File

advertisement
RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata kuliah :
Pengantar Ilmu Fiqh
Dosen Pembimbing : Dr. Bunyana Sholihin, M.Ag.
Husnul Fatarib, MA., Ph.D.
Oleh :
Muhammad Jayus
NPM. 1123010014
Prodil Ilmu Syari’ah
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2011
0
RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM
1. Pendahuluan
Dalam bahasa sehari-hari kata hukum sering dikonotasikan dengan
peraturan dan sejenisnya. Namun sesungguhnya kata hukum yang digunakan oleh
masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa arab yang diserap menjadi bahasa
Indonesia yaitu “‫( “ﺤﮑﻢ‬hukm) jamak dari ahkam yang berarti “putusan”
(judgement, verdict, decision), “ketetapan” (provision), “perintah” (command),
“pemerintahan” (government), “kekuasaan” (authority, power), “hukuman”
(sentences) dan lain-lain. Kata kerjanya hakama yahkumu yang bermakna
“memutuskan”, “mengadili”, “menetapkan”, “memerintahkan”, “menghukum”,
“mengendalikan” dan lain sebagainya.
Selain dalam bahasa arab, istilah “hukum” juga dikenal dalam bahasa lain
seperti law dalam bahasa inggris, recht dalam bahasa Jerman dan Belanda atau
kata latin Ius. Kata “hukum” kemudian dipergunakan lebih jauh dalam
perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia seperti kata “hukuman”,
“terhukum”, “penegak hukum”, “hakim”, “kehakiman”, “mahkamah” dan banyak
lagi.
Kata hukum dalam al-Qur’an dipahami sebagai “putusan” atau
“ketetapan” terhadap suatu masalah. Putusan atau ketetapan yang tidak hanya
mengatur hubungan antara khaliq (pencipta) dan makhluq (yang diciptakan) tapi
juga antar manusia yang didalamnya mengatur tentang hukum amaliyah (fiqh),
hukum tauhid (aqidah) maupun yang berhubungan dengan hukum etika (akhlaq).
Oleh karena itu sering kita mendengar bahwa Islam paling tidak terdiri dari iman
dan amal, yaitu keyakinan monotheis manusia yang dilingkupi dengan kompetensi
keilmuan yang luas untuk secara tepat dan benar di amalkan baik untuk
hubungannya dengan khaliq (sang pencipta) maupun dengan makhluq (yang
diciptakan).
Kata hukum yang dikenal dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Arab hukm yang berarti putusan (judgement) atau ketetapan (Provision). Dalam
buku Ensiklopedi Hukum Islam, hukum berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu
1
atau meniadakannya. Sementara dalam A Dictionary of Law dijelaskan tentang
pengertian hukum sebagai berikut:
Law is “the enforceable body of rules that govern any society or one of the
rules making up the body of law, such as Act of Parliament.1 (Hukum adalah suatu
kumpulan
aturan
yang
dapat
dilaksanakan
untuk
mengatur/memerintah
masyarakat atau aturan apa pun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti
tindakan dari Parlemen).
2. Pengertian Hukum Islam
Kata “hukum” dalam Islam (hukum Islam) sering dikonotasikan pada dua
hal yaitu fiqh dan syariat. Fiqh secara bahasa berarti
‫ العلم ابلشيء والفهم له‬:‫الفقه يف اللغة‬
Pengetahuan dan pemahaman terhadap sesuatu.2
Hal ini sejalan dengan pengertian yang disitir dalam hadits yang
mengatakan, “Barangsiapa Allah menghendaki kebaikan baginya, maka ia dibuat
paham (fiqh) dalam agama.”
