda berpikir lebih jernih sebelum Anda memutuskan hal-hal seperti apakah perlu menjual rumah atau mengganti pekerjaan Anda. (Amsal 21:5) Seorang janda mengenang bahwa beberapa hari setelah suaminya meninggal, ia memberikan banyak barang milik pribadi sang suami. Belakangan, ia menyadari bahwa ia telah memberikan banyak kenang-kenangan yang ia sayangi. Sabarlah terhadap diri Anda: Duka cita sering kali berlangsung lebih lama daripada yang disadari kebanyakan orang. Beberapa hal yang terjadi setiap tahun yang mengingatkan kembali kepada orang yang dikasihi dapat membuka luka lama. Gambar-gambar, lagu-lagu khusus, atau bahkan aroma dapat menyebabkan seseorang menangis. Sebuah studi ilmiah mengenai perkabungan menjelaskan proses duka cita sebagai berikut, ”Orang yang berduka cita mungkin berubah-ubah secara dramatis dan cepat dari suatu keadaan perasaan ke keadaan lain, dan pengelakan akan hal-hal yang mengingatkan kepada orang yang meninggal mungkin berganti menjadi perkembangan yang sengaja dari kenangan untuk suatu periode waktu.” Tetaplah ingat janji-janji Yehuwa yang bernilai dalam pikiran.—Filipi 4:8, 9. Maklumi orang-orang lain: Berupayalah sabar terhadap orang-orang lain. Maklumilah bahwa mereka merasa canggung. Karena tidak tahu apa yang harus dikatakan, mereka mungkin secara teledor mengatakan hal yang salah. —Kolose 3:12, 13. 18 Berhati-hati dalam menggunakan obat-obat atau alkohol untuk mengatasi duka cita Anda: Kelegaan apa pun yang diberikan oleh obat-obat atau alkohol hanya baik untuk sementara. Obat-obat hendaknya diminum hanya di bawah pengawasan dokter. Namun waspadalah: banyak zat mengakibatkan kecanduan. Tambahan pula, hal ini dapat menunda proses berduka cita. Seorang patolog memperingatkan, ”Tragedinya harus ditanggung, diderita dan pada akhirnya dirasionalisasi dan terlalu menunda hal ini dengan membius [orang] itu dengan obat-obat dapat memperpanjang atau merusak proses ini.” Kelegaan yang bertahan akan datang dengan merenungkan maksud-tujuan yang agung dari Yehuwa. —Mazmur 1:2; 119:97. Kembali ke rutinitas yang biasa: Pertama-tama, Anda mungkin perlu memaksakan diri untuk pergi bekerja, berbelanja, atau untuk mengerjakan berbagai tanggung jawab lain. Tetapi Anda akan mendapati bahwa struktur dari rutinitas Anda yang normal akan sangat bermanfaat bagi Anda. Tetaplah sibuk dalam pekerjaan Kristen.—Bandingkan 1 Korintus 15:58. Jangan takut untuk mengakhiri duka cita yang akut: Meski tampak aneh, beberapa orang yang berkabung takut untuk mengakhiri duka cita yang dalam, karena percaya bahwa hal ini dapat memperlihatkan bahwa kasih mereka kepada orang yang meninggal telah berkurang. Sama sekali tidak demikian halnya. Mengakhiri rasa sakit membuka jalan kepada kenangan-kenangan yang berharga yang tak diragukan akan selalu bersama Anda. —Pengkhotbah 3:1, 4. Jangan terlalu khawatir: Anda mungkin sangat khawatir, ’Apa yang akan terjadi dengan saya sekarang?’ Alkitab menasihatkan untuk hidup dari hari ke hari. ”Hidup dari hari ke hari sebaliknya dari terlalu khawatir akan masa depan benar-benar membantu saya,” kata seorang janda menjelaskan. Yesus berkata kepada murid-muridnya, ”Janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri.” —Matius 6:25-34. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal di atas segalanya, hubungan dengan Allah dapat membantu Anda mengatasi kematian dari seseorang yang Anda kasihi. Bagaimana? Semua saran praktis yang ditawarkan sejauh ini didasarkan atas atau selaras dengan Friman Allah, Alkitab. Menerapkannya dapat membantu Anda mengatasinya. Tambahan pula, jangan menganggap rendah nilai dari doa. Alkitab mendesak kita, ”Serahkanlah kuatirmu kepada [Yehuwa], maka Ia akan memelihara engkau.” (Mazmur 55:23) Jika mengutarakan perasaan-pera- ma kami harus melakukan segala sesuatu tanpa anak kami—perhimpunan pertama yang kami ikuti, kebaktian pertama yang kami hadiri—kami akan berdoa memohon kekuatan. Sewaktu kami bangun di pagi hari dan kenyataan dari hal itu tampak tak dapat dipikul lagi, kami akan berdoa kepada Yehuwa untuk membantu kami. Karena beberapa alasan, sangat menimbulkan trauma bagi saya untuk berjalan di dalam rumah seorang diri. Jadi setiap kali saya pulang ke rumah sendirian, saya akan memanjatkan doa kepada Yehuwa me- saan Anda kepada teman yang penuh simpati dapat memban- mohon agar membantu saya mempertahankan sedikit kete- tu, betapa jauh lebih membantu bila Anda mencurahkan hati Pertanyaan untuk Direnungkan nangan.” Wanita yang setia ini dengan teguh dan benar yakin Anda kepada ”Allah sumber segala penghiburan”!