JURNAL TEKNOLOGI KESEHATAN Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap Perubahan Suhu Bayi Baru Lahir Hari Pertama di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten, 2012 Vol. 8, No. 4, Desember 2012: 222-225 222 Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap Perubahan Suhu Bayi Baru Lahir Hari Pertama di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten, 2012 Rina W.1, Endah MarianingsihTh2, Yuliasti Eka Purnamaningrum2 ABSTRACT Background: Neonatal mortality rate is still high in Indonesia, one of the causes of infants death aged 0 - 6 days was hypothermia. Early initiation breastfeeding in the first hour after birth lowers risk of neonatal death. Objective: To determine the effect of Early Initiation Breastfeeding against temperature changes at newborn baby in first day. Methods: Quasi-Experimental Study with the time series design. The research location in Central General Hospital Soeradji Tirtonegoro Klaten. The sample of research are newborns baby was conducted early initiation breastfeeding and met the inclusion criteria. Temperature measurements carried out at one hour, two hours, six hours, and twelve hours after the early initiation breastfeeding with a digital thermometer. Analysis of the data with the Kolmogorov smirnov to determine normality of data, and the Wilcoxon test was done with a significancy level = 0.05. Results:The Average temperature of newborns baby after had early Initiation of Breastfeeding are 36.80C in the first hours, 36.30C in the second hours, 36.90C in the sixth hours and 36.90C in the twelfth hours. The statistical test found there are differences temperature of newborns baby in the first, second, and third measurement. The temperature measurement of first and second are decrease in temperature, because of the second temperature measurement baby was not done skin to skin. Conclusion: Early Initiation of Breastfeeding can influence a newborn temperature on the first day. Keywords: Early initiation breastfeeding, temperature changes, newborn baby Abstrak Latar Belakang: Angka Kematian Neonatal Indonesia masih tinggi, salah satu penyebab kematian bayi umur 0 - 6 hari adalah hipotermia. Inisiasi Menyusu Dini pada satu jam pertama setelah kelahiran menurunkan risiko kematian neonatal. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap perubahan suhu bayi baru lahir hari pertama. Metode Penelitian: Studi Quasi Eksperimen dengan rancangan time series. Lokasi penelitian di RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Sampel penelitian adalah bayi baru lahir yang dilakukan Inisiasi Menyusu Dini dan memenuhi kriteria inklusi. Pengukuran suhu dilakukan pada satu jam, dua jam, enam jam, dan dua belas jam setelah Inisiasi Menyusu Dini dengan termometer digital. Analisa data dengan Kolmogorov smirnov untuk mengetahui normalitas data, kemudian dilakukan uji Wilcoxon dengan significancy level = 0,05. Hasil: Setelah Inisiasi Menyusu Dini rata-rata suhu satu jam pertama 36,80C, dua jam pertama 36,30C, enam jam pertama 36,90C dan dua belas jam pertama 36,90C. Setelah dilakukan uji statistik ada perubahan suhu bayi baru lahir pada suhu pertama, kedua, dan ketiga. Pengukuran suhu satu jam pertama dan dua jam pertama ada penurunan suhu karena pada pengukuran kedua bayi sudah tidak dilakukan skin to skin. Kesimpulan: Ada pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap perubahan suhu bayi baru lahir pada hari pertama. Kata Kunci: Inisiasi Menyusu Dini, perubahan suhu, bayi baru lahir. PENDAHULUAN Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat. AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan Singapura (3 per 1000), Brunei Darussalam RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten, Jalan KRT Dr. Soeradji Tirtonegoro No. 1, Merbung, Klaten Selatan, Klaten, Jawa Tengah 57424, email: [email protected] 2 Health Polytechnic of Yogyakarta (Ministry of Health), Jurusan Kebidanan, Jl. Mangkuyudan MJ III/304 Yogyakarta 55143, email: [email protected] 1 (8 per 1000), Malaysia (10 per 1000), Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per 1.000). AKB di Indonesia 34 per 1000 kelahiran hidup.1 Saat melahirkan dan minggu pertama setelah melahirkan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya. Sekitar dua pertiga kematian terjadi pada masa neonatal, dua pertiga kematian neonatal tersebut terjadi pada minggu pertama dan dua pertiga kematian pada minggu pertama