kualitas mikrobiologi udara di inkubator unit perinatologi rumah sakit

advertisement
ISSN 2337-3776
Kualitas Mikrobiologi Udara di Inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung
Erin Imaniar1), Ety Apriliana2), Prambudi Rukmono3)
Email: [email protected]
1)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 2)Bagian Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, 3)Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
Abstrak
Inkubator merupakan ruang perawatan neonatus yang harus steril dikarenakan kondisi bayi yang
mempunyai imunitas rendah sehingga rentan terkena infeksi. Infeksi dapat disebabkan kualitas
mikrobiologi udara ruang perawatan, karena beberapa cara transmisi mikroorganisme penyebab
infeksi dapat ditularkan melalui udara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas
mikrobiologi udara di inkubator unit perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek. Pengambilan
sampel udara di inkubator dilakukan dengan cara meletakkan plate PCA (Plate Count Agar) yang
dibuka selama 15 menit dalam inkubator. Pengukuran kualitas mikrobiologi udara yaitu indeks
angka kuman yang dihitung dengan metode Total Plate Count (TPC). Identifikasi bakteri
dilakukan dengan pewarnaan gram, kultur bakteri dan uji biokimia. Sedangkan identifikasi jamur
dilakukan dengan kultur jamur dan pewarnaan dengan Lactophenol Cotton Blue. Hasil penelitian
didapatkan indeks angka kuman udara di inkubator masih dalam batas normal yaitu mulai dari
8,16 cfu/m3 dan yang tertinggi 179,52 cfu/m3. Terdapat 8 jenis bakteri, yaitu Neisseria sp., S.
aureus, Streptococcus pneumonia, E.coli, Shigella sp., Salmonella sp., E. aerogenes., P.
aeruginosa., dan Klebsiella pneumonia. Didapatkan juga 4 jenis jamur yaitu Rhizopus sp.,
Saccharomyces sp., Aspergillus sp., dan Penicillium sp. Disimpulkan bahwa kualitas mikrobiologi
udara di inkubator bayi tidak bagus karena adanya pencemaran yang memungkinkan terjadinya
infeksi.
Kata kunci: Indeks angka kuman, Inkubator, Kualitas mikrobiologi udara, Total Plate Count.
The Microbiological Quality Of Air in Perinatology Incubator Unit at
General Hospital of Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung
1)
Erin Imaniar1), Ety Apriliana2), Prambudi Rukmono3)
Medical Faculty Student of Lampung University, 2) Microbiology Section at Medical Faculty of
Lampung University, 3)Pediatrics Section at Medical Faculty of Lampung University
Abstract
Incubator is a neonatal care room that should be sterile due to the condition of babies who have
low immunity so prone to infection. The infection can be caused by microbiological quality of air
treatment room, as some means of transmission of microorganism that cause infection can be
transmitted through the airborne. The aim of this study was to determine the microbiological
quality of the air from Perinatology incubator unit Abdul Moeloek Hospital. Sampling the air in
the incubator was done by putting the PCA (Plate Count Agar) plate is opened for 15 minutes in an
incubator. Measurement of microbiological quality of air was the index number of germs that were
calculated by the method of Total Plate Count. Identification of bacteria were performed by using
the Gram staining, bacterial culture and biochemical tests. While the identification of fungi with
fungal cultures and staining with Lactophenol Cotton Blue. The results obtained index number of
germs incubator air was still within normal limits ranging from 8.16 cfu/m3 and highest 179.52
cfu/m3. There were 8 kinds of bacteria, Neisseria sp., S. aureus, Streptococcus pneumoniae, E.
coli, Shigella sp., Salmonella sp., E. aerogenes., P. aeruginosa., and Klebsiella pneumonia. Also
obtained 4 kinds of fungi, Rhizopus sp., Saccharomyces sp., Aspergillus sp., and Penicillium sp. It
was concluded that the microbiological quality of air in the incubator babies was not good because
there was contamination that enables of the occurrence of infection.