Juga dalam surat Q. S. Al-Tawbah/9:122 yang berbunyi:
ِ ‫الدي ِن ولِي‬
ِ ‫…فَلَوالَ نَ َفر ِمن ُك ِل فِرقٍَة ِمْن هم طَآئَِفةٌ لِي ت َفقَّهواْ ِيف‬
‫نذ ُرواْ قَ ْوَم ُه ْم إِذَا َر َجعُواْ إِلَْي ِه ْم‬
ُ ََ
َُ
ُْ ْ
َ ْ
‫لَ َعلَّ ُه ْم ََْي َذ ُرو َن‬
Artinya : ” …Maka hendaknyalah pada setiap golongan dari mereka (orangorang yang beriman) itu ada sekelompok orang yang tidak ikut (berperang) untuk
mendalami agama (tafaqquh), dan untuk dapat memberi peringatan kepada
kaumnya bila mereka itu telah kembali (dari perang) agar mereka semuanya
waspada.”3
A. Fiqh
Banyak dari para ahli hukum mendefinisikan fiqh sebagai:
‫ العلم ابألحكام الشرعية العملية املكتسب من أدلتها التفصيلية‬:‫الفقه‬
1
Martin, Elizabeth A. (editor) A Dictionary of Law. Fourth Edition. (New York: Oxford
University Press 1997).
2
Ash-Shiddiqie, T.M. Hasbi. Pengantar Ilmu Fikih. cetakan ke 2. (Jakarta, Bulan Bintang,
1974).
3
Al Qur’an dan terjemahnya, QS. At Taubah : 122
2
Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang diperoleh
dari dalil-dalilnya yang terinci.4
Fiqh yang juga berarti hukum hanya dimengerti fungsinya bila dikaitkan
dengan perbuatan manusia baik berupa menyandarkan atau tidak menyandarkan.
‫ إسناد أمر إىل آخر إجيااب أو سلبا‬:‫احلكم‬
Hukum adalah penisbatan sesuatu kepada yang lain atau penafian sesuatu
dari yang lain.
Sehingga yang dimaksud dengan hukum dalam definisi fiqh adalah status
perbuatan manusia mukallaf (orang yang telah baligh dan berakal sehat), pada
perbuatan-perbuatan yang bersifat wajib (prescribed), mandub (sunnahrecommended), haram (unlawful), makruh (disliked), atau mubah (permissible).
Fard bisa dibagi dalam tiga dimensi yaitu sebagai kewajiban (obligatory-wajib),
pendelegasian (mandatory -muhattam) dan permintaan (required-lazim). Yang
kesemuanya tersebar dalam personally obligatory (fard al-’ayn), sebagai
kewajiban setiap individual Muslim seperti salat dan zakat dan communally
obligatory (fard al- kifaya), yang cukup dilakukan oleh salah satu dari komunitas
muslim seperti memandikan jenazah.
The recommended, (mandub) atau sunnah, merujuk pada lebih disukai
(preferable-mustahabb),
bermanfaat
(meritorious-fadila),
dan
diperlukan
(desirable-marghub fih). Misalnya solat malam (tahajjud) dan mengingat Allah
(zikr). the permissible/allowed (mubah) sesuatu perbuatan boleh yang tidak diberi
reward atau hukuman. Sedangkan perbuatan yang tidak boleh/tidak disukai
(disliked-makruh) tapi tidak memiliki dampak penghukuman. Berbeda dengan the
unlawful/ prohibited (haram ) yang memiliki hukuman.
B. Syariah
Istilah syariat yang sumber otentiknya berasal dari sumber-sumber hukum
Islam yang tersebar pada Al-Qur’an, hadits, ijma dan lain sebagainya. Prof.
Teungku M. Hasbi Ash-Shiddiqie dalam salah satu karyanya mendefinisikan
hukum Islam sebagai:
4
Ash-Shiddiqie, T.M. Hasbi. Pengantar Ilmu Fikih. Loc. Cit.
3
“Segala yang diterbitkan (ditetapkan) syara’ untuk manusia, baik berupa
perintah maupun merupakan tata aturan amaliyah yang menusun kehidupan
bermasyarakat dan hubungan mereka satu sama lain serta membatasi tindakan
mereka.”5
Walaupun dilihat dari struktur bahasanya (etimologi), Syari’at merupakan
kalimat yang berbahasa arab Syari’a yang bermakna “jalan menuju sumber air:
track yang jelas untuk di ikuti”. Atau sebagai sumber air yang di ambil orang
untuk keperluan hidup sehari-hari. Kata Syariah paling tidak disebut lima kali,
tiga di antaranya terdapat dalam Alqur’an yaitu pada surat Al-Maidah ayat 48,
Asy-Syura: ayat 13 dan Al-Jatsiyah ayat 18.