tersebut terjadi pada hari pertama.2 Angka Kematian Neonatal pada tahun 2002 adalah 20 per 1000 kelahiran hidup sesuai hasil SDKI 2002-2003 3 dan 19 per 1000 kelahiran hidup sesuai hasil 223 Rina W., Endah MarianingsihTh, Yuliasti Eka Purnamaningrum SDKI 2007.4 Kematian bayi yang terjadi dalam periode neonatal adalah 55,8%, sekitar 78,5% nya terjadi pada umur 0-6 hari. Penyebab kematian terbesar berdasarkan Riskesdas tahun 2007 untuk umur 0-6 hari adalah gangguan pernafasan atau asfiksia (35,9%), prematuritas (32,4%), sepsis (12%), hipotermi (6,3%), ikterus (5,6%), postmatur (2,8%), dan kelainan kongenital (1,4%).5 Pada bayi baru lahir sangatlah rentan terhadap hipotermia karena memiliki area permukaan tubuh yang relatif besar dibandingkan massanya, sehingga terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan panas (yang berhubungan dengan massa) dan kehilangan panas (area permukaan tubuh), memiliki kulit yang tipis dan permeabel terhadap panas, memiliki lemak subcutan yang sedikit untuk insulasi atau penahan panas. 6 Hipotermia pada bayi baru lahir adalah penurunan suhu tubuh sampai dibawah 36,5oC (normal 36,5oC -37,5oC ). Hipotermia secara tidak langsung merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian bayi serta meningkatkan resiko pneumonia dan sepsis pada bayi baru lahir. Banyak tindakan yang relatif murah dan mudah diterapkan untuk meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Salah satunya adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir atau biasa disebut inisiasi menyusu dini serta pemberian ASI eksklusif. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan upaya memberikan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera setelah lahir. Kontak kulit dengan kulit sangat berguna, karena dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan risiko kedinginan (hypothermia).7 Penelitian Dr.Niels Bregman dari Afrika Selatan menyatakan kulit dada ibu yang melahirkan satu derajat lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Jika bayinya kedinginan suhu kulit ibu otomatis naik dua derajat untuk menghangatkan bayi. Jika bayi kepanasan, suhu ibu otomatis turun satu derajat untuk mendinginkan bayinya. Kulit ibu bersifat termoregulator atau thermal synchrony bagi suhu bayi.7 Edmond menyatakan bahwa inisiasi menyusu dalam satu jam pertama setelah kelahiran menurunkan 22% risiko kematian bayi usia 0-28 hari. Sebaliknya, penundaan inisiasi menyusu dini meningkatkan risiko kematian. Bahkan bila inisiasi menyusu terlambat dilakukan (setelah hari pertama), dapat meningkatkan risiko kematian 2-4 kali. Oleh karena itu pastikan kontak kulit ke kulit dilakukan dengan benar, tidak terburu- buru, tanpa pakaian, dimulai secepatnya segera setelah lahir, dan berlangsung sedikitnya 1 jam.8 Rumah Sakit Soeradji Tirtonegoro (RSST) Klaten merupakan rumah sakit rujukan laktasi di Jawa Tengah yang telah memasukkan program IMD dalam prosedur pertolongan Persalinan. Menurut Riskedas 2010 keberhasilan inisisi menyusu dini di Indonesia 29,3%, Jawa Tengah 33,3%.9) Sedangkan dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten keberhasilan inisiasi menyusu dini tahun 2011 adalah 8,3%. Berdasarkan studi pendahuluan di RSUP dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten inisiasi menyusu dini sudah dilakukan tetapi pencapaiannya mengalami penurunan yaitu 30% pada tahun 2010 dan 24% pada tahun 2011. Didapatkan juga data bahwa pada bulan Januari 2012 dari 226 bayi,118 bayi (52%) diantaranya mengalami hipotermia pada hari pertama. Dari 8 kasus 3 bayi yang dilakukan inisiasi menyusu dini semua bayi tidak mengalami hipotermi, dan 5 bayi yang tidak dilakukan inisiasi menyusu dini 4 bayi mengalami hipotermia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap perubahan suhu pada bayi baru lahir hari pertama di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. METODE Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan rancangan time series design. Penelitian dilakukan pada bulan April dan Mei 2012 di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Perlakuan adalah IMD selama 1 jam dan variabel terikat yang diamati adalah perubahan suhu bayi 1, 2, 6, 12 jam setelah IMD. Suhu bayi diukur dengan termometer digital pada aksila dengan satuan derajat celsius. Sampel ditentukan secara consecutive sebanyak 50 bayi baru lahir dengan kriteria inklusi lahir spontan, nilai APGAR 7-10, berat janin 2500 – ≤ 4000 gram, usia