Keywords: Incubator, Index number of germs, Microbiological quality of air, Total Plate Count.
51
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
ISSN 2337-3776
Pendahuluan
Infeksi nosokomial masih merupakan masalah yang penting bagi
kesehatan karena dapat meningkatkan angka kematian dan salah satu komplikasi
tersering bagi pasien yang dirawat di rumah sakit. Diperkirakan Infeksi ini
menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2004). Infeksi
nosokomial paling tinggi ditemukan di ruang perawatan bayi. Di Indonesia,
kejadian infeksi nosokomial pada bayi baru lahir di berbagai rumah sakit
bervariasi dari 1.4% sampai dengan 19.2% (Spiritia, 2006).
Sekitar 10-20% Infeksi nosokomial dapat disebabkan kualitas udara ruang
perawatan pada Rumah Sakit, karena beberapa cara transmisi kuman penyebab
infeksi dapat ditularkan melalui udara (Depkes, 1995). Karena banyak terdapat
mikroba dalam udara yang kita hirup, maka mikroba yang terdapat di udara
merupakan salah satu faktor penentu kualitas udara di Rumah Sakit dari segi
mikrobiologi (Anonim, 2002).
Menurut Permenkes batasan indeks angka kuman menurut fungsi ruang
atau unit (CFU/m3) pada ruang perawatan bayi dan prematur sebesar 200 CFU/m3
(Anonim, 2004). Pada penelitian sebelumnya ditemukan adanya kontaminasi
mikroorganisme udara di ruang perawatan sub bagian penyakit dalam RSUD
Banjar Baru oleh Lia dkk tahun 2007 dan di ruang bedah saraf Rumah Sakit
Umum Abdul Moeloek oleh Tutik pada tahun 2009.
Salah satu ruangan yang berpotensi terjadinya infeksi nosokomial di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek adalah inkubator unit
perinatologi. Pada umumnya pasien yang dirawat di inkubator ini adalah bayi baru
lahir (usia 0-28 hari) dengan resiko tinggi dan memiliki imunitas yang belum
matur sehingga mudah terjangkit infeksi. Sampai saat ini belum pernah dilakukan
penelitian mengenai kualitas mikrobiologi udara yang terdapat di inkubator unit
perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu diteliti ada tidaknya mikroorganisme
pada udara sehingga dapat diketahui kualitas mikrobiologi udara inkubator unit
Perinatologi di Rumah Sakit Umum Dr. Abdul Moeloek.
52
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
ISSN 2337-3776
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan metode Total Plate Count untuk
menghitung jumlah koloni menggunakan media PCA (Plate Count Agar) dan
menggunakan media SDA (Saboraud Dekstrose Agar) untuk mengidentifikasi
jamur. Sampel diambil pada 16 inkubator bayi di unit Perinatologi Rumah Sakit
Umum Dr. Abdul Moeloek. Cara pengambilan sampel adalah dengan meletakkan
plate berisi media PCA dan SDA yang dibuka selama 15 menit. Setelah terjadi
pertumbuhan pada media PCA maka koloni dihitung dan kembali ditanam pada
media Mac Conkey untuk mengidentifikasi bakteri gram negatif dan media agar
darah untuk mengidentifikasi bakteri gram positif, kemudian dilanjutkan dengan
uji biokimia. Untuk media SDA, setelah terjadi pertumbuhan jamur maka
dilanjutkan dengan pewarnaan jamur menggunakan Lactophenol Cotton Blue
(LPCB) kemudian mengidentifikasi jamur secara mikroskopis.