—2 Korin- Mengapa penting untuk membiarkan diri Anda berduka cita? bahwa doa-doa tersebut sangat membantu. Anda juga mung- Bagaimana Anda dapat mengungkapkan duka cita Anda? kin mendapati bahwa, sebagai tanggapan atas doa-doa Anda Bagaimana Alkitab dapat membantu Anda mengatasi perasaan bersalah dan marah? yang terus-menerus, ’damai sejahtera Allah yang melampaui tus 1:3. Bukan doa itu sendiri yang me mbuat ki ta me rasa l e bi h baik. Sang ’Pendengar doa’ berjanji untuk memberikan roh kudus-N ya ke pada hambahamba-Nya yang dengan tulus meminta hal tersebut. (Mazmur 65:3; Lukas 11:13) Dan roh kudus Allah, atau tenaga aktif, dapat memperlengkapi Dalam cara apa hubungan dengan Allah membantu Anda mengatasi kematian dari orang yang dikasihi? Apa beberapa saran praktis untuk mengatasi duka cita? Anda dengan ”kekuatan yang melimpah-limpah” untuk bertahan dari hari ke hari. (2 Korintus 4:7) Ingatlah: Allah dapat membantu hamba-hamba-Nya yang setia untuk menanggung setiap dan semua problem yang mungkin mereka hadapi. Seorang wanita yang kehilangan anaknya mengenang bagaimana kuasa doa membantu dia dan suaminya melewati kesedihan mereka. ”Jika kami berdua berada di rumah pada malam hari dan rasa duka cita menjadi tak tertanggungkan lagi, kami akan berdoa bersama dengan suara keras,” ia menjelaskan. ”Saat pertaBila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu’.—Filipi 4: 6, 7; Roma 12:12. Bantuan yang Allah sediakan jelas sangat berguna. Paulus rasul Kristen mengatakan bahwa Allah ”menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan”. Memang, bantuan ilahi tidak melenyapkan rasa sakit, namun ini dapat membuatnya lebih mudah ditanggung. Hal ini tidak berarti bahwa Anda tidak akan menangis lagi atau akan melupakan orang yang Anda kasihi. Namun Anda dapat pulih. Dan seraya Anda pulih, apa yang telah Anda alami dapat membuat Anda lebih penuh pengertian dan simpatik dalam membantu orang-orang lain mengatasi rasa kehilangan yang serupa.—2 Korintus 1:4. 19 Bagaimana Orang Lain Dapat Membantu? ”J IKA ada sesuatu yang dapat saya bantu, jangan segan memberi tahu saya.” Kebanyakan di antara kita berkata demikian kepada seorang teman atau sanak saudara yang baru saja berkabung. Ya, kita mengucapkannya dengan tulus. Kita akan melakukan apa saja untuk membantu. Namun, apakah orang yang berkabung mendatangi kita dan berkata, ”Terpikir oleh saya akan sesuatu yang Anda dapat lakukan untuk saya”? Biasanya tidak. Jelaslah, kita perlu mengambil beberapa inisiatif jika kita benar-benar ingin membantu dan menghibur orang yang berduka cita. Sebuah amsal Alkitab berkata, ”Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.” (Amsal 15:23; 25:11) Dibutuhkan hikmat untuk mengetahui apa yang harus dikatakan dan apa yang jangan dikatakan, apa yang harus dilakukan dan apa yang jangan dilakukan. Berikut ini adalah beberapa saran berdasarkan Alkitab yang didapati berguna oleh beberapa orang yang berkabung. Apa yang Harus Dilakukan . . . Dengarkan: ’Cepatlah mendengar’, kata Yakobus 1:19. Salah satu hal paling berguna yang dapat Anda lakukan adalah ikut merasakan kesedihan dari orang yang berkabung dengan mendengarkan. Beberapa orang yang berkabung mungkin perlu berbicara mengenai orang yang mereka kasihi yang telah meninggal, mengenai kecelakaan atau penyakit yang menyebabkan kematiannya, atau mengenai perasaan-perasaan mereka setelah kematian tersebut. Maka tanyakanlah, ”Apakah Anda ingin membicarakannya?” Biarkan mereka yang memutuskan. Ketika mengenang saat ketika ayahnya meninggal, seorang pria muda berkata, ”Saya merasa sangat dibantu sewaktu 20 orang-orang menanyakan apa yang telah terjadi dan kemudian benar-benar mendengarkan.” Maka dengarkanlah dengan sabar dan penuh simpati tanpa perlu merasa bahwa Anda harus menyediakan jawaban atau jalan keluarnya. Biarkan mereka mengutarakan apa pun yang ingin mereka katakan. Tenteramkan hati mereka: Yakinkan mereka bahwa mereka telah melakukan sebisa mungkin (atau hal-hal lain yang Anda tahu benar dan positif ). Tenteramkan hati mereka bahwa apa yang mereka rasakan—kesedihan, kemarahan, perasaan bersalah, atau beberapa emosi lain—sama sekali bukannya tidak lazim. Beri tahu mereka tentang orang-orang lain yang Anda ketahui berhasil pulih dari kehilangan yang serupa. ”Perkataan yang menyenangkan” demikian merupakan ”obat bagi tulang-tulang”, kata Amsal 16:24.