Dalam bentuk aktif, syariat disebut sebagai syara’a, sebuah kata kerja yang
bermakna “mengurai atau menelusuri suatu jalan yang telah jelas menuju air”.
Dengan makna tersebut, secara doktrin hukum, syari’at dapat difenisikan sebagai
“jalan utama menuju kehidupan yang lebih baik yang terdiri dari nilai-nilai agama
sebagai acuan untuk membimbing kehidupan manusia”.
Abdullah Yusuf Ali menerjemahkan syariat sebagai jalan agama yang
lebih luas dari sekedar ibadah-ibadah formal dan ayat-ayat hukum yang
diwahyukan kepada Muhammad SAW. Sedangkan sebuah komunitas akademis di
Universitas Southern California dalam kompendiumnya menjelaskan bahwa
makna syariah tidak hanya merujuk pada hukum dan jalan hidup yang digariskan
Allah SWT untuk hambanya namun juga berhubungan dengan ideologi;
keyakinan; prilaku; tindakan; serta praktek keseharian seperti firmannya dalam
surat Al-Ma’idah: 48.
Sedangkan pakar hukum Islam Indonesia, Prof. Teungku Hasbi AshShiddiqie menyebutkan bahwa para ahli fiqh menggunakan kata syariat sebagai
nama bagi hukum yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya melalui Rasulullah
SAW yang berkaitan dengan amaliyah lahir (ahlak) dan bathin (Aqidah) untuk
dilaksanakannya dengan dasar iman.6
5
Ash-Shiddiqie, T.M. Hasbi. Pengantar Fiqh Mu’amalah. (Jakarta: Bulan Bintang,
1974).
6
Ibid,
4
C. Fiqh dan Syariah
Bagi orang awam, adakalanya syariat disebut juga sebagai fiqh Islam.
Walaupun amat mirip namun keduanya memiliki arti yang berbeda. Jika syariat
adalah hukum wahyu yang bersumber Al-qur’an dan hadits, maka fiqh yang
secara bahasa bermakna paham atau pemahaman adalah pengetahuan tentang
syariat mengenai perbuatan manusia yang diambil dari ijtihad para mujtahid
terhadap dalil-dalil yang rinci. Secara definitif, setidaknya ada lima perbedaan
antara syariah dengan fiqh yaitu antara lain:
a. Syariat merupakan wahyu Allah yang terdapat dalam Al-qur’an dan hadits
sedangkan fiqh merupakan hasil ijtihad manusia yang sah dalam memahami
dan menafsirkan kedua sumber hukum tersebut.
b. Syariat bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas
sedangkan fiqh bersifat instrumental dan terbatas ruang lingkupnya pada
hukum-hukum yang mengatur perbuatan hukum manusia.
c. Syariat adalah ketetapan Allah dan ketentuan rasul karena itu keduanya
berlaku abadi sedangkan fiqh adalah hasil ijtihad yang sah manusia yang
bersifat sementara karena itu dapat berubah sesuai kondisinya.
d. Syariat hanya satu sedangkan fiqh lebih dari satu karena terdapat banyak
madzhab fiqh dan aliran hukum lainnya.
e. Syariat menunjukan kesatuan dalam Islam sedangkan fiqh menunjukan
keragamannya.
Dengan pembedaan tersebut jelaslah bagi kita bahwa syariat merupakan
hukum yang akan terus hidup sekalipun tak lagi diterapkan oleh manusia dalam
kehidupannya. Di dalam syariat tersebut ada norma dan prinsip yang kemudian di
tafsirkan oleh berbagai macam ahli fiqh untuk dapat diaplikasikan kedalam setiap
kehidupan manusia yang berbeda waktu dan kondisinya. Adalah sangat naïf bila
syariat yang telah ditafsirkan menjadi fiqh pada masa terdahulu akan dapat
menyelesaikan persoalan masa kini. Oleh karena itu syariat selalu memerlukan
penafsiran atau ijtihad.