Hasil
Setelah dilakukan penelitian mengenai mikroorganisme udara di inkubator
bayi Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek pada 16
inkubator bayi, didapatkan 13 sampel positif tumbuh bakteri dan 3 sampel tidak
tumbuh bakteri/negatif dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Penghitungan Angka Kuman Pada Inkubator Bayi
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Jumlah koloni
5
13
1
2
10
1
8
6
2
7
3
22
3
Indeks angka kuman (CFU/m3)
40,8 cfu/m3
106,08 cfu/m3
8,16 cfu/m3
16,32 cfu/m3
81,6 cfu/m3
8,16 cfu/m3
65,28 cfu/m3
48,96 cfu/m3
16,32 cfu/m3
57,12 cfu/m3
24,48 cfu/m3
179,52 cfu/m3
24,48 cfu/m3
53
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
ISSN 2337-3776
Dari tabel di atas, setelah indeks angka kuman inkubator dibandingkan
dengan indeks angka kuman berdasarkan standar kualitas udara sebesar 200
CFU/m3, didapatkan bahwa indeks angka kuman di inkubator bayi masih dalam
batas normal atau masih sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit.
Hasil identifikasi bakteri berdasarkan isolasi dan uji biokimia dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2. Hasil Identifikasi Bakteri
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Agar Darah
Neisseria sp.
Neisseria sp.
Neisseria sp.
Neisseria sp.
Neisseria sp.
Staphylococcus aureus
Neisseria sp.
Neisseria sp.
Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
Neisseria sp.
Neisseria sp.
Neisseria sp.
Mac Conkey
Enterobacter aerogenes
Pseudomonas aerogenosa
Shigella sp.
Klebsiella pneumonia
Escherichia coli
Shigella sp.
Salmonella sp.
Hasil identifikasi bakteri dari uji biokimia menunjukkan berbagai variasi
bakteri pada udara di inkubator bayi unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Abdul Moeloek yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia,
Neisseria sp., E.coli, Shigella sp., Salmonella sp., E. aerogenes., P. aerogenosa.,
dan Klebsiella pneumonia. Pada tabel ini terlihat bahwa Neisseria sp. merupakan
bakteri terbanyak di inkubator bayi.
Isolasi jamur pada media SDA diidentifikasi secara mikroskopis dengan
melihat miselium, kantung spora, dan tipe hifa sehingga didapatkan hasil pada
tabel berikut:
54
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
ISSN 2337-3776
Tabel 3. Hasil Identifikasi Jamur Pada media SDA
Nomor Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Nama Spesies
Rhizopus sp.
Rhizopus sp.
Rhizopus sp.
Saccharomyces sp.
Rhizopus sp.
Penicillium sp.
Aspergillus sp.
-
Hasil Identifikasi Jamur dari pewarnaan jamur menggunakan Lactophenol
Cotton Blue menunjukkan berbagai variasi jamur pada udara di inkubator unit
Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek yaitu Aspergillus
sp., Penicillium sp., Saccharomyces sp., dan yang paling banyak berupa Rhizopus
sp.
Pembahasan
Hasil pemeriksaan bakteri udara pada inkubator bayi menggunakan media
PCA, didapatkan 13 sampel positif tumbuh bakteri dengan indeks angka kuman
mulai dari 8,16 cfu/m3 dan yang tertinggi 179,52 cfu/m3. Besar Indeks angka
kuman menunjukkan jumlah koloni kuman yang ada di udara. Indeks ini
merupakan indikator adanya pencemaran udara. Setelah dibandingkan dengan
indeks angka kuman berdasarkan Permenkes untuk ruang perawatan bayi dan
prematur sebesar 200cfu/m3, tabel penghitungan angka kuman menunjukkan
bahwa angka kuman udara untuk inkubator masih sesuai dengan persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit. Adanya bakteri atau jamur udara di inkubator
menunjukkan adanya pencemaran udara. Walaupun indeks angka kuman masih
memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, tidak menutup
kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial mengingat kondisi pasien yang
55
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
ISSN 2337-3776
dirawat di ruangan tersebut rentan terjadinya infeksi karena sistem imun masih
lemah.
Dari hasil identifikasi koloni bakteri dengan uji biokimia didapatkan
berbagai bakteri kontaminan udara pada inkubator yaitu Neisseria sp., Neisseria
meningitidis,
E.coli,
Enterobacter
aerogenes,
Pseudomonas
aerogenosa,
Klebsiella pneumonia, Shigella sp., dan Salmonella sp.