—1 Tesalonika 5:11, 14. Sediakan Diri: Sediakan diri Anda, tidak hanya beberapa hari pertama sewaktu banyak teman dan sanak saudara masih ada, tetapi bahkan berbulan-bulan kemudian, sewaktu orang-orang lain telah kembali ke rutin yang normal. Dengan cara ini Anda membuktikan diri Anda sebagai ”sahabat”, yang selalu siap membantu seorang sahabat pada masa ”kesukaran”. (Amsal 17:17) ”Teman-teman kami memastikan bahwa setiap malam kami ada kesibukan supaya kami tidak perlu menghabiskan terlalu banyak waktu sendirian di rumah,” kata Teresea menBila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal jelaskan, yang anaknya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil. ”Hal ini membantu kami mengatasi perasaan hampa yang kami miliki.” Selama bertahun-tahun setelah itu, hari-hari peringatan, seperti ulang tahun perkawinan atau tanggal dari kematian itu, dapat merupakan saat yang penuh tekanan bagi orang yang ditinggalkan. Mengapa tidak menandai tanggal-tanggal demikian di kalender Anda sehingga pada waktu hari itu tiba, Anda dapat menyediakan diri, jika perlu, untuk memberi dukungan yang penuh simpati? nak saudara yang berkunjung membutuhkan tempat Ambil inisiatif yang cocok: Apakah ada tugas-tugas yang perlu dikerjakan? Apakah seseorang diperlukan untuk mengasuh anak-anak? Apakah teman-teman dan sa- dapat saya bantu, jangan segan memberi tahu saya.’ menginap? Orang-orang yang baru saja berkabung sering kali begitu terguncang sehingga mereka bahkan tidak tahu apa yang perlu mereka lakukan, apa lagi memberi tahu orang-orang lain bagaimana mereka dapat membantu. Jadi jika Anda memperhatikan kebutuhan yang sebenarnya, jangan menunggu untuk diminta; ambillah inisiatif. (1 Korintus 10:24; bandingkan 1 Yohanes 3:17, 18.) Seorang wanita yang suaminya meninggal mengenang, ”Banyak yang berkata, ’Jika ada yang Namun seorang sahabat tidak menanyakannya. Ia langsung pergi ke kamar tidur, menarik sprei dari tempat tidur, dan mencuci hal-hal yang kotor karena kematiannya. Yang lain mengambil sebuah ember, air, dan alat-alat pembersih dan menggosok permadani yang terkena muntahan suami saya. Beberapa minggu kemudian, salah seorang penatua sidang mampir dengan pakaian kerjanya dan berkata, ’Saya yakin pasti ada sesuatu yang perlu diperbaiki. Apa yang bisa saya perbaiki?’ Hati saya tersentuh oleh kasih saudara tersebut karena ia memperbaiki pintu yang engselnya lepas dan karena memperbaiki sebuah peralatan listrik!”—Bandingkan Yakobus 1:27. Jika Anda melihat ada kebutuhan yang sesungguhnya, jangan menunggu untuk dimintai bantuan —ambil inisiatif yang cocok Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal Bersifat suka menerima tamu: ”Janganlah kamu lupa memberi tumpangan [”sifat suka menerima tamu”, NW],” demikian Alkitab mengingatkan kita. (Ibrani 13:2) Kita teristimewa harus ingat untuk memperlihatkan sifat suka menerima tamu kepada orang-orang yang berduka cita. Sebaliknya daripada undangan ”datanglah kapan saja”, tetapkan hari dan waktunya. Jika mereka menolak, jangan cepat menyerah. Anjuran yang lembut 21 mungkin dibutuhkan. Barangkali mereka menolak undangan Anda karena mereka takut kehilangan kendali atas emosi-emosi mereka di hadapan orang-orang lain. Atau mereka mungkin merasa bersalah karena menikmati makan bersama dan pergaulan pada saat seperti itu. Ingatlah tentang Lidia, wanita yang suka menerima tamu yang disebutkan dalam Alkitab. Setelah diundang ke rumahnya, Lukas berkata, ”Ia mendesak sampai kami menerimanya.”—Kisah 16:15. Bersabar dan berpengertian: Jangan terlalu terkejut dengan apa yang mungkin dikatakan oleh orang-orang yang berkabung pada mulanya. Ingat, mereka mungkin merasa marah dan merasa bersalah. Jika ledakan emosi ditujukan kepada Anda, dibutuhkan pemahaman dan kesabaran di pihak Anda untuk tidak menanggapi dengan perasaan kesal. ”Kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelembahlembutan dan kesabaran,” demikian saran Alkitab.—Kolose 3:12, 13. Tulis sepucuk surat: Yang sering diabaikan adalah nilai dari sepucuk surat yang menyatakan belasungkawa atau sebuah kartu yang menyatakan turut berduka cita. Manfaatnya? Cindy, yang kehilangan ibunya karena kanker, menjawab, ”Seorang teman menulis surat yang indah. Itu benar-benar membantu karena saya dapat membacanya berulang kali.” Surat atau kartu yang menganjurkan seperti itu dapat disusun ”dengan sedikit kata-kata”, namun itu hendaknya benar-benar keluar dari hati. (Ibrani 13:22) Anda dapat menulis bahwa Anda turut prihatin dan Anda memiliki kenangan khusus akan orang yang meninggal, atau Anda dapat memperlihatkan bagaimana orang yang meninggal itu telah meninggalkan kesan khusus dalam kehidupan Anda. Berdoa bersama mereka: Jangan meremehkan nilai dari doa-doa Anda bersama dan untuk orang yang sedang berkabung. Alkitab berkata di Yakobus 5:16, ”Doa orang yang benar . . . sangat besar kuasanya.” (Yakobus 5:16) Misalnya, mendengarkan Anda berdoa demi kepentingan mereka dapat membantu mereka menyembuhkan pera22 saan-perasaan negatif seperti rasa bersalah.