22 | Fokus SELASA, 28 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Masih belum jelas siapa pengganti Presiden Hosni Mubarak. Kelompok reformis mulai berani menampilkan calon alternatif. Moch Anwar Surahman A DA kejadian langka di ibu kota Mesir, Kairo, Selasa pekan lalu. Sekitar 300 war­ ga bentrok dengan polisi se­ hingga beberapa orang terluka. Bentrokan terjadi setelah warga berunjuk rasa menentang ren­ cana pemberian jabatan ter­ tinggi kepada anak Presiden Hosni Mubarak, Gamal Muba­ rak. “Tolak sukses, tolak Muba­ rak, tolak Gamal, tolak Alaa,” teriak pengunjuk rasa merujuk dua putra Presiden Hosni Mu­ barak. Protes itu dilakukan kelom­ pok Pemuda 6 April, Kefaya, dan kelompok lainnya. Mereka sekaligus memperingati kema­ tian Ahmed Orabi pada 1911. Orabi adalah perwira militer dan tokoh nasionalis Mesir yang memimpin revolusi melawan penguasa Mesir saat itu, Khe­ dive Tawfiq. “Kami mengikuti jejak Orabi yang menentang kekuasaan Khedive dan negara Barat. Kami tidak mau kekuasaan diwaris­ kan begitu saja,” ungkap Mo­ hamed Ehsan Abdel Kodous dari Persaudaraan Muslim atau Ikhwanul Muslimin, yang me­ rupakan kelompok oposisi terbesar Mesir. Hosni Mubarak, 82, me­ mimpin Mesir sejak 1981. Presi­ den yang tidak pernah memiliki wakil itu belum memastikan apakah akan ikut kembali da­ lam pemilu 2011. Namun, ru­ mor soal gangguan kesehatan­ nya terus beredar dan muncul kabar dia akan menyerahkan jabatan kepada anaknya yang juga seorang politikus. Kedua tokoh keluarga Mubarak itu sudah sama-sama membantah rumor tersebut. Meski jumlah pengunjuk rasa tergolong kecil bila dibanding­ kan dengan unjuk rasa di nega­ ra lain, protes semacam itu makin sering terjadi di Mesir menjelang pemilu parlemen pada November serta pemilu presiden tahun depan. Wafaa Hanafy Sehab, penga­ cara dan aktivis politik yang ikut serta dalam unjuk rasa, mengatakan protes tersebut merupakan bagian pertama dari kampanye untuk mendorong warga Mesir memboikot pemi­ lu. “Pemilu harus diboikot ka­ rena cuma merupakan tipuan,” ujarnya. Meski demikian, sejumlah pengamat menilai kelompok oposisi Mesir belum memiliki kekuatan nyata. Oposisi masih harus menunjukkan bahwa mereka mampu menggerakkan massa di negara berpenduduk 78 juta jiwa itu. Sementara di sisi lain, penguasa Mesir memiliki pasukan pengamanan dalam jumlah besar. “Setidaknya un­ juk rasa itu sudah mampu me­ narik perhatian internasional yang sebetulnya tidak diingin­ kan pemerintah,” ungkap se­ orang pengamat yang dilansir Associated Press. Oposisi bergerak Masalah suksesi mengemuka di Mesir setelah Hosni Mubarak dikabarkan mulai sakit-sakitan. Mubarak menjalani ope­r­asi di Jerman pada Maret untuk mem­ Menanti SUK buang k a n ­ tung em­ pedu serta tumor jinak di lapis­an usus ke­ cilnya. Itu memun­ culkan spekulasi soal berapa lama dia akan bertahan di kursi presiden. Selain dari keluarga Mubarak, kelompok oposisi kini ikut meramaikan persiapan menje­ lang pemilu presiden. Dari oposisi, yang menonjol adalah Mohamed ElBaradei yang juga mantan ketua badan pe­ngawas nuklir PBB serta pemenang Nobel Perdamaian pada 2005. Dia pulang ke Mesir dan memimpin gerakan oposisi yang disebut Koalisi Nasional Untuk Per­ubahan. Menurut ElBaradei, dia ingin menciptakan gerakan damai demi terlaksananya pemilu jujur dan adil. “Di Mesir bisa timbul gerakan rakyat apabila pihak yang berkuasa tidak merespons permintaan perubahan damai. Perubahan akan datang di Me­ sir, itu tidak bisa dihambat. Saya hanya ingin tidak ada bentrokan antara penguasa dan rakyat,” ujarnya. Selain ElBaradei, muncul pula gerakan yang mendukung kepala intelijen Mesir, Omar Suleiman. Dipuji-puji sebagai ‘calon alternatif yang nyata’, poster Suleiman sempat ber­ munculan di Kairo pada awal September. Tetapi, tidak berapa lama poster-poster itu sudah dicopot. Suleiman merupakan orang dekat Mubarak dan agaknya poster itu dinilai telah mempermalukan pemerintah. Namun, belum jelas apakah kelompok oposisi Mesir mampu tegak di depan