5
3. Keistimewaan Fiqh
Sebagaimana penjelasan di atas bahwa setiap manusia menuntut dan
mencari kebahagiaan dan kesempurnaan, sedangkan keduanya tidak akan dicapai
kalau manusia hidup semaunya sendiri tanpa adanya peraturan dan kode etik
hidup yang mengaturnya.
Di sinilah letak perbedaan antara Manhaj Islam yang disebut Fiqhul Islam
dengan manhaj-manhaj yang lain. Keistimewaan Fiqh Islam atas manhaj-manhaj
yang lain dapat disimpulkan sebagai berikut:
A. Fiqh berdasarkan wahyu Ilahi dan Petunjuk Nabawy. Setiap mujtahid di
dalam pengambilan hukum (Istinbatul Ahkam) harus bersumber dari alQuran dan al-Hadits, baik yang diambil secara langsung atau isyarat yang
menunjukkan dari keduanya, seperti Ijma dan Qiyas. Sehingga menjadi
sempurna semua tuntutan hidup manusia. Allah berfirman: “Hari ini telah
Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian. Dan telah Aku sempurnakan
nikmat-Ku atas kalian serta Aku rela untuk kalian Islam sebagai Agama.”
(Q.S. Al-Maidah 3-5).
B. Fiqh Islam mencakup semua tuntutan Hidup. Di dalam Fiqh Islam telah
diatur semua urusan yang berkaitan dengan hidup manusia, sampai salah
seorang sahabat Rasulullah Saw. berkata: “Semoga Allah membalas
kebaikan Baginda Rasulullah Saw. yang telah mengajarkan kepada kita
semua urusan hingga urusan di kamar kecil”.
C. Fiqh Islam berhubungan erat dengan etika. Berbeda dengan manhaj lain
yang tujuan utamanya hanya sebatas memelihara kelestarian hidup, meski
harus mengorbankan akhlak dan ajaran-ajaran agama. Oleh karena inilah
maka disyariatkanlah ibadah. seperti; shalat dan puasa yang semua itu
bertujuan untuk mensucikan jiwa sehingga tercegah dari perbuatan keji
dan munkar. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya shalat dapat mencegah
perbuatan keji dan munkar“. Begitu pula diharamkannya Riba misalnya;
bertujuan untuk membangkitkan jiwa tolong-menolong di antara sesama
manusia dan mencegah terjadinya penipuan di dalam transaksi. Apabila
6
hak-hak pribadi terjaga dan rasa saling mempercayai terpelihara maka
akan tampaklah kehidupan harmonis serta bahagia pada masyarakat.
D. Fiqh Islam memelihara kemaslahatan pribadi dan umum secara bersamaan
tanpa harus ada yang dikorbankan. Namun demikian di saat terjadi
pertentangan antara kepentingan pribadi dan umum maka yang
didahulukan adalah kemaslahatan umum. Dalam hal ini dikenal kaidah
Fiqh yang diambil dari Hadits Nabi: “ Laa dharara wa laa dhirara “
4. Ruang Lingkup hukum Islam
Selain berbagai makna syariat yang berkonotasi hukum, syariat dalam arti
luas juga berarti segala hal yang ditetapkan oleh Allah. kepada mahluknya tentang
berbagai kaidah dan tata aturan yang disampaikan kepada umatnya melalui nabinabinya termasuk Muhammad SAW baik yang berkaitan dengan hukum amaliyah
(fiqh), hukum tauhid (aqidah) maupun yang berhubungan dengan hukum etika
(akhlaq).
Ungkapan hukum-hukum syar’i menunjukkan bahwa hukum tersebut
dinisbatkan kepada syara’ atau diambil darinya sehingga hukum akal (logika),
seperti: satu adalah separuh dari dua, atau semua lebih besar dari sebagian, tidak
termasuk dalam definisi, karena ia bukan hukum yang bersumber dari syariat.
Begitu pula dengan hukum-hukum indrawi, seperti api itu panas membakar, dan
hukum-hukum lain yang tidak berdasarkan syara’.