—Bandingkan Yakobus 5:13-15. Apa yang Jangan Dilakukan . . . Jangan menjauhi mereka karena Anda tidak tahu apa yang harus dikatakan atau dilakukan: ’Saya yakin sekarang mereka perlu berada seorang diri,’ kita mungkin berkata kepada diri kita sendiri. Namun barangkali kebenarannya adalah bahwa kita menjauhi mereka karena kita takut akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang salah. Akan tetapi, dihindari oleh temanteman, sanak saudara, atau rekan-rekan seiman hanya membuat orang yang berkabung semakin kesepian, menambah kepada rasa sedih mereka. Ingat, kata-kata dan tindakan yang paling baik sering kali adalah yang paling sederhana. (Efesus 4:32) Kehadiran Anda saja dapat menjadi sumber anjuran. (Bandingkan Kisah 28:15.) Mengenang hari ketika putrinya meninggal, Teresea berkata, ”Dalam waktu satu jam, ruang tunggu rumah sakit dipenuhi oleh teman-teman kami; semua penatua dan istri mereka berada di sana. Beberapa saudari bahkan belum sempat melepaskan rol rambut mereka, beberapa masih mengenakan baju kerja mereka. Mereka meninggalkan apa yang mereka kerjakan dan segera datang. Banyak dari mereka memberi tahu kami bahwa mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan, tetapi itu tidak menjadi soal karena kehadiran mereka saja sangat berarti.” Jangan mendesak mereka untuk berhenti berduka cita: ’Sudah, sudah, jangan menangis,’ kita mungkin ingin berkata demikian. Namun bisa jadi lebih baik untuk membiarkan air mata bercucuran. ”Saya rasa penting untuk membiarkan orang yang berkabung memperlihatkan emosi mereka dan benar-benar melampiaskan perasaan mereka,” kata Katherine, mengenang kematian suaminya. Lawanlah kecenderungan untuk memberi tahu orang-orang lain apa yang harus mereka rasakan. Dan jangan menduga bahwa Anda harus menyembunyikan perasaan-perasaan Anda untuk menjaga perasaan mereka. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal Kehadiran Anda di rumah sakit dapat menganjurkan orang yang berkabung Sebaliknya, ”menangislah dengan orang yang menangis”, demikian saran Alkitab.—Roma 12:15. Jangan tergesa-gesa menganjurkan mereka untuk menyingkirkan baju atau barang-barang pribadi lain dari orang yang meninggal sebelum mereka merasa siap: Kita mungkin merasa bahwa lebih baik bagi mereka untuk menyingkirkan barang-barang yang menggugah kenangan karena hal-hal itu setidaknya memperpanjang duka cita. Namun pepatah ”Jauh di mata, jauh di hati”: mungkin tidak berlaku di sini. Orang yang berkaBila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal bung mungkin perlu perlahan-lahan melepas orang yang meninggal. Ingatlah gambaran Alkitab berkenaan reaksi Yakub sewaktu ia dikelabui sehingga percaya bahwa Yusuf putranya yang masih remaja telah dibunuh oleh binatang buas. Setelah jubah Yusuf yang berlumuran darah diberikan kepada Yakub, ”berkabunglah ia berhari-hari lamanya karena anaknya itu. Sekalian anaknya laki-laki dan perempuan berusaha menghiburkan dia, tetapi ia menolak dihiburkan”.—Kejadian 37:31-35. Jangan mengatakan, ’Anda dapat memiliki bayi 23 lagi’: ”Saya benci orang-orang memberi tahu saya bahwa saya dapat memiliki anak lagi,” kenang seorang ibu yang ditinggal mati anaknya. Mereka mungkin bermaksud baik, tetapi bagi orang-tua yang berduka cita, ucapan yang menyatakan bahwa anak yang meninggal bisa digantikan dapat menjadi ’seperti tikaman pedang’. (Amsal 12:18) Seorang anak tidak dapat digantikan oleh anak lain. Mengapa? Karena masing-masing anak unik. Bila tidak perlu jangan menghindari menyebutkan nama orang yang meninggal: ”Banyak orang bahkan tidak mau menyebutkan nama putra saya Jimmy atau an ini tidak berarti. Akan tetapi, mereka bisa jadi merasa sangat sedih karena mereka sangat kehilangan orang yang mereka kasihi. Sebaiknya jangan berkata, ’Saya tahu bagaimana perasaan Anda’: Apakah memang demikian? Misalnya, mungkinkah Anda mengetahui apa yang dirasakan orang-tua sewaktu seorang anak meninggal jika Anda sendiri tidak pernah mengalami kehilangan demikian? Dan bahkan jika Anda telah mengalaminya, sadarilah bahwa orang-orang mungkin tidak merasakan hal yang persis sama seperti yang Anda rasakan. (Banding- berbicara tentangnya,” kenang seorang ibu. ”Saya harus akui saya merasa sedikit terluka sewaktu orang-orang melakukan hal itu.” Jadi, tidak perlu mengganti topik percakapan sewaktu nama orang yang meninggal disebutkan. Tanyakan orangnya apakah ia ingin membicarakan orang yang ia kasihi. (Bandingkan Ayub 1:18, 19 dan 10:1.) kan Ratapan 1:12.) Di lain pihak, Pertanyaan untuk Direnungkan Mengapa berguna untuk turut merasakan kesedihan dari orang yang berkabung dengan mendengarkan? Apa beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menghibur orang yang berduka cita? Kita harus menghindari mengatakan atau melakukan hal apa kepada seseorang yang berkabung? Beberapa orang yang berkabung jika tampak cocok, mungkin ada beberapa manfaat dengan memberi tahu bagaimana Anda telah pulih dari perasaan kehilangan orang yang Anda kasihi. Seorang wanita yang putrinya mati dibunuh merasa terbina sewaktu seorang ibu yang putrinya telah meninggal memberi tahu dia bagaimana ibu itu kembali kepada kehidupan yang normal. Ia ber- senang mendengarkan teman-teman mereka menceritakan sifat-sifat istimewa yang membuat mereka menyayangi orang yang telah meninggal.