Neisseria sp. merupakan bakteri udara paling banyak (55%) yang
ditemukan di inkubator bayi unit perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Abdul Moeloek. Bakteri ini merupakan flora normal saluran nafas manusia serta
jarang menyebabkan penyakit. Neisseria meningitides merupakan bakteri
pathogen yang masuk melalui nasofaring. Bakteri ini terpapar di udara melalui
udara pernafasan, batuk, bersin, atau lewat percikan ludah. Bila daya tahan tubuh
pejamu abnormal, bakteri tersebut dapat menimbulkan infeksi saluran nafas
bagian atas yang kemudian masuk kedalam peredaran darah sehingga
menyebabkan meningitis (Jawetz et al., 2007).
Bakteri selanjutnya yang ditemukan pada udara di inkubator bayi unit
perinatologi adalah Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal saluran
nafas pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara bersifat pathogen invasif
sehingga apabila bakteri tersebut masuk melalui saluran pernafasan dapat
menyebabkan
pneumonia pada infeksi primer ataupun sekunder. Jika
Staphylococcus menyebar luas dalam darah dapat menyebabkan infeksi paru
(Jawetz et al., 2007 ; Warsa, 1994).
Selain Staphylococcus aureus, juga ditemukan Streptococcus pneumonia.
Streptococcus pneumonia normalnya terdapat di saluran nafas sekitar 5-40%.
Apabila bakteri ini terdapat di udara dan melebihi batas angka kuman dan daya
tahan tubuh pejamu abnormal, bakteri tersebut akan masuk ke saluran pernafasan
sehingga dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, dan bronchitis (Jawetz et al.,
2007).
Bakteri terbanyak kedua yang ditemukan pada udara di inkubator unit
perinatologi adalah Shigella sp. Bakteri ini mempunyai habitat asli di saluran
56
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
ISSN 2337-3776
cerna dan bersifat pathogen.
Apabila bakteri ini tersebar di udara dapat
menimbulkan enteritis dan enterokolitis. Kedua penyakit tersebut merupakan
penyakit menular melalui udara yang disebabkan bakteri shigella (Jawetz et al.,
2007; Hariadi, 1993).
Bakteri Gram negatif lainnya yang ditemukan adalah Enterobacter
aerogenes dan E.coli. Bakteri ini merupakan flora normal usus, bakteri tersebut
ditemukan di udara bersifat sementara. Bakteri tersebut bersifat pathogen di
udara. Apabila melebihi batas angka kuman, bakteri itu dapat masuk ke saluran
nafas kemudian beredar dalam darah sehingga menyebabkan meningitis (Jawetz et
al., 2007).
Adanya Shigella sp., E.coli, dan Enterobacter aerogenes di udara terkait
dengan kotoran manusia yg terbawa oleh aliran udara (Athanasios et al., 2013).
Terpaparnya bakteri-bakteri tersebut pada udara di inkubator berasal dari feses
bayi yang terbawa aliran udara saat petugas medis sedang membersihkan dan
mengganti popok bayi dalam inkubator.
Jenis bakteri Gram negatif lain yang mengkontaminasi udara dan dapat
menyebabkan bahaya pada saluran pernafasan adalah Klebsiella pneumonia dan
Pseudomonas aeruginosa. Klebsiella pneumonia banyak ditemukan di mulut,
kulit, saluran usus, dan udara namun habitat alami dari bakteri ini adalah di tanah.
Bakteri ini terdapat dalam saluran nafas sekitar 5% dari orang normal. Apabila
bakteri ini lebih dari normal pada udara dan terhirup melalui saluran pernafasan,
maka dapat menimbulkan pneumonia dan bronkopneumoniae (Jawetz et al.,
2007).
Pseudomonas aeruginosa banyak ditemukan di tanah, air, tumbuhtumbuhan, dan binatang. Bakteri ini sering terdapat di dalam flora normal usus
dan pada kulit manusia dalam jumlah kecil. Pseudomonas aeruginosa tersebar
luas di alam dan biasanya terdapat di lingkungan rumah sakit yang lembab.
Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pneumonia yang disebabkan nekrosis
bila daya tahan tubuh pejamu abnormal (Jawetz et al., 2007).
57
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
ISSN 2337-3776
Bakteri yang ditemukan hampir sama dengan bakteri yang diperoleh Lia
dkk, pada tahun 2007 yang melakukan penelitian di ruang perawatan sub Bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru. Bakteri udara yang
paling banyak adalah Staphylococcus epidermidis, kemudian terbanyak kedua
terdapat bakteri E. coli, selanjutnya terdapat jenis bakteri lain seperti
Streptococcus β hemolitikus, Streptococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa.
Namun yang membedakan adalah didapatkannya bakteri Neisseria sp. yang
merupakan bakteri terbanyak ditemukan pada udara di inkubator bayi unit
perinatologi. Selain itu terdapat juga jenis-jenis bakteri lain yang membedakan
seperti Streptococcus pneumoniae, klebsiella pneumoniae, Shigella sp., dan
Enterobacter aerogenes.
Pada penelitian di unit lain mengenai kualitas mikrobiologi udara di
Rumah Sakit Daerah Dr. Abdul Moeloek, seperti di ruang bedah saraf yang
dilakukan oleh Tutik pada tahun 2009, bakteri yang ditemukan di udara adalah
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Staphylooccus sapropthycus,
Streptococcus sp., Salmonella sp., dan Shigella sp.
Hasil pemeriksaan dan identifikasi jamur udara di inkubator Unit
Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung
diperoleh empat jenis jamur yaitu Rhizopus sp., Saccharomyces sp., Penicillium
sp., dan Aspergillus sp. Jamur-jamur tersebut termasuk mempunyai kemampuan
menghasilkan dan menyebarkan spora melalui udara. Umumnya jamur yang
tersebar di udara menginfeksi melalui mekanisme yang disebut droplet infection,
yaitu suatu proses penyebaran spora melalui butir-butir debu atau melalui residu
tetesan air ludah yang kering (Brooks, 2008).
Rhizopus sp. merupakan jamur terbanyak yang ditemukan pada udara di
inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek.
Jamur ini biasanya tumbuh pada roti, sayuran, buah-buahan, dan produk makanan
lainnya. Namun apabila jamur tersebut tersebar di udara dan terhirup melalui
saluran pernafasan, secara klinis dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe
II dan III seperti asma dan pneumonitis hipersensitivitas (Pelczar, 2008; Anonim,
2000).
58
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
ISSN 2337-3776
Jamur lainnya yang ditemukan yaitu Aspergillus sp. dan Penicicllium sp.
Aspergillus sp. merupakan kapang pathogen yang sering mencemari udara.
Aspergillus sp. tersebar di udara dapat masuk melalui saluran nafas dan
menyebabkan bronchopulmonary, radang paru, dan pulmonary aspergillosis
(Soubani et al., 2002). Penicillium sp. juga dapat mengakibatkan asma, rhinitis,
dan sinusitis apabila menyerang saluran nafas (Curtis et al., 2004; Mazur et al.,
2006).
Adanya Aspergillus sp., Rhizopus sp., dan Penicillium sp. yang tersebar di
udara melalui butir - butir debu atau melalui residu tetesan air ludah yang kering
(Bonang, 1986). Sumber kontaminasi jamur pada udara di inkubator bayi tersebut
berasal dari udara di luar yang masuk ke dalam inkubator saat petugas medis
melakukan tindakan kesehatan. Pertumbuhan jamur juga dipengaruhi oleh
kontaminasi sistem kelembaban akibat inkubator yang terlalu sering dibuka.
Hasil penelitian lain mengenai jamur udara juga diperoleh Lia dkk, pada
tahun 2007 yang melakukan penelitian di ruang perawatan sub Bagian Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru. Jamur yang ditemukan hampir
sama yaitu Rhizopus sp. yang merupakan jamur terbanyak, Aspergillus niger,
Trichosporon sp., dan Penicilluim sp. Begitu pula penelitian yang dilakukan di
ruang Bedah Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeleok oleh Tutik
pada tahun 2009, ditemukan jamur Rhizopus sp., Aspergillus sp., Mucor sp.,
Nicordia sp., dan Streptomices sp.