pemerintah. Alasannya, kelompok itu ter­ pecah-pecah dan tidak memiliki kebulatan suara dalam masalah boikot pemilu parlemen yang akan berlangsung November dan Desember. Kubu ElBaradei mendukung boikot pemilu par­ lemen, sedangkan kubu lainnya yang dipimpin kelompok Per­ saudaraan Muslim ingin ikut pemilu. (Berbagai sumber/I-5) a_surachman@ mediaindonesia.com Profil Mesir * estimasi 2009 MEMBAKAR FOTO: Aktivis membakar foto Presiden Mesir Hosni Mubarak saat demonstrasi menentang pemerintah di Kairo, Selasa (21/9). ElBaradei, Harapan Baru Rakyat Mesir HARAPAN sebagian rakyat Mesir kini berada pada pundak Mohamed ElBaradei. Pria ber­ usia 68 tahun ini digadang-­ gadang menjadi pengganti Presiden Mesir Hosni Mubarak yang telah berkuasa di negeri itu selama 29 tahun. Dukungan rakyat ‘Negeri Piramida’ ter­ hadap mantan kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) itu pun terus mengalir. Lelaki kelahiran Kairo, 17 Juni 1942 ini merupakan satu dari segelintir warga Mesir yang punya nama di dunia interna­ sional. Tidak mengherankan jika kepulangannya ke Mesir Februari lalu langsung disam­ but. Warga Mesir yang tengah frustrasi oleh belitan resesi ekonomi dan kebosanan ter­ hadap rezim Mubarak seperti menemukan sosok panutan baru pada diri ElBaradei. Me­ reka mengelu-elukan suami Aida El-Kachef, seorang guru taman kanak-kanak, dan ayah dari Laila, seorang pengacara di London, Inggris, itu, sebagai pahlawan. GRAFIS: FREDY Lulusan Fakultas Hukum Universitas Kairo ini tidak perlu waktu lama untuk membuat gebrakan setelah kepulangan­ nya. ElBaradei langsung me­ nemui kelompok-kelompok politik penentang Mubarak. Ia juga menyerukan reformasi pemilu dan amendemen konsti­ tusi agar memberi peluang bagi kandidat independen ikut serta dalam Pemilu 2011. Sosoknya yang bersih dari korupsi mem­ permulus langkah ElBaradei untuk meraup sokongan warga Mesir. “Kelompok-kelompok terda­ hulu tidak punya simbol. Kini kita punya simbol yang dapat menggalang dukungan pemu­ da-pemuda Mesir,” ujar Saad el-Katatni, anggota parlemen dari Ikhwanul Muslimin, partai oposisi Mesir. Pengikut akun Facebook de­ ngan nama Mohamed Mustafa ElBaradei itu kini telah menem­ bus angka 100 ribu. Begitu juga Koalisi Nasional untuk Perubah­ an yang digagasnya bersama tokoh-tokoh oposisi sekembali­ nya ia ke Mesir Februari lalu mampu meraup dukungan lebih dari 1 juta orang. Kendati demikian, keikutser­ taan dalam Pemilihan Presiden 2011 masih tanda tanya. Ia bersi­ keras menuntut sejumlah syarat yang ketat untuk maju menjadi kandidat presiden. “Saya tahu banyak yang me­ minta saya maju dalam pemili­ han presiden Mesir nanti,” kata putra Ketua Asosiasi Pengacara Mesir itu. “Saya ingin menjelas­ kan sikap saya mengenai hal ini ditentukan beberapa isu dasar.” Di antara syarat yang diaju­ kannya adalah pengawasan yudisial, pengawasan dari PBB, dan liputan objektif dari media bagi semua kandidat. “Ini akan menunjukkan kepada dunia reformasi telah terjadi di Mesir,” sambungnya seperti dilansir Reuters. Ia juga menyerukan boikot terhadap pemilu jika tuntutantuntutan tersebut tidak dipe­ nuhi. Para pengamat mengaku pesimistis peraih Nobel Perda­ maian itu bakal bisa berhadapan dengan Mubarak dalam Pemilu 2011 mengingat konstitusi Mesir telah menutup peluang bagi politisi oposisi untuk maju. Aturan itu juga yang membuat kandidat potensial lainnya, Amr Moussa selaku Sekretaris Jen­ deral Liga Arab, memutuskan mundur dari pencalonan. Selain itu, mereka mem­ perkirakan ElBaradei bakal menempuh jalan terjal untuk menyatukan faksi-faksi oposisi Mesir yang datang dari beragam aliran. ElBaradei yang sekuler, misalnya, bakal sulit menyatu­ kan visi dengan Ikhwanul Mus­ limin, partai oposisi yang punya kursi terbesar di parlemen, yakni 88 dari 518 kursi. “Masalah Mesir bukan hanya partai berkuasa, melainkan juga oposisinya dan ketidakmam­ puan mereka mencapai kese­ pakatan pada suatu persoalan,” ujar Osama Harb, Ketua Partai Liberal, salah satu partai opo­ sisi. (Hde/berbagai sumber/I-5)