—Bandingkan Kisah 9: 36-39. kata, ”Ibu dari anak yang meninggal itu tidak mengawali ceritanya dengan ’Saya tahu bagaimana perasaan Anda’. Ia sekadar memberi tahu saya segala sesuatu yang ia alami dan membiarkan saya memberi tanggapan atasnya.” Jangan tergesa-gesa berkata, ’Ini yang terbaik baginya’: Berupaya mencari sesuatu yang positif berkenaan kematian tidak selalu ’menghibur mereka yang tawar hati’ yang sedang berduka cita. (1 Tesalonika 5:14) Ketika mengenang saat ibunya meninggal, seorang wanita muda berkata, ”Orang-orang lain berkata, ’Ia tidak menderita lagi sekarang’ atau, ’Setidaknya ia berada dalam damai sekarang.’ Tetapi saya tidak suka mendengar hal-hal semacam itu.” Komentar-komentar demikian secara tidak langsung dapat menyatakan bahwa orang-orang yang ditinggalkan tidak boleh merasa sedih atau bahwa kemati- Membantu orang yang berkabung menuntut kasih sayang, daya pengamatan, dan banyak kasih di pihak Anda. Jangan menunggu sampai orang yang berkabung datang kepada Anda. Jangan sekadar berkata, ”Jika ada sesuatu yang dapat saya bantu . . .” Cari tahu apa ”sesuatu” itu, dan kemudian ambil inisiatif yang cocok. 24 Masih ada beberapa pertanyaan: Bagaimana dengan harapan Alkitab tentang kebangkitan? Hal itu dapat berarti apa bagi Anda dan orang yang dikasihi yang telah meninggal? Bagaimana kita dapat merasa yakin bahwa itu merupakan harapan yang dapat diandalkan? Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal Membantu Anak-Anak Memahami Kematian B ila kematian menimpa suatu keluarga, orang-tua dan juga sanak keluarga serta teman-teman sering tidak tahu apa yang harus dikatakan atau dilakukan untuk membantu anak-anak memahami apa yang telah terjadi. Namun, anak-anak membutuhkan orang-orang dewasa untuk membantu mereka memahami kematian. Pertimbangkan beberapa pertanyaan yang lazim diajukan berkenaan membantu anak-anak mengerti kematian. Diberi tahu bahwa orang yang meninggal sedang bepergian hanya akan memperkuat perasaan si anak bahwa ia ditinggalkan dan ia mungkin bernalar, ’Nenek pergi, dan pamit pun tidak!’ Juga, hati-hati dengan anak-anak kecil, mengenai berkata bahwa orang yang mati telah pergi tidur. Anak-anak cenderung sangat harfiah. Jika sang anak menyamakan tidur dengan kematian, akibatnya ia akan takut untuk pergi tidur pada malam hari. Bagaimana Anda menjelaskan kematian kepada anak-anak? Penting untuk menjelaskannya dengan kata-kata yang sederhana. Juga jelaskan dengan benar. Jangan segan menggunakan kata-kata yang sesungguhnya, seperti misalnya ”mati” dan ”kematian”. Sebagai contoh, Anda dapat duduk bersama sang anak, memeluknya, dan berkata, ”Suatu hal yang sangat, sangat menyedihkan telah terjadi. Papa menderita karena suatu penyakit yang tidak banyak dialami orang [atau apa pun yang Anda ketahui benar], dan dia meninggal. Bukan salah siapa pun dia meninggal. Kita akan sangat merindukannya karena kita mencintainya, dan ia mencintai kita.” Namun, akan berguna untuk menjelaskan bahwa anak tersebut atau orang-tuanya yang masih hidup tidak akan mati hanya karena ia kadang-kadang sakit. Perlukah anak-anak menghadiri upacara pemakaman? Orang-tua harus mempertimbangkan perasaan anak-anak. Jika mereka tidak ingin pergi, jangan paksa mereka atau dengan satu atau lain cara membuat mereka merasa bersalah karena tidak hadir. Jika mereka ingin hadir, berikan kepada mereka penjelasan yang terperinci berkenaan apa yang akan berlangsung, termasuk apakah akan ada peti dan apakah itu akan terbuka atau tertutup. Jelaskan juga bahwa mereka akan melihat banyak orang menangis karena mereka sedih. Sekali lagi, biarkan mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dan yakinkan mereka bahwa mereka dapat meninggalkan acara jika mereka ingin. Anjurkan mereka untuk bertanya. ’Apa itu mati?’ mereka mungkin bertanya. Anda dapat menjawab seperti ini, ” ’Mati’ berarti tubuh berhenti bekerja dan tidak dapat lagi melakukan hal-hal yang biasa dilakukan—tidak dapat berbicara, melihat, atau mendengar, dan tidak dapat merasakan apa-apa.” Orang-tua yang percaya kepada janji-janji Alkitab akan suatu kebangkitan dapat menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan bahwa Allah Yehuwa mengingat orang yang meninggal dan dapat menghidupkannya kembali dalam Firdaus di bumi di masa depan. (Lukas 23:43; Yohanes 5:28, 29)—Lihat bagian ”Harapan yang Pasti bagi Orang Mati”. Apakah ada hal-hal yang hendaknya jangan Anda katakan? Tidak akan membantu untuk mengatakan bahwa orang yang meninggal sedang mengadakan perjalanan jauh. Rasa takut ditinggalkan merupakan kekhawatiran utama seorang anak, khususnya bila orang-tua yang meninggal. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal Bagaimana anak-anak menanggapi kematian? Anak-anak sering kali merasa bertanggung jawab atas kematian dari orang yang dikasihi. Karena seorang anak mungkin pernah satu atau beberapa kali merasa marah terhadap orang yang meninggal, sang anak mungkin akan menganggap bahwa pikiran atau kata-kata amarah menyebabkan kematian. Anda mungkin perlu memberikan penghiburan, ’Pikiranmu dan kata-katamu tidak membuat orang-orang menjadi sakit, dan juga tidak membuat orang mati.’ Seorang anak kecil perlu diyakinkan berulang kali. Haruskah Anda menyembunyikan duka cita Anda dari anak-anak? Menangis di hadapan anak-anak adalah normal dan juga menyehatkan. Lagi pula, hampir mustahil untuk sepenuhnya menyembunyikan perasaan-perasaan Anda dari anak-anak; mereka cenderung sangat cerdik dan sering dapat mencium adanya sesuatu yang tidak beres. Bersikap jujur berkenaan duka cita Anda membuat mereka tahu bahwa adalah normal untuk berduka cita dan untuk kadang-kadang memperlihatkan perasaan-perasaan Anda. 25 26 Harapan yang Pasti bagi Orang Mati S EORANG wanita berusia 25 tahun menulis, ”Pada tahun 1981 ibu angkat saya meninggal karena kanker. Saya dan adik angkat saya sangat terpukul oleh kematiannya. Saya berusia 17 tahun, dan adik laki-laki saya 11 tahun. Saya sangat kehilangan dia. Karena diajarkan Tampaknya sangat tidak adil bahwa kematian mempunyai kuasa untuk mengambil seseorang yang Anda Dan pada saat itu manusia akan mempunyai prospek menikmati kesehatan yang sempurna, dan mereka tidak akan pernah mati lagi. ’Tetapi pasti itu hanya khayalan!’ ada yang mungkin mengatakan demikian. kasihi. Dan bila itu terjadi, gagasan bahwa tidak akan pernah bisa berbicara lagi kepada orang yang dikasihi, tertawa bersamanya, atau memeluknya bisa sangat sulit ditanggung. Kepedihan itu tidak hilang dengan diberi tahu bahwa orang yang Anda kasihi berada di surga. Apa yang dibutuhkan untuk meyakinkan Anda bahwa hal ini merupakan harapan yang pasti? Agar mempercayai suatu janji, Anda perlu yakin bahwa orang yang membuat janji itu bersedia dan juga sanggup memenuhinya. Maka, siapa gerangan yang menjanjikan bahwa orang-orang mati akan hidup kembali? Akan tetapi, Alkitab menawarkan harapan yang sangat berbeda. Seperti yang telah kita perhatikan sebelumnya, Alkitab memperlihatkan bahwa tidak lama Pada musim semi tahun 31 M, Yesus Kristus dengan berani berjanji, ”Sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya. Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan [”kuburan peringatan”, NW] akan mendengar suara-Nya [Yesus], dan mereka . . . akan keluar.” (Yohanes 5:21, 28, 29) Ya, Yesus Kristus berjanji bahwa jutaan orang yang sekarang mati akan hidup kembali di atas bumi ini dan memiliki prospek untuk tetap tinggal di atasnya kekal selama-lamanya di bawah keadaan damai seperti di firdaus. (Lukas 23:43; Yohanes 3:16; 17:3; bandingkan Mazmur 37:29 dan Matius 5:5.) bahwa ia ada di surga, yah, saya ingin bunuh diri agar dapat berada bersamanya. Ia sahabat karib saya.” lagi Anda dapat dipersatukan kembali dengan orang Perasaan Yesus yang lembut sewaktu membangkitkan Lazarus mencerminkan keinginannya yang kuat untuk melenyapkan akibat yang menyedihkan dari kematian yang Anda kasihi yang telah meninggal, bukan di surga yang tidak diketahui, melainkan di sini juga di atas bumi di bawah keadaan yang damai dan adil-benar. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 27 Ayat-Ayat yang Memberikan Penghiburan Karena Yesus yang membuat janji ini, tidak ada keraguan untuk menyimpulkan bahwa ia bersedia menepatinya. Namun apakah ia sanggup melakukan hal itu? erulang kali, ketika menjelaskan bagaimana mereka mengatasi duka cita mereka, orang-orang Kristen yang setia berkata, ”Saya ingin memberi tahu Anda ayat Alkitab favorit saya.” Jika saudara sedang berduka cita, barangkali beberapa dari ayat-ayat ini juga akan membantu saudara. Kurang dari dua tahun setelah membuat janji tersebut, Yesus memperlihatkan dengan cara yang penuh kuasa bahwa ia bersedia dan juga sanggup mengadakan kebangkitan. B ”Terpujilah . . . Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami.”—2 Korintus 1:3, 4. ”Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup.” —Mazmur 145:16. ”Ia [Allah] telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.”