Hukum-hukum syar’i dalam fiqh juga harus bersifat amaliyyah (praktis)
atau terkait langsung dengan perbuatan mukallaf, seperti ibadahnya, atau
muamalahnya. Jadi menurut definisi ini hukum-hukum syar’i yang bersifat
i’tiqadiyyah (keyakinan) atau ilmu tentang yang ghaib seperti dzat Allah, sifatsifat-Nya, dan hari akhir, bukan termasuk ilmu fiqh, karena ia tidak berkaitan
dengan tata cara beramal, dan dibahas dalam ilmu tauhid (aqidah).
Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah ini juga harus
diperoleh dari dalil-dalil rinci melalui proses penelitian mendalam terhadap dalildalil tersebut. Berarti ilmu Allah atau ilmu Rasul-Nya tentang hukum-hukum ini
tidak termasuk dalam definisi, karena ilmu Allah berdiri sendiri tanpa penelitian,
7
bahkan Dialah Pembuat hukum-hukum tersebut, sedangkan ilmu Rasulullah saw
diperoleh dari wahyu, bukan dari kajian dalil. Demikian pula pengetahuan
seseorang tentang hukum syar’i dengan mengikuti pendapat ulama, tidak
termasuk ke dalam definisi ini, karena pengetahuannya tidak didapat dari kajian
dan penelitian yang ia lakukan terhadap dalil-dalil.
Hukum Islam yang tertuang dalam syari`at dapat dibagi atas tiga
kelompok besar yaitu Hukum tentang `Aqidah yang mengatur keyakinan manusia
terhadap Allah dan lebih bersifat privat yaitu antara manusia dengan tuhan,
Hukum tentang Akhlaq yang mengatur etika berhubungan dengan manusia dan
Hukum yang berkaitan dengan prilaku manusia (`Amaliyah atau Fiqh) yaitu
hukum yang menata kehidupan manusia dengan manusia sehari-hari baik dalam
fungsi vertikal (ibadah), pengaturan (muamalah) maupun penindakan (jinayah).
Karena ketiga fungsi tersebut, hukum Amaliyah dibagi dalam dua kategori yaitu
`Ibadat (dimensi vertikal) dan Mu`amalat (dimensi Horizontal) yang terdiri atas
Hukum Keluarga (Family Law), Hukum ekonomi, finansial dan transaksi,
Peradilan, Hukum tentang warganegara asing (Musta’min) dalam Negara Islam,
Hukum Antar Bangsa (International Law), Hukum Tata Negara dan Politik
(siyasah), Hukum tentang Sumber-sumber Pendapatan Negara dan Hukum
Pidana.
Hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunat,
mubah, makruh dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti
sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.
Secara garis besar kandungan dalam Ilmu Fiqh ada tiga macam; Hubungan
seorang hamba dengan Tuhan, dengan dirinya, dan dengan masyarakat luas.
Sehingga semua masalah manusia diatur oleh Fiqh Islam, karena Fiqh bukan
hanya mengurus urusan dunia saja namun juga urusan akhirat. Fiqh juga
merupakan agama dan negara. Fiqh Islam selalu relevan hingga hari kiamat.
Sehingga konsep yang ditawarkan oleh Fiqh Islam menjanjikan kebahagiaan abadi
dunia dan akhirat. Dari alasan itulah pembahasan di dalam Fiqh Islam mencakup
semua aspek kehidupan manusia dan kalau diperhatikan pembahasan Fiqh Islam
dibagi menjadi tujuh kategori:
8
A. Hukum-hukum yang berhubungan dengan muamalah seorang hamba terhadap
Tuhannya, seperti; shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya. Hukumhukum ini disebut al-Ibadat.
B. Hukum-hukum yang berkaitan dengan rumah tangga, seperti; pernikahan,
perceraian, nafkah, dan lain-lain. Hukum-hukum ini disebut Ahwal alSyakhsiyah.
C. Hukum yang berhubungan dengan pekerjaan, perekonomian, dan interaksi
antara satu dan lainnya, seperti; jual beli, perdagangan, pegadaian, dan
pengadilan. Hukum-hukum ini disebut Muamalah (perdata)
D. Hukum-hukum
yang
berhubungan
dengan
pemerintahan
beserta
pelaksanaannya dan politik. Hukum-hukum ini disebut Ahkamu Sulthaniah
atau Siasah Syar’iah.