kehamilan 37 - ≤ 42 minggu, lama kala I pada primigravida ≤ 16 jam, multi ≤ 8 jam, lama kala II pada primigravida ≤ 2 jam dan multigravida ≤ 1 jam. Data dianalisis dengan wilcoxon test. Keterbatasan penelitian ini hanya melakukan pengukuran pada bayi saja, padahal suhu bayi dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam penelitian ini peneliti tidak bisa mengendalikan suhu ruangan. HASIL Karakteristik Sampel Sebagian besar sampel mempunyai umur kehamilan >40 – 41 tahun (34%), berat bayi lahir >3000-3500 gram (52%) dan mempunyai nilai APGAR menit pertama 7 (72%). Secara detail pada Tabel 1. Suhu Tubuh Bayi Pengukuran suhu bayi dilakukan pada 1, 2, 6 dan 12 jam setelah IMD, hasil pengukuran pada Tabel 2. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap Perubahan Suhu Bayi Baru Lahir Hari Pertama di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten, 2012 Tabel 1. Karateristik Sampel Variabel Umur kehamilan (minggu) 37 – 38 >38 – 39 >39 – 40 >40 – 41 >41 – 42 Jumlah Berat bayi (gram) 2500 – 3000 >3000 – 3500 >3500 – 4000 Jumlah Nilai Apgar menit pertama 7 8 Jumlah N % 5 10 13 17 5 50 10 20 26 34 10 100 21 26 3 50 42 52 6 100 36 14 50 72 28 100 Tabel 2. Hasil Pengukuran Suhu Bayi Pengukuran 1 jam 2 jam 6 jam 12 jam N 50 50 50 50 Mean 36,8 36,3 36,9 36,9 SD 0,1178 0,1503 0,2337 0,2425 Tabel 3. Perubahan Suhu Bayi Antar Waktu IMD Perubahan suhu antar Mean SD 95% CI p-value waktu IMD Suhu I 0,504 0,1228 0,4691 – 0,5389 0,000* Suhu II -0,144 0,2565 -0,2169 – (-0,0711) 0,000* Suhu III -0,152 0,2509 -0,2233 – (-0,0807) 0,000* Ket : Suhu I : perbedaan suhu 1 jam dengan 2 jam setelah IMD Suhu II : perbedaan suhu 1 jam dengan 6 jam setelah IMD Suhu III : perbedaan suhu 1 jam dengan 12 jam setelah IMD Signifikan *p<0,05 Perubahan suhu antara waktu pengukuran dengan pengukuran berikutnya dapat dilihat pada Tabel 3. PEMBAHASAN Hasil observasi menunjukkan bahwa terjadi penurunan suhu setelah bayi tidak dilakukan IMD. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara suhu pengukuran 1 jam pertama setelah IMD dan 2 jam setelah dilakukan IMD. Kontak kulit dengan kulit segera setelah lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan adalah penting. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Dengan kontak kulit dengan kulit akan menurunkan risiko 224 kedinginan.7 Hal ini juga sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa suhu kulit bayi baru lahir adalah 36oC dan 36,5oC, bayi mengalami kesulitan mengatur suhu tubuh, hal ini membuat bayi rentan terhadap hipotermia. Penurunan suhu 1oC dan 2oC dapat terjadi dalam 1 jam pertama setelah lahir bila tidak dilakukan upaya mengatasinya, maka suhu tubuh normal mungkin tidak akan tercapai dalam 4-8 jam.10 Penelitian ini juga mendukung penelitian Dr. Niels Bergman yang menemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1°C lebih panas dari pada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1°C. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2°C untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir, dibandingkan tempat tidur yang canggih dan mahal.7 Pada pengukuran suhu kedua (2 jam setelah dilakukan IMD), antara tubuh bayi dan badan ibu sudah tidak ada kontak lagi dan pada ruangan yang sama dengan pengukuran suhu pertama yang rata-rata suhunya antara 28-290C. Padahal suhu dada ibu akan dapat meningkat 2°C untuk menghangatkan bayi, sehingga berdasarkan rata-rata suhu pada kondisi ini terlihat menurun. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi risiko penurunan suhu bayi, setelah dilakukan pengukuran antropometri, pemberian tetes mata, dan injeksi vitamin K, bayi bisa diletakkan lagi di atas perut ibu untuk mempertahankan skin to skin antara ibu dan bayi, dengan harapan untuk mengurangi risiko penurunan suhu bayi. Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang signifikan antara suhu 1 jam dengan 6 jam setelah IMD dengan p value sebesar 0,000 (p value < 0,05), serta ada perbedaan yang signifikan antara suhu 1 jam dengan 12 jam setelah IMD dengan p value sebesar 0,000 (p value <0,05). Pada pengukuran suhu ketiga dan keempat, kondisi bayi dalam keadaan dibungkus dan dilakukan rawat gabung. Bayi diletakkan di samping ibu tidur, suhu bayi sudah mulai menghangat kembali. Menempatkan bayi bersama ibunya adalah cara yang paling mudah untuk menjaga agar bayi tetap hangat, mendorong ibu untuk segera menyusui bayinya dan mencegah paparan infeksi pada bayi. Membungkus bayi dilakukan untuk menjaga kehangatan tubuh bayi sampai akhirnya suhu tubuh bayi dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Bayi dapat kehilangan panas tubuhnya melalui konveksi, radiasi, konduksi dan evaporasi. Konveksi yaitu panas yang hilang 225 Rina W., Endah MarianingsihTh, Yuliasti Eka Purnamaningrum ke aliran udara, ditentukan oleh perbedaan suhu antara kulit dan suhu udara kamar, area kulit yang terpajan udara dan pergerakan udara di sekitarnya. Radiasi adalah kehilangan panas melalui gelombang elektromagnetik dari kulit ke permukaan sekitarnya, yaitu karena adanya perbedaan suhu antara kulit dan permukaan disekelilingnya. Konduksi adalah kontak kulit langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Evaporasi adalah kehilangan panas ketika air menguap dari kulit atau pernafasan. Untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi setelah lahir bayi langsung dikeringkan, kemudian dilakukan IMD dan kain yang basah diganti dengan yang kering. Setelah bayi dirawat di ruangan bayi dilakukan rawat gabung dengan ibunya. Kehangatan bayi dijaga dengan membungkus bayi dan menjaga kehangatan ruang perawatan.11 Kontak kulit antara ibu dan bayi setelah lahir, dapat dilanjutkan selama mungkin pada minggu-minggu pertama kehidupan bayi (bukan hanya saat menyusui), akan berguna jika kita memahami bahwa bayi manusia, seperti mamalia lainnya, memiliki habitat alami yaitu berdekatan dengan induknya (atau ayahnya). Ketika bayi manusia atau mamalia disingkirkan dari habitat alaminya ini, bayi itu akan menunjukkan tanda-tanda psikologis stres berat. Bayi yang tidak berdekatan dengan ibunya dan diberi jarak (di bawah lampu penghangat atau dalam inkubator) atau dibedong dalam selimut bisa menjadi terlalu mengantuk, letargis, sama sekali tidak menanggapi situasi sekitarnya, atau menangis dan menjerit-jerit protes dan putus asa. Saat dibedong, bayi tidak bisa berinteraksi dengan ibunya, seperti yang seharusnya secara alami. Dengan kontak kulit, ibu dan bayi saling bertukar informasi sensorik yang menstimulasi dan memunculkan perilaku bayi memutar kepala dan mencari-cari payudara, bersikap tenang, bernafas lebih teratur, tetap dalam kondisi hangat, menjaga suhu tubuh dan kadar gula darahnya.12 Jadi bayi yang sudah dilakukan rawat gabung juga tetap bisa dilakukan perawatan dengan skin to skin dengan ibunya, karena dengan skin to skin ibu dan bayi saling berinteraksi dan bertukar informasi sensorik yang menstimulasi bayi untuk tenang, bernafas lebih teratur, tetap hangat, menjaga suhu tubuh dan kadar gula darahnya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata suhu bayi satu jam setelah IMD 36,80C, dua jam setelah IMD 36,30C, enam jam setelah IMD 36,90C, dan dua belas jam setelah IMD 36,90C. Ada perubahan suhu yang signifikan antara pengukuran suhu I dengan II dan II dengan III, tapi tidak ada perubahan suhu yang signifikan antara pengukuran suhu III dengan IV. SARAN Skin to skin sebaiknya dilakukan lagi setelah IMD dan pengukuran antropometri untuk mencegah terjadinya penurunan suhu (hipotermia). DAFTAR PUSTAKA 1. Kemenkes RI. (2010a). Profil Kesehatan Indonesia 2009. Pusat Data dan Surveylans Epidemiologi. Jakarta. 2. Minarto. (2007). Upaya Peningkatan Status Gizi Masyarakat. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta. 3. BPS. (2003). Survey Demografi dan Kesehatan 2002-2003. Biro Pusat Statistik. Jakarta. 4. BPS. (2007). Survey Demografi dan Kesehatan 2007. Biro Pusat Statistik. Jakarta. 5. Kemenkes RI. (2010b). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta. 6. Lissauer. (2009). At a Glance Neonatologi. Erlangga. Jakarta. 7. Roesli. U. (2008). Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda.Jakarta. 8. Edmond, K.M., Zandoh, C., Quigley, M.A., AmengaEtego, S., Owusu-Agyei,S., Kirkwood, B.R. (2006). Delayed Breastfeeding Initiation Increases risk of neonatal mortality, Pediatrics vol 117: 380-386. 9. Kemenkes RI. (2010c). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 10. Johnson. (2004). Buku Ajar Praktek Kebidanan. EGC. Jakarta. 11. JNPK-KR/POGI. (2007). Asuhan Persalinan Normal, Asuhan esensial Persalinan. Save the Children. Jakarta. 12. Newman, J. and Kernerman, E. (2009). The Important of Skin to Skin Contact. International Breastfeeding Centre. Diunduh tanggal 6 Agustus 2012 dari http://ncbi.ca/index.php?option=com_ content&view=article&id=384:the-important-of-skinto-skin-contact.