—Kisah 17:31. ”Akulah, Akulah yang menghibur kamu.” —Yesaya 51:12. ”Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu.” —Yesaya 66:13. ”Lazarus, Marilah ke Luar!” Kejadian itu sangat mengharukan. Lazarus sakit keras. Kedua saudaranya, Maria dan Marta, mengirim kabar kepada Yesus, yang berada di seberang Sungai Yordan, ”Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit.” (Yohanes 11:3) Mereka tahu bahwa Yesus mengasihi Lazarus. Tidakkah Yesus ingin menjenguk sahabatnya yang sedang sakit? Anehnya, sebaliknya daripada segera pergi ke Betania, Yesus tetap tinggal di tempat ia berada selama dua hari berikutnya.—Yohanes 11:5, 6. Lazarus meninggal beberapa waktu setelah kabar tentang penyakitnya dikirimkan. Yesus tahu ketika Lazarus meninggal, dan ia bermaksud melakukan sesuatu. Pada waktu Yesus akhirnya tiba di Betania, sahabat yang ia kasihi telah meninggal selama empat hari. (Yohanes 11:17, 39) Dapatkah Yesus menghidupkan kembali seseorang yang telah mati selama itu? ”Inilah penghiburanku dalam sengsaraku, bahwa janji-Mu menghidupkan aku. Aku ingat kepada hukum-hukum-Mu yang dari dahulu kala, ya [Yehuwa], maka terhiburlah aku. Biarlah kiranya kasih setia-Mu menjadi penghiburanku, sesuai dengan janji yang Kauucapkan kepada hamba-Mu.” —Mazmur 119:50, 52, 76. Ketika mendengar bahwa Yesus datang, Marta, seorang wanita yang gesit, lari menemuinya. (Bandingkan Lukas 10:38-42.) Tergugah oleh kesedihan Marta, Yesus meyakinkan dia, ”Saudaramu akan bangkit.” Ketika Marta menyatakan imannya akan kebangkitan di masa depan, Yesus dengan jelas memberi tahu dia, ”Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” —Yohanes 11:20-25. ”Saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal.”—Yohanes 5:28, 29. Setelah tiba di kuburan, Yesus menyuruh agar batu yang menutup jalan masuk disingkirkan. Kemudian, setelah berdoa dengan nyaring, ia memerintahkan, ”Lazarus, marilah ke luar!”—Yohanes 11:38-43. Semua mata menatap ke kuburan. Kemudian, dari da- 28 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal lam kegelapan sebuah sosok keluar. Kaki dan tangannya dibungkus dengan kain kafan, dan wajahnya dibalut dengan sebuah kain. ”Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi,” perintah Yesus. Bagian terakhir dari pembalut yang dilepaskan jatuh ke tanah. Ya, ia adalah Lazarus, pria yang telah mati selama empat hari!—Yohanes 11:44. Apakah Itu Benar-Benar Terjadi? Kisah mengenai dibangkitkannya Lazarus dimuat dalam Injil Yohanes sebagai fakta sejarah. Perinciannya begitu hidup sehingga hal ini tidak mungkin hanya kiasan. Meragukan kebenarannya dalam sejarah berarti meragukan semua mukjizat lain dalam Alkitab, termasuk kebangkitan dari Yesus Kristus sendiri. Dan menyangkal kebangkitan Yesus berarti menyangkal seluruh iman Kristen.—1 Korintus 15:13-15. Sebenarnya, jika Anda percaya bahwa Allah itu ada, tidak menjadi masalah bagi Anda untuk percaya kepada kebangkitan. Sebagai gambaran: Seseorang dapat merekam permintaan dan wasiat terakhirnya, dan setelah ia meninggal, sanak keluarga dan teman-teman sebenarnya dapat dikatakan melihat dan mendengarnya, seraya ia menjelaskan bagaimana warisannya harus diurus. Seratus tahun yang lalu, hal demikian tidak dapat dibayangkan. Dan bagi beberapa orang yang sekarang hidup di tempat-tempat terpencil di dunia, teknologi perekaman video tak dapat mereka pahami sehingga tampaknya seperti mukjizat. Jika prinsip-prinsip ilmiah yang ditetapkan oleh Pencipta dapat digunakan oleh manusia untuk menyusun kembali kejadian yang dapat dilihat dan dapat didengar seperti itu, bukankah sang Pencipta dapat melakukan jauh lebih banyak? Maka, bukankah masuk akal bahwa Pribadi yang menciptakan kehidupan sanggup menciptakan kembali kehidupan? Mukjizat dari pemulihan Lazarus kepada kehidupan dimaksudkan untuk meningkatkan iman kepada Yesus dan kebangkitan. (Yohanes 11:41, 42; 12:9-11, 17-19) Dengan cara yang mengharukan, hal ini juga menyingBila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal kapkan kesediaan dan keinginan Yehuwa dan PutraNya untuk mengadakan kebangkitan. ’Allah Akan Rindu’ Tanggapan Yesus terhadap kematian Lazarus menyingkapkan segi yang sangat lembut dari Putra Allah. Perasaannya yang dalam pada peristiwa ini jelas menunjukkan keinginannya yang kuat untuk membangkitkan orang mati. Kita membaca, ”Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: ’Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.’ Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orangorang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya [”mengerang dalam roh dan merasa susah”, NW]. Ia sangat terharu dan berkata: ’Di manakah dia kamu baringkan?’ Jawab mereka: ’Tuhan, marilah dan lihatlah!’ Maka, menangislah Yesus. Kata orang-orang Yahudi: ’Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!’ ”—Yohanes 11:32-36. Keibaan hati Yesus yang tulus ditunjukkan di sini dengan tiga ungkapan, ”mengerang”, ”merasa susah”, dan ’menangis’. Kata-kata dalam bahasa aslinya yang digunakan untuk mencatat peristiwa yang mengharukan ini menunjukkan bahwa Yesus sangat tergugah oleh kematian Lazarus sahabat dekatnya dan menyaksikan saudara perempuan Lazarus menangis sehingga ia mencucurkan air mata.1 Hal yang begitu luar biasa adalah bahwa Yesus sebelumnya telah menghidupkan kembali dua orang lain. Dan ia memang sepenuhnya bermaksud melakukan hal 1 Kata Yunani yang diterjemahkan ”mengerang” berasal dari kata kerja (em·bri·mao·mai) yang berarti tergugah dengan pedih atau dengan sangat dalam. Seorang sarjana Alkitab menyatakan, ”Ini pasti mengartikan bahwa emosi yang demikian dalam meliputi diri Yesus sehingga erangan tanpa sengaja keluar dari hati-Nya.” Ungkapan yang diterjemahkan ”merasa susah” berasal dari kata Yunani (ta·rasso) yang menunjukkan gejolak. Menurut seorang leksikograf ini berarti ”menyebabkan pergolakan di dalam, . . . mempengaruhi dengan kepedihan dan kesedihan yang besar”. Ungkapan ’menangis’ berasal dari kata kerja Yunani (da·kryo) yang berarti ”mencucurkan air mata, menangis dengan senyap”. 29 yang sama atas Lazarus. (Yohanes 11:11, 23, 25) Meskipun begitu, ia ’menangis’. Maka, memulihkan manusia kepada kehidupan, bukan sekadar suatu prosedur bagi Yesus. Perasaannya yang lembut dan dalam sebagaimana diperlihatkan pada peristiwa ini dengan jelas menunjukkan keinginannya yang kuat untuk melenyapkan akibat yang menyedihkan dari kematian. Karena Yesus adalah ’gambaran yang tepat dari Allah Yehuwa’, kita dapat benar-benar mengharapkan bahwa Bapa surgawi kita juga demikian. (Ibrani 1:3) Mengenai kesediaan Yehuwa sendiri untuk mengadakan kebangkitan, pria yang setia Ayub berkata, ”Kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi? . . . Engkau akan memanggil, dan akupun akan menyahut; Engkau akan rindu kepada buatan tanganMu.” (Ayub 14:14, 15) Dalam bahasa aslinya kata yang diterjemahkan ”Engkau akan rindu” menyatakan dambaan dan keinginan Allah yang sungguh-sungguh. (Kejadian 31:30; Mazmur 84:3) Jelaslah, Yehuwa pasti sangat menanti-nantikan kebangkitan. Apakah kita dapat benar-benar percaya akan janji kebangkitan ini? Nah, tidak ada kera gu an b ahw a Ye hu wa d a n Putra-Nya bersedia dan juga sanggup melakukannya. Apa tus yang kini telah dimuliakan. (Kejadian 2:7-9; Matius 6:10; Lukas 23:42, 43) Dalam Firdaus yang dipulihkan tersebut, keluarga manusia akan memiliki prospek untuk menikmati kehidupan tanpa akhir, bebas dari segala penyakit dan gangguan kesehatan. (Wahyu 21: 1-4; bandingkan Ayub 33:25; Yesaya 35:5-7.) Yang juga akan lenyap adalah segala kebencian, prasangka ras, kekerasan etnik, dan tekanan ekonomi. Ke bumi Pertanyaan untuk Direnungkan Sewaktu Lazarus sahabatnya meninggal bagaimana Yesus memperlihatkan bahwa Ia bersedia dan juga sanggup melaksanakan kebangkitan? Mengapa kita dapat menerima catatan kebangkitan Lazarus dalam Alkitab sebagai fakta sejarah? Bagaimana catatan di Yohanes pasal 11 memperlihatkan keinginan Yesus yang kuat untuk melenyapkan akibat yang menyedihkan dari kematian? Apa yang memperlihatkan bahwa Allah Yehuwa sangat menanti-nantikan kebangkitan? artinya ini bagi Anda? Anda mempunyai harapan untuk dipersatukan kembali dengan orang-orang yang Anda kasihi yang telah meninggal, di atas bumi ini namun di bawah keadaan yang sangat berbeda! Allah Yehuwa, yang pada mulanya menempatkan manusia dalam taman yang indah, telah berjanji untuk memulihkan Firdaus di bumi ini di bawah pemerintahan Kerajaan surgawi-Nya di tangan Yesus Kris30 Harapan, yang didasarkan atas korban tebusan Yesus Kristus, akan memberikan sukacita kepada segala bangsa yang dibersihkan seperti itulah Allah Yehuwa melalui Yesus Kristus akan membangkitkan orang mati. Itulah yang sekarang menjadi harapan wanita Kristen yang disebutkan pada permulaan bagian ini. Beberapa tahun setelah ibunya meninggal, Saksi-Saksi Yehuwa membantunya mempelajari Alkitab dengan saksama. Ia mengenang kembali, ”Setelah belajar mengenai harapan kebangkitan, saya menangis. Menakjubkan untuk mengetahui bahwa saya akan melihat ibu saya kembali.” Jika hati Anda juga rindu untuk berjumpa lagi dengan orang yang dikasihi, Saksi-Saksi Yehuwa akan dengan senang hati membantu Anda belajar bagaimana Anda dapat menjadikan harapan yang pasti ini milik Anda. Silakan menghubungi mereka di Balai Kerajaan di daerah Anda, atau menulis ke alamat terdekat yang tercantum di halaman 32. Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal s we-IN 150119 Untuk mendapat lebih banyak informasi, buka www.jw.org/id, atau hubungi Saksi-Saksi Yehuwa.