E. Hukum-hukum yang berhubungan dengan hukuman orang yang berbuat
kesalahan, menjatuhkan kehormatan orang, dan mengganggu keamanan
umum. Hukum-hukum ini disebut Jinayat (Pidana)
F. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antara Negara Islam dan
Negara lain. Hukum-hukum ini disebut Syi’ar (Diplomatik)
G. Hukum-hukum yang berhubungan dengan tingkah laku lahiriah seorang
Muslim dengan sesama manusia. Hukum-hukum ini disebut Fiqhul Adab.
Sedangkan Prof. T.M. Hasbi Ashiddiqqie, merinci lebih lanjut pembagian
tersebut dengan mengembangkan menjadi delapan topik bahasan, yaitu:7
A. Ibadah
Pada bagian ini dibicarakan beberapa masalah masalah yang dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan berikut seperti Thaharah
(bersuci); Ibadah (sembahyang); Shiyam (puasa); Zakat; Zakat Fithrah;
Haji; Janazah (penyelenggaraan jenazah); Jihad (perjuangan); Nadzar;
Udhiyah (kurban);
B. Ahwalusy Syakhshiyyah
Satu bahasan yang terhimpun dalam bab ini membicarakan masalahmasalah yang terkonsentrasi seputar aturan hukum pribadi (privat)
7
Ibid,
9
manusia, kekeluargaan, harta warisan, yang antara lain meliputi persoalan:
Nikah; Khithbah (melamar); Mu’asyarah (bergaul); Nafaqah; Talak;
Khulu’; Fasakh; Li’an; Zhihar; Ila’; ‘Iddah; Rujuk; Radla’ah; Hadlanah;
Wasiat; Warisan; Hajru; dan Perwalian.
C. Muamalah Madaniyah
Biasanya disebut muamalah saja yang didalamnya terdapat pembicaraan
masalah-masalah harta kekayaan, harta milik, harta kebutuhan, cara
mendapatkan dan menggunakan, yang meliputi masalah: Buyu’ (jual-beli);
Khiyar; Riba (renten); Sewa-menyewa; Hutang-piutang; Gadai; Syuf’ah;
Tasharruf; Salam (pesanan); Wadi’ah (Jaminan); Mudlarabah dan
Muzara’ah
(perkongsian);
Hiwalah;
Pinjam-meminjam;
Syarikah;
Luqathah; Ghasab; Qismah; Hibah dan Hadiyah; Kafalah; Waqaf ;
Perwalian; Kitabah; dan Tadbir.
D. Muamalah Maliyah
Kadang-kadang disebut Baitul mal saja. Inilah bagian dalam hukum Islam
yang mengulas tentang harta kekayaan yang dikelola secara bersama, baik
masyarakat kecil atau besar seperti negara (perbendaharaan negara=baitul
mal). Pembahasan di sini meliputi: Status milik bersama baitul mal;
Sumber baitul mal; Cara pengelolaan baitul mal; Macam-macam kekayaan
atau materi baitul mal; Obyek dan cara penggunaan kekayaan baitul mal;
Kepengurusan baitul maal; dan lain-lain.
E. Jinayah dan ‘Uqubah (pelanggaran dan hukuman)
Biasanya dalam kitab-kitab fiqh ada yang menyebut jinayah saja. Dalam
bab ini di bicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan pelanggaran, kejahatan,
pembalasan, denda, hukuman dan sebagainya. Pembahasan ini meliputi:
Pelanggaran; Kejahatan; Qishash (pembalasan); Diyat (denda); Hukuman
pelanggaran
dan
kejahatan;
Hukum
melukai/mencederai;
Hukum
pembunuhan; Hukum murtad; Hukum zina; Hukuman Qazaf; Hukuman
pencuri; Hukuman perampok; Hukuman peminum arak; Ta’zir; Membela
diri; Peperangan; Pemberontakan; Harta rampasan perang; Jizyah.
10
F. Murafa’ah atau Mukhashamah
Pokok bahasan dalam bagian ini menjelaskan berbagai masalah yang dapat
dikategorikan ke dalam kelompok persoalan peradilan dan pengadilan.