Berdasarkan beberapa penelitian di tempat lain mengenai mikroorganisme
(bakteri dan jamur) udara di atas maka hasilnya hampir sama dengan penelitian
yang dilakukan di inkubator unit perinatologi RSUAM. Walaupun indeks angka
kuman masih memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, bila daya
tahan tubuh lemah maka bakteri-bakteri dan jamur tersebut yang tadinya tidak
bersifat pathogen dapat menimbulkan penyakit atau bersifat oportunis.
Dengan diketahuinya pencemaran bakteri dan jamur udara di inkubator
bayi unit perinatologi RSUAM, maka perlu dilakukan upaya pencegahan infeksi
karena pada umumnya pasien yang dirawat mempunyai daya tahan tubuh lemah
59
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
ISSN 2337-3776
sehingga sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu perlu upaya pencegahan
yang melibatkan seluruh tenaga medis untuk menjaga higienitas inkubator bayi
dan petugas medis itu sendiri dalam mencegah infeksi nosokomial.
Simpulan
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan mikroorganisme udara yaitu
bakteri dan jamur di inkubator unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Abdul Moeloek Bandar Lampung sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas
mikrobiologi udara di inkubator bayi tidak bagus karena adanya pencemaran yang
memungkinkan terjadinya infeksi.
Daftar Pustaka
Anonim. 2000. Jamur Rhizopus sp. diunduh pada http://www.indoormold.ca/rhizopus.html.
Anonim. 2002. Kepmenkes RI No. 1335/ Menkes/ SK/ X/ 2002 Tentang Standar Operasional
Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruangan di Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim.
2004.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan 2004.
Athanasious, N., DeLeon-Rodriguez, N., L. Lathem, T., M. Rodriguez-R, L., M. Barazesh, J., E.
Anderson, B., J. Beyersdorf, A., D. Ziemba, L., Bergin, M., and T. Konstantinidis, K.
2013. Microbiome of the upper troposphere: Species composition and prevalence, effects
of tropical storms, and atmospheric implications. Biological Sciences - Environmental
Sciences. PNAS 2013 110 (7) 2575-2580; published ahead of print January 28,
2013,doi:10.1073/pnas.1212089110.
Brooks, G. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Dalam: Jawetz, Melnick, & Adleberg’s Medical
Microbiology, Edisi 23. EGC: Jakarta.
Curtis, L., A. Lieberman, M. Stark, W. Rea & M. Vetter. 2004. Adverse healt effect of indoor
molds. Journal of Nutritional & Environment, 14(3): 261 – 274.
Jawetz E., Melnick J.L., Adelberg E.A. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. EGC Press. Jakarta.
Mazur, L.J., J. Kim & the Committee on Environmental Health. 2006. Spectrum of noninfectious
healt effects from molds. Pediatrics, 118: 1909 – 1926. United States of America.
Pelczar, J. Michael., dan Chan, E.C.S.2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Soubani, A.O. & P.H. Chandrasekar. 2002. The clinical spectrum of pulmonary aspetgillosis.
Chest, 121(6): 1988 – 1999. 13. Verhoeff, A.P., et al.1992. Presence of viable mold
propagules in air in relation to house damp and outdoor air. Allergy 47: 83 – 91.
Warsa, U.C. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Penerbit Binarupa Aksara.
hal. 103-110. Jakarta.
WHO. 2004. Prevention of Hospital Acquired Infection, A Practical Guide, 2nd Edition. Diunduh
pada http://www. Who.int/research/en/emc.
Yayasan Spiritia. 2006. Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal. Diunduh dari
http://spiritia.or.id/bacacst.php?artno=1043&menu=perawmenu.
60
MAJORITY (Medical Journal of Lampung University)
Download