Pembahasan pada bab ini meliputi: Peradilan dan pendidikan; Hakim dan
Qadi; Gugatan; Pembuktian dakwaan; Saksi; Sumpah dan lain-lain.
G. Ahkamud Dusturiyyah
Bagian ini adalah bidang hukum tata Negara dalam Islam yang umumnya
membicarakan berbagai masalah-masalah yang menyangkut seputar
ketatanegaraan. Pembahasannya antara lain meliputi: Kepala negara dan
Waliyul amri; Syarat menjadi kepala negara dan Waliyul amri; Hak dan
kewajiban Waliyul amri; Hak dan kewajiban rakyat; Musyawarah dan
demokrasi; Batas-batas toleransi dan persamaan; dan lain-lain
H. Ahkamud Dualiyah (Hukum Internasional)
Bagian ini lebih tepat bila disebut sebagai kelompok masalah hubungan
internasional. Pembicaraan pada bab ini meliputi: Hubungan antar negara,
sama-sama Islam, atau Islam dan non-Islam, baik ketika damai atau dalam
situasi perang; Ketentuan untuk orang dan damai; Penyerbuan; Masalah
tawanan; Upeti, Pajak, rampasan; Perjanjian dan pernyataan bersama;
Perlindungan; Ahlul ‘ahdi, ahluz zimmi, ahlul harb; dan Darul Islam, darul
harb, darul mustakman.
5. Sumber Hukum Islam
Ilmu hukum Islam juga sangat memfokuskan diri pada kemaslahatan
sesuai tujuan pokok penerapan hukum Islam. Atas dasar tersebut para mujtahid
(orang yang diberi wewenang untuk berijtihad) melengkapi dirinya dengan
metode dan pisau analisis yang disebut dengan ushul fiqh (dasar ilmu fiqh)
sebagai metodologi yang harus dikuasai para pembentuk dan perumus hukum
dalam menafsirkan tekstual syariat. ushul fiqh tersebut nantinya akan menentukan
arah seorang mujtahid untuk menggunakan berbagai sumber hukum Islam lainnya
seperti qiyas (yurisprudensi aktif) istishan (mengambil yang paling baik), Istishab,
11
Istislah, Sadz dzariah dan Urf (Custommary law) dalam mengeksplorasi dalil-dalil
hukum dari Alqur’an dan hadits.
6. Bahan Bacaan
Al qur’an dan terjemahnya, Departemen Agama RI.
Abdurraoef. Al-Qur’an dan Ilmu Hukum. (Jakarta: Bulan Bintang, 1970).
Ali, Abdullah Yusuf. The Holly Qur’an: Text Translation and Commentary.
(Maryland: Amana Corporation, 1989).
Ash-Shiddiqie, T.M. Hasbi. Pengantar Ilmu Fikih. cetakan ke 2. (Jakarta, Bulan
Bintang, 1974).
______________________. Pengantar Fiqh Mu’amalah. (Jakarta: Bulan Bintang,
1974).
Bisri, Hasan. Pilar-Pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial. (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004).
Dasuki, HA. Hafizh. Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, FIKIMA, 1997).
Hambali, Ahmad. Hamdan Zoelva. Perda Syariah di Indonesia: Studi tentang
Asas dan Prinsip Pembentukan Perundang-Undangan. (Jakarta: TRAC,
2009).
Ka’bah, Rifyal. Hukum Islam di Indonesia.( Jakarta:Universitas Yarsi, 1999).
Martin, Elizabeth A. (editor) A Dictionary of Law. Fourth Edition. (New York:
Oxford University Press 1997).
Ramulyo, M. Idris. Asas-Asas Hukum Islam: Sejarah Timbul dan Berkembangnya
Kedudukan Hukum Islam. (Jakarta: Sinar Grafika, 1995).
Saleh, E. Hassan. Studi Islam di Perguruan Tinggi: Pembinaan Imtaq dan
Pengembangan Wawasan. (Jakarta, ISTN, 2000).
Shihab, M Quraish. Ihsan Ali-Fauzi. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. (Jakarta: Mizan Pustaka, 2002).
http://saepudinonline.wordpress.com/2010/03/22/ruang-lingkup-hukum